BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang hukum adalah yang menyangkut tentang perbuatan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang hukum adalah yang menyangkut tentang perbuatan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia membentuk pemerintah bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Oleh sebab itu tugas pokok bangsa selanjutnya adalah menyempurnakan dan menjaga kemerdekaan itu serta mengisinya dengan pembangunan yang berkeadilan dan demokrasi yang di laksanakan secara bertahap dan berkesinambungan. 1 Salah satu bentuk dari pembangunan hukum yang menunjang pembangunan di bidang hukum adalah yang menyangkut tentang perbuatan malanggar hukum. salah satunya pembentukan hukum tentang lembaga keuangan, Lembaga Keuangan merupakan badan hukum yang bergerak di bidang jasa keuangan sebagai perantara yang menghubungkan pihak yang berlebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Dengan demikian, lembaga keuangan berperan sebagai perantara keuangan masyarakat. Bahwa pembangunan hukum di tujukan untuk memanfaatkan dan mengamankan pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilnya, menciptakan kondisi yang telah mantap sehingga setiap anggota masyarakat dapat menikmati 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang system Perencanaan Pembangunan Nasional 1

2 2 iklim kepastian dan ketertiban hukum, dan hukum menjadi pengayom masyarakat serta mendukung stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 2 Perbuatan melanggar hukum sebagaimana dirumuskan secara khusus dalam Pasal 1365 KUH Perdata bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karena itu menimbulkan kerugian pada orang lain mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian tersebut mengganti kerugian. 3 Pada dasarnya perumusan yang diberikan oleh undang-undang mengenai perbuatan melanggar hukum ini, ialah sebagaimana yang tercantum dalam Pasala 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yakni tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Setiap orang itu bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang di sebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang di sebabkan karena kelalaian atau karena kurang hati-hatinya. 4 Menururut ketentuan Pasal 1243 KUHPdt, ganti kerugian karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabilah setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau sesuatu yang harus diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya. Adapun yang dimaksud kerugian ialah kerugian yang timbul karena melakukan wanprestasi (lalai memenuhi perikatan). Kerugian tersebut wajib diganti oleh debitur terhitung sejak dinyatakan lalai. kewajiban ganti-rugi tidak 2 Ibid. hlm Satrio, Hukum Perikatan, Bagian Pertama, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1993, hlm Elise T Sulistiani, Rudy T Erwin, Petunjuk Praktis Menyelesaikan Perkara-perkara Perdata, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm.26

3 3 dengan sendirinya timbul pada saat kelalaian. Ganti-rugi baru efektif menjadi kemestian debitur, setelah debitur dinyatakan lalai. 5 Salah satu bentuk nyata dari pembangunan hukum yang menunjang pembangunan di bidang ekonomi adalah pembentukan hukum tentang lembaga keuangan (Perbankan). Lembaga Keuangan merupakan badan hukum yang bergerak di bidang jasa keuangan sebagai perantara yang menghubungkan pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Dengan demikian, lembaga keuangan berperan sebagai perantara keuangan masyarakat Perbankan merupakan suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien, yang berasaskan demokrasi ekonomi mendukung pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. 6 Salah satu jenis perbankan yang ada di Indonesia yaitu jenis bank yang khusus melayani masyarakat kecil terutama bagi mereka yang memerlukan modal yang begitu besar. Kendati pada umumnya di Negara asing perbankan tidak di tujukan untuk melayani masyarakat kecil. Pemberian kredit merupakan salah satu jenis usaha bank, yaitu dengan menyalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dana kredit. Adapun yang di berikan kredit oleh bank adalah untuk mengmbangkan pembangunan berdasarkan prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan sekecilkecilnya untuk dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besranya. 5 Martiman Prodjohamidjojo, Ganti Rugi dan Rehabilitasi, cet.ii, Jakarta: Ghalia Indonesia, tahun hlm Mariana Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. 1994, hlm. 106

4 4 Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi harus lebih memperhatikan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan partum,buhan ekonomi, dan stabilitas nasionala, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Karena kemakmuran rakyatlah yang diutamakan, sebab perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Hal tersebut sesuai dengan asas perusahaan. Perusahaan merupakan suatu badan usaha berbentuk badan hukum yang anggotanya terdiri dari orang perorangan atau badan hukum perusahaan di mana kegiatan didasarkan atas prinsif ekonomi kerakyatan berdasarkan atas asas-asas kekeluargaan untuk mencapai tujuan kemakmuran anggota. Dalam pergaulan hukum, manusia ternyata bukan satu-satunya pendukung hak dan kewajiban salah satunya adalah PT. Tritunggal Patryaksa. Selain mempunyai kepentingan perseorangan (individual), di samping itu pula manusia sering kali mempunyai kepentingan bersama, memperjuangkan suatu tujuan tertentu. Berkumpul dan mempersatukan diri. Pada dasarnya setiap manusia mempunyai kepentingan, baik kepentingan individu maupun kepentingan bersama, dimana karena kepentingan terjadi apabila dalam pelaksanaannya merugikan kepentingan orang lain. Oleh karena itu setiap manusia yang akan melakukan kepentinagan baik kepentinagan individu maupun kepentingan bersama dengan orang lain harus memperhatikan resiko yang akan terjadi. Bentuk resiko yang mungkin timbul dari suatu hubungan hukum adalah tidak di penuhinya prestasi oleh salahsatu pihak dalam suatu perjanjian, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya.

5 5 Pada dasrnya badan hukum juga merupakan subyek hukum (rechtspersoon) di samping manusia pribadi atau naturlijk person. Badan hukum adalah suatu perkumpulan orang-orang yang mengadakan kerjasama dan atas dasar ini merupakan satu kesatuan yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum. 7 Dalam praktek peradilan menerima bahwa badan hukum dapat juga melakukan perbuatan melanggar hukum dan karenanya dapat di pertanggung jawabkan berdasarakan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan sebagai berikut : Tiap Perbuatan yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Kerugian yang di sebabkan oleh perbuatan melanggar hukum dapat berupa kerugian materil dan dapat berupa kerugian immateril. Kerugian materil dapat terdiri dari kerugian yang nyata di derita dan hilangnya keuntungan yang di harapkan. Dalam hal ini dapat di terapkan melalui Pasal 1246 KUH Perdata menyatakan bahwa : Biaya, rugi dan bunga yang oleh si berpiutang boleh di tuntut akan penggantiannya, terdirilah pada umumnya atas rugi yang telah di deritanya dan untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya, dengan tak mengurangi pengecualian-pengecualian serta perubahan-perubahan yang akan di sebut di bawah ini. Perjanjian berlaku sebagai Undang-undang bagi pihak-pihak, artinya pihak-pihak harus menaati perjanjian itu sama dengan menaati Undang-undang. Jika ada yang melanggar perjanjian yang dibuat, maka di anggap sama dengan 7 Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 1995, hlm 147

6 6 melanggar undang-undang, yang mempunyai akibat hukum tertentu yaitu sanksi hukum 8 Pengertian perbuatan melanggar hukum jika melihat kepada yuriprudensi dan perkembangan sebelum dan sesudah tahun dalam hal ini di kenal 2 (dua) ajaran, yaitu : 9 1. Pengertian sempit, yang menyatakan bahwa perbuatan melanggar hukum harus di artikan berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan kewajiban hak si pembuat atau melanggar hak orang lain. 2. Pengertian luas, bahwa perbuatan melanggar hukum yaitu tidak hanya jika melanggar kewajiban hukum tertulis, tetapi juga melanggar kepatutan dan itikad baik yang berlaku dalam masyarakat. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, maka suatu perbuatan melanggar hukum haruslah mengandung unsurunsur sebagai berikut : Adanya suatu perbuatan. 2. Perbuatan tersebut melanggar hukum. 3. Adanya kesalan dari pihak pelaku. 4. Adanya kerugian bagi korban. 5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian. Gugatan perbuatan melanggar hukum berbeda dengan gugatan wanprestasi. Menurut teori klasik yang membedakan antara gugatan wanprestasi dan gugatan perbuatan melawan hukum, tujuan gugatan wanprestasi adalah untuk menempatkan penggugat pada posisi seandainya perjanjian tersebut terpenuhi. 8 Satrio, Hukum Perikatan, Bagian Pertama, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1993, hlm Ibid. hlm Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002, hlm. 10.

7 7 Dengan demikian ganti rugi tersebut adalah berupa kehilangan keuntungan yang di harapkan. Tujuan gugatan perbuatan melanggar hukum adalah untuk menempatkan posisi penggugat kepada keadaan semula sebelum terjadinya perbuatan melanggar hukum, ganti rugi yang di berikan adalah kerugian yang nyata. Kitab Undang-undang Hukum Perdata membedakan antara gugatan wanprestasi yang di dasarkan pada hubungan kontraktual antara penggugat dengan tergugat dalam gugatan perbuatan melanggar hukum, di mana tidak ada hubungan kontraktual antara penggugat dengan tergugat. Perkembangan dalam praktik putusan-putusan pengadilan menunjukkan bahwa terjadinya pergeseran teori tersebut karena hubungan kontraktual antara penggugat dengan tergugat tidak menghalangi di ajukannya gugatan perbuatan melanggar hukum. 11 Dalam gugatan, pihak-pihak yang akan di tarik haruslah orang yang tepat memiliki kedudukan dan kapasitas sebagai pihak penggugat maupun pihak tergugat. Keliru dan salah bertindak sebagai penggugat mengakibatkan gugatan mengandung cacat formil. 12 Seperti dalam Putusan Nomor 52/Pdt.G/2006 PN.Bdg kasus tentang perbuatan melanggar hukum yang di lakukan oleh Drs. Agoes Bhakti ( Tergugat I ), Bank Sumatra Selatan bangka Belitung Cabang Pangkal Pinang (Tergugat II ) terhadap Ir Cecep Kosasih (Penggugat I). Dimana dalam kasus ini, berdasarkan surat kuasa yang diberikan PT. Patryaksa Konsultan (Penggugat I) kepada Drs. Agoes Bhakti (tergugat) di maksud adalah untuk membuka rekening pada bank Sumatra selatan Cabang 11 Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan Analisam Kasus, Kencana, Jakarta, 2004, hlm Ibid. hlm. 145

8 8 Pangkal Pinang (tergugat II) atas nama penggugat. Pembukaan rekening di maksud adalah untuk mengatur tentang mekanisme penerimaan pembayaran yang harus di lakukan melalui penyetoran rekening pada tergugat I dengan tujuan adanya pengawasan terhadap proses pembayaran dari hasil pekerjaan proyek yang akan di bayarkan melalui tergugat II. Namun sejumlah uang dari hasil pekerjaan proyek di maksud yang seharusnya di terima penggugat, sekalipun pekerjaan proyek telah sesuai dengan jadwal penggugat belum menerima sepeserpun dan setelah di selidiki penggugat, ternyata pembayaran telah di laksanakan seluruhnya dan di terima secara langsung dan tunai oleh tergugat I. Hasil pembayaran proyek yang seharusnya disetorkan kerekening perusahaan melalui tergugat II ternyata tidak di setorkan, melainkan di ambil secara tunai dari tergugat II, padahal berdasarkan bukti legalitas yang ada tergugat II tidak mempunyai hak untuk membayar langsung kepada tergugat I melainkan harus melalui mekanisme pencairan rekening. Untuk itu penggugat yaitu Ir. Cecep Kosasih selaku direktur PT. Tritunggal Patryaksa dalam hal ini kuasa hukumnya berdasarkan kuasa khusus tertanggal 9 pebruari 2006, kepada Absar Kartabrata, SH, M.Mam. Agustinus Pohan, SH.MS, serta memiliki domisili di kantor pengacara/ penasehat hukum, beralamat di Jl. Buah batu Dalam II No.3 Bandung yang bertindak untuk diri sendiri dan juga bertindak sebagai kuasa hukum penggugat, para penggugat telah mengajukan surat gugatannya tertanggal 9 Nopember 2006 yang telah terdaftar di kepanitiaan Pengadilan Negeri Bandung kelas IA Bandung pada tanggal 22 November 2006 di bawah Register Perkara Nomor 52/PDT.G/2006/PN.BDG.

9 9 Bahwa tindakan tergugat I,II, dan III selalu direktur PT. Tritunggal Patryaksa Bandung terhadap penggugat/anngota perusahaan lainnya, telah menyalahi ketentuan hukum yang berlaku. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis di rasa perlu untuk mengadakan penelitian dengan judul : PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BANDUNG NOMOR 52 TAHUN 2006 TENTANG PERBUATAN MELANGGAR HUKUM (ONRECHTMATIGEDAAD) DALAM PENCAIRAN DANA PT. TRITUNGGAL PATRYAKSA BANDUNG B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas dan di kaitkan dengan judul skripsi, maka penulis mengangkat permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pertimbangan hukum perkara perdata No 52 Tahun 2006 Pengadilan Negeri Bandung terhadap alasan hakim dalam memutuskan perkara tersebut. 2. Bagaimana putusan pengadilan negeri dalam perkara perdata registrasi No. 52 Tahun 2006 Pengadilan Negeri Bandung telah dapat di kategorikan sebagai Perbuatan Melanggar Hukum.

10 10 C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan hukum perkara perdata No 52 Tahun 2006 Pengadilan Negeri Bandung terhadap alasan hakim dalam memutuskan perkara tersebut. 2. Untuk mengetahui apakah putusan pengadilan negeri dalam perkara perdata No. 52 Tahun 2006 Pengadilan Negeri Bandung telah dapat di katagorikan sebagai Perbuatan Melanggar Hukum. D. Kegunaan Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan yang bersifat teoritis maupun kegunaan yang bersifat praktis, yaitu sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan ilmiah di bandung Ilmu Hukum pada umumnya dan dapat memberikan sumbangan pemikiran teoritis dalam rangka pengembangan Hukum perdata, khususnya umumnya permasalahan hukum yang berkenaan dengan perbuatan melakukan melanggar hukum. 2. Secara praktis Dalam penemuan kaidah dan niali-nilai hukum yang di terapkan dalam putusan Badan Peradilan terhadap suatu peristiwa hukum yang kongkrit. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penegak hukum, khususnya pada hakim sehingga dapat menjadi bahan evaluasi dalam menegakan hukum di Indonesia.

11 11 E. Kerangka Pemikiran Tujuan nasional sebagaimana di tegaskan dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 (UUD 1945), amandemen ke IV, di wujudkan melalui penyelenggaraan Negara yang berkedaulatan rakyat dan demokrasi dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan Negara dilaksanakan melalui pembangunan nasional dalam aspek kehidupan bangsa, oleh penyelenggaraan Negara, yaitu lembaga tertinggi dan lembaga tinggi Negara bersama-sama segenap rakyat Indonesia di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Pada dasarnya setiap manusia berhak mendapatkan perlindungan baik, sebagai mana di jelaskan dalam Pasal 28 G ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan Sebagai berikut : Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atua tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Karena pada kenyataannya setiap manusia warga Negara Indonesia, khususnya para korban berhak untuk mendapatkan rasa aman dari perbuatan orang lain, baik untuk dirinya ataupun untuk harta bendanya. Oleh sebab itu Negara Indonesia melalui Undang-Undang harus selalu melindungi setiap warga Negaranya, karena semboyan hukum adalah hidup secara jujur, tidak merugikan orang lain, dan memberikan orang lain haknya.

12 12 Pasal 33 ayat (1) Undang-undang 1545 menyatakan sebagai berikut : Perekonomian di susun sebagai uasaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa : Perekonomian Nasional diselengarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsif kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Dalam Pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, dimana produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau penilikan anggotaanggota masayarakat yang diutamakan, kemakmuran seseorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarakan asas kekeluargaan. Pada hakikatnya tujuan pembangunan adalah mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Pembangunan di bidang ekonomi harus di tunjang oleh pembangunan di bidang hukum, karena hukum harus mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan dan tahapan pembangunan. Hal tersebut sebagaimana di kemukakan oleh Moch tar Kusumaatmadja bahwa pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum sebagai salah satu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masayarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institution) dan

13 13 proses (processes) yang dapat di perlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan. 13 Pada dasarnya hukum menjadi instrumen untuk mengarahkan masyarakat menuju tujuan yang di inginkan, bahkan perlu menghilangkan kebiasaan masyarakat yang di pandang negative. Roscue Pound mengatakan, bahwa tujuan hukum adalah sebagai alat untuk memperbaharui (merekayasa) masyarakat (law as a tool of social engineering). 14 Di Indonesia konsep Roscue Pound di kembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja, yang dalam konsep hukumnya di artikan sebagai alat tetapi sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Pokok-pokok pikiran yang melandasi konsep tersebut adalah : 15 (1) Bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha pembangunan dan pembaharuan memang di ingingkan, bahkan mutlak perlu, dan (2) Bahwa hukum dalam arti kaidah diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia kearah yang di kehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan itu. Untuk itu diperlukan sarana berupa peraturan hukum yang tertulis (baik perundang-undangan maupun yurisprudensi), dan hkum yang berbentuk tertulis itu harus sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Dalam pandangan itu, bahwa hukum positif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan, atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. 13 Mochtar Kusumaatmadja, Humum Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Binacipta, Bandung, 1976, hlm Angga Handian, Law as a tool of social Engeneering,Melalui : < diamibil pada tgl 8 Mei 2011, Pkl wib 15 Lilik Mulyadi, Teori Hukum Pembangunan Melalui: < diambil tgl 30 April 2011

14 14 Dengan adanya peraturan hukum yang tertulis menjadikan hukum itu sebagai pelindung bagi masyarakat, dan dengan adanya hukum masyarakat merasa terlindungi dan aman dari rasa keadilan. Dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang dapat berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan. Mochtar Kusumaatmadja juga mengemukakan bahwa hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan. Pembinaan hukum yang pertama di lakukan melalui hukum tertulis berupa peraturan perundang-undangan, salah satu contoh adalah peraturan hukum yang mengatrur tentang perikatan yang tercantum dalam buku tiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 16 Hukum perikatan adalah aturan yang mengatur hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan (vermogen recht) antara dua orang atau lebih, yang memberi hak (recht) pada salah satu pihak (schuldesiser/kreditur) dan memberi kewajiban (plicht) pada pihak yang lain (schuldenaar/debitur) atas sesuatu prestasi. 17 Dalam perikatan berdasarkan Undang-undang salah satunya adalah karena perbuatan manusia, yaitu : 16 Subekti, Hukum Perjanjian, PT.Intermasa, Jakarta, 2002, hal.1 17 R.Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Putra Bardin, 1977, hlm 1-2

15 15 1. Perbuatan menurut hukum (Zaakwarneming) Perbuatan melanggar hukum (Onrechmatigr daad) 19 Dinamakan perbuatan melanggar hukum apabila perbuatan itu bertentangan dengan orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, atau bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, namun demikian sutau perbuatan yang di anggap sebagai perbuatan melanggar hukum ini tetap harus dapat dipertanggung jawabkan apakah mengandung unsur kesalahan atau tidak. Pasal 1365 KUH Perdata tidak membedakan kesalahan dalam bentuk kesengajaan (opzet-dolus) dan kesalahan dalam bentuk kurang hati-hati (culpa), dengan demikian hakim harus dapat menilai dan mempertimbangkan berat ringannya kesalahan yang di lakukan seseorang dalam hubungannya dengan perbuatan melanggar hukum ini, sehingga dapat di tentukan ganti kerugian yang seadil-adilnya. 20 Suatu perbuatan ini dapat digolongkan perbuatan melanggar hukum, karena memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: a. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku b. Melanggar hak subjektif orang lain. c. Melanggar kaidah kesusilaan d. Bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta kehati-hatian 18 Zaakwarneming adalah suatu perbuatan, dimana seseorang secara sukarela menyediakan dirinya untuk mengurus kepentingan oranglain, dengan perhitungan dan resiko untuk orang lain tersebut (Pasal 1354 KUHPdt) 19 Onrechmatigdaad adalah perbuatan itu bertentangan dengan hukum pada umumnya. Hukum bukan saja berupa ketentuan-ketentuan undang-undang, tetapi juga aturan-aturan hukum tidak tertulis yang harus di taati dalam hidup bermasyarakat 20 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, 1979, hlm. 56.

16 16 Pasal 1365 menyatakan sebagai berikut : Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Menurut Para ahli dalam Pasal 1365 di atas, mengatur pertanggung jawaban yang diakibatkan oleh perbuatan melanggar hukum baik karena perbuatan melanngar hukum baik karena berbuat/positif (culpa in committendo) atau karena tidak berbuat/pasif (culpa in committendo). Pada dasarnya hukum di Indonesia mengatur tiap-tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mennganti kerugian. Intinya, apabila ada seorang yang melakukan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) maka diwajibkan untuk memberikan ganti kerugian. Sisi yang lain, orang yang mengalami kerugian tetrsebut dijamin haknya oleh undang-undang untuk menuntut ganti rugi. 21 F. Langkah-langkah Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif-analitis yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan di atas. 22 Dan selanjutnya meneliti sejauhmana peraturan perundang-undangan di Indonesia mengatur mengenai pertanggung 21 Zakaria. Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Penguasa, Melalui : < diambil tgl 8 Mei 2011, pkl wib 22 Rony Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumentri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm. 97

17 17 jawaban badan hukum dalam melakukan perbuatan melanggar hukum dalam hal mengganti kerugian. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang berarti penelitian terhadap Pasal-pasal yang mengatur hal yang menjadi permasalah di atas. Juga dikaitkan dengan kenyataan yang ada dalam praktek. Metode pendekatan di atas digunakan dengan mengingat bahwa permasalahan yang diteliti berkisar pada peraturan yaitu hubungan peraturan perundang-undangan satu dengan peraturan lainnya serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek. seperti putusan perbuatan melawan hukum dalam Putusan Pengadilan Negeri Bandung No. 52 Tahun 2006 tentang perbuatan melanggar hukum. 2. Sumber Data Adapun data sekunder 23 yang penulis kumpulkan antara lain dalam penelitian ini terdiri dari : a. Bahan hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari 1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1), Pasal 33 Ayat (1) dan (4) 2. Undang-Undang SPPN No 25 Tahun Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan 4. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1365, Pasal 1243 tentang ganti kerugian b. Bahan hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan dapat memahami bahan primer, seperti buku-buku, dan lain-lain yang berkaitan 23 Ibid.

18 18 dengan masalah yang akan diteliti, seperti misalnya Putusan No. 52/Pdt.G/2006 PN. Bdg. c. Bahan hukum Tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan primer dan sekunder, berupa kamus, artikel, dan tulisan-tulisan lainnya yang mendukung penulisan sekiripsi. 3. Jenis Data Jenis data yang di kumpulkan adalah jenis data kualitatif, kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi yang di lakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada, 24 yaitu data yang di kumpulkan berupa data jawaban atas pertanyaan penelitian yang diajukan terhadap masalah yang di rumuskan pada tujuan yang telah ditetapkan mengenai melakukan perbuatan melanggar hukum. 4. Teknik Pengumpulan Data Tekhnik pengumpulan data dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu: a. Studi kepustakaan, dilakukan melalui penulisan bahan pustaka, yang meliputi bahan hukum primer berupa ketentuan perundang-undangan, bahan hukum sekunder, yang berupa buku-buku literature yang berkaitan dengan masalah pengajuan gugatan ke Pengadilan Negeri Bandung terhadap Putusan Perbuatan Melanggar Hukum, dan bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. b. Studi lapangan dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: 24 Lexy J Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya Bandung, Hlm. 5

19 19 1) Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui Putusan Pengadilan Negeri Bandung tentang melakukan perbuatan melanggar hukum. 2) Wawancara atau diskusi, yaitu mengadakan tanya jawab untuk memperoleh data primer secara langsung kepada Rina Pertiwi, SH Sebagai Hakim di Pengadilan Negeri Bandung. 5. Analisis Data Data yang sudah dikumpulkan kemudian secara umum dianalisis melalui langkah-langkah sebagai berikut: 25 a. Mengkaji semua data yang terkumpul dari berbagai sumber baik primer maupun sekunder sesuai dengan penelitian yang diteliti. b. Menginventarisir seluruh data dalam satuan-satuan sesuai dengan masalah yang diteliti. c. Menghubungkan data dengan teori yang sudah dikemukakan dalam kerangka pemikiran. d. Menarik kesimpulan dari data yang dianalisis dengan memperhtikan rumusan masalah. 6. Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di Bandung dengan data sekunder yang diperoleh sebagai berikut: a. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung b. Perpustakaan Umum UIN Sunan Gunung Djati Bandung c. Pengadilan Negeri Bandung Kelas 1 25 Ibid.

20 BAB II TINJAUAN TERHADAP PERBUATAN MANUSIA DALAM MELAKUKAN PERBUATAN MELANGGAR HUKUM UNTUK MENGGANTI KERUGIAN A. Tinjauan Terhadap Perbuatan Melanggar Hukum Sebagai Akibat Dari Perbuatan Manusia 1. Pengertian Perbuatan Manusia Pengertian perbuatan termasuk juga tindakan penyelenggraraan kepentingan (zaakwaarneming). Perbuatan disini adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku. Secara umum perbuatan ini mencakup berbuat sesuatu (dalam arti aktif) dan tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu, padahal manusia mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat, kewajiban itu timbul dari hukum. (ada pula kewajiban yang timbul dari suatu kontrak). Dalam perbuatan melawan hukum ini, harus tidak ada unsur persetujuan atau kata sepakat serta tidak ada pula unsur kuasa yang di perbolehkan. Menurut hukum perdata, seseorang dikatakan bersalah jika terhadapnya dapat disesalkan bahwa telah melakukan/tidak melakukan suatu perbuatan yang seharusnya dihindarkan. Perbuatan yang seharusnya dilakukan/tidak dilakukan iti tidak terlepas dari dapat tidaknya hal itu dikira-kirakan. Dapat dikira-kirakan itu harus diukur secara objektif, artinya manusia normal dapat mengira-ngirakan dalam keadaan tertentu itu 20

21 21 perbuatan seharusnya dilakukan/tidak dilakukan. Dapat dikira-kirakan juga harus diukur secara objektif, artinya apa yang justru orang itu dalam kedudukannya dapat mengira-ngirakan bahwa perbuatan itu seharusnya dilakukan/tidak dilakukan. 26 Selain itu ukuran objektif dan subjektif itu, orang yang berbuat itu harus dapat dipertanggung jawabkan (responsible). Artinya orang yang berbuat itu sudah dewasa, sehat akalnya, tidak berada dibawah pengampunan. Dalam pengertian tanggung jawab itu termasuk juga akibat hukum dari perbuatan orang yang berada dibawah pengawasannya. 2. Pengertian Perbuatan Melanggar Hukum Sebagai Akibat Dari Perbuatan Manusia Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan, oleh sebab itu, setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum, hukum harus di tegakan, bila hukum tidak di tegakan, maka lambat laun suatu negara akan runtuh. 27 Dalam bahasa Belanda, perbuatan melanggar hukum disebut onrechmatige daad dan dalam bahasa inggris di sebut tort yang dalam bahasa latinnya disebut torquere atau tortus. Dalam bahasa perancis, disebut wrong yang berarti kesalahan atau kerugian (injury). Sehingga pada prinsifnya, tujuan dibentuknya suatu sistem hukum yang di kemudian di kenal dengan perbuatan melanggar hukum ini adalah untuk dapat mencapai 26 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, 1993, hlm Ibid

22 22 seperti apa yang di katakan dalam pribahasa bahasa latin, yaitu juris praecepta sunt luxex, honestevivere, alterum non laedere, suum cuique tribuere (semboyan hukum adalah hidup secara jujur, tidak merugikan orang lain, dan memberikan orang lain haknya). 28 Oleh Karen itu perbuatan melanggar hukum ialah bahwa perbuatan itu mengakibatkan kegoncangan dalam neraca keseimbangan dari masyarakat. 29 Pada dasarnya perumusan yang diberikan oleh undang-undang mengenai perbuatan melanggar hukum ini, ialah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yakni tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Setiap orang itu bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang di sebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang di sebabkan karena kelalaian atau karena kurang hatihatinya. 30 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yakni tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Setiap orang itu bertanggung jawab tidak saja 28 Abdul Salam, Perbuatan Melanggar Hukum, Kencana, Jakarta, 2003, hlm Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum Dipandang dari Sudut Hukum Perdata, Mandar Maju, Bandung, Hlm Elise T Sulistiani, Rudy T Erwin, op,cit, hlm.26

23 23 untuk kerugian yang di se kerugian yang di sebabkan karena kelalaian atau karena kurang hati-hatinya. 31 Ada tiga syarat yang harus di penuhi dalam halnya perbuatan melanggar hukum yaitu : Adanya tindakan yang melawan hukum 2. Ada kesalahan pada pihak yang melakukannya 3. Ada kerugian yang diderita Salah satu dari tiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka perbuatan itu tidak termasuk dalam perbuatan melanggar hukum. oleh karena itu tindakan melanggar hukum ialah tiap perbuatan atau kelalaian yang melanggar hak seorang lain atau bertentangan dengan kewajiban sipelaku atau berlawanan dengan kesusialaan atau dengan ketertiban yang ada didalam masyarakat. 33 Pada umumnya suatu gangguan pada suatu hak hukum dapat merupakan perbuatan melanggar hukum. Dalam hal terjadinya suatu perbuatan melanggar hukum, seseorang yang terkena kerugian dapat mengajukan suatu gugatan atas dasar perbuatan yang melanggar hukum. Suatu gugatan yang berdasarkan atas perbuatan melanggar hukum, tidak memperdulikan adanya suatu hak mutlak atas suatu harta benda yang di ganggu, melainkan pada umumnya berdasarkan atas suatu perbuatan yang dapat dikatakan melanggar hukum dengan syarat (adanya tindakan 31 Ibid 32 Ibid 33 Ibid

24 24 yang melawan hukum, ada kesalahan pada pihak yang melakukannya dan ada kerugian yang di derita). 34 Bila di lihat dari model pengaturan dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang perbuatan melanggar hukum lainnya, dan seperti juga di Negara-negara dalam system hukum Eropa Kontinental, maka model tanggung jawab hukum di Indonesia adalah sebagai berikut : 35 a. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian), sepereti terdapat dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia. b. Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur kelalaian seperti dalam Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia c. Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas seperti dalam Pasal 1367 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia. Sehingga pada prinsipnya, tujuan dari bentuknya suatu sistem hukum yang kemudian dikenal dengan perbuatan melanggar hukum tersebut adalah untuk dapat tercapai sepereti apa yang disebut oleh pribahasa latin, yaitu : Juris praecepta sunt haec; honeste vivere, aliterum non laedere, suum cuique tribuere (semboyan hukum adalah hidup secara jujur, tidak merugikan orang lain dan memberikan orang lain haknya). 34 Ibid. hlm Ibid.

25 25 Semula, banyak pihak yang meragukan apakah perbuatan melanggar hukum memang merupakan suatu bidang hukum tersendiri atau hanya merupakan keranjang sampah, yakni merupakan kumpulan pengertian-pengertian hukum yang berserak-serakan dan tidak masuk kesalah satu bidang hukum yang sudah ada, yang berkenaan dengan kesalahan dalam bidang perdata. Menurut Pasal 1365 KUH Perdata, maka yang diamksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. Pada pemeriksaan di tingkat kasasi, Hoge Raad merupakan pengertian melanggar hukum yaitu setiap perbuatan atau tidak berbuat yaitu sebagai berikut : Melanggar hak subjektif orang lain (hak yang ditentukan oleh undang-undang) 2. Bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku (kewajiban ditentukan undang-undang). 3. Bertentangan dengan tata susila atau bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian yang seharusnya dimiiki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain. 36 Ibid.

26 26 Pengertian perbuatan melanggar hukum dapat dilhihat dari dua segi pengertian yaitu sebagai berikut: 37 a. Pengertian secara sempit, yang menyatakan bahwa perbuatan melanggar hukum diartikan sebagai perbuatan atau tidak berbuat yang bertentangan dengan kewajiban hak si perbuatan atau melanggar hak orang lain. b. Pengertian secara luas, bahwa perbuatan melanggar hukum yaitu tidak hanya melanggar kewajiban hukum tertulis, tetapi juga melanggar kepatutan dan itikad baik yang berlaku dalam masyarakat. 3. Sejarah Perkembangan Perbuatan Melanggar Hukum Sejarah perkembangan perbuatan melanggar hukum di negeri belanda sangat berpengaruh terhadap perkembangan di Indonesia, karena berdasarkan asas konkordansi, kaidah hukum yang berlaku di negeri belanda akan berlaku juga di negeri jajahannya, termasuk di indonesia. Di negeri belanda sejarah tentang perbuatan melawan hukum dapat di bagi 3 (tiga) periode sebagai berikut : 38 a. Periode sebelum Tahun Sampai dengan kodifikasi Burgelijk Wetboek (BW) di negeri Belanda pada tahun 1838, maka ketentuan seperti Pasal 1365 KUH Perdata di Indonesia saat ini tentu belum ada di Belanda. Karena kala itu, tentang 37 Ibid 38 Munir Fuady, Op Cit, hlm. 30

27 27 perbuatan melawan hukum ini, pelaksanaannya belum jelas dan belum terarah. b. Periode Antara Tahun Setelah BW Belanda dikodifikasi, maka mualailah berlaku ketentuan dalam Pasal 1401 (yang sama dengan 1365 KUH Perdata Indonesia) tentang pergugatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Meskipun kala itu sudah di tafsirkan bahwa yang merupakan perbuatan melawan hukum, baik berbuat sesuatu (aktif berbuat) maupun tidak berbuat (pasif) yang merugikan orang lain, baik yang di sengaja maupun yang merupakan kelalaian sebagaimana yang di maksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata Indonesia, tetapi sebelum tahun 1919, dianggap tidak termasuk kedalam perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut hanya merupakan tindakan yang bertentanagan dengan kesusilaan dan bertentangan dengan putusan masyarakat prihal memoerhatikan kepentingan orang lain. c. Periode Setelah Tahun 1919 Pada tahun 1919 terjadi perkembangan yang luar biasa dalam bidangh hukum tentang perbuatan melawan hukum, khususnya di negeri Belanda, sehingga demikian juga diindonesia. Perkembangan tersebut adalah dengan bergesernya makna perbuatan melawan hukum, yang semula cukup kaku, kepada perkembangan yang luas dan luwes. Perkembangan tersebut terjadi dengan diterimanya penafsiran luas terhadap perbuatan melawan hukum oleh Hoge Raad ( Mahkamah Agung) negeri Belanda,

28 28 yaknin penafsiran terhadap Pasal 1401 BW Belanda yang sama dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata Indonesia. Putusan Hoge Raad tersebut adalah terhadap kasus Lindenbaum versus cohen. Kasus Lindenbaum versus cohen tersebut pada pokonya berkisar tentang persoalan persaiangan tidak sehat dalam bisnis. Baik Lindenbaum maupun Cohen adalah sama-sama perusahaan yang bergerak di bidang percetakan ysng psling bersaing satu sama lain. Dalam kasus ini, dengan maksud untuk menarik pelanggan-pelanggan dari lindenbaum, seorang pegawai lindenbaum tersebut mau memberitahukan kepada Cohen salinan dari penawaran-penawaran yang dilakukan oleh Lindenbaum kepada masyarakat, dan memberi tahu nama-nama dari orang tersebut orang yang mengajukan order kepada Lindenbaum. Tindakan cohen tersebut akhirnya tercium oleh lindenbaum. Akhirnya, lindenbaum menggugat Cohen kepengadilan di amsterdam dengan alasan bahwa Cohen telah melakukan perbuatabn melanggar hukum (onrechtmatige daad) sehingga melanggar Pasal 1401 BW Belanda, yang sama denfan Pasal 1365 KUH Perdata Indonesia. Ternyata langkah Lindenbaum untuk mencari keadilan tidak berjalan mulus. Memang ditingkat pengadilan pertama Lindenbaum dimenangkan, tetapi di tingklat banding justru Cohen yang di menangkan, dengan alasan bahwa cohen tidak perbah melanggar suatu pasalpun dari perundangundangan yang berlaku. Dan pada tingkat kasasi turunlah putusan yang memenangkan Lindenbaum, suatu putusan yang sangat terkenal dalam

29 29 sejarah hukum, dan merupakan tonggak sejarah perkembangan yang revolusioner tentang perbuatan melawan hukum. Dalam putusan tingkat kasasi tersebut, Hoge Raad menyatakan bahwa yang di maksud dengan perbuatan melawan hukum bukan hanya melanggar undang-undang yang tertulis seperti yang di tafsirkan saat ini, melainkan juga termasuk kedalam pengertian perbuatan melawan hukum adalah setiap tindakan sebagai berikut : Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum, atau 2. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku, atau 3. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (gode zeden) 4. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain (indruist tegen de zorgvuldigheid, welke in het maatschappelijk verkeer betaamt ten aanzien van anders persoon of goed). Dengan demikian, dengan adanya terbitnya putusan Hoge Raad dalam kasus Lindenbaum versus Cohen tersebut, maka perbuatan melawan hukum tidak hanya dimaksudkan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan Pasal-Pasal dalam perundang-undangan yang berlaku, tetapi juga termasuk perbuatan yang melanggar kepatutan dalam masyarakat, padahal, sebelum putusan lindenbaum versus Cohen tersebut, hanya pelanggaran 39 Munir Fuady,Op cit, hlm. 23

30 30 terhadap pasal-pasal dalam perundang-undangan saja yang dapat di anggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum. 40 Perkembangan yang revolusioner dari pengertian perbuatan melawan hukum di Negara Belanda sejak tahun 1919 tersebut, kemudian juga masuk ke Indonesia (dahulu Hindia Belanda) berdasarkan asas konkordansi, yakni asas yang memberlakukan setiap hukum di Negeri Belanda ke negeri jajahannya, termasuk Indonesia. Suatu perkembangan yang penting dalam teori hukum adalah mengenai pengertian melawan hukum yang di atur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Semula pengertian melawan hukum hanya diartikan secara sempit yaitu yang melawan undang-undang saja. Akan tetapi, kemudian Hoge Raad dalam kasus yang terkenal Lindenbaum melawan Cohen memperluas pengertian melawan hukum bukan hanya sebagai perbuatan yang melanggar undang-undang, tetapi juga setiap perbuatan yang melanggar kepatutan, kehati-hatian, dan kesusilaan dalam hubungan antar sesama warga masyarakat dan terhadap benda orang lain. 4. Unsur-Unsur Perbuatan Melanggar Hukum Sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia, suatu perbuatan melanggar hukum harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut : 40 Munir Fuady, Op Cit, hlm. 30

31 31 a. Ada Suatu Perbuatan 41 Perbuatan disini ialah perbuatan melakukan melanggar hukum yang di lakukan oleh pelaku. Secara umum perbuatan ini mencakup berbuat sesuatu (dalam arti aktif) dan tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuata sesuatu, padahal pelaku mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat, kewajiban itu timbul dari hukum (ada pula kewajiban yang timbul dari suatu kontrak). Dalam dalam perbuatan melanggar hukum ini harus tidak ada unsur kuasa persetujuan atau kata sepakat serta tidak ada pula unsur kasus yang di perbolehkan seperti yang terdapat dalam suatu perjanjian kontrak. b. Perbuatan itu Melawan Hukum Perbuatan yang dilakukan itu, harus melawan hukum. Sejak tahun 1919, unsur melawan hukum diartikan dalam arti seluas-luasnya, sehinggab meliputi hal-hal seabagai berikut : 42 1) Perbuatan melanggar undang-undang 2) Perbuatan yang bertentangan dengan orang lain yang di lindungi hukum 3) Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku 4) Perbuatan yang bertentangan kesusilaan (geode zeden) 5) Perbuatan yang bertentangan sikap baik dalam masyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain 41 Abdul Salam, Perbuatan Melanggar Hukum.Melalui :< >, Diambil pada tanggal 01 Juni 2011, Pukul WIB. 42 Ibid

32 32 Dalam rumusan ini, yang harus di pertimbangkan hanya hak dan kewajiban hukum berdasarakan Undang-undang (wet). Jadi perbuatan itu harus melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiaban hukumnya sendiri yang di berikan oleh undang-undang. Dengan demikian, melanggar hukum ( onrechmatig) sama dengan melanggar unadang-undang (onwetmatig). Dengan tafsiran sempit ini banyak kepentingan masyarakat di rugikan, tetapi tidak menuntut apa-apa. c. Ada Kesalahan Pelaku Pengertian kesalahan disini adalah pengertian dalam hukum perdata, bukan dalam hukum pidana. Kesalahan dalam Pasala 1365 KUHP Perdata itu mengandung semua gradasi dari kesalahan dalam arti sengaja sampai kesalahan dalam arti tidak sengaja (lalai). Menurut hukum perdata, seorang dikatakan bersalah jika terhadapnya dapat disesalkan bahwa telah melakukan/tidak melakukan suatu perbuatan yang seharusnya dui hindarkan. Perbuatan yang seharusnya dilakukan/tidak dilakukan itu tidak terlepas dari dapat dapat tidaknya hal itu dikira-kirakan. Dapat dikira-kirakan itu harus diukur secara objektif, artinya manusia normal dapat mengira-ngirakan dalam keadaan tertentu itu perbuatan seharusnya dilakukan/tidak dilakukan. Dapat dikira-kirakan juga harus diukur secara objektif, artinya apa yang justru orang itu dalam kedudukannya dapat mengira-ngirakan bahwa perbuatan itu seharusnya dilakukan/tida dilakukan Abdulkadir Muhammad, op.cit, hlm 56.

33 33 Selain itu ukuran objektif dan subjektif itu, orang yang berbuat itu harus dapat dipertanggung jawabkan (responsible). Artinya orang yang berbuat itu sudah dewasa, sehat akalnya, tidak berada di bawah pengampun. Dalam pengertian tanggung jawab itu termasuk juga akibat hukum dari perbuatan orang yang berada di bawah pengawasannya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Pasal 1367 : Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang yang menjadi tanggungannya atau di sebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya. Menurut Undang-undang dan yurisprudensi masyarakat untuk dapat dikategorikan perbuatan melanggar hukum sesuai Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia, maka pada pelaku harus mengandung unsur kesalahan (schuldelement) dalam melakukan perbuatan tersebut. Karena itu, tanggung jawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak termasuk tanggung jawab dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia. Bilamana dalam hal-hal tertentu berlaku tanggung jawab tanpa kesalahan (Struct Ziabi Ziy), hal demikian bukan berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia. Karena Pasala 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia masyarakat untuk dikategorikan perbuatan melanggar hukum harus ada kesalahan, maka perlu mengetahui bagaimana cakupan unsur kesalahan itu. Suatu tindakan dianggap mengandung unsure kesalahan, sehingga dapat diminta pertanggung jawabkan hukum, jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

34 34 1. Ada unsur kesengajaan 2. Ada unsur kelalaian Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan memaksa (overmacht), membela diri, tidak waras dan lain-lain. Perlu atau tidak, perbuatan melanggar hukum mesti ada unsur kesalahan, selain unsur melanggar hukum, disisni terdapat 3 (Tiga) aliran teori sebagai berikut : 44 a) Aliran yang menyatakan cukup hanya ada unsur melawan hukum. Aliran ini menyatakan, dengan unsur melawan hukum dalam arti luas, sudah mencakup unsur kesalahan di dalamnya, sehingga tidak diperlukan lagi ada unsur kesalahan dalam perbuatan melanggar hukum. Di negeri Belanda, aliran ini dianut oleh Van Oven. b) Aliran yang menyatakan cukup hanya ada unsure kesalahan Aliran ini sebaliknya menyatakan, dalam unsure kesalahan, sudah mencakup juga unsure perbuatan melanggar hukum. Di negeri belanda, aliran ini dianut oleh Van Goudever. c) Aliran yang menyatakan, diperlukan unsur melawan hukum dan unsure kesalahan. Aliran ini mengajarkan, suatu perbuatan menggar hukum mesti ada unsur perbuatan melanggar hukum ada unsur kesalahan, karena unsur melanggar hukum saja belum tentu mencakup unsur kesalahan. Di negara Belanda, aliran ini dianut oleh 44 Abdul Salam, op.cit, hlm. 60

35 35 meyeres. Kesalahan yang diharuskan dalam perbuatan melanggar hukum adalah kesalahan dalam arti kesalahan hukum dan kesalahan sosial. Dalam hal ini, hukum penafsirkan kesalahan itu sebagai suatu kegagalan sesorang untuk hidup dengan sikap yang ideal, yaitu sikap yang biasa dan normal dalam pergaulan masyarakat. Sikap demikian, kemudian mengkristal yang disebut manusia yang normal dan wajar (reasonable man). d. Ada Kerugian Bagi Korban Ada kerugian (schade) bagi korban merupakan unsur perbuatan melawan hukum sesuai pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia. Dalam gugatan atau tuntutan berdasarkan alasan hukum wanprestasi berbeda dengan gugatan berdasarkan perbuatan melawan hukum. Gugatan berdasarkan wanprestasi hanya mengenal kerugian materil, kerugian yang bersifat materil ataupum yang bersifat immateril. Menurut yurisprudensi (H. R. 23 Juni 1922 W ) Pasal 1264 s/d Pasal 1248 KUH Perdata mengenai ganti kerugian dalam hal wanprestasi tidak dapat diterapkan secara langsung pada perbuatan melanggar hukum. Dalam Pasal-pasal mengenai ganti kerugian akibat wanprestasi kerugian itu meliputi tiga unsur yaitu : biaya, kerugian yang sesungguhnya, dan keuntungan yang di harapkan adalah bunga. Sedangkan ukuran yang dipakai adalah bunga. Dalam gugatan perbuatan melanggar hukum selain mengandung kerugian materil juga mengandung kerugian immateril, unsur kerugian dan

36 36 ukuran penilaiannya dengan uang dapat diterapkan secara analogis. Dengan demikian, penghitungan ganti kerugian dalam perbuatan melanggar hukum didasarkan pada kemungkinan adanya tiga unsur tersebut, dan kerugian itu dihitung dengan sejumlah uang. untuk menentukan luasnya kerugian yang harus diganti umumnya harus dilakukan dengan menilai kerugian tersebut. Pada dasarnya pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi, tidak hanya kerugian yang telah diberi pada waktu diajukan tuntutan, akan tetapi juga apa yang akan diderita pada waktu yang akan datang. e. Ada Hubungan Kausal Antara Perbuatan Dengan Kerugian Adanya hubungan kausal dapat disimpulkan dari kalimat Pasal 1365 Perbuatan yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian. Kerugian itu harus timbul sebagai akibat dari perbuatan orang itu. Jika tidak ada perbuatan, tidak ada akibat yaitu kerugian. 45 Untuk mengetahui apakah suatu perbuatan adalah sebab dari suatu kerugian, terdapat dua teori, yaitu : 46 1) Teori Adequate Veroozaking dari Voon Kries. Menurut teori ini, yang dianggap sebagi sebab adalah perbuatan yang menurut pengalaman manusia normal sepatutnya dapat diharapkan menimbulkan akibat, dalam hal ini kerugian. Jadi, antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan langsung. 45 Abdulkadir Muhammad, Op Cit, hlm Ibid

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM. Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi proses

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM. Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi proses BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI MENGENAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN JUAL BELI

BAB II KAJIAN TEORI MENGENAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN JUAL BELI BAB II KAJIAN TEORI MENGENAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN JUAL BELI A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Dasar hukum mengenai perjanjan diatur dalam buku III KUHPerdata tentang perikatan. Didalam KUHPerdata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHTMATIGE DAAD) A. Sejarah dan Perkembangan Perbuatan Melawan Hukum

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHTMATIGE DAAD) A. Sejarah dan Perkembangan Perbuatan Melawan Hukum BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHTMATIGE DAAD) A. Sejarah dan Perkembangan Perbuatan Melawan Hukum Perkembangan sejarah hukum tentang perbuatan melawan hukum di negeri Belanda sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM. KUHPerdata, termasuk ke dalam perikatan yang timbul dari undang-undang.

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM. KUHPerdata, termasuk ke dalam perikatan yang timbul dari undang-undang. BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Perbuatan melawan hukum diatur dalam Buku III Titel 3 Pasal 1365-1380 KUHPerdata, termasuk ke dalam perikatan yang timbul dari undang-undang.

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan serta cita-cita bangsa, termasuk di dalamnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dengan adanya hukum, hak-hak serta kewajiban-kewajiban anggota masyarakat

I. PENDAHULUAN. Dengan adanya hukum, hak-hak serta kewajiban-kewajiban anggota masyarakat I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap anggota atau warga masyarakat memiliki kepentingan dan banyak perbedaan kepentingan antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

KETENTUAN-KETENTUAN PENTING TENTANG WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) OLEH: Drs. H. MASRUM, M.H. (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten)

KETENTUAN-KETENTUAN PENTING TENTANG WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) OLEH: Drs. H. MASRUM, M.H. (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten) KETENTUAN-KETENTUAN PENTING TENTANG WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) OLEH: Drs. H. MASRUM, M.H (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten) I WANPRESTRASI 1. Prestasi adalah pelaksanaan sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, mereka harus

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, mereka harus 1 BAB I PENDAHULUAN Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, baik dalam segi sosial maupun segi ekonomi. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya,

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Gugatan Warga Negara (Citizen Lawsuit/Actio Popularis) adalah suatu gugatan

BAB IV PENUTUP. 1. Gugatan Warga Negara (Citizen Lawsuit/Actio Popularis) adalah suatu gugatan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Gugatan Warga Negara (Citizen Lawsuit/Actio Popularis) adalah suatu gugatan dengan mekanisme yang sebenarnya pertama kali lahir dari sistem hukum civil law pada zaman Romawi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN HUKUM PERBUATAN MELAWAN HUKUM MATERIL DALAM HUKUM PIDANA. Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum

BAB II KAJIAN HUKUM PERBUATAN MELAWAN HUKUM MATERIL DALAM HUKUM PIDANA. Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum BAB II KAJIAN HUKUM PERBUATAN MELAWAN HUKUM MATERIL DALAM HUKUM PIDANA A. Sejarah Perbuatan Melawan Hukum Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum Romawi, yaitu teori tentang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, bangsa Indonesia telah melakukan pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH PENGUASA

PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH PENGUASA PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH PENGUASA (PMHP/OOD) disampaikan oleh: Marianna Sutadi, SH Pada Acara Bimbingan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI Tanggal 9 Januari 2009 Keputusan Badan/Pejabat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM 2.1. Bank 2.1.1. Pengertian bank Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jasa Konstruksi 1. Pengertian Jasa Konstruksi Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dijelaskan, Jasa Konstruksi adalah layanan jasa

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2 AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah akibat hukum yang timbul dari kelalaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11 BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena jumlah jemaah haji dan umroh Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum keperdataan yang adil dan koheren kiranya penting bagi kelancaran lalu lintas hukum dan sebab itu pula menjadi prasyarat utama bagi tumbuhkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. mendesak para pelaku ekonomi untuk semakin sadar akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, globalisasi ekonomi guna mencapai kesejahteraan rakyat berkembang semakin pesat melalui berbagai sektor perdangangan barang dan jasa. Seiring dengan semakin

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.

BAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut

Lebih terperinci

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris; 59 dengan mencari unsur-unsur kesalahan dan kesengajaan dari Notaris itu sendiri. Hal itu dimaksudkan agar dapat dipertanggungjawabkan baik secara kelembagaan maupun dalam kapasitas Notaris sebagai subyek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

Andria Luhur Prakoso Universitas Muhammadiyah Surakarta

Andria Luhur Prakoso Universitas Muhammadiyah Surakarta Prosiding Seminar Nasional ISBN: 978-602-361-036-5 PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB II KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM SERTA GANTI KERUGIAN

BAB II KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM SERTA GANTI KERUGIAN BAB II KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM SERTA GANTI KERUGIAN A. Kerugian Keuangan Negara 1. Keuangan Negara dalam Undang Undang Dasar 1945 Konsep Keuangan

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para anggota pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. para anggota pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Koperasi merupakan suatu lembaga atas badan hukum yang bergerak di bidang ekonomi yang bertujuan untuk meningkan taraf hidup dan kesejahteraan para anggota pada khususnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta pengakuan

Lebih terperinci

BAB 2 PEMBATALAN PERJANJIAN SECARA SEPIHAK

BAB 2 PEMBATALAN PERJANJIAN SECARA SEPIHAK BAB 2 PEMBATALAN PERJANJIAN SECARA SEPIHAK 2.1 PERJANJIAN SECARA UMUM Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pasal 1313, dijelaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016 TINJAUAN ATAS EKSEKUSI FIDUSIA YANG DILAKUKAN DI BAWAH TANGAN 1 Oleh : Kaisar M. B. Tawalujan 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur eksekusi fidusia kendaraan

Lebih terperinci

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala

Pemanfaatan pembangkit tenaga listrik, baru dikembangkan setelah Perang Dunia I, yakni dengan mengisi baterai untuk menghidupkan lampu, radio, dan ala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan jangka panjang yang dilakukan bangsa Indonesia mempunyai sasaran utama yang dititik beratkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa. melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa. melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan di segala bidang. Pembangunan yang sedang giat dilakukan saat ini meliputi segala

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017 EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 1 Oleh : Lord M. M. Tawalujan 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur eksekusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan Direksi sebagai organ yang bertugas melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan usaha perseroan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

BAB III KERUGIAN DAN UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP KERUGIAN AKIBAT KELALAIAN

BAB III KERUGIAN DAN UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP KERUGIAN AKIBAT KELALAIAN BAB III KERUGIAN DAN UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP KERUGIAN AKIBAT KELALAIAN LIKUIDATOR SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 148 AYAT (2) UU PT 3.1. Kerugian Dalam Hukum Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya perekonomian di suatu Negara merupakan salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM Oleh : Ni Made Astika Yuni I Gede Pasek Eka Wisanjaya Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH A. Pengaturan tentang Perikatan Jual Beli Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBATALAN PERJANJIAN SECARA SEPIHAK SEBAGAI SUATU PERBUATAN MELAWAN HUKUM

TINJAUAN YURIDIS PEMBATALAN PERJANJIAN SECARA SEPIHAK SEBAGAI SUATU PERBUATAN MELAWAN HUKUM TINJAUAN YURIDIS PEMBATALAN PERJANJIAN SECARA SEPIHAK SEBAGAI SUATU PERBUATAN MELAWAN HUKUM Penulis : David Irmantius Pebimbing: Suharnoko Endah Hartati FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM DEPOK JANUARI

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

Perbuatan Melanggar Hukum Oleh: Parwoto Wingjosumarto, SH*

Perbuatan Melanggar Hukum Oleh: Parwoto Wingjosumarto, SH* Perbuatan Melanggar Hukum Oleh: Parwoto Wingjosumarto, SH* Dalam arti Formil: Perbuatan melanggar hukum (PMH) adalah salah satu jenis kualifikasi gugatan dalam hukum perdata berdasarkan Rangkuman Jurisprudensi

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki naluri self preservasi yaitu naluri untuk mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak dapat !1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak dapat melakukan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan dari orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, pembangunan di bidang ekonomi, merupakan bagian dari pembangunan nasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang, ditegaskan bahwa setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Teori 2.1.1 Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya Ketentuan mengenai perjanjian pada umumnya, diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial tidak akan terlepas dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk sosial tidak akan terlepas dari hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk sosial tidak akan terlepas dari hubungan kemasyarakatan, dan mempunyai kehidupan yang tidak terisolir dari lingkungannya, maka dengan sendirinya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan di segala bidang pada umumnya merupakan salah satu dari tujuan utama pembangunan nasional. Dalam rangka melindungi segenap Bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam perkembangan jaman yang semakin maju saat ini membuat setiap orang dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya. Salah

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]

[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH] BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan

Lebih terperinci

KAJIAN MENGENAI GUGATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP SENGKETA WANPRESTASI

KAJIAN MENGENAI GUGATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP SENGKETA WANPRESTASI KAJIAN MENGENAI GUGATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP SENGKETA WANPRESTASI Harumi Chandraresmi (haharumi18@yahoo.com) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Pranoto (maspran7@gmail.com) Dosen Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional

Lebih terperinci

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami

BAB IV UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK. A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A. Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara.

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran yang harus ditegakkan oleh setiap warga Negara. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada hakekatnya pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia dengan tujuan untuk mencapai suatu masyarakat

Lebih terperinci