BAB 2 HAK KONSUMEN JALAN TOL DI INDONESIA TERKAIT DENGAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 HAK KONSUMEN JALAN TOL DI INDONESIA TERKAIT DENGAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)"

Transkripsi

1 19 BAB 2 HAK KONSUMEN JALAN TOL DI INDONESIA TERKAIT DENGAN PEMENUHAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) 2.1 Tinjauan Umum Mengenai Jalan Tol Pembangunan jalan merupakan kebutuhan yang sangat vital sebagai pendukung utama dinamika dan aktivitas ekonomi baik di pusat maupun daerah dan pengembangan wilayah serta sebagai prasarana penunjang yang utama bagi perekonomian nasional. 29 Untuk infrastruktur jalan, dari panjang jalan nasional yang sampai saat ini telah mencapai km, hingga tahun 2009 tercatat kondisi jalan nasional yang kondisinya baik mencapai 52,25%, kondisi sedang 34,81%, rusak ringan 11% dan rusak berat 0%. 30 Namun hingga saat ini rencana pemerintah dalam pengembangan infrastruktur jalan terhambat dalam hal dana yang terhitung cukup besar, sementara pada sisi lain anggaran yang ada untuk pembangunan jalan baru maupun pemeliharaan jalan sangat terbatas. Oleh sebab itu dalam rangka mengatasi keterbatasan anggaran yang dimiliki, pemerintah memutuskan untuk melibatkan sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur dalam bentuk pengusahaan jalan tol. Di Indonesia sendiri, jalan tol sering dianggap sinonim untuk jalan bebas hambatan, meskipun hal ini sebenarnya salah. Di dunia secara keseluruhan, tidak semua jalan bebas hambatan memerlukan bayaran. Jalan bebas hambatan seperti ini dinamakan freeway atau expressway (free berarti "gratis", dibedakan dari jalan-jalan bebas hambatan yang memerlukan bayaran yang dinamakan tollway atau tollroad (kata toll berarti "biaya")). 31 Dalam Pasal 1 butir 2 PP No.15/1005 tentang Jalan Tol secara umum yang dimaksud dengan jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunaannya diwajibkan membayar tarif tol. Berdasarkan pengertian 29 Departemen Pekerjaan Umum, Evaluasi Kinerja Departemen Pekerjaan Umum , Hlm Departemen Pekerjaan Umum, Data yang dsampaikan pada waktu Rapat Kerja Menteri Pekerjaan Umum dengan Komisi V DPR-RI, Tanggal 14 Oktober 2009, Hlm Wikipedia, Diunduh tanggal 23 Agustus 2010.

2 20 tersebut jelas terlihat perbedaan dengan jalan umum terutama dalam hal kewajiban pembayaran tarif. Meskipun jika menilik lebih jauh dari UU No.38/2004 tentang Jalan, pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan dalam penyelenggaraan jalan menjadi wewenang pemerintah. 32 Konsep jalan tol adalah pembangunan jalan yang dibiayai oleh pemakai jalan yang dijembatani oleh investor, maksudnya pembangunan dilakukan oleh investor untuk kemudian investor akan menarik dana sebagai pengganti dana pembangunan kepada pemakai jalan yang disebut sebagai tarif tol dengan jangka waktu tertentu (selama masa konsesi). Sementara pengusahaan Jalan Tol dilakukan dengan bentuk Build Operate and Transfer (BOT) maksudnya Badan Usaha berkewajiban untuk membangun Jalan Tol dan/atau fasilitas, termasuk pembiayaan, yang dilanjutkan dengan pengoperasian dan pemeliharaan dalam jangka waktu tertentu serta berhak menarik biaya pemakaian layanan dari pengguna untuk mengembalikan modal investasi, biaya pengoperasian dan pemeliharaan serta keuntungan yang wajar, dan setelah berakhirnya Perjanjian Pengusahaan harus diserahkan kembali kepada Pemerintah tanpa penggantian biaya apapun. 33 Industri jalan tol di Indonesia boleh dikatakan lahir secara tidak sengaja ketika pemerintah memutuskan untuk menjadikan jalan bebas hambatan Jagorawi, yang kala itu sedang dibangun, menjadi jalan tol. Sebagai titik awal sejarah investasi jalan tol di Indonesia dimulai pada tahun 1978 dengan dioperasikannya jalan tol Jagorawi dengan panjang 59 km (termasuk jalan akses), yang menghubungkan Jakarta, Bogor dan Ciawi. 34 Ketika masih dalam tahap pembangunan, jalan tol Jagorawi ini belum berstatus sebagai jalan tol. Kemudian setelah jalan tersebut selesai dibangun, tahun 1978, Pemerintah berpikir agar biaya pengoperasian dan pemeliharaan ruas jalan tersebut dapat dilakukan mandiri tanpa membebani anggaran Pemerintah. Untuk itu Menteri 32 Pasal 4 huruf b UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. 33 Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian Pekerjaan Umum, Peluang Investasi Jalan Tol di Indonesia 2010, Hlm Ibid, Hlm.14.

3 21 Pekerjaan Umum ketika itu, Ir. Sutami mengusulkan kepada Presiden agar ruas jalan Jakarta-Bogor tersebut dijadikan jalan tol. 35 Pada waktu itu Jasa Marga tidak memperoleh masa konsesi karena berdasarkan UU Jalan yang lama (Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1980) Jasa Marga adalah satu-satunya penyelenggara jalan tol bagi pemerintah. Selanjutnya Jasa Marga ditugasi oleh pemerintah untuk membangun jalan tol dengan tanah yang dibiayai oleh pemerintah. Pada akhir dekade 1980an jalan tol swasta pertama (diluar Jasa Marga), yaitu Cawang-Tj. Priok (Harbour Road) mulai dibangun. Jasa Marga sebagai pemegang otoritas tunggal jalan tol harus memberikan kuasa pada perusahaan jalan tol swasta sehingga Jasa Marga memainkan peran ganda sebagai operator jalan tol sekaligus sebagai lembaga otorisasi atas nama pemerintah, dua peran yang jelas-jelas menimbulkan conflict of interest. Didasari oleh kondisi tersebut maka pemerintah mencoba mengubah struktur investasi jalan tol yang sebelumnya Jasa Marga menjadi penguasa utama pembangunan jalan tol dan membuka peluang seluas-luasnya bagi pihak swasta lainnya untuk turut serta dalam pembangunan jalan tol. Salah satu upaya restrukturisasi investasi jalan tol yaitu dengan melakukan perbaikan dan perombakan pada sisi regulasi yaitu dengan ditetapkannya UU Jalan yang baru, UU No. 38 tahun 2004 yang berlaku sejak Oktober 2004 dan Peraturan Pemerintah sebagai turunannya, yaitu PP No. 15 Tahun 2005 mengenai jalan tol. Kedua aturan hukum inilah yang menjadi landasan yuridis dalam pengoperasian jalan tol. Suatu perubahan yang prinsipil dalam aturan hukum ini adalah bahwa Jasa Marga tidak lagi berperan sebagai lembaga otorisasi bagi investor jalan tol swasta, untuk ini telah dibentuk Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang bertanggung jawab kepada Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil). Semua pengusaha jalan tol baik swasta maupun BUMN (Jasa Marga) harus mendapatkan suatu Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) dari BPJT Badan Penelitian dan Pengembangan SDM, Depkominfo, Tol Jagorawi Merupakan Modal Awal PT Jasa Marga, 4 September Diunduh pada 10 Februari Frans Sunito, Percepatan Pembangunan Jalan Tol, Kendala dan Langkah-langkah Perbaikannya, (Jakarta:Economic Review Journal, Desember 2005), Hlm.57.

4 22 Pembangunan jalan tol pun tidak lepas dari imbas krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, yang menyebabkan pada akhirnya beberapa proyek pembangunan tol mandeg dan mau tidak mau harus diambil alih oleh pemerintah melalui PT. Jasa Marga. 37 Pada periode hanya terbangun 13,30 km jalan tol. Mulai dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 terbangun 4 ruas jalan dengan panjang total 41,80 km. 38 Untuk saat ini, manajemen pengelolaan jalan tol di Indonesia diprioritaskan untuk daerah dimana pengguna jalan mempunyai kemampuan dalam menyediakan biaya transportasi yaitu pada daerah sudah berkembang dan sebagian daerah yang sedang berkembang. Lebih lanjut UU Jalan mengatakan bahwa pengusahaan jalan tol dilakukan oleh Pemerintah, Badan Usaha atau Pemerintah dan Badan Usaha. 39 Pengusahaan jalan tol oleh Pemerintah terutama diperuntukkan untuk ruas jalan tol yang layak secara ekonomi tetapi belum layak secara finansial. Pengusahaan jalan tol oleh Badan Usaha diperuntukkan untuk ruas jalan tol yang layak secara ekonomi dan finansial. Sedangkan pengusahaan jalan tol oleh Pemerintah dan Badan Usaha diperuntukkan untuk ruas jalan tol yang layak secara ekonomi tetapi keseluruhan proyek tidak layak secara finansial. Untuk menjamin transparansi dalam penunjukan badan usaha, keterlibatan Badan Usaha dalam pengusahaan jalan tol dilaksanakan melalui pelelangan yang kemudian hubungan hukum antara Pemerintah dengan pihak investor swasta diakomodir dalam bentuk perjanjian (kontrak) yang dikenal dengan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT). PPJT merupakan suatu perjanjian antara Pemerintah dengan Investor jalan tol yang dapat secara hukum dikontruksikan sebagai perjanjian (kontrak) bisnis yang berdimensi publik. 40 Dalam PPJT ini salah satu pihaknya adalah pemerintah, berbeda halnya dengan kontrak bisnis 37 Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian Pekerjaan Umum, supranotes 30, Hlm Ibid, Hlm Pasal 43 ayat 2 UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan 40 Kontrak Bisnis dapat digambarkan secara sederhana sebagai suatu perjanjian antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial tertentu (Hikmahanto Juwana, Kontrak Bisnis yang Berdimensi Publik, Jurnal Magíster Hukum, Vol2 No.1, Februari 2000)

5 23 pada umumnya yang para pihaknya merupakan subyek hukum perdata yang diasumsikan memiliki kedudukan yang sejajar. Oleh sebab itu ditambahkan istilah berdimensi publik yang menunjukan adanya keikutsertaan pemerintah sebagai salah satu pihak didalamnya. Pemerintah dalam kaitan tersebut diatas dianggap sebagai subyek hukum perdata. Sebagai subyek hukum perdata maka Pemerintah merupakan badan hukum dan statusnya sama dengan subyek hukum perdata lainnya. 41 Pemerintah dianggap demikian karena ia menjalankan kegiatan komersial (acts jure gestionist) yang harus dibedakan dari kegiatan pemerintahan (acts jure imperil). 42 Hal ini untuk mempertegas bahwa meskipun Pemerintah merupakan lembaga yang memiliki wewenang untuk melakukan tindakan administrasi negara yang bersifat regulator, sehingga kedudukannya lebih tinggi dari individu atau badan hukum lainnya. Namun dalam konteks kontrak yang berdimensi publik ini, pemerintah melepaskan imunitasnya tersebut dan diasumsikan sejajar dengan pihak lain. Adapun dasar hukum yang menyatakan pemerintah merupakan badan hukum dapat ditemukan dalam Pasal 1653 KUHPerdata. 43 Dari penjelasan diatas terlihat bahwa dalam suatu investasi jalan tol terutama dalam PPJT, Pemerintah berperan sebagai badan hukum privat atau subyek hukum perdata. Akan tetapi hal ini tidak melepaskan peran pemerintah sebagai badan hukum publik (personnemorale) yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan kebijakan publik, baik yang mengikat umum (algemeen 41 Apeldorn, dalam bukunya mengatakan bahwa Negara, Propinsi, Kotapraja dan lain sebagainya adalah badan hukum. Hanya saja pendiriannya tidak dilakukan secara khusus, melainkan tumbuh secara histories. Lihat Apeldorn, 1962, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Noor Komala, Hlm Hikmahanto Juwana, Loc.Cit. Namun demikian harus diakui bahwa pengadilan sulit untuk menentukan kapan pemerintah menjalankan kegiatan komersial dan kapan ia menjalankan kegiatan pemerintahan. Wood mengungkapkan dalam bukunya bahwa, UAS Court held in 1981 that a contract for the purchase of army boots was goverment while an italian Court in 1925 that was not. The French Court de Cassation held that a contract to supply cigarettes to the Vietnamese army was governmental. Lihat: Philip R Wood 1995 Project Finance Subordinated Debt and State Loans. London; Sweet & Maxwell Hlm Achmad Ichsan, Dunia Usaha Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1986) Hlm 59. Dalam bukunya mengatakan ada 3 (tiga) jenis badan hukum sebagaimana Pasal 1653 KUHPerdata tersebut yaitu: (a) badan hukum yang didirikan Pemerintah termasuk didalamnya badan-badan hukum publik seperti Propinsi, Daerah Swapraja, Kabupaten dan lain sebagainya, (b) badan hokum yang diakui oleh Pemerintah, (c) badan hukum yang didirikan oleh Partikelir. Dari keempat jenis badan hokum yang didirikan (diadakan) oleh kekuasaan umum.

6 24 bindend) dan tidak mengikat secara umum. 44 Ada dua wewenang penting pemerintah dalam proyek infrastruktur jalan tol yaitu dalam hal pembebasan lahan dan penentuan tarif. Kedua hal ini menjadi bagian dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sebagai upaya jaminan dari pemerintah untuk menjaga kepastian nilai investasi yang secara tegas dicantumkan dalam UU No.38/2004 tentang Jalan dan PP No.15/2005 tentang Jalan Tol. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam hal ini pemerintah bertindak sebagai badan hukum publik. 2.2 Hak-hak konsumen pengguna jalan tol Dalam konteks jalan tol ada dua kepentingan yang melekat didalamnya yaitu pertama pihak operator jalan tol yang berperan dalam pembangunan serta pengelolaan jalan tol (dalam hal ini bisa dikategorikan sebagai penyedia jasa) dan kedua pihak pengguna jalan tol sebagai konsumen yang membayar atas penggunaan jalan tol. Pengusahaan Jalan tol merupakan penyediaan dan pelayanan infrastruktur jalan dimana konsumen pengguna melakukan pembayaran kepada operator jalan tol atas pelayanan dan penggunaan jalan tersebut. Istilah konsumen sendiri berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Dalam Kamus Bahas Inggris-Indonesia, consumer diartikan sebagai pemakai atau konsumen. 45 Sementara pengertian secara umumnya adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu. 46 Pengertian tersebut masih diartikan secara luas, bahkan luasnya pengertian konsumen dilukiskan secara sederhana oleh mantan Presiden Amerika Serikat, John F.Kennedy dengan mengatakan, Consumers by definition include us all. 47 Pada beberapa negara 44 Iwan E Joesoef, Jaminan Pemerintah (Negara) atas kewajiban hutang investor dalam proyek infrastruktur (studi kasus proyek jalan tol), (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), Hlm Celina Tri Siwi Kristiyanti, supranotes 14, Hlm Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2001), Hlm Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan terhadap konsumen dilihat dari sudut perjanjian baku (standar) dalam BPHN Simposium Aspek-aspek hukum perlindungan konsumen, (Bandung:Binacipta, 1986), Hlm.57. (dari buku Susanti Adi Nugroho, Hlm 61)

7 25 seperti Amerika Serikat dan negara-negara anggota European Economic Community (EEC) memiliki konsep pengertian konsumen yang lebih detail dimana konsumen dibagi menjadi dua yaitu konsumen antara dan konsumen akhir. 48 Sementara pengertian konsumen menurut UUPK dalam Pasal 1 ayat (2) secara tegas mengartikan konsumen sebagai setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Dari pengertian tersebut terlihat bahwa UUPK tidak mengenal pembedaan antara konsumen antara dan konsumen akhir. Bahkan UUPK secara tegas menekankan bahwa konsumen yang dimaksud merupakan konsumen akhir dengan penggunaan kata pemakai dan kalimat...tidak untuk diperdagangkan. Kemudian timbul pertanyaaan apakah pengguna jalan tol bisa dikategorikan sebagai konsumen. Prasarana jalan tol sebelumnya dikategorikan sebagai barang publik (public goods) karena bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 49 Akan tetapi kemudian dengan keterlibatan sektor swasta, jalan tol bukan lagi dikategorikan sebagai barang publik (public goods) tetapi sudah menjadi barang privat (private goods). Sehingga ketika masyarakat menggunakan jalan tol dengan melakukan pembayaran tarif, mereka berperan sebagai pengguna barang privat dan dapat dikategorikan sebagai konsumen. Begitu halnya dengan investor swasta yang menjadi pengelola jalan tol, secara konsepsi hukum bisa dikategorikan sebagai pelaku usaha. Pelaku usaha dalam dunia perekonomian lebih dikenal dengan istilah pengusaha. Pengusaha adalah setiap orang atau badan usaha yang menjalankan usaha memproduksi, menawarkan menyampaikan atau mendistribusikan suatu produk kepada masyarakat luas selaku konsumen. Pengusaha memiliki arti yang luas, tidak semata-mata membicarakan produsen, tetapi juga pedagang perantara atau pengusaha, 50 sedangkan pengertian pelaku usaha : 48 Celina Tri Kristiyanti, supranotes 14, Hlm Susanti Adi Nugroho, supranotes 8, Hlm.5 50 Mariam Darus, Perlindungan Konsumen Dilihat dari Perjanjian Baku (standar), Kertas Kerja Pada Simposium Aspek-aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen, (Jakarta, 1980), Hlm. 57

8 26 Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. 51 Pelaku usaha sendiri merupakan salah satu dari pelaku ekonomi yang bisa dibagi dalam tiga kelompok pelaku usaha, yaitu: 52 a. Investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan. Seperti perbankan, penyedia dana dan lain sebagainya. b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa dari barang-barang dan/atau jasa-jasa lain (bahan baku, bahan tambahan/penolong dan bahan-bahan lainnya). Mereka dapat terdiri dari orang/badan usaha berkaitan dengan pangan, orang/badan yang memproduksi sandang, orang/usaha yang berkaitan dengan pembuatan perumahan, orang/usaha yang berkaitan dengan jasa angkutan, perasuransian, perbankan, orang/usaha berkaitan dengan obat-obatan, kesehatan narkotika, dan lain sebagainya. c. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat, seperti pedagang secara retail, pedagang kaki lima, warung, toko, supermarket, rumah sakit, warung dokter, usaha angkutan (darat, laut, udara), kantor pengacara, dan sebagainya. Jika mengkaji dari beberapa pengertian pelaku usaha sebagaimana diungkapkan diatas maka pengelola jalan tol termasuk pada kategori kelompok pelaku usaha investor. Sehingga secara hukum melekat pula hak dan kewajiban pelaku usaha sebagaimana diatur dalam UUPK. Setelah mengetahui pengertian dan kategorisasi pengguna jalan tol sebagai konsumen dan investor jalan tol sebagai pelaku usaha sebagaimana dijelaskan diatas, tentunya berakibat pada timbulnya hubungan hukum diantara mereka salah 51 Pasal 1 angka 3 UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 52 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), Hlm 11.

9 27 satunya tercakup dalam lingkup hukum perlindungan konsumen. Suatu hubungan hukum akan menimbulkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen yang diakui secara internasional, yaitu hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety); 2. hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed); 3. hak untuk memilih (the right to choose); 4. hak untuk didengar (the right to heard); Dengan makin berkembangnya kesadaran akan pentingnya hak konsumen, jumlah hak ini juga bertambah. Organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The Internasional Organization of Consumer Union (IOCU) dan YLKI melengkapi hak-hak konsumen sehingga secara umum yang termasuk pada hak konsumen sebagai berikut hak untuk mendapatkan keamanan 2. hak untuk mendapatkan informasi yang benar 3. hak untuk didengar 4. hak untuk memilih 5. hak untuk mendapatkan produk barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikan 6. hak untuk mendapatkan ganti kerugian 7. hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum 8. hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat 9. hak untuk dilindungi akibat negatif persaingan usaha 10. hak untuk mendapatkan pendidikan konsumen Sementara dalam Pasal 4 UU PK menyebutkan beberapa hak konsumen yang harus dilindungi yaitu : a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; 53 Ibid, Hlm Celina Tri Siwi Kristiyanti, supra notes 14, Hlm

10 28 b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhan atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Dalam pengusahaan jalan tol, hak-hak konsumen sebagaimana diuraikan diatas melekat pula pada konsumen pengguna jalan tol. Selain itu dalam PP No.15/2005 tentang Jalan Tol mengatur mengenai hak dan kewajiban pengguna jalan tol. 55 Adapun kewajiban yang dibebankan kepada pengguna jalan tol sebagai konsumen diantaranya Pengguna jalan tol wajib membayar tol sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan 2. Pengguna jalan tol wajib membayar denda sebesar dua kali tarif tol jarak terjauh pada suatu ruas jalan tol dengan sistem tertutup dalam hal 55 Pasal Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol. 56 Pasal 86 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol.

11 29 a. pengguna jalan tol tidak dapat menunjukkn bukti tanda masuk jalan tol pada saat membayar tol b. menunjukkan bukti tanda masuk yang rusak pada saat membayar tol c. tidak dapat menunjukkn bukti tanda masuk yang benar atau yang sesuai dengan arah perjalanan pada saat membayar tol 3. Pengguna jalan tol wajib mengganti kerugian Badan Usaha yang diakibatkan oleh kesalahannya sebesar nilai kerusakan yang ditimbulkan atas kerusakan pada a. bagian-bagian jalan tol b. perlengkapan jalan tol c. bangunan pelengkap jalan tol d. sarana penunjang pengoperasian jalan tol 4. Pengguna jalan tol wajib mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan Sedangkan hak-hak konsumen yang dicantumkan secara eksplisit PP No.15/2005 tentang Jalan Tol yaitu diantaranya Pengguna jalan tol berhak menuntut ganti kerugian kepada Badan Usaha atas kerugian yang merupakan akibat kesalahan dari Badan Usaha dalam pengusahaan jalan tol 2. Pengguna jalan tol berhak mendapatkan pelayanan jalan tol yang sesuai dengan standar pelayanan minimal (yang selanjutnya disebut SPM) Kemudian menjadi pertanyaan apakah hak konsumen sebagaimana diuraikan diatas telah dipenuhi. Untuk menjawab pertanyaan ini, standar pelayanan minimal menjadi indikator yang sangat penting dalam pemenuhan hak-hak konsumen. Sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol, jalan tol mempunyai spesifikasi dan pelayanan yang lebih tinggi daripada jalan umum yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk SPM. 57 Pasal Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol.

12 Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai indikator perlindungan hak konsumen jalan tol Berdasarkan Pasal 8 ayat (2) PP No.15/2005 tentang Jalan Tol, standar pelayanan mininal merupakan ukuran yang harus dicapai dalam penyelenggaraan jalan tol dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.392/PRT/M/2005 tentang Standar Pelayanan Minimal (yang selanjutnya disebut Permen PU tentang SPM). Dalam Permen PU ini, SPM jalan tol mencakup kondisi jalan tol, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas, keselamatan serta unit pertolongan/penyelamatan dan bantuan pelayanan. Besaran ukuran yang harus dicapai untuk masing-masing aspek dievaluasi secara berkala berdasarkan hasil pengawasan fungsi dan manfaat. SPM jalan tol wajib dilaksanakan oleh operator jalan tol dalam rangka peningkatan pelayanan kepada pengguna jalan tol. Standar pelayanan minimal jalan tol dapat diukur dari beberapa unsur sebagaimana tergambar dalam tabel berikut ini 58 Tabel 2.3 Standar Pelayanan Minimal menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.392/PRT/M/2005 Substansi Pelayanan a. Kondisi jalan tol Indikator Lingkup Tolak ukur Kekesatan Seluruh ruas jalan tol SRV 0,35 μmg Ketidak rataan Seluruh ruas jalan tol IRI rata-rata < 4 m/kma dengan batas maksimum IRI per interval < 6 m/km Tidak ada Seluruh ruas jalan tol 100% lubang Dilakukan secara visual yang meliputi pengamatan terhadap alur, retak, amblas, pelepasan butir gelombang, lubang 58 Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 392/PRT/M/2005 tentang Standar Pelayanan Minimal

13 31 Substansi Pelayanan b. Kecepatan tempuh ratarata Indikator Lingkup Tolak ukur Kecepatan tempuh rata-rata Jalan tol dalam kota serta rusak tepi/tambalan. v 1,6 X jalan non tol c. Aksesibilitas Kecepatan transaksi d. Mobilitas Kecepatan penanganan hambatan lalu lintas yang mencakup Jalan tol luar kota Sistem terbuka Sistem tertutup transaksi transaksi Jumlah gardu tol Sistem transaksi terbuka Sistem tertutup transaksi Observasi patroli dan patroli kendaraan derek Waktu mulai diterimanya informasi sampai ke tempat kejadian Penanganan akibat kendaraan mogok e. Keselamatan Sarana pengaturan lalu lintas termasuk didalamnya Perambuan Kelengkapan dan kejelasan perintah dan larangan serta v 1,8 X jalan non tol Kecepatan transaksi harus kurang dari atau sama dengan 8 detik/kendaraan Tidak lebih dari 7 detik/kendaraan di gardu masuk dan 11 detik/kendaraan pada gardu keluar Melayani tidak lebih dari 450 kendaraan/jam/gardu Melayani tidak lebih dari 500 kendaraan/jam/gardu masuk dan 300 kendaraan/jam/gardu keluar 30 menit per siklus pengamatan 30 menit Penderekan gratis ke gerbang tol atau bengkel terdekat Harus 100%

14 32 Substansi Pelayanan Indikator Lingkup Tolak ukur petunjuk marka jalan guide post/reflector Fungsi dan manfaat Fungsi dan manfaat Jumlah 100% dan reflektivitas minimal 80% Jumlah 100% dan reflektivitas minimal 80% patok per Fungsi dan manfaat 100% kilometer Penerangan Fungsi dan manfaat 100% lampu jalan umum menyala (PJU) wilayah perkotaan Pagar rumija Fungsi dan manfaat 100% dipenuhi Penanganan Korban kecelakaan Evakuasi ke RS kecelakaan terdekat f. Pertolongan pertama Penanganan dan penegakan hukum Keberadaan Ambulans Kendaraan Penderekan gratis kecelakaan sampai ke pool derek (masih di dalam jalan tol) Ruas jalan tol keberadaan polisi patroli (PJR) yang siap 24 jam Ruas jalan tol 1 unit per 25 km atau minimum 1 unit (dilengkapi standar P3K dan Paramedis) kendaraan derek polisi patroli jalan raya (PJR) Ruas jalan tol LHR> kend/hari LHR kend/hari Ruas jalan tol LHR> kend/hari LHR kend/hari 1 unit per 5 km atau minimum 1 unit 1 unit per 10 km atau minimum 1 unit 1 unit per 15 km atau minimum 1 unit 1 unit per 20 km atau minimum 1 unit

15 33 Substansi Pelayanan Indikator Lingkup Tolak ukur patroli jalan tol (operator) Ruas jalan tol 1 unit per 15 km atau minimum 1 unit kendaraan rescue Ruas jalan tol 1 unit per ruas Jalan Tol (dilengkapi dengan peralatan penyelamatan sistem informasi Informasi komunikasi lalu lintas dan kondisi Setiap masuk gerbang Tolak ukur yang ditetapkan dalam SPM merupakan ukuran ideal yang harus dipenuhi oleh suatu jalan tol dan sudah berdasarkan kajian dari BPJT. Dalam hal hak konsumen terutama atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan, SPM mengakomodirnya dalam unsur kondisi jalan, keselamatan dan pertolongan pertama. Tolak ukur yang dijadikan acuan pemenuhan hak konsumen ini tentunya dengan tujuan utama bagaimana konsumen dapat merasa nyaman dan aman ketika menggunakan jalan tol serta harus lebih baik daripada penggunaan jalan raya. Namun pihak operator jalan tol pun harus berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik dan menyadari betul bahwa sumber pendapatan adalah pemakai jalan. Pelayanan yang buruk berakibat pada minat pemakai jalan untuk menggunakan jalan tol. Atas dasar itu, betapa pentingnya mendengarkan dan memahami kebutuhan pengguna jalan tol. Hal ini merupakan implementasi hak konsumen khususnya hak untuk didengar pendapat dan keluhan atas jasa pelayanan jalan tol. Dalam Permen PU tentang SPM tidak ada kewajiban baik operator maupun BPJT untuk mempublikasikan hasil evaluasi SPM secara luas kepada publik. Padahal SPM merupakan bagian dari informasi atas kondisi pelayanan jalan tol yang semestinya diketahui oleh semua konsumen pengguna jalan tol dan merupakan hak konsumen untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan SPM sebagaimana diatur dalam Pasal 88 PP No.15/2005 tentang Jalan Tol. Operator pun harus mampu menanggapi kewajiban pemenuhan SPM secara positif, bukan hanya sebagai kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah semata tetapi lebih kepada bagaimana memberikan pelayanan semaksimal mungkin

16 34 kepada pengguna jalan tol yang telah membayar tarif untuk penggunaan jalan tol yang nantinya menjadi pemasukan/keuntungan bagi operator. Berdasarkan data BPJT, saat ini mutu pelayanan lalu lintas di jalan tol masih buruk. Dari 25 ruas jalan tol yang ada di Indonesia, 50 persen di antaranya tidak memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) atau dengan kata lain ada 12 ruas jalan tol yang tidak mampu memenuhi SPM-nya yaitu 1. Surabaya-Gempol (49 kilometer), 2. Padalarang-Cileunyi (83 kilometer), 3. Cawang-Tomang-Grogol-Pluit (23,55 kilometer), 4. Belawan-Medan-Tanjung Morawa (42,70 kilometer), 5. Palimanan-Kanci (26,30 kilometer), 6. Cikampek-Padalarang (58,50 kilometer), 7. Lingkar Luar Jakarta/W2S-E1-E2-E3 (31,12 kilometer), 8. JORR S (14,25 kilometer), 9. Makassar Seksi Empat (11,60 kilometer), 10. Serpong-Pondok Aren (7,24 kilometer), 11. Ujung Pandang Tahap I (6,05 kilometer), dan 12. Tangerang-Merak (73 kilometer). 59 Sementara 13 ruas jalan tol lainnya, dinilai sudah memenuhi SPM yang ditetapkan BPJT yaitu 1. Jakarta-Bogor-Ciawi (59 kilometer), 2. Jakarta-Tangerang (33 kilometer), 3. Jakarta-Cikampek (83 kilometer), 4. Prof Dr Ir Sedyatmo/Tol Bandara (14,30 kilometer), 59 Kementerian Pekerjaan Umum, Data yang dsampaikan pada waktu Rapat Dengar Pendapat Komisi V DPR-RI dengan Dirjen Bina Marga, Kepala BPJT dan Dirut PT.Jasa Marga, Tanggal 17 Februari 2010, Hlm 11

17 35 5. Semarang Seksi A, B, dan C (24,75 kilometer), 6. Ulujami-Pondok Aren (5,55 kilometer), 7. Jembatan Surabaya-Madura (5,40 kilometer), 8. Cawang-Tanjung Priok-Ancol Timur-Jembatan Tiga/Pluit (27,05 kilometer), 9. SS Waru-Bandara Juanda (12,80 kilometer), 10. Surabaya-Gresik (20,70 kilometer), 11. Bogor Ring Road Seksi I (3,85 kilometer), 12. Kanci-Pejagan (35 kilometer), dan 13. JORR W-1 (9,85 kilometer). 60 Dari data tersebut menunjukan operator jalan tol masih banyak yang belum memenuhi SPM sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah. Penulis melakukan perbandingan atas penerapan SPM ini dengan negara tetangga malaysia yang merupakan perbandingan yang paling logis karena dalam awal perkembangannya, pembangunan jalan tol (yang dalam bahasa Malaysia disebut lebuhraya ) dua puluh tujuh tahun yang lalu, dapat dikatakan berguru kepada Indonesia tapi fakta membuktikan saat ini pengelolaan tol negeri itu jauh lebih maju. Bahkan, perusahaan-perusahaan pengembang jalan tol asal Malaysia juga mulai merambah pembangunan jalan tol di Indonesia. Saat ini tercatat ada empat investor Malaysia yang terlibat langsung dalam pembangunan tol Trans Jawa, yakni Plus Sdn. Bhd., MTD Capital, Cahaya Mata Serawak, serta Bina Puri. Mereka menggarap jalan tol dengan menggandeng investor lokal. 61 Berdasarkan data Lembaga Lebuhraya Malaysia (LLM), Malaysia telah mengoperasikan 24 buah lebuh raya sepanjang 1,520 kilometer (km) dan 8 buah masih dalam tahap pembangunan. Lembaga Lebuhraya Malaysia (LLM) merupakan semacam BPJT di Indonesia, badan yang berwenang dalam 60 Ibid, Hlm Ganet Dirgantara, supranotes 16.

18 36 pembangunan, pengawasan dan kebijakan di bidang jalan tol. Konsep pembangunan jalan tol di Malaysia hampir sama dengan Indonesia, menggunakan konsep BOT dengan pihak swasta yang dibatasi dengan masa konsesi. Namun LLM berani membeli kembali konsesi jalan tol apabila dalam perjalannya ternyata ruas tersebut tidak layak secara finansial bagi investor. LLM juga berani membeli kembali konsesi jalan tol, jika investor tol mengalami kesulitan keuangan. 62 Sementara terkait dengan perlindungan konsumen pengguna jalan tol/lebuh raya, Malaysia menerapkan aturan yang lebih maju dibandingkan Indonesia bahkan Malaysia mensyaratkan pemenuhan pelayanan kepada konsumen dalam perjanjian konsesinya. Setiap tahunnya, LLM mengadakan evaluasi perjanjian konsesi dengan pihak operator, yang mana salah satu poin penting yang dievaluasi adalah memastikan pemenuhan kualitas pengoperasian lebuh raya apakah sudah memenuhi standar yang ditetapkan. Disamping itu, LLM juga melakukan kajian kepuasan pengguna lebuhraya yang dilakukan setiap tiga kali pertahun. 63 Pelaksanaan kajian ini merupakan salah satu langkah pemantauan dan penilaian atas pelayanan yang diberikan oleh lebuhraya. Hasil kajian tersebut kemudian dijadikan tolak ukur bagi penilaian kualitas sebuah lebuhraya dari perspektif pengguna. Adapun indikator yang dinilai diantaranya pertama, tingkat keselamatan dimana konsumen dapat menggunakan jalan tol dalam keadaan yang cepat dan selamat. LLM meminta agar semua operator dapat meningkatkan aspek keselamatan dan disesuaikan dengan kondisi terkini. Dalam hal keselamatan ini ada institusi lain yang terlibat yaitu Jabatan Keselamatan Jalan Raya (JKJR) dan Malaysia Institute Research of Safety (MIROS). Kedua institusi inilah yang menjadi ujung tombak penilaian keselamatan dan lalu lintas. 64 Kedua, untuk urusan manajemen lalu lintas, dibuat Pusat Pengurusan Trafic (TMC) yang memantau dan mengatur lalu lintas lebuhraya yang beroperasi. Pemantauan dilakukan melalui kamera pemantauan Closed Circuit Television 62 Lembaga Lebuhraya Malaysia, Laporan Tahunan 2009, Hlm Ibid, Hlm Ibid, Hlm 58.

19 37 (CCTV) serta peralatan Vehicle Detection Station (VDS). 65 Sistem manajemen ini terhitung modern. Konsumen pengguna jalan dapat mengakses TMC ini melalui website, sms, radio, berbagai papan visual yang dipasang dijalan dan televisi. Sehingga konsumen dapat mengetahui dengan mudah kondisi lebuhraya yang akan dilaluinya dan konsumen pun diberi kesempatan memilih apakah akan menggunakan jalan tol tersebut atau tidak dengan terlebih dahulu mengetahui kondisi lalu lintas saat itu. Dengan adanya manajemen lalu lintas ini, operator pun dapat mengatur tingkat kepadatan lalu lintas dengan menggunakan sistem buka tutup gerbang tol, konsumen pengguna pun tidak sampai mengalami kemacetan. Ketiga, modernisasi pelayanan, diantaranya dengan penggunaan sistem kutipan tol elektronik (ETC) dimana dengan satu kartu bisa digunakan untuk pembayaran di semua lebuhraya. Ada dua macam kartu yang digunakan kartu Touch n Go dan SmartTAG yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi. Dengan penggunaan kartu tersebut maka akan mengurangi kemacetan yang diakibatkan antrian pembayaran tunai dan mempercepat jarak tempuh. Sementara bagi pengguna reguler yang sering menggunakan jalan tol, Malaysia menerapkan Multi Lane Free Flow. Sistem ini menggunakan teknologi gelombang mikro yang akan mengidentifikasi kendaraan yang lewat sehingga pengguna melalui gerbang tol tanpa perlu berhenti. Namun ada suatu sistem yang secara otomatis telah merekam konsumen tersebut. 66 Indonesia, sebenarnya sudah mulai menerapkan ETC yang dikenal dengan Electronic Toll Card (e-toll card). e-toll Card adalah kartu prabayar contactless smartcard yang digunakan untuk transaksi pembayaran tarif tol. e-toll Card menggunakan sistem RFID (Radio Frequency Identification) yang memungkinkan transaksi dapat dilakukan dari jarak jauh (contactless). Dengan layanan ini pelanggan tol untuk masuk tol cukup menempel kartu pada reader contactless yang disediakan untuk melakukan transaksi. Dalam sistem tertutup pengemudi cukup menempel tidak usah mengambil kartu, serta saat keluar kembali menempelkan kartu, langsung saldo/nilai uang dalam kartu secara otomatis 65 Ibid, Hlm Ibid, Hlm 68

20 38 berkurang. Saldo tersimpan pada chip kartu, sehingga pada saat transaksi e-toll Card tidak dibutuhkan PIN atau tanda tangan. 67 Layanan terhadap pengguna e-toll card melalui pengembangan layanan gardu tol otomatis (GTO) yang memberikan kecepatan dan kenyamanan dalam melakukan transaksi e-toll card. Waktu transaksi di gardu tol akan lebih cepat atau efisien tanpa harus berinteraksi dengan petugas tol. Bahkan pengemudi tidak perlu menghentikan mobil pada saat melakukan transaksi pembayaran tarif tol dengan e-toll Card, hanya saja si pengemudi bisa memperlambat kecepatan mobilnya. Jika transaksi di gardu tol dengan sistem terbuka pembayaran dengan uang tunai dibutuhkan waktu sekitar tujuh detik, maka dengan menggunakan e- Toll Card ini bisa kurang dari empat detik. Dengan layanan e-toll Card ini diharap akan mempercepat pembayaran dan bisa menyingkat waktu sehingga antrean panjang disekitar gerbang tol tidak terjadi lagi seperti biasanya. 68 Penggunaan kartu e-toll ini masih ada kelemahan yaitu diterbitkan oleh pihak bank dengan sistem prabayar, memiliki nilai minimum nominal dan hanya bisa dipergunakan pada beberapa ruas. Pelayanan antara konsumen pengguna e- toll dan pembayaran tunai pun masih dalam antrian yang sama, sehingga dampaknya belum terlalu terasa. Secara konstruksi hukum pun hubungan antara operator dengan pihak penerbit kartu e-toll, dalam hal ini pihak bank merupakan hubungan kerjasama dalam hal pembayaran. Dari uraian diatas, terlihat bagaimana standar pelayanan konsumen jalan tol di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Malaysia. Padahal Indonesia lebih dahulu berkecimpung dalam pembangunan jalan tol. Dalam pelaksanaan SPM di Indonesia, tidak dipungkiri masih terdapat beberapa hambatan diantaranya 67 tanggal 23 Agustus Diunduh 68 Kompas, Diunduh tanggal 23 Agustus 2010.

21 39 a. Belum adanya sanksi hukum. Baik dalam PP No.15/2005 tentang Jalan Tol maupun dalam Permen PU tentang SPM, tidak ada sanksi hukum yang dapat dibebankan kepada operator jalan tol bila belum memenuhi SPM. Dalam Pasal 8 Permen PU tentang SPM hanya mencantumkan bahwa untuk pemenuhan indikator standar pelayanan minimal khusus untuk ketidakrataan diberikan tenggang waktu paling lama 5 (lima) tahun, dan pemenuhan indikator pagar rumija diberikan tenggang waktu paling lama 3 (tiga) tahun dengan pelaksanaan dilakukan secara bertahap. 69 Bila SPM tidak terpenuhi, operator tidak mendapatkan sanksi apapun. Sedangkan pemenuhan SPM ini sangat penting kaitannya dengan kebijakan penyesuaian tarif tol. PP No.15/2005 tentang Jalan Tol mensyaratkan adanya evaluasi setiap dua tahun sebelum melakukan penyesuaian tarif. Evaluasi mengacu pada terpenuhi atau tidaknya Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan tol seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 392/PRT/M/2005. b. Instrumen hukum yang mengatur SPM sendiri baru diatur dalam bentuk peraturan menteri sebagai kelanjutan atau turunan dari aturan PP No.15/2005 tentang Jalan Tol yang berarti bahwa dengan kewenangan delegasi yang diberikan oleh PP No.15/2005 tentang Jalan Tol, Menteri PU membuat peraturan teknis mengenai SPM ini. Persoalan muncul karena dalam SPM ini dipertaruhkan hak masyarakat sebagai konsumen pengguna jalan tol sebab SPM menjadi indikator utama pemenuhan hak konsumen dalam pelayanan jalan tol. Bagaimana SPM ini dapat mengakomodir hak konsumen tersebut. Peraturan Menteri hanya mencantumkan teknis indikator SPMnya. Bahkan dalam PP No.15/2005 tentang Jalan Tol pun hanya mencantumkan persyaratan evaluasi tanpa ada sanksi. Menurut penulis, ini bisa menjadi celah bagi investor untuk menunda atau bahkan menghindar dari kewajiban pemenuhan SPM. Seharusnya persoalan SPM sebagai indikator evaluasi atas pelayanan yang diberikan oleh operator jalan tol kepada konsumen diatur dalam bentuk 69 Pasal 8 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 392/PRT/M/2005 tentang Standar Pelayanan Minimal

22 40 salah satu peraturan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam Pasal 7 ayat 1 UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 70 c. Mengenai tindak lanjut hasil evaluasi SPM dan dampaknya bagi pelayanan konsumen jalan tol. Selama ini evaluasi atas SPM dilakukan oleh pemerintah melalui BPJT dalam jangka waktu setahun dua kali yaitu semester I dan semester II. Setelah dilakukan evalusi kemudian akan dilakukan pembahasan terhadap hasil yang didapatkan dan menjadi rekomendasi untuk melakukan kenaikan tarif bagi sejumlah ruas yang memang sudah pantas mendapatkannya. Namun jika SPM tersebut belum terpenuhi maka BPJT berkewajiban untuk memberikan teguran kepada operator untuk segera menindaklanjuti hasil penilaian BPJT tersebut. YLKI sebagai organisasi konsumen masih mempersoalkan hasil evaluasi SPM tersebut karena terindikasi bahwa masyarakat yang menjadi konsumen pengguna jalan tol tidak mengetahui bagaimana hasil dan tindak lanjut SPM. 71 Sehingga muncul asumsi dalam masyarakat, tarif tol naik tapi pelayanan sama sekali tidak mengalami kenaikan. Pemerintah dianggap menaikan tarif untuk keuntungan operator saja sementara pelayanan kepada masyarakat tidak terperhatikan. d. Dalam Permen PU No.392/2005 mengenai SPM, tidak ada klausul pasal yang mengatur secara khusus mengenai publikasi kepada masyarakat bahkan peran serta masyarakat dalam hal pengawasan pemenuhan SPM pun tidak ada. Sedangkan pihak yang memiliki kepentingan dalam SPM ini adalah masyarakat, sudah seharusnya masyarakat mengetahui 70 Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembetukan Peraturan Perundangundangan membagi jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan menjadi lima yaitu (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; (2) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; (3) Peraturan Pemerintah; (4) Peraturan Presiden; (5) Peraturan Daerah. 71 Koran Tempo, diunduh tanggal 21 Agustus 2010.

23 41 sejauhmana pihak operator telah memberikan pelayanan kepada konsumennya. Bila dikaitkan dengan teori hukum bahwa suatu aturan hukum dibuat untuk kepentingan masyarakat dengan tujuan untuk keselamatan dan ketertiban masyarakat, 72 maka peraturan menteri meskipun merupakan aturan teknis tetapi harus bisa juga mengakomodir tujuan tersebut. Selain itu, ada nilai-nilai, asas-asas, dan kaidah-kaidah yang harus tetap diperhatikan salah satunya perlindungan konsumen. e. Permen PU 392/2005 menitikberatkan SPM pada baik buruknya penyediaan infrastruktur jalan. Padahal, di beberapa negara lain, SPM menilai seluruh aspek pelayanan di jalan tol yang meliputi infrastruktur jalan, efisiensi operasional jalan tol, laju lalu lintas di dalam tol, panjang antrean kendaraan di gerbang tol, dan waktu transaksi per kendaraan di gerbang tol. Dari uraian permasalahan mengenai SPM diatas, Pemerintah hendaknya memikirkan bagaimana standar dalam SPM yang merupakan perlindungan yang ideal bagi konsumen dapat diterapkan secara maksimal oleh operator jalan tol. Agar konsumen dapat merasa puas karena tarif yang sudah dibayarkan oleh konsumen pengguna dapat sebanding dengan pelayanan yang diberikan. Solusi atas hal ini yaitu dengan melakukan peninjauan kembali aturan mengenai SPM jalan tol. Aturan mengenai SPM ini seharusnya diatur dalam salah satu bentuk peraturan perundang-undangan yang memiliki sanksi hukum yang tegas. Sementara mengenai substansi pelayanan yang harus dipenuhi oleh operator jalan tol sebagaimana diatur dalam Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 392/PRT/M/2005 tentang Standar Pelayanan Minimal, seharusnya diperbaharui sesuai dengan kondisi saat ini. Terakhir, yang paling penting evaluasi atas SPM yang dilakukan oleh BPJT harus dipublikasikan kepada masyarakat khususnya konsumen pengguna jalan tol sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada konsumen. Sehingga dengan demikian perlindungan atas hak konsumen jalan tol pun akan mampu diakomodir dalam SPM yang wajib dipenuhi oleh operator jalan tol. 72 Abdurahman, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan Ilmu Perundang-undangan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), Hlm 15.

STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 392/PRT/M/2005 TENTANG

STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 392/PRT/M/2005 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL PERATURAN NOMOR 392/PRT/M/2005 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL MENIMBANG : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 392/PRT/M/2005 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL MENTERI PEKERJAAN UMUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 392/PRT/M/2005 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN NOMOR 392/PRT/M/2005 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL MENIMBANG: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 Tentang Jalan perlu menetapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HAK KEAMANAN PENGGUNA JALAN TOL DARI KABUT ASAP KEBAKARAN LAHAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PP NO 15 TAHUN

BAB IV ANALISIS HAK KEAMANAN PENGGUNA JALAN TOL DARI KABUT ASAP KEBAKARAN LAHAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PP NO 15 TAHUN BAB IV ANALISIS HAK KEAMANAN PENGGUNA JALAN TOL DARI KABUT ASAP KEBAKARAN LAHAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PP NO 15 TAHUN 2005 A. Analisis Implementasi Hak Keamanan Konsumen

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Hak Keamanan Pengguna Jalan Tol dari Kabut Asap Dilihat dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN JALAN TOL

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN JALAN TOL BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN JALAN TOL A. Tinjauan Umum Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Perlindungan Konsumen Menurut UUPK Perlindungan konsumen diidentifikasikan dalam pasal 1 angka 1 Undang- Undang

Lebih terperinci

Data untuk Pelayanan Publik yang Lebih Baik

Data untuk Pelayanan Publik yang Lebih Baik Data untuk Pelayanan Publik yang Lebih Baik D. Hari Pratama Divisi IT JSMR Bandung, 26 September 2014 Daftar Isi Sekilas Jasa Marga 2 Regulasi Saat Ini 3 Track Record pada Industri Jalan Tol di Indonesia

Lebih terperinci

EVALUASI PEMENUHAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL DI INDONESIA

EVALUASI PEMENUHAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL DI INDONESIA EVALUASI PEMENUHAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL DI INDONESIA Amelia Makmur Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer Universitas Kristen Krida Wacana Jln. Tanjung Duren Raya 4, Jakarta Barat 11470

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian negara harus ditingkatkan agar tidak terpuruk karena adanya perdagangan bebas, cara untuk memperkuat perekonomian Negara adalah dengan meningkatkan

Lebih terperinci

PROGRAM PENINGKATAN PELAYANAN JALAN TOL

PROGRAM PENINGKATAN PELAYANAN JALAN TOL PENGELOLA : PT. JASA MARGA B. PELAYANAN LALU LINTAS 2005 2006 1 JAGORAWI 59.00 - Penambahan lajur pada ruas : Kapasitas Jakarta-Bogor-Ciawi a. Sentul Utara - Sentul Selatan km/lajur - - 3 15.70 - - b.

Lebih terperinci

TATA CARA PENGUKURAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL

TATA CARA PENGUKURAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 16 /PRT/M/2014 TENTANG STANDAR MINIMAL TATA CARA PENGUKURAN STANDAR MINIMAL STANDAR MINIMAL CARA ALAT YANG DIGUNAKAN Perkerasan Jalur 1. Kondisi Jalan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 514/KPTS/M/2009 TENTANG PENYESUAIAN TARIF TOL PADA BEBERAPA RUAS JALAN TOL MENTERI PEKERJAAN UMUM,

KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 514/KPTS/M/2009 TENTANG PENYESUAIAN TARIF TOL PADA BEBERAPA RUAS JALAN TOL MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTER! PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 514/KPTS/M/2009 TENTANG PENYESUAIAN TARIF TOL PADA BEBERAPA RUAS JALAN TOL MENTERI PEKERJAAN UMUM, Memmbang : Mengingat

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA

TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA Disusun oleh : Nama : Chandra Borsalino NPM : 11.12.5704 Kelas : 11 S1SI 05 Kelompok : H PS/Jurusan : S1 Sistem Informasi Pembimbing : Drs. Muhammad Idris P, MM STMIK AMIKOM

Lebih terperinci

Kuisioner PERHITUNGAN PEMBOBOTAN/SKORING UNTUK DATA SPM (STANDAR PELAYANAN MINIMAL) JALAN TOL JAKARTA-BOGOR TAHUN 2014

Kuisioner PERHITUNGAN PEMBOBOTAN/SKORING UNTUK DATA SPM (STANDAR PELAYANAN MINIMAL) JALAN TOL JAKARTA-BOGOR TAHUN 2014 Kuisioner PERHITUNGAN PEMBOBOTAN/SKORING UNTUK DATA SPM (STANDAR PELAYANAN MINIMAL) JALAN TOL JAKARTA-BOGOR TAHUN 2014 1. Identitas dan jawaban dari setiap responden akan di jamin ke rahasiaannya dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Sejarah Perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Sehubungan dengan rencana investasi beberapa ruas Jalan Tol di Indonesia dan adanya kebijakan baru Pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang No. 38 tahun 2004

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemacetan ini tidak hanya terjadi di jalan-jalan protokol saja, akan tetapi juga

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemacetan ini tidak hanya terjadi di jalan-jalan protokol saja, akan tetapi juga 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari tahun ke tahun kemacetan merupakan salah satu kendala terbesar yang dihadapi masyarakat yang tinggal di kota-kota besar khusunya ibu kota Jakarta. Kemacetan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Pengertian Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan untuk penggunaan jalan tol. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jalan Tol 2.1.1 Definisi Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol, sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PT Jasa Marga (persero) Tbk. A. Sejarah PT. Jasa Marga (Persero) Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PT Jasa Marga (persero) Tbk. A. Sejarah PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 PT Jasa Marga (persero) Tbk. A. Sejarah PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. PT Jasa Marga (Persero) Tbk. adalah sebuah badan milik pemerintah yang bertugas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Perjanjian yang mengatur ketentuan: kepada BPJT, antara lain: perencanaan teknik; 2) Laporan triwulanan (3 bulanan) penggunaan dana;

BAB V PENUTUP. Perjanjian yang mengatur ketentuan: kepada BPJT, antara lain: perencanaan teknik; 2) Laporan triwulanan (3 bulanan) penggunaan dana; BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Penerapan prinsip transparansi yang dilakukan dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol dapat terlihat dari klausul-klausul dalam Perjanjian yang mengatur ketentuan: a) Kewajiban-kewajiban

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS GARDU TOL OTOMATIS (GTO) BUAH BATU DITINJAU DARI KECEPATAN TRANSAKSI RATA-RATA

EFEKTIVITAS GARDU TOL OTOMATIS (GTO) BUAH BATU DITINJAU DARI KECEPATAN TRANSAKSI RATA-RATA EFEKTIVITAS GARDU TOL OTOMATIS (GTO) BUAH BATU DITINJAU DARI KECEPATAN TRANSAKSI RATA-RATA Angga Marditama Sultan Sufanir 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung E-mail: angga.mss@polban.ac.id

Lebih terperinci

UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL

UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL UPAYA UNTUK MENEROBOS HAMBATAN INVESTASI JALAN TOL Oleh FRANS S. SUNITO DIREKTUR UTAMA PT JASA MARGA (PERSERO) KONFERENSI NASIONAL TEKNIK JALAN KE-8, HOTEL MERCURE,JAKARTA, 4-5 SEPTEMBER 2007 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jalan tol dengan asumsi biaya sekitar Rp miliar per km. Sedangkan lapangan kerja yang tercipta sekitar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jalan tol dengan asumsi biaya sekitar Rp miliar per km. Sedangkan lapangan kerja yang tercipta sekitar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyediaan infrastruktur jalan menjadi hal yang mutlak dilakukan untuk membuka akses transportasi guna menggairahkan aktivitas perekonomian dan sebagai sarana pemerataan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta pengakuan

Lebih terperinci

Diresmikan Jokowi, Tol Medan-Tebing Tinggi Fungsional Lebaran 2018

Diresmikan Jokowi, Tol Medan-Tebing Tinggi Fungsional Lebaran 2018 Diresmikan Jokowi, Tol Medan-Tebing Tinggi Fungsional Lebaran 2018 Sumber gambar: http://properti.kompas.com DELI SERDANG, KompasProperti - Presiden Joko Widodo (Jokowi)meresmikan Tol Medan-Kualanamu-Tebing

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2017 TENTANG TRANSAKSI TOL NONTUNAI DI JALAN TOL

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2017 TENTANG TRANSAKSI TOL NONTUNAI DI JALAN TOL PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PRT/M/2017 TENTANG TRANSAKSI TOL NONTUNAI DI JALAN TOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalan tol adalah jalan umum yang kepada pemakainya dikenakan kewajiban

BAB I PENDAHULUAN. Jalan tol adalah jalan umum yang kepada pemakainya dikenakan kewajiban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Jalan tol adalah jalan umum yang kepada pemakainya dikenakan kewajiban membayar untuk melewati jalan yang dilalui dan merupakan jalan alternatif lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN 2.1. Pengangkut 2.1.1. Pengertian pengangkut. Orang yang melakukan pengangkutan disebut pengangkut. Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut

Lebih terperinci

EVALUASI PEMENUHAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL DI INDONESIA

EVALUASI PEMENUHAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL DI INDONESIA EVALUASI PEMENUHAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL DI INDONESIA Amelia Makmur Fakultas Teknik & Ilmu Komputer Univ. Kristen Krida Wacana Jln. Tanjung Duren Raya 4, Jakarta Barat, 11470 Telp:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan yang sangat pesat di berbagai sektor khususnya dari sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. pertumbuhan yang sangat pesat di berbagai sektor khususnya dari sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tangerang sebagai salah satu wilayah satelit dari ibukota Jakarta mengalami pertumbuhan yang sangat pesat di berbagai sektor khususnya dari sektor pertumbuhan penduduk,

Lebih terperinci

EVALUASI PRIORITAS STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL JAKARTA-TANGERANG MELALUI PEMBOBOTAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

EVALUASI PRIORITAS STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL JAKARTA-TANGERANG MELALUI PEMBOBOTAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS EVALUASI PRIORITAS STANDAR PELAYANAN MINIMAL JALAN TOL JAKARTA-TANGERANG MELALUI PEMBOBOTAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS Steven Roseily, Amelia Makmur Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Profil perusahaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Profil perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1. Profil perusahaan PT. Jasa Marga (Persero) Tbk. adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan pada tahun 1978 sebagai operator tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Marga Jateng (PT. TMJ) dalam kemitraan pemerintah dan swasta untuk

BAB I PENDAHULUAN. Marga Jateng (PT. TMJ) dalam kemitraan pemerintah dan swasta untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ini dikembangkan untuk memahami kelembagaan PT. Trans Marga Jateng (PT. TMJ) dalam kemitraan pemerintah dan swasta untuk pembangunan Jalan Tol Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infrastruktur merupakan bagian penting karena berpengaruh pada sektor ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam Renstra Kementerian PU Tahun 2010-2014 disebutkan bahwa Kementerian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hak dan Kewajiban Konsumen 1. Pengertian Konsumen Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer itu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan infrastruktur jalan khususnya jalan bebas hambatan atau jalan tol menjadi faktor yang menentukan dalam perkembangan ekonomi wilayah serta peningkatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN 2005-2010 A. Latar Belakang Pembangunan jalan merupakan kebutuhan yang sangat vital sebagai pendukung utama dinamika dan aktivitas ekonomi baik di pusat maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang banyak bermunculan. Kegiatan usaha terbagi menjadi

I. PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang banyak bermunculan. Kegiatan usaha terbagi menjadi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian saat ini semakin pesat, hal ini diakibatkan oleh kegiatan usaha yang banyak bermunculan. Kegiatan usaha terbagi menjadi beberapa bidang, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Penelitian PT Jasa Marga (Persero) merupakan sektor transportasi, khususnya di transportasi darat, dan salah satu pelopor penyelenggara jalan bebas hambatan. Jalan bebas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 06/PRT/M/2010

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 06/PRT/M/2010 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 06/PRT/M/2010 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PENERUSAN PENGUSAHAAN JALAN TOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendirian lembaga perbankan di Indonesia mempunyai tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendirian lembaga perbankan di Indonesia mempunyai tujuan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendirian lembaga perbankan di Indonesia mempunyai tujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan PT. Jasa Marga (Persero) Tbk, Cabang Belmera adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan di Jakarta berdasarkan akte Notaris Kartini Muljadi,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. secara acak. Masing-masing responden mengisi kuesioner mengenai

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. secara acak. Masing-masing responden mengisi kuesioner mengenai BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Dari hasil pengumpulan data melalui pembagian kuesioner kepada responden yakni pengguna jalan tol Jakarta-Tangerang, diperoleh 136 data yang dihimpun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan yang menjalar ke wilayah sekitarnya. Perkembangan aktivitas ini telah

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan yang menjalar ke wilayah sekitarnya. Perkembangan aktivitas ini telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan berkembang seiring dengan pesatnya pertumbuhan aktivitas perkotaan yang menjalar ke wilayah sekitarnya. Perkembangan aktivitas ini telah membentuk suatu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG JALAN TOL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG JALAN TOL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG JALAN TOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAANUMUM DAN PERUMAHANRAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 PRT/M/2015 TENTANG BADAN PENGATUR JALAN TOL

PERATURAN MENTERI PEKERJAANUMUM DAN PERUMAHANRAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 PRT/M/2015 TENTANG BADAN PENGATUR JALAN TOL PERATURAN MENTERI PEKERJAANUMUM DAN PERUMAHANRAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 PRT/M/2015 TENTANG BADAN PENGATUR JALAN TOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAANUMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Lebih terperinci

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen 1. Pengertian Konsumen Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). 15 Pengertian tersebut secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Singkat PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Belmera.

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Singkat PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Belmera. 12 BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Belmera. PT. Jasa Marga (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didirikan didirikan di Jakarta berdasarkan

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis Dibalik Kenaikan Tarif Tol Oleh: Moch Alfi Muzakki *

Tinjauan Yuridis Dibalik Kenaikan Tarif Tol Oleh: Moch Alfi Muzakki * Tinjauan Yuridis Dibalik Kenaikan Tarif Tol Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 3 Maret 2016; disetujui: 10 Maret 2016 Jalan Tol bagi kehidupan masyarakat perkotaan tidaklah asing. Jalan Tol seakan-

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Kementerian PUPR dan BI Lakukan Kordinasi Untuk Kesiapan Elektronifikasi Jalan Tol

Kementerian PUPR dan BI Lakukan Kordinasi Untuk Kesiapan Elektronifikasi Jalan Tol Rilis PUPR #2 7 Agustus 2017 SP.BIRKOM/VIII/2017/387 Kementerian PUPR dan BI Lakukan Kordinasi Untuk Kesiapan Elektronifikasi Jalan Tol Jakarta -- Dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada pengguna jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa jalan sebagai

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PRT/M/2016 TENTANG PENETAPAN DAN TATA CARA PENGGUNAAN DANA

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Al-Qishthu Volume 13, Nomor 2 2015 185 ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pitriani Dosen Jurusan Syari ah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan perlindungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan perlindungan 21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Konsumen 1. Konsep Perlindungan Hukum Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan perlindungan adalah: a. tempat berlindung; b. perbuatan (hal dan sebagainya)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempererat hubungan antar bangsa. Pentingnya transportasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. mempererat hubungan antar bangsa. Pentingnya transportasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan, mempengaruhi semua

Lebih terperinci

PEMBEBASAN LAHAN BAGI INFRASTRUKTUR

PEMBEBASAN LAHAN BAGI INFRASTRUKTUR PEMBEBASAN LAHAN BAGI INFRASTRUKTUR SIDANG KOMISI BIDANG EKONOMI PADA NATIONAL SUMMIT 2009 oleh Frans S. Sunito Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk. H l Ri C l P ifi Pl J k Hotel Ritz Carlton Pacific

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan jalan bebas hambatan dan menjadi bagian dari sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar

Lebih terperinci

2017, No sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundangundangan yang ada sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai

2017, No sudah tidak sesuai lagi dengan peraturan perundangundangan yang ada sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.299, 2017 KEMENPU-PR. Pengusahaan Jalan Tol. Pangadaan Badan Usaha. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PRT/M/2017 TENTANG

Lebih terperinci

*15819 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 38 TAHUN 2004 (38/2004) TENTANG JALAN

*15819 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 38 TAHUN 2004 (38/2004) TENTANG JALAN Copyright (C) 2000 BPHN UU 38/2004, JALAN *15819 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 38 TAHUN 2004 (38/2004) TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11/PRT/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11/PRT/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11/PRT/M/2006 TENTANG WEWENANG DAN TUGAS PENYELENGGARAAN JALAN TOL PADA DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA, BADAN PENGATUR JALAN TOL DAN BADAN USAHA JALAN TOL DENGAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN GOLONGAN JENIS KENDARAAN BERMOTOR DAN BESARNYA TARIF TOL PADA BEBERAPA JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membangun jalan tol di Indonesia sepertinya merupakan investasi yang cukup menguntungkan. Tapi, anggapan ini belum tentu benar sebab resiko yang ada ternyata

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL YANG DIBIAYAI OLEH SADAN USAHA

TATA CARA PELAKSANAAN DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL YANG DIBIAYAI OLEH SADAN USAHA MENTER! PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA TATA CARA PELAKSANAAN DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL YANG DIBIAYAI OLEH SADAN USAHA PERATURAN MENTER! PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN GOLONGAN JENIS KENDARAAN BERMOTOR DAN BESARNYA TARIF TOL PADA BEBERAPA JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia dengan jumlah penduduk yang relatif padat. Jakarta juga dikenal sebagai kota dengan perlalulintasan tinggi karena banyaknya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN GOLONGAN JENIS KENDARAAN BERMOTOR DAN BESARNYA TARIF TOL PADA BEBERAPA JALAN TOL PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG bidang TEKNIK ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG MOHAMAD DONIE AULIA, ST., MT Program Studi Teknik Sipil FTIK Universitas Komputer Indonesia Pembangunan pada suatu

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana hukum Oleh : SETIA PURNAMA

Lebih terperinci

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA

Makan Kamang Jaya. : KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan tersebut. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA Bab ini merupakan inti dalam tulisan ini yang menengahkan tentang upaya perlindungan hukum bagi konsumen rumah makan kamang jaya, pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah dan instansi terkait terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Jalan Tol Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005, yang dimaksud dengan jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan

Lebih terperinci

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan 3. Perspektif Wilayah dan Permintaan Perjalanan Masa Mendatang 3.1 Perspektif Wilayah Jabodetabek Masa Mendatang Jabodetabekpunjur 2018 merupakan konsolidasi rencana pengembangan tata ruang yang memberikan

Lebih terperinci

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KOTA METRO NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG ANALISIS DAMPAK LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA METRO, Menimbang : a. bahwa pembangunan pusat kegiatan, pemukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jalan merupakan prasarana infrastruktur dasar yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Jalan merupakan prasarana infrastruktur dasar yang dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan prasarana infrastruktur dasar yang dibutuhkan manusia untuk dapat melakukan pergerakan dari suatu lokasi ke lokasi lainnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan.ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Jalan adalah transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya dan diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 295/PRT/M/2005 TENTANG BADAN PENGATUR JALAN TOL MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 295/PRT/M/2005 TENTANG BADAN PENGATUR JALAN TOL MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 295/PRT/M/2005 TENTANG BADAN PENGATUR JALAN TOL MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perlindungan Konsumen Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan bukan Undang-Undang tentang Konsumen. menyebutkan pengertianpengertian

Lebih terperinci

EVALUASI KECEPATAN TRANSAKSI DI GERBANG TOL PASTEUR BANDUNG

EVALUASI KECEPATAN TRANSAKSI DI GERBANG TOL PASTEUR BANDUNG EVALUASI KECEPATAN TRANSAKSI DI GERBANG TOL PASTEUR BANDUNG Lisa Ramayanti Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan Jl. Ciumbuleuit 94 Bandung, Indonesia, 40141 Telp.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting dalam pengembangan

Lebih terperinci

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Oleh: Firya Oktaviarni 1 ABSTRAK Pembiayaan konsumen merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil dengan pertumbuhan rata-rata Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 5.8%. Untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Jalan adalah sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Jalan adalah sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Jalan adalah sarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya dan diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apalagi jangkauannya sendiri sangat luas meliputi sektor profit maupun nonprofit.

BAB I PENDAHULUAN. apalagi jangkauannya sendiri sangat luas meliputi sektor profit maupun nonprofit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan umum (public service) memang sarat dengan berbagai masalah, apalagi jangkauannya sendiri sangat luas meliputi sektor profit maupun nonprofit. Sedemikian luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini tingkat mobilitas masyarakat Indonesia semakin meningkat. Masyarakat berusaha untuk berpindah dari satu daerah ke daerah lainnya dengan menggunakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 01/PRT/M/2007 T E N T A N G PETUNJUK TEKNIS PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PEMBERDAYAAN DI BIDANG JALAN TOL

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 01/PRT/M/2007 T E N T A N G PETUNJUK TEKNIS PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PEMBERDAYAAN DI BIDANG JALAN TOL PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 01/PRT/M/2007 T E N T A N G PETUNJUK TEKNIS PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PEMBERDAYAAN DI BIDANG JALAN TOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM,

Lebih terperinci