BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya evaluasi merupakan suatu pemeriksaan terhadap

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya evaluasi merupakan suatu pemeriksaan terhadap"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Evaluasi Pada dasarnya evaluasi merupakan suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan yang akan digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program kedepannya agar jauh lebih baik. Dengan demikian evaluasi lebih bersifat melihat ke depan daripada melihat kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan diarahkan pada upaya peningkatan kesempatan demi keberhasilan program (Yusuf, 2000:2). Evaluasi merupakan suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara objektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya dimana hasil evaluasi tersebut dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan yang akan dilakukan di depan (Yusuf, 2000:3) Selain itu menurut (Jones, 1994:357) Evaluasi adalah suatu aktivitas yang dirancang untuk menimbang manfaat program dalam spesifikasi criteria, teknik pengukuran, metode analisis dan bentuk rekomendasi. Sedangkan Carlos H. Weiss, dalam Jones (1994 : 355) mengemukakan : Evaluasi adalah kata elastis yang meliputi segala macam pertimbangan. Penggunaan dari kata tersebut dalam arti umum adalah suatu istilah untuk menimbang manfaat Seseorang meneliti atau mengamati suatu fenomena berdasarkan beberapa ukuran yang eksplisit dan implisit. Evaluasi dilakukan dengan maksud untuk dapat mengetahui dengan pasti pencapaian hasil, kemajuan, dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan rencana strategis dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan di masa yang akan

2 datang. Fokus utama evaluasi diarahkan kepada keluaran (outputs), hasil (outcomes), dan dampak (impacts) dari pelaksanaan rencana strategis. Oleh karena itu, dalam perencanaan yang transparan dan akuntabel, harus disertai dengan penyusunan indikator kinerja pelaksanaan rencana yang sekurang-kurangnya meliputi;(i) indikator masukan, (ii) indikator keluaran, dan (iii) indikator hasil (Nugroho, 2009: 535) Jenis-jenis Evaluasi Secara umum, evaluasi dibagi menjadi tiga jenis yaitu : a. Evaluasi pada Tahap Perencanaan Kata evaluasi sering digunakan dalam tahap perencanaan dalam rangka mencoba memilih dan menentukan skala prioritas terhadap berbagai alternative dan kemungkinan terhadap cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk itu diperlukan berbagai teknik yang dapat dipakai oleh perencana. Satu hal yang patut dipertimbangkan dalam kaitan ini adalah bahwa metode-metode yang ditempuh dalam pemilihan prioritas tidak selalu sama untuk setiap keadaan, melainkan berbeda menurut hakekat dari permasalahannya sendiri. b. Evaluasi pada Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini, evaluasi adalah suatu kegiatan melakukan analisa untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding dengan rencana. Terdapat perbedaan antara evaluasi menurut pengertian ini dengan monitoring/ pengendalian. Monitoring menganggap bahwa tujuan yang ingin dicapai sudah tepat dan bahwa program tersebut direncanakan untuk dapat mencapai tujuan

3 tersebut. Monitoring melihat apakah pelaksanaan proyek sudah sesuai dengan rencana dan bahwa rencana tersebut sudah tepat untuk mencapai tujuan. Sedangkan evaluasi melihat sejauh mana proyek masih tetap dapat mencapai tujuannya, apakah tujuan tersebut sudah berubah., apakah pencapaian hasil program tersebut akan memecahkan masalah yang ingin dipecahkan. Evaluasi juga mempertimbangkan faktor-faktor luar yang mempengaruhi keberhasilan proyek tersebut, baik membantu atau menghambat. c. Evaluasi pada Tahap Pasca Pelaksanaan Disini pengertian evaluasi hampir sama dengan pengertian pada tahap pelaksanaan, hanya perbedaannya yang dinilai dan dianalisa bukan lagi tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding rencana, tetapi hasil pelaksanaan dibanding dengan rencana yakni apakah dampak yang dihasilkan oleh pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Nugroho, 2009: 537) Proses Evaluasi Suatu proses pada suatu program harus dimulai dari suatu perencanan, bertitik tolak dari situ maka proses evaluasi atau pelaksanaan evaluasi pelaksanaan program harus didasarkan atas perencanan evaluasi program tersebut. Namun dalam praktek seringkali suatu evaluasi terhadap suatu program menimbulkan ketidakjelasan fungsi evaluasi, institusi, personal yang sebaiknya melakukan evaluasi dan biaya untuk evaluasi Dalam melakukan proses evaluasi ada bebarapa etik birokrasi yang perlu diperhatikan oleh pihak-pihak yang erat hubungannya dengan tugas-tugas evaluasi antara lain :

4 1. Semua tugas/ tanggung jawab pemberi tugas/yang menerima tugas harus jelas. 2. Pengertian dan konotasi yang sering tersirat dalam evaluasi yaitu mencari kesalahan harus dihiindari 3. Pengertian evaluasi adalah untuk memperbandingkan rencana dengan pelaksanaan dengan melakukan pengukuran-pengukuran kuantitatif/kulaitatif jumlahitas program secara tekhnik, maka dari itu hendaknya ukuran-ukuran kualitas dan kuantitas tentang apa yang dimaksud dengan berhasil telah dicantumkan sebelumnya dalam rencana program secara eksplisit 4. Tim yang melakukan evaluasi adalah pemberi saran/nasehat kepada manajemen, sedangkan pendayagunaan saran/nasehat tersebut serta pembuat keputusan atas dasar saran/nasehat tersebut berada di tangan manajemen program. 5. Dalam proses pengambilan keputusan yang telah dilakukan atas datadata/penemuan teknis perlu dikonsultasikan secermat mungkin karena menyangkut banyak hal tentang masa depan proyek dalam kaitannya dengan program. 6. Hendaknya hubungan dan proses selalu didasari oleh suasana konstruktif dan objektif serta menghindari analisa-analisa subjektif. Dengan demikian evaluasi dapat diterapkan sebagai salah satu program yang sangat penting dalam siklus manajemen program (Nugroho, 2009: 536) Tolok Ukur Evaluasi Program Suatu program dapat di evaluasi apabila ada tolak ukur yang bisa dijadikan penilaian terhadap program yang telah berlangsung tersebut. Berhasil atau

5 tidaknya suatu program berdasarkan tujuan memiliki tolak ukur yang nantinya harus dicapai dengan baik oleh sumber daya yang mengelolanya. Adapun yang menjadi tolok ukur dalam evaluasi suatu program adalah: 1. Ketersediaan sarana untuk mencapai tujuan tersebut 2. Apakah hasil proyek sesuai tujuan yang ingin dicapai 3. Apakah sarana atau kegiatan yang dibuat benar-benar dapat dicapai atau dimanfaatkan oleh orang-orang yang benar-benar membutuhkannya 4. Apakah sarana yang disediakan benar-benar dilakukan untuk tujuan semula 5. Berapa persen jumlah atau luas sasaran sebenarnya yang dapat dijangkau oleh program 6. Bagaimana mutu pekerjaan atau sasaran yang dihasilkan oleh program (kualitas hidup, kualitas barang) 7. Berapa banyak sumber daya dan kegiatan yang dilakukan benar-benar dimanfaaatkan secara maksimal 8. Apakah kegiatan yang dilakukan benar-benar memberikan masukan terhadap perubahan yang diinginkan (Suwito, 2002:4) 2.2 Pengertian Program Sedangkan Program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Dengan program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan lebih mudah untuk dioperasionalkan (Jones, 1994 :296).

6 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan pelaksanaan karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara lain : 1. Adanya tujuan yang ingin dicapai 2. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang harus diambil dalam pencapaian tujuan itu. 3. Adanya aturan-aturan yang dipegang dan prosedur yang harus dilalui 4. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan 5. Adanya strategi dalam pelaksanaan (Jones, 1994 :296). Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan program yaitu adanya kelompok orang yang menguji sasaran program sehingga kelompok orang tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberikan manfaat pada kelompok orang maka boleh dikatakan program tersebut telah gagal dilaksanakan Berhasil tidaknya suatu program dilaksanakan tergantung dai unsur pelaksananya. Unsur pelaksana itu merupakan unsur ketiga. Pelaksana penting artinya karena pelaksana baik itu organisasi ataupun perorangan bertanggung jawab dalam pengolahan maupun pengawasan dalam pelaksanaan (Jones, 1994 :298) 2.3 Bantuan Langsung Tunai BLT sebagai program konpensasi jangka pendek yang tujuan utamanya adalah menjaga agar tingkat konsumsi RTS, yaitu rumah tangga yang tergolong

7 sangat miskin, miskin, dan dekat miskin/near poor, tidak menurun pada saat terjadi kenaikan harga BBM dalam negeri. Dengan demikian, walaupun program BLT bukan satu-satunya program yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan, namun diharapkan dapat mendorong pengurangan tingkat kemiskinan pada saat terjadi penyesuaian harga-harga kebutuhan pokok menuju keseimbangan yang baru (Departemen Sosial RI, 2008 :5) Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah sejumlah uang tunai yang diberikan oleh pemerintah kepada rumah tangga yang perlu dibantu agar kesejahteraannya tidak menurun jika harga BBM dinaikkan. sedangkan pengertian RTS adalah rumah tangga yang masuk dalam kategori sangat miskin, miskin, dan hampir miskin (Departemen Sosial RI, 2008 :6) Penyaluran BLT tahap pertama (Juni-Agustus) mencapai jumlah realisasi bayar Rumah Tangga Sasaran (RTS) dengan jumlah realisasi rupiah sebesar Rp Artinya daya serapnya mencapai 99,02 persen dari jumlah RTS sebanyak RTS. Provinsi dengan penyaluran tertinggi adalah Jawa Tengah sebesar 99,87 persen, sedangkan provinsi dengan penyaluran terendah adalah Kalimantan Tengah sebesar 83,53 persen. Penyaluran BLT tahap kedua (September-Desember) mencapai jumlah realisasi bayar RTS dengan jumlah realisasi rupiah sebesar Rp Artinya daya serapnya mencapai 98,74 persen dari jumlah RTS. Provinsi dengan penyaluran tertinggi adalah Jawa Tengah sebesar 99,72 persen, sedangkan provinsi dengan penyaluran terendah adalah Kalimantan Tengah sebesar 83,32 persen

8 ( Capaian Program BLT, Raskin, BOS, Jamkesmas dan PKH Tahun 2008 dan Awal Tahun 2009, diakses tanggal 15 oktober 2009, pukul 09:00 ) Tujuan BLT Tujuan dari Program Bantuan Langsung Tunai bagi Rumah Tangga Sasaran dalam rangka kompensasi pengurangan subsidi BBM adalah: 1. Membantu masyarakat miskin agar tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya; 2. Mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi. 3. Meningkatkan tanggung jawab sosial bersama (Departemen Sosial RI, 2008:7) Dasar Hukum BLT Bantuan Langsung Tunai Tahun 2008 disalurkan dasar hukumnya adalah : 1. Dasar Hukum I Keputusan dalam UU APBN-P, Pasal 14 ayat (2): Dalam hal terjadi perubahan harga minyak yang sangat signifikan dibandingkan asumsi harga minyak yang ditetapkan, pemerintah dapat mengambil langkah-langkah kebijakan yang diperlukan di bidang subsidi BBM dan/atau langkah-langkah lainnya untuk mengamankan pelaksanaan APBN Dasar Hukum II Dilaksanakan berdasarkan INPRES No 3 tahun 2008 tentang pelaksanaan program BLT untuk RTS. Tugas K/L dalam pelaksanaan BLT: 1. MENKO POLHUKAM: Koordinasi bidang KAMTIB.

9 2. MENKO Perekonomian: Koordinasi penyiapan kondisi perekonomian. 3. MENKO KESRA: Koordinasi pelaksanaan program BLT dan pengaduan masyarakat. 4. MENKEU: Penyediaan dana, penyusunan dan pengendalian anggaran. 5. MENNEG PPN / Kepala BAPPENAS: Koordinasi perencanaan program, penyusunan organisasi pelaksanaan dan evaluasi program. 6. Menteri Sosial: Pelaksana program. 7. MENDAGRI: Koordinasi pelaksanaan dan pengendalian program bersama PEMDA. 8. MENKOMINFO: Koordinasi sosialisasi dan konsultasi publik mengenai BLT bersama MENDAGRI. 9. MENNEG BUMN: Integrasi BUMN Peduli kedalam BLT 10. Jaksa Agung: Penegakan hukum atas penyimpangan dan penyelewengan pelaksanaan program. 11. Panglima TNI: Mendukung dan membantu pengamanan pelaksanaan program. 12. KAPOLRI: Penjagaan KAMTIBMAS untuk pelaksanaan program 13. Kepala BPS: Penyediaan data RTS dan pemberian akses data kepada instansi yang berkepentingan. 14. Kepala BPKP: Pelaksanaan audit pelaksanaan program. 15. Para Gubernur beserta jajarannya: Mendukung pelaksanaan dan pengawasan program di wilayah masing-masing. 16. Para Bupati/Walikota beserta jajarannya Mendukung pelaksanaan dan pengawasan program di wilayah masing-masing (Bappenas, 2008).

10 2.3.3 Istilah Dalam BLT Istilah-istilah yang digunakan dalam Petunjuk Teknis antara lain adalah: 1. Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah bantuan langsung berupa uang tunai sejumlah tertentu untuk Rumah Tangga Sasaran. 2. Rumah Tangga Sasaran (RTS) adalah rumah tangga yang masuk dalam kategori Sangat Miskin, Miskin dan Hampir Miskin. 3. Daftar Nominatif adalah rekapitulasi jumlah penerima dana dan jumlah besar uang berdasarkan kecamatan/ kabupaten/ kota dan provinsi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). 4. Kartu Kompensasi BBM (KKB) adalah Kartu Identitas Penerima Kompensasi Subsidi BBM yang berisikan data penerima untuk keperluan penarikan. 5. Giro Utama adalah Rekening Giro atas nama PT. Pos Indonesia yang dibuka di Kantor Cabang BRI Jakarta untuk menampung Dana Bantuan Langsung 6. Tunai Untuk Rumah Tangga Sasaran dari Kas Negara atas permintaan Departemen Sosial sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. 7. Kanca BRI adalah Kantor Cabang Bank Rakyat Indonesia seluruh Indonesia yang mengelola Giro Kantor Pos yang menampung Dana Bantuan Langsung Tunai Untuk Rumah Tangga Sasaran (Departemen Sosial RI 2008 :9) Mekanisme dan Tahapan Kegiatan BLT Secara umum, tahapan yang dilaksanakan berkaitan dengan penyaluran dana BLT-RTS adalah: 1. Sosialisasi Program Bantuan Langsung Tunai, dilaksanakan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika, Departemen Sosial, bersama dengan

11 Kementerian/Lembaga di Pusat bersama-sama Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/ Kota, Aparat Kecamatan dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat (Karang Taruna, Kader Taruna Siaga Bencana (TAGANA), Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat. 2. Penyiapan data Rumah Tangga Sasaran dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS Pusat). Daftar nama dan alamat yang telah tersedia disimpan dalam sistem database BPS, Departemen Sosial dan PT Pos Indonesia. 3. Pengiriman data berdasarkan nama dan alamat Rumah Tangga Sasaran dari BPS Pusat ke PT Pos Indonesia. 4. Pencetakan KKB Bantuan Langsung Tunai Untuk Rumah Tangga Sasaran (KKB) berdasarkan data yang diterima oleh PT Pos Indonesia. 5. Penandatanganan KKB oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. 6. Pengiriman KKB ke Kantor Pos seluruh indonesia 7. Pengecekan kelayakan daftar Rumah Tangga Sasaran di tingkat Desa/ Kelurahan. 8. Penerima Program Keluarga Harapan juga akan menerima BLT-RTS, sehingga dimasukkan sebagai Rumah Tangga Sasaran yang masuk dalam daftar. 9. Pembagian KKB kepada Rumah Tangga Sasaran oleh Petugas Kantor Pos dibantu aparat desa/ kelurahan, Tenaga Kesejahteraan Sosial Masyarakat, serta aparat keamanan setempat jika diperlukan. 10. Pencairan BLT-RTS oleh Rumah Tangga Sasaran berdasarkan KKB di Kantor Pos atau di lokasi-lokasi pembayaran yang telah ditetapkan. Terhadap KKB

12 Penerima dilakukan pencocokan dengan Daftar Penerima (Dapem), yang kemudian dikenal sebagai KKB Duplikat. 11. Pembayaran terhadap penerima KKB dilakukan untuk periode Juni s.d Agustus sebesar Rp ,- dan periode September s.d Desember sebesar Rp ,-. Penjadwalan pembayaran pada setiap periode menjadi kewenangan dari PT. Pos Indonesia. 12. Jika kondisi penerima KKB tidak memiliki identitas sebagai persyaratan kelengkapan verifikasi proses bayar, maka proses bayar dilakukan dengan verifikasi bukti diri yang sah (KTP, SIM, Kartu Keluarga, Surat Keterangan dari Kelurahan, dll). 13. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan penyaluran BLTRTS oleh tim terpadu. 14. Pelaporan bulanan oleh PT. Pos Indonesia kepada Departemen Sosial (Departemen Sosial RI 2008 :9). Program jangka pendek ini bersifat sementara diarahkan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketergantungan serta tidak mendorong menguatnya culture of poverty. Besarnya BLT adalah Rp per bulan per rumah tangga sasaran, bentuk uang tunai diberikan untuk mencegah turunnya daya beli masyarakat miskin yang disebabkan oleh naiknya harga BBM ( diakses tanggal 30 september 2009, pukul 21:00) Kemiskinan Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang

13 juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah negara berkembang biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang miskin (Remi, 2002: 6). mencakup: Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara, Pemahaman utamanya 1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar. 2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. 3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna memadai disini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. ( diakses tanggal 21 November 2009)

14 Kemisikinan secara sosial psikologis merujuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitasnya (Syaifullah, 2008:19). Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal- hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara( diakse tanggal 1 Oktober 2009) Ada beberapa tipe orang miskin berdasarkan pada pendapatan yang diperoleh setiap orang dalam setiap bulan. Ketiga tipe tersebut adalah: 1. Miskin: Orang miskin yang berpenghasilan jika diwujudkan dalam bentuk beras adalah 32 Kg/orang/tahun 2. Sangat miskin: Orang yang dikatakan sangat miskin adalah orang yang berpenghasilan jika diwujudka dalam bentuk beras adalah 240kg/orang/tahun 3. Termiskin: Orang termiskin adalah orang yang berpenghasilan jika diwujudkan dalam bentuk beras adalah 180 kg/orang/tahun. (BPS, 2008)

15 Tabel 2.1 Kriteria rumah tangga miskin menurut Badan Pusat Statistik No Variabel Kriteria Rumah tangga miskin 1 Luas lantai bangunan tempat tinggal Kurang dari 8 m/orang 2 Jenis lantai bangunan tempat tinggal Tanah/bambu/kayu murahan 3 Jenis dinding bangunan tempat Bambu/rumbia/kayu berkualitas tinggal rendah/tembok tanpa plester 4 Fasilitas tempat buang air besar dan Tidak punya/bersama-sama dengan sumber penerangan rumah tangga rumah tangga lain 5 Sumber air minum Bukan listrik, sumur/mata air tidak terlindung 6 Bahan bakar untuk memasak seharihari Kayu bakar/arang/minyak tanah 7 Konsumsi daging/susu/ayam/ per Tidak pernah mengkonsumsi/hanya minggu dalam satu kali dalam seminggu 8 Pembelian pakaian baru untuk Tidak pernah membeli/hanya membeli setiap ART dalam setahun satu stel dalam setahun 9 Makanan dalam sehari Hanya sekali makan/dua kali makan sehari 10 Kemapuan untuk membayar berobat ke Puskesmas/Poliklinik Tidak mapu membayar untuk berobat 11 Lapangan Pekerjaan utama kepala Petani dengan luas lahan 0,5 ha, buruh rumah tangga tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan berpendapatan dibawah /bulan 12 Pendidikan tertinggi kepala rumah Tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya tangga keluarga tamat SD 13 Kepemilikan aset/tabungan Tidak punya tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp.

16 , seperti sepeda motor, emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya Sumber : Badan Pusat Statistik 2008 Ketentuan: 1. Rumah tangga yang layak mendapatkan Bantuan Langsung Tunai adalah rumah tangga yang memenuhi 9 atau lebih kriteria dari indikator diatas. 2. Rumah tangga yang tidak layak mendapatkan Bantuan Langsung tunai adalah : a. Rumah tangga yang tidak memenuhi 9 atau lebih dari 13 indikator dari ciri rumah tangga miskin. b. PNS/TNI/POLRI/Pensiunan/Veteran c. Penduduk yang tidak bertinggal tetap d. Karyawan BUMN e. Ada anggota keluarga yang memiliki aset kendaraan bermotor, banyak hewan ternak, sawah/kebun, kapal motor, handphone, atau barang berharga lainnya (BPS, 2008) Jenis-Jenis Kemiskinan Dalam membicarakan kemiskinan, ada beberapa jenis kemiskinan yaitu: 1) Kemiskinan absolut yaitu seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhan minimum hidupnya untuk memelihara keadaan fisiknya agar dapat bekerja penuh dan efisien.

17 2) Kemiskinan relatif yaitu muncul jika kondisi seseorang atau sekelompok orang dibandingkan dengan kondisi orang lain di suatu daerah. 3) Kemiskinan struktural yaitu lebih menuju kepada orang atau sekelompok orang yang tetap miskin atau menjadi miskin karena struktur masyarakatnya yang timpang yang tidak meguntungkan bagi golongan yang lemah. 4) Kemiskinan kultural yaitu kemiskinan penduduk yang terjadi karena kultur budaya masyarakatnya yang sudah turun temurun yang membuat mereka menjadi miskin Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Adapun faktor-faktor penyebab kemiskinan adalah: 1. Sikap dan pola pikir yang rendah dan malas bekerja 2. Kurang Keterampilan 3. Adanya gep antara orang kaya dan orang miskin 4. Pendidikan Rendah 5. Faktor alam/ lahan sempit 6. Tidak dapat memanfaatkan SDA (sumber daya alam) dan SDM (sumber daya manusia) setempat (Syaifullah, 2008:19). 7. Populasi penduduk yang tinggi 8. Belenggu adat dan kebiasaan (Syaifullah, 2008:21) Beberapa Dampak Kemiskinan Kemiskinan mempunyai dampak negatif yang bersifat menyebar (multiplier effects) ke seluruh tatanan masyarakat. Kemiskinan dapat membunuh mimpi

18 generasi muda indonesia dalam menatap masa depan. Berbagai peristiwa konflik yang terjadi sepanjang krisis ekonomi di tanah air menunjukkan bahwa persoalan kemiskinan bukanlah semata-mata mempengaruhi ketahanan ekonomi yang ditampilkan oleh rendahnya daya beli masyarakat. Persoalan kemiskinan mampu mempengaruhi ketahanan sosial masyarakat dan ketahanan nasional. Meningkatnya angka pengangguran, kriminalitas, bunuh diri, dan bentuk frustasi lainnya Selain itu, kemiskinan membuat seseorang (simiskin) merasa dirinya semakin terasing dan imperior dari lingkungan sekitar. Kemiskinan membuat seseorang menjadi kaku berinteraksi dalam masyarakat yang menyebabkan individu kehilangan kebebasan, situasi dan kondisi ini berpotensi melahirkan kekerasan dan kriminalitas. 2.5 Peranan Pekerja Sosial 1. Educator: Dalam menjalankan Peran sebagai pendidik (educator), pekerja sosial diharapkan mempunyai keterampilan sebagai pembicara dan pendidik. Pekerja sosial harus mampu berbicara di depan publik untuk menyampaikan informasi mengenai bebarapa hal tertentu, sesuai dengan bidang yang ditanganinya. 2. Broker: Seorang Broker berperan dalam menghubungkan individu ataupun kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun layanan masyarakat (comunity service), tetapi tidak tahu dimana dan bagaimana mendapatkan bantuan tersebut. Broker dapat diaktakan menjalankan peran

19 sebagai mediator yang menghubungkan pihak yang satu (klien) dengan pihak pemilik sumber daya. 3. Social Planner: Seorang perencana social mengumpulkan data mengenai masalah sosial yang terdapat dalam masyarakat tersebut, menganalisanya dan menyajikan data alternatif tindakan yang rasional untuk menangani masalah tersebuit. Setelah itu perencana sosial mengembangkan program, mencoba mencari alternatif sumber pendanaan, dan mengembangkan konsensus dalam kelompok yang mempunyai berbagai minat ataupun kepentingan. 4. Expert: Dalam kaitannya dengan peranan seorang comunity worker sebagai tenaga ahli (expert), ia lebih banyak memberikan adivise (saran) dan dukungan informasinya dalam berbagai bidang. Seorang expert harus sadar bahwa usulan dan saran yang ia berikan bukanlah mutlak harus mutlak dijalnkan masyrakat, tetapi usulan dan saran tersebut lebih merupakan masukan gagasan untuk bahan pertimbangan masyarakat ataupun organisasi dalam masyarakat tersebut. 5. Activist: Seorang activist adalah seorang community worker melakukan perubahan institusional yang lebih mendasar dan sering kali tujuannya adalah pengalihan sumber daya ataupun kekuasaan (power) pada kelompok yang kurang mendapatkan keuntungan (disadvantage group) dari yang kurang menguntungkan, kurang berdaya menjadi lebih mampu dan kemudian menjadi kelompok penekan (preassure group). Taktik yang dilakukan adalah melalui konflik, konfrontasi (melalui demonstrasi) dan negoisasi (Nurdin, 1989:10)

20 2.6 Kerangka Pemikiran Kenaikan Harga BBM pada Mei 2008 membuat banyak masyarakat miskin merasa terbeban karena kenaikan harga BBM mempengaruhi semua aspek kebutuhan sehari-hari. Kenaikan harga BBM bukan hanya berarti naiknya harga minyak tanah, bensin, dan biaya transportasi. Melainkan semua hal yang terkait dengan (penggunaan) BBM dan transportasi itu sendiri bahkan kebutuhan seharihari harganya melonjak tinggi. Pada saat pemerintah menaikkan harga dasar BBM dapat mengakibatkan harga kebutuhan pokok meningkat dan bagi masyarakat miskin dapat mengakibatkan daya beli mereka semakin menurun, karena akan mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan perkembangan harga di pasar. Masyarakat miskin akan terkena dampak sosial semakin menurun taraf kesejahteraannya atau menjadi semakin miskin. Untuk itu diperlukan program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dalam bentuk program kompensasi (compensatory program) yang sifatnya khusus (crashprogram) atau program jaring pengaman sosial (social safety net), seiring dengan besarnya beban subsidi BBM semakin berat dan resiko terjadinya defisit yang harus ditanggung oleh pemerintah. Selain itu, akibat selisih harga BBM dalam negeri dibanding dengan luar negeri berakibat memberi peluang peningkatan upaya penyelundupan BBM ke luar negeri. Pemerintah memandang perlu mereview kebijakan tentang subsidi BBM, sehingga subsidi yang selama ini dinikmati juga oleh golongan masyarakat mampu dialihkan untuk golongan masyarakat miskin.

21 Pemerintah berupaya mengambil langkah antispatif yaitu Bantuan Langsung Tunai sebagai salah satu kebijakan pemerintah jangka pendek dalam mengimbangi kenaikan harga BBM yang sebelumnya sudah pernah dikeluarkan tahun Tujuan utamanya adalah keluarga sangat miskin, miskin dan mendekati miskin. Dalam pelakasanaan BLT kiranya perlu dilihat hal-hal yang sangat penting yang berkaitan dengan pelaksanaan BLT ini. Mulai dari sosialisasi, ketepatan penerima BLT, penyaluran,, mempertahankan kesejahteraan penerima BLT, tujuan dan manfaat dana BLT, pengaduan masalah, Agar bisa menjadi evaluasi untuk pelaksanaan program selanjutnya Bantuan Langsung Tunai disalurkan ke berbagai provinsi di indonesia. Salah satunya Kabupaten Tapanuli Tengah, kehadiran BLT di Kelurahan Pandan Kecamatan Pandan diharapkan mampu membantu keluarga miskin di kelurahan Pandan bertahan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari

22 Bagan Kerangka Pemikiran PEMERINTAH Program Bantuan Langsung Tunai untuk Rumah Tangga Miskin /3 bulan Rumah Tangga Sasaran Penerima BLT Evaluasi PelaksanaanProgram : a. Ketepatan penerima BLT b. Sosialisasi BLT c. Proses penyaluran d. Mempertahankan Kesejahteraan oleh Penerima BLT e. Tujuan dan Manfaat Dana BLT f. Pengaduan masalah ketika pelaksanaan BLT

23 2.7 Defenisi Konsep Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1994:42). Konsep yang disiapkan dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan dalam bentuk batasan-batasan atau defenisi dari beberapa teori yang digunakan yaitu : 1. Evaluasi Adalah proses penilaian untuk menentukan sampai sejauh mana tujuan dapat dicapai 2. Pelaksanaan adalah tindakan yang dilakukan individu atau kelompok yang diarahkan pada tercapainya tujuan seperti yang telah ditetapkan pada saat pembuatan rencana kebijakan. 3. Program adalah cara yang disusun secara sistematis yang disahkan untuk mencapai tujuan. Program merupakan pengoragnisasian rencana agar lebih mudah untuk dioperasionalkan dalam pelaksanaan di lapangan. 4. Bantuan Langsung Tunai adalah program Konpensasi jangka pendek dalam mengimbangi dampak kenaikan Harga BBM yang tujuan utamanya adalah agar Rumah tangga Sasaran (sangat miskin, miskin, dan dekat miskin/near poor) dapat memenuhi kebutuhan ketika kenaikan harga BBM. 5. Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai adalah kegiatan untuk menentukan sejauh mana efisiensi dan pelaksanaan program Bantuan Langsung Tunai yang telah tercapai sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan sebelumnya

24 2.8 Defenisi Operasional Defenisi Operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel, Dengan kata lain defenisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1994 : 3). Untuk memberi kejelasan terhadap batasan yang akan diteliti, maka akan dijelaskan defenisi operasional sebagai berikut : 1. Program Bantuan Langsung tunai adalah program jangka pendek yang diberikan pemerintah sebagai kompensasi atas kenaikan harga BBM. BLT disalurkan ke rakyat miskin yang kurang mampu berdasarkan data BPS. BLT berupa uang Tunai yang diberikan Rp /3 bulan kepada Rumah Tangga sasaran. 2. Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai a. Ketepatan Waktu dan Sasaran adalah dimana mereka penerima BLT adalah warga yang layak untuk mendapatkan BLT berdasarkan 14 indikator miskin menurut BPS. b. Sosialisasi BLT adalah bahwa petugas BLT telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai program BLT dan tata caranya dan warga sudah mengetahui tentang program BLT yang dikeluarkan Pemerintah. c. Proses penyaluran dana sudah efektif dan efisien sehingga dana yang diserahkan pemerintah kepada Rumah Tangga Sasaran (RTS) bisa disalurkan dengan baik.

25 d. Mempertahankan Kesejahteraan oleh Penerima BLT yaitu apakah penerima BLT mampu memenuhi kebutuhan bahan pokok antara lain jumlah konsumsi beras, kualitas menu makanan, jumlah pakaian yang dimiliki, kondisi kesehatan keluarga, tingkat pendidikan dan fasilitas tempat tinggal. e. Tujuan dan Manfaat BLT bagi penerima apakah penerima BLT mampu memanfaatkan dana BLT itu sesuai tujuannya dan mengetahui tujuan dari program BLT tersebut. f. Pengaduan masalah ketika pelaksanaan BLT adalah apakah pemerintah menyediakan tempat untuk mengadukan ketika terjadi masalah dalam proses pelaksanaan BLT.

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun

BAB I PENDAHULUAN. program darurat bagian dari jaring pengaman sosial (social safety net), namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Raskin merupakan program bantuan yang sudah dilaksanakan Pemerintah Indonesia sejak Juli 1998 dengan tujuan awal menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Evaluasi (penilaian) suatu program biasanya dilakukan pada suatu waktu tertentu atau pada suatu tahap tertentu (sebelum program, pada proses pelaksanaan

Lebih terperinci

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI

KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KEMISKINAN OLEH HERIEN PUSPITAWATI KRITERIA KEMISKINAN BPS GARIS KEMISKINAN Kota Bogor tahun 2003: Rp 133 803/kap/bln Kab Bogor tahun 2003: Rp 105 888/kap/bln UNDP US 1/kap/day tahun 2000 US 2/kap/day

Lebih terperinci

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM)

BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) BUPATI MOJOKERTO PERATURAN BUPATI MOJOKERTO NOMOR ^TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERNYATAAN MISKIN (SPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO, Menimbang Mengingat a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minyak bumi merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, karena memiliki proses pembentukan yang cukup lama serta jumlah dan persediaan yang terbatas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana penyelesaian masalah tersebut. Peran itu dapat dilihat dari sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran pemerintah sangat penting dalam merancang dan menghadapi masalah pembangunan ekonomi. Seberapa jauh peran pemerintah menentukan bagaimana penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun kedepan kepada Bapak Susilo Bambang Yudhoyono terbukti dari

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun kedepan kepada Bapak Susilo Bambang Yudhoyono terbukti dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono periode pertama berakhir tahun 2009, namun rakyat Indonesia masih mempercayakan kepemimpinan negeri ini lima tahun kedepan kepada

Lebih terperinci

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang.

14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 14 KRITERIA MISKIN MENURUT STANDAR BPS ; 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. keterbukaan sosial dan ruang bagi debat publik yang jauh lebih besar. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kini adalah negara dengan sistem demokrasi baru yang bersemangat, dengan pemerintahan yang terdesentralisasi, dengan adanya keterbukaan sosial dan

Lebih terperinci

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan.

PRO POOR BUDGET. Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. PRO POOR BUDGET Kebijakan anggaran dalam upaya pengentasan kemiskinan. Mengapa Anggaran Pro Rakyat Miskin Secara konseptual, anggaran pro poor merupakan bagian (turunan) dari kebijakan yang berpihak pada

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI UNTUK RUMAH TANGGA SASARAN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI UNTUK RUMAH TANGGA SASARAN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI UNTUK RUMAH TANGGA SASARAN PRESIDEN, Untuk kelancaran pelaksanaan program pemberian bantuan langsung tunai kepada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN

PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INDIKATOR KEMISKINAN By : Suyatno, Ir. MKes Office : Dept. of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health Diponegoro University, Semarang Contact : 081-22815730 / 024-70251915

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

BAB I. PENDAHULUAN. perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG

PETUNJUK PELAKSANAAN BANTUAN SOSIAL PEMBANGUNAN RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KABUPATEN KARAWANG I. PENDAHULUAN LAMPIRAN : NOMOR : 38 TAHUN 2011 TANGGAL : 23 DESEMBER 2011 a. Latar Belakang Salah satu program pembangunan Kabupaten Karawang adalah Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni merupakan Program

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS 1 BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2016 T E N T A N G INDIKATOR LOKAL KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà -1- jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà A TAALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN JAMINAN

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kenaikan harga minyak mentah dunia berimbas kepada meningkatnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia. Walaupun sumber daya migas di Indonesia cukup berlimpah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CIREBON

BERITA DAERAH KOTA CIREBON BERITA DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 51 TAHUN 2009 PERATURAN WALIKOTA CIREBON NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG KRITERIA KELUARGA / RUMAH TANGGA MISKIN KOTA CIREBON Menimbang : WALIKOTA CIREBON, a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Evaluasi a) Pengertian Universitas Sumatra Utara (2012) menerangkang pengertian evaluasi yang mengambil dari berbagai sumber. Berikut kutipannya tentang evaluasi:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT }

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang { PAGE \* MERGEFORMAT } BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum adalah sebuah lembaga pendidikan islam yang setara dengan tingkatan Sekolah Dasar (SD), yang berada di naungan Kementrian Agama. Sebagaimana

Lebih terperinci

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42.

pendapatan masyarakat. h. Jumlah Rumah Tangga Miskin status kesejahteraan dapat dilihat pada tabel 2.42. Tabel 2.41. Perhitungan Indeks Gini Kabupaten Temanggung Tahun 2012 Kelompok Jumlah Rata-rata % Kumulatif Jumlah % Kumulatif Xk-Xk-1 Yk+Yk-1 (Xk-Xk-1)* Pengeluaran Penduduk Pengeluaran Penduduk Pengeluaran

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI KEPADA RUMAH TANGGA MISKIN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI KEPADA RUMAH TANGGA MISKIN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI KEPADA RUMAH TANGGA MISKIN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Untuk kelancaran pelaksanaan program pemberian

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI KEPADA RUMAH TANGGA MISKIN

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI KEPADA RUMAH TANGGA MISKIN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN BANTUAN LANGSUNG TUNAI KEPADA RUMAH TANGGA MISKIN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Untuk kelancaran pelaksanaan program pemberian

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA

BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA BAB V PELAKSANAAN PKH DI KELURAHAN BALUMBANG JAYA 5.1 Kelembagaan PKH Pemilihan rumah tangga untuk menjadi peserta PKH dilakukan berdasarkan kriteria BPS. Ada 14 (empat belas) kriteria keluarga miskin

Lebih terperinci

sasaran dalam rangka penanggulangan kemiskinan tahun 2009, dengan ini

sasaran dalam rangka penanggulangan kemiskinan tahun 2009, dengan ini INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN UNTUK RUMAH TANGGA SASARAN DALAM RANGKA PENANGGULANGAN KEMISKINAN PRESIDEN, Untuk kelancaran pelaksanaan program pemberian bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan. Masalah ini menjadi perhatian nasional dan penanganannya perlu dilakukan secara terpadu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan akar dari segala permasalahan. Pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan akar dari segala permasalahan. Pada saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan akar dari segala permasalahan. Pada saat ini kemiskinan merupakan masalah yang banyak terjadi di masyarakat. Kemiskinan yang terjadi saat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN_TEORI. aktivitas pemrosesan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas

BAB II LANDASAN_TEORI. aktivitas pemrosesan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas BAB II LANDASAN_TEORI 2.1. Pengertian Aplikasi Menurut Indrajani (2011), aplikasi adalah suatu program yang menentukan aktivitas pemrosesan informasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas-tugas khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia upaya kepedulian terhadap persoalan kemiskinan sudah. Orde Baru, maupun pada masa pemerintahan di era Reformasi.

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia upaya kepedulian terhadap persoalan kemiskinan sudah. Orde Baru, maupun pada masa pemerintahan di era Reformasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia upaya kepedulian terhadap persoalan kemiskinan sudah berlangsung sejak lama, baik pada jaman pemerintahan masa Orde Lama, masa Orde Baru, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti BLSMadalah Brazil, kemudian diadopsi oleh negara-negara lain dengan

BAB I PENDAHULUAN. seperti BLSMadalah Brazil, kemudian diadopsi oleh negara-negara lain dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) adalah salah satu program bantuan bersyarat dari pemerintah berupa pemberian uang tunaiuntuk masyarakat miskindi Indonesia.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang :

Lebih terperinci

KASUS-KASUS HUKUM DAN PENYIMPANGAN PAJAK - PENYELESAIAN INPRES NO. 1 TAHUN

KASUS-KASUS HUKUM DAN PENYIMPANGAN PAJAK - PENYELESAIAN INPRES NO. 1 TAHUN KASUS-KASUS HUKUM DAN PENYIMPANGAN PAJAK - PENYELESAIAN INPRES NO. 1 TAHUN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN TENTANG PERCEPATAN PENYELESAIAN KASUS-KASUS HUKUM DAN PENYIMPANGAN PAJAK ABSTRAK : Dalam rangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Implementasi menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah sama dengan pelaksanaan (Badudu, 1996: 129). Implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak defenisi evaluasi dikemukakan oleh beberapa ahli. Seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Banyak defenisi evaluasi dikemukakan oleh beberapa ahli. Seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Banyak defenisi evaluasi dikemukakan oleh beberapa ahli. Seperti dikemukakan oleh Cronbach, Stufflebeam dan Alkin bahwa evaluasi adalah menyediakan informasi untuk

Lebih terperinci

BAB II SASARAN DAN PROSES PENYALURAN KEBIJAKAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DALAM PENANGANAN KEMISKINAN

BAB II SASARAN DAN PROSES PENYALURAN KEBIJAKAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DALAM PENANGANAN KEMISKINAN BAB II SASARAN DAN PROSES PENYALURAN KEBIJAKAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DALAM PENANGANAN KEMISKINAN 2.1 Sasaran Program Penanganan Kemiskinan Penanganan kemiskinan tetap menjadi fokus utama

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian. Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 224 LAMPIRAN 225 Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 2 3 1 4 Keterangan: 1. Kecamatan Gebang 2. Kecamatan Kandanghaur 3. Kecamatan Pelabuhanratu 4. Kecamatan Pangandaran 226 Lampiran 2 Hasil uji reliabilitas

Lebih terperinci

Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) merupakan salah satu solusi meminimalkan dampak kenaikan harga BBM dengan memberikan subsidi langsung bagi

Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) merupakan salah satu solusi meminimalkan dampak kenaikan harga BBM dengan memberikan subsidi langsung bagi B O KS RIN G KA S A N EKS EKU TIF S U RV EI EF EKTIV ITA S B A N TU A N L A N G S U N G TU N A I (B L T) D I KO TA S EM A RA N G Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) merupakan salah satu solusi meminimalkan

Lebih terperinci

Drs. AYIP MUFLICH, SH,M.Si

Drs. AYIP MUFLICH, SH,M.Si Drs. AYIP MUFLICH, SH,M.Si DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA, DEPDAGRI Pelaksanaan Rapat Koordinasi Tingkat Nasional Program BLT untuk RTS Tahun 2008 Purwakarta, 04 Juni 2008 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

APBN 2008 dan Program Kompensasi. Freddy H. Tulung Dirjen SKDI

APBN 2008 dan Program Kompensasi. Freddy H. Tulung Dirjen SKDI APBN 2008 dan Program Kompensasi Freddy H. Tulung Dirjen SKDI 1 Filosofi Kebijakan Pemerintah Kebijakan yang populer belum tentu benar, kebijakan yg benar tidak selamanya populer Ekonomi negara harus dikelola

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 7 TAHUN 2014 PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN MERAUKE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa penanggulangan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Krisis perekonomian tersebut telah mengakibatkan kondisi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Krisis perekonomian tersebut telah mengakibatkan kondisi BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Krisis moneter yang berlangsung di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah memporakporandakan seluruh aspek kehidupan bangsa terutama sendi-sendi perekonomian nasional.

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Bantuan Sosial adalah bantuan berupa uang, barang,

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Bantuan Sosial adalah bantuan berupa uang, barang, No.156, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Non Tunai. Bantuan Sosial. Penyaluran. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2017 TENTANG PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SECARA NON TUNAI

Lebih terperinci

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG

STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Riptek, Vol.2, No.2, Tahun 2008, Hal.: 1 6 STUDI PEMETAAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Unisbank Semarang Abstrak Kemiskinan sampai saat ini masih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu atau keluarga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan. menggunakan sumberdaya yang tersedia. Kebutuhan manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu atau keluarga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan. menggunakan sumberdaya yang tersedia. Kebutuhan manusia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu atau keluarga berusaha memenuhi kebutuhannya dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia. Kebutuhan manusia dapat diklasifikasikan sebagai kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian

Lebih terperinci

Sosialisasi dan Pelatihan Petugas Pendaftar Mekanisme Pemutakhiran Mandiri (MPM) Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin

Sosialisasi dan Pelatihan Petugas Pendaftar Mekanisme Pemutakhiran Mandiri (MPM) Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin Sosialisasi dan Pelatihan Petugas Pendaftar Mekanisme Pemutakhiran Mandiri (MPM) Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Sekretariat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PENGEMBANGAN SISTEM MANAJEMEN DATABASE DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN KRITERIA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Ummul Hairah ummihairah@gmail.com Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2017 TENTANG PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SECARA NON TUNAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2017 TENTANG PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SECARA NON TUNAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2017 TENTANG PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SECARA NON TUNAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyaluran

Lebih terperinci

Pendataan Program Perlindungan Sosial PPLS 2008

Pendataan Program Perlindungan Sosial PPLS 2008 Pendataan Program Perlindungan Sosial PPLS 2008 wynandin imawan wynandin@mailhost.bps.go.id Badan Pusat Statistik Rapat Koordinasi Tingkat Nasional Program Bantuan Langsung Tunai untuk Rumah Tangga Sasaran

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2017 TENTANG PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SECARA NON TUNAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2017 TENTANG PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SECARA NON TUNAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2017 TENTANG PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SECARA NON TUNAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyaluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu faktor yang menentukan tingkatan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu faktor yang menentukan tingkatan kesejahteraan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masayarakat merupakan suatu permasalah yang sangat penting dan perlu perhatian khusus oleh pemerintah. Hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENDISTRIBUSIAN BERAS MISKIN DI KOTA SURABAYA TAHUN 2010

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENDISTRIBUSIAN BERAS MISKIN DI KOTA SURABAYA TAHUN 2010 SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 42 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENDISTRIBUSIAN BERAS MISKIN DI KOTA SURABAYA TAHUN 2010 WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa guna kelancaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan suatu strategi pembangunan untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan suatu strategi pembangunan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional merupakan suatu strategi pembangunan untuk mewujudkan tujuan Nasional dan mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan sprituil

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BukuGRATISinidapatdiperbanyakdengantidakmengubahkaidahsertaisinya.

BukuGRATISinidapatdiperbanyakdengantidakmengubahkaidahsertaisinya. EdisiBukuSaku Bersama-samaSelamatkanUangRakyat Disusunoleh: Tim SosialisasiPenyesuaianSubsidi BahanBakarMinyak JokoSulistyo(TataLetak) Komikoleh: @irfanamalee(creativedirector) ZahraSafirah(Naskah) Isnaeni(Ilustrator)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bogor, April Penulis

KATA PENGANTAR. Bogor, April Penulis KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil alamin, puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-nya, shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW sehingga kami dapat menyelesaikan gagasan tertulis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Pengalihan Subsidi BBM, Program Pengurangan Kemiskinan, dan Bantuan Langsung Tunai

Pengalihan Subsidi BBM, Program Pengurangan Kemiskinan, dan Bantuan Langsung Tunai Pengalihan Subsidi BBM, Program Pengurangan Kemiskinan, dan Bantuan Langsung Tunai Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Rapat Koordinasi Tingkat Nasional

Lebih terperinci

Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) 2012

Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) 2012 1. Pendahuluan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) 2012 Pemerintah akan mengalokasikan dana tunai sebesar Rp 25,6 triliun kepada 18,5 juta keluarga miskin atau 74 juta jiwa sebagai kompensasi

Lebih terperinci

Mengapa PKH Diperlukan? PKH dimaksudkan untuk merunkan jumlah masyarakat miskin melalui bantuan dana tunai bersyarat.

Mengapa PKH Diperlukan? PKH dimaksudkan untuk merunkan jumlah masyarakat miskin melalui bantuan dana tunai bersyarat. Mengapa PKH Diperlukan? PKH dimaksudkan untuk merunkan jumlah masyarakat miskin melalui bantuan dana tunai bersyarat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk yang berada di bawah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah... 11

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah... 11 vi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xi I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 11 C. Tujuan Penelitian... 11 D. Kerangka Pemikiran... 11 E. Sistematika

Lebih terperinci

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis

dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi Angka kematian ibu per kelahiran hidup turun drastis dengan 7 (tujuh), sedangkan target nomor 8 (delapan) menjadi kewenangan pemerintah pusat. Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup turun drastis pada tahun 2011, hal ini karena kasus kematian ibu

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM SIMPANAN KELUARGA SEJAHTERA, PROGRAM INDONESIA PINTAR, DAN PROGRAM INDONESIA SEHAT UNTUK MEMBANGUN KELUARGA PRODUKTIF

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN BAPAK/IBU ANGKAT RUMAH TANGGA SASARAN OLEH PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu Negara berkembang, merupakan Negara yang selalu

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai salah satu Negara berkembang, merupakan Negara yang selalu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah Negara tidak akan pernah lepas dari suatu masalah yang bernama Kemiskinan. Semua Negara, terutama pada Negara Negara berkembang, pasti dihadapkan pada

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO BAB IV GAMBARAN UMUM DESA POLOBOGO 4. 1. Kondisi Geografis 4.1.1. Batas Administrasi Desa Polobogo termasuk dalam wilayah administrasi kecamatan Getasan, kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Astri Khusnul Khotimah, 2014 Studi Deskripsi Kemiskinan di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi secara serius oleh setiap negara di dunia adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan bisa terjadi dimana saja dan dimensi kemiskinan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENDAYAGUNAAN DATA PROFIL DESA DAN KELURAHAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENDAYAGUNAAN DATA PROFIL DESA DAN KELURAHAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENDAYAGUNAAN DATA PROFIL DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENDAYAGUNAAN DATA PROFIL DESA DAN KELURAHAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENDAYAGUNAAN DATA PROFIL DESA DAN KELURAHAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENDAYAGUNAAN DATA PROFIL DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 96, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 79 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM DESA BENDERANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 79 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM DESA BENDERANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 79 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM DESA BENDERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak-anak pada dasarnya merupakan kaum lemah yang harus dilindungi oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih membutuhkan bimbingan orang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENDAYAGUNAAN DATA PROFIL DESA DAN KELURAHAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENDAYAGUNAAN DATA PROFIL DESA DAN KELURAHAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENDAYAGUNAAN DATA PROFIL DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2017 TENTANG PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SECARA NON TUNAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2017 TENTANG PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SECARA NON TUNAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2017 TENTANG PENYALURAN BANTUAN SOSIAL SECARA NON TUNAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyaluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah kemiskinan masih tetap menjadi masalah fenomenal yang masih belum dapat terselesaikan hingga

Lebih terperinci

Written by Irwandi Wednesday, 24 February :56 - Last Updated Monday, 21 March :22

Written by Irwandi Wednesday, 24 February :56 - Last Updated Monday, 21 March :22 KRITERIA CALON PENERIMA BEASISWA PROGRAM JALUR MISKIN I. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan program Pemerintah Aceh untuk Peningkatan Sumber Daya Manusia Aceh. Salah satu program Lembaga Peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Badan Usaha Milik Negara dalam Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, adalah badan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Badan Usaha Milik Negara dalam Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, adalah badan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) a. Pengertian Badan Usaha Milik Negara Pengertian Badan Usaha Milik Negara dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 13 TAHUN 2 010 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA Abstrak Upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia telah menjadi prioritas di setiap era pemerintahan dengan berbagai program yang digulirkan. Pengalokasian anggaran

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAGIAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA SERTA PENGGUNAAN DANA DESA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan kesejahteraan sosial yang sangat penting di Indonsia dan perlu mendapat prioritas untuk segera diatasi. Berdasarkan data Badan

Lebih terperinci

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENDISTRIBUSIAN BERAS MISKIN DIKOTA SURABAYA TAHUN 2011

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENDISTRIBUSIAN BERAS MISKIN DIKOTA SURABAYA TAHUN 2011 SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENDISTRIBUSIAN BERAS MISKIN DIKOTA SURABAYA TAHUN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM RASKIN

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM RASKIN WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM RASKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci