dan R, sehingga Interval PR tidak dapat diukur. Durasi QRS : Durasinya kurang dari 0.12 detik (terdapat tiga satuan luas persegi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "dan R, sehingga Interval PR tidak dapat diukur. Durasi QRS : Durasinya kurang dari 0.12 detik (terdapat tiga satuan luas persegi"

Transkripsi

1 Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan gelombang P dengan kecepatan teratur pada V1. 54 Interval PR : Tidak terdapat suatu hubungan dalam keteraturan antara gelombang P dan R, sehingga Interval PR tidak dapat diukur. Durasi QRS : Durasinya kurang dari 0.12 detik (terdapat tiga satuan luas persegi berukuran kecil). Pola QRS : Berdasarkan morfologinya (ilmu yang mempelajari tentang berbagai bentuk) pola dia atas normal dan gelombang R mengalami perubahan ukuran ketika melintasi lead dada. Segmen ST : Secara keseluruhan berupa garis isoelektrik (garis maya). Interval QT : Intervalnya adalah 10.5 satuan luas persegi, maka interval QT = 10.5 * 0.04 = 420 ms. Interval QTc : Rate = 100 bpm, sehingga perhitungan interval QTnya sesuai dengan persyaratan yaitu 420 ms (interval R-R = 0.6 s). Gelombang T : Gelombang T menjadi tidak jelas karena adanya garis bergerigi atau dikarenakan aktivitas gelombang P yang cepat. Kesimpulan dari analisis di atas adalah terdapatnya axis normal, atrial flutter, dan aktivitas gelombang P pada kecepatan 300/min (minute). Irama ventrikel di atas teratur dengan perbandingan 1:1 dan irama atrium juga teratur (gelombang P).

2 55 Gambar 2.24b EKG Atrial Flutter 2:1 (direkam dari seorang pria berumur 81 tahun) (Sumber: Analisis EKG di atas: Rate : Di antara gelombang R terdapat 2 satuan luas persegi besar, maka Rate = 300/2 = 150 bpm. Ritme : Gelombang R terlihat dalam interval tidak teratur dengan garis bergerigi pada lead inferior dan gelombang P dengan kecepatan teratur pada V1. Axis : Lead I dan II positif, maka dapat dipastikan axis tersebut normal. Gelombang P : Garis bergerigi pada lead inferior dan gelombang P dengan kecepatan teratur pada V1. Interval PR : Tidak terdapat suatu hubungan dalam keteraturan antara gelombang P dan R, sehingga Interval PR tidak dapat diukur.

3 Durasi QRS : Durasinya kurang dari 0.12 detik (terdapat tiga satuan luas persegi berukuran kecil). 56 Pola QRS : Berdasarkan morfologinya (ilmu yang mempelajari tentang berbagai bentuk) pola dia atas normal dan gelombang R mengalami perubahan ukuran ketika melintasi lead dada. Segmen ST : Secara keseluruhan berupa garis isoelektrik (garis maya). Interval QT : Intervalnya adalah 9 satuan luas persegi, maka interval QT = 9 * 0.04 = 360ms. Interval QTc : Rate = 150 bpm, sehingga perhitungan interval QT yang sesuai dengan persyaratan yaitu QTc = 360/0.632 = 569 ms. Gelombang T : Gelombang T menjadi tidak jelas karena adanya garis bergerigi atau dikarenakan aktivitas gelombang P yang cepat. Kesimpulan dari analisis di atas adalah terdapatnya axis normal, atrial flutter dengan perbandingan 2 : 1, aktivitas gelombang P pada kecepatan 300/min (minute), dan terdapatnya perpanjangan pada QTc Atrial Fibrillation Atrial Fibrillation beriarama sangat kacau. Otot-otot atrium berkontraksi secara random. Impuls tersebut dibawa ke AV node secara random pula dan interval antara kompleks QRS selalu berubah. Atrium biasanya berdenyut antara kali per menit. Karakteristik : - Rata-rata denyut atrium biasanya antara denyut per menit.

4 57 - Rata-rata denyut ventrikel biasanya antara denyut per menit. - Irama denyut ventrikel tidak teratur. - Tidak ada gelombang P. Aktivitas elektrikal yang kacau atau yang disebut gelombang f (gelombang F berukuran kecil) dapat terjadi. - Kompleks QRS normal. Contoh: Gambar 2.25 EKG Atrial Fibrillation (direkam dari seorang insinyur berumur 83 tahun) (Sumber: Analisis EKG di atas: Rate : Di antara gelombang R hanya terdapat 3 satuan luas persegi besar, berdasarkan rata-rata dari detak jantung yang bervariasi, maka Rate = 300/3 = 93 bpm.

5 58 Ritme : Gelombang R terlihat dalam interval yang tidak teratur, dengan pola pergerakan yang tidak diketahui, dan tidak terlihat adanya gelombang P. Axis : Lead I dan II positif, maka dapat dipastikan axis tersebut normal. Gelombang P : Garis dasarnya tidak teratur dan tidak terlihat jelas adanya aktivitas atrial. Interval PR : Karena tidak ditemukannya gelombang P, maka interval PR tidak dapat diukur. Durasi QRS : Durasinya kurang dari 0.12 detik (terdapat tiga satuan luas persegi berukuran kecil). Pola QRS : Berdasarkan morfologinya (ilmu yang mempelajari tentang berbagai bentuk) pola dia atas normal dan gelombang R mengalami perubahan ukuran ketika melintasi lead dada. Segmen ST : Secara keseluruhan berupa garis isoelektrik (garis maya). Interval QT : Intervalnya adalah 9 satuan luas persegi, maka interval QT = 9 * 0.04 = 360 ms. Interval QTc : Rate = 93 bpm, sehingga interval QT yang seharusnya adalah 450 ms (interval R-R = 0.64 s). Gelombang T : Gelombang T tidak normal pada posisi negative di lead III dan avf. Kesimpulan dari analisis di atas adalah terdapatnya axis normal, atrial fibrillation yang menunjukkan terdapatnya bukti-bukti kerusakan pada bagian inferior atau dikenal dengan istilah inferior ischaemia dan interval normal dengan perpanjangan pada QTc Premature Junctional Complexes (PJC) PJC adalah impuls elektrikal yang berasal dari dekat AV node. Impuls ini terjadi sebelum denyut sinus yang seharusnya

6 59 Karakteristik : - Irama jantung tidak teratur. - Denyut terjadi sebelum denyut sinus yang seharusnya. - Tidak ada gelombang P positif sebelum kompleks QRS. - Bila terdapat gelombang P, nilainya negatif, berada sebelum, bertabrakan, atau mengikuti kompleks QRS. - Bila gelombang P berada sebelum kompleks QRS, interval PR bisa normal, bisa juga lebih panjang. - Blok total dapat terjadi dengan tidak adanya kompleks QRS yang mengikuti gelombang P. - Kompleks QRS bisa normal, bisa juga lebih lebar Junctional Tachycardia Bila terdapat 3 atau lebih PJC secara beruntun maka disebut junctional tachycardia Karakteristik : - Terdapat 3 atau lebih PJC secara beruntun. - Rata-rata denyut atrium antara denyut per menit. - Irama teratur, tetapi dengan denyut atrium diatas 200, AV blok dapat juga terjadi. - Gelombang P bernilai negatif dan dapat berada sebelum, bertabrakan, atau mengikuti kompleks QRS. - Interval PR bisa normal, bisa juga lebih panjang. - Kompleks QRS normal, bisa juga lebih lebar.

7 Premature Ventricular Complexes (PVC) Karakteristik : - Irama jantung tidak teratur. - Gelombang P biasanya. - Interval PR bisa normal, bisa juga lebih panjang. - Ada kompleks QRS yang muncul sebelum denyut sinus yang seharusnya. - Lebar kompleks QRS biasanya 0.12 detik atau lebih. - Bentuk kompleks QRS seringkali aneh. - Gelombang T biasanya berlawanan polaritas dengan QRS kompleks. - Irama sinus node biasanya terganggu Ventricular Tachycardia Karakteristik : - Terdapat tiga atau lebih PVC secara beruntun. - Rata-rata denyut per menit. - Irama jantung biasanya teratur tetapi bisa juga tidak. - Gelombang P mungkin bisa dikenali. Biasanya tidak ada relasi yang tetap antara gelombang P dan kompleks QRS. - Bentuk kompleks QRS biasanya aneh. Kadang-kadang dapat juga terjadi kompleks QRS yang sempit.

8 Ventricular Fibrillation Karakteristik : - Denyut jantung sangat cepat, tetapi biasanya terlalu tidak teratur sehingga sulit untuk dihitung. - Irama jantung tidak teratur. - Bentuk gelombang eletrikal bervariasi dalam bentuk dan ukuran, tidak ada ciri khas gelombang P, QRS, maupun T Escapes Kadang dapat terjadi pause dalam aktivitas elektrikal jantung. Denyut apapun yang muncul setelah pause disebut denyut escape. Denyut escape berasal dari tiga tempat yang berbeda : 1. Sinus Escape Karakteristik : - Ada Gelombang P positif sebelum escape. 2. Junctional Escape Karakteristik : - Tidak ada gelombang P positif sebelum escape, tetapi QRS normal. 3. Ventricular Escape Karakteristik : - Tidak ada gelombang P positif sebelum escape dan kompleks QRS berukuran lebar dan aberrant.

9 Ventricular Asytole Ventricular asytole mewakili total absennya aktivitas eletrikal ventrikel. Karena tidak terjadi depolarisasi maka tidak ada kontraksi ventrikel. Ini dapat terjadi bila jantung berhenti atau dapat mengikuti terjadinya ventrikular fibrillation. Karakteristik : - Benar-benar tidak ada aktivitas eletrikal ventrikel. - Kadang terdapat gelombang P AV Block Delay pada AV node yang lebih lama dari 0,20 detik atau aktivitas atrium yang tidak disalurkan ke ventrikel disebut heart block. Ada tiga derajat heart block : 1. AV Block derajat satu Konduksi melalui node AV sedikit terlambat tetapi semua impuls dapat terkonsuksi. Walaupun semua gelombang P diikuti oleh kompleks QRS tetapi interval PR lebih panjang. Karakteristik : - Ritme seperti biasa. - Setiap gelombang P diikuti gelombang QRS. - Interval PR sekitar 0,2 detik lebih panjang. - Kompleks QRS biasanya normal. 2. AV Block derajat dua tipe I Ini adalah pemblokiran sebagian dari node AV. Perlambatan di node AV selalu terjadi samapai semua impuls terblokir seluruhnya. Kejadian ini selalu berulang.

10 63 Karakteristik : - Laju atrium tidak terpengaruh tetapi laju ventrikel lebih lambat karena adanya detak jantung yang terkonduksi. - Ritme Atrium normal. Ritme ventrikel tak normal. - Gelombang P normal. - Inteval PR meningkat terus-menerus sampai kompleks QRS terblokir. - Kompleks QRS normal. 3. AV Block derajat dua tipe II Bentuk lain dari AV Block. Kondisi konduksi normal untuk sebagian besar denyut tetapi sebagian impuls tidak terkonduksi sama sekali. Hal ini akan menyebabkan hilangnya gelombang QRS Karakteristik : - Laju atrium tak terpengaruh tetapi laju ventrikel lebih lambat karena adanya detak jantung yang terkonduksi. - Ritme atrium normal. Ritme bentrikel tak normal. - Gelombang P normal. - Tidak setiap P diikuti oleh QRS. - Interval gelombang P dapat normal atau lebih panjang namun selalu konstan. Ada kemungkinan interval PR menjadi pendek setelah satu sela. 4. AV Block derajat tiga Ini adalah pemblokiran node AV secara penuh dan tak ada impuls yang melewatinya. Pada kasus ini salah satu dari kumpulan AV atau jaringan Purkinje yang akan menjadi pemacu denyut untuk ventrikel tetapi atrium

11 64 tetap dipacu oleh node sinus. Sehingga tidak ada hubungan antara gelombang P dan kompleks QRS pada EKG. Karakteristik : - Laju atrium tak terpengaruh tetapi laju ventrikel lebih lambat daripada atrium. - Laju ventrikel sekitar denyut per menit. - Ritmenya normal. - Gelombang P normal. - Tak ada hubungan antara gelombang dan kompleks QRS. - Kompleks QRS normal atau lebih lebar Bundle Branch Block Ritme pada supraventrikular ada tetapi melalui cabang berkas diblokir atau terjadi penyimpangan. Kompleks QRS lebih lebar dan ada gelombang P sebelumnya. Gangguan gelombang atrium dan atrial fibrillation juga dapat berhubungan dengan penyakit ini. Dalam gangguan atrium, gelombang F dapat terlihat tetapi kompleks QRS lebih lebar dan dalam atrial fibrillation kompleks pola QRS tak teratur, sehingga dapat dibedakan dengan ventrikel tachycardia. Pada suatu saat bisa sulit untuk membedakan PVC atau ventrikular tachycardia dari bundle branch block. Masalah ini sangat rumit dan seringkali perbedaannya hampir tidak mungkin bahkan bagi pakar elektrokardiograf. Karakteristik : - Kompleks QRS lebar. - Ada gelombang P atau F mendahului kompleks QRS.

12 65 Atau - Kompleks QRS lebar. - Tidak ada gelombang P. Aktivitas listrik yang kacau atau gelombang f (gelombang F yang kecil) terlihat. - Ritmenya tidak normal. 2.7 Pemrosesan Sinyal Digital Dalam pemrosesan sinyal digital terdapat beberapa gangguan eksternal di antaranya adalah noise atau pengaburan sinyal (sinyal menjadi lebih rumit). Agar dapat diperoleh hasil analisa yang akurat, maka noise harus dihilangkan. Noise dapat dihilangkan dengan menggunakan teknik filtering. Dari hasil analisa yang ada dapat dilakukan diagnosis untuk mengetahui tipe pola denyut jantung seseorang yang akan digunakan untuk diagnosis selanjutnya Representasi Domain Waktu dari Sinyal dan Filter Untuk dapat mengetahui waktu dari suatu sinyal, maka terlebih dahulu sinyal tersebut dijadikan unit impuls. Dari pengukuran waktu dari unit impuls akan menghasilkan Discrete-time signal. Unit impuls ini dapat diukur dengan menggunakan rumus: []{ n = 1, 0, if n= 0 δ (2-6) if n 0 dimana n adalah nilai unit impuls berbentuk integer dengan range n +, yang akan dipresentasikan dalam bentuk gambar koordinat seperti di bawah:

13 66 Gambar 2.26 Sinyal Digital Memanggil Sinyal Unit Impuls Filter adalah proses transformasi dari suatu sinyal menjadi sinyal yang lain. Dalam pemrosesan sinyal digital maka fungsi filter adalah mengubah suatu sinyal yang memiliki noise menjadi suatu sinyal yang siap dianalisis. y = H{x} (2-7) Gambar 2.27 Filter Digital H di mana x adalah sinyal input, y adalah sinyal output dan H melambangkan filter. Respon terhadap unit impuls dari suatu filter bersifat linier untuk semua konstanta a dan b, dan semua sinyal x 1 dan x 2 sehingga: H ax + bx } = ah{ x } + bh{ } (2-8) { x2 Filter harus mempunyai fase linier dalam passband-nya agar tidak mendistorsi sinyal. Discrete-time signal yang dilambangkan dengan x [n] adalah jumlah unit impuls yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus: + k = x [ n] = x[ k] δ [ n k] (2-9)

14 67 Apabila filter linier H diterapkan pada x [n] maka + k = y [ n] = H{ x[ n]} = x[ k] H{ δ [ n k]} (2-10) Dari rumusan di atas diketahui bahwa efek dari filter linier H sepenuhnya bergantung pada Discrete-time signal. Dengan demikian maka output y [ n] dapat dihitung untuk setiap input x [ n]. Dan rumus efek linier H atau yang lebih dikenal dengan sebutan respon impuls filter H dapat dinyatakan dengan rumus: h k [ n] = H{ δ [ n k]} (2-11) di mana h k [n] adalah fungsi respon impuls filter H dan k adalah posisi waktu dari sebuah impuls. Respon impuls dari sebuah filter linier adalah fungsi perbedaan waktu antara waktu input dan waktu respon impuls, dikenal dengan istilah linear time-invariant filter. Output dari discrete-time linear time-invariant filter dapat diukur dengan menggunakan rumus: [] + n = = y h[ k] x[ n k] (2-12) k Apabila respon impuls berdurasi terbatas (finite duration), maka filternya disebut Finite Impulse Response (FIR), dan apabila berdurasi tak terhingga (infinite duration), maka disebut Infinite Impulse Response (IIR).

15 Representasi Domain Frekuensi dari Sinyal dan Filter Selain unit impuls, ada jenis sinyal lain yang sangat penting yaitu complex phasor yang mewakili nilai kompleksitas dari suatu sinyal. Phasor dinyatakan dalam fungsi: x jωn [] n e = (2-13) Pergeseran pada variabel waktu mengakibatkan perkalian phasor dengan konstanta kompleks menghasilkan fungsi: x jω( n k ) jωn jωk jωk [ n k] = e = e e = x[ n] e (2-14) di mana variabel frekuensi (ω ) berada dalam periode π ω π. Frekuensi digital tertinggi adalah π yang berkorespondensi dengan frekuensi sampling sinyal. Bila respon impulse sebuah linear time-invariant discrete-time filter adalah h [ n], maka apabila digabungkan dengan fungsi di atas, akan menghasilkan fungsi: y + jωk jω [] n = h[][ k x n k] = h[] k e x[] n = H ( e ) x[] n k = + k = jω jω dimana H ( e ) disebut sebagai respon frekuensi filter, ( ω) H ( e ) (2-15) G = yang merupakan magnitudo dari fungsi ini disebut sebagai respon magnitude, dan θ jω ( ω) arg H ( e ) = yang merupakan sudut fase disebut sebagai respon fase filter. Turunan dari sudut fase terhadap frekuensi mempunyai unit delay. Dan delay sinyal yang melalui filter ini dapat dinyatakan dengan fungsi frekuensi: τ ( ω) ( ω) d θ = (2-16) d ω dimana τ ( ω) merupakan delay waktu yang dialami komponen frekuensi sinyal (ω ) saat melewati input menuju output filter.

16 Transformasi Fourier Diskrit Suatu sinyal pada domain waktu dapat diubah menjadi sinyal pada domain frekuensi ataupun sebaliknya dengan menggunakan Discreet Fourier Transform. Oleh karena itu, hubungan domain waktu dengan domain frekuensi dapat diinterpretarsikan sebagai berikut: DFT time domain idft frequency domain Gambar 2.28 Hubungan Domain Waktu Dan Domain Frekuensi dimana DFT adalah Discreet Fourier Transform dan idft adalah inverse Discreet Fourier Transform. Berikut adalah contoh Discreet Fourier Transform dalam pembuatan sebuah bandpass filter agar dapat merespon sinyal pada domain waktu dari sinyal pada domain frekuensi tertentu. Hal pertama yang dilakukan adalah membuat representasi sinyal pada domain frekuensi seperti gambar di bawah ini. idft domain frekuensi domain waktu Gambar 2.29 Representasi Sinyal Pada Domain Frekuensi Ke Domain Waktu Setelah representasi domain waktu atau respon impuls didapatkan, agar sinyal yang masuk ke dalam filter tidak mengalami peningkatan / penguatan maupun

17 70 penurunan / pelemahan maka nilai dari sinyal tersebut harus diolah kembali dengan N 1 i= 0 menggunakan fungsi: x ( i) = 1. Kemudian nilai dari tiap respon impuls dimasukkan ke dalam d = N 1 i= 0 x( i), dimana d adalah pembagi untuk nilai tiap respon impuls, N adalah order dari filter (jumlah sinyal dalam respon impuls), dan x adalah respon impuls. Selanjutnya, respon impuls yang telah dibagi dengan d diubah indexnya dari 0 s/d N-1 menjadi ( N +1 ) 2 s/d N, sehingga bentuk dari respon impuls menjadi: 2 Gambar 2.30 Respon Impuls Penggeseran index dilakukan agar delay ω menjadi nol atau tidak ada. Hal ini bertujuan agar sinyal yang datang tidak akan mengalami delay waktu saat melewati sinyal filter Perancangan Filter Digital Komponen sinyal dari suatu gelombang QRS relatif lebar frekuensinya, berkisar antara Hz dengan puncak pada Hz. Output dari sebuah filter FIR fase linier dinyatakan sebagai fungsi: y M [] n h[][ k x n k] = k =0 (2-17)

18 dimana M adalah filter order. Order ke-90 (N F = 90) pada fase filter linier didesain menggunakan Hamming Window dengan rumusan: 71 E 1 N 1 = 2 N + 1 F [] n h[] i E [ n + i] F i= N F 0 (2-18) dimana E 0 [] n adalah sinyal yang asli Scaling Langkah selanjutnya setelah proses pemfilteran adalah scaling sinyal yang bertujuan agar amplitudo rata-rata sinyal sama dengan sepuluh, dengan fungsi sebagai berikut: [] n E1[] n [ E E ] E2 = 10 (2-19) max min dimana E max dan E min adalah nilai maksimum dan minimum dari E 1 dalam interval waktu tertentu Squaring dan Moving Averaging Setelah melewati tahap scaling maka nilai sinyal dikuadratkan untuk memperkirakan kekuatannya. Kemudian dihaluskan dengan moving window integrator. Lebar window integrator sama dengan lima ( + 1 = 5, N 2) N [] ( [ ]) n = E2 n + i = N. E 3 (2-20) 2 N + 1 i= N dimana sinyal E 3 [n] merepresentasikan perkiraan kekuatan jangka pendek EKG yang sudah difilter dengan perkiraan waktu n.

19 Dynamic Threshold Walaupun telah melewati proses filter, terkadang masih terdapat noise ataupun gangguan lainnya yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pendeteksian gelombang QRS. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk merancang dynamic threshold khusus dengan algoritma sederhana untuk menghilangkan gangguan-gangguan pada gelombang yang belum teratasi pada saat filtering. Dynamic threshold dapat dimanfaatkan untuk pendeteksian onset dan offset pada gelombang QRS. Fungsi dari Dynamic threshold adalah: [ n + 1] T[ n] E3 T [ n + 1] = T[ n] + + B K dimana [ n +1] T dan [] n (2-21) T adalah nilai T yang baru dan nilai T yang lama. E [ n ] 3 +1 adalah sinyal EKG yang telah difilter dan diperhalus, dan B adalah nilai offset. Threshold dapat diadaptasikan dalam berbagai situasi tergantung dari faktor pembobot K, yang akan menghasilkan nilai kecil bila diberikan nilai yang besar. Dua peraturan dasar dalam pengaturan threshold: 1. Apabila nilai data threshold sebelumnya, nilai threshold diubah dengan menggunakan rumus di atas. Dengan kata lain gelombang QRS tidak dideteksi. 2. Apabila nilai data > threshold sebelumnya, nilai threshold tetap dan dari threshold yang ada dicari titik onset (i s ) yang menjadi kandidat gelombang QRS. Selanjutnya setiap data EKG yang masuk dibandingkan dengan nilai threshold yang ada hingga data bernilai lebih kecil. Setelah titik akhir (i e ) ditentukan dan threshold diubah sesuai dengan aturan pertama.

20 73 Gambar 2.31 Periode Deteksi QRS Periode [i s, i e ] dianggap sebagai alternatif periode gelombang QRS. Keputusan untuk menentukan apakah alternatif tersebut adalah periode gelombang QRS sesungguhnya harus dilakukan dengan menghitung area S (daerah arsiran pada Gambar 2.31) dengan menggunakan rumus: i ( E [] i T[] i ) S 3 (2-22) = e i= i s S T Apabila S bernilai lebih besar daripada nilai S T pada area alternatif dalam interval [i s, i e ], maka alternatif tersebut adalah periode gelombang QRS sesungguhnya. S T adalah area threshold yang merupakan salah satu dari tiga parameter dalam algoritma dynamic threshold. Dua parameter lainnya adalah B (nilai offset) dan K (faktor pembobot) Lokasi Puncak QRS Langkah terakhir dalam pengukuran waktu sinyal dan filter adalah mencari lokasi puncak QRS, yaitu dengan menggunakan dynamic threshold untuk mengetahui lokasi sinyal E 3 [] n maksimum dalam periode deteksi QRS.

21 Pendekatan Polinomial Chebyshev Polinomial Chebyshev sangat berguna untuk menghilangkan noise dan mendapatkan karakteristik dari gelombang yang ada. Untuk menghilangkan noise maka perlu diketahui fungsi kontinu x ( t), posisi di mana gelombang saling berkelanjutan tanpa noise. Fungsi kontinu x ( t) dapat diperoleh dengan kombinasi linier dari fungsi polinomial y () t { φ () t : k = 0, 1, K n} x di mana c () t k,, dengan rumusan: n n n kφk k = 0 () t = c () t + c φ () t + + c φ () t = c () t = y() t k φ K (2-23) φ adalah koefisien polinomial. Dan Polinomial φ yang dipilih adalah polinomial Chebyshev dengan rumusan: k ( ), 1 t 1 1 () t = cos k cos () t φ (2-24) di mana k mewakili derajat fungsi polinomial. Hal penting yang harus diperhatikan adalah agar dapat diperoleh fungsi kontinu yang lebih akurat dari sebuah kurva maka diperlukan nilai koefisien {c k } yang optimal. Selain itu hal penting lainnya yang harus diperhatikan juga adalah fungsi polinomial 1 2 Chebyshev harus tegak lurus terhadap fungsi pembobot w () t = ( 1 t ) , i j 1 φ i () t φ j () t dt = π, i = j = 0 (2-25) 2 1 t π, i = j 0 2 Apabila rumus x(t) dikalikan dengan ( t) w( t) diintegralkan dengan interval [-1, 1], maka: φ kemudian kedua ruas k

22 x 1 π ck, k = 0 φ k k k k dt = π (2-26) c, k 0 1 k 2 () t () t w() t dt = c φ () t φ () t w() t Sehingga: c k 1 1 = x α 1 () t φ () t w() t k π, dt = π, 2 k = 0 k 0 (2-27) Apabila rumus tersebut dihitung secara langsung maka akan menghasilkan error dalam jumlah yang sangat banyak. Hal ini dikarenakan w(t) menjadi tak terhingga pada t=-1 dan t=+1. Masalah ini dapat diatasi dengan mensubstitusi t = cosθ ke dalam rumus, sehingga menghasilkan rumusan: π 1 c k = α x 0 ( cos( θ )) cos( kθ ) dθ (2-28) Apabila rumusan di atas dinyatakan sebagai jumlah integral dengan N interval diskrit maka akan diperoleh rumusan: c k 1 = α N 1 m= 0 ( m+ 1) π N mπ N x ( cos( θ )) cos( kθ ) dθ (2-29) Apabila nilai N cukup besar, setiap integran dapat didekati secara linier melalui durasi interval π N, sehingga: c k 1 N = 1 x β m= 0 ( y ( m) ) y ( m) 1 k (2-30) dimana y k kmπ N ( m) = cos, N, k > 0 dan β = 2 (2-31) N, k = 0

23 76 Dalam penerapannya, fungsi x diperoleh dari sampling x[0], x[1],..., x[n-1] oleh karena itu untuk menghilangkan perbedaan yang ada, rumusan di atas dapat diganti menjadi: c k 1 N = 1 x β m= 0 [ i ] y( m) m (2-32) dimana N = round m 2 ( 1 y ( )) i m 1 (2-33) 2.9 Pengenalan Pola Pemrosesan sinyal digital akan menghasilkan beberapa pola yang berbeda dari sumber-sumber yang berbeda. Pola yang dihasilkan dapat menunjukkan ada atau tidaknya kelainan pada jantung seseorang. Agar dapat mengetahui adanya kelainan atau tidak pada jantung seseorang maka diperlukan pengenalan pola dari pola yang telah dihasilkan. Pola yang dihasilkan dari pemrosesan sinyal digital dibagi menjadi dua: Pola Konkret Pola konkret adalah pola yang dapat dilihat dan memiliki ukuran, seperti: gambar, simbol, benda tiga dimensi, sinyal elektrokardiogram, dll. Pola Abstrak Pola abstrak adalah pola yang tidak dapat dilihat maupun diukur secara fisik, contohnya: ide atau konsep. Sehingga pola abstrak sering dikenal dengan istilah pengenalan konsep (conceptual recognition). Pengenalan pola tersebut termasuk didalam cabang artificial intelligence yang lain. Salah satu contohnya adalah pengenalan pola kalimat pada suatu perintah untuk kompiler mesin.

24 77 Recognition atau pengenalan adalah proses ketika seseroang mengenali sebuah suara, nada lagu, arti sebuah kata, bau yang tidak sedap, dsb. Proses pengenalan tersebut terjadi ketika seseorang membanding apa yang dilihat atau didengarnya dengan informasi yang serupa dengan objek tersebut. Oleh karena itu, Recognition atau pengenalan juga dapat didefinisikan sebagai proses membandingkan objek dari suatu lingkungan (set) ke dalam suatu kelompok objek (subset) yang sama atau mirip dengan objek yang sudah diketahui sebelumnya. Pengenalan pola yang dimaksud dalam EKG memiliki proses yang sama dengan proses pengenalan pada umumnya. Tepatnya, pengenalan pola terjadi ketika sinyal yang diterima dibandingkan dengan sinyal sudah diketahui sebelumnya. Ruang lingkup pengenalan pola dibagi menjadi dua: 1. Pengenalan pola secara alamiah oleh makhluk hidup. Pengenalan pola tersebut dipelajari secara khusus dalam ilmu biomedika. 2. Pengenalan pola melalui penerapan teori dan teknik pengenalan pola dengan bantuan teknologi komputer, yang dirancang untuk fungsi tertentu. Maksudnya adalah teori dan teknik atau metode yang dikembangkan disesuaikan dengan tujuan tertentu, contoh: metode pengenalan pola sinyal EKG berbeda dengan metode pengenalan pola gelombang suara alat musik Proses Pengenalan Pola Proses pengenalan pola dibagi menjadi tiga fase (E.R. Davies, 1990): 1. Data Acquisition Data Acquisition adalah pengumpulan data dari objek fisik dengan menggunakan transducer. Data-data yang telah terkumpul kemudian

25 78 dikonversikan menjadi format digital, yang lebih mudah dipahami dan diolah oleh komputer. Apabila hasil dari transducer adalah photocells maka data berupa nilai dari intensitas cahaya. Dan apabila transducer adalah microphone maka data berupa nilai dari tinggi gelombang. 2. Data Preprocessing. Data Preprocessing adalah pengelompokkan data, yang telah diukur pada tahap Data Acquisition, menurut ciri-ciri tertentu. Data-data yang memiliki karakteristik yang sama dijadikan set data karakteristik tertentu. 3. Data Classification Data Classification atau klasifikasi data adalah pemilihan set data karakteristik yang sesuai dengan fungsi yang telah dideklarasikan. Set data karakteritik yang disesuaikan dengan set fungsi tertentu bermanfaat untuk mengetahui apakah objek yang memiliki data tersebut dikenali atau tidak. Fase I Fase II Fase III variabel fisik Data Acquisition x(r) Data Preprocessing x N Data Classification class Gambar 2.32 Proses Pengenalan Pola Untuk dapat melalui ketiga tahapan tersebut, input berupa gelombang EKG harus dijadikan data digital yaitu dengan menggunakan interface card. Interface card berfungsi untuk menghasilkan file yang berisi angka biner dari tinggi gelombang setiap frekuensi. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dapat diakuisisi dengan

26 79 menggunakan komputer. Data yang sudah diakusisi kemudian difilter dari sinyal yang mendistorsi untuk dikelompokkan menurut ciri-cirinya (Data Preprocessing). Selain itu data yang telah difilter juga dapat diekstrak untuk menghasilkan paramater-parameter yang berguna untuk menjadi set parameter yang deskriptif. Parameter yang dihasilkan dari tahap II ini, apabila dicontohkan dengan menggunakan pengenalan seorang manusia, dalam pengenalan pola, adalah tinggi, berat badan, warna kulit, warna rambut, dsb. Sedangkan, di dalam EKG parameter yang dimaksudkan adalah durasi gelombang, luas area, koefisien Chebyshev, dsb. Setelah melewati tahap-tahap tersebut maka data digital siap dijadikan input untuk tahap klasifikasi. Tahap klasifikasi bermanfaat untuk mengelompokkan objek ke dalam subset kelasnya. Dalam tahap klasifikasi yang menghasilkan prototipe ini digunakan berbagai metode dalam cabang artificial intelligence seperti neural networks, fuzzy logic, minimum distance classifier, knowledge based expert system, dsb. Namun menurut penelitian yang ada diketahui bahwa metode-metode tersebut tidak menjamin dikenalinya suatu objek karena pada beberepa kasus pengenalan pola gelombang EKG, ciri paramater yang membedakan suatu subset tidaklah tetap dan beberapa objek akan cenderung mengalami kesalahan klasifikasi (misclassified) Metode Pengenalan Pola Fuzzy Logic Logika fuzzy merupakan suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Sebagai contoh terlihat pada Gambar Misalkan akan dibuat himpunan tinggi badan orang. Kata TINGGI menunjukkan derajat seberapa besar orang dikatakan

27 tinggi. Dengan menggunakan himpunan crisp, misalkan seseorang dikatakan tinggi jika memiliki tinggi badan diatas 165 cm. 80 Gambar 2.33 Orang-orang dengan Tinggi Badan yang Berbeda Gambar 2.34 Fungsi Keanggotaan TINGGI secara Tegas Secara tegas dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki tinggi badan diatas 165 cm dikatakan TINGGI dengan nilai keanggotaan (µ=1). Sebaliknya, apabila seseorang memiliki tinggi badan kurang dari atau sama dengan 165 cm, maka secara tegas dikatakan bahwa orang tersebut TIDAK TINGGI dengan µ=0 (Gambar 2.34). Hal ini menjadi tidak adil, karena untuk orang yang memiliki tinggi badan 165,1 cm dikatakan

28 TINGGI, sedangkan orang yang memiliki tinggi badan 165 cm dikatakan TIDAK TINGGI. 81 Gambar 2.35 Fungsi Keanggotaan TINGGI secara Kontinu Dengan menggunakan himpunan fuzzy, maka dapat dibuat suatu fungsi keanggotaan yang bersifat kontinu. Orang yang memiliki tinggi badan 160 cm sudah mendekati tinggi, artinya dia dikatakan TINGGI dengan µ=0,75. Sedangkan orang yang memiliki tinggi badan 153 cm, dia memang kurang tinggi, artinya dia dikatakan TINGGI dengan µ=0,2 (Gambar 2.35). Contoh lain, untuk variabel umur terlihat pada Gambar Gambar 2.36 menunjukkan himpinan crisp untuk SETENGAH BAYA, dimana orang yang berumur kurang dari 35 tahun atau lebih dari 55 tahun disebut bukan SETENGAH BAYA (nilai keanggotaan = 0). Sedangkan orang yang berumur antara 35 dan 55 tttahun disebut SETENGAH BAYA (nilai keanggotaan = 1).

29 82 Gambar 2.36 Himpunan Crisp SETENGAH BAYA Gambar 2.37 Himpunan Fuzzy SETENGAH BAYA Gambar 2.37 menunjukkan fuzzy set untuk setengah baya. Orang yang berumur 25 sampai 65 tahun dikatakan SETENGAH BAYA dengan nilai keanggotaan yang berbeda. Orang dikatakan benar-benar SETENGAH BAYA (nilai keanggotaan = 1) jika berumur 45 tahun. Gambar 2.38 Himpunan Fuzzy: Kelompok Umur

30 83 Himpunan fuzzy yang dapat berhubungan dengan MUDA, SETENGAH BAYA, dan TUA, dapat didefinisikan secara bersama terlihat pada Gambar 2.38 Himpunanhimpunan tersebut kelihatan oveerlap. Umur 60 tahun termasuk SETENGAH BAYA dan TUA. Jika umur semakin bertambah, maka keanggotaan MUDA-nya semakin mendekati 0. Tiap-tiap himpunan fuzzy pada Gambar 2.38 dapat disebutkan sesuai dengan linguistik yang bersesuaian, dalam hal ini MUDA, SETENGAH BAYA, dan TUA. Sekarang telah diperoleh 2 variabel yang berbeda yang berhubungan dengan umur, yaitu: UmurDalamTahun UmurGrup Variabel numeris (bernilai integer); Variabel linguistik (MUDA, SETENGAH BAYA, TUA) Terkadang kemiripan antara keanggotaan fuzzy dengan probabilitas menimbulkan kerancuan. Keduanya memiliki nilai pada interval [0,1], namun interpretasi nilainya sangat berbeda anatara kedua kasus tersebut. Keanggotaan fuzzy memberikan suatu ukuran terhadap suatu pendapat atau keputusan, sedangkan probabilitas mengindikasikan proporsi terhadap keseringan suatu hasil bernilai benar dalam jangka panjang. Misalnya, jika nilai keanggotaan suatu himpunan fuzzy MUDA adalah 0,9; maka tidak perlu dipermasalahkan berapa seringnya nilai itu diulang secara individual untuk mengharapkan suatu hasil yang hampir pasti muda. Di lain pihak, nilai probabilitas 0,9 muda berarti 10% dari himpunan tersebut diharapkan tidak muda.

31 Operasi Himpunan Fuzzy Seperti halnya himpunan konvensional, ada beberapa operasi yang didefinisikan secara khusus untuk mengkombinasi dan memodifikasi himpunan fuzzy. Berikut adalah beberapa operasi logika fuzzy konvensional yang didefinisikan oleh Zadeh: Interseksi μ A B = min( μ A[ x], μb[ y]) (2-34) Union μ A B = max( μ A[ x], μ B[ y]) (2-35) Komplemen μ = 1 [ x] (2-36) A' μ A Karena himpunan fuzzy tidak dapat dibagi dengan tepatseperti halnya himpunan crisp, maka operasi-operasi ini diaplikasikan pada tingkat keanggotaan. Suatu elemen dikatakan menjadi anggota himpunan fuzzy jika: 1. Berada pada domain himpunan tersebut. 2. Nilai kebenaran keanggotaannya Berada di atas ambang α-cut yang berlaku Interseksi Himpunan Fuzzy Pada sistem crisp, interseksi antara 2 himpunan berisi elemen-elemen yang ebrada pada kedua himpunan. Hal ini ekuivalen dengan operasi aritmatik atau logika AND. Apda logika konvensional, operator AND diperlihatkan dengan derajat keanggotaan minimum antar kedua himpunan. Tabel 2.3 menunjukkan nilai fuzzy AND untuk merepresentasikan keanggotaan x dan y.

32 85 Tabel 2.3 Tabel Kebenaran Operator ZADEH AND Operator intersesksi seringkali digunakan sebagai batasan anteseden dalam suatu aturan fuzzy, seperti: IF x is A AND y is B THEN z is C Kekuatan nilai keanggotaan antara konsekuen x dan daerah fuzzy C ditentukan oleh kuat tidaknya premis atau anteseden. Kebenaran anteseden ini ditentukan oleh min(µ[x is A], µ[y is B]), Gambar 2.39 dan Gambar 2.40 menunjukkan fungsi karakteristik untuk himpunan fuzzy SETENGAH BAYA yang diberikan sebagai berikut: μ SETENGAHBAYA [ x] = [ umur 35] [ umur 45] Sehingga, keanggotaan himpunan ini adalah semua individu yang berada di antara 35 dan 45 tahun. Gambar 2.39 Operasi Himpunan Crisp

33 86 Gambar 2.40 Representasi Crisp: TINGGI Fungsi karakteristik himpunan fuzzy TINGGI diberikan sebagai berikut: μ TINGGI [ x] = [ tinggibadan 150] yang berisi semua individu yang tinggi badannya lebih dari 150 cm. Tabel 2.4 Profil Dosen Perguruan Tinggi A dalam Umur dan Tinggi Jika ditanyakan: anggota-anggota suatu sampel populasi dosen Perguruan Tinggi A yang termasuk SETENGAH BAYA dan TINGGI, maka harus dipilih suatu sampel kecil seperti terlihat pada Tabel 2.4

34 87 Tabel 2.5 Vektor bit AND: SETENGAH BAYA dan TINGGI Pada logika boolean, individu-individu yang termasuk SETENGAH BAYA dan TINGGI dapat dicari dengan menggunakan operator AND. Visualisasi proses ini merupakan peng-and-an bit pada vektor boolean yang merepresentasikan kebenaran dari ekspresi himpunan karakteristik untuk tiap-tiap kategori seperti terlihat pada Tabel 2.5 Gambar 2.41 Repesentasi Fuzzy: SETENGAH BAYA Pada Gambar 2.41 menunujukkan himpunan SETENGAH BAYA. Himpunan ini dimulai dari umur 25 tahun yang merupakan umur untuk SETENGAH BAYA. Kurva keanggotaan akan beranjak naik secara stabil hingga mencapai umur 40 tahun yang

35 88 berarti benar-benar SETENGAH BAYA. Setelah melewati umur 40 tahun, kurva akan berangsur-angsur turun sehingga orang yang berumur 50 tahun hanya dikatakan SETENGAH BAYA secara lemah, dan orang yang berumur 55 tahun sudah tidak memiliki keanggotaan lagi pada himpunan fuzzy SETENGAH BAYA. Gambar 2.42 Represesntasi Fuzzy: TINGGI Hal yang sama diterapkan juga pada konsep TINGGI (Gambar 2.42). Kurva untuk himpunan fuzzy TINGGI berbentuk linier. Jika tinggi badan semakin bertambah, maka derajat keanggotaannya juga akan semakin bertambah secara proporsional. Himpunan fuzzy ini dimulai dari 150 cm yang berarti tidak memiliki keanggotaan fuzzy dan berangsur-angsur naik hingga mencapai nilai satu pada tinggi badan 180 cm. Untuk semua individu yang memiliki tinggi badan di bawah 150 cm dikatakan tidak TINGGI, sedangkan semua individu yang memiliki tinggi badan lebih dari 180 cm dikatakan benar-benar TINGGI.

36 89 Gambar 2.43 Daerah Interseksi Himpunan Fuzzy: TINGGI dan SETENGAH BAYA Berikut adalah aturan Zadeh dasar untuk interseksi fuzzy, daerah antara 2 himpunan ditentukan oleh aplikasi operasi tersebut: μ A B = min( μ A[ x], μ B[ y]). (2-37) Daerah yang diarsir pada Gambar 2.43 menunjukkan daerah tersebut Union Himpunan Fuzzy Union dari 2 himpunan dibentuk dengan menggunakan operator OR. Pada logika fuzzy konvensional, operator OR diperlihatkan dengan derajat keanggotaan minimum antara kedua himpunan. Tabel 2.6 menunjukkan nilai fuzzy OR untuk merepresentasikan keanggotaan x dan y. Tabel 2.6 Tabel kebenaran operator Zadeh OR

37 90 Operator fuzzy OR jarang sekali digunakan dalam pemodelan sistem, karena operasi OR pada dasarnya dapat dibentuk sebagai gabungan dari 2 proposisi fuzzy. Sebagai contoh: IF x is A OR y is B THEN z is C Dapat dibentuk: IF x is A THEN z is C IF y is B THEN z is C Pada kedua kasus, kekuatan nilai keanggotaan antara konsekuen z dan daerah fuzzy C oleh max (µ[x is A], µ[y is B]). Seperti halnya pada operator AND, visualisasi proses ini merupakan peng-or-an bit pada vektor boolean yang merepresentasikan kebenaran dari ekspresi himpunan karakteristik untuk tiap-tiap kategori seperti terlihat pada Tabel 2.7. Tabel 2.7 Vektor bit OR: SETENGAH BAYA dan TINGGI Untuk membangun himpunan fuzzy yang menggunakan union dari himpunan fuzzy SETENGAH BAYA dan himpunan fuzzy TINGGI, berikut ini digunakan aturan Zadeh dasar untuk union fuzzy, daerah antara 2 himpunan ditentukan oleh aplikasi operasi tersebut: μ A B = max( μ A[ x], μ B[ y]) (2-38)

38 91 Daerah yang diarsir pada Gambar 2.44 menunjukkan daerah tersebut. Gambar 2.44 Daerah Union Himpunan Fuzzy: TINGGI dan SETENGAH BAYA Komplemen Himpunan Fuzzy Komplemen atau negasi suatu himpunan A berisi semua elemen yang tidak berada di A dan direpresentasikan dengan: μ = 1 A' μ A [ x] Gambar 2.45 Komplemen Himpunan Crisp: SETENGAH BAYA

39 92 Gambar 2.46 Komplemen Himpunan Crisp: TINGGI Gambar 2.45 dan Gambar 2.46 menunujukkan contoh komplemen untuk himpunan SETENGAH BAYA dan TINGGI. μ [ x] = [ umur < 35 umur SETENGAHBAYA' > 45] Tabel 2.8 Vektor bit AND: SETENGAH BAYA dan TINGGI Yang menjadi pertanyaan adalah: yang manakah anggota populasi yang tidak tinggi dan juga tidak setengah baya? Interseksi ini dapat ditunjukkan dengan proyeksi vektor bit dari tabel populasi seperti terlihat pada Tabel 2.8. Pada logika fuzzy, komplemen dihasilkan dengan cara menginverskan fungsi kebenaran untuk tiap-tiap titik pada himpunan fuzzy sebagai berikut: μ = 1 [ x] (2-39) A' μ A

40 Gambar 2.47 dan Gambar 2.48 menunjukkan komplemen himpunan fuzzy untuk TINGGI dan himpunan fuzzy SETENGAH BAYA. 93 Gambar 2.47 Komplemen Himpunan Fuzzy: TINGGI Gambar 2.48 Komplemen Himpunan Fuzzy: SETENGAH BAYA Andaikan ada suatu aturan: x is NOT A dengan x adalah elemen dalam domain daerah fuzzy A, maka interseksi antara SETENGAH BAYA dan TINGGI memiliki kenggotaan: μ = min( μ SETENGAHBAYA' TINGGI ' SETENGAHBAYA' [ x], μ TINGGI ' [ y]). Pada himpunan crisp, suatu daerah tidak akan memiliki interseksi dengan daerah yang menjadi komplemennya seperti pada Gambar 2.48 dimana daerah TINGGI akan

41 94 beririsan dengan daerah TIDAK TINGGI (PENDEK). Namun tidak demikian dengan himpunan fuzzy. Pada Gambar 2.49 terlihat adanyan interseksi antara daerah TINGGI dan PENDEK (TINGGI ), dimana suatu nilai domain dapat dikatakan TINGGI dan PENDEK. Gambar 2.49 Interseksi Komplemen Crisp: TINGGI dan PENDEK Gambar 2.50 Interseksi Komplemen Fuzzy: TINGGI dan PENDEK

42 95 Gambar 2.51 Daerah Fuzzy Ambiguous dalam Suatu Domain Hal ini akan menyebabkan terjadinya ambiguitas. Sebagai contoh, pada definis SETENGAH BAYA, ada seorang yang termasuk baik SETEGNAH BAYA maupun MUDA, ada pula orang yang termasuk kategori baik SETENGAH BAYA maupun TUA (Gambar 2.51). Contoh lain, misalkan pada daftar BUDGET PROYEK yang termasuk kelas NOMINAL, MODERAT, dan MAHAL. Biaya yang berkisar antara $300 dan $450 termasuk kategori NOMINAL dan Moderat, sedangkan biaya yang berkisar antara $600 dan $800 termasuk MODERAT dan MAHAL. Ada 2 aturan yang berhubungan dengan hal ini, yaitu: IF BudgetProyek is NOMINAL THEN HarapanDiterima BERTAMBAH IF BudgetProyek is MODERAT THEN HarapanDiterima agak BERTAMBAH

43 96 Pada beberapa titik yang terletak diantara $300 dan $450, predikat fuzzy: BudgetProyek is NORMAL BudgetProyek is MODERAT memiliki derajat keanggotaan yang bukan nol. Dengan demikian, pemodelan sistem fuzzy dalam praktiknya harus dapat menghindari hal-hal yang bersifat ambiguitas. Gambar 2.52 Budget Proyek Himpunan Fuzzy Sebagai contoh, pada Gambar 2.52, memperlihatkan representasi fuzzy untuk anggaran biaya MAHAL, dan komplemennya MAHAL. Aturan yang diterapkan: IF Budget Proyek is MAHAL THEN resiko DINAIKKAN IF BudgetProyek is TIDAK MAHAL THEN resiko DIKURANGI Neural Network Pembelajaran dalam Neural Network Sifat yang paling utama dari Neural Network adalah kemampuan untuk belajar dari lingkungan, dan meningkatkan daya guna jaringan melalui pembelajaran tersebut.

44 97 (Haykin, 1999, p50). Neural Network belajar melalui proses interaktif dari penyesuaian bobot-bobot interkoneksi (weights). Nilai bobot ditentukan oleh output dari Neural Network. Jika output tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka Neural Network akan menyesuaikan nilai output dengan cara mengubah nilai bobot untuk mendapatkan nilai output yang diharapkan dan meminimalkan nilai kesalahan (error). Proses penyesuaian bobot agar jaringan dapat mempelajari hubungan diantara input dan target disebut learning, atau training. Banyak algoritma learning telah ditemukan untuk membantu menemukan bobot optimum untuk berbagai model Neural Network. Menurut Fausett (1994, p3), learning dalam Neural Network dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Supervised Learning, merupakan teknik belajar dimana data input dan data output yang diharapkan sudah tersedia. Perbedaan antara output sebenarnya dan output yang diharapkan digunakan oleh algoritma untuk menyesuaikan bobot (weight) dalam jaringan (Gambar 2.53). Perbedaan antara hasil perhitungan dengan data yang diharapkan digunakan untuk menghitung bobot. Nilai bobot inilah yang digunakan untuk perhitungan selanjutnya. Input Training Data Desired output Jaringan in out + - target Sinyal kesalahan Perubahan bobot Algoritma Training (optimization method) Fungsi Obyektif Gambar 2.53 Supervised Learning Model (Sumber: Yu, 2000, p10) 2. Unsupervised Learning, yang sering disebut self-organizing. Unsupervised learning dianggap sebagai model dalam konsep sistem biologis. Teknik ini

45 98 tidak memerlukan target output, sehingga tidak ada nilai pembanding yang dilakukan. Rangkaian pelatihan ini hanya memerlukan nilai input dan jaringan akan menyesuaikan sendiri outputnya sampai hasil konsisten. Gambar 2.54 menunjukkan beberapa tipe Neural Network yang berbeda dan bagaimana pengelompokannya berdasarkan algoritma pembelajaran. Gambar 2.54 Klasifikasi Artificial Neural Network Berdasarkan Algoritma Learning (Sumber : Ham, 2001, p19)

46 99 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa salah satu jenis Neural Network yang menggunakan supervised learning untuk meminimumkan error keluaran adalah Feedforward Network yang dilatih (trained) menggunakan algoritma backpropagation Feedforward Neural Network Feedforward network umumnya terdiri dari beberapa lapisan (multi-layer), yaitu sebuah input layer, sebuah output layer dan satu atau beberapa output layer yang terletak diantara input layer dan output layer, dan setiap layer mengandung beberapa unit. Setiap unit menerima input secara langsung dari layer sebelumnya (kecuali input unit) dan mengirim output-nya secara langsung ke unit-unit di layer selanjutnya (kecuali output unit). Untuk menetapkan suatu struktur jaringan yang pasti seperti, berapa jumlah hidden layer harus digunakan, berapa banyak unit di dalam sebuah hidden layer untuk suatu masalah tertentu adalah pekerjaan yang tidak mudah. Untuk membuat sebuah jaringan dengan kemampuan pembelajaran yang baik, perlu ditentukan jumlah hidden units yang sesuai. Jika terlalu sedikit, jaringan mungkin tidak belajar apa-apa, sementara hidden units yang terlalu banyak membuat proses pembelajaran terlalu lama dan melebihi kebutuhan sebuah model jaringan yang optimal (Michie et al., 1994, p96). Tidak ada alasan teoritis untuk menggunakan jaringan yang lebih dari dua hidden layer, karena pada dasarnya jaringan dengan dua hidden layer dapat merepresentasikan berbagai bentuk fungsi. Menentukan jumlah unit dalam sebuah hidden layer diperngaruhi oleh jumlah unit input dan output, jumlah training set, jumlah noise dalam

47 100 output target, error function complexity, struktur jaringan dan algoritma training. Dalam banyak situasi, tidak ada cara yang mudah untuk menentukan jumlah hidden units yang optimum tanpa melakukan training menggunakan jumlah hidden units yang berbedabeda dan menganalisis setiap error yang dihasilkan. Pendekatan terbaik untuk menemukan jumlah hidden units yang optimum adalah dengan trial and error (Yu, 2000, p16-18) Propagasi Balik (Backpropagation) Neural Network model propagasi balik (Backpropagation) didesain untuk beroperasi secara multilayer, terdiri dari satu lapisan unit-unit masukan (input layer), satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer), dan satu lapisan unit-unit keluaran (output layer). berarsitektur umpan maju (feedforward network), menggunakan metode supervised learning dan antara lapisan yang satu dengan lapisan yang lain saling berhubungan (fully interconnection by layer). Backpropagation memiliki unjuk kerja yang baik dari sisi tingkat ketelitian, sehingga sering dipakai dalam pelatihan (training) untuk meminimalkan kesalahan pada output jaringan melalui penyesuaian bobot (weight). Ada beberapa paramenter dalam proses pembelajaran untuk mengubah input menjadi output yang diinginkan. Parameter yang dimaksud adalah parameter konstanta belajar (learning rate) yang merupakan suatu parameter yang berfungsi sebagai penyekala perubahan bobot pada iterasi yang sedang berlangsung, parameter momentum (α) yang berfungsi sebagai penyekala perubahan dari iterasi sebelumnya dan menambahkan pada iterasi yang sedang berlangsung, parameter epoch yang merupakan suatu putaran proses dari input yang mendapatkan output sehingga menghasilkan error

48 101 yang kemudian dipropagasikan kembali dan dilakukan penyesuaian bobot yang ada. Untuk menghindari gangguan yang cukup besar dalam arah pembelajaran akibat kehadiran pasangan training pattern yang tidak biasa, disarankan menggunakan nilai learning rate yang kecil. Konvergensi seringkali lebih cepat tercapai jika momentum term ditambahkan kedalam formula penyesuaian bobot. Error pada output menentukan perubahan bobot antara hidden layer dan output layer, kemudian digunakan sebagai dasar untuk mengatur bobot antara hidden layer dan input layer. Hubungan transformasi antara input dan output biasanya dinyatakan oleh sebuah harga yang kontinu oleh fungsi aktivasi. Pelatihan backpropagation memiliki tiga tahap yaitu: proses pelatihan pola input propagasi maju (forward propagation), proses propagasi balik (backward propagation) dari error dan proses penyesuaian bobot (update weight). Algoritma selengkapnya adalah sebagai berikut: 1. Inisialisasi bobot (weight) dengan interval 0 sampai Selama syarat berhenti salah lakukan langkah Untuk setiap pasangan training (masukan dan keluaran) lakukan langkah Setiap unit pada lapisan pertama menerima sinyal masukan dengan interval antara 0 hingga 1, yang merupakan hasil penyekalaan menggunakan persamaan: Nilai skala = nilai sebenarnya min (2-40) max min di mana: min = nilai minimum yang diharapkan dalam jaringan max = nilai maksimum yang diharapkan dalam jaringan

49 102 selajutnya meneruskan (propagated) ke seluruh unit pada lapisan berikutnya, yaitu hidden unit. 5. Setiap unit tersembunyi (hidden) menghitung total sinyal masukan terbobot menggunakan persamaan (2.1), lalu menghitung sinyal keluarannya dengan fungsi aktivasi menggunakan persamaan (2.4) dan mengirimkan sinyal ini ke seluruh unit pada lapisan berikutnya (fungsi sigmoid memiliki kelebihan untuk digunakan dalam algoritma backpropagation karena hubungan yang sederhana antara nilai fungsi pada suatu titik dengan nilai turunannya, sehingga mengurangi waktu komputasi selama pembelajaran). 6. Setiap unit output juga menghitung total sinyal masukan terbobot menggunakan persamaan (2.1), lalu menghitung sinyal keluaran dengan fungsi aktivasi menggunakan persamaan (2.4). 7. Setiap unit menerima sebuah pola target yang sesuai dengan pola masukan pelatihannya. Unit tersebut menghitung informasi kesalahan dengan persamaan: δ = t y ) f ( y _ in ) (2-41) k ( k k k di mana: δ k = koreksi error untuk weight W jk t k = target keluaran ke-k y k = unit keluaran ke-k y_in k = unit keluaran ke-k yang belum dihitung nilai aktivasinya f = turunan dari fungsi aktivasi serta mengirimkan nilai δ k ke unit pada lapisan sebelumnya.

50 Setiap unit tersembunyi menghitung selisih input dari unit-unit pada layer berikutnya menggunakan persamaan: di mana: m δ _ in j = δ W (2-42) k = 1 k jk W jk = bobot antara unit tersembunyi ke-j dan unit keluaran ke-k lalu mengalikannya dengan turunan fungsi aktivasi untuk menghitung informasi kesalahannya menggunakan persamaan: δ = δ _ in. f ( Z _ in ) (2-43) j j j di mana: δ j = koreksi error untuk bobot (weight) V ij 9. Setiap unit output mengubah bias dan bobot-bobotnya menggunakan persamaan: W jk ( new) = W ( old) + ηδ Z + α. ΔW (2-44) jk k j jk di mana: W jk (new) = bobot W jk yang baru W jk (old) = bobot W jk yang lama η = learning rate Z j = unit tersembunyi (hidden) ke-j α = koefisien momentum Δ W jk = perubahan bobot W jk Setiap unit tersembunyi mengubah bias dan bobot-bobotnya dengan persamaan: V ( new) = V ( old) + ηδ X + α. ΔV (2-45) ij ij j i ij

51 104 di mana: V ij (new) = bobot V ij yang baru V ij (old) = bobot V ij yang lama X i = unit masukan ke-i 10. Uji syaraf berhenti dengan rumus: n k = 1 Δ V ij = perubahan bobot V ij 2 ( t k y k ) < ε (2-46) di mana : ε = error toleransi dengan syarat 0 ε < 1 Jika benar maka selesai, jika tidak, kembali ke langkah 2 Algoritma training diatas diasumsikan hanya memiliki satu hidden layer saja. Jika terdapat lebih dari satu hidden layer, algoritma harus dimodifikasi sebagai berikut: a. Langkah 5 dilakukan berulang-ulang untuk setiap hidden layer dengan asumsi sinyal terbobot berasal dari unit di lapisan sebelumnya. b. Langkah 8 dilakukan berulang-ulang Minimum Distance Classifier Minimum distance classifier adalah salah satu metode klasifikasi yang memanfaatkan fungsi diskriminan dalam menentukan subset. Dengan fungsi diskriminan maka dapat ditentukan jarak terdekat suatu objek di dalam suatu feature space yang digunakan dalam klasifikasi. Contoh apabila dalam feature space terdapat kelompokkelompok titik maka masing-masing kelompok titik tersebut mewakili masing-masing

Universitas Bina Nusantara. Jurusan Teknik Informatika Program Studi Ilmu Komputer Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil 2006 / 2007

Universitas Bina Nusantara. Jurusan Teknik Informatika Program Studi Ilmu Komputer Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil 2006 / 2007 Universitas Bina Nusantara Jurusan Teknik Informatika Program Studi Ilmu Komputer Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil 2006 / 2007 DETEKSI PENYAKIT JANTUNG MENGGUNAKAN TEKNIK PENGENALAN POLA Ohaiyo

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

KLASIFIKASI ARITMIA EKG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN FUNGSI AKTIVASI ADAPTIF

KLASIFIKASI ARITMIA EKG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN FUNGSI AKTIVASI ADAPTIF KLASIFIKASI ARITMIA EKG MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN FUNGSI AKTIVASI ADAPTIF Asti Rahma Julian 1, Nanik Suciati 2, Darlis Herumurti 3 Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, ITS

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung 4 BAB II TEORI DASAR 2.1. Jantung Jantung merupakan otot tubuh yang bersifat unik karena mempunyai sifat membentuk impuls secara automatis dan berkontraksi ritmis [4], yang berupa dua pompa yang dihubungkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang diimplementasikan sebagai model estimasi harga saham. Analisis yang dilakukan adalah menguraikan penjelasan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Suara Manusia Menurut Inung Wijayanto (2013), produksi suara manusia memerlukan tiga elemen, yaitu sumber daya, sumber suara dan pemodifikasi suara. Ini adalah dasar dari teori

Lebih terperinci

Himpunan Fuzzy. Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi

Himpunan Fuzzy. Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi Himpunan Fuzzy Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi Outline Himpunan CRISP Himpunan Fuzzy Himpunan CRISP Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item dalam suatu himpunan A, yang

Lebih terperinci

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation 65 Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation Risty Jayanti Yuniar, Didik Rahadi S. dan Onny Setyawati Abstrak - Kecepatan angin dan curah

Lebih terperinci

NEURAL NETWORK BAB II

NEURAL NETWORK BAB II BAB II II. Teori Dasar II.1 Konsep Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network) Secara biologis jaringan saraf terdiri dari neuron-neuron yang saling berhubungan. Neuron merupakan unit struktural

Lebih terperinci

MATERI KULIAH (PERTEMUAN 12,13) Lecturer : M. Miftakul Amin, M. Eng. Logika Fuzzy. Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

MATERI KULIAH (PERTEMUAN 12,13) Lecturer : M. Miftakul Amin, M. Eng. Logika Fuzzy. Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang HIMPUNAN FUZZY MATERI KULIAH (PERTEMUAN 2,3) Lecturer : M. Miftakul Amin, M. Eng. Logika Fuzzy Jurusan Teknik Komputer Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang Pokok Bahasan Sistem fuzzy Logika fuzzy Aplikasi

Lebih terperinci

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, akan dilakukan beberapa langkah untuk mencapai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini, akan dilakukan beberapa langkah untuk mencapai BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini, akan dilakukan beberapa langkah untuk mencapai penelitian tersebut. Langkah langkah tersebut dapat digambarkan melalui diagram alir sebagai berikut. Pra Proses

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya BAB II LANDASAN TEORI A. Logika Fuzzy Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya berada di luar model matematis dan bersifat inexact. Konsep ketidakpastian inilah yang

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN SISTEM PENDETEKSI ARITMIA MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK. Andri Iswanto

TUGAS AKHIR PERANCANGAN SISTEM PENDETEKSI ARITMIA MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK. Andri Iswanto TUGAS AKHIR PERANCANGAN SISTEM PENDETEKSI ARITMIA MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK Andri Iswanto 2208 100 531 Dosen Pembimbing : Dr. Tri Arief Sardjono ST.,MT. Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Yang Digunakan Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan data input dalam proses jaringan saraf tiruan backpropagation. Data tersebut akan digunakan sebagai

Lebih terperinci

Architecture Net, Simple Neural Net

Architecture Net, Simple Neural Net Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Model Neuron JST 2. Arsitektur JST 3. Jenis Arsitektur JST 4. MsCulloh Pitts 5. Jaringan Hebb 2 Model Neuron JST X1 W1 z n wi xi; i1 y H ( z) Y1 X2 Y2 W2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu enam bulan terhitung mulai februari 2012 sampai juli 2012. Tempat yang digunakan

Lebih terperinci

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK Naskah Publikasi disusun oleh Zul Chaedir 05.11.0999 Kepada SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A ARTIFICIAL NEURAL NETWORK CAHYA YUNITA 5213100001 ALVISHA FARRASITA 5213100057 NOVIANTIANDINI 5213100075 TEKNIK PERAMALAN - A MATERI Neural Network Neural Network atau dalam bahasa Indonesia disebut Jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB LANDASAN TEORI. Himpunan Himpunan adalah setiap daftar, kumpulan atau kelas objek-objek yang didefenisikan secara jelas, objek-objek dalam himpunan-himpunan yang dapat berupa apa saja: bilangan, orang,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam era globalisasi pada saat ini, banyak tumbuh dan berkembang, baik dalam bidang perdagangan, jasa maupun industri manufaktur. Perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH

BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH BAB VIIB BACKPROPAGATION dan CONTOH 7B. Standar Backpropagation (BP) Backpropagation (BP) merupakan JST multi-layer. Penemuannya mengatasi kelemahan JST dengan layer tunggal yang mengakibatkan perkembangan

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA Ramli e-mail:ramli.brt@gmail.com Dosen Tetap Amik Harapan Medan ABSTRAK Jaringan Syaraf Tiruan adalah pemrosesan

Lebih terperinci

PENGENALAN SUARA MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN MODEL PROPAGASI BALIK

PENGENALAN SUARA MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN MODEL PROPAGASI BALIK ABSTRAK PENGENALAN SUARA MANUSIA DENGAN MENGGUNAKAN Dosen Jurusan Teknik Elektronika Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar Pada penelitian ini dibuat sebuah sistem pengenalan suara manusia dengan

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan pada Robot

Jaringan Syaraf Tiruan pada Robot Jaringan Syaraf Tiruan pada Robot Membuat aplikasi pengenalan suara untuk pengendalian robot dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan sebagai algoritma pembelajaran dan pemodelan dalam pengenalan suara.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

Neural Networks. Machine Learning

Neural Networks. Machine Learning MMA10991 Topik Khusus - Machine Learning Dr. rer. nat. Hendri Murfi Intelligent Data Analysis (IDA) Group Departemen Matematika, Universitas Indonesia Depok 16424 Telp. +62-21-7862719/7863439, Fax. +62-21-7863439,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

ke dalam suatu ruang output. Orang yang belum pernah mengenal logika fuzzy pasti

ke dalam suatu ruang output. Orang yang belum pernah mengenal logika fuzzy pasti BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Logika Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Orang yang belum pernah mengenal logika fuzzy pasti akan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Anatomi Ayam Pengetahuan tentang anatomi ayam sangat diperlukan dan penting dalam pencegahan dan penanganan penyakit Hal ini karena pengetahuan tersebut dipakai sebagai dasar

Lebih terperinci

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING Media Informatika, Vol. 3 No. 1, Juni 2005, 25-38 ISSN: 0854-4743 FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING Sri Kusumadewi, Idham Guswaludin Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Logika Fuzzy Fuzzy secara bahasa diartikan sebagai kabur atau samar yang artinya suatu nilai dapat bernilai benar atau salah secara bersamaan. Dalam fuzzy dikenal derajat keanggotan

Lebih terperinci

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK

Lebih terperinci

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN : PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PRODUKSI AIR MINUM MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS : PDAM TIRTA BUKIT SULAP KOTA LUBUKLINGGAU) Robi Yanto STMIK Bina Nusantara

Lebih terperinci

LOGIKA FUZZY. Kelompok Rhio Bagus P Ishak Yusuf Martinus N Cendra Rossa Rahmat Adhi Chipty Zaimima

LOGIKA FUZZY. Kelompok Rhio Bagus P Ishak Yusuf Martinus N Cendra Rossa Rahmat Adhi Chipty Zaimima Sistem Berbasis Pengetahuan LOGIKA FUZZY Kelompok Rhio Bagus P 1308010 Ishak Yusuf 1308011 Martinus N 1308012 Cendra Rossa 1308013 Rahmat Adhi 1308014 Chipty Zaimima 1308069 Sekolah Tinggi Manajemen Industri

Lebih terperinci

Neural Network (NN) Keuntungan penggunaan Neural Network : , terdapat tiga jenis neural network Proses Pembelajaran pada Neural Network

Neural Network (NN) Keuntungan penggunaan Neural Network : , terdapat tiga jenis neural network Proses Pembelajaran pada Neural Network Neural Network (NN) adalah suatu prosesor yang melakukan pendistribusian secara besar-besaran, yang memiliki kecenderungan alami untuk menyimpan suatu pengenalan yang pernah dialaminya, dengan kata lain

Lebih terperinci

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika, Amik Royal, Kisaran E-mail: havid_syafwan@yahoo.com ABSTRAK:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengenalan Suara

TINJAUAN PUSTAKA. Pengenalan Suara Pengenalan Suara TINJAUAN PUSTAKA Menurut Peacock (1990), pengenalan suara merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi kata-kata yang diucapkan. Terdapat 5 faktor yang dapat mengontrol dan menyederhanakan

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Jaringan Syaraf Tiruan Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Susilo Nugroho Drajad Maknawi M0105047 M0105068 M01040 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 7 No. 3 Edisi September 2012 105 SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Anindita Septiarini Program Studi Ilmu Komputer FMIPA,

Lebih terperinci

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom PENDAHULUAN Logika Fuzzy pertama kali dikenalkan oleh Prof. Lotfi A. Zadeh tahun 1965 Dasar Logika Fuzzy adalah teori himpunan fuzzy. Teori himpunan fuzzy adalah peranan

Lebih terperinci

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation

Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko Pengembangan Aplikasi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Erlangga, Sukmawati Nur Endah dan Eko Adi Sarwoko

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Permintaan, Persediaan dan Produksi 2.1.1 Permintaan Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB 2 2. LANDASAN TEORI

BAB 2 2. LANDASAN TEORI BAB 2 2. LANDASAN TEORI Bab ini akan menjelaskan mengenai logika fuzzy yang digunakan, himpunan fuzzy, penalaran fuzzy dengan metode Sugeno, dan stereo vision. 2.1 Logika Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu

Lebih terperinci

PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN DALAM SEBUAH CITRA MENGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN ABSTRAK

PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN DALAM SEBUAH CITRA MENGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN ABSTRAK PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN DALAM SEBUAH CITRA MENGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN Decy Nataliana [1], Sabat Anwari [2], Arief Hermawan [3] Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan

Lebih terperinci

LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN

LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN FUNGSI KEANGGOTAAN (Membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai/derajat keanggotaannya yang memiliki interval

Lebih terperinci

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Karyawan atau tenaga kerja adalah bagian

Lebih terperinci

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN A. OTAK MANUSIA Otak manusia berisi berjuta-juta sel syaraf yang bertugas untuk memproses informasi. Tiaptiap sel bekerja seperti suatu prosesor sederhana. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Jaringan Syaraf Tiruan merupakan suatu representasi buatan dari otak manusia yang dibuat agar dapat mensimulasikan apa yang dipejalari melalui proses pembelajaran

Lebih terperinci

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY 1. LOGIKA FUZZY Logika fuzzy adalah suatu cara tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Teknik ini menggunakan teori matematis himpunan fuzzy. Logika fuzzy berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengklasifikasian merupakan salah satu metode statistika untuk mengelompok atau menglasifikasi suatu data yang disusun secara sistematis. Masalah klasifikasi sering

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SPEKTRUM FREKUENSI ISYARAT ELEKTROKARDIOGRAF MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN KOMPETISI PENUH

IDENTIFIKASI SPEKTRUM FREKUENSI ISYARAT ELEKTROKARDIOGRAF MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN KOMPETISI PENUH IDENTIFIKASI SPEKTRUM FREKUENSI ISYARAT ELEKTROKARDIOGRAF MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN KOMPETISI PENUH NAZRUL EFFENDY, ST., MT Staf Pengajar Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik Universitas Gadjah

Lebih terperinci

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma

Lebih terperinci

PENGENALAN SUARA BURUNG MENGGUNAKAN MEL FREQUENCY CEPSTRUM COEFFICIENT DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA SISTEM PENGUSIR HAMA BURUNG

PENGENALAN SUARA BURUNG MENGGUNAKAN MEL FREQUENCY CEPSTRUM COEFFICIENT DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA SISTEM PENGUSIR HAMA BURUNG PENGENALAN SUARA BURUNG MENGGUNAKAN MEL FREQUENCY CEPSTRUM COEFFICIENT DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA SISTEM PENGUSIR HAMA BURUNG TUGAS AKHIR MUHAMMAD AGUNG NURSYEHA 2211100164 Pembimbing: Dr. Muhammad

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logika Fuzzy Zadeh (1965) memperkenalkan konsep fuzzy sebagai sarana untuk menggambarkan sistem yang kompleks tanpa persyaratan untuk presisi. Dalam jurnalnya Hoseeinzadeh et

Lebih terperinci

udara maupun benda padat. Manusia dapat berkomunikasi dengan manusia dari gagasan yang ingin disampaikan pada pendengar.

udara maupun benda padat. Manusia dapat berkomunikasi dengan manusia dari gagasan yang ingin disampaikan pada pendengar. BAB II DASAR TEORI 2.1 Suara (Speaker) Suara adalah sinyal atau gelombang yang merambat dengan frekuensi dan amplitudo tertentu melalui media perantara yang dihantarkannya seperti media air, udara maupun

Lebih terperinci

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Logika Fuzzy

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Logika Fuzzy Logika Fuzzy Pendahuluan Alasan digunakannya Logika Fuzzy Aplikasi Himpunan Fuzzy Fungsi keanggotaan Operator Dasar Zadeh Penalaran Monoton Fungsi Impilkasi Sistem Inferensi Fuzzy Basis Data Fuzzy Referensi

Lebih terperinci

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

SATIN Sains dan Teknologi Informasi SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No. 1, Juni 2015 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Prestasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JARINGAN SARAF SECARA BIOLOGIS Jaringan saraf adalah salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Fuzzy Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input kedalam suatu ruang output. Titik awal dari konsep modern

Lebih terperinci

BAB II NEURAL NETWORK (NN)

BAB II NEURAL NETWORK (NN) BAB II NEURAL NETWORK (NN) 2.1 Neural Network (NN) Secara umum Neural Network (NN) adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang dimodelkan berdasarkan jaringan syaraf manusia. NN ini merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan

Lebih terperinci

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh

Bab 5 Penerapan Neural Network Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Penerapan Neural Dalam Klasifikasi Citra Penginderaan Jauh Klasifikasi citra penginderaan jarak jauh (inderaja) merupakan proses penentuan piksel-piksel masuk ke dalam suatu kelas obyek tertentu. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan memberikan penjelasan awal mengenai konsep logika fuzzy beserta pengenalan sistem inferensi fuzzy secara umum. 2.1 LOGIKA FUZZY Konsep mengenai logika fuzzy diawali

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penyakit jantung merupakan penyakit yang berbahaya dan menjadi penyebab kematian nomer satu di dunia (Mendis et al., 2011). Menurut data World Health

Lebih terperinci

BACK PROPAGATION NETWORK (BPN)

BACK PROPAGATION NETWORK (BPN) BACK PROPAGATION NETWORK (BPN) Arsitektur Jaringan Digunakan untuk meminimalkan error pada output yang dihasilkan oleh jaringan. Menggunakan jaringan multilayer. Arsitektur Jaringan Proses belajar & Pengujian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan satu definisi variabel operasional yaitu ratarata temperatur bumi periode tahun 1880 sampai dengan tahun 2012. 3.2 Jenis dan

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN

PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN PERANCANGAN ALGORITMA KRIPTOGRAFI KUNCI SIMETRI DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN Ibrahim Arief NIM : 13503038 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jaringan Saraf Tiruan (JST) Jaringan saraf tiruan pertama kali secara sederhana diperkenalkan oleh McCulloch dan Pitts pada tahun 1943. McCulloch dan Pitts menyimpulkan bahwa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem Pendukung Keputusan dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang dimaksudkan untuk mendukung para pengambil keputusan dalam situasi tertentu. Sistem

Lebih terperinci

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal Jaringan syaraf adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia. Syaraf manusia Jaringan syaraf dengan lapisan

Lebih terperinci

Ekstraksi Parameter Temporal Sinyal ECG Menggunakan Difference Operation Method

Ekstraksi Parameter Temporal Sinyal ECG Menggunakan Difference Operation Method 194 Ekstraksi Parameter Temporal Sinyal ECG Menggunakan Difference Operation Method Abdul Yasak *, Achmad Arifin Jurusan Teknik Elektro, ITS Surabaya 60 Phone : (62 31) 594 7302, Fax : (62 31) 593 1237

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara BAB II DASAR TEORI Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga berfungsi sebagai dasar untuk memberi jawaban

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Pegawai atau karyawan merupakan

Lebih terperinci

Penggunaan Metode Logika Fuzzy Untuk Memprediksi Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas, Lebar Jalan Dan Faktor Koreksi

Penggunaan Metode Logika Fuzzy Untuk Memprediksi Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas, Lebar Jalan Dan Faktor Koreksi Jurnal Gradien Vol.3 No.2 Juli 2007 : 247-251 Penggunaan Metode Logika Fuzzy Untuk Memprediksi Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas, Lebar Jalan Dan Faktor Koreksi Syamsul

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK OLEH ARIF MIFTAHU5R ROHMAN (2200 100 032) Pembimbing: Dr. Ir Djoko Purwanto, M.Eng,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,

Lebih terperinci

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI APLIKASI PENGENALAN SUARA MENJADI TEKS MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

ANALISIS DAN IMPLEMENTASI APLIKASI PENGENALAN SUARA MENJADI TEKS MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION ANALISIS DAN IMPLEMENTASI APLIKASI PENGENALAN SUARA MENJADI TEKS MENGGUNAKAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION ANALYSIS AND IMPLEMENTATION OF SPEECH TO TEXT APPLICATION USING BACKPROPAGATION

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Gauss Untuk dapat melakukan pengolahan data menggunakan ANN, maka terlebih dahulu harus diketahui nilai set data input-output yang akan digunakan. Set data inputnya yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu dua dimensi, dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan f(x,y) disebut dengan intensitas atau

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Optimasi Menurut Nash dan Sofer (1996), optimasi adalah sarana untuk mengekspresikan model matematika yang bertujuan memecahkan masalah dengan cara terbaik. Untuk tujuan bisnis,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERANCANGAN

BAB 3 METODE PERANCANGAN BAB 3 METODE PERANCANGAN 3.1 Konsep dan Pendekatan Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pengenalan objek 3 dimensi adalah kemampuan untuk mengenali suatu objek dalam kondisi beragam. Salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Intelegensia Buatan / Artificial Intelligence

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Intelegensia Buatan / Artificial Intelligence BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Intelegensia Buatan / Artificial Intelligence 2.1.1 Definisi Artificial Intelligence Artificial Intelligence (AI) merupakan suatu bagian dari ilmu komputer. Istilah tersebut meliputi

Lebih terperinci

SINYAL DISKRIT. DUM 1 September 2014

SINYAL DISKRIT. DUM 1 September 2014 SINYAL DISKRIT DUM 1 September 2014 ADC ADC 3-Step Process: Sampling (pencuplikan) Quantization (kuantisasi) Coding (pengkodean) Digital signal X a (t) Sampler X(n) Quantizer X q (n) Coder 01011 Analog

Lebih terperinci

Sinyal ECG. ECG Signal 1

Sinyal ECG. ECG Signal 1 Sinyal ECG ECG Signal 1 Gambar 1. Struktur Jantung. RA = right atrium, RV = right ventricle; LA = left atrium, dan LV = left ventricle. ECG Signal 2 Deoxygenated blood Upper body Oxygenated blood Right

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Genre musik adalah pengelompokan musik sesuai dengan kemiripan satu dengan yang lain, seperti kemiripan dalam hal frekuensi musik, struktur ritmik, dan konten harmoni. Genre

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital BAB II DASAR TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) dua dimensi,dimana x dan y adalah koordinat spasial dan f(x,y) adalah disebut dengan intensitas atau tingkat keabuan

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir

Presentasi Tugas Akhir Presentasi Tugas Akhir Bagian terpenting dari CRM adalah memahami kebutuhan dari pelanggan terhadap suatu produk yang ditawarkan para pelaku bisnis. CRM membutuhkan sistem yang dapat memberikan suatu

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. FRBFNN, Arsitektur FRBFNN, aplikasi FRBFNN untuk meramalkan kebutuhan

BAB III PEMBAHASAN. FRBFNN, Arsitektur FRBFNN, aplikasi FRBFNN untuk meramalkan kebutuhan BAB III PEMBAHASAN Pada bab ini berisi mengenai FRBFNN, prosedur pembentukan model FRBFNN, Arsitektur FRBFNN, aplikasi FRBFNN untuk meramalkan kebutuhan listrik di D.I Yogyakarta. A. Radial Basis Function

Lebih terperinci