PENENTUAN KALENDER TANAM PADI GOGO BERDASARKAN NERACA AIR PADA LAHAN KERING (STUDI KASUS: KONAWE SELATAN, KENDARI, SULAWESI TENGGARA) EKA FEBRIANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN KALENDER TANAM PADI GOGO BERDASARKAN NERACA AIR PADA LAHAN KERING (STUDI KASUS: KONAWE SELATAN, KENDARI, SULAWESI TENGGARA) EKA FEBRIANTI"

Transkripsi

1 PENENTUAN KALENDER TANAM PADI GOGO BERDASARKAN NERACA AIR PADA LAHAN KERING (STUDI KASUS: KONAWE SELATAN, KENDARI, SULAWESI TENGGARA) EKA FEBRIANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 211

2 ABSTRACT EKA FEBRIANTI (G2473). Determination Planting Calendar of Upland Rice based Water Balance of the Dry Land (Case Study: South Konawe, Kendari, Southeast Sulawesi). Supervised by Prof. Dr. Ir. YONNY KOESMARYONO, MS and YON SUGIARTO, S.Si M.Sc. Dry-land agriculture is agriculture carried out on the land without the use of irrigation and water needs as a whole depends on rainfall. Source of water for dry land agriculture generally comes from rainfall and high rainfall distribution also determine the period of the cropping pattern in a year. Determination of the planting period can help increase the production of upland rice as dry land agricultural commodities and to minimize crop failure due to climate variability (El-Nino and La-Nina). Planting period is arranged as a calendar based on soil water content (KL and TLP) obtained from analysis of the water balance of the land. The region of South Konawe have different soil moisture content for each region. In normal years, the planting period ranging between 7-8 months. El-Nino phenomenon causes a shift in the early growing season and planting time periods experienced a reduction. Time of planting ranged from 6-8 months at the time of El- Nino. La-Nina phenomenon also causes a shift in the early growing season (more advanced than the normal year). Planting period ranged between 8-12 months when the La-Nina. In South Konawe region, there are some areas of stations that can not be used as a regional development and production of upland rice. This is because soil moisture content under field capacity. Key words: dry-land agriculture, climate variability, cropping calendar

3 RINGKASAN EKA FEBRIANTI (G2473). Penentuan Kalender Tanam Padi Gogo berdasarkan Neraca Air pada Lahan Kering (Studi Kasus: Konawe Selatan, Kendari, Sulawesi Tenggara). Dibimbing oleh Prof. Dr.Ir YONNY KOESMARYONO, MS dan YON SUGIARTO, S.Si M.Sc. Pertanian lahan kering merupakan pertanian yang dilaksanakan di atas lahan tanpa penggunaan irigasi dan kebutuhan air secara keseluruhan tergantung pada curah hujan. Sumber air untuk pertanian pada lahan kering umumnya berasal dari curah hujan serta sebaran dan tinggi hujan sangat menentukan periode pola tanam dalam setahun. Penentuan periode tanam dapat membantu peningkatan produksi padi gogo sebagai komoditas pertanian lahan kering dan meminimumkan kegagalan panen akibat variabilitas iklim (El-Nino dan La-Nina). Periode tanam yang disusun sebagai suatu kalender didasarkan pada kandungan air tanah (KL dan TLP) yang diperoleh dari hasil analisis neraca air lahan. Secara umum, wilayah Konawe Selatan memiliki kadar air tanah yang berbeda untuk setiap wilayah. Pada tahun normal, periode penanaman berkisar antara 7-8 bulan. Fenomena El-Nino menyebabkan pergeseran awal musim tanam dan periode masa tanam mengalami pengurangan. Waktu tanam berkisar antara 6-8 bulan pada saat berlangsung fenomena El-Nino. Adapun fenomena La-Nina juga menyebabkan pergeseran awal musim tanam (lebih maju daripada tahun normal). Kondisi ini berdampak positif, dimana periode penanaman dapat dilakukan lebih lama dibandingkan tahun normal. Periode tanam berkisar antara 8-12 bulan saat La-Nina. Pada wilayah Konawe Selatan, terdapat beberapa wilayah stasiun yang tidak dapat digunakan sebagai daerah pengembangan dan produksi padi gogo. Hal ini dikarenakan kadar air tanah berada di bawah kapasitas lapang. Kata kunci: Pertanian lahan kering, variabilitas iklim, kalender tanam

4 PENENTUAN KALENDER TANAM PADI GOGO BERDASARKAN NERACA AIR PADA LAHAN KERING (STUDI KASUS: KONAWE SELATAN, KENDARI, SULAWESI TENGGARA) EKA FEBRIANTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 211

5 Judul Skripsi Nama NRP : Penentuan Kalender Tanam Padi Gogo berdasarkan Neraca Air pada Lahan Kering (Studi Kasus: Konawe Selatan, Kendari, Sulawesi Tenggara). : Eka Febrianti : G2473 Disetujui: Pembimbing 1 Pembimbing 2 Prof.Dr.Ir.Yonny Koesmaryono, MS Yon Sugiarto, S.Si M.Sc NIP NIP Diketahui: Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi Dr.Ir. Rini Hidayati, MS NIP Tanggal Lulus:

6 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi strata satu (S1). Penelitian dilakukan selama kurang lebih 4 bulan, yaitu dimulai bulan Februari hingga Mei 211. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof.Dr.Ir.Yonny Koesmaryono, MS. selaku pembimbing pertama dan Yon Sugiarto, S.Si M.Sc. selaku pembimbing kedua. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf pengajar dan karyawan Institut Pertanian Bogor, khususnya Departemen Geofisika dan Meteorologi Terapan-FMIPA, tempat penulis menyelesaikan pendidikan di IPB, staf dan karyawan Balai Inventarisasi Perpetaan Kehutanan- Kendari, Sulawesi Tenggara, serta seluruh warga Konawe Selatan tempat penulis melakukan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Sigit Deni Sasmito, Syamsoe Dwi Jadmiko, Putri Yasmin, Dimas Tiara P, Dian Kusumawardhani, Firdana Ayu R dan seluruh temanteman Meteorologi Terapan angkatan 7 dan angkatan 6 yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada kedua orang tua dan saudara-saudara penulis, Laode Sabaruddin, Sitti Ramnah, Islan Yusuf, dan Sahrial Fauzi, yang selalu mendukung dan memberi motivasi serta Dhaniar Astri, Irma Syarifiana, Jatu Rukmi M, Raisya Auliane S A, Fatmiati Harun, Ridha Zuanda, Ibnu Abi AA, Ririn Nurmawati, Tinto Punto Kahar, dan seluruh anak Griya Mahasiswa Budi Luhur Bogor atas doa, dukungan, dan bantuannya. Penulis menyadari kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karen itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penulis agar lebih baik berikutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai rujukan untuk kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pertanian. Bogor, Juli 211 Eka Febrianti

7 RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yang dilahirkan di Kendari pada tanggal 21 Februari 1989 dari ayah Laode Sabaruddin dan ibu Sitti Ramnah.Jenjang pendidikan penulis dimulai tahun di SDN 11 Tipulu, penulis melanjutkan ke jenjang SMP yaitu tahun 1-4 di SMPN 2 Kendari dan melanjutkan ke SMAN 1 Kendari pada tahun 4-7 serta pada tahun 7 masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Departemen Geofisika dan Meteorologi Terapan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis menjadi aktivis asrama Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dengan menjabat sebagai ketua Rumah Tangga di salah satu gedung asrama. Penulis tidak mengikuti organisasi di IPB, tetapi aktif di beberapa kegiatan yang diselenggarakan oleh IPB, seperti Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) 8/9, Masa Perkenalan Fakultas dan Departemen 8/9 hingga Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Meteorologi pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, penulis melakukan penelitian dengan judul Penentuan Kalender Tanam Padi Gogo berdasarkan Neraca Air pada Lahan Kering yang dibimbing oleh Prof.Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS dan Yon Sugiarto, S.Si M.Sc.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan... 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Lahan Kering Evapotranspirasi Neraca Air Lahan Fenomena El-Nino dan La-Nina Musim dan Kalender Tanam... 4 BAB III METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Variabilitas Iklim Klasifikasi Iklim Peta Wilayah Penyebaran Stasiun Pengambilan Sampel Tanah Analisis Sifat Fisika Tanah Evapotranspirasi Neraca Air Lahan Kalender Tanam... 6 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Kajian Tipe Iklim Kabupaten Konawe Selatan Penutupan Lahan Kabupaten Konawe Selatan Evapotranspirasi Potensial Kabupaten Konawe Selatan Deskripsi Wilayah Pengambilan Sampel Tanah dan Nilai Kadar Air Variabilitas Iklim Analisis Neraca Air Stasiun Atari Stasiun Lanud W Mongonsidi Stasiun Baito Stasiun Motaha Stasiun Moramo Kalender Tanam Padi Gogo BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii viii ix

9 vii DAFTAR TABEL Halaman 1 Tipe pembagian iklim menurut Oldeman Klasifikasi iklim Stasiun Kabupaten Konawe Selatan Data nilai kadar air tanah setiap stasiun Tahun-tahun variabilitas iklim Identifikasi bulan defisit dan surplus stasiun Kabupaten Konawe Selatan Kalender tanam padi gogo Konawe Selatan... 23

10 viii DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pola curah hujan dan suhu Kabupaten Konawe Selatan Letak Stasiun Iklim Kabupaten Konawe Selatan Grafik neraca air wilayah Stasiun Atari tahun normal Grafik neraca air wilayah Stasiun Atari tahun El-Nino Grafik neraca air wilayah Stasiun Atari tahun La-Nina Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Atari tahun normal Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Atari tahun El-Nino Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Atari tahun La-Nina Grafik neraca air wilayah Stasiun Lanud W Mongonsidi tahun normal Grafik neraca air wilayah Stasiun Lanud W Mongonsidi tahun El-Nino Grafik neraca air wilayah Stasiun Lanud W Mongonsidi tahun La-Nina Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Lanud W Mongonsidi tahun normal Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Lanud W Mongonsidi tahun El-Nino Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Lanud W Mongonsidi tahun La-Nina Grafik neraca air wilayah Stasiun Baito tahun normal Grafik neraca air wilayah Stasiun Baito tahun El-Nino Grafik neraca air wilayah Stasiun Baito tahun La-Nina Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Baito tahun normal Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Baito tahun El-Nino Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Baito tahun La-Nina Grafik neraca air wilayah Stasiun Motaha tahun normal Grafik neraca air wilayah Stasiun Motaha tahun El-Nino Grafik neraca air wilayah Stasiun Motaha Tahun La-Nina Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Motaha tahun normal Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Motaha tahun El-Nino Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Motaha tahun La-Nina Grafik neraca air wilayah Stasiun Moramo tahun normal Grafik neraca air wilayah Stasiun Moramo tahun El-Nino Grafik neraca air wilayah Stasiun Moramo tahun La-Nina Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Moramo tahun normal Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Moramo tahun El-Nino Grafik neraca air lahan wilayah Stasiun Moramo tahun La-Nina... 21

11 ix DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta administrasi Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Letak Stasiun Iklim Konawe Selatan Peta penutupan lahan dan letak Stasiun Iklim Konawe Selatan, Kendari, Sulawesi Tenggara Data klasifikasi iklim Stasiun Konawe Selatan Data SOI klasifikasi tahun variabilitas iklim Data hasil analisis sifak fisik tanah Neraca air lahan wilayah Stasiun Lanud W Mongonsidi Neraca air lahan wilayah Stasiun Baito Neraca air lahan wilayah Stasiun Atari Neraca air lahan wilayah Stasiun Moramo Neraca air lahan wilayah Stasiun Motaha Curah hujan tahun tahun variabilitas iklim Konawe Selatan Foto pengambilan sampel tanah... 45

12 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk berbanding lurus dengan peningkatan konsumsi atau kebutuhan akan bahan pangan. Aktifitas pembangunan yang juga mengalami peningkatan menyebabkan perubahan fungsi lahan pertanian menjadi daerah pemukiman maupun industri (lahan non pertanian). Pemanfaatan lahan kering sebagai lahan pertanian merupakan suatu alternatif untuk menghasilkan komoditas pangan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, serta menyongkong kebutuhan pangan manusia yang terus meningkat. Pertanian lahan kering adalah sistem usaha tani yang dilakukan di atas lahan tanpa menggunakan irigasi (Solahuddin dan Ladamay 1997). Beberapa istilah yang dipergunakan untuk pertanian lahan kering adalah pertanian tanah darat, tegaan, ladang, dan huma. Jumlah air yang tersedia (ketersediaan air) pada lahan kering ditentukan oleh faktor curah hujan dan kemampuan tanah dalam menahan air (Sabaruddin 3). Padi gogo merupakan salah satu jenis padi yang dapat digunakan sebagai komoditas pertaian lahan kering. Rata-rata produksi padi gogo sebesar 2,56 ton/ha jauh di bawah rata-rata produksi padi sawah sebesar 4,78 ton/ha (BPS 5). Peluang untuk meningkatkan hasil produksi tanaman padi gogo dapat ditekankan terhadap perlakuan para petani dalam memaksimalkan produksi per unit air. Pengamatan dan informasi data iklim khusunya data curah hujan merupakan faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan penanaman dan produksi yang maksimal. Informasi iklim dapat digunakan dalam menentukan waktu tanam dalam suatu sistem kalender tanam, yang menggambarkan informasi atau potensi waktu tanam yang tepat untuk komoditas padi gogo. Kalender tanam bertujuan untuk memperkecil kerugian maupun gagal panen akibat pengaruh variabilitas iklim, seperti kejadian El-Nino dan La-Nina atau lebih dikenal dengan nama ENSO (El Nino Southerm Oscilation) yang terjadi di wilayah Samudra Pasifik. Fenomena ENSO akan mempengaruhi curah hujan yang terjadi di wilayah Indonesia, baik mengurangi jumlah intensitas hujan (kekeringan) maupun penambahan intensitas hujan (banjir). Adapun daerah yang terpengaruh oleh ENSO antara lain SumSel, Seluruh Pulau Jawa, KalBar, KalTeng, KalSel, KalTim, Sulawesi, Maluku, Bali, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya (Irkhos 6). Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi yang mengembangkan komoditas padi gogo dan merupakan salah satu wilayah yang dipengaruhi oleh ENSO. Secara umum, daerah Sulawesi Tenggara tergolong beriklim kering dengan limpahan radiasi cukup tinggi pada musim hujan maupun musim kemarau. Adapun secara geografis, Sulawesi Tenggara terletak di daerah khatulistiwa dengan kondisi curah hujan yang cukup rendah. Pengaruh kondisi setempat berupa pegunungan, bentang perairan, serta lautan merupakan faktor lokal yang mempengaruhi rendahnya curah hujan di Sulawesi Tenggara. Kabupaten yang memiliki potensi dalam pengembangan padi gogo adalah Konawe Selatan. Hal ini didasarkan oleh potensi lahan yang dimiliki sangat mendukung pertumbuhan padi gogo dibandingkan daerah lainnya. Fluktuasi curah hujan yang dipengaruhi oleh ENSO, baik El-Nino maupun La-Nina akan memberikan pengaruh terhadap kualitas maupun kuantitas produksi padi gogo. Menurut BNPB (21), Konawe Selatan tergolong wilayah yang memiliki resiko banjir cukup tinggi berdasarkan indeks bencana banjir di Indonesia. Oleh karena itu, penentuan kalender tanam dapat membantu meningkatkan produksi padi gogo mencapai maksimal serta mengurangi resiko gagal panen baik pada saat berlangsung El-Nino maupun La-Nina. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian adalah menganalisis neraca air lahan kering dan menyusun kalender tanam untuk komoditas padi gogo di wilayah Kabupaten Konawe Selatan, Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Padi gogo Padi gogo adalah padi yang ditanam pada lahan kering, dimana sepanjang hidupnya tidak digenangi air dan sumber kebutuhan airnya berasal dari kelembaban tanah yang berasal dari curah hujan (Sumarno dan Hidayat 7). Secara umum, syarat utama bertanam padi gogo adalah tanah dan iklim

13 2 (Sumarhani 5). Jenis tanah tidak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil produksi padi gogo. Sifat kimia dan sifat fisika sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan padi gogo, dimana ph tanah yang dikehendaki adalah 5,5-6,5. Faktor iklim terutama curah hujan juga merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pertumbuhan atau budidaya padi gogo dibandingkan dengan faktor tanah. Hal ini didasarkan akan kebutuhan air pada padi gogo sepenuhnya berasal dari curah hujan yang turun. Kondisi agroekologi yang ideal untuk padi gogo adalah topografi datar sedikit bergelombang, solum tanah dalam lebih dari 4 cm, tekstur halus-medium, kandungan bahan organik tanah tinggi-medium, drainase baik-sedang, kandungan hara tanah tinggi-sedang, dan curah hujan selama empat bulan tanam merata dengan total 4-6 mm (Basyir et al dalam Sumarno dan Hidayat 7). Adapun menurut Oldeman (198), curah hujan yang cukup untuk tanaman padi gogo sebesar mm/bulan atau lebih selam 3 bulan secara berurutan. Distribusi curah hujan dalam satu dekade sangat penting disebabkan jika curah hujan mencapai mm/bulan dalam satu bulan tetapi dalam satu dekade tidak terdapat hujan, maka pertumbuhan padi gogo akan mengalami kekurangan air. Secara umum, jumlah curah hujan yang baik untuk pertanaman padi gogo sekitar 5 mm/dekade selama dekade secara berurutan. Pada daerah-daerah yang mempunyai tipe iklim C dan D atau wilayah yang curah hujannya mempunyai bulan basah hanya berlangsung 3-4 bulan pertahun dan keterlambatan melakukan penanaman akan mengakibatkan padi gogo mengalami gangguan kekeringan terutama pada fase generatif. Lingkungan yang sangat cocok untuk pertanaman padi gogo yaitu wilayah dengan curah hujan 1.5 hingga 3.5 mm per tahun (Basyir et al dalam Sumarhani 5). 2.2 Lahan kering Penggunaan istilah lahan kering di Indonesia belum tersepakati dengan benar. Beberapa istilah yang digunakan diantaranya upland, dryland, atau unirrigated land (Notohadiprawiro 6). Lahan kering identik dengan pertanian lahan kering yang merupakan usaha penanaman pada sebidang tanah dengan memanfaatkan air secukupnya yang bersumber pada curah hujan. Secara umum, lahan kering dapat didefinisikan sebagai lahan yang dalam keadaan alamiah, bagian atas dan bawah tubuh tanah sepanjang tahun tidak mengalami jenuh air atau tidak tergenang dan hampir sepanjang tahun berada di bawah kapasitas lapang (Satari et al dalam Sabaruddin 3). Kondisi fisik lahan kering umumnya berupa lahan tadah hujan berciri khas agroekologi lahan yang amat beragam karena ketersediaan air dan kesuburan, tingkat adopsi teknologi yang masih rendah dan ketersediaan modal sangat terbatas serta peka terhadap erosi. Adapun Menurut Solahudin (1996), pertanian lahan kering didefinisikan sebagai pertanian yang dilaksanakan di atas lahan tanpa penggunaan irigasi dan kebutuhan air secara keseluruhan tergantung pada curah hujan. Sumber air untuk pertanian pada lahan kering umumnya berasal dari curah hujan serta sebaran dan tinggi hujan sangat menentukan periode pola tanam dalam setahun. Karakteristik curah hujan di lahan kering bersifat eratik yaitu deras, singkat dan sulit diduga. Munculnya sumber air di musim kering dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti jenis tanah, iklim dan pengelolaan lahan oleh manusia. Pengelolaan lahan oleh manusia merupakan salah satu model pola tanam. Musim tanam di lahan kering pada umumnya diawali setelah hujan sepuluh hari pertama mencapai lebih dari 5 mm. Petani secara serempak menanam baik monokultur maupun tumpangsari. Persiapan lahan dilakukan pada musim kemarau, sehingga secara berurutan jadwal kegiatan dalam setahun tidak terdapat kekosongan (Sabaruddin 3). 2.3 Evapotranspirasi Evapotranspirasi adalah jumlah total air yang hilang dari lapangan karena evaporasi tanah dan transpirasi tanaman secara bersama-sama (Gardner et al. 1991). Evapotranspirasi dapat juga dijelaskan sebagai peristiwa kehilangan air dari tanah akibat evaporasi dan kehilangan air dari tajuk tanaman akibat transpirasi (Rafi i 1995). Kehilangan air ke atmosfer ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan dan faktor dalam tanaman. Faktor lingkungan antara lain: radiasi matahari, tempertatur, kelembaban relatif, serta angin. Penutupan stomata, jumlah dan ukuran stomata, jumlah daun, serta penggulungan atau pelipatan daun merupakan beberapa faktor yang

14 3 mempengaruhi evapotranspirasi dari dalam tanaman. Adapun kuantitas atau banyaknya evapotranspirasi didasarkan atas curah hujan bulanan, pembakuan bulan, dan lama penyinaran (Rafi i 1995). Suhu mempunyai pengaruh yang nyata terhadap laju evapotranspirasi. Secara umum, semakin tinggi suhu baik suhu udara maupun suhu permukaan, maka laju penguapan akan meningkat (Usman 4). Laju evapotranspirasi yang tinggi menyebabkan kandungan air tanah di lapisan perakaran berkurang dengan cepat dan tanaman menjadi sulit untuk menyerap air dari tanah. Tanaman mengurangi laju evapotranspirasi untuk menghindari dehidrasi sehingga terjadi evapotranspirasi yang betul-betul terjadi (evapotranspirasi aktual) yang nilainya lebih kecil dari evapotranpirasi. Nisbah evapotranspirasi aktual dan evapotranspirasi potensial tergantung pada defisit air tanah, yang didefinisikan sebagai selisih antara kandungan air tanah pada keadaan evapotranspirasi aktual dengan kandungan air tanah pada kapasitas lapang (Arsyad 21). Salah satu metode untuk menentukan nilai evapotranspirasi adalah metode Thornthwaite. Secara umum, meode ini menggunakan data resolusi bulanan dan menggunakan parameter suhu udara (Handoko dan Irsal Las 1995). 2.4 Neraca Air Lahan Neraca air merupakan perhitungan antara masukan dan keluaran air pada suatu sistem (Baharsjah et al. 1996). Pada bidang pertanian, komponen neraca air secara umum terdiri dari curah hujan dan irigasi sebagai masukan serta intersepsi tajuk, evapotranspirasi, limpasan, dan drainase sebagai keluaran. Hillel (1972) menyatakan bahwa pengelolaan lahan kering melalui analisis neraca air lahan merupakan sesuatu yang penting karena neraca air merupakan perincian tentang semua masukan,keluaran, dan perubahan simpanan air yang terdapat pada suatu lahan. Analisis ini berguna untuk menetapkan jumlah air yang terkandung di dalam tanah yang menggambarkan perolehan air (surplus atau defisit) dari waktu ke waktu. Perhitungan neraca air lahan membutuhkan data dan informasi fisika tanah terutama nilai kandungan air pada tingkat kapasitas lapang (KL) dan pada titik layu permanen (TLP). Prioritas penggunaan air hujan adalah untuk memenuhi kebutuhan evapotranspirasi dan kehilangan air yang lain akan mengisi cadangan air tanah. Bila simpanan air tanah telah mencapai batas maksimum, maka kelebihan air dihitung sebagai surplus. Batas maksimum simpanan air tanah didefinisikan sebagai jumlah air yang dapat ditahan oleh tanah dengan potensial sebesar 1/3 atm dikenal sebagai kapasitas lapang. Titik layu permanen dapat didefinisikan sebagai batas minimum tanaman menyimpan air pada tekanan potensial 15 atm yang pada saat itu tanaman tidak mampu melakukan aktivitasnya dan mengalami kekeringan fisiologis jika tidak diberi tambahan air (Purbawa dan Wirjaya 9). Analisis neraca air merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk menduga dinamika kadar air tanah selama pertumbuhan tanaman, khususnya pada periode-periode kritis dimana kadar air tanah sangat rendah (Handoko dan Irsal Las 1995). Adapun kebutuhan air tanaman pada lahan kering sama dengan kebutuhan air konsumtif itu sendiri, yaitu parameter yang menyatakan jumlah air yang secara potensial diperlukan untuk memenuhi pemakaian air konsumtif (evapotranspirasi) suatu areal tanaman agar dapat tumbuh secara normal (Arsyad 21). 2.5 Fenomena El-Nino dan La-Nina Fenomena El-Nino dan La-Nina merupakan peristiwa anomali iklim global yang akibatnya signifikan terhadap komoditas bahan pangan (Irawan 6). Pada daerah tropis, kedua anomali iklim menimbulkan beberapa akibat, yaitu pergeseran pola curah hujan, perubahan besaran hujan, serta perubahan terhadap temperatur udara. Kekeringan yang menimbulkan kebakaran hutan, peningkatan kejadian banjir, serta gangguan hama dan penyekit juga merupakan akibat anomali tersebut. Secara umum, fenomena El-Nino diikuti oleh penurunan curah hujan dan peningkatan suhu udara di suat wilayah. Adapun La-Nina menyatakan gejala peningkatan curah hujan yang mengakibatkan banjir, serta merangsang peningkatan hama dan penyakit (Irawan 6). Fenomena kejadian ENSO dapat diketahui dengan menggunakan suatu indeks sederhana atau lebih dikenal dengan sebutan SOI, yang dihubungkan dengan perubahan spesifik yang didasarkan pada suhu lautan. Adapun nilai SOI dihitung berdasarkan perbedaan tekanan udara bulanan rata-rata

15 4 antara Tahiti dan Darwin, yang mencerminkan perubahan dalam pola sirkulasi atmosfer di daerah yang luas dan dapat berfluktuatif dari bulan ke bulan. Istilah El-Nino mengacu pada suhu permukaan laut di Samudra Pasifik tengah ke timur, dimana suhu permukaan lautnya lebih hangat. Kejadian ini terulang setiap tiga sampai delapan tahun dan umumnya dikaitkan dengan SOI bernilai negatif. Selama peristiwa atau fenomena El-Nino, nilai SOI memperlihatkan nilai yang negatif atau nilai SOI < -7. Kejadian EL-Nino biasanya muncul dalam bulan Maret hingga bulan Juni, dimana pada kondisi tersebut, Indonesia akan mengalami musim kering (intensitas hujan yang rendah). Ketika samudera Pasifik timur jauh lebih dingin dari normal, biasanya nilai SOI terus menerus akan bernilai positif (nilai SOI berkisar 7). Peristiwa ini sering membawa hujan dan banjir yang disebut dengan peristiwa La-Nina. Selama fenomena tersebut, suhu cenderung di bawah normal, khususnya di wilayah bagian utara dan timur Australia. Pendinginan relatif terkuat pada bulan Oktober hingga Maret (Anonim 5). 2.6 Musim dan Kalender Tanam Mengantisipasi perubahan iklim yang tidak menentu dan sulit untuk diprediksi, kalender tanam disusun berdasarkan kondisi periode tanam yang dilakukan oleh petani saat ini, tetapi juga mengaju untuk tiga kejadian iklim, yaitu tahun basah, tahun kering, serta tahun normal. Stasus dan pola ketersediaan air merupakan faktor utama penentuan pola tanam di Indonesia. Penetapan pola tanam sangat identik atau harus didahului dengan pendugaan lamanya musim tanam, dimana musim tersebut sangat erat kaitannya dengan ketersediaan air bagi tanam harus didahului berdasarkan potensi dan kadar air tanah. Penetapan musim tanam padi gogo dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Oldeman, dimana musim tanam dikategorikan dengan periode curah hujan rata-rata > 1 mm/bulan. Namun, penetapan pola tanam yang lebih tepat didasarkan pada kadar air tanah melalui analisis neraca air yang mempertimbangkan fisik lahan. Secara teoritis batas air tersedia bagi air tanaman adalah jika kadar air tanah berada diatas titik layu permanen (TLP) dengan pf < 2,54 atau dengan tegangan air tanah < 15,2 mbar (Suharsono et al. 1996). BAB III METODOLOGI 3.1Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Mei 211 di Laboratorium Agrometeorologi, Laboratorium Ilmu Tanah, serta Lahan Pertanian Wilayah Konawe Selatan. 3.2 Alat dan Bahan Data Suhu Wilayah Konawe Selatan Tahun Data Curah Hujan Stasiun Iklim Wilayah Konawe Selatan Tahun Perangkat Komputer, Micrososft Excel, Microsoft Word, dan Arc View Faktor koreksi berdasarkan letak geografis wilayah Konawe Selatan. Sifat dan Kondisi Tanah wilayah Konawe Selatan. Peta pembagian lahan pertanian dan Administrasi Konawe Selatan. Pisau, Parang, dan Pacul. Ring Sampel Papan, Plastik, dan Spidol. Buku dan pensil Air 3.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian sebagai berikut: Variabilitas Iklim Penentuan tahun kejadian variabilitas iklim ditentukan dengan melihat nilai SOI pada tahun-tahun pengamatan. Adapun nilai SOI diperoleh dari hasil kajian Australia atau website 1.shtml (Anonim 211). Tahun La-Nina dapat diidentifikasi dengan nilai SOI >= 7 dan tahun El-Nino dapat diidentifikasi dengan nilai SOI < -7 (Anonim 5). Hasil kajian tahun variabilitas iklim kemudian disesuaikan dengan hasil analisis tahun-tahun kejadian variabilitas iklim (El-Nino, La-Nina, serta tahun normal) diperoleh dari hasil kajian australia atau website ex.shtml (Anonim 211) Klasifikasi Iklim Klasifikasi iklim dilakukan pada setiap stasiun di wilayah Konawe Selatan dengan menggunakan sistem klasifikasi Oldeman.

16 5 Berikut merupakan karakteristik sistem klasifikasi Oldeman ( Handoko, 1993) 1. Bulan Basah (BB) yaitu bulan dengan rata rata curah hujan > mm. 2. Bulan Lembab (BL) yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan 1 mm. 3. Bulan kering (BK) yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan < 1 mm. Adapun pembagian tipe iklim utama dan subdivisinya sebagai berikut: Tabel 1 Tipe pembagian iklim menurut Oldeman Bulan Basah berturut-turut A >9 Tipe Utama B 7 9 C 5 6 D 3 4 E < 3 Bulan Kering berturut-turut 1 < 2 Sub divisi >6 (Sumber: Handoko 1993) Peta Wilayah Penyebaran Stasiun Pembuatan peta wilayah sebaran stasiun dapat digambarkan dengan menggunakan software Arcview dan peta Sulawesi Tenggara dalam bentuk file.shp Pengambilan Sampel Tanah Sampel tanah diambil disejumlah lokasi wilayah kajian dengan prosedur kerja sebagai berikut: o Mencari tanah yang baik (tanah tidak berpasir dan kondisi tanah cukup lembab). o Membersihkan tanah tersebut dengan menggunakan parang dari rumput atau batu-batuan. o Pada tanah-tanah yang cukup tandus, dapat diberikan air sebelum pengambilan sampel dilakukan. Hal ini untuk memudahkan dalam pengambilan tanah. o Meletakkan ring sampel kedalam tanah. Adapun kedalaman tanah berkisar antara 2 cm (area perakaran). Jika situasi dan kondisi tanah cukup keras, maka menggunakan alat bantu berupa parang atau papan dengan memukul o alat-alat tersebut kebagian ring sampel yang telah terbenam didalam tanah hingga rata dengan tanah. Membuat lingkaran atau menggali tanah disekitar ring sampel hingga kedalaman tertentu dengan tujuan memudahkan dalam mengambil sampel tanah dalam ring tersebut. o Menggunakan pisau untuk meratakan tanah dengan ring sampel. o o Membungkus ring dengan plastik yang telah diikat dengan sangat erat. Hal ini bertujuan untuk menjaga kestabilan kondisi tanah. Menyimpan ring sampel ditempat yang tidak terkena langsung radiasi matahari Analisis Sifat Fisika Tanah Pengambilan sampel dilakukan di beberapa titik lahan wilayah Konawe Selatan dengan menggunakan alat Ring Sampel lalu dianalisis sifat fisikanya di laboratorium Ilmu Tanah Evapotranspirasi Nilai evapotranspirasi dapat diketahui dengan menggunakan metode Thornhtwaite dengan input data suhu : ETp = ET Faktor Terkoreksi 1 T a ET = 1,6, dimana suhu I (T) < 26,5 C. ETP= -,433 t 2 +3,2244 t-41,54, dimana suhu (T) >= 26.5 C. 1,514 T I = 5 a=,675 I 3 -,771 +,179 I Neraca Air Lahan Neraca air lahan dapat diketahui menggunakan tahapan berikut ini: 1. Menghitung selisih antara curah hujan dan nilai evapotranspirasi. Selisih antara kedua parameter tersebut merupakan hasil Accumulation of Potensial Water Loss (APWL). 2. Pada kondisi CH < ETp terjadi akumulasi kehilangan air secara potensial (APWL), maka kandungan air tanah dapat dihitung sebagai berikut: APWL /KL KAT = KL x e 3. Pada kondisi CH > ETp, kandungan air tanah dapat dihitung tanpa APWL, sebagai berikut:

17 6 KAT i = KAT i-1 + (CH-ETp) Hingga kandungan air tanah sama dengan kapasitas lapang yang berarti kondisi air tanah terus mencapai kondisi kapasitas lapang. Dengan keterangan : I = indeks bahang KL =Kapasitas lapang (mm) KAT =Kadar (kandungan) air tanah aktual (mm). APWL = akumulasi air yang hilang secara potensial (mm). e = 2, Adapun menghitung nilai KAT berdasarkan selisih antara KAT satu yang lain menggunakan persamaan: KAT = KAT i -KAT i-1 Nilai KAT (+) menunjukkan penambahan terhadap kadar air tanah, sebaliknya jika nilai KAT (-) menunjukkan penggurangan terhadap kadar air tanah. 4. Menghitung nilai evapotranspirasi aktual, dengan menggunakan konsep sebagai berikut: Jika CH > ETp, ETA = ETp Jika CH<ETp, ETA = CH + KAT 5. Menghitung nilai defisit yang merupakan jumlah air yang berkurang untuk keperluan tanaman: Defisit = ETp ETA 6. Menghitung surplus yang merupakan kelebihan curah hujan setelah simpanan air mencapai kapasitas lapang dengan menggunakan persamaan: S=CH-ETp- KAT 7. Menghitung nilai limpasan surplus air sebesar 5% dengan persamaan sebagai berikut: Ro 1 = S i -R i-1 kro Keterangan: Ron = runoff periode ke n dihitung sejak awal periode surplus. Si = Surplus ke-i kro =koefisien runoff (5%) Kalender Tanam Potensi masa tanam untuk tanaman dapat juga ditentukan berdasarkan ketersediaan lengas tanah yang diperoleh dari hasil perhitungan neraca air lahan. Ditetapkan bahwa periode masa tanam adalah periodeperiode dimana kandungan lengas tanah > 5 % air tersedia (Pramudia et al 1998). Penyataan ini mengacu pada pendapat Richard dan Richard dalam Buckman dan Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 5-85% dari air tersedia telah habis terpakai. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Kondisi Umum Wilayah Kajian Konawe Selatan merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan koordinat wilayah 3 45' LS hingga ' ' BT. Luas daerah konawe selatan ha atau sekitar 11, 84% dari luasan Sulawesi tenggara. Wilayah Konawe selatan memiliki batas-batas wilayah, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Konawe, sebelah selatan berbatasan dengan Selat Tiworo, sebelah timur berbatasan dengan laut banda, serta sebelah barat, berbatasan dengan wilayah kabupaten Kolaka. Kondisi permukaan tanah wilayah Konawe bergunung dan berbukit yang diapit oleh dataran rendah. Konawe Selatan merupakan kabupaten yang memiliki potensi paling tinggi dalam mengupayakan hasil dari sektor pertanian. Adapun jenis tanah di wilayah tersebut meliputi Latosol dengan luas ,71 Ha atau 23,36%, Podzolik seluas ,73 Ha atau 28,15%, Organosol seluas ,88 Ha atau 4,71 %, Mediteran seluas 15.33,14 Ha atau 3,39%,Aluvial seluas ,16 Ha atau 4,8% serta tanah Campuran seluas 16.66,38 Ha atau 35,59% (BPS Konawe Selatan 21). Secara umum, wilayah Konawe Selatan memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim hujan terjadi pada bulan November hingga Maret, dan musim kemarau terjadi pada bulan Agustus hingga bulan Oktober. Suhu tertinggi yang terukur selama 13 tahun terjadi pada bulan November dan suhu udara terendah di bulan Agustus. Tipe hujan pada wilayah Konawe Selatan merupakan tipe monsoon, namun pola curah hujan juga masih dipengaruhi oleh faktor lokal. Hasil perhitungan selama 25 tahun, menggambarkan bahwa puncak hujan tertinggi pada bulan Mei lalu mengalami penurunan (Binomial) (Gambar 1).

18 7 Curah Hujan (mm) Gambar 1 Pola curah hujan dan suhu Kabupaten Konawe Selatan. Menurut Khomarudin et al (1), daerah yang termasuk tipe hujan monsoon adalah Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat dan Jakarta, Jawa Tengah dan Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Papua. Kawasan Sulawesi Tenggara yang tergolong tipe hujan monsoon mengidentifikasikan bahwa Konawe Selatan juga memiliki pola hujan yang sama. Adapun letak stasiun pengamatan hujan di Konawe Selatan dapat dilihat pada Gambar Suhu (C) CH (mm) Suhu ( C) (BL), serta bulan kering (BK) yang batasannya memperhatikan peluang hujan, hujan efektif, dan kebutuhan air tanaman. Adapun batas kriteria sebagai berikut (Handoko, 1993): 1. Bulan basah yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan > mm. 2. Bulan Lembab yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan 1- mm. 3. Bulan kering yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan < 1 mm. Data curah hujan yang digunakan dalam klasifikasi iklim untuk stasiun Motaha, Atari, serta Bandara sebanyak 26 tahun, yang dimulai dari tahun Adapun untuk stasiun Moramo, panjang data yang digunakan sebanyak 2 tahun, yang dimulai dari tahun Perbedaan panjang data tersebut disebabkan oleh keterbatasan akan data curah hujan pada tiap-tiap stasiun iklim. Konawe Selatan merupakan wilayah yang beriklim kering, dengan tipe iklim D dan E (Tabel 2). Kondisi tersebut sangat memungkinkan untuk pembudidayaan padi gogo, sebagai salah satu varietas padi untuk lahan kering. Berdasarkan survey yang dilakukan pada saat pengambilan sampel tanah di beberapa titik (daerah perwakilan setiap stasiun), terdapat beberapa daerah yang memiliki kelembaban tanah yang cukup lembab (baik), yaitu wilayah Baito dan Lanud W Mongonsidi. Walaupun tergolong daerah dengan iklim D, akan tetapi di wilayah ini masih terdapat lahan padi sawah yang cukup luas. Secara umum, padi gogo untuk wilayah Lanud W Mongonsidi dan Baito ditanam secara tumpang sari dengan tanaman komoditas lahan kering yang membutuhkan jumlah air lebih sedikit, seperti Jagung. Adapun untuk daerah Motaha dan Atari merupakan dua dari beberapa wilayah di Konawe Selatan yang cukup kering. Hal ini dapat diperkuat dengan kondisi tanah yang cenderung retak dan keras. Gambar 2 Letak Stasiun Iklim Kabupaten Konawe Selatan 4.2 Tipe Iklim Kabupaten Konawe Selatan Klasifikasi Oldeman merupakan salah satu klasifikasi yang cukup berguna khususnya dalam klasifikasi lahan pertanian tanaman pangan Indonesia. Kriteria dalam klasifikasi iklim ini didasarkan pada hitungan bulan basah (BB), bulan lembab

19 8 Tabel 2 Klasifikasi iklim Stasiun Kabupaten Konawe Selatan Stasiun Bulan Bulan Bulan Tipe Basah Kering lembab Iklim Keterangan Baito D2 Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun tergantung pada ada atau tidaknya air irigasi Atari lama 4 7 E3 Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun tergantung adanya hujan Montaha 12 E4 Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun tergantung adanya hujan Moramo D3 Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun tergantung pada ada atau tidaknya air irigasi Lanud D1 Tanam padi umur pendek satu kali Bandara dan biasanya produksi bisa tinggi karena kerapatan fluks radiasi tinggi. Waktu tanam palawija cukup. 4.3Penutupan Lahan Kabupaten Konawe Selatan Tipe penutupan lahan Kabupaten Konawe Selatan diklasifikasikan menjadi beberapa lahan, diantarannya perkebunan, sawah, savanna, belukar rawa, hutan lahan kering, pertanian lahan kering dan sebagainya. Hasil klasifikasi secara menyeluruh serta batas-batas wilayah penutupan lahan disajikan pada peta penutupan lahan yang terdapat pada lampiran. Wilayah Moramo dan sekitarnya serta wilayah Lanud W Mongonsidi dan sekitarnya didominasi oleh jenis penutupan lahan berupa hutan lahan kering baik primer maupun sekunder serta pertanian lahan kering bercampur semak. Penutupan lahan di wilayah Motaha dan sekitarnya didominasi oleh savana, pertanian lahan kering bercampur semak, perkebunan, serta hutan tanaman industri. Penutupan lahan di sekitar wilayah Baito dan sekitarnya didominasi oleh pertanian lahan kering bercampur semak, hutan, dan pelabuhan laut. Adapun wilayah Atari dan sekitarnya, jenis penutupan lahan didominasi oleh pertanian lahan kering bercampur semak dan savana. Hasil pemetaan titik stasiun dan penutupan lahan menunjukkan bahwa wilayah savana yang merupakan tanaman ciri wilayah kering terdapat di wilayah Motaha dan Stasiun Atari serta wilayah sekitarnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa kedua wilayah beriklim kering dibandingkan wilayah lainnya (Lanud W Mongonsidi, Baito, dan Moramo). 4.4 Evapotranspirasi Potensial Kabupaten Konawe Selatan Hasil perhitungan nilai evapotranspirasi potensial dapat dilihat pada lampiran neraca air lahan di berbagai wilayah stasiun iklim Konawe Selatan. Suhu pada seluruh wilayah Konawe Selatan menggunakan suhu yang terukur pada stasiun Lanud W Mongonsidi. Hal ini dikarenakan pada stasiun Atari, Baito, Motaha, maupun Moramo tidak mengukur suhu pada wilayah sekitar stasiun tersebut. Perbedaan tinggi wilayah yang relatif tidak terlampau jauh (dataran rendah) mengakibatkan suhu stasiun Lanud W Mongonsidi masih dapat mewakili stasiun lainnya. Secara umum, nilai evapotranspirasi potensial pada tahun normal mencapai nilai tertinggi pada bulan Januari sebesar mm/bulan dan terendah sebesar 13.4 mm/bulan yang jatuh pada bulan Agustus. Tahun El-Nino nilai evapotranspirasi potensial tertinggi di bulan November sebesar mm/bulan. Penurunan terjadi hingga nilai evapotranspirasi bulan Agustus mencapai nilai terendah sebesar 15.1 mm/bulan. Pada tahun La-Nina, nilai evapotranspirasi mencapai maksimum di bulan Januari sebesar mm/bulan serta mencapai minimum pada bulan Agustus sebesar mm/bulan. Pengaruh anomali iklim baik terjadi karena ENSO maupun IOD, berpengaruh

20 9 terhadap curah hujan secara signifikan, terutama pada kondisi kejadian dengan intensitas kuat (Irianto dan Suciantini 6). Evapotranspirasi potensial dengan menggunakan metode Thornthwaite menggunakan indikator suhu, sehingga anomali iklim yang terjadi tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya nilai evapotranspirasi potensial wilayah Konawe Selatan. 4.5 Deskripsi Wilayah Pengambilan Sampel Tanah dan Nilai Kadar Air Tanah. Pengambilan sampel tanah dilakukan di 8 desa dengan 16 sampel tanah, masingmasing 2 sampel tanah setiap desanya. Berikut merupakan deskripsi masingmasing desa pengambilan sampel tanah: Baito Pada wilayah Baito dan sekitarnya, sampel tanah diambil di Desa Lalemba dan Desa Uluraka. Secara umum, kondisi kedua desa ini hampir sama, yaitu topografi bergunung-gunung dengan kondisi hutan yang masih cukup dominan. Jarak antara kedua desa tersebut relatif jauh sekitar 1 km. Atari Pada wilayah Atari dan sekitarnya, sampel tanah diambil di Desa Wondumtolo dan Desa Lalembuu dengan kecamatan Lalembuu. Topografi kedua desa tersebut cukup bergunung-gunung dengan situasi yang cukup kering. Hal ini terlihat dari kondisi kesuburan tanah di kedua desa. Pada Desa Wondumtolo kondisi tanah yang cukup kering menyebabkan butuh penambahan air pada saat pengambilan sampel tanah tersebut. Pengambilan sampel tanah di lakukan di wilayah sekitar dengan jarak antara kedua desa sekitar meter. Beberapa masalah atau kendala dalam pengambilan sampel tanah adalah transportasi dan jalan menuju desa. Jalan yang sempit serta terputusnya jalur menuju desa menyebabkan pengambilan sampel dilakukan di kedua desa dengan jarak yang relatif dekat. Kondisi di cakupan wilayah Atari dan sekitarnya relatif kering. Kondisi ini tidak hanya dibuktikan dengan tanahnya yang tandus, tetapi tanaman dominan yang terdapat pada wilayah ini merupakan tanaman tahan akan kekeringan, seperti jambu mete. Lanud W Mongonsidi Pada wilayah Lanud W.Monginsidi dan sekitarnya, sampel tanah diambil di Desa Lulosinggi dan Desa Wolasi Kecamatan Wolasi. Jarak antara kedua desa tersebut relatif jauh kurang lebih 1 km. Kondisi padi gogo pada Desa Wolasi datar sedangkan kondisi lokasi penanaman padi gogo di wilayah Desa Lulosinggi cenderung berbukit-buki serta kemiringan lerengnya kurang lebih 5 derajat. Adapun untuk kondisi secara umum wilayah Lanud W Mongonsidi dan sekitarnya cenderung lembab serta tidak kering. Hal ini dilihat dari kondisi tanah dengan kelembaban yang cukup baik. Motaha Pada wilayah Motaha dan sekitarnya, sampel tanah di Desa Lamooso Kecamatan Angata serta Desa Pudahua Kecamatan Mowila. Topografi kedua desa cenderung berbeda, dimana untuk wilayah sekitar Desa Lamooso relatif datar dengan kondisi yang cukup kering. Adapun untuk Desa Pudalua, topografi cenderung berbukit-bukit dan juga cenderung kering kondisi tanah. Adapun nilai kapasitas lapang dan titik layu permanen yang diperoleh dari hasil analisis tanah disajikan pada Tabel 3.

21 1 Tabel 3 Data nilai kadar air tanah setiap stasiun Nama Stasiun Kode Sampel KL(mm) A Atari Baito Lanud W Mongonsidi Motaha Rata-rata (mm) TLP (mm) A A A B B B B W W W W M M M M Rata-rata (mm) Data kapasitas lapang merupakan data kadar air pada pf 2,54 dan data kadar air pada pf 4.2 untuk data titik layu permanen. Menurut Hanafiah (4), kapasitas lapang adalah kondisi dimana tebal lapisan air dalam pori-pori tanah mulai menipis, sehingga tegangan antar air-udara meningkat hingga lebih besar dari gaya gravitasi, gaya gravitasi (pori-pori makro) habis dan air tersedia (pada pori-pori meso dan mikro) bagi tanaman dalam keadaan optimum. Kondisi ini terjadi pada tegangan permukaan lapisan air sekitar 1/3 atm atau pf 2,54. Adapun titik layu permanen merupakan kondisi kadar air tanah yang ketersediannya sudah lebih rendah dibandingkan kebutuhan tanaman untuk aktivitas dan mempertahankan turgornya. Kondisi ini terjadi pada tegangan 15 atm atau pf 4.2. Data fisika tanah untuk Moramo dan sekitarnya terdiri atas kapasitas lapang sebesar 27 mm (Jufri 211) dan titik layu permanen sebesar 28.8 mm. Nilai titik layu permanen diperoleh dari rata-rata nilai titik layu permanen wilayah lainnya. Keterbatasan literatur mengenai kondisi tanah dominan di wilayah Moramo merupakan salah satu faktor pengambilan nilai rata-rata tersebut. Semakin tinggi nilai kapasitas lapang suatu tanah, maka air yang dibutuhkan oleh tanah untuk mencapai maksimum juga cukup besar. Kadar air tanah ditentukan berdasarkan selisih antara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Wilayah yang memiliki air tersedia tertinggi terdapat di stasiun Motaha sebesar mm. Curah hujan merupakan unsur iklim yang cukup erat dengan ketersediaan air khususnya air yang dibutuhkan tanah untuk mencapai simpanan maksimum. Hasil klasifikasi iklim dengan menggunakan data curah hujan, dapat diketahui bahwa wilayah Motaha memiliki curah hujan yang cukup rendah. Kondisi ini sangat rentan terhadap pertumbuhan tanaman pertanian yang membutuhkan air dalam jumlah yang cukup besar. Adapun curah hujan yang tinggi akan sangat menguntungkan untuk wilayah yang memiliki kapasitas lapang rendah, seperti pada wilayah stasiun Baito dan Lanud W Mongonsidi. Hal ini disebabkan akan terjadinya surplus yang akan menguntungkan bagi tanaman dalam kasus penyediaan air. 4.6 Variabilitas Iklim Penentuan tahun-tahun kejadian variabilitas iklim didasarkan pada nilai SOI yang terdapat pada website BOM ( m1.shtml). Hasil penentuan menunjukkan bahwa tahun normal berlangsung selama 1 tahun, tahun El-Nino selama 9 tahun, serta tahun La-Nina berlangsung selama 7 tahun dalam kurun waktu 26 tahun (Tabel 4).

22 11 Tabel 4 Tahun-tahun variabilitas iklim Tahun Variabiltas Iklim 1985 Normal 1986 Normal 1987 El-Nino 1988 La-Nina 1989 La-Nina 199 Normal 1991 El-Nino 1992 El-Nino 1993 El-Nino 1994 El-Nino 1995 Normal 1996 Normal 1997 El-Nino 1998 La-Nina 1999 La-Nina La-Nina 1 Normal 2 El-Nino 3 Normal 4 El-Nino 5 Normal 6 El-Nino 7 Normal 8 La-Nina 9 Normal 21 La-Nina Lanud dan sekitarnya, serta Stasiun Baito dan sekitarnya (Lampiran 12). 4.7 Analisis Neraca Air Perhitungan neraca air merupakan salah satu cara dalam menentukan besarnya surplus dan defisit air dari suatu wilayah. Hasil analisis tersebut akan menjadi rujukan/referensi dalam melaksanakan penanaman terhadap suatu varietas tanaman pertanian, khususnya padi serta memberikan gambaran terhadap periode basah (musim hujan) dan periode kering (musim kemarau). Adapun hasil perhitungan neraca air pada setiap stasiun di wilayah Konawe Selatan disajikan pada uraian di bawah ini: Stasiun Atari Stasiun Atari terletak di LS dan BT dan merupakan salah satu stasiun iklim di Konawe Selatan. Hasil perhitungan neraca air pada tahun normal mengidentifikasikan bahwa surplus air hanya terjadi pada bulan Juni. Defisit terjadi hampir di semua bulan sepanjang tahun normal tersebut (Gambar 3). Surplus menyatakan bahwa curah hujan memiliki jumlah yang tinggi dibandingkan dengan laju evapotranspirasi yang dikeluarkan. Hal ini menggambarkan bahwa pada bulan-bulan surplus berlangsung musim hujan. Kondisi terbalik terjadi pada saat defisit berlangsung, dimana jumlah curah hujan cukup rendah sehingga tidak dapat menutupi laju evapotranspirasi yang dikeluarkan. Hal ini menggambarkan berlangsungnya musim kemarau. Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim yang mengalami perubahan signifikan jika ENSO terjadi di wilayah Indonesia, khususnya Konawe Selatan. Secara umum, wilayah stasiun-stasiun Konawe Selatan mengalami penurunan jumlah curah hujan pada saat El-Nino terjadi serta mengalami peningkatan jumlah curah hujan saat berlangsung La-Nina. Kondisi tersebut dapat di lihat pada wilayah stasiun Moramo dan Atari (Lampiran 12). Adapun untuk wilayah stasiun lainnya, El-Nino yang terjadi menyebabkan berkurangnya jumlah curah hujan dari tahun normal. Curah hujan pada saat berlangsung La-Nina mengalami peningkatan, tetapi jumlahnya masih dibawah tahun normal. Kondisi ini terjadi di beberapa wilayah stasiun, diantaranya Stasiun Motaha dan sekitarnya, Stasiun

23 12 Tinggi Kolom Air(mm) Defisit CH ETP Gambar 3 Grafik neraca air wilayah Stasiun Atari tahun normal Tinggi Kolom Air (mm) Defisit CH ETP Gambar 4 Grafik neraca air wilayah Stasiun Atari tahun El- Nino Tinggi Kolom Air (mm) Gambar 5 Grafik neraca air wilayah Stasiun Atari tahun La-Nina Periode terjadinya surplus dan defisit perlu diperhatikan dalam menetukan periode musim kemarau dan musim hujan. Tinggi rendahnya nilai kedua parameter tersebut akan berdampak pada nilai kadar air tanah, dimana semakin tinggi nilai defisit maka APWL tanah juga meningkat yang menyebabkan kadar air tanah akan mengalami penurunan. Pada tahun-tahun kejadian El-Nino, jumlah curah hujan pada umumnya akan mengalami penurunan. Hasil perhitungan neraca air, diperoleh bahwa terdapat perubahan bulan kejadian surplus maupun defisit. Surplus terjadi pada bulan Mei dan Juni serta Desember dan defisit terjadi pada bulan Januari hingga April dan Juli hingga November (Gambar 4). Pada tahun normal, surplus terjadi hanya terjadi 1 bulan. Peningkatan bulan surplus pada tahun El-Nino dipengaruhi oleh jumlah curah hujan cenderung lebih besar dibandingkan normal. Secara umum, jumlah curah hujan tahun normal lebih besar dibandingkan Ch Surplus ETP tahun El-Nino. Pada bulan-bulan tertentu, curah hujan meningkat dan cenderung lebih tinggi dibandingkan bulan yang sama pada tahun normal. Kondisi ini merupakan penyebab peningkatan bulan surplus pada tahun El-Nino. Kondisi berbeda terjadi pada saat fenomena La-Nina, dimana surplus berlangsung selama 4 bulan yaitu bulan Maret, Mei hingga Juli. Adapun defisit berlangsung dengan periode yang cukup lama 8 bulan dari Agustus hingga April (Gambar 5). Data ketersediaan air pada tanah merupakan data pokok dalam perhitungan neraca air lahan dan nilai titik layu permanen (TLP) dan kapasitas lapang (KL) berbeda untuk setiap daerah. Tanaman dapat ditanam pada suatu lahan jika ketersediaan air / lengas tanah > 5 % air tersedia.

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai.

Brady (1969) bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, air harus ditambahkan bila 50-85% dari air tersedia telah habis terpakai. 6 KAT i = KAT i-1 + (CH-ETp) Hingga kandungan air tanah sama dengan kapasitas lapang yang berarti kondisi air tanah terus mencapai kondisi kapasitas lapang. Dengan keterangan : I = indeks bahang KL =Kapasitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara

Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara Penentuan Masa Tanam Kacang Hijau Berdasarkan Analisis Neraca Air di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara Musyadik 1), Agussalim dan Pungky Nungkat 2) 1) BPTP Sulawesi Tenggara 2) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki

I. PENDAHULUAN. jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satu dari komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia selain padi dan jagung adalah kedelai. Kedelai juga merupakan tanaman palawija yang memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang terletak diantara Samudra Pasifik-Hindia dan Benua Asia-Australia, serta termasuk wilayah tropis yang dilewati oleh garis khatulistiwa, menyebabkan

Lebih terperinci

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen

III. DATA DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 2.11 Kapasitas Lapang dan Titik Layu Permanen 7 radiasi surya, suhu udara, kecepatan angin, dan kelembaban udara dalam penentuan evapotranspirasi. Sedangkan faktor tanah yang mempengaruhi seperti tekstur, kedalaman tanah, dan topografi. Kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH

ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH ANALISA NERACA AIR LAHAN WILAYAH SENTRA PADI DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG PROVINSI SULAWESI TENGAH Wenas Ganda Kurnia, Laura Prastika Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu Bariri Palu Email: gaw.lorelindubariri@gmail.com

Lebih terperinci

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat.

Gambar 3 Sebaran curah hujan rata-rata tahunan Provinsi Jawa Barat. 11 yang akan datang, yang cenderung mengalami perubahan dilakukan dengan memanfaatkan keluaran model iklim. Hasil antara kondisi iklim saat ini dan yang akan datang dilakukan analisis dan kemudian dilakukan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan

KAT (mm) KL (mm) ETA (mm) Jan APWL. Jan Jan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerentanan Produktifitas Tanaman Padi Analisis potensi kerentanan produksi tanaman padi dilakukan dengan pendekatan model neraca air tanaman dan analisis indeks kecukupan

Lebih terperinci

PENENTUAN MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

PENENTUAN MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PENENTUAN MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA DETERMINATION OF SOY BEANS PLANTING TIME BASED ON WATER BALANCE SHEET ANALYSIS IN SOUTH KONAWE

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan

IV. PEMBAHASAN. 4.1 Neraca Air Lahan 3.3.2 Pengolahan Data Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Tanam Pola tanam dapat didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Kedelai di Kabupaten Konawe Selatan Selatan

Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Kedelai di Kabupaten Konawe Selatan Selatan Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Kedelai di Kabupaten Konawe Selatan Selatan Musyadik 1 dan Pungky Nungkat 2 1 BPTP Sulawesi Tenggara; 2 Fakultas Pertanian Universitas Tulungagung, Jawa Timur E-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012 KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi

Evapotranspirasi. 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi Evapotranspirasi 1. Batasan Evapotranspirasi 2. Konsep Evapotranspirasi Potensial 3. Perhitungan atau Pendugaan Evapotranspirasi Departemen Geofisika dan Meteotologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Curah hujan dan ketersediaan air tanah merupakan dua faktor utama yang saling berkaitan dalam memenuhi kebutuhan air tanaman. Terutama untuk tanaman pertanian. yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin

I. PENDAHULUAN. Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Intervensi manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang makin lama semakin meningkat telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA MASA TANAM KEDELAI BERDASARKAN ANALISIS NERACA AIR DI KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA Musyadik, Agussalim 1) dan Tri Marsetyowati 2) 1) BPTP Sulawesi Tenggara Jl. Prof. Muh. Yamin No. 89 Puuwatu Kendari,

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran sektor pertanian sangat penting terhadap perekonomian di Indonesia terutama terhadap pertumbuhan nasional dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan. Sebagai negara

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN

BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN BAHAN AJAR : PERHITUNGAN KEBUTUHAN TANAMAN Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti diklat ini peseta diharapkan mampu Menjelaskan tentang kebutuhan air tanaman A. Deskripsi Singkat Kebutuhan air tanaman

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

corespondence Author ABSTRACT

corespondence Author   ABSTRACT Ecogreen Vol. 1 No. 1, April 2015 Halaman 23 28 ISSN 2407-9049 PENETAPAN NERACA AIR TANAH MELALUI PEMANFAATAN INFORMASI KLIMATIK DAN KARAKTERISTIK FISIK TANAH Determination of soil water balance through

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.

BAB III METODOLOGI. dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban. BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Metodologi merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbandingan Evapotranspirasi Tanaman Acuan Persyaratan air tanaman bervariasi selama masa pertumbuhan tanaman, terutama variasi tanaman dan iklim yang terkait dalam metode

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN Rommy Andhika Laksono Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamis dan sulit dikendalikan. iklim dan cuaca sangat sulit dimodifikasi atau dikendalikan

Lebih terperinci

3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION

3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION 3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION Reddy, K.R. and H.F. Hodges. 2000. Climate Change and Global Crop Productivity. Chapter 2. p. 2 10. Awan 1. Climate 2. Altitude Rta Rd RI Rpd 3. Land suitability 4.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Januari 2015 di Jurusan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Januari 2015 di Jurusan 31 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014- Januari 2015 di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Stasiun Klimatologi

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah.

Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah. 6 Gambar 1 Hubungan impedansi listrik (kω) dengan KAT(%) kalibrasi contoh tanah. Kehilangan Air Tanaman Kentang Data yang digunakan untuk menduga nilai kehilangan air tanaman kentang melalui perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ).

KATA PENGANTAR. merupakan hasil pemutakhiran rata-rata sebelumnya (periode ). KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB

Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB IKLlM INDONESIA HANDOKO Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMlPA IPB Secara umum, daerah tropika terletak di antara lintang 23,5O LU (tropika Cancer) sampai 23,5O LS (tropika Capricorn). Batasan ini berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS (Agricultural Non-Point Source Pollution Model) DI SUB DAS CIPAMINGKIS HULU, PROVINSI JAWA BARAT Oleh : Wilis Juharini F14103083 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu 3 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tebu (Sacharum officinarum L.) termasuk ke dalam golongan rumputrumputan (graminea) yang batangnya memiliki kandungan sukrosa yang tinggi sehinga dimanfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur

Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur http://lasiana.ntt.bmkg.go.id/publikasi/prakiraanmusim-ntt/ Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 Zona Musim di Nusa Tenggara Timur KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS

Oleh Tim Agroklimatologi PPKS Kondisi Indian Oscillation Dipole (IOD), El Nino Southern Oscillation (ENSO), Curah Hujan di Indonesia, dan Pendugaan Kondisi Iklim 2016 (Update Desember 2015) Oleh Tim Agroklimatologi PPKS Disarikan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum El Nino El Nino adalah fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv RIWAYAT HIDUP... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN... viii KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR

Lebih terperinci

ANALISIS NERACA AIR LAHAN DI KABUPATEN MAROS SULAWESI SELATAN

ANALISIS NERACA AIR LAHAN DI KABUPATEN MAROS SULAWESI SELATAN ANALISIS NERACA AIR LAHAN DI KABUPATEN MAROS SULAWESI SELATAN ANALYSIS OF FIELD WATER BALANCE IN MAROS REGENCY SOUTH SULAWESI 2 Misbahuddin 1*, Nuryadi, S.Si, M.Si 1 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi

Lebih terperinci

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD

IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD IV. PENETAPAN WAKTU TANAM OPTIMAL PADA WILAYAH TERKENA DAMPAK ENSO DAN IOD 4.1. Pendahuluan Kondisi iklim dan ketersediaan air yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat diperlukan dalam

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Indonesia umumnya dikelilingi oleh lautan yang berada antara samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Samudera ini menjadi sumber kelembaban utama uap air

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

A. Metode Pengambilan Data

A. Metode Pengambilan Data 16 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pengambilan Data Dalam penelitian ini prosedur yang digunakan dalam pengambilan data yaitu dengan mengambil data suhu dan curah hujan bulanan dari 12 titik stasiun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA

PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Pengaruh Dipole Mode Terhadap Curah Hujan di Indonesia (Mulyana) 39 PENGARUH DIPOLE MODE TERHADAP CURAH HUJAN DI INDONESIA Erwin Mulyana 1 Intisari Hubungan antara anomali suhu permukaan laut di Samudra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN

ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN ANALISIS UNSUR CUACA BULAN JANUARI 2018 DI STASIUN METEOROLOGI KLAS I SULTAN AJI MUHAMMAD SULAIMAN SEPINGGAN BALIKPAPAN Oleh Nur Fitriyani, S.Tr Iwan Munandar S.Tr Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Aji

Lebih terperinci

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F

OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F OPTIMASI PEMANFAATAN AIR BAKU DENGAN MENGGUNAKAN LINEAR PROGRAMMING (LP) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CIDANAU, BANTEN. OLEH : MIADAH F14102075 2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2015 9 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu sumber ketersedian air untuk kehidupan di permukaan Bumi (Shoji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penilaian, perencanaan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016 73 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik,

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR

PENGANTAR. Bogor, Maret 2017 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI BOGOR PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofísika () setiap tahun menerbitkan dua buku Prakiraan Musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap awal Maret dan Prakiraan Musim Hujan setiap awal

Lebih terperinci

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah

Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah Pengaruh Dipole Mode dan El Nino Southern Oscillation Terhadap Awal Tanam dan Masa Tanam di Kabupaten Mempawah Yohana Fronika a, Muhammad Ishak Jumarang a*, Andi Ihwan a ajurusanfisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci