BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesehatan reproduksi menurut WHO (World Health Organization) 2007,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesehatan reproduksi menurut WHO (World Health Organization) 2007,"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesehatan Reproduksi Perempuan Pengertian Kesehatan Reproduksi Kesehatan reproduksi menurut WHO (World Health Organization) 2007, adalah keadaan kesehatan fisik, mental, sosial yang lengkap, bukan hanya ketiadaan penyakit atau cacat dalam semua hal yang berkaitan dengan sistim reproduksi serta fungsi dan prosesnya. Pengertian kesehatan reproduksi menurut hasil ICPD (International Conferensi Population Development) di Kairo tahun 1994 adalah keadaan fisik, mental, kelaikan sosial secara menyeluruh, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistim reproduksi berikut fungsi-fungsi dan proses-prosesnya. Ditekankan bahwa manusia punya kemampuan untuk bereproduksi dan punya kebebasan untuk menentukan jika, kapan dan seberapa sering melakukannya. Kesehatan reproduksi sebagai bagian dari kesehatan secara umum, pengetahuan mengenai kesehatan yang mencakup organ dan proses reproduksi sebenarnya bukan hal yang baru tetapi kesadaran bahwa ia adalah satu disiplin tersendiri baru dimunculkan pada awal tahun Sejak itu konsep kesehatan reproduksi semakin meluas, tidak hanya sebatas pada dampak kontrasepsi tetapi juga faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh pada fungsi dan proses reproduksi manusia, dengan menggabungkan segala ilmu tentang berbagai hal yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan organ reproduksi semua itu saling terkait. (Kartono, 2007).

2 Masalah kesehatan reproduksi dapat digolongkan sesuai dengan tahap siklus kehidupan yaitu : 1). Perkembangan seksual selama masa kanak-kanak dan remaja, 2) Kehamilan remaja dan kehamilan yang tidak dikehendaki, 3). Aborsi, 4) Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas, 5) Penggunaan kontrasepsi, 6). Pemberian ASI, 7). Infeksi saluran reproduksi, 8) Infertilitas, 9) pra dan pasca menopause, 10). Kanker organ reproduksi dan 11). Gaya hidup perorangan, termasuk perilaku seksual yang menyimpang (Kartono, 2007). Berdasarkan defenisi WHO (2003), lingkup kesehatan reproduksi mencakup : a. Safe motherhood dan perawatan neonatal. b. Keluarga Berencana c. Pencegahan dan manajemen PMS (Penyakit MEnular Seksual), HIV/AIDS d. Kesehatan reproduksi remaja e. Pencegahan dan manajemen abortus f. Pencegahan dan manajemen infertilitas g. Penanganan AKB (Angka Kematian bayi) dan AKAB (Angka Kematian Anak Balita) dan perawatan kesehatan anak. h. Kesehatan wanita dalam pembangunan i. Program-program pendukung kesehatan reproduksi. Keberhasilan pelaksanaan program kesehatan reproduksi perlu memperhatikan dan diusahakan adanya keterkaitan erat antara kesehatan reproduksi dan hak reproduksi hal ini diperkuat oleh WHO pada tahun 1995 telah menetapkan strategi global kesehatan reproduksi yang merekomendasikan semua Negara

3 anggotanya melakukan program kesehatan reproduksi dalam konteks Primary Health Care dengan menerapkan hal ini diharapkan akan tercapai hak kesehatan reproduksi untuk semua orang Hak-Hak Kesehatan Reproduksi Undang-Undang Kesehatan menjelaskan bahwa Kesehatan adalah bagian dari hak asasi manusia, hal ini sudah dinyatakan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia khususnya pasal 25 yang berbunyi : Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan hak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya. Hal ini diperkuat lagi dalam konstitusi WHO : Setiap negara di dunia saat ini adalah anggota yang terlibat dengan paling tidak satu perjanjian mengenai masalah hak-hak yang berhubungan dengan kesehatan, dan juga termasuk hak-hak lain yang berhubungan dengan kondisikondisi yang penting bagi kesehatan. Pengertian di atas menyimpulkan kepada kita bahwa apa yang dimaksud dengan hak reproduksi perempuan adalah hak yang dimiliki perempuan karena memiliki fungsi reproduksi yang diberikan Tuhan, sehingga harus dijamin pemenuhan hak-haknya. Penjabaran isu hak reproduksi perempuan merupakan agenda yang harus mendapat perhatian khususnya bagi bangsa Indonesia, karena

4 persoalan tersebut menjadi bagian dari agenda masyarakat internasional dalam rangka memperjuangkan hak-hak dan martabat manusia. Nasaruddin (dalam Maria, 2006) menguraikan secara detil sejarah berkembangnya isu hak reproduksi yang sudah menjadi etika global yang dibicarakan masyarakat dunia dan menjadi salah satu agenda yang diperjuangkan, ini dapat dilihat dari Konferensi Perempuan Sedunia I di Meksiko City pada tahun 1970, yang melahirkan poin penting mengajak perempuan berpartisipasi dalam dunia pembangunan. Berikutnya Konferensi Perempuan III di Nairobi tahun 1995, begitu pula dalan Konferensi Kependudukan di Kairo 1994 yang disepakati suatu plan of action yang mencakup masalah hak-hak reproduksi dan keluarga berencana. Selanjutnya Kartono (2007), menguraikan bahwa kesehatan reproduksi tidak hanya membahas defenisinya saja tetapi sekaligus juga menyinggung hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, efektif, terjangkau. Selanjutnya di jelaskan bahwa hak reproduksi mengikut sertakan hak-hak berdasarkan pada kesadaran terhadap hak dasar semua pasangan dan individu untuk memutuskan hal-hal yang terkait dengan reproduksinya. Kesepakatan ICPD di Kairo pada tahun 1994 menguraikan dengan jelas bahwa hak atas kesehatan reproduksi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia. Meskipun belum meratifikasi dan menjadikannya undang-undang, Indonesia ikut aktif merumuskan dan menandatangi kesepakatan Kairo tersebut. Adapun hak-hak kesehatan reproduksi yang dihasilkan dari konferensi di Kairo adalah :

5 a. Hak untuk menentukan jumlah anak b. Hak atas kesehatan seksual hak untuk mendapatkan standar tertinggi untuk kesehatan seksual dan reproduksi. c. Hak untuk memperoleh informasi dan layanan kesehatan reproduksi d. Aborsi seluruh pemerintahan dan organisasi lintas departemen dan LSM didorong untuk memperkuat komitmen pada kesehatan perempuan, untuk menyikapi dampak kesehatan atas aborsi yang tidak aman sebagai masalah kesehatan publik Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) Pengertian Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) Kehamilan biasanya didambakan oleh pasangan suami istri, karena dengan kehamilan akan hadir anggota keluarga baru yang sangat dicintai. Tetapi kadangkala kehamilan bisa mendatangkan kecemasan bagi perempuan. Jumlah perempuan yang mengalami KTD di Indonesia diperkirakan sebanyak 1 juta orang setiap tahun dan KTD dapat menimpa pasangan yang sudah menikah atau belum (Adrianus, 2004) Selanjutnya dijelaskan pengertian dari KTD adalah suatu kondisi dimana pasangan tidak menghendaki adanya kehamilan yang merupakan akibat dari suatu perilaku seksual baik secara sengaja maupun tidak sengaja. KTD dapat menimpa siapa saja baik yang sudah menikah maupun belum menikah, remaja, pasangan muda ataupun ibu-ibu tengah baya, golongan atas atau bawah dari agama apapun.

6 PKBI (2004), menjelaskan kehamilan tidak diinginkan (KTD) dialami banyak perempuan, misalnya saja satu alasannya adalah kegagalan KB, tapi juga ada alasan lain seperti masih adanya kelompok unmet need, yaitu mereka yang tidak pernah memakai kontrasepsi atau sedang menggunakan kontrasepsi padahal mereka termasuk aktif secara seksual Penyebab Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) Adrianus (2004), menguraikan banyak faktor yang menyebabkan KTD antara lain : 1. Hamil sebelum menikah. 2. Ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan tentang perilaku seksual yang dapat menyebabkan kehamilan. Misalnya masih banyak perempuan yang beranggapan selesai melakukan hubungan seksual kemudian loncat-loncat agar tidak hamil. 3. Kehamilan akibat pemerkosaan. 4. Kondisi kesehatan ibu yang tidak mengijinkan. 5. Kehamilan pada saat yang belum diharapkan, keadaan ini sering terjadi pada perempuan yang masih dalam proses pendidikan/sekolah, bekerja dan karena alasan ekonomi. 6. Bayi dalam kandungan cacat berat. 7. Gagal dalam menggunakan alat kontrasepsi. 8. Kehamilan karena incest (hubungan seksual antara saudara saudara)

7 2.3 Aborsi Aman dan Aborsi Tidak Aman (Unsafe Abortion) Aborsi merupakan bagian yang paling kontroversial dari masalah kesehatan reproduksi. Banyak orang yang melihat aborsi hanya dari segi moralitas dan politik dan hanya sedikit yang melihat bahwa aborsi merupakan masalah kesehatan. Khususnya kesehatan perempuan karena dalam praktek aborsi ada masalah kesakitan dan kematian perempuan yang menyumbang 11,3% angka kematian ibu (AKI) di Indonesia. Kartono (2007), menjelaskan di banyak negara yang tidak mengakui bahwa aborsi adalah masalah kesehatan, kejadian aborsi yang tidak aman sangat tinggi dengan masalah komplikasinya baik fisik maupun mental. Secara fisik aborsi yang dilakukan secara tidak aman mengakibatkan rahim bisa cacat, robek sehingga harus diangkat, infeksi, perdarahan serta kematian. Ketika komplikasi ini terjadi barulah orang melihat sebagai sektor kesehatan, namun seringkali pada saat itu pertolongan medis yang diberikan sudah terlambat. PKBI (2004), menuliskan bahwa secara mental perempuan nekat memilih jalan aborsi meskipun tidak aman, sedang mengalami kebingungan, rasa percaya dirinya menurun, dan desparate atau putus asa. Tidak tahu lagi harus kemana berkonsultasi setelah ia mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Disamping itu jika ia melakukan aborsi, akan timbul ketakutan akibat-akibat yang terjadi yang terasa mengerikan baginya. Keadaan ini menunjukan bahwa sedang mengalami gangguan kesehatan mental. Aborsi yang tidak aman ikut menambah angka kematian ibu.

8 Hasil penelitian PKBI (2004), dan data hasil survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 menunjukan bahwa perempuan yang melakukan aborsi lebih banyak berstatus kawin. Mereka melakukan aborsi karena tidak ingin mempunyai anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi. Pada tahun 2001 tercatat ada 14,6% perempuan yang kebutuhan KB nya tidak terpenuhi. Penyebab masih tingginya angka ini karena kualitas informasi dan pelayanan KB masih rendah serta masih kurangnya pelayanan KB pasca persalinan. Tingginya unmet need dapat berakibat pada tingginya angka KTD dan berimplikasi pada aborsi tidak aman. Selanjutnya PKBI menjelaskan ada beberapa alasan perempuan menghentikan kehamilan antara lain : alasan kesehatan, telah memiliki jumlah anak cukup, akibat pemerkosaan, takut janin cacat, usia muda, belum siap menikah, pasangan tidak tanggung jawab atau alasan ekonomi. Dua pertiga dari 75 juta perempuan yang mengalami KTD akan berakhir dengan aborsi disengaja, 20 juta diantaranya dilakukan secara tidak aman dan sebagian besar aborsi tidak aman (95%) terjadi di negara berkembang dimana akses pelayanan KB terbatas Pengertian Aborsi Pada berbagai buku teks kedokteran, aborsi didefinisikan sebagai lahirnya embrio atau fetus sebelum dia mampu hidup (viable) diluar kandungan. Hanya fetus dengan berat badan diatas 500 gram yang akan mampu bertahan hidup di luar kandungan. Fetus dengan berat badan 500 gram tersebut berada dalam tahap

9 perkembangan kurang dari 20 minggu, fetus dengan berat badan 500 gram panjangnya CRL kurang dari 25 cm. Mengingat usia embrio maksimal hanyalah 8 minggu, maka tahap perkembangan embrio manapun tidak akan mungkin bagi embrio untuk bisa hidup diluar kandungan (Jurnalis 2007). Untung (2007), memberikan pengertian bahwa aborsi adalah terminasi (berakhirnya) proses kehamilan sebelum umur kehamilan 20 minggu (di hitung dari hari pertama menstruasi berakhir) atau berat janin kurang dari 500 gram, dilakukan oleh oarang yang tidak terlatih/kompeten sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan kematian. Pengertian aborsi menurut Sudraji (1985), adalah suatu tindakan untuk mencegah terjadinya implantasi (kalau dilakukan sebelum inplantansi), atau mencegah pertumbuhan hasil konsepsi yang sudah berimplantansi. Bekti (2005) memberikan definisi aborsi adalah cara mencegah kelahiran, yaitu mengugurkan embrio yang tidak dikehendaki. Sedangkan menurut Kusmaryanto (2002), aborsi adalah penghentian dan pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum janin bisa hidup diluar kandungan (viability). Selanjutnya untung (2007) menguraikan ada beberapa macam abortus : A. Berdasarkan kejadiannya : 1. Abortus spontan : adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Sekitar 15-20% dari kehamilan berakhir dengan abortus spontan dan sekitar 80% abortus spontan terjadi pada kehamilan trimester awal.

10 2. Abortus buatan/provokatus ; adalah abortus yang terjadi akibat intervensi yang bertujuan untuk mengakhiri proses kehamilan. Aborsi atau abortus provocatus ada dua macam, yaitu : a). Abortus Provocatus Medisinalis (berdasarkan indikasi medis), b) Abortus Provokatus Kriminalis (tanpa indikasi medis/kriminal) B. Berdasarkan Komplikasinya 1. Abortus dengan perdarahan banyak karena tidak bersih atau robekan rahim akibat tindakan intervensi 2. Abortus infeksiosa, adalah abortus yang disertai komplikasi infeksi. Adanya penyebaran kuman atau toksin ke dalam sirkulasi dan kavum peritoneum dapat menimbulkan septicemia, sepsis atau peritionitis. C. Berdasarkan Pelaksanaannya l. Abortus aman (safe abortion), upaya untuk terminasi kehamilan muda. Pelaksanaan tindakan tersebut dilakukan oleh petugas medis yang mempunyai cukup keahlian, dilakukan dengan peralatan dan prosedur standar yang aman sehingga tidak membahayakan keselamatan jiwa pasien. 2. Abortus tidak aman (unsafe abortion), upaya terminasi kehamilan muda. Pelaksanaan tindakan tersebut tidak dilakukan oleh orang-orang yang tidak mempunyai cukup keahlian, tidak memiliki peralatan dan prosedur standar yang aman sehingga dapat membahayakan keselamatan jiwa pasien.

11 Aborsi Aman Aborsi adalah fakta yang menjadi problem serius di masyarakat, isu yang kontroversial khususnya dikaitkan dengan nilai-nilai moral, demikian juga dengan sikap Undang-Undang yang memandang aborsi sebagai suatu tindak pidana. Hal ini di sebabkan karena aborsi sering diasumsikan hanya pada kasus-kasus kehamilan di luar nikah, padahal faktanya tidak selalu demikian. Nasruddin (dalam Maria, 2006) mengatakan, besarnya angka dan jumlah angka kematian ibu (AKI) pada setiap tahunnya bisa jadi disebabkan karena tidak adanya aturan mengenai palayanan aborsi yang aman, sehingga angka tersebut bukannya berkurang, tetapi justru memberikan peluang yang besar terjadinya praktik aborsi diam-diam tanpa pedoman, prosedur dan standar kesehatan. Kondisi ini sungguh memprihatinkan bagi kita, padahal Indonesia sendiri sudah menandatangani kesepakatan Kairo 1994 tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi yang salah satunya adalah mengeliminir aborsi ilegal dan tidak aman. Nasruddin menguraikan lebih lanjut, ada lima persoalan mendasar yang menjadi perdebatan sekitar masalah aborsi. 1) Apa yang dimaksud dengan aborsi; 2) Kapan manusia mulai dianggap hidup, apakah semenjak masa konsepsi (pembuahan) atau ketika benih janin itu sudah berumur tertentu; 3) Apakah semua jenis aborsi dilarang secara mutlak atau ada faktor-faktor pembenaran tertentu; 4) Apakah akibat hukum baik hukum agama maupun hukum positif terhadap pelaku aborsi dan 5) Bagaimana upaya mencegah meluasnya aborsi dalam masyarakat.

12 Pelayanan aborsi yang aman dapat diberikan persyaratan antara lain; 1) Dilakukan secara profesional oleh para ahli yang tergabung dalam tim, 2) Dengan persejuan perempuan yang bersangkutan, 3) Dilakukan konseling pra dan pasca tindakan, 4) Dilakukan secara komersil. Indikasi yang menjadi dasar dibolehkannya pelayanan aborsi tidak hanya disebabkan alasan medis (sebagaimana diatur dalam UU No.23/1992), tetapi juga alasan psiko-sosial perempuan yang mengalami KTD, (PKBI, 2004). George seorang ahli Antropolog (dalam PKBI 2004), menyatakan permintaan pelayanan aborsi yang aman oleh perempuan sudah menjadi fenomena yang universal, alasan permintaan tersebut karena perempuan membutuhkan pelayanan kesehatan yang memadai yang dapat mencari jalan keluar kesehatan yang aman. Kemungkinan perempuan akan dihadapkan pada masalah kehamilan yang tidak diinginkan dalam hidupnya, oleh karena itu sewajarnya jika perempuan mengajukan permintaan pelayanan aborsi yang aman Aborsi tidak aman (Unsafe Abortion) WHO (1998), aborsi tidak aman merupakan salah satu masalah pelayanan atau oleh kesehatan yang terabaikan di negara berkembang. Bekti (2005) dan PKBI (2004), menguraikan aborsi tidak aman sebagai terminasi (penghentian) kehamilan yang dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih atau ditempat yang tidak memenuhi standar minimal medis atau keduanya, apabila dilakukan lebih dari 12 minggu. Jurnalis (2007), memberikan pengertian bahwa aborsi tidak aman dilakukan oleh

13 bukan dokter atau oleh tenaga terlatih untuk itu, dilakukan ditempat yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dilakukan dengan cara yang tidak dikenal di dunia kedokteran. Penelitian PKBI (2004), mendapatkan gambaran karena aborsi yang tidak aman perempuan dapat mengalami komplikasi (dalam bentuk infeksi, rahim robek, perdarahan), kesakitan dan kecacatan. Sesungguhnya disetiap wilayah, masyarakat mengembangkan cara-cara pengguguran kandungan sesuai nilai budaya lokal masingmasing yang ada pada dasarnya jauh dari aman dan memadai. Karena tidak ada pelayanan aborsi yang aman, perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan melakukan aborsi secara tidak aman (unsafe abortion). Dari aspek medis, praktek aborsi tidak aman beresiko sangat tinggi terhadap kematian ibu karena tidak dilakukan oleh ahli yang kompeten serta tidak dikerjakan dengan peralatan medis yang layak (Untung, 2007). Dijelaskan lebih lanjut praktik aborsi tidak aman sebenarnya juga melanggar tiga hal, yaitu : Pertama, melanggar kode etik profesi medik; Kedua, tidak sesuai dengan prosedur medik; Ketiga, melanggar peraturan perundang-undangan yang ada Penanganan Aborsi Tidak Aman (Unsafe Abortion) Aspek Layanan dan Kebijakan Dorotthy Shaw, Presiden FIGO (Internatonal Federation of Gynecology and Obstetrics) berbicara pada forum WHO pada tahun 2006, bahwa bukti pencegahan, kesakitan dan kematian akibat masalah kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual

14 sudah tidak dapat ditoleransi lagi. Selanjutnya ia mengatakan bahwa pemenuhan hak reproduksi merupakan bagian integral dari hak dasar manusia, dan kebijakan serta undang-undang akan mengurangi angka kematian akibat aborsi (Colin,2007) Tulisan Saparinah dalam jurnal perempuan (2007), menguraikan belum terpenuhinya hak kesehatan reproduksi di Indonesia dapat dilihat dari tingginya angka kematian ibu (AKI) dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Lebih dari 30 tahun yang lalu terdapat kesepakatan nasional untuk menurunkan AKI secara komprehensif dimulai dari kebijakan tentang KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), sampai dengan MPS (Make Pregnancy Safer). Namun sampai sekarang AKI masih tetap tinggi di atas 307/ kelahiran hidup. Padahal dalam memenuhi kesepakatan MDGs Indonesia diharapkan dapat menurunkan AKI menjadi 102/ kelahiran hidup di tahun Selanjutnya Saparinah menuliskan bahwa memenuhi hak kesehatan reproduksi perempuan adalah mutlak, namun kenyataannya hingga sekarang undang-undang kesehatan tidak memuat pasal pasal yang dirumuskan khusus untuk melindungi hak-hak kesehatan reproduksi perempuan serta tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah mengenai pelayanan kesehatan yang berkualitas. YKP (Yayasan Kesehatan Perempuan) tahun 2005, dalam kegiatan advokasi tentang kesehatan reproduksi perempuan menjelaskan bahwa di UU No.23/92 tentang kesehatan tidak ada pasal yang secara khusus melindungi hak reproduksi perempuan. Padahal Indonesia salah satu negara yang menyetujui, mendukung dan menandatangani naskah yang disebut sebagai Platform of Action (POA) yaitu naskah

15 yang dihasilkan pada ICPD Kairo 1994 adalah bahwa negara bersangkutan menyetujui prinsip-prinsip yang dimuat dalam POA dan bertanggung jawab untuk melaksanakan apa yang disepakati dalam POA tersebut. Salah satu prinsip yang telah disetujui bersama adalah untuk melindungi hak reproduksi perempuan. Menurut Adrina (1998), pandangan pro dan kontra, senantiasa mewarnai perbincangan tentang aborsi. Disatu sisi, ada anggapan janin memiliki hak untuk hidup dan harus dilindungi, sementara disisi lain, muncul pandangan yang menekankan hak perempuan hamil untuk meneruskan atau menghentikan kandungannya. Karenanya tidaklah berlebihan jika aborsi dikatakan sebagai suatu masalah yang cukup serius. Sayangnya data tentang masalah ini sangat terbatas di Indonesia. Adrina (1998), menjelaskan lebih lanjut berdasarkan penjelasan pasal 15 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Kesehatan No. 23/1992, yang menyatakan bahwa peluang untuk melakukan aborsi tetap terbuka. Tapi itu hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat sebagai upaya penyelamatan ibu hamil. Untuk menjawab kebutuhan ini disediakan pelayanan aborsi yang aman dengan karakteristik hanya dapat dilakukan oleh tenaga ahli (dokter kandungan) dan berdasarkan pada pertimbangan tim ahli lainnya yang terdiri dari medis, agama, hukum, psikologi dan harus tersedia sarana kesehatan serta peralatan yang diperlukan dan ditunjuk oleh pemerintah. Tulisan Saparinah (2007), yang menjelaskan bahwa perjuangan hak-hak reproduksi untuk mendapatkan pelayanan kemudian mendorong aliansi organisasi perempuan termasuk didalamnya YKP (Yayasan Kesehatan Perempuan) kemudian

16 menyusun dan mengusulkan amandemen Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang diajukan ke DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) : Pasal... (1). Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang terkait dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. (2). Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi : a. Saat sebelum hamil, semasa hamil, melahirkan dan sesudah melahirkan. b. Pengaturan kehamilan dan c. Kesehatan sistem organ reproduksi. (3). Kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui pendekatan upaya kesehatan ibu, kesehatan anak, keluarga berencana, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanggulangan infeksi menular seksual termasuk HIV-AIDS serta kesehatan reproduksi lanjut usia. Pasal... Setiap orang berhak : a. Menjalankan kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, bebas dari paksaan dari luar yang dan/atau kekerasan dari siapapun. b. Menentukan kehidupan reproduksi yang bebas dari diskriminasi, paksaan dan/ atau kekerasan, yang sesuai nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia.

17 c. Menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan serta kesetaraan antar pasangan. d. Memperoleh informasi, edukasi, konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi. Pasal... Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual. Pasal... (1). Setiap pelayan kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan/ atau rehabilitative, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan sehat dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas pada fungsi reproduksi perempuan dan laki-laki. (2). Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diatur dengan peraturan pemerintah. Berkaitan dengan aborsi pasal yang di amandemen adalah; Pasal... Setiap orang dilarang melakukan aborsi, (1). Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan a. Indikasi medis yang terbukti secara klinis mengancam nyawa ibu dan/ atau janin yang menderita penyakit genetic berat dan/ atau cacat bawaan yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut diluar kandungan,

18 dan harus mendapatkan izin dari ibu dan ayah janin setelah diberikan penjelasan lengkap. b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan yang direkomendasikan oleh ahli psikologi penilai. (2). Tindakan aborsi yang akan dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat(2), hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/ atau penasehat pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang serta ditetapkan oleh panel ahli/tokoh agama penilai setempat yang diangkat oleh menteri. (3). Ketentuan lebih lanjut tentang indikasi medis dan/ psikososial, sarana dan prasarana kompetensi dan kebebasan memilih sumber daya ahli penilai, keterjangkauan pembiayaan dan pemerataan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dan ayat(3) diatur dengan peraturan menteri. Pasal... (1) Pemerintah wajib melindungi perempuan dan mencegah dari praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman dan tidak bertanggungjawab. (2) Praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman dan tidak bertanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tindakan : a. Dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang bersangkutan atau diskriminatif b. Dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih atau tenaga non kesehatan

19 c. Tanpa mengikuti standar profesi dan pelayanan yang berlaku; d. Di fasilitas kesehatan yang tidak berijin/memenuhi syarat; atau e. Menerapkan imbalan materi yang di luar jangkauan perempuan yang melakukannya. Pada saat pembahasan perubahan di atas dengan pemerintah, Presiden telah menunjuk Menteri Kesehatan RI sebagai wakil pemerintah untuk mensahkan masuknya pasal-pasal yang diajukan mengisyaratkan paling sedikit dua hal yaitu : Pemenuhan hak kesehatan reproduksi perempuan secara legal menjadi tanggungjawab pemerintah; Memenuhi kesehatan reproduksi perempuan bukan pilihan tetapi keharusan dalam meningkatkan mutu kesehatan masyarakat dan derajat bangsa. Adrina (1998), mengatakan, jika dilihat lebih lanjut berkaitan dengan pasal 15 UU Kesehatan No23/92 ada dua hal penting yang dapat di catat; Pertama, jenis pelayanan aborsi yang disebut aman adalah yang legal dan dilaksanakan menurut sistim pengobatan barat; Kedua, pembatasan pada masalah menyelamatkan ibu dan/atau bayinya yang mengartikan bahwa pelayanan tersebut hanya tersedia bagi kelompok tertentu saja, yakni mereka yang sudah menikah serta terancam jiwanya. Lebih lanjut diuraikan, bahwa memperoleh pelayanan aborsi yang aman tidak dapat disangkal lagi karena merupakan salah satu hak reproduksi perempuan. Tanpa pelayanan yang aman perempuan yang mengalami kehamilan tidak diinginkan dan melakukan aborsi tidak aman akan terancam jiwanya.

20 Maria (2006), mengatakan gagasan untuk mengamandemen Undang- Undang Kesehatan No. 23/1992, dengan memasukkan pasal tentang layanan kesehatan yang dapat memenuhi hak reproduksi perempuan, sebagai kajian untuk dibahas bersama anggota Legislatif adalah upaya mencari solusi dalam menghadapi dilema aborsi yang dihadapi perempuan dengan pertimbangan : Hingga sekarang, perempuan dalam menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan akan selalu mencari cara untuk menggugurkannya. Seringkali berakhir dengan menjadi korban dari prosedur aborsi yang tidak aman dengan akibat fatal; yaitu kematian atau cacat seumur hidup; Kemajuan teknologi kedokteran bisa memberi pelayanan yang mencegah aborsi tidak aman; Diperlukan UU kesehatan yang memberi perlindungan yang jelas bagi para pemberi pelayanan (dokter, bidan, petugas kesehatan tertentu) maupun perempuan yang mencari layanan aborsi; Aturan legal, medis dan psikologis, harus menentukan persyaratan-persyaratan ketat tentang aborsi. Yang perlu disadari juga adalah bahwa kontroversi tentang aborsi telah menyumbang pada menetapnya angka kematian ibu di Indonesia. Kontribusi aborsi tidak aman pada angka kematian maternal yang menurut data yang ada berkisar antara ll%-50%, menyimpulkan bahwa aborsi dan kehamilan tidak diinginkan yang dialami perempuan di Indonesia adalah masalah kesehatan yang serius; Pertama: karena berkontribusi pada angka kematian ibu (AKI); Kedua : aborsi tidak aman

21 sebagai masalah kesehatan perempuan usia reproduksi hingga kini belum ada program dan kebijakan untuk membuat kehamilan setiap perempuan aman (Maria, 2006). WHO (2007) menegaskan bahwa resiko kesakitan dan kematian akibat aborsi tidak aman tergantung pada layanan dan kehalian petugas yang melaksanakan Aspek Dukungan Sosial Ninuk dalam Jurnal Perempuan (2007), menuliskan saat membicarakan perihal hak dan layanan kesehatan reproduksi tidak ada kata yang begitu membangkitkan emosi, selain ABORSI, baik untuk kelompok yang ekstrem membela kepentingan embrio atau fetus dalam rahim perempuan sehingga kepentingan dan hak hidup perempuan itu sendiri terabaikan, maupun untuk kelompok yang lebih membela kepentingan perempuan daripada kepentingan calon anak. Selanjutnya Ninuk menjelaskan bahwa memutuskan untuk melakukan aborsi adalah hal yang tidak mudah bagi seorang perempuan, karena ia sadar sedang melakukan sesuatu yang tidak disenangi agama dan lingkungannya. la juga sadar akan mengalami kesakitan fisik luar biasa. Mungkin ia bisa mati. Tapi ia sudah terpojok dan menjadi berani menempuh resiko dengan harapan mendapatkan hidup yang lebih baik.

22 Pengertian bebas dari rasa takut mencakup juga bebas dari ketakutan akan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan, disinilah keterkaitan antara kehidupan seks yang sehat dengan hak reproduksi. Kehamilan yang tidak diinginkan akan selalu menimbulkan problem kesehatan bagi perempuan, terutama kesehatan mentalnya. Pada saat seperti ini seorang perempuan membutuhkan dukungan baik dari keluarganya maupun dari masyarakat sekitarnya, (Kartono, 2007) Selanjutnya Kartono menguraikan bahwa di masyarakat yang makin urban, kedekatan sosial itu semakin merenggang, termasuk keluarga sendiri. hingga seorang perempuan yang sedang mengalami kecemasan akibat kehamilan yang tidak diinginkan ataupun kekerasan seksual itu justru semakin di jauhkan dari dukungan sosial yang ia perlukan. Bagi perempuan yang mengalami "desperate" akan mencari jalan keluar sendiri yang mungkin dianggap tidak sejalan dengan pandangan masyarakat sekitarnya, dan pada saat itu kesehatan reproduksi perempuan sudah terganggu. Maria (2006), mengatakan aborsi memang tidak identik dengan kesehatan perempuan, tetapi terkait pada kesehatannya secara menyeluruh. Perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan mengalami berbagai emosi seperti rasa panik, malu, takut, rasa tidak mau berdosa semuanya bercampur aduk dalam dirinya. Berarti kehamilan yang tidak diinginkan jelas berdampak negative pada kesehatan mental/psikis dan sosiahiya. Pendapat Fathalla (dalam Maria, 2006) adalah seorang ginekolog senior, mengatakan dari studi-studi yang ada

23 membuktikan bahwa bila prosedur aborsi dilakukan dengan cara-cara yang aman, maka resiko terhadap kesehatan fisik, mental dan sosial perempuan menjadi lebih rendah atau kecil. Dalam menghadapi dilema aborsi ternyata sulit sekali bagi perempuan, apapun latar belakang pendidikan dan status sosial ekonominya, meskipun kondisi kehidupan berkeluarga cukup harmonis, untuk menuntut hak reproduksinya dan mendapat dukungan yang ia butuhkan, seperti bantuan dan dukungan dari komunitas medis yang sudah mengenal keadaan dirinya ataupun dukungan emosional dari orang yang paling dekat. Uraian-uraian di atas menyimpulkan bahwa dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Dukungan sosial untuk mengupayakan solusi yang tepat dan komprehensif dalam menangani masalah kesehatan reproduksi perempuan Aspek Informasi dan Pengetahuan Kesehatan secara umum sangat dipengaruhi oleh pendidikan (peran pendidikan, terutama perempuan, mencapai 70% dalam meningkatkan kesehatan rakyat). Oleh karena itu pendidikan bagi perempuan menjadi sangat penting untuk mencapai cita-cita Kairo dan MDGs. Informasi yang diberikan mencakup pengetahuan tentang apa yang terjadi pada dirinya dalam hal reproduksi, bagaimana organ dan fungsi reproduksinya akan berkembang, bagaimana ia dapat mengambil pilihan yang sesuai dengan keinginannya, dan dimana serta

24 bagaimana ia dapat memperoleh pelayanan kesehatan reproduksinya, (Kartono 2007). Selanjutnya Kartono dalam tulisannya menguraikan dokumen Konferensi di Kairo tentang kewajiban setiap Negara untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi : " Seluruh Negara dipanggil untuk mengusahakan agar kesehatan reproduksi dapat diakses melalui sistim pelayanan kesehatan primer (menjadi standar), oleh semua individu yang berusia cukup, sesegera mungkin dan tidak lebih dari tahun 2015, (MDGs). Pelayanan tersebut harus mengikut sertakan interalia (institusi terkait); konseling perencanaan keluarga, pendidikan, komunikasi dan pelayanan: pendidikan dan pelayanan untuk perawatan kehamilan, persalinan dan pasca persalinan, pemeliharaan kesehatan ibu dan anak, aborsi, dan segala kondisi kesehatan reproduksi dan informasinya, pendidikan dan konseling atas seksualitas manusia, kesehatan reproduksi dan tanggungjawab setelah menjadi orang tua ". Hasil penelitian kualitatif yang dilakukan PKBI tahun 2005 tentang kehamilan yang tidak diinginkan dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, dan tingkat pengetahuan berhubungan dengan perilaku. Karenanya PKBI melakukan penelitian dengan tujuan untuk mendefenisikan pengetahuan KTD, pengetahuan tentang cara pencegahan, dan pengetahuan tentang sejauh mana individu mampu memahami KTD dan hal-hal yang dapat dilakukan untuk dapat melindungi diri dari KTD. Tidak ada jalan lain dalam meningkatkan pengetahuan dan merubah perilaku beresiko yang dilakukan perempuan yang mengalami KTD, adalah dengan menggunakan strategi komunikasi yang efetif untuk menyebarkan informasi

25 yang dapat mempengaruhi individu dan komunitas masyarakat agar membuat keputusan yang tepat demi memelihara kesehatan mereka sendiri, (liliweri, 2006). Penelitian PKBI (2008) mengatakan kebanyakan perilaku yang menyebabkan seseorang menderita penyakit pada umumnnya bersumber dari ketidaktahuan dan kesalahpahaman atas berbagai informasi kesehatan yang mereka akses. Hal yang juga terlihat dari perilaku perempuan yang mengalami KTD untuk menghentikan kehamilannya adalah mengkonsumsi berbagai obat ataupun jamu-jamuan yang diyakini dapat menggugurkan kandungannya. Label "dilarang minum bagi wanita hamil" adalah informasi yang salah yang membuat persepsi yang salah juga. Berangkat dari uraian di atas perlu mengembangkan strategi komunikasi yang efektif yang dapat memberikan pemahaman bagi perempuan yang mengalami KTD untuk mencari informasi yang lebih akurat sebelum mengambil tindakan untuk mengkonsumsi atau menggunakan sesuatu. Liliweri (2006), berpendapat salah satu strategi promosi kesehatan adalah mengembangkan sistim komunikasi yang efektif dalam pendidikan kesehatan masyarakat, dan mempromosikan adalah tanggungjawab sosial bagi kesehatan. Para pengambil keputusan agar meningkatkan komitmen dan tanggungjawab sosial, baik dari sektor publik maupun sektor swasta harus mempromosikan kesehatan dengan mengembangkan kebijakan terhadap bentuk-bentuk promosi dari produk yang dapat membahayakan masyarakat diantaranya:

26 Menghindari semua bentuk tindakan yang dapat mengancam kesehatan orang lain. Membatasi produk barang atau jasa yang mengancam kesehatan manusia, seperti jamu-jamuan peluntur haid. Selanjutnya Liliweri mengatakan hubungan komunikasi dengan kesehatan memberikan peranan penting dalam meningkatkan pengetahuan dan mengubah perilaku, karena komunikasi kesehatan adalah, cara menyebarluaskan informasi kesehatan yang dapat mempengaruhi dan memotivasi individu maupun komunitas agar mereka dapat membuat keputusan yang tepat.

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian No.169, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Reproduksi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5559) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup modern sekarang ini menimbulkan dampak yang besar dalam kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menjalankan aktifitasnya,

Lebih terperinci

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 26 PENDAHULUAN Pengertian aborsi menurut hukum adalah tindakan menghentian kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. 1

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada manusia secara alami sejak ia di lahirkan, bahkan jika kepentingannya dikehendaki, walaupun masih dalam kandungan

Lebih terperinci

BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN 52 BAB III ABORSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN A. Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Dalam pembukaan Undang-undang Dasar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah Hak Fundamental setiap warga. Hal ini telah ditetapkan oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H

Lebih terperinci

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan Yang Maha Esa memberikan anugerah kepada manusia yaitu sebuah kehidupan yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan oleh Tuhan Yang

Lebih terperinci

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI Oleh : Putu Mas Ayu Cendana Wangi Sagung Putri M.E. Purwani Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan. Sebenarnya kekerasan terhadap perempuan sudah lama terjadi, namum sebagian masyarakat belum

Lebih terperinci

MASALAH KEBIDANAN DI KOMUNITAS

MASALAH KEBIDANAN DI KOMUNITAS MASALAH KEBIDANAN DI KOMUNITAS Masalah Kebidanan di Komunitas Kematian Ibu dan Bayi ( AKI dan AKB) Kehamilan Remaja Unsafe Abortion BBLR Pertolongan Persalinan oleh tenaga Non Nakes PMS (Penyakit Menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 Menunjukkan AKI yang sangat signifikan

BAB I PENDAHULUAN. dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 Menunjukkan AKI yang sangat signifikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang AKI (Angka Kematian Ibu) merupakan salah satu indikator yang peka terhadap kualitas dan aksesibilitas fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan Survei Demografi dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan yang Aman atau Making Pregnancy Safer (MPS) pada tanggal 12

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan yang Aman atau Making Pregnancy Safer (MPS) pada tanggal 12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 1997 yaitu 334 per 100.000 kelahiran hidup telah melatarbelakangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remajanya dengan hal-hal yang bermanfaat. Akan tetapi banyak remaja

BAB I PENDAHULUAN. masa remajanya dengan hal-hal yang bermanfaat. Akan tetapi banyak remaja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja sebagai calon generasi penerus mempunyai jiwa yang bergejolak, semangat dan rasa ingin tahu yang tinggi dan dapat memanfatkan masa remajanya dengan

Lebih terperinci

Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam

Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam PIT PDFI, Balikpapan 9-10 September 2015 Aborsi pada Kehamilan akibat perkosaan: Ketentuan perundangundangan dan Fikih Islam Budi Sampurna amanat UU 36/2009 Frasa kesehatan reproduksi muncul di pasal 48

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Millenium Development Goals atau disingkat MDG s dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium yang merupakan paradigma pembangunan global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai moral yang ada di dalam masyarakat kita semakin berkurang. Pergaulan bebas dewasa

Lebih terperinci

BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI BAB IV KETENTUAN DIBOLEHKANNYA ABORSI AKIBAT PERKOSAAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI A. Hukum Aborsi Akibat Perkosaan Aborsi akibat perkosaan merupakan permasalahan

Lebih terperinci

Sejarah Penurunan AKI PERTEMUAN 3 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes

Sejarah Penurunan AKI PERTEMUAN 3 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes Sejarah Penurunan AKI PERTEMUAN 3 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan mengenai Sejarah penurunan AKI dan AKB Sejarah perkembangan (di

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA ELATAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA ELATAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA ELATAN NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN Menimbang: a. bahwa pembangunan daerah

Lebih terperinci

INDONESIA. UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

INDONESIA. UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Jakarta, 24 Februari 2006 Akan dipaparkan : UU Nomor 23 Tahun 1992 RUU Amandemen Nomor 23 Tahun 1992 Sistematika Presentasi UU Nomor 23 Tahun 1992 RUU Amandemen Nomor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs) sebagai road map atau arah

BAB 1 PENDAHULUAN. Millennium Development Goals (MDGs) sebagai road map atau arah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millennium Development Goals (MDGs) sebagai road map atau arah pembangunan kesehatan di Indonesia mempunyai delapan tujuan, dimana dua diantaranya adalah untuk menurunkan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA A. Pembantuan Dalam Aturan Hukum Pidana 1. Doktrin Pembantuan dalam Hukum Pidana Dalam pembantuan akan terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi (pengguguran kandungan). Maraknya aborsi dapat diketahui dari berita di surat kabar atau

Lebih terperinci

Aborsi dan Kegagalan Kontrasepsi IUD 1

Aborsi dan Kegagalan Kontrasepsi IUD 1 Aborsi dan Kegagalan Kontrasepsi IUD 1 Budi Wahyuni 2 I. Pendahuluan. Belum lama ini di New York telah berlangsung sebuah pertemuan yang diprakarsai oleh PBB untuk mengevaluasi implementasi kesepakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman, dan pengaruh budaya barat merubah pola pikir

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman, dan pengaruh budaya barat merubah pola pikir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masyarakat modern perilaku seks bebas sudah menjadi suatu hal yang wajar. Semakin berkembangnya zaman, dan pengaruh budaya barat merubah pola pikir masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Atau buah kehamilan belum mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Atau buah kehamilan belum mampu 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aborsi masih menjadi salah satu masalah yang cukup serius untuk diteliti, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Abortus itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian

BAB I PENDAHULUAN. dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kota metropolitan seperti Surabaya dengan segala rutinitasnya, mulai dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian menghimpit dan membuat perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan kehamilan kembar sebetulnya abnormal yang mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan kehamilan kembar sebetulnya abnormal yang mungkin terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seseorang wanita dikatakan hamil secara normal apabila di dalam rahimnya bertumbuh kembang manusia baru. Kehamilan dapat pula terjadi di luar rahim (dinamakan

Lebih terperinci

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari penyakit atau kelemahan fisik, tetapi meliputi aspek mental

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa, 10 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak ke dewasa. Masa remaja yang

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI. Fatmalina Febry, SKM.,M.Si Gizi Masyarakat FKM Universitas Sriwijaya

KESEHATAN REPRODUKSI. Fatmalina Febry, SKM.,M.Si Gizi Masyarakat FKM Universitas Sriwijaya KESEHATAN REPRODUKSI Fatmalina Febry, SKM.,M.Si Gizi Masyarakat FKM Universitas Sriwijaya Definisi Kespro Suatu Keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh tidak sematamata bebas dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, sehingga perlu mendapat perhatian khusus secara global. Hal ini diperjelas dengan diangkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. 1 Angka yang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. 1 Angka yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. besar. Berdasarkan data UNICEF, WHO, UNFPA dan Bank Dunia tren angka

BAB 1 PENDAHULUAN. besar. Berdasarkan data UNICEF, WHO, UNFPA dan Bank Dunia tren angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar. Berdasarkan data UNICEF, WHO, UNFPA dan Bank Dunia tren angka kematian ibu dari tahun

Lebih terperinci

Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia?

Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia? Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia? Di beberapa negara terutama negara berkembang, kesehatan ibu dan anak masih merupakan permasalahan besar. Hal ini terlihat dari masih tingginya angka kematian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Reproduksi 2.1.1 Pengertian Kesehatan Reproduksi Menurut WHO, kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas

Lebih terperinci

Penyebab dan Akar Masalah

Penyebab dan Akar Masalah Membedah Angka Kematian Ibu: Penyebab dan Akar Masalah Tingginya Angka Kematian Ibu Konferensi INFID, 26-27 November 2013 Institut KAPAL Perempuan Jl. Kalibata Timur Raya No.5 Jakarta Selatan Telp/Fax:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT Menimbang : a. bahwa kesehatan merupakan

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA. By : Basyariah Lubis, SST, MKes

KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA. By : Basyariah Lubis, SST, MKes KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA By : Basyariah Lubis, SST, MKes Pengertian Kesehatan reproduksi remaja adalah kondisi kesehatan pada remaja khususnya menyangkut masalah kesehatan reproduksi manusia yang kesiapannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi

BAB 1 PENDAHULUAN. berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap negara di dunia memiliki konsep pemeriksaan kehamilan yang berbeda-beda yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehamilan pada remaja adalah masalah serius dan sedang berkembang diseluruh dunia dan juga di negara berkembang seperti Indonesia. Kehamilan pada remaja disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak diinginkan, meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak diinginkan, meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah Aborsi disebut juga dengan istilah Abortus Provocatus. Abortus provocatus adalah pengguguran kandungan yang disengaja, terjadi karena adanya perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laporan Pencapaian Tujuan Milenium Indonesia Tahun 2010 ditegaskan, penurunan angka kematian ibu melahirkan (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan sasaran Milenium

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

Filosofi. Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat. UKM_Maret

Filosofi. Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat. UKM_Maret Filosofi Mendekatkan Akses pelayanan kesehatan yg bermutu kepada masyarakat UKM_Maret 2006 1 MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS Tujuan Pembangunan Millenium (MDG) yg meliputi : 1 Menghapuskan kemiskinan & kelaparan.

Lebih terperinci

Minggu ke 9 HAK-HAK REPRODUKSI DAN KESEHATAN REPRODUKSI

Minggu ke 9 HAK-HAK REPRODUKSI DAN KESEHATAN REPRODUKSI Minggu ke 9 HAK-HAK REPRODUKSI DAN KESEHATAN REPRODUKSI Defmisi dan Cakupan Makna kesehatan dalam undang-undang pokok kesehatan nomor 32, tahun 1992 adalah meliputi kesehatan badan, rohaniah ( mental)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aborsi adalah pembunuhan janin yang di ketahui oleh masyarakat yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi dibedakan antara aborsi yang terjadi

Lebih terperinci

Modul ke: SEMINAR MEDIA. 03Ilmu. Presentasi Kelompok. Fakultas. Christina Arsi Lestari, M.Ikom. Komunikasi. Program Studi Broadcasting

Modul ke: SEMINAR MEDIA. 03Ilmu. Presentasi Kelompok. Fakultas. Christina Arsi Lestari, M.Ikom. Komunikasi. Program Studi Broadcasting Modul ke: SEMINAR MEDIA Presentasi Kelompok Fakultas 03Ilmu Komunikasi Christina Arsi Lestari, M.Ikom Program Studi Broadcasting Pengaturan Kehamilan DAN KESEHATAN REPRODUKSI Hak Kesehatan Reproduksi Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perempuan ingin menghadapi kelahiran dengan aman dan nyaman. Continuity

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perempuan ingin menghadapi kelahiran dengan aman dan nyaman. Continuity BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Kehamilan dan persalinan adalah peristiwa yang alamiah atau natural bagi perempuan. Meskipun alamiah, kehamilan, persalinan dan masa setelah persalinan dapat terjadi

Lebih terperinci

2 Pemahaman kesehatan reproduksi tersebut termasuk pula adanya hak-hak setiap orang untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, efektif

2 Pemahaman kesehatan reproduksi tersebut termasuk pula adanya hak-hak setiap orang untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, efektif TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESEHATAN. Reproduksi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 169) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh : Angga Indra Nugraha Pembimbing : Ibrahim R. Program Kekhususan: Hukum Pidana, Universitas Udayana Abstract: The rise of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya kehamilan merupakan hal yang paling membahagiakan bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya kehamilan merupakan hal yang paling membahagiakan bagi setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah suatu proses reproduksi yang akan berakhir dengan kelahiran bayi. Namun tak jarang kehamilan sering berakhir dengan keguguran. Umumnya kehamilan merupakan

Lebih terperinci

KESEHATAN IBU DAN ANAK. dr Dani MKes Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha 2015

KESEHATAN IBU DAN ANAK. dr Dani MKes Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha 2015 KESEHATAN IBU DAN ANAK dr Dani MKes Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha 2015 LATAR BELAKANG : MILENIUM DEVELOPMENT GOALS ( MDG S ) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Lebih terperinci

Berbincang Kesehatan Reproduksi PKBI DIY

Berbincang Kesehatan Reproduksi PKBI DIY Berbincang Kesehatan Reproduksi PKBI DIY Kesehatan-sehat Kondisi yang bebas dari segala macam penyakit Sehat secara fisik, psikis/mental, seksual, sosial dan ekonomi dalam satu kesatuan utuh. Reproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 44 tahun. Di Asia Timur, tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Di Indonesia Angka Kematian Ibu tertinggi dibandingkan negara-negara

Lebih terperinci

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB XX KETENTUAN PIDANA Undang-undang Kesehatan ini disyahkan dalam sidang Paripurna DPR RI tanggal 14 September 2009 1 PASAL-PASAL PENYIDIKAN DAN HUKUMAN PIDANA KURUNGAN SERTA PIDANA DENDA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu keadaan fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa ibu dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terdapat kemungkinan suatu keadaan yang dapat mengancam jiwa ibu dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan suatu bangsa di pengaruhi oleh kesejahteraan ibu dan anak, kesejahteraan ibu dan anak di pengaruhi oleh proses kehamilan, persalinan, pasca salin (nifas),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan system dan fungsi, serta proses

Lebih terperinci

Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan reproduksi adalah keadaan

Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan reproduksi adalah keadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

PENDAHULUAN. unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia, seperti yang termuat di dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa : Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENCAPAIAN MDGs GOAL 5 DI PROVINSI BENGKULU

PERCEPATAN PENCAPAIAN MDGs GOAL 5 DI PROVINSI BENGKULU PERCEPATAN PENCAPAIAN MDGs GOAL 5 DI PROVINSI BENGKULU encegahan terhadap kehamilan yang tidak diinginkan dan pemenuhan kebutuhan melalui KB adalah langkah besar menuju perbaikan kesehatan ibu dan pengurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi saat hamil, bersalin atau dalam 42 hari setelah persalinan dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi saat hamil, bersalin atau dalam 42 hari setelah persalinan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut defenisi WHO, kematian ibu adalah kematian seorang wanita yang terjadi saat hamil, bersalin atau dalam 42 hari setelah persalinan dengan penyebab yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kependudukan telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia sejak ditandatanganinya deklarasi mengenai kependudukan oleh para pemimpin dunia termasuk presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini merupakan era globalisasi dimana sering terjadi perdagangan manusia, budaya luar dengan mudahnya masuk dan diadopsi oleh masyarakat sehingga memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang pengguguran kandungan atau aborsi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1, aborsi /abor.si/ berarti

Lebih terperinci

Aborsi Tidak Aman Jadi Penyebab Kematian Ibu 16 Agustus :58:42

Aborsi Tidak Aman Jadi Penyebab Kematian Ibu 16 Agustus :58:42 Aborsi Tidak Aman Jadi Penyebab Kematian Ibu 16 Agustus 2004 11:58:42 Setiap tahun, 307 ibu mati dari 100.000 kelahiran hidup. Dari jumlah itu, 11 persen di antaranya meninggal karena aborsi tidak aman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. and Development (ICPD) di Kairo (1994), adalah tentang seksual dan

BAB I PENDAHULUAN. and Development (ICPD) di Kairo (1994), adalah tentang seksual dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu isu terpenting tentang kesehatan reproduksi yang dibacakan dalam konferensi kependudukan sedunia Internasional Conference Population and Development (ICPD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Derajat kesehatan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada peningkatan sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, pembangunan kesehatan menempati peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada awal kehamilan (trimester pertama), seperti berakhirnya

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada awal kehamilan (trimester pertama), seperti berakhirnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu peristiwa yang sangat membahagiakan bagi setiap pasangan suami dan istri, karena dengan kehamilan menandakan akan bertambahnya anggota keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurunnya AKI dari 334

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurunnya AKI dari 334 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) merumuskan delapan tujuan pembangunan, dua diantaranya adalah komitmen dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa jumlah kematian. ibu di 172 negara di seluruh dunia sebesar 358.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa jumlah kematian. ibu di 172 negara di seluruh dunia sebesar 358. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada tahun 2008 dilaporkan bahwa jumlah kematian ibu di 172 negara di seluruh dunia sebesar 358.000 jiwa (Wilmoth et al., 2010). Angka kematian ibu di setiap negara

Lebih terperinci

KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI

KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI KUALITAS & AKSESIBILITAS PDDKN BLM MERATA ANGKA PENGANGGURAN MASIH TINGGI Budaya PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Infrastruktur dan Lingkungan Hidup KESEHATAN PENDIDIKAN KETAHANAN PANGAN, IKLIM INVESTASI

Lebih terperinci

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA!

MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA! MARI BERGABUNG DI PROGRAM MENCARE+ INDONESIA! 4 dari 5 laki-laki seluruh dunia pada satu masa di dalam hidupnya akan menjadi seorang ayah. Program MenCare+ Indonesia adalah bagian dari kampanye global

Lebih terperinci

mempelajari berbagai hal. Dalam bidang ilmu kesehatan, bisa mempelajari salah satu peristiwa tersebut adalah kehamilan. Kehamilan dan persalinan

mempelajari berbagai hal. Dalam bidang ilmu kesehatan, bisa mempelajari salah satu peristiwa tersebut adalah kehamilan. Kehamilan dan persalinan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan membawa kita dapat dengan mudah mempelajari berbagai hal. Dalam bidang ilmu kesehatan, bisa mempelajari menegenai peristiwa

Lebih terperinci

Sgmendung2gmail.com

Sgmendung2gmail.com Sgmendung2gmail.com sgmendung@yahoo.co.id PUSDIKLAT KEPENDUDUKAN DAN KB BKKBN 2011 Menjelaskan Konsep Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) Menjelaskan masalah-masalah dalam memenuhi hak-hak reproduksi pada

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN SUMEDANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. antara delapan tujuan yang dituangkan dalam Millennium Development Goals

BAB 1 PENDAHULUAN. antara delapan tujuan yang dituangkan dalam Millennium Development Goals BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang Negara-negara di dunia memberi perhatian yang cukup besar terhadap Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), sehingga menempatkannya di antara delapan

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan penulis dalam mendapatkan data adalah. Survei Lapangan: melalui organisasi dan narasumber terkait

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan penulis dalam mendapatkan data adalah. Survei Lapangan: melalui organisasi dan narasumber terkait 3 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data Literatur Metode yang digunakan penulis dalam mendapatkan data adalah Survei Lapangan: melalui organisasi dan narasumber terkait Tinjauan Pustaka: melalui media buku dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tingginya AKI di suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Tingginya AKI di suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat. Tingginya AKI di suatu negara menunjukkan bahwa negara tersebut dikategorikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Angka kematian merupakan barometer status kesehatan, terutama kematian ibu dan kematian bayi. Tingginya angka kematian tersebut menunjukkan rendahnya kualitas pelayanan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO USIA KEHAMILAN DAN PARITAS TERHADAP KEJADIAN ABORTUS. La Ode Ali Imran Ahmad Universitas Haluoleo Kendari.

ANALISIS FAKTOR RISIKO USIA KEHAMILAN DAN PARITAS TERHADAP KEJADIAN ABORTUS. La Ode Ali Imran Ahmad Universitas Haluoleo Kendari. ANALISIS FAKTOR RISIKO USIA KEHAMILAN DAN PARITAS TERHADAP KEJADIAN ABORTUS Abstract: La Ode Ali Imran Ahmad Universitas Haluoleo Kendari ali_imran@gmail.com his article is to determine the risk factors

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa dimana anak sudah meninggalkan masa kanakkanaknya menuju dunia orang dewasa. Literatur mengenai remaja biasanya merujuk pada kurun usia 10-19

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh timbulnya penyulit persalinan yang tidak dapat segera dirujuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mereduksi AKI (Angka Kematian Ibu) di Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI I. UMUM Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara mental, fisik dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah,

BAB I PENDAHULUAN. insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan dini merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (Luthfiyah, 2008:56). Pola pikir zaman primitif dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2009 T E N T A N G KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN CIREBON

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membahas permasalahan mengenai aborsi pada korban

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membahas permasalahan mengenai aborsi pada korban 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas permasalahan mengenai aborsi pada korban pemerkosaan di Indonesia merupakan hal yang sangatlah menarik untuk dibahas karena terdapat dualisme pemahaman

Lebih terperinci

Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban.

Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban. Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban. 1. Pernyataan mana tentang Rekam Medik (RM) yang tidak benar: a. Pemaparan isi RM hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien

Lebih terperinci

POLICY BRIEF. Analisis Ketimpangan Kebijakan dalam Pendidikan karena Barier Kesehatan Reproduksi; Perlukah Siswa Hamil dikeluarkan dari Sekolah?

POLICY BRIEF. Analisis Ketimpangan Kebijakan dalam Pendidikan karena Barier Kesehatan Reproduksi; Perlukah Siswa Hamil dikeluarkan dari Sekolah? POLICY BRIEF Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Agustus 2013 Analisis Ketimpangan Kebijakan dalam Pendidikan karena Barier Kesehatan Reproduksi; Perlukah Siswa Hamil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hamil, pencegahan, pengobatan penyakit dan rehabilitasi. Program ini

BAB I PENDAHULUAN. hamil, pencegahan, pengobatan penyakit dan rehabilitasi. Program ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebijakan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan status kesehatan masyarakat melalui usaha pencegahan dan pengurangan morbiditas, mortalitas dan kecacatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu dari 8 tujuan pembangunan millenium atau MDG s (Millenium Development Goals) yang terdapat pada tujuan ke 5 yaitu

Lebih terperinci

Rima Nopiantini, Agnes Widanti dan Hadi Susiarno. Magister Hukum Kesehatan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Rima Nopiantini, Agnes Widanti dan Hadi Susiarno. Magister Hukum Kesehatan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang 195 HUBUNGAN KETENTUAN ANTARA PELAYANAN KELUARGA BERENCANA PASCASALIN DAN PASCAKEGUGURAN BERDASAR PERATURAN KEPALA BKKBN NOMOR 146/HK-10/B5/2009 DENGAN ASAS KEMANUSIAAN Rima Nopiantini, Agnes Widanti dan

Lebih terperinci