DEPARTEMEN PERTANIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEPARTEMEN PERTANIAN"

Transkripsi

1 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT BUDIDAYA TERNAK RUMINANSIA DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN TAHUN 2010 Jl. Harsono RM. No. 3 Ragunan Jakarta Selatan Telp/Fax : (021)

2 KATA PENGANTAR Program pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat (BATAMAS) dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan peternak melalui pemanfaatan hasil samping peternakan berupa kotoran ternak segar (KTS) menjadi bio gas dan pupuk organik. Bio gas tersebut sebagai pengganti (energy alternative) bahan bakar minyak tanah, bahan bakar gas (LPG), batu bara dan kayu api, untuk keperluan memasak bagi rumah tangga petani peternak di pedesaan dan sebagai alat penerangan (lampu) serta pupuk organik dipakai sebagai penyubur lahan pertanian. Selain itu program BATAMAS ini juga dimaksudkan untuk mempercepat upaya mendorong peternak di pedesaan merobah pola pemeliharaan ternak dari ektensif (tidak dikandangkan) menjadi semi intensif dan kemudian menjadi intensif. Manfaat yang diperoleh masyarakat disamping pertambahan hasil dari nilai bio gas dan pupuk organik, juga diharapkan dengan lebih intensifnya pola pemeliharaan ternak dapat meningkatkan kelahiran. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan pedoman ini masih terdapat kekurangan dan kelemahannya, untuk itu diharapkan saran dan masukan dalam rangka penyempurnaannya. Semoga dengan diterbitkannya pedoman ini, dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan biogas asal ternak. Jakarta, Januari 2010 Direktur Budidaya Ternak Ruminansia Ir. FAUZI LUTHAN NIP

3 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii I. PENDAHULUAN II. POTENSI BIOGAS DI INDONESIA... 3 III. PROGRAM BIOGAS ASAL TERNAK BERSAMA MASYARAKAT (BATAMAS)... 8 IV. OPERASIONALISASI.. 14 V. PEMBIAYAAN. 17 VI. TYPE BIODIGESTER DAN INSTALASI BIOGAS. 21 VII. TATA CARA PEMBUATAN BIOGAS VIII. BANGUNAN UNIT PROSESSING PUPUK ORGANIK DAN PROSES PEMBUATAN PUPUK ORGANIK IX. PERSYARATAN LOKASI PENGEMBANGAN BIOGAS ASAL TERNAK BERSAMA MASYARAKAT (BATAMAS).. X. KOMPONEN KEGIATAN PENGEMBANGAN BIOGAS ASAL TERNAK BERSAMA MASYARAKAT XI. PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN XII. PENUTUP LAMPIRAN

4 PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN BIOGAS ASAL TERNAK BERSAMA MASYARAKAT ( BATAMAS ) I. PENDAHULUAN Ternak yang telah umum dikenal merupakan penghasil bahan pangan asal ternak berupa daging, susu dan telur yang merupakan sumber protein hewani. Protein hewani tersebut sangat diperlukan untuk kelanjutan kehidupan manusia, peran protein hewani disamping sebagai faktor pertumbuhan tubuh, juga menjaga tingkat kesehatan serta memacu pertumbuhan otak sehingga tingkat kecerdasan dan produktivitas sangat berkaitan dengan kecukupan protein yang dikonsumsi oleh manusia. Disamping manfaat ternak sebagai sumber protein, khusus ternak besar bermanfaat juga sebagai sumber tenaga tarik, untuk membajak disawah dan transportasi di sentra produksi pertanian. Selain itu kotoran ternak bila dapat dikumpulkan dan diproses secara baik dapat menghasilkan biogas yang dapat berguna sebagai energi alternatif dan pupuk organik yang sangat berguna untuk penyubur tanah. Dengan demikian kebutuhan masyarakat akan bahan bakar minyak (BBM) atau bahan bakar gas (LPG), batu bara atau kayu bakar dapat sebagian besar digantikan oleh BIOGAS yang dihasilkan dari proses Biodigester yang bahan bakunya kotoran ternak atau faeces. Pada prinsipnya semua kotoran ternak dapat dipergunakan dalam proses biodigester.

5 Biogas yang dihasilkan dari proses biodigester tersebut mempunyai nilai ekonomi tinggi, karena dapat dipergunakan sebagai energi alternatif, sebagai bahan bakar pada rumah tangga petani dan juga dapat dipergunakan sebagai lampu (alat penerangan). Potensi biogas yang strategis tersebut perlu dikembangkan pada masyarakat desa. Manfaat pengelolaan biogas asal ternak tersebut pada gilirannya dapat ikut memotivasi masyarakat berinvestasi dalam usaha budidaya ternak. II. POTENSI BIOGAS DI INDONESIA Potensi biogas sangat berkaitan dengan jumlah populasi ternak dan pola pemeliharaan ternak seiring dengan proses pembangunan Peternakan Rakyat. Secara keseluruhan potensi biogas dan pupuk organik di Indonesia dapat terlihat pada tabel dibawah ini. Tabel-1. Potensi Biogas Asal Kotoran Ternak Berdasarkan Populasi Ternak Di Indonesia Tahun 2009 No. Jenis Ternak Populasi (000 ekor) Produksi KTS (ton/thn) Produksi KTS (ton/bln) Produksi biogas setara minyak tanah (lt/bln) Produksi biogas setara minyak tanah (lt/tahun) I. Ruminansia 1. Sapi Potong 12,603,160 55,201,840,800 4.,600,153, ,007, ,092, Sapi Perah 486,994 2,133,033, ,752,810 8,887, ,651, Kerbau 2.045,548 8,959,500, ,625,020 37,331, ,975, Kambing 15,655,740 4,285,758, ,146,569 17,857, ,287, Domba 10,471, ,707, ,892,295 11,944, ,335,337 Jumlah-I 73,446,841,121 6,120,570, ,028, ,342,056 II. Non Ruminansia 1. Babi 7.384, ,511, ,125,936 21,056, , Kuda 398, ,172, ,014, ,718 65,408,621 Jumlah-II 6.361,683, ,140, , ,084,182 III. Unggas 1. Ayam Buras 261,398,127 4,770,515, ,542,985 19,877, ,526, Ayam Ras Petelur 110,106, ,439, ,453,252 8,372, ,471,951

6 3. Ayam Ras Pedaging 930,317, ,264, ,188,671 5,659,434 67,913, Itik 42,090, ,144,508 64,012,042 3,200,602 38,407,225 Jumlah-III 8,906,363, ,196,951 37,109, ,318,170 Jumlah I + II + III 88,714,888, ,907, ,645, ,744,409 Keterangan : KTS = Kotoran Ternak Segar. Potensi populasi ternak Indonesia tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan jenis ternak dan jumlah kotoran ternak sebagai bahan penghasil biogas dan pupuk organik dengan proporsi sebagai berikut : Tabel-2. Potensi Kelompok Ternak dan Jumlah Kotoran Ternak Sebagai Bahan Penghasil Gas dan Pupuk Organik No Kelompok Ternak KTS 000 Ton/Thn % 1. Ternak Ruminansia a. Ruminansia Besar ,73 b. Ruminansia Kecil 7.152,46 8,06 2. Ternak Non Ruminansia - Kuda dan Babi 6.361,68 7,17 3. Ternak Unggas - Ayam Ras, Buras dan Itik 8,90,36 10,04 Jumlah ,88 100,00

7 1. Potensi Nasional Potensi seluruh ternak ruminansia di Indonesia sebagai penghasil biogas dan pupuk organik sebesar 82,79% yang terdiri ternak ruminansia besar (sapi potong, sapi perah dan kerbau) mempunyai porsi yang paling besar yaitu 74,73% dan ternak ruminansia kecil (kambing dan domba) sebesar 8,06%. Sedangkan ternak non ruminansia (kuda dan babi) sebesar 7,17% dan ternak unggas sebanyak 10,04%. Bila dikaitkan dengan efektifitas dan pola pemeliharaan, maka ternak yang dipelihara secara kelompok dan dikandangkan menjadi paling efektif dapat dikelola sebagai penghasil biogas dan pupuk organik. Kotoran ternak segar (KTS) dari seluruh populasi ternak di Indonesia tahun 2009 sebanyak ton per tahun, apabila diproses menjadi biogas (asumsi secara keseluruhan) akan menghasilkan biogas yang dapat dipergunakan untuk memasak di rumah tangga petani peternak setara dengan minyak tanah sebesar juta liter per tahun. Sedangkan untuk keperluan memasak di dapur 1 rumah tangga petani dengan 4-6 anggota keluarga memerlukan 1,23 liter minyak tanah per hari. Dengan demikian potensi biogas tersebut sebagai energi alternatif substitusi minyak tanah dan bahan bakar lainnya di pedesaan dapat memenuhi 9,6 juta rumah tangga sepanjang tahun. Sedangkan pupuk organik kering dapat dihasilkan 34,6 juta ton per tahun. Potensi biogas dan pupuk organik tersebut mempunyai nilai ekonomi sebagai berikut : (1) Biogas, yang setara dengan minyak tanah sejumlah juta liter, dengan nilai di tingkat petani peternak sebesar Rp. 12,9 triliun

8 per tahun, dengan asumsi harga minyak tanah di tingkat pengecer di pedesaan sebesar Rp ,-/liter. (2) Pupuk Organik dengan jumlah 34,6 juta ton per tahun dengan nilai Rp. 12,1 triliun per tahun (asumsi harga pupuk organik Rp. 350,- /kg) dan dapat dipergunakan pada lahan sawah/kebun seluas 6,9 juta ha (dengan asumsi 1 ha dipupuk dengan 5 ton pupuk organik per tahun). Nilai ekonomi dari 2 jenis produk samping asal ternak tersebut biogas dan pupuk organik sebesar Rp. 25 triliun/tahun. 2. Skala Rumah Tangga Peternak Berdasarkan kebutuhan rumah tangga peternak untuk keperluan memasak di dapur dengan asumsi rata-rata kebutuhan per hari per rumah tangga sebesar 1,23 liter minyak tanah, maka jumlah populasi ternak yang perlu dikelola berdasarkan potensi KTS yang dihasilkan sebagai berikut : Tabel-3. Jumlah Populasi Ternak Yang Perlu Dikelola Berdasarkan Potensi KTS Yang Dihasilkan Untuk Skala Rumah Tangga No Jenis Ternak Jumlah Potensi Biogas (Ekor) 1. Ruminansia Besar 2 Menghasilkan 2. Ruminansia Kecil 36 biogas setara 3. Kuda 3 minyak tanah 1,23 4. Babi 15 liter per hari. 5. Unggas 363 Dari perhitungan potensi KTS yang dihasilkan per hari, maka volume biodigester yang diperlukan adalah sebesar 2 M 3, dengan demikian 1 rumah tangga peternak apabila mempunyai 2 ekor sapi, diperlukan biodigester dengan volume 2 M 3, cukup untuk menghasilkan biogas yang setara dengan 1,23 liter minyak tanah per hari. Jumlah populasi ternak lainnya yakni kambing/domba sebanyak 36 ekor, kuda 3

9 ekor, babi 15 ekor dan unggas 363 ekor. Sistem pemeliharaan ternak tersebut harus dikandangkan (intensif) sehingga seluruh KTS dapat diproses dimasukkan kedalam biodigester. III. PROGRAM BIOGAS ASAL TERNAK BERSAMA MASYARAKAT (BATAMAS) 1. Tujuan Program BBM dengan tujuan sebagai berikut : (1) Memasyarakatkan upaya pemanfaatan hasil samping (side product) peternakan berupa kotoran ternak segar (KTS) menjadi biogas sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak tanah, bahan bakar gas (LPG), batu bara dan kayu api sebagai bahan bakar untuk keperluan memasak di dapur rumah tangga petani peternak di pedesaan dan sebagai lampu penerang bagi lokasi yang belum ada aliran listrik atau upaya penghematan listrik. (2) Mengoptimalkan hasil samping ternak tersebut menjadi pupuk organik, yang diperlukan untuk usaha tani baik sawah (padi) maupun tanaman perkebunan, yang sekaligus memperbaiki struktur/tekstur dan kesuburan tanah serta mengurangi ketergantungan/pemakaian pupuk anorganik. (3) Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak. Dengan diprosesnya KTS menjadi biogas dan pupuk organik, peternak mendapat ekstra pendapatan yang cukup berarti khusus dari komponen biogas dan pupuk organik untuk 1 ekor sapi dewasa dapat menambah pendapatan lebih dari Rp. 1 juta per tahun atau Rp ,- lebih per hari. (4) Mendorong perubahan pola pemeliharaan ternak. Upaya penerapan proses biogas dan pupuk organik akan mendorong perubahan pola pemeliharaan ternak dari ekstensif

10 menjadi intensif atau semi intensif dan dari semi intensif menjadi intensif. (5) Mewujudkan peternakan yang bersih dan menghindari pencemaran lingkungan. 2. Ruang Lingkup Program ini digerakkan dengan melibatkan instansi Pusat dan Daerah sesuai dengan peran dan fungsi dengan kegiatan berupa : (1) Pusat. a. Sosialisasi, dapat berupa kunjungan ke pembina tingkat Propinsi/Kabupaten. b. Pembuatan, dan perbanyakan bahan leaflet, booklet pedoman pembuatan dan pengelolaan biodigester serta pupuk organik. c. Supervisi tingkat Nasional. d. Pemantauan tingkat Nasional. e. Evaluasi tingkat Nasional. (2) Daerah. a. Provinsi. (a) Mengkoordinir identifikasi dan perencanaan di wilayah provinsi. (b) Mengadakan pelatihan dan sosialisasi bagi petugas inti dari Kabupaten/ Kota. (c) Fasilitasi permodalan lingkup provinsi. (d) Supervisi ke Kabupaten/Kota. (e) Pemantauan pelaksanaan di Kabupaten/Kota. (f) Monitoring dan pelaporan tingkat provinsi. b. Kabupaten/Kota. (a) Melakukan identifikasi wilayah, kawasan, kelompok ternak dan pendataan potensi.

11 (b) Membuat rencana penerapan, dan kelayakan model dan pola penerapan di tingkat peternak. (c) Sosialisasi ke tingkat kelompok ternak dan instansi terkait di tingkat Kabupaten/Kota. (d) Koordinasi dengan instansi/lembaga terkait dalam penerapan biogas dan pupuk. (e) Koordinasi dengan instansi yang terkait untuk dukungan operasionalisasi program termasuk menggali sumber pembiayaan, integrasi dengan program subsektor terkait. (f) Monitoring dan pelaporan tingkat Kabupaten/ Kota. 3. Sasaran Sasaran penerapan program ini lebih diutamakan : (1) Peternak yang berkelompok dalam satu kawasan. (2) Peternak yang sudah mempunyai kandang kelompok. (3) Peternak yang individual yang mempunyai populasi ternak lebih dari 2 ekor (untuk ternak ruminansia). 4. Strategi Strategi pendekatan untuk penerapan di masyarakat peternakan sebagai berikut : (1) Penerapan teknologi biodigester, diterapkan pada peternak/kelompok ternak yang sudah menerapkan pola budidaya ternak yang semi intensif dan atau intensif. (2) Mendorong budidaya ternak yang masih ekstensif menjadi semi intensif dan kemudian intensif.

12 (3) Mendorong tumbuhnya peternak atau kelompok ternak baru, karena daya tarik manfaat atau nilai tambah yang dapat diperoleh peternak. (4) Mendorong tercapainya peningkatan skala pemilikan ternak per peternak. 5. Manfaat Manfaat dari program ini dapat bersifat mikro ditingkat peternak, maupun makro baik dalam skala wilayah dan nasional. Manfaat tersebut bersifat perbaikan teknis manajemen produksi ternak, maupun ekonomi sbb : (1) Manfaat Bagi Peternak. a. Pola pemeliharaan ternak (usaha budidaya) menjadi lebih baik sehingga pengelolaan ternak untuk tujuan produksi dan reproduksi akan lebih optimal. b. Meningkatnya nilai tambah dan pendapatan peternak. Kebutuhan bahan bakar minyak tanah untuk memasak/industri rumah tangga dan penerangan bagi rumah tangga peternak di pedesaan dapat tersubstitusi, sehingga biogas dan pupuk organik mempunyai nilai tambah bagi peternak, dengan demikian akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak. c. Mendorong tumbuhnya industri rumah tangga di pedesaan dengan dukungan bahan bakar alternatif.

13 (2) Manfaat Nasional a. Secara Nasional kebutuhan minyak tanah akan berkurang, sehingga ketergantungan dari minyak tanah import akan berkurang juga. b. Meningkatnya penyediaan pupuk organik asal ternak, sehingga ketergantungan petani terhadap pupuk an organik (kimia) akan berkurang. c. Memperingan beban keuangan negara, karena subsidi BBM minyak tanah dan pupuk akan berkurang, bahkan potensi untuk eksport pupuk akan bertambah serta upaya penghematan pemakaian listrik juga dapat dilaksanakan di pedesaan. d. Membuka lapangan kerja baru. Pengelolaan biogas secara kelompok diperlukan tenaga khusus yang dapat penghasilan tetap. Setiap unit biogas dengan populasi ternak ekor dapat menampung 2 orang tenaga kerja. IV. OPERASIONALISASI Secara bertahap biogas dapat diterapkan melalui 3 pendekatan yaitu : 1. Pendekatan melalui Kelompok Tani Ternak (1) Kelompok/Kawasan. Ternak dapat bekelompok dalam 1-2 kandang pada 1 lokasi atau dalam 1 kawasan, dan dibangun biodigester yang besarnya disesuaikan dengan jumlah ternak yang ada, kemudian biogas yang dihasilkan disalurkan ke rumah tangga peternak.

14 Untuk jumlah ternak sapi dengan populasi 50 s/d 100 ekor, hasil biodigester sebesar M 3 per unit. (2) Rumah Tangga. Ternak dikandangkan masing-masing pada rumah peternak. Untuk peternak yang berdekatan dibangun biodigester untuk menampung KTS dari 1-5 peternak, sedangkan biogas didistribusikan untuk peternak yang bersangkutan dan tetangganya. Jumlah ternak dengan pola ini dapat mencapai ekor dengan hasil biodigester sebesar M 3. Dapat juga KTS dari beberapa peternak dikumpulkan dan diantar ke biodigester yang ada didekat peternak tersebut. (3) Individual. Individual biodigester dapat dibuat untuk keperluan 1 rumah tangga atau beberapa rumah tangga, tetapi dibangun/dipasang pada peternak yang mempunyai sapi minimal 2 ekor. Volume biodigester yang diperlukan cukup 2 M 3 biodigester yang portable bahan dari drum/plastik, bak beton atau fiber glass. Besar volume biodigester tergantung jumlah populasi ternak yang dimiliki oleh peternak tersebut. Dengan demikian bagi peternak yang memiliki ternak lebih dari 2 ekor dapat mensupply biogas untuk tetangganya yang tidak memiliki ternak. 2. Pendekatan Unit Bisnis Baru Pemanfaatan biogas dan produksi pupuk organik dapat menjadi unit bisnis baru bagi kelompok peternak. Pengelolaan biogas dan pupuk organik tersebut melalui kelompok, yang sekaligus untuk mengoptimalkan potensi produksi dan manajemen peternakan secara intensif atau semi intensif. Sehingga hasil biogas dan pupuk organik

15 dapat dijual sebagai pendapatan tambahan bagi anggota kelompok peternak. 3. Pendekatan mendorong terbentuknya kelompok baru dan pengembangan lokasi peternakan baru. Pengembangan teknologi biogas dan pupuk organik dapat juga ditempuh melalui : (1) Penerapan pada masyarakat yang sudah mempunyai ternak, tetapi belum berkelompok dan belum dibuat lembaga kelompok. (2) Paket untuk pengembangan kawasan kelompok bagi calon peternak berupa penyebaran ternak dilengkapi dengan komponen biodigester. V. PEMBIAYAAN 1. Biaya Biaya pengembangan biogas asal ternak (BATAMAS) pada tahun anggaran 2010 dengan sumber dana APBN baik Tugas Pembantuan (TP) maupun Dekonsentrasi dipergunaan untuk; pembuatan biodigester, pembuatan unit prosesing pupuk organik, peralatan dan perlengkapan biogas serta pelaporan. Biodigester yang dibuat diutamakan ukuran kecil untuk 1 (satu) rumah tangga atau ukuran sedang untuk 10 rumah tangga tergantung jumlah ternak yang dikelola. Sebagai acuan bahwa setiap 2 ekor ternak ruminansia besar cukup untuk 1 rumah tangga.

16 Biodigester bisa dibuat dengan konstruksi dari glass, dll. beton, plastik, fiber 2. Kelayakan Usaha Sebagai Unit Bisnis Kelompok Pemanfaatan biogas dan pupuk organik sebagai Unit Bisnis Kelompok (UBK) dengan jumlah populasi ternak sebanyak 200 ekor ternak ruminansia besar dengan bervariasi umur dewasa, muda dan anak. Dari 1 unit biodigester yang mempunyai populasi ternak ruminansia besar sebanyak 200 ekor per tahun dapat dihasilkan KTS per hari, yang diperlukan bangunan biodigester utama dengan volume 202 M 3. Investasi untuk membangun biodigester dengan volume tersebut membutuhkan dana ± Rp. 100 juta. Bangunan tersebut berupa unit biodigester, unit prosesing pupuk organik dan alat-alat untuk membuat pupuk organik serta alat/bahan untuk distribusi gas-bio ke rumah tangga. Investasi tersebut dapat kembali dalam 2 tahun, juga sudah membiayai gaji operatornya 2 orang. Dari biodigester dan jumlah ternak tersebut diatas dapat dihasilkan dalam setahun sebagai berikut : - Energi biogas setara minyak tanah sebanyak liter dengan nilai Rp. 120 juta. - Pupuk organik padat sebanyak kg dengan nilai Rp. 122,6 juta. - Energi biogas yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan memasak sebanyak 100 dapur rumah tangga peternak/petani.

17 (1) Investasi awal. a. Biaya pembangunan unit biodigester plant sebesar volume 200 M3 Rp. 100 juta b. Biaya bangunan prosesing pupuk organik Rp. 30 juta c. Peralatan pembuatan pupuk organik dan bahan untuk distribusi biogas ke rumah peternak sekitar (slang) Rp. 30 juta Total Rp. 160 juta (2) Biaya Operasional a. Gaji operator yang sekaligus penjaga ternak 2 Rp ,- = Rp. 18 juta/tahun. b. Bahan tambahan pembuatan pupuk organik Rp. 50,-/kg hasil produk pupuk termasuk kemasan. c. Biaya pendampingan kelompok sebesar Rp ,-. (3) Pemasukan (Cash In) Dari biodigester dengan jumlah ternak tersebut dapat dihasilkan : a. Energi biogas yang dihasilkan setara minyak tanah sebanyak liter (minyak tanah eceran Rp ,-/liter) dengan nilai Rp. 120 juta/tahun. b. Pupuk organik padat sebanyak 350,4 ton/tahun dengan nilai jual Rp. 122,6 juta/ tahun. Dari perhitungan tersebut diatas dapat disimpulkan, apabila harga pupuk organik saja yang terjual sedangkan biogas dipakai sendiri, maka usaha tersebut layak dikelola sebagai Unit Bisnis Kelompok, apalagi kalau nilai

18 biogas tersebut dihitung nilainya. Sehingga apabila investasi awal mempergunakan dana pinjaman bank atau dana bergulir, tentunya dalam 2 tahun dapat dikembalikan/lunas. VI. TYPE BIODIGESTER DAN INSTALASI BIOGAS. Biodigester type beton/semen dibuat dari bak permanent dengan bentuk kubah, konstruksi yang mempergunakan bahan bangunan batu bata, semen, pasir dan besi bechel. Selain dari beton/semen biodigester dapat pula dibuat dari fiber glass atau plastik. 1. Jenis dan type biodigester dari beton/semen adalah sebagai berikut: (1) Type A Biodigester dengan volume sebanyak 100 m³, dimana dapat menampung kotoran ternak sapi sebanyak 100 ekor. (2) Type B Biodigester dengan volume sebanyak 50 m³, dimana dapat menampung kotoran ternak sapi sebanyak 50 ekor. (3) Type C Biodigester dengan volume sebanyak 25 m³, dimana dapat menampung kotoran ternak sapi sebanyak 25 ekor. (4) Type D Biodigester dengan volume sebanyak 10 m³, dimana dapat menampung kotoran ternak sapi sebanyak 10 ekor. 2. Jenis dan type biodigester dari fiber glass adalah sebagai berikut: Type Fiber Glass, biodigester terbuat dari fiber glass dengan kapasitas tampung gas sebanyak 4 m³, 5 m³, 7 m³ dan 17 m³. 3. Jenis dan type biodigester dari plastik adalah sebagai berikut: Type Plastik, biodigester terbuat dari bahan plastik dengan volume sebanyak 9 m³, dimana dapat menampung kotoran ternak sapi sebanyak 2-3 ekor.

19 Biodigester dibuat sedemikian rupa dibuat tertutup sehingga tidak kehujanan atau air hujan tidak masuk dalam biodigester. 2. Instalasi Bio Gas Instalasi biogas dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan bio gas dengan baik, type yang dipergunakan adalah type kubah untuk type beton/semen dan type lain dari fiber glass atau plastik secara terperinci instalasi biogas sebagaimana pada lampiran -1 dan lampiran 2. Lubang pemasukan KTS (inlet) yang menempel pada digerster dibuat lebih rendah dibandingkan lubang pengeluaran (outlet). Pada digester type kubah, volume sebagai tempat prosessing KTS menjadi biogas 70% dan 30% volume sebagai tempat penampungan gas sementara. VII. TATA CARA PEMBUATAN BIOGAS Kotoran ternak segar (KTS) dan sisa makanan yang sudah dihaluskan /dirajang dikumpulkan dari kandang koloni atau kandang kawasan kemudian dimasukkan ke dalam biodigester dengan proses sebagai berikut: 1. Pengumpulan kotoran ternak segar dan sisa makanan dari kandang kawasan atau kandang koloni. 2. Kotoran ternak segar dan sisa makanan dicampur dengan air dengan berbanding 1 :1. 3. Kemudian dimasukkan / dialirkan ke biodigester disesuaikan dengan kapasitas tampung; 200 m³, 100 m³, 50 m³, 25 m³ atau 9 m³ 4. Pengisian dilakukan melalui saluran pemasukan setiap hari, apabila sudah menghasilkan gas kotoran akan naik keatas sehingga bila diisi kotoran akan mengalir ke bak penampungan kotoran ternak.

20 5. Bio gas akan muncul dalam waktu + 21 hari, dihitung dari awal pemasukan KTS. 6. Bio gas dialirkan ke rumah tangga untuk memasak dengan menggunakan kompor gas maupun untuk lampu penerangan. VIII. BANGUNAN UNIT PROSESSING PUPUK ORGANIK DAN PROSES PEMBUATAN PUPUK ORGANIK Pada masing-masing unit biodigester dilengkapi dengan bangunan beratap untuk mengerjakan pembuatan pupuk organik. 1. Jenis bangunan unit prosessing pupuk organik adalah sebagai berikut: (1) Type A Bangunan beratap dan berlantai seluas 36 m², berdinding setinggi 1 m dan dibuat sekat sebanyak 6 buah. Lantai dasar di floor/semen dan sebagian tidak di floor yang digunakan sebagai penyerapan air. (2) Type B Bangunan beratap dan berlantai seluas 18 m², berdinding setinggi 1 m dan dibuat sekat sebanyak 6 buah. Lantai dasar di floor/semen dan sebagian tidak di floor yang digunakan sebagai penyerapan air. (3) Type C Bangunan beratap dan berlantai seluas 9 m², berdinding setinggi 1 m dan dibuat sekat sebanyak 6 buah. Lantai dasar di floor/semen dan sebagian tidak di floor yang digunakan sebagai penyerapan air. (4) Type D Bangunan beratap dan berlantai seluas 9 m² atau disesuaikan lahan peternak, berdinding setinggi 1 m dan lantai dari tanah,

21 2. Proses pembuatan pupuk organik padat adalah sebagai berikut: (1) Kotoran ternak segar (KTS) dimasukkan ke biodigester. (2) Cairan dan bahan padat (slurry) yang keluar dari biodigester ditampung dalam bak penampungan. Bak penampungan dibuat berlantai miring dan dinding bagian bawah berlubang yang dipergunakan sebagai pembuangan air. Bak penampungan dibuat sekat, dan sekat maksimum dengan tinggi 1 meter. (3) Bahan padat dari bak penampungan dipindahkan ke bak pembuatan pupuk organik. Diisi setiap 2-3 hari sampai dengan tinggi maksimum 70 cm. (4) Setelah kering atau setelah 7 hari di bak penampungan, diberi starter al; EM4, stardex yang telah dicampur dengan molases atau air gula dan air sesuai dengan petunjuk kemudian dicipratkan ke kotoran ternak dan dibolak balik agar starter merata (homogen). (5) Kotoran ternak dilakukan pembalikan agar proses fermentasi sempurna, apabila suhu tinggi/ panas harus diberi/diciprati air. Proses fermentasi berjalan dengan baik salah satu cirinya adalah suhu akan naik. (6) Pada hari ke 14 dan 28 dilakukan pembalikan lagi. (7) Setelah 4--5 minggu sudah menjadi pupuk kompos organik. 3. Proses pembuatan pupuk organik cair adalah sebagai berikut: (1) Sludge (lumpur) hasil ikutan biogas disaring menggunakan saringan kawat halus dan airnya ditampung dalam drum plastik, kemudian untuk meningkatkan mutu/kualitas pupuk cair perlu

22 ditambahkan tepung tulang, tepung kerabang telur dan tepung darah lalu dibiarkan selama 7 hari. (2) Kemudian disaring lagi dengan menggunakan kain (bekas kemasan tepung terigu) lalu kain diperas, cairan hasil penyaringan dan perasan ditampung dalam drum plastik dan didiamkan selama 3-4 hari dan dipasang aerator untuk membuang gas-gas sisa. (3) Setelah itu aerator dilepas lalu didiamkan selama 2 hari agar partikel-partikel yang masih ada mengendap dan cairan yang dihasilkan menjadi bening. (4) Cairan yang bening tadi sudah siap untuk dikemas kedalam botol plastik atau jerigen dan sudah siap jual. IX PERSYARATAN LOKASI LOKASI PENGEMBANGAN BIOGAS ASAL TERNAK BERSAMA MASYARAKAT (BATAMAS). 1. Persyaratan lokasi pengembangan biogas asal ternak adalah sebagai berikut : (1) Sudah ada kelompok ternak/kawasan ternak sapi. (2) Lebih diutamakan yang sudah ada kandang koloni atau kelompok yang lokasi kandang ternaknya berdekatan. (3) Masyarakat/peternak dapat memanfaatkan gas bio sebagai energi alternatif untuk keperluan memasak (4) Pupuk organik, sudah dimanfaatkan atau mempunyai prospek dan mempunyai nilai ekonomi. - Bisa dengan kebun kelapa sawit atau komoditi kebun lain. - Tanaman hortikultura (sayur) atau buah. - Tanaman padi/sawah. - Pembibitan kebun jati, dll.

23 X. KOMPONEN KEGIATAN PENGEMBANGAN BIO GAS ASAL TERNAK BERSAMA MASYARAKAT Komponen pengembangan bio gas asal ternak adalah sebagai berikut: 1. Persiapan/Identifikasi Lokasi 2. Pertemuan Kelompok 3. Pendampingan 4. Pembuatan Bio Digester : Beberapa Alternatif : a. Type A : 100 ekor P x L x T = 5m x 5m x 4m b. Type B : 50 ekor P x L x T = 3,5m x 3,5m x 4m c. Type C : 25 ekor P x L x T = 2,5m x 2,5m x 4m d. Type D : 10 ekor P x L x T = 2m x 2m x 2,5m e. Type Fiber Glass f. Type Plastik : 2-3 ekor 5. Pembuatan Unit Prosessing Pupuk Organik Beberapa Alternatif : a. Type A P x L = 6m x 6m b. Type B P x L = 6m x 3m c. Type C P x L = 6m x 1,5m) d. Type D luas lantai disesuaikan dengan dana yang ada. 6. Peralatan dan perlengkapan proses biogas dan pembuatan pupuk organik. 7. Peralatan penyaluran, pengamanan dan pemanfaatan bio gas. 8. Peralatan kompor gas dan lampu 9. Supervisi dan monitoring dari pusat ke lokasi. XI. PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN Pembinaan dan pengendalian program bio gas asal ternak (BATAMAS) dilakukan secara berkelanjutan sehingga program ini dapat berjalan dengan baik dan mencapai sasaran yang diinginkan.

24 Untuk kelancaran pelaksanaan program ini perlu dibentuk Tim Pembina Teknis Direktorat Jenderal Peternakan, Tim Pembina Propinsi dan Tim Pelaksana Kabupaten/Kota. 1. Tim Teknis Direktorat Jenderal Peternakan. Tim Teknis ini beranggotakan para wakil dari Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia dan Sekretariat Direktorat Jenderal Peternakan. Tugas Tim Pembina Teknis Direktorat Jenderal Peternakan adalah: (1) Menyusun Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Bio Gas Asal Ternak Bersama Masyarakat (BATAMAS). (2) Menyiapkan administrasi kuasa swa kelola dengan pelaksana di daerah. (3) Melakukan sosialisasi, pembinaan dan pemantauan pelaksanaan kegiatan pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat. (4) Melakukan sinkronisasi rencana kegiatan BATAMAS antara pusat, propinsi dan daerah (kabupaten/kota). (5) Membuat laporan hasil perkembangan pelaksanaan kegiatan pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat. 2. Tim Pembina Propinsi. Tim Pembina Propinsi ini beranggotakan para wakil dari Subdinas lingkup Dinas Peternakan/Pertanian Propinsi dan yang menangani fungsi alat dan mesin budidaya ternak ruminansia. Tugas Tim Pembina Propinsi adalah: (1) Melakukan koordinasi dengan Tim Teknis Kabupaten/ Kota dalam rangka pelaksanaan pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat.

25 (2) Melakukan sosialisasi, pembinaan dan pemantauan pelaksanaan kegiatan pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat. (3) Melakukan sinkronisasi rencana kegiatan BATAMAS antara pusat, propinsi dan daerah (kabupaten/kota). (4) Mencari sumber pendanaan di propinsi untuk pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat. (5) Membuat laporan hasil perkembangan pelaksanaan kegiatan pengembangan biogas bersama masyarakat. 3. Tim Pelaksana Kabupaten/Kota. Tim Pelaksana Kabupaten/Kotai ini beranggotakan para wakil dari Subdinas lingkup Dinas Peternakan/Pertanian Kabupaten/ Kota dan yang menangani fungsi alat dan mesin budidaya ternak ruminansia. Tugas Tim Pelaksana Kabupaten/Kota adalah: (1) Melakukan seleksi calon lokasi pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat. (2) Melakukan sosialisasi, pembinaan dan pemantauan pelaksanaan kegiatan pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat. (3) Mencari sumber pendanaan dari Kabupaten/Kota dan masyarakat dalam rangka optimalisasi dan akselerasi operasionalisasi pemanfaatan biogas asal ternak dan pupuk organik. (4) Melakukan pembinaan kepada kelompok yang telah menerapkan program biogas untuk dijadikan kelompok ternak menjadi unit usaha dengan produk unggulan biogas asal ternak dan pupuk organik. Apabila pupuk organik yang telah dihasilkan sudah mencapai volume yang dapat dijual kepihak lain maka Tim mendorong kelompok tersebut melakukan pengemasan dan pelabelan sesuai dengan peraturan yang berlaku dibidang penyediaan dan

26 peredaran pupuk organik yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian. (5) Membuat laporan hasil perkembangan pelaksanaan kegiatan pengembangan biogas asal ternak bersama masyarakat. XII. PENUTUP Pedoman Umum Pengembangan Biogas Asal Ternak Bersama Masyarakat (BATAMAS), ini merupakan pedoman pelaksanaan kegiatan yang diharapkan dapat mendukung kelancaran operasional di daerah. DIREKTORAT BUDIDAYA TERNAK RUMINANSIA

27 Lampiran : 1 BAGAN INSTALASI BIOGAS KANDANG KOLONI Untuk Memasak Untuk Penerangan Untuk Generator Keterangan : 1. Kandang Ternak Koloni 2. Saluran Kotoran Ternak (KT) (Terbuka) 3. Bak Penampung KT 4. Saluran Pemasukan KT (Inlet) 5&6 Biodigester Type Kubah 7. Saluran Gas (Biogas) 8. Bak Penampung Sisa Kotoran Ternak (Slurry) bahan untuk Pupuk Organik. 9. Bak Pemrosesan Pembuatan Pupuk Organik dibuat dengan beratap.

28 Lampiran : 2 BAGAN INSTALASI BIOGAS KANDANG KAWASAN Keterangan : 1. Rumah Peternak/Petani 2. Kandang Ternak Sapi 3. Saluran Terbuka Kotoran Ternak Segar (KTS) 4. Bak Penampung KTS 5. Saluran Pemasukan KTS (Inlet) 6. Biodigester Type Kubah 7. Tempat Prosesing Pupuk Organik 8. Pipa / Selang Penyalur Gas 9. Bak Pemrosesan Pembuatan Pupuk Organik dibuat dengan beratap

29 Lampiran : 3 BAGAN UNIT PROSESSING PUPUK ORGANIK Keterangan : 1. Bangunan beratap dan berlantai seluas 36 M2. 2. Bak Pemrosesan Pembuatan Pupuk Organik dibuat sebanyak 6 sekat dan berdinding setinggi 1 M. 3. Setiap Bak Pemrosesan Pembuatan Pupuk Organik dibuat resapan Kotoran Ternak Segar. 4. Jalan untuk mengolah pupuk organik.

30 Lampiran : 4 Biodigester dari plastik Tempat penampungan gas Tempat Penampungan gas

31 Lampiran : 5 Proses pembuatan digester dari beton Proses pembuatan biodigester dari beton Biodigester dari beton

32 Lampiran : 6 Biodigester dari fiber glass siap dipasang

33 Lampiran : 7 Biogas digunakan untuk memasak oleh ibu rumah tangga

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI

LAMPIRAN. Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian TNI A. IDENTITAS PERSEPSIDEN LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian Nama : Umur : Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan Pekerjaan : PNS Wiraswasta/Pengusaha TNI Pensiunan Jumlah Ternak dimiliki Lainnya

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK Permintaan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia dari tahun ketahun semakinÿ meningkat, menyebabkan harga minyak melambung. Pemerintah berencana menaikkan lagi harga

Lebih terperinci

MODUL PENERAPAN TEKNOLOGI BIOGAS MELALUI DAUR ULANG LIMBAH TERNAK

MODUL PENERAPAN TEKNOLOGI BIOGAS MELALUI DAUR ULANG LIMBAH TERNAK MODUL PENERAPAN TEKNOLOGI BIOGAS MELALUI DAUR ULANG LIMBAH TERNAK Oleh : Drs. Budihardjo AH, M.Pd. Dosen Teknik Mesin FT Unesa LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

Lebih terperinci

Program Bio Energi Perdesaan (B E P)

Program Bio Energi Perdesaan (B E P) Program Bio Energi Perdesaan (B E P) Salah satu permasalahan nasional yang kita hadapi dan harus dipecahkan serta dicarikan jalan keluarnya pada saat ini adalah masalah energi, baik untuk keperluan rumah

Lebih terperinci

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si BIODIGESTER PORTABLE SKALA KELUARGA UNTUK MENGHASILKAN GAS BIO SEBAGAI SUMBER ENERGI Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. LPG. Tujuan diberlakukannya program ini adalah untuk mengurangi subsidi

I. PENDAHULUAN. LPG. Tujuan diberlakukannya program ini adalah untuk mengurangi subsidi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program konversi minyak tanah ke LPG merupakan program pemerintah terkait dengan pengalihan penggunaan bahan bakar minyak tanah ke bahan bakar gas LPG. Tujuan diberlakukannya

Lebih terperinci

OUTLINE Prinsip dasar produksi biogas. REAKTOR BIOGAS SKALA KECIL (Rumah Tangga dan Semi-Komunal) 4/2/2017

OUTLINE Prinsip dasar produksi biogas. REAKTOR BIOGAS SKALA KECIL (Rumah Tangga dan Semi-Komunal) 4/2/2017 REAKTOR BIOGAS SKALA KECIL (Rumah Tangga dan Semi-Komunal) Dr. Budhijanto Pusat Inovasi Agro Teknologi Universitas Gadjah Mada OUTLINE Prinsip dasar produksi biogas Berbagai tipe reaktor - Reaktor yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010

Lebih terperinci

BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA. Kelompok Tani Usaha Maju II. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Kelompok Masyarakat S A R I

BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA. Kelompok Tani Usaha Maju II. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Kelompok Masyarakat S A R I BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA Kelompok Tani Usaha Maju II Penerima Penghargaan Energi Prakarsa 2011 - Kelompok Masyarakat S A R I Kelompok Tani Usaha Maju II adalah salah satu Penerima Penghargaan Energi Prakarsa

Lebih terperinci

PENGOLAHAN PUPUK PADAT DAN CAIR OLEH PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA

PENGOLAHAN PUPUK PADAT DAN CAIR OLEH PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA PENGOLAHAN PUPUK PADAT DAN CAIR OLEH PUSAT INOVASI AGROTEKNOLOGI UNIVERSITAS GADJAH MADA PENDAHULUAN Petani pakai pupuk kimia Tekstur & struktur tanah ( sulit diolah & asam) Mobilisasi unsur hara Suplai

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT

PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT Biogas merupakan salah satu jenis biofuel, bahan bakar yang bersumber dari makhluk hidup dan bersifat terbarukan.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT 3.1 Tahapan dalam simulasi Penelitian ini merupakan kegiatan monitoring pengembanganan digester biogas digunakan. Metode kegiatan yang telah dilakukan yaitu : a. Demontrasi yaitu

Lebih terperinci

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN PENDAHULUAN Tanah yang terlalu sering di gunakan dalam jangka waktu yang panjang dapat mengakibatkan persediaan unsur hara di dalamnya semakin berkurang, oleh karena itu pemupukan merupakan suatu keharusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal

Lebih terperinci

Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak

Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak Oleh: Dede Sulaeman, ST, M.Si Pemanfaatan kotoran ternak menjadi energi biasa disebut dengan pemanfaatan biogas. Berdasarkan definisinya, biogas

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.)

TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.) TEKNOLOGI PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK MENJADI BIOGAS SKALA RUMAH TANGGA (Oleh: ERVAN TYAS WIDYANTO, SST.) PENDAHULUAN Makin mahal dan langkanya BBM, menyebabkan makin tingginya kebutuhan hidup peternak.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hasil utama dari usaha peternakan sapi perah yaitu susu dan anakan, di samping juga dihasilkan feses dan urin yang kontinu setiap hari. Pendapatan utama peternak diperoleh

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tujuan Sasaran RPJMD Kinerja Utama Program dan Kegiatan Indikator

Lebih terperinci

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5. NO KOMODITAS POPULASI (EKOR) PRODUKSI DAGING (TON) 1 Sapi Potong 112.249 3.790,82 2 Sapi Perah 208 4,49 3 Kerbau 19.119 640,51 4 Kambing 377.350 235,33 5 Domba 5.238 17,30 6 Babi 6.482 24,55 7 Kuda 31

Lebih terperinci

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami definisi pupuk kandang, manfaat, sumber bahan baku, proses pembuatan, dan cara aplikasinya Mempelajari

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN Disusun Oleh: Ir. Nurzainah Ginting, MSc NIP : 010228333 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2007 Nurzainah Ginting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

SAHABAT BRILLIANT PROGRAM KEMANDIRIAN EKONOMI KREATIF SEKTOR PETERNAKAN DAN PERTANIAN TERPADU BIDANG USAHA

SAHABAT BRILLIANT PROGRAM KEMANDIRIAN EKONOMI KREATIF SEKTOR PETERNAKAN DAN PERTANIAN TERPADU BIDANG USAHA PROGRAM KEMANDIRIAN EKONOMI KREATIF SEKTOR PETERNAKAN DAN PERTANIAN TERPADU BIDANG USAHA 1. Produksi pengolahan pakan ayam petelur. 2. Produksi pengolahan pakan kambing dan sapi fermentasi. 3. Pruduksi

Lebih terperinci

Arang Tempurung Kelapa

Arang Tempurung Kelapa Arang Tempurung Kelapa Mengapa harus arang tempurung? Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), terutama minyak tanah, membuat masyarakat mencari alternatif lain untuk keperluan memasak. Salah satu yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Dukungan Data yang akurat dan tepat waktu sangat diperlukan. dan telah dilaksanakan serta merupakan indikator kinerja pembangunan

KATA PENGANTAR. Dukungan Data yang akurat dan tepat waktu sangat diperlukan. dan telah dilaksanakan serta merupakan indikator kinerja pembangunan KATA PENGANTAR Dukungan Data yang akurat dan tepat waktu sangat diperlukan dalam mengambil kebijakan setiap tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan berbagai kegiatan yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pertanian organik di masa sekarang ini mulai digemari dan digalakkan di

PENDAHULUAN. Pertanian organik di masa sekarang ini mulai digemari dan digalakkan di PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian organik di masa sekarang ini mulai digemari dan digalakkan di Indonesia. Berdasarkan definisinya, pertanian organik merupakan pertanian yang menggunakan pupuk dan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY SURVEY PENDAHULUAN BIOGAS RUMAH TANGGA

EXECUTIVE SUMMARY SURVEY PENDAHULUAN BIOGAS RUMAH TANGGA EXECUTIVE SUMMARY SURVEY PENDAHULUAN BIOGAS RUMAH TANGGA I. Informasi Umum Judul program Lokasi Jangka waktu Program Pemanfaatan Biogas Rumah Tangga sebagai Sumber Energi Baru dan Terbarukan yang ramah

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan. Limbah : Feses Urine Sisa pakan Ternak Mati

II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan. Limbah : Feses Urine Sisa pakan Ternak Mati II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Usaha peternakan sapi perah merupakan sebuah usaha dimana input utama yang digunakan adalah sapi perah untuk menghasilkan susu sebagai output utamanya.

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK Pada umumnya sumber pangan asal ternak dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu berupa daging (terdiri dari berbagai spesies hewan yang lazim dimanfaatkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keadaan Umum Penelitian ini dilaksanakan di 4 (empat) lokasi yakni (i) kelompok peternakan sapi di Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung, (ii) kelompok Peternakan Sapi di

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA HOME INDUSTRY KRIPIK SINGKONG.

ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA HOME INDUSTRY KRIPIK SINGKONG. ANALISIS KELAYAKAN TEKNIS DAN EKONOMIS BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR PADA HOME INDUSTRY KRIPIK SINGKONG. Wignyanto 1) ; Susinggih Wijana 2) ; Saiful Rijal 3) ABSTRAK Penelitian itu bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN BIOGAS DI KABUPATEN LOMBOK BARAT. Oleh:

PROSPEK PENGEMBANGAN BIOGAS DI KABUPATEN LOMBOK BARAT. Oleh: ISSNNo.2355-9292 JurnalSangkareangMataram 29 PROSPEK PENGEMBANGAN BIOGAS DI KABUPATEN LOMBOK BARAT Oleh: I Made Anggayuda Pramadya 1), I Gusti Lanang Parta Tanaya 2) dan Adinul Yakin 2) 1) Dosen Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR SINGKATAN... xvi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia

Lebih terperinci

PROGRAM EDUKASI PEMBUATAN BIOGAS DI KANDANG PEMULIABIAKAN SAPI BALI TAMAN SAFARI INDONESIA II

PROGRAM EDUKASI PEMBUATAN BIOGAS DI KANDANG PEMULIABIAKAN SAPI BALI TAMAN SAFARI INDONESIA II PROGRAM EDUKASI PEMBUATAN BIOGAS DI KANDANG PEMULIABIAKAN SAPI BALI TAMAN SAFARI INDONESIA II Oleh Bagian Edukasi TAMAN SAFARI INDONESIA II PRIGEN, PASURUAN, JAWA TIMUR 2015 1 DAFTAR ISI Hal. HALAMAN JUDUL.

Lebih terperinci

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 1, Pebruari 2014 BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI BIOGAS WUJUD PENERAPAN IPTEKS BAGI MASYARAKAT DI TUNGGULSARI TAYU PATI M. Christiyanto dan I. Mangisah ABSTRAK Tujuan dari kegiatan ini adalah peningkatan produktivitas ruminansia, penurunan pencemaran

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga

ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING. seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan, dan tenaga VI. ANALISIS HASIL USAHA TERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Ketersediaan Input Dalam mengusahakan ternak sapi ada beberapa input yang harus dipenuhi seperti (kandang, peralatan, bibit, perawatan, pakan, pengobatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN MASKAMIAN Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Jl. Jenderal Sudirman No 7 Banjarbaru ABSTRAK Permintaan pasar

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BIOGAS BERBAHAN BAKU KOTORAN TERNAK UPAYA MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI DI TINGKAT RUMAH TANGGA 1

PENGEMBANGAN BIOGAS BERBAHAN BAKU KOTORAN TERNAK UPAYA MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI DI TINGKAT RUMAH TANGGA 1 PENGEMBANGAN BIOGAS BERBAHAN BAKU KOTORAN TERNAK UPAYA MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI DI TINGKAT RUMAH TANGGA 1 Oleh : Albertus Hendri Setyawan Pendahuluan Perkembangan sistem keenergian di Indonesia selama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan di Indonesia seperti ayam, sapi, kambing serta domba sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Produk utama yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit. BOKS LAPORAN PENELITIAN: KAJIAN PELUANG INVESTASI PENGOLAHAN LIMBAH KELAPA SAWIT DALAM UPAYA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI PROVINSI JAMBI I. PENDAHULUAN Laju pertumbuhan areal perkebunan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN Anggaran : 207 Formulir RKA SKPD 2.2 Urusan Pemerintahan : 3. 03 Urusan Pilihan Pertanian Organisasi : 3. 03. 0 Dinas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

PROFIL PENGEMBANGAN BIO-ENERGI PERDESAAN (BIOGAS)

PROFIL PENGEMBANGAN BIO-ENERGI PERDESAAN (BIOGAS) PROFIL PENGEMBANGAN BIO-ENERGI PERDESAAN (BIOGAS) Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Ditjen Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian 2009 PROFILE PENGEMBANGAN BIOENERGI PERDESAAN

Lebih terperinci

PENERAPAN TEKHNOLOGI PEMBUATAN BIOARANG DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN TERNAK DI PETERNAKAN SAPI POTONG ZELTI FARM LUBUK MINTURUN KODYA PADANG

PENERAPAN TEKHNOLOGI PEMBUATAN BIOARANG DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN TERNAK DI PETERNAKAN SAPI POTONG ZELTI FARM LUBUK MINTURUN KODYA PADANG PENERAPAN TEKHNOLOGI PEMBUATAN BIOARANG DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN TERNAK DI PETERNAKAN SAPI POTONG ZELTI FARM LUBUK MINTURUN KODYA PADANG Ellyza Nurdin, Salam N.Aritonang, Elly Roza Fak. Peternakan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura berjenis umbi lapis yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta

Lebih terperinci

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN H. MASNGUT IMAM S. Praktisi Bidang Peternakan dan Pertanian, Blitar, Jawa Timur PENDAHULUAN Pembangunan pertanian berbasis sektor peternakan

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

SIDa.F.8 Pengolahan Limbah Kotoran Ternak Menjadi Biogas Sebagai Salah Satu Upaya Mewujudkan Lingkungan Hijau Di Desa Cikundul, Kota Sukabumi

SIDa.F.8 Pengolahan Limbah Kotoran Ternak Menjadi Biogas Sebagai Salah Satu Upaya Mewujudkan Lingkungan Hijau Di Desa Cikundul, Kota Sukabumi SIDa.F.8 Pengolahan Limbah Kotoran Ternak Menjadi Biogas Sebagai Salah Satu Upaya Mewujudkan Lingkungan Hijau Di Desa Cikundul, Kota Sukabumi Peneliti/Perekayasa: 1. Ir Prasetyadi 2. Dra Rosita Shochib

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PUPUK ORGANIK

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PUPUK ORGANIK LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 KAJIAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PUPUK ORGANIK Oleh : Benny Rachman Delima Hasri Azahari Henny Mayrowani Arief Iswariyadi Valeriana Darwis Ahmad M. Ar-Rozi PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam sektor pertanian.

Lebih terperinci

SERAH TERIMA DIGESTER TERNAK. Kulonprogo, DI. Yogyakarta. Oleh : Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA Menteri Negara Lingkungan Hidup

SERAH TERIMA DIGESTER TERNAK. Kulonprogo, DI. Yogyakarta. Oleh : Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA Menteri Negara Lingkungan Hidup Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP SERAH TERIMA DIGESTER TERNAK Kulonprogo, DI. Yogyakarta Oleh : Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA Menteri Negara Lingkungan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PRODUKSI KOMPOS

LAPORAN AKHIR PRODUKSI KOMPOS KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAS DAN PERHUTANAN SOSIAL DIREKTORAT BINA PERBENIHAN TANAMAN HUTAN LAPORAN AKHIR PRODUKSI KOMPOS RUMPIN SEED SOURCES AND NURSERY CENTER JAKARTA,

Lebih terperinci

Dua puluh tahun silam lahan seluas 1 ha itu kering kerontang. Residu

Dua puluh tahun silam lahan seluas 1 ha itu kering kerontang. Residu 1 BUAH Sehatkan Tanah dengan Bokashi Kesuburan tanah meningkat berkat bokashi Dua puluh tahun silam lahan seluas 1 ha itu kering kerontang. Residu fosfat bak lapisan semen nampak jelas bila tanah digali

Lebih terperinci

Bidang Tanaman Pangan

Bidang Tanaman Pangan Bidang Tanaman Pangan SASARAN Dinas Tan. Pangan, Horti. & Peternakan Kalimantan Tengah 1 Meningkatkan Jumlah Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura; 2 Meningkatkan Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga seperti gas, minyak tanah, batu bara, dan lain-lain kini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga seperti gas, minyak tanah, batu bara, dan lain-lain kini menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan konsumsi energi rumah tangga menjadikan sumber energi rumah tangga seperti gas, minyak tanah, batu bara, dan lain-lain kini menjadi semakin langka.

Lebih terperinci

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI Pita Sudrajad, Muryanto, dan A.C. Kusumasari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah E-mail: pitosudrajad@gmail.com Abstrak Telah

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

TUGAS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TUGAS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Nama : Bagus Arum Tejo K. NIM : 10.02.7870 Kelas : D3 MI-2D MEMANFAATKAN LIMBAH KOTORAN SAPI SEBAGAI PENGGANTI BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA YANG BISA

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS KKP-E

PETUNJUK TEKNIS KKP-E PETUNJUK TEKNIS KKP-E I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dengan didasari pengalaman dalam pelaksanaan penyaluran kredit usaha pertanian, sejak Tahun 2000 telah diluncurkan Skim Kredit Ketahanan Pangan

Lebih terperinci

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017 PENGOLAHAN LIMBAH TERNAK DI KELOMPOK PETERNAK MAULAFA

Jurnal Pengabdian Masyarakat Peternakan ISSN: Vol. 2 No. 1 Tahun 2017 PENGOLAHAN LIMBAH TERNAK DI KELOMPOK PETERNAK MAULAFA PENGOLAHAN LIMBAH TERNAK DI KELOMPOK PETERNAK MAULAFA Tri Anggarini Y. Foenay, Theresia Nur Indah Koni Politeknik Pertanian Negeri Kupang e-mail: anggarini.foenay@gmail.com, indahkoni@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN KABUPATEN PACITAN

RENCANA KINERJA TAHUN 2017 DINAS PERTANIAN KABUPATEN PACITAN SASARAN 1 2 3 4 5 6 7 8 Prosentase layanan 100% Program Pelayanan Peningkatan dan Pengelolaan Input : Dana Rp 1.004.854.000,00 adminstrasi Administrasi Perkantoran Administrasi Perkantoran : Terpenuhinya

Lebih terperinci

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING A. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah peternak yang mengusahakan anakan ternak sapi dengan jumlah kepemilikan sapi betina minimal 2 ekor.

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015

PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015 PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

Jenis-jenis Sumber Daya Alam

Jenis-jenis Sumber Daya Alam Jenis-jenis Sumber Daya Alam Apa yang dimaksud dengan sumber daya alam? Sumber daya alam merupakan kekayaan alam di suatu tempat yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Berbagai jenis tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB V SUMBER DAYA ALAM

BAB V SUMBER DAYA ALAM BAB V SUMBER DAYA ALAM A. Pertanian Kota Surakarta Sebagai salah satu kota besar di Jawa Tengah, mengalami pertumbuhan ekonomi dan penduduk karena migrasi yang cepat. Pertumbuhan ini mengakibatkan luas

Lebih terperinci

BUKU SAKU DATA PETERNAKAN DAN PERIKANAN 2014

BUKU SAKU DATA PETERNAKAN DAN PERIKANAN 2014 BUKU SAKU DATA PETERNAKAN DAN PERIKANAN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MUSI RAWAS JL. MUHAMMAD AMIN KM. 12,5 MUARA BELITI TELP. (0733) 4540026 E-Mail. Nakkanmusirawas@Gmail.Com TAHUN 2015

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Sumber produksi daging

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas Tofik Hidayat*, Mustaqim*, Laely Dewi P** *PS Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal ** Dinas Lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan dalam pembangunan perekonomian di Indonesia sebagian besar dipengaruhi oleh petumbuhan di sektor industri dan sektor pertanian. Sektor industri dan sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun untuk industri dan transportasi. Untuk mengurangi ketergantungan

BAB I PENDAHULUAN. maupun untuk industri dan transportasi. Untuk mengurangi ketergantungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan nasional yang dihadapi saat ini dan harus segera dipecahkan atau dicarikan jalan keluarnya adalah masalah kelangkaan sumber energi terutama

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU MARZUKI HUSEIN Dinas Peternakan Provinsi RIAU Jl. Pattimura No 2 Pekanbaru ABSTRAK Sebagai usaha sampingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha peternakan tradisional yang didominasi oleh peternak rakyat dengan skala relatif kecil. Produksi susu dalam

Lebih terperinci

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK TUGAS SANITASI MASYARAKAT TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK Disusun Oleh : KELOMPOK Andre Barudi Hasbi Pradana Sahid Akbar Adi Gadang Giolding Hotma L L2J008005 L2J008014 L2J008053 L2J008078

Lebih terperinci

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda masyarakat. Kelangkaan tersebut menimbulkan tingginya harga-harga bahan bakar, sehingga masyarakat

Lebih terperinci

MACAM-MACAM KOLAM IKAN DIPEKARANGAN

MACAM-MACAM KOLAM IKAN DIPEKARANGAN MACAM-MACAM KOLAM IKAN DIPEKARANGAN PENDAHULUAN Pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak di sekitar rumah dan umumnya berpagar keliling. Di atas lahan pekarangan tumbuh berbagai ragam tanaman. Bentuk

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. bahan dasar campuran antara enceng gondok dan kotoran sapi serta air sebagai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. bahan dasar campuran antara enceng gondok dan kotoran sapi serta air sebagai 29 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berikut adalah tabel hasil penelitian mengenai Biogas dengan menggunakan bahan dasar campuran antara enceng gondok dan kotoran sapi serta

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.2 Analisis Situasi Mitra pupuk organik.

BAB I. PENDAHULUAN 1.2 Analisis Situasi Mitra pupuk organik. BAB I. PENDAHULUAN 1.2 Analisis Situasi Mitra Pertanian merupakan sumber pangan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini menyebabkan bidang pertanian harus dapat memacu diri untuk meningkatkan

Lebih terperinci