INVESTIGASI WABAH Epidemiologi Penyakit Menular

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INVESTIGASI WABAH Epidemiologi Penyakit Menular"

Transkripsi

1 2015 INVESTIGASI WABAH Epidemiologi Penyakit Menular Materi Belajar Online kelas Epidemiologi Penyakit Menular, Kelas Paralel, Universitas Esa Unggul - Jakarta Ade Heryana, MKM Universitas Esa Unggul - Jakarta 12/5/2015

2 WABAH Definisi Wabah: Last (1981), Wabah adalah timbulnya kejadian dalam suatu masyarakat dapat berupa penderita penyakit, perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, atau kejadian lain yang berhubungan dengan kesehatan, yang jumlahnya lebih banyak dari keadaan biasa; Ditjen PPPL Depkes (1981), wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan atau kematian yang telah meluas secara cepat, baik jumlah kasusnya maupun daerah yang terjangkit; UU No.4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu, serta dapat menimbulkan malapetaka; Benenson (1985), Wabah adalah terdapatnya penderita suatu penyakit tertentu pada penduduk suatu daerah, yang nyata-nyata melebihi jumlah yang biasa; Kamus Umum Bahasa Indonesia (1989), wabah artinya penyakit menular yang berjangkit dengan cepat, menyerang sejumlah besar orang di daerah yang luas; Burgeois dan Ratard dalam Last (2005:1338), wabah atau epidemik adalah jumlah kasus penyakit melebihi jumlah yang normal pada suatu wilayah dan periode tertentu. Menurut CDC (2012), epidemik dan wabah sering memiliki arti yang sama. Akan tetapi istilah wabah biasanya terbatas pada wilayah geografis tertentu. Wabah berbeda dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) sebagaimana PP No.40 tahun 1991 mendefinisikan KLB sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna. secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Sehingga timbulnya wabah didahului dengan timbulnya KLB. Berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia, pernyataan adanya wabah di Indonesia ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. KEJADIAN LUAR BIASA Kejadian Luar Biasa (KLB) sebagaimana PP No.40 tahun 1991, adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna. secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Sehingga timbulnya wabah didahului dengan timbulnya KLB. Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB apabila memenuhi SALAH SATU kriteria sebagai Ade Heryana Page 2

3 1. Timbul suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah; 2. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 kurun waktu berturutturut (dalam jam, hari, atau minggu) menurut jenis penyakitnya; 3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, minggu menurut jenis penyakitnya; 4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya; 5. Rata-rata jumlah kesakitan per bulan selama 1 tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya; 6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama; dan 7. Angka proporsi penyakit (proporsional rate) penderita baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama. INVESTIGASI WABAH Wabah terdeteksi melalui : Analsisis data surveilans rutin; dan/atau Laporan petugas kesehatan, pamong atau warga yang cukup peduli. Berbagai alasan menyebabkan dilakukannya investigasi kemungkinan wabah yakni 1) mengadakan penanggulangan dan pencegahan; 2) kesempatan mengadakan penelitian dan pelatihan; 3) pertimbangan program; dan 4) kepentingan umum, politik, dan hukum. Berdasarkan sumber penularan dan agen penyebab penyakit, maka dapat ditentukan skala prioritas antara melakukan investigasi dan/atau melakukan penanggulangan (kontrol) penyakit, sesuai dengan tabel Ade Heryana Page 3

4 Dari matriks di atas, dalam rangka menentukan apakah lebih dahulu dilakukan investigasi atau penanggulangan penyakit, maka dapat ditentukan : 1. Bila sumber/cara penularan dan agen penyebab penyakit sama-sama diketahui, tindakan yang disarankan adalah lebih mengutamakan penanggulangan penyakit dibanding investigasi wabah; 2. Bila sumber/cara penularan tidak diketahui, serta dalam kondisi agen penyebab diketahui maupun tidak diketahui, maka tindakan investigasi wabah lebih diutamakan dibanding pengendalian penyakit; dan 3. Bila sumber/cara penularan diketahui dan agen penyebab penyakit tidak diketahui, tindakan yang disarankan adalah sama-sama mengutamakan investigasi wabah dan penanggulangan penyakit. Langkah-langkah dalam melakukan investigasi wabah, antara lain sebagai berikut: 1. Persiapan Investigasi di Lapangan Dalam melakukan persiapan investigasi ada 4 hal yang harus disiapkan, yakni: a. Meneliti penyakit yang akan dilaporkan; b. Menngumpulkan sarana dan prasarana yang akan dibawa; c. Membuat perjanjian secara administratif atau personal yang diperlukan; d. Berkonsultasi dengan semua bagian/tim untuk menentukan peranan kita dalam investigasi wabah tersebut; dan e. Mengidentifikasi kontak person lokal, segera setelah tiba pada tempat yang Ade Heryana Page 4

5 2. Memastikan adanya Wabah Pada tahap ini yang dilakukan adalah menentukan apakah jumlah kasus yang ada sudah melampaui jumlah yang diharapkan. Cara untuk menentukan jumlah kasus adalah dengan membandingkan jumlah yang ada saat itu dengan jumlahnya beberapa minggu atau bulan sebelumnya, atau dengan jumlah yang ada pada periode waktu yang sama di tahun-tahun sebelumnya. Sumber informasi untuk mengetahui jumlah kasus dapat diperoleh dari: a. Catatan Hasil Surveilans, untuk penyakit yang rutin harus dilaporkan; b. Data Penyakit setempat/lokal, untuk penyakit atau kondisi lain; c. Bila data lokal tidak ada, dapat digunakan rate dari wilayah di dekatnya atau data nasional; dan d. Dilaksanakan survei di masyarakat untuk menentukan kondisi penyakit yang biasanya ada. Dalam menghitung jumlah kasus, kadang dihadapkan dengan satu kondisi yang disebut pseudo endemic. Kondisi ini terjadi bila jumlah kasus yang dilaporkan melebihi jumlah yang diharapkan, namun kelebihan ini tidak menunjukkan adanya wabah. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor antara lain: 1) perubahan cara pencatatan dan pelaporan penderita; 2) adanya cara diagnosis baru; 3) bertambahnya kesadaran penduduk untuk berobat; 4) adanya penyakit lain dengan gejala yang serupa; dan 5) bertambahnya jumlah penduduk yang rentan. Bila wabah sudah dapat dipastikan, bagaimana kita membuktikan bahwa memang benar-benar telah terjadi wabah? Ada 3 ketentuan untuk mengatasi hal ini yaitu dengan menghitung jumlah penderita yang diharapkan, dengan: 1. Untuk penyakit endemis yang tidak dipengaruhi oleh musim, jumlah penderita dihitung dengan: - Melihat rata-rata penderita penyakit per bulan pada tahun-tahun yang lalu; atau - Membandingkan jumlah penderita yang ada dengan jumlah ambang wabah (epidemic threshold), yaitu rata-rata hitung (mean) jumlah penderita pada waktu-waktu yang lalu, ditambah dengan dua kali standar error, atau dengan formula sebagai berikut: E t = n 1 X n n + 2e 2. Untuk penyakit epidemis yang bersifat musiman, dengan: - Melihat jumlah penderita di musim yang sama tahun lalu; atau - Melihat jumlah paling tinggi yang pernah terjadi pada musim-musim yang sama di tahun lalu; Ade Heryana Page 5

6 - Membandingkan jumlah penderita yang ada dengan jumlah ambang wabah mingguan atau bulanan berdasarkan variasi musiman. 3. Untuk penyakit yang tidak epidemis, dengan: - Membandingkan jumlah penderita yang ada terhadap jumlah penderita pada saat penyakit tersebut ditemukan. Untuk menentukan bahwa telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) digunakan kriteria sebagai berikut: a. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal di suatu daerah (emerging infectious disease); b. Adanya peningkatan kejadian kesakitan atau kematian dua kali atau lebih dibandingkan jumlah kesakitan atau kematian yang biasa terjadi pada kurun waktu sebelumnya (jam, hari, minggu) bergantung pada jenis penyakitnya; dan/atau c. Adanya peningkatan kejadian kesakitan secara terus menerus selama 3 kurun waktu (jam, hari, minggu) berturut-turut menurut jenis penyakitnya Untuk wabah akibat keracunan makanan, CDC telah menentukan kriteria sebagai berikut: a. Ditemukannya dua atau lebih penderita penyakit serupa, yang biasanya berupa gejala gangguan pencernaan (gastrointestinal), sesudah memakan makanan yang sama; dan b. Hasil penyelidikan epidemiologi menunjukkan makanan sebagai sumber penularan. c. Perkecualian diadakan untuk keracunan akibat toksin/racun clostridium botulinum atau akibat bahan-bahan kimia. Maka bila didapatkan 1 orang saja penderita, sudah dianggap suatu letusan/wabah. Dalam memastikan apakah terjadi wabah atau tidak, perlu dipertimbangkan faktor-faktor berikut yang akan mempengaruhi invetigasi wabah, antara lain: 1. Keparahan penyakit; 2. Potensi penyebaran penyakit; 3. Pertimbangan politik; 4. Relasi publik; dan 5. Ketersediaan sumber daya. 3. Memastikan diagnosis Tujuan dari tahap ini adalah untuk a) memastikan bahwa masalah tersebut telah didiagnosis dengan patut; dan b) menyingkirkan kemungkinan kesalahan laboratorium yang menyebabkan peningkatan kasus yang dilaporkan. Semua temuan klinis harus disimpulkan dalam distribusi frekuensi, yang berguna Ade Heryana Page 6

7 menggambarkan spektrum penyakit, menentukan diagnosis, dan mengembangkan definisi kasus, serta menentukan kunjungan terhadap satu atau dua penderita. Dalam memastikan diagnosis, langkah dilakukan meliputi a. Membuat definisi kasus Definisi kasus meliputi kriteria klinis dan terutama dalam penyelidikan wabah dibatasi oleh waktu, tempat dan orang. Bila penyakitnya belum terdiagnosis, diagnosis kerja dibuat berdasarkan gejala gejala yang paling banyak diderita, sedapat mungkin yang dapat menggambarkan proses penyakit yang pathognomonis, dan cukup spesifik. Harus dipastikan bahwa seluruh penderita/pasien yang dihitung sebagai kasus memiliki penyakit yang sama. Dalam mengembangkan definisi kasus perlu diperhatikan hal-hal berikut: 1) informasi klinis tentang penyakit; 2) karakteristik populasi yang dipengaruhi oleh penyakit; 3) karakteristik lokasi atau tempat; dan 4) karakteristik waktu timbulnya penyakit. Dalam mendefinisikan kasus terdapat 3 level yang ditentukan: - Kasus Pasti (Confirmed), bila kasus disertakan dengan hasil pemeriksaan laboratorium yang positif; - Kasus Mungkin (Probable), bila kasus memenuhi semua ciri klinis penyakit, TANPA pemeriksaan laboratorium; dan - Kasus Meragukan (Possible), bila kasus hanya memenuhi gejala klinis saja. Definisi kasus harus dibuat cukup luas agar sebagian besar penyakit dapat tertangkap. Hal ini dapat dimulai dengan kasus yang longgar. Definisi kasus yang lemah/sempit dalam investigasi wabah ada kemungkinan akan mengeluarkan kasus-kasus yang mungkin terjadi (possible). b. Menemukan dan menghitung kasus Dalam menentukan dan menghitung kasus, maka dari setiap kasus penyakit harus dikumpulkan informasi-informasi sebagai berikut: - Data identifikasi (nama, alamat, nomor telepon, dsb); - Data demografi (umur, jenis kelamin, ras, dan pekerjaan); - Data klinis; - Faktor risiko (harus dibuat khusus untuk tiap penyakit); dan - Informasi pelapor, yang berguna untuk mencari informasi tambahan atau memberikan umpan Ade Heryana Page 7

8 4. Epidemiologi deskriptif (waktu, tempat, orang); Epidemiologi deskriptif adalah studi tentang kejadian penyakit atau masalah lain yang berkaitan dengan kesehatan pada populasi, yang umumnya berkaitan dengan ciri-ciri dasar seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, dan lokasi geografiknya, berdasarkan Orang (People), Tempat (Place), dan Waktu (Time). Dengan demikian, data pada invetigasi wabah harus informatif dan reliable, dengan berorientasi pada a) Orang (siapa? Atau populasi yang dipengaruhi); b) Tempat (Dimana? yakni luar geografiknya); dan c) Waktu (kapan? menunjukkan trend). Untuk menggambarkan suatu wabah berdasarkan perjalanannya (waktu/time) digunakan Kurva Epidemi, yaitu grafik berbentuk histogram dari jumlah kasus berdasarkan waktu timbulnya gejala pertama. Kurva ini berguna untuk: - Mendapatkan informasi tentang perjalanan wabah dan kemungkinan kelanjutan penyakit; - Bila penyakit dan masa inkubasi diketahui, dapat memperkirakan kapan pemaparan terjadi, sehingga dapat memusatkan penyelidikan pada periode tersebut; dan - Menyimpulkan pola kejadian penyakit, apakah bersumber tunggal, ditularkan dari orang ke orang, atau campuran keduanya. Dari kurva epidemi, dapat diiterpretasikan dua hal yaitu a) cara penularan; b) perjalanan wabah; dan c) periode pemaparan penyakit. Interpretasi cara penularan penyakit berdasarkan Kurva Epidemi, menunjukkan bahwa menurut sifatnya, wabah dapat dibagi menjadi dua bentuk utama yaitu : 1) common source epidemic; dan 2) propagated atau progressive epidemic. Dari dua jenis wabah ini, terdapat empat bentuk kurva epidemi, yaitu a. Point source epidemic, bila pemaparan penyakit bersumber tunggal dan waktunya singkat, sehingga resultante/hasil dari semua kasus/kejadian berkembang hanya dalam satu masa inkubasi Ade Heryana Page 8

9 Contoh kasus point of source epidemic sebagai berikut (sumber: CDC, 2012) b. Continuous common source epidemic, bila periode pemaparan memanjang, serta kurva berpuncak tunggal dan datar; Berikut contoh kasus continuous source epidemic (sumber: CDC, Ade Heryana Page 9

10 c. Intermittent common source epidemic, bila lama pemaparan dan jumlah orang yang terpapar tak beraturan besarnya; d. Propagated epidemic, bila penularan dari orang ke orang, berpuncak banyak, dan berjarak masa 1 inkubasi. Berikut contoh kasus propagated source epidemic (Sumber: CDC, Ade Heryana Page 10

11 Interpretasi perjalanan (time/waktu) wabah dengan Kurva Epidemi adalah: - Bila kurva epidemi menanjak, menunjukkan jumlah kasus terus bertambah, wabah sedang memuncak, dan/atau akan ada kasus-kasus baru; - Bila puncak kurve sudah dilalui, menunjukkan kasus yang terjadi semakin berkurang, dan/atau wabah akan segera berakhir. Gambaran waktu/time suatu wabah dapat pula ditunjukkan dengan mengitung masa inkubasi (periode pemaparan) penyakit. Manfaat diketahuinya masa inkubasi adalah: a. Bila penyakit belum diketahui, informasi tentang masa inkubasi bersama diagnosis penyakit dapat mempersempit differential diagnosis; dan b. Untuk memperkirakan saat terjadinya penularan. Pada point of source epidemic, jenis penyakit sudah diketahui sehingga masa inkubasinya dapat diketahui melalui kurva epidemi. Pada kondisi dimana masa inkubasi tidak diketahui, untuk menghitungnya digunakan ilustrasi (data tidak berkelompok) sebagai berikut: Sepuluh orang menderita diare akibat keracunan makanan yang diperkirakan terjadi pada saat makan siang, pada tanggal 6 Desember 2015, jam Laporan saat timbulnya gejala pertama adalah sebagai berikut: 1. Tanggal 6 Des 2015 jam 24.00; 2. Tanggal 6 Des 2015 jam 18.30; 3. Tanggal 7 Des 2015 jam 01.00; 4. Tanggal 6 Des 2015 jam 21.00; 5. Tanggal 6 Des 2015 jam 16.00; 6. Tanggal 6 Des 2015 jam 19.00; 7. Tanggal 6 Des 2015 jam 19.00; 8. Tanggal 6 Des 2015 jam 20.00; 9. Tanggal 6 Des 2015 jam 19.00; dan 10. Tanggal 6 Des 2015 jam Tentukan masa inkubasi: terpendek, terpanjang, dan median? a. Masa inkubasi terpendek adalah pada kasus ke-5 yaitu 3 jam, yaitu selisih waktu antara jam makan siang (6 Des 2015 jam 13.00) dengan jam timbulnya gejala pada kasus ke-5 (6 Des 2015 jam 16.00); b. Masa inkubasi terpendek adalah pada kasus ke-3 yaitu 12 jam, yaitu selisih waktu antara jam makan siang (6 Des 2015 jam 13.00) dengan jam timbulnya gejala pada kasus ke-3 (7 Des 2015 jam Ade Heryana Page 11

12 c. Untuk mencari median, maka laporan di atas diurut berdasarkan jam kejadiannya, sehingga menjadi: 1. Tanggal 6 Des 2015 jam 16.00; 2. Tanggal 6 Des 2015 jam Tanggal 6 Des 2015 jam 18.30; 4. Tanggal 6 Des 2015 jam 19.00; 5. Tanggal 6 Des 2015 jam 19.00; 6. Tanggal 6 Des 2015 jam 19.00; 7. Tanggal 6 Des 2015 jam 20.00; 8. Tanggal 6 Des 2015 jam 21.00; 9. Tanggal 6 Des 2015 jam 24.00; dan 10. Tanggal 7 Des 2015 jam 01.00; Sehingga median masa inkubasi terletak antara kasus ke-5 dan ke-6, atau selisih antara jam makan siang (6 Des 2015 jam 13.00) dengan rata-rata kasus ke-5 dan 6 (6 Des 2015 jam 19.00), yaitu 6 jam Gambaran kejadian wabah dapat pula dideskripsikan berdasarkan orang atau person, yang salah satunya bisa digambarkan sebagai berikut: a. Ciri inang, misalnya umur. Umur meerupakan salah satu faktor penentu penyakit, karena mempengaruhi: - Daya tahan tubuh; - Pengalaman kontak dengan penyakit; dan - Lingkungan pergaulan yang memungkinkan kontak dengan sumber penyakit b. Jenis kelamin, ras, dan suku dijelaskan bila diduga ada perbedaan risiko di antara golongan-golongan dalam faktor tersebut. Di negara multirasial, ras menjadi gambaran penting dan sering ditampilkan, karena adanya cara hidup, tingkat sosial ekonomi, kekebalan, dan sebagainya; c. Pemaparan yang didapat, antara lain pekerjaan, rekreasi, dan penggunaan obat-obatan. Dalam menilai dan mengidentifikasikan kelompok (atau people) yang berisiko tinggi digunakan ukuran rate yang merupakan proporsi jumlah kasus terhadap jumlah populasi. Rate dapat diukur berdasarkan umur dan jenis kelamin, dimana keduanya merupakan faktor yang paling kuat hubungannya dengan pemaparan dan risiko terserang penyakit. Gambaran kejadian wabah yanhg ketiga adalah berdasarkan tempat/place. Gambaran tempat memberikan informasi tentang luasnya wialyah yang terserang, serta menggambarkan pengelompokkan atau pola lain ke arah penyebab. Pemaparan wabah berdasarkan tempat dapat berupa Spot map atau area map. Spot map adalah peta sederhana yang berguna untuk menggambarkan tempat para penderita tinggal, bekerja, atau kemungkinan terpapar, Ade Heryana Page 12

13 Area map menunjukkan insidens atau distribusi kejadian pada wilayah dengan kode/ arsiran yang mencantumkan angka serangan (rate) untuk masing-masing wilayah. Contoh Spot map: Contoh Area Ade Heryana Page 13

14 5. Membuat hipotesis Hipotesis diformulasikan berdasarkan parameter: - Sumber agen penyakit; - Cara penularan (serta alat penularan/vektor); dan - Pemaparan yang mengakibatkan sakit. Untuk menghasilkan hipotesis digunakan cara-cara antara lain: a. Mempertimbangkan apa yang diketahui tentang penyakit tersebut: apa reservoir utama agen penyakitnya? Bagaimana cara penularannya? Bahan apa yang biasanya menjadi alat penularanannya? Apa saja faktor yang meningkatkan risiko tertular? Dan sebagainya; b. Melakukan wawancara dengan beberapa penderita; c. Mengumpulkan beberapa penderita untuk mencari kesamaan pemaparan; d. Melakukan kunjungan rumah penderita; e. Melakukan wawancara dengan petugas kesehatan setempat; dan/atau f. Menggunakan epidemiologi deskriptif. Contoh hipotesis dalam investigasi wabah : Hipotesis: orang yang makan di restoran padang X cenderung kemungkinan mengalami sakit a. Pajanan/exposure : makan di restoran padang X b. Hasil/outcome : mengalami sakit dengan diare dan demam Hipotesis: orang yang makan ikan bawal di restoran padang X cenderung kemungkinan positif salmonela berdasarkan uji laboratorium a. Pajanan/exposure : makan ikan bawal di restoran padang X b. Hasil/outcome : konfirmasi laboratorium salmonella postif 6. Menilai hipotesis (penggunaan penelitian kohort dan penelitian kasuskontrol) Hipotesis yang telah diformulasikan, dapat dinilai dengan salah satu cara sebagai berikut: a. Membandingkan hipotesis dengan fakta yang ada; atau b. Menganalisis hubungan dan peran kebetulan (disebut epidemiologic analysis) Investigasi wabah pada populasi yang kecil dan jelas batas-batasnya, analisis yang cocok adalah dengan penelitian kohort. Studi kofort dimulai dengan memberikan paparan/pajanan kepada obyek, kemudian dilakukan penilaian terhadap penyakit. Beberapa ukuran frekuensi penyakit diukur dalam studi kohort ini, antara lain attack rates (AR), relative riks (RR), risk difference Ade Heryana Page 14

15 Investigasi wabah pada populasi yang tidak jelas batasannya, analisis yang cocok adalah dengan penelitian Kasus-Kontrol (case-control study). Berlawanan dengan kohort, pada Kasus-Kontrol, studi dimulai dengan mempelajari penyakit, kemudian mundur ke belakangan untuk mengetahui pajanan/paparan. Ukuran frekuensi penyakit yang biasanya dihitung adalajh Odds Ratio. Uji kemaknaan secara statistik diukur dengan menggunakan metode Chi-square. 7. Memperbaiki hipotesis dan mengadakan penelitian tambahan. Kadangkala hipotesis yang diajukan tidak cocok atau tidak menggambarkan kejadian penyakit yang sebenarnya. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan atau perumusan kembali dengan studi epidemiologi analitik. Beberapa alasan perlu dilakukan perumusan ulang hipotesis adalah: a. Studi analitik awal gagal mengkonfirmasi hipotesis; b. Menyempurnakan hipotesis meskipun data inisial mendukung; dan c. Sebagai supplement temuan epidemiologi dengan bukti laboratorium dan bukti lingkungan misalnya pemeriksaan serum, pemeriksaan tempat pembuangan tinja, dan sebagainya. 8. Melaksanakan pengendalian dan pencegahan Upaya pengendalian dan pencegahan harus dilakukan sesegera mungkin, dan biasanya dapat diterapkan bila sumber wabah sudah diketahui. Upaya tersebut umumnya diarahkan pada mata rantai penularan penyakit yang paling lemah. Mungkin pula diarahkan pada agen penyakit, sumber penyakit, atau reservoir. 9. Menyampaikan hasil penyelidikan Terdapat dua cara dalam menyampaikan hasil investigasi wabah, antara lain: - Secara lisan kepada pejabat kesehatan setempat, dalam rangka pengendalian dan pencegahan - Secara tertulis dengan membuat Laporan Investigasi Wabah Dalam menyampaikan hasil investigasi wabah, perlu diperhatikan aspek-aspek sebagai berikut: a. Laporan harus jelas, meyakinkan, disertai rekomendasi yang tepat dan beralasan; b. Sampaikan hal-hal yang sudah dikerjakan secara ilmiah, serta kesimpulan dan saran harus dapat dipertahankan secara ilmiah; c. Laporan lisan harus dilengkapi dengan laporan tertulis, bentuknya sesuai dengan tulisan ilmiah (pendahuluan, latar belakang, metodologi, hasil, diskusi, kesimpulan, dan saran); d. Laporan merupakan cetak biru untuk mengambil tindakan; Ade Heryana Page 15

16 e. Laporan merupakan catatan dari pekerjaan, dokumen dari isu legal, dan merupakan bahan rujukan apabila terjadi hal yang sama di masa datang. Penyusunan laporan tertulis bisa menggunakan format sebagai berikut: 1. Pendahuluan, isinya menggambarkan peristiwa; 2. Latar belakang, baik secara geografis, politis, ekonomis, demografis, atau historis; 3. Uraian tentang investigasi yang dilakukan, meliputi: alasan, metode, sumber informasi; 4. Hasil investigasi, yang mencakup: fakta, karakteristik kasus, angka serangan, tabulasi, kalkulasi, kurva epidemi, pemeriksaan laboratorium, kemungkinan sumber infeksi, suspek suatu sumber penularan, dan lain-lain; 5. Analisis data dan Kesimpulan; 6. Uraian tentang tindakan; 7. Uraian tentang dampak wabah, misalnya akibat kesehatan, hukum, ekonomis pada populasi 8. Tindakan penanggulangan terhadap: populasi (status kekebalan, cara hidup), reservoir (jumlah, distribusi), Vektor (jumlah, distribusi), dan penemuan penyebab menular baru; dan 9. Saran, yakni perbaikan prosedur surveilans dan penanggulangan di masa depan. Ilustrasi berikut menggambarkan kejadian investigasi wabah terhadap kejadian wabah gastroentritis di sebuah sekolah berdasarkan keluhan seorang siswa pada tanggal 11 Maret Maka urutan kejadian berikutnya akan terjadi: 1. Petugas kesehatan di sekolah tersebut akan segera melakukan: a. Pencarian kasus secara aktif; b. Membuat peta penyakit; dan c. Membuat hipotesa penyebab wabah berdasarkan wawancara dengan penderita atau orang di sekitarnya Dari pencarian data ditemukan: 75 kasus pada tanggal 12 Maret 2015; 2. Mengumpulkan spesimen/sampel tinja,dan hasil laboratorium menunjukkan adalah bakteri patogen negatif, sehingga diasumsikan penyebabnya adalah virus patogen; 3. Dari hasil investigasi ternyata ditemukan kasus paling awal yaitu pada tanggal 5 Maret 2015; 4. Berdasarkan temuan di atas, dilakukan wawancara terhadap 7 siswa paling awal yang mengalami serangan. Hasilnya didapat bahwa 6 dari 7 siswa makan di counter makanan Deli yang berada di kantin utama kampus; 5. Langkah selanjutnya, adalah membuat hipotesa utama bahwa kantin kampus kemungkinan sebagai sumber penularan Ade Heryana Page 16

17 6. Kemudian dilakukan wawancara terhadap 30 staff kantin kampus (dari total 31 staff), dimana 1 staff yang tidak ikut wawancara adalah petugas counter makanan Deli. Wawancara tersebut diikuti dengan investigasi terhadap counter makanan Deli ; 7. Akhirnya petugas penyelidik menutup counter makanan Deli berdasarkan temuan: a. Hasil interview 6 dari 7 siswa yang makan di tempat yang sama (counter deli ); dan b. Hasil investigasi menunjukkan counter Deli tidak menerapkan sanitasi makanan yang baik. UPAYA PENANGGULANGAN WABAH Upaya penanggulangan wabah merupakan salah satu langkah salam investigasi wabah. Dalam PP No.40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, upaya penanggulangan wabah meliputi penyelidikan epidemiologis, pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina, pencegahan dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit, penanganan jenazah akibat wabah, penyuluhan kepada masyarakat dan upaya penanggulangan lainnya. Tindakan penyelidikan epidemiologis bertujuan antara lain: 1. Mengetahui sebab-sebab penyakit wabah; 2. Menentukan faktor penyebab timbulnya wabah; 3. Mengetahui kelompok masyarakat yang terancam terkena wabah; dan 4. Menentukan cara penanggulangan. Penyelidikan epidemiologis dijalankan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1) pengumpulan data kesakitan dan kematian penduduk; 2) pemeriksaan klinis, fisik, laboratorium dan penegakan diagnosis; dan 3) pengamatan terhadap penduduk, pemeriksaan terhadap makhluk hidup lain dan benda-benda yang ada di suatu wilayah yang diduga mengandung penyebab penyakit Ade Heryana Page 17

18 LATIHAN 1. Dari tiga kasus yang diuraikan berikut, tentukan apakah kasus penyakit tersebut termasuk dalam: A. Point source epidemic B. Intermittent/continuous epidemic C. Propagated epidemic 21 kasus shigellosis terjadi pada anak-anak dan pekerja selama periode 6 minggu tanpa diketahui masa inkubasinya. Namun masa inkubasi shigellosis biasanya 1-3 hari. Termasuk jenis wabah: 36 kasus giardiasis selama lebih dari 6 minggu terlacak, dengan masa inkubasi giardiasis 3-25 hari atau lebih, biasanya 7-10 hari. Termasuk jenis wabah: 43 kasus infeksi norovirus lebih dari 2 hari teridentifikasi bersumber dari mesin es dalam kapal pesiar, dengan masa inkubasi biasanya hari. Termasuk jenis wabah: 2. Sejumlah penumpang dalam kapal pesiar yang berlayar dari Puerto Rico ke Terusan Panama, menderita penyakit gastrointestinal, yang kemungkinan disebabkan norovirus (disebut juga Norwalk-like virus). Uji lab norovirus tidak tersedia di pulau terdekat dari kapal pesiar, sehingga uji lab dilakukan beberapa hari kemudian. Bila Anda seorang epidemiologist yang ditugaskan ke kapal pesiar dan melakukan investigasi kemungkinan terjadi wabah, maka definisi kasus yang Anda tetapkan minimal meliputi: A. Kriteria klinis, ditambah dengan gambaran waktu/time, tempat/place, dan orang/person B. Tampilan klinis, ditambah dengan paparan yang Anda anggap sebagai penyebab penyakit; C. Suspek kasus D. Standar definisi kasus yang telah diakui secara nasional sebagai laporan penyakit 3. Kasus wabah pada soal di atas, Anda menggambarkan perjalanan wabah menggunakan: A. Kurva epidemik B. Kurva endemik C. Trend musiman D. Trend Ade Heryana Page 18

19 4. Dari kasus wabah di kapal pesiar (soal no.2) variabel apa yang sebaiknya dipakai untuk menggambarkan person/orang? A. Usia penumpang B. Jenis makanan apa yang dimakan penumpang selama di kapal pesiar C. Status penumpang dan kru kapal siar D. Gejala Ade Heryana Page 19

Gambaran Umum Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Wabah. Nurul Wandasari Singgih Program Studi Kesehatan Masyarakat

Gambaran Umum Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Wabah. Nurul Wandasari Singgih Program Studi Kesehatan Masyarakat Gambaran Umum Kejadian Luar Biasa (KLB) dan Wabah Nurul Wandasari Singgih Program Studi Kesehatan Masyarakat Definisi Wabah Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia 1989 Wabah berarti penyakit menular

Lebih terperinci

Food-borne Outbreak. Saptawati Bardosono

Food-borne Outbreak. Saptawati Bardosono Food-borne Outbreak Saptawati Bardosono Pendahuluan Terjadinya outbreak dari suatu penyakit yang disebabkan oleh makanan merupakan contoh yang baik untuk aplikasi epidemiologi dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

Bahan Kuliah Epidemiologi (IPH 516)

Bahan Kuliah Epidemiologi (IPH 516) Bahan Kuliah Epidemiologi (IPH 516) Definisi Tujuan Investigasi wabah Pola temporal, spatial dan hewan 10 langkah investigasi wabah Wabah (epidemik) adalah rangkaian kejadian penyakit yang terjadi secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama ini pengertian konsep surveilans epidemiologi sering di pahami hanya sebagai kegiatan pengumpulan dana dan penanggulangan KLB, pengertian seperti itu menyembunyikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya. No.503, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1501/MENKES/PER/X/2010 TENTANG JENIS PENYAKIT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1991 (KESEHATAN. Wabah. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447) PERATURAN

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR

Lebih terperinci

Dalam penyakit menular, jumlah kasus baru yang terjadi dalam periode waktu tertentu tergantung pada jumlah penular dalam populasi rentan dan tingkat

Dalam penyakit menular, jumlah kasus baru yang terjadi dalam periode waktu tertentu tergantung pada jumlah penular dalam populasi rentan dan tingkat KEKUATAN INFEKSI Dalam penyakit menular, jumlah kasus baru yang terjadi dalam periode waktu tertentu tergantung pada jumlah penular dalam populasi rentan dan tingkat kontak antara mereka. Orang yang terinfeksi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penanggulangan

Lebih terperinci

KLB Penyakit. Penyelidikan Epidemiologi. Sistem Pelaporan. Program Penanggulangan

KLB Penyakit. Penyelidikan Epidemiologi. Sistem Pelaporan. Program Penanggulangan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit & Program Penanggulangan KLB Penyakit Sistem Pelaporan Sholah Imari, Dr. MSc Endah Kusumawardani, Dr. MEpid Badan PPSDM Kesehatan, Kementerian Kesehatan 2013 Identifikasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Keracunan Pangan. Kejadian Luar Biasa. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penanggulangan wabah

Lebih terperinci

BAB 1 KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI

BAB 1 KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI BAB 1 KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI Pendahuluan Era globalisasi yang sedang dihadapi oleh negara-negara berkembang dapat memberikan dampak baik positif maupun negatif. Contoh dampak negatif dari era globalisasi

Lebih terperinci

FORMULIR PENCATATAN LAPORAN KEWASPADAAN KERACUNAN PANGAN

FORMULIR PENCATATAN LAPORAN KEWASPADAAN KERACUNAN PANGAN 17 Formulir 1 FORMULIR PENCATATAN LAPORAN KEWASPADAAN KERACUNAN PANGAN Nama pelapor No Telp. Alamat :... :........ :... Melaporkan pada hari...tanggal...jam... (korban pertama sakit) terdapat kejadian

Lebih terperinci

Materi ini berisi soal-soal tentang Epidemiologi Penyakit Menular yang diberikan pada kuliah kelas 12 (Paralel) Universitas Esa Unggul Jakarta

Materi ini berisi soal-soal tentang Epidemiologi Penyakit Menular yang diberikan pada kuliah kelas 12 (Paralel) Universitas Esa Unggul Jakarta 2016 Bank Soal Epidemiologi Penyakit Menular Jilid II (Emerging infectious disease, Investigasi wabah, Herd Immunity, Ukuran Frekuensi Penyakit, Standarisasi, Surveilans epidemiologi) Materi ini berisi

Lebih terperinci

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) Disusun oleh : Puji G1B0 Indah Cahyani G1B0110 Ajeng Prastiwi S. W. G1B011019 Yuditha Nindya K. R. G1B011059 Meta Ulan Sari G1B0110

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20,

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, No.595, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Dampak Bahaya. Agensia Biologi. Aspek Kesehatan. Penanggulangan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

UKURAN FREKUENSI PENYAKIT

UKURAN FREKUENSI PENYAKIT UKURAN FREKUENSI PENYAKIT ade.heryana24@gmail.com 6 Desember 2015 Universitas Esa Unggul - Jakarta Jenis Ukuran dalam Epidemiologi Tipe Matematik Dengan denominator Tanpa denominator Tipe Epidemiologik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropik di seluruh

Lebih terperinci

KEJADIAN LUAR BIASA. Sri Handayani

KEJADIAN LUAR BIASA. Sri Handayani KEJADIAN LUAR BIASA Sri Handayani Timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu Timbulnya suatu penyakit/kesakitan yang sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pada umumnya Tuberkulosis terjadi pada paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

22/11/2010. Public Health Approach. Implementation: How do you do it? Intervention Evaluation: What. works?

22/11/2010. Public Health Approach. Implementation: How do you do it? Intervention Evaluation: What. works? System Yan Kes Public Health Authority Data Reporting Informasi Evaluation Analysis & Interpretation Action Feedback Keputusan Public Health Approach Surveillance: What is the problem? Problem Risk Factor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5543) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan C. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah dirintisnya metode investigasi wabah dimulai dengan adanya penemuan kuman cholera oleh John Snow sehingga ia terkenal dengan metode investigasi wabah cholera

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan dampak sosial dan ekonomi. Jumlah kasus yang dilaporkan cenderung

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT Menimbang WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 49 TAHUN 2015 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN I. UMUM Pengaturan pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5543 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 130) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA KERACUNAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA KERACUNAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA KERACUNAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

Penanggulangan Penyakit Menular

Penanggulangan Penyakit Menular Penanggulangan Penyakit Menular Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan. Upaya pencegahan dilakukan untuk memutus mata rantai penularan, perlindungan

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci

M.Arie w. FKM Undip. M. Arie W, FKM Undip

M.Arie w. FKM Undip. M. Arie W, FKM Undip M. Arie W, PENGERTIAN (Surveilans Malaria) Surveilans malaria dapat diartikan sebagai pengawasan yang dilakukan secara terus-menerus dan sistematik terhadap distribusi penyakit malaria dan faktor-faktor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, enimbang: a. bahwa terwujudnya tingkat kesehatan yang setinggi-tingginya

Lebih terperinci

KEGUNAAN SURVEILANS TUJUAN SUMBER INFORMASI 15/11/2013. PENGERTIAN (Surveilans Malaria)

KEGUNAAN SURVEILANS TUJUAN SUMBER INFORMASI 15/11/2013. PENGERTIAN (Surveilans Malaria) PENGERTIAN (Surveilans Malaria) Surveilans malaria dapat diartikan sebagai pengawasan yang dilakukan secara terus-menerus dan sistematik terhadap distribusi penyakit malaria dan faktor-faktor penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang harus lebih mengutamakan upaya promotif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Health Regulation 2005 (IHR), World Health Organization

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Health Regulation 2005 (IHR), World Health Organization BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Health Regulation 2005 (IHR), World Health Organization (WHO) merekomendasikan kepada negara peserta antuk melakukan tidakan terhadap bagasi, kargo,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, sering muncul sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus HIV/AIDS bermunculan semakin banyak dan menyebar ke berbagai lapisan masyarakat dan ke berbagai bagian dunia. Di Indonesia, dilaporkan bahwa epidemi HIV dan AIDS

Lebih terperinci

Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-COV) untuk Puskesmas di Kabupaten Bogor

Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-COV) untuk Puskesmas di Kabupaten Bogor Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-COV) untuk Puskesmas di Kabupaten Bogor DINAS KESEHATAN KABUPATEN BOGOR 2014 Pedoman Surveilans

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2014 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyakit

Lebih terperinci

BUKU PEDOMAN. Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Penyakit Menular dan Keracunan Pangan

BUKU PEDOMAN. Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Penyakit Menular dan Keracunan Pangan BUKU PEDOMAN Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi Tahun 2011 Sub Direktorat Surveilans dan Respon KLB Direktorat

Lebih terperinci

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGASEM DINAS KESEHATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGASEM DINAS KESEHATAN PEMERINTAH KABUPATEN KARANGASEM DINAS KESEHATAN Jalan : A. Yani Galiran ( 80811 ) (0363) 21065 Fax. (0363) 21274 AMLAPURA LAPORAN PENYELIDIKAN KLB CAMPAK DI DUSUN BELONG DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus. ibu kepada janin yang dikandungnya. HIV bersifat carrier dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus. ibu kepada janin yang dikandungnya. HIV bersifat carrier dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sebuah retrovirus yang dapat menyebabkan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome). Virus ini ditularkan melalui kontak darah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Waktu survival (survival time) merupakan salah satu penelitian yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Waktu survival (survival time) merupakan salah satu penelitian yang digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu survival (survival time) merupakan salah satu penelitian yang digunakan untuk menghitung waktu dari munculnya gejala sampai dengan munculnya kejadian. Dalam waktu

Lebih terperinci

Mengukur Kemunculan dan Risiko Penyakit

Mengukur Kemunculan dan Risiko Penyakit Mengukur Kemunculan dan Risiko Penyakit Mengapa mengukur penyakit? Tujuannya adalah deskripsi dan komparasi Jenis pertanyaannya mencakup: Seperti apa mortalitas dan morbiditas yang khas pada kelompok unggas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 949/MENKES/SK/VIII/2004 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SISTEM KEWASPADAAN DINI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

06/03/2018 TUJUAN. Diakhir kuliah mahasiswa memiliki pengetahuan tentang konsep dasar epidemiologi deskriptif. Pertemuan 4 - Epidemiologi

06/03/2018 TUJUAN. Diakhir kuliah mahasiswa memiliki pengetahuan tentang konsep dasar epidemiologi deskriptif. Pertemuan 4 - Epidemiologi TUJUAN Diakhir kuliah mahasiswa memiliki pengetahuan tentang konsep dasar epidemiologi deskriptif Pertemuan 4 - Epidemiologi Adalah studi yang menggambarkan karakteristik & sebaran masalah kesehatan/ penyakit;

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pencegahan dan pemberantasan penyakit merupakan prioritas pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pencegahan dan pemberantasan penyakit merupakan prioritas pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencegahan dan pemberantasan penyakit merupakan prioritas pembangunan kesehatan masyarakat di Indonesia. Tantangan baru muncul dengan adanya potensi terjangkitnya kembali

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat Indonesia ditentukan oleh banyak faktor, tidak hanya ditentukan oleh pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana prasarana kesehatan saja,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kejadian Rabies di Indonesia yang berstatus endemis Rabies, kini menjadi tantangan bagi pencapaian target Indonesia bebas Rabies pada 2015. Guna penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue/dbd merupakan salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG Volume, Nomor, Tahun 0, Halaman 535-54 Online di http://ejournals.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN

Lebih terperinci

Konsep Penyebab Penyakit (orang, tempat dan, waktu) PERTEMUAN 5 Ira Marti Ayu KESMAS/ FIKES

Konsep Penyebab Penyakit (orang, tempat dan, waktu) PERTEMUAN 5 Ira Marti Ayu KESMAS/ FIKES Konsep Penyebab Penyakit (orang, tempat dan, waktu) PERTEMUAN 5 Ira Marti Ayu KESMAS/ FIKES KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan karakter orang-tempat waktu dari suatu permasalahan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Eliminasi Malaria di Daerah; BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 67 TAHUN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembangunan nasional dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, yang pada hakekatnya merupakan upaya penyelenggaraan kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung

Lebih terperinci

KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI. Putri Ayu Utami S. Kep, Ns.

KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI. Putri Ayu Utami S. Kep, Ns. KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI Putri Ayu Utami S. Kep, Ns. Pengertian Epidemiologi berasal dari kata Yunani yaitu: Epi : Di antara / di atas / tentang Demos : Masyarakat Logos : Ilmu / Doktrin Ilmu yang mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis. iklim tropis ini hanya memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan juga musim kemarau. Disaat pergantian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK, PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK, Menimbang : a. bahwa Kota Pontianak merupakan wilayah endemis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap individu masyarakat yang harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk memproteksi masyarakatnya

Lebih terperinci

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE

INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE INFORMASI UMUM DEMAM BERDARAH DENGUE I. Kondisi Umum Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota

Lebih terperinci

Pengantar Epidemiologi. Aria Gusti, SKM, M.Kes Created for : Akbid PBH Batusangkar

Pengantar Epidemiologi. Aria Gusti, SKM, M.Kes Created for : Akbid PBH Batusangkar Pengantar Epidemiologi Aria Gusti, SKM, M.Kes Created for : Akbid PBH Batusangkar What is Epidemiology? EPI = tentang DEMOS = masyarakat/rakyat LOGOS = ilmu pengetahuan Epidemiologi adalah studi yang mempelajari

Lebih terperinci

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penyakit demam dengue atau demam berdarah merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella sp. Demam tifoid merupakan masalah yang serius di negara berkembang,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditularkan dari orang ke orang oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit DBD banyak

Lebih terperinci

KLB KERACUNAN PANGAN

KLB KERACUNAN PANGAN STRATEGI PENANGGULANGAN KLB KERACUNAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Roy Sparringa dan Winiati P. Rahayu Agenda presentasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang lebih dikenal dengan singkatan DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan merupakan vector borne disease

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL EPIDEMIOLOGI PM (EMERGING INFECTIOUS DISEASE, PENCEGAHAN DAN JUNE 18, 2016 PENANGGULANGAN PM, HERD IMMUNITY)

LATIHAN SOAL EPIDEMIOLOGI PM (EMERGING INFECTIOUS DISEASE, PENCEGAHAN DAN JUNE 18, 2016 PENANGGULANGAN PM, HERD IMMUNITY) JUNE 18, 2016 LATIHAN SOAL EPIDEMIOLOGI PM (EMERGING INFECTIOUS DISEASE, PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PM, HERD IMMUNITY) ADE HERYANA UNIVERSITAS ESA UNGGUL jakarta EMERGING INFECTIOUS DISEASE & WABAH

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2 No.1866, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Hewan. Penyakit. Pemberantasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI HERD IMMUNITY

LANDASAN TEORI HERD IMMUNITY LANDASAN TEORI HERD IMMUNITY Sub Topik Kuliah Epidemiologi Penyakit Menular Universitas Esa Unggul Jakarta, November 2015 Oleh: Ade Heryana LANDASAN TEORI HERD IMMUNITY Oleh: Ade Heryana Terdapat 3 teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit cacar ular telah terjadi dari waktu ke waktu selama ribuan tahun, penyakit cacar muncul disebabkan oleh virus cacar yang muncul dalam populasi manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health Organization (WHO) menyatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB

Lebih terperinci

Dengan maraknya wabah DBD ini perlu adanya suatu penelitian dan pemikiran yang

Dengan maraknya wabah DBD ini perlu adanya suatu penelitian dan pemikiran yang BAB I Pendahuluan Dari sisi pandang WHO, Demam Berdarah Dengue (selanjutnya disingkat DBD) telah menjadi salah satu penyakit yang tergolong epidemik dan endemik serta belum ditemukan obatnya. Sejak tahun

Lebih terperinci

KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI ORANG TEMPAT WAKTU

KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI ORANG TEMPAT WAKTU KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI ORANG TEMPAT WAKTU NAMA KELOMPOK 2 : 1) Mila Kurniawati (2014-36-055) 2) Irchamna Nurul Jannah (2014-36-051) 3) Fifin Eka Fitriyanti (2014-36-066) 4) Sudarsih (2014-36-028) 5)

Lebih terperinci

PENGANTAR INVESTIGASI KLB KERACUNAN PANGAN

PENGANTAR INVESTIGASI KLB KERACUNAN PANGAN PENGANTAR INVESTIGASI KLB KERACUNAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Roy Sparringa dan Winiati P. Rahayu Agenda Presentasi

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa malaria merupakan penyakit

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG WABAH TENTANG WABAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG WABAH TENTANG WABAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN.. TENTANG WABAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN PENFUI PERIODE PEBRUARI 2012

LAPORAN HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN PENFUI PERIODE PEBRUARI 2012 LAPORAN HASIL PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KEJADIAN LUAR BIASA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN PENFUI PERIODE PEBRUARI 2012 I. Pendahuluan A. Latar Belakang Penyakit DBD termasuk salah satu emerging

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. utama kematian balita di Indonesia dan merupakan penyebab. diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. utama kematian balita di Indonesia dan merupakan penyebab. diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah dunia sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak terutama di negara berkembang, dengan perkiraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengeu Hemorragic Fever (DHF) saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyebabnya adalah gaya hidup dan lingkungan yang tidak sehat. Murwanti dkk,

BAB I PENDAHULUAN. penyebabnya adalah gaya hidup dan lingkungan yang tidak sehat. Murwanti dkk, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai jenis penyakit semakin banyak yang muncul salah satu penyebabnya adalah gaya hidup dan lingkungan yang tidak sehat. Murwanti dkk, (2013: 64) menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan lingkungan hidup dapat mempengaruhi perubahan pola penyakit yang dapat menimbulkan epidemik dan membahayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Campak yang dikenal sebagai Morbili atau Measles, merupakan penyakit yang sangat menular (infeksius) yang disebabkan oleh virus, 90% anak yang tidak kebal akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Sepuluh Besar Penyakit Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Tahun 2010 di Idonesia (Kemenes RI, 2012)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Sepuluh Besar Penyakit Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Tahun 2010 di Idonesia (Kemenes RI, 2012) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kesehatan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia, termasuk anakanak. Setiap orang tua mengharapkan anaknya tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal sesuai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tanda-tanda awal berupa salesma disertai konjungtivitis, sedangkan tanda khas

BAB 1 : PENDAHULUAN. tanda-tanda awal berupa salesma disertai konjungtivitis, sedangkan tanda khas BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala bercak kemerahan berbentuk makulo popular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya didahului panas badan 38

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, sebab makanan yang kita makan bukan saja harus memenuhi gizi tetapi harus juga aman dalam

Lebih terperinci

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PELAKSANAAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN TALISE KECAMATAN PALU TIMUR KOTA PALU 1) DaraSuci 2) NurAfni Bagian Epidemiologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular infeksi yang disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui nyamuk. Penyakit ini merupakan penyakit yang timbul di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang utamanya menyerang saraf tepi, dan kulit,

Lebih terperinci