Materi ini berisi soal-soal tentang Epidemiologi Penyakit Menular yang diberikan pada kuliah kelas 12 (Paralel) Universitas Esa Unggul Jakarta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Materi ini berisi soal-soal tentang Epidemiologi Penyakit Menular yang diberikan pada kuliah kelas 12 (Paralel) Universitas Esa Unggul Jakarta"

Transkripsi

1 2016 Bank Soal Epidemiologi Penyakit Menular Jilid II (Emerging infectious disease, Investigasi wabah, Herd Immunity, Ukuran Frekuensi Penyakit, Standarisasi, Surveilans epidemiologi) Materi ini berisi soal-soal tentang Epidemiologi Penyakit Menular yang diberikan pada kuliah kelas 12 (Paralel) Universitas Esa Unggul Jakarta Ade Heryana, SSiT, MKM Universitas Esa Unggul Jakarta 1/1/2016

2 PETUNJUK PENGISIAN: 1. Pada soal Pilihan Ganda: pilihlah jawaban yang benar antara A,B,C atau D 2. Pada soal Isian: isilah jawaban yang benar pada titik-titik EMERGING INFECTIOUS DISEASE 1. Dalam perkembangan epidemiologi Penyakit Menular, terdapat penyakit baru yang belum pernah terjadi sebelumnya, atau penyakit yang diketahui meningkat serta terancam meningkat dalam sebaran insiden/geografis, yang disebut A. Re-emerging infectious disease B. Communicable disease C. Non Communicable disease D. Emerging infectious disease 2. Dalam penyebaran penyakit menular, terdapat pula jenis penyakit infeksi yang disebut Re-emerging Infectious Disease yang salah satu kemunculannya disebabkan oleh A. Patogen baru B. Definisi kasus baru C. Jawaban A dan B benar D. Penggunaan antibiotik yang salah 3. Kemunculan penyakit yang pernah dikontrol dan ditaklukkan dengan program imunisasi, merupakan salah satu jenis penyebaran penyakit A. Emerging infectious disease B. Communicable disease C. Re-emerging infectious disease D. Non-Communicable disease 4. Berikut ini adalah kejadian-kejadian yang menandakan munculnya emerging infectious disease (EID): A. Kemunculan patogen baru atau sangat baru B. Kebangkitan penyakit-penyakit rentan epidemik C. Risiko biologis akibat ulah manusia D. Jawaban A, B dan C benar 2016 Ade Heryana Page 2

3 5. Kemunculan EID ditandai dengan munculnya patogen baru dan sangat baru, adalah sebagai berikut KECUALI: A. H5N1, H1N1 B. SARS, Nipah C. Measles D. Coronavirus 6. Kebangkitan penyakit yang rentan epidemik merupakan gejala munculnya EID. Contohnya penyakit tersebut adalah sebagai berikut KECUALI A. SARS B. Dengue, Chikungunya C. Measles D. Yellow Fever 7. Penyebaran penyakit Bovine Spongiform Encephalopaty pertama kali tahun 1980 merupakan contoh penyakit infeksi A. Re-emergin infectious disease B. Communicable disease C. Emerging Infectious Disease D. Non Communicable disease 8. Ketidakpatuhan dalam memakai antibiotika memicu kondisi resistensi terhadap obat tersebut. Kondisi ini merupakan pemicu munculnya EID yang merupakan A. Kemunculan patogen baru atau sangat baru B. Risiko biologis akibat ulah manusia C. Kebangkitan penyakit-penyakit rentan epidemik D. Penularan agen infeksi secara kebetulan atau disengaja 9. Kemunculan EID ditandai dengan peningkatan penularan agen infeksi yang dilakukan secara sengaja, yakni dalam bentuk A. Perusakan lingkungan B. Pelepasan hewan liar C. Memasuki wilayah endemis D. Bioterorism 2016 Ade Heryana Page 3

4 10. Penyebab terjadinya EID sebagian besar (sekitar 60%) disebabkan oleh A. Bioterorism B. Zoonosis C. Penyakit tular manusia ke manusia D. PD3I 11. Penularan penyakit menular dari hewan (zoonosis) yang menyebabkan EID sebagian besar (sekitar 75%) berasal dari A. Hewan peliharaan B. Penyakit hewan C. Hewan di alam liar D. Migrasi hewan 12. Pembagian emerging infectious disease menurut Montou dan Pastoret (2015) adalah sebagai berikut KECUALI: A. Penyakit yang benar-benar baru B. Penyakit yang menyebar secara geografis di tempat yang belum pernah terjadi sebelumnya C. Penyakit yeng menyebar pada spesies yang tidak terinfeksi sebelumnya D. Penyakit yang timbul kembali akibat resistensi antibiotika 13. Penyebab munculnya emerging infectious disease menurut NIH adalah perubahan lingkungan. Dari pernyataan berikut contoh dari penyebab perubahan lingkungan adalah A. Perusakan hutan oleh manusia B. Peningkatan migrasi manusia ke wilayah yang terisolasi C. Jawaban A dan B salah D. Jawaban A dan B benar 14. Penyebab timbulnya re-emerging infectious disease menurut NIH salah satunya adalah evolusi agen infeksi. Contoh dari evolusi agen infeksi tersebut adalah A. Penurunan daya tahan tubuh B. Translokasi hewan liar C. Perilaku seks bebas 2016 Ade Heryana Page 4

5 D. Mutasi gen bakteri penyebab resistensi antibiotika 15. Tuberculosis merupakan re-emerging infectious disease dengan karakteristik A. Muncul kembali setelah diabaikan lebih dari 100 tahun B. Muncul kembali akibat resistensi antibiotika C. Jawaban A dan B benar D. Jawaban A dan B salah 16. Terganggunya sistem imunitas pada manusia salah satu penyebab munculnya re-emerging infectious disease. Kejadian berikut menyebabkan terganggunya sistem imunitas, KECUALI: A. Imunisasi B. Kelaparan dan penyakit C. Perang D. Kerusuhan 17. Penyebab emerging infectious disease menurut WHO, banyak disebabkan aktivitas dan intervensi manusia pada hewan liar. Penyebab tersebut misalnya A. Translokasi dan pelepasan hewan liar ke alam B. Perkembangbiakan hewan liar C. Perusakan habitat dan perburuan hewan liar D. Kontak manusia dengan alam liar 18. Berikut adalah contoh kejadian penyebab emerging infectious disease akibat perubahan demografis penduduk: A. Banyak orang yang tinggal di wilayah yang sebelumnya diisolasi B. Banyak orang yang tinggal di daerah yang pernah terpajan sumber penyakit C. Jawaban A dan B benar D. Jawaban A dan B salah 19. Deforestasi, reforestasi, dan urbanisasi adalah contoh kegiatan yang dapat menyebabkan EID, dan merupakan akibat dari A. Pertumbuhan ekonomi B. Perubahan penggunaan lahan 2016 Ade Heryana Page 5

6 C. Jawaban A dan B salah D. Jawaban A dan B benar 20. Contoh dari perubahan perilaku manusia yang menyebabkan EID antara lain sebagai berikut, KECUALI: A. PHBS B. Perilaku seks bebas C. Penyalahgunaan obat D. Rekreasi alam liar 21. Jenis penyakit menular EID yang pernah digunakan dalam bioterorism atau biowarfare adalah A. Anthrax B. Measles C. AIDS D. Influenza 22. Menurut Loscher dan Kramer, penyebab EID dibagi menjadi 3 jensi yakni Macro Level, Meso Level dan Micro Level. Globalisasi dan perubahan iklim termasuk penyebab EID kategori A. Meso Level B. Micro Level C. Macro Level D. Jawaban A, B, C salah 23. Penyakit Chickungunya adalah termasuk EID yang penyebarannya termasuk kategori Macro Level karena globalisasi, yaitu berupa kegiatan A. Migrasi/traveling B. Translokasi hewan liar C. Kepadatan penduduk D. Pertambahan usia 24. Kegiatan akibat globalisasi yang menyebabkan penyebaran EID terdiri dari 3 jenis yaitu Migrasi/travel, perdagangan internasioal dan ketimpangan sosial. Penyakit berikut penyebarannya disebabkan ketimpangan sosial adalah 2016 Ade Heryana Page 6

7 A. Hepatitis B. Yellow Fever C. Anthrax D. Tuberculosis 25. Penyakit EID berikut penyebarannya disebabkan perubahan iklim yakni berupa hujan deras, KECUALI: A. Epidemi malaria B. Epidemi Dengue C. Tuberculosis D. Lyme disease 26. Yang termasuk penyebab penyebaran EID dalam kategori Meso Level antara lain Penyakit EID yang disebabkan kepadatan penduduk kota megapolitan (meso level) adalah sebagai berikut KECUALI: A. Anthrax B. Kolera C. Dengue D. DBD 28. Avian influenza merupakan EID yang penyebarannya dalam kategori meso level berupa kegiatan A. Peternakan hewan secara massal B. Pertambahan usia C. Perilaku seks bebas D. Resistensi antibiotika 29. Pada kategori penyebab Micro Level, terdapat 3 jenis penyebab EID yaitu sebagai berikut KECUALI: 2016 Ade Heryana Page 7

8 A. Daya imunitas B. Globalisasi C. Sifat agen penginfeksi D. Perilaku berisiko E. Usia 30. Infeksi oportunis pada penderita HIV-Aids (ODHA) dan infeksi pada orang yang menjalani terapi imunosupresan adalah contoh dari penyebaran EID karena A. Traveling B. Perubahan iklim C. Perusakan habitat hewan liar D. Daya imunitas rendah 31. Pada kategori Micro Level, contoh penyakit (EID) yang disebabkan oleh sifat agen penginfeksi adalah A. Hepatitis B. Multiresistant TBC C. Campak D. Avian Influenza 32. Contoh penyakit (EID) disebabkan karena perilaku berisiko pada individu tertentu sebagai berikut, KECUALI: A. Hepatitis-B B. Hepatitis-C C. HIV D. Chikungunya HERD IMMUNITY 33. Menurut Noor (2013) proporsi herd immunity yang dianggap mempunyai daya tangkal mencegah penyakit adalah 70-80% menurut teori. Namun demikian kondisi tersebut tidak berlaku pada keadaan berikut, KECUALI: A. Masyarakat yang padat penduduk B. Masyarakat yang nilai herd immunity-nya tidak merata 2016 Ade Heryana Page 8

9 C. Masyarakat dengan herd immunity seragam D. Pada kasus difteri 34. Terdapat 3 karakteristik utama penyakit menular dari orang ke orang, menurut Noor (2013). Karakteristik tersebut adalah A. Generation time B. Herd immunity C. Attack rate D. Jawaban A, B, C benar 35. Generation time merupakan jarak antara kasus yang satu ke kasus yang lainnya dalam satu penyakit, atau masa antara masuknya penyakit pada host tertentu, sampai dengan A. Masa sembuh B. Masa meninggal C. Masa kemampuan maksimal host tersebut dapat menularkan penyakit D. Masa menunjukkan perubahan patologis 36. Suatu komunitas seperti juga individu, memiliki tingkat imunitas yang dapat mencegah dari serangan atau penyebaran penyakit. Keadaan ini disebut dengan A. Herd immunity B. Civil immunity C. Individual immunity D. Personal immunity 37. Dari pernyataan di bawah ini, manakah yang SALAH mengenai Attack Rate: A. Banyaknya kasus baru terhadap populasi yang berisiko B. Tidak termasuk kasus pertama C. Termasuk kasus pertama D. Dihitung pada periode waktu tertentu 38. Dalam konsep herd immunity, ketika sejumlah individu dalam suatu kelompok/komunitas telah imun terhadap beberapa penyakit, maka mereka bertindak sebagai 2016 Ade Heryana Page 9

10 A. Pembawa penyakit menular B. Barrier penyebaran penyakit menular bagi individu sehat C. Barrier penyebaran penyakit menular bagi seluruh populasi D. Barrier terhadap penyebaran penyakit menular bagi individu tidak imun 39. Berikut adalah pernyataan yang SALAH tentang manfaat kegiatan imunisasi terhadap komunitas/kelompok: A. Mencegah penularan penyakit B. Menghabiskan anggaran kesehatan C. Mengurangi risiko penyakit D. Menunjang herd immunity 40. Istilah herd immunity pertama kali dipublikasikan oleh A. JP Fox dkk tahun 1917 B. JP Fox dkk tahun 1871 C. JP Fox dkk tahun 1971 D. JP Fox dkk tahun Herd immunity dapat bersifat Bawaan (innate) dan Didapat (acquired). Sifat herd immunity yang jumlah proporsi indivdu imun dalam komunitas terjadi karena pajanan sebelumnya atau karena mendapat imunisasi, disebut A. Herd immunity Didapat B. Herd immunity Bawaan C. Acquired immunity D. Jawaban A, B, C benar 42. Jika dalam satu komunitas terdapat individu yang telah lebih dari 6 bulan divaksinasi influenza sehingga mereka menjadi barrier bagi individu lainnya, maka komunitas tersebut mendapat A. Herd immunity didapat B. Acquired immunity C. Innate herd immunity D. Jawaban A, B, C benar 43. Pada acquired herd immunity, kekebalan komunitas terjadi karena 2016 Ade Heryana Page 10

11 A. Terdapat individu yang baru saja mendapat imunisasi atau terpajan penyakit B. Terdapat individu yang sudah lama mendapat imunisasi C. Terdapat individu yang sudah lama terpajan penyakit D. Jawaban A, B, C benar 44. Beriktu adalah teori yang melandasi perhitungan nilai Herd Immunity: A. The mass-action principle B. Case reproduction rate C. Reed-Frost model D. Jawaban A, B, C benar 45. Menurut Hammer (1906), kasus penyakit pada yang akan datang (Ct+1) dapat diprediksi dengan formula Ct+1=Ct x St x r. Formula ini adalah dasar perhitungan herd immunity dengan pendekatan A. Case Reproduction rate B. Reed-Frost model C. Simualtion model D. The mass-action principle 46. Sesuai dengan formula pada soal nomor 45 di atas, notasi r menunjukkan berikut ini, KECUALI: A. Basic reproduction rate B. Contact rate suatu penyakit C. Parameter transmisi suatu penyakit D. Tingkat penyebaran penyakit 47. Untuk memprediksi jumlah individu yang rentan menurut pendekatan Mass-Action Principle (MAP) menggunakan variabel antara lain A. Jumlah individu rentan saat ini (St) B. Jumlah kasus akan datang (Ct+1) C. Jumlah penambahan individu (Bt) D. Jawaban A, B, C benar 48. Menghitung nilai herd immunity dengan pendekatan MAP menggunakan formula A. H = 1 (Se/T) 2016 Ade Heryana Page 11

12 B. H = 1 (1/rT) C. Jawaban A dan B benar D. Jawaban A dan B salah 49. Salah satu variable/parameter yang dipakai dalam perhitungan nilai herd immunity dengan pendekatan MAP adalah Epidemic Threshold (Se) yang menunjukkan A. Batas epidemik jumlah individu yang sehat pada satu populasi B. Batas epidemik jumlah individu yang rentan pada satu populasi C. Batas epidemik jumlah individu yang imun pada satu populasi D. Jawaban A, B, C salah 50. Suatu populasi pada tahun 2000 terdapat individu yang rentan terhadap penyakit X sebanyak dan jumlah kasus penyakit X pada tahun 2000 adalah 100. Pada tahun 2000 terjadi penambahan individu rentan sebanyak 300. Dengan contact rate penyakit X sebesar 0,0001, maka berapa jumlah individu yang rentan dan jumlah kasus penyakit X pada tahun 2001 A B C D Sesuai soal nomor 50 di atas, berapa nilai Herd immunity bila jumlah total populasi adalah A. 95% B. 99% C. 91% D. 90% 52. Konsep perhitungan herd immunity dengan pendekatan Case Reproduction Rate (CRR) pertama kali dikembangkan oleh A. MacDonald tahun 1947 B. MacDonald tahun 1975 C. MacDonald tahun 1857 D. MacDonald tahun Ade Heryana Page 12

13 53. Rata-rata jumlah kasus kedua (secondary cases) yang terinfeksi dari kasus pertama (primary cases), yang terjadi pada total populasi individu rentan, pada pendekatan CRR disebut Basic Case Reproduction Rate (R0) yang dihitung dengan formula A. R0 = T + r B. R0 = T - r C. R0 = T/r D. R0 = T.r 54. Pada pendekatan CRR, terdapat parameter yang bisa memprediksi kasus selanjutnya setelah secondary case atau ditulis dengan notasi Rn atau disebut Net Reproduction. Perhitungan Rn menggunakan formula: A. Rn = R0 x (St/T) B. Rn = R0 + (St/T) C. Rn = R0 - (St/T) D. Rn = R0 / (St/T) 55. Dengan menggunakan basic care reproduction rate (R0), nilai herd immunity dapat dihitung dengan formula A. H = 1 (1/R0) B. H = (R0-R1)/R0 C. Jawaban A dan B salah D. Jawaban A dan B benar 56. Menurut CDC, herd immunity penyakit Diphteria adalah sebesar 85%, hal ini berarti A. Jumlah proporsi minimal yang imun dalam populasi adalah 85% B. Jumlah proporsi minimal yang sakit dalam populasi adalah 85% C. Jumlah proporsi minimal yang sehat dalam populasi adalah 85% D. Jumlah proporsi minimal yang imun dalam populasi adalah 15% 57. Menurut NIAID, basic case reprodruction rate (R0) penyakit Rubella antara 5-7, ini berarti A. Jumlah primary case penyakit Rubella akibat secondary case pada penyakit Rubella adalah 5-7 dalam satu populasi 2016 Ade Heryana Page 13

14 B. Jumlah secondary case penyakit Rubella akibat primary case pada penyakit Rubella adalah 5-7 dalam satu populasi C. Jawaban A dan B salah D. Jawaban A dan B benar INVESTIGASI WABAH 58. Menurut Last (1981), Wabah adalah timbulnya kejadian dalam suatu masyarakat dapat berupa penderita penyakit, perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, atau kejadian lain yang berhubungan dengan kesehatan, yang sifatnya: A. Jumlahnya lebih sedikit dari keadaan biasa B. Jumlahnya sama dengan keadaan biasa C. Jumlahnya lebih banyak dari penyakit lain D. Jumlahnya lebih banyak dari keadaan biasa 59. Ditjen PPPL Depkes (1981) mendefinisikan wabah sebagai peningkatan kejadian kesakitan atau kematian yang telah meluas secara cepat, yang kecepatannya meliputi sebagai berikut KECUALI: A. Masa inkubasi B. Jumlah kasus C. Daerah yang terjangkit D. Jumlah kesakitan 60. Menurut UU No.4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu, serta dapat menimbulkan: A. Malapetaka B. Peningkatan imunitas C. Peningkatan anggaran kesehatan D. Peningkatan individu yang sehat 61. Perbedaan epidemik dengan wabah menurut CDC adalah A. Cakupan wabah lebih luas dibanding epidemik 2016 Ade Heryana Page 14

15 B. Cakupan wabah lebih merata dibanding epidemik C. Cakupan wabah lebih melebar dibanding epidemik D. Cakupan wabah lebih sempit dibanding epidemik 62. Dalam definisi KLB menurut PP No.40 tahun 1991 terdapat penyataan yang berkaitan dengan kejadian wabah yaitu A. Timbulnya KLB didahului oleh timbulnya wabah B. Timbulnya wabah berbarengan dengan timbulnya KLB C. Timbulnya wabah merupakan bagian dari KLB D. Timbulnya wabah didahului oleh timbulnya KLB 63. Berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia, pernyataan adanya wabah ditetapkan oleh A. Pemerintah Daerah B. Perguruan Tinggi C. Menteri Kesehatan D. Ikatan Dokter Indonesia 64. Berdasarkan syarat minimal suatu daerah dinyatakan wabah, manakah yang SALAH di antara pernyataan berikut: A. Timbul suatu penyakit menular yang sebelumnya sudah ada atau dikenal B. Peningkatan kejadian kesakitan secara terus menerus dalam 3 kurun waktu berturut-turut C. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya D. Jumlah penderita baru dalam periode 1 bulan menunjukkan kenaikan 2x lipat atau lebih dibanding rata-rata bulan sebelumnya 65. Manakah yang benar dari pernyataan di bawah mengenai syarat-syarat minimal suatu daerah ditetapkan dalam keadaan KLB: A. Rata-rata jumlah kesakitan per bulan dalam setahun menunjukkan 2x lipat atau lebih dibanding rata-rata bulan sebelumnya B. CFR dalam satu kurun waktu tertentu naik 50% atau lebih dibanding periode sebelumnya 2016 Ade Heryana Page 15

16 C. Proporsi rate penderita baru dalam satu peride menunjukkan kenaikan dua kali lipat dibanding periode sebelumnya D. Jawaban A, B, C benar semua 66. Wabah suatu penyakit umumnya terdeteksi melalui kegiatan berikut A. Analsis data surveilans rutin B. Laporan petugas kesehatan/pamong/warga yang peduli C. Jawaban A dan B salah D. Jawaban A dan B benar 67. Alasan dilakukannya investigasi kemungkinan wabah antara lain sebagai berikut, KECUALI: A. Penanggulangan dan pencegahan penyakit B. Penelitian dan pelatihan C. Pertimbangan program D. Kepentingan pribadi pemimpin daerah 68. Berdasarkan tabel investigasi dan kontrol penyakit berikut Sumber/Cara Sumber/Cara Penularan Penularan TIDAK DIKETAHUI DIKETAHUI Agen Penyebab (1) (3) DIKETAHUI Agen Penyebab (2) (4) TIDAK DIKETAHUI Pada kotak (1) tindakan yang sebaiknya dilakukan adalah A. Mengutamakan investigasi wabah dibanding pengontrolan penyakit B. Mengutamakan pengontrolan penyakit dibanding investigasi wabah C. Sama-sama mengutamakan pengontrolan penyakit dan investigasi wabah D. Jawaban A, B, C benar 69. Sesuai soal nomor 68 di atas, tindakah yang dilakukan pada kondisi kotak nomor (2) adalah A. Mengutamakan investigasi wabah dibanding pengontrolan penyakit B. Mengutamakan pengontrolan penyakit dibanding investigasi wabah 2016 Ade Heryana Page 16

17 C. Tidak perlu dilakukan investigasi wabah dan pengontrolan penyakit D. Sama-sama mengutamakan investigasi wabah dan pengontrolan penyakit 70. Sesuai soal no 68, kondisi pada kotak (3) dan (4) dianjurkan melakukan tindakan A. Mengutamakan pengontrolan penyakit dibanding investigasi wabah B. Tidak perlu dilakukan investigasi wabah dan pengontrolan penyakit C. Sama-sama mengutamakan investigasi wabah dan pengontrolan penyakit D. Mengutamakan investigasi wabah dibandingkan pengontrolan penyakit 71. Perhatikan grafik proses investigasi wabah berikut Persiapan 1 Memastikan diagnosis 3 Membuat hipotesis 2 4 Pengendalian & Pencegahan Penyampaian hasil Sesuai grafik di atas, kegiatan yang sesuai pada kotak (1) adalah A. Epidemiologi deskriptif B. Memastikan adanya wabah C. Menilai hipotesis D. Memperbaiki hipotesis 72. Sesuai grafik pada soal nomor 71, kegiatan yang sesuai dengan kotak (2) adalah A. Memastikan adanya wabah 2016 Ade Heryana Page 17

18 B. Menilai hipotesis C. Epidemiologi deskriptif D. Memperbaiki hipotesis 73. Kegiatan yang sesuai pada kotak (3) dan (4) pada grafik di soal nomor 71 di atas adalah A. Memperbaiki hipotesis serta mengadakan penelitian tambahan (3) dan menilai hipotesis B. Menilai hipotesis (3) dan Memperbaiki hipotesis serta mengadakan penelitian tambahan (4) C. Menilai hipotesis (3) dan Memastikan adanya wabah (4) D. Memastikan adanya wabah (3) dan Memperbaiki hipotesis serta mengadakan penelitian tambahan (4) 74. Dalam tahap persiapan investigasi, hal-hal apa saja yang sebaiknya diperhatikan Pada tahap pemastian kejadian wabah (dalam proses investigasi wabah) kegiatan utama yang dilakukan adalah A. Memastikan diagnosa penyakit B. Menghitung jumlah populasi C. Menghitung jumlah kematian D. Menghitung jumlah kasus yang ada 76. Dalam menghitung jumlah kasus untuk memastikan adanya wabah penyakit, sumber data yang dipakai dapat berupa sebagai berikut A. Catatan hasil surveilans dan survei di lingkungan masyarakat B. Data penyakit setempat/lokal C. Rate penyakit dari wilayah terdekat atau nasional D. Jawaban A, B, C benar 2016 Ade Heryana Page 18

19 77. Dalam pengumpulan data untuk menghitung jumlah kasus wabah, jika tidak diperoleh data kesakitan lokal, maka digunakan A. Rate penyakit lain B. Rate penyakit secara global C. Rate penyakit sebelumnya D. Rate penyakit dari wilayah terdekat atau nasional 78. Satu kondisi dimana jumlah kasus penyakit yang dihitung melebihi jumlah diharapkan, namun sebenarnya tidak menunjukkan adanya wabah, disebut A. Meso endemic B. Propagated endemic C. Pseudo endemic D. Point sources endemic 79. Faktor-faktor penyebab terjadinya kondisi pseudo endemic adalah Meskipun wabah sudah dapat dipastikan, akan tetapi harus benarbenar dibuktikan. Pada penyakit yang tidak dipengaruhi musim, pembuktiannya dengan membandingkan jumlah penderita yang ada dengan epidemic threshold. Pengertian epidemic threshold adalah A. Nilai tengah (median) jumlah penderita pada waktu-waktu yang lalu ditambah dengan 2x standar error B. Rata-rata hitung (mean) jumlah penderita pada waktu-waktu yang lalu ditambah dengan 3x standar error C. Nilai terbanyak (modus) jumlah penderita pada waktu-waktu yang lalu ditambah dengan 2x standar error D. Rata-rata hitung (mean) jumlah penderita pada waktu-waktu yang lalu ditambah dengan 2x standar error 2016 Ade Heryana Page 19

20 81. Untuk penyakit epdemis yang bersifat musiman, pembuktian benarbenar wabah dilakukan dengan membandingkan jumlah penderita yang ada dengan cara berikut KECUALI: A. Jumlah penderita di musim berbeda tahun yang lalu B. Jumlah penderita di musim yang sama tahun yang lalu C. Jumlah paling tinggi yang pernah terjadi pada musim yang sama tahun lalu D. Jumlah ambang wabah mingguan atau bulanan berdasarkan variasi musiman 82. Pembuktian benar-benar wabah pada penyakit yang tidak epidemik adalah dengan membandingkan jumlah penderita yang ada terhadap A. Jumlah penderita keseluruh B. Jumlah populasi C. Jumlah penderita pada saat penyakit tersebut ditemukan D. Jawaban A, B, C salah semua 83. Kriteria KLB pada keracunan makanan menurut CDC adalah A. Ditemukannya dua atau lebih penderita penyakit serupa, yang biasanya berupa gejala gangguan pencernaan (gastrointestinal), sesudah memakan makanan yang sama B. Hasil penyelidikan epidemiologi menunjukkan makanan sebagai sumber penularan C. Perkecualian diadakan untuk keracunan akibat toksin/racun clostridium botulinum atau akibat bahan-bahan kimia, maka bila didapatkan 1 orang saja penderita, sudah dianggap suatu letusan/wabah D. Jawaban A, B, C benar semua 84. Selain kriteria-kriteria epidemiologis yang ditetapkan dalam menentukan KLB, faktor-faktor lain perlu pula diperhatikan yakni A. Keparahan dan potensi penyebaran penyakit B. Pertimbangan politik dan relasi publik C. Ketersediaan sumberdaya D. Jawaban A, B, C benar 2016 Ade Heryana Page 20

21 85. Tahap investigasi wabah salah satunya adalah memastikan diagnosa. Tujuan dilakukan tahap ini adalah A. Memastikan masalah tersebut telah didiagnosa sesuai ketentuan B. Menyingkirkan kemungkinan kesalahan laboratorium C. Jawaban A dan B salah D. Jawaban A dan B benar 86. Langkah-langkah yang dilakukan dalam memastikan diagnosis suatu wabah adalah A. Membuat definisi kasus B. Membuat definisi kasus dan menemukan serta menghitung kasus C. Menemukan kasus D. Menghitung kasus 87. Penentuan definisi kasus wabah meliputi kriteria klinis yang dibatasi oleh berikut ini KECUALI: A. Ekonomis B. Waktu C. Tempat D. Orang 88. Untuk mendefinisikan kasus wabah, terdapat 3 level kasus antara lain sebagai berikut KECUALI: A. Kasus salah B. Kasus pasti C. Kasus mungkin D. Kasus meragukan 89. Bila suatu kasus wabah dibuktikan dengan hasil pemeriksaan laboratorium positif maka kasus tersebut tergolong sebagai berikut kecuali: A. Kasus pasti B. Kasus mungkin C. Confirmed D. Jawaban A dan C benar 90. Suatu wabah memiliki kasus mungkin atau Probable jika 2016 Ade Heryana Page 21

22 A. Kasus memenuhi semua ciri klinis, tanpa pemeriksaan laboratorium B. Kasus memenuhi semua ciri klinis, dengan pemeriksaan laboratorium C. Kasus memenuhi semua ciri klinis D. Kasus dengan pemeriksaan laboratorium 91. Bila kasus wabah hanya memenuhi kriteria klinis saja maka digolongkan sebagai berikut KECUALI: A. Kasus pasti B. Kasus meragukan C. Possible D. Jawaban B dan C benar 92. Untuk menggambarkan wabah suatu penyakit berdasarkan perjalanannya (waktu/time) digunakan kurva berbentuk histogram yang memaparkan jumlah kasus berdasarkan waktu timbulnya gejala pertama. Kurva tersebut dinamakan: A. Kurva penyakit B. Kurva masa inkubasi C. Kurva KLB D. Kurva Epidemi 93. Berikut adalah fungsi atau kegunaan Kurva Epidemi dalam investigasi wabah: A. Mendapatkan informasi tentang perjalanan wabah dan kemungkinan kelanjutan penyakit B. Bila penyakit dan masa inkubasi diketahui, dapat memperkirakan kapan pemaparan terjadi, sehingga dapat memusatkan penyelidikan pada periode tersebut C. Menyimpulkan pola kejadian penyakit, apakah bersumber tunggal, ditularkan dari orang ke orang, atau campuran keduanya D. Jawaban A, B, C benar 94. Ada 3 hal penting yang dapat diinterpretasikan dari suatu kurva Epidemi, antara lain sebagai berikut KECUALI: A. Cara penularan 2016 Ade Heryana Page 22

23 B. Perjalanan wabah C. Perjalanan KLB D. Periode pemaparan penyakit 95. Dari interpretasi cara penularan penyakit dengan kurva Epidemi pada investigasi wabah, jenis epidemi terbagi menjadi: A. Common source epidemic B. Propagated/Progressive epidemic C. Jawaban A dan B benar D. Jawaban A dan B salah 96. Dilihat dari pola/bentuk kurva epidemi, maka common source epidemic terbagi menjadi berikut ini, KECUALI: A. Point source epidemic B. Propagated epidemic C. Continuous common source epidemic D. Intermittent common source epidemic 97. Pada interpretasi pola kurva epidemi, bila pemaparan penyakit bersumber tunggal dan waktunya singkat, sehingga hasil dari semua kasus berkembang hanya satu masa inkubasi saja, maka kondisi demikian dinamakan A. Propagated epidemic B. Continuous common source epidemic C. Intermittent common source epidemic D. Point source epidemic 98. Dari grafik di bawah, terlihat bahwa cara penularan penyakit memiliki periode memanjang, serta kurva berpuncak tunggal dan datar. Pola kurva demikian dinamakan: 2016 Ade Heryana Page 23

24 A. Point sources epidemic B. Continuous common source epidemic C. Propagated epidemic D. Intermittent common source epidemic 99. Pola intermittent common source epidemic, terjadi bila kurva epidemi menggambarkan cara penularan penyakit yang A. Pemaparan pendek dan jumlah kasus tidak beraturan B. Pemaparan lama dan jumlah kasus beraturan C. Pemaparan lama D. Pemaparan lama dan jumlah kasus tidak beraturan 100. Sebuah kurva epidemi yang menggambarkan cara penularan penyakit yang terjadi dari orang ke orang, dengan puncak kurva banyak dan berjarak 1 masa inkubasi, disebut dengan A. Continuous common source epidemic B. Intermittent common source epidemic C. Point sources epidemic D. Propagated epidemic 101. Untuk menggambarkan kejadian wabah berdasarkan tempat/place biasanya menggunakan alat/tools yang disebut berikut ini, KECUALI: A. Distribusi Frekuensi B. Spot map C. Area map D. Peta titik 102. Pada investigasi wabah, kadang digunakan sebuah peta sederhana yang berguna untuk menggambarkan tempat tinggal, tempat bekerja, atau tempat kemungkinan terpapar para penderita. Peta tersebut dinamakan A. Area map B. Spot map C. Distribusi frekuensi D. Histogram frekuensi 2016 Ade Heryana Page 24

25 103. Untuk menggambarkan wabah, Area map digunakan untuk menunjukkan insidens atau distribusi kejadian pada wilayah tertentu dengan kode/arsiran yang biasanya dicantumkan A. Jumlah kasus B. Angka serangan (attack rate) C. Jumlah populasi D. Jumlah kematian 104. Pasa suatu kegiatan investigasi wabah, sebuah hipotesis diformulasikan menggunakan parameter berikut ini KECUALI: A. Sumber agen penyakit B. Cara penularan C. Jenis agen penyakit D. Pemaparan yang mengakibatkan sakit 105. Sebutkan sumber-sumber untuk mendapatkan hipotesis suatu penyelidikan wabah: Suatu hipotesis yang sudah diformulasikan pada investigasi wabah perlu dilakukan penilaian dengan metode A. Membandingkan hipotesis dengan data yang ada B. Epidemiologi analysis C. Jawaban A dan B salah D. Jawaban A dan B benar 107. Peran epidemiologic analysis pada pengujian hipotesa berfungsi A. Menganalisis hubungan antar variabel B. Menganalisis peran kebetulan (apakah penyebabnya karena kebetulan saja) C. Jawaban A dan B salah 2016 Ade Heryana Page 25

26 D. Jawaban A dan B benar 108. Metode epidemiologic analysis untuk menguji hipotesa yang cocok pada investigasi wabah dengan populasi kecil dan jelas batas-batasnya digunakan A. Studi Kasus-Kontrol B. Studi Kohort C. Studi Eksperimental D. Studi Potong-Lintang 109. Studi Kasus-Kontrol merupakan metode epidemiologic analysis untuk menguji hipotesa pada investigasi wabah yang sifatnya populasinya A. Jelas batasannya B. Sedikit C. Populasi kurang dari 10 D. Tidak jelas batasannya 110. Dalam menyampaikan hasil investigasi wabah dapat digunakan dua cara yakni A. Secara lisan kepada pejabat kesehatan setempat B. Secara tertulis dengan membuat Laporan Investigasi Wabah C. Jawaban A dan B salah D. Jawaban A dan B benar 111. Telah terjadi keracunan makanan di kantin sebuah pabrik tekstil di Bekasi. Saat peristiwa terjadi, karyawan sedang makan siang pada jam tanggal 22 Desember Berikut adalah tabel data hipotetik, data waktu timbulnya gejala pertama setelah dilakukan penyelidikan wabah: No. Nama Karyawan Tanggal Jam 1 Tofik 22 Des Firqha 22 Des Ramses 22 Des Ilham 22 Des Indah 22 Des Neneng 23 Des Gina 23 Des Hanna 23 Des Ade Heryana Page 26

27 9 Adie 23 Des Novita 23 Des Dari tabel di atas hitunglah: 1. Masa inkubasi terpendek? 2. Masa inkubasi terpanjang? 3. Median inkubasi? UKURAN FREKUENSI PENYAKIT 112. Jenis ukuran dalam epidemiologi terdiri dari tipe matematika dan tipe epidemiologik. Tipe matematika terdiri dari berikut ini KECUALI: A. Ukuran Asosiasi B. Dengan denominator C. Tanpa denominator D. Dengan penyebut 113. Contoh di bawah ini adalah jenis ukuran tipe matematika tanpa denominator, KECUALI : A. 1,2,3,4 B. Enumerasi/hitungan C. Rate D. Angka mutlak 114. Rasio, proporsi, rate termasuk tipe ukuran matematik: A. Tanpa denominator B. Dengan denominator C. Tanpa penyebut D. Tanpa nominator 115. Jenis tipe ukuran epidemiologik terdiri dari : A. Ukuran Frekuensi Penyakit B. Ukuran Asosiasi C. Ukuran Dampak/Efek D. Jawaban A, B, C benar 116. Insiden, Prevalen, Mortalitas termasuk jenis ukuran A. Ukuran Asosiasi 2016 Ade Heryana Page 27

28 B. Ukuran Frekuensi Penyakit C. Ukuran Dampak D. Ukuran Efek 117. Ciri-ciri dari ukuran Rasio adalah A. Unsur denominator bagian dari nominator B. Unsur nominator bukan bagian dari denominator C. Unsur denominator tidak ada D. Unsur denominator bukan bagian dari nominator 118. Ciri-ciri dari ukuran Proporsi adalah A. Unsur denominator bukan bagian dari nominator B. Unsur denominator tidak ada C. Unsur nominator bukan bagian dari denominator D. Unsur denominator bagian dari nominator 119. Ciri-ciri dari ukuran Rasio adalah sebagai berikut KECUALI: A. Tidak memerlukan konstanta B. Mengkuantifikasi proses dinamik C. Dikalikan dengan suatu konstanta D. Dikalikan dengan suatu parameter 120. Pada tahun 2015 terdapat 200 kasus DBD di suatu kota yang berpenduduk orang. Hitung berapa rate kasus DBD di kota tersebut: A. 80 per B. 8 per C. 80 per D. 8 per Dari tabel berikut hitunglah rate-nya: Jumlah kasus Jumlah Populasi Rate Kota A (1) Kota B 3 (2) 3 per Kota C (3) per Kota D (4) Dari tabel di atas, isian yang tepat untuk kotak (1) adalah A. 50 per Ade Heryana Page 28

29 B. 5 per C. 50 per D. 5 per Dari tabel pada soal nomor 121 di atas, isian yang tepat untuk kotak (2) adalah A. 100 B C D Dari tabel pada soal nomor 121 di atas, isian yang tepat untuk kotak (3) A. 20 B. 250 C D Dari tabel pada soal nomor 121 di atas, isian yang tepat untuk kotak (4) A. 1 per B. 1 per C. 1 per D. 1 per Jumlah kasus baru yang berkembang pada suatu periode waktu di antara populasi berisiko disebut A. Incidence B. Prevalence C. Mortalitas D. Natalitas 126. Definisi kasus baru pada perhitungan insidens adalah A. Perubahan status dari sakit ke sehat B. Perubahan status dari sehat jadi sakit C. Perubahan status dari sehat jadi meninggal D. Perubahan statusdari sakit jadi meninggal 127. Pada perhitungan insidens penyakit, yang dimaksud dengan periode waktu adalah 2016 Ade Heryana Page 29

30 A. Waktu yang diamati selama sehat hingga mati B. Waktu yang diamati selama sehat hingga sakit C. Waktu yang diamati selama sakit hingga sehat D. Waktu yang diamati selama sakit hingga mati 128. Istilah lain untuk Insiden Kumulatif adalah berikut ini, KECUALI: A. Risk B. Insiden orang-waktu C. Proporsi Insiden D. CI 129. Definisi Insidens Kumulatif adalah A. Rata-rata risiko individu menjadi mati B. Rata-rata risiko populasi terkena penyakit C. Rata-rata risiko individu terkena penyakit D. Rata-rata risiko populasi menjadi mati 130. Syarat denominator pada perhitungan CI adalah A. Jumlahnya termasuk individu sakit pada permulaan periode B. Jumlahnya harus bebas penyakit pada periode pengamatan C. Jumlahnya harus bebas penyakit pada permulaan periode D. Jumlahnya termasuk individu sakit pada periode pengamatan 131. Perhitungan CI sangat cocok pada kondisi: A. Pada kasus banyak terjadi hilang dari pengamatan B. Pada kasus banyak terjadi kematin C. Bila tidak ada/sedikit kasus yang lolos dari pengamatan D. Bila tidak ada/sedkit kasus yang mati 132. Selain menyatakan rata-rata risiko individu terkena penyakit, CI juga menyatakan A. Probabilitas individu berisiko menderita penyakit selama periode waktu tertentu B. Individu yang tidak meninggal karena sebab lain selama periode waktu tertentu C. Jawaban A dan B salah D. Jawaban A dan B benar 2016 Ade Heryana Page 30

31 133. Ciri-ciri dari nilai Insidens Kumulatif adalah sebagai berikut KECUALI: A. Tidak memiliki dimensi dan Nilanya 0 s/d 1 B. Merujuk pada populasi C. Merujuk pada individu D. Ada periode rujukan waktu yang ditentukan 134. Sebagai nominator pada perhitungan Insidens Kumulatif adalah A. Jumlah kasus insidens selama periode pengamatan B. Jumlah kasus insidens selama periode waktu tertentu C. Jumlah orang sehat selama periode waktu tertentu D. Jumlah orang yang mati selama periode waktu tertentu 135. Sebagai denominator pada perhitungan Insidens Kumulatif adalah A. Jumlah orang berisiko pada periode pengamatan B. Jumlah orang berisiko pada permulaan waktu C. Jawaban A dan B salah D. Jawaban A dan B benar 136. Perhatikan tabel kesakitan akibat minum dua jenis air Minuman Sakit Tidak Sakit Jenis A Jenis B Hitunglah Attack Rate masing-masing jenis minuman A. Jenis A = 36 per 100; jenis B = 50 per 140 B. Jenis A = 90 per 140; jenis B = 64 per 100 C. Jenis A = 64 per 100; jenis B = 90 per 140 D. Jenis A = 50 per 140; Jenis B = 36 per Rata-rata rate populasi berisiko selama waktu yang ditentukan disebut A. Kumulatif Insiden B. Risk C. Densitas Insiden D. CI 138. Istilah lain untuk Densitas Insiden adalah sebagai berikut KECUALI: A. Insidens Orang-waktu B. Tingkat Insidens C. Kumulatif Insiden 2016 Ade Heryana Page 31

32 D. Person-time incident 139. Ciri-ciri Densitas insidens antara lain sebagai berikut KECUALI: A. Memiliki nilai 0 s/d 1 B. Tidak ada periode waktu rujukan C. Memiliki dimensi yang merupakan invers dari waktu D. Memiliki nilai dari 0 s/d ~ 140. Sebagai nominator pada perhitungan Densitas insidens adalah A. Jumlah orang sehat yang terjadi dalam periode waktu B. Jumlah kasus insidens yang terjadi dalam periode waktu C. Jumlah orang mati yang terjadi dalam periode waktu D. Jumlah populasi pada periode waktu 141. Sebagai denominator pada perhitungan Densitas Insidens adalah A. Jumlah orang B. Jumlah orang-waktu C. Jumlah populasi D. Jumlah orang sakit 142. Kelemahan yang dialami dalam perhitungan Insidens adalah A. Sulit diterapkan pada kasus penyakit jarang timbul B. Sulit diterapkan pada kasus penyakit menular C. Sulit diterapkan pada kasus penyakit tidak menular D. Sulit diterapkan pada kasus penyakit yang berulang kali timbul 143. Tipe ukuran perhitungan penyakit selain insiden, adalah prevalens. Jenis prevalens meliputi berikut ini KECUALI: A. Prevalens negatif B. Prevalens titik C. Prevalens periode D. Point prevalence 144. Pengertian prevalens yang benar A. Jumlah kasus yang dihitung adalah kasus lama B. Jumlah kasus yang dihitung adalah kasus lama dan baru C. Jumlah kasus yang dihitung adalah kasus baru D. Jawaban A, B, C salah 2016 Ade Heryana Page 32

33 145. Interpretasi yang didapat dari suatu angka prevalens adalah A. Probabilitas seorang individu menjadi sehat B. Probabilitas seorang individu menjadi mati C. Probabilitas populasi menjadi kasus (atau sakit) D. Probabilitas seorang individu menjadi kasus (atau sakit) 146. Probabilitas individu menjadi kasus (atau sakit) pada satu titik waktu, adalah prevalensi jenis A. Prevalens periode B. Prevalens total C. Prevalens titik D. Prevalens kumulatif 147. Ciri-ciri suatu prevalens titik antara lain berikut ini KECUALI: A. Nilai antara 0 s/d ~ B. Tidak memiliki dimensi C. Nilai antara 0 s/d 1 D. Nilainya selalu positif < Nominator dari prevalens titik adalah A. Jumlah kasus yang ada pada satu periode pengamatan B. Jumlah orang sehat yang ada pada satu titik waktu C. Jumlah orang mati ada pada satu titik waktu D. Jumlah kasus yang ada pada satu titik waktu 149. Denominator dari prevalens titik adalah A. Total jumlah orang pada satu titik waktu B. Total kasus pada waktu tertentu C. Total kematian pada waktu tertentu D. Total jumlah orang pada waktu tertentu 150. Istilah lain untuk prevalens periode adalah sebagai berikut KECUALI A. Prevalens tahunan B. Prevalens titik C. Prevalens selama hidup D. Lifetime prevalence 151. Nominator dari prevalens periode adalah 2016 Ade Heryana Page 33

34 A. Jumlah orang sehat selama satu periode waktu B. Jumlah orang mati satu periode waktu C. Jumlah populasi selama satu periode waktu D. Jumlah kasus selama satu periode waktu 152. Denominator dari prevalens peiode adalah A. Jumlah orang selama periode waktu tertentu B. Jumlah kasus selama periode waktu tertentu C. Jumlah penyakit selama periode waktu tertentu D. Jumlah kematian selama periode waktu tertentu 153. Pada kondisi yang tetap sepanjang waktu, terjadi hubungan antara prevalens (P) dengan insidens (I), yang ditentukan oleh rata-rata lama sakit (D). Hubungan tersebut digambarkan dengan formula A. P = I + D B. P = I / D C. P = I x D D. P = I - D 154. Sebutkan 5 perbedaan antara Insidens dengan Prevalens: No Insidens Prevalens Ukuran penyakit yang menyatakan jumlah kematian akibat satu penyakit dalam populasi tertentu disebut A. Mortalitas B. Natalitas C. Fertilitas D. Morbiditas 156. Ciri utama dari angka mortalitas adalah A. Berbentuk proporsi B. Berbentuk rate C. Berbentuk ratio D. Berbentuk matematis 2016 Ade Heryana Page 34

35 157. Death to Case Ratio (DTCR) adalah rasio kematian terhadap suatu kasus. Sebagai denominator DTCR digunakan A. Jumlah kasus lama dari penyakit yang diidentifikasi selama periode yang sama B. Jumlah kasus baru dari penyakit yang diidentifikasi selama periode sebelumnya C. Jumlah kasus baru dari penyakit yang diidentifikasi selama periode yang sama D. Jumlah populasi yang diidentifikasi selama periode yang sama 158. Proporsi individu yang mati akibat terinfeksi suatu penyakit disebut Case Fatality Rate (CFR). Perhitungan CFR menggunakan nominator A. Jumlah total yang meninggal B. Jumlah sehat di antara kasus insiden C. Jumlah kasus di antara kasus insiden D. Jumlah meninggal di antara kasus insiden 159. Denominator pada perhitungan CFR menggunakan A. Jumlah kematian B. Jumlah orang sehat C. Jumlah kasus insiden D. Jumlah populasi 160. Perhatikan grafik kejadian penyakit berikut: Kasus A Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat B Sehat Sehat SAKIT MATI C Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat D Sehat Sehat Sehat SAKIT SAKIT SAKIT SAKIT E Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat SAKIT SAKIT F Sehat Sehat Sehat HILANG HILANG HILANG HILANG G Sehat Sehat Sehat Sehat SAKIT SAKIT MATI Dari tabel di atas tentukan Insidens Kumulatif: A. 5/7 B. 3/7 C. 4/7 D. 7/ Ade Heryana Page 35

36 161. Dari tabel pada soal nomor 160 di atas, hitunglah Densitas Insiden nya: A. 4/33 B. 6/31 C. 6/33 D. 4/ Dari tabel pada soal nomor 160 di atas, hitunglah Prevalens Titik pada tahun 1994 dan 1998: A. Tahun 1994 = 0/7; dan tahun 1998 = 2/5 B. Tahun 1994 = 1/7; dan tahun 1998 = 2/5 C. Tahun 1994 = 0/7; dan tahun 1998 = 3/5 D. Tahun 1994 = 1/7; dan tahun 1998 = 3/ Dari tabel pada soal nomor 160 di atas, hitunglah Prevalens Periode selama waktu pengamatan dari 1994 s/d 2000 (Gunakan tahun 1997 sebagai midpoint): A. 2/5 B. 2/6 C. 1/6 D. 1/ Dari tabel pada soal nomor 160 di atas, hitunglah rata-rata lama sakit (D) selama periode A. (1+4+2)/3 = 7/3 B. (4+2+3)/3 = 3 C. ( )/4 = 9/4 D. ( )/4 = 2, Berdasarkan nilai insidens (I) dan nilai rata-rata sakit (D) pada soal nomor 160 di atas, maka prevalens nya adalah A. P = 5/31 x 2,5 B. P = 4/33 x 3 C. P = 4/31 x 2,5 D. P = 4/31 x 3 SURVEILANS EPIDEMIOLOGI 2016 Ade Heryana Page 36

37 166. Berikut adalah alasan kenapa kegiatan surveilans sangat penting dalam kajian epidemiologi penyakit, KECUALI: A. Surveilans merupakan langkah akhir dalam intervensi kesehatan masyarakat (CDC) B. Surveilans epidemiologi merupakan salah satu fungsi utama epidemiologi (Crooker, 2014) C. Surveilans merupakan batu loncatan dalam dalam kegiatan kesehatan masyarakat (Crooker, 2014) D. Surveilans merupakan langkah awal dalam intervensi kesehatan masyarakat (CDC) 167. Menurut CDC, surveilans epidemiologi dalam langkah intervensi kesmas menjawab pertanyaan: A. What s the cause? B. What works? C. How do you do it? D. What s the problem? 168. Definisi surveilans kesehatan menurut CDC merupakan prosedur sistematik dalam rangka meningkatkan aktivitas kesmas. Prosedur sistematik tersebut meliputi berikut ini: A. Pengumpulan data B. Pengolahan dan analisa data C. Interpretasi dan aplikasi data D. Jawaban A, B, C benar 169. Inti dari definisi Surveilans menurut Depkes adalah proses pengamatan yang dilakukan secara A. Bertahap B. Random/acak C. Terus menerus dan sistematik D. Tergantung situasi 170. Respon dari suatu surveilans tindakan yang berbentuk respon. Respon tersebut terdiri dari berikut ini KECUALI: A. Epidemic type respon 2016 Ade Heryana Page 37

38 B. Incidential type respon C. Management type respon D. Respon tipe wabah 171. Sebutkan lima jenis surveillance menurut McNab (dalam Crooker, 2014): Menurut intervensinya kepada masyarakat, kegiatan surveilans dibagi menjadi Active surveillance dan Pasive Surveillance. Jenis surveillance yang dilakukan dengan mengumpulkan data kejadian kesehatan di masyarakat: A. Pasive surveillance B. Surveilans pasif C. Active surveillance D. Syndromic Surveillance 173. Contoh kegiatan pasive surveillance adalah A. Dinas kesehatan menerima laporan dari Puskesmas B. Dinas kesehatan kota menerima laporan dari dinkes provinsi C. Dinas kesehatan kota turun ke lapangan mencari informasi D. Dinkes provinsi mengirim laporan ke Kementerian Kesehatan 174. Ruang lingkup surveilans kesehatan kesehatan masyarakat menurut peraturan yang berlaku meliputi: A. Surveilans penyakit menular dan penyakit tidak menular B. Surveilans kesehatan lingkungan, perilaku kesehatan, masalah kesehatan C. Surveilans kesehatan matra, kesehatan kerja, kecelakaan kerja D. Jawaban A, B, C benar 175. Kegiatan surveilans Penyakit Menular meliputi 13 jenis. Sebutkan jenis surveilans tersebut pada titik-titik tabel di bawah ini 2016 Ade Heryana Page 38

39 No Jenis Surveilans Penyakit Menular AFP 3 Penyakit potensial Wabah/KLB PM dan Keracunan Zoonosis (Anthrax, Rabies, Leptospirosis) 7 Filariasis Diare, Tifus, Kecacingan dan penyakit perut lainnya Penyakit Menular Seksual 13 Pneumonia (termasuk SARS) 176. Berikut adalah tujuan umum dilakukan surveilans, KECUALI: A. Mendapatkan informasi epidemiologi penyakit tertentu B. Mendistribusikan informasi epidemiologi secara terbatas di lingkungan sendiri C. Mendistribusikan informasi epidemiologi kepada pihak-pihak terkait D. Mendapatkan informasi epidemiolohi penyakit menular dan tidak menular 177. Sebutkan 10 jenis sumber data yang digunakan dalam tahap pengumpulan data surveilans: Ade Heryana Page 39

40 178. Setelah sumber data didapatkan, dalam pengumpulan data selanjutnya dilakukan kategorisasi data. Adapun jenis/kategori data surveilans tersebut meliputi Dilihat dari frekuensi pengumpulannya, data surveilans dibagi menjadi A. Data rutin bulanan, mingguan, harian B. Data insidensil C. Data survey D. Jawaban A, B, C benar 180. Data yang bersumber dari SP2TP dan SPRS, serta data yang bersumber dari Laporan Penyakit Potensial Wabah (atau W2) termasuk jenis data: A. Rutin B. Insidentil C. Survey D. Primer 181. Data yang bersumber dari Laporan KLB atau W1 termasuk jenis data A. Insidensil B. Rutin C. Survey D. Bulanan 182. Syarat agar suatu data surveilans yang dikumpulkan berkualitas adalah sebagai berikut: Ade Heryana Page 40

41 Dalam kegiatan surveilans, terdapat tahap penyusunan data yang sudah dikumpulkan ke dalam format-format tertentu dan menggunakan teknik-teknis yang sesuai. Tahap tersebut adalah A. Tahap Pengumpulan data B. Tahap Analisis data C. Tahap Pengolahan data D. Tahap penyebaran informasi 184. Aspek apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam pengolahan data A. Ketepatan waktu B. Sensitifitas data C. Jawaban A dan B salah D. Jawaban A dan B benar 185. Pada tahap pengolahan data terdapat aktivitas yang bertujuan mengjindari duplikasi (dobel) data dan untuk menilai kelengkapan data. Aktivitas tersebut disebut A. Duplikasi data B. Reduksi data C. Kompilasi data D. Shortir data 186. Proses kompilasi dengan menggunakan kartu pengolah data atau master tabel termasuk jenis kompilasi data: A. Komputerisasi B. Manual C. Digital D. Otomatis 187. Yang termasuk dalam proses kompilasi data secara komputerisasi adalah A. Penggunaan tabel 2016 Ade Heryana Page 41

42 B. Perhitungan manual C. Penggunaan aplikasi Epi-info D. Penggunaan kalkulator 188. Berikut adalah syarat-syarat untuk menghasilkan pengolahan data yang baik, KECUALI A. Terjadi kesalahan sistemik B. Kecenderungan beda antara distribusi frekuensi dengan distribusi kasus dapat diidentifikasi C. Tidak ada perbedaan/kesalahan dalam menyajikan pengertian/definisi D. Menerapkan metode pembuatan tabel, grafik, peta yang benar 189. Tahap analisis data bertujuan antara lain: A. Membantu penyusunan perencanaan B. Monitoring dan evaluasi (Monev) C. Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit D. Jawaban A, B, C benar 190. Pemahaman data adalah syarat utama dalam menganalisis data. Pemahaman data yang sederhana dan jumlah variabel tidak banyak biasanya dilakukan dengan A. Mempelajari peta B. Mempelajari tabel C. Mempelajari grafik D. Mempelajari gambar 191. Pemahaman data yang kompleks dengan variabel yang banyak dilakukan dengan berikut ini KECUALI: A. Mempelajari narasi B. Mempelajari tabel C. Mempelajari peta D. Mempelajari gambar 192. Teknik analisis data berikut umumnya digunakan dalam surveilans kesehatan masyarakat, KECUALI: A. Analisa kualitatif 2016 Ade Heryana Page 42

43 B. Analisa univariat C. Analisa bivariat D. Analisa multivariat 193. Teknik analisis dengan menghitung proporsi kejadian penyakit dan menggambarkan deskripsi penyakit secara statistik dengan mean, modus, standar deviasi merupakan teknik analisis yang disebut A. Analisa bivariat B. Analisa multivariat C. Analisa regresi D. Analisa univariat 194. Teknik analisis bivariat melihat hubungan dua variabel, biasanya menggunakan tools seperti berikut ini KECUALI: A. Tabel B. Grafik C. Audio D. Peta 195. Teknik analisis lanjutan terhadap lebih dari dua variabel yang biasanya digunakan untuk menentukan penyebab signifikan (determinan) suatu penyakit adalah A. Teknik analisis multivariat B. Analisa univariat C. Analisa bivariat D. Analisa deskriptif 196. Penyebaran informasi hasil surveilans menurut Noor (2013) sebaiknya disampaikan ke tiga arah yakni kepada: A. Tingkat administrasi yang lebih tinggi B. Tingkat administrasi yang lebih rendah C. Instansi terkait dan masyarakat luas D. Jawaban A, B, C benar 197. Sebutkan 7 jenis atribut dalam surveilans epidemiologi menurut WHO: Ade Heryana Page 43

UKURAN FREKUENSI PENYAKIT

UKURAN FREKUENSI PENYAKIT UKURAN FREKUENSI PENYAKIT ade.heryana24@gmail.com 6 Desember 2015 Universitas Esa Unggul - Jakarta Jenis Ukuran dalam Epidemiologi Tipe Matematik Dengan denominator Tanpa denominator Tipe Epidemiologik

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL EPIDEMIOLOGI PM (EMERGING INFECTIOUS DISEASE, PENCEGAHAN DAN JUNE 18, 2016 PENANGGULANGAN PM, HERD IMMUNITY)

LATIHAN SOAL EPIDEMIOLOGI PM (EMERGING INFECTIOUS DISEASE, PENCEGAHAN DAN JUNE 18, 2016 PENANGGULANGAN PM, HERD IMMUNITY) JUNE 18, 2016 LATIHAN SOAL EPIDEMIOLOGI PM (EMERGING INFECTIOUS DISEASE, PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PM, HERD IMMUNITY) ADE HERYANA UNIVERSITAS ESA UNGGUL jakarta EMERGING INFECTIOUS DISEASE & WABAH

Lebih terperinci

Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular

Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular 2015 Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular Materi Online Class Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Menular (IKE361) Universitas Esa Unggul Jakarta Ade Heryana Universitas Esa Unggul 12/20/2015 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

INVESTIGASI WABAH Epidemiologi Penyakit Menular

INVESTIGASI WABAH Epidemiologi Penyakit Menular 2015 INVESTIGASI WABAH Epidemiologi Penyakit Menular Materi Belajar Online kelas Epidemiologi Penyakit Menular, Kelas Paralel, Universitas Esa Unggul - Jakarta Ade Heryana, MKM Universitas Esa Unggul -

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI HERD IMMUNITY

LANDASAN TEORI HERD IMMUNITY LANDASAN TEORI HERD IMMUNITY Sub Topik Kuliah Epidemiologi Penyakit Menular Universitas Esa Unggul Jakarta, November 2015 Oleh: Ade Heryana LANDASAN TEORI HERD IMMUNITY Oleh: Ade Heryana Terdapat 3 teori

Lebih terperinci

HERD IMMUNITY. Sesi ke-7 Epidemiologi Penyakit Menular Universitas Esa Unggul

HERD IMMUNITY. Sesi ke-7 Epidemiologi Penyakit Menular Universitas Esa Unggul HERD IMMUNITY Sesi ke-7 Epidemiologi Penyakit Menular Universitas Esa Unggul ade.heryana24@gmail.com 3 Sifat Utama Penyakit Menular dari Orang ke Orang Generation time Jarak antara kasus yang satu ke kasus

Lebih terperinci

Food-borne Outbreak. Saptawati Bardosono

Food-borne Outbreak. Saptawati Bardosono Food-borne Outbreak Saptawati Bardosono Pendahuluan Terjadinya outbreak dari suatu penyakit yang disebabkan oleh makanan merupakan contoh yang baik untuk aplikasi epidemiologi dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya. No.503, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1501/MENKES/PER/X/2010 TENTANG JENIS PENYAKIT

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Menimbang WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI

BAB 1 KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI BAB 1 KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI Pendahuluan Era globalisasi yang sedang dihadapi oleh negara-negara berkembang dapat memberikan dampak baik positif maupun negatif. Contoh dampak negatif dari era globalisasi

Lebih terperinci

Mengukur Kemunculan dan Risiko Penyakit

Mengukur Kemunculan dan Risiko Penyakit Mengukur Kemunculan dan Risiko Penyakit Mengapa mengukur penyakit? Tujuannya adalah deskripsi dan komparasi Jenis pertanyaannya mencakup: Seperti apa mortalitas dan morbiditas yang khas pada kelompok unggas

Lebih terperinci

Oleh: SYAFRIANI, M.Kes Prinsip-prinsip Epidemiologi STIKES TUANKU TAMBUSAI RIAU

Oleh: SYAFRIANI, M.Kes Prinsip-prinsip Epidemiologi STIKES TUANKU TAMBUSAI RIAU Oleh: SYAFRIANI, M.Kes Prinsip-prinsip Epidemiologi STIKES TUANKU TAMBUSAI RIAU Ukuran Frekuensi; Ukuran Asosiasi; Ukuran Dampak. Ukuran frekuensi merupakan ukuran dalam epidemiologi deskriptif; Ukuran

Lebih terperinci

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017

Buletin SKDR. Minggu ke: 5 Thn 2017 Gambar 1. Kelengkapan dan Ketepatan laporan SKDR Minggu ke 05 tahun 2017 (Pertanggal 9 Februari 2017) Minggu ke-5 2017, terdapat 13 provinsi yang memiliki ketepatan dan kelengkapan laporan SKDR >= 80%.

Lebih terperinci

TUTORIAL EPIDEMIOLOGI : 1. FREKUENSI MASALAH KESEHATAN DAN PENGUKURAN

TUTORIAL EPIDEMIOLOGI : 1. FREKUENSI MASALAH KESEHATAN DAN PENGUKURAN TUTORIAL EPIDEMIOLOGI : 1. FREKUENSI MASALAH KESEHATAN DAN PENGUKURAN Tutorial Epidemiologi : 1 Frekuensi Masalah Kesehatan dan Pengukuran Tujuan Pembelajaran Definisi istilah rate, ratio, proportion Membedakan

Lebih terperinci

Bahan Kuliah Epidemiologi (IPH 516)

Bahan Kuliah Epidemiologi (IPH 516) Bahan Kuliah Epidemiologi (IPH 516) Definisi Tujuan Investigasi wabah Pola temporal, spatial dan hewan 10 langkah investigasi wabah Wabah (epidemik) adalah rangkaian kejadian penyakit yang terjadi secara

Lebih terperinci

KEJADIAN LUAR BIASA. Sri Handayani

KEJADIAN LUAR BIASA. Sri Handayani KEJADIAN LUAR BIASA Sri Handayani Timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu Timbulnya suatu penyakit/kesakitan yang sebelumnya

Lebih terperinci

Tutorial Epidemiologi : 1. Frekuensi Masalah Kesehatan dan Pengukuran

Tutorial Epidemiologi : 1. Frekuensi Masalah Kesehatan dan Pengukuran Tutorial Epidemiologi : 1 Frekuensi Masalah Kesehatan dan Pengukuran Tujuan Pembelajaran Definisi istilah rate, ratio, proportion Membedakan : incidence rate vs prevalence Point prevalence vs period prevalence

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dapat terlaksana sesuai dengan cita-cita bangsa jika diselenggarakan oleh manusia yang cerdas dan sehat. Pembangunan kesehatan merupakan bagian

Lebih terperinci

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) Disusun oleh : Puji G1B0 Indah Cahyani G1B0110 Ajeng Prastiwi S. W. G1B011019 Yuditha Nindya K. R. G1B011059 Meta Ulan Sari G1B0110

Lebih terperinci

UKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI

UKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI UKURAN FREKWENSI KEJADIAN PENYAKIT UKURAN DALAM EPIDEMIOLOGI FITRA YELDA Secara garis besar kejadian dapat berupa : Morbiditas /kesakitan Mortalitas / kematian Ada 3 macam parameter matematis yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan terhadap beberapa penyakit yang terjadi di Kota Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan terhadap beberapa penyakit yang terjadi di Kota Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi. Kondisi tersebut menjadikan Kota Yogyakarta semakin padat penduduknya, sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyakit

Lebih terperinci

Dalam penyakit menular, jumlah kasus baru yang terjadi dalam periode waktu tertentu tergantung pada jumlah penular dalam populasi rentan dan tingkat

Dalam penyakit menular, jumlah kasus baru yang terjadi dalam periode waktu tertentu tergantung pada jumlah penular dalam populasi rentan dan tingkat KEKUATAN INFEKSI Dalam penyakit menular, jumlah kasus baru yang terjadi dalam periode waktu tertentu tergantung pada jumlah penular dalam populasi rentan dan tingkat kontak antara mereka. Orang yang terinfeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, sering muncul sebagai

Lebih terperinci

UKURAN FREKUENSI PENYAKIT. Bentuk Dasar ukuran frekuensi Penyakit Jenis Ukuran frekuensi Penyakit

UKURAN FREKUENSI PENYAKIT. Bentuk Dasar ukuran frekuensi Penyakit Jenis Ukuran frekuensi Penyakit UKURAN FREKUENSI PENYAKIT Bentuk Dasar ukuran frekuensi Penyakit Jenis Ukuran frekuensi Penyakit Seberapa besar masalah flu burung di Indonesia? Tidak terlalu banyak Mulai banyak? Tentu Tidak Paling sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Campak yang dikenal sebagai Morbili atau Measles, merupakan penyakit yang sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus, 90% anak yang tidak kebal akan

Lebih terperinci

KLB Penyakit. Penyelidikan Epidemiologi. Sistem Pelaporan. Program Penanggulangan

KLB Penyakit. Penyelidikan Epidemiologi. Sistem Pelaporan. Program Penanggulangan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit & Program Penanggulangan KLB Penyakit Sistem Pelaporan Sholah Imari, Dr. MSc Endah Kusumawardani, Dr. MEpid Badan PPSDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan 2013 Identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama hampir dua abad, penyakit Demam Berdarah Dengue dianggap sebagai penyakit penyesuaian diri seseorang terhadap iklim tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

2018, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2018 KEMHAN. Penanggulangan Wabah Penyakit Menular. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus. ibu kepada janin yang dikandungnya. HIV bersifat carrier dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus. ibu kepada janin yang dikandungnya. HIV bersifat carrier dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sebuah retrovirus yang dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus ini ditularkan melalui kontak darah,

Lebih terperinci

PROPINSI LAMPUNG Minggu Epidemiologi ke-21

PROPINSI LAMPUNG Minggu Epidemiologi ke-21 BULLETIN KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS Subdit Kejadian Luar Biasa Direktorat Imunisasi dan Karantina, Ditjen PP dan PL Jl. Percetakan Negara No. 29, Jakarta 156 Telp. (21)42665974, Fax. (21)4282669 e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama ini pengertian konsep surveilans epidemiologi sering di pahami hanya sebagai kegiatan pengumpulan dana dan penanggulangan KLB, pengertian seperti itu menyembunyikan

Lebih terperinci

KONSEP HOST-AGENT-ENVIRONMENT

KONSEP HOST-AGENT-ENVIRONMENT KONSEP HOST-AGENT-ENVIRONMENT Biologis laws ( John Gardon ) Penyakit Timbul Karena Ketidak Seimbangan Antara Agent & Host ( manusia ) Keadaan Keseimbangan Tsb Tergantung Dari Sifat Alami & Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

UKURAN-UKURAN FREKUENSI EPIDEMIOLOGI

UKURAN-UKURAN FREKUENSI EPIDEMIOLOGI UKURAN-UKURAN FREKUENSI EPIDEMIOLOGI 1 Definisi Epidemiologi Last (1988) Epidemiologi adalah studi distribusi dan determinan kesehatan yang terkait keadaan atau peristiwa dalam populasi tertentu, dan aplikasi

Lebih terperinci

Gambaran Umum Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Wabah. Nurul Wandasari Singgih Program Studi Kesehatan Masyarakat

Gambaran Umum Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Wabah. Nurul Wandasari Singgih Program Studi Kesehatan Masyarakat Gambaran Umum Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Wabah Nurul Wandasari Singgih Program Studi Kesehatan Masyarakat Definisi Wabah Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia 1989 Wabah berarti penyakit menular

Lebih terperinci

M.Arie w. FKM Undip. M. Arie W, FKM Undip

M.Arie w. FKM Undip. M. Arie W, FKM Undip M. Arie W, PENGERTIAN (Surveilans Malaria) Surveilans malaria dapat diartikan sebagai pengawasan yang dilakukan secara terus-menerus dan sistematik terhadap distribusi penyakit malaria dan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian, karena racun yang dihasilkan oleh kuman

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian, karena racun yang dihasilkan oleh kuman BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Sebelum era vaksinasi, difteri merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health Organization (WHO) menyatakan

Lebih terperinci

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK PENGANTAR EPIDEMIOLOGI KLINIK Oleh : Dr. Edison, MPH Bagian Ilmu Kesehatan Masysarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Andalas EPIDEMIOLOGI : Ilmu yang mempelajari frekuensi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang harus lebih mengutamakan upaya promotif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Guna penanggulangan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tanda-tanda awal berupa salesma disertai konjungtivitis, sedangkan tanda khas

BAB 1 : PENDAHULUAN. tanda-tanda awal berupa salesma disertai konjungtivitis, sedangkan tanda khas BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk makulo popular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya didahului panas badan 38

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR A. Pengantar Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kedokteran mendorong para tenaga ahli selalu mengadakan riset terhadap berbagai penyakit termasuk salah

Lebih terperinci

KEGUNAAN SURVEILANS TUJUAN SUMBER INFORMASI 15/11/2013. PENGERTIAN (Surveilans Malaria)

KEGUNAAN SURVEILANS TUJUAN SUMBER INFORMASI 15/11/2013. PENGERTIAN (Surveilans Malaria) PENGERTIAN (Surveilans Malaria) Surveilans malaria dapat diartikan sebagai pengawasan yang dilakukan secara terus-menerus dan sistematik terhadap distribusi penyakit malaria dan faktor-faktor penyebab

Lebih terperinci

KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI. Putri Ayu Utami S. Kep, Ns.

KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI. Putri Ayu Utami S. Kep, Ns. KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI Putri Ayu Utami S. Kep, Ns. Pengertian Epidemiologi berasal dari kata Yunani yaitu: Epi : Di antara / di atas / tentang Demos : Masyarakat Logos : Ilmu / Doktrin Ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Epidemiologi Penyakit Campak di Indonesia Tahun 2004-2008 5.1.1 Gambaran Penyakit Campak Berdasarkan Variabel Umur Gambaran penyakit campak berdasarkan variabel umur

Lebih terperinci

BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang

BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang BAB. I Pendahuluan A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) diketahui sebagai penyakit arboviral (ditularkan melalui nyamuk) paling banyak ditemukan di negara-negara tropis dan subtropis. World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau

Lebih terperinci

22/11/2010. Public Health Approach. Implementation: How do you do it? Intervention Evaluation: What. works?

22/11/2010. Public Health Approach. Implementation: How do you do it? Intervention Evaluation: What. works? System Yan Kes Public Health Authority Data Reporting Informasi Evaluation Analysis & Interpretation Action Feedback Keputusan Public Health Approach Surveillance: What is the problem? Problem Risk Factor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian penderitanya. Departemen

Lebih terperinci

Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta, 5 Maret 2016 Universitas Esa Unggul Jakarta Kelas 11 Paralel

Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta, 5 Maret 2016 Universitas Esa Unggul Jakarta Kelas 11 Paralel Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular Jakarta, 5 Maret 2016 Universitas Esa Unggul Jakarta Kelas 11 Paralel Epidemiologi = ilmu tentang populasi (harfiah) Epi = upon (tentang) Demos = peoples (populasi)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular infeksi yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui nyamuk. Penyakit ini merupakan penyakit yang timbul di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit campak merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit campak sangat berbahaya karena dapat menyebabkan cacat dan kematian yang diakibatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan dampak sosial dan ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung

Lebih terperinci

DASAR EPIDEMIOLOGI &

DASAR EPIDEMIOLOGI & DASAR SURVEILANS DASAR EPIDEMIOLOGI & APLIKASINYA EPIDEMIOLOGI DALAM KEBIDANAN Data tentang penyakit menular yang pernah terjadi di suatu daerah merupakan hasil dari system pangamatan ( ) yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengeu Hemorragic Fever (DHF) saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang mudah menular dan mematikan.

Lebih terperinci

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA

ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA ANALISIS KESTABILAN MODEL DINAMIK PENYEBARAN VIRUS INFLUENZA SKRIPSI Oleh Elok Faiqotul Himmah J2A413 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 28

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM KEWASPADAAN DINI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan

Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Informasi Epidemiologi Upaya Penanggulangan HIV-AIDS Dalam Sistem Kesehatan Sutjipto PKMK FK UGM Disampaikan pada Kursus Kebijakan HIV-AIDS 1 April 216 1 Landasan teori 2 1 EPIDEMIOLOGY (Definisi ) 1.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kesehatan Indonesia saat ini sedang berada dalam situasi transisi epidemiologi (epidemiological transition)yang harus menanggung beban berlebih (triple burden).

Lebih terperinci

Penyakit Endemis di Kalbar

Penyakit Endemis di Kalbar Penyakit Endemis di Kalbar 1. Malaria Penyakit Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 (tabel 11) terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi (infectious disease), yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible disease adalah penyakit yang nyata secara klinik (yaitu, tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia saat ini menghadapi ancaman penjangkitan kejadian luar biasa (KLB) dalam tiga konteks yaitu munculnya bakteri pathogen yang baru yang biasanya tidak diketahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat negara kita baru mulai bangkit dari krisis, baik krisis ekonomi, hukum dan kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Diare

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropik di seluruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu

BAB 1 PENDAHULUAN. menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan perlu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari tiga dasawarsa, derajat kesehatan di Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan angka kematian bayi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Leptospirosis atau penyakit kuning merupakan penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Penyakit ini disebabkan bakteri Leptospira Icterohaemorrhagiae

Lebih terperinci

SURVAILANCE KESEHATAN. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes

SURVAILANCE KESEHATAN. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes SURVAILANCE KESEHATAN Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes Introduction Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2015 telah dicanangkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, mempunyai misi yang sangat ideal, yaitu masyarakat Indonesia penduduknya hidup dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit campak merupakan salah satu penyebab kematian pada anak-anak di seluruh dunia yang meningkat sepanjang tahun. Pada tahun 2005 terdapat 345.000 kematian di

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah dirintisnya metode investigasi wabah dimulai dengan adanya penemuan kuman cholera oleh John Snow sehingga ia terkenal dengan metode investigasi wabah cholera

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri patogen Leptospira, yang ditularkan secara langsung maupun tidak langsung dari hewan ke manusia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. utama kematian balita di Indonesia dan merupakan penyebab. diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. utama kematian balita di Indonesia dan merupakan penyebab. diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah dunia sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak terutama di negara berkembang, dengan perkiraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Tujuan Surveilans Epidemiologi 2 Tujuan surveilans epidemiologi yaitu:

BAB II PEMBAHASAN. Tujuan Surveilans Epidemiologi 2 Tujuan surveilans epidemiologi yaitu: BAB I PENDAHULUAN Surveilans epidemiologi adalah pengumpulan dan pengamatan secara sistematik berkesinambungan, analisa dan interpretasi data kesehatan dalam proses menjelaskan dan memonitoring kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional secara keseluruhan karena selain berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional secara keseluruhan karena selain berpengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Epidemik HIV/AIDS akan menimbulkan dampak buruk terhadap pembangunan nasional secara keseluruhan karena selain berpengaruh terhadap kesehatan juga terhadap

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1479/MENKES/SK/X/2003 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1479/MENKES/SK/X/2003 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1479/MENKES/SK/X/2003 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM SURVEILANS EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR DAN PENYAKIT TIDAK MENULAR TERPADU MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PENYAKIT, SURVEILANS EPIDEMIOLOGI, IMUNISASI & KESEHATAN MATRA

PENGENDALIAN PENYAKIT, SURVEILANS EPIDEMIOLOGI, IMUNISASI & KESEHATAN MATRA Katalog Buku Pedoman pada Seksi P2P PENGENDALIAN PENYAKIT, SURVEILANS EPIDEMIOLOGI, IMUNISASI & KESEHATAN MATRA Seksi P2P DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUMEDANG BIDANG PENCEGAHAN & PENGENDALIAN PENYAKIT SEKSI

Lebih terperinci

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS

BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS BULETIN SISTEM KEWASPADAAN DINI DAN RESPONS Minggu Epidemiologi Ke-52 Tahun 2016 (Data Sampai Dengan 6 Januari 2017) Website: skdr.surveilans.org Dikeluarkan oleh: Subdit Surveilans, Direktorat SKK, Ditjen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) kini telah menjadi endemik di lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar,

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa malaria merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meningkat dan penyebaranya semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun diseluruh dunia, ratusan ibu, anak anak dan dewasa meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pada umumnya Tuberkulosis terjadi pada paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015 STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015 Mahmudah FKM Uniska, Banjarmasin, Kalimantan Selatan E-mail: mahmudah936@gmail.com Abstrak Latar belakang: Diare

Lebih terperinci

Panduan Pelayanan Pencegahan Penyakit Menular

Panduan Pelayanan Pencegahan Penyakit Menular Panduan Pelayanan Pencegahan Penyakit Menular A. Definisi Pelayanan Pencegahan Penyakit Menular merupakan kegiatan/upaya melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit menular. B. Ruang Lingkup Pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit

Lebih terperinci

KONSEP TERJADINYA PENYAKIT

KONSEP TERJADINYA PENYAKIT KONSEP TERJADINYA PENYAKIT Mata Kuliah Program studi Tim Pengajar : Dasar Pemberantasan Penyakit : Kesehatan Masyarakat : Darmadi SKM, M.Kes Agus Samsudrajat, SKM STIKes Kapuas Raya Sintang, Sintang 27-02-2011

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Annissa Rizkianti, FKM UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di tengah munculnya new-emerging disease, penyakit infeksi tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh belahan dunia. Penyakit infeksi masih

Lebih terperinci