BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu,lahir
|
|
- Johan Benny Kusumo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Teori Neonatus Bayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu,lahir biasanya dengan usia gestasi minggu (Reeder, 2003). Bobak (2005) mengatakan Neonatus harus memenuhi sejumlah tugas perkembangan untuk memperoleh dan mempertahankan eksistensi fisik secara terpisahdari ibunya. Perubahan biologis besar yang terjadi pada saat lahir memungkinkan transisi dari lingkungan intra uterin ke ekstra uterin. Periode neonatal yang berlangsung sejak bayi lahir sampai usia 28 hari merupakan waktu berlangsungnya perubahan fisik yang dramatis pada bayi baru lahir. Hurlock (2009) mengatakan, beberapa ciri penting untuk periode bayi baru lahir yaitu: a. Merupakan periode tersingkat dibandingkan periode lainnya (berlangsung hanya sekitar 2 minggu sejak kelahiran) b. Masa terjadinya perubahan yang radikal (peralihan dari kehidupan dilingkungan dalam kandungan kelingkungan luar) c. Menjadi landasan/petunjuk untuk perkembangan selanjutnya (kondisi bayi diawal kehidupan dapat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya) d. Masa terhentinya perkembangan (beberapa hari mengalami penurunan berat badan dan cenderung kurang sehat) 9
2 10 e. Merupakan periode yang berbahaya (harus melakukan penyesuaian baik secara fisik maupun psikologis pada lingkungan yang baru dan berbeda dibandingkan sebelumnya sehinga tingkat kematian bayi pada peiode ini cukup tinggi). Selain neonatus yang dilahirkan sempurna pada kehamilan cukup bulan, Bobak (2005) menjelaskan terdapat pula bayi yang lahir dengan tingkat perkembangan dan fungsi yang belum memungkinkan terpisah dari ibunya, diantaranya bayi berat lahir rendah. Masalah lain yang timbul pada periode neonatus yaitu gangguan-gangguan seperti asfiksia, gangguan pernapasan, obstuksi saluran pencernaan, hernia diafragmatika, omfalocell, penyakit jantung bawaan, atresia ani dan lain-lain. Bayi baru lahir yang memiliki masalah kesehatan berkontribusi terhadap kejadian kematian neonatus. Angka kematian bayi di Indonesia menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) mengalami penurunan dari 46 per 1000 kelahiran hidup (SDKI,1997) menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Penyebab kematian neonatal utama adalah asfiksia neonatal sebesar 37%, prematuritas 34%,sepsis 12%, hipotermi 7%, kelainan darah 6%, postmatur 3%, dan kelainan kongenital sebesar 1% (Riset Kesehatan Dasar, 2007). a.tumbuh kembang neonatus usia 0-30 hari Tumbuh kembang masa neonatus (0-30 hari) yaitu masa terjadinya kehidupan yang baru dalam ekstra uteri. Pada masa ini terjadi proses adaptasi semua sistem organ tubuh, dimulai dari aktivitas pernapasan, pertukaran gas dengan pernapasan antara kali permenit, penyesuaian denyut jantung antara kali
3 11 permenit. Perubahan ukuran jantung menjadi lebih besar bila dibandingkan dengan rongga dada, kemudian gerakan bayi mulai meningkat untuk memenuhi kebutuhan gizi seperti menangis, memutar-mutar kepala, mengisap (rooting reflek) dan menelan. Perubahan selanjutnya adalah pada proses pengeluaran feses/tinja yang terjadi dalam waktu 24 jam serta adanya mekonium (isi usus janin yang terdiri atas getah kelenjar usus dan air ketuban berwarna hijau kehitam - hitaman). Perubahan pada fungsi organ yang lain seperti ginjal belum sempurna, urine masih mengandung sedikit protein. Pada minggu pertama urine berwarna merah muda karena banyak mengandung senyawa urat. Kemudian kadar hemoglobin darah tepi pada neonatus berkisar antara g/dl, kadar hematokrit saat lahir adalah 52 %, terjadi peningkatan kadar leukosit sekitar /μl dan setelah umur satu minggu akan terjadi penurunan hingga kurang dari /μl. Fungsi hati pun masih relatif belum matang dalam memproduksi faktor pembekuan karena belum terbentuknya flora usus yang berperan dalam absorbsi vitamin K. Selain itu bayi juga memiliki imunoglobulin yang didapat sejak lahir yang berfungsi sebagai zat kekebalan. Pada masa neonatus, perkembangan motorik kasar diawali dengan gerakan seimbang pada tubuh seperti mengangkat kepala. Perkembangan motorik halus ditandai dengan kemampuan untuk mengikuti garis tengah bila kita memberikan rangsangan terhadap gerakan jari atau tangan. Perkembangan bahasa ditunjukkan dengan adanya kemampauan bersuara (menangis) dan bereaksi terhadap suara atau bunyi. Perkembangan adaptasi sosial ditandai dengan adanya tanda-tanda tersenyum dan mulai menatap muka untuk mengenali seseorang.
4 12 b.bayi Baru Lahir Normal dan Masalah yang Muncul Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000 gram. Ciri-ciri pada bayi normal yaitu: 1. Berat badan 2500 gram gram 2. Panjang badan lahir 48 cm - 52 cm 3. Lingkar dada30 cm - 38 cm 4. Lingkar kepala 33 cm - 35 cm 5. Frekuensi jantung 180 denyut/menit, kemudian menurun sampai denyut/menit 6. Pernapasan pada beberapa menit pertama cepat, kira-kira 80 kali/menit, kemudian menurun setelah tenang kira-kira 40 kali/menit 7. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subcutan cukup terbentuk dan diliputi verniks kaseosa 8. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya sempurna 9. Kuku agak panjang dan lemas 10. Genetalia, labia mayora sudah menutupi labia minora (pada perempuan), testis sudah turun (pada laki-laki). Hal-hal yang perlu dipantau pada bayi baru lahir: 1. Suhu badan dan lingkungan 2. Tanda-tanda vital 3. Berat badan 4. Mandi dan perawatan kulit
5 13 5. Pakaian 6. Perawatan tali pusat 7. Pemantauan tanda-tanda vital 8. Suhu tubuh bayi diukur melalui aksila dan telinga 9. Pada pernapasan normal, perut dan dada bergerak hampir bersamaan tanpa adanya retraksi, tanpa terdengar suara pada waktu inspirasi maupun ekspirasi. Frekuensi pernapasan kali permenit 10. Nadi dapat dipantau disemua titik-titik nadi perifer 11. Tekanan darah dipantau jika ada indikasi Masalah bayi baru lahir yaitu : 1. Trauma lahir, yaitu kondisi ketika bayi mengalami trauma mekanis/luka yang disebabkan oleh proses persalinan/kelahiran yang meliputi; caput sucedaneum, cefalhematoma, perdarahan intacranial, fraktur klavikula, fraktur humerus, paralisis brakhial. 2. Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan morfologik pada pertumbuhan struktur tubuh yang dijumpai sejak bayi lahir. Jenis kelainan bawaan berdasarkan penangannya ada tiga yaitu: a) Kelainan bawaan yang memerlukan tindakan segera (untuk menyelamatkan kehidupan bayi),meliputi: hernia diafragmatika, atresia koana posterior, obstruksi jalan napas atas. b) Kelainan bawaan yang memerlukan tindakan dini (seawal mungkin untuk meningkatkan/memperbaiki kondisi fisik bayi yang dapat mengganggu
6 14 perkembangannya) meliputi; omfalocell, atresia oesofagus, hischprung, atresia ani, meningocell, ensefalocell, hidrosefalus, obstruksi biliaris. c) Kelainan bawaan yang dapat dijumpai diklinik yang tidak memerlukan penanganan segera meliputi; labioskizis, labiopalatoskizis, hipospadia, fimosis Neonatus Intensive Care Unit (NICU) a. Pengertian NICU NICU merupakan suatu unit perawatan intensif untuk bayi yang memerlukan pengobatan dan perawatan khusus guna mencegah dan mengobati terjadinya kegagalan organ-organ vital (Victor,1997). Depkes (2003) menjelaskan NICU sebagai unit perawatan untuk bayi baru lahir yang memerlukan perawatan khusus seperti BBLR, fungsi pernapasan kurang sempurna, prematur dan bayi yang mengalami kesulitan dalam pesalinan serta menunjukkan tanda-tanda menghkhawatirkan dalam beberapa hari pertama kehidupan. Bayi yang harus dirawat di NICU antara lain bayi dengan sindrom gawat napas derajat tiga atau empat yang memerlukan support alat bantu napas mekanik, aspirasi air ketuban (Miconium Aspirasi Sindrom), bayi berat lahir rendah atau berat bayi lahir amat sangat rendah atau bayi dengan umur kehamilan kurang dari 34 minggu yang belum mendapatkan obat pematangan paru.
7 15 b. Fasilitas dan Kompetensi pada Ruang NICU Penanganan pasien neonatus pada dasarnya tidak bisa disamakan atau disatukan dengan pasien dengan keluhan dan penyakit lain. Pasien neonatus harus mendapatkan penanganan dan perlakuan ekstra khusus karena resiko kematiannya sangat tinggi. Meski demikian, beberapa rumah-sakit tetap melakukan perawatan terhadap pasien neonatus, dengan berbagai kekurangan dan keterbatasan. Akibatnya, penanganan yang dilakukan tidak maksimal.inilah yang menyebabkan angka kematian pasien neonatus tetap tinggi. Idealnya, penanganan kasus neonatus harus dilakukan dalam ruang perawatan khusus yang terdiri dari tiga level, berdasarkan derajat kesakitan, risiko masalah dan kebutuhan pengawasannya. Level I adalah untuk bayi risiko rendah, dengan kata lain bayi normal yang sering digunakan istilah rawat gabung ( perawatan bersama ibu) atau Level II untuk bayi risiko tinggi tetapi pengawasan belum perlu intensif. Pada level ini bayi diawasi oleh perawat 24 jam, akan tetapi perbandingan perawat dan bayi tidak perlu 1:1. Sedangkan pada level III, pengawasan yang dilakukan benar-benar ekstra ketat. Satu orang perawat yang bertugas hanya boleh menangani satu pasien selama 24 jam penuh. Pada ketiga level peran dokter boleh dibagi, artinya satu orang dokter pada ketiga level, akan tetapi dengan ketrampilan dan pengetahuan khusus mengenai masalah gawat darurat pada neonatus. Sesuai dengan namanya, perawatan intensif harus dilakukan secara khusus oleh seorang perawat terus menerus selama 24 jam.tapi kalau perawatan dilakukan
8 16 terhadap beberapa pasien, itu namanya bukan intensif. Tujuannya, agar kita bisa merawat bayi-bayi risiko tinggi secara baik dan benar. Sehingga bayi yang sakit itu jangan sampai meninggal. Setelah dirawat, dia harus sembuh. Selain pengawasan oleh dokter dan perawat secara intensif, dukungan peralatan juga sangat membantu kesembuhan pasien. Sebab perubahan klinis pasien neonatus sangat cepat, sehingga membutuhkan peralatan bantuan monitor, mesin dan peralatan penunjang lainnya seperti, Ventilator, Inkubator, Infusion pump, CPAP, Fototherapi, Siringe pump Konsep Terapi Intravena a. Pengertian Terapi Intravena Perry dan Potter (2005) menjelaskan bahwa terapi intravena adalah pemberian cairan atau obat ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu melalui pemasangan infus. Terapi Intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrien (biasanya glukosa), vitamin atau obat. Prinsip pemasangan terapi intravena (infus) memperhatikan prinsip steril, hal ini yang paling penting dilakukan untuk mencegah kontaminasi jarum intravena (infus). 1. Tujuan Pemberian Terapi Intravena (Infus) a) Memberikan atau menggantikan cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral.
9 17 b) Memperbaiki keseimbangan asam-basa. c) Memperbaiki volume komponen-komponen darah. d) Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh. e) Memonitor tekanan vena sentral (CVP). f) Memberikan nutrisi pada saat system pencernaan diistirahatkan (Setyorini, 2006) 2. Tipe-tipe Cairan Intravena a) Isotonik Suatu cairan yang memiliki tekanan osmotik yang sama dengan yang ada didalam plasma, misalnya Nacl 0,9%, Ringer Laktat, komponen darah (albumin 5%, plasma) b) Hipotonik Suatu larutan yang memiliki osmotik yang lebih kecil dari pada yang ada didalam plasma darah. Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan dilusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk ke dalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di Intrasel dan Ekstrasel, sel-sel tersebut akan membesar atau membengkak. Yang termasuk cairan hipotonik yaitu dextrose 2,5% dalam NaCl 0,45%, NaCl 0,45%, NaCl 0,2% dan lain-lain. c) Hipertonik Suatu larutan yang memiliki tekanan osmotik yang lebih tinggi dari pada yang ada dalam plasma darah. Pemberian cairan ini meningkatkan konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk kedalam sel untuk memperbaiki keseimbangan osmotik, sel kemudian akan menyusut. Misalnya Dextrose
10 18 5% dalam NaCl 0,9%, Dextrose 10%, Dextrose 20%, NaCl 3%, atau Albumin 25%. 3. Metode Pemberian Terapi Intravena Cara pemberian terapi intra vena melalui dua jalur yaitu : a) Terapi Intravena Perifer Pemberian terapi intravena melalui vena perifer atau superficial yang terletak dalam facia subkutan merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Biasanya pemasangan melalui vena perifer adalah pemasangan untuk jangka waktu yang pendek. b) Terapi Intravena Sentral Pemberian terapi intravena melalui vena sentral karena akses intravena perifer terlalu sulit, adanya total parenteral nutrition, kebutuhan obat-obatan inotropik, kebutuhan pemantauan cairan intravaskuler, dan obat-obat yang iritatif. Pilihan lokasi untuk vena sentral antara lain vena jugular interna kiri dan kanan, vena subklavia kiri dan kanan serta vena femoralis kiri dan kanan (Ramzi, 2009) Konsep Infus Vena Perifer a. Pengertian Infus Vena Perifer Pemasangan infus vena perifer merupakan sebuah tehnik yang digunakan untuk memungsi vena secara transcutan dengan menggunakan teknik steril seperti angeochateter atau dengan jarum yang disambungkan dengan spuit (Kusyati,2006). Pemasangan infus adalah satu cara atau bagian dari pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien ( Darmawan, 2008).
11 19 Prosedur pemasangan infus merupakan suatu tata cara pemasangan jalur pemberian cairan infus dan obat melalui pembuluh vena perifer menggunakan infus set. Penetapan prosedur ini bertujuan untuk mendapatkan jalur pemberian cairan dan obat yang aman, aseptik, dan benar. b.tujuan Pemasangan Infus Tujuan utama pemasangan infus adalah mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat dipertahankan melalui oral, mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit, memperbaiki keseimbangan asam basa, memberikan tranfusi darah, menyediakan medium untuk pemberian obat intravena, dan membantu pemberian nutrisi parenteral (Hidayat, 2008). c.keuntungan dan Kerugian Pemasangan Infus Perifer 1. Keuntungan Keuntungan pemasangan infus intravena antara lain; efek terapiutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat, absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapiutik dapat dipertahankan atau dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutan dapat dihindari. 2. Kerugian Kerugian pemasangan infus intravena adalah tidak bisa dilakukan drug recall dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang tidak baikbisa menyebabkan speed
12 20 shock dan komplikasi tambahan dapat timbul yaitu; kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu, iritasi vaskular, misalnya flebitis kimia,inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan. d. Lokasi Pemasangan Infus Perifer Perry dan Potter (2005) mengatakan tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer kutan terletak didalam fasia subkutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah: 1. Permukaan dorsal tangan, misalnya vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika 2. Lengan bagian dalam, misalnya vena kubiti median, vena median lengan bawah dan vena radialis 3. Permukaan dorsal, misalnya vena safena magna, vena pada ramus dorsalis. e. Prosedur Pemasangan Infus Perifer. Adapun prosedur pemasangan infus pada bayi dan anak di RSUP Sanglah Denpasar adalah: 1. Persiapan peralatan a) Standar infus b) Kateter intravena abocath no G 24 c) Infuset pediatrik (pada bayi dan anak kecil memerlukan selang mikrodrip, yang memberikan 60 tetes permenit) terbungkus steril. d) Cairan infus yang di perlukan. e) NaCl 0,9 %.
13 21 f) Bengkok. g) Torniquet. h) Sarung tangan steril. i) Plester yang sudah dipotong dan siap digunakan. j) Gunting. k) Pengalas. l) Pisau Cukur. 2 Persiapan pasien a) Mengidentifikasi pasien b) Mengatur posisi pasien c) Mencari akses vena yang akan dipasang IV line d) Menjaga kehangatan bayi e) Atur pencahayaan dengan baik f) Atur suhu ruangan dengan temperatur yang tidak terlalu dingin. g) Atur peralatan di meja tindakan, dekatkan dengan pasien 3 Pelaksanaan pemasangan infus a) Cuci tangan dan memakai sarung tangan b) Memberitahu kepada pasien sebelum dan sesudah melakukan tindakan c) Memilih vena yang tepat d) Mencukur rambut bila pemasangan di kulit kepala e) Memasang pengalas f) Memasang torniket bila vena telah di tentukan g) Membersikan lokasi dengan antiseptik secara melingkar
14 22 h) Memegang jarum diantara ibu jari pertama i) Menekan dan mengurut vena dengan telunjuk yang bebas untuk melebarkan vena ( bila di kepala) j) Memegang jarum sejajar vena searah aliran darah k) Menusuk jarum pada kulit beberapa milimeter distal dari tempat masuknya jarum l) Memasuknya jarum perlahan sampai darah muncul pada tabung jarum atau kanula pada saat menarik stilet. Bila perlu injeksikan NaCl 0,9% pada pembuluh darah yang sangat kecil. m) Menarik sedikit stilet sambil memasukkan kanulanya. Jangan menarik seluruh stilet sebelum kanula masuk semua ke pembuluh darah. n) Memasang kanula sejauh mungkin o) Melepaskan torniket p) Mengalirkan cairan infus perlahan untuk mengetahui posisi intra vasculer q) Melakukan fiksasi jarum atau kanula r) Melepaskan sarung tangan dan cuci tangan s) Merapikan alat-alat yang sudah di pakai t) Mendokumentasikan tindakan pada rekam medis. Setelah dilakukan pemasangan infus observasi keperawatan diperlukan untuk mempertahankan kecepatan tetesan infus dan melakukan observasi terhadap adanya komplikasi atau masalah yang timbul akibat pemasangan infus. Perry dan Potter (2005) mengatakan peran perawat dalam terapi intravena adalah:
15 23 1) Observasi tempat penusukan (insersi) dan melaporkan abnormalitas, misalnya plebitis. 2) Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infus maupun kemasannya. 3) Memastikan cairan infus diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian). 4) Memeriksa apakah jalur intravena tetap paten. 5) Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan instruksi. 6) Monitor kondisi pasien dan melaporkan setiap perubahan. f. Komplikasi Pemasangan Infus Perifer Pemasangan infus intravena pada neonatus yang diberikan secara perifer sering mengalami kegagalan atau dilakukan berulang kali karena vena bayi masih sangat kecil dan tipis. Penusukan yang berulang kali dapat menimbulkan terjadinya resiko infeksi. Komplikasi dari pemasangan infus yaitu flebitis, hematom, infiltrasi, tromboflebitis dan emboli udara (Hinley,2006). 1. Flebitis Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. 2. Hematom Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan disekitar area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau chateter dilepaskan. Tanda
16 24 dan gejala hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusukan dan kebocoran darah pada tempat penusukan. 3. Infiltrasi Infiltrasi terjadi ketika cairan intravena memasuki ruang subkutan disekeliling tempat insersi vena. 4. Tromboflebitis Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat dan pembengkakan disekitar area insersi atau sepanjang vena. 5). Emboli udara Emboli udara merupakan masuknya udara kedalam sirkulasi darah, terjadi akibat masukya udara yang ada dalam cairan infus kedalam pembuluh darah Konsep Central Venous Chateter (CVC) a. Pengertian Central Venous Chateter (CVC) Central Venous Chateter (CVC) adalah merupakan prosedur memasukkan kateter intravena yang fleksibel kedalam vena sentral pasien dalam rangka memberikan terapi melalui vena sentral. Dari 250 vena diseluruh tubuh manusia, yang dianggap sebagai vena sentral adalah vena-vena yang dekat dengan jantung sebagai pusat sirkulasi. Semakin dekat kejantung, ukuran vena semakin besar dan aliran darahnya semakin tinggi. Vena yang berdiameter besar dan beraliran darah cepat seperti itu adalah vena kava superior, vena kava inferior, vena brakiosefalika, vena subklavia, vena iliaka komunis, vena iliaka eksterna.
17 25 b. Indikasi Central Venous Chateter (CVC) Indikasi dari Central Venous Chateter (CVC) ini yaitu, hiperalimentasi, penatalaksanaan nyeri, preparat kemoterapeutik, antibiotika, hidrasi intravena, pengambilan darah. Kemudian keuntungannya ialah dapat menurunkan biaya dan menghindari penusukan vena berulang. Central Venous Chateter (CVC) dapat digunakan untuk infus apapun, berapa pun osmolaritas, ph, atau sifat kimia lainnya pengobatan. Indikasi dan kegunaan dipasangnya kateter vena sentral adalah: 1. Tempat pengukuran tekanan vena sentral pada kegawatdaruratan guna mengetahui kecukupan cairan 2. Sebagai jalur infus bila akses vena perifer sulit dilakukan untuk memberikan obat yang bersifat kaustik atau sklerosan dan juga untuk memberikan nutrisi parenteral baik jangka pendek ataupun jangka panjang. 3. Sebagai akses untuk pengambilan sampel darah berulang 4. Sebagai jalur untuk melakukan dialisis dan kemoterapi 5. Sebagai jalur pemberian antibiotika dan anti nyeri jangka panjang c. Komplikasi atau Kerugian Central Venous Chateter (CVC) Pemasangan Central Venous Chateter (CVC) juga mempunyai beberapa komplikasi baik mekanis, infeksi, maupun komplikasi thrombosis. 1. Komplikasi infeksi Kateter sebagai akses vena sentral, merupakan jalur masuk kuman yang sangat potensial karena menghubungkan dunia luar langsung ke sirkulasi darah.
18 26 Komplikasi pada penggunaan CVC berkisar dari 5-26%. Di Amerika Serikat saja,dengan asumsi setiap tahunnya terdapat 15 juta hari penggunaan CVC di ICU,diperkirakan terjadi kasus infeksi terkait CVC. Infeksi terkait kateter bisa terjadi karena infeksi lokal dari tempat insersi, kolonisasi kuman kateter dan hematogen 2. Komplikasi mekanik Komplikasi mekanik saat pemasangan kateter mencakup arterial puncture, hematoma, pneumothorax, hemothorax, arhytmia dan malposisi kateter. Komplikasi mekanis seperti tertinggalnya mandrin/wire juga bisa terjadi. 3. Komplikasi thrombosis Kanulasi vena sentral rentan dengan resiko thrombosis vena sentral yang potensial memicu tromboembolisme vena. Trombosis bisa terjadi pada hari pertama kanulasi. Jika kateter tidak diperlukan lagi, lebih baik segera dikeluarkan untuk mengurangi resiko thrombosis yang berkaitan dengan kateter. d. Prosedur Pemasangan Central Venous Chateter (CVC) Adapun prosedur pemasangan kateter vena sentral (SPO), yaitu: 1. Persiapan alat a) 1 set chateter CVC b) Mandrin/wire c) Set steril yang berisi; 1 buah duk lubang, 2 buah kom,1 buah gunting, 1 buah nalpoeder, 2 buah pinset, 4 buah pinset sirurgis, 1 buah duk steril d) Abocath sesuai ukuran
19 27 e) 1 buah spuit 3 ml f) 1 buah spuit 1 ml g) Benang dan jarum h) Gaas i) Alkohol swab j) Desinfektan k) 1 ampul lidocain l) 1 vial heparin m) Cairan isotonik/nacl 0,9% n) Baju steril o) Masker p) 2 buah handscone steril 2. Pelaksanaan a) Tentukan daerah yang akan dipasang; vena yang biasa digunakan sebagai tempat pemasangan adalah vena subklavia atau internal jugularis, pada bayi lebih sering pada vena femoralis b) Posisikan pasien trenddelenberg, atur posisi kepala agar vena jugularis interna maupun vena subklavia lebih jelas, untuk mempermudah pemasangan pada vena femoralis luruskan kaki bayi c) Lakukan cuci tangan steril d) Gunakan APD e) Lakukan desinfeksi pada daerah penusukan dengan cairan desinfektan f) Pasang duk lubang yang steril pada daerah pemasangan
20 28 g) Siapkan heparin yang diencerkan dengan larutan isotonik ( pengenceran heparin 50 IU dalam 50 cc NaCl 0,9% ) didalam kom kecil h) Lakukan anastesi lokal dengan pemberian lidokain diarea penusukan i) Masukan jarum /abocath pada vena yang telah dipilih j) Setelah darah tampak keluar dijarum/abocath, keluarkan jarum kemudian ganti dengan mandrin k) Setelah mandrin/wire masuk dengan lancar, lepaskan abocath l) Kemudian masukkan chateter vena sentral melalui mandrin/wire sampai ukuran yang sudah ditentukan setelah itu mandrin/wire dikeluarkan m) Kemudian sambungkan dengan infuset yang sudah diisi dengan cairan infus n) Lakukan fiksasi dengan melakukan heating ditempat insersi supaya kateter tidak berubah posisi o) Lakukan dressing pada daerah pemasangan agar posisi kateter terjaga dengan baik p) Rapikan peralatan dan cuci tangan kembali q) Setelah dipasang sebaiknya dilakukan foto rontgent untuk memastikan posisi ujung kateter yang dimasukkan, serta memastikan tidak adanya hematothorax atau pneumothorax sebagai akibat dari pemasangan Konsep Plebitis a. Pengertian Plebitis Smeltzer & Bare dikutip Mulyani (2010) mendefinisikan plebitis sebagai inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Sedangkan
21 29 menurut Hafifah (2010) dikutip dari Hankins (2001) menjelaskan bahwa plebitis adalah suatu peradangan atau inflamasi pada pembuluh darah vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik, yang mengakibatkan kerusakan pada endotelium dinding-dinding pembuluh darah khususnya vena. Brunner & Sudarth (2002) menyatakan bahwa plebitis merupakan inflamasi pada vena yang ditandai dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang vena. b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Plebitis Banyak faktor telah dianggap terlibat dalam terjadinya plebitis. Faktor tersebut terdiri dari faktor internal (usia, status nutrisi, stress, keadaan vena, kondisi penyakit pasien seperti DM) dan faktor eksternal (Perry dan Potter, 2005). Sementara pada neonatus faktor internal lebih dipengaruhi oleh usia, imunitas, keadaan vena, dan juga gerakan reflek bayi (Daugherty, 2010). Faktor eksternal terdiri dari: 1. Faktor Kimia Terry (1995) menyatakan bahwa PH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem, mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna selama pencampuran, bahan kateter, kecepatan pemberian infus dan obat (kecepatan yang tidak cepat kurang menyebabkan iritasi daripada pemberian cepat). 2. Faktor mekanis Faktor mekanis dikaitkan dengan penempatan kateter. Kateter yang dimasukkan pada daerah lekukan sering menghasilkan plebitis mekanis, dalam
22 30 hal ini ukuran kateter disesuaikan dengan ukuran vena dan difiksasi dengan baik ( Terry, 1995). 3. Faktor bakterial Salah satu yang berkontribusi dalam faktor bakterial adalah tehnik aseptik dressing yang tidak baik (Terry, 1995). Pendeteksian dan penilain plebitis bisa dilakukan dengan cara melakukan aseptik dressing. Menurut Lee KE (2000) perawatan infus dilakukan tiap 24 jam sekali guna melakukan pencegahan adanya plebitis dengan cara melakukan pendeteksian dan penilaian adanya plebitis akibat infeksi bakteri, sehingga kejadian plebitis dapat dicegah dan diatasi secara dini. Sedangkan menurut Perry dan Potter (2005) infeksi yang terkait dengan pemberian infus dapat dikurangi dengan mempertahankan sterilisasi sistem intravena saat mengganti larutan dan balutan, penggantian larutan dan balutan sekurang-kurangnya setiap 24 jam. Intervensi yang perlu dilakukan saat terjadi plebitis adalah dengan memindahkan kateter ke area insersi yang lain, jika parah dilakukan kompres hangat. Jika pasien mengalami peningkatan suhu (suhu meninggi secara tibatiba atau bertahap), menggigil dan gemetar, frekuensi napas dan nadi meningkat maka intervensi yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan kultur bakteri (diambil dari kateter dan vena) dan melakukan insersi ditempat lain untuk pemberian obat (Joanne, 1998). Penggunaan kateter pada pemasangan infus yang tidak memperhatikan standar medis menimbulkan masalah seperti plebitis. Menurut Ariningsih (2010) pada
23 31 kejadian plebitis mikroorganisme terbanyak adalah kolonisasi Staphylococcus. Semua kateter dapat memasukkan bakteri ke dalam aliran darah, mekanisme infeksi oleh bakteri dapat berupa infeksi lokal saat insersi yang masuk ke dalam kateter atau kolonisasi yang diikuti oleh infeksi lewat rute insersi. Ariningsih (2010) juga menjelaskan bahwa kultur darah yang diambil dari kateter dan vena dilakukan saat dijumpai tanda-tanda infeksi sistemik. Dari hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan tidak ada pengaruh umur, jenis kelamin, kecepatan tetesan, pemberian obat intravena, lokasi pemasangan dan lama pemasangan terhadap kolonisasi bakteri. Sebaliknya penggunaan sarung tangan dan aseptik dressing menunjukkan ada hubungan terhadap kolonisasi bakteri. Faktor Internal Terdiri dari: 1. Usia Usia berkaitan erat dengan pertumbuhan dan perkembangan fisologis jaringan dan seluruh sistem pada tubuh manusia. Seperti pernyataan Perry dan Potter (2005) pengaruh usia pada kejadian plebitis terjadi karena pertahanan tubuh seseorang terhadap infeksi dapat beubah sesuai usia. 2. Sistem Imun Bayi yang Belum Matang. Secara sederhana plebitis berarti peradangan vena. Terjadinya peradangan dipengaruhi oleh sistem imun tubuh seseorang. Darmawan (2008), mengatakan bahwa imun berkembang sesuai dengan perkembangan tubuh kita, pada waktu bayi umumya sistem imun masih belum banyak berkembang, beberapa komponen masih belum dapat bekerja optimal. Hal
24 32 ini akan menyebabkan risiko terjadinya plebitis semakin besar. Dengan bertambahnya usia dari anak-anak menuju remaja hingga dewasa, sistem imun berkembang untuk bekerja lebih optimal. Pada prinsipnya, orang dengan kondisi sistem imun dalam keadaan prima, tidak mudah terkena infeksi yang sangat erat kaitannya dengan plebitis. Sistem imun yang belum bekerja dengan baik pada bayi ini akan memicu terjadinya plebitis dari agen infeksius sebagai penyebab terjadinya plebitis. 3. Struktur Pembuluh Darah Vena Bayi yang Masih Rentan Rejeki (2012), menjelaskan bahwa struktur tubuh bayi belum berkembang sempurna, temasuk struktur pembuluh darah vena. Pembuluh darah vena memiliki struktur yang lembut dan berdinding tipis (Medicastore, tahun tidak dipublikasikan). Tentunya kondisi tersebut lebih lembut dan berdinding jauh lebih tipis pada tubuh bayi. Strukur pembuluh darah vena yang tipis dan lembut akan lebih mudah pecah yang bisa berakibat terjadinya peningkatan plebitis pada bayi. Semakin meningkat usia bayi, maka secara perlahan struktur pembuluh darah venanya juga akan semakin baik. 4. Gerak Refleks pada Bayi Gerak refleks merupakan gerak alami diluar kesadaran bayi yang bersifat normal dan berguna untuk melindungi tubuh bayi (Informasitips, 2012). Gerak refleks juga merupakan cara bayi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan diawal kehidupannya yang masih sangat lemah. Apabila pada bayi sudah dipasang kanula infus, maka gerakan refleks ini sewaktu-waktu
25 33 dapat menggangu konsistensi kanula tersebut. Gangguan-gangguan yang diakibatkan gerakan spontan ini dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan insiden plebitis. b. Tanda dan Gejala Plebitis Jackson (2008) dalam Wening (2013) mengatakan vena pada daerah pemasangan infus dikatakan plebitis apabila terdapat dua tanda atau lebih dari tanda berikut, yaitu: nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi (pengerasan jaringan atau organ yang abnormal), vena cord (struktur mirip tali/benang). Brunner dan Sudarth (2002) mengatakan plebitis ditandai dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang vena. Terry (1995) menjelaskan bahwa tanda dari plebitis adalah terdapat dua atau lebih dari tanda plebitis, yang terdiri dari: nyeri pada lokasi pemasangan kateter, erytema, edema, terdapat garis merah pada vena yang terpasang infus, teraba keras. Skala plebitis menurut Terry (1995) adalah sebagai berikut: 1. 0: tidak terdapat tanda plebitis 2. 1+: terdapat satu tanda plebitis : terdapat lebih dari satu tanda plebitis 4. 3+: terdapat jelas semua tanda dari plebitis Skor visual untuk plebitis yang telah dikembangkan oleh Jakson (2008) adalah: 1. Tempat insersi tampak sehat, skor 0 = tidak ada tanda plebitis. 2. Terdapat salah satu tanda (nyeri atau kemerahan) pada daerah insersi terlihat jelas, skor 1 = mungkin tanda dini plebitis.
26 34 3. Terdapat dua tanda (nyeri, kemerahan, pembengkakan) pada daerah insersi terlihat jelas, skor 2 = stadium dini plebitis. 4. Terdapat semua tanda (nyeri, kemerahan, pembengkakan) pada daerah insersi terlihat jelas, skor 3 = stadium moderat plebitis. 5. Terdapat semua tanda (nyeri, kemerahan, indurasi, vena cord) pada daerah insersi terlihat jelas, skor 4 = stadium lanjut atau awal tromboplebitis. 6. Terdapat semua tanda (nyeri, kemerahan, indurasi, vena cord, demam) terlihat jelas, skor 5 = stadium lanjut tromboplebitis Perbedaan Kejadian Plebitis pada Pasien yang Dipasang AksesVena Central dengan Akses Vena Perifer. Pemasangan infus vena perifer merupakan suatu tehnik yang digunakan untuk memungsi vena secara transcutan dengan menggunakan teknik steril seperti angeochateter atau dengan jarum yang disambungkan dengan spuit (Kusyati, 2006). Pemasangan Central Venous Chateter (CVC) adalah merupakan prosedur memasukkan kateter intravena yang fleksibel kedalam vena sentral pasien dalam rangka memberikan terapi melalui vena sentral. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan sebagian besar menyatakan ada perbedaan antara pemasangan IV Perifer dengan IV Sentral. Saleem (2009) menyatakan bahwa terjadi komplikasi infeksi yang lebih tinggi pada pasien yang dilakukan pemasangan vena perifer dibandingkan pada pemasangan akses vena sentral. Hal ini disebabkan karena terjadi kontaminasi kuman pada saat dilakukan pemasangan akses vena perifer.
27 35 Sementara pada penelitian Halton (2009) menemukan bahwa ada perbedaan pemasangan IV Sentral dengan IV perifer dari segi biaya. Ditemukan bahwa dari segi biaya pemasangan akses IV sentral lebih efektif dibandingkan dengan akses IV perifer. Satu kali pemasangan IV Sentral bisa digunakan untuk pemberian terapi intravena selama kurang lebih 14 hari.sedangkan untuk pemasangan IV perifer pada neonatus hanya bertahan satu sampai dengan dua hari,yang apabila diakomulasikan biayanya akan lebih besar daripada pemasangan IV Sentral. Setiasih (2013), menyatakan bahwa dengan pemakaian akses vena sentral yang berupa Peripherally Inserted Central Catheter (PICC) mempunyai multi fungsi yaitu selain untuk pemberian parenteral nutrisi juga bisa sebagai akses untuk pengambilan sampel laboratorium. Sedangkan akses IV perifer hanya mempunyai satu fungsi saja yaitu sebagai akses untuk memberi terapi intravean. Selain itu juga dapat mengurangi dilakukannya insersi secara berulang ulang pada neonatus.
BAB I PENDAHULUAN. Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa neonatus adalah masa kehidupan pertama diluar rahim sampai dengan usia 28 hari atau satu bulan,dimana pada masa ini terjadi proses pematangan organ, penyesuaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Plebitis Pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi intravena adalah komplikasi sistemik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat, pada awalnya merawat adalah instinct atau naluri. Namun merawat akan menjadi kaku, statis dan tidak berkembang
Lebih terperinciKebutuhan cairan dan elektrolit
Kebutuhan cairan dan elektrolit Cairan adalah suatu kebutuhan pokok dan sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Bila tubuh kehilangan cairan dalam jumlah yang besar maka akan terjadi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang akan menambah
Lebih terperinciINDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016
AKSES VASKULAR INDONESIA HEALTHCARE FORUM Bidakara Hotel, Jakarta WEDNESDAY, 3 February 2016 TUJUAN : Peserta mengetahui tentang pentingnya akses vaskular. Peserta mengetahui tentang jenis akses vaskular.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan yang secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup
Lebih terperinciPengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011
LAMPIRAN RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 2 Jl. Wates Km 5.5 Gamping, Sleman-55294 Telp 0274 6499706 Fax. 6499727 No Dokumen : Kep. 032/II/2011 MEMASANG INFUS No Revisi : 0 Halaman : 37 / 106 STANDAR
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan berada di wilayah Kota Pekalongan namun kepemilikannya adalah milik Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. 1) Terapi interavena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi. Panduan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous cord
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flebitis 2.1.1 Pengertian Flebitis merupakan inflamasi pada pembuluh darah vena yang ditandai dengan adanya daerah yang nyeri, bengkak, streak formation dan atau terabanya Venous
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang di berikan kepada pasien melibatkan tim multi disiplin termasuk tim keperawatan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika flebitis
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Flebitis 2.1.1 Definisi Flebitis Flebitis adalah daerah bengkak, kemerahan, panas, dan nyeri pada kulit sekitar tempat kateter intravaskular dipasang (kulit bagian luar). Jika
Lebih terperinciCarolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns AKPER HKBP BALIGE
Carolina M Simanjuntak, S.Kep, Ns Berat badan 2500-4000 gram. Panjang badan lahir 48-52 cm. Lingkar dada 30-35 cm. Lingkar kepala 33-35 cm. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subcutan cukup
Lebih terperinciPengertian. Bayi berat lahir rendah adalah bayi lahir yang berat badannya pada saat kelahiran <2.500 gram [ sampai dengan 2.
Pengertian Bayi berat lahir rendah adalah bayi lahir yang berat badannya pada saat kelahiran
Lebih terperinciPENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g
ASUHAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH By. Farida Linda Sari Siregar, M.Kep PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari
Lebih terperinciSTANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang dibina oleh Bapak Rudi Hamarno, M.Kep Oleh Kelompok 11 Pradnja Paramitha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh manusia sebagaimana mahluk hidup yang lain tersusun atas berbagai sistem organ, puluhan organ, ribuan jaringan dan jutaan molekul. Fungsi cairan dalam tubuh manusia
Lebih terperinciPANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG
PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG 2 0 1 5 BAB I DEFINISI Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran
Lebih terperinciBab IV. Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada 5 bangsal yang bernama bangsal Firdaus, bangsal Naim, bangsa Wardah, bangsal Zaitun, dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi intravena adalah bagian terpenting dari sebagian terapi yang diberikan di rumah sakit, dan merupakan prosedur umum yang diberikan kepada pasien yang membutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu organisasi pelayanan sosial kemanusiaan. Secara aktual pelayanan rumah sakit telah berkembang menjadi suatu industri yang berbasis pada prinsip
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sakit pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah banyak ditemui di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat
Lebih terperinciPROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL
PROSEDUR PENGUKURAN TEKANAN VENA SENTRAL 1. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti proses pembelajaran tentang pengukuran tekanan vena sentral, mahasiswa mampu melakukan prosedur pengukuran tekanan vena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal. ini. Ada beberapa kategori tingkat pendidikan seperti perawat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Profesi keperawatan memiliki dasar pendidikan yang spesifik, sehingga dapat dikembangkan setinggi-tingginya. Hal ini menyebabkan profesi keperawatan di Indonesia
Lebih terperinciGANGGUAN NAPAS PADA BAYI
GANGGUAN NAPAS PADA BAYI Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau
Lebih terperinciSTANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MONITORING HEMODINAMIK RUMAH SAKIT Tanggal terbit: Disahkan oleh: Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Ns. Hikayati, S.Kep., M.Kep. NIP. 19760220 200212 2 001 Pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata
Lebih terperinciPERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR
PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL PADA SAAT LAHIR 1. Penilaian Awal Untuk semua bayi baru lahir (BBL), dilakukan penilaian awal dengan menjawab 4 pertanyaan: Sebelum bayi lahir: Apakah kehamilan cukup bulan?
Lebih terperinciHUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo
HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS Sutomo Program Studi Profesi NERS, STIKES Dian Husada Mojokerto Email : sutomo.ners@gmail.com ABSTRAK Mempertahankan
Lebih terperinciPROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT)
PROSEDUR PEMBERIAN MEDIKASI (OBAT) A. Definisi Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam keperawatan merupakan bagian dari tindakan untuk mengatasi masalah kesehatan yang dilaksanakan secara rutin. Perawatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Flebitis 1. Pengertian, karakteristik dan bahaya Flebitis Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
Lebih terperinciBuku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan
Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Rahmawati Minhajat Dimas Bayu Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2014 KETERAMPILAN SANITASI
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum RSI Kendal Rumah Sakit Islam Kendal terletak di Jl Ar Rahmah 17-A Weleri. Tanggal 15 Januari 1996 berdiri dibawah yayasan
Lebih terperinciLBM 1 Bayiku Lahir Kecil
LBM 1 Bayiku Lahir Kecil STEP 1 1. Skor Ballard dan Dubowitz : penilaian dilakukan sebelum perawatan bayi, yang dinilai neurologisnya dan aktivitas fisik 2. Kurva lubschenko dan Nellhause : 3. Hyaline
Lebih terperinciAsfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur
Asfiksia Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur 1 Tujuan Menjelaskan pengertian asfiksia bayi baru lahir dan gawat janin Menjelaskan persiapan resusitasi bayi baru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Angka kematian bayi merupakan salah satu target dari Millennium Development Goals/MDGs
Lebih terperinciPENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI
PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencegah dan memperbaiki ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia diperlukan terapi intravena. Menurut Perdue dalam Hankins, Lonway,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% mendapat terapi intravena (IV). Namun, terapi IV terjadi di semua lingkup pelayanan di rumah sakit yakni IGD,
Lebih terperinciMODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN
MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN 2015 A K A D E M I K E B I D A N A N G R I Y A H U S A D A S U R A B A Y A KETERAMPILAN KLINIK INJEKSI I. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Tujuan Metode Penuntun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kemajuan kesehatan suatu negara. Menurunkan angka kematian bayi dari 34
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500 gram dan merupakan penyumbang tertinggi angka kematian perinatal dan neonatal. Kematian neonatus
Lebih terperinciDerajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain
Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan
Lebih terperinciPHLEBOTOMY. Oleh. Novian Andriyanti ( ) PSIK Reguler 2. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang
PHLEBOTOMY Oleh Novian Andriyanti (125070200111036) PSIK Reguler 2 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 2013 Komplikasi Phlebotomy Phlebotomy ternyata juga dapat mengakibatkan komplikasi pada
Lebih terperinciSusunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1 Susunan Peneliti Peneliti a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring b. Pangkat/Gol/NIP : --------------- c. Jabatan Fungsional : ----- d. Fakultas : Kedokteran e. Perguruan Tinggi : Pembimbing
Lebih terperinciMODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN
MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN AKADEMI KEBIDANAN GRIYA HUSADA SURABAYA PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN TAHUN 2013 i KATA PENGANTAR Dengan memanjadkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
Lebih terperinciOLEH MEYRIA SINTANI NIM : C. 04a. 0314
LAPORAN PENDAHULUAN Prosedur Tindakan Pengkajian Sistem Integumen, Prosedur Tindakan Wound Care, dan Penatalaksanaan Klien Luka Bakar Laporan pendahuluan ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah
Lebih terperinciPENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti)
PENCEGAHAN INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP) (Rana Suryana SKep. Medical Dept. PT Widatra Bhakti) I. Pendahuluan Penggunaan peralatan intravaskular (IV) tidak dapat dihindari pada pelayanan rumah sakit
Lebih terperinciASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS
ASUHAN BAYI BARU LAHIR DAN NEONATUS Asuhan segera pada bayi baru lahir Adalah asuhan yang diberikan pada bayi tersebut selama jam pertama setelah persalinan. Aspek-aspek penting yang harus dilakukan pada
Lebih terperinciLAPORAN KASUS / RESUME DIARE
LAPORAN KASUS / RESUME DIARE A. Identitas pasien Nama lengkap : Ny. G Jenis kelamin : Perempuan Usia : 65 Tahun T.T.L : 01 Januari 1946 Status : Menikah Agama : Islam Suku bangsa : Indonesia Pendidikan
Lebih terperinciPRAKTIKUM 6 PEREKAMAN EKG, INFUS PUMP DAN PEMANTAUAN CVP
Station 1: Perekaman EKG PRAKTIKUM 6 PEREKAMAN EKG, INFUS PUMP DAN PEMANTAUAN CVP Gambaran Umum/Persiapan EKG merupakan tindakan non invasif yang dapat memberikan gambaran tentang aktivitas listrik jantung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit perlu mendapatkan penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa pemasangan infus atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bulan pertama kehidupan merupakan masa paling kritis dalam kelangsungan kehidupan anak. Dari enam juta anak yang meninggal sebelum ulang tahunnya yang ke lima di tahun
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN TRANSIENT TACHYPNEA OF THE NEW BORN A. PENGERTIAN Transient Tachypnea Of The Newborn (TTN) ialah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir yang berlangsung singkat yang
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini telah terjadi setelah orang melakukan pengindraan suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bayi yang dilahirkan sebelum masa gestasi 38 minggu dianggap sebagai bayi prematur. Ada banyak alasan yang menyebabkan kelahiran prematur, beberapa faktor seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (smeltzer, 2002). Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus menerus dan dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan terapi intravena adalah terapi yang bertujuan untuk mensuplai cairan melalui vena ketika pasien tidak mampu mendapatkan makanan, cairan elektrolik lewat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah cairan yang lebih sedikit. Perbedaan ini karena laki-laki
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cairan dalam tubuh mencakup 50% - 60% dari total berat badan (Ignatavicius & Workman, 2006). Jumlah tersebut sangat bervariasi tergantung dari umur, jenis kelamin dan
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR. Mei Vita Cahya Ningsih
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI RESIKO TINGGI DENGAN BBLR Mei Vita Cahya Ningsih D e f e n I s i Sejak tahun1961 WHO telah mengganti istilah premature baby dengan low birth weight baby ( bayi berat lahir
Lebih terperinciJudul: Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL) Sistem Lain - Lain Semester VI Penyusun: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Tingkat Keterampilan: 4A
Judul: Resusitasi Bayi Baru Lahir (BBL) Sistem Lain - Lain Semester VI Penyusun: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Tingkat Keterampilan: 4A Deskripsi Umum 1. Setiap Bayi Baru Lahir (BBL) senantiasa mengalami
Lebih terperinciPERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien
PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian * Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen, 1991) * Pembuatan lubang sementara atau permanen dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehamilan kurang dari 37 minggu (antara minggu) atau dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Faktor-faktor yang mempengaruhi Phlebotomy. 2. Tempat phlebotomy yang dilakukan.
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Faktor-faktor yang mempengaruhi Phlebotomy 1. Pelaksanaan phlebotomy. 2. Tempat phlebotomy yang dilakukan. 3. Peralatan phlebotomy dan cara penggunaanya. 4. Keadaan pasien.
Lebih terperinciBAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14
BAYI BARU LAHIR DARI IBU DM OLEH: KELOMPOK 14 1. PENGERTIAN Bayi dari ibu diabetes Bayi yang lahir dari ibu penderita diabetes. Ibu penderita diabetes termasuk ibu yang berisiko tinggi pada saat kehamilan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Nosokomial 1. Pengertian Infeksi nosokomial atau hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat klien ketika klien tersebut masuk rumah sakit atau pernah dirawat
Lebih terperinci1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI
1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI DESCRIPTION OF NURSE IN THE PREVENTION OF BEHAVIOR IN THE EVENT OF PLEBITIS INPATIENT KEDIRI BAPTIST
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai kepentingan telah menjadi prosedur rutin di dunia kedokteran seluruh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengunaan kateter vena sentral (Central venous catheter - CVC) untuk berbagai kepentingan telah menjadi prosedur rutin di dunia kedokteran seluruh dunia. Pemasangan
Lebih terperinciRUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)
PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan
Lebih terperinciSOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)
SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) 1. Analisa Gas Darah Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran ph (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi
Lebih terperinciPEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS
PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH RHESUS I. Tujuan Percobaan 1. Mempelajari dan memahami golongan darah. 2. Untuk mengetahui cara menentukan golongan darah pada manusia. II. Tinjauan Pustaka Jenis penggolongan
Lebih terperinciMengenal Penyakit Kelainan Darah
Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.
Lebih terperinciTabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik
100 101 Lampiran 1. Tabel 2.3 Pungsi Vena dengan Menggunakan Jarum Berlapis Kateter Plastik Langkah-Langkah 1. Observasi tanda dan gejala yang mengindikasikan keseimbangan cairan dan elektrolit a. mata
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. Pada bab ini penulis membahas kesenjangan yang ada di dalam teori dengan
BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini penulis membahas kesenjangan yang ada di dalam teori dengan kesenjangan yang ada di lahan praktek di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang. Dalam pembahasan ini penulis menggunakan
Lebih terperinciABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR.
ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN INJEKSI INTRAVENA DENGAN KEJADIAN PHLEBITIS DI RUANG PERAWATAN ANAK RUMAH SAKIT TK II PELAMONIA MAKASSAR Hasriani Azis Pada tahun 2012 diperoleh data di Rumah Sakit TK II Pelamonia,
Lebih terperinciKekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan
F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan
Lebih terperinciKonsep Pemberian Cairan Infus
Konsep Pemberian Cairan Infus Cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan
Lebih terperinciPRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD
PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD Sebelum melakukan percobaan, praktikan menonton video tentang suction orofaringeal dan perawatan WSD. Station 1:
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginjeksian medikasi adalah prosedur invasi yang melibatkan deposisi obat melalui jarum steril yang diinsersikan kedalam jaringan tubuh. Teknik aseptic harus dipertahankan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kepatuhan 2.1.1 Defenisi Kepatuhan Kepatuhan perawat profesional adalah sejauh mana perilaku seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat
Lebih terperinciLaporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder
Laporan Kasus Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder Martin Leman, Zubaedah Thabrany, Yulino Amrie RS Paru Dr. M. Goenawan
Lebih terperinciPANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN. Oleh. Tim Endokrin dan Metabolik
PANDUAN CLINICAL SKILL LABORATORIUM INJEKSI INSULIN Oleh Tim Endokrin dan Metabolik PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 TATA TERTIB Sebelum Praktikum
Lebih terperinciBAB II TINJUAN PUSTAKA. Tali pusat (funis) memanjang dari umbilikalis sampai ke permukaan fetal plasenta.
BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Tali Pusat 1. Definisi Tali pusat (funis) memanjang dari umbilikalis sampai ke permukaan fetal plasenta. Permukaannya berwarna putih kusam, lembab dan tertutup amnion yang ketiga
Lebih terperinciLAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN
Lebih terperinciMANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN
MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN PENDAHULUAN Bayi muda : - mudah sekali menjadi sakit - cepat jadi berat dan serius / meninggal - utama 1 minggu pertama kehidupan cara memberi pelayanan
Lebih terperinciDigunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain
BEBERAPA PERALATAN DI RUANG ICU 1. Termometer 2. Stethoscope Digunakan untuk mengukur suhu tubuh 3. Tensimeter Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi
Lebih terperinciINJEKSI SUB CUTAN (SC)
INJEKSI SUB CUTAN (SC) NO ASPEK NG DI BOBOT.... Menempatkan alat dekat klien 2.. 1 Mengatur posisi klien sesuai penyuntikan 2 Memasang perlak/pengalas 2 Mendekatkan bengkok 2 4 Memilih tempat penyuntikan
Lebih terperinciPelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk
Pelayanan Kesehatan bagi Anak Bab 7 Gizi Buruk Catatan untuk fasilitator Ringkasan kasus Joshua adalah seorang anak laki-laki berusia 12 bulan yang dibawa ke rumah sakit kabupaten dari rumah yang berlokasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemasangan infus atau pemberian terapi cairan intravena (IV) merupakan merupakan salah satu hal yang paling sering di jumpai pada pasien yang akan melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN gram pada waktu lahir (Liewellyn dan Jones, 2001). Gejala klinisnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) rentan terhadap masalah kesehatan. BBLR adalah bayi yang memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram pada waktu lahir
Lebih terperinciUPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI
Jurnal STIKES Vol. 7, No.2, Desember 2014 UPAYA PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PHLEBITIS PADA PASIEN DI RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI NURSE S IMPLEMENTATION IN PREVENTION OF PHLEBITIS TO PATIENTS IN BAPTIST HOSPITAL
Lebih terperincicairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.
I. Rencana Tindakan Keperawatan 1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. a. Tekanan darah siastole
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Terapi Intravena 2.1.2 Definisi Terapi intravena (IV) merupakan terapi medis yang dilakukan secara invasif dengan menggunakan metode yang efektif untuk mensuplay cairan, elektrolit,
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID
ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi
Lebih terperinciSOP RESUSITASI BAYI BARU LAHIR
Status Revisi : 00 Halaman : 1 dari 6 Disiapkan Oleh: Diperiksa Oleh: Disetujui Oleh: Ka. Laboratorium Gugus Kendali Mutu Ka. Prodi Pengertian : Usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian
Lebih terperinciNEONATUS BERESIKO TINGGI
NEONATUS BERESIKO TINGGI Asfiksia dan Resusitasi BBL Mengenali dan mengatasi penyebab utama kematian pada bayi baru lahir Asfiksia Asfiksia adalah kesulitan atau kegagalan untuk memulai dan melanjutkan
Lebih terperinci