LEMBAR PENGESAHAN. : Penanganan pasca panen simplisia untuk menghasilkan bahan baku terstandar mendukung industri minuman fungsional

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LEMBAR PENGESAHAN. : Penanganan pasca panen simplisia untuk menghasilkan bahan baku terstandar mendukung industri minuman fungsional"

Transkripsi

1 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : Penanganan pasca panen simplisia untuk menghasilkan bahan baku terstandar mendukung industri minuman fungsional Bidang Fokus : Teknologi Kesehatan dan Obat Kode Produk Target : Obat Herbal dari tanaman temulawak, jahe, kencur, pegagan dan sambiloto untuk pengobatan sindrom, metabolit dan penyakit lainnya. Kode Kegiatan : Uji coba SOP pasca panen tanaman obat (temulawak, jahe, kencur, pegagan dan sambiloto) pada industri dan industri kecil obat tradisional Lokasi Penelitian : Bogor, Jawa Barat dan Jawa Tengah Penelitian tahun ke : 1 (satu) Keterangan Lembaga Pelaksana/Pengelola Penelitian A. Lembaga Pelaksana Penelitian Nama Peneliti Utama Ir. M. Januwati, MS. Nama Lembaga Badan Penelitian dan Pengembangan /Institusi Pertanian Unit Organisasi Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Alamat Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor Telepon/HP/Faksimile/ / / criec@indo.net.id B. Lembaga lain yang - terlibat 1. Nama Koordinator Nama Lembaga Alamat Telepon/Faksimile/ Jangka Waktu Kegiatan : 3 (tiga) tahun Biaya Tahun 1 : Rp. 250,- Biaya Tahun 2 : Rp. 250,- Biaya Tahun 3 : Rp. 250,- Total Biaya : Rp. 750,- Kegiatan (baru/lanjutan) : Baru 1

2 Rekapitulasi Biaya Tahun yang diusulkan No. Uraian Jumlah (Rp) 1. Belanja Gaji dan Upah Belanja Bahan Belanja Perjalanan Belanja Lain-lain Jumlah biaya tahun yang diusulkan Menyetujui Kepala Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Koordinator/Peneliti Utama Dr. Agus Wahyudi NIP Ir. M. Januwati, MS NIP Menyetujui/Mengetahui Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Dr. Ir. M. Syakir, MS NIP

3 Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat-nya, atas berakhirnya pelaksanaan penelitian Penanganan pasca panen simplisia untuk menghasilkan bahan baku terstandar mendukung industri minuman fungsional. Laporan akhir pelaksanaan penelitian tahun 2012 ini disusun sebagai pertanggung jawaban pelaksanaan penelitian yang dibiayai dari Insentif PKPP TA Penelitian ini terdiri dari Kegiatan lapang berupa pelaksanaan Demplot budidaya dan pasca panen, dan pelaksaan Pelatihan berupa Kegiatan penyampaian teori dan sosialisasi inovasi teknologi yang dilaksanakan dalam kelas. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dimulai dari identifikasi lokasi dan petani yang akan menjadi petani kooperator dalam pelaksanaan demplot dan penjelenggaraan pelatihan, merupakan kegiatan peningkatan ketrampilan penyuluh dan petani. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya pada penyediaan dana dan semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi yang memerlukan. Bogor, September 2012 Penanggung Jawab Ir M. Januwati, MS 3

4 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan herbal Bahan Alam (OBA) di dunia medis telah meningkat di seluruh dunia. Kesadaran dalam menempuh upaya kesehatan preventif dan pencarian obat yang bersifat aman dan sedikit mungkin memberi efek samping, suatu efek-efek yang banyak dimiliki oleh kebanyakan obat-obat sintetik, mendorong untuk "kembali ke alam" sehingga dalam pengobatan orang semakin menginginkan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia pada tahun 2008 memiliki data menarik, bahwa persentase pertumbuhanan obat herbal dari tahun ke tahun meningkat terus dan berada di atas rata-rata pertumbuhan obat modern. Banyak alasan mengapa obat herbal cenderung tumbuh subur. Pertama, diyakini lebih aman. Tradisi minum jamu membuat konsumen lebih "cocok" dengan obat herbal ketimbang obat modern. Kedua, bahan baku obat herbal melimpah, sehingga makin banyak perusahaan farmasi terdorong ikut masuk pasar. Apalagi, dari sisi produk dan kompetensi tersedia cukup banyak. Dari sisi investasi juga tidak terlalu tinggi. Sehingga bagi perusahaan farmasi merupakan potensi pasar sangat menjanjikan, baik domestik maupun ekspor. Kemanjuran obat herbal setara obat biasa, dalam keamanan, obat herbal dipersepsikan lebih baik dari "obat biasa" dan ada peningkatan aktivitas produk yang dijual bebas over the counter/otc (Marbun, 2008). Hasil survei Omnibus menunjukkan saat ini kata "herbal" ternyata sangat kuat. Daya tarik herbal cukup tinggi, persepsi masyarakat obat herba lebih aman bagi kesehatan dan lebih manjur dibanding jamu dan obat biasa. Adanya krisis ekonomi 1997 telah membuat biaya produksi farmasi meningkat dan harga obat menjadi mahal, sehingga situasi ini mendorong masyarakat menggunakan bahan alami (Suryadi dan Mubarak, 2008). Budaya bangsa Indonesia telah mewariskan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta rehabilitasi kesehatan. Guna meningkatkan pangsa pasar minuman fungsional dalam negeri Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari jiwa, dan adanya ancaman dari produk 4

5 impor mendorong keinginan di tingkat regional menuju harmonisasi di bidang standar dan mutu minuman fungsional, maka langkah untuk antisipasi standarisasi bahan baku harus diupayakan secara maksimal. Standarisasi simplisia diperlukan untuk mendapat efek yang terulangkan (reproducible). Mutu sediaan minuman fungsional sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan, oleh karena itu sumber simplisia, cara pengolahan dan penyimpanan harus dilakukan dengan cara yang baik, berpedoman pada GAP (Good Agriculture Practices). Peranan SOP penanganan pasca panen untuk menjadikan bahan baku menjadi lebih bermutu dari sumber bahan tanaman merupakan aspek penting, karena kualitas bahan baku tanaman obat dipengaruhi oleh faktor internal genetik dan eksternal meliputi lingkungan, budidaya, cara panen, proses pasca panen, pengakutan dan cara penyimpanan (WHO, 2003). Mutu tanaman obat sangat berkaitan erat dengan kompleksibilitas komposisi kandungan kimia didalamnya. Hal ini disebabkan oleh sifat alami konstituen dalam tanaman obat yang merupakan campuran berbagai metabolit sekunder yang secara kuantitatif dan kualitatif dapat berubah karena berbagai faktor baik genetik maupun lingkungan (Sinambela, 2003). Standarisasi simplisia yang digunakan sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi dari pemerintah sebagai pembina dan pengawasan (Dyatmiko et al., 2000) dan mengikuti acuan sediaan herbal yang telah ada (BPOM, 2006), sehingga dapat memenuhi tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (Mutu-Aman-Khasiat). Bahan baku yang sudah distandarisasi tersebut, mempunyai perbedaan zat aktif sangat kecil, demikian juga yang terdapat dalam setiap sediaan minuman fungsional (tablet, kapsul, sirup). Dengan standarisasi ini, diharapkan adanya korelasi kuat antara manfaat dan kandungan aktif dapat dicapai. Sesuai dengan perkembangan pelaksanaan program Saintifikasi Jamu, untuk program jangka pendek, tahun 2011 telah ditetapkan 15 jenis tanaman obat yang sangat dibutuhkan, yakni temulawak, kunyit, pegagan, tempuyung, secang, kumis kucing, seledri, sembung, meniran, timi, adas, brotowali, sambiloto, jati belanda dan kepel. Dalam program jangka panjang, bahkan telah ditentukan ada 55 jenis tanaman obat yang akan dipergunakan dalam layanan kesehatan Saintifikasi Jamu. Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinis Kementerian Kesehatan telah 5

6 melakukan uji klinis formula jamu untuk obat hipertensi. Hasil sementara menunjukkan, terdapat dua komponen yang terkandung di dalam formula yang telah diuji yaitu terdiri dari bahan baku jamu dasar dan bahan baku jamu berkhasiat. Untuk jamu dasar, mengandung bahan meniran, temulawak, dan kunyit dengan fungsi sebagai penyegar. Sebagai bahan jamu berkhasiat kandungannya untuk formula antihipertensi (anti darah tinggi), campuran jamu terdiri dari daun seledri, kumis kucing, dan pegagan. Untuk hipertensi ramuan tersebut dapat menurunkan tekanan darah 20 persen, setelah menjalani terapi selama satu bulan. Selanjutnya akan dilakukan uji klinik formula ini supaya dapat digunakan sebagai resep dokter com/read/ 2011 /10/22/ /4. FormulaJamu.dalam.Tahap.Uji.Klinis Dalam kebijakan nasional, telah ditetapkan unggulan Tanaman Obat, dan pegagan menjadi salah satu tanaman obat unggulan (Sampurna, 2003) Secara nasional standarisasi mutu pegagan dilakukan berdasar kadar asiatikosida (BPOM, 2003). Sejak dahulu pegagan telah banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional baik dari bahan segar, kering maupun yang sudah dalam bentuk ramuan, sebagai olahan seperti halnya dalam bentuk jamu. Di Australia telah dibuat obat dengan nama Gotu Kola yang bermanfaat sebagai anti pikun dan juga sebagai anti stress. Dalam pengobatan di Indonesia telah banyak yang memanfaatkan tumbuhan ini sebagai obat yang cukup mujarab antara lain diketahui bahwa pegagan ini berpeluang untuk penyembuhan penyakit HIV terutama untuk mempertahankan ketahanan tubuh pasien. Selain itu pula dari hasil penelitian di Cina ternyata pegagan ini bermanfaat untuk memperlancar sirkulasi darah, bahkan lebih bermanfaat dibandingkan dengan ginko biloba atau ginseng yang berasal dari Korea. Di Indonesia diperoleh pegagan yang mengandung triterpen glikosida yaitu asiatikosida, madekakosida, asam asiatikat dan asam edekasat. Pada daun pegagan unsur K relatif banyak ditemukan dibanding unsur lainnya, dalam bentuk garam kalium. Adanya kandungan kalium yang relatif tinggi ini memberikan sifat yang khas dari daun pegagan yang mempunyai efek diuretik (Januwati dan Yusron, 2004). Salah satu pabrik jamu bahkan memerlukan paling tidak 100 ton pegagan setiap tahun untuk keperluan produknya. Dari sepuluh jenis jamu yang beredar di pasaran terdapat pegagan dalam ramuan produk tersebut, dengan kadar simplisia yang dicantumkan dalam kemasannya %. Banyaknya manfaat dari tanaman ini nampaknya karena ditemukan berbagai komponen minyak atsiri seperti sitronelal, linalool, neral, menthol, dan 6

7 linalil asetat. Dengan adanya minyak atsiri pada pegagan maka sangat mungkin memiliki potensi sebagai sumber bahan pengobatan terhadap anti penyakit yang disebabkan tujuh jenis bakteri Rhizobacter spharoides, Escherichia coli, Plasmodium vulgaris, Micrococcus luteus, Baccillus subtilis, Entero aerogenes dan Staphyllococcus aureus. Walaupun pegagan obat mujarab bagi berbagai penyakit dan memiliki kemampuan menyegarkan mental, tapi pegagan dapat bersifat narkotis sehingga dalam pemakaiannya harus sangat hati-hati. Dosis yang tinggi menyebabkan pasien menjadi pening. (Januwati dan Yusron, 2004). Demikian juga kumis kucing (Orthosipon aristatus Miq.) menjadi tanaman utama pada program Saintifikasi Jamu, karena tanaman ini dimanfaatkan sebagai produk minuman fungsional bagi penderita penyakit degeneratif karena dapat membantu memperbaiki fungsi ginjal. Senyawa kimia yang terdapat dalam daun kumis kucing antara lain adalah garam kalium, senyawa saponin, alkaloid, minyak atsiri, glikosida orthosiponin dan tanin. Kandungan bahan aktif utama yang paling stabil dalam daun kumis kucing adalah komponen senyawa sinensetin yang bersifat anti bakteri dan sinensetin telah dijadikan zat identitas simplisia kumis kucing (Rosita dan Nurhayati, 2004) Dari semua jenis tanaman obat tersebut, beberapa diantaranya telah diteliti dan dihasilkan teknologi budidaya sampai pasca panen secara lengkap, tetapi sebagian belum banyak dilakukan petani. Untuk itu sosialisasi dan pelatihan teknologi pasca panen yang telah dihasilkan Balitbang perlu dilakukan, guna memperoleh produksi dan mutu tanaman obat, sehingga sesuai dengan Vademikum Saintifikasi Jamu atau Farmakope Herbal Indonesia. Sebagai indikator mutu adalah kandungan komponen kimia utama atau kandungan bahan aktifnya (MMI, 1990). SOP pasca panen untuk pegagan dan kumis kucing, diawali dengan pencucian daun dan ditiriskan, kemudian dikeringkan di bawah sinar mata hari dengan ditutup kain hitam dengan tujuan mencegah kerusakan fisik dan kandungan bahan aktif daun. Bila cuaca tidak memungkinkan proses pengeringan dapat menggunakan alat pengering (oven) dengan suhu berkisar C. Peranan SOP pasca panen untuk menjadikan bahan baku menjadi lebih bermutu dari sumber bahan tanaman merupakan aspek penting, karena kualitas bahan baku tanaman obat dipengaruhi oleh faktor cara panen, proses pasca panen dan lain-lain. Melalui GAP, 7

8 yang merupakan tahapan menuju bahan baku terstandar, varias mutu yang besar dalam tanaman dikurangi melalui modifikasi teknologi dan fitofarmasi sehingga mutu produk lebih stabil. Kandungan kimia yang merupakan metabolit sekunder, digunakan sebagai standar petanda (marker). Dengan demikian diharapkan dapat memenuhi tiga paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (Mutu-Aman-Khasiat). Bahan baku yang sudah ditangani sesuai SOP pasca panen akan memenuhi standarisasi, mempunyai perbedaan zat aktif sangat kecil, demikian juga yang terdapat dalam setiap sediaan minuman fungsional. Dengan standarisasi ini, diharapkan ada korelasi kuat antara dosis dan efek obat dapat dicapai. Oleh karena itu, penerapan SOP penanganan pasca panen dilakukan dengan tujuan mengoptimalkan pengembangan usahatani tanaman obat ini, agar memberi manfaat sebesar-besarnya kepada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat khususnya di daerah sentra produksi (Januwati, 2004) Pokok Permasalahan : Bahan baku yang memenuhi standar lebih diminati. Saat ini petani belum menerapkan teknologi pasca panen yang terstandar sehingga mutu simplisia pegagan dan kumis kucing yang dihasilkan rendah baik fisik maupun mutunya. Petani belum menerapkan teknologi pasca panen yang terstandar karena terbatasnya institusi yang melakukan sosialisasi kegiatan tersebut. Untuk menjembatani kesenjangan tersebut maka dilakukan sosialisa SOP budidaya dan pasca panen pegagan dan kumis kucing dengan melibatkan petani, dimaksudkan untuk mempercepat penyerapan teknologi pasca panen yang dihasilkan. Sehingga melalui aplikasi teknologi teknologi ini penyediaan bahan baku industri yang berkualitas standar secara kontinyu dapat dilakukan Maksud dan Tujuan : Menerapkan SOP pasca panen simplisia dari pegagan dan kumis kucing melalui sosialisasi teknologi yang telah dihasilkan dalam bentuk pendampingan teknologi berupa demplot dan pelatihan dalam mendukung pelestarian pengadaan bahan. SOP pasca panen yang diterapkan akan memperbaiki mutu bahan baku, memudahkan melakukan standarisasi sehingga mutu produk akan meningkat juga. 8

9 1.4. Metododologi Pelaksanaan : Penelitian penanganan pasca panen simplisia ini merupakan kegiatan lapang yaitu melakukan demplot penanaman sampai penanganan pasca panen dari pegagan dan kumis kucing, dan kegiatan pelatihan yaitu sosialisasi teknologi yang dilakukan dalam kelas Lokus Kegiatan : Kegiatan dilaksanakan di lokasi sentra produksi pada ekosistem Sukabumi. Lokasi ini diharapkan dapat mewakili kondisi sentra produksi pegagan dan kumis kucing Fokus Kegiatan : Metode Demplot digunakan pada kegiatan ini, merupakan pendampingan dalam melakukan SOP pasca panen di sentra produksi pegagan dan kumis kucing dan Pelatihan yang merupakan sosialisasi teknologi SOP budidaya dan pasca panen pegagan dan kumis kucing, yang dilakukan dalam kelas Bentuk Kegiatan : Kegiatan lapang melaksanakan Demplot yaitu merupakan pendampingan dalam melakukan SOP budidaya sampai pasca panen di sentra produksi pegagan dan kumis kucing. Dan melakukan Pelatihan yang merupakan sosialisasi SOP budidaya dan pasca panen pegagan dan kumis kucing. Pelaksanaan Demplot budidaya kumiskucing akan menerapkan beberapa polatanam untuk mendukung pengembangan, meliputi (1) Polatanam monokultur, (2) Polatanam Tumpangsari dengan Jagung, dan (3) Polatanam Tumpangsari dengan Ketela pohon. Selain itu akan dilakukan menerapan SOP Budidaya (SOP Pemupukan dengan Dosis rekomendasi Balittro ) dan Dosis Pemupukan Petani. Pelaksanaan Demplot budidaya Pegagan akan menerapkan beberapa polatanam untuk pengembangan, meliputi (1) Polatanam monokultur, (2) Polatanam Tumpangsari dengan Jagung, dan (3) Polatanam Tumpangsari dengan Ketela pohon. Selain itu akan dilakukan menerapan SOP Budidaya (SOP Pemupukan Dosis rekomendasi Balittro ) dan Dosis Pemupukan Petani. 9

10 II. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Sosialisasi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen, dengan cara melakukan Demplot di sentra produksi, berupa pendampingan yang dimulai dari menerapkan SOP budidaya sampai SOP pasca panen. Pelatihan teknologi pasca panen, dimaksudkan untuk lebih memantapkan dan meyakinkan inovasi teknologi budidaya dan pasca panen, agar petani menjadi terampil dalam melakukan SOP budidaya dan pasca panen Perkembangan Kegiatan : Persiapan Proposal : Dilakukan Seminar Pembahasan dan Penajaman Proposal, yang dilakukan pada Intern Balittro Persiapan Demplot : dilakukan sosialisasi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen, dengan cara melakukan Demoplot di sentra produksi. Koordinasi dengan kelompok tani di Desa Kelaparea- Kecamatan Nagrak dan Desa Nangerang-Cicurug Sukabumi tempat pelaksanaan Demplot. Demplot Budidaya Kumiskucing akan dilakukan di lokasi dengan ketinggian tempat sekitar m dpl., pada jenis tanah Latosol. Demplot Budidaya Pegagan akan dilakukan di lokasi dengan ketinggian tempat sekitar 50 m dpl., pada jenis tanah Latosol Pelaksanaan demplot : pendampingan yang dimulai dari menerapkan SOP budidaya sampai SOP pasca panen Persiapan dan pelaksanaan Pelatihan Teknologi Budidaya dan Penanganan Pasca Panen, dilakukan dengan melibatkan Kelompok Tani setempat, yaitu meliputi Petani Kooperator dan beberapa Anggauta Kelompok Tani lain. Hal ini dilakukan untuk lebih memantapkan dan meyakinkan inovasi teknologi budidaya dan pasca panen, agar petani menjadi terampil dalam melakukan SOP budidaya danpasca panen mendukung program Good Agriculture Practices (GAP) untuk Tanaman Pegagan dan Kumis kucing. 10

11 Kendala-Hambatan Pelaksanaan Kegiatan : Tidak ada kendala-hambatan dalam melaksanakan kegiatan Pengelolaan Administrasi Manajerial: Perencanaan Anggaran : Uraian Jumlah (Rp) 1. Belanja Gaji Upah Belanja Bahan Belanja Perjalanan Belanja Barang Operasional lainnya TOTAL BIAYA Mekanisme Pengelolaan Anggaran : Dilaksanakan sesuai panduan, tidak ada hambatan dalam penelolaan, pelaksanaan, sampai pencairan anggaran Rancangan dan Perkembangan Pengelolaan Aset : Tidak ada aset yang harus diserahkan Kendala Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial : Tidak ada kendala. 11

12 III. METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA 3.1. Metode Proses Pencapaian Target Kinerja. Metode-Proses Rancangan Pencapaian Target Kinerja: Persiapan Proposal Persiapan Demplot Pelaksanaan demplot Pelaksanaan Pelatihan Kerangka Metode-Proses a. Seminar Pembahasan dan Penajaman Proposal, yang dilakukan pada Intern Balittro b. Koordinasi dengan kelompok tani di Desa Kelaparea- Kecamatan Nagrak dan Desa Nangerang-Cicurug Sukabumi tempat pelaksaaan Demplot c. Persiapan dan pelaksanaan demplot SOP budidaya Kumis kucing di Desa Kalaparea- Kecamatan Nagrak dan demplot SOP budidaya Pegagan di Desa Nangerang Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi. d. Persiapan dan pelaksanaan Pelatihan dan menyiapkan materi pelatihan, dengan membuat Leaflet SOP Budidaya dan Pasca Panen dari pegagan dan kumis kucing Indikator Keberhasilan Telah dilaksanakan kegiatan Demplot pegagan dan kumis kucing dan merupakan pendampingan dalam melakukan SOP budidaya dan pasca panen di sentra produksi pegagan dan kumis kucing. Dan Pelatihan yang telah dilakukan dengan melibatkan Kelompok Tani setempat, yaitu meliputi Petani Kooperator dan beberapa Anggauta Kelompok Tani lain, serta tenaga penyuluh setempat. 12

13 Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbangyasa Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Demplot Kumis kucing Demplot pegagan dan kumis kucing telah dilakukan, dan menghasilkan data teknis Kumis kucing (Tabel 1,2,3,4,5) dan kajian analisa usahatani dan respon petani (Tabel 6, 7, 8, 9) dan data teknis untuk pegagan (Tabel 11, 12, 13) dan kajian usahatani dan respon petani ( 14, 15, 16), maka perolehan ini dapat dijadikan indikator keberhasilan kegiatan ini. Dari pengamatan produktivitas dan mutu (Tabel 1, 2, 3, 4 dan 5) menunjukkan bahwa teknologi budidaya mempengaruhi produkktivitas dan mutu simplisia kumis kucing. Penerapan SOP budidaya anjuran akan memberikan peningkatan produktivitas dan mutu simplisia kumis kucing. Polatanam monokultur memberikan hasil terbaik, sedang produktivitas polatanam tumpangsari dipengaruhi oleh jenis tanaman tumpangsarinya. Pada tingkat naungan yang lebih berat, akan menurunkan produktivitas dan mutu. Tabel 1. Pengaruh Polatanam dan Budidaya Terhadap Produksi Segar Daun Kumis kucing Perlakuan Monokultur Kumis kucing (KK) Tumpangsari Ketela pohon + KK Tumpangsari Pepaya + KK Tumpangsari Jagung + KK Daun + batang Daun Daun + batang Daun Daun + batang Daun Daun + batang Daun.Ton/Ha. SOP-Petani 20,7 11,5a 9 6a 18 10,5a 6 3,6a SOP Balittro 27 13,5b 15 9b 21 12,0b 10,5 6,3b 13

14 Tabel 2. Pengaruh Polatanam Terhadap Produktivitas Simplisia Daun Kumis kucing Perlakuan Monokultur Kumis kucing (KK) Tumpangsari Ketela pohon + KK Tumpangsari Pepaya + KK Tumpangsari Jagung + KK.Ton/Ha. Segar Kering Segar Kering Segar Kering Segar Kering SOP-Petani 11,5 1,85 (16%) 6 1,55 (26%) 10,5 2,31 (22%) SOP Balittro 13,5 2,08 9 2, (15%) (26%) (22%) Keterangan : Persentase menunjukkan rendemen terhadap berat segar 3, (37%) 6, (37%) Hasil pengeringan menggunakan sinar matahari ditutup kain hitam menghasilkan simplisia yang dilihat secara visual warna simplisia kumis kucing yang dijemur menggunakan kain hitam lebih hijau dibandingkan sinar matahari langsung (Tabel 4). Hal ini menurut Endrasari (1980), disebabkan sinar matahari dapat mempengaruhi warna simplisia karena sinar matahari yang terpolarisasi menyebabkan kerusakan pada simplisia. Mengacu pada Vademikum Herbal Indonesia (2011), bahwa simplisia kumis kucing berkualitas baik ditandai oleh warna daun hijau muda, aroma harum tidak bau apek, dan memiliki rasa agak pahit. Demikian juga dilihat dari kadar abu simplisia, menghasilkan bahwa dengan menggunakan SOP Balittro hasilnya lebih baik dimana kadar abu simplisia kumis kucing 10% sedangkan cara SOP petani besaran kadar abunya 11,25%. Tabel 3. Pengaruh Tumpangsari Terhadap Mutu Simplisia Kumis kucing Perlakuan Kadar air Kadar abu Kadar sari air Kadar sari alcohol Kadar sinensetin.... % Tumpangsari 11, ,99 0,03 Jagung + Kumis kucing Tumpangsari 11,74 8,91 30,75 9, Ketela pohon + Kumis kucing Monokultur Kumis kucing 9,24 10,43 26,

15 Tabel 4. Pengaruh Cara Pengeringan Terhadap Mutu Simplisia Kumis kucing. Kadar Kadar Kadar Kadar Kadar air abu sari air sari sinensetin Perlakuan alcohol..... % Dijemur Langsung Matahari (Tanpa Ditutup Kain hitam) ,11 8,84 0,03 Dijemur Ditutup Kain hitam Kegiatan Kajian Usahatani kumis kucing di sentra produksi di Desa Kalaparea. Hasil kajian usahatani kumis kucing di sentra produksi di Desa Kalaparea Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi (Tabel 6), menunjukkan bahwa lahan yang digunakan utamanya adalah lahan kebun, menggunakan polatanam tumpangsari. Tanggap petani terhadap kegiatan demplot menunjukkan SOP budidaya yang introduksikan tidak sulit pelaksanaannya, tetapi tetap diperlukan pendampingan dalam pelaksanaan terutama teknik budidaya pengendalian penyakit layu. Bantuan instansi terkait dalam pengendalian harga sangat diperlukan, disertai dengan adanya insentif harga dan promosi pada produk kumis kucing yang mempunyai mutu yang tinggi (Tabel 7, 8, 9). Pada budidaya kumis kucing per 1000 m2 lahan (Tabel 10) dengan menerapkan SOP-Balittro diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp. 1,58 juta Monokultur) dan Rp. 1,78 (Tumpangsari dengan ketela pohon) dibandingkan dengan SOP-Petani Rp. 0,98 juta (Monokultur) dan Rp juta (Tumpangsari ketela pohon). Tabel 6. Karakteristik Usahatani Kumis kucing di Desa Kalaparea Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat No Karakteristik Persentase (%) 1. Lokasi penanaman - Sawah - Ladang - Kebun - Sawah dan kebun 2. Pola tanam - Polikultur - Monokultur 3. Tanaman yang ditumpangsarikan - Singkong - Jagung 14,28 28,57 42,86 85,71 28,57 15

16 - Singkong, jagung, kacang - Lainnya (tanaman tahunan : kelapa, the, pisang, sengon) 42,86 Tabel 7. Permasalahan Usahatani Kumis kucing di Desa Kalaparea Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat No Permasalahan Usahatani Kumis Kucing Tanggap petani (%) Ya Tidak Tidak berpendapat 42,86 57,14 1. Kompetisi lahan dengan tanaman lain 2. Permodalan 85,71 3. Ketersediaan saprodi 85,71 4. Ketersediaan tenaga kerja 85,71 5. Serangan Hama dan Penyakit 57,14 42,86 6. Pemasaran 28,57 71,43 7. Harga jual yang berfluktuasi 42,86 57,14 Tabel 8. Tanggap Petani Terhadap Demplot SOP Budidaya Kumis kucing No. Pendapat petani terhadap SOP budidaya kumis kucing yang diintroduksikan dibandingkan dengan budidaya petani setempat 1. Pelaksanaan di lapang a. Lebih sulit c. Lebih mudah d. Tidak berkomentar 2. Biaya usahatani a. Lebih murah c. Lebih mahal 3. Mutu produksi a. Lebih baik c. Lebih rendah 4. Produksi terna a. Lebih tinggi c. Lebih rendah 5. Harga jual a. Lebih murah (%) 85,71 85,71 28,57 71,43 16,67 28,57 71,43 85,71 16

17 c. Lebih mahal 6. Pengembangan secara luas a. Lebih menguntungkan dari pada budidaya lokal c. Merugikan dari pada budidaya lokal 7. Permasalahan yang akan dihadapi bila SOP anjuran diintroduksikan a. Pengadaan saprodi b. Permodalan c. Pelaksanaan di lapang d. Keengganan petani menerima inovasi baru e. Pengadaan saprodi dan permodalan 8. Bantuan yang diperlukan untuk pengambangan SOP dalam skala luas a. Bantuan teknis pelatihan teknik budidaya b. Penyediaan permodalan c. Bantuan informasi pasar d. Bantuan promosi e. Bantuan teknik budidaya dan permodalan f. Permodalan dan informasi pasar ,14 42,86 57,14 28,57 Tabel 9. Tanggap Petani Terhadap Demplot SOP Pasca panen Kumis kucing No. Pendapat petani terhadap SOP pasca panen kumis kucing yang diintroduksikan dibandingkan dengan cara pasca panen petani setempat 1. Pelaksanaan di lapang a. Lebih sulit c. Lebih mudah d. Tidak berkomentar 2. Biaya pasca panen a. Lebih murah c. Lebih mahal 3. Mutu produksi a. Lebih baik c. Lebih rendah 4. Produksi kering a. Lebih tinggi c. Lebih rendah 5. Harga jual a. Lebih murah (%) 28,57 71,43 71,43 28,57 71,43 57,14 28,57 42,86 42,86 17

18 c. Lebih mahal 6. Pengembangan secara luas a. Lebih menguntungkan dari pada pasca panen cara lokal c. Merugikan dari pada pasca panen cara lokal 7. Permasalahan yang akan dihadapi bila SOP anjuran diintroduksikan a. Pengadaan peralatan b. Permodalan c. Pelaksanaan di lapang d. Keengganan petani menerima inovasi baru e. Permodalan dan pelaksanaan di lapang f. Permodalan dan keenggana petani menerima inovasi baru 8. Bantuan yang diperlukan untuk pengambangan SOP pasca panen dalam skala luas a. Pelatihan teknik SOP pasca panen b. Penyediaan permodalan c. Bantuan informasi pasar d. Bantuan promosi e. Pelatihan SOP pasca panen dan permodalan f. Permodalan dan bantuan promosi 71,43 42,86 42,86 85,71 18

19 Tabel 10. Biaya dan pendapatan usahatani kumis kucing budidaya petani setempat dan SOP anjuran Balittro per m2 di Kalapa Rea- Nagrak, Sukabumi per tahun Input Usahatani Budidaya Petani Monokultur Pola tanam petani dengan singkong Budidaya SOP Monokultur Budidaya SOP + pola tanam singkong Satuan Harga/satuan Volume jumlah Harga/satuan Volume jumlah Harga/satuan Volume jumlah Harga/satuan Volume jumlah Upah Pengolahan lahan HOK Pembuatan petak tanam HOK Pemberian pupuk kandang HOK Penanaman HOK Penyiangan HOK Pemberian pupuk buatan 9 x HOK Pengendalian hama penyakit HOK Panen HOK , , , ,000 Pasca panen - Mipil kg 200 4, , , , , ,600 Jumlah Biaya Tenaga Kerja 4,300 3,620 4,366,667 3,677,600 Bahan 0 0 Benih lokal stek 8 70, , , , , , , ,200 Pupuk kandang (4 kali/tahun) Kg 250 6,000 1, , ,000 1, ,500 Pupuk buatan a. Urea (10 kali/tahun) Kg 2, , , , c. KCl (10 kali/tahun) kg 3, , ,000 3, d. TSP (10 kali/tahun) kg 3, , ,000 3, Jumlah Biaya Bahan 3,663,200 3,663,200 3,663,200 3,763,200 Jumlah Biaya Usahatani 7,963,200 7,283,200 8,029,867 7,440,800 Biaya Penjemuran Jumlah Biaya Usahatani + Penjemuran 8,023,200 7,343,200 8,089,867 7,500,800 HASIL Terna basah (9 kali panen/tahun) Kg 4,500 2,000 9,000 3,600 2,000 7,200 4,833 2,000 9,666,667 3,888 2,000 7,776,000 Terna kering (9 kali panen/tahun) kg ,500 9,787, ,500 7, ,500 10,512, ,500 8,456,400 Singkong a 2, ,500 2, ,500 Terna Basah Pendapatan bersih 976,800 1,356,800 1,576,800 1,775,200 B/C rasio Net Farm Income from Operation Ratio Efisiensi alokatif (harga)/operating Expense Ratio Terna kering Pendapatan bersih 1,764,300 1,986,800 2,422,633 2,455,600 B/C rasio Net Farm Income from Operation Ratio Efisiensi alokatif (harga)/oparating Expense Ratio

20 Tanaman kumis kucing adalah herba tahunan, dalam satu siklus tumbuh dapat mencapai umur 3 tahun. Perhitungan usahatani dalam penelitian ini dilakukan selama satu tahun produksi yang terdiri dari 9 kali panen. Pada demplot berdasarkan SOP Balittro, data panen yang digunakan merupakan akumulasi dari data panen sebelum diberi perlakuan dan data hasil panen setelah diberikan pupuk bedasarkan SOP Balittro. Hasil analisis efisiensi ekonomi menunjukkan, usahatani kumis kucing dengan menggunakan SOP Balittro baik pada pola monokultur maupun tumpang sari dengan singkong secara ekonomi efisien dibandingkan usahatani kumis kucing petani setempat. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai pendapatan bersih, B/C rasio, Net Farm Income from Operation Ratio (persentase sisa pendapatan setelah dikurangi dengan biaya operasional) demplot usahatani menggunakan SOP Balittro yang lebih besarl dibandingkan dengan usahatani yang dilakukan oleh petani. (Tabel 10). Demikian juga efisiensi alokatif (harga) yang ditunjukkan oleh rasio antara biaya operasional dan pendapatan kotor. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Demplot Pegagan Demplot pegagan telah dilakukan, dan menghasilkan data teknis (Tabel 11, 12) dan kajian respon petani (Tabel 13, 14) maka dapat dijadikan indikator keberhasilan kegiatan ini. Hasil pengamatan terhadap produktivitas dan mutu (Tabel 11 dan 11) menunjukkan jumlah produksi pegagan pada berbagai jenis pola tanam tidak berbeda. Rendemen simplisia tertinggi dari semua jenis pola tanam diperoleh dari pertanaman tumpangsari dengan ketela pohon yaitu sebesar 3,5%. 20

21 Tabel 11. Pengaruh Polatanam Terhadap Produktivitas Daun Pegagan Produktivitas Daun (Ton/Ha) Perlakuan Berat segar Berat kering Rendemen (%) 1. Tumpangsari Jagung (1 m) 7,37 2,40 3,26 + Pegagan 2. Tumpangsari Jagung (2 m) + 13,82 4,50 3,26 Pegagan 3. Ketela pohon (1 m) + Pegagan 3,69 1,29 3,5 4. Monokultur Pegagan 7,15 2,17 3,04 Keterangan : *) (1 m) = Jarak tanam antar baris jagung/ketela pohon... (2 m) = Jarak tanam antar baris jagung Dari Tabel 12, menunjukkan bahwa teknik budidaya akan mempengaruhi kadar asiaticosida, dan tertinggi diperoleh dari polatanam secara monokultur yaitu sebesar 3,58%. Hasil karakteristik mutu dihasilkan kadar sari air lebih besar dari pada kadar sari alkohol. Hal ini menunjukkan apabila simplisia pegagan diolah lebih lanjut menjadi ekstrak sebagi pelarutnya dapat menggunakan air ataupun campuran antara air dengan etanol. Tabel 12. Pengaruh Polatanam Terhadap Mutu Simplisia Pegagan Kadar Kadar abu Kadar abu tak Kadar sari air Kadar sari Kadar Perlakuan air larut asam alkohol asiaticosida Tumpangsari Jagung (1 m) + Pegagan Tumpangsari Jagung (2 m) + Pegagan Ketela pohon (1 m) + Pegagan Monokultur Pegagan 5,11 6,58 0,05 49,97 27,44 3,19 5,16 7,23 0,06 47,72 28,30 2,99 5,56 7,55 0,08 48,72 24,90 3,33 4,20 7,13 0,06 47,97 27,01 3,58 Keterangan : *) (1 m) = Jarak tanam antar baris jagung/ketela pohon... (2 m) = Jarak tanam antar baris jagung 21

22 Tanggap petani terhadap demplot SOP budidaya pegagan Tabel 13. Tanggap petani terhadap demplot SOP budidaya pegagan No. Pendapat petani terhadap SOP budidaya pegagan yang dintroduksikan dibandingkan dengan budidaya yang petani setempat pernah lakukan 1. Pelaksanaan di lapang a. Susah dilakukan b. Tidak ada masalah c. Mudah dilakukan d. Tidak berkomentar 2. Biaya usahatani a. Murah b. Sebanding dengan hasil c. Mahal 3. Mutu produksi a. Baik c. Kurang baik 4. Produksi terna a. Tinggi c. Rendah 5. Harga jual a. Murah c. Mahal 6. Pengembangan secara luas a. Lebih menguntungkan dari pada budidaya tanaman lokal c. Lebih merugikan dari pada budidaya tanaman lokal 7. Permasalahan yang akan dihadapi bila SOP anjuran diintroduksikan a. Pengadaan saprodi b. Permodalan c. Pelaksanaan di lapang d. Keengganan petani menerima inovasi baru e. Pengadaan saprodi dan permodalan 8. Bantuan yang diperlukan untuk pengambangan SOP dalam skala luas a. Pelatihan teknik budidaya b. Penyediaan permodalan c. Bantuan informasi pasar d. Bantuan promosi e. Pelatihan teknik budidaya dan permodalan f. Pelatihan teknik budidaya, permodalan dan informasi pasar (%)

23 Tabel 14. Tanggap petani terhadap demplot SOP pasca panen pegagan No. Pendapat petani terhadap introduksi SOP pasca panen pegagang dibandingkan dengan cara pasca panen yang petani setempat pernah lakukan 1. Pelaksanaan di lapang a. Sulit dilakukan b. Tidak masalah c. Mudah dilakukan d. Tidak berkomentar 2. Biaya pasca panen a. Murah b. Sebanding dengan hasil c. Mahal 3. Mutu produksi a. Baik c. Kurang baik 4. Produksi kering e. Tinggi f. Sama saja g. Rendah h. Tidak berpendapat 5. Kadar berat kering a. Tinggi c. Rendah 5. Harga jual a. Murah c. Mahal 6. Pengembangan secara luas a. Lebih menguntungkan c. Lebih merugikan 7. Permasalahan yang akan dihadapi bila SOP pasca penen diintroduksikan a. Pengadaan peralatan b. Permodalan c. Pelaksanaan di lapang d. Keengganan petani menerima inovasi baru e. Pemasaran f. Pengadaan saprodi dan permodalan g. Pengadaan peralatan dan pelaksanaan di lapang h. Permodalan dan pelaksanaan di lapang i. Permodalan dan pemasaran 8. Bantuan yang diperlukan untuk pengambangan SOP pasca panen dalam skala luas a. Pelatihan teknik budidaya b. Penyediaan permodalan c. Bantuan informasi pasar d. Bantuan promosi e. Pelatihan teknik pasca panen dan permodalan f. Pelatihan teknik pasca panen dan informasi pasar g. Pelatihan teknik pasca panen, permodalan dan informasi pasar (%)

24 Tanggap petani terhadap kegiatan demplot menunjukkan SOP budidaya dan pasca panen pegagan yang introduksikan tidak sulit pelaksanaannya, tetapi tetap diperlukan pendampingan dalam pelaksanaan. Bantuan instansi terkait dalam pengendalian harga sangat diperlukan, disertai dengan adanya insentif harga dan promosi pada produk pegagan yang mempunyai mutu yang tinggi Pelatihan teknologi pasca panen. Pelatihan Teknologi Budidaya sampai Penanganan Pasca Panen, dilakukan dengan melibatkan Kelompok Tani setempat, yaitu meliputi Petani Kooperator dan beberapa Anggauta Kelompok Tani lain. Hal ini dilakukan untuk lebih memantapkan dan meyakinkan inovasi teknologi pasca panen, agar petani menjadi terampil dalam melakukan SOP Budidaya dan SOP Pasca panen mendukung program Good Agriculture Practices (GAP) untuk Tanaman Obat, meliputi kegiatan: a. SOP Budidaya untuk Pegagan dan Kumis kucing, dengan materi yang akan disampaikan meliputi : Pelaksanaan SOP Budidaya secara umum, Polatanam dan Pemupukan. Kegiatan Polatanam yang dilakukan : (1) Polatanam monokultur, (2) Polatanam Tumpangsari dengan Jagung, dan (3) Polatanam Tumpangsari dengan Ketela pohon. Dan SOP Pemupukan, yaitu SOP Pemupukan dengan Dosis rekomendasi Balittro. b. SOP Penanganan Pasca Panen Simplisia (pegagan dan Kumis kucing). Materi terdiri dari a) Cara pengeringan (Penggunakan Penutup Kain Hitam dan Tanpa Penutup Kain Hitam b) Cara Penyimpanan simplisia (Pegagan dan Kumis kucing) mulai seleksi bahan produksi, dan cara penyimpanan simplisia Potensi Pengembangan ke Depan Penelitian dilakukan di lahan petani kooperator di sentra produksi. Potensi pengembangan ke depan, percepatan adopsi teknologi yang dihasilkan segera dapat dilakukan petani, sehingga dapat meningkatkan mutu produk dan memperluas peluang usaha baru "industri pembuatan produk berbasis pegagan dan kumis kucing". 24

25 Kerangka Pengembangan ke Depan. Peningkatan SDM dengan melakukan Pelatihan kepada Penyuluh-penyuluh, Dinas Terkait yang akan melakukan pendampingan kelompok tani di sentra produksi dari daerah lain, dengan skala lebih luas. Melakukan sosialisasi inovasi teknologi budidaya pasca panen, melalui menerbitkan sirkulair, dan buku panduan pelaksanaan SOP Budidaya dan Pasca panen Strategi Pengembangan Ke Depan. Melakukan pelatihan peningkatan sumberdaya manusia (SDM) dari Penyuluh, Kelompok tani, Pemuka agama dll., dalam bidang produksi dan manajemen. Pendampingan pembentukan kelembagaan, dengan demikian akan dapat melakukan koordinasi, mulai peningkatan produksi sampai pemasaran, dan penguatan modal. Penelitian penanganan pasca panen simplisia ini merupakan kegiatan lapang yang dilaksanakan di lokasi sentra produksi pada ekosistem Sukabumi. Lokasi ini diharapkan dapat mewakili kondisi sentra produksi pegagan dan kumis kucing. Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 (tiga) tahun. Pada tahun pertama (2012 di awal musim hujan), dilakukan penanaman pemberian perlakuan pemupukan pegagan dan kumis kucing, masing-masing menggunakan SOP budidaya dan pasca panen pegagan dan kumis kucing dari Balittro dan kemudian dibandingkan dengan SOP cara petani di sentra produksi (in situ). Pada tahun pertama akan dilakukan pengamatan terhadap peubah mutu berdasar marker asiatikosida dan sinesitin. Pada tahun kedua (2013) dilakukan penanaman kedua. Hal ini dilakukan untuk melihat stabilitas produksi dan mutu, serta tanggap petani terhadap teknologi yang diadopsikan. Perlakuan penanaman kedua dilakukan sama dengan pada tahun pertama. Pada tahun ketiga (2014) dilakukan pemanenan dan pengamatan terhadap peubah pertumbuhan, produksi dan mutu. 25

26 IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN 4.1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program Kerangka Sinergi Koordinasi Koordinasi dengan Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pertanian (BBP2TP) Jawa Barat sebagai Instansi yang ditugaskan oleh Badan Litbang Kementerian Pertanian untuk menggkoordinasikan pelaksanaan penelitian PKPP Wilayah Jawa Barat, dan selanjutnya melakukan sosialisasi invasi teknologi yang telah dicapai dengan cara melakukan demplot dan pelatihan di daerah sentra yang lain Indikator Keberhasilan Sinergi Indikator Keberhasilan Sinergi dari kegiatan ini adalah adanya kerjasama BBP2TP dan Pemda dalam Pengembangan Potensi Unggulan Daerah, melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan terpadu, untuk Mendukung Industri Hulu Mendukung Proses Pasca Panen Mendukung Industri Hilir Perkembangan Sinergi Koordinasi Perkembangan sinergi koordinasi mendukung pengembangan Potensi Unggulan Daerah, yaitu bersama-sama Dinas Pemda Kabupaten Sukabumi dan BBP2TP bersepakat untuk melakukan pendampingan secara teknis dan kelembagaan Pemanfaatan Hasil Litbangyasa Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil. Melakukan kerjasama dengan BBP2TP dan Pemda dalam pengembangan Potensi Unggulan Daerah, melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan terpadu untuk mendukung industri hulu sampai industri hilir. 26

27 Indikator Keberhasilan Pemanfaatan Tolok ukur keberhasilan yang akan dicapai dalam pemanfaatan hasil litbangyasa yaitu terjadi peningkatan produktivitas dan mutu simplisia yang dihasilkan, serta memberikan peningkatan pendapat petani Perkembangan Pemanfaatan Hasil. Perkembangan pemanfaatan hasil litbangyasa hingga saat ini belum dapat disampaikan, karena kegiatan ini baru selesai dilakukan. V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Adanya ancaman dari produk impor mendorong keinginan di tingkat regional menuju harmonisasi di bidang standar dan mutu minuman fungsional, maka standarisasi bahan baku harus diupayakan secara maksimal. Mutu sediaan minuman fungsional sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan, oleh karena itu sumber simplisia, cara pengolahan dan penyimpanan harus dilakukan dengan cara yang baik, berpedoman pada GAP. Peranan SOP penanganan pasca panen untuk menjadikan bahan baku menjadi lebih bermutu dari sumber bahan tanaman merupakan aspek penting Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran. Tahapan pelaksanaan kegiatan yang merupakan sosialisasi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen, dengan cara melakukan Demplot di sentra produksi, berupa pendampingan yang dimulai dari menerapkan SOP budidaya sampai SOP pasca panen. Dan kegiatan pelatihan teknologi budiddaya dan pasca panen, dimaksudkan untuk lebih memantapkan dan meyakinkan inovasi teknologi budidaya dan pasca panen, agar petani menjadi terampil dalam melakukan SOP budidaya dan pasca panen. Tahapan pelaksanaan dilakukan, meliputi Persiapan Proposal, Persiapan Demplot, Pelaksanaan demplot, Persiapan dan pelaksanaan Pelatihan 27

28 Teknologi Budidaya dan Penanganan Pasca Panen, dilakukan dengan melibatkan Kelompok Tani setempat, yaitu meliputi Petani Kooperator dan beberapa Anggauta Kelompok Tani lain. Demplot pegagan dan kumis kucing telah dilakukan, dan menghasilkan data teknis Kumis kucing dan kajian analisa usahatani dan respon petani maka perolehan ini dapat dijadikan indikator keberhasilan kegiatan ini. Teknologi budidaya mempengaruhi produkktivitas dan mutu simplisia kumis kucing dan pegagan. Penerapan SOP budidaya anjuran telah memberikan peningkatan produktivitas dan mutu simplisia kumis kucing. Polatanam monokultur memberikan hasil terbaik, sedang produktivitas polatanam tumpangsari dipengaruhi oleh jenis tanaman tumpangsarinya. Pada tingkat naungan yang lebih berat, akan menurunkan produktivitas dan mutu. Hasil kajian usahatani kumis kucing dan tanggap petani kumis kucing dan pegagan yang diintroduksikan, menunjukkan bahwa usahatani dilakukan utamanya pada lahan kebun, dengan menggunakan polatanam tumpangsari. Tanggap petani terhadap kegiatan demplot menunjukkan SOP budidaya dan pasca panen yang introduksikan tidak sulit pelaksanaannya, tetapi tetap diperlukan pendampingan dalam pelaksanaan terutama teknik budidaya pengendalian penyakit layu pada tanaman kumis kucing. Bantuan instansi terkait dalam pengendalian harga sangat diperlukan, disertai dengan adanya insentif harga dan promosi pada produk kumis kucing dan pegagan yang mempunyai mutu yang tinggi Anggaran yang diberikan kurang besar, sehingga kegiatan hanya dapat dilakukan pada daerah yang terbatas Metode Pencapaian Target Kinerja. Metode pencapaian target kinerja dilakukan melalui seminar pembahasan dan penajaman proposal, yang dilakukan pada Intern Balittro, dilanjutkan dengan koordinasi dengan kelompok tani tempat pelaksaaan kegiatan Demplot, persiapan dan pelaksanaan demplot. Untuk kegiatan pelatihan, dilakukan tahapan persiapan dan pelaksanaan pelatihan, yaitu penyiapkan materi pelatihan, dengan membuat Leaflet SOP Budidaya dan Pasca Panen dari pegagan dan kumis kucing. 28

29 Potensi Pengembangan Ke Depan. Potensi pengembangan ke depan, dengan percepatan adopsi teknologi yang dihasilkan segera dapat dilakukan petani, sehingga dapat meningkatkan mutu produk dan memperluas peluang usaha baru "industri pembuatan produk berbasis pegagan dan kumis kucing" Sinergi Koordinasi Kelembagaan Program. Sinergi koordinasi kelembagaan program dilakukan dengan koordinasi dengan BBP2TP Jawa Barat sebagai Instansi yang ditugaskan oleh Badan Litbang Kementerian Pertanian untuk menggkoordinasikan pelaksanaan penelitian PKPP Wilayah Jawa Barat, demikian juga dengan Pemda setempat Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa. Melakukan kerjasama dengan BBP2TP dan Pemda dalam pengembangan Potensi Unggulan Daerah, melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan terpadu, untuk mendukung industri hulu sampai industri hilir dalam bentuk melaksanakan pelatihan guna peningkatan SDM, managemen bahan baku, penguatan kelembagaan, perluasan pemasaran bagi penyuluh dan kelompok tani Saran Keberlanjutan Pemanfataatan Hasil Kegiatan. Kegiatan ini dilanjutan sampai keberhasilan yang akan dicapai yaitu terjadi peningkatan produktivitas dan mutu simplisia yang dihasilkan, serta memberikan peningkatan pendapat petaninya Keberlanjutan Dukungan Program Ristek. Dukungan program ristek diperlukan untuk sosialisasi inovasi teknologi budidaya dan pasca panen, agar pendampingan yang dimulai dari menerapkan SOP budidaya sampai SOP pasca panen diterapkan kelompok tani dan ada peningkatan pendapatan petani. 29

RINGKASAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

RINGKASAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KODE JUDUL: X.43 RINGKASAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENANGANAN PASCA PANEN SIMPLISIA UNTUK MENGHASILKAN BAHAN BAKU TERSTANDAR MENDUKUNG

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN I

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN I LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN I PENANGANAN PASCA PANEN SIMPLISIA UNTUK MENGHASILKAN BAHAN BAKU TERSTANDAR MENDUKUNG INDUSTRI MINUMAN FUNGSIONAL PROGRAM PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA Fokus

Lebih terperinci

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga

C. Program. Berdasarkan klaim khasiat, jumlah serapan oleh industri obat tradisional, jumlah petani dan tenaga C. Program PERKREDITAN PERMODALAN FISKAL DAN PERDAGANGAN KEBIJAKAN KETERSEDIAAN TEKNOLOGI PERBAIKAN JALAN DESA KEGIATAN PENDUKUNG PERBAIKAN TATA AIR INFRA STRUKTUR (13.917 ha) Intensifikasi (9900 ha) Non

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini prospek pengembangan produk tanaman obat semakin meningkat, hal ini sejalan dengan perkembangan industri obat

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kegunaan utama rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) adalah sebagai bahan baku obat, karena dapat merangsang

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN TAHAP II PROGRAM INSENTIF PKPP KAJIAN PENGELOLAAN HARA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERBASIS EFISIENSI PEMUPUKAN

LAPORAN KEMAJUAN TAHAP II PROGRAM INSENTIF PKPP KAJIAN PENGELOLAAN HARA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERBASIS EFISIENSI PEMUPUKAN LAPORAN KEMAJUAN TAHAP II PROGRAM INSENTIF PKPP KAJIAN PENGELOLAAN HARA DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT BERBASIS EFISIENSI PEMUPUKAN Kode : X.222 Lembaga : Kementrian Pertanian Koridor : 149 Fokus : Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai banyak kegunaan antara lain sebagai ramuan, rempah - rempah, bahan minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, perumusan masalah, tujuan serta manfaat dari penelitian yang dilakukan. Berikutnya diuraikan mengenai batasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara mega diversity untuk tumbuhan obat di dunia dengan keanekaragaman hayati tertinggi ke-2 setelah BraziRismawati. Dari 40 000 jenis

Lebih terperinci

TANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt

TANAMAN BERKHASIAT OBAT. By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt TANAMAN BERKHASIAT OBAT By : Fitri Rahma Yenti, S.Farm, Apt DEFENISI Tanaman obat adalah jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat (sel) tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan/

Lebih terperinci

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN

REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN REKAYA DAN UJI KINERJA ALAT ROGES TEBU BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini terjadi ketidak seimbangan antara produksi dan konsumsi gula. Kebutuhan konsumsi gula dalam negeri terjadi peningkatan

Lebih terperinci

LAPORAN MONITORING INTERNAL PROGRAM INSENTIF PKPP TAHUN 2012 TAHAP I. 1. Lokus : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan

LAPORAN MONITORING INTERNAL PROGRAM INSENTIF PKPP TAHUN 2012 TAHAP I. 1. Lokus : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan LAPORAN MONITORING INTERNAL PROGRAM INSENTIF PKPP TAHUN 2012 TAHAP I BAB I. PENDAHULUAN 1. Lokus : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan 2. Judul Kegiatan : Kajian Pengelolaan Hara

Lebih terperinci

MODEL SIMULASI KELAYAKAN LAHAN PENGEMBANGAN LADA ORGANIK

MODEL SIMULASI KELAYAKAN LAHAN PENGEMBANGAN LADA ORGANIK MODEL SIMULASI KELAYAKAN LAHAN PENGEMBANGAN LADA ORGANIK Rosihan Rosman Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Jalan Tentara Pelajar No. 3 Bogor rosihan_rosman@yahoo.com ABSTRAK Dalam upaya mendukung

Lebih terperinci

BUDIDAYA TANAMAN KUNYIT

BUDIDAYA TANAMAN KUNYIT Sirkuler No. 11, 2005 BUDIDAYA TANAMAN KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika Jl. Tentara Pelajar No. 3 Telp. (0251)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

LAPORAN MONITORING INTERNAL PROGRAM INSENTIF PKPP TAHUN 2012 TAHAP II. 1. Lokus : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan

LAPORAN MONITORING INTERNAL PROGRAM INSENTIF PKPP TAHUN 2012 TAHAP II. 1. Lokus : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan LAPORAN MONITORING INTERNAL PROGRAM INSENTIF PKPP TAHUN 2012 TAHAP II BAB I. PENDAHULUAN 1. Lokus : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan 2. Judul Kegiatan : Kajian Pengelolaan Hara

Lebih terperinci

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM Penanganan dan Pengelolaan Saat Panen Mengingat produk tanaman obat dapat berasal dari hasil budidaya dan dari hasil eksplorasi alam maka penanganan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB)

GAMBARAN UMUM KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB) V GAMBARAN UMUM KEBUN UNIT KONSERVASI BUDIDAYA BIOFARMAKA (UKBB) 5.1 Sejarah Perusahaan Pusat Studi Biofarmaka merupakan suatu lembaga yang meneliti dan mengembangkan tanaman biofarmaka. Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN OBAT

AGRIBISNIS TANAMAN OBAT Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TANAMAN OBAT Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor

pengolahan, kecuali pengeringan. Standarisasi simplisia dibutuhkan karena kandungan kimia tanaman obat sangat bervariasi tergantung banyak faktor BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk indonesia banyak

Lebih terperinci

[ nama lembaga ] 2012

[ nama lembaga ] 2012 logo lembaga 1.04.02 KAJIAN INOVASI TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI MENDUKUNG SISTEM DAN MODEL PENGEMBANGAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES DI WILAYAH GERNAS KAKAO Prof. Dr. Ir. Azmi Dhalimi, SU Balai Besar Pengkajian

Lebih terperinci

UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG. Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda

UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG. Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG Oleh : Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda A. PENDAHULUAN Tanaman nilam merupakan kelompok tanaman penghasil

Lebih terperinci

Tanaman Artemisia Penakluk Penyakit Malaria

Tanaman Artemisia Penakluk Penyakit Malaria Tanaman Artemisia Penakluk Penyakit Malaria Ir. Agus Kardinan, M.Sc. Ahli Peneliti Utama di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber

Lebih terperinci

instansi yang belum maksimal. Hal tersebut menyebabkan jamu masih saja belum menjadi produk unggulan.

instansi yang belum maksimal. Hal tersebut menyebabkan jamu masih saja belum menjadi produk unggulan. BAB VI KESIMPULAN Permenkes RI No. 760/Menkes/Per/IX/1992 tentang Fitofarmaka sebagai dasar upgrading jamu menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka nyatanya belum mampu mengoptimalkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM

BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM 5.1. Sejarah Singkat Wahana Farm Wahana Farm didirikan pada tahun 2007 di Darmaga, Bogor. Wahana Farm bergerak di bidang pertanian organik dengan komoditas utama rosela.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi tentang analisis dan interpretasi hasil penelitian. Pada tahap ini akan dilakukan analisis permasalahan prosedur budidaya kumis kucing di Klaster Biofarmaka

Lebih terperinci

Jurnal Pengabdian pada Masyarakat No. 55 Tahun 2013, ISSN:

Jurnal Pengabdian pada Masyarakat No. 55 Tahun 2013, ISSN: PEMANFAATAN PEKARANGAN UNTUK BUDIDAYA TANAMAN JAHE MERAH UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN KELUARGA PETANI DI KELURAHAN TALANG BABAT KECAMATAN MUARA SABAK BARAT KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR 1 Madyawati Latief,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1

DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE. Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1 DINAMIKA USAHATANI JAGUNG HIBRIDA DAN PERMASALAHANNYA PADA LAHAN KERING DI KABUPATEN BONE Hadijah A.D. 1, Arsyad 1 dan Bahtiar 2 1 Balai Penelitian Tanaman Serealia 2 Balai Pengkajian teknologi Pertanian

Lebih terperinci

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN I PENGEMBANGAN FORMULASI HERBISIDA BERBASIS ASAM ASETAT UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT

LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN I PENGEMBANGAN FORMULASI HERBISIDA BERBASIS ASAM ASETAT UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN I PENGEMBANGAN FORMULASI HERBISIDA BERBASIS ASAM ASETAT UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA TANAMAN KELAPA SAWIT PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA Fokus

Lebih terperinci

MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING

MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING Agung Mahardhika, SP ( PBT Ahli Pertama ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan I. Pendahuluan Kumis kucing (Orthosiphon aristatus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan sumber bahan obat alam dan obat tradisional yang telah digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia secara turun-temurun. Keuntungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA Oleh: ERNI DWI LESTARI H14103056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau

BAB I PENDAHULUAN. bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan beraneka ragam tumbuhan. Hal ini tentunya didukung oleh iklim tropis yang dimiliki Indonesia sehingga memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Tradisional Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, pengobatan tradisional

Lebih terperinci

Oni Ekalinda, Reni Astarina dan Anita Sofia Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau Abstrak.

Oni Ekalinda, Reni Astarina dan Anita Sofia Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau   Abstrak. Profil Pengembangan Tanaman Palawija dan Kelembagaan Penunjang di Lokasi Eks Primatani Agroekosistem Lahan Pasang Surut Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi Riau Oni Ekalinda, Reni Astarina dan Anita Sofia

Lebih terperinci

Good Agricultural Practices

Good Agricultural Practices Good Agricultural Practices 1. Pengertian Good Agriculture Practice Standar pekerjaan dalam setiap usaha pertanian agar produksi yang dihaslikan memenuhi standar internasional. Standar ini harus dibuat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kepentingan yang besar terhadap sektor pertanian. Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia yang dilihat dari

Lebih terperinci

A MANAJEMEN USAHA PRODUKSI. 1. Pencatatan dan Dokumentasi pada : W. g. Kepedulian Lingkungan. 2. Evaluasi Internal dilakukan setiap musim tanam.

A MANAJEMEN USAHA PRODUKSI. 1. Pencatatan dan Dokumentasi pada : W. g. Kepedulian Lingkungan. 2. Evaluasi Internal dilakukan setiap musim tanam. Petunjuk Pengisian : Lingkari dan isi sesuai dengan kegiatan yang dilakukan PENCATATAN ATAS DASAR SOP DAN GAP A MANAJEMEN USAHA PRODUKSI. Pencatatan dan Dokumentasi pada : Buku Kerja Jahe PENILAIAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak

BAB I PENDAHULUAN UKDW. meningkatkan kesehatan. Salah satu jenis tanaman obat yang potensial, banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tanaman obat telah lama digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif pengobatan, baik untuk pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif),

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

TEMU INFORMASI TEKNOLOGI LAHAN KERING MENDUKUNG INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN DAN DISEMINASI

TEMU INFORMASI TEKNOLOGI LAHAN KERING MENDUKUNG INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN DAN DISEMINASI TEMU INFORMASI TEKNOLOGI LAHAN KERING MENDUKUNG INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN DAN DISEMINASI Abstrak Kebijaksanaan pembangunan pertanian di Sulawesi Tengah diarahkan untuk meningkatkan produksi hasil pertanian,

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN Suwarno Asisten Direktur Perum Perhutani Unit 2 PENDAHULUAN Perusahaan Umum (Perum) Perhutani Unit 2 berdasar Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2010 mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia, dan menduduki urutan kedua setelah Brazil.

Lebih terperinci

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara Bahtiar 1), J. W. Rembang 1), dan Andi Tenrirawe 2) Peneliti pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Utara 1) Balai Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang dilaporkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai faktor risiko global penyebab kematian nomor satu pada tahun 2009

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara lndonesia memiliki jenis tumbuhan beraneka ragam yang dapat

I. PENDAHULUAN. Negara lndonesia memiliki jenis tumbuhan beraneka ragam yang dapat I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Negara lndonesia memiliki jenis tumbuhan beraneka ragam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Misalnya saja ada berbagai jenis tumbuhan yang menghasilkan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG Resmayeti Purba dan Zuraida Yursak Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Aspek pasar antara lain mengkaji potensi pasar baik dari sisi

Lebih terperinci

RINGKASAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

RINGKASAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KODE JUDUL: X.43 RINGKASAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA FORMULASI PRODUK PESTISIDA NABATI BERBAHAN AKTIF SAPONIN, AZADIRACHTIN, EUGENOL,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1

BAB I PENDAHULUAN. Proses pengolahan simplisia di Klaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar I-1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menguraikan beberapa hal pokok mengenai penelitian ini, yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi,

Lebih terperinci

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING

SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA DAN DAGING KODE JUDUL : X.47 LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEKAYAAN INTELEKTUAL, DAN HASIL PENGELOLAANNYA INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA SISTEM PERTANIAN TERPADU TEBU-TERNAK MENDUKUNG

Lebih terperinci

semua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan

semua masalah kesehatan dapat diatasi oleh pelayanan pengobatan modern (BPOM, 2005). Tumbuhan obat Indonesia atau yang saat ini lebih dikenal dengan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman akan alamnya. Keanekaragaman alam tersebut meliputi tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral. Negara berkembang termasuk Indonesia banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak zaman nenek moyang sampai sekarang, masyarakat banyak

BAB I PENDAHULUAN. Sejak zaman nenek moyang sampai sekarang, masyarakat banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak zaman nenek moyang sampai sekarang, masyarakat banyak menggunakan obat-obat tradisional yang ternyata mujarab. Bahkan, saat ini pertumbuhan industri obat tradisional

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia sejak tahun 1968. Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Irian Jaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mobilitas masyarakat yang semakin tinggi memerlukan kondisi kesehatan yang optimal. Kondisi kesehatan tubuh tentunya tidak bisa lepas dari konsumsi makanan yang sehat.

Lebih terperinci

Intisari Roadmap Jamu Nasional dan Perkembangan Riset Jamu

Intisari Roadmap Jamu Nasional dan Perkembangan Riset Jamu Intisari Roadmap Jamu Nasional dan Perkembangan Riset Jamu Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB Seminar Nasional 4 Tahun Jamu Brand Indonesia Sukoharjo, 22 Nopember 2012

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG V. PERKEMBANGAN PRODUKSI, USAHATANI DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG 5.1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Jawa Timur dan Jawa Barat 5.1.1. Jawa Timur Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN

LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN LAPORAN AKHIR PENYULUHAN DAN PENYEBARAN INFORMASI HASIL PENELITIAN/PENGKAJIAN TEMU INFORMASI TEKNOLOGI TERAPAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : Usaha tani Padi dan Jagung Manis pada Lahan Tadah Hujan untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Kalimantan Selatan ( Kasus di Kec. Landasan Ulin Kotamadya Banjarbaru ) Rismarini Zuraida Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU BPTP RIAU 2012 PENDAHULUAN Kebutuhan beras sebagai sumber kebutuhan

Lebih terperinci

VARIETAS UNGGUL KUNYIT CURDONIA 1 TOLERAN NAUNGAN

VARIETAS UNGGUL KUNYIT CURDONIA 1 TOLERAN NAUNGAN VARIETAS UNGGUL KUNYIT CURDONIA 1 TOLERAN NAUNGAN Dalam rangka mendukung program nasional pemerintah untuk peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor produk pertanian, khususnya pengembangan industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

Kajian Teknologi Spesifik Lokasi Budidaya Jagung Untuk Pakan dan Pangan Mendukung Program PIJAR di Kabupaten Lombok Barat NTB

Kajian Teknologi Spesifik Lokasi Budidaya Jagung Untuk Pakan dan Pangan Mendukung Program PIJAR di Kabupaten Lombok Barat NTB Kode Penelitian : SIDa Kajian Teknologi Spesifik Lokasi Budidaya Jagung Untuk Pakan dan Pangan Mendukung Program PIJAR di Kabupaten Lombok Barat NTB Nama Penelitian : 1. Baiq Tri Ratna Erawati, SP, MSc

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang bernilai ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah tropika seperti di Indonesia.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa)

Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa) LAMPIRAN 201 Lampiran 1. Proyeksi Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 2009-2025 Tahun Konsumsi/capita (kg/th) Proyeksi Penduduk (000 Jiwa) Pertumbuhan Penduduk (%) Total Konsumsi (000 ton) 2009 2010 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku minyak atsiri. Indonesia menghasilkan 40 jenis dari 80 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan

Lebih terperinci

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga RINGKASAN EJEN MUHAMADJEN. Analisis Kelayakan Usaha Rumah Jamu di Taman Sringanis, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Ir. Netty Tinaprilla,MM Taman Sringanis merupakan wujud kepedulian terhadap

Lebih terperinci

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari: AgroinovasI Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Rawa Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di Lampung, selain lahan sawah beririgasi teknis dan irigasi sederhana, lahan rawa juga cukup potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil,

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman nilam (Pogostemon Cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil, dihasilkan oleh

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional saat ini dihadapkan pada tantangan berupa kesenjangan masalah kemiskinan dan tantangan dampak krisis ekonomi yang ditandai dengan tingginya tingkat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Syarat Tumbuh Tanaman Jahe 1. Iklim Curah hujan relatif tinggi, 2.500-4.000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 2,5-7 bulan. (Penanaman di tempat yang terbuka shg

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM SIMPLISIA KERING SEBAGAI SALAH SATU UPAYA UNTUK MENINGKATKAN NILAI TAMBAH PETANI JAHE DI DESA TAMANSARI, KECAMATAN KERJO, KABUPATEN KARANGANYAR BIDANG

Lebih terperinci