PENGATURAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DITINJAU DARI UU NO. 5 TAHUN 1992 DAN KONVENSI INTERNASIONAL SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGATURAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DITINJAU DARI UU NO. 5 TAHUN 1992 DAN KONVENSI INTERNASIONAL SKRIPSI"

Transkripsi

1 1 PENGATURAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DITINJAU DARI UU NO. 5 TAHUN 1992 DAN KONVENSI INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan Memenuhi syarat syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum DISUSUN OLEH: INDAH LESTARI Departemen Hukum Internasional FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 2 PENGATURAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DITINJAU DARI UU NO. 5 TAHUN 1992 dan KONVENSI INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan Memenuhi syarat syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum DISUSUN OLEH: INDAH LESTARI Departemen Hukum Internasional Disetujui Oleh Ketua Departemen Sutiarnoto MS.S.H M.Hum NIP Pembimbing I Pembimbing II Sutiarnoto MS.S.H M.Hum Arif S.H M.Hum NIP NIP FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

3 3 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunianyalah penulis dapat menyelesaikan kuliah dan penulisan skripsi yang berjudul PENGATURAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DITINJAU DARI UU NO. 5 TAHUN 1992 dan KONVENSI INTERNASIONAL. Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Namun terlepas dari segala kekurangan yang ada pada skripsi ini, penulis telah menerima banyak bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, dan untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H. M.Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Suhaidi, S.H. M. Hum sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H M.H DFM, sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Muhammad Husni, S.H M.H sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4 4 5. Ibu Rabiatul Syariah, S.H M.Hum selaku Penasihat Akademik selama penulis menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 6. Bapak Sutiarnoto MS, S.H. M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Pembimbing I yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 7. Bapak Arif, S.H M.Hum selaku Sekretaris Jurusan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Pembimbing II yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini. 8. Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Surya Helmi Direktur Peninggalan Bawah Air Direktorat Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata beserta dengan Bapak Gatot Gautama, MA dan Ibu Widiati, M.Hum yang telah banyak memberikan bantuan informasi dan data kepada penulis dalam penulisan skripsi ini 9. Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Supratikno Rahardjo, yang telah banyak membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi. 10. Bapak Damos Dumoli Agusman, S.H. M.A Direktur Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya Departemen Luar Negeri yang telah banyak membantu dan mendukung serta memberikan informasi dan data yang diperlukan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5 5 11. Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sangat besar kepada orangtua Penulis, Massa Siahaan, Ak M.M dan Drs Dahlia Silvana Sibuea, yang telah mencurahkan segala kasih sayang serta pengorbanan yang besar sehingga penulis dapat memperoleh pendidikan, berkat doa merekalah penulis dapat menyelesaikan studi, terutama buat mama yang telah memberikan dukungan dan bimbingan yang sangat banyak kepada penulis dalam menulis skripsi ini. 12. Terimakasih juga buat adik adikku Bagus Kurniawan Siahaan dan Yonas Jeremia Siahaan yang selalu menemani dan mendukung penulis, juga buat Mochi yang selalu menghibur penulis. 13. Terimakasih penulis ucapkan kepada Renhard Harve Sembiring Brahmana yang telah memberikan waktu, perhatian, kasih sayang, semangat serta doa yang tulus kepada penulis selama menyelesaikan skripsi. 14. Tidak ketinggalan terimakasih yang sangat besar untuk Genk Rose: Adelina Eci E. C.U. Siahaan, Bob Sadiwijaya, Firdaus, Indah Omak Chelsea Permatasari Sitompul, Martina Ina Lova, sahabat sahabat bangkek ku yang memberi arti kuliah yang sebenarnya. 15. Tidak ketinggalan terimakasih kepada Susi similikiti, Novensi, serta seluruh penghuni kos Berdikari 63 yang telah banyak memberikan perhatian, semangat dan doa kepada penulis. 16. Terimakasih penulis ucapkan kepada Debora, Witra, Rentha, Chandra, Yunus, Kiris elek, Derma, Agnes, Bani, Nino, Siska, Fiska, Lincoln, Imanuel Bang Christofel, Bang Roy, Kak Elisabeth, Kak Dewi, serta

6 6 seluruh Civitas Akademika GMKI Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. 17. Seluruh teman teman Stambuk 2005 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selama ini bersama sama penulis menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Akhir kata kiranya penulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia. Medan, Februari 2009 Penulis INDAH LESTARI

7 7 DAFTAR ISI Kata Pengantar.....i Daftar Isi v Abstraksi... viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.1 B. Perumusan Masalah...9 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan..10 D. Keaslian Penulisan.10 E. Tinjauan Pustaka 11 F. Metode Penulisan...16 G. Sistematika Penulisan.18 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP BENDA CAGAR BUDAYA A. Pengertian Benda Cagar Budaya...20 B. Ruang Lingkup dan Jenis Jenis Benda Cagar Budaya 30 C. Perlindungan Benda Budaya di Indonesia 33 BAB III PENGATURAN HUKUM NASIONAL YANG BERKAITAN BENDA CAGAR BUDAYA BAWAH AIR A. Status Hukum Benda Cagar Budaya Bawah Air Negara Kepulauan 41

8 8 2. Penguasaan atas Dasar Bendera Penguasaan atas dasar wewenang Kepemilikan Kewajiban kewajiban yang Berkaitan Dengan Benda Cagar Budaya Penemuan Perlindungan dan Pemeliharaan Dispute/Penyelesaian Perselisihan Sanksi dan Ketentuan Pidana.50 B Ketentuan Ketentuan Pembawaan dan Larangan Pembawaan Benda Cagar Budaya Ke Luar Wilayah Republik Indonesia C. Kriteria dan Prosedur Pemilihan Benda Cagar Budaya Hasil Pengangkatan dari Dasar Laut untuk Koleksi Negara...60 D. Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Bawah Air.67 BAB IV INSTRUMEN INSTRUMEN PERATURAN HUKUM INTERNASIONAL YANG BERKAITAN DENGAN BENDA CAGAR BUDAYA A. Rezim Perairan dan laut Jurisdiksi Nasional Indonesia berdasarkan UNCLOS B. Hubungan UNESCO Convention 2001, UNCLOS 1982 dan Hukum Internasional lainnya.95

9 9 C. Benda Budaya berdasarkan Convention On The Protection Of The Underwater Cultural Heritage 2001 ( UNESCO Convention 2001 ) 105 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan..109 B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

10 10 PENGATURAN PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN BENDA CAGAR BUDAYA DITINJAU DARI UU NO. 5 TAHUN 1992 dan KONVENSI INTERNASIONAL ABSTRAKSI Negara Indonesia letaknya sangat strategis berada diantara dua benua dan dua samudera. Wilayah Indonesia yang berada di antara dua samudera ini berpotensi tinggi dengan tinggalan kapal tenggelam. Perhatian terhadap peninggalan kapal tenggelam di dunia barat sudah dilakukan sejak abad 19. Padahal di Indonesia sendiri, baru dilakukan dua puluh tahun belakangan ini, Bermula dari kegiatan pengangkatan benda-benda bawah air di perairan Riau oleh seorang warga negara Australia M. Hatcher tahun 1986 yang diduga berasal dari sisa kapal VOC Geldernmalsen, yang tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia. Dengan semakin maraknya pengangkatan benda benda bawah air, di perairan Indonesia menyebabkan hilangnya fungsi multiguna dari benda benda tersebut, sehingga diperlukan pengaturan pemanfaatan dan pelestarian secara nasional dan internasional. Selain itu perlu adanya status hukum kepemilikan yang berdasarkan hukum internasional. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normative dalam penulisan ini. Menurut UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1993, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 065/U/1995 tentang Perlindungan dan Pemeliharaan Benda Cagar Budaya dan Situs bahwa benda benda asal muatan kapal yang tenggelam dapat diangkat dan diobservasi dari situs asalnya. Berbeda dengan pengaturan perlindungan menurut Convention on The Protection of The Underwater Cultural Heritage bahwa benda cagar budaya atau yang disebut dalam konvensi ini dengan warisan budaya bawah air hanya boleh dilakukan tindakan preservasi in-situ, dimana warisan budaya bawah air ini tidak boleh diangkat dan diobsevasi dari situs asalnya. Untuk hal tersebut kama diperlukan kerjasama dalam perlindungan benda budaya bawah air dan mengambil langkah langkah konkrit untuk melindungi benda budaya yang ada di wilayah perairan Indonesia. Kerjasama antar negara dalam perlindungan benda budaya bawah air dapat diwujudkan dalam perjanjian bilateral maupun multilateral. Berdasarkan perjanjian tersebut negara negara dapat membuat aturan untuk melindungi benda budaya tertentu sesuai dengan kepentingan masing masing negara. Perjanjian kerjasama dimaksudkan untuk menghindari adanya perselisihan yang disebabkan permasalahan jurisdiksi antar negara dikaitkan dengan keberadaan kapal suatu negara ditemukan berada di perairan negara lain

11 11 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia letaknya sangat strategis berada diantara dua benua dan dua samudera. Keletakan yang sangat menguntungkan ini ditunjang pula dengan tersedianya sumbe rdaya alam yang berlimpah ruah. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi orang asing untuk singgah ke daerah-daerah di seluruh nusantara. Terutama kapal asing yang datang dan keluar Indonesia sejak zaman dahulu hingga sekarang ini. Perairan Indonesia menjadi ramai dilalui kapal-kapal yang hilir mudik baik asing maupun domestik dengan tujuan berbeda-beda dan beragam muatan. Wilayah Indonesia yang berada di antara dua samudera ini berpotensi tinggi dengan tinggalan kapal tenggelam. National Geografy tahun 2001 telah menuliskan tentang 7 kapal kuno yang tenggelam di periran Indonesia yaitu kapal Inggris (Diana), kapal Cina ( Tek Sing, Turiang), kapal Belanda ( Nasau, Geldernmmalsen), kapal Portugis ( Don Duarte de Guerrera), dan kapal Jepang ( Ashigara). Semua kapal ini berasal dari tarik abad 17 hingga 20. Menurut dugaan sementara ini bahwa kapal-kapal yeng tenggelam ini berada di perairan Indonesia bagian barat, terutama di sekitar perairan Selat Malaka. Bila dibandingkan dengan perkiraan yang dikemukakan sejumlah pihak maka jumlah kapal yang tenggelam ini masih berada pada jumlah yang sangat kecil. Tulisan Wells (1995) menyebutkan ada 186 kapal VOC yang tenggelam di perairan Indonesia.

12 12 Demikian pula catatan dalam Arsip Organisasi Arkeologi di Belanda menuliskan sebanyak 245 kapal VOC. Selanjutnya Badan Riset Kelautan dan Perikanan, LIPI, Dishidros TNI AL dan Litbang Oceanologi memperkirakan 463 lokasi kapal yang karam di perairan Indonesia. Data dan informasi ini sangat disadari bahwa masih harus memerlukan penelitian lebih jauh untuk membuktikan kebenarannya 1. Dari beberapa sumber sejarah memang telah mencatat perjalanan kapalkapal asing ke berbagai Indonesia, ada yang hanya singgah berlabuh dan ada pula sebagai tempat tujuan akhir. Sebagai contoh, catatan seorang pendeta Buddha Fahsien yang dianggap sebagai sumber sejarah pertama yang menuliskan tentang perjalanan melintasi laut. Ia adalah salah seorang dari 11 pendeta Buddha yang melakukan perjalanan keagamaan ke India dan Cina pada abad III-V. Dalam perjalanan pulang ke Kanton (Guangzhou) dari Srilangka, ia terpaksa singgah selama 5 bulan di pulau Jawa pada bulan Desember tahun 415 sampai dengan Mei 413. Dituliskan bahwa kunjungan tersebut lebih disebabkan kapal yang ditumpanginya telah diserang badai dan akhirnya mengalami kerusakan berat. Selain itu ditemukan juga catatan berikutnya tentang keberadaan para pedagang diantara 200 orang penumpang yang lain di dalam kapal tersebut 2. Lokasi yang sangat stategis bagi Indonesia karena terletak pada jalur persilangan lalu lintas perdagangan dunia maka semakin membuat padat jalur perdagangan maritim di kawasan Asia Tenggara. Kondisi ini memunculkan kerajaan-kerajaan besar dengan pelabuhan laut yang besar pula. Sebut saja Kerajaan Sriwijaya, Samudra Pasai, Melayu, Singasari, Majapahit, Mataram, 1 Widiati, Katalog Peninggalan Bawah Air di Indonesia, Direktorat Peninggalan Bawah Air Dikjen Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2007, hal 1. 2 Ibid hal 1.

13 13 Gowa-Tallo hingga Demak Bintoro memiliki pelabuhan yang ramai dikunjungi pedagang-pedagang asing dan nusantara. Adanya pelabuhan laut tersebut maka mendorong arus distribusi barang berlangsung sangat cepat. Sehingga kebutuhan barang ekspor dan impor semakin meningkat pesat. Barang-barang dagangan yang merupakan komoditi ekspor antara lain: garam, merica pala, adas, cengkeh, kayu gaharu, kayu cendana, damar, kapur barus, gula tebu, pisang, pinang, kapuk, kelapa, gading gajah, kulit penyu, kain sutra, dan kain katun. Sedangkan komoditi impor yaitu: kain sutra, payung sutra, pedang, nila, lilin, belanga besi, piring, mangkuk, keramik cina, warangan, tikar pandan, merica, pala, kapur barus, gading, emas, perak, dan tembaga. Barang tersebut diperjualbelikan antar pedagang nusantara dan juga pedagang asing yang memasuki perairan nusantara. Pedagang yang terbesar berasal dari Cina dan Timur Tengah. Mereka menukarkan produk bawaan seperti keramik dengan hasil bumi nusantara khususnya pala dan wewangian yang merupakan komoditi perdagangan terlaris. Permintaan keramik dalam jumlah besar oleh masyarakat lokal merupakan kesempatan yang bagus dalam menjalin tali perdagangan antar bangsa ini. Peningkatan akan barang mewah terbesar terjadi pada masa Kerajaan Majapahit abad XIV yang dipenuhi sutera dan porselin dari Cina. Bahkan dikirim utusan khusus dengan gelar arya atau patih untuk melakukan perdagangan diplomatik dengan Cina 3. Perdagangan tersebut meningkat lebih pesat lagi ketika ada misi perjalanan Cina yang dipimpin Zheng He (Cheng Ho) yang diutus oleh Kaisar Yongle dari Dinasti Ming untuk 3 Ibid...hal 2.

14 14 memperluas pengaruh Ming di luar perbatasan Cina yang berlangsung antara tahun M. Misi tersebut akhirnya memunculkan kota-kota pelabuhan di sepanjang pantai utara Pulau Jawa yang terbentuk akibat adanya perdagangan, sehingga menambah ramai arus perdagangan di nusantara pada abad XV. Ramainya perdagangan dan kebutuhan akan rempah, akhirnya memaksa bangsa-bangsa barat melakukan pelayaran sendiri untuk menemukan sumber rempah. Bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda merupakan bangsa Eropa yang mampu menguasai dan melakukan monopoli rempah-rempah di nusantara pada abad XVI XIX sehingga membesarkan nama Batavia sebagai kota pelabuhan terbesar di Asia. Besarnya arus perdagangan dan kondisi lingkungan di tambah dengan dinamika perkembangan politik menyebabkan banyak kapal-kapal dagang tersebut yang tenggelam di tepi pantai atau tengah samudra. Tenggelamnya kapal tersebut disebabkan karena adanya unsur kesengajaan dan unsur ketidaksengajaan. Unsur kesengajaan disebabkan adanya penyerangan kapal dagang yang tidak mau bersandar atau membayar pajak pelayaran (upeti) di kerajaan yang dilalui, sebagai contohnya adalah kapal-kapal Cina yang melalui Kerajaan Melayu, Aceh, dan Sriwijaya. Penyerangan yang dilakukan oleh bajak laut Cina di Selat Malaka terutama semenjak runtuhnya Kerajaan Sriwijaya dan pudarnya pelabuhanpelabuhan dagangnya. Penyerangan kerajaan-kerajaan lokal dalam usaha merebut benteng dan pelabuhan-pelabuhan besar seperti Batavia, Malaka, Maluku, dan Ternate-Tidore yang dikuasai oleh bangsa Belanda, Portugis, dan Spanyol. Unsur

15 15 ketidaksengajaan disebabkan oleh faktor cuaca yang buruk seperti badai laut, terhantam karang penghalang atau bocornya kapal muatan.4 Perhatian terhadap peninggalan kapal tenggelam di dunia barat sudah dilakukan sejak abad 19. Padahal di Indonesia sendiri, baru dilakukan dua puluh tahun belakangan ini, itupun masih sangat terbatas. Penelitian awal dilakukan mengenai peninggalan bawah air tahun 1981 yang dipelopori Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Pada saat itu telah ada data 6 situs arkeologi yang berlokasi di laut Jawa. Akan tetapi penelitian ini tidak mendapat tanggapan dan terhenti dan gaungnya tidak terdengar sama sekali seperti lenyap di telan bumi. Baru pada tahun 1990 an, muncul isu penemuan benda-benda di dasar laut yang berasal dari kapal-kapal yang tenggelam. Penemuan ini semakin gencar dengan terdengarnya pencurian benda-benda cagar budaya bawah air oleh para pemburu harta karun. Sebagai contoh di Kepuluan Riau, Kepulauan Seribu DKI Jakarta, Bangka- Belitung dan Kalimantan Barat. Pengangkatan benda-benda cagar budaya yang merupakan peninggalan bawah air ini ada yang dilakukan secara legal tetapi tidak sedikit yang secara illegal. Bermula dari kegiatan pengangkatan benda-benda bawah air di perairan Riau oleh seorang warga negara Australia M. Hatcher tahun 1986 yang diduga berasal dari sisa kapal VOC Geldernmalsen, yang tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia. Kemudian benda-benda tersebut dilelang melalui Christie dan berhasil meraup untung jutaan dollar. Dilanjutkan lagi pada tahun 1998 oleh pemburu harta karun yang sama M. Hatcher menemukan benda-benda bawah air Januari 2009

16 16 yang diduga berasal dari kapal Tek Sing di Selat Gelasa Sumatera Selatan. Direncanakan sekitar benda berharga berupa keramik akan dilelang di Balai Lelang Nagel, Stutgart Jerman. Tetapi rencana tersebut dibatalkan karena Pemerintah Jerman tidak meimiliki rekomendasi dari pemerintah Indonesia. Tahun 2000 pelelangan jadi dilaksanakan tetapi hanya menghasilkan 3 juta dollar dari perkiraan awal sekitar 30 juta dollar. Pemerintah Indonesia dapat memperoleh kembali sisa 1400 keramik dari kapal tersebut 5. Cerita tentang penemuan Hatcher pada tahun 1986 yang spektakuler ternyata sudah lama banyak mempengaruhi pemikiran dan tindakan orang-orang di Indonesia, baik yang bergerak dalam bidang penelitian dan pelestarian maupun dalam bidang pendidikan. Sejarah bahari Nusantara telah ada sejak 2000 tahun yang lalu. Seabad sebelum orang Eropa pertama bermimpi berpetualang ke Nusantara, daerah tersebut telah menjadi tempat pertemuan yang kaya dan makmur dengan perdagangan lautnya. Setelah keberhasilan perdagangan lokal, hubungan awal perdagangan luar negeri Nusantara adalah dengan India dan Timur Tengah. Hubungan pertama dengan pedagang Arab dan India adalah memperkenalkan rempah-rempah dari Maluku,suatu rempah asli Nusantara, kemudian dengan orang-orang Eropa pada abad ke-4. Komoditas dari Nusantara ini pada awalnya dibawa secara bertahap, pertama melalui laut ke India, kemudian melewati daratan melalui rute perdagangan tua ke Timur Tengah dan kota-kota pelabuhan di Laut Mediteran dan akhirnya ke Eropa. Selain rempah-rempah, kekayaan dalam komoditas lain juga menggalakkan hubungan perdagangan. Pada 5 Widiati, Katalog Peninggalan Bawah Air di Indonesia Op.cit hal 3.

17 17 abad pertama setelah Roman Emperor Vespasion melarang ekspor emas dari Roma, pedagang-pedagang India melirik ke Nusantara sebagai sumber alternatif impor emas khususnya kepulauan Sumatra dan Jawa. Selain para pedagang Arab dan India ini, bangsa Melayu juga adalah pedagang. Mereka digambarkan sebagai "par exellence yaitu orang-orang laut". Selama berabad-abad, mereka memainkan peran penting dalam membuat rute awal perkapalan timur ke Cina dan rute barat ke India, Timur Tengah, dan Afrika. Bangsa Cina juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan perdagangan di laut dengan mengekspor keramik-keramik oriental dan barang lain. Sejak abad ke- 9, porselen Cina telah ada di Nusantara. Dari pelabuhan di Cina Selatan, kapalkapal layar Cina biasanya mengambil satu dari dua rute melalui Asia Tenggara, berlayar ke pantai barat Filipina, melewati Borneo dan Sulawesi ke kepulauan Maluku, atau menyusuri garis pantai Vietnam, Thailand dan Semenanjung Malaka dengan bantuan angin monsoon. Dari sana, mereka bergerak ke arah selatan ke Jawa atau Sumatra atau ke barat ke Samudera Hindia untuk perjalanan jauh ke India dan ke daerah yang lebih jauh lagi. Sebagai daerah yang didominasi laut, perdagangan dan perkapalan di Nusantara pada saat itu telah menjadi ciri khas penting secara politik dan ekonomi selama berabad-abad. Pelabuhan perdagangan yang penting di Nusantara adalah Aceh, Pasai dan Kota Cina, Palembang, Banten dan Batavia, Makassar, Seram, Ternate, dsb. Dari kasus ini akhirnya menimbulkan pertanyaan bagaimana mungkin bisa terjadi harta karun dari kapal Tek Sing bisa dilelang di Jerman dan

18 18 apa hak negara pantai atas harta karun dari kapal tenggelam yang berada dalam perairannya. Mengenai hak pemerintah Indonesia untuk memiliki harta karun yang berada di dasar laut perairan Indonesia didasarkan pada UU No.17 tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Selain itu UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia memberikan landasan hukum bagi Republik Indonesia untuk memiliki kedaulatan atas Laut. Wilayah selebar 12 mil dan hak-hak berdaulat ( Hak Ekslusif) atas Perairan, Kepulauan, ZEE dan Landas Kontinen. Mengingat bahwa peninggalan bawah air merupakan warisan budaya dunia yang harus dilestarikan, dilindungi dari pengeksploitasian secara illegal badan dunia PBB melalui UNESCO telah menerima Convention on the Protection of the Underwater Heritage ( Konvensi) 3 Nopember Konvensi ini memang secara internasional diragukan keefektifannya karena 77 negara telah secara tegas menolak konvensi termasuk pemerintah Indonesia yang membenarkan pelelangan harta karun. Yang menjadi alasan pemerintah Indonesia bahwa 2506 situs kapal tenggelam yang berhasil diidentifikasi sangat menjanjikan nilainya. Disamping itu, bagi pemerintah akan menjadi kendala jika harus melestarikan benda-benda cagar budaya yang jumlahnya sangat banyak. Selain biaya perawatan yang cukup tinggi juga diperlukan tempat penyimpanan dan pemeliharaan yang cukup banyak pula Op.cit,

19 19 Sejak kasus M. Hacther, semakin banyak pihak mulai tergiur untuk melakukan pengangkatan benda-benda berharga muatan kapal tenggelam di perairan Indonesia.. Kondisi inilah yang menjadi pemicu keluarnya Keputusan Presidan No. 43 Tahun 1989 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam yang mengatur kegiatan survey maupun pengangkatan benda-benda dasar laut di perairan Indonesia. Melalui Panitia Nasional telah diangkat sejumlah besar benda dari perairan Indonesia oleh sejumlah perusahaan swasta nasional. Sebagian bendabenda tersebut berhasil dilelang, sementara sebagian lainnya belum berhasil dilelang dan masih tersebar di beberapa tempat di Jakarta yaitu di Gudang Pondok Cabe, Gudang Cipete, Gudang Pondok Dayung, dan Gudang Pelabuhan Tanjung Priok. B. PERUMUSAN MASALAH Sehubungan dengan latar belakang tersebut dalam penulisan dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. bagaimana pengaturan pemanfaatan dan pelestarian benda benda yang berasal dari kapal yang tenggelam di dasar laut sebagai benda cagar budaya secara nasional dan internasional? 2. Bagaimana status hukum kepemilikan benda benda yang berasal yang berasal dari kapal yang tenggelam sebagai benda cagar budaya berdasarkan hukum internasional?

20 20 C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN Tujuan penulisan ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaturan pemanfaatan dan pelestarian benda benda yang berasal dari kapal yang tenggelam di dasar laut sebagai benda cagar budaya secara nasional dan internasional. 2. Untuk mengetahui status hukum kepemilikan benda benda yang berasal yang berasal dari kapal yang tenggelam sebagai benda cagar budaya berdasarkan hukum internasional. Manfaat penulisan ini adalah : 1. Sebagai bahan informasi yang dapat digunakan untuk menyusun ketentuan dalam upaya pelestarian dan pengembangan benda-benda cagar budaya peninggalan bawah air 2. Sebagai bahan referensi yang menjadi acuan untuk penulisan lebih lanjut. D. KEASLIAN PENULISAN Skripsi ini berjudul Pengaturan Pelestarian dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Ditinjau Dari UU No 5 Tahun 1992 dan Konvensi Internasional. Topik utama dalam penulisan skripsi ini adalah tentang benda-benda cagar budaya peninggalan bawah air serta aturan hukum yang mengaturnya disadari penulis merupakan tulisan awal/pertama di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis meyakini bahwa belum pernah ada tulisan yang sama seperti topik ini sebagai bahan utama penulisan skripsi.

21 21 E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 32 menegaskan bahwa Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia serta penjelasannya antara lain menyatakan Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adat, budaya, dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1988 tentang Garis Besar Haluan Negara menegaskan kebudayaan Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa, harus dipelihara, dibina, dan dikembangkan guna memperkuat penghayatan dan pengamalan Pancasila, meningkatkan kualitas, memperkuat kepribadian bangsa, mempertebal harga diri dan kebanggaan nasional, memperkokoh jiwa persatuan dan kesatuan bangsa serta mampu menjadi penggerak bagi perwujudan cita-cita bangsa di masa depan. Beranjak dari amanat ini maka Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk mengambil segala langkah dalam usaha memajukan kebudayaan bangsa Benda cagar budaya mempunyai arti penting bagi kebudayaan bangsa, khususnya untuk memupuk rasa kebanggaan nasional serta memperkokoh kesadaran jati diri bangsa 7. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk berdasarkan peraturan perundangan-undangan berlaku melindungi benda cagar budaya sebagai warisan budaya bangsa Indonesia. Tidak semua benda 7 Menimbang Huruf a, UU No 5 tahun 1992

22 22 peninggalan sejarah mempunyai m2akna sebagai benda cagar budaya. Sejauh peninggalan sejarah merupakan benda cagar budaya maka demi kelestarian budaya bangsa, benda cagar budaya harus dilindungi dan dilestarikan; untuk keperluan ini maka benda cagar budaya perlu dikuasai Negara bagi pengamanannya sebagai milik bangsa. Sebagian besar benda cagar budaya suatu bangsa adalah hasil ciptaan bangsa itu pada masa lalu yang dapat menjadi sumber kebanggaan bangsa yang bersangkutan. Oleh karena itu, pelestarian benda cagar budaya Indonesia merupakan ikhtiar untuk memupuk kebanggaan nasional dan memperkokoh kesaaran jati diri bangsa yang berdasarkan Pancasila. Kesadaran jati diri suatu bangsa banyak dipengaruhi oleh pengetahuan tentang masa lalu bangsa yang bersangkutan, sehingga keberadaan kebangsaan itu pada masa kini dan dalam proyeksinya ke masa depan bertahan pada ciri khasnya sebagai bangsa yang tetap berpijak pada landasan falsafah dan kebudayaan sendiri. Upaya melestarikan benda cagar budaya dilaksanakan, selain untuk memupuk rasa kebanggaan nasional dan memperkokoh kesadaran jati diri sebagai bangsa yang berdasarkan Pancasila, juga untuk kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta pemanfaatan lain dalam rangka kepentingan nasional 8. Memperhatikan hal-hal tersebut di atas dipandang perlu untuk melaksanakan tindakan penguasaan, pemilikian, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan, pengelolaan, dan pengawasan berdasarkan suatu 8 Pasal 1 UU No 5 Tahun 1992.

23 23 peraturan perundang-undangan yaitu UU No.5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang memuat 32 pasal. Salah satu benda cagar budaya tersebut adalah benda muatan kapal tenggelam yang lebih dikenal dengan BMKT. BMKT adalah warisan budaya bawah air yang merupakan tinggalan budaya yang memiliki nilai penting bagi ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan 9. Warisan budaya bawah air tersebut berupa benda cagar budaya dan situs. Sebagai asset yang memiliki nilai penting dan potensial, keberadaannya harus dikelola dengan baik dan berkesinambungan. Pemerintah Indonesia melalui instansi dan lembaga yang berwenang dalam mengelola warisan budaya bawah air, telah melakukan berbagai upaya dalam rangka pelestarian. Benda cagar budaya dan situs bawah air sangat banyak baik jumlah, jenis, bentuk, maupun ukurannya serta letaknya tersebar di berbagai perairan Indonesia. Penanganan masalah benda cagar budaya sebagai warisan bangsa di Indonesia sudah dikenal sejak tahun 1980-an, yaitu dengan mengirim beberapa arkeolog dan tenaga teknis untuk pendidikan dan pelatihan selam di Thailand. Pada saat itu penanganan warisan budaya bawah air berada di bawah Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala. Sejak adanya pengangkatan warisan budaya bawah air ( saat itu disebut harta karun) di perairan Indonesia oleh pihak swasta, pemerintah Indonesia mulai memperhatikan masalah harta karun tersebut. Pada tahun 1989 diterbitkan Keputusan Presiden RI No.43 Tahun 1989 Tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda 9 Pasal 1 Keppres RI No 19 Tahun 2007

24 24 Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam (PANNAS BMKT) untuk kepentingan ekonomi. Di satu sisi Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala berupaya untuk melestarikan warisan budaya bawah air tersebut, yaitu dengan memilih koleksi negara dari setiap kegiatan pengangkatan BMKT. Gatot Gautama, MA Kasubdit Perlindungan Direktorat Peninggalan Bawah Air DikJen Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata memberikan pendapatnya mengenai hal ini yaitu pada awal tahun 2000 dibentuk Sub Direktorat Peninggalan Bawah Air Direktorat Purbakala tetapi umurnya kurang lebih 8 bulan, karena adanya perubahan nomenklatur Departemen sehingga Sub Direktorat ini dibubarkan. Selanjutnya masalah warisan budaya bawah air menjadi salah satu kegiatan di Sub Bidang Penyelamatan dan pengamanan Bidang Perlindungan Asdep Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Kegiatan pada saat itu berupa pelatihan - pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) selam dan penanganan kasus-kasus pelanggaran pengangkatan warisan budaya bawah air. Perhatian pemerintah terhadap pengelolaan warisan budaya bawah air semakin terfokus, yaitu pada akhir tahun 2005 dibentuk Direktorat Peninggalan Bawah Air Direktorat Sejarah dan Purbakala. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang menangani pelestarian warisan budaya bawah air dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No 17/HK.001/MKP.2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Di lain pihak PANNAS BMKT yang pada mulanya dalam penanganan BMKT hanya untuk kepentingan komersial dan ekonomi

25 25 semata akhirnya mengubah paradigma yaitu dalam pemanfaatan BMKT di samping untuk kepentingan ekonomi tetapi juga memperhatikan aspek pelestarian 10. Kegiatan yang berhubungan dengan pengangkatan warisan budaya bawah air pada saat ini umumnya dilakukan pihak swasta dan masyarakat. Kegiatan tersebut ada yang dilakukan secara legal (izin dari PANNAS BMKT) tetapi sering juga terjadi secara illegal. Di samping itu kegiatan pengangkatan warisan budaya bawah air baik yang dilakukan oleh swasta maupun masyarakat tidak memperhatikan lingkungannya maupun benda cagar budaya situsnya. Saat ini telah ada beberapa peraturan yang berkaitan dengan penanganan benda cagar budaya air, yaitu antara lain : Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0843/0/1989 Tentang Cara Pelaksanaan Pengangkatan Benda Berharga Keputusan Presiden RI No.107 Tahun 2000 Tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam, Keputusan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan selaku Ketua Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT No. 03 Tahun 2000 Tentang Rincian Susunan Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT. Keputusan Menteri Departemen Kelautan dan Perikanan selaku Ketua Panitia Nasional BMKT No. 39 Tahun 2000 Tentang Ketentuan Teknis Survei dan Perizinan Pengangkatan BMKT. Di samping itu badan dunia, seperti UNESCO bahkan telah menerbitkan konvensi-konvensi yang berkenaan dengan konservasi tinggalan bawah air. 10 Pasal 4 ayat 2 Keppres RI No 19 Tahun 2007.

26 26 ICOMOS juga menerbitkan piagam ( Charter) Tentang Pengelolaan Warisan Budaya Air tingkat Asia Untuk meningkatkan pemahaman dan aplikasi berbagai peraturan tersebut maka perlu segera dilakukan pembahasan dan pengkajian peraturan-peraturan tersebut agar pengelolaan warisan budaya bawah air dapat dilakukan dengan tertib dan terkendali. F. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam mencari bahan untuk penulisan skripsi ini adalah empiris normative melalui pengamatan, wawancara dan penelitian perpustakaan. Pencarian data dan informasi diawali dengan mengamati benda-benda cagar budaya bawah air yang tersimpan di Museum nasional Jakarta. Cukup banyak benda cagar budaya bawah air yang dipamerkan di ruang pameran museum ini. Benda-benda tersebut adalah hasil pengangkatan dari perairan Indonesia antara lain berasal dari Selat Gelasa Sumatera Selatan, Karang Heliputan Kepulauan Riau dan Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Dalam pengamatan selanjutnya dilakukan di gudang Galery Jakarta. Benda-benda cagar budaya bawah air yang berhasil diamankan oleh pemerintah Indonesia dengan cara turut dalam pelelangan Christy di Jerman tersimpan rapi di dalam dos-dos tertutup. Hasil pengamatan lainnya adalah di gudang Direktorat Peninggalan Bawah Air yang merupakan koleksi negara. Saat ini benda-benda cagar budaya bawah air sudah mulai dilakukan penanganan dengan memulai identifikasi terhadap benda-benda tersebut. Selain mengidentifikasi juga dilakukan konservasi

27 27 dengan cara perendaman dalam air tawar. Perendaman di lakukan untuk menghilangkan kadar garam yang melekat di dinding benda. Benda-benda cagar budaya bawah air yang sudah dilakukan identifikasi berasal dari pengangkatan di perairan Cirebon, Karang Heliputan dan Teluk Sumpat. Selain pengamatan, dilakukan wawancara dengan informan kunci yang menangani kegiatan penanganan dan pelestarian benda-benda cagar budaya bawah air. Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa saat ini sudah tersimpan sekitar buah keramik yang berasal dari berbagai perairan Indonesia antara lain dari Pulau Buaya Kepulauan Riau, Batu Hitam Belitung, Pulau Seribu DKI Jakarta, Selat Gelasa Bangka Belitung. Benda-benda cagar budaya bawah air ini nantinya akan didistribusikan ke museum, universitas dan lembaga yang membutuhkan guna pemanfaatannya bagi pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Melalui wawancara diperoleh juga pandangan para ahli arkeologi tentang upaya yang dilakukan pemerintah untuk mendapatkan devisa dari hasil penjualan benda-benda cagar budaya bawah air ini. Terjadinya kontroversial kedua belah pihak ( para arkeolog dan PANNAS BMKT } sebagai perpanjangan tangan pemerintah karena adanya perbedaan kepentingan. Penelitian perpustakaan sebagai akhir pencarian bahan penulisan dilakukan di perpustakaan Direktorat Peninggalan Bawah Air Direktorat Sejarah dan Purbakala Depertemen Kebudayaan dan Pariwisata. Bahan yang diperoleh berupa makalah, buku dan foto-foto benda-benda cagar budaya bawah air.

28 28 G. SISTEMATIKA PENULISAN - Kata Pengantar - BAB I: PENDAHULUAN 1. Latar belakang 2. Perumusan Masalah 3. Tujuan dan Manfaat Penulisan 4. Keaslian Penulisan 5. Tinjauan Pustaka 6. Metode Penelitian 7. Sitematika Penulisan - BAB II : TINJAUAN UMUM TERHADAP BENDA CAGAR BUDAYA BARANG MUATAN KAPAL TENGGELAM (BMKT) 1. Pengertian Benda Cagar Budaya 2. Ruang Lingkup dan Jenis Jenis Benda Cagar Budaya 3. Perlindungan Benda Budaya di Indonesia - BAB III : PENGATURAN HUKUM NASIONAL YANG BERKAITAN DENGAN BENDA CAGAR BUDAYA BAWAH AIR 1. Status Hukum Benda Cagar Budaya Bawah Air 2. Ketentuan Ketentuan Pembawaan dan Larangan Pembawaan Benda Cagar Budaya Ke Luar Wilayah Republik Indonesia 3. Kriteria dan Prosedur Pemilihan Benda Cagar Budaya Hasil Pengangkatan dari Dasar Laut untuk Koleksi Negara 4. Pemanfaatan Benda Cagar Budaya Bawah Air

29 29 - BAB IV : INSTRUMEN INSTRUMEN PERATURAN HUKUJ INTERNASIONAL YANG BERKAITAN DENGAN BENDA CAGAR BUDAYA 1. Rezim Perairan dan laut Jurisdiksi Nasional Indonesia berdasarkan UNCLOS Hubungan UNESCO Convention 2001, UNCLOS 1982 dan Hukum Internasional lainnya. 3. Benda Budaya berdasarkan Convention On The Protection Of The Underwater Cultural Heritage 2001 ( UNESCO Convention 2001 ). BAB V: PENUTUP 1. SIMPULAN 2. SARAN DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN : FOTO-FOTO BENDA CAGAR BUDAYA BAWAH AIR

30 30 BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP BENDA CAGAR BUDAYA/BARANG MUATAN KAPAL TENGGELAM A. Pengertian Benda Cagar Budaya/Barang Muatan Kapal Tenggelam Teriakan "mangkok... guci... teko... kalung..." adalah teriakanteriakan kegembiraan seorang penyelam di pinggir pantai utara Jawa di awal bulan Mei tahun 2004 ketika ia menemukan keramik-keramik Cina berbentuk guci, kepingan emas, perak, berlian, zamrud, mutiara, batu berharga dan porselen dan sebagainya itu pada kedalamam 30 meter di perairan Cirebon. Secara keseluruhan jumlah benda-benda keramik Cina yang berhasil diangkat dalam waktu sebulan adalah sebanyak buah keramik (dalam keadaan utuh), buah keramik (yang direstorasi) dan buah keramik (dalam keadaan pecah/tidak utuh).total keseluruhan berdasarkan tipologinya benda-benda keramik tersebut berasal dari masa V Dinasti sekitar abad ke-x 11. Belum lagi penemuan Kapten Michael Hatcher pada tahun 1986 yang sangat menggemparkan sehingga pada waktu itu pemerintah perlu untuk segera memberi perhatian khusus terhadap masalah pengamanan warisan di laut yang tersebar di perairan Nusantara. Penemuan Hatcher yang spektakuler berupa 126 batang emas lantakan dan benda keramik dinasti Ming dan Ching dari sebuah kapal VOC Geldermalsen yang karam di perairan Riau pada bulan Januari 11 Agus Supangat,Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, BRKP, DKP Berburu Harta Karun di Laut, 27 Januari 2009, www. inovasi.com.

31 , telah menyadarkan kita semua bahwa di dasar laut Indonesia tersimpan warisan yang tak ternilai harganya dan perlu untuk dikelola, dilestarikan dan dimanfaatkan 12 Jumlah kapal yang hilang dan karam selama berabad-abad di perairan Nusantara sangat banyak sehingga tidak terhitung. Perairan Nusantara ini adalah mimpi para ahli arkeolog bawah air dan para pemburu harta karun yang terwujud karena sejumlah besar kekayaan ada di dasar laut tak tersentuh. Kapal layar Cina telah mengharungi perairan Asia selama berabadabad dan selama bertahun-tahun telah banyak kapal yang membawa muatan yang hari ini tidak ternilai harganya, tenggelam. Pelayaran dari Portugal ke Atlantik Selatan, melalui Samudra Hindia dan ke Asia Tenggara adalah perjalanan yang lama dan bahaya. Sejak tahun 1650, sekitar 800 kapal Portugis berlayar dari Lisabon dimana hampir 150 kapal tidak pernah terdengar lagi. Kemungkinannya hilang tanpa jejak. Antara tahun 1600 dan 1800, English east India Company (EIC) telah kehilangan lebih dari 7000 kapal dan kebanyakannya tenggelam ke dasar laut terbawa bersamanya harta kekayaan. Sementara pada tahun 1808 dan 1809, EIC kehilangan 10 kapal yang berlayar pulang dan bersamanya hilang juga satu juta sterling lebih. 12 Ibid.

32 32 VOC Belanda juga telah kehilangan 105 kapal yang berlayar antara tahun 1602 dan 1794; kapal-kapal yang berlayar pulang 141 kapal antara tahun 1602 dan periode yang buruk adalah antara tahun ketika VOC kehilangan 44 kapalnya yang berlayar pulang. 13 Nilai muatan yang dibawa oleh kapal-kapal tersebut sangat besar. Wajar saja jika dikatakan bahwa ada "Harta Karun" atau yang biasa disebut dengan Benda Cagar Budaya bertebaran di perairan Nusantara. Namun, tidak semua muatan yang ada pada kapal yang hilang di Nusantara tetap berharga hari ini. Setelah tenggelam di laut selama bertahun-tahun, banyak muatannya yang hancur, seperti sutra murni Cina, Teh dari Cina, Opium dari Bengal (Bangladesh), Danuan (India) dan Turki, Bahan katun dari Amerika dan Cina,Rempah dari kepulauan Maluku,Logam dari Eropa seperti besi,kulit hewan dari Amerika dan Inggris. Latar belakang sejarah pengaturan Benda Cagar Budaya/ Barang Muatan Kapal Tenggelam di Indonesia diawali dengan keluarnya Keppres No 43 Tahun 1989 mengenai pembentukan Panitia Nasional Benda Cagar Budaya/ Barang Muatan Kapal Tenggelam yang diketuai oleh Menko Polkam. Tindakan pemerintah Indonesia ini didasari oleh adanya suatu pemikiran untuk menangani masalah harta karun atau yang disebut sebagai Benda Cagar Budaya di dasar laut (kasus Hatcher pada Tahun 1986). Berdasarkan Keppres ini pihak manapun yang berniat mencari Benda Cagar Budaya di wilayah perairan Indonesia harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Panitia Nasional. 13 Ibid.

33 33 Namun terjadi penyimpangan dalam pemberian izin pengambilan Benda Cagar Budaya dari kapal kapal yang tenggelam semasa Panitia Nasional tersebut, kewenangan Panitia Nasional dialihkan ke Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan. Hal ini ditetapkan dengan Keppres No.107 Tahun 2000 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam. Kemudian, pada tahun 2007, Keppres No 107 Tahun 2000 direvisi menjadi Keppres No 19 Tahun 2007 dengan beberapa alasan sebagai berikut: 1. Perubahan nomenklatur instansi; 2. Penyempurnaan susunan keanggotaan Panitia Nasional; 3. Peningkatan koordinasi dalam pengelolaan; 4. Penegasan kewenangan pemberian izin; 5. Penegasan Barang Muatan Kapal Tenggelam sebagai barang milik negara, dan 6. Pengelolaan Barang Muatan Kapal Tenggelam. Berkaitan dengan peninggalan yang mengandung nilai sejarah dan purbakala (kebudayaan) dan pengelolaannya, pengaturan mengenai hal tersebut sudah dikodifikasikan ke dalam suatu undang undang, yaitu Undang Undang No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, walaupun hanya mengatur benda budaya yang berada di daratan dan belum mengatur secara jelas tentang perlindungan benda budaya yang berada di bawah air. Tinjauan yuridis ini merupakan penilaian terhadap materi pengaturan secara keseluruhan dari Batang Tubuh Undang Undang No 5 Tahun 1992

34 34 tentang Benda Cagar Budaya. Hal ini berdasarkan evaluasi penilaian dalam pelaksanaan di lapangan yang mengandung kendala perbedaan persepsi selama kurun waktu 10 tahun lebih. Perbedaan persepsi terhadap himpunan ketentuan yang bersifat kodifikasi mengenai cagar budaya tergantung dari pihak yang bersangkutan dalam kepentingannya untuk menjabarkan setiap materi ketentuan tersebut menurut tinjauan kepentingan yuridis masing masing. Pihak pihak yang bersangkutan dimaksud terdiri atas: 1. Masyarakat secara umum sebagai pihak yang patut mentaati peraturan perundang undangan tentang Benda Cagar Budaya. 2. Instansi terkait, merupakan pihak dari wakil wakil pemerintah yang mempunyai kaitan kerja dalam melaksanakan ketentuan pelestarian benda cagar budaya yang diamanatkan secara yuridis, teknis dan administrative. 3. Instansi yang berwenang, merupakan pihak dari wakil Pemerintah Tertentu yang secara khusus selaku penyelenggara pelestarian benda cagar budaya atas nama negara dalam melaksanakan ketentuan secara yuridis, teknis dan administratif. 4. Pihak pembuat Undang Undang, selaku perumus semua ketentuan yang tercantum di dalam Undang Undang No.5 Tahun 1992, merupakan wakil wakil dari kehendak rakyat untuk berupaya sebaik mungkin

35 35 merumuskan pelestarian benda cagar budaya demi kepentingan Bangsa dan Negara pada masa situasi dan kondisi waktu itu. 14 Dalam Undang undang No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, peninggalan dimaksud disebut sebagai benda cagar budaya yang ruang lingkupnya terdiri atas benda cagar budaya dan benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya. Pengertian benda cagar budaya menurut pasal 1 Undang Undang No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya merupakan pengertian yang sangat luas sudah mencakup kearah peninggalan bawah air, hanya saja untuk menggiring kearah pengertiannya kurang informatif. Sebutan peninggalan merupakan pengertian yang dikategorikan sebagai harta atau benda yang ditinggalkan oleh pemilik atau yang mengusai barang itu sebelumnya.sedangkan sebutan bawah air menurut arti kata dikategorikan sebagai posisi atau letak keberadaan di dasar air yang pada hakekatnya menurut landasan yuridis diberi pengertian yang lebih luas, yaitu perairan. Perairan Indonesia yang meliputi sungai, danau, dan laut. 15 Peninggalan bawah air berarti harta atau benda yang ditinggalkan oleh pemilik atau yang menguasainya yang berada di dasar perairan seluruh wilayah Indonesia. 16 Sebutan tersebut kaitannya dengan pengertian benda cagar budaya merupakan sifat penegasan terhadap benda cagar budaya yang dibedakan dalam hal letak keberadaannya yang menyangkut latar belakang peristiwa atau sejarah keberadaanya di bawah air. Pengertian apa yang dimaksud dengan benda cagar 14 Nunus Supard, Tinjauan Yuridis Undang Undang No 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Ibid,. 16 Subomo, Sistem Penanggulangan Kasus Pelanggaran Terhadap Peninggalan Bawah Air, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2007

36 36 budaya amat penting baik bagi masyarakat maupun instansi-instansi Pemerintah sendiri agar dalam melaksanakan ketentuan ketentuan tentang larangan pembawaan benda cagar budaya ke luar wilayah Negara Republik Indonesia setidak tidaknya dapat memahami dan tidak melakukan hal hal yang bertentangan dengan ketentuan ketentuan tercantum baik pada UU No.5 Tahun 1992 dan PP No.10 Tahun 1993 Tentang Benda Cagar Budaya serta peraturan perundang undangan yang telah diterbitkan pihak Pemerintah RI. Namun, terdapat perbedaan kepentingan atas benda cagar budaya itu sendiri yang terkandung di antara UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dengan Keppres No 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam. Di dalam UU. No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya secara implisit menyatakan bahwa tindakan yang boleh dilakukan terhadap benda cagar budaya itu adalah perlindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatan namun dalam arti non ekonomi, karena pemanfaatan seperti memperdagangkan atau memperjualbelikan atau memperniagakan benda cagar budaya dilarang di dalam UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya 17. Dengan kata lain bahwa benda cagar budaya itu tidak boleh dieksploitasi secara ekonomi. Hanya penggunaan benda cagar budaya untuk fungsi pendidikan, budaya, dan sejarah yang diatur di dalam UU No. 5 Tahun Di dalam Keppres No 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang 17 Pasal 15 Ayat (2) Huruf (f) UU No 5 Tahun 1992

37 37 Tenggelam tidak ada dicantumkan Benda Cagar Budaya walaupun benda yang dimaksud adalah sama tapi disebut dengan istilah yang berbeda. Yaitu Barang Berharga Muatan Kapal Tenggelam (BMKT). Barang Berharga Muatan kapal Tenggelam (BMKT) tersebut adalah benda berharga yang tidak hanya memiliki nilai sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan tapi juga mempunyai nilai ekonomi 18. Dr. Supratikno Rahardjo, seorang ahli arkeologi Universitas Indonesia memberikan pendapatnya mengenai hal ini yaitu bahwa Keppres No 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam secara eksplisit mengizinkan pemanfaatan secara ekonomi terhadap benda cagar budaya. Kebijakan terhadap Barang Muatan Kapal Tenggelam dapat saja dimanfaatkan secara ekonomis, tentunya dengan berbagai persyaratan, diantaranya Barang Muatan Kapal Tenggelam yang akan dijual harus melalui pemilihan untuk benda benda yang menjadi koleksi negara. Sedangkan Barang Muatan Kapal Tenggelam yang tidak dijual harus distribusikan untuk kepentingan ilmiah/ilmu pengetahuan. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan diartikan dengan benda cagar budaya kita ketahui dari Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 sebagai berikut: 1. Benda Cagar Budaya adalah a. Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian bagiannya atau 18 Pasal 1 Angka (1) PP No 19 Tahun 2007

38 38 sisa sisanya, yang berumur sekurang kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan; b. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. 2. Situs adalah lokasi yang mengandung atau dianggap mengandung benda cagar budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya 19. Berkaitan dengan usia benda cagar budaya/barang muatan kapal tenggelam yang boleh dieksplorasi dan dieksploitasi pada Pasal 1 UU No 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya telah dinyatakan dengan jelas bahwa kategori benda yang boleh dilakukan eksplorasi dan eksploitasi adalah benda yang telah berusia 50 tahun sedangkan pengaturan mengenai kategori usia benda tersebut berbeda dengan yang tercantum dalam UNESCO Convention Pada pasal 1 UNESCO Convention 2001 memberikan hak kepada negara pantai atas harta karun dibawah air yang sudah berumur 100 tahun ke atas. Gatot Ghautama, MA, Kasubdit Perlindungan Perizinan, Direktorat Peninggalan Bawah Air, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata menyatakan dalam diskusi yang dilaksanakan oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata tentang benda cagar budaya bahwa hingga saat ini Indonesia belum memiliki kehendak untuk mengesahkan UNESCO Convention 2001 tersebut. Selain Indonesia, negara Jepang juga 19 Pasal 1 UU No 5 Tahun 1992.

39 39 menyatakan ketidaksiapan untuk mengesahkan UNESCO Convention 2001, ini dikarenakan baik negara Indonesia maupun Jepang menyadari untuk melakukan pengesahan/ratifikasi perlu kesiapan dan usaha yang memadai. Dalam kaitannya dengan pengesahan Konvensi tersebut, terdapat beberapa peraturan nasional RI yang isinya bertentangan dengan Konvensi tersebut. Keppres No 107 Tahun 2000 jo. Keppres No 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam mengijinkan pemanfaatan secara ekonomis terhadap Barang Muatan Kapal Tenggelam/ Benda Cagar Budaya. Berbeda dengan substansi UNESCO Convention 2001 yang hanya mengatur tentang pemeliharaan bukan kepada pemanfaatan Benda Cagar Budaya. Bahkan UNESCO Convention 2001 tidak memperbolehkan adanya pengangkatan Benda Cagar Budaya atau preservasi in situ. Jadi Benda Cagar Budaya menurut UNESCO Convention tidak boleh dipindahkan/diganggu gugat keberadaanya, karena akan menyebabkan perusakan baik terhadap ekosistem laut tempat dimana Benda Cagar Budaya tersebut berada maupun terhadap Benda Cagar Budaya itu sendiri. Kondisi peraturan yang berlainan kepentingan ini menunjukkan adanya sikap tidak saling dukung. Kalimat tersebut dilontarkan oleh Widyati, M.Hum, Kasubdit Pengendalian Pemanfaatan, Direktorat Peninggalan Bawah Air, Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dalam diskusi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata mengenai Benda Cagar Budaya.

I. PENDAHULUAN. Dilihat dari sejarah Indonesia ketika berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu, kemudian lahirnya

I. PENDAHULUAN. Dilihat dari sejarah Indonesia ketika berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu, kemudian lahirnya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan negara kepulauan tentu memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Dilihat dari sejarah Indonesia ketika berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu, kemudian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

Undang Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang : Benda Cagar Budaya

Undang Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang : Benda Cagar Budaya Undang Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang : Benda Cagar Budaya Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 5 TAHUN 1992 (5/1992) Tanggal : 21 MARET 1992 (JAKARTA) Sumber : LN 1992/27; TLN NO. 3470 Menimbang:

Lebih terperinci

NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA Menimbang: DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA OLEH ISRAEL TERHADAP WARGA SIPIL PALESTINA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA OLEH ISRAEL TERHADAP WARGA SIPIL PALESTINA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA OLEH ISRAEL TERHADAP WARGA SIPIL PALESTINA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Cagar Budaya merupakan salah satu kekayaan negara yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Cagar Budaya merupakan salah satu kekayaan negara yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Cagar Budaya merupakan salah satu kekayaan negara yang dapat menunjukkan identitas bangsa. Pencarian akar budaya di masa lampau dan upaya perlindungan atasnya merupakan

Lebih terperinci

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III. dan Benua. Gambar

BAB III. dan Benua. Gambar BAB III PERLINDUNGANN CAGAR BUDAYA BAWAH AIR DI INDONESIA 3.1 Sejarah Cagar Budaya Bawah Air di Indonesia Secara geografis, Indonesia merupakan sebuah kepulaun bahari yang terdiri dari 17.508 pulauu dengan

Lebih terperinci

KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN

KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 10/1997, PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN YORDANIA HASHIMIAH MENGENAI PELAYARAN *46909 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN, PENGELOLAAN DAN PERIZINAN MEMBAWA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Arkeologi bawah laut merupakan sebagian tapak tinggalan dari kegiatan

BAB IV PENUTUP. Arkeologi bawah laut merupakan sebagian tapak tinggalan dari kegiatan BAB IV PENUTUP Arkeologi bawah laut merupakan sebagian tapak tinggalan dari kegiatan perdagangan lokal dan global masa lalu. Adanya kapal karam dengan muatannya (BMKT) yang ditemukan di wilayah perairan

Lebih terperinci

BAB I STRATEGI MARITIM PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA

BAB I STRATEGI MARITIM PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA BAB I PADA PERANG LAUT NUSANTARA DAN POROS MARITIM DUNIA Tahun 1620, Inggris sudah mendirikan beberapa pos perdagangan hampir di sepanjang Indonesia, namun mempunyai perjanjian dengan VOC untuk tidak mendirikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBAKARAN DAN/ATAU PENENGGELAMAN KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING SEBAGAI UPAYA MENGURANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBAKARAN DAN/ATAU PENENGGELAMAN KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING SEBAGAI UPAYA MENGURANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBAKARAN DAN/ATAU PENENGGELAMAN KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING SEBAGAI UPAYA MENGURANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

PERAN INTERPOL DALAM PEMBERANTASAN JARINGAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA INTERNASIONAL SKRIPSI

PERAN INTERPOL DALAM PEMBERANTASAN JARINGAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA INTERNASIONAL SKRIPSI PERAN INTERPOL DALAM PEMBERANTASAN JARINGAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum DISUSUN OLEH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 44, 1983 (KEHAKIMAN. WILAYAH. Ekonomi. Laut. Perikanan. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara

BAB V KESIMPULAN. Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara BAB V KESIMPULAN Di dalam aktivitas pelayaran dan perniagaan internasional Nusantara merupakan salah satu tempat tujuan maupun persinggahan bagi kapal-kapal dagang dari berbagai negara di dunia. Nusantara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.2

SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.2 SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 4. INDONESIA MASA HINDU BUDHALatihan Soal 4.2 1. Persentuhan antara India dengan wilayah Nusantara didorong oleh berbagai faktor, salah satu faktor yang paling penting

Lebih terperinci

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia

Sejarah Peraturan Perikanan. Indonesia Sejarah Peraturan Perikanan Indonesia Peranan Hukum Laut dalam Kedaulatan RI Laut Indonesia pada awalnya diatur berdasarkan Ordonansi 1939 tentang Wilayah Laut dan Lingkungan Maritim yg menetapkan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan merupakan salah satu unsur dalam menjaga rasa nasionalisme dalam diri kita sebagai

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Dalam kesempatan ini pula saya menyampaikan rasa bahagia dan ucapan rasa terima kasih kepada :

KATA PENGANTAR. Dalam kesempatan ini pula saya menyampaikan rasa bahagia dan ucapan rasa terima kasih kepada : KATA PENGANTAR Puji syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas sejarah yang berjudul Terbentuknya Jaringan Nusantara Melalui Perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Katulistiwa. Sejak awal abad Masehi, Pulau Sumatera telah

BAB I PENDAHULUAN. di Katulistiwa. Sejak awal abad Masehi, Pulau Sumatera telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pulau Sumatera atau yang dahulu dikenal dengan nama Pulau Swarnadwipa merupakan pulau terbesar keenam di dunia yang memanjang dari 6 0 Lintang Utara hingga

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Prosedur. Status. Kapal Tenggelam.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Prosedur. Status. Kapal Tenggelam. No.440, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEUANGAN. Prosedur. Status. Kapal Tenggelam. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184/PMK.06/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS

Lebih terperinci

BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA

BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA BAB 10 PROSES KEDATANGAN DAN KOLONIALISME BANGSA BARAT DI INDONESIA TUJUAN PEMBELAJARAN Dengan mempelajari bab ini, kamu diharapkan mampu: mendeskripsikan sebab dan tujuan kedatangan bangsa barat ke Indonesia;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN NO: 1 Mata Pelajaran : Program Studi IPA (Sejarah) Kelas/Semester : XI/1 Materi Pokok : Kerajaan Kutai dan Tarumanegara Pertemuan Ke- : 1 Alokasi Waktu : 1 x pertemuan

Lebih terperinci

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA

INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA INTRODUCTION: INTERNATIONAL RELATIONS IN SOUTHEAST ASIA by: Dewi Triwahyuni INTERNATIONAL RELATIONS DEPARTMENT COMPUTER UNIVERSITY OF INDONESIA (UNIKOM) BANDUNG 2013 1 SOUTHEAST ASIA (SEA) 2 POSISI GEOGRAFIS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA - 1 - KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk pengangkatan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si ZONASI LAUT TERITORIAL Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas. Untuk landas kontinen negara Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat

Lebih terperinci

Melacak Perburuan Mutiara dari Timur

Melacak Perburuan Mutiara dari Timur Melacak Perburuan Mutiara dari Timur A. Latar Belakang Masuknya Bangsa Barat Peta diatas merupakan gambaran dari proses kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Nusantara. Garis menggambarkan proses perjalanan

Lebih terperinci

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN

KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 55/1999, PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FEDERAL JERMAN DI BIDANG PELAYARAN *48854 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dinyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dinyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut memiliki makna bahwa negara Indonesia berdasarkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

Prospek dan Tantangan Arkeologi Maritim di Indonesia

Prospek dan Tantangan Arkeologi Maritim di Indonesia Prospek dan Tantangan Arkeologi Maritim di Indonesia Dr. Supratikno Rahardjo* Ringkasan Pengungkapan kehidupan masa lalu bangsa Indonesia hingga kini masih bertumpu kepada sumber sumber data yang berasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : 1. bahwa pada tanggal 21 Maret 1980

Lebih terperinci

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia Abdul Muthalib Tahar dan Widya Krulinasari Dosen Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI STATUS KEPEMILIKAN ATAS PENEMUAN HARTA KARUN DI WILAYAH PERAIRAN INTERNASIONAL SKRIPSI

PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI STATUS KEPEMILIKAN ATAS PENEMUAN HARTA KARUN DI WILAYAH PERAIRAN INTERNASIONAL SKRIPSI PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI STATUS KEPEMILIKAN ATAS PENEMUAN HARTA KARUN DI WILAYAH PERAIRAN INTERNASIONAL SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Indonesia

Lebih terperinci

BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR

BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR Harry Octavianus Sofian (Balai Arkeologi Palembang) Abstract Belitung island surrounded by two straits, the

Lebih terperinci

PENERAPAN GUGATAN CLASS ACTION DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS SKRIPSI

PENERAPAN GUGATAN CLASS ACTION DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS SKRIPSI PENERAPAN GUGATAN CLASS ACTION DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.

MEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA. Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI : a. bahwa cagar budaya

Lebih terperinci

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon) TUGAS AKHIR Oleh : RINA MERIANA L2D 305 139 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda.

BAB I PENDAHULUAN. dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu fasilitas yang bersifat umum dan. mempertahankan daerah yang dikuasai Belanda. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Banyak fasilitas yang dibangun oleh Belanda untuk menunjang segala aktivitas Belanda selama di Nusantara. Fasilitas yang dibangun Belanda dapat dikategorikan ke dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. telah berlangsung sejak zaman purba sampai batas waktu yang tidak terhingga.

I. PENDAHULUAN. telah berlangsung sejak zaman purba sampai batas waktu yang tidak terhingga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan lalu lintas pelayaran antara Tionghoa dari Tiongkok dengan Nusantara telah berlangsung sejak zaman purba sampai batas waktu yang tidak terhingga. Berdasarkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG KEPUTUSAN NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG PANITIA NASIONAL PENGANGKATAN DAN PEMANFAATAN BENDA BERHARGA ASAL MUATAN KAPAL YANG TENGGELAM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 vember 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN MELAKUKAN KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN BAGI PERGURUAN TINGGI ASING, LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 08 TAHUN 2004 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH PELABUHAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 08 TAHUN 2004 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH PELABUHAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 08 TAHUN 2004 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN DAERAH PELABUHAN KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengatur

Lebih terperinci

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1 Latar Belakang Kesultanan Gowa adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di daerah Sulawesi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: 1. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang

Lebih terperinci

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA.

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 36 TAHUN 2002 (36/2002) TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DASAR HUKUM PERTIMBANGAN JAKSA DALAM MELAKUKAN PRAPENUNTUTAN DI KEJAKSAAN NEGERI MEDAN

DASAR HUKUM PERTIMBANGAN JAKSA DALAM MELAKUKAN PRAPENUNTUTAN DI KEJAKSAAN NEGERI MEDAN DASAR HUKUM PERTIMBANGAN JAKSA DALAM MELAKUKAN PRAPENUNTUTAN DI KEJAKSAAN NEGERI MEDAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarja Hukum Pada Fakultas Hukum OLEH DANIEL S. BARUS NIM: 040200304 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah

I. PENDAHULUAN. Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Barat datang ke Indonesia khususnya di Bengkulu sesungguhnya adalah usaha untuk memperluas, menjamin lalu lintas perdagangan rempah-rempah hasil hutan yang

Lebih terperinci

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial Hak Lintas Damai di Laut Teritorial A. Laut Teritorial HAK LINTAS DAMAI DI LAUT TERITORIAL (KAJIAN HISTORIS) Laut teritorial merupakan wilayah laut yang terletak disisi luar dari garis-garis dasar (garis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa lingkungan laut beserta sumber

Lebih terperinci

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1 ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125 TAHUN 2001 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI PELAYARAN NIAGA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT

BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT BAB IV BUDAYA DAN ALAM PIKIR MASA PENGARUH KEBUDAYAAN ISLAM DAN BARAT A. Pengaruh Kebudayaan Islam Koentjaraningrat (1997) menguraikan, bahwa pengaruh kebudayaan Islam pada awalnya masuk melalui negara-negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lingkungan laut beserta sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si khodijah5778@gmail.com www. Khodijahismail.com POKOK BAHASAN Kontrak Perkuliahan dan RPKPS (Ch 01) Terminologi Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

PELANGGARAN PESAWAT F-18 HORNET MILIK AMERIKA SERIKAT DIWILAYAH KEDAULATAN INDONESIA DITINJAU DARI KONVENSI CHICAGO TAHUN 1944 S K R I P S I

PELANGGARAN PESAWAT F-18 HORNET MILIK AMERIKA SERIKAT DIWILAYAH KEDAULATAN INDONESIA DITINJAU DARI KONVENSI CHICAGO TAHUN 1944 S K R I P S I PELANGGARAN PESAWAT F-18 HORNET MILIK AMERIKA SERIKAT DIWILAYAH KEDAULATAN INDONESIA DITINJAU DARI KONVENSI CHICAGO TAHUN 1944 S K R I P S I Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR

PERENCANAAN KAWASAN PESISIR PERENCANAAN KAWASAN PESISIR Hukum Laut Internasional & Indonesia Aditianata Page 1 PENGERTIAN HUKUM LAUT : Bagian dari hukum internasional yang berisi normanorma tentang : (1) pembatasan wilayah laut;

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN

Lebih terperinci

MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA

MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA MASA KOLONIAL EROPA DI INDONESIA Peta Konsep Peran Indonesia dalam Perdagangan dan Pelayaran antara Asia dan Eropa O Indonesia terlibat langsung dalam perkembangan perdagangan dan pelayaran antara Asia

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun No.573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. Pertanahan. Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penataan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. internasional, adanya kontrol terhadap labour dan hasil tanah serta sudah memilki

I. PENDAHULUAN. internasional, adanya kontrol terhadap labour dan hasil tanah serta sudah memilki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nusantara adalah sebuah wilayah yang telah berkembang menjadi wilayah perdagangan internasional, karena sudah memiliki perniagaan regional dan internasional, adanya kontrol

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN MERANTI

BUPATI KEPULAUAN MERANTI BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN MERANTI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MOR : P.25/Menhut-II/2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG KEHUTANAN TAHUN 2013 KEPADA 33 GUBERNUR PEMERINTAH PROVINSI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sehingga menjadi sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan yang sudah melekat dalam masyarakat dan sudah turun temurun sejak dulu, akan semakin terkonsep dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG CAGAR BUDAYA KOTA KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keberadaan Cagar Budaya di

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAN PERMUSEUMAN DI INDONESIA. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman 2013

KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAN PERMUSEUMAN DI INDONESIA. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman 2013 KEBIJAKAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DAN PERMUSEUMAN DI INDONESIA Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman 2013 Perubahan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Menjadi Kementerian Pendidikan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara maritim atau kepulauan terbesar didunia dengan 70% wilayahnya terdiri atas laut. Sehingga banyak pulau-pulau yang ada di Indonesia

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis Tentang Peralihan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. dan Akibatnya Jika Subjeknya WNA S K R I P S I. Oleh

Tinjauan Yuridis Tentang Peralihan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. dan Akibatnya Jika Subjeknya WNA S K R I P S I. Oleh Tinjauan Yuridis Tentang Peralihan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan Akibatnya Jika Subjeknya WNA S K R I P S I Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM PENERIMA WARALABA ATAS WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH PEMBERI WARALABA. (Riset di Salon Rudi Hadi Suwarno Kota Medan) SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM PENERIMA WARALABA ATAS WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH PEMBERI WARALABA. (Riset di Salon Rudi Hadi Suwarno Kota Medan) SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM PENERIMA WARALABA ATAS WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH PEMBERI WARALABA (Riset di Salon Rudi Hadi Suwarno Kota Medan) SKRIPSI Disusun dan diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk. Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk. Memperoleh Gelar Sarjana Hukum TINJAUAN YURIDIS PENDIRIAN YAYASAN OLEH ORANG ASING BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NO 63 TAHUN 2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci