Ketahanan Energi: Idealitas versus Realitas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Ketahanan Energi: Idealitas versus Realitas"

Transkripsi

1 EDISI V Tahun 2014 MRET 2014 Ketahanan Energi: Idealitas versus Realitas UTM: Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan bagi Indonesia Potret Kinerja Migas Indonesia EDUKSI FISKL Demokrasi, Pemilu, dan Tantangan Fiskal OPINI: Berharap EC Indonesia yang Lebih gresif

2 EDISI V Tahun 2014 MaRET 2014 Ketahanan Energi: Idealitas versus Realitas UTM: n Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan bagi Indonesia n Potret Kinerja Migas Indonesia EDUKSI FISKL n Demokrasi, Pemilu, dan Tantangan Fiskal OPINI: n Berharap EC Indonesia yang Lebih gresif Daftar Isi Penanggung jawab: Freddy R. Saragih Sri Bagus Guritno Dewan Redaksi: bdul ziz Hadi Setiawan Rahmat Mulyono Penyunting: Syahrir Ika Hidayat mir Desain Grafis dan Layout: Tim Grafis Kreasitama Sekretariat: Hendro Ratnanto Sigit Purnomo Indra Setiawan Moh. Kharis Syukron Penerbit: Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal UTM: l Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan bagi Indonesia Riza zmi dan Hidayat mir l Potret Kinerja Migas Indonesia Mohamad Nasir l Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Hadi Setiawan l Ketahanan dan Kedaulatan Energi Indonesia khmad Yasin EDUKSI FISKL l Demokrasi, Pemilu, dan Tantangan Fiskal Syahrir Ika l Energi Terbarukan, pa dan Mengapa Widodo Ramadyanto OPINI: l Berharap EC Indonesia yang Lebih gresif Ivan Yulianto l Mencapai Ketahanan Energi Dengan Pembangunan Kilang Minyak Melalui Skema Kerjasama Pemerintah Swasta Eko Nur Surachma lamat: Gedung R.M. Notohamiprodjo Lantai 4, Jalan Dr. Wahidin No.1 Jakarta Telp: (021) Fax: (021) buletin_irf@fiskal.depkeu.go.id Redaksi menerima kontribusi tulisan dan artikel yang sesuai dengan misi penerbitan. Tulisan dan artikel ditulis dalam huruf arial 11, spasi 1,5, maksimal 10 halaman 4. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi. INFO RISIKO FISKL MRET 2014

3 Editorial JMINN KESEHTN NSIONL Perlindungan Sosial yang Dinantikan Rakyat Tanggal 1 Januari 2014 akan menjadi hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada hari itu, Pemerintah memukul genderang mulai beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. BPJS Kesehatan adalah sebuah lembaga yang dibentuk dengan Undang-Undang untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pengoperasian BPJS ini menandakan bahwa Pemerintah memiliki komitmen yang tinggi untuk menjamin kesehatan rakyat Indonesia, yang merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial dari negara terhadap rakyatnya. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Tujuan JKN adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak tanpa membedakan status sosial maupun ekonomi. JKN diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Seluruh warga, termasuk para pekerja formal maupun nonformal diwajibkan oleh Undang-Undang untuk menjadi peserta dan membayar iuran. Sementara itu, bagi penduduk yang tidak mampu, Pemerintah akan menanggung iuran jaminan kesehatan dengan mengalokasikan anggaran untuk Penerima Bantuan Iuran/PBI. Semua peserta dalam program JKN akan mendapatkan manfaat medis yang sama, sementara manfaat nonmedis (misalnya akomodasi rawat inap) dapat berbeda tergantung golongan bagi PNS, gaji/ upah bagi pegawai swasta, dan besaran iuran bagi pekerja nonformal. Implementasi SJSN yang diawali dengan beroperasinya BPJS Kesehatan dan program JKN merupakan suatu terobosan besar yang dilaksanakan oleh Pemerintah. Namun demikian, tidak sedikit pihak yang menyangsikan apakah program JKN dan BPJS Kesehatan akan berjalan mulus. Dari sisi supply, jumlah infrastruktrur layanan kesehatan dan tenaga medis masih belum memadai baik kualitas maupun kuantitasnya ditambah lagi persebarannya juga tidak merata. Dari sisi tarif untuk jasa layanan, termasuk obat, alat kesehatan dan jasa dokter, masih banyak yang menilai tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah tidak wajar. Hal ini dikhawatirkan membuat banyak penyedia jasa layanan enggan untuk bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Selain itu juga ada persoalan kemauan (willingness) dan kemampuan para pekerja nonformal untuk membayar iuran. Sementara dari sisi data PBI, masih perlu koordinasi yang lebih insentif antara pemerintah pusat dan daerah sehingga diperoleh data yang valid mengenai jumlah penduduk yang layak menerima bantuan iuran. Hal-hal tersebut adalah sebagian permasalahan yang dihadapi dalam implementasi JKN. Di samping berbagai persoalan tersebut, terdapat potensi risiko fiskal yang dapat membenani PBN. Di antaranya adalah ketidaksesuaian antara iuran dan manfaat; adverse selection; dan tanggung jawab pemerintah untuk menjaga keberlangsungan program JKN jika terjadi hal-hal/kejadian yang memang disebabkan di luar kendali baik oleh badan penyelenggara maupun pemerintah. Potensi risiko fiskal dari program JKN dan mitigasinya akan dibahas lebih lanjut dalam artikel Buletin Info Risiko Fiskal (IRF) edisi kali ini. Para cendekia sering berujar, kalau anda ingin sukses, maka anda harus memulai. Program JKN merupakan kesempatan emas bagi negara ini dalam memperbaiki sistem jaminan sosial yang selama ini dijalankan. Keberhasilan program ini Jaminan Kesehatan Nasional tentunya memerlukan waktu. Dengan semua permasalahan yang dihadapinya, kita harus tetap optimistis bahwa program ini akan menjadi semakin baik seiring berjalannya waktu. Pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar untuk keberlangsungan dan keberhasilan program JKN. Oleh karenanya setiap komponen penyelenggara jaminan sosial harus bahu membahu bekerja keras, bukan justru mengambil manfaat individual atas perubahan ini. Sementara itu, masyarakat juga perlu turut serta mengawasi agar program JKN tidak menyimpang dari tujuan awal dan ketentuan yang berlaku. Mari kita sambut era baru jaminan sosial di negeri kita ini dengan optimisme dan harapan akan kehidupan yang lebih baik bagi rakyat Indonesia! Syahrir Ika I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

4 Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan bagi Indonesia Oleh: Riza zmi dan Hidayat mir Staf dan Peneliti Madya pada Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, BKF, Kementerian Keuangan. dan U T M Ketahanan energi kembali menjadi topik pembicaraan yang hangat. Belum lama ini Pemerintah mengabarkan stok minyak mentah Indonesia hanya cukup untuk persediaan 3-4 hari, sedangkan stok bahan bakar minyak (BBM) di stasiun penyedia bahan bakar umum (SPBU) PT Pertamina hanya mampu melayani kebutuhan konsum- ukuran yang dipakai untuk menilai suatu negara dikatakan memiliki ketahanan energi apabila memiliki pasokan energi untuk 90 hari kebutuhan impor setara minyak. Ketahanan energi dianggap penting karena energi merupakan komponen penting dalam produksi barang dan jasa. Segala bentuk gangguan yang dapat menghambat ketersediaan pasokan menjaga pasokan agar tidak bergantung pada satu jenis sumber energi dan satu produsen energi. Mengacu kepada konsep ketahanan energi yang didefinisikan oleh IE di atas dan merujuk kepada teori dasar mikroekonomi, menurut penulis ada tiga komponen dasar dalam menjaga keberlangsungan pasokan energi, yaitu: (1) estimasi permintaan si kendaraan bermotor selama 21 hari a. energidalam bentuk bahan bakar energi yang presisi sebagai dasar kibatnya, timbul kekhawatiran pub- primer (BBM, gas dan batubara) mau- perencanaan penyediaan pasokan lik atas kehandalan pasokan bahan pun kelistrikan dapat menurunkan energi, (2) kehandalan (reliability) bakar dalam memenuhi permintaan produktivitas ekonomi suatu wilayah pasokan energi yang diusahakan oleh masyarakat sekaligus ketergantungan dan jika magnitude gangguan sampai badan usaha, dan (3) harga energi terhadap impor, khususnya dari kilang pada tingkat nasional dapat membuat yang menjadi sinyal bagi badan usa- minyak Singapura. Kekhawatiran ini target pertumbuhan ekonomi meleset ha untuk masuk dalam penyediaan menimbulkan pertanyaan seberapa dari yang ditetapkan. energi. Harga energi menjadi begitu jauh ketersediaan energi bisa menja- Menurut Yergin (2006) ketahan- penting karena akan digunakan oleh min terpenuhinya permintaan energi an energi mulai menjadi isu global pihak produsen dalam menghitung sebagai komponen utama kegiatan ketika rab Saudi menghentikan estimasi imbal hasil atas investasi ekonomi. Untuk itu, dalam kesempat- ekspor minyak mentahnya ke nega- yang dikeluarkan dalam penyediaan an ini penulis akan mengulas secara ra-negara industri pada awal dekade energi. Oleh karena itu, dalam kasus singkat mengenai konsep ketahanan 70-an. Pada era tersebut, minyak me- Pemerintah memberlakukan batasan energi yang berlaku umum, arah ke- rupakan sumber energi yang paling atas harga energi pada level tertentu, bijakan dan tantangan dalam men- vital bagi negara-negara Eropa Barat tidak jarang investasi dalam pemba- jaga ketahanan energi dalam negeri dan merika Serikat, sedangkan rab ngunan pembangkit listrik, kilang yang disertai dengan perkembangan Saudi merupakan eksportir utama. minyak, tambang batubara akan profil sumber dan kebutuhan energi Tindakan sepihak rab Saudi terse- berkurang dan supply bahan bakar nasional. but praktis mengganggu aktivitas menghilang dari pasaran. Kebijakan International Energy gency perekonomian negara-negara impor- Pemerintah diperlukan agar ketiga (IE) mendefinisikan ketahanan tir minyak tersebut; yang waktu itu komponen tersebut direspon dengan energi sebagai ketersediaan sumber hanya bergantung pada minyak Saudi baik oleh pelaku ekonomi (konsumen energi yang tidak terputus dengan rabia. Dunia internasional kemudian dan produsen) sehingga ketersediaan harga yang terjangkau. Lebih lanjut, menjadi sadar terhadap pentingnya energi berada pada tingkat keseim- I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

5 bangan sesuai dengan kebutuhan konsumsi di dalam perekoonomian. Dari sisi manajemen risiko, kajian ketahanan energi biasanya berfokus pada risiko operasional kehandalan infrastruktur atau sarana penyediaan energi sebagaimana yang dijabarkan oleh Chester (2010) dan dikutip dalam Singh (2012). Manajemen risiko terhadap keseluruhan operasional menjadi begitu krusial agar terputusnya pasokan energi tidak terjadi. Namun demikian, ketahanan energi juga mencakup upaya diversifikasi energi dalam mengurangi ketergantungan pasokan energi pada salah satu jenis bahan bakar. Diversifikasi juga dilakukan dalam memperbaiki bauran energi dengan memperhatikan potensi cadangan sumber energi yang dimiliki (Chester, 2010). rah Kebijakan Energi Nasional Dari sisi kebijakan, Pemerintah telah mengundangkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang bertujuan untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam negeri. Beberapa sasaran kebijakan yang secara rinci diatur dalam Perpres tersebut adalah pada tahun 2025 terwujudnya elastisitas energi di bawah 1 dan pengurangan porsi BBM dalam komposisi energi primer hingga 20% dan optimalisasi bahan bakar batubara dan gas masing-masing lebih dari 33% dan 30%, serta sisanya dengan menumbuhkan sumber energi baru terbarukan (EBT). Untuk mencapai sasaran tersebut, terdapat dua kebijakan, yaitu (i) kebijakan utama yang mengatur penyediaan, pemanfaatan, kebijakan harga dan konservasi alam; dan (ii) kebijakan pendukung, yang mengarah kepada pengembangan infrastruktur, kemitraan pemerintah dan swasta, serta pemberdayaan masyarakat. Bila dilihat lebih lanjut, arah kebijakan energi nasional yang tertuang dalam Perpres No. 5/2006 adalah untuk mengoptimalkan penggunaan energi primer yang memiliki cadangan potensial dan menurunkan ketergantungan terhadap BBM. Dengan kecenderungan menipisnya cadangan minyak bumi dan menurunnya produksi minyak mentah sebagaimana dapat dilihat pada Gambar-1, kondisi ketahanan energi minyaksemakin rentan. Kerentanan atas produksi minyak juga terlihat dari terbatasnya kapasitas kilang minyak domestik dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Pemerintah menerbitkan aturan tersebut untuk memanfaatkan sumber energi yang cadangannya lebih besar daripada minyak. Dengan demikian, ketergantungan terhadap BBM akan semakin berkurang. Untuk itu, optimalisasi penggunaan energi primer yang cadangannya relatif masih besar seperti bahan bakar gas dan batubara diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor BBM sekaligus menurunkan biaya konsumsi energi dan meringankan belanja negara untuk subsidi energi. Batubara merupakan sumber energi yang cadangannya relatif cukup besar. Berdasarkan data Kementerian ESDM, cadangan batubara diperkirakan sekitar 21 milyar ton, sementara produksinya mencapai 353 ribu ton sepanjang tahun Kurang lebih 77% produksi batubara tersebut diekspor ke luar negeri. Berdasarkan data tersebut, potensi batubara cukup besar untuk ditingkatkan dalam bauran energi nasional mengingat perbandingan antara cadangan dengan produksi batubara mencapai puluhan ribu kali lipat. Selain batubara, gas juga merupakan energi yang memiliki cadangan yang potensial untuk dikembangkan. Total cadangan gas alam yang dimiliki Indonesia mencapai 150,7 TCF, sedangkan produksi di tahun 2012 sebanyak 3,1 juta MMSCF dan sekitar 43% produksi gas alam tersebut diekspor ke luar negeri. Pemerintah juga telah memberikan perhatian terhadap energi terbarukan sebagai sumber energi alternatif dalam Perpres No. 5/2006. Komposisi panas bumi dalam bauran energi nasional ditargetkan meningkat hingga mencapai 17% pada tahun 2025 begitu juga dengan energi terbarukan lainnya seperti biomasa, nuklir, tenaga surya dan tenaga angin. Optimalisasi energi terbarukan dianggap langkah strategis karena setidaknya ada dua argumen utama. Pertama, dari sisi sumber daya, potensi panas bumi Indonesia cukup besar yaitu mencapai GWe dan yang dikembangkan baru sebesar WW, Gambar-1. Perkembangan Cadangan dan Produksi Minyak Mentah Indonesia Sumber: Kementerian ESDM, data diolah U T M I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

6 U T M sehingga masih ada potensi yang cukup besar untuk pengembangan energi panas bumi untuk kelistrikan nasional. Sedangkan potensi tenaga air diperkirakan sekitar MW dengan kapasitas PLT terpasang MW. Selain itu, masih banyak potensi EBT yang lain, seperti: tenaga angin (bayu), bioenergi, dan tenaga surya. Kedua, energi terbarukan memiliki karakteristik khusus yang tidak dimiliki oleh energi fosil, yaitu dapat dihasilkan secara alamiah secara terus menerus sehingga risiko akan hilangnya sumber energi sangatlah kecil dan time frame untuk pengembangannya bisa tak terbatas. Implementasi Kebijakan Berdasarkan data Kementerian ESDM, selama ini bauran energi nasional memang didominasi oleh penggunaan BBM sebagai sumber energi primer utama. Sebagaimana terlihat dalam Gambar-2, komposisi BBM dalam bauran energi nasional stabil sangat tinggi, mencapai 50%- 60% sepanjang tahun 2000 hingga Dengan dikeluarkannya kebijakan energi nasional dalam Perpres No. 5/2006 tersebut, diharapkan Pemerintah dapat menyusun langkahlangkah strategis dan teknis untuk mengurangi porsi BBM dalam komposisi energy mix secara bertahap. pabila kebijakan tersebut berjalan dengan baik, publik akan merasakan dampaknya berupa pengurangan ketergantungan terhadap minyak. Sepanjang kurun waktu 2006 hingga 2010, komposisi minyak sedikit menurun dari 51,3% menjadi 47,1% atau turun sekitar 1% per tahun. Namun tren penurunan porsi minyak tersebut terhenti dan kembali meningkat kembali di tahun 2011 menjadi 47,7% dari energy mix nasional. Kondisi ini mengindikasikan langkah-langkah yang ditempuh oleh Pemerintah tidak berjalan efektif dan meningkatnya Gambar-2. Perkembangan dan Target Bauran Energi Nasional Sumber: 2012 Handbook of Indonesia s Energy Economy Statistics, hal. 10, Pusdatin ESDM, diolah risiko ketahanan energi. Di tengah mium dan solar telah beberapa kali tingginya harga minyak dunia dan mengalami perubahan. Sebagaimana fluktuasi nilai tukar rupiah yang cenderung meningkat, penyediaan energi tersebut tidak hanya berupa kenaikan terlihat pada Gambar-3 penyesuaian nasional melalui BBM jelas beresiko. namun juga berupa penurunan harga Risiko yang paling utama adalah kelangkaan BBM di tengah masyarakat harga minyak dunia, dalam rentang eceran. Untuk merespon penurunan akibat kuota dan nilai subsidi BBM waktu tahun 2008 hingga 2009 Pemerintah telah menurunkan harga ecer- dalam PBN telah terlampaui. Salah satu target Perpres No. an kedua BBM jenis tertentu tersebut 5/2006 yang juga belum terlihat implementasinya adalah penyesuaian liter menjadi Rp4.500/liter untuk pre- sebanyak dua kali, yaitu dari Rp6.000/ harga BBM menuju tingkat keekonomiannya. Dapat dikatakan bah- Rp4.500/liter untuk minyak solar. mium dan dari Rp5.500/liter menjadi wa kebijakan harga premium dan Harga eceran BBM, khususnya solar hanya bersifat responsif, yaitu premium dan solar yang mendapat disesuaikan ketika realisasi subsidi subsidi Pemerintah memberikan minyak jauh melampaui alokasi di dorongan untuk konsumsi lebih dari PBN. Sejak diberlakukannya Perpres yang dibutuhkan. Semakin besar selisih antara harga keekonomian dan No. 5/2006 tercatat harga eceran pre- Gambar-3. Perkembangan Harga Minyak Mentah dan BBM Tertentu Sumber: Kementerian ESDM I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

7 harga eceran, semakin besar insentif untuk mengkonsumsi BBM bersubsidi. Tidak heran target penurunan porsi minyak dalam bauran energi nasional tidak sesuai dengan yang diharapkan karena tidak ada insentif ekonomi bagi konsumen kendaraan bermotor untuk mengurangi penggunaan BBM. Kita juga tidak melihat penurunan porsi BBM bisa tercapai dalam tahun 2025 atau kurang dari 11 tahun lagi jika Pemerintah belum memiliki keberanian untuk menaikkan harga eceran BBM secara bertahap. Tidak hanya memberatkan anggaran negara terkait membengkaknya subsidi energi (lihat Gambar-4 dan Gambar-5), juga terlihat meningkatnya risiko BBM impor yang semakin besar tidak hanya berasal dari fluktuasi harga minyak tetapi juga dari fluktuasi nilai tukar. Premium memberikan kontribusi dominan dalam keseluruhan subsidi BBM. Besaran subsidi BBM dalam PBN termasuk subsidi listrrik yang juga sangat erat terkait dengan penggunaan BBM dalam pembangkitan listrik telah mencapai nilai yang sangat besar. Secara total, subsidi energi (BBM dan listrik) telah mencapai nilai Rp300 triliun pada tahun Nilai ini berpotensi untuk terus meningkat jika tidak ada perubahan dalam mekanisme harga BBM bersubsidi dan skema perhitungan subsidi listrik PLN sebagaimana diatur target yang sudah dicanangkan oleh Pemerintah. Konsumsi BBM masih menguasai 30% energy mix disusul oleh batubarasebanyak 28%. Proyeksi ini menjadi cambuk bagi Pemerintah bahwa target penurunan BBM dan optimalisasi batubara yang disusun dalam Perpres No. 5/2006 belum dapat diyakini keberhasilannya. Kedua, terkait dengan optimalisasi batubara, meskipun Pemerintah sudah melaksanakan Fast Track Project (FTP) Tahap 1 dan sedang membangun FTP Tahap 2, tingkat kehandalan pembangkit listrik berbahan bakar batubara tersebut perlu diuji lebih lanjut mengingat masih rendahnya capacity factor b pembangkit FTP Tahap 1. kibatnya konversi energi dari pembangkit listrik tenaga diesel yang lebih mahal kepada batubara menjadi tidak tercapai. Tantangan lainnya adalah mengurangi ekspor batubara. Meskipun kebutuhan dalam negeri saat ini sangat jauh dari produksi tambang batubara, Pemerintah harus menyadari bahwa batubara bukan merupakan energi yang terbarukan, sehingga eksploitasi berlebihan atas cadangan tambang batubaraakan meningkatkan opportunity cost c terhadap penggunaan batubara di masa yang akan datang. dapun menyangkut bahan bakar gas, kendala utama adalah kurang tersedianya infrastruktur distribusi/ pengangkutan. Pemerintah perlu menetapkan kebijakan pipanisasi gas yang menghubungkan ladang gas dan sentra industri nasional. Selama ini pembangunan pipa gas selalu berorientasi pada ekspor dan kurang memperhatikan kawasan industri, terutama yang berlokasi di dekat wilayah eksplorasi gas alam. Salah satu contohnya ialah kasus kekurangan gas yang terjadi pada pembangkit listrik gas di Belawan. Kurangnya pasokan harusnya tidak terjadi apabila dari dulu Pemerintah telah menetapkan rencana dan strategi untuk menyamdalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 111/PMK.02/2007. Lambannya penyesuaian harga BBM ke tingkat keekonomiannya juga menimbulkan dampak negatif terhadap upaya diversifikasi energi. Pelaku usaha tidak memiliki rasionalitas dan motif ekonomi dalam mendukung diversifikasi energi nasional jika harga BBM masih didistorsi oleh Pemerintah. Tingkat pengembalian dalam pengembangan biodiesel dan biopremium menjadi tidak begitu menarik ketika harga minyak premium dan minyak solar terlalu rendah sehingga tidak menciptakan tingkat kompetisi yang sama antara bio energi dengan BBM. Gambar-4. Perkembangan Konsumsi Premium Sumber: Kementerian ESDM Tantangan ke Depan Dalam melaksanakan amanat Perpres No. 5/2006 terdapat beberapa tantangan yang perlu diantisipasi oleh Pemerintah. Pertama, Pemerintah harus mengantisipasi tingginya permintaan energi nasional. Berdasarkan estimasi World Energy Outlook (2013), konsumsi energi Indonesia diperkirakan tumbuh sekitar 2,5% per tahun dari tahun 2011 hingga Konsumsi energi diperkirakan melonjak hampir dua kali lipat dalam rentang waktu tersebut dari 196 juta ton setara minyak (Mtoe) menjadi 358 Mtoe. Dalam proyeksi tersebut, diperkirakan bauran energi belum mencapai U T M I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

8 U T M Gambar-5: Belanja Subsidi dalam PBN Sumber: Nota Keuangan PBN, beberapa terbitan bungkan pipa dari lapangan gas run di ceh ke pembangkit tersebut. Selain pipanisasi, kebijakan pengangkutan gas juga harus mencakup pembangunan kilang gas alam cair dan terminal regasifikasi yang berdekatan dengan pusat industri dan pembangkit listrik. Misalnya Referensi Chester, L.(2010). Conceptualising energy security and making explicit its polysemic nature, Energy Policy, Elsevier, vol. 38(2), pages IE. (2013).Southeast sia Energy Outlook. International Energy gency. Energy security. energysecurity/ Kementerian Energi dan Sumber Daya Minernal. (2012). Handbook of Energy and Economics and Statistics of Indonesia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2012).Statistik Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2012). Statistik Energi Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2012).Statistik Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2012).Statistik Minyak Bumi Singh, S. (2012).Energy Security: Concepts and Concerns in India inpec.in/2012/09/24/energy-security-concepts-and-concerns-in-india/ Yergin, D. (2006). Ensuring energy security. Foreign ffairs, Catatan khir a. b. Capacity factor mengukur perbandingan antara energi yang dihasilkan dengan kapasitas pembangkit. Semakin rendah tingkat capacity factor semakin kecil energi yang dihasilkan dari yang seharusnya. c. Opportunity cost mencerminkan selisih biaya antara energi untuk menggantikan batubara di masa yang akan datang. pembangunan terminal regasifikasi terapung (FRSU) di Jawa Barat dapat dikatakan terlambat dalam merespon kebutuhan pembangkit listrik PT PLN. Padahal biaya input gas jauh lebih murah dibandingkan bahan bakar lainnya. Hanya tenaga air yang biaya inputnya bisa mengalahkan gas. Kurangnya infrastruktur pengangkutan gas tersebut menyebabkan hilangnya kesempatan memanfaatkan energi yang berbiaya rendah. Pemerintah juga harus menyelesaikan permasalahan yang menghalangi eksploitasi energi terbarukan. Beberapa permasalahan tersebut mencakup perijinan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga ir dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang dianggap dapat merusak lingkungan terutama wilayah hutan. Insentif Pemerintah kepada pelaku usaha dalam menurunkan tingkat ketidakpastian keberhasilan eksplorasi panas bumi dan kompensasi besarnya biaya investasi dan alat penyimpanan energi untuk tenaga angin dan tenaga surya juga menjadi area kebijakan yang perlu diatur oleh Pemerintah dalam pengembangan energi terbarukan. Beberapa fakta tersebut diatas mengindikasikan bahwa Indonesia telah memiliki rencana yang baik untuk menjaga ketahanan energi sebagaimana telah dinyatakan dalam bentuk roadmap bauran energi nasional sejak 2006, namun demikian progres selama periode tahun menunjukkan bahwa progresnya belum menggembirakan. Sementara pada periode yang sama tekanan risiko ketahanan energi sebagai akibat terlalu menggantungkan pada sumber daya energi BBM mengalami peningkatan. Ini menjadi lampu kuning bagi pembangunan sektor keenergian nasional. Sebagai tahap awal perlu segera direformulasi pola subsidi BBM (termasuk listrik) yang ada; bukan hanya untuk mengurasi eksposur risiko subsidi BBM namun juga untuk membuka jalan (necessary condition) penciptaan lingkungan yang kompetitif bagi pengembangan sumber energi baru-terbarukan. Menunda setiap langkah kritis ini hanya akan mengakumulasikan risiko atas ketahanan energi Indonesia di masa yang akan datang. I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

9 Potret Kinerja Migas Indonesia Oleh: Mohamad Nasir Peneliti Muda merangkap Kepala Sub Bidang BUMN Piset. Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. Pendahuluan Hingga saat ini, persoalan bahan subsidi harga kepada masyarakat. Di BBM tertentu, seperti premium, solar, berbagai alasan yang rasional. Pihak yang pro berpendapat bahwa penye- bakar minyak (BBM) bersubsidi dan minyak tanah, dan LPG 3 kg, Peme- suaian harga perlu dilakukan karena tenaga listrik belum terselesaikan rintah memberi subsidi sebesar selisih beban subsidi telah membebani PBN dengan baik dan tuntas. Di mana, harga patokan dikurangi harga ecer- dan penyalurannya tidak tepat sasar- setiap terjadi perubahan minimal tiga an. Di listrik, Pemerintah mensubsidi an. Sementara itu, pihak yang kon- hal, yaitu harga minyak mentah, kurs rupiah, dan volume konsumsi, pasti akan menyisakan persoalan pada besaran subsidi. Ketika harga minyak naik, nilai rupiah turun, dan volume konsumsi naik, belanja subsidi akan membengkak sehingga membebani selisih biaya pokok penyediaan (BPP) plus margin dikurangi harga jual. Karenanya, ketika minyak mentah naik maka harga BBM yang merupakan produk minyak mentah akan naik, akibatnya harga patokan atau BPP naik, dan selanjutnya subsidi naik. tra berpendapat penyesuaian harga belum perlu dilakukan karena akan membebani biaya hidup masyarakat. Berangkat dari pro dan kontra harga BBM tersebut di atas, tentunya timbul pertanyaan tentang bagaimana kondisi minyak dan gas bumi (mi- U T M anggaran pendapatan dan belanja Selain itu, ketika volume konsumsi gas) Indonesia sesungguhnya, cukup negara (PBN). Ujung-ujungnya naik maka subsidi naik pula. kaya atau miskin kah Indonesia akan Pemerintah mengorbankan belanja Untuk mengurangi beban sub- migas? Logika sederhana, bila negara modal dengan mengurangi alokasi sidi, Pemerintah telah beberapa kali kaya akan minyak tentunya ada ke- anggarannya atau menumpuk utang mengajukan penyesuaian harga, dan wajaran harga BBM murah, atau se- untuk menambah kekurangan beban baru berhasil pada tahun Na- baliknya. Dengan menggunakan data subsidi. mun demikian, dalam setiap upaya sekunder, artikel ini menggambarkan Timbulnya persoalan subsidi ini penyesuaian harga, dapat dipastikan tentang kondisi migas di Indonesia se- tidak lain karena konsekuensi dari ke- menimbulkan kontroversi di masyara- bagai jawaban atas pertanyaan terse- bijakan pemerintah yang memberikan kat, ada yang pro dan kontra dengan but di atas. Selanjutnya, dari gambar- Grafik 1. Perkembangan Produksi Minyak Sumber: BP Statistical Review, June I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

10 an ini diharapkan masyarakat dapat organisasi produsen minyak mentah dan Brunei Darussalam 7,8 juta ton. mempunyai pendapat atau penilaian dunia yaitu OPEC. Berdasarkan data Pencapaian produksi minyak mentah yang logis dan berdasar terhadap ber- dari BP (2013), Indonesia pernah ber- dunia yang masuk dalam 25 besar du- bagai bentuk kebijakan pemerintah hasil memproduksi minyak mentah di nia dapat dilihat dalam Grafik 2. yang berkaitan dengan migas. atas 1 juta barrel per day (BPD) selama Namun demikian, perlu disadari Kaya Minyak Kah Indonesia? Indonesia merupakan negara ke- periode 1972 s. d dengan pencapaian tertinggi tahun 1977 dengan produksi 1,68 juta BPD. Gambaran perkembangan produksi minyak men- bahwa catatan pencapaian di atas adalah catatan masa lalu atau dapat dikatakan sejarah bagi Indonesia. Kini, produksi minyak mentah Indone- pulauan, sebagian besar wilayahnya tah dapat dilihat dalam Grafik 1. sia semakin menurun. Sebagaimana berupa perairan. Wilayah Indonesia Bila dibandingkan dengan nega- telah digambarkan dalam Grafik 1, juga terletak di wilayah tropis yang ra-negara lainnya, produksi minyak dalam beberapa tahun terakhir, dari memiliki dua musim yaitu penghu- mentah Indonesia juga masih dapat tahun 2007 s. d. 2012, produksi minyak jan dan kemarau. Terkait dengan dikategorikan lebih dari cukup. BP mentah Indonesia di kisaran 900 ribu sumber daya alam (SD), Indonesia (2013) mencatat bahwa Indonesia BPD (BP, 2013). Penurunan ini meru- seharusnya bersyukur kepada Tuhan mampu memproduksi minyak mentah pakan suatu kenyataan yang harus karena di dalam perut bumi wilayah sekitar 44,6 juta ton pada tahun 2012, dihadapi Indonesia bahwa minyak Indonesia terkandung berbagai jenis dan menempati posisi ke-24 sebagai merupakan sumber daya alam yang U T M SD. Indonesia memiliki batu bara, tembaga, nikel, pasir besi, biji timah, dan lainnya, tak terkecuali minyak mentah dan gas bumi. Khusus untuk minyak mentah, Indonesia dapat dikatakan sebagai negara produsen minyak, bahkan negara produsen minyak mentah terbesar dari 53 negara di dunia. Sedangkan di sia Pasifik, Indonesia menempati posisi ke-2 terbesar setelah China yang mencapai 207,5 juta ton. Negara tetangga SEN di belakang Indonesia, Malaysia 29,7 juta ton, Viet- tidak dapat diperbarui semakin lama produksinya akan semakin menurun dan pada akhirnya suatu saat nanti akan habis. Di samping itu, dari total produksi minyak mentah yang dihasilkan, tidak keseluruhannya adalah milik Peme- pernah menjadi salah satu anggota nam 17 juta ton, Thailand 16,2 juta ton, rintah. Pemerintah harus berbagi de- Grafik 2. Negara-Negara Produsen Minyak Mentah Terbesar Dunia Sumber: BP Statistical Review, June I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

11 Grafik 3. Konsumsi dan Surplus/Defisit Minyak Sumber: BP Statitical Review, June ngan Kontraktor Kontrak Kerja Sama konsumsi BBM di Indonesia semakin terus merangkak naik hingga tahun (K3S) dengan pola bagi hasil 85% un- lama semakin meningkat. Hal ini ter yang mengalami defisit 27 juta tuk pemerintah dan 15% untuk K3S. lihat dari perkembangan konsumsi ton. Konsekuensi defisit sudah dapat Namun demikian, sebelum dibagi, hasil produksi harus terlebih dahulu digunakan sebagai pengganti biaya eksplorasi yang dikeluarkan oleh K3S atau cost recovery. Dengan demikian, yang menjadi hak Pemerintah atas produksi minyak mentah adalah di minyak mentah yang terjadi selama ini sebagaimana digambarkan dalam Grafik 3. Di era tahun 70-an, konsumsi minyak hanya dikisaran 100 ribu s. d. 350 ribu BPD. Namun, dari tahun ke tahun konsumsi terus meningkat atau tumbuh di kisaran 6,1% per tahun se- dipastikan bahwa Indonesia harus impor baik dalam bentuk minyak mentah maupun hasil olahan (bensin, diesel, dan kerosene). Ketika impor, otomatis juga dapat berdampak pada neraca perdagangan Indonesia. Dari Grafik 4 dan Grafik 5 terlihat U T M bawah angka produksi tersebut da- lama periode 1970 s. d bahwa semakin lama volume impor lam Grafik 1. Kondisi yang bertolak belakang minyak dan BBM semakin meningkat. Konsumsi BBM yang Semakin Meningkat Berbeda dengan kinerja produksi antara kinerja produksi dan konsumsi minyak, pada akhirnya membuat Indonesia mengalami defisit minyak. Hal ini mulai terjadi pada tahun 2004 Tahun 2008, volume impor mencapai 24,6 juta kiloliter (KL), meningkat 56,9% menjadi 38,6 juta KL pada tahun Dari sisi nilai nominal pun minyak mentah, seiring dengan pe- di mana Indonesia mengalami defisit otomatis defisit neraca perdagangan ningkatan PDB dan jumlah penduduk, minyak sekitar 5 juta ton, kemudian meningkat. Pada tahun 2003, terjadi Grafik 4. Neraca Minyak dan BBM (JT KL) Grafik 5. Ekspor Impor Minyak dan BBM (US$ Juta) Sumber: Pertamina, KESDM dalam Tempo, Sumber: BPS, I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

12 Grafik 6. Rasio PDB terhadap Konsumsi Energi Tahun 2012 Sumber: World Bank, U T M defisit neraca perdagangan sekitar US$414,8 juta, kemudian pada tahun 2011 periode Januari - November menjadi US$19,0 miliar. Pada dasarnya, kenaikan konsumsi minyak atau BBM tidak menimbulkan permasalahan selama kenaikan tersebut mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat secara maksimal. Pertanyaannya adalah sudah maksimalkah konsumsi tersebut dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat? Hal ini dapat ditunjukkan dalam rasio PDB dengan konsumsi energi ($/Kg Setara Minyak) sebagaimana terlihat dalam Grafik 6. Indonesia terlihat masih di bawah Singapura ($8,3), Malaysia ($5,4), Korea ($4,88), dan Brunei Darussalam ($4,84) dalam hal efisiensi penggunaan energi untuk peningkatan PDB. Kekurangefisienan konsumsi energi tidak dapat terlepaskan dari kebijakan energi nasional Indone- sia. Salah satunya adalah kebijakan harga BBM tertentu di pasaran yang disubsidi oleh Pemerintah. Harga BBM bersubsidi yang murah mendorong masyarakat kurang memperhatikan penggunaan BBM tersebut secara efisien. Sebagai contoh harga premium Rp6.500 per liter, solar Rp5.500 per liter, sementara itu harga minuman cola 1,5 liter harganya Rp Premium dan solar merupakan SD yang sulit diperoleh dan fungsinya sangat strategis untuk menghasilkan Sumber: teraspos.com 12 INFO RISIKO FISKL MRET 2014

13 Grafik 7. Kinerja Produksi Natural Gas 1970 s. d Sumber: BP Statistical Review, June energi. Sementara itu, minuman cola bed methane, dan energi terbarukan cukup besar. Fesharaki F. (2012), Chair- mudah diproduksi termasuk bahan seperti panas bumi, surya, dan angin. man of Facts Global Energy, memper- baku juga mudah didapat dan dapat Khusus tentang gas bumi, Indo- kirakan bahwa produksi kotor gas di substitusi penggunaanya. Contoh nesia mempunyai catatan yang juga Indonesia diperkirakan masih di atas ini menunjukan bahwa kebijakan harga murah menunjukan adanya ketidaksesuaian antara nilai ekstrinsik dengan fungsinya. Penggunaan Gas yang Belum Optimal Selain memiliki minyak mentah, luar biasa. Sejak tahun 1970 s. d. 2012, Indonesia merupakan negara produsen terbesar gas bumi di sia Pasifik meskipun khusus untuk tahun 2012 menempati posisi 2 terbesar sebagai negara produsen gas bumi di sia Pasifik. Gambaran ini dapat dilihat dalam Grafik million standard cubic feet per day (MMSCFD), bahkan diperkirakan dapat di atas MMSCFD pada tahun Namun sayang, Indonesia belum mampu menikmati produksi gasnya. Gas cenderung diekspor untuk kepentingan luar negeri dan tidak U T M Indonesia juga memiliki sumber energi Meskipun sampai dengan saat ini menutup kemungkinan termasuk primer lainnya yang tidak kalah dalam produksi gas Indonesia sudah sangat potensi produksi di masa yang akan hal nilai kalori dan ekonomisnya. In- besar, Indonesia masih diperkirakan datang. Konsekuensinya, Indonesia donesia memiliki gas, batu bara, coal memiliki potensi sumber gas yang belum dapat menikmati gas secara Grafik 8. Perkiraan Konsumsi dan Produksi Gas Sumber: Fesharaki F., I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

14 Grafik 9. Bauran Energi Primer Tahun 2012 dan Konsumsi Gas Sumber: BP Statistical Review, June U T M optimal meskipun harga gas lebih murah dibanding dengan BBM. Hal ini terlihat dari pemakaian bauran sumber energi pada tahun Indonesia masih mengandalkan minyak mentah dengan dengan persentase sebesar 45%, kemudian gas 20%, dan batu bara 32%. Seiring dengan harga minyak mentah yang mulai meningkat, gas nampaknya mulai menjadi perhatian Pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan program konversi BBM ke BBG. Namun program ini dapat dikatakan tidak berjalan. Beberapa kendalanya antara lain keberadaan infrastruktur transmisi dan ditribusi gas yang masih kurang dan harga BBM yang murah. Infrastruktur diakui memang kurang memadai dan terbatas karena selama ini Pemerintah terfokus pada BBM sehingga kurang adanya perencanaan di sektor gas. Terkait dengan harga BBM yang murah juga berpengaruh terhadap masyarakat dalam memilih alternatif bahan bakarnya. BBM yang murah mengurangi daya saing gas di masyarakat. Penutup Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil beberapa poin kesimpulan. Pertama, produksi minyak mentah Indonesia telah mengalami penurunan, dan suatu saat nanti akan habis. Hal ini merupakan kosekuensi logis bahwa minyak adalah SD yang tidak dapat diperbarui. Kedua, di sisi konsumsi, permintaan akan minyak dan BBM cederung terus meningkat seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan jumlah penduduk. Bila kedua kesimpulan ini dikaitkan, tentunya dapat dipastikan bahwa keamanan energi dan kedaulatan negara terancam apabila Pemerintah tidak melakukan apa-apa. Ketiga, Indonesia masih memiliki potensi produksi gas alam yang cukup besar. Namun demikian, berdasarkan catatan terdahulu, Indonesia lebih suka mengekspor gas dari pada mengkonsumsi sendiri meskipun harga gas jauh di bawah harga BBM. Dampaknya Referensi BP Statistical Review of World Energy June Diakses 10 Januari economics/statistical-review-of-world-energy-2013/statistical-review- downloads.html. BPS Perkembangan Ekspor-Impor Minyak dan BBM. Fesharaki F Indonesian LNG In The Global Context. Dipresentasikan pada Indonesia LNG Forum pada Juli Tempo Maju Mundur Kilang Baru. Edisi 8 Desember World Bank Data. Diakses 10 Februari org/indicator/eg.gdp.puse.ko.pp.kd Indonesia sangat tergantung dengan sumber energi primer yang berbasis minyak mentah. Dari beberapa kesimpulan tersebut, Indonesia harus melakukan perubahan bauran kebijakan yang ideal baik dari sisi kalori yang dihasilkan maupun dari nilai nominal rupiahnya. Untuk itu, diperlukan kebijakan terobosan seperti (1) pembangunan infrastruktur transmisi dan distribusi gas untuk mempermudah penggunaan gas, dan (2) meninjau kembali kebijakan harga BBM di pasaran yang murah. Kebijakan ini dapat mendorong masyarakat lebih menghargai BBM dan hidup dengan pola efisien. Di samping itu, tinjauan kembali kebiijakan harga tersebut dapat mendorong daya saing gas alam sebagai sumber energi. 14 I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

15 Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Oleh: Hadi Setiawan Peneliti Muda pada Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, BKF, Kementerian Keuangan. Pendahuluan Kekayaan gas alam Indonesia jumlah produksi gas kita hanya sekitar 3,17 TSCF (hanya sekitar 2,07% dari total realisasi penerimaan pajak tahun 2013, bahkan jika ditambah yang besar dan melimpah, jumlah total cadangan gas bumi atau hanya dengan subsidi listrik maka nilainya subsidi bahan bakar minyak (BBM)/ 3,03% dari total cadangan terbukti). 1 menjadi sekitar 33,8% adalah suatu energi yang sangat besar, dan kondi- Ditambah lagi, jumlah yang dikom- nilai yang tidak rasional karena se- si Indonesia yang sudah menjadi net sumsi di dalam negeri hanya separuh bagian besar subsidi tersebut justru importir minyak menjadi beberapa dari jumlah produksi. Kondisi ini dinikmati oleh orang yang mampu. alasan bagi Indonesia untuk segera melakukan program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG). Cadangan gas bumi Indonesia mencapai 152,89 TSCF merupakan jumlah yang sangat besar jika dibandingkan dengan jumlah gas yang su- membuat Indonesia menjadi negara eksportir gas nomor 7 di dunia pada tahun Hal ini berarti Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan gas sebagai bahan bakar pengganti BBM. Nilai subsidi BBM yang sudah Walaupun dilakukan kenaikan harga BBM bersubsidi pada pertengahan 2013, hal itu ternyata tidak terlalu membawa perubahan yang signifikan pada jumlah subsidi BBM tahun Jika pada PBN-P 2013 jumlah subsidi BBM sebesar Rp209,9 triliun maka U T M dah diproduksi. Pada tahun 2012 saja mencapai sekitar 22,8% dari jumlah pada tahun 2014 nilainya menjadi Gambar 1. Cadangan Gas Bumi Indonesia Keterangan: Kondisi per 1 Januari 2011 Sumber: Ditjen Migas diunduh dari I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

16 U T M Grafik 1. Besaran Subsidi Tahun 2009 s. d (dalam triliun rupiah) Sumber: Nota Keuangan PBN, beberapa terbitan. Rp210,7 triliun (sekitar 18,98% dari target penerimaan pajak). Jadi dapat dikatakan bahwa sekitar 1/5 uang pajak dari rakyat hanya dibakar di kendaraan. langkah jauh lebih bermanfaatnya jika uang pajak rakyat yang dibakar tersebut digunakan untuk pembangunan infrastruktur, untuk pengentasan kemiskinan, untuk penciptaan lapangan kerja, dan sebagainya. Harga BBM bersubsidi yang murah menjadi salah satu penyebab konsumsi BBM yang sangat besar padahal supply di Indonesia sudah sangat terbatas. Efeknya, Indonesia menjadi salah satu net importir minyak sehingga neraca perdagangan minyak dan gas (migas) selalu mengalami defisit. Pada tahun 2013 saja neraca perdagangan migas mengalami defisit sebesar US$12,6 miliar yang berdampak pada defisitnya neraca perdagangan secara keseluruhan sekitar US$4,1 miliar. Pada kuartal tiga 2013, defisit neraca perdagangan ini bahkan sampai mengganggu kondisi ekonomi kita (nilai kurs rupiah melemah, pertumbuhan ekonomi melambat, dan sebagainya). Semua kondisi tersebut mendorong kita untuk kembali menjalankan program konversi BBM ke BBG yang sudah pernah dilakukan sebelumnya di beberapa kota yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Cirebon, Bogor, dan Palembang. Walaupun dapat dikatakan program konversi yang dijalankan di beberapa kota tersebut gagal tetapi seharusnya kita dapat mengambil pelajaran dari pengalaman kegagalan tersebut. Pengalaman Indonesia Sebelumnya Susanti, dkk. (2011) 3 menuliskan dalam bukunya tentang pengalaman beberapa kota dalam menjalankan program konversi. Pertama di Jakarta, Pemerintah DKI Jakarta telah mengharuskan penggunaan BBG bus Transjakarta dan angkutan umum lainnya pada tahun 2006 melalui Perda DKI Tabel 1. Target Konversi BBM ke BBG Jakarta Jakarta Nomor 2 Tahun 2005 dan juga mengatur target penggunaan BBG setiap tahunnya (Tabel 1). Pada tahun 2015 diharapkan angkutan umum telah menggunakan BBG, namun kenyataan pada saat ini yang konsisten menggunakan BBG hanyalah bus Transjakarta, sedangkan jenis angkutan umum lainnya termasuk bajaj semakin berkurang jumlah yang menggunakan BBG. Program konversi di Jakarta kurang berhasil disebabkan antara lain (i) sangat terbatasnya pasokan gas untuk transportasi; (ii) jaringan pipa gas di Jakarta yang masih sangat minim, akibatnya SPBG yang ada sangat terbatas dan jaraknya juga jauh sehingga para pemilik kendaraan angkutan umum tersebut malas untuk mengisi BBG; (iii) posisi SPBG tersebut sebagian besar tidak dilewati oleh rute angkutan umum; dan (iv) sebagian SPBG yang ada masih menggunakan teknologi slow fill sehingga memerlukan waktu lama untuk pengisian 1 tangki BBG (sekitar 30 menit) sehingga antrian menjadi panjang. Sementara di Bandung, pengalaman program konversi telah dimulai pada tahun 1997 melalui Program Langit Biru. Pada tahap awal sebanyak 35 angkutan kota dan 45 mobil dinas menggunakan BBG. Tetapi program ini tidak bertahan lama karena banyaknya kendala yang dihadapi, yang antara lain (i) di Bandung Jenis ngkutan Umum Bus besar Busway Bus sedang Bus kecil - Mikrolet Bus kecil PB Bus kecil KWK Taksi Bajaj Sumber: Dinas Perhubungan DKI Jakarta dalam Susanti, dkk., I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

17 tidak ada jaringan pipa gas sehingga dala letak SPBG yang jauh dari rute kota antara lain disebabkan oleh sup- menyulitkan pasokan BBG, (ii) tidak angkutan kota, ketakutan akan mele- ply/pasokan gas yang sulit/terbatas, ada suku cadang dan bengkel atau daknya tabung BBG, ketakutan akan jumlah SPBG yang sangat sedikit dan teknisi khusus untuk konverter kit dan berkurangnya kinerja mesin, tidak lokasi nya yang tidak strategis, infra- kendaraan yang dikonversi sehingga adanya suku cadang konverter kit, struktur jaringan pipa gas yang masih apabila konverter kit rusak dilakukan dan layanan purna jual yang jelek. sangat terbatas, teknologi pengisian kanibalisme efeknya jumlah konver- Khusus untuk Surabaya program BBG yang sangat lama (sekitar ter kit lama-kelamaan habis, dan (iii) konversi ternyata cukup berhasil. menit), harga BBM yang masih murah, teknologi pengisian SPBG yang ada Program yang diprakarsai oleh para suku cadang dan teknisi konverter kit adalah slow fill sehingga para sopir pengusaha taksi pada tahun 2007 ini (layanan purna jual) yang sangat ja- angkutan kota yang menggunakan dilakukan dengan cara memberikan rang, dan ketakutan pengguna BBG. BBG menjadi tidak sabar. konverter kit kepada supir taksi dan Oleh karena itu, setidaknya ter- Program konversi juga sudah di cara pembayarannya dicicil pada dapat tiga hal yang harus dilakukan mulai pada tahun 2003 di Cirebon. saat pembelian BBG. Kemudian pada agar program konversi ini dapat Program ini dilakukan dengan inisia- tahun 2010, Pemerintah Pusat juga berjalan sukses, yaitu (i) pengadaan tif sendiri dari pengusaha angkutan turut serta memberikan 500 konver- konverter kit, (ii) jaringan distribusi kota, karena pengusaha menilai bah- ter kit bagi angkutan kota. Sampai termasuk pengadaan SPBG, dan (iii) wa dengan menggunakan BBG akan saat ini program ini masih bertahan ketersediaan pasokan gas. 4 dapat menghemat biaya mereka. Hal ini ditunjang oleh infrastruktur di Cirebon yang dilalui oleh jaringan pipa gas dan kondisi masyarakatnya yang sudah terbiasa menggunakan gas. Tetapi pada kenyataannya program konversi di Cirebon juga tidak dapat di Surabaya dan diharapkan semakin berkembang. Pelajaran yang Diperoleh Potensi gas alam yang sangat besar dan manfaat-manfaat lainnya Pengadaan konverter kit. gar program konversi ini menarik, Pemerintah harus ikut campur tangan dengan memberikan subsidi pengadaan konverter kit atau memberikan dana talangan pengadaan konverter kit yang nantinya akan dibayar oleh U T M bertahan lama karena terkendala tek- yang diperoleh dari program konversi pembeli konverter kit dengan cara nologi yang tersedia di SPBG hanyalah membuat Indonesia sangat potensial mencicil ketika membeli BBG (harga teknologi slow fill, dan sulitnya men- untuk mengembangkan BBG sebagai BBG sudah termasuk cicilan konverter cari spare part pengganti konverter bahan bakar pengganti BBM. Peng- kit - Gambar 2). Selain itu, pada tahap kit yang rusak serta ketiadaan beng- alaman-pengalaman kegagalan awal Pemerintah juga harus memasti- kel khusus konverter kit. program konversi BBM ke BBG di be- kan bahwa layanan purna jual, beng- Kementerian Perhubungan berapa kota memberi pelajaran untuk kel, dan teknisi untuk konverter kit juga melakukan program konversi pengembangan program konversi se- tersedia di lapangan. Selanjutnya jika di Bogor dengan menyumbangkan lanjutnya. Dari pengalaman sebelum- pasar konverter kit sudah terbentuk konverter kit bagi angkutan nya dapat disimpulkan bahwa kega- maka kemungkinan besar layanan kota pada tahun Tetapi sam- galan program konversi di beberapa purna jualnya juga akan tersedia de- pai dengan saat ini, konverter kit tersebut belum dapat dipergunakan karena tidak adanya SPBG di Bogor. Ketiadaan SPBG tersebut disebabkan oleh tidak adanya jaringan pipa gas yang memenuhi syarat untuk dapat dibangun SPBG. Sedangkan di Palembang program konversi dimulai pada tahun 2009 dengan adanya bantuan konverter kit sebanyak 666 dari Pemerintah Pusat yang diperuntukkan bagi angkutan kota. Tetapi hanya sebanyak 53 unit saja yang dipasang, karena terken- Sumber: energitoday.com I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

18 ngan sendirinya. Gambar 2. Skema Pengadaan Konverter Kit U T M Pipa jaringan distribusi dan pengadaan SPBG. Pemerintah juga harus turut berperan dalam pembangunan jaringan pipa distribusi gas dan pengadaan SPBG. Untuk tahap awal adalah pembangunan jaringan pipa gas di lokasi-lokasi yang sudah direncanakan sebelumnya, termasuk pembangunan jaringan pipa di dalam kota. Pembangunan infrastruktur ini dapat dilakukan dengan menggunakan dana PBN/PBD atau menggunakan skema kerja sama pemerintah dengan swasta (KPS) ataupun melalui penugasan kepada BUMN. Sedangkan untuk pengadaan SPBG dapat di dilakukan oleh Pemerintah melalui dua skema sehingga dapat menarik minat pengusaha agar mau berinvestasi dalam pembangunan SPBG, yaitu (i) melalui penerusan pinjaman dan (ii) melalui pemberian penjaminan pinjaman. Dalam skema penerusan pinjaman, Pemerintah dapat meneruskan fasilitas pinjaman murah atau hibah dari luar negeri yang banyak disediakan oleh negara maju atau lembaga internasional bagi teknologi ramah lingkungan atau energi ramah lingkungan ke pengusaha-pengusaha SPBG dengan suku bunga kredit yang murah dan akses/skema yang mudah. Sementara dalam skema pemberian penjaminan pinjaman, skema penjaminan yang diterapkan pada KUR dapat dijadikan contoh untuk kredit pembangunan SPBG. Pemerintah memberikan penjaminan atas sebagian pinjaman, misalnya sebesar 50% - 80% melalui perusahaan penjamin. Di samping itu untuk membuka pasar bisnis SPBG, Pemerintah dapat menugaskan kepada BUMN (Pertamina atau PGN) untuk menjadi pionir. Setelah pasar bisnis ini terbentuk, maka pasti pengusaha akan mau terjun untuk membangun SPBG. Keterangan: 1. Konsumen mendapatkan konverter kit dari produsen/penjual secara cuma-cuma 2. Konverter kit dibayar oleh Pemerintah sebagian dengan dana subsidi dan sebagian lagi dibebankan kepada konsumen melalui pembelian BBG yang didalamnya terdapat komponen harga konverter kit 3. Konsumen membayar BBG ke SPBG yang di dalamnya terdapat komponen pembelian konverter kit 4. SPBG membeli BBG dari Pertamina/PGN/Supplier Gas Swasta yang didalamnya ada komponen harga konverter kit 5. Pertamina/PGN/Supplier Gas Swasta membayar ke pemerintah porsi konverter kit dari hasil penjualan BBG Ketersediaan pasokan gas. Suplai BBG harus dapat dijamin oleh Pemerintah. Caranya dapat dilakukan melalui tangan SKK Migas yang mengatur mengenai peruntukan gas. Misalnya memanfaatkan bagian gas yang diterima oleh pemerintah untuk dipergunakan pada sektor transportasi. Untuk memastikan program ini berhasil, maka ketiga faktor tersebut harus dibarengi dengan kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi, misalnya dengan melakukan pola subsidi tetap, dimana subsidi BBM yang diberikan per liter nya adalah tetap (misal Rp1.000 atau Rp2.000). Sehingga masyarakat akan mau beralih dari menggunakan BBM menjadi menggunakan BBG karena harga BBM menjadi tidak menarik lagi. Catatan khir 1 Data dari Ditjen Migas Penutup Belajar dari pengalaman-pengalaman yang didapat dari program konversi BBM ke BBG yang sudah dilakukan sebelumnya membuat kita mengetahui apa saja kelemahan-kelemahan yang harus diperbaiki dan apa saja yang harus dilakukan agar program konversi dapat berhasil. Dengan kemauan yang kuat dari Pemerintah dan peran serta dari seluruh pemangku kepentingan, maka niscaya program konversi BBM ke BBG ini akan berhasil. Keberhasilan program konversi akan membuat Indonesia dapat menikmati manfaat dari pengalihan anggaran subsidi BBM yang sebelumnya sebagian besar dinikmati oleh orang mampu menjadi lebih bermanfaat bagi pembangunan ekonomi dan dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. 2 diakses tanggal 28 Februari Susanti, dkk Kebijakan Nasional Program Konversi dari BBM ke BBG untuk Kendaraan. LIPI Press. Jakarta 4 Setiawan Konversi Bahan Bakar Minyak ke Bahan Bakar Gas Pada Sektor Transportasi: Mungkinkah Dilakukan. Bunga Rampai Energi. Jakarta. 18 I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

19 Ketahanan dan Kedaulatan Energi Indonesia Oleh: khmad Yasin Peneliti Pertama pada Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. Pengantar Indonesia merupakan negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, bahkan bisa dikatakan Indonesia menjadi salah satu lumbung sumber daya alam, salah satunya adalah lumbung energi. tanan. Kita lebih banyak mengimpor bahan bakar minyak (BBM) untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri daripada mengekspor. Kondisi semacam ini menunjukkan bahwa pemanfaatan energi baru dan terbarukan seperti bahan bakar nabati be- tuk ketersediaan energi sangat terbatas, tidak dapat dijangkau secara luas dan harganya pun mahal sedangkan permintaan terhadap energi tersebut meningkat tanpa batas. Oleh karena itu, pengelolaan energi jangan hanya bertumpu pada sisi penyediaan, tetapi U T M Berbagai faktor alam dan geografis lum dioptimalkan. Kebutuhan energi yang juga perlu diperhatikan adalah menguatkan posisi Indonesia sebagai di Indonesia akan selalu meningkat mengendalikan sisi permintaan mela- lumbung energi dunia. Indonesia se- seiring dengan pertumbuhan popu- lui upaya konservasi energi. Kebijakan lain memiliki cadangan minyak bumi, lasi penduduk dan ekonomi. Secara konservasi energi dimaksudkan untuk juga memiliki cadangan gas alam dan ekonomi, impor BBM yang semakin meningkatkan penggunaan energi batu bara dalam jumlah besar. Kedua meningkat memengaruhi kondisi ke- secara efisien dan rasional tanpa komoditas tersebut bahkan diekspor uangan negara. Pengeluaran negara mengurangi kuantitas energi yang ke berbagai negara. Di samping ener- untuk subsidi harga BBM dan listrik benar-benar diperlukan. Upaya kon- gi fosil, potensi Indonesia di bidang menjadi semakin besar sehingga servasi energi dapat diterapkan pada energi nabati juga sangat besar. Se- memberikan tekanan terhadap PBN seluruh tahap pemanfaatan, mulai bagai negara yang dikaruniai dengan dari porsi pengeluaran. dari pemanfaatan sumber daya energi tanah yang subur dan sebagai negara Kompleksitas ini pada akhirnya sampai pada pemanfaatan akhir de- tropis, Indonesia menghasilkan ber- memengaruhi kondisi ketahanan ngan menggunakan teknologi yang bagai jenis tumbuhan yang dapat energi di Indonesia. Ketahanan efisien dan membudayakan pola hi- dimanfaatkan sebagai sumber energi energi adalah suatu kondisi di mana dup hemat energi. 2 nabati. Hampir segala jenis tanaman kebutuhan masyarakat luas terhadap Dalam memenuhi kebutuhan penghasil minyak nabati dapat tum- energi dapat dipenuhi secara berke- energi, berbagai upaya untuk me- buh dengan cepat. lanjutan berdasarkan prinsip-prinsip ningkatkan pasokan energi telah Melihat kondisi Indonesia yang ketersediaan (availability), keterjang- dilakukan, termasuk pengembangan potensial dan prospektif dalam kauan (accessibility), dan aksepta- teknologi pemanfaatan sumber daya penyediaan energi bagi ketahanan bilitas (mutu dan harga). 1 Berbagai energi alternatif yang lebih ramah nasional, tentunya menjadi hal yang fenomena kelangkaan energi seperti lingkungan, mudah didapat, dan muskil ketika saat ini kita dihadapkan antrean BBM dan pemadaman listrik memiliki jumlah yang tidak terbatas pada suatu kondisi dimana kebutuh- yang seringkali terjadi di Indonesia maupun dapat diperbaharui. Diversi- an energi nasional mengalami keren- mengindikasikan bahwa pasokan un- fikasi penyediaan energi ini menjadi I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

20 penting dilakukan untuk menjamin diversifikasi energi merupakan kunci Dalam rangka pengembangan ketahanan energi nasional. Tentu saja bagi ketahanan energi. Diversifikasi energi terbarukan, pemerintah telah perlu adanya prioritas dalam perenca- energi adalah pemanfaatan energi melakukan berbagai upaya. Komit- naan pengembangannya. Dalam masa alternatif, salah satunya adalah bahan men pemerintah dalam mendukung transisi menuju pemanfaatan energi bakar nabati (BBN) yang merupakan konversi dan diversifikasi energi terse- alternatif secara optimal, upaya pe- energi alternatif yang mudah dipe- but dapat dilihat dari dikeluarkannya ngurangan ketergantungan terhadap roleh di Indonesia. Menurut catatan beberapa paket kebijakan di bidang minyak bumi perlu dilakukan. 3 Menristek/BPPT, Indonesia setidaknya energi. Berbagai upaya yang telah Ketergantungan terhadap minyak memiliki 60-an jenis tumbuhan peng- dilakukan pemerintah itu ditujukan bumi secara masif akan membawa ke- hasil minyak. 5 agar masyarakat memiliki kesadaran pada krisis kedaulatan energi. palagi Dengan mengupayakan bahan bahwa ketergantungan terhadap dengan berlakunya UU No. 22 Tahun bakar nabati berbasis tumbuh- energi fosil harus segera dihentikan 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tumbuhan, pada dasarnya kita juga dengan beralih kepada sumber ener- (Migas) telah membuka liberalisasi di mulai merintis desa-desa mandiri gi alternatif dan terbarukan. Energi sektor migas. kibatnya pengelolaan energi karena aktivitas tersebut pasti terbarukan mempunyai keunggulan migas, terutama di sektor hulu seba- melibatkan petani dan pengolah ta- dibandingkan dengan energi kon- gian besar dikuasai oleh kontraktor nah. Pada akhirnya, merekalah yang vensional karena sifatnya yang bisa asing. Hal ini telah menimbulkan ke- seharusnya memperoleh manfaat diperbaharui. Kelebihan bioenergi, U T M khawatiran terhadap penguasaan ladang-ladang minyak oleh perusahaan asing dan kedaulatan energi nasional pun semakin rentan karena dominasi asing tersebut. Kedaulatan energi adalah hak negara dan bangsa untuk secara mandiri utama dari kegiatan pembudidayaan biofuel dari tanaman energi, seperti jarak pagar, kelapa sawit, tebu, dan singkong, secara khusus dan biomassa pada umumnya. 6 Upaya yang dilakukan untuk mengembangkan biomassa adalah mendorong pemanfaatan lim- selain bisa diperbaharui, adalah bersifat ramah lingkungan, dapat terurai, mampu mengeliminasi efek rumah kaca, dan kontinuitas bahan bakunya terjamin. Bioenergi dapat diperoleh melalui budi daya tanaman penghasil biofuel dan memelihara ternak. 8 menentukan kebijakan pengelolaan bah industri pertanian dan kehutanan Saat ini telah dikembangkan ener- energi untuk mencapai ketahanan sebagai sumber energi secara terin- gi alternatif seperti bahan bakar nabati dan kemandirian energi. 4 Pengelola- tegrasi dengan industrinya, mengin- yang menghasilkan biodiesel dengan an energi nasional berhubungan erat tegrasikan pengembangan biomassa bahan baku CPO, etanol yang berba- dengan ketahanan energi nasional. dengan kegiatan ekonomi masyara- han baku singkong. Kotoran ternak Pengelolaan energi harus selaras kat, mendorong pabrikasi teknologi dan limbah organik pun dimanfaaat- dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 konversi energi biomassa dan usaha kan untuk menghasilkan biogas atau bahwa pemanfaatan kekayaan alam penunjang, dan meningkatkan pene- biomassa. Untuk menghasilkan energi yang terkandung di dalam bumi, litian dan pengembangan pemanfa- listrik, para ilmuwan telah melakukan termasuk minyak dan gas bumi harus atan limbah termasuk sampah kota penelitian dan uji coba terhadap pe- dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya untuk energi. manfaatan arus sungai, tenaga surya, kemakmuran rakyat. Biofuel atau bahan bakar nabati dan arus laut. Selain konversi energi Diversifikasi Energi Energi mempunyai peranan (BBN) merupakan jenis bahan bakar cair yang relatif baru di Indonesia. BBN mulai dipasarkan secara komer- dengan pemanfaatan kekuatan alam, Indonesia juga memiliki cadangan sumber batu bara yang cukup besar. yang sangat penting bagi pertum- sial sejak tahun 2006 berupa biosolar, Saat ini, pemerintah terus mendorong buhan ekonomi dan ketahanan na- biopremium, dan biopertamax. Kon- upaya konservasi energi dan diversifi- sional. Oleh karena itu, pengelolaan sumsi BBN biosolar meningkat dari 1,4 kasi sumber energi dari BBM ke batu energi harus dilaksanakan secara juta SBM (2006) menjadi 15,5 juta SBM bara. Upaya pemerintah tersebut akan berkesinambungan, adil, rasional, (2009). Konsumsi BBN biopremium berdampak terhadap peningkatan optimal, dan terpadu. Keterbatasan dan biopertamax meningkat dari 9,5 konsumsi batu bara di Indonesia. Oleh energi fosil menuntut pemerintah ribu SBM (2006) menjadi 734,5 ribu karena itu, Indonesia perlu segera dapat menyediakan sumber energi SBM (2009). Kontribusi BBN di bauran mengimplementasikan teknologi alternatif dalam rangka mewujudkan energi Indonesia diharapkan dapat penggunaan batu bara yang mutakhir, ketahanan energi. Konservasi dan mencapai sekitar 5% di tahun khususnya pada sektor energi I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

21 da beberapa alasan yang mendasari pentingnya bagi Indonesia untuk mengoptimalkan penggunaan batu bara sebagai sumber energi alternatif. Pertama, pembangkit listrik dengan batu bara diyakini menelan biaya investasi paling rendah alias paling murah, sehingga Indonesia sebagai negara berkembang sangat berkepentingan dalam hal ini, terutama untuk memajukan perekonomiannya. Kedua, fakta menunjukkan bahwa negara-negara maju pun telah banyak menggunakan batu bara sebagai sumber energinya. Menurut data World Coal ssociation (WC) tahun 2012, persentase pemanfaatan batu bara untuk pembangkit listrik cukup signifikan untuk beberapa negara, diantaranya ustralia 69%, China 81%, S 43%, Jerman 43%, frika Selatan 94%, Mongolia 98%, Polandia 86% dan India (68%). Sementara Indonesia, menurut statistik PLN tahun 2012 telah menggunakan sekitar 44% batu bara sebagai bahan bakar pembangkit listriknya, sedangkan dari total konsumsi energinya, batu bara memberikan porsi sekitar 24%. Ketiga, Indonesia kaya akan potensi batu bara, bahkan menurut sumber yang sama, Indonesia menjadi produsen batu bara terbesar keenam dunia, meskipun anehnya batu bara kita lebih banyak diekspor daripada untuk konsumsi sendiri. Terbukti kita menjadi eksportir terbesar kedua setelah ustralia (WC, 2012), dan Jepang menjadi tujuan ekspor utamanya. 10 Saat ini pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) mengacu kepada Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam Perpres disebutkan kontribusi EBT dalam bauran energi primer nasional pada tahun 2025 adalah sebesar 17% dengan komposisi bahan bakar nabati sebesar 5%, panas bumi 5%, biomasa, nuklir, air, surya, dan angin 5%, serta batu bara yang dicairkan sebesar 2%. Untuk itu langkah-langkah yang akan diambil Pemerintah adalah menambah kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Mikro Hidro menjadi 2,846 MW pada tahun 2025, kapasitas terpasang Biomasa 180 MW pada tahun 2020, kapasitas terpasang angin (PLT Bayu) sebesar 0,97 GW pada tahun 2025, surya 0,87 GW pada tahun 2024, dan nuklir 4,2 GW pada tahun Total investasi yang diserap pengembangan EBT sampai tahun 2025 diproyeksikan sebesar US$13,197 juta. 11 Teknologi energi terbarukan saat ini berada dalam berbagai tahap dan masih harus dikembangkan dalam skala produksi komersial (commercial scale production) yang memerlukan dukungan kerangka regulasi/kebijakan energi dan mekanisme insentif fiskal yang memadai. Terdapat tiga tahapan pengembangan energi terbarukan, yaitu pertama, tahap penelitian dan pengembangan (research and development). Kedua, tahap pemanfaatan atau penggunaan (deployment), dan ketiga, tahap komersialisasi. 12 Dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) harus ada daya dorong dan insentif. Insentif bisa menyangkut feed in tariff yang bisa menarik investor sehingga dapat mengatasi masalah karena harga energi dari energi baru terbarukan menjadi kompetitif. 13 Insentif untuk listrik dari sumber energi terbarukan membutuhkan visi, perencanaan jangka panjang, konsistensi implementasi kebijakan serta koordinasi Tabel 1. Potensi Energi Terbarukan antar lembaga, dan partisipasi publik. Berdasarkan pengalaman berbagai negara maju dan berkembang, dalam pengembangan energi terbarukan menunjukkan bahwa peranan pemerintah yang aktif dalam membuat kebijakan, regulasi, pemberian insentif serta koordinasi berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) merupakan faktor keberhasilan yang utama. Investor memerlukan Transparency, Longevity and Certainty (TLC) untuk berinvestasi di sektor yang cukup berisiko ini. 14 Beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa Indonesia perlu mengembangkan energi terbarukan untuk mendukung ketahanan energi dalam jangka panjang. Pertama, selama ini Indonesia sangat bergantung pada energi berbasis fosil yang bersifat nonrenewable (tidak terbarukan), sedangkan cadangan potensial yang dimiliki Indonesia semakin terbatas. Kedua, sumber-sumber energi alternatif, khususnya energi terbarukan tersedia secara melimpah di Indonesia, walaupun secara geografis terdistribusi secara tidak merata. Ketiga, sifat energi terbarukan yang dapat menyerap dampak dinamika pasar energi internasional dan ramah lingkungan. 15 Permasalahan Energi di Indonesia Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, berdampak terhadap peningkatan konsumsi energi. Peningkatan jumlah konsumsi Energi Terbarukan Potensi Kapasitas Terpasang Tenaga ir 75,67 GW MW Panas Bumi 27 GW 807 MW Mini/Mikrohydro 712 MW 206 MW Biomassa 49,81 GW 445 MW Energi Surya 4,8 kwh/m2/hari 8 MW Energi ngin 3 6 m/det 0,6 MW Sumber: Statistik Energi Indonesia, U T M I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

22 terhadap kebutuhan energi berhubungan erat dengan pertambahan infrastruktur untuk jaringan distribusi bahan bakar cair maupun kelistrikan Rekomendasi Pemecahan Pertama, pemberdayaan energi jumlah penduduk dan perkembangan ke beberapa daerah menjadi tidak nonmigas. Keadaan sumber energi kegiatan ekonomi. Konsumsi berbagai ekonomis. Ketiga, eksplotasi energi fosil yang semakin menipis cadang- jenis energi setiap tahunnya cende- fosil yang sangat ekstensif telah annya, membutuhkan terobosan dan rung meningkat, terutama konsumsi menyebabkan kerusakan lingkung- alternatif pemenuhan kebutuhan BBM dan listrik sebagaimana terlihat an yang parah dan sulit diperbaiki energi dari energi selain fosil seperti pada tabel berikut. baik di lokasi tempat penambangan dari batu bara, biofuel, tumbuh-tum- Konsumsi berbagai jenis energi sumber daya energi maupun akibat buhan, air sungai, angin, sinar ma- yang cenderung meningkat sedang- penjualan/ekploitasi pemanfaatannya tahari, gelombang laut, dan bahkan kan suplai dan cadangan energi yang yang menyebabkan efek gas rumah nuklir. Jalan yang ditempuh adalah semakin menipis, memunculkan per- kaca karena emisi CO 2 di udara yang dengan melakukan diversifikasi masalahan pelik bagi negara dalam berlebihan. Keempat, eksplorasi dan energi mengingat cadangan minyak penyediaan energi. Karut marut ener- eksploitasi sumber daya energi masih Indonesia hanya 0,3% cadangan gi di Indonesia tidak dapat dilepaskan tergantung pada negara asing baik dunia dan cadangan gas kita hanya dari beberapa permasalahan seperti, dari sisi permodalan maupun tekno- 1,7% cadangan dunia. Sumber energi pertama, bauran energi nasional loginya (Hatta, 2012). alternatif yang dianggap murah ada- masih didominasi oleh sumber daya Pembangunan dan penambahan lah energi panas bumi. Oleh karena energi fosil. Lebih dari 50% sumber infrastruktur merupakan solusi agar itu, peran energi dari sumber panas U T M daya energi yang digunakan berasal dari minyak bumi dan bila memasukkan batu bara dan gas alam maka angkanya mencapai 90%. Dengan komposisi seperti ini maka ketahanan energi nasional Indonesia menjadi pemenuhan kebutuhan energi primer kita dapat terpenuhi. Penambahan jumlah kilang sangat mendesak untuk segera direalisasikan agar dapat meningkatkan kehandalan terhadap energi. Gangguan pada kilang minyak bumi perlu ditingkatkan, mengingat 50% cadangan panas bumi di dunia dimiliki oleh Indonesia. Untuk meningkatkan penggunaan energi nonfosil, perlu adanya insentif, misalnya dalam bentuk penetapan sangat rapuh/rentan karena sumber seperti adanya kerusakan, kebakaran harga jual yang tidak jauh berbeda daya energi fosil ini cadangannya ter- dan unforced error lainnya, membuat dengan migas, bahkan kalau perlu le- batas. Kedua, suplai energi ke berba- minyak yang diproduksi tidak dapat bih murah. Jika harga jual energi non- gai konsumen di tanah air terkendala diolah. Sementara dari sisi produksi fosil tersebut lebih murah, diharapkan faktor geografis negara yang terdiri gas, dibutuhkan infrastruktur pipa dapat merangsang masyarakat untuk dari berbagai pulau dan lautan. Hal untuk menyalurkan gas dari sisi hulu beralih menggunakan energi nonmi- ini menyulitkan distribusi energi seca- ke sisi hilir agar program konversi gas yang baru dan terbarukan. Di sisi ra merata di seluruh daerah di tanah BBM ke BBG dapat berjalan dengan lain, untuk penggunaan energi panas air dan menyebabkan pembangunan sukses. bumi, sebaiknya lebih diutamakan ter- Tabel 2. Konsumsi Berbagai Jenis Energi (dalam barrel oil equivalent/boe) Tahun Biomassa Batu Bara Gas lam BBM Produk Minyak Lain Briket LPG Listrik Total ,207 38,698 80, ,202 22, ,744 53, , ,974 68,264 90, ,384 23, ,766 55, , ,765 55,344 85, ,317 37, ,187 61, , ,043 65,744 86, ,375 29, ,453 65, , ,271 89,043 83, ,913 41, ,414 69, , , ,904 80, ,248 39, ,925 74, , ,874 94, , ,987 16, ,718 79, , ,169 82, , ,271 55, ,384 82, , , , , ,130 55, ,067 90,707 1,067, , , , ,827 69, ,046 97,998 1,114,767 Sumber: ESDM, 2012 Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia. 22 I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

23 hadap masyarakat di daerah penghasil dalam kebijakan energi nasional dan bertambah jumlah penduduknya, panas bumi, baru kemudian menyusul meninjau ulang liberalisasi di sektor semakin banyak energi yang dikon- ke daerah-daerah lain. Jadi dalam hal migas. Proses liberalisasi migas dapat sumsi warganya. Ketersediaan sumber ini penyebaran penggunaan energi menghancurkan kedaulatan energi energi dari fosil semakin tidak dapat panas bumi dilakukan secara bertahap nasional. diandalkan karena persediaannya mengingat keterbatasan jangkauan Oleh karena itu, kedaulatan ener- yang semakin menipis dan tidak da- dari infrastruktur yang ada. Begitu gi harus dikembalikan sepenuhnya pat diperbaharui. Oleh karena itu, pula halnya dengan penggunaan kepada rakyat Indonesia. Beberapa diperlukan upaya dan terobosan dari energi batu bara, selain meningkatkan langkah yang bisa diterapkan untuk pemangku kebijakan agar peme- penggunaannya di dalam negeri, juga mengembalikan kedaulatan migas nuhan energi tetap berkelanjutan. memungkinkan adanya konversi ener- antara lain, pertama, mengembalikan Kesinambungan energi tidak hanya gi di mulut tambang sehingga daerah sumber daya alam, seperti minyak, diukur dari bagaimana pasokan ener- sekitar dapat menikmati energi listrik gas dan batu bara serta sumber ener- gi kepada masyarakat dinilai cukup, secara langsung. gi lainnya menjadi milik umum yang tetapi kontinuitas dan kualitas energi Kedua, pengelolaan energi wajib dikelola oleh negara. Kedua, juga patut diperhatikan. mineral masih dapat ditingkatkan perlunya efisiensi di seluruh mata Mengingat cadangan energi fo- untuk mendapatkan devisa negara rantai produksi dan distribusi serta sil yang berwujud BBM diperkirakan yang lebih tinggi dengan cara eks- mengurangi impor minyak mentah. hanya dapat dinikmati sekitar traksi sehingga bijih yang berkualitas tinggi yang dikirim ke pasar. Tahap berikutnya membangun infrastruktur pengolahan biji tersebut sehingga menghasilkan bahan setengah jadi sehingga dapat meningkatkan devisa negara. Penertiban di berbagai Ketiga, membenahi transportasi publik. Sektor transportasi merupakan salah satu penyebab tingginya konsumsi BBM, selain pemborosan terhadap BBM, sektor ini juga menimbulkan kemacetan yang parah di kota-kota besar. Konsumsi BBM tahun ke depan, maka perlu adanya kebijakan penggunaan energi alternatif yang berbahan baku nonfosil seperti tanam-tanaman yang dapat menghasilkan energi yang banyak tumbuh di daratan Indonesia seperti jarak, kelapa sawit, bunga matahari, U T M hal di urusan mineral baik dalam hal yang berlebihan ditambah dengan tebu dan bahan bakar nabati lainnya. pengukuran, penghitungan, pajak, kemacetan yang sulit terurai dapat Kekuatan alam yang dimiliki Indone- lingkungan dan CSR sehingga lebih meningkatkan polusi dan pemanas- sia seperti arus sungai, air, gelombang peduli pada masyarakat sekitar dan an global. Keempat, mengoptimalkan laut, angin, dan matahari juga bisa kepada pelestarian lingkungan. Listrik pemakaian energi alternatif selain dimanfaatkan secara optimal seba- yang sangat dibutuhkan oleh masya- fosil. 17 Efisienkan kebutuhan energi gai sumber energi. Batu bara sebagai rakat, akan diusahakan agar elektri- dengan memaksimalkan penyediaan salah satu sumber energi alternatif vikasinya ditingkatkan (ketersediaan dan pemanfaatan energi terbarukan, hingga saat ini pun penggunaannya listrik sampai ke desa-desa, maupun paling tidak dengan harga pada masih belum dioptimalkan secara di daerah yang remote). Di sisi lain avoided fossil energy cost, bila perlu merata sebagai pengganti BBM un- untuk kebutuhan nonprimer sudah disubsidi. Energi fosil dipakai sebagai tuk keperluan rumah tangga. Batu dapat disesuaikan. Namun demikian, penyeimbang dan sumber energi bara memang sudah dimanfaatkan efisiensi teknis dan bisnis tetap masih fosil yang tidak termanfaatkan dapat untuk pembangkit listrik, tetapi ada harus dilakukan sehingga biaya kon- diwariskan untuk anak-cucu atau di- paradoksial dimana cadangan batu versi listrik menurun dan biaya kepada ekspor ( bara yang melimpah sebagian besar masyarakat menjadi lebih ringan. 16 Ketiga, merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun Revisi UU No. 22 Penutup Energi menjadi prioritas dalam malah diekspor sedangkan konsumsi domestik masih sangat besar. Jika semua sumber energi yang Tahun 2001 tentang Migas merupakan setiap kebijakan pemerintah yang ada baik nonrenewable maupun salah satu langkah untuk mengemba- bertujuan mencapai kemakmuran renewable dapat dioptimalkan likan salah satu pilar kekuatan ekono- rakyat. Pertumbuhan ekonomi dan penggunaannya, niscaya tidak akan mi Indonesia, yaitu kedaulatan ener- pertambahan penduduk merupakan pernah terjadi krisis energi. Ketahan- gi. Revisi undang-undang tersebut faktor yang berpengaruh terhadap an energi masih tetap bisa dinikmati dimaksudkan untuk menghilangkan konsumsi energi. Semakin tumbuh oleh seluruh rakyat Indonesia karena berbagai bentuk campur tangan asing ekonomi suatu negara dan semakin kebutuhan terhadap ketersediaan I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

24 (availability), keterjangkauan (ac- merevisi dan memperbaiki kontrak- di sektor hulu dan hilir migas. Penge- cessibility), dan akseptabilitas (mutu kontrak migas agar tidak didominasi lolaan yang buruk dan tidak efisien dan harga) energi tetap terjaga. De- oleh kontraktor asing. Sudah saatnya timbul karena tidak adanya niat baik ngan terjaganya ketahanan energi, pemerintah memberi kepercayaan untuk mengelola migas demi sebesar- kedaulatan energi bangsa Indonesia kepada putra-putra bangsa terbaik besarnya kemakmuran rakyat, tetapi pun semakin kokoh karena segala untuk mengelola migas dan mem- yang terjadi sebaliknya, yaitu semakin potensi sumber daya alam, termasuk bangun kilang minyak sendiri tanpa tebal kantong-kantong para pejabat migas dan sumber energi alternatif harus bergantung kepada para brok- pengelola migas. Semoga terung- yang nonfosil mampu diberdayakan er dan kontraktor asing. Yang tidak kapnya kasus suap terhadap mantan dan dihasilgunakan dengan baik. kalah pentingnya adalah bagaimana Kepala SKK Migas menjadi pelajaran Saat ini yang menjadi pekerjaan membenahi integritas moral di ka- berharga dan menjadi yang terakhir. rumah bersama adalah bagaimana langan para pemangku kepentingan Jangan ada korupsi lagi. U T M Referensi Ja far, Marwan, Energynomics: Ideologi Baru Dunia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009). Hermawan, Wawan Sumber Daya Energi dan Mineral Terhadap Pembangunan Ekonomi Indonesia, Bina Ekonomi, Vol. 8, No. 2, gustus Herdinie, Nuryanti Scorpio S. nalisis Tingkat Efisiensi Konsumsi Energi di Indonesia Menggunakan Pendekatan Metode EISD, Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir III, 2010, Pusat Pengembangan Energi Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Menggenjot Energi Baru Terbarukan, ESDMMG, edisi 07, 2012, hal jokoparwata. wordpress. com/2011/12/15/sepintas-belajarekonomi-energi/, diunduh pada Rabu, 19 Februari ESDM, Indonesia Energy Outlook Kementerian ESDM, Kebijakan dan Potensi Efisiensi Energi di Indonesia, dipresentasikan pada Seminar Eksekutif Energy Efficiency Week, Surabaya, 17 Januari Catatan khir 1 Urgensi Ketahanan Energi Nasional, diunduh pada Selasa, 25 Februari wordpress.com/2013/04/30/urgensi-ketahanan-energi-nasional/, 2 Joko Santosa, dkk, Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2012, (Jakarta: BPPT Press, 2012), h Membangun Ketahanan Energi Nasional, Menciptakan Kedaulatan Energi di Negeri Sendiri, amarsuteja.blogspot.com/2013/04/ membangun-ketahanan-energinasional.html, diunduh pada Senin, 17 Februari Sampe L. Purba, Ketahanan Energi, Kemandirian Energi atau Kedaulatan Energi?, com/ketahanan-energi-kemandirian-energi-atau-kedaulatan-energi. html, diunduh pada Selasa, 11 Maret Rama Prihandana dan Roy Hendroko, Energi Hijau: Pilihan Bijak Menuju Negeri Mandiri Energi, (Jakarta: Penebar Swadaya, 2008), h Gan Thay Kong, Peran Biomassa Bagi Energi Terbarukan, Pengantar Solusi Pemanasan Global yang Ramah Lingkungan, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2010), h Pusdatin, Kementerian ESDM, Indonesia Energy Outlook, Erliza Hambali, dkk, Teknologi Bioenergi, (Jakarta: gromedia Pustaka, 2007), h DB Sebut Diversifikasi Energi Indonesia akan Tingkatkan Penggunaan Batu Bara, com/2013/10/16/adb-sebut-diversifikasi-energi-indonesia-akan-tingkatkanpenggunaan-batu-bara/, diunduh pada Rabu, 19 Februari M. Syamsiro, Mengoptimalkan Pemanfaatan Batu Bara Sebagai Energi Masa Depan yang Bersih dan Ramah Lingkungan, teknologi.kompasiana.com/ terapan/2013/10/08/mengoptimalkan-pemanfaatan-batubarasebagai-energi-masa-depan-yangbersih-dan-ramah-lingkungan html, diunduh pada Rabu, 19 Februari Potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) Indonesia, diunduh pada Kamis, 20 Februari Iwan J. ziz, dkk. (editor), Pembangunan Berkelanjutan Peran dan Kontribusi Emil Salim, (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010), h Butuh Intensif Bagi Pengembangan EBT, ESDMMG, Edisi 07, 2012, h Insentif untuk Listrik dari Energi Terbarukan, diunduh pada Kamis, 20 Februari Iwan J. ziz, dkk., op. cit., h diunduh pada Senin, 24 Februari Mewujudkan Kedaulatan Energi, or.id/2013/07/29/mewujudkan-kedaulatan-energi/, diunduh pada Selasa, 25 Februari I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

25 Demokrasi, Pemilu, dan Tantangan Fiskal Oleh: Syahrir Ika Peneliti Utama pada Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, BKF, Kementerian Keuangan. Tahun 2014 adalah tahun di mana bangsa Indonesia akan melaksanakan perhelatan akbar dalam berdemokra- Dalam jangka menengah, sekitar sepuluh tahun lagi, wajah rakyat Indonesia akan berubah, setidak-tidaknya wajah kemakmurannya, yang direfleksikan loncat ke urutan 9 dunia pada tahun 2025 nanti 1. Mimpi-mimpi besar ini bukan tanpa alasan, semua prasyarat untuk meraih mimpi itu dimiliki si. Semua rakyat Indonesia yang oleh pendapatan per kapita. Dalam Indonesia. berusia 17 tahun ke atas akan mem- grand strategy pembangunan Indo- Persoalannya, bagaimana berikan hak suaranya dalam Pemilih- nesia yang tertulis dalam dokumen mengelola prasyarat-prasyarat itu an Umum (PEMILU) untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di DPR-RI, DPD-RI dan DPRD (Propinsi/Kabupaten/Kota). Rakyat Indonesia juga akan memberikan hak suaranya untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Perhelatan akbar ini akan menjadi tonggak sejarah Bangsa Indonesia MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), pemerintah ingin meningkatkan pendapatan per kapita rakyat Indonesia dari 3,000 USD (2011) menjadi 14,250-15,500 USD (2025). Dari sisi kemajuan Negara dibandingkan dengan Bangsa-bangsa lain di dunia, pemerintah ingin memperbesar volu- secara efektif. Siapapun Presiden RI yang akan menggantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ia harus memiliki kemampuan tinggi untuk mengelola prasyarat kemajuan bangsa tersebut mengingat tantangan-tantangan yang ada cukup berat, termasuk di bidang fiskal. Kemampuan dimaksud tidak saja kemampuan e d u k a s i untuk memantapkan jalannya pembangunan menuju cita-citanya, yaitu masyarakat yang adil dan makmur. me ekonomi (Produk Domestik Bruto atau PDB) sehingga posisi relatifnya yang berada di urutan 12 dunia bisa me-reform strategi pembangunan nasional, tetapi juga kemampuan enterpreneurship dalam mengeksekusi stra- f i s k a l I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

26 e d u k a s i f i s k a l tegi, kebijakan dan program-program pembangunan. Dua kebolehan inilah yang akan membantu sang Presiden baru dalam membuat terobosan-terobosan besar untuk merubah wajah Indonesia menjadi lebih cantik (baca: adil dan makmur). Demokrasi yang Berkualitas Pemilu lima tahun sekali, secara politik akan menentukan arah perubahan dan ukuran kecepatan perubahan pembangunan Indonesia di segala bidang. Makna dari hak rakyat untuk menentukan pilihan politiknya adalah rakyat ikut menentukan arah dan kecepatan pembanguan. Karena itu, rakyat mengamanatkan kepada wakil-wakil rakyat yang akan duduk di DPR, DPD, dan DPRD untuk memperjuangkan aspirasi mereka. Rakyat juga menggunakan haknya untuk memilih siapa yang menurut mereka merupakan putera/puteri terbaik di Negeri ini untuk menjadi pimpinan, baik Presiden maupun Wakil Presiden. Berapapun ongkos politik yang timbul atas proses demokrasi ini, nampaknya bukan merupakan urusan rakyat. Bagi rakyat, yang paling penting adalah wakil mereka yang terpilih menjadi anggota DPR, DPD, dan DPRD bisa memperjuangkan aspirasi politik mereka. Rakyat juga memberi amanat kepada Presiden dan Wakil Presiden untuk mempimpin Bangsa Indonesia lima tahun ke depan. Rakyat mengingkan Presiden dan Wakil Presiden memilih dan menjalankan programprogram pembangunan yang tepat, program yang mampu membuat rakyatnya lebih makmur. Rakyat ingin menyaksikan kualitas demokrasi yang membaik, sebuah demokrasi yang memiliki makna, demokrasi yang nilainya dirasakan oleh semua rakyat, bukan oleh segelintir orang. Demokrasi yang berkualitas adalah Tabel-1 : Global Hunger Index 2012 Negara-negara sia Tenggara dalam Indeks Kelaparan Global Negara Penurunan ( Indonesia 12,47 11,57 14,8 13,2 12,2 12,0 0,47 Malaysia 7,23 6,5 <5 <5 <5 5,2 2,03 Laos 23,83 22, ,9 20,2 19,7 4,13 Thailand 12,36 12,03 8,2 20,2 8,1 8,1 4,26 Philipins 17,55 16,23 13,2 8,1 11,5 12,2 5,35 Vietnam 18,37 17,70 11,9 11,5 11,2 11,2 7,17 Kamboja 30,73 27,57 21,2 20,9 19,9 19,6 11,13 Sumber : Global Hunger Index (GHI) berbagai Tahun, diolah Keterangan : Skala indeks dari 0 (terbaik) hingga 100 (terburuk). Indeks di bawah 4,9 artinya kelaparan rendah. Indeks 5,00-9,9 artinya, kelaparan sedang. Indeks 10-19,9 artinya, kelaparan serius. Indeks 20,0-29,9 artinya, kelaparan menghawatirkan dan indeks >30 artinya, kelaparan sangat menghawatirkan. demokrasi yang bisa menciptakan keadilan, mengurangi kesenjangan pendapatan, serta memudahkan akses rakyat pada semua kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, pangan, perumahan, dan energi. Demokrasi yang berkualitas adalah demokrasi yang tidak terus menerus memberi karpet merah kepada golongan kaya untuk menjadi lebih kaya. Demokrasi yang berkualitas juga harus memberi karpet merah kepada golongan miskin untuk menjadi tidak miskin, juga kepada golongan kurang kaya untuk menjadi cukup kaya. Khusus bagi golongan miskin, demokrasi yang berkualitas adalah demokrasi yang bisa mengurangi jumlah kelaparan, yang dalam 7 tahun terakhir mengalami sedikit peningkatan dan masuk ke golongan kelaparan serius menurut Global Hunger Indekx (Tabel-1). ######## Demokrasi yang berkualitas juga harus mampu menciptakan perubahan dalam dimensi kualitas pemerataan pembangunan, yaitu sebuah demokrasi yang mampu memperbaiki strata kekayaan masyarakat Indonesia. Wajah ketidakadilan, di mana sebagian kecil masyarakat Indonesia (sekitar persen) yang saat ini menguasai sekitar 80 persen hingga 90 persen kekayaan di Negeri ini, harus segera dirubah, agar kue pembangunan itu bisa lebih merata. Makna demokrasi yang mestinya menjadi pegangan rakyat adalah ongkos demokrasi yang mahal harus dibayar dengan terciptanya pemerataan pembangunan dan/ atau mengecilnya kesenjangan pendapatan antargolongan masyarakat maupun antar wilayah/daerah. Tantangan-tantangan Fiskal Beberapa tantangan fiskal yang akan dihadapi pemerintah baru antara lain : Pertama, banyak sekali daerah di Indonesia yang masih jauh dari makmur. Perjuangan untuk merubahnya menjadi makmur masih memerlukan waktu dan kerja keras dari Pusat hingga Daerah. Bila dilihat dari sebaran PDRB per kapita, maka hanya 5 dari 33 propinsi di Indonesia yang memiliki PDRB per kapitanya cukup tinggi (> Rp. 50 juta). Sementara 5 propinsi lainnya (NTT, NTB, Gorontalo, Maluku, dan Maluku Utara) memiliki PDRB per kapitanya sangat rendah (< Rp. 10 juta). Selebihnya (23 propinsi) memiliki memiliki PDRB per kapitanya sedang (rata-rara Rp. 20 juta). Bila dilihat dari rata-rata PDRB per kapita yang berada di kisaran Rp.32 juta, maka hanya ada 5 propinsi yang berada di atas rata-rata nasional (yaitu DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Riau, 26 I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

27 Gambar-1: PDRB per Kapita tas Dasar Harga Berlaku Menurut Propinsi (Ribu Rupiah), 2004 dan 2012 Sumber : BI, Data dan Informasi Kinerja Pembangunan , diolah Papua Barat, dan Kepulauan Riau), sementara 28 propinsi lainnya berada di bawah PDRB per kapita rata-rata nasional (lihat Gambar-1). Kedua, kesenjangan pendapatan makin lebar dalam 7 tahun terakhir. Indikator umum yang dipakai secara Pembangunan Manusia). Menurut laporan yang diterbitkan UNDP, IPM Indonesia adalah 0,629 dan berada di urutan 121 dari 187 Negara yang disurvei. Capaian ini menjadikan Indonesia digolongkan dalam Medium Human development. Dalam kelompok ini, dan mengejar ketertinggalan. Rakyat Indonesia juga akan menguji politik pembangunan dari Persiden baru, terutama pembangunan di kawasan Indonesia Bagian Timur. Bila dilihat dari sisi Gini Ratio dan PDRB per kapita, maka paling tidak, ada 8 propinsi e d u k a s i global untuk mengukur kesenjangan pendapatan di suatu Negara adalah Gini Ratio. Bila Gini Rasio makin lebar mengindikasikan kesenjangan pendapatan makin lebar. Pada tahun 2003, Gini Rasio Indonesia baru mencapai 0,32, sedangkan pada tahun 2013 naik menjadi 0,41 2, yang berarti kesenjang- ada 10 negara selain Indonesia, yaitu Cambodia, Timor Leste, Vietnam, Vanuatu, Laos, dan Kiribati. IPM menggambarkan kualitas manusia dalam bidang pendidikan (education index), kesehatan (life expectancy index), dan ekonomi (economic index). Selama pemerintahan SBY, IPM yang memerlukan perhatian khusus, yaitu NTT, NTB, Papua, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Barat. Karena itu, tantangan bagi pemerintahan baru adalah bagaimana mengangkat derajat kesejehteraan dan kualitas manusia di daerah-daerah tersebut. f i s k a l an pendapatan makin lebar. Indonesia berhasil diangkat dari 0,68 Gambar-2 : Indeks Pembangunan Ketiga, kualitas SDM yang masih menjadi 0,73. Namun, kenaikan IPM Menusia (IPM) Indonesia rendah dan kalah bersaing dengan tersebut lebih dikontribusi oleh IPM Menurut Propinsi 2004 dan 2011 Negara lain. Persaingan antar bangsa di 16 propinsi. da 3 porponsi (NTT, akan lebih ditentukan oleh pesaingan NTB, dan Papua), yang IPM-nya tidak Sumber: UNDP dalam hal kualitas manusianya. Nega- saja lebih rendah dari rata-rata IPM ra yang dihuni oleh manusia-manusia tahun 2004 tetapi juga lebih rendah Keempat, pemekaran daerah yang bermutu memiliki banyak ino- dari rata-rata tahun Tentu rakyat yang sulit dikendalikan pusat. Proses vasi untuk membangun Negaranya. di propinsi-propinsi yang tertinggal ini pemekaran daerah di era pemerintah- Perkembangan daya saing suatu Ne- memiliki harapan besar kepada wakil- an SBY bersifat buttom-up dan dido- gara (relatif dibandingkan dengan wakil rakyat agar memperjuangkan minasi oleh proses politik dibanding Negara lain) biasanya linear dengan alokasi anggaran yang cukup besar proses administratif sebagaimana perkembangan kualitas manusia, untuk membangun sekolah, rumah yang dipraktekan pada masa peme- yang tergambar dari HDI (Human sakit, dan berbagai infrastruktur dasar rintahan Soeharto dalam membentuk Development Index) atau IPM (Indeks lainnya sehingga mereka bisa bangkit Kota dministratif dan Kota Madya I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

28 Gambar-2 : Indeks Pembangunan Menusia (IPM) Indonesia, Menurut Propinsi 2004 dan 2011 e d u k a s i f i s k a l Sumber: UNDP (Syahrir Ika, 2013) 3. Sejak diberlakukan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sampai dengan tahun 2013 telah terbentuk 220 DOB (Daerah Otonomi Baru), sehingga total Daerah di Indonesia sudah mencapai 539 Daerah, meliputi 34 Provinsi, 412 Kabupaten, dan 93 Kota 4. Pemekaran Daerah ini harus dilihat dari dua sisi. Pertama, sisi Otonomi Daerah, diharapkan Daerah bisa menyelesaikan masalah yang mereka hadapi sehingga bisa lebih mandiri dan tidak harus terus bergantung pada PBN (Pusat). Kedua, dari sisi beban fiskal, ada konsekuensi sebagai Negara Kesatuan, PBN harus mendistribusikan pendapatan Negara untuk membelanjai keperluan desentralisasi. Ini merupakan amanat UU, sehingga Transfer ke Daerah bisa dilihat sebagai belanja mandatory. Persoalannya ada risiko membengkaknya Dana Transfer ke Daerah bila jumlah Daerah menjadi semakin banyak. Sejak tahun 2006 hingga 2012, Dana Transfer ke Daerah meningkat hampir dua kali lipat (lihat Tabel-2). Tambahan DOB menjadi faktor yang paling menentukan meningkatnya Dana Transfer ke Daerah. Bagaimana mengendalikannya? Inilah tantangan Pemerintahan baru nanti. Saat ini, masih banyak usulan DOB yang dalam proses pengambilan keputusan di tingkat Pemerinrtah dan Parlemen. Tekanan kepentingan Daerah (seperti pertimbangan etnis, rentang kendali, kekuatan elit Daerah, dan merasa kurang diperhatikan Pusat) sering kali lebih dominan. Daya juang tokohtokoh Daerah sangat tinggi, mereka berborong-borong ke Jakarta menemui Mendagri dan sejumlah Menteri lainnya, serta ke Komisi terkait di DPR dan DPD untuk memerjuangkan rencana pemekaran daerah mereka. Haruskah usulan-usulan DOB tersebut dikabulkan? Berbagai indikator pembangunan yang diuraikan di atas membuktikan bahwa bila tujuan Otonomi Daerah (Otda) adalah untuk pemerataan kesejehteraan, maka jawabannya adalah belum dicapai. Banyak Daerah Kabupaten/ Kota sulit diatur, tidak saja oleh Pusat, tetapi juga oleh Gubernurnya. Para Kepala Daerah tersebut beralasan bahwa mereka dipilih rakyat, bukan dipilih Gubernur atau Presiden. Tekanan politik Daerah ini akan semakin kuat di masa mendatang bila UU tentang Otonomi Daerah tidak diamendemen. Pemekaran Propinsi, Kabupaten, dan Kota akan semakin sulit dikontrol sehingga ada potensi semakin banyak. Dampaknya akan berat ke Dana Transfer ke Daerah. Tabel-2 : Dana Tranfer Ke Daerah (triliun rupiah) LKPP LKPP LKPP PBN Transfer Ke Daerah 226,2 282,4 344,7 528,6 Dana Perimbangan 222,1 278,7 316,7 444,8 Dana Otonomi Khusus dan 4,0 13,7 28,0 83,8 Penyesuaian Sumber : Buku Saku PBN dan Indikator Ekonomi, Ditjen nggaran, Kementerian Keuangan RI, 22 Desember I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

29 Bila menggunakan data tahun 2013, ke Daerah induknya bila DOB tersebut di mana jumlah DOB sebanyak 539 tidak memenuhi persyaratan minimal Daerah dan Dana Transfer ke Daerah, yang telah diatur dalam Undang-Undang 6. Tentu ini diperlukan seorang maka rata-rata setiap daerah meneriman Dana Transfer sekitar Rp. 980 Presiden yang berani. miliar lebih. Bila pada pemerintahan Kelima, pembangunan infrastruktur terkendala banyak hal. Untuk mendatang akan dibentuk lagi 10 DOB, maka Kementerian Keuangan membangun infrastruktur jalan, jembatan, pelabuhan, dan rel kereta api harus menambah alokasi Dana Transfer sekitar Rp.10 triliun 5. Ini sulit dihindari karena Dana Transfer Ke Daerah pusat-pusat ekonomi berbasis enam untuk mendukung pengembangan ini diwajibkan oleh Undang-Undang koridor ekonomi yang sudah dicanangkan pemerintah melalui MP3EI, sehingga sifatnya mandatory. Persoalannya adalah struktur ternyata bukan saja soal lahan, tetapi PBN di Indoensia sudah banyak juga soal koordinasi, soal anggaran, diikat oleh belanja yang bersifat dan lain lain. Masing-masing koridor ekonomi memiliki tema pem- mandatory. Selain Dana Transfer ke Daerah, juga belanja pendidikan dan bangunan menjadi prioritas untuk belanja kesehatan. Belum lagi dana dikembanghkan (lihat Gambar-3), untuk membayar kewajiban pokok tetapi kesulitan infrastruktur membuat tema pembangunan itu belum dan bunga pinjaman sehingga ruang fiskal (fiscal space) pemerintah menjadi sangat sempit. Pemerintah menjadi merencanakan pengembangan pusat- bergerak sesuai harapan. Pemerintah semakin sulit membangun infrastruktur baru dan memelihara infrastruktur koridor tersebut dimotori oleh dunia pusat pertumbuhan ekonomi di enam lama. Bagaimana memitigasi risiko usaha dan difasilitasi oleh pemerintah, namun masih sedikit sekali dari Otda yang berimplikasi ke risiko fiskal? Menurut penulis, hanya ada dua proyek-proyek tersebut yang dapat cara. Pertama, membatasi jumlah DOB dieksekusi dengan baik. dengan membuat kriteria yang sangat Salah satu faktor penghambat berat. Kedua, mengembalikan DOB pembangunan proyek-proyek infra- Gambar-3 : Tema Pembangunan di Enam Koridor Ekonomi struktur adalah pembiayaan. Sebenarnya Pemerintah telah mendesain kebutuhan anggaran infrastruktur untuk dikerjakan pada masa pemerintahan SBY ( ) dan dilanjutkan pada pemerintahan selanjutnya hingga tahun 2030 (lihat Gambar-4). Namun, ternyata tidak mudah mengajak pihak swasta untuk berkontribusi pada proyek-proyek infrastruktur melalui skema KPS atau PPP (Public- Private Patnership). Hingga saat ini, banyak proyek infrastruktur yang dibangun dengan skema PPP masih belum berjalan sesuai yang diharapkan. Pemerintah bahkan sudah memberikan sejumlah fasilitas insentif perpajakan dan insentif lainnya, akan tetapi belum mampu menarik minat swasta dalam proyek-proyek PPP. Penundaan penyelesaian proyekproyek infrastruktur merupakan salah satu tantangan besar bagi siapa saja yang akan menjadi Presiden RI yang ke-tujuh. Pemerintahan baru harus mencari kiat lain untuk mendanai proyek-proyek infrastruktur, terutama yang bersifat mendesak seperti menambah panjang rel dan jalur Kereta pi, memperbaiki dan membangun pelabuhan laut dan udara, memper- e d u k a s i f i s k a l Sumber : Dokumen MP3EI, Kementerian Koordinator Perekonomian RI I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

30 e d u k a s i f i s k a l Penulis memperkirakan arah kebijakbaiki dan memperpanjang jalan tol dan jalan non-tol, memperbaiki irigasi yang rusak, dan sebagainya. Bisa saja politik fiskal yang akan ditempuh Pemerintah baru adalah bila penerimaan perpajakan relatif terbatas, maka pemerintahan baru bisa menambah alokasi anggaran untuk belanja modal dengan cara memperbesar level defisit menembus -3 persen terhadap PDB asalkan kebijakan tersebut berhasil mempercepat penyelesaian proyek-proyek infrastruktur. Dengan kata lain, prudentialnya sedikit dilonggarkan. Pertanyaanya, apakah Pemerintahan baru bersedia menerobos batasan defisit yang telah menjadi patokan dalam UU Keuangan Negara. Cara kedua, pemerintahan baru mungkin saja memiliki keyakinan bahwa potensi penerimaan pajak yang belum di-collect masih cukup besar sehingga perlu dicari berbagai kiat untuk menariknya. Bisa saja Presiden baru menempatkan figur yang memimpin Direktorat Jenderal Pajak serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dari kalangan ngkatan Bersenjata agar para Wajib Pajak (WP) bisa didorong lebih disiplin dalam me- laksanakan kewajiban perpajakannya. tau, seperti di Negara-negara maju, sistem adiministrasi perpajakan dapat merekam setiap kegiatan ekonomi sehingga basis data memungkinkan aparatur pajak melakukan penetapan dan penagihan pajak. Penutup Banyak sekali tantangan yang dihadapi pemerintahan baru hasil pesta demokrasi (PEMILU) tahun Negeri ini mengharapkan kedatangan pemimpin baru yang tentunya lebih baik karena tantangan yang dihadapi semakin berat. Presiden baru tentu membawa visi dan misi baru sebagaimana yang dijanjikan kepada rakyat ketika PEMILU. Sementara beberapa kebijakan dan program pembangunan yang sedang dijalankan oleh pemerintahan SBY mungkin saja dinilai baik sehingga perlu dilanjutkan. Sang Presiden baru bisa saja melakukan perombakan total dari apa yang sudah ada ataukah melakukan perbaikan seperlunya, semacam reorientation and refocusing of the policy, dan reengineering of fiscal policy and budgets. Gambar-4 : Kebutuhan Dana Infrastruktur Dalan Dua Tahap Pengembangan an fiskal tidak akan banyak berubah kecuali dalam hal keberanian dalam melakukan perbaikan terhadap struktur PBN dalam rangka menciptakan PBN yang sehat dan produktif. Untuk maksud tersebut, ada kemungkinan pemerintahan baru akan melakukan koreksi terhadap belanja-belanja yang bersifat mandatory. Penulis juga memperkirakan pemerintahan baru akan memilih fokus pada pemerataan (mengurangi demand) dibandingkan mendesain pertumbuhan yang tinggi (meningkatkan demand), akan tetapi menghasilkan kesenjangan yang makin lebar yang dicerminkan oleh naiknya Gini Ratio. Sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan yang agak tertinggal selama ini, mungkin menjadi sektor paling prioritas dari pemerintahan baru mengingat sektor ini menyediakan lebih dari 60 persen lapangan pekerjaan yang memiliki kepekaan terhadap penangguran, kemiskinan, dan kelaparan. Sektor ini juga mampu menjadi benteng bagi gangguan krisis ekonomi global. Mengenai pembiayaan Infrastrukur, penulis memperkirakan kemungkinan besar Presiden Sumber : Dokumen MP3EI, Kementerian Koordinator Perekonomian RI 30 I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

31 baru akan memilih mengoptimalkan dana PBN (belanja modal), sementara pendanaan dengan skema PPP akan diutamakan bagi proyek-proyek infrastruktur yang memang benar-benar diminati swasta saja. Pemerintah mungkin akan menyediakan insentif fiskal yang besar kepada dunia usaha yang ikut membangun infrastruktur besar dan prioritas tinggi. penulis juga memperkirakan Presiden baru akan memperbaiki semua regulasi yang bersifat menghambat atau memperlambat proses eksekusi kebijakan dan program-program pembangunan, begitu juga tentang kelembagaan dan koordinasi, baik Pusat-Daerah maupun antar Kementerian/Lembaga (K/L) yang selama ini dirasakan masih lemah. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah kemampuan untuk mengatasi tantangan-tantangan yang dihadapi serta kemampuan dalam mengeksekusi suatu kebijakan akan lebih ditentukan oleh kualitas leadership serta keberanian, dan kecepatan Sang Nahkoda Negara dalam mengambil keputusan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip good governance dan manajemen risiko. Bila sasaransararan pembangunan dalam lima tahun ke depan dapat dicapai, apalagi Catatan khir 1 Lihat tulisan Syahrir Ika berjudul MP3EI, Breakthrough Strategy Menuju Negara Maju, bagian dari Buku MP3EI: Breakthrough Strategy Indonesia Menuju Negara Maju. LIPI Press.2012.halaman Head Line, Indonesia Investment, 16 Janurai Tajuk : Higher Gini Ratio Shows Indonesia s Widening Income Distribution Inequality 3 Lihat tulisannya berjudul Demokrasi, Otonomi Daerah, dan Desentralisasi Fiskal. Bagian I dari buku Risiko Fiskal Daerah. Penerbit Era dicitra Intermedia Halaman ris hmad Risadi (regional.kompasiana.com/2013/11/08/paradoksdaerah-otonom-baru html) terlampaui (beyond), maka domokrasi di Indonesia telah memperlihatkan kualitasnya. nggaran Negara yang besar untuk keperluan sebuah pesta demokrasi memberikan outcome sesuai yang diharapkan rakyat Indonesia. Disinilah ukuran kesuksesan dari penyelenggaraan PEMILU bagi sebuah Negara. 5 ngka ini hanya perkiraan kasar dengan perhitungan sederhana. 6 Usulan ini juga telah ditulis oleh Syahrir Ika (2013). Ibid halaman 72. e d u k a s i f i s k a l I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

32 Energi Terbarukan, pa dan Mengapa Oleh: Widodo Ramadyanto Kepala Subbidang Risiko Badan Usaha Milik Negara Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. Energi bukanlah segalanya, tetapi segalanya tidak bisa tercipta tanpa adanya energi begitu kata-kata yang sering lah mengingatkan kita bahwa energi adalah hal yang sangat penting bagi manusia dan perlu perhatian lebih mendalam. Energi apa yang masih naskan makanan diantaranya listrik dan gas. Bila pun manusia memakan makanan yang tidak perlu dimasak sebelumnya, buah misalnya, diper- kita dengar tanpa tahu siapa pencetus butuh banyak perhatian? lukan juga energi untuk mengambil awalnya. Kata-kata Energi bukanlah Untuk melakukan sesuatu, manu- dari sumbernya. Yaitu memetik untuk e d u k a s i segalanya seperti menyindir kebijakan pemerintah yang seolah tidak berpihak pada pembangunan sektor energi di Indonesia. Sementara itu, kata-kata segalanya tidak bisa tercipta tanpa adanya energi menegaskan pentingnya energi dalam kehidupan manusia. Jadi kata-kata tersebut seo- sia membutuhkan energi. Untuk membaca tulisan ini misalnya, dibutuhkan energi. Energi manusia berasal dari makanan dan minuman. Makanan dan minuman tersebut pada umumnya harus dimasak. Untuk memasak, diperlukan juga energi selain tenaga manusia yaitu energi untuk mema- buah. Jadi tanpa adanya energi, manusia tidak bisa hidup. Pada lingkup yang lebih besar, energi diperlukan untuk menggerakkan berbagai sektor dalam kehidupan manusia. Untuk berpindah tempat yang tidak dapat dijangkau dengan berjalan kaki dan bersepeda, f i s k a l Gambar 1. Rasio Elektrifikasi Indonesia Tahun 2013 Sumber: Kementerian ESDM, I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

33 manusia memerlukan alat transportasi. lat transportasi ini memerlukan sumber energi. Sementara itu, untuk memudahkan hidup dan kehidupan, manusia membutuhkan penerangan dan peralatan elektronik. Perangkat ini juga memerlukan energi, yaitu energi listrik. Jumlah terbesar energi adalah untuk digunakan sebagai bahan bakar dan sebagai listrik. Bahan bakar sendiri, di Indonesia, pemakaian terbesar adalah untuk sektor transportasi dalam yaitu bensin dan solar. Karena bahan bakar ini sebagian besar masih disubsidi oleh pemerintah, maka pengeluaran pemerintah untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM) menjadi sangat besar. Penggunaan energi terbesar berikutnya adalah dalam bentuk listrik. Hingga saat ini masih banyak rumah tangga di Indonesia belum dapat menikmati listrik. Pada tahun 2013, sekitar separuh penduduk di Provinsi Papua belum dapat menikmati listrik (lihat Gambar 1). Jenis Energi BBM dan listrik dapat diperoleh dari sumber yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan. Sebagian besar BBM yang digunakan di Indonesia berasal dari bahan bakar fosil yang tidak terbarukan. BBM dari energi terbarukan yang biasa juga disebut sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN) atau biofuel. Indonesia banyak menggunakan BBN tersebut dalam bentuk biodiesel yang digunakan sebagai campuran solar yang djual di SPBU. Selain itu, beberapa pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) telah menggunakan juga BBN. Namun, secara umum, pemakaian BBN di Indonesia belum optimal. Konsumsi BBN masih jauh dibawah produksinya (lihat Gambar 2). Sementara itu, sumber energi Gambar 2. Produksi dan Konsumsi BBN di Indonesia (ribu barrel per hari) Sumber: U.S. Energy Information dministration (EI), pembangkitan listrik juga dapat dibedakan menjadi sumber energi terbarukan dan tidak terbarukan, yaitu: a. Sumber energi terbarukan Sumber energi ini adalah sesuatu yang tidak akan habis seperti angin, sinar matahari, tanaman, dan banyak lagi. Sesuatu yang dapat dipakai lagi dan lagi contohnya sinar matahari, angin, biomassa, air dan panas bumi; b. Sumber energi tidak terbarukan Sumber energi ini adalah sesuatu yang pada suatu saat akan habis seperti batu bara, minyak bumi, gas alam, dan uranium. Energi Terbarukan dan Keberlangsungan Energi Negara yang baik adalah yang mempunyai ketahanan energi yang tinggi. Berdasarkan peringkat Energy Sustainability Index yang disusun oleh World Energy Council, Indonesia secara keseluruhan pada tahun 2013 menduduki peringkat ke-73 dunia. Ini meningkat setelah pada tahun 2012 Tabel 1. Indonesia Energy Sustainability Index Rangkings and Balance Score Sumber: World Energy Council, e d u k a s i f i s k a l I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

34 mengalami penurunan peringkat dari umumnya yaitu batu bara, minyak dengan ketinggian tertentu. Pada peringkat 83 di tahun 2011 menjadi bumi, gas bumi, dan nuklir. Energi tempat-tempat tersebut, dengan peringkat 85 (lihat Tabel 1). primer ini ini diperoleh melalui usaha ketinggian yang cukup, kecepatan Terdapat beberapa syarat agar penambangan sehingga jumlahnya di anginnya dapat mencapai 10 m/detik. ketahanan energi meningkat (Tumi- alam terbatas. Dalam jangka panjang, Namun, kecepatan tersebut dirasa ku- ran, 2013), antara lain: sumber daya tersebut akan habis se- rang ekonomis untuk dapat dikem- a. Tersedia dengan cukup untuk hingga kurang baik untuk ketahanan bangkan menjadi pembangkit listrik kurun waktu tertentu; energi. Pada sisi lain, sumber energi (Baruna, 2010). b. Harga terjangkau oleh kemampu- terbarukan, keberlangsungan ener- Beberapa daerah mempunyai an masyarakat; ginya lebih terjamin. Namun, keber- potensi PLTB yang cukup besar seper- c. Tahan/tidak mudah terpengaruh langsungan sumber energi tersebut ti NTT dengan potensi lebih dari 50 oleh gejolak lokal, regional mau- tidak sama untuk tiap-tiap jenis pem- MW, Banten 100 MW, dan Jawa Barat pun internasional; bangkit listrik. 100 MW. Daerah tersebut mempunyai d. Memiliki kemandirian di dalam Pasokan listrik dari pembangkit potensi yang besar karena kecepatan pengelolaan, meliputi, manage- listrik tenaga surya (PLTS) dapat men- angin cukup bagus dengan rata-rata men, teknologi, transportasi dan jangkau berbagai daerah terpencil di atas 5 m/detik, meskipun masih be- pendistribusian; dan di Indonesia sehingga cocok untuk lum sebanding dengan banyak lokasi e. Memiliki sarana infratstruktur daerah yang berada di luar jaringan di Eropa yang kecepatan anginnya e d u k a s i f i s k a l yang cukup. Semakin besar unsur-unsur di atas dapat dipenuhi, maka semakin kuat ketahanan energi kita. Jika dibandingkan antara Energi Terbarukan dan Tak Terbarukan, penggunaan Energi Terbarukan akan meningkatkan ketahanan energi. Energi Terbarukan dan Ketersediaan Energi Sumber energi primer pembangkit listrik energi tak terbarukan listrik (off-grid). Namun, salah satu kelemahan utamanya adalah ketergantungan yang tinggi pada jumlah paparan matahari, sehingga kurang handal pada musim penghujan. Sementara itu, pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) juga menemui kendala yang hampir sama. Secara umum, kecepatan angin di Indonesia adalah antara 4 m/detik hingga 5 m/ detik. Kecepatan angin yang lebih besar dapat ditemui di daerah-daerah tertentu seperti di pantai serta sampai 12 m/detik (Investor Daily, 2013). Pembangkit jenis lainnya adalah PTLB yang memanfaatkan biomassa. Biomassa adalah bahan biologis yang berasal dari mahluk hidup, umumnya berasal dari tanaman atau bahan tanaman yang biasa juga disebut sebagai biomassa lignoselulosa. 1 Pemanfaatan biomassa sebagai sumber energi listrik dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan secara langsung dilaku- 34 I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

35 Gambar 3. Emisi Karbon Dunia Berdasarkan Sumber Energi, (miliar ton) Sumber: EI, kan dengan menggunakan biomassa sebagai bahan bakar PLTU. Sementara itu, biomassa dapat dibentuk menjadi sumber energi lain yaitu biofuel. Konversi biomassa untuk biofuel ini dapat dilakukan dengan metode termal, kimia, atau metode biokimia. Biofuel dari biomassa ini kemudian digunakan sebagai sumber pembangkitan listrik. Proses pembangkitan listrik dengan menggunakan biofuel inilah yang disebut dengan pembangkitan listrik secara tidak langsung. Energi Terbarukan dan Lingkungan Pembangkit listrik berbahan bakar fosil dapat menimbulkan efek berupa emisi pencemar (Iswan, 2010). Emisi-emisi yang dihasilkan antara lain SO X, NO X, CO, CO X, VHC (Volatine Hydrocarbon), dan SPM (Suspended Particulate Matter). Polutan-polutan ini berbahaya bagi manusia: a. SO X adalah dapat menyebabkan berbagai penyakit pernapasan; b. NO X bersama SO X dalam jumlah tertentu dapat mengakibatkan hujan asam; c. CO X akan membentuk lapisan gas rumah kaca yang menyelebungi permukaan bumi. Gas ini dapat menyebabkan perubahan iklim; d. Pada PLTU batu bara, dapat ditemukan partikel debu yang mengandung unsur radioaktif; e. Pada PLTU batu bara juga dimungkinkan terdapat logam berat seperti Pb, Hg, r, Ni, dan Se. Pembangkitan listrik dengan menggunaan bahan bakar sumber energi terbarukan yaitu BBN tidak seberbahaya bahan bakar fosil tetapi juga menghasilkan eksternalitas negatif seperti Gas Rumah Kaca, limbah, dan dampak lingkungan lain. Namun, secara keseluruhan efek negatif lebih banyak disumbangkan oleh energi fosil. Gambar 3 menunjukkan bahwa emisi karbon dunia diprediksikan akan semakin meningkat. Emisi dari batu bara merupakan penyumbang terbesar, lebih tinggi daripada emisi yang dihasilkan oleh bahan bakar cair dan gas. Lebih lanjut, tren emisi CO dari batu bara di Indonesia dalam tiga puluh tahun terakhir meningkat cukup tajam. Pada tahun 1980, emisi karbon di Indonesia hanya berjumlah tidak sampai 1,5 juta ton. Jumlah tersebut naik menjadi lebih dari sepuluh kali lipat pada tahun Sepuluh tahun berikutnya, jumlahnya menjadi 48 juta ton dan naik kembali menjadi lebih dari 157 juta ton. Jadi selama kurun waktu 31 tahun dari 1980 hingga tahun 2011, jumlah emisi karbon dioksida dari batu bara jumlahnya naik lebih dari seratus kali lipat. Emisi karbon dan polutan lainnya menimbulkan eksternalitas negatif. Eksternalitas ini, pada suatu saat akan menimbulkan biaya penanganan sehingga secara ekonomi, biaya eksternalitas seharusnya dipertimbangkan sebagai biaya pokok pembangkitan listrik. Untuk menghitung biaya pembangkitan listrik sebenarnya, biaya-biaya penanganan dan penanggulangan eksternalitas tersebut harus diperhitungkan dalam biaya pembangkitan listrik. Sebaliknya, pembangkit listrik yang menggunakan sumber energi terbarukan tidak menghasilkan emisi karbon, kerusakan lingkungan yang diakibatkan pun minimal sehingga biaya eksternalitasnya pun minimal. Insentif Fiskal Dengan memperhatikan berbagai manfaat dari energi terbarukan, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan fiskal untuk mendukung percepatan penggunaan energi terbarukan di antaranya adalah: a. Fasilitas Pajak Penghasilan, yang terdiri dari: Pengurangan penghasilan neto sebesar 30%; Penyusutan dan amortisasi yang dipercepat; Pengenaan Pajak Penghasilan atas deviden yang dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar 10%; e d u k a s i f i s k a l I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

36 Gambar 4: Emisi CO dari Sumber Batu Bara di Indonesia, (juta ton) Sumber: EI, pengadaan Proyek PLTP KPS, dan mendukung pembiayaan kegiatan eksplorasi dalam ranga percepatan pengembangan proyek PLTP. Terdapat dua pihak yang dapat menggunakan fasilitas ini yaitu Pemerintah/Pemerintah Daerah dan pengembang. e. Penjaminan Pemerintah. Penjaminan ini diberikan untuk pembangunan pembangkit listrik yang termasuk dalam Proyek Percepatan MW Tahap II yang biasa juga disebut Fast Track Program II (FTP II). Sebagian besar pryek da- e d u k a s i f i s k a l Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh); Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 atas impor barang berupa mesin dan peralatan. b. Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai berupa pembebasan dari pengenaan PPN atas impor Barang Kena Pajak yang bersifat strategis berupa mesin dan peralatan. c. Fasilitas Bea Masuk terdiri dari Pembebasan Bea Masuk atas impor mesin serta barang dan bahan sebagaimana diatur lebih lanjut dalam PMK Nomor 176 Tahun 2009 tentang Fasilitas Pembebasan Bea Masuk tas Impor Mesin Serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri Dalam Rangka Penanaman Modal; Pembebasan Bea Masuk atas impor barang modal sebagaimana diatur lebih lanjut dalam PMK Nomor 154 Tahun 2008 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Barang Modal Dalam Rangka Pembangunan dan Pengembangan Industri Pembangkit Tabel 2 Penjaminan Pemerintah untuk Proyek Pembangkit Listrik spek FTP II Skema KPS Ruang Lingkup Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum. Gagal bayar PLN sesuai PP d. Fasilitas Dana Geothermal, yaitu dukungan fasilitas untuk mengurangi risiko usaha panas bumi bagi pengembangan pembangkit listrik. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kecukupan data dari hasil Survei Pendahuluan guna menurunkan risiko eksplorasi, menyediakan data pendukung guna menyusun dokumen pelelangan dalam rangka penawaran Wilayah Kerja untuk Kejadian risiko politik (political risk events) yang berdampak pada investasi swasta Guarantor Pemerintah PT PII (dan pemerintah, Bentuk jaminan Surat jaminan kelayakan usaha (SJKU) kepada pengembang untuk beberapa kasus) Perjanjian Penjaminan, ditujukan kepada pengembang lam FTP II berupa PLTP dan PLT. Penjaminan pemerintah juga dapat diberikan untuk proyek pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan yang dikerjakan berdasarkan skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Penjaminan pemerintah tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan investor dan bankability proyek, sehingga pembangunannya diharapkan tidak menemui kendala yang berarti. Semoga. Catatan khir 1 Home: Biomass Energy Centre. (n.d.). Diakses tanggal 22 Januari 2014, from Biomass Energy Centre: uk/portal/page?_pageid=76,15049&_dad=portal&_schema=portl 36 I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

37 Berharap EC Indonesia yang Lebih gresif Oleh: Ivan Yulianto Kepala Subbidang Risiko Keuangan dan Pengelolaan Utang Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Pendahuluan Setelah hampir dua tahun bertu- sebesar US$14,48 miliar, sedangkan impor sebesar US$14,92 miliar atau hmad Erani Yustika 2, ketakutan terjadi ketika penurunan ekspor rut-turut mengalami defisit, berda- defisit sebesar US$430,6 juta. Total Indonesia dengan sangat mudah sarkan data BPS tiga bulan terakhir ekspor Indonesia tahun 2013 sebesar memengaruhi nilai tukar rupiah, hal tahun 2013, neraca perdagangan US$182,6 miliar 1 atau lebih rendah 4% itu bisa berdampak terhadap inflasi. Indonesia mengalami rebound, ter- dibandingkan total ekspor tahun 2012 Dalam jangka panjang juga akan me- catat pada bulan Oktober 2013 surplus sebesar US$424 juta, pada bulan November 2013 meningkat surplus menjadi US$776,8 juta, dan terbesar adalah surplus bulan Desember 2013 yang mencapai US$1,54 miliar. Kondisi neraca perdagangan yang sur- yang mencapai US$190 miliar. ngka ekspor tahun 2012 ini masih lebih rendah 6,6% dibandingkan ekspor tahun Dikhawatirkan defisit neraca perdagangan Indonesia masih akan berlanjut untuk periode berikutnya. Pertanyaannya, mengapa kita mengaruhi suku bunga, investasi dan bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Penurunan ekspor Indonesia disebabkan oleh (i) aspek eksternal yaitu menurunnya permintaan dari beberapa negara mitra dagang Indonesia O P I N I plus ternyata tidak berlanjut di mesti khawatir terhadap defisit trans- akibat pengaruh krisis global dan (ii) Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat aksi perdagangan Indonesia? Guru aspek internal berupa penurunan har- nilai ekspor di bulan Januari 2014 Besar Ekonomi Universitas Brawijaya, ga beberapa komoditas utama ekspor Grafik 1. Spektrum Pembiayaan Ekspor I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

38 Indonesia. Penyebab menurunnya ekspor dari aspek eksternal dapat diatasi dengan ekstensifikasi ekspor ke pasar nontradisional sedangkan penyebab menurunnya ekspor dari aspek internal dapat diatasi dengan meningkatkan kualitas produk dan daya saing produk nasional serta efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Peran Pembiayaan Ekspor untuk Mendorong Ekspor Nasional O P I N I Terkait ekstensifikasi pasar ekspor, pada tahun 2014 Kementerian Perdagangan telah menetapkan 179 program kegiatan promosi bersinergi dengan perwakilan Indonesia di dalam dan luar negeri. Format kegiatan berupa pameran internasional, pelaksanaan misi dagang, dan in-store promotion. Sebanyak 55% kegiatan akan dilaksanakan di wilayah pasar nontradisional, 41% lainnya di wilayah pasar tradisional, sementara sisanya untuk pasar dalam negeri. Sementara itu, upaya untuk mendorong peningkatan daya saing dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi salah satunya dengan menyediakan fasilitas pembiayaan 38 melalui pembiayaan ekspor (trade finance). Trade finance dapat memberikan dukungan pada pembiayaan ekspor sejak dari proses produksi hingga barang ekspor sampai di tangan pembeli di luar negeri. Sebagai contoh, peningkatan daya saing bisa ditempuh dengan cara meningkatkan competitive advantage suatu produk. Menurut Li Ling-yee dan Gabriel Ogunmokun3, pembiayaan ekspor dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi khususnya pada tahap postshipment financing dengan mempercepat pembayaran dari importir kepada eksportir sehingga tersedia sumber dana untuk produksi berikutnya dengan biaya yang lebih rendah daripada mencari pinjaman baru dari bank, dengan demikian dapat meningkatkan competitive advantage dari aspek harga jual. Dengan lini bisnis yang sangat menguntungkan, trade finance mempunyai daya dorong yang besar pada pertumbuhan ekonomi global, memiliki status yang tinggi dalam dunia perbankan dan bukan merupakan transaksi berisiko tinggi. Trade finance adalah bisnis pembiayaan ekspor yang dibangun di atas transaksi yang jelas oleh perusahaan yang mengirim ba- rang dari satu tempat ke tempat lain. Dibandingkan dengan pasar keuangan lainnya, transaksi trade finance mempunyai jatuh tempo yang pendek dengan underlying transaction berupa barang ekspor yang disebutkan dalam transaksi. The Trade Register yang diterbitkan oleh International Chamber of Commerce (ICC) menegaskan bahwa trade finance adalah bisnis yang aman. Global Risks TradeFinance 2013, menyebutkan adanya 8,1 juta transaksi trade finance jangka pendek dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 dengan kejadian default kurang dari 1800 kasus atau sekitar 0,02%. Laporan ICC melengkapi bukti kuat bahwa trade finance masih merupakan kegiatan perbankan yang berisiko rendah. Menurut The Economist Intelligence Unit, dua pertiga pertumbuhan ekonomi dunia berasal dari emerging market paling tidak sampai tahun Pergeseran kekuatan ekonomi ini kemungkinan akan mendorong industri trade finance mengatur ulang strategi terhadap emerging market. Di Indonesia, transaksi trade finance yang dilakukan oleh perbankan nasional cukup menggembirakan, sebagai contoh PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk (BNI) mencatat volume pembiayaan trade finance sebesar US$19,5 miliar hingga kuartal III-2013 atau tumbuh 18,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$16,5 miliar. Diperkirakan akhir 2013 volume trade finance BNI akan mencapai US$25 miliar.4 Transaksi ekspor yang dilakukan eksportir melalui Bank Mandiri hingga Desember 2012 mencapai US$56,57 miliar, tumbuh 4% dari tahun sebelumnya yang tercatat US$54,42 miliar di saat ekspor nasional tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 7%. Bank Mandiri mencatat total transaksi perdagangan (trade finance) hingga gustus 2013 sebesar US$41,02 miliar5. INFO RISIKO FISKL MRET 2014

39 Meskipun bank-bank devisa su- por, dan Lalu Lintas Devisa dan Lem- sesuai PBI No.07/14/PBI/2005. LPEI bah- dah memainkan peran dalam pembia- baga Pembiayaan Ekspor Indonesia kan dapat memberikan jasa konsultasi yaan ekspor akan tetapi kebutuhan (LPEI) yang dibentuk berdasarkan dan pembiayaan kepada eksportir trade finance dalam negeri masih Undang-Undang Nomor 2 tahun 2009 yang nonbankable. Sebagaimana ne- cukup besar khusus pada spektrum tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor gara-negara lain, keterlibatan EC da- post shipment financing dalam ben- Indonesia. SEI bertugas memberikan lam trade finance diharapkan mampu tuk pembiayaan L/C, non L/C, Forfai- fasilitas penjaminan dan asuransi menjadi katalisator pertumbuhan eks- ting/factoring, buyer s credit/overseas ekspor sedangkan LPEI dirancang por nasional baik pada pre-shipment financing, trust receipt, export bills untuk memberikan fasilitas pembia- maupun post-shipment financing. discounting, dan export guarantee/ yaan, penjaminan, dan asuransi untuk Sampai saat ini aktifitas kedua insurance; di samping peluang wor- ekspor, di samping punya tugas lain EC yang ada masih dominan pada king/investment capital yang masih memberikan jasa konsultasi. general insurance domestik dan sangat dibutuhkan oleh usaha kecil, Keberadaan EC Indonesia khu- fasilitas pembiayaan berupa modal menengah, dan koperasi (UKMK). susnya LPEI dengan sovereign status kerja/kredit investasi jangka mene- Peran Export Credit gency Indonesia Sebagai Fiscal Tool Pemerintah Terkait pembiayaan ekspor, pemerintah mempunyai dua lembaga yang mendapat gelar sebagai Export Credit gency (EC) Indonesia yaitu PT suransi Ekspor Indonesia (Persero)/SEI yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun dan sifat sui generis yang disandangnya, diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata untuk mendorong ekspor nasional. Fungsi paling utama adalah dalam rangka fill the market gap, yaitu ketika perbankan dan asuransi nasional tidak mampu melewati batas-batas prudensial yang ditetapkan BI dan OJK, seperti ketentuan tentang TMR; rasio kecukupan modal; BMPK; retensi sendiri; dan larangan ngah-panjang, sehingga peluang yang masih terbuka lebar pada postshipment financing banyak diambil oleh bank/asuransi asing. Sejak diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/6/PBI/2001 tentang pencabutan fasilitas jual-beli Devisa Hasil Ekspor (DHE), jual-beli wesel ekspor, dan pembiayaan/penjaminan L/C, LPEI mempunyai peluang untuk melakukan pembelian DHE yang O P I N I 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Im- pemberian kredit kepada pihak asing dapat mengurangi kebutuhan valuta Grafik 2. Pembiayaan Ekspor Nasional Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2009 I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

40 Grafik 3. Skema Pembiayaan Ekspor Nasional O P I N I Sumber: LPEI, 2010 (diolah). asing yang dapat menekan devisa Indonesia. Selain itu, EC Indonesia dapat mendukung kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan incoterm ekspor yang semula FoB menjadi CIF (Cost, Insurance, and Freight) dengan memperbesar porsi penjaminan dan asuransi ekspor. Sebagaimana amanat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2009 tentang LPEI, Pemerintah perlu segera menyusun kebijakan dasar Pembiayaan Ekspor Nasional (PEN) yang akan menjadi pedoman pelaksanaan LPEI dalam menjalankan trade finance. Di dalamnya diatur peran LPEI berupa Penugasan Umum dan Penugasan Khusus dalam rangka mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan ekspor nasional; mempercepat peningkatan ekspor nasional; membantu peningkatan kemampuan produksi nasional yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan untuk ekspor; serta mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi untuk mengembangkan produk yang berorientasi ekspor. Sebagai kuasi pemerintah, kebijakan dasar PEN mengatur tentang mekanisme penugasan kepada LPEI yang bersifat Penugasan Umum dan Penugasan Khusus. Penugasan umum Pemerintah kepada LPEI tercermin Pasal 12 UU Nomor 2/2009 bahwa LPEI berfungsi mendukung program eskpor nasional melalui Pembiayaan Ekspor Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) (berupa Pembiayaan, Penjaminan, dan/atau suransi). Penugasan umum Pemerintah kepada LPEI tercermin pada targettarget yang ditetapkan dalam Rencana Kerja nggaran Tahunan (RKT) LPEI khususnya pada indikator fiskal/ persepsi stakeholder yang menjadi acuan kerja LPEI untuk memberikan kontribusi pada ekspor nasional dan pekonomian nasional melalui fasilitas pembiayaan, penjaminan, asuransi, dan jasa konsultasi. Dalam rangka mengoptimalkan peran LPEI sebagai fiscal tool Pemerintah, Kementerian Keuangan sedang mempersiapkan LPEI sebagai EC Indonesia untuk lebih mengembangkan pembiayaan post-shipment financing dan menjalankan fungsi intermediasi antara eksportir dan importir. Selain itu fasilitas kredit ekspor akan terus ditingkatkan dengan perluasan segmen nasabah korporasi dan UKMK berbasis ekspor secara proporsional. Sedangkan Penugasan Khusus atau yang disebut sebagai program National Interest ccount (NI) diatur pada Pasal 18 UU Nomor 2/2009 bahwa LPEI dapat melaksanakan penugasan khusus dari Pemerintah untuk mendukung program ekspor nasional atas biaya Pemerintah. Penugasan Khusus adalah kebijakan Pemerintah yang bersifat nonviable secara 40 I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

41 Grafik 4. Skema Post-Shipment Financing Sumber: Zaman Khan, 2013 (diolah). komersial akan tetapi Pemerintah menganggap perlu untuk kepentingan ekspor nasional. NI seyogyanya merupakan proyek/program flagship yang diharapkan mampu mengurai benang kusut ekspor nasional serta mempunyai multiplier effect yang besar pada perekonomian nasional. NI merupakan stimulus ekspor yang bersifat opsional dan dievaluasi setiap periode waktu tertentu. Sebagai gambaran konkrit, bisa jadi suatu proyek yang ditetapkan sebagai program NI oleh Pemerintah hanya berlangsung dalam kurun waktu tertentu, misalnya satu tahun, dan kemudian diganti dengan program NI yang lain untuk tahun berikutnya. Untuk mewujudkan program NI tersebut dirasa perlu adanya koordinasi antar kementerian/lembaga untuk menyamakan persepsi tentang NI, kemudian secara bersama-sama menyusun konsep NI yang menampung berbagai kepentingan instansi terkait. Intinya Kementerian Keuangan bertanggung jawab atas pembiayaan NI akan tetapi bentuk usulan transaksi/proyek yang akan dijadikan program NI merupakan tanggung jawab dari kementerian/lembaga yang membidanginya. Sampai saat ini, penugasan khusus belum dapat dilaksanakan karena belum adanya kebijakan Pemerintah, baik dalam bentuk kebijakan pembiayaan ekspor nasional maupun peraturan menteri keuangan tentang pelaksanaan penugasan khusus. Penutup LPEI dirancang untuk menjadi solusi atas kelemahan-kelemahan yang ada pada pembiayaan ekspor nasional. Kehadirannya seharusnya ditunggu-tunggu oleh dunia usaha, eksportir UKMK/korporasi, dan kementerian/lembaga yang terkait dengan ekspor. LPEI bukan menjadi lawan tapi sebagai partner komplementer bagi bank-bank devisa nasional dan perusahaan penjaminan/asuransi nasional. Oleh karena itu, sudah saatnya semua pihak bahu-membahu menjadikan LPEI menjadi EC Indonesia yang memberikan benefit bagi perkonomian nasional bukan hanya mengejar profit semata. Salam THINK BIG! Catatan khir 1 BPS, Berita Resmi Statistik,3 Maret /03/ Li Ling-yee dan Gabriel Ogunmokun, Effect of Export Financing and Supply-Chain Skills on Export Competitive dvantage, dalam Columbia Journal of World Business, Vol. 36(3,) 2001, h Investor Daily, 11 November Maret O P I N I I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

42 Mencapai Ketahanan Energi Dengan Pembangunan Kilang Minyak Melalui Skema Kerjasama Pemerintah Swasta Oleh: Eko Nur Surachman Kepala Subbidang Risiko Infrastruktur Transportasi, Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, BKF, Kementerian Keuangan. O P I N I Latar Belakang Salah satu komponen utama dalam kedaulatan dan ketahanan nasional suatu negara adalah ketahanan energi. Energi memang menjadi pisau bermata dua bagi sebuah negara, dimana energi bisa mempersatukan sebuah negara, tetapi juga bisa membuat suatu negara menjadi terpecah belah seperti yang terjadi di belahan benua afrika barat yang kaya sumber energi. Ketahanan energi secara umum dapat diartikan sebagai ketersediaan (availability) dengan indikator sumber pasokan, kemampuan untuk membeli (affordability) yakni daya beli yang dikorelasikan dengan pendapatan nasional per kapita, dan adanya akses (accessibility) bagi pengguna energi untuk menggerakkan kehidupan dan roda ekonomi 1. Dalam prakteknya, sisi ketahanan energi yang layak menjadi perhatian dan diskusi di Indonesia adalah ketersediaan sumber energi BBM (bahan bakar minyak), terutama dikaitkan dengan ketersediaannya (availability) yang terbatas, karena semenjak 2004 Indonesia sudah memjadi net importir minyak dan juga terkait dengan sisi kemampuan untuk membeli (affordability) masyarakat yang masih disubsidi oleh negara melalui subsidi BBM di PBN yang jumlahnya terus naik dari tahun ke tahun. Dari sisi ketersediaan, data riset terkini dari Wood Mackenzei menunjukkan total permintaan BBM di Indonesia diperkirakan tumbuh dari 66 Mt (metrix ton) pada tahun 2011 menjadi 111,8 Mt (metrix ton) di 2038, dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 7 % per tahun, dengan pertumbuhan per- Grafik 1. Total Permintaan dan Forecasting Permintaan Minyak BBM Indonesia Sumber : Wood Mackenzei Grafik 2. Total Permintaan dan Forecasting Permintaan Minyak BBM Indonesia Per Produk Sumber : Wood Mackenzei 42 I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

43 Gambar 1. Kilang Minyak di Indonesia dan Produksinya Sumber: Pertamina mintaan yang cukup signifikan pada produk gasoline dan diesel/gasoil. Sedangkan supply BBM di Indonesia hanya dipenuhi dari 8 kilang lokal di Indonesia dengan jumlah output 1350 KBPOD (Thousand Barrels of Oil Per Day). Jumlah ini hanya memenuhi 70% dari kebutuhan domestik BBM secara nasional dan diperkirakan pada tahun 2015 jumlah kekurangan mencapai 600 KBPOD. Gap antara supply dan demand ini juga diperkirakan akan melebar karena persaingan untuk mendapatkan pasokan BBM (sisi supply) di kawasan sia Pasific diperkirakan akan meningkat pada kurun waktu , pertumbuhan permintaan bahan bakar di kawasan sia diproyeksikan akan mencapai 20% 2. Tanpa tambahan kapasitas yang memadai, maka pasca tahun 2015 akan banyak negara-negara sia, termasuk Indonesia, yang mengalami defisit bahan bakar. Negara berkembang, khususnya negara yang masih memberikan subsidi BBM seperti Indonesia mempunyai permasalahan yang kompleks, karena selain harus mengatur besaran subsidi BBM yang nilainya terus naik dan membebani PBN, pemerintah harus juga mengamankan pasokan BBM itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan domestik. Tentu kedua hal ini sangat terkait, karena dengan langkanya pasokan supply BBM, tentunya harga BBM akan semakin mahal, dan berimbas kepada nilai subsidi BBM yang makin bertambah. Mengantisipasi tren kebutuhan BBM ini, beberapa negara sia telah melakukan langkah terobosan seperti pembangunan kilang minyak di Jamnagar India dengan kapasitas 10 juta barel per hari dengan kompleksitas yang jauh lebih tinggi dari yang dimiliki Indonesia saat ini. Semakin tinggi kompleksitas di sini berarti akan semakin banyak variasi produk bahan bakar maupun petrokimia yang dihasilkan. Sementara itu, saat ini di Vietnam tengah dibangun proyek kilang dengan skala yang jauh lebih besar dan kompleks hasil kerjasama antara perusahaan minyak Thailand (PTT) dengan Pemerintah Vietnam. Strategi Pemerintah Indonesia Dalam perkembangan selanjutnya, Pemerintah Indonesia telah melakukan dan menetapkan serangkaian kebijakan yang mengarah kepada pencapaian ketahanan energi dengan mengacu kepada UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional sebagai legal framework. Kebijakan utama pemerintah dalam mencapai ketahanan energi tersebut dituangkan didalam dokumen blueprint pengelolaan energi nasional yang diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Blueprint tersebut berisi tujuan dan sasaran ketahanan energi serta program dan strategi yang perlu dilakukan guna mencapai tujuan dan sasaran ketahanan energi tersebut. Tema besar dari program dan strategi pencapaian ketahanan energi nasional dalam blueprint pengelolaan energi nasional bertumpu kepada insentif fiskal dari pemerintah guna mendukung pembangunan infrastruktur energi. Insentif fiskal pemerintah dapat dibagi dalam 3 garis besar kebijakan insentif yang diberikan pada sisi pendapatan melalui insentif pembebasan/ keringanan PPh, PPN dan Bea Masuk. Sedangkan dari sisi pengeluaran/belanja pemerintah, insentif yang diberikan berupa dukungan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur energi, pengembangan EBT (energi baru terbarukan) dan subsidi energi. Dari sisi pembiayaan, kebijakan fiskal dari pemerintah juga memberikan insentif fasilitas berupa dana bergulir program panas bumi dan penjaminan pemerintah terhadap kredit pinjaman dan kelayakan bisnis PLN dalam jual beli listrik yang dihasilkan oleh Pengembang Listrik Swasta (Program MW I dan II). Membangun Infrastruktur Energi: Kilang Minyak Sejatinya, tujuan utama yang ingin dicapai dalam blueprint pengelolaan energi nasional adalah tercapainya optimum mix energy (bauran energi) dengan pengurangan porsi minyak bumi sebagai sumber energi primer digantikan dengan batubara dan energi baru terbarukan (Gambar 2). Dalam perkembangannya, pencapaian target bauran energi yang ingin O P I N I I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

44 O P I N I Gambar 2. Komposisi Energi Primer dan Target Bauran Energi Blueprint Pengelolaan Energi Nasional Sumber: Kementerian ESDM dicapai pemerintah dalam blueprint pengelolaan energi nasional tersebut tidak terlalu mudah untuk dicapai. Data terbaru dari Kementerian ESDM menyebutkan, posisi bauran energi yang telah dicapai pada tahun 2010 masih menempatkan minyak bumi sebagai sumber energi primer utama dengan persentase yang mendominasi dan porsi energi baru terbarukan masih jauh dari yang diharapkan untuk dapat menggantikan minyak bumi sebagai sumber energi primer (Gambar 3). Melihat masih dominannya porsi minyak bumi dalam bauran energi nasional dan tren permintaan yang masih terus akan meningkat seiring dengan perkembangan ekonomi dan industrialisasi di Indonesia, maka pemerintah selayaknya harus membangun infrastruktur energi guna mendukung supply minyak bumi (BBM) untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Hal ini harus dilakukan untuk menjaga ketahanan energi, selain tentunya tetap harus terus berusaha mengoptimalkan penggunaan sumber energi baru terbarukan sebagai sumber enegi baru, yang harus diakui di dalam pengembangannya banyak faktor yang menghambat pengusahaannya. Opsi untuk melakukan impor minyak BBM dipandang tidak lagi feasible untuk dilaksanakan dengan pertimbangan utama nilai valuta asing yang dibutuhkan untuk membeli BBM dari pasar internasional yang sangat fluktuatif dan pasokan BBM dari pasar internasional sendiri yang sangat dipengaruhi oleh faktor geopolitik kawasan. Kebutuhan pembangunan infrastruktur energi ini diterjemahkan dalam rencana pembangunan kilang minyak baru, guna menambah pasokan minyak yang dihasilkan oleh 8 kilang minyak yang telah ada dengan 2 alternatif metode pengadaan yaitu (1) Pembiayaan PBN (dan Kas Internal Pertamina) dan (2) Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). Terlepas dari metode pengadaan yang digunakan, pembangunan kilang minyak ini harus memenuhi spesifikasi yang harus dipertimbangkan agar dapat bersaing guna menghadapi tren perkembangan industry kilang minyak ke depan, yaitu antara lain: Kilang minyak yang baru harus dibangun dengan teknologi yang terbaru dan modern yang setidaknya dapat menghasilkan dua dari produk seperti BBM, aromatic, dan atau petrokimia. Hal ini diperlukan untuk membuat proyek kilang minyak tetap layak secara finansial karena ditopang oleh penjualan produk tambahan berupa petrokimia. Kilang minyak yang baru harus didesain dapat mengolah minyak mentah internasional. Hal ini diperlukan untuk mengurangi ketergantungan pada minyak mentah yang dihasilkan oleh negara tertentu saja. Upaya restrukturisasi kilang minyak yang ada tetap perlu dilakukan agar tidak terjadi gap yang besar dengan kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan pembangunan kilang minyak dengan memenuhi spesifikasi diatas diperkirakan akan menelan biaya investasi sebesar US$12 milyar 3 dengan kapasitas produksi sebesar BPOD. Menilik kebutuhan investasi tersebut, maka opsi KPS (Kerjasama Pemerintah dan Swasta) Gambar 3. Perkembangan Pencapaian Komposisi Energi Primer Sumber: Kementerian ESDM 44 I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

45 Tabel 1. Perbandingan Pengadaan Proyek Kilang Minyak dengan Skema KPS dan Non KPS Uraian Skema KPS Skema PBN/Pertamina Jangka Waktu Penyiapan Proyek Proses lebih lama, karena dibutuhkan penyiapan proyek yang cukup detail Relatif lebih cepat, dengan melalui PMN dari PBN kepada Pertamina Kompetisi Lebih luas melalui Lelang terbuka Lebih terbatas Pendanaan Swasta Pertamina dan swasta (B to B approach) GCG Kuat (lender punya peran yang kuat) Kuat (lender punya peran yang kuat) Risiko Gagal Bayar Pertamina dan Pemerintah Swasta/Pertamina Fasilitas Fiskal Sumber: Kementerian Keuangan Insentif fiskal umum untuk industri (misalnya PMK 130 Tahun 2011) + jaminan pemerintah, VGF, Pengadaan tanah dll (dimungkinkan tergantung kebutuhan proyek Insentif fiskal umum untuk industri (misalnya PMK 130 Tahun 2011 dll) layak menjadi prioritas untuk dikaji kemungkinan penerapannya. Skema KPS untuk pembanguan kilang minyak bisa distrukturkan dengan Pertamina sebagai BUMN yang ditugaskan untuk menjadi Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK), serupa dengan PLN pada Proyek KPS CJPP 2x1000 MW. Di dalam struktur ini Pertamina bertindak selaku off taker (pembeli produk berupa minyak BBM dan produk lainnya) dalam volume tertentu yang diperjanjikan dalam kontrak, sedangkan kelebihan produk yang dihasilkan bisa juga dijual di pasar terbuka baik domestik maupun ekspor (seperti produk petrokimia). Badan usaha swasta bertanggung jawab untuk memenuhi pasokan mintak mentah (fuel supply) dan melakukan operation and maintenance kilang minyak (Gambar 4) dan memasukkan concern seperti peraturan serta memberikan indikasi skema penyedian dan pendistribusian jaminan yang bisa diberikan setidaknya BBM dalam hal digunakan skema KPS untuk dua isu yaitu jaminan atas risiko serta aspek finansial dan akuntansi, antara lain: dampak dan risiko keuangan nesia masih disubsidi pemerintah dan pricing, mengingat harga BBM di Indo- dan akuntansi pada Pertamina terkait penentuannya sangat ditentukan oleh dengan penugasan Pertamina sebagai proses politik. Selain itu jaminan atas PJPK. Di sisi pemerintah, dukungan dan risiko nasionalisasi (risiko politik) juga jaminan yang bisa diberikan pemerintah untuk proyek KPS Kilang Minyak oleh pemerintah di awal, sehingga harus dijelaskan dengan gamblang ini juga harus didetailkan, antara lain investor dapat melihat keseriusan pemerintah dalam menawarkan proyek dengan menetapkan lahan (lokasi) pembangunan kilang minyak dengan KPS Kilang Minyak ini. Gambar 4. Usulan Skema KPS Proyek Kilang Minyak O P I N I Whats Next? Dalam rangka merealisasikan skema KPS untuk pembangunan kilang minyak diperlukan beberapa langkahlangkah antara lain merumuskan legal basis sebagai landasan penugasan Pertamina sebagai PJPK. Precedent penugasan PLN sebagai PJPK di dalam proyek ketenagalistrikan dapat dijadikan acuan bagi penyusunan konsep serupa untuk Pertamina dalam proyek minyak bumi. Framework peraturan tersebut setidaknya memperhatikan Sumber : BKF, Kementerian Keuangan Catatan khir 1 Ketahanan Energi, Kemandirian Energi atau Kedaulatan Energi?, Sampel. Purba 2 Preleminary Studi NZ 3 Preeliminary Study NZ : Pembangunan Kilang Minyak Indonesia I N F O R I S I K O F I S K L M R E T

46 nda Bertanya, Kami Menjawab Sosialisasi Pengelolaan Risiko Fiskal Dalam Rangka Menjaga Kesehatan Fiskal dan Kesinambungan Pembangunan 1. Pinjaman Komersial Luar Negeri Pertanyaan: 1) Tahun lalu, Pelindo 3 mendapatkan persetujuan Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN) yang dibahas 5 Kementerian, di manakah PKLN dibahas di BKF? 2) Terkait SL PLN, sebagai lembaga yang menjamin SL PLN, apakah BUMN pelabuhan bisa berklaborasi? 3) Penjaminan Pemerintah untuk PDM apakah bisa juga dilaksanakan untuk BUMN pelabuhan? 4) Jika pinjaman mengalami default, apakah hal tersebut dikelola oleh BKF? Wahyu Suparyono (PT Pelindo 3 Surabaya) Jawaban: Penyelesaian rekomendasi PKLN berada di PPRF yaitu di Bidang nalisis Risiko BUMN. SL PLN dalam hal ini adalah Service Level greement, yaitu semacam indikator kinerja yang harus dipenuhi oleh PLN dalam menjalankan kewajiban Public Service Obligation. Jaminan untuk BUMN dilaksanakan melalui skema Kerjasama Pemerintah Swasta/Public Private Partnership maupun melalui skema penugasan. Contoh skema PPP adalah penjaminan PT PII pada proyek Central Java Power Plant, sedangkan contoh proyek penugasan adalah Fast Track Program I dan Fast Track Program II. Jika pinjaman PLN mengalami dafault, maka Pemerintah mengeluarkan langkahlangkah seperti penundanaan pembayaran deviden, pemberian pinjaman lunak dll. 2. Pembangunan Infrastruktur dan MP3EI Pertanyaan: 1) Konsep yang dipresentasikan bagus, termasuk didalamnya sudah ada PT PII dan PT SMI. Namun mengapa sudah tiga tahun sejak 2009 PT PII belum menjamin proyek infrastruktur? 2) Terkait dengan land capping, mengapa alokasi anggaran 2013 diturunkan secara drastis dan untuk tahun 2014 juga diturunkan lagi, padahal tahun depan memerlukan dana land capping mencapai Rp3 Triliun. 3) pakah ada mekanisme VGF untuk daerah? 4) Bagaimana pemberian VGF dilakukan? apakah langsung ke Badan Usaha atau diberikan dalam bentuk fisik dalam kaitannya dengan missmacth kualitas dan kepastian delivery proyek? 5) Terkait dengan MP3EI, bagaimana kira-kira kemampuan PBN? Dedi (Jasa Marga) Jawaban: 1) Koordinasi dengan PT PII dan PT SMI terus dilakukan. Saat ini ada dua proyek KPS yang sedang dipersiakan, selain itu juga terdapat proyek jalan tol yang sudah mulai masuk. Tambahan Redaksi: PT PII (Persero) bersama Pemerintah menjamin proyek Pembangkit Listrik Jawa Tengah/Central Java Power Plant (CJPP). 2) lokasi dana land capping dilakukan dengan mempertimbangkan usulan Kementerian Pekerjaan Umum dan progres penyerapan tahun sebelumnya. Karena progres penyerapan tahun sebelumnya sangat rendah maka alokasi yang diusulkan juga dikurangi. Saat ini BKF telah merekomendasikan penambahan alokasi dana land capping untuk tahun 2014 serta perpanjangan masa land capping sampai ) Untuk VGF daerah, hal tersebut sudah diatur pada pasal tersendiri dalam PMK Nomor 223/PMK.011/2012 dan PMK Nomor 143/ PMK.011/ ) VGF diberikan secara tunai kepada Badan Usaha sesuai dengan milestone proyek yang disepakati. 5) Terkait dengan kebutuhan MP3EI, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan menyusun daftar proyek prioritas. Terkait pendanaan, sampai dengan tahun 2025 dibutuhkan dana sekitar Rp4.000 triliun dengan Rp1.700 triliun berasal dari Pemerintah.

47 1. Kepala Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal membuka acara Sosialisasi Pengelolaan Risiko Fiskal Dalam Rangka Menjaga Kesehatan Fiskal dan Kesinambungan Pembangunan di Mataram, 21 November Peserta sosialisasi yang diundang adalah dari kalangan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Kota Mataram, BUMN, Perbankan dan sosiasi, serta kademisi/universitas. Dalam sosialisasi tersebut disampaikan materi Gambaran Umum Kebijakan Pengelolaan Risiko Fiskal Kementerian Keuangan oleh Kepala Bidang Peraturan Pengelolaan Risiko Fiskal, Sri Bagus Guritno dan Pemberian Dukungan Kelayakan atas Sebagian Biaya Konstruksi pada Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (Viability Gap Fund) oleh Kepala Bidang nalisis Risiko Dukungan Pemerintah, Riko mir. 2. Kepala Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal (ketiga dari kiri) melakukan kunjungan lapangan ke proyek pembangunan smelter di Morowali pada tanggal 28 November Proyek tersebut dibiayai oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang merupakan lembaga yang dibentuk dengan undang-undang yang berfungsi sebagai fiscal tool pemerintah untuk mendukung program ekspor nasional. 3. Rapat dengan Empresas Públicas de Medellín (EPM) pada tanggal 11 Desember EPM adalah salah satu perusahaan kelistrikan yang mempunyai anak usaha pembangkitan, transmisi dan distribusi serta pengelolaan air bersih, limbah dan pengelola sampah padat di kota Medellin yang merupakan perusahaan milik Pemerintah Kota Medellin, Kolombia.

48 BKF Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI

Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Sebelumnya

Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Sebelumnya Konversi BBM ke BBG: Belajar dari Pengalaman Sebelumnya Oleh: Hadi Setiawan 1 Pendahuluan Kekayaan gas alam Indonesia yang besar dan melimpah, jumlah subsidi bahan bakar minyak (BBM)/energi yang sangat

Lebih terperinci

Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan bagi Indonesia

Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan bagi Indonesia Ketahanan Energi: Konsep, Kebijakan dan Tantangan bagi Indonesia Oleh: Riza Azmi dan Hidayat Amir Ketahanan energi kembali menjadi topik pembicaraan yang hangat. Belum lama ini Pemerintah mengabarkan stok

Lebih terperinci

Potret Kinerja Migas Indonesia

Potret Kinerja Migas Indonesia Potret Kinerja Migas Indonesia Oleh: Mohamad Nasir 1 Pendahuluan Hingga saat ini, persoalan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan tenaga listrik belum terselesaikan dengan baik dan tuntas. Di mana, setiap

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia bukanlah negara pengekspor besar untuk minyak bumi. Cadangan dan produksi minyak bumi Indonesia tidak besar, apalagi bila dibagi dengan jumlah penduduk. Rasio

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014 Akhir-akhir ini di berbagai media ramai dibicarakan bahwa â œindonesia sedang mengalami krisis energiâ atau â œindonesia sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) LNG Indonesia diproduksi dari tiga kilang utama, yaitu kilang Arun, kilang Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gas alam merupakan salah satu sumber daya energi dunia yang sangat penting untuk saat ini. Sebagian besar gas alam yang dijual di pasaran berupa sales gas (gas pipa)

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN SUBSIDI BBM : PROBLEMATIKA DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Abstrak Dalam kurun waktu tahun 2009-2014, rata-rata alokasi belanja non mandatory spending terhadap total belanja negara sebesar 43,7% dan dari alokasi

Lebih terperinci

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia

Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia SEMINAR NASIONAL Mencari Harga BBM Yang Pantas Bagi Rakyat Indonesia ENNY SRI HARTATI Auditorium Kampus Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie Rabu, 24 September 2014 INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF

Lebih terperinci

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*)

WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM. Oleh: Nirwan Ristiyanto*) WAJIBKAN INDUSTRI MEMRODUKSI MOBIL BER-BBG: Sebuah Alternatif Solusi Membengkaknya Subsidi BBM Oleh: Nirwan Ristiyanto*) Abstrak Melalui Inpres Nomor 4 Tahun 2014, pemerintah mengambil kebijakan memotong

Lebih terperinci

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SUBSIDI BBM DALAM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. PENDAHULUAN Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan salah satu input di dalam meningkatkan ekonomi masyarakat dan pada gilirannya akan mempengaruhi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

Pidato Presiden RI tentang Pelaksanaan Penghematan Energi Nasional, Jakarta, 29 Mei 2012 Selasa, 29 Mei 2012

Pidato Presiden RI tentang Pelaksanaan Penghematan Energi Nasional, Jakarta, 29 Mei 2012 Selasa, 29 Mei 2012 Pidato Presiden RI tentang Pelaksanaan Penghematan Energi Nasional, Jakarta, 29 Mei 2012 Selasa, 29 Mei 2012 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN PENGHEMATAN ENERGI NASIONAL DI ISTANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk melakukan kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar bisa berupa banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara pengekspor dan pengimpor, baik untuk minyak mentah (crude oil) maupun produk-produk minyak (oil product) termasuk bahan bakar minyak. Produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang. peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam menggerakkan semua aktivitas ekonomi. Selain sebagai komoditas publik, sektor

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan

BABI PENDAHULUAN. Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan sektor-sektor perekonomian dan pertumbuhan penduduk yang cukup pesat, jumlah keperluan energi secara nasional cenderung mengalami peningkatan dari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan

I. PENDAHULUAN. dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan energi dalam jumlah yang cukup dan kontinu sangat penting dalam menjalankan aktivitas ekonomi suatu negara. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan

Lebih terperinci

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat

ESDM untuk Kesejahteraan Rakyat 1. INDIKATOR MAKRO 2010 2011 2012 No Indikator Makro Satuan Realisasi Realisasi Realisasi Rencana / Realisasi % terhadap % terhadap APBN - P Target 2012 1 Harga Minyak Bumi US$/bbl 78,07 111,80 112,73

Lebih terperinci

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi A. Pendahuluan Volume konsumsi BBM bersubsidi dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2008 realisasi konsumsi BBM bersubsidi 1 menjadi

Lebih terperinci

PROGRAM DIVERSIFIKASI ENERGI MELALUI KONVERSI BBM KE BBG DAN KENDALA PERKEMBANGANNYA

PROGRAM DIVERSIFIKASI ENERGI MELALUI KONVERSI BBM KE BBG DAN KENDALA PERKEMBANGANNYA PROGRAM DIVERSIFIKASI ENERGI MELALUI KONVERSI BBM KE BBG DAN KENDALA PERKEMBANGANNYA Oleh : Sulistyono ABSTRAK Saat ini sektor transportasi merupakan sektor pengguna energi terbesar dari minyak dan gas

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia menyebabkan kebutuhan masyarakat juga semakin tinggi. Salah satunya adalah dalam bidang sarana transportasi.sektor

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013

KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 KEBIJAKAN DAN ALOKASI ANGGARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK TAHUN 2013 I. SUBSIDI BBM TAHUN 2013 a. Subsidi BBM Dalam Undang-undang No.19 Tahun tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN

Lebih terperinci

Uka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat,

Uka Wikarya. Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Kajian Kebijakan BBM Bersubsidi Oleh: Uka Wikarya Pengajar dan Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi, Universitas it Indonesia Yayasan Institut Indonesia untuk Ekonomi

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

DI INDONESIA TAHUN Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran umum kelistrikan di

DI INDONESIA TAHUN Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran umum kelistrikan di IV. GAMBARAN UMUM KELISTRIKAN DAN KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 1990-2010 Pada bagian ini akan diuraikan mengenai gambaran umum kelistrikan di Indonesia pada periode tahun 1990-2010 seperti produksi dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ANALISIS SUPPLY DAN DEMAND GAS DI DKI/ JABAR Perkiraan pasokan gas untuk wilayah DKI Jakarta/Jawa Barat berdasarkan data dari ESDM yang ada pada Tabel 2.3 dapat dijabarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

Mengapa Harga BBM Harus Naik?

Mengapa Harga BBM Harus Naik? Mengapa Harga BBM Harus Naik? Pro dan kontra perihal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terus menjadi hal yang panas dan memanaskan dalam pembahasan masyarakat Indonesia beberapa bulan belakangan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama.

IV. GAMBARAN UMUM. diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama. 45 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Sejarah Perminyakan Indonesia Minyak bumi merupakan salah satu jenis sumber energi yang tidak dapat diperbaharui, atau perbahuruannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Minyak

Lebih terperinci

PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo

PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL. Agus Nurhudoyo PENELAAHAN PRIORITAS BESARAN CADANGAN BAHAN BAKAR NASIONAL Agus Nurhudoyo Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi agusn@p3tkebt.esdm.go.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki cadangan gas yang cukup besar dan diperkirakan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi hingga 59 tahun mendatang (ESDM, 2014). Menurut Kompas

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik)

HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS KETEPATAN SASARAN REALISASI BELANJA SUBSIDI ENERGI (Tinjauan atas subsidi listrik) Pendahuluan Dalam delapan tahun terakhir (2005-2012) rata-rata proporsi subsidi listrik terhadap

Lebih terperinci

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM sumber gambar: republika.co.id I. PENDAHULUAN Energi mempunyai peran penting dan strategis untuk pencapaian tujuan sosial, ekonomi,

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan Focus Group Discussion Pendanaan Energi Berkelanjutan Di Indonesia Jakarta, 20 Juni 2013 Insentif fiskal dan Instrument Pembiayaan untuk Pengembangan Energi Terbarukan dan Pengembangan Listrik Perdesaan

Lebih terperinci

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012

TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 TINJAUAN KEBIJAKAN HARGA BERSUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK DARI MASA KE MASA Jumat, 30 Maret 2012 Pada periode 1993-2011 telah terjadi 13 (tiga belas) kali perubahan harga bersubsidi bahan bakar minyak (bensin

Lebih terperinci

ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL

ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL ANALISIS INDUSTRI GAS NASIONAL Biro Riset BUMN Center LM FEUI Meningkatnya beban subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) belakangan ini membuat pemerintah berupaya menekan subsidi melalui penggunaan energi alternatif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Kenaikan konsumsi tersebut terjadi karena salah satu faktornya yaitu semakin meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai salah satu anggota OPEC (Organization of. Tabel 1. Kondisi Perminyakan Indonesia Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang kaya akan sumber daya alam, baik di darat maupun di laut. Kekayaan alam yang dimiliki Indonesia berupa hasil pertanian, perkebunan,

Lebih terperinci

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja

Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Selanjutnya indikator-indikator dan target kinerja dari setiap sasaran strategis tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Indikator Sasaran dan Target Kinerja Sasaran Indikator Target 2011 1. Meningkatnya

Lebih terperinci

Oleh Asclepias R. S. Indriyanto Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. Disampaikan pada Forum Diskusi Sore Hari LPEM UI 5 Agustus 2010

Oleh Asclepias R. S. Indriyanto Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi. Disampaikan pada Forum Diskusi Sore Hari LPEM UI 5 Agustus 2010 Kebijakan Energi dan Implementasinya Tinjauan dari Sisii Ketahanan Energi Oleh Asclepias R. S. Indriyanto Institut Indonesia untuk Ekonomi Energi Disampaikan pada Forum Diskusi Sore Hari LPEM UI 5 Agustus

Lebih terperinci

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2

INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI. Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 INDONESIAN 2050 PATHWAYS CALCULATOR SEKTOR PASOKAN ENERGI: PRODUKSI BATUBARA, MINYAK DAN GAS BUMI Andriani Rahayu 1 dan Maria Sri Pangestuti 2 1 Sekretariat Badan Litbang ESDM 2 Indonesian Institute for

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL Dasar Hukum RUEN UU No. 30/2007 Energi UU No.22/2001 Minyak dan Gas Bumi UU No.30/2009 Ketenagalistrikan PP No. 79/2014 Kebijakan Energi Nasional Perbaikan bauran

Lebih terperinci

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Oleh: Kardaya Warnika Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Analisis Ekonomi dan Kebijakan Bisnis Pemanfaatan Gas Bumi di Indonesia dilatarbelakangi oleh rencana Pemerintah merealokasi pemanfaatan produksi gas bumi yang lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mobil merupakan suatu hal penting yang dianggap mampu membantu mempermudah hidup manusia. Untuk dapat dipergunakan sebagai mana fungsinya mobil menggunakan tenaga mesin

Lebih terperinci

Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel

Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel Mencari formula subsidi BBM yang adil dan fleksibel I M A N S U G E M A I N T E R N A T I O N A L C E N T E R F O R A P P L I E D F I N A N C E & E C O N O M I C S I N S T I T U T P E R T A N I A N B O

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peningkatan kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat karena makin bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah konsumsi minyak bumi Indonesia sekitar 1,4 juta BOPD (Barrel Oil Per Day), sedangkan produksinya hanya sekitar 810 ribu BOPD (Barrel Oil Per Day). Kesenjangan konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan pada 2015 ini diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta jiwa dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

10JAWABAN BBM BERSUBSIDI HARGA TENTANG KENAIKAN

10JAWABAN BBM BERSUBSIDI HARGA TENTANG KENAIKAN TENTANG KENAIKAN 10JAWABAN HARGA BBM BERSUBSIDI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL JAKARTA 2012 2 10 JAWABAN TENTANG KENAIKAN HARGA BBM BERSUBSIDI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL JAKARTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007).

I. PENDAHULUAN. Namun demikian cadangan BBM tersebut dari waktu ke waktu menurun. semakin hari cadangan semakin menipis (Yunizurwan, 2007). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia modern, bahkan akan terus meningkat akibat semakin banyaknya populasi penduduk

Lebih terperinci

Otonomi Energi. Tantangan Indonesia

Otonomi Energi. Tantangan Indonesia Otonomi Energi Salah satu masalah yang paling besar di dunia saat ini adalah energi atau lebih tepatnya krisis energi. Seluruh bagian dunia ini tidak dapat mengingkari bahwa berbagai persediaan sumber

Lebih terperinci

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Abstrak Dalam menjamin tersedianya pasokan listrik bagi masyarakat, pemerintah telah melakukan berbagai upaya mendukung

Lebih terperinci

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK

SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK SOLUSI KEBIJAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN GAS DOMESTIK OLEH : SATYA W YUDHA Anggota komisi VII DPR RI LANDASAN PEMIKIRAN REVISI UU MIGAS Landasan filosofis: Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM

BAB I PENDAHULUAN. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang sangat vital. BBM punya peran penting untuk menggerakkan perekonomian. BBM mengambil peran di hampir semua

Lebih terperinci

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S

TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH : PUTRI MERIYEN BUDI S TUGAS ESSAY EKONOMI ENERGI TM-4021 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA OLEH NAMA : PUTRI MERIYEN BUDI S NIM : 12013048 JURUSAN : TEKNIK GEOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2015 POTENSI INDUSTRI CBM DI INDONESIA

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA VIII. EFISIENSI DAN STRATEGI ENERGI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA Pada bagian ini dibahas efisiensi energi dalam perekonomian Indonesia, yang rinci menjadi efisiensi energi menurut sektor. Disamping itu,

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010

RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 RINGKASAN EKSEKUTIF PERTEMUAN TAHUNAN PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL 2010 Pertemuan Tahunan Pengelolaan Energi Nasional merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Informasi Energi dan

Lebih terperinci

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan

Sembuh Dari Penyakit Subsidi BBM: Beberapa Alternatif Kebijakan Sembuh Dari Penyakit Subsidi : Beberapa Alternatif Kebijakan Hanan Nugroho Penyakit subsidi yang cukup lama menggerogoti APBN/ ekonomi Indonesia sesungguhnya bisa disembuhkan. Penyakit ini terjadi karena

Lebih terperinci

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN

Harga Minyak Mentah Dunia 1. PENDAHULUAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Indonesia mulai mengalami perubahan, dari yang semula sebagai negara pengekspor bahan bakar minyak (BBM) menjadi negara pengimpor minyak.

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015 REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas Jakarta, 13 Mei 2015 Outline Rekomendasi 1. Rekomendasi Umum 2. Pengelolaan Penerimaan Negara Dari Sektor Minyak dan Gas Bumi 3. Format Tata Kelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari fosil hewan dan tumbuhan yang telah terkubur selama jutaan tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahan bakar minyak yang biasa digunakan pada kendaraan bermotor adalah bensin dan solar. Bahan bakar minyak itu diambil dari dalam tanah dan berasal dari fosil

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI Disampaikan pada Dialog Energi Tahun 2017 Jakarta, 2 Maret 2017 1 Outline paparan I. Potensi

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM INEFISIENSI BBM Kenaikan harga minyak yang mencapai lebih dari US$100 per barel telah memberikan dampak besaran alokasi dalam APBN TA 2012. Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mendorong pemerintah

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai emerging country, perekonomian Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh tinggi. Dalam laporannya, McKinsey memperkirakan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGATURAN BBM BERSUBSIDI

KEBIJAKAN PENGATURAN BBM BERSUBSIDI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI KEBIJAKAN PENGATURAN BBM BERSUBSIDI Oleh: Dr.-Ing. Evita H. Legowo Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi disampaikan pada:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian suatu negara. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi memainkan perananan yang sangat vital dan strategis dalam pembangunan. Tanpa energi, tidak mungkin menjalankan berbagai aktivitas ekonomi seperti mengoperasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekonomi dunia saat ini berada pada posisi tiga kejadian penting yaitu harga minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika Serikat.

Lebih terperinci

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN

POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI POTENSI BISNIS ENERGI BARU TERBARUKAN Maritje Hutapea Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan

Lebih terperinci

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI

PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI PERANAN MIGAS DALAM MENDUKUNG KETAHANAN ENERGI Oleh : A. Edy Hermantoro Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas disampaikan pada : DISKUSI EVALUASI BLUE PRINT ENERGI NASIONAL PETROGAS DAYS 2010 Jakarta, 11

Lebih terperinci

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013

BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 BEBAN SUBSIDI BBM DALAM APBN TAHUN 2013 I. PENDAHULUAN Dalam Undang-undang No.19 Tahun 2012 tentang APBN 2013, anggaran subsidi BBM dialokasikan sebesar Rp193,8 triliun meningkat Rp56,4 triliun bila dibandingkan

Lebih terperinci

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara

Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Analisis Dampak Pelaksanaan Program Low Cost Green Car Terhadap Pendapatan Negara Pendahuluan Program Low Cost Green Car (LCGC) merupakan program pengadaan mobil ramah lingkungan yang diproyeksikan memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di tengah gencar - gencarnya program pemerintah mengenai konversi energi, maka sumber energi alternatif sudah menjadi pilihan yang tidak terelakkan, tak terkecuali

Lebih terperinci

TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN

TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN TAMBAHAN SUBSIDI LISTRIK RP 24,52 TRILIUN economy.okezone.com Pemerintah berencana menambah anggaran i subsidi ii listrik sebesar Rp10 triliun dari rencana awal alokasi anggaran Rp 44,96 triliun. Luky

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi kendaraan bermotor di negara-negara berkembang maupun di berbagai belahan dunia kian meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh mobilitas dan pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

Membangun Kedaulatan Energi Nasional

Membangun Kedaulatan Energi Nasional KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Membangun Kedaulatan Energi Nasional Disampaikan oleh Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama pada Pra-Musrenbangnas 2015 Jakarta, 16 April

Lebih terperinci

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah

Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah Catatan Atas Harga BBM: Simulasi Kenaikan Harga, Sensitivitas APBN dan Tanggapan terhadap 3 Opsi Pemerintah I. Pendahuluan Harga Minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) merupakan salah satu

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci