PENDIDIKAN PAKET INFORMASI TERSELEKSI. Seri: Pendidikan Kesehatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDIDIKAN PAKET INFORMASI TERSELEKSI. Seri: Pendidikan Kesehatan"

Transkripsi

1 PAKET INFORMASI TERSELEKSI PENDIDIKAN Seri: Pendidikan Kesehatan Paket Informasi Teknologi adalah salah satu layananan yang disediakan oleh PDII-LIPI bagi peminat informasi bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mengenai topik tertentu. Paket Informasi Teknologi tentang Perubahan Iklim merupakan kumpulan informasi dari berbagai sumber, antara lain laporan penelitian, artikel makalah/jurnal ilmiah, makalah seminar/konferensi, paten dan dilengkapi pula dengan saran literatur yang dapat dipesan melalui PDII-LIPI apabila berminat memperoleh artikel lengkapnya. Berbagai informasi dalam paket ini diharapkan dapat membantu masyarakat untuk mempelajari terumbu karang. Paket ini telah tersedia dalam bentuk digital atau CD ROM. Selain paket informasi, PDII-LIPI juga menyediakan jasa dokumentasi dan informasi lain, yaitu: (1) Penelusuran informasi dalam dan luar negeri, (2) Penyusunan indeks, abstrak dan tinjauan literatur, (3) Penggandaan dokumen, (4) Konsultasi bidang dokumentasi dan informasi, dan (5) Reprografi.

2 DAFTAR ISI i Pilih/klik judul untuk melihat full text EFEK PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2011 AryaniPujiyanti; WiwikTrapsilowati Balaba: Berita Dan Media Komunikasi Loka Litbang P2B2 Banjarnegara, Vol. 10, No. 2, 2014 : Abstrak: - EFEKTIVITAS METODE KOLABORATIF DAN KOOPERATIF DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN BERBASIS KOMUNITAS TitaHariyanti; Harsono; Yayi Suryo Prabandari Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia, Vol. 3, No. 1, 2014: 9-17 Abstrak: - getting stress during take care, the parent have stress too and the stress of parent will be increasing of level children stress. So the healthy education for the parent as in very important and cooperative between parent and nurse will be help process nursing of children. Know correlation practice healthy education with in hospitalization effect children of parent in RSUD Curup the children room in the year Take of technical sample using accidental sampling. Sample are parent of children by take care 36 person. Take of data using questioner. Analysis data by description and square test for looking factor of risk Ratio Prevalent (RP). The result of bivariat analysis, with P = >alfa = 0.05, it is mean Ho rejection and Ha = failed rejection, so not correlation the practice healthy education with in hospitalization effect. And RP = (95% CI = ) the mean practice healthy education have risk happen hospitalization effect with compare which it is not the healthy education. The practice healthy education must to do be good so can make understand of their children parent and cooperative with their children parent, prepare training about nursing of children. FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI PRAKTIK PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA Suharyo Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 5, No. 1, 2009: 1-10 Abstrak: - HUBUNGAN PELAKSANAAN PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP DAMPAK HOSPITALISASI ANAK PADA ORANG TUA DI RUANG ANAK RSUD CURUP TAHUN 2007 Yusniarita; Mulyadi; Noza Arizona Media Informasi Kesehatan Politeknik Kesehatan Bengkulu, Vol. 1, No. 4, 2007: HUBUNGAN PEMBERIAN PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG TUMBUH KEMBANG BALITADI DESA Lisnawati; Wilis Dwi Pangesti Abstrak: - HUBUNGAN PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN KECEMASAN ORANG TUA PADA ANAK HOSPITALISASI Asni Indrayani; Agus Santoso Jurnal Nursing Studies, Vol. 1, No. 1, 2012: Abstrak: - Abstrak : On the basic principle care of nursing children have to focus to children and families, because it of care protection and safety the parent as the best supporting to children during process hospitalization. If the children

3 DAFTAR ISI HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI IBU RUMAH TANGGA DI DESA Asiah M.D. Abstrak: - PELATIHAN DAN PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT TENTANG UPAYA PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA TARO GIANYAR Suariyani; M. Subrata; DPY Kurniati; MP Kardiwinata; MS Nopiyani Udayana Mengabdi, Vol. 11, No. 2, 2012 Abstrak: - MODEL PEMBINAAN KESEHATAN MENTAL ANAK DALAM PENDIDIKAN ISLAM Kholid Mawardi Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan Abstrak: - PENDIDIKAN KESEHATAN DI SEKOLAH DASAR (SD) PERLU DIPRIORITASKAN Suryanto Wuny: Wacana Universitas Negeri Yogyakarta: Majalah Ilmiah Popular, Vol. 14, No. 1, 2012: 3-8 Abstrak: - NILAI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM IBADAH PUASA Muzakir Jurnal Edukasi: Media Komunikasi Pendidikan, Vol. 5, No. 1, 2009 : Abstrak : Every ibadah and obligation that is commanded by Allah SWT has taabud (servant) high values to its performer. Likewise, fasting that is obligated by Allah SWT to His servants. This research describes about the educational healthy values in fasting. In the servant context, the fasting has high values because it shapes submissive and obedient attitude to Allah SWT. Besides, the performer enables to mold ideal personality and physic. The fasting can also become as non-material medicine to make performer in healthy. Even, fasting has become an alternative treatment/ therapy, and it has been practiced in Western Country. NILAI PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM IBADAH PUASA Muzakir Jurnal Edukasi, Vol. 5, No. 1, 2009 PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI PEMBELAJARAN TEMATIK BERTEMA KESEHATAN DI SD Desak Made Citrawathi; Putu Budi Adnyana; Siti Maryam Jurnal Pendidikan Dan Pengajaran, Vol. 43, No. 2, 2010: Abstrak: - PENDIDIKAN KESEHATAN MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKUKAN PIJAT BAYI Ferianto; Retno Mawarti Media Ilmu Kesehatan, Vol. 1, No. 2, 2012: Abstrak: - Abstrak: -

4 DAFTAR ISI PENDIDIKAN KESEHATAN MERUBAH PERILAKU PASIEN TBC DALAM PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKITNYA Bernadetta Bella; Wijar Prasetyo Jurnal Penelitian Kesehatan: JPK, Vol. 1, No. 1, 2011 : Abstrak: - PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG HYGIENE BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU ORANG TUA DALAM MELAKUKAN HYGIENE PADA ANAK DIARE I Made Budhi Mustika; AtikBadiah; Dwi Susanti Media Ilmu Kesehatan, Vol. 3, No. 2, 2014 : Abstrak: - PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP SUAMI TENTANG VASEKTOMI Ratna Sri Hardiani; Mayang Anggun Pertiwi Jurnal Keperawatan Maternitas, Vol. 1, No. 2, 2013 Abstrak: - PENDIDIKAN KESEHATAN UNSUR UTAMA DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI Hadi Siswanto Cakrawala Pendidikan: Jurnal Ilmiah Pendidikan, Vol. 31, No. 2, 2012 : Abstrak: - PENGARUH PEMBERIAN PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU SEKSUAL Budi Widiyanto; Purnomo; Arum Muria Sari Jurnal Keperawatan Komunitas, Vol. 1, No. 2, 2013: Abstrak: - PENGARUH PEMBERIAN PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PASIEN ASTHMA DALAM UPAYA PENCEGAHAN KAMBUH Ekatrina Wijayanti; Heny Suseani P.; Sutono Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol. 3, No. 2, 2008: Abstract: Asthma is an inflammation chronic disease of upper respiratory tract. Asthmatic attacks can make a sufferer experiences activity limits, reduced productivity with a high treatment cost. One of the efforts in preventing the relapses is by avoiding their impetus factors, controls of environment and medical treatment. Then it is needed a health education to improve knowledge thus sufferers can anticipate any asthmatic attacks happened. To knew any effects on giving the health education to compliance level of asthmatic patients in preventing the relapses. A quasi-experiment by using an approach of non-equivalent control group. Samples were 26 persons consisted of 14 persons in an experimental group and a control group were 12 taken in accidental sampling. Collecting data used observation sheets and interviews comprised 24 items. Data analyses used Mann-Whitney U test. Results of analyses used the Mann-Whitney U and it was obtained a Z value as big as - 3,994 with sig. (p) = 0,000; as the conclusion there was a significant difference on the increase of compliance levels on asthmatic patients between the experimental group and the control group. Seen from a mean rank, the experimental group obtained the mean rank as big as = 18,84 bigger than the mean rank for the control group = 7,25. This proved that the increase of obedient level of asthmatic patients in efforts to prevent their relapses for the experimental group was better than

5 DAFTAR ISI the control group. Giving of health education by presenting communicative talks on asthmatic patients can improve their compliance level in preventing the relapses. PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN PERSIAPAN PASIEN PULANG TERHADAP KEPUASAN PASIEN TENTANG PELAYANAN KEPERAWATAN DI RS ROMANI SEMARANG Vivi Yosafianti; Dera Alfiyanti Prosiding Seminar Nasional UNIMUS 2010 Abstrak: - PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT TATANAN RUMAH TANGGA PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU POST PARTUM TENTANG ASI EKSKLUSIF Chatarina Suryaningsih Jurnal Keperawatan Soedirman, Vol. 8, No. 2, 2013: Abstrak: - PENGEMBANGAN BUKLET SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA TUNA NETRA Pariawan Lutfi Ghazali Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan Indonesia, Vol. 1, No. 1, 2009: PENGETAHUAN KONJUNGTIVITIS PADA GURU KELAS DAN PEMBERIAN PENDIDIKAN KESEHATAN MENCUCI TANGAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR Anindya Hapsari; Isgiantoro Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Vol. 8, No. 8, 2014 : Abstrak: - PENTINGNYA PENDIDIKAN KESEHATAN BAGAI ANAK USIA DINI M. Syarif Sumantri Jurnal Pendidikan Usia Dini, Vol. 5, No. 2, 2011 : Abstrak: - PERBEDAAN PERILAKU MENCUCI TANGAN SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN PADA ANAK USIA 4-5 TAHUN Dyna Apriany Jurnal Keperawatan Soedirman, Vol. 7, No. 2, 2012: Abstrak: - PESANTREN DAN UPAYA PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA Setia Pranata; Made Asri Budi suari; Zainul Hamdi; Khoirul Faizin Buletin Penelitian System Kesehatan, Vol. 16, No. 3, 2013 : Abstrak: - Abstrak: -

6 BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 2014: EFEK PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2011 EFFECT OF HEALTH EDUCATION FOR CONTROLING LEPTOSPIROSIS OUTBREAKS IN BANTUL DISTRICT, 2011 Aryani Pujiyanti*, Wiwik Trapsilowati Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Jl. Hasanudin No.123 Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia *E_mail: Received date: 26/8/2014, Revised date: 30/10/2014, Accepted date: 04/11/2014 ABSTRAK Salah satu strategi untuk penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) leptospirosis di Kabupaten Bantul tahun 2011 adalah dengan pendidikan masyarakat. Tujuan penelitian adalah untuk mengukur efektifitas pendidikan kesehatan dengan ceramah terhadap tingkat pengetahuan dan sikap responden dalam pencegahan leptospirosis. Penelitian ini merupakan penelitian intervensi dengan rancangan one group pre-post design. Lokasi penelitian di Desa Sedayu dan Desa Wukirsari, Kabupaten Bantul. Pengumpulan data dilakukan dengan instrumen angket pada Bulan Maret Angket diisi oleh responden sebanyak 2 kali yaitu sebelum dan sesudah penyuluhan. Sampel diambil secara purposif yaitu penduduk tinggal di wilayah Rukun Warga yang terdapat kasus leptospirosis pada tahun 2011, usia minimal 18 tahun dan bersedia mengikuti kegiatan penyuluhan. Jumlah responden sebanyak 61 orang. Analisis data menggunakan uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada rerata pengetahuan responden sebelum dan sesudah intervensi, berarti ada peningkatan pengetahuan sesudah diberikan penyuluhan. Penerapan penyuluhan kesehatan efektif meningkatkan pengetahuan responden untuk pencegahan leptospirosis. Kata kunci : leptospirosis, pendidikan kesehatan, kejadian luar biasa ABSTRACT One of strategy for controlling leptospirosis outbreaks in Bantul District in 2011 was using public education. The purpose of the study was to measure effectiveness of health education with a combination of lectures for respondent knowledge and attitudes in leptospirosis prevention. This study was an intervention with one group pre-post design. The research location was Sedayu and Wukirsari Village, Bantul. Data was collected through questionnaire in March Questionnaire was filled in by respondents before and after participated in health education. Respondent were taken purposively which was residents living in the area with leptospirosis cases in 2011, at least 18 years old and willing to participate in research activities. Data were analyzed using Wilcoxon test. The respondents was 61 people. The results showed significant difference (p<0.05) in the average of knowledge before and after the intervention, there was an increase in knowledge after counseling. The implementation of effective health education increase knowledge of the respondent for the prevention of leptospirosis. Keywords: leptospirosis, health education, outbreak PENDAHULUAN Penularan leptospirosis pada manusia terjadi melalui Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang kontak langsung ataupun tak langsung dengan urin, disebabkan oleh bakteri Leptospira sp. Penyakit ini darah atau jaringan hewan yang terinfeksi bakteri 2 dapat menimbulkan gejala (symptomatic) atau tidak Leptospira patogen. menunjukan gejala sama sekali (asymptomatic). Kasus leptospirosis di Kabupaten Bantul, Leptospirosis memiliki gejala awal mirip dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mulai penyakit infeksi pada umumnya seperti demam terlaporkan pada tahun 2009 dengan jumlah kasus 10 tinggi, sakit kepala, menggigil, nyeri otot hingga orang dan 1 penderita meninggal dunia (Case 1 munculnya tanda-tanda ikterus. Leptospirosis yang Fatality Rate/CFR 10%). Kasus leptospirosis tidak tertangani atau terlambat diobati dapat meningkat menjadi 116 kasus dengan 19 kasus berkembang menjadi komplikasi organ-organ dalam meninggal dunia (CFR 16,37%) pada tahun tubuh seperti kerusakan ginjal, kerusakan hati, Hingga Bulan Januari 2011 ditemukan tambahan gangguan pernafasan hingga kematian penderita. kasus leptospirosis sejumlah 14 orang. Berdasarkan 65

7 Efek Pendidikan...(Aryani Pujiyanti, dkk.) data Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul tahun menggunakan metode ceramah terhadap tingkat , kasus leptospirosis terdapat di 15 pengetahuan dan sikap responden dalam kecamatan dari 17 kecamatan di Kabupaten Bantul. pencegahan leptospirosis. Hasil penelitian dapat Kecamatan dengan jumlah kasus leptospirosis bermanfaat sebagai masukan bagi program promosi paling banyak adalah Kecamatan Sedayu (29 kasus kesehatan nuntuk peningkatan upaya pencegahan dan 1 penderita meninggal) dan Kecamatan Imogiri leptospirosis. (19 kasus dan 3 penderita meninggal). Sebagian besar penderita adalah kelompok usia produktif. METODE Seluruh kasus adalah kasus baru bukan jenis kasus Penelitian ini merupakan penelitian kuasi relaps. Faktor risiko leptospirosis di Kabupaten 5 eksperimen one group pre and post-test design. Bantul adalah pekerjaan sebagai petani, terpapar air Variabel terikat adalah pengetahuan dan sikap sawah atau genangan air kotor dan peningkatan responden, sedangkan variabel bebas adalah populasi tikus sebagai hewan reservoir p endidikan kesehatan dengan metode ceramah. 3 Leptospira sp. Populasi penelitian adalah penduduk di Desa Peningkatan kasus leptospirosis di Kabupaten Argosari, Kecamatan Sedayu dan Desa Wukirsari, Bantul tahun dinyatakan sebagai Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Pemilihan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada Surat Keputusan sampel dilakukan secara purposif dengan kriteria Bupati Kabupaten Bantul No.31 tahun 2011 tanggal inklusi penduduk yang tinggal di wilayah RW yang 4 24 Januari Studi ini merupakan bagian dari terdapat kasus leptospirosis pada tahun 2011, usia tindakan kedaruratan untuk penanggulangan KLB minimal 18 tahun dan bersedia mengikuti kegiatan leptospirosis tahun 2011 di Kabupaten Bantul. Hasil penyuluhan. Penelitian dilaksanakan pada bulan studi diharapkan menjadi salah satu strategi untuk Maret-April tahun Nara sumber adalah tim menanggulangi leptospirosis melalui pendekatan peneliti bersama dinas kesehatan dan tim komperehensif dan salah satu upaya yang dilakukan puskesmas. adalah melalui sosialisasi pencegahan leptospirosis Penyuluhan menggunakan media slide pada kelompok masyarakat yang berisiko tertular presentasi dan alat peraga. Jenis alat peraga yang leptospirosis. Kegiatan tersebut bertujuan agar digunakan adalah alat untuk pengendalian tikus dan masyarakat mengetahui dan dapat melakukan upaya klorinasi badan air (chlorine diffuser). Materi pencegahan secara mandiri. penyuluhan berisi tentang etiologi dan bahaya Pendidikan kesehatan adalah metode leptospirosis, pencarian pengobatan, cara diseminasi informasi yang bertujuan menyebarkan pencegahan leptospirosis, perilaku hidup bersih dan pesan, menanamkan keyakinan sehingga sehat (PHBS), perlindungan diri dari kontak dengan masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, bakteri Leptospira sp., serta teknik pengendalian tetapi juga mau dan mampu melakukan suatu tikus baik di lingkungan rumah maupun di anjuran yang berhubungan dengan kesehatan. lingkungan persawahan. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan melalui Pengumpulan data melalui pengisian angket metode ceramah, diskusi maupun demonstrasi. kuesioner oleh peserta penyuluhan. Data Metode ceramah memiliki keunggulan biaya rendah dikumpulkan 2 kali yaitu sebelum penyuluhan (predan mampu menjangkau berbagai responden dengan test) dan sesudah penyuluhan (post-test). Pengisian perbedaan karakteristik demografi. Metode ceramah angket dimonitoring oleh tim peneliti untuk merupakan metode yang umum digunakan untuk menjamin kesahihan data. Kuesioner berisi 4 kegiatan penyuluhan kesehatan pada masyarakat. pertanyaan tentang karakteristik responden, Pelaksanaan metode ceramah dapat dikombinasikan pengetahuan dan sikap tentang leptospirosis, upaya dengan metode pendidikan kesehatan yang lain pengendalian tikus, upaya perilaku hidup bersih dan 3 ataupun dengan menggunakan media/alat peraga. sehat (PHBS) dan penggunaan desinfektan. Bentuk Pendidikan kesehatan dalam studi ini menggunakan pertanyaan untuk pengetahuan adalah jawaban teknik ceramah yang dikombinasikan dengan dengan pilihan benar-salah, sedangkan untuk sikap diskusi interaktif dan penggunaan alat peraga berupa pernyataan dengan jawaban dalam skala (demonstrasi). Berdasarkan latar belakang tersebut likert. maka tujuan penelitian adalah untuk mengukur Manajemen data meliputi verifikasi data efektifitas pendidikan kesehatan masyarakat dengan setelah pre/post-test untuk meminimalisasi jawaban 66

8 BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 201 : yang kosong dari responden, skoring, entri data ke HASIL komputer dan analisis data. Skor pengetahuan Desa Argosari merupakan salah satu desa di diukur dengan kuesioner sebanyak 21 pertanyaan. Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul. Kecamatan Jawaban salah dinilai 0 dan benar dinilai 1. Skor Sedayu berada di sebelah barat laut dari ibukota minimal untuk pengetahuan adalah 0, sedangkan Kabupaten Bantul dan berbatasan dengan skor maksimal adalah 21. Skor sikap diukur dari 14 Kabupaten Sleman. Secara keseluruhan Kecamatan pernyataan, dengan bentuk jawaban dalam skala Sedayu berada di dataran rendah. Iklim di wilayah likert dengan 3 skala. Skor minimal untuk Kecamatan Sedayu tergolong panas. Desa Wukirsari pernyataan sikap adalah 14 sedangkan skor terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. maksimal adalah 42. Luas wilayah lebih kurang 15 km2, dibagi menjadi Hasil uji normalitas data dengan 16 dusun dan 91 rumah tangga (RT). Mayoritas menggunakan Kolmogorov Smirnov menunjukkan penduduk di kedua wilayah tersebut bekerja sebagai bahwa pada variabel pengetahuan p<0,05 yang 7 petani. berarti data berdistribusi tidak normal, sedangkan Distribusi responden berdasarkan variabel sikap p>0,05 berarti bahwa data karakteristik demografi disajikan pada Tabel 1. berdistribusi normal. Analisis data menggunakan uji Jumlah responden yang bersedia mengikuti Wilcoxon untuk mengetahui perbedaan rerata penyuluhan sebanyak 61 orang yaitu 33 orang di variabel pada pengukuran sebelum dan sesudah Desa Argosari dan 28 orang di Desa Wukirsari. 6 intervensi. Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi Umur Karakteristik Jumlah (sampel=61) tahun 39 63,9 > 40 tahun 22 36,1 Jenis kelamin Laki-laki 37 60,7 Perempuan 24 39,3 Pendidikan Rendah 47 77,1 Menengah 13 21,3 Tinggi 1 1,6 Pekerjaan Petani 16 26,2 Peternak 1 1,6 Pedagang. 3 4,9 Karyawan 8 13,1 Buruh tani 21 34,5 Ibu rumah tangga 11 18,1 Tidak bekerja 1 1,6 % Tabel 2. Perbandingan Rerata Skor Pretest dan Post Test Variabel Pre-test Post-test Rerata selisih mean p value Pengetahuan Mean±SD 34,74 ± 3,79 35,89 ±4,09 0,36 0,002 Sikap Mean±SD 35,84 ±3,43 36,20 ± 3,23 1,15 0,311 67

9 Efek Pendidikan...(Aryani Pujiyanti, dkk.) Sebagian besar responden berusia tahun. Responden laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Pekerjaan responden paling banyak adalah buruh tani, petani, dan ibu rumah tangga. Sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan rendah. Dari hasil uji statistik diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada rerata pengetahuan responden sebelum dan sesudah intervensi. Hal ini berarti ada peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan. Pada variabel sikap diketahui tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) pada sikap responden baik sebelum maupun sesudah penyuluhan. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian, metode penyuluhan berhasil meningkatkan pengetahuan responden. Hal tersebut diketahui dari analisis statistik yang menunjukan ada perbedaan nyata pada skor variabel pengetahuan sebelum dan sesudah mendapat penyuluhan. Hasil studi ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang juga menunjukan peningkatan pengetahuan responden setelah menerima informasi dari metode 8, 9 penyuluhan. Pada analisis uji beda diketahui tidak ada perbedaan yang signifikan pada variabel sikap sebelum dan sesudah responden mendapatkan metode penyuluhan dengan ceramah. Hasil tersebut berarti bahwa responden telah memiliki pengetahuan tentang tindakan pencegahan leptospirosis tetapi pengetahuan yang dimiliki belum mampu untuk mengubah sikap responden. Menurut teori taksonomi Bloom, ranah kognitif responden setelah mendapat penyuluhan masih berada dalam tahap dasar (lower order skills) yaitu tingkat mengetahui dan memahami informasi, belum sampai pada tingkat untuk menerapkan pengetahuan ke dalam praktek atau situasi yang 10 baru. Berdasarkan survei pendahuluan, masyarakat di Desa Argosari dan Wukirsari baru mengenal penyakit leptospirosis setelah munculnya KLB sehingga upaya pencegahan leptospirosis dapat dianggap sebagai suatu inovasi untuk masyarakat di Desa Argosari dan Wukirsari. Pencegahan leptospirosis merupakan hal yang baru di masyarakat tersebut sehingga memerlukan peningkatan upaya promosi kesehatan agar 68 informasi yang disampaikan dapat berasimiliasi di masyarakat. Sikap terbentuk oleh pengaruh faktor 4 sosial budaya di masyarakat. Responden di lokasi penelitian adalah masyarakat perdesaan. Karakteristik masyarakat perdesaan adalah masyarakat tradisional yang memegang norma budaya leluhur, hubungan interpersonal kuat, butuh waktu untuk menerima hal baru, dan adanya tokoh 11 adat/agama yang menjadi panutan di masyarakat. Adopsi hal baru kepada masyarakat tradisional secara tidak langsung juga mengubah kebiasaan maupun pola pikir yang dilakukan secara turun temurun di lingkungan tempat tinggalnya. Hasil studi ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Provinsi Banten yang menyebutkan bahwa penggunaan metode penyuluhan mampu meningkatkan pengetahuan responden namun belum dapat mengubah sikap maupun perilaku 9 responden. Pengetahuan adalah hasil proses penginderaan manusia (panca indera) terhadap objek tertentu yang dipengaruhi oleh intensitas pesan dan persepsi terhadap objek. Pengulangan pesan kesehatan diperlukan untuk memperkuat 3 informasi pada ranah kognitif responden. Keterbatasan penelitian ini adalah ceramah kesehatan yang diberikan oleh tim peneliti kepada responden hanya sebanyak satu kali sehingga sangat memungkinkan responden dapat melupakan informasi yang diberikan atau terjadi salah persepsi dari isi pesan penyuluhan di masa mendatang. Di wilayah penelitian, sebagian besar responden memiliki latar belakang pendidikan rendah sehingga menyebabkan keterbatasan kemampuan responden dalam memahami informasi terutama tentang pencegahan leptospirosis yang dapat disebut sebagai hal baru di lokasi penelitian. Tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan individu dalam memahami pesan kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan lebih mudah 11 menerima suatu informasi. Tujuan awal kegiatan promosi kesehatan dalam penanganan KLB adalah untuk mengajak masyarakat agar lebih waspada terhadap bahaya penyakit dan melakukan tindakan pencegahan secara dini (early awareness). Studi di wilayah perdesaan di China menggunakan penyuluhan untuk menghilangkan salah persepsi masyarakat tentang pencegahan penyakit setelah terjadi peningkatan jumlah kasus yang cukup tinggi. Hasilnya terbukti mampu menarik perhatian masyarakat untuk ikut

10 BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 2014 : s e r t a d a l a m u p a y a p e n c e g a h a n y a n g 7. Pemerintah Kabupaten Bantul. Profil Kabupaten 12 direkomendasikan oleh tenaga kesehatan setempat. Bantul tahun Penerimaan perilaku baru yang didasari oleh 8. Handayani TE, Purwanti OS. Pengaruh pendidikan pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, akan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap menjamin perilaku tersebut dilaksanakan secara masyarakat tentang pencegahan tuberkulosis paru di berkesinambungan. Perilaku yang tidak didasari Dusun Kayangan Kecamatan Karanganyar oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan Kabupaten Karanganyar. [Diakses 1 Oktober 2014]. 13 berlangsung lama. Peningkatan pengetahuan Diunduh dari: masyarakat diharapkan dapat menjadi domain untuk bitstream/handle/ /3636/tri%20etik% perubahan sikap maupun perilaku kesehatan. 20-%20OKTI%20Fix.pdf?sequence=1. KESIMPULAN Penerapan pendidikan kesehatan dengan metode ceramah kombinasi efektif meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan leptospirosis. SARAN P e n y u l u h a n t e n t a n g p e n c e g a h a n leptospirosis perlu dilaksanakan secara rutin di wilayah Desa Argosari dan Wukirsari untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pencegahan leptospirosis. 9. Sungkar S, Rawina W, Agnes K. Pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan masyarakat dan kepadatan Aedes aegypti di Kecamatan Bayah,Provinsi Banten. Makara Kesehatan. 2010; 14 (2): Utari R. Taksonomi Bloom: apa dan bagaimana menggunakannya. [Diakses 1 Oktober 2014]. Diunduh dari: w e b p k n / a t t a c h m e n t s / a r t i c l e / / 1 - Ta k s o n o m i % 2 0 B l o o m % % 2 0 R e t n o - o k mima+abstract. pdf. 11. Ircham M dan Eko S. Pendidikan kesehatan bagian UCAPAN TERIMA KASIH dari promosi kesehatan. Yogyakarta: Fitramaya; Kami mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan 12. Pai HH, Hong YJ and Hsu HL. Impact of a Short- Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga, Drs. Term Community-Based Cleanliness Campaign on Ristiyanto, M.Kes, Farida D. Handayani, M.Sc, the Sources of Dengue Vectors: An Entomological Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul beserta and Human Behavior Study. Journal of staf, Kepala Puskesmas Sedayu dan Imogiri II Environmental Health. 2006; 68 (6): beserta staf, Kepala Desa Argosari dan Kepala Desa Wukirsari, tokoh masyarakat dan responden serta 13. Green L and Kreuter M. Health promotion planning: semua pihak yang telah berpartisipasi aktif terhadap an educational and ecological approach. Mountain pelaksanaan penelitian ini. View CA: Mayfield; DAFTAR PUSTAKA 1. Levett PN. Leptospirosis. Clin Micribiol Rev. 2001; 14 (2): Assimina Z and Fotoula B. Leptospirosis: epidemiologi and preventive measures. HSJ-Health Science Journal. 2008; 2 (1): Notoatmojo S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; Azwar S. Sikap manusia teori dan pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar; Sugiyono. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta; Budiarto. Biostatistik untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC;

11 70 Efek Pendidikan...(Aryani Pujiyanti, dkk.)

12 Tita Hariyanti, Efektivitas Metode Kolaboratif dan Kooperatif dalam Pendidikan Kesehatan Berbasis Komunitas EFEKTIVITAS METODE KOLABORATIF DAN KOOPERATIF DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN BERBASIS KOMUNITAS Tita Hariyanti*, Harsono**, Yayi S. Prabandari** * Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang ** Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ABSTRACT Background: The role of the learning methods is changing from teacher centered learning to student centered learning (SCL). One of the SCL methods is collaborative and cooperative learning. The past twenty years have seen an increase in collaborative and cooperative learning based pedagogies in colleges, but not in community based health education. The aim of this study is to identify the efectivity of collaborative and cooperative learning in community based health education Method: This research used quasi experimental non-randomized control group post test design. Respondent of the research are 111 geriatric cadres of Kecamatan Kepanjen and 72 geriatric cadres of Kecamatan Singosari. Results: Data shows that cadre s knowledge in first training, 30 and 90 days after first training increased in both groups (p<0,001). There is no relationship between individual characteristic (age, education, occupation, time to work as a cadre, training) and increase of knowledge (p>0,05). Conclusion: Collaborative and cooperative method can increase cadre s knowledge of stroke effectively and maintain memory retention longer than conventional method. Keywords: stroke, increase of knowledge, memory retention, collaborative and cooperative learning, cadre. ABSTRAK Latar Belakang: Saat ini, proses pembelajaran lebih ditekankan pada proses belajar aktif dan mandiri (student centered learning). Metode pembelajaran yang sesuai dengan model ini adalah metode kolaboratif dan kooperatif (collaborative and cooperative learning). Metode kolaboratif dan kooperatif lazim digunakan pada pendidikan formal, namun masih jarang digunakan untuk pelatihan atau pendidikan kesehatan berbasis komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektivitasan metode kolaboratif dan kooperatif pada pelatihan kader lansia tentang stroke di Kabupaten Malang. Metode: Penelitian ini menggunakan desain quasi experimental non-randomized control group pretest-postest. Responden adalah 111 orang kader lansia di Kecamatan Kepanjen dan 72 orang dari Kecamatan Singosari. Hasil: Data menunjukkan terjadi peningkatan pengetahuan antara kedua kelompok kader mulai dari pelatihan pertama, 30 dan 90 hari setelah pelatihan (p<0,001). Karakter kader yang meliputi usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, lama menjadi kader, dan pelatihan yang pernah diikuti, tidak berhubungan dengan peningkatan pengetahuan (p>0,5). Kesimpulan: Metode kolaboratif dan kooperatif efektif dalam meningkatkan pengetahuan, dan mempertahankan ingatan tentang pengetahuan tersebut lebih lama dibandingkan dengan metode konvensional. Kata kunci: stroke, peningkatan pengetahuan, retensi memori, metode belajar kolaboratif dan kooperatif, kader. Korespondensi: tita.hariyanti@gmail.com Vol. 3 No. 1 Maret 2014 Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 9

13 Tita Hariyanti, Efektivitas Metode Kolaboratif dan Kooperatif dalam Pendidikan Kesehatan Berbasis Komunitas PENDAHULUAN Dalam satu dekade terakhir, stroke menempati urutan pertama dari 10 penyakit degeneratif terbanyak di Indonesia. 1 Selain angka mortalitas stroke menempati urutan tertinggi, angka kesakitan stroke juga menempati urutan ketiga di dunia, dan sebesar 55% penderita stroke mengalami kecacatan. 2 Penyakit stroke dengan gejala yang sangat bervariasi, sering sulit dikenali oleh kalangan petugas kesehatan sekalipun. Banyak terjadi keterlambatan penanganan kasus stroke yang disebabkan oleh pengetahuan yang kurang dari penderita, keluarganya, maupun petugas kesehatan yang menangani. 3 Di Indonesia, yang menjadi ujung tombak upaya pencegahan primer pelayanan kesehatan adalah puskesmas dan aparatnya. Dokter, perawat, bidan, kader, bahkan pamong desa, bersama-sama berusaha mewujudkan kesehatan masyarakat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1457/ MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota disebutkan bahwa setiap kabupaten atau kota diwajibkan menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayananminimal. Standar pelayanan minimal (SPM) ini salah satunya adalah pelayanan kesehatan pralansia dan lansia. SPM ini dilakukan mulai dari pemerintah kabupaten/kota ke bawah. 4 Intitusi pelayanan kesehatan yang berada di ujung tombak adalah pos pelayanan terpadu (posyandu). Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2011, penyelenggara posyandu adalah anggota masyarakat yang disebut dengan kader posyandu. 5 Kader posyandu ini sering bekerja sama dengan petugas kesehatan (bidan, perawat, dokter) untuk menyampaikan informasi tentang kesehatan atau program kesehatan dari puskesmas. Oleh karena itu, pemerintah memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan kader. Berdasarkan wawancara tidak terstruktur, pemerintah daerah telah memberikan berbagai pelatihan kepada kader, terutama tentang permasalahan ibu dan balita. Kader belum pernah sama sekali mengikuti pelatihan tentang stroke. Metode yang digunakan untuk pelatihan selama ini adalah metode konvensional (one way traffic). Sementara saat ini, proses pembelajaran lebih ditekankan pada proses belajar aktif dan mandiri (student centered learning) dibandingkan dengan pembelajaran pasif atau konvensional (teacher centered learning). Sistem pembelajaran konvensional yang selama ini dilakukan kental dengan suasana instruksional dan kurang sesuai dengan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat. Selain itu, jika tujuan pembelajaran ingin memasukkan nilai moral, budi pekerti luhur, kreativitas, kemandirian, dan kepemimpinan, sangat sulit dilakukan pada metode pembelajaran konvensional. Alasan ini yang menyebabkan sistem pembelajaran bergeser ke arah student centered learning. Salah satu metode pembelajaran model ini adalah dengan metode pembelajaran kolaboratif dan kooperatif (collaborative and cooperative learning). Pembelajaran kolaboratif adalah proses belajar kelompok yang setiap anggotanya menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya untuk secara bersama-sama saling meningkatkan pemahaman seluruh anggota. 6 Metode kolaboratif dan kooperatif lazim digunakan pada pendidikan formal 7 dan merupakan keniscayaan bagi perguruan tinggi. 8 Namun metode ini masih jarang digunakan untuk pelatihan atau pendidikan kesehatan berbasis komunitas. Penelitian ini bertujuan melihat efektivitas metode kolaboratif dan kooperatif dalam pendidikan kesehatan berbasis komunitas. Penulis melakukan pelatihan tentang stroke dengan membandingkan dua kelompok kader lansia di kecamatan yang berbeda. Kader lansia yang ada di Kecamatan Kepanjen akan dilatih tentang stroke dengan menggunakan metode kolaboratif dan kooperatif, sedangkan kader di Kecamatan Singosari akan dilatih dengan metode konvensional. Harapannya, kader yang dilatih dengan metode kolaboratif dan kooperatif ini dapat memahami gejala, faktor risiko, pencegahan, dan penanganan stroke lebih baik sehingga lebih mudah menyampaikan kepada masyarakat. Selain itu, peserta dirangsang untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi agar terjadi proses transfer pengetahuan antar peserta sehingga menimbulkan retensi kuat tentang stroke. Metode ini juga merangsang kemandirian, kepemimpinan, kreativitas yang diperlukan saat menjalankan tugasnya. Kemampuan kader tersebut diperlukan untuk menjaga rantai keselamatan dan pemulihan stroke, karena sebagai pengelola posyandu kader dapat berperan aktif dalam memberikan pengetahuan tentang pengenalan tentang tanda dan gejala stroke (detection) serta mengaktivasi orang untuk segera memobilisasi pasien ke rumah sakit (dispatch) Vol. 3 No. 1 Maret 2014 Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia

14 Tita Hariyanti, Efektivitas Metode Kolaboratif dan Kooperatif dalam Pendidikan Kesehatan Berbasis Komunitas METODE Rancangan penelitian yang digunakan pada adalah quasi experiment non-randomized control group pretest-postest. Kader dari dua kecamatan dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperiman dan kelompok kontrol. Pada kelompok intervensi, kader diberi perlakuan dengan memberikan pelatihan metode kolaboratif dan kooperatif dan brosur serta poster sebagai alat penyuluhan sebagai kader lansia. Pelatihan juga diberikan pada kelompok kontrol, namun dengan metode konvensional. Pelatihan ini bertujuan meningkatkan pengetahuan kader tentang stroke sehingga dapat memberikan penyuluhan serta motivasi kepada masyarakat sehubungan dengan stroke. Kedua kecamatan terpilih oleh karena mempunyai karakteristik yang sama baik kota, masyarakat, maupun kadernya. Kedua kota kecamatan ini terletak di Kabupaten Malang, namun terpisah 40 km jauhnya. Singosari terletak 15 km di sebelah utara Kota Malang, sedangkan Kepanjen terletak 25 km sebelah selatan Kota Malang. Pada kelompok intervensi (kader Kecamatan Kepanjen), jumlah kader yang terlibat adalah 100 orang. Peserta tersebut mewakili 99 posyandu lansia yang tersebar di 18 desa di Kecamatan Kepanjen. Setiap posyandu, mengirimkan satu wakilnya untuk mengikuti pelatihan. Jumlah total kader lansia di Kecamatan Kepanjen pada akhir tahun 2012 adalah 545 kader. Seluruh peserta pelatihan ini terbagi rata ke dalam 3 gelombang. Pada saat pelatihan, setiap gelombang membutuhkan waktu 2 hari, hari pertama dan kedua berjarak 3 hari. Misalnya gelombang pertama, hari pertama dilaksanakan pada hari Senin, dan hari kedua pelatihan dilaksanakan pada hari Kamis. Peserta terbagi dalam 5 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 6 7 orang kader yang berasal dari desa yang berbeda, didampingi oleh satu orang fasilitator. Heterogenitas kelompok sengaja dibuat dengan tujuan agar terjadi pertukaran pengetahuan (transfer of knowledge) antar peserta. 7,8 Dihari pertama pada kelompok intervensi, peserta diminta mengerjakan pretestsebelum memulai pelatihan. Pada saat memulai proses pelatihan, setiap kelompok diminta untukmemilih ketua dan sekretaris. Kemudian peserta diminta untuk membaca masing-masing skenario selama 10 menit. Setelah membaca skenario ini, peserta diminta menuliskan jawaban masing-masing dari semua pertanyaan pada kertas yang telah disediakan. Setelah selesai, ketua kelompok memimpin jalannya diskusi di setiap kelompok sampai dihasilkan keputusan kelompok. Terakhir, masing-masing kelompok diminta untuk membagikan hasil diskusi mereka kepada kelompok lain. Di akhir hari pertama, peserta diberi buku saku kader yang berisi materi tentang stroke, posyandu lansia, serta lansia dan permasalahannya. Hari kedua pelatihan diadakan 3 hari berikutnya. Setiap kelompok diminta mengulang proses yang sama dengan hari pertama, namun dengan pengetahuan (prior knowledge) yang berbeda. Di akhir sesi hari kedua, peserta diminta mengerjakan post test. Salah satu skenario tentang stroke dengan judul: S A N T E T Di suatu pagi menjelang subuh, Marwati mengagetkan suaminya yang masih tidur di sebelahnya dengan erangannya. Suaminya kaget dan terbangun. Ti, kowe kenopo Tiii..? Uhhhh. Uhhhh Marwati tidak bisa bicara, dia hanya mengerang dan menangis. Marwati mendapati dirinya tidak bisa bergerak. Suaminya tergopoh-gopoh melihat keadaan Marwati, karena semalam ketika tidur Marwati masih baik-baik saja. Semua orang di rumah itu dibangunkan karena suaminya tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya tetangganya berdatangan mendengar ada keributan di rumah Marwati pada saat subuh. Para tetangga itu mencoba membantu Marwati yang mendadak tidak bisa bicara dan bergerak itu. Ada yang menyuruh merebus air sampai panas untuk mengompres tangan dan kakinya biar lemas, ada yang menyuruh memanggil tukang pijet, ada yang menyuruh banyak membaca istighfar, ada yang menawari kerokan untuk meringankan sakitnya. Dari sekian banyak saran, ada satu saran dari sesepuh yang dipertimbangkan oleh suami Marwati, yaitu saran Pak Karno, sesepuh di kampung itu. Pak Karno menyarankan agar Marwati dibawa ke paranormal. Beliau curiga sakit Marwati karena disantet orang karena terjadinya mendadak, dan santet biasanya datang pada malam hari. Maklum, Marwati adalah penyanyi dangdut terkenal dan laris di kampung itu. Walaupun berusia 43 tahun, Marwati Vol. 3 No. 1 Maret 2014 Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 11

15 Tita Hariyanti, Efektivitas Metode Kolaboratif dan Kooperatif dalam Pendidikan Kesehatan Berbasis Komunitas cantik, singset, dan mempunyai suara merdu, sehingga membuat dia sering dipanggil jika orang mempunyai hajat. Banyak orang yang tidak suka pada ketenaran Marwati tersebut. Sambil menunggu pagi, Marwati dikeroki dan dipijat oleh tetangganya. Setelah hari agak siang, Marwati dibawa ke rumah paranormal. Oleh sang paranormal diberi jampi-jampi sebagai penolak bala. Setelah seminggu di rumah dan meminum ramuan berisi jampi-jampi dari paranormal tersebut, Marwati merasa tidak ada perbaikan pada kesehatannya. Dia masih tetap pelat dan tangan serta kakinya tidak bisa digerakkan separuh. Setelah satu bulan dibawa ke paranormal lagi dan keadaan Marwati tidak berubah, suami Marwati memutuskan untuk membawa Marwati ke dokter. Bahan diskusi: 1. Apa yang dialami Marwati? 2. Apa alasan Anda? 3. Apa penyebab Marwati mengalami hal tersebut? 4. Apakah tindakan Marwati membawa ke paranormal tersebut tepat? Jika ya jelaskan alasannya! Jika tidak, bagaimana seharusnya? Pada kelompok kontrol (kader Kecamatan Singosari), jumlah kader yang terlibat adalah 72 orang. Kader ini berasal dari 35 posyandu lansia yang tersebar di 9 desa. Kader diberi materi tentang stroke dengan metode konvensional atau klasikal. Di sesi akhir, peserta diminta mengerjakan post test. Setelah pelatihan pertama, kedua kelompok kader diminta berkumpul kembali 90 dan 120 hari setelahnya. Kegiatan utama ketika berkumpul adalah mengerjakan post test tentang stroke, dan diberikan materi tentang diabetes melitus dan hipertensi sebagai faktor risiko stroke. Materi diabetes melitus dan hipertensi ini diberikan dengan menggunakan metode konvensional. Pelatihan ini juga diselingi dengan kegiatan lomba dan beberapa permainan untuk memecah suasana (ice breaking). HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1 menunjukkan beberapa perbedaan karakteristik kader di kedua kelompok. Terdapat perbedaan signifikan (p<0.,01) pada usia di kedua kelompok. Para kader di kelompok intervensi rata-rata berusia lebih muda (43,3 tahun) dibandingkan kelompok kontrol (53,9 tahun). Karakter lain yang meliputi lama menjadi kader, tingkat pendidikan, status pekerjaan, dan pengalaman mengikuti pelatihan, tidak ada perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok kader. Jumlah kader di kedua kelompok merupakan jumlah keseluruhan kader yang mengikuti pelatihan dari awal hingga akhir. Terdapat beberapa orang kader yang mengikuti sebuah pelatihan, dan tidak mengikuti pelatihan yang lain. Perbedaan umur kader dan lama menjadi kader antar kedua kelompok diuji dengan independent t-test, sedang perbedaan tingkat pendidikan, status pekerjaan dan pengalaman mengikuti pelatihan, diuji dengan uji-chi kwadrat. Tabel 1. Karakteristik kader kedua kelompok 12 Vol. 3 No. 1 Maret 2014 Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia

16 Tita Hariyanti, Efektivitas Metode Kolaboratif dan Kooperatif dalam Pendidikan Kesehatan Berbasis Komunitas Tabel 2 menunjukkan gambaran pengetahuan dari kedua kelompok. Post test yang diberikan ini terdiri dari dua kelompok pertanyaan, yaitu tentang stroke dan posyandu lansia.terdapat perbedaan pengetahuan yang signifikan di kedua kelompok (p<0,001). Mulai dari pelatihan pertama hingga terakhir, tampak ada penurunan jumlah kader yang mengikuti pelatihan. Namun ternyata, terdapat peningkatan skor yang menggembirakan di kedua kelompok, dengan tingkat pengetahuan dan penguasaan materi tentang stroke dan posyandu lansia lebih baik pada kelompok intervensi dibandingkan kelompok kontrol. Perbedaan tingkat pengetahuan ini diuji dengan menggunakan independent t-test. Potensi kader dalam menyuluh masyarakatnya dengan benar ditentukan oleh jumlah atau prosentase kader yang memiliki pengetahuan stroke yang benar 100%. Karena itu Tabel 3 ini dibuat untuk mengetahui seberapa banyak jumlah kader yang potensial menjadi penyuluh yang baik dan benar dalam mensosialisasikan pengetahuan stroke. Terlihat bahwa kader kelompok intervensi memiliki tren retensi pengetahuan lebih tinggi dibanding kader kelompok kontrol. Sampai hari ke 120 (4 bulan pasca pelatihan), jumlah kader potensial (yang masih memiliki pengetahuan stroke 100% benar) masih diatas 85% di kelompok intervensi, dibanding 50% di kelompok kontrol. Tren persentase jumlah kader yang masih memiliki pengetahuan stroke dengan benar, terutama di kelompok intervensi, terlihat semakin meningkat dan relatif stabil setelah pengukuran hari ke-90. Dari 68,4% di pelatihan pertama, menjadi 86,4% dan 85% pada hari ke-90 dan hari ke-120. Sementara itu di kelompok kontrol, kenaikan persentase kader yang memiliki pengetahuan benar tentang stroke lebih rendah dari 25% di pelatihan pertama, meningkat pada hari ke-90 menjadi 60,6%dan kemudian menurun menjadi 50% pada hari ke-120. Tabel 2. Beda pengetahuan kader di kedua kelompok pada post test pelatihan hari pertama, hari ke-90, dan hari ke-120 Vol. 3 No. 1 Maret 2014 Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 13

17 Tita Hariyanti, Efektivitas Metode Kolaboratif dan Kooperatif dalam Pendidikan Kesehatan Berbasis Komunitas Tabel 3 Persentase kader yang memiliki skor nilai benar maksimal pada pelatihan pertama, hari ke-90 dan ke 120 pasca pelatihan Tabel 4 menunjukkan hasil hubungan antara karakter kader dengan skor pengetahuan tentang stroke di kedua kelompok. Pada tabel ini, Umur kader dikategorikan dibawah dan diatas umur rata-rata kader (43 tahun); Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi 3 ( tamatan SD, tamatan SLTP, dan tamatan SLTA ke atas ); Status Bekerja dikategorikan bekerja dan tidak bekerja; Lama menjadi kader dikategorikan dibawah dan diatas nilai rata-rata lama menjadi kader (5 tahun); Pernah mengikuti pelatihan kader posyandu lansia dikategorikan pernah dan tidak pernah. Dari tabel 4 ini, dapat disimpulkan bahwa latar belakang karakteristik kader di kedua kelompok tidak berasosiasi dengan peningkatan pengetahuan kader tentang stroke, baik pada pengukuran pelatihan pertama, 90 hari pasca pelatihan, dan 120 hari pasca pelatihan. Tabel 4. Asosiasi antara karakter kader dengan skor pengetahuan tentang stroke di kedua kelompok Hubungan antara Karakteristik Kader dengan Peningkatan Pengetahuan Pada penelitian ini, ternyata tidak ada perbedaan karakter antara kader Kecamatan Kepanjen sebagai sebagai kelompok intervensi dengan kader Kecamatan Singosari sebagai kelompok kontrol. Usia kader di Kecamatan Kepanjen relatif lebih muda dibandingkan kader Singosari. Pada wawancara tidak terstruktur, 14 Vol. 3 No. 1 Maret 2014 Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia

18 Tita Hariyanti, Efektivitas Metode Kolaboratif dan Kooperatif dalam Pendidikan Kesehatan Berbasis Komunitas penulis menjumpai sebuah kesepakatan di Singosari bahwa untuk menjadi kader posyandu lansia, sebaiknya orang yang berusia lansia agar dapat memahami karakter para lansia. Padahal syarat menjadi kader adalah (1) diutamakan penduduk daerah setempat, (2) bisa membaca dan menulis, (3) mempunyai jiwa pelopor, (4) bersedia bekerja secara sukarela, memiliki kemampuan dan waktu luang. 5 Sebagian besar kader berpendidikan tamatan SMA dan lebih tinggi, serta tidak bekerja. Kedua karakter ini sangat mendukung profesi sebagai kader, karena kader kesehatan atau yang lebih umum disebut sebagai kader posyandu merupakan pembawa misi pembangunan kesehatan ditingkat paling bawah. Kader ini adalah kepanjangan tangan dari puskesmas atau Dinas Kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Tenaga sukarelawan ini berasal dari masyarakat yang peduli terhadap kesehatan warga sekitarnya. Sampai saat ini kader kesehatan terkadang menjadi sumber rujukan bagi penanganan berbagai masalah kesehatan. 10 Meskipun merancang sebuah metode yang akan digunakan dalam pelatihan itu dipengaruhi oleh karakteristik dan latar belakang pengetahuan yang dimiliki peserta, 11 namun dalam penulisan ini tidak dijumpai hubungan antara karakteristik kader dengan peningkatan pengetahuan tentang stroke.kader dengan berbagai latar belakang usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, lama menjadi kader, kepesertaan mengikuti pelatihan, tidak berhubungan dengan peningkatan pengetahuan tentang stroke dan pelayanan posyandu. Hubungan antara Metode Kolaboratif dan Kooperatif dengan Peningkatan Pengetahuan Beberapa pertanyaan diajukan kepada kader tentang metode yang digunakan untuk pelatihan yang telah diberikan selama ini. Sebagian besar menyatakan bahwa metode yang digunakan untuk pelatihan adalah ceramah dan tanya jawab, serta praktek. 10,12 Penelitian ini bertujuan melihat efektivitas metode kolaboratif dan kooperatif pada kader. Metode tersebut umum digunakan pada pendidikan tinggi. 13 Metode kolaboratif dan kooperatif merupakan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik dengan berbagai macam latar belakang secara bersama-sama. Peserta diharapkan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya (prior knowledge) untuk melaksanakan metode ini secara aktif dan interaktif, dan tidak seorang peserta pun yang diam atau dalam keadaan pasif. Di dalam kelompok diskusi, tiaptiap individu berperan aktif, saling memberi kontribusi, saling menerima pendapat kawan dengan prasangka baik, saling menghargai kemampuan orang lain. Pembelajaran kolaboratif ini lebih menekankan saling bagi pengalaman dan pendapat, dan bukan merupakan kompetisi di antara pembelajar. 7,14,15 Hari pertama pelatihan pada kelompok intervensi, kader diminta untuk mendiskusikan 3 skenario. Skenario yang digunakan berbeda di setiap gelombang, namun mempunyai tujuan yang sama. Skenario pertama bertujuan untuk memperkenalkan metode kolaboratif dan kooperatif, scenario kedua bertujuan untuk menggali pengetahuan tentang stroke, dan yang ketiga bertujuan untuk menggali pengetahuan tentang peran dan fungsi kader lansia. Proses diskusi ini dibiarkan mengalir tanpa intervensi dari fasilitator dan tanpa ada penjelasan dulu tentang skenario tersebut. Masing-masing peserta hanya diminta untuk membaca skenario, menjawabnya sendiri terlebih dahulu, dan kemudian berdiskusi sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Setiap kelompok menuliskan hasil diskusi di kertas lembar balik (flip chart). Hasil diskusi kelompok ini kemudian dipaparkan dan didiskusikan antar kelompok. Setiap kelompok diminta untuk mewakilkan orang yang berbeda dalam memaparkan hasil pada setiap skenario, sesuai dengan langkah langkah dalam metode kolaboratif dan kooperatif. 7,14,15 Di akhir sesi pelatihan hari pertama, penulis membagikan buku saku untuk kader lansia. Pada buku tersebut terdapat penjelasan tentang lanjut usia dan permasalahannya, kader dan posyandu, serta stroke. Seluruh peserta diminta membaca buku tersebut. Hari kedua pelatihan, yaitu 3 hari setelah pelatihan hari pertama, seluruh peserta diminta mendiskusikan skenario yang sama dengan hari pertama. Bedanya, pada hari kedua peserta memiliki latar belakang pengetahuan karena diharapkan telah membaca buku saku yang dibagikan. Diskusi yang terjadi pada hari ini membutuhkan waktu lebih singkat daripada sebelumnya. Setelah melakukan diskusi antar kelompok, penulis memberikan materi tentang stroke untuk menyamakan persepsi. Materi yang diberikan meliputi gejala, faktor risiko, pencegahan, dan penanganan awal stroke, lansia dan permasalahannya, serta peran kader pada posyandu Vol. 3 No. 1 Maret 2014 Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 15

19 Tita Hariyanti, Efektivitas Metode Kolaboratif dan Kooperatif dalam Pendidikan Kesehatan Berbasis Komunitas lansia. Metode ini merangsang partisipasi aktif dari setiap peserta, sesuai dengan tujuannya. Terdapat 5 pilar dalam metode kooperatif, yaitu (1) Anggota kelompok harus berbagi pengetahuan dalam saling ketergantungan secara positif (positive interdependence), (2) Setiap anggota kelompok harus saling kerjasama (promotive, face to face interaction), (3) Anggota kelompok harus mempunyai rasa tanggung jawab dan tanggung gugat (individual accountability),(4) Anggota kelompok harus trampil dalam kerjasama kelompok (social skills), (5) Kelompok harus mengevaluasi proses diskusinya (group processing). 7 Kelima pilar ini dapat dilalui oleh kader yang berada dalam kelompok intervensi. Dari hasil penelitian, didapatkan peningkatan pengetahuan setelah pelatihan baik dengan metode kolaboratif dan kooperatif maupun pelatihan metode konvensional. Namun, kader Kepanjen yang dilatih menggunakan pendekatan kolaboratif dan kooperatif memiliki tren retensi pengetahuan lebih tinggi dibanding kader Singosari, bahkan setelah 120 hari setelah pelatihan pertama. Melihat bahwa karakteristik tidak berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan, maka besar dugaan penulis bahwa perbedaan peningkatan pengetahuan kader tentang stroke di kedua kelompok kemungkinan dipengaruhi oleh metode pendekatan pelatihan kader. Kader Kepanjen yang dilatih menggunakan metode kolaboratif dan kooperatif tampaknya dapat membuat para kader aktif belajar pengetahuan tentang stroke. Hal ini yang menyebabkan peningkatan pengetahuan dan retensi memori tentang stroke bertahan lebih lama dibandingkan dengan kader yang dilatih dengan metode konvensional. 7 Proses pelatihan konvensional yang diterapkan di Singosari pun tidak dapat berjalan sesuai rencana. Seharusnya, kader diberikan pre dan post test pada saat pelatihan pertama. Namun sampai dengan acara pelatihan dimulai, kader yang datang baru setengah dari undangan, sehingga beberapa kader mengisi pre test saat penulis memberikan materi. Kejadian ini menjadikan keterbatasan penulisan, karena pre test di kelompok kontrol tidak dapat dilaksanakan sehingga tidak dapat dibandingkan dengan kelopok intervensi. Kader Singosari yang berada di kelompok kontrol tampak mengalami penurunan skor pengetahuan beberapa poin pada hari ke-120 setelah pelatihan. Gambaran ini menunjukkan bahwa retensi memori pada kader Singosari yang dilatih denganmetode konvensional dan cenderung pasif saat pelatihan, tidak terlalu bagus. Penulis menyarankan perlunya upaya mempertahankan tingkat pengetahuan kader secara berkala agar para kader mampu mendiseminasikan permasalahan kesehatan dengan handal. KESIMPULAN Metode kolaboratif dan kooperatif ternyata tidak hanya efektif digunakan dalam pendidikan tinggi, namun juga untuk pendidikan kesehatan berbasis komunitas. Metode ini juga dapat meningkatkan pengetahuan kader tentang stroke, serta mempertahankan memori tersebut lebih lama dibandingkan dengan metode konvensional. Karakteristik kader, seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan jenis pelatihan yang pernah diikuti, tidak berhubungan terhadap efektivitas metode kolaboratif dan kooperatif. DAFTAR PUSTAKA 1. Profil Kesehatan Indonesia Tahun Jakarta: Departemen Kesehatan RI; Adams H, Adams R, Zoppo GD, Goldstein LB. Guidelines for the early management of patients with ischemic stroke. American Heart Association Journals, 2005; 36: Misbach J. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar PelayananMinimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. 5. Kementerian Dalam Negeri. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 tahun 2011 tentang pedoman pengintegrasian layanan sosial dasar di pos pelayanan terpadu. 6. Sudarman. Penerapan metode collaborative learning untuk meningkatkan pemahaman materi mata kuliah metodologi penulisan. Jurnal Pendidikan Inovatif, 2008; 3(2): Jones KA, Jones JL. Making cooperative learning worked in the college classroom: an application of five pillars of cooperative learning to post-secondary instruction. The journal of effective teaching, 2008; 8(2): Vol. 3 No. 1 Maret 2014 Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia

20 Tita Hariyanti, Efektivitas Metode Kolaboratif dan Kooperatif dalam Pendidikan Kesehatan Berbasis Komunitas 8. Harsono. Student Centered Learning di perguruan tinggi. Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia, 2008; 3(1): Jauch EC, Saver JL, Adams HP, Bruno A. Guidelines for the early management of patients with acute ischemic stroke: a guideline for healthcare professionals from the American Heart Association/ America Stroke Association. Stroke-AHA Journals, January Kusumawati Y, Darnoto S. Pelatihan peningkatan kemampuan kader posyandu dalam penanggulangan demam berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Joyotakan Kecamatan Serengan Surakarta. Warta, September 2008; 11(2): Jamil R. Training Need Analysis (TNA) practices: a survey of the top 1000 companies in Malaysia. VOT No: 75171, Syafei M, Lazuardi L, Hasanbasri M. Pemberdayaan kader dalam revitalisasi posyandu di Kabupaten Batanghari. Jurnal KMPK, Working paper series, No. 14, April 2008, first draft. 13. Faust JL, Paulson DR. Active learning in the college classroom. Journal on excellence in college teaching, 2008; 9 (2): Jacobs G. Cooperative Learning: theory, principles, and techniques. JF New Paradigm Education; Macpherson A. Cooperative learning group activities for college courses: a guide for instructor. Kwantlen University College; Vol. 3 No. 1 Maret 2014 Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 17

21 KEMAS 5 (1) (2009) 1-10 Jurnal Kesehatan Masyarakat FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI PRAKTIK PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA Suharyo Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Dian Nuswantoro, Indonesia Info Artikel Sejarah Artikel: Diterima 16 Maret 2009 Disetujui 3 April 2009 Dipublikasikan Juli 2009 Keywords: Predisposing factors Adolescent reproductive Health Counseling teacher Abstrak Pendidikan kesehatan reproduksi remaja (KRR) di sekolah diharapkan mampu meningkatkan derajat kesehatan anak didik dan kualitas sumber daya manusia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor predisposisi yang berhubungan dengan praktik pendidikan KRR oleh guru bimbingan konseling pada SMP di Kota Semarang. Pendekatan penelitian ini adalah study belah lintang. Populasi penelitian adalah guru BK SMP negeri dan swasta sebanyak 190. Dengan teknik pengambilan sampel acak didapatkan sampel 64 guru. Data dikumpulkan melalui wawancara. Uji statistik yang digunakan adalah chi square dan fisher s exact, sedangkan regresi logistik digunakan untuk uji multivariat. Hasil penelitian menunjukkan proporsi praktik pendidikan KRR guru BK yang tergolong baik mencapai 53,1%. Variabel yang berhubungan dengan praktik pendidikan KRR guru BK secara bersama-sama adalah pengetahuan tentang pendidikan KRR (RP = 12,48), dan sikap terhadap pendidikan KRR (RP = 3,89). Jadi faktor terbesar menyumbang praktik adalah pengetahuan tentang pendidikan KRR. Abstract Adolescent reproductive health education in the school is expected to improve the health of students and the quality of human resources. The purpose of this study was to determine the predisposing factors associated with the practices of KRR by teacher in junior high school in the Semarang city. The approach of this study was cross-sectional. The study population were counseling teachers of public and private junior high school in the Semarang city as many as 190. With simple random sampling technique obtained 64 samples of teachers. Data collected using interviewing techniques. Statistical tests used were chi-square and fisher s exact whereas logistic regression used for multivariate testing. The results showed the proportion of KRR practices that were good reaching 53.1%. Variables related to the practice of KRR was the knowledge of KRR education (RP = 12.48), and attitudes toward education KRR (RP = 3.89). So the biggest factor contribute to the knowledge is about educational practices KRR Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi: Jalan Nakula No. 1, Semarang, haryo18@yahoo.co.id ISSN

22 Suharyo / KEMAS 5 (1) (2009) 1-10 Pendahuluan Pendidikan kesehatan reproduksi remaja di sekolah merupakan salah satu upaya kesehatan institusi yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan anak didik dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (Fjord et al., 2008). Program kesehatan reproduksi remaja merupakan upaya untuk membantu remaja agar memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap, dan perilaku kehidupan reproduksi sehat dan bertanggung jawab, melalui advokasi, promosi, komunikasi informasi dan edukasi (KIE), konseling dan pelayanan kepada remaja yang memiliki permasalahan khusus serta dukungan pada kegiatan remaja yang bersifat positif (Mevsim et al., 2009; Fransen et al., 2009). Kesehatan reproduksi remaja (KRR) itu sendiri diartikan sebagai kondisi sehat, yang menyangkut sistem, fungsi, dan proses reproduksi yang dimiliki remaja. Pengertian sehat di sini tidak semata-mata berarti bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural (Depkes RI, 2007). Saat ini jumlah remaja di Indonesia yaitu mereka yang berusia tahun adalah sekitar 30 % dari jumlah penduduk atau kurang lebih 65 juta jiwa. Perilaku kesehatan reproduksi remaja saat ini cenderung kurang mendukung terciptanya remaja berkualitas (Kulczycki et al., 2007). Angka aborsi di kalangan remaja saat ini misalnya diperkirakan sekitar 700 sampai 800 ribu kasus per tahun. Tingkat kelahiran di masa remaja (adolescence pregnancy) masih relatif tinggi yaitu sekitar 11 persen dari seluruh kelahiran yang terjadi. Berkaitan dengan perilaku seks berisiko di kalangan remaja maka persentase remaja yang terjangkit IMS serta HIV&AIDS cenderung meningkat (Utomo dan McDonald, 2009). Di samping itu tingkat anemia di kalangan remaja masih sekitar persen, padahal anemia sangat berbahaya bagi kehamilan dan proses persalinan. Pengetahuan remaja mengenai masalah kesehatan reproduksi masih relatif rendah (BKKBN, 2007). Biro Pusat Statistik menyebutkan bahwa jumlah total penduduk propinsi Jawa Tengah selama tahun 2005 mencapai jiwa. Dari jumlah tersebut ternyata remaja umur tahun mencapai 5%, umur tahun mencapai 8,9% dan remaja umur tahun mencapai 8%. Seperti daerah yang lain remaja di Jawa Tengah juga banyak yang sudah aktif secara seksual meski tidak selalu atas pilihan sendiri. Kegiatan seksual menempatkan remaja pada tantangan resiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi (Frost, 2008). Dari survei yang dilakukan Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah 2004 di Semarang mengungkapkan bahwa dengan pertayaan-pertanyaan tentang proses terjadinya bayi, Keluarga Berencana, cara-cara pencegahan HIV/AIDS, anemia, cara-cara merawat organ reproduksi, dan pengetahuan fungsi organ reproduksi, diperoleh informasi bahwa 43,22 % pengetahuannya rendah, 37,28 % pengetahuan cukup sedangkan 19,50 % pengetahuan memadai (Husni, 2008). Masalah yang timbul akibat rendahnya pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi sangat kompleks mulai dari masalah kesehatan sampai masalah sosial-ekonomi (Orji, 2003). Pada tahun 2007 jumlah remaja (umur tahun) di Kota Semarang sebesar dan 27,9%nya merupakan anak Sekolah Menengah Pertama (SMP). Data dari Dinas Kesehatan Kota Semarang menunjukkan bahwa pada tahun 2006 terdapat 123 masalah remaja yang dilayani oleh puskesmas yang terdiri dari 10,5% masalah narkoba, 4,1% aborsi, 59,3% KTD, dan 26% masalah IMS. Sedangkan pada tahun 2007 terdapat 112 masalah remaja yang terlayani meliputi 16,9% narkoba, 32,1% aborsi, 29,5% KTD, serta 21,4% menderita IMS. Hampir 40% diantara remaja-remaja yang mempunyai tersebut adalah anak usia SMP. Masalah tersebut tidak terlepas dari kondisi pengetahuan dan persepsi yang salah tentang kesehatan reproduksi (DKK, 2007). Berbagai penelitian mengenai remaja menunjukkan bahwa remaja membutuhkan informasi, terutama informasi tentang kesehatan reproduksi (Heikkila, 2006). Penelitian di Jakarta dan Banjarmasin menunjukkan sumber informasi kesehatan reproduksi yang paling banyak didapatkan oleh remaja adalah dari media kemudian disusul dari guru. Guru sebagai pendidik di sekolah diharapkan mampu memberikan informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi remaja, terutama guru Bimbingan dan Konseling (BK). Salah satu tugas guru BK adalah membantu memberikan pemecahan 2

23 Suharyo / KEMAS 5 (1) (2009) 1-10 masalah bagi anak didiknya termasuk masalah kesehatan reproduksi remaja. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja berbasis sekolah merupakan salah satu cara yang efisien dalam menjangkau remaja (Sydsjo et al., 2006). Agar hasil pendidikan tercapai dengan baik maka sistem tersebut didukung dengan sumber daya pendidik yang berkompeten, kebijakan kurikulum sekolah, sarana dan prasarana pembelajaran yang memadai (Rao et al., 2008). Oleh karena itu KIE kesehatan reproduksi seharusnya diperkenalkan di sekolah, bahkan dimasukkan ke dalam kurikulum (Notobroto, 2008). Salah satu program yang dilakukan BK- KBN Kota Semarang adalah pelatihan Orientasi Kesehatan Reproduksi Remaja bagi guru Bimbingan dan Konseling SMP pada tahun Peserta yang mengikuti kegiatan tersebut berjumlah 25 guru BK dari 180 SMP yang ada di Kota Semarang. Hasil pre tes menunjukkan bahwa tidak lebih dari 50% peserta telah memberikan informasi mengenai KRR yang terbatas pada anatomi organ reproduksi selama 4 jam dalam setahun. Pengetahuan mereka tentang KRR tidak sepenuhnya baik, bahkan ada yang merasa kurang sependapat kalau materi KRR diberikan ke anak didik karena dianggap mengajari hal yang belum pantas yaitu tentang seks. Hampir semua peserta mengatakan mereka tidak mempunyai media pembelajaran untuk menyampaikan tentang KRR kepada anak didiknya dan mereka juga tidak tahu, siapa yang bertanggungjawab atas pendidikan KRR di sekolahnya karena ketidakjelasan kebijakan tentang materi tersebut. Kondisi atau masalah di atas perlu penjelasan yang lebih akurat dengan mengkajinya lebih mendalam sehingga ditemukan penyebab masalah tersebut sehingga upaya perbaikan dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang tepat (Obi et al., 2007). Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian dengan dasar teori perubahan perilaku seperti yang dikemukakan oleh Green. Teori tersebut menyebutkan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor predisposisi, pemudah, dan penguat (Green and Kreuter, Oleh karena keterbatasan sumber daya pada peneliti maka pada penelitian ini dirumuskan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui faktor-faktor predisposisi yang berhubungan dengan praktik pendidikan ke- sehatan reproduksi remaja oleh guru BK pada SMP di Kota Semarang. Metode Penelitian ini merupakan penelitian analitik, yaitu jenis penelitian yang mengamati dan menganalisis hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan. Desain penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang (Murti, 2003). Studi ini mempelajari hubungan antara faktor penyebab (paparan) dan akibat dengan cara mengamati status faktor penyebab (paparan) dan akibat secara serentak pada individu-individu dari populasi tunggal, pada satu saat atau satu periode. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru BK Sekolah Menengah Pertama di Kota Semarang baik yang negeri maupun swasta yang berjumlah 190. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengambilan sampel acak sebanyak 64 responden Data primer (variabel penelitian) tentang praktik pendidikan KRR oleh guru BK, frekuensi pelatihan, masa kerja, pengetahuan guru BK tentang pendidikan KRR, sikap guru BK terhadap pendidikan KRR, dan persepsi guru BK tentang pendidikan KRR didapatkan dengan teknik wawancara terpimpin. Data sekunder data-data pendukung seperti gambaran kebijakan yang telah dilakukan oleh dinas Pendidikan Kota Semarang berkaitan dengan pendidikan KRR. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini meliputi kuesioner terstruktur, dan lembar checklist. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat, dan multivariat. Uji statistik yang digunakan adalah chi-square karena data yang digunakan berskala nominal (Sugiyono, 2004). Jika syarat uji chi-square tidak terpenuhi maka uji alternatifnya dalah fisher s exact. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 95% dengan nilai kemaknaan 5%. Untuk mengetahui kontribusi masingmasing variabel bebas maka digunakan indikator rasio prevalensi (RP). RP adalah perbandingan antara prevalens efek pada kelompok dengan penyebab, dengan prevalens efek pada kelompok tanpa penyebab. 3

24 Suharyo / KEMAS 5 (1) (2009) 1-10 Analisis multivariat yang digunakan adalah analisis regresi ganda logistik karena data dari variabel berskala nominal. Tujuan dilakukan analisis regresi ganda logistik adalah: 1) Menemukan model regresi yang paling sesuai, paling irit, sekaligus masuk akal dan untuk menggambarkan hubungan antara variabel terikat dan beberapa variabel bebas dalam populasi. 2) Meramalkan terjadinya variabel terikat pada individu berdasarkan nilai-nilai variabel bebas yang diukur. Pemakaian analisis regresi mampu memperkirakan probabilitas individu untuk melakukan atau tidak suatu praktik berdasarkan nilai-nilai beberapa variabel bebas yang diukur. Hasil dan Pembahasan Kota Semarang terbagi atas 16 wilayah kecamatan yang terdiri dari 177 kelurahan. Luas wilayah Kota Semarang adalah 373,7 km 2, yang terdiri dari 37,8 km 2 (10,1%) tanah sawah dan 33,6 km 2 (89,9%) bukan sawah. Jumlah penduduk Kota Semarang sampai akhir Desember 2007 sebesar jiwa, terdiri dari (49,6%) jiwa penduduk laki-laki dan (50,4%) jiwa penduduk perempuan. Dengan jumlah itu, Kota Semarang termasuk dalam 5 besar kabupaten/kota yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di Jawa Tengah. Kepadatan penduduk pada tahun 2007 sebesar jiwa per km 2. Pada tahun 2007 jumlah remaja (umur tahun) di Kota Semarang sebesar Sasaran pembangunan kesehatan Kota Semarang salah satunya adalah meningkatnya derajat kesehatan ibu, ibu maternal, bayi, balita, anak prasekolah, remaja, usia lanjut serta meningkatnya status gizi masyarakat. Salah satu program kesehatan di sekolah adalah pelayanan kesehatan anak sekolah meliputi pemeriksaan kesehatan siswa yang dilakukan oleh tenaga kesehatan atau tenaga ter- Tabel 1. Distribusi Praktik Pendidikan berdasarkan Frekuensi Pelatihan Pendidikan KRR, Masa Kerja, Pengetahuan Pendidikan KRR, Persepsi Pendidikan KRR dan Sikap terhadap Pendidikan KRR Frekuensi Pelatihan Pendidikan KRR < 3 kali 29 52, , ,0 3,8 0,029 ditolak 4,3 > 4 kali 1 11,1 8 88, ,0 4

25 Suharyo / KEMAS 5 (1) (2009) 1-10 latih (guru UKS/dokter kecil) melalui p enjaringan kesehatan, paling sedikit 1 kali. Penjaringan kesehatan pada anak sekolah meliputi pemeriksaan umum seperti: TB, BB, kulit, ketajaman mata, pendengaran, gigi dan mulut). Hasil cakupan pelayanan kesehatan pada anak sekolah (siswa TK, SLTP, dan SLTA) pada tahun 2007 di Kota Semarang mencapai siswa (97,08%). Pencapaian tersebut disebabkan karena partisipasi dari guru UKS dan kader kesehatan (dokter kecil) sudah jauh lebih baik dalam pelayanan kesehatan di sekolah dan tenaga ke-sehatan yang ada juga telah berperan secara aktif dalam upaya pembina Usaha Kesehatan Sekolah. Selain itu keterlibatan dan kerja sama lintas sektor yang erat antara Dinas Kesehatan dengan Dinas Pendidikan serta Kantor Departemen Agama juga turut mendukung keberhasilan program tersebut. Khusus untuk remaja, Dinas Kesehatan Kota Semarang sudah melakukan beberapa program yaitu program puskesmas peduli remaja dan penyuluhan terhadap 100 remaja sekolah tentang materi KRR. Praktik pendidikan KRR oleh guru BK menunjukkan data bahwa 90,6% responden sudah pernah melakukan konseling mengenai KRR terhadap siswa. Diikuti dengan melakukan pendidikan KRR di dalam kelas sebanyak 82,8% responden. Hanya 10,9% yang pernah memberikan pendidikan KRR 2 jam per minggu. Kemudian baru seperlima responden (18,8%) melakukan pemberian informasi KRR di luar kelas 1 kali per minggu dan 15,6% yang sudah membentuk peer group. Materi KRR yang pernah diberikan oleh 93,8% responden kepada siswa SMP adalah tumbuh kembang remaja diikuti materi pacaran sehat (78,1%). Materi organ reproduksi dan risiko reproduksi masing-masing 67,2%. Sedangkan materi yang frekuensinya paling kecil disampaikan oleh guru BK, hanya 23,4% responden adalah materi hak-hak seksual dan reproduksi disusul materi menstruasi (31,3%). Metode yang paling banyak digunakan dalam pendidikan KRR oleh responden adalah metode ceramah sebesar 96,0% responden. Metode lainnya yang cukup banyak digunakan adalah diskusi dan tanya jawab, sebesar 76,6% dan 62,5% responden. Sedangkan metode karyawisata dan simulasi belum pernah ada responden yang menggunakannya dalam pendidikan KRR untuk siswa SMP. Dramatisasi, kegiatan ekstrakurikuler, dan intrakurikuler juga tidak lebih dari 3,5% responden yang menggunakannya sebagai metode praktik pendidikan KRR untuk siswa SMP. Metode pemutaran film sangat minim digunakan dalam pendidikan KRR dengan persentase sebesar tidak lebih dari 4,9%. Hasil analisis statistik antara variabel predisposisi dengan praktik pendidikan KRR oleh guru BK djelaskan pada Tabel 1. Hampir duapertiga responden (64,1%) pernah mengikuti pelatihan KRR baik pelatihan yang terstruktur maupun berupa seminar atau lokakarya sehari. Frekuensi paling banyak mengikuti pelatihan mencapai 10 kali namun rerata frekuensi keikutsertaan dalam pelatihan baru mencapai 1,7 kali. Diantara yang pernah mengikuti pelatihan sebagian besar (78,0%) frekuensinya baru 1-3 kali. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi pelatihan dengan praktik pendidikan KRR oleh guru BK. Hasil ini diperkuat dengan nilai RP sebesar 4,3 yang berarti guru BK yang frekuensi pelatihannya < 3 kali mempunyai risiko praktik pendidikan KRRnya kurang baik sebesar 4,3 kali lipat dibanding guru BK dengan frekuensi pelatihan KRR sebanyak > 4 kali. Frekuensi pelatihan pendidikan KRR bagi guru BK akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam menyampaikan materi pendidikan KRR bagi siswanya. Pelatihan merupakan salah satu wahana pendidikan dan menurut Green, pendidikan merupakan salah satu faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Semakin baik tingkat pendidikan maka perilakunya pun akan baik. Hal ini menunjukkan hasil penelitian ini sesuai dengan teori Green. Dilihat dari masa kerja sebagai guru BK, sebagian besar responden (79,7%) mempunyai masa kerja lebih dari 6 tahun, rerata masa kerja responden 15,3 tahun, dan paling lama masa kerjanya ada yang mencapai 31 tahun. Tabel 1 menunjukkan bahwa pada kelompok guru BK dengan praktik pendidikan KRRnya kurang baik, proporsi masa kerja < 5 tahun lebih besar dibanding dengan masa kerja > 6 tahun. Hasil ini berarti bahwa semakin pendek masa kerja maka praktik pendidikan KRR-nya semakin kurang baik. Namun demikian secara statistik 5

26 Suharyo / KEMAS 5 (1) (2009) 1-10 hasil hubungan tersebut tidak bermakna (nilai p=0,8). Kondisi tersebut disebabkan karena masa kerja tidak menjamin pengalaman tentang pendidikan KRRnya semakin baik. Hal ini dipengaruhi banyak faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal disebabkan oleh faktor kemauan dan kemampuan guru BK tersebut di bidang pendidikan KRR. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh kebijakan pimpinan sekolah dan motivasi dari teman guru yang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan tentang pendidikan KRR dari guru BK sebagian besar tergolong kurang baik (64,1%). Besarnya masalah tersebut tidak berbeda jauh dari hasil pretest pada saat dilakukan pelatihan KRR untuk guru BK SMP yang dilakukan oleh BKKBN Kota Semarang pada tahun Ini berarti bahwa masih ada kesenjangan yang belum sesuai harapan, dimana guru BK sebagai pendidik dan seorang konselor dituntut memiliki pengetahuan yang baik untuk melaksanakan salah satu tugas pokoknya yaitu pemberian layanan informasi bagi siswa yang bertujuan membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi tentang diri khususnya masalah KRR yang mungkin terjadi pada diri siswa. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan tentang pendidikan KRR dengan praktik pendidikan kesehatan reproduksi remaja oleh guru BK pada SMP. Kondisi ini sesuai dengan teori green yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mendahului perilaku dalam hal ini praktik pendidikan KRR oleh guru BK. Penjelasan ini diperkuat dengan data yang menunjukkan bahwa guru BK yang mempunyai pengetahuan pendidikan KRR kurang baik mempunyai risiko praktik pendidikan KRR kurang baik pula sebesar 7,9 kali dibanding yang berpengetahuan pendidikan KRR baik. Oleh karena itu untuk meningkatkan persentasi praktik pendidikan KRR oleh guru BK yang tergolong baik maka salah satu caranya adalah dengan meningkatkan pengetahuan guru BK tentang pendidikan KRR melalui suatu pelatihan atau workshop. Walaupun demikian dari data yang ada menunjukkan bahwa pemerintah Kota Semarang melalui BKKBN telah melakukan pelatihan bagi guru BK tetapi kuantitasnya masih jauh dari kebutuhan yang ada. Ditinjau dari distribusi jawaban guru BK pada variabel pengetahuan dapat diketahui beberapa kondisi pengetahuan guru BK saat ini yaitu, pertama sebagian besar (lebih dari 75%) guru BK sudah mengetahui bahwa program pendidikan kesehatan untuk siswa khususnya pendidikan KRR dapat memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan siswa tentang masalah kesehatan kususnya KRR namun baru 26,6% guru BK yang mengetahui bahwa program pendidikan kesehatan dapat meningkatkan prestasi dan hanya 46,9% guru BK yang tahu bahwa pendidikan KRR dapat membantu mengatasi masalah KRR yang dialami siswa. Kondisi tersebut cukup memprihatinkan karena sebagai seorang pendidik, guru BK, seharusnya mengetahui bahwa program pendidikan kesehatan khususnya pendidikan KRR merupakan salah satu program promosi kesehatan yang strategis dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat khususnya siswa. Kedua, ternyata guru BK yang mengetahui bahwa aborsi merupakan salah satu masalah KRR yang dapat menimpa siswa hanya mencapai 21%. Selanjutnya, hanya 51,6% guru BK yang tahu bahwa KTD dan penyakit IMS/HIV&AIDS juga merupakan masalah KRR yang menjadi ancaman bagi siswa. Sedangkan pada saat ini masalah pokok yang menimpa anak remaja, diantaranya adalah KTD yang menjurus aborsi tidak aman dan penularan IMS/HIV&AIDS. Ketidaktahuan guru BK tentang hal tersebut akan mempengaruhi kepedulian guru terhadap masalah KRR. Ketiga, masih sedikit guru BK yang mengetahui bahwa pendidikan KRR untuk siswa dapat dilakukan dengan metode pengajaran yang sangat bervariasi seperti dramatisasi, bermain peran, penugasan dan kegiatan ekstrakurikuler, serta dengan cara belajar perseorangan. Guru BK masih terbiasa dengan cara-cara yang konvensional yaitu ceramah, diskusi, dan tanya jawab. Kondisi ini berbeda dengan Kabupaten Majalengka, penelitian Turaeni pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di kabupaten tersebut telah dilakukan program pendidikan KRR dengan menggunakan metode bermain peran dan penugasan selain metode-metode konvensional. Menurut Purnomo 6

27 Suharyo / KEMAS 5 (1) (2009) 1-10 Ananto, pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka melaksanakan pendidikan kesehatan di sekolah antara lain dengan pendekatan individual dan pendekatan kelompok sedangkan dalam proses belajar mengajar, guru dapat menggunakan metode belajar kelompok, penugasan, belajar perseorangan, bermain peran, demonstrasi, dan dramatisasi selain ceramah, diskusi, dan tanya jawab. Hasil penelitian Tim Litbang PSS PKBI DIY juga menunjukkan bahwa siswa berharap adanya metode penyampaian materi KRR dengan metode yang variatif, pelajaran yang menyenangkan, tidak kaku dengan disertai berbagai metode pembelajaran seperti memerankan peran dan kegiatan pembelajaran di luar kelas. Keempat, hampir semua responden (95,3%) sudah mengetahui bahwa guru BK dapat memberikan pendidikan KRR pada siswa meskipun 82,5% masih ada yang berpendapat bahwa guru Biologi, bahkan guru penjaskes dan wali kelas pun dapat memberikan pendidikan KRR. Kondisi tersebut sesuai dengan pengetahuan responden tentang peran guru BK, bahwa 85,9% tahu bahwa guru BK berperan memberi layanan informasi dan konseling KRR. Namun demikian tidak lebih dari separuh responden (43,8%) yang mengetahui bahwa guru BK bertanggungjawab atas pengembangan diri siswa dan masalah yang terjadi pada siswa, bahkan tidak satupun guru BK yang tahu bahwa guru BK juga berperan dalam evaluasi dari semua proses pendidikan yang mereka lakukan. Menurut peraturan pemerintah, seorang guru BK seharusnya juga melakukan evaluasi terhadap proses pendidikannya selain bertanggungjawab sebagai pendidik dan konselor. Hal ini menunjukkan bahwa guru BK belum sepenuhnya tahu tentang perannya dalam pendidikan khususnya pendidikan KRR. Kelima, dari 10 materi pendidikan KRR untuk siswa, hanya 3 materi yang diketahui lebih dari 60% yaitu materi tumbuh kembang remaja, organ reproduksi, dan pacaran sehat. Materi-materi yang lain tidak lebih dari 30% guru BK yang mengetahuinya, misalnya hanya 9,4% guru BK yang tahu tentang materi hak-hak reproduksi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengetahuan guru BK tentang materi pendidikan KRR belum sesuai harapan dan tuntutan bahwa guru BK dapat menguasai masalah-masalah terkini dalam rangka pengembangan diri siswa untuk mengatasi masalahnya yang berhubungan dengan KRR. Keenam, sedikit guru BK (26,6%) yang tahu bahwa pengelolaan kurikulum juga dibutuhkan dalam melaksanakan pendidikan KRR. Ini berarti sebagian besar guru BK belum tahu bahwa pemerintah telah menyediakan waktu tatap muka 2 jam per minggu dengan siswa di kelas. Masalah tersebut wajar terjadi karena menurut tim litbang PKBI DIY, pihak dinas pendidikan pun mengakui belum mampu menjamin akan mengakomodasi masuknya kesehatan dalam kurikulum, sehingga tidak ada sosialisasi tentang kesempatan pendidikan KRR masuk dalam kurikulum pembelajaran. Persepsi menurut Green merupakan salah satu faktor pemungkin yang menjadi determinan perilaku spesifik. Pada penelitian ini didapatkan hasil uji satatistik bahwa tidak ada hubungan antara persepsi terhadap pendidikan KRR dengan praktik pendidikan kesehatan reproduksi remaja oleh guru BK pada SMP. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang diungkapkan Green seperti disebut di atas. Hal ini terjadi karena pada Tabel 1 menunjukkan bahwa distribusi responden menurut persepsi kurang merata, sebagian besar responden yaitu 93,8% persepsinya tergolong baik sehingga nilai p-nya lebih dari 0,05 seperti terlihat dalam Tabel 1. Meskipun demikian jika kita lihat nilai RP-nya, persepsi masih menjadi risiko bagi praktik pendidikan KRR oleh guru BK. Nilai RP sebesar 1,7 menunjukkan bahwa guru BK yang mempunyai persepsi terhadap pendidikan KRR kurang baik mempunyai risiko praktik pendidikan KRR kurang baik pula sebesar 1,7 kali dibanding yang persepsinya terhadap pendidikan KRR baik. Menurut Rao et al., persepsi seseorang terhadap sesuatu didasarkan pada pengalaman masa lalu dan stimuli yang di-terima melalui pancaindera. Berdasarkan hal tersebut pada umumnya guru BK sudah baik dalam memaknai pendidikan KRR untuk siswa SMP. Hanya saja berdasarkan Tabel 1 masih ada (hampir 10%) responden memaknai pendidikan KRR hanya dilakukan dengan konseling pribadi, padahal tidak demikian yang seharusnya. 17,2% responden juga masih ada yang memaknai bahwa pendidikan KRR untuk siswa SMP merupakan hal yang tabu. Ini berarti budaya dan keyakinan guru-guru BK masih cukup ber- 7

28 Suharyo / KEMAS 5 (1) (2009) 1-10 pengaruh untuk memaknai pendidikan KRR. Ditambah lagi sebagian guru BK menganggap bahwa pendidikan KRR tidak cocok bagi siswa SMP yang usianya dianggap terlalu dini dan sebaliknya pendidikan KRR hanya sesuai untuk anak dewasa. Jika anggapan ini tidak segera diubah maka informasi yang dibutuhkan siswa SMP berkaitan dengan kesehatan reproduksinya tidak akan pernah terpenuhi secara keseluruhan. Oleh karena itu perlu diambil langkahlangkah untuk lebih memahamkan para guru BK bahwa sudah saatnya pendidikan KRR diberikan kepada siswa SMP. Hasil analisis statitistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara sikap terhadap pendidikan KRR dengan praktik pendidikan kesehatan reproduksi remaja oleh guru BK pada SMP. Kondisi ini sesuai dengan teori Green yang menyatakan bahwa sikap merupakan salah satu domain dari faktor pemungkin yang menjadi determinan perilaku spesifik. Sikap merupakan penilaian atau tanggapan seseorang terhadap objek dalam hal ini pendidikan KRR bagi siswa. Faktor sikap pada penelitian ini signifikan sebagai faktor risiko bagi praktik pendidikan KRR, hasil menunjukkan bahwa guru BK yang mempunyai sikap terhadap pendidikan KRR kurang baik mempunyai risiko praktik pendidikan KRR kurang baik pula sebesar 2,7 kali dibanding yang mempunyai sikap terhadap pendidikan KRR baik. Fakta menunjukkan bahwa lebih dari duaperlima (42,2%) guru BK mempunyai sikap yang kurang baik. Sikap yang negatif tersebut terutama terhadap pendidikan KRR diberikan di usia SMP, dimasukkan ke dalam kurikulum pembelajaran, dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler, dilaksanakan 2 jam per minggu, serta salah satu materinya adalah proses pembuahan dan kehamilan termasuk dorongan seksual. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya agar sikap yang dimiliki oleh guru BK lebih baik. Menurut Allport, dalam membentuk sikap, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting agar seseorang (guru BK) lebih menerima, merespon, menghargai, dan bertanggungjawab atas pendidikan KRR untuk siswanya. Analisis regresi dilakukan untuk mengetahui kontribusi masing-masing faktor penelitian terhadap praktik pendidikan setelah dianalisis secara bersama-sama. Hasil menunjukkan bahwa variabel pengetahuan guru BK tentang pendidikan KRR dan sikap terhadap pendidikan KRR, merupakan faktor predisposisi yang memberikan sumbangan secara signifikan terhadap praktik pendidikan KRR oleh guru BK dengan nilai probabilitas sebesar 98,6%. Artinya jika kita ingin memperbaiki ataupun meningkatkan praktik pendidikan KRR oleh guru BK maka akan lebih efektif dan efisien bila dilakukan intervensi terhadap variabel-variabel tersebut. Kontribusi Variabel yang paling besar terhadap praktik pendidikan KRR oleh guru BK adalah pengetahuan tentang pendidikan KRR (RP = 12,48). Model persamaan regresi logistik untuk memprediksi (memperkirakan) peluang untuk terjadinya praktik pendidikan KRR oleh guru BK pada siswa SMP yang kurang baik adalah sebagai berikut: 1 p = (1) - (a + b1pengetahuan + b2sikap) 1 + e Hal tersebut berarti bahwa seorang guru BK yang mempunyai pengetahuan dan sikap yang kurang baik, maka probabilitas atau risiko praktik pendidikan KRRnya menjadi kurang baik sebesar 86,2%. Oleh karena itu program peningkatan pengetahuan tentang pendidikan KRR dari guru BK dan pengadaan sarana pembelajaran KRR merupakan hal yang perlu diprioritaskan terlebih dahulu, diikuti program intervensi pada sikap dari guru BK. Hal ini diharapkan dapat menjadi daya ungkit bagi kebijakan kepala sekolah yang akan mendukung program pendidikan KRR bagi siswa. Di samping itu kepala sekolah sebagai kepala institusi sekolah juga bagian penting dalam peningkatan praktik pendidikan KRR oleh guru BK dengan kebijakan-kebijakannya. Simpulan dan Saran Lebih dari separuh (53,1%) guru BK pada SMP di Kota Semarang telah melaksanakan pendidikan KRR dengan baik. Jumlah guru BK pada SMP di Kota Semarang telah mengikuti pelatihan pendidikan KRR kurang 8

29 Suharyo / KEMAS 5 (1) (2009) 1-10 Tabel 2. Hasil Analisis Multivariat Model Akhir Regresi Logistik Berganda dari 4 kali sebesar 85,9% dengan masa kerja > 6 tahun sebesar 79,7%. Duapertiga (64,1%) guru BK pada SMP Kota Semarang mempunyai pengetahuan tentang pendidikan KRR termasuk kate-gori kurang baik, sebagian besar (93,8%) guru BK mempunyai persepsi tergolong baik, dan lebih dari separuh responden (57,8%) mempunyai sikap yang baik terhadap pendidikan KRR. Hasil uji satatistik secara bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi pelatihan, pengetahuan tentang pendidikan KRR pada SMP, dan sikap terhadap pendidikan KRR dengan praktik pendidikan kesehatan reproduksi remaja oleh guru BK. Sedangkan variabel masa kerja dan persepsi terhadap pendidikan KRR tidak berhubungan dengan praktik pendidikan kesehatan reproduksi remaja oleh guru BK pada SMP. Determinan yang terbukti berpengaruh terhadap praktik pendidikan KRR guru BK pada SMP secara bersama-sama adalah pengetahuan tentang pendidikan KRR dan sikap terhadap pendidikan. Kontribusi terbesar dari variabel bebas yang diteliti terhadap praktik pendidikan KRR oleh guru BK adalah variabel pengetahuan tentang pendidikan KRR. Berdasarkan hasil simpulan, maka peneliti mempunyai saran kepada: Dinas pendidikan untuk mengadakan kegiatan dalam rangka peningkatan pengetahuan guru BK tentang pendidikan KRR melalui pelatihan, seminar, atau workshop yang dapat diisi oleh tenaga ahli dari Dinas Kesehatan maupun BKKBN Kota Semarang. Sasaran kegiatan ini adalah guru BK yang belum pernah mengikuti kegiatan tersebut sehingga terjadi pemerataan kemampuan diantara guru BK pada SMP. Materi pelatihan, seminar atau workshop diutamakan tentang pentingnya program pendidikan KRR, jenis masalah KRR pada siswa, metode pendidikan KRR, peran guru BK sebagai pendidik, dan materi pendidikan KRR. Dinas Pendidikan merencanakan pengadaan dan melengkapi fasilitas pendidikan terutama penyediaan bahan ajar pendidikan KRR. Isi dan materi bahan ajar dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan dan BKKBN Kota Semarang serta mulai melakukan perencanaan pelaksanaan pendidikan KRR untuk siswa yang sinergi dengan program pendidikan lainnya. Pimpinan sekolah agar mengelola program pendidikan KRR untuk siswa oleh guru BK dengan lebih baik, terutama dengan melakukan perencanaan dan evaluasi pada program tesebut. Memberikan dukungan kepada guru BK untuk melakukan pendidikan KRR kepada siswa melalui kebijakan dan stimulus-stimulus baik materi maupun non materi. Peneliti lain agar melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang pendidikan KRR untuk siswa oleh guru BK, khususnya tentang model pendidikan dan bahan ajar yang sesuai. Daftar Pustaka Ananto, P UKS Usaha Kesehatan Sekolah. Bandung: Yrama Widya BKKBN Rencana Aksi Nasional Program Kesehatan Reproduksi Remaja, bkkbn.go.id/hqweb/ceria/pengelolaceria/ pkrencanaaksinasionalprogramkrr.html, diunduh 10 Maret 2007 Depkes RI Interaksi Majalah Informasi & Referensi Promosi Kesehatan. Jakarta No. 3 tahun XI. DKK Laporan Program Seksi Remaja Subdin Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Semarang. Semarang Fjord, L. and Ames, G Reproductive Health in Eight Navies: A Comparative Report on Education, Prevention Services, and Policies on Pregnancy, Maternity/Paternity Leaves, and Chiidcare. Military Medicine, 174 (3): 278 Fransen, R. and Santosa, D Young People, Sexual and Reproductive Health and HIV. Bull World Health Organ, 87: Frost, J.J Trends in US Women s Use of Sexual and Reproductive Health Care Services, American Journal of Public Health, 98 (10) Green, L. and Kreuter, M.W Health Promotion 9

30 Suharyo / KEMAS 5 (1) (2009) 1-10 Planning, an Educational and Environmental Approach Ed 2. Amerika: Mayfield Publishing Company Husni, F Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja, harian/0503/14/opi04.html Senin, 14 Maret 2005, diunduh Pebruari 2008 Heikkila, K., Nsimies, E.L., Inen, M.H. and Heinonen, S Assessment of Attitudes Towards Assisted Reproduction: A Survey Among Medical Students and Parous Women. Gynecological Endocrinology, 22(11): Kulczycki, A Ethics, Ideology, and Reproductive Health Policy in the United States. Studies In Family Planning, 38 (4) Mevsim, V., Guldal, D., Gunvar, T., Saygin, O. and Kuruoglu, E Young People Benefit from Comprehensive Education on Reproductive Health. The European Journal of Contraception and Reproductive Health Care, 14(2): Murti, B Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi Jilid I. Yogyakarta: UGM Press Notobroto, B.H Pengetahuan dan Sikap Siswa SMU dan Guru Bimbingan Konseling di Jawa Timur terhadap Penyakit Menular Seksual dan AIDS, go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-1999-notobroto2c-1817-konseling&q=responden,di unduh September 2008 Obi, S.N. and Ozumba, B.C The Impact Of Health Education on Reproductive Health Knowledge Among Adolescents in A Rural Nigerian Community. Journal of Obstetrics and Gynaecology, 27(5): Orji, E.O and Esimai, S.O Gynaecology Introduction Of Sex Education Into Nigerian School:The Paren s,teacher s, And Student s Perspective. Journal of Obstetrics and Gynaecology, 23(2): Rao, R.S.P., Lena, A., Nair, N.S., Kamath, V. and Kamath, A Effectiveness Of Reproductive Health Education Among Rural Adolescent Girls: A School Based Intervention Study In Udupi Taluk, Karnataka. Indian J Med Sci, 62 (11) Sugiyono Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Sydsjo, G., Selling, K.E., Karin Nystro m, Oscarsson, C. and Kjellberg, S Knowledge of Reproduction in Teenagers and Young Adults in Sweden. The European Journal of Contraception and Reproductive Health Care, 11(2): Turaeni, T Pelaksanaan Pengajaran Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR) Sekolah Menengah atas Negeri (SMAN) Binaan Puskesmas Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE) di Kabupaten Majalengka Tahun depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res tjutjutura-2323&q=pascasarjana, diunduh 23 Maret 2008 Utomo, I.D. and McDonald, P Adolescent Reproductive Health in Indonesia: Contested Values and Policy Inaction. Studies In Family Planning, 40(2):

31

32

33

34

35

36

37 HUBUNGAN PEMBERIAN PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG TUMBUH KEMBANG BALITADI DESA KEDUNGRANDU KEC. PATIKRAJA TAHUN 2012 Lisnawati 1, Wilis Dwi Pangesti 2 Kebidanan DIII, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto E- mail : wilisdwi@gmail.com ABSTRACT Background: The infant and under-five mortality rate in Indonesia is the highest in ASEAN, the main cause is the delay in accessing health services due to lack of parental attention or lack of facilities or human resources (HR). Mother as a nearest caretaker should be more aware of children's growth process and the factors that influence the process, through the public health education, group or individual are expected to gain their knowledge about good health and can affect their behavior of monitoring growth and development, especially in babies. Research objectives: RELATIONSHIP BETWEEN GIVING HEALTH EDUCATION AND MOTHERS KNOWLEDGE ABOUT GROWTH AND DEVELOPMENT OF CHILDREN IN KEDUNGRANDU KEC. PATIKRAJA YEAR 2012 Research methods: descriptive correlation using the cross-sectional approach (Cross Sectional) to determine the relationship between two variables. The study location is in Kedungrandu, Patikraja. The study samples are mothers who have toddler (85 respondents) by quota sampling technique; measuring tool used was a questionnaire. Results: Most respondents aged around years as many as 58 people (68.2%), parity> 2 children by 55 people (64.7%) with low levels of education as many as 66 people (77.6%) whereas for Employment most respondents did not work as many as 67 people (78.8%) and have an income of less than Rp , - or as many as 68 people (80%). In addition, based on the results of calculations using the chi-squer formula x2 value of and p_value (sig) While the degree of correlation between two variables can be seen from the coefficient of contingency that is equal to This shows there are positive and significant correlation between the provision of health education with the increase in Knowledge About Baby Growth Capital Village District Kedungrandu Patikraja, even though the correlation is quite enough. Suggestion: It is recommended further research to further refine by examining all possible variables that can affect growth and development of the knowledge capital of a toddler. Keywords: Health Education, Knowledge and Growth Development of Toddlers PENDAHULUAN Angka kematian bayi dan balita indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN lainnya. Banyak faktor yang menyebabkan kematian anak ini, namun beberapa 0.6 per 1000 kelahiran hidup. Seorang anak dalam proses tumbuh kembangnya sangat tergantung terhadap keberadaan ibu, Dan pendidikan kesehatan itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu kegiatan atau penyebab utama adalah keterlambatan usaha untuk menyampaikan pesan mengakses pelayanan kesehatan. Keterlambatan ini dapat disebabkan karena kurang perhatiannya orangtua atau kurangnya sarana atau sumber daya manusia (SDM). Angka kematian bayi di Banyumas pada tahun 2010 sebesar 1,56 per 1000 kelahiran hidup menurun dibandingkan tahun 2009 sebesar 8,07 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita 1.13 per 1000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan dibanding AKABA kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut, masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya dalam pola asih,asuh dan asah sehingga dapat menurunkan angka kematian balita ataupun permasalahan tumbuh kembang balita. (Angka Kematian Balita) tahun 2009 sebesar 34

38 METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain diskriptif korelasi, dengan menggunakan pendekatan potong lintang (Cross Sectional) Besar sampel yang diambil menggunakan sampling kuota dengan besar populasi balita di Desa Kedungrandu sebanyak 560 balita. Besar sampel ditentukan dengan rumus Slovin sebagai berikut : n = N 1 + (N.e 2 ) Keterangan : n : jumlah sampel N : Jumlah Populasi e : Standar eror ( 10 % ) Penghitungan besar sampel : n = ( 560 0,1 2 ) = 560 6,6 = 84,8, dibulatkan = 85, jadi jumlah sampel minimal 85 ibu yang mempunyai balita Jadi jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 85 ibu yang mempunyai balita di wilayah Desa Kedungrandu TEKNIK PENGUMPULAN DATA Data yang dikumpulkan meliputi data primer yang meliputi data-data mengenai variable penelitian diperoleh dengan cara memberikan kuesioner pada setiap responden, kemudian responden diberi waktu mengisi kuesioner selanjutnya HASIL DAN PEMBAHASAN kuesioner dikumpulkan kembali pada peneliti INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dengan menggunakan kuesioner. TEKNIK ANALISA DATA Data yang terkumpul, terlebih dahulu diteliti melalui proses Editing. Bila ada data yang kurang lengkap, segera dilakukan pembetulan dengan mendatangi kembali responden yang bersangkutan untuk melengkapi data kemudian selanjunya melalui proses Coding, Scoring, Tabulating dan Analizing (Arikunto, 2010; h ) Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dua tahap, yaitu : 1. Penyajian data secara deskriptif dalam bentuk table distribusi frekuensi dari masing-masing variable untuk melengkapi hasil penelitian 2. Untuk mencari hubungan antara pemberian pendidikan kesehatan dan pengetahuan ibu dengan menggunkan Chi Square, kemudian untuk mengetahui kuat lemahnya hubungan dengan Corelation Spearman. Adapun jika syarat uji Chi Square tidak terpenuhi maka dipakai uji alternatif yaitu alternatif uji Chi Square untuk tabel 2x2 adalah uji Fisher s exact test. 35

39 Tabel 1 Karakteristik Responden Karaktristik Frekuensi (n) Prosentase (%) Umur < 20 tahun dan > 35 tahun 27 31, tahun 58 68,2 Paritas < 2 anak > 2 anak Pendidikan Rendah 66 77,6 Tinggi 19 22,4 Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja Pendapatan > Rp , < Rp , Pendidikan Kesehatan Ya 53 62,4 Tidak 32 37,6 Sumber : Data Primer tahun 2012 Usia responden diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu < 20 tahun dan > 35 tahun dan tahun. Untuk responden yang terbanyak berumur tahun yaitu 62 orang atau sebesar 76,5%. responden berpendidikan rendah sebanyak 55 orang (62,4%), kemudian untuk pekerjaan sebagian besar responden tidak bekerja yaitu sebanyak 67 orang (78,8%) dan untuk penghasilan terbanyak responden adalah per bulan < Rp Paritas Ibu di Desa Kedungrandu Kecamata Patikraja terbanyak adalah memiliki > 2 anak yaitu 55 orang (64,7%). Sedangkan untuk pendidikan sebagian besar sebanyak 68 orang (80%) selain itu terdapat 53 orang atau sebesar (62,4%) yang pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tumbuh kembang balita. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Pemberian Pendidikan Kesehatan Tentang Tumbuh Kembang Balita Di Desa Kedungrandu Kecamatan Patikraja tahun 2012 Pendidika Kesehatan Frekuensi (%) Ya 53 62,3 Tidak 32 37,6 Jumlah Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat 53 responden (62,3%) yang pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang tumbuh kembang balita dan terdapat 32 responden (37,6%) yang tidak pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang tumbuh 36

40 kembang balita di Desa Kedungrandu Kecamatan Patikraja. Dalam mengubah perilaku kesehatan melalui pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan) dapat menimbulkan dampak perubahan perilaku yang lebih lamat dari pada dengan pendekatan melalui tekanan (enforcement) tetapi akan lebih langgeng (sutainable) karena didasari atas kesadaran terhadap tujuan perilaku tersebut dilaksanakan. (Notoatmodjo, 2003; h. 12) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gambaran pemberian pendidikan kesehatan di Desa Kedungrandu cukup baik dilihat dari hasil penelitian bahwa sebagian besar responden 62,3% telah mendapatakan pendidikan kesehatan oleh tenaga kesehatan baik dokter, bidan atau perawat. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Tentang tumbuh Kembang Balita Di Desa Kedungrandu kecamatan Patikraja tahun Pengetahuan Frekuensi (%) Baik 59 69,4 Tidak Baik 26 30,5 Jumlah Berdasarkan tabel 3 di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat 59 responden (69,4%) yang memiliki pengetahuan baik dan terdapat 26 responden (30,5%) yang memiliki pengetahuan tidak baik. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam perubahan perilaku seseorang, melalui pendidikan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dimana pengetahuan tersebut akan menimbulkan kesadaran (Awaresess) akan suatu stimulus dan seseorang mulai tertarik serta mulai mempertimbangkan baik buruknya stimulus tersebut bagi dirinya selanjutnya orang tersebut mulai mencoba perilaku baru dan akhirnya dapat berperilaku sehat sesuai tujuan pemberian pendidikan kesehatan itu sendiri (Notoatmodjo,2003; h. 121). Dan pengetahuan seseorang terhadap sesuatu diperoleh dari berbagai informasi dan sumber. pengetahuan diperoleh dari pendidikan yang direncanakan dan tersusun secara baik melalui pelatihan dan pendidikan formal, dapat juga berasal dari informasi yang tidak tersusun secara baik yaitu melalui pembicaraan teman dan keluarga, membaca majalah atau surat kabar, mendengarkan radio, melihat televisi dan diperoleh berdasarkan pengalaman sendiri (Muslikhudin, 2009). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gambaran pengetahuan ibu yang mempunyai balita di Desa 37

41 Kedungrandu cukup baik dilihat dari hasil penelitian bahwa sebagian besar responden (69,6%) memiliki pengetahuan yang baik. Tabel 4 Tabulasi silang antara Pemberian Pendidikan Kesehatan dengan Pengetahua Ibu Tentang Tumbuh Kembang Balita Di Desa Kedungrandu Kecamatan Patikraja tahun 2012 Pendidikan Pengetahuan Kesehatan Baik Tidak Baik Total X 2 value p n (%) n (%) n (%) Ya 50 94,3 3 5, ,203 0,000 Tidak 9 28,1 23 1, Jumlah 59 69,4 26 0, Berdasarkan tabel 4 di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat 50 responden (94,3%) yang memiliki pengetahuan baik dari 53 responden yang mendapatkan pendidikan kesehatan dan terdapat 23 (71,9%) responden yang memiliki pengetahuan tidak baik dari 32 responden yang tidak mendapatkan pendidikan kesehatan. Hasil penghitungan dengan menggunakan uji statistik Chi Square menghasilkan nilai = 41,203 dan p = 0,000. Sedangkan tingkat korelasi antara kedua variabel dapat dilihat dari nilai besarnya hubungan korelasi (Contingency Coefficient) yaitu sebesar 0,571. Sesuai hasil pengolahan data nilai x 2 hitung sebesar 41,203 lebih besar dari nilai Chi Square tabel (df =1) sebesar 3,841 dan p = 0,000 < α = 0,05. Hal ini menunjukan bahwa hipotesis nol (Ho) ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang cukup antara Pemberian Pendidikan Kesehatan dengan Pengetahuan Ibu tentang Tumbuh Kembang Balita di Desa Kedungrandu Kecamatan Patikraja. (Syarifudin, 2010). Hasil Penelitian sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Herni Rachmawati (2010), bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian informasi dengan tingkat pengetahuan menstruasi siswi SD N 1 Babakan Kecamatan Kalimanah Kabupaten Purbalinga dengan (p=0,015). Dan penelitian lain yang pernah dilakukan dalam hal pendidikan kesehatan adalah oleh sukesi (2011) yang menyatakan ada pengaruh yang bermakna antara pendidikan kesehatan dengan pengetahuan responden terhadap praktek perawatan kaki diabetik di rawat inap RSUD banyumas, bahwa dengan nilai t= dan nilai p=0,000 dan didukung dengan penelitian Hadiatma, Mega (2011) yang menyimpulkan bahwa adanya pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku mencuci tangan pada siswa SDN 01 Gonilan dengan Hasil analisis uji paired t-test pada kelompok eksperimen diperoleh hasil nilai ρ = 0,000 dan perilaku ρ = 0,

42 Pendidikan kesehatan adalah usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu, dengan harapan masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang baik. Akhirnya pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya (Notoatmodjo, 2007; h. 116). Dan pengetahuan seseorang terhadap sesuatu diperoleh dari berbagai sumber informasi dan sumber baik melalui pelatihan dan pendidikan formal, maupun berasal dari informasi yang tidak tersusun secara baik yaitu melalui pembicaraan teman dan keluarga, membaca majalah atau surat kabar, mendengarkan radio, melihat televisi dan diperoleh berdasarkan pengalaman sendiri (Muslikhudin, 2009). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara Pemberian Pendidikan Kesehatan dengan Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh Kembang Balita di Desa Kedungrandu Kecamatan Patikraja dengan tingkat kekuaatan hubungan cukup. Melalui pemberian pendidikan kesehatan tentang tumbuh kembang balita telah mempengaruhi pengetahauan ibu yang selanjutnya akan menimbulkan respon dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya dan akhirnya akan menimbulkan tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan pola asuh, asah dan asih dalam upaya mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan balita. KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan di peroleh kesimpulan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik dan telah mendapatkan pendidikan kesehatan serta terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian pendidikan kesehatan dengan peningkatan pengetahuan ibu tentang tumbuh kembang balita di desa kedungrandu kecamatan patikraja tahun Dalam Upaya Peningkatan derajat kesehatan masyarakat khususnya tentang pertumbuhan dan perkembangan Balita, Petugas kesehatan diharapkan lebih aktif dalam pemberian pendidikan kesehatan dalam upaya meningkatakan pengetahuan masyarakat berkaiatan tumbuh kembang Balita sehingga tumbuh kembang balita dapat lebih optimal. DAFTAR PUSTAKA Anonim, Pemantauan Wilayah Setempat, Kesehatan Ibu Dan Anak (PWS-KIA) Puskesmas Patikraja tahun Purwokerto. Anonim, Profil Kesehatan Kabupaten Banyumas tahun Purwoketo : Depkes. Anonim, Profil Desa Kedungrandu Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas. Purwokerto 39

43 Arikunto, S., 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta Cahyaningsih,2011,Pertumbuhan Perkembangan Anak dan Remaja,Jakarta : Trans Info Media Depkes RI,2010, Pedoman Pelaksanaan Stimulasi,Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak, Jakarta : Depkes RI Machfoedz,I.,2008,Teknik Membuat Alat Ukur Penelitian,Yogyakarta : Fitramaya Maryunani,2010, Ilmu Kesehatan anak dalam Kebidanan, Jakarta : Trans Info Media Moersintowati B. Narendra, Titi S. Sularyo, Soetjaningsih, Hariyanto Suyitno, Ranuh, Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, Jakarta : Sagung Seto Dinkes Banyumas,2010,Profil Kesehatan Kabupaten Bayumas Tahun 2010, Banyuams : Dinkes Banyuams Herni Rachmawati, Hubungan Tingkat Pendidikan Orang Tua, Pemberian Informasi Dan Pola Asuh Dengan Tingkat Pengetahuan Menstruasi Siswi SD N 1 Babakan Kecamatan Kalimanah Kabupatn Purbalinga, Purwokerto: Fikes. UMP Hikmawati,2011.Promosi Kesehatan Untuk Kebidanan,Yogyakarta : Nuha Medika Machfoedz, 2009, Metode Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan, Kebidanan, Kedokteran, Yogyakarta : Fitramaya Mulyadi, 2011, UMR/UMK Propinsi Jawa Tengah, Non Sektor pada tahun 2012.< mr/jawa_tengah/kabupaten_bany umas/non_sektor/2012>,di akses tanggal 9 Maret Muslikhudin,2009.Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Tumbuh Kembang Anak Dengan Reaksi Sibling Rivalry Di TK Pertiwi Maos Cilacap,Cilacap : AKPER Serulingmas Cilacap Notoatmodjo, S., 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, S.,2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta 40

44 Notoatmodjo, S.,2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo,S.,2007,Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni,Jakarta : Rineka Cipta Nurhayati,2011.Pendidikan Kesehatan Dalam Meningkatakan Pengetahuan, Sikap, Perilaku Terhadap Merokok Pada Remaja Di SMP Negeri Banda Aceh,Yogyakarta : FK.UGM Sara Herlina, 2009, Hubungan Karakteristik dengan Tingkat Pengetahuan Setiawan, Saryono, 2010, Metodologi Penelitian Kebidanan DIII,S1 dan S2, Yogyakarta : Nuha Medika Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : PT rajagrafindo Persada. Soetjiningsih,1995,Tumbuh Kemabang anak,jakarta : EGC Sopiyudin, dahlan, 2011, Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta : Salemba Medika Sugiyono, 2011, Metobologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Bandung : Cv.Alfabeta Sukesi, 2011, Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Perawatan Kaki Terhadap Pengetahuan dan Praktek Perawatan Kaki Pasien Diabetik Di Rawat Inap RSUD Banyumas, Purwokerto : Fikes. UMP Syarifudin, 2010, Panduan TA Keperawatan dan Kebidanan Dengan SPSS, Yogyakarta : Grafindo Litera Media Yuliandari, Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Tentang Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Pada Guru TK Di Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul, Yogyakarta : FK.UGM 41

45 JURNAL NURSING STUDIES, Volume 1, Nomor 1 Tahun 2012, Halaman Online di : HUBUNGAN PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN KECEMASAN ORANG TUA PADA ANAK HOSPITALISASI Asni Indrayani 1), Agus Santoso 2) 1) Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro ( indrayani.asni@gmail.com) 2) Staf pengajar Departemen Dasar Keperawatan Keperawatan Dasar Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro ( agussantoso@undip.ac.id) Abstract Hospitalization is defined as a process for a reason or an emergency plan that requires the child to stay in the hospital undergoing treatment and care to return back home. During the hospitalization of children, not only the stress experienced by children who are treated but also their parents. Lack of parent knowledge is lead to new stressors in the elderly, which can cause anxiety. The purpose of this study was to determine the relationship between health education and anxiety of parents whose children were hospitalized (hospitalization). This study design is descriptive correlation. Samples were taken by using accidental sampling technique, total of 34 respondents. The results of statistical calculation shows p-value = The p-value is < 0.05 indicating a significant relationship between health education and parental anxiety. The study found a significant relationship between health education with parental anxiety, the researchers gave the advice nurse at the hospital in order to provide comprehensive health education to patients and families to cope with anxiety. Keywords : Health Education, Parent Anxiety, Hospitalization Abstrak Hospitalisasi diartikan sebagai suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah. Selama proses hospitalisasi anak, stress tidak hanya dialami oleh anak yang dirawat tetapi juga orang tua. Kurangnya pengetahuan orang tua memicu timbulnya stressor baru pada orang tua, yang dapat menimbulkan kecemasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pendidikan kesehatan dengan tingkat kecemasan orang tua yang anaknya dirawat di rumah sakit (hospitalisasi). Desain penelitian ini yaitu deskriptif korelasi. Sampel diambil dengan menggunakan teknik accidental sampling, sebanyak 34 responden. Hasil perhitungan statistik menunjukkan p-value = 0,028. Nilai p-value < 0,05 yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan kesehatan dengan kecemasan orang tua. Hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan kesehatan dengan kecemasan orang tua, maka peneliti memberikan saran perawat di rumah sakit agar dapat memberikan pendidikan kesehatan yang lengkap pada pasien dan keluarga untuk mengatasi kecemasan. Kata kunci : Pendidikan Kesehatan, Kecemasan orang tua, Hospitalisasi

46 JURNAL NURSING STUDIES, Volume 1, Nomor 1 Tahun 2012, Halaman 164 Pendahuluan Hospitalisasi diartikan sebagai suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali kerumah. Selama proses hospitalisasi anak, stress tidak hanya dialami oleh anak yang dirawat tetapi juga orang tua anak sehingga asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak tetapi juga pada orang tuanya. Orang tua dihadapkan pada keadaan dimana dia diharuskan untuk secara bersamaan menerima dua peran apakah dia harus menunggui anaknya di rumah sakit ataukah berada di rumah. Orang tua dengan anak hospitalisasi akan mudah mengalami kecemasan dan rasa bersalah terutama ketika anaknya menderita sakit yang dianggap cukup berbahaya. Selama hospitalisasi orang tua akan merasa cemas dan takut terhadap kondisi anaknya. Kecemasan ini dapat meningkat apabila orang tua merasa kurang informasi terhadap penyakit anaknya dari rumah sakit terkait sehingga menimbulkan reaksi tidak percaya apabila mengetahui tiba-tiba penyakit anaknya serius. Kurangnya pengetahuan orang tua memicu timbulnya stressor baru pada orang tua, yang dapat menimbulkan kecemasan (Supartini, 2004). Cemas bisa terjadi pada siapa saja, termasuk juga pada orang tua dalam menjalankan perannya. Hal itu bisa terjadi terutama saat ada anggota keluarga yang sakit, khususnya anak. Ansietas atau kecemasan dapat meningkatkan atau menurunkan kemampuan seseorang untuk memberikan perhatian. Ketika dihadapkan pada kondisi perasaan yang tidak menentu dan tidak jelas sumbernya yang berasal dari antisipasi terhadap adanya bahaya atau suatu ancaman, ketika dihadapkan pada perubahan dan kebutuhan untuk melakukan tindakan yang berbeda, cemas akan dialami seseorang (Potter, 2005). Adanya pemahaman pada orang tua sangat penting dilakukan oleh petugas kesehatan. Hal ini berkaitan dengan kenyamanan selama tindakan. Informasi yang diberikan menggunakan metode pendidikan kesehatan ada banyak, yang paling utama adalah pemberian pengetahuan tentang penyakit anak dan jenis tindakan medis. Pendidikan kesehatan diperlukan untuk memperoleh pengetahuan ketrampilan yang dibutuhkan klien atau keluarga sebelum, selama dan setelah tindakan dilakukan (Bani, 2001). Tujuan dari pendidikan kesehatan tergambar dalam makna dari pendidikan kesehatan itu sendiri. Pendidikan kesehatan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan atau usaha individu untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok individu, dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut masyarakat, kelompok atau individu dapat menumbuhkan pengetahuan tentang kesehatan. Pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya, dengan kata lain pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran (Notoatmodjo, 2003). Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan keperawatan. Pendidikan kesehatan bagi klien adalah satu dari peran yang paling penting bagi perawat yang bekerja di berbagai lahan asuhan kesehatan. Klien dan anggota keluarga berhak untuk mendapat pendidikan kesehatan, sehingga mereka memiliki kepandaian dan mampu membuat keputusan yang berkaitan dengan kesehatan dan gaya hidupnya. Pendidikan kesehatan penting bagi klien karena klien berhak untuk mengetahui dan mendapat informasi tentang diagnosis, prognosis, pengobatan dan resiko yang dihadapinya (Potter, 2005). Observasi dan wawancara memperlihatkan bahwa orang tua mengalami kecemasan yang dimanifestasikan dengan adanya gangguan tidur, gangguan

47 JURNAL NURSING STUDIES, Volume 1, Nomor 1 Tahun 2012, Halaman 165 dalam makan, berdebar-debar, sulit untuk berkonsentrasi, bingung, sedih, mudah menangis, mengkhawatirkan anak dan merasa gagal dalam menjaga anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pendidikan kesehatan dengan tingkat kecemasan orang tua pada anak hospitalisasi. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perawat untuk dapat memberikan asuhan keperawatan tidak hanya kepada pasien tetapi juga keluarga pasien dalam mengatasi kecemasan akibat dari hospitalisasi pada anggota keluarganya serta mampu menemukan solusi untuk mengatasi kecemasan orang tua melalui pendidikan kesehatan yang bermutu. Metode Jenis penelitian adalah kuantitatif non eksperimental. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi, dengan pendekatan cross sectional. Cara penetapan responden menggunakan teknik accidental sampling dengan besar sampel yang diperoleh dalam waktu 1 bulan pada 10 April-15 Mei 2012 sebanyak 34 sampel. Instrument penelitian yang digunakan berupa kuesioner pendidikan kesehatan untuk mengukur lengkap tidaknya pendidikan kesehatan diberikan yang memodifikasi dari Standar Prosedur Operasional, dokumen Pemberlakuan Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Perawat/ Bidan di Rumah Sakit, dan dokumen Asuhan Keperawatan dan kuesioner tingkat kecemasan orang tua berdasarkan kuesioner kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Kuesioner pendidikan kesehatan terdiri dari 20 item pernyataan yang telah dinyatakan valid dan reliabel dengan melalui uji content validity pada dua orang ahli, pilot study pada 20 responden yang memenuhi kriteria inklusi penelitian, dan dianalisa dengan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment. Uji validitas menghasilkan 20 item pernyataan dengan rentang nilai r 0,463-0,878. Uji reliabilitas menggunakan rumus Alfa Cronbach dan didapatkan 20 item pernyataan reliable dengan nilai alfa > 0,6. Kuesioner diberikan pada orang tua dengan anak hospitalisasi yang memenuhi kriteria inklusi. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan uji statistik Chi Kuadrat (χ²) dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil Penelitian Tabel 1 Distribusi frekuensi kelengkapan pendidikan kesehatan dan tingkat kecemasan orang tua di rumah sakit pada 10 April-15 Mei 2012 n = 34 Pendidikan kesehatan Kecemasan orang tua Tidak cemas Kecemasan ringan Total Prosentase Lengkap , 6% Tidak lengkap , 4% Total % Prosentase 50% 50% 100% 100% Berdasarkan tabel 1, pendidikan kesehatan diberikan secara lengkap sebanyak 23 responden (67, 6%). Sebanyak 11 responden (32, 4%) pendidikan kesehatan diberikan dengan tidak lengkap. Kecemasan orang tua pada anak hospitalisasi yaitu kecemasan ringan sebanyak 17 responden (50%) dan tidak cemas sebanyak 17 responden (50%).

48 JURNAL NURSING STUDIES, Volume 1, Nomor 1 Tahun 2012, Halaman 166 Tabel 2 Hubungan pendidikan kesehatan dengan kecemasan orang tua di rumah sakit pada 10 April-15 Mei 2012 n = 34 Pendidikan kesehatan Kecemasan orang tua Tidak Kecemasan cemas ringan Lengkap , 1% 23, 5% Tidak 2 9 lengkap 5, 9% 26, 5% Total p-value X , 6% 11 32, 4% 34 0, 028 4, 838 Total 50% 50% 100% Berdasarkan tabel 2, hasil perhitungan statistik menunjukkan p-value = 0,028. Nilai p-value < α (0,05). Sedangkan nilai X 2 hitung = dimana X 2 hitung > X 2 tabel (3, 481) yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan kesehatan dengan kecemasan orang tua. Pembahasan Sebanyak 23 responden (67,6%) mendapatkan pendidikan kesehatan dengan lengkap, dan 11 responden (32, 4%) mendapatkan pendidikan kesehatan dengan tidak lengkap. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan kesehatan diberikan dengan lengkap, tetapi masih ada sebagian kecil yaitu 32, 4% yang diberikan dengan tidak lengkap, dimana ketidaklengkapan pemberian pendidikan kesehatan sebagian besar terletak pada pemberian pendidikan kesehatan yang tidak menggunakan alat peraga untuk memudahkan klien dalam memahaminya. Sebanyak 14 responden tidak mendapatkan pendidikan kesehatan yang disertai dengan alat peraga. Kelengkapan informasi yang diberikan selama pendidikan kesehatan pada orang tua anak diperlukan agar orang tua dapat memperoleh pengetahuan maupun keterampilan yang dibutuhkan sebelum, selama dan setelah tindakan dilakukan, termasuk segala bentuk pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit karena pendidikan kesehatan adalah bagian dari pelayanan kesehatan. Pendidikan kesehatan diperlukan untuk memperoleh pengetahuan keterampilan yang dibutuhkan klien atau keluarga sebelum, selama, dan setelah tindakan dilakukan (Bani, 2001). Pendidikan kesehatan terutama pendidikan pasien menjadi salah satu hal yang penting yang menjadi standar dalam akreditasi Standar Akreditasi Rumah Sakit yang baru versi 2012 dari KARS yaitu Standar Pelayanan Berfokus Pada Pasien. Dalam standar ini, bab 7 mengupas tentang Pendidikan Pasien dan Keluarga (Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2012). Akan sangat baik jika setiap pendidikan kesehatan diberikan secara lengkap pada setiap klien karena kebutuhan informasi adalah hak bagi klien dalam pelayanan kesehatan. Informasi yang lengkap dan jelas akan memberikan kepercayaan klien terhadap pemberi pelayanan dan mencegah adanya kesalahpahaman serta kejadian mal praktik dalam pelayanan keperawatan. Sebanyak 17 responden (50%) mengalami kecemasan ringan dan 17 responden (50%) lainnya tidak cemas. Dari hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa sebagian dari orang tua tidak mengalami kecemasan. Adapun kecemasan yang dialami oleh sebagian orang tua lain berada pada

49 JURNAL NURSING STUDIES, Volume 1, Nomor 1 Tahun 2012, Halaman 167 rentang kecemasan ringan. Kecemasan orang tua sebagian besar ditunjukkan dengan perasaan cemas, berfirasat buruk, mudah tersinggung, gangguan dalam berkonsentrasi dan juga gangguan tidur. Hal tersebut terlihat dari skor total pada gejala perasaan cemas yang menduduki peringkat tertinggi. Orang tua juga mengeluhkan gejala ringan pada lambung. Total skor pada gejala gangguan pencernaan mencapai 34. Beberapa orang tua tampak gelisah, namun masih dapat menyelesaikan masalah dengan efisien. Orang tua masih mampu menerima rangsangan yang komplek. Respon kecemasan ringan yang meliputi respon fisiologis, kognitif, maupun perilaku dan emosional (Semiun, 2006). Perkembangan kondisi anak yang membaik dan pengalaman yang sudah dirasakan ikut menyebabkan penurunan kecemasan orang tua bahkan sampai pada level tidak cemas atau hanya sedikit mengalami gejala kecemasan namun tidak masuk dalam kategori cemas berdasarkan skala kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) karena kecemasan adalah suatu respon. Kecemasan sebagai suatu respon merupakan reaksi terhadap pengalaman tertentu, suatu keadaan pada seseorang yang diketahui dari yang dia katakan, bagaimana dia bertindak, atau dari perubahan fisiologis yang dihubungkan dengan reaksi terhadap pengalaman ini (Kaplan, 1998). Hasil perhitungan statistik menunjukkan p-value = 0, 028. Nilai p-value < 0, 05 yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan kesehatan dengan kecemasan orang tua. Semakin baik dan semakin lengkap pendidikan kesehatan diberikan maka kecemasan orang tua akan semakin berkurang seiring bertambahnya informasi pada orang tua. Informasi yang jelas sangat penting bagi klien atau keluarga untuk mengatasi kecemasan akibat kurangnya informasi. Kurangnya pengetahuan orang tua memicu timbulnya stressor baru pada orang tua yang dapat menimbulkan kecemasan (Long, 1997). Tingkat kecemasan berkurang bila diberikan pendidikan kesehatan ketimbang tidak diberikan (Herliana, 2010). Kecemasan yang terjadi karena kurangnya informasi mengalami penurunan setelah pemberian informasi dan pelayanan keperawatan yang diberikan dari Rumah Sakit. Segala bentuk informasi yang diberikan, pengetahuan yang diberikan, diharapkan dapat berpengaruh pada perubahan dalam tingkat kecemasan orang tua. Pengetahuan tentang kesehatan diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilakunya, dengan kata lain pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran (Notoatmodjo, 2003). Karakteristik individu dari orang tua dan kondisi klien juga berpengaruh pada tingkat kecemasan orang tua. Usia mempengaruhi kecemasan yang dialami orang tua, dimana hasil dari uji statistik antara usia dengan kecemasan menunjukkan p-value = 0, 034. Nilai p-value < α (0,05). Sedangkan nilai X 2 hitung = dimana X 2 hitung > X 2 tabel (3, 481) yang menunjukkan hubungan signifikan antara antara usia dan kecemasan. Semakin dewasa usia seseorang, semakin baik, makin konstruktif dalam menggunakan koping dalam menghadapi masalah yang terjadi dalam hidupnya. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih mudah percaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaanya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya (Hawari, 2001). Namun faktor usia tidak mutlak mempengaruhi kecemasan. Faktor-faktor lain bisa mempengaruhi kecemasan orang tua misalnya dalam hal pendidikan maupun pekerjaan, sosial ekonomi dan budaya dan faktor lain.

50 JURNAL NURSING STUDIES, Volume 1, Nomor 1 Tahun 2012, Halaman 168 Kesimpulan dan Saran Kesimpulan dari penelitian ini adalah: ada hubungan yang signifikan antara pendidikan kesehatan dengan kecemasan orang tua dimana nilai p-value = 0, 028. Nilai p-value < 0, 05. Perawat diharapkan selalu memberikan pendidikan kesehatan yang lengkap bagi semua orang tua untuk mengatasi kecemasan. Akan sangat baik jika setiap pendidikan kesehatan diberikan secara lengkap pada setiap klien karena kebutuhan informasi adalah hak bagi klien dalam pelayanan kesehatan. Institusi pendidikan keperawatan diharapkan dapat menjadikan pendidikan kesehatan sebagai salah satu kompetensi dalam praktik klinik bagi mahasiswa guna menunjang terwujudnya pelayanan keperawatan yang bermutu dan profesional. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sinwani dan Ibu Musringah atas dukungan dan doa yang telah diberikan. Terima kasih kepada Bapak Agus Santoso S.Kp., M.Kep atas bimbingan dan arahan yang diberikan. penulis juga mengucapkan terima kasih kepada reviewer Ibu Rita Hadi W., S.Kep., M.Kep., Sp.Kom, dan Ns. M. Rofi i, S.Kp., M.Kep, atas masukan dan saran yang diberikan, tidak lupa pula responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Daftar Pustaka Bani S. et al. (2001). Pelayanan Kesehatan Kesehatan Maternal dan Noenatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Barbara, C. Long. (1997). Perawatan Medical Bedah. Bandung: Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan. Hawari, D. (2001). Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Edisi 11. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI. Herliana. (2010). Hubungan pendidikan kesehatan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi seksio caesarea di ruang bersalin RS. Zahirah Jakarta Selatan. Diakses dari pada 8 Juni Kaplan, HI, Sadoch BJ. (1998). Ilmu Keperawatan Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika. Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2012). Standar Pelayanan Berfokus pada Pasien. Diakses dari pada 21 Mei Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan ke-2. Jakarta: Rineka Cipta. Potter, Patricia A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC. Semiun, Yustinus. (2006). Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta: Kanisius. Supartini Yupi. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

51 HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI IBU RUMAH TANGGA DI DESA RUKOH KECAMATAN SYIAH KUALA BANDA ACEH (The relationship between education level and housewives health reproduction knowledge) Asiah M.D. Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unsyiah Darussalam Banda Aceh Abstract A research in the relationship between education level and housewives health reproduction knowledge had been conducted. Data was colected from 27 February to 5 March 2009 at Desa Rukoh Syiah Kuala Banda Aceh. The aim of this study is to determine the relationship between education level and housewives health reproduction knowledge. The population in the research was 409 housewives in the productive ages at Desa Rukoh. Purposive sampling was applied to gain 35% of sample from the population (144 housewives). Parameters of this study were knowledge, understanding, and awareness towards health reproduction. Data was gained from questionaires. Product-moment correlation was used to analyse the data. The result shows r= 0,533 > r table = 0,159 (N=144) at 5% significant level. This value indicated that there is a relationship between education level and housewives health reproduction knowledge at desa Rukoh Syiah Kuala Banda Aceh. Key words: Education level and health reproduction PENDAHULUAN Penggunaan istilah Kesehatan Reproduksi menjadi sangat populer sejak pelaksanaan ICPD (International Conference on Population and Development) atau Pertemuan Internasional Kependudukan yang diadakan di Kairo pada tahun Hak atas kesehatan reproduksi dilindungi Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen, menyebutkan bahwa kesehatan adalah bagian dari hak asasi manusia. Hak atas kesehatan reproduksi termasuk hak mendapat informasi dan pendidikan yang berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi, hak atas kebebasan dan keamanan individu untuk mengatur kehidupan reproduksinya, termasuk untuk hamil dan tidak hamil. Selain itu, juga dijamin hak untuk hidup yaitu dibebaskan dari resiko kematian karena kehamilan, hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan, termasuk hak atas keterjangkauan informasi (Anonymous, 2005). Angka kematian ibu hamil dan melahirkan di Indonesia masih tergolong tinggi. Setiap tahun, 307 orang per kelahiran atau ibu melahirkan meninggal. Kasus kematian ibu hamil dan melahirkan banyak terjadi di daerah yang kekurangan tenaga bidan dan akses informasi mengenai kesehatan dan reproduksi sehat kurang memadai (Junaedi, 2005). Banyak faktor yang mempengaruhi peranan wanita sebagai objek maupun subjek pembangunan kesehatan. Beberapa di antaranya adalah tingkat pendidikan wanita, status ekonomi, dan keterjangkauan serta mutu pelayanan kesehatan. Entjang (1985) mengemukakan bahwa, Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pola berpikir seseorang. Apabila tingkat pendidikan seseorang tinggi, maka cara berpikir seseorang lebih luas, hal ini ditunjukkan oleh berbagai kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Dengan pendidikan seseorang dapat meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat memberikan keputusan yang tepat dalam bertindak dan memilih pelayanan kesehatan yang tepat untuk dirinya. Wanita khususnya ibu rumah tangga seharusnya sangat memperhatikan kesehatannya termasuk kesehatan reproduksi karena wanita nantinya akan mengalami kehamilan. Bila kesehatan reproduksi diperhatikan tentu saja resiko-resiko yang mungkin terjadi saat kehamilan dapat diperkecil. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dilakukan penelitian untuk 1

52 mengetahui hubungan tingkat pendidikan wanita khususnya ibu rumah tangga dengan pengetahuan kesehatan reproduksi yang berjudul: Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Ibu Rumah Tangga di Desa Rukoh Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh. Pemilihan Desa Rukoh dilatar belakangi oleh letak Desa Rukoh yang berdekatan dengan banyak sarana pendidikan, dimulai dari tingkat dasar, menengah sampai perguruan tinggi bahkan pendidikan program pasca sarjana. Hal ini memungkinkan masyarakat yang tinggal di Desa Rukoh untuk memiliki tingkat pendidikan yang lebih beragam. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Desa Rukoh Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu rumah tangga yang masih usia produktif di Desa Rukoh Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh. Populasi berjumlah 409 orang. Sampel diambil sebanyak 35% dari total populasi dengan berbagai tingkat pendidikan yang berjumlah 144 orang. Instrumen pengumpulan data berupa angket atau kuesioner bersifat tertutup, yaitu pertanyaan dan alternatif jawaban sudah tersedia. Parameter yang digunakan adalah tingkat pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran Ibu rumah tangga di Desa Rukoh Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh terhadap kesehatan reproduksi. Data dianalisis dengan korelasi product moment oleh Arikunto (2006). Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu rumah tangga dengan pengetahuan kesehatan reproduksi maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut dengan menghitung harga koefisien kontigensi (C) dengan rumus sebagai berikut: C 2 2 x x n Dimana : C = Koefisien kontigensi 2 x = Chi-kuadrat = ( fo fh) fh n = Jumlah total item jawaban Agar nilai C yang diperoleh dapat dipakai untuk menilai derajat asosiasi antara tingkat pendidikan ibu rumah tangga dengan 2 pengetahuan kesehatan reproduksi di wilayah penelitian maka harga C tersebut perlu dibandingkan dengan rumus sebagai berikut : m 1 C maks m Dimana : C maks= koefisien kontingensi maksimum M = Harga minimum antara banyaknya baris dan banyaknya kolom Semakin dekat harga C maks dengan koefisien kontigensi (C), maka hubungannya semakin kuat (Sudjana, 2005). Kemudian untuk menentukan dugaan nilai regresi yang diperoleh linier atau tidak, maka dapat dibuktikan dengan menggunakan persamaan linier dengan rumus sebagai berikut: Y a bx a y bx n b xy x y 2 n x x 2 Dari data yang diperoleh, dapat dibuat diagram pencar dan dapat dilihat bahwa titik-titik ada pada sekitar garis lurus yang menyatakan bahwa antara kedua variabel terdapat hubungan (Sudjana, 2005). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data perhitungan dari variabel X (tingkat pendidikan) dan variabel Y (pengetahuan kesehatan reproduksi Ibu rumah tangga) diperoleh nilai r untuk kedua variabel tersebut yaitu nilai r hitung = 0,533 dan nilai r tabel pada taraf signifikan 0,05 = 0,159. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Ibu rumah tangga berpengaruh positif terhadap pengetahuan kesehatan reproduksi. Hasil analisis koefisien kontingensi (C) diketahui bahwa perbandingan harga C=0,95 dekat dengan harga C maks=0,82. Dengan demikian hubungan tingkat pendidikan dengan pengetahuan kesehatan reproduksi Ibu rumah tangga di Desa Rukoh mempunyai tingkat korelasi yang tinggi. Hasil uji linearitas diperoleh grafik yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linier antara tingkat pendidikan Ibu rumah tangga dengan nilai rata-rata pengetahuan kesehatan reproduksi (Gambar 1). Hal ini 2

53 membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh Ibu rumah tangga, maka semakin tinggi pula pengetahuan dan kesadaran terhadap kesehatan reproduksinya. Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Dengan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Ibu Rumah Tangga di Desa Rukoh Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh Sebagian besar Ibu rumah tangga sudah memiliki pengetahuan yang baik terhadap kesehatan reproduksi, tetapi kesadaran untuk memeriksakan kesehatan reproduksinya masih kurang. Meskipun demikian, Ibu-ibu rumah tangga di Desa Rukoh sudah sadar akan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi dan mengetahui apa yang harus dilakukan apabila mengalami gangguan pada kesehatan reproduksinya. Menurut hasil survei dan wawancara dengan Ibu-ibu rumah tangga ada yang belum mengetahui tentang kesehatan reproduksi dan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi. Fenomena demikian disebabkan jarangnya dilakukan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi di Desa Rukoh Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh sehingga para ibu rumah tangga kekurangan informasi tentang kesehatan reproduksi. Informasi tentang kesehatan reproduksi hanya akan diperoleh jika Ibu-ibu tersebut memeriksakan kesehatannya ke Rumah Sakit atau Puskesmas. Di samping itu juga terdapat Ibu rumah tangga yang memperoleh informasi melalui media cetak atau media elektronik. Kesehatan reproduksi sangat penting untuk dijaga dan diperhatikan karena hal ini berhubungan dengan sehat atau tidaknya sistem, fungsi, serta proses reproduksi. Wanita mempunyai kebutuhan khusus dibandingkan dengan pria karena kodratnya. Secara alamiah wanita mengalami haid, melahirkan, menyusui, dan akan mengalami menopause sehingga memerlukan pemeliharaan kesehatan yang lebih intensif. Wanita, khususnya Ibu rumah tangga seharusnya sangat memperhatikan kesehatan reproduksinya agar kesuburan (fertilitas) tetap terjaga sehingga dapat menghasilkan keturunan yang baik dan sehat. Reproduksi sehat berkaitan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang berkaitan dengan alat reproduksi dan fungsi-fungsinya serta gangguan-gangguan yang mungkin timbul. 3

54 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpukan bahwa tingkat pendidikan sangat berhubungan dengan pengetahuan kesehatan reproduksi Ibu rumah tangga di Desa Rukoh Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan dan kesadaran Ibu rumah tangga terhadap reproduksi yang sehat, serta kesadaran untuk mencari informasi yang lebih banyak untuk menambah pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih disampaikan kepada Novida Ana, S.Pd. atas partisipasinya dalam kontribusi data untuk tulisan ini. DAFTAR PUSTAKA Anonymous Menagih Janji Atas Reproduksi Perempuan, (Online), ( diakses 20 Oktober 2008). Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara. Entjang, I Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung. Citra Aditya Bakti. Fauzi, Ahmad Informasi Kesehatan Reproduksi, (Online), ( ids/referens.htm, diakses 10 Februari 2009). Junaedi Ibu Melahirkan Meninggal, (Online), ( diakses 20 oktober 2008). Sudjana Metode Statistika Edisi keenam. Bandung: Tarsito 4

55 JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN Model Pembinaan Kesehatan Mental Anak dalam Pendidikan Islam Kholid Mawardi *) *) Penulis adalah Magister Humaniora (M.Hum.) alumnus Program Studi Sejarah, Jurusan Humaniora, Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Dia dosen tetap di Jurusan Pendidikan (Tarbiyah) STAIN Purwokerto. Bukunya yang telah terbit, Mazhab Sosial Keagamaan NU (Grafindo bekerjasama dengan STAIN Purwokerto Press, 2006). Abstract: Mental health construction of the child has vital importance to receive attention. Islamic education offers the solution of the child s health mental construction conception. Islamic education instructs the student to conduct the construction and development of fitrah with all its potency and eliminate the expanding of negative potency. Construction and development of child s fitrah with all its potency is believed will make healthy to child s soul, while model that Islamic education give in this case is with the introduction of values of tauhid and behavior. The introduction of these values can bring about harmonious order in child self as one of the characteristic of mental health. Keywords: mental health, child, student, fitrah. Pendahuluan etiap hari melalui media informasi baik cetak ataupun elektronik, selalu muncul berita kriminalitas, tragedi kekerasan dalam rumah tangga, perkosaan, pelecehan seksual, prostitusi, dan beragam bentuk kejahatan yang lain. Hal ini menggambarkan bahwa kehidupan masyarakat kita sedang sakit. Masyarakat mengalami krisis identitas yang bermuara pada krisis moral dan spiritual. Lebih menyesakkan lagi, fenomena krisis moral dan spiritual yang marak akhir-akhir ini ternyata tidak hanya menimpa orang dewasa, tetapi telah melibatkan anak-anak. Kecenderungan krisis moral dan spiritual secara kongkrit termanifestasikan dalam beragam bentuk. Hal ini merupakan ongkos mahal yang harus dibayarkan oleh perubahan sosial menyeluruh dalam masyarakat Indonesia sebagai akibat pembangunan dan modernisasi yang cepat di tengah globalisasi kehidupan yang semakin terbuka. Globalisasi telah menghilangkan sekat-sekat antarnegara dan kultur budaya yang ada melalui kecanggihan teknologi komunikasi dan teknologi informasi. Serbuan informasi dari berbagai negara dan kultur budaya yang berbeda ke negeri ini telah menjadikan adanya proses dialektika antara budaya baru dengan budaya lokal yang kadang berhadapan secara diametral. Proses dialektika budaya yang terjadi berpotensi memunculkan terjadinya krisis moral spiritual yang berujung kepada kegagapan generasi muda dalam melakukan adaptasi dengan budaya baru. Keadaan semacam ini cenderung menjurus terjadinya degradasi moral di kalangan mereka. Jiwa atau mental mereka menjadi tidak sehat, sedangkan mental adalah pusat kontrol dari semua gerak, sikap, dan tindakan seseorang. Krisis moral dan spiritual dalam apapun kemunculannya merupakan masalah mendasar dalam kehidupan masyarakat. Maka dari itu, semua potensi dan komponen masyarakat harus mengambil S INSANIA Vol. 11 No. 1 Jan-Apr P3M STAIN Purwokerto Kholid Mawardi

56 JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN peran yang optimal sebagai usaha untuk mengatasi krisis yang terjadi. Potensi besar yang dimiliki oleh bangsa kita dalam masalah ini adalah masyarakat yang religius, masyarakat yang menyandarkan diri pada nilai-nilai agama. Agama seharusnya mampu memberikan alternatif untuk munculnya spiritualitas baru, maka apabila agama mampu menyandang peran ini, agama tidak saja menjadi alat terapi penyakit kemanusiaan, tetapi lebih dari itu, agama mampu membentuk masyarakat yang lebih humanis. Fenomena tersebut melatarbelakangi perlunya sebuah konstruk pemikiran baru untuk mengatasi krisis moral spiritual, terutama dalam rangka melakukan pembinaan kesehatan mental bagi anak didik. Oleh karena, konstruk pemikiran mutlak diperlukan dalam mengawali langkah. Apabila pendidikan Islam sebagai alternatif penawaran, maka pertanyaan yang muncul kemudian adalah sejauhmana kemampuan pendidikan Islam menjadi paradigma pembinaan kesehatan mental anak? Konsep Pembinaan Kesehatan Mental Anak Dalam hal ini, konsep pembinaan kesehatan mental anak yang akan dipaparkan merupakan rumusan secara umum dari berbagai pendapat. Pembinaan kesehatan mental anak dapat dilakukan melalui pendidikan yang mengarahkan bagi terbentuknya karakter dan internalisasi nilai moral, budi pekerti, dan pencerdasan perasaan. Dengan demikian, ada tiga faktor pokok dalam pembinaan kesehatan mental anak, yaitu pembentukan karakter dan internalisasi nilai moral, pembentukan budi pekerti, serta pencerdasan perasaan. Pertama, pembentukan karakter dan internalisasi nilai moral. Pembentukan karakter pribadi anak dan wataknya serta keberhasilannya setelah besar dan dewasa dipengaruhi oleh pola pendidikan dalam keluarga sejak dini, bahkan sebelum menginjak bangku sekolah. Cara yang dapat ditempuh dalam pembentukan karakter dan internalisasi nilai moral anak adalah dengan metode dongeng dan metode antikalah. Dongeng dalam kontek historis telah begitu dikenal dalam masyarakat kita. Dahulu banyak orangtua yang memberikan dongeng kepada anak-anaknya menjelang tidur. Dongeng cukup berpengaruh positif terhadap perkembangan jiwa, watak, dan moral anak. Dongeng adalah sarana komunikasi yang berfungsi sosial dan hiburan. Dengan dongeng anak-anak dapat berkumpul dan mengadakan interaksi, serta keseluruhan anak bisa terhibur dengan isi ceritanya. Secara paedagogik, dongeng dapat sebagai sarana pembentukan karakter atau moral anak, membentuk imajinasi dan membina kasih-sayang. Dengan mencerna dongeng yang berisi nasihat ini akan membuat anak berpikir lebih panjang tentang perilaku dalam dongeng. Secara psikologis kondisi anak masih labil sehingga dengan dongeng mereka dapat terbina emosinya dan moral anak dapat dibentuk dengan penyajian cerita yang mengandung kebenaran.1 Metode antikalah, konsep ini memaparkan bahwa perilaku anak yang menyimpang karena terganggunya kesehatan mental. Anak bandel, manja, dan kurang kreatif ini diakibatkan kondisi buruk dalam keluarga yang mengabaikan pendidikan anak. Akan tetapi, dalam mendidik anak hendaknya tidak selalu memaksakan kemauannya pada anak karena apabila hal ini dilakukan justru anak merasa INSANIA Vol. 11 No. 1 Jan-Apr P3M STAIN Purwokerto Kholid Mawardi

57 JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN tertekan yang pada akhirnya anak melakukan penentangan, bahkan lebih buruk, yaitu perlawanan. Pendekatan yang seharusnya digunakan adalah dengan jalan orangtua mengalah, rendah hati, sopan, dan menghargai anak sehingga dapat lebih menumbuhkan kreativitas dan penghargaan anak terhadap orangtua. Dengan demikian, metode yang digunakan adalah metode antikalah, di mana mencegah anak merasa kalah atau dimenangkan. Segala permasalahan yang muncul selalu didialogkan dan didiskusikan sehingga semua tidak ada yang merasa disepelekan. Hal ini dapat membina kesadaran anak terhadap hak dan kewajibannya sehingga akan membentuk karakter anak dengan baik dan wajar.2 Kedua, pembentukan budi pekerti. Budi pekerti dalam format kebudayaan adalah bagian dari sistem nilai, yaitu struktur nilai etik dan moralitas. Dalam posisi sebagai sistem etik dan moral, maka budi pekerti bersifat membatasi (determinisme) terhadap perilaku masyarakat dan juga mendorong masyarakat untuk melakukan sesuatu pada batasan yang ada (kanalisasi) untuk mencapai kesempurnaan hidup. Budi pekerti merupakan wawasan dan semangat yang mempengaruhi pembentukan dan kecenderungan perilaku dasar masyarakat. Dengan demikian, persoalan budi pekerti adalah persoalan yang berhubungan dengan pranata budaya, sebagai moral, membentuk wawasan, perangai, dan kecenderungan konsep psikologis yang cukup luas.3 Pentingnya budi pekerti dengan kaitan integral dari berbagai sistem nilai akan mampu mengarahkan kehidupan manusia ke arah kesempurnaan hidup, yang dalam hal ini mutlak diberikan dalam pendidikan kita. Menukil pendapat Mencius seorang filosuf Cina, Budi pekerti merupakan pandangan optimistic bagi tumbuhnya pribadi agung. Pandangan optimistic ini mengatakan bahwa setiap insan selalu merangkum khazanah potensi kebaikan. Pandangan ini menjadi penting karena berkonsekuensi edukasional mendasar. Dengan demikian, proses pendidikan terutama moral etis dalam penerapan pengaruh-pengaruh secara konsisten pada nantinya akan memunculkan insan-insan muda sebagai pribadi agung (the great person).4 Pendidikan estetika sangat penting bagi perkembangan anak. Kekurangan pendidikan estetika sama dengan kekurangan mendapatkan kasih-sayang. Estetika mengandung hal yang halus, budi bahasa, bertutur kata, dan tingkah-laku. Semua serba halus sehingga kekurangan pendidikan estetika akan menimbulkan dampak mengerikan. Unsur rasa kasih-sayang dan cinta adalah kebutuhan dasar naluriah manusia yang pencurahannya memerlukan estetika tersendiri. Metode pendidikan estetika pada anak adalah dengan pemanfaatan seni yang diminati anak. Esensi dari pendidikan estetika ini adalah adanya rasa penghargaan kepada hasil karya orang lain sehingga nilai kepercayaan akan timbul terhadap kreativitas dan kreasi orang lain.5 Dengan demikian, pendidikan estetika diperlukan bagi tumbuhnya secara wajar (naluriah) terhadap rasa kasih-sayang, perilaku yang halus juga saling menghargai sesama sehingga akan mampu membentuk pribadi yang utuh. Ketiga, pencerdasan perasaan. Pada diri manusia yang memegang peranan penting dalam setiap tindakannya, selain penalaran adalah perasaan. Proses pendidikan yang utuh idealnya mencakup competence, conscience, dan compassion sehingga jangan sampai terjebak dalam pencapaian keunggulan akademik saja. Pendidikan yang tidak utuh cenderung mengabaikan tumbuhnya unsurinsania Vol. 11 No. 1 Jan-Apr P3M STAIN Purwokerto Kholid Mawardi

58 JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN unsur emosi, kreativitas, dan estetika. Sementara kecerdasan perasaan tidak dapat diraih dengan keterampilan penalaran. Untuk mengasah perasaan dan kepedulian, yang diberikan kepada anak adalah dengan refleksi. Anak diajak memanfaatkan daya ingat, pemahaman, khayalan, dan perasaannya untuk menangkap arti dan nilai yang dipelajari. Dengan demikian, anak diajak untuk menemukan hubungannya dengan segi-segi lain dari pengetahuan dan memahami implikasi-implikasinya dalam rangka mencari kebenaran dan kebebasan.6 Senada dengan hal tersebut, Daniel Goleman berpendapat tentang perlunya kiat-kiat khusus membesarkan anak, yaitu dengan pencerdasan emosional. Kecerdasan emosional ini menyangkut kesadaran diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri, empati, dan kecakapan sosial. Kerugian pribadi akibat rendahnya kecerdasan emosional adalah terganggunya kesehatan mental seseorang dan kecenderungan berbuat destruktif, seperti depresi, gampang marah, agresif, serta tindakan destruktif, seperti tindakan perkosaan, vandalisme, dan lain sebagainya. Kecerdasan emosional ini dilakukan dengan jalan pelatihan emosi, yaitu orangtua yang terlibat dalam emosi anak. Orangtua tidak mudah marah menghadapi emosi, kesedihan atau rasa takut. Mereka mampu menerima emosi-emosi negatif itu sebagai fakta kehidupan dan menggunakan saat-saat emosional itu sebagai peluang untuk mendidik anak-anak mereka tentang kehidupan yang penting serta membina hubungan yang lebih erat dengan mereka.7 Sangat mendesak untuk dikedepankan dalam upaya mendidik anak, yaitu pencerdasan perasaan daripada hanya terfokus pada pencerdasan akal. Pencerdasan akal hanya sibuk dengan pengetahuan kehidupan, sedangkan pencerdasan perasaan justru menjawab kehidupan secara tepat dan manusiawi. Pendidikan Islam sebagai Konstruksi Pemikiran Pembinaan Kesehatan Mental Anak Pertama, manusia sempurna sebagai tujuan paripurna pendidikan Islam. Pendidikan Islam adalah proses aktualisasi dan internalisasi nilai-nilai ajaran Islam dengan penyeimbangan potensi fitrah sehingga terjaga derajat kemanusiaannya. Dalam hal ini, pendidikan Islam berupaya untuk melakukan pengaktualan dan internalisasi nilai transenden Ilahiah (kalimat tauhid) karena ketauhidan adalah esensi pokok dari ajaran Islam. Dengan dijiwai nilai-nilai ketauhidan, maka segala aktivitas dapat lebih bermakna karena adanya fungsi sebagai kontrol dan landasan aktivitas tersebut. Aktualisasi, internalisasi nilai-nilai transenden Ilahiah akan berhasil secara maksimal tanpa pengetahuan tentang hakikat manusia. Pengetahuan tentang hakikat manusia dijadikan sebagai titik pijak bagi proses internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai ketauhidan. Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam diri manusia terdapat potensi. Ahli pendidikan Islam menyebut potensi ini dengan fitrah. Dengan demikian, proses internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai transenden Ilahiah ini melalui pembinaan dan pengembangan potensinya. Perkembangan potensi manusia yang bercorak dan bernuansa nilai-nilai ketauhidan dapat INSANIA Vol. 11 No. 1 Jan-Apr P3M STAIN Purwokerto Kholid Mawardi

59 JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN membawa terjaganya derajat kemanusiaannya. Terjaga derajat kemanusiaan dalam arti terbentuknya insan kamil. Melalui pemahaman terhadap eksistensi manusia, seharusnya rumusan tujuan pendidikan Islam dioerientasikan.8 Maka dari itu, tujuan akhir pendidikan Islam adalah pembangunan ideologi dan kebudayaan masyarakat.9 Secara spesifik Abdur Rasyid Ibnu Abdil Azis berkesimpulan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah adanya taqarub kepada Allah melalui pendidikan akhlak dan menciptakan individu untuk memiliki pola pikir ilmiah dan pribadi yang paripurna, yaitu pribadi yang dapat mengintegrasikan antara agama, ilmu, serta amal saleh untuk memperoleh ketinggian derajat dalam berbagai dimensi kehidupan.10 Dari uraian tujuan pendidikan tersebut, bahwa insan kamil itu berdimensi dua, yaitu dimensi ketauhidan (taqarub kepada Allah) dan dimensi pengembangan potensi-potensi (pola pikir ilmiah dan integrasi ilmu serta amal). Ciri insan kamil adalah jasmani sehat dan kuat, mempunyai keterampilan, akal yang cerdas, serta pandai dan hatinya penuh iman kepada Allah (ruhaniah tinggi).11 Berdasarkan ciri manusia sempurna, yang terpenting dalam pengembangan pribadi tidak hanya berdimensi jasmaniah, tetapi juga ruhaniah. Dalam pendidikan dinyatakan perlunya pengembangan pribadi untuk meraih kualitas insan pripurna yang penuh dengan ilmu-ilmu dalam otaknya dan bersemayam dalam hatinya iman dan takwa. Sikap dan perilakunya adalah realisasi nilai-nilai ajaran Islam sehingga terbentuk watak yang terpuji, kemandirian, kedamaian, dan kasih-sayang. Insan yang demikian bisa dipastikan bahwa jiwanya sehat, hal ini sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa dalam Islam pengembangan kesehatan jiwa terintegrasi dalam pengembangan pribadi pada umumnya. Dalam arti kondisi kejiwaan yang sehat merupakan hasil sampingan (by-product) dari kondisi yang matang secara emosional, intelektual, sosial, dan terutama matang keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan.12 Hal ini sesuai pula dengan indikator sehatnya mental seseorang bahwa secara operasional tolok-ukur dari kondisi mental yang sehat adalah bebas dari gangguan penyakit kejiwaan, mampu secara luwes menyesuaikan diri, mengembangkan potensi-potensi pribadi, beriman bertakwa kepada Tuhan, serta berupaya menerapkan tuntunan agama dalam realitas kehidupan. Kedua, implikasi konsep fitrah dalam kesehatan mental. Untuk mengetahui keterkaitan antara konsep fitrah dengan kesehatan mental adalah dengan memaparkan tentang konsep fitrah yang membicarakan seputar hakikat manusia dengan segala potensi dan keterkaitannya dengan lingkungan. Manusia lahir dengan membawa fitrah, yang mencakup fitrah agama, fitrah intelek, fitrah sosial, fitrah ekonomi, fitrah individu, fitrah seni, dan yang lain. Fitrah-fitrah tersebut haruslah mendapat tempat dan perhatian, serta pengaruh dari faktor di luar dirinya sendiri atau lingkungan untuk mengembangkan dan melestarikan potensinya yang positif dan sebagai penangkal dari kelestarian potensi-potensi negatif (an-nafsu ammarah bis suu ).13 Dengan demikian, manusia dapat hidup searah dengan tujuan Allah akan penciptaan. Dalam fitrah agama, manusia adalah makhluk etik religius. Sejak dilahirkan manusia adalah suci, maka Tuhan akan senantiasa membimbingnya dengan agama fitrah, yaitu agama yang sesuai dengan INSANIA Vol. 11 No. 1 Jan-Apr P3M STAIN Purwokerto Kholid Mawardi

60 JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN manusia supaya kesucian yang disandangnya sejak lahir akan tetap sampai akhir hayat. Dalam surat ArRum ayat 30 mengandung pengertian bahwa fitrah adalah ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah dengan diberi naluri beragama, yaitu agama tauhid. Oleh karena itu, jika manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu dianggap tidak wajar, walaupun mungkin hal itu terjadi lantaran pengaruh lingkungan.14 Islam sebagai agama fitrah bukan hanya selaras dengan naluri keberagamaan manusia, tetapi juga sesuai, bahkan menunjang pertumbuhan dan perkembangan fitrahnya sehingga akan membawa keutuhan dan kesempurnaan pribadinya.15 Manusia adalah makhluk individu dan sosial. Individu secara etimologi berasal dari bahasa latin yang berarti tidak terbagi. Menurut istilah sosiologi adalah manusia perorangan yang dibedakan dari orang lain, sedang dalam istilah lain dikenal dengan pribadi. Individu adalah seorang yang belum diketahui predikatnya, sedang pribadi sudah menggambarkan predikat seseorang, baik mengenai sikap mental maupun perilakunya yang membedakan dengan orang lain.16 Dalam garis besar al-qur an menjelaskan perbedaan masing-masing individu dengan menunjukkan adanya kelebihan yang satu dengan yang lain. Paling ditekankan dalam hal ini adalah adanya tanggungjawab individu, baik terhadap Tuhan dan lingkungan, maupun dirinya.17 Dengan demikian, hak dan kewajiban dalam Islam sangat diperhatikan sehingga pendidikan Islam dalam persoalan individu diarahkan untuk mengembangkan fitrah manusia dan sumber daya insaninya untuk dipertanggungjawabkan atas perbuatannya sebagai hamba Allah sekaligus khalifah di bumi. Manusia sebagai makhluk sosial berarti tidak ada individu yang tidak bisa hidup sewajarnya tanpa terkait dengan komunitas manusia yang lainnya.18 Sesuai konsep ta aruf, peran individu dalam masyarakatnya terletak kepada tanggungjawabnya untuk menciptakan kehidupan komunal yang harmonis demi terciptanya kehidupan yang sejahtera dalam ampunan dan naungan Ilahi. Dalam persoalan potensi-potensi dasar yang dimiliki manusia, Islam memandang bahwa manusia memiliki potensi-potensi positif dan negatif.19 Potensi positif adalah adanya sifat-sifat mahmudah dan potensi negatif adalah adanya sifat-sifat mazmumah, sedangkan sifat-sifat mazmumah adalah sifat syaithoniyah.20 Termasuk kategori sifat-sifat mazmumah adalah bakhil, aniaya, dengki, ujub, nifak, ghadab, dan yang lainnya, sedangkan yang termasuk sifat mahmudah adalah sabar, amal salih, santun, dan yang lainnya. Dengan demikian, pendidikan Islam memang diarahkan untuk mengembangkan potensi positif yang berupa sifat-sifat mahmudah dan meminimalisasi sifat-sifat mazmumah dalam pribadi manusia sehingga keseimbangan jiwa akan tercapai serta terjaga dari gangguan dan penyakit jiwa. Islam menegaskan bahwa manusia memiliki fitrah dan daya insani, serta bakat-bakat bawaan atau faktor keturunan, meskipun semua itu masih merupakan potensi yang mengandung berbagai kemungkinan. Akan tetapi, karena masih merupakan potensi, maka fitrah itu belum berarti apa-apa bagi kehidupan sebelum dikembangkan, didayagunakan, dan diaktualisasikan.21 Dengan demikian, berarti bahwa fitrah dengan segala potensinya tidak akan berfungsi apabila tidak ada campur-tangan lingkungan yang membina dan mengembangkannya sehingga bisa teraktualkan. INSANIA Vol. 11 No. 1 Jan-Apr P3M STAIN Purwokerto Kholid Mawardi

61 JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN Aktualisasi dari fitrah dengan segala potensinya adalah mempunyai ketergantungan dengan lingkungan. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Rasulullah bahwa setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah, ayahnyalah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani atau Majusi.22 Dalam Hadis tersebut faktor ayah diartikan sebagai lingkungan, dalam hal ini lebih spesifik dapat dimaksudkan sebagai pendidikan. Berangkat dari asumsi bahwa manusia dengan fitrah dan segala potensinya tidak akan berarti apa-apa tanpa peran lingkungan, maka dalam pengembangan dan pembinaan fitrah dengan segala potensinya diperlukan pendidikan. Jelaslah bahwa pendidikan Islam diorientasikan kepada aktualisasi fitrah manusia yang masih perlu pemolesan dan pembentukan. Terbentuknya manusia sempurna atau insan kamil adalah tujuan pendidikan Islam. Insan kamil adalah insan yang berdimensi ketauhidan dan berdimensi pengembangan potensi. Dalam tujuan pendidikan Islam dan indikator tentang mental yang sehat sebagaimana telah diuraikan terjadi adanya perjumpaan. Dengan konsep fitrah dan segala potensi-potensinya dalam pendidikan Islam bisa diimplementasikan dalam kesehatan mental karena dengan konsep fitrah itu pendidikan Islam diarahkan. Dengan kata lain, pendidikan Islam relevan dijadikan konstruk pemikiran dan bentuk atau model bagi pembinaan kesehatan mental anak. Pendidikan Islam dalam responnya terhadap fitrah beragama, menempatkan manusia sebagai makhluk etik religius yang mengarahkan bagi terbinanya fitrah tersebut dalam agama yang lurus dengan jalan internalisasi nilai-nilai ketauhidan. Hal ini menunjukkan adanya pembinaan kesehatan mental, yaitu internalisasi iman dan takwa. Menurut fitrahnya manusia adalah makhluk individu dan sosial. Dalam hal ini, pendidikan Islam diarahkan untuk menciptakan tata keharmonisan antara manusia sebagai makhluk individu dan sosial. Kemampuan adaptasi diri hendak dibentuk, sedangkan kemampuan ini merupakan indikator kesehatan mental karena kemampuan adaptasi diri merupakan keluwesan dalam pergaulan. Potensi yang dimiliki manusia, baik potensi positif ataupun potensi negatif digarap secara arif dalam pendidikan Islam dengan jalan mengembangkan potensi positif dan meminimalisasi potensi negatif sehingga perkembangan anak akan berjalan wajar. Wajar dalam hal ini adalah terhindarnya manusia dari dominasi potensi negatif sehingga terjadi goyahnya keseimbangan yang mengakibatkan gangguan kejiwaan. Terhindar dari gangguan dan penyakit kejiwaan adalah indikator sehatnya mental seseorang. Dengan demikian, pendidikan Islam secara langsung atau tidak langsung merupakan pembinaan terhadap kesehatan mental anak. Ketiga, jiwa pendidikan Islam adalah budi pekerti. Islam sebagai agama wahyu menuntun umat manusia yang berakal sehat untuk berusaha keras mendapatkan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat sesuai dengan petunjuk wahyu. Agama Islam yang ajarannya berorientasi pada kesejahteraan hidup dunia dan akhirat sebagai kesinambungan tujuan hidup manusia meletakkan iman dan takwa kepada Allah sebagai landasan kehidupan manusia dalam perjuangannya menuju cita-cita tersebut.23 Oleh karena orientasi kehidupan manusia adalah dunia dan akhirat, maka pendidikan Islam pun berlandaskan dengan hal ini. Dengan demikian, pendidikan Islam diarahkan kepada pencapaian kebahagiaan dunia INSANIA Vol. 11 No. 1 Jan-Apr P3M STAIN Purwokerto Kholid Mawardi

62 JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN dan akhirat. Berdasarkan kepada pandangan tersebut, maka pendidikan Islam tidak hanya dilakukan untuk memenuhi akal dengan segala ilmu pengetahuan, tetapi juga kepada pengasahan rasa yang lebih spesifik, yaitu budi pekerti yang berlandaskan kepada nilai transenden. Pendidikan budi pekerti dan akhlak mulia berdasarkan nilai transenden adalah menjiwai pola tingkah-laku berdasar rasio sehingga aktivitas yang dilakukan sesuai dengan nilai-nilai Ilahiah. Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam. Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.24 Dengan demikian, akhlak yang sempurna adalah salah satu yang hendak dituju oleh aktivitas pendidikan Islam. Dalam hal ini, Islam tidak menafikan pendidikan jasmani karena antara jasmani dan ruhani ada keterkaitan. Anak membutuhkan kekuatan dalam jasmani, akal, ilmu, dan juga pendidikan dalam jiwanya, yaitu budi pekerti, perasaan, kemauan, estetika, dan kepribadian (pembentukan karakter). Pakar pendidikan Islam telah sepakat bahwa maksud dari pendidikan dan pengajaran Islam tidak hanya menjejali otak dengan berbagai ilmu, tetapi lebih dari itu, yaitu mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan keutamaan, membiasakan mereka dengan kesopanan, untuk mempersiapkan mereka demi kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur.25 Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa pendidikan Islam dengan konsep pembinaan kesehatan mental pada umumnya terjadi perjumpaan. Dalam pendidikan Islam, pendidikan budi pekerti, pembentukan watak atau karakter, serta pencerdasan perasaan melalui pendidikan akhlak sangat dipentingkan senada dengan konsep pembinaan kesehatan mental secara umum. Perbedaan yang terjadi di antara keduanya adalah pada landasan yang mendasarinya. Bila pendidikan Islam berlandaskan pada nilai transenden ketauhidan (theosentris), sedangkan konsep pembinaan kesehatan mental secara umum berlandaskan pada pandangan tentang manusia itu sendiri (anthroposentris). Model Pembinaan Kesehatan Mental Anak dalam Pendidikan Islam Pertama, penanaman nilai keimanan (aqidah). Diperlukannya penanaman nilai keimanan ini berlandaskan pada asumsi bahwa hakikat fungsi manusia adalah beribadah kepada Allah atau dengan kata lain, hakikat fungsi manusia adalah hamba Allah. Setiap hamba harus selalu tunduk kepada Penciptanya. Ia tidak dapat dioperasikan dengan cara berbeda, apalagi bertentangan dengan kehendak Allah sebagai Khaliqnya. Sementara itu, maksud diciptakannya manusia antara lain agar dia mengabdi kepada Allah. Maka dari itu, fungsi manusia adalah hamba Allah.26 Berlandaskan maksud penciptaan manusia inilah nilai keimanan harus ditanamkan karena tanpa keimanan ibadah yang dilakukan menjadi tanpa makna. Di sisi lain, fitrah agama yang dimiliki manusia juga melandasi perlunya penanaman nilai keimanan ini. Dalam fitrah agama ini manusia adalah makhluk etik religius sehingga sebagai rangkaian wujudnya yang suci pada saat lahir Tuhan akan selalu memberi bimbingan dengan agama fitrah, agama yang sesuai dengan fitrah manusia adalah agama tauhid.27 Dengan demikian, penanaman nilai keimanan atau INSANIA Vol. 11 No. 1 Jan-Apr P3M STAIN Purwokerto Kholid Mawardi

63 JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN mempercayai keesaan Allah harus diutamakan karena perasaan ketuhanan yang sempurna hadir dalam jiwa anak dan akan berperan sebagai dasar dalam berbagai aspek kehidupannya.28 Nilai keimanan yang tertanam kokoh dalam jiwa anak akan memberikan warna dan corak dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini dikarenakan adanya pengakuan dalam dirinya tentang kekuatan yang menguasai dan melindunginya, yaitu Allah. Pengakuan ini diharapkan mampu mendorong anak untuk berbuat sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah. Maka dari itu, semakin matang perasaan ketuhanannya akan semakin baik perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam tahap selanjutnya, anak selalu diarahkan untuk menaati hukum-hukum Allah serta diimbangi pengetahuan tentang ibadah yang dalam sistem etika Islam termasuk akhlak terhadap Allah. Anak juga senantiasa dingatkan bahwa iman selalu diformulasikan dalam amal salih.29 Iman yang dipegang teguh haruslah direalisasikan dalam realitas kehidupan dengan amal salih. Orang yang mampu merealisasikan nilai-nilai keimanannya dalam kehidupan sehari-hari berarti menunjukan sehatnya mental dari orang tersebut. Penanaman keimanan mempunyai nilai penting untuk diberikan sebab dengan nilai itulah pembinaan kesehatan mental didasarkan sehingga dapat terwujud pribadi yang sehat mentalnya. Kedua, penanaman nilai akhlak. Pembentukan moral tertinggi adalah tujuan utama pendidikan Islam. Dengan demikian, harus diusahakan terhadap penanaman akhlak mulia, meresapkan fadhilah di dalam jiwa para siswa, membiasakan berpegang kepada moral yang tinggi, menghindari hal-hal tercela, berpikir secara ruhaniah dan insaniah, serta mempergunakan waktu untuk belajar ilmu keduniaan dan agama dengan tanpa memandang keuntungan materi.30 Rentetan dari iman, islam, dan ihsan adalah tiga unsur pokok yang harus terintegrasikan dalam diri, inilah yang dimaksud berakhlak mulia. Islam bersumber kepada norma-norma pokok yang terdapat dalam al-qur an, sedangkan Rasulullah sebagai suri tauladan yang baik, memberi contoh realisasi alqur an yang menjelaskan dalam realitas kehidupan sebagai Sunnah Rasul.31 Akhlak manusia ideal kemungkinan dapat dicapai dengan proses pendidikan dan pembinaan yang sungguh-sungguh, yaitu terwujudnya keseimbangan dan iffah. Namun demikian, tak ada manusia yang dapat mencapai keseimbangan yang sempurna dalam akhlaknya kecuali Rasulullah karena beliaulah yang ditugaskan oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak manusia dan secara logis beliau telah sempurna lebih dahulu.32 Salah satu bagian yang terpenting dalam masalah akhlak adalah tentang hak dan kewajiban.33 Upaya penanaman akhlak ini meliputi pembahasan tentang kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah (akhlak kepada Allah), kewajiban terhadap diri sendiri dan sesamanya (akhlak individual dan sosial), serta kewajiban terhadap alam (akhlak terhadap alam). Dalam masa anak-anak dan menginjak remaja, hal terpenting bagi penanaman akhlak adalah dengan pembatasan terhadap kewajiban-kewajibannya sebagai manusia sehingga akan sampai kepada pemahaman eksistensi dirinya sebagai hamba Allah dan sebagai pribadi yang tak mungkin tercerabut dari akar komunitasnya. Oleh karena dalam fase ini anak telah mampu menggunakan logika untuk merenungkan segala persoalan. Kesadaran akan eksistensi INSANIA Vol. 11 No. 1 Jan-Apr P3M STAIN Purwokerto Kholid Mawardi

64 JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN dirinya inilah yang akan membuat keseimbangan yang harmonis bagi kehidupannya. Keharmonisan merupakan syarat bagi ketenangan jiwa dan ketenteraman hati. Bila keharmonisan ini terguncang, maka yang terjadi adalah gangguan kejiwaan. Pendidikan akhlak terbagi dalam dua kategori, yaitu akhlak kepada Allah dan akhlak individual, sosial, serta alam. Akhlak kepada Allah, seperti telah disebutkan sebelumnya ahklak kepada Allah antara lain berisikan tentang kewajiban-kewajiban manusia kepada Allah. Kewajiban manusia kepada Allah merupakan rangkaian hak dan kewajiban manusia dalam hidupnya sebagai sesuatu yang eksistensial. Dalam kehidupannya, manusia mempunyai pola hubungan dan ketergantungan yang memunculkan hak dan kewajiban. Hubungan manusia dengan Allah adalah hubungan antara Khaliq dengan makhluknya, dalam kehidupan ketergantungan paling pokok manusia adalah kepada Allah Tuhan semesta alam.34 Esensi dari kehidupan beragama adalah meyakini dan mempercayai adanya dzat yang Mahakuasa, yang maha segala-galanya, di sanalah semua mempunyai pola ketergantungan. Maka dari itu, hanya kepada Allah manusia menyembah dan memohon pertolongan.35 Mentauhidkan Allah adalah meyakinkan dengan iman tentang keesaan Allah serta beraktivitas karena dan untuk Allah. Meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Allah itu Maha Esa, Esa dzat-nya, sifat-sifat-nya, dan segala perbuatan-nya.36 Kewajiban mentauhidkan Allah ini harus ditanamkan kepada diri anak, sebagai akhlak yang mulia dan pada akhirnya dapat membentuk karakter pribadinya. Oleh karena dengan pemahaman terhadap nilai tauhid akan menimbulkan kesadaran pada keberhambaan yang ikhlas dan kepasrahan total terhadap Allah. Dengan nilai tauhid ini akan membuat jiwa anak menjadi tenang. Ketenangan jiwa terwujud karena tertanam dalam kalbunya bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Hal ini merupakan sesuatu yang penting karena nilai-nilai tauhid ini diharapkan akan mampu menjiwai, memberi corak, dan nuansa dalam setiap aktivitas pribadi anak. Kewajiban setelah mentauhidkan Allah adalah beribadah kepada-nya. Sudah seharusnya karena beribadah kepada Allah adalah konsekuensi logis dari beriman kepada-nya. Pengakuan akan keesaan, keperkasaan, dan segala kesempurnaan-nya sebagai tempat bergantung dan meminta pertolongan, maka akan muncul kesadaran apa yang harus diberikan kepada Allah. Secara logis suatu aktivitas yang harus dibangun dari keimanan adalah beribadah dan menyembah Allah.37 Dari uraian di atas, dapat dipahami akan pentingnya penanaman nilai akhlak kepada Allah yang berupa pelaksanaan kewajiban-kewajiban terhadap-nya. Dalam penanaman nilai tauhid akan membuat anak menjadi takwa dan mampu merealisasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai amal salih. Ibadah selain merupakan realisasi nilai-nilai tauhid, juga untuk menguatkan nilai-nilai tauhid itu sendiri dalam diri anak. Ibadah yang mensyaratkan keikhlasan dan prosedural akan mengarahkan anak untuk bertindak sesuai jalan yang dikehendaki Allah sehingga akan memunculkan dalam jiwa anak rasa INSANIA Vol. 11 No. 1 Jan-Apr P3M STAIN Purwokerto Kholid Mawardi

65 JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN ketenangan dan kebahagiaan. Iman dan takwa yang teguh dan mampu direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari merupakan salah satu ciri mental yang sehat. Akhlak individual yang dimaksudkan adalah kewajiban terhadap diri sendiri. Akhlak sosial adalah kewajiban terhadap sesama manusia, sedangkan akhlak terhadap alam adalah kewajiban manusia terhadap alam sekitarnya. Secara spesifik, kewajiban terhadap diri sendiri adalah pengembangan dan pemeliharaan seluruh potensi yang dimiliki manusia baik jasmani atau ruhani. Setiap unsur mempunyai hak, yang satu dengan yang lain mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan bagi pemenuhan hak masing-masing. Keseluruhan manusia mempunyai kewajiban terhadap keseluruhan kemanusiaannya.38 Dengan demikian, unsur jasmani dan ruhani merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dan mempunyai kewajiban terhadap kemanusiaannya sendiri. Kewajiban manusia terhadap diri sendiri secara fisik adalah pemenuhan kebutuhan primer, seperti sandang, pangan, dan papan.39 Kewajiban terhadap kebutuhan ruhani adalah dengan pembinaan rasio, rasa, dan karsa.40 Akhlak sosial berisikan tentang kewajiban manusia sebagai pribadi dengan manusia lain. Kewajiban sosial antara lain tolong-menolong dalam kebaikan,41 adanya saling pengertian dan saling menghormati.42 Dengan demikian, pendidikan akhlak sosial ini diharapkan membuat anak menjadi peka perasaannya atau dengan kata lain mempunyai kecerdasan perasaan. Akhlak manusia terhadap alam adalah pendayagunaan alam semesta secara bijak dengan akal pikiran yang dimiliki oleh manusia sudah seharusnya mampu menjaga amanat Allah, yaitu pemanfaatan alam secara proporsional. Pemanfaatan alam tidak hanya bersifat eksploitatif, namun juga dimanfaatkan sebagai bahan pengambilan pelajaran untuk mendekati Allah dalam rangka membina keserasian antarmakhluk. Dengan demikian, hubungan manusia dengan alam harus disertai sikap rendah hati. Pendidikan akhlak individual berdampak kepada sampainya pemahaman anak terhadap dirinya dan potensi-potensi yang dimilikinya sehingga mempunyai rasa tanggungjawab untuk mengembangkannya. Pendidikan akhlak sosial dalam diri anak akan mampu mengasah perasaan (roso pangroso) dengan memahami hak dan kewajibannya terhadap lingkungan komunalnya, serta mampu beradaptasi dalam rangka mewujudkan eksistensi dirinya dalam pola pergaulan yang menyenangkan dan bermanfaat. Kemampuan memahami diri sendiri dengan mengembangkan potensi serta pengetahuan tentang lingkungan komunalnya menciptkana pola kehidupan bersama yang harmonis adalah sebagai tanda sehatnya mental anak. Penanaman akhlak individual dan sosial ini mampu membuka kalbu akan pentingnya keharmonisan hidup, baik mikro kosmos ataupun makro kosmos. Internalisasi nilai-nilai akhlak terhadap alam sekitar berdampak pada kesadaran anak akan pentingnya menjaga keharmonisan alam demi kesejahteraan seluruh makhluk. Melalui internalisasi akhlak terhadap alam ini diharapkan juga dapat menghantarkan anak kepada penguasa tunggal alam semesta, yaitu Allah. INSANIA Vol. 11 No. 1 Jan-Apr P3M STAIN Purwokerto Kholid Mawardi

66 JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN Penutup Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep pembinaan kesehatan mental anak dalam pendidikan Islam adalah tertuang dalam bentuk penanaman nilai-nilai tauhid dan akhlak. Dengan nilai keimanan, anak akan menjadi takwa dengan kesadarannya pada Allah adalah asal dan segala tujuan. Akhlak terhadap Allah dengan mentauhidkan dan beribadah kepada-nya merupakan konsekuensi logis yang harus disadari oleh anak karena keimanan mereka. Akhlak individual dan sosial menjadikan anak mampu membentuk pola hubungan dari dan antarpribadi, serta lingkungan komunalnya secara harmonis. Dengan nilai-nilai keimanan dan nilai-nilai akhlak akan membentuk pribadi yang berkarakter, berbudi pekerti, serta cerdas secara emosional yang semua itu dilandaskan kepada satu nilai transenden, yaitu Allah Tuhan semesta alam. Endnote Suranto, Kebudayaan Industrial dan Kualitas Moral Anak (Bernas, Minggu, 13 Juli 1997). Ibid. 3 Haryani Nuniek, Mempersoalkan Pendidikan Budi Pekerti (Kedaulatan Rakyat, 8 November 1996). 4 Sutanto Limas, Pendidikan Budi Pekerti dan Tumbuhnya Pribadi Agung (Kedaulatan Rakyat, 25 Juni 1997). 5 Hikmah, Ketika Anak-anak Lepas dari Harapan (Minggu IV, Juli 1997). 6 St. Kartono, Perasaan Anak-anak Kita Perlu Dicerdaskan (Kedaulatan Rakyat, 18 Februari 1997). 7 Anonim, Strategi Mengasuh Anak yang Cerdas (Kompas, 27 Agustus 1997). 8 Muhaimin Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Dasar Operasionalisasinya (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hal Ahmad Khursyd, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam (Surabaya: Pustaka Progresif, 1992), hal Muhaimin, Pemikiran, hal Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Rosda Karya, 1994), hal Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hal Muhaimin, Pemikiran, hal Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Aditya Media, 1992), hal Ibid., hal Ibid., hal Ibid., hal Q.S. al-hujarat ayat Muhaimin, Pemikiran, hal Ibid., hal Achmadi, Islam, hal H.R. Bukhori Muslim. 23 Arifin H.M., Kapita Selecta Pendidikan Islam dan Umum (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal M. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hal Ibid. 26 Muhaimin, Pemikiran, hal Achmadi, Islam, hal Q.S. Luqman ayat Q.S. al-bayyinah ayat INSANIA Vol. 11 No. 1 Jan-Apr P3M STAIN Purwokerto Kholid Mawardi

67 JURNAL PEMIKIRAN ALTERNATIF KEPENDIDIKAN Al-Abrasyi, Dasar-dasar, hal. 11. Rahmat Djatnika, Sistem Ethika Islam (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992), hal Zainudin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal Djatnika, Sistem, hal Q.S. al-ikhlas, ayat Q.S. al-fatihah, ayat Djatnika, Sistem, hal Q.S. Adz-Dzariyat, ayat Djatnika, Sistem, hal Q.S. Thoha, ayat Rahmat Djatnika, Sistem, hal Q.S. al-maidah, ayat H.R. Bukhori Muslim, Riyadhus Shalihin (TT: TP, 1987), hal Daftar Pustaka Al-Abrasy, M. Athiyah Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang. A.W., Suranto Kebudayaan Industrial dan Kualitas Moral Anak (Bernas, 23 Juli 1997). Achmadi Islam sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media. Ahmad, Khursyd Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam. Surabaya: Pustaka Progresif. Anonim Strategi Mengasuh Anak Yang Cerdas Emosional (Kompas, Rabu, 27 Agustus). Bastaman, Hanna Djumhana Integrasi Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Departemen Agama RI al-qur an dan Terjemahannya. Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-qur an. Djatnika, Rachmat Sistem Ethika Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas. H.M., Arifin Kapita Selecta Pendidikan Islam dan Umum. Jakarta: Bumi Aksara. Hikmah Ketika Anak-anak Lepas dari Harapan (Edisi Minggu. IV, Juli). Kartono Perasaan Anak-anak Kita Perlu Dicerdaskan (Kedaulatan Rakyat, 18 Februari 1997). Mujib, Abdul Muhaimin Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya. Mulyadi, Kresno Anak Representasi Hari Nanti (Kompas, 24 Juli 1997). Nawawi, Hadari Pendidikan dalam Islam. TT: al-ikhlas. Nuniek, Haryani Mempersoalkan Pendidikan Budi Pekerti (Kedaulatan Rakyat, 8 November 1996). Seto Metode Anti Kalah Metode Baru Mendidik Anak (Bernas, 13 Juli 1997). Sutanto, Limas Pendidikan Budi Pekerti dan Tumbuhnya Pribadi Agung (Kedaulatan Rakyat, 25 Juni 1997). Tafsir, Ahmad Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosda Karya. Tujasura Pentingnya Dongeng Bagi Pendidikan Anak (Bernas, 13 Juli 1997). Zainudin Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali. Jakarta: Bumi Aksara. INSANIA Vol. 11 No. 1 Jan-Apr P3M STAIN Purwokerto Kholid Mawardi

68

69

70

71

72

73

74

75

76

77

78

79

80

81

82

83

84 Udayana Mengabdi 11 (2): ISSN : PELATIHAN DAN PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT TENTANG UPAYA PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA TARO GIANYAR suariyani, nlp., M.subrAtA, i M.sutArgA, DPy, kurniati, MP. kardiwinata dan Ms.noPiyAni. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana ABSTRACT Bali as the world tourism destination will face huge impacts (economic, health and social) if there was avian influence outbreak, because tourism is a sensitive sector to the public health problems. It is therefore, an action that could increase the knowledge of community in order to prevent from the disease especially avian influences is badly in need. Taro village, Tegallalang is one of tourism destinations in Bali. In order to maintain other countries feel comfortable and secure for their citizens to visit Bali, Taro s community in preventing diseases especially at avian influences is very crucial. Cooperation with other sectors such as education, health and others to conduct such health education is important to be able to produce good quality of program. The health education was conducted for students (SMPKerta Wisata) on 18 September The responds toward the health education program was very good, while many students ask questions about avian influences, they also could answer the entire questions already asked to the students after the programs. The questions were not asked only from the students but also from the teachers. It showed that the program was interesting for the audience. This program would improve the knowledge of community and in the future, it could be conducted in other cities in Bali. Keywords: avian influences, health education, knowledge PENDAHULUAN Penyakit flu burung atau avian influenza adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A yang menyebar antar unggas. Virus ini ditemukan juga pada spesies lainnya seperti babi, kucing, anjing, harimau dan manusia. Virus influence tipe A memiliki beberapa subtipe yang ditandai dengan Hemagglutinin (H) dan Neuramidase (N). Ada 9 varian H dan 14 varian N. Virus flu burung yang berjangkit saat ini adalah subtipe H5N1 dengan masa inkubasi 3-5 hari. WHO melaporkan hingga 6 Juni 2007 tercatat 310 kasus dengan 189 kasus kematian pada manusia yang disebabkan virus flu burung. Dari jumlah kasus tersebut Indonesia adalah negara yang terbanyak jumlah kasus dan angka kematiannya dengan 99 kasus dan 79 kematian. Bahkan data terakhir dari Departemen Kesehatan per 30 Januari 2008 jumlah kasus flu burung mencapai 124 kasus dengan 101 meninggal. Di Provinsi Bali sendiri melaporkan terjadi 2 kasus dan 2 kematian. Provinsi Bali rawan terhadap penyebaran virus flu burung bahkan dapat menyebabkan kerugian secara ekonomi, kesehatan dan sosial masyarakat. Dalam upaya pencegahannya akan dilakukan pemusnahan ternak dimana para peternak akan dirugikan. Diperkirakan penyakit flu burung berpotensi untuk menghancurkan lebih dari sembilan juta ternak ayam dan satu juta ternak babi di Bali. Jumlah ayam yang menjadi korban wabah flu burung pada tahun yaitu Jika diasumsikan bahwa satu ekor ayam nilainya Rp ,00, maka kerugian langsung wabah flu burung di Bali sampai saat ini kira-kira sebesar Rp 18,6 milyar (Nirmala, 2006). Sebagai daerah pariwisata dunia yang sebagian besar masyarakatnya tergantung pada sektor pariwisata. Bali juga dapat mengalami kerugian yang besar apabila terjadi wabah flu burung. Industri pariwisata umumnya sensitif terhadap masalah yang terjadi khususnya masalah kesehatan masyarakat. Pada tahun 2004 saja, Bali kedatangan hampir 1,5 juta wisatawan asing. Menurut survey Dinas Pariwisata Bali, wisatawan asing tersebut rata-rata tinggal selama 11 hari dengan pengeluaran per wisatawan setiap harinya sebesar Rp ,00. Berarti pada tahun 2004, jumlah uang yang masuk dari para wisatawan asing yang berlibur di Bali diperkirakan sebesar Rp trilyun (Rp ,00 kali 11 hari, kali 1,5 juta orang). Itu artinya dampak tidak langsung yang ditimbulkan cukup besar dimana akan dirasakan juga oleh pelaku pariwisata dimana terdapat perhotelan, agen perjalanan wisata, transportasi, restoran, objek wisata, kerajinan tangan atau cinderamata, dan pelaku bisnis. Untuk itulah diperlukan upaya melakukan pencegahan terhadap kasus flu burung agar tidak sampai kasus itu terjadi. Peranan pemerintah selaku pembuat kebijakan (policy maker) dibutuhkan dalam membuat regulasi terkait dalam penanganan virus flu burung. Upaya pencegahan kejadian flu burung khususnya di Bali perlu dilakukan karena akibat yang ditimbulkan dapat merugikan semua pihak. Salah satunya dengan melakukan pendidikan kesehatan masyarakat. 90

85 Pelatihan dan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Tentang Upaya Pencegahan Flu Burung di Desa Taro Gianyar [Suariyani, NLP., Dkk] Mengingat Desa Taro merupakan salah satu daerah pariwisata dan daerah binaan Universitas Udayana, maka keamanan dan kenyamanan agar terhindar dari penyakit merupakan nilai tersendiri bagi wiatawan internasional maupun domestik. Beberapa negara telah melarang warganya untuk berkunjung ke negara atau tujuan wisata yang mengalami kejadian luar biasa penyakit menular seperti flu burung, flu babi, disentri dan yang terakhir kejadian rabies yang sedang mewabah di Bali. Untuk meningkatkan kunjungan wisata ke Bali umumnya dan ke Taro khususnya, Desa Taro harus segara melakukan upaya pencegahan dengan memberikan pendidikan dan pelatihan kesehatan masyarakat bagaimana cara penanggulangan penyakit khususnya flu burung dengan kerjasama dengan sektor lainnya. Sebagai daerah pariwisata masyarakat Desa Taro perlu mengetahui tentang upaya pencegahan virus flu burung yang dapat menyebabkan kematian pada manusia. Di samping itu apabila terjadi wabah dapat membahayakan sektor pariwisata dan perternakan. Perlunya pendidikan kesehatan masyarakat tentang pencegahan virus flu burung untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam melakukan upaya preventif. METODE PEMEMECAHAN MASALAH Pendidikan kesehatan ini dilakukan dengan metode penyuluhan ke siswa SMP Kerta Wisata, Taro, Tegallalang, aadapun tahap pelaksanaannya: 1. Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat dan petugas kesehatan di desa Taro, Tegallalang. Pendekatan ini lakukan secara personalagar lebih mudah dalam menyampaikan tujuan dari kegiatan ini. Pada pendekatan ini akhirnya disepakati yang menjadi sasaran pendidikan kesehatan adalah siswa SMP. 2. Melakukan pendekatan ke sekolah sasaran yaitu SMP Kerta Wisata, pendekatan dilakukan pada kepala sekolah dan guru sekolah yang bersangkutan agar menyediakan waktu luang dan siswanya untuk mendengarkan penyuluhan atau pendidikan kesehatan tentang penyakit flu burung. 3. Pendidikan kesehatan melalui penyuluhan dilaksanakan pada tanggal 18 September 2010 pada pagi hari di sekolah bersangkutan. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN Penyakit flu burung atau avian influenza adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A yang menyebar antar unggas. Virus ini kemudian ditemukan juga pada spesies lainnya seperti babi, kucing, anjing, harimau dan manusia. Dalam hal ini hampir sebagian besar masyarakt Bali hidup dengan binatang seperti burung, babi, anjing dan lain-lain. Binatangbinatang tersebut mempunyai potensi dalam penyebaran penyakit terutama flu burung. Oleh karena itu, agar tidak terjadi penyebaran penyakit antara binatang dan manusia perlu adanya pembekalan pengetahuan yang cukup pada pada masyarakat. Pengabdian ini dilakukan pada masyarakat desa Taro terutama siswa SMP, karena diharapkan para siswa lebih bisa memberikan pengertian pada orang tua mereka akan pentingnya pencegahan terhadap penyakit flu burung serta cara-cara pencegahannya. Kegiatan pengabdian ini dilaksanakan pada satu lokasi yakni SMP Kerta Wisata pada siswa kelas tiga pada tanggal 18 September Sebelum kegiatan ini terlaksana dilakukan pendekatan dengan aparat desa dan sekolah yang nantinya menentukan sekolah dan waktu pelaksanaannya. Dalam pelaksanaannya dihadiri oleh 57 siswa kelas tiga. Ke giatann ini diawali dengan tanya jawab pada siswa tentang pemahaman awal mereka tentang penyakit flu burung. Pada tahap awal kegiatan ini dari 57 siswa hanya 10 (17,5%) siswa mampu menjawab pertanyaan yang diajukan secara lisan. Namun, dari jawaban tersebut masih sangat sederhana tanpa dibekali pengetahuan yang cukup. Kegiatan ini dilanjutkan dengan penyuluhan yang dilakukan dengan menarik karena dilengkapi gambar dan lelucon yang memudahkan siswa untuk memahami isi penyuluhan tersebut. Selama penyuluhan berlangsung siswa siswa mendengarkan dengan tertib dan ada beberapa pertanyaan yang diajukan seperti ditampilkan pada Tabel 1. Tabel1. Daftar Pertanyaan dari Para Siswa No Petanyaan 1 Apakah burung yang mereka pelihara dan sudah dikandangkan dapat menularkan penyakit flu burung? 2 Namannya penyakit flu burung tapi kenapa babi juga bias menularkan? 3 Apakah penyakit flu burung bias diobati? 4 Apakah aman mengkonsumsi daging atau telur ayam? Penyuluhan ini berlangsung kurang lebih 45 menit, pada akhir dari penyuluhan ini diisi dengan tanya jawab secara lisan. Saat itu dilontarkan sekitar lima pertanyaan dan hampir setiap pertanyaan yang dilontarkan sekitar 30 siswa (52%) atau lebih siswa menaikkan tangannya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diantaranya ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2: Daftar Pertanyaan untuk Para Siswa No Pertanyaan 1 Hewan jenis apa saja yang dapat menularkan penyakit flu burung? 2 Bagaimanakah cara pencegahan penyakit flu burung? 3 Kemanakah melaporkan apabila terjadi kematian ayam yang banyak? 4 Apakah ciri-ciri unggas yang sakit? 5 Bagaimanakah caranya mengkonsumsi daging unggas yang aman? Hampir setiap siswa yang ditunjuk untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat menjawab dengan benar. 91

86 Udayana Mengabdi Volume 11 Nomor 2 TahuN 2012 Ini menunjukkan bahwa siswa tidak hanya sekedar duduk berada dalam ruangan tapi juga menyimak isi dari penyuluhan. Selama kegiatan ini berlangsung tidak ada siswa yang meninggalkan ruangan kelas atau 100% (57) siswa mengikuti kegiatan ini sampai selesai walaupun dalam kegiatan ini para guru tidak berada di dalam ruangan. Kegiatan ini tidak hanya berakhir pada siswa saja namun juga dilanjutkan dengan tatap muka pada para guruguru. Di ruangan guru di damping oleh kepala sekolah melakukan tanya jawab seputar penyakit flu burung. Ternyata para guru tertarik dengan topik ini, hal ini terbukti dengan banyaknya pertanyaan yang muncul dari para guru tersebut diantaranya ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3: Daftar Pertanyaan dari Para Guru No Pertanyaan 1 Apakah penyakit flu burung ini sangat berbahaya seperti yang diberitakan di televisi? 2 Apakah penyakit flu burung ini hampir sama dengan penyakit gerubug yang kita kenal di Bali? 3 Pencegahan yang paling utama perlu kita lakukan dalam menanggulangi penyakit flu burung ini apa? 4 Apakah penyakit ini dapat menularkan antar manusia? 5 Tindakan apakah yang perlu kita lakukan terhadap unggas peliharan kita? Terutama di Bali unggas berkeliaran di sekitar rumah penduduk Melihat begitu antusiasnya peserta penyuluhan baik dari para siswa dan guru diharapkan materi yang diberikan dapat diterima dan dimengerti dengan baik. Pendidikan terhadap masyarakat ini nantinya dapat memberikan pengertian yang mendalam kepada masyarakat setempat tentang permasalahan kesehatan di masyarakat. Pendidikan terhadap masyarakat ini di mulai di sekolah karena sekolah dikenal sebagai tempat pendidikan serta mendapat kepercayaan dari masyarakat. Dengan memberikan pendidikan kesehatan yang cukup kepada para siswa dan guru dapat menyebarkan pengetahuan mereka ke masyarakat terutama keluarga dari para siswa dan guru-guru itu sendiri. Pendidikan kesehatan tidak hanya cukup diberikan sekali saja tetapi perlu diberikan secara rutin dan dengan metode yang berbeda untuk memudahkan dalam penyerapan informasi. Selain itu perlu juga ada keterlibatan sektor lain terutama dalam hal penyakit flu burung ini. Penyakit flu burung ini bukan hanya masalah kesehatan semata tetapi juga peternakan, dan pengolahan makanan. Keterlibatan sektor lain akan membantu dalam penanggulangan masalah kesehatan yang lebih komperehensive atau menyeluruh serta program yang diterapkan dapat lebih sustainable atau berkesinambungan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil test menunjukkan ada peningkatan pengetahuan pada semua responden di SMP Kerta Wisata di desa Taro, Tegallalang. Peningkatan tersebut dalam hal pengetahuan tentang hewan penular, ciri-ciri hewan yang sakit dan cara pencegahannya. Masyarakat menyadari bahwa penyakit flu burung sangat berbahaya bagi kehiduan mereka, untuk itu perlu dicegah dan diberantas. Saran Saran yang dapat diberikan adalah pendidikan kesehatan perlu diberikan beberapa waktu atau hari dan tidak bisa diberikan singkat hanya 1 kali saja. Pembinaan yang selama ini sudah pernah diberikan oleh pihak puskesmas adalah sangat baik dan bisa dilakukan kerja sama antara pihak akademisi dengan tenaga kesehatan serta sektor lain yang terkait. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada: masyarakat Desa Taro, Tegallalang terutama keluarga besar SMP Kerta Wisata yang telah banyak membantu terlaksananya kegiatan ini. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman sejawat staf dosen dan mahasiswa di PS. Ilmu Kesehatan Masyarakat, atas bantuan dan partisipasi aktifnya selama kegiatan pengabdian kepada masyarakat berlangsung. Terakhir kepada Rektor Universitas Udayana melalui Ketua LPPM, atas dukungan dana yang diberikan sehingga kegiatan pengabdian ini dapat berlangsung. DAFTAR PUSTAKA Biro Pusat Statistik Diambil dari URL: go.id. Diakses 1 September 2008 Dinas Pariwisata Bali Statistik Pariwisata Bali Dinas Pariwisata Bali. Denpasar. World Health Organization. Prevention and control of influenza due to avian influenza virus A (H5N1) (A compilation of technical information as of January 30, 2004). World Health Organization Regional Office for South-East Asia. New Delhi

87

88

89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

100

101 Media Ilmu Kesehatan Vol. 1, No. 2, Agustus PENDIDIKAN KESEHATAN MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKUKAN PIJAT BAYI Ferianto 1, Retno Mawarti 2 1 STIKES Jenderal A. Yani Yogyakarta 2 RSUP DR. Sardjito Yogyakarta ABSTRACT Background: Baby massage is a massage performed with smooth palpation on the surface of a baby's skin, which aims to produce effects on nerves, muscles, respiratory system and blood circulation and lymph. When doing a preliminary study in Trimurti Village of Srandakan sub District, Bantul District, many parents of babies still did not know the benefits of baby massage and did not understand how to apply the correct massage independently. Objektive: The aim of this research is to determine the effect of health education about baby massage on the maternal behavior to massage her baby in Trimurti Village of Srandakan, Bantul, Yogyakarta Method: This was a quasi experimental study with a one group pretest-posttest study design. The study site was in Trimurti Village of Srandakan Bantul, Yogyakarta done in The sampling technique used purposive sampling with 32 respondents. Data analysis technique used McNemar Test with standard error (α) Results: Maternal behavior to baby massage at the time of pretest was in majority not suitable with the technique with a score < 65 in 32 respondents, while the maternal behavior to baby massage at the time of posttest was in majority suitable with the technique with a score > 65 in 32 respondents. It was proven with McNemar Test showing the p-value = (p<0.05). Conclusion: Health education about baby massage can increase on the maternal behavior in Trimurti Village, Srandakan, Bantul, Yogyakarta 2011.Mothers should broaden their insights about baby massage to enhance maternal behavior in applying baby massage techniques correctly to increase the baby s growth and development. Keywords: Health education, Baby Massage, Bahavior PENDAHULUAN Pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu faktor genetik, lingkungan, perilaku, dan rangsangan atau stimulasi yang berguna. Salah satu bentuk stimulasi yang selama ini dilakukan oleh masyarakat adalah dengan pijat bayi atau terapi sentuh. Pijat bayi adalah pemijatan yang dilakukan dengan usapan-usapan halus pada permukaan kulit bayi, dilakukan dengan menggunakan tangan yang bertujuan untuk menghasilkan efek terhadap syaraf, otot, sistem pernafasan serta sirkulasi darah dan limpha. (1) Sentuhan alamiah pada bayi sama artinya dengan tindakan memijat atau mengurut. Tindakan ini bisa menjadi terapi dan mem-berikan banyak manfaat buat bayi dan ibu jika tindakan ini dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan tata cara dan teknik pemijatan bayi. (2) Banyak penelitian menunjukkan, penerapan dari terapi sentuhan yang diwujudkan dalam bentuk pemijatan bayi memberikan manfaat yang sangat besar pada perkembangan bayi, baik secara fisik maupun emosional. Hasil penelitian Field & Scafidi menunjukkan bahwa pemijatan pada bayi dapat meningkatkan kenaikan berat badan lebih cepat. (3-4) Dalam melaksanakan asuhan keperawatan anak, perawat mempunyai berbagai peran dan fungsi. Dalam memenuhi kebutuhan asah anak, perawat berperan memberikan stimulus untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Salah satu stimulus

102 Media Ilmu Kesehatan Vol. 1, No. 2, Agustus yang diberikan adalah stimulus taktil atau sentuhan, misalnya dengan pijat bayi. (5-6) Selain itu, perawat juga mempunyai peran sebagai edukator yaitu membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatannya, misalnya dengan memberi penyuluhan kesehatan mengenai permasalahan kesehatan yang ada di daerah tersebut sehingga terjadi perubahan perilaku setelah diberikan pendidikan kesehatan. (7) Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 10 responden di desa Trimurti, Srandakan, Bantul, Yogyakarta diketahui sebagian besar ibu belum mengetahui dengan jelas pengaruh positif pijat bayi terhadap ibu dan bayinya, serta belum mengetahui cara melakukan pijat bayi yang baik dan benar sesuai pedoman pijat bayi. Mereka mengatakan di desanya dukun masih memegang peranan penting dalam pemijatan bayi. Masyarakat menganggap bahwa pijat bayi hanya dilakukan jika bayi mereka sakit atau rewel, ada juga yang menganggap pijat bayi sebagai rutinitas perawatan bayi setelah bayi lahir. Kebiasa-an melakukan pemijatan pada bayi oleh dukun bayi masih dilakukan oleh hampir semua orang tua yang memiliki bayi dan balita. Hasil wawancara dengan Bidan Desa di Puskesmas didapatkan data bahwa selama ini puskesmas sudah pernah memberkan pelatihan tentang pijat bayi terhadap dukun bayi di Desa Trimurti, namun belum pernah memberikan pendidikan kesehatan tentang pijat bayi terhadap ibu-ibu di Desa Trimurti. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Pijat Bayi Terhadap Perilaku Ibu Melakukan Pijat Bayi Di Desa Trimurti Srandakan Bantul Yogyakarta. BAHAN DAN CARA PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian Quasi Experiment dengan menggunakan one group pretest-posttest design. Penelitian ini dilakukan di desa Trimurti Srandakan Bantul Yogyakarta. Populasi yang digunakan adalah ibu yang memiliki bayi berjumlah 89 orang ditentukan secara purposive. Sampel sebanyak 32 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi sampel adalah ibu yang memiliki bayi usia 3-6 bulan, belum pernah pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang pijat bayi, tingkat pendidikan minimal SD dan ibu primipara. Kriteria eksklusi adalah bekerja sebagai tenaga kesehatan. Analisis data menggunakan uji McNemar Test yaitu uji statistik nonparametrik untuk menguji hipotesis dua sampel berhubungan yang berkorelasi bila datanya berbentuk nominal. (8) HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden dalam penelitian ini meliputi umur ibu, umur bayi responden, tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Karakteristik f % Umur ibu (th) ,5 > ,5 Umur bayi (bln) , , , ,1 Pendidikan SD 2 6,2 SMP 5 15,6 SMA 25 78,1 Pekerjaan Ibu rumah tangga Pegawai Swasta ,2 43,8 Distribusi frekuensi yang tergambar dalam tabel di atas menunjukkan bahwa seba-

103 Media Ilmu Kesehatan Vol. 1, No. 2, Agustus gian besar responden mempunyai umur tahun, mempunyai bayi berumur 6 bulan, dengan tingkat pendidikan SMA dan mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan, usia dan pekerjaan ibu mempengaruhi perilaku ibu melakukan pijat bayi, namun perilaku ibu melakukan pijat bayi juga dipengaruhi oleh peran petugas kesehatan. Menurut Green (1980), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang antara lain 1) faktor predisposisi meliputi pendidikan, ekonomi atau pendapatan, hubungan sosial, 2) faktor pendukung meliputi lingku-ngan fisik, fasilitas kesehatan, 3) faktor penguat meliputi petugas kesehatan dan tokoh masyarakat. Tabel 2. Praktik Pijat Bayi yang Dilakukan Ibu Variabel Sebelum Sesudah p f % f % Tehnik pijat bayi Sesuai Tidak Sesuai Pada tabel 2. di atas dapat dilihat bahwa praktik pijat bayi yang dilakukan ibu sesudah diberikan pendidikan kesehatan, semua pengukuran responden masuk dalam kategori Sesuai. Uji McNemar menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara pendidikan kesehatan terhadap peningkatan kemampuan ibu dalam melakukan pijat bayi dengan nilai p=0,00 (p<0,05). Peningkatan signifikan terjadi setelah reponden diberikan pendidikan kesehatan tentang pijat bayi oleh penelti secara individual dengan metode bimbingan dan demonstrasi serta penyuluhan menggunakan alat bantu sederhana yaitu leaflet dan alat pandang dengar dengan pemutaran VCD di rumah responden, sehingga memberi keleluasaan pada responden secara pribadi bertanya dan mendemonstrasikan pijat bayi. Semua ibu sudah dapat melakukan pijat bayi 0,00 sesuai dengan teknik, dengan memperhatikan materi yang diberikan, menanyakan kepada petugas kesehatan jika ada kesalahan dan mengulang terus materi pijat bayi melaui pemutaran VCD menggunakan media TV/komputer dan leaflet serta mempraktikan sehingga ibu dapat memahami dengan baik tentang materi dan praktik pijat bayi sesuai teknik. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (9) yaitu kemampuan ibu yang diajarkan cara pijat bayi secara signifikan mengalami peningkatan. Perubahan kemampuan ibu dalam melakukan pijat bayi ini sesuai dengan teori proses perubahan perilaku unfreezing to refreezing menurut Lewin (1951) yang berlansung dalam 5 tahap, yaitu: fase pencarian, fase diagnosa masalah, fase penentuan tujuan, fase tingkah laku baru dan fase pembekuan ulang. (10) Pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok, atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai hidup sehat. Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar pada individu, kelompok, atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu, dan dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi mandiri. (11) KESIMPULAN DAN SARAN Pemberian pendidikan kesehatan tentang pijat bayi dapat meningkatkan perilaku ibu melakukan pijat bayi. Petugas kesehatan (perawat) diharapkan memberikan pendidikan kesehatan tentang pijat bayi supaya ibu dapat melakukan stimulasi tumbuh kembang anak secara mandiri dirumah.

104 Media Ilmu Kesehatan Vol. 1, No. 2, Agustus KEPUSTAKAAN 1. Subakti dan Anggraini. (2008) Keajaiban Pijat Bayi dan Balita. Jakarta: Wahyu Media. 2. Anindyawati, Y. (2007) Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Teknik Pijat Bayi Terhadap Pengetahuan dan Ketrampilan Ibu Melakukan Pijat Bayi. Skripsi Sarjana Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Tidak diterbitkan 3. Roesli. (2008). Pedoman Pijat Bayi. Edisi Revisi, Jakarta: Trubus Agriwidya. 4. Maharani, S. (2009). Pijat dan Senam Sehat Untuk Bayi. Jogjakarta: Katahati. 5. Nursalam. (2008) Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Cetakan kedua. Jakarta: Salemba Medika. 6. Hidayat, A.A. (2005) Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika. 7. Potter dan Perry. (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC 8. Dahlan, Muhamad Sopiyudin. (2008) Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat, Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPSS. Edisi 3. Jakarta. Salemba Medika. 9. Ningsih, A.W. (2009) Perbandingan Peningkatan Pengetahuan Ibu Tentang Pijat Bayi Pada Balita Setelah Mendapat Penyuluhan dan Pemutaran VCD di Kelurahan Widodomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta. Skripsi Sarjana Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Tidak Diterbitkan. 10. Suliha. (2002). Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC. 11. Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Renika Cipta

105

106

107

108

109

110

111 34 Media Ilmu Kesehatan Vol. 3, No. 2, Agustus 2014 PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG HYGIENE BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU ORANG TUA DALAM MELAKUKAN HYGIENE PADA ANAK DIARE I Made Budhi Mustika 1, Atik Badi ah 2, Dwi Susanti 1 1 Stikes A.Yani Yogyakarta 2 POLTEKKES KEMENKES Yogyakarta ABSTRACT Background: The occurrence of diarrhea in children is correlated with parents practices on hygiene (handwashing) behavior. The results of preliminary studies at Pediatric Ward Wonosari General Hospital indicated that most parents have lack of knowledge on the correct procedure of hand washing. Objectives: The aim of this research was to determine the effect of health education about hygiene on parents' behavior in performing hygiene in children with diarrhea in Pediatric Ward Wonosari General Hospital. Methods: This research was quasi experimental with one group pre-test and post-test design. Research was conducted at Pediatric Ward in Wonosari General Hospitalin Fifty-six respondents were recruited through saturated sampling. Data were analyse during apaired t-test with significance level of α<0.05. Results: Parents behavior in performing hygiene at the time of pretest was in majority was less (with a score of 56%) of 51 respondents (91.1%), this score increased with majority was good (with a score of %) of 50 respondents (89.3%) in post-test. Paired t-test resulted in p-value=0.000 (p <0.05). Conclusion: There was a significant effect of health education about hygiene on parents behavior in performing hygiene in child with diarrhea in Pediatric Ward Wonosari General Hospital. Keywords: Behavior, Health Education, Hygiene PENDAHULUAN Di Indonesia diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan balita, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa. (1) Terjadinya diare pada anak tidak terlepas dari peran faktor perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman enterik terutama berhubungan dengan interaksi perilaku ibu dalam mengasuh anak dan faktor lingkungan dimana anak tinggal. Faktor perilaku menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI ekslusif secara penuh pada bulan pertama kehidupan, memberikan susu formula dalam botol bayi, penyimpanan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum tercemar, tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan atau sebelum menyuapi anak atau sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak, dan tidak membuang tinja dengan benar. Faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. (2) Salah satu bentuk perawatan diri atau kebersihan diri (personal hygiene) adalah kebersihan tangan yang dilakukan dengan mencuci tangan. Sebagian masyarakat mengetahui pentingnya mencuci tangan menggunakan sabun, namun dalam

112 Media Ilmu Kesehatan Vol. 3, No. 2, Agustus kenyataanya masih sangat sedikit (5%) yang tahu bagaimana cara melakukan dengan benar. Di dalam praktiknya sebagian besar masyarakat menganggap mencuci tangan dengan air saja sudah cukup untuk mencegah penyakit, padahal mencuci tangan dengan air saja tidak cukup. Mencuci tangan dengan sabun secara tepat harus dilakukan sebelum makan, sebelum menyusui, sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar, setelah menceboki anak-anak, setelah membuang kotoran anak-anak, setelah menyentuh binatang dan setelah habis bermain dan memegang uang. Mencuci tangan menggunakan sabun yang tepat mengurangi resiko terjadinya penyakit seperti diare dan dapat mengurangi resiko diare diantara anak-anak usia lima tahun kebawah hingga 45%. (3) Pengetahuan tentang hygiene akan mempengaruhi praktik hygiene. Namun, hal ini saja tidak cukup, karena motivasi merupakan kunci penting dalam pelaksanaan hygiene. Kesulitan internal yang mempengaruhi akses praktik hygiene adalah ketiadaan motivasi karena kurangnya pengetahuan. Hal ini bisa diatasi dengan mengetahui kebutuhan klien dan memberikan informasi yang tepat. Berikan materi yang mendiskusikan kesehatan sesuai dengan perilaku yang ingin dicapai, termasuk konsekuensi jangka panjang dan pendek bagi klien. Klien berperan penting dalam menentukan kesehatan dirinya karena perawatan diri merupakan hal yang paling dominan pada kesehatan masyarakat kita. Banyak keputusan pribadi yang dibuat tiap hari yang membentuk gaya hidup dan lingkungan sosial dan fisik. (4) Dalam melakukan asuhan keperawatan anak, perawat mempunyai berbagai peran dan fungsi. Salah satunya adalah perawat berperan sebagai pemberi perawatan. Dalam hal ini peran utama perawat adalah memberikan pelayanan keperawatan anak, sebagai perawat anak, pemberian pelayanan keperawatan dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan dasar anak seperti kebutuhan asah atau stimulasi, asih, dan asuh. (5) Dalam memenuhi kebutuhan asuh anak, perawat mempunyai peran sebagai edukator. Peran perawat sebagai edukator dapat dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatanya, misalnya dengan memberikan penyuluhan kesehatan mengenai permasalahan kesehatan yang ada di daerah tersebut sehingga terjadi perubahan perilaku setelah diberikan pendidikan kesehatan. (6) Hasil studi pendahuluan Di RSUD Wonosari yang telah dilakukan oleh peneliti pada tanggal 26 Januari 2012 didapatkan data jumlah pasien rawat inap dengan penyakit diare dari tanggal 01 Januari sampai 31 Desember 2011 dengan umur 0-28 hari sebanyak 2 kasus, umur 28 hari- 1 tahun sebanyak 93 kasus, umur 1-4 tahun sebanyak 176 kasus dan umur 5-14 tahun sebanyak 59 kasus dengan total 320 kasus

113 36 Media Ilmu Kesehatan Vol. 3, No. 2, Agustus 2014 per tahun dengan rata-rata 28 kasus per bulan. Hasil wawancara pada 5 orang tua yang memiliki anak diare di Bangsal Anak RSUD Wonosari didapatkan bahwa 5 responden (100%) belum mengetahui cara melakukan cuci tangan yang baik dan benar, sebagian besar orang tua tidak mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan, sebelum menyusui, sebelum menyuapi anak, setelah buang air besar, setelah menceboki anak, setelah membuang kotoran anak. Mereka mengatakan bahwa mencuci tangan menggunakan air saja sudah cukup untuk menghilangkan kuman penyebab penyakit dan mereka mencuci tangan dengan sabun jika tangan mereka dianggap masih bau atau kotor. Sebagian besar dari mereka juga belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan tentang kebersihan diri khususnya cuci tangan. BAHAN DAN CARA PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode Quasi Experiment, yaitu penelitian untuk menguji hipotesis sebab akibat dengan cara memberikan intervensi (percobaan atau perlakuan) terhadap terjadi perubahan atau pengaruh terhadap variabel yang lain, dengan menggunakan rancangan One Group Pretest-Posttest dan menggunakan populasi penelitian yaitu seluruh seluruh orang tua yang memiliki anak diare di Bangsal Anak RSUD Wonosari yang berjumlah 330 per tahun dengan rata-rata populasi sebanyak 28 per bulan. Sampel dalam penelitian diambil menggunakan nonprobability sampling dengan metode accidental sampling, dengan teknik total sampling atau sampel jenuh sebanyak 56 responden. Penelitian ini dilakukan di Bangsal Anak RSUD Wonosari Yogyakarta pada Bulan Juni-Juli Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah lembar observasi (check list). Lembar observasi (chek-list) dalam penelitian ini terdiri dari 2 butir aspek yang dinilai yang terbagi dalam 12 butir pernyataan yang bersifat positif dengan nilai 0, 1. Chek-list ini diambil dari buku Pendidikan Anak Usia Dini Siswanto Hadi tahun 2010 yang sudah baku. Data pemberian pendidikan kesehatan tentang hygiene terhadap perilaku orang tua melakukan hygiene dapat dilihat dari skor pretest dan posttest sesuai dengan kategori. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang hygiene terhadap perilaku orang tua melakukan hygiene digunakan uji paired t test. Pengolahan data dibantu menggunakan program komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Dari hasil penelitian didapatkan beberapa data tentang karakteristik data subyek penelitian seperti umur, tingkat pendidikan dan pekerjaan Orang tua. Karakteristik secara lengkap dapat dilihat pada tabel 1.

114 Media Ilmu Kesehatan Vol. 3, No. 2, Agustus Tabel 1 Sebaran Karakteristik Responden Kategori Frekuensi Persentase (%) Umur <30 tahun tahun >40 tahun Pendidikan SD SMP SMA Pekerjaan Tani Buruh Pedagang IRT ,1 67, ,7 12,5 16,1 60,7 Jumlah Analisa Univariat Hasil analisa univariat bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku responden sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan, seperti yang disajikan pada tabel 3 dan tabel 4. Table 3 Perilaku Orang Tua Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan (Pre-test) Pada Bulan Juni-Juli 2012 Perilaku Orang Tua Frekuensi Persentase (%) Kurang ( 56%) Cukup (56-75%) Baik (75-100%) ,1 8,9 0 Total ,0 Tabel 4 Berdasarkan Perilaku Orang Tua Setelah Diberikan Pendidikan Kesehatan (Post-test) Pada Bulan Juni-Juli 2012 Perilaku Orang Tua Frekuensi Persentase (%) Kurang ( 56%) Cukup (56-75%) Baik (75-100%) ,7 89,3 Total ,0 Analisa Bivariat Tabel 4 Uji Paired t-test Perilaku Orang Tua Melakukan Hygiene Sebelum Dan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan Tentang Hygiene Paired t-test Mean Std. Deviation t df p Perilaku orang tua melakukan hygiene (setelah) - Perilaku orang tua melakukan hygiene (sebelum) Karakteristik Responden Dalam penelitian ini sebagian besar umur responden berusia kurang dari 30 tahun yaitu 42 orang (75%). Usia seseorang dapat mempengaruhi perilaku melakukan hygiene, semakin bertambah usia tentunya akan memiliki pengalaman yang lebih dibandingkan dengan yang memiliki usia muda. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pola pikirnya. Sehingga perilaku praktik hygiene yang dilakukan semakin membaik. Pendidikan respoden dalam penelitian ini mayoritas berpendidikan SMA yaitu 38 respoden (67,9%). Pendidikan membentuk pola pikir hingga memberikan kemudahan dalam penerimaan informasi atau pemberian pendidikan kesehatan tentang hygiene oleh petugas kesehatan. (4) Dalam penelitian ini sebagian besar responden tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yaitu 34 responden (60,7%). Mayoritas ibu yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga lebih banyak

115 38 Media Ilmu Kesehatan Vol. 3, No. 2, Agustus 2014 waktu luangnya untuk mencari informasi kesehatan sehingga bisa berperilaku baik. Perilaku Orang Tua Melakukan Hygiene Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan Perilaku responden melakukan hygiene sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang hygiene sebagian besar responden masuk dalam kategori Kurang ( 56%) sebanyak 51 responden (91,1%) dan tidak ada responden yang mempunyai perilaku melakukan hygiene dalam kategori Baik (75-100%). Hasil menunjukkan sebagian besar perilaku hygiene sebelum dilakukan pendidikan kesehatan dengan kategori Kurang ( 56%). Perilaku melakukan hygiene sebelum diberikan pendidikan kesehatan dapat dipengaruhi pengetahuan dan informasi seseorang. Pengetahuan dapat diperoleh dari informasi-informasi tentang cara-cara mencapai pola hidup sehat, cara pemeliharaan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya. Selanjutnya dengan pengetahuan-pengetahuan tersebut menimbulkan kesadaran dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. (6) Perilaku Orang Tua Melakukan Hygiene Setelah Diberikan Pendidikan Kesehatan Perilaku responden melakukan hygiene setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang hygiene adalah sebagian besar responden masuk dalam kategori Baik (75-100%) sebanyak 50 responden (89,3%), hanya sebagian kecil responden yang masuk dalam kategori Cukup (56-75%) sebanyak 6 responden (10,7%) dan tidak ada responden yang mempunyai perilaku melakukan hygiene dalam kategori Kurang ( 56%). Perilaku orang tua melakukan hygiene setelah diberikan pendidikan kesehatan sebagian besar sudah dapat melakukan hygiene sesuai dengan teknik, dengan memperhatikan materi yang diberikan, menanyakan kepada petugas kesehatan jika ada kesalahan dan mengulang terus materi hygiene melalui media leaflet serta mempraktikan sehingga orang tua dapat memahami dengan baik tentang materi dan melakukan hygiene sesuai teknik. Perilaku perorangan yang erat hubunganya dengan masalah kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit, pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. (6) Pemberian pendidikan kesehatan tentang hygiene sangat diperlukan untuk pemberian pengetahuan agar seseorang termotivasi meningkatkan kebersihan dengan melakukan cuci tangan menggunakan sabun dengan teknik yang sesuai dan menjaga kesehatannya dengan tindakan preventif sejak dini.

116 Media Ilmu Kesehatan Vol. 3, No. 2, Agustus Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Hygiene Terhadap Perilaku Orang Tua Melakukan Hygiene Perilaku responden melakukan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang hygiene adalah 4,893 dengan standar deviasi 1,275, sedangkan rata-rata perilaku responden melakukan hygiene mencuci tangan menggunakan sabun, setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang hygiene adalah 10,196 dengan standar deviasi 0,818. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan perilaku responden melakukan hygiene mencuci tangan menggunakan sabun, sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang hygiene. Hal ini juga menunjukkan adanya peningkatan perilaku orang tua melakukan hygiene di Bangsal Anak RSUD Wonosari sebesar 5,304 dengan standar deviasi 0,456. Uji Paired t test menggambarkan hal yang sama. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikan kurang dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pendidikan kesehatan tentang hygiene terhadap perilaku orang tua dalam melakukan hygiene Di Bangsal Anak RSUD Wonosari Yogyakarta. Keikutsertaan orang tua dalam pendidikan kesehatan berkaitan dengan hygiene dapat meningkatkan perilaku orang tua melakukan hygiene sesuai teknik sehingga meningkatkan kebersihan anak khususnya penularan kuman melalui tangan dengan mencuci tangan menggunakan sabun. Mencuci tangan menggunakan sabun adalah suatu tindakan yang harus dilakukan karena tangan merupakan faktor utama yang menjadi sumber infeksi terhadap diri sendiri atau lingkungan. KESIMPULAN Ada pengaruh yang signifikan antara pemberian pendidikan kesehatan tentang hygiene terhadap perilaku orang tua melakukan hygiene. Petugas kesehatan agar lebih berperan dalam memberikan penyuluhan atau informasi kesehatan terhadap orang tua yang memiliki anak diare terkait dengan perilaku orang tua melakukan hygiene, serta diadakan tindak lanjut seperti evaluasi, agar tujuan dari hygiene itu benar-benar tercapai. KEPUSTAKAAN 1. Adisasmito, Wiku. (2007) Faktor Resiko Diare Pada Bayi Dan Balita Di Indonesia: Systematic Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat.Jurnal Makara Kesehatan Vol.11, No. 1. Depok: Universitas Indonesia. 2. Nasili, Thaha M. Ridwan, Seweng Arifin. (2011). Perilaku Pencegahan Diare Anak Balita Di Wilayah Bantaran Kali Kelurahan Bataraguru Kecamatan Wolio Kota Baubau. Jurnal Makara Kesehatan Vol.15, No. 1. Depok: Universitas Indonesia.

117 40 Media Ilmu Kesehatan Vol. 3, No. 2, Agustus Siswanto Hadi. (2010). Pendidikan Kesehatan Anak Usia Dini. Yogyakarta : Pustaka Rihana 4. Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC 5. Hidayat, Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika. 6. Potter dan Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.

118 PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP SUAMI TENTANG VASEKTOMI (The health education towards attitudes of husband on vasectomy) Ratna Sari Hardiani 1, Mayang Anggun Pertiwi 2 1,2 Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember ABSTRACT Introduction: Contraceptive user are dominated by wife, especially hormonal contraceptive, but there are many women not obey towards the usage rule of it. Finally, it can cause population explosion. Husband's envolvement in vasectomy can be a good solution, it can be defined by attitude of husband. Method: The study used quasy experimental design. There were 92 respondents that take from 120 populations in Krajan Village, Sub-district Arjasa, Jember Regency by purposive sampling. Data analysis used Mann Whitney U Test. Result: The result showed that majority of husbands in experiment group had a good attitude after intervention of health education (82,6%). While a few husbands had a good attitude in control group in post test (50%). P-value was 0,001 (0.001 < α=0.05). Conclution: It can be concluded that there is an influence of health education of vasectomy towards attitudes of husband about vasectomy, it is suggested for the health workers to use and improve health education program of vasectomy to husband. Key words: Health education, Attitudes of husband, Vasectomy ABSTRAK Introduction: Pengguna kontrasepsi banyak didominasi oleh istri, terutama kontrasepsi hormonal, padahal banyak dari mereka yang tidak patuh terhadap aturan penggunaan kontrasepsi ini. Pada akhirnya, hal ini dapat memicu terjadinya ledakan penduduk. Keterlibatan suami dalam vasektomi dapat menjadi solusi yang baik, hal ini dapat dibangun dan ditentukan oleh sikap suami. Method: Penelitian ini menggunakan desain quasi eksperimental. Sebanyak 92 responden yang terlibat dari 120 populasi di Dusun Krajan,Kecamatan Arjasa,Kabupaten Jember, dengan teknik purposive sampling. Data dianalisa dengan menggunakan uji Mann Whitney U Test. Result: Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas suami pada kelompok eksperimen memiliki sikap positif setelah pemberian intervensi pendidikan kesehatan tentang vasektomi (82,6%), sedangkan pada kelompok kontrol hanya sebagian suami yang mempunyai sikap positif (50%). Nilai P-value sebesar 0,001 (0.001 < α=0.05). Conclution: Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap sikap suami tentang vasektomi. Dari hasil penelitian ini disarankan agar petugas kesehatan menerapkan dan mengembangkan program pendidikan kesehatan tentang vasektomi bagi suami. Kata Kunci: Pendidikan Kesehatan, Sikap suami, Vasektomi. Pendidikan Kesehatan Terhadap Sikap Suami Tentang Vasektomi Ratna Sari Hardiani, Mayang Anggun Pertiwi 109

119 PENDAHULUAN Ledakan penduduk adalah bertambahnya jumlah penduduk yang sangat pesat, dihitung dalam kurun waktu tertentu (Winarno, 2008). Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki angka pertambahan penduduk terbesar nomor empat di dunia, setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah penduduk antara lain; kelahiran, kematian, migrasi atau perpindahan. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 mencapai angka 237,6 juta orang. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 Dibanding hasil Sensus Penduduk tahun 2000 terjadi pertambahan jumlah penduduk sebanyak 32,5 juta orang atau meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen pertahun (BPS, 2010). Di wilayah Jawa timur, Kabupaten Jember merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbesar nomor dua dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa (BPS Jember, 2010). Ledakan penduduk yang terus terjadi akan menimbulkan dampak secara sosial, ekonomi dan juga kesehatan. Dampak dari segi kesehatan antara lain tidak terpenuhinya status kesehatan anak yang diikuti dengan kekurangan gizi atau gizi buruk serta BGM (Bawah Garis Merah), meningkatnya jumlah penyakit menular dan tidak menular, kesiapan ibu dalam melakukan pola asuh anak dengan jarak kelahiran yang dekat dan jumlah anak lebih dari dua, kemiskinan penduduk yang meningkat yang dapat memicu ketidakmampuan mengakses pelayanan kesehatan serta pemenuhan kebutuhan gizi dan kalori (Manuaba, dkk, 2009). Pertambahan penduduk nampak pada terjadinya fenomena baby booming. Baby booming terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat khususnya pasangan suami istri dalam keikutsertaan program keluarga berencana (KB). Pasangan suami istri tidak mengikuti program KB berhubungan erat dengan kurangnya pengetahuan serta pemahaman tentang reproduksi, juga masih adanya suatu kepercayaan bahwa banyak anak akan lebih banyak rejeki sebagai dampak aspek budaya nenek moyang, hukum agama yang masih belum jelas dalam melakukan KB, ada pula anggapan di masyarakat apabila seseorang telah dilakukan vasektomi, dan tubektomi maka akan di anggap di kebiri dan tidak sesuai kodrat manusia (Manuaba, dkk, 2009). Perubahan perilaku dari seseorang dapat diubah secara perlahan melalui tahapan perubahan pengetahuan, sikap, dan diikuti oleh perilaku. Sikap adalah suatu tindakan terhadap suatu obyek yang telah distimulasikan kepada orang tersebut, yang menunjukkan tanda senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju pada objek tersebut (Notoadmodjo, 2005). Pendidikan kesehatan vasektomi adalah suatu upaya pemberian materi tentang vasektomi kepada sasaran yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap dan motivasi juga mengubah tingkah laku seseorang, dalam hal ini suami terhadap vasektomi (Notoadmodjo, 2005). Vasektomi adalah suatu metode kontrasepsi yang dilakukan secara operatif minor yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif, waktu operasi yang sangat singkat dan tidak memerlukan anestesi umum (Hartanto, 2004). Vasektomi dapat menjadi salah satu alternatif kontrasepsi yang tepat apabila wanita atau istri tidak dapat menggunakan kontrasepsi hormonal, intra uterine devices, atau tubektomi. Wanita memilih tidak menggunakan atau berhenti memakai alat kontrasepsi dengan alasan antara lain takut efek samping seperti gemuk atau bercak bercak di kulit, mengalami ketidakcocokan dengan alat kontrasepsi sebelumnya, atau riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes, migrain, depresi, penyakit jantung (Hartanto, 2004). Ada manfaat yang menonjol dari metode KB MOP atau Vasektomi ini adalah : lebih efektif, aman, sederhana, waktu operasi cepat hanya memerlukan waktu 5-10 menit, menggunakan anestesi lokal, biaya rendah, secara budaya sangat dianjurkan untuk negara yang penduduk wanitanya malu ditangani tenaga medis pria (Hartanto, 2004). Dari data yang diambil dari Badan Pusat Statistik Jember tahun 2010 didapatkan terjadi kenaikan rata rata 110 Jurnal Keperawatan Maternitas. Volume 1, No. 2, November 2013;

120 anggota rumah tangga untuk vasektomi sebesar 0,93%. Dari data yang didapat dari BKKBN Jember, angka drop out peserta KB aktif di Kecamatan Arjasa adalah 0,59 %. Peserta KB baru di Desa Kemuning Lor pada tahun 2011 adalah 0 peserta dan untuk peserta aktif menggunakan kontrasepsi vasektomi adalah 5 orang namun istri dari akseptor telah menopause. Menurut hasil wawancara yang dilakukan di Dusun Krajan bahwa selama 6 tahun terakhir tidak ada informasi kesehatan tentang vasektomi di dusun tersebut. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian Pendidikan Kesehatan Vasektomi terhadap sikap suami tentang vasektomi di Dusun Krajan Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian quasy eksperimental design dengan menggunakan pendekatan non randomized control group pretest postest design. Pada penelitian ini populasi yang digunakan oleh peneliti adalah seluruh pria berusia 30 tahun keatas yang sudah berkeluarga dan belum menggunakan kontrasepsi vasektomi yang tinggal di Dusun Krajan Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember sebanyak 120 orang. Peneliti menggunakan teknik sampling yaitu purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 92 pria dengan perhitungan rumus dan disesuaikan dengan kriteria eksklusi. Lokasi penelitian berada di Dusun Krajan Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni Sumber data didapat dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari hasil penilaian kuesioner skala sikap. HASIL DAN BAHASAN Analisis univariat menggambarkan karakteristik responden penelitian, yang meliputi umur suami, umur istri, pekerjaan, pendidikan terakhir, status KB istri, Jumlah anak, penghasilan perbulan, serta sikap suami pada kelompok eksperimen dan Kontrol. Tabel 1 Karakteristik Umum Responden di Dusun Krajan Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember Eksperimen Kontrol Data umum Frekuensi (orang) Persentase (%) Frekuensi (orang) Persentase (%) a. Umur suami tahun tahun 3. Diatas 51 tahun ,5 50,0 6, ,0 47,5 4,3 Total b. Umur istri 1. Dibawah 25 tahun tahun 3. Diatas 35 tahun ,7 80,0 10, ,0 80,4 6,5 Total c. Pekerjaan 1. PNS 2. Pedagang 3. Swasta 4. Petani 5. Tidak bekerja ,3 32,6 37,0 23,9 2, ,3 23,9 45,7 26,1 0,0 Total Pendidikan Kesehatan Terhadap Sikap Suami Tentang Vasektomi Ratna Sari Hardiani, Mayang Anggun Pertiwi 111

121 d. Pendidikan terakhir 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Tidak sekolah ,2 21,7 76,1 0, ,5 43,5 50,0 0,0 Total e. Status KB istri 1. KB hormonal 2. Tidak menggunakan KB f. Jumlah anak 1. 2 anak anak 36 78, , ,7 4 8,7 Total Lebih dari 5 anak ,9 67,4 8, ,1 69,6 4,3 Total g. Penghasilan per bulan 1. < > ,9 63,0 13, ,6 63,0 4,3 Total Data tabel 1 diatas menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen mayoritas umur suami adalah tahun, umur istri tahun, pekerjaan suami adalah swasta, pendidikan terakhir SMA, istri menggunakan KB hormonal, jumlah anak 3-5 tahun, penghasilan per bulan Rp ,00. Sedangkan pada kelompok kontrol menunjukkan mayoritas umur suami adalah tahun, umur istri tahun, pekerjaan suami adalah swasta, pendidikan terakhir SMA, istri menggunakan KB hormonal, jumlah anak 3-5 tahun, penghasilan per bulan Rp ,00. Notoadmodjo (2005) menyatakan bahwa umur sangat menentukan tingkat pemahaman dan pola pikir untuk pengambilan keputusan Umur berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan, karena kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyesuaikan dari pada situasi-situasi baru, seperti mengingat halhal yang dulu pernah dipelajari, penalaran analog dan berfikir kreatif dan matang. Menurut Notoatmodjo (2007), semakin tinggi pendidikan seseorang, juga semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki. Nampak juga bahwa istri banyak menggunakan KB hormonal, namun jumlah anak mayoritas lebih dari 2. Keluarga yang masih muda namun memiliki banyak anak akan mengalami akibat negatif umum antara lain orang tua yang akan mengkhawatirkan anaknya terutama kesehatan, perilaku, dan kesehatan, orang tua harus selalu mencukupi kebutuhan anak-anaknya, orang tua akan merasa lelah untuk mengasuh anak-anak yang banyak, pengorbanan kehidupan pribadi suami istri yang tidak dapat menikmati kesenangan berdua (Siregar, 2003). Jumlah anak yang semakin banyak namun tidak disesuaikan dengan pendapatan dan kemapanan akan menimbulkan banyak dampak yang merugikan bagi individu, sosial, dan ekonomi. Tingkat pendapatan yang rendah dapat memicu beragam permasalahan, seperti masalah gizi pada keluarga, keadaan psikologis dan emosional yang yang berdampak pada timbulnya kejahatan dan eksploitasi lingkungan hidup. 112 Jurnal Keperawatan Maternitas. Volume 1, No. 2, November 2013;

122 Tabel 2 Hasil Pre-test dan Post-test Sikap suami pada kelompok eksperimen dan control Sikap tentang vasektomi a. Negatif b. Positif Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Pre-test Post-test Pre-test Post-test Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Presentase (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) 35 76,1 8 17, , , , , , ,0 Total , , , ,0 Berdasarkan tabel diatas, sikap suami pada kelompok eksperimen dinilai negatif sebelum diberikan perlakuan pendidikan kesehatan vasektomi dengan jumlah 35 orang dan 11 orang memiliki sikap positif. Kelompok kontrol 26 orang memiliki sikap negatif dan 20 orang memiliki sikap positif. Sikap negatif yang muncul ini disebabkan oleh beberapa hal seperti kurangnya informasi tentang vasektomi di Dusun Krajan hampir 6 tahun terakhir, istri yang telah menggunakan kontrasepsi hormonal sehingga suami telah merasa aman, di dusun Krajan sendiri tidak ada laki-laki yang melakukan vasektomi sehingga tidak ada role mode bagi pria yang lain. Aspek kurangnya informasi menjadi masalah yang perlu ditinjau kembali. Setelah diberikan perlakuan pendidikan kesehatan vasektomi, sikap suami pada kelompok eksperimen dinilai negatif dengan jumlah 8 dan 38 orang dengan memiliki sikap positif. Kelompok kontrol 23 orang memiliki sikap negatif dan 23 orang memiliki sikap positif. Perubahan sikap yang terjadi dikarenakan perlakuan pendidikan kesehatan vasektomi. Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep di dalam bidang kesehatan (Notoadmodjo, 2005). Tujuan dari pendidikan kesehatan adalah mengubah sikap dan persepsi, dari sikap yang mayoritas negatif menjadi sikap positif. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam proses belajar dalam rangka untuk terbentuknya sikap seseorang. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan ternyata sikap dari suami dapat terlihat perubahannya, yang sebelum perlakuan pada kelompok eksperimen bersikap negatif, setelah perlakuan bersikap positif. Kelompok eksperimen 8 responden tidak mengalami perubahan sikap, tetap memiliki sikap negatif. 8 responden tersebut apabila dilihat dari karakteristik respondennya yaitu pendidikan 7 orang lulusan SMP dan 1 orang lulusan SD, yaitu dalam hal ini tingkat pendidikan yang rendah memicu kurang efektifnya penerimaan pendidikan kesehatan yang diberikan oleh peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi, 2011 menyatakan bahwa pengetahuan tentang metode vasektomi pada pria dipengaruhi oleh tingkat pendidikan pria tersebut. pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap sesuatu objek tertentu. Perubahan pengetahuan memiliki tingkat yang harus dicapai yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi dan salah satu faktor penting perubahan pengetahuan adalah latar belakang pendidikan. Kelompok kontrol tidak diberi perlakuan sehingga tidak ada perubahan sikap yang signifikan, hanya perubahan 6,5% atau 3 orang bersikap positif hal ini mungkin terjadi karena tingkat pendidikan ketiga orang tersebut yang semuanya SMA, tetapi bila dilihat dari jumlah skoring ketiga responden yaitu 91, 87, 88 dengan nilai tengah 87 ini tidak terjadi kenaikan signifikan seperti kelompok eksperimen yang diberi perlakuan. Menurut teori stimulus-organisme-respons (SOR) Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme, yaitu kualitas dari sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok Pendidikan Kesehatan Terhadap Sikap Suami Tentang Vasektomi Ratna Sari Hardiani, Mayang Anggun Pertiwi 113

123 atau masyarakat. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak, apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif (Notoadmodjo, 2003). Tabel 3 Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Sikap Suami tentang Vasektomi Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Sikap suami tentang vasektomi Pretest Postest Pretest Postest a. Negatif (76,1%) (17,4%) (56,5%) (50,0%) b. Positif 11 (23,9%) 38 (82,6%) 20 (43,5%) 23 (50,0%) Hasil Berdasarkan hasil uji statistik dengan Mann Whitney U Test terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dimana p = 0,001 apabila p 0,05 berarti Ho ditolak. Adanya perbedaan yang signifikan atau bermakna, maka dapat dikatakan bahwa pendidikan kesehatan vasektomi berpengaruh terhadap sikap suami tentang vasektomi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lasmito, dkk tahun 2009 menyatakan bahwa pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk klien akan meningkatkan pengetahuan dan kenyamanan, untuk tenaga kesehatan dapat digunakan sebagai kepuasan dan nilai moral. Pendidikan sendiri diberikan oleh seorang pendidik untuk untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan, sekaligus terjadi suatu proses meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap serta perubahan perilaku pada individu tersebut. Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Menurut teori Blum tahun 1974 dalam Lubis (2009) menyatakan bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh Mann Whitney U Test Z = -3,291 P = 0,001 empat hal yaitu lingkungan (fisik, sosial, budaya), perilaku, pelayanan kesehatan, herediter. Pendidikan kesehatan sendiri Menurut Kok, dkk (1990) dalam Maulana (2007) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan dilandasi oleh motivasi dengan mengubah tiga faktor penentu perilaku, yaitu sikap, pengaruh sosial, dan kemampuan lewat komunikasi. Wood (1926 dalam Suliha et al, 2002) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan sebagai sekumpulan pengalaman yang mendukung kebiasaan, sikap, dan pengetahuan yang berhubungan dengan kesehatan individu, masyarakat, dan ras. Pendidikan kesehatan bukan seperangkat prosedur yang harus dilaksanakan atau suatu produk yang harus dicapai, tetapi sesungguhnya merupakan suatu proses perkembangan yang selalu bergerak secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima atau menolak informasi, sikap, maupun praktik baru, yang bertujuan dengan hidup sehat. pendidikan kesehatan akan menghubungkan kesenjangan antara informasi kesehatan dan praktik kesehatan, yang memotivasi seseorang untuk memperoleh informasi dan berbuat sesuatu sehingga dapat menjaga dirinya menjadi lebih sehat dengan menghindari kebiasaan yang buruk dan membentuk kebiasaan yang baik (Notoadmodjo, 2003). Pendidikan 114 Jurnal Keperawatan Maternitas. Volume 1, No. 2, November 2013;

124 kesehatan merupakan tugas perawat educator dengan memberikan pengetahuan kesehatan untuk meningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui kegiatan pembelajaran khususnya tentang pendidikan kesehatan vasektomi sehingga dari yang tidak tahu tentang vasektomi menjadi tahu tentang vasektomi dan dapat berubah sikap diikuti dengan tindakan dalam mempertahankan kesehatannya. Pendidikan yang telah dilakukan telah sesuai dengan komponen penting dalam pendidikan kesehatan yaitu adanya input berupa pendidik dan peserta didik, proses yaitu materi dan video tentang vasektomi dan output berupa sikap yang positif. Proses pendidikan kesehatan yang dilakukan menggunakan proses belajar kelompok besar dengan jumlah 23 peserta tiap pertemuan, dalam kelompok dilakukan juga proses ceramah, diskusi dengan menitik beratkan pada proses timbal balik dalam penyampaian materi dan melihat video vasektomi serta pengalaman bervasektomi. Dalam pelaksanaan setelah pendidik memberi materi selalu memberi pertanyaan atau penekanan supaya responden lebih bisa memahami lagi materi yang diberikan. Proses pembelajaran yang menggunakan video efektif dapat meningkatkan ketertarikan pada materi sehingga stimulus yang diberikan dapat lebih efektif. Proses pembelajaran kelompok besar memiliki keunggulan antara lain dapat mengemukakan pendapat, dapat bertukar pendapat, belajar menghargai pendapat dan tanggapan orang lain, selain itu dilakukan juga pembelajaran menggunakan alat bantu yaitu video yang bertujuan untuk menimbulkan minat dan ketertarikan, Mempermudah penyampaian materi pendidikan kesehatan, mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan kesehatan. Sikap positif pada kontrasepsi mantap vasektomi adalah tujuan dari penelitian dan lewat pendidikan kesehatan yang sistematis tujuan yang diharapkan bisa tercapai. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang vasektomi maka suami di dusun Krajan telah mengubah tingkatan sikap tentang vasektomi yang terdiri dari menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing) dan bertanggung jawab (responsible), sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya dari negatif menjadi positif. Teori stimulus organisasi respon yaitu suatu stimulus dapat mengubah perhatian, pengertian, dan penerimaan yang nantinya akan menghasilkan respon tertutup yaitu perubahan sikap (Notoadmodjo, 2003). SIMPULAN DAN SARAN Sikap suami pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol sebelum diberikan pendidikan kesehatan, sebagian besar menunjukkan sikap yang negatif terhadap vasektomi. Hasil post test yaitu setelah pemberian pendidikan kesehatan tentang vasektomi pada kelompok eksperimen menunjukkan, sebagian besar sikap suami pada kelompok eksperimen adalah positif, sedangkan kelompok kontrol hanya sebagian menunjukkan sikap positif terhadap vasektomi. Terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap sikap suami tentang vasektomi antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dimana, dibuktikan dengan p value (0,001) < α (0,05). Hasil penelitian memberikan rekomendasi perlunya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui efektifitas pendidikan kesehatan tentang vasektomi dengan menerapkan dan mengembangkan berbagai metode yang bervariasi dengan sampel yang lebih besar, jenis dan rancangan penelitian yang berbeda. Intervensi lain seperti pemberian pendampingan dan konseling, atau pendekatan kualitatif untuk mengeksplor dan menggali lebih dalam sikap dan perilaku suami atau tokoh masyarakat terkait vasektomi juga perlu dilakukan. Keluarga, masyarakat dan tokoh masyarakat setempat diharapkan dapat meningkatkan perannya sebagai pendamping dan pemberi stimulasi secara dini dan maksimal, agar dapat mengoptimalkan keterlibatan suami dalam mendukung program keluarga berencana, khususnya vasektomi. Pendidikan Kesehatan Terhadap Sikap Suami Tentang Vasektomi Ratna Sari Hardiani, Mayang Anggun Pertiwi 115

125 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi. Cetakan 14. Jakarta: Rineka Cipta. Asmadi Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC Angio, dkk Faktor- faktor yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi hormonal di wilayah kerja puskesmas manyaran semarang. /index.php/ilmukeperawatan/article /viewfile/65/62. [18 september 2012] Badan Pusat Statistik Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi P_Maret_2011.pdf. [08 Februari 2012] Badan Pusat Statistik Jember Hasil Sensus Penduduk Data Agregat Per Kecamatan Kabupaten Jember. http :// www. bps. go. id/ hasilsp2010/ jatim/3509. pdf. [10 November 2011] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Beacher, Jeanne Perempuan, Agama & Seksualitas. Jakarta: Gunung Mulia. Benenson, dkk Effects of Hormonal Contraception on Bone Mineral Density After 24 Months of Use. al/abstract/2004/05000/effects_of_ Hormonal_Contraception_on_Bone _Mineral.13.aspx. [03 Mei 2012]. BKKBN Jatim Online Peningkatan Partisipasi Pria Dalam Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. [10 November 2011] Departemen Kesehatan RI Profil Kesehatan Indonesia Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Dewi, Riska Asri Puspita. Gambaran Tingkat Pengetahuan Suami Tentang Kontrasepsi Vasektomi Di Rt 01/Rw 03 Karang Rejo Timur Kelurahan Wonokromo Surabaya. ain/dok/00038/ [18 September 2012] Dinas Kesehatan Jawa Timur Jumlah Penduduk Jawa Timur [diakses sabtu, 7 januari 2012] Engineer, Asghar Ali Pembebasan Perempuan. Yogyakarta: Lkis Yogyakarta. Godsland, dkk The Effects of Different Formulations Of Oral Contraceptive Agents on Lipid and Carbohydrate Carbolism. 56/NEJM [03 Mei 2012] Hartanto, Hanafi Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka sinar harapan. Lasminto, dkk Motivasi Perawat Melakukan Pendidikan Kesehatan Di Ruang Anggrek RS Tugurejo Semarang. tikel.pdf. [27 September 2012] Lubis, Ade Fatma Ekonomi Kesehatan. Medan: USU press. Manuaba, Ida Bagus Gde Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. Manuaba, Ida Bagus Gde Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC. Manuaba, dkk Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: EGC Manuaba, dkk Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC Maulana, Heri. D. J Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC Messwati, Elok Dyah Baby Booming Ancam Indonesia. 116 Jurnal Keperawatan Maternitas. Volume 1, No. 2, November 2013;

126 d/2008/07/21/ /baby.boo ming. Ancam.Indonesia [12 Februari 2012] Notoadmodjo, Soekidjo Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.Rineka cipta. Notoadmodjo, Soekidjo Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta. Notoadmodjo, Soekidjo Pengantar Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Andi offset. Nuraisyah, Gambaran Pengetahuan Pria Tentang Metode Operatif Pria (MOP) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sambas Kota Sibolga tahun GAMBARAN-PENGETAHUAN- PRIA-TENTANG-METODE- OPERATIF-PRIA. [28 September 12] Nursalam Konsep&Penerapan metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Paeru, Rudi Kuliah Kelar Bisnis Lancar. Jakarta: Penebar Plus. Pemerintah Daerah Kabupaten Jember Profil Kabupaten Jember Jember: Pemerintah Daerah Kabupaten Jember. Rahardjo, Djoko,1996. Panduan Pelayanan Vasektomi Tanpa Pisau. Jakarta: Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI). Rogers,John Etika Medis: Suatu Perspektif Kristen.Jakarta: Gunung Mulia. Rofiuddin, MUI Bolehkan Vasektomi. 12/07/04/ /MUI- Bolehkan-Vasektomi. [26 September 2012]. Woman Deliver, Fokus on 5, Women, s Health And MDGs. s/focus-on-5.pdf. [08 Februari 2012] Winarno Budi, Globalisasi Peluang Atau Ancaman Bagi Indonesia. Jakarta: Erlangga. Zulfa Pengaruh Peer Education Terhadap Sikap Manajemen Higiene Menstruasi Pada Santriwati Remaja Awal Di Pondok Pesantren Al Qodiri Kabupaten Jember.Tidak Dipublikasikan. Skripsi. Jember: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember. Pendidikan Kesehatan Terhadap Sikap Suami Tentang Vasektomi Ratna Sari Hardiani, Mayang Anggun Pertiwi 117

127

128

129

130

131

132

133

134

135

136

137

138

139

140

141

142

143

144

EFEK PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2011

EFEK PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2011 BALABA Vol. 10 No. 02, Desember 2014: 65-70 EFEK PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM UPAYA PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN BANTUL TAHUN 2011 EFFECT OF HEALTH EDUCATION FOR CONTROLING

Lebih terperinci

ABSTRACT ABSTRAK. Keywords: stroke, increase of knowledge, memory retention, collaborative and cooperative learning, cadre.

ABSTRACT ABSTRAK. Keywords: stroke, increase of knowledge, memory retention, collaborative and cooperative learning, cadre. EFEKTIVITAS METODE KOLABORATIF DAN KOOPERATIF DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN BERBASIS KOMUNITAS Tita Hariyanti*, Harsono**, Yayi S. Prabandari** * Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang ** Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beriklim sub tropis dan tropis (WHO, 2006). Namun insiden leptospirosis. mendukung bakteri Leptospira lebih survive di daerah ini.

BAB I PENDAHULUAN. beriklim sub tropis dan tropis (WHO, 2006). Namun insiden leptospirosis. mendukung bakteri Leptospira lebih survive di daerah ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang mempunyai dampak signifikan terhadap kesehatan di banyak belahan dunia, khususnya di negara beriklim sub tropis dan tropis

Lebih terperinci

Universitas Sam Ratulangi Manado Jurnal e-gigi (eg), Volume 5 Nomor 1, Januari-Juni 2017

Universitas Sam Ratulangi Manado   Jurnal e-gigi (eg), Volume 5 Nomor 1, Januari-Juni 2017 Jurnal e-gigi (eg), Volume 5 Nomor 1, Januari-Juni 2017 Perbandingan efektivitas dental health education metode ceramah dan metode permainan terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan gigi dan mulut anak

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN STIMULASI DETEKSI DAN INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK

PENGARUH PELATIHAN STIMULASI DETEKSI DAN INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK ISBN 978-602-50798-0-1 101 PENGARUH PELATIHAN STIMULASI DETEKSI DAN INTERVENSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK Ima Syamrotul Muflihah Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto Email: ima.syamrotul@gmail.com

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN SKRINING PERKEMBANGAN BALITA DENGAN KPSP TERHADAP KETRAMPILAN KADER KESEHATAN UNTUK DETEKSI DINI PENYIMPANGAN PERKEMBANGAN BALITA DI RW 06 KELURAHAN TANDANG Manuscript Oleh : Elisa Andreana

Lebih terperinci

Journal of Health Education

Journal of Health Education Journal of Health Education 1 (2) (2016) Journal of Health Education http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jhealthedu EFEKTIFITAS PENGGUNAAN MEDIA KARTU BERJODOH DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN IBU TENTANG

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PELATIHAN PENCEGAHAN GIZI BURUK BALITA PADA PEER EDUCATOR UNTUK MENINGKATAN PENGETAHUAN KELOMPOK DASAWISMA DI PUSKESMAS BATURRADEN I.

EFEKTIFITAS PELATIHAN PENCEGAHAN GIZI BURUK BALITA PADA PEER EDUCATOR UNTUK MENINGKATAN PENGETAHUAN KELOMPOK DASAWISMA DI PUSKESMAS BATURRADEN I. EFEKTIFITAS PELATIHAN PENCEGAHAN GIZI BURUK BALITA PADA PEER EDUCATOR UNTUK MENINGKATAN PENGETAHUAN KELOMPOK DASAWISMA DI PUSKESMAS BATURRADEN I. EFFECTIVENESS OF MALNUTRITION PEER EDUCATOR TRAINING TO

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR DAN MOTORIK HALUS TERHADAP PERKEMBANGAN BAYI USIA 3-6 BULAN KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR DAN MOTORIK HALUS TERHADAP PERKEMBANGAN BAYI USIA 3-6 BULAN KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PEMBERIAN STIMULASI PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR DAN MOTORIK HALUS TERHADAP PERKEMBANGAN BAYI USIA 3-6 BULAN KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS UDAYANA. Oleh: Ni Putu Dewi Tata Arini NIM : PROGRAM STUDI KESEHATANMASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

UNIVERSITAS UDAYANA. Oleh: Ni Putu Dewi Tata Arini NIM : PROGRAM STUDI KESEHATANMASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA UNIVERSITAS UDAYANA EFEKTIVITAS PELATIHAN MENGGUNAKAN MEDIA CETAK (BOOKLET DAN LEAFLET) UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN KADER POSYANDUTENTANG KESEHATAN GIGI DAN MULUT DI DESAGULINGAN KECAMATANMENGWI

Lebih terperinci

PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG POSYANDU LANSIA TERHADAP KEAKTIFAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA

PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG POSYANDU LANSIA TERHADAP KEAKTIFAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA 45 PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TENTANG POSYANDU LANSIA TERHADAP KEAKTIFAN LANSIA DI POSYANDU LANSIA (Studi Eksperimental di Dusun Paron II, Wilayah Kerja Puskesmas Ngasem) Widhi Sumirat Dosen Akper Pamenang,

Lebih terperinci

PERBEDAAN RETENSI MEMORI PASCA PENYULUHAN KELUARGA BERENCANA DENGAN MEDIA CERAMAH DAN VIDEO PADA WANITA USIA SUBUR

PERBEDAAN RETENSI MEMORI PASCA PENYULUHAN KELUARGA BERENCANA DENGAN MEDIA CERAMAH DAN VIDEO PADA WANITA USIA SUBUR PERBEDAAN RETENSI MEMORI PASCA PENYULUHAN KELUARGA BERENCANA DENGAN MEDIA CERAMAH DAN VIDEO PADA WANITA USIA SUBUR LAPORAN HASIL AKHIR KARYA TULIS ILMIAH Disusun sebagai Syarat untuk Mengikuti Ujian Laporan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : RINI INDARTI PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : RINI INDARTI PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH PENGARUH INTERVENSI PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN METODE PEER GROUP MELALUI PERAN STUDENT ADVISOR PADA SISWA KELAS X DI SMK MUHAMMADIYAH II MOYUDAN TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGGUNAAN MEDIA LEAFLET DAN VIDEO BAHAYA MEROKOK PADA REMAJA

STUDI EKSPERIMEN PENGGUNAAN MEDIA LEAFLET DAN VIDEO BAHAYA MEROKOK PADA REMAJA STUDI EKSPERIMEN PENGGUNAAN MEDIA LEAFLET DAN VIDEO BAHAYA MEROKOK PADA REMAJA Kasman, Noorhidayah, Kasuma Bakti Persada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Banjarmasin kasman.ph@gmail.com

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No. 1, Februari 2012 EFEKTIFITAS PENYULUHAN KESEHATAN OLEH PEER GROUP DAN TENAGA KESEHATAN TENTANG PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT (PHBS) CUCI TANGAN BERSIH PADA SISWA SD N 01 DAN 02 BONOSARI SEMPOR KEBUMEN Faisal Reza 1, Marsito

Lebih terperinci

Anggarini Puspitasari* ) Purwati Kuswarini* )

Anggarini Puspitasari* ) Purwati Kuswarini* ) IMPLEMENTATION OF THINK TALK WRITE TYPE COOPERATIVE LEARNING MODEL IN HUMAN EXCRETION SYSTEM CONCEPT IN 11 th GRADE SCIENCE CLASS OF 8 th PUBLIC SENIOR HIGH SCHOOL AT TASIKMALAYA Anggarini Puspitasari*

Lebih terperinci

(Submited : 16 April 2017, Accepted : 28 April 2017) Dewi Nurhanifah

(Submited : 16 April 2017, Accepted : 28 April 2017) Dewi Nurhanifah PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DI SEKOLAH PADA SISWA KELAS VII (The Effect Of Health Education To The Student Knowledge Level Of First Aid

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS MEDIA CERITA BERGAMBAR DAN ULAR TANGGA DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT SISWA SDN 2 PATRANG KABUPATEN JEMBER

EFEKTIVITAS MEDIA CERITA BERGAMBAR DAN ULAR TANGGA DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT SISWA SDN 2 PATRANG KABUPATEN JEMBER EFEKTIVITAS MEDIA CERITA BERGAMBAR DAN ULAR TANGGA DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT SISWA SDN 2 PATRANG KABUPATEN JEMBER Afif Hamdalah Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

Hubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Bahaya Merokok di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta

Hubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Bahaya Merokok di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta The Relationship Between the Counseling of Smoking Dangers and the Adolescent Knowledge and Attitude Towards the Smoking Dangers in SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta Hubungan Penyuluhan Bahaya Merokok dengan

Lebih terperinci

SUCI ARSITA SARI. R

SUCI ARSITA SARI. R ii iii iv ABSTRAK SUCI ARSITA SARI. R1115086. 2016. Pengaruh Penyuluhan Gizi terhadap Pengetahuan Ibu tentang Pola Makan Balita di Desa Sambirejo Kecamatan Mantingan Kabupaten Ngawi. Program Studi DIV

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE DISKUSI TIGA LAPIS PADA KONSEP KINGDOM PLANTAE

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE DISKUSI TIGA LAPIS PADA KONSEP KINGDOM PLANTAE PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE DISKUSI TIGA LAPIS PADA KONSEP KINGDOM PLANTAE DI KELAS X SMA NEGERI 6 KOTA TASIKMALAYA TAHUN AJARAN 2012/2013 JURNAL Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J ARTIKEL ILMIAH GAMBARAN PENGETAHUAN IBU TENTANG MP-ASI DENGAN KETEPATAN WAKTU PEMBERIAN MP-ASI DAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN DI POSYANDU PERMATA DESA BAKI PANDEYAN KABUPATEN SUKOHARJO Disusun

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PRAKTIK IBU HAMIL DALAM UPAYA PENCEGAHAN KOMPLIKASI POST PARTUM

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PRAKTIK IBU HAMIL DALAM UPAYA PENCEGAHAN KOMPLIKASI POST PARTUM Sekolah JurnalKeperawatanVolume9No Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal 1, Hal 1-5, Maret2017 ISSN : Cetak 2085-1049 Online 2549-8118 PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PRAKTIK IBU HAMIL DALAM UPAYA PENCEGAHAN KOMPLIKASI

Lebih terperinci

PERBEDAAN HASIL BELAJAR PSIKOMOTORIK PADA METODE DEMONSTRASI DAN AUDIOVISUAL-FLOWCHART DALAM PEMASANGAN IUD KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN HASIL BELAJAR PSIKOMOTORIK PADA METODE DEMONSTRASI DAN AUDIOVISUAL-FLOWCHART DALAM PEMASANGAN IUD KARYA TULIS ILMIAH PERBEDAAN HASIL BELAJAR PSIKOMOTORIK PADA METODE DEMONSTRASI DAN AUDIOVISUAL-FLOWCHART DALAM PEMASANGAN IUD KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI USIA DINI TERHADAP KESIAPAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS V SD MUHAMMADIYAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI USIA DINI TERHADAP KESIAPAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS V SD MUHAMMADIYAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012 PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI USIA DINI TERHADAP KESIAPAN MENGHADAPI MENARCHE PADA SISWI KELAS V SD MUHAMMADIYAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI DISUSUN OLEH : ARUM TRI HIRASIANA

Lebih terperinci

Perbandingan pengaruh promosi kesehatan menggunakan media audio dengan media audio-visual terhadap perilaku kesehatan gigi dan mulut siswa SD

Perbandingan pengaruh promosi kesehatan menggunakan media audio dengan media audio-visual terhadap perilaku kesehatan gigi dan mulut siswa SD Perbandingan pengaruh promosi kesehatan menggunakan media audio dengan media audio-visual terhadap perilaku kesehatan gigi dan mulut siswa SD 1 Eko A. Papilaya 2 Kustina Zuliari 2 Juliatri 1 Kandidat Skripsi

Lebih terperinci

STUDI KOMPARASI PHBS WARGA SEKOLAH DASAR DI KOTA DAN DI DESA TAHUN 2015

STUDI KOMPARASI PHBS WARGA SEKOLAH DASAR DI KOTA DAN DI DESA TAHUN 2015 STUDI KOMPARASI PHBS WARGA SEKOLAH DASAR DI KOTA DAN DI DESA TAHUN 2015 Athanasia Budi Astuti, Sunarsih Rahayu, Sri Mulyanti Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Keperawatan Abstract

Lebih terperinci

DETEKSI DINI HIPERTENSI DAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA PENDERITA STROKE DI DESA AMADANOM KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG

DETEKSI DINI HIPERTENSI DAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA PENDERITA STROKE DI DESA AMADANOM KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG Wandi dan Amin, Deteksi Dini dan Pertolongan Pertama pada Penderita Stroke... DETEKSI DINI HIPERTENSI DAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA PENDERITA STROKE DI DESA AMADANOM KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG Wandi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Padukuhan Kasihan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Kemampuan dalam pengambilan keputusan karir, Pelatihan perencanaan karir pendekatan trait-factor. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Kata kunci : Kemampuan dalam pengambilan keputusan karir, Pelatihan perencanaan karir pendekatan trait-factor. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana efektivitas pelatihan perencanaan karir pendekatan trait-factor dalam meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan dalam memilih jurusan Perguruan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGETAHUAN HIV/AIDS PADA REMAJA SEKOLAH DENGAN METODE PEMUTARAN FILM DAN METODE LEAFLET DI SMK BINA DIRGANTARA KARANGANYAR

PERBEDAAN PENGETAHUAN HIV/AIDS PADA REMAJA SEKOLAH DENGAN METODE PEMUTARAN FILM DAN METODE LEAFLET DI SMK BINA DIRGANTARA KARANGANYAR PERBEDAAN PENGETAHUAN HIV/AIDS PADA REMAJA SEKOLAH DENGAN METODE PEMUTARAN FILM DAN METODE LEAFLET DI SMK BINA DIRGANTARA KARANGANYAR ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah

Lebih terperinci

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN KUSTA PADA KONTAK SERUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAYAMSARI SEMARANG TAHUN 2013 Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEPERAWATAN TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT DIARE PASCA BANJIR DI DAERAH PESISIR SUNGAI SIAK

MANAJEMEN KEPERAWATAN TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT DIARE PASCA BANJIR DI DAERAH PESISIR SUNGAI SIAK MANAJEMEN KEPERAWATAN TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT DIARE PASCA BANJIR DI DAERAH PESISIR SUNGAI SIAK Yesi Hasneli StafAkademik Departemen KMB-KGD PSIK Universitas Riau Email: yesi_zahra(g),vahoo.com Banjir

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KADER POSYANDU DALAM PELAYANAN MINIMAL PENIMBANGAN BALITA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KADER POSYANDU DALAM PELAYANAN MINIMAL PENIMBANGAN BALITA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KADER POSYANDU DALAM PELAYANAN MINIMAL PENIMBANGAN BALITA Enny Fitriahadi STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta E-mail: ennyfitriahadi@rocketmail.com Abstract:

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN MANFAAT POSYANDU TERHADAP SIKAP IBU BALITA TENTANG POSYANDU DI DUSUN NGANGKRIK SLEMAN TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PENYULUHAN MANFAAT POSYANDU TERHADAP SIKAP IBU BALITA TENTANG POSYANDU DI DUSUN NGANGKRIK SLEMAN TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENYULUHAN MANFAAT POSYANDU TERHADAP SIKAP IBU BALITA TENTANG POSYANDU DI DUSUN NGANGKRIK SLEMAN TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Sheila Anggri Aswari 201410104073 PROGRAM STUDI BIDAN

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP IBU TENTANG TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP IBU TENTANG TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP IBU TENTANG TOILET TRAINING PADA ANAK USIA 1-3 TAHUN DI KELURAHAN JEBRES SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Disusun Guna Memenuhi Sebagaian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

Wistyan Okky Saputra dan Dr. Mukhamad Murdiono, M. Pd. Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta

Wistyan Okky Saputra dan Dr. Mukhamad Murdiono, M. Pd. Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta 1 EFEKTIVITAS COOPERATIVE LEARNING TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DENGAN MEDIA PERMAINAN MONOPOLI DALAM UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PPKn DI SMA N 2 WONOSARI Wistyan Okky Saputra dan Dr. Mukhamad

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK KADER DALAM PENYULUHAN DI MEJA 4 PADA POSYANDU DI KELURAHAN NGALIYAN, KOTA SEMARANG

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK KADER DALAM PENYULUHAN DI MEJA 4 PADA POSYANDU DI KELURAHAN NGALIYAN, KOTA SEMARANG BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK KADER DALAM PENYULUHAN DI MEJA 4 PADA POSYANDU DI KELURAHAN NGALIYAN, KOTA SEMARANG Ninda Ayu Pangestuti *), Syamsulhuda BM **), Aditya Kusumawati ***) *)Mahasiswa

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TENTANG FAKTOR RISIKO PENYAKIT SEREBROVASKULAR TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TENTANG FAKTOR RISIKO PENYAKIT SEREBROVASKULAR TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TENTANG FAKTOR RISIKO PENYAKIT SEREBROVASKULAR TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK ASSOCIATION BETWEEN KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOUR ABOUT RISK FACTOR OF CEREBROVASKULAR

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG KANKER PAYUDARA TERHADAP MOTIVASI MELAKUKAN SADARI PADA WANITA USIA SUBUR

EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG KANKER PAYUDARA TERHADAP MOTIVASI MELAKUKAN SADARI PADA WANITA USIA SUBUR EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG KANKER PAYUDARA TERHADAP MOTIVASI MELAKUKAN SADARI PADA WANITA USIA SUBUR Ditya Yankusuma 1, Augustin Pramulya 2 Abstract The prevalence of breast cancer is quite

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA SMK TENTANG SEKS PRANIKAH DI SMK MUHAMMADIYAH 3 GEMOLONG KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA SMK TENTANG SEKS PRANIKAH DI SMK MUHAMMADIYAH 3 GEMOLONG KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP PENGETAHUAN REMAJA SMK TENTANG SEKS PRANIKAH DI SMK MUHAMMADIYAH 3 GEMOLONG KARYA TULIS ILMIAH Oleh : ROSMALA ATIAN R R1113072 PROGRAM STUDI D4 BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN SEBAGAI PASIEN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL

PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN SEBAGAI PASIEN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN SEBAGAI PASIEN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL Filu Marwati Santoso Putri Program Studi D-III Kebidanan, Stikes Madani Yogyakarta email: salwa@salwastore.com

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Asti Listyani PROGRAM

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Asti Listyani PROGRAM PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PEMBINAAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI DUSUN KEMOROSARI I DAN II PIYAMAN WONOSARI GUNUNGKIDUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : Asti Listyani

Lebih terperinci

MOTIVASI DAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL TRIMESTER III

MOTIVASI DAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL TRIMESTER III MOTIVASI DAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL TRIMESTER III (Motivation and Obedience of Antenatal Care (ANC) Visit of 3rd Trimester Pregnant Mother) Ratna Sari Hardiani *, Agustin

Lebih terperinci

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare Merry Tyas Anggraini 1, Dian Aviyanti 1, Djarum Mareta Saputri 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. ABSTRAK Latar Belakang : Perilaku hidup

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN MAKE A MATCH

PENGARUH METODE PEMBELAJARAN MAKE A MATCH PENGARUH METODE PEMBELAJARAN MAKE A MATCH BERBANTUAN READING GUIDE TERHADAP PENGUASAAN KONSEP PADA MATERI SISTEM PENCERNAAN MAKANAN PADA MANUSIA KELAS VIII SMPN 30 PEKANBARU TAHUN AJARAN 2014/2015 Raudhah

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PERILAKU ORANG TUA DALAM TOILET TRAINING TODDLER ABSTRAK

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PERILAKU ORANG TUA DALAM TOILET TRAINING TODDLER ABSTRAK Artikel penelitian PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PERILAKU ORANG TUA DALAM TOILET TRAINING TODDLER Arie Kusumaningrum, Jum Natosba, Erlina Lina Julia 1 1 PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK Yumeina Gagarani 1,M S Anam 2,Nahwa Arkhaesi 2 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1 Kedokteran Umum,

Lebih terperinci

dilaporkan ke pelayanan kesehatan sehingga jumlah yang tercatat tidak sebesar angka survey (Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2011).

dilaporkan ke pelayanan kesehatan sehingga jumlah yang tercatat tidak sebesar angka survey (Dinas Kesehatan Provinsi Riau, 2011). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cuci tangan memakai sabun (CTPS) merupakan cara yang sangat efektif untuk membatasi transmisi berbagai penyakit pada anak, termasuk diare dan infeksi pernapasan yang

Lebih terperinci

IJMS Indonesian Journal On Medical Science Volume 3 No 1 - Januari 2016

IJMS Indonesian Journal On Medical Science Volume 3 No 1 - Januari 2016 Metode STAD dan Quantum Learning dalam Keterampilan Pencatatan Pelaporan Kader Posyandu (STAD and Quantum Learning Method in Writing Report Posyandu s Cadre Skill) Politeknik Kesehatan Bhakti Mulia melodinaeswara@yahoo.co.id

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI (Studi Observasional di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Timur Kabupaten Banjar Tahun 2017) Elsa Mahdalena

Lebih terperinci

Penyerapan Pengetahuan Tentang Kanker Serviks Sebelum Dan Sesudah Penyuluhan. The Knowledge Acceptance Of Cervical Cancer Before And After Counseling

Penyerapan Pengetahuan Tentang Kanker Serviks Sebelum Dan Sesudah Penyuluhan. The Knowledge Acceptance Of Cervical Cancer Before And After Counseling Penyerapan Pengetahuan Tentang Kanker Serviks Sebelum Dan Sesudah Romadhoni 1, Noor Yazid, Dian Aviyanti 3 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Semarang, Staf

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI PENTAVALEN LANJUTAN PADA BATITA DI KELURAHAN KEPRABON SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI PENTAVALEN LANJUTAN PADA BATITA DI KELURAHAN KEPRABON SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG IMUNISASI PENTAVALEN LANJUTAN PADA BATITA DI KELURAHAN KEPRABON SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013 Artikel Article : Hubungan Antara Pengetahuan Sikap Dan Tindakan Pencegahan Dengan Kejadian Malaria Pada Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Kema Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2013 : The Relation Between

Lebih terperinci

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write Pada Konsep Ekosistem di Kelas VII SMP Negeri 3 Cibalong Kabupaten Tasikmalaya JURNAL

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write Pada Konsep Ekosistem di Kelas VII SMP Negeri 3 Cibalong Kabupaten Tasikmalaya JURNAL Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write Pada Konsep Ekosistem di Kelas VII SMP Negeri 3 Cibalong Kabupaten Tasikmalaya JURNAL Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Memperoleh

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA 2016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS AISYIYAH YOGYAKARTA 2016 PENGARUH TERAPI RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI POSYANDU DUSUN JELAPAN SINDUMARTANI NGEMPLAK SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: INDAH RESTIANI

Lebih terperinci

Cici Wijayanti*) Purwati Kuswarini Suprapto*) Faculty of Educational Science and Teacher s Training Siliwangi University ABSTRACT

Cici Wijayanti*) Purwati Kuswarini Suprapto*) Faculty of Educational Science and Teacher s Training Siliwangi University ABSTRACT The Application of Cooperative Learning Model Type of Group Project on Enviroment Pollution Concept (Experiment Study at 10 th Grade Students of Madrasah Aliyah Public School Tasikmalaya 2012/2013) Cici

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja atau young people adalah anak yang berusia tahun (World

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja atau young people adalah anak yang berusia tahun (World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja atau young people adalah anak yang berusia 10-19 tahun (World Health Organization, 2011). Pada periode ini manusia mengalami masa transisi dengan kebutuhan kesehatan

Lebih terperinci

Pengaruh Metode Time Token Arends 1998 Terhadap Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas X IIS SMA Negeri 1 Waru

Pengaruh Metode Time Token Arends 1998 Terhadap Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas X IIS SMA Negeri 1 Waru Pengaruh Metode Time Token Arends 1998 Terhadap Hasil Belajar Sejarah Siswa Kelas X IIS SMA Negeri 1 Waru Widya Rahayuningsih 11040284057 Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri

Lebih terperinci

PENGARUH PROMOSI MENYIKAT GIGI TERHADAP SKOR PLAK DI SEKOLAH DASAR KANDANGAN II, SEYEGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA

PENGARUH PROMOSI MENYIKAT GIGI TERHADAP SKOR PLAK DI SEKOLAH DASAR KANDANGAN II, SEYEGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA PENGARUH PROMOSI MENYIKAT GIGI TERHADAP SKOR PLAK DI SEKOLAH DASAR KANDANGAN II, SEYEGAN, SLEMAN, YOGYAKARTA 1 Almujadi, Sutrisno 1, Dosen Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Jl. Kyai

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT VOLUME 2 Nomor 02 Juli 20 Artikel Penelitian PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PERILAKU ORANG TUA DALAM TOILET TRAINING TODDLER THE EFFECT OF HEALTH EDUCATION ON PARENTS

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI DI SMA NEGERI 1 TANGEN KAB.

PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI DI SMA NEGERI 1 TANGEN KAB. PENGARUH PENYULUHAN KESEHATAN REPRODUKSI TERHADAP SIKAP REMAJA PUTRI KELAS XI TENTANG DAMPAK PERNIKAHAN DINI DI SMA NEGERI 1 TANGEN KAB. SRAGEN NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Arum Yuliasari 201310104148

Lebih terperinci

UNIVERSITAS UDAYANA NI MADE ARIEK ASRI ARYANTI

UNIVERSITAS UDAYANA NI MADE ARIEK ASRI ARYANTI UNIVERSITAS UDAYANA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEHADIRAN ANGGOTA BINA KELUARGA BALITA (BKB) DALAM KEGIATAN BKB DI BANJAR MANUKAYA LET DESA MANUKAYA KECAMATAN TAMPAKSIRING KABUPATEN GIANYAR

Lebih terperinci

PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF MAHASISWA PADA POKOK BAHASAN KONSEP GENDER MATA KULIAH KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB

PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF MAHASISWA PADA POKOK BAHASAN KONSEP GENDER MATA KULIAH KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP HASIL BELAJAR KOGNITIF MAHASISWA PADA POKOK BAHASAN KONSEP GENDER MATA KULIAH KESEHATAN REPRODUKSI DAN KB KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupannya. Sehat sendiri perlu didasari oleh suatu perilaku, yaitu perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupannya. Sehat sendiri perlu didasari oleh suatu perilaku, yaitu perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat merupakan hak setiap individu untuk melangsungkan kehidupannya. Sehat sendiri perlu didasari oleh suatu perilaku, yaitu perilaku hidup bersih dan sehat. Upaya

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Nama Mahasiswa : Sri Setiyo Ningrum NIM :

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh : Nama Mahasiswa : Sri Setiyo Ningrum NIM : PERBEDAAN PENINGKATAN PENGETAHUAN ASI EKSKLUSIF ANTARA METODE CERAMAH DENGAN METODE LEAFLET DALAM PENDIDIKAN KESEHATAN PADA IBU MENYUSUI DI PUSKESMAS SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI Disusun

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN METODE IVA TERHADAP MOTIVASI IBU DI KELURAHAN MOJOSONGO RW XIV SURAKARTA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN METODE IVA TERHADAP MOTIVASI IBU DI KELURAHAN MOJOSONGO RW XIV SURAKARTA PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN METODE IVA TERHADAP MOTIVASI IBU DI KELURAHAN MOJOSONGO RW XIV SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KADER DENGAN SIKAP KADER TENTANG POSYANDU BALITA DI DESA PENGKOK KEDAWUNG SRAGEN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KADER DENGAN SIKAP KADER TENTANG POSYANDU BALITA DI DESA PENGKOK KEDAWUNG SRAGEN HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN KADER DENGAN SIKAP KADER TENTANG POSYANDU BALITA DI DESA PENGKOK KEDAWUNG SRAGEN Kartika Dian Listyaningsih 1), Deny Eka Widyastuti 2), Megayana Yessy Mareta 3) 1, 2,3

Lebih terperinci

Aji Galih Nur Pratomo, Sahuri Teguh, S.Kep, Ns *)

Aji Galih Nur Pratomo, Sahuri Teguh, S.Kep, Ns *) Prosiding Seminar Nasional Fakultas Ilmu Kesehatan ISSN 2460-4143 PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI DESA NGUTER KABUPATEN

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI SMALL GROUP DISCUSSION

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI SMALL GROUP DISCUSSION PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI SMALL GROUP DISCUSSION TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU USIA 30-50 TAHUN TENTANG ASAM URAT DI DUSUN JATISARI SAWAHAN PONJONG GUNUNGKIDUL NASKAH PUBLIKASI Disusun

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI DAN AKTIVITAS SISWA (Pokok Bahasan Sistem Peredaran Darah pada Manusia

Lebih terperinci

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Ahli Madya Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan. Oleh:

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Ahli Madya Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan. Oleh: PERBEDAAN PENGETAHUAN IBU BALITA USIA 6-24 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENYULUHAN MP-ASI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA POSTER DI POSYANDU KENANGA V KELURAHAN SEMANGGI SURAKARTA Disusun sebagai salah

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: Venny Risca Ardiyantini

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: Venny Risca Ardiyantini PENGARUH PENDIDIKAN SEKS DALAM PERSPEKTIF ISLAM TERHADAP PENGETAHUAN ORANGTUA DENGAN ANAK USIA 3-5 TAHUN DI KELOMPOK BERMAIN AISYIYAH REJODANI SARIHARJO NGAGLIK SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Diajukan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI KANKER ANTARA PASIEN KANKER DI RSUP HAJI ADAM MALIK DENGAN ORANG AWAM DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG II

PERBANDINGAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI KANKER ANTARA PASIEN KANKER DI RSUP HAJI ADAM MALIK DENGAN ORANG AWAM DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG II PERBANDINGAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI KANKER ANTARA PASIEN KANKER DI RSUP HAJI ADAM MALIK DENGAN ORANG AWAM DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG II KARYA TULIS ILMIAH OLEH : LETCHUMI RAJA SUREIA 080100293 FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KETERAMPILAN KELUARGA DALAM MELAKUKAN ROM PADA PASIEN STROKE

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KETERAMPILAN KELUARGA DALAM MELAKUKAN ROM PADA PASIEN STROKE PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KETERAMPILAN KELUARGA DALAM MELAKUKAN ROM PADA PASIEN STROKE Abdul Gafar, Hendri Budi (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS UDAYANA PENGETAHUAN DAN SIKAP PERSONAL HYGIENE ORGAN REPRODUKSI REMAJA PUTRI JALANAN DI KOTA DENPASAR TAHUN 2015 NI MADE SETIARI

UNIVERSITAS UDAYANA PENGETAHUAN DAN SIKAP PERSONAL HYGIENE ORGAN REPRODUKSI REMAJA PUTRI JALANAN DI KOTA DENPASAR TAHUN 2015 NI MADE SETIARI UNIVERSITAS UDAYANA PENGETAHUAN DAN SIKAP PERSONAL HYGIENE ORGAN REPRODUKSI REMAJA PUTRI JALANAN DI KOTA DENPASAR TAHUN 2015 NI MADE SETIARI PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN HUBUNGAN KARAKTERISTIK DENGAN KEAKTIFAN KADER POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NAGARA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN Gusti Evi Zaidati 1, Deni Suryanto 2 1 Akademi Kebidanan Banjarbaru, Kalimantan Selatan,

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita terhadap Tindakan Imunisasii Dasar Lengkap di Kelurahan Lambung Bukit Kota Padang Tahun 2014

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita terhadap Tindakan Imunisasii Dasar Lengkap di Kelurahan Lambung Bukit Kota Padang Tahun 2014 386 Artikel Penelitian Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita terhadap Tindakan Imunisasii Dasar di Kelurahan Lambung Bukit Kota Padang Tahun 2014 Selvia Emilya 1, Yuniar Lestari 2, Asterina 3 Abstrak

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGETAHUAN PEMANTAUAN JENTIK SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN (Studi Pada Siswa Kelas V SDN Karsamenak Kota Tasikmalaya Tahun 2017)

PERBEDAAN PENGETAHUAN PEMANTAUAN JENTIK SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN (Studi Pada Siswa Kelas V SDN Karsamenak Kota Tasikmalaya Tahun 2017) PERBEDAAN PENGETAHUAN PEMANTAUAN JENTIK SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN (Studi Pada Siswa Kelas V SDN Karsamenak Kota Tasikmalaya Tahun 2017) Ilham Nasrulloh 134101112 Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

MODEL PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM MENIGKATKAN PENGETAHUAN TENTANG PENGELOLAAN KEJANG DEMAM PADA IBU BALITA DI POSYANDU BALITA

MODEL PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM MENIGKATKAN PENGETAHUAN TENTANG PENGELOLAAN KEJANG DEMAM PADA IBU BALITA DI POSYANDU BALITA Rahayu, Model Pendidikan Kesehatan dalam Meningkatkan Pengetahuan 47 MODEL PENDIDIKAN KESEHATAN DALAM MENIGKATKAN PENGETAHUAN TENTANG PENGELOLAAN KEJANG DEMAM PADA IBU BALITA DI POSYANDU BALITA Sunarsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu prioritas Kementrian Kesehatan saat ini adalah meningkatkan status

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu prioritas Kementrian Kesehatan saat ini adalah meningkatkan status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu prioritas Kementrian Kesehatan saat ini adalah meningkatkan status kesehatan anak khususnya bayi dan balita. Masih tingginya kesakitan dan kematian yang terjadi

Lebih terperinci

PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Starta I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Starta I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan PENGARUH MEDIA LEAFLET TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN WUS (WANITA USIA SUBUR) DALAM PEMILIHAN KONTRASEPSI IUD (INTRA UTERINE DEVICE) DI DESA TEGALREJO KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI PUBLIKASI ILMIAH

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG DIARE TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PENCEGAHAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS GAMPING 1 SLEMAN YOGYAKARTA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG DIARE TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PENCEGAHAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS GAMPING 1 SLEMAN YOGYAKARTA PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG DIARE TERHADAP PERILAKU IBU DALAM PENCEGAHAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS GAMPING 1 SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : YESI FEBRIYANI J 201110201138

Lebih terperinci

Efektifitas Penyuluhan Tentang Hipertensi pada Masyarakat Rentang Usia Tahun Dibandingkan dengan Masyarakat Rentang Usia Tahun

Efektifitas Penyuluhan Tentang Hipertensi pada Masyarakat Rentang Usia Tahun Dibandingkan dengan Masyarakat Rentang Usia Tahun Efektifitas Penyuluhan Tentang Hipertensi pada Masyarakat Rentang Usia 45-60 Tahun Dibandingkan dengan Masyarakat Rentang Usia 61-75 Tahun Rifka Widianingrum 1, Hema Dewi A 2 1 Mahasiswa Program Pendidikan

Lebih terperinci

KELAS BAPAK DAN PENGETAHUAN SUAMI TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN

KELAS BAPAK DAN PENGETAHUAN SUAMI TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN KELAS BAPAK DAN PENGETAHUAN SUAMI TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN Dedeh Supriatin, Yuliasti Eka Purnamaningrum, Yuni Kusmiyati Poltekkes Kemenkes Yogyakarta E-mail: yuliasti.eka.purnamaningrum@gmail.com

Lebih terperinci

RANI SURAYA NIM

RANI SURAYA NIM PENGARUH PENYULUHAN DENGAN METODE CERAMAH DAN LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG POLA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) PADA ANAK 6-24 BULAN DI DESA PANTAI GEMI KECAMATAN STABAT

Lebih terperinci

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG METODE PENGAJARAN DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA KEPERAWATAN STIKES AISYIYAH SURAKARTA

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG METODE PENGAJARAN DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA KEPERAWATAN STIKES AISYIYAH SURAKARTA PERSEPSI MAHASISWA TENTANG METODE PENGAJARAN DOSEN DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA KEPERAWATAN STIKES AISYIYAH SURAKARTA Sri Hartutik, Irma Mustikasari STIKES Aisyiyah Surakarta Ners_Tutty@yahoo.com

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERAWATAN TALI PUSAT TERBUKA DAN KASA KERING DENGAN LAMA PELEPASAN TALI PUSAT PADA BAYI BARU LAHIR KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN PERAWATAN TALI PUSAT TERBUKA DAN KASA KERING DENGAN LAMA PELEPASAN TALI PUSAT PADA BAYI BARU LAHIR KARYA TULIS ILMIAH PERBEDAAN PERAWATAN TALI PUSAT TERBUKA DAN KASA KERING DENGAN LAMA PELEPASAN TALI PUSAT PADA BAYI BARU LAHIR KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Dian Puspita

Lebih terperinci

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN METODE RELAKSASI DENGAN SIKAP DAN PERILAKU MENGATASI NYERI HAID PADA MAHASISWI D III KEBIDANAN FK UNS KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSING (Tingkat Pengetahuan, Pendidikan, Sikap, Pekerjaan) KADER DENGAN KEAKTIFAN KADER PADA KEGIATAN POSYANDU DI DESA RAKIT

HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSING (Tingkat Pengetahuan, Pendidikan, Sikap, Pekerjaan) KADER DENGAN KEAKTIFAN KADER PADA KEGIATAN POSYANDU DI DESA RAKIT HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSING (Tingkat Pengetahuan, Pendidikan, Sikap, Pekerjaan) KADER DENGAN KEAKTIFAN KADER PADA KEGIATAN POSYANDU DI DESA RAKIT SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN IBU HAMIL (K4) DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS CIMARAGAS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2013.

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN IBU HAMIL (K4) DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS CIMARAGAS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2013. BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUNJUNGAN IBU HAMIL (K4) DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS CIMARAGAS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2013 Bahtiar, Yusup Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN KEPEMIMPINAN TERHADAP PELAKSANAAN STANDAR MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN KARU DALAM KOMITMEN PERAWAT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN MPKP Yanti Sutriyanti 1, Derison Marsinova Bakara 1, Surani

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN TENTANG PALSI SEREBRAL TERHADAP PENGETAHUAN MASYARAKAT UMUM LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH PENYULUHAN TENTANG PALSI SEREBRAL TERHADAP PENGETAHUAN MASYARAKAT UMUM LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PENGARUH PENYULUHAN TENTANG PALSI SEREBRAL TERHADAP PENGETAHUAN MASYARAKAT UMUM LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar sarjana strata-1 kedokteran

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI. (Jurnal) Oleh DEBI GUSMALISA

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI. (Jurnal) Oleh DEBI GUSMALISA 1 PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI (Jurnal) Oleh DEBI GUSMALISA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN PELAKSANAAN TUGAS KADER DENGAN KINERJA POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANDANARAN SEMARANG TAHUN 2016.

ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN PELAKSANAAN TUGAS KADER DENGAN KINERJA POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANDANARAN SEMARANG TAHUN 2016. ARTIKEL ILMIAH HUBUNGAN PELAKSANAAN TUGAS KADER DENGAN KINERJA POSYANDU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANDANARAN SEMARANG TAHUN 2016 Disusun Oleh : ANNISA TRIUTAMI NIM. D11.2012.01479 PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI DAN ANAK TERHADAP PENGETAHUAN KADER DI WILAYAH PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN

PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI DAN ANAK TERHADAP PENGETAHUAN KADER DI WILAYAH PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI DAN ANAK TERHADAP PENGETAHUAN KADER DI WILAYAH PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN Endang Wahyuningsih, Sri Handayani ABSTRAK Latar Belakang Penelitian,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh: Yuni Novianti Marin Marpaung NIM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN

SKRIPSI. Oleh: Yuni Novianti Marin Marpaung NIM KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN SKRIPSI PERBEDAAN EFEKTIVITAS INTERVENSI SLOW DEEP BREATHING EXERCISE DENGAN DEEP BREATHING EXERCISE TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PRE-HIPERTENSI PRIMER Oleh: Yuni Novianti Marin Marpaung NIM.

Lebih terperinci

LUTFI NANDA PURNAMASARI

LUTFI NANDA PURNAMASARI PENGETAHUAN DAN KEMAMPUAN KADER POSYANDU DAN IBU BALITA DALAM DETEKSI TUMBUH KEMBANG BALITA DI DESA GONDOWANGI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAWANGAN II MAGELANG Karya Tulis Ilmiah Disusun Guna Memenuhi Syarat

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DAN TEKANAN DARAH ANTARA PENGGUNAAN LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT DAN APLIKASI DIGITAL PILLBOX REMINDER

PERBANDINGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DAN TEKANAN DARAH ANTARA PENGGUNAAN LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT DAN APLIKASI DIGITAL PILLBOX REMINDER PERBANDINGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DAN TEKANAN DARAH ANTARA PENGGUNAAN LAYANAN PESAN SINGKAT PENGINGAT DAN APLIKASI DIGITAL PILLBOX REMINDER PADA PASIEN HIPERTENSI DI RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Lebih terperinci