No. Penutupan / Penggunaaan Lahan Luas (ha)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "No. Penutupan / Penggunaaan Lahan Luas (ha)"

Transkripsi

1 49 HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan/Penggunaan Lahan Aktual Informasi penutupan/penggunaan lahan diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Pasaman Barat. Peta penutupan/penggunaan lahan dilihat dengan interpretasi citra satelit Landsat tahun 2008 yang diverifikasi dengan pengecekan lapangan (ground check) secara kontinyu dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur penutupan/penggunaan lahan pada tahun 2012 adalah sebagai berikut: penutupan/penggunaan lahan berupa perkebunan kelapa sawit menempati luas terbesar yaitu ha (28,46%), disusul oleh pertanian lahan kering seluas ha (24,77%), hutan ha (22,06%), pertanian campuran ha (12,88 %), sawah seluas ha (7,70 %) yang terdiri dari sawah beririgasi ha dan sawah tadah hujan sebesar ha, semak belukar sebesar ha (2,91 %), pemukiman sebesar ha (1,05%), semak belukar rawa sebesar ha (0,8 %), tanah terbuka sebesar ha (0,38%) dan rawa sebesar 106 ha (0,03%). Kelas penutupan dan penggunaan lahan Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2012 disajikan pada Gambar 7 dan Tabel 19. Tabel 19. Penutupan/Penggunaan Lahan No. Penutupan / Penggunaaan Lahan Luas (ha) Persentase (%) 1 Hutan Primer ,69 2 Hutan Mangrove Sekunder ,43 3 Hutan Rawa Primer 187 0,05 4 Hutan Rawa Sekunder ,56 5 Hutan Sekunder ,95 6 Hutan Tanaman ,33 7 Pemukiman ,05 8 Pertanian Campuran ,88 9 Perkebunan ,46 10 Pertanian Lahan Kering ,77 11 Rawa 106 0,03 12 Sawah Irigasi ,81 13 Sawah Tadah Hujan ,89 14 Semak Belukar ,91 15 Semak belukar rawa ,80 16 Tanah Terbuka ,38 Jumlah ,00

2 50 Sawah Semak Tadah Belukar Hujan 3% 2% Sawah Irigasi 6% Rawa 0% Pertanian Lahan Kering 25% PENGGUNAAN LAHAN Semak belukar rawa 1% Tanah Terbuka 0% Hutan Rawa Primer Hutan Rawa Skunder 0% Hutan Skunder 4% 14% Hutan Mangrove Pemukiman Skunder 1% 0% Hutan Primer 3% Hutan Tanaman 0% Perkebunan 28% Pertanian Campuran 13% Gambar 7. Diagram Persentase (%) Penutupan/Penggunaan Lahan Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2012 Perkebunan kelapa sawit mendominasi tutupan lahan di Kabupaten Pasaman Barat, yaitu sebesar ha (28,46%) dari total luasan penutupan lahan, sedangkan penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian pangan berupa sawah irigasi dan sawah tadah hujan hanya memiliki luasan sebesar ha (7,70 %) dari total luasan penutupan lahan. Data ini menunjukkan bahwa luas lahan pertanian pangan khususnya padi sawah lebih kecil dibandingkan dengan penutupan/penggunaan lahan berupa perkebunan bahkan setiap tahunnya lahan sawah terus mengecil beralih fungsi ke perkebunan kelapa sawit (pengecekan ke lapangan pada tahun 202). Pengecekan langsung di lapangan tahun 2012 ini sudah 2 (dua) kecamatan di Kabupaten Pasaman Barat lahan sawahnya 100 % beralih fungsi ke perkebunan kelapa sawit yakni Kecamatan Sasak Ranah Pasisie dan Kecamatan Sungai Aur. Penutupan/penggunaan lahan berupa sawah irigasi dan sawah tadah hujan berada menyebar merata di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Sebaran kelas penutupan/penggunaan lahan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 8.

3 51 Gambar 8. Peta Penggunaan Lahan Tahun 2012 Kabupaten Pasaman Barat Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Padi Sawah Lahan aktual adalah lahan sawah yang telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan yang terdiri dari sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Lahan potensial adalah lahan yang memiliki potensi teknis dan kesesuaian lahan yang sangat sesuai, sesuai, dan agak sesuai untuk areal persawahan ataupun untuk pertanian pangan. Yang masuk dalam kategori lahan potensial adalah rawa, semak belukar dan semak belukar rawa. Identifikasi potensi lahan pertanian pangan khususnya untuk tanaman padi sawah merupakan penilaian tingkat kesesuaian lahan berdasarkan karakteristik fisik dan alamiah dari komponen-komponen lahan. Proses penilaian kelas kesesuaian lahan atau evaluasi lahan menggunakan peta kesesuaian lahan untuk menentukan wilayah mana saja yang sesuai secara fisik dan alamiah untuk pengembangan tanaman padi sawah. Pada prinsipnya penilaian kelas kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara mencocokkan data tanah dan fisik lingkungan dengan tabel kriteria kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan yang mencakup persyaratan tumbuh/hidup komoditas pertaniannya, pengelolaan dan konservasi.

4 52 Penentuan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah menggunakan beberapa kriteria yang dianggap mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Kriteria penentuan areal untuk tanaman padi sawah mengacu pada kriteria-kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah (LREP II, 1994) dalam Hardjowigeno, Widiatmaka (2007). Kriteria yang digunakan antara lain adalah: banjir dan genangan musiman, kedalaman solum, ketinggian tempat, lereng dan keadaan permukaan, zone agroklimat, ph/reaksi tanah lapisan atas, kesuburan tanah, kelas drainase, serta tekstur tanah Paralel dengan proses pembuatan peta penggunaan lahan, proses analisis kelas kesesuaian lahan juga dilakukan secara spasial dengan proses tumpang tindih antara peta banjir dan genangan musiman, peta drainase, peta ketinggian, peta tekstur tanah, peta kedalaman tanah, peta lereng dan keadaan permukaan, peta zone agroklimat, peta ph, serta peta tekstur tanah sehingga diperoleh peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah. Kelas kesesuaian lahan disusun sampai tingkat kelas yakni kelas sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3) dan Tidak Sesuai (N). Peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi disajikan pada Gambar 9. Gambar 9. Peta Kelas Kesesuaian Lahan Tahun 2012 Kab. Pasaman Barat.

5 53 Berdasarkan hasil pengolahan data spasial diperoleh informasi bahwa Kabupaten Pasaman Barat memiliki kelas kesesuaian lahan S1, S2, S3 (Sesuai) dan N (Tidak Sesuai) yang tersebar hampir di semua wilayah. Kelas kesesuaian lahan S1 seluas ha, S2 seluas ha, S3 seluas ha dan N seluas ha. Hasil analisis kelas kesesuaian lahan menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Pasaman Barat atau sekitar 60% berada pada kelas kesesuaian lahan S yang secara teknis sangat subur untuk pengembangan tanaman padi sawah, sedangkan kelas kesesuaian lahan yang tidak sesuai N sekitar 40%. Kelas kesesuaian lahan disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Padi Sawah di Kab. Pasaman Barat Kelas Kesesuaian Lahan Luasan (ha) Persentase (%) S S S N Jumlah Informasi mengenai kesesuaian lahan aktual dan potensial, disajikan pada Tabel 21 dan Gambar 10. Tabel 21. Kesesuaian Lahan Aktual dan Potensial Kabupaten Pasaman Barat No. Penutupan / Penggunaaan Lahan Kelas Kesesuaian Lahan Sesuai S1 S2 S3 N Luas (ha) 11 Rawa Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Semak Belukar Semak belukar rawa Jumlah Dari hasil análisis diketahui bahwa, penggunaan lahan yang mendominasi tutupan lahan pada lahan sawah berupa sawah irigasi seluas ha atau 76%, selanjutnya sawah tadah hujan seluas ha atau 24%. Hasil analisis terlihat bahwa penggunaan lahan pertanian berupa sawah irigasi mendominasi penggunaan lahan pada lahan sawah. Ditinjau dari aspek peruntukan kawasan, penggunaan lahan di Kabupaten Pasaman Barat telah sesuai dengan arahan penggunaan lahan

6 54 karena sawah irigasi merupakan kawasan budidaya yang berdasarkan kondisi dan potensi sumberdaya yang ada dapat dilakukan kegiatan/aktifitas budidaya diatasnya (Gambar 11, 12 dan 13). Gambar 10. Peta Kesesuaian Lahan (2012) Gambar 11. Peta Lahan Sawah Irigasi dan Tadah Hujan (2012) Kab. Pasaman Barat

7 55 Analisis dan Identifikasi Luas Lahan Aktual dan Potensial Identifikasi luas lahan aktual dan lahan potensial untuk padi sawah yang dapat diusulkan sebagai LP2B dan LCP2B dilakukan dengan melakukan proses tumpang tindih antara peta lahan aktual (sawah irigasi dan tadah hujan) dan lahan potensial (rawa, semak belukar dan semak belukar rawa) dengan peta kesesuaian lahan yang telah dianalisis pada tahap ke 2. Lahan Aktual Secara aktual kelas kesesuaian lahan yang berada pada areal persawahan di Kabupaten Pasaman Barat adalah untuk sawah irigasi, kelas kesesuaian lahan sangat sesuai (S1) seluas ha, sesuai marginal (S3) ha dan tidak sesuai (N) 7 ha. Untuk sawah tadah hujan, kelas kesesuaian lahan sangat sesuai (S1) seluas ha dan tidak sesuai (N) 2756 ha dari total luasan sawah aktual yang tersebar di 9 kecamatan yaitu: Kecamatan Kinali, Luhak Nan Duo, Talamau, Pasaman, Gunung Tuleh, Lembah Melintang, Koto Balingka, Ranah Batahan dan Sungai Beremas. Gambar 12. Sawah Irigasi yang Dikategorikan Sebagai Lahan Sawah Aktual

8 56 Gambar 13. Sawah Tadah Hujan yang Dikategorikan Sebagai Lahan Sawah Aktual Identifikasi lahan aktual diharapkan nantinya dapat diusulkan sebagai LP2B. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) pasal 22, Lahan yang dapat ditetapkan menjadi LP2B harus memenuhi kriteria : a. Berada pada kesatuan hamparan lahan yang mendukung produktivitas dan efisiensi produksi; b. Memiliki potensi teknis dan kesesuaian lahan yang sangat sesuai, sesuai, atau agak sesuai untuk peruntukan pertanian pangan; c. Didukung infrastruktur dasar; dan/atau d. Telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan. Persyaratan tersebut menjadi acuan dalam penentuan lahan aktual yang diusulkan LP2B, diantaranya: (a) Lahan tersebut telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan, (b) Lahan yang memiliki kelas kesesuaian lahan S. Dari hasil analisis berdasarkan kriteria tersebut, diketahui bahwa potensi lahan aktual terluas terletak di Kecamatan Kinali dengan luas ha atau 29% dari total luas lahan aktual, sedangkan luasan lahan aktual terkecil berada di Kecamatan Koto Balingka dengan luas sebesar 273 ha atau 1% dari total luas lahan aktual. Selengkapnya disajikan pada Tabel 22 dan Gambar 14.

9 57 Tabel 22. Luas Lahan Aktual sebagai LP2B berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Pasaman Barat No. Kecamatan S G.Tuleh Kinali Pasaman Talamau 5 Luhak ND Sasak RP 7 S.Aur 8 L. Melintang K.Balingka R.Batahan 11 S. Beremas Jumlah Sawah (ha) Irigasi Jml Tadah Hujan S2 S3 N (ha) S1 S2 S Jml (ha) Jml (ha) (3+4) % N LAHAN AKTUAL K. BALINGKA 1% R BATAHAN 10% L.MELINTANG 22% LND 3% S.BEREMAS 5% TALAMAU 10% G.TULEH 3% KINALI 29% PASAMAN 17% Gambar 14. Diagram Persentase (%) lahan aktual di Kabupaten Pasaman Barat Lahan Potensial Kondisi penutupan/penggunaan lahan berupa rawa, semak belukar dan semak belukar rawa pada penelitian ini dikategorikan sebagai lahan potensial untuk tanaman padi sawah, dengan pertimbangan jika dimasa akan datang lahan pertanian pangan mengalami degradasi akibat alih fungsi lahan atau penyebab lainnya, maka lahan-lahan tersebut dapat dialihfungsikan menjadi areal pertanian pangan (sawah). Meskipun untuk menciptakan kondisi lahan yang layak untuk diusahakan kegiatan pertanian pangan memerlukan biaya yang besar (Gambar 15).

10 58 Identifikasi lahan potensial diharapkan nantinya dapat diusulkan sebagai LCP2B. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pasal 30, Lahan yang dapat ditetapkan menjadi Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan harus memenuhi kriteria : a. Berada pada kesatuan hamparan lahan yang mendukung produktivitas dan efisiensi produksi; b. Memiliki potensi teknis dan kesesuaian lahan yang sangat sesuai, cukup sesuai, dan sesuai marginal untuk peruntukan pertanian pangan; dan/atau c. Didukung infrastruktur dasar Gambar 15. Semak Belukar yang Dikategorikan Sebagai Lahan Potensial. Persyaratan tersebut menjadi acuan dalam penentuan lahan potensial yang dapat diusulkan sebagai LCP2B, diantaranya: (a) Lahan tersebut memiliki kondisi penutupan/penggunaan lahan berupa rawa, semak/belukar dan semak belukar rawa yang penggunaannya saat ini berupa non hutan, (b) Lahan dengan kelas kesesuaian lahan S serta (c) Lahan-lahan tersebut merupakan kawasan budidaya. Sementara lahan yang berada di hutan lindung, hutan produksi terbatas dan tanah terbuka dianggap tidak memenuhi syarat karena merupakan kawasan lindung, kawasan penyangga dan kawasan fasilitas umum.

11 59 Dari hasil pengolahan data, dapat diketahui bahwa ketersediaan lahan potensial di Kabupaten Pasaman Barat masih besar yakni seluas ha. Potensi lahan potensial terbesar berada di Kecamatan Talamau dengan luas sebesar ha atau 28% dari total luasan lahan potensial. Luasan lahan potensial terkecil berada di Kecamatan Luhak Nan Duo dengan luas sebesar 43 ha atau 0,4% dari total luasan lahan potensial (Tabel 23 dan Gambar 16). Tabel 23. Luas Lahan Potensial sebagai LCP2B berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Pasaman Barat No. Kecamatan Rawa (ha) jml Semak Belukar (ha) S1 S2 S3 (ha) S1 S2 S3 N jml (ha) G.Tuleh Kinali Pasaman Talamau Luhak ND 6 Sasak RP S.Aur L. Melintang K.Balingka R.Batahan S. Beremas Jumlah Tabel 23. (Lanjutan) No. Kecamatan Semak Belukar Rawa (ha) jml (ha) S1 S2 S3 N Luas (ha) (3+4+5) Jumlah (ha) G.Tuleh Kinali Pasaman Talamau Luhak ND Sasak RP S.Aur L. Melintang K.Balingka R.Batahan S. Beremas Jumlah (%)

12 60 RANAH BATAHAN 12% KOTO BALINGKA 5% LBH.MELINTAN G 16% LAHAN POTENSIAL SEI.BEREMAS 14% S.AUR 4% SASAK RANAH PASISIE 4% LND 0% GTULEH 13% KINALI 5% PASAMAN 3% TALAMAU 24% Gambar 16. Diagram Persentase (%) Lahan Potensial Kabupaten Pasaman Barat Penggunaan lahan berupa rawa, semak belukar, dan semak belukar rawa dapat dikonversi menjadi sawah melalui pencetakan sawah baru, walau dalam pelaksanaannya memerlukan kajian lebih jauh untuk mengetahui faktor pembatas utama. Pencetakan sawah baru pada lahan berupa rawa, semak/belukar semak belukar rawa memerlukan kajian yang lebih dalam dan komprehensif baik dari kondisi fisik lahan maupun secara finansial. Perlu dilakukan survei lapang untuk mengetahui secara detail sifat fisik dan kimia tanah pada tiap unit lahan. Hasil survey tersebut akan memberikan informasi tentang faktor-faktor pembatas pada setiap unit lahan, sehingga dapat diketahui besaran biaya yang dibutuhkan. Hal ini diperlukan karena jangann sampai biaya yang dikeluarkan untuk biaya produksi tidak sebanding dengan biayaa yang dikeluarkan. Informasi-informasi tersebut akan menjadi pertimbangan dalam melakukan perencanaan terhadap lahan-lahan yang akan diusulkan sebagai LCP2B. Setelah dilakukan proses analisis tumpang tindih antara beberapa peta diantaranya: peta penutupan dan penggunaan lahan, peta kesesuaian lahan dan peta administrasi potensi lahan aktual dan lahan potensial di Kabupaten Pasaman Barat. Dari hasil pengolahan data spasial terlihat bahwa dari 11 wilayah kecamatan di Kabupaten Pasaman Barat, 2 wilayah kecamatan tidak memiliki lahan aktual tetapi memiliki lahan potensial yang dimungkinkan untuk diusulkan sebagai LCP2B yaitu Kecamatan Sasak Ranah Pasisie dan Kecamatan Sungai Aur, secara spasial dapat dilihat pada Gambar 17.

13 61 Untuk Kecamatan Sasak Ranah Pasisie dan Sungai Aur, perlu pertimbangan yang lebih mendalam karena tidak memiliki luas lahan aktual. Penggunaan lahan di 2 wilayah Kecamatan tersebut telah diusahakan untuk tanaman padi sawah akan tetapi ditengah lahan persawahan ditanami kelapa sawit (Gambar 18). Gambar 17. Peta Lahan Aktual dan Potensial Gambar 18. Kondisi Lahan dengan Areal Sawah ditengah Areal berupa Perumahan dan Kelapa Sawit

14 62 Identifikasi Luas Lahan Sawah Aktual yang Mempunyai Jaringan Infrastruktur Pendukung Pertanian Identifikasi lahan aktual dan lahan potensial yang akan diusulkan sebagai KP2B berdasarkan infrastruktur pendukung pertanian, membutuhkan data dan informasi berupa jaringan infrastruktur jalan dan irigasi. Tahapan ini akan menghasilkan peta lahan aktual untuk LP2B yang mempunyai jaringan infrastruktur jalan dan irigasi. Hasil analisis secara spasial disajikan pada Gambar 19, dimana sebagian besar atau hampir secara keseluruhan lahan sawah aktual di Kabupaten Pasaman Barat sudah ada jaringan jalan dan irigasinya.. Jalan usahatani merupakan salah satu faktor pendukung peningkatan pertanian. Jalan tersebut diperlukan untuk pengangkutan (transportasi) sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk, pertisida serta mesin dan peralatan pertanian. Hasil produksi pertanian juga seringkali harus diangkut untuk proses lebih lanjut agar kerusakan ataupun kehilangan hasil dapat ditekan. Jalan usaha tani juga digunakan untuk melaksanakan operasi dan pemeliharaan fasilitas irigasi dan drainase. Gambar 19. Peta Lahan Aktual dan Lahan Potensial yang mempunyai Jaringan Infrastruktur Pendukung Pertanian Pangan Berupa Jalan sebaran Irigasi

15 63 Jalan usahatani dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: (1) Jalan utama (main farm road), yaitu jalan yang menghubungkan antara pemukiman atau pusat fasilitas pertanian dengan lahan pertanian, blok lahan dengan blok lahan lainnya ataupun jalan raya dengan blok lahan, (2) jalan cabang (branch farm road), yaitu yang menghubungkan antara petak lahan dengan jalan utama, (3) jalan kecil (small farm road), yaitu jalan kecil di batas petakan untuk kepentingan khusus seperti pemberantasan hama, pemupukan dan sebagainya (Sapei, 2009). Informasi jaringan jalan dibutuhkan untuk melihat tingkat aksesibilitas lahan aktual dan lahan potensial terhadap pemukiman, industri pengolahan hasil pertanian, sarana produksi pertanian dan sarana dan prasarana lainnya. Dengan adanya jaringan jalan diharapkan dapat meminimalkan jarak dan waktu tempuh sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani. Lahan yang memiliki akses jalan akan menjadi areal-areal prioritas utama untuk diusulkan sebagai LP2B dan LCP2B. Kondisi riil di lapangan terkait dengan ketersediaan jaringan infrastruktur pendukung pertanian disajikan pada Gambar 20 dan 21. Sebagian besar area yang akan diusulkan sebagai LP2B dan LCP2B memiliki jaringan jalan. Lahan aktual dan lahan potensial yang akan dijadikan sebagai LP2B dan LCP2B tersebut menjadi sebuah kesatuan wilayah yang dihubungkan oleh adanya jaringan jalan. Gambar 20. Kondisi Jaringan Jalan di Kecamatan Talamau

16 64 Gambar 21. Kondisi Jaringan Irigasi di Kecamatan Luhak Nan Duo Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, dan penggunaannya. Jaringan irigasi terdiri dari 2 tingkat yaitu: (a) jaringan irigasi utama meliputi waduk atau bendungan, saluran primer, saluran sekunder dan saluran tersier sampai 50 meter dari pintu sadap tersier atau boks bagi tersier, (b) jaringan irigasi usahatani, yaitu jaringan setelah 50 meter dari pintu sadap tersier atau boks bagi tersier (Sapei, 2009). Jaringan irigasi merupakan salah satu infrastruktur penunjang utama kegiatan pertanian pangan. Jaringan irigasi berfungsi sebagai prasarana untuk meningkatkan produktivitas lahan baik untuk meningkatkan produktivitas per hektar maupun untuk meningkatkan intensitas panen. Data dan informasi jaringan irigasi sangat dibutuhkan untuk mengetahui tingkat ketersediaan sumberdaya air terhadap lahan aktual dan lahan potensial yang akan diusulkan sebagai LP2B dan LCP2B.

17 65 Analisis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Tahapan pertama dalam perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah penyusunan usulan perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Usulan perencanaan meliputi usulan perencanaan terhadap luas lahan baku sawah, luas kesatuan hamparan, lokasi, produksi, produktivitas dan lain-lain. Dasar yang digunakan dalam usulan perencanaan ini adalah pertumbuhan penduduk, kebutuhan konsumsi pangan (beras), produktivitas lahan, kebutuhan dan ketersediaan lahan pertanian pangan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil usulan perencanaan ini adalah proyeksi kebutuhan lahan sawah pada jangka waktu tertentu. Jangka waktu yang digunakan untuk perencanaan adalah tahunan, jangka menengah, dan jangka panjang. Untuk jangka menengah dan jangka panjang, rentang waktu yang digunakan didasarkan pada rentang waktu penyusunan dan revisi RTRW yaitu 5 tahun dan 20 tahun. Untuk skala nasional diketahui ketersediaan lahan baku sawah selama 20 tahun ke depan mengkhawatirkan. Berdasarkan skenario pesimis terlihat adanya kenaikan kebutuhan lahan sawah yang cukup tinggi. Slope tersebut masih berada di bawah slope ketersediaan lahan sawah. Kecenderungan slope kebutuhan lahan sawah yang terus menaik sehingga defisit lahan sangat mungkin terjadi dimasa yang akan datang seperti disajikan pada Gambar , , ,00 Luas Lahan (Ha) , , , , , ,00 - Indonesia Pesimis Indonesia Optimis Ketersediaan Lahan Gambar 22. Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Nasional (Christina, 2011)

18 66 Konversi lahan sawah ke peruntukan dan atau komoditas lain tidak bisa dihindari sehingga untuk menanggulangi kemungkinan adanya defisit lahan perlu dilakukan proteksi terhadap lahan-lahan produktif. Dalam pembangunan, beras merupakan komoditas strategis bahkan bisa disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia. Ketidakstabilan ketersediaan pangan khususnya beras telah memicu kerusuhan akibat kerisauan masyarakat akan kekurangan stok pangan nasional. Untuk itu perlu campur tangan pemerintah dalam menjaga ketersediaan beras sepanjang tahun, distribusi yang merata dan harga yang stabil. Salah satu upaya yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan proteksi terhadap lahan sawah produktif dari kemungkinan alih fungsi lahan. Perlindungan atau proteksi ini tidak akan bisa meniadakan terjadinya konversi, tetapi diharapkan dapat menghambat laju alih fungsi lahan (Christina, 2011). Untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan beras, produksi beras nasional harus meningkat secara memadai dalam rangka mempertahankan kecukupan pangan. Peningkatan produktivitas beras tersebut merupakan faktor utama bagi peningkatan produksi beras nasional. Pertumbuhan produksi bersumber dari dua faktor, yakni : (a) pertambahan areal panen dan (b) peningkatan produktivitas. Kabupaten Pasaman Barat sebelum tahun 1990 merupakan kawasan sentra produksi pangan terutama beras dan kedelai di Propinsi Sumatera Barat. Akan tetapi sejak tahun 1990 permasalahan utama yang dihadapi oleh kabupaten ini adalah alih fungsi lahan pertanian pangan ke perkebunan kelapa sawit. Ketersediaan lahan sawah diwilayah ini akan berpengaruh terhadap ketersediaan pangan propinsi (Bappeda Kabupaten Pasaman Barat, 2011). Analisis proyeksi kebutuhan lahan sawah di Kabupaten Pasaman Barat menunjukkan hasil yang berbeda pada dua skenario pesimis dan optimis sebagaimana disajikan pada Tabel 24.

19 67 Skenario Optimis Skenario optimis dibagi 2 yaitu sufficient optimis dan kontribusi optimis. Sufficient optimis merupakan kebutuhan pangan masyarakat Kab. Pasaman Barat itu sendiri dengan memakai skenario optimis, sedangkan kontribusi optimis merupakan kebutuhan pangan Propinsi Sumatera Barat yang diperoleh dari hasil produksi pangan Kabupaten Pasaman Barat, juga dengan memakai skenario optimis. Dari skenario optimis terlihat bahwa kebutuhan lahan sawah untuk mencukupi kebutuhan pangannya sendiri maupun berkontribusi secara propinsi sampai tahun 2031 belum melampaui ketersediaan lahan sawah yang ada bahkan cendrung terus menurun. Penurunan kebutuhan lahan sawah untuk skenario optimis terjadi karena perluasan areal tanam dan kenaikan produktivitas. Ini menandakan bahwa dengan perbaikan prasana pendukung pertanian seperti jaringan irigasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mampu mengatasi kebutuhan pangan. Namun perlu diperhatikan juga bahwa pada penelitian ini diasumsikan tidak terjadi degradasi lahan dan konversi lahan. Jika kedua faktor tersebut dimasukkan dalam analisis ini hasilnya akan berbeda (Christina, 2011). Hasil analisis proyeksi kebutuhan lahan sawah dengan skenario optimis ini, memperlihatkan bahwa perluasan areal luas tanam tidak selalu dengan menambah baku lahan sawah tetapi bisa dengan membangun dan atau memperbaiki/rehabilitasi jaringan irigasi sehingga sawah tersebut mampu ditanami 2 kali setahun. Kab. Pasaman Barat saat ini memiliki IP 1,09. Pada skenario ini, tahun 2031 proyeksi IP di kabupaten ini masih belum mampu mencapai IP 2. Permasalahan lain yang dihadapi oleh petani sekarang adalah manajemen pengelolaan irigasi yang tidak berjalan dengan baik (dapat dilihat pada Lampiran 22). Dengan melakukan pemeliharaan jaringan irigasi maka akan menghemat biaya dibanding harus membangun jaringan irigasi baru, sehingga masih bisa mempertahankan lahan sawah yang masih ada. Proyeksi kebutuhan lahan sawah Kab. Pasaman Barat tertera pada Tabel 24. Tabel 24. Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Pasaman Barat Tahun Sufficient Optimis (ha) Kontribusi Optimis (ha) Ketersediaan Lahan (ha) Sufficient Pesimis (ha) Kontribusi Pesimis (ha)

20 68 Tabel 24. (Lanjutan) Tahun Sufficient Optimis (ha) Kontribusi Optimis (ha) Ketersediaan Lahan (ha) Sufficient Pesimis (ha) Kontribusi Pesimis (ha) Faktor produksi yang mempengaruhi produktivitas adalah air, pupuk, bibit, pestisida, dan tenaga kerja/kelembagaan. Pada skenario optimis ini, diasumsikan produktivitas selalu naik 1,35% per tahun. Pada tahun terakhir (2031) produktivitas mencapai 6,626 ton/ha. Hal tersebut dapat tercapai apabila seluruh faktor produksi dapat bekerja secara optimal. Kenaikan produktivitas dapat terjadi seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi baik tentang benih, organisme pengganggu tanaman (OPT) maupun pengelolaannya misalnya penemuan benih padi yang mampu berproduksi tinggi, pengelolaan usahatani ramah lingkungan seperti System of Rice Intensification (SRI). Khusus benih, pada saat ini di Pulau Jawa sedang dikembangkan dan disosialisasikan benih padi baru yang mempunyai produktivitas 8-9 ton/ha. Benih yang sekarang banyak digunakan yaitu varietas Ciherang telah mencapai tahap pelandaian pada level produktivitas 5,37 ton/ha. Varietas ini akan dikembangkan di luar Jawa, untuk menggenjot produktivitas lahan yang masih dibawah 5 ton/ha. Skenario Pesimis Skenario pesimis dibagi 2 yaitu sufficient pesimis dan kontribusi optimis. Sufficient pesimis merupakan kebutuhan pangan masyarakat Kab. Pasaman Barat itu sendiri dengan memakai skenario pesimis, sedangkan kontribusi pesimis merupakan kebutuhan pangan propinsi Sumatera barat yang diperoleh dari hasil produksi pangan Kabupaten Pasaman Barat, juga dengan memakai skenario

21 69 pesimis. Hal berbeda terjadi pada skenario pesimis. Kebutuhan lahan sawah setiap tahunnya cenderung naik, baik untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri maupun berkontribusi terhadap propinsi sebagaimana Gambar Luas Lahan (ha) Sufficient Optimis Kontribusi Optimis Ketersediaan Lahan Sufficient Pesimis Kontribusi Pesimis Tahun Gambar 23. Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kabupaten Pasaman Barat Penyebab kecendrungan naik adalah konsumsi pangan sebesar 140 kg/kapita/tahun, produktivitas dan intensitas pertanaman tetap. Kondisi ini mungkin sekali terjadi karena berdasarkan data yang selama ini ada produktivitas dan luas tanam naik turun dari waktu ke waktu sehingga secara akumulatif bisa dianggap tetap atau tidak berubah. Angka konsumsi pangan yang besar tersebut berdasarkan pada konsumsi energi yang sesuai Pola Pangan Harapan (PPH) Nasional. Konsumsi beras 140 kg/kapita/tahun adalah setara kkal/kapita/hari atau 64% dari konsumsi yang ditetapkan oleh PPH Nasional. Sesuai dengan standar PPH Nasional, konsumsi karbohidrat dari padi-padian adalah 50% atau setara dengan kkal/kapita/hari. Dengan tingkat konsumsi tersebut, maka kebutuhan lahan sawah juga sangat tinggi sehingga apabila diterapkan maka dapat memberatkan Kabupaten Pasaman Barat. Dengan menggunakan asumsi terjadi konversi lahan sawah seperti yang terjadi selama tahun yaitu seluas ha atau 458 ha/tahun maka pada tahun-tahun mendatang kabupaten ini sudah tidak bisa berkontribusi pada level propinsi dan nasional dan akhirnya Kabupaten Pasaman Barat harus mengimpor

22 70 beras dari luar daerah atau bahkan dari luar negeri karena sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Apabila terus berlanjut akan mengakibatkan kelangkaan pangan. Hal ini sangat merugikan baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Untuk itulah, perlu dilakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya kelangkaan pangan sedini mungkin. Upaya yang dapat dilakukan diantaranya adalah melakukan zonasi untuk melindungi lahan sawah agar tidak terkonversi menjadi peruntukan atau komoditas lain, upaya diversifikasi pangan, dan menekan laju pertumbuhan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Pasaman Barat termasuk tinggi yaitu 2,2 % dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk nasional yaitu 1,49%. Kedua upaya tersebut pelaksanaannya memerlukan waktu yang lama. Upaya yang harus dilakukan secepatnya adalah mencegah terjadinya alih fungsi lahan sawah tersebut dengan melaksanakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Dari Gambar 23, terlihat bahwa ketersediaan lahan sawah di kabupaten Pasaman Barat untuk 20 tahun mendatang masih aman. Namun perlu diwaspadai adanya kecenderungan kenaikan kebutuhan lahan sawah setelah 20 tahun. Kemungkinan terjadinya defisit lahan sangat mungkin terjadi apabila dilihat dari slope sufficient pesimis yang mengalami kenaikan yang cukup tajam. Ada kecenderungan menurun pada kedua kondisi tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan produktivitas dan penambahan luas tanam (intensitas pertanaman). Produktivitas lahan di kabupaten ini yaitu 4,5 ton/ha dan IP wilayah 1,09. Kebijakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah setempat bagi lahan sawahnya adalah melindungi dan menjaga lahan sawahnya baik dari konversi ke komoditas atau peruntukan lain maupun dari degradasi lahan. Tingginya angka konsumsi beras yang disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk yang tinggi yaitu 2,2 % selama 8 tahun terakhir. Pada tahun 2012, kabupaten ini memerlukan lahan sawah mínimum seluas ha dan maksimum ha. Pilihan ini digunakan untuk mempermudah pengambilan keputusan. Luasan lahan yang dipilih akan menentukan kebijakan yang akan diambil selanjutnya oleh pemerintah daerah kabupaten dalam memenuhi kebutuhan pangan daerahnya.

23 71 Analisis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kecamatan Paralel dengan analisis proyeksi kebutuhan lahan sawah kabupaten, dimana proyeksi kebutuhan lahan sawah kecamatan juga memakai 2 skenario yaitu skenario optimis dan skenario pesimis. Setiap skenario juga dibagi 2 yaitu sufficient dan kontribusi. Hasil analisis proyeksi kebutuhan lahan sawah tingkat kecamatan di Kabupaten Pasaman Barat, disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kecamatan Kecamatan Tahun Suff Opt (ha) Kont Opt (ha) Ket Lahan(ha) Suf Pes (ha) Kont Pes. (ha) Keterangan S. Beremas Surplus Defisit R. Batahan Surplus Surplus K. Balingka Defisit Defisit S. Aur Defisit Defisit L. Melintang Surplus Surplus G.Tuleh Defisit Defisit Talamau Surplus Surplus Pasaman Surplus Surplus Luhak ND Defisit Defisit Sasak RP Defisit Defisit Kinali Surplus Surplus Hasil analisis, diketahui bahwa pada tahun 2012, kecamatan yang mengalami surplus lahan sawah adalah Kecamatan Sungai Beremas, Ranah Batahan, Lembah Melintang, Talamau, Pasaman dan Kinali. Kecamatan yang mengalami defisit lahan sawah adalah Kecamatan Koto Balingka, Sungai Aur, Gunung Tuleh, Luhak Nan Duo dan Sasak Ranah Pasisie.

24 72 Analisis secara spasial, disajikan pada Gambar 24. Gambar 24. Peta Surplus-Defisit Lahan Berdasarkan hasil pengolahan data spasial diperoleh informasi bahwa kecamatan-kecamatan yang mengalami defisit lahan bersebelahan secara kontinyu sehingga secara agregat menjadi suatu kesatuan yang kontigus atau saling mempengaruhi. Dalam proses pewilayahan, kesatuan atau kesinambungan hamparan adalah sangat dikehendaki. Wilayah-wilayah yang berkesinambungan secara spasial akan mempermudah pengelolaan. Kecamatan-kecamatan yang surplus lahan sawah terletak pada lokasi yang berbatasan dengan kabupaten tetangga Kabupaten Pasaman Barat. Kebijakan yang diambil Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat adalah dengan membedakan dan mengelompokkan daerah-daerah yang mengalami defisit lahan dan surplus lahan. Daerah yang mengalami defisit sebaiknya megambil kebijakan dengan menambah areal persawahan, sedangkan daerah yang surlpus lahan dengan cara meningkatkan produksi, indeks pertanaman, perbaikan jaringan irigasi, jalan dan lain sebagainya.

25 73 Analisis Pendapat Masyarakat terhadap Penentuan LP2B dan LCP2B Pengkajian tentang pendapat masyarakat terhadap LP2B dan LCP2B perlu dilakukan untuk penetapannya di Kabupaten Pasaman Barat. Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi perkapita akibat peningkatan pendapatan, namun di lain pihak upaya peningkatan produksi beras saat ini terganjal oleh berbagai kendala, seperti konversi lahan sawah subur yang masih terus berjalan, penyimpangan iklim, gejala kelelahan teknologi, penurunan kualitas sumberdaya lahan yang berdampak terhadap penurunan atau pelandaian produktivitas. Berbagai upaya untuk mengendalikan alih fungsi lahan sawah telah banyak dilakukan. Beragam studi yang ditujukan untuk memahami proses terjadinya alih fungsi, faktor penyebab, tipologi alih fungsi, maupun estimasi dampak negatifnya telah banyak pula dilakukan (Bappenas, 2006). Untuk dapat melaksanakan intervensi yang terkait dengan ketahanan pangan dan gizi, Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat masih terus meningkatkan sarana untuk penentuan target intervensi sasaran secara geografis. Pembahasan dan penanganan masalah alih fungsi lahan pertanian yang dapat mengurangi jumlah lahan pertanian, terutama lahan sawah, telah berlangsung sejak dasawarsa 90-an. Akan tetapi sampai saat ini pengendalian alih fungsi lahan pertanian belum berhasil diwujudkan. Selama ini berbagai kebijaksanaan yang berkaitan dengan masalah pengendalian konversi lahan sawah sudah banyak dibuat. Namun demikian, implementasinya tidak efektif karena tidak didukung oleh data dan sikap proaktif yang memadai. Tiga kendala mendasar yang menjadi alasan peraturan pengendalian konversi lahan sulit dilaksanakan yaitu: (i) Kebijakan yang kontradiktif; (ii) Cakupan kebijakan yang terbatas; (iii) Kendala konsistensi perencanaan. Dalam penelitian ini untuk mempelajari pendekatan dalam penentuan bobot dan skor oleh 7 (tujuh) orang expert dari birokrasi, Akademisi dan LSM menggunakan nilai eigenvektor utama yang merupakan kepentingan relatif tertentu, maka matriks perbandingan berpasangan serta nilai eigenvektor utama dari setiap faktor dan kriteria penentuan persepsi masyarakat terhadap keberadaan LP2B dan LCP2B di Kabupaten Pasaman Barat yaitu (1) fisik, (2) infrastruktur, dan (3) sosial ekonomi.

26 74 Faktor fisik merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan LP2B dan LCP2B, disebabkan oleh keterkaitan antara karakteristik wilayah yang satu dengan yang lainnya. Perencanaan LP2B dan LCP2B harus berada di kawasan budidaya menurut peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pasaman Barat. Skala penilaian setiap kriteria dan nilai eigenvektor utamanya (E) disajikan pada Tabel 26 dan Tabel 27. Tabel 26. Matriks perbandingan berpasangan setiap kriteria pada faktor fisik Kriteria Ketersediaan Lahan Aktual dan Potensial Kesesuaian fungsi dalam RTRW Ketersediaan Lahan 1 1,3655 Aktual dan Potensial Kesesuaian fungsi dalam 0, RTRW Jumlah 1,7323 1,3655 Tabel 26 menunjukkan skala penilaian setiap kriteria pada faktor fisik dengan menggunakan matriks perbandingan berpasangan, penilaian kriteria ketersediaan lahan aktual dan potensial terhadap kesesuaian fungsi dalam RTRW mendapat skala tertinggi dengan nilai 1,3655 (kedua elemen relatif sama penting). Hal itu berarti bahwa nilai berkebalikannya 0,7323 merupakan penilaian kesesuaian fungsi dalam RTRW terhadap ketersediaan lahan aktual dan potensial padi sawah. Tabel 27. Nilai eigenvektor utama setiap kriteria pada faktor fisik Kriteria Ketersediaan Lahan Kesesuaian fungsi Aktual dan Potensial dalam RTRW E Ketersediaan Lahan Aktual dan Potensial 0,577 0,577 0,577 Kesesuaian fungsi 0,423 0,423 0,423 dalam RTRW Jumlah 1,000 1,000 1,000 Tabel 27 menunjukkan nilai eigenvektor utama dari setiap kriteria pada faktor fisik, bahwa ketersediaan lahan aktual dan potensial merupakan prioritas utama persepsi masyarakat dalam perencanaan LP2B dan LCP2B di Kabupaten Pasaman Barat dengan nilai eigenvektor utama tertinggi 0,577 kemudian kesesuaian fungsi dalam RTRW dengan nilai eigenvektor utama 0,423. Dari jumlah yang dihasilkan yaitu bernilai 1 pada kolom 4, dapat disimpulkan bahwa nilai tersebut merupakan nilai persentasenya terhadap 1.

27 75 Faktor selanjutnya dalam analisis pendapat masyarakat untuk perencanaan LP2B dan LCP2B di Kab. Pasaman Barat adalah faktor infrastruktur dengan kriteria jaringan jalan, jaringan irigasi dan jarak dari ibu kota kabupaten yaitu Simpang Empat. Skala penilaian setiap kriteria dan nilai eigenvektor utamanya (E) disajikan pada Tabel 28 dan Tabel 29. Tabel 28. Matriks perbandingan berpasangan setiap kriteria pada faktor infrastruktur Kriteria Ketersediaan Ketersediaan Jarak dari Ibu Jaringan Jalan Jaringan Irigasi Kota Kabupaten Ketersediaan 1 0,856 1,385 Jaringan Jalan Ketersediaan 1, ,827 Jaringan Irigasi Jarak dari Ibu Kota 0,609 0,547 1 Kabupaten (IKK) Jumlah 2,778 2,403 4,212 Tabel 28 menunjukkan penilaian kriteria ketersediaan jaringan irigasi terhadap jarak dari IKK mendapat skala tertinggi dengan nilai 1,827 (sangat sedikit lebih penting). Hal itu berarti bahwa nilai berkebalikannya 0,547 merupakan penilaian jarak dari IKK terhadap ketersediaan jaringan irigasi. Nilai 1,385 menunjukkan skala penilaian kriteria ketersediaan jaringan jalan terhadap jarak dari IKK. Untuk ketersediaan jaringan jalan terhadap jaringan irigasi mendapat nilai 0,856 (relatif sama penting), dimana nilai berkebalikannya yaitu 1,169 adalah penilaian ketersediaan jaringan irigasi terhadap jaringan jalan. Tabel 29. Nilai eigenvektor utama setiap kriteria pada faktor infrastruktur Kriteria Ketersediaan Ketersediaan Jarak Jaringan Jalan Jaringan Irigasi dari IKK E Ketersediaan 0,359 0,359 0,359 0,359 Jaringan Jalan Ketersediaan 0,421 0,421 0,421 0,421 Jaringan Irigasi Jarak dari IKK 0,220 0,220 0,220 0,220 Jumlah 1,000 1,000 1,000 Dari Tabel 29 dapat dilihat bahwa kriteria ketersediaan jaringan irigasi menjadi prioritas utama dalam perencanaan LP2B dan LCP2B di Kabupaten Pasaman Barat dengan nilai eigenvektor utama tertinggi 0,421, sedangkan kriteria jarak dari IKK mendapat nilai eigenvektor utama terendah 0,220.

28 76 Faktor yang ketiga dalam perencanaan LP2B dan LCP2B di Kabupaten Pasaman Barat adalah faktor sosial ekonomi. Faktor sosial ekonomi ditetapkan berdasarkan 3 (tiga) kriteria yaitu jumlah produksi, indeks pertanaman, subsidi dan pemasaran. Matriks perbandingan berpasangan serta nilai eigenvektor utamanya disajikan pada Tabel 30 dan 31. Tabel 30. Matriks perbandingan berpasangan setiap kriteria pada faktor sosial ekonomi Kriteria Produktifitas Indeks Pertanaman Subsidi dan Pasar Produktifitas 1 1,350 1,699 Indeks Pertanaman 0, ,259 Subsidi dan Pasar 0,589 0,795 1 Jumlah 2,330 3,145 3,958 Tabel 30 menunjukkan penilaian kriteria produktifitas terhadap subsidi dan pemasaran mendapat skala tertinggi dengan nilai 1,699 (sangat sedikit lebih penting). Hal ini berarti bahwa nilai berkebalikannya 0,589 merupakan subsidi dan pemasaran terhadap produktifitas, sedangkan nilai 1,259 merupakan skala penilaian kriteria indeks pertanaman terhadap subsidi dan pemasaran. Untuk kriteria subsidi dan pemasaran terhadap indeks pertanaman mendapat nilai 1,350 (relatif sama penting), dimana nilai berkebalikannya yaitu adalah penilaian indeks pertanaman terhadap subsidi dan pemasaran. Tabel 31. Nilai eigenvektor utama setiap kriteria pada faktor sosial ekonomi Kriteria Subsidi dan Pemasaran Jumlah Produksi Ketersediaan Tenaga Kerja Produktifitas 0,429 0,429 0,429 0,429 Indeks Pertanaman 0,318 0,318 0,318 0,318 Subsidi dan Pasar 0,253 0,253 0,253 0,253 Jumlah 1,000 1,000 1,000 Dari Tabel 31, dapat dilihat bahwa kriteria produktifitas menjadi prioritas utama dalam perencanaan LP2B dan LCP2B Kabupaten Pasaman Barat dengan nilai eigenvektor utama tertinggi 0,429, sedangkan kriteria subsidi dan pemasaran mendapatkan nilai eigenvektor utama terendah 0,253. Setelah pada setiap kriteria ditetapkan nilai eigenvektor utamanya tahapan selanjutnya adalah perbandingan berpasangan dari setiap faktor yang telah ditentukan. Sumber penilaian dari perbandingan berpasangan terdiri dari expert. Skala penilaian melalui matriks perbandingan berpasangan pada Tabel 32. E

29 77 Tabel 32. Matriks perbandingan berpasangan setiap faktor Faktor Fisik Sosek Infrastruktur Fisik 1 1,228 1,241 Sosek 0, ,011 Infrastruktur 0,806 0,989 1 Jumlah 2,621 3,252 3,217 Pada Tabel 32, gabungan penilaian expert menetapkan skala penilaian faktor fisik terhadap infrastruktur dengan nilai 1,241 (relatif sama penting) sebagai yang tertinggi, sedangkan kebalikannya faktor infrastruktur terhadap faktor fisik 0,806. Faktor fisik terhadap faktor sosial ekonomi dengan nilai 1,228 dan yang terendah adalah penilaian faktor infrastruktur terhadap faktor sosial ekonomi yaitu 0,989. Selanjutnya ditentukan nilai eigenvektor utama dari setiap faktor, yaitu faktor fisik, infrastruktur dan sosial ekonomi berdasarkan gabungan penilaian 7 (tujuh) expert yang disajikan pada Tabel 33. Tabel 33. Nilai eigenvektor utama setiap faktor Faktor Fisik Sosek Infrastruktur E Fisik 0,382 0,382 0,382 0,382 Sosek 0,311 0,311 0,311 0,311 Infrastruktur 0,307 0,307 0,307 0,307 Jumlah 1,000 1,000 1,000 1,000 Pada Tabel 33, terlihat bahwa faktor fisik menjadi prioritas utama perencanaan LP2B dan LCP2B di Kabupaten Pasaman Barat dengan nilai eigenvektor utama 0,382 dan yang paling rendah adalah faktor infrastruktur dengan nilai eigenvektor utama 0,307. Prioritas tersebut berturut-turut adalah faktor fisik, sosial ekonomi dan infrastruktur. Bobot serta skor untuk setiap faktor maupun kriteria secara keseluruhan disajikan pada Tabel 34 dan Gambar 25.

30 78 Tabel 34. Bobot dan skor untuk setiap faktor dan kriteria hasil perbandingan berpasangan Faktor Nilai Bobot Kriteria Skor Nilai Akhir (Bbt*Skor) Fisik 0,382 Ketersediaan Lahan aktual dan Potensial Kesesuaian Fungsi dengan RTRW 0,577 0, Sosek 0,311 Produktifitas Indeks Pertanaman (IP) Subsidi dan Pemasaran 0,429 0,318 0, Infrastruktur 0,307 Ketersediaan Jaringan Irigasi Ketersediaan Jaringan Jalan Jarak dari IKK Jumlah 1,000 0,421 0,359 0, Tabel 35. Nilai Akhir AHP sebagai salah satu Kelompok pada kategori lahan LP2B dan LCP2B LA (ha) LP (ha) AHP Fisik AHP Sosial Ekonomi AHP Infrastruktur Kecamatan K LALP FR P I P Irigasi JJ S. Beremas ,220 0,162 0,133 0,099 0,110 0,724 Defisit III R. Batahan ,220 0,162 0,133 0,099 0,110 0,724 Surplus III K. Balingka ,220 0,162 0,133 0,099 0,129 0,110 0,853 Defisit II S. Aur 550 0,220 0,162 0,382 Defisit IV L. Melintang ,220 0,162 0,133 0,099 0,129 0,110 0,853 Surplus I G.Tuleh ,220 0,162 0,133 0,099 0,129 0,110 0,853 Defisit II Talamau ,220 0,162 0,133 0,099 0,110 0,724 Surplus III Pasaman ,220 0,162 0,133 0,099 0,129 0,110 0,853 Surplus I Luhak ND ,220 0,162 0,133 0,099 0,129 0,110 0,853 Defisit II Sasak RP 554 0,220 0,162 0,382 Defisit IV Kinali ,220 0,162 0,133 0,099 0,129 0,110 0,853 Surplus I Keterangan Tabel: Jml Nilai AHP LA = Lahan Aktual FR = Fungsi RTRW JJ = Jaringan Jalan LP = Lahan Potensial P = Produktifitas P * = Proyeksi, dimana sawah tadah hujan tidak memerlukan hasilnya LALP=Lahan Aktual dan Potensial IP = Indeks Pertanaman K = Kategori Lahan Dari Tabel 34 dan 35, terlihat bahwa pada faktor fisik yang paling mempengaruhi penetapan LP2B dan LCP2B adalah hamparan ketersediaan lahan aktual dan potensial. Faktor sosial ekonomi yang paling mempengaruhi adalah produktifitas lahan dan faktor infrastruktur adalah jaringan irigasi dan jalan sawah. P *

31 79 PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG LP2B DAN LCP2B FISIK (0,382) INFRASTRUKTUR (0,307) SOSIAL EKONOMI (0,311) LAHAN AKTUAL DAN POTEN SIAL (0,577) KESE SUAIAN FUNGSI DG RTRW (0,423) JARI NGAN JALAN (0,359) JARI NGAN IRIGASI (0,421) JARAK DARI KOTA KABU PATEN (0,220) PRO DUKTI FITAS (0,429) INDEKS PERTA NAMAN (0,318) SUBSIDI DAN PEMAS ARAN (0,253) Gambar 25. Hasil AHP Pendapat Masyarakat tentang Perencanaan LP2B dan LCP2B Menurut pendapat expert yang terdiri dari Bappeda, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura Peternakan, Dinas PU, Dinas Koperindag UKM, Dinas Perkebunan, Akademisi (Lembaga Penelitian Universitas Andalas Padang), dan LSM menilai bahwa faktor fisik lebih diutamakan dalam perencanaan LP2B dan LCP2B di Kabupaten Pasaman Barat dibandingkan dengan faktor sosial ekonomi dan infrastruktur. Asumsi yang digunakan adalah faktor fisik tidak bisa dirubah dan jika dilakukan perbaikan akan sangat sulit dan membutuhkan waktu, biaya dan energi karena terkait dengan kesesuaian lahan serta kesesuaian fungsi dalam RTRW Kabupaten Pasaman Barat yang terus dalam revisi. Penelitian ini selain menanyakan pendapat para pakar, juga ingin mendapatkan masukan-masukan dari para petani padi sawah dalam hal perencanaan penetapan LP2B dan LCP2B ini. Pada Umumnya masyarakat petani menyerahkan saja kepada pemerintah daerah Kabupaten Pasaman Barat. Ini mengartikan bahwa pemerintah daerah Kabupaten Pasaman Barat harus serius dalam melindungi lahan sawah mereka dan agar memberikan ruang bagi penetapan LP2B dan LCP2B tersebut dalam RTRW, RRTRWK dan Perda Kabupaten Pasaman Barat.

32 80 Pengelompokan Lahan Pertanian Pangan untuk Kelompok Kategori Lahan pada LP2B dan LCP2B Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009, LP2B adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional. LCP2B adalah lahan potensial yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada masa yang akan datang. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa Kabupaten Pasaman Barat memiliki potensi lahan aktual dan lahan potensial baik dari ketersediaan maupun kesesuaiannya. Ketersediaan lahan aktual seluas ha dengan penutupan lahan berupa sawah irigasi dan sawah tadah hujan, sedangkan ketersediaan lahan potensial seluas ha terdiri dari penutupan lahan berupa rawa, semak/belukar dan semak belukar rawa. Matriks ketersediaan lahan aktual dan lahan potensial berdasarkan penutupan/penggunaan lahan pada masing-masing kecamatan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36 menunjukkan bahwa pengusulan rencana LP2B dan LCP2B di Kabupaten Pasaman Barat masih memiliki peluang yang sangat besar. Dari segi letak dan sebaran, lahan aktual dan lahan potensial sebagian besar berada dalam kesatuan hamparan yang luas kompak, serta bersifat bersebelahan secara kontinyu dan sebagai suatu kesatuan. Kontiguitas spasial dari lahan-lahan tersebut terbentang di sepanjang wilayah kabupaten baik di wilayah pesisir maupun di daerah dataran tinggi ataupun wilayah utara dan selatan. Lahan-lahan yang berada dalam kesatuan hamparan yang luas tersebut, nantinya merupakan lahan-lahan yang akan disaring secara visual berdasarkan kelompok-kelompok yang telah ditetapkan untuk menjadi LP2B dan LCP2B. Selain bentang lahan yang berkesinambungan secara spasial, terdapat pula lahan-lahan yang tersebar dalam kelompok-kelompok yang kecil dan terfragmentasi.

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikaruniai Tuhan dengan keanekaragaman hayati, ekosistem, budaya yang sangat tinggi, satu lokasi berbeda dari lokasi-lokasi lainnya. Kemampuan dan keberadaan biodiversitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang sangat strategis terutama dalam penyediaan pangan, penyediaan bahan baku industri, peningkatan ekspor dan devisa negara,

Lebih terperinci

PEMETAAN LAHAN SAWAH DAN POTENSINYA UNTUK PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN PASAMAN BARAT, SUMATERA BARAT

PEMETAAN LAHAN SAWAH DAN POTENSINYA UNTUK PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN PASAMAN BARAT, SUMATERA BARAT PEMETAAN LAHAN SAWAH DAN POTENSINYA UNTUK PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN PASAMAN BARAT, SUMATERA BARAT Mapping Paddy Field and its Potential for Protection of Food Agricultural

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan sagu yang ada di sekitar Danau Sentani dengan lokasi penelitian mencakup 5 distrik dan 16 kampung di Kabupaten Jayapura.

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian

Gambar 2. Lokasi Penelitian 20 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan padi sawah berlokasi di Kabupaten Pasaman Barat (Gambar 2). Kabupaten ini mempunyai wilayah seluas 3.887,77 km 2 dengan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng wiwifadly@gmail.com ABSTRAK Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah enganalisis dan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI

Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI Ketahanan pangan (food security) adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup baik

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pembangunan dan pengembangan wilayah di setiap daerah merupakan kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat di wilayah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, menghadapi tantangan yang berat dan sangat kompleks. Program dan kebijakan yang terkait dengan ketahanan pangan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG 1 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KRITERIA, PERSYARATAN, DAN TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder)

METODE. - Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura - Dinas Peternakan dan Perikanan - Dinas Perkebunan b. Data NBM tahun (sekunder) 31 METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah restrospektif. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan (Lampiran 1). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Oleh: Anny Mulyani, Fahmuddin Agus, dan Subagyo Penggunaan Lahan Pertanian Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan pertanian pangan merupakan bagian dari lahan fungsi budidaya. Keberadaanya sangat penting dalam menyokong kedaulatan pangan baik untuk memenuhi kebutuhan wilayahnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya PENDAHULUAN Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya terkandung bahan-bahan yang mudah diubah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi pada saat ini. Masalah pertama yaitu kemampuan lahan pertanian kita

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan Lahan Aktual Berdasarkan hasil interpretasi citra satelit Landsat ETM 7+ tahun 2009, di Kabupaten Garut terdapat sembilan jenis pemanfaatan lahan aktual. Pemanfaatan lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beras sebagai salah satu bahan pangan pokok memiliki nilai strategis dan mempunyai pengaruh yang besar dalam bidang ekonomi, lingkungan dan sosial politik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten penghasil beras keempat terbesar

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten penghasil beras keempat terbesar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Ngawi merupakan kabupaten penghasil beras keempat terbesar untuk Provinsi Jawa Timur setelah Bojonegoro, Lamongan, dan Banyuwangi. Kontribusi beras

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini difokuskan pada lahan padi sawah dengan lokasi penelitian mencakup Provinsi Jawa Barat. Provinsi ini terletak pada koordinat 104 48 00 BT

Lebih terperinci

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran 151 Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran V.1 Analisis V.1.1 Analisis Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Dalam analisis alih fungsi lahan sawah terhadap ketahanan pangan dibatasi pada tanaman pangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit penginderaan jauh merupakan salah satu metode pendekatan penggambaran model permukaan bumi secara terintegrasi yang dapat digunakan sebagai data dasar

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA Oleh : Bambang Irawan Adreng Purwoto Frans B.M. Dabukke Djoko Trijono PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Kabupaten karawang sebagai lumbung padi mempunyai peran penting dalam menjaga swasembada beras nasional tentunya demi menjaga swasembada beras nasional

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian PENDAHULUAN POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN Dr. Adang Agustian 1) Salah satu peran strategis sektor pertanian dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Sub Direktorat Basis Data Lahan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian 2014

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK Yang terhormat: Hari/Tanggal : Senin /11 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Bupati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam beragam bentuk, maksud, dan tujuan. Mulai dari keluarga, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. dalam beragam bentuk, maksud, dan tujuan. Mulai dari keluarga, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan hal yang penting bagi siapapun manusia dan dimanapun ia berada. Kebutuhan manusia akan pangan harus dapat terpenuhi agar keberlansungan hidup manusia

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi. 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi. 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Dampak Konversi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi 1. Konversi lahan sawah Kecamatan Mertoyudan Perkembangan luas lahan sawah dan produksi padi mengalami penurunan yang disebabkan

Lebih terperinci

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. umum disebabkan dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor

I. PENDAHULUAN. umum disebabkan dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan utama dalam pemenuhan kebutuhan bangan pangan adalah berkurangnya luas lahan karena adanya alih fungsi lahan sawah ke non sawah. Konversi lahan pertanian

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2014 Pusat Litbang Sumber Daya Air i KATA PENGANTAR Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penetapan Komoditas Unggulan 5.1.1 Penentuan Komoditas Basis Analisis Location Quotient (LQ) menggambarkan pangsa aktivitas produksi tanaman pangan suatu kecamatan terhadap pangsa

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Simpang Empat, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statisitik Kab. Pasaman Barat. Chardiman, S.ST, MM

Sekapur Sirih. Simpang Empat, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statisitik Kab. Pasaman Barat. Chardiman, S.ST, MM 1 Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan sandang dan papan. Pangan sebagai kebutuhan pokok bagi kehidupan umat manusia merupakan penyedia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial Kabupaten Tulang Bawang merupakan wilayah yang dilalui oleh jalan lintas sumatera. Kecamatan Menggala merupakan pertemuan antara jalan lintas timur sumatera

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN. ISSN : ; e-issn Analisis Daya Dukung Lahan Untuk Sawah Tadah Hujan di Kabupaten Pasaman Barat

JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN. ISSN : ; e-issn Analisis Daya Dukung Lahan Untuk Sawah Tadah Hujan di Kabupaten Pasaman Barat JURNAL RONA TEKNIK PERTANIAN ISSN : 2085-2614; e-issn 2528 2654 JOURNAL HOMEPAGE : http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/rtp Analisis Daya Dukung Lahan Untuk Sawah Tadah Hujan di Kabupaten Pasaman Barat Feri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di kawasan agropolitan Cendawasari, Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Kegiatan analisis data dilakukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN

PEMERINTAH KABUPATEN POTENSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN TULUNGAGUNG Lahan Pertanian (Sawah) Luas (km 2 ) Lahan Pertanian (Bukan Sawah) Luas (km 2 ) 1. Irigasi Teknis 15.250 1. Tegal / Kebun 30.735 2. Irigasi Setengah Teknis

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB III METODOLOGI

repository.unisba.ac.id BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI Metode dilakukan diantaranya untuk pengetahuan pelaksanaan penelitian, dan menyusun penelitian sesuai dengan metode ilmiah yang ada,dalam klasifikasinya metode terbagi menjadi tiga diantaranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional.

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENILAIAN BAGI KEPALA DAERAH DAN PETANI BERPRESTASI TINGGI PENGELOLA LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PETUNJUK PELAKSANAAN PENILAIAN BAGI KEPALA DAERAH DAN PETANI BERPRESTASI TINGGI PENGELOLA LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PETUNJUK PELAKSANAAN PENILAIAN BAGI KEPALA DAERAH DAN PETANI BERPRESTASI TINGGI PENGELOLA LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DEWAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH 2016 KATA PENGANTAR Dalam rangka

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting, karena padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Produksi padi di dunia menempati

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk

B A B I PE N D A H U L U A N. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk 1 B A B I PE N D A H U L U A N A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat pada tahun 2005,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia dewasa ini memerlukan kerja keras dengan melibatkan puluhan juta orang yang berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang saat ini telah menjadi penyebab berubahnya pola konsumsi penduduk, dari konsumsi pangan penghasil energi ke produk penghasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu produk pertanian hortikultura yang banyak diusahakan oleh petani. Hal ini dikarenakan cabai merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan

Lebih terperinci