BAB I PENDAHULUAN. Banyak ilmuwan politik sepakat bahwa kondisi penting untuk. menyukseskan transisi menuju demokrasi adalah pemilu.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Banyak ilmuwan politik sepakat bahwa kondisi penting untuk. menyukseskan transisi menuju demokrasi adalah pemilu."

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Masalah Banyak ilmuwan politik sepakat bahwa kondisi penting untuk menyukseskan transisi menuju demokrasi adalah pemilu. Pemilu memang penting, tetapi belumlah cukup. Karena itu, Robert Dahl, mensyaratkan delapan jaminan institusional yang diperlukan untuk demokrasi. 1 Delapan jaminan institusional itu adalah (1) kebebasan untuk membentuk dan mengikuti organisasi; (2) kebebasan berekspresi; (3) hak memberikan suara; (4) eligibilitas untuk menduduki jabatan publik; (5) hak para pemimpin politik untuk berkompetisi secara sehat merebut dukungan dan suara; (6) tersedianya sumber-sumber informasi alternatif; (7) pemilu yang bebas dan adil; dan (8) institusi-institusi untuk menjadikan kebijakan pemerintah tergantung pada suara-suara rakyat. Pemilu mengkondisikan terselenggaranya mekanisme pemerintahan secara tertib, teratur, berkesinambungan, dan berjalan damai yang kesemuanya itu akan mengembangkan terbinanya masyarakat yang dapat menghormati pendapat orang lain. 2 Bicara soal pemilu mestilah menyinggung sistem pemilu, sistem pemilu adalah seperangkat metode yang mengatur warga negara memilih para wakilnya. Dalam suatu lembaga perwakilan rakyat, seperti lembaga legislatif atau DPR/DPRD, sistem pemilihan ini bisa berupa seperangkat metode untuk menstransfer suara pemilih ke dalam suatu kursi di lembaga legislatif atau 1 Robert Dahl, Perihal Demokrasi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2001, hal Ipong S. Azhar, Benarkah DPR Mandul, Bigraf Publising: Yogyakarta, 1997, hal. 5.

2 parlemen. Sistem pemilu pula yang membantu kita untuk dapat membayangkan bagaimana kinerja dari anggota legislatif yang dihasilkannya di lembaga legislatif. Kajian mengenai hubungan wakil dengan yang diwakili lahir dari asumsi bahwa faktor-faktor hubungan wakil dengan yang diwakili mempengaruhi proses demokratisasi suatu Negara. Hal ini disebabkan terjadinya hubungan yang tidak ideal antara dua variabel tersebut. Apa yang dimaksud tidak ideal disini adalah bahwa anggota legislatif sering tidak berperan sebagai wakil dari rakyat yang diwakilinya (konstituen). Pada tahun 1999, dengan runtuhnya rezim Orde Baru sejak gerakan reformasi dicanangkan oleh para reformis memberikan kejutan dalam pelaksanaan pemilu 1999 yaitu munculnya kembali fenomena multipartai yang selama ini dianggap telah terkubur di bawah reruntuhan Orde Lama. Reformasi politik di akhir abad ke-20 ternyata benar-benar mengubah sama sekali iklim politik masyarakat Indonesia setelah tiga dasawarsa tertekan secara sistematis oleh kebijakan represif Soeharto. Iklim politik baru ini dengan cepat mengubah rasa frustasi dan dendam terhadap rezim Soeharto dalam bentuk ledakan partisipasi di segala bidang. Partai politik adalah salah satu bidang yang menjadi sarana penyaluran rasa kekecewaan yang nyaris tak tertahankan tersebut. Kebijakan partai politik Presiden Habibie mengubah sama sekali format politik Indonesia dari sistem partai dominan ke sistem multipartai. Munculnya partai-partai politik baru dalam jumlah yang sulit dinalar dengan akal sehat adalah wujud protes keras dari masyarakat politik yang tertekan selama puluhan tahun. Satu hal yang sangat membedakan pemilu 1999 dengan pemilu yang sebelumnya sejak 1971 adalah pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak sekali peserta. Peserta

3 pemilu 1999 adalah 48 partai politik ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai. 3 Berikut disampaikan tabel daftar partai politik peserta pemilu Tabel 1 Partai Politik Peserta Pemilu 1999 No Nama Partai Politik No Nama Partai Politik 1. Partai Indonesia Baru 25. Partai Nahdatul Ummat 2. Partai Kristen Nasional Indonesia 26. Partai Nasional Indonesia - Front Marhaenis 3. Partai Nasional Indonesia - Supeni 27. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia 4. Partai Aliansi Demokrat Indonesia 28. Partai Republik 5. Partai Kebangkitan Muslim Indonesia 29. Partai Islam Demokrat 6. Partai Ummat Islam 30. Partai Nasional Indonesia - Massa Marhaen 7. Partai Kebangkitan Ummat 31. Partai Musyawarah Rakyat Banyak 8. Partai Masyumi Baru 32. Partai Demokrasi Indonesia 9. Partai Persatuan Pembangunan 33. Partai Golongan Karya 10. Partai Syarikat Islam Indonesia 34. Partai Persatuan 11. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 35. Partai Kebangkitan Bangsa 12. Partai Abul Yatama 36. Partai Uni Demokrasi Indonesia 13. Partai Kebangsaan Merdeka 37. Partai Buruh Nasional 14. Partai Demokrasi Kasih Bangsa 38. Partai Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong 15. Partai Amanat Nasional 39. Partai Daulat Rakyat 16. Partai Rakyat Demokratik 40. Partai Cinta Damai 17. Partai Syarikat Islam Indonesia Partai Keadilan dan Persatuan 3 www. kpu.go.id, Rabu, 25 Januari 2006.

4 18. Partai Katolik Demokrat 42. Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia 19. Partai Pilihan Rakyat 43. Partai Nasional Bangsa Indonesia 20. Partai Rakyat Indonesia 44. Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia 21. Partai Politik Islam Indonesia Masyumi 45. Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia 22. Partai Bulan Bintang 46. Partai Nasional Demokrat 23. Partai Solidaritas Pekerja 47. Partai Ummat Muslimin Indonesia 24. Partai Keadilan 48. Partai Pekerja Indonesia Sumber: Diolah dari Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara Dengan bergulirnya era reformasi sekaligus memberikan harapan pada perubahan pola hubungan wakil dengan yang diwakili yang lebih seimbang atau ideal yang selama ini telah terjadi pola yang kurang seimbang atau bahkan terjadi hegemoni partai politik terhadap anggota legislatif selama masa pemerintahan Orde Baru dengan mesin politiknya Golkar, sehingga anggota legislatif tidak menjalankan fungsinya sebagai pemegang mandat rakyat. Pada pemilu 1999 sistem pemilu yang dipakai adalah proporsional dengan stelsel daftar atau yang sering disebut dengan sistem proporsional daftar calon tertutup, dan penentuan calon terpilih berdasarkan perolehan suara terbesar/terbanyak pada setiap daerah pemilihan yaitu kabupaten/kota. Pemilu 1999 di Sumatera Utara menempatkan PDIP sebagai pemenang pertama dan partai Golkar sebagai pemenang kedua. ini terlihat dari perolehan kursi partai politik hasil pemilu 1999 di DPRD Sumatera Utara. Berikut disampaikan tabel perolehan kursi partai politik hasil pemilu 1999 di DPRD Sumatera Utara.

5 Tabel 2 Perolehan Kursi Partai Politik hasil Pemilu 1999 di DPRD Sumatera Utara No Nama Partai Jumlah Kursi 1. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Partai Golongan Karya Partai Persatuan Pembangunan 8 4. Partai Amanat Nasional 7 5. Partai Demokrasi Kasih Bangsa 2 6. Partai Keadilan dan Persatuan 1 7. Partai Bulan Bintang 1 8. Partai Keadilan 1 9. Partai Kebangkitan Bangsa Partai Buruh Nasional Partai Katolik Demokrat Partai Kristen Nasional Partai Cinta Damai Partai Nasional Indonesia - Front Marhaenis ABRI 9 JLH 80 Sumber: Diolah dari Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara Namun, pemilu 1999 membawa kekecewaan yang besar kepada rakyat Karena tidak mampu memenuhi harapan rakyat, karena ternyata arah kebijakan DPRD Sumatera Utara hasil pemilu 1999, lebih berorientasi pada kekuasaan ketimbang rakyat. Hal itu dapat dilihat dari kebijakan yang dihasilkan oleh

6 institusi tersebut. Secara umum dapat disimpulkan bahwa mayoritas produk kebijakan DPRD Sumatera Utara selama periode kurang berorientasi pada kepentingan rakyat. Hal itu dapat dibuktikan dari 59 Perda yang dihasilkan selama lima tahun oleh DPRD. Berikut disampaikan tabel rekapitulasi Perda Sumatera Utara Tahun Tabel 3 Rekapitulasi Peraturan Daerah Sumatera Utara Tahun NO. NOMOR PERDA NAMA PERDA KET 1 1 Tahun 2000 Perubahan Ketiga Peraturan Daerah Sumatera Utara No 1 Tahun 1985 Tentang Pembinaan Pemboran dan Pemakaian Air Bawah Tanah 2 2 Tahun 2000 Wajib Latih Tenaga Kerja dan Iuran Wajib Latih Tenaga Kerja Bagi Perusahaan di Sumatera Utara 3 3 Tahun 2000 Pengupayaan Pemberian Keja Kepada Pengangguran dan Setengah Pengangguran 4 4 Tahun 2000 Penerimaan Sumbangan Pihak ke tiga Kepada Pemerintah Propinsi Sumatera Utara 5 5 Tahun 2000 Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Arsip Daerah Sumatera Utara 6 6 Tahun 2000 Penetapan Perubahan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2000/ Tahun 2001 Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara 8 2 Tahun 2001 Penetapan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2001/ Tahun 2001 Penetapan Sisa Perhitungan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2000/ Tahun 2001 Rencana Tata Ruang Wilayah Sumatera Utara 11 5 Tahun 2001 Pemakaian Mess Milik Pemerintah Propinsi Sumatera Utara di Jalan Jambu No.29 Jakarta 12 6 Tahun 2001 Rapenda Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Sumatera Utara 13 7 Tahun 2001 Ranperda Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pendidikan dan Latihan Sumatera Utara 14 8 Tahun 2001 Ranperda Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor

7 Penghubung Pemerintah Propinsi Sumatera Utara 15 9 Tahun 2001 Ranperda Tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam Bidang Perkebunan Kepada Pemerintah Kabupaten/Kota Tahun 2001 Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2001 Penetapan Perubahan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2001/ Tahun 2002 Perubahan Kedua Perda No.13 Tahun 1991 Tentang Pajak Kendaraan Bermotor 19 2 Tahun 2002 Penetapan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2002/ Tahun 2002 Kedudukan Protokoler Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPRD Sumatera Utara 21 4 Tahun 2002 Penunjukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang Melakukan Pelanggaran Perda Sumatera Utara yang Memuat Ketentuan Pidana 22 5 Tahun 2002 Penggunaan Bahasa Indonesia pada Papan Nama, Papan Petunjuk, Kain Rentang dan Reklame di Sumatera Utara 23 6 Tahun 2002 Retribusi Prakualifikasi dan Retribusi Dokumen Pemborongan 24 7 Tahun 2002 Izin Trayek Mobil Bus Umum dan Anggkutan Mobil Penumpang Umum untuk Jaringan Trayek antar Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara 25 8 Tahun 2002 Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C di Sumatera Utara 26 9 Tahun 2002 Pelaksanaan Iuran Pelayanan Irigasi di Sumatera Utara Tahun 2002 Penetapan Sisa Perhitungan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2001/ Tahun 2002 Perubahan Kedua Perda No.4 Tahun 1990 tentang Tarif Pelayanan Rumah Sakit Pemerintah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2002 Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pembangunan Masyarakat Desa Sumatera Utara Tahun 2002 Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Pemerintah Sumatera Utara Bagi Peserta PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia dan Anggota Keluarganya Tahun 2002 Pengendalian dan Penertiban Peredaran Minuman Keras di Sumatera Utara Tahun 2002 Retribusi Jasa Pemberian Pekerjaan di Sumatera Utara Tahun 2002 Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Bina Sosial Politik Propinsi Sumatera

8 Utara Tahun 2002 Pembubaran Perusahaan Daerah Sandang Propinsi Sumatera Utara Tahun 2002 Penetapan Perubahan APBD Propinsi Sumatera Utara 36 1 Tahun 2003 Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pekerjaan Umum Bina Marga, Pekerjaan Umum Cipta Karya, Pertambangan Bahan Galian Golongan C, Sosial, Tenaga Kerja, Perumahan, dan Kehutanan Kepada Kabupaten Simalungun 37 2 Tahun 2003 Penetapan APBD Sumatera Utara Tahun Anggaran 2003/ Tahun 2003 Penetapan Sisa Perhitungan APBD Tahun Anggaran 2002/ Tahun 2003 Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pengolahan Data Elektronik Propinsi Sumatera Utara 40 5 Tahun 2003 Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Pengusaan, dan Bekas Sungai di Sumatera Utara 41 6 Tahun 2003 Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara di Bidang Perumahan kepada Pemerintak Kabupaten/Kota 42 7 Tahun 2003 Perubahan Kedua Perda No.5 Tahun 1985 Tentang Pengaturan Pengusahaan Usaha Rekreasi dan Hiburan Umum di Sumatera Utara 43 8 Tahun 2003 Perubahan Kedua Perda No.17 Tahun 1989 Tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam Bidang Kepariwisataan Kepada Pemerintah Daerah Medan, Karo, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, dan Nias 44 9 Tahun 2003 Pemakaian Tanah Jalan Yang Dikuasai Pemerintah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2003 Pemakaian Tanah-tanah Pengairan di Sumatera Utara Tahun 2003 Penetapan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2003/ Tahun 2004 Penetapan APBD Propinsi Sumatera Utara 48 2 Tahun 2004 Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara dalam Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pekerjaan Umum Pengairan, Pekerjaan umum Bina Marga, Pekerjaan Umum Cipta Karya, Pertambangan Bahan Galian Golongan C, Sosial, Tenaga Kerja

9 dan Kehutanan Kepada Kotamadya Medan, Kabupaten Asahan, Langkat, Deli Serdang, dan Labuhan Batu 49 3 Tahun 2004 Insentif/Uang Perangsang Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 50 4 Tahun 2004 Perubahan Kedua Perda No.12 Tahun 1987 Tentang Pemanfaatan dan Penyaluran Benih Ikan dari Benih Ikan Milik Pemerintah Propinsi Sumatera Utara 51 5 Tahun 2004 Perubahan Ketiga Perda No. 26 Tahun 1980 Tentang Pemeriksaan dan Pengujian Mutu hasil Perikanan di Sumatera Utara 52 6 Tahun 2004 Perubahan Kedua Perda No.12 Tahun 1987 tentang Pemanfaatan dan Penyaluran Benih Ikan dari Balai Benih Ikan Milik Pemerintah Propinsi Sumatera Utara 53 7 Tahun 2004 Kedudukan Keuangan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPRD Sumatera Utara 54 8 Tahun 2004 Pembuatan dan Penguasaan Tambak di Sumatera Utara 55 9 Tahun 2004 Penetapan Nota Perhitungan APBD Tahun Anggaran 2003/ Tahun 2004 Perubahan Kedua Perda No.3 Tahun 1989 tentang Izin Penimbunan dan Penyimpanan Bahan Bakar Minyak Tahun 2004 Perubahan Ketiga Perda No.2 Tahun 1983 tentang Pemberian Izin dan Pemungutan Retribusi Pemakaian Alat Berat dan Kendaraan Milik atau di Bawah Penguasaan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara Tahun 2004 Pemakaian Balai Pendidikan dan Latihan Dinas Lalu Lintas dan Angutan Jalan Raya Propinsi Sumatera Utara Tahun 2004 Pelestarian Tanaman Tembakau Deli pada Sebagian Areal HGU PTPN II di Propinsi Sumatera Utara Sumber : Diolah dari Sekwan DPRD Sumatera Utara Pemilu 2004 adalah pemilu yang kesembilan yang telah dilaksanakan di republik ini, pemilu 2004 seperti halnya pada pemilu 1955, juga dilaksanakan dalam beberapa kali pemungutan suara, yaitu pada 5 April 2004 untuk memilih anggota legislatif nasional maupun lokal, 5 Juli 2004 untuk memilih secara langsung presiden dan wakil presiden pada putaran pertama, dan 20 September 2004 untuk pemilihan presiden dan wakil presiden pada putaran kedua. Pemilu

10 legislatif 2004 tidak jauh berbeda dengan pemilu 1999, ini tampak pada banyaknya jumlah partai politik yang menjadi peserta pada pemilu tersebut, berikut disampaikan tabel daftar partai politik peserta pemilu legislatif Tabel 4 Partai Politik Peserta Pemilu Legislatif 2004 No Nama Partai Politik 1. PNI Marhaenisme 2. Partai Buruh Sosial Demokrat 3. Partai Bulan Bintang 4. Partai Merdeka 5. Partai Persatuan Pembangunan 6. Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan 7. Partai Perhimpunan Indonesia Baru 8. Partai Nasional Banteng Kemerdekaan 9. Partai Demokrat 10. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 11. Partai Penegak Demokrasi Indonesia 12. Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia 13. Partai Amanat Nasional 14. Partai Karya Peduli Bangsa 15. Partai Kebangkitan Bangsa 16. Partai Keadilan Sejahtera 17. Partai Bintang Reformasi 18. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 19. Partai Damai Sejahtera 20. Partai Golongan Karya 21. Partai Patriot Pancasila

11 22. Partai Sarikat Indonesia 23. Partai Persatuan Daerah 24. Partai Pelopor Sumber: Diolah dari Komisi Pemilihan Umum Sumatera Utara Pada pemilu 2004, rakyat kembali diyakinkan bahwa dengan sistem proporsional daftar calon terbuka dalam pemilu legislatif (DPR dan DPRD), rakyat memiliki peluang untuk memilih orang yang dikenal dan dipercaya. 4 Demikian juga pemilihan presiden, pertama kali dalam sejarah Indonesia, rakyat diberi kepercayaan untuk menentukan Presiden yang mereka kehendaki secara langsung. Hal ini melahirkan harapan baru dan optimisme bahwa pemilu 2004 berbeda dengan pemilu sebelumnya. 5 Partai politik yang berhak menjadi peserta pada pemilu 2004 adalah yang memenuhi electoral threshold yaitu sekurangkurangnya 2 % kursi di DPR atau 3 % kursi di DPRD. Kemenangan PDIP pada pemilu 1999 di Sumatera Utara ternyata tidak dapat dipertahankan pada pemilu secara umum faktor yang diduga menyebabkan kekalahan PDIP, adalah kinerja anggota dewan dari PDIP yang sangat mengecewakan kurang berpihak pada wong cilik. Sehingga, pemilu kedua setelah reformasi ini justru mengembalikan lagi dominasi Golkar di Sumatera Utara baik di propinsi maupun di beberapa kabupaten/kota. Dalam konteks kemenangan Golkar di Sumatera Utara, kemungkinan ada beberapa faktor, yaitu: 1. Akibat kegagalan partai-partai yang mengklaim reformis untuk tampil lebih baik dalam memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat. 4 UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. 5 UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

12 2. kondisi ekonomi yang masih corat marut, membuat sebagian rakyat merindukan masa lalu yang dianggapnya lebih baik, sehingga kemudian mereka memberikan dukungannya kepada Golkar. 3. konsolidasi Golkar yang dilakukan secara intens dengan mendatangi masyarakat melalui koordinator-koordinator wilayahnya. Berikut disampaikan tabel hasil pemilu legislatif di Propinsi Sumatera Utara. Tabel 5 Persentase Jumlah Suara dan Kursi Partai Politik Pada Pemilu Legislatif 2004 Sumatera Utara. No Nama Partai Politik Jumlah Jumlah % % Kursi Suara Kursi Suara 1 Partai Golongan Karya ,35 20,76 2 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ,29 14,85 3 Partai Demokrat ,76 7,23 4 Partai Keadilan Sejahtera ,41 7,18 5 Partai Amanat Nasional ,41 5,97 6 Partai Persatuan Pembangunan ,41 7,19 7 Partai Damai Sejahtera ,06 6,02 8 Partai Bintang Reformasi ,88 4,22 9 Partai Bulan Bintang ,53 2,64

13 10 Partai Perhimpunan Indonesia Baru ,18 2,80 11 Partai Nasional Banteng Kemerdekaan ,18 2,21 12 Partai Patriot Pancasila ,18 2,33 13 Partai Pelopor ,18 1,80 14 Partai Buruh Sosial Demokrat ,18 1,93 JLH ,82 87,13 Sumber: Diolah dari Komisi Pemilihan Umum Sumut Secara ideal, anggota DPRD (legislatif) yang mewakili kelompok masyarakat dari suatu daerah pemilihan, tugas pokoknya adalah menyerap, menampung dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingan konstituennya untuk menjadi suatu kebijakan (baik Perda maupun APBD) atau dalam bentuk lainnya. Anggota DPRD merupakan corong bagi konstituennya agar berbagai masalah serta kepentingan mereka terpenuhi. Aspirasi dan permasalahan konstituen secara maksimal direspon yang kemudian tercermin dalam pelaksanaan tiga fungsi para anggota dewan, yaitu membuat legislasi, melakukan kontrol terhadap pemerintah, dan menyusun anggaran (APBN bagi DPR) dan (APBD bagi DPRD). 6 Sebaliknya,melalui para wakilnya, konstituen dapat mempelajari dan memahami permasalahan-permasalahan yang dihadapi bangsa secara nasional baik yang terjadi di pusat maupun daerah. Di Indonesia, yang menjadi masalah hubungan wakil dengan yang diwakili adalah belum adanya pola yang jelas antara wakil dengan yang diwakili 6 Pasal 25 UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

14 diakibatkan tidak adanya aturan yang mengatur hubungan tersebut. Masalah hubungan wakil dengan yang diwakili dalam parlemen menjadi isu dan sekaligus menjadi persoalan yang baik untuk dikaji dalam kehidupan politik Indonesia khususnya di Sumatera Utara. Permasalahan hubungan wakil dengan yang diwakili dalam kehidupan politik Indonesia merupakan isu keadilan politik yang perlu perhatian oleh pemerintah, legislatif, dan partai politik maupun masyarakat. Rendahnya hubungan wakil dengan yang diwakili dalam parlemen merupakan penghambat terjadinya demokrasi perwakilan secara substansial. Karena keadaan seperti itu maka kebijakan-kebijakan yang dihasilkan menjadi kurang berpihak kepada kepentingan rakyat pemilih atau konstituen. Dalam konteks yang demikian, pemilu 2004 yang memilih langsung orang-orang yang akan duduk di legislatif akan menjadi penting maknanya khususnya tentang hubungan wakil dengan yang diwakili dalam proses demokratisasi di Indonesia khususnya di Sumatera Utara. Sehingga penulis merasa tertarik untuk meneliti masalah bagaimana kondisi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara dengan mengangkat judul Hubungan Wakil dengan Yang Diwakili (Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Sumatera Utara Periode dengan Periode ). 2. Perumusan Masalah Bertitik tolak pada latar belakang masalah yang menjelaskan mengenai kondisi hubungan wakil dengan yang diwakili di Indonesia khususnya di DPRD Sumatera Utara, maka penelitian ini menekankan pada permasalahan hubungan

15 wakil dengan yang diwakili dengan perumusan masalah yaitu: Bagaimanakah hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara dan Faktor apa sajakah yang mempengaruhi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara? 3. Pembatasan Masalah Suatu penelitian membutuhkan pembatasan masalah dengan tujuan untuk dapat menghasilkan uraian yang sistematis dan tidak melebar. Maka batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini hanya dilakukan di DPRD Sumatera Utara dan hanya melibatkan anggota DPRD Sumatera Utara yang pernah terpilih pada periode dan periode Permasalahan yang dibahas yaitu kondisi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara perode dengan membandingkannya pada periode Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian: 1. Untuk mengetahui kondisi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara periode dan membandingkannya pada periode Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi hubungan wakil dengan yang diwakili di DPRD Sumatera Utara. Manfaat Penelitian:

16 1. Bagi penulis, sebagai hasil penelitian di bidang ilmu politik, khususnya mengenai hubungan wakil dengan yang diwakili dan sebagai tugas akhir pra wisuda. 2. Bagi FISIP USU sebagai referensi bagi mahasiswa Departemen Ilmu Politik khususnya yang tertarik dengan studi partai politik, pemilu dan perwakilan politik. 2. Bagi DPRD Sumatera Utara sebagai bahan masukan dan memberikan informasi yang digunakan sebagai pertimbangan dalam menyuarakan aspirasi dan kepentingan masyarakat pemilih di Sumatera Utara. 5. Kerangka Teori 5.1. Sistem Pemilihan Umum Pengertian Pemilu Memilih sebagian rakyat untuk menjadi pemerintah adalah suatu proses dan kegiatan yang seyogyanya merupakan hak semua rakyat yang kelak diperintah oleh orang-orang yang terpilih itu. Proses dan kegiatan memilih itu disederhanakan penyebutannya menjadi pemilihan. Dalam hal pemilihan itu semua rakyat harus ikut tanpa dibedabedakan, maka dipakailah sebutan pemilihan umum disingkat pemilu. 7 Pemilihan umum adalah pranata terpenting dalam tiap Negara demokrasi, pranata ini berfungsi untuk memenuhi tiga prinsip pokok demokrasi, yaitu kedaulatan rakyat, keabsahan pemerintahan, dan pergantian pemerintahan secara teratur. 8 7 Donald Parulian, Menggugat Pemilu, PT. Penebar Swadaya, Jakarta, 1997, hal Tim Peneliti Sistem Pemilu, Sistem Pemilu di Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1998, hal. 2.

17 Ketiga prinsip ini bertujuan untuk menjamin terjaganya dan terlaksananya citacita kemerdekaan, mencegah bercokolnya kepentingan tertentu di dalam tubuh pemerintah atau digantikannya kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan penguasa. Jika sebagian besar atau seluruh kelompok sosial-politik yang ada dalam masyarakat terwakili dalam lembaga legislatif di pusat dan daerah, terpenuhilah prinsip kedaulatan rakyat itu. Selanjutnya, jika mekanisme pemilihan wakil rakyat pada lembaga legislatif berjalan sebagaimana mestinya, terpenuhi pulalah sebagian besar prinsip keabsahan pemerintah. Jika keabsahan pemerintah mensyaratkan diselenggarakannya pemilu sebagaimana mestinya. Mensyaratkan adanya pergantian pemerintah secara teratur. Pemilu mengkondisikan terselenggaranya mekanisme pemerintahan secara tertib, teratur, berkesinambungan dan berjalan damai yang kesemuannya itu akan mengembangkan terbinanya masyarakat yang dapat menghormati pendapat orang lain. 9 Pemilu berhubungan erat dengan demokrasi karena sebenarnya pemilu merupakan salah satu cara pelaksanaan demokrasi. Seperti diketahui bahwa pada zaman modern ini dapat dikatakan tidak ada satu Negara pun yang dapat melaksanakan demokrasinya secara langsung dalam arti dilakukan oleh seluruh rakyatnya. Karena terlalu luasnya wilayah dan begitu besarnya jumlah penduduk, demokrasi yang dipergunakan oleh Negara-negara modern adalah demokrasi tak langsung atau demokrasi perwakilan. 9 Ipong S. Azhar, Loc.Cit.

18 Di dalam demokrasi perwakilan ini hak-hak rakyat untuk menentukan haluan Negara dilakukan oleh sebagian kecil dari seluruh rakyat yang menempati lembaga legislatif yang disebut parlemen, yang dipilih melalui proses pemilu Pengertian Sistem Pemilu Bicara soal pemilu mestilah menyinggung sistem pemilu, sistem pemilu adalah seperangkat metode yang mengatur warga negara memilih para wakilnya. Dalam suatu lembaga perwakilan rakyat, seperti lembaga legislatif atau DPR/DPRD, sistem pemilihan ini bisa berupa seperangkat metode untuk menstransfer suara pemilih ke dalam suatu kursi di lembaga legislatif atau parlemen. Sistem pemilu pula yang membantu kita untuk dapat membayangkan bagaimana kinerja dari anggota legislatif yang dihasilkannya di lembaga legislatif Jenis-jenis Sistem Pemilu IDEA (International Democratic Electoral Assistance) membagi menjadi tiga keluarga besar sistem pemilihan, yaitu plurality-majority, semi proportional, dan proportional. Dari ketiganya terdapat sembilan turunan, yaitu First Past The Post (FPTP), Block Vote (BV), Alternative Vote (AV), Two-Round System (TRS) yang masuk ke dalam keluarga plurality-majority: Parallel System, dan Single Non-Transferable Vote (SNTV), yang masuk ke dalam keluarga sistem semi proporsional: List Proportional, Mixed Member Proportional (MMP), dan Single Transferable Vote (STV) yang masuk ke dalam keluarga sistem proporsional. 11 Berikut disampaikan skema keluarga sistem pemilu. 10 Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hal Sugeng Sarjadi dan Sukardi Rinakit, Membaca Indonesia, SSS, Jakarta, hal

19 Skema 1 Keluarga Sistem Pemilihan Umum Plurality-Majority Semi PR Proportional Representation (PR) FPTP AV PS SNTV List PR BV TRS MMP STV Keterangan: FPTP First Past The Post; BV Block Vote; AV Alternative Vote; TRS Two-Round System; PS Parallel System ; SNTV Single Non-Transferable Vote; List PR List Proportional Representation; MMP Mixed Member Proportional; STV Single Transferable Vote Sumber: Sugeng Sarjadi dan Sukardi Rinakit, Membaca Indonesia, Jakarta SSS, A. Sistem Plurality-Majority Dalam sistem pluralitiy-majority, untuk dapat terpilih dalam suatu daerah pemilihan (distrik), sesorang kandidat atau beberapa orang kandidat harus memenangkan jumlah tertinggi (terbanyak) dari suara yang ada (yang sah) atau dalam beberapa varian, mayoritas dari suara sah dalam wilayah pemilihan (distrik). Varian sistem plurality-majority meliputi: a. First Past The Post (FPTP) b. Block Vote atau Party Block Vote c. Alternative Vote (AV) d. Two Round System.

20 Sistem plurality-majority merupakan penyebutan lain atas majoritarian formula. Formula majoritarian di Indonesia dikenal dengan sistem distrik. Formula majoritarian pada dasarnya terdiri dari dua bentuk. Pertama, formula pluralitas yaitu formula paling sederhana dari dari formula majoritarian. Beberapa formula yang biasa dipakai untuk menujukan formula pluralitas adalah the first Past the Post (relative majority atau simple plurality). Formula pluralitas ini biasa dipakai dalam pemilihan wakil tunggal (seperti pemilihan presiden, gubernur, walikota, dsb) atau pemilihan badan perwakilan rakyat. Pemenang pemilihan adalah seorang kandidat yang mendapatkan suara paling banyak tanpa memperhatikan hasil mayoritas. Jika formula the first past the post digunakan dalam single-member district system, maka formula Block Vote digunakan untuk multi-member district. Pemilih memiliki suara sebanyak kursi yang akan diisi dan bebas mempergunakan/memanfaatkan hak suara, apakah sejumlah kursi yang diperebutkan ataupun tidak. Pemilih biasanya bebas memilih kandidat tanpa menghiraukan afiliasi partai politik kandidat tersebut. Kandidat-kandidat yang memiliki suara paling banyak akan secara otomatis berhak mengisi kursi tersebut tanpa memperhatikan persentase suara yang mereka dapat. Masalahnya adalah pemenang tidak berarti pemilik suara mayoritas, padahal demokrasi mengutamakan suara mayoritas. Kedua, formula mayoritas. Dalam formula mayoritas kandidat dinyatakan menang jika berhasil mengumpulkan suara pemilih mayoritas atau 50% + 1. Siapapun kandidat yang telah berhasil mengumpulkan suara 50% + 1 maka dialah pemenangnya. Prinsip demikian merupakan refleksi ideal dari demokrasi. Namun,

21 persoalannya adalah jika dalam sebuah pemilihan tidak ada satupun kandidat yang berhasil mengumpulkan suara mayoritas akibat besarnya jumlah kandidat/partai politik, distribusi suara merata kesemua kandidat, dan tidak tercapainya koalisi antarkandidat/partai politik. Untuk keluar dari persoalan yang muncul pada formula pluralitas dan majoritas ada solusi yang ditawarkan yaitu model Two Round System. Yang mengajukan dua cara, yaitu pertama, formula campuran pluralitas dan mayoritas. Formula campuran mensyaratkan adanya suatu mayoritas suara untuk pemilihan atau pemberian suara pertama. Namun, jika tidak ada kandidat yang berhasil mengumpulkan suara mayoritas, maka digelar pemilihan suara kedua. Pada pemberian suara kedua ini diterapkan prinsip formula pluralitas, Artinya, penentuan pemenang pada pemberian suara kedua didasarkan pada kandidat yang berhasil memperoleh suara terbanyak (tidak harus 50% + 1). Kedua, formula majoritas pada pemilihan kedua. Sementara formula runoff adalah pemilihan yang diikuti oleh hanya dua kandidat yang memperoleh suara terbesar pada putaran pertama. Artinya, jika pada putaran pertama tidak ada seorangpun yang mendapatkan suara mayoritas maka digelar pemilihan putaran kedua dengan hanya mengikuti dua kandidat yang pada putaran pertama memperoleh suara terbanyak. Formula ini akan menjamin terpilihnya pemenang bersuara mayoritas. Di samping kedua formula tersebut, cara lain yang dapat digunakan untuk mengatasi persoalan yang muncul akibat tidak terpenuhinya suara mayoritas dalam pemilihan putaran pertama adalah dengan formula alternatif (Alternative Vote). Prosedur pemilihan ini agak rumit, terutama pada saat penentuan siapa

22 yang berhak sebagai pemenang pemilihan. Singkatnya, jika pada putaran pertama tidak ada seorangpun kandidat yang berhasil mengumpulkan suara mayoritas, jalan keluar yang ditawarkan melakukan pemilihan putaran kedua dengan menggunakan prinsip preferential ballot. Pada pemilihan putaran kedua ini, para pemilih diminta meranking kandidat sesuai dengan preferensinya. Misalnya, peringkat pertama diberikan kepada kandidat A, kemudian berikutnya secara berurutan kepada B, C, D, dst. Prinsip formula ini adalah mentransfer suara minoritas kemudian diberikan kepada kandidat suara yang memperoleh suara yang lebih kuat sampai tercapai satu pemenang. Dari ketiga solusi di atas, sebenarnya masih ada cara lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi persoalan tidak terpilihnya kandidat yang didukung suara mayoritas tanpa dua kali pemilihan. Caranya, jika dalam suatu distrik misalnya ada lima kandidat, maka pemilih diberi kesempatan untuk memilih kandidat lebih dari satu (sebanyak kandidat yang ada) sesuai dengan preferensinya. Dengan begitu pemilih bisa merangking calonnya. Misalnya, kandidat A diberik peringkat 1, kandidat B diberi peringkat 3, kandidat C diberi peringkat 2, dst. Jika ada kandidat yang memperoleh suara mayoritas (50% + 1) maka otomatis kandidat tersebut memenangkan kursi. Namun, jika tidak ada yang memperoleh suara mayoritas, maka kandidat yang memperoleh suara terkecil disingkirkan, kemudian pilihan keduanya didistribusikan kepada para kandidat lainnya, sampai diperoleh mayoritas. Berikut disampaikan tabel kelebihan dan kelemahan sistem Plurality-Majority.

23 Tabel 6 Kelebihan dan Kelemahan Plurality-Majority Kelebihan Dapat membatasi jumlah partai biasanya dua partai sehingga para pemilih punya pilihan yang jelas. Dapat membatasi munculnya partai-partai ekstrim. Kelemahan Kurang cocok dalam untuk masyarakat heterogen, karena dalam diri sistem ini akan meniadakan partai kecil yang menjadi saluran masyarakat majemuk dalam suatu konstituen. Hubungan antara pemilih dengan wakilnya dekat. Proses pemenangan dengan perolehan semua mengakibatkan sebagian suara yang ada akan terbuang. Memiliki kecenderungan pemerintah yang kuat dan stabil yang bersal dari satu partai. Calon terpilih terlalu mengingatkan diri dengan daerah pemilihannya, sehingga cenderung mengabaikan persoalan lain yang besar. Ada dorongan munculnya partai oposisi untuk membuat pemerintah bertnggungjawab. Pemilih sering tidak terwakili dan partai kecil yang tidak terikutsertakan dalam perwakilan yang adil atau tidak memberikan insentif untuk kandidatkandidat minoritas. Jumlah penduduk dalam distrik pemilihan bisanya tidak terlalu besar sehingga Tidak sensitif atau terlalu sensistif terhadap isu atau opini public. hubungan antara pemilih dan wakilnya dapat mengenal lebih baik.

24 Sistem ini mendorong terwujudnya sistem kepartaian yang lebih stabil karena partaipartai kecil kalah biasanya bergabung Dapat menciptakan dominasi partai lokal dan mendorong adanya partai-partai yang berhaluan etnis. dengan partai lain yang menang. Merupakan sistem pemilihan yang sederhana dan mudah dimengerti serta digunakan para pemilih, mudah pelaksanaannya Sumber: Sugeng Sarjadi dan Sukardi Rinakit, Membaca Indonesia, Jakarta SSS, B. Sistem Perwakilan Proporsional Sistem Representasi Proporsional atau populer disebut proporsional atau perwakilan berimbang adalah metode transfer suara pemilih ke kursi di parlemen sesuai dengan proporsi perolehan suara pemilih. Dibanding dengan sistem distrik, sistem proporsional lebih banyak digunakan oleh negara-negara di dunia. Pertimbangan utama negara-negara yang mempergunakan sistem ini biasanya berangkat dari keberatan terhadap sistem distrik yang tingkat disproporsionalitasnya sangat tinggi. Cara kerja sistem PR adalah pertama, menentukan alokasi jumlah kursi pada satu distrik atau daerah pemilihan. Dalam sistem PR, daerah pemilihan ini lazimnya menggunakan dasar wilayah administrasi. Di Indonesia pada pemilihan parlemen nasional, daerah pemilihan didasarkan pada wilayah propinsi. Misalnya berapa jumlah kursi yang disediakan untuk daerah pemilihan Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dst. Jumlah kursi di masing-masing

25 daerah biasanya tidak sama karena didasarkan pada jumlah penduduk di wilayah masing-masing. Kedua, menentukan besarnya kuota untuk menentukan berapa suara yang dibutuhkan partai politik agar mendapatkan satu kursi di parlemen. Besarnya kuota pada suatu daerah pemilihan tergantung pada besarnya jumlah penduduk yang menggunakan hak suaranya dan jumlah kursi yang diperebutkan oleh partai-partai politik. Umumnya penentuan kuota didasarkan pada rumus: v q = m dimana: q = kuota v = jumlah penduduk yang menggunakan suaranya m = jumlah kursi yang tersedia Aspek penting dari sistem ini adalah adanya hak politik yang disebut universal suffrage. Universal suffrage diartikan bahwa setiap warga negara yang telah memenuhi syarat menurut UU, memiliki hak yang sama tanpa dibedakan suku, agama, ras, golongan dan latar belakang sosial lainnya, kecuali bagi mereka yang cabut hak-hak politiknya. Di samping itu juga bisa membangkitkan partisipasi politik warganya. Varian dari sistem proporsional representatif ini meliputi: a. List Proportional Representation (List PR); b. Mixed Member Proportional (MMP); dan c. Single Transferable Vote (STV). Sistem List Proportional Representative (List PR) pada dasarnya ada dua bentuk, yaitu sistem daftar tertutup (closed list system) dan sistem daftar terbuka (open list system). Dalam sistem daftar tertutup, para pemilih harus memilih partai

26 politik peserta pemilu, dan tidak bisa memilih calon legislatif. Dalam sistem ini, para calon legislatif biasanya telah ditentukan dan diurutkan secara sepihak oleh partai politik yang mencalonkannya. Sementara pada sistem daftar terbuka (open list system), para pemilih bukan hanya dapat memilih partai politik yang diminati, namun juga berkesempatan menentukan sendiri calon legislatif yang disukainya. Dengan demikian, pemilih di samping memilih tanda gambar partai juga memilih gambar kandidat legislatif. Oleh sebab itu, partai politik tidak dapat menentukan secara sepihak calon-calon dan daftar urutan calon, karena hal itu sangat bergantung pada pemilih. Bagaimana mekanisme menstransfer suara pemilih ke dalam kursi di parlemen? Dalam sistem List PR, transfer bisa dilakukan melalui dua cara, yaitu: a) berdasarkan rata-rata tertinggi atau biasa disebut dengan pembagi (devisor) dan b) suara sisa terbesar (largest remainder) atau lazim disebut dengan kuota Asfar dkk, Materi Workshop Model-Model Sistem Pemilihan di Indonesia, Pusat Studi Demokrasi dan HAM, Surabaya, 2002

27 Metode-Metode Penghitungan List PR Devisor Metode devisor ada dua jenis yaitu: formula d Hondt dan formula Sainte-Laque. Prosedur utama kedua formula tersebut adalah bahwa kursi-kursi yang tersedia pertama-tama akan diberikan kepada partai politik yang mempunyai jumlah suara rata-rata tertinggi, kemudian rata-rata tersebut akan terus menurun berdasarkan bilangan pembagi. Prosedur ini terus berlaku sampai semua kursi terbagi habis. Rata-rata yang dimaksud berbeda dengan istilah dalam statistik (mean), melainkan seperangkat bilangan pembagi. d Hondt, bilangan pembaginya merupakan urutan bilangan utuh 1, 2, 3, 4, 5, dst. Penggunaan formula d Hondt lebih menguntungkan partai besar. Sainte-Laque, bilangan pembaginya dimulai dengan pecahan 1,4 dan diikuti secara berurut bilangan ganjil 1.4, 3, 5, 7, 9, dst. Penggunaan formula Sainte-Laque lebih menguntungkan partai kecil. Kuota Metode kuota yang sering digunakan yaitu: kuota Hare dan kuota Droop. Langkah-langkahnya adalah menentukan kuota suara. Setelah itu menentukan besarnya kursi yang diperoleh masing-masing partai berdasarkan jumlah suara yang diperoleh. Sementara sisa suara yang belum terbagi akan diberikan kepada parpol yang mempunyai jumlah sisa suara terbesar. Kuota Hare (HQ) dihitung berdasarkan jumlah total suara yang sah (v) dibagi dengan jumlah kursi yang disediakan dalam suatu distrik (s). Penggunaan kuota Hare lebih menguntungkan partai-partai kecil v HQ = s Kuota Droop (DQ) dihitung dari jumlah total suara (v) dibagi dengan jumlah kursi yang disediakan dalam suatu distrik (s) ditambah 1. Penggunaan kuota Droop lebih menguntungkan partai-partai besar. v DQ = s +1 Sumber: Asfar dkk, Materi Workshop Model-Model Sistem Pemilihan di Indonesia, Pusat Studi Demokrasi dan HAM, Surabaya, 2002 Dibandingkan formula list PR, perhitungan proporsionalitas Single Transferable Vote (STV) sedikit lebih rumit. Hal ini disebabkan para pemilih memberikan suaranya berdasarkan preferensinya berdasarkan daftar partai. Dengan begitu, para pemilih dalam sistem STV memilih para kandidat yang disukainya bahkan kemudian merankingnya. Oleh karena itu, transfer suara pemilih ke kursi di parlemen juga harus memperhitungkan peringkat suara yang diberikan oleh para pemilih. Prosedur dan penghitungan berdasarkan peringkat kandidat inilah yang tidak dijumpai pada sistem prosedur dan perhitungan list PR. Prosedur pertama yang harus dilakukan dalam menghitung STV setelah daftar preferensi pilihan pemilih tersusun adalah menentukan besarnya kuota. Pada prinsipnya, penentuan kuota STV hampir selalu menggunakan formula kuota

28 Droop, yaitu DQ = v/(s + 1). Bedanya, pada kuota Droop hasil pembangian dibulatkan, sedangkan dalam STV hasil pembangian ditambah 1, jadi rumusnya: v DQ = ( 1 ) + +1 s Prosedur selanjutnya adalah menentukan jatah kursi untuk masing-masing kandidat berdasarkan preferensi pilihan kandidat. Caranya, kandidat yang mempunyai atau berhasil mengumpulkan preferensi pilihan pertama sebanyak (atau lebih) dari jumlah kuota pada perhitungan pertama dapat otomatis terpilih dan berhak mewakili distriknya duduk di parlemen. Pada perhitungan kedua, sisa kelebihan suara kandidat yang telah terpilih dibagi rata ke kandidat urutan 2 dan 3, dengan catatan suara hasil pembagian ini diberikan hanya kepada suara yang kandidat yang sekelompok preferensi. Jika pada perhitungan ketiga tidak ada kelebihan suara yang dapat didistribusikan kepada kandidat-kandidat yang suaranya tidak mencapai kuota, maka penyelesaiaanya adalah dengan mengeliminasi atau mengeluarkan partai yang suaranya terkecil untuk ditransfer ke partai yang suaranya lebih besar. Namun pembagian suara ini diberikan juga kepada kandidat sekelompok preferensi. Mixed Member Proprotional (MMP) merupakan formula yang memberikan kompensasi kursi dari suara yang hilang akibat penerapan sistem distrik. Misalnya, jika sebuah partai memperoleh suara 10 % secara nasional, namun ia tidak memperoleh kursi dalam suatu distrik, maka partai tersebut akan memperoleh kompensasi kira-kira sampai 10 % kursi di parlemen. Dari tujuh negara yang menerapkan sistem ini, kecuali Hungaria yang menggunakan Two- Round System, kursi dalam suatu distrik dipilih berdasarkan sistem FPTP. Di

29 Italia misalnya, seperempat dari kursi parlemen disediakan untuk suara yang hilang akibat penerapan sistem distrik. Sementara itu, di Venezuela, terdapat 102 kursi (50%) yang dipilih berdasarkan sistem distrik, 87 kursi dipilih berdasarkan sistem proporsional, dan sisanya 15 kursi proportional yang disediakan sebagai kompensasi. Berikut disampaikan tabel kelemahan dan kelebihan sistem proporsional. Tabel 7 Kelemahan dan Kelebihan Sistem Proporsional Kelebihan Sistem ini lebih cocok diterapkan dalam masyarakat majemuk dan merupakan sistem yang inklusif, memungkin badan legislatif terdiri dari wakil rakyat yang bersal dari berbagai macam kekutan politik dalam suatu negara. Suara dari partai-partai kecil dapat digabung sehingga partai kecil punya peluang untuk memiliki wakilnya di lembaga legislatif. Sistem ini dianggap lebih representatif, karena dimugkinkan Kelemahan Hubungan antara wakil rakyat dengan pemilih kurang akrab, khususnya dalam daftar tertutup, para pemilih tidak mempunyai pengaruh dalam menentukan wakilnya sehingga akuntabilitas para wakil terhadap para pemilihnya kurang.. Kandidat lebih memiliki hubungan kuat dengan partai daripada pemilih. Sehingga mendorong munculnya nepotisme dalam partai. Sistem ini akan mendorong munculnya multipartai.

30 partai-partai kecil memiliki wakil di lembaga perwakilan. Sistem ini cenderung menghalangi adanya dominasi regional partai besar. Beberapa bukti di negara Eropa, sistem ini ternyata juga menghasilkan pemerintahan yang Sistem ini mendorong timbulnya konflik/perpecahan dalam diri partai politik Mendorong bertahannya partai-partai ekstrim dan tidak mengakomodasi kandidat yang independen. efektif. Menciptakan sharing kekuatan dan kerjasama konkrit antara partai dan pemerintah dan cukup akurat dalam menterjemahkan proporsi suara yang dimenangkan menjadi presentase wakil yang Pemerintah yang terpilih kurang bertanggungjwab dengan karena lebih sulit untuk menjatuhkan sebuah partai dari kekuasaan. Bahkan partai yang tidak populer dapat bertahan dalam koalisi pemerintah setelah pemilu. dipilih. Sumber: Sugeng Sarjadi dan Sukardi Rinakit, Membaca Indonesia, Jakarta SSS, C. Sistem Semi Proporsional Sistem Semi Proporsional merupakan formula yang mencoba menjembatani antara sistem plurality-majority dengan proportional representative dengan cara mengkombinasikan kelebihan sistem PR dengan sistem pluralitymajority. Beberapa kalangan menyebut sistem ini sebagai semi plurality. Sistem

31 ini pada dasarnya memberikan representasi bagi kelompok-kelompok minoritas dengan prinsip utamanya adalah adanya suara kumulatif, pembatasan suara, dan single nontransferable vote. Suara kumulatif pada dasarnya mirip dengan prinsip pluaralitas di dalam suatu distrik dengan banyak kursi atau wakil (multimember constituency), dimana masing-masing pemilih mempunyai suara sebanyak kursi yang tersedia kecuali para para pemilih itu dilarang untuk mengakumulasikan suara mereka. Pembatasan suara pada dasarnya sama dengan multimember plurality, yakni para pemilih diberi suara lebih kecil dari jumlah kursi yang tersedia di distrik tersebut. Penggunaan sistem campuran ini terutama tampak pada negara-negara yang oleh Huntington digolongkan dalam negara gelombang demokrasi ketiga. Sistem ini umumnya meliputi: a. Paralel b. Single Non Transferable Votes (SNTV) Sistem Paralel adalah sistem pemilihan campuran antara sistem daftar proporsional (List PR) dengan sistem distrik. Sebagian kursi parlemen dipilih berdasrkan sistem proporsional, dan sisanya dipilih berdasarkan sistem distrik. Caranya, pemilih mempunyai dua kertas suara, satu untuk memilih kandidat berdasarkan sistem distrik, dan satu kertas suara lagi untuk memilih partai berdasarkan sistem list PR. Single NonTransferable Vote (SNTV) adalah bentuk khusus pembatasan suara dimana masing-masing pemilih hanya mempunyai satu suara dalam suatu distrik yang umumnya tersedia tiga sampai lima wakil. Keuntungan sistem ini adalah partai-partai kecil lebih mungkin atau mudah untuk terpilih. Berdasarkan

32 pengalaman Jepang yang menggunakan sistem ini dari , salah satu kelemahan dari sistem ini adalah adanya tingkat proposionalitas yang tidak sama antara distrik pedesaan dengan distrik perkotaan atau biasa disebut unusual eletoral system. Di distrik pedesaan umumnya sangat tinggi tingkat proporsionalitasnya (overrepresented), sebaliknya di distrik perkotaan umumnya rendah tingkat proporsionalitasnya (underrepresented) Perwakilan Politik Dalam tulisannya mengenai teori perwakilan politik, Alfred De Grazia mengemukakan bahwa perwakilan diartikan sebagai hubungan diantara dua pihak, yaitu wakil dengan yang diwakili dimana wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan yang diwakili. 13 Perwakilan dalam pengertian bahwa seseorang ataupun sekelompok orang berwenang menyatakan sikap atau melakukan suatu tindakan baik yang diperuntukkan bagi, maupun yang mengatasnamakan pihak lain. 14 Perwakilan politik diartikan sebagai terwakilnya kepentingan anggota masyarakat oleh wakil-wakil mereka di dalam lembaga legislatif. Dalam sistem perwakilan politik, seorang warga Negara mewakilkan dirinya sebagai yang berdaulat kepada seseorang calon wakil rakyat atau partai politik yang dipercayai melalui pemilihan umum. Suatu keputusan dalam demokrasi ialah bagaimana menyelenggarakan pemilihan. Kajian akademis 13 Arbi Sanit, Perwakilan Politik Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1985, hal Arbi Sanit, Ibid., hal. 23.

33 mengenai demokrasi mengenal dua kategorisasi pemaknaan besar, yaitu konsepsi minimalis dan maksimalis. 15 Demokrasi minimalis atau dalam wacana Indonesia lebih dikenal dengan demokrasi prosedural dikenakan kepada sistem-sistem politik yang melaksanakan perubahan kepemimpinan secara regular melalui suatu mekanisme pemilihan yang berlangsung bebas, terbuka, dan melibatkan masa pemilih yang universal. Bagi konsepsi maksimalis pelaksanaan pemilihan umum saja tidaklah cukup bagi suatu sistem politik untuk mendapatkan gelar demokrasi, karena konsepsi ini yang di Indonesia lebih dikenal dengan demokrasi substantif mensyaratkan penghormatan terhadap hak-hak sipil yang lebih luas dan penghargaan terhadap kaidah-kaidah pluralisme yang mendasar. Secara konsepsional, perwakilan politik berawal dari pemilihan umum. Artinya, pemilihan umum yang diadakan merupakan proses seleksi pemimpin akan menumbuhkan rasa keterwakilan politik dikalangan masyarakat luas. Dan untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan warga Negara maka dibentuk badan perwakilan rakyat yang berfungsi; membuat undang-undang, menyusun anggaran penerimaan dan belanja Negara, mengawasi pelaksanaan undang-undang dan penerimaan serta penggunaan anggaran Negara. Partai politik juga turut ambil bagian di dalam proses perwakilan, dalam merekrut, mencalonkan dan berkampanye untuk memilih pejabat pemerintah, menyusun program kebijakan untuk pemerintah jika mereka menjadi mayoritas; menawarkan kritik dan kebijakan alternatif jika mereka menjadi oposisi; menggalang dukungan 15 Muladi, dkk. (edt.) Pemilu dan Demokrasi, dalam Jurnal Demokrasi dan Ham, Pemilu 2004: Semakin Terkonsolidasikah Demokrasi Kita, Vol. 4, No. 1, THC, Surabaya, 2004, hal. Editor.

34 bagi kebijakan umum diantara berbagai kelompok kepentingan; menyediakan struktur dan aturan debat politik masyarakat. Pemilihan umum merupakan suatu kegiatan yang tak terpisahkan dari lembaga perwakilan dan partai politik. Pemilu sebagai salah satu cara pelaksanaan demokrasi, sebagaimana pada zaman modern ini dapat dikatakan bahwa tidak ada satu Negara pun yang melaksanakan demokrasinya secara langsung. Hal ini disebabkan karena terlalu luasnya wilayah dan begitu besarnya jumlah penduduk. Oleh karena itu, adapun demokrasi yang digunakan adalah demokrasi perwakilan, dimana hak-hak rakyat untuk dapat ikut dalam menentukan haluan Negara dilakukan oleh sebagian kecil dari seluruh rakyat menempati lembaga perwakilan yang disebut parlemen, yang dipilih melalui proses pemilihan umum Hubungan Wakil dengan Yang Diwakili Duduknya seseorang di lembaga Perwakilan, baik itu karena pengangkatan maupun melalui pemilihan umum, senantiasa berakibat timbulnya hubungan si wakil dengan yang diwakili, hubungan tersebut dapat dilihat melalui teori yang dikemukakan oleh Prof. Hoogerwerf dan Gilbert Abcarian, Menurutnya ada 4 tipe mengenai hubungan antara si wakil dengan yang diwakili yaitu: Si Wakil bertindak sebagai wali (Trustee). Disini si wakil bebas bertindak atau mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri tanpa perlu berkonsultasi dengan yang diwakilinya. 2. Si Wakil bertindak sebagai utusan (Delegate). Disini si wakilbertindak sebagai utusan atau duta dari yang diwakilinya, si wakil selalu mengikuti 16 Bintan R. Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilu di Indonesia, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1987, hal. 85.

NEGARA-NEGARA YANG MELAKUKAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU

NEGARA-NEGARA YANG MELAKUKAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU NEGARA-NEGARA YANG MELAKUKAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU SISTEM PEMILU Pilihan atas sistem pemilu merupakan salah satu keputusan kelembagaan yang paling penting bagi negara demokrasi di manapun. Pilihan sistem

Lebih terperinci

TINJAUAN SINGKAT TENTANG SISTEM PEMILU

TINJAUAN SINGKAT TENTANG SISTEM PEMILU TINJAUAN SINGKAT TENTANG SISTEM PEMILU YANG DIUSULKAN DALAM RANCANGAN AMANDEMEN TERHADAP UU No. 3/1999 Tentang Pemilu ISI: Pengantar Beberapa Kriteria untuk Menilai Sistem Pemilihan Beberapa Petunjuk Praktis

Lebih terperinci

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU SEKILAS PEMILU 2004 Pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOMISI PEMILIHAN UMUM KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR : 33/Kpts/KPU-Kab-019.964931/2013 TENTANG JUMLAH KURSI DAN JUMLAH SUARA SAH PALING RENDAH UNTUK PASANGAN CALON YANG DIAJUKAN PARTAI POLITIK ATAU

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK

KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK - 1 - KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PONTIANAK NOMOR : 07/Kpts/KPU-Kota-019.435761/2013 TENTANG JUMLAH KURSI DAN JUMLAH SUARA SAH PALING RENDAH UNTUK PASANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Sistem Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 Oleh Husni Kamil Manik (Ketua KPU RI Periode )

Sistem Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 Oleh Husni Kamil Manik (Ketua KPU RI Periode ) Sistem Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 Oleh Husni Kamil Manik (Ketua KPU RI Periode 2012-2017) I. Pemilihan Umum Pengisian lembaga perwakilan dalam praktik ketatanegaraan demokratis lazimnya

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR. NOMOR : 13 /Kpts-K/KPU-Kab-012.

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR. NOMOR : 13 /Kpts-K/KPU-Kab-012. KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR : 13 /Kpts-K/KPU-Kab-012.329506/2013 T E N T A N G PENETAPAN JUMLAH KURSI ATAU SUARA SAH PARTAI POLITIK

Lebih terperinci

KOMISI PEMILIHAN UMUM

KOMISI PEMILIHAN UMUM -1- KOMISI PEMILIHAN UMUM SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR : 10 /Kpts/KPU-Wng-012329512/2010 TENTANG PENETAPAN JUMLAH KURSI DAN SUARA SAH PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU PADA PEMILU ANGGOTA

Lebih terperinci

Pembaruan Parpol Lewat UU

Pembaruan Parpol Lewat UU Pembaruan Parpol Lewat UU Persepsi berbagai unsur masyarakat terhadap partai politik adalah lebih banyak tampil sebagai sumber masalah daripada solusi atas permasalahan bangsa. Salah satu permasalahan

Lebih terperinci

SISTEM PEMILIHAN UMUM

SISTEM PEMILIHAN UMUM SISTEM PEMILIHAN UMUM Sistem pemilihan umum dapat dibedakan menjadi dua macam: pemilihan mekanis dan pemilihan organis Dalam sistem mekanis, partai politik mengorganisir pemilihan-pemilihan dan partai

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi. Dalam paham ini, rakyat memiliki kedudukan yang sangat penting, sebab kedaulatan berada di tangan rakyat. Pasal 1

Lebih terperinci

PEROLEHAN SISA KURSI SISA SUARA 1 PARTAI HATI NURANI RAKYAT III PARTAI KARYA PEDULI BANGSA

PEROLEHAN SISA KURSI SISA SUARA 1 PARTAI HATI NURANI RAKYAT III PARTAI KARYA PEDULI BANGSA MODEL EB 1 DPRD KAB/KOTA PENGHITUNGAN SUARA DAN PENETAPAN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009 PROVINSI : SULAWESI

Lebih terperinci

PEMILU. Oleh : Nur Hidayah

PEMILU. Oleh : Nur Hidayah PEMILU Oleh : Nur Hidayah A. PENGERTIAN PEMILU Merupakan salah satu sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang berdasarkan pada demokrasi perwakilan. Pemilu diartikan sebagai mekanisme penyeleksian dan

Lebih terperinci

SISTEM PEMILU DI JERMAN

SISTEM PEMILU DI JERMAN SISTEM PEMILU DI JERMAN Jerman merupakan demokrasi parlementer berbentuk negara federasi. Organ konstitusi yang sangat dikenal masyarakat adalah Parlemen Federal, Bundestag. Anggotanya dipilih langsung

Lebih terperinci

dilaksanakan asas langusng, umum,bebas, rahasia, jujur dan adil. 2

dilaksanakan asas langusng, umum,bebas, rahasia, jujur dan adil. 2 41 BAB III SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA DALAM PENGUATAN KEANGGOTAAN DPR RI A. Sistem Proporsional Terbuka Menurut Farrel, sistem proporsional selalu diasosiasikan dengan nama 4 empat orang, yaitu

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG. NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kota /2013 TENTANG

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG. NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kota /2013 TENTANG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA PANGKALPINANG NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kota-009.436512/2013 TENTANG PENETAPAN SYARAT MINIMAL JUMLAH KURSI ATAU SUARA SAH PARTAI POLITIK ATAU GABUNGAN PARTAI POLITIK DALAM

Lebih terperinci

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KABUPATEN MAGELANG

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KABUPATEN MAGELANG BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Sumatera Utara Hari/Tanggal: 02 Mei 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 11.20-11.55 WIB Disahkan Hari/Tanggal: 03 Mei 2009 Pukul:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Banten Hari/Tanggal: 30 April 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 15.15-15.40 WIB Perbaikan Hari/Tanggal: 01 Mei 2009 Pukul: 21.10-22.50

Lebih terperinci

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei Sejak reformasi dan era pemilihan langsung di Indonesia, aturan tentang pemilu telah beberapa kali mengalami penyesuaian. Saat ini, empat UU Pemilu yang berlaku di Indonesia kembali dirasa perlu untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Dalam kesempatan ini sebelum melakukan perbandingan antara kedua sistem dalam Pemilu DPR, DPD dan DPRD di 2009 dan 2014, terlebih dahulu yang dibahas adalah apa dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1062, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM. Dana Kampanye. Pelaporan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PELAPORAN DANA KAMPANYE

Lebih terperinci

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Pemerintah Desa adalah kepala Desa yang dibantu oleh perangkat

Lebih terperinci

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI)

HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) HASIL PEROLEHAN SUARA PESERTA PEMILU TAHUN 2009 PARTAI POLITIK (DPR RI) Provinsi: Riau Hari/Tanggal: 03 Mei 2009 Dapil : I (Satu) Pukul: 09.15-09.50 WIB No Nama Partai Perolehan Suara Keterangan 1 Partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. Istilah tersebut baru muncul pada abad 19 Masehi, seiring dengan berkembangnya lembaga-lembaga

Lebih terperinci

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik

Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik Kuliah ke-11 suranto@uny.ac.id 1 Latar Belakang Merajalelanya praktik KKN pada hampir semua instansi dan lembaga pemerintahan DPR dan MPR mandul, tidak mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya masyarakat memegang peran utama dalam praktik pemilihan umum sebagai perwujudan sistem demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada masyarakat

Lebih terperinci

Mengawal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

Mengawal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Mengawal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Nico Harjanto, PhD Rajawali Foundation Disampaikan pada Diskusi Bulanan FORMAPPI bertema Mengawal Proporsional Terbuka pada hari Kamis, 12 Januari 2012 Varian

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG top PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang telah mengalami beberapa masa kepemimpinan yang memiliki perbedaan karakteristik perlakuan hak politik setiap warga negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi dan juga sebagai cerminan. menyampaikan hak nya sebagai warganegara. Pemilihan umum merupakan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi dan juga sebagai cerminan. menyampaikan hak nya sebagai warganegara. Pemilihan umum merupakan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum sebagai sarana demokrasi dan juga sebagai cerminan masyarakat yang memiliki kebebasan berekspresi dan berkehendak, serta menyampaikan hak nya sebagai

Lebih terperinci

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 59 /Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG

SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN TUBAN. NOMOR : 59 /Kpts/KPU Kab /2010 TENTANG SALINAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN NOMOR : 59 /Kpts/KPU Kab 014329920/2010 TENTANG PENETAPAN PEROLEHAN KURSI DAN SUARA SAH POLITIK DALAM PEMILU ANGGOTA DPRD

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.182, 2014 LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014

KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 KEWAJIBAN PELAPORAN DANA KAMPANYE PESERTA PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2014 http://kesbangpol.kemendagri.go.id I. PENDAHULUAN Dana kampanye adalah sejumlah biaya berupa uang, barang, dan jasa yang digunakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SEMARANG

KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SEMARANG KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NO : 8/Kpts/KPU-Kota-012 329521/2015 TENTANG PENETAPAN HASIL PEROLEHAN SUARA SAH PARTAI POLITIK PESERTA PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TAHUN 2014

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam masyarakat politik. Masyarakat yang semakin waktu mengalami peningkatan kualitas tentu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat PANDANGAN FRAKSI FRAKSI PARTAI DEMOKRAT DPR RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DALAM PEMBICARAAN TINGKAT II (PENGAMBILAN KEPUTUSAN) PADA RAPAT

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah KULIAH 11 1 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah SUSUNAN DAN KEDUDUKAN DPRD terdiri dari anggota Parpol hasil Pemilu Fungsi DPRD Fungsi Pengawasan Fungsi Anggaran 2 Fungsi legislasi DPRD merupakan lembaga perwakilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS Anang Dony Irawan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya Jl. Sutorejo No. 59 Surabaya 60113 Telp. 031-3811966,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi di Indonesia merupakan salah satu dari nilai yang terdapat dalam Pancasila sebagai dasar negara yakni dalam sila ke empat bahwa kerakyatan dipimpin oleh hikmat

Lebih terperinci

TOPIK. Konsepsi SISTEM PEMILU

TOPIK. Konsepsi SISTEM PEMILU TOPIK Konsepsi SISTEM PEMILU By Andri Rusta Mata Kuliah Sistem Perwakilan Politik Semester Genap 2010/2011 Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas 7 April 2011 1 DEMOKRASI Dalam khasanah ilmu politik,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK

PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK I. PENGANTAR Pemilihan Umum adalah mekanisme demokratis untuk memilih anggota legislatif (DPR, DPD, DPRD), dan Eksekutif (Presiden-Wakil Presiden, serta kepala daerah). Pemilu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan sosial adalah impian bagi setiap Negara dibelahan dunia termasuk di Indonesia. Upaya untuk mencapai mimpi tersebut adalah bentuk kepedulian sebuah Negara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KABUPATEN KENDAL

PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KABUPATEN KENDAL PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILU DI INDONESIA. Muchamad Ali Safa at

SEJARAH PEMILU DI INDONESIA. Muchamad Ali Safa at SEJARAH PEMILU DI INDONESIA Muchamad Ali Safa at Awal Kemerdekaan Anggota KNIP 200 orang berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 1946 tentang Pembaharuan KNIP (100 orang wakil daerah, 60 orang wakil organisasi politik,

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM DAN SISTEM KEPARTAIAN : SUATU STUDI TERHADAP PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DALAM PEMILU LEGISLATIF DPRD KOTA MEDAN 2004

PEMILIHAN UMUM DAN SISTEM KEPARTAIAN : SUATU STUDI TERHADAP PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DALAM PEMILU LEGISLATIF DPRD KOTA MEDAN 2004 PEMILIHAN UMUM DAN SISTEM KEPARTAIAN : SUATU STUDI TERHADAP PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS) DALAM PEMILU LEGISLATIF DPRD KOTA MEDAN 2004 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi S-1 di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menduduki lembaga perwakilan rakyat, serta salah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

TULISAN HUKUM. Transparansi-dan-Akuntabilitas-Pengelolaan. m.tempo.co

TULISAN HUKUM. Transparansi-dan-Akuntabilitas-Pengelolaan. m.tempo.co TINJAUAN HUKUM BATAS PENYAMPAIAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN DANA BANTUAN KEUANGAN PARTAI POLITIK DAN PERAN BPK DALAM PENGELOLAAN DANA BANTUAN KEUANGAN PARTAI POLITIK m.tempo.co I. PENDAHULUAN Berdasarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 5 TAHUN 2009 dan PERATURAN PEMERINTAH NO. 83 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1

PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL. Muryanto Amin 1 PENGELOLAAN PARTAI POLITIK MENUJU PARTAI POLITIK YANG MODERN DAN PROFESIONAL Muryanto Amin 1 Pendahuluan Konstitusi Negara Republik Indonesia menuliskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2014 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG BANTUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA

PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA PENUNJUK UNDANG-UNDANG TENTANG DESA 1/2 (satu perdua) ditambah 1 (satu) ~ paling sedikit, pemungutan suara dinyatakan sah pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf d dinyatakan sah apabila disetujui

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pembahasan dalam bab sebelumnya (Bab IV) telah diuraikan beberapa ketentuan pokok dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD 2009 dan 2014

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan)

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

- 2 - pada Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Papua, dan Papua Barat;

- 2 - pada Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Papua, dan Papua Barat; - 2 - pada Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Papua, dan Papua Barat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia,

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Situasi perkembangan politik yang berkembang di Indonesia dewasa ini telah membawa perubahan sistem yang mengakomodasi semakin luasnya keterlibatan masyarakat dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

Sistem Pemilihan Umum

Sistem Pemilihan Umum Sistem Pemilihan Umum Sistem pemilihan mekanis Melihat bahwa rakyat terdiri atas individu-individu. Sistem ini dalam pelasanannya dilakukan dengan dua cara yaitu sistem perwakilan distrik/mayoritas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran dalam kemajuan bangsa. Pentingya peran generasi muda, didasari atau tidak, pemuda sejatinya memiliki

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

Pemilu Hasil Pemilu 1999

Pemilu Hasil Pemilu 1999 Pemilu 1999 Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 172 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dipaparkan dalam bab ini merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikaji oleh penulis di dalam skripsi yang berjudul Peta

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015

MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015 MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015 DEFINISI UMUM Partisipasi politik dipahami sebagai berbagai aktivitas warga

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerinta

2017, No Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerinta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1296, 2017 KPU. Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta PEMILU Anggota DPR dan DPRD. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci