BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan bagian dari pengamalan Pancasila dan
|
|
- Yenny Santoso
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan bagian dari pengamalan Pancasila dan pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diarahkan pada peningkatan harkat, martabat, kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, baik material maupun spriritual. 1 Tidak mengherankan, jika hubungan industrial di Indonesia ini menganut pula hubungan industrial yang berlandaskan pengamalan nilai-nilai Pancasila, atau disebut dengan hubungan industrial Pancasila. Pendekatan Pancasila menjadi tolak ukur utama dalam hubungan industrial karena adanya proses musyawarah mufakat baik formal maupun informal yang bersandar pada peraturan positif dan kenyataan berdasarkan kepentingan nasional. 2 Hubungan industrial Pancasila ini menghendaki adanya situasi yang kondusif serta harmonis antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Terbentuknya komunikasi yang baik antara pekerja dan pengusaha, serta adanya persamaan derajat antara semua elemen yang ada di perusahaan dalam hubungan kerja menjadi konsep dasar hubungan industrial Pancasila. Arahnya, adalah untuk menciptakan sistem dan kelembagaan yang ideal, 1 Adrian Sutedi, 2009, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm Craig Johnson, 2013, Pembangunan Tanpa Teori: Kuasa Pengetahuan dan Perubahan Sosial, Resist Book, Yogyakarta, hlm. 116.
2 2 sehingga, tercipta kondisi yang produktif, harmonis, dinamis dan berkeadilan. 3 Dengan kata lain, hubungan industrial yang ideal menurut konsep hubungan industrial Pancasila merupakan hubungan industrial yang damai dan kondusif, atau singkatnya diterjemahkan sebagai hubungan industrial yang tanpa konflik. Kenyataannya, mewujudkan hubungan industrial sesuai dengan konsep hubungan industrial Pancasila tidak semudah yang dibayangkan. Seperti yang kita ketahui, dunia ketenagakerjaan di Indonesia merupakan dunia yang sarat akan konflik kepentingan. Perbedaan tujuan yang mendasar antara pekerja/buruh dengan pengusaha merupakan sumber konflik kepentingan tersebut. Di satu sisi pengusaha mengejar keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi, termasuk upah pekerja/buruh serendah-rendahnya dengan menuntut produktivitas mereka setinggi-tingginya, sementara di sisi lain pekerja/buruh tujuannya untuk mendapatkan penghasilan sebesar-besarnya, dengan harapan tenaga atau produktivitas yang dikeluarkan serendah-rendahnya. Kondisi hubungan industrial juga semakin parah dengan adanya ketidaksetaraan hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Ketidaksetaraan hubungan antara pekerja dan pengusaha menjadikan hubungan tersebut sebagai sebuah hubungan yang cenderung eksploitatif dan bersifat sepihak. 4 Posisi pekerja/buruh yang lebih subordinat dibanding dengan pengusaha terutama disebabkan adanya ketimpangan ekonomi di antara keduanya, yang membuat posisi tawar pekerja/buruh menjadi lebih lemah. Dengan fakta seperti itu, konsep yang dibentuk dalam hubungan industrial Pancasila 3 Adrian Sutedi, Op.cit, hlm Ari Hernawan, 2013, Ketidakadilan dalam Norma dan Praktik Mogok Kerja di Indonesia, Udayana University Press, Denpasar, hlm. 1.
3 3 cenderung menjadi slogan belaka. Rumusan yang sangat baik yang dicita-citakan konsep hubungan indsutrial Pancasila menjadi tidak bermanfaat karena tidak sejalan dengan realitas yang ada. Istilah pengusaha adalah mitra buruh dan buruh adalah mitra pengusaha hanyalah samar-samar ditemui dalam pelaksanaannya. 5 Ketidaksetaraan hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh kerap kali membuat pelaksanaan dalam hubungan industrial maupun hubungan kerja menjadi tidak harmonis. Ketidakharmonisan hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh salah satunya disebabkan adanya perbedaan pendapat terkait pemenuhan hak-hak normatif pekerja/buruh dalam hubungan kerja oleh pengusaha. Ketidakharmonisan tersebut tak jarang berubah menjadi konflik, bahkan meruncing hingga menjadi sebuah perselisihan hubungan industrial. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 22 serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 1 angka 1 mendefinisikan perselisihan hubungan industrial sebagai perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Perselisihan hubungan industrial yang paling sering ditemui adalah perselisihan hak, yaitu ada kesepakatan dan hak normatif yang tidak dilaksanakan. 6 Perselisihan hak tersebut terjadi antara pengusaha dengan pekerja/buruh, dan biasanya mengenai hak 5 Adrian Sutedi, Op.cit, hlm Danang Dermawan, 2014, Pemenuhan Hak Pekerja Akibat Mogok Kerja di PT. Jogja Tugu Trans Yogyakarta, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 6.
4 4 normatif berupa upah. Paket Undang-Undang Ketenagakerjaan pasca reformasi, melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa penyelesaian perselisihan hubungan industrial sebisa mungkin dilakukan dengan jalan damai, melalui perundingan. Forum penyelesaian secara bipartit merupakan tahapan yang wajib dilakukan oleh pengusaha dengan pekerja/buruh dalam upaya penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Seringkali perundingan bipartit ini berujung dengan jalan buntu atau yang sering disebut dengan gagal runding akibat kedua belah pihak saling bertahan kepada tuntutannya masing-masing. Sebagai akibat dari meruncingnya perselisihan hubungan industrial akibat gagalnya perundingan, kedua belah pihak yaitu pengusaha dan pekerja/buruh oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dipersenjatai untuk mengusahakan hak mereka masing-masing, yakni pengusaha melalui jalan penutupan perusahaan atau lock out, sementara dari sisi pekerja/buruh diberikan jalan berupa mogok kerja atau strike. Jika dibandingkan dengan lock out, mogok kerja ini lebih sering terjadi. 7 Melalui mogok kerja, pekerja/buruh dituntut kecakapannya untuk memperjuangkan pelaksanaan hak-hak mereka. 8 Mogok kerja merupakan bentuk gerakan protes, yang juga bagian dari usaha merundingkan perbaikan hubungan indsutrial, namun dilakukan bila tidak terdapat alternatif lain untuk menuntut hak mereka. 9 7 Ari Hernawan, Op.cit, hlm Adrian Sutedi, Op.cit, hlm D. Koeshartono dan M.F. Shellyana Junaedi, 2005, Hubungan Industrial: Kajian Konsep dan Permasalahan, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, hlm. 108.
5 5 Mogok kerja dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 1 angka 23 diartikan sebagai tindakan pekerja/buruh yang direncanakan secara bersama-sama dan/atau oleh serikat pekerja/serikat buruh untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. Pada praktiknya, cara pekerja menyampaikan tuntutan dan aspirasinya dalam mogok kerja juga cenderung dilakukan dengan tindakan yang dapat menarik perhatian masyarakat, misalnya sebagian pekerja merusak perusahaan atau long march dari perusahaan ke kantor DPR, DPRD atau Komnas HAM sambil menggelar sejumlah poster berisi kecaman terhadap perusahaan atau pejabat pemerintahan berkaitan dengan kebijakan yang dikeluarkannya di bidang ketenagakerjaan. 10 Menilik kenyataan pada praktik seperti itu, sudah sepantasnya mogok kerja diatur dalam rangka pembatasan hak mogok untuk meminimalisasi dampak negatifnya. Pembatasan mogok kerja merupakan satu hal yang dapat dilakukan, karena menurut International Labour Organization (ILO) tidak boleh ada larangan mogok kerja, yang diperbolehkan adalah pembatasan mogok kerja. 11 Mogok kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dari Pasal , selain itu termuat pula dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 232 Tahun 2003 Tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 368.Kp Tentang Prosedur Mogok Kerja dan Penutupan Perusahaan (Lock Out). Mogok kerja merupakan hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/buruh, hal ini secara tegas dan eksplisit dimuat dalam Pasal 137 Undang-Undang Nomor Ari Hernawan, Op.cit, hlm Ibid, hlm. 4.
6 6 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Mogok kerja baru dapat dilakukan apabila terjadi gagal runding, yaitu apabila tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dapat disebabkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan atau perundingan mengalami jalan buntu. Sehingga tanpa adanya suatu perselisihan yang mengalami jalan buntu, mogok kerja tidak dapat dilakukan. Mogok kerja ini merupakan hal yang menarik, karena memberikan kesempatan bagi pekerja/buruh yang secara posisional sifatnya lebih subordinat dari pengusaha untuk melakukan protes dan memperjuangkan hak-hak mereka. Diharapkan dengan mogok kerja, yaitu memperlambat atau menghentikan pekerjaan, kegiatan produksi pengusaha menjadi terhambat, sehingga pengusaha menyadari peran pekerja/buruh dalam proses produksinya, yang kemudian memberikan kesempatan pekerja/buruh untuk menyampaikan pendapatnya. Mogok kerja ini merupakan tindakan yang bersifat kolektif yang dilakukan secara bersama-sama, sehingga tidak dapat dilakukan oleh hanya satu pekerja/buruh saja. Ini artinya, pemogokan harus melibatkan lebih dari satu pekerja, jika hanya seorang pekerja saja yang melakukan mogok kerja tidak akan memperoleh perlindungan hukum, karena hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mogok kerja. 12 Mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja/buruh juga harus dilakukan secara sah atau yang disebut dengan mogok kerja sah, dalam arti pekerja/buruh dalam melakukan mogok kerja harus memenuhi ketentuan Pasal 140 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketengakerjaan. Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain, sekurangkurangnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok kerja dilaksanakan wajib 12 Ari Hernawan, Keseimbangan Hak dan Kewajiban Pekerja dan Pengusaha dalam Mogok Kerja, Mimbar Hukum, Volume 32, Nomor 3, Oktober 2012, hlm. 422.
7 7 memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi ketenagakerjaan setempat yang memuat waktu dimulai dan diakhiri mogok kerja, tempat mogok kerja, alasan mogok kerja serta tanda tangan penanggung jawab mogok kerja. Aturan mengenai mogok kerja tidak berlaku universal untuk semua jenis perusahaan. Hal ini terbukti pada Pasal 139 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang mengatur berbeda mengenai ketentuan mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia. Pasal 139 tersebut berbunyi sebagai berikut pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain. Pasal 139 tersebut secara spesifik membedakan perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan jiwa orang lain, dengan kata lain perusahaan tersebut tidak sama dengan perusahaan-perusahaan biasa lainnya, sehingga pengaturan mogok kerjanya pun harus diatur secara berbeda. Menariknya, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sendiri tidak memberikan definisi yang jelas dan pasti mengenai perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa orang lain. Pada penjelasan Pasal 139 tersebut hanya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia adalah rumah sakit, dinas pemadam kebakaran, penjaga
8 8 pintu perlintasan kereta api, pengontrol pintu air, pengontrol arus lalu lintas udara dan pengontrol arus lalu lintas laut. Pada kenyataannya, terdapat pekerja/buruh dari perusahaan yang masuk pada kategori di Penjelasan Pasal 139 tersebut yang melakukan mogok kerja. Contohnya di Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri, pada hari Rabu tanggal 27 November 2013 silam, ratusan dokter dari berbagai rumah sakit dan berbagai spesialis menggelar aksi mogok kerja di RSUP Sardjito Yogyakarta mulai pukul WIB. 13 Dilihat dari alasan mogok kerja yang dilakukan dokter RSUP Sardjito Yogyakarta tersebut, menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan tidak termasuk kategori mogok kerja, karena tidak didasari adanya perundingan yang gagal akibat perselisihan hubungan industrial, melainkan hanya aksi solidaritas rekan sejawat dalam kaitan kasus pidana terhadap dr. Ayu. Selain rumah sakit, untuk kategori pengontrol arus lalu lintas udara, di Yogyakarta, pekerja/buruh PT. Angkasa Pura I Bandara Adisutjipto Yogyakarta juga pernah melakukan mogok kerja. Selama sehari penuh tanggal 9 Mei 2008, sekitar 200 pekerja/buruh anggota Serikat Pekerja PT. Angkasa Pura I Bandara Adisutjipto melakukan mogok kerja dalam kaitan tuntutan hak mereka kepada direksi yang berkaitan dengan peningkatan gaji pokok, tunjangan hari tua dan tunjangan kerja Abdul Hamied Razak, Dokter di RSUP Dr. Sardjito Gantung Jas, diakses tanggal 7 Oktober Anonim, Karyawan Bandara Adisutjipto Sepakat Mogok, k, diakses tanggal 7 Oktober 2014.
9 9 Pasal 139 juga mengatur bahwa mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja/buruh pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur sedemikan rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan/atau membahayakan keselamatan orang lain. Lebih lanjut, Penjelasan Pasal 139 tersebut mencantumkan bahwa pemogokan diatur sedemikian rupa adalah pemogokan yang dilakukan oleh para pekerja/buruh yang sedang tidak menjalankan tugas. Hal tersebut menjadi sangat menarik, karena seperti yang telah diatur dalam Pasal 1 angka 23, definisi mogok kerja pada intinya merupakan tindakan yang bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan. Jika mogok kerja pada perusahaan tersebut dilakukan oleh pekerja/buruh yang sedang tidak menjalankan tugas, maka mogok kerja tersebut seperti kehilangan esensinya, yaitu untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan yang menghasilkan tekanan kepada pengusaha dalam rangka upaya memperjuangkan hak-hak mereka yang dilanggar oleh pengusaha. Lebih rinci lagi, dikaitkan dengan ketentuan Pasal 145 yang menentukan bahwa dalam hal pekerja/buruh yang melakukan mogok kerja secara sah dalam melakukan tuntutan hak normatif yang sungguh-sungguh dilanggar oleh pengusaha, pekerja/buruh berhak mendapatkan upah, hal ini berarti secara eksplisit Undang- Undang menentukan bahwa pekerja/buruh pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia yang melakukan mogok kerja secara sah berhak mendapatkan upah. Tetapi, ketentuan ini seakan bertabrakan dengan ketentuan Pasal 93 yang menentukan bahwa upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak
10 10 melakukan pekerjaan atau disebut dengan asas no work no pay. Pekerja/buruh yang mogok kerja berdasarkan Pasal 139 merupakan pekerja/buruh yang sedang tidak bertugas, yang otomatis pada hari ketika pekerja/buruh tersebut mogok kerja semestinya ia tidak mendapatkan upah, namun, ketentuan Pasal 145 menyebutkan apabila mogok kerja dilakukan secara sah, maka ia berhak mendapatkan upah. Lantas bagaimana perhitungan upah pekerja/buruh tersebut? Hal ini menjadi sangat menarik untuk diteliti implementasinya, terlebih ketentuan mengenai mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia hanya terdapat dalam satu pasal saja yakni Pasal 139 beserta penjelasannya, dan tidak diatur lebih lanjut pada peraturan perundang-undangan pelaksanaan lainnya. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut, yang hasilnya dituangkan dalam bentuk penulisan hukum dengan judul Implementasi Mogok Kerja Sebagai Hak Dasar Pekerja/Buruh dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang Bekerja pada Perusahaan yang Melayani Kepentingan Umum dan/atau Perusahaan yang Jenis Kegiatannya Membahayakan Keselamatan Jiwa Manusia (Studi Kasus Mogok Kerja di PT. Angkasa Pura I Bandara Adisutjipto Yogyakarta).
11 11 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, dapat diambil rumusan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah ketentuan mengenai mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia yang menghendaki bahwa pelaksanaan mogok kerja diatur sedemikian rupa, yaitu pemogokan dilakukan oleh para pekerja/buruh yang tidak sedang menjalankan tugas sudah sesuai dengan hakekat mogok kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada kasus mogok kerja di PT. Angkasa Pura I Bandara Adisutjipto Yogyakarta? 2. Bagaimana penyelesaian pemberian hak atas upah bagi pekerja/buruh yang mogok secara sah pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia, dikaitkan dengan asas no work no pay pada kasus mogok kerja di PT. Angkasa Pura I Bandara Adisutjipto Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui kesesuaian ketentuan mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya
12 12 membahayakan keselamatan jiwa manusia dengan hakekat mogok kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada kasus mogok kerja di PT. Angkasa Pura I Bandara Adisutjipto Yogyakarta. b. Untuk mengetahui penyelesaian pemberian hak atas upah bagi pekerja/buruh yang mogok secara sah pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia jika dikaitkan dengan asas no work no pay pada kasus mogok kerja di PT. Angkasa Pura I Bandara Adisutjipto Yogyakarta. 2. Tujuan Subjektif Tujuan subjektif dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data-data guna menyusun penulisan hukum sebagai salah satu syarat untuk meraih derajat S-1 di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran yang dilakukan penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penulisan hukum dengan judul Implementasi Mogok Kerja Sebagai Hak Dasar Pekerja/Buruh dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh bagi Pekerja/Buruh yang Bekerja pada Perusahaan yang Melayani Kepentingan Umum dan/atau Perusahaan yang Jenis Kegiatannya Membahayakan Keselamatan Jiwa Manusia (Studi Kasus Mogok Kerja di PT. Angkasa Pura I Bandara Adisutjipto
13 13 Yogyakarta), belum pernah dilakukan. Penulis menemukan beberapa penulisan hukum yang membahas mengenai mogok kerja, yaitu: 1. Ari Hernawan, Tahun 2011, dengan judul Pengaturan dan Implementasi Mogok Kerja di Indonesia. Penelitian ini menitikberatkan pada ketentuan mogok kerja dari segi teksnya dengan metode hermeneutika hukum untuk mencari kesesuaian filosofi Hubungan Industrial Pancasila dengan peraturan ketenagakerjaan yang berkenaan dengan mogok kerja dan perimbangan hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha dalam peraturan ketenagakerjaan yang berkenaan dengan mogok kerja Andik Widianto, Tahun 2012, dengan judul penulisan hukum Tinjauan Yuridis Mengenai Mogok Kerja Pengurus Unit Kerja Federasi Serikat Pekerja Niaga, Bank, dan Asuransi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia PT. ALFA Retailindo, Tbk Yogyakarta. Penelitian ini menitikberatkan pada sebab terjadinya permasalahan mogok kerja yang dilakukan oleh Pengurus Unit Kerja Federasi Serikat Pekerja Niaga, Bank, dan Asuransi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK FSP NIBA KSPSI) PT. ALFA Retailindo, Tbk Yogyakarta yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Danang Dermawan, Tahun 2014, dengan judul penulisan hukum Pemenuhan Hak Pekerja Akibat Mogok Kerja di PT. Jogja Tugu Trans Yogyakarta. 15 Ari Hernawan, 2011, Pengaturan dan Implementasi Mogok Kerja di Indonesia, Disertasi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm Andik Widianto, 2012, Tinjauan Yuridis Mengenai Mogok Kerja Pengurus Unit Kerja Federasi Serikat Pekerja Niaga, Bank, dan Asuransi Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia PT. ALFA Retailindo, Tbk Yogyakarta, Penulisan Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 8.
14 14 Penelitian ini menitikberatkan pada faktor penyebab dan pemenuhan hak pekerja akibat mogok kerja di PT. Jogja Tugu Trans Yogyakarta. 17 Ketiga judul hasil penelitian di atas, tidak identik dengan penelitian yang dilakukan penulis meskipun memiliki tema yang sama yakni mengangkat tema mogok kerja. Adapun penelitian yang dilakukan oleh penulis menitikberatkan pada tinjauan kesesuaian ketentuan mengenai mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia dengan hakekat mogok kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, beserta penyelesaian pemenuhan hak atas upah bagi pekerja/buruh pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia yang melakukan mogok kerja secara sah terkait asas no work no pay. Penelitian ini memfokuskan pada pelaksanaan mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia. Dengan demikian, penelitian ini dianggap memenuhi kaidah keaslian penelitian dan dapat dinyatakan bahwa penelitian ini merupakan karya orisinil, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Apabila ditemukan hasil penelitian yang sama atau hampir sama setelah penelitian ini selesai dilakukan, maka diharapkan penelitian tersebut dapat menyempurnakan penelitian yang dilakukan penulis. 17 Danang Dermawan, Op.cit, hlm. 12.
15 15 E. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademis a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum, yaitu hukum ketenagakerjaan sebagai salah satu referensi tambahan yang membahas mengenai pelaksanaan mogok kerja pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau perusahaan yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran serta menambah wawasan maupun pengetahuan di bidang hukum ketenagakerjaan, khususnya mengenai konsep pengaturan mogok kerja. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana bagi penulis untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam bidang penelitian hukum, yang merupakan bentuk pelatihan dan pembelajaran terhadap penerapan teori yang telah dipelajari.
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu sama lain. Kehidupan bersama itu menyebabkan adanya interaksi atau hubungan satu sama lain.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003
UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB XI HUBUNGAN INDUSTRIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 102 1. Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membutuhkan jasa dari para pekerja dan pekerja mengharapkan upah dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia saat ini berkembang secara pesat. Perusahaan-perusahaan bermunculan dan bersaing secara ketat di pasar global. Perusahaan-perusahaan berupaya
Lebih terperinciSerikat Pekerja dan Hubungan Industrial
MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan
Lebih terperinciMSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial
MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial http://deden08m.com 1 Tujuan Serikat Pekerja (Mondy 2008) Menjamin dan meningkatkan standar hidup dan status ekonomi dari para anggotanya. Meningkatkan
Lebih terperinciKISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN
KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI) merupakan upaya dalam menciptakan kembali sebuah hubungan yang harmonis, antara pengusaha atau gabungan pengusaha
Lebih terperinciPeran Serikat Pekerja Dalam Dinamika
Peran Serikat Pekerja Dalam Dinamika Hubungan Industrial Purwanto HCS Expert PT. Angkasa Pura I Jakarta, 16 Desember 2016 Agenda : 1. Referensi 2. Organisasi Profesi dan Organisasi Pekerja 3. Hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hubungan Industrial adalah kegiatan yang mendukung terciptanya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan Industrial adalah kegiatan yang mendukung terciptanya hubungan yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan dan pemerintah, sehingga
Lebih terperinciUndang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dan Setiap pekerja. dan layak dalam hubungan kerja. Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana tercantum dalam Konstitusi Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (2) Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinciFAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1
FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1 1. Apa itu Demonstrasi? Pasal 1 ayat 3 UU No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum. Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang
Lebih terperinciHubungan Industrial. Pemogokan dan Penutupan Perusahaan serta Tindakan Pengusaha dan Pekerja dalam Upaya Pencegahannya. Rizky Dwi Pradana, M.
Modul ke: Hubungan Industrial Pemogokan dan Penutupan Perusahaan serta Tindakan Pengusaha dan Pekerja dalam Upaya Pencegahannya. Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan
Lebih terperinciFAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1
FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1 1. Apa itu unjuk rasa? 2. Apakah seorang Pekerja boleh melakukan aksi demonstrasi? Pasal 102 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyatakan : Dalam melaksanakan hubungan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinciSetiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.
PENGANTAR Pembahasan MSDM yang lebih menekankan pada unsur manusia sebagai individu tidaklah cukup tanpa dilengkapi pembahasan manusia sebagai kelompok sosial. Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciMOGOK KERJA DAN LOCK-OUT
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XI) MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT copyright by Elok Hikmawati 1 Definisi Mogok kerja adalah tindakan pekerja yang direncanakan dan dilaksanakan secara bersama-sama dan/atau oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. organisasi pekerja melalui serikat pekerja/serikat buruh. Peran serikat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan pekerja tidak lepas dari peran penting dari serikat pekerja/serikat buruh. Aksi-aksi pemogokan yang dilakukan pekerja dalam menuntut hak-hak pekerja
Lebih terperinciMOGOK KERJA SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN HAK BURUH
MOGOK KERJA SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN HAK BURUH Sunarno,S.H, M.Hum. Dosen Fakultas Hukum UNISRI Abstract : The working strike is the basic right of worker. Therefore, everyone can not stop implementing
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA UU No 21/2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh UU No 13/2003 Tentang Ketenagakerjaan UU No 2/2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UNTUK
Lebih terperinciPERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN
PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN (UNDANG UNDANG No : 13 TAHUN 2003) PERLINDUNGAN 1.PENYANDANG CACAT 1. ANAK 2. PEREMPUAN 3. WAKTU KERJA 4. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 1 1 PENYANDANG CACAT
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000
UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 1 angka 16 didefinisikan sebagai Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku
Lebih terperinciNOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,
Lebih terperinciETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013
MK. ETIKA PROFESI ETIKA BISNIS Smno.tnh.fpub2013 Pengertian Etika Pengertian; Etika kata Yunani ethos, berarti adat istiadat atau kebiasaan. Etika flsafat moral, ilmu yang membahas nilai dan norma yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak 2.1.1 Pengertian pekerja Istilah buruh sudah dipergunakan sejak lama dan sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum pada dasarnya tidak membedakan antara pria dan perempuan, terutama dalam hal pekerjaan. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi
Lebih terperinciSerikat Pekerja/Serikat Buruh
Serikat Pekerja/Serikat Buruh a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,
Lebih terperinciPERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA HARI BURUH NASIONAL 0leh: Yusmedi Yusuf
PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PADA HARI BURUH NASIONAL 0leh: Yusmedi Yusuf Abstrak Perselisihan hubungan industrial yang terjadi setiap hari buruh nasional tanggal 1Mei setiap tahun,selalu diperingati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Pada dasarnya manusia selalu berjuang dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA / SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBL1K INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat,
Lebih terperinciPERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003
1 42 ayat 1 Tenaga Kerja Asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri/pejabat Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun 42 ayat 2 Pemberi kerja perorangan dilarang mempekerjakan orang asing Pidana Penjara 1 ~ 4 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu negara berkembang yang mempunyai tujuan dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negaranya. Konstitusi bangsa
Lebih terperinciOleh : Ayu Diah Listyawati Khesary Ida Bagus Putu Sutama. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana
PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA PEKERJA DENGAN PENGUSAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Ayu Diah Listyawati Khesary Ida Bagus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum ketenagakerjaan bukan hanya mengatur hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam pelaksanaan hubungan kerja tetapi juga termasuk seorang yang akan mencari
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciRINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.
1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk
Lebih terperinci- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN
- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a.
Lebih terperinci* Sebagai suatu hak dasar, ada ketentuanketentuan yang harus ditaati dalam melakukan mogok kerja. (Pasal 139 dan Pasal 140 UUK)
* *mogok kerja sebenarnya adalah hak dasar dari pekerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan, (Pasal 137 UUK). * Sebagai suatu hak dasar, ada ketentuanketentuan
Lebih terperinciAnda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial
Anda Stakeholders? Yuk, Pelajari Seluk- Beluk Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Hubungan Industrial Masih ingatkah Anda dengan peristiwa mogok kerja nasional tahun 2012 silam? Aksi tersebut merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA. Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA A. Pengertian Perjanjian kerja bersama Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya Undang-undang No.21 Tahun 2000. Istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha di Indonesia semakin berkembang dan berdaya saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk meningkatkan kualitas kinerja
Lebih terperinciHUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003
HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 PENGUSAHA PEMERINTAH UU NO 13 TAHUN 2003 UU KETENAGAKERJAAN PEKERJA MASALAH YANG SERING DIHADAPI PENGUSAHA - PEKERJA MASALAH GAJI/UMR MASALAH KESEJAHTERAAN
Lebih terperinciIII. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial Pancasila. Dasar Hukum Aturan lama. Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB
(1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. (2)
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerja merupakan aset utama dalam sebuah perusahaan karena tanpa adanya pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam menghasilkan barang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) sudah mulai dikenal dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan
Lebih terperinciKESEIMBANGAN HAK DAN KEWAJIBAN PEKERJA DAN PENGUSAHA DALAM MOGOK KERJA *
KESEIMBANGAN HAK DAN KEWAJIBAN PEKERJA DAN PENGUSAHA DALAM MOGOK KERJA * Ari Hernawan ** Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Jalan Sosio Justicia Nomor 1, Bulaksumur,
Lebih terperinciLabor and Industrial Relations
Labor and Industrial Relations Modul ke: 13 Mahasiswa memahani mengenai : 1. Hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha 2. Membandingkan hubungan tenagakerja di Indonesia dan USA Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional.
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dan terus mengedepankan pembangunan guna meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara
Lebih terperinciSALINAN. jdih.bulelengkab.go.id
SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja Pengertian Tenaga Kerja dapat di tinjau dari 2 (dua)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman dewasa ini, Indonesia mengalami berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dewasa ini, Indonesia mengalami berbagai krisis disegala bidang kehidupan termasuk bidang ketenagakerjaan. Bahwa perlindungan terhadap tenaga
Lebih terperinci*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 25/1997, KETENAGAKERJAAN *10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh membutuhkan suatu wadah yang kuat untuk memperjuangkan kepentingan mereka yang selama ini dikesampingkan oleh perusahaan. Wadah itu adalah adanya pelaksanaan
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 32/MEN/XII/2008 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
PERBANDINGAN UU NO. 13 TAHUN 2003 KETENAGAKERJAAN DALAM HAL PEMOGOKAN KERJA DAN PENYEBABNYA DENGAN UU NO. 25 TAHUN 1997 JO. UU NO. 11 TAHUN 1988 JO. PERPU NO. 3 TAHUN 2000 JO. UU NO. 28 TAHUN 2000 O L
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA 2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Penanaman Modal Asing 2.1.1. Pengertian Penanaman Modal Asing Kegiatan
Lebih terperinciDEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
HUBUNGAN INDUSTRIAL DEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Hubungan industrial diartikan sebagai hubungan antara semua pihak yang terkait dalam proses produksi suatu barang/jasa di suatu organisasi/perusahaan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam hubungan industrial di Indonesia, setiap permasalahan yang terjadi di tingkat perusahaan
I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dalam hubungan industrial di Indonesia, setiap permasalahan yang terjadi di tingkat perusahaan dan masalah-masalah ketenagakerjaan yang timbul harus diselesaikan terlebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam suatu Serikat Pekerja / Serikat Buruh. Tujuan dibentuknya Serikat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan buruh yang lemah membutuhkan suatu wadah supaya menjadi kuat. Wadah itu adalah adanya pelaksanaan hak berserikat dan berkumpul di dalam suatu Serikat
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib
BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sesuai kodratnya menjadi seseorang yang dalam hidupnya selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnnya.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan makmur yang merata, materiil dan sepiritual serta guna peningkatan. termasuk perubahan dalam pengambilan keputusan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa pembangunan saat ini bangsa Indonesia sedang menuju proses demokratisasi dan transparansi dalam proses menuju masyarakat adil dan makmur yang merata,
Lebih terperinciBAB I KETENTUAN U M U M
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN II - 1 II - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM II-11 BAB II LANDASAN, ASAS DAN TUJUAN II-15 BAB III KESEMPATAN DAN PERLAKUAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. 1 Perlindungan terhadap tenaga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hubungan kerja yang dianut di Indonesia adalah sistem hubungan industrial yang mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasioal karena
Lebih terperinciDr. Alimatus Sahrah, M.Si, MM FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
Dr. Alimatus Sahrah, M.Si, MM FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA PENGERTIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian
Lebih terperinciKajian Teoritik Hukum dan HAM tentang Surat Edaran Kabaharkam Nomor B/194/I/2013/Baharkam, yang Melarang Satpam Berserikat
Kajian Teoritik Hukum dan HAM tentang Surat Edaran Kabaharkam Nomor B/194/I/2013/Baharkam, yang Melarang Satpam Berserikat Oleh Maruli Tua Rajagukguk, S.H PENDAHULUAN Kebebasan berserikat adalah hak mendasar
Lebih terperinciSUSUNAN KEANGGOTAAN DAN TUGAS LKS BIPARTIT TERKAIT PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
SUSUNAN KEANGGOTAAN DAN TUGAS LKS BIPARTIT TERKAIT PENYELESAIAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Dewa Ayu Trisna Dewi I Gusti Ngurah Parwata Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Judul
Lebih terperinciPENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN
PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN I. PENJELASAN UMUM Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan Daerah
Lebih terperinciBUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa perencanaan, pelatihan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciKONSEP KETENAGAKERJAAN dan KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL. Rizky Dwi Pradana, M.Si
Modul ke: HUBUNGAN INDUSTRIAL KONSEP KETENAGAKERJAAN dan KONSEP HUBUNGAN INDUSTRIAL Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Daftar Pustaka Agusmidah dkk,
Lebih terperinci: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan membutuhkan bantuan dari orang lain. Untuk dapat mempertahankan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang: bahwa dalam
Lebih terperinciLex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. formal maupun informal. Perlindungan terhadap tenaga kerja merupakan pelaksanaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan penentuan atau pengambilan kebijakan perlu diatur atau berdasarkan hukum, salah
Lebih terperinciPANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI
PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI Anita Maharani 1 Abstrak Hubungan industrial, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai hubungan
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Mediasi antara Serikat Pekerja dengan PT Andalan Fluid di Dinas Tenaga Kerja Sosial dan Transmigrasi Kota Bogor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mengharuskan untuk bekerja. Bekerja dilakukan untuk memenuhi. langsung atau uang untuk membeli kebutuhannya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lahir dan hidup di dunia ini bersamaan dengan kebutuhan yang mengharuskan untuk bekerja. Bekerja dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dengan menghasilkan
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelompokkan manusia yang seperti ini biasanya disebut dengan masyarakat,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kita ketahui bersama bahwa manusia itu tidak mungkin hidup sendiri oleh karena itu terjadilah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu tempat tertentu. Pengelompokkan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3702)
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3702) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN
Lebih terperinci