Abstract Pendahuluan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Abstract Pendahuluan"

Transkripsi

1 Abstract Rawa Pening Lake is a lake located in the province of Central Java and flanked by mountains Merbabu, mountain Telomoyo, Ungaran mountain, and the mountain Full Solo. Lake Swamp Dizziness used by residents about the source of irrigation water for power generation, fisheries, peatland resource to the tourism sector. Rawa Pening Lake has main problems of sedimentation or siltation which could potentially lead to the landing on the lake, the lake eventually unable to maintain its function. Sedimentation comes from two sources, namely land and water bodies around. Of land around, sedmentasi a result of various factors, namely land use and vegetation conditions. This study aims to determine the use of land and vegetation conditions in the village Kebondowo. The land use consists of residential, agricultural or paddy fields, plantations, fields and forests. The land in the village of Kebondowo has a low diversity index is 1.8, 2.04, 1.5 and Keywords: land use, vegetation, Kebondowo Village. Pendahuluan Danau Rawa Pening berada dalam provinsi Jawa Tengah,Desa Bukit Cinta, Kabupaten Ambarawa, berjarak 45 KM dari Semarang, yang diapit lereng gunung Merbabu, gunung Telomoyo, gunung Ungaran, dan gunung Kendali Solo. Danau Rawa Pening tersebut mencakup 4 wilayah kecamatan yaitu Ambarawa, Bawen, Tuntang, dan Banyubiru. Danau Rawa Pening dimanfaatkan diantaranya sebagai daerah tangkapan air, sumber listrik tenaga air (PLTA), sumber eceng gondok (Eichhornia crassipes), perikanan, sumber tanah gambut, irigasi bagi para petani, area pemancingan alam, dan sektor pariwisata (Sittadewi, 2008). Danau Rawa Pening mengalami berbagai masalah lingkungan seperti peningkatan populasi Eceng Gondok (Eichhornia crassipes), penurunan kualitas air, eutrofikasi hingga sedimentasi yang dapat menyebabkan pendangkalan pada danau sehingga danau tidak mungkin lagi dapat mempertahankan fungsinya sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sedimentasi merupakan salah satu masalah utama pada danau Rawa Pening (Sutarwi, 2008), yang telah berlangsung selama kurang lebih tiga dekade (Balitbang Prov. Jateng, 2004) menyebabkan Danau Rawa Pening mengalami penurunan fungsi.tingkat laju erosi tanah pada Danau Rawa Pening termasuk kategori berat dengan laju erosi ton/ha/th (Sutarwi, 2008). Sedimentasi sendiri berasal dari 2 sumber yaitu dari dalam danau atau badan air danau dan dari luar danau yaitu lahan sekitar. Dari dalam danau atau badan air, sedimentasi dapat disebabkan oleh penyuburan atau eutrofikasi yang 5

2 berdampak pada blooming alga dan peningkatan populasi tumbuhan tertentu, seperti eceng gondok. Faktor yang menyebabkan tingginya laju sedimentasi pada danau lebih banyak bergantung pada bagian luar danau meliputi kondisi tanah, penggunaan lahan dan kondisi tegakan atau vegetasi. Kondisi atau tekstur tanah adalah kondisi fisik tanah meliputi kekuatan atau keremahan tanah, porositas tanah dan tingkat permeabilitas tanah. Tata guna lahan adalah kondisi pemanfaatan tanah untuk aktifitas manusia seperti pertanian, perkebunan, hutan dan pemukiman. Penggunaan lahan yang memiliki kontribusi secara konservasiyaitu penggunaan lahan yang tepat sesuai peruntukkannya mengikuti kondisi ketinggian lahan, kemiringan lahan dan jenis tanah. Tegakan atau vegetasi adalah tutupan pada lahan yang terdiri atas 5 kelompok yaitu pepohonan, epifit, herba, semak dan sapihan (Syafiuddin, 1990). Tekstur atau partikel tanah tergantung pada keberadaan vegetasi, sebab vegetasi akan membentuk zona rhizosfer atau daerah perakaran kuat pada tanah dan membantu penyerapan air. Sehingga, kondisi vegetasi yang baik tentu akan membentuk struktur tanah yang kokoh, sumber penyerapan air tanah yang akhirnya meminimalisir sedimentasi. Tak keberadaan vegetasi, tata guna lahan yang baik dan tepat juga berpengaruh pada kondisi tanah. Tata guna lahan disebut tepat atau baik apabila sesuai dengan peruntukkannya. Semisal, pada lahan miring disarankan untuk tidak menanam atau membentuk kultur pertanian yang hasil panennya berada pada akar seperti singkong, ubi jalar, kentang, sebab proses pemanenan bersifat membongkar tanah dan menyebabkan tanah menjadi remah dan mudah terbawa aliran air. Pada pengelolaan ekosistem secara adaptif berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), dilakukan pemantauan atau monitoring untuk melihat kondisi lingkungan secara riil dan berkesinambungan agar dapat meminimalisir kerusakkan pada lingkungan. Pemantauan atau monitoring pada kondisi tanah, vegetasi dan penggunaan lahan disebut evaluasi tata guna lahan atau evaluasi lahan. Evaluasi tata guna lahan digunakan sebagai satu implementsi dari pengelolaan ekosistem secara adaptif sebagai alat atau metode untuk memantau atau memonitoring ketepatan fungsi lahan pada suatu daerah atau kawasan. Evaluasi tata guna lahan meliputi parameter ketepatan fungsi lahan dan vegetasi sebagai aspek lingkungan sebagai sumber daya alam serta sosial ekonomi penduduk seperti jumlah penduduk desa, jenis pekerjaan, dan jenjang pendidikan yang mempengaruhi penggunaan lahan, vegetasi dan kondisi tanah. Vegetasi dilakukan dalam evaluasi tata guna lahan untuk memantau jenis dan banyaknya vegetasi dalam suatu kawasan. 6

3 Danau Rawa Pening adalah danau yang secara administratif dikelilingi oleh 15 desa, salah satunya adalah Desa Kebondowo. Desa Kebondowo merupakan desa yang terletak di Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah dengan luas wilayah ha. (Profil Desa Kebondowo th. 2012). Desa Kebondowo berada tepat di pinggir Danau Rawa Pening dan termasuk areal desa yang berada di Kecamatan Banyubiru yang merupakan daerah konservasi dalam rangka pemeliharaan danau Rawa Pening (Mitchell et al 2003), serta memiliki prioritas dalam program swasembada pangan, yaitu produksi beras. Desa Kebondowo juga merupakan desa yang penduduknya ikut berpartisipasi dalam memanfaatkan eceng gondok sebagai sumber penghasilan dan bahan baku kerajinan tangan. Aktifitas penduduk Desa Kebondowo tentu mempengaruhi kondisi fisik lingkungan yang terus mengalami perubahan, yang cenderung pada kerusakan lingkungan. Dampak dari aktifitas penduduk dan perubahan yang mengikuti menjadi dasar pentingnya dilakukan monitoring atau evaluasi tata guna lahan pada Desa Kebondowo untuk dilakukan dan mengetahui kondisi riil yang terbaru. Evaluasi tata guna lahan penting dilakukan untuk mengetahui jenis penggunaan lahan, kesesuaian lahan dengan jenis tegakkan yang ditanam dari fungsi ekologis. Hal tersebut dapat membantu mengungkapkan kondisi lahan dan tanah. Kondisi yang diperoleh dapat juga membantu menjelaskan bagaimana sedimentasi berat dapat terjadi di Rawa Pening. Metode penelitian Lokasi dan Waktu penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang. Penelitian dilakukan selama bulan Februari-April, Bahan penelitian Bahan atau objek penelitian yaitu penggunaan lahan di Desa Kebondowo dan vegetasi tiap jenis tata guna lahan di Desa Kebondowo. Data penggunaan lahan berupa data primer yaitu pengamatan langsung pada lokasi sampel dan data sekundermengenai penggunaan lahan dengan perbandingan waktu dari tahun 2003, 2008 dan Studi pustaka dilakukan untuk melengkapi data sekunder yang berhubungan dengan kelengkapan evaluasi tata guna lahan yaitu data monografi meliputi jumlah penduduk, mata pencaharian atau pekerjaan, tingkat pendidikan penduduk Desa Kebondowo dengan perbandingan waktu dari tahun 2003, 2008, dan

4 Vegetasi dilakukan dengan 2 metode yaitu observasi atau pengamatan jenis-jenis tumbuhan pada tiap penggunaan jenis lahan di Desa Kebondowo dan metode analisis vegetasi pada lahan hutan dengan parameter kerapatan, frekuensi, dominansi, dan nilai penting dari kondisi vegetasi lahan hutan. Metode Penelitian Penggunaan lahan diperoleh dengan data primer dan data sekunder. Data primer penggunaan lahan diperoleh dengan metode garis transek atau garis imajiner dan wawancara. Garis transek merupakan garis khayal atau garis imajiner yang menghubungkan lokasi dengan ketinggian tertinggi hingga lokasi dengan ketinggian terendah yang mencangkup atau merepresentatifkan tiap penggunaan lahan, sehingga dapat mewakili setiap jenis penggunaan fungsi lahan. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data yang menunjang hasil observasi kepada beberapa pihak terkait seperti Kepala Desa, Kepala Dusun, dan penduduk. Data sekunder pengggunaan lahan dilakukan melalui studi pustaka meliputi luas penggunaan tiap lahan, penggunaan lahan dan konversi lahan dilihat dari tahun 2003, 2008, dan 2012, serta data monografi Desa Kebondowo meliputi jumlah populasi penduduk, mata pencaharian atau pekerjaan penduduk, dan pendidikan penduduk dengan perbandingan tahun 2003, 2008 dan Data vegetasi diperoleh dengan 2 metode yaitu metode observasi pada tiap jenis penggunaan lahan (inventarisasi) dan analisis vegetasi pada lahan hutan dengan parameter kerapatan, frekuensi, dominansi, dan nilai penting dari kondisi vegetasi lahan hutan. Analisis vegetasi diperoleh dengan metode berpetak dengan luas petak ukur 20m x 20m. Sample diambil sebanyak 100% untuk lahan kurang dari 100 ha, 10% untuk lahan ha dan 5-10% untuk lahan seluas ha (Syafiuddin, 1990). Hasil yang didapatkan kemudian dihitung kerapatan, kerapatan relatif, dominansi, dominansi relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan nilai penting dengan rumus sebagai berikut: Kerapatan = Jumlah individu Luas petak ukur Kerapatan satu jenis Kerapatan relatif = x 100% Kerapatan seluruh jenis 8

5 Frekuensi = Jumlah petak penemuan suatu jenis Jumlah seluruh petak Frekuensi suatu jenis Frekuensi relatif = Frekuensi seluruh jenis x 100% Dominansi = Luas penutupan suatu jenis Luas petak Dominansi suatu jenis Dominansi relatif = x 100% Dominansi seluruh jenis Nilai penting = Kerapatan relatif + Frekuensi relatif + Dominansi Relatif Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Brower dkk, 1977) H' = pi. ln pi pi ni / N Di mana : H' ni N = Indeks keanekaragaman = Nilai penting jenis ke- = Jumlah nilai penting semua jenis Michael (1995), mengelompokkan indeks keanekaragaman menjadi 3, yaitu apabila nilai H' 1,5, maka tingkat keanekaragaman rendah; bila nilai 1,5 < H' 3,5, maka tingkat keanekaragaman sedang; dan bila nilai H' > 3,5, maka tingkat keanekaragaman tinggi. 9

6 Hasil Hasil penelitian yang diperoleh terdiri atas dua bagian yaitu, penggunaan lahan dan vegetasi, serta dilengkapi dengan data sekunder mengenai data monografi Desa Kebondowo meliputi jumlah penduduk, pekerjaan dan tingkat pendidikan dengan perbandingan dari tahun 2003, 2008 dan Penggunaan Lahan Hasil observasi penggunaan lahan pada tahun 2012, dengan metode garis transek serta data sekunder terdiri atas 6 jenis yaitu sawah, pemukiman, tegalan, hutan, perkebunan dan kategori lain-lain seperti jalan raya, jalan perkampungan, kuburan, sungai, lahan kosong dan lahan pasang surut yang tidak berbeda dengan penggunaan lahan tahun 2003 dan tahun Tiap jenis pengggunaan lahan dan luasannya dari tahun 2003, 2008 dan 2012 dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Penggunaan Lahan dari Tahun 2003, 2008 dan Jenis Lahan Luas Lahan (Ha) Sawah 72,692 72,692 72,692 Pemukiman 108,91 121,67 162,17 Tegalan 255, ,2 Hutan Perkebunan ,1 Lain-lain 251,15 235,24 153,44 Sumber: Profil Desa Kebondowo Th. 2003, 2008, Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa terjadi penambahan tata guna lahan yaitu perkebunan dari tahun 2008 dan 2012, yang tidak dimiliki oleh tahun 2003 dan terjadi perluasan fungsi lahan yaitu pada fungsi lahan pemukiman, tegalan dan perkebunan. Perubahan lahan areal pemukiman dari tahun 2003 ke tahun 2008 naik menjadi 12,76 ha atau sebesar 11.72%, dan pada tahun naik menjadi 40,5 ha atau sebesar 33.86%. Perubahan lahan areal tegalan dari tahun yaitu sebesar 0,15 ha, sedangkan terjadi perubahan luas lahan sebesar 32,2 ha. Perubahan luas lahan areal perkebunan dari tahun yaitu 3 ha, sedangkan dari sebesar 9,1 ha. Perubahan luas lahan pemukiman, tegalan dan perkebunan diambil dari lahan kategori lain-lain, yakni berupa lahan atau bangunan kosong milik pemerintah yang kemudian dipergunakan secara bebas oleh masyarakat setempat untuk dibangun rumah (pemukiman), menjadi tegalan dan perkebunan. 10

7 Luas Lahan Pemukiman Tegalan Perkebunan Tahun Gambar 1. Kenaikan luasan fungsi lahan pemukiman, tegalan dan perkebunan 11

8 Vegetasi Vegetasi dilakukan dengan metode observasi atau inventaris dari tiap penggunaan lahan di Desa Kebondowo dan metode analisis vegetasi pada lahan hutan. Jenis vegetasi hasil inventaris pada tiap penggunaan lahan ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Vegetasi pada Tiap Jenis Penggunaan Lahan Tahun No Jenis Lahan Jenis Vegetasi Famili Keterangan 1 Sawah Oryza sativa (Padi) Poaceae ++++ Musa paradisiaca (Pisang) Musaceae + Colocasia giganteum (Talas) Araceae ++ Cyperus elatus Cyperaceae ++ Cyperus brevifolius Cyperaceae ++ Mimosa pudica Fabaceae ++ Manihot esculenta (Singkong) Euphorbiaceae ++ 2 Pemukiman Plumeria acuminata (Kamboja) Apocynaceae ++ Dimocarpus longan (Kelengkeng) Sapindaceae +++ Gnetum gnemon (Melinjo) Gnetaceae +++ Casuaria equisetifolia (Cemara) Casuarinaceae + Mangifera indica (Mangga) Anacardiaceae +++ Rosa sp. (Mawar) Rosaceae + Averrhoa carambola (Belimbing) Oxalidaceae + Opuntia vulgaris (Kaktus) Cactaceae + Adenium obesum (Kamboja Jepang) Apocynaceae Allium fistulotum (Bawang Daun) Liliaceae ++ 3 Tegalan Gnetum gnemon (Melinjo) Gnetaceae ++ Dimocarpus longan (Kelengkeng) Sapindaceae +++ Spondias dulcis (Kedondong) Anarcadiaceae + Colocasia giganteum (Talas) Araceae ++++ Manihot esculenta (Singkong) Euphorbiaceae ++ Tectona grandis (Jati) Verbenaceae +++ Durio zibethinus (Durian) Bombacaceae ++ Curcuma longa (Kunyit) Zingiberaceae ++ Zingiber officinale (Jahe) Zingiberaceae ++ Kaempferia galanga (Kencur) Zingiberaceae + 4 Perkebunan Zea mays (Jagung) Poaceae +++ Manihot esculenta (Singkong) Euphorbiaceae +++ Coffea arabica (Kopi) Rubiaceae

9 5 Hutan Tectona grandis (Jati) Verbenaceae ++++ Durio ziethinus (Durian) Bombacaceae +++ Dimocarpus longan (Kelengkeng) Sapindaceae ++ Gnetum gnemon (Melinjo) Gnetaceae ++ Coffea arabica (Kopi) Rubiaceae +++ Paraserianthes falcataria (Sengon) Leguminosae ++++ Cocos nucifera (Kelapa) Araceae +++ Elaeis guineensis (Kelapa Sawit) Araceae ++ Carica papaya (Pepaya) Caricaceae +++ Swietenia mahagoni (Mahoni) Meliaceae ++ Mangifera indica (Mangga) Anarcadiaceae ++ Arenga pinnata (Aren) Arecaceae ++ Persea americana (Apokat) Lauraceae + Artocarpus heterophyllus (Nangka) Moraceae ++ Moringa oleifera (Kelor) Moringaceae + Punica granatum (Delima) Punicaceae + Terdapat 28 jenis tumbuhan dari seluruh tiap jenis penggunaan lahan yaitu lahan sawah, pemukiman, tegalan, perkebunan dan hutan. Inventarisasi bagi lahan pemukiman diambil sebanyak 50% sampel dari 191 rumah yang terletak di Dusun Pundan yaitu sebanyak 96 rumah. Masing-masing lahan memiliki tumbuhan yang mendominansi. Tanaman dominansi pada sawah yaitu padi, diikuti pisang dan talas yang dibiarkan tumbuh di jalan pematang sawah oleh pemilik sawah atau petani. Tanaman dominansi pada lahan pemukiman yaitu kelengkeng, melinjo dan mangga, pada lahan tegalan yaitu talas, kelengkeng dan jati, pada lahan perkebunan yaitu kopi, singkong dan jagung, dan pada lahan hutan yaitu jati, sengon, durian, kopi dan kelapa. Hasil data vegetasi pada lahan hutan diperoleh berdasarkan tingkat ketinggian. Berdasarkan survey, terdapat 4 ketinggian yaitu ketinggian 760 mdpl, 780 mdpl, 800 mdpl dan 820 mdpl. Lahan hutan di Desa Kebondowo terdapat pada Dusun Jrakah yang memiliki ketinggian mdpl dengan luas areal hutan sebanyak 3 Ha, sehingga pengambilan sampel sebanyak 100%. Data vegetasi pada lahan hutan ditampilkan oleh Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6. 13

10 Tabel 3. Analisis vegetasi pada lahan hutan pada ketinggian 760 mdpl. Jenis Tumbuhan Jumlah K Kr F Fr D Dr NP Jati (Tectona grandis) Durian (Durio zibethinus) Sengon (Paraserianthes falcatarina) Mahoni (Swietenia mahogani) Nangka (Artocarpus heterophyllus) Kelapa (Elaeis gueeninsis) Pepaya (Carica papaya) Aren (Arenga pinnata) Mangga (Mangifera indica) Alpukat (Persea americana) Melinjo (Gnetum gnemon) Sumber: Data primer Th Ket: K:Kerapatan, KR: Kerapatan relatif, F: Frekuensi, FR: Frekuensi relatif, D: Dominansi, DR: Dominansi relatif, INP: Indeks Nilai Penting. Pada ketinggian 760 mdpl dengan luas lahan m 2 (27 plot), terdapat 11 jenis tumbuhan atau vegetasi yang terdiri atas jati, durian, sengon, mahoni, nangka, kelapa, pepaya, aren, mangga, alpukat, dan melinjo. 14

11 Tabel 4. Analisis vegetasi pada lahan hutan pada ketinggian 780 mdpl. Jenis Tumbuhan Jumlah K Kr F Fr D Dr NP Jati (Tectona grandis) Durian (Durio zibethinus) Sengon (Paraserianthes falcatarina) Mahoni (Swietenia mahogani) Nangka (Artocarpus heterophyllus) Kelapa (Elaeis gueeninsis) Pepaya (Carica papaya) Aren (Arenga pinnata) Alpukat (Persea americana) Melinjo (Gnetum gnemon) Sumber: Data primer Th Pada ketinggian 780 mdpl dengan luas lahan 6400 m 2 (16 plot), terdapat 10 jenis tumbuhan atau vegetasi yang terdiri atas jati, durian, sengon, mahoni, nangka, kelapa, pepaya, aren, alpukat dan melinjo. Tabel 5. Analisis vegetasi pada lahan hutan pada ketinggian 800 mdpl. Jenis Tumbuhan Jumlah K Kr F Fr D Dr NP Jati (Tectona grandis) Sengon (Paraserianthes falcatarina) Mahoni (Swietenia mahogani) Kelapa (Elaeis gueeninsis) Pepaya (Carica papaya) Alpukat (Persea americana) Melinjo (Gnetum gnemon) Kopi (Coffea arabica) Sumber: Data primer Th Pada ketinggian 800 mdpl dengan luas lahan 7200 m 2 (18 plot), terdapat 8 jenis tumbuhan atau vegetasi yang terdiri atas jati, sengon, mahoni, kelapa, pepaya, alpukat, melinjo dan kopi. 15

12 Tabel 6. Analisis vegetasi pada lahan hutan pada ketinggian 820 mdpl. Jenis Tumbuhan Jumlah K Kr F Fr D Dr NP Jati (Tectona grandis) Durian (Durio zibethinus) Mahoni (Swietenia mahogani) Sengon (Paraserianthes falcatarina) Melinjo (Gnetum gnemon) Kopi (Coffea arabica) Sumber: Data primer Th Pada ketinggian 820 mdpl dengan luas lahan 5600 m 2 (14 plot), terdapat 8 jenis tumbuhan atau vegetasi yang terdiri atas jati, sengon, mahoni, durian, melinjo dan kopi. Perhitungan indeks Shannon-Wienner pada lahan hutan menunjukkan angka yang hampir sama yaitu tingkat rendah. Tabel 7. Indeks Shannon-Wienner pada lahan hutan di berbagai ketinggian Ketinggian Indeks Shannon-Wienner 760 mdpl mdpl mdpl mdpl 1.39 Tumbuhan dominansi pada lahan hutan yaitu sengon, mahoni dan jati. Dominansi lahan oleh 3 jenis tumbuhan tersebut berkenaan dengan sejarah atau histori dari regulasi pemerintah pada jaman orde lama yang menetapkan Desa Kebondowo sebagai penghasil produksi kayu keras untuk kebutuhan pembangunan. Berdasarkan hasil observasi lapang mengenai kondisi hutan sebagai daerah konservasi dan penyerapan air, kondisi hutan sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan karena adanya penebangan pohon usia dibawah 10 tahun (Gambar 2) dan pohon tingkat pancang atau pohon muda bahkan pohon tingkat tiang (Gambar 3), serta penambangan batu andesit tiap tahunnya (Gambar 4). Ini menyebabkan kerapatan vegetasi menjadi remah dan tanah yang terbongkar menjadi mudah 16

13 untuk terbawa aliran air, terlebih pada musim hujan dengan kemiringan lahan yang curam. Gambar 2. Hasil pemotongan kayu usia dibawah 10 tahun Pemotongan pohon di lahan hutan dilakukan oleh warga yang dimanfaatkan menjadi kayu bakar untuk kebutuhan memasak atau dijual bagi warga yang berprofesi sebagai pedagang kayu atau buruh bangunan. Pemotongan kayu ini dilakukan hampir setip hari. Gambar 3. Pemotongan pohon usia pancang usia tiang 17

14 Pemotongan pohon juga dilakukan pada pohon usia muda atau permudaan pohon dengan usia pancang tiang. Kayu ini biasanya digunakan sebagai kayu bakar untuk kebutuhan memasak. Gambar 4. Penambangan batu andesit Kondisi hutan semakin rusak dengan adanya penambangan batu andesit yang dilakukan warga secara ilegal untuk diperjualbelikan. Penambangan batu andesit termasuk pada penambangan galian C yang dilarang di Desa Kebondowo yang termasuk kawasan konservasi. Penambangan ini menyebabkan tanah terbongkar secara luas dan dalam, ditambah bongkaran tanah dibiarkan begitu saja dan tidak adanya pengembalian tutupan tanah setelah penggalian yang menyebabkan struktur tanah menjadi remah dan mudah terbawa aliran air. 18

15 Monografi Desa Kebondowo Kependudukan Data yang didapatkan mengenai jumlah penduduk pada tahun 2003 yaitu sebanyak jiwa, tahun 2008 yaitu sebanyak jiwa dan tahun 2012 pada bulan Maret yaitu jiwa yang dapat dilihat pada Grafik 3. Jumlah Penduduk (jiwa) 9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1, ,780 6,310 6, Tahun Gambar 5. Jumlah Penduduk Desa Kebondowo tahun 2003, 2008 dan 2012 Sumber: BPS Kabupaten Semarang. Berdasarkan data populasi Desa Kebondowo tahun 2003, 2008 dan 2012, menunjukkan bahwa peningkatan populasi berbanding lurus dengan satuan waktu (tahun). Peningkatan populasi dari tahun sebanyak 408 jiwa atau sebesar 6,45%, sedangkan peningkatan populasi dari tahun sebanyak 1062 jiwa atau sebesar 15,8%. 19

16 Pekerjaan Data yang didapat mengenai jumlah penduduk menurut mata pencaharian pada tahun 2003, 2008 dan 2012 dapat dilihat pada Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar % 30.9% 4.0% 4.4% 0.2% 8.9% 11.8% 35.4% PNS ABRI Wiraswasta/Pedagang Tani Pertukangan Pensiunan Nelayan Jasa Gambar 6. Persentase Pekerjaan Tahun Jenis pekerjaan pada tahun 2003 terdapat 8 jenis pekerjaan dengan persentase PNS 8.9%, ABRI 0.2%, wairaswasta 11.8%, tani 35.4%, pertukangan 4.4%, pensiunan 4%, nelayan 4.4% dan jasa 30.9%. 6.69% 11.46% 9.30% 6.18% 14.46% 29.75% Ibu rumah tangga Buruh Tani Petani Pedagang/Wiraswasta Karyawan Swasta TNI/Polri Gambar 7. Persentase Pekerjaan Tahun

17 Jenis pekerjaan pada tahun 2008 terdapat 6 jenis pekerjaan dengan persentase ibu rumah tangga 29.75%, buruh tani 14.46%, petani 6.18%, wiraswasta/pedagang 9.3%, karyawan swasta 11.46% dan TNI/Polri 6.69%. 2.83% 6.41% 7.16% Karyawan 19.38% Wiraswasta 22.93% 16.76% Petani Pertukangan Buruh Tani Pensiunan 2.14% 22.40% Nelayan Jasa Gambar 8. Persentase Pekerjaan Th Pekerjaan pada tahun 2012, bulan Maret sesuai dengan data sekunder terbaru dari data kelurahan, terdapat 8 jenis pekerjaan yaitu karyawan dengan persentase 19.38%, wiraswasta 16.76%, petani 22.4%, pertukangan 2.14%, buruh tani 22.93%, pensiunan 6.41%, nelayan 2.83% dan jasa 7.16%. 21

18 Pendidikan Berdasarkan data monografi tingkat pendidikan penduduk Desa Kebondowo dari tahun 2003, 2008 dan tahun 2012 rata-rata pendidikan terakhir yang ditempuh adalah tingkat Sekolah Dasar (SD). 4% 27% 13% 56% SD SMP SMA S1 Gambar 9. Persentase Pendidikan Th % 15% 5% 45% SD SMP SMA S1 Gambar 10. Persentase Pendidikan Th % 29% 17% 51% SD SMP SMA S1 Gambar 11. Persentase Pendidikan Th

19 Pembahasan Tata guna lahan dan vegetasi Berdasarkan hasil data yang didapatkan mengenai tata guna lahan, pemanfaatan lahan terdiri atas 6 jenis lahan yaitu lahan sawah, pemukiman, tegalan, hutan, perkebunan dan kelompok lain-lain meliputi jalan raya, jalan perkampungan, sungai, daerah pasang surut, dan lahan atau bangunan kosong. Tabel 1 menunjukkan terjadi perubahan luasan tanah tiap tahunnya untuk 3 jenis lahan, yaitu pemukiman, tegalan dan perkebunan. Luas lahan sawah tdak mengalami perubahan disebabkan karena lahan pada ketinggian paling rendah dan teririgasi oleh Danau Rawa Pening di Desa Kebondowo yaitu 470 mdpl sudah maksimal terpakai sehingga tidak mengalami perluasan lahan. Selain lahan sawah, lahan hutan tidak mengalami perubahan. Hal ini disebabkan karena aturan Dinas untuk menjaga luas lahan hutan sebagai daerah resapan air. Luas jenis lahan pemukiman mengalami kenaikan luas lahan sebesar ha atau 11.72% dari tahun dan kenaikan luas lahan 40.5 ha atau 33.86% dari tahun Kenaikan luas lahan ini berkaitan dan sesuai dengan data pertambahan jumlah populasi yang semakin meningkat (Grafik 2). Peningkatan jumlah populasi pada tahun sebanyak 1062 jiwa atau sebesar 15.8% yang signifikan dibanding tahun 2003 yang menyebabkan bertambahnya luasan lahan pemukiman yang tinggi yaitu sebesar 33.86%. Lahan tegalan juga mengalami perubahan luasan lahan dari tahun yaitu sebesar 0,15 ha, sedangkan terjadi perubahan luas lahan sebesar 32,2 ha. Perubahan lahan tegalan berdasarkan wawancara dengan Sekretaris Desa Kebondowo dan penduduk sekitar, disebabkan oleh warga yang mengubah area atau lahan kosong menjadi tegalan untuk ditanami oleh tanaman atau sayuran kebutuhan pangan seperti kunyit, jahe, melinjo serta tanaman umbiumbian seperti singkong. Selain pemukiman dan tegalan, lahan perkebunan juga mengalami kenaikan luas dari tahun yaitu 3 ha, sedangkan dari sebesar 9,1 ha. Kenaikan luas lahan menjadi perkebunan, berdasarkan wawancara dengan Sekretaris Desa Kebondowo, disebabkan oleh faktor ekonomi yang berkaitan dengan sumber penghasilan atau tambahan penghasilan. Perkebunan ini ditanami singkong, jagung dan kopi yang dapat dijual di pasar bagi mereka yang memiliki pekerjaan sebagai pedagang. Hasil data mengenai vegetasi di Desa Kebondowo menunjukkan bahwa terdapat 28 jenis tumbuhan di semua jenis penggunaan lahan. Tumbuhan yang mendominasi di Desa Kebondowo yaitu padi yang disebabkan oleh aturan 23

20 pemerintah bahwa Desa Kebondowo merupakan daerah swasembada pangan yang memprioritaskan produksi pangan beras, pisang, talas, kelengkeng, melinjo, mangga, talas, kelengkeng yang ditemukan banyak di daerah pemukiman, kemudian jati, sengon, dan mahoni pada lahan hutan. Hal ini disebabkan karena pada masa orde lama, Desa Kebondowo ditetapkan sebagai desa produsen kayu hutan, sehingga penanaman jati, sengon dan mahoni merupakan tumbuhan yang dominan di lahan hutan. Keadaan lahan hutan, walau tidak mengalami penurunan luasan lahan, di Desa Kebondowo yang berada di Dusun Jrakah sebagai daerah resapan air tergolong mengkhawatirkan seperti yang ditunjukkan pada hasil analisis vegetasi yang dihitung dengan indeks keragaman Shannon-Wienner dan hasil observasi lapang. Indeks keragaman Shannon-Wienner pada masing-masing ketingian lahan hutan 760 mdpl, 780 mdpl, 800 mdpl da 820 mdpl yaitu 1,8, 2,04, 1,5 dan 1, 39. Kondisi hutan diperparah dengan adanya pemotongan pohon untuk kebutuhan ekonomi penduduk, baik karena berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari dan terkait pekerjaan. Pemotongan pohon dilakukan oleh warga setiap hari dengan usia pohon kurang dari 10 tahun sesuai anjuran pemerintah dan permudaan pohon yaitu pohon usia tiang hingga pancang. Hal ini menyebabkan kuantitas dan kerapatan vegetasi pada hutan terus berkurang, diperparah pemotongan pohon usia pancang dan tiang yang semakin lambat atau terhambat untuk meregenerasi tegakan atau vegetasi pada hutan. Selain pemotongan pohon, pada lahan hutan Desa Kebondowo juga mengalami penambangan batu andesit yang di kelompokkan pada penambangan galian C, yang sebenarnya secara tegas diatur oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang untuk tidak melakukan penambangan tersebut berkenaan dengan fungsi kawasan Banyubiru sebagai daerah konservasi dan daerah penyerapan air. Penambangan ini dilakukan secara ilegal oleh warga untuk diperjualbelikan sebagai bahan bangunan atau fondasi rumah. Akibat dari penambangan ini, tanah yang semula memiliki struktur yang kokoh menjadi terbongkar dan remah, sehingga dapat dengan mudah terbawa aliran air, apalagi pada musim hujan. Penambangan batu andesit ini juga memiliki implikasi pada pemotongan atau pembongkaran tumbuhan yang tumbuh di atas lahan. Kajian Masalah Perubahan lahan yang besar pada lahan pemukiman, perkebunan dan tegalan kemungkinan besar diduga karena populasi penduduk yang semakin bertambah. Populasi yang semakin meningkat tentu akan mendesak lahan pemukiman semakin melebar untuk kebutuhan tempat tinggal. Sedangkan lahan 24

21 perkebunan dan tegalan yang semakin bertambah luas disebabkan karena faktor ekonomi penduduk Desa Kebondowo untuk menanam tumbuhan pangan seperti singkong dan jagung sebagai pangan alternatif dan diversifikasi bahan dagangan di pasar. Lahan hutan sebagai daerah konservasi yang berfungsi sebagai daerah resapan air memiliki kondisi yang mengkhawatirkan. Penebangan hutan tanpa tebang pilih tanam dan penambangan batu andesit disebabkan oleh beberapa faktor yaitu terkait dengan kurangnya kesadaran penduduk, dan regulasi atau aturan pemerintahan dan faktor ekonomi. Kurangnya kesadaran penduduk terkait dengan pendidikan terakhir yang rata-rata adalah lulusan SD. Penduduk kurang dengan adanya edukasi mengenai pentingnya menjaga fungsi ekologi agar tetap lestari dan memberikan kebutuhan yang dibutuhkan oleh manusia. Kurangnya peran Dinas atau Instansi pemerintah juga menmbawa andil dari kondisi pendidikan penduduk dengan kurangnya penyuluhan atau edukasi tentang pelestarian ekologi. Lemahnya regulasi atau aturan pemerintah juga menjadi faktor tersendiri. Penebangan hutan tidak memiliki aturan jelas, serta tidak adanya pengawasan ketat dan pemberlakukan sanksi atas kesalahan seperti yang terjadi pada penambangan galian C batu andesit. Analisis Dampak Kondisi hutan sebagai daerah resapan air di Desa Kebondowo sebagai bagian dalam mempertahankan keberlangsungan fungsi Danau Rawa Pening tergolong mengkhawatirkan mengingat penebangan pohon yang terus menerus dan penambangan batu andesit yang berkontribusi pada sedimentasi Danau Rawa Pening. Penebangan pohon secara terus menerus dan penebangan dilakukan tanpa melihat usia pohon memiliki dampak jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak jangka pendek, hutan akan terus kehilangan kuantitas tegakan dan mengalami penurunan luasan areal lahan tanpa adanya regenerasi dari permudaan pohon karena pohon usia muda juga ditebangi untuk keperluan konsumsi dan kayu bakar. Sedangkan, dampak jangka panjang, hutan akan memeliki kerapatan yang rendah, bahkan memiliki indeks keragaman jenis yang bepindah dari kategori sedang menjadi rendah dalam jangka waktu 5-10 tahun kedepan. Akibatnya, banyak masalah lingkungan akan terjadi, seperti longsor dan erosi, laju sedimentasi yang tinggi karena materi tanah terbawa aliran air dan sungai, simpanan air tanah berkurang, sehingga bukan tidak mungkin lagi beberapa mata air di Desa Kebondowo memiliki debit yang semakin menurun 25

22 bahkan mati/hilang. Padahal, berdasarkan wawancara, mata air digunakan warga sebagai sumber air tawar, mandi dan mencuci. Penambanagan galian C batu andesit juga memiliki dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Apalabila penambangan terus dilakukan, tanah akan terus-menerus terbongkar dan semakin mempercepat berkurangnya kuantitas tegakan, sedangkan dampak jangka panjangnya adalah tutupan tanah akan terkikis terus menerus akibatnya tanah akan kehilangan kemampuannya untuk menyerap air. Penanggulangan Masalah Masalah yang dialami lahan hutan Desa Kebondowo yang memiliki fungsi vital bagi ekologi dan keberlangsungan Danau Rawa Pening agar tetap lestari yaitu terkait penebangan pohon tanpa tebang pilih tanam dan penambangan batu andesit galian C. Penanggulangan atau solusi bagi lahan kritis apalagi lahan hutan konservasi sebagai daerah resapan air memerlukan perhatian dan tindakan multisektor, baik lingkungan (ekologis), ekonomi, sosial dan stakeholders. Dalam pengelolaan adaptif yang berkonsep pada pembangunan berkelanjutan, terdapat beberapa metode untuk mengurangi keadaan tersebut yakni dengan dilakukannya edukasi pada masyarakat secara menyeluruh dan terus menerus, menjalin kerja sama dengan LSM-LSM terkait lingkungan hidup untuk semakin membuka wawasan warga, peningkatan kinerja Dinas atau Instansi terkait untuk mengawasi kondisi lapangan dan mengatur kembali perundang-undangan atau aturan, dan melakukan monitoring pada kondisi lahan secara berkala. Penanggulangan secara ekologis yaitu dengan adanya program konservasi pada laha kritis seperti penanaman bibit tumbuhan produksi (sengon, jati dan mahoni) secara berkala. Namun, tidak hanya penanaman yang dilakukan, monitoring dan perawatan pada bibit juga harus dilakukan untuk memastikan bahwa bibit dapat hidup. Penanggulangan ekologis berdasarkan prinsip ekonomis juga dapat melibakan metode remediasi lahan, yaitu metode penghijauan lahan kritis dengan mengganti tumbuhan semak dengan tumbuhanyang memiliki nilai ekonomis seperti cabai, tomat, terong dan tmun dengan tetap memperhatikan keberadaan pohon utama untuk fungsi resapan. 26

23 Kesimpulan Penggunaan lahan di Desa Kebondowo terdiri atas lahan sawah, pemukiman, tegalan, hutan perkebunan dan kategori lain-lain (lahan kosong, jalan raya, jalan kampung, sungai). Perubahan lajan terjadi pada lahan pemukiman, tegalan dan perkebunan. Perubahan lahan areal pemukiman dari tahun 2003 ke tahun 2008 naik menjadi 12,76 ha atau sebesar 11.72%, dan pada tahun naik menjadi 40,5 ha atau sebesar 33.86%. Perubahan lahan areal tegalan dari tahun yaitu sebesar 0,15 ha, sedangkan terjadi perubahan luas lahan sebesar 32,2 ha. Perubahan luas lahan areal perkebunan dari tahun yaitu 3 ha, sedangkan dari sebesar 9,1 ha. Kondisi vegetasi pada lahan hutan menunjukkan nilai indeks keragaman yang rendah yaitu 1,8, 2,04, 1,5 dan 1,39. 27

24 Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Pembimbing Drs. Sucahyo, M.Sc. yang dengan sangat sabar membimbing penulis dalam melakukan penelitian dan tahap penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada orang tua Drs. Sunandoro dan Ruslinda, serta keluarga Bethlehem N. D. A dan T. Fitri Ratna Cempaka. 28

25 Daftar Pustaka Anonim 1. Balitbang Provinsi Jateng Penelitian Karakteristik Danau Rawa Pening. Anonim 2. Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang Kecamatan Banyubiru dalam Angka. Anonim 2. Profil Desa Kebondowo. 2003, 2008 dan Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang. Aswandi., Harahap, R. M. S Kajian Sistem Silvikultur dan Pertumbuhan Hutan Bekas Tebangan pada Bergbagai Tipe Hutan di Sumatera Bagian Utara. Dalam: Prosiding Seminar Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September Brower, J. E., Zar, J. H Field and Laboratory Methods for General Ecology. WM. J. Brown Company Publishing. Iowa. Kusmana, C., Istomo, Wilarso, S., Dahlan, E. N., Onrizal Upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Kualitas Lingkungan. Dalam: Seminar Nasional Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan. Jakarta, 4 Juni Michael. Metode ekologi untuk penelitian lapangan dan laboratorium Jakarta: UI Press. Mitchell, B., Setiawan, B., Rahmi, D. H Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan. Edisi ke 3. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sittadewi, E. H Pengaruh Kondisi Ekosistem Darat Koridor Sungai Terhadap Rawa Pening. Teknik Lingkungan 4: Sutarwi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air Danau dan Peran Kelembagaan Informal. Program Pascasarjana Studi Pembangunan. Salatiga. Syafiuddin Analisis Vegetasi di Gunung Enarotali. Skripsi.( 20.pdf. 29

Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1)

Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1) Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1) Kelas kesesuaian (2) Kemiri (Aleuriteus Moluccana WILLD) (3) Durian (Durio zibethinus MURR) (4) Tanaman

Lebih terperinci

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN.

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN. MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN Dosen pada Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran dan Keragaman Jenis Tanaman Pada lokasi gunung parakasak, tidak dilakukan pembuatan plot vegetasi dan hanya dilakukan kegiatan eksplorasi. Terdapat

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman 41 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Komposisi Jenis Tanaman Agroforestri Komposisi tanaman yang menjadi penyusun kebun campuran ini terdiri dari tanaman pertanian (padi, kakao, kopi, cengkeh), tanaman kayu,

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola tanam agroforestri yang diterapkan petani di Desa Pesawaran Indah terdapat pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut Indra, dkk (2006)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI EKOSISTEM DARAT KORIDOR SUNGAI TERHADAP DANAU RAWA PENING

PENGARUH KONDISI EKOSISTEM DARAT KORIDOR SUNGAI TERHADAP DANAU RAWA PENING JRL Vol. 4 No.2 Hal 81-86 Jakarta, Mei 2008 ISSN : 2085-3866 PENGARUH KONDISI EKOSISTEM DARAT KORIDOR SUNGAI TERHADAP DANAU RAWA PENING E. Hanggari Sittadewi Peneliti Madya Pada Pusat Teknologi Lahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN Oleh Yudo Asmoro, 0606071922 Abstrak Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat pengaruh fisik dan sosial dalam mempengaruhi suatu daerah aliran sungai.

Lebih terperinci

Daerah Aliran Atas: Pohon: -Pinus (Pinus mercusii) Semak: -Pakis (Davillia denticula) -Kirinyu (Cromolaena odorata) -Pokak

Daerah Aliran Atas: Pohon: -Pinus (Pinus mercusii) Semak: -Pakis (Davillia denticula) -Kirinyu (Cromolaena odorata) -Pokak Daerah Aliran Atas: Desa Sumber Wuluh, Kecamatan Candipuro: Vegetasi tepi sungai berupa semak campuran pepohonan yang tumbuh di atas tebing curam (20 m). Agak jauh dari sungai terdapat hutan Pinus (Perhutani);

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN berikut : FAO dalam Arsyad (2012:206) mengemukakan pengertian lahan sebagai Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 32 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Desa Sumberejo terletak di Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis, terletak pada 7 32 8 15

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE JAKARTA, MEI 2005 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove

Lebih terperinci

V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU

V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU 70 5.1 Kebergantungan Masyarakat terhadap Danau Rawa Pening Danau Rawa Pening memiliki peran penting dalam menciptakan keseimbangan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Parakasak Kondisi tutupan lahan Gunung Parakasak didominasi oleh kebun campuran. Selain kebun campuran juga terdapat sawah dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografi dan Iklim Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus dan

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA POLINDO CIPTA 1. M. Sugihono Hanggito, S.Hut. 2. Miftah Ayatussurur, S.Hut. PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI GUNUNG ASEUPAN Dalam Rangka Konservasi Dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT. DUTA

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT KEANEKARAGAMAN JENIS VEGETASI PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT Diversity of Type Vegetation at The Mount Ambawang Forest Protected Areas, District

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT Diversity of Species Meranti (Shore spp) In Protected Forest Area Ambawang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TUNTANG, PROPINSI JAWA TENGAH Oleh : Sri Harjanti W, 0606071834 PENDAHULUAN Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan wilayah tata air dan ekosistem yang di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang mampu dan dapat diperbaharui. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang besar peranannya dalam berbagai aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tutupan Lahan dan Vegetasi Terdapat 6 jenis tutupan lahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang ada dalam Tabel 4. Arsyad (2010) mengelompokkan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

tersebut hanya ¼ dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta ha dengan populasi 61 juta orang.

tersebut hanya ¼ dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta ha dengan populasi 61 juta orang. ELABORASI Letak geografis yang strategis menunjukkan betapa kaya Indonesia akan sumber daya alam dengan segala flora, fauna dan potensi hidrografis dan deposit sumber alamnya yang melimpah. Sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU (The Diversity of Bamboo (Bambusodae) In Riam Odong Waterfall Forest

Lebih terperinci

KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti

KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti Kelompok Tani Hutan (KTH) Rimba Mas berada di Desa Gerbo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan. Untuk mencapai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna (Syarifuddin, 2011). Menurut

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam Kabupaten Pandegalang dan Serang Propinsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administrasi menjadi wilayah bagian dari Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,

Lebih terperinci

Yusanto Nugroho Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

Yusanto Nugroho Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat 1 Pengaruh Sifat Fisik Tanah Terhadap Persebaran Perakaran Tanaman Sengon Laut (Praserianthes falcataria (L) Nielson Di Hutan Rakyat Kabupaten Tanah Laut Yusanto Nugroho Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1) A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Cisangkuy merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang terletak di Kabupaten Bandung, Sub DAS ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara. keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Hutan adalah suatu lapangan pertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya, dan ditetapkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembanguan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri, arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Sistem ini telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sosial (social development); pembangunan yang berwawasan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sosial (social development); pembangunan yang berwawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terkenal dengan potensi sumber daya alamnya yang melimpah. Namun, sering ditemukan pemanfaatan sumber daya alam oleh pelaku pembangunan yang hanya berorientasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

AGROFORESTRI KOMPLEKS DI BANTAENG SULAWESI SELATAN : PENTINGNYA PERAN PETANI SEBAGAI AGEN PENYANGGA KEANEKARAGAMAN HAYATI TUMBUHAN

AGROFORESTRI KOMPLEKS DI BANTAENG SULAWESI SELATAN : PENTINGNYA PERAN PETANI SEBAGAI AGEN PENYANGGA KEANEKARAGAMAN HAYATI TUMBUHAN AGROFORESTRI KOMPLEKS DI BANTAENG SULAWESI SELATAN : PENTINGNYA PERAN PETANI SEBAGAI AGEN PENYANGGA KEANEKARAGAMAN HAYATI TUMBUHAN Dienda C.P. Hendrawan, Degi Harja, Subekti Rahayu, Betha Lusiana, Sonya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai.

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Desa Sendayan, Desa Naga Beralih, dan Desa Muara Jalai. 36 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 1.1. Keadaan Geografis 4.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Desa Sungai Jalau merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Kampar Utara, Kecamatan Kampar

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Kondisi Geofisik 1. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan sumberdaya alam terutama air dan tanah oleh masyarakat kian hari kian meningkat sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Kebutuhan tersebut

Lebih terperinci

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 4 praktek perambahan masyarakat lokal melalui aktivitas pertanian atau perladangan berpindah dan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan karakteristik usaha kehutanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya (UU RI No.41

Lebih terperinci

SKRIPSI. Pemetaan Flora dan Pola Pemanfaatan Lahan Pertanian di. Sekitar Daerah Gua Ngguwo Gunungkidul Sebagai Daerah. Ekowisata

SKRIPSI. Pemetaan Flora dan Pola Pemanfaatan Lahan Pertanian di. Sekitar Daerah Gua Ngguwo Gunungkidul Sebagai Daerah. Ekowisata SKRIPSI Pemetaan Flora dan Pola Pemanfaatan Lahan Pertanian di Sekitar Daerah Gua Ngguwo Gunungkidul Sebagai Daerah Ekowisata Disusun oleh: Yohanes De Britto Wicaksono Sugita NPM: 100801136 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan milik masyarakat berangsur-angsur menjadi pemukiman, industri atau usaha kebun berorientasi komersil. Karena nilai ekonomi lahan yang semakin meningkat maka opportunity

Lebih terperinci

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali. B III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada mangrove yang ada

Lebih terperinci

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Oleh : Sri Wilarso Budi R Annex 2. The Training Modules 1 MODULE PELATIHAN RESTORASI, AGROFORESTRY DAN REHABILITASI HUTAN Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang 79 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur 1. Keadaan Umum Pemerintahan Kecamatan Teluk Betung Timur terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung

Lebih terperinci

Dalam kehidupan dan aktivitas rnanusia, Iahan merupakan salah satu. kepentingan dan kegiatan manusia, lahan dirnanfaatkan antara lain untuk pemukiman,

Dalam kehidupan dan aktivitas rnanusia, Iahan merupakan salah satu. kepentingan dan kegiatan manusia, lahan dirnanfaatkan antara lain untuk pemukiman, I. PENDAHULUAN Dalam kehidupan dan aktivitas rnanusia, Iahan merupakan salah satu sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan yang amat penting. Untuk berbagai kepentingan dan kegiatan manusia, lahan

Lebih terperinci

Batas-batas Desa Pasir Jambu adalah sebagai berikut:

Batas-batas Desa Pasir Jambu adalah sebagai berikut: KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Biofisik 4.1.1 Letak dan Aksesibilitas Berdasarkan buku Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Purwakarta (21) Dinas Kehutanan Purwakarta merupakan

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Solehudin, 2015 Kajian Tingkat Bahaya Erosi Permukaandi Sub Daerah Aliran Sungai Cirompang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Solehudin, 2015 Kajian Tingkat Bahaya Erosi Permukaandi Sub Daerah Aliran Sungai Cirompang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jumlah manusia yang menghuni permukaan bumi kian hari kian meningkat, tetapi kondisi tersebut berlaku sebaliknya dengan habitat hidup manusia, yaitu lahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan hidup manusia, berupa sumberdaya hutan, tanah, dan air. Antara manusia dan lingkungan hidupnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kembali ke alam (back to nature), kini menjadi semboyan masyarakat modern. Segala sesuatu yang selaras, seimbang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kembali ke alam (back to nature), kini menjadi semboyan masyarakat modern. Segala sesuatu yang selaras, seimbang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kembali ke alam (back to nature), kini menjadi semboyan masyarakat modern. Segala sesuatu yang selaras, seimbang dan menyejukkan yang diberikan alam dirindukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas

BAB I PENDAHULUAN. Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan adalah bagian dari sumber daya alam yang makin terbatas ketersediaannya. Seperti sumber daya alam lainnya, lahan merupakan salah satu objek pemenuhan

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis 33 KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Lokasi Geografis Daerah penelitian terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kecamatan Imogiri berada di sebelah Tenggara dari Ibukota Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 9 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Kecamatan Megamendung Kondisi Geografis Kecamatan Megamendung Kecamatan Megamendung adalah salah satu organisasi perangkat daerah Kabupaten Bogor yang terletak

Lebih terperinci

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950); PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR : 38 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG GUNUNG CIREMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN Menimbang : a. bahwa Gunung Ciremai sebagai kawasan

Lebih terperinci