PENGARUH KONDISI EKOSISTEM DARAT KORIDOR SUNGAI TERHADAP DANAU RAWA PENING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH KONDISI EKOSISTEM DARAT KORIDOR SUNGAI TERHADAP DANAU RAWA PENING"

Transkripsi

1 JRL Vol. 4 No.2 Hal Jakarta, Mei 2008 ISSN : PENGARUH KONDISI EKOSISTEM DARAT KORIDOR SUNGAI TERHADAP DANAU RAWA PENING E. Hanggari Sittadewi Peneliti Madya Pada Pusat Teknologi Lahan, Wilayah dan Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl MH Thamrin No 8 Jakarta Abstract Environment degradation in Rawa Pening s lake is caused of descend lake s functions for some potentions and activities around the lake. Some problems in the Rawa Pening s lake has emerged i.e : decrease water quality of lake, abundance of water hyacinth growth and increase sediment in the bottom lake. A research about infl uences of land ecosystem on Panjang and Galeh river corridors for Rawa Pening s lake has been done. Two rivers named Galeh and Panjang are the largest water contribution in Rawa Pening s lake. That caused the land characteristic ecosystem of that river corridors gives infl uences in the Rawa Pening s lake. Key words: land ecosystem, river corridor, water contribution, Rawa Pening Lake. 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Rawa Pening adalah danau alam yang terletak di Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah, kurang lebih 40 km kearah selatan kota Semarang yang mempunyai multifungsi yaitu sebagai sumber air irigasi, sumber tenaga listrik, tempat pengembangan perikanan darat dan wisata air. Degradasi lingkungan di Danau Rawa Pening yang telah berlangsung selama kurang lebih 30 tahun menyebabkan terjadinya penurunan fungsi waduk yang diikuti oleh penurunan fungsi dan dayaguna untuk berbagai potensi dan aktivitas di kawasan sekitarnya. Degradasi lingkungan di Danau Rawa Pening sangat dipengaruhi oleh kondisi sungaisungai yang mengalir ke Danau Rawa Pening. Hasil penelitian FT. Undip tahun 2003 menunjukkan adanya penurunan kualitas air Danau Rawa Pening yaitu dengan ditemukannya logam berat pada endapan sedimen di dasar danau (Balitbang Jateng, 2004). Penyebab turunnya kualitas Danau Rawa Pening dapat disebabkan oleh polutan yang datang dari luar danau antara lain dari proses erosi di DAS, atau sisa-sisa pestisida dan pupuk dari lahan pertanian di sekitarnya yang masuk ke Danau Rawa Pening melalui sungai-sungai yang memberikan pasokan air ke danau tersebut. Sungai Galeh dan Sungai Panjang adalah 2 (dua) dari 9 sungai yang memberikan pasokan air ke Danau Rawa Pening dan merupakan sungai dominan yang memiliki luasan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang paling luas dibandingkan dengan sungai lainnya. Ketujuh sungai lainnya yang memberikan pasokan air ke Danau Rawa Pening adalah Sungai Kedungringin, Sungai Ringis, Sungai Sraten, Sungai Parat, Sungai Legi, Sungai Torong, dan Sungai Rengas (Balitbang Jateng, 2003). Pengelolaan DAS dengan pengembangan dan penerapan konsep koridor sungai merupakan salah satu cara untuk mengatasi permasalahan yang ada. Studi identifi kasi ekosistem darat adalah bagian dari upaya pengelolaan sungai terkait dengan 81 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 81-86

2 karakteristik ekosistemnya, keragaman jenis vegetasi dan fauna yang merupakan komponen penting dalam ekosistem sungai. 1.1 Tujuan a. Studi tentang ekosistem darat, jenis vegetasi dan jenis fauna di daerah koridor Sungai Galeh dan Sungai Panjang bagian hulu, tengah dan hilir. b. Analisis pengaruh kondisi ekosistem darat Sungai Galeh dan Sungai Panjang terhadap Danau Rawa Pening. 2. Hasil dan Pembahasan 2.1 Kondisi Lapangan Koridor Sungai Galeh dan Sungai Panjang Pada bagian hulu sungai banyak dijumpai daerah pemukiman dan perkebunan rakyat. Bagian tengah sungai lebih didominasi oleh pemukiman rakyat dan warung-warung serta perkebunan. Sedang pada bagian hilir ditemukan ekosistem persawahan, perkebunan, ladang/ budidaya sayuran serta pemukiman (Sittadewi dkk, 2006). Secara lebih detail, hasil kajian karakterisasi ekosistem darat tersebut adalah sebagai berikut : a. Karakteristik Ekosistem Darat Sungai Galeh di Bagian Hilir, Tengah dan Hulu Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sittadewi dkk (2006), di jembatan Ambarawa - Banyubiru dan sekitarnya, pada koordinat: 07 o 17 Dari hasil penelitian karakteristik ekosistem darat Sungai Galeh dan Panjang, secara umum ditunjukkan bahwa 3 koridor sungai Galeh (hulu, tengah dan hilir) ditemukan beberapa karakteristik ekosistem. Bagian hulu dan tengah didominasi oleh ekosistem hutan rakyat dan perkebunan rakyat serta daerah pemukiman. Bagian hilir banyak dijumpai persawahan dan perkebunan rakyat. Sedangkan di ke-3 lokasi daerah koridor Sungai Panjang (hulu, tengah dan hilir) terdapat beberapa karakteristik ekosistem. Sungai Galeh Tengah Sungai Galeh Hilir Sumber : Sittadewi dkk (2006) Sungai Galeh Hulu Gambar 1. Ekosistem Sungai Galeh bagian Hilir, Tengah dan Hulu 82 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 81-86

3 04,1 S ; 110 o 24 17,8 E (daerah hilir sungai), topografi pinggiran sungai landai. Secara umum, kondisi ekosistem di sekitar daerah hilir sungai didominasi oleh persawahan. Sedangkan di bantaran sungai dijumpai vegetasi beberapa jenis tanaman antara lain pohon pisang (Musa,sp), ketela pohon (Manihot esculenta) dan pohon kelapa (Cocos nucifera). Fauna yang dijumpai di sekitar daerah hilir sungai adalah ternak peliharaan antara lain itik dan hewan liar seperti burung, tikus sawah dan ular. Daerah tengah Sungai Galeh di sekitar Bendung Dedor, Desa Jambu, pada koordinat : 07 o 16 54,6 S ; 110 o 21 58,8 E, topografi pinggiran sungai agak curam. Kondisi ekosistem di sekitar sungai Galeh tengah umumnya didominasi oleh pemukiman dan hutan rakyat. Disekitar pemukiman banyak dijumpai pohon nangka (Artocarpus integra), sukun (Artocarpus communis), pisang (Musa,sp), kelapa (Cocos nucifera) dan mangga (Mangifera indica). Di sekitar bantaran sungai dijumpai berbagai jenis pohon antara lain pisang (Musa, sp), nangka (Artocarpus integra), bambu (Bambusa, sp), Mahoni (Swietenia macrophylla), beringin (Ficus benyamina), sengon (Paraserianthes falcata) dan durian (Durio zibethinus). Selain itu banyak dijumpai paku - pakuan (fam. Polypodiaceae), mahkota dewa dan semak belukar. Ekosistem hutan rakyat didominasi oleh tanaman sengon (Paraserianthes falcataria), nangka (Artocarpus integra), pisang (Musa,sp), kelapa (Cocos nucifera). Fauna yang dijumpai di sekitar sungai Galeh tengah adalah ternak peliharaan antara lain ayam, kambing, bebek dan hewan liar seperti burung, dan kodok. Daerah hulu Sungai Galeh, di sekitar Jembatan, Desa Rejosari pada koordinat : 07 o 16 59,4 S ; 110 o 20 14,3 E, topografi pinggiran sungai terjal sedang. Dikatakan bahwa secara umum, kondisi ekosistem di sekitar daerah hulu sungai Galeh terdiri dari beberapa ekosistem yakni ekosistem bantaran sungai, ekosistem pemukiman dan ekosistem hutan rakyat Sungai Panjang Hilir Sumber : Sittadewi dkk (2006) Sungai Panjang Tengah Sungai Panjang Hulu Gambar 2. Ekosistem Sungai Panjang bagian Hilir, Tengah dan Hulu 83 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 81-86

4 Pada ekosistem bantaran sungai dijumpai beberapa jenis vegetasi antara lain padi (Oryza sativa), ubi kayu (Manihot esculenta), kelapa (Cocos nucifera), pisang (Musa,sp), petai (Parkia,sp), sawo (Manilkara kauki ), randu (Ceiba pantandra ) dan semak. Sedangkan pada ekosistem pemukiman banyak dijumpai mangga (Mangifera indica), sawo (Manilkara kauki), kelapa (Cocos nucifera), kelengkeng (Euphoria longana ). Vegetasi yang mendominasi ekosistem hutan rakyat antara lain bambu (Bambusa, sp), kelapa (Cocos nucifera), randu (Ceiba pentandra), mahoni (Swietenia macrophylla), sengon (Paraserianthes falcataria). Fauna yang dijumpai di sekitar daerah hulu sungai adalah ternak peliharaan antara lain ayam dan hewan liar seperti burung, tikus dan ular. C. Karakteristik Ekosistem Darat Sungai Panjang Bagian Hilir, Tengah dan Hulu Untuk karakteristik ekosistem darat sungai Panjang dilaporkan oleh Sittadewi dkk (2006), pada bagian hilir sungai, di sekitar jembatan, desa Panjang Lor pada koordinat : 07 o 15 31,7 S ; 110 o 24 12,4 E memperlihatkan kondisi topografi pinggiran sungai suram. Di sekitar sungai Panjang Tengah didominasi oleh ekosistem pemukiman dan warung sehingga banyak ditemukan limbah kotoran manusia dan sampah di sepanjang sungai. Vegetasi yang banyak dijumpai pada ekosistem perkebunan dan pemukiman di sepanjang sungai adalah mangga (Mangifera indica), jambu (Psidium guajava ), pisang (Musa, sp), pepaya (Carica papaya) pepaya (Carica papaya), jambu (Psidium guajava) dan semak. Fauna yang dijumpai di sekitar daerah hilir sungai adalah ternak peliharaan antara lain itik dan ayam dan hewan liar seperti burung. Untuk bagian tengah sungai, di sekitar jembatan, desa Panjang Lor pada koordinat : 07 o 15 31,7 S ; 110 o 24 12,4 E dilaporkan bahwa kondisi topografi pinggiran sungai suram. Di sekitar sungai Panjang Tengah didominasi oleh ekosistem pemukiman dan warung sehingga banyak ditemukan limbah kotoran manusia dan sampah di sepanjang sungai. Vegetasi yang banyak dijumpai pada ekosistem perkebunan dan pemukiman di sepanjang sungai adalah mangga (Mangifera indica), jambu (Psidium guajava ), pisang (Musa, sp), pepaya (Carica papaya) pepaya (Carica papaya), jambu (Psidium guajava) dan semak. Fauna yang dijumpai di sekitar daerah hilir sungai adalah ternak peliharaan antara lain itik dan ayam dan hewan liar seperti burung. Selanjutnya, karakteristik ekosistem darat Sungai Panjang bagian hulu, di jembatan Desa Ngonto dan sekitarnya, pada koordinat : 07 o 13 34,8 S ; 110 o 20 19,4 E dikatakan bahwa kondisi topografi pinggiran sungai dengan kemiringan terjal. Ekosistem di sekitar daerah hulu sungai Panjang terdiri dari bantaran sungai, pemukiman, pemancingan dan perkebunan dengan vegetasinya masing - masing. Di bantaran sungai dijumpai vegetasi jagung (Zea mays), pisang (Musa,sp), nangka (Artocarpus integra), pepaya (Carica papaya), bambu, (Bambusa, sp), kopi (Coffea, sp). Sedangkan di pemukiman dijumpai vegetasi kelapa (Cocos nucifera), beringin (Ficus benjamina), bambu (Bambusa, sp), alpukat (Persea americana), lengkeng, (Euphoria longana, ) mangga (Mangifera indica), bougenvil (Bougainvillea, sp), mawar (Rosa, sp), dahlia, aster (Aster, sp) Fauna yang dijumpai di sekitar daerah hilir sungai adalah ternak peliharaan antara lain ikan, ayam dan hewan liar seperti burung. 2.2 Pengaruh Ekosistem Darat Sungai Galeh dan Sungai Panjang Terhadap Danau Rawa Pening Degradasi lingkungan di danau Rawa Pening sangat dipengaruhi oleh kondisi sungaisungai yang mengalir ke danau Rawa Pening. Hasil penelitian FT. Undip tahun 2003 menunjukkan adanya penurunan kualitas air danau Rawa Pening yaitu dengan ditemukannya logam berat pada endapan sedimen di dasar danau (Balitbang Jateng, 2004). Penyebab turunnya kualitas danau Rawa Pening dapat disebabkan oleh polutan yang datang dari luar danau antara lain dari proses erosi di DAS, atau sisa-sisa pestisida dan pupuk dari lahan pertanian di sekitarnya yang masuk ke danau Rawa Pening melalui sungai-sungai yang memberikan pasokan air ke danau tersebut. Dalam kaitannya dengan ekologi, sungai mempunyai fungsi vital. Sungai dan bantarannya biasanya merupakan habitat yang sangat kaya 84 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 81-86

5 akan flora dan fauna sekaligus sebagai barometer kondisi ekologi daerah tersebut. Sungai yang masih alamiah dapat berfungsi sebagai aerasi alamiah yang akan meningkatkan atau menjaga kandungan oksigen air sungai (Maryono, 2005). Komponen ekologi sungai adalah vegetasi daerah badan, tebing dan bantaran sungai. Karakteristik vegetasi dalam suatu ekosestem sungai secara langsung akan mempengaruhi jumlah dan keanekaragaman spesies hewan yang ada disekitarnya. Sedangkan banyaknya vegetasi akan berpengaruh pada karakteristik saluran/ sungai. Sistem perakaran di tebing sungai dapat mengikat sedimen dan memperlambat proses erosi (Anonym, 2001). Koridor sungai merupakan habitat bagi satwa liar yang paling banyak dibandingkan habitat lain dan merupakan sumber air utama bagi populasi satwa liar tersebut. Koridor sungai merupakan sumber makanan, air, dan tempat berteduh. Oleh karena itu banyak jenis satwa yang menjadikan koridor sungai sebagai habitatnya, misalnya jenis hewan melata (reptil), ampibi, burung, dan mamalia (Anonym, 2001). Karakteristik ekosistem darat Sungai Galeh dan Sungai Panjang yang termasuk dalam DAS Rawa Pening dapat menggambarkan tingkat dari fungsi ekologis sungai - sungai tersebut. Dari hasil karakterisasi ekosistem darat sungai Galeh dan Sungai Panjang menunjukkan adanya kerusakan yang disebabkan oleh aktivitas manusia antara lain dari limbah pemukiman penduduk, warung - warung, sisa sisa pemupukan dari aktivitas pertanian yang menyebabkan pencemaran sungai sehingga mempengaruhi kualitas Danau Rawa Pening yang merupakan muara dari sungai sungai tersebut. 3. Kesimpulan a. Dari hasil studi koridor Sungai Galeh dan Sungai Panjang secara umum ditemukan beberapa karakteristik ekosistem. Bagian hulu dan tengah Sungai Galeh didominasi oleh ekosistem hutan rakyat dan perkebunan rakyat serta daerah pemukiman sedangkan bagian hilir banyak dijumpai persawahan dan perkebunan rakyat. Pada bagian hulu Sungai Panjang banyak dijumpai daerah pemukiman dan perkebunan rakyat, bagian tengah sungai lebih didominasi oleh pemukiman rakyat dan warung-warung serta perkebunan sedangkan pada bagian hilir ditemukan ekosistem persawahan, perkebunan, ladang/ budidaya sayuran serta pemukiman. b. Jenis vegetasi yang dijumpai pada bantaran sungai Galeh dari hulu ke hilir didominasi oleh tanaman keras seperti nangka (Artocarpus integra MERR), sukun (Artocarpus communis FORST), mangga (Mangifera indica), kelapa (Cocos nucifera), bambu (Bambusa,,sp), mahoni (Swietenia macrophylla), beringin (Ficus benjamina,), sengon (Paraserianthes falcata), durian (Durio zibethinus MURR). Selain itu juga banyak dijumpai tanaman pohon seperti pisang (Musa,sp), tanaman semak yaitu jenis paku2an (fam. Polypodiaceae).bunga-bungaan dan juga tanaman padi (Oryza sativa) serta ketela pohon (Manihot esculenta). Sedangkan jenis vegetasi yang dijumpai pada bantaran sungai Panjang dari hulu ke hilir juga didominasi oleh tanaman keras seperti kelapa (Cocos nucifera), petai (Parkia,sp), sawo (Manilkara kauki DUBARD), kopi (Coffea, sp), randu (Ceiba pantandra GAERTN). waru (Hibiscus tiliaceus L) nangka (Artocarpus integra MERR. Mangga (Mangifera indica), jambu biji (Psidium guajava L). bambu (Bambusa, sp). Selain itu dijumpai juga tanaman pohon seperti pepeya (Carica papaya, L), pisang (Musa sp), dan tanaman perdu seperti, ubi kayu (Manihot esculenta), tomat (Solanum tuberosum).bunga-bungaan dan semak, jagung (Zea mays). c. Ternak peliharaan yang banyak ditemukan di bagian hulu, tengah dan hilir sungai Galeh umumnya terdiri dari ayam, itik dan kambing. Sedangkan di daerah hulu dan tengah sungai Panjang dijumpai ternak peliharaan ikan, ayam dan itik/ bebek dan di daerah Hilir banyak dijumpai kerbau dan itik. d. Kondisi ekosistem darat Sungai Galeh dan Sungai Panjang yang termasuk dalam Daerah Aliran Sungai Rawa Pening berpengaruh terhadap kualitas Danau Rawa Pening yang merupakan muara dari kedua sungai tersebut. 85 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 81-86

6 4. Daftar Pustaka 1. Anonim, Stream Corridor Restoration. Principal Processes and Practices. USDA Natural Resources Conservation Services. 2. Anonim, Kriteria Kesesuaian Tanah Dan Iklim Tanaman Pertanian. Biro Perencanaan Departemen Pertanian. 3. Anonim Penelitian Karakteristik Rawa Pening. Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Jawa Tengah. 4. Anonim Studi Optimalisasi Potensi Di Kawasan Rawa Pening Badan Penelitian dan pengembangan Propinsi Jawa Tengah. 5. Maryono, Eko Hidraulik. Pembangunan Sungai. Ecological Hyddraulics of River Development. Edisi Kedua. Magister Sistem Teknik Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 6. Odum, E.P., Fundamentals of Ecology. Third Edition. W.B. Sounders Company. Philadelphia dan London. 7. Sittadewi, E.H., Karema, J, Meilanie Y dan Susanti, WD : Karakterisasi Ekosistem Darat Koridor Sungai Galeh dan Sungai Panjang (Sub DAS Rawa Pening, Provinsi Jawa Tengah). ALAMI. Journal Air, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi Bencana. Volume 11 Nomor JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 : 81-86

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

Daerah Aliran Atas: Pohon: -Pinus (Pinus mercusii) Semak: -Pakis (Davillia denticula) -Kirinyu (Cromolaena odorata) -Pokak

Daerah Aliran Atas: Pohon: -Pinus (Pinus mercusii) Semak: -Pakis (Davillia denticula) -Kirinyu (Cromolaena odorata) -Pokak Daerah Aliran Atas: Desa Sumber Wuluh, Kecamatan Candipuro: Vegetasi tepi sungai berupa semak campuran pepohonan yang tumbuh di atas tebing curam (20 m). Agak jauh dari sungai terdapat hutan Pinus (Perhutani);

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies burung dunia. Tiga ratus delapan puluh satu spesies di antaranya merupakan endemik Indonesia

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Populasi adalah kelompok kolektif spesies yang sama yang menduduki ruang tertentu dan pada saat tertentu. Populasi mempunyai

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola tanam agroforestri yang diterapkan petani di Desa Pesawaran Indah terdapat pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut Indra, dkk (2006)

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran dan Keragaman Jenis Tanaman Pada lokasi gunung parakasak, tidak dilakukan pembuatan plot vegetasi dan hanya dilakukan kegiatan eksplorasi. Terdapat

Lebih terperinci

Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1)

Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1) Lampiran 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kehutanan Persyaratan penggunaan/ karakteristik lahan (1) Kelas kesesuaian (2) Kemiri (Aleuriteus Moluccana WILLD) (3) Durian (Durio zibethinus MURR) (4) Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,

Lebih terperinci

KONDISI LAHAN PASANG SURUTKAWASAN RAWA PENING DAN POTENSI PEMANFAATANNYA

KONDISI LAHAN PASANG SURUTKAWASAN RAWA PENING DAN POTENSI PEMANFAATANNYA J. Tek. Ling Vol. 9 No. 3 Hal. 294-301 Jakarta, September 2008 ISSN 1441-318X KONDISI LAHAN PASANG SURUTKAWASAN RAWA PENING DAN POTENSI PEMANFAATANNYA Euthalia Hanggari Sittadewi Peneliti di Pusat Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budidaya, masyarakat sekitar danau sering melakukan budidaya perikanan jala

BAB I PENDAHULUAN. budidaya, masyarakat sekitar danau sering melakukan budidaya perikanan jala BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara umum, danau merupakan perairan umum daratan yang memiliki fungsi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. A. Sejarah Taman Agro Satwa Wisata Bumi Kedaton. Keberadaan Taman Agro Satwa dan Wisata Bumi Kedaton Resort di Kota

IV. GAMBARAN UMUM. A. Sejarah Taman Agro Satwa Wisata Bumi Kedaton. Keberadaan Taman Agro Satwa dan Wisata Bumi Kedaton Resort di Kota 24 IV. GAMBARAN UMUM A. Sejarah Taman Agro Satwa Wisata Bumi Kedaton Keberadaan Taman Agro Satwa dan Wisata Bumi Kedaton Resort di Kota Bandar Lampung, merupakan area yang pada awalnya berupa sebidang

Lebih terperinci

FUNGSI STRATEGIS DANAU TONDANO, PERUBAHAN EKOSISTEM DAN MASALAH YANG TERJADI

FUNGSI STRATEGIS DANAU TONDANO, PERUBAHAN EKOSISTEM DAN MASALAH YANG TERJADI J. Tek. Ling. Vol. 9 No. 1 Hal. 59-66 Jakarta, Januari 2008 ISSN 1441-318X FUNGSI STRATEGIS DANAU TONDANO, PERUBAHAN EKOSISTEM DAN MASALAH YANG TERJADI Euthalia Hanggari Sittadewi Peneliti di Pusat Teknologi

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Parakasak Kondisi tutupan lahan Gunung Parakasak didominasi oleh kebun campuran. Selain kebun campuran juga terdapat sawah dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman 41 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Komposisi Jenis Tanaman Agroforestri Komposisi tanaman yang menjadi penyusun kebun campuran ini terdiri dari tanaman pertanian (padi, kakao, kopi, cengkeh), tanaman kayu,

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri, arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Sistem ini telah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografi dan Iklim Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2013) Pringsewu merupakan Kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus dan

Lebih terperinci

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN.

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN. MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN Dosen pada Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

V. HASIL 5.1 Hasil Survey Perubahan Perilaku

V. HASIL 5.1 Hasil Survey Perubahan Perilaku V. HASIL 5.1 Hasil Survey Perubahan Perilaku Analisa tentang perubahan perilaku dilakukan dengan membandingkan hasil survey setelah kegiatan kampanye pride dengan hasil survey sebelum melakukan kampanye.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai 4 TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan Lanskap Menurut Simond (1983), proses perencanaan adalah suatu alat yang sistematis yang menentukan awal, keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah 35.376,50 km 2 yang terdiri dari areal pemukiman, areal pertanian, perkebunan dan areal hutan yang

Lebih terperinci

INVENTARISASI KEGIATAN PERTANIAN DI KABUPATEN KUTAI BARAT

INVENTARISASI KEGIATAN PERTANIAN DI KABUPATEN KUTAI BARAT Jurnal AGRIFOR Volume XIV Nomor 2, Oktober 2015 ISSN : 1412 6885 INVENTARISASI KEGIATAN PERTANIAN DI KABUPATEN KUTAI BARAT Karmini 1 1 Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman. Jalan

Lebih terperinci

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP 1. Dr. Yaya Rayadin 2. Adi Nugraha, SP.

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP 1. Dr. Yaya Rayadin 2. Adi Nugraha, SP. PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PARAKASAK Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Kerusakan Sumberdaya Alam Propinsi Banten PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP

Lebih terperinci

II. B. KETERANGAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN

II. B. KETERANGAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN ST01-L BADAN PUSAT STATISTIK REPUBLIK INDONESIA SENSUS PERTANIAN 01 PENCACAHAN LENGKAP RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN RAHASIA I. KETERANGAN UMUM RUMAH TANGGA 101. Provinsi Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel. No.

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung

Lebih terperinci

LAPORAN PENGAMATAN EKOLOGI TUMBUHAN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

LAPORAN PENGAMATAN EKOLOGI TUMBUHAN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN LAPORAN PENGAMATAN EKOLOGI TUMBUHAN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Oleh: Abdullah Deny Fakhriza Ferdi Ikhfazanoor M. Syamsudin Noor Nor Arifah Fitriana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Salak merupakan salah satu ekosistem pegunungan tropis di Jawa Barat dengan kisaran ketinggian antara 400 m dpl sampai 2210 m dpl. Menurut (Van Steenis, 1972) kisaran

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

PENENTUAN JENIS VEGETASI LOKAL UNTUK PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI SIAK DENGAN DESAIN EKO - ENGINEERING TANPA TURAP

PENENTUAN JENIS VEGETASI LOKAL UNTUK PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI SIAK DENGAN DESAIN EKO - ENGINEERING TANPA TURAP J. Tek. Ling Vol.11 No.2 Hal. 189-195 Jakarta, Mei 2010 ISSN 1441-318X PENENTUAN JENIS VEGETASI LOKAL UNTUK PERLINDUNGAN TEBING SUNGAI SIAK DENGAN DESAIN EKO - ENGINEERING TANPA TURAP Euthalia Hanggari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota

IV. GAMBARAN UMUM. Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun Hutan Kota 23 IV. GAMBARAN UMUM A. Status Hukum Kawasan Kawasan Hutan Kota Srengseng ditetapkan berdasarkan surat keputusan Gebernur Provinsi DKI Jakarta Nomor: 202 tahun 1995. Hutan Kota Srengseng dalam surat keputusan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Luas Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak antara 6 0 21-7 0 25 Lintang Selatan dan 106 0 42-107 0 33 Bujur

Lebih terperinci

JENIS-JENIS POHON DI SEKITAR MATA AIR DATARAN TINGGI DAN RENDAH (Studi Kasus Kabupaten Malang)

JENIS-JENIS POHON DI SEKITAR MATA AIR DATARAN TINGGI DAN RENDAH (Studi Kasus Kabupaten Malang) JENIS-JENIS POHON DI SEKITAR MATA AIR DATARAN TINGGI DAN RENDAH (Studi Kasus Kabupaten Malang) Siti Sofiah dan Abban Putri Fiqa UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi-LIPI Jl. Raya Surabaya

Lebih terperinci

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n

S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n T E N T A N G P E R M A K U L T U R S i s t e m M a s y a ra k a t y a n g B e r ke l a n j u t a n A PA ITU P ERMAKULTUR? - MODUL 1 DESA P ERMAKULTUR Desa yang dirancang dengan Permakultur mencakup...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

TELAAH EUTROFIKASI PADA WADUK ALAM RAWAPENING

TELAAH EUTROFIKASI PADA WADUK ALAM RAWAPENING TELAAH EUTROFIKASI PADA WADUK ALAM RAWAPENING Ugro Hari Murtiono dan Agus Wuryanta Peneliti Madya pada Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Surakarta E-mail : uh_murtiono@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan dan mengalirkannya menuju parit, sungai dan akhirnya bermuara kedanau atau laut. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lebih terperinci

Dalam kehidupan dan aktivitas rnanusia, Iahan merupakan salah satu. kepentingan dan kegiatan manusia, lahan dirnanfaatkan antara lain untuk pemukiman,

Dalam kehidupan dan aktivitas rnanusia, Iahan merupakan salah satu. kepentingan dan kegiatan manusia, lahan dirnanfaatkan antara lain untuk pemukiman, I. PENDAHULUAN Dalam kehidupan dan aktivitas rnanusia, Iahan merupakan salah satu sumberdaya alam fisik yang mempunyai peranan yang amat penting. Untuk berbagai kepentingan dan kegiatan manusia, lahan

Lebih terperinci

Judul Penelitian : Kebijakan pengelolaan Cagar Alam Gunung Celering Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah

Judul Penelitian : Kebijakan pengelolaan Cagar Alam Gunung Celering Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah LAMPIRAN 97 98 Lampiran 1. : Daftar panduan wawancara Judul Penelitian : Kebijakan pengelolaan Cagar Alam Gunung Celering Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah Oleh : Didik Trinugraha Herlambang / NIM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Jenis Burung di Permukiman Keanekaragaman hayati dapat dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu keanekaragaman jenis, keanekaragaman genetik, dan keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar 17.000 pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau menjadikan Indonesia berpotensi memiliki keanekaragaman habitat

Lebih terperinci

4.1. Letak dan Luas Wilayah

4.1. Letak dan Luas Wilayah 4.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Lamandau merupakan salah satu Kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Secara geografis Kabupaten Lamandau terletak pada 1 9-3 36 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Berdasarkan beberapa literatur yang diperoleh, antara lain: Rencana Aksi Koridor Halimun Salak (2009-2013) (BTNGHS 2009) dan Ekologi Koridor Halimun Salak (BTNGHS

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Struktur Pekarangan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Struktur Pekarangan BAB V PEMBAHASAN 5.1 Struktur Pekarangan Dari 9 pekarangan dengan masing-masing 3 pekarangan di setiap bagiannya diketahui bahwa luasan rata-rata pekarangan pada bagian pertama 303 m 2, pada bagian ke-dua

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Interpretasi Visual Penggunaan Lahan Melalui Citra Landsat Interpretasi visual penggunaan lahan dengan menggunakan citra Landsat kombinasi band 542 (RGB) pada daerah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran Sungai yang mengalir meliputi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Bandung dan Sumedang yang mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR R Rodlyan Ghufrona, Deviyanti, dan Syampadzi Nurroh Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Situ

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bambu merupakan salah satu taksa yang sangat beragam dan mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Bambu termasuk ke dalam anak suku Bambusoideae dalam suku Poaceae. Terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Dalam UU No. 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hutan hak merupakan hutan yang berada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Ketersediaan pangan

BAB I PENDAHULUAN. kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Ketersediaan pangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pangan didefinisikan sebagai kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Hairiah, dkk (2003) mendefinisikan agroforestri merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan di bidang pertanian dan kehutanan yang mencoba menggabungkan unsur tanaman dan

Lebih terperinci

Lokasi Penelitian. Peta Lokasi TUJUAN PENELITIAN

Lokasi Penelitian. Peta Lokasi TUJUAN PENELITIAN Produk KEGIATAN PENELITIAN PERGURUAN TINGGI TAHUN HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN SESUAI PRIORITAS NASIONAL TEMA: KETAHANAN PANGAN R dan D REVITALISASI STRUKTUR SUMBERDAYA BIOLOGI DAN FUNGSI PEKARANGAN BERBASIS

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP SEMPADAN SUNGAI CILIWUNG

PERENCANAAN LANSKAP SEMPADAN SUNGAI CILIWUNG 40 PERENCANAAN LANSKAP SEMPADAN SUNGAI CILIWUNG Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan lanskap sempadan Sungai Ciliwung yaitu untuk meningkatkan kualitas lingkungan alami dengan memperbaiki dan mengembalikan

Lebih terperinci

SOAL KONSEP LINGKUNGAN

SOAL KONSEP LINGKUNGAN 131 SOAL KONSEP LINGKUNGAN 1. Ciri-ciri air yang tidak tercemar adalah a. Tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa b. Berkurangnya keberagaman biota perairan c. Banyak biota perairan yang mati d.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang mampu dan dapat diperbaharui. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang besar peranannya dalam berbagai aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang

BAB I PENDAHULUAN. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada di daratan yang berpotensi untuk dikembangkan dan didayagunakan bagi pemenuhan berbagai kepentingan. Danau secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kawasan secara umum merupakan permukaan tanah atau air yang sederhana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kawasan secara umum merupakan permukaan tanah atau air yang sederhana 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Utara Danau Limboto Kawasan secara umum merupakan permukaan tanah atau air yang sederhana luasnya tetapi lebih besar dari situs. Kawasan adalah istilah yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kali Tuntang mempuyai peran yang penting sebagai saluran drainase yang terbentuk secara alamiah dan berfungsi sebagai saluran penampung hujan di empat Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Masyarakat di Desa Kalimulyo

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Masyarakat di Desa Kalimulyo V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Masyarakat di Desa Kalimulyo Masyarakat di Desa Kalimulyo sebagian besar menggantungkan hidupnya pada usaha pertanian. Hasil penelitian menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan usaha dibidang sumber daya perairan. Menurut Sarnita dkk. (1998), luas perairan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

BERDASAR ADA TIDAKNYA BANTANG

BERDASAR ADA TIDAKNYA BANTANG MORFOLOGI BATANG SIFAT UMUM umumnya berbentuk panjang bulat seperti silinder atau dapat pula mempunyai bentuk lain. terdiri atas ruas-ruas yang masing-masing dibatasi buku-buku dan pada buku-buku inilah

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto

KATA PENGANTAR. Bogor, 08 Desember 2015 Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto WALIKOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan perlu didukung data dan informasi lingkungan hidup yang akurat, lengkap dan berkesinambungan. Informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 ) Orientasi bangunan harus menghadap tepi air dengan mempertimbangkan posisi bangunan terhadap matahari dan arah tiupan angin. ) Bentuk dan desain bangunan disesuaikan dengan kondisi dan bentuk tepi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU 1 IDENTIFIKASI PEMANFAATAN DAERAH SEMPADAN SUNGAI TUKAD PETANU Putu Aryastana 1) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa ABSTRAK Sempadan sungai merupakan suatu kawasan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan salah satu sistem ekologi

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLaihan soal 10.3 1. Meningkatnya permukiman kumuh dapat menyebabkan masalah berikut, kecuali... Menurunnya kualitas kesehatan manusia Meningkatnya

Lebih terperinci

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis 33 KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Lokasi Geografis Daerah penelitian terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kecamatan Imogiri berada di sebelah Tenggara dari Ibukota Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN DAN PENANGANANNYA PADA SUMBERDAYA AIR

DAMPAK PEMBANGUNAN DAN PENANGANANNYA PADA SUMBERDAYA AIR ISBN 978-602-9092-54-7 P3AI UNLAM P 3 A I Penulis : Editor : Dr. rer. nat. Ir. H. Wahyuni Ilham, MP Cetakan ke 1, Desember 2012 Peringatan Dilarang memproduksi sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun

Lebih terperinci

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM

PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM PELESTARIAN HUTAN DAN KONSERFASI ALAM PENDAHULUAN Masalah lingkungan timbul sebagai akibat dari ulah manusia itu sendiri, dari hari ke hari ancaman terhadap kerusakan lingkungan semakin meningkat. Banyaknya

Lebih terperinci

Abstract Pendahuluan

Abstract Pendahuluan Abstract Rawa Pening Lake is a lake located in the province of Central Java and flanked by mountains Merbabu, mountain Telomoyo, Ungaran mountain, and the mountain Full Solo. Lake Swamp Dizziness used

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

VII. KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN BOGOR

VII. KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN BOGOR VII. KOMODITAS UNGGULAN DI KABUPATEN BOGOR 7.1 Komoditas Unggulan di Kecamatan Pamijahan Berdasarkan hasil analisis Location Quotient (LQ) terhadap komoditas pertanian di Kabupaten Bogor yang menggambarkan

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 15 III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Lokasi dan Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (desa Segog). Dari simpang Ciawi berjarak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

Hewan dan Tumbuhan di Sekitarku

Hewan dan Tumbuhan di Sekitarku Hewan dan Tumbuhan di Sekitarku Ilmu Pengetahuan Alam Kelas Venus Standar Kompetensi 1. Mengenal bagianbagian utama tubuh hewan dan tumbuhan, pertumbuhan hewan dan tumbuhan serta berbagai tempat hidup

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang

PENDAHULUAN. dengan yang lainnya tidak terpisahkan (Awang, 2002). kehutanan Indonesia adalah membagi lahan hutan kedalam pengelolaan yang PENDAHULUAN Hutan Menurut Undang-Undang Kehutanan No. 41/1999 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan

Lebih terperinci

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi I. Keanekaragaman hayati UU No. 5, 1990 Pasal 21 PP No. 68, 1998 UU No. 41, 1999 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya melalui Cagar Alam

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat di sekitarnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lindung sebagai kawasan yang mempunyai manfaat untuk mengatur tata air, pengendalian iklim mikro, habitat kehidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi

Lebih terperinci

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN

PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN PANDUAN PENGELOLAAN RIPARIAN TFT 2018 Document Prepared by: The Forest Trust Jl. Dr.Wahidin No 42 Semarang, Jawa Tengah Indonesia Ph +62 24 8509798 1 PENGANTAR DEFINISI Sungai adalah alur atau wadah air

Lebih terperinci

HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT

HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT HUTAN: FUNGSI DAN PERANANNYA BAGI MASYARAKAT RAHMAWATY, S. Hut., MSi. Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Seperti telah kita ketahui bersama,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. pdf, hlm. 3.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 32 Tahun 2009, Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. pdf, hlm. 3. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap organisme memiliki hubungan timbal balik terhadap organisme lain baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga membentuk ekosistem. Ekosistem diartikan

Lebih terperinci