BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHTMATIGE DAAD) A. Sejarah dan Perkembangan Perbuatan Melawan Hukum
|
|
- Erlin Lesmana
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHTMATIGE DAAD) A. Sejarah dan Perkembangan Perbuatan Melawan Hukum Perkembangan sejarah hukum tentang perbuatan melawan hukum di negeri Belanda sangat berpengaruh terhadap perkembangan di Indonesia, karena berdasarkan asas korkondansi, kaidah hukum yang berlaku di negeri Belanda akan berlaku juga di negeri jajahannya, termaksud di Indonesia. Di negeri Belanda perkembangan sejarah tentang perbuatan melawan hukum dapat dibagi menjadi 3 (tiga) periode sebagai berikut: 11 1) Periode sebelum tahun 1838 Kodifikasi pada tahun 1983 membawa perubahan besar mengenai pendapat tentang makna dan ruang lingkup dari pengertian onrechtmatige daad. Pada waktu itu dianut pendirian bahwa onwetmatig, yang berarti bahwa suatu perbuatan baru dianggap melawan hukum bilamana perbuatan itu adalah bertentangan dengan ketentuan undang undang. 12 Sampai dengan kodifikasi Burgerlijk Wetboek (BW) di negeri Belanda pada tahun 1838, maka ketentuan seperti Pasal 1365 KUH Perdata di Indonesia saat ini belum tentu ada di Belanda. Karenanya kala itu, tentang perbuatan melawan hukum ini, pelaksanaannya belum jelas dan belum terarah. 11 Ibid, Hal M.A Moegni Djojodirdjo, 1979, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta Pusat, hal
2 2) Periode antara tahun Setelah BW Belanda dikodifikasi, maka mulailah berlaku ketentuan dalam Pasal 1401 (yang sama dengan Pasal 1365 KUH Perdata Indonesia) tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Meskipun kala itu sudah di tafsirkan bahwa yang merupakan perbuatan melawan hukum, baik perbuatan suatu (aktif berbuat) maupun tidak berbuat sesuatu (pasif) yang merugikan orang lain, baik yang disengaja maupun yang merupakan kelalaian sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 1366 KUH Perdata Indonesia, tetapi sebelum tahun 1919 dianggap tidak termaksud ke dalam perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut hanya merupakan tindakan yang bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan dengan putusan masyarakat perihal memperhatikan kepentingan orang lain. 3) Periode setelah tahun 1919 Dalam tahun 1919 terjadi suatu perkembangan yang luar biasa dalam bidang hukum tentang perbuatan melawan hukum khususnya di negeri Belanda, sehingga demikian juga di Indonesia. Perkembangan tersebut adalah dengan bergesernya makna perbuatan melawan hukum, dari semula yang cukup kaku, kepada perkembangan yang luwes. Perkembangan tersebut terjadi dengan diterimanya penafsiran luas terhadap perbuatan melawan hukum oleh Hoge Raad (Mahkamah Agung) negeri Belanda, yakni penafsiran terhadap Pasal 1401 BW Belanda, yang sama dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1365 KUH Perdata Indonesia. Putusan Hoge Raad adalah terhadap kasus Lindenbaum versus Cohen.
3 Kasus Lindenbaum versus Cohen tersebut pada pokoknya berkisar tentang persoalan persaingan tidak sehat dalam bisnis. Baik Lindenbaum maupun Cohen adalah sama sama perusahaan yang bergerak di bidang percetakan yang saling bersaing satu sama lain. Dalam kasus ini, dengan maksud untuk menarik pelanggan pelanggan dari Lindenbaum, seorang pegawai dari Lindebaum di bujuk oleh perusahaan Cohen dengan berbagai macam hadiah agar pegawai Lindenbaum tersebut mau memberitahukan kepada Cohen salinan dari penawaran penawaran yang dilakukan oleh Lindenbaum kepada masyarakat, dan memberi tahu nama nama dari orang orang yang mengajukan order kepada Lindenbaum. Tindakan Cohen itu akhirnya tercium oleh Lindenbaum. Akhirnya Lindenbaum menggugat Cohen ke pengadilan Amsterdam dengan alasan bahwa Cohen telah melakukan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige daad) sehingga melanggar Pasal 1401 BW Belanda, yang sama dengan Pasal 1365 KUH Perdata Indonesia. Ternyata langkah Lindenbaum untuk mencari keadilan tidak berjalan mulus. Memang di tingkat pengadilan pertama Lindenbaum dimenangkan, tetapi di tingkat banding justru Cohen yang di menangkan, dengan alasan bahwa Cohen tidak pernah melanggar suatu pasal apapun dari perundang undangan yang berlaku. Dan pada tingkat kasasi turunlah putusan yang memenangkan Lindenbaum, suatu putusan yang terkenal dalam sejarah hukum, dan merupakan tonggak sejarah tentang perkembangan yang revolusioner tentang perbuatan melawan hukum tersebut.
4 Dalam putusan tingkat kasasi tersebut, Hoge Raad menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum bukan hanya melanggar undang undang yang tertulis seperti yang ditafsirkan saat itu, melainkan juga termasuk kedalam pengertian perbuatan melawan hukum adalah setiap tindakan: a. Yang melanggar hak orang lain b. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau c. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden),atau d. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain. 13 Dengan demikian dengan terbitnya putusan Hoge Raad dalam kasus Lindenbaum versus Cohen tersebut, maka perbuatan melawan hukum tidak hanya dimaksudkan sebagai yang perbuatan yang bertentangan dengan pasal pasal dalam perundang undangan yang berlaku, tetapi juga termasuk perbuatan yang melanggar kepatutan dalam masyarakat. Dengan demikian sejak tahun tersebut, perbuatan melawan hukum tidak hanya perbuatan yang bertentangan dengan undang undang saja, tetapi berbuat atau tidak berbuat yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban orang yang berbuat atau tidak berbuat sampai sekian perumusan hukum, dalam arti sempit atau pun bertentangan dengan 13 Ibid, hal. 32
5 kesusilaan maupun berhati hati sebagaimana sepatutnya di dalam lau lintas masyarakat atau barang orang lain. 14 Perkembangan yang revolusioner dari pengertian perbuatan melawan hukum di negeri Belanda sejak tahun 1919 tersebut, kemudian juga masuk ke Indonesia (dahulu Hindia Belanda) berdasarkan asas konkordansi, yakni asas yang memberlakukan setiap hukum di negeri Belanda ke negeri jajahannya, termasuk Indonesia. Secara klasik, yang dimaksud dengan perbuatan dalam istilah perbuatan melawan hukum adalah : 1) Nonfeasance, yakni merupakan tidak berbuat sesuatu yang diwajibkan oleh hukum. 2) Misfeasance, yakni merupakan perbuatan yang dilakukan secara salah, perbuatan mana merupakan kewajibannya atau merupakan perbuatan yang dia mempunyai hak untuk melakukannya. 3) Malfeasance, yakni merupakan perbuatan yang dilakukan, padahal pelakunya tidak berhak untuk melakukannya. Dahulu, pengadilan menafsirkan melawan hukum sebagai hanya pelanggaran dari pasal pasal hukum tertulis semata mata (pelanggaran perundang undangan yang berlaku), tetapi sejak tahun 1919 terjadi perkembangan di negeri Belanda, dengan mengartikan perkataan melawan hukum bukan hanya untuk pelanggaran perundang undangan tertulis 14 Ibid, hal. 221
6 semata mata, melainkan juga melingkupi atas setiap pelanggaran terhadap kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup masyarakat. (lihat putusan Hoge Raad Belanda tanggal 31 Januari 1919 dalam kasus Lindenbaum versus Cohen). Dengan demikian sejak tahun 1919 tindakan onrechtmatige daad tidak lagi dimaksudkan hanya sebagai onwetmatige daad saja. 15 Sejak tahun 1919 tersebut, di negeri Belanda, dan demikian juga di Indonesia, perbuatan melawan hukum telah diartikan secara luas, yakni mencakup salah satu dari perbuatan perbuatan sebagai berikut : 1) Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain. 2) Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri. 3) Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan. 4) Perbuatan yang bertentangan dengan kehati hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik. Berikut penjelasan untuk masing masing kategori tersebut, yaitu sebagai berikut: 1. Perbuatan yang Bertentangan dengan Hak Orang Lain Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain (inbreuk op eens anders recht) termasuk salah satu perbuatan yang dilarang oleh Pasal 1365 KUH Perdata. Hak hak yang dilanggar tersebut adalah hak hak seseorang yang diakui oleh hukum, termasuk tetapi tidak terbatas pada hak hak sebagai berikut : 15 Ibid, hal. 6
7 a) Hak hak pribadi (persoonlijkheidscrechten). b) Hak hak kekayaan (vermogensrecht). c) Hak hak kebebasan. d) Hak atas kehormatan dan nama baik. Berikut ini beberapa putusan Mahkamah Agung Negeri Belanda (Hoge Raad) tentang perbuatan melawan hukum yang menyangkut tentang perbuatan yang melanggar hak orang lain, antara lain adalah putusan Hoge Raad tanggal 10 Maret Putusan ini mempertimbangkan apakah akibat negatif dari tindakan seseorang sedemikian besar sehingga dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan melawan hukum. 2. Perbuatan yang Bertentangan dengan Kewajiban Hukumnya Sendiri Juga termasuk ke dalam kategori perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum (rechtsplicht) dari pelakunya. Dengan istilah kewajiban hukum, yang dimaksudkan adalah bahwa suatu kewajiban yang diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Jadi, bukan hanya bertentangan dengan hukum tertulis (wettelijk plicht), melainkan juga bertentangan dengan hak orang lain menurut undang undang ( wettelijk recht). Karena itu pula, istilah yang dipakai untuk perbuatan melawan hukum adalah onrechtmatige daad, bukan onwetmatige daad.
8 3. Perbuatan yang Bertentangan dengan Kesusilaan Tindakan yang melanggar kesusilaan yang oleh masyarakat telah diakui sebagai hukum tidak tertulis juga dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Karena itu, manakala dengan tindakan melanggar kesusilaan itu telah terjadi kerugian bagi pihak lain, maka pihak yang menderita kerugian tersebut dapat menuntut ganti rugi berdasarkan atas perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUH Perdata). Dalam putusan terkenal Lindenbaum v. Cohen (1919), Hoge Raad menganggap tindakan Cohen untuk membocorkan rahasia perusahaan dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan kesusilaan, sehingga dapat digolongkan sebagai suatu perbuatan hukum. 4. Perbuatan yang Bertentangan dengan Kehati hatian atau Keharusan dalam Pergaulan Masyarakat yang Baik Perbuatan yang bertentangan dengan kehati hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik ini atau disebut dengan istilah zorgvuldigheid juga dianggap sebagai suatu perbuatan melawan hukum. Jadi jika seseorang melakukan tindakan yang merugikan orang lain, tidak secara melanggar pasal pasal dari hukum tertulis, mungkin masih dapat dijerat dengan perbuatan melawan hukum, karena tindakannya tersebut bertentangan dengan prinsip prinsip kehati hatian atau keharusan dalan pergaulan masyarakat. Keharusan dalam masyarakat tersebut tentunya tidak tertulis, tetapi diakui oleh masyarakat yang bersangkutan.
9 B. Unsur Unsur dari Perbuatan Melawan Hukum Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUH Perdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur unsur sebagai berikut: 1) Adanya suatu perbuatan 2) Perbuatan tersebut melawan hukum 3) Adanya kesalahan dari pihak pelaku 4) Adanya kerugian bagi korban 5) Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian Berikut ini penjelasan bagi masing masing unsur dari perbuatan melawan hukum tersebut, yaitu sebagai berikut : a. Adanya Suatu Perbuatan Kata perbuatan meliputi perbuatan positif, yang bahasa aslinya daad (Pasal 1365 KUH Perdata) dan perbuatan negatif, yang dalam bahasa aslinya bahasa Belanda nalatigheid (kelalaian) atau onvoorzigtigheid (kurang hati hati) seperti ditentukan dalam Pasal 1366 KUH Perdata. Dengan demikian, Pasal 1365 itu untuk orang orang yang betul betul berbuat, sedangkan Pasal 1366 itu untuk orang yang tidak berbuat. Pelanggaran dua pasal ini mempunyai akibat hukum yang sama, yaitu mengganti kerugian Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 4
10 Perbuatan adalah perbuatan yang nampak secara aktif, juga termasuk perbuatan yang nampak secara tidak aktif artinya tidak nampak adanya suatu perbuatan, tetapi sikap ini bersumber pada kesadaran dari yang bersangkutan akan tindakan yang harus dilakukan tetapi tidak dilakukan. 17 Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh suatu perbuatan dari pelakunya. Umumnya diterima anggapan bahwa dengan perbuatan disini dimaksudkan, baik berbuat sesuatu (dalam arti aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu, padahal dia mempunyai kewajiban hukum untuk membuatnya, kewajiban mana timbul dari hukum yang berlaku ( karena ada juga kewajiban yang timbul dari suatu kontrak). Karena itu, terhadap perbuatan melawan hukum, tidak ada unsur persetujuan atau kata sepakat dan tidak ada juga unsur causa yang diperbolehkan sebagaimana yang terdapat dalam kontrak. b. Perbuatan tersebut Melawan Hukum Perbuatan yang dilakukan tersebut haruslah melawan hukum. Sejak tahun 1919, unsur melawan hukum tersebut diartikan dalam arti yang seluas luasnya, yakni meliputi hal hal sebagai berikut: a. Perbuatan yang melanggar undang undang yang berlaku, b. Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum, atau c. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau d. Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (goede zedeen), atau 17 Achmad Ichsan, 1969, Hukum Perdata, PT. Pembimbing Masa, Jakarta, hal. 250
11 e. Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain (indruist tegen de zorgvuldigheid, welke in het maatschap-pelijk verkeer betaamt ten aanzien van anders persoon of goed). Jadi, perbuatan itu harus melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri yang diberikan oleh undang undang. Dengan demikian, melanggar hukum (Onrechtmatig) sama dengan melanggar undang undang (Onwetmatig). 18 c. Adanya Kesalahan dari Pihak Pelaku Kesalahan dalam Pasal 1365 KUH Perdata mengandung semua gradasi dari kesalahan dalam arti sengaja sampai pada kesalahan dalam arti tidak sengaja (lalai). Menurut hukum perdata, seorang itu dikatakan bersalah jika terhadapnya dapat disesalkan bahwa ia telah melakukan / tidak melakukan suatu perbuatan yang seharusnya dihindarkan. Perbuatan yang seharusnya dilakukan / tidak dilakukan itu tidak terlepas dari dapat tidaknya hal itu dikira kirakan. Dapat dikira kirakan itu harus diukur secara objektif, artinya manusia normal dapat mengira ngirakan dalam keadaan tertentu itu perbuatan seharusnya dilakukan / tidak dilakukan. Dapat dikira kirakan itu harus juga diukur secara subjektif, artinya apa yang justru orang itu dalam kedudukannya dapat mengira ngirakan bahwa perbuatan itu seharusnya dilakukan / tidak dilakukan Ibid, hal Ibid, hal. 256
12 Untuk itu kesalahan dalam arti objektif adalah seseorang dianggap melakukan perbuatan melawan hukum karena berbuat kesalahan, apabila ia bertindak dari pada seharusnya dilakukan oleh orang orang dalam keadaan itu dalam pergaulan masyarakat. Kesalahan dalam arti subektif adalah melihat pada orangnya yang melakukan perbuatan itu, apakah menurut hukum dapat dipertanggungjawabkan artinya fisik orang itu normal atau masih kanak kanak. 20 Agar dapat dikenakan Pasal 1365 KUH Perdata tentang Perbuatan Melawan Hukum tersebut, undang undang dan yurisprudensi mensyaratkan agar para pelaku haruslah mengandung unsur kesalahan (schuldelement) dalam melaksanakan perbuatan tersebut. Karena itu, tanggung jawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak termasuk tanggung jawab berdasarkan kepada Pasal 1365 KUH Perdata. Jikapun dalam hal tertentu diberlakukan tanggung jawab tanpa kesalahan tersebut (strict liability), hal tersebut tidak didasari atas Pasal 1365 KUH Perdata, tetapi didasarkan kepada undang undang lain. 21 Karena Pasal 1365 KUH Perdata mensyaratkan adanya unsur kesalahan (schuld) dalam suatu perbuatan melawan hukum, maka perlu diketahui bagaimana cakupan dari unsur kesalahan tersebut. Suatu tindakan dianggap oleh hukum mengandung unsur kesalahan sehingga dapat dimintakan tanggung jawabnya secara hukum jika memenuhi unsur unsur sebagai berikut: 20 Ibid, hal Ibid, hal. 11
13 a) Ada unsur kesengajaan, atau b) Ada unsur kelalaian (negligence, culpa), dan c) Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf (rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain lain. d. Adanya Kerugian Bagi Korban Dalam perbuatan melawan hukum, unsur unsur kerugian dan ukuran penilaiannya dengan uang dapat diterapkan secara analogis. Dengan demikian, penghitungan ganti kerugian dalam perbuatan melawan hukum didasarkan pada kemungkinan adanya tiga unsur yaitu biaya, kerugian yang sesungguhnya, dan keuntungan yang diharapkan (bunga). Dan kerugian itu dihitung dengan sejumlah uang. 22 Adanya kerugian (schade) bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata dapat dipergunakan. Berbeda dengan kerugian karena wanprestasi yang hanya mengenal kerugian materil, maka kerugian karena perbuatan melawan hukum disamping kerugian materil, yurisprudensi juga mengakui konsep kerugian immaterial, yang juga akan dinilai dengan uang Ibid, hal Ibid, hal. 13
14 e. Adanya Hubungan Kausal antara Perbuatan dengan Kerugian Untuk mengetahui apakah suatu perbuatan adalah sebab dari suatu kerugian, maka perlu diikuti teori adequate veroorzaking dari Von Kries. Menurut ini yang dianggap sebagai sebab adalah perbuatan yang menurut pengalaman manusia normal sepatutnya dapat diharapkan menimbulkan akibat, dalam hal ini kerugian. Jadi antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan langsung. Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang terjadi juga merupakan syarat dari perbuatan melawan hukum.untuk hubungan sebab akibat ada 2 (dua) macam teori, yaitu teori hubungan faktual dan teori penyebab kira kira. Hubungan sebab akibat secara faktual (causation in fact) hanyalah merupakan masalah fakta atau apa yang secara faktual telah terjadi. Setiap penyebab yang menyebabkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara faktual, asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa penyebabnya. Dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum, sebab akibat jenis ini sering disebut dengan hukum mengenai but for atau sine qua non. Von Buri adalah salah satu ahli hukum Eropa Kontinental yang sangat mendukung ajaran akibat faktual ini. 24 Selanjutnya agar lebih praktis dan agar tercapainya elemen kepastian hukum dan hukum yang lebih adil, maka diciptakanlah konsep sebab kira kira (proximate cause). Proximate cause merupakan bagian yang paling 24 Ibid, hal. 14
15 membingungkan dan paling banyak pertentangan pendapat dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum. C. Teori dalam Perbuatan Melawan Hukum Ada 2 teori yang berkembang dalam perbuatan melawan hukum yaitu: 1. Teori Schutznorm dalam perbuatan melawan hukum Teori schutznorm atau disebut juga dengan ajaran relativitas ini berasal dari hukum Jerman, yang dibawa ke negeri Belanda oleh Gelein Vitringa. Kata schutz secara harafiah berarti perlindungan. Sehingga dengan istilah schutznorm secara harafiah berarti norma perlindungan. Teori schutznorm ini mengajarkan bahwa agar seseorang dapat dimintakan tanggung jawabnya karena telah melakukan perbuatan melawan hukum vide Pasal 1365 KUH Perdata, maka tidak cukup hanya menunjukkan adanya hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang timbul. Akan tetapi perlu juga ditunjukkan bahwa norma atau peraturan yang dilanggar tersebut dibuat memang untuk melindungi (schutz) terhadap kepentingan korban yang dilanggar. Teori schutz disebut juga dengan istilah teori relativitas karena penerapan dari teori ini akan membeda bedakan perlakuan terhadap korban dari perbuatan melawan hukum. Dalam hal ini jika seseorang melakukan suatu perbuatan, bisa melakukan perbuatan melawan hukum bagi korban X, tetapi mungkin bukan merupakan perbuatan melawan hukum bagi korban Y.
16 Sungguhpun begitu, pro dan kontra terhadap teori schultznorm ini sangat kental. Di negeri Belanda, para ahli hukum yang mendukung diterapkannya teori schultznorm ini antara lain adalah Telders, Van der Grinten, dan Molengraaf. Bahkan putusan Hoge Raad lebih banyak yang mendukung teori schultznorm ini. Sebaliknya, para ahli hukum Belanda yang menentang penerapan teori schultznorm ini, antara lain adalah Scholten,Ribius,dan Wetheim. Bahkan ada yang berpendapat (misalnya Meyers di negeri Belanda) bahkan schultznorm ini hanya tepat diberlakukan terhadap perbuatan melawan hukum oleh penguasa. Namun demikian, penerapan teori ini sebenarnya dalam kasus kasus tertentu sangat bermanfaat karena alasan alasan sebagai berikut: 1. Agar tanggung gugat berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata tidak diperluas secara tidak wajar 2. Untuk menghindari pemberian ganti rugi terhadap kasus dimana hubungan antara perbuatan dan ganti rugi hanya bersifat normatif dan kebetulan saja 3. Untuk memperkuat berlakunya unsur dapat dibayangkan (forseeability) terhadap hubungan sebab akibat yang bersifat kira kira (proximate causation). 2. Teori Aanprakelijkheid dalam perbuatan melawan hukum Teori aanprakelijkheid atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan teori ganggu gugat adalah teori untuk menentukan siapakah yang harus
17 menerima gugatan (siapa yang harus digugat) karena adanya suatu perbuatan melawan hukum. Pada umumnya, tetapi tidak selamanya, yang harus digugat/menerima tanggung gugat jika terjadi suatu perbuatan melawan hukum adalah pihak pelaku perbuatan melawan hukum itu sendiri. Artinya dialah yang harus digugat ke pengadilan dan dia pulalah yang harus membayar ganti rugi sesuai putusan pengadilan. Dalam beberapa situasi, seseorang boleh bertanggung jawab untuk kesalahan perdata yang dilakukan orang lain, walaupun perbuatan melawan hukum itu bukanlah kesalahannya. Hal semacam ini dikenal sebagai pertanggungjawaban yang dilakukan orang lain atau vicarious liability. 25 Ada kalanya si A yang melakukan perbuatan melawan hukum, tetapi si B yang harus digugat dan mempertanggungjawabkan atas perbuatan tersebut. Terhadap tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain ini dalam ilmu hukum dikenal dengan teori tanggung jawab pengganti (vicarious lability). Teori tanggung gugat ini atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain, dapat dibagi kepada 2 (dua) kategori sebagai berikut: 1. Teori tanggung jawab atasan (Respondeat Superior, a superior risk bearing theory), dan 2. Teori tanggung jawab pengganti yang bukan dari atasan atas orang orang dalam tanggungannya. 25 S.B. Marsh and J. Soulsby (Abdulkadir Muhammad), 2006, Hukum Perjanjian), PT. Alumni, Bandung, hal. 203
18 3. Teori tanggung jawab pengganti dari barang barang yang berada di bawah tanggungannya. KUH Perdata memperinci beberapa pihak yang harus menerima tanggung gugat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak lain, yaitu sebagai berikut: 1. Orang tua atau wali bertanggung gugat atas tindakan yang dilakukan oleh anak anak dibawah tanggungannya atau dibawah perwaliannya (Pasal 1367 KUH Perdata). 2. Majikan bertanggung gugat atas tindakan yang dilakukan oleh pekerjanya (Pasal 1367 KUH Perdata). 3. Guru guru sekolah bertanggung gugat atas tindakan murid muridnya (Pasal 1367 KUH Perdata). 4. Kepala kepala tukang bertanggung gugat atas tindakan yang dilakukan tukang tukangnya (Pasal 1367 KUH Perdata). 5. Pemilik binatang bertanggung gugat atas tindakan yang dilakukan oleh binatang piaraannya itu (Pasal 1368 KUH Perdata). 6. Pemakai binatang bertanggung gugat atas tindakan yang dilakukan oleh binatang yang dipakainya (Pasal 1368 KUH Perdata). 7. Pemilik sebuah gedung bertanggung gugat atas ambruknya gedung karena kelalaian dalam pemeliharaan atau karena
19 cacat dalam pembangunan maupun tataannya (Pasal 1369 KUH Perdata) D. Hubungan Sebab Akibat dalam Perbuatan Melawan Hukum 1) Hubungan sebab akibat (the darling of academic mind). Ilmu tentang sebab akibat ini disebut dengan causaliteitsleer. Banyak kalangan ahli mencoba menstrukturalkan masalah, tetapi kelihatannya tidak pernah kelihatan hasil yang memuaskan, sementara dalam praktek peradilan, hubungan sebab akibat bergerak sangat cepat kearah yang sangat luas, hampir hampir tanpa suatu pedoman karena rumitnya teori yuridis dan aplikasi dari masalah hubungan sebab akibat ini, maka doktrin tentang hubungan sebab akibat ini menjadi menarik untuk ditelaah secara akdemik, sehingga doktrin ini dijuluki sebagai the darling of academic mind. Masalah hubungan sebab akibat ini menjadi isu sentral dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum karena fungsinya adalah untuk menentukan apakah seorang tergugat harus bertanggung jawab secara hukum atas tindakannya yang menyebabkan kerugian terhadap orang lain. Hubungan sebab akibat merupakan faktor yang mengaitkan antara kerugian seseorang dengan perbuatan dari orang lain. Masalah utama dalam hubungan sebab akibat ini adalah seberapa jauh kita masih menganggap hubungan sebab akibat sebagai hal yang masih dapat diterima oleh hukum. Dengan perkataan lain, kapankah dapat dikatakan bahwa suatu kerugian adalah fakta (the fact) atau kemungkinan (proximate), dan kapan pula dianggap terlalu jauh (too remote).
20 Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa konsep penyebab kira kira (proximate cause), yang merupakan bagian yang sangat krusial dari masalah hubungan sebab akibat ini, bahkan barangkali yang paling krusial diantara seluruh bagian dari hukum tentang perbuatan melawan hukum, banyak mendapat penolakan dari pendekatan secara logika. Itulah sebabnya bagian dari perbuatan melawan hukum ini disebut the darling of the academic mind. Menurut HLA Hart, tahap pertama dalam dispute mengenai kasus kasus perbuatan melawan hukum, adalah untuk menginterpretasi hukum tentang fakta apakah yang masih diketengahkan untuk menunjukkan bahwa fakta tersebut mempunyai kaitannya dengan kerugian. Metode yang disarankan untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah sebagai berikut: a. Jika perbuatan yang melawan hukum tersebut mempunyai hubungan sebab akibat dengan kerugian yang terjadi. b. Jika perbuatan yang melawan hukum tersebut tidak perlu mempunyai hubungan sebab akibat dengan kerugian yang terjadi. c. Jika perbuatan tergugat tidak perlu ada kesalahan, tetapi mesti mempunyai hubungan sebab akibat dengan kerugian yang terjadi. 2) Hubungan sebab akibat yang faktual
21 Hubungan sebab akibat secara faktual (causation in fact) hanyalah merupakan masalah fakta atau apa yang secara faktual terjadi. Setiap penyebab yang menyebabkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara faktual, asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa penyebabnya. Dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum, sebab akibat jenis ini sering disebut dengan hukum mengenai but for atau sine qua non. Von Buri adalah salah satu ahli hukum Eropa Kontinental yang sangat mendukung ajaran akibat faktual ini. Selanjutnya agar lebih praktis dan agar tercapainya elemen kepastian hukum dan hukum yang lebih adil, maka diciptakanlah konsep sebab kira kira (proximate cause). Proximate cause merupakan bagian yang paling membingungkan dan paling banyak pertentangan pendapat dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum. Kadang kadang untuk penyebab jenis ini sering disebut dengan legal cause, atau dengan pengertiannya sedikit bervariasi sering juga disebut dengan: a. Direct cause b. Natural and probable consequence cause c. Natural, direct and immediate cause d. Natural and unbroken cause e. Natural and continuosus cause f. Unbroken chain of cirmumstance g. Responsible cause
22 Di negeri Belanda, untuk proximate cause ini sering disebut dengan istilah adequate veroorzaking. Sering didefenisikan bahwa proximate cause merupakan sesuatu yang dalam sekuensi alamiah tidak dicampuri oleh penyebab independent, menghasilkan akibat yang merugikan tersebut. Kadang kadang proximate cause diartikan juga sebagai konsekuensi yang mengikuti sekuensi yang tidak terputus tanpa suatu penyebab lain yang mengintervensi (intervening) terhadap perbuatan ketidakhati hatian yang asli. 3) Hubungan sebab akibat yang dikira kira (proximate cause) Selain dari doktrin penyebab secara faktual, digunakan juga doktrin penyebab kira kira (proximate cause) dalam menetapkan sejauh mana perilaku perbuatan melawan hukum mesti bertanggung jawab atas tindakannya itu. Karena adalah layak dan adil jika seseorang diberikan tanggung jawab hanya terdapat akibat yang dapat diramalkan akan terjadi (foreseen), maka konsep proximate cause menempatkan elemen sepatutnya dapat diduga (forseeability) sebagai faktor utama. Jadi A bertanggungjawab atas tindakannya kepada B jika dia sepatutnya dapat menduga bahwa karena perbuatannya itu, B akan mendapat kerugian. Konsep forseeability dalam proximate cause ternyata tidak ada hubungannya dengan kedekatan ruang dan waktu. Akan tetapi bagian terbesarnya, konsep proximate cause berhubungan dengan kepentingan umum (public policy), yakni seberapa jauh public policy tersebut menghendaki agar tanggung jawab tersebut diletakkan atas si pelaku perbuatan melawan hukum.
23 Jadi, para pihak pertama konsep proximate cause memperluas tanggungjawab tergugat dari hanya sekedar tanggung jawab secara faktual, tetapi di lain pihak konsep proximate cause membatasi tanggung jawab pelakunya, dengan jalan tidak mempertimbangkan segala akibat yang dikategorikan sebagai akibat yang terlalu jauh (too remote). Meskipun kadang kala terdapat kasus dimana seorang pelaku perbuatan melawan hukum tidak dapat dimintakan tanggung jawabnya secara proximate cause (karena tidak memenuhi unsur forseeability), tetapi dapat dimintakan tanggung jawabnya secara penyebab faktual. E. Beberapa Putusan Pengadilan tentang Perbuatan Melawan Hukum Berikut beberapa putusan pengadilan tentang perbuatan melawan hukum adalah sebagai berikut: a. Putusan Hooge Raad (Negeri Belanda) Tanggal 21 Januari 1919 Putusan yang merupakan tonggak sejarah perkembangan hukum tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) ini menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1401 BW Belanda (sama dengan Pasal 1365 KUH Perdata Indonesia) adalah bukan hanya melanggar undang undang yang tertulis (wet), melainkan termasuk juga perbuatan yang melanggar kepatutan dalam masyarakat.
24 b. Putusan Mahkamah Agung Nomor 212K/SIP/1958 Tanggal 22 November Bahwa apabila seorang ahli waris menjual harta dalam boedel warisan yang belum dibagi tanpa pengetahuan dan tanpa persetujuan dari ahli waris lainnya, padahal dia (penjual) tahu bahwa disamping dia, masih ada ahli waris lainnya, maka perbuatan menjual tersebut termasuk ke dalam perbuatan melawan hukum. c. Putusan Mahkamah Agung Nomor 558K/SIP/1971 Tanggal 4 Juni Bahwa seorang pegawai dari perusahaan (perusahaan bus) yang mengetahui atau patut akan bahaya (kebakaran) dari suatu perbuatan (mengisi bensin dengan ember diluar pompa bensin), tetapi tetap saja melakukannya, maka dia dianggap bersalah karena perbuatan melawan hukum, sehingga majikannya haruslah bertanggung jawab untuk mengganti kerugian. d. Putusan Mahkamah Agung Nomor 610K/1968 Tanggal 23 Mei Bahwa jika penggugat meminta ganti rugi yang besarnya tidak layak, maka hakim dengan kekuasaannya sendiri dapat menghitung sendiri besarnya ganti rugi yang layak, dan hal ini tidak bertentangan dengan pasal 178 ayat (3) HIR (ex aequo et bono). Dalam hal ini cara perhitungan ganti rugi dilakukan dengan membagi 2 (dua) selisih jika
25 dikalkulasi dengan harga emas pada waktu kejadian dengan harga emas pada waktu digugat. e. Putusan Mahkamah Agung Nomor 104K/SIP/1968 Tanggal 1 Maret Bahwa tindakan tergugat yang sekonyong konyong masuk (menyerobot) kepekarangan dan memasang patok dengan maksud untuk mendirikan bangunan padahal tempat tersebut disewa oleh penggugat tanpa seizin penggugat selaku penyewa, maka tindakan penyerobotan oleh tergugat tersebut dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.
BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM PADA UMUMNYA, DEPOSITO, DAN LEMBAGA KEUANGAN BANK
BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERBUATAN MELAWAN HUKUM PADA UMUMNYA, DEPOSITO, DAN LEMBAGA KEUANGAN BANK A. Perbuatan Melawan Hukum Pada Umumnya 1. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum. Perbuatan melawan hukum
Lebih terperinciBAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM. KUHPerdata, termasuk ke dalam perikatan yang timbul dari undang-undang.
BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Perbuatan melawan hukum diatur dalam Buku III Titel 3 Pasal 1365-1380 KUHPerdata, termasuk ke dalam perikatan yang timbul dari undang-undang.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI MENGENAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN JUAL BELI
BAB II KAJIAN TEORI MENGENAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN JUAL BELI A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Dasar hukum mengenai perjanjan diatur dalam buku III KUHPerdata tentang perikatan. Didalam KUHPerdata
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Jasa Konstruksi 1. Pengertian Jasa Konstruksi Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dijelaskan, Jasa Konstruksi adalah layanan jasa
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. 1. Gugatan Warga Negara (Citizen Lawsuit/Actio Popularis) adalah suatu gugatan
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Gugatan Warga Negara (Citizen Lawsuit/Actio Popularis) adalah suatu gugatan dengan mekanisme yang sebenarnya pertama kali lahir dari sistem hukum civil law pada zaman Romawi.
Lebih terperinciBAB III KERUGIAN DAN UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP KERUGIAN AKIBAT KELALAIAN
BAB III KERUGIAN DAN UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP KERUGIAN AKIBAT KELALAIAN LIKUIDATOR SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 148 AYAT (2) UU PT 3.1. Kerugian Dalam Hukum Menurut
Lebih terperinciBAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM. Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi proses
BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. pembatalan perjanjian distribusi makanan melalui pengadilan, sebagaimana
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat oleh penulis dari penyelesaian sengketa pembatalan perjanjian distribusi makanan melalui pengadilan, sebagaimana telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya
Lebih terperinciAndria Luhur Prakoso Universitas Muhammadiyah Surakarta
Prosiding Seminar Nasional ISBN: 978-602-361-036-5 PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
Lebih terperinciKETENTUAN-KETENTUAN PENTING TENTANG WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) OLEH: Drs. H. MASRUM, M.H. (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten)
KETENTUAN-KETENTUAN PENTING TENTANG WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) OLEH: Drs. H. MASRUM, M.H (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten) I WANPRESTRASI 1. Prestasi adalah pelaksanaan sesuatu
Lebih terperinciPERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH PENGUASA
PERBUATAN MELANGGAR HUKUM OLEH PENGUASA (PMHP/OOD) disampaikan oleh: Marianna Sutadi, SH Pada Acara Bimbingan Teknis Peradilan Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI Tanggal 9 Januari 2009 Keputusan Badan/Pejabat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, mereka harus
1 BAB I PENDAHULUAN Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, baik dalam segi sosial maupun segi ekonomi. Untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya,
Lebih terperinciBAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia
BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM TERHADAP HEWAN PELIHARAAN YANG MENYEBABKAN KERUGIAN TERHADAP HEWAN PELIHARAAN LAIN SEBAGAI PERBUATAN YANG MELAWAN HUKUM Oleh : Ni Made Astika Yuni I Gede Pasek Eka Wisanjaya Bagian
Lebih terperinciPERBUATAN MELAWAN HUKUM. Abdul Salam Tim Pengajar Kapita Selekta Hukum dan Masalah Aktuil Perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia
PERBUATAN MELAWAN HUKUM Abdul Salam Tim Pengajar Kapita Selekta Hukum dan Masalah Aktuil Perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia Wanprestasi Perjanjian/Kontrak Breach of contract Tujuan gugatannya:
Lebih terperinci(Suyadi & Susilo Wardani, 2001: 47).
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perikatan Pada Umumnya 1. Pengertian Perikatan Satrio dalam bukunya berpendapat bahwa perikatan adalah perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan pihak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum merupakan rangkaian peraturan mengenai tingkah laku manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan rangkaian peraturan mengenai tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat yang memiliki sifat tegas dan memaksa. Hukum memiliki tujuan yaitu agar
Lebih terperinciBAB II KAJIAN HUKUM PERBUATAN MELAWAN HUKUM MATERIL DALAM HUKUM PIDANA. Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum
BAB II KAJIAN HUKUM PERBUATAN MELAWAN HUKUM MATERIL DALAM HUKUM PIDANA A. Sejarah Perbuatan Melawan Hukum Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum Romawi, yaitu teori tentang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian
Lebih terperinciSKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Tinjauan Hukum Mengenai Ganti Rugi Sebagai Pertanggung Jawaban Dalam Perbuatan Melawan Hukum (Studi Kasus Mengenai Kasus Filiana Andalusia Melawan PT. Telekomunikasi Selular) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi
Lebih terperinciBAB 2 PERBUATAN MELAWAN HUKUM
BAB 2 PERBUATAN MELAWAN HUKUM 2.1. Perkembangan Teori Melawan Hukum Perbuatan Melawan Hukum di Indonesia secara normatif selalu merujuk pada ketentuan Pasal 1365 KUHPerdt. Rumusan norma dalam pasal ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum keperdataan yang adil dan koheren kiranya penting bagi kelancaran lalu lintas hukum dan sebab itu pula menjadi prasyarat utama bagi tumbuhkembangnya
Lebih terperinciBAB 2 KAJIAN TEORI MENGENAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM
BAB 2 KAJIAN TEORI MENGENAI PERBUATAN MELAWAN HUKUM 2.1. PENGERTIAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM Perbuatan Melawan Hukum sudah dikenal oleh manusia sejak manusia mulai mengenal hukum. Karena itu tindakan dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. hukum antara orang yang satu dan orang yang lain. Perikatan atau hubungan
II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Perkara Perdata a. Sistematika Hukum Perdata Sistematika KUH Perdata dalam buku III tentang perikatan mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dan orang yang lain. Perikatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, KERUGIAN DAN PENGGUNA JALAN. tanggung jawab dapat dikelompokkan menjadi tiga dalam arti accountability,
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB, KERUGIAN DAN PENGGUNA JALAN 2.1. Tanggung Jawab 2.1.1. Pengertian tanggung jawab Pengertian tanggung jawab sangat luas, menurut Peter Salim, pengertian tanggung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dengan adanya hukum, hak-hak serta kewajiban-kewajiban anggota masyarakat
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap anggota atau warga masyarakat memiliki kepentingan dan banyak perbedaan kepentingan antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam jangka waktu pendek atau panjang, perjanjian sudah menjadi bagian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sadari atau tidak, perjanjian sering kita lakukan dalam kehidupan seharihari. Baik perjanjian dalam bentuk sederhana atau kompleks, lisan atau tulisan, dalam jangka
Lebih terperinciBAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT)
BAB VI PERIKATAN (VERBINTENISSEN RECHT) A. DASAR-DASAR PERIKATAN 1. Istilah dan Pengertian Perikatan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan, definisi, maupun arti istilah Perikatan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah
Lebih terperinciBAB 2 PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN KONSEP GANTI RUGI Sebab-sebab ganti rugi dalam konsep Perdata
27 BAB 2 PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN KONSEP GANTI RUGI 2. 1 Sebab-sebab ganti rugi dalam konsep Perdata Dalam konsep perdata ganti rugi dapat diberikan dengan dua alasan; pertama adalah disebabkan wanprestasi,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8
BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN JUNCTO UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciAhmad Amiruddin, Rosa Agustina, Ahmad Budi Cahyono. Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 16424, Indonesia. Abstrak
Tanggung Gugat Majikan dan Orang yang Memberi Perintah Kerja Atas Perbuatan Melawan Hukum Bawahannya (Studi Kasus: Putusan Mahkamah Agung No. 1807 K/Pdt/2006) Ahmad Amiruddin, Rosa Agustina, Ahmad Budi
Lebih terperinciPerbuatan Melanggar Hukum Oleh: Parwoto Wingjosumarto, SH*
Perbuatan Melanggar Hukum Oleh: Parwoto Wingjosumarto, SH* Dalam arti Formil: Perbuatan melanggar hukum (PMH) adalah salah satu jenis kualifikasi gugatan dalam hukum perdata berdasarkan Rangkuman Jurisprudensi
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM
BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perikatan Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda verbintenis.perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dengan yang lain. Hal
Lebih terperinciBAB 2 PEMBATALAN PERJANJIAN SECARA SEPIHAK
BAB 2 PEMBATALAN PERJANJIAN SECARA SEPIHAK 2.1 PERJANJIAN SECARA UMUM Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pasal 1313, dijelaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
Lebih terperinciKAJIAN MENGENAI GUGATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP SENGKETA WANPRESTASI
KAJIAN MENGENAI GUGATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP SENGKETA WANPRESTASI Harumi Chandraresmi (haharumi18@yahoo.com) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Pranoto (maspran7@gmail.com) Dosen Fakultas
Lebih terperinciRESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU
RESUME TESIS KEABSAHAN BADAN HUKUM YAYASAN YANG AKTANYA DIBUAT BERDASARKAN KETERANGAN PALSU Disusun Oleh : SIVA ZAMRUTIN NISA, S. H NIM : 12211037 PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS
Lebih terperinciPERIKATAN YANG LAHIR DARI UNDANG-UNDANG. A. Perbuatan Manusia yang tidak melawan hukum (rechtmatige)
PERIKATAN RH PERIKATAN YANG LAHIR DARI UNDANG-UNDANG A. Perbuatan Manusia yang tidak melawan hukum (rechtmatige) 1. Zaakwarneming (perwakilan sukarela) Dalam KUH Perdata tidak secara tegas diatur mengenai
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3277 K/ Pdt/ 2000 Mengenai Tidak Dipenuhinya Janji Kawin Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Lebih terperinciistilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017
EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 1 Oleh : Lord M. M. Tawalujan 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur eksekusi
Lebih terperinci[FIKA ASHARINA KARKHAM,SH]
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat. Masyarakat semakin banyak mengikatkan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
Lebih terperinciBAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING
BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA PERBUATAN MELAWAN HUKUM ATAS PENGUASAAN TANAH TANPA HAK (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Klaten) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari tahun ke tahun terus berupaya untuk melaksanakan peningkatan pembangunan di berbagai
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan
Lebih terperinciHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan Direksi sebagai organ yang bertugas melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan usaha perseroan
Lebih terperinciPENERAPAN UNSUR-UNSUR PERBUATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP KREDITUR YANG TIDAK MENDAFTARKAN JAMINAN FIDUCIA
Prihati Yuniarlin Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ring Road Barat, Tamantirto, Kasihan, Yogyakarta, 55183, Telp: +62-274-387 656 220, Fax: +62-274-387 646 PENERAPAN UNSUR-UNSUR
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk
II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu perbuatan hukum yang hampir setiap hari dilakukan oleh manusia adalah jual beli. Jual beli merupakan kegiatan yang dilakukan manusia untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau
BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI. bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu
Lebih terperinciBAB II KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM SERTA GANTI KERUGIAN
BAB II KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM SERTA GANTI KERUGIAN A. Kerugian Keuangan Negara 1. Keuangan Negara dalam Undang Undang Dasar 1945 Konsep Keuangan
Lebih terperinciBAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM JUAL BELI PASAL 1493 KUH PERDATA
40 BAB III ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM JUAL BELI PASAL 1493 KUH PERDATA A. Gambaran Umum Tentang KUH Perdata. 1. Sejarah KUH Perdata Sejarah terbentuknya KUH Perdata di Indonesia tidak terlepas dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu
Lebih terperinciBAB II KARAKTERISTIK PINJAM PAKAI PADA PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK
BAB II KARAKTERISTIK PINJAM PAKAI PADA PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK 1. Karakteristik Klausul Pinjam Pakai dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Perjanjian pinjam pakai merupakan salah satu perjanjian
Lebih terperinciPEMBELAAN TERHADAP TUDUHAN MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM MENURUT KUH PERDATA. Oleh : Fatmah Paparang 1
PEMBELAAN TERHADAP TUDUHAN MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM MENURUT KUH PERDATA Oleh : Fatmah Paparang 1 A. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara berkembang pada dekade terakhir ini mengalami kemajuan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015
PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk
BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan kodratnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Menjalin suatu hubungan / interaksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya dalam
Lebih terperinciARTIKEL PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DARI PERUSAHAAN YANG MENGHILANGKAN IJAZAH MANTAN PEKERJA
ARTIKEL PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DARI PERUSAHAAN YANG MENGHILANGKAN IJAZAH MANTAN PEKERJA Diajukan oleh : W. Fritz Giovanni Eldi Anggasta NPM : 100510276 Program Studi : Ilmu Hukum Program kekhususan :
Lebih terperinciSKRIPSI. Disusun Oleh : SEPTIAN DWI SAPUTRA C
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG (STUDI DI WARUNG MAKAN BEBEK GORENG H. SLAMET DI KARTOSURO SUKOHARJO) SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Subekti dan Tjitrosudibio, Cet. 34, Edisi Revisi (Jakarta: Pradnya Paramita,1995), pasal 1233.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak dapat terlepas dari hubungan dengan manusia lainnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan tersebut
Lebih terperinciPutu Krisna Yutatama dan Abdul Salam. Program Kekhususan Hukum Tentang Hubungan Sesama Anggota Masyarakat,
GANGGUAN (HINDER) TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH SEBAGAI DASAR GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (STUDI KASUS : PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO 1829/K/PDT/2010). Putu Krisna Yutatama dan Abdul Salam Program Kekhususan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain, dengan menitikberatkan
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)
TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus. AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2
AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL DARI KELALAIAN DEBITUR DALAM JUAL BELI TANAH 1 Oleh : Rael Wongkar 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah akibat hukum yang timbul dari kelalaian
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016
TINJAUAN ATAS EKSEKUSI FIDUSIA YANG DILAKUKAN DI BAWAH TANGAN 1 Oleh : Kaisar M. B. Tawalujan 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur eksekusi fidusia kendaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang hukum adalah yang menyangkut tentang perbuatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia membentuk pemerintah bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahtraan umum, mencerdaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT UJI KELAYAKAN (FIT AND PROPER TEST) KOMISI III DPR RI TERHADAP CALON HAKIM AGUNG ------------------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM DAN KEAMANAN)
Lebih terperinciSOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)
SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO) 1. Jelaskan pengertian hukum pidana menurut Moeljatno, Pompe, dan Van Hamel Jawaban: Menurut Moeljatno: Hukum Pidana
Lebih terperinciTheresia Olivia, Rosa Agustina. Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jalan Lingkar Kampus Raya, Kampus FHUI, 16424, Indonesia
PEMBATASAN PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA MAJIKAN TERHADAP KESALAHAN YANG DILAKUKAN OLEH BAWAHANNYA BERDASARKAN PASAL 1367 KITAB UNDANG- UNDANG HUKUM PERDATA INDONESIA (ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sudah berjalan dua dekade lebih. Hal ini ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat
Lebih terperinciGANTI RUGI KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS AKIBAT PERBUATAN MELANGGAR HUKUM PENGEMUDI
GANTI RUGI KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS AKIBAT PERBUATAN MELANGGAR HUKUM PENGEMUDI ISKANDAR T / D 101 10 525 Abstrak Permasalahan lalu lintas jalan raya yang timbul dewasa ini khususnya pelanggaran dan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11
BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
Lebih terperinciALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL
ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Muchamad Arif Agung Nugroho Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang agungprogresif@gmail.com ABSTRAK Perkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kewenangan Pengadilan Tinggi dalam menjatuhkan sebuah putusan akhir ternyata masih ada yang menimbulkan permasalahan. Untuk itu dalam bab tinjauan pustaka ini, penulis hendak menguraikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya
36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Pengertian perjanjian di dalam Buku III KUH Perdata diatur di dalam Pasal 1313 KUH Perdata,
Lebih terperinciPERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PENGUASA 1 H. UJANG ABDULLAH, SH. M.Si 2
PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH PENGUASA 1 H. UJANG ABDULLAH, SH. M.Si 2 I. PENGERTIAN Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sebenarnya sudah dikenal sejak menusia mengenal Hukum dan telah dimuat dalam Kitab Hukum
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Perjanjian dan Wanprestasi Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan
BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
Lebih terperinciPROPOSAL TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA DI BIDANG PELAYANAN MEDIS (SUATU TINJAUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA)
PROPOSAL TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA DI BIDANG PELAYANAN MEDIS (SUATU TINJAUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA) 1.1.Latar Belakang Masalah Dalam dunia medis yang semakin berkembang,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN A.Pengertian Perjanjian Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017. TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2
TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM PERJANJIAN SEWA-BELI KENDARAAN BERMOTOR 1 Oleh : Febrian Valentino Musak 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana konsep Perjanjian
Lebih terperinci