PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt, atas berkat rahmat dan hidayahnya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhirnya dengan judul Pengembangan Kawasan Strategis Nasional dalam Pembangunan Provinsi Riau. Tujuan penelitian ini adalah untuk memformulasikan strategi, kebijakan dan program pengembangan Kawasan Strategis Nasional di Provinsi Riau. Tugas Akhir ini disusun dan diajukan untuk memenuhi sebagaian persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Program Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Mudah-mudahan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat selain bagi penulis, juga bagi yang membacanya. Terima kasih. Penulis

3 PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

4 Judul: Kawasan Pengembangan Strategis Nasional Dalam Pembangunan Provinsi Riau Nama: M. Rusli Zainal NRP: A Menyetujui, Ketua, Anggota, Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS Mengetahui, Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

5 RIWAYAT HIDUP

6 ABSTRAK M. RUSLI ZAINAL. Pengembangan Kawasan Strategis Nasional dalam Pembangunan Provinsi Riau. Komisi Pembimbing: YUSMAN SYAUKAT dan LALA M. KOLOPAKING Pembangunan Provinsi Riau memerlukan perhatian khusus dan pendekatan yang inovatif untuk memacu pertumbuhan ekonominya. Akan tetapi, proses pembangunan ekonomi tersebut harus dikaitkan dengan upaya-upaya perbaikan kehidupan sosial masyarakat. Sebenarnya, Pemerintah Provinsi Riau sejak tahun 2002 telah mengembangkan program Pembangunan Ekonomi Kerakyatan (PEK) sebagai salah satu pilar pembangunan dalam mencapai Visi Riau Selanjutnya, fokus pembangunan Provinsi Riau diarahkan untuk mengatasi tiga persoalan mendasar yang saling berkaitan, yaitu masalah kemiskinan, kebodohan, dan infrastruktur, yang dikenal dengan konsep K2I. Program-program pembangunan ini mulai direalisasikan sejak tahun 2002 dengan sumber pendanaan yang berasal dari APBD.

7 DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan... 8 II. TINJAUAN PUSTAKA Dasar Hukum Konsep Kawasan Pengembangan Strategis Konsep Dayasaing Strategi Pengembangan Kawasan Berbasis Klaster Manfaat Kawasan Pengembangan Strategis Peluang yang Timbul dalam Kawasan Pengembangan Strategis Manfaat Bagi Ekonomi Wilayah Manfaat Bagi Pemerintah Manfaat Bagi Industri yang Sudah Mapan Maupun yang Baru Lahir Manfaat bagi Tenaga Kerja Manfaat Bagi Masyarakat Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI KAJIAN Lokasi dan Waktu Kajian Jenis dan Sumber Data Metoda Pengolahan dan Analisis Data Analisis Location Quotient (LQ) Analisis Daya Saing Porter Metoda Penentuan Program IV. GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN PROVINSI RIAU Pertumbuhan Ekonomi Riau menurut Lapangan Usaha Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Riau Tanpa Migas Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Riau dengan Migas Struktur Ekonomi Riau menurut Lapangan Usaha Struktur Ekonomi Riau menurut Lapangan Usaha Tanpa Migas Struktur Ekonomi Riau menurut Lapangan Usaha dengan Migas PDRB dan Pendapatan per Kapita Riau PDRB dan Pendapatan per Kapita Riau Tanpa Migas... 35

8 PDRB dan Pendapatan per Kapita Riau Tanpa Migas Disparitas Ekonomi dan Sosial Provinsi Riau Tahun Indeks Williamson Analisis Shift-Share Analisis Shift-Share Atas Dasar Harga Berlaku Anallsis Shift-Share atas Dasar Harga Konstan Tahun Disparitas Ekonomi Dan Sosial Kabupaten/Kota Se-Riau V. HASIL DAN PEMBAHASAN Kontribusi Sektoral dalam Kawasan Strategis Nasional Komoditas Perkebunan sebagai Komoditas Unggulan Pembangunan Kawasan Strategis Nasional VI. STRATEGI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DI PROVINSI RIAU Visi dan Rencana Strategis Provinsi Riau Visi Riau Mater Plan Riau Rencana Strategis Provinsi Riau Tahun Penentuan Strategi Pengembangan Analisis Kondisi Internal Analisis Kondisi Eksternal Strategi Pengembangan KSN Formulasi Program Pengembangan Pembenahan Aspek Hukum Pengembangan Infrastruktur Realokasi dan Optimisasi Pemanfaatan Aset Lahan untuk Penanggulangan Kemiskinan Pengembangan Kerjasama Multipihak Peningkatan Pengolahan Produk-Produk Hilir Kelapa Sawit Pengembangan Sumberdaya Manusia Daftar Pustaka Lampiran

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Model Berlian Porter (Porter s Diamond) Gambar 2. Kerangka Pemikiran Gambar 3. Keterkaitan Antar-wilayah di dalam Kawasan Strategis Nasional Provinsi Riau Gambar 4. Forum Pengembangan KSN

10 DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Alat Analisis yang Digunakan dalam Kajian... Pertumbuhan Ekonomi Riau Tanpa dan Dengan Migas menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Konstan 2000, (%).. Kontribusi PDRB Riau Tanpa dan Dengan Migas menurut Lapangan Usaha atas Dasar Harga Berlaku, (%)... PDRB dan Pendapatan Per Kapita Riau Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tanpa dan Dengan Migas, (Juta Rp)... Indeks Williamson Tanpa Migas dan dengan Migas Provinsi Riau Tahun PDRB Per Kapita dan Persentase Rumah Tangga Miskin Se-Riau, Tahun Rekapitulasi Hasil Analisis Shift Share Provinsi Riau Tahun Kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Sektoral Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau Atas Dasar Harga Berlaku, Tahun Tabel 9. Tabel 10. Luas Areal Perkebunan menurut Jenis Tanaman di Provinsi Riau, Tahun 2004 dan Nilai Location Quotient Komoditas Kelapa Sawit Berdasarkan Luas Panen menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau, Tabel 11. Tabel 12. Tabel 13. Analisis Kondisi Internal KSN Provinsi Riau... Analisis Kondisi Eksternal KSN Provinsi Riau... Strategi Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Provinsi Riau

11 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila dicermati kembali proses pemekaran Provinsi Riau menjadi Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau, ada dua perkiraan yang kontradiktif bahwa Provinsi Riau Kepulauan akan menjadi suatu daerah yang paling maju di Indonesia dan sebaliknya, Provinsi Riau akan menjadi daerah yang tertinggal dibandingkan daerah pemekarannya. Perkiraan kondisi ini telah mendorong Provinsi Riau untuk mencari bentuk lain dalam melaksanakan program pembangunannya. Hingga proses pemekaran, telah banyak upaya (waktu, tenaga, pikiran, dan dana) yang dicurahkan ke Kabupaten Kepulauan Riau, jauh melebihi daerah kabupaten/kota lainnya di wilayah Provinsi Riau, sehingga ada sinyalemen yang menyatakan bahwa Batam (Kepri) merupakan anak emas Provinsi Riau. Hal ini dapat dibuktikan dengan perkembangan yang terjadi di Batam (dengan Rempang dan Galang-nya), Bintan (dengan Lagoi-nya), serta Karimun dan Natuna. Daerah-daerah ini menjadi lokomotif utama perkembangan ekonomi Provinsi Riau pada saat itu. Namun, hal itu sudah berlalu, dan Provinsi Riau telah menetapkan dua fokus utama di dalam Visi Riau 2020 yaitu menjadi Pusat Perekonomian dan Pusat Kebudayaan Melayu di Kawasan Asia Tenggara. Tentunya fokus pertama tersebut menjadi persoalan yang sangat besar yang harus dihadapi. Mampukah Riau menjadi pusat perekonomian? Kemudian apakah ada daerah yang memiliki potensi yang akan dijadikan lokomotif bagi pembangunan perekoniman DI

12 wilayah tersebut, dan dimanakah daerah (kabupaten/kota) yang menjadi lokomotif pembangunan tersebut? Pembangunan Provinsi Riau masih memerlukan perhatian khusus dan pendekatan yang inovatif. Dalam arti, pembangunan Provinsi Riau masih terus memerlukan kerangka untuk memacu pertumbuhan ekonomi, tetapi prosesnya perlu sekaligus diikuti oleh tingkat perbaikan kehidupan sosial masyarakat di tingkat akar rumput. Kesadaran ini sebenarnya bukan hal baru, bahkan sejak tahun 2002 telah ditetapkan satu pilar pembangunan dalam mencapai Visi Riau 2020, yaitu Pembangunan Ekonomi Kerakyatan (PEK). Selanjutnya, fokus pembangunan Provinsi Riau diarahkan untuk mengatasi tiga persoalan yang saling berhibungan, yakni masalah kemiskinan, kebodohan dan infrastruktur - yang dikenal dengan konsep K2I. Dalam merealisasikan gagasan-gagasan tersebut dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau, sejak tahun 2002 telah dialokasikan dana PEK yang dialokasikan khusus untuk menyentuh kepentingan usaha masyarakat di tingkat bawah untuk mengurangi ketimpangan antar sektor dan antar kelompok, khususnya antara pengusaha mikro dan kecil dengan pengusaha besar. Disamping itu, berdasarkan pengalaman yang dilakukan selama ini, diketahui bahwa untuk lebih memacu pembangunan di Provinsi Riau diperlukan adanya reorientasi dalam pendekatannya; dalam arti: pembangunan melalui pendekatan sektoral perlu dikembangkan dengan mengintegrasikannya dengan mempertimbangkan pengembangan kegiatan antarsektor dan dengan mempertimbangkan dimensi kewilayahan, untuk mengurangi ketimpangan antar wilayah dan antar golongan (lapisan) masyarakat. Namun, pendekatan 2

13 pembangunan seperti itu perlu diletakkan tidak lepas dari rancangan pembangunan nasional secara keseluruhan. Berdasarkan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional tahun , pembangunan kewilayahan secara nasional dituangkan ke dalam program pembangunan untuk: kawasan tertinggal, termasuk kawasan perbatasan, kawasan yang strategis dan cepat tumbuh, wilayah yang pernah dilanda konflik, dan wilayah perkotaan. Program pembangunan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan keluasan, keragaman potensi, dan perbedaan tingkat perkembangan daerah. Dengan sasaran, bahwa program tersebut dilakukan bukan saja dalam rangka mencapai kemajuan sosial dan ekonomi, tetapi juga dalam rangka memperkuat konsep negara kesatuan. Pada saat ini terdapat 199 daerah yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal, yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Papua, dan Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, hampir seluruh pulau-pulau kecil terluar yang berhadapan dengan negara-negara tetangga, berjumlah 92 pulau juga ada dikategori kawasan tertinggal. Dalam menghadapi hal ini, pemerintah memang sedang berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di kawasan-kawasan tersebut. Beberapa langkah yang telah dan sedang diambil, antara lain: pertama, meningkatkan sarana dan prasarana pendukung pengembangan sosial ekonomi, terutama membuka akses ke pusat-pusat pertumbuhan lokal, dan peningkatan pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan; kedua, pemutakhiran data dan informasi mengenai daerah tertinggal; ketiga, percepatan pembangunan infrastruktur perdesaan; dan keempat, percepatan pembangunan kawasan produksi secara terintegrasi. 3

14 Hal yang kemudian menarik dicatat adalah pengembangan kawasan dan daerah perbatasan yang tertinggal tersebut dilakukan sejajar dengan upaya pengembangan beberapa wilayah ekonomi unggulan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 disebutkan adanya sejumlah kawasan andalan yang tersebar di seluruh wilayah tanah air. Kawasan-kawasan itu ditetapkan berdasarkan besarnya keunggulan baik potensi ekonomi, maupun penilaian atas kedudukannya yang strategis dalam hubungan keterkaitan antarwilayah. Bahkan, beberapa wilayah telah diupayakan dikembangkan, seperti di Makassar, Medan, Batam, dan Kalimantan Timur. Meskipun, pertumbuhan wilayah ekonomi unggulan ini belum optimal. Oleh karena itu, pemerintah sedang merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tersebut agar upaya pengembangan wilayah ekonomi unggulan dapat sesuai dengan perkembangan mutakhir dan lebih mengenai sasaran. Pembangunan Provinsi Riau dengan pendekatan secara sektoral yang memperhatikan kewilayahan sebenarnya dapat dikembangkan sejalan dengan arah kebijakan pengembangan wilayah strategis nasional, khususnya yang meliputi pengembangan kerjasama daerah-daerah di perbatasan. Kebijakan yang berkaitan dalam hal ini adalah kebijakan kerjasama pembangunan yang bernama Indonesia- Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT), dan Indonesia-Malaysia- Singapore Growth Triangle (IMS-GT), atau kebijakan pengembangan agropolitan dan kota mandiri terpadu. Bahkan, pembangunan Provinsi Riau selain dikembangkan sejalan dengan kebijakan dalam tataran strategis nasional tersebut, dapat juga memperhatikan satu satu langkah strategis lainnya dari pemerintah yang merespon dinamika globalisasi dengan mengembangkan pendekatan 4

15 pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sebagai contoh, pengembangan kawasan Batam-Bintan-Karimun yang telah berperan sebagai kawasan ekonomi khusus ditingkatkan produktivitasnya melalui kerjasama dengan Pemerintah Singapura. Pengalaman penerapan kebijakan KEK di Batam- Bintan-Karimun juga dapat dijadikan contoh bentuk kerjasama yang erat antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan partisipasi dunia usaha. Meskipun, kembali lagi pada saat ini hasilnya belum optimal, karena KEK masih dalam proses. Berdasarkan uraian di atas, maka pengembangan pendekatan pembangunan secara sektoral yang berdimensi wilayah dalam kerangka pembangunan nasional dengan mempertimbangkan perkembangan global di dalam pembangunan Provinsi Riau dapat dikatakan adalah sebagai suatu langkah inovatif. Karena posisi Provinsi Riau berhadapan langsung dengan Malaysia dan Singapura, maka tidaklah sulit untuk menemukan sebuah kawasan unggulan dan strategis dalam pembangunan Provinsi Riau yang berdimensi nasional sekaligus internasional. Belum lagi, letak dan perkembangan Provinsi Riau yang khas di dalam kerangka pengembangan provinsi-provinsi lain di Pulau Sumatera atau pulau-pulau lainnya di Indonesia (Gambar 1). Dari Gambar 1 tersebut, Provinsi Riau dapat menjadi simpul bagi pusat kegiatan ekonomi dan sosial yang didukung baik fasilitas pelayanan prima maupun kapasitas prasarana yang berdaya saing internasional. Kegiatan dan pelaku ekonomi di dalam kawasan strategis nasional ini perlu disiapkan dengan baik, agar diperoleh produk-produk (berupa barang dan jasa) yang berdayasaing, dan dengan kualitas pelayanan dan fasilitas yang dapat berdaya saing pula. 5

16 Sumatera Utara Malaysia Singapura Sumatera Barat Sumatera Selatan Posisi Strategis Riau 5 Gambar 1. Provinsi Riau dalam Lingkup Pulau Sumatera dengan Negara Tetangga 6

17 Penciptaan dayasaing merupakan kunci bagi keberhasilan pembangunan di wilayah ini, karena berhadapan langsung dengan negara tetanga khususnya Malaysia, Singapura, dan Thailand - dan negara-negara lain di Asia Pasifik pada umumnya. Dengan demikian, kajian kali ini hakekatnya berupaya mengungkap kebijakan strategis guna pengembangan kawasan ekonomi di Provinsi Riau dalam kerangka pembangunan nasional dan internasional. 1.2 Rumusan Masalah Provinsi Riau dikenal dengan salah satu provinsi di Indonesia yang menghasilkan minyak dan gas bumi dalam jumlah besar, sehingga Riau dikenal sebagai salah satu provinsi kaya di Indonesia, akibat bagi hasil minyak dan gas bumi yang besar. Akan tetapi, jumlah penduduk miskin di Provinsi ini juga menjadi salah satu yang tertinggi di Indonesia. Kondisi kontras ini provinsi kaya tetapi miskin - menimbulkan pertanyaan kajian yang mendasar, dan jawaban terhadap masalah ini dapat dijadikan sebagai landasan bagi programprogram pembangunan di Provinsi Riau pada saat ini dan masa mendatang, yaitu: bagaimana kondisi disparitas sosial-ekonomi masyarakat di Provinsi Riau? Provinsi Riau terdiri atas sembilan kabupaten dan dua kota. Kesembilan kabupaten tersebut adalah: Kuantan Singingi, Indragiri Hulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Siak, Kampar, Rokan Hulu, Bengkalis, Rokan Hilir; sementara dua kota dimaksud adalah Kota Pekanbaru dan Dumai. Kesebelas kabupaten dan kota tersebut memiliki karakteristik dan potensi fisik dan non-fisik yang berbedabeda. Dalam rangka pengembangan kawasan ekonomi strategis di Provinsi Riau

18 yang berorientasi nasional dan internasional, maka karakteristik dan potensi daerah menjadi penting untuk diperhatikan, demikian pula dengan kondisi kelembagaannya. Pertanyaan kajian yang terkait dengan hal ini adalah: daerah (kabupaten/kota) mana saja yang akan dimasukkan ke dalam Kawasan Strategis Nasional (KSN), dan bagaimana kondisi sumberdaya, infrastruktur, dan sarana sosial ekonomi yang ada di masing-masing daerah? Mengingat adanya keberagaman agroekosistem dan wilayah sebagaimana dikemukakan dalam permasalahan kedua, maka produk yang dihasilkan oleh masing-masing kabupaten/kota juga bervariasi. Misalnya, dalam sektor pertanian, beberapa kabupaten di Provinsi Riau dikenal sebagai penghasil utama komoditas perkebunan (kelapa sawit, kelapa, karet); tanaman pangan (beras); dan aneka produk kehutananan (kayu, pulp, dan kertas). Dalam pengembangan KSN, pemerintah Provinsi Riau diharuskan memilih jenis produk (barang dan jasa) yang dijadikan primadona di dalam wilayah KSN; yakni produk yang memiliki dayasaing (competitive advantage). Terkait dengan masalah ini, maka topik permasalahan kedua yang akan dikaji dalam penelitian ini terkait dengan pemilihan produk yang akan dijadilan komoditas unggulan kawasan, yakni: produk (barang dan jasa) apa saja yang dapat ditawarkan oleh masingmasing daerah dalam KSN? KSN Provinsi Riau paling tidak terdiri atas 11 kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Riau, yang masing-masingnya memiliki karakteristik, fungsi, dan peran berbeda-beda. Rumusan kajian selanjutnya diarahkan kepada aspek keterkaitan antar wilayah dalam pengembangan KSN: Bagaimana keterkaitan 8

19 antar daerah dan peran yang dimainkan oleh masing-masing daerah dalam KSN? Dalam merealisasikan KSN dibutuhkan keterlibatan dan kontribusi dari berbagai pihak (stakeholders), yang memiliki peran dan fungsi berbeda (dalam arti saling mendukung). Multipihak pembangunan KSN tersebut mencakup pemerintah (public sector), pengusaha (private sector), dan masyarakat (community). Karena pengembangan KSN ini berhadapan dengan negara tetangga (khususnya Malaysia dan Singapura), maka kerjasama dengan pihakpihak tersebut diperlukan. Oleh karena itu, pertanyaan kajian terkait dengan aspek ini adalah: Bagaimana keterlibatan dan kerjasama antara pemerintah, swasta, komunitas, dan luar negeri dalam pembangunan di dalam KSN? Aspek terakhir yang menjadi perhatian kajian ini adalah dalam penentuan strategi pengembangan KSN tersebut, yakni: Strategi dan program apa yang perlu dikembangkan dalam pengembangan KSN di Provinsi Riau? Penentuan strategi dan program ini penting untuk memberi arahan terhadap pencapaian tujuan pengembangan KSN Tujuan Tujuan umum kajian ini adalah untuk memformulasikan strategi, kebijakan dan program pengembangan Kawasan Strategis Nasional di Provinsi Riau yang berorientasi nasional dan internasional; sedangkan tujuan khusus kajian ini adalah: 1. Menganalisis disparitas sosial-ekonomi masyarakat di Provinsi Riau 2. Menganalisis potensi Kawasan Strategis Nasional yang terdiri atas: 9

20 Kondisi sumberdaya, infrastruktur, dan sarana sosial ekonomi yang ada di masing-masing daerah dalam KSN Produk yang dapat ditawarkan oleh masing-masing daerah dalam KSN dan dayasaing dari produk tersebut 3. Menganalisis keterkaitan antar daerah dan peran yang dimainkan oleh masingmasing daerah dalam KSN 4. Memformulasikan strategi dan program pembangunan KSN, serta pola-pola kerjasama kemitraan antara pemerintah, swasta, komunitas, dan luar negeri dalam pembangunan di dalam KSN. 10

21 II. TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan yang berlangsung selama ini ternyata masih belum merata, masih terjadi kesenjangan di berbagai daerah. Oleh karena itu pembangunan daerah diupayakan dengan melaksanakan program-program pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh yang dapat menembus wilayah administrasif dan dapat mengakomodasi keragaman potensi permasalahan dan keterkaitan antar wilayah. Berbagai hal yang telah dilaksanakan di Indonesia antara lain pengembangan kawasan pertanian, industri, pariwisata, kehutanan rakyat, peternakan, perikanan dan lain-lain di beberapa daerah; pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) sebagai salah satu upaya pengembangan Kawasan Timur Indonesia (KTI); pelaksanaan kerjasama ekonomi sub-regional dengan negara-negara tetangga, melalui Indonesia-Malaysia- Thailand Growth Triangle (IMT-GT) dan Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle (IMS-GT); pengembangan ekonomi lokal; pengembangan kawasan transmigrasi; pengembangan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang di Propinsi Nangore Aceh Darussalam, serta peningkatan status kawasan berikat Otorita Pulau Batam menjadi Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zone) Batam Dasar Hukum Kawasan Pengembangan Strategis merupakan suatu gambaran atau peta pembagian wilayah yang melukiskan wilayah-wilayah mana yang dapat dikembangkan secara strategis, yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing 11

22 wilayah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan keterkaitan ekonomi antar wilayah di Indonesia (Tim P4W, 2003). Dasar hukum dari Kawasan Pengembangan Strategis (Strategic Development Region) terdiri dari beberapa peraturan pemerintah, baik yang dikeluarkan oleh Bappenas maupun oleh instansi pemerintah lainnya. Salah satunya adalah mengenai aspek pemberian insentif-disinsentif dalam hubungan pemerintah pusat dengan daerah, antar pemda, serta pemda dengan masyarakat merupakan sesuatu yang baru pada draf Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia mengenai Penataan Ruang bila dibandingkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Bentuk mekanisme ini adalah pemberian insentif dari Pemerintah Pusat kepada Pemda berupa pemberian Dana Alokasi Umum (DAU) yang lebih tinggi pada daerah yang memiliki indeks hijau yang tinggi. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang sebagai dasar pengaturan penataan ruang telah memberikan landasan bagi penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional, namun perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara menuntut perubahan pengaturan di dalam undang-undang tersebut. Oleh karena itu pemerintah telah merancangan undang-undang pengganti UU No. 24 Tahun 1992 untuk dijadikan landasan menilai dan menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang segi-segi penyelenggaraan penataan ruang yang telah berlaku yaitu peraturan perundangundangan mengenai perairan, pertanahan, kehutanan, pertambangan, pembangunan daerah, perdesaan, perkotaan, transmigrasi, perindustrian, 12

23 perikanan, jalan, Landas Kontinen Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, perumahan dan permukiman, kepariwisataan, perhubungan, telekomunikasi, dan sebagainya. Keputusan dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor: Kep 162/M.PPN/05/2004 mengenai Kelompok Kerja Kajian Prakarsa Strategis Kawasan Pengembangan Strategis menyebutkan bahwa Kawasan Pengembangan Strategis merupakan salah satu upaya pengembangan wilayah yang berdasarkan pada peningkatan daya saing wilayah melalui pengelompokkan industri-industri atau usaha-usaha yang saling berhubungan secara dinamis yang menguntungkan dan mempunyai daya saing tinggi. Oleh karena pentingnya keterkaitan ekonomi antar wilayah itulah maka Bappenas membentuk Kelompok Kerja Kajian Prakarsa Strategis Kawasan Pengembangan Strategis, yang bertugas untuk: (1) melakukan berbagai penelitian dan pengkajian yang berkaitan dengan upaya-upaya pengidentifikasian potensi dan keterkaitan antar daerah melalui pengidentifikasian dan penetapan sektor dan komoditi unggulan dalam wilayah pengembangan strategis, dan penetapan wilayah-wilayah pengembangan strategis, dan (2) memberikan laporan hasil kerja kepada Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Konsep Kawasan Pengembangan Strategis Pendekatan pembangunan daerah yang selama ini dilaksanakan terlalu menekankan pada batas-batas administratif yang sering tidak mengakomodasikan 13

24 keragaman potensi, permasalahan dan keterkaitan antar daerah. Wilayah-wilayah yang memerlukan penanganan atau intervensi pemerintah untuk dapat dikembangkan meliputi kawasan yang sangat luas, sementara sumberdaya yang dimiliki untuk mengelolanya relatif terbatas. Hal ini menyebabkan pemerintah perlu untuk melakukan efisiensi dalam penggunaan sumberdaya yang tersedia dan melakukan penajaman prioritas pembangunan. Selain itu pendekatan pengembangan wilayah yang dikembangkan saat ini, baik oleh pemerintah nasional maupun daerah lebih bersifat inward looking dan memperhatikan supply side. Perencanaan pengembangan kawasan berdasarkan dengan konsep konsep unit administrasi memudahkan perencana dan analis bekerja sebab data tersedia sesuai dengan wilayah administratif, namun kesulitannya adalah fungsi tertentu dari suatu kawasan cukup sering melintasi batas-batas wilayah-wilayah administratif. Hal ini menyebabkan tidak memungkinkannya dan sulit dalam menelaah hubungan keterkaitan antar daerah. Sebagai alternatifnya adalah melakukan perencanaan yang memandang kawasan dengan kriteria homogenitas (Djajadiningrat, 2002). Pada pendekatan homogenitas ini, kawasan dipandang berdasarkan berbagai kesamaannya dalam elemen-elemen ekonomi wilayah, seperti pendapatan perkapita, sektor atau aktivitas yang berfungsi sebagai motor penggerak pertumbuhan (engine of growth), kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia, keberlimpahan sumberdaya alam, ketersediaan sarana/prasarana ekonomi, dan/atau dalam elemen-elemen sosial-politik, seperti kesamaan adat/budaya, latar belakang sejarah, dan lain-lain. Sifat homogenitas ini 14

25 memudahkan pemerintah daerah dalam penentuan program pembangunan dan pihak swasta dalam penentuan komoditas yang akan diusahakan. Namun pendekatan ini agak menyulitkan jika program/komoditas yang akan dikembangkan tersebut mensyaratkan adanya keterpaduan (integrasi) secara vertikal sebab sektor hilirnya bisa jadi terdapat di luar kawasan tersebut (Tim P4W, 2003). Dalam kaitan tersebut, diperlukan kebijakan pemerintah yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi di semua wilayah sebagai sebuah kesatuan pembangunan yang strategis bagi kepentingan nasional. Daerah daerah yang berpotensi untuk dikembangkan harus diidentifikasi dan keterkaitan antar daerah harus diperkuat agar dapat diwujudkan mata rantai pembangunan ekonomi, sosial dan budaya secara berkelanjutan dan berkeadilan. Untuk itu diperlukan suatu gambaran pembagian wilayah yang dapat melukiskan wilayah-wilayah mana yang diperkirakan dapat dikembangkan secara strategis. Oleh karena itu pemerintah menetapkan pemetaan Strategic Development Region (Wilayah Pengembangan Strategis). Dalam pendekatan ini, satu wilayah pengembangan diharapkan mempunyai beberapa unsur strategis, antara lain sumberdaya alam, sumberdaya manusia serta infrastruktur yang saling berkaitan dan melengkapi sehingga dapat dikembangkan secara sinergis dan optimal. Selain itu penentuan batas-batas wilayah pengembangan tersebut tidak harus selalu didasarkan atas batasan-batasan administrasi seperti yang berlaku sekarang ini, namun didasarkan pada suatu wilayah ekonomi (economic region) (Tim P4W, 2003). 15

26 Analisis perencanaan untuk Wilayah-Wilayah Pengembangan Strategis akan memandang setiap kawasan menurut konsep nodalitas, yang menekankan pada perbedaan stuktur tataruang di dalam suatu kawasan, dimana antar subkawasan atau antar sektor-sektor dalam kawasan tersebut terdapat ketergantungan secara fungsional. Implikasinya, program pembangunan dan pengusahaan program/komoditas akan terpicu untuk "memanfaatkan" saling ketergantungan tersebut sehingga terbentuklah integrasi baik secara vertikal maupun horisontal. Hasil-hasil produksi bahan mentah di sub-kawasan terbelakang (hinterland) akan berkumpul pada "pusat" yang memiliki kegiatan/industri pengolahan produkproduk tersebut dan kegiatan distribusinya. Dalam konteks ini, tiap kawasan akan memiliki satu atau beberapa kota besar sebagai pusat pertumbuhan (growth centre) yang perkembangannya secara fungsional akan menarik perkembangan kawasan-kawasan di sekitarnya (Tim P4W, 2003) Konsep Dayasaing Daya saing dapat dibedakan dalam berbagai tingkatan. Daya saing nasional mengacu kepada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk yang dihasilkan negara itu relatif terhadap kemampuan negara lain. Pengertian ini dipeluas oleh World Economic Forum (WEF), yaitu kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tingi dan berkelanjutan. Institute of Management and Development (IMD) mendefinisikan daya saing nasional sebagai kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayan nasional dengan cara mengelola aset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globalitas dan proksimitas, serta dengan mengintegrasikan 16

27 hubungan-hubungan tersebut kedalam suatu model ekonomi dan sosial (Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, 2004). Meskipun terdapat perbedaan definisi antara WEF dan IMC, tetapi kedua lembaga ini elah memilih faktor daya saing yang hampir sama. IMD pertamatama telah memilih dua faktor, yaitu ekonomi domestik dan internasionalisasi, serta selanjutnya menambah enam faktor lain, yaitu pemerintah, manajemen, keuangan, infrastruktur, ilmu pengetahuan dan teklnologi, dan sumberdaya manusia. WEF merubah kedua faktor pertama, yaitu dari perekonomian domestik menjadi lembaga sipil dan internasionalisasi menjadi keterbukaan, sedangkan keenam faktor lainnya sama (Cho dan Moon, 2003) Berdasarkan Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, 2004, keunggulan daya saing daerah penting karena dua alasan. Pertama, untuk menyadarkan bahwa keunggulan kompetitif suatu perusahaan tidak sepenuhnya tergantung pada masing-masing usaha internal. Ada tempat-tempat di mana orang lebih mudah menciptakan usaha yang kompetitif dibanding tempat-tempat lain. Ini tidak hanya berlaku untuk negara; tetapi juga berlaku untuk wilayah-wilayah dalam suatu negara. Kedua, ada dua tipe keunggulan kompetitif yang harus dikenali, yaitu keunggulan kompetitif statis dan keunggulan kompetitif dinamis. Keunggulan kompetitif merujuk pada faktor-faktor seperti lokasi geografis, sedangkan keunggulan kompetitif dinamis merujuk pada kedisiplinan pekerja industri di daerah itu. Lokasi geografis merupakan faktor persaingan yang penting, tetapi hal tersebut berlaku untuk banyak daerah lain. Kedisiplinan pekerja (konsisten untuk bekerja, mengerti akan pentingnya kualitas, dan penggunaan waktu yang disiplin) 17

28 menjadi keunggulan kompetitif yang penting ketika di daerah lain hal itu merupakan suatu masalah. Suatu daerah yang mempunyai karakteristik demikian berpotensi untuk mengembangkan klaster industri. 2.4 Sistem Agribisnis dan Klaster Industri Agribisnis merupakan paradigma baru yang telah digunakan dalam upayaupaya pembangunan pertanian di Indonesia. Agribisnis diartikan lebih luas daripada bisnis yang dilaksanakan dalam lingkup on farm, menghasilkan produk pertanian semata. Agribisnis mencakup pula bisnis di sektor hulu (penyediaan bahan baku dan barang modal untuk menunjang aktivitas pertanian), bisnis di sektor hilir (pengolahan produk-produk pertanian menjadi barang jadi dan setengah jadi), pemasaran input, output dan hasil olahan pertanian, serta bisnis jasa dan penunjang (seperti perkreditan, penelitian, penyuluhan, transportasi, dan lainnya). Dengan demikian, agribisnis merubah dari pendekatan sektoral menjadi intersektoral, dan dari produksi ke bisnis. Departemen Pertanian (2001) menggambarkan intersectoral linkages dalam sistem agribisnis sebagaimana disajikan pada Gambar 2. Dari Gambar 2 tampak bahwa agribisnis mengaitkan subsistem-subsistem agribisnis hulu, usahatani, pengolahan, pemasaran serta jasa dan penunjang menjadi suatu sistem yang saling terintegrasi (an integrated system). Subsistem agribisnis hulu merupakan kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi pertanian, seperti industri agro-kimia (industri pupuk dan pestisida), industri benih dan bibit komoditas pertanian, serta industri agro-otomotif (industri alat mesin pertanian serta peralatan pengolahan hasil 18

29 pertanian). Subsistem usahatani (on-farm) merupakan kegiatan pemanfaatan sarana produksi yang dihasilkan dari sistem agribisnis hulu untuk menghasilkan produk-produk pertanian primer, baik di bidang tanaman pangan, peternakan, perkebunan, perikanan, maupun kehutanan. Subsistem Agribisnis Hulu Subsistem Usahatani Subsistem Pengolahan Subsistem Pemasaran Subsistem Jasa dan Penunjang Gambar 2. Lingkup Pembangunan Sistem Agribisnis Subsistem agribisnis hilir merupakan kegiatan industri yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk-produk olahan, baik berupa barang setengah jadi (intermediate products) maupun barang jadi (final products). Subsistem pemasaran merupakan aktivitas pemasaran, untuk komoditas pertanian primer maupun produk hasil olahan, baik untuk tujuan pasar domestik maupun internasional. Sementara subsistem terakhir, subsistem jasa dan penunjang, merupakan kegiatan yang menyediakan jasa bagi sistem agribisnis, seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian dan pengembangan, pendidikan dan penyuluhan pertanian, serta transportasi dan pergudangan. Dengan demikian, sistem agribisnis memandang aktivitas pertanian dalam arti luas, baik aktivitas onfarm maupun off-farm. 19

30 Syaukat (2006) mengungkapkan bahwa Departemen Pertanian, pada tahun 2000, telah menetapkan bahwa strategi dasar pembangunan pertanian adalah membangun usaha dan sistem agribisnis yang tangguh. Sistem tersebut paling tidak memiliki empat karakterisktik, yaitu: (1) berdayasaing, (2) berkerakyatan, (3) berkelanjutan, dan (4) terdesentralisasi. 1. Sistem agribisnis yang berdayasaing dicirikan oleh tingkat efisiensi, mutu, harga dan biaya produksi, serta kemampuan untuk menerobos pasar, meningkatkan pangsa pasar, serta memberikan pelayanan yang profesional. Pengembangan sistem agribisnis yang berdayasaing harus memperhatikan aspek permintaan maupun penawaran. Dalam hal ini, produk yang dikembangkan harus yang benar-benar berdayasaing (mampu bersaing) dan dikehendaki pasar (market driven). Dengan demikian, pendekatan lama yang berorientasi pada supply driven - apa yang dapat diproduksi - perlu ditinggalkan. 2. Sistem agribisnis berkerakyatan dicirikan oleh berkembangnya usaha produktif yang melibatkan masyarakat secara luas, baik dalam peluang berusaha, kesempatan kerja, maupun dalam menikmati nilai tambah (pendapatan). Pengembangan sistem ini tidaklah berarti hanya pengembangan usaha kecil dan menengah saja, tetapi juga dapat melibatkan usaha skala besar dalam konsep kemitraan. 3. Pengembangan sistem agribisnis yang berkelanjutan merupakan usaha pengembangan kemampuan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya agribisnis yang semakin besar dan mantap dari waktu ke waktu, dan semakin mensejahterakan masyarakat, baik dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan 20

31 hidup. Dalam hal ini, pelaku agribisnis tidak hanya melihat jangka pendek (myopic) saja, tetapi juga kepentingan jangka panjang yang mengakomodasikan pelestarian lingkungan hidup dan plasma nutfah (biodiversity). 4. Pengembangan agribisnis yang terdesentralisasi merupakan upaya-upaya pengembangan kegiatan ekonomi yang sesuai dengan kondisi masyarakat dan wilayah setempat, serta memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage). Dengan demikian, pengembangan agribisnis pada dasarnya merupakan aktivitas pembangunan ekonomi lokal. Hal ini sesuai dengan esensi otonomi daerah, yakni melakukan desentralisasi dan pemerataan pembangunan yang berkeadilan. Klaster industri (industry cluster) merupakan suatu kumpulan (aglomerasi) beberapa produsen, pembeli, dan supplier berdasarkan letak geografis yang beroperasi di dalam suatu jenis industri tertentu (Richard, 2005). Di dalam klaster industri, bagian dari komunitas sosial dan agen-agen ekonomi bekerjasama dalam aktivitas ekonomi yang saling terkait dalam bentuk persediaan produk, teknologi, dan pengetahuan untuk menghasilkan produk dan pelayanan yang unggul. Klaster industri dibentuk untuk meningkatkan inovasi melalui pertukaran pengetahuan yang intensif, menstimulasi inovasi dan proyek-proyek kerjasama, serta mensinerjikan antara permintaan perusahaan dengan kemampuan lembagalembaga yang ada di dalam klaster. Dengan demikian, pembentukan klaster akan membawa kemakmuran ke dalam suatu wilayah dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi wilayah. 21

32 Corebest 1 (2006) mengungkapkan bagaimana hubungan antara produk unggul (berdayasaing) dengan daerah unggul (berdayasaing) sebagaimana disajikan pada Gambar 3. Daerah unggul, yaitu daerah yang mampu memberikan iklim paling produktif bagi dunia usaha, akan dipengaruhi oleh kondisi klasternya, yakni sekumpulan perusahaan yang saling terkait dalam hal khusus yang menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi daripada himpunan perusahaan yang lain. Selanjutnya, klaster unggul ini dipengaruhi oleh sekumpulan perusahaan unggul, yakni perusahaan-perusahaan yang mampu mengatasi perubahan dan persaingan pasar dalam memperbesar atau mempertahankan keuntungan, pangsa pasar dan skala usahanya. Terakhir, perusahaan unggul dipenaruhi ditentukan oleh produk unggul, yaitu produk berupa barang atau jasa yang mampu selalu menjadi pilihan konsumen untuk membeli. 2.5 Strategi Pengembangan Kawasan Berbasis Klaster Beberapa negara menjadikan kawasan industri sebagai fokus dari pembangunan ekonomi wilayah. Strategi kawasan berbasis klaster menawarkan cara yang lebih efektif dan efisien dalam mengembangkan industri, membangun ekonomi wilayah secara lebih kuat, dan mempercepat pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Klaster industri juga meningkatkan hubungan antar berbagai industri dan lembaga yang terkait dalam klaster tersebut. 1 Corebest (Collaboration for Regional Environmental Business Strengthening) Daerah Unggul atau Unggulan Daerah. 22

33 Produk unggul Perusahaan unggul Klaster industri unggul Daerah unggul Gambar 3. Keterkaitan antara Produk, Perusahaan, Klaster, dan Daerah Unggul Tingkat cakupan strategi klaster industri sangat beragam. Pemerintah daerah seyogyanya menyelenggarakan suatu inisiatif pembangunan ekonomi dengan menggunakan kerangka kerja klaster industri. Pemerintah daerah mengkoordinasikan berbagai lembaga untuk memantau klaster industri. Sementara pemerintah daerah melakukan upaya-upaya koordinatif, perusahaanperusahaan industri menggerakkan klaster (Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, 2004). Lembaga-lembaga di tingkat nasional ataupun daerah, seperti penyelenggara pendidikan dan kursus, lembaga penelitian, penyelenggara jasa transportasi dan teknologi, LSM, dan lain-lain. memberikan dukungan yang penting dalam perkembangan klaster. Lembaga-lembaga tersebut bekerja secara kolaboratif dalam sebuah klaster (bukan sebagai lembaga-lembaga yang berdiri sendiri) 23

34 dalam menjalankan program-program kunci. Strategi klaster industri tidak mengharuskan pemerintah menyediakan insentif khusus, yang biasanya mengabaikan kepentingan pihak lain. Klaster didorong untuk menentukan corak dan karakternya sendiri. Jika sebuah klaster dapat mengorganisasikan dirinya sendiri dan menunjukkan nilai positif bagi ekonomi wilayah, maka pemerintah daerah dapat kemudian bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga pendukung lainnya dalam membangun klaster tersebut. Pada tahap ini pemerintah pusat baru perlu memberikan dukungan yang diperlukan, misalnya insentif perpajakan, perijinan, dan kemudahan-kemudahan lain (Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, 2004) Michael Porter, 1994, telah meneliti tentang klaster industri di tingkat kota/kabupaten, propinsi, dan internasional. Berdasarkan penelitiannya, ia mengembangkan apa yang dinamakan diamond of advantage, suatu model yang menawarkan pemahaman tentang apa yang terjadi di dalam klaster maupun tentang persaingan yang terjadi di dalamnya. Porter berpendapat bahwa daerah akan mengembangkan suatu keunggulan kompetitif berdasarkan kemampuan inovasi, dan vitalitas ekonomi merupakan hasil langsung dari persaingan industri lokal. Competitive advantage (keuntungan kompetitif atau dayasaing) merupakan modernisasi dari teori sebelumnya comparative advantage (keuntungan komparatif). Pada dasarnya, comparative advantage suatu daerah terjadi akibat adanya warisan faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja atau enerji murah, atau sumberdaya alam yang melimpah, sementara competitive 24

35 advantage harus diciptakan. Jika kita melihat sejarah pembangunan, tampak bahwa masing-masing perusahaan, daerah, wilayah dan negara masing-masing sibuk menciptakan competitive advantage mereka. Pertumbuhan industri yang berkelanjutan (sustained industrial growth) jarang sekali didasarkan pada faktorfaktor yang diwariskan tersebut. Porter (1990) mengungkapkan adanya empat faktor yang akan menentukan competitive advantage suatu perusahaan, daerah atau negara. Salingketerkaitan diantara keempat faktor tersebut diilustrasikan dalam Gambar 4. Kondisi Sumberdaya Persaingan Domestik Kondisi Permintaan Kondisi Industri terkait dan Industri Penunjang Gambar 4. Model Berlian Porter (Porter s Diamond) Faktor-faktor penentu keunggulan suatu daerah (bangsa) dapat adalah sebagai berikut: 25

36 1. Business strategies and structures and rivalry (Strategi, Struktur dan Persaingan Bisnis): Porter melihat bahwa salah satu karakteristik dari ekonomi yang berdayasaing (competitive economies) adalah adanya persaingan yang tajam antar perusahaan di tingkat nasional. Dalam pandangan statis, bangsa yang unggul akan menikmati keuntungan dari skala usaha (advantages of scale); tetapi, dunia nyata didominasi oleh kondisi-kondisi dinamis (dynamic conditions), dan di sini persaingan langsung (direct competition) menuntut masing-masing perusahaan untuk terus meningkatkan produktivitas dan inovasinya (productivity and innovation). Dalam hal ini, kompetisi yang awalnya tak terlihat berubah menjadi kompetisi yang nyata (rivalry), khususnya yang berada di suatu wilayah tertentu; dimana masing-masing kompetitor akan berpedoman pada: "The more localized the rivalry, the more intense. And the more intense, the better" (Porter 1990, 83). Kondisi-kondisi lokal akan mempengaruhi strategi perusahaan atau daerah. Strategi-strategi ini akan mempengaruhi tipe industri yang akan berkembang di suatu daerah/wilayah/negara. Pada suatu saat tertentu, suatu perusahaan lebih menginginkan tingkat persaingan lokal yang rendah; akan tetapi dalam jangka panjang persaingan lokal yang tinggi akan mendorong perusahaan untuk lebih inovatif dan meningkatkan kinerjanya. Persaingan lokal bisa mendorong perusahaan melampaui keuntungan dasar (basic advantages) yang dimiliki suatu bangsa, misalnya tenaga kerja murah. 26

37 2. Related and supporting industries (keberadaan industri pendukung dan yang berhubungan): Keberadaan upstream or downstream industries akan mendorong terjadinya pertukaran informasi dan mengembangkan suatu proses pertukaran ide dan inovasi. Ketika pendukung industri lokal bersifat kompetitif, perusahaan akan lebih efisien dalam berproduksi dan akan mendorong penggunaan input yang lebih inovatif. Efek ini akan lebih besar lagi, apabila supplier inputnya juga menghadapi persaingan kuat di pasar internasional. 3. Factor conditions (Kondisi Faktor Produksi): Kondisi ini mencakup, misalnya ketersediaan tenaga kerja berkualifikasi tertentu atau infrastruktur yang memadai. "Contrary to conventional wisdom, simply having a general work force that is high school or even college educated represents no competitive advantage in modern international competition. To support competitive advantage, a factor must be highly specialized to an industry s particular needs - a scientific institute specialized in optics, a pool of venture capital to fund software companies. These factors are more scarce, more difficult for foreign competitors to imitate - and they require sustained investment to create" (Porter 1990, 78). Suatu negara cenderung menghasilkan faktor-faktor penting bagi negara tersebut, misalnya tenaga kerja yang berkualifikasi atau pengembangan teknologi tertentu 27

38 Ketersediaan faktor produksi pada suatu saat tertentu kurang menentukan, tetapi bagaimana ia digunakan atau dikembangkan akan lebih berperan Kekurangan-kekurangan lokal dalam faktor produksi akan mendorong inovasi. Misalnya, kekurangan tenaga kerja atau bahan baku akan mendorong perusahaan untuk melakukan inovasi metode produksi baru, dan inovasi ini bisa mengarah kepada competitive advantages bangsa tersebut. 4. Demand conditions (Kondisi Permintaan): Semakin menuntutnya konsumen di suatu perekonomian, akan semakin mendorong perusahaan untuk terus mengembangkan kompetitifnya melalui inovasi produk baru - dengan kualitas bagus dan lainnya. Semakin me-lokal tingkat kompetisi ini, akan semakin dirasakan oleh perusahaan yang ada, sehingga perusahaan akan lebih berinovasi untuk dapat meningkatkan kinerjanya untuk dapat lebih memuaskan pelanggannya. Semakin banyak produk yang di pasarkan secara lokal, perusahaan akan lebih memperhatikan produk yang dihasilkannya; sehingga mengarah kepada kondisi competitive advantages ketika perusahaan tersebut memulai debut internasionalnya (mengekspor produknya ke luar) Semakin tinggi proporsi penjualan lokal akan semakin mendorong keuntungan nasional 28

39 Suatu perusahaan dengan orientasi pasar lokal akan mendorong perusahaan lokal untuk bersiap-siap bersaing di pasar internasional Keempat faktor tersebut jika saling kait dan saling mendukung antara satu dengan lainnya akan menentukan dayasaing daerah (bangsa). Berlian sebagai suatu sistem memiliki karakteristik: Pengaruh suatu faktor tergantung faktor lainnya. Misalnya, kelemahan faktor (disadvantages factor) tidak akan mendorong perusahaan untuk lebih inovatif jika tidak ada persaingan yang cukup ketat. Terkadang sistem berlian tersebut bersifat menguatkan sendiri (selfreinforcing system). Misalnya, tingkat persaingan yang tinggi seringkali mengarah kepada pembentukan unique specialized factor. Sebagai pelengkap terhadap keempat faktor di atas, Porter telah menyertakan peran pemerintah dan peluang. Peristiwa historis dan campur tangan pemerintah cenderung berperan secara signifikan dalam pembangunan klaster industri. Dalam hal ini Pemerintah berperan sebagai: Mendorong perusahaan untuk terus meningkatkan kinerjanya, misalnya dengan mengenakan standar produk yang tegas. Mendorong tumbuhnya permintaan awal bagi produk-produk lanjutan (advanced products). Fokus dalam menciptakan faktor-faktor yang spesial (specialized factors) Menstimulasi persaingan lokal dengan membatasi kerjasama dan memperkuat antitrust regulations. 29

40 Meningkatkan peranserta masyarakat dalam pengembangan bisnis di tingkat lokal 2.6 Manfaat Kawasan Pengembangan Strategis Kawasan pengembangan strategis berbasis klaster menawarkan berbagai keuntungan dan peluang bagi perkembangan suatu wilayah. Keuntungan yang sangat nyata adalah kemampuan pihak industri, pemerintah (khususnya pemerintah daerah), dan lembaga-lembaga pendukung dalam bekerja sama memperkuat perekonomian wilayah. Hal ini akan mengarah pada pemanfaatan sumber daya publik maupun swasta dan membantu pemerintah daerah dalam membangun klaster-klaster yang dinamik dan kuat. Klaster-klaster pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah. Strategi klaster juga membantu pemerintah daerah mengatasi isu-isu krusial seperti keterbatasan sumber daya manusia, masalah perencanaan dan pembangunan infrastruktur, dan pembangunan sosial kemasyarakatan. Berikut ini beberapa manfaat dari Kawasan Pengembangan Strategis yang dikutip dari Tata Cara Perencanaan Pengembangan Kawasan untuk Percepatan Pembangunan Daerah yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal Bappenas (2004): Peluang yang Timbul dalam Kawasan Pengembangan Strategis Kawasan Pengembangan Strategis menawarkan peluang-peluang penting bagi daerah yaitu berupa meningkatnya hubungan antar sektor-sektor bisnis kunci. Daerah seringkali termotivasi atau dituntut untuk mengadopsi strategi klaster 30

41 industri akibat dari berbagai krisis: pengangguran tinggi, resesi, stagnasi ekonomi, kemunduran sektor properti, atau matinya industri-industri kunci. Namun, daerah juga dapat meraih berbagai peluang yang dihasilkan dari pendekatan pengembangan kawasan berbasis klaster. Berikut ini adalah contohnya. Pembangunan dan peningkatan infrastruktur seringkali memerlukan investasi dan perencanaan dalam skala besar. Sumberdaya untuk hal itu seringkali tidak mencukupi. Strategi klaster industri membantu daerah untuk mengatur tingkat prioritas investasi dan menjamin bahwa infrastruktur yang dibangun dalam kawasan tersebut akan memberikan perolehan yang efektif dan efisien. Sebagai contoh, jika klaster teknologi informasi dianggap sebagai sesuatu yang penting bagi perekonomian suatu daerah, maka telekomunikasi dan sumberdaya manusia akan menjadi investasi yang penting dan tepat dalam meningkatkan pertumbuhan kawasan itu Manfaat Bagi Ekonomi Wilayah Strategi klaster merupakan sebuah strategi pembangunan ekonomi wilayah. Strategi ini menyediakan cara yang terkoordinasi dan efisien dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah. Dengan memasukkan pendekatan klaster sebagai kunci dalam strategi pembangunan ekonomi wilayah, maka pemerintah daerah akan mudah mengkoordinasikan, menghindari layanan ganda, dan mengembangkan pendekatan yang lebih komprehensif dalam pembangunan ekonomi wilayahnya. Pendekatan klaster dan koordinasi yang diciptakannya juga membantu suatu industri dalam menyusun prioritas dan menciptakan hubungan yang mapan dan 31

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan sebaliknya, Provinsi Riau akan menjadi daerah yang tertinggal

I. PENDAHULUAN. Indonesia dan sebaliknya, Provinsi Riau akan menjadi daerah yang tertinggal I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila dicermati kembali proses pemekaran Provinsi Riau menjadi Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau, ada dua perkiraan yang kontradiktif bahwa Provinsi Riau Kepulauan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt, atas berkat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan yang berlangsung selama ini ternyata masih belum merata, masih terjadi kesenjangan di berbagai daerah. Oleh karena itu pembangunan daerah diupayakan dengan melaksanakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri suatu daerah diarahkan untuk menjamin pemanfaatan hasil pertanian secara optimal dengan memberikan nilai tambah melalui keterkaitan antara budidaya,

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 12 ketersediaan dan kesesuaian lahan untuk komoditas basis tanaman pangan. Tahap ketiga adalah penentuan prioritas komoditas unggulan tanaman pangan oleh para stakeholder dengan metode Analytical Hierarchy

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

POLA STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MEMBANGUN KEUNGGULAN KOMPETITIF AGRIBISNIS JAWA TIMUR

POLA STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MEMBANGUN KEUNGGULAN KOMPETITIF AGRIBISNIS JAWA TIMUR POLA STRATEGI DAN KEBIJAKAN DALAM MEMBANGUN KEUNGGULAN KOMPETITIF AGRIBISNIS JAWA TIMUR Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Politik dan Pembangunan Pertanian OLEH: SUGIARTO 09.03.2.1.1.00013 PROGRAM

Lebih terperinci

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN

CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN : VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN CUPLIKAN PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN 2001-2004: VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERTANIAN Visi Pembangunan Pertanian Visi pembangunan pertanian dirumuskan sebagai : Terwujudnya masyarakat yang sejahtera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran

I. PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di pemerintahan pusat kearah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Pemahaman

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan pertanian dewasa ini telah berorientasi bisnis (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut usahatani (on-farm agribusiness)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Master Plan Latar belakang Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin secara garis besar adalah Dalam rangka mewujudkan Visi

Lebih terperinci

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian 12 Rapat Dengan Wakil Presiden (Membahas Special Economic Zone) Dalam konteks ekonomi regional, pembangunan suatu kawasan dapat dipandang sebagai upaya memanfaatkan biaya komparatif yang rendah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Secara kuantitatif pelaksanaan pembangunan di daerah Riau telah mencapai hasil yang cukup baik seperti yang terlihat dari data tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana mengenai upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang semakin mengarah pada kebijakan untuk menciptakan kawasan-kawasan terpadu sebagai cara

Lebih terperinci

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU I. Latar Belakang Penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 telah membawa perubahan yang cukup berarti bagi kondisi ekonomi di Propinsi Riau. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah masalah yang penting dalam perekonomian suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh suatu negara bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas seluruh sistem sosial seperti politik, ekonomi, infrastrukur dan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah merupakan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan yang menguntungkan wilayah tersebut dengan meningkatkan pemanfaatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU

PENGARUH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU PENGARUH PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TERHADAP EKONOMI REGIONAL DAERAH RIAU Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP Pusat Pengkajian Koperasi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PPKPEM) Universitas Riau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan ekonomi daerah merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG 10.1 Kebijakan Umum Potensi perikanan dan kelautan di Kabupaten Kupang yang cukup besar dan belum tergali secara optimal, karenanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di Indonesia sejak tahun 2001 berdasarkan UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

10Pilihan Stategi Industrialisasi

10Pilihan Stategi Industrialisasi 10Pilihan Stategi Industrialisasi Memasuki Milenium Ketiga yang Berpihak pada Penguatan Ekonomi Rakyat Pendahuluan Sebenarnya judul makalah yang diminta panitia kepada saya adalah Peluang Rakyat Dalam

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lamandau bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lamandau bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya 1.1. Latar Belakang Strategi pembangunan ekonomi bangsa yang tidak tepat pada masa lalu ditambah dengan krisis ekonomi berkepanjangan, menimbulkan berbagai persoalan ekonomi bagi bangsa Indonesia. Mulai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI 28 Februari 2011 Indonesia memiliki keunggulan komparatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL MENTERI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL Ir. H.A. Helmy Faishal Zaini (Disampaikan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang pembangunan dan pemerintahan. Perubahan dalam pemerintahan adalah mulai diberlakukannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan)

KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan) KEMBALI KE PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI RIAU (Upaya Mengembalikan Kemandirian Masyarakat Pedesaan) Agus Sutikno, SP., M.Si. 1 dan Ahmad Rifai, SP., MP 2 (1) Pembantu Dekan IV Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah, pembangunan ekonomi menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam daerah maupun faktor eksternal, seperti masalah kesenjangan dan isu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, baik berupa sumbangan langsung seperti peningkatan ketahanan pangan nasional, pembentukan

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai strategi pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan, maka prioritas strategi yang direkomendasikan untuk mendukung

Lebih terperinci

Introduction to Agribusiness. Wisynu Ari Gutama

Introduction to Agribusiness. Wisynu Ari Gutama Introduction to Agribusiness Wisynu Ari Gutama introduction Agribusiness is the sum of the total of all operations involved in the manufacturing and distribution of farm supplies, production activities

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan 16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak dan wewenang daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan bebas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis 5Kebijakan Terpadu Pengembangan Agribisnis Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan kondisi yang makin seimbang. Persentase sumbangan sektor pertanian yang pada awal Pelita I sangat

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi dan Tiga Agenda Utama Strategi pembangunan daerah disusun dengan memperhatikan dua hal yakni permasalahan nyata yang dihadapi oleh Kota Samarinda dan visi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI

8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI 8 BANGUNAN TEORI INTEGRASI AGROINDUSTRI Pengembangan agroindustri terintegrasi, seperti dikemukakan oleh Djamhari (2004) yakni ada keterkaitan usaha antara sektor hulu dan hilir secara sinergis dan produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor B A B BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bangsa Indonesia menghadapi situasi yang selalu berubah dengan cepat, tidak terduga dan saling terkait satu sama lainnya. Perubahan yang terjadi di dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

Materi Pengantar Agroindustri

Materi Pengantar Agroindustri Materi Pengantar Agroindustri Sistem Informasi Terpadu (Hulu Hilir) Sistem Informasi dalam Pengembangan Agroindustri Sistem Efisiensi dan Produktivitas Kelayakan Pengembangan Agroindustri Studi Kasus Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Riau mempunyai Visi Pembangunan Daerah Riau untuk jangka panjang hingga tahun 2020 yang merupakan kristalisasi komitmen seluruh lapisan masyarakat Riau, Visi

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan reformasi sektor publik yang begitu dinamis saat ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan masyarakat yang melihat secara kritis buruknya kinerja

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada awalnya ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, dengan asumsi pada saat pertumbuhan dan pendapatan perkapita tinggi,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENINGKATAN INVESTASI TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA

PENTINGNYA PENINGKATAN INVESTASI TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA Karya Tulis PENTINGNYA PENINGKATAN INVESTASI TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2003 DAFTAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki daerah, baik sumber daya alam maupun sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama dari pembangunan ekonomi Indonesia adalah terciptanya masyarakat adil dan sejahtera. Pembangunan yang ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian

Lebih terperinci

INDUSTRIALISASI MADURA: PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DAN AGROPOLITAN

INDUSTRIALISASI MADURA: PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DAN AGROPOLITAN INDUSTRIALISASI MADURA: PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DAN AGROPOLITAN OLEH BURHANUDDIN Staf Pengajar Departemen Agribisnis FEM-IPB Otonomi daerah telah menjadi komitmen pemerintah dalam rangka mewujudkan sistem

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan VI. PENUTUP 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32

BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN. Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 BAB III ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN Secara jelas telah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa misi terpenting dalam pembangunan adalah untuk

Lebih terperinci

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n

AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN. ARIS SUBAGIYO Halama n AKTIVITAS EKONOMI HULU-HILIR DI PERBATASAN ARIS SUBAGIYO Halama n 1 & PUSAT PERTUMBUHAN PELAYANAN Halama n Penentuan Pusat Pertumbuhan & Pusat Pelayanan 4 ciri pusat pertumbuhan : Adanya hubungan internal

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago PENJELASAN SUBTEMA IDF Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago 2018 DISPARITAS REGIONAL Dalam Nawacita, salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo adalah membangun Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan paradigma pengembangan wilayah dari era comparative advantage ke competitive advantage, menjadi suatu fenomena baru dalam perencanaan wilayah saat ini. Di era kompetitif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci