PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

2 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Swadaya Masyarakat (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Bogor, Desember 2005 NURUL HIDAYAH NRP. A ii

3 ABSTRAK Nurul Hidayah, Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Kelompok Swadaya Masyarakat di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibimbing oleh Arya Hadi Dharmawan sebagai ketua dan Edi Suharto sebagai anggota komisi pembimbing. Kemiskinan dialami lebih dari 20 persen Kepala Keluarga dari 3895 Kepala Keluarga yang ada di Desa Wonokromo. Pemerintah telah berusaha mengatasi kemiskinan tersebut melalui berbagai program, diantaranya adalah P2KP (Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan) yang dilaksanakan ada awal tahun Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di Desa Wonokromo terbentuk karena adanya P2KP. Pada tataran konseptual, KSM mempunyai fungsi yang sangat ideal. Namun, pada kenyataannya hampir semua KSM yang ada di Desa Wonokromo terbentuk hanya sebagai syarat untuk memperoleh pinjaman dari P2KP, sehingga proses pemberdayaan yang diharapkan terjadi melalui media kelompok tidak terwujud. Namun demikian, KSM yang sudah ada tersebut mempunyai peluang untuk diberdayakan agar berfungsi seperti yang diharapkan. Tujuan utama dari kajian ini adalah menyusun program pengembangan kapasitas kelembagaan KSM secara partisipatif. Namun demikian, sebelum sampai pada tujuan utama tersebut, kajian ini juga bertujuan memetakan kondisi sosio-ekonomi dan budaya komunitas Desa Wonokromo, menganalisis dan meninjau pelaksanaan P2KP di Desa Wonokromo, dan mengetahui profil dan kapasitas KSM yang menjadi subjek kajian. Kajian ini bersifat kualitatif dan data diperoleh dengan metode non survei. Data dalam kajian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari laporan kegiatan, data desa dan sebagainya. Sementara data primer diperoleh melalui observasi, wawancara mendalam dan FGD (Focused Group Discussion). Adapun yang menjadi sumber data primer dalam kajian ini adalah aparat Desa Wonokromo, pengurus BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat), tokoh masyrakat, anggota masyarakat, Fasilitator Kelurahan, Bapppeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah) Kabupaten Bantul dan anggota KSM. KSM yang menjadi subjek kajian ini adalah KSM Maju Lancar dan KSM Teratai, dengan alasan bahwa kedua KSM memiliki perbedaan dalam beberapa hal. Ada 11 macam kegiatan yang berhasil disusun dalam kajian ini, yaitu: (1) perumusan tujuan dan harapan kelompok bagi KSM Maju Lancar dan KSM Teratai, (2) Mengadakan pertemuan rutin bagi KSM Teratai, (3) perumusan norma tertulis kelompok dan pembentukan komitmen untuk mematuhinya bagi KSM Maju Lancar dan KSM Teratai, (4) peningkatan kemampuan manajemen keuangan bagi KSM Teratai, (5) pembentukan kerjasama antar anggota bagi KSM Maju Lancar dan KSM Teratai, (6) membentuk kerjasama dengan KSM/lembaga lain bagi KSM Maju Lancar dan KSM Teratai, (7) peningkatan kemampuan kewirausahaan bagi anggota KSM Maju Lancar dan KSM Teratai, (8) pelatihan teknis produksi industri rumah tangga bagi anggota KSM Teratai, (9) pendampingan untuk memperoleh pinjaman modal usaha bagi anggota KSM Maju Lancar dan KSM Teratai, (10) pendampingan dalam pemasaran hasil kerajinan bagi anggota KSM Teratai, dan (11) pendampingan dalam meningkatkan kualitas hasil kerajinan bagi anggota KSM Teratai. iii

4 @ Hak cipta milik Nurul Hidayah, tahun 2005 Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa ijin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm dan sebagainya iv

5 RIWAYAT HIDUP Nurul Hidayah lahir di Sleman pada tanggal 2 September 1967 dari pasangan Drs. H. Sarodja Dahlan dan Hj. Djazriyah. Pada tahun 1992 menikah dengan Drs. Taufik Nugroho, M.Ag dan telah memiliki tiga orang anak, yaitu Nabila Sholihah, Fahmi Syahida, dan Hanan Zaky Naufal. Pendidikan SD hingga SLTA ditempuh di Yogyakarta dan menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun Pada tahun 1998 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan saat ini bertugas di Bagian Kepegawaian Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. v

6 PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) NURUL HIDAYAH Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 vi

7 Judul Tugas Akhir : Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Keompok Swadaya Masyarakat (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nama : NURUL HIDAYAH NRP : A DISETUJUI KOMISI PEMBIMBING Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr. Ketua Edi Suharto, Ph.D Anggota Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Dekan Sekolah Pasc a Sarjana Dr. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc Tanggal Ujian: Tanggal Lulus: vii

8 PRAKATA Rasa syukur pengkaji panjatkan kepada Alloh SWT, karena atas rakhmat dan karunia-nya pengkaji telah berhasil menyelesaikan Kajian Pengembangan Masyarakat yang menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister dalam progam Magister Pengembangan Masyarakat Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Pengkaji ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah berperan dalam pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat ini, yaitu: 1. Departemen Sosial Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa kepada pengkaji. 2. Pemerintah Daerah Kabupaten Bantu l yang telah memberikan ijin kepada pengkaji untuk mengikuti kuliah dalam program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. 3. Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc, Dekan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 4. Dr. Djuara P. Lubis, Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat. 5. Drs. Marjuki M.Sc., Ketua Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung yang telah menyediakan fasilitas perkuliahan pada mahasiswa Program MPM IPB. 6. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan M.Sc.Agr, sebagai ketua komisi pembimbing. 7. Edi Suharto, Ph.D, sebagai anggota komisi pembimbing. 8. Aparat Desa Wonokromo yang telah memberi ijin kepada pengkaji dan memberikan informasi yang diperlukan. 9. Beberapa tokoh dan anggota masyarakat Desa Wonokromo yang telah memberikan informasi yang sangat berharga pada pengkaji. 10. Anggota KSM Maju Lancar dan KSM Teratai yang telah berpartisipasi dalam penyusunan kajian ini. 11. Rekan-rekan mahasiswa MPM Angkatan II yang telah menjadi teman di kala suka dan duka. 12. Suami dan anak-anak tercinta yang telah memberikan dorongan semangat dan banyak berkorban untuk pengkaji. Pengkaji menyadari bahwa kajian ini masih jauh dari sempurna, namun pengkajii berharap kajian ini dapat memberi sumbangan kepada anggota KSM yang menjadi subjek dalam kajian ini dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi dan memberi sumbangan pemikiran pada dunia akademik. Bogor, Desember 2005 viii

9 DAFTAR ISI Halaman Daftar Tabel... Daftar Gambar. Daftar Singkatan... x xi xii Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan 7 Bab II Tinjauan Teori Kemiskinan Definisi Kemiskinan Indikator Kemisikinan Penyebab Kemiskinan Upaya Mengatasi Kemiskinan Pengembangan Masyarakat Pemberdayaan Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Swadaya Masyarakat Kerangka Kerja Pengembangan Kapasitas Kelembagaan KSM. 26 Bab III Metodologi Tempat dan waktu Kajian Cara Pengumpulan Data Teknik Analisis Data Cara Penyusunan Program Refleksi Penerapan Metodologi Penelitian.. 33 Bab IV Peta Sosial Masyarakat Desa Wonkromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul 38 ix

10 4.1. Lokasi Kependudukan Sistem Ekonomi Struktur Komunitas Stratifikasi Sosial Kepemimpinan Organisasi, Kelembagaan dan Adat Istiadat Sumber Daya Lokal Masalah Sosial Ikhtisar Bab V Tinjauan terhadap Program P2KP Deskripsi Kegiatan Penyelenggara Sumber Biaya Pendekatan Golongan Partisipan Kegiatan Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial 71 dalam P2KP... Kebijakan dan Perencanaan Sosial Analisis Kritis terhadap P2KP Saran terhadap Pelaksanaan P2KP Ikhtisar.. 79 Bab VI. Profil dan Kapasitas Kelompok Swadaya Masyarakat Profil Kelompok Swadaya Masyarakat Analisis terhadap Kapasitas Kelembagaan KSM KSM Maju Lancar KSM Teratai Analisis terhadap Kekompakan Kelompok Analisis terhadap Permasalahan KSM yang dihadapi 102 KSM di Tingkat Kelompok Analisis Permasalahan di Tingkat Individu Anggota KSM x

11 6.6. Ikhtisar Bab VII Program Pengembangan Kapasitas KSM Latar Belakang Program Pengembangan Kapasitas 110 KSM Proses Penyusunan Program Pengembangan 111 Kapasitas KSM secara Partisipatif Berbagai Kegiatan dalam Program Pengembangan Kapasitas KSM 114 Bab VIII Kesimpulan dan Rekomendasi Kesimpulan Rekomendasi Kebijakan 128 Daftar Pustaka.. Lampiran xi

12 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Pedoman Pengambilan Data Lapangan. 32 Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin pada Tahun 2004 Jumlah Penduduk Desa Wonokrmo menurut Tingkat Pendidikan pada Tahun Jumlah Penduduk Desa Wonokromo Menurut Mata Pencaharian pada Tahun Jumlah Penduduk Desa Wonokromo Menurut Luas Kepemilikan Tanah Penduduk pada Tahun Jumlah Penduduk Penduduk Desa Wonokromo Berdasarkan Kepemilikan Hewan Ternak pada Tahun Jumlah Hewan Ternak di Desa Wonokromo pada Tahun Jumlah Usaha kecil/kerajinan di Desa Wonokromo padatahun Tabel 9. Jumlah Modal Usaha Kredit P2KP di Desa Wonkromo dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun Tabel 10. Tabel 11. Prosentase Kredit Macet P2KP di Desa Wonokromo dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun Jumlah KSM yang memperoleh pinjaman P2KP di Desa Wonokromo dari Tahun 2000 sampai dengan Tahun Tabel 12. Inventarisasi Permasalahan dalam Pelaksanaan P2KP di Desa Wonokromo 78 Tabel 13. Kondisi Saat ini Kapasitas Kelembagaan KSM Maju Lancar dan KSM Teratai. 98 Tabel 14. Kondisi Kapasitas Kelembagaan KSM yang diharapkan setelah Pelaksanaan Program Pengembangan Kapasitas KSM Tabel 15. Hasil Analisis Kekompakan Kelompok terhadap KSM Maju Lancar dan KSM Teratai pada saat ini xii

13 Tabel 16. Tabel 17. Tabel 18. Tabel 19. Kekompakan KSM Maju Lancar dan KSM Teratai yang diharapkan setelah Pelaksanaan Program Pengembangan Kapasitas Kelembagaan KSM. 101 Permasalahan KSM Maju Lancar dan KSM Teratai di Tingkat Kelompok Permasa lahan di Tingkat Individu Anggota KSM Maju Lancar dan KSM Teratai. 109 Daftar Kegiatan dalam Program Pengembangan Kapasitas Kelembagaan KSM Maju Lancar dan KSM Teratai 118 xiii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Kerja Pengembangan Kapasitas Kelembagaan KSM 29 Gambar 2. Stratifikasi Sosial Masyarakat Desa Wonokromo.. 49 Gambar 3. Bagan Alir Proses Penyusunan Program Pengembangan Kapasitas KSM secara Partisipatif pada KSM Maju Lancar dan KSM Teratai xiv

15 DAFTAR SINGKATAN AMA APBD APBN BAPPEDA BKM BKPK BLM BPD FGD IDT ILO KMW KSM KUT KUBE LPMD P2KP PJOK PRISMA UNICEF UNDP UPK : Association of Metropolitan Authorities : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara : Badan Perencana Pembangunan Daerah : Badan Keswadayaan Masyarakat : Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan : Bantuan Langsung Masyarakat : Badan Perwakilan Desa : Focused Group Discussion : Inpres DesaTertinggal : International Labour Organization : Konsultan Manajemen Wilayah : Kelompok Swadaya Masyarakat : Kredit Usaha Tani : Kelompok Usaha Bersama : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa : Proyek Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan : Penanggung Jawab Operasional Kegiatan : Persatuan Remaja Islam Masjid : United Nation Children Funds : United Nation Development Programs : Unit Pengelola Keuangan xv

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan sosial di Indonesia yang sangat penting dan perlu dicari jalan keluarnya. Hal ini disebabkan, karena kemiskinan merupakan pintu masuk bagi permasalahan sosial yang lain seperti anak jalanan, pekerja anak, anak telantar, kekurangan gizi, rendahnya tingkat pendidikan dan sumber daya manusia, kriminalitas dan sebagainya. Berdasarkan data UNICEF (United Nations Children Funds) dan UNDP (United Nations Development Programs) pada Juli 1999, hampir 24 persen dari seluruh penduduk Indonesia atau lebih dari 50 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan. Separuh lebih dari anak Indonesia kekurangan gizi dan ratusan anak meninggal karena kekurangan gizi berat (marasmus kwashiokor). Data tersebut juga menunjukkan bahwa 60 persen dari ibu hamil dan anak sekolah kekurangan zat besi atau anemia, 15 persen dari yang lahir memiliki berat badan yang sangat rendah. Di samping itu, 6,5 juta anak diperkirakan tidak masuk sekolah dan menjadi pekerja anak, anak jalanan, dan terjerumus dalam dunia prostitusi. Di antara yang sekolah, hanya separuh dari mereka yang masuk hingga kelas enam dan kurang dari 50 persen dari yang lulus akan meneruskan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Berdasarkan kenyataan ini, Indonesia berpotensi mengalami deprivasi kualitas sumber daya manusia dan the lost generation (Hikmat, 2001:134). Pada kurun waktu angka kemiskinan pernah turun dari 40,1 persen menjadi 11,3 persen. Namun demikian pada tahun jumlah penduduk miskin meningkat dari 22,5 juta jiwa (11,3 persen) menjadi 49,5 juta jiwa (24,29 persen) akibat terjadinya krisis moneter pada tahun ILO (International Labour Organization) memperkirakan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada akhir tahun 1999 mencapai 129,6 juta jiwa atau sekitar 66,3 persen dari seluruh jumlah penduduk (Suharto et al, 2003:1). Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2002 menunjukkan jumlah penduduk miskin mencapai 35,7 juta jiwa dan 15,66 juta jiwa (43 persen) termasuk dalam kategori fakir 1

17 miskin (Suharto, 2005:86). Dampak dari kemiskinan terlihat di beberapa daerah di Indonesia. Sebagai contoh di Jawa Tengah, hingga bulan Oktober 2005 sebanyak 94 anak dilaporkan meninggal karena gizi buruk dan saat ini ada sekitar anak dalam status gizi buruk yang memerlukan bantuan (Kompas, 17 Desember 2005). Sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan, dan masalah utama yang ada di pedesaan adalah kemiskinan dan keterbelakangan. Adapun gambaran nyata dari kemiskinan dan keterbelakangan di pedesaan adalah (1) pendapatan mayoritas penduduk yang rendah, (2) adanya kesenjangan antara yang kaya dan miskin, (3) kurangnya partisipasi masyarakat dalam usaha pembangunan (Ismawan dan Kartjono yang dikutip oleh Mubyarto, 1985:26) Berdasarkan Praktek Lapangan I yang diadakan pada bulan Nopember 2004, kondisi-kondisi tersebut juga ada di Desa Wonokromo. Sebagian besar warganya yang memiliki pendidikan rendah (SLTP ke bawah) bekerja sebagai buruh lajon di kota Yogyakarta dengan pendapatan yang rendah dan tidak pasti, dan disisi lain ada sebagian kecil penduduk yang memiliki usaha yang cukup berhasil atau lahan pertanian yang luas. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, terutama mereka yang berpendidikan rendah masih sangat kurang. Permasalahan lain yang ada di Desa Wonokromo adalah pengangguran. Berdasarkan data desa tahun 2004, sekitar 28 persen dari 6742 orang penduduk usia kerja, belum terserap dalam lapangan kerja. Disamping itu, kemiskinan dialami oleh 908 Kepala Keluarga (lebih dari 20 persen) dari 3895 Kepala Keluarga yang ada. Selama ini Pemerintah telah berusaha mengatasi kemiskinan melalui berbagai program. Beberapa program pemerintah antara lain adalah KUT (Kredit Usaha Tani), IDT (Inpres Desa Tertinggal), KUBE (Kelompok Usaha Bersama), dan sebagainya. Namun demikian program-program tersebut belum sepenuhnya berhasil mengatasi kemiskinan bahkan disinyalir telah menciptakan ketergantungan pada bantuan pemerintah (Suharto et al, 2003:53). Sejumlah informasi mengatakan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan tersebut kurang dapat menimbulkan partisipasi masyarakat dan menjadikan masyarakat miskin sebagai objek dari progam- 2

18 program tersebut. Akibatnya, program-program tersebut tidak sustainable atau berkelanjutan. Pada awal tahun 2000, pemerintah melalui Departemen Kimpraswil melaksanakan program P2KP (Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan). Program P2KP pada intinya bertujuan menanggulangi kemiskinan seperti halnya dengan beberapa program tersebut di atas. Namun demikian, nilai lebih dari program P2KP dibandingkan dengan program-program terdahulu adalah menggunakan pendekatan partisipasi, yang dalam hal ini adalah keikutsertaan masyarakat dalam mengelola kegiatan P2KP. Kegiatan tersebut meliputi rembug kesiapan warga, Focused Group Discussion (FGD) refleksi kemiskinan, pemetaan swadaya, pembuatan Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis), pengelolaan dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat), pembentukan KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) dan pembentukan BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat). Nilai lebih lain dari program P2KP adalah menggunakan pendekatan pemberdayaan. Yang dimaksud dengan pendekatan pemberdayaan adalah strategi pembangunan yang berpusat pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat (Sumarjo dan Saharudin, 2005:1). Arah dan tujuan utama dari pendekatan pemberdayaan adalah membuat masyarakat mandiri (dapat menyelesaikan masalahnya sendiri). Pendekatan pemberdayaan dalam P2KP nampak dalam pembentukan BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat) dan KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat). Baik BKM maupun KSM dibentuk oleh masyarakat dan dari masyarakat. BKM merupakan suatu lembaga yang dibentuk untuk mengelola BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Para pengurus BKM merupakan representasi dari seluruh masyarakat dan ditunjuk oleh masyarakat secara demokratis, partisipatif, transparan dan akuntabel. BKM bertanggung jawab atas pelaksanaan keberlanjutan P2KP di tingkat masyarakat, baik dari sisi kelembagaan, kegiatan, maupun dana (tanpa nama, 2002:36). KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) merupakan kelompok yang beranggotakan orang-orang yang bersifat sukarela yang memiliki ikatan 3

19 sosial yang dibangun karena memiliki kesamaan dalam hal tujuan ekonomi, domisili, tujuan sosial, dan tujuan pembelajaran (tanpa nama, 2002:54). Berdasarkan laporan kegiatan P2KP Desa Wonokromo tahun 2004, jumlah KSM yang ada di Desa Wonokromo pada tahun 2000 ada 28 KSM ekonomi dan tujuh KSM fisik, tahun 2002 ada 31 KSM ekonomi dan satu KSM pelatihan, tahun 2002 ada 29 KSM ekonomi, tahun 2003 ada 36 KSM Ekonomi dan pada tahun 2004 ada 21 KSM Ekonomi (data dari bulan Januari sampai dengan Juni 2004). KSM ekonomi terdiri dari para anggota yang bergerak di bidang usaha ekonomi produktif seperti sektor perdagangan, usaha skala mikro dan kecil, serta mereka yang memiliki industri skala rumah tangga. Pembentukan KSM pada secara konseptual mempunyai tujuan yang sangat ideal. Tujuan tersebut adalah (1) memudahkan tumbuh kembangnya ikatan-ikatan dan solidaritas sosial serta semangat kebersamaan antar masyarakat, (2) mendorong warga masyarakat agar lebih dinamis dalam mengembangkan kegiatan, nilai-nilai kemanusiaan dan kemasyarakatan, (3) mendorong agar proses pemberdayaan berjalan lebih efektif dan efisien, (4) mendukung terjadinya proses saling asah dan saling asuh antar sesama anggota, (5) terjadinya konsolidasi kekuatan bersama antar yang lemah maupun antar yang kuat dan yang lemah di suatu KSM, (6) mengembangkan dan melembagakan tanggung renteng, membangun jaminan karakter antar anggota, wadah proses belajar/interaksi antar anggota, menggerakkan keswadayaan dan modal, meningkatkan dan menertibkan angsuran pinjaman, menguatkan dan mengembangkan usaha anggota dan sebagainya (tanpa nama, 2002:24). Berdasarkan Praktek Lapangan II di Desa Wonokromo, diketahui bahwa beberapa tujuan pembentukan KSM tersebut belum dapat tercapai. Banyak anggota masyarakat yang bergabung sebagai anggota KSM hanya didasari oleh keinginan memperoleh kredit semata. Interaksi dan ikatan solidaritas antar anggota belum terjadi seperti yang diharapkan, sehingga proses pemberdayaan yang diharapkan seiring dengan pembentukan kelompok masih sulit untuk diwujudkan. Hal tersebut antara lain nampak dari belum adanya pertemuan rutin kelompok, dan kalaupun ada hanya bertujuan 4

20 untuk mengumpulkan angsuran pinjaman. Dengan demikian, pembentukan KSM belum berfungsi secara optimal. Kegagalan di atas menunjukkan bahwa KSM ekonomi di Desa Wonokromo memiliki sejumlah masalah dan sekaligus mempunyai sejumlah harapan. Harapannya adalah, bila KSM diberdayakan, akan dapat meningkatkan usaha ekonomi produktif para anggotanya. Tetapi jika tidak diberdayakan, maka KSM hanya akan berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh pinjaman. Salah satu upaya agar KSM berfungsi secara optimal adalah dengan mengembangkan kapasitas kelembagaan KSM. Pengembangan kapasitas kelembagaan adalah suatu proses memperbaiki kemampuan lembaga guna mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia dengan keuangan yang tersedia, serta menciptakan pola baru kegiatan dan perilaku (Israel, 1992:56). Pengembangan kapasitas kelembagaan KSM tersebut perlu dilakukan mengingat fungsi sebagian besar KSM di Desa Wonokromo masih terbatas sebagai sarana untuk memperoleh pinjaman melalui program P2KP. KSM yang terdiri atas beberapa anggota yang bergerak pada usaha skala mikro dan kecil dan industri rumah tangga dan perdagangan mempunyai potensi untuk dikembangkan. Melalui KSM diharapkan para anggota dapat meningkatkan usaha, mengingat lembaga tradisional yang ada seperti kelompok arisan kurang diharapkan sebagai sarana untuk pemupukan modal dan lebih berfungsi sosial dari pada ekonomi. Bila usaha ekonomi produktif mereka dapat ditingkatkan, akan dapat menyerap tenaga kerja di Desa Wonokromo. Hal ini disebabkan, bila suatu usaha mengalami peningkatan maka akan memerlukan lebih banyak tenaga kerja dalam melangsungkan usaha tersebut. Usaha kecil, mikro dan industri rumah tangga serta sektor perdagangan di Desa Wonokromo berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka mengatasi kemiskinan yang ada di desa tersebut. Hal ini mengingat bahwa Desa Wonokromo mempunyai sarana dan prasarana yang dapat mendukung sektor perdagangan, usaha kecil dan mikro. Sarana dan prasarana tersebut antara lain adalah sarana transportasi yang memadai, bank, pasar desa, puluhan kios, dan sebagainya. Disamping itu, sektor pertanian kurang dapat diharapkan menjadi sumber nafka h utama yang disebabkan sempitnya 5

21 kepemilikan lahan dan rendahnya harga produk pertanian. Pengembangan sektor perdagangan, usaha kecil dan mikro dapat dilakukan melalui KSM dimana sebagian dari para pelaku di sektor perdagangan, usaha kecil dan mikro tersebut bergabung. Atas dasar pemikiran di atas, pengkaji tertarik untuk mengetahui bagaimana kondisi dan kapasitas KSM yang ada Desa Wonokromo, dan mengapa KSM belum berfungsi secara optimal Rumusan Masalah Masalah kemiskinan dan pengangguran yang ada di Desa Wonokromo yang disebabkan semakin sempitnya kepemilikan lahan pertanian dan terbatasnya lapangan kerja, antara lain dapat diatasi dengan mengembangkan sektor perdagangan dan usaha skala mikro dan kecil. Bila sektor perdagangan, usaha kecil dan mikro dapat berkembang, diharapkan dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja yang ada di desa tersebut. Hal ini dikarenakan, bila suatu usaha sudah berkembang dengan baik akan memerlukan jumlah tenaga kerja yang semakin banyak. Keberadaan masyarakat Desa Wonokromo yang mempunyai usaha ekonomi produktif merupakan hal yang menggembirakan. Hal ini didukung dengan bantuan dana dari pemerintah melalui program P2KP yang sebagian diperuntukkan bagi kredit usaha ekonomi produktif. Namun demikian, usaha ekonomi produktif rentan menemui kegagalan, karena memerlukan daya juang tinggi dan kemampuan manajerial dalam mengelola usaha. Oleh karena itu pendampingan terhadap usaha produktif perlu dilakukan. Pendampingan tersebut antara lain dapat dilakukan melalui KSM dimana para pemilik usaha ekonomi produktif tersebut bergabung. KSM yang ada di Desa Wonokromo sekarang ini masih belum berfungsi secara optimal. KSM yang pada awalnya hanya berfungsi sebagai sarana untuk memperoleh pinjaman melalui P2KP, mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi kelompok yang dapat membantu para anggotanya dalam meningkatkan usaha. Oleh karena itu, pemberdayaan KSM perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh yang dapat dilakukan dengan pengembangan kapasitas kelembagaan KSM. 6

22 Program P2KP yang ada di Desa Wonokromo perlu dikaji untuk mengetahui sejauhmana program tersebut memberi manfaat bagi masyarakat. Hal tersebut perlu dilakukan untuk memberi masukan bagi penyusunan program pengembangan masyarakat yang akan dilakukan dalam kajian ini. Penyusunan suatu program pengembangan masyarakat (dalam hal ini pengembangan kapasitas kelembagaan KSM) tidak dapat mengabaikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang ada dalam masyarakat, dikarenakan kondisi-kondisi tersebut akan ikut mewarnai kapasitas kelembagaan KSM yang ada. Dengan demikian sebelum menyusun program pengembangan kapasitas kelembagaan KSM, perlu terlebih dulu melakukan pemetaan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di Desa Wonokromo Tujuan Kajian Pengembangan Masyarakat ini memiliki beberapa tujuan yang saling terkait. Pada intinya, tujuan akhir dari kajian ini adalah menyusun program pengembangan masyarakat yang berupa pengembangan kapasitas KSM. Secara rinci, beberapa tujuan dari kajian ini adalah: (1) Memetakan kondisi sosio-ekonomi dan budaya komunitas Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul. (2) Menganalisis dan mengevaluasi program P2KP yang ada di Desa Wonokromo. (3) Mengetahui profil dan kapasitas Kelompok Swadaya Masyarakat yang menjadi subjek kajian. (4) Menyusun program pengembangan kapasitas Kelompok Swadaya Masyarakat yang menjadi subjek kajian. 7

23 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Kemiskinan Definisi Kemiskinan Istilah kemiskinan sudah dikenal secara luas oleh masyarakat umum. Namun demikian, pengertian kemiskinan masih sering menjadi perdebatan. Para ahli berusaha merumuskan istilah tersebut sesuai dengan tekanan dan persepsi masing-masing. Soekanto (2003:352) mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf/standar kehidupan kelompok atau masyarakat di sekitarnya dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya. Sementara itu Friedman sebagaimana dikutip oleh Suharto et al (2003:6) mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi modal yang produktif atau aset (tanah, perumahan, peralatan kesehatan, dan sebagainya); sumber-sumber keuangan (pendapatan dan kredit yang memadai; organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, dan sebagainya); network atau jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang dll; pengetahuan dan ketrampilan yang memadai; dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan orang. Ada dua macam perspektif yang dapat dipergunakan untuk mendekati masalah kemiskinan, yaitu perspektif kultural dan perspektif struktural atau situasional. Perspektif kultural mendekati masalah kemiskinan pada tiga tingkat analisis, yaitu individual, keluarga dan masyarakat. Pada tingkat individual, kemiskinan ditandai dengan sifat yang disebut dengan a strong feeling of marginality seperti sikap parokial, apatisme, fatalisme atau pasrah pada nasib, boros, tergantung dan inferior (rendah diri). Pada tingkat keluarga, kemiskinan ditandai dengan jumlah anggota keluarga yang besar. Sementara pada tingkat masyarakat, kemiskinan terutama ditunjukkan dengan tidak terintegrasinya kaum miskin dengan institusi-institusi masyarakat secara efektif (Usman, 2003:67). Menurut perspektif struktural atau situasional, masalah kemiskinan dilihat sebagai dampak dari sistem ekonomi yang mengutamakan akumulasi kapital dan 8

24 produk-produk teknologi modern. Penetrasi kapital antara lain terwujud dalam program-program pembangunan yang dinilai lebih mengutamakan pertumbuhan dan kurang memperhatikan pemerataan hasil pembangunan. Program-program tersebut antara lain berbentuk intensifikasi, ekstensifikasi dan komersialisasi pertanian untuk menghasilkan pangan sebesar-besarnya agar dapat memenuhi kebutuhan nasional dan eksport. Sedikit berbeda dengan pendapat Usman, Nasution sebagaimana dikutip oleh Rusli et al (2004:47) membedakan kemiskinan menjadi dua, yaitu kemiskinan alamiah dan kemiskinan struktural. Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang disebabkan oleh kualitas sumber daya alam dan sumber daya manusia sehingga peluang produksi relatif kecil atau jika kegiatan produksi dapat dilakukan pada umumnya dengan tingkat efisiensi yang relatif rendah. Kemiskinan struktural atau disebut juga kemiskinan buatan merupakan kemiskinan yang secara langsung atau tidak langsung disebabkan oleh tatanan kelembagaan yang mencakup organisasi dan pranata yang terdapat dan berkembang di masyarakat. Organisasi dan pranata tersebut merupakan bagian dari sosial budaya masyaraka t. Dari dua definisi kemiskinan di atas dapat disimpulkan bahwa definisi pertama memandang kemiskinan dari perspektif kultural, yaitu menekankan pada ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan memanfaatkan tenaga, fisik dan mentalnya. Ketidakmampuan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti rendahnya sumber daya manusia, rendahnya etos kerja dan sebagainya. Sementara definisi kedua memandang kemiskinan dari perspektif struktural, yaitu ketidaksamaan kesempatan dalam mengakses sumber daya ekonomi. Dari perspektif kultural, kemiskinan dapat dilihat pada tingkat individu, keluarga maupun masyarakat. Pada tingkat individu nampak dalam rendahnya etos kerja, boros, tergantung dan sebagainya. Pada tingkat keluarga ditandai dengan jumlah keluarga yang besar. Sementara pada tingkat masyarakat diindikasikan dengan tidak terintegrasinya masyarakat miskin dalam lembaga-lembaga yang ada secara efektif. Pendapat lain mengatakan bahwa kemiskinan dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan alamiah dan kemiskinan struktural atau buatan. Kemiskinan 9

25 alamiah disebabkan rendahnya sumber daya alam dan sumber daya manusia. Sementara kemiskinan struktural disebabkan oleh tatanan kelembagaan yang meliputi organisasi dan pranata yang ada dan berkembang di masyarakat Indikator Kemiskinan Hasil penelitian Iskandar (1993:48) menunjukkan bahwa ciri-ciri rumah tangga miskin adalah mempunyai anggota rumah tangga banyak, tingkat pendidikan kepala rumah tangga maupun anggotanya rendah, sering berubah pekerjaan, sebagian besar mereka yang telah bekerja masih mau menerima tambahan pekerjaan bila ditawarkan, dan sebagian sumber pendapatan utamanya adalah dari sektor pertanian. Bila dilihat dari pola pengeluaran rumah tangga, ternyata sebagian besar pengeluaran rumah tangga miskin adalah untuk makanan, dan bila ditelaah lebih jauh, persentase pengeluaran untuk kebutuhan karbohidrat lebih besar dibanding dengan persentase pengeluaran untunk protein. Di samping itu, penelitian ini juga menemukan bahwa kondisi tempat tinggal rumah tangga miskin masih memprihatinkan terutama dalam hal penyediaan air bersih dan listrik untuk penerangan. Sementara itu Sajogyo sebagaimana dikutip oleh Rusli et al, (2004:46) menggunakan tingkat pengeluaran setara beras dalam menetapkan garis kemiskinan. Orang dikatakan miskin sekali jika tingkat pengeluaran perkapita pertahun setara kurang dari 240 kg beras bagi penduduk pedesaan dan 360 kg beras bagi penduduk perkotaan. Sedangkan jika pengeluaran kurang dari 180 kg beras bagi penduduk pedesaan dan 270 kg beras bagi penduduk perkotaan, maka dikatakan sebagai golongan penduduk paling miskin. Pendapat Sajogya tentang ciri-ciri orang miskin didasarkan pada pengeluaran individu tiap tahun yang dikonversikan dengan jumlah kilogram beras. Sementara hasil penelitian Iskandar menunjukkan bahwa ciri-ciri kemiskinan dapat dilihat dari perspektif yang lebih luas dan melihatnya dari berbagai aspek seperti jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, jenis dan karakter perkerjaan dan proporsi/jenis pengeluaran Penyebab Kemiskinan Untuk memahami penyebab masalah kemiskinan di Indonesia, ada dua macam paradigma yang dapat digunakan yaitu pertama, teori neo liberal dan 10

26 teori demokrasi sosial. Para pendukung teori neo liberal mengatakan bahwa penyebab kemiskinan adalah kelemahan dan pilihan-pilihan individu, lemahnya pengaturan pendapatan, lemahnya kepribadian (sikap pasrah, rendahnya tingkat pendidikan, malas). Sementara itu para pendukung teori demokrasi sosial mengata kan bahwa kemiskinan disebabkan oleh adanya ketimpangan struktur ekonomi dan politik serta ketidakadilan sosial (Suharto, 2005:88). Merujuk kondisi kemiskinan di negara maju, Zastrow (2000:138) mengidentifikasikan bahwa kemiskinan disebabkan oleh berbagai hal, yaitu tingginya pengangguran, rendahnya kesehatan fisik, cacat fisik, masalah emosional, mahalnya biaya medis, kecanduan alkohol, pemakaian obat-obatan terlarang, besarnya jumlah anggota keluarga, penempatan kerja yang tidak sesuai/berlawanan dengan penggunaan mesin, kurangnya ketrampilan, rendahnya tingkat pendidikan, wanita sebagai kepala keluarga dengan anak kecil, rendahnya biaya hidup, diskriminasi ras, bekas narapidana, tinggal di daerah yang tidak membutuhkan pekerjaan, perceraian, kematian pasangan hidup, perjudian, rendahnya upah kerja, retardasi mental dan memasuki usia pensiun. Dawam Raharjo sebagaimana dikutip oleh Jamasy (2004:37) menyebutkan bahwa ada tujuh faktor penyebab kemiskinan yang terkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut adalah: (1) kecilnya kesempatan kerja sehingga masyarakat tidak memiliki penghasilan tetap; (2) upah/gaji di bawah standar minimum, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar; (3) produktivitas kerja yang rendah; (4) ketiadaan aset, misalnya lahan untuk bertani dan modal untuk melakukan usaha; (5) diskriminasi dalam jenis kelamin dan kelas sosial; (6) tekanan harga, misalnya karena mekanisme permintaan dan penawaran bebas; dan (7) penjualan tanah yang berpotensi untuk masa depan keluarga. Pendapat tersebut lebih menekankan pada kemiskinan struktural. Menurut Tansey dan Ziegley sebagaimana dikutip oleh Suharto et al, 2003:8), kemiskinan mempunyai tiga penyebab, yaitu: 1. Human capital deficiencis, yaitu deefisiensi modal manusia yang berati rendahnya kualitas sumber daya manusia, seperti rendahnya 11

27 pengetahuan dan ketrampilan sehingga menyebabkan mendapatkan pekerjaan yang rendah pendapatannya dan rendahnya daya beli; 2. Insufficient demand for labor, yaitu rendahnya permintaan akan tenaga kerja sehingga meningkatkan pengangguran. Pengangguran menyebabkan orang tidak memiliki pendapatan, daya beli rendah dan akhirnya tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar; 3. Discrimination, yaitu adanya perlakuan yang berbeda terhadap golongan tertentu terutama dalam aksesibilitas terhadap sumber daya dan adanya dominasi pihak tertentu terhadap sumber daya tersebut. Sementara itu BKPK (Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan) dan Lembaga Penelitian SMERU mengidentifikasikan penyebab kemiskinan sebagai berikut: (1) Keterbatasan pendapatan, modal dan sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar, (2) Kerentanan dan ketidakmampuan menghadapi goncangan-goncangan (misal: krisis ekonomi, kehilangan pekerjaan, kegagalan panen, banjir atau kekeringan, bencana alam, kekerasan dalam rumah tangga, musibah, dsb), (3) Tidak adanya suara yang mewakili dan terpuruk dalam ketidakberdayaan di dalam institusi negara dan masyarakat karena tidak adanya kepastian hukum, tidak ada perlindungan dari kejahatan, kesewenang-wenangan aparat, ancaman dan intimidasi, kebijakan publik yang tidak peka dan tidak mendukung upaya penanggulangan kemiskinan dan rendahnya posisi tawar masyarakat miskin (Suharto et al, 2003:9). Di samping hal-hal di atas, kemiskinan juga disebabkan oleh ketidakmampuan individu karena faktor-faktor yang tidak diinginkannya. Hemmer, Spicker dan Weissberg sebagaimana dikutip oleh Dharmawan (2000:6) mengatakan bahwa kemiskinan dialami oleh : (1) orang yang mengalami cacat mental, (2) orang dengan cacat fisik, (3) orang yang mengalami penyakit menahun, (4) manusia usia lanjut yang tidak produktif, (5) orang yang tinggal di daerah miskin, (6) orang yang tidak memiliki pekerjaan, (7) orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, (8) petani dengan lahan garapan yang sempit, (9) petani buruh, dan (10) orang yang bekerja di sektor informal dengan pendapatan pas-pasan. 12

28 Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu rendahnya etos kerja, rendahnya pendidikan dan sumber daya manusia, masalah emosional, lemahnya kepribadian (malas, sikap pasrah), ketidakmampuan individu karena faktor-faktor di luar keinginannya, ketimpangan struktur sosial dan politik, ketidakadilan sosial, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada masyarakat miskin, krisis ekonomi, diskriminasi ras/sosial/jenis kelamin, kecilnya kesempatan kerja, upah/gaji di bawah standar minimum, bencana alam, kegagalan panen, tidak adanya suara yang mewakili dan membela masyarakat miskin, ancaman atau intimidasi dan sebagainya Upaya Mengatasi Kemiskinan Sejak jaman Orde Baru, pemerintah telah berusaha mengatasi masalah kemiskinan. Program-program pemerintah yang berusaha menanggulangi kemiskinan adalah KUT (Kredit Usaha Tani), IDT (Inpres Desa Tertinggal), KUBE (Kelompok Usaha Bersama), dan masih banyak lagi. Namun demikian, beberapa ahli mengatakan bahwa program-progam di atas kurang dan bahkan tidak melibatkan masyarakat miskin dan menjadikan masyarakat miskin sebagai objek dari program-program tersebut. Akibatnya, masyarakat enggan untuk berpartisipasi yang berdampak pada ketidakberlanjutan program. Hasil penelitian Suharto et al (2003:52-53) terhadap berbagai program pengentasan kemiskinan di 17 propinsi di Indonesia menunjukkan kesimpulan sebagai berikut: (1) sebagian besar responden (88 persen) menyatakan bahwa berbagai program pengentasan kemiskinan belum dapat meningkatkan pendapatan keluarga secara maksimal, (2) sebagian besar responden (80 persen) menyatakan bahwa program yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan belum menunjukkan hasil seperti yang diharapkan, karena hampir semua program kurang memberikan bimbingan ketrampilan yang memadai, terdapat beberapa program yang tidak mengalokasikan dananya untuk kegiatan bimbingan ketrampilan karena sifat progamnya yang bersifat pencegahan, (3) menurut sebagian besar responden, program anti kemiskinan tidak dapat menciptakan kemandirian penerima bantuan. Bahkan beberapa program seperti RASKIN (Beras untuk Orang Miskin) dan JPS (Jaring Pengaman Sosial) dapat menciptakan ketergantungan dan kepasifan penerima bantuan. 13

29 Untuk mengatasi kemiskinan, seharusnya terlebih dulu memperhatikan perspektif yang digunakan untuk melihat masalah tersebut. Menurut Usman (2003:68), jika akar masalah kemiskinan berkaitan dengan faktor kultural, maka yang diperlukan adalah menyusun strategi yang mampu meningkatkan etos kerja kelompok miskin, meningkatkan pendidikan supaya lebih memiliki pola pikir yang melihat ke masa depan, dan menata kembali institusi-institusi ekonomi supaya dapat mengakomodasi kelompok miskin. Sementara bila melihat kemiskinan berakar pada masalah struktural, strategi pembangunan perlu dirumuskan kembali dan tidak mementingkan pertumbuhan tetapi lebih mementingkan pemerataan kesempatan. Usman sebagaimana dikutip oleh Jamasy (2004:xvi-xviii) mengatakan bahwa ada beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk pengentasan kemiskinan yang berorientasi pemberdayaan, yaitu: (1) Peningkatan sumber daya manusia di tingkat lokal dengan cara mengembangkan ketrampilan dengan metode a dispersed approach, yaitu dengan melatih semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pengentasan dan penanggulangan kemiskinan (aparat pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat miskin) untuk mengenali strategi dan inovasi yang akan diintroduksi. (2) Penguatan pemimpin dan kepemimpinan di tingkat lokal. Dalam hal ini pemimpin harus mampu menjadi panutan masyarakat sekaligus diakui kepemimpinannya oleh elit lokal lain, memiliki perbendaharaan pengetahuan sosial, ekonomi, dan politik lokal, sehingga mampu menterjemahkan berbagai kebutuhan kelompok miskin dan mampu menawarkan alternatif solusi ketika menghadapi berbagai masalah sosial. Proses penguatan pemimpin dan kepemimpinan memerlukan waktu yang lama, namun harus dilakukan karena masyarakat yang tidak memiliki pemimpin yang kuat akan mudah terombang ambing oleh berbagai gesekan dan perubahan pemikiran. (3) Penguatan kapasitas lembaga lokal, yaitu dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga adat yang sudah berkembang dalam masyarakat. Dalam hal ini diperlukan pihak luar yang mampu 14

30 berperan sebagai katalisator dan agen perubahan. Penguatan kapasitas lembaga perlu dilakukan dengan membangun jaringan vertikal dan horisontal. Jaringan horisontal dilakukan dengan lembaga pada level yang kurang lebih yang sama. Sementara jaringan vertikal dilakukan dengan lembaga-lembaga lain yang cakupan kegiatannya lebih luas atau posisinya lebih tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya mengatasi kemiskinan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melihat perspektif yang digunakan. Bila menggunakan perspektif kultural, yang perlu dilakukan adalah meningkatkan etos kerja, pendidikan, dan menata institusi ekonomi agar dapat mengakomodasi kelompok miskin. Sementara bila menggunakan perspektif struktural, yang perlu dilakukan adalah merumuskan kembali strategi pembangunan agar lebih mementingkan pemerataan kesempatan dan tidak mementingkan pertumbuhan. Upaya mengatasi kemiskinan yang berorientasi pemberdayaan dapat dilakukan dengan peningkatan sumber daya manusia di tingkat lokal, penguatan kepemimpinan dan pemimpin lokal dan penguatan kapasitas lembaga lokal Pengembangan Masyarakat Pengembangan masyarakat merupakan gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup seluruh komunitas melalui partisipasi aktif dan jika mungkin berdasarkan prakarsa komunitas (Brokensha dan Hodge yang dikutip oleh Adi, 200:23). Gerakan tersebut meliputi berbagai kegiatan pembangunan ditingkat lokal baik yang dilakukan pemerintah ataupun oleh lembaga-lembaga non pemerintah. Sementara itu AMA (Association of Metropolitan Authorities) mendefinisikan pengembangan masyarakat sebagai metode yang memungkinkan orang dapat meningkatkan kualitas hidupnya serta mampu memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses yang mempengaruhi kehidupan (Suharto, 2005: 38). Disamping itu pengembangan masyarakat merupakan salah satu metode pekerjaan sosial yang utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumbersumber yang ada pada mereka serta menekankan prinsip-prinsip partisipasi sosial. 15

31 Ife (1995: ) mengemukakan beberapa prinsip pengembangan masyarakat, di antaranya adalah: (1) terintegrasi, pengembangan masyarakat hendaknya dapat mengintegrasikan berbagai aspek kehidupan masyarakat, yaitu sosial, ekonomi, politik, budaya, lingkungan dan pribadi/spiritual, (2) keberlanjutan, yang diindikasikan dengan penggunaan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui seminimum mungkin dan pembatasan pertumbuhan yang cenderung bertentangan dengan prinsip keberlanjutan (3) pemberdayaan, yang berarti memberikan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan ketrampilan untuk meningkatkan kapasitas atau kemampuan untuk menentukan masa depan sendiri dan untuk berpartisipasi dalam mempengaruhi kehidupan komunitasnya, (4) kemandirian, yaitu masyarakat didorong untuk menggunakan sumberdaya yang dimiliki dan tidak mengandalkan dukungan proyek atau sumbangan dari luar, (5) keinklusifan/tanpa kekerasan, yang dapat ditempuh dengan membangun dialog dan meningkatkan saling pengertian, (6) konsensus, yaitu mengarah pada persetujuan dan bertujuan untuk mencapai solusi yang yang dimiliki oleh komunitas, dan (7) partisipasi, yang bertujuan agar setiap orang terlibat aktif dalam aktivitas-aktivitas komunitas. Dengan demikian, pengembangan masyarakat dapat diartikan sebagai suatu gerakan, baik yang dilakukan pemerintah ataupun masyarakat dengan tujuan meningkatkan taraf hidup seluruh komunitas yang melibatkan partisipasi aktif dan prakarsa masyarakat. Adapun perinsip-prinsip pengembangan masyarakat diantaranya adalah terintegrasi, keberlajutan, pemberdayaan, kemandirian, keinklusifan/tanpa kekerasan, konsensus dan partisipasi Pemberdayaan Pemberdayaan merupakan strategi atau pendekatan dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat (people centered development). Pendekatan ini menyadari pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal, melalui kesanggupan untuk melakukan kontrol internal atas sumberdaya melalui redistribusi modal atau kepemilikan (Korten yang dikutip oleh Sumarjo dan Saharudin, 2005:1). 16

32 Pemberdayaan adalah proses peningkatan kemampuan individu, atau kelompok,-- kekuatan politik, keluarga atau masyarakat-- agar dapat mengambil peran dalam meningkatkan kondisi mereka. Akar pemberdayaan terletak pada pondasi politik dan filosofi masing-masing budaya seperti tertuang dalam konsep demokrasi yang mewujud dalam institusi politik. Semua hal tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan warga negara untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berakibat pada tingkat kesejahteraan (Swift yang dikutip oleh Dubois dan Miley, 2005:25). Konsep pemberdayaan berhubungan dengan kekuatan individu dan kompetensinya serta sistem yang saling bergantung dan perilaku yang proaktif pada aktivitas sosial, kebijakan sosial, perubahan sosial, dan pengembangan masyarakat. Itu semua dapat diterapkan secara praktis pada semua tingkat (Anderson yang dikutip oleh Dubois dan Miley, 2005:25). Akar pemberdayaan terletak pada pondasi politik dan filosofi masingmasing budaya seperti tertuang dalam konsep demokrasi yang mewujud dalam institusi politik. Semua hal tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan warga negara untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berakibat pada tingkat kesejahteraan (Swift yang dikutip Dubois dan Miley, 2005:25). Konsep pemberdayaan berhubungan dengan kekuatan individu dan kompetensinya serta sistem yang saling bergantung dan perilaku yang proaktif pada aktivitas sosial, kebijakan sosial, perubahan sosial, dan pengembangan masyarakat. Itu semua dapat diterapkan secara praktis pada semua tingkat (Anderson yang dikutip oleh Dubois dan Miley, 2005:16). Tujuan utama dari pendekatan pemberdayaan adalah membuat masyarakat berdaya (mempunyai kekuatan). Kekuatan tersebut meliputi aspek fisik dan material, aspek ekonomi dan pendapatan, aspek kelembagaan (tumbuhnya kekuatan individu dalam bentuk kelompok), kekuatan kerja sama, kekuatan intelektual (peningkatan SDM), dan kekuatan komitmen bersama untuk mematuhi dan menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan. Masyarakat berdaya berarti tahu, mengerti, paham dan termotivasi, berkesempatan, melihat peluang, dapat memanfaatkan peluang tersebut, berenergi, mampu bekerjasama, mengetahui berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan secara optimal, berani mengambil resiko atas keputusannya, mampu mencari 17

33 dan menangkap informasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan taraf kehidupannya dan mampu bertindak secara optimal. Adapun ciri-ciri masyarakat berdaya adalah: (1) mampu memahami diri dan potensinya, (2) mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan), dan mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan untuk berunding, bekerjasama secara saling menguntungkan dengan bargaining power yang memadai, dan (4) bertanggung jawab atas tindakannya sendiri (Sumarjo dan Saharudin, 200:2). Masyarakat berdaya memiliki arti yang sama dengan kemandirian masyarakat. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan membuka kesempatan bagi seluruh elemen masyarakat dalam seluruh tahapan program. Setiap komponen dan elemen masyarakat pasti mempunyai kemampuan atau potensi. Sumodiningrat sebagaimana dikuti oleh Jamasy (2004:40) mengatakan bahwa upaya untuk mencapai kemandirian masyarakat adalah dengan mewujudkan potensi kemampuan yang mereka miliki. Upaya untuk mencapai kemandirian tidak mudah dan tidak bisa diukur dengan waktu. Namun demikian, tidak mustahil proses pemberdayaan menuju kemandirian ditentukan ukuran waktunya. Hal tersebut tergantung pada bagaimana proses dalam mengelola sebuah program dan bagaimana mempertahankan komitmen (komitmen kepada misi dan komitmen kepada profesionalisme). Nugroho sebagaimana dikutip oleh Jamasy (2004:42) mengemukakan bahwa pemberdayaan merupakan prasyarat mutlak bagi upaya penanggulangan kemiskinan yang memiliki tujuan penting, yaitu: (1) menekan perasaan ketidakberdayaan masyarakat miskin bila berhadapan dengan struktur sosial-politis, yaitu dengan meningkatkan kesadaran kritis atas posisinya; (2) memutuskan hubungan-hubungan yang bersifat eksploitatif terhadap orang miskin, yang dapat dilakukan bila terjadi reformasi sosial, budaya dan politik; (3) menanamkan rasa persamaan (egalitarian) dan memberikan gambaran bahwa kemiskinan bukan merupakan takdir tetapi sebagai penjelmaan konstruksi sosial; (4) merealisasikan rumusan pembangunan dengan melibatkan masyarakat miskin secara penuh; (5) perlunya pembangunan sosial dan budaya bagi masyarakat miskin seperti perencanaan hidup, perubahan kebiasaan hidup, peningkatan produktivitas 18

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. angka ini menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa. Bahkan International Labour

BAB I PENDAHULUAN. angka ini menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa. Bahkan International Labour BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dekade 2000, persentase penduduk miskin di Indonesia pernah mengalami penurunan yaitu dari 40,1% menjadi 11,3%, namun pada periode 2002 angka ini menjadi

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN 136 PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN (KASUS DI RW 04 DUSUN DAWUKAN DESA SENDANGTIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA) DJULI SUGIARTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY SEKOLAH PASCA SARJANA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS (STUDI KASUS KESIAPSIAGAAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DAERAH RAWAN BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI DESA KIDANGPANANJUNG KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG PROPINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY

PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2005

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan

Lebih terperinci

Kemiskinan di Indonesa

Kemiskinan di Indonesa Kemiskinan di Indonesa Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA ( Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah ) RAHMAT IMAM SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin, kepada

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH 1 PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH (Studi Di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang sangat penting di Indonsia dan perlu mendapat prioritas untuk segera diatasi. Berdasarkan data Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

Membangun Proposisi, Menemukan Kebenaran: 10 Kebenaran Tentang Kemiskinan di Pedesaan

Membangun Proposisi, Menemukan Kebenaran: 10 Kebenaran Tentang Kemiskinan di Pedesaan Sofyan Sjaf Online Membangun Proposisi, Menemukan Kebenaran: 10 Kebenaran Tenta http://sofyansjaf.staff.ipb.ac.id/2010/06/09/membangun-proposisi-menemukan-kebenaran-10-conto h Membangun Proposisi, Menemukan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diketahui kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dihadapi negara Indonesia. Untuk menidak lanjuti masalah kemiskinan telah

Lebih terperinci

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN HASIL KEGIATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih termasuk ke dalam kategori negara berkembang. Ilmu pengetahuan dan perekonomian menjadi tolak ukur global sejauh mana suatu negara berkembang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemiskinan merupakan kondisi ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan memiliki ciri yang berbeda

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1998 telah meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia, dari 25,9 juta (17,7%) pada tahun 1993 menjadi 129,6 juta atau 66,3% dari

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009

I. PENDAHULUAN. peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai Adapun pada tahun 2009 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2008), Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan penduduk dari tahun 2007 sampai 2009. Adapun pada tahun 2009 jumlah penduduk Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah terpenting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N P E N D A H U L U A N Latar Belakang Krisis di Indonesia berlangsung panjang, karena Indonesia memiliki faktor internal yang kurang menguntungkan. Faktor internal tersebut berupa konflik kebangsaan, disintegrasi

Lebih terperinci

STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH. Merza Gamal

STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH. Merza Gamal STRATEGI KEMITRAAN DALAM DINAMIKA SOSIAL EKONOMI SYARIAH UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH Merza Gamal SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN DAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan salah satu kebijakan pengembangan wilayah yang mencoba merubah sistem sentralistik menjadi desentralistik. Melalui kebijakan ini, diharapkan

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan dalam dua tahun terakhir. Pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,8% pada tahun 2013 dan turun menjadi 5,2%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI KAJIAN

BAB III METODOLOGI KAJIAN BAB III METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Dalam menjalankan upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah kerjanya, maka Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) membutuhkan suatu kerangka pelaksanaan program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun masih banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan secara sosial ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. namun masih banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan secara sosial ekonomi. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah. Kegiatan pembangunan dilaksanakan melalui berbagai penyempurnaan, namun masih banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan secara sosial ekonomi. Ketimpangan ini

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DI KOTA SURABAYA SKRIPSI

EFEKTIFITAS PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DI KOTA SURABAYA SKRIPSI EFEKTIFITAS PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DI KOTA SURABAYA SKRIPSI Diajukan Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini menganalisis partisipasi masyarakat melalui implementasi. penanggulangan kemiskinan di perkotaan melalui Program Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini menganalisis partisipasi masyarakat melalui implementasi. penanggulangan kemiskinan di perkotaan melalui Program Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tesis ini menganalisis partisipasi masyarakat melalui implementasi program atau kebijakan yang telah di luncurkan pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan

Lebih terperinci

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 8.1 Program Pemerintah dalam Penanggulangan Kemiskinan Upaya untuk menanggulangi kemiskinan di masyarakat perlu terus dilakukan. Untuk mengatasi kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, inflasi juga naik dan pertumbuhan ekonomi melambat. Kemiskinan yang terjadi dalam suatu

Lebih terperinci

ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN Bab 5 ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN INDEKS KEMISKINAN MANUSIA 81 Bab 5 ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 5.1. Arah dan Kebijakan Umum Arah dan kebijakan umum penanggulangan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2 dikatakan bahwa koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pedesaan merupakan suatu proses perubahan secara terus menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh manusia untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang turut berkontribusi dalam pembangunan Indonesia. Pertanian memegang peranan untuk menyediakan bahan baku pangan maupun non pangan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. HM Idham Samawi Bupati Bantul Jika ada yang mengatakan bahwa mereka yang menguasai pangan akan menguasai kehidupan, barangkali memang benar. Dalam konteks negara dan perkembangan

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. poranda, ditandai dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja dan

BAB I PENDAHULUAN. poranda, ditandai dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan perekonomian dalam skala makro dan mikro porak poranda, ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya seperti Indonesia. Kemiskinan seharusnya menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya seperti Indonesia. Kemiskinan seharusnya menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah lama yang pada umumnya dihadapi hampir di semua negara-negara berkembang, terutama negara yang padat penduduknya seperti Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Strategi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan

Lebih terperinci

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA (Diterjemahkan dari Salim, E dkk 2015, Population Dynamics and Sustainable Development in Indonesia, UNFPA Indonesia, Jakarta) Jumlah

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa sebagai salah

Lebih terperinci

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP

BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP BAB VII STIMULAN DAN PENGELOLAAN P2KP 7.1. STIMULAN P2KP 7.1.1. Tingkat Bantuan Dana BLM untuk Pemugaran Rumah, Perbaikan Fasilitas Umum dan Bantuan Sosial Salah satu indikator keberhasilan P2KP yaitu

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA Abstrak Upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia telah menjadi prioritas di setiap era pemerintahan dengan berbagai program yang digulirkan. Pengalokasian anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Oleh :

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN Veteran Jawa Timur. Oleh : PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( PNPM ) MANDIRI DI KELURAHAN PETEMON KECAMATAN SAWAHAN KOTA SURABAYA (studi mengenai Pengelola Lingkungan) SKRIPSI Diajukan untuk

Lebih terperinci