SKRIPSI TARI WURA BONGI MONCA SANGGAR LA-HILA, DOMPU, SUMBAWA OLEH: I GUSTI AYU ANANTA WIJAYANTRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI TARI WURA BONGI MONCA SANGGAR LA-HILA, DOMPU, SUMBAWA OLEH: I GUSTI AYU ANANTA WIJAYANTRI"

Transkripsi

1 SKRIPSI TARI WURA BONGI MONCA SANGGAR LA-HILA, DOMPU, SUMBAWA OLEH: I GUSTI AYU ANANTA WIJAYANTRI PROGRAM STUDI S-1 SENI TARI JURUSAN SENI TARI FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2014

2 SKRIPSI TARI WURA BONGI MONCA SANGGAR LA-HILA, DOMPU, SUMBAWA Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Seni (S1) MENYETUJUI PROGRAM STUDI S-1 SENI TARI JURUSAN SENI TARI FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2014

3 SKRIPSI TARI WURA BONGI MONCA SANGGAR LA-HILA, DOMPU, SUMBAWA Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Seni (S1) MENYETUJUI PEMBIMBING I PEMBIMBING II Dr. Ni Made Ruastiti, SST., M.Si Ni Wayan Parmi, SST., M.Si NIP NIP

4 Skripsi ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Denpasar, pada: Hari, tanggal : Senin, 12 Mei 2014 Ketua : I Wayan Suharta, S.SKar., M. Si (..) NIP Sekretariat : Dewa Ketut Wicaksana, SSP., M.Hum (..) NIP Dosen Penguji 1. Dra. Dyah Kustiyanti, M. Hum (....) NIP Dr. Ni Made Ruastiti, SST., M.Si (....) NIP Ni Wayan Parmi, SST., M. Si (....) NIP Disahkan pada tanggal : 12 Mei 2014 Mengesahkan: Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar Dekan, Mengetahui: Jurusan Seni Tari Ketua, I Wayan Suharta, S.SKar., M. Si A. A. A. Mayun Artati, SST., M.Sn NIP NIP

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas anugerah-nyalah skripsi yang berjudul Tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila, Dompu, Sumbawa, dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Skripsi yang diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi (S1) Sarjana Seni pada Jurusan Seni Tari dalam bidang Pengkajian, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar ini tidak akan dapat diselesaikan tepat pada waktunya apabila tidak dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan banyak terima kasih khususnya kepada: Yang terhormat Dr. Ni Made Ruastiti, SST., M.Si, selaku pembimbing I, yang telah banyak membantu, memberikan bimbingan, masukan-masukan, dan saran-saran hingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih pula diucapkan kepada yang terhormat Ni Wayan Parmi, SST., M.Si, selaku Pembimbing II, yang telah banyak memberikan masukan-masukan, saran-saran hingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Tim Penguji, antara lain yang terhormat Dra. Dyah Kustiyanti, M.Hum, Dr. Ni Made Ruastiti, SST., M.Si, Ni Wayan Parmi, SST., M.Si, yang telah memberikan koreksi, masukan-masukan, dan saran-saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada yang terhormat Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum, selaku Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar beserta jajarannya, atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh studi S1 bidang Pengkajian Seni, di Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar. Terima kasih juga tidak lupa diucapkan kepada yang terhormat I Wayan Suharta, S.SKar., M.Si, selaku Dekan Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar beserta jajarannya, atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh studi S1 bidang Pengkajian Seni di Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada yang terhormat A.A.A. Mayun i

6 Artati, SST., M.Sn, selaku Ketua Jurusan Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar beserta jajajarannya, atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh studi S1 bidang Pengkajian Seni di Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada yang terhormat Drs. I Gusti Bagus Priatmaka, M.M., Kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerjasama ISI Denpasar beserta jajarannya, atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh perkuliahan S1 bidang Pengkajian Seni di Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh pegawai dan staf Tata Usaha Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar beserta jajarannya, yang telah membantu penulis dalam meregistrasi perkuliahan selama penulis menempuh studi S1 bidang Pengkajian Seni di Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada yang terhormat I Gede Kompiang Widnyana, SST., M.Hum, Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis sejak awal hingga menyelesaikan perkuliahan S1 bidang Pengkajian Seni di Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar. Tidak lupa pula penulis ucapan terima kasih kepada yang terhormat seluruh Dosen di Jurusan Seni Tari, yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah menuntun, memberi ilmu pengetahuan selama penulis menempuh perkuliahan S1 bidang Pengkajian Seni di Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar. Terima kasih pula disampaikan kepada para informan yakni, Fatimah H. Mustakim, S. Pd dan I Gusti Ayu Tri Utama, S. Pd, serta kepada Akarim M. Saleh, Julkifli, H. Hilir, S.Pd., Aulia, Rubiawati, Rubiatul, Arsahd, Hamid, dan Junaidin, yang telah banyak membantu memberikan informasi dan membantu mencarikan datadata terkait dengan objek penelitian ini. Terima kasih pula disampaikan kepada temanteman Jurusan Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar, yakni Ida Ayu Made Suwari Yanti, Ni Luh Dian Arista Dewi, Ni Nyoman Suartini, Ni Wayan Trisna Dewi, dan Ella Jayanuari, yang telah mendukung, memberi semangat kepada penulis selama mengerjakan skripsi ini. ii

7 Pada kesempatan ini penulis juga tak lupa sampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta, yaitu I Gusti Ayu Tri Utama, Wayan Yogi Asmara, I Kadek Bima Sena dan I Gusti Bagus Doli Raka Utama yang senantiasa mendukung dan memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada orang-orang terdekat khususnya Otniel Rico Dhinata Kawi, Ni Luh Putu Eva Savitri, Grace Wiguna, Ariyitna Zianet Charmeis, Eva Susanti, dan Ni Ketut Pitriasih, yang telah mendukung, memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat-nya untuk kalian yang berhati mulia. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa ini. Denpasar, Mei 2014 Penulis iii

8 ABSTRAK TARI WURA BONGI MONCA SANGGAR LA-HILA, DOMPU, SUMBAWA Tari Wura Bongi Monca adalah sebuah tari penyambutan yang sangat terkenal di daerah Dompu. Dikatakan demikian, karena hampir setiap orang di Dompu mengenal tarian tersebut. Hal itu disebabkan karena Tari Wura Bongi Monca di daerah itu sering dipentaskan dalam acara-acara pernikahan maupun acara-acara penting lainnya. Di Dompu sesungguhnya banyak terdapat sanggar tari yang telah pernah mengembangkan tari Wura Bongi Monca. Namun hingga kini, hanya Tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hilalah yang bertahan. Oleh sebab itu, muncul pertanyaan bagaimana sesungguhnya bentuk pertunjukan Tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila, kapan dan mengapa tarian itu muncul, serta mengapa tari itu terus dilestarikan oleh masyarakat Dompu. Penelitian yang berlokasi di daerah Dompu, tempat Sanggar La-Hila itu berada dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, dan dianalisis dengan Teori Estetika, Teori Religi, dan Teori Fungsional Struktural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila disajikan dalam bentuk tari lepas, tanpa lakon, oleh 4 orang penari putri atau lebih. Tata rias busananya ditata sesuai dengan budaya masyarakat Dompu, yang dominan berasal dari daerah Bugis, yakni menggunakan baju bodo, aksesoris seperti budaya Bugis. Dengan diiringi musik tradisional daerah Dompu, para penari membawa boko, sebuah mangkok berisi beras kuning, simbol kemakmuran, yang ditaburkan di hadapan pengantin dan tamu undangan, sebagai ungkapan syukur dan berkah atas karunianya. Tari Wura Bongi Monca diperkirakan telah ada di Dompu sejak zaman mesolithikum, dan semakin subur ketika agama Hindu berkembang di daerah tersebut. Bermula dari adanya tradisi upacara untuk memohon kesuburan yang dilengkapi Tari Wura Bongi Monca diiringi nyanyian-nyanyian kidung, di setiap akan dan mengakhiri panen raya. Namun semenjak masyarakat Dompu banyak menganut agama Islam, merekapun tidak pernah lagi melakukan upacara ritus seperti itu, karena dianggap musrik. Perubahan orientasi nilai dan meningkatnya ekonomi masyarakat Dompu, membuat mereka kemudian mengubah bentuk syukurannya menjadi pesta dan acara makan-makan yang diawali oleh Tari Wura Bongi Monca, yang ditata lebih glamour oleh Sanggar La-Hila. Jika diamati dari fungsinya, tari Wura Bongi Monca yang kini telah berkembang sebagai simbol kemapanan sosial ekonomi masyarakat Dompu dapat berfungsi sebagai hiburan, sebagai pendorong kreativitas seniman daerah Dompu, sebagai pengikat solidaritas sosial masyarakat, sebagai sarana pendidikan, dan sebagai sarana penunjang ekonomi para pelakunya. Sebagai salah satu unsur kebudayaan, Tari Wura Bongi Monca itu muncul dan berkembang hingga kini karena memang berguna (use), berfungsi (function), dan bermakna (meaning) sebagai identitas budaya masyarakat Dompu. Kata Kunci: Tari Wura Bongi Monca, Sanggar La-Hila, Dompu, Sumbawa. iv

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix MOTTO... xi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Hasil Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 5 BAB II KAJIAN SUMBER DAN LANDASAN TEORI Kajian Sumber Landasan Teori Teori Estetika Teori Religi Teori Fungsional Struktural BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data Instrumen Penelitian Teknik Penentuan Informan Teknik Pengumpulan Data Observasi v

10 3.6.2 Wawancara Dokumentasi Studi Kepustakaan Ananlisis Data Penyajian Hasil Penelitian BAB IV TARI WURA BONGI MONCA SANGGAR LA-HILA, DOMPU, SUMBAWA Bentuk Pertunjukan Tari Wura Bongi Monca Struktur Pertunjukan Penari Tata Rias dan Busana Tari Musik Iringan Tari Tempat Pementasan Awal Mula Munculnya Tari Wura Bongi Monca di Dompu Fungsi Tari Wura Bongi Monca Sebagai Hiburan Sebagai Pengikat Solidaritas Sosial Masyarat Sebagai Pendorong Kreativitas Sebagai Sarana Pendidikan Sebagai Strategi Pelestarian Seni Budaya Sebagai Penunjang Ekonomi Para Pelakunya Sebagai Identitas Budaya BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR SUMBER Daftar Pustaka Daftar Internet LAMPIRAN Lampiran 1 Glosarium vi

11 Lampiran 1 Daftar Informan Lampiran 2 Daftar Pertanyaan Lampiran 3Kartu Bimbingan Tugas Akhir Lampiran 4 Surat Ijin Penelitian Lampiran 5 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian vii

12 DAFTAR TABEL Tabel 1 Pola Lantai Tari Wura Bongi Monca Tabel 2 Sistem Penotasian Musik Iringan Tari Wura Bongi Monca Tabel 3 Notasi Tari Wura Bongi Monca viii

13 DAFTAR GAMBAR Peta 1 Peta Provinsi Nusa Tenggara Barat Peta 2 Peta Kabupaten Dompu Foto 1 Gerak Lampa Sadeda Foto 2 Gerak Menabur Beras Kuning (kakiri kamai) Foto 3 Gerak Lampa Sere Foto 4 Gerakan Mengambil Beras Kuning Weha Bongi Foto 5 Gerak Lampa Dihidi-Kakiri kamai Foto 6 Gerak Karuku Siku Rima Foto 7 Gerakan Berputar di Tempat (Doho) Foto 8 Tata Rias Wajah dan Kepala Foto 9 Tata Busana Tari Wura Bongi Monca Foto 10 Baju Bodo Foto 11 Celana dan Kain Tari Wura Bongi Monca Foto 12 Contoh Salepe Untuk Mengencangkan Kain Foto 13 Contoh Salepe Untuk Menambah Artistic Foto 14 Macam-macam Contoh Salepe Untuk Menambah artistik Foto 15 Anting (Giwa Naru) dan Kalung (Kondo Naru) Foto 16 Busana Lengkap Tari Wura Bongi Monca Foto 17 Boko Foto 18 Genda Nae dan Genda Toi Foto 19 Katongga Oo dan Katongga Besi Foto 20 Tawa-tawa Foto 21 Rebana Foto 22 Gong Foto 23 Notasi Serunai Foto 24 Pemain Musik Memainkan Serunai Foto 25 Para Pemain Musik Tari Wura Bongi Monca ix

14 Foto 26 Tempat Pementasan Tari Wura Bongi Monca Foto 27 Tari Wura Bongi Monca dalam Acara Pernikahan Foto 28 Boko: Properti tari Wura Bongi Monca Foto 29 Sanggul Tradisional Dompu (Samu u Ncanga) x

15 Motto Menyerah adalah mereka yang lemah, Berjuang bagi mereka yang kuat. xi

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tari Wura Bongi Monca adalah sebuah tari penyambutan yang sangat terkenal di daerah Dompu. Dikatakan demikian karena hampir setiap orang di Dompu mengenal tarian tersebut. Hal itu disebabkan karena tari Wura Bongi Monca sering dipentaskan dalam acara-acara pernikahan maupun acara-acara penting lainnya. Hal itu disebabkan karena tari Wura Bongi Monca sering dipentaskan pada acara-acara resepsi pernikahan dan acara-acara penting lainnya. Begitu diminatinya tarian tersebut sehingga bisa dipastikan bahwa hampir setiap acara penting di Dompu dimeriahkan oleh pertunjukan tari Wura Bongi Monca kreasi dari Sanggar La-Hila. Seiring perkembangan zaman, tari Wura Bongi Monca itupun hilang dari permukaan bumi, bersamaan dengan hilangnya tradisi masyarakat setempat melakukan upacara panen raya. Sebagaimana dikatakan oleh Hariyanto bahwa perubahan sosial-budaya pada suatu masyarakat disebabkan karena adanya perubahan struktur pada masyarakatnya, urbanisasi, migrasi, dan lain sebagainya (2009:13). Begitu pula halnya terhadap kebudayaan masyarakat Dompu. Masuknya pengaruh Islam ke Dompu yang dibawa oleh para pedagang dan tokohtokoh agama dari Aceh, membuat masyarakat setempat tidak pernah lagi melakukan tradisi upacara panen raya yang diiringi persembahan tari Wura Bongi Monca karena dianggap musrik. Musrik artinya menyekutukan dan menduakan 1

17 Allah (Tuhan). Perbuatan menyekutukan dan menduakan Allah tersebut sangat dilarang dan merupakan perbuatan berdosa dalam ajaran agama Islam. Berubahnya orientasi nilai dan budaya masyarakat setempat tampak berpengaruh terhadap berbagai komponen budaya yang mereka miliki. Hal itu dapat dilihat dari perubahan cara mereka dalam menyikapi kehidupannya maupun menata seni budayanya. Dengan meningkatnya kehidupan ekonomi masyarakat Dompu, kini mereka sering mengadakan acara syukuran dengan menyelenggarakan pesta dan makan-makan disertai pertunjukan tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila. Sebagai ucapan selamat datang kepada para tamu yang hadir, dan sebagai ungkapan puji syukur atas berkah yang telah mereka nikmati, masyarakat Dompu menampilkan tari Wura Bongi Monca pada acara-acara penting mereka. Kini, tari Wura Bongi Monca telah berkembang sebagai tari penyambutan khas daerah Dompu dan simbol kemapanan status sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Artinya bahwa jika pada suatu acara dipentaskan tarian itu, maka dipastikan orang yang punya hajat itu adalah orang yang mapan secara sosial ataupun mapan secara ekonomi. Atau bisa juga terjadi sebaliknya, jika orang yang mapan secara ekonomi atau mapan secara sosial maka dipastikan mereka pasti akan menampilkan tari Wura Bongi Monca. Karena hanya orang mapan ekonomi atau mapan di bidang sosial saja yang mampu mengundang pentas tarian yang dikembangkan Sanggar La-Hila itu. Di Dompu sesungguhnya banyak terdapat sanggar tari yang telah pernah mengembangkan tari Wura Bongi Monca, antara lain Sanggar Meci Angi, 2

18 Sanggar Sampela Mantika, Sanggar Madaduli, Sanggar Nggahi Rawi Pahu dan Sanggar La-Hila. Namun hingga kini, hanya Tari Wura Bongi Monca kreasi Sanggar La-Hilalah yang diminati masyarakat. Sanggar Meci Angi misalnya, tampak tari annya terlalu didominasi oleh ragam gerak bernuansa daerah Bali sehingga kurang diminati masyarakat Dompu. Sanggar Sampela Mantika yang pertunjukannya terlalu didominasi oleh gerakan tangan yang monotone, yakni gerak tangan berayun-ayun saja sehingga terkesan sangat membosankan. Begitu pula dengan Sanggar Madaduli yang pertunjukannya terlalu didominasi oleh gerakan kaki menjinjit tanpa diimbangi pengembangan pola gerak tangan yang memadai, sehingga tari an yang ditampilkan tampak kurang menarik. Begitu pula dengan Sanggar Nggahi Rawi Pahu yang terlalu banyak menampilkan pengulangan-pengulangan gerak. Berbeda halnya dengan Sanggar La-Hila yang walaupun tampak masih mempergunakan ragam gerak tari tradisional daerah Dompu tetapi tari Wura Bongi Monca yang dikembangkannya sangat disenangi masyarakat Dompu. Alasan lainnya adalah sanggar-sanggar tari di Dompu pada umumnya tidak memiliki ragam gerak tari penyambutan Wura Bongi Monca yang pasti. Artinya, ragam gerak tari Wura Bongi Monca yang terstruktur secara pasti yang ditampilkan disetiap pementasan hanya dari Sanggar La-Ha. Setiap pementasan tari Wura Bongi Monca yang dilakukan oleh sanggar-sanggar tari di Dompu, yakni Sanggar Meci Angi, Sanggar Madaduli, Sanggar Sampela Mantika, dan Sanggar Nggahi Rawi Pahu tidak memiliki struktur pertunjukan yang pasti atau sama. 3

19 Berbeda halnya dengan Tari Wura Bongi Monca yang ditampilkan oleh Sanggar La-Hila. Oleh sebab itu, muncul pertanyaan bagaimana sesungguhnya bentuk pertunjukan Tari Wura Bongi Monca kreasi Sanggar La-Hila tersebut, kapan dan mengapa tari an itu muncul, serta mengapa tari itu hingga kini dilestari kan masyarakat Dompu. Bentuk pertunjukan tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila yang ditampilkan memang sederhana, namun sangat diminati masyarakat Dompu. Tari kesuburan masyarakat Dompu yang dikembangkan Sanggar La-Hila sebagai tari penyambutan itu bahkan kini telah berkembang menjadi simbol kemapanan sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Oleh karena itu, tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila sangat menarik untuk dikaji. 1.2 Perumusan Masalah Dari uraian tersebut di atas muncul pertanyaan bahwa di daerah Dompu banyak terdapat sanggar tari yang telah berusaha mengembangkan tari Wura Bongi Monca, namun hingga kini hanya tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila lah yang paling diminati penonton. Oleh karena itu, dalam penelitian ini permasalahan yang akan dijawab dirumuskan sebagai berikut. 1. Bagaimana bentuk tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila? 2. Bagaimana awal mula munculnya tari Wura Bongi Monca di Dompu? 3. Apa fungsi tari Wura Bongi Monca bagi masyarakat Dompu? 4

20 1.3 Tujuan Penelitian Setiap penelitian yang dilakukan memiliki tujuan tertentu yang harus dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bentuk tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila? 1. Untuk mengetahui awal mula munculnya tari Wura Bongi Monca di Dompu. 2. Untuk mengetahui fungsi tari Wura Bongi Monca bagi masyarakat Dompu. 1.4 Manfaat Hasil Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis bagi masyarakat akademis dan juga kepada masyarakat Dompu khususnya. Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang tari penyambutan daerah Dompu yang berdinamika sesuai dengan perkembangan masyarakatnya. Sementara, manfaat praktis dari hasil penelitian ini adalah dapat digunakan sebagai referensi tentang tari Wura Bongi Monca yang hingga kini masih berkembang di daerah Dompu. 1.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ilmiah sangat diperlukan guna membatasi pembahasan kajian. Terkait dengan itu, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, yakni bagaimana bentuk pertunjukan tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila, 5

21 awal mula munculnya tari Wura Bongi Monca di daerah Dompu, serta fungsi tari Wura Bongi Monca bagi masyarakat setempat. 6

22 BAB II KAJIAN SUMBER DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Sumber Kajian sumber merupakan telaah terhadap sumber-sumber, pustaka, hasilhasil penelitian sejenis yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu untuk membuktikan bahwa penelitian tari Wura Bongi Monca, di Dompu ini original (belum ada yang meneliti). Seni tari, khususnya tari penyambutan telah banyak ditulis oleh para penulis dari Indonesia maupun dari mancanegara. Namun dari penelusuran hasilhasil penelitian tersebut belum ada yang mengkaji tentang tari Wura Bongi Monca di Dompu. Beberapa hasil penelitian yang dimaksud antara lain, adalah sebagai berikut. Dibia dalam bukunya yang berjudul Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali (1999), menjelaskan bahwa di Bali banyak berkembang tari penyambutan yang tercipta atas inspirasi dari tari persembahan. Beberapa tari penyambutan yang dimaksud antara lain tari Puspawresti, tari Gabor, tari Panyembrama, tari Sekarjagat, dan lain-lain. Tari -tari penyambutan tersebut ditari kan oleh sekelompok penari putri dengan membawa bokor, sejenis tempat bunga. Bunga dalam bokor tersebut kemudian ditaburkan di hadapan para tamu sebagai ucapan selamat datang dan syukur atas terselenggaranya acara yang dilangsungkan. Hal itu hampir sama dengan tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan dari tari kesuburan masyarakat daerah Dompu. Ketika tari an tersebut dipentaskan para 7

23 penari juga membawa boko, sejenis tempat bunga. Namun, dalam tari Wura Bongi Monca yang ditaburkan di hadapan para tamu bukan bunga melainkan beras kuning. Walaupun yang ditaburkan tidak sama tetapi makna bunga dan beras kuning sama, yaitu sebagai ungkapan selamat datang dan rasa syukur atas terselenggaranya suatu acara. Selain persamaan itu, tampak kedua penelitian tersebut juga sama-sama membahas tentang tari penyambutan yang tercipta atas inspirasi dari gerak tari persembahan, akan tetapi kedua lokasi penelitian ini berbeda. Dibia membahas tari penyambutan yang ada di Bali, sementara penelitian tari Wura Bongi Monca berlokasi di Dompu. Ruastiti dalam bukunya yang berjudul Seni Pertunjukan Pariwisata Bali (2010), mengungkapkan bahwa di Bali, khususnya puri-puri di Bali, menampilkan tari penyambutan, seperti tari Puspawresti, tari Pendet, tari Panyembrama, dan lain-lain yang dikatakan tercipta atas inspirasi dari tari persembahan kepada para dewa. Seiring perkembangan budaya masyarakat Bali yang kini banyak dikunjungi wisatawan maka para seniman Bali pun menampilkan tari penyambutan itu untuk menyambut wisatawan ke puri-puri tersebut. Keberadaan tari penyambutan yang kini sering ditampilkan untuk menyambut para tamu, yakni wisatawan ke puri hampir sama dengan keberadaan tari Wura Bongi Monca di Dompu yang sama-sama dikembangkan dari tari persembahan untuk memuja roh nenek moyang mereka. Akan tetapi lokasi penelitian Ruastiti berada di daerah Bali, sementara penelitian tari Wura Bongi Monca ini berlokasi di daerah Dompu. 8

24 Bandem dalam bukunya yang berjudul Evolusi Tari Bali (1996), mengungkapkan bahwa tari mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan budaya masyarakat pendukungnya. Sebagaimana tari Rejang Dewa dikatakannya bahwa telah banyak menginspirasi para seniman Bali untuk menciptakan tari penyambutan kreasi baru, untuk menyambut para tamu pada acara-acara penting di Bali. Beberapa tari penyambutan yang diciptakan berdasarkan inspirasi dari tari Rejang Dewa, antara lain adalah tari Pendet, tari Gabor, tari Puspawresti, dan lain-lain. Hal itu mirip seperti terciptanya tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila yang juga berasal dari tari kesuburan masyarakat Dompu. Kedua penelitian tersebut sama-sama mengkaji perkembangan tari upacara yang dikembangkan menjadi tari penyambutan untuk hiburan dan identitas masyarakat yang bersangkutan. Namun, kedua lokasi penelitian tersebut berbeda. Lokasi penelitian tari Wura Bongi Monca berada di daerah Dompu, semetara tari Rejang berlokasi di daerah Bali. Wiratini dalam bukunya yang berjudul Tari Penyambutan Dari Pendet Hingga Sekarjagat (2011), menguraikan berbagai macam tari penyambutan di Bali. Wiratini dalam tulisannya tersebut mengatakan bahwa berbagai tari penyambutan di Bali seperti tari Gabor, tari Pendet, tari Puspawresti, dan lain sebagainya tercipta atas inspirasi dari gerak-gerak tari upacara. Berbagai jenis tari penyambutan yang dimaksud terinspirasi dari tari Rejang Dewa. Tari Rejang Dewa merupaka tari yang dipersembakan kepada para dewa. Sebagaimana tari peyambutan Wura Bongi Monca di Dompu juga tercipta atas inspirasi dari tari upacara yakni tari kesuburan. Penelitian yang dilakukan oleh Wiratini memiliki 9

25 persamaan, yakni sama-sama meneliti tentang tari penyambutan yang pada awal mulanya terinspirasi dari tari upacara. Namun, lokasi penelitian ini berbeda. Wiratini meneliti tari penyambutan dari daerah Bali, sementara penelitian ini mengkaji tari penyambutan yang berlokasi di daerah Dompu. Kayam dalam bukunya yang berjudul Seni, Tradisi, Masyarakat (1981), menguraikan tari merupakan sebuah tradisi yang menggambarkan atau mencerminkan kebudayaan masyarakatnya. Sebagai salah satu Contoh diuraikan oleh Kayam bahwa di Bali, tari sebagai bagian dari sebuah ritual dalam suatu upacara keagamaan (Hindu), yang disesuaikan dengan kegunaan tari. Oleh karena masyarakat Bali yang dominan Hindu, maka tari -tari an tersebut dipertunjukan sebagai tari untuk dipersembahkan kepada para leluhur mereka sebagai rasa syukur dan ucapan terimakasih. Sebagaimana dengan tari Wura Bongi Monca di Dompu juga merupakan tari upacara sebagai persembahan kepada roh nenek moyang. Oleh karena masyarakat Dompu hampir seluruhnya bertani dan telah mendapat pengaruh Hindu, maka tari Wura Bongi Monca itu dipentaskan sebagai tari ritual memohon kesuburan yang ditujukan kepada roh nenek moyang mereka. Kedua penelitian tersebut, sama-sama membahas tentang tari yang dipersembahkan untuk tradisi upacara masyarakat pendukungnya. Akan tetapi penelitian Kayam tidak mengulas perubahan dan perkembangan tari tersebut di masa kini, sementara penelitian tari Wura Bongi Monca itu kini telah berubah dan berkembang menjadi tari hiburan. Sedyawati dalam bukunya yang berjudul Pertumbuhan Seni Pertunjukan (1981), menguraikan tentang hubungan suatu kebudayaan yang melahirkan suatu 10

26 tari yang memiliki persamaan. Seperti halnya yang terdapat pada seni pertunjukan Bali dan Jawa terdapat banyak kesamaan atau kemiripan. Sedyawati mengatakan bahwa suatu persamaan dalam seni pertunjukan itu tidak mungkin terjadi secara kebetulan saja, ataupun oleh kesamaan lingkungan alam. Persamaan tersebut terjadi oleh karena adanya mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk di sini artinya adalah perpindahan penduduk yang dilakukan orang perseorang dengan tujuan ekonomi, politik, dan sebagainya. Melalui itu semua, membawa akibat yang berpengaruh pada kebudayaan. Sebagaimana dengan tari Wura Bongi Monca di Dompu yang memiliki kesamaan bentuk busana (baju) dengan tari yang ada di Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan. Kesamaan itu tampak pada penyajian busana baju penari yang sama-sama menggunakan baju bodo, yakni baju adat tradisional masyarakat Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan. Kesamaan atau kemiripan itu bukan terjadi begitu saja, akan tetapi terjadi oleh karena adanya hubungan-hubungan antara masyarakat Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan dengan masyarakat Dompu, baik di bidang ekonomi maupun politik. Mobilitas penduduk yang dilakukan masyarakat Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan ke daerah Dompu itu berpegaruh terhadap budaya masyarakat Dompu. Kehadiran mereka ke daerah Dompu itu juga ternyata berpengaruh pada tari Wura Bongi Monca tersebut. Kedua penelitian ini sama-sama meneliti tentang hubungan-hubungan kebudayaan yang berakibat adanya persamaan, akan tetapi penelitian Sedyawati lebih membahas kesenian persamaan kesenian Bali dan Jawa, sementara penelitian ini membahas persamaan kebudayaan Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan dengan tari Wura Bongi Monca di Dompu. 11

27 Lindsay dalam bukunya yang berjudul Klasik Kitsch Kontemporer: Sebuah Studi Tentang Seni Pertunjukan Jawa (1991), menguraikan tentang dua tipe seni pertunjukan Jawa, yakni seni kerawitan dan Wayang Wong, yang telah mengalami perkembangan dan pergeseran. Seni pertunjukan Jawa tersebut kini digolongkan sebagai seni tradisional dan sebagai seni klasik warisan kebudayaan Jawa. Lindsay mengatakan bahwa hasil seni klasik itu, baik seni kerawitan dan Wayang Wong berubah pada masa lalu dapat membuka kesempatan bagi masa depan kedua kesenian ini. Perubahan dan pergeseran yang terjadi ini dilakukan untuk menghidupkan kembali agar kesenian itu dapat terus bertahan atau dilestari kan. Begitu pula halnya tari Wura Bongi Monca yang dapat digolongkan sebagai tari ritual atau upacara. Tari Wura Bongi Monca awalnya merupakan sebuah tari ritual kesuburan. Perubahan fungsi tari an ini disebabkan oleh berubah dan bergesernya kebudayaan masyarakat Dompu yang kini dominan menganut agama Islam, menganggap bahwa melakukan upacara panen raya yang disertai pertunjukan tari Wura Bongi Monca tersebut musrik. Perubahan orientasi masyarakat Dompu yang kini sering melakukan acara-acara penting dengan membuat pesta dan acara makan-makan maka tari Wura Bongi Monca itupun ditampilkan sebagai tari penyambutan untuk menyambut para undangan yang hadir pada acara tersebut. Kedua penelitian ini, memilik persamaan, yaitu samasama merupakan seni pertunjukan yang mengalami perubahan dan pergeseran dengan tujuan pelestari an, namun penelitian yang penelitian dilakukan Lindsay tentang seni pertunjukan Jawa yang tersendat-sendat oleh karena adanya aturan 12

28 atau ikatan khusus, sementara tari Wura Bongiu Monca itu dapat berubah dan kini berkembang pesat tanpa adanya aturan yang mengikat. Dari semua hasil penelitian tersebut di atas tampak tidak ada yang membahas tentang tari Wura Bongi Monca, yang awal mulanya muncul sebagai tari kesuburan, kemudian dikembangkan menjadi tari penyambutan. Hal itu membuktikan bahwa penelitian tari Wura Bongi Monca ini original. 2.2 Landasan Teori Teori bisa dipahami sebagai narasi-narasi yang membedakan dan mendeskripsikan, mendefinisikan, dan menjelaskan peristiwa-peristiwa, ciri-ciri umum yang muncul terkait dengan objek penelitian. Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini digunakan beberapa teori. Adapun teori yang dimaksud adalah sebagai berikut Teori Estetika Teori Estetika adalah suatu kerangka pikir tentang segala sesuatu yang terkait dengan keindahan, yang telah teruji kebenarannya oleh banyak pihak. Keindahan yang dimaksud, yaitu keindahan hasil karya manusia yang disebut kesenian. Kesenian atau seni itu merupakan sesuatu yang diciptakan dan diwujudkan oleh manusia yang dapat memberikan rasa senang dan puas terhadap pelaku maupun penikmatnya (Djelantik, 1999:9). Lebih lanjut dijelaskan bahwa semua benda atau peristiwa kesenian mengandung tiga aspek yang mendasar, 13

29 yakni : 1) wujud atau rupa (appearance); 2) bobot atau isi (content, substance); dan 3) penampilan, penyajian (presentation) (Djelantik, 1999:15-16). Untuk menjelaskan keindahan tari Wura Bongi Monca yang membuat tari an tersebut diminati masyarakat penontonnya dipergunakan teori estetika. Melalui unsur-unsur keindahan yang ditampilkan oleh para penari Wura Bongi Monca dapat dipahami dan dihayati keindahannya oleh para penikmatnya. Teori estetika dalam penelitian ini digunakan untuk mengkaji unsur-unsur yang terdapat dalam tari an tersebut, yaitu wujud, bobot dan penyajian tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila Teori Religi Teori Religi adalah suatu kerangka pikir yang menyangkut hal-hal yang terkait dengan kepercayaan suatu masyarakat. Kata religi berasal dari bahasa latin, yaitu religare atau religio yang berarti mengikat. Manusia menerima ikatan Tuhan sebagai sumber kebahagian dan ketentraman (Dojosantosa, 1986: 2-3). Hal itu berarti bahwa manusia percaya apabila melaksanakan upacara religi, maka akan mendapatkan kebahagiaan dan ketentraman dari Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan tujuan hidup dari manusia itu sendiri. Menurut Frazer yang dikutip oleh Koentjaraningrat, religi adalah segala sistem tingkah laku manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan makhluk-mahluk halus, seperti roh-roh dan dewa-dewa yang menempati alam (Koentjaraningrat, 1987:54). 14

30 Sebelum masuknya agama Islam, masyarakat Dompu pada masa pengaruh Hindu mempercayai akan keberadaan roh-roh nenek moyang yang mempengaruhi kehidupan mereka. Kepercayaan itu mereka tuangkan ke dalam bentuk ritual tari kesuburan untuk memohon agar roh nenek moyang mereka turun ke bumi demi keberhasilan panen mereka. Masyarakat Dompu sebelum mengenal agama Islam selalu melakukan upacara panen raya dengan menampilkan tari Wura Bongi Monca yang diiringi nyanyian menggunakan bahasa Dompu untuk persembahan kepada roh nenek moyang mereka agar hadir memberkati pelaksanaan panen yang mereka lakukan. Teori religi dalam penelitian ini dipergunakan untuk mengkaji awal mula munculnya tari Wura Bongi Monca sebagai tari persembahan untuk memohom kesuburan yang dilaksanakan menjelang dan berakhirnya panen raya di Dompu Teori Fungsional Struktural Teori Fungsional Struktural adalah kerangka pikir yang menyangkut halhal yang berkaitan dengan keteraturan fungsi suatu unsur kebudayaan bagi masyarakat pendukungnya, yang telah teruji kebenaranannya oleh banyak pihak. Fungsi tari dalam kehidupan masyarakat tidak hanya sebatas aktivitas kreatif, akan tetapi lebih mengarah pada konteks kegunaannya. Keberadaan tari diartikan memiliki nilai dan hasil guna yang dapat memberikan manfaat pada masyarakat bersangkutan (Hidayat, 2009:39). 15

31 Ralph Linton (1984) menyatakan setiap unsur kebudayaan mempunyai fungsi yang dibedakan menjadi tiga yaitu : use (guna), function (fungsi), dan meaning (makna). Use (guna) dari suatu unsur kebudayaan menghubungkan unsur itu dengan suatu tujuan tertentu, sebagaimana tari Wura Bongi Monca yang sering digunakan sebagai sajian pertunjukan dalam berbagian acara-acara penting, seperti acara pernikahan, acara peresmian jalan, dan sebagainya. Function (fungsi) dari suatu unsur kebudayaan menghubungkan unsur itu dengan keseluruhan dari kebudayaannya, sebagaimana tari Wura Bongi Monca yang kini dipandang dari sudut keberadaannya dihubungkan dengan kehidupan masyarakat Dompu. Pemahaman masyarakat terhadap tari Wura Bongi Monca yang kini selalu dihadirkan sebagai tari penyambutan untuk memeriahkan acaraacara yang dianggap penting oleh masyarakat yang bersangkutan. Artinya bahwa walaupun tari Wura Bongi Monca sebelumnya ditampilkan untuk ritual memohon kesuburan namun dengan telah dikembangkannya tari Wura Bongi Monca itu sebagai tari penyambutan untuk menghibur masyarakat, maka penyajian tari tersebut tampak diterima oleh masyarakat Dompu yang kini dominan menganut agama Islam. Meaning (arti atau makna) dari suatu unsur kebudayaan menghubungkan unsur kebudayaan itu dengan penilaian masyarakat terhadap kesenian, sebagaimana pandangan positif masyarakat Dompu terhadap dikembangkannya tari Wura Bongi Monca menjadi tari penyambutan, yang ditampilkan oleh Sanggar La-Hila untuk memeriahkan acara-acara penting masyarakat setempat. 16

32 Tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila dianggap tidak merusak tatanan kebudayaan masyarakat Dompu, bahkan dipandang sebagai sesuatu yang menguntungkan dan pengayaan terhadap kebudayaan Dompu. Hal itu dapat dilihat dari antusiasme masyarakat menyambut setiap pementasan tari tersebut yang dianggap sesuai dengan nilai dan norma kebudayaan masyarakat Dompu. Tari Wura Bongi Monca sebagai salah satu unsur kebudayaan, muncul dan berkembangnya di Dompu tampak dapat memberikan nilai use (guna), function (fungsi), dan meaning (makna) sebagai identitas budaya masyarakat Dompu. Terkait dengan hal tersebut di atas, Soedarsono (1999: ) juga menyatakan bahwa seni pertunjukan memiliki fungsi penting bagi masyarakat pendukungnya. oleh sebab itu seni yang diciptakan itu dijaga dan dilestari kannya. Beberapa fungsi seni yang dimaksud, antara lain: 1) seni sebagai sarana ritual; 2) seni sebagai sarana hiburan pribadi; dan 3) seni sebagai presentasi estetis yang dipertunjukkan atau disajikan kepada penonton; 4) seni sebagai pengikat solidaritas; 5) sebagai pembangkit rasa solidaritas; 6) seni sebagai media komunikasi massa; 7) seni sebagai media propaganda politik; 8) seni sebagai media propaganda program-program pemerintah; 9) seni sebagai media meditasi; 10) seni sebagai sarana terapi; 11) seni sebagai perangsang produktivitas, dan lain sebagainya. The Liang Gie dalam bukunya yang berjudul Filsafat Seni Sebuah Pengantar (2004) juga menjelaskan bahwa seni memiliki beberapa fungsi, yaitu: 17

33 1) fungsi spiritual (kerohanian); 2) fungsi hiburan (hedonistis); 3) fungsi pendidikan (edukatif); dan 4) fungsi komunikatif (2004: 47-49). Pernyataan yang diungkapkan oleh The Liang Gie tersebut dalam penelitian ini dipergunakan untuk mengkaji tari sebagai hiburan dan sebagai media pendidikan (edukatif). Gagasan untuk menciptakan tari Wura Bongi Monca di daerah Dompu, pada dasarnya juga dipergunakan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukan oleh Soedarsono (1998) bahwa kelompok masyarakat tertentu membuat sebuah kesenian untuk mengungkapkan rasa estetik sebagai sarana hiburan. Dengan adanya berbagai kepentingan tersebut membuat muncul dan dilestari kannya tari Wura Bongi Monca itu di Dompu, yang kemudian kini dikembangkan sebagai sebuah tari penyambutan. Edi Sedyawati (1981) juga mengemukakan bahwa fungsi kesenian dapat dibedakan menurut fungsinya menjadi tujuh, yakni (1) untuk memanggil kekuatan gaib; (2) mengundang roh hadir di tempat pemujaan; (3) menjemput roh-roh baik; (4) peringatan terhadap nenek moyang; (5) mengiringi upacara perputaran waktu; (6) mengiringi upacara siklus hidup; dan (7) untuk mengungkapkan keindahan alam semesta. Begitu halnya dengan tari Wura Bongi Monca yang ditampikan sebagai bagian dari upacara yg dipersembahkan untuk mengundang roh nenek moyang hadir di tempat pemujaan. Bandem dan Fredrick Eugene deboer (1995) menyebutkan bahwa dalam kehidupan masyarakat Bali kesenian mempunya tiga fungsi pokok, yaitu wali, bebali, dan balih-balihan. Kesenian yang berfungsi untuk wali dan bebali 18

34 merupakan kesenian yang disajikan dalam konteks ritual upacara. Sedangkan kesenian yang berfungsi untuk balih-balihan lebih banyak bersifat sosial dengan tujuan untuk menghibur para penontonnya. Dikatakan Bandem bahwa kesenian di Bali belakangan ini berkembang dominan sebagai balih-balihan (hiburan). Sebagaimana hal itu juga terjadi di daerah Dompu bahwa tari kesuburan yang sebelumnya hanya dipentaskan dalam konteks ritual upacara tertentu saja, namun kini dikembangkan sebagai seni pertunjukan hiburan. Berdasarkan beberapa teori fungsi seni yang diungkapkan di atas terkait dengan fungsi tari Wura Bongi Monca di Dompu, diambil beberapa pokok yang berkaitan erat dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu tari Wura Bongi Monca berfungsi sebagai hiburan, dipertunjukkan atau disajikan kepada penonton atau bagi masyarakat pendukungnya, sebagai perangsang produktivitas atau pendorong kreativitas bagi para seniman Dompu. Fungsi lainnya, yaitu tari Wura Bongi Monca berfungsi sebagai pengikat sosial masyarakat, sebagai penunjang ekonomi para pelakunya, sebagai sarana pendidikan, sebagai strategi pelestarian budaya, serta sebagai identitas budaya masyarakat Dompu. 19

35 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu jalan atau langkah yang sistematis untuk menemukan kebenaran, jawaban atas permasalahan yang dirumuskan oleh peneliti (Kaelan, 2012:7). Dengan menggunakan metode, diharapkan penelitian tari Wura Bongi Monca di Dompu, yang dahulu merupakan tari kesuburan namun kini telah dikembangkan menjadi tari penyambutan tersebut dapat lebih mudah dilaksanakan, serta data-data yang dihasilkan lebih akurat, mendekati kebenaran dan mampu menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. 3.1 Rancangan Penelitian Suatu penelitian ilmiah selalu dimulai dengan perencanaan. Suatu perencanaan penelitian harus disusun secara sistematis agar dapat dipergunakan sebagai petunjuk ketika melakukan suatu penelitian, sehingga langkah-langkah yang dilakukan efektif dan benar (Basrowi dan Suwandi, 2008:20-21). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan fokus pada aspek bentuk pertunjukan tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila, awal mula munculnya tari Wura Bongi Monca di Dompu, dan fungsi tari Wura Bongi Monca bagi masyarakat Dompu. Penelitian tari Wura Bongi Monca ini dilakukan dengan teknik pengumpulan data melalui pengamatan, wawancara, dan dokumentasi dari data 20

36 empiris. Penelitian ini dilakukan berdasarkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang atau pelaku yang terkait dengan tari Wura Bongi Monca. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mengamati kondisi alamiah, dimana dalam penelitian ini instrumen utamanya adalah peneliti sendiri. Dalam penelitian ini permasalahan yang dibahas untuk menguraikan bentuk dan struktur pertunjukan tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila, dilakukan pengamatan terhadap bentuk penyajiannya, tata rias dan busana, serta musik iringan tari an tersebut. Untuk menjelaskan tentang awal mula tari Wura Bongi Monca di Dompu dan untuk menjelaskan fungsi tari Wura Bongi Monca bagi masyarakat Dompu itu dilakukan wawancara dengan pemilik Sanggar La- Hila, seniman dan beberapa tokoh masyarakat Dompu. 3.2 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian menjadi salah satu bagian penting dalam sebuah Penelitian. Penelitian ini berlokasi di Kabupaten Dompu, Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dompu dahulu kala merupakan salah satu daerah bekas kerajaan atau kesultanan. Kerajaan Dompu merupakan salah satu kerajaan yang paling tua khususnya di Indonesia Bagian Timur. Arkeolog dari Pusat Balai Penelitian Arkeologi dan Purbakala, Sukandar dan Kusuma Ayu dari berbagai hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa Dompu atau (Kerajaan Dompo) adalah kerajaan yang paling tua di wilayah timur Indonesia ( /?p=276, diakses 17 Maret 2014) 21

37 Secara administratif wilayah Kabupaten Dompu terbagi atas 8 Kecamatan, yaitu Kecamatan Dompu, Kecamatan Pajo, Kecamatan Hu u, Kecamatan Manggelewa, Kecamatan Kempo, Kecamatan Pekat dan Kecamatan Kilo. Kabupaten Dompu terletak di antara sampai Bujur Timur dan 8 06 sampai 9 05 Lintang Selatan, dengan luas wilayah Ha daratan dan Ha perairan (wilayah perairan Teluk Saleh, Cempi dan Teluk Sanggar). Adapun batas-batas administrasi Kabupaten Dompu adalah sebelah Utara berbatasan dengan Laut Flores dan sebagian Kabupaten Bima, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bima, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sumbawa. DOMPU Peta 1 Kabupaten Dompu Merupakan Wilayah Bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Barat Dokumentasi: diakses 23 Maret

38 Kabupaten Dompu beriklim tropis, dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan, dengan musim hujan rata-rata mulai Oktober sampai April setiap tahun dan pada Oktober sampai Maret angin bertiup dari Barat Daya ke Timur Laut dengan membawa hujan. Menurut Smith dan Ferguson, Kabupaten Dompu memiliki iklim tipe D, E dan F yang pada musim kemarau suhu udara relatif rendah, yaitu 20 C 30 C pada siang hari dan 20 C pada malam hari. Keadaan curah hujan di Kabupaten Dompu menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan untuk Kecamatan Hu u adalah 64 mm/bulan, Kecamatan Dompu 110 mm/bulan, Kecamatan Kempo 60 mm/bulan, Kecamatan Woja 85 mm/bulan, Kecamatan Pekat 70 mm/bulan, dan Kecamatan Kilo 64 mm/bulan ( diakses 17 Maret 2014). Bima Peta 2 Bentuk Wilayah Kabupaten Dompu Yang Berwarna Hijau) Dokumentasi : diakses Tanggal 3 Maret

39 Di Kabupaten Dompu terdapat banyak Sanggar seni tari, setiap Sanggar tersebut mengembangkan tari Wura Bongi Monca dengan style yang berbedabeda. Hal itu membuat beragamnya model tari Wura Bongi Monca di Dompu. Namun dari sekian banyak sanggar tari di Dompu yang mengembangkan tari Wura Bongi Monca, Sanggar La-Hila tampak paling populer. Hal itu dapat dilihat dari seringnya tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila itu tampil baik dalam acara-acara formal maupun acara informal. Salah satu sanggar tari yang paling terkenal di Dompu adalah Sanggar La- Hila. Sanggar La-Hila tepatnya berada di Lingkungan Doroti I, Kelurahan Doro Tangga. Lingkungan Dorotoi I merupakan wilayah yang mempunyai potensi kesenian paling banyak dan maju dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di wilayah Kelurahan Doro Tangga. Bahkan, di Kelurahan Doro Tangga, hanya di wilayah Dorotoi I ini sajalah dapat ditemukan sanggar-sanggar seni. Sanggar La- Hila adalah satu-satunya Sanggar tari yang ada di Lingkungan Dorotoi I, dan merupakan satu-satunya Sanggar tari di Kelurahan Doro Tangga. Sanggar La-Hila merupakan salah satu sanggar tari terbaik di Kabupaten Dompu. Sanggar ini mengajarkan seni pertunjukan tradisional Dompu, khususnya seni tari. Adapun seni tari yang diajarkan bermacam-macam tari tradisional daerah Dompu dan berbagai macam tari kreasi, hasil ciptaan pemilik sanggar yang sekaligus pengajar di sanggar tersebut. Salah satu bentuk tari tradisional yang diajarkan di sanggar tersebut adalah tari Wura Bongi Monca. Fatimah H. Mustakim, sebagai pemilik Sanggar La-Hila di Kelurahan Doro Tangga, Kabupaten Dompu adalah orang yang mengembangkan tari Wura 24

40 Bongi Monca tersebut menjadi tari penyambutan sehingga mempermudah peeliti untuk mendapatkan informasi. Berdasarkan pertimbangan hal-hal tersebut di atas, maka dipilihlah daerah Dompu sebagai lokasi penelitian ini, dengan fokus penelitian tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila. 3.3 Jenis Data dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang berupa kata-kata, kalimat, ungkapan, dan pementasan tari Wura Bongi Monca. Fokus penelitian ini pengamatannya pada bentuk penyajian tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila, awal mula munculnya tari penyambutan Wura Bongi Monca, serta fungsi tari Wura Bongi Monca bagi masyarakat Dompu. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer penelitian ini diperoleh dari pementasan tari Wura Bongi Monca dan dari para informan terkait dengan objek penelitian ini, antara lain ketua sanggar, para penari, pemain musik tari Wura Bongi Monca, masyarakat setempat, dan ditunjang oleh rekaman video pertunjukan yang diambil langsung ketika pementasan berlangsung. Sementara sumber data sekunder, diperoleh dari buku-buku hasil penelitian terkait dan dokumentasi dalam bentuk kaset, CD, dan DVD pertunjukan yang diperoleh dari ketua sanggar dan para pelaku pertunjukan terkait. Data primer penelitian ini adalah hasil wawancara yang berbentuk pernyataan-pernyataan, dan hasil observasi langsung di lapangan. Sedangkan data 25

41 sekunder penelitian ini dipergunakan dokumen-dokumen hasil penelitian yang telah dihasilkan para peneliti terdahulu yang tentu saja ada kaitannya dengan objek penelitian ini. Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan (library research), dengan membaca buku-buku yang ada relevansinya dengan penelitian yang dilakukan seperti buku-buku hasil penelitian para peneliti terdahulu, jurnal-jurnal ilmiah yang berkaitan dengan objek penelitian. 3.4 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan suatu bagian mutlak untuk digunakan dalam setiap penelitian ilmiah. Penyusunan dan penggunaan instrumen penelitian yang tepat akan mampu menjaring data yang ada hubungannya dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Instrumen penelitian dalam hal ini dipilih dan digunakan sesuai dengan kebutuhan penelitian tari Wura Bongi Monca yang berlokasi di daerah Dompu. Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sendiri. Oleh karena itu, kebenaran penelitian kualitatif ini sangat ditentukan oleh kecermatan peneliti dalam menggali data di lapangan (Nasution, 2003:55-56). Hal itu dimaksudkan untuk menjaga tingkat validitas dan reliabilitas data yang diperoleh. Selain peneliti sendiri, pedoman wawancara juga menjadi instrumen penting dalam penelitian ini karena penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif. Pokokpokok pertanyaan dalam wawancara dimaksudkan untuk menggali berbagai informasi yang terkait dengan objek penelitian. Pertanyaan-pertanyaan disusun 26

42 sesuai dengan tempat/ruang, waktu, konteks/keadaan di lapangan agar diperoleh jawaban-jawaban yang lebih dalam, rinci, dan lebih lengkap serta akurat tentang tari Wura Bongi Monca tersebut. Dalam pelaksanaan penelitian ini juga digunakan alat-alat pendukung lainnya, seperti alat tulis, audio tape recorder untuk perekam suara, photo camera sebagai perekam gambar, dan video camera guna merekam gambar bergerak. Hasil dari rekaman-rekaman itu digunakan sebagai salah satu kajian dalam proses pengolahan data, dan penyusunan hasil penelitian. 3.5 Teknik Penentuan Informan Teknik penentuan informan adalah suatu cara atau langkah-langkah dalam memilih atau menentukan informan. Teknik penentuan informan merupakan salah satu bagian yang penting, karena apabila penentuan informan dilakukan dengan tidak tepat maka proses penelitian menjadi kurang efektif. Dalam penelitian ini dipergunakan teknik secara purposive (penunjukan disesuaikan dengan tujuan atau kebutuhan), yang penentuan ditentukan sebelum peneliti turun ke lapangan. Para informan telah dipilih dan ditentukan sebelum wawancara dilakukan di lapangan. Adapun para informan yang dimaksud antara lain adalah orang-orang yang ada kaitannya langsung dengan objek penelitian, yakni pemilik Sanggar La-Hila, penari Wura Bongi Monca, pemain musik tari Wura Bongi Monca ditambah beberapa tokoh masyarakat setempat. Setelah para informan ditentukan secara purposive, dilakukan penentuan informan secara snowball, yakni seperti bola salju yang menggelinding. Proses 27

43 penunjukan informan berawal dari informan pangkal yaitu kepala dusun, kemudian pemilik Sanggar La-Hia yang merupakan informan kunci (koreografer yang telah mengembangkan tari penyambutan Wura Bongi Monca). Dari informan kunci tersebut, yaitu Fatimah H. Mustakim, diperoleh informasi tentang jadwal pementasan tari penyambutan Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila. Setelah memperoleh jadwal pementasan tari tersebut selanjutnya ditentukan informan tambahan, para informan seperti para penari, pemain musik dan tokoh masyarakat terkait yang akan ditemui ketika pementasan berlangsung. Sesuai jadwal yang telah ditentukan, para informan selanjutnya ditemui satu-persatu untuk diwawancarai terkait dengan tari Wura Bongi Monca. Untuk melengkapi data-data yang diperlukan, wawancara juga dilakukan dengan para informan melalui telpon dan SMS karena lokasi penelitian ini sangat jauh, yakni di daerah Dompu, sementara tempat tinggal peneliti berada di kota Denpasar. Dari pihak penari, yakni Rabiatul, Aulia, dan Rubiawati yang merupakan murid Sanggar La-Hila, Dompu yang sudah bertahun-tahun menjadi murid dan penari tari Wura Bongi Monca di Sanggar La-Hila, dan pemain musik tari Wura Bongi Monca dari Sanggar La-Hila, yang menjadi informan tambahan dari objek penelitian yakni tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La- Hila. Informan tambahan lainnya yaitu para pemilik Sanggar lain yang juga mengembangkan tari Wura Bongi Monca, yakni I Gusti Ayu Tri Utama dari Sanggar Meci Angi dan Julkfli dari Sanggar Madaduli untuk memperoleh informasi terkait dengan awal mula tari Wura Bongi Monca di daerah Dompu. 28

44 Selain informan tambahan tersebut juga ditemui masyarakat penonton dan beberapa tokoh masyarakat setempat untuk memperoleh data terkait dengan tari Wura Bongi Monca tersebut. 3.6 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara dan langkah-langkah untuk memperoleh data terkait dengan objek penelitian di lapangan. Dalam suatu penelitian teknik pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting, untuk itu dalam penelitian ini dipilih teknik pengumpulan data yang tepat sesuai dengan tujuan penelitian ini. Dalam penelitian ini dilakukan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi kepustakaan Observasi Observasi merupakan sebuah teknik untuk memperoleh data primer di lapangan, dengan melihat dan mengamati objek penelitian tersebut secara langsung. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang objek penelitian (Husman dan Akbar, 2008:52). Hal itu dilakukan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai bentuk penyajian tari Wura Bongi Monca. Sebelum obeservasi dilakukan peneliti memohon ijin terlebih dahulu kepada Fatimah H. Mustakim sebagai pemilik Sanggar La-Hila. Permohonan ijin atas penelitian ini sebelumnya sudah dilakukan melalui telepon, yaitu pada 29

45 tanggal 10 Desember Hal itu disebabkan jauhnya lokasi penelitian ini dari tempat tinggal peneliti sekarang, yakni di kota Denpasar. Observasi pertamakali dilakukan pada hari Sabtu, tanggal 21 Desember 2013, pada pukul WITA. Bertemu langsung dengan Fatimah H. Mustakim, pemilik Sanggar La-Hila, untuk minta ijin secara resmi akan melakukan penelitian tentang tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila. Selanjutnya menonton tari Wura Bongi Monca yang dipentaskan pada acara resepsi pernikahan di Dusun Doro Toi II, Kelurahan Doro Tangga, Kabupaten Dompu pada pukul WITA. Pada hari Selasa tanggal 24 Desember 2013 dilakukan observasi kembali untuk memastikan apakah ada perubahan pada bentuk dan struktur pertunjukan pada tari Wura Bongi Monca yang dipentaska oleh Sanggar La-Hila di Kelurahan Doro Tangga Kabupaten Dompu. Observasi dilakukan dengan menyaksikan pertunjukan tari Wura Bongi Monca pada pukul WITA dalam rangka Promosi Kartu Perdana Telkomsel di Gedung Samakai, Dompu Wawancara Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data primer yang dilakukan dengan melakukan percakapan antara peneliti dengan informan terkait. Peneliti atau pewawancara (interviewer) sebagai pengaju atau pemberi pertanyaan dan informan atau yang diwawancarai (interviwee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu (Basrowi dan Suwandi, 2008:127). 30

46 Wawancara diarahkan pada informan kunci (key informan) ditambah informan lain yang sudah ditentukan, yang terdiri dari pengamat seni dan seniman tari yang memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang tari Wura Bongi Monca. Di samping itu, untuk memperkaya data juga dilakukan wawancara di lokasi penelitian dengan para informan yang terdiri dari pakar-pakar tari, seniman, dan pengamat budaya daerah setempat. Pada saat wawancara berlangsung, susunan pertanyaan dan susunan katakata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan pada saat wawancara berlangsung. Dalam hal ini informan akan mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk bercerita atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara. Demikian pula dengan jumlah pertanyaan tidak ditentukan, namun sebelumnya telah disiapkan pertanyaan pokok yang merupakan pedoman wawancara. Dengan cara seperti ini diharapkan memperoleh atau menggali informasi sedalam mungkin sesuai yang dibutuhkan dengan tetap terfokus pada pokok permasalahan yang diteliti.pengumpulan data melalui teknik wawancara, dilakukan peneliti dengan pihak yang akan diwawancarai, yakni pemilik Sanggar La-Hila, kepala Kelurahan Doro Tangga, kepala Dusun/Lingkungan Dorotoi I, penari tari Wura Bongi Monca, pemain musik tari Wura Bongi Monca, Seniman Dompu dan masyarakat setempat yang benar-benar tahu mengenai tari Wura Bongi Monca. Adapun wawancara yang dilakukan sebagai berikut. a. Wawancara pertamakali adalah dengan Fatimah H. Mustakim, sebagai pemilik Sanggar La-Hila. Fatimah H. Mustakimmerupakan informan kunci, yang 31

47 memiliki pengetahuan yang sangat mendalam terkait dengan objek penelitian. Wawancara dilakukan pada tanggal 10 Desember 2013 melalui telepon, untuk meminta ijin dilakukannya penelitian terhadap tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggarnya. Wawancara yang dilakukan melalui telpon juga dilakukan untuk menentukan waktu dan tempat pertemuan dapat dilakukan secara langsung untuk melakukan wawancara secara lebih mendalam. b. Pada hari Sabtu, tanggal 21 Desember 2013 pukul wawancara dilakukan dengan Akarim M. Saleh di Kantor Kelurahan yang terletak di Dusun Dorotoi II, Kelurahan Doro Tangga, Kabupaten Dompu. Sebelum melakukan wawancara peneliti meminta ijin untuk meneliti di Kelurahan Doro Tangga, Kabupaten Dompu terkait tari Wura Bongi Monca, kemudian dilanjutkan dengan wawancara seputar kesenian yang ada di kelurahan tersebut, dan wawancara seputar gambaran umum lokasi penelitian, serta untuk memastikan satu-satunya Sanggar yang ada di wilayah ini adalah Sanggar La-Hila. c. Pada hari Sabtu, tanggal 21 Desember 2013 wawancara dilanjutkan pada pukul WITA dengan mewawancarai Fatimah H. Mustakim di rumah kediaman beliau yang terletak di Dusun Dorotoi I, Kelurahan Doro Tangga, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu. Hasil wawancara yang diperoleh, yaitu gambaran umum tari Wura Bongi Monca sebagai tari kesuburan, gambaran umum tari Wura Bongi Monca yang telah dikembangkan oleh Sanggar La-Hila sebagai tari penyambutan, pengaruh-pengaruh dari budaya Bugis, Makasar Sulawesi selatan, dan perkembangannya hingga saat ini. 32

48 d. Pada hari Minggu, tanggal 22 Desember 2013 berhasil mewawancarai I Gusti Ayu Tri Utama di rumah kediaman beliau yang terletak di daerah Desa Permata Hijau, Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu. Hasil wawancara yang diperoleh adalah : perkembangan tari Wura Bongi Monca di masa kini, pembeda tari Wura Bongi Monca dari setiap Sanggar, penari, gerak, musik, dan tempat pementasan, dan pendapat mengenai fungsi tari Wura Bongi Monca, serta pandangannya terhadap tari Wura Bongi Monca terkait manfaat atau dampak yang didapatnya. e. Pada hari Senen, tanggal 23 Desember 2013 berhasil mewawancari Julkifli di Kantin SMA N 1 Kempo pada pukul WITA yang terletak di Desa Taa, Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu. Hasil wawancara yang diperoleh adalah bentuk dan struktur pertunjukan tari Wura Bongi Monca sebagai kesuburan, penyebab perubahan atau peralihan fungsi dari fungsi tari Wura Bongi Monca sebagai tari kesuburan menjadi tari penyambutan, dan perkembangan tari Wura Bongi Monca di masa kini. Selain itu pula diperoleh informasi terkait dengan terjadinya perkembangan yang terus berlangsung terhadap bentuk pertunjukan tari Wura Bongi Monca, serta pandangannya terhadap tari Wura Bongi Monca terkait dampak yang didapatnya. f. Pada Senen, tanggal 23 Desember 2013 pukul WITA dilakukan wawancara kembali di rumah kediaman beliau. Wawancara ini untuk memastikan kebenaran informasi yang diperoleh dari informan lain, yaitu I Gusti Ayu Tri Utama dan Julkfli. Dari hasil wawancara diperoleh jawaban yang sama terkait bentuk dan struktur pertunjukan tari Wura Bongi Monca 33

49 sebagai kesuburan, penyebab perubahan fungsi tari Wura Bongi Monca sebagai tari penyambutan, dan perkembangan tari Wura Bongi Monca di masa kini, pembeda tari Wura Bongi Monca dari setiap Sanggar, penari, gerak, musik, dan tempat pementasan, penyebab terjadinya perkembangan yang terus menerus terhadap tari Wura Bongi Monca dalam konteks bentuk penyajiannya. g. Pada hari Selasa, tanggal 24 Desember 2013 pada pukul WITA dengan mewawancarai Junaidin, Hamid dan Arshad selaku pemain musik tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila. Wawancara berlangsung di rumah kediaman Fatimah H. Mustakim yang berlokasi di Kelurahn Doro Tangga, Kabupaten Dompu, ketika mereka sedang mempersiapkan alat-alat musik tari Wura Bongi Monca yang akan digunakan dalam pementasan di acara Promosi Kartu Perdana Telkomsel, di Gedung Samakai, Dompu. Hasil wawancara yang diperoleh adalah penggarap musik tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila, nama alat-alat musik yang digunakan oleh Sanggar La-Hila dalam setiap pertunjukan tari Wura Bongi Monca, dan cara memainkannya. Informasi lain yang diperoleh adalah manfaat yang didapat dari setiap mengikuti pertunjukan tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila, Dompu. h. Pada hari Selasa, tanggal 24 Desember 2013 pada pukul WITA wawancara dilanjutkan di Gedung Samakai, Dompu yaitu tempat dilakukannya pertunjukan tari Wura Bongi Monca, dalam rangka Promosi Kartu Perdana Telkomsel. Wawancara dilakukan seusai pertunjukan tari Wura Bongi Monca, 34

50 dengan mewawancarai penari yang merupakan penari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila, yaitu: 1) Rubiawati, selama 8 tahun hingga kini menjadi murid di Sanggar La-Hila; 2) Rabiatul, selama 9 tahun hingga kini menjadi murid di Sanggar La-Hila, dan 3) Aulian, selama 11 tahun hingga kini menjadi murid di Sanggar La-Hila. Ketiga murid ini sudah sangat sering melakukan pertunjukan tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La- Hila. Dari wawancara dengan ketiga penari tersebut, hasil yang diperoleh adalah struktur pertunjukan tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila, struktur gerak, dan nama-nama atau istilah dalam gerak tari Wura Bongi Monca, tata rias dan busana, dan tempat pementasan. Informasi lain yang diperoleh adalah manfaat yang dirasakan atau yang diperoleh dari setiap mengikuti pertunjukan tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila. i. Pada hari Selasa, tanggal 24 Desember 2013 pada pukul WITA dilakukan wawancara dengan H. Hilir S.Pd selaku guru bahasa daerah Dompu dan bahasa aksara Mbojo di rumah kediaman beliau yang terletak di Dusun Permata Hijau, Desa Taa, Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu. Tujuan dilakukannya wawancara adalah untuk memastikan kata-kata dalam bahasa Dompu atau nggahi mbojo yang diartikan ke dalam bahasa Indonesia dan sebaliknya adalah benar dan tepat. Selain itu, seperti halnya yang telah disampaikan oleh Fatimah H. Mustakim sebelumnya, didapatkan pula informasi yang sama terkait pengaruh budaya masyarakat Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan yang tinggal di Dompu termasuk terhadap bentuk kesenian tradisional Dompu. Untuk kesenian, khususnya tari Wura Bongi Monca pengaruh budaya Sulawesi 35

51 Selatan lebih pada pakaian atau kostum/busana penari. Selain itu, diperoleh pula informasi mengenai pandangannya terhadap tari Wura Bongi Monca. j. Pada hari Rabu, tanggal 25 Desember 2013 pukul WITA wawancara dilakukan dengan Julkifli kembali di Kantin SMA N 1 Kempo, Kabupaten Dompu. Tujuan wawancara adalah untuk memastikan kebenaran informasi yang diperoleh dari para penari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila di Kelurahan Doro Tangga, Kabupaten Dompu terkait nama-nama atau istilah dalam gerak tari tradisonal Dompu, karena gerak tambahan yang digunakan dalam tari Wura Bongi Monca adalah gerak-gerak tari tradisional Dompu. k. Pada hari Rabu, tanggal 25 Desember 2013 pukul WITA wawancara dilakukan dengan I Gusti Ayu tri Utama terkait musik iringan tari Wura Bongi Monca. Wawancara membahas mengenai alat musik dalam tari Wura Bongi Monca dan cara memainkannya. Wawacara ini bertujuan untuk membandingkan hasil wawancara yang diperoleh dari Hamid, Junaidin, dan Asrhad selaku pemain musik tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila. l. Pada hari Kamis, tanggal 26 Desember 2013 pada pukul WITA dilakukan wawancara dengan Fatimah H. Mustakim di rumah kediaman beliau. Wawancara adalah seputar musik iringan tari Wura Bongi Monca Sanggar La- Hila miliknya dengan musik iringan tari Wura Bongi Monca di Sanggar lainnya yang ada di Kabupaten Dompu. Selain itu, dalam wawancara ini juga mengenai boko (properti tari Wura Bongi Monca), makna beras dan makna macam-macam warna menurut masyarakat Dompu. 36

52 Hasil wawancara direkam dengan tape recorder dan hasil rekaman ini penting dipergunakan sebagai dasar analisis, yang kemudian dicatat dalam buku kecil sebagai catatan peneliti. Perekaman itu dilakukan untuk mendukung keabsahan dan keakuratan data yang diperoleh dari wawancara. Hasil wawancara melalui perekaman tersebut mampu mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang berlangsung saat itu, sehingga memudahkan analisis data yang diperoleh dari hasil wawancara. Selain wawancara dilakukan secara langsung dengan para informan yang telah disebutkan di atas, juga dilakukan wawancara melalui SMS dan telepon untuk menanyakan hal-hal yang belum sempat ditanyakan dan penting terkait dengan objek penelitian. Cara ini dilakukan berdasarkan atas kesepakatan antara peneliti dengan para informan sebagaimana disebutkan di atas Dokumentasi Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan penting terkait dengan masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah, dan bukan berdasarkan perkiraan (Basrowi dan Suwandi, 2008:158). Mengingat kemampuan dan daya ingat peneliti terbatas, maka dengan hasil pendokumentasian tentang tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila ini dapat membantu proses pengamatan yang dilakukan di lapangan. Studi dokumen dalam penelitian ini juga dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap data-data atau dokumen terkait yang diperoleh dari 37

53 rekaman peneliti langsung maupun dari rekaman orang lain berupa rekaman video, rekaman foto-foto sebelumnya terkait dengan penelitian ini. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini juga dilakukan dengan teknik dokumentasi, yakni dilakukan dengan pengambilan langsung baik foto maupun video pementasan tari Wura Bongi Monca yang dipentaskan oleh Sanggar La-Hila, Dompu pada tanggal 21 Desember 2013 dalam acara resepsi pernikahan dan pada tanggal 24 Desember 2013 dalam rangka acara Promosi Kartu Perdana Telkomsel. Sementara untuk pengumpulan data sekunder diperoleh beberapa foto hasil dokumentasi dari Sanggar La-Hila dan dari para Seniman Dompu Studi Kepustakaan Studi kepustakaan adalah sebuah proses pemahaman terhadap data yang diteliti melalui penelusuran kepustakaan terkait guna memperdalam pengetahuan, penguasaan materi penelitian yang dilakukan. Studi kepustakaan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang lain atau tidak oleh peneliti sendiri. Dalam konteks ini, studi kepustakaan dilakukan dengan membaca literatur, jurnal, majalah ilmiah, maupun hasil-hasil penelitian terkait, yang telah dilakukan para peneliti terdahulu (Muhadjir, 1996:29). Data yang dikumpulkan dalam hal ini adalah informasi-informasi tertulis menyangkut tentang kesenian sejenis untuk dipergunakan sebagai referensi dalam penelitian ini. 38

54 3.7 Analisis Data Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan mengorganisasikan data, memilah-milah data menjadi satuan yang dapat dikelola, merumuskan untuk mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan data yang diperoleh dilapangan (Moleong, 2013: 248). Dalam penelitian tari Wura Bongi Monca ini digunakan analisis data deskriptif. Analisis data deskriptif adalah teknik analisis yang dilakukan dengan mengkaji data atau informasi, keterangan-keterangan dari para informan di lapangan, untuk membuat deskripsi, gambaran yang sistematis, factual, dan akurat mengenai kenyataan yang terjadi di lapangan, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Data yang dikumpulkan, baik yang berupa data primer maupun data sekunder dikumpulkan kemudian dipilah menurut kategorinya. Datadata tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan teori yang relevan dengan objek formal penelitian ini. 3.8 Penyajian Hasil Penelitian Hasil penelitian disajikan dalam bentuk skripsi dengan mengikuti aturanaturan yang telah ditetapkan oleh lembaga yang telah dibukukan dengan judul Buku Pedoman Tugas Akhir Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar tahun Hasil penelitian ini disajikan dalam 5 Bab, yaitu: BAB I Pendahuluan, memaparkan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, dan ruang lingkup penelitian. 39

55 BAB II Kajian Sumber dan Landasan Teori, kajian sumber berisi kajiankajian pustaka terkait dengan objek penelitian, sementara landasan teori berisikan penjelasan teori-teori yang digunakan untuk memecahkan persoalan atau permasalahan yang diteliti. BAB III Metode Penelitian, berisi tentang metode, langkah-langkah dan teknik penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini. Di dalamnya terdapat tahap-tahap yang dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat, seperti rancangan penelitian, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, instrumen penelitian, teknik penentuan informan, tahap pengumpulan data, dan tahap analisis data. BAB IV Pembahasan, memaparkan tentang hasil penelitian yang mengacu pada perumusan masalah yaitu: bagaimana bentuk pertunjukan tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila, awal mula munculnya tari Wura Bongi Monca di Dompu, serta fungsi tari Wura Bongi Monca bagi masyarakat Dompu. BAB V Penutup, berisikan kesimpulan dari hasil pemaparan seluruh isi bab, dan saran-saran. Pada lembar selanjutnya merupakan lembaran daftar pustaka, daftar informan, serta lampiran-lampiran pendukung lainnya. 40

56 BAB IV TARI WURA BONGI MONCA SANGGAR LA-HILA, DOMPU, SUMBAWA Tari Wura Bongi Monca merupakan sebuah tari penyambutan yang sangat populer di daerah Dompu. Tari tersebut dikembangkan dari tari kesuburan masyarakat Dompu oleh Sanggar La-Hila. Sebagai sebuah seni tari, tari Wura Bongi Monca merupakan kesenian yang kompleks, yang terdiri dari elemenelemen ekspresif yang terorganisir menjadi sebuah tari dengan identitas daerah Dompu. Elemen-elemen yang membangun tari Wura Bongi Monca tersebut saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, antara gerak, penari, tata rias dan busana, iringan musik tari, tempat pementasan dan lain sebagainya. 4.1 Bentuk Tari Wura Bongi Monca Bentuk adalah wujud fisik yang dapat diamati sebagai media untuk menuangkan isi yang berisi nilai-nilai, yang dapat memberikan pengalaman tertentu (Humardani, 1979:49-50). Ducasse menyatakan bahwa bentuk tersusun atas unsur-unsur abstraksi seperti ragam gerak, struktur pertunjukan, iringan musik tari, dan lain sebagainya (The Liang Gie, 1996:33-34). Sejalan dengan ungkapan tersebut bahwa tari Wura Bongi Monca pun secara fisik merupakan ungkapan unsur-unsur gerak, penari, tata rias dan busana, serta musik iringan tari, yang tersusun sebagai sebuah ungkapan seni tari. Seluruh komponen yang telah 41

57 tersusun tersebut mengungkapkan pesan selamat datang dan rasa gembira sesuai dengan tema tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila. Berkembangnya kebudayaan masyarakat Dompu membuat tari Wura Bongi Monca ditampilkan sesuai dengan perkembangan budaya masyarakat setempat. Hal itu dapat dilihat dari bentuk penyajian tari tersebut, yang sebelumnya sangat sederhana namun kini telah berubah menjadi sebuah tari penyambutan yang ditampilkan dengan koreografi indah dan glamour. Jika diamati secara keseluruhan, tari Wura Bongi Monca yang kini populer di daerah Dompu menjadi identitas masyarakat setempat. Terkait dengan hal di atas, Djelantik menjelaskan bahwa sebuah bentuk kesenian yang indah dipandang mata akan mengandung tiga aspek penting di dalamnya, yakni: wujud atau rupa (appearance), bobot atau isi (content, substance), dan penampilan, penyajian (presentation). Wujud dapat dilihat dengan mata (visual) maupun dapat didengar oleh telinga. Wujud dapat dianalisis dengan membahas komponen-komponen yang menyusunnya, serta dari segi susunannya itu sendiri. Konsep wujud terdiri dari bentuk (form) atau unsur yang mendasar dan susunan atau struktur (structure). Isi atau bobot adalah benda atau peristiwa kesenian meliputi bukan hanya yang dilihat semata-mata tetapi juga apa yang dirasakan atau dihayati sebagai makna dari wujud kesenian itu. Bobot kesenian mempunyai tiga aspek, yaitu: suasana (mood), gagasan (idea) dan ibarat atau pesan. Penampilan atau penyajian adalah cara kesenian tersebut disajikan dan disuguhkan kepada yang menikmatinya. Penampilan terdiri dari tiga aspek, yaitu: bakat (talent), keterampilan (skill), dan sarana atau media (medium atau vehicle). 42

58 Berdasarkan pernyataan di atas, maka tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Fatimah H. Mustakim dari Sanggar La-Hila ini digolongkan ke dalam bentuk tari lepas yang ditari kan oleh sekelompok penari putri. Masingmasing penari membawa boko, dengan tampilan tata rias dan busana yang ditata indah sekali. Fatimah H. Mustakim, yakni pemilik Sanggar La-Hila mengungkapkan bahwa tari Wura Bongi Monca yang dikembangkannya adalah wujud kreativitasnya dalam berkesenian. Unsur-unsur tradisi yang terdapat dalam tari Wura Bongi Monca, seperti gerak dan busananya disesuaikan dengan selera masyarakat Dompu, sehingga menjadi tari penyambutan kreasi yang kini sangat diminati dan mampu menarik minat masyarakat penonton. Pengembangan yang dilakukan tampak dari koreografi, tata rias dan busana, dengan tetap mempertahankan ragam gerak dan property sebagai ciri khas tari an tersebut (wawancara tanggal 21 desember 2013). Tari Wura Bongi Monca yang telah dikembangkan oleh Fatimah H. Mustakim tidak semanta-mata sebagai ungkapan ucapan selamat datang dan ungkapan syukur saja, tetapi tari an itu juga memiliki makna harapan dan ungkapan rasa syukur. Sebagaimana yang diungkapkan olehnya: Pada tari Wura Bongi Monca tetap terselip atau tersirat makna dari isi tari an tersebut. Makna lain dari gerakan menabur beras kuning itu adalah sesuai dengan simbol dari beras kuning itu sendiri, yaitu beras (bongi) melambangkan kesuburan, dan kuning (monca) melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Selain itu, ekspresi senyum yang terpancar dari wajah para penari merupakan makna kegembiraan dan keramah tamahan. 43

59 Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan oleh Fatimah H. Mustakim, Aulia juga mengatakan pada wawancara tanggal 23 Desember 2013: Pada saat memulai atau saat berlangsungnya latihan Ibu Fatimah sering menyampaikan makna tari Wura Bongi Monca kepada saya. Hal itu dimaksudkan agar saya dapat menarikan tari an ini dengan penuh perasaan. Sehingga saya tidak saja menghafal gerakan tari nya, tetapi saya juga harus mampu menjiwai tari an tersebut sesuai dengan karakter tari yang diinginkan. Berdasarkan pernyataan di atas, hal yang senada pula diungkapkan oleh Rubiawati, selaku penari Wura Bongi Monca di Sanggar La-Hila, pada wawancara tanggal 23 Desember 2013: Pada saat latihan, Ibu Fatimah selalu menekankan tentang pentingnya penghayatan karakter tari Wura Bongi Monca, agar tari tersebut betul-betul berjiwa sesuai dengan tema tari an, yakni keramah tamahan seorang penyambut tamu. Pada saat saya menyambut tamu, saya harus bisa tersenyum gembira dari lubuk hati paling dalam sehingga tari yang saya bawakan betul-betul hidup sesuai dengan konsep pertunjukannya. Berdasarkan pernyataan di atas menunjukan bahwa tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Fatimah H. Mustakim dari Sanggar La-Hila yang terispirasi dari tari tradisional daerah Dompu dapat mempertahankan ciri khas kedaerahan dan budaya masyarakat Dompu, walaupun ditampilkan dengan busana yang glamour sesuai dengan perkembangan budaya masyarakat Dompu saat ini. Sebuah tari dikatakan baik apabila pesan-pesan, nilai-nilai, norma-norma masyarakat setempat yang ditampilkan melalui bentuk penyajian tari tersebut sampai kepada penonton. Begitu pula dengan tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila yang tampak mampu menyampaikan nilainilai dan norma-norma adat setempat. Beberapa nilai-nilai yang tampak disampaikan oleh sajian tari Wura Bongi Monca tersebut antara lain, keramah- 44

60 tamahanan, etika berpakaian, dan sikap masyarakat Dompu yang dominan beragama Islam. Oleh sebab itu, tari Wura Bongi Monca sangat diminati masyarakat Dompu, bahkan banyak mendapat pujian dan penghargaan dari berbagai kalangan. Sebagaimana diungkapkan oleh Junaidin, salah seorang pemain musik tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila, yang mengungkapkan bahwa tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila telah mendapatkan penghargaan, yakni pada tahun 2005, sebagai penata tari Wura Bongi Monca terbaik se-kabupaten Dompu, dalam rangka Festival Kesenian Tradisional Dompu. Hal itu menunjukkan bahwa Sanggar La-Hila memang terbukti merupakan Sanggar tari terbaik yang mengembangkan tari Wura Bongi Monca di Dompu. Oleh sebab itu, tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila paling banyak diminati masyarakat dibandingkan Sanggar- Sanggar lainnya (wawancara tanggal 24 Desember 2013). Hal senada juga diungkapkan oleh Rubiawati, salah seorang penari tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila pada wawancara tanggal 23 Desember 2013: Sanggar La-Hila banyak sekali memiliki murid, ada yang belajar tari Wura Bongi Monca maupun belajar tari -tari tradisional lainnya. Pejabat pemerintah setempat pun sering menunjuk Sanggar La-Hila untuk mengisi acara pertunjukan tari Wura Bongi Monca, baik dalam kegiatan formal maupun pada acara-acara hiburan. Dari pernyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa Sanggar La-Hila paling populer di Dompu. Selain terbukti memiliki kualitas pembelajaran yang baik, Sanggar La-Hila juga terbukti memiliki kemampuan menata tari yang baik. Hal itu dibuktikan dengan penyajian tari Wura Bongi Monca yang dikembangkannya itu mendapat respon positif dari masyarakat Dompu. Terbukti 45

61 bahwa tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila disajikan dalam bentuk pertunjukan yang apik, indah, dan menarik untuk disajikan dan cocok ditampilkan baik dalam acara formal maupun informal. Keberhasilan Sanggar La-Hila dalam mengembangkan tari Wura Bongi Monca tersebut tentu tidak terlepas dari faktor-faktor pendukung tari tersebut. Faktor-faktor pendukung yang dimaksud antara lain faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dimaksud dalam konteks ini adalah komponenkomponen tari yang disusun sebagai sebuah pertunjukan. Sementara, faktor eksternal yang dimaksud dalam hal ini adalah dukungan dan selera penonton yang tampak terakomodir dalam penyajian tari Wura Bongi Monca tersebut. Beberapa komponen tari yang mendukung terwujudnya tari Wura Bongi Monca tersebut dapat diamati antara lain : 1) Ragam gerak tari ; 2) Tata rias dan busana; 3) penari; dan 4) iringan musik tari. Untuk menampilkan tari Wura Bongi Monca diperlukan persiapan terlebih dahulu, antara lain adalah sebagai berikut. Sebelum penari pentas, mereka terlebih dahulu merias wajah dan memakai kostum di rumah kediaman Fatimah H. Mustakim. Sementara, para pemain musik mempersiapkan peralatan musiknya yang akan digunakan pada saat pementasan. Mereka juga mempersiapkan diri, yaitu memakai kostum yang telah disediakan oleh Sanggar La-Hila. Setelah semuanya siap, para penari dan pemain musik berangkat menuju lokasi atau tempat dilaksanakannya pertunjukan tari Wura Bongi Monca tersebut. Mereka berangkat ke tempat tujuan dengan menggunakan mobil atau bemo yang 46

62 telah disiapkan oleh Sanggar La-Hila. Setelah tiba di tempat pementasan, para penari dan pemain musik mempersiapkan diri untuk pementasan. Pada saat pementasan akan dimulai, para pemain musik mempersiapkan diri mereka di sisi kanan atau di sisi kiri panggung/tempat pementasan dengan masing-masing memainkan alat musik yang ditugaskan. Sementara, para penari mempersiapkan diri untuk menari di belakang panggung/tempat pementasan. Setelah semuanya siap, pertunjukan tari Wura Bongi Monca pun dilakukan. Tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila memiliki struktur pertunjukan yang sederhana, akan tetapi tata penyajiannya menarik, karena ditunjang oleh tata rias dan balutan busana yang harmonis, terlebih ketika pentas diiringi oleh iringan musik tari yang dinamis, sehingga secara keseluruhan koreografi tari Wura Bongi Monca tersebut sangat indah Struktur Pertunjukan Tari Wura Bongi Monca Kata struktur mengandung arti susunan, yang jika dikaitkan dengan seni tari dapat diartikan sebagai sebuah susunan dari bagian-bagian yang saling terkait. Dalam hal ini, tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila memiliki struktur pertunjukann yang dibentuk oleh ragam gerak yang dirangkai menjadi sebuah pertunjukan tari, dibalut busana yang khas serta diiringi oleh musik iringan tari menjadi sebuah satu kesatuan tari. Gerak merupakan salah satu unsur pokok dalam tari, sebagai media untuk berkomunikasi dengan penontonnya. Gerak memiliki peranan besar dalam tari. Karena, apabila gerakan dirangkai, ditata dan disatukan, serta ditunjang oleh 47

63 unsur-unsur lainnya seperti badan si penari, tata busana, tata rias, iringan musik, dan lain sebagainya, maka terciptalah sebuah tari an. Demikian pula halnya dengan tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila. Tari penyambutan pada umumnya memiliki gerakan yang bermakna menyambut para tamu, yang diungkapkan dengan gerak tari lemah gemulai, mengandung nilai estetika atau keindahan. Hal itu juga tampak pada tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila yang telah mampu menarik minat masyarakat penonton di Dompu. Tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila memiliki ragam gerak yang sederhana, dengan menggunakan gerak-gerak tari putri tradisional Dompu yang telah diolah dan dikreasikan lagi sehingga tampak dinamis. Ragam gerak tersebut dibawakan oleh penari putri yang ditari kan dengan lemah gemulai, dengan ekspresi senyum gembira. Ragam gerak tari Wura Bongi Monca terdiri atas 1 gerak pokok, yakni gerak kakiri kamai dan gerak tambahan lainnya, yakni lampa sadeda, lampa sere, ndewa, sere, kakuruku siku rima, lampa sere, ndewa-sere, weha bongi, lenggo, doho, lampa dihidi, horma, kidi, dan lampa. Ragam gerak tari Wura Bongi Monca yang telah disebutkan di atas, disusun menjadi struktur pertunjukan yang indah dan diiringi oleh alunan musik pengiring yang menjadikan tari an ini nikmat untuk disajikan. Tari yang sederhana namun tampil menarik itu, kini telah manjadi sebuah sajian yang indah dan menghibur masyarakat Dompu. 48

64 I Gusti Ayu Tri Utama, yakni salah seorang yang mengembangkan tari penyambuta Wura Bongi Monca, pada wawancara tanggal 23 Desember 2013: Tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila sangat sederhana, tapi tari an tersebut bisa paling diminati dibandingkan tari penyambutan Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh sangar-sangar tari lainnya yang ada di Dompu. Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh I Gusti Ayu Tri Utama di atas tersebut, salah seorang penonton tari Wura Bongi Monca, yakni H. Hilir juga mengungkapkan, pada wawancara tanggal 24 Desember 2013: Tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila tidak hanya sekedar indah dan menarik, tetapi tari an ini benar-benar ditari kan dengan penjiwaan yang tepat, yakni senang dan gembira. Para penari tampak selalu tersenyum setiap kali membawakan tari an ini, sehingga sebagai tamu undangan, saya merasa senang untuk menonton tari an ini. Dari pernyataan yang diungkapkan oleh kedua informan tersebut di atas, menunjukkan bahwa tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila memiliki kelebihan pada tata cara penyajian, disertai penjiwaan karakter tari yang tepat dari para penarinya. Adapun struktur pertunjukan yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila dibagi menjadi tiga, yaitu a. Lu u, yaitu bagian awal dari tari Wura Bongi Monca. Lu,u dalam bahasa Indonesia berarti masuk. Lu,u di sini dimaksudkan bahwa penari masuk ke atas panggung atau tempat pementasan. Pada waktu lu,u penari berdiri dengan posisi berbaris masuk ke panggung. Pada saat lu,u hanya terdiri atas dua ragam gerak, yaitu gerak lampa sadeda dilakukan 2 x 8 hitungan, diiringi dengan boe ndewa, dan dilanjutkan dengan lampa sere 2 x 8 49

65 hitungan diiringi dengan boe sere. Sebagaimana tampak pada foto di bawah ini. Foto 1. Gerakan Lampa Sadeda Dokumentasi : IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember b. Poko, yaitu bagian kedua yang merupakan bagian pokok atau inti dari pertunjukan tari Wura Bongi Monca. Poko dalam bahasa Indonesia berarti pokok atau inti. Poko dalam pertunjukan tari Wura Bongi Monca dimaksudkan sebagai inti dari pertunjukan, karena pada bagian poko inilah ciri khas dari tari an ini ditunjukan, yakni gerak menabur beras kuning atau yang disebut dengan gerak kakiri kamai. Gerakan yang digunakan dalam bagian poko ini, yaitu ndewa dilakukan 6 x 8 hitungan, dimana 5 x 8 hitungan diiringi dengan boe ndewa dan 1 x 8 hitungan diiringi dengan boe sere. Gerak selanjutnya adalah sere 50

66 dan dilanjutkan menabur beras kuning (kakiri kamai) dalam 1 x 8 hitungan diringi boe sere, gerak horma 1 x 8 hitungan dan gerak karuku siku rima 1 x 8 hitungan yang diiringi dengan boe ndewa. Kemudian dilanjutkan dengan gerak lampa-sere dilakukan 1 x 8 hitungan diiringi boe qiu. Selanjutnya gerak ndewa-sere dilakukan 2 x 8 hitungan, dengan 1 x 8 hitungan diiringi boe ndewa dan 1 x 8 hitungan lagi diiringi boe qiu. Gerak selanjutnya, yakni gerak weha bongi dilakukan 1 x 8 hitungan diiringi boe ndewa. Setelah itu, dilanjutkan lagi dengan sere disertai menabur beras kuning (kakiri kamai) dilakukan 1 x 8 hitungan dengan iringan boe sere. Setelah itu, dilajutkan dengan gerak lenggo 1 x 8 hitungan diiringi dengan boe ndewa. Kemudian diulang kembali gerak sere disertai kakiri kamai dalam hitungan 1 x 8 hitungan dan dilanjutkan dengan doho dalam 1 x 8 hitungan yang diiringi dengan boe sere. Gerakan selanjutnya adalah gerak lampa yang disertai gerak menabur beras kuning atau disebut dengan lampa-kakiri kamai, dilakukan 1 x 8 hitungan diiringi dengan boe ndewa. Kemudian dilanjutkan lagi dengan jalan di tempat disertai dengan gerak menabur beras kuning atau yang disebut dengan gerak lampa dihidi-kakiri kamai dilakukan 5 x 8 hitungan, dengan 4 x 8 hitungan diiringi dengan boe ndewa dan 1 x 8 hitungan diiringi boe qiu, sebagaimana tampak pada foto di bawah ini. 51

67 Foto 2. Gerakan Menabur Beras Kuning (kakiri kamai) Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember b. Dula atau losa, yaitu bagian ketiga dari struktur pertunjukan, yang merupakan bagian akhir dari pertunjukan tari Wura Bongi Monca. Dula dalam bahasa Indonesia berarti pulang dan losa berarti keluar. Kata dula atau losa dalam pertunjukan tari Wura Bongi Monca dimaksudkan bahwa ini adalah bagian akhir dari pertunjukan. Dula atau losa juga dimaksudkan bahwa penari keluar dari panggung atau tempat pementasan, yang menunjukkan bahwa pertunjukan telah berakhir atau selesai. Pada waktu dula atau losa, ragam gerak yang dilakukan, yaitu lampa dilanjutkan dengan horma kemudian lampa kembali dan kemudian kidi dilakukan dalam 1 x 8 hitungan yang diiringi dengan boe sere. Selanjutnya adalah para penari pulang dengan melakukan gerak lampa 52

68 sere dalam 2 x 8 hitungan diiringi boe sere pula, sebagaimana tampak pada foto di bawah ini. Foto 3.Gerakan Pulang (Lampa Sere) Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember Perbendaharaan gerak yang ada dalam tari Wura Bongi Monca tersebut di atas, belum pernah dikaji secara mendalam. Oleh karena itu, perlu dijelaskan secara rinci. Adapun perbendaharaan gerak yang terdapat dalam tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila adalah sebagai berikut. a. Lampa, yaitu gerakan berjalan biasa dalam tari Wura Bongi Monca. Cara melakukanya: tangan kiri ditekuk dan tangan kiri memegang boko, tangan kanan lurus ke samping (arah diagonal), dengan jari-jari tangan lurus ke atas. 53

69 b. Lampa dihidi, yaitu gerakan berjalan di tempat dengan kaki kanan maju kemudian mundur kembali diulang-ulang. Dalam tari Wura Bongi Monca gerak lampa dihidi dipadukan dengan gerak kakiri kamai. Cara melakukannya: tangan kiri memegang boko, tangan kanan menabur beras kuning. Saat menabur kaki kanan maju ke depan, kaki kiri agak diangkat dan berada dibelakang kaki kanan. Saat tangan kanan mengambil beras kuning dari dalam boko, kaki kanan mundur berada sejajar dengan kaki kiri. Gerakan ini diulang berkali-kali sehingga disebut lampa dihidi-kakiri kamai. c. Lampa sadeda, yaitu gerak berjalan pelan dalam tari tradisional Dompu. Cara melakukannya: kedua kaki melangkah maju secara bergantian, dengan cara salah satu kaki melangkah maju dan kedua kaki ditekuk. Ujung kaki yang dibelakang menjinjit. Gerakan ini diulang sekali lagi di tempat. Kemudian kaki yang di belakang tadi melangkah maju ke depan dengan kedua kaki ditekuk, ujung kaki yang di belakang menjinjit. Gerakan ini diulang satu kali lagi di tempat, dan seterusnya. Posisi tangan ketika berjalan adalah tangan kiri di tekuk ke arah sudut kiri depan memegang boko (lengan atas tangan di samping dan lengan tangan bawah agak ke depan) dan tangan kanan lurus ke samping agak ke bawah. d. Lampa sere, yaitu gerak berjalan agak cepat dalam tari tradisional Dompu. Cara melakukannya: berjalan dengan kedua ujung kaki dijinjit dan tangan memegang boko tepat di depan perut. Pada saat berjalan penari menggerakan boko naik turun secara mengalun. Gerak tangan memegang boko naik sampai ke depan dada, lalu turun sampai pada depan perut. 54

70 e. Ndewa, yaitu gerak mengayunkan boko ke samping kanan dan kiri secara bergantian. Cara melakukannya: kaki kanan melangkah ke samping kanan diikuti oleh kaki kiri dan kemudian dilanjutkan dengn kaki kiri melangkah kesamping kiri diikuti oleh kaki kanan, dilakukan secara bergantian dengan kedua lutut kaki ditekuk. Gerakan kaki melangkah ke samping tersebut diikuti dengan gerakan kedua tangan memegang boko sambil digerakan ke samping kanan dan kiri secara mengalun. Arah hadap muka penari, ke depan dan arah badan agak ke samping mengikuti langkah kaki. f. Weha bongi, yaitu gerakan mengambil beras kuning yang ada dalam boko, sebagaimana tampak pada foto di bawah ini. Foto 4. Gerakan Mengambil Beras Kuning (Weha Bongi) Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember

71 Cara melakukannya: badan agak menghadap ke sudut depan samping kanan, tangan kiri ke depan agak ditekuk, tangan kanan solah-olah mengambil beras kuning yang ada dalam boko, kemudian tangan kanan perlahan ke samping kanan, dengan posisi kaki kanan lurus, ujung kaki kiri dijinjit dan lutut agak ditekuk. Selanjutnya tangan kanan mengambil beras kuning yang ada di dalam boko, tangan kiri memegang boko. ujung kaki kanan menjinjit dan lutut agak ditekuk, kaki kiri lurus. g. Sere, yaitu gerakan berjalan dalam tari Wura Bongi Monca yang diiringi dengan boe sere. Gerak sere bisa digabungkan atau dipadukan dengan gerak ndewa (ndewa-sere), lampa (lampa-sere), dan kakiri kamai (sere-kakiri kamai). Ada 3 macam sere, yaitu: gerak sere yang pertama, yakni berjalan dengan salah satu kaki (ujung kaki) dijinjit, gerakan sere ini biasanya dipadukan dengan gerak lampa. Gerak sere yang kedua, yakni berjalan dengan kedua ujung kaki dijinjit, gerakan sere ini biasanya dipadukan dengan gerak ndewa. Gerak sere yang ketiga, yakni berjalan biasa dengan badan agak dibungkukan, lutut kaki ditekuk, arah hadap wajah agak ke bawah, gerakan sere ini biasanya dipadukan dengan gerak menabur beras kuning (kakiri kamai). h. Ndewa-sere, yaitu gerakan sere yang dipadukan dengan gerak ndewa. Cara melakukannya: kaki melangkah ke samping kanan dan ke samping kiri secara bergantian, dengan kedua lutut kaki di tekuk. Gerakan kaki melangkah ke samping diikuti dengan gerakan kedua tangan memegang boko sambil digerakan ke samping kanan dan kiri secara mengalun. Arah hadap muka 56

72 penari, ke depan dan arah badan agak ke sudut samping depan mengikuti langkah kaki, setelah itu dilanjutkan dengan sere, yakni kedua ujung kaki dijinjit berjalan di tempat (sebagai proses mengganti arah hadap), kemudian dilanjutkan kembali dengan gerakan ndewa. i. Lampa-sere, yaitu gerak sere yang dipadukan dengan gerak lampa. Cara melakukannya: siku-siku tangan kiri ditekuk memegang boko, tangan kanan diayun-ayunkan ke depan dan ke belakang, kemudian ke depan secara berulang-ulang, sambil berjalan dengan ujung kaki kanan dijinjit. j. Kakiri kamai, yaitu gerak menabur beras kuning. Gerakan ini merupakan gerak pokok dalam tari Wura Bongi Monca. Cara melakukannya: tangan kanan lurus ke depan ke arah penonton menabur beras kuning, kemudian siku-siku tangan kiri ditekuk memegang boko. Posisi kaki dan badan tegap, seperti berdiri biasa. k. Lampa-kakiri kamai, yaitu gerak berjalan sambil menabur beras kuning, sebagaimana tampak pada foto di bawah ini. Foto 5. Gerak berjalan di tempat (Lampa Dihidi-Kakiri Kamai) Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember

73 Cara melakukanya: kaki kanan melangkah maju, dengan kaki kiri diangkat dan berada di belakang kaki kanan. Saat kaki kanan maju tangan kanan menabur beras kuning. Selanjutnya, saat tangan kanan mengambil beras kuning, kaki kanan mundur kemudian ditutup oleh kaki kiri. Saat lampa-kakiri kamai tangan kiri ditekuk ke depan memegang boko. l. Horma, yaitu gerakan memberi hormat kepada penonton. Cara melakukannya: gerakan kedua tangan ditekuk ke depan memegang boko, badan agak membungkuk, wajah atau muka menghadap ke bawah atau ke tangan. Lutut kaki ditekuk, dengan kaki kanan berada di belakang kaki kiri, dengan jari-jari kaki kanan dijinjit. m. Karuku siku rima, yaitu gerakan mengayunkan siku tangan kanan ditekuk kemudian siku tangan kanan digerakan ke samping dan ke depan secara perlahan-lahan kemudian agak cepat, yang dilakukan berulang-ulang, sebagaimana tampak pada foto di bawah ini. Foto 6. Gerakan Mengayunkan Siku Tangan (Karuku Siku Rima) Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri 58 Tanggal 21 Desember 2013.

74 Cara melakukannya: kedua kaki ditekuk dengan kaki kanan berada di belakang kaki kiri, siku tangan kiri ditekuk ke depan membawa boko dan tangan kanan di samping ditekuk dengan siku tangan kanan digerakkan ke depan dan ke samping diulang 2 kali secara perlahan-lahan dan dilakukan 2 kali secara cepat n. Lenggo, yaitu gerakan memindahkan boko dari tangan kanan ke tangan kiri dan sebaliknya. Cara melakukannya: gerakan kaki melangkah ke belakang secara bergantian, disertai dengan gerakan tangan memindahkan boko secara mengalun. Saat kaki kanan mundur ke belakang, arah hadap badan penari ke samping kanan, dan arah hadap wajah penari ke arah depan, tangan kanan ke belakang lurus, tangan kiri lurus ke depan memegang boko. Saat boko akan dipindahkan ke tangan kanan, arah hadap badan penari ke samping kiri, sementara arah hadap wajah penari ke depan, kaki kiri ke belakang, tangan kiri agak lurus ke samping, dan tangan kanan agak lurus ke depan. o. Kidi, yaitu suatu posisi berdiri dalam tari Wura Bongi Monca. Cara melakukannya: Penari berdiri biasa, dengan salah satu tangan lurus ke samping (diagonal), kemudian salah satu tangan memegang boko dengan siku tangan ditekuk, atau berdiri dengan biasa dengan kedua kaki lurus, badan tegap dan kedua tangan ditekuk di depan perut sambil memegang boko. p. Doho, yaitu gerakan berputar di tempat dengan pelan, dapat dilakukan dalam posisi jongkok dan berdiri. Cara melakukannya: kaki kanan berada di depan kaki kiri, kemudian berputar dengan pelan. Arah putaran melawan arah jarum jam. Pada saat berputar, tangan kanan memegang boko dan tangan kiri ditekuk 59

75 ke samping kanan, tepat berada di depan perut penari agak ke bawah, seperti tampak pada foto di bawah ini. Foto 7. Gerakan Berputar di Tempat (Doho) Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember Seluruh gerak tari Wura Bongi Monca di atas tersebut kemudian disusun dengan pola lantai tari sehingga menjadi sebuah tari an yang indah dan tampak dinamis, yang diperagakan oleh para penari Wura Bongi Monca. Pola lantai dalam tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila biasanya ditari kan oleh para penari dalam jumlah ganjil. Akan tetapi jumlah penari yang paling sering digunakan, yakni 5 orang penari. Hal itu dimaksudkan agar penataan pola lantai lebih gampang dibuat dan beragam. Oleh Sebab itu, pola lantai yang telah dibuatkan secara pasti adalah pola lantai dengan jumlah 5 orang penari. Adapun pola lantai tari Wura Bongi Monca tersebut, sebagai berikut: 60

76 No Pola Lantai Keterangan 1 Penari berjalan dari sisi kiri tempat pertunjukan dengan melakukan lampa sadeda (hitungan gerak 2x8) menuju tempat dipentaskannya tari an ini. 2 Pada saat sudah memasuki tempat pertunjukan, penari terus berjalan menuju tengahtengah tempat pementasan dengan melakukan lampa sere. Pada saat tiba di tengahtengah tempat pementasan penari menghadap ke arah para tamu atau penonton dengan tetap atau masih melakukan lampa sere. 3 Setelah menghadap ke arah para tamu atau penonton, penari melakukan gerak ndewa. 4 Setelah ndewa, dilanjutkan dengan gerak sere. 61

77 5 Setelah berjalan maju (sere), penari melakukan gerak menabur beras kuning (kakiri kamai). 6 Setelah menabur beras kuning penari berjalan dengan melakukan sere kembali, sambil membentuk posisi berikutnya. 7 Setelah membentuk posisi, penari selanjutnya melakukan gerakan memberi hormat (horma) yang dilanjutkan dengan gerak karuku siku rima. ndewa-sere. 8 Setelah ndewa-sere, para penari melakukan gerak ndewa sere 1 kali lagi yang disertai dengan membentuk pola lantai atau posisi selanjutnya. 62

78 9 Setelah membentuk posisi, penari masih melakukan gerakan weha bongi. 10 Selanjutnya penari berjalan maju dengan melakukan gerakan sere. 11 Setelah sere, para penari menabur beras kuning (kakiri kamai). 12 Penari membentuk posisi baru dengan melakukan gerak sere. 13 Setelah membentuk posisi, penari melakukan gerak lenggo. 63

79 14 Penari membentuk posisi selanjutnya dengan melakukan sere. 15 Setelah membentuk posisi, para penari menabur beras kuning (kakiri kamai) lagi. 16 Para penari membentuk posisi selanjutnya dengan melakukan sere. 17 Setelah membentuk posisi, para penari melakukan doho, sambil membentuk posisi berikutnya 18 Setelah membentuk posisi berikutnya, para penari membentuk posisi berikutnya dengan melakukan lampa-kakiri kamai. 64

80 19 Setelah penari membentuk posisi berikutnya, para penari melakukan gerak lapa dihidi disertai gerak kakiri kamai atau (lampa dihidi-kakiri kamai). 20 Para penari berjalan membentuk posisi selanjutnya dengan melakukan lampa. 21 Setelah membentuk posisi berikutnya, para penari melakukan horma. Setelah horma, para penari kidi sambil berputar ke arah belakang kemudian berjalan dengan melakukan lampa. 22 Setelah penari berjalan ke belakang, penari berputar ke arah depan kembali. 65

81 23 Setelah penari menghadap ke depan, penari kemudian kidi, dilanjutkan dengan menghadap ke samping kiri penari, akan berjalan pulang. 24 setelah penari menghadap samping, penari langsung menuju ke arah keluar dari tempat pementasan dengan melakukan lampa sere. Tabel 1 Pola Lantai Tari Wura Bongi Monca. Keterangan: :Penari menghadap ke arah samping :Penari menghadap ke depan :Penari menghadap ke belakang :Arah lintasan penari Penari Tari Wura Bongi Monca Penari adalah pelaku atau orang yang membawakan suatu tari an, baik laki-laki maupun perempuan. Penari menjadi salah satu bagian penting yang mendukung sebuah pertunjukan tari, karena yang melakukan gerak tari adalah 66

82 seorang penari. Jika tidak ada penari, maka pertunjukan tari tidak dapat berlangsung. Tari Wura Bongi Monca hanya dapat ditari kan oleh penari putri, karena gerakan tari nya adalah gerakan tari putri. Dalam pemilihan penari tidak ada ketentuan khusus. Artinya, siapa saja boleh menarikan tari an ini, dari anak-anak hingga dewasa, asalkan perempuan. Menurut Rubiawati salah seorang penari Wura Bongi Monca Sanggar La- Hila mengatakan bahwa ia biasanya menari di acara pernikahan, acara Suanata, acara-acara di kantor Bupati, dan menari keluar daerah Dompu bersama Sanggar La-Hila. Jika tari Wura Bongi Monca dipentaskan dalam resepsi pernikahan biasanya latihan dilakukan hanya satu kali saja, seperti sekarang misalnya, banyak pasangan yang menyelenggarakan acara resepsi pernikahan. Oleh karena itu, latihan cukup sekali untuk beberapa kali pementasan untuk mengisi acara pernikahan yang ada di beberapa tempat atau daerah yang ada di Dompu. Jika pementasan tari Wura Bongi Monca dilakukan di luar daerah Dompu seperti pentas di kota Sumbawa, Mataram, dan Jakarta, maka latihan sangat sering dilakukan, bahkan setiap hari. Tujuan dari latihan ini untuk membuat gerakan dalam tari an tersebut kompak dan mantap (wawancara tanggal 23 Desember 2013). Fatimah H. Mustakim, salah seorang pengajar tari Wura Bongi Monca di Sanggar La-Hila mengatakan bahwa pemilihan penari dilakukan sesuai dengan permintaan pemilik acara atau penyelenggara acara. Apakah mereka menginginkan penari Wura Bongi Monca remaja atau anak-anak. Apabila yang 67

83 diminati penari anak-anank, maka perlu dilakukan latihan beberapa kali. Pemilihan penari juga berdasarkan situasi dan kondisi. Apabila permintaan pentas datang secara mendadak, maka sudah tentu yang melakukan pementasan adalah penari remaja, dari yang duduk di bangku sekolah tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai Sekolah menengah Atas (SMA). Karena mereka sudah jauh lebih sering mengikuti pementasan, sehingga cukup atau tanpa latihan pun mereka langsung dapat pentas. Sementara, bagi murid di Sanggar La-Hila yang masih tingkat TK dan SD, biasanya mereka pentas dalam acara atau perlombaan, seperti kegiatan Pekan Olah Raga dan Seni (porseni), Festival Kesenian Tradisional Dompu, acara pameran dalam rangka Hari Ulang Tahun Kabupaten Dompu, dan acara dalam rangka Memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, karena pertunjukan tari Wura Bongi Monca pada acara-acara tersebut, dianggap memiliki waktu cukup banyak untuk melakukan latihan atau persiapan sebelum pertunjukan dilakukan (wawancara tanggal 26 Desember 2013). Menurut Aulia pada wawancara tanggal 23 Desember 2013: Saya pernah ikut pentas tari Wura Bongi Monca bersama Sanggar La- Hila ke luar daerah Dompu, seperti ke kota Sumbawa Besar dan Mataram, tapi itu dulu ketika saya masih SD. Saya juga pernah beberapa kali mengikuti lomba tari Wura Bongi Monca ketika SD pada saat acara Porseni. Sekarang saya lebih sering menarikan tari Wura Bongi Monca dalam acara pernikahan dan acara Sunatan. Berdasarkan ungkapan tersebut di atas menunjukkan bahwa murid yang sudah sering menarikan tari Wura Bongi Monca akan mendapat kesempatan tampil atau pentas karena dianggap telah betul-betul menguasai materi pertunjukan. 68

84 Sebagaimana proses pembelajaran tari Wura Bongi Monca di Sanggar La- Hila, mereka memilih penari yang akan pentas secara bergantian sesuai dengan kemampuan dan permintaan pasar. Penari di Sanggar La-Hila dikelompokkan menjadi 2, yaitu kelompok anak-anak dan kelompok remaja, namun yang sering mengikuti pertunjukan adalah kelompok remaja, karena dianggap lebih menguasai. Jika ada permintaan pementasan secara mendadak maka penari yang mendapat kesempatan menari adalah kelompok remaja. Kelompok anak-anak mengikuti pertunjukan tari Wura Bongi Monca dalam acara perlombaan, atau sesuai dengan keinginan dari pemilik atau penyelenggara acara Tata Rias dan Busana Tari Wura Bongi Monca Tata rias dan busana dalam seni pertunjukan adalah salah satu komponen penunjang yang penting karena memiliki sifat visual. Dalam sebuah pertunjukan penonton tentu akan melihat dan mengamati secara seksama tata rias dan busana yang dikenakan oleh para penari. Tata rias dan busana memiliki peran penting dalam sebuah pertunjukan, karena melalui tata rias dan busana penonton dapat mengetahui karakter dari tari an tersebut. Tata rias dan busana juga dapat memberikan identitas pada suatu tari an, sehingga tari an ini memiliki ciri khas tersendiri yang dapat membedakan tari yang satu dengan tari yang lain. Tata rias dan busana dalam tari Wura Bongi Monca bertujuan agar penari terlihat seragam, sehingga menjadikan tari penyambutan ini tidak hanya kompak dalam bergerak, tetapi juga indah dalam penampilannya. Keseragaman kostum 69

85 dalam tari Wura Bongi Monca dimaksudkan untuk membuat penyajian tari an ini tampak harmonis dan rapi, sehingga kesan yang ditampilkan akan dapat menyenangkan perasaan penonton Tata Rias Tari Wura Bongi Monca Tata rias dalam tari Wura Bongi Monca bertujuan untuk mempercantik wajah penari, mempertegas bentuk wajah dan mimik penari. Tata rias juga memiliki peran yang tidak kalah penting dalam pertunjukan tari Wura Bongi Monca, karena melalui tata rias, wajah penari tampak lebih cantik, sehingga penonton senang untuk melihatnya. Tata rias tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La- Hila menggunakan tata rias pentas. Hal ini dimaksudkan menambah artistik pada tari an sehingga penonton merasa semakin tertari k untuk menyaksikan pertunjukan tari an ini. Selain tata rias wajah, bagian kepala penari juga tampak ditata agar terlihat lebih indah. Tata rias wajah dan kepala penari juga dibuat menjadi menarik, sebagaimana tampak dalam foto di bawah ini. Foto 8. Tata Rias Wajah dan Kepala Dokumentasi : IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember

86 Tata rias tari Wura Bongi Monca seperti tampak pada foto di atas, menggunakan beberapa alat dan bahan tata rias, antara lain, seperti bedak, lipstick, pensil alis, merah pipi, eyesadow dan lainnya. Sementara, bagian kepala penari menggunakan sanggul modern dengan hiasan bunga matahari berwarna merah. Dalam setiap pertunjukan tari Wura Bongi Monca memiliki tampilan yang senantiasa berbeda pada bagian rias kepala, hal tersebut dikarenakan oleh jenis bunga yang digunakan untuk menghiasi kepala tidak selalu sama. Bunga yang dipakai untuk menghiasi kepala penari itu, yakni menggunakan bunga plastik. Bunga yang dipakai biasanya bermacam-macam dengan warna yang berbeda-beda pula, seperti mawar merah, mawar putih, melati, cempaka putih, cempaka kuning, dan lain sebagainya Kostum/busana Tari Wura Bongi Monca Kostum atau busana tari Wura Bongi Monca merupakan sarana untuk mendukung karakter dan penyajian tari. Kostum atau busana juga merupakan bagian yang dapat menunjang pertunjukan tari agar tampak lebih indah dan menarik. Sebagaimana dengan kostum yang digunakan oleh penari Wura Bongi Monca telah dikembangkan lagi dari bentuk penyajian aslinya. Namun, pada bagian-bagian tertentu tampak masih mendapat pengaruh dari budaya masyarakat Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan. Tujuan pengembangan yang terdapat pada kostum atau busana tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila ini, yaitu agar dapat menunjang penyajian tari Wura Bongi Monca sehingga tampak lebih indah dan menarik, sebagaimana tampak pada foto di bawah ini. 71

87 Foto 9. Busana Tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila, Dompu Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember 2013 Adapun kostum atau busana tari Wura Bongi Monca adalah sebagai berikut: a. Memakai baju bodo dengan warna yang dapat disesuaikan dengan keinginan penata, baik warna merah, kuning, putih, ungu, hijau dan lain sebagainya. Baju bodo dibuat dengan menggunakan bahan dasar kain kaca, kain sutra, atau jenis kain lainnya yang dianggap menarik. Baju bodo tersebut dibuat dengan ditambahkan hiasan manik-manik yang berwarna emas atau berwarna warni. Selain itu ditambahkan pula renda berwarna 72

88 emas untuk hiasan pinggiran, seperti bagian lengan tangan, bagian leher, dan pinggang. Salah satu contoh baju bodo yang digunakan dalam tari ini tampak dalam foto di bawah ini. Foto 10. Busana Tari: Baju Bodo Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 23 Desember b. Untuk bagian bawahan memakai celana hitam, kemudian mengenakan kain sutra atau kain songket atau jenis kain lainnya, yang dianggap bagus dan menarik. Tujuan dari memakai celana ini agar kaki penari terlihat seragam dan rapi. Selain itu, celana juga bertujuan untuk menutup betis penari sesuai dengan ajaran syariah Islam. Celana juga dibuat dengan tujuan agar dapat dipakai secara bergantian oleh para penari. Selain itu, celana juga dianggap memiliki bahan yang dapat bertahan lebih lama dibandingkan memakai stoking atau kaos kaki panjang berwarna kulit. Model celana yang digunakan tampak pada foto di bawah ini. 73

89 Foto 11. Kostum Tari: Celana dan Kain Dokumen : IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember 2013 Celana yang tampak pada foto tersebut di atas dibuat dengan menggunakan bahan dasar kain katun, yang dianggap bagus dan indah. c. Memakai ikat pinggang (salepe), dengan 2 macam salepe, yaitu pertama, sebagai pengikat kain ditutupi oleh baju bodo. Kedua, sebagai hiasan yang dipakai setelah baju bodo. Jenis salepe yang pertama dipakai dengan tujuan mengencangkan kain (tembe) agar tidak mudah lepas, seperti ikat pinggang biasa atau dapat pula memakai tali rafia sebagaimana tampak seperti di bawah ini. 74

90 Foto 12. Contoh Salepe Untuk Mengencangkan Kain Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember Untuk jenis salepe yang kedua dibuat dengan tujuan untuk menambah artistic atau keindahan penampilan penari. Salepe dibuat dengan warna yang dapat disesuaikan dengan keinginan masing-masing atau disesuaikan dengan warna tembe atau dapat dipilih warna lain yang dianggap menarik, seperti salepe merah yang dihias dengan renda berwarna emas, sebagaimana tampak pada foto di bawah ini. Foto 13. Contoh Salepe yang Dipakai Untuk Menambah Artistic Dokumentasi : IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Dsember Foto di atas merupakan salah satu contoh salepe yang paling sering dipakai dalam pertunjukan tari Wura Bongi Monca. Selain contoh salepe 75

91 tersebut ada pula contoh salepe lain yang dibuat dan dipakai dengan tujuan untuk menambah penampilan penari menjadi lebih indah, seperti salepe warna kuning, jingga dan coklat, sebagaimana tampak pada foto di bawah ini. Foto 14. Macam-macam Contoh Salape Dokumentasi : IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember Perhiasan (Aksesoris) Para penari Wura Bongi Monca masing-masing memakai kalung panjang (kondo naru) dan anting panjang (giwa naru), serta memakai gelang tangan ( jima naru), sebagaimana tampak pada foto di bawah ini. Foto 15. Anting (Giwa Naru) dan Kalung (Kondo Naru) Dokumentasi : IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember

92 Foto 16. Busana Lengkap Tari Wura Bongi Monca Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember Foto di atas tampak penari mengenakan gelang tangan. Gelang tersebut merupakan bentuk atau model gelang yang sering digunakan oleh penari Wura Bongi Monca, yang disebut jima naru. Dari tampilan foto-foto tersebut di atas menunjukkan bahwa perhiasan yang dikenakan oleh para penari, yakni anting, kalung dan gelang kiranya juga telah mendapat pengaruh dari budaya masyarakat Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan yang tinggal di daerah Dompu. 77

93 Properti Tari Wura Bongi Monca Boko, tempat beras kuning (bongi monca). Boko berbetuk seperti mangkok atau seperti gelas besar, dibuat dengan menggunakan kertas karton sebagai bahan dasar yang kemudian dibalut dengan kain dan renda berwarna emas, serta ditambah dengan manik-manik yang berwarna emas pula, sebagaimana tampak pada foto di bawah ini. Foto 17. Boko, Tempat Beras Kuning Dokumentasi : IGA Ananta Wijayantri Tanggal 24 Desember Musik Iringan Tari Wura Bongi Monca Musik iringan tari adalah salah satu faktor pendukung dalam sebuah pertunjukan tari, yang disusun tidak hanya sekedar mengiringi, tetapi musik juga dibuat untuk menentukan tempo dan ritme gerakan. Musik iringan dalam seni pertunjukan tari memiliki kedudukan yang sama, dimana musik iringan dan tari harus saling mengisi, saling berkaitan dan saling berkesinambungan. Sebagaimana 78

94 kedudukan tari dan musik pengiringnya adalah balance (Dibia, Widaryanto, dan Suanda, 2006). Hal itu juga tampak dalam pertunjukan tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila memiliki kedudukan yang sama antara tari an dan musik iringannya. Musik iringan tari Wura Bongi Monca tersebut dibuat tidak semata-mata untuk mengiringi akan tetapi juga sebagai penentu akhir sebuah gerakan, penentu mulai dan berakhirnya pertunjukan. Tari Wura Bongi Monca yang semula hanya diiringi dengan suara vokal dan iringan suaran pukulan genda, kini tari an tersebut semakin dikembangkan dengan menggunakan alat-alat musik tradisional Dompu. Musik iringan dibuat dengan mengikuti jenis pola gerakan atau ragam gerak, dan struktur pertunjukan. Selain itu, musik dibuat agar penari bisa mengikuti musik iringan, sebagaimana musik iringan tari dalam tari Wura Bongi Monca tersebut memang dibuat sebagai penentu awal mulai dan akhir dari pertunjukan tari tersebut. Hamid, selaku pemain musik tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila, pada wawancara tanggal 23 Desember 2013, mengatakan bahwa: Musik iringan tari Wura Bongi Monca memakai alat musik tradisional Dompu, yakni genda na e, genda t oi, serunai, tawa-tawa, katongga o o, katongga be si dan dapat pula ditambah dengan alat musik lainnya seperti gong dan rebana. Musik iringannya disesuakan dengan ragam gerak tari Wura Bongi Monca, yaitu boe sere, boe ndewa, dan boe qiu. Berdasarkan pernyataan di atas bahwa tari Wura Bongi Monca tidak saja menggunakan alat-alat musik tradisional Dompu, akan tetapi juga dapat pula ditambah dengan alat musik lain, seperti gong dan rebana. Gong yang dipakai adalah gong Bali, sementara rebana yang digunakan merupakan jenis alat musik yang berasal dari Timur Tengah, yang biasa dipakai dalam kegiatan kasidahan. 79

95 Berdasarkan hasil wawancara di atas itu pula menyebutkan nama-nama alat musik yang diapakai untuk mengiringi tari Wura Bongi Monca, sebagai berikut: a. Genda Genda dalam bahasa Indonesia artinya gendang, na e artinya besar dan to i artinya kecil. Gendang atau genda bundar memanjang dengan kedua sisinya yang berbentuk bundar atau lingkaran tersebut ditutupi dengan menggunakan kulit kambing atau dapat pula menggunakan kulit kerbau (sahe). Kulit kambing maupun kulit kerbau itu sebelumnya telah dibersihkan bulunya dan dijemur hingga keing. b. Serunai Serunai merupakan alat musik tradisional Dompu yang bentuknya menyerupai terompet, terbuat dari kulit bambu atau dapat pula dibuat dari daun lontar. c. Tawa-tawa Tawa-tawa merupakan gong dengan ukuran kecil, terdiri atas sepasang atau 2 gong kecil dengan ukuran salah satunya dibuat dalam ukuran lebih besar. d. Katongga o o, dan katongga be si Katongga o o, dan katongga be si merupakan dua alat musik yang bentuknya mirip namun bahan utamanya berbeda. Katongga o o berasal dari batang bambu (o o) dengan panjang kira-kira cm, dimana salah satu sisinya dilubangkan, dengan bentuk lubang memanjang, sedangkan katongga 80

96 be si terbuat dari besi, dan dibuat menyerupai katongga oo, dengan ukuran lebih pendek dari katongga o o. e. Rebana Rebana merupakan alat musik tambahan untuk lebih meramaikan. Rebana biasanya dipakai atau dimainkan dalam kegiatan kasidahan, yaitu menyanyikan lagu-lagu Islami dengan diiringi rebana. f. Gong Gong merupakan alat musik pelengkap yang dimainkan atau dipukul disetiap akhir dari puklan musik genda. Fatimah H. Mustakim, yakni salah seorang yang juga mengembangkan musik tari Wura Bongi Monca, pada wawancara tanggal 26 Desember 2013: Musik iringan tari Wura Bongi Monca yang saya kembangkan tidak sekedar untuk mengiringi tari, tetapi juga sebagai penentu mulai dan berakhirnya sebuah gerakan, serta sebagai penentu pergantian gerak. Musik tari Wura Bongi Monca dimainkan dengan cara dipukul, yaitu genda na e, genda toi, katongga o o, katongga be si, tawa-tawa, gong, dan rebana, sedangkan alat musik yang diminkan dengan cara ditiup yakni serunai. Cara memainkan alat musik tari Wura Bongi Monca disesuaikan dengan jenis alat musiknya. Untuk alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul telah memiliki pola pukulan tersendiri, diberi simbol dug (d) dan tak (t). Pola ini berlaku untuk alat musik yang dimainkan dengan kedua tangan dengan cara di pukul. Berikut pola pukulan berdasarkan alat musiknya: A. Genda nae dan genda toi Genda na e maupun to i dipukul dengan cara yang sama. Pola pukulannya sisi kanan genda diberi simbol d dan sisi kiri diberi simbol t. Ada tiga macam pola pukulan dalam genda na e dan genda to i, yaitu qiu, sere, dan ndewa. 81

97 Foto 18. Genda Na e (Berwarna Kuning-Merah) dan Genda To i (Berwarna Coklat) Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember Genda di atas tersebut dihias agar tampak lebih indah dengan cara di cat atau digambar sesuai dengan tingkat kreativitas atau disesuaikan dengan keinginan dari pembuat genda. a. Qiu, dimainkan dengan tempo sedang kemudian pada bagian akhir dengan tempo cepat sebagai tanda pergantian gerak tari selanjutnya d t d t d d t d t d d t d t d d t d t d d t d t d d t d t d d d d d d d d b. Sere, dimainkan pada ragam gerak sere dengan tempo cepat dan tempo agak cepat (sedang). Cara memainkannya adalah dengan memukul pada sisi kanan genda kemudian diakhiri dengan memukul kedua sisi (kanan maupun kiri) secara bersamaan. Pola pukulannya adalah : d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d 82

98 c. Ndewa, dimainkan dengan tempo lambat dan sedang. Cara memainkannya hampir sama dengan qiu namun dengan pola pukulan yang berbeda. Pukulan ndewa dipakai pada saat Kakiri kamai, lampa sadeda, lampa sere, ndewa, kakuruku siku rima, weha bongi, lenggo, doho, lampa dihidi, horma, kidi, dan lampa dst. d d t d d t d d d t d d t B. Katongga o o dan katongga be si, dimainkan dengan cara dipukul saling bergantian. Dalam pementasan tari Wura Bongi Monca katongga merupakan alat musik tambahan. Temponya mengikuti tempo genda. Pola pukulannya dug-a atau d-a adalah katongga oo dan tak-a atau t-a adalah katongga be si. Simbol -a sebegai pembeda jenis alat, untuk katongga diberi akhiran a, namun dibaca dug atau tak saja dst. d-a d-a d-a d-a t-a d-a d-a d-a d-a t-a d-a d-a d-a d-a Foto 19. Katongga oo (berwarna kuning) dan Katongga Be si (berwarna merah) Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember

99 C. Tawa-tawa, merupakan musik tambahan dalam tari Wura Bongi Monca. Tawa-tawa dimainkan dengan cara dipukul secara bergantian dengan tempo mengikuti tempo dari genda. Sistem simbol pukulan dalam tawa-tawa dibedakan atas ukuran, dimana gong dengan ukuran lebih kecil diberi simbol dung (u), sementara gong dengan ukuran lebih besar diberi simbol tong (o). Adapun pola pukulan tawa-tawa adalah sebagai berikut dst. u o o u u u o o u u u o o u u u o o Tawa-tawa terdiri atas sepasang gong, dimana gong yang memiliki ukuran lebi kecil berada di sebelah kanan, dan untuk ukuran lebih besar berada disebelah kiri, sebagaimana tampak seperti foto di bawah ini. Foto 20. Tawa-tawa Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember D. Rebana, merupakan alat musik tambahan lainnya dalam tari Wura Bongi Monca. Cara memainkannya adalah sisi rebana dibagi dua, atas dan bawah. Bagian bawah diberi simbol d-b dan dibagian atas diberi simbol t-b, sebagaimana contoh gambar di bawah ini: 84

100 tak-b Sisi dari rebana dug-b Pola pukulan rebana mengikuti pola pukulan dari genda, yakni ndewa dan sere. Tempo pukulan rebana juga smengikuti tempo pukulan genda. Rebana dimainkan pada saat sere dan ndewa. a. Ketika ndewa dst. d-b d-b t-b d-b d-b t-b d-b d-b t-b d-b d-b t-b b. Ketika sere, pola pukulannya hanya d-b atau yang dibaca dug d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b dst. d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b d-b Ada bermacam-macam bentuk rebana, akan tetapi yang sering digunakan dalam tari Wura Bongi Monca, yakni rebana kerincingan. (Rebana dapat dikombinasikan dengan kerincingan), dimana sisi rebana terbuat dari kulit hewan, seperti kulit kambing atau dapat pula menggunakan plastik tebal bening, sedangkan pinggiran rebana bisa disisipkan logam-logam tipis. Jika rebana dipukul maka logam-logam tipis atau kerincingan tersebut akan mengeluarkan suara. 85

101 Foto 21. Rebana, (rebana-kerincingan berwarna biru berbentuk bundar) Dokumentasi: Hamid. Tanggal 17 Maret E. Gong yang digunakan dalam tari Wura Bongi Monca adalah gong Bali atau gong Jawa. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya orang yang memproduksi gong di Dompu. Gong yang dipakai untuk mengiringi tari Wura Bongi Monca tampak seperti pada foto di bawah ini. Foto 22. Gong Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember

102 Gong seperti tampak pada foto di atas tersebut merupakan gong Bali, dengan tempat yang digunakan untuk menggantung gong tersebut tampak dihias dengan ukiran khas Bali. Gong, memiliki pola pukulan yang sangat sederhana. Gong dipukul setiap hitungan ke- 8 genda, sebagaimana contoh di bawah ini. a. Qiu: d t d t d d t d t d d t d t d d t d t d d t d t d d t d t d d d d d d d g b. Sere: d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d g c. Ndewa: d d t d d t d d d t d d d g Berdasarkan uraian dari pola pukulan di atas, terdapat angka-angka yang berada di atas simbol pukulan dari setiap jenis alat musik tersebut. Angka-angka yang ada dalam pola pukulan di atas tersebut baik genda, katongga, tawa-tawa, dan rebana, dimaksudkan sebagai penentu jumlah ketukan, atau dipukul pada ketukan sesuai urutan. Musik iringan tari Wura Bongi Monca memiliki jumlah ketukan yang dibuat dalam hitungan 1 x 8 atau ada delapan ketukan. Jumlah 8 ketukan hanya diperuntukan bagi alat musik yang dimain dengan cara dipukul, kecuali gong. 87

103 Berdasarkan jenis alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul tersebut memiliki pola pukulan, sementara untuk alat musik yang dimainkan dengan cara ditiup, yakni serunai, pemain serunai hanya perlu mengatur napas saat memainkannya, dan meniup serunai hingga mengeluarkan suara musik yang harmonis. Kemerduan dari suara serunai yang dihasilkan adalah tergantung bagaimana pemain serunai mampu mengatur tiuapan yang dilakukannya. Adapun suara yang dihasilkan oleh alat musik serunai tersebut dapat dituangkan ke dalam bentuk notasi angka dan notasi balok, oleh I Gusti Ayu Tri Utama dan Fatimah H. Mustakim, sebagaimana tampak seperti foto di bawah ini. Foto 23. Notasi Serunai Dokumentasi : IGA Tri Utama dan Fatimah H. Mustakim Tanggal : 25 Maret

104 Tidak semua orang mampu memainkan serunai dengan baik. Pemain serunai di Sanggar La-Hila selama ini hanya dimainkan oleh Hamid. Hal ini dikarenakan hanya Hamid yang dapat memainkan alat musik serunai tersebut. Cara memainkan serunai tersebut, tampak seperti pada foto di bawah ini. Foto 24. Pemain Musik Tari Wura Bongi Monca Ketika Memainkan Serunai Dokumentasi : IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember Dari hasil pengamatan di lapangan bahwa serunai sesungguhnya menjadikan alunan musik tari Wura Bongi Monca menjadi lebih bernada dan indah, dibandingkan tanpa iringan serunai. Sistem penotasian iringan tari Wura Bongi Monca memiliki 2 macam notasi, yakni untuk jenis alat yang dipukul seperti genda, tawa-tawa, katongga, rebana, gong dibuatkan notasi dengan pola yang dibuat sendiri oleh Sanggar La- 89

105 Hila, dimana notasi musik iringan tersebut dibuat sama dengan pola pukulannya. Sementara serunai memiliki sistem penotasian dibuat dengan berdasarkan not angka dan not balok. Tari Wura Bongi Monca diiringi dengan musik iringan yang memiliki sistem penotasian sesuai dengan cara alat musik tersebut dimainkan. Oleh karena itu, di bawah ini adalah simbol sistem penotasian musik iringan tari Wura Bongi Monca yang dibuat oleh Fatimah H. Mustakim: No. Simbol Notasi Dibaca 1 t Tak 2 d Dug 3 u Dung 4 O Tong 5 d-a Dug 6 t-a Tak 7 d-b Dug 8 t-b Tak 9 g Gong (do re mi fa sol la si) sesuai dengan bunyi 11 _ tanda pengulangan Tabel 2 Sistem Penotasian Musik Iringan Tari Wura Bongi Monca. Musik iringan tari Wura Bongi Monca memiliki kedudukan berdasarkan jenis alat musiknya, yakni genda sebagai instrument pokok dan utama, gong merupakan instrument pelengkap. Sementara alat musik lainnya, seperti tawatawa, katongga, rebana, dan serunai merupakan instrument tambahan yang 90

106 dipakai dengan tujuan dapat lebih menambah kemeriahan dalam penyajian tari Wura Bongi Monca. Oleh karena itu, dalam musik iringan tari Wura Bongi Monca musik lain mengikuti tempo dari pukulan genda. Jenis pukulan genda sama dengan nama notasi musik tari Wura Bongi Monca. Sebagai contoh, apabila yang dipakai adalah pola pukulan ndewa, maka nama notasi musik disebut boe ndewa. Dalam tari Wura Bongi Monca diiringi dengan boe ndewa, boe qiu, dan boe sere. Musik iringan tari Wura Bongi Monca tersebut dirancang oleh Fatimah H. Mustakim yang kemudian dimainkan oleh para pemain musik Wura Bongi Monca. Musik iringan tersebut kemudian dibuatkan notasi musiknya yang dibuat secara mengelompok sesuai simbol notasi dari masing-masing alat musik ke dalam bentuk tabel. Dalam membuat dan menyusun notasi musik iringan tari Wura Bongi Monca tersebut, Fatimah H. Mustakim dibantu oleh I Gusti Ayu Tri Utama, khususnya pada bagian menotasikan suara yang dihasilkan oleh serunai. Notasi musik iringan tari Wura Bongi Monca tersebut, tampak seperti pada tabel berikut di bawah ini. Boe Ketukan ke Qiu d t d t d d t d t d d t d t d d t d t d d t d t d d t d t d d d d d d d d d-a d-a d-a d-a d-a t-a d-a d-a d-a d-a t-a d-a d-a d-a d-a u o o u u u o o u u u o o u u u o o d-b d-b t-b d-b d-b t-b d-b d-b t-b d-b d-b t-b g C = do

107 Ndewa d d t d d t d d d t d d d t d-a d-a d-a d-a d-a t-a d-a d-a d-a d-a t-a d-a d-a d-a d-a u o o u u u o o u u u o o u u u o o d-b d-b t-b d-b d-b t-b d-b d-b t-b d-b d-b t-b g C = do Sere d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d d-b- -4x d-b- -4x d-b- -4x d-b- -4x d-b- -4x d-b- -4x d-b- -4x d-b- -4x g C = do Tabel 3 Notasi Musik Iringan Tari Wura Bongi Monca Sumber Wawancara dengan Fatimah H. Mustakim dan IGA Tri Utama Tanggal 25 Maret 204. Keterangan: Notasi musik iringan tari Wura Bongi Monca tersebut di atas saat qiu dimainkan secara bersama-sama kemudian diulang kembali dari ketukan pertama sesuai dengan struktur gerak tari, begitu pula dengan notasi musik ketika ndewa maupun sere. Notasi musik iringan tari Wura Bongi Monca tersebut di atas dibuat sesuai dengan struktur pertunjukan tari Wura Bongi Monca. Oleh karena itu, musik iringan tari Wura Bongi Monca juga memiliki struktur yang sama dengan tari nya. Berikut di bawah ini struktur musik iringan tari Wura Bongi Monca. a. Lu u : boe dewa 2 x 8 ketukan dan boe sere 2 x 8 ketukan. b. Poko : boe ndewa 5 x 8 ketukan, boe qiu 1 x 8 ketukan, 92

108 boe sere 1 x 8 ketukan, ndewa 2 x 8 ketukan, boe qiu 1 x 8 ketukan, boe ndewa 1 x 8 ketukan, boe qiu 1 x 8 ketukan, boe ndewa 1 x 8 ketukan, boe sere 1 x 8 ketukan, boe ndewa 1 x 8 ketukan, boe sere 2 x 8 ketukan, boe ndewa 6 x 8 ketukan, dan boe qiu 1 x 8 ketukan. c. Dula atau losa : boe sere 3 x 8 ketukan. Struktur musik iringan tari Wura Bongi Monca tersebut di atas, dapat saja berubah, apabila struktur pertunjukan tari ketika mementaskan tari Wura Bongi Monca itu berubah. Foto 25. Para Pemain Musik Wura Bongi Monca Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember

109 4.1.5 Tempat Pementasan Tari Wura Bongi Monca Tempat pementasan tari adalah tempat dilakukannya atau berlangsungnya suatu pertunjukan tari. Tempat pementasan atau panggung juga merupakan salah satu faktor yang menunjang dalam pertunjukan tari. Tempat pertunjukan atau panggung yang memiliki penataan apik dan indah tentu akan menunjang pertunjukan tari menjadi lebih menarik, akan tetapi penilaian tentu harus lebih difokuskan kepada bentuk pertunjukan tari itu sendiri. Sebagaimana tari Wura Bongi Monca akan terlihat jauh lebih menarik apabila tempat pementasan atau panggung yang digunakan ditata apik dan indah. Foto 26. Tempat Pementasan Tari Wura Bongi Monca Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember Tempat pementasan tari Wura Bongi Monca dapat berlangsung atau dilakukan di atas panggung maupun di halaman bebas. Tempat pertunjukan tari 94

110 Wura Bongi Monca dipentaskan di atas panggung, dan biasanya apabila dipentaskan pada saat pesta resepsi pernikahan, penari menari di hadapan pengantin yang datang menuju kursi pelaminan, artinya penari menari tidak di atas panggung. Namun, apabila tari an ini ditari kan pada saat acara Pemerintahan seperti peresmian jalan, pelantikan bupati, dan sebagainya, pertunjukan tari Wura Bongi Monca dilakukan di atas panggung. Untuk dekorasi panggung dibuat sesuai tingkat acara, biasanya jika acaranya tergolong biasa maka dekorasi panggung ditata sederhana. Akan tetapi jika pertunjukan tari Wura Bongi Monca dilakukan dalam acara besar, panggung tampak ditata lebih meriah dan mewah. Foto 27. Pertunjukan Tari Wura Bongi Monca dalam Acara pernikahan Dokumentasi: IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember Foto tersebut di atas menunjukkan kondisi tempat pementasan tari Wura Bongi Monca dalam acara pernikahan. 95

111 4.2 Awal Mula Munculnya Tari Wura Bongi Monca di Dompu Awal mula munculnya tari Wura Bongi Monca di Dompu, pada dasarnya tidak terlepas dari pengaruh budaya masyarakat dan alam sekitar daerah Dompu, yang merupakan daerah agraris. Munculnya tari Wura Bongi Monca sebagai tari kesuburan masyarakat Dompu, merupakan salah satu bukti bahwa sebagian besar masyarakat setempat pada awalnya berprofesi sebagai petani. Kegiatan bertani yang dilakukan secara kolektif menimbulkan kebersamaan sikap dan aktivitas masyarakat tersebut. Hal itu dapat dilihat dari kebersamaan mereka ketika bercocok tanam maupun memanen hasil pertaniannya yang selalu diawali dan diakhiri oleh ritual khusus dengan disertai penyajian tari Wura Bongi Monca. Sebagaimana suatu tari merupakan salah satu ungkapan ekspresi perasaan manusia yang menjadi salah satu unsur kebudayaan. Kebudayaan pada dasarnya adalah pengetahuan suatu masyarakat yang bentuknya akan tergantung pada pengetahuan dan lingkungan alam sekitar masyarakat yang bersangkutan (Kaplan,1999:129). Termasuk diciptakannya tari kesuburan Wura Bongi Monca sebagai cermin pengetahuan dan alam sekitar masyarakat Dompu yang sebagian besar memiliki lahan pertanian, ladang, dan sawah. Untuk mengkaji tentang awal mula munculnya tari Wura Bongi Monca yang sebelumnya berasal dari tari kesuburan masyarakat Dompu tersebut dipergunakan teori religi. Kata religi berasal dari bahasa latin, yaitu religare atau religio yang berarti mengikat. Manusia menerima ikatan Tuhan yang dialami sebagai sumber kebahagian dan ketentraman (Dojosantosa, 1986:2-3). Hal itu 96

112 berarti bahwa manusia percaya apabila melaksanakan upacara religi, maka akan mendapatkan kebahagiaan dan ketentraman dari Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan tujuan hidup dari manusia itu sendiri. Menurut Frazer yang dikutip oleh Koentjaraningrat, religi adalah segala sistem tingkah laku manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan makhluk-mahluk halus, seperti roh-roh, dewa-dewa yang menempati alam (Koentjaraningrat, 1987:54). Sebagaimana halnya dengan masyarakat Dompu ketika mendapat pengaruh Hindu, masyarakat Dompu mempercayai keberadaan roh-roh nenek moyang yang dituangkannya ke dalam bentuk upacara panen raya yang dilengkapi sajian tari kesuburan, sebagai ungkapan rasa syukur keberhasilan panen yang dinikmatinya. Masyarakat Dompu meyakini bahwa dengan disajikan tari Wura Bongi Monca, para roh nenek moyang mereka akan turun ke bumi menyaksikan persembahan yang telah disajikan. Seiring dengan dilakukannya upacara yang diiringi tari dan nyanyian-nyanyian yang berintikan memanggil roh nenek moyang mereka, membuat hal itu menjadi sebuah tradisi masyarakat setempat yang terkait dengan religi. Tari Wura Bongi Monca yang merupakan tari kesuburan masyarakat Dompu selalu dipentaskan menjelang dan setelah panen hasil ladang dan sawah dilakukan. Tari an itu ditari kan oleh sekelompok penari perempuan tua atau yang disebut dengan ibu-ibu. Mereka menari membawa boko yang berisikan beras kuning, simbol kemakmuran. Beras kuning tersebut ditaburkan oleh para penari pada saat mereka menari di ladang dan sawah yang akan dipanen. Sebelum pelaksanaan panen dilakukan, tari Wura Bongi Monca dipentaskan. Para penari 97

113 itu menari-nari diiringi nyanyian, memanggil-manggil roh nenek moyang mereka, agar turun ke bumi menyaksikan pelaksanaan panen raya yang tengah dilakukan. Setelah mereka memanggil roh nenek moyangnya, mereka menaburkan beras kuning ke tanah pertanian yang akan dipanen untuk menyambut roh nenek moyang sekaligus memohon agar pertanian mereka berhasil. Terkait dengan hal tersebut di atas, Fatimah H. Mustakim mengungkapkan bahwa masyarakat Dompu sangat membanggakan tari Wura Bongi Monca yang menggambarkan tentang tari persembahan kepada para roh nenek moyangnya. Tari Wura Bongi Monca yang terkait dengan aktivitas pertanian masyarakat Dompu itu disebut oleh mereka sebagai tari kesuburan. Dengan gerak-gerak tari pemujaan, mereka juga bernyanyi yang intinya berisi permohonan agar roh leluhur turun ke Bumi menyaksikan panen raya yang tengah dilaksanakan. Nyanyian yang dikumandangkan itu adalah syair-syair dalam bahasa Dompu atau disebut nggahi mbojo, yaitu he kakiri kamai atau woe kakiri kamai diulang berkali-kali dengan suara keras seperti memanggil-manggil. Kata he atau woe diartikan sebagai kata ajakan, dan kata kakiri kamai merupakan ungkapan selamat datang, yang artinya sini kemari atau sini datang (wawancara tanggal 21 Desember 20130). Tari Wura Bongi Monca terdiri atas tiga kata, yaitu wura, bongi, dan monca. Dalam bahasa Indonesia kata wura artinya menabur, bongi artinya beras, dan monca artinya kuning. Sesuai dengan arti kata dan nama tari an ini, ciri khas dari gerak tari Wura Bongi Monca adalah menabur beras kuning sebagai simbol kemakmuran. Beras kuning itu mereka taburkan ketika mereka memanggil roh 98

114 nenek moyangnya. Bongi atau beras diyakini oleh masyarakat Dompu sebagai simbol kesuburan atau kemakmuran dan warna kuning sebagai simbol keramahan dan kesejahtraan. Tari Wura Bongi Monca ditampilkan pada saat menjelang panen, dilakukan dengan harapan agar hasil panen berlimpah ruah dan proses pelaksanaannya dilancarkan. Begitu pula pada saat panen hasil ladang dan sawah selesai dilakukan mereka menampilkan kembali tari Wura Bongi Monca itu sebagai wujud rasa syukur dan gembira atas berkah yang dinikmatinya. Menurut Julkifli, yakni salah seorang seniman Dompu yang mengembangkan tari Wura Bongi Monca, pada wawancara tanggal 23 Desember 2013: Tari Wura Bongi Monca ini diperkirakan muncul pada zaman primitif, pada saat itu mereka percaya terhadap roh nenek moyang yang memberi pengaruh terhadap kehidupan mereka saat itu, karena sejak masyarakat Dompu sudah mengenal agama Islam tari Wura Bongi Monca dalam kaitannya dengan panen tersebut tidak dilakukan lagi. Berdasarkan pernyataan dari Julkifli tersebut bahwa tari Wura Bongi Monca mulai ada sejak dahulu kala, ketika masyarakat Dompu belum mengenal agama Islam. Hal yang senada pula diungkapkan oleh Fatimah H. Mustakin, pada wawancara tanggal 21 Desember 2013: Tari Wura Bongi Monca sudah ada pada masa masyarakat Dompu belum mengenal agama Islam. Pada saat itu masyarakat percaya kalau roh nenek moyang mereka ada, dan memberi pengaruh terhadap kehidupan mereka. Maka dari itu masyarakat Dompu melakukan kakiri kamai atau menabur beras kuning, sebagai tari kesuburan. Berdasarkan pernyataan yang telah diungkapkan oleh para informan di atas, maka tari Wura Bongi Monca dapat diperkirakan muncul pada zaman 99

115 primitif, ketika masyarakat Dompu telah mengenal cara hidup menetap dan bercocok tanam atau bertani. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hariyanto bahwa kebudayaan mesolithikum di Indonesia dapat dilihat dari jejak-jejaknya, terutama di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Flores. Manusia pada zaman mesolithikum hidup dengan cara food gathering dan sudah hidup secara menetap. Oleh karena itu, ada kemungkinan manusia pada zaman itu sudah mengenal cara bercocok tanam (Hariyanto, 2009:23). Dari pernyataan yang diungkapkan oleh Hariyanto tersebut terkait kebudayaan mesolithikum di Indonesia, menyebutkan bahwa Flores adalah salah satu daerah utama yang mengalami masa kebudayaan mesolithikum. Sesuai dengan pernyataan tersebut, maka daerah Dompu yang letaknya berdekataan dengan Flores, sangat dimungkinkan mengalami masa kebudayaan mesolithikum. Flores berada di Nusa Tenggara Timur bersebelahan dengan Dompu yang berada di Nusa Tenggara Barat. Dengan melihat hal itu ada kemungkinan bahwa masyarakat Dompu juga mendapat pengaruh kebudayaan mesolithikum sebagaimana halnya di Flores. Setelah mengenal cara bercocok tanam, masyarakat Dompu secara perlahan mulai berkembang dan berubah hingga pada akhirnya masyarakat setempat semakin mahir bertani. Berdasarkan uraian tersebut di atas terkait dengan awal munculnya tari Wura Bongi Monca sebagai tari kesuburan maka dapat diduga bahwa tari Wura Bongi Monca muncul di Dompu setelah masyarakat setempat tahu cara bertani. Tari Wura Bongi Monca itu diduga hadir sebagai sebuah persembahan yang diyakini sebagai tari kesuburan sejak saat itu. 100

116 Selain dugaan itu, ada pula bukti-bukti yang menyatakan bahwa tari Wura Bongi Monca merupakan salah satu wujud kebudayaan Hindu yang ditandai oleh pelaksanaan ritus dan upacara dari masyarakatnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Hariyanto bahwa pengaruh Hindu/Budha di Indonesia diperkirakan pada abad ke-5 hingga abad ke- 15 (Hariyanto, 2009:36). Keyakainan Hindu yang percaya terhadap adanya roh-roh nenek moyang tersebut diduga telah tersebar hingga ke seluruh wilayah Nusantara termasuk daerah Dompu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Soeryanto (2012), bahwa penyebaran ajaran Hindu ke Dompu dibawa ketika terjadinya Ekspedisi Majapahit ke daerah Dompu ( /201 2/11/normal-0-false-false-false-enus-xnone28.html, diakses 17 Maret 2014). Soeryanto (2012) mengatakan bahwa ekspedisi Majapahit yang dipimpin oleh Panglima Nala dan di bawah pimpinan Sang Maha Patih Gajah Mada mengalami kegagalan pada ekspedisi pertama, selanjutnya menyusul ekspedisi yang ke-2 pada sekitar tahun 1357 yang di Bantu oleh Laskar dari Bali yang dipimpin oleh Panglima Soka. Ketika ekspedisi yang ke-2 itulah Majapahit berhasil menaklukkan Dompu dan akhirnya bernaung di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Menyimak fenomena tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kerajaan Dompu diduga sudah ada sebelum kerajaan Majapahit berdiri. Hal itu dapat dibuktikan dalam isi sumpah Palapanya Mahapatih Gajah Mada, yang dalam isi sumpahnya menyebutkan nama kerajaan Dompo (Dompu-Red) sebagai salah satu kerajaan yang akan ditaklukan dalam ekspedisinya tersebut 101

117 ( /201 2/11/normal-0-false-false-false-enus-xnone28.html, diakses 17 Maret 2014). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kebiasaan bertani masyarakat Dompu yang telah dibawa sejak zaman mesolithikum tersebut, kemudian mendapat pengaruh dari kebudayaan Hindu pada ekspedisi Majapahit ke- 2, maka melahirkan sebuah bentuk ritual permohonan kesuburan yang disebut tari Wura Bongi Monca. Tari Wura Bongi Monca yang diwujudkan sebagai sebuah tari ritual kesuburan diperkirakan muncul setelah masyarakat Dompu mendapat pengaruh kebudayaan Hindu. Namun bentuk ritual kesuburan yang diperkirakan mendapat pengaruh kebudayaan Hindu itu tidak dapat dipastikan secara pasti. Hal itu dikarenakan, tidak ada bukti tertulis yang dapat memastikan secara pasti. Informasi mengenai tari ini pada masa itu hanya diketahui tentang ragam gerak tari nya, penari yang membawakan, dan fungsinya saja. Tidak banyaknya informasi terkait dengan tari Wura Bongi Monca sebagai tari kesuburan itu dikarenakan masyarakat setempat tidak memiliki bukti tertulis, namun informasi itu hanya dapat diperoleh dari mulut ke mulut. Julkifli pada wawancara tanggal 23 Desember 2013, mengatakan: Sejak masyarakat Dompu menganut agama Islam, tari Wura Bongi Monca tidak pernah dipentaskan lagi sebagai tari untuk memohon keberhasilan panen, tetapi tari an ini kemudian dipentaskan lagi dalam acara-acara adat masyarakat Dompu, seperti dalam acara pernikahan dan acara sunatan sebagai tari penyambutan. Sebuah kesenian akan punah apabila masyarakat pendukungnya sudah tidak lagi membutuhkan kesenian tersebut. Namun jika kesenian tersebut 102

118 dibutuhkan atau diinginkan kembali, maka kesenian tersebut dihadirkan dan difungsionalkan kembali, sesuai dengan kebutuhan kondisi masyarakatnya. Sebagaimana tari Wura Bongi Monca yang kemudian tidak dipentaskan lagi oleh masyarakat Dompu sebagai tari kesuburan, semenjak masyarakat setempat menganut agama Islam, karena dianggap musrik untuk dilakukan. Oleh karena masyarakat Dompu masih meinginkan keberadaan dari tari Wura Bongi Monca tersebut, maka tari an itu tidak difungsikan lagi sebagai sebuah tari ritual, akan tetapi tari an itu digunakan dalam kegiatan yang berbeda, yakni sebagai hiburan yang berkaitan dengan kebudayaan Islam, seperti acara Sunatan. Penyebaran agama Islam ke Indonesia terjadi pada abad ke- 13 sampai abad ke-18 di Indonesia. Dimana, Sumatera merupakan pusat sentra seni dan budaya yang bernuansa Islam. Salah satu wilayah yang sangat kuat mendapat pengaruh Islam adalah Aceh, bahkan kota kecil Padang Panjang di Aceh sering mendapat sebutan Serambi Mekah (Soedarsono, 1999:26). Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Soedarsono bahwa penyebaran agama Islam di Indonesia, termasuk Dompu telah mendapat pengaruh Islam sekitar abad ke- 13 sampai abad ke- 18. Hal itu terbukti dengan kehadiran beberapa tokoh agama dari Aceh ke daerah Dompu bukan untuk menyebarkan agama Islam, akan tetapi kehadiran mereka adalah untuk meningkatkan kekuatan iman bagi masyarakat Dompu ( bojo.com/2012/05/kabupaten-dompuhtml, diakses 3 Maret 2014). Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa tari Wura Bongi Monca tidak ditampilkan lagi sebagai tari kesuburan sejak masyarakat 103

119 Dompu dominan memeluk agama Islam. Sesuai dengan penyebaran dan perkembangan agama Islam di Indonesia, yaitu pada abad ke-13 samapai pada abad ke-18. Maka dapat diperkirakan bawa pada sekitar abad ke- 13 sampai pada abad ke-18, tari Wura Bongi Monca mulai tidak dipentaskan lagi sebagai tari ritual kesuburan oleh masyarakat Dompu. Kesenian yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat memiliki keterkaitan dengan sosial budaya masyarakat pendukungnya (Sukraka, 2006:163). Ketika mereka membutuhkan, kesenian itu dibuat dan dilestari kannya. Begitupula sebaliknya, jika kesenian itu tidak dibutuhkan lagi maka kesenian itupun punah. Itu artinya bahwa jika masyarakat pendukungnya masih memerlukannya, maka kesenian itupun akan fungsional dan eksis. Seperti halnya tari Wura Bongi Monca yang mulai ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya, ketika masyarakat Dompu sudah mengenal agama Islam. Sejak masyarakat setempat mengenal dan menganut agama Islam tari itupun tidak pernah lagi tampak. Setelah lama ditinggalkan oleh masyarakat Dompu, tari Wura Bongi Monca tidak pernah ditampilkan lagi sebagai tari kesuburan. Namun oleh karena masyarakat setempat masih menginginkan kehadiran Tari Wura Bongi Monca, maka tari an itu kembali dipentaskan dalam konteks yang berbeda. Tari Wura Bongi Monca kembali hadir sebagai sebuah bentuk tari penyambutan. Kehadiran tari Wura Bongi Monca kembali di tengah-tengah masyarakat Dompu merupakan sebuah fenomena yang unik. Tari yang semulanya merupakan sebuah bentuk ritual tari kesuburan kini hadir dengan wujud yang dikembangkan sebagai sajian 104

120 pertunjukan tari penyambutan. Perubahan fungsi dari tari Wura Bongi Monca itu adalah sesuatu yang sangat menarik untuk dikaji. 2013: Menurut Fatimah H. Mustakin pada wawancara tanggal 21 Desember Bentuk tari Wura Bongi Monca sekarang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan tari Wura Bongi Monca yang dahulu. Hanya musik iringan tari annya saja yang berbeda. Dahulu tari itu diirngi suara vocal, sementara sekarang iringannya ditambah dengan pukulan musik genda. Dari pernyataan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa tari Wura Bongi Monca kembali hadir sebagai sebuah tari penyambutan, dikarenakan masyarakat Dompu memerlukan sebuah tari tradisional khas daerah setempat untuk ditampilkan dalam rangka memeriahkan acara-acara yang dianggap penting. Namun dengan berubahnya budaya masyarakat setempat, yang dipengaruhi oleh agama Islam, yang hanya percaya kepada Tuhannya yang disebut Allah, maka tari an itupun dipertunjukan sesuai dengan budaya Islami. Tari Wura Bongi Monca yang mulai dipentaskan lagi sebagai tari penyambutan sudah barang tentu memiliki perbedaan dengan tari Wura Bongi Monca ketika dipentaskan sebagai tari kesuburan. Tidak saja dari segi fungsi, akan tetapi dari penampilan dan penyajiannya juga tampak berbeda, seperti pada tata rias dan busananya. Sebagaimana sebuah kesenian memang akan berubah dan berkembang mengikuti perkembangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat pendukungnya. Terkait dengan itu, Julkifli mengatakan pada wawancara tanggal 21 Desember 2013: Tata rias wajah penari Wura Bongi Monca menggunakan bedak dan lipstik, bagian kepala penari menggunakan sanggul tradisional 105

121 masyarakat Dompu yang disebut samu u ncanga, memakai bunga cempaka kuning, mawar putih dan merah, jungki tengah. Memakai kebaya merah atau kuning dengan bagian bawah memakai tembe nggoli atau tembe songket, yaitu kain tenun hasil karya tangan masyarakat Dompu. Berdasarkan yang diungkapkan oleh Julkifli tersebut di atas, dapat diketahui bahwa perkembangan tari Wura Bongi Monca tampak pada tata rias wajah dan kepala. Terkait dengan hal tersebut di atas, Fatimah H. Mustakim juga mengatakan pada wawancara tanggal 21 Desember 2013, bahwa Tari Wura Bongi Monca ditari kan oleh penari perempuan, dengan masing-masing penari membawa boko. Ciri khas tari Wura Bongi Monca selain dari properti boko yang dibawa oleh para penari, yaitu gerak kakiri kamai. Foto 28. Boko: Properti tari Wura Bongi Monca Dokumentasi : IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember Foto boko tersebut di atas merupakan bentuk boko yang digunakan dalam pertunjukan tari Wura Bongi Monca oleh para penari ketika ditari kan dalam acara-acara penting di kerajaan yang ada di Dompu. 106

122 Perubahan adalah proses yang wajar dalam kehidupan. Suatu bentuk budaya tidak dapat lepas dari perubahan dan selalu berkembang sesuai dengan aktivitas masyarakatnya (Sukraka, 2006:163). Begitu pula dengan tari Wura Bongi Monca juga mengalami perubahan fungsi akibat pengaruh dari budaya masyarakat Dompu yang telah bergeser tersebut. Menurut Julkifli bahwa ketika penjajah Belanda masuk ke daerah Dompu, di Dompu mulai berdiri kerajaan-kerajan kecil sebagai tempat berkumpul untuk mengadakan rapat atau pertemuan penting yang dilakukan oleh para Ncuhi (kepala suku) dari masing-masing kerajaan tersebut. Dari sejak itu, tari Wura Bongi Monca ditampilkan kembali dalam acara-acara penting di beberapa kerajaan kecil yang ada di Dompu tersebut, sebagai acara pembukaan atau hanya sekedar untuk menyambut (wawancara tanggal 23 Desember 2012). Pernyataan yang diungkapkan tersebut diatas senada dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Fatimah H. Mustakim, pada wawancara tanggal 21 Desember 2013: Saya tidak dapat memastikan pada tahun berapa kerajaan-kerajaan kecil di Dompu mulai berdiri, tetapi berdasarkan cerita yang saya dapatkan bahwa tari Wura Bongi Monca ini mulai dipentaskan kembali dalam acara yang diselenggarakan di lingkungan kerajaankerajaan yang ada di Dompu sebagai tari penyambutan. Fatimah H. Mustakim juga mengatakan pada wawancara tanggal 21 Desember 2013, bahwa Tari Wura Bongi Monca juga ditari kan dibeberapa kerajaan kecil di Dompu, ketika daerah tersebut dijajah oleh Belanda. Terkait uraian tersebut dapat diketahui bahwa tari Wura Bongi Monca kemungkinan 107

123 memang telah ditampilkan sebagai tari penyambutan sejak daerah Dompu dijajah Belanda. H. Hilir juga mengatakan bahwa tari Wura Bongi Monca muncul sebagai sebuah tari penyambutan yang dipertunjukkan dalam acara-acara penting di lingkungan kerajaan. Tari an ini ditari kan oleh sekelompok remaja putri dengan memakai kebaya dan tembe nggoli atau tembe songket (kain tenun masyarakat Dompu) serta menggunakan hiasan kepala, sanggul tradisional Dompu (samu u ncanga) (wawancara 23 Desember 2013). Adapun sanggul tradisional Dompu tersebut tampak seperti pada foto di bawah ini. Foto 29. Sanggul Tradisional Dompu (Samu u Ncanga) Dokumentasi : IGA Ananta Wijayantri Tanggal 21 Desember Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan oleh para informan tersebut di atas, dapat diperkirakan bahwa tari Wura Bongi Monca kembali ditampilkan dalam acara-acara penting di kerajaan yang ada di Dompu bersamaan dengan hadirnya atau masuknya penjajah Belanda. 108

124 Fatimah H. Mustakim mengatakan bahwa para penari masing-masing membawa boko yang berisikan beras kuning, yang ditaburkan ke arah para tamu sebagai ucapan selamat datang. Gerak pokok tari Wura Bongi Monca sama sekali tidak dihilangkan, yakni gerak menabur beras kuning atau gerak kakiri kamai yang diulang berkali-kali. Tari Wura Bongi Monca yang telah dikembangkan oleh masyarakat setempat sebagai tari penyambutan tersebut memiliki musik iringan berupa suara vocal yang diiringi dengan pukulan musik genda. Suara vokal merupakan syair-syair dengan menggunakan bahasa Dompu yang berintikan ucapan selamat datang (wawancara tanggal 21 Desember 2013). Kehadiran seni tari dicirikan oleh lingkungan sosial masyarakat dan alam sekitar, dimana mereka hidup. Karakteristik tari yang ditampilkan selalu mengungkapkan tipe-tipe sosial masyarakat pendukungnya sebagai identitas kesenian yang ditampilkan (Yulinis, 2006:89). Sebagaimana karakter tari Wura Bongi Monca yang menggambarkan tentang budaya masyarakat Dompu. Perubahan selalu ada dalam kehidupan manusia, dan perubahan tidak akan pernah berakhir. Seperti halnya dengan seni yang merupakan hasil budi daya manusia yang mengalami perubahan secara terus menerus mengikuti perkembangan masyarakat pendukungnya (Sukraka, 2006: ). Sebagaimana tari Wura Bongi Monca yang perkembangannya juga mengalami pasang surut sesuai perkembangan masyarakat pendukungnya. 109

125 Berdasarkan hasil wawancara tanggal 23 Desember 2013 dengan Julkifli mengungkapkan terkait tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh M. Said Har dari Sanggar Fatakula pada tahun 1980-an bahwa: Tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh M. Said Har memiliki ragam gerak yang sudah dikembangkan dengan musik iringan diganti dengan alat musik tradisional Dompu, yakni genda dan serunai. Untuk busana lebih banyak mendapat pengaruh dari budaya masyarakat Bugis, Makasar Sulawesi Selatan yang tinggal di daerah Dompu. Dari ungkapan tersebut di atas menunjukkan bahwa tari Wura Bongi Monca dikembangkan masyarakat Dompu sesuai dengan budaya masyarakat pendukungnya. Pembauran budaya antara masyarakat Dompu dengan budaya masyarakat Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan yang tinggal di daerah Dompu, kiranya telah memberi pengaruh terhadap busana tari Wura Bongi Monca. Tari Wura Bongi Monca yang mempergunakan baju bodo berwarna merah dan jingga, adalah salah satu cirri khas daerah Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan. Baju bodo adalah pakaian tradisional perempuan Suku Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan. Baju bodo berbentuk segi empat, berlengan pendek, yaitu setengah atas bagian siku lengan. Baju bodo dikenali sebagai salah satu busana tertua di dunia. Menurut adat Bugis, setiap warna baju bodo yang dipakai oleh perempuan Bugis menunjukkan usia ataupun martabat pemakainya ( arti-lambangkabdompu.html, diakses 3 Maret 2014). Sementara, baju bodo dalam pertunjukan tari di Dompu, tidak dikaitkan dengan tingkat usia dan martabat pemakainya sebagaimana di daerah Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan. 110

126 Pada busana bawahan tari Wura Bongi Monca dipergunakan kain orhansa, yaitu kain hasil karya masyarakat Dompu dan masyarakat Bugis, Maksar, Sulawesi Selatan yang tinggal di daerah Dompu. Selain menggunakan kain orhansa, mereka juga memakai sabuk pinggang (salepe) berwarna hitam dan membawa boko yang di dalamnya berisikan beras kuning (bongi monca). Tata rias wajah penari Wura Bongi Monca juga tampak telah menggunakan alas bedak, bedak, lipstik, pensil alis, merah pipi, dan eyeshadow, dengan bagian kepala penari yang ditata menggunakan samu u ncanga, berhiaskan bunga cempaka kuning, bunga merah, bunga putih dan jungki tengah. Fatimah H. Mustakim mengungkapkan pada wawancara tanggal 21 Desember 2013: Pada tahun 1990-an saya mengembangkan tari Wura Bongi Monca dengan mengembangkan koreografi dan tata rias dan busana tari an tersebut, dengan diiringi musik yang lebih meriah. Berdasarkan pernyataan tersebut di atas dapat diketahui bahwa tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila lebih mendapat sambutan masyarakat Dompu dibandingkan dengan tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar Fatakula. Fatimah H. Mustakim juga mengungkapkan pada wawancara tanggal 21 Desember 2013: Tari Wura Bongi Monca yang saya kembangkan tersebut sama sekali tidak menghilangkan ciri khas dari tari an ini, yakni gerak kakiri kamai masih sangat ditonjolkan. Bagian yang saya kembangkan atau kreasikan lagi adalah dengan menambah beberapa ragam gerak tari baru dengan menambahkan rebana pada musik iringannya, yang terinspirasi dari musik kasidahan. 111

127 Terkait dengan pernyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa Fatimah H. Mustakim mengembangkan iringan musik tari Wura Bongi Monca atas ispirasi dari musik kasidahan. Kasidahan adalah seni suara yang bernapaskan Islam, dimana lagulagunya banyak mengandung unsur-unsur dakwah Islamiyah dan nasihat-nasihat baik, sesuai ajaran Islam. Biasanya lagu-lagu itu dinyanyikan dengan irama penuh kegembiraan yang hampir menyerupai irama-irama Timur Tengah dengan diiringi rebana, yaitu sejenis alat tradisional yang terbuat dari kayu, berbetuk lingkaran yang dilobangi pada bagian tengahnya kemudian di tempat yang dilobangi itu di tempel kulit binatang yang telah dibersihkan bulu-bulunya. Rebana berfungsi sebagai instrumen dalam menyayikan lagu-lagu keagamaan berupa pujian-pujian terhadap Allah SWT dan rasul-rasul-nya, salawat, syair-syair Arab, dan lain lain. Oleh karena itulah ia disebut rebana yang berasal dari kata rabbana, artinya wahai Tuhan kami (suatu doa dan pujian terhadap Tuhan) seperti dalam kasidahan ( tourism.com/tododet.php?q=kasidahan, diakses 17 Maret 2014). Kegiatan kasidahan di Dompu sering dipertunjukan dalam acara Maulid Nabi atau pada acara-acara perlombaan yang diselenggarakan pada bulan menjelang puasa. Rebana yang digunakan untuk mengiringi tari Wura Bongi Monca menunjukan ciri khas budaya Islam. Begitu pula jika diamati dari tata busana yang dikenakannya, tampak bahwa baju bodo, yang kenakan oleh penari Wura Bongi Monca tersebut adalah identitas budaya masyarakat Bugis, Makasar. 112

128 Namun demikian, secara keseluruhan jika diamati penyajian tari Wura Bongi Monca itu kini telah menunjukan identitas budaya masyarakat Dompu. Rubiawati pada wawancara tanggal 23 Desember 2013, mengatakan: Pada masa sekarang Sanggar La-Hila paling sering menampilkan tari Wura Bongi Monca. Meskipun banyak tari an tradisional Dompu baru lainnya, tetapi tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila tetap menjadi yang dominan ditampilkan dalam acara formal maupun informal di Dompu. Berdasarkan yang diungkapkan oleh Rubiawati tersebut di atas menunjukan bahwa meskipun telah ada tari kreasi penyambutan baru lainnya yang diciptakan oleh Fatimah H. Mustakim, namun tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan dari tari kesuburan itu menjadi primadonanya. Fatimah H. Mustakim juga mengungkapkan hal yang sama terkait dengan minat masyarakat Dompu terhadap tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan dari tari kesuburan. Sebagaimana diungkapkannya bahwa : Tari Wura Bongi Monca saya kembangkan lagi musik iringannya dengan menambahkan serunai, tawa-tawa, gong dan katongga. Pengembangan ini bertujuan untuk membuat masyarakat tidak bosan menonton pertunjukan tari Wura Bongi Monca yang saya kembangkan. Junaidin mengatakan bahwa pada tahun 2005 dalam Festival Kesenian Dompu, Sanggar La-Hila menjadi pemenang sebagai penata tari Wura Bongi Monca terbaik. Kemudian Tari Wura Bongi Moncapun terus dikembangkannya hingga kini penampilannya lebih sempurna yang dapat dilihat dari tata rias dan busana. Hal itu tampaknya banyak menginspirasi Sanggar-Sanggar lain untuk turut mengembangkan tari Wura Bongi Monca tersebut (wawancara tanggal 24 Desember 2013). 113

129 4.3 Fungsi Tari Wura Bongi Monca Bagi Masyarakat Dompu Tari Wura Bongi Monca difungsikan sebagai bagian penting bagi kehidupan masyarakat Dompu. Oleh karena itu, hingga kini tari Wura Bongi Monca masih sering ditampilkan. Hal itu berarti tari an ini masih dipelihara oleh masyarakat pendukungnya, dan menunjukkan bahwa tari an ini pula memiliki peranan penting dalam bagian kehidupan masyarakat Dompu. Kata peran di sini artinya fungsi. Fungsi dari tari Wura Bongi Monca Bagi masyarakat Dompu, yaitu sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan manusia atau masyarakat pendukungnya antara lain, misalnya untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, sosial, ekonomi, politik, identitas budaya, dan lain sebagainya hingga pada akhirnya akan menghasilkan sesuatu bagi masyarakat setempat Tari Wura Bongi Monca Sebagai Hiburan Tari Wura Bongi Monca yang kini dipertunjukkan sebagai tari penyambutan dalam berbagai acara, seperti acara pernikahan, acara sunatan, acara pelantikan bupati, acara peresmian gedung atau jalan, dan lain sebagainya, tari an tersebut juga tidak hanya sekedar sebagai penyambutan tetapi juga sebagai hiburan bagi para tamu atau penonton. Dari pertunjukan tari Wura Bongi Monca para tamu merasa senang dan gembira pada saat menyaksikannya. Sebagaimana diungkapkan oleh seorang tokoh masyarakat Dompu, yaitu H. Hilir pada wawancara tanggal 24 Desember 2013: Tari Wura Bongi Monca di acara Sunatan anak saya dipentaskan pada saat setelah sunatan dilakukan. Saya meminta Sanggar La-Hila untuk menampilkan tari Wura Bongi Monca sebagai acara hiburan untuk 114

130 menghibur tamu undangan yang sedang menikmati makanan yang disediakan. Dari uraian yang diungkapkan oleh H. Hilir, membuktikan bahwa tari Wura Bongi Monca sebagai tari penyambutan apabila ditari kan diawal ketika para tamu undangan datang. Namun apabila tari an ini ditari kan ketika para tamu undangan sedang menikmati makanan yang dihidangkan, tari Wura Bongi Monca menjadi sebuah sajian hiburan. Arsahd, selaku pemain musik tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila, Dompu juga mengatakan: Saya biasanya mengiringi musik tari Wura Bongi Monca Sanggar La- Hila, Dompu tidak saja dalam acara pernikahan dan Sunatan, tapi juga acara menyambut hari kemerdekaan Indonesia, seperti acara Memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Tari Wura Bongi Monca menurut saya selain untuk menyambut, sudah tentu untuk menghibur pula. Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan oleh kedua informan di atas tersebut, menunjukan bahwa kehadiran tari Wura Bongi Monca dalam suatu acara tidak hanya sebagai sebuah sajian pertunjukan penyambutan. Akan tetapi dibalik dari itu semua, pertunjukan tari Wura Bongi Monca disajikan untuk menghibur para tamu undangan yang datang. Gerak lemah gemulai dan senyum manis penari Wura Bongi Monca membuat suasana dalam suatu acara seakanakan penuh dengan kegembiraan. Selain itu, dengan disajikannya pertunjukan tari Wura Bongi Monca seolah-olah menunjukkan sebuah wujud keramahtamahan sang penyelenggara acara terhadap tamu-tamu yang datang, sehingga para tamu undanganpun merasa tersanjung dan terhibur. 115

131 4.3.2 Tari Wura Bongi Monca Sebagai Pengikat Solidaritas Sosial Tari Wura Bongi Monca ini dapat berfungsi pula untuk membangunan kehidupan sosial masyarakat pendukungnya, khususnya sebagai pemersatu sosial yang di dalamnya terdapat sikap saling tolong-menolong, gotong royong, dan lain sebagainya. Sebagaimana dalam pelaksanaan pertunjukan tari Wura Bongi Monca itu tentu melibatkan banyak orang atau banyak pihak. Proses pelaksanaan pertunjukan tari Wura Bongi Monca tersebut tentu perlu dilakukan persiapan terlebih dahulu. Dalam mempersiapkannya mereka selalu melibatkan banyak pihak, seperti penari, pemusik, penata rias dan busana, panitia-pania kepengurusan yang ada kaitannya dengan pertunjukan, dan sebagainya. Persiapan tersebut dilakukan dengan sepenuh hati secara bersama-sama dengan saling menolong, gotong royong atau kerja sama, toleransi, dan sebagainya dari pihak-pihak masyarakat dimana tari ini dipentaskan (Sujana, 1994:49-63). Sebelum dilakukannya pertunjukan para penari dan pemain musik tari Wura Bongi Monca, dan pihak lain yang terkait, seperti kepala pengurus Sanggar, penata rias dan busana bekerja sama untuk mempersiapkan pertunjukan ini. Pertunjukan tari Wura Bongi Monca yang pelaksanaannya dirangkai dengan harapan agar menjadi pertunjukan yang apik dan menarik sudah tentu melibatkan berbagai banyak pihak dari masyarakat setempat, dimana acara ini akan berlangsung. Arshad, yakni salah seorang pemain musik tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila, pada wawancara tanggal 23 Desember 2013, mengatakan: Sebelum melakukan pemantasan tari Wura Bongi Monca, Ibu Fatimah biasanya menyampaikan kepada saya, pemain musik yang lain, dan 116

132 kepada para penari untuk menentukan jadwal latihan, serta membicarakan waktu dan tempat pementasan tari Wura Bongi Monca akan dilakukan. Sebelum pertunjukan tari Wura Bongi Monca dilaksanakan sudah tentu para penari, pemain musik, dan pihak lain yang terkait secara bersama-sama akan melakukan diskusi terlebih dahulu. Diskusi tersebut bertujuan untuk menentukan kesepakatan, baik kesepakatan untuk menentukan jadwal latihan, kesepakatan waktu berkumpul sebelum pementasan, kesepakatan waktu dan tempat dilakukannya persiapan, maupun berbagai hal lainnya yang memiliki kaitan penting dengan pertunjukan tari Wura Bongi Monca tersebut dan lain sebagainya. Melalui diskusi yang dilakukan tersebut, akan terjalin komunikasi antara penari, pemain musik, dan pihak lain yang terkait seperti penata rias, pemilik Sanggar, dan lain sebagainnya. Dalam diskusi akan ada komunikasi, dengan komunikasi yang baik dapat melatih seseorang menjadi pribadi yang lebih baik. Salah satu contoh, misalkan saja tari Wura Bongi Monca dipentaskan dalam rangka acara pernikahan, tentu dalam pelaksanaannya ada jalinan komunikasi yang baik agar dapat terjalin kerjamasa, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan acara tersebut bisa berjalan lancar, baik dari pengurus Sanggar dengan bagian ke panitian acara pernikahan dan pemilik acara yang merupakan masyarakat dari daerah setempat. Dalam kerja sama yang baik tentu ada rasa saling menghargai dan menghormati sesama, solidaritas, kekompakan, dan lain sebagainya. Dengan demikian maka akan terjalin kehidupan yang baik, sebagaimana manusia sosial sesungguhnya memang hidup saling membutuhkan 117

133 satu sama lain. Jika hal ini terus dipupuk dan dijaga maka akan terjalinlah kehidupan yang harmonis di antara mereka Tari Wura Bongi Monca Sebagai Pendorong Kreativitas Tari penyambutan Wura Bongi Monca tidah hanya dapat dijadikan sebagai media pemersatu sosial, tetapi juga dijadikan sebagai media pendorong kreativitas. Melalui tari Wura Bongi Monca seniman Dompu didorong kreativitasnya dalam mengembangkan tari an ini. Pada saat mengembangkan tari Wura Bongi Monca, tentu seniman Dompu harus memiliki sifat kreatif dalam mengembangkan tari an ini menjadi lebih menarik. Hal itu tampak jelas, dengan dijadikannya tari Wura Bongi Monca sebagai salah satu materi Lomba dalam acara Festival Kesenian Tradisional Dompu. Tari Wura Bongi Monca benar-benar dijadikan sebagai bentuk pendorong kreativitas seniman Dompu, karena dalam Festival Kesenian Tradisional Dompu tahun 2005 pemeritah setempat mengadakan lomba Penata Terbaik Tari Wura Bongi Monca. Sebagaimana yang dikatakan oleh Fatimah H. Mustakim bahwa beliau sangat terkagum-kagum akan kemampuan seniman Dompu. Hal tersebut merupakan suatu kebanggan dimana daerah ini masih memiliki orang-orang yang mencintai seni, khususnya seni tari. Menurut pengamatanya pada saat itu, bahwa masing-masing seniman Dompu menampilkan tari Wura Bongi Monca hasil garapan mereka dengan ciri khas masing-masing. Ketika itu, beliau merasa bahwa tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan olehnya tidak semenarik yang ditampilkan Sanggar lain. Karena tari Wura Bongi Monca yang 118

134 dikembangkannya memiliki ragam gerak yang kental dengan nuansa tradisional Dompu, yang terlepas dari unsur modern. Namun, pada akhirnya Sanggar La-Hila lah yang memperoleh juara sebagai Penata Terbaik tersebut (wawancara 26 Desember 2013) Tari Wura Bongi Monca Sebagai Sarana Pendidikan Seni tari dalam pendidikan memiliki peran yang cukup besar. Seni memiliki peran aktif yang baik dalam mengasah ketarampilan, mengasah ingatan, mengasah kreativitas, dan lain sebagainya (Yuliarmaheni, 2010:25). Seperti halnya dalam seni tari, anak-anak yang mengikuti kegiatan menari sejak dini sangat baik bagi perkembangan kreatif anak. Di usia dini, anak sangat baik belajar menari. Anak-anak akan secara bertahap belajar cara menghafal. Seorang anak yang sedang belajar menghafal gerakan dari suatu tari an yang dipelajarinya, secara langsung juga mengasah kemampuan untuk mengingat. Pada saat belajar menghafal tersebut dibutuhkan kemampuan si anak untuk mengingat kembali apa saja yang telah dipelajarinya. Jika anak tersebut memiliki tingkat ingatan yang baik maka secara cepat ia akan mampu menghafal gerakan dari suatu tari yang dipelajarinya. Dalam seni tari, seorang anak belajar bagaiman menirukan gerak tari yang benar dan tepat. Pada saat ia bergerak dibutuhkan keterampilan dalam menirukan gerak tari disertai dengan tingkat kemampuannya mengolah gerak tersebut. Apakah ia bisa melakukan gerak tari yang lemah gemulai atau tidak, mengolah badan menirukan gerak yang mengalun, dan sebagainya. Untuk dapat melakukan hal tersebut anak 119

135 harus mampu bersikat aktif dan kreatif, sehingga ia mampu mewujudkan gerak tari yang dipelajarinya dengan baik, benar dan tepat. Hal itu, tidak hanya berlaku pada anak-anak, akan tetapi juga dapat diterapkan kepada para remaja maupun orang dewasa. Berdasarkan uraian di atas, tari Wura Bongi Monca pun memiliki peran yang baik di bidang edukatif atau pendidikan. Dalam mempelajari tari Wura Bongi Monca seseorang harus mampu menghafal perbendaharaan gerak tari, susunan atau struktur gerak tari, menghafal pola lantai dari tari an tersebut, dan lain sebagainya. Selain itu, dalam mempelajari tari Wura Bongi Monca, seorang anak atau seseorang harus peka terhadap alunan musik yang mengiringi tari Wura Bongi Monca, dengan demikian si anak atau orang tersebut harus belajar cara mengasah kepekaan terhadap musik. Seseorang juga belajar bagaimana cara mengolah rasa dan pikir sehingga bisa menirukan gerak yang indah tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan kejelian, keterampila atau keaktifan dan kekreatifan orang tersebut. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Auli, salah seorang murid Sanggar La-Hila pada wawancara tanggal 23 Desember 2013, bahwa: Menari tari Wura Bongi Monca tidak saja harus bisa menari dengan lemah gemulai, tetapi juga harus menghafal gerak dan struktur gerakan, menghafal pola lantai, dan harus peka terhadap musik. Karena jika tidak, maka kekompakan sulit akan terwujud, dan pertunjukan akan berantakan. Dari pernyataan di atas, menunjukkan bahwa tari Wura Bongi Monca juga memiliki peran yang cukup baik dalam mengasah kemampuan dan perkembangan kreatif anak maupun orang dewasa dalam mencapai keseimbangan melatih kecerdasan, di samping mempelajari sains, matematika, dan ilmu sosial lainnya. 120

136 Seni tari penting untuk meningkatkan interaksi dan komunikasi, meningkatkan pertumbuhan sosial dan emosional di dalam ruang lingkup pendidikan formal maupun nonformal (Yuliamarheni, 2010:23). Sebagaimana dengan tari Wura Bongi Monca yang kini diajarkan di Sanggar-Sanggar tari yang ada di daerah Dompu. Tari Wura Bongi Monca juga dijadikan sebagai bagian perlombaan dalam acara Pekan Olah Raga dan Seni (Porseni) tingkat TK dan SD. Ketika menjelang Porseni tiba, tari Wura Bongi Monca, yang merupakan tari penyambutan kebanggaan masyarakat Dompu tersebut dijadikan sebagai materi pembelajaran ekstrakurikuler kesenian di sekolah. 2013: Menurut Fatimah H. Mustakim pada wawancara tanggal 26 Desember Di beberapa sekolah tingkat TK dan SD di Dompu diajarkan tari Wura Bongi Monca kepada murid-murid di jam ekstrakurikuler. Para guru kesenian di masing-masing sekolah tingkat TK dan SD di Dompu begitu antusias dan semangat dalam mengajarkan tari an ini. Pada saat diajarkan tari Wura Bongi Monca, murid-murid belajar untuk menangkap gerak tari, belajar mendengarkan kepekaan musik, serta belajar kekompakan. Selain itu, antar murid akan terjalin komunikasi sebagai sebuah bentuk belajar berkomunikasi antara sesama. Dari sana murid-murid sedari dini sudah belajar bagaimana caranya berinteraksi antara sesama, menjalin pertemanan, menjalin keakraban, dan lain sebagainya. Selain itu, jiwa semangat para guru pada saat mengajarkan tari Wura Bongi Monca kepada para muridmuridnya juga merupakan sebuah contoh perilaku yang baik untuk para murid. Sikap antusias dan semangat para guru akan ditiru oleh para murid tersebut, sehingga mereka pun juga berantusias dan bersemangat untuk mengikuti materi 121

137 pembelajaran praktek tari Wura Bongi Monca itu. Contoh sikap para guru itu merupakan suatu sikap yang dapat memberikan dampak baik dan bersifat positif bagi perkembangan murid di sekolah. Dari uraian tersebut di atas bahwa menari tidak hanya sebatas bergerak dan kreatif, akan tetapi melalui interaksi antar sesama juga salah satu cara belajar mengembangkan sikap, yakni belajar bagaimana cara menempatkan diri, toleransi, saling menghormati, gotong royong, dan lain sebagainya. Seni tari juga dapat bermanfaat dalam melatih kesabaran, karena ketika belajar menari seseorang membutuhkan waktu yang relatif lama, tidak bisa instan. Selain itu, seni tari juga dapat merupakan media aktualisasi diri dalam meningkatkan rasa percaya diri (Yuliamarheni, 2010:25). Sebagaimana belajar tari Wura Bongi Monca dibutuhkan waktu yang relatif tidak cepat untuk dapat menarikannya. Dibutuhkan waktu dalam beberapa kali latihan agar bisa menarikan tari Wura Bongi Monca dengan baik dan tepat. Oleh karena itu, tari Wura Bongi Monca juga dapat menjadi suatu media aktualisasi diri dalam menumbuh-kembangkan rasa percaya diri. Pada saat belajar menari seseorang harus berani menampilkan dirinya di hadapan umum, terlebih lagi sampai berani tampil dalam pementasan. Dengan demikian, secara perlahan kepercayaan diri akan tumbuh semakin besar. Sebagimana yang diungkapkan oleh Rubawati pada wawancara tanggal 23 Desember 2013, bahwa: Pada saat pertamakali pentas tari Wura Bongi Monca Sanggar La- Hila, Dompu saya rasanya sangat takut, gugup, dan malu. Tetapi setelah beberapa kali pentas sampai sekarang, saya merasa biasa-biasa saja. Mungkin gugup masih, tapi tidak terlalu, akan tetapi rasa malu dan takut tampil di hadapan umum bukan masalah lagi. 122

138 Seni tari sesungguhnya tidak sebatas bergerak dengan indah, akan tetapi banyak hal positif yang dapat diperoleh bagi kehidupan anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. Sebagaimana tari Wura Bongi Monca yang merupakan suatu media dalam menuangkan ekspresi jiwa yang aktif dan kreatif. Belajar menari tari Wura Bongi Monca baik di Sanggar maupun di sekolah sesungguhnya merupakan proses pengembangan sikap yang positif, serta dapat berperan sebagai proses aktualisasi diri dalam meningkatkan rasa percaya diri sesorang. Dengan demikian sesungguhnya tari Wura Bongi Monca di sini merupakan tempat, wadah, atau media pendidikan baik formal maupun nonformal yang dapat memberikan manfaat positif bagi masyarakat pendukungnya Tari Wura Bongi Monca Sebagai Strategi Pelestarian Seni Budaya Tari Wura Bongi Monca sangat sering dikaitkan dalam acara-acara penting yang diselenggarakan oleh masyarakat Dompu, baik dalam acara pernikahn, acara Sunatan, maupun acara-acara lainnya. Keberadaan tari Wura Bongi Monca tersebut yang masih memiliki peran dalam berbagai kegiatan masyarakat setempat, tampaknya hal itu merupakan sebuah cara/tindakan yang dilakukan masyarakat Dompu untuk tetap dapat mempertahankan keberadaan tari Wura Bongi Monca, atau dengan kata lain sebuah bentuk tindakan yang dilakukan untuk dapat terus melestarikan kesenian ini. Berkembangnya tingkat sosial ekonomi masyarakat Dompu dari bertani menjadi pedagang, pegawai negeri, peternak, dan sebagainya. Hal itu berpengaruh pada bentuk kesenian di daerah setempat. Sebagaiman tari Wura Bongi Monca 123

139 yang berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat pendukungnya. Oleh karena sebagaian masyarakat Dompu yang telah bekerja di kantor pemerintahan setempat, tari an ini pun dipentaskan pada acara-acara yang ada di Pemeritahan, seperti pada acara pelantikan pejabat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat bahwa unsur-unsur pembauran dalam suatu budaya masyarakat dapat saja berubah oleh karena adanya politik dan ekonomi (Koentjaraningrat, 1981:28). Dari uraian di atas bahwa perubahan yang terjadi tersebut dapat mengakibatkan pula perubahan terhadap fungsi tari Wura Bongi Monca, hal itu menunjukkan sebuah tindakan masyarakat Dompu dalam mempertahankan warisan budaya yang mereka miliki, yakni tari Wura Bongi Monca Tari Wura Bongi Monca Sebagai Penunjang Ekonomi Para Pelakunya Fungsi seni dalam bidang ekonomi merupakan sebuah fenomena tersendiri bagi pelaku seni dan masyarakat setempat, dimana seni itu lahir dan berkembang. Seni tersebut dapat menambah, meningkatkan taraf hidup masyarakat pendukungnya. Kesenian khususnya seni tari dapat difungsikan sebagai media untuk memperoleh materi (uang), yakni dengan cara dikomersialkan. Kendatipun Kabupaten Dompu bukan merupakan daerah pariwisata, akan tetapi keberadaan tari Wura Bongi Monca ini tetap dapat dijadikan sebagai salah satu sumber untuk mendapatkan uang bagi para pelakunya sebagai penghasilan tambahan. Tari Wura Bongi Monca dalam pertunjukannya senantiasa dipentaskan sebagai tari untuk menyambut para tamu atau penonton dalam berbagai acara, 124

140 baik formal maupun informal. Di setiap acara yang ada di Dompu, seperti acara pernikahan dan acara sunatan, pertunjukan tari Wura Bongi Monca ditunjuk untuk mengisi acara tersebut, baik sebagai tari penyambutan ataupun sebagai sajian pertunjukan hiburan. Pada acara-acara tersebut, pertunjukan tari Wura Bongi Monca dibayar berdasarkan tingkat acara atau tingkat kemampuan masyarakat setempat yang menampilkan pertunjukan tari an ini. Fatimah H. Mustakim mengatakan bahwa seusai pertunjukan tari Wura Bongi Monca berlangsung, para penari dan pemain musik mendapatkan bayaran sesuai dengan tingkat acara. Bayaran tidak terlalu banyak, apabila dipentaskan dalam acara pernikahan atau acara sunatan yang diselenggarakan oleh masyarakat biasa pada umumnya, bayaran yang diperoleh oleh penari maupun pemain musik sekitar Rp Apabila yang mementaskan tari an tersebut adalah masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi ke atas, pertunjukan tari Wura Bongi Monca mendapat bayaran atau honor dengan jumlah yang lebih besar. Pada umumnya, masing-masing penari maupun pemain musik memperoleh honor sekitar Rp ke atas. Pertunjukan tari Wura Bongi Monca mendapat nilai bayaran atau honor yang cukup tinggi apabila dipertunjukkan dalam acara pemerintahan setempat, seperti acara peresmian jalan, acara ulang tahun Kabupaten Dompu, dan sebagainya. Honor yang diperoleh oleh masing-masing penari dan pemain musik adalah sekitar Rp sampai Rp ke atas (wawancara tanggal 24 Desember 2013). 125

141 Menurut Rabiatul, Aulia dan Rubiawati, yakni penari Wura Bongi Monca yang masih berstatus sebagai pelajar ini, bahwa upah dari hasil mereka menari digunakan sebagai uang tambahan jajan di sekolah, sehingga terkadang mereka tidak lagi meminta uang jajan dari orang tua. Uang yang diperolehnya tersebut juga ditabung untuk membeli keperluan sekolah, seperti buku, penghapus, pulpen, dan lain sebagainya. Mereka merasa senang dapat membeli sesuatu yang dibeli dengan hasil keringat sendiri. Meskipun tidak dalam jumlah yang banyak, akan tetapi dengan biaya sendiri, mereka merasa telah dapat meringankan beban orang tua (wawancara dengan Rubiatul, Aulia, dan Rubiawati, tanggal 24 Desember 2013). Jika Rabiatul, Aulia, dan Rubiawati mempergunakan hasil upahnya menari untuk membeli keperluan sekolah seperti alat tulis, dan juga sebagai uang jajan tambahan di sekolah, berbeda halnya dengan Junaidin yang sudah menikah, sebagaimana diungkapkannya pada wawancara tanggal 23 Desember 2013, bahwa: Saya menjadi pemain musik tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila, Dompu sudah sekitar 9 tahun. Setiap mengikuti pertunjukan tari Wura Bongi Monca, saya mendapat upah setiap kalinya Rp ke atas, tegantung jenis dan tingkat acara. Upah tersebut dapat saya berikan kepada istri sebagai uang tambahan untuk membeli keperluan dapur dan uang jajan untuk anak saya. Dari uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa tari Wura Bongi Monca dapat mendatangkan uang bagi mereka. Walaupun jumlah upah yang diperoleh tidak banyak, namun setidaknya upah tersebut dapat mereka pergunakan sebagai uang tambahan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Junaidin di atas, bahwa ia masih bertahan menjadi pemain 126

142 musik Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila hingga kini. Hal itu menunjukkan bahwa melalui pemetasan tari Wura Bongi Monca yang diikutinya sebagai pemusik, ia memperoleh upah yang dapat dijadikan sebagai uang tambahan untuk keperluan keluarganya. Sebagaimana juga yang telah diungkapkan, oleh ketiga penari tersebut di atas, yang masih berstatus pelajar menunjukkan bahwa tari Wura Bongi Monca memberi dampak positif bagi mereka. Hal itu menjadi sebuah cara yang dapat mendidik mereka menjadi pribadi yang mandiri, dengan cara membeli keperluan sekolah dengan uang sendiri dari upah yang diperoleh mereka dari mengikuti pementasan tari Wura Bongi Monca Tari Wura Bongi Monca Sebagai Identitas Budaya Dompu Tari Wura Bongi Monca merupakan salah satu bentuk warisan budaya Indonesia, milik masyarakat Dompu. Tari penyambutan yang mengikuti perkembangan masyarakat pendukungnya ini menjadi sebuah identitas tersendiri bagi masyarakat setempat. Bentuk pertunjukan tari Wura Bongi Monca yang sangat sederhana mencerminkan nilai-nilai budaya di Indonesia. Sebagaimana tari Wura Bongi Monca mencerminkan identitas dimana ia lahir dan berkembang. Menurut Fatimah H. Mustakim bahwa Sanggar La-Hila sering menampilkan tari Wura Bongi Monca ke luar daerah Dompu, seperti kota Sumbawa dan Mataram ketika acara Porseni dan acara lainnya dalam rangka menunjukkan bentuk kesenian tradisional Dompu, dengan menampilkan pertunjukan tari Wura Bongi Monca dan bagian-bagian yang menjadi ciri khas tari an ini. Hal ini bertujuan untuk menyampaikan sebuah bentuk identias budaya 127

143 masyarakat Dompu sebagai salah satu warisan kekayaan seni di Indonesia (wawancara tanggal 26 Desember 2013). I Gusti Ayu Tri Utama pada wawancara tanggal 23 Desember 2013, mengungkapakan tentang pandangannya terhadap tari Wura Bongi Monca sebagai sebuah bentuk kesenian tradisional yang sangat unik dan menarik, bahwa: Tari Wura Bongi Monca sangat unik. Ragam geraknya tari tradisional Dompu, tapi busana mirip busana dari budaya masyarakat Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan, serta musiknya yang memakai rebana seperti pada acara kasidahan. Ketiga kebudayaan tersebut dikemas menjadi sajian pertunjukan yang sangat menarik dan diminati masyarakat Dompu. Keunikan tari Wura Bongi Monca yang diungkapkan oleh I Gusti Ayu Tri Utama tersebut juga diakui oleh Julkifli, dimana diungkapkannya bahwa : Tari Wura Bongi Monca benar-benar membuat saya bangga terhadap daerah Dompu, yang memiliki bentuk kesenian yang menarik. Selain dari bentuk penampilan tari Wura Bongi Monca yang sangat mencerminkan kehidupan masyarakat Dompu dengan masyarakat Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan yang saling berbaur, tari an ini juga memiliki cerita atau sejarah yang sangat menarik. Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan oleh para informan di atas, tari Wura Bongi Monca adalah salah satu jenis tari tradisional Dompu yang sangat unik. Pada tari an tersebut gerak-gerak tari tradisional Dompu, namun pada busananya telah dikreasikan menggambarkan busana dari budaya masyarakat Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan. Perpaduan kedua budaya yang ada dalam tari an itu menggambarkan bagaimana kehidupan masyarakat setempat. Dimana daerah Dompu memang terdapat banyak masyarakat yang berasal dari Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan yang tinggal atau hidup di daerah Dompu. Selain itu, warna atau unsur kesenian Islam yang terdapat pada alat musik iringan tari Wura 128

144 Bongi Monca, yakni rebana juga menjadi bagian yang mewarnai tari Wura Bongi Monca. Bentuk penyajian tari Wura Bongi Monca yang sangat unik dan menarik tersebut, yang mengkombinasikan tiga kebudayaan, yakni kebudayaan masyarakat Dompu dari ragam gerak tari nya, busana tari yang mencerminkan busana masyarakat Bugis, Makasar, Sulawesi Selata, dan rebana merupakan alat musik, kebudayaan Islam. Ketiga kebudayaan tersebut menggambarkan atau menunjukkan sebuah bentuk kebudayaan yang unik di daerah Dompu. Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa betapa uniknya kebudayaan di Indonesia sehingga memiliki bentuk kesenian yang unik pula seperti tari Wura Bongi Monca yang ada di daerah Dompu tersebut. Ciri khas lainnya adalah boko yang dibawa oleh masing-masing penari merupakan wadah yang berbentuk budar adalah salah satu bentuk karya seni peninggalan nenek moyang masyarakat Dompu yang hingga kini masih terpelihara dengan baik. Segala hal yang berkaitan dengan tari Wura Bongi Monca merupakan sesuatu yang bernilai seni, dan merupakan perwujudan dari sebuah kebudayaan yang dituangkan ke dalam bentuk seni pertunjukan tari. Hal ini menunjukkan betapa arifnya Indonesia memiliki beragam karya seni yang unik, seperti halnya tari Wura Bongi Monca di Dompu. Tari Wura Bongi Monca merupakan seni tradisional masyarakat Dompu yang menjadi suatu bentuk kebanggaan masyarakat setempat untuk menunjukkan identitas budaya mereka kepada bentuk kebudayaan lain atau kepada pihak lain. Hal itu berarti suatu bentuk ungkapan masyarakat Dompu, bahwa mereka pun 129

145 memiliki warisan budaya yang sangat berharga, yang dapat menambah barisan kekayaan yang dimiliki Indonesia. 130

146 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tari Wura Bongi Monca adalah sebuah tari penyambutan yang sangat terkenal di daerah Dompu. Dikatakan demikian, karena hampir setiap orang di Dompu mengenal tarian tersebut. Hal itu disebabkan karena tari Wura Bongi Monca di daerah itu sering dipentaskan dalam acara-acara pernikahan maupun acara-acara penting lainnya. Di Dompu sesungguhnya banyak terdapat sanggar tari yang telah pernah mengembangkan tari Wura Bongi Monca. Namun hingga kini, hanya tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hilalah yang bertahan. Penelitian yang berlokasi di daerah Dompu, tempat sanggar La-Hila itu berada dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, dan dianalisis dengan Teori Estetika, Teori Religi, dan Teori Fungsional Struktural. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila disajikan dalam bentuk tari lepas, tanpa lakon, oleh 4 orang penari putri atau lebih. Tata rias busananya ditata sesuai dengan budaya masyarakat Dompu, yang dominan berasal dari daerah Bugis, yakni menggunakan baju bodo, dan menggunakan perhiasan baik anting (giwa naru), kalung (kondo naru), dan gelang (jima naru) tampak seperti perhiasan milik budaya masyarakat Bugis. Dengan diiringi musik tradisional daerah Dompu seperti genda, katongga o o, katongga 131

147 be si, tawa-tawa, serunai, rebana dan gong, para penari menari membawa boko, sebuah mangkok berisi beras kuning, simbol kemakmuran. Mereka menaburkan beras kuning itu di hadapan pengantin dan tamu undangan, sebagai ungkapan rasa syukur dan berkah atas karunianya. Tari Wura Bongi Monca diperkirakan telah ada di Dompu sejak zaman mesolithikum, dan semakin subur ketika agama Hindu berkembang di daerah tersebut. Bermula dari adanya tradisi upacara untuk memohon kesuburan yang selalu dilengkapi tari Wura Bongi Monca, diiringi nyanyian-nyanyian kidung itu tari Wura Bongi Monca tersebut muncul di Dompu. Masyarakat Dompu biasanya melakukan upacara ritus kesuburan itu di setiap akan dan mengakhiri panen raya. Namun semenjak masyarakat Dompu banyak menganut agama Islam, merekapun tidak pernah lagi melakukan upacara ritus seperti itu, karena dianggap musrik. Perubahan orientasi nilai dan meningkatnya ekonomi masyarakat Dompu, membuat mereka kemudian mengubah bentuk rasa syukurannya itu menjadi pesta dan acara makan-makan yang diawali oleh tari Wura Bongi Monca, yang ditata lebih glamour oleh Sanggar La-Hila. Jika diamati dari fungsinya, tari Wura Bongi Monca yang kini telah berkembang sebagai simbol kemapanan sosial ekonomi masyarakat Dompu dapat berfungsi sebagai hiburan, sebagai pendorong kreativitas seniman daerah Dompu, sebagai pengikat solidaritas sosial masyarakat, sebagai sarana pendidikan, dan sebagai sarana penunjang ekonomi para pelakunya. 132

148 Sebagai salah satu unsur kebudayaan, Tari Wura Bongi Monca itu muncul dan berkembang hingga kini karena memang berguna (use), berfungsi (function), dan bermakna (meaning) sebagai identitas budaya masyarakat Dompu. 5.2 Saran-saran Dari hasil penelitian tersebut di atas, dapat disarankan sebagai berikut. 1. Penelitian tentang tari Wura Bongi Monca perlu ditingkatkan lagi, agar dapat diketahui oleh masyarakat luas sekaligus dapat menggali lebih dalam lagi potensi kesenian yang berkembang di Dompu. 2. Untuk mempertahankan keberadaan tari Wura Bongi Monca, maka dipandang perlu untuk dilakukan program-program pelatihan demi pelestarian tarian tersebut. 133

149 DAF TAR SUMBER 1. Daftar Pustaka Bandem, I Made Evolusi Tari Bali. Yogyakarta: Kanisius. Bandem, I Made and Fredrick Eugene deboer Kaja and Kelod: Balinese Dance in Trantition. Kuala Lumpur: Oxford University Press. Basrowi dan Suwandi Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Dibia, I Wayan Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Dibia, I Wayan, FX. Widaryanto, dan Endo Suanda Tari Komunal Pelajaran Kesenian Nusantara. Jakarta: Lembaga Pendidikan Seni Nusantara. Djelantik, A.A.M Estetika: Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan. The Liang Gie Filsafat Seni Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu Berguna. Hariyanto Sejarah Kebudayaan Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang. Hartoko, Dick Manusia dan Seni. Yogyakarta: Kanisius. Hidayat, Robby Pengetahuan seni Tari. Malang: Universitas Negeri Malang. Humardani Dasar-Dasar Estetika. Sub Proyek ASKI/IKI 134

150 Husman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi Aksara. Kaelan, H Metode Penelitian Kualitatif Interdisiplin. Yogyakarta: Paradigma. Kaplan, David Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kayam, Umar Seni Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan. Koentjaraningrat Teknik Wawancara dalam Teknik-Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: PT. Dian Rakyat Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI Press Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Jambatan. Lindsay, Jennifer Kalisik Kitsch Kontemporer: Sebuah Studi Tentang Seni Pertunjukan Jawa. Yogyakarta: Gadjah Mada Unuversity Press. Linton, Ralph The Study of Man: An Introduction. New York: Applenton Century Company. Moleong, Lexy. J Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Muhadjir, Noeng H Metodelogi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Nasution, S Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: PT. Tarsito. Pelly, Usman Teori-teori Sosial Budaya. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Puersen, Van Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius. 135

151 Putra, Heddy Shri Ahimsa Ketika Orang Jawa Nyeni. Yogyakarta: Galang Press. Ruastiti, Ni Made Seni Pertunjukan Pariwisata Bali. Yogyakarta: Kanisius. Sedyawati, Edi Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan. Soedarsono, R.M Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Bandung: Masyarakat seni Pertunjukan Indonesia. Soeharjo, A. J Pendidikan Seni: Dari Konsep Sampai Program. Malang: Universitas Negeri Malang. Sudira, Made Bambang Oka Ilmu Seni Teori dan Praktik. Jakarta: Inti Prima Promosindo. Sukraka, I Gede Janger Kedaton Denpasar Bekelanjutan dalam Perubahan. Mudra, Jurnal Seni Budaya, Volume 19 No. 2 (September): Wiratini, Ni Made Tari Penyambutan Dari Pendet Hingga Sekar Jagat. Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar. Yuliarmaheni, Ni Nyoman De Nagdeng: Karya Seni Tari Sebagai Sarana Pendidikan Agem, Jurnal Ilmiah Seni Tari, Volume 9 No. 1 (September): Yulinis Kontribusi Tari Mulo Pado dalam Tari Kreasi Minangkabau, Sumatra Barat. Agem, Jurnal Ilmiah Seni Tari, Volume 5 No. 1 (September):

152 2. Daftar Internet Australia Aid. Australia Indonesia Partnership for Decentralisation (AIPD), Profil: Peta Nusa Tenggara Barat. diakses 23 Maret Diasmara, Gilang. Kabupaten Dompu. com/2011/03 /arti-lambang-kab-dompu.html, diakses 3 maret Konstributor Bidang Penataan Ruang NTB. Profil Kabupaten Dompu: Sejarah Kabupaten Dompu. diakses 17 Maret Kontributor Kebudayaan Indonesia. Perhiasan dan Pakaian: Baju Bodo. diakses 17 Maret Malingi, Alan. Tari Wura Bongi Monca. /2010/04/12 /tari -wura-bongi-monca/, diakses 17 Maret Soeryanto, Agoes. Humans Kabupaten Dompu: Menyusuri Jejak Sejarah Dompu Masa Lampau 4 Mei menyusuri-jejak-sejarahdompu-masa-lampau.html, diakses 17 Maret Tourist Bandung. Things To Do: Kasidahan. /tododet.php?q=kasidahan, diakses 17 Maret Wikipedia Indonesia. Peta Kabupaten Dompu. Berkas:Lokasi_NTB_Kabupaten_Dompu.svg, diakses 23 Maret

153 LAMPIRAN I GLOSARIUM Bali-balihan Bebali Bodo Boko Bokor Bongi He atau woe : seni pertunjukan yang bersifat sekuler atau hiburan (tontonan). : seni pertunjukan yang bersifat sebagai pengiring atau pendukung upacara. : nama baju/busana tradisional masyarakat Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan. : nama properti tari Wura Bongi Monca. : sebuah wadah berbentuk bundar seperti mangkuk, biasanya dipakai pada tari -tari penyambutan Bali sebagai properti yang diisi bunga. : beras. :istilah dalam bahasa Dompu yang artinya mengajak. Kidung Monca Monotone Nggahi Nggoli Songke : nyanyian atau lagu (syair-syair yang dinyanyikan) yang dilantunkan sebagai sebuah pujian (pemujaan). : kuning. : monoton, sama saja, tidak ada ragamnya, itu-itu saja, tidak bervariasi. : istilah dalam bahasa Dompu yang artinya kata, ucapan, atau bahasa. : nama kain tenunan masyarakat Dompu. : kain songket karya masyarakat Dompu. 138

154 Tembe Style Sunatan Wura : sarung atau kain. : gaya. : suatu upacara pembersihan menurut ajaran Islam yang dilakukan dengan cara/tindakan memotong atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan dari penis/kelamin laki-laki. : tabur atau menabur. 139

155 LAMPIRAN 2 DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Akarim M. Saleh Umur Pekerjaan Pokok Pekerjaan Sampingan : 52 tahun : Kepala Kelurahan Doro Tangga : Pengajar Aksara Dompu 2. Nama : Fatimah H. Mustakim, S.Pd Umur Pekerjaan Pokok Pekerjaan Sampingan : 64 tahun : Guru : Seniman Dompu 3. Nama : I Gusti Ayu Tri Utama, S.Pd., MA Umur Pekerjaan Pokok Pekerjaan Sampingan : 54 tahun : Guru : Seniman Dompu 4. Nama : Julkifli Umur Pekerjaan Pokok Pekerjaan Sampingan : 50 tahun : Guru : Seniman Dompu 140

156 5. Nama : H. Hilir Umur Pekerjaan Pokok Pekerjaan Sampingan : 54 tahun : Guru : Pengajar Aksara Dompu 6. Nama : Rabiatul Umur Pekerjaan Pokok Pekerjaan Sampingan : 18 tahun : Pelajar : Penari 7. Nama : Rabawati Umur Pekerjaan Pokok Pekerjaan Sampingan : 19 tahun : Pelajar : Penari 8. Nama : Aulia Umur Pekerjaan Pokok Pekerjaan Sampingan : 16 tahun : Pelajar : Penari 141

157 9. Nama : Hamid Umur Pekerjaan Pokok Pekerjaan Sampingan : 51 tahun : Petani : Pemain Musik Tari Wura Bongi Monca 10. Nama : Arshad Umur Pekerjaan Pokok Pekerjaan Sampingan : 46 tahun : Petani : Pemain Musik Tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila. 11. Nama : Junaidin Umur Pekerjaan Pokok Pekerjaan Sampingan : 43 tahun : Petani : Pemain Musik Tari Wura Bongi Monca Sanggar La-Hila. 142

158 LAMPIRAN 3 DAFTAR PERTANYAAN 1. Bentuk Pertunjukan Tari Wura Bongi Monca 1. Apa itu tari Wura Bongi Monca? 2. Apa gerak pokok tari Wura Bongi Monca? 3. Apa saja ragam gerak tari Wura Bongi Monca? 4. Bagaimana struktur pertunjukan tari Wura Bongi Monca? 5. Bagaimana komposisi tari Wura Bongi Monca? 6. Siapa saja yang dapat menarikan tari Wura Bongi Monca? 7. Apakah ada syarat untuk menjadi penari Wura Bongi Monca? 8. Berapa orang yang menarikan tari Wura Bongi Monca? 9. Apa ciri khas dari penyajian tari Wura Bongi Monca? 10. Bagaimana tata rias tari Wura Bongi Monca? 11. Apa yang membedakan tata rias tari Wura Bongi Monca dengan tari penyambutan lainnya? 12. Bagaimana busana tari Wura Bongi Monca? 13. Kenapa busana tari Wura Bongi Monca seperti itu? 14. Apa nama properti tari Wura Bongi Monca? 15. Apa nama musik iringan tari Wura Bongi Monca? 16. Apa saja nama alat musik yang digunakan untuk mengiringi tari Wura Bongi Monca? 17. Bagaimana cara memainkan alat musik tari Wura Bongi Monca? 18. Apakah ada aturan atau pola dalam cara memainkan alat musik tari Wura Bongi Monca? 143

159 19. Dimana dapat dipertunjukkan tari Wura Bongi Monca? 2. Bagaimana Asal Mula Muncul Tari Wura Bongi Monca 1. Apa itu tari Wura Bongi Monca? 2. Kenapa disebut tari Wura Bongi Monca? 3. Kenapa tari Wura Bongi Monca disebut juga sebagai tari Kakiri Kamai? 4. Kenapa tari Wura Bongi Monca disebut juga sebagai tari Kesuburan? 5. Kapan awal munculnya tari Wura Bongi Monca? 6. Bagaimana tari Wura Bongi Monca bisa muncul? 7. Kenapa masyarakat Dompu membuat tari Wura Bongi Monca? 8. Kenapa tari Wura Bongi Monca dijadikan sebagai tari ritual masyarakat Dompu? 9. Bagaimana gerak tari Wura Bongi Monca sebagai ritual kesuburan? 10. Apa saja gerak tari Wura Bongi Monca sebagai tari ritual kesuburan? 11. Bagaimana musik iringan tari Wura Bongi Monca sebagai ritual kesuburan? 12. Apa inti dari syair-syair suara vocal yang mengiringi tari Wura Bongi Monca sebagai ritual kesuburan? 13. Menggunakan bahasa apa syair-syair suara vocal yang mengiringi tari Wura Bongi Monca sebagai ritual kesuburan? 14. Ditujukan kepada siapa syair-syair suara vocal yang mengiringi tari Wura Bongi Monca sebagai ritual kesuburan? 15. Apa maksud dari syair-syair dari suara vocal yang mengiringi tari Wura Bongi Monca sebagai ritual kesuburan? 16. Bagaimana tata rias dan busana tari Wura Bongi Monca sebagai ritual kesuburan? 17. Kenapa tari Wura Bongi Monca tidak lagi dipentaskan oleh Masyarakat Dompu sebagai tari ritual kesuburan? 144

160 18. Kapan tari Wura Bongi Monca kembali dipentaskan? 19. Kenapa tari Wura Bongi Monca dipentaskan lagi? 20. Siapa yang mengembangkan tari Wura Bongi Monca menjadi tari penyambutan? 21. Kenapa tari Wura Bongi Monca dikembangkan menjadi tari penyambutan? 22. Apa yang membedakan tari Wura Bongi Monca sebagai tari kesuburan dengan tari penyambutan Wura Bongi Monca? 23. Selain fungsi yang telah berubah, apa saja yang telah mengalami perubahan atau perkembangan terhadap tari Wura Bongi Monca? 24. Bagaimana tata rias tari penyambutan Wura Bongi Monca? 25. Bagaimana busana tari penyambutan Wura Bongi Monca? 26. Bagaimana musik iringan tari Wura Bongi Monca? 27. Apa saja faktor yang mempengaruhi perkembangan tari Wura Bongi Monca? 28. Kenapa busana tari Wura Bongi Monca tampak mirip dengan busana budaya orang Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan? 29. Ada berapa Sanggar di Dompu yang mengembangkan tari Wura Bongi Monca tersebut? 30. Kenapa Sanggar-Sanggar tersebut di Dompu mengembangkan tari Wura Bongi Monca? 31. Apa yang membedakan tari penyambutan Wura Bongi Monca dari setiap Sanggar-Sanggar yang mengembangkan tari Wura Bongi Monca tersebut? 32. Kenapa tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La- Hila paling banyak diminati masyarakat Dompu? 33. Bagaimana sistem mengajar tari Wura Bongi Monca di Sanggar La-Hila? 34. Bagaimana pandangan masyarakat Dompu terhadap tari Wura Bongi Monca yang dikembangkan oleh Sanggar La-Hila? 145

161 35. Bagaimana keberadaan tari Wura Bongi Monca di Dompu hingga saat ini? 3. Apa Fungsi Tari Wura Bongi Monca Bagi Masyarakat Dompu? 1. Dimana saja tari Wura Bongi Monca dipentaskan? 2. Dalam acara apa saja tari Wura Bongi Monca dipentaskan? 3. Dalam acara tersebut, tari Wura Bongi Monca dipentaskan sebagai tari apa? 4. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap tari Wura Bongi Monca? 5. Apa peranan tari Wura Bongi Monca bagi masyarakat Dompu? 6. Apa manfaat tari Wura Bongi Monca bagi masyarakat Dompu? 7. Apa manfaat tari Wura Bongi Monca bagi Seniman Dompu? 8. Apakah tari Wura Bongi Monca memiliki peranan bagi masyarakat Dompu, baik di bidang sosial, ekonomi, pendidikan, maupun politik? 9. Kenapa tari Wura Bongi Monca bisa berfungsi di bidang sosial? 10. Kenapa tari Wura Bongi Monca bisa berfungsi di bidang pendidikan? 11. Kenapa tari Wura Bongi Monca bisa berfungsi di bidang politik? 12. Kenapa tari Wura Bongi Monca bisa berfungsi di bidang ekonomi? 13. Apa peranan tari Wura Bongi Monca terhadap kebudayaan masyarakat Dompu? 146

162 LAMPIRAN 4 KARTU BIMBINGAN TUGAS AKHIR 147

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nuarisa Agossa, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni pertunjukan yang ada di Indonesia sangat beragam bentuk dan jenisnya. Seni pertunjukan yang berada dalam suatu lingkungan masyarakat Indonesia tidak terlepas

Lebih terperinci

SKRIPSI TARI REJANG MUANI DI PURA PUSEH DESA PAKRAMAN LUMBUAN KABUPATEN BANGLI

SKRIPSI TARI REJANG MUANI DI PURA PUSEH DESA PAKRAMAN LUMBUAN KABUPATEN BANGLI SKRIPSI TARI REJANG MUANI DI PURA PUSEH DESA PAKRAMAN LUMBUAN KABUPATEN BANGLI OLEH: NI LUH DIAN ARISTA DEWI NIM: 2010 01 005 PROGRAM STUDI S-1 SENI TARI JURUSAN SENI TARI FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. perkawinan Masyarakat Arab di Kota Medan kesimpulan sebagai berikut. a. Upacara Pernikahan Masyarakat Arab di Medan

BAB V PENUTUP. perkawinan Masyarakat Arab di Kota Medan kesimpulan sebagai berikut. a. Upacara Pernikahan Masyarakat Arab di Medan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian terhadap Bentuk Tari Zahifa pada upacara perkawinan Masyarakat Arab di Kota Medan kesimpulan sebagai berikut. a. Upacara Pernikahan Masyarakat Arab di

Lebih terperinci

Tari Pendet Bali Pergeseran Tarian Sakral Menjadi Tarian Balih-Balihan

Tari Pendet Bali Pergeseran Tarian Sakral Menjadi Tarian Balih-Balihan Tari Pendet Bali Pergeseran Tarian Sakral Menjadi Tarian Balih-Balihan Oleh Dra. Lilin Candrawati S., M.Sn ============================================================ Abstrak Tari Pendet merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang berkaitan dengan pengungkapan rasa keindahan. Menurut kodratnya manusia adalah makhluk yang sepanjang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Sasaran Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian tentang struktur penyajian dan peranan masing-masing kelompok/bagian

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif 2. Fungsi tari Tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis tari dalam kategori tari tradisional dan tari non trasional disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan kebudayaan adalah hasil dari karya manusia. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki kebudayaan yang beragam. Kebudayaan juga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki kebudayaan yang beragam. Kebudayaan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki kebudayaan yang beragam. Kebudayaan juga menunjukan identitas suatu bangsa. Kebudayaan ini yang biasanya berkembang dari masa ke masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan dibagi menjadi empat sub-bab yang berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan metode perancangan dari seminar tugas akhir. Pembahasan latar belakang menguraikan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

3. Karakteristik tari

3. Karakteristik tari 3. Karakteristik tari Pada sub bab satu telah dijelaskan jenis tari dan sub bab dua dijelaskan tentang fungsi tari. Berdasarkan penjelasan dari dua sub bab tersebut, Anda tentunya telah memperoleh gambaran

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF TARI PERSEMBAHAN YANG DIBAKUKANDAN MUSIK PENGIRING OLEH SANGGAR SINGGASANA SIAK DALAM

STUDI DESKRIPTIF TARI PERSEMBAHAN YANG DIBAKUKANDAN MUSIK PENGIRING OLEH SANGGAR SINGGASANA SIAK DALAM STUDI DESKRIPTIF TARI PERSEMBAHAN YANG DIBAKUKANDAN MUSIK PENGIRING OLEH SANGGAR SINGGASANA SIAK DALAM KONTEKS BUDAYA MELAYU RIAU DIKERJAKAN O L E H NAMA:PRINSA AGNEST NAINGGOLAN NIM:110707058 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan Realisasi pelestarian nilai-nilai tradisi dalam berkesenian, bersinergi dengan

Lebih terperinci

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

ARTIKEL TENTANG SENI TARI NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kesenian pada dasarnya muncul dari suatu ide (gagasan) dihasilkan oleh manusia yang mengarah kepada nilai-nilai estetis, sehingga dengan inilah manusia didorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumardjo (2001:1) seni adalah bagian dari kehidupan manusia dan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Sumardjo (2001:1) seni adalah bagian dari kehidupan manusia dan masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni merupakan sebuah kata yang semua orang pasti mengenalnya. Beragam jawaban dapat diberikan oleh para pengamat, dan pelaku seni. Menurut Sumardjo (2001:1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam suku, yang dapat di jumpai bermacam-macam adat istiadat, tradisi, dan kesenian yang ada dan

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN. Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh pembimbing, serta diuji

HALAMAN PENGESAHAN. Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh pembimbing, serta diuji HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh pembimbing, serta diuji pada tanggal : 2017 Tim Penguji: Tanda tangan 1. Ketua : Dr. I. G. N. Agung Suaryana, SE., M.Si.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang fungsional, estetis dan indah, sehingga ia dapat dinikmati dengan panca inderanya yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT. 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Seni Pertunjukan dalam Tradisi Masyarakat Seni pertunjukan yang terdapat dalam tradisi masyarakat, umumnya masih banyak ditemui ritual-ritual yang berkenaan dengan sebuah prosesi

Lebih terperinci

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang terletak di bagian selatan pulau Sumatera, dengan ibukotanya adalah Palembang. Provinsi Sumatera Selatan

Lebih terperinci

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat Sunda Ciamis mempunyai kesenian yang khas dalam segi tarian yaitu tarian Ronggeng Gunung. Ronggeng Gunung merupakan sebuah bentuk kesenian tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M) KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M) Jln. Nusa Indah (0361) 227316 Fax. (0361) 236100 Denpasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan nenek moyang. Sejak dulu berkesenian sudah menjadi kebiasaan yang membudaya, secara turun temurun

Lebih terperinci

Schedule Pertemuan 2 X teori tentang apresiasi seni 4 X pemahaman materi seni 6X apresesiasi 2 X tugas 1 X ujian sisipan 1 x ujian semester

Schedule Pertemuan 2 X teori tentang apresiasi seni 4 X pemahaman materi seni 6X apresesiasi 2 X tugas 1 X ujian sisipan 1 x ujian semester Pengantar Apresiasi Seni Oleh : Kuswarsantyo, M.Hum. Schedule Pertemuan 2 X teori tentang apresiasi seni 4 X pemahaman materi seni 6X apresesiasi 2 X tugas 1 X ujian sisipan 1 x ujian semester Buku referensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkunjung dan menikmati keindahan yang ada di Indonesia khususnya dalam

BAB I PENDAHULUAN. berkunjung dan menikmati keindahan yang ada di Indonesia khususnya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu bangsa yang sangat kaya dengan seni budaya baik berupa tari, musik, seni rupa hingga adat istiadatnya yang tersebar dari Sabang

Lebih terperinci

PENGARUH KUNJUNGAN WISATAWAN, INFLASI DAN KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT TERHADAP NILAI EKSPOR KERAJINAN BAMBU PROVINSI BALI SKRIPSI

PENGARUH KUNJUNGAN WISATAWAN, INFLASI DAN KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT TERHADAP NILAI EKSPOR KERAJINAN BAMBU PROVINSI BALI SKRIPSI PENGARUH KUNJUNGAN WISATAWAN, INFLASI DAN KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT TERHADAP NILAI EKSPOR KERAJINAN BAMBU PROVINSI BALI SKRIPSI Oleh : NI KADEK DEWI ASTUTI NIM : 1206105075 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

Lebih terperinci

FUNGSI TARI BEDHAYA KETAWANG DI KERATON SURAKARTA DALAM KONTEKS JAMAN SEKARANG

FUNGSI TARI BEDHAYA KETAWANG DI KERATON SURAKARTA DALAM KONTEKS JAMAN SEKARANG FUNGSI TARI BEDHAYA KETAWANG DI KERATON SURAKARTA DALAM KONTEKS JAMAN SEKARANG Disusun Oleh : Bunga Perdana Putrianna Febrina 0301605010 JURUSAN ANTROPOLOGI FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah suatu peristiwa sosial yang mempunyai tenaga kuat sebagai sarana kontribusi antara seniman dan penghayatnya, ia dapat mengingatnya, menyarankan,

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS BERKENAAN DENGAN PENANDATANGANAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PERSEROAN TERBATAS MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI

KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS BERKENAAN DENGAN PENANDATANGANAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PERSEROAN TERBATAS MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI TESIS KEKUATAN HUKUM AKTA NOTARIS BERKENAAN DENGAN PENANDATANGANAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PERSEROAN TERBATAS MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI KOMANG FEBRINAYANTI DANTES 1292461007 PROGRAM MAGISTER

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHA DAGANG BAJU (STUDI KASUS PEDAGANG BAJU BALI MENETAP DAN SEMI MENETAP DI DAERAH KUTA)

STUDI KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHA DAGANG BAJU (STUDI KASUS PEDAGANG BAJU BALI MENETAP DAN SEMI MENETAP DI DAERAH KUTA) STUDI KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHA DAGANG BAJU (STUDI KASUS PEDAGANG BAJU BALI MENETAP DAN SEMI MENETAP DI DAERAH KUTA) Oleh : NI KOMANG MARIANI 1206105093 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. pada masyarakat Pesisir adalah pertunjukan kesenian Sikambang di Kelurahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Tapanuli Tengah dikenal dengan sebutan Negeri Wisata Sejuta Pesona. Julukan ini diberikan kepada Kabupaten Tapanuli Tengah dikarenakan dibeberapa

Lebih terperinci

PELESTARIAN KARUNGUT SENI TRADISI LISAN KLASIK DAYAK NGAJU DI KALIMANTAN TENGAH

PELESTARIAN KARUNGUT SENI TRADISI LISAN KLASIK DAYAK NGAJU DI KALIMANTAN TENGAH PELESTARIAN KARUNGUT SENI TRADISI LISAN KLASIK DAYAK NGAJU DI KALIMANTAN TENGAH Oleh: Neni Puji Nur Rahmawati Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat Karungut adalah sebuah kesenian tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kesenian yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan kesenian yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesenian yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah masuknya budaya barat yang ikut mempengaruhi perubahan serta perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari banyaknya kesenian yang diungkapkan para pakar, salah satunya adalah sebagimana diungkapkan Koentjaraningrat : Kesenian merupakan salah satu bentuk kebudayaan

Lebih terperinci

ARTIKEL KARYA SENI KAJIAN ESTETIS DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI TELEK DI DESA JUMPAI KABUPATEN KLUNGKUNG

ARTIKEL KARYA SENI KAJIAN ESTETIS DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI TELEK DI DESA JUMPAI KABUPATEN KLUNGKUNG ARTIKEL KARYA SENI KAJIAN ESTETIS DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM TARI TELEK DI DESA JUMPAI KABUPATEN KLUNGKUNG Oleh : NI KADEK YUNIARI DEWI PROGRAM STUDI S-1 SENDRATASIK FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sumedang memang dikenal memiliki beraneka ragam kesenian tradisional berupa seni pertunjukan yang biasa dilaksanakan dalam upacara adat daerah, upacara selamatan,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KINERJA KARYAWAN PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH BALI KANTOR PUSAT DENPASAR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KINERJA KARYAWAN PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH BALI KANTOR PUSAT DENPASAR ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KINERJA KARYAWAN PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH BALI KANTOR PUSAT DENPASAR Oleh : I KADEK YOGI ISWARA NIM : 0715251188 PROGRAM EKSTENSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGARUH SIKAP DAN NORMA SUBJEKTIF TERHADAP NIAT BELI ULANG PRODUK FASHION VIA ONLINE DI KOTA DENPASAR SKRIPSI

PENGARUH SIKAP DAN NORMA SUBJEKTIF TERHADAP NIAT BELI ULANG PRODUK FASHION VIA ONLINE DI KOTA DENPASAR SKRIPSI PENGARUH SIKAP DAN NORMA SUBJEKTIF TERHADAP NIAT BELI ULANG PRODUK FASHION VIA ONLINE DI KOTA DENPASAR SKRIPSI Diajukan Oleh: Nama : Ni Putu Ratih Astarini Dewi NIM: 1115251112 Skripsi ini ditulis untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi keindahan. Setiap karya seni biasanya berawal dari ide atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Mustopo Habib berpendapat bahwa kesenian merupakan jawaban terhadap tuntutan dasar kemanusiaan yang bertujuan untuk menambah dan melengkapi kehidupan. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Arifa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Arifa, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah ekspresi dan sifat eksistensi kreatif manusia yang timbul dari perasaannya dan bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian merupakan salah satu bentuk kebudayaan manusia. Setiap daerah mempunyai kesenian yang disesuaikan dengan adat istiadat dan budaya setempat. Jawa Barat terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya suku Bugis yang tersebar di seluruh kabupaten yang ada di

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya suku Bugis yang tersebar di seluruh kabupaten yang ada di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seni pertunjukan merupakan salah satu dari kesenian tradisional suku Bugis, di antaranya adalah seni musik dan seni tari. Pertunjukan ini dipentaskan baik pada momen-momen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia terdiri dari ratusan suku bangsa yang masingmasing memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri.kekhasan dan keunikan itulah yang pada dasarnya

Lebih terperinci

I PUTU DANENDRA PUTRA NIM:

I PUTU DANENDRA PUTRA NIM: PENGARUH MODAL DAN TENAGA KERJA TERHADAP PENDAPATAN DENGAN LAMA USAHA SEBAGAI VARIABEL MODERATING PADA USAHA SEKTOR INFORMAL DI KECAMATAN ABIANSEMAL KABUPATEN BADUNG SKRIPSI Oleh: I PUTU DANENDRA PUTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan. Kesenian dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan serta memiliki beraneka ragam budaya. Kekayaan budaya tersebut tumbuh karena banyaknya suku ataupun etnis

Lebih terperinci

BAB 4 CINGCOWONG DI KUNINGAN ANTARA RITUAL DAN TARIAN

BAB 4 CINGCOWONG DI KUNINGAN ANTARA RITUAL DAN TARIAN BAB 4 CINGCOWONG DI KUNINGAN ANTARA RITUAL DAN TARIAN Pada bab-bab terdahulu telah dijelaskan bahwa ritual cingcowong merupakan tradisi masyarakat Desa Luragung Landeuh. Cingcowong merupakan ritual masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI AKTIVA TETAP DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN (Studi kasus pada PT. Stone Kraft-Bali)

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI AKTIVA TETAP DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN (Studi kasus pada PT. Stone Kraft-Bali) ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI AKTIVA TETAP DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN (Studi kasus pada PT. Stone Kraft-Bali) Oleh: BETI SUSANTI NIM : 0615351130 PROGRAM EKSTENSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M) Jln. Nusa Indah (061) 22716 Fax. (061) 26100 Denpasar 8025 Website :http//:www.lp2m.isi-dps.ac.id

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di Jawa Barat memiliki jenis yang beragam. Keanekaragaman jenis kesenian tradisional itu dalam perkembangannya

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M) Jln. Nusa Indah (061) 22716 Fax. (061) 26100 Denpasar 8025 Website :http//:www.lp2m.isi-dps.ac.id

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN GIANYAR TAHUN

EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN GIANYAR TAHUN EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008-2009 Oleh : NI KOMANG CAHYANI NIM : 0706305173 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

PENGARUH BEBAN KERJA DAN KOMPENSASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PT. PANCA DEWATA DENPASAR SKRIPSI

PENGARUH BEBAN KERJA DAN KOMPENSASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PT. PANCA DEWATA DENPASAR SKRIPSI PENGARUH BEBAN KERJA DAN KOMPENSASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PT. PANCA DEWATA DENPASAR SKRIPSI Oleh : I GEDE MAHENDRAWAN NIM : 0915251125 PROGRAM EKSTENSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN PADA CV. MITRA MANDIRI. Oleh: ANAK AGUNG AYU TRISNA DEWI NIM:

ANALISIS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN PADA CV. MITRA MANDIRI. Oleh: ANAK AGUNG AYU TRISNA DEWI NIM: ANALISIS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PERSEDIAAN BARANG DAGANGAN PADA CV. MITRA MANDIRI Oleh: ANAK AGUNG AYU TRISNA DEWI NIM: 0615351224 PROGRAM EKSTENSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari. gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi juga untuk menyalurkan

BAB I PENDAHULUAN. sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari. gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi juga untuk menyalurkan A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan berkembangnya zaman, fungsi busana mengalami sedikit pergeseran yaitu tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari gangguan alam dan untuk kesopanan, tetapi

Lebih terperinci

PENGARUH STRUKTUR AUDIT, TEKANAN WAKTU, DISIPLIN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA AUDITOR PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI PROVINSI BALI

PENGARUH STRUKTUR AUDIT, TEKANAN WAKTU, DISIPLIN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA AUDITOR PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI PROVINSI BALI PENGARUH STRUKTUR AUDIT, TEKANAN WAKTU, DISIPLIN KERJA DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA AUDITOR PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK DI PROVINSI BALI SKRIPSI Oleh : KOMANG DYAH PUTRI GAYATRI NIM: 1206305074

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Karya seni adalah merupakan salah satu produk budaya suatu bangsa, dengan sendirinya akan berdasar pada kebhinekaan budaya yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri,

Lebih terperinci

SKRIPSI KAJIAN BENTUK DAN FUNGSI TARI BEDANA DI SANGGAR CANTIKA LARAS BANDAR LAMPUNG

SKRIPSI KAJIAN BENTUK DAN FUNGSI TARI BEDANA DI SANGGAR CANTIKA LARAS BANDAR LAMPUNG SKRIPSI KAJIAN BENTUK DAN FUNGSI TARI BEDANA DI SANGGAR CANTIKA LARAS BANDAR LAMPUNG OLEH: NI LUH PUTU EVA SAVITRI NIM: 2010 01 006 PROGRAM STUDI S-1 SENI TARI JURUSAN SENI TARI FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna

BAB I PENDAHULUAN. di Bali, perlu dimengerti sumbernya. Terdapat prinsip Tri Hita Karana dan Tri Rna 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali telah terkenal dengan kebudayaannya yang unik, khas, dan tumbuh dari jiwa Agama Hindu, yang tidak dapat dipisahkan dari keseniannya dalam masyarakat yang berciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini tari pendet dikenal sebagian masyarakat sebagai tarian

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini tari pendet dikenal sebagian masyarakat sebagai tarian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama ini tari pendet dikenal sebagian masyarakat sebagai tarian penyambutan atau tarian selamat datang bagi masyarakat luar Bali. Hal ini menjadikan tari

Lebih terperinci

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI DI DINAS BALAI BAHASA PROVINSI BALI SKRIPSI. Oleh : KADEK YUDI PRAWIRA JAYA

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI DI DINAS BALAI BAHASA PROVINSI BALI SKRIPSI. Oleh : KADEK YUDI PRAWIRA JAYA PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP DISIPLIN KERJA PEGAWAI DI DINAS BALAI BAHASA PROVINSI BALI SKRIPSI Oleh : KADEK YUDI PRAWIRA JAYA NIM : 1015251119 Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

PENGARUH SIKAP DAN PENGALAMAN MENGELUH TERHADAP PERILAKU KELUHAN PELANGGAN PDAM KOTA DENPASAR SKRIPSI

PENGARUH SIKAP DAN PENGALAMAN MENGELUH TERHADAP PERILAKU KELUHAN PELANGGAN PDAM KOTA DENPASAR SKRIPSI PENGARUH SIKAP DAN PENGALAMAN MENGELUH TERHADAP PERILAKU KELUHAN PELANGGAN PDAM KOTA DENPASAR SKRIPSI Oleh : IDA BAGUS GEDE DHANA ISWARA NIM : 1206205123 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Penjelasan pertama pada pendahuluan akan menjelaskan mengenai latar belakang dengan melihat kondisi yang ada secara garis besar dan dari latar belakang tersebut didapatkan suatu rumusan

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH PRODUKSI, TENAGA KERJA DAN KURS VALUTA ASING TERHADAP EKSPOR PERHIASAN PERAK DI KABUPATEN GIANYAR SKRIPSI

PENGARUH JUMLAH PRODUKSI, TENAGA KERJA DAN KURS VALUTA ASING TERHADAP EKSPOR PERHIASAN PERAK DI KABUPATEN GIANYAR SKRIPSI PENGARUH JUMLAH PRODUKSI, TENAGA KERJA DAN KURS VALUTA ASING TERHADAP EKSPOR PERHIASAN PERAK DI KABUPATEN GIANYAR SKRIPSI Oleh : NI KADEK JULIA LESTARI NIM : 1206105059 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal berkenaan dengan bentuk, simbol serta sekilas tentang pertunjukan dari topeng Bangbarongan Ujungberung

Lebih terperinci

PENGARUH IKLIM ORGANISASI, KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, DAN SELF EFFICACY

PENGARUH IKLIM ORGANISASI, KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, DAN SELF EFFICACY PENGARUH IKLIM ORGANISASI, KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL, DAN SELF EFFICACY TERHADAP PERILAKU KERJA INOVATIF PADA KARYAWAN PT. SERASI AUTORAYA CABANG DENPASAR SKRIPSI Oleh : DEWA NYOMAN REZA ADITYA NIM

Lebih terperinci

PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT PENSIUNAN PADA PT. BANK BPD BALI KANTOR CABANG UBUD

PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT PENSIUNAN PADA PT. BANK BPD BALI KANTOR CABANG UBUD PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT PENSIUNAN PADA PT. BANK BPD BALI KANTOR CABANG UBUD Oleh : PUTU AYU NOVIANTARI SUKRANINGSIH NIM : 1206013061 PROGRAM STUDI DIPLOMA III AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG JENIS, MUTU DAN TEMPAT PERTUNJUKAN KESENIAN DAERAH UNTUK WISATAWAN

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG JENIS, MUTU DAN TEMPAT PERTUNJUKAN KESENIAN DAERAH UNTUK WISATAWAN GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG JENIS, MUTU DAN TEMPAT PERTUNJUKAN KESENIAN DAERAH UNTUK WISATAWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa. Hal itu menjadikan Indonesia negara yang kaya akan kebudayaan. Kesenian adalah salah satu bagian dari kebudayaan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LP2M) Jln. Nusa Indah (0361) 227316 Fax. (0361) 236100 Denpasar 80235 Website

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari sebagai ekspresi jiwa manusia dapat diwujudkan dalam bentuk simbol yang mengandung arti yang beraneka ragam salah satunya digunakan sebagai sarana untuk mengekspresikan

Lebih terperinci

FUNGSI KESENIAN LEDHEK DALAM UPACARA BERSIH DESA DI DUSUN KARANG TENGAH, DESA NGALANG, GEDANGSARI, GUNUNGKIDUL SKRIPSI

FUNGSI KESENIAN LEDHEK DALAM UPACARA BERSIH DESA DI DUSUN KARANG TENGAH, DESA NGALANG, GEDANGSARI, GUNUNGKIDUL SKRIPSI FUNGSI KESENIAN LEDHEK DALAM UPACARA BERSIH DESA DI DUSUN KARANG TENGAH, DESA NGALANG, GEDANGSARI, GUNUNGKIDUL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hilda Maulany, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hilda Maulany, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Seni secara sederhana

Lebih terperinci

PENGARUH JASA PELAYANAN DAN VARIASI PRODUK TERHADAP PARTISIPASI ANGGOTA DAN SISA HASIL USAHA PADA KOPERASI SERBA USAHA DI KECAMATAN DENPASAR SELATAN

PENGARUH JASA PELAYANAN DAN VARIASI PRODUK TERHADAP PARTISIPASI ANGGOTA DAN SISA HASIL USAHA PADA KOPERASI SERBA USAHA DI KECAMATAN DENPASAR SELATAN PENGARUH JASA PELAYANAN DAN VARIASI PRODUK TERHADAP PARTISIPASI ANGGOTA DAN SISA HASIL USAHA PADA KOPERASI SERBA USAHA DI KECAMATAN DENPASAR SELATAN SKRIPSI Oleh : NI NYOMAN AYU RANI TRI ASTUTY NIM : 1206105032

Lebih terperinci

PENGARUH KEPUASAN KONSUMEN MEMEDIASI HARGA TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN DALAM BERBELANJA PADA FLORIST ONLINE DI DENPASAR SKRIPSI

PENGARUH KEPUASAN KONSUMEN MEMEDIASI HARGA TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN DALAM BERBELANJA PADA FLORIST ONLINE DI DENPASAR SKRIPSI PENGARUH KEPUASAN KONSUMEN MEMEDIASI HARGA TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN DALAM BERBELANJA PADA FLORIST ONLINE DI DENPASAR SKRIPSI Oleh: PUTU AYU DESY TRISNADEWI DARMAWAN NIM: 1306205070 Skripsi ini ditulis

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN PADA PERUSAHAAN DJ BALI PRODUCTION DENPASAR

ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN PADA PERUSAHAAN DJ BALI PRODUCTION DENPASAR ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN PADA PERUSAHAAN DJ BALI PRODUCTION DENPASAR Oleh : I MADE JANANURAGA NIM : 0215251050 Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

2016 PELESTARIAN TARI TRADISIONAL DI SANGGAR SUNDA RANCAGE KABUPATEN MAJALENGKA

2016 PELESTARIAN TARI TRADISIONAL DI SANGGAR SUNDA RANCAGE KABUPATEN MAJALENGKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Barat terletak di ujung sebelah barat pulau Jawa terdapat satu kota Kabupaten yaitu Kabupaten Majalengka. Dilihat dari letak geografisnya, posisi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

I KADEK AGASTIA MAHA PUTRA NIM:

I KADEK AGASTIA MAHA PUTRA NIM: PENGARUH EFEKTIVITAS PENGGUNAAN, KEPERCAYAAN, KEAHLIAN PENGGUNA, DAN KUALITAS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA PT PLN (PERSERO) DISTRIBUSI BALI SKRIPSI Oleh: I KADEK AGASTIA MAHA

Lebih terperinci

2015 TARI KREASI DOGDOG LOJOR DI SANGGAR MUTIARA PAWESTRI PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

2015 TARI KREASI DOGDOG LOJOR DI SANGGAR MUTIARA PAWESTRI PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni pertunjukan merupakan ekspresi dan kreasi seniman serta masyarakat pemiliknya yang senantiasa hidup dan berkembang seiring dinamika atau perubahan zaman. Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

PENILAIAN EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI BERBASIS KOMPUTER PADA PT. ASURANSI ALLIANZ LIFE INDONESIA KANTOR CABANG DENPASAR

PENILAIAN EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI BERBASIS KOMPUTER PADA PT. ASURANSI ALLIANZ LIFE INDONESIA KANTOR CABANG DENPASAR PENILAIAN EFEKTIVITAS PENERAPAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI BERBASIS KOMPUTER PADA PT. ASURANSI ALLIANZ LIFE INDONESIA KANTOR CABANG DENPASAR Oleh: MD. ENDRA ADELINA NIM : 0415351124 Skripsi ini ditulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Widdy Kusdinasary, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Widdy Kusdinasary, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banten sebagai bagian dari negara Kesatuan Republik Indonesia, memiliki keanekaragaman bentuk dan jenis seni pertujukan. Seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang kulit purwa. Kesenian wayang kulit purwa hampir terdapat di seluruh Pulau Jawa.

Lebih terperinci

Oleh : NI MADE AYU INDIRADEWI NIM : SKRIPSI

Oleh : NI MADE AYU INDIRADEWI NIM : SKRIPSI EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MINA PERDESAAN (PUMP) PADA MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN BADUNG: Studi Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Kecamatan Kuta SKRIPSI Oleh : NI MADE AYU INDIRADEWI NIM :

Lebih terperinci

I G A AGUNG ASTIA DEWI

I G A AGUNG ASTIA DEWI PENGARUH ALOKASI BELANJA RUTIN DAN BELANJA MODAL PADA INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (STUDI KASUS PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BALI TAHUN ANGGARAN 2010-2013) SKRIPSI Oleh: I G A AGUNG ASTIA DEWI

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : IDA AYU DEWI WIDNYANI NIM : PROGRAM EKSTENSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

SKRIPSI. Oleh : IDA AYU DEWI WIDNYANI NIM : PROGRAM EKSTENSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PENGARUH SOSIALISASI PERPAJAKAN, SANKSI PERPAJAKAN, DAN PERSEPSI TENTANG AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MEMBAYAR PAJAK KENDARAAN BERMOTOR SKRIPSI Oleh : IDA AYU DEWI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat dikenal sebagai Kota Parahyangan/Tatar Sunda, yang berarti tempat para Rahyang/Hyang bersemayam. Menurut cerita cerita masyarakat kuno, Tatar Parahyangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci