KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2011 Direktur Jenderal Hortikultura. Dr. Ir. Hasanuddin Ibrahim, Sp.I NIP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2011 Direktur Jenderal Hortikultura. Dr. Ir. Hasanuddin Ibrahim, Sp.I NIP"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Rencana Strategis (Renstra) dirancang sebagai acuan untuk menyusun kebijakan, strategi, program dan kegiatan pengembangan hortikultura. Dokumen Renstra tersebut berisi visi, misi dan tujuan Direktorat Jenderal Hortikultura yang untuk selanjutnya dijabarkan dalam kegiatan Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Hortikultura. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Hortikultura sabagaimana tertuang dalam Peraturan Mentan Nomor 21/Permentan/ OT.140/7/2006 tanggal 7 Juli 2006 dan dengan berpedoman kepada PP RI No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN serta Rencana Strategi Kementerian Pertanian , maka telah disusun Renstra Direktorat Jenderal Hortikultura tahun Penyusunan Renstra Direktorat Jenderal Hortikultura Edisi Revisi tahun diharapkan mampu mendorong pencapaian kinerja pembangunan hortikultura baik di tingkat pusat maupun provinsi, kabupaten dan kota. Dokumen Renstra ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi Eselon II dan seluruh pegawai lingkup Direktorat Jenderal Hortikultura serta pihak-pihak yang terkait baik dari lembaga pemerintah, swasta maupun masyarakat Indonesia dalam merencanakan, melaksanakan dan mengagendakan pembangunan hortikultura di Indonesia, Akhirnya kepada semua pihak yang telah menyumbangkan pemikiran dalam penyusunan Renstra ini diucapkan terimakasih. Semoga dokumen Renstra ini bermanfaat untuk mensukseskan pembangunan hortikultura dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat lainnya. Jakarta, Desember 2011 Direktur Jenderal Hortikultura Dr. Ir. Hasanuddin Ibrahim, Sp.I NIP RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun i

2

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1 B. Tujuan Penyusunan Renstra...2 C. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Hortikultura... 3 BAB II POTENSI PERMASALAHAN DAN TANTANGAN...5 A. Potensi, Permasalahan dan Tantangan Potensi Permasalahan Tantangan...9 BAB III CAPAIAN KINERJA A. Makro Ekonomi Produk Domestik Bruto (PDB) Tenaga Kerja Neraca Perdagangan Nilai Tukar Petani (NTP)...15 B. Produksi Produksi Komoditas Hortikultura Pengembangan Perbenihan Pengembangan Perlindungan Pengembangan Kelembagaan...29 C. Ketersediaan dan Konsumsi...29 BAB IV VISI, MISI DAN TUJUAN...31 A. Visi...31 B. Misi...32 C. Tujuan...33 BAB V TARGET UTAMA DAN SASARAN STRATEGIS...35 A. Target Utama...35 B. Sasaran Strategis Produksi Hortikultura Jumlah Ketersediaan Benih Bermutu Luas Serangan OPT Utama Hortikultura Terhadap Total Luas Panen...41 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun ii

4 BAB VI ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, RENCANA AKSI DAN LANGKAH OPERASIONAL...43 A. Arah Kebijakan...43 B. Strategi...44 C. Rencana Aksi...51 D. Langkah Operasional...55 BAB VII PROGRAM DAN KEGIATAN...57 A. Program Direktorat Jenderal Hortikultura...57 B. Kegiatan...57 BAB VIII PENUTUP...61 LAMPIRAN-LAMPIRAN...63 iii RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

5 DAFTAR TABEL Tabel 1. Perbandingan Nilai PDB Subsektor Hortikultura Terhadap Subsektor Tahun Berdasarkan Harga Berlaku (Trilyun Rupiah)...12 Tabel 2. Perkembangan Produksi Komoditas Hortikultura Tahun Tabel 3. Kebutuhan dan Ketersediaan BenihMemberikan sertifi kat sertifi Kelembagaan Perbenihan Hortikultura Indonesia Tabel 4. Perkembangan Luas Serangan OPT Hortikultura Tahun Tabel 5. Hasil Analisa Residu Pestisida Tahun Pada Buah dan Sayuran...28 Tabel 6. Target Produksi Hortikultura Tahun RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun iv

6

7 DAFTAR GRAFIK Grafi k 1. Nilai PDB Hortikultura Tahun Berdasarkan Harga Berlaku (Trilyun Rupiah) Grafi k 2. Perbandingan Nilai PDB Subsektor Hortikultura Terhadap Subsektor Lain Tahun 2009 (Berdasarkan Harga Berlaku) Grafi k 3. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Hortikultura Tahun (US$)...13 Grafi k 4. Perkembangan Volume Ekspor Komoditas Hortikultura Tahun (Kg)...13 Grafi k 5. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Hortikultura Tahun Grafi k 7. Perkembangan Volume Ekspor Benih Hortikultura Tahun Grafi k 6. Perkembangan Volume Impor Komoditas Hortikultura Tahun Grafi k 8. Perkembangan Volume Impor Benih Hortikultura Tahun (Kg)...14 Grafi k 9. Perkembangan Total Ekspor Hortikultura Tahun Grafi k 11. Nilai Tukar Petani Subsektor Hortikultura...15 Grafi k 10. Perkembangan Total Impor Hortikultura Tahun Grafi k 12. Jumlah Jenis Tanaman Hortikultura dari Varietas yang Telah Dilepas Oleh Menteri Pertanian Pada Tahun Grafi k 13. Jumlah Varietas Hortikultura yang Telah Dilepas Oleh Menteri Pertanian Pada Tahun Grafi k 14. Ketersediaan dan Konsumsi Buah Pada Tahun Grafi k 15. Ketersediaan dan Konsumsi Sayur Pada Tahun Grafi k 16. Kelompok Jenis Komoditas Hortikultura...36 Grafi k 17. Sasaran Produksi Komoditas Hortikultura Tahun Grafi k 18. Laju Pertumbuhan Sasaran Produksi Per Komoditas Tahun (%)...37 Grafi k 19. Target Ketersediaan Benih Bermutu Hortikultura Tahun Grafi k 20. Prosentasi Luas Serangan OPT Utama Hortikultura terhadap Total Luas Panen Tahun RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun v

8

9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah rumah tangga yang mengandalkan sumber pendapatan dari sub sektor hortikultura, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Pembangunan hortikultura juga meningkatkan nilai dan volume perdagangan internasional atas produk hortikultura nasional dan ketersediaan sumber pangan masyarakat. Kontribusi sub sektor hortikultura ke depan akan dapat lebih ditingkatkan melalui peningkatan peran dan tanggung jawab Direktorat Jenderal Hortikultura yang bersinergi dengan para pemangku kepentingan (stakeholders). Hortikultura memegang peran penting dan strategis karena perannya sebagai komponen utama pada Pola Pangan Harapan. Komoditas hortikultura khususnya sayuran dan buah-buahan memegang bagian terpenting dari keseimbangan pangan, sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Jumlah penduduk Indonesia yang besar sebagai konsumen produk hortikultura yang dihasilkan petani, merupakan pasar yang sangat potensial, dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan semakin meningkat dalam jumlah dan persyaratan mutu yang diinginkan. Komoditas hortikultura juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura (buah, sayur, fl orikultura dan tanaman obat) dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar. Selain itu komoditas hortikultura memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat. Pasokan produk hortikultura nasional diarahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri, baik melalui pasar tradisional, pasar modern, maupun pasar luar negeri (ekspor). RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

10 Ketersediaan sumberdaya hayati dan sumberdaya lahan, apabila dikelola secara optimal akan menjadi sumber kegiatan usaha ekonomi yang bermanfaat untuk penanggulangan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja di perdesaan maupun perkotaan. Potensi tersebut sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal karena beberapa permasalahan yang dihadapi dalam usaha hortikultura. Permasalahan tersebut antara lain: rendahnya produktivitas, lokasi usaha yang terpencar, skala usaha yang kecil, manajemen usaha yang belum efi sien, kebijakan dan regulasi di bidang perbankan yang belum berpihak kepada petani, sarana transportasi yang belum memadai, persyaratan ekspor negara tujuan yang sangat rumit, dan derasnya persaingan produk impor. Berbagai permasalahan tersebut menyebabkan usaha hortikultura belum mampu menghasilkan produk yang memiliki daya saing terhadap produk hortikultura yang berasal dari negara lain. Untuk itu diperlukan dukungan dan sinergi seluruh pemangku kepentingan untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut. Dalam upaya memanfaatkan potensi dan peluang pengembangan hortikultura, serta menghadapi berbagai tantangan dan hambatan maka perlu dirumuskan suatu rancangan yang strategi, sehingga memberikan hasil, manfaat dan dampak yang optimal bagi berbagai pihak. Penyusunan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Hortikultura mengacu kepada Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra-KL) yang diterbitkan oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas Tahun 2009; Undangundang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional bahwa Pimpinan Kementerian/Lembaga berkewajiban untuk menyiapkan Rencana Strategis sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. B. Tujuan Penyusunan Renstra Renstra Direktorat Jenderal Hortikultura adalah dokumen perencanaan yang menggambarkan visi, misi, tujuan, sasaran utama dan sasaran strategis, arah kebijakan, strategi pencapaian, program dan kegiatan dari Direktorat Jenderal Hortikultura dalam lima tahun ke depan yang diarahkan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan selaras dengan kebijakan Kementerian Pertanian. 2 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

11 Renstra Direktorat Jenderal Hortikultura ditujukan untuk dimanfaatkan sebagai panduan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan hortikultura periode oleh semua pemangku kepentingan yang terkait dengan pembangunan hortikultura, maka dalam penyusunan Renstra Hortikultura dilakukan melalui analisa strategis atas potensi, permasalahan dan tantangan dengan memperhatikan isu aktual terkait bidang hortikultura di masa sekarang dan kecenderungannya di masa mendatang. Renstra Direktorat Jenderal Hortikultura merupakan penterjemahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional di bidang produksi dan pasca panen hortikultura. Dokumen ini selanjutnya diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan bagi unit di lingkup Direktorat Jenderal Hortikultura serta mitra kerja di propinsi maupun kabupaten dalam melaksanakan pengembangan hortikultura periode , sehingga diharapkan akan tercapai sasaran hortikultura : industrial tangguh yang efisien dan berdaya saing secara terintegrasi bersama stakeholders atau pemangku kepentingan terkait lainnya yang pada gilirannya memberi nilai tambah bagi petani hortikultura Indonesia. Renstra ini juga dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari matriks kinerja program dan kegiatan, matriks pendanaan untuk melaksanakan program dan kegiatan tersebut, serta sasaran produksi komoditas utama hortikultura C. Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Hortikultura Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Direktorat Jenderal Hortikultura mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang hortikultura. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Hortikultura menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura; 2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura; 3. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura; 4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbenihan, budidaya, perlindungan, dan pascapanen hortikultura; dan 5. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Hortikultura. RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

12 4 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

13 BAB II POTENSI, PERMASALAHAN DAN TANTANGAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA Potensi Iklim dan agroekosistem yang sesuai, tersedianya sumberdaya genetik yang melimpah, tersedianya SDM (petani dan petugas), dukungan kebijakan pemerintah, jumlah penduduk besar Permasalahan: Kebun terpencar/ campur/ tidak teratur/ skala usaha kecil; benih bermutu belum cukup tersedia; ancaman organisme pengganggu tanaman dan Dampak Perubahan Iklim (DPI); penurunan mutu dan kehilangan hasil; keterbatasan pengetahuan petani dan jejaring kerja; kontinuitas pasokan tergantung musim panen; gejolak/ fluktuasi harga; disparitas harga produk di tingkat petani dan konsumen; hambatan distribusi produk. A. Potensi, Permasalahan dan Tantangan Indonesia sebagai negara dengan iklim tropis mempunyai keunggulan komparatif di bidang pertanian, karena dengan kondisi iklim tersebut memberikan kekayaan yang tak ternilai bagi sumberdaya alamnya. Untuk mengetahui potensi dan permasalahan dalam pengembangan hortikultura dilakukan analisa SWOT sebagai berikut : 1. Potensi Potensi berasal dari kekuatan (strength) yang dapat mendukung pengembangan hortikultura yaitu: a. Iklim dan Agroekosistem yang sesuai Kondisi iklim dan agroekosistem Indonesia sangat sesuai untuk budidaya berbagai komoditas hortikultura, terutama hortikultura tropis. Budidaya hortikultura dapat dilakukan sepanjang tahun di seluruh wilayah tanpa terpengaruh perbedaan musim yang terlalu signifikan. Sementara variasi agroekosistem yang RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

14 dimiliki Indonesia juga memungkinkan budidaya bermacam-macam hortikultura dilakukan di berbagai wilayah di seluruh Indonesia. b. Tersedianya Sumberdaya Genetik yang melimpah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara mega biodiversity di dunia. Berbagai sumberdaya genetik yang merupakan potensi usaha hortikultura tersedia di wilayah Indonesia. Masih banyak sumberdaya genetik tersebut yang belum termanfaatkan dengan optimal, yang dapat dimanfaatkan untuk pemuliaan sebagai varietas unggul hortikultura. c. Tersedianya Sumber Daya Manusia ( Petani dan Petugas) Tingginya jumlah penduduk yang sebagian besar berada di pedesaan merupakan potensi tenaga kerja untuk pengembangan hortikultura. Hingga saat ini kira-kira 4 juta tenaga kerja menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian bidang hortikultura. Disisi lain jumlah petugas pertanian yang mengawal pembangunan pertanian mulai di tingkat provinsi, kabupaten dan kecamatan termasuk petugas penyuluh, pengawas benih, pengamat hama dan penyakit tanaman, merupakan potensi kekuatan dalam mendukung keberhasilan pembangunan hortikultura. d. Dukungan Kebijakan Pemerintah Adanya dukungan kebijakan pemerintah terhadap pengembangan hortikultura dengan diterbitkannya Undang-Undang Budidaya Pertanian No. 12 Tahun 1992, Peraturan Menteri Pertanian No. 48/ Permentan/ OT.140/ 10/ 2009, tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1996 tentang Perbenihan serta Peraturan Menteri Pertanian No. 37/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan dan Penarikan Varietas, Permentan No. 38/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Benih dan Peraturan Menteri Pertanian No. 39/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Produksi, Sertifi kasi dan Peredaran Benih Bina, Permentan No. 44/Permentan/ot.140/10/2009 tentang Penanganan Pasca Panen yang baik. Adanya Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura menjadi payung hukum untuk mendorong pembangunan hortikultura. e. Jumlah penduduk besar Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar merupakan pasar dalam negeri yang potensial bagi produk hortikultura. Pada tahun 2009 jumlah penduduk Indonesia tercatat sebesar jiwa dengan 6 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

15 pertumbuhan 1,25 % pertahun. Saat ini konsumsi buah dan sayur menurut WHO pada tahun 2009 mencapai 64,45 kg/kapita/tahun sedangkan di Indonesia konsumsi buah pada tahun 2009 baru mencapai 32,59 kg/ kapita/tahun, konsumsi sayur baru mencapai 40,09 kg/kapita/tahun. Konsumsi buah dan sayur penduduk Indonesia masih bisa ditingkatkan sejalan dengan program Indonesia sehat menurut anjuran WHO, sehingga dapat menghela peningkatan produksi. 2. Permasalahan dan Tantangan Meskipun memiliki potensi yang besar, pembangunan hortikultura masih menghadapi permasalahan berkenaan dengan penerapan teknologi, kondisi sumberdaya alam, prasarana dan sarana produksi, sumberdaya manusia dan kelembagaan. Permasalahan tersebut berasal dari kelemahan (weakness) yaitu: a. Kebun terpencar/ campur/ tidak teratur/ skala usaha kecil Rataan kepemilikan lahan petani pedesaan sebesar 0,41 ha dan 0,69 ha masing-masing di Jawa dan luar Jawa. Kondisi tersebut antara lain disebabkan oleh meningkatnya konversi lahan pertanian untuk keperluan pemukiman dan fasilitas umum serta terjadinya fragmentasi lahan karena proses pewarisan khususnya untuk lahan beragroekosistem sawah dan lahan kering. Keterbatasan kepemilikan lahan petani menyebabkan terbatasnya jumlah pasokan. Di satu sisi status penguasaan lahan oleh sebagian besar petani belum memiliki legalitas yang kuat dalam bentuk sertifi kat sehingga lahan belum bisa dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh modal usaha melalui perbankan. b. Benih bermutu belum cukup tersedia Saat ini industri perbenihan belum berkembang karena membutuhkan investasi yang cukup besar. Tidak banyak swasta yang mau menanamkan investasi di perusahaan perbenihan. Di sisi lain sistem perbenihan belum didukung secara optimal oleh subsistem pengembangan varietas untuk mengantisipasi perubahan dan perkembangan selera masyarakat, subsistem produksi dan distribusi benih, subsistem perbaikan mutu melalui sertifi kasi dan pelabelan dan subsistem kelembagaan, dan lebih menekankan pada tanaman pangan. RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

16 c. Ancaman organisme pengganggu tanaman dan Dampak Perubahan Iklim (DPI) Pemanasan global menyebabkan peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hortikultura merupakan salah satu komoditas yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada produktivitas tanaman dan pendapatan petani. Pertumbuhan dan perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap pertanian di Indonesia d. Penurunan Mutu dan Kehilangan hasil Komoditas hortikultura mempunyai sifat mudah rusak dan memerlukan penanganan khusus agar mutu produk tidak menurun yang dapat menyebabkan kehilangan hasil.usaha budidaya tanaman hortikultura banyak dilakukan oleh petani/pelaku usaha kecil dengan skala usaha kecil sedang. Sebagian besar petani masih menggunakan teknologi sederhana dan belum banyak yang menerapkan teknologi maju/ modern sehingga mutu produk yang dihasilkan belum bisa memenuhi standar mutu dan tingkat kehilangan hasil terus meningkat. e. Pengetahuan petani dan jejaring kerja petani masih rendah Rendahnya kualitas sumberdaya manusia akibat tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan rendahnya tingkat penerapan teknologi maju sehingga produktivitas dan mutu produk juga rendah. Disamping itu pengetahuan dan pemahaman para penyuluh untuk komoditas hortikultura masih sangat terbatas, karena umumnya penyuluh yang ada berkeahlian umum (polyvalen). Hal ini semakin dipersulit dengan banyaknya jenis komoditas hortikultura dan beragamnya persoalan teknis yang dihadapi masing-masing komoditas. f. Kontinuitas pasokan belum stabil Informasi ketersediaan produk sangat penting dalam menata rantai produk, saat ini informasi ketersediaan produk di tingkat lapang tidak tersedia sehingga permintaan produk dari konsumen tidak dapat segera dipenuhi. Hal ini menyebabkan daya saing produk kita rendah. Banyak kasus menunjukan bahwa dibutuhkan produk hortikultura dalam jumlah banyak tetapi produk tidak tersedia, disatu sisi tersedia produk dalam jumlah banyak tetapi tidak dapat dipasarkan karena tidak tahu mau di pasarkan kemana. 8 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

17 g. Fokus komoditas di kawasan dataran tinggi, menengah, rendah belum sesuai Kawasan peruntukan pertanian ditetapkan berdasarkan kesesuaian lahan dalam pengembangan komoditas hortikultura. Namun demikian pengembangan kawasan hortrikultura belum disesuaikan dengan tipologi kawasan pengembangan hortikultura, yaitu: berdasarkan kesesuaian lahan dan persyaratan agroklimat berupa dataran rendah dan dataran tinggi dengan bentuk lahan datar sampai berbukit dan tersedia sumber air yang cukup, serta komoditas yang dikembangkan disesuaikan dengan agropedoklimat setempat. Beberapa hal yang menjadi kendala dalam fokus komoditas adalah ketidaksesuaian perencanaan daerah dengan pusat, ketersediaan lahan pengmbangan kawasan yang terbatas. h. Gejolak fl uktuasi harga Fluktuasi harga komoditas pada dasarnya terjadi akibat ketidakseimbangan antara kuantitas pasokan dan kuantitas permintaan yang dibutuhkan konsumen. Peningkatan permintaan tidak diimbangi dengan penawaran yang cukup sehingga harga menjadi mahal. Selain itu kondisi iklim yang tidak menentu dan instabilitas politik mengakibatkan peningkatan harga komoditas hortikultura. i. Disparitas harga produk di tingkat petani dan konsumen Rantai distribusi hasil pertanian yang cukup panjang menyebabkan keuntungan yang diterima oleh petani tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan oleh konsumen akhir. Disamping tata niaga yang panjang, pemasaran produk hortikultura sering terganggu akibat pemasaran cenderung bersifat monopoli dan posisi tawar petani lemah dihadapan pelaku pasar. j. Hambatan distribusi produk Distribusi produk hortikultura wajib memenuhi standar penanganan dan transportasi yang dilakukan dengan cermat, tepat, cepat dan efi sien untuk menjaga kesegaran, mutu dan ketersediaan produk hortikultura di pasar. Distribusi produk hortikultura kepada konsumen seringkali terkendala karena ketersediaan infrastruktur penyimpanan, bongkar muat dan pengangkutan yang kurang memadai. RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

18

19 BAB III CAPAIAN KINERJA A. Makro Ekonomi Grafik 1. Nilai PDB Hortikultura Tahun Berdasarkan Harga Berlaku (Trilyun Rupiah) Grafik 2. Perbandingan Nilai PDB Subsektor Hortikultura Terhadap Subsektor Lain Tahun 2009 (Berdasarkan Harga Berlaku) Sumber : Ditjen Hortikultura, 2010 Sumber : Badan Pusat Statistik (Pendapatan Nasional Indonesia), Produk Domestik Bruto (PDB) Salah satu indikator ekonomi makro yang cukup penting untuk mengetahui peranan dan kontribusi subsektor hortikultura terhadap pendapatan nasional adalah dengan melihat nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi hortikultura pada pembentukan PDB memperlihatkan kecenderungan meningkat, baik pada PDB kelompok komoditas maupun keseluruhan PDB Hortikultura. Pada tahun 2005 PDB Hortikultura sebesar Rp. 61,79 Milyar naik menjadi Rp.89,057 Milyar pada tahun Perkembangan Nilai PDB Hortikultura Nasional sejak tahun 2005 sampai 2009 per kelompok komoditas dapat dilihat pada Grafi k 1. RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

20 Tabel 1. Perbandingan Nilai PDB Subsektor Hortikultura Terhadap Subsektor Tahun Berdasarkan Harga Berlaku (Trilyun Rupiah) Nilai PDB Subsektor Hortikultura 61,79 68,64 76,80 84,20 88,33 Tabama selain Hortikultura 129,29 144,89 191,33 263,64 330,63 Perkebunan 57,77 62,69 84,46 82,84 104,04 Peternakan dan Hasil-hasilnya 43,12 51,28 62,10 106,19 112,52 Kehutanan 21,45 30,02 35,73 39,99 44,95 Perikanan 59,63 72,98 96,82 136,44 177,77 Total Pertanian, Kehutaan dan Perikanan 373,06 430,49 547,24 713,29 858,25 Sumber : BPS, 2010 Pada sektor pertanian, PDB sub sektor hortikultura merupakan bagian dari Tanaman Bahan Makanan (Tabama) yang didalamnya termasuk sub sektor tanaman pangan. Gambaran umum antara peranan subsektor hortikultura terhadap subsektor lain, antara sektor pertanian dan nasional dibandingkan dengan subsektor lainnya dapat dilihat pada Grafi k 2. Penyerapan Tenaga Kerja dalam Usaha Agribisnis Hortikultura (2003) (Rumah Tangga) Tingkat Pertumbuhan Total Ekspor Komoditas Hortikultura Pada Tahun % (Volume (Kg) Perkembangan Ekspor Benih Hortikultura Pada Tahun 2009 Anggrek 57% (Batang) 31% (Nilai (US$) Krisan 17% (Stek) 2. Tenaga Kerja Penyerapan tenaga kerja dalam usaha agribisnis hortikultura dilakukan melalui kegiatan sensus pertanian. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian (SP) terakhir (tahun 2003), diketahui bahwa jumlah rumah tangga usaha hortikultura mencapai rumah tangga. Apabila dibandingkan dengan kegiatan survey sebelumnya (tahun 1993), jumlah rumah tangga usaha hortikultura mengalami peningkatan sebesar 76,69 %. Selanjutnya berdasarkan rincian untuk beberapa komoditas unggulan, usaha agribisnis hortikultura didominasi oleh pisang (33,21 %), rambutan (9,5 %), mangga (9,39%) dan cabe merah (4,63%). 12 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

21 3. Neraca Perdagangan Perkembangan neraca perdagangan komoditi hortikultura pada tahun cenderung mengalami penurunan, baik dilihat dari volume maupun nilai ekspor. Volume ekspor hortikultura tahun 2005 sebesar kg, menurun menjadi kg pada tahun Kinerja ekspor yang terus menurun tersebut, segera diantisipasi oleh Direktorat Jenderal Hortikultura bersama instansi terkait, untuk melakukan serangkaian langkahlangkah terobosan untuk menciptakan dukungan ekspor yang lebih kondusif, sehingga pada tahun 2009 kinerja ekspor bulan Januari sampai Desember telah meningkat terhadap kinerja 1 tahun sebelumnya. Perkembangan ekspor komoditas hortikultura selama 5 tahun disajikan pada Grafi k 3 dan Grafi k 4. Selain ekspor produk segar juga telah dilakukan ekspor benih beberapa komoditas seperti Grafi k 5. Grafik 3. Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Hortikultura Tahun (US$) Grafik 4. Perkembangan Volume Ekspor Komoditas Hortikultura Tahun (Kg) *) Termasuk benih Sumber : Badan Pusat Statistik, Pusdatin diolah *) Termasuk benih Sumber : Badan Pusat Statistik, Pusdatin diolah RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

22 Grafik 5. Perkembangan Nilai Impor Komoditas Hortikultura Tahun Grafik 6. Perkembangan Volume Impor Komoditas Hortikultura Tahun Sumber : Ditjen Hortikultura, 2009 Sumber : Badan Pusat Statistik, Pusdatin diolah Ekspor benih hortikultura telah dilakukan dari tahun yang mencakup 4 komoditas utama. Berdasarkan data ekspor yang diolah dari BPS dan Surat Ijin Pengeluaran Benih menunjukkan angka yang fl uktuatif baik dari segi volume maupun nilainya. Untuk mengetahui neraca perdagangan produk hortikultura maupun perbenihan dilakukan perbandingan antara ekspor dan impor. Pada periode yang sama perkembangan impor komoditi hortikultura dari tahun disajikan pada Grafi k 5 dan Grafi k 6. Indonesia merupakan net importir untuk produk hortikultura. Beberapa hal yang mempengaruhi kinerja perdagangan produk hortikultura di luar aspek budidaya adalah elastisitas demand/permintaan produk, pergeseran preferensi konsumen, belum adanya pemberlakuan kuota impor, dan pemberlakuan Free Trade Area. Grafik 7. Perkembangan Volume Ekspor Benih Hortikultura Tahun Grafik 8. Perkembangan Volume Impor Benih Hortikultura Tahun (Kg) Sumber : Badan Pusat Statistik, Pusdatin diolah Sumber : Ditjen Hortikultura, RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

23 Perbandingan total neraca perdagangan hortikultura tahun disajikan pada Grafi k 9 dan Grafi k 10. Grafik 9. Perkembangan Total Ekspor Hortikultura Tahun Grafik 10. Perkembangan Total Impor Hortikultura Tahun Sumber : Badan Pusat Statistik, Pusdatin diolah Sumber : Ditjen Hortikultura, Nilai Tukar Petani (NTP) NTP sampai saat ini masih merupakan salah satu indikator untuk mengukur kesejahteraan petani. Oleh karena itu, NTP disebut sebagai salah satu indikator relatif yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani. NTP dihitung dengan cara membandingkan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani. Secara rinci NTP hortikultura tahun dapat dilihat pada Grafi k 11. NTP sayuran di Jawa masih di bawah 100 namun cenderung meningkat, sedangkan NTP sayuran di luar Jawa lebih dari 100, yang berarti petani Grafik 11. Nilai Tukar Petani Subsektor Hortikultura Sumber : Badan Pusat Statistik Tahun 2008 menggunakan tahun dasar 2007 = 100 Tahun 2009 menggunakan angka ramalan sudah sejahtera. NTP buah baik di Jawa maupun luar Jawa lebih dari 100, yang berarti petani buah sudah sejahtera, namun demikian NTP buah menunjukkan kecenderungan menurun. Pada tahun 2008 terjadi penurunan angka NTP, namun lebih disebabkan karena terjadi perubahan tahun dasar perhitungan. Sampai dengan tahun 2007, BPS menggunakan tahun dasar 2000, sementara sejak tahun 2008 menggunakan tahun dasar RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

24 Produksi komoditas hortikultura menunjukkan peningkatan pada semua kelompok komoditas dari tahun 2005 sampai tahun 2009 dengan laju produktivitas 6% B. Produksi 1. Produksi Komoditas Hortikultura Produksi komoditas hortikultura dari tahun 2005 sampai 2009 menunjukkan kecenderungan peningkatan pada semua kelompok komoditas. Produksi buah sebagai contoh tahun 2005 sebesar Ton meningkat menjadi Ton di tahun Produksi sayur naik dari Ton pada tahun 2005 menjadi Ton. Peningkatan produksi buah dan sayur bertujuan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan dan permintaan konsumen yang terjadi sebagai akibat pertambahan penduduk, peningkatan kesejahteraan, peningkatan kesadaran penduduk akan manfaat buah dan sayur bagi kesehatan dan serangkaian promosi yang dilakukan secara terus menerus. Produksi tanaman obat naik dari kg tahun 2005 menjadi kg tahun 2009, yang ditujukan untuk konsumsi segar maupun sebagai bahan baku industri. Produksi fl orikultura juga menunjukkan kecenderungan peningkatan; fl uktuasi produksi yang terjadi pada tiap komoditas utama fl orikultura disebabkan karena tendensi perubahan preferensi konsumen seperti halnya yang terjadi pada mode/fashion. Tabel 2. Perkembangan Produksi Komoditas Hortikultura Tahun No Komoditas Produksi Buah-buahan (Ton) Sayuran (Ton) Tanaman Hias/Florikultura : Bunga Potong (Tgk) Dracaena (Batang) Melati (Kg) Palem (Pohon) Tanaman Biofarmaka / Tanaman Obat (Rimpang) (kg) RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

25 Pelepasan varietas hortikultura oleh Menteri Pertanian pada tahun 2004 sampai 2009 sebanyak 935 varietas dan 84 jenis tanaman hortikultura 2. Pengembangan Perbenihan a. Pengembangan Varietas Hortikultura Dalam rangka penyediaan varietas unggul hortikultura, setiap tahun pemerintah melakukan pelepasan varietas. Sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 jumlah varietas hortikultura yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian sebanyak 935 varietas dari 84 jenis tanaman hortikultura. Varietas hortikultura (buah, sayur, tanaman fl orikultura dan tanaman obat) yang dilepas berasal dari varietas lokal, hasil pemuliaan dalam negeri, dan introduksi hasil pemuliaan varietas dari luar negeri. Pelepasan varietas tanaman buah didominasi oleh varietas lokal, pelepasan varietas tanaman sayur didominasi oleh hasil pemuliaan dari dalam negeri dan introduksi hasil pemuliaan dari luar negeri, pelepasan varietas florikultura didominasi oleh hasil pemuliaan dalam negeri, sedangkan pelepasan varietas tanaman tanaman obat didominasi oleh varietas lokal. Grafik 12. Jumlah Jenis Tanaman Hortikultura dari Varietas yang Telah Dilepas Oleh Menteri Pertanian Pada Tahun Grafik 13. Jumlah Varietas Hortikultura yang Telah Dilepas Oleh Menteri Pertanian Pada Tahun Sumber : Badan Pusat Statistik, Pusdatin diolah Sumber : Ditjen Hortikultura, 2009 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

26 Benih Buah 28,2% Benih Tanaman Hias 6,5% Benih Sayuran bentuk Umbi 6,04% Benih Sayuran bentuk Biji 51,9% Benih Tanaman Biofarmaka 1,7% Katersediaan Benih Bermutu b. Kebutuhan dan Ketersediaan Benih Unggul Bermutu Ketersediaan benih bermutu untuk komoditas hortikultura belum dapat mencukupi kebutuhan di lapangan, namun cenderung terus meningkat. Sejak tahun rata-rata ketersediaan benih bermutu tanaman buah tahunan baru mencapai 28,2%, benih fl orikultura sebesar 6,5%, benih tanaman sayuran bentuk umbi 6,04%, benih tanaman sayuran bentuk biji 51,9%, dan benih tanaman biofarmaka obat sebesar 1,7%. Secara rinci data kebutuhan dan ketersediaan benih hortikultura bermutu dapat dilihat pada tabel 2. Selama ini kebutuhan benih untuk pengembangan usaha agribisnis dipenuhi dari produksi dalam negeri dan pemasukan benih dari luar negeri. Pemasukan benih dari luar negeri dilakukan karena produksi benih dalam negeri belum mencukupi kebutuhan, keterbatasan ketersediaan varietas atau yang benihnya tidak dapat atau belum dapat diproduksi di dalam negeri 18 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

27 Tabel 3. Kebutuhan dan Ketersediaan Benih Hortikultura Bermutu tahun No Komoditas Kebutuhan Ketersediaan Kebutuhan Ketersediaan Kebutuhan Ketersediaan Kebutuhan Ketersediaan Kebutuhan Ketersediaan 1 Benih T. Buah (ribu pohon) ,70% -16,30% -14,60% -47,90% -43,53% 2 Benih T. Florikultura (ribu pohon) 3 Benih T. Sayuran ,50% -6,20% -6,30% -7,70% -8,07% - Umbi (ton) ,0% -4,70% -7,80% -12.0% -18,3% - Biji (ton) ,40% -25% -21,90% -60,10% -67,2% 4 Benih T. Obat (ton) ,50% -1,80% -1,80% -1,80% 1,79% Keterangan : - Tan. Buah (6 komoditas) : mangga, rambutan, durian, jeruk, manggis, pisang - Tan. Florikultura (6 komoditas) : anggrek, gladiol, krisan, mawar, melati, sedap malam - Tan. Sayuran : Umbi (2 komoditas) : kentang, bawang merah Biji (9 komoditas) : cabe, kacang panjang, tomat, buncis, kangkung, kol/kubis, mentimun, wortel, petsai/sawi. - Tanaman obat (6 komoditas) : jahe, lengkuas, kencur, kunyit, lempuyang, temulawak RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

28 Kelembagaan Perbenihan Hortikultura Indonesia BBH Penyediaan benih sumber Percepatan penyediaan benih sebar LSSM Perbenihan Memberikan sertifikat sertifikasi sistem mutu ke perusahaan benih swasta Importir & Eksportir Benih Selain memasukkan benih impor ke Indoenesia juga sebagai produsen benih di Indonesia BPSB Pengawasan mutu benih tanaman mulai dari produksi, peredaran Pengawasan mutu benih yang beredar Penyedia Benih Hortikultura Pengusaha menengah ke atas Penangkar benih c. Pengembangan Kelembagaan Perbenihan Hortikultura 1) Balai Benih Hortikultura (BBH) BBH sebelum otonomi daerah merupakan instalasi kebun dinas dan setelah otonomi daerah ditingkatkan menjadi UPTD Pemerintah Propinsi. Saat ini BBH berjumlah 32 unit yang terdapat di 32 propinsi dan berperan dalam penyediaan benih sumber (Benih Dasar dan Benih Pokok) serta membantu percepatan dalam penyediaan Benih Sebar. Propinsi yang baru (sebagai contoh Papua Barat) sudah mendirikan BBH namun tugas dan fungsinya belum optimal. Umumnya BBH tersebut memproduksi benih budidaya. BBH yang banyak memproduksi benih buah-buahan, antara lain BBH Pendem dan Salaman (PropinsiTengah), BBH Pohjentrek (Propinsi Jawa Timur), BBH Pasir Banteng, Kasugengan (Propinsi Jawa Barat), BBH Anjungan (Propinsi Kalimantan Barat), BBH Sungkai (Propinsi Kalimantan Selatan) BBH Lubuk Minturun (Propinsi Sumatera Barat), BBH Sei Tiga (Propinsi Jambi), BBH Luwus (Propinsi Bali), BBH Bonto-Bonto (Propinsi Sulawesi Selatan), BBH Pekalongan (Propinsi Lampung), BBH Narmada dan Sedau (Propinsi NTB), BBH Amoito (Sulawesi Tenggara). Sedangkan BBH yang banyak memproduksi benih tanaman sayuran diantaranya adalah BBH Ngipiksari (Propinsi DI Yogyakarta), BBH Mondoinding (Propinsi Sulawesi Utara), Balai Pengembangan Kentang (Propinsi Jawa Barat), BB Keledung (Propinsi Jawa Tengah). 20 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

29 Untuk BBH yang banyak memproduksi benih fl orikultura diantaranya adalah BBH Gedungjohor (Propinsi Sumatera Utara), Kebun Benih Margahayu (Propinsi Jawa Barat), BBH Kairagi (Propinsi Sulawesi Utara), BBH Guntung Payung (Kalimantan Selatan), BBH Lebak Bulus (Propinsi DKI Jakarta), Kebun Benih Claket, Kebun Benih Sidomulyo (Propinsi Jawa Timur). Dalam upaya meningkatkan peran BBH telah diterbitkan Keputusan Menteri Pertanian No. 347/2003 tentang Pedoman Pengelolaan Balai Benih Hortikultura dan Tanaman Hortikultura. 2) Balai Pengawasan dan Sertifi kasi Benih (BPSB) Balai Pengawasan dan Sertifi kasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) adalah instansi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi pengawasan mutu benih tanaman, mulai dari proses produksi melalui sistem sertifikasi sampai benih siap diedarkan serta pengawasan mutu benih terhadap benih-benih yang beredar. BPSBTPH berkedudukan di tiap propinsi. Sampai dengan tahun 2009, BPSBTPH sudah terdapat di 32 propinsi. Propinsi yang belum memiliki instansi/bagian yang menangani sertifikasi dan pengawasan peredaran benih adalah Kepulauan Riau. BPSBTPH sebagai UPTD daerah, kedudukannya sangat beragam tergantung dari unit pertanian Pemerintah Daerah bersangkutan. Namun demikian tugas dan fungsi keduanya sebagian besar masih sama dengan kondisi sebelum berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah. Laboratorium yang sudah terakreditasi adalah Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Balai Besar Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. Sedangkan yang sedang dalam proses akreditasi adalah BPSBTPH Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara. Baai Besar Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura sudah menjadi anggota ISTA dan pada saat ini sedang dalam proses akreditasi ISTA. 3) Lembaga Sertifi kasi Sistem Mutu (LSSM) Perbenihan LSSM dibentuk dengan Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) No /Kpts/Kp.150/10/1999, diadakan penyesuaian dengan Kepmentan No. 361/Kpts/Kp.150/5/2002 dan telah diakreditasi tanggal 5 Januari LSSM berperan memberikan sertifi kat sertifi kasi sistem mutu kepada perusahaan benih swasta yang memenuhi syarat untuk melakukan sertifi kasi sistem mutu secara mandiri. RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

30 Sampai tahun 2010 perusahaan perbenihan hortikultura yang telah memperoleh sertifikat sertifikasi sistem mutu adalah : PT. East West, PT. Agri Makmur Pertiwi dan PT. BISI, PT. Dupont, PT. Jagung Hibrida Sulawesi (JHS), PT. Sang Hyang Sri (SHS), PT. Benih Citra Asia (BCA) dan PT. Branita Sandhini. PT. BCA dan PT. Agri Makmur Pertiwi mendapatkan sertifi kat awal di tahun 2010 sedang untuk Balai Besar Padi Sukamandi saat ini sedang dalam proses sertifi kasi. Dengan sertifi kat sistem mutu ini perusahaan-perusahaan tersebut dapat melakukan pengawasan produksi benih, menguji dan mencantumkan label sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kegiatan tersebut sebelumnya dilaksanakan oleh BPSBTPH. Namun demikian BPSBTPH tetap berperan dalam pengawasan peredaran benih yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Selain itu juga telah dilaksanakan sosialisasi manfaat penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dalam produksi benih. Pada umumnya produsen menyambut baik tentang penerapan SMM. Produsen yang saat ini sedang mengajukan permohonan penerapan SMM adalah PT. Sari Benih Unggul, PT. Duta Sentana Agro, dan PT. Tunas Agro Persada. Peningkatan kompetensi personil telah dilaksanakan untuk calon auditor ISO 9001 (4 orang), Pemahaman ISO 9001 (2 Orang) dan Pemahaman ISO (2 orang). 4) Penyedia Benih Hortikultura Industri Benih Hortikultura mulai tumbuh dan berkembang, baik melalui Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN); Modal Patungan; modal sendiri maupun Penanaman Modal Asing (PMA). Pengusaha menengah keatas mendominasi produksi benih sayuran, buah semusim dan florikultura. Penangkar benih didominasi oleh penangkar benih buah-buahan, sayuran umbi (kentang dan bawang merah) dan benih tanaman obat. Penangkar benih juga merupakan mitra pengusaha, khususnya dalam memproduksi benih sayuran. 5) Importir dan Eksportir Benih Importir dan eksportir benih dikategorikan sebagai pedagang dan produsen. Importir pedagang adalah importir yang melakukan impor dan memasarkan benih impor di Indonesia, sedangkan Importir produsen adalah pengusaha disamping melakukan impor juga sebagai produsen benih di Indonesia. Untuk mendorong berkembangnya industri benih di dalam negeri, telah diambil kebijakan bahwa importir pedagang harus mengembangkan perbenihan di dalam negeri sehingga menjadi importir produsen benih. 22 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

31 3. Pengembangan Perlindungan Tanaman Hortikultura Perlindungan tanaman termasuk pengendalian OPT merupakan bagian integral dari sistem produksi hortikultura. Peran perlindungan tanaman dalam mendukung keberhasilan tanaman sangat besar, terutama dalam mempertahankan produktifi tas melalui upaya penekanan kehilangan hasil akibat serangan OPT dan meningkatkan kualitas hasil sehingga memiliki daya saing tinggi dan aman dikonsumsi masyarakat, menciptakan sistem produksi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan serta mendukung pemenuhan sebagian persyaratan teknis SPS-WTO dalam perdagangan global. Dalam mendukung sistem produksi, strategi perlindungan hortikultura dilakukan melalui berbagai upaya dan kegiatan, antara lain melalui peningkatan subsistem pengamatan/peramalan, subsistem pengendalian, subsistem penerapan teknologi pengendalian, subsistem penyediaan sarana perlindungan dan subsistem pemberdayaan pelaku perlitanaman serta subsistem pemenuhan teknis dalam perdagangan internasional. a) Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Selama kurun waktu tahun , kumulatif luas serangan OPT utama pada tanaman buah cenderung mengalami penurunan, dan serangan OPT utama pada sayuran cenderung fluktuatif. Berbagai upaya pengendalian OPT pada tanaman buah dilakukan termasuk upaya-upaya eradikasi tanaman terserang (HLB/ CVPD pada jeruk, layu pada pisang), RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

32 perangkap (lalat buah), pengolesan bubur bordo/bubur kalifarma (jeruk, mangga), pengaturan irigasi (getah kuning manggis, dll). Sementara kecenderungan fl uktuasi serangan OPT sayuran juga disebabkan oleh fl uktuasinya luas dan lokasi penanaman komoditas sayuran, yang agak menyulitkan pembinaan dan penerapan teknologi pengendaliannya. Sementara itu, kecenderungan peningkatan serangan OPT pada florikultura dan tanaman obat antara lain disebabkan : sangat terbatasnya informasi teknis OPT dan pengendalian yang dikuasainya, meningkatnya frekuensi pelaporan dari daerah (yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dan meningkatnya pemahaman petugas tentang OPT) dan perkembangan luas tanam di berbagai daerah. No Komoditas Luas Serangan OPT (Ha) Th Th Th Th Th. 2009* A. Buah-buahan 1. Jeruk 5.324, , , , Mangga 9.718, , , , Pisang 6.808, , , , Manggis 44,1 22,7 91, , Durian 406,3 171,8 272, ,280 Total , , , ,3 3227,116 B. Sayuran 1. Cabai , , , , ,3 2. Bawang Merah 6.597, , , , ,6 3. Kubis 8.837, , , , ,9 4. Kentang 5.840, , , , ,0 5. Tomat 4.202, , , , ,9 Total , , , , ,7 C. Tanaman Florikultura 1. Anggrek 0,0 0,0 0,0 0,1 5,7 2. Sicas 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 3. Krisan 109,9 278,9 70,6 141, Melati 0,1 0,2 0,1 0,2 0,4 Total 110,1 279,2 70,8 141, ,1 D. Tanaman Obat Tabel 4. Perkembangan Luas Serangan OPT Hortikultura Tahun Jahe 87,3 864,4 117,9 192, Kencur 194,2 140,3 7,4 26, Kunyit 8,4 5,1 24, ,5 4. Lidah Buaya 15,5 14,6 3,0 5,2 9,1 Total 305, ,4 152,4 244,6 265,6 Sumber : Direktorat Perlindungan Hortikultura, Ditjen Hortikultura, RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

33 b) Pemenuhan Persyaratan Teknis Perdagangan Di bidang persyaratan teknis ekspor-impor, telah ditetapkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian Sanitary and Phytosanitary (SPS). Ketentuan SPS merupakan dasar dalam pemenuhan persyaratan internasional dengan memperhatikan justifi kasi ilmiah, dan merujuk pada standar, pedoman/ rekomendasi teknis yang ada dengan perangkat kelembagaannya. Saat ini, terdapat 3 (tiga) lembaga/organisasi internasional yang menjadi rujukan dalam setiap pengembangan/penyusunan tindakan SPS, yaitu: (1) Codex Alimentarius Commission (CAC); (2) International Plant Protection Convention (IPPC), dan (3) Office International des Epizooties (OIE) atau World Organization for Animal (WOAH). Ketiganya dikenal dengan istilah Three Sisters dalam SPS. Dua standar dan ketentuan terkait IPPC dan CAC, menjadi pedoman dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman, terutama terkait dengan standar ISPM yang mengatur keberadaan OPT pada produk yang akan diekspor ataupun diimpor, serta standar CAC terkait dengan mutu produk dari cemaran residu pestisida. Ke dua standar teknis tersebut menjadi perhatian yang besar dari Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura untuk memperkuat daya saing produk. Sampai dengan tahun 2009 telah dihasilkan 15 komoditas yang disediakan pestlistnya yaitu untuk komoditas mangga, salak, manggis, strawberry, sirsak, raplis, temulawak, kentang, paprika, anggrek, pisang, tomat, kubis, bawang merah, dan cabai. 3 (tiga) komoditas diantaranya yaitu salak, manggis dan mangga merupakan komoditas unggulan ekspor. Salak saat ini telah berhasil diekspor ke Cina. c) Penyelenggaraan Sekolah lapang Untuk mengatasi kecenderungan meningkatnya luas serangan OPT pada pengembangan agribisnis hortikultura tersebut, Ditjen Hortikultura telah berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Daerah (propinsi/kabupaten/ kota) agar melakukan bimbingan teknis melalui kegiatan sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT). Kegiatan pelatihan/magang SLPHT ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas maupun petani hortikultura dalam penanganan/ pengendalian hama secara benar, tepat guna dan ramah lingkungan sesuai prinsipprinsip PHT. Pola sekolah lapangan ini bermanfaat dalam meningkatkan kemandirian petani untuk mengambil tindakan korektif, serta memberikan pengetahuan cara penggunaan pestisida yang baik dan benar agar residu pada tanaman dapat diminimalkan. RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

34 Pelaksanaan SLPHT hortikultura tahun 2007 merupakan tahun PHT, dimana telah dilaksanakan kegiatan SLPHT di 31 provinsi, yaitu sebanyak 380 unit, terdiri dari 287 unit bersumber dari APBN dekonsentrasi dan 93 unit dilaksanakan oleh Badan Pengembangan SDM Pertanian. Jumlah tersebut belum termasuk pelaksanaan SLPHT bersumber dana APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, dan swadaya masyarakat. Khusus pada tahun 2008 telah dilaksanakan 366 unit penerapan PHT, terdiri dari 193 unit di berbagai sentra produksi hortikultura melalui pemasyarakatan PHT (dengan pola SLPHT), yaitu dengan dana dekonsentrasi kepada UPTD BPTPH, dan 173 unit kelompok SLPHT dalam rangka pengendalian OPT hortikultura di 11 provinsi yang mencakup 42 kabupaten/kota dengan dana Tugas Pembantuan kepada kabupaten/ kota. Di samping itu, pada tahun 2008 juga telah berkembang penerapan PHT dengan pola SLPHT dalam rangka penerapan GAP/SOP pada berbagai komoditas hortikultura. Jajaran perlindungan tanaman di daerah (UPTD BPTPH) saat ini berperan aktif dalam mensosialisasikan dan memasyarakatkan PHT dan penerapan GAP/SOP budidaya hortikultura. Pada tahun 2009, dengan dana APBN Pusat, pemasyarakatan PHT melalui pola SLPHT telah dilaksanakan sebanyak 415 unit, terdiri dari 254 unit SLPHT di 29 Provinsi pada 32 komoditas dan 161 unit SLPHT di Kabupaten/Kota pada 21 komoditas hortikultura dengan dana Tugas Pembantuan. d) Kelompok Pengguna Agen Hayati Di bidang perlindungan tanaman, peran kelompok-kelompok alumni SLPHT dan kelompok pengguna/penerap teknologi ramah lingkungan (menggunakan agens hayati dan biopestisida) yang tidak berdampak negatif bagi lingkungan, hewan, dan manusia. Disamping itu memiliki 3 keuntungan, bila dibandingkan dengan teknik pengendalian lain terutama pestisida, yaitu : permanen, aman dan ekonomis. Peran kelompokkelompok tersebut sangat penting dalam penanggulangan OPT. Kelompok-kelompok tani pengguna agens hayati yang telah terbentuk antara lain : Sumatera Barat ; POS IPAH (Pos Informasi Pelayanan Agens Hayati) 73 kelompok, Jatim; PPAH (Pusat Pelayanan Agens Hayati) 210 kelompok, Jawa Tengah ; PUSPAHATI (Pusat Pelayanan Agens Hayati) 99 kelompok, dan Jambi ; POS IPAH 10 kelompok, dan provinsi lain yaitu Provinsi Sumsel 12 kelompok, Kaltim 3 kelompok, Sumut 4 kelompok, Bali 2 kelompok, Banten 1 kelompok, Bengkulu 6 kelompok dan DIY 36 kelompok, Sulut 3 kelompok, NTB 7 kelompok, NAD 27 kelompok, Jabar 26 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

35 4 kelompok, Lampung 12 kelompok, Gorontalo 15 kelompok, dan Maluku 3 kelompok, dengan total sebanyak 527 kelompok. e) Penguatan Laboratorium Hama Penyakit dan Laboratorium Pestisida Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman (LPHP) dan Laboratorium Pestisida yang berada dibawah Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) berperan penting dalam pengembangan penerapan perlindungan tanaman hortikultura. Dalam tahun 2009 telah diberikan pelatihan-pelatihan teknis kepada petugas-petugas dari 18 lab PHP di 12 propinsi dan BP Post Jatisari tentang pemenuhan persyaratan teknis SPS-WTO. Latihan-latihan tersebut berupa latihan teknis mengacu pada International Standard for Phytosanitary Measures (ISPM) yaitu tentang surveillance, identifi kasi, pembuatan koleksi referensi, yang merupakan bahan untuk pengasaman pest list. Selain pelatihan teknis juga diberikan bantuan kelengkepan peralatan laboratorium antara lain mokroskop untuk identifi kasi. Lokasi lab PHP yang menerima bantuan adalah di Sumatera Utara (1 lab), Sumatera Barat (1 lab), Riau (1 lab), Lampung (1 lab), DKI Jakarta (1 lab), Jawa Barat (3 lab), Jawa Tengah (3 lab), DI Yogyakarta (1 lab), Jawa Timur 1 (3 lab), Nusa Tenggara Barat (1 lab), Bali (1 lab), Kalimantan Barat (1 lab). Dalam tahun 2009, juga telah dibantu kelengkapan peralatan laboratorium pestisida di 2 laboratorium dan 1 laboratorium di tingkat pusat. Peralatan tersebut antara lain alat analisis residu pestisida dan kelengkapannya, untuk meningkatkan kemampuan laboratorium dalam menganalisis residu pestisida yang terdapat dalam produk hortikultura. Selain kelengkapan peralatan juga diberikan pelatihan teknis bagi para analis untuk mengoperasikan peralatan tersebut. Laboratorium pestisida yang menerima peralatan tersebut adalah laboratorium pestisida di Maros dengan laboratorium pestisida di Surabaya. f) Pemantauan Residu Pestisida Pemantauan residu pestisida yang dilakukan sejak tahun 2000-an oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura sampai saat ini, memberikan gambaran bahwa produk hortikultura (buah dan sayuran) baik dari wilayah produksi maupun dari ekspor, dinilai aman untuk dikonsumsi. Dari analisis yang dilakukan di Laboratorium Pengujian Mutu Produk Pertanian (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, terakreditasi) menunjukkan bahwa selama 5 tahun, semua sampel buah dan sayuran yang dianalisis tidak menunjukkan residu pestisida yang melampaui BMR RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

36 (Batas Maksimum Residu) yang ditetapkan. Hasil analisis residu produk buah, tidak terdektesi residunya rata-rata 64,1%, terdeteksi > BMR = 0%, dan terdeteksi < BMR rata-rata 35,9% serta produk sayuran, tidak terdektesi residunya rata-rata sebesar 72,25%, terdeteksi > BMR = 0%, dan terdeteksi < BMR = 27,75% Hasil pematauan residu pestisida pada produk buah dan sayur pada tahun 2009 menunjukkan hasil yang relatif sama, sebagian besar residu aman dikonsumsi. Pada produk buah-buahan telah dianalisis 4 komoditas (apel, mangga, anggur, markisa) dan sayuran 7 komoditas (cabe merah, sawi, hijau, bawang merah, tomat, kentang, paprika, caisim). Tabel 5. Hasil Analisa Residu Pestisida Tahun Pada Buah dan Sayuran No Tahun Jml Analisa BMR Terdeteksi < BMR Tidak Terdeteksi Buah Sampel Sampel Sampel % Sampel % , , , , , , , , , ,56 Rerata 39,0 0 35,9 64, , ,11 No Tahun Jml Analisa BMR Terdeteksi < BMR Tidak Terdeteksi Sayuran Sampel Sampel Sampel % Sampel % , , , , , , Rerata 39,0 27,75 72, Sumber : Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura, Ditjen Hortikultura, RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

37 4. Pengembangan Kelembagaan Dalam rangka pengembangan hortikultura, peran kelembagaan usaha sangat penting untuk diperhatikan. Jumlah kelembagaan yang berperan dalam pengembangan sayuran dan tanaman obat sebanyak 301 dengan rincian sebagai berikut : Champion sayuran sebesar 219, Asosiasi sayuran sebanyak 20 dan eksportir sebanyak 24, sedangkan untuk Champion tanaman obat sebesar 25, Asosiasi tanaman obat sebanyak 4 dan eksportir tanaman obat sebanyak 9. Jumlah kelembagaan yang berperan dalam pengembangan tanaman buah dengan rincian sebagai berikut : kelompok tani sebesar 95, kemitraan sebesar 10, champion sebesar 18 dan asosiasi sebesar 7. Jumlah kelembagaan yang berperan dalam pengembangan fl orikultura sebanyak 74 dengan rincian sebagai berikut : champion sebesar 34, Asosiasi sebesar 20 dan eksportir 20. C. Ketersediaan dan Konsumsi Buah dan sayur yang tersedia tersebut tidak seluruhnya dikonsumsi oleh masyarakat (dalam bentuk segar), tetapi sebagian diekspor, dan juga digunakan oleh industri sebagai bahan baku, mengalami kehilangan pada berbagai tahap penanganan panen, pasca panen dan pemasaran. Data mengenai ketersediaan buah dan sayur pada tahun dapat dilihat pada Grafik 14 dan Grafi k 15. Ketersediaan buah dan sayur selama tahun 2005 sampai dengan 2009 meningkat secara konsisten. Ketersediaan buah-buahan meningkat dari 64,67 kg/kapita/tahun pada tahun 2005 menjadi 77,03 kg/kapita/tahun pada tahun Ketersediaan sayuran meningkat dari 39,30 kg/kapita/tahun pada tahun 2005 menjadi 42,62 kg/kapita/tahun pada tahun Konsumsi buah dan sayur tahun menunjukkan peningkatan yang konsisten, yaitu dari 60,50 kg/kapita/tahun pada tahun 2005 menjadi 73,25 kg/kapita/tahun pada tahun RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

38 Grafik 14. Ketersediaan dan Konsumsi Buah Pada Tahun (Kg/Kapita/Tahun) Grafik 15. Ketersediaan dan Konsumsi Sayur Pada Tahun (Kg/Kapita/Tahun) Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008 Keterangan : 2009 Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008 Keterangan : 2009 Angka Sementara 30 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

39 BAB IV VISI, MISI DAN TUJUAN V I S I Pembangunan hortikultura sebagai bagian dari pembangunan pertanian harus menjabarkan secara operasional komitmen tersebut yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani serta memberi kontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional. Dengan memperhatikan prioritas pembangunan nasional dan dinamika lingkungan strategis, maka visi pembangunan Hortikultura tahun adalah : Terwujudnya sistem produksi dan distribusi hortikultura industrial yang efi sien, berdaya saing dan berkelanjutan serta menghasilkan produk yang bermutu dan aman konsumsi untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri dan ekspor Secara ringkas, visi tersebut dituangkan dalam tema Membangun hortikultura Indonesia yang kuat untuk rakyat RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

40 M I S I Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan tersebut, Direktorat Jenderal Hortikultura mengemban misi yang harus dilaksanakan yaitu : 1. Mewujudkan pengembangan kawasan hortikultura yang berkelanjutan, efisien, berbasis IPTEK dan sumber daya lokal serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan agribisnis. 2. Mewujudkan ketersediaan sarana produksi secara tepat 3. Meningkatkan penerapan teknik budidaya dan pasca panen yang baik dan ramah lingkungan 4. Menjadikan sumberdaya manusia (SDM) dan kelembagaan yang professional 5. Mewujudkan penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan segar asal hortikultura 6. Mendorong terciptanya kebijakan dan regulasi untuk pengembangan agribisnis hortikultura serta meningkatnya investasi hortikultura 7. Mendorong tersedianya infrastruktur kawasan dan sistem distribusi hortikultura 8. Mendorong terbinanya sistem penyuluhan, sistem informasi teknologi, pembiayaan dan pelayanan lainnya 9. Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan komoditas hortikultura yang transparan, jujur dan berkeadilan 32 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

41 T U J U A N Tujuan pengembangan hortikultura tahun adalah : 1. Meningkatkan sistem produksi hortikultura yang ramah lingkungan 2. Meningkatkan ketersediaan produk hortikultura bermutu dan aman konsumsi 3. Meningkatkan daya saing produk hortikultura di pasar domestik maupun internasional 4. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

42 34 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

43 BAB V TARGET UTAMA DAN SASARAN STRATEGIS A. Target Utama Selama lima tahun ke depan ( ) Kementerian Pertanian mencanangkan 4 (empat) target utama, yaitu : 1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, 2) peningkatan diversifikasi pangan, 3) peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor, 4) peningkatan kesejahteraan petani. Mengacu pada target utama tersebut, maka target utama yang akan dicapai Direktorat Jenderal Hortikultura adalah peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura dalam rangka mendukung peningkatan diversifi kasi pangan; peningkatan nilai tambah, daya saing, dan ekspor; serta peningkatan kesejahteraan petani. Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Mengacu pada SK Menteri Pertanian No. 511/Kpts/PD 310/9/2006, komoditas binaan Direktorat Jenderal Hortikultura mencakup 323 jenis komoditas, yang terdiri dari 60 jenis komoditas buah-buahan, 80 jenis komoditas sayuran, 66 jenis komoditas tanaman obat dan 117 jenis komoditas florikultura. Hingga saat ini pengolahan data statistik baru menangani 90 jenis komoditas yaitu 26 komoditas buah, 25 komoditas sayuran, 24 komoditas fl orikultura dan 15 komoditas tanaman obat. Berdasarkan karakteristik masing-masing komoditas maka perlu dilakukan pengelompokan jenis komoditas yaitu : RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

44 Grafik 16. Kelompok Jenis Komoditas Hortikultura a. Buah Tahunan Pohon dan perdu: alpukat, duku, durian, jambu air, mangga, manggis, nangka, jeruk siam, jeruk besar, belimbing, salak, sirsak, apel, jambu biji b. Buah Semusim dan Merambat : markisa, anggur, melon, semangka, blewah, stroberi c. Buah Terna : nenas, pepaya, pisang d. Sayuran Umbi : bawang merah, bawang putih, kentang, wortel e. Sayuran Daun: bawang daun, kol/kubis, petsai/sawi, kembang kol, kangkung, bayam f. Sayuran Buah: cabe besar, cabe rawit, kacang merah, paprika, tomat, terung, buncis, ketimun, labu siam, kacang panjang, melinjo, petai, jengkol g. Jamur h. Florikultura Bunga/Daun Potong : anggrek, anthurium bunga, anyelir, gerbera, gladiol, heliconia, krisan, mawar, sedap malam, dracaena, phylodendron, monstera, cordyline, anthurium daun, pakis, palem i. Florikultura Pot dan Taman : palem, aglonema, euphorbia, adenium (kamboja jepang), soka (ixora), defenbacia, sansieviera, calladium j. Florikultura Tabur : melati k. Tanaman Obat Rimpang : temulawak, jahe, lengkuas, kencur, kunyit, lempuyang, temuireng, temukunci, dringo l. Tanaman Obat Non rimpang : kapulaga, mengkudu/pace, mahkota dewa, kejibeling, sambiloto, lidah buaya 36 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

45 Grafik 17. Sasaran Produksi Komoditas Hortikultura Tahun Keterangan: *) satuan dalam ribu ton **) satuan dalam juta tangkai Sasaran produksi komoditas hortikultura unggulan tahun sesuai Renstra Kementerian Pertanian, disajikan pada Grafi k 17. Sasaran produksi masing-masing komoditas yang telah dimasukkan dalam data statistik hortikultura disajikan pada Lampiran 2-5. RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

46 Keragaman jenis komoditas hortikultura yang begitu besar dan nilai ekonomis yang tinggi menimbulkan kesulitan tersendiri dalam memilah prioritas komoditas yang akan dikembangkan, karena hal tersebut sangat terkait dengan kekuatan pasar serta prioritas kebijakan di pusat dan daerah. Berdasarkan hal tersebut ditetapkan komoditas utama hortikultura nasional sebagai berikut : Cabe, Bawang Merah, Kentang, Mangga, Manggis, Jeruk, Salak, Jambu biji kristal, Anggrek dan Krisan. Disamping komoditas unggulan tersebut, juga dikembangkan komoditas penyangga dengan karakteristik sebagai berikut : menyangga kebutuhan sepanjang waktu/musim, merupakan komoditas substitusi impor, memiliki produktivitas rendah, memiliki areal terpencar dan skala usaha kecil, memiliki varietas tidak seragam dan asalan, spesifi k pada agroekologi tertentu. Komoditas penyangga diantaranya adalah pisang, melon, semangka, durian, pepaya, wortel, bawang putih, leather leaf, sedap malam, raphis, heliconia, melati, jahe, temulawak dan lain-lain. Komoditas lainnya adalah kelompok komoditas rintisan yang memiliki karakteristik varietas unggul dan unik, optimasi pemanfaatan lahan/ruang, potensi pemintaan cenderung meningkat, usulan komoditas unggulan daerah untuk menjadi komoditas unggulan nasional. Beberapa komoditas yang termasuk sebagai komoditas rintisan adalah: srikaya jumbo, duku, jambu air dalhari, dan lain-lain. 38 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

47 B. Sasaran Strategis Target Produksi Hortikultura 2010 dan Total Buah (ton) Total Sayuran (ton) Total Tanaman Obat Anggrek (Tangkai) Krisan (Tangkai) Tan. Florikultura Bunga dan Daun lainnya (tangkai) Tan. Pot dan Tan. Taman (pohon) Tan. Bunga Tabur (melati) (kg) Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan hortikultura maka sasaran strategis tahun adalah meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan dengan indikator sebagai berikut : 1. Produksi Hortikultura Adapun target produksi hortikultura tahun secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6. Target Produksi Hortikultura Tahun TARGET INDIKATOR 1. Produksi Hortikultura a. Buah 1) Jeruk (ton) ) Mangga (ton) ) Manggis (ton) ) Durian (ton) ) Pisang (ton) ) Buah Pohon dan Perdu lainnya (ton) ) Buah Semusim dan Merambat (ton) ) Buah Terna lainnya (ton) Total Buah (ton) RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

48 INDIKATOR TARGET b. Sayuran 1) Cabe (ton) ) Bawang Merah (ton) ) Kentang (ton) ) Jamur (ton) ) Sayuran Umbi lainnya (ton) ) Sayuran Daun (ton) ) Sayuran Buah lainnya (ton) c. Tanaman Obat Total Sayuran (ton) ) Temulawak (ton) ) Tanaman Obat Rimpang lainnya (ton) ) Tanaman Obat Non Rimpang (ton) Total Tanaman Obat (ton) d. Tanaman Florikultura 1) Anggrek (Tangkai) ) Krisan (Tangkai) ) Tan. Hias Bunga dan Daun lainnya (tangkai) ) Tan. Pot dan Tan. Taman (pohon) ) Tan. Bunga Tabur (melati) (kg) RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

49 2. Jumlah Ketersediaan Benih Bermutu Prosentase jumlah ketersediaan benih bermutu hortikultura yang ditargetkan dari tahun dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Grafik 19: Target Ketersediaan Benih Bermutu Hortikultura Tahun Luas Serangan OPT Utama Hortikultura terhadap total Luas Panen Prosentase maksimal luas serangan OPT utama hortikultura terhadap total luas panen yang menjadi indikator Direktorat Jenderal Hortikultura dari tahun 2010 sampai 2014 dapat dirinci pada tabel sebagai berikut: Grafik 20: Prosentasi Luas Serangan OPT Utama Hortikultura terhadap Total Luas Panen Tahun RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

50

51 BAB VI ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, RENCANA AKSI DAN LANGKAH OPERASIONAL A. Arah Kebijakan Dalam mencapai beberapa indikator utama tersebut, maka arah kebijakan pengembangan hortikultura yang telah mengacu pada arah kebijakan pengembangan pertanian yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri (konsumsi, industri dan substitusi impor) dan meningkatkan ekspor melalui penerapan Good Agricultural Practices (GAP)/Standar Operasional Prosedur (SOP), penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), Good Handling Practices (GHP), perbaikan kebun, penerapan teknologi maju, penggunaan benih bermutu varietas unggul. 2. Peningkatan kualitas dan kuantitas produk hortikultura melalui perbaikan dan pengembangan infrastruktur serta sarana budidaya dan pasca panen hortikultura. 3. Penguatan kelembagaan perbenihan hortikultura melalui revitalisasi Balai Benih, penguatan kelembagaan penangkar, penataan Blok Fondasi (BF) dan Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT), meningkatkan kapasitas kelembagaan pengawasan dan sertifi kasi benih hortikultura 4. Peningkatan peran swasta dalam membangun industri perbenihan 5. Pemberdayaan petani/pelaku usaha hortikultura melalui bantuan sarana, sekolah lapang, magang, studi banding dan pendampingan. 6. Penguatan akses petani/pelaku usaha hortikultura terhadap teknologi maju antara lain kultur jaringan, rekayasa genetik, somatik embrio genetik, nano teknologi dan teknologi pasca panen serta pengolahan hasil; 7. Penguatan akses petani/pelaku usaha hortikultura terhadap pasar moderen, pasar ekspor melalui pembenahan manajemen rantai pasokan, pembenahan rantai pendingin, kemitraan usaha. RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

52 8. Penguatan akses petani/pelaku usaha hortikultura terhadap permodalan bunga rendah seperti PKBL/CSR, Skim kredit bersubsidi (KKPE), skim kredit penjaminan (KUR) serta bantuan sosial seperti PUAP, LM3, PMD. 9. Mendorong investasi hortikultura melalui fasilitasi investasi terpadu, promosi baik di dalam maupun di luar negeri dan dukungan iklim usaha yang kondusif melalui pengembangan dan penyempurnaan regulasi. 10. Pembangunan dan pengutuhan kawasan hortikultura yang direncanakan dan dikembangkan secara terintegrasi dengan instansi terkait. 11. Promosi dan kampanye meningkatkan konsumsi buah dan sayur dalam rangka mendukung diversifi kasi pangan serta mendorong upaya pencapaian standar konsumsi perkapita yang ditetapkan oleh FAO. 12. Peningkatan keseimbangan ekosistem dan pengendalian hama penyakit tumbuhan secara terpadu melalui pengembangan SLPHT, pengembangan agen hayati, mitigasi dampak iklim. 13. Peningkatan perlindungan dan pendayagunaan plasma-nutfah nasional melalui konservasi, domestikasi dan komersialisasi.penanganan pasca panen yang berbasis kelompok tani, pelaku usaha dan industri untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing. 14. Berperan aktif dalam meningkatkan daya saing produk hortikultura di pasar internasional melalui pemenuhan persyaratan perdagangan dan peningkatan mutu produk dan mendorong perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional. 15. Peningkatan promosi citra petani dan pertanian guna menumbuhkan minat generasi muda menjadi wirausahawan agribisnis hortikultura. 16. Pengembangan kelembagaan yang dapat membantu petani/pelaku usaha dalam mengakselerasi pertumbuhan agribisnis hortikultura. 17. Peningkatan dan penerapan manajemen pembangunan pertanian yang akuntabel, transparansi, disiplin anggaran, efisien dan efektif, pencapaian indikator kinerja secara optimal. B. Strategi 1. Pengembangan Kawasan/Penataan Kebun Tujuan pengembangan kawasan hortikultura adalah (1) Meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu; (2) Mengembangkan keanekaragaman 44 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

53 usaha hortikultura yang menjamin kelestarian fungsi dan manfaat lahan; (3) Menciptakan lapangan kerja; (4) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan; (5) Meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara, maupun kesejahteraan, kualitas hidup, kapasitas ekonomi dan sosial masyarakat petani; dan (6) Meningkatkan ikatan komunitas masyarakat disekitar kawasan yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keamanannya. Manfaat dari pengembangan kawasan hortikultura diantaranya: (1) mempermudah penanganan berbagai komoditas hortikultura secara terpadu sesuai dengan kesamaan karakteristiknya; (2) Membuka kesempatan semua komoditas hortikultura yang penting di suatu kawasan ditangani secara proposional serta mengurangi keinginan daerah menangani komoditas prioritas nasional yang tidak sesuai untuk daerahnya; (3) Menjadi wahana bagi pelaksana desentralisasi pembangunan secara nyata dengan pembagian dan keterkaitan fungsi antar tingkatan pemerintah secara lebih proposional; (4) Mendorong sinergi dari berbagai sumberdaya; dan (5) memberikan insentif bagi para pelaksana di kabupaten; (6) mempercepat pertumbuhan pendapatan, penyerapan tenaga kerja dan tumbuhnya sektor-sektor usaha terkait (Backward and forward linkages). 2. Perbaikan Mutu Produk Perbaikan mutu produk akan difokuskan pada penerapan GAP (Good Agriculture Practices) dan GHP (Good Handling Practices), registrasi kebun/lahan usaha, registrasi packing house dan penerapan teknik budidaya yang ramah lingkungan. Penerapan GAP melalui SOP yang spesifi k lokasi, spesifi k komoditas dan spesifik sasaran pasarnya, dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan petani agar memenuhi persyaratan konsumen dan memiliki daya saing tinggi bagi produk-produk tertentu, dibandingkan dengan produk padanannya dari luar negeri. Penerapan GAP di Indonesia didukung dengan telah terbitnya Peraturan Menteri Pertanian No. 48/Permentan/OT.140/10/2009, tanggal 19 Oktober 2009 tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik (Good Agricultural Practices For Fruit and Vegetable). Dengan demikian penerapan GAP oleh pelaku usaha/ petani mendapat dukungan legal dari pemerintah pusat maupun daerah. Tujuan dari penerapan GAP/SOP diantaranya; (1) Meningkatkan produksi dan produktivitas; (2) Meningkatkan mutu hasil hortikultura termasuk RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

54 keamanan konsumsi; (3) Meningkatkan daya saing; (4) Memperbaiki efisiensi penggunaan sumberdaya alam; (5) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan; (6) Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan; (7) Meningkatkan peluang penerimaan oleh pasar internasional; (8) Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen, sedangkan sasaran yang akan dicapai adalah terwujudnya keamanan pangan, produktivitas tinggi, jaminan mutu, usaha agribisnis hortikultura berkelanjutan dan peningkatan daya saing. Beberapa kegiatan dalam rangka mendukung perbaikan mutu produk meliputi : fasilitasi sarana panen, sarana pascapanen, rantai pendingin dan sarana penyimpan dan distribusi. Disamping itu perlu benchmarking standar berupa sistem produksi berbasis GAP dan standar mutu produk dengan negara tujuan ekspor. 3. Penguatan Sistem Perlindungan Tanaman Penguatan sistem perlindungan tanaman akan diarahkan dalam rangka pengembangan penerapan PHT skala luas (Area Wide IPM (Integrated Pest Management), ALPP lalat buah), pengembangan agro klinik, pengembangan Musuh Alami dan Agens Hayati, pengembangan Biopestisida serta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). 4. Penguatan Sistem Perbenihan Penguatan sistem perbenihan akan diarahkan dalam rangka pengembangan sistem perbenihan yang murah, tepat waktu dan mudah dijangkau petani. Penguatan kelembagaan yang terdiri Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) dan Balai Benih untuk hortikultura. Penguatan sistem perbenihan juga difokuskan pada revitalisasi balai benih melalui penyediaan benih sumber sesuai dengan rencana induk (master plan) pengembangan kawasan dan koleksi varietas serta pembinaan penangkar, asoasi penangkar, koperasi penangkar dan perusahaan benih lokal. 5. Penguatan Kelembagaan Kelembagaan usaha sangat penting untuk meningkatkan posisi tawar petani di dalam rantai pasokan. Untuk itu perlu dibangun kelembagaan yang mampu memperkuat kerjasama antara kelompok tani/gapoktan ataupun kerjasama antar pedagang. Integrasi vertikal merupakan kerjasama antara pelaku usaha dalam segmen yang berbeda, yaitu antara kelompok tani dengan pedagang, termasuk di dalamnya kerjasama tripartite antara kelompok tani, pedagang dan asosiasi. 46 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

55 Untuk meningkatkan posisi tawar petani dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi usaha diperlukan pembentukan dan pengaktifan kelompok-kelompok tani dan gabungan kelompok tani (gapoktan). Keberadaan gabungan kelompok tani juga akan memudahkan dalam mensosialisasikan, menerapkan teknologi dan mengakses pembiayaan, dengan demikian skala usaha menjadi lebih besar dan ekonomis. Pemberdayaan kelompoktani dan Gapoktan diarahkan pada peningkatan kemampuan agribisnis secara keseluruhan, sehingga tidak terfokus pada aspek budidaya saja. 6. Penanganan Pascapanen Karakteristik komoditas hortikultura bersifat volumunios (membutuhkan tempat yang besar) dan perishable (mudah rusak) sehingga dibutuhkan penanganan pasca panen yang cepat dan tepat. Hal utama yang timbul akibat penanganan yang kurang tepat dan cepat tersebut adalah tingginya kehilangan atau kerusakan hasil. Hal ini disebabkan antara lain penanganan pasca panen produk hortikultura yang masih dilakukan secara tradisional atau konvensional dibandingkan kegiatan pra panen. Terlihat bahwa masih rendahnya penerapan teknologi, sarana panen/ pasca panen yang terbatas, akses informasi dalam penerapan teknologi dan sarana pasca panen juga terbatas sehingga menjadi kendala dalam peningkatan kemampuan dan pengetahuan petani/pelaku usaha. Penanganan pasca panen hortikultura secara umum bertujuan untuk memperpanjang kesegaran dan menekan tingkat kehilangan hasil yang dilaksanakan melalui pemanfaatan sarana dan teknologi yang baik. 7. Akselerasi Akses Pembiayaan dan Kemitraan Akselerasi akses pembiayaan akan diarahkan dalam rangka fasilitasi kemudahan mendapatkan akses skim kredit seperti KKPE, KUR. Disamping itu juga diberikan fasilitasi penguatan/modal usaha bagi Lembaga Mandiri dan Mengakar di Masyarakat (LM3) dan kelompok binaan Penggerak Membangun Desa (PMD) tetap menjadi perhatian terutama dalam mendukung penguatan modal pengembangan usaha agribisnis hortikultura. Penguatan kemitraan juga akan tetap dibangun dengan membangun program Coorporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan swasta dan BUMN. 8. Pemasyarakatan Produk Hortikultura Pemasyarakatan produk hortikultura dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi produk hortikultura nasional. Pemasyarakatan merupakan investasi RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

56 jangka panjang yang dampaknya baru dapat dirasakan pada periode mendatang. Kegiatan pemasyarakatan hortikultura akan dilakukan secara berkelanjutan sehingga diharapkan mendorong motivasi pelaku usaha dalam pengembangan hortikultura. Dalam mendukung capaian indikator utama dan arah kebijakan pengembangan hortikultura maka diperlukan beberapa strategi pengembangan hortikultura. Strategi pengembangan hortikultura yang telah sejalan dengan strategi Pembangunan Pertanian berupa Tujuh Gema Revitalisasi adalah sebagai berikut: 1. Revitalisasi Lahan; Penetapan penggunaan lahan melalui pewilayahan komoditas hortikultura sesuai dengan RUTR; menurunkan budidaya dataran tinggi ke dataran medium, mengurangi budidaya hortikultura di kemiringan tertentu, pengembangan hortikultura di dataran rendah, pengembangan DAS, meningkatkan penggunaan sarana organik 2. Revitalisasi Perbenihan; a. Penataan kelembagaan perbenihan melalui peningkatan kompetensi SDM, modernisasi peralatan, pengembangan sistem, standarisasi proses dan akreditasi, peran dan fungsi, penguatan teknologi sistem informasi, pendelegasian kewenangan indeksing. b. Penguatan kelembagaan penangkar benih melalui peningkatan kapasitas SDM, pengembangan perkumpulan penangkar, kemudahan akses Iptek, pasar dan modal, pengembangan dan penerapan SOP perbenihan. c. Penataan BF dan BPMT melalui pengembangan sarana dan prasarana, penyediaan pohon induk. d. Penguatan fungsi LSSM, Balai Benih, Kelembagaan Pengujian Mutu, Sertifi kasi dan pengawasan peredaran benih, penguatan kelembagaan penangkar/produsen benih, kelembagaan BF dan BPMT. e. Melindungi, memelihara dan memanfaatkan sumberdaya genetik nasional untuk pengembangan varietas unggul lokal melalui ekplorasi, determinasi dan domestikasi, duplikat pohon induk, Pohon Induk Tunggal (PIT). f. Peningkatkan peran tenaga pengawas benih tanaman dan PPNS melalui pelatihan, fasilitasi sarana dan prasarana. 48 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

57 g. Meningkatkan peran swasta dalam membangun industri perbenihan dalam negeri melalui kemudahan perijinan, pembinaan proses akreditasi, penyederhaan regulasi dan pelepasan varietas (peluncuran). 3. Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana a. Penyediaan infrastruktur kebun dan budidaya meliputi rumah lindung, mulsa plastik, kubung jamur, kelambu dan infrastruktur pasca panen meliputi : bangsal pasca panen, gudang penyimpanan melalui penataan rantai pasok. b. Penyediaan sarana budidaya dan pasca panen meliputi mulsa plastik, sarana pengendali OPT, alat pengolah tanah, peralatan panen dan pasca panen. c. Mengembangkan percontohan infrastruktur kebun-kebun hortikultura d. Mendorong pembangunan infrastruktur kebun khususnya jalan usaha tani, jaringan irigasi dan sumber energi. 4. Revitalisasi Sumber Daya Manusia a. Pelaksanaan sekolah lapang untuk menerapkan PHT, GAP, GHP dan SOP budidaya dan pasca panen hortikultura. b. Pelaksanaan magang dan studi banding untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman untuk petani di daerah sedang berkembang ke kawasan hortikultura yang sudah maju. c. Pengembangan pola pendampingan yang dilakukan oleh petugas lapang/champion/akademisi/petani maju/peneliti dalam hal pengembangan bisnis hortikultura. 5. Revitalisasi Pembiayaan Petani a. Mengkosolidasikan berbagai sumber pembiayaan seperti BUMN, BUMD, dan lembaga perbankan serta lembaga pembiayaan lainnya untuk dapat menyalurkan sumber pembiayaan yang dimiliki bagi pengembangan kawasan hortikultura. b. Mendorong mitra usaha sebagai penjamin kredit atau avalis. c. Mendorong pemerintah daerah untuk mengalokasikan dana APBD bagi pengembangan hortikultura. d. Menfasilitasi dana bantuan sosial melalui PUAP, LM3, PMD dan bantuan sosial lainnya. RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

58 6. Revitalisasi Kelembagaan Petani a. Memfasilitasi tumbuh kembangnya kelompok tani, gapoktan, Asosiasi, Perhimpunan, lembaga pengembangan hortikultura. b. Mengembangkan wadah bagi masyarakat, praktisi, pakar dan pemerintah dalam bentuk Konsorsium untuk pengembangan industri hortikultura. c. Penguatan akses petani/pelaku usaha hortikultura terhadap teknologi maju antara lain kultur jaringan, rekayasa genetik, somatik embrio genetik, nano teknologi dan teknologi pasca panen serta pengolahan hasil 7. Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir a. Memperkuat hubungan peneliti dengan penyuluh dalam memperlancar diseminasi teknologi maju antara lain kultur jaringan/somatik embrio genetik, rekayasa genetik, nano teknologi; b. Mengembangkan perekayasaan sosial seperti SLPAH (sekolah lapang pengembangan agribisnis hortikultura) dalam diseminasi teknologi untuk pengembangan kawasan terintegrasi. c. Mendorong penerapan teknologi pengolahan hasil untuk pengembangan industri perdesaan berbasis hortikultura. d. Memfasilitasi penerapan teknologi pasca panen antara lain : perpanjangan masa simpan, warna, pengelolaan OPT pasca panen. 50 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

59 C. Rencana Aksi Strategi dan rencana aksi untuk mencapai sasaran produksi hortikultura pada periode tahun disajikan pada Gambar 1. Strategi Revitalisasi Lahan Rencana Aksi Pengembangan DAS Pengurangan budidaya di lereng -lereng Pengembangan hortikultura di dataran medium dan rendah Dukungan Eselon I Terkait Badan Litbang Kementerian Pertanian Strategi Revitalisasi Perbenihan Rencana Aksi 1) Penataan kelembagaan perbenihan 2) Peningkatan fungsi Kelembagaan Pengujian Mutu, Sertifikasi dan pengawasan peredaran benih 3) Pembinaan penangkar/produsen benih 4) Domestikasi dan komersialisasi varietas unggul lokal 5) Meningkatkan peran petugas perbenihan 6) Meningkatkan promosi investasi 7) Penyederhaan proses pelepasan varietas Dukungan Eselon I Terkait Badan Litbang Kementerian Pertanian Strategi Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana Rencana Aksi 1) Penyediaan infrastruktur kebun dan budidaya dan infrastruktur pasca panen 2) Penyediaan sarana budidaya dan pasca panen 3) Mengembangkan percontohan infrastruktur kebun-kebun hortikultura 4) Mendorong pembangunan infrastruktur kebun khususnya jalan usaha tani, jaringan irigasi dan sumber energi Dukungan Eselon I Terkait Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

60 Strategi Revitalisasi SDM Rencana Aksi 1) Pelaksanaan sekolah lapang untuk menerapkan PHT, GAP, GHP dan SOP budidaya dan pasca panen hortikultura 2) Pelaksanaan magang dan studi banding 3) Pengembangan pola pendampingan Dukungan Eselon I Terkait Badan SDM dan Penyuluhan Kementerian Pertanian Strategi Revitalisasi Pembiayaan Petani Rencana Aksi 1) Mengkosolidasikan berbagai sumber pembiayaan 2) Mendorong mitra usaha sebagai penjamin kredit atau avalis 3) Mendorong pemerintah daerah untuk mengalokasikan dana APBD bagi pengembangan hortikultura 4) Memfasilitasi dana bantuan sosial melalui PUAP, LM3, PMD dan bansos lainnya Dukungan Eselon I Terkait Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Strategi Revitalisasi Kelembagaan Petani Rencana Aksi 1) Memfasilitasi tumbuh kembangnya kelompok tani, gapoktan, Asosiasi, Perhimpunan, lembaga pengembangan hortikultura. 2) Mengembangkan wadah bagi masyarakat, praktisi, pakar dan pemerintah dalam bentuk Konsorsium untuk pengembangan industri hortikultura Dukungan Eselon I Terkait Badan SDM dan Penyuluhan Kementerian Pertanian Strategi Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir Rencana Aksi 1) Memperkuat hubungan peneliti dengan penyuluh 2) Mengembangkan perekayasaan sosial 3) Mendorong penerapan teknologi pengolahan hasil 4) Memfasilitasi penerapan teknologi pasca panen Dukungan Eselon I Terkait Badan Litbang Kementerian Pertanian 52 RENCANA STRATEGIS Direktorat Jenderal Hortikultura Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Perbenihan Hortikultura Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Perbenihan Hortikultura Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran benih sebagai sarana utama agribisnis tidak dapat digantikan oleh sarana yang lain. Berkembang atau tidaknya usaha agribisnis sangat ditentukan oleh perkembangan

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 Disampaikan pada acara : Pramusrenbangtannas Tahun 2016 Auditorium Kementerian Pertanian Ragunan - Tanggal, 12 Mei 201 KEBIJAKAN OPERASIONAL DIREKTORATJENDERALHORTIKULTURA

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB IV PEMBAHASAN ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB IV PEMBAHASAN ANALISIS DAN PERANCANGAN 4.1. Gambaran Umum Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pelaksanaan lima tahunan pembangunan hortikultura yang diamanahkan kepada Direktorat Jenderal Hortikultura dari tahun 2010-2014 telah memberikan beberapa manfaat dan dampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PENGEMBANGAN PERBENIHAN HORTIKULTURA TAHUN

RENCANA STRATEGIS PENGEMBANGAN PERBENIHAN HORTIKULTURA TAHUN RENCANA STRATEGIS PENGEMBANGAN PERBENIHAN HORTIKULTURA TAHUN 2015-2019 DIREKTORAT PERBENIHAN HORTIKULTURA DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA 2017 KATA PENGANTAR Ketersediaan benih bermutu sangat strategis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

BAB III KERAGAAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA

BAB III KERAGAAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA BAB III KERAGAAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA Dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2009-2013), subsektor hortikultura telah tumbuh menjadi salah satu sumber pertumbuhan kekuatan ekonomi baru sebagai penggerak

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA

DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA MANUAL IKSP DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA (2016) Nama IKSP Jumlah Produksi Aneka Cabai (Ton) Direktur Jenderal Hortikultura Jumlah produksi aneka cabai besar, cabai

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA A. Sasaran Umum Selama 5 (lima) tahun ke depan (2015 2019) Kementerian Pertanian mencanangkan 4 (empat) sasaran utama, yaitu: 1. Peningkatan ketahanan pangan, 2.

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, 2016 Direktur Jenderal Hortikultura. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Hortikultura Kementrian Pertanian / 1

KATA PENGANTAR. Jakarta, 2016 Direktur Jenderal Hortikultura. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Hortikultura Kementrian Pertanian / 1 KATA PENGANTAR Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Hortikultura 2015 2019 ini bertujuan untuk memberikan panduan dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan Rencana Kinerja Tahunan, Rencana Kinerja,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2014 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

RANCANGAN PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2016

RANCANGAN PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2016 RANCANGAN PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2016 Oleh : Direktur Jenderal Hortikultura Disampaikan pada acara : Musrenbangtan Nasional Tahun 2016 Di Auditorium Kementerian Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKJ)

LAPORAN KINERJA (LKJ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN KINERJA (LKJ) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

1. Pengembangan Komoditas Unggulan 2. Pengembangan Kawasan dan Sentra Produksi 3. Pengembangan Mutu Produk 4. Pengembangan Perbenihan

1. Pengembangan Komoditas Unggulan 2. Pengembangan Kawasan dan Sentra Produksi 3. Pengembangan Mutu Produk 4. Pengembangan Perbenihan KEBIJAKSANAAN UMUM 1. Pengembangan Komoditas Unggulan 2. Pengembangan Kawasan dan Sentra Produksi 3. Pengembangan Mutu Produk 4. Pengembangan Perbenihan 5. Pengembangan Perlindungan Hortikultura 6. Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kerusakan tanaman yang disebabkan gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) baik hama, penyakit maupun gulma menjadi bagian dari budidaya pertanian sejak manusia

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih memegang peranan penting di dalam perekonomian Indonesia, karena alasan-alasan tertentu yaitu: sektor pertanian mampu meyediakan lapangan kerja

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Direktur, Ir. Sri Wijayanti Yusuf, M.Agr Sc. Rencana Kinerja Tahunan Direktorat Perbenihan Hortikultura

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret Direktur, Ir. Sri Wijayanti Yusuf, M.Agr Sc. Rencana Kinerja Tahunan Direktorat Perbenihan Hortikultura KATA PENGANTAR Ketersediaan benih bermutu sangat strategis karena merupakan kunci utama untuk mencapai keberhasilan dalam usaha budidaya hortikultura. Untuk menghasilkan produk hortikultura yang prima

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Nopember Direktur, Ir. Sri Wijayanti Yusuf, M.Agr Sc

KATA PENGANTAR. Jakarta, Nopember Direktur, Ir. Sri Wijayanti Yusuf, M.Agr Sc KATA PENGANTAR Ketersediaan benih bermutu sangat strategis karena merupakan kunci utama untuk mencapai keberhasilan dalam usaha budidaya hortikultura. Untuk menghasilkan produk hortikultura yang prima

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat Ekonomi ASEAN yang telah diberlakukan pada akhir 2015 lalu tidak hanya menghadirkan peluang yang sangat luas untuk memperbesar cakupan bisnis bagi para pelaku dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki berbagai macam potensi sumber daya alam yang melimpah serta didukung dengan kondisi lingkungan, iklim, dan cuaca yang

Lebih terperinci

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor strategis yang memberikan kontribusi dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang dibudidayakan dalam hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor strategis dalam pembangunan perekonomian nasional seperti dalam hal penyerapan tenaga kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2013 Direktur Jenderal Hortikultura, Dr. Ir. Hasanuddin Ibrahim, Sp.I. NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Maret 2013 Direktur Jenderal Hortikultura, Dr. Ir. Hasanuddin Ibrahim, Sp.I. NIP KATA PENGANTAR Mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Lebih terperinci

Revisi ke : 04 Tanggal : 29 Oktober 2014

Revisi ke : 04 Tanggal : 29 Oktober 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : SATU SET DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN A. DASAR HUKUM : 1. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA Tahun Visi : " Jawa Timur sebagai Pusat Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk Kesejahteraan Petani "

INDIKATOR KINERJA UTAMA Tahun Visi :  Jawa Timur sebagai Pusat Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk Kesejahteraan Petani INDIKATOR KINERJA UTAMA Tahun 2015 Instansi : DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR Visi : " Jawa Timur sebagai Pusat Agribisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura untuk Kesejahteraan Petani " Misi : 1. Mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting karena selain sebagai penghasil komoditi untuk memenuhi kebutuhan pangan, sektor pertanian juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN 2019-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Jl. PEMBANGUNAN NO. 183 GARUT

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT)

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT SAYURAN DAN TANAMAN OBAT 2017 DAFTAR ISI KATAPENGANTAR... i DAFTAR ISI ii BAB I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 3 1.2. Maksud dan Tujuan. 7 1.3. Sasaran. 7 1.4.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara tradisional Indonesia adalah negara agraris yang banyak bergantung pada aktivitas dan hasil pertanian, dapat diartikan juga sebagai negara yang mengandalkan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN NOMOR TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2015-2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya perubahan secara terencana seluruh dimensi kehidupan menuju tatanan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Sebagai perubahan yang terencana,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian merupakan kegiatan pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku untuk industri, obat ataupun menghasilkan sumber energi. Pertanian merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

Revisi ke 06 Tanggal : 11 Oktober 2013

Revisi ke 06 Tanggal : 11 Oktober 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar : 1. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3. UU No. 19 Tahun

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang telah diterapkan sejak tahun 1999, masing-masing daerah harus bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan daerahnya masing-masing.

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN SINKRONISASI PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH SELASA, 01 MARET 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB II RENCANA STRATEJIK

BAB II RENCANA STRATEJIK Dinas Provinsi Jawa Barat 2016 BAB II RENCANA STRATEJIK 2.1 Rencana Stratejik Tahun 2013 2018 Rencana Stratejik (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018 telah dirumuskan pada pertengahan tahun

Lebih terperinci

AGRIBISNIS BAWANG MERAH

AGRIBISNIS BAWANG MERAH PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BAWANG MERAH Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA PROGRAM DAN KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2015 Evaluasi Capaian Kinerja Pembangunan Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa peran penting sektor pertanian yaitu menyerap tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya buah tropis yang melimpah yang bisa diandalkan sebagai kekuatan daya saing nasional secara global dan sangat menjanjikan. Buah tropis adalah

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

PETA POTENSI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNGGULAN JAWA TIMUR DALAM MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PRODUK NASIONAL DAN PASAR EKSPOR

PETA POTENSI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNGGULAN JAWA TIMUR DALAM MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PRODUK NASIONAL DAN PASAR EKSPOR PETA POTENSI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNGGULAN JAWA TIMUR DALAM MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PRODUK NASIONAL DAN PASAR EKSPOR Universitas Brawijaya, 5 November 2014 DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci