STUDI PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH DENGAN METODE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KOTA TEBING TINGGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH DENGAN METODE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KOTA TEBING TINGGI"

Transkripsi

1 STUDI PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH DENGAN METODE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KOTA TEBING TINGGI Putra Amantha Hasibuan 1, Ahmad Perwira Mulia Tarigan 2 dan Zaid Perdana Nasution 3 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jln. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan putraamanthahasibuan@live.com 2 Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, USU, Jln. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan a.perwira@usu.ac.id 3 Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, USU, Jln. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan zaid@usu.ac.id ABSTRAK Kota Tebing Tinggi membutuhkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang baru karena TPA yang lama sudah tidak layak pakai. Undang-Undang No. 18 tahun 2008 mengharuskan seluruh TPA sampah di Indonesia dikelola dengan basis sanitary landfill atau control landfill, sedangkan saat ini TPA sampah yang dimiliki Kota Tebing Tinggi masih dikelola dengan basis open dumping. Selain itu pengelolaan TPA sampah dengan basis open dumping sering kali menimbulkan permasalahan khususnya dalam hal pencemaran lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah studi untuk membantu menentukan lokasi TPA sampah yang layak menurut peraturan yang berlaku. Studi pemilihan lokasi TPA sampah ini bertujuan mencari daerah yang layak untuk dijadikan sebagai lokasi TPA sampah yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah serta berdasarkan multi kriteria SNI No Proses pemilihan lokasi TPA sampah ini sendiri terdiri dari tiga tahapan penyaringan yaitu 1)tahap regional yang menghasilkan wilayah layak dan tidak layak pilih untuk lokasi TPA sampah; 2)tahap penyaringan penyisihan yang menentukan lokasi yang paling direkomendasikan; dan 3)tahap penetapan. Ketiga tahapan tersebut dilakukan dengan metode sistem informasi geografis (SIG), dimana data-data spasial berupa peta-peta tematik dianalisa dengan menggunakan berbagai modul yang tersedia pada perangkat lunak SIG. Pada studi ini dihasilka lokasi yang palik direkomendasikan untuk dipilih menjadi lokasi TPA sampah berada pada koordinat ,3 LU dan ,6 BT pada ketinggian 41 m di Kelurahan Tebing Tinggi, Kecamatan Padang Hilir. Kata kunci: Kota Tebing Tinggi, TPA sampah, SNI No , SIG. Tebing Tinggi city requires a new site of landfill because the old has been unsuitable. Law No. 18 of 2008 which requires all landfill in Indonesia be sanitary landfill or control landfill, while the landfill in Tebing Tinggi city still operated on the basis of open dumping. In addition to the base management landfill open dumping often cause problems, especially in terms of environmental pollution. Therefore it takes a study to help determine the proper site landfill according to applicable regulations. Landfill site selection study aims to find a decent area to serve as the location of the landfill in accordance with the spatial plan and meet the appropriate multi-criteria SNI. No Landfill site selection process it self consists of three filtration stages namely 1)regional stage produce feasible and not feasible region selected for landfill waste; 2)preliminary screening stage which determines the location of the most recommended; and 3)stage of the determination. The third phase was conducted using geographic information systems (GIS), in which the spatial data in the form of thematic maps were analyzed using a variety of modules available in GIS software. In this study dihasilka location Palik be recommended for selected waste landfill located at coordinates '32, 3'' N and '53, 6'' BT at an altitude of 41 m in the Tebing Tinggi Village, District of Padang Hilir. Keywords : Tebing Tinggi city, landfill, SNI No , GIS 1-9

2 1. PENDAHULUAN Sampah secara sederhana dapat diartikan sebagai segala barang padat yang tidak terpakai lagi. Seringkali sampah menimbulkan masalah yang serius jika tidak dikelola dengan tepat. Manajemen pengelolaan sampah yang kompleks dengan multi tahapan; mulai dari sampah dihasilkan pada tingkatan rumah tangga, sampah industri atau sampah agraris, pengumpulan sampah, transportasi sampah, fasilitas-fasilitas pengelolaan sampah sampai pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah harus mendapat perhatian yang serius dari instansi yang bertanggung jawab disetiap daerah untuk mencegah atau memperkecil pencemaran yang dapat ditimbulkan. Oleh karena itu pada proses pengelolaan sampah, TPA sampah memiliki peran yang sangat penting sebagai tempat mengembalikan sampah ke lingkungan. Saat ini Kota Tebing Tinggi tidak memiliki TPA sampah dengan basis pengelolaan dengan metode sanitary landfill atau controlled landfill yang sebenarnya sudah diwajibkan pemerintah dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 pada BAB XVI Ketentuan Peralihan Pasal 44 menyatakan bahwa Pemerintah daerah harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan system pembuangan terbuka paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini. Selain itu dikatakan juga Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sisitem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini. Oleh karena itu perlu diadakan studi tentang pemilihan lokasi TPA sampah yang baru di Kota Tebing Tinggi sebelum membangun TPA sampah yang baru. Potensi pencemaran lingkungan akibat komplesnya proses pengelolaan sampah dari awal sampai proses akhir mengembalikan sampah ke lingkungan di TPA, mengakibatkan pemilihan lokasi TPA sampah juga harus memperhatikan berbagai kriteria untuk mendapat lokasi yang terbaik. Seluruh ketentuan dan kriteria dalam hal pemilihan lokasi TPA sampah di Indonesia diatur dalam SNI No Sehingga studi ini pun mengacu pada SNI tersebut. Multi kriteria dalam penentuan lokasi TPA sampah ini menjadi sulit mengingat wilayah administrasi suatu daerah (kabupaten/kota) yang harus memiliki TPA sampah baik secara mandiri atau regional dengan daerah di sekitarnya sangatlah luas. Peran Sistem Informasi Geografis (SIG) akan digunakan dalam studi ini untuk membantu menyaring setiap lokasi berdasarkan tiap-tiap kriteria yang ada dengan kemampuannya mengelola data-data spasial. SIG sendiri sebelumnya sudah banyak digunakan dalam bebagai penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan studi pemilihan lokasi antara lain seperti oleh Oktasari Dyah Anggraini dan Benno Rahardyan ( 2009) dalam Pemilihan Calon Lokasi TPA dengan Metode GIS di Kabupaten Bandung Barat ; V Akbari, M.A. Rajabi, S.H. Chavoshi, dan R. Shams (2008) dalam Landfill Site Selection by Combining GIS and Fuzzy Multi Criteria Decision Analysis. Case Study: Bandar Abbas, Iran ; dan Basak Sener (2004) dalam Landfill Site Selection by Using Geographic Information Systems, dan lain-lain. Hasil dari studi ini diharpkan dapat memberikan lokasi alternatif yang layak untuk pembangunan TPA sampah di wilayah administrasi Kota Tebing Tinggi sehingga dapat meminimalkan pengaruh negatif terhadap pencemaran lingkungan dan pada akhirnya dapat membantu terwujudnya lingkungan yang asri dan nyaman untuk kehidupan masyarakat yang madani. 2. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kemampuan SIG dalam menganalisis data-data spasial yang menjadi parameter dalam menentukan lokasi TPA sampah yang layak berdasarkan SNI No Dalam studi ini perangkat lunak SIG yang digunakan adalah ArcView 3.3. ArcView adalah perangkat lunak pengolah data spasial berbentuk vektor dan raster dengan tujuan dianalisa, editing, overlay, dan layout data. Perangkat lunak ini dikembangkan oleh ESRI Corporation. Kemampuan perangkat lunak ArcView 3.3 ini dalam hal mengelola dat-data spasial diharapkan dapat mempermudah seleksi berdasarkan parameter yang ada sampai diperoleh lokasi alternatif untuk dijadikan lokasi TPA sampah di wilayah administrasi Kota Tebing Tinggi. Data-data spasial yang dijadikan sebagai parameter seleksi untuk digunakan dalam analisis spasial oleh ArcView diperoleh dalam bentuk data peta yang diperoleh dari BAPPEDA Kota Tebing Tinggi. Peta-peta tersebut antara lain: a. Peta Wilayah Administrasi Kota Tebing Tinggi b. Peta Kondisi Persampahan Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 c. Peta Penggunaan Lahan Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 d. Peta Kepadatan Penduduk Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 e. Peta Jaringan Jalan Kota Tebing Tinggi f. Peta Geologi Kota Tebing Tinggi 2-9

3 g. Peta Potensi dan Daya Dukung Lahan Kota Tebing Tinggi h. Peta Rawan Bencana Alam Kota Tebing Tinggi i. Peta Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Tebing Tinggi Tahun j. Peta Kemiringan Lereng Kota Tebing Tinggi k. Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Tebing Tinggi Tahun Penelitian akan dilakukan dalam beberapa tahapan seleksi lokasi untuk mempersempit jumlah calon lokasi sampai memperoleh satu atau lebih alternatif lokasi. Seleksi dilakukan dengan perangkat luak ArcView 3.3 dengan kriteria seleksi SNI No , misalnya TPA sampah tidak boleh danau, sungai dan laut. Tahapan seleksi dilakukan meliputi tahap regional, tahap penyisihan dan tahap penetepan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter-Parameter Seleksi Lokasi Berdasarkan SNI No dan Analisis Spasial Pemilihan Lokasi TPA Sampah dengan SIG Proses seleksi terhadap wilayah administrasi Kota Tebing Tinggi berdasarkan tahapan-tahapan di atas dilakukan secara spasial dengan menggunakan data-data yang diperoleh dari BAPPEDA Kota Tebing Tinggi dengan pendakatan SIG (ArcView 3.3) untuk memperoleh alternatif calon lokasi TPA sampah. Sebelumnya data-data spasial dalam bentuk peta vektor dengan format.pdf di-digitasi. Untuk mempermudah proses digitasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak AutoCad. Hasil digitasi dengan AutoCad berupa peta vektor yang berformat.dwg dikonversi ke format.shp agar bisa dibaca di perangkat lunak ArcView 3.3 yang digunakan untuk analisis spasial. Peta wilayah administrasi Kota Tebing Tinggi dijadikan sebagai peta dasar dalam analisis spasial dalam selesksi lokasi TPA sampah ini, karena pada penelitian ini lokasi penelitian berfokus hanya pada wilayah administrasi Kota Tebing Tinggi. Selain itu peta-peta tematik lain yang digunakan dalam analisis spasial untuk pemilihan lokasi TPA sampah ditunjukkan pada Gambar 1. Jenis Geologi Kawasan Stratgis Kawasan Potensi Daerah Rawan Banjir 3-9

4 Kepadatan Penduduk Tata Guna Lahan Gambar 1. Peta-peta yang digunakan dalam analisis spasial pemilihan lokasi TPA sampah A. Tahap Regional Pertama secara umum pemilihan lokasi TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai dan laut. Wilayah administrasi Kota Tebing sendiri tidak memiliki laut, danau atau waduk. Berdasarkan Peta Kawasan Strategis Kota Tebing Tinggi memiliki lima sungai yang bernilai strategis terhadap lingkungan hidup dan tiga kawasan strategis lain yaitu kawasan strategis Terminal Bandar Kajun; kawasan strategis Ekonomi Bajenis; dan kawasan stategis sosil budaya. Kawasan-kawasan strategis ini di-eliminasi dari peta dasar karena tidak layak dipilih untuk lokasi TPA sampah. Selanjutnya seleksi tahap regional (zona layak atau tidak layak) dilakukan dengan kriteria sebagai berikut: a. Geologi Faktor-faktor yang mempengaruhi pada kriteria geologi adalah: Tidak berlokasi di zona Holocene fault. Tidak boleh di zona bahaya geologi. Jenis batuan dasar pada area calon lokasi TPA sampah sangat penting untuk diperhatikan karena berpengaruh terhadap aliran lindi sampah (leachate) secara alami, baik pada saat bergerak menuju muka air tanah maupun saat bergerak bersama air tanah. Calon lokasi TPA yang tidak pada batuan berjenis batu pasir, batu gamping atau batuan berongga. Berdasarkan peta geologi Kota Tabing Tinggi digolongkan dalam dua jenis batuan yaitu tufa toba (batuan lempung bersusun ridosit dan tidak berlapis) dan aluvium (kerikil, pasir dan lempung). Sehingga pada wilayah yang berbatuan aluvium di-eliminasi pada peta dasar karena tidak layak dipilih untuk lokasi TPA sampah, karena dapat bedampak buruk pada aliran lindi sampah. Daerah geologi lainnya yang penting untuk dievaluasi adalah potensi gempa, zona vulkanik yang aktif serta daerah longsoran. Daerah sekitar gunung berapi merupakan daerah rawan geologis sehingga tidak dianjurkan untuk menjadi lokasi calon TPA. Kota Tebing sendiri tidak memiliki zona rawan vulkanik karena tidak memiliki gunung api dan tidak memiliki daerah rawan ongsor karena tografinya yang relatif datar. b. Hidrogeologi Faktor-faktor yang mempengaruhi pada kriteria hidrogeologi adalah: Tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter. Tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cm/det. Jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir aliran. 4-9

5 Dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut di atas, maka harus diadakan masukan teknologi. Informasi hidrogeologi dibutuhkan untuk mengetahui keberadaan muka air tanah, mendeteksi impermiabilitas tanah, lokasi sungai atau waduk atau air permukaan dan sumber air minum yang digunakan oleh penduduk sekitar. Tanah dengan permeabilitas cepat dinilai memiliki nilai yang rendah untuk menjadi lokasi calon TPA karena memberikan perlindungan yang kecil terhadap air tanah dan membutuhkan teknologi tambahan yang khusus. Jenis tanah juga mempengaruhi permeabilitas terhadap air yang masuk ke tanah. Pada calon TPA dipilih daerah dengan jenis tanah yang tidak berpasir karena memiliki porositas yang tinggi sehingga angka kelulusan air dalam tanah akan relatif tinggi sehingga dapat mengganggu kualitas air tanah. Berdasarkan Peta Potensi dan Daya Dukung Lahan Kota Tebing Tinggi dibagi menjadi tiga golongan yaitu kawasan potensi (muka air tanah sedang-agak dalam 4-6 m); kawasan potensi bersyarat 1 (muka air tanah Dalam > 6 m); dan kawasan potensi 2 (muka air tanah rendah < 4 m), sehingga kawasan potensi 2 tidak layak untuk dipilih dan harus di-eliminasi. c. Topografi/Kemiringan Faktor-faktor yang mempengaruhi pada kriteria topografi/kemiringan adalah: Kemiringan zona harus kurang dari 20 %. Tempat pengurukan limbah tidak boleh terletak pada suatu bukit dengan lereng yang tidak stabil. Suatu daerah dinilai lebih bila terletak di daerah landai dengan topografi tinggi. Daerah yang sangat curam dinilai memiliki nilai yang lebih kecil karena dikhawatirkan dapat menyebabkan kelongsoran yang berakibat fatal terutama saat terjadi hujan atau rembesan air yang tinggi. Berdasarkan Peta Kemiringan Lereng Kota Tebing Tinggi dibagi atas tiga kelas yaitu kelas 1 (0 2%), kelas 2 (2 8%) dan kelas 3 (8 15%). Kemiringan yang dilarang adalah kemiringan lebih dari 20 % sehingga dari aspek topografi seluruh wilayah Kota Tebing Tinggi layak dipilih untuk lokasi TPA sampah. d. Tata guna lahan Faktor-faktor yang mempengaruhi pada kriteria tata guna lahan adalah: Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari meter untuk penerbangan turbo jet dan harus lebih besar dari meter untuk jenis lain. Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25 tahun. TPA yang menerima sampah organik, dapat menarik kehadiran burung sehingga tidak boleh berlokasi dalam jarak 3000 meter dari landasan lapangan terbang yang digunakan oleh penerbangan turbo jet atau dalam jarak 1500 meter dari landasan lapangan terbang jenis lain. Kota Tebing Tinggi sendiri tidak memiliki lapangan terbang baik untuk penerbangan turbo jet atau pun jenis lain. Selain itu, lokasi tersebut tidak boleh terletak di dalam wilayah yang diperuntukkan bagi daerah lindung perikanan, satwa liar dan pelestarian tanaman. Jenis penggunaan tanah lainnya yang biasanya dipertimbangkan kurang cocok adalah konservasi lokal dan daerah kehutanan. Berdasarkan Peta Ruang Terbuka Hijau Kota Tebing Tinggi meiliki kawasan perlindungan setempat sepadan sungai, sehingga zona ini tidak dipilih (tidak layak) untuk TPA sampah. Berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana Kota Tebing Tinggi memiliki 15 titik rawan banjir yang juga harus dieliminasi karena tidak layak untuk dipilih menjadi lokasi TPA sampah. 5-9

6 Gambar 2. Peta area layak TPA sampah Kota Tebing Tinggi Seperti terlihat pada Gambar 2, pada seleksi tahap regional ini dipilih tiga lokasi alternatif untuk TPA sampah di Kota Tebing Tinggi yaitu sebagai berikut: a. Lokasi A terletak pada koordinat ,5 LU dan ,1 BT pada ketinggian 34 m di Kelurahan Pinang Mancung, Kecamatan Bajenis. Lokasi ini memiliki jenis geologi Tufa Toba, tidak terdapat bahaya banjir, memiliki akses jalan yang baik, memiliki luas lahan 7,065 ha dan masa layanan 6,18 tahun. b. Lokasi B terletak pada koordinat ,3 LU dan ,6 BT pada ketinggian 41 m di Kelurahan Tebing Tinggi, Kecamatan Padang Hilir. Lokasi ini memiliki jenis geologi Tufa Toba, tidak terdapat bahaya banjir, memiliki akses jalan yang baik, memiliki luas lahan 7,065 ha dan masa layanan 6,18 tahun. c. Lokasi C terletak pada koordinat ,0 LU dan ,0 BT pada ketinggian 43 m di Kelurahan Tebing Tinggi, Kecamatan Padang Hilir. Lokasi ini memiliki jenis geologi Tufa Toba, tidak terdapat bahaya banjir, memiliki akses jalan yang baik, memiliki luas lahan 7,065 ha dan masa layanan 6,18 tahun. Koordinat lokasi-lokasi di atas disurvei menggunakan GPS jenis Handheld dengan ketelitian ± 5 meter. B. Tahap Penyisihan Selanjutnya ketiga lokasi alternatif TPA sampah yang diperoleh dari seleksi tahap regional diseleksi lagi pada tahap penyisihan. Pada tahap ini ketiga lokasi diberi penilaian terhadap berbagai aspek penilaian sesuai yang diatur dalam SNI No dengan bobotnya masing-masing untuk mengetahui lokasi mana yang memiliki poin tertinggi (yang paling layak) yaitu lokasi yang paling direkomendasikan untuk dipilih. Kriteria penyisihan yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik yaitu terdiri dari dengan kriteria berikut: a. Iklim Faktor-faktor yang mempengaruhi pada kriteria iklim adalah: Hujan: intensitas hujan yang semakin kecil dinilai semakin baik. Berdasarkan letak geografis, Kota Tebing Tinggi dapat dikategorikan beriklim tropis dengan temperatur udara antara 25 o 27 o c dan kondisi alam Kota Tebing Tinggi dipengaruhi oleh 2 (dua) musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan, dengan jumlah curah hujan sepanjang tahun 2009 sebesar mm/tahun dengan kelembaban udara 80% - 90%. Selama tahun 2009, Kota Tebing Tinggi mengalami rentang curah hujan berkisar mm. Curah hujan tertinggi terjadi 6-9

7 pada bulan September dengan curah hujan 377 mm dan banyaknya hari hujan 13 hari, disusul bulan November dengan curah hujan 212 mm dan banyaknya 14 hari. Sedangkan curah hujan terendah di bulan Februari yakni 28 mm dengan hari hujan sebanyak 2 hari. Angin: arah angin dominan tidak menuju ke daerah pemukiman dinilai makin baik. Dari aspek iklim terhadap penilaian seleksi ini, ketiga lokasi retif sama karena keseluruhan iklim di Kota Tebing Tinggi sama termasuk curah hujan dan angin. b. Utilitas: tersedia semakin lengkap dinilai semakin baik. Aspek utilitas dilihat dari beberapa peta yaitu Peta Jaringan Jalan; Peta Jaringan Air Bersih; Peta Jaringan Irigasi; Peta Jaringan Listrik. c. Lingkungan biologis Faktor-faktor yang mempengaruhi pada kriteria lingkungan biologis adalah: Habitat: kurang bervariasi dinilai semakin baik. Daya dukung: kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai makin baik. d. Kondisi tanah Faktor-faktor yang mempengaruhi pada kriteria kondisi tanah adalah: Produktifitas tanah: tidak produktif dinilai lebih baik. Aspek produktifitas tanah penilaiannya dilihat dari Peta Penggunaan Lahan Kota Tebing Tinggi Tahun Penggunaan lahan di Kota Tebing Tinggi terbagi dalam dua bagian yaitu penggunaan lahan terbangun (di atas lahannya terdapat bangunan fisik seperti permukiman, sarana dan prasarana permukiman, pertokoan, dan sebagainya) dan tidak terbangun ( di atas lahannya tidak ada bangunan fisik melainkan penggunaan lahan untuk pertanian, perkebunan, irigasi, kolam, hutan, dan sebagainya). Kapasitas dan umur: dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baik. Ketersediaan tanah penutup: mempunyai tanah penutup yang cukup, dinilai lebih baik. Status tanah: makin bervariasi dinilai tidak baik. e. Demografi: kepadatan penduduk lebih rendah, dinilai makin baik. Untuk kriteria kepadatan penduduk, yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi terdapat pada Kecamatan Tebing Tinggi Kota yakni 82,80 jiwa/ha sedangkan kepadatan penduduk kelurahan tertinggi pada Kelurahan Rantau Laban (Kecamatan Rambutan) sebesar 246,82 jiwa/ha, sedangkan kepadatan penduduk terendah pada Kelurahan Tambangan Hulu di Kecamatan Padang Hilir sebesar 11,53 jiwa/ha. Aspek kepadatan penduduk dilihat dari Peta Kepadatan Penduduk Kota Tebing Tinggi Tahun f. Batas administrasi: dalam batas adminitrasi dinilai semakin baik. Untuk kriteria batas administrasi, ketiga lokasi alternatif memiliki penilaian yang sama kerena ketiga lokasi memang berda dalam wilayah administrasi Kota Tebing Tingggi. g. Kebisingan: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik. Untuk kriteria kebisingan dinilai berdasarkan ketersediaan zona penyangga yang mampu meredam kebisingan terhadap lingkungan sekitar yang ditimbulkan akibat operasioanal pengelolaan sampah di lokasi TPA sampah. h. Bau: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik. Sama halnya dengan kriteria kebisingan, kriteria bau juga dinilai berdasarkan ketersediaan zona penyangga yang mampu meredam bau terhadap lingkungan sekitar yang ditimbulkan akibat operasioanal pengelolaan sampah di lokasi TPA sampah. i. Estetika: semakin tidak telihat dari luar dinilai semakin baik. Sama halnya dengan kriteria kebisingan dan bau, kriteria estetika juga dinilai berdasarkan ketersediaan zona penyangga. Ketersediaan zona pnyangga membuat operasional pengelolaan sampah di dalam TPA tidak terlihat langsung dari luar. j. Ekonomi: semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m 3 /ton) dinilai semakin baik. 7-9

8 Berdasarkan parameter-parameter penyisihan di atas dan sesuai dengan bobotnya masing-masing, dilakukan penilaian terhadap ketiga lokasi yang telah ditentukan. Hasil yang diperoleh dari penilaian pada tahapan penyisihan ditunjukkan dalam Tabel 1: Tabel 1. Tabulasi parameter penilaian tahap penyisihan No. Parameter Lokasi A Lokasi B Lokasi C I Umum 1 Batas Administrasi Pemilik hak atas tanah Kapasitas lahan Jumlah Pemilik Tanah 30 5 Partisipasi Masyrakat II LINGKUNGAN FISIK 1 Bahaya banjir Intensitas Hujan Jalan menuju lokasi Transport Sampah (satu jalan) Jalan masuk Lalu lintas Tata guna tanah Pertanian Daerah lindung/cagar alam Biologis Kebisingan dan bau Estetika Total Nilai Pada tahapan penyisihan; sesuai terlihat dalam tabel di atas, lokasi B yang terletak pada koordinat ,3 LU dan ,6 BT di Kelurahan Tebing Tinggi, Kecamatan Padang Hilir, dalam tabulasi penilaian memperoleh skor tertinggi yaitu 506 (57,80%), sehingga lokasi alternatif B paling direkomendasikan untuk dipilih menjadi lokasi TPA sampah di wilayah Kota Tebing Tinggi C. Tahap Penetapan Selanjutnya tahapan yang terakhir adalah tahapan penetapan. Pada tahap ini yaitu pengambilam keputusan penetapan lokasi TPA sampah oleh pihak yang berwenang dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Tebing Tinggi. 4. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kota Tebing Tinggi harus segera memiliki TPA dengan pengelolaan berbasis sanitary landfill atau control landfill baik secara mandiri atau regional dengan Kabupaten Serdang Bedagai yang berbatasan langsung dengan Kota Tebing Tinggi. 2. Acuan yang digunakan dalam proses pemilihan lokasi TPA sampah di Indonesia adalah SNI Sistem informasi geografis (SIG) dapat digunakan untuk membantu analisis data-data spasial yang dibutuhkan dalam mencari lokasi yang layak dipilih untuk menjadi lokasi TPA sampah. 4. Lokasi paling direkomendasikan adalah lokasi B yang terletak pada koordinat ,3 LU dan ,6 BT di Kelurahan Tebing Tinggi, Kecamatan Padang Hilir. 8-9

9 DAFTAR PUSTAKA Anonim. (1994). SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Anonim. (2008). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Jakarta. Akbari, V. Rajabi, M.A. Chavoshi, S.H. dan Shams, R. (2008). Landfill Site Selection by Combining GIS and Fuzzy Multi Criteria Decision Analysis. Case Study: Bandar Abbas, Iran. Journal of Department of Surveying and Geomatics Engineering, University of Tehran, Iran. Alfy, Zeinhom El, et. Al. (2010). Integrating GIS and MCDM to Deal with landfill site selection. International Journal of Engineering & Technology IJET-IJENS Vol. 10 No. 06. Anggraini, Oktasari Dyah. dan Rahardyan, Benno. ( 2009). Pemilihan Calon Lokasi TPA dengan Metode GIS di Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Indonesia, Bandung. Basyarat, Ade. (2006). Kajian Terhadap Penetapan Lokasi TPA Sampah Leuwinanggung Kota Depok. Tesis Program Studi Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota, Konsentrasi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang. Budiayanto, Eko. (2009). Sistim Informasi Geografis dengan ArcView GIS. Penertbit Andi. Yogyakarta. Damanhuri, Enri, et. Al. (2010). Pengelolaan Sampah. Diktat Kuliah di Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan institut Teknologi Bandung, Bandung. Davis, Mackenzie Leo. (2004). Principles of Environmental Engineering and Science. McGraw-Hill, New York. Diharto, (2008). Analisis Teknis Pemilihan Lokasi TPA Regional Magelang (Kota Magelang Dan Kabupaten Magelang. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES), Semarang. Gumelar, D. (2007). Data Spasial. IlmuKomputer.com. Bandung. Hussin, W.M.A. Wan. and Kabir, Shahid. (2010). Modeling Landfill Suitability Based On Multi-Criteria Decision Making Method. Journal of School of Civil Engineering, Universiti Sains Malaysia, Penang, Malaysia. Jayusri. (2012). Analisis Potensi Erosi pada DAS Belawan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan. Kristianto, G.H. Yudhi. (2007). Autocad 2D. Penerbit Andi.Yogyakarta. Nandi. (2005). Kajian Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah dalam Konteks Tata -Ruang. Jurnal GEA Jurusan Pendidikan Geografi, Vol. 5, No. 9. Nidya, Abidari. (2005). Penentuan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Kabupaten Klaten Menggunakan Teknik Penginderaan Jauh dan Sitem Informasi Geografis. Jurnal Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Sener, Basak. (2004). Landfill Site Selection By Using Geographic Information Systems. Thesis of Department of Geological Engineering, Mugla University, Mugla, Turkey. Tamod, Zetly E. (2009). Tingkat Kelayakan Lahan TPA Sampah Kota Manado dalam Ukuran Mitigasi Perencanaan Lokasi TPA. Jurnal Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, Manado. 9-9

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah 1. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994, membagi kriteria pemilhan loasi TPA sampah menjadi tiga, yaitu: a. Kelayakan regional Kriteria yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Prinsip Pemilihan TPA

BAB III METODOLOGI. 3.1 Prinsip Pemilihan TPA BAB III METODOLOGI 3.1 Prinsip Pemilihan TPA Salah satu kendala pembatas dalam peneterapan metoda pengurugan sampah dalam tanah, misalnya metoda lahan-urug, adalah pemilihan lokasi yang cocok baik dilihat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ditentukan sesuai dengan SNI nomor :1994 yang dianalisis dengan

BAB III METODE PENELITIAN. ditentukan sesuai dengan SNI nomor :1994 yang dianalisis dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, yakni penentuan lokasi untuk TPA sampah. Penentuan lokasi TPA sampah ditentukan sesuai dengan

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014 Analisis Geospasial Persebaran TPS dan TPA di Kabupaten Batang Menggunakan Sistem Informasi Geografis Mufti Yudiya Marantika, Sawitri Subiyanto, Hani ah *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. Daftar Isi... BAB I DESKRIPSI Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup Pengertian... 1

DAFTAR ISI. Halaman. Daftar Isi... BAB I DESKRIPSI Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup Pengertian... 1 DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i BAB I DESKRIPSI... 1 1.1 Maksud dan Tujuan... 1 1.2 Ruang Lingkup... 1 1.3 Pengertian... 1 BAB II PERSYARATAN... 3 BAB III KETENTUAN-KETENTUAN... 4 3.1 Umum... 4 3.2

Lebih terperinci

STUDI PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH DENGAN METODE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KOTA TEBING TINGGI

STUDI PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH DENGAN METODE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KOTA TEBING TINGGI STUDI PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH DENGAN METODE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KOTA TEBING TINGGI TUGAS AKHIR PUTRA AMANTHA HASIBUAN 08 0404 031 BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER

Lebih terperinci

TATA CARA PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH SNI

TATA CARA PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH SNI TATA CARA PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH SNI 03-3241-1994 RUANG LINGKUP : Tata cara ini memuat tentang persyaratan dan ketentuan teknis dan dapat dijadikan acuan atau pegangan bagi perencana

Lebih terperinci

ASPEK GEOHIDROLOGI DALAM PENENTUAN LOKASI TAPAK TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH (TPA)

ASPEK GEOHIDROLOGI DALAM PENENTUAN LOKASI TAPAK TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH (TPA) J. Hidrosfir Indonesia Vol. 3 No. 1 Hal. 1-6 Jakarta, April 2008 I SSN 1907-1043 ASPEK GEOHIDROLOGI DALAM PENENTUAN LOKASI TAPAK TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH (TPA) Mardi Wibowo Peneliti Geologi Lingkungan

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

Tersedia online di: Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 4, No 3 (2015)

Tersedia online di:  Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 4, No 3 (2015) Tersedia online di: http://ejournal-sundipacid/indexphp/tlingkungan Jurnal Teknik Lingkungan, Vol 4, 3 (20) PERENCANAAN SITE SELECTION TPA REGIONAL KABUPATEN DAN KOTA MAGELANG Muhammad Jauhar *), Wiharyanto

Lebih terperinci

PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KABUPATEN BANGKALAN DENGAN BANTUAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KABUPATEN BANGKALAN DENGAN BANTUAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KABUPATEN BANGKALAN DENGAN BANTUAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Siti Maulidah 1, Yuswanti Ariani Wirahayu 2, Bagus Setiabudi Wiwoho 2 Jl. Semarang 5

Lebih terperinci

Penentuan Lokasi Terpilih Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Kota Jambi Selected Location Determination of landfill in the City of Jambi

Penentuan Lokasi Terpilih Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Kota Jambi Selected Location Determination of landfill in the City of Jambi Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Penentuan Lokasi Terpilih Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Kota Jambi Selected Location Determination of landfill in the City of Jambi 1 Irina Kartika

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR PETA... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT...

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

OP-014 STUDI KELAYAKAN LOKASI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH KABUPATEN PADANG PARIAMAN

OP-014 STUDI KELAYAKAN LOKASI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH KABUPATEN PADANG PARIAMAN OP-014 STUDI KELAYAKAN LOKASI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH KABUPATEN PADANG PARIAMAN Yeggi Darnas Teknik Lingkungan UIN Ar-Raniry Banda Aceh e-mail: darnasjunior@gmail.com ABSTRAK Konsep pembangunan

Lebih terperinci

KESESUAIAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DENGAN LINGKUNGAN DI DESA KALITIRTO YOGYAKARTA ABSTRAK

KESESUAIAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DENGAN LINGKUNGAN DI DESA KALITIRTO YOGYAKARTA ABSTRAK PLANO MADANI VOLUME 6 NOMOR, APRIL 207, - 4 207 P ISSN 20-878X - E ISSN 24-297 KESESUAIAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DENGAN LINGKUNGAN DI DESA KALITIRTO YOGYAKARTA Hamsah, Yohanes Agus Iryawan 2, Nirmawala,2

Lebih terperinci

BAB IV DISAIN DAN REKOMENDASI TPA SANITARY LANDFILL KABUPATEN KOTA

BAB IV DISAIN DAN REKOMENDASI TPA SANITARY LANDFILL KABUPATEN KOTA BAB IV DISAIN DAN REKOMENDASI TPA SANITARY LANDFILL KABUPATEN KOTA 4.1. Latar Belakang Pemilihan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan langkah awal yang harus dilakukan apabila pemerintah pusat

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI TEMPAT PENGOLAHAN AKHIR (TPA) SAMPAH KOTA BANJARBARU MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) Andy Mizwar

PENENTUAN LOKASI TEMPAT PENGOLAHAN AKHIR (TPA) SAMPAH KOTA BANJARBARU MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) Andy Mizwar EnviroScienteae 8 (2012) 16-22 ISSN 1978-8096 PENENTUAN LOKASI TEMPAT PENGOLAHAN AKHIR (TPA) SAMPAH KOTA BANJARBARU MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) Andy Mizwar Program Studi Teknik Lingkungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 LAMPIRAN III UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Pasal 1 (1.1) Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya jumlah penduduk Indonesia diikuti oleh tingkat pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Besarnya jumlah penduduk Indonesia diikuti oleh tingkat pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Besarnya jumlah penduduk Indonesia diikuti oleh tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan bertambahnya volume sampah. Ditambah pola yang semakin beragam

Lebih terperinci

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting Artikel Ilmiah Diajukan kepada Program Studi Sistem Informasi guna memenuhi

Lebih terperinci

APLIKASI SIG DALAM MENENTUKAN LOKASI TPA DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

APLIKASI SIG DALAM MENENTUKAN LOKASI TPA DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG APLIKASI SIG DALAM MENENTUKAN LOKASI TPA DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG Latar Belakang Masalah sampah akan berdampak besar jika tidak dikelola dengan baik, oleh karena itu diperlukan adanya tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sampah merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia saat ini. Hampir setiap kegiatan yang dilakukan manusia selalu menghasilkan sampah, terutama

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara utama yang digunakan untuk mencapai tujuan, misalnya untuk menguji hipotesis dengan menggunakan teknik serta alatalat tertentu(surakhmad

Lebih terperinci

PENENTUAN LOKASI TEMPAT PENGOLAHAN AKHIR (TPA) SAMPAH KOTA BANJARBARU MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

PENENTUAN LOKASI TEMPAT PENGOLAHAN AKHIR (TPA) SAMPAH KOTA BANJARBARU MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) PENENTUAN LOKASI TEMPAT PENGOLAHAN AKHIR (TPA) SAMPAH KOTA BANJARBARU MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) Andy Mizwar andy.mizwar@gmail.com Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai akibat dari perkembangan penduduk, wilayah pemukiman, dan fasilitas perkotaan di beberapa kota besar di Indonesia timbul berbagai masalah yang berhubungan

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA Asmirawati Staf Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba asmira_st@gmail.com ABSTRAK Peningkatan kebutuhan lahan perkotaan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN RESAPAN AIR DI KELURAHAN RANOMUUT KECAMATAN PAAL DUA KOTA MANADO

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN RESAPAN AIR DI KELURAHAN RANOMUUT KECAMATAN PAAL DUA KOTA MANADO ANALISIS PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN RESAPAN AIR DI KELURAHAN RANOMUUT KECAMATAN PAAL DUA KOTA MANADO Erlando Everard Roland Resubun 1, Raymond Ch. Tarore 2, Esli D. Takumansang 3 1 Mahasiswa S1 Program

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2015

Jurnal Geodesi Undip Januari 2015 ANALISIS GEOSPASIAL PERSEBARAN TPS DAN TPA DI KOTA SEMARANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus TPS : Kecamatan Pedurungan, Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan Semarang Tengah, dan Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat, dimanapun dan kapanpun, sehingga dapat menimbulkan kerugian material dan imaterial bagi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) A714 Pembuatan Peta Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor dengan Menggunakan Metode Fuzzy logic (Studi Kasus: Kabupaten Probolinggo) Arief Yusuf Effendi, dan Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) Nandian Mareta 1 dan Puguh Dwi Raharjo 1 1 UPT. Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Jalan Kebumen-Karangsambung

Lebih terperinci

Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Penetapan Potensi Lahan Budidaya Perikanan di Kabupaten Sumedang *)

Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Penetapan Potensi Lahan Budidaya Perikanan di Kabupaten Sumedang *) Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Penetapan Potensi Lahan Budidaya Perikanan di Kabupaten Sumedang *) Geographic Information System application to determine the potential area of aquaculture in

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan suatu kejadian dan fenomena baik alam non alam dan sosial yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

MODEL ZONASI UNTUK KAWASAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM DAN BATUBARA (STUDI KASUS KABUPATEN WAROPEN PROVINSI PAPUA)

MODEL ZONASI UNTUK KAWASAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM DAN BATUBARA (STUDI KASUS KABUPATEN WAROPEN PROVINSI PAPUA) MODEL ZONASI UNTUK KAWASAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM DAN BATUBARA (STUDI KASUS KABUPATEN WAROPEN PROVINSI PAPUA) Waterman Sulistyana Bargawa *, Victor Isak Semuel Ajatanoi 2 Magister Teknik Pertambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembukaan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada daerah aliran sungai (DAS) akhir-akhir ini sangat banyak terjadi khususnya pada kota-kota besar, dengan jumlah dan pertumbuhan

Lebih terperinci

Penentuan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Kota Prabumulih Determining The Location of Landfill (TPA) Kota Prabumulih

Penentuan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Kota Prabumulih Determining The Location of Landfill (TPA) Kota Prabumulih Prosiding Perencanaan Wilayah dan Kota ISSN: 2460-6480 Penentuan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Kota Prabumulih Determining The Location of Landfill (TPA) Kota Prabumulih 1 H.Muhammad Rhendy

Lebih terperinci

2016 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA UNTUK TANAMAN ENDEMIK JAWA BARAT MENGGUNAKAN GISARCVIEW

2016 ANALISIS KESESUAIAN LAHAN DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA UNTUK TANAMAN ENDEMIK JAWA BARAT MENGGUNAKAN GISARCVIEW 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara yang strategis karena terletak di daerah khatulistiwa yang mempunyai tipe hutan hujan tropis cukup unik dengan keanekaragaman jenis

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN 4.1 ANALISIS LOKASI TAPAK BAB IV ANALISIS PERANCANGAN Dalam perancangan arsitektur, analisis tapak merupakan tahap penilaian atau evaluasi mulai dari kondisi fisik, kondisi non fisik hingga standart peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang berada pada iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi memiliki tingkat kerawanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan mengakibatkan

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL Febriana Yogyasari, Dedy Kurnia Sunaryo, ST.,MT., Ir. Leo Pantimena, MSc. Program Studi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Berikut adalah metode penelitian yang diusulkan : Pengumpulan Data Peta Curah Hujan tahun Peta Hidrologi Peta Kemiringan Lereng Peta Penggunaan Lahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah dan air merupakan sumberdaya alam utama yang mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Sebagai sumberdaya yang banyak digunakan, tanah dapat mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, sehingga keberadaan air dalam jumlah yang cukup mutlak diperlukan untuk menjaga keberlangsungan hidup

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017 ANALISIS PENENTUAN LOKASI DAN RUTE TPA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN DEMAK Ahmad Daniyal, Arwan Putra Wijaya, Arief Laila Nugraha *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Provinsi Sumatera Barat (Gambar 5), dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Kota merupakan salah satu dari

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri ini dapat diselesaikan. Penyusunan Laporan

Lebih terperinci

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. C6 Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. Lumajang) Zahra Rahma Larasati, Teguh Hariyanto, Akbar Kurniawan Departemen

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2015 9 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN. Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN. Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum KEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum 1. PENDAHULUAN Proses globalisasi membawa efek yang sangat signifikan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO Iqbal L. Sungkar 1, Rieneke L.E Sela ST.MT 2 & Dr.Ir. Linda Tondobala, DEA 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas

Lebih terperinci

2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai

2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai BAB 2 TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2. 1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kabupaten Serdang Bedagai Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Serdang Bedagai pada prinsipnya merupakan sarana/alat

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT RACHMAN SOBARNA Penyelidik Bumi Madya pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki potensi bencana alam yang tinggi. Jika dilihat secara geografis Indonesia adalah negara kepulauan yang berada pada pertemuan

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh Catur Pangestu W 1013034035 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015 ABSTRACT ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Longsorlahan merupakan perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau mineral campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016 73 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik,

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA SKRIPSI OLEH: KHAIRULLAH AGROEKOTEKNOLOGI

PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA SKRIPSI OLEH: KHAIRULLAH AGROEKOTEKNOLOGI PENYUSUNAN PETA ZONA AGROEKOLOGI (ZAE) DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA SKRIPSI OLEH: KHAIRULLAH 100301230 AGROEKOTEKNOLOGI Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi

Lebih terperinci

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR Oleh: EVA SHOKHIFATUN NISA L2D 304 153 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO Pemetaan Daerah Rawan PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO Moch. Fauzan Dwi Harto, Adhitama Rachman, Putri Rida L, Maulidah Aisyah,

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menegaskan bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI 1. Kondisi geologi a. Tidak berlokasi di zona holocene fault; serta b. Tidak boleh di zona bahaya geologi. 2. Kondisi hidrogeologi a. Tidak boleh mempunyai muka air tanah < 3 m; b. Keluasan tanah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik kerugian harta benda maupun korban jiwa. Hal ini mendorong masyarakat disekitar bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persentasi uap air di udara semakin banyak uap air dapat diserap udara.

BAB I PENDAHULUAN. persentasi uap air di udara semakin banyak uap air dapat diserap udara. BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi, air juga merupakan kebutuhan dasar manusian yang digunakan untuk kebutuhan minum,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR PETA... xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci