PERANAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT DALAM USAHA MENINGKATKAN KELUARGA SEJAHTERA PADA MASYARAKAT DESA TERTINGGAL
|
|
- Hengki Tedjo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Jurnal Sosiologi DILEMA PERANAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT DALAM USAHA MENINGKATKAN KELUARGA SEJAHTERA PADA MASYARAKAT DESA TERTINGGAL Sudarsana Dosen Mata Kuliah Perencanaan Sosial, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Abstract This study aimed at portraying the role of community groups on family s economic empowerment in Baleharjo a poor village in Sukodono sub-district of Sragen. By interviewing 60 respondents (82,7% males and 13,7% females), this study found that most respondents had only primary education or less, worked as famers or agricultural labourers. Their everage income was less than Rp ,00 eventhough a few of them had more than that. In addition, the community groups encouragment was not significantly followed by an increase in family income. Therefore, poverty was not sufficiently overcome with IDT (village poverty alleviation) program. Keywords: Community Groups, IDT (Village Poverty Alleviation) Undang-undang No. 10 Tahun 1992, pasal 1 ayat 11 menyebutkan pengertian mengenai keluarga sejah-tera yaitu keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang dengan masyarakat dan lingkungan. Pembangunan keluarga sejah-tera diarahkan pada pengembangan kualitas keluarga melalui upaya keluarga berencana dalam rangka membudayakan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera.tujuannya untuk mengembangkan kualitas keluarga agar timbul rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin (Achir, 1994). Gambaran tentang pengertian dan tujuan dari pembangunan keluarga sejahtera tersebut terasa sangat umum dan luas, sehingga pelaksanaannya memerlukan konsep dan tahap yang lebih operasional. BKKBN (1994) merumuskan lima kelompok dalam pembangunan keluarga sejahtera. Pertama, keluarga Pra Sejah-tera, yaitu keluarga-keluarga yang dapat memenuhi 32
2 ISSN : , Vol. 17 No. 1 Th 2004 kebutuhan dasarnya secara minimal, misalnya kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan. Kedua, Keluarga Sejahtera Tahap I, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebu-tuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan pendidikan, keluarga berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan tranporstasi. Ketiga, keluarga Sejahtera Tahap II, yaitu keluarga-keluarga yang di samping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya,juga dapat memenuhi seluruh kebutuhan sosial psiko-logisnya, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan untuk pengembangan seperti kebutuhan menabung dan memperoleh informasi. Keempat, keluarga Sejahtera Tahap III, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan untuk pengembangan, na-mun belum dapat memberikan sum-bangan maksimal pada masyarakat, berperan aktif dalam pembangunan di wilayahnya sebagai pengurus lembaga sosial ekonomi, keagamaan, kesenian, olah raga, pendidikan dan sebagainya. Kelima, Keluarga Sejahtera Tahap III Plus,adalah keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebu-tuhannya,baik dasar, sosial psikologis, dan kebutuhan untuk pengem-bangan serta memberikan sumbangan nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat. Tahap-tahap pembangunan keluarga sejahtera tersebut secara tersirat sudah menjadi tujuan, harapan, cita-cita setiap keluarga jauh sebelum program pembangunan keluarga sejahtera dilaksanakan. Apapun yang dikerjakan oleh pasangan senantiasa bertujuan mewujudkan semua tahap-tahap tersebut di atas. Pelaksanaan program pemba-ngunan nasional Indonesia membe-rikan kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh lapisan masyarakat untuk berperan aktif mengembangkan kemampuannya dan memanfaatkan hasil pembangunan. Namun dalam kenyataannya proses pembangunan belum bisa mengangkat status dan peranan seluruh lapisan masyarakat, sebagaimana diharapkan. Inpres Desa Tertinggal (IDT) merupakan program tambahan dan khusus untuk meningkatkan kesejah-teraan masyarakat di desa-desa yang tergolong miskin. Program ini bertu-juan untuk menumbuhkan dan memperkuat kemampuan mereka dengan meningkatkan taraf hidupnya lewat pengembangan kesempatan berusaha. Pemerintah menyediakan dukungan dana untuk dimanfaatkan oleh pendu-duk tersebut agar mereka meningkat taraf hidupnya serta kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Pelaksanaan program ini di desa diorganisasikan ke dalam kelom-pok swadaya masyarakat. Kelompok ini beranggotakan keluarga-keluarga berpenghasilan rendah dan terbatas kemampuan serta aksesnya dalam memperoleh pelayanan, sarana, pra-sarana serta permodalan untuk meme-nuhi kebutuhan dasarnya. Mereka mempersatukan diri kedalam usaha-usaha ekonomis untuk mendapatkan keuntungan. Kedua program besar, yaitu pembangunan keluarga sejahtera dan pembangunan desa tertinggal adalah program yang berupaya mengen-taskan kemiskinan dengan meningkatkan kemampuan sosial ekonomi-nya. Khususnya program IDT dikaitkan dengan upaya pembangunan keluarga sejahtera di desa tertinggal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang: pertama, karakteristik anggota kelompok swadaya masyarakat dan peranannya dalam memanfaatkan dana IDT untuk mengembangkan usahanya. Kedua, kerjasama anggota kelompok dan dinamika kelompok. Ketiga, karakteristik dan kondisi keluarga menurut tingkat kebutuhan yang dapat dipenuhi serta tahapan kondisi keluarga sejahtera yang dicapai. Keempat, hubungan antara peranan kelompok swadaya masyarakat 33
3 Jurnal Sosiologi DILEMA dengan tahapan keluarga sejahtera di desa tertinggal. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan perbaikan untuk mempersiapkan pem-bentukan kelompok swadaya masya-rakat di desa tertinggal. Kecuali itu ia juga diharapkan bermanfaat untuk masukan perbaikan dalam pelaksanaan pembangunan keluarga sejahtera, khususnya di desa tertinggal. Dan akhirnya penelitian ini diharapkan berguna untuk usaha meningkatkan dampak positif yang dapat dirasakan anggota kelompok, yaitu keluarga sebagai anggotanya dalam memanfaatkan dana IDT. Peranan diartikan sebagai tindakan aktif seseorang dalam kelompok yang mencerminkan status sosial sebagai tanggapan terhadap nilai dalam struktur sosial kelompoknya dan tindakan aktif yang timbul sebagai penyesuaian terhadap stimulus yang datang dari luar dengan mengaitkan-nya pada tujuan tertentu. Pandangan dari kalangan interaksionis seperti Mead dan Blumer (1994) menyebut-kan bahwa manusia tidak hanya mampu melaksanakan perannya, merespons orientasi nilai serta struktur sosial yang ada, tetapi juga secara aktif menciptakan perannya dalam masyarakat. Peran anggota kelompok swadaya masyarakat dalam menang-gapi bantuan dana yang disalurkan melalui program IDT berupa penyesuaian diri terhadap stimulus itu untuk mendapatkan manfaat sosial ekonomis yang sebesar-besarnya. Peranan aktif itu adalah sebuah reinterpretasi peran yang diembannya. Sehingga peranan yang dilakukan tidak hanya bersifat memainkan peran, menerapkan, melainkan sudah pada tingkat merumuskan perannya sendiri (Wirutomo,1994). Dan ini adalah peranan optimal yang dapat dilakukan oleh setiap orang dalam setiap kelompok. Weber (1993) merumuskan bagaimana hubungan antaraa stimulus dengan tindakan. Stimulus yang disampaikan kepada seseorang/ sekelompok orang yang memiliki pengalaman tertentu menimbulkan per-sepsi terhadap stimulus itu. Pema-haman yang tuntas serta penafsiran stimulus yang tetap dapat mendorong kearah tindakan seseorang yang rasional. Pembangunan keluarga sejah-tera sangat erat dengan upaya ke arah pemenuhan kebutuhan-kebutuhan keluarga itu agar mencapai kesejah-teraan hidup secara lahir dan batin, material dan spiritual. Kebutuhan diperlukan semenjak dari tingkat dasar, sosial psikologis sampai pada tingkat pemenuhan kebutuhan pengembangan. Secara operasional keluarga sejahtera diklarifikasikan ke dalam empat tahap, dan seluruhnya itu diukur melalui 22 variabel yang meng-gambarkan pemenuhan kebutuhan keluarga itu. Sehingga peningkatan kondisi keluarga sejahtera karena perlakuan suatu program dapat dilihat, diamati, diukur, serta dikategorisasikan ke dalam tahap-tahap: pra sejahtera, keluarga sejahtera I, II, III, dan keluarga sejahtera III Plus. Untuk keluarga di desa-desa tertinggal, variabel yang diukur untuk me-nentukan tingkat kesejahteraan kelu-arganya mencakup: pangan, sandang, papan, pendidikan, agama, KB, interaksi dengan lingkungan, trans-portasi tagungan, informasi dan peran-annya dalam masyarakat (Wirutomo, 1994). Tingkat kesejahteraan yang dicapai keluargakeluarga di kota dan di desa, di desa yang sama, dan di kota yang sama, tetapi berbeda tingkat kemajuan sosial ekonominya : berbeda pula antara satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan oleh karena adanya perbedaan dalam kualitas potensi sosial ekonominya masing-masing. Hasil studi mengenai program IDT sehubungan dengan pelaksanaan program itu di desa dan studi lain mengenai keluarga sejahtera berda-sarkan kriteria dan tahapan menurut BKKBN belum dilakukan oleh lembagalembaga di luar BKKBN. Sehingga data primer hasil studi lain yang dapat diacu dari studi ini belum dapat ditunjukkan. Penelitian ini adalah meru-pakan penelitian kuantitatif. Pelak-sanaan penelitian dilaksanakan dengan metode survei. Penelitian ini meng-ambil 34
4 ISSN : , Vol. 17 No. 1 Th 2004 lokasi desa Baleharjo, Kecamatan,Sukodono, Kabupaten Sra-gen. Data yang diraih dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung terhadap responden. Adapun data sekunder diperoleh dari kantor desa dan instansi yang terkait dengan program IDT. Populasi penelitian ini adalah anggota kelompok swadaya masya-rakat di desa lokasi penelitian. Sampel diambil sebanyak 60 responden atau sebesar 20 persen dari populasi yang ada dengan persen dari populasi yang ada dengan cara pengambilan sampel responden mengikuti prosedur Sys-tematic Random Sampling. Cara pengambilan sampel ini berdasarkan pada prinsip statistika, yaitu Central Limit Theorem (Bailey 1982). Prinsip ini memiliki asumsi bahwa n (besarnya sampel pengematan) berjumlah 30 atau lebih, maka distribusinya akan mengikuti kurve normal. Analisis data dilakukan untuk mendapatkan gambaran empiris ten-tang peranan kelompok swadaya masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga-keluarga di desa tertinggal penerima bantuan program IDT. Analisis deskriptif untuk melihat kecenderungan dan karak-teristik dari variabel-variabel yang dikembangkan dalam penelitian ini. Selanjutnya analisis hubungan, yaitu : hubungan antara peranan kelompok swadaya masyarakat dengan tingkat keluarga sejahtera di desa lokasi penelitian ini. Pembahasan 1. Karakteristik Responden Keseluruhan responden sejum-lah 86,7% adalah laki-laki dan sisanya perempuan.proporsi kelompok usia responden tahun sejumlah 60 persen dan sisanya 40% pada kelompok usia tahun ke atas. Status kawin, hasil penelitian lapangan menunjukkan 88,3% mereka berstatus kawin dan sisanya janda. Adapun jumlah anak yang dimiliki yang menonjol yaitu 41,7% mempunyai 3 orang anak atau lebih dan 36,7% mempunyai 2 orang anak dalam tiap keluarga. Dari sisi pendidikan terdapat 58,3% menunjukkan berpendidikan terakhir SD, bahkan tidak pernah sekolah sama sekali dijumpai sebesar 36,7% dan sisanya sebagian kecil tamat SLTP atau SLTA. Mereka sebagian besar (83,3%) adalah sebagai petani. Sisanya antara lain sebagai buruh, pedagang dan pegawai. Para isteri responden yang mengikuti program KB pada umumnya metode kontrasepsi yang digunakan adalah suntik, yaitu sebesar 33,3%, pil 25%, inplant digunakan oleh 26,7% dan sisanya menggunakan metode operative wanita (tubektomi). 2. Deskripsi Peranan Kelompok Swadaya Masyarakat Mereka mengetahui tentang kelompok swadaya masyarakat karena menjadi anggota kelompok swadaya masyarakat. Tentang motivasi berdasar atas kemauannya sendiri dinyatakan oleh 96,7% dan dicatat sebagai anggota diakui 3,3%. Dari jenis usahanya yang dikembangkan melalui program IDT terdapat 70% adalah jenis usaha lama dan jenis usaha baru dinyatakan oleh 30%. Dalam hal ini kesamaan jenis usaha 96,7% anggota menyatakan mempunyai kesamaan jenis usaha dan sisanya berbeda dalam jenis usaha. Menurut 95% responden, program bantuan IDT adalah bermanfaat dan 5% lainnya belum merasakan manfaatnya. Di samping itu terdapat 75% melakukan kerjasama sesama anggota kelompok swadaya masyarakat. Sebagai bentuk kerjasama yang pernah dijalankan pengarahan, arisan, simpan pinjam, jimpitan beras dan masalah ternak. 3. Deskripsi Tingkat Keluarga Sejahtera Penghasilan keluarga merupa-kan pendapatan yang diperoleh anggo-tanya atas usaha yang dilakukan. Sebagian besar (80%) 35
5 Jurnal Sosiologi DILEMA anggota dan keluarganya mempunyai penghasilan sampai dengan Rp ,- dan terdapat 18,3% yang berpenghasilan Rp ,- sampai Rp ,- serta sisanya berpenghasilan di atas Rp ,-. Dari sisi kesejahteraan keluarga dilihat dari pemenuhan kebutuhan makan mereka menyatakan cukup, dapat makan 3 kali dalam sehari walaupun dicukupi secara sederhana. Pada umumnya mereka, yaitu sejumlah 86,6% membeli pakaian kurang dari tiga kali setahunnya.adapun perbaikan rumah antara lain mengganti atau memperbaiki dinding dan mengganti lantai bukan membangun rumah baru. Dapat dipahami pula bahwa para anggota kelompok swadaya masyarakat, terdapat 70% menyatakan tidak menyekolahkan anaknya ke tingkat SLTP atau hanya lulus SD saja, karena sungguh tidak ada beaya. Terdapat 55% dari anggota kelompok swadaya masyarakat yang menabung. Tabungannya berupa emas, uang dan barang lainnya. Selam tiga bulan terakhir terdapat 18,3% ada anggota keluarga yang menderita sakit dan mengobatkannya ke Puskesmas. Karena mereka mendapatkan layanan kesehatan berupa pemeriksaan dan pemberian obat sesuai kemampuan. 4. Hubungan Antara Peranan KSM dengan Tingkat Keluarga Sejahtera Hubungan antara peranan kelompok swadaya masyarakat dengan peningkatan keluarga sejahtera dapat digambarkan bahwa hasil test statistik (mendasarkan pada program Excel) dapat ditunjukkan koefisien hubungan antara kedua variabel tersebut, adalah sebesar r = 0, Dikonsultasikan dengan nilai kritis (p>0,5 2 tail test) menunjukkan nilai sebesar 0, Hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara peranan kelompok swadaya masyarakat dengan pening-katan keluarga sejahtera di antara anggota kelompok swadaya masya-rakat di lokasi penelitian. Hal ini dapat diinformasikan bahwa proses pening-katan keluarga sejahtera berkat peranan kelompok swadaya masya-rakat juga bisa diamati fenomenanya. Selain itu kondisi keluarga sejahtera pada saat program dana IDT diterimakan tidak dapat dianggap belum ada. Sehingga peningkatan keluarga sejahtera tetap harus mempertimbangkan kesejahteraan keluarga sebelum pelaksanaan pengembangan usaha. Kesimpulan Secara garis besar penelitian ini dapat dibuatt beberapa kesimpulan berikut. Pertama, homogenitas peker-jaan warga desa lokasi penelitian yaitu sebagian besar bekerja pada bidang pertanian. Sekalipun sebenarnya warga desa telah mengalami perubahan, diantaranya perubahan dalam struktur pekerjaan penduduknya, sehingga heterogenitas pekerjaan mulai berkembang. Kedua, tingkat pendidikan warga desan, termasuk anggota kelom-pok swadaya masyarakat tergolong rendah. Sehingga tingkat mobilitas penduduk baik sosial maupun geo-grafis juga tergolong rendah. Ketiga, sebagian besar anggota kelompok swadaya masyarakat meng-gunakan dana bantuan untuk meng-usahakan ternak kambing. Berdasarkan jenis usaha ini, maka kerjasama diantara sesama anggota kelompok swadaya masyarakat cukup besar, terutama dalam hal cara mengem-bangkan usaha tersebut. Namun kesamaan usaha ini sekaligus juga menunjukkan bahwa kreativitas usaha belum masuk kalangan anggota kelompok swadaya masyarakat. Keempat, hubungan antara peranan kelompok swadaya masya-rakat dengan meningkatnya kategori keluarga sejahtera tidak terjadi, artinya belum ada hubungan secara transparan antara besarnya peran kelompok swadaya masyarakat dengan mening-katnya derajad keluarga sejahtera di kalangan anggota 36
6 ISSN : , Vol. 17 No. 1 Th 2004 kelompok swadaya masyarakat di desa penelitian. Dari gambaran keadaan empiris di atas, saran-saran berikut akhirnya bisa disampaikan. Pertama, dalam pembentukan kelompok, hendaknya para pendamping bersama tokoh masyarakat setempat dan bersama anggota kelompok swadaya masya-rakat menggali permasalahan sosial ekonomi yang benar-benar dirasakan mendesak untuk diatasi. Dengan demikian anggota kelompok diajak secara aktif menggali permasalahannya sendiri dan mencari alternatif peme-cahannya, kemudian didukung oleh dana bantuan yang disalurkannya. Kedua, untuk menjadikan kelompok swadaya masyarakat sebagai unit usaha yang dinamis, mandiri, dan memberi peluang mengembangkan jiwa kewiraswastaan maka intensitas pembinaan dari tim pendamping harus cukup tinggi, dan tidak hanya mengembangkan usaha tetapi juga membina aspek usaha pasarnya supaya kelompok ini tumbuh dengan daya saing sendiri di pasaran. Ketiga, untuk peningkatan dera-jad keluarga sejahtera dari anggota perlu dikemukakan pentingnya hidup hemat dan berperilaku produktif, se-hingga meningkatnya derajad keluarga sejah-tera tumbuh seiring dengan dinamika dan produktivitas usahanya. Oleh sebab itu perlu dihin-darkan dari perilaku konsumtif agar anggota kelompok swadaya masya-rakat benar ditingkatkan kemampuan usaha serta kemandiriannya, demi keberlanjutan usaha dan meningkatnya derajad keluarga sejahtera secara bertahap sesuai dengan kondisi sosial ekonomi keluarga yang sebenarnya. DAFTAR PUSTAKA Achir, Yaumil C Agus Pembangunan Keluarga Sejah-tera sebagai Wahana Pemba-ngunan Bangsa. Prisma No. 4. BKKBN Pokok-pokok Penda-patan dan Pemetaan Keluarga Sejahtera. Badan Koor-dinasi Keluarga Nasional.Jakarta. Bailey, Kenneth D Methods of Social Research. The Free Press. New York. Weber, Max Sosiologi Kese-hatan, Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Dalam Solita Sarwono (ed.). Gajah mada University Press. Yogyakarta. Wirutomo, Paulus Sosialisasi dalam Keluarga Indonesia: Suatu Perspektif Perubahan Sosial. Prisma No. 4 37
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA. OLEH Ns.HENNY PERMATASARI, M.Kep. Sp. Kom
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA OLEH Ns.HENNY PERMATASARI, M.Kep. Sp. Kom tanggal upload : 28 April 2009 A. LATAR BELAKANG KEBERHASILAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) ANGKA KELAHIRAN (TOTAL FERTILITY RATE),
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai peran yang penting
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam
Lebih terperinciPP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright 2000 BPHN PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA *33776 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 21 TAHUN 1994 (21/1994) Tanggal: 1 JUNI
Lebih terperinciKONSEP KELUARGA SEJAHTERA DAN KELUARGA MANDIRI. Ns. WIDYAWATI, S.Kep, M.Kes
KONSEP KELUARGA SEJAHTERA DAN KELUARGA MANDIRI Ns. WIDYAWATI, S.Kep, M.Kes Pendahuluan Visi GKBN ( Gerakan Keluarga Berencana Nasional ) Mewujudkan Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi Program Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas 2015 visi ini dimaksudkan untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penduduk merupakan potensi sumber daya manusia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan Menurut Muhibbin syah (2010:10) Pendidikan berasal dari kata didik, lalu kata ini mendapatkan awalan me sehingga menjadi mendidik, artinya memelihara dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Irma Susanti, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap negara di dunia adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan bisa terjadi dimana saja dan dimensi kemiskinan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1994 TENTANG PENGELOLAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penduduk merupakan potensi sumber daya manusia
Lebih terperinciSALINAN NOMOR TENTANG. dan. Menimbang. Dasar : 1. Negara. Provinsi. Bangkaa. Indonesia Tahun Belitung (Lembaran 4268); Indonesia.
BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGAA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya krisis ekonomi dan moneter pada tahun 1997.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh Negara Indonesia adalah kemiskinan. Dari tahun ke tahun masalah ini terus menerus belum dapat terselesaikan, terutama sejak
Lebih terperinciBUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA
BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang
Lebih terperinciPengertian keluarga sebagaimana yang didefinisikan oleh Sekretariat. Menteri Negara Kependudukan BKKBN Jakarta (1994:5) adalah unit terkecil dari
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Keluarga Sejahtera Pengertian keluarga sebagaimana yang didefinisikan oleh Sekretariat Menteri Negara Kependudukan BKKBN
Lebih terperinciPP 27/1994, PENGELOLAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Copyright 2000 BPHN PP 27/1994, PENGELOLAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA *33818 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1994 (27/1994)
Lebih terperinciEFEKTIVITAS DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN PERKOTAAN (P2KP) DI KOTA BANDAR LAMPUNG
EFEKTIVITAS DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN PERKOTAAN (PKP) DI KOTA BANDAR LAMPUNG (EFFECTIVENESS AND PARTICIPATION SOCIETY AGAINST THE URBAN POVERTY ERADICATION
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Pandeglang, 29 November 2013 KEPALA BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN, PERLINDUNGAN ANAK DAN KELUARGA BERENCANA KABUPATEN PANDEGLANG
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur Kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-nya Laporan Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2013 di Kabupaten Pandeglang dapat diselesaikan, adapun sebagai dasar
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG (UU) NOMOR: 10 TAHUN 1992 (10/1992) TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA
UNDANG-UNDANG (UU) NOMOR: 10 TAHUN 1992 (10/1992) TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa keberadaan Lembaga Kemasyarakatan Desa dalam
Lebih terperinciBUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA
BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DI KABUPATEN BUTON DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II
PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PEMBANGUNAN DAERAH TINGKAT II PENDAHULUAN Pembangunan nasional merupakan wahana bagi kita untuk membangun kualitas manusia dan kualitas masyarakat Indonesia yang maju
Lebih terperinciKONDISI KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KOTA CIMAHI Tukino, LPPM STKS Bandung
KONDISI KEHIDUPAN KELUARGA MISKIN DI KOTA CIMAHI Tukino, LPPM STKS Bandung Ringkasan Eksekutif Masalah kemiskinan akan sangat berkaitan dengan ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH
PERATURAN BUPATI KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : Mengingat : a. bahwa
Lebih terperinciBUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG
BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOGIRI NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciMembangun dan Membina Keluarga Sejahtera Mandiri
Membangun dan Membina Keluarga Sejahtera Mandiri oleh : Kasriyati, S.Pd. Keluarga Sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual
Lebih terperinciBUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK OPERASIONAL PROGRAM TERPADU PEMBERDAYAAN MASYARAKAT BERPERSPEKTIF GENDER (P2M-BG) KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih termasuk ke dalam kategori negara berkembang. Ilmu pengetahuan dan perekonomian menjadi tolak ukur global sejauh mana suatu negara berkembang.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa keberadaan dan peranan
Lebih terperinciKertasari. Dengan mewajibkan peserta program untuk menggunakan. persalinan) dan pendidikan (menyekolahkan anak minimal setara SMP),
PENGARUH IMPLEMENTASI PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) TERHADAP PESERTA PROGRAM DI KELURAHAN KERTASARI KECAMATAN CIAMIS KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2012 Oleh : Teguh Setiadi Abstrak : Penelitian ini ingin mengkaji
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Peningkatan sumber daya manusia bertitik tolak pada upaya pembangunan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan sumber daya manusia bertitik tolak pada upaya pembangunan di bidang pendidikan. Pengembangan sumber daya manusia didasarkan pada kenyataan bahwa
Lebih terperinciditingkatkan dan disebarluaskan ke berbagai kota baik di perlu mengadakan usaha-usaha pembinaan yang aktif,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan dari pemerintah pusat, khususnya program pembangunan dalam Pelita VI melalui Program Inpres Desa Tertinggal ( IDT ) ini semakin ditingkatkan
Lebih terperinciKemiskinan di Indonesa
Kemiskinan di Indonesa Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hakikat
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama
BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai kemiskinan, konsep, dan asumsi yang dipakai. A. Pandangan Teoritis Mengenai Kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.319, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA WARGA NEGARA. Kependudukan. Keluarga. Keluarga Berencana. Sistem Informasi. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Lebih terperinciKONSEP OPERASIONAL UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL
KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL Jakarta, 9 Maret 1994 KONSEP OPERASIONAL UPAYA PENAGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI INPRES DESA TERTINGGAL Pendahuluan Upaya
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM KELUARGA BERENCANA DAERAH Menimbang : a. Mengingat : 1. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,
Lebih terperinciCorrelation Between Mother s Knowledge and Education On Use Of Contraceptive In Yukum Jaya Village Central Lampung In 2013
Correlation Between Mother s Knowledge and Education On Use Of Contraceptive In Yukum Jaya Village Central Lampung In 2013 Ayuza, D 1), Sibero, HT 2), Karyus, A 3) Medical Faculty of Lampung University
Lebih terperinciLATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS
LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA I. UMUM Hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini adalah keluarga.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan modal dasar utama dalam pembangunan suatu negara. Penduduk yang besar dan berkualitas merupakan investasi yang berharga dengan produktifitasnya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai 13 September 1994 di
Lebih terperinciWALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 5 TAHUN
SALINAN WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 5 TAHUN 201724 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM TERPADU PENINGKATAN PERANAN WANITA MENUJU KELUARGA SEHAT SEJAHTERA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)
58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani
Lebih terperinciSTUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG
Riptek, Vol.2, No.2, Tahun 2008, Hal.: 1 6 STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Unisbank Semarang Abstrak Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO
PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang
Lebih terperinciOptimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha
Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha I. Pendahuluan Situasi krisis yang berkepanjangan sejak akhir tahun 1997 hingga dewasa ini telah memperlihatkan bahwa pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. produksi akan mengakibatkan terjadinya tekanan- tekanan pada sector penyediaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang tingkat pertumbuhan penduduknya yang meningkat pesat. Pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan hasil produksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Soekanto, 1995:431 (dalam Atika, 2011) proses pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Soekanto, 1995:431 (dalam Atika, 2011) proses pembangunan bertujuan secara bertahap meningkatkan produktifitas dan kemakmuran penduduk secara menyeluruh.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hakikat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Nelayan Nelayan dalam Ensiklopedia Indonesia dinyatakan sebagai orangorang yang secara aktif melakukan penangkapan ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung
Lebih terperinciGUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL
GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciHUBUNGAN INFORMASI DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI METODE OPERASI PRIA (MOP) PADA PRIA PASANGAN USIA SUBUR DI KECAMATAN PAKUALAMAN YOGYAKARTA ABSTRAK
HUBUNGAN INFORMASI DENGAN PENGGUNAAN KONTRASEPSI METODE OPERASI PRIA (MOP) PADA PRIA PASANGAN USIA SUBUR DI KECAMATAN PAKUALAMAN YOGYAKARTA Susiana Sariyati Prodi DIII Kebidanan, Universitas Alma ata Yogyakarta
Lebih terperinci14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.
14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah ledakan penduduk. Ledakan penduduk dapat mengakibatkan laju
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Negara berkembang, termasuk Indonesia, masalah yang sering dihadapi adalah ledakan penduduk. Ledakan penduduk dapat mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk
Lebih terperinci: KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 53 TAHUN 2000 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 53 TAHUN 2000 TENTANG GERAKAN PEMBERDAYAAN DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA MENTERI DALAM NEGERI DAN OTONOMI DAERAH, Menimbang : a.
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MAJENE
PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara berkembang yang memiliki banyak permasalahan penduduk, salah satunya adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Berdasarkan hasil
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hakikat
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA
UNDANG-UNDANG NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan
Lebih terperinciVISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN
VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih
Lebih terperinciVolume 3 / Nomor 1 / April 2016 ISSN :
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PARTISIPASI PRIA DALAM KB KONDOM DI DESA BANGSALAN KECAMATAN TERAS KABUPATEN BOYOLALI The Relationship Between The Knowledge Level And Men s Participation In Family
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan. Pendapatan merupakan balas jasa bekerja setelah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendapatan Keluarga 1. Pengertian Pendapatan Pada dasarnya tujuan orang bekerja adalah untuk menghasilkan pendapatan. Pendapatan merupakan balas jasa bekerja setelah menyelesaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya angka pengangguran merupakan fenomena empiris yang terjadi di Indonesia. Tarbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia telah meningkatkan jumlah pengangguran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara termasuk Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia kurang lebih berjumlah 248,8 juta jiwa dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hakikat
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat 7,7 juta balita yang terhambat pertumbuhannya. Dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang United Nations Children s Fund (UNICEF) melaporkan bahwa di Indonesia terdapat 7,7 juta balita yang terhambat pertumbuhannya. Dalam laporan itu, Indonesia menempati
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang ditulis Hernawati tentang Upaya Meningkatkan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang ditulis Hernawati tentang Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Penyuluhan Program Keluarga Berencana dalam penelitian mendiskripsikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia karena masih dijumpainya penduduk yang sangat miskin, yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk yang terus meningkat merupakan masalah besar bagi negara-negara di dunia khususnya Negara berkembang. Indonesia merupakan Negara berkembang yang termasuk
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan masyarakat merupakan tanggungjawab semua pihak, baik pemerintah, dunia usaha (swasta dan koperasi), serta masyarakat. Pemerintah dalam hal ini mencakup pemerintah
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah
Lebih terperinciPENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN DEMOGRAFI TERHADAP KEIKUTSERTAAN PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI KECAMATAN GENENG KABUPATEN NGAWI
PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN DEMOGRAFI TERHADAP KEIKUTSERTAAN PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI KECAMATAN GENENG KABUPATEN NGAWI 1. Alwin Tentrem Naluri 2. Ketut Prasetyo S1 Pendidikan Geografi, Fakultas
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN
LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 168 TAHUN : 2013 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa penyandang cacat
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran otentik Kabupaten Rejang Labong dalam 5 (lima) tahun mendatang pada kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati terpilih untuk periode RPJMD
Lebih terperincigaris kemiskinan, yang disebabkan tidak dimilikinya kemampuan, pengetahuan kembangkan melalui upaya pendidikan, karena pada hakekatnya pendidikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih hidup pada taraf dibawah garis kemiskinan, yang disebabkan tidak dimilikinya kemampuan, pengetahuan dan keterampilan. Dengan
Lebih terperinciRANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG
RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN PENDUDUK DAN PENYELENGGARAAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI UNIT DESA (KUD) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang a. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam. 1) Tujuan kegiatan yang akan dicapai.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Program Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam setiap program
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Kota Bandar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandar Lampung merupakan Ibu Kota Provinsi Lampung. Kota Bandar Lampung tumbuh menjadi kota yang memiliki pusat aktivitas pemerintahan dan perekonomian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kuznet dalam todaro (2003:99) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara bersangkutan untuk menyediakan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 77 / HUK / 2010 TENTANG PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 77 / HUK / 2010 TENTANG PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Karang
Lebih terperinciANALISA PENDATAAN KELUARGA TAHUN 2012
ANALISA PENDATAAN KELUARGA TAHUN 2012 PERWAKILAN BKKBN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Analisis dan Evaluasi Pendataan Keluarga 2012 Perwakilan BKKBN Provinsi Kepulauan Riau 1 PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan
Lebih terperinciPARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI DALAM PROGRAM PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (P2KP) DI KECAMATAN NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO
PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI DALAM PROGRAM PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (PKP) DI KECAMATAN NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO Riska Yulianti, Agung Wibowo, Arip Wijianto Program Studi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinci