KAJIAN PENGELOLAAN AKTIVITAS PELELANGAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PENGELOLAAN AKTIVITAS PELELANGAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT"

Transkripsi

1 KAJIAN PENGELOLAAN AKTIVITAS PELELANGAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT HENDRI DWIYANTI SKRIPSI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

2 53 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: KAJIAN PENGELOLAAN AKTIVITAS PELELANGAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT adalah benar merupakan hasil karya saya, dan di dalam proses pembuatannya sejak mulai dari proposal penelitian sampai penulisan, saya diarahkan dan dibimbing oleh komisi pembimbing skripsi ini. Skripsi ini belum pernah ada dalam bentuk apapun di perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2010 Hendri Dwiyanti

3 54 ABSTRAK HENDRI DWIYANTI, C Kajian Pengelolaan Aktivitas Pelelangan Ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS dan WAWAN OKTARIZA. Pelabuhan perikanan Palabuhanratu merupakan satu-satunya pelabuhan perikanan berskala nusantara yang berada di selatan Pulau Jawa. PPN Palabuhanratu pernah melaksanakan pelelangan ikan walaupun saat ini tidak terlaksana lagi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan pengelolaan pelelangan ikan, faktor penyebab tidak berjalannya lelang ikan, dampak mekanisme pemasaran tanpa lelang, serta menentukan besarnya selisih potensi penerimaan PAD dari retribusi pelelangan ikan. Penelitian dilakukan secara deskriptif menggunakan data kualitatif. Pelelangan ikan dikelola oleh KUD Mina tahun 2004 hingga sekarang, nelayan kurang bersemangat dan kurang berinisiatif untuk memasarkan ikan melalui TPI karena sudah ditangani oleh bakul. Faktor penyebab tidak berjalannya aktivitas pelelangan ikan antara lain aspek sosial, aspek fasilitas, dan aspek peraturan. Dampak mekanisme pemasaran tanpa lelang menyebabkan bakul/tengkulak menekan harga ikan yang dibeli dari nelayan dengan harga yang tidak layak. Nelayan hanya berperan sebagai penerima harga (price taker) karena posisi tawar yang lemah, hal tersebut berpengaruh terhadap penurunan pendapatan nelayan. Nilai riil retribusi (N RR ) yang diterima Pemda dari retribusi pelelangan ikan lebih kecil dibandingkan dengan nilai retribusi yang seharusnya (N RS ) diterima. N RR lebih kecil dari N RS maka terjadi selisih potensi penerimaan PAD dari mekanisme pemasaran tanpa lelang, rata-rata selisih potensi penerimaan PAD yang terjadi sebesar Rp ,00 per tahun. Kata kunci: pengelolaan, pelelangan ikan, PPN Palabuhanratu

4 Hak cipta IPB, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizing IPB 55

5 56 KAJIAN PENGELOLAAN AKTIVITAS PELELANGAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT HENDRI DWIYANTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

6 Judul Skripsi : Kajian Pengelolaan Aktivitas Pelelangan Ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat Nama Mahasiswa : Hendri Dwiyanti NRP : C Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Departemen : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Menyetujui: Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA NIP: Ir. Wawan Oktariza, M.Si NIP: Mengetahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP: Tanggal lulus: 2 Februari 2010

7 Bismillaahirrahmaanirrahiim Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia- Nya, dan supaya kamu bersyukur. (QS. An-nahl: 14) 58

8 59 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Pengelolaan Aktivitas Pelelangan Ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Mei Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi yang dibutuhkan bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Maret 2010 Hendri Dwiyanti

9 60 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Brebes, Jawa Tengah pada tanggal 2 September 1987 dari pasangan Bapak Mohammad Amron dan Ibu Khurotus Salamah. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan formal ditempuh dari TK BU NU III RA Masyitoh (1992), SDN 1 Jatisawit ( ), kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bumiayu ( ), dan SMU Negeri 1 Bumiayu ( ). Penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun yang sama. Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Pelabuhan Perikanan pada Tahun ajaran 2008/2009, dan Teknik Perencanaan Pembangunan dan Pemanfaatan Pelabuhan Perikanan pada Tahun ajaran 2008/2009. Penulis juga pernah aktif dalam organisasi diantaranya yaitu sebagai anggota Departemen Pengembangan Budaya, Olahraga, dan Seni (PBOS) BEM Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Sekretaris dalam kegiatan Pekan Olahraga dan Seni Perikanan dan Ilmu Kelautan (PORIKAN) pada Tahun Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul Kajian Pengelolaan Aktivitas Pelelangan Ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat dalam rangka menyelesaikan tugas akhir. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian akhir Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan pada tanggal 2 Februari 2010.

10 61 UCAPAN TERIMA KASIH Banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, bantuan secara moril, tenaga maupun materi yang sangat berguna bagi penulis. Penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada pihak yang berjasa dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu : 1) Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA dan Ir. Wawan Oktariza, M.Si selaku komisi pembimbing atas pengarahan, bimbingan, curahan pemikiran dan motivasi yang telah diberikan sejak proses penulisan proposal, pelaksanaan penelitian sampai penulisan skripsi. 2) Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si selaku Ketua Program Studi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3) Dr. Sulaeman Martasuganda, B. Fish Fc, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritikan bagi penulis, semoga bermanfaat. 4) Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc selaku Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 5) Bapak Arif Rahman Lamatta selaku Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu beserta jajarannya. 6) Bapak Ujang Supriatin selaku Ketua KUD Mina Mandiri Sinar Laut beserta jajarannya. 7) Bapak Ujang SB selaku Manajer TPI PPN Palabuhanratu beserta jajarannya. 8) Bapak Asep Pisces selaku Ketua HNSI Palabuhanratu. 9) Mamah, Abah, Mas Yudi, Mbah Putri, Mbah kung dan mbah ti serta keluarga besar di Bumiayu yang tiada henti mendidik, berdoa dan mencurahkan kasih sayang untuk penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Saya bersyukur berada ditengah keluarga yang luar biasa dalam mendidik anaknya. 10) Mas Hariadi Rachman yang telah berdoa serta memberikan semangat dan motivasi bagi penulis, banyak pelajaran berharga yang bisa kita ambil.

11 62 11) Ummi, Ziah, dan Septa sebagai saudara se-ibu (Ernani Lubis) atas perhatian, dorongan dan canda tawa yang tercipta sehingga penulis termotivasi untuk menyelesaikan skripsi. 12) Sahat, Arif, Budiman, Asep, Rio (SABAR crew) atas perhatian, dorongan, arahan, dan gurauan kalian yang telah membuat saya bersemangat menulis skripsi. Semoga kalian terus bersabar. 13) Kim, Hendro, Rio, Didin, Ummi, Titis, Mira, Ziah, Septa, Hafid, dan Noer yang menyempatkan hadir lebih awal dan menemani saya selama sidang akhir berlangsung. Terimakasih karena saya telah dikaruniai teman-teman luar biasa di PSP 42 yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan pastinya telah mengalami masa-masa sulit selama ODF berlangsung atas persahabatan yang telah terjalin selama ini, I Love You all. Semoga Allah SWT membalas kalian semua dengan pahala dan kebaikan yang berlipat ganda dari apa yang telah penulis terima Amin Ya Robbal Alamiin. Bogor, Maret 2010 Hendri Dwiyanti

12 63 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat... Halaman i ii iv TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan dan pelabuhan perikanan nusantara Fungsi pelabuhan perikanan Sejarah Pelelangan Landasan hukum pelelangan di Indonesia Pelelangan ikan Tipe pelelangan ikan Landasan hukum penyelenggaraan pelelangan ikan Indonesia Penyelenggaraan pelelangan ikan PPN Palabuhanratu Retribusi Pelelangan Ikan Landasan hukum retribusi pelelangan ikan Besar retribusi pelelangan ikan PPN Palabuhanratu Ekonomi Kelembagaan Definisi kelembagaan Definisi transaksi dan biaya transaksi Penegakan pertukaran METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian dan Pengumpulan Data Analisis Data KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kondisi daerah Palabuhanratu Unit penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu

13 Fasilitas PPN Palabuhanratu Pola pemasaran ikan PPN Palabuhanratu HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Pelelangan Ikan Faktor Penyebab tidak Berjalannya Lelang Ikan Aspek sosial Aspek fasilitas Aspek hasil tangkapan Aspek peraturan Dampak Mekanisme Pemasaran tanpa Lelang Potensi Penerimaan PAD Analisis perbandingan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan melalui pelelangan dan tanpa pelelangan Analisis nilai riil retribusi (N RR ) yang diterima Pemda Analisis nilai retribusi yang seharusnya (N RS ) diterima Pemda Potensi penerimaan PAD perikanan dari retribusi pelelangan ikan Analisis estimasi operasional penyelenggaraan pelelangan ikan KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 94

14 65 DAFTAR TABEL Halaman 1. Objek pengamatan Objek wawancara Data utama primer dan sekunder Data tambahan primer dan sekunder Daerah penangkapan ikan nelayan di PPN Palabuhanratu Jenis dan kapasitas fasilitas PPN Palabuhanratu Jumlah produksi dan nilai raman TPI PPNP, Harga jenis ikan per kg di PPN Palabuhanratu, Mei Penghitungan raman untuk beberapa jenis ikan dengan lelang dan tanpa lelang di PPN Palabuhanratu, Mei Selisih retribusi melalui pelelangan dan tanpa pelelangan di PPN Palabuhanratu, Mei Nilai riil retribusi (N RR ) 5% yang diterima pengelola pelelangan, Nilai riil retribusi (N RR ) 2,4% PAD Kabupaten, Nilai retribusi yang seharusnya (N RS ) 5% diterima pengelola pelelangan Nilai retribusi yang seharusnya (N RS ) 2,4% diterima PAD Kabupaten, Potensi penerimaan PAD Kabupaten, Estimasi biaya operasional (BO) penyelenggaraan pelelangan ikan per tahun... 88

15 66 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan determinan biaya transaksi Peta lokasi penelitian PPN Palabuhanratu Perkembangan jumlah armada penangkapan di PPNP, Perkembangan jumlah alat tangkap di PPNP, Perkembangan jumlah nelayan di PPNP, Pola pemasaran ikan di PPN Palabuhanratu Mekanisme pelelangan ikan Perkembangan produksi TPI PPNP, Perkembangan raman TPI PPNP, Perkembangan produksi, Perkembangan produksi, Perkembangan produksi, Perkembangan produksi, Perkembangan produksi, Perkembangan produksi, Perkembangan produksi, Perkembangan produksi, Perkembangan produksi, Perkembangan raman, Perkembangan raman, Perkembangan raman, Perkembangan raman, Perkembangan raman, Perkembangan raman, Perkembangan raman, Perkembangan raman, Perkembangan raman, Proses penimbangan ikan cakalang oleh bakul Mekanisme pemasaran ikan tanpa pelelangan di TPI Proses penimbangan ikan layur oleh bakul Timbangan gantung digital Trays Troli Megaphone Proses tawar-menawar antar pedagang tanpa pelelangan ikan Penyalahgunaan fungsi gedung TPI dengan adanya kegiatan pedagang lain Proses pendaratan dan pembongkaran ikan Areal bongkar dan tambat labuh kapal Kondisi lantai TPI sebelum renovasi Kondisi lantai TPI setelah renovasi... 68

16 Ikan tembang hasil tangkapan bagan Ikan lisong dan kakap merah Ikan tuna reject tidak layak ekspor Ikan layur reject tidak layak ekspor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Lay out PPN Palabuhanratu Nilai riil retribusi (N RR ) per bulan yang diterima Pemda Nilai retribusi yang seharusnya (N RS ) per bulan diterima Pemda Potensi penerimaan PAD Laporan penerimaan dan penyetoran pungutan retribusi tempat pelelangan ikan Palabuhanratu Laporan realisasi penerimaan dan penggunaan dana-dana nelayan, biaya penyelenggaraan pelelangan ikan, bantuan keamanan

17 68 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan perikanan sebagai bagian dari pembangunan ekonomi nasional khususnya perikanan tangkap bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup kesejahteraan nelayan. Salah satu upaya yang ditempuh adalah meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha perikanan. Upaya ini dapat tercapai apabila pemanfaatan sumberdaya perikanan terlaksana secara rasional dan terjamin pemasarannya. Usaha ini perlu ditunjang dengan pengadaan maupun pembangunan prasarana perikanan berupa pelabuhan perikanan. Hanafiah dan Saefuddin (1986: ) menyatakan bahwa, usaha perikanan laut di Indonesia sebagian besar adalah usaha perikanan rakyat yang bermodal kecil dengan peralatan sederhana dan pengolahan yang belum berkembang. Sebagian besar waktu nelayan habis dalam usaha penangkapan ikan di laut sehingga nelayan disamping tidak memiliki cukup waktu untuk memasarkan ikan hasil tangkapannya juga merasa sangat lelah. Permasalahan sempitnya waktu karena ingin cepat beristirahat dan kurangnya kebutuhan untuk belanja sehari-hari serta sifat ikan yang mudah membusuk memaksa nelayan untuk menjual hasil tangkapan secepat mungkin. Pedagang pengumpul sering memanfaatkan kondisi ini untuk menekan harga ikan sehingga nelayan tidak mendapat keuntungan yang wajar bahkan sering menderita kerugian. Fungsi pelabuhan perikanan salah satunya adalah menjalankan aktivitas pemasaran yang berperan dalam kegiatan ekonomi di pelabuhan perikanan. Perlu suatu mekanisme penjualan yang dapat menciptakan keteraturan dan kelancaran dalam bertransaksi antara penjual dan pembeli, yaitu pelelangan ikan agar pemasaran berjalan dengan lancar. Dampak negatif yang ditimbulkan apabila pemasaran ikan tidak dilakukan melalui pelelangan ikan antara lain memungkinkan terjadinya harga yang tidak layak bagi nelayan maupun pedagang. Penjualan ikan tanpa melalui pelelangan ikan juga berpeluang terhadap penurunan pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari retribusi pelelangan ikan.

18 69 Kenyataannya saat ini di beberapa pelabuhan perikanan banyak terjadi penyimpangan tujuan aktivitas pelelangan yang sebenarnya. Harga ikan di pelelangan banyak dipengaruhi oleh pedagang pengumpul sebagai pembeli maupun oleh juragan pemilik kapal. Jumlah pedagang tidak banyak, tetapi saling bekerja sama dalam menentukan harga di pasar TPI sehingga seakan-akan terbentuk pasar monopsoni yang berarti harga ikan di pasar TPI ditentukan oleh pembeli. Pemerintah perlu membina sistem pelelangan yang sebenarnya untuk mencapai salah satu tujuan TPI dalam meningkatkan pendapatan nelayan. Kelembagaan TPI merupakan kelembagaan ekonomi yang bergerak pada sektor pemasaran hasil tangkapan nelayan. TPI diharapkan memiliki peranan yang penting dalam membantu memasarkan hasil perikanan, terutama apabila hasil penangkapan relatif banyak. Penjualan menjadi teratur dan cepat dibandingkan bila nelayan menjual secara individu. TPI seharusnya dapat memberikan perlindungan bagi nelayan dalam hal permainan harga yang bisa dilakukan para pedagang. Sistem pelelangan dapat memungkinkan seluruh hasil tangkapan nelayan terjual habis, tanpa menunggu. Keuntungan lain yang diperoleh nelayan dengan keberadaan TPI adalah pengarahan yang diberikan pengelola TPI melalui kewajiban pembayaran uang simpanan untuk setiap penjualan yang dilakukan diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pelelangan ikan. Nelayan di banyak pelabuhan perikanan Indonesia, menjual hasil tangkapannya langsung kepada pihak konsumen tanpa melalui pelelangan ikan. Cara ini dapat merugikan pihak nelayan dan pemerintah daerah. Pelelangan ikan kurang berjalan di banyak pelabuhan perikanan kecuali di Pulau Jawa khususnya Jawa Tengah (Mahyuddin, 2001). Aktivitas pemasaran tanpa melalui pelelangan ikan lebih banyak menimbulkan kerugian bila ditinjau dari aspek sosial ekonomi nelayan. Kerugian tersebut antara lain, harga ditentukan oleh pembeli; pembayaran tidak dilakukan secara kontan; nelayan memasarkan ikan hanya kepada pihak agen atau pedagang pengumpul yang memberi pinjaman modal/kredit (advanced payment) sebagai ikatan atau jaminan untuk dapat memperoleh bagian terbesar dari hasil perikanan dalam waktu tertentu;

19 70 pendapatan asli daerah (PAD) dari subsektor perikanan khususnya pelelangan ikan cenderung menurun. Keuntungan pemasaran tanpa lelang hanya bisa dirasakan oleh pedagang pengumpul karena harga yang berlaku di pasar TPI ditentukan oleh konsumen. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan dengan tidak berjalannya aktivitas pelelangan ikan, antara lain tercipta ketidakteraturan dan kerugian bagi nelayan sebagai produsen dan pedagang sebagai konsumen, sehingga diperlukan pengelolaan dalam sistem pemasaran ikan. Pelabuhan Perikanan Palabuhanratu (Lampiran 1) merupakan satu-satunya pelabuhan perikanan berskala nusantara yang berada di selatan Pulau Jawa, tepatnya di Kabupaten Sukabumi yang berfungsi antara lain untuk menjalankan aktivitas pemasaran karena peranannya sebagai daerah produsen perikanan laut. Tahun 2005 kabupaten ini memiliki produksi hasil tangkapan laut sebanyak ton atau 35,81% dengan nilai produksi perikanan tangkap sebesar Rp56,79 milyar (Depsos, 2007). Potensi perikanan laut tersebut dapat memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan asli daerah (PAD) perikanan Kabupaten Sukabumi khususnya yang berasal dari retribusi pelelangan ikan yang dilaksanakan di tempat pelelangan ikan (TPI) PPN Palabuhanratu. Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu diambil sebagai lokasi penelitian, karena di pelabuhan ini pernah melaksanakan pelelangan ikan walaupun saat ini tidak lagi melakukan. Hal ini berakibat pada pembayaran tarif retribusi yang tidak sesuai dengan yang telah diatur dalam Perda Provinsi Jabar No 5 Tahun 2005 sehingga berpotensi terhadap penurunan PAD Sukabumi. Berdasarkan informasi di atas, penelitian ini sangat penting dilaksanakan untuk melihat dan mengetahui pengelolaan dan faktor-faktor yang menyebabkan tidak terlaksananya aktivitas pelelangan ikan di PPN Palabuhanratu. 1.2 Perumusan Masalah Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang menjalankan fungsi pemasaran diantaranya yaitu dengan menyelenggarakan pelelangan ikan. Sejak awal beroperasinya PPN Palabuhanratu telah memasarkan ikan melalui pelelangan sampai dengan tahun 2003 dan tanpa melalui pelelangan ikan sejak tahun 2004 sampai sekarang

20 71 (Mahyuddin, 2007). Perlu diketahui perbedaan dan pengaruhnya terhadap PAD subsektor perikanan khususnya dari aktivitas lelang ikan bagi pemerintah daerah Sukabumi. Perlu diketahui peranan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi, KUD, pengelola PPN Palabuhanratu serta pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi dalam penyelenggaraan pelelangan ikan. 1.3 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Mengidentifikasi perkembangan pengelolaan pelelangan ikan di PPN Palabuhanratu, Sukabumi. (2) Mengidentifikasi faktor penyebab tidak berjalannya pelelangan ikan di PPN Palabuhanratu, Sukabumi berdasarkan aspek sosial, fasilitas, hasil tangkapan, dan peraturan. (3) Mengetahui dampak mekanisme pemasaran tanpa lelang. (4) Menentukan besarnya selisih potensi penerimaan PAD. 1.4 Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan bagi pengelola PPN Palabuhanratu, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi serta pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi terhadap kebijakan pengelolaan aktivitas pelelangan ikan.

21 72 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan (DKP a, 2008). Keberadaan pelabuhan perikanan diperlukan untuk memperlancar aktivitas perikanan tangkap mulai saat pendaratan sampai pada pemasarannya. Pelabuhan perikanan di Indonesia, dalam pengklasifikasiannya dikelompokkan menjadi 4 (empat) tipe, yaitu tipe A (pelabuhan perikanan samudera), tipe B (pelabuhan perikanan nusantara), tipe C (pelabuhan perikanan pantai), dan tipe D (pangkalan pendaratan ikan) Pengertian pelabuhan perikanan dan pelabuhan perikanan nusantara Pelabuhan perikanan merupakan salah satu jenis pelabuhan yang termasuk kategori pelabuhan khusus yaitu pelabuhan yang berfungsi untuk berlabuh dan bertambatnya kapal yang hendak bongkar muat hasil tangkapan ikan atau mengisi bahan perbekalan untuk melakukan penangkapan ikan di laut (Lubis, 2006; 2008). Lubis (2006; 2008) menyatakan bahwa, pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan menurut letak dan jenis usaha perikanannya. Pengklasifikasian pelabuhan perikanan dapat dipengaruhi oleh berbagai parameter, yaitu : (1) Luas lahan, letak dan kontruksi bangunannya; (2) Tipe dan ukuran kapal-kapal yang masuk pelabuhan; (3) Jenis perikanan dan skala usahanya; (4) Distribusi dan tujuan ikan hasil tangkapan. Direktorat Jenderal Perikanan yang diacu oleh Lubis (2006; 2008) mengelompokkan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu menjadi pelabuhan perikanan tipe B berdasarkan skala perikanannya. Kriteria-kriteria pelabuhan perikanan nusantara (tipe B), yaitu :

22 73 (1) Tersedianya lahan seluas 30 ha - 40 ha; (2) Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan >50 GT GT; (3) Melayani kapal-kapal perikanan 50 unit/hari; (4) Jumlah ikan yang didaratkan 100 ton/hari; (5) Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri perikanan. DKP a (2008) menyatakan, kriteria lain mengenai pelabuhan perikanan nusantara (tipe B) berdasarkan kriteria teknis juga tercantum dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per 16/Men/2006 yaitu : (1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial dan ZEE Indonesia; (2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurangkurangnya 30 GT; (3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 meter, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 meter; (4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2250 GT kapal perikanan sekaligus; (5) Terdapat industri perikanan Fungsi pelabuhan perikanan Lubis (2006; 2008) menyatakan bahwa, fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan yaitu mempunyai fungsi maritim, fungsi komersial dan fungsi jasa. Fungsi pelabuhan perikanan ditinjau dari segi aktivitasnya merupakan pusat kegiatan ekonomi perikanan baik ditinjau dari aspek pendaratan dan pembongkaran ikan, pengolahan, pemasaran dan pembinaan terhadap masyarakat nelayan. Penjelasan Pasal 4 menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.16/Men/2006 tentang Pelabuhan Perikanan yang diacu oleh DKP b (2008) menyatakan bahwa fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya sebagaimana dimaksud adalah:

23 74 (1) Pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas perikanan; (2) Pelayanan bongkar muat; (3) Pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan; (4) Pemasaran dan distribusi ikan; (5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan; (6) Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; (7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan; (8) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan; (9) Pelaksanaan kesyahbandaran; (10) Pelaksanaan fungsi karantina ikan; (11) Publikasi hasil riset kelautan dan perikanan; (12) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; (13) Pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan, dan ketertiban (K3), kebakaran, dan pencemaran). 2.2 Sejarah Pelelangan Istilah "lelang" berasal dari bahasa Latin augēre, yang berarti "meningkatkan" atau menambah. Para ahli menemukan di dalam literatur Yunani bahwa lelang telah dikenal sejak 450 tahun sebelum Masehi. Jenis lelang yang terkenal saat itu adalah lelang karya seni, tembakau, kuda, dan budak. Lelang secara resmi masuk dalam perundang-undangan Indonesia sejak tahun 1908 yaitu dengan berlakunya Vendu Reglement Stbl No 189 dan Vendu Instructie No 190. Peraturan-peraturan dasar lelang ini masih berlaku hingga saat ini dan menjadi dasar hukum penyelenggaraan lelang di Indonesia (McAfee, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa dalam sistem perundang-undangan Indonesia, lelang dikategorikan sebagai proses pembelian dan penjualan barang atau jasa khusus yang prosedurnya berbeda dengan sistem jual beli pada umumnya. Pejabat lelang memberi kesempatan kepada peserta lelang untuk menawar, dan kemudian menjual barang kepada penawar pemenang.

24 Landasan hukum pelelangan di Indonesia yaitu: Landasan hukum mengenai pelelangan dibagi menjadi dua kelompok (1) Ketentuan umum: peraturan perundang-undangan yang tidak secara khusus mengatur tentang tata cara/prosedur lelang; (2) Ketentuan khusus: peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang tata cara/prosedur lelang. Ketentuan khusus landasan hukum mengenai pelelangan termuat dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 507/KMK. 01/2000 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 337/KMK. 01/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 337/KMK.01/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yaitu: 1. Ketentuan Pasal 10 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 10 berbunyi: Pasal 10 Setiap peserta lelang menyetor uang jaminan penawaran lelang yang besarnya ditentukan oleh penjual, kecuali ditentukan lain. 2. Ketentuan Pasal 20 ayat (2) dihapus, sehingga keseluruhan Pasal 20 berbunyi: Pasal 20 (1) Nilai Limit ditentukan oleh penjual dan diserahkan kepada pejabat lelang selambat-lambatnya pada saat akan dimulainya pelaksanaan lelang; (2) Dihapus 3. Ketentuan Pasal 22 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 22 berbunyi: Pasal 22 (1) Setiap lelang dilaksanakan di hadapan pejabat lelang, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang- undangan yang berlaku; (2) Pelaksanaan lelang yang menyimpang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah tidak sah. 4. Ketentuan Pasal 39 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 39 berbunyi: Pasal 39 (1) Pembayaran uang hasil lelang oleh pembeli kepada pejabat lelang dilunasi selambatnya-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang; (2) Pembayaran uang hasil lelang oleh pembeli di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dibenarkan setelah

25 76 mendapat ijin tertulis dari Kepala Badan atas nama Menteri Keuangan; (3) Permohonan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan oleh penjual kepada Kepala Badan sebelum pengumuman lelang dengan tembusan kepada Kepala Kantor Lelang di wilayah dimana lelang tersebut dilaksanakan; (4) Dalam hal pembeli tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), maka pejabat lelang membatalkan penetapannya sebagai pembeli. (5) Penetapan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) didahului dengan surat untuk mengingatkan kewajiban pembeli dan surat peringatan; (6) Pembeli yang tidak dapat memenuhi kewajibannya setelah ditetapkan sebagai pemenang lelang tidak diperbolehkan mengikuti lelang di seluruh wilayah Indonesia dalam waktu 6 (enam) bulan. 5. Ketentuan Pasal 40 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 40 berbunyi: Pasal 40 (1) Penyetoran hasil bersih lelang kepada penjual selambat- lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pembayaran diterima oleh bendaharawan penerima; (2) Bendaharawan penerima menyetorkan Bea Lelang, Uang Miskin dan Pajak Penghasilan (PPh) ke Kas Negara, selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah pembayaran diterima. 6. Ketentuan Pasal 42 huruf (d) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 42 berbunyi: Pasal 42 Bagian Kepala Risalah Lelang memuat sekurang-kurangnya: a) Hari, tanggal, dan jam lelang ditulis dengan huruf dan angka; b) Nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal/domisili dari Pejabat Lelang; c) Nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal/domisili penjual; d) Penjelasan mengenai legalitas subyek dan obyek lelang; e) Nomor/tanggal surat permohonan lelang; f) Tempat pelaksanaan lelang; g) Sifat barang yang dilelang dan alasan barang tersebut dilelang; h) Cara bagaimana lelang tersebut telah diumumkan oleh penjual; dan i) Syarat-syarat umum lelang; j) Dalam hal yang dilelang barang-barang tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan harus disebutkan: (1) status hak tanah atau surat lain yang menjelaskan bukti kepemilikan; (2) batas-batasnya; (3) surat keterangan tanah dari Kantor Pertanahan; (4) keterangan lain yang membebani tanah tersebut;

26 77 7. Ketentuan Pasal 53 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 53 berbunyi sebagai berikut: Pasal 53 Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari ( Pelelangan ikan Aktivitas pelelangan ikan di TPI merupakan salah satu aktivitas di suatu pelabuhan perikanan yang termasuk dalam kelompok aktivitas yang berhubungan dengan pendaratan dan pemasaran ikan. Pelelangan ikan memiliki peran yang cukup penting untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pemasaran ikan. Pelelangan ikan adalah suatu kegiatan di tempat pelelangan ikan guna mempertemukan penjual dan pembeli sehingga terjadi tawar-menawar harga ikan yang disepakati bersama. Pelelangan ikan adalah salah satu mata rantai tata niaga ikan (Mahyuddin, 2001). Aktivitas pelelangan ikan merupakan salah satu contoh aplikasi pasar persaingan sempurna (perfect competition). Farid (2008) menyatakan bahwa, pasar persaingan sempurna merupakan struktur pasar yang paling ideal, karena dianggap sistem pasar ini adalah struktur pasar yang akan menjamin terwujudnya kegiatan produksi barang atau jasa yang optimal efisiensinya. Pasar persaingan sempurna didefinisikan sebagai struktur pasar atau industri yang terdapat banyak penjual dan pembeli. Setiap penjual ataupun pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan di pasar. Ciri-ciri pasar persaingan sempurna (perfect competition) yaitu: (1) Perusahaan/produsen berperan sebagai pengambil harga (price taker). Perusahaan/produsen di dalam pasar tidak dapat menentukan atau mengubah harga pasar; (2) Perusahaan/produsen mudah keluar atau masuk. Produsen yang ingin melakukan kegiatan di industri tersebut dapat dengan mudah melakukan kegiatan yang diinginkannya; (3) Menghasilkan barang serupa (barang bersifat homogen). Barang yang dihasilkan berbagai perusahaan tidak mudah untuk dibeda-bedakan.

27 78 (4) Terdapat banyak perusahaan/produsen di pasar. Sifat ini meliputi dua aspek, yaitu jumlah perusahaan/produsen sangat banyak dan masingmasing perusahaan adalah relatif kecil apabila dibandingkan dengan keseluruhan jumlah perusahaan/produsen di dalam pasar. Akibatnya, produksi setiap perusahaan/produsen sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah produksi dalam industri tersebut; (5) Pembeli mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai pasar. Jumlah pembeli dalam pasar persaingan sempurna sangat banyak. Masing-masing pembeli mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai keadaan di pasar, yaitu mengetahui tingkat harga yang berlaku dan perubahanperubahan ke atas harga tersebut. Akibatnya para produsen tidak dapat menjual barangnya dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang berlaku di pasaran Tipe pelelangan ikan Aktivitas pelelangan ikan di Indonesia umumnya masih dilakukan dengan cara-cara sederhana. Hal ini dikarenakan pihak pengelola pelelangan belum mampu berkoordinasi secara optimal dengan pengelola pelabuhan maupun Dinas Perikanan untuk menyediakan sarana dan prasarana yang memadai serta upaya untuk menarik minat masyarakat agar ikut serta dalam proses pelelangan ikan. Klemperer (1999) yang diacu oleh DKP (2006) menerangkan bahwa terdapat empat tipe pelelangan ikan (fish auction) yang umum dikenal. Keempat tipe pelelangan tersebut, masing-masing memiliki karakteristik yang berbedabeda. Keempat tipe pelelangan tersebut adalah: (1) Tipe Inggris (english type auction); (2) Tipe Belanda (dutch type auction); (3) Tipe lelang tertutup (first-price sealed bid auction); (4) Tipe Vickrey (vickrey type auction) atau yang lebih umum dikenal adalah second-price sealed bid auction. Tipe Inggris (english type auction) mempunyai karakteristik harga lelang ditentukan secara meningkat (ascending-bid auction). Harga lelang mengalami kenaikan hingga menyisakan seorang pelelang yang menentukan harga tertinggi. Pemenang lelang inilah yang kemudian mendapatkan barang yang dilelang.

28 79 Lelang dilakukan secara terbuka dengan cara mengucapkan langsung harga lelang (call out). Mekanisme lelang tipe Inggris di luar negeri, biasanya melalui sistem elektronik dimana peserta lelang menekan tombol elektronik berdasarkan harga yang ditawarkan. Negara Jepang menerapkan lelang tipe Inggris berdasarkan kehadiran peserta lelang. Peserta lelang yang mengundurkan diri dari lelang (peserta yang telah mengundurkan diri tidak diperbolehkan kembali untuk mengikuti lelang), dianggap bahwa peserta telah menyerah dengan harga yang telah ditawarkan oleh peserta lainnya. Sistem ini sering disebut dikalangan ekonom sebagai auction theorists atau sering juga disebut japanese auction (Klemperer, 1999 yang diacu oleh DKP, 2006). Selanjutnya dikatakan bahwa karakteristik lain dari pelelangan ikan juga terdapat pada tipe Belanda, pada tipe ini pelelangan dilakukan dengan sistem penurunan harga (descending-bid auction). Harga ditentukan pada level yang sangat tinggi kemudian menurun secara kontinyu sampai ada peserta lelang yang menerima harga tersebut pertama kali. Peserta lelang ini kemudian ditentukan sebagai pemenang lelang. Tipe ketiga yaitu tipe lelang tertutup, lelang dilakukan secara tertutup oleh peserta lelang secara independen (peserta lelang tidak mengetahui harga lelang yang ditawarkan satu sama lain). Harga lelang diputuskan dari harga tertinggi (first price) yang ditawarkan oleh peserta lelang. Tipe keempat yaitu vickrey type auction memiliki karakteristik yang hampir sama dengan tipe lelang tertutup, namun perbedaannya terletak pada penentuan harga lelang, dimana harga lelang ditetapkan berdasarkan harga kedua (second highest price) bukan berdasarkan harga tertinggi. Tipe lelang yang keempat sangat jarang dilakukan bila dibandingkan dengan ketiga tipe lelang yang lain (Klemperer, 1999 yang diacu oleh DKP, 2006). Sistem lelang yang digunakan untuk komoditas perikanan di Indonesia pada umumnya adalah tipe Inggris (english type auction), dimana harga ditetapkan secara meningkat, disampaikan secara terbuka dan peserta lelang dengan harga penawaran tertinggi ditetapkan sebagai pemenang (Klemperer, 1999 yang diacu oleh DKP, 2006).

29 Landasan hukum penyelenggaraan pelelangan ikan di Indonesia DKP (2009) menyatakan bahwa, landasan hukum penyelenggaraan pelelangan ikan di Indonesia diatur oleh beberapa ketentuan yang berlaku, yaitu: (1) PP No 64 Tahun 1957 tentang Penyerahan sebagian dari Urusan Pemerintah Pusat di Lapangan Perikanan Laut, Kehutanan dan Karet Rakyat kepada Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I; (2) PP No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom; (3) PP No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; (4) Kepres RI No 5 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Pengakuan Kewenangan Kabupaten/Kota; (5) Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian, Menteri Koperasi dan Pembinaan Usaha Kecil Nomor 139 Tahun /kpts/PL.420/9/97-03/SKB/M/IX/1997 berisi tentang Penyelenggaraan Pelelangan Ikan; (6) Keputusan Mendagri Nomor Tahun 2002 tentang Pengakuan Kabupaten/Kota; 7) Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No KEP. 44/MEN/2004 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal Bidang Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota Penyelenggaraan pelelangan ikan di PPN Palabuhanratu Kebijakan yang mengatur tentang penyelenggaraan pelelangan ikan di PPN Palabuhanratu adalah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan, yakni mengatur tata cara pelelangan ikan, siapa yang ditunjuk sebagai penyelenggara lelang dan besarnya retribusi lelang. Selanjutnya Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat mengeluarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan. Pemegang izin

30 81 penyelenggaraan pelelangan ikan selanjutnya tertera dalam Perda Jabar No 5 Tahun 2005 di bawah ini : BAB III IZIN PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN Pasal 5 (1) Penyelenggara pelelangan ikan harus memiliki izin dari gubernur; (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada KUD Mina yang memenuhi syarat; (3) Jika pada suatu lokasi TPI tidak terdapat KUD Mina yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara pelelangan ikan dapat diberikan kepada Dinas Kabupaten atau Kota. Tata cara permohonan bagi KUD yang hendak menyelenggarakan pelelangan ikan selanjutnya diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat No 13 Tahun 2006 seperti yang tertera dibawah ini : BAB V TATA CARA PERMOHONAN, PERSYARATAN, PERPANJANGAN, PENOLAKAN DAN PENCABUTAN IZIN Pasal 10 (1) KUD Mina yang akan menyelenggarakan pelelangan ikan, mengajukan permohonan izin kepada Gubernur melalui Kepala Dinas dengan mengajukan formulir PI. 1, tembusannya disampaikan kepada PUSKUD Mina dan Dinas Kabupaten/Kota yang bersangkutan dengan dilampiri : a) Fotokopi surat keputusan pengesahan badan hukum, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga; b) Susunan kepengurusan KUD Mina dan daftar calon pegawai TPI; c) Neraca akhir yang disahkan oleh pejabat berwenang; d) Data potensi unit penangkapan ikan, nelayan, dan pembeli/bakul berdasarkan klasifikasi kegiatan usahanya; e) Surat pernyataan kesanggupan menaati segala ketentuan yang berlaku di atas kertas bermaterai cukup. (2) Ketua PUSKUD Mina dan Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang bersangkutan, memberikan pertimbangan atas permohonan yang diajukan KUD Mina paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah menerima tembusan surat permohonan; (3) Untuk TPI yang belum dikelola oleh KUD Mina, permohonan izin diajukan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang bersangkutan kepada Gubernur melalui Kepala Dinas dengan menggunakan formulr model PI. 1, tembusannya disampaikan kepada Bupati/Walikota yang bersangkutan dengan dilampiri : a) Daftar pegawai TPI; b) Data potensi nelayan dan pembeli/bakul berdasarkan klasifikasi kegiatan usahanya; c) Data potensi unit penangkapan ikan.

31 82 (4) Bupati/Walikota yang bersangkutan memberikan pertimbangan atas permohonan izin yang diajukan oleh Dinas Kabupaten/Kota paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah menerima surat permohonan sebagaimana dimaksud ayat (3); (5) Untuk permohonan izin yang memenuhi persyaratan, dan setelah memperhatikan pertimbangan yang diberikan oleh pejabat/instansi pemberi pertimbangan Kepala Dinas menerbitkan surat izin dengan menggunakan formulir model PI. 4 paling lambat 6 (enam) hari kerja sejak surat permohonan diterima. 2.3 Retribusi Pelelangan Ikan Mekanisme pemasaran melalui pelelangan ikan memiliki beberapa prosedur/tata cara yang harus dipatuhi oleh nelayan dan pembeli yang ikut serta dalam lelang ikan tersebut, salah satunya adalah pembayaran retribusi pelelangan ikan. Retribusi diperlukan agar dapat menjamin keberlangsungan aktivitas lelang ikan. Retribusi merupakan pembayaran aktif sejumlah uang yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak pengelola sebagai bentuk pungutan timbal balik atas pelayanan yang diperoleh. Retribusi dibayarkan secara langsung agar dapat memenuhi kebutuhan dalam menjalankan aktivitasnya sehingga manfaat dari adanya retribusi juga bisa dirasakan langsung. Retribusi lebih spesifik ditujukan kepada orang-orang tertentu yang mendapatkan pelayanan tertentu pula. Dampak adanya retribusi dapat dirasakan langsung oleh pihak nelayan maupun pihak lain yang mengelola pelelangan ikan, sehingga Retribusi Penyelenggaraan Pelelangan Ikan dikelompokkan kepada Retribusi Pasar Grosir yang merupakan jenis retribusi jasa usaha (Dispenda, 2008). Selanjutnya dikatakan bahwa retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Berbeda dengan pajak pusat seperti Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak, retribusi yang dapat di sebut sebagai Pajak Daerah yang dikelola oleh Dinas Pendapatan Daerah Landasan hukum retribusi pelelangan ikan Pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi, diantaranya dengan menetapkan UU No 34 Tahun 2000 sebagai

32 83 perubahan atas UU No 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dimana, provinsi hanya mengatur 4 (empat) jenis pajak yaitu: (1) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air; (2) Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air; (3) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor; dan (4) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah serta air permukaan. Mahyuddin (2001) mengatakan bahwa, berdasarkan ketentuan di atas maka peraturan mengenai pelelangan ikan seharusnya dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota bukan oleh Pemerintah Provinsi karena lokasi pelelangan ikan berada di Kabupaten/Kota. Kenyataannya, ketentuan retribusi pelelangan saat ini bukan diatur oleh Pemerintah Kabupaten/Kota tetapi oleh Perda yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi, sehingga pengawasan dan pengendalian terhadap aktivitas pelelangan ikan di setiap pelabuhan perikanan hasilnya kurang optimal. Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah, diharapkan dapat lebih mendorong pemerintah daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Retribusi Penyelenggaraan Pelelangan Ikan dikelompokkan sebagai retribusi jasa usaha. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1997 menjelaskan tentang Retribusi Daerah yaitu pada Bab III Pasal 3 tentang Retribusi Jasa Usaha. Jenis-jenis retribusi jasa usaha tersebut adalah: (1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah; (2) Retribusi pasar grosir dan atau pertokoan; (3) Retribusi terminal; (4) Retribusi tempat khusus parkir; (5) Retribusi tempat penitipan anak; (6) Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa; (7) Retribusi penyedotan kakus; (8) Retribusi rumah potong hewan; (9) Retribusi tempat pendaratan kapal; (10) Retribusi tempat rekreasi dan olah raga; (11) Retribusi penyeberangan di atas air;

33 84 (12) Retribusi pengolahan limbah cair; (13) Retribusi penjualan produksi usaha daerah. Obyek Retribusi adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pelayanan tersebut belum cukup disediakan oleh swasta. Subyek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang diberikan ijin yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut tentang ruang lingkup masing-masing jenis retribusi perizinan tertentu untuk Daerah Tingkat I dan Daerah tingkat II ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keuangan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan Besar retribusi pelelangan ikan di PPN Palabuhanratu Kebijakan tentang retribusi pelelangan ikan di PPN Palabuhanratu adalah Peraturan Daerah Provinsi Dati I Jawa Barat No 5/2005 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan, yakni mengatur tata cara pelelangan ikan, siapa yang ditunjuk sebagai penyelenggara lelang dan besarnya retribusi lelang. Selanjutnya Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat mengeluarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan (Pemda Jawa Barat, 2005). Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 menetapkan besarnya tarif retribusi sebesar 5% (lima persen) dari harga nilai transaksi yang dibebankan kepada pembeli/bakul 3% (tiga persen) dan kepada penjual/nelayan sebesar 2% (dua persen). Penggunaan retribusi diatur sebagai berikut : (a) Penerimaan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten atau Kota sebesar 1,60% (satu koma enam puluh persen) terdiri dari: 1) Pemerintah Daerah sebesar 0,60% (nol koma enam puluh persen); 2) Pemerintah Kabupaten atau Kota sebesar 1% (satu persen). (b) Biaya operasional dan pemeliharaan TPI sebesar 0,80% (nol koma delapan puluh persen) terdiri dari: 1) Biaya pembinaan/pengawasan oleh Pemerintah Daerah (Provinsi) sebesar 0,15% (nol koma lima belas persen);

34 85 2) Biaya pembinaan/pengawasan oleh Pemerintah Kabupaten atau Kota sebesar 0,15% (nol koma lima belas persen); 3) Biaya pembangunan Daerah Perikanan sebesar 0,10% (nol koma sepuluh persen); 4) Biaya operasional PUSKUD Mina dan DPD HNSI Provinsi Jawa Barat sebesar 0,15% (nol koma lima belas persen); 5) Biaya pemeliharaan TPI sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen). (c) Biaya penyelenggaraan dan administrasi pelelangan ikan sebesar 1,65% (satu koma enam puluh lima persen). (d) Dana-dana nelayan sebesar 0,80% (nol koma delapan puluh persen) terdiri dari: 1) Tabungan nelayan sebesar 0,35% (nol koma tiga puluh lima persen); 2) Asuransi nelayan sebesar 0,15% (nol koma lima belas persen); 3) Dana paceklik sebesar 0,20% (nol koma dua puluh persen); 4) Dana sosial (penanggulangan darurat kecelakaan di laut) sebesar 0,10% (nol koma sepuluh persen). (e) Biaya bantuan keamanan dan kas desa sebesar 0,15% (nol koma lima belas persen) terdiri dari: 1) Biaya keamanan sebesar 0,10% (nol koma sepuluh persen); 2) Dana bantuan kas desa sebesar 0,05% (nol koma nol lima persen). 2.4 Ekonomi Kelembagaan Aktivitas pelelangan ikan merupakan aktivitas ekonomi yang melibatkan beberapa pihak secara langsung maupun tidak langsung yang terikat dalam suatu kelembagaan. Kelembagaan yang terlibat dalam pelelangan ikan antara lain kelembagaan nelayan sebagai produsen, kelembagaan bakul/tengkulak sebagai konsumen, dan kelembagaan TPI/KUD. Kesalingterkaitan interaksi sosial ekonomi antar kelembagaan dalam aktivitas pelelangan ikan disebut sebagai ekonomi kelembagaan. Yustika (2008: ) menyatakan bahwa setiap aktivitas ekonomi mempunyai struktur organisasi, meskipun sederhana. Teori ekonomi sering mengandaikan bahwa pasar dan organisasi merupakan dua bentuk struktur

35 86 yang berbeda dan terpisah, pasar dianggap dapat berjalan tanpa struktur atau organisasi. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar, karena di dalam pasar (dalam pengertian yang luas, bukan hanya sekedar tempat bertemunya antara pembeli dengan penjual/marketplace) terdapat regulasi yang disepakati bersama antar partisipannya. Regulasi (kelembagaan) tersebut adalah isi dari organisasi (content of organization). Pasar bisa berjalan apabila telah dilengkapi dengan regulasi yang utuh. Pandangan tersebut berkebalikan dengan tinjauan umum yang berpandangan bahwa pasar tidak memerlukan regulasi maupun organisasi karena semuanya telah diatur oleh hukum permintaan dan penawaran, dimana sinyal harga yang akan menuntun berlangsungnya transaksi. Penawaran dan permintaan tersebut tidak membutuhkan organisasi karena sudah diatur oleh tangan-tangan tersembunyi (invisible hand) (Yustika, 2008: ) Definisi kelembagaan Aktivitas pelelangan ikan merupakan suatu kegiatan yang dikelola oleh institusi berwenang. Institusi tersebut didirikan atas sejumlah peraturan yang harus ditegakkan. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam aktivitas pengelolan pelelangan ikan tersusun dalam suatu kelembagaan yang memiliki wadah tersendiri. Manig (1992) yang diacu oleh Yustika (2008: 34) menyebutkan bahwa kelembagaan adalah regulasi yang stabil dan prinsip-prinsip atau aturan-aturan organisasi yang mengelola proses interaksi antara orang-orang. Sumber lain menyatakan bahwa pada dasarnya kelembagaan mempunyai dua pengertian yaitu, kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki. Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-hak serta tanggung jawabnya (Hayami dan Kikuchi, 1981 yang diacu oleh Baga, L. M dkk, 2009: 4). Winardi (2003) yang diacu oleh Baga, L. M dkk (2009: 4) menyatakan bahwa, kelembagaan sebagai suatu organisasi dapat dinyatakan sebagai sebuah kumpulan orang-orang yang dengan sadar berusaha untuk memberikan sumbangsih ke arah pencapaian suatu tujuan umum.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan dan pelabuhan perikanan nusantara

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan dan pelabuhan perikanan nusantara 72 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan disekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 119 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Pelelangan Ikan Aktivitas pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu pada Tahun 1993-2003 dikelola oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi. Pelelangan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 41 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : 1. 2. 3. 4. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3),

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAJIAN FASILITAS DAN PRODUKSI HASIL TANGKAPAN DALAM MENUNJANG INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT SUMIATI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 20112010 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI PELELANGAN IKAN PADA PELABUHAN PERIKANAN PANTAI

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI PELELANGAN IKAN PADA PELABUHAN PERIKANAN PANTAI PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI PELELANGAN IKAN PADA PELABUHAN PERIKANAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG Menimbang :

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, Pasal 25 ayat (6) dan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, Pasal 25 ayat (6) dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA No.440, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG Menimbang BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN TEMPAT

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 5 TAHUN 2011 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN Menimbang Mengingat : : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TANGGAL 13 SEPTEMBER 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat

Lebih terperinci

PETA LOKASI PENELITIAN 105

PETA LOKASI PENELITIAN 105 91 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian lapang dilakukan pada bulan Mei - Juni 2009 bertempat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. 106 20 ' 10 6 0 '

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI PELELANGAN IKAN DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES. Nomor : 6 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES. Nomor : 6 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 6 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan urusan bidang kelautan dan perikanan khususnya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) berdasarkan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,

Lebih terperinci

PERDA KABUPATEN KAYONG UTARA NO.1, LD.2011/NO.1 SETDA KABUPATEN KAYONG UTARA : 22 HLM

PERDA KABUPATEN KAYONG UTARA NO.1, LD.2011/NO.1 SETDA KABUPATEN KAYONG UTARA : 22 HLM BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN PERDA KABUPATEN KAYONG UTARA NO.1, LD./NO.1 SETDA KABUPATEN KAYONG UTARA : 22 HLM PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA BANGUNAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 1 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN

KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN KAJIAN SANITASI DI TEMPAT PENDARATAN DAN PELELANGAN IKAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA ANGKE SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS IKAN DIDARATKAN VARENNA FAUBIANY SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pendapatan Asli Daerah 2.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BURU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN BURU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN BURU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BURU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan pasal 127

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 6 Tahun : 2010 Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan urusan bidang kelautan dan perikanan khususnya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) berdasarkan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pendapatan Asli Daerah II.1.1. Definisi Pendapatan Asli Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah,

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (3), Pasal 22, dan Pasal 33

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN PPP LABUAN WINY IRHAMNI

POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN PPP LABUAN WINY IRHAMNI POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN PPP LABUAN WINY IRHAMNI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya ikan sebagai bagian kekayaan bangsa Indonesia perlu dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1) Pengertian Retribusi Daerah Retribusi Daerah menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang retribusi daerah, adalah pungutan daerah sebagai

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.50/MEN/2011 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA BARAT NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP DIREKTORAT PELABUHAN PERIKANAN PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN SYAHBANDAR DI PELABUHAN PERIKANAN Memiliki kompetensi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI DAERAH UMUM Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN

PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGENDALIAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1879, 2014 KEMENHUB. Pelabuhan. Terminal. Khusus. Kepentingan Sendiri. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 73 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2010 TENTANG PEMBERIAN KEWENANGAN PENERBITAN SURAT IZIN PENANGKAPAN IKAN (SIPI) DAN SURAT IZIN KAPAL PENGANGKUT IKAN (SIKPI)

Lebih terperinci

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU 7.1. Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu Identifikasi stakeholder dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai kepentingan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PATI PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan menurut UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batasbatas tertentu

Lebih terperinci

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1997 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH RETRIBUSI DAERAH HAPOSAN SIMANJUNTAK,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa retribusi jasa usaha

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah Daerah sebagai wujud nyata dari pelaksanaan otonomi daerah memberikan konsekuensi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 56 5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 5.1 Bentuk Keterlibatan Tengkulak Bentuk-bentuk keterlibatan tengkulak merupakan cara atau metode yang dilakukan oleh tengkulak untuk melibatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN 2006 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DAN RETRIBUSINYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan pajak dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut secara logis dinilai wajar karena jumlah peningkatan pajak berbanding lurus

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.10/MEN/2009 TENTANG WILAYAH KERJA DAN WILAYAH PENGOPERASIAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN GEDUNG OLAH RAGA (GOR) DAN SENI MOJOPAHIT KOTA MOJOKERTO

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN GEDUNG OLAH RAGA (GOR) DAN SENI MOJOPAHIT KOTA MOJOKERTO PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN GEDUNG OLAH RAGA (GOR) DAN SENI MOJOPAHIT KOTA MOJOKERTO WALIKOTA MOJOKERTO, Menimbang : bahwa dalam rangka pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 7 TAHUN 2005 RETRIBUSI PELAYANAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU,

PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 7 TAHUN 2005 RETRIBUSI PELAYANAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, Menimbang : a. bahwa sumberdaya ikan sebagai bagian kekayaan Bangsa

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, MENIMBANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG. Tahun 2009 Nomor 4 Seri CA Nomor 13 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG. Tahun 2009 Nomor 4 Seri CA Nomor 13 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG Tahun 2009 Nomor 4 Seri CA Nomor 13 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG Tahun 2009 Nomor 4 Seri C Nomor 1 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penerimaan Negara Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.17 tahun 2003, penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara. Penerimaan negara berasal dari penerimaan

Lebih terperinci

BAB II JASA USAHA PELAYANAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) Pasal 2

BAB II JASA USAHA PELAYANAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) Pasal 2 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA PELAYANAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a. bahwa Pangkalan Pendaratan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN BUPATI BULUNGAN DIBIDANG PEMUNGUTAN RETRIBUSI DAERAH KEPADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR.%. TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR.%. TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR.%. TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DAN PERANANNYA DALAM PEMASARAN HASlL PERIKANAH 01 TEMPAT PELELANGAN IKAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PEKALONGAN PROPiNSI JAWA TENGAH

DAN PERANANNYA DALAM PEMASARAN HASlL PERIKANAH 01 TEMPAT PELELANGAN IKAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PEKALONGAN PROPiNSI JAWA TENGAH "' \ "i, --- MANAJEMEN PELELANGAN IKAN DAN PERANANNYA DALAM PEMASARAN HASlL PERIKANAH 01 TEMPAT PELELANGAN IKAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PEKALONGAN PROPiNSI JAWA TENGAH Oleh MUCHAMAD MUNIR C 25.0817

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI KOTA DUMAI Hasil Rapat Bersama DPRD Tanggal 21 Juli 2008 LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI Nomor : 09 Tahun 2008 Seri : B Nomor 04 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan oleh

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.08/MEN/2009 TENTANG WILAYAH KERJA DAN WILAYAH PENGOPERASIAN PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PEKALONGAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 12 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 12 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG 380 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS KAB. CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 12 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.14/MEN/2009 TENTANG WILAYAH KERJA DAN WILAYAH PENGOPERASIAN PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TELUK BATANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Perikanan 2.1.1 Pengertian Hasil Perikanan Menurut UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PENYELENGGARAAN PELELANGAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan lelang dan dalam

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik In No.1817, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bongkar Muat. Barang. Kapal. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 60 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan PENGATURAN MENGENAI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH SEBAGAIMANA DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH www.kaltimpost.co.id I. PENDAHULUAN Dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN PANTAI (PPP) DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.08,2015 BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah Kabupaten Bantul. Insentif. Pemberian Insentif, pemungutan, Pajak Daerah, Retribusi Daerah. BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN

Lebih terperinci