BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang putih diklasifikasikan sebagai berikut: : Plantae (tumbuh-tumbuhan) : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
|
|
- Devi Sasmita
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Bawang putih (Allium sativum L.) Tanaman bawang putih diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Bangsa Famili (Suku) Genus (Marga) Spesies (Jenis) : Plantae (tumbuh-tumbuhan) : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji) : Angiospermae (berbiji tertutup) : Monocotyledonae (biji berkeping satu) : Lililes : Liliaceae : Allium : Allium sativum Gambar 2.1 Morfologi bawang putih (ki) dan bawang putih varians kating (ka) (Linn, 2009). Bawang putih (Allium sativum L.) termasuk genus afflum atau di Indonesia lazim disebut bawang putih. Bawang putih termasuk klasifikasi tumbuhan terna berumbi lapis atau siung yang bersusun. Bawang putih tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi cm, mempunyai batang semu yang terbentuk dari pelepah-pelepah daun. Helaian daunnya mirip pita, 5
2 6 berbentuk pipih dan memanjang. Akar bawang putih terdiri dari serabut-serabut kecil yang bejumlah banyak. Dan setiap umbi bawang putih terdiri dari sejumlah anak bawang (siung) yang setiap siungnya terbungkus kulit tipis berwarna putih (Linn, 2009). Struktur morfologi bawang putih terdiri atas akar, batang utama, batang semu, tangkai bunga yang pendek dan daun. Akar bawang putih terbentuk di pangkal bawah batang sebenimya (discus). Sistem perakaran tanaman ini menyebar ke segala arah. Di atas discus terbentuk batang semu yang dapat berubah bentuk dan fungsinya sebagai tempat penyimpanan makanan cadangan atau disebut "umbi". Umbi bawang putih terdiri atas beberapa bagian bawang putih yang disebut "siung". Siung-siung ini terbungkus oleh selaput tipis yang kuat, sehingga tampak dari luar seolah-olah umbi yang berukuran besar. Bagian bawahnya bersiung-siung, bergabung menjadi umbi besar berwama putih. Tanaman yang bunganya berwama putih ini banyak ditanam diladang-ladang di daerah pegunungan yang cukup mendapat sinar (Arifin, 2011). Pada konsumsi manusia, dosis toksik dari bawang putih segar adalah 500 mg/100 g berat badan sehari (Andru, 2009). 2.2 Allicin Untuk kepentingan pengobatan, tanaman Allium sativum L. telah banyak dibudidayakan di berbagai negara. Senyawa karakteristik yang terkandung di dalamnya adalah turunan cysteine yang berkaitan erat dengan senyawa g-glutamil dipeptide. Bawang putih mengandung 0,2% minyak atsiri yang berwarna kuning kecoklatan, dengan komposisi utama adalah turunan asam amino yang
3 7 mengandung sulfur (alliin, 0,2-1%, dihitung terhadap bobot segar). Dalam proses destilasi atau pengirisan umbi, alliin berubah menjadi Allicin. Kandungan yang lain adalah Allyl sulphide dan Allyl propyl disulphide, sejumlah kecil poli sulfida, Allyl divinyl sulphide, Allyl vinyl sulphoxide, trans-ajoen-2-vinyl-[4h]-1,3-dithiin, Methyl-allyltrisulphide, cis-ajoen, 3-vinyl-[4H] -1,2-dithiin, Diallyltrisulphide, dan Adenosin. Kadar alliin sangat tergantung dari penyiapan simplisia (pada cara penyiapan simplisia yang kurang baik, maka ¼ bagian alliin akan mengalami perubahan). Berat jenis minyak atsiri bawang putih berkisar antara 1,046-1,057. Allicin adalah senyawa yang memberikan bau khas bawang putih. Bawang putih juga mengandung saponin, tuberholoside, dan senyawa phosphorous (0,41%). Senyawa lain yang terkandung di dalam bawang putih adalah Allistatin I, Allistatin II, Garlicin, Allyl-2-propene-l-thiosulphinate, dan Alkyl-thiosulphinate (Obtrando, 2011). Gambar 2.2 Struktur kimia Alliin (Obtrando, 2011). Alliin atau S-Allyl-L-cycteine sulfoxide C 6 H 11 NO 2 S selain terkandung dalam bawang putih juga terkandung dalam bawang merah (Allium cepa L.) dan jenis-jenis Allium lainnya. Senyawa ini berupa hemihidrat yang tidak berwarna C 6 H 11 NO 2 S.½H 2 O bentuk jarum tumpul. Jarak leburnya o C (dengan mengeluarkan gas), dan secara praktis larut dalam air. Tetapi tidak dapat larut dalam etanol mutlak, kloroform, aseton, eter, dan benzena. Alliin memiliki dua pusat asimetrik, hingga secara teoritis memiliki empat isomer, dua di antaranya
4 8 diturunkan dari L-Cysteine dan D-Cysteine alami. Keempat isomer tersebut seluruhnya telah dapat disintesis, dan salah satu yang identik dengan alliin alami adalah (-)-S-Allyl-L-cysteine sulphoxide (Obtrando, 2011). Gambar 2.3 Struktur kimia Allicin (Obtrando, 2011). Saat bawang putih dipotong, enzim alliin atau juga disebut alliinase (yaitu enzim yang sangat spesifik terhadap alliin), akan segera memecah alliin menjadi allicin, asam piruvat dan amonia. Sebenarnya allicin bebas inilah yang berdaya sebagai anti bakteri. Allicin (C 6 H 10 OS 2 ) memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Allicin ini juga terkandung dalam bawang merah. Allicin berbentuk cairan dengan bau yang khas bawang putih. Bila direbus atau disuling akan mengalami dekomposisi. Allicin mempunyai indeks bias 1,561 (20 o C), bobot jenis 1,113 (20 o C), kelarutan dalam air 2,5% w/w (suhu 10 o C), dan ph sekitar 6,5. Allicin dapat dicampur dengan alkohol, eter, dan benzena. Allicin merupakan senyawa yang tidak stabil, adanya pengaruh panas air, oksigen, udara dan lingkungan basa, akan merubah allicin menjadi senyawa polisulfida, diallyldisulphide (yang menimbulkan bau tidak enak) (Lansida, 2011). Allicin dilaporkan terbukti memiliki potensi sebagai anti bakteri terhadap bakteri gram positif dan gram negatif, Mycobacterium tuberculosis serta terhadap Staphylococcus aureus dan Brucella abortus. Terhadap S. aureus potensinya adalah satu miligram allicin setara dengan 15 Oxford penicillin units. Pertumbuhan bakteri-bakteri lain yang juga terhambat oleh allicin adalah
5 9 Staphylococci, Streptococci, Eberthella typhosa, Bacillus paratyphoid A, Bacterium dysenteriae, Bacterium enteridis, Vibrio cholerae dan beberapa bakteri tahan asam. Allicin dilaporkan memiliki aktivitas menghambat enzim sulfidril (- SH), suatu reaksi yang diketahui berperan dalam penghambatan pertumbuhan selsel ganas (Obtrando, 2011). Selain itu, dari penelitian lain dengan metode penelitian eksperimental dengan post test only control group design menunjukkan hasil untuk uji aktivitas antibakteri untuk Kadar Hambat Minimum (KHM) ekstrak bawang putih terhadap E coli didapatkan perbedaan bermakna mulai dari konsentrasi 50% v/v dengan p=0,008. Dan untuk Kadar Bunuh Minimum (KBM) didapatkan perbedaan bermakna mulai dari konsentrasi 50% v/v dengan p=0,008 (Ramadanti dan Margawati, 2008). Gambar 2.4 Reaksi kimia yang terjadi pada penambahan Alliin-liase pada Alliin (Obtrando, 2011). Perubahan bentuk produk (+)-S-alil-L-sistein sulfoksida, allicin, ajoene, dan Dialil disulfida menunjukkan aktivitas in vitro dalam hal penghambatan secara bermakna terjadinya penggumpalan trombosit (IC50 terhitung = 60 M). Dan dalam berbagai percobaan klinis telah dibuktikan, bahwa serbuk bawang
6 10 putih mampu menurunkan secara bermakna kadar trigliserida, kolesterol dan fosfolipid dalam plasma, serta mampu pula menurunkan secara bermakna terbentuknya penggumpalan trombosit spontan dan juga kekentalan plasma (Lansida, 2011) Allicin dan derivatnya 95% total sulfur dalam bawang putih terkandung pada sistein sulfosida dan y-glutamilsistein. Selanjutnya sebagian Y-glutamil sistein ini akan diubah menjadi sistein sulfosida juga. Sistein sulfosida sebagian besar terdiri dari aliin. Sistein sulfosida oleh enzim alliinase akan diubah menjadi senyawa-senyawa thiosulfonat yang diantaranya adalah allicin, allil metan thiosulfonat. Di dalam air, senyawasenyawa thiosulfonat secara spontan akan bembah menjadi senyawa sulfid diantaranya adalah diallil trisulfid, diallil disulfid, allil metil trisulfid dan allil metil disulfid (Arifin, 2011). Allicin yang terdapat dalam bawang putih adalah salah satu inhibitor kuat dari release dan antiagregrasi trombosit melalui inhibisi sintesis tromboksan A2,hambatan aktivasi fosfolipase membran dan mobilisasi kalsium ke intraseluler. Menurut G. Siegal et al, allicin dapat menyebabkan hiperpolarisasi membran melalui pembukaan kanal ion K+ yang selanjutnya akan menutup kanal Ca 2+ sehingga Ca 2+ intraseluler menurun dan mengakibatkan agregrasi trombosit menurun (Arifin, 2011). Diallil disulfid dan diallil trisulfid secara in vivo mampu menghambat secara aktif pembentukkan trombus pada stenosis arteri koronaria dan diduga polisulfid mampu menghambat sintesis.tromboksan A 2. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Belman S et al yang menunjukkan bahwa diallil trisulfida,
7 11 allilmetil trisulfid dan diallil disulfid adalah inhibitor kompetitif dari enzim lipooksigenase dari soybean (Arifin, 2011). Metil allil trisulfid (MATS) yang berasal dari degradasi allicin mampu secara efektif mengurangi kecenderungan penggumpalan trombosit. Hal ini didukung dengan penelitian 3 orang dan Nippon University School of Medicine yang menunjukkan bahwa efek dari diallil disulfid adalah sepersepuluh kali dari efek metil allil trisulfid (Arifin, 2011). Tidak semua orang memiliki toleransi terhadap penggunaan bawang segar dosis besar, karena sifat iritasinya pada mulut, oesophagus dan lambung. Penggunaan bentuk serbuk dengan dosis relatif besar dapat menimbulkan rasa mual, disamping itu keringat dan nafasnya akan berbau tak sedap (bau badan atau bau mulut campur dengan bau bawang, dikarenakan adanya metabolit alliin, dialildisulfida, dialiltrisulfida dan oligosulfida). Bawang putih yang sudah bertunas tidak baik untuk dikonsumsi, karena pada tunasnya tersebut mengandung racun HCN (Lansida, 2011). Senyawa allicin dikenal mempunyai daya antibakterial yang kuat. Efek antibakteri allicin bekerja dengan cara mengikat kelompok sulfhidril, yaitu gugus -SH dan disulfida yang terikat pada protein dan merupakan enzim penting untuk metabolisme sel bakteri serta merupakan gugus yang penting untuk proliferasi bakteri atau sebagai stimulator spesifik untuk multiplikasi sel bakteri (Mursito, 2003; IPB, 2006).
8 Profil Aggregatibacter actinomycetemcomitans Kingdom Filum Kelas Ordo (Bangsa) Famili (Suku) Genus (Marga) Spesies (Jenis) : Bacteria : Proteobacteria : Gammaproteobacteria : Pasteurellales : Pasteurellaceae : Aggregatibacter : Aggregatibacter actinomycetemcomitans Aggregatibacter actinomycetemcomitans (Aa) pertama kali ditemukan pada tahun 1912 dan pertama kali dikelompokkan ke dalam bakteri normal rongga mulut manusia pada tahun Selain pada manusia juga dapat ditemukan pada beberapa hewan primata dan mamalia lainnya. Dalam rongga mulut umumnya ditemukan pada dental plaque gingival crevice (Henderson et al, 2002) dan tidak ditemukan pada individu yang edentulous (Kesíc et al, 2009). Dalam klasifikasinya Aa termasuk dalam bakteri gram negatif fakultatif anaerob, dengan ciri-ciri berbentuk coccobacillus, tidak membentuk spora dan bersifat non-motile (Henderson et al, 2002; Kesíc et al, 2009; Kler & Malik, 2010). Untuk dapat tumbuh dan berkembangbiak dengan baik, Aa membutuhkan lingkungan dengan syarat lingkungan anaerob yang diperkaya dengan CO %. suhu optimal 37ºC, ph optimal 7-8,5 dan dapat distimulasi dengan reagentyang memiliki berat molekul rendah dalam jumlah kecil (termasuk di dalamnya beberapa macam hormon steroid. Aa yang baru diisolasi pada media agar akan membentuk koloni kecil (Ø 1-2 mm) yang tampak berkerut (kasar) dan
9 13 berbentuk seperti bintang (greek aktinos, ray shaped) pada bagian tengahnya (Kesíc et al, 2009). Gambar 2.5 Aggregatibacter actinomycetemcomitans, dilihat menggunakan mikroskop tampak berbentuk seperti bintang (greek aktinos, ray shaped) (Kesíc et al, 2009). Bakteri yang baru diisolasi memiliki kemampuan untuk melekat dengan kuat pada mediumnya seperti kaca, plastik maupun hydroxyapatite (Hogiantoro, 2011). Kemampuan melekat ini disebabkan oleh adanya fiber dalam jumlah besar pada permukaan bakteri tersebut, hal ini juga membuktikan Aa dapat berikatan dengan komponen matriks ekstraseluler seperti kolagen dan fibronektin (Kesíc et al, 2009). Bakteri ini bertanggung jawab atas keradangan gingival dan kerusakan ligament periodontal serta tulang alveolar yang berhubungan dengan gigi dan tulang rahang sehingga seringkali disebut sebagai salah satu faktor penyebab aggressive periodontitis (Hogiantoro, 2011; Kesíc et al, 2009; Kler & Malik, 2010). Secara garis besar faktor virulensi Aa dibagi menjadi tiga yaitu : (a) memodulasi keradangan, (b) merangsang perusakan tulang dan (c) menghambat perbaikan jaringan (Kesíc et al, 2009).
10 Aggressive periodontitis Penelitian terakhir menyatakan bahwa mikroorganisme yang paling dominan pada plak subgingiva penderita periodontitis agresif adalah bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans (Aa). A. actinomycetemcomitans adalah kuman gram-negatif, non-motile, capnophilic atau membutuhkan CO2 untuk pertumbuhannya, dan berbentuk coccobacillus. Bakteri ini telah disimpulkan sebagai penyebab dari periodontitis agresif karena dapat menembus jaringan ikat gingiva hingga ligamen periodontal serta tulang alveolar serta memproduksi leukotoksin kuat yang akan membunuh neutrofil. Neutrofil berfungsi sebagai pertahanan pertama pada infeksi. Strain yang berbeda dari A. actinomycetemcomitans akan menghasilkan leukotoksin dengan level yang berbeda pula. Pasien dengan periodontitis agresif menghasilkan leukotoksin dengan level kali lebih tinggi dari toksin minimal yang dihasilkan strain pada pasien periodontitis kronis lebih tinggi dari toksin minimal yang dihasilkan strain pada pasien periodontitis kronis atau orang sehat (Fidary dan Robert, 2008). Penyakit periodontal dibedakan menjadi dua, yaitu gingivitis dan periodontitis (Jenkins dan Allan, 2000). Periodontitis adalah suatu keadaan inflamasi pada jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh bakteri spesifik maupun sekelompok bakteri spesifik, menyebabkan destruksi progresif ligament periodontal dan tulang alveolar diikuti dengan pembentukan poket dan atau resesi gingival (Newman et al., 2006). Aggressive periodontitis awalnya dikenal dengan nama early onset periodontitis tetapi kemudian penyakit ini diklasifikasikan ulang menjadi aggressive peiodontitis seperti yang dikenal hingga saat ini (Perry &
11 15 Beemsterboer, 2007). Umumnya aggressive periodontitis ditemukan pada pasien yang berumur di bawah 30 tahun (Rose et al, 2004; Hogiantoro, 2011) tetapi Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit periodontal (Newman et al, 2006) *These diseases may occur on a priodontium with no attachment loss or on a periodontium with attachment loss that is stable and not progressing. Chronic periodontitis can be further classified based on extent and severity. As a general guide, extent can be characterized as localized (<30% of sites involved) generalized (>30% of sites involved). Severity can be characterized based on the amount of clinical attachment loss (CAL) as follows: slight = 1 or 2 mm CAL; moderate = 3 or 4 mm CAL; and severe 5 mm CAL. Data from Armitage GC: Ann Periodontol 4:1, para ahli juga menemukan laju destruksi periodonsium dapat terjadi pada usia berapapun, tidak terbatas hanya pada usia di bawah 30 tahun seperti yang disebutkan dalam early onset periodontitis (Vernino et al, 2008). Bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans (sebelumnya: Actinobacillus actinomycetemcomitans) berperan penting sebagai faktor etiologi
12 16 periodontitis agresif. Diduga terjadi defek PMN pada penderita periodontitis agresif. Perawatan periodontitis agresif. Perawatan periodontitis agresif telah banyak dilakukan dengan berbagai variasi tingkat keberhasilannya. Beberapa ahli melaporkan keberhasilan perawatan periodontitis agresif berupa terapi non bedah, bedah, maupun kombinasi dengan bahan antimikroba (Fidary dan Robert, 2008). Berdasarkan sifat penyebarannya aggressive periodontitis oleh International Workshop for the Classification of the Periodontal Disease tahun 1999 disubklasifikasikan lagi menjadi, localized aggressive periodontitis (LAP) dan generalized aggressive periodontitis (GAP) (Newman et al, 2006). LAP memiliki gejala klinis yang terjadi pada usia pubertas, terlokalisir hanya pada gigi molar pertama dan insisif sentral, interproximal attachment loss pada minimal dua gigi dan salah satunya merupakan gigi molar pertama dan respons yang kuat dari serum terhadap agen iritan (Tornetti dan Mombelli, 2008; Hogiantoro, 2011). GAP biasanya memiliki gejala klinis, tetapi tidak selalu, ditemukan pada usia kurang dari 30 tahun, generalized interproximal attachment loss pada lebih dari tiga gigi permanen (selain molar pertama dan insisif sentral), periode loss of attachment dan bone loss tampak jelas, dan respon yang lemah dari serum terhadap agen iritan (Tonetti dan Mombelli, 2008; Vernino et al, 2008) Terapi Beberapa metode perawatan periodontitis agresif telah banyak dilakukan dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi. Prognosis periodontitis agresif tergantung pada keadaan apakah bersifat lokal atau menyeluruh, derajat kerusakan, serta usia pada waktu pertama kali dilakukan pemeriksaan.
13 17 Periosontitis agresif kadang-kadang secara spontan mengalami fase remisi atau berhenti, sehingga penting dilakukan foto rontgen sedini mungkin untuk mengetahui perkembangan penyakit ini. Terapi periodontitis agresif dapat berupa terapi non bedah, bedah, maupun kombinasi keduanya yang disertai pemberian antimikroba. Beberapa ahli melaporkan keberhasilan perawatan periodontitis agresif dengan kombinasi pemakaian antibiotik. Pemakaian antibiotik ini bertujuan untuk menghilangkan kelainan, mengurangi keganasan, mencegah komplikasi dan rekurensi penyakit. Terapi non bedah dengan tindakan scalling dan penghalusan akar tidak dapat mengeliminir bakteri Aa secara menyeluruh dari poket periodontal. Terapi berupa aplikasi topikal chlorhexidine gluconate 2% pada poket dan dikombinasi dengan tetrasiklin secara sistemik. Perlu diingat bahwa pemakaian tetrasiklin dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan resistensi bakteri terhadap tetrasiklin dan timbulnya super infeksi (Kesíc et al, 2009). Pemakaian topikal metronidazol dimaksudkan untuk mebdapatkan konsentrasi yang tinggi pada daerah yang mengalami kerusakan dan menghindari efek pemakaian antibiotik secara sistemik. Salah satunya adalah pemakaian topikal metronidazole 25% dalam bentuk gel setelah tindakan scalling subgingival dan penghalusan akar. Aplikasi menggunakan syring khusus pada poket kedalaman 5 mm atau lebih. Hasilnya menunjukkan penurunan jumlah bakteri A. actinomycetemcomitans (Kesíc et al, 2009). Penting dilakukan pemeliharaan kebersihan mulut secara profesional dalam perawatan periodontitis agresif. Pada umumnya penderita akan diberikan
14 18 obat kumur klorheksidin 0,2% 2x/hari selama 2 minggu setelah dilakukan pembedahan (Kesíc et al, 2009).
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai pada masyarakat dengan prevalensi mencapai 50% (Wahyukundari,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit gigi dan mulut yang banyak dijumpai pada masyarakat dengan prevalensi mencapai 50% (Wahyukundari, 2009). Penyakit tersebut merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat kedua setelah karies (Amalina, 2011). Periodontitis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit dengan tingkat penyebaran yang luas dalam masyarakat adalah periodontitis. Di Indonesia, penyakit periodontal menduduki peringkat kedua setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab terbesar kehilangan gigi di usia 30 tahun. (Situmorang,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal banyak diderita oleh manusia hampir di seluruh dunia. Di Indonesia, penyakit periodontal menduduki urutan kedua dan merupakan penyebab terbesar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia penyakit periodontal
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal banyak diderita manusia hampir diseluruh dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki peringkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Aggregatibacter Actinomycetemcomitans adalah bakteri gram negatif, nonmotile,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aggregatibacter Actinomycetemcomitans adalah bakteri gram negatif, nonmotile, capnophilic yaitu kuman yang membutuhkan CO2 dalam proses pertumbuhannya dan berbentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gingivitis sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang tidak mengenal usia, golongan dan jenis kelamin. Orang yang sehat dengan kebersihan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari harapan. Hal ini terlihat dari penyakit gigi dan mulut masyarakat Indonesia
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang memiliki fungsi yang penting bagi tubuh (Silviana dkk., 2013). Mengingat kegunaannya yang begitu penting, kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit periodontitis (Asmawati, 2011). Ciri khas dari keadaan periodontitis yaitu gingiva kehilangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Insiden periodontitis dilaporkan cukup tinggi di Indonesia, penyakit ini merupakan penyebab utama kehilangan gigi pada kelompok usia 35 tahun ke atas. Hasil dari berbagai
Lebih terperinciPERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang
PERIODONTITIS Definisi Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik atau sekelompok mikroorganisme tertentu, menghasilkan destruksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit periodontal adalah suatu keadaan dengan kerusakan pada struktur
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah suatu keadaan dengan kerusakan pada struktur pendukung gigi yang terdiri dari jaringan keras dan lunak. Jaringan pendukung gigi terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Periodontitis adalah inflamasi dan infeksi yang terjadi pada jaringan periodontal dan tulang alveolar penyangga gigi. Periodontitis terjadi apabila inflamasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingivitis adalah peradangan pada gingiva, yang merupakan suatu respon imunitas gingiva yang salah satu penyebabnya adalah infeksi. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit infeksi bakteri yang sering ditemukan pada orang dewasa, merupakan penyakit inflamasi akibat bakteri pada jaringan pendukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Koloni bakteri pada plak gigi merupakan faktor lokal yang mengakibatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi kronis rongga mulut dengan prevalensi 10 60% pada orang dewasa. Penyakit periodontal meliputi gingivitis dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi dan menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering terjadi adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditemukan pada plak gigi dan sekitar 10 spesies telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit dengan tingkat penyebaran yang luas di masyarakat. Penyakit periodontal disebabkan oleh bakteri yang ditemukan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. alam yang besar. Berbagai jenis tanaman seperti buah-buahan dan sayuran yang beragam
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi alam yang besar. Berbagai jenis tanaman seperti buah-buahan dan sayuran yang beragam sangat bermanfaat
Lebih terperinciBAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL
BAB 2 LATAR BELAKANG TERAPI AMOKSISILIN DAN METRONIDAZOLE SEBAGAI PENUNJANG TERAPI PERIODONTAL Dasar pemikiran diindikasikannya terapi antibiotik sebagai penunjang perawatan periodontal adalah didasarkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya antibakteri ekstrak kulit nanas pada pertumbuhan bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dengan cara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama yang banyak diderita oleh masyarakat di Indonesia. Berdasarkan data dari SKRT (Survei Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia penyakit periodontal menduduki urutan kedua yaitu mencapai 96,58% (Tampubolon, 2005). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2013) masalah gigi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan penyakit yang terjadi pada jaringan pendukung gigi disebabkan oleh infeksi bakteri dan dapat mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2009). Penyakit
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit yang diderita oleh banyak manusia di dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia, penyakit periodontal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Epidemiologi masalah kesehatan dan penyakit yang dipelajari dari beberapa populasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk purut (Citrus hystrix D. C.) merupakan tanaman buah yang banyak ditanam oleh masyarakat Indonesia di pekarangan atau di kebun. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, banyak bukti menunjukkan adanya hubungan antara periodontitis kronis dengan sejumlah penyakit sistemik. Infeksi oral kronis seperti periodontitis
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keberhasilan suatu perawatan endodontik bergantung pada triad endodontik yang terdiri dari preparasi, pembentukan dan pembersihan, sertaobturasi dari saluran akar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendalaman sulkus gingiva ini bisa terjadi oleh karena pergerakan margin gingiva
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal didefinisikan sebagai pendalaman sulkus gingiva secara patologis, merupakan gejala klinis paling penting dari penyakit periodontal. Pendalaman sulkus
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Lee dkk., 2012). Periodontitis kronis sering
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis kronis adalah penyakit inflamasi jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Lee dkk., 2012). Periodontitis kronis sering dijumpai pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan mulut merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh pada kesehatan umum dan kualitas hidup (WHO, 2012). Kesehatan gigi dan mulut sering kali menjadi prioritas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Konsep penggunaan bahan kimia untuk perawatan dalam rongga mulut telah diterapkan dalam bidang kedokteran gigi sejak ratusan tahun yang lalu. Pierre Fauchard
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini karies gigi masih merupakan penyakit utama di bidang kesehatan gigi dan mulut. Karies adalah salah satu masalah kesehatan rongga mulut yang dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hari kemudian. Lama gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Disentri basiler atau Shigellosis adalah penyakit yang ditularkan oleh bakteri Shigella melalui makanan atau air yang menghasilkan respon inflamasi pada kolon melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan terutama pada kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Salah satunya adalah penyakit periodontal yang merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman yang berkhasiat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2006). Kanker leher kepala telah tercatat sebanyak 10% dari kanker ganas di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker leher kepala merupakan kanker yang terdapat pada permukaan mukosa bagian dalam hidung dan nasofaring sampai trakhea dan esophagus, juga sering melibatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis merupakan suatu penyakit inflamasi destruktif pada jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, yang menghasilkan kerusakan lanjut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pendukung gigi (Daliemunthe, 2001) yang terdiri dari gingiva, tulang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan periodontal secara umum merupakan tempat tertanamnya gigi dan pendukung gigi (Daliemunthe, 2001) yang terdiri dari gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip pengobatan kombinasi terhadap suatu penyakit telah lama dikembangkan dalam pengobatan kuno. Masyarakat Afrika Barat seperti Ghana dan Nigeria sering menggunakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Halitosis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nafas tidak sedap pada saat nafas dihembuskan yang berasal baik dari rongga mulut maupun diluar rongga mulut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). Penyakit ini juga dikenal sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan patin siam (P. hypophthalmus) merupakan salah satu komoditas ikan konsumsi air tawar yang bernilai ekonomis penting karena beberapa kelebihan yang dimiliki seperti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendukung gigi. Penyakit periodontal secara luas diyakini sebagai masalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan suatu keadaan patologis pada jaringan pendukung gigi. Penyakit periodontal secara luas diyakini sebagai masalah kesehatan utama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis kronis, sebelumnya dikenal sebagai periodontitis dewasa (adult periodontitis) atau periodontitis dewasa kronis (chronic adult periodontitis), adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian serius dari tenaga kesehatan, baik doktermaupun perawat. Hal ini
Lebih terperinciABSTRAK. EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli SECARA IN VITRO
ABSTRAK EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli SECARA IN VITRO Maysella Suhartono Tjeng, 2011 Pembimbing: Yenni Limyati,
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Subyek penelitian yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 32
37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Subyek penelitian yang didapatkan pada penelitian ini adalah sebanyak 32 orang yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimental
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat mengganggu kesehatan organ tubuh lainnya (Kemenkes, 2013).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan seumur hidup seseorang, mengingat fungsi gigi dan mulut yang sangat berpengaruh dalam fungsi pencernaan,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya
Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menopause merupakan bagian dari siklus kehidupan alami yang akan dilalui oleh seorang wanita. Menopause merupakan fase terakhir pendarahan haid seorang wanita. Fase ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hal yang penting di kehidupan manusia. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda, Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih cukup tinggi (Pintauli dan Taizo, 2008). Penyakit periodontal dimulai dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih memerlukan perhatian serius. Walaupun prevalensi penyakit gigi ini dilaporkan sudah menurun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius oleh tenaga kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi, hal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada permukaan gigi atau permukaan jaringan keras lain didalam rongga mulut. Plak gigi terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Periodontitis adalah penyakit radang jaringan pendukung gigi yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Periodontitis adalah penyakit radang jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme atau kelompok mikroorganisme tertentu, yang mengakibatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan pendukung gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Vulnus (luka) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tubuh dan terganggunya integrasi normal dari kulit serta jaringan di bawahnya yang dapat disebabkan oleh trauma
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan adalah perubahan morfologi dan fungsional pada suatu organisme sehingga menyebabkan kelemahan fungsi serta menurunnya kemampuan untuk bertahan terhadap tekanan-tekanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. jika menembus permukaan kulit ke aliran darah (Otto, 2009). S. epidermidis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal,bersifat komensal pada permukaan kulit dan membran mukosa saluran napas atas manusia. Bakteri ini diklasifikasikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement chemomechanical pada jaringan pulpa, debris pada dentin, dan penggunaan irigasi terhadap infeksi mikroorganisme.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dipisahkan dari kesehatan umum (Ramadhan dkk, 2016). Kesehatan gigi dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan komponen yang tidak bisa dipisahkan dari kesehatan umum (Ramadhan dkk, 2016). Kesehatan gigi dan mulut yang buruk berdampak pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara mega biodiversity dengan jumlah tanaman obat sekitar 40.000 jenis, namun baru sekitar 2,5% yang telah dieksplorasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. golongan usia (Tarigan, 1993). Di Indonesia penderita karies sangat tinggi (60-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit yang sering dijumpai di rongga mulut sehingga menjadi masalah utama kesehatan gigi dan mulut (Tampubolon, 2005). Karies gigi terjadi pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir 700 spesies bakteri dapat ditemukan pada rongga mulut. Tiap-tiap individu biasanya terdapat 100 hingga 200 spesies. Jika saluran akar telah terinfeksi, infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rongga mulut merupakan tempat masuknya berbagai zat yang dibutuhkan oleh tubuh dan salah satu bagian di dalamnya ada gigi yang berfungsi sebagai alat mastikasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme spesifik atau kumpulan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis adalah inflamasi yang terjadi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme spesifik atau kumpulan beberapa mikroorganisme yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit periodontal merupakan salah satu kondisi patologis rongga mulut yang paling banyak dan sering terjadi di seluruh dunia. Saat ini, periodontitis memiliki banyak klasifikasi.
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang
I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang mempunyai jenis 180 jenis. Tanaman gladiol ditemukan di Afrika, Mediterania, dan paling banyak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional (>25,9%) dan sebanyak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional (>25,9%) dan sebanyak 15 provinsi memiliki
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan tanaman semusim yang membentuk rumpun, tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 15-50 cm (Rahayu, 1999). Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlukaan merupakan rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan suhu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah mikroorganisme yang ditemukan pada plak gigi, dan sekitar 12
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit periodontal telah diketahui sebagai penyakit yang paling banyak ditemukan pada rongga mulut manusia, bersamaan dengan karies gigi. Prevalensi penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang predominan. Bakteri dapat dibagi menjadi bakteri aerob, bakteri anaerob dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flora normal rongga mulut terdiri dari berbagai mikroflora termasuk bakteri, jamur, mycoplasma, protozoa dan virus; bakteri merupakan kelompok yang predominan. Bakteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang (Sari & Suryani, 2014). Penyakit gigi dan mulut memiliki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting bagi tubuh manusia. Upaya untuk mencapai kondisi sehat, segala aspek kesehatan harus diperhatikan termasuk kesehatan dan kebersihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menunjukkan sebanyak 25,9 persen
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil riset kesehatan dasar tahun 2013 menunjukkan sebanyak 25,9 persen penduduk Indonesia mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut dalam 12 bulan terakhir (Tjahja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga diseluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya, bakteri juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan hal yang sering terjadi dan dapat mengenai semua orang di seluruh dunia, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Luka adalah kerusakan fisik yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Uji daya antibakteri ekstrak kelopak bung mawar terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis dilakukan dengan menggunakan metode dilusi cair dan dilusi padat. Pada metode
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bunga Rosella 1. Klasifikasi Dalam sistematika tumbuhan, kelopak bunga rosella diklasifikasikan sebagai berikut : Gambar 1. Kelopak bunga rosella Kingdom : Plantae Divisio :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini masyarakat dunia dan juga Indonesia mulai mengutamakan penggunaan obat secara alami (back to nature). Pemanfaatan herbal medicine ramai dibicarakan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Streptococcus sanguis adalah jenis bakteri Streptococcs viridans yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus sanguis adalah jenis bakteri Streptococcs viridans yang termasuk dalam tipe bakteri alfa hemolitik. Bakteri ini biasa berkoloni di mulut, saluran pencernaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh secara keseluruhan, untuk itu dalam memperoleh kesehatan rongga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut manusia banyak terdapat berbagai jenis bakteri, baik aerob maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus adalah mikroorganisme
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Karies Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin, dan sementum yang disebabkan aktifitas bakteri flora mulut yang ada dalam suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tingkat keparahan penyakit periodontal di Indonesia menduduki. urutan kedua utama setelah karies yang masih merupakan masalah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tingkat keparahan penyakit periodontal di Indonesia menduduki urutan kedua utama setelah karies yang masih merupakan masalah masyarakat. Dari Survei Kesehatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tumbuhan sebagai salah satu sumber kekayaan yang luar biasa. Banyak tanaman yang tumbuh subur dan penuh
Lebih terperinciPOPULASI BAKTERI PADA TELUR AYAM LEGHORN SETELAH PENAMBAHAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI
POPULASI BAKTERI PADA TELUR AYAM LEGHORN SETELAH PENAMBAHAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh : INDRA MIFTAHUL HUDA A 420 090 023 PROGRAM
Lebih terperinciIDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)
IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu bagian tanaman pepaya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bagian tanaman pepaya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional adalah biji buah pepaya (Carica papaya L.). Secara tradisional biji pepaya dapat dimanfaatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. rongga mulut yang buruk sering mengakibatkan akumulasi plak sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kesehatan gigi dan mulut adalah hal penting untuk dijaga karena mulut merupakan salah satu organ bagi tempat masuknya makanan yang menjadi sumber nutrisi dan energi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama disebabkan oleh kurangnya kebersihan. Penanganan penyakit yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berbagai macam penyakit disebabkan oleh bakteri ditemukan di Indonesia terutama disebabkan oleh kurangnya kebersihan. Penanganan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Staphylococcus aureus merupakan salah satu mikroorganisme yang hidup di kulit (Jawetz et al., 1991). Kulit merupakan organ tubuh manusia yang sangat rentan terhadap
Lebih terperinci