Agricultural Sector Pograms for Poverty Alleviation: The Experience of P4K Project as a Model of Poverty Alleviation in Rural Areas.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Agricultural Sector Pograms for Poverty Alleviation: The Experience of P4K Project as a Model of Poverty Alleviation in Rural Areas."

Transkripsi

1 PROGRAM-PROGRAM SEKTOR PERTANIAN YANG BERORIENTASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN : Pengalaman Proyek Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil (P4K) sebagai Sebuah Model Penanggulangan Kemiskinan di Perdesaan Agricultural Sector Pograms for Poverty Alleviation: The Experience of P4K Project as a Model of Poverty Alleviation in Rural Areas Harniati Sekretaris Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Departemen Pertanian Jl.Harsono RM 3, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. ABSTRACT The objective of this paper is to discuss agricultural programs intended for poverty alleviation. The strategic objective is to strengthen the capacity of rural poor and its institutions, to improve the accessibility of the people to resources, infrastructure and production technology, and to increase the access of the community to financial capital. One of the programs that have been implemented since 25 years ago is the P4K Project with its main objective to develop participative and sustainable system in helping the poor people to self-improve their respective welfare. Important lesson learned from the project is drawn as follows: joint commitment, resource mobilization, actual condition-based plan and the dynamic of grass root problem, consistency of implementation, and learning by doing activities. Based on these findings, it is concluded that the rural poor are principally has the ability to discover their own way to overcome problems on poverty (discovery learning). To accelerate this discovery learning, programs to empower the poor people and provide various accessibility to reduce their burden is very much needed, such as accessibility to health services, education, and basic needs. Key words: agricultural sector program, poverty alleviation, P4K ABSTRAK Tulisan jni dimaksudkan untuk melihat dan mendiskusikan program-program sektor pertanian yang berorientasi penanggulangan kemiskinan. Secara garis besar digambarkan sebagai tujuan strategis, yaitu memperkuat kapasitas penduduk miskin pedesaan dan kelembagaannya, memperbaiki akses penduduk miskin secara lebih merata terhadap sumberdaya, infra struktur dan teknologi produksi, dan meningkatkan akses penduduk miskin terhadap modal finansial. Salah satu program yang telah dilaksanakan sejak lebih dari seperempat abad yang lalu adalah P4K yang bertujuan membangun sistem partisipasi dan berkelanjutan membantu penduduk miskin memperbaiki kesejahteraan secara mandiri. Dari program tersebut dapat ditarik pembelajaran dan mengetengahkan hal-hal penting antara lain: komitmen bersama, mobilisasi sumberdaya, rencana berbasis realitas dan dinamika masalah akar rumput, implementasi secara konsisten, dan program yang belajar dari pengalaman. Dengan didasarkan pada temuan tersebut, disimpulkan bahwa masyarakat miskin sesungguhnya mempunyai kemampuan menemukan jalannya sendiri untuk mengatasi masalah kemiskinan (discovery learning). Untuk mempercepat discovery

2 Program-Program Sektor Pertanian yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan learning tersebut diperlukan upaya untuk memberdayakan masyarakat miskin dan memberikan kemudahan-kemudahan dengan mengurangi beban-beban hidup seperti akses pelayanan kesehatan, pendidikan dan kebutuhan pokok. Kata kunci : program sektor pertanian, penanggulangan kemiskinan, P4K PENDAHULUAN Kemiskinan masih menjadi permasalahan utama yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi sejak krisis ekonomi menimpa Indonesia ternyata belum mampu menghilangkan atau mengurangi kemiskinan secara nyata. Oleh karenanya penanggulangan kemiskinan menjadi penting mendapat perhatian karena kemiskinan akan menurunkan kualitas hidup (quality of life) masyarakat dan mengakibatkan antara lain tingginya beban sosialekonomi masyarakat; rendahnya kualitas dan produktivitas sumber daya manusia; rendahnya partisipasi aktif masyarakat; menurunnya ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; merosotnya kepercayaan terhadap pemerintah dalam hal pelayanan kepada masyarakat; dan kemungkinan merosotnya mutu generasi yang akan datang (Yudhoyono dan Harniati, 2004). Hal itu terjadi karena menurut Scott (1981), dalam Sahdan (2007) kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memiliki keterbatasan memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Kemiskinan merupakan fenomena perdesaan (63,52%). Dari sisi ketenagakerjaan di sektor pertanian, 75% kemiskinan berada pada subsektor tanaman pangan. Selain itu, 95% tenaga kerja bergerak di sektor informal yang sulit mengakses program ataupun bantuan melalui mekanisme dan institusi formal (Murniningtyas et al., 2007). BAPPENAS (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-iaki dan perempuan. tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya uniuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun lak-laki. Di sektor pertanian, program-program peningkatan produksi hampir tidak menyentuh penduduk miskin di perdesaan. Akselerasi pembangunan model "revolusi hijau" hanya dapat dinikmati oleh petani-petani kelas "atas", yaitu mereka yang berlahan relatif luas dan memiliki peralatan penunjang yang memadai serta memiliki akses terjadap sumberdaya pembangunan yang tersedia. Semula diharapkan akan terjadi trickle down effect ataupun efek menetes ke bawah, yaitu 53

3 Harniati mengasumsikan bahwa hasii-hasil pembangunan dapat dinikmati oleh semua khalayak dari berbagai strata sosial-ekonomi masyarakat. Menurut Yudhoyono dan Harniati (2004) trickle down dan spread effect hasil pembangunan tidak sepenuhnya terjadi karena berbagai ketidaksempurnaan sehingga pengelolaan sumber daya dan informasi didominasi oleh pelaku ekonomi skala besar, kegagalan kebijakan yang mengakibatkan pelaksanaan dan sasaran kebijakan tidak berhasil seperti yang diharapkan. Selain itu, kebijakan yang dirumuskan umumnya hanya bersifat makro, kurang menyentuh langsung masyarakat di lapisan bawah (grass root). Menurut BPS (2007) jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada buian Maret 2007 adalah sebesar 37,17 juta (16,58%). Dari angka itu, 23,61 juta (63,52%) adalah penduduk miskin di perdesaan. Dalam upaya penanggulangan kemiskinan kapasitas Departemen Pertanian, sesuai dengan mandat utamanya, yaitu menangani stabilitas peningkatan produksi pertanian, terutama hanya memfasilitasi untuk pengembangan kemampuan masyarakat petani miskin secara internal. Artinya, disediakan dukungan serta bantuan kepada rakyat kecil dan penduduk miskin, agar mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan kapasitas dan kemampuannya untuk berperan aktif dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi yang menghasilkan manfaat dan nilai tambah bagi peningkatan kesejahteraan hidup. Secara komprehensif. penanggulangan kemiskinan sesungguhnya akan efeklif hanya bila dilakukan secara simultan dari sisi internal dan sisi eksternal. Secara eksternal, antara lain dengan mengurangi beban-beban masyarakat petani miskin, terutama dalam hal pengeluaran biaya-biaya untuk kesehatan keluarga, pendidikan anak, serta pemenuhan kebutuhan pokok lainnya. KONDISI KEMISKINAN DI PERDESAAN Kemiskinan di perdesaan memiliki dimensi yang kompleks. Menurut para ahli, ada tiga jenis kemiskinan, yaitu kemiskinan struktural, kemiskinan natural atau alamiah, dan kemiskinan kultural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang secara langsung atau tidak disebabkan oleh tatanan kelembagaan. Dalam hal ini tatanan kelembagaan dapat diartikan sebagai tatanan organisasi maupun aturan permainan yang diterapkan. Kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah seringkali menyebabkan secara struktural kaum miskin memiliki keterbatasan akses kepada sumberdaya-sumberdaya pembangunan yang ada, misal kesempatan kerja, layanan permodalan, pemasaran, layanan kesehatan, layanan pendidikan, dan sebagainya. Menyertai transformasi struktural di sektor pertanian misalnya terjadinya konversi lahan dari penggunaan pertanian ke non pertanian. Di Jawa pada , rata-rata hektar per tahun lahan sawah telah dikonversikan ke penggunaan untuk permukiman dan industri (Khomsan, 2003). Harga sawah yang relatif tinggi sering menggiurkan petani untuk menjual sawahnya. Setelah itu terpaksa memasuki profesi baru yang umumnya belum 54

4 Program-Program Sektor Pertanian yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan mengenalnya. Karena alih profesi itu tidak direncanakan secara seksama, banyak di antaranya memiliki taraf kehidupannya yang menurun dan jatuh miskin. Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang disebabkan oleh kualitas sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang rendah, sehingga peluang produksi menjadi kecil. Kalaupun mereka berproduksi, hal itu dilakukan dengan efisiensi yang rendah sehingga hasilnya tidak optimal. Dalam lingkup pertanian, sumberdaya yang mempengaruhi munculnya kemiskinan adalah kualitas lahan dan iklim. Di Indonesia, lahan subur mungkin hanya dijumpai di Jawa. Dengan sumberdaya alam yang terbatas membuat petani harus menerima kenyataan. yakni lahan-lahan yang hanya dapat ditanami sewaktu ada hujan, sehingga hasil produksi hanya dapat diperoleh sekali dalam satu tahun. Kemiskinan natural lainnya juga disebabkan oleh kondisi fisik seseorang, misal karena kecacatan tubuh. Sementara kemiskinan kultural berkailan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya. Secara kultural, ada puia sebagian sistem dalam tradisi yang cenderung berakumulasi kepada kemiskinan masyarakat, misal sistem waris yang mengakibatkan fragmentasi lahan, sehingga kepemilikan lahan per keluarga semakin lama menjadi semakin sempit. Ada pula perilaku kultural yang tidak disadari, misal orangtua yang kecanduan rokok. la tak dapat menyekolahkan anaknya, tetapi mampu merokok dua bungkus per hari. Ini kemiskinan kullural (Indra dalam KOMPAS Online, 07 Juni 2007). Secara umum kondisi kemiskinan di perdesaan dapat digambarkan disebabkan oleh faktor-faktor keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, pendidikan yang rendah, kekurangmampuan dalam hal teknis dan manajemen, keterbatasan akses pada sumber modal, ketimpangan distribusi lahan, ketimpangan jender dan bencana alam. Hal itu akan berakibat penduduk desa berpendapatan rendah, memiliki tingkat kerentanan yang tinggi, suara dan aspirasi mereka kurang didengar, keberadaannya kurang diperhatikan. dan terpinggirkan dari komunikasi global. Lebih parah lagi adalah seakan martabatnya sebagai manusia diabaikan (Soetoprawiro, 2005). Penduduk miskin di perdesaan terdiri atas: petani pemilik lahan sempit, penggarap, buruh tani, nelayan dengan peralatan sederhana, peternak kecil, pengrajin kecil, pengusaha mikro dengan modal terbatas, kaum perempuan dengan mata pencaharian yang tidak menentu, penggembala yang tidak menetap, peladang berpindah dan masyarakat terasing. INDIKATOR KEMISKINAN DI PERDESAAN Indikator kemiskinan menurut BAPPENAS dirumuskan sebagai berikut: Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi 55

5 Harniati bayi, anak balita dan ibu. Sekitar 20 persen penduduk dengan tingkat pendapatan terendah hanya mengkonsumsi kkal per hari. Kekurangan asupan kalori, yaitu kurang dari kkal per hari, masih dialami oleh 60 persen penduduk berpenghasilan terendah (BPS, 2004); Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi; jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Di sisi lain, utilisasi rumah sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedang masyarakat miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di PUSKESMAS. Demikian juga persalinan oleh tenaga kesehatan pada penduduk miskin, hanya sebesar 39,1 persen dibanding 82,3 persen pada penduduk kaya. Asuransi kesehatan sebagai suatu benluk sistem jaminan sosial hanya menjangkau 18,74 persen (2001) penduduk, dan hanya sebagian kecii diantaranya penduduk miskin; Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan yang disebabkan oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biaya pendidikan yang mahal, kesempatan memperoleh pendidikan yang terbatas, tingginya beban biaya pendidikan, baik biaya langsung maupun tidak langsung; Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, lemahnya perlindungan ternadap aset usaha, dan perbedaan upah, serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan, seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumah tangga; Terbatasnya akses terhadap layanan perumahan dan sanitasi. Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. Dalam satu rumah seringkali dijumpai lebih dari satu keluarga dengan fasilitas sanitasi yang kurang memadai; Terbatasnya akses terhadap air bersih. Kesulitan untuk mendapatkan air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air; Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah. Masyarakat miskin menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Kehidupan rumah tangga petani sangat dipengaruhi oleh aksesnya terhadap tanah dan kemampuan mobilisasi anggota keluarganya untuk bekerja di atas tanah pertanian; Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumberdaya alam. Masyarakat miskin yang tinggal di daerah perdesaan, kawasan pesisir, daerah pertambangan, dan daerah pinggiran hutan sangat tergantung pada sumberdaya alam sebagai sumber penghasilan; 56

6 Program-Program Sektor Pertanian yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan Lemahnya jaminan rasa aman. Data yang dihimpun UNSFIR menggambarkan bahwa dalam waktu 3 tahun ( ) telah terjadi konflik dengan korban orang, dan lebih dari 1 juta jiwa menjadi pengungsi. Meskipun jumlah pengungsi cenderung menurun, tetapi pada tahun 2001 diperkirakan masih ada lebih dari pengungsi di berbagai daerah konflik; Lemahnya partisipasi. Berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemulusan hubungan kerja secara sepihak, dan pengusiran petani dari wilayah garapan menunjukkan kurangnya dialog dan lemahnya pertisipasi mereka dalam pengambilan keputusan. Rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan yang akan dirumuskan maupun mekanisme perumusan yang memungkinkan keterlibatan mereka; Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oieh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi. Menurut data BPS, rumah tangga miskin mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih besar daripada rumah tangga tidak miskin. Rumah tangga miskin di perkotaan rata-rata mempunyai anggota 5,1 orang, sedangkan ratarata anggota rumah tangga miskin di perdesaan adalah 4,8 orang. Dari berbagai teori, Sahdan (2007) merumuskan indikator utama kemiskinan sebagai berikut: (1) terbatasnya kecukupan dan mutu pangan; (2) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan; (3) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan; (4) terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha; (5) lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah; (6) terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi; (7) terbatasnya akses terhadap air bersih; (8) lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah; (9) memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumberdaya alam; (10) lemahnya jaminan rasa aman; (11) lemahnya partisipasi; (12) besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga; (13) tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi dan rendahnya jaminan sosial bagi masyarakat. PROGRAM DEPARTEMEN PERTANIAN YANG BERORIENTASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN Sesungguhnya banyak program Departemen Pertanian (Deptan) yang mengarah kepada penanggulangan kemiskinan di perdesaan, misalnya P4K, Delivery, P2LK, Pidra, PK2PM, Poor Farmers (PFIP/P4MI), PKMP LUEP, Primatani, dan sebagainya. Umumnya program-program tersebut dirancang untuk dapat langsung memberdayakan para petani miskin di perdesaan dengan berbagai pendekatan masing-masing. Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman pelaksanaan program-program tersebut. 57

7 Harniati Secara garis besar dapat digambarkan tujuan strategis Deptan dalam penanggulangan kemiskinan sebagai berikut: 1) Memperkuat kapasitas penduduk miskin perdesaan dan kelembagaannya Untuk memperkuat kapasitas penduduk miskin di perdesaan telah ditempuh berbagai upaya, antara lain (a) menyediakan kesempatan untuk membangun kapabilitas individu dan kolektifnya; (b) memperbesar akses kepada peluangpeluang ekonomi, infrastruktur dan pelayanan sosial; dan (c) membantu mereka berinteraksi dengan lingkungan secara lebih seimbang. Upaya-upaya ini telah dilakukan pada beberapa proyek, misalnya proyek-proyek P4K, PIDRA, PK2PM, PF1P, PKMP. 2) Memperbaiki akses penduduk miskin secara lebih merata terhadap sumberdaya infrastruktur dan teknologi produksi Kesempatan dan kemampuan penduduk miskin di perdesaan telah diupayakan untuk ditingkatkan. Dalam hal ini telah dilakukan fasilitasi, intermediasi serta advokasi, antara lain: (a) akses kepada sumberdaya alam (lahan, air dan hutan) dan teknologi; (b) mengurangi potensi konflik sosial; dan (c) memperbaiki perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam secara merata dan berkelanjutan. Penerapan upaya ini telah dilakukan melalui berbagai proyek, misal pada proyek-proyek PIDRA, PFIP, dan P4K. 3) Meningkatkan akses penduduk miskin kepada modal finansial Untuk memperkuat kemampuan akses penduduk miskin perdesaan kepada permodalan finansial telah ditempuh strategi penguatan yang lebih melembaga, antara lain dengan: (a) mendorong kebiasaan menabung para petani miskin yang tergabung dalam kelompok-kelompok mandiri; (b) mengembangkan lembaga keuangan perdesaan yang profesional dan responsif; (c) mengembangkan agribisnis di perdesaan; dan (d) mengupayakan penganekaragaman sumber pendapatan (non-farm dan off-farm). Strategi ini telah diterapkan melalui berbagai proyek, misal pada proyek-proyek P4K, PKMP, PIDRA dan PK2PM. P4K SEBAGAI SEBUAH MODEL PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERDESAAN Departemen Pertanian memulai P4K pada tahun 1979, dengan sasaran penduduk miskin di perdesaan yang meliputi petani pemilik lahan sempit, penggarap, buruh tani, nelayan dengan peralatan sederhana, peternak kecil, pengrajin kecil, pengusaha mikro dengan modal terbatas, dan penduduk miskin lainnya. P4K bertujuan membangun sistem partisipatif dan berkelanjutan untuk membantu penduduk miskin memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan keluarganya, melalui pencapaian kemandirian dan mengantarkan mereka keluar dari kemiskinan dengan kekuatan mereka sendiri. 58

8 Program-Program Sektor Pertanian yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan Sistem partisipatif dan berkelanjutan tersebut berwujud kelompokkelompok swadaya, yang (i) memiliki anggota dan pengurus yang aktif; (ii) memiliki dan mengelola dana bersama (common fund) yang terutama berasal dari tabungan anggota; (iii) memiliki dan mengelola usaha yang menguntungkan; dan (iv) memiliki kapasitas untuk menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan pihak lain. Program P4K dijalankan dengan mengintroduksi instrumen pemberdayaan berjalur ganda (dual track), layaknya sebuah keping mata uang. Jalur pertama memusatkan perhatian dan upaya dalam pemberdayaan petani-nelayan kecil melalui penguatan kapasitas kelembagaan petani-nelayan kecil atau KPK (Kelompok Petani-nelayan Keci!), sehingga kelembagaan ini mampu memberdayakan semua anggotanya untuk berperan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan mereka dan partisipasi mereka dalam masyarakat: mampu mengubah hubungan yang selama ini tidak mendukung upaya mereka untuk berkembang; mampu memberikan manfaat yang seluasluasnya bagi semua anggotanya Untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan keluarganya; dan mampu menjamin keberlanjutan manfaat bagi semua anggotanya setelah dukungan proyek berakhir. Jalur kedua memusatkan perhatian dan upaya dalam pemberdayaan matapencaharian dan usaha yang mapan dan berkelanjutan yang dimiliki dan dikelola oleh para petani-nelayan kecil maupun KPK. Jalur ini ditempuh melalui pelayanan pengembangan usaha dan keuangan mikro, yang membantu keluarga miskin di perdesaan memperkuat kapasitasnya di dalam menghasilkan pendapatan, sehingga mereka sanggup keluar dari kemiskinan secara berkelanjutan. Karena itu, usaha mikro dan keuangan mikro merupakan ruang lingkup strategis dari dukungan P4K terhadap petani-nelayan kecil. Introduksi instrumen pemberdayaan berjalur ganda tersebut di atas sebenarnya telah meletakkan perspektif keberlanjutan sejak awal. Upaya penanggulangan kemiskinan seyogyanya dijalankan untuk memberikan manfaat kepada penduduk miskin jauh melintasi rentang waktu proyek atau programnya, menjamin mereka keluar dari kemiskinan secara mandiri dan menyediakan kesempatan bagi mereka untuk secara terus-menerus meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya. Sedikitnya terdapat tiga elemen dalam disain P4K yang memperspektifkan keberlanjutan dampaknya. Pertama, upaya penanggulangan kemiskinan dijalankan tidak sebagai program derma (charity), melainkan sebagai upaya memperkuat kapasitas penduduk miskin berinteraksi dengan lingkungan mereka yang menjamin kelangsungan hidup mereka secara normal. Aspek kunci dari hal ini adalah fokus pada kapasitas mereka di dalam mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi, sebelum mengandalkan bantuan pihak lain. Termasuk juga dalam konteks ini adalah kapasitas mereka untuk menghasilkan pendapatan. P4K sejak awal memberikan bantuan modal kepada petani-nelayan kecil dalam bentuk pinjaman dari bank tanpa agunan, bahkan dengan skema bunga pinjaman mendekati skema komersial. Sikap ini ditempuh untuk membiasakan petani-nelayan kecil berada dalam lingkungan pelayanan normal, sehingga mereka 59

9 Harniati telah siap ketika mereka lepas dari program yang selama ini membantu mereka. Bahkan untuk mengakses pinjaman modal tersebut, petani-nelayan kecil harus menyusun rencana usaha yang terlebih dahulu harus dinilai aspek kelayakannya oleh petugas bank (account officer). Pinjaman modal itu sendiri diberikan secara bertahap, dengan jumiah pinjaman mulai dari Rp per anggota untuk tahap pertama sampai dengan Rp ,- per anggota untuk tahap 4 sampai 6. Dengan pendekatan ini P4K telah meletakkan kredit sebagai instrumen pembelajaran usaha bagi petani-nelayan kecii. Kedua, upaya penanggulangan kemiskinan perlu menjamin agar peningkatan pendapatan rumah tangga dimanfaatkan untuk memenuhi standar hidup layak bagi seluruh anggota keluarga miskin. Artinya, ruang lingkup penanggulangan kemiskinan tidak hanya berpusat pada sisi pendapatan rumah tangga, melainkan juga pada sisi pemanfaatan dari pendapatan tersebut. Bertambahnya pendapatan rumah tangga mereka seyogyanya digunakan pertama sekali untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar minimal mereka, baru kemudian dialokasikan untuk hal-hal yang bersifat produktif guna memperbesar kapasitas mereka menghasilkan pendapatan. Pada tahap ini mereka perlu mengalokasikan pengeluaran dari pendapatannya untuk memupuk aset mereka, baik melalui tabungan maupun menjalankan usaha mikro di perdesaan yang mendatangkan keuntungan bagi mereka. Ketiga, upaya penanggulangan kemiskinan perlu mengembangkan infrastruktur lokal untuk menjamin manfaat dapat dinikmati tidak cuma oleh generasi saat ini, tapi juga oleh generasi berikutnya, walaupun stimulasi program itu sendiri telah berakhir. Infrastruktur lokal tersebut biasanya mencakup: (i) kelembagaan masyarakat lokal yang menyediakan kesempatan bagi warga masyarakat untuk secara terus-menerus bisa bekerja sama, meningkatkan kepercayaan diri dan kemandiriannya, meningkatkan partisipasinya dalam pengambilan keputusan, meningkatkan posisi tawarnya terhadap pihak lain, dan mampu mempengaruhi keputusan-keputusan publik yang menyangkut kehidupan mereka; (ii) struktur pendidikan/pelatihan lokal di mana menyediakan kesempatan bagi pemenuhan kebutuhan pengetahuan dan ketrampilan tambahan bagi warga masyarakat; dan (iii) struktur sumber-sumber permodalan, baik yang mereka kelola sendiri maupun yang tersedia setempat dan bisa diakses oleh setiap warga masyarakat secara mudah. Hasil-hasil P4K Seperempat abad kiprah P4K telah mampu memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya KPK. Setelah melalui proses validasi yang diiakukan pada tahun 2003, sebagian KPK ada yang sudah tidak aktif, sehingga jumlah KPK yang aktif menjadi KPK dengan keseluruhan anggotanya berjumlah rumah tangga petani-nelayan kecil. KPK-KPK tersebut tersebar di desa, kecamatan, 127 kabupaten, dan 12 provinsi. Selain itu telah terbentuk Gabungan KPK sebanyak Sebanyak 35 Gabungan KPK telah berkembang menjadi koperasi dan sebanyak 205 telah menyelenggarakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Setelah terjadinya bencana gempa bumi dan gelombang pasang 60

10 Program-Program Sektor Pertanian yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan Tsunami di Provinsi NAD dan Sumatera Utara (Nias), pola P4K telah pula diterapkan untuk memberdayakan sejumlah warga masyarakat korban bencana. Dalam hal ini telah tumbuh 552 kelompok mandiri di 4 kabupaten di Provinsi NAD dan 2 kabupaten di Provinsi Sumateia Utara (Nias). Berdasarkan hasil Studi Dampak P4K tahun 2002 dan 2005, jumlah anggota rumah tangga petani-nelayan kecil adalah 4,1 jiwa. Dengan demikian P4K teiah melayani sekitar 2,5 juta jiwa penduduk miskin di perdesaan, di mana sekitar 2,1 juta jiwa di arttaranya telah keluar dari garis kemiskinan (diolah berdasarkan Hasil Studi Dampak P4K oleh BPS, tahun 2002 dan 2005). Untuk memfasilitasi dan melakukan pendampingan kepada sejumlah KPK tersebut, P4K memobilisasi orang petugas Penyuluh Pertanian, 474 orang di tingkat kabupaten/kota, dan 207 orang di tingkat provinsi. Semua petugas telah memperoleh sejumlah pelatihan, baik pelatihan dasar, pelatihan teknis, dan pelatihan khusus yang terkait dengan penyelenggaraan P4K. Jumlah pinjaman kelompok yang telah tersalurkan selarna Fase 3 mencapai Rp 1,3 trilyun untuk membiayai RUB (Rencana Usaha Bersama) yang disusun oleh KPK. Sebanyak Rp 1,1 trilyun di antaranya telah dikembalikan, dan sisanya Rp 218 milyar masih dalam proses pengangsuran. Dihitung dari jumlah realisasi kredit, tingkat tunggakan kredit yang ada mencapai 5,2 persen. Adapun pada pada implementasi program P4K dalam rangka penanggulangan bencana gempa bumi dan tsunami di Provinsi NAD dan Sumatera Utara, telah disalurkan dana Bantuan Usaha Ekonomi Produktif (BUEP) sebesar Rp 18,53 milyar sebagai modal pengembangan usaha mikro bagi kelompok-kelompok swadaya yang telah terbentuk. Sebagai kegiatan pendidikan bagi masyarakat miskin, P4K. telah mampu meningkatkan kapasitas anggota KPK untuk menjangkau berbagai pelayanan publik, termasuk pelayanan keuangan mikro. Selain meminjam uang dari BRI, KPK telah mempunyai tabungan di BRI sebesar Rp 19,4 milyar, dan tabungan di kelompok sebesar Rp 5,9 milyar. Pelajaran dari Pengalaman Pengalaman P4K selama seperempat abad ini telah menghasilkan sejumlah pelajaran penting. Pertama, penanggulangan kemiskinan tidak bisa dijalankan secara efektif hanya dengan mengandalkan terjadinya perbaikanperbaikan pada indikator ekonomi makro, namun harus dibarengi dengan program yang benar-benar langsung menjangkau dan mendampingi penduduk miskin. Hasil studi dampak P4K yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2002 dan 2005 mengungkapkan bahwa lebih dari 80 persen petani-nelayan kecil yang dilayani P4K telah keluar dari garis kemiskinan. Kedua, penduduk miskin bukanlah entitas yang tidak memiliki apa-apa (the have not), melainkan yang memiliki serba terbatas (the have little). Dengan pandangan seperti ini, maka sesungguhnya penduduk miskin memiliki modal manusia sebagaimana penduduk lain dan memiliki kapasitas untuk menolong diri 61

11 Harniati mereka sendiri (self-help). Kiprah P4K selama lebih dari dua dasawarsa ini sebenarnya memberikan penghargaan kepada sisi kemanusiaan penduduk miskin dengan membantu mereka menyadari dan menghargai potensi, kapasitas dan keterbatasannya, dan membantu mereka menemukan cara yang terbaik untuk memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraannya. Sejumlah kajian yang telah dilakukan makin mempertegas sikap dan pandangan tadi, bahwa menolong diri sendiri bukanlah sesuatu yang mustahil bagi penduduk miskin. Ketiga, kepercayaan diri penduduk miskin merupakan titik masuk utama (entry point) dari seluruh rangkaian membantu mereka keluar dari kemiskinan. Hal ini bukan semata-mata karena kepercayaan diri memegang peranan besar dalam mewujudkan kesediaan orang untuk berubah, melainkan juga karena kepercayaan diri penduduk miskin merupakan sisi yang paling banyak "terganggu" akibat kemiskinan. Pandangan umum sering mempersepsikan penduduk miskin sebagai kaum apatis. Pandangan yang sebenarnya keliru, karena sebenarnya penduduk miskin tidaklah apatis. melainkan kepercayaan dirinya terganggu akibat beban dan rumitnya kondisi kemiskinan yang telah dialaminya bertahun-tahun. P4K membantu penduduk miskin "memulihkan" kepercayaan dirinya bahwa sesungguhnya mereka sanggup keluar dari kemiskinan dan hidup sejajar dengan warga masyarakat lainnya. Hasil studi dampak yang dilakukan pada akhir fase kedua menemukan sejumlah perubahan yang terjadi dalam diri penduduk miskin anggota KPK, antara lain perubahan sikap dari para petani-nelayan kecil, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya; keyakinan mempunyai sesuatu kekuatan untuk memperbaiki kehidupan mereka. Hasil studi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2002 dan 2005 juga menemukan hal yang senada. Penduduk miskin merasakan empat manfaat paling penting menjadi anggota KPK, yakni meningkatkan kepercayaan diri, memperoleh kesempatan belajar dan berbagi pengalaman, bersosialisasi dengan masyarakat, dan memperoleh kesempatan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidupnya. Keempat, kelompok afinitas penduduk miskin merupakan instrumen yang amat efektif bagi penduduk miskin untuk mampu keluar dari kemiskinan. Pengalaman P4K menunjukkan bahwa dukungan kepada kelompok swadaya berbasis afinitas menyediakan kesempatan bagi penduduk miskin untuk membangun kepercayaan dirinya. Demikian pula, dinamika kelompok-kelompok seperti itu dapai memperkuat proses pembelajaran dan menyediakan sarana untuk berbagi pengalaman. Pada sisi lain, pengalaman P4K juga membuktikan bahwa kelompok-kdompok swadaya penduduk miskin yang berbasis afinitas mampu memenuhi sejumlah kriteria yang mencirikannva sebagai kelompok swadaya yang aktif dan sehat, seperti: (i) memiliki tujuan bersama; (iij menjalankan sistem manajemen kelompok; (iii) memberlakukan sistem manajemen keuangan kelompok; (iv) memberlakukan norma akuntabilitas kelompok; (v) membangun linkage; dan (vi) menjadi organisasi pembelajar meskipun bersifat non-formal. Kelima, penduduk miskin yang bergabung dalam kelompok-kelompok swadaya memiliki kemampuan dalam mengelola kredit (credit management) dan memenuhi kelayakan untuk dilayani dari perspektif perbankan. Praktek yang telah dijalankan oleh kelompok-kelompok petani-nelayan kecil, membuktikan pelajaran itu. Kemampuan mereka mengelola kredit untuk usaha-usaha mikro yang 62

12 Program-Program Sektor Pertanian yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan menguntungkan membuat mereka sanggup mengembalikan pinjaman dengan kinerja yang demikian baik. Banyak kelompok telah memberlakukan mekanisme simpan-pinjam terhadap dana bersama (common fund) yang mereka miliki, yang sebagian besar berasal dari tabungan mereka. Keenam, apa yang telah dijalankan P4K selama ini bekerja sama dengan BRI melalui dua jalur pelayanan (menyediakan kesempatan penduduk miskin meningkatkan kapasitas dirinya dan kesempatan meningkatkan pendapatan melalui pengelolaan usaha-usaha mikro), sesungguhnya merupakan suatu model yang telah teruji (fully-tested) dari sistem dan mekanisme partisipatif dan berkelanjutan untuk membantu penduduk miskin memperbaiki taraf hidup dan kesejahteraan keluarganya, melalui pencapaian kemandirian dan mengantarkan mereka keluar dari kemiskinan dengan kekuatan mereka sendiri. Beberapa Isu Penting Upaya penanggulangan kemiskinan yang efektif dan efisien, di mana pun, baru bisa dijalankan setelah kita memahami dan mengenali secara utuh dan menyeluruh tentang bagaimana sejatinya masalah kemiskinan itu berlaku, mencakup sifat kemiskinannya, akar penyebabnya, dan signifikansinya dalam masyarakat. Untuk itu, beberapa isu penting berikut ini kiranya perlu dipertimbangkan dalam merancang suatu aksi bersama menanggulangi kemiskinan yang berbasis pada kemampuan masyarakat mengatasi kemiskinan dengan kekuatan mereka sendiri. (1) Komitmen bersama. Adanya komitmen bersama, baik eksekutif, legislatif, dan seluruh komponen masyarakat di dalam menanggulangi kemiskinan melalui pendekatan dan prinsip-prinsip dasar yang sesuai. Komitmen bersama ini tidak hanya sekadar retorika semata, tetapi harus tergambar dalam program yang jelas, sistematis, dan terukur, yang berfokus pada investasi sumberdaya manusia (invest in people), serta adanya kemauan politik untuk menjalankan program tersebut dengan akuntabilitas publiknya. (2) Mobilisasi sumberdaya. Penanggulangan kemiskinan sesungguhnya merupakan suatu proses investasi sosial-ekonomi yang dalam banyak kasus rnembutuhkan waktu panjang, melewati sejumlah tahapan, serta membutuhkan kesabaran dan keteguhan semua pihak yang terlibat untuk menjalani keseluruhan tahapan dan keseluruhan proses secara konsisten. Konsekuensi logis penting dari hal tersebut adalah terjaminnya mobilisasi sumberdaya yang diperlukan guna penanggulangan kemiskinan, antara lain adalah dana dan sumberdaya manusia pada berbagai tingkatan wilayah yang terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Anggaran perlu disediakan. demikian pula para petugas yang bekerja secara sungguh-sungguh dan purna waktu untuk melayani penduduk miskin. (3) Rencana berbasis realitas dan dinamika masalah di akar rumput. Upaya penanggulangan kemiskinan harus betul-betul dibangun dengan mendasarkan pada realitas dan dinamika rnasalah yang dihadapi oleh mereka yang mengalami masalah kemiskinan. Oleh karena itu, perlu dipahami dan dikenali betul apa 63

13 Harniati sebenarnya akar masalah kemiskinan yang ada. Setiap kabupaten (bahkan kecamatan dan desa) perlu memiliki informasi dasar (baseline information) tentang seberapa besar potensi kemiskinan yang ada dan bagaimana profil kemiskinannya, Hal itu dapat terwujud dengan melakukan survei rumah tangga menyeluruh dengan melibatkan institusi yang punya pengalaman dalam hal itu ataupun petugas-petugas statistik yang ada di setiap kecamatan. Dengan demikian, dapat dihasilkan suatu pengetahuan seperti apa potensi kemiskinan itu berlaku. Apakah kemiskinan itu hanya sebagai kasus semata (hanya dialami oleh sejumlah rumah tangga saja), atau menyangkut sekelompok masyarakat tertentu, ataukah menyangkut suatu wilayah tertentu (kemiskinan merupakan realitas umum di wilayah tersebut). Respon terhadap masing-masing sifat kemiskinan tersebut tentulah berbeda-beda. Selain itu, perlu juga melakukan serangkaian lokakarya partisipatif pada berbagai tingkatan untuk menemukenali akar permasalahan kemiskinan yang ada. Implikasi dari itu semua adalah bahwa rencana aksi mestilah juga adaptif dan akomodatif terhadap realitas dan dinamika permasalahan yang ada di lapangan. (4) Implementasi secara konsisten. Upaya penanggulangan kemiskinan perlu dijalankan secara konsistensi sesuai dengan pendekatan dan prinsip dasar yang dianut, termasuk juga sesuai dengan proses-proses yang mendasarkan pada pendekatan dan prinsip dasar tadi. Untuk itu, perlu ditetapkan institusi yang diberi mandat dan bertanggung jawab menjalankan upaya penanggulangan kemiskinan pada tingkat lokal; menyiapkan petugas-petugas pendamping yang memiliki bekal sebagai pendamping masyarakat (community organiser) dan sanggup bekerja secara purnawaktu; mengembangkan sistem pelatihan pelugas dan penguatan kapasitas kelompok afinitas penduduk miskin; mengembangkan sistem insentif, penghargaan, promosi, dan sanksi yang mendasarkan pada kinerja penumbuhkembangan kemandirian masyarakat miskin. (5) Program yang belajar dari pengalaman. Upaya penanggulangan kemiskinan haruslah juga menyediakan ruang yang cukup untuk mendayagunakan pengalaman empirik di lapangan sebagai sumber belajar guna secara terusmenerus menyempurnakan program itu sendiri. Untuk itu, perlu dikembangkan suatu sistem pemantauan, evaluasi, dan penilaian dampak (manfaat) yang mendasarkan pada sejumlah indikator kemandirian masyarakat miskin, baik dari aspek sosial, ekonomi, maupun politik. Hasil dari sistem seperti itu seyogyanya menjadi masukan dalam penyempurnaan program dan penyusunan rencana yang betul-betul bersumber dari pengalaman dan reaiitas Iapangan. KESIMPULAN Kebijakan pembangunan pertanian yang.berorientasi pada kesejahteraan petani seyogyanya berisi kebijakan-kebijakan tentang penanggulangan kemiskinan. karena dalam kenyataan petani yang lahan garapannya sangat sempit (petani gurem) selalu berpola nafkah ganda, yaitu tidak mungkin menggantungkan pendapatannya hanya dari usahatani saja tetapi juga dari usaha-usaha lain di luar usahatani (off-farm). 64

14 Program-Program Sektor Pertanian yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan Dari pengalaman pelaksanaan berbagai program dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya masyarakat miskin mempunyai kemampuan menemukan jalannya sendiri untuk mengatasi masalah kemiskinan yang mereka hadapi (discovery learning). Kapasitas yang telah terbukti dapat tumbuh sejalan dengan karakter positif ditunjukkan, antara lain, oleh: (i) kemampuan menabung; (ii) kemampuan dan kesadaran membayar kembali pinjaman modal; (iii) kemampuan berperan serta dalam kancah ekonomi secara mikro; (iv) kemampuan berorganisasi; dan (v) kemampuan bekerja sama dengan pihak lain. Pemerintah dapat membantu mempercepat proses discovery learning tersebut melalui: (1) pemberdayaan masyarakat miskin itu sendiri, yaitu memperkuat kekuatan akses masyarakat miskin kepada sumberdaya yang tersedia berdasarkan kekuatan sendiri, misal dengan peningkatan kapasitas kelembagaan serta peningkatan pendapatan mereka, dan (2) kemudahankemudahan, yaitu dengan mengurangi beban-beban hidup masyarakat miskin, misal dengan meringankan akses terhadap pelayanan kesebatan, pendidikan, dan kebutuhan pokok. Dalam pemberdayaan masyarakat miskin kiranya pemahaman ruang lingkup fasilitas yang harus disediakan perlu disesuaikan dengan tingkat kapasitas masyarakal miskin itu sendiri. Hal ini dapat digambarkan dalam suatu analogi yang dimulai dari pertanyaan: diberi ikan atau diberi pancing?" Jawaban dari pertanyaan itu dapat bersifat multidimensi seperti analogi berikut: (1) diberi ikan agar punya tenaga untuk bekerja; (2) juga diberi pancing agar bisa mencari ikan; (3) diberdayakan, dilatih, dididik agar dapat menangkap ikan dengan baik;: (4) dilindungi sungai/danau/lautnya agar tidak harus bersaing secara tidak adil dengan 'trawl' atau kapal-ikan besar (Bayu Krisnamurthi, 2006). Perlu kiranya dipahami bahwa dalam penanggulangan dan pengurangan kemiskinan terdapat hak dan kewajiban azasi bagi pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan warga masyarakat, maupun masyarakat miskin sendiri. DAFTAR PUSTAKA Anonim Pengentasan Kemiskinan Perlu Sirategi Yang Tepat dan Cepat. Harian Padang Ekspres, 12 April Arifin, Bustanul Kemiskinan, Bank Dunia, dan Revitalisasi Pertanian. Kompas Online, 11 Desember Badan Pengembangan SDM Pertanian Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Sektor Pertanian dan Perdesaan. Presentasi Kepala Badan PSDMP pada acara Rakernas Badan PSDMP tahun Badan Pengembangan SDM Pertanian P4K Seperempat Abad. Hasil, Dampak, Permasalahan, Isu Penting dan Kebijakan Departemen Pertanian tentang P4K Pasca Makalah disampaikan kepada peserla Apresiasi Keberlanjutan Pengelolaan Program P4K Pasca 2005 oleh Pemda Kabupaten/Kota, Jakarta, 2 Maret

15 Harniati Badan Pusat Statistik Tingkat Kemiskinan di Indonesia Tahun Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik. No. 38/07/Th. X. 2 Juli Gaduh, Arya B Harga Beras yang Tinggl juga Merugikan Petani. Bali Post Online, 14 Januari < W14/potret.htm!>. Karyadi, Ukay Politik Pertanian untuk Kesejahteraan Petani. Harian Sinar Harapan, Kamis, 09 Februari Available online at co.id/berita/0602/09/opi02.html Khomsan, Ali Impor Beras, Ketahanan Pangan, dan Kemiskinan Petani. Kompas Online, Kamis, 18 Desember Khudori Petani, Kemiskinan, dan Reforma Agraria. Available online at perpustakaan.bappenas.go.id/pls/kliping/data_access.show_file_clp. Krisnamurthi, Bayu P4K dalam Perspektif Penanggulangan dan Pengurangan Kemiskinan. Bahan Presenlasi pada Apresiasi Keberlanjutan Pengelolaan Program P4K Pasca Badan Pengembangan SDM Pertanian, Departemen Pertanian Jakarta, 2 Maret Kriswanta, G Petani Miskin, Mengapa Impor Beras? Kompas Online, 16 Desember Mubyarto Pembangunan Pertanian dan Penanggulangan Kemiskinan. Paper pada Workshop "Agriculture Policy for The Future", UNSFIR, Jakarta Februari Murniningtyas, E., Harniati, N. Syafaat Poverty Alleviations through Agriculture and Rural Development in Indonesia. Country Paper pada Workshop on Pro Poor Policy Formulation, Dialogue and Implementation at the Country Level di Bangkok. Nashrullah, Annas, KH Mentan : 70% Angka Kemiskinan Disumbang Petani. Available online at Nasser, G.A Petaniku Sayang, Petaniku Malang. Available online at Rabu, 4 Juli Nofie, Iman Beras Sebagai Sumber Kemiskinan. Available online at Pur Mentan: Tingkat Kemiskinan Petani Masih Tinggi. Republika Online, Selasa, 29 Agustus Sahdan, Gregorius Kemiskinan Desa: Menanggulangi Kemiskinan Desa. STPMD "APMD" Jurusan Pemerintahan, Yogyakarta. Santosa, Iwan Kemakmuran Rakyai Masih Impian. Kompas Online, Sabtu, 09 April Sirnanjuntak, Togi Tanah untuk Petani Miskin. Available online at Soetoprawiro, Koerniatmanto Hukum bagi Si Miskin. Available Online at Suhartiningsih, Wiwik Busang Lapar dan Hunger Paradox. Republika Online, 04 Juni Sulaeman, H. Hendi Dhua'fa dan Mustadh'afin. Pikiran Rakyat. 28 Januari

16 Program-Program Sektor Pertanian yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan Syufri, Ahmad Memberdayakan Sumber Daya Manusia Petani-Nelayan. Harian Haluan. Senin, 26 Desember hal 5. Tarigan, Azhari Akmal Nelayan. Kemiskinan Struktural dan BPR Syariah. Waspada Online, 24 Maret waspada/ mimbar_jurnal/ artikel.php?article id. Ynt Pemerintah Harus Selesaikan Masalah Kemiskinan. KOMPAS Online. 07 Juni Yudhoyono, SB. dan Harniati Pengurangan Kemiskinan di Indonesia. Mengapa Tidak Cukup dengen Memacu Pertumbuhan Ekonomi? Brighten Press, Bogor. 67

Sektor Pertanian yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan. Program-Program. Badan Pengembangan SDM Pertanian Departemen Pertanian /3/2007 1

Sektor Pertanian yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan. Program-Program. Badan Pengembangan SDM Pertanian Departemen Pertanian /3/2007 1 Program-Program Sektor Pertanian yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan Badan Pengembangan SDM Pertanian Departemen Pertanian 2007 9/3/2007 1 Outline Pendahuluan Peran Departemen Pertanian P4K, Model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan, I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tahun 2002 pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

Mendorong masyarakat miskin di perdesaan untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia

Mendorong masyarakat miskin di perdesaan untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia IFAD/R. Grossman Mendorong masyarakat miskin di perdesaan untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia Kemiskinan perdesaan di Indonesia Indonesia telah melakukan pemulihan krisis keuangan pada tahun 1997 yang

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

INDONESIA NEW URBAN ACTION

INDONESIA NEW URBAN ACTION KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR WILAYAH KEMITRAAN HABITAT Partnership for Sustainable Urban Development Aksi Bersama Mewujudkan Pembangunan Wilayah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan

I. PENDAHULUAN. adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya masalah kemiskinan berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA Abstrak Upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia telah menjadi prioritas di setiap era pemerintahan dengan berbagai program yang digulirkan. Pengalokasian anggaran

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan sebagai suatu masalah sosial ekonomi telah merangsang banyak kegiatan penelitian yang dilakukan berbagai pihak seperti para perencana, ilmuwan, dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH

BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH BAB VII ISU STRATEGIS DAN RENCANA AKSI DAERAH 7.1. Isu Strategis Berbagai masalah yang dialami oleh miskin menggambarkan bahwa kemiskinan bersumber dari ketidakberdayaan dan ketidakmampuan dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : IRMA NURYANI L2D 001 436 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. HM Idham Samawi Bupati Bantul Jika ada yang mengatakan bahwa mereka yang menguasai pangan akan menguasai kehidupan, barangkali memang benar. Dalam konteks negara dan perkembangan

Lebih terperinci

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim

Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN Situasi pangan dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat perubahan iklim global yang menuntut Indonesia harus mampu membangun sistem penyediaan pangannya secara mandiri. Sistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini yang merupakan bagian penutup dari laporan penelitian memuat kesimpulan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang perlu dikemukakan demi keberhasilan proses

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara agraris karena dari 186 juta hektar luas daratan Indonesia sekitar 70 persennya lahan tersebut digunakan untuk usaha pertanian. Selain daratan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah kemiskinan masih tetap menjadi masalah fenomenal yang masih belum dapat terselesaikan hingga

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) atau Support for Poor and Disadvantaged Area (SPADA) merupakan salah satu program dari pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Keterbatasan modal merupakan permasalahan yang paling umum terjadi dalam usaha, terutama bagi usaha kecil seperti usahatani. Ciri khas dari kehidupan petani adalah perbedaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 lalu, membawa dampak yang sangat besar terhadap hampir semua lapisan masyarakat. Angka kemiskinan dan pengangguran

Lebih terperinci

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha I. Pendahuluan Situasi krisis yang berkepanjangan sejak akhir tahun 1997 hingga dewasa ini telah memperlihatkan bahwa pengembangan

Lebih terperinci

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep

Tabel 6.1 Strategi dan Arah Kebijakan Kabupaten Sumenep Tabel 6.1 Strategi dan Kabupaten Sumenep 2016-2021 Visi : Sumenep Makin Sejahtera dengan Pemerintahan yang Mandiri, Agamis, Nasionalis, Transparan, Adil dan Profesional Tujuan Sasaran Strategi Misi I :

Lebih terperinci

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Pendekatan Kultural Pendekatan Struktural Model Pendekatan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan 1. Pendekatan Kultural adalah program

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN BAGIAN 2. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN 25 TUJUAN 1: TUJUAN 2: TUJUAN 3: TUJUAN 4: TUJUAN 5: TUJUAN 6: TUJUAN 7: Menanggulagi Kemiskinan dan Kelaparan Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Mendorong Kesetaraan

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luas wilayah lautan atau perairan di provinsi Riau 235.366.Km2 atau 71,33% dari luas total wilayah provinsi Riau. Bahkan jika mengacu pada Undang- Undang Nomor 5 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan air laut di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan termasuk didalamnya berbagai upaya penanggulangan kemiskinan, sesungguhnya adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi masyarakat menuju ke arah yang

Lebih terperinci

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO 1 VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO V I S I Riau Yang Lebih Maju, Berdaya Saing, Berbudaya Melayu, Berintegritas dan Berwawasan Lingkungan Untuk Masyarakat yang Sejahtera serta Berkeadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat perkembangan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat perkembangan pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat perkembangan pembangunan yang telah dilakukan bangsa itu sendiri. Pembangunan merupakan proses perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. REKOMENDASI KEBIJAKAN 8.1. Rekomendasi Kebijakan Umum Rekomendasi kebijakan dalam rangka memperkuat pembangunan perdesaan di Kabupaten Bogor adalah: 1. Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat, adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

STUDI PELAKSANAAN KREDIT PERBAIKAN RUMAH SWADAYA MIKRO SYARIAH BERSUBSIDI DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

STUDI PELAKSANAAN KREDIT PERBAIKAN RUMAH SWADAYA MIKRO SYARIAH BERSUBSIDI DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR STUDI PELAKSANAAN KREDIT PERBAIKAN RUMAH SWADAYA MIKRO SYARIAH BERSUBSIDI DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: LATIFAH HANUM A. M. L2D 005 372 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja paling banyak di Indonesia dibandingkan dengan sektor lainnya. Badan Pusat Statistik (2009) melaporkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan yang dihadapi negara yang berkembang memang sangat kompleks. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Karena itu, kesehatan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kaum perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas sangat diperlukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin, kepada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) berbadan hukum koperasi telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional. Tenaga kerja yang diserap industri rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Acuan Kebijakan Kemiskinan merupakan masalah multidimensi. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN - 115 - BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Visi dan Misi, Tujuan dan Sasaran perlu dipertegas dengan upaya atau cara untuk mencapainya melalui strategi pembangunan daerah dan arah kebijakan yang diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan ,80 km², kota

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan ,80 km², kota 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan 34.623,80 km², kota Bandar Lampung merupakan Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung yang memiliki

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N P E N D A H U L U A N Latar Belakang Krisis di Indonesia berlangsung panjang, karena Indonesia memiliki faktor internal yang kurang menguntungkan. Faktor internal tersebut berupa konflik kebangsaan, disintegrasi

Lebih terperinci

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tapin tahun 2013-2017 selaras dengan arah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya PENDAHULUAN Latar Belakang Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya secara individu maupun kelompok bila berhadapan dengan penyakit atau kematian, kebingungan dan ketidaktahuan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah Desa Rusak Tidak Total Kabupaten/Kota

I. PENDAHULUAN. Jumlah Desa Rusak Tidak Total Kabupaten/Kota I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten dari beberapa kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengalami kerusakan akibat tsunami. Dari 204 desa yang

Lebih terperinci

BINTAN BERTUAH, NEGERI BERMARWAH

BINTAN BERTUAH, NEGERI BERMARWAH BINTAN BERTUAH, NEGERI BERMARWAH Menuju BINTAN SEJAHTERA Visi Dan Misi Oleh Drs. H. KHAZALIK INDRA SETIAWAN,SST BINTAN, JUNI 2015 0 DAFTAR ISI I. LATAR BELAKANG 1 II. PERMALAHAN DAN TANTANGAN 2 A. PERMASALAHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan-pelayanan sosial personal yang tergolong sebagai pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan-pelayanan sosial personal yang tergolong sebagai pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.5 Latar Belakang Masalah Di negara yang sedang berkembang, daftar pelayanan sosial mencakup pelayanan-pelayanan sosial personal yang tergolong sebagai pelayanan kesejahteraan sosial

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi kerakyatan, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 33 UUD 1945, adalah sebuah sistem perekonomian yang ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Sistem

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN Oleh : Sumaryanto Sugiarto Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci