BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali berasal dari banteng ( bibos banteng) yang telah didomestikasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali berasal dari banteng ( bibos banteng) yang telah didomestikasi"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng ( bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi bali termasuk Famili Bovidae, Genus Bos dan Subgenus Bibovine (Hardjosubroto dan Astuti, 1993). Dari Pulau Bali yang dipandang sebagai pusat perkembangan sekaligus pusat bibit, sapi bali menyebar dan berkembang hampir ke seluruh pelosok nusantara. Oleh sebab itu kemurnian genetikanya telah dilindungi dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2004 dan Perda No 2/2003 yang melarang bibit sapi bali betina keluar dari wilayah Provinsi Bali. Secara fisik sapi bali memiliki ciri yang khas yang membedakan dari sapisapi yang lain yang ada di nusantara. Sapi bali memiliki ukuran tubuh yang sedang, dadanya dalam, tidak berpunuk dan kaki-kakinya ramping. Kulitnya berwarna merah bata, cermin hidung, kaki dan bulu ekor berwarna hitam. Kaki dibawah persendian karpal dan tarsal berwarna putih ( white stocking). Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam, kulit berwarna putih tersebut tampak berbentuk oval (white mirror). Pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam yang membentuk garis (garis belut) yang memanjang dari gumba sampai pangkal ekor (Batan, 2006). Sapi bali jantan dan betina terdapat beberapa perbedaan antara lain, sapi bali jantan berwarna lebih gelap di banding sapi bali betina. Warna bulu sapi bali 7

2 8 jantan biasanya berubah dari merah bata menjadi cokelat tua atau hitam legam setelah sapi bali mencapai dewasa kelamin yaitu pada usia 1,5 tahun (Batan, 2006). Warna kehitaman bulu sapi bali jantan disebabkan oleh hormon testosteron, sehingga pada sapi bali jantan yang dikebiri warna bulunya akan berubah kembali menjadi coklat kemerah-merahan (darmadja, 1990). Sapi bali memiliki beberapa keunggulan, antara lain mudah beradaptasi terhadap lingkungan. Sapi bali memiliki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan baru, baik terhadap suhu, udara, kelembaban dan angin, maupun terhadap kondisi lahan, pakan, dan penyakit. Fertilitas tinggi merupakan keungulan sapi bali, dimana faktor lingkungan tidak berpengaruh terhadap tingkat fertilitas sapi bali, yang mencapai 83%, yang artinya setiap sapi bali melakukan perkawinan maka peluang terjadinya kebuntingan adalah 83%, dan diikuti dengan siklus birahi yang panjang dengan rata-rata 21 hari, dengan lama birahi jam. Keunggulan lainnya sapi bali memiliki persentase karkas yang lebih tinggi dibanding jenis sapi tropis lainnya yaitu mencapai 56% dari berat hidupnya (Pane, 1991). Di samping memiliki kelebihan tentunya sapi bali juga memiliki kelemahan, antara lain birahi kembali setelah melahirkan sangat panjang yaitu mencapai 182 hari, interval beranak atau jangka waktu kelahiran anak berikutnya yaitu rata-rata 555 hari. Kerentanan terhadap penyakit tertentu juga merupakan kelemahan sapi bali seperti penyakit Jembrana, Bali Ziekte dan MCF (Guntoro, 2002). Sistem pemeliharaan sapi bali dikatagorikan dalam tiga cara, antara lain : sistem pemeliharaan intensif yaitu ternak dikandangkan, sistem pemeliharaan

3 9 semi intensif yaitu ternak dikandangkan pada malam hari dan dilepas di ladang penggembalaan pada pagi hari dan sistem pemeliharaan ekstensif yaitu ternak dilepas di padang penggembalaan (Hernowo, 2006) Pemeriksaan Ante-Mortem Pemeriksaan ante-mortem adalah pemeriksaan ternak dan unggas potong sebelum disembelih. Pemeriksaan ante-mortem dilakukan dengan mengamati dan mencatat ternak sapi sebelum disembelih yang meliputi jumlah ternak yang dipotong, perkiraan umur, kesehatan, kelainan atau cedera. Adapun maksud pemeriksaan ante-mortem adalah agar ternak yang akan disembelih hanyalah ternak yang sehat, normal dan memenuhi syarat. Sebaliknya, ternak yang sakit hendaknya ditolak untuk dipotong. Tujuan dari pemeriksaan ante-mortem adalah agar daging yang akan dikonsumsi masyarakat adalah daging yang benar-benar sehat dan bermutu (Suardana dan Swacita, 2008). Khusus untuk pemotongan ternak sapi, selain kondisinya harus sehat dan normal juga harus memenuhi syarat agar ternak sapi yang akan dipotong tidak melanggar peraturan yang telah ditentukan pemerintah. Peraturan yang mengatur tentang pemotongan ternak antara lain yaitu : (1) Staatsblad Nomor 614 tahun 1936 tentang Pemotongan Ternak Besar Betina Bertanduk. Inti dari peraturan ini adalah ternak betina bertanduk, yaitu sapi dan kerbau betina dilarang dipotong, (2) Instruksi Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian Nomor 18/1979 dan Nomor 05/Ins/Um/3/1979 tentang Pelanggaran Pemotongan Ternak Sapi/Kerbau Betina Bunting dan Sapi/Kerbau Betina Bibit, (3) Instruksi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali tanggal 1 Oktober 1980 tentang Pelarangan dan

4 10 Pencegahan Pemotongan Ternak Sapi/Kerbau Betina Bunting dan Sapi/Kerbau Betina Bibit (Suardana dan Swacita, 2008). Petugas yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan ante-mortem adalah dokter hewan atau pemeriksa daging dibawah petugas berwenang dari pemerintah (Dinas Peternakan). Pemeriksaan dilakukan pada hari pemotongan atau sehari sebelumnya. Para dokter dan petugas inilah yang berhak menentukan apakah hewan dapat dipotong atau tidak (Suardana dan Swacita, 2008). Menurut Direktorat Kesmavet (1993 ), tujuan dari pemeriksaan antemortem adalah: a. Mencegah pemotongan hewan yang secara nyata menunjukan gejala klinis penyakit hewan menular dan zoonosis atau tanda-tanda yang menyimpang. b. Mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya untuk keperluan pemeriksaan post-mortem dan penelusuran penyakit di daerah asal ternak. c. Mencegah kontaminasi dari hewan atau bagian dari hewan yang menderita penyakit kepada petugas, peralatan RPH dan lingkungan. d. Menetukan status hewan dapat dipotong, ditunda atau tidak boleh dipotong. e. Mencegah pemotongan ternak betina produktif. Hasil akhir pemeriksaan ini dapat dibagi tiga kelompok : 1. Ternak yang dipotong secara reguler adalah ternak yang memenuhi syarat normal. 2. Ternak yang ditolak yaitu ternak yang menderita suatu penyakit menular, masih produktif dan betina bunting.

5 11 3. Ternak yang menderita kelainan lokal seperti fraktur, abses, neoplasma dan ternak yang kondisinya meragukan perlu pemeriksaan lebih lanjut (Arka dkk., 1992). 2.3 Rumah Pemotongan Hewan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) selain untuk kendali penyakit hewan yang bersifat zoonosis, juga memudahkan distribusi daging hasil pemotongan dan kendali lingkungan yang baik dari limbah pemotongan, sebenarnya juga merupakan tempat pengendali tidak dipotongnya sapi-sapi betina produktif. Tetapi pada kenyataannya masih sering terjadi kasus pemotongan sapi-sapi betina produktif. Sapi potong pada umur produktif boleh dipotong dengan syarat antara lain, cacat fisik dan tidak dapat difungsikan dengan baik seperti patah tulang kaki dan disfunsional organ reproduksi (Soejosopoetro, 2008). Pelanggaran pemotongan sapi betinan produktif adalah pelanggaran peraturan-peraturan yang telah digariskan, hal ini disebabkan etor kera yang kurang benar, baik oleh petugas pemegang hak dan pemilik ternak. Dilihat dari mata rantai penyediaan daging di Indonesia, maka salah satu tahapan terpenting adalah penyembelihan hewan di RPH. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah kompleks bangunan dengan disain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu, yang digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat. Peraturan perundangan yang berkaitan persyaratan RPH di Indonesia telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan dan usaha pemotongan. Rumah

6 12 Pemotongan Hewan adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan disain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan selain unggas bagi konsumsi masyarakat (Manual Kesmavet, 1993). Rumah Pemotongan Hewan merupakan unit atau sarana pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging sehat mempunyai fungsi sebagai: 1. Tempat dilaksankannya pemotongan hewan secara benar. 2. Tempat dilaksanakannya pemeriksaan hewan sebelum dipotong (ante-motem) dan pemeriksaan daging (post -mortem) untuk mencegah penularan penyakit hewan ke manusia. 3. Tempat untuk mendeteksi dan memonitoring penyakit hewan yang ditemukan pada pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem guna mencegah dan pemberantasan penyakit hewan menular di daerah asal ternak. 4. Melaksanakan seleksi dan pengendalian pemotongan hewan besar betina bertanduk yang masih produktif (Lestari, 1994). 2.4 Perundang-undangan dan peraturan pemerintah tentang pemotongan ternak Perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah tentang pemotongan ternak dalam negeri merupakan landaan hukum bagi pelaksana kegiatan tersebut dalam kehidupan masyarakat, disamping juga metupakan pedoman. Semua penduduk haus taat dan tunduk terhadap semua pasal yang tertera dalam peraturan tersebut. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut diberikan sanksi-sanksi hukuman yang setimpal.

7 13 1. Staatsblads Nomor 614 Tahun 1936 Tentang Pemotongan Ternak Besar Betina Bertanduk. 2. Peraturan Daerah Bali Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pemotongan Ternak Potong. 3. Intruksi Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertanian Nomor 18/1979 dan Nomor 5/1979 Tentang Pencegahan dan Larangan Pemotongan Ternak Sapi/Kerbau Betina Bunting dan atau Sapi/Kerbau Betina Bibit. 4. Intruksi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali Tanggal 1 Oktober 1980 Tentang Pencegahan dan Larangan Pemotongan Ternak Sapi/Kerbau Betina Bibit atau Sapi/Kerbau Betina yang masih Produktif (Suardana dan Swacita, 2008). 2.5 Produktivitas Ada tiga faktor yang saling berinteraksi sebagai penentu produktivitas yaitu : ternak, lingkungan dan tatalaksana. Gambaran peternakan sapi bali di Indonesia terjadinya penurunan populasi dan kualitas, terlepas dari semua spekulasi tersebut, ada tiga parameter yang mengidentifikasi sebagai penyebab rendahnya produktivitas ternak sapi bali yang diperlihara pada sistem ekstensif yaitu (1) angka kelahiran rendah, (2) angka kematian pedet tinggi, dan (3) net growth rate rendah. Ketiga aspek ini akan menjadi faktor penyebab dan strategi mengatasinya untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi bali ( Muhlik, 2009 ). Di samping itu, besarnya pemotongan sapi betina produktif yang dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan bukti yang akurat terjadinya pemot ongan sapi betina bunting. Keadaan ini apabila dibiarkan maka peningkatan populasi

8 14 sapi yang kita inginkan tidak akan terwujud, sebaliknya ternak sapi yang ada lama kelamaan akan habis. Di pihak lain permintaan akan daging temak besar (sapi dan kerbau) semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat (Hafid dan Syam, 2000) Perkiraan umur Pencatatan data kelahiran, bobot badan, umur sapi, dan data lainnya menjadi sangat penting. Data-data ini digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam pemotongan ternak di Rumah Pemotongan Hewan. Sebagai contoh umur sapi, bisa digunakan dalam menentukan ternak yang dipotong apakah masih bibit atau produktif. Oleh karenanya, dalam hal ini perlu dilakukan perkiraan umur sapi (Poespo, 1965). Perkiraan umur pada sapi bisa dilakukan dengan beberapa cara : 1.Perkiraan umur berdasarkan lepasnya tali pusar Perkiraan lepasnya tali pusar hanya bisa digunakan pada pedet yang baru lahir. Umumnya tali pusar akan lepas dari tubuh pedet setelah kira-kira 7 hari dari saat kelahiran. Pada waktu dilahirkan pusar masih tampak basah dan tidak berbulu, setelah umur 3 hari tali pusar terasa lunak bila diraba, pada umur 4-5 hari tali pusar mulai mengering, sementara pada umur 7 hari tali pusar mulai lepas serta bulu sudah mulai tumbuh (Edy dan Endang, 2009). 2. Perkiraan umur sapi berdasarkan cincin tanduk Perkiraan umur sapi juga bisa dilihat dari jumlah cincin pada tanduknya. Namun demikian cara pendugaan ini kurang akurat karena didasarkan dari pengaruh pakan atau musim. Pada musim hujan pakan akan melimpah sehingga

9 15 sapi mendapatkan pakan dalam jumlah yang cukup dan bergizi, dengan demikian pertumbuhan tanduknya akan berlangsung optimal, sedangkan pada musim kemarau sapi akan mendapatkan pakan dengan jumlah yang sedikit dan kurang bergizi, sehingga pertumbuhan tanduk juga akan terhambat yang ditandai dengan mengecilnya diameter tanduk. Pengecilan diameter tanduk ini akan membentuk cincin pada tanduk, dengan demikian tiap tahun akan terbentuk satu cincin pada tanduk. Adanya cincin pada tanduk juga bisa dikaitkan dengan kebuntingan, sapi betina yang sedang bunting akan membutuhkan zat pakan yang lebih tinggi, sementara pada saat kemarau kebutuhan nutrisi yang tinggi tersebut tidak sepenuhnya bisa diperoleh untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi janinnya, induk sapi akan membongkar cadangan lemak dan protein tubuh, protein tersebut juga dipergunakan untuk pertumbuhan tanduk, sehingga pertumbuhan tanduk akan terhambat sehingga terbentuklah cincin pada tanduk. Adapun pedoman penentuan umur berdasarkan kondisi tanduk dan cincin pada tanduk sbb: a) Jika bakal tanduk terasa agak menyembul dan keras saat diraba, umur pedet diperkirakan sekitar 1 bulan. b) Jika tanduk sudah mulai tumbuh sekitar 3 cm, diperkirakan umur pedet sekitar 5 bulan. c) Jika tanduk sapi tumbuh sekitar 10 cm diperkirakan umur sapi sekitar 1 tahun.

10 16 d) Jika tanduk tumbuh sekitar 15 cm, diperkirakan umur sapi sekitar 1,5 tahun e) Jika muncul 1 cincin pada tanduk diperkirakan umur sapi sekitar 3 tahun. f) Diatas usia 3 tahun akan terbentuk satu cincin setiap tahunnya, misalnya sapi dengan 6 cincin pada tanduk diperkirakan berumur 8 tahun (Frandson, 1993). 3. Perkiraan umur sapi berdasarkan kondisi gigi Perkiraan umur melihat kondisi gigi adalah cara yang paling akurat. Jumlah gigi pada sapi adalah sebanyak 32 buah (12 pada rahan atas dan 20 pada rahang bawah), rahang atas terdiri atas 6 gigi geraham tetap ( dentis molaris) dan 6 gigi geraham berganti ( dentis premolaris). Sedangkan rahang bawah terdiri atas 6 buah gigi geraham tetap, 6 buah geraham berganti, dan 8 buah gigi seri (Edy dan Endang, 2009). Gambar 1. Bagan Gigi dan Tengkorak Sapi

11 17 Perkiraan umur sapi melalui kondisi gigi dilihat dari pergantian antara gigi susu dengan gigi tetap, atau istilah umumnya adalah gigi poel, akan tetapi pengaruh dewasa lebih dini atau lebih lambat juga perlu diperhatikan. Sapi-sapi Bos taurus biasanya lebih cepat dewasa bila dibandingkan dengan Bos indicus sehingga pergantian gigi seri susu menjadi gigi seri tetap lebih cepat. Berikut panduan perkiraan umur sapi dilihat dari kondisi dan pergantian gigi (Edy dan Endang, 2009) : Gambar 2. Panduan Umur Sapi Dilhat dari Kondisi Gigi Betina produktif Peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Pembangunan subsektor peternakan memiliki andil yang cukup besar dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu kebijakan pemerintah dalam pembangunan subsektor peternakan di Indonesia adalah upaya untuk mencukupi

12 18 kebutuhan protein hewani. Pada gilirannya, upaya ini akan berpengaruh terhadap peningkatan kecerdasan bangsa. Salah satu kebijakan pembangunan pemerintah adalah pengembangan sumber daya ternak yang meliputi peningkatan populasi ternak dengan program sebagai berikut : (1) peningkatan kelahiran, (2) peningkatan produksi dan produktivitas, (3) pengendalian pemotongan temak betina produktif, (4) pengendalian penyakit hewan dan (5) penyediaan bibit ternak bermutu. Sampai saat ini program-program tersebut belum membuahkan hasil yang signifikan. Di samping itu, besarnya pemotongan sapi betina produktif yang dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) menyimpulkan tingginya intensitas pemotongan sapi betina bunting dengan indikator ditemukannya embrio (janin) pada betina yang disembelih (Hafid dan Syam, 2000), merupakan bukti yang akurat terjadinya pemotongan sapi betina bunting. Keadaan ini apabila dibiarkan maka peningkatan populasi sapi yang diinginkan tidak akan terwujud, sebaliknya ternak sapi yang ada lama-kelamaan akan habis. Di pihak lain permintaan akan daging ternak besar (sapi dan kerbau) semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Beberapa faktor yang mendorong tingginya intensitas pemotongan sapi betina produktif, antara lain : (1) para peternak membutuhkan uang cash sehingga dengan terpaksa harus menjual sapi betinanya yang masih produktif. Pembeli yang siap membeli sapi mereka utamanya para penjagal, (2) para pedagang pengepul (jagal) lebih ekonomis membeli ternak betina untuk dipotong mengingat harganya relatif murah (Hapid,2008).

13 19 Alternatif pencegahan pemotongan betina produktif dapat dilakukan dengan cara : 1. Dari pihak pemerintah, agar mengeluarkan peraturan yang lebih ketat yang mengatur tentang pelarangan pemotongan sapi betina produktif dan mengatur mekanisme pengiriman sapi-sapi antar pulau. Peraturan tersebut dapat memuat mengenai sanksi-sanksi yang dapat dikenakan bagi siapa saja yang telah terbukti melanggar aturan tersebut. Selama ini telah tersedia peraturan tentang pemotongan sapi betina produktif namun tidak diindahkan dalam penerapannya karena tidak adanya sanksi yang tegas bagi pelakunya. 2. Perlu kiranya dibentuk sebuah lembaga yang bertugas mengawasi pelaksanaan dari peraturan pemerintah tersebut diatas. Lembaga ini dapat berupa pehak swasta atau murni hasil bentukan pemerintah sendiri. 3. Perlu dibentuk suatu lembaga sejenis koperasi yang bekerja sama dengan pihak Rumah Pemotongan Hewan (RPH), lembaga ini dimaksudkan untuk membeli sapi-sapi betina yang positif bunting atau tergolong masih produktif. Dengan demikian sapi betina tersebut bisa diselamatkan. 4. Pemerintah daerah perlu membuka area peternakan guna memelihara dan mengembangkan ternak-ternak betina, dengan merekrut tenaga handal di bidang peternakan. 5. Menggalakan program atau usaha penggemukan sapi potong sebab sapi gemuk mempunyai produksi daging tinggi sehingga dapat membantu dalam hal menyediakan daging bagi konsumsi masyarakat( Fedd Indonesia, 2008 )

14 Pemeriksaan kebuntingan Kebuntingan adalah keadaan dimana anak sedang berkembang di dalam uterus seekor hewan betina. Suatu interval waktu yang disebut periode kebuntingan terentang dari saat pembuahan (fertilisasi) ovum sampai lahirnya anak. Hal ini mencakup fertilisasi atau persatuan antara ovum dan sperma (Imron, 2008). Salah satu cara mendiagnosis kebuntingan ternak sapi adalah dengan metode palpasi perektal. Cara diagnosis kebuntingan ini ternyata lebih praktis dan mudah prosedurnya juga mempunyai akurasi yang tinggi. Sebelum perlakuan diagnosis kebuntingan dilaksanakan, dibutuhkan dahulu tentang sejarah IB (inseminasi buatan), tanggal melahirkan terakhir, tanggal dan jumlah inseminasi serta informasi terhadap setiap kondisi patologi dan penyakit yang pernah dialami atau terjadi pada saluran alat kelamin ternak sapi yang bersangkutan. Catatan IB dan reproduksi yang lengkap atau masing-masing individu bersangkutan sangat bermanfaat untuk penentuan kebuntingan secara cepat dan tepat (Toelihere, 1981). Menurut Hardjopranjoto, (1995) hewan yang mengalami masa kebuntingan akan menunjukan perubahan bagian-bagian tertentu sebagai berikut: 1.Vulva dan vagina Setelah kebuntingan berumur 6 sampai 7 bulan pada sapi dara akan terlihat adanya edema pada vulvanya. Semakin tua kebuntingan semakin jelas edema vulvanya. 2. Serviks Segera setelah terjadi fertilisasi perubahan terjadi pada kelenjar-kelenjar serviks. Semakin tua umur kebuntingan maka semakin kental lendir tersebut.

15 21 3. Uterus Perubahan pada uterus yang pertama terjadinya vaskularisasi pada endometrium, terbentuk lebih banyak kelenjar endometrium. 4.Cairan amnion dan allantois Volume cairan amnion dan allantois selama kebuntingan juga mengalami perubahan. Perubahan yang pertama adalah volumenya dari sedikit menjadi banyak. 5.Perubahan pada ovarium Setelah ovulasi, terjadilah kawah bekas folikel. Kawah ini segera dipenuhi oleh darah yang dengan cepat membeku yang disebut corpus hemorrhagicum. Pada hari ke-5 sampai ke-6 korpus luteum telah terbentuk. 2.6 Pemeriksaan kesehatan Pemeriksaan kesehatan ternak sangatlah penting karena untuk suatu prediksi maupun identifikasi ternak tersebut sehat atau sakit (Akoso 1996). Beberapa faktor yang menyebabkan hewan ternak sakit antara lain faktor mekanis, termis, kekurangan nutrisi, zat kimia dan faktor lingkungan. Suhu tubuh sapi dipengaruhi oleh jenis, bangsa, umur, jenis kelamin, kondisi dan aktivitasnya. Kisaran tubuh normal pada sapi adalah 38,5-39,5 0 C dengan suhu kritis 40 0 C (Subronto, 1985). Pemeriksaan kesehatan ini dilakukan oleh dokter hewan atau tenaga terlatih di bawah pengawasan dokter hewan. Tahapan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penularan penyakit dari hewan ke manusia. Proses ini juga bermanfaat untuk menjamin tersedianya daging dan produk ikutannya dengan mutu yang baik dan sehat. Dua tahap proses pemeriksaan

16 22 kesehatan hewan yaitu pemeriksaan ante-mortem dan pemeriksaan postmortem. Pemeriksaan ante-mortem dilakukan sebelum hewan dipotong atau saat hewan masih hidup. Sebaiknya pemeriksaan ante-mortem dilakukan sore atau malam hari menjelang pemotongan keesokan harinya. Pemeriksaan postmortem dilakukan setelah hewan dipotong (Hayati dan Choliq, 2009). Pemeriksaan ante-mortem meliputi pemeriksaan perilaku dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan perilaku dilakukan pengamatan dan mencari informasi dari orang yang merawat hewan tersebut. Hewan yang sehat nafsu makannya baik, hewan yang sakit nafsu makannya berkurang atau bahkan tidak mau makan. Cara bernafas hewan sehat nafasnya teratur bergantian (Hayati dan Choliq, 2009). Pincang, loyo dan tidak bisa berjalan menunjukkan hewan sedang sakit. Cara buang kotoran dan kencingnya lancar tanpa menunjukkan gejala kesakitan, konsistensi kotoran (feses) padat. Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap suhu tubuh (temperatur), menggunakan termometer, suhu tubuh normal sapi berkisar antara 38,5 C 39,2 C (Rosenberger, 1979). Bola mata bersih, bening, dan cerah. Kelopak mata bagian dalam berwarna kemerahan (pink) dan tidak ada luka. Kelainan yang biasa dijumpai pada mata yaitu adanya kotoran berlebih sehingga mata tertutup, kelopak mata bengkak, warna merah, kekuningan atau cenderung putih (pucat). Mulut dan bibir, bagian luar bersih, mulus dan agak lembab. Bibir dapat menutup dengan baik. Selaput lendir rongga mulut warnanya merata kemerahan (pink), tidak ada luka. Air liur cukup membasahi rongga mulut. Lidah warna kemerahan merata, tidak ada luka dan dapat bergerak

17 23 bebas. Adanya keropeng di bagian bibir, air liur berlebih atau perubahan warna selaput lendir (merah, kekuningan atau pucat) me nunjukkan hewan sakit. Hidung agak lembab dan cenderung basah, tidak ada luka, kotoran, leleran atau sumbatan. Pencet bagian hidung, apabila keluar cairan berarti terjadi peradangan pada hidung. Cairan hidung bisa bening, keputihan, kehijauan, kemerahan, kehitaman atau kekuningan. Kulit dan bulu, bulu teratur, bersih, rapi, dan mengkilat. Kulit mulus, tidak ada luka dan keropeng. Bulu kusam tampak kering dan acak-acakan menunjukkan hewan kurang sehat (Akoso, 1996). Kelenjar getah bening, yang mudah diamati adalah yang berada di daerah bawah telinga, daerah ketiak dan selangkangan kiri dan kanan. Apabila ada peradangan kemudian membengkak tanpa diraba akan terlihat jelas pembesaran di daerah dimana kelenjar getah bening berada. Daerah anus, bersih tanpa ada kotoran, darah dan luka. Apabila hewan diare, kotoran akan menempel pada daerah sekitar anus (Hayati dan Choliq, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat,

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan permintaan daging secara nasional semakin meningkat seiring dangan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, pembangunan pendidikan yang lebih maju, kesadaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Menurut Susilorini, dkk (2010) sapi Bali memiliki taksonomi Filum Class Ordo Famili Genus Subgenus : Chordata : Mammalia : Artiodactyla : Bovidae : Bos : Bibos sondaicus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus. Sapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli yang dikembangkan di Indonesia. Ternak ini berasal dari keturunan asli banteng liar yang telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat serta kesadaran tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan makanan yang memiliki gizi baik yang berasal

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos

TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Sapi Bali Abidin (2002) mengatakan bahwa sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang berasal dari pulau Bali. Asal usul sapi Bali ini adalah banteng ( Bos Sondaicus)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Pameungpeuk merupakan salah satu daerah yang berada di bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk, secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi lokal. Sapi ini tahan terhadap iklim tropis dengan musim kemaraunya (Yulianto

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Banteng (bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Payne dan Rollinson (1973)

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Banteng (bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Payne dan Rollinson (1973) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia dan merupakan hasil domestikasi dari Banteng (bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Payne dan Rollinson (1973) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas diseluruh wilayah Indonesia. Sapi bali merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos Banteng).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sapi adalah salah satu hewan yang sejak jaman dulu produknya sudah dimanfaatkan oleh manusia seperti daging dan susu untuk dikonsumsi, dimanfaatkan untuk membajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging di Indonesia. Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, namun sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali tergantung pada kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ternak Sapi Bali Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong andalan yang dapat memenuhi kebutuhan daging sekitar 27% dari total populasi sapi potong Indonesia.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana

TINJAUAN PUSTAKA. Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar ekor (Unit Pelaksana II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Sapi Bali Populasi sapi bali di Kecamatan Benai sekitar 1.519 ekor (Unit Pelaksana Teknis Daerah, 2012). Sistem pemeliharaan sapi bali di Kecamatan Benai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 I. BENIH PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL BENIH DAN BIBIT TERNAK YANG AKAN DIKELUARKAN A. Semen Beku Sapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah

TINJAUAN PUSTAKA. dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangsa Sapi Potong Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong. Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah dan Perkembangan Ternak Sapi Potong Menurut Susiloriniet al., (2008) Sapi termasuk dalam genus Bos, berkaki empat, tanduk berongga, memamah biak. Sapi juga termasuk dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali merupakan salah satu ternak asli dari Indonesia. Sapi bali adalah bangsa sapi yang dominan dikembangkan di bagian Timur Indonesia dan beberapa provinsi di Indonesia

Lebih terperinci

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB).

CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). CARA MUDAH MENDETEKSI BIRAHI DAN KETEPATAN WAKTU INSEMINASI BUATAN (IB) PADA SAPI INSEMINASI BUATAN(IB). Peningkatan produktifitas ternak adalah suatu keharusan, Oleh karena itu diperlukan upaya memotivasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat UKURAN KRITERIA REPRODUKSI TERNAK Sekelompok ternak akan dapat berkembang biak apalagi pada setiap ternak (sapi) dalam kelompoknya mempunyai kesanggupan untuk berkembang biak menghasilkan keturunan (melahirkan)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, mereka dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour

Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Sexual behaviour Parturient behaviour Nursing & maternal behaviour Rangsangan seksual libido Berkembang saat pubertas dan setelah dewasa berlangsung terus selama hidup Tergantung pada hormon testosteron

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ternak dalam suatu usahatani atau dalam suatu wilayah. Adapun ciri keterkaitan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ternak dalam suatu usahatani atau dalam suatu wilayah. Adapun ciri keterkaitan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Integrasi Tanaman Ternak Pertanian terintegrasi (integrasi tanaman-ternak) adalah suatu sistem pertanian yang dicirikan oleh keterkaitan yang erat antara komponen tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi. Sapi Bali TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Sapi menurut Blakely dan Bade (1992), diklasifikasikan ke dalam filum Chordata (hewan bertulang belakang), kelas Mamalia (menyusui), ordo Artiodactile (berkuku atau berteracak

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar

TINJAUAN PUSTAKA. atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL?

PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL? PEMBIBITAN SAPI BRAHMAN CROSS EX IMPORT DIPETERNAKAN RAKYAT APA MUNGKIN DAPAT BERHASIL? Trinil Susilawati (email : Trinil_susilawati@yahoo.com) Dosen dan Peneliti Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya-

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan sapi Bali asli Indonesia yang diduga sebagai hasil domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos indicus (zebu sapi berponok), Bos taurus yaitu bangsa sapi yang menurunan bangsabangsa sapi potong dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya.

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli

I. TINJAUAN PUSTAKA. domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sapi Bali Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestik dari banteng ( Bibos banteng) adalah jenis sapi yang unik. Sapi asli Indonesia ini sudah lama

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINS! KALIMANTAN BARAT

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINS! KALIMANTAN BARAT WALIKOTA SINGKAWANG PROVINS! KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PETUNJUK PELAKSANAAN RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Organisasi Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama dalam suatu pembagian kerja untuk mencapai tujuan bersama (Moekijat, 1990). Fungsi struktur

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) dalam bidang peternakan, maka pengembangan

Lebih terperinci

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA

BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VIII PEMBIBITAN TERNAK RIMINANSIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Potong Tropis Bangsa sapi potong tropis adalah merupakan bangsa sapi potong yang berasal

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Potong Tropis Bangsa sapi potong tropis adalah merupakan bangsa sapi potong yang berasal II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bangsa Sapi Potong Tropis Bangsa sapi potong tropis adalah merupakan bangsa sapi potong yang berasal dari wilayah dunia yang memiliki iklim tropis. Salah satu bangsa sapi yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali (Bibos sondaicus) merupakan hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng) yang mempunyai kekhasan tertentu bila dibandingkan dengan sapi-sapi lainnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas

TINJAUAN PUSTAKA. Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas 13 TINJAUAN PUSTAKA Bangsa Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan

Lebih terperinci

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN Ternak kambing sudah lama diusahakan oleh petani atau masyarakat sebagai usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi (baik daging, susu,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Sapi Perah FH (Fries Hollands) Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan dengan ternak perah lainnya. Sapi perah memiliki kontribusi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KASUS SEPUTAR DAGING Menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran biasanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bovidae didomestikasi dari leluhurnya yang masih liar yaitu Bos javamicus/bibos banteng atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bovidae didomestikasi dari leluhurnya yang masih liar yaitu Bos javamicus/bibos banteng atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Menurut Aafls (1934) yang dikutip oleh Meijer (1962), sapi bali yang berasal dari famili Bovidae didomestikasi dari leluhurnya yang masih liar yaitu Bos javamicus/bibos

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karateristik Sapi Bali Bangsa (breed)) sapi adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, ternak-ternak tersebut

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Bekasi adalah rumah potong hewan yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun 2009. RPH kota Bekasi merupakan rumah potong dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

Implikasi Pengetahuan Ayat Tentang Pemotongan Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Terhadap Sapi Bali

Implikasi Pengetahuan Ayat Tentang Pemotongan Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Terhadap Sapi Bali Implikasi Pengetahuan Ayat Tentang Pemotongan Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Terhadap Sapi Bali Ahmat Fansidar, Mas Djoko Rudyanto, I Ketut Suada Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persepsi Peternak Terhadap IB Persepsi peternak sapi potong terhadap pelaksanaan IB adalah tanggapan para peternak yang ada di wilayah pos IB Dumati terhadap pelayanan IB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

I. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari kabupaten induknya yaitu kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan dewasa kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan dewasa kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi lokal Indonesia keturunan banteng liar yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di Pulau Bali dan kemudian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Sapi Potong Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sejarah Sapi Potong Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah Sapi Potong Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini

Lebih terperinci

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Zoologis Sapi Menurut blakely dan bade, (1998) Secara umum klasifikasi Zoologis ternak sapi adalah sebagai berikut Kingdom Phylum Sub Pylum Class Sub Class Ordo Sub

Lebih terperinci

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL )

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL ) DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN GROBOGAN MEMILIH DAGING ASUH ( AMAN, SEHAT, UTUH, HALAL ) Diterbitkan : Bidang Keswan dan Kesmavet Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Grobogan Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG. Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP

EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG. Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP Silabus: Membahas tentang metode penilaian ternak potong dan evaluasinya baik secara teori

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia pada daging sapi segar dan berkualitas beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai aspek diantaranya,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH)

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah di Indonesia diklasifikasikan berdasarkan skala usahanya yaitu perusahaan peternakan sapi perah dan peternakan sapi perah rakyat (Sudono,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging TINJAUAN PUSTAKA Sapi Pedaging Bangsa sapi pedaging di dunia dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu bangsa Sapi Kontinental Eropa, Sapi Inggris dan Sapi Persilangan Brahman (India). Bangsa sapi keturunan

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini

PENDAHULUAN. cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang cukup besar, tidak hanya keanekaragaman flora tetapi juga faunanya. Hal ini dapat dilihat dari keanekaragaman

Lebih terperinci

Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG

Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IJIN PEMOTONGAN TERNAK DAN PENANGANAN DAGING SERTA HASIL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. Walaupun demikian semuanya termasuk dalam genus Bos dari famili Bovidae (Murwanto, 2008).

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak lokal berperan penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa sifat unggul dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik D.I

BAB I PENDAHULUAN. ke tahun. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik D.I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan daging sapi cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang didapat dari Badan Pusat Statistik D.I Yogyakarta, produksi daging

Lebih terperinci

Bibit sapi Bali SNI 7355:2008

Bibit sapi Bali SNI 7355:2008 Standar Nasional Indonesia Bibit sapi Bali ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi... 1 3 Persyaratan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi

KAJIAN KEPUSTAKAAN. relatif lebih kecil dibanding sapi potong lainnya diduga muncul setelah jenis sapi II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Sapi Pasundan Sapi Pasundan sebagai sapi lokal Jawa Barat sering disebut sebagai sapi kacang. Istilah sapi kacang merupakan predikat atas karakter kuantitatif yang

Lebih terperinci

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta Sains Peternakan Vol. 7 (1), Maret 2009: 20-24 ISSN 1693-8828 Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta N. Rasminati, S. Utomo dan D.A. Riyadi Jurusan Peternakan,

Lebih terperinci

MODEL PEMBIBITAN SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU PROPINSI SULAWESI SELATAN

MODEL PEMBIBITAN SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU PROPINSI SULAWESI SELATAN 41 MODEL PEMBIBITAN SAPI BALI DI KABUPATEN BARRU PROPINSI SULAWESI SELATAN Yudi Adinata, L. Affandhy, dan A. Rasyid Loka Penelitian Sapi Potong, Grati, Pasuruan e-mail : lukmansingosari@gmail.com, ainurrasyid@gmail.com

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 65 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN RUMINANSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi asli dan murni

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi asli dan murni 8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi asli dan murni Indonesia merupakan keturunan asli banteng (bibos banteng) dan sapi asli Pulau Bali. Ditinjau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Chen et al., 2005). Bukti arkeologi menemukan bahwa kambing merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Ternak Kambing Kambing (Capra hircus) merupakan salah satu jenis ternak yang pertama dibudidayakan oleh manusia untuk keperluan sumber daging, susu, kulit

Lebih terperinci

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (Berita Resmi Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta) Nomor : 4 Tahun 1999 Seri : D - ---------------------------------------------------------------

Lebih terperinci