BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 48 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Responden Umur Pengrajin Tenun Ikat Dayak Umur pengrajin merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan penenun dalam mengelola usaha kerajinan tenun ikat dayak. Hal ini berkaitan dengan tingkat keterampilan dan nilai seni yang terkandung dalam setiap motif tenun ikat dayak yang dihasilkan. Dalam menjalankan usaha kerajinan tenun ikat dayak, ada hubungan antara umur pengrajin dengan kemampuan berproduksi yang menjelaskan bahwa terdapat kecenderungan semakin tua umur seorang pengrajin maka semakin banyak produk Tenun Ikat Dayak yang dihasilkan serta semakin tinggi tingkat kemampuannya dalam membuat motif-motif yang memiliki nilai seni budaya yang tinggi serta terampil dalam menenun. Adapun umur pengrajin tenun ikat Dayak berkisar antara tahun (Tabel 8). 48

2 49 Tabel 8. No. Distribusi Pengrajin Tenun Ikat Dayak Menurut Kelompok Umur Serta Jumlah Produksi Tenun Ikat Yang Dihasilkan di Desa Ensaid Panjang Kelompok Umur ( tahun ) Jumlah Pengrajin Jumlah Pengrajin (%) Jumlah Rata-Rata Produksi (Jenis/Thn) , , , , , > ,33 3 Jumlah Kelompok umur pengrajin antara tahun memproduksi produk Tenun Ikat Dayak rata-rata sebanyak 4 jenis per tahun. Produk yang dihasilkan beranekaragam seperti : Syal, Puak Kumbu, Selendang serta Kain Kebat. Rata-rata jumlah produksi keseluruhan penenun di Desa Ensaid Panjang sebanyak 3 jenis dengan rata-rata jangka waktu pengerjaannya antara 2 sampai 4 bulan untuk 1 jenis produk yang dihasilkan. Pada kelompok umur pengrajin antara tahun menunjukkan bahwa produktivitas untuk menghasilkan berbagai macam produk tenun Ikat Dayak lebih banyak dikarenakan pada kelompok umur tersebut memiliki kesempatan waktu yang cukup banyak untuk menenun yang ditunjang dengan kemampuan fisik yang baik. Jika dilihat dalam konsep usia kerja produktif ILO ( International Labour of Organization ) yaitu umur tahun, maka para pengrajin tenun ikat dayak seluruhnya berada pada usia kerja produktif.

3 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan pengrajin tenun ikat Dayak adalah lamanya pengrajin tenun ikat Dayak dalam menempuh pendidikan formal, yang dapat dikelompokkan menjadi Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Perguruan Tinggi. Tingkat adopsi terhadap teknologi baru dalam mengelola usaha kerajinan tenun ikat Dayak diantaranya dipengaruhi oleh pengalaman kerja serta tingkat pendidikan yang ditempuh pengrajin. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka akan semakin cepat menerima dan menerapkan teknologi baru tersebut, baik yang diinformasikan oleh Penyuluh, LSM terkait (Kobus Center, PRCF, Dekranasda) dan Desperindagkop maupun dari media informasi lainnya yang diupayakan melalui kegiatan pelatihan atau kursus-kursus. Lamanya pengrajin tenun ikat Dayak dalam menempuh pendidikan formal dapat dilihat pada (Tabel 9). Tabel 9. No. Distribusi Pengrajin Tenun Ikat Dayak Menurut Tingkat Pendidikan Dan Produktivitas Tenun Ikat Yang Dihasilkan di Desa Ensaid Panjang Tingkat Pendidikan Jumlah Pengrajin Jumlah Pengrajin (%) Rata Rata Produktivitas (Jenis/Thn) 1. SD 21 70, SMP 7 23, SMU 1 3, PT 1 3,33 3 Jumlah Hasil analisis data di atas menunjukkan bahwa produktivitas pengrajin yang menempuh pendidikan formal Sekolah Menengah Atas

4 51 (SMA) berjumlah 1 orang dengan produktivitas rata-rata sebanyak 4 jenis dari jumlah keseluruhan jenis produk tenun ikat Dayak yang dihasilkan. Hal ini disebabkan pengrajin yang menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA), memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola usahanya serta adanya kegiatan pelatihan yang diberikan berbagai LSM dalam meningkatkan keterampilan menenun tenun ikat Dayak turut berperan dalam meningkatkan produktivitas hasil Mata Pencaharian Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada umumnya mata pencaharian pengrajin di desa Ensaid Panjang adalah bertani (99%) disamping mata pencaharian lainnya seperti: PNS serta Pedagang Keliling. Kegiatan menenun kerajinan tenun ikat Dayak merupakan usaha sampingan penduduk di desa Ensaid Panjang. Jadi selain memiliki penghasilan dari pekerjaan pokok, usaha menenun tenun ikat Dayak ini juga sebagai usaha untuk meningkatkan pendapatan. Adapun distribusi mata pencaharian utama para pengrajin tenun ikat Dayak (Tabel 10). Tabel 10. Distribusi Pengrajin Tenun Ikat Dayak Menurut Mata Pencaharian Di Desa Ensaid Panjang No. Mata Pencaharian Jumlah Pengrajin Jumlah Rata Rata Produksi (Jenis/Thn) Pengrajin (%) 1. Petani 29 96, Pegawai Negeri 1 3,33 3 Jumlah Tabel diatas menunjukkan bahwa para pengrajin tenun ikat Dayak yang melakukan usaha menenun sebagai mata pencaharian sampingan

5 52 bermata pencaharian utama sebagai petani adalah sebanyak 29 orang atau 96,7 % dengan produksi rata-rata produk tenun ikat dayak yang dihasilkan sebanyak 3 jenis dan cenderung tidak berbeda tingkat produktivitas tenun ikat Dayak yang dihasilkan jika dibandingkan dengan pengrajin yang bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah 1 orang dengan produksi yang dihasilkan sebanyak 3 jenis produk. Hal ini berarti aktivitas menenun yang dilakukan oleh pengrajin yang bermata pencaharian bertani memiliki intensitas yang kurang lebih sama dibandingkan dengan pengrajin yang bermata pencaharian sebagai PNS. Produktivitas yang cenderung kurang lebih sama disebabkan juga para penenun tergabung dalam sebuah kelompok pengrajin tenun ikat Dayak yang memiliki latar belakang pekerjaan yang beragam sehingga tidak terdapat pembatas atau perbedaan produktivitas hasil yang mencolok. Disamping itu, keinginan untuk melestarikan budaya leluhur yang lebih kuat, etos kerja yang lebih tinggi serta orientasi kerja yang kuat di dalam kegiatan usaha dimiliki pada pengrajin bermata pencaharian bertani dan juga pengrajin yang bermata pencaharian sebagai PNS Jumlah Anggota Keluarga Pengrajin Tenun Ikat Dayak Jumlah anggota keluarga pengrajin tenun ikat Dayak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami dan anak (Tabel 11).

6 53 No. Tabel 11. Jumlah Anggota Keluarga (orang) Distribusi Pengrajin Tenun Ikat Dayak Menurut Jumlah Anggota Keluarga Dan Produksi Tenun Ikat Dayak Yang Dihasilkan Di Desa Ensaid Panjang Jumlah Pengrajin Jumlah Pengrajin (%) Rata Rata Produksi (Jenis/Thn) , , ,66 3 Jumlah Tabel diatas menunjukkan bahwa, rata-rata pengrajin menghasilkan produk kerajinan tenun ikat Dayak sebanyak 3 jenis dalam setiap kali produksi. Hal ini menunjukkan bahwa anggota keluarga memiliki peran yang cukup penting dalam proses produksi produk kerajinan tenun ikat Dayak disebabkan adanya pola pergiliran pengerjaan proses produksi yang melibatkan orang tua, anak dan suami serta anggota keluarga lain yang memiliki peran masing-masing dalam pembagian kerja yang sangat mendukung efisiensi dalam seluruh proses kegiatan produksi Pengalaman Usaha dan Masa Kerja Pengrajin Tenun Ikat Dayak Pengalaman usaha pengrajin tenun ikat Dayak adalah lamanya pengrajin dalam berusaha menenun kerajinan tenun ikat Dayak yang dinyatakan dalam (tahun). Pengalaman usaha pengrajin dipengaruhi oleh umur. Umumnya makin bertambah umur seseorang makin banyak pula pengalaman yang didapatkannya dan ditularkan kepada anak-cucu atau generasi muda. Namun demikian, tidak berarti bahwa semakin lama pengalaman berusaha menenun tenun ikat Dayak akan semakin besar jumlah produksi kerajinan tenun ikat Dayak yang dihasilkan (Tabel 12).

7 54 No. Tabel 12. Distribusi Pengrajin Tenun Ikat Dayak Menurut Pengalaman Dalam Berusaha Dan Produksi Tenun Ikat Dayak Yang Dihasilkan Di Desa Ensaid Panjang Pengalaman Usaha ( tahun ) Jumlah Pengrajin Jumlah Pengrajin (%) Rata Rata Produksi (Jenis/Thn) , , ,66 3 Jumlah Tabel diatas menunjukkan bahwa pengalaman pengrajin tenun ikat Dayak dalam berusaha antara 1 10 tahun berjumlah 22 orang atau 73,33% dengan produktivitas rata-rata sebanyak 3 jenis produk, pengalaman berusaha antara tahun berjumlah 6 orang atau 20,00 % dengan produktivitas rata-rata sebanyak 2 jenis produk sedangkan pengrajin yang memiliki pengalaman usaha antara tahun berjumlah 2 orang atau 6,66 % dengan produktivitas rata-rata sebanyak 3 jenis produk. Lamanya pengalaman berusaha antara tahun memiliki produktivitas yang cenderung rendah jika dibandingkan dengan kelompok lamanya pengalaman berusaha tenun ikat Dayak lainnya. Hal ini disebabkan pada kelompok pengalaman berusaha tersebut pengrajin dalam masa peralihan dari proses pembelajaran kearah profesionalisme/keahlian dalam menenun tenun ikat Dayak sehingga para pengrajin membutuhkan intensitas pendampingan yang intensif dari Lembaga Swadaya Masyarakat terkait serta Lembaga Pemerintahan dalam hal memberikan motivasi (dorongan) yang tinggi dalam berusaha dan keinginan untuk menjadikan usaha kerajinan tenun ikat Dayak

8 55 sebagai usaha untuk meningkatkan penghasilan keluarga serta meningkatkan upaya pengembangan kerajinan tenun ikat Dayak dalam berbagai program pelatihan yang turut mendukung peningkatan produksi bagi pengrajin yang belum lama berusaha kerajinan tenun ikat Dayak Analisis SWOT Menurut Rangkuti (2004 : 18) analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini berdasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strenghts) dan Peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) dengan faktor faktor internal kekuatan (Strenghts) dan kelemahan (Weaknesses). Dalam peneltian ini, diidentifikasi berbagai variabel kekuatan (Strenghts) seperti : Produk memiliki nilai seni dan budaya, Keragaman motif, Ketahanan produk, Variasi harga dan ukuran, Pameran seni dan budaya, Kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Jarak tempuh dengan lembaga pemasaran (Koperasi JMM) serta Rantai pemasaran. Variabel Kelemahan (Weaknesses) seperti: Keterbatasan variasi produk, Penggunaan produk, Waktu pengerjaan produk, Penetapan harga, Peran pengrajin dalam kegiatan promosi, adanya Lembaga resmi pemasaran produk dalam jumlah besar.

9 56 Variabel Peluang (Opportunities) seperti : Permintaan tenun ikat, Penggolongan harga, Promosi produk melalui media internet, Kunjungan kerja dari berbagai instansi daerah, Galeri mini koperasi JMM, Faslitas fasilitas pendukung promosi serta kemajuan dalam bidang teknologi, informasi dan komunikasi. Variabel Ancaman (Threaths) seperti : Kesamaan motif dari pengrajin lain, Belum adanya merek produk, kenaikan harga bahan baku serta Belum adanya standar harga beli Analisis Faktor Internal Usaha Kerajinan Tenun Ikat Dayak Faktor Kekuatan ( Strengths ), yaitu menganalisa variabel variabel kekuatan yang dimiliki oleh pengrajin dalam pemasaran produk tenun ikat Dayak. Adapun variabel kekuatan tersebut adalah : a. Produk Memiliki Nilai Seni dan Budaya Produk kerajinan tenun ikat Dayak memiliki unsur-unsur nilai seni dan budaya yang terkandung dalam setiap corak/motif yang dihasilkan. Nilai seni dan budaya yang ada memiliki makna / arti yang sangat mendalam dan hanya terdapat didalam produk kerajinan tenun ikat Dayak. Tingkatan nilai seni dan budaya suatu produk tenun ikat Dayak dapat dilihat dari tingkat kerumitan pembuatannya dengan melalui beberapa kriteria khusus seperti : tingkat kehalusan produk, motif yang dihasilkan serta bahan baku yang digunakan.

10 57 Adapun hasil penelitian pada variabel ini adalah nilai bobot sebesar 0,086 (Lampiran 2) dan ratingnya 3 (Tabel 13), artinya adalah berbagai produk tenun ikat Dayak yang dihasilkan sebanyak 76,67% memiliki nilai seni dan budaya yang tinggi. Akan tetapi, lebih terkonsentrasi pada kategori Cukup Tinggi. Hal itu disebabkan produk yang dihasilkan memiliki tingkat kehalusan Cukup Halus, motif yang dihasilkan dalam satu jenis produk terdiri dari 3 jenis motif serta bahan baku yang digunakan 50% berasal dari Bahan Alami dan 50% berasal dari Bahan Kimia (Lampiran 8). Oleh karena itu, variabel ini diperlukan dalam memberikan keuntungan bagi pengrajin tenun ikat Dayak dikarenakan produk yang dihasilkan banyak digemari terutama para kolektor kolektor seni dan budaya. Sehingga bentuk upaya pemasaran yang harus dilakukan adalah dengan mempertahankan keaslian produk (originalitas) tenun ikat Dayak. Tabel 13. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Kekuatan Produk Memiliki Nilai Seni dan Budaya No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 1 Rendah Agak Rendah 7 23, Cukup Tinggi 12 40, Tinggi 4 13, Sangat Tinggi 7 23,33 Jumlah

11 58 b. Keragaman Motif Secara umum, motif yang biasanya digunakan oleh para pengrajin terdiri dari 4 macam yaitu : motif tumbuh-tumbuhan (pakis, dan batang padi), motif binatang (cicak sarawak, ikan, lintah serta tangga tupai), motif objek alam (jari muli, sisik langit dan tiang betang) serta motif manusia. Setiap jenis produk tenun ikat Dayak memiliki lebih dari satu jenis motif yang dihasilkan. Motif dapat dikatakan sangat beragam jika dalam satu jenis produk memiliki lebih banyak kombinasi motif yang dihasilkan seperti : Motif Sisik Langit, Pucuk Pakis, Cicak Sarawak, Lintah, Tangga Tupai dan lain sebagainya. Setiap motif memiliki makna /pesan moral tersendiri dan hanya pengrajin tertentu saja yang dapat menjelaskan arti/pesan moral yang terkandung dari setiap motif tersebut. Hasil penelitian diperoleh bahwa hanya motif manusia yang jarang digunakan pengrajin dikarenakan adanya suatu kepercayaan bahwa jika pengrajin membuat motif yang bergambarkan manusia akan menderita sakit kepala dan bermimpi buruk. Motif manusia dapat digunakan dalam produk tenun ikat dayak dengan syarat pengrajin tua telah memulai terlebih dahulu membuat motif manusia dan pengrajin muda tinggal melanjutkannya saja atau dengan kata lain tidak semua pengrajin dapat membuat motif manusia.

12 59 Adapun hasil penelitian pada variabel ini adalah nilai bobot sebesar 0,075 (Lampiran 2) dan ratingnya 4 (Tabel 14), artinya motif tenun ikat Dayak yang dihasilkan oleh pengrajin di desa Ensaid Panjang 66,67% sudah beragam, akan tetapi lebih terkonsentrasi pada kategori Beragam. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan lebih dari satu jenis motif untuk setiap produk tenun ikat Dayak seperti : Sisik langit, Cecak Serawak, Tiang Betang, dan Batang Kayu (Lampiran 8). Motif motif yang dihasilkan dapat diselaraskan dengan keinginan dan kebutuhan (selera pasar), serta dapat mengikuti Trend Mode seperti : motif gitar, bunga bunga, ikan hias (louhan, arwana), kaligrafi serta aneka motif kotemporer lainnya. Tabel 14. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Kekuatan Keragaman Motif No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 1 Tidak Beragam 3 10, Kurang Beragam 7 23, Cukup Beragam Beragam 10 33, Paling Beragam 1 3,33 Jumlah c. Ketahanan Produk Kualitas dari produk kerajinan tenun ikat Dayak diukur dengan lamanya ketahanan produk tersebut jika digunakan atau disimpan selama bertahun-tahun. Lamanya ketahanan produk dilihat dari jangka waktu yang berkisar antara tahun.

13 60 Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan produk tenun ikat Dayak lebih disebabkan karena bahan baku yang digunakan berasal dari alam (zat pewarna dan benang kapas). Beberapa kriteria penilaian lain mengenai lamanya ketahanan produk tenun ikat Dayak adalah apabila dilakukan proses penjemuran dalam intensitas panas yang tinggi produk tidak mudah rusak, jika dilakukan proses pencucian berulang-ulang dengan menggunakan detergen, warna yang dihasilkan tidak cepat pudar serta tahan terhadap penggunaan secara berulangulang dalam setiap acara-acara tertentu (ritual adat). Adapun hasil penelitian pada variabel ini adalah nilai bobot sebesar 0,082 (Lampiran 2) dan ratingnya 5 (Tabel 15), artinya adalah ketahanan produk yang dihasilkan pengrajin sebesar 70,00% berada pada kategori awet. Akan tetapi, lebih terkonsentasi pada kategori Paling Awet atau berkisar 50 tahun (Lampiran 8). Produk tenun ikat Dayak merupakan produk yang berbeda dibandingkan produk tenun ikat sejenis sehingga perlu dilakukan perlakuan khusus untuk menjaga mutu produk agar tidak mudah rusak serta tahan lama.

14 61 Tabel 15. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Kekuatan Ketahanan Produk No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 1 Cepat Memudar 1 3, Agak Cepat 8 26,66 Memudar 3. 3 Awet 6 20, Sangat Awet 2 6, Paling Awet 13 43,33 Jumlah d. Variasi Harga dan Ukuran Harga beli khususnya dari Koperasi JMM ditentukan dari berbagai ukuran produk yang terbagai kedalam 2 jenis yaitu ukuran maksimum dan minimum. Untuk ukuran maksimum untuk jenis produk kumbu (107 x 188 Cm) dengan harga Rp , kain kebat (64 x 137 Cm) dengan harga Rp , pasmina (49 x 182 Cm), selendang (27 x 190 Cm) dengan harga Rp serta taplak meja (121 x 202 Cm). Ukuran minimum untuk jenis produk kumbu (52 x 146 Cm) dengan harga Rp , kain kebat (42 x 144 Cm) dengan harga Rp , pasmina (40 x 180 Cm) dengan harga Rp , selendang (20 x 120 Cm) dengan harga Rp serta taplak meja (30 x 118 Cm) dengan harga Rp Penetapan harga jual ke konsumen dilihat juga dari jenis zat pewarna yang digunakan. Berbagai macam produk yang menggunakan zat pewarna alam memiliki harga tertinggi antara

15 62 Rp Rp untuk jenis produk selimut dan harga terendah antara Rp Rp untuk jenis produk syal. Sedangkan produk yang menggunakan zat pewarna kimia dengan harga tertinggi antara Rp Rp untuk jenis produk selimut dan harga terendah antara Rp Rp untuk jenis produk syal. Berbagai kriteria untuk menentukan tingkat variasi harga dan ukuran ditetapkan berdasarkan ukuran produk (Luas), zat pewarna (alami atau kimia), serta ragam warna yang dihasilkan. Adapun hasil penelitian pada variabel ini adalah nilai bobot sebesar 0,087 (Lampiran 2) dan ratingnya 2 (Tabel 16), artinya adalah variasi harga dan ukuran yang ada, 46,67% masih dikategorikan masih rendah dan terkonsentrasi pada kategori Cukup Rendah, hal ini disebabkan ukuran produk (Maksimum), menggunakan zat pewarna yang digunakan berasal dari pewarna kimia dan hanya menghasilkan dua warna yaitu: hitam dan merah kecoklatan (Lampiran 8). Oleh karena itu, dalam meningkatkan variasi tingkat harga dan ukuran dapat dilakukan dengan cara: 1). Menghasilkan produk yang memiliki luasan besar, 2). Menggunakan bahan pewarna alami, 3). Variasi corak warna, selain hitam dan merah kecoklatan.

16 63 Tabel 16. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Kekuatan Adanya Variasi Harga dan Ukuran No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 1 Rendah 2 6, Cukup Rendah 12 40, Tinggi 2 6, Sangat Tinggi 8 26, Paling Tinggi 6 20,00 Jumlah e. Pameran Seni dan Budaya Kegiatan pameran seni dan budaya diperlukan sebagai media promosi produk kerajinan tenun ikat Dayak dan juga sebagai sarana untuk saling bertukar informasi diantara sesama pengrajin. Para penenun di desa Ensaid Panjang diantaranya pernah mengikuti kegiatan pameran seni dan budaya yang diselenggarakan baik pada tingkat lokal maupun nasional serta mengikuti pelatihan-pelatihan diluar daerah (seperti Jepara) dan diperoleh informasi bahwa salah seorang responden penelitian akan mempersiapkan diri untuk mengikuti kegiatan pameran di Negara Kanada pada tahun Intensitas kegiatan pameran seni dan budaya dapat dikatakan paling intensif apabila dilakukan 10 kali dalam lima tahun terakhir yang difasilitasi oleh pihak pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Adapun hasil penelitian pada variabel ini adalah nilai bobot sebesar 0,092 (Lampiran 2) dan ratingnya 4 (Tabel 17), artinya

17 64 adalah intesitas kegiatan pameran yang diikuti oleh pengrajin 86,6% dikategorikan intensif. Akan tetapi, lebih terkonsentrasi pada kategori Sangat Intensif dikarenakan diselenggarakan dalam kurun waktu 8 kali dalam lima tahun terakhir (Lampiran 8). Kegiatan pameran seni dan budaya diselenggarakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Sintang pada saat acara Gawai Dayak yang diadakan setiap tahun dan dihadiri oleh seluruh pengrajin tenun ikat yang ada di Kabupaten Sintang. Kegiatan tersebut memberikan kesempatan kepada pengrajin untuk mempromosikan produk yang dihasilkan sekaligus mengadakan transaksi jual-beli produk kepada masyarakat umum. Tabel 17. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Kekuatan Pameran Seni dan Budaya No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 1 Kurang Intensif Cukup Intensif 4 13, Intensif Sangat Intensif 16 53, Paling Intensif 4 13,33 Jumlah f. Kerjasama Dengan Lembaga Swadaya Masyarakat Adanya kerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat akan sangat membantu bagi para penenun dalam mengembangkan usaha yang dikelolanya. Berbagai bentuk kerjasama tersebut dapat berupa pemberian pelatihan-pelatihan atau seminar tentang usaha pengembangan usaha kerajinan tenun

18 65 ikat Dayak serta membantu para penenun dalam memasarkan produk-produk tenun ikat Dayak. Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat yang berperan dalam upaya pengembangan kerajinan tenun ikat Dayak seperti : 1). Dekranasda berperan sebagai motivator dan bantuan alat tenun bukan mesin, 2). PRCF berperan sebagai koordiator program dan pelatihan teknis, promosi, pemasaran serta pengelolaan data base 3). YSDK berperan sebagai penguatan kelembagaan sosial ekonomi serta 4). Kobus Center berperan sebagai pemasok benang dan cat, pelatihan teknis dan memasarkan hasil tenun. Adapun hasil penelitian pada variabel ini adalah nilai bobot sebesar 0,086 (Lampiran 2) dan ratingnya 5 (Tabel 18), artinya adalah hubungan kerjasama terjalin antara pengrajin dengan LSM memiliki intensitas yang tinggi dan lebih terkonsentrasi pada kategori Paling Tinggi intensitasnya yang dapat dilihat dari bentuk komunikasi yang terarah, berbagai program pelatihan yang diberikan, pengaadaan bahan baku, permodalan serta akses kelembagaan (Lampiran 8 ). Berbagai bentuk kerjasama tersebut pada akhirnya akan memberikan kemudahan bagi pengrajin tenun ikat Dayak dalam memperoleh informasi pasar, memasarkan produk yang dihasilkan, meningkatkan skala usaha,

19 66 memudahkan penyediaan bahan baku serta meningkatkan keterampilan (Skill) yang dimiliki. Tabel 18. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Kekuatan Kerjasama Dengan Lembaga Swadaya Masyarakat No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 1 Rendah 2 6, Cukup Rendah 5 16, Tinggi 10 33, Sangat Tinggi 2 6, Paling Tinggi 11 36,66 Jumlah g. Jarak Tempuh Dengan Lembaga Pemasaran (Koperasi JMM) Kemudahan dalam mengakses tempat untuk memasarkan suatu produk serta dekatnya dengan lembaga pemasaran akan sangat memberikan kemudahan kepada pengrajin untuk memperlancar proses pemasaran produk tenun ikat Dayak yang dihasilkan. Rata-rata jarak yang ditempuh oleh pengrajin dari desa Ensaid Panjang ke Koperasi JMM sebagai lembaga pemasaran kurang lebih 1 jam perjalanan. Alat transportasi yang digunakan dalam kegiatan pemasaran adalah sepeda motor dan biasanya para suami atau anak-anak dari pengrajin yang membantu memasarkan produk tenun ikat ke Koperasi JMM. Adapun hasil penelitian pada variabel ini adalah nilai bobot sebesar 0,079 (Lampiran 2) dan ratingnya 5 (Tabel 19), artinya adalah jarak tempuh antara

20 67 pengrajin dari desa Ensaid Panjang sebesar 50,00% dikategorikan dekat. Akan tetapi, lebih dikonsentrasikan pada kategori Dekat, kurang lebih 1 jam perjalanan (Lampiran 8), yang disertai dengan akses jalan yang baik dan lancar serta dapat membantu mengurangi biaya transportasi yang dikeluarkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya suatu keterkaitan antara jarak tempuh dan lembaga pemasaran yang terlibat dengan jumlah produk yang dapat dipasarkan. Tabel 19. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Kekuatan Jarak Tempuh Dengan Lembaga Pemasaran (Koperasi JMM) No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 1 Sangat Jauh 2 6, Cukup Jauh 4 13, Jauh 9 30, Agak Dekat 3 10, Dekat 12 40,00 Jumlah h. Rantai Pemasaran Saluran distribusi yang biasanya dilalui oleh para pengrajin dalam memasarkan hasil produksinya yaitu terdiri dari tiga macam, yaitu : 1. Pengrajin dapat langsung menjual hasil produk tenun ikat Dayak kepada para konsumen yang kebanyakan berasal dari wisatawan asing dan domestik serta secara segaja berwisata kedaerah Ensaid Panjang antara bulan Juli Agustus atau menjelang hari liburan. Selain itu, para pengrajin juga

21 68 menerima pesanan dari konsumen untuk jenis dan motif tertentu sesuai dengan selera konsumen dan menjualnya kepada konsumen atau konsumen langsung mendatangi pengrajin. Akan tetapi, jenis saluran distribusi ini jarang dilakukan oleh pengrajin. 2. Pengrajin menjual hasil produk tenun ikat Dayak kepada Koperasi JMM sebagai lembaga pemasaran yang dianggap efektif dan efisien dan kemudian Koperasi JMM menyampaikan kepada konsumen akhir. Jenis saluran distribusi ini paling sering dilakukan oleh pengrajin. 3. Pengrajin menjual hasil produk tenun ikat Dayak kepada Desperindagkop dan kemudian Desperindagkop menyampaikan kepada konsumen akhir dengan harga yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan pengrajin menjual langsung kepada konsumen. Sama seperti jenis saluran distribusi yang pertama, jenis saluran distribusi ini jarang dilakukan oleh pengrajin. Adapun hasil penelitian pada variabel ini adalah nilai bobot sebesar 0,047 (Lampiran 2) dan ratingnya 4 (Tabel 20), artinya adalah rantai pemasaran yang dilalui oleh pengrajin sebesar 100% dikategorikan variatif. Akan tetapi, terkonsentrasi pada kategori Variatif (Lampiran 8), dikarenakan hanya melibatkan lembaga pemasaran yaitu Koperasi JMM yang langsung

22 69 memasarkan produk tenun ikat kepada konsumen. Panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui dipengaruhi oleh jarak antara pengrajin (produsen) ke konsumen. Tabel 20. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Kekuatan Rantai Pemasaran No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 1 Tidak Variatif Kurang Variatif Cukup Variatif 9 30, Variatif 16 53, Sangat Variatif 5 16,66 Jumlah Faktor Kelemahan ( Weaknesses ), yaitu menganalisa variabel variabel kelemahan yang mempengaruhi pengrajin dalam pemasaran produk kerajinan tenun ikat Dayak. Adapun variabel kelemahan tersebut yaitu: a. Keterbatasan Variasi Produk Variasi produk diperlukan untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen dipasaran sehingga dengan adanya variasi produk yang bermacam-macam, konsumen dapat memiliki berbagai preferensi (pilihan) terhadap produk kerajinan tenun ikat Dayak yang dihasilkan. Adanya variasi produk yang beragam menghasilkan segmentasi pasar untuk produk tenun ikat Dayak tertentu. Pada umumya terdapat 5 jenis produk tenun ikat Dayak yaitu : Kain kebat, Syal, Selimut, Selendang dan Pasmina yang

23 70 kesemuanya merupakan barang setengah jadi (BSJ). Adapun hasil penelitian pada variabel ini adalah nilai bobot sebesar 0,061 (Lampiran 2) dan ratingnya 1 (Tabel 21), artinya adalah produk yang dihasilkan para pengrajin di Desa Ensaid Panjang Kurang Bervariasi dengan hanya memproduksi rata-rata 3 macam jenis produk seperti : Pua Kumbu, Syal serta Selendang (Lampiran 8). Berbagai macam jenis produk yang dihasilkan masih dapat dikembangkan lagi menjadi barang jadi atau ditingkatkan variasinya berupa jas/kemeja kantoran, sejadah, pakaian anakanak atau remaja, kerudung, kopiah dan lain sebagainya. Tabel 21. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Kelemahan Keterbatasan Variasi Produk No. Rating Kriteria Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 5 Sangat Bervariasi Agak Bervariasi 5 16, Bervariasi 5 16, Cukup Bervariasi 5 16, Kurang Bervariasi 15 50,00 Jumlah b. Penggunaan Produk Secara umum, produk kerajinan tenun ikat Dayak merupakan barang setengah jadi dan harus diproses lebih lanjut untuk dikembangkan menjadi barang jadi. Dalam hal penggunaannya, tenun ikat Dayak dibagi kedalam dua bagian yaitu : 1. Untuk keperluan adat/ritual masyarakat Dayak. Misalnya untuk keperluan Gawai Dayak, Upacara Turun Sungai (bagi

24 71 bayi), pesta perkawinan, busana tarian adat, serta asesoris yang berkaitan dengan keperluan yang telah disebutkan. 2. Berbentuk barang-barang komoditi perdagangan pada umumnya, yang dalam hal ini merupakan barang-barang di luar kebutuhan ritual/adat, seperti baju (pada umumnya), hiasan dinding, taplak meja, syal (asesoris fashion style anak-anak muda), dan gordyn. Hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,021 (Lampiran 2) dan ratingnya 1 (Tabel 22), artinya adalah dalam tingkat penggunaan berbagai macam produk tenun ikat Dayak 100% dikategorikan rendah dan terkonsentrasi pada kategori Paling Rendah (lampiran 8), dikarenakan hanya digunakan oleh Masyarakat setempat (dalam upacara-upacara adat, perkawinan, turun sungai, busana tarian adat dan lain sebagainya). Oleh karena itu, berbagai upaya untuk meningkatkan kegiatan promosi dan menciptakan produk yang bersifat fungsional, lebih diutamakan agar produk-produk tenun ikat Dayak yang dihasilkan dikenal oleh masyarakat umum dan bukan hanya kalangan tertentu saja sehingga pangsa pasar untuk produk kerajinan tenun ikat Dayak menjadi lebih luas.

25 72 Tabel 22. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Kelemahan Penggunaan Produk No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 5 Tinggi Cukup Rendah 4 13, Rendah 7 23, Sangat Rendah 9 30, Paling Rendah 10 33,33 Jumlah c. Waktu Pengerjaan Produk Lamanya pengerjaan untuk satu jenis produk tenun ikat Dayak rata-rata membutuhkan waktu yang relatif lama. Lamanya pengerjaan tergantung kepada kesibukan masing-masing pengrajin, jenis produk yang dihasilkan serta kerumitan pengerjaanya. Sebagai contoh, untuk menghasilkan satu jenis Kain Kebat membutuhkan waktu kurang lebih 3 bulan. Hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,069 (Lampiran 2) dan ratingnya 2 (Tabel 23), artinya adalah lamanya pengerjaan untuk berbagai jenis produk tenun ikat Dayak, 76,67% rata-rata membutuhkan waktu lama atau terkonsentrasi pada kategori Sangat Lama (kurang lebih selama 3 bulan) mulai dari mencelupkan pewarna pada benang katun sampai pada pada proses menenun (Lampiran 8). Lamanya waktu pengerjaan akan menghambat proses produktivitas produk yang akan dihasilkan. Oleh karena itu, berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi produksi produk tenun

26 73 ikat Dayak adalah dengan cara mengubah teknik tenun tradisional menjadi Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) atau Alat Tenun Mesin (ATM) dengan tetap mempertahankan unsur-unsur nilai seni dan budaya. Tabel 23. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Kelemahan Waktu Pengerjaan Produk No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 5 Cepat Cukup Lama 3 10, Lama 6 20, Sangat Lama 14 46, Paling Lama 7 23,33 Jumlah d. Penetapan Harga Perhitungan Harga Pokok Produksi sangat diperlukan dalam menentukan harga untuk 1 jenis produk tenun ikat Dayak. Dengan adanya perhitungan HPP, maka pengrajin akan mendapatkan keuntungan dari selisih harga jual dan harga beli ke konsumen. Hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,083 (Lampiran 2) dan ratingnya 1 (Tabel 24), artinya adalah penetapan harga jual untuk setiap produk tenun ikat sebesar 83,32% masih dikategorikan rendah atau pada konsentrasi kategori Sangat Rendah. Hal ini disebabkan harga yang ditetapkan hanya berdasarkan pada biaya benang dan zat pewarna serta tidak memperhitungkan biaya yang lainnya (Lampiran 8). Penetapan

27 74 harga jual tertinggi dan terendah sering didasarkan pada tingkat kerumitan pengerjaannya, cita rasa seni serta motif yang dihasilkan. Disamping itu, faktor-faktor lain yang menjadi dasar untuk menetapkan harga jual seperti : ukuran maksimum dan minimum suatu produk serta pewarna yang digunakan. Tabel 24. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Kelemahan Penetapan Harga No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 5 Tinggi 3 10, Agak Tinggi 2 6, Cukup Rendah 4 13, Rendah 8 26, Sangat Rendah 13 43,33 Jumlah e. Peran Pengrajin Dalam Kegiatan Promosi Produk-produk kerajinan tenun ikat Dayak merupakan produk kerajinan lokal yang ada di Kabupaten Sintang khususnya di Desa Ensaid Panjang Kecamatan Kelam Permai. Dalam perkembangannya produk tenun ikat Dayak masih belum banyak dikenal oleh masyarakat luas. Hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,046 (Lampiran 2) dan ratingnya 3 (Tabel 25), artinya adalah peran para pengrajin di Desa Ensaid Panjang sebesar 63,33% atau terkonsentrasi pada kategori Cukup Berperan dalam mempromosikan produk tenun ikat Dayak (Lampiran 8). Sehingga peran tersebut lebih ditingkatkan dengan cara

28 75 menggunakan produk dalam kehidupan sehari-hari (hiasan rumah), membagikan brosur kepada pengunjung/wisatawan yang datang, pembuatan katalog untuk berbagai jenis produk atau motif yang akan ditawarkan serta turut memasarkan produk tenun ikat Dayak melalui berbagai lembaga pemasaran yang ada. Tabel 25. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Kelemahan Peran Pengrajin Dalam Kegiatan Promosi No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 5 Berperan Agak Berperan 4 13, Cukup Berperan 15 50, Kurang Berperan 8 26, Tidak Berperan 3 10,00 Jumlah f. Lembaga Resmi Pemasaran Produk Dalam Jumlah Besar Faktor lain yang menjadi kelemahan dalam memasarkan produk tenun ikat Dayak adalah belum adanya lembaga resmi yang menaungi pemasaran produk dalam jumlah besar. Keterlibatan lembaga resmi tersebut diupayakan berasal dari pihak instansi pemerintahan terkait atau Disperindagkop atau pihak pihak lain seperti : Koperasi, Investor Asing, LSM, serta Swasta. Hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,080 (Lampiran 2) dan ratingnya 2 (Tabel 26), artinya adalah beberapa lembaga resmi pemasaran dari Lembaga

29 76 Swadaya Masyarakat (LSM) sebesar 73,33% atau terkonsentrasi pada kategori Kurang Terlibat dalam membantu pemasaran produk tenun ikat Dayak dalam jumlah besar. Tabel 26. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Kelemahan Lembaga Resmi Pemasaran Produk Dalam Jumlah Besar No. Rating Kriteria Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 5 Sangat Terlibat 5 16, Terlibat 3 10, Cukup Terlibat 3 10, Kurang Terlibat 12 40, Tidak Terlibat 7 23,33 Jumlah Analisis Faktor Eksternal Usaha Kerajinan Tenun Ikat Dayak Faktor Peluang ( Opportunities ), yaitu menganalisa variabel variabel peluang yang dimiliki oleh pengrajin dalam pemasaran produk kerajinan tenun ikat Dayak. Adapun variabel peluang tersebut adalah : a. Permintaan Tenun Ikat Adapun hasil penelitian pada variabel ini adalah nilai bobot sebesar 0,105 (Lampiran 2) dan ratingnya 4 (Tabel 27), artinya adalah permintaan tenun ikat Dayak sebesar 59,99% bervariasi atau terkonsentrasi pada kategori Sangat Bervariasi (Lampiran 8) dan diminati oleh para kolektor-kolektor seni, terutama untuk jenis produk selendang, syal, kumbu, kain kebat, pasmina, serta taplak meja. Beragamnya jenis produk yang diminati oleh para

30 77 kolektor seni dikarenakan adanya pencitraan seni yang terkandung dalam setiap produk dan motif yang dihasilkan. Hal ini akan memberikan kesempatan kepada pengrajin yang mampu untuk mencitrakan suatu nilai seni yang tinggi kedalam produk atau motif tenun ikat Dayak yang dapat ditawarkan kepada kolektor seni dengan harga yang relatif tinggi. Tabel 27. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Peluang Permintaan Tenun Ikat No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 1 Tidak Bervariasi 6 20, Kurang Bervariasi 3 10, Bervariasi 5 16, Sangat Bervariasi 9 30, Paling Bervariasi 7 23,33 Jumlah b. Penggolongan Harga Adanya penggolongan harga berdasarkan tingkat kehalusan produk, cita rasa seni serta kerumitan pembuatannya dimaksudkan untuk menentukan kualitas produk tenun ikat Dayak yang dihasilkan. Tingkat kehalusan produk berkaitan dengan benang yang digunakan untuk menenun (benang katun), cita rasa seni ditunjukkan dengan motif/corak yang dihasilkan yang memiliki arti/makna tersendiri. Sedangkan kerumitan pembuatannya berkenaan dengan lamanya waktu untuk proses menenun serta tingkat kesulitan untuk menentukan motif yang

31 78 akan dihasilkan dan dilakukan secara spontan atau tanpa didahuli pembuatan contoh motif sebelumnya. Adapun hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,101 (Lampiran 2) dan ratingnya 2 (Tabel 28), artinya adalah adanya penggolongan harga berdasarkan kriteria cita rasa seni sebesar 56,65% tergolong tinggi atau terkonsentrasi pada kategori Cukup Tinggi. Hal ini dapat memberikan keuntungan pada pengrajin untuk dapat menghasilkan produk yang memiliki cita rasa seni yang tinggi dalam proses pembuatannya. Dikarenakan tidak semua pengrajin tenun ikat memiliki kemampuan untuk menghasilkan produk yang memiliki nilai seni yang tinggi. Tabel 28. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Peluang Adanya Penggolongan Harga No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 1 Rendah 3 10, Cukup Tinggi 10 33, Tinggi 2 6, Sangat Tinggi 7 23, Paling Tinggi 8 26,66 Jumlah c. Promosi Produk Melalui Media Internet Dengan adanya upaya dari Lembaga Swadaya Masyarakat dalam mempromosikan produk kerajinan tenun ikat Dayak melalui media internet, akan sangat membantu bagi kelancaran akses informasi mengenai keberadaan produk-produk tenun ikat

32 79 Dayak yang dihasilkan. Hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,099 (Lampiran 2) dan ratingnya 5 (Tabel 29), artinya adalah adanya promosi melalui media internet sebesar 99,98% atau terkonsentrasi pada kategori Paling Efektif dalam menarik konsumen potensial terutama yang berasal dari luar negeri (Lampiran 8). Bentuk promosi melalui media internet adalah membuat situs di internet yang menggambarkan secara umum usaha tenun ikat Dayak dan menampilkan produk serta motif yang dihasilkan disertai adanya transaksi jual-beli dalam bentuk pemesanan langsung. Adanya media informasi internet juga memberikan kesempatan bagi pengrajin untuk mempromosikan produk tenun ikat sekaligus memasarkan produk pada pasar yang lebih luas dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Tabel 29. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Peluang Promosi Produk Melalui Media Internet No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 1 Tidak Efektif Cukup Efektif 8 26, Efektif 7 23, Sangat Efektif 5 16, Paling Efektif 10 33,33 Jumlah

33 80 d. Kunjungan Kerja Dari Berbagai Instansi Daerah Adanya kunjungan kerja dari berbagai instansi daerah akan memberikan kesempatan untuk mengenalkan produk khas daerah Kab. Sintang (tenun ikat Dayak) kepada pihak luar. Kunjungan kerja yang dilakukan oleh berbagai instansi daerah berupa : kegiatan studi banding, kegiatan gawai adat/keagamaan, kunjungan kerja kepala daerah serta lain sebagainya. Upayaupaya yang dilakukan adalah dengan memberikan cinderamata berupa produk yang bermotifkan tenun ikat Dayak. Hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,094 (Lampiran 2) dan ratingnya 4 (Tabel 30), artinya adalah kunjungan kerja instansi pemerintahan baik ditingkat daerah maupun diluar daerah sebesar 79,99% dilakukan secara intensif atau lebih terkonsentrasi pada kategori Sangat Intensif, yaitu dilakukan 9 kali dalam 1 tahun (Lampiran 8). Hal ini dapat dijadikan sebagai media promosi untuk mengenalkan produk asli kebudayaan daerah sehingga mudah dikenal serta menjadi daya tarik tersendiri bagi daerah lain.

34 81 Tabel 30. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Peluang Kunjungan Kerja Dari Berbagai Instansi Daerah No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 1 Kurang Intensif 1 3, Cukup Intensif 5 16, Intensif 7 23, Sangat Intensif 15 50, Paling Intensif 2 6,66 Jumlah e. Galeri Mini Koperasi JMM Upaya untuk mempromosikan keberadaan kerajinan tenun ikat Dayak salah satunya dengan mendirikan galeri-galeri atau tempat yang menyajikan berbagai hal yang berkaitan dengan kerajinan tenun ikat Dayak. Koperasi JMM sebagai salah satu lembaga yang turut memegang peranan penting dalam hal mengenalkan kerajinan tenun ikat Dayak kepada masyarakat luas, mendirikan galeri mini yang bertujuan untuk memberikan informasi berbagai produk-produk yang berkaitan dengan kerajinan tersebut. Galeri mini milik koperasi JMM juga dijadikan sebagai tempat untuk menyimpan koleksi barang-barang kerajinan suku Dayak yang lain seperti : Takin, Anyaman Tikar Rotan, Bubut, berbagai dokementasi hasil produk suku Dayak dan lain sebagainya. Disamping itu, fungsi koperasi JMM secara umum yaitu membantu pengrajin untuk memasarkan produk tenun ikat Dayak, menyediakan bahan baku penunjang (zat pewarna kimia

35 82 dan benang katun) serta sebagai media informasi dan komunikasi apabila akan diselenggarakannya kegiatan pameran seni budaya. Pada variabel ini diperoleh nilai bobot sebesar 0,087 (Lampiran 2) dan ratingnya 5 (Tabel 31), artinya adalah adanya galeri mini milik Koperasi JMM sebesar 93,33% atau terkonsentrasi pada kategori Paling Berperan (Lampiran 8), berdasarkan fungsi, keberadaan dan kepentinganya dalam memberikan wawasan tentang seni dan kebudayaan khususnya kerajinan - kerajinan suku Dayak serta dalam upaya untuk mengkomunikasikan keberadaan berbagai produk kerajinan tenun ikat Dayak agar lebih dikenal masyarakat luas. Tabel 31. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Peluang Galeri Mini Milik Koperasi JMM No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 1 Kurang Berperan 2 6, Cukup Berperan 6 20, Berperan 3 10, Sangat Berperan 7 23, Paling Berperan 12 40,00 Jumlah f. Fasilitas Fasilitas Pendukung Promosi Terdapatnya fasilitas-fasilitas seperti ruang tunggu di kantor pemerintahan dan tempat pameran seni dan budaya, dapat dijadikan sebagai outlet/counter dalam mempromosikan sekaligus memasarkan produk kerajinan tenun ikat Dayak. Pada variabel ini diperoleh nilai bobot sebesar 0,103 (Lampiran 2)

36 83 dan ratingnya 5 (Tabel 32), artinya adalah sebesar 93,33% fasilitas pendukung promosi tersedia atau terkonsentrasi pada kategori Paling Tersedia yang dapat dijadikan outlet/counter sebagai media promosi seperti : pusat perbelanjaan, pusat kerajinan tangan, stand pameran, ruang tunggu perkantoran serta galeri mini Koperasi JMM (Lampiran 8). Adanya fasilitas fasilitas pendukung tersebut, memberikan kemudahan bagi para pengajin untuk mempromosikan serta memasarkan produk yang dihasilkan pada ruang atau tempat yang lebih luas. Tabel 32. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Peluang Fasilitas-Fasilitas Pendukung Promosi No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 1 Terbatas 2 6, Cukup Tersedia 6 20, Tersedia 3 10, Sangat Tersedia 7 23, Paling Tersedia 12 40,00 Jumlah g. Kemajuan Dalam Bidang Teknologi, Informasi, Transportasi Dan Komunikasi Berkembangnya kemajuan di segala bidang baik teknologi, informasi, transportasi dan komunikasi dirasakan oleh pengrajin dapat mempermudah dan memperlancar usaha terutama dalam pemasaran produk kerajinan tenun ikat Dayak. Kemajuan dalam bidang teknologi dapat berupa ditemukannya alat tenun bukan mesin (ATBM) untuk mempelancar efisiensi proses produksi.

37 84 Akan tetapi, penggunaan alat ini belum dapat diadopsi oleh pengrajin disebabkan adanya pengaruh kebudayaan setempat serta perbedaan kualitas produk yang dihasilkan. Kemajuan dalam bidang transportasi terutama akses jalan yang baik memberikan kemudahan dalam memasarkan produk tenun ikat Dayak. Sedangkan kemajuan dalam bidang komunikasi yaitu digunakannya telepon atau handphone serta media internet dalam membantu serta mempelancar kegiatan pemasaran secara tidak langsung melalui kegiatan pemesanan. Dari hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,080 (Lampiran 2) dan ratingnya 5 (Tabel 33), artinya adalah berbagai kemajuan dalam berbagai bidang komunikasi, transportasi dan teknologi sebesar 93,31% atau terkonsentrasi pada kategori Paling Baik (Lampiran 8), dalam upaya mempelancar kegiatan pemasaran produk tenun ikat Dayak. Hal itu ditunjukkan dengan semakin baiknya kondisi jalan, komunikasi menggunakan jaringan telepon atau handphone serta ditemukannya Alat Tenun Mesin (ATM) berkapasitas industri. Oleh karena itu, untuk memenuhi permintaan pasar akan produk tenun ikat Dayak dalam bentuk barang jadi maka peran teknologi, informasi dan komunikasi sangat diperlukan untuk menghasilkan produk yang memiliki efisiensi tinggi dan sesuai dengan selera atau kebutuhan pasar.

38 85 Tabel 33. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Peluang Kemajuan Dalam Bidang Teknologi, Informasi, Transportasi dan Komunikasi No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 1 Kurang Baik 2 6, Cukup Baik 2 6, Baik 5 16, Sangat Baik 7 23, Paling Baik 14 46,66 Jumlah Faktor Ancaman ( Threats ), yaitu menganalisa variabel variabel ancaman yang dimiliki oleh pengrajin dalam pemasaran produk kerajinan tenun ikat Dayak. Adapun variabel ancaman tersebut adalah : a. Kesamaan Motif Dari Pengrajin Lain Motif / Corak pada dasarnya menggambarkan suatu imajinasi dari pengrajin dan mencitrakannya kedalam bentuk kain tenun ikat Dayak. Motif juga menggambarkan ekspresi perasaan dari pengrajin yang terjadi saat melakukan kegiatan menenun. Pada umumnya motif-motif yang dihasilkan dapat dengan mudah dijiplak atau ditiru oleh pengrajin lain, yang membedakannya adalah mengartikan setiap motif yang terkandung dalam berbagai produk tenun ikat. Adapun hasil penelitian, variabel ini memiliki nilai bobot sebesar 0,047 (Lampiran 2) dan ratingnya sebesar 1 (Tabel 34), artinya adalah sebesar 56,66% produk yang dihasilkan sama atau

39 86 berada pada konsentrasi kategori Kurang Berbeda atau Sama (Lampiran 8). Hal ini dapat mengurangi keuntungan yang diperoleh pengrajin dalam usahanya disebabkan adanya motif yang sejenis yang ada dipasaran akan mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk, apalagi jika harga yang ditawarkan lebih murah dari produk asli tenun ikat. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meminimalkan usaha untuk meniru suatu produk orang lain dengan cara menghasilkan produk dengan motif yang sangat rumit serta memberikan hak paten terhadap motif tenun ikat Dayak yang ada. Tabel 34. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Ancaman Kesamaan Motif Dari Pengrajin Lain No. Rating Kategori Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 5 Sangat Berbeda 5 16, Berbeda 3 10, Cukup Berbeda 5 16, Kurang Berbeda 8 26, Tidak Berbeda 9 30,00 Jumlah b. Belum Adanya Merek Produk Pemberian merek pada produk bertujuan untuk memperkenalkan suatu produk agar mudah diingat dan dikenal masyarakat sehingga akan menimbulkan ketertarikan pada produk tersebut. Sampai pada saat ini, produk tenun ikat Dayak belum memiliki merek tersendiri dan hanya dikenal dari daerah asal pengrajin.

40 87 Hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,079 (Lampiran 2) dan ratingnya 4 (Tabel 35), artinya adalah peran merek dalam setiap produk tenun ikat sebesar 96,66% atau terkonsentrasi pada kategori Sangat Penting berdasarkan fungsinya sebagai daya tarik konsumen, pembeda dengan produk lain, meningkatkan nilai jual serta sebagai Brand Image suatu produk (Lampiran 8). Dengan tidak adanya merek akan menyulitkan konsumen dalam mengenal produk kerajinan tenun ikat Dayak serta akan mudah diklaim sebagai produk asli dari para pesaing. Oleh karena itu, pemberian merek dagang pada berbagai produk tenun ikat Dayak cukup diperlukan sehingga produk memiliki karakteristik/ciri khas tersendiri. Tabel 35. Hasil Rating Pengrajin Tenun Ikat Dayak Mengenai Variabel Ancaman Belum Adanya Merek Produk No. Rating Kriteria Jumlah Pengrajin ( % ) 1. 5 Paling Penting 3 10, Sangat Penting 12 40, Penting 6 20, Cukup Penting 8 26, Kurang Penting 1 3,33 Jumlah c. Kenaikan Harga Bahan Baku Kenaikan harga bahan baku akan mempengaruhi jumlah produksi kain tenun ikat yang dapat diproduksi oleh pengrajin pada jangka waktu tertentu. Bahan-baku tersebut berupa zat pewarna (alami dan kimia) serta benang katun. Zat pewarna

41 88 terutama dari bahan kimia dan benang katun merupakan bahan baku utama dalam proses produksi tenun ikat dayak yang sebagian besar dibeli dari Koperasi JMM. Jenis zat pewarna untuk warna kuning, merah dan hitam rata - rata dibeli dengan harga Rp per botol sedangkan benang katun rata rata dibeli dengan harga Rp per gulung. Hasil penelitian terhadap variabel ini didapatkan nilai bobot sebesar 0,092 (Lampiran 2) dan ratingnya 4 (Tabel 36), artinya adalah harga bahan baku yang digunakan untuk berbagai macam produk tenun ikat yang akan dihasilkan, sebesar 56,66% atau terkonsentrasi pada kategori Cukup Mahal (Lampiran 8), sehingga akan berdampak pada biaya produksi tenun ikat Dayak. Hal itu disebabkan, sebagian besar bahan baku dapat diperoleh dari lokasi setempat, dari tempat lain, dari luar negeri serta Koperasi JMM. Akan tetapi, kebanyakan para pengrajin masih tergantung kepada koperasi JMM dalam menyediakan semua bahan baku tersebut. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menyelaraskan kegiatan untuk menyediakan bahan baku yang cukup antara pengrajin dan koperasi JMM dalam bentuk kerjasama yang intensif.

DAFTAR ISI. RIWAYAT HIDUP... i. KATA PENGANTAR... ii. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. RIWAYAT HIDUP... i. KATA PENGANTAR... ii. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... i KATA PENGANTAR... ii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Masalah Penelitian...

Lebih terperinci

KAJIAN STRATEGI PEMASARAN KERAJINAN TENUN IKAT DAYAK DI DESA ENSAID PANJANG KECAMATAN KELAM PERMAI KABUPATEN SINTANG

KAJIAN STRATEGI PEMASARAN KERAJINAN TENUN IKAT DAYAK DI DESA ENSAID PANJANG KECAMATAN KELAM PERMAI KABUPATEN SINTANG KAJIAN STRATEGI PEMASARAN KERAJINAN TENUN IKAT DAYAK DI DESA ENSAID PANJANG KECAMATAN KELAM PERMAI KABUPATEN SINTANG Eva Dolorosa, Abdul Hamid A. Yusra, Ferdian Arisma Staf Pengajar Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berasal dari daerah Kalimantan Barat yang berbentuk selendang.

BAB I PENDAHULUAN. tradisional yang berasal dari daerah Kalimantan Barat yang berbentuk selendang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu warisan budaya Indonesia yang berasal dari daerah Kalimantan Barat adalah tenun ikat Dayak. Tenun ikat Dayak merupakan salah satu kerajinan tradisional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot

BAB I PENDAHULUAN. dari serangga atau hewan-hewan tertentu. Rumput, bambu, kupasan kulit dan otot-otot BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam kebutuhan yang terdiri dari kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Kebutuhan pangan berupa makanan, sandang berupa pakaian, dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis dari bab ke bab berikutnya yang. terurai diatas, dapat disimpulkan bahwa pembagian jenis ragam

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisis dari bab ke bab berikutnya yang. terurai diatas, dapat disimpulkan bahwa pembagian jenis ragam BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan analisis dari bab ke bab berikutnya yang terurai diatas, dapat disimpulkan bahwa pembagian jenis ragam hias motif seni kerajinan batik Pacitan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I ini akan dijabarkan mengenai latar belakang Galeri Kain Tenun Endek di Kota Denpasar, rumusan masalah, tujuan, dan metode penelitian yang digunakan. 1.1 Latar Belakang Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era perdagangan bebas dan persaingan global menuntut setiap perusahaan menerapkan strategi penjualan yang tepat. Dalam ilmu ekonomi, strategi pemasaran merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya merupakan suatu pola hidup yang berkembang dalam masyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, budaya memiliki kaitan yang sangat erat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Kabupaten Batubara yang terletak pada kawasan hasil pemekaran

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Kabupaten Batubara yang terletak pada kawasan hasil pemekaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Kabupaten Batubara yang terletak pada kawasan hasil pemekaran dari Kabupaten Asahan Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu daerah yang didiami masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembuatannya penuangan motif tenunan hanya berdasarkan imajinasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembuatannya penuangan motif tenunan hanya berdasarkan imajinasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat tradisional Nusa Tenggara Timur (NTT) tenunan sebagai harta milik keluarga yang bernilai tinggi karena kerajinan tangan ini sulit dibuat oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak negara di dunia yang kaya akan kebudayaan. Kebudayaan di Indonesia tersebar di hampir semua aspek kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik unit usaha yang bergerak dalam penjualan barang maupun jasa, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. baik unit usaha yang bergerak dalam penjualan barang maupun jasa, tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seluruh unit usaha mempunyai tujuan untuk tetap hidup dan berkembang, baik unit usaha yang bergerak dalam penjualan barang maupun jasa, tujuan tersebut dapat dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pelestarian budaya bukan hanya yang berhubungan dengan masa lalu, namun justru membangun masa depan yang menyinambungkan berbagai potensi masa lalu

Lebih terperinci

Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik

Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik Seni batik merupakan salah satu kebudayaan lokal yang telah mengakar di seluruh kalangan masyarakat Indonesia. Bila awalnya kerajinan batik hanya berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri kecil mempunyai peranan penting tidak saja di negara-negara sedang

I. PENDAHULUAN. Industri kecil mempunyai peranan penting tidak saja di negara-negara sedang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri kecil mempunyai peranan penting tidak saja di negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju. Di Indonesia, walaupun pada awalnya

Lebih terperinci

BAB II BATIK BASUREK SEBAGAI IDENTITAS BENGKULU

BAB II BATIK BASUREK SEBAGAI IDENTITAS BENGKULU BAB II BATIK BASUREK SEBAGAI IDENTITAS BENGKULU 2.1. Kain Batik Basurek Bengkulu Kain Basurek merupakan salah satu bentuk batik hasil kerajinan tradisional daerah Bengkulu yang telah diwariskan dari generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi negara yang kaya dengan keunikan dari masing-masing suku tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi negara yang kaya dengan keunikan dari masing-masing suku tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ragam hias merupakan ciri khas dari setiap suku yang memilikinya. Indonesia yang merupakan negara dengan suku bangsa yang beraneka ragam tentulah juga menjadi negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berbagai jenis kain tradisional yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan kain-kain tersebut termasuk salah satu bagian dari kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat Indonesia yang tinggal di Kepulauan Nusantara dengan bangga dalam hal keanekaragaman kebudayaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di daerah Sumatera Utara terdapat beberapa suku, salah satunya adalah suku Batak,

BAB I PENDAHULUAN. Di daerah Sumatera Utara terdapat beberapa suku, salah satunya adalah suku Batak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di daerah Sumatera Utara terdapat beberapa suku, salah satunya adalah suku Batak, yang dalam kehidupan sosialnya, tidak terlepas dari suatu tradisi yang disebut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman dari waktu ke waktu, yang diiringi dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi, telah membawa manusia kearah modernisasi dan globalisasi.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Indentifikasi faktor internal dan eksternal sangat dibutuhkan dalam pembuatan strategi. Identifikasi faktor internal

Lebih terperinci

MUSEUM BATIK PEKALONGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR

MUSEUM BATIK PEKALONGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR MUSEUM BATIK PEKALONGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN : PKM KEWIRAUSAHAAN. Disusun oleh :

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA BIDANG KEGIATAN : PKM KEWIRAUSAHAAN. Disusun oleh : LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA DISTRIBUSI BATIK BESUREK DENGAN MEREK DAGANG BATIK SAYO SEBAGAI UPAYA MEMPERKENALKAN KEBUDAYAAN BENGKULU BIDANG KEGIATAN : PKM KEWIRAUSAHAAN Disusun oleh : Ketua

Lebih terperinci

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara

Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara RAGAM HIAS TENUN IKAT NUSANTARA 125 Ragam Hias Tenun Ikat Nusantara A. RINGKASAN Pada bab ini kita akan mempelajari sejarah teknik tenun ikat pada saat mulai dikenal masyarakat Nusantara. Selain itu, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi. tersebut agar usaha perusahaan dapat berjalan lancar.

BAB I PENDAHULUAN. pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi. tersebut agar usaha perusahaan dapat berjalan lancar. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 50 BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1 Faktor Internal Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik individu yang dimiliki responden yang berbeda satu sama lain. Responden dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang terbesar dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang terbesar dibandingkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang terbesar dibandingkan dengan bagian manapun juga di dunia ini. Setiap suku di Indonesia mempunyai ciri khas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak milik hasil pemikiran yang bersifat

I. PENDAHULUAN. Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak milik hasil pemikiran yang bersifat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak kekayaan intelektual merupakan suatu hak milik hasil pemikiran yang bersifat tetap dan eksklusif serta melekat pada pemiliknya. Hak kekayaan intelektual timbul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada era globalisasi ini, kebutuhan teknologi komputer sangat dibutuhkan oleh manusia. Hal ini berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan, yang biasanya selalu dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang memiliki keanekaragaman dan warisan budaya yang bernilai tinggi yang mencerminkan budaya bangsa. Salah satu warisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang penuh akan keanekaragaman budaya. Salah satu keanekaragamannya dapat dilihat pada perbedaan dalam pakaian adat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Penjelasan Judul Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Penjelasan Judul Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Penjelasan Judul Perancangan Promo Eksplorasi Dan Aplikasi Ragam Hias Ulos Batak merupakan kegiatan rancangan kerja yang berlandaskan pada teknik eksplorasi dan aplikasi kain tenun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis telah berkembang pesat saat ini baik dalam pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis telah berkembang pesat saat ini baik dalam pasar domestik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis telah berkembang pesat saat ini baik dalam pasar domestik (nasional) maupun dimasa internasional, dimana untuk memenangkan persaingan perusahaan

Lebih terperinci

BAB III DATA, PROSES EKSPLORASI DAN ANALISA

BAB III DATA, PROSES EKSPLORASI DAN ANALISA BAB III DATA, PROSES EKSPLORASI DAN ANALISA 3.1 Analisa Data Lapangan Untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap tentang tenun baduy, Penulis mengadakan perjalanan ke salah satu desa pemukiman masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN KAIN ENDEK BALI SEBAGAI INDUSTRI PARIWISATA KREATIF (STUDI KASUS DENPASAR)

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN KAIN ENDEK BALI SEBAGAI INDUSTRI PARIWISATA KREATIF (STUDI KASUS DENPASAR) ANALISIS STRATEGI PEMASARAN KAIN ENDEK BALI SEBAGAI INDUSTRI PARIWISATA KREATIF (STUDI KASUS DENPASAR) Deannisa Hakika Putri I Wayan Suardana I GPB Sasrawan Mananda Email : deannisa@gmail.com PS. S1 Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik, merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang sudah sangat terkenal, baik lokal maupun di dunia internasional. Batik sudah diakui dunia sebagai salah satu

Lebih terperinci

Nama jenis produk kerajinan tekstil beserta gambar dan komentarnya

Nama jenis produk kerajinan tekstil beserta gambar dan komentarnya Nama jenis produk kerajinan tekstil beserta gambar dan komentarnya kerajinan batik,batik merupakan warisan budaya indonesia. kerajinan pahat, kerajinan yang membutuhkan ketekunan. kerajinan ukir, adalah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Strategi bisnis APIP S Kerajinan Batik menggunakan aliansi strategis dengan sebagai

BAB V PENUTUP. Strategi bisnis APIP S Kerajinan Batik menggunakan aliansi strategis dengan sebagai BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Strategi bisnis APIP S Kerajinan Batik menggunakan aliansi strategis dengan sebagai strategi mencapai keunggulan bersaing. Tipe aliansi pada APIP S Kerajinan Batik adalah Nonequity

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri menjadi negara Industrialisasi menuju modernis,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri menjadi negara Industrialisasi menuju modernis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan sains dan teknologi, Indonesia terus mengembangkan diri menjadi negara Industrialisasi menuju modernis, adapun wajah lama sebagai negara

Lebih terperinci

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM. Mengoptimalkan Peluang Bisnis Online Shop di Tengah Perkembangan Trend Fashion di Indonesia

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM. Mengoptimalkan Peluang Bisnis Online Shop di Tengah Perkembangan Trend Fashion di Indonesia PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM Mengoptimalkan Peluang Bisnis Online Shop di Tengah Perkembangan Trend Fashion di Indonesia BIDANG KEGIATAN: PKM Kewirausahaan Diusulkan oleh: Hana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Tempat Penelitian Kota Bandung terletak di antara 107 36 bujur timur dan 6 55 lintang selatan. Secara topografi, Kota Bandung terletak pada ketinggian 791 m

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mencapai sasaran pembangunan nasional, pembangunan pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mencapai sasaran pembangunan nasional, pembangunan pada bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mencapai sasaran pembangunan nasional, pembangunan pada bidang industri merupakan suatu program pemerintah untuk mencapai pembangunan nasiaonal. Oleh karena

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI DENGAN MEMPERTIMBANGKAN FAKTOR BAURAN PEMASARAN (MARKETING MIX) Sunyoto 1

FORMULASI STRATEGI DENGAN MEMPERTIMBANGKAN FAKTOR BAURAN PEMASARAN (MARKETING MIX) Sunyoto 1 FORMULASI STRATEGI DENGAN MEMPERTIMBANGKAN FAKTOR BAURAN PEMASARAN (MARKETING MIX) Sunyoto 1 Abstrak: Strategi pemasaran sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada sangat diperlukan untuk memberikan kepuasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 M u s e u m T e k s t i l B e n g k u l u

BAB I PENDAHULUAN. 1 M u s e u m T e k s t i l B e n g k u l u BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negeri yang kaya akan sejarah, budaya, dan kekayaan alamnya. Sejak masih jaman Kerajaan, masyarakat dari seluruh pelosok dunia datang ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payung Geulis Nova Juwita, 2014 Analisis Estetik Payung Geulis Tasikmalaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Payung Geulis Nova Juwita, 2014 Analisis Estetik Payung Geulis Tasikmalaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggarapan produk kerajinan tradisional pada kelompok masyarakat pekriya tradisional di daerah-daerah di Indonesia banyak dipengaruhi oleh latar belakang sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk generasi selanjutnya hingga sampai saat ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk generasi selanjutnya hingga sampai saat ini. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kebudayaan. Kebudayaan dilestarikan dan di wariskan secara turun menurun dari nenek moyang terdahulu untuk generasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Strategi Pemasaran Home Industry Manik-manik Beads Flower. Pemasaran merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu industri

BAB IV ANALISIS DATA. A. Strategi Pemasaran Home Industry Manik-manik Beads Flower. Pemasaran merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu industri BAB IV ANALISIS DATA A. Strategi Pemasaran Home Industry Manik-manik Beads Flower Pemasaran merupakan unsur yang sangat penting dalam suatu industri besar maupun kecil. Pemasaran bertujuan untuk mempromosikan

Lebih terperinci

BAB II METODE PERANCANGAN

BAB II METODE PERANCANGAN BAB II METODE PERANCANGAN A. ORISINALITAS 1. Karya sejenis 1.1. Sepatu Boots Pengguna sepatu boots sekarang dapat memilih jenis apa yang akan mereka kenakan, apakah sepatu boot kulit, sepatu boot kanvas,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah Penulis melakukan analisis terhadap lingkungan industri yang dihadapi oleh Dewi Sambi Tenun dan Perancangan saluran distribusi multi channel Marketing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan mengembangkan sikap professional dalam bidang keahlianyang. maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan mengembangkan sikap professional dalam bidang keahlianyang. maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti

Lebih terperinci

Menenun Impian Berbuah Kebahagiaan

Menenun Impian Berbuah Kebahagiaan Catatan Pengalaman Seorang Penenun: Menenun Impian Berbuah Kebahagiaan Oleh Magsima Rupina, Ransi Panjang, Sintang boleh berkeluarga dulu katanya lembut. Saya putus sekolah, sejak tahun 1984 saya tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas masyarakat

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas masyarakat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

Maulana Achmadi, Lisna Pekerti, Rizky Musfiati, Siti Juwariyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin

Maulana Achmadi, Lisna Pekerti, Rizky Musfiati, Siti Juwariyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin PKMK-2-9-2 PENYULUHAN DAN PELATIHAN PENGRAJIN KAIN SASIRANGAN DI KELURAHAN SEBERANG MESJID KECAMATAN BANJARMASIN TENGAH KOTA BANJARMASIN DALAM RANGKA PENINGKATAN MUTU DAN KUALITAS SASIRANGAN Maulana Achmadi,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN PARIWISATA SPIRITUAL

BAB IV METODE PENELITIAN PARIWISATA SPIRITUAL BAB IV METODE PENELITIAN PARIWISATA SPIRITUAL P ada dasarnya setiap penelitian memerlukan metode penelitian. Penelitian pariwisata maupun penelitian-penelitian bidang keilmuan sosial humaniora lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan salah satu komponen yang mempunyai sumbangan cukup besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan pemerataan pendapatan

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun

I. PENDAHULUAN. yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki moto atau semboyan Bhineka Tunggal Ika, artinya yakni berbeda-beda tetapi tetap satu. Maknanya meskipun berbeda-beda namun pada hakikatnya bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekayaan alam dan keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia menjadikan bumi pertiwi terkenal di mata internasional. Tidak terlepas oleh pakaian adat dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Strategi Pengembangan Pariwisata Sekitar Pantai Siung Berdasarkan Analisis SWOT Strategi pengembangan pariwisata sekitar Pantai Siung diarahkan pada analisis SWOT.

Lebih terperinci

IDQAN FAHMI BUDI SUHARDJO

IDQAN FAHMI BUDI SUHARDJO RINGKASAN EKSEKUTIF WISHNU TIRTA, 2006. Analisis Strategi Penggunaan Bahan Baku Kayu Bersertifikat Ekolabel Di Indonesia. Di bawah bimbingan IDQAN FAHMI dan BUDI SUHARDJO Laju kerusakan hutan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerajinan batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Meluasnya kesenian batik menjadi milik rakyat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri sepatu di era globalisasi seperti sekarang ini berada dalam persaingan yang semakin ketat. Terlebih lagi sejak tahun 2010 implementasi zona perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan salah satu seni budaya Indonesia yang sudah menyatu dengan masyarakat Indonesia sejak beberapa abad lalu. Batik menjadi salah satu jenis seni kriya yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakaian merupakan kebutuhan dasar yang memiliki beragam. makna bagi manusia. Pakaian tidak hanya berfungsi sebagai pelindung

I. PENDAHULUAN. Pakaian merupakan kebutuhan dasar yang memiliki beragam. makna bagi manusia. Pakaian tidak hanya berfungsi sebagai pelindung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakaian merupakan kebutuhan dasar yang memiliki beragam makna bagi manusia. Pakaian tidak hanya berfungsi sebagai pelindung tubuh, tetapi juga berfungsi sebagai identitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu hasil produksi Indonesia yang termasuk ke dalam komoditi non

I. PENDAHULUAN. Salah satu hasil produksi Indonesia yang termasuk ke dalam komoditi non I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu hasil produksi Indonesia yang termasuk ke dalam komoditi non minyak dan gas bumi (migas) adalah kerajinan tangan. Produk kerajinan tangan terdiri dari bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB 4. ANALISIS dan HASIL PENELITIAN

BAB 4. ANALISIS dan HASIL PENELITIAN 58 BAB 4 ANALISIS dan HASIL PENELITIAN 4.1 Faktor Internal-Eksternal Perusahaan PT. Unilever Indonesia Tbk dalam kegiatannya memiliki beberapa faktor baik faktor internal maupun faktor eksternal yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dituntut untuk dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dituntut untuk dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan pasar yang semakin ketat secara tidak langsung akan mempengaruhi usaha suatu perusahaan dalam mempertahankan pangsa pasar. Setiap perusahaan dituntut

Lebih terperinci

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM TASAMBO MATEMATIK BERBASIS BAMBU DAN LIMBAH KAIN PERCA (Kerajinan Tas Seni Modern Menuju Visit Lombok Sumbawa 2013) BIDANG KEGIATAN : PKM - K Diusulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan karya seni budaya bangsa Indonesia yang dikagumi dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan karya seni budaya bangsa Indonesia yang dikagumi dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Batik merupakan karya seni budaya bangsa Indonesia yang dikagumi dunia. Diantara berbagai jenis kain tradisional Indonesia lainnya yang dibuat dengan proses celup rintang

Lebih terperinci

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM: PECINTA BUDAYA BAJU BATIK MODERN REMAJA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN BUDAYA BANGSA BIDANG KEGIATAN

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM: PECINTA BUDAYA BAJU BATIK MODERN REMAJA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN BUDAYA BANGSA BIDANG KEGIATAN USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM: PECINTA BUDAYA BAJU BATIK MODERN REMAJA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN BUDAYA BANGSA BIDANG KEGIATAN PKM-KEWIRAUSAHAAN Di Usulkan Oleh: 1.RINA ANJARSARI

Lebih terperinci

cenderung terbuka dan menganut proses pembelajaran. Analisis lingkungan eksternal bisnis dari sebuah perusahaan sangat bagus

cenderung terbuka dan menganut proses pembelajaran. Analisis lingkungan eksternal bisnis dari sebuah perusahaan sangat bagus 24 cenderung terbuka dan menganut proses pembelajaran. 2.7 Analisis Lingkungan Eksternal Bisnis Analisis lingkungan eksternal bisnis dari sebuah perusahaan sangat bagus apabila digunakan untuk membantu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAYA SAING KONVEKSI SEMAR DI KECAMATAN KARANGPILANG KELURAHAN KEDURUS KOTA SURABAYA

BAB IV ANALISIS DAYA SAING KONVEKSI SEMAR DI KECAMATAN KARANGPILANG KELURAHAN KEDURUS KOTA SURABAYA BAB IV ANALISIS DAYA SAING KONVEKSI SEMAR DI KECAMATAN KARANGPILANG KELURAHAN KEDURUS KOTA SURABAYA A. Analisis Daya Saing Konveksi Semar Daya saing merupakan suatu konsep perbandingan kemampuan dan kinerja

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN KAMPUNG WISATA BATIK KAUMAN DALAM MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN

NASKAH PUBLIKASI STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN KAMPUNG WISATA BATIK KAUMAN DALAM MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN NASKAH PUBLIKASI STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN KAMPUNG WISATA BATIK KAUMAN DALAM MENINGKATKAN KUNJUNGAN WISATAWAN Karya Ilmiah Diajukan Sebagai Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Imu Komunikasi Disusun

Lebih terperinci

KAJIAN ANALISIS SWOT PADA INDUSTRI KONVEKSI DI CIPAYUNG DEPOK

KAJIAN ANALISIS SWOT PADA INDUSTRI KONVEKSI DI CIPAYUNG DEPOK S. Marti ah / Journal of Applied Business and Economics Vol. No. 1 (Sept 2016) 26-4 KAJIAN ANALISIS SWOT PADA INDUSTRI KONVEKSI DI CIPAYUNG DEPOK Oleh: Siti Marti ah Program Studi Teknik Informatika Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau dengan beragam suku dan budaya di tiap-tiap daerah. Dari tiap-tiap daerah di Indonesia mewariskan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa budaya dan karya seni Indonesia ini adalah seni kerajinan tangan. kerajinan logam, kerajinan gerabah, dan kerajinan tenun.

BAB I PENDAHULUAN. beberapa budaya dan karya seni Indonesia ini adalah seni kerajinan tangan. kerajinan logam, kerajinan gerabah, dan kerajinan tenun. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki berbagai macam budaya dan karya seni, diantara beberapa budaya dan karya seni Indonesia ini adalah seni kerajinan tangan. Beberapa seni kerajinan

Lebih terperinci

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG 1.1. Latar Belakang Bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai dan bangga akan kebudayaannya sendiri. Dari kebudayaan suatu bangsa bisa dilihat kemajuan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pembentukan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil pada Bab IV. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata, agar dapat menarik untuk dikunjungi oleh para wisatawan,

BAB I PENDAHULUAN. wisata, agar dapat menarik untuk dikunjungi oleh para wisatawan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan dalam bidang kepariwisataan dicerminkan dengan semakin meningkatnya arus kunjungan wisatawan lokal maupun mancanegara. Untuk pengembangan suatu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 merupakan momen yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 merupakan momen yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 merupakan momen yang menakutkan bagi perekonomian Indonesia. Krisis pada saat itu telah mengganggu seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pangsa pasar dan mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, perusahaan harus

BAB 1 PENDAHULUAN. pangsa pasar dan mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, perusahaan harus BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia telah memasuki era globalisasi, dimana persaingan di dunia bisnis akan semakin ketat. Perkembangan teknologi dan reformasi ekonomi dilakukan negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendukung karya ( Van De Ven, 1995:102 ) seperti figure manusia, tokoh

BAB I PENDAHULUAN. pendukung karya ( Van De Ven, 1995:102 ) seperti figure manusia, tokoh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Boneka adalah salah satu karya seni yang berupa macam-macam bentuk, Bentuk ini merupakan organisasi atau satu kesatuan, atau komposisi dari unsurunsur pendukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Suatu perusahaan yang bergerak dalam sebuah industri hampir tidak ada yang bisa terhindar dari persaingan. Setiap perusahaan harus memiliki suatu keunggulan kompetitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu. sebuah usaha bisa tumbuh menjadi besar.

BAB I PENDAHULUAN. taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu. sebuah usaha bisa tumbuh menjadi besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memulai sebuah usaha memang harus didahului dengan taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu membutuhkan modal yang besar. Mengawalinya dengan

Lebih terperinci

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON

2015 PENGARUH DIVERSIFIKASI PRODUK DAN PERSAINGAN TERHADAP PENDAPATAN PENGUSAHA BATIK DI CIREBON BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Banyak kota di Indonesia yang memproduksi batik dan tiap kota memiliki ciri tersendiri akan batik yang diproduksinya, seperti di Solo, Yogyakarta, Cirebon

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membangun perekonomian nasional dalam konteks perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membangun perekonomian nasional dalam konteks perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun perekonomian nasional dalam konteks perkembangan ekonomi bebas saat ini, setiap negara terutama negara-negara yang sedang berkembang diharapkan mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang memiliki ragam warisan budaya. Seiring perubahan zaman, kemajuan teknologi menimbulkan perubahan pola hidup masyarakat Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB II Kajian Teori. Kerajinan adalah hal yang berkaitan dengan buatan tangan atau kegiatan

BAB II Kajian Teori. Kerajinan adalah hal yang berkaitan dengan buatan tangan atau kegiatan BAB II Kajian Teori 2.1 Pengertian Kerajinan Kerajinan adalah hal yang berkaitan dengan buatan tangan atau kegiatan yang berkaitan dengan barang yang dihasilkan melalui keterampilan tangan (kerajinan tangan),

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 123 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa data-data dan pembahasan pada bab sebelum ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Karakteristik dan Kondisi Industri Tenun

Lebih terperinci

BAB IV PEMECAHAN MASALAH

BAB IV PEMECAHAN MASALAH BAB IV PEMECAHAN MASALAH 4.1 Konsep Umum Konsep dari media yang akan dibuat adalah membantu pengajar dalam memberikan pengajaran pada siswa dalam belajar pengetahuan desain. Media pembelajaran yang disebut

Lebih terperinci

Menata Pola Ragam Hias Tekstil

Menata Pola Ragam Hias Tekstil MENATA POLA RAGAM HIAS TEKSTIL 81 Menata Pola Ragam Hias Tekstil A. RINGKASAN Dalam bab ini kita akan belajar menata pola ragam hias tekstil. Sebelumnya kita telah memiliki pengetahuan tentang keragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batik merupakan kerajinan bernilai seni tinggi dan menjadi salah satu warisan budaya Indonesia. Kain batik yang memiliki corak yang beragam serta teknik pembuatannya

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur ( DP3A )

TUGAS AKHIR. Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur ( DP3A ) TUGAS AKHIR Dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur ( DP3A ) ART CENTRE SEBAGAI PUSAT INFORMASI DAN PEMASARAN KERAJINAN UKIR DENGAN NUANSA TRADISIONAL LOKAL (dalam pemukiman industri ukir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan Indonesia tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh wilayahnya. Setiap daerah di Indonesia memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN TERHADAP PENINGKATAN PENJUALAN PADA TOKO PONSEL RIN PULSA.

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN TERHADAP PENINGKATAN PENJUALAN PADA TOKO PONSEL RIN PULSA. ANALISIS STRATEGI PEMASARAN TERHADAP PENINGKATAN PENJUALAN PADA TOKO PONSEL RIN PULSA. Nama : Syaiful Bahri Npm : 181740 Kelas : EA6 Fakultas : Ekonomi Jurusan : Manajemen Pembimbing : Sri Kurniasih Agustin

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka. pada bab ini akan disampaikan kesimpulan yang menjawab

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka. pada bab ini akan disampaikan kesimpulan yang menjawab BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini akan disampaikan kesimpulan yang menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini. Penjelasan yang terkait

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PRODUK DAN STRATEGI PEMASARAN BAHAN BUSANA BATIK BANTULAN DENGAN STILASI MOTIF ETHNO MODERN

PENGEMBANGAN PRODUK DAN STRATEGI PEMASARAN BAHAN BUSANA BATIK BANTULAN DENGAN STILASI MOTIF ETHNO MODERN PENGEMBANGAN PRODUK DAN STRATEGI PEMASARAN BAHAN BUSANA BATIK BANTULAN DENGAN STILASI MOTIF ETHNO MODERN Oleh: Sri Wening, Enny Zuhni K, Sri Emy Yuli S A. Latar Belakang Masalah Batik merupakan warisan

Lebih terperinci

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM KAPEIN (KAOS PEMUDA INDONESIA) BIDANG KEGIATAN: PKM KEWIRAUSAHAAN.

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM KAPEIN (KAOS PEMUDA INDONESIA) BIDANG KEGIATAN: PKM KEWIRAUSAHAAN. USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM KAPEIN (KAOS PEMUDA INDONESIA) BIDANG KEGIATAN: PKM KEWIRAUSAHAAN Diusulkan oleh: 1. ELISA ESTI RAHAYU (B0115021) 2. ANI SUYANTI (B0115005) 3. BEKTI MARDIASTUTI

Lebih terperinci