5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 119 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Pelelangan Ikan Aktivitas pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu pada Tahun dikelola oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi. Pelelangan berjalan dengan baik sesuai dengan praktek lelang yang seharusnya. Aktivitas penjualan ikan dilakukan di depan khalayak umum, penawar dengan harga tertinggi dinyatakan sebagai pemenang lelang. Nelayan merasakan fungsi adanya TPI dan proses lelang yang dijalankan. Nelayan dan bakul merasa puas atas pelayanan pemasaran yang diberikan karena saling mengetahui harga jual yang berlaku di pasaran sehingga memperoleh manfaat dengan adanya pelelangan tersebut. Tahun 2004 hingga sekarang, pengelolaan mekanisme pelelangan beralih kepada KUD Mina Mandiri Sinar Laut. Sampai saat ini pelelangan ikan belum terlaksana kembali, meskipun retribusi pelelangan ikan tetap diberlakukan. Mekanisme pemasaran yang terjadi adalah setelah ikan didaratkan di dermaga, ikan langsung ditangani oleh bakul untuk dilakukan proses penimbangan di lapak masing-masing. Bakul membayar uang retribusi kepada TPI setelah proses penimbangan selesai. Hal tersebut membuat nelayan kurang bersemangat dan berinisiatif untuk memasarkan ikan melalui TPI karena telah ditangani oleh bakul. Jumlah produksi maupun raman (nilai produksi) ikan hasil tangkapan yang tercatat di TPI (fish by retribusi) ketika dikelola oleh KUD mengalami perkembangan fluktuatif. Raman ikan diperoleh dari nilai transaksi ikan yang berhasil tercatat melalui TPI dan tanpa melalui TPI. Raman ikan yang tercatat tanpa melalui TPI (fish by landing) merupakan ikan tujuan ekspor seperti hasil tangkapan tuna dan layur. Tabel dan grafik dibawah menyajikan perkembangan produksi beserta raman TPI PPN Palabuhanratu sejak Tahun 2000 hingga Tabel 7 Jumlah produksi ikan dan nilai raman TPI Palabuhanratu, Tahun Jenis dan Jumlah Ikan (kg)

2 120 Ckl Tn Cct Jgl Tkl Lyr Tbg Lain- Lain prod (kg) raman (Rp1000) Rataan Sumber: TPI PPN Palabuhanratu, 2009 Keterangan: Ckl: Cakalang, Tn: Tuna, Cct: Cucut, Jgl: Jangilus Tkl: Tongkol, Lyr: Layur, Tbg: Tembang Hubungan antara produksi hasil tangkapan sejak Tahun 2000 hingga 2008 tidak selalu berkorelasi positif terhadap raman yang dihasilkan (Tabel 7). Faktorfaktor yang berpengaruh dikarenakan harga jual hasil tangkapan nelayan yang termasuk kategori ikan ekonomis rendah. Musim penangkapan ikan juga berpengaruh terhadap jenis dan produksi hasil tangkapan nelayan sehingga nilai produksi tidak terlalu tinggi. Gambar 8 Perkembangan produksi TPI PPNP,

3 121 Gambar 9 Perkembangan raman TPI PPNP, Produksi terendah terjadi pada Tahun 2001 sebesar 428,02 ton dengan raman sebesar Rp ,00 dan produksi tertinggi terjadi pada Tahun 2005 yaitu 1.582,2 ton dengan raman sebesar Rp ,00. Raman (nilai produksi) tertinggi terjadi pada Tahun 2008 sebesar Rp ,00 dan raman terendah pada Tahun 2001 hanya sebesar Rp ,00. Tahun 2001 adalah tahun dengan produksi hasil tangkapan terendah yaitu hanya 428,02 ton, hal ini berdampak pula terhadap raman yang pada saat itu merupakan raman paling rendah karena hanya menghasilkan raman sebesar Rp ,00. Nilai raman terendah tersebut antara lain disebabkan pada Tahun 2001 produksi jenis hasil tangkapan ikan ekonomis tinggi yaitu tuna hanya sebesar 59,853 ton, sedangkan sebagian besar merupakan jenis ikan ekonomis rendah. Produksi tertinggi terjadi pada Tahun 2005 yaitu sebesar 1.582,2 ton, namun pada saat itu tidak menghasilkan raman terbesar. Tahun 2005 menghasilkan raman sebesar Rp ,00 hal ini tidak sebanding dengan raman pada Tahun 2008 yang mencapai angka raman tertinggi yaitu Rp ,00 namun saat itu produksinya hanya sebesar 695,94 ton. Hubungan yang tidak berbanding lurus tersebut dapat dikarenakan antara lain harga per kilogram menurut jenis ikan yang berlaku pada tahun tersebut berubahubah sehingga berpengaruh terhadap nilai produksi hasil tangkapan.

4 122 Sebagian besar nelayan belum memanfaatkan sarana yang sudah ada, yaitu TPI untuk memasarkan ikan hasil tangkapannya. Nelayan lebih banyak yang terikat oleh pemilik modal atau terikat oleh pedagang pengumpul. Beberapa faktor yang memungkinkan rendahnya keikutsertaan nelayan dalam menjual ikannya di TPI diantaranya yaitu pendaratan ikan yang umumnya dilakukan pada malam hari, sedangkan pelelangan dilakukan pada siang hari. Rendahnya jumlah produksi hasil tangkapan ikan dan pemilik kapal yang merangkap sebagai bakul atau tengkulak menyebabkan hal tersebut turut berpengaruh terhadap penurunan nilai produksi di TPI. Kenyataannya tidak semua nelayan merasakan fungsi dari TPI. Sebagian nelayan merasa bahwa TPI tidak menguntungkan. Salah satunya disebabkan oleh adanya wajib pajak atau retribusi yang dikenakan pada nelayan tanpa diimbangi fasilitas yang disediakan bagi nelayan seperti air bersih dan pengelolaan pemasaran yang optimal, sementara itu hasil tangkapan nelayan relatif sedikit dan apabila dikenakan biaya retribusi maka keuntungan yang diperoleh sangat kecil. Kerugian lainnya adalah pada saat hasil tangkapan para nelayan dalam kondisi baik, nelayan tidak dapat menentukan harga sendiri. Perkembangan jumlah produksi dan nilai raman hasil tangkapan di TPI yang dikelola oleh KUD Mina per tahun tertera dalam Gambar Gambar tersebut memperlihatkan bahwa trend perkembangan jumlah produksi tertinggi terjadi pada Tahun 2002 mengalami peningkatan sebesar 22,03%, sedangkan perkembangan jumlah produksi terendah terjadi Tahun 2005 yaitu minus 15,60%. Trend perkembangan jumlah nilai raman tertinggi pada Tahun 2002 dengan peningkatan sebesar 47,32% dan terendah pada Tahun 2005 dengan perkembangan minus 47,23%. Hal tersebut berbanding lurus karena semakin banyak jumlah produksi di TPI maka nilai raman yang dihasilkan juga semakin tinggi. Kemungkinan hal tersebut tidak selamanya berbanding lurus apabila jumlah hasil tangkapan ekonomis penting lebih sedikit dibandingkan ikan bukan ekonomis penting maka nilai raman tidak terlalu besar.

5 123 Gambar 10 Perkembangan produksi, 2000 Gambar 11 Perkembangan produksi, 2001 Gambar 12 Perkembangan produksi, 2002 Gambar 13 Perkembangan produksi, 2003 Gambar 14 Perkembangan produksi, 2004 Gambar 15 Perkembangan produksi, 2005 Gambar 16 Perkembangan produksi, 2006 Gambar 17 Perkembangan produksi, 2007 Gambar 18 Perkembangan produksi, 2008

6 124 Gambar 19 Perkembangan raman, 2000 Gambar 20 Perkembangan raman, 2001 Gambar 21 Perkembangan raman, 2002 Gambar 22 Perkembangan raman, 2003 Gambar 23 Perkembangan raman, 2004 Gambar 24 Perkembangan raman, 2005 Gambar 25 Perkembangan raman, 2006 Gambar 26 Perkembangan raman, 2007 Gambar 27 Perkembangan raman, Faktor Penyebab tidak Berjalannya Lelang Ikan

7 125 Pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu belum berjalan optimal, untuk mengetahui penyebab tidak berjalannya aktivitas pelelangan ikan dapat ditinjau berdasarkan beberapa aspek yaitu: Aspek sosial Pengamatan dan hasil wawancara di lapangan menunjukkan bahwa tidak berjalannya aktivitas lelang di TPI PPN Palabuhanratu termasuk isu permasalahan nasional yang cukup komplek. Permasalahan pelelangan bukan hanya kepentingan kelompok melainkan kepentingan banyak pihak yang harus didukung oleh semua unsur dan peran serta masyarakat sebagai pelaku pelelangan. Daerah pesisir dengan setiap karakteristik wilayah topografi yang berbeda memiliki ciri dan karakteristik sosial budaya masyarakat perikanan yang berbeda pula sehingga berpengaruh terhadap pola pikir masyarakat perikanan setempat atas persepsinya mengenai pelelangan dan pentingnya pelelangan ikan. Hampir semua pelabuhan perikanan maupun pangkalan pendaratan ikan selalu memiliki fasilitas tempat pelelangan ikan (TPI). Hal ini dapat diartikan bahwa nelayan harus menjual hasil tangkapannya melalui sistem lelang. Peristiwa semacam ini dapat di jumpai pada TPI di PPP Juwana-Pati, PPN Pekalongan, PPP Muara Angke dan PPP Blanakan-Subang. Lain halnya dengan yang terjadi di TPI PPN Palabuhanratu. Lelang yang terjadi di TPI PPN Palabuhanratu bukan lelang hasil tangkapan nelayan melainkan lelang dari bakul. Artinya bahwa sistem lelang hasil tangkapan nelayan yang disampaikan melalui lisan secara terbuka di depan umum kerap tidak dijumpai, hal ini dikarenakan ikan hasil tangkapan nelayan langsung masuk dan ditangani oleh para bakul sebagai pemilik modal. Nelayan hanya mengurusi dan menangani proses penangkapan ikan selama di laut hingga ikan didaratkan di dermaga, untuk selanjutnya ikan akan ditangani oleh para bakul (Gambar 28-30). Satu hal yang cukup menentukan sikap keengganan nelayan terhadap pelaksanaan pelelangan ikan di TPI yaitu adanya keyakinan dan pengetahuan nelayan tentang fungsi dan tugas serta tata cara pelaksanaan pelelangan yang cukup formal sehingga membuat jarak yang cukup jauh antara pengelola TPI dengan nelayan. Hal tersebut kurang mendapatkan perhatian dari para pembina

8 126 pelelangan sehingga pemasaran hasil tangkapan hanya cenderung menguntungkan pihak bakul dan merugikan nelayan itu sendiri. Gambar 28 Proses penimbangan ikan cakalang oleh bakul Gambar 29 Mekanisme pemasaran ikan tanpa pelelangan di TPI Gambar 30 Proses penimbangan ikan layur oleh bakul

9 127 Nelayan di Palabuhanratu umumnya mengetahui tentang keberadaan gedung TPI yang terletak di pusat kota Kelurahan Palabuhanratu. Pengetahuan masyarakat setempat mengenai sistem dan mekanisme pelelangan ikan yang seharusnya berlaku di kelembagaan TPI masih sangat kurang. Hal tersebut dapat dilihat dari kekurangtahuan masyarakat tentang struktur organisasi TPI serta keuntungan penjualan ikan melalui mekanisme pelelangan, bahkan tidak sedikit yang cenderung kurang paham mengenai fungsi dasar adanya tempat pelelangan ikan. Sebagian besar para nelayan cenderung berasumsi bahwa pengelola TPI hanya sebagai wadah bagi pemerintah untuk menarik retribusi. Nelayan kurang memahami akan hak dan kewajiban sebagai pelaku pelelangan. Hal tersebut dijadikan sebagai alasan mengapa beberapa nelayan tidak langsung menjual ikannya melalui TPI melainkan kepada para bakul. Berlakunya lelang tidak murni (nelayan menjual ikan melalui bakul), menjadikan nelayan tidak merasa terbebani dengan pembayaran retribusi karena sepenuhnya ditanggung pihak bakul/tengkulak sebagai pembeli. Sebaliknya, jika dilakukan lelang murni maka nelayan harus membayar retribusi dari nilai transaksi penjualan ikan melalui TPI. Wawancara pribadi dengan Ernani, L (5 November 2009, Dosen Dept. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan) mengatakan bahwa kenyataannya, tidak terdapat definisi dari istilah lelang murni dan tidak murni; yang ada hanyalah satu definisi pelelangan ikan. Selanjutnya dikatakan bahwa di beberapa daerah, banyak nelayan yang sama sekali belum pernah melihat bahkan mengetahui adanya aktivitas pelelangan ikan, seperti yang terjadi di PPI Manggar - Kota Balikpapan - Kalimantan Timur, PPI Pontap - Kota Palopo - Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan masih kurangnya pemahaman nelayan terhadap pelelangan itu sendiri. Setiap orang yang akan membeli dan menjual ikan di TPI harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat bagi pembeli adalah setiap orang yang benar-benar berminat untuk membeli ikan di TPI. Pembeli yang dinyatakan sebagai penawar tertinggi (pemenang) harus membayar secara tunai harga ikan yang dibeli (dilelang) kemudian membayar retribusi kepada TPI sebesar 3% dari nilai yang dibelinya. Pembayaran yang dilakukan secara tidak tunai hanya diijinkan bila dijamin oleh manajer TPI. Syarat bagi penjual adalah nelayan dengan hasil

10 128 tangkapan diatas kebutuhan lauk-pauk wajib menjual hasil tangkapannya melalui TPI kemudian membayar retribusi kepada TPI sebesar 2% dari hasil penjualannya. Besaran retribusi ini tidak selalu sama untuk setiap pelabuhan perikanan di Indonesia. Kendala lain yang terjadi di PPN Palabuhanratu saat ini yaitu tidak lagi dilakukan pelelangan dalam pemasaran hasil tangkapannya adalah karena seringkali para bakul sebagai peserta lelang menunggak pembayaran atas harga nilai transaksi ditambah dengan pungutan retribusi sebesar 3%. Bakul seringkali melakukan transaksi yang melebihi batas kemampuan uang jaminan, padahal tindakan tersebut tidak diperkenankan tanpa diketahui oleh manajer TPI. Sanksinya, pihak pengelola TPI berhak untuk melakukan teguran bahkan melarang peserta lelang tersebut untuk mengikuti lelang selanjutnya. Penunggakan dari para bakul peserta lelang tersebut dapat menimbulkan dampak negatif terhadap keberlangsungan proses lelang. Akibat adanya tunggakan, pengelola TPI terpaksa mengucurkan dana talangan sebagai pembayaran atas harga nilai transaksi kepada nelayan karena pembayaran tersebut harus diserahkan langsung setelah proses lelang selesai. Dana hasil retribusi tersebut dapat digunakan sebagai pembayaran biaya pembangunan dan penyediaan sarana TPI, biaya operasional TPI serta biaya lelang. Tunggakan tersebut masih bisa diatasi apabila hanya terjadi pada satu bakul, namun jika dilakukan berulangkali sehingga menjadi kebiasaan yang terjadi dikalangan para bakul maka dapat berdampak buruk terhadap KUD Mina karena akan mengalami permasalahan modal yang terus berkurang. Manajemen kelembagaan KUD Mina Mandiri Sinar yang lemah semakin membuat masyarakat nelayan kurang tertarik untuk menyalurkan dan menjual hasil tangkapannya melalui proses pelelangan. Permasalahan lain disebabkan karena rendahnya kesadaran masyarakat perikanan akan arti pentingnya pelelangan. Masyarakat perikanan masih berfikir bahwa dengan mengikuti sistem penjualan secara lelang maka akan terjadi banyak pungutan sebagai pembayaran retribusi lelang. Harga ikan hasil penjualan melalui lelang yang akan dibayarkan kepada nelayan akan dipotong sebesar 2% dari nilai transaksi dan akan digunakan sebagai dana-dana nelayan seperti tabungan nelayan, asuransi nelayan, dana paceklik, dan dana sosial (penanggulangan

11 129 darurat kecelakaan di laut). Potongan retribusi nelayan sebesar 2% masih menimbulkan pro dan kontra masyarakat perikanan. Nelayan yang memiliki hasil tangkapan ekonomis rendah dan jumlah produksi yang relatif rendah menganggap bahwa apabila menjual ikan melalui lelang maka akan mengalami kerugian karena harus mengalami potongan, apalagi jika harga jual ikan kurang menguntungkan sehingga nelayan cenderung memilih menjual ikan langsung kepada para bakul/tengkulak walaupun berada pada bargaining position yang lemah. Penyebab lain adalah multifungsi profesi sehingga menyulitkan peran seseorang dalam sistem pelelangan. Mayoritas beberapa orang yang berprofesi sebagai pengusaha pemilik kapal juga merangkap sebagai bakul. Kebiasaan lain dalam masyarakat perikanan Palabuhanratu yang sulit diubah adalah sistem langgan yang sudah mendarah daging. Sistem langgan terjadi ketika nelayan tidak memiliki modal untuk melaut, keadaan ini memaksa nelayan untuk meminjam uang kepada para bakul/juragan. Bentuk timbal baliknya, nelayan harus menjual ikan hasil tangkapannya kepada bakul juragan tersebut Aspek fasilitas Secara umum fasilitas yang dimiliki TPI PPN Palabuhanratu yang digunakan untuk menyelenggarakan aktivitas pelelangan ikan diantaranya yaitu: (a) Fasilitas penunjang pelelangan ikan Timbangan Timbangan berfungsi untuk menimbang ikan hasil tangkapan setelah didaratkan melalui dermaga lantai TPI. Timbangan yang ada di TPI PPN Palabuhanratu berjumlah 1 (satu) unit timbangan digital. Kondisi fisik timbangan digital (Gambar 31) mengalami beberapa kerusakan karena sudah cukup lama tidak digunakan sehingga keakuratannya berkurang. Timbangan ini seharusnya bisa digunakan oleh nelayan yang hendak melakukan lelang ikan.

12 130 Gambar 31 Timbangan gantung digital Trays Trays (basket) berfungsi sebagai wadah ikan hasil tangkapan yang didaratkan. Trays (Gambar 32) biasanya terbuat dari bahan fiber yang bersifat kuat dan tahan lama. Trays di PPN Palabuhanratu berkapasitas 30 kg dan 45 kg, disewakan kepada nelayan yang hendak mengangkut ikan hasil tangkapan dan dikenai biaya sewa dan perawatan Rp500,00/trays. Penyewaan trays adalah pemasukan tambahan selain dari retribusi lelang ikan yang dipungut dari nelayan dan bakul. Trays yang ada TPI berjumlah 600 unit dengan rincian 100 unit disediakan oleh pihak pengelola PPN Palabuhanratu dan 500 unit disediakan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat. Secara umum kondisi fisik trays ini adalah baik. Gambar 32 Trays Troli

13 131 Troli (Gambar 33) merupakan alat bantu yang berfungsi untuk mempermudah proses pengangkutan ikan dari dermaga menuju lantai TPI ketika ikan hasil tangkapan telah didaratkan dan hendak diangkut ke TPI. Troli yang dimiliki TPI PPN Palabuhanratu berjumlah 10 unit dan merupakan sumbangan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat. Sampai saat ini troli ini masih berfungsi dan kondisinya masih baik. Gambar 33 Troli Kursi Juru Lelang Kursi juru lelang ini berfungsi sebagai tempat duduk juru lelang ketika pelelangan ikan dilaksanakan. Kursi ini terbuat dari bahan kayu dan memiliki dudukan yang tinggi, hal ini dimaksudkan untuk memudahkan juru lelang dalam melihat dan memutuskan peserta yang memenangkan lelang ikan. Kondisi fisik dari kursi juru lelang ini adalah kurang baik. Megaphone Megaphone (Gambar 34) berfungsi sebagai pengeras suara ketika dipergunakan oleh juru lelang saat melakukan kegiatan pelelangan ikan. Hal ini dilakukan agar informasi yang disampaikan oleh juru lelang dapat terdengar oleh para peserta lelang sehingga transparansi jumlah dan harga ikan diketahui oleh nelayan dan bakul. Megaphone yang dimiliki TPI PPN Palabuhanratu berjumlah 2 (dua) unit, dengan rincian 1 (satu) unit megaphone

14 132 merk sun way ER 660 dan 1 (satu) unit megaphone merk TOA MR Semua megaphone berasal dari sumbangan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat. Megaphone ini hingga sekarang kondisinya masih baik dan dapat digunakan. Gambar 34 Megaphone (b) Fasilitas bangunan TPI Sistem pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu belum berjalan lancar. Hal ini dapat dilihat melalui fasilitas bangunan TPI PPN Palabuhanratu yang seharusnya berfungsi sebagai wahana penjualan ikan untuk mencari pembeli potensial sebanyak mungkin belum terwujud saat ini. TPI PPN Palabuhanratu memiliki konstruksi bangunan yang cukup memadai untuk berlangsungnya aktivitas pelelangan ikan, namun saat ini bangunan tersebut telah beralih fungsi menjadi pasar dimana para pedagang lapak ikan bebas berjualan di dalam bangunan TPI tersebut (Gambar 35-36). Hasil pengamatan selama di lapangan menunjukkan bahwa tata letak dermaga bongkar kurang sesuai dengan fungsinya sebagai areal untuk proses pendaratan dan pembongkaran ikan (Gambar 37-38). Areal dermaga bongkar juga digunakan sebagai tempat kapal nelayan bersandar dan menambatkan kapalnya untuk beristirahat. Akibatnya, tentu sangat mengganggu proses pendaratan dan pembongkaran ikan apabila pelelangan ikan hendak diaktifkan kembali.

15 133 Fasilitas bangunan TPI yang berpengaruh terhadap belum aktifnya kembali pelelangan ikan adalah kondisi lantai TPI yang masih belum memenuhi standar kebersihan lantai TPI. Fasilitas kran air bersih yang seharusnya dapat digunakan untuk membersihkan sampah dan sisa-sisa kotoran di lantai TPI tidak berfungsi dengan baik bahkan kondisinya rusak. Petugas kebersihan hanya menggunakan air kolam pelabuhan yang tercemar untuk membersihkan dan menyemprot lantai TPI. Kondisi fisik bangunan TPI saat ini berbeda dengan sebelumnya karena sudah mengalami renovasi di beberapa bagian gedung TPI. Kondisi lantai TPI yang dulunya hanya menggunakan bahan cor-coran semen (Gambar 39) sekarang telah berkeramik dan lantainya telah ditinggikan sekitar ± 60 cm serta dibuat 6 (enam) bagian petak besar (Gambar 40). Ketersediaan fasilitas penunjang pelelangan ikan (timbangan, trays, troli, kursi juru lelang, megaphone) sebenarnya sangat menunjang terhadap berlangsungnya aktivitas pelelangan ikan meskipun ada beberapa dari fasilitas tersebut yang kondisi fisiknya kurang baik namun secara teknis hal tersebut dapat diperbaiki. Kondisi fasilitas bangunan dan lantai TPI serta dermaga cukup berpengaruh terhadap tidak berjalannya aktivitas lelang ikan. Gambar 35 Proses tawar-menawar antar pedagang tanpa pelelangan

16 134 Gambar 36 Penyalahgunaan TPI sebagai tempat kegiatan pedagang lain Gambar 37 Proses pendaratan & pembongkaran ikan Gambar 38 Areal bongkar dan tambat labuh kapal

17 135 Gambar 39 Kondisi lantai TPI sebelum renovasi Gambar 40 Kondisi lantai TPI setelah renovasi Aspek hasil tangkapan Jenis hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu merupakan jenis ikan komoditas ekspor dan non ekspor (Gambar 41-44). Pengelola PPN Palabuhanratu mengelompokkan berdasarkan ikan yang didaratkan dan tercatat di TPI (fish by retribusi) dan ikan yang didaratkan dan tercatat di pelabuhan perikanan (fish by landing). Fish by retribusi artinya ikan tersebut telah tercatat di TPI serta dikenai retribusi untuk proses pemasaran ikan, sedangkan fish by landing adalah ikan secara keseluruhan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dan telah tercatat oleh pihak pengelola PPN Palabuhanratu. Fish by landing identik dengan jenis ikan komoditas ekspor seperti tuna, layur, dan swanggi. Ikan ekspor tersebut tidak masuk ke TPI melainkan langsung

18 136 masuk ke perusahaan pengekspor walaupun tetap dikenakan tarif retribusi. Mengingat aktivitas pelelangan ikan belum berjalan dengan baik, ditengarai retribusi yang didapat dari hasil tangkapan tuna kurang sesuai dengan nilai yang seharusnya. Pengelola pelelangan Rp8.800,00/kg untuk jenis hasil tangkapan tuna. pada saat itu menetapkan tarif retribusi Hal tersebut bertentangan dengan Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 yang menyatakan bahwa: BAB II PELELANGAN IKAN Pasal 3 (1) Hasil penangkapan ikan di laut harus dijual secara lelang di TPI. (2) Tata cara pelaksanaan pelelangan ikan ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut dapat diartikan bahwa Pasal 3 di atas tidak membedakan untuk ikan-ikan tujuan ekspor, semuanya diberlakukan sama yaitu harus melalui pelelangan ikan. Wawancara pribadi dengan Sam, A. R (16 Mei 2009, Dosen luar biasa Dept. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan) mengatakan bahwa, ada beberapa alasan tertentu yang menyebabkan suatu ikan hasil tangkapan tidak dilelang yaitu jumlah produksi ikan hasil tangkapan terlalu kecil yaitu 50 kg, ikan komoditas ekspor, ikan hasil tangkapan dari kapal pelatihan/penelitian, nelayan yang tidak patuh aturan, serta konsumen yang melakukan kecurangan kongkalikong. Gambar 41 Ikan tembang hasil tangkapan bagan

19 137 Gambar 42 Ikan lisong dan kakap merah Gambar 43 Ikan tuna reject tidak layak ekspor Gambar 44 Ikan layur reject tidak layak ekspor Aspek peraturan Kelembagaan TPI merupakan kelembagaan ekonomi yang bergerak di sektor pemasaran hasil tangkapan nelayan. TPI Palabuhanratu dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Barat Nomor 15 Tahun 1984 dan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jabar Nomor 31 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Pelelangan Ikan, berada di dalam wilayah operasional Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, untuk membantu masyarakat

20 138 menjual ikan dengan cara dilelang. Surat keputusan tersebut menyatakan bahwa semua ikan hasil tangkapan nelayan harus dijual melalui cara lelang di TPI. TPI merupakan salah satu fasilitas yang ada pelabuhan perikanan untuk memasarkan ikan melalui aktivitas pelelangan. TPI sebagai salah satu tempat pelelangan ikan saat ini masih mengutamakan pengumpulan dana dan retribusi. Kelembagaan TPI pada dasarnya memiliki tujuan untuk melindungi para nelayan yang seringkali berada pada posisi yang lemah dalam menghadapi pedagang atau tengkulak yang jumlahnya lebih sedikit. Pelelangan ikan adalah upaya pemerintah daerah yang bertujuan untuk membentuk persaingan harga yang layak serta melindungi nelayan dari permainan harga pasar yang kurang menguntungkan. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah daerah adalah dengan membentuk kelembagaan KUD yang berwenang menyelenggarakan aktivitas pelelangan ikan. Hal ini sesuai dengan Perda Provinsi Jawa Barat No 5 Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa: BAB III IZIN PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN Pasal 5 (1) Penyelenggaraan Pelelangan Ikan harus memiliki izin dari Gubernur. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kepada KUD Mina yang memenuhi syarat. (3) Jika pada suatu lokasi TPI tidak terdapat KUD Mina yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelenggara pelelangan ikan dapat diberikan kepada Dinas Kabupaten atau Kota. Berdasarkan penjelasan di atas, lembaga yang memperoleh izin untuk menyelenggarakan pelelangan ikan adalah KUD Mina. Aktivitas pelelangan ikan merupakan suatu mekanisme pasar melalui pembentukan harga bersaing secara transparan dan dilakukan di hadapan khalayak umum. Pelaksanaan pelelangan ikan memiliki seperangkat aturan atau kebijakan yang telah dibuat oleh Pemerintah Daerah. Provinsi Jawa Barat, saat ini masih memberlakukan Perda Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan dan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan. Peraturan tersebut mendukung sepenuhnya pelaksanaan lelang. Aspek kebijakan bukan merupakan

21 139 faktor penghambat tidak berfungsinya aktivitas pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu. Aturan atau kebijakan tersebut belum sepenuhnya terlaksana karena belum ada kerjasama serta kurangnya dukungan dari semua unsur dan peran masyarakat dalam penegakan aturan pelelangan, sebagai contoh adalah aktivitas pendaratan dan pembongkaran ikan oleh nelayan yang dilakukan di sembarang tempat untuk melakukan transaksi langsung dengan bakul/tengkulak tanpa melalui laporan terlebih dahulu ke TPI sehingga menyulitkan petugas TPI dalam mendata produksi hasil tangkapan nelayan. Contoh lainnya adalah kurangnya bantuan tenaga petugas keamanan dalam mengawasi aktivitas penjualan ikan di TPI serta sikap petugas yang masih lemah dalam menentukan sanksi tegas bagi yang melanggar aturan tersebut walaupun telah ada ketentuan pidana bagi yang melanggarnya. Contoh tersebut menandakan bahwa budaya kelembagaan tengkulak dalam masyarakat nelayan Palabuhanratu memang masih melekat kuat. Kendala lain yang masih meragukan adalah dalam beberapa ketentuan peraturan tersebut belum terdapat kejelasan yang lebih spesifik mengenai aturanaturan bagi ikan yang tidak dan yang diperkenankan untuk dilelang. Hal ini tentu saja membuka peluang untuk tidak berjalannnya sistem lelang sehingga fungsi KUD Mina sebagai penyelenggara lelang kurang berfungsi dengan baik. 5.3 Dampak Mekanisme Pemasaran tanpa Lelang Pelelangan ikan merupakan salah satu pola pemasaran krusial bagi terbentuknya keseimbangan harga bersaing yang stabil, meningkat dan transparan. Awal tujuan sesungguhnya dilaksanakan sistem pelelangan ikan di daerah produksi adalah sebagai upaya mencari pembeli potensial sebanyak mungkin untuk menjual ikan hasil tangkapan nelayan sebagai produsen pada tingkat harga yang menguntungkan nelayan tanpa merugikan pihak pembeli; yaitu pedagang pengumpul. Sistem lelang ikan diharapkan mampu mencegah penjualan ikan hasil tangkapan nelayan kepada para tengkulak yang justru merugikan nelayan. Hasil wawancara menunjukkan sebagian besar nelayan cenderung apatis terhadap kelembagaan KUD yang menjalankan sistem lelang, terutama bagi nelayan buruh yang langsung turun ke laut. Nelayan menyadari bahwa dengan

22 140 adanya lelang, harga ikan cenderung meningkat, terkontrol dan diketahui oleh kedua belah pihak yaitu nelayan dan bakul. Harga dasar ikan yang akan dilelang di TPI PPN Palabuhanratu tidak lepas dari kontrol petugas penyelenggara lelang terhadap tingkat harga yang berlaku di pasaran pada saat itu. Nelayan cenderung lebih memilih kelembagaan tengkulak sebagai sarana pemasaran hasil tangkapan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa hal ini dimungkinkan karena pengetahuan masyarakat perikanan tentang pelelangan masih rendah. Kondisi Fasilitas permodalan dan jaminan pembelian hasil tangkapan adalah salah satu faktor pemicu yang menjadi norma atau nilai penting dalam kelembagaan bakul/tengkulak. Hal tersebut dianggap menguntungkan bagi nelayan karena mendapat kepastian dan jaminan penjualan hasil tangkapan dibandingkan bila dijual melalui sistem lelang, di sisi lain nelayan juga merasakan adanya kerugian karena harga menjadi lebih murah dan ikan hasil tangkapan tidak diperbolehkan dijual ke tempat lain. Mekanisme pemasaran saat ini semakin membuka peluang bagi para bakul/tengkulak untuk menguasai pembentukan harga di kalangan masyarakat nelayan tanpa ada kontrol dari pembina maupun pengawas pelelangan. Dampak karena tidak berfungsinya aktivitas pelelangan ikan, menyebabkan bakul/tengkulak untuk menekan harga ikan yang dibeli dari nelayan dengan harga yang tidak layak. Nelayan hanya berperan sebagai penerima harga (price taker) karena posisi tawar yang lemah, sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap penurunan pendapatan nelayan. Sistem yang berlaku dalam kelembagaan tengkulak adalah kesepakatan antara nelayan dan tengkulak tersebut. Tengkulak akan memberikan modal kepada nelayan untuk melaut dan hasil tangkapannya harus dijual kepada tengkulak. Harga ikan yang dibeli oleh tengkulak dari nelayan akan lebih rendah, selisihnya dapat mencapai Rp2.000,00/kg bahkan lebih dari harga jual ikan standar bila melalui lelang. Tabel 8 dan 9 di bawah hanya sebagai informasi untuk menunjukkan adanya selang harga yang cukup besar apabila ikan dijual oleh nelayan langsung melalui bakul/tengkulak dibandingkan apabila ikan dijual melalui mekanisme lelang, sehingga dari data tersebut dapat diperkirakan dampak kerugian yang terjadi bukan hanya bagi nelayan dan pedagang melainkan juga PAD Kabupaten yang terus mengalami penurunan

23 141 dengan adanya mekanisme pemasaran tanpa lelang. Selisih harga jual ditentukan terhadap spesies ikan yang sama dalam periode waktu yang sama yaitu periode bulan Mei 2009 di PPN Palabuhanratu. Tabel 8 Harga jenis ikan per kg di PPN Palabuhanratu, Mei 2009 No Jenis ikan Harga per kg (Rp) Tingkat nelayan Tingkat bakul Tingkat pengecer 1 Cakalang 8.000, , ,00 2 Tuna , , ,00 3 Cucut , , ,00 4 Tongkol 8.000, , ,00 5 Layur , , ,00 6 Tembang 7.000, , ,00 Sumber: Data primer, Mei 2009 Tabel 9 Penghitungan raman untuk beberapa jenis ikan dengan lelang dan tanpa lelang di PPN Palabuhanratu, Mei 2009 Jenis ikan Produksi (kg) Harga per kg (Rp) Asumsi melalui lelang* Tanpa lelang* Asumsi melalui lelang* Raman * (Rp) Tanpa lelang Kehilangan penerimaan nelayan* Ckl , , , , ,00 Tn , , , , ,00 Tkl , , , , ,00 Total , , , , ,00 Rataan , , , , ,67 Sumber: TPI PPN Palabuhanratu, Mei 2009 (*diolah kembali) Keterangan: Ckl: Cakalang, Tn: Tuna, Tkl: Tongkol (Rp) Tabel 9 menunjukkan penghitungan raman beberapa komoditas ikan tertentu untuk mengetahui selisih raman (nilai produksi) sehingga nelayan kehilangan sebagian penerimaannya. Adanya informasi data yang terbatas saat di lapangan, maka peneliti hanya menghitung tiga jenis komoditas ikan tertentu sebagai contoh, tidak secara keseluruhan. Kondisi saat ini ketika pemasaran tidak lagi dilakukan lelang maka harga ikan yang terjual menjadi lebih rendah dibandingkan bila ikan tersebut diasumsikan dipasarkan melalui lelang. Asumsinya adalah bahwa pada saat ikan dipasarkan melalui lelang, maka harga

24 142 ikan akan meningkat sehingga berpengaruh terhadap raman yang juga mengalami peningkatan. Berbeda dengan kondisi saat ini dimana pemasaran ikan tidak lagi dilelang, maka harga jual ikan lebih rendah dan raman yang dihasilkan juga rendah. Berdasarkan wawancara terhadap nelayan harga ikan pada saat dilelang diasumsikan mengalami peningkatan sebesar Rp2000,00 per kg dibandingkan harga ikan ketika tidak dilelang, sehingga contoh kasus pada Tabel 9 adalah seharusnya jika terjadi pelelangan maka harga ikan cakalang, tuna dan tongkol per kg yang dijual nelayan berturut-turut adalah Rp9.000,00; Rp11.000,00; dan Rp9.000,00 dan potensi penerimaan raman dari masing-masing ikan tersebut juga akan meningkat, namun karena lelang belum berfungsi kembali maka harga jual ikan cakalang, tuna dan tongkol per kg menjadi lebih rendah yaitu Rp7.000,00; Rp9.000,00 dan Rp7.000,00 sehingga raman yang dihasilkan juga lebih rendah dibandingkan bila melalui lelang. Selisih harga tersebut mengakibatkan nelayan kehilangan sebagian penerimaannya. Total kehilangan sebagian penerimaan nelayan untuk tiga komoditas ikan diatas adalah Rp ,00 dan rata-rata untuk masing-masing komoditas ikan nelayan kehilangan sebagian penerimaannya sebesar Rp ,67. Penjelasan diatas hanya terkait dengan komoditas ikan yang telah disebutkan dalam Tabel 9, tidak secara keseluruhan. Perlu adanya penghitungan untuk setiap komoditas ikan sehingga dapat mengetahui potensi penerimaan nelayan yang hilang akan menjadi lebih besar. 5.4 Potensi penerimaan PAD Penentuan besarnya selisih potensi pemasukan terhadap PAD dilakukan melalui beberapa tahapan analisis, sebagaimana dijabarkan dibawah ini: Analisis perbandingan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan ikan melalui pelelangan dan tanpa pelelangan Aktivitas pelelangan ikan di TPI PPN Palabuhanratu tidak berfungsi secara optimal, diduga jumlah produksi dan nilai produksi di TPI sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan TPI yang menyelenggarakan aktivitas pelelangan ikan seperti yang terjadi di TPI Muara Angke. Hasil wawancara kepada nelayan dan pedagang menyatakan bahwa hampir sebagian hasil tangkapan nelayan PPN Palabuhanratu dipasarkan juga ke wilayah Jakarta yaitu

25 143 ke daerah Muara Baru dan Muara Angke. Mira (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa, antara pasar Muara Baru, Muara Angke dan pasar Palabuhanratu terintegrasi sempurna, artinya bahwa perubahan harga yang terjadi di Muara Baru dan Muara Angke bisa mempengaruhi perubahan harga di pasar Palabuhanratu dan begitu pula sebaliknya. TPI Muara Angke adalah salah satu pelelangan ikan dengan jumlah penjual terbanyak di Jakarta. Masing-masing penjual memiliki jam operasi yang beragam mulai dari jam wib atau sebaliknya. Kawasan TPI Muara Angke tidak pernah sepi dari aktivitas pelelangan, meskipun penawaran dari beberapa daerah kadang terhambat lantaran cuaca yang kurang bersahabat. Pelelangan di TPI Muara Angke dikunjungi oleh pembeli dari beberapa tempat di Jawa Barat seperti Bekasi, Tangerang, Bogor dan Bandung. Ikan yang dilelang di TPI Muara Angke adalah ikan hasil tangkapan yang langsung didaratkan oleh kapal. Ikan-ikan kiriman dari daerah lain seperti Indramayu, Pekalongan, Tegal, Palabuhanratu, Tuban, Cilacap, Lampung, dan Labuan masuk ke pasar grosir Muara Angke. Pelaksanaan sistem lelang yang terjadi di Muara Angke, terkadang ikan yang dilelang tidak ada pembelinya atau nelayan tidak mau menjual hasil tangkapannya di TPI. Setiap hasil tangkapan yang didaratkan di TPI harus dilelang, jika hasil tangkapannya tidak ingin dilelang, maka nelayan tersebut harus membeli hasil tangkapannya sendiri dan dikenakan retribusi 5%. TPI Muara Angke mengenal cara tersebut dengan istilah opow (istilah lokal). TPI Palabuhanratu sejak Tahun 2004 dikelola oleh KUD Mina, aktivitas pelelangan ikan tidak berjalan mulus sehingga hanya sedikit nelayan yang dapat merasakan manfaat adanya retribusi pelelangan. Hal tersebut sesuai dengan wawancara kepada beberapa orang nelayan dan pengelola KUD bahwa tidak ada pembagian tabungan nelayan ataupun asuransi kecelakaan di laut, yang ada hanyalah pembagian berupa sembako yang dilakukan setahun sekali menjelang lebaran Idul Fitri. Dana-dana nelayan lebih diarahkan pada penggunaan perayaan untuk penyambutan hajatan seperti hari nelayan dan hajatan lain yang sifatnya dapat dinikmati bersama. Upaya yang telah dilakukan oleh pengelola TPI untuk menggiatkan kembali aktivitas pelelangan ikan adalah berupa penyuluhan dan pendekatan persuasif kepada para nelayan dan pedagang agar bersedia untuk

26 144 kembali melaksanakan pelelangan ikan. Penyuluhan tersebut hanya dilakukan ketika ada acara tertentu yang bekerjasama dengan suatu instansi, tidak dilakukan secara rutin. Pengelola TPI juga melakukan studi banding ke beberapa pelabuhan perikanan yang melaksanakan aktivitas pelelangan untuk meninjau dan mencontoh pelaksanaan pelelangannya. Peneliti mengasumsikan bahwa produksi dan raman yang dihasilkan oleh TPI ketika menyelenggarakan pelelangan lebih besar dibandingkan bila TPI tidak menyelenggarakan pelelangan seperti yang terjadi di PPN Palabuhanratu sehingga retribusi yang diterima juga akan meningkat (Tabel 10). Hubungan antara hasil tangkapan dengan retribusi berdasarkan tabel di atas adalah semakin banyak hasil tangkapan yang diperoleh maka akan banyak pula retribusi yang dibayarkan, demikian pula jika harga ikan yang dilelang tinggi maka retribusi yang dibayarkan juga meningkat. Kenaikan atau penurunan hasil penjualan nelayan akan sangat mempengaruhi nilai retribusi (Yustiarani, 2008). Tabel 10 memperlihatkan penghitungan retribusi beberapa komoditas ikan tertentu untuk mengetahui selisih retribusi ketika ikan dipasarkan dengan lelang dan tanpa lelang. Peneliti hanya menghitung tiga jenis komoditas ikan tertentu sebagai contoh, dikarenakan informasi data yang terbatas saat dilapangan. Kondisi saat ini ketika pemasaran tidak lagi dilakukan lelang maka harga ikan yang terjual menjadi lebih rendah dibandingkan bila ikan tersebut diasumsikan dipasarkan melalui lelang. Asumsinya adalah bahwa pada saat ikan dipasarkan melalui lelang, maka harga ikan cenderung meningkat sehingga berpengaruh terhadap raman dan retribusi yang diterima juga mengalami peningkatan. Berbeda dengan kondisi saat ini dimana pemasaran ikan tidak lagi dilelang, harga jual ikan lebih rendah sehingga raman dan retribusi yang diterima juga rendah. Contoh kasus pada Tabel 10 adalah seharusnya jika terjadi pelelangan maka raman ikan cakalang, tuna dan tongkol yang dijual nelayan berturut-turut adalah Rp ,00; Rp ,00; dan Rp ,00 sehingga akan meningkatkan retribusi yang diterima oleh pengelola pelelangan, namun karena lelang belum berfungsi kembali maka raman ikan cakalang, tuna dan tongkol menjadi lebih rendah yaitu Rp ,00; Rp ,00 dan Rp ,00 sehingga retribusi yang diterima pengelola pelelangan cenderung

27 145 lebih rendah dibandingkan bila melalui lelang. Selisih retribusi tersebut mengakibatkan pemda kehilangan sebagian penerimaannya. Total selisih retribusi untuk tiga komoditas ikan dibawah adalah Rp ,50 dan selisih retribusi rata-rata yang tidak diterima untuk masing-masing komoditas ikan sebesar Rp ,83. Penjelasan pada Tabel 10 hanya terkait dengan komoditas ikan yang telah disebutkan dalam Tabel 9, tidak secara keseluruhan. Perlu adanya penghitungan untuk setiap komoditas ikan sehingga dapat mengetahui selisih retribusi yang tidak diterima akan menjadi lebih besar. Semakin tinggi selisih retibusi maka semakin besar kerugian TPI akibat tidak adanya lelang ikan karena pemasukan dari retribusi pelelangan ikan kecil.

28 79 Tabel 10 Selisih retribusi melalui pelelangan dan tanpa pelelangan di PPN Palabuhanratu, Mei 2009 Jenis ikan Produksi (kg) Harga per kg (Rp) Raman (Rp) Retribusi (Rp) Asumsi Asumsi Tanpa Asumsi melalui melalui Tanpa lelang melalui Tanpa lelang* lelang* lelang* lelang* lelang* Selisih retribusi* (Rp) Cakalang , , , , , , ,50 Tuna , , , , , , ,00 Tongkol , , , , , ,00 Total , , , , , , ,50 Rata-rata , , , , , , ,83 Sumber: TPI PPN Palabuhanratu, 2009 (*diolah kembali)

29 Analisis nilai riil retribusi (N RR ) yang diterima Pemda Aktivitas pelelangan ikan diatur dalam Perda Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2005 menyebutkan bahwa semua hasil penangkapan ikan di laut harus dijual secara lelang di TPI karena harus cepat terjual dengan harga yang layak sehubungan dengan sifat dari komoditi tersebut yang cepat busuk. Perda tersebut tidak menyebutkan pengecualian. Hal ini berarti bahwa untuk ikan komoditas ekspor juga seharusnya dilakukan pelelangan ikan di TPI. Hanya saja untuk ikan komoditas ekspor ini terdapat beberapa ketentuan yaitu ikan jenis tertentu yang akan diekspor diprioritaskan pelelangannya dan penanganannya dalam rangka menjaga kualitas ikan. Nilai riil retribusi (N RR ) yang diterima oleh Pemda berasal dari raman (nilai produksi) dari TPI yang pembagiannya sebesar 2,4% diperuntukkan bagi pemerintah daerah dan 2,6% untuk TPI yang penggunaannya telah diatur dalam Perda Jabar No 5 Tahun Nilai riil retribusi yang diterima oleh pemerintah daerah dapat dilihat berdasarkan penghitungan jumlah produksi dan nilai produksi dari TPI (Tabel 11). Berikut adalah nilai riil retribusi (N RR ) dari yang diterima TPI. Tabel 11 Nilai riil retribusi (N RR ) 5% yang diterima pengelola pelelangan, Tahun Jumlah Jumlah N RR * Produksi Raman (5% x nilai raman) (kg) (Rp) (Rp) , , , , , , , , ,378,471, , , , , , , , , ,00 Rata-rata , ,00 Sumber : TPI PPN Palabuhanratu, 2009 (*diolah kembali) Dana retribusi yang diterima oleh pengelola TPI PPN Palabuhanratu akan disetor sebagai PAD Kabupaten kepada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda)

30 81 yang sekarang beralih nama menjadi DPPKAD (Dinas Pengelolaan Pendapatan Kekayaan dan Aset Daerah) setelah diketahui oleh ketua KUD Mina Mandiri Sinar Laut. Dana yang disetor merupakan hak pemerintah daerah sebesar 2,4%. Besaran nilai 2,4% tersebut kemudian dibagi kedalam pos-pos yang telah ditentukan besaran persennya (lihat sub bab 2.3.2). Nilai riil retribusi (N RR ) pelelangan ikan yang disetor untuk PAD Kabupaten (Tabel 12) adalah sebagai berikut : Tabel 12 Nilai riil retribusi (N RR ) 2,4% bagi PAD Kabupaten, Tahun Raman Penerimaan pemda (PAD) (1.6%)* Pembagian PAD* Kabupaten/ Kota* Provinsi * BO TPI (0.80%)* (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) 2000 ** ** ** ** ** ** *** *** *** Rata-rata Sumber : TPI PPN Palabuhanratu, 2009 (*diolah kembali) Keterangan: ** : menggunakan Perda Provinsi No 9 Tahun 2000 ***: menggunakan Perda Provinsi No 5 Tahun 2005 Tabel di atas menunjukkan adanya perbedaan pembagian PAD bagi Pemerintah Kabupaten ataupun Pemerintah Provinsi dikarenakan penggunaan Perda yang berbeda pula. Tahun 2000 hingga 2005 menggunakan Perda Provinsi No 9 Tahun 2000 tentang Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan sedangkan tahun 2006 hingga sekarang menggunakan Perda Provinsi No 5 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan. Perbedaan dari kedua Perda tersebut terletak pada pengelompokkan jenis retribusi pelelangan ikan. Perda Provinsi Jabar No 9 Tahun 2000 menyebutkan bahwa retribusi pelelangan ikan termasuk jenis retribusi pasar gosir dan retribusi jasa usaha, namun dalam Perda Provinsi Jabar No 5 Tahun 2005 terjadi perubahan yang menyebutkan bahwa retribusi pelelangan ikan hanya sebagai retribusi jasa usaha sehingga

31 82 pembagian PAD untuk Pemerintah Daerah juga berbeda. Alasan lain penggunaan kedua Perda tersebut adalah mengenai perbedaan pembagian besarnya pemasukan bagi PAD antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Perda No 9 Tahun 2000 menetapkan pembagian PAD untuk Pemerintah Kabupaten/Kota sebesar 0,8% dan Pemerintah Provinsi sebesar 0,8%, namun Perda No 5 Tahun 2005 menetapkan besaran pembagian PAD untuk Pemerintah Kabupaten/Kota sebesar 1% sedangkan untuk Pemerintah Provinsi sebesar 0,6%. Biaya operasional TPI yang ditetapkan pada Perda No 9 Tahun 2000 dan Perda No 5 Tahun 2005 adalah sama yaitu sebesar 0,8% Analisis nilai retribusi yang seharusnya (N RS ) diterima Pemda Nilai retribusi yang seharusnya (N RS ) diterima oleh pemerintah daerah dihitung berdasarkan data jumlah produksi dan nilai produksi ikan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu sejak tahun 2000 hingga Nilai retribusi yang seharusnya (N RS ) diterima diperoleh dari nilai produksi dikalikan 5% sebagai tarif retribusi (Tabel 13). Nilai retribusi yang seharusnya (N RS ) diterima oleh PAD tertera dalam Tabel 14: Tabel 13 Nilai retribusi yang seharusnya (N RS ) 5% diterima pengelola pelelangan, Tahun Jumlah Jumlah N RS * Produksi Raman (5% x nilai raman) (kg) (Rp) (Rp) , , , , , , , , ,00 Rata-rata ,00 Sumber : PPN Palabuhanratu, 2009 (*diolah kembali) Tabel 14 Nilai retribusi yang seharusnya (N RS ) 2,4% bagi PAD Kabupaten, Tahun Raman Penerimaan pemda (PAD) (1.6%)* Pembagian PAD* Kabupaten/ Kota* Provinsi* BO TPI (0.80%)* (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

32 ** ** ** ** ** ** *** *** *** Rata-rata Sumber : PPN Palabuhanratu, 2009 (*diolah kembali) Keterangan: ** : menggunakan Perda Provinsi No 9 Tahun 2000 ***: menggunakan Perda Provinsi No 5 Tahun 2005 Telah disebutkan dalam tahapan di atas bahwa terdapat perbedaan penggunaan Perda Provinsi dalam penentuan besaran pembagian PAD bagi Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi. Sejak Tahun 2000 hingga 2005 menggunakan Perda Provinsi No 9 Tahun 2000 tentang Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan. Tahun 2006 hingga sekarang menggunakan Perda Provinsi No 5 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan. Perbedaan kedua Perda tersebut terletak pada pengelompokkan jenis retribusi pelelangan ikan. Perda Provinsi Jabar No 9 Tahun 2000 menyebutkan bahwa retribusi pelelangan ikan termasuk jenis retribusi pasar gosir dan retribusi jasa usaha, namun dalam Perda Provinsi Jabar No 5 Tahun 2005 terjadi perubahan yang menyebutkan bahwa retribusi pelelangan ikan hanya sebagai retribusi jasa usaha sehingga pembagian PAD untuk Pemerintah Daerah juga berbeda. Alasan lain penggunaan kedua Perda tersebut adalah mengenai perbedaan pembagian besarnya pemasukan bagi PAD antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Perda No 9 Tahun 2000 menetapkan pembagian PAD untuk Pemerintah Kabupaten/Kota sebesar 0,8% dan Pemerintah Provinsi sebesar 0,8%, namun Perda No 5 Tahun 2005 menetapkan pembagian PAD untuk Pemerintah Kabupaten/Kota sebesar 1% sedangkan untuk Pemerintah Provinsi sebesar 0,6%. Biaya operasional TPI yang ditetapkan pada Perda No 9 Tahun 2000 dan Perda No 5 Tahun 2005 adalah sama yaitu sebesar 0,8% Potensi penerimaan PAD perikanan dari retribusi pelelangan ikan

33 84 Nilai riil retribusi (N RR ) yang diterima penyelenggara pelelangan berbeda jauh dengan nilai retribusi yang seharusnya (N RS ) diterima. Nilai riil retribusi lebih kecil daripada nilai retribusi yang seharusnya diterima. Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa nilai riil retribusi (N RR ) yang disetor kepada pemerintah daerah relatif lebih kecil dari nilai retribusi yang seharusnya (N RS ) diterima (Tabel 15). Nilai rata-rata pertahun retribusi yang seharusnya diterima pemerintah daerah sebesar Rp ,00 lebih besar dari nilai riil retribusi yang diterima oleh Pemda yaitu hanya sebesar Rp ,00 (N RS >N RR ). Hal tersebut mengindikasikan terjadi selisih potensi penerimaan dengan belum aktifnya kembali pelelangan ikan. Selisih potensi penerimaan yang dialami pemerintah daerah per tahunnya mencapai kisaran rata-rata sebesar Rp ,00. Tabel 15 Selisih potensi penerimaan PAD Sukabumi, Tahun Pelabuhan * (NRS) Retribusi 5% * (Rp) TPI * (NRR) Selisih potensi penerimaan (Rp) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,80 Rataan , , ,14

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 50 5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Pelabuhan Perikanan, termasuk Pangkalan Pendaratan Ikan (PP/PPI) dibangun untuk mengakomodir berbagai kegiatan para

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

PETA LOKASI PENELITIAN 105

PETA LOKASI PENELITIAN 105 91 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian lapang dilakukan pada bulan Mei - Juni 2009 bertempat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. 106 20 ' 10 6 0 '

Lebih terperinci

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN

5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 56 5 KETERLIBATAN TENGKULAK DALAM PENYEDIAAN MODAL NELAYAN 5.1 Bentuk Keterlibatan Tengkulak Bentuk-bentuk keterlibatan tengkulak merupakan cara atau metode yang dilakukan oleh tengkulak untuk melibatkan

Lebih terperinci

6 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 53 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Pengelolaan Aktifitas di Tempat Pelelangan Ikan PPI Muara Angke 6.1.1 Aktivitas pra pelelangan ikan Aktivitas pra pelelangan ikan diawali pada saat ikan berada di atas dermaga

Lebih terperinci

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG

6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG 66 6 BESARAN KERUGIAN NELAYAN DALAM PEMASARAN TANPA LELANG Hubungan patron-klien antara nelayan dengan tengkulak terjadi karena pemasaran hasil tangkapan di TPI dilakukan tanpa lelang. Sistim pemasaran

Lebih terperinci

6 KEMAMPUAN PELELANGAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 KEMAMPUAN PELELANGAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 6 KEMAMPUAN PELELANGAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE pelelangan ikan adalah kemampuan atau keahlian yang dimiliki baik secara teknis atau secara pemahaman dari pengelola pelelangan dalam menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 31 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif (Umar, 2004). Desain ini bertujuan untuk menguraikan karakteristik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI PELELANGAN IKAN PADA PELABUHAN PERIKANAN PANTAI

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI PELELANGAN IKAN PADA PELABUHAN PERIKANAN PANTAI PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI PELELANGAN IKAN PADA PELABUHAN PERIKANAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG Menimbang :

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Pendaratan dan Pelelangan Hasil Tangkapan 1) Pendaratan Hasil Tangkapan Aktivitas pendaratan hasil tangkapan terdiri atas pembongkaran

Lebih terperinci

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 76 6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE Fasilitas PPI Muara Angke terkait penanganan hasil tangkapan diantaranya adalah ruang lelang TPI, basket, air bersih, pabrik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover)

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara optimal dapat menjadi penggerak utama (prime mover) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dan 81.000 km panjang garis pantai, memiliki potensi beragam sumberdaya pesisir dan laut yang

Lebih terperinci

6 EFISIENSI PENDARATAN DAN PENDITRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

6 EFISIENSI PENDARATAN DAN PENDITRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 67 6 EFISIENSI PENDARATAN DAN PENDITRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 6.1 Efisiensi Teknis Pendaratan Hasil Tangkapan Proses penting yang perlu diperhatikan setelah ikan ditangkap adalah proses

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 20112010 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

4 METODOLOGI PENELITIAN

4 METODOLOGI PENELITIAN 24 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2011. Adapun tempat pelaksanaan penelitian yaitu Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke. 4.1

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN

Lebih terperinci

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN 62 5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, kimiawi, enzimatis dan mikrobiologi yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PENYELENGGARAAN PELELANGAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN. 1. Sejarah Berdirinya TPI Lempasing

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN. 1. Sejarah Berdirinya TPI Lempasing BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum TPI Lempasing 1. Sejarah Berdirinya TPI Lempasing Pembentukan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas Pelabuhan Perikanan (UPTD-PP) ditetapkan berdasarkan Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada pertumbuhan tanaman, hewan, dan ikan. Pertanian juga berarti kegiatan pemanfaatan sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES. Nomor : 6 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES. Nomor : 6 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 6 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

5 PELELANGAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

5 PELELANGAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 5 PELELANGAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE 5.1 Proses pelelangan aktual di PPI Muara Angke Proses pelelangan ikan adalah salah satu mata rantai rangkaian kegiatan usaha perikanan tangkap yang secara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan oleh

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan urusan bidang kelautan dan perikanan khususnya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) berdasarkan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

6 KEMAMPUAN PELELANGAN PENGELOLA TPI PPN PALABUHANRATU

6 KEMAMPUAN PELELANGAN PENGELOLA TPI PPN PALABUHANRATU 6 KEMAMPUAN PELELANGAN PENGELOLA TPI PPN PALABUHANRATU Kemampuan pelelangan ikan adalah kemampuan atau keahlian yang dimiliki baik secara teknis maupun secara manajemen pengelola pelelangan dalam menyelenggarakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 6 Tahun : 2010 Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan urusan bidang kelautan dan perikanan khususnya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) berdasarkan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm 102 108 ISSN 0126-4265 Vol. 41. No.1 PERANAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DALAM PEMASARAN IKAN HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KEC.

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa Tempat

Lebih terperinci

DAMPAK PELELANGAN TERHADAP STABILISASI HARGA IKAN PADA TINGKAT PRODUSEN DI PANTAI UTARA JAWA

DAMPAK PELELANGAN TERHADAP STABILISASI HARGA IKAN PADA TINGKAT PRODUSEN DI PANTAI UTARA JAWA DAMPAK PELELANGAN TERHADAP STABILISASI HARGA IKAN PADA TINGKAT PRODUSEN DI PANTAI UTARA JAWA Oleh : Victor T. Manurung dan Mat Syukuro ABSTRAK Pemasaran ikan pada tingkat produsen merupakan masalah yang

Lebih terperinci

6 EFISIENSI DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

6 EFISIENSI DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 44 6 EFISIENSI DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 6.1 Harga Hasil Tangkapan 6.1.1 Harga pembelian hasil tangkapan Hasil tangkapan yang dijual pada proses pelelangan di PPI Tegal Agung, Karangsong dan Eretan Kulon

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG Menimbang BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN TEMPAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI PELELANGAN IKAN DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perikanan skala kecil. Menurut Hermawan (2005) cit. Rahmi,dkk (2013), hanya

BAB I PENDAHULUAN. perikanan skala kecil. Menurut Hermawan (2005) cit. Rahmi,dkk (2013), hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum perikanan tangkap di Indonesia masih didominasi oleh usaha perikanan skala kecil. Menurut Hermawan (2005) cit. Rahmi,dkk (2013), hanya 15% usaha perikanan

Lebih terperinci

5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO

5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO 59 5. SANITASI DAN HIGIENITAS DERMAGA DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI PPP LAMPULO 5.1 Kondisi Sanitasi Aktual di Dermaga dan Tempat Pelelangan Ikan PPP Lampulo (1) Kondisi dermaga Keberhasilan aktivitas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 1 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN AKTIVITAS PELELANGAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT

KAJIAN PENGELOLAAN AKTIVITAS PELELANGAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT KAJIAN PENGELOLAAN AKTIVITAS PELELANGAN IKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT HENDRI DWIYANTI SKRIPSI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Peranan perikanan tangkap sebagai salah satu ujung tombak dari semua kegiatan perikanan disamping perikanan budidaya, menjadikan perikanan tangkap menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN 5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN Aktivitas pendistribusian hasil tangkapan dilakukan untuk memberikan nilai pada hasil tangkapan. Nilai hasil tangkapan yang didistribusikan sangat bergantung kualitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pasar Ciroyom Bermartabat terletak di pusat Kota Bandung dengan alamat Jalan Ciroyom-Rajawali. Pasar Ciroyom

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

6 AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS

6 AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS 99 6 AKTIVITAS PENDARATAN DAN PEMASARAN HASIL TANGKAPAN DI PANGKALAN-PANGKALAN PENDARATAN IKAN KABUPATEN CIAMIS 6.1 PPI Pangandaran 6.1.1 Aktivitas pendaratan hasil tangkapan Sebagaimana telah dikemukakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat : : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, a. bahwa untuk menjamin kelancaran

Lebih terperinci

PETA LOKASI PENELITIAN 105

PETA LOKASI PENELITIAN 105 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2011 di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu dan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Cisolok,

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN DAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Unisba.Repository.ac.id BAB I PENDAHULUAN Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di Bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan segenap makhluk hidup. Allah Berfirman dalam Al-Qur an Surat An-Nahl, ayat 14 yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 506 TAHUN : 2001 SERI : B PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 9 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirubah yakni dari ikan yang dijual sendiri-sendiri menjadi ikan dijual secara lelang

BAB I PENDAHULUAN. dirubah yakni dari ikan yang dijual sendiri-sendiri menjadi ikan dijual secara lelang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara tradisional setelah nelayan memperoleh hasil ikan tangkapan, mereka lalu mencoba menjual sendiri kepada konsumen setempat melalui cara barter atau dengan nilai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2009 SERI C.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2009 SERI C.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2009 SERI C.2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PENDEKATAN VALUE FOR MONEY UNTUK PENILAIAN KINERJA TEMPAT PELELANGAN IKAN MUARA ANGKE

PENDEKATAN VALUE FOR MONEY UNTUK PENILAIAN KINERJA TEMPAT PELELANGAN IKAN MUARA ANGKE Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No.1, Mei 2012 Hal: 15-21 PENDEKATAN VALUE FOR MONEY UNTUK PENILAIAN KINERJA TEMPAT PELELANGAN IKAN MUARA ANGKE (Value for money Approach For The Fish Auction Performance

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Desa Blanakan Desa Blanakan merupakan daerah yang secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan Menurut Lubis (2000), Pelabuhan Perikanan adalah suatu pusat aktivitas dari sejumlah industri perikanan, merupakan pusat untuk semua kegiatan perikanan,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN Menimbang Mengingat : : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN LOKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DI KAWASAN PESISIR UTARA KABUPATEN SIKKA NUSA TENGGARA TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : FRANSISKUS LAKA L2D 301 323 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTANN TENGAH

KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTANN TENGAH BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTANN TENGAH PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POSO, Menimbang : a. bahwa retribusi jasa usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) 2.1.1. Pengertian Tempat Pelelangan Ikan TPI kalau ditinjau dari menejemen operasi, maka TPI merupakan tempat penjual jasa pelayanan antara lain

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. dan juru masak, walaupun mereka tidak secara langsung melakukan. secara langsung maupun tidak langsung.

BAB IV ANALISIS DATA. dan juru masak, walaupun mereka tidak secara langsung melakukan. secara langsung maupun tidak langsung. BAB IV ANALISIS DATA A. Implementasi Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lempasing Nelayan adalah orang yang aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan di laut termasuk didalamnya ahli mesin,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR 1 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PANGKALAN PENDARATAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN

Lebih terperinci

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN

7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 78 7 SOLUSI KEBIJAKAN YANG DITERAPKAN PEMERINTAH TERKAIT SISTEM BAGI HASIL NELAYAN DAN PELELANGAN 7.1 Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait sistem bagi hasil nelayan dan pelelangan Menurut

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN BAGIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KABUPATEN WAKATOBI TAHUN 2013

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa Tempat Pelelangan Ikan adalah merupakan sarana bagi

Lebih terperinci

PERATURANDAERAH KABUPATENBATANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAANTEMPAT PELELANGANIKAN DENGAN RAHMATTUHANYANGMAHA ESA BUPATI BATANG,

PERATURANDAERAH KABUPATENBATANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAANTEMPAT PELELANGANIKAN DENGAN RAHMATTUHANYANGMAHA ESA BUPATI BATANG, PERATURANDAERAH KABUPATENBATANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAANTEMPAT PELELANGANIKAN DENGAN RAHMATTUHANYANGMAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin kelancaran dan ketertiban pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet

BAB I PENDAHULUAN. Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia atau bumi adalah planet ketiga dari matahari yang merupakan planet terpadat dan terbesar kelima dari delapan planet dalam tata surya yang digunakan sebagai tempat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, pres-lambang01.gif (3256 bytes) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan 78 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan 1. Keadaan Geografis Kecamatan Teluk Betung Selatan merupakan salah satu dari 20 kecamatan yang terdapat di Kota Bandar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI SUMBAWA BARAT NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2009 NOMOR 12

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2009 NOMOR 12 LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2009 NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

BAB II JASA USAHA PELAYANAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) Pasal 2

BAB II JASA USAHA PELAYANAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) Pasal 2 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA PELAYANAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DUMAI, Menimbang : a. bahwa Pangkalan Pendaratan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG

PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PARIGI MOUTONG, Menimbang :

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUNAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI)

LAPORAN TAHUNAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK LAPORAN TAHUNAN TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) R AH A S I A BLOK I. KETERANGAN IDENTITAS 1. Provinsi 2. Kabupaten/Kota *) 3. Kecamatan 4. Desa/Kelurahan *) 5. Data

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI KOTA DUMAI Hasil Rapat Bersama DPRD Tanggal 21 Juli 2008 LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI Nomor : 09 Tahun 2008 Seri : B Nomor 04 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 09 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN PETUNJUK TEKNIS PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP.. Rumahtangga Nelayan Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang berperan dalam menjalankan usaha perikanan tangkap. Potensi sumberdaya

Lebih terperinci

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU 1 EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU Oleh Safrizal 1), Syaifuddin 2), Jonny Zain 2) 1) Student of

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat.

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2009 di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. 3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 5 TAHUN 2011 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan terutama diarahkan untuk meningkatkan produktivitas, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan taraf hidup dan kesejahteran nelayan

Lebih terperinci

RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN ATAU PERTOKOAN YANG DIPERUNTUKAN BAGI PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN

RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN ATAU PERTOKOAN YANG DIPERUNTUKAN BAGI PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 13 TAHUN 2001 SERI B.7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR DAN ATAU PERTOKOAN YANG DIPERUNTUKAN BAGI PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung

BAB I. PENDAHULUAN. Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelabuhan perikanan merupakan pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya.

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA (TEMPAT PELELANGAN IKAN) DENGAN

Lebih terperinci

6. TINGKATAN MUTU HASIL TANGKAPAN DOMINAN DIPASARKAN DAN POTENSI KERUGIAN PENGGUNA PPP LAMPULO

6. TINGKATAN MUTU HASIL TANGKAPAN DOMINAN DIPASARKAN DAN POTENSI KERUGIAN PENGGUNA PPP LAMPULO 91 6. TINGKATAN MUTU HASIL TANGKAPAN DOMINAN DIPASARKAN DAN POTENSI KERUGIAN PENGGUNA PPP LAMPULO 6.1 Tingkatan Mutu Hasil Tangkapan yang Dominan Dipasarkan di PPP Lampulo Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS

PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PEMERINTAH KABUPATEN SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEII DARUSSALAM NOMOR 19 TAHUN 2002

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEII DARUSSALAM NOMOR 19 TAHUN 2002 QANUN PROVINSI NANGGROE ACEII DARUSSALAM NOMOR 19 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI PASAR GROSIR PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG. Tahun 2009 Nomor 4 Seri CA Nomor 13 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG. Tahun 2009 Nomor 4 Seri CA Nomor 13 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG Tahun 2009 Nomor 4 Seri CA Nomor 13 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BATANG Tahun 2009 Nomor 4 Seri C Nomor 1 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 12 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 12 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG 380 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS KAB. CIAMIS TAHUN : 2011 NOMOR : 12 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER ANALISIS FUNGSI KELEMBAGAAN NON-PASAR (NON- MARKET INSTITUTIONS) DALAM EFISIENSI ALOKASI SUMBERDAYA PERIKANAN (Studi Kasus: Pelabuhanratu, Kab. Sukabumi) RIAKANTRI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2006 Menimbang TENTANG RETRIBUSI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR,

Lebih terperinci