GAIRAH KERJA URANG SUNDA

Transkripsi

1 GAIRAH KERJA URANG SUNDA (Jurnal Bahasa, Sastra, dan Budaya WAHANA, Vol. 2 No. 5 Tahun 2010, ISSN ) Oleh: Yuyus Rustandi FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR 2010

2 GAIRAH KERJA URANG SUNDA Sebuah kata yang sering terdengar dalam kehidupan urang Sunda adalah kata hoream yang mengandung arti sulit untuk pelarian ke alam kebatinan dan terlalu besar percaya kepada nasib, sehingga urang Sunda tidak bisa menonjol, sangat ditempuh atau tidak berselera untuk tergantung kepada orang lain, dan mutu menempuh dan mencapai sesuatu. Sebuah kenyataan bahwa orang yang tidak pernah mengucapkan kata hoream adalah mereka yang berhasil dalam menjalani kehidupannya. Menurut Herman Suardi (2001) dalam kebiasaan kehidupan urang Sunda ditemui dua tipe manusia; yaitu manusia yang selalu giat untuk menembus segala macam rintangan, dan manusia yang tidak memiliki kekuatan mental untuk menembus segala rintangan, atau tipe manusia yang mudah menyerah. Menurut Koentjaraningrat, salah satu sifat kerja menurun. Budaya kerja urang Sunda tergolong budaya santai, yang menyiratkan seakan tidak ada keharusan bagi urang Sunda mencapai sesuatu. Sedangkan gairah kerja urang Sunda berada dalam kondisi yang lemah serta bersifat cepat menyerah. Kalau diruntut, tentu saja hal ini terlihat dari kecenderungan bahwa urang Sunda tidak memiliki orientasi ke depan. Pada umumnya urang Sunda bersifat masa bodo terhadap hari depan. Sering terdengar kata kumaha isuk, ungkapan ini tidak kemudian menjadi isukan kumaha. Oleh masyarakat Indonesia pada umumnya karena urang Sunda selalu mengatakan adalah memilliki orientasi ke depan lemah, indikasi hal tersebut tampak dalam diri urang Sunda yang tidak membiasakan diri menabung, hidup cenderung tidak hemat; kuma isuk, maka dalam kehidupan tidak pernah hemat dan kalau mendapat uang atau apapun dihabiskan tidak ditabung. Hal ini sering disebut rejeki maungeun. Tidak

3 ada keyakinan bahwa hari depan dapat dibuat lebih baik dari hari ini. Hal ini berkaitan dengan sifat boros yang tidak mau menyimpan segala sesuatu untuk hari depan. Urang Sunda sebenarnya banyak kesempatan mencapai puncak usaha dan karir apapun, namun disayangkan selalu hadir ilustrasi hoream, sebagai contoh dalam kehidupan para petani Sunda, kerbau atau sapi penarik bajak sudah berhenti sebelum datangnya siang hari, hal ini dikenal dengan sebutan wanci pecat sawed (sawed: peralatan bajak yang menempel di pundak kerbau tau sapi). Lalu kerbau pun berkubang, sementara Bapak Tani beristirahat sambil menyantap sarapannya. Namun konon di Thailand, kerbau tersebut membajak sawah sampai sore hari, dan tentu saja hal ini bukan disebabkan oleh spesies yang berbeda antara kerbau Sunda dengan kerbau Thailand. Menurut penyelidikan spesiesnya sama, yang membedakan bukan kerbaunya, tetapi the man behind the carbow. Selain itu urang Sunda terkesan selalu berpaling ke akhirat. Karena tidak banyak sukses di dunia, maka urang Sunda menghibur diri dengan suatu harapan, apabila di dunia kehabisan, suatu saat nanti akan memperoleh sesuatu yang baik di akhirat. Pada umumnya para pengusaha di kalangan rakyat bertindak menurut kaidahkaidah bisnis. Namun ada pula dalam pelaksanaannya lamban dalam memberikan respon apabila menemukan kesempatan. Para pembuat sepatu di Ciomas Bogor tergolong pengusaha yang maju, namun bila pesanan meningkat cukup besar, mereka hanya mampu meningkatkan produksi setengah dari pesanan. Modal mereka lebih dari memadai, tetapi uang tersebut digunakan untuk tujuan-tujuan lain yang sifatnya konsumtif, dan meskipun ada kesempatan, jatah uang tersebut tidak dapat dialihkan pada bidang produksi karena bidang konsumtif pun mempunyai kaitan dengan orang lain yang tidak bisa ditunda.

4 Sifat-sifat urang Sunda di atas, disebut pula dengan lemah karsa. Lemah karsa bukanlah malas, tapi seseorang yang dihinggapi lemah karsa berperilaku sangat lunak, tidak ada paksaan untuk mencapai kesuksesan. Gairah kerja urang Sunda tidak mengharuskan seseorang mencapai prestasi, yang terpenting adalah hidup cukup dan dapat bertahan. Dalam hal cepat menyerah, biasanya bila menghadapi kesulitan mengucapkan ngajerit maratan langit ngoceak maratan jagat, bukannya karena ada anekdot menak yang tidak pernah bekerja tetapi lantang dalam suruh menyuruh. Sementara itu yang bekerja hanyalah somah, seperti petani, buruh, rakyat jelata. Pandangan hidup kita sangat berbeda dengan masyarakat maju. Bekerja pada masyarakat maju adalah harga diri, mereka merasa berdosa bila tidak ada yang dikerjakan. Para orang tua pun tetap bekerja, tidak pernah mengandalkan pertolongan orang lain, termasuk dari anak cucunya. Timbulnya penyakit lemah karsa berupaya usaha yang maratan langit. ini berkaitan pula dengan kesalahan Selain itu pundungan, hal ini bertolak belakang jika dibandingkan dengan Wong Jowo, sehingga Wong Jowo lah yang menduduki tempat-tempat strategis di pabrik atau perusahaan. Gariah kerja masyarakat Indonesia pada umumnya dan urang Sunda khusunya adalah lemah. Dalam sistem masyarakat kita, kerja tidak dihargai seperti dalam sistem masyarakat maju. Masyarakat kita pandangan dan pergeseran orientasi dalam ajaran Islam, masyarakat Indonesia pada umumnya dan urang Sunda khususnya terlalu menafsirkan akhirat lebih penting daripada dunia, padahal jelas-jelas Allah SWT memerintahkan manusia untuk menjadi khalifatullah yang memandang dunia akherat sama pentingnya, dan hadis Nabi yang artinya: bekerjalah seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya, dan mendambakan agar tidak usah berkerja,

5 beribadahlah seolah-olah kamu akan mati besok. Tulisan ini berupaya menggambarkan gairah kerja urang Sunda pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Gairah kerja Urang Sunda adalah lemah. Pandangan tentang kerja dalam masyarakat kita kurang dihargai, karena kerja hanyalah untuk para somah (rakyat), petani, buruh, pedagang, dsb. sementara masyarakat kita umumnya ingin menjadi menak atau juragan yang tidak bekerja. Cepat menyerah merupakan karakteristik yang menonjol dari lima sifat lemah karsa. Urang Sunda menyukai uangkapan ngajerit maratan langit, dan suka pundungan.

6 DAFTAR PUSTAKA Boeke, J.H. Pra Kapitalisme di Asia. Jakarta: Sinar Harapan Burger, D.H. Perubahan-Perubahan Struktur Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Bharata Karya Aksara Geertz, Clifford. Agricultural Involution. Jakarta: 1963 Herman Suardi. Respons Masyarakat Pedesaan Terhadap Modernisasi Produksi Pertanian, Terutama Padi. Yogjakarta: Gajah Mada University Press Herman Suardi. Roda Berputar, Dunia Bergulir. Kognisi Baru Tentang Timbul Tenggelamnya Sivilisasi. Bandung: Bakti Mandiri Hasan Mustafa. Etos Kerja Dalam Era Industrialisasi. Disertasi Universitas Pajajaran Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: 1983 Konferensi Internasional Budaya Sunda I, Pewarisan Budaya Sunda di Tengah Arus Globalisasi, Gedung Merdeka, Bandung, Agustus 2001