Sistem Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 Oleh Husni Kamil Manik (Ketua KPU RI Periode )

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Sistem Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 Oleh Husni Kamil Manik (Ketua KPU RI Periode )"

Transkripsi

1 Sistem Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 Oleh Husni Kamil Manik (Ketua KPU RI Periode ) I. Pemilihan Umum Pengisian lembaga perwakilan dalam praktik ketatanegaraan demokratis lazimnya dilakukan melalui Pemilihan Umum (Pemilu). Setelah amandemen Undang Undang Dasar 1945, Pemilu tidak sekadar berfungsi untuk memilih para wakil rakyat yang akan duduk di DPR, DPD dan DPRD, presiden dan Wakil presiden serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih secara langsung. Pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 (Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2012). Pelaksanaan Pemilu dilakukan secara berkala. Untuk Indonesia dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Ibnu Tricahyo dalam bukunya yang berjudul Reformasi Pemilu, mendefinisikan Pemilihan Umum sebagai instrumen dalam mewujudkan kedaulatan rakyat yang bermaksud membentuk pemerintahan yang absah serta sarana mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan rakyat (Tricahyo, 2009:6). Definisi di atas menjelaskan bahwa Pemilu merupakan instrumen untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, membentuk pemerintahan yang absah serta sebagai sarana mengartikulasi aspirasi dan kepentingan rakyat. Negara Indonesia mengikutsertakan rakyatnya dalam rangka penyelenggaraan negara. Kedaulatan rakyat dijalankan oleh wakil rakyat yang duduk dalam parlemen dengan sistem perwakilan (representative democracy) atau demokrasi tidak langsung (indirect democracy). Wakil-wakil rakyat ditentukan sendiri oleh rakyat melalui Pemilu (general election) secara berkala agar dapat memperjuangkan aspirasi rakyat. Soedarsono mengemukakan lebih lanjut dalam bukunya yang berjudul Mahkamah Konstitusi Pengawal Demokrasi, bahwa yang dimaksud dengan pemilihan umum adalah Setiap warga Negara yang telah memenuhi syarat sesuai ketentuan undang undang memiliki hak untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu. Penjelasan di atas menyebutkan bahwa Pemilu merupakan syarat minimal adanya demokrasi yang bertujuan memilih wakil-wakil rakyat, wakil daerah, presiden dan kepala daerah untuk membentuk pemerintahan demokratis. Anggota legislatif maupun Presiden dan Kepala Daerah karena telah dipilih secara langsung, maka semuanya merupakan wakil-wakil rakyat yang menjalankan fungsi kekuasaan masing-masing.

2 Kedudukan dan fungsi wakil rakyat dalam siklus ketatanegaraan yang begitu penting dan agar wakil-wakil rakyat benar-benar bertindak atas nama rakyat, maka wakil rakyat tersebut harus ditentukan sendiri oleh rakyat, yaitu melalui Pemilu. Menurut Jimly Asshidiqqie, pentingnya penyelenggaraan Pemilihan Umum secara berkala tersebut dikarenakan beberapa sebab di antaranya sebagai berikut: (1) pendapat atau aspirasi rakyat cenderung berubah dari waktu ke waktu; (2) kondisi kehidupan masyarakat yang dapat juga berubah; (3) pertambahan penduduk dan rakyat dewasa yang dapat menggunakan hak pilihnya; (4) guna menjamin regulasi kepemimpinan baik dalam cabang eksekutif dan legislatif. (Asshidiqqie, 2006: ). II. Sistem Pemilu Dalam sistem Pemilu paling tidak terdapat 3 (tiga) elemen. Pertama, besaran distrik yakni wilayah geografis suatu negara yang batas-batasnya dihasilkan melalui suatu pembagian untuk tujuan pemilihan umum. Dengan demikian luas sebuah distrik dapat sama besar dengan wilayah administrasi pemerintahan, dapat pula berbeda. Oleh karena itu besar distrik adalah banyaknya anggota lembaga perwakilan yang akan dipilih dalam suatu distrik pemilihan. Besar distrik bukan berarti jumlah pemilih yang ada dalam distrik tersebut. Kedua, struktur kertas suara, yaitu cara penyajian pilihan di atas kertas suara. Cara penyajian pilihan ini menentukan pemilih dalam memberikan suara. Jenis pilihan dapat dibedakan menjadi 2(dua), yaitu kategorikal, dimana pemilih hanya memilih satu partai atau calon dan ordinal, dimana pemilih mempunyai kebebasan lebih dan dapat menentukan preferensi atau urutan dari partai atau calon yang diinginkannya. Kemungkinan lain adalah gabungan dari keduanya. Ketiga, formula elektoral, adalah bagian dari sistem pemilihan umum yang berhubungan dengan penerjemahan suara menjadi kursi. Termasuk di dalamnya rumus yang digunakan untuk menerjemahkan perolehan suara menjadi kursi, serta ambang batas pemilihan (electoral threshold). Pemilihan umum sebagai salah satu dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis, tentunya dengan sendirinya akan membawa konsekuensi adanya berbagai sistem pemilihan umum yang berbeda satu sama lain berdasarkan sudut pandang terhadap rakyat, sehingga pemilihan umum dibedakan atas 2 (dua) macam : (1). Sistem Pemilihan Mekanis Sistem pemilihan mekanis menempatkan rakyat sebagai suatu massa individu-individu yang sama. Individu-individu inilah sebagai pengendali hak pilih aktif dan memandang rakyat

3 pemilih sebagai suatu massa individu-individu yang masing-masing mengeluarkan satu suara dalam setiap pemilihan. Menurut sistem pemilihan umum mekanis partai-partai yang mengorganisir pemilih dan memimpin pemilih berdasarkan sistem be party, multy party, atau uny party, sehingga partai politik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem ini. Sejalan dengan pemikiran itu Jean Blondel mengemukakan bermacam-macam sistem pemilihan dengan berbagai variasinya, akan tetapi secara umum berkisar pada 2 prinsip pokok, yakni : (a) Single Member Constituency/Sistem Distrik Dalam sistem ini, satu wilayah kecil (distrik pemilihan) memilih satu wakil tunggal atas dasar pluralitas (suara terbanyak). Sistem ini merupakan sistem pemilihan yang paling tua dan didasarkan atas kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis (yang biasanya disebut distrik karena kecilnya daerah yang diliputi) mempunyai satu wakil dalam dewan perwakilan rakyat. Untuk keperluan itu, negara dibagi dalam sejumlah besar distrik dan jumlah wakil rakyat dalam dewan perwakilan rakyat ditentukan oleh jumlah distrik. Calon yang dalam satu distrik memperoleh suara yang terbanyak menang. Sementara suara-suara yang ditujukan kepada caloncalon lain dalam distrik itu dianggap hilang dan tidak diperhitungkan lagi, meski selisih kekalahannya sangat kecil. Sistem ini sering digunakan di Negara yang memiliki sistem dwipartai seperti Inggris dan bekas jajahannya. Ada beberapa kelebihan sistem distrik, yaitu : 1. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik. Hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat. Anggota legislatif berbasis distrik akan lebih terdorong untuk memperjuangkan kepentingan distrik. Kedudukannya terhadap partainya lebih bebas karena dalam pemilihan semacam ini faktor personalitas dan kepribadian seseorang merupakan faktor yang penting. 2. Sistem ini lebih mendorong ke arah integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu. Hal ini akan mendorong partaipartai untuk menyisihkan perbedaan-perbedaan yang ada dan mengadakan kerja sama. Disamping kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat dibendung, sistem ini mendorong ke arah penyederhanaan partai tanpa paksaan. Maurice Duverger berpendapat bahwa dalam negara seperti Inggris dan Amerika sistem ini telah memperkuat berlangsungnya sistem dwi partai. 3. Berkurangnya partai dan meningkatnya kerja sama antara partai-partai mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil dan mempertingkat stabilitas nasional.

4 4. Sistem ini sederhana dan murah untuk diselenggarakan Disamping kelebihan, sistem distrik juga memiliki kelemahan, yaitu : 1. Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik 2. Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrik, kehilangan suara-suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali dan kalau ada beberapa partai yang mengadu kekuatan, maka jumlah suara yang hilang sangat besar. Hal ini akan dianggap tidak adil oleh golongan-golongan yang merasa dirugikan 3. Muncul kemungkinan wakil terpilih cenderung lebih mementingkan kepentingan distriknya dibandingkan kepentingan nasional Beberapa varian sistem Pemilu yang lebih dekat ke sistem distrik : 1. Block Vote (BV) Sistem ini menerapkan pluralitas suara, di mana satu distrik memiliki lebih dari satu wakil. Pemilih yang memiliki banyak suara sebanding dengan kursi yang harus dipenuhi di distriknya, juga mereka bebas memilih calon terlepas dari afiliasi partai politiknya. Mereka boleh menggunakan banyak pilihan atau sedikit pilihan, sesuai kemauan pemilih. 2. Alternative Vote (AV) Sistem ini sama dengan sistem Pemilu distrik sebab dari setiap distrik dipilih satu orang wakil saja. Bedanya, dalam AV pemilih melakukan ranking terhadap calon-calon yang ada di surat suara (ballot). Misalnya rangking 1 bagi favoritnya, rangking 2 bagi pilihan keduanya, ranking 3 bagi pilihan ketiga, dan seterusnya. Karena itu, terdapat kemungkinan pemilih mengekspresikan pilihan mereka di antara kandidat yang ada, daripada hanya memilih 1 saja seperti di sistem distrik. 3. Two Round Sistem (TRS) Sistem ini berdasarkan pada pluralitas/mayoritas, di mana proses Pemilu tahap 2 akan diadakan jika Pemilu tahap 1 tidak ada yang memperoleh suara mayoritas yang ditentukan sebelumnya (50% + 1). TRS menggunakan sistem yang sama dengan sistem distrik/sistem BV. Dalam TRS, calon atau partai yang menerima proporsi suara tertentu memenangkan Pemilu, tanpa harus diadakan putaran ke-2. Putaran ke-2 hanya diadakan jika suara yang diperoleh pemenang tidak mayoritas. (b). Multi Member Constituency (Proportional Representation/Sistem Perwakilan Berimbang)

5 Dasar pemikiran Proporsional adalah kesadaran untuk menerjemahkan penyebaran suara pemilih bagi setiap partai menurut proporsi kursi yang ada di legislatif. Dalam sistem ini, satu wilayah dianggap sebagai satu kesatuan, dan dalam wilayah itu jumlah kursi dibagi sesuai jumlah suara yang diperoleh oleh para kontestan, secara nasional, tanpa menghiraukan distribusi suara itu. Dalam sistem ini setiap suara dihitung, dalam arti bahwa suara lebih yang diperoleh oleh sesuatu partai atau golongan dalam suatu daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai atau golongan itu dalam daerah pemilihan lain. Untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memperoleh kursi tambahan. Jika sistem distrik sering digunakan di negara yang menganut sistem dwi-partai, maka sistem proposional banyak digunakan di negara yang menganut sistem banyak partai. Sistem Pemilu Proporsional terbagi 2 : 1. Proporsional Daftar Dalam sistem ini, setiap partai memuat daftar calon bagi setiap daerah/distrik pemilihan. Calon diurut berdasarkan nomor (1, 2, 3, dan seterusnya). Pemilih memilih partai, dan partai menerima kursi secara proporsional dari total suara yang dihasilkan. Calon yang nantinya duduk diambil dari yang ada di daftar tersebut. Jika kursi hanya mencukupi untuk 1 calon, maka calon nomor urut 1 saja yang masuk ke parlemen. 2. Single Transforable Vote (STV) STV menggunakan lebih dari satu wakil pada satu distrik. Pemilih merangking calon menurut pilihannya di kertas suara seperti pada Alternate Vote. Dalam memilih, pemilih dibebaskan untuk merangking ataupun cukup memilih satu saja. Sistem ini dipakai di Malta dan Republik Irlandia. Kekurangan dari Sistem Proporsional 1. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru. Sistem ini tidak menjurus ke arah integrasi bermacam-macam golongan dalam masyarakat. Mereka lebih cenderung untuk mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong untuk mencari dan memanfaatkan persamaan-persamaan. Umumnya dianggap bahwa sistem ini mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai. 2. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya. Hal ini disebabkan oleh karena dianggap

6 bahwa dalam pemilihan semacam ini partai lebih menonjol peranannya daripada kepribadian seseorang. Hal ini memperkuat kedudukan pimpinan partai. 3. Banyaknya partai mempersulit terbentuknya pemerintah yang stabil. Karena itu diperlukan koalisi dari dua partai atau lebih. Disamping kekurangan, sistem ini juga memiliki kelebihan, yaitu : 1. Secara konsisten mengubah setiap suara menjadi kursi yang dimenangkan. Karena, itu menghilangkan ketidakadilan seperti sistem yang didasarkan pada mayoritas yang membuang suara kalah. 2. Mewujudkan formasi calon dari partai-partai politik atau yang kelompok yang satu ide untuk dicantumkan di daftar calon, dan ini mengurangi perbedaan kebijakan, ideologi, atau kepemimpinan dalam masyarakat. 3. Mampu mengangkat suara yang kalah (bergantung Threshold) 4. Memfasilitasi partai-partai minoritas untuk punya wakil di parlemen 5. Membuat partai-partai politik berkampanye di luar basis wilayahnya 6. Memungkinkan tumbuh dan stabilnya kebijakan karena proporsional menuntun pada kesinambungan pemerintahan, partisipasi pemilih, dan penampilan ekonom 7. Memungkinkan partai-partai politik dan kelompok kepentingan saling berbagi kekuasaan 1. Gabungan dari Kedua Sistem (Distrik dan Proporsional) Gabungan dari sistem distrik dan proporsional sering disebut dengan sistem campuran/mixed sistem. Sistem campuran bertujuan memadukan ciri-ciri positif yang berasal dari sistem distrik ataupun proporsional. Dalam sistem campuran, terdapat 2 sistem Pemilu yang jalan beriringan, meski masing-masing menggunakan metodenya sendiri. Suara diberikan oleh pemilih yang sama dan dikontribusikan pada pemilihan wakil rakyat di bawah kedua sistem tersebut. Satu menggunakan sistem distrik dan lainnya adalah proporsional daftar. Terdapat dua bentuk sistem campuran, yaitu : (a) Mixed Member Proportional (MMP) Disebut MMP jika hasil dari dua sistem pemilihan dihubungkan, dengan alokasi kursi di sisi sistem proporsional bergantung pada apa yang terjadi di sistem distrik. Kursi sistem proporsional didistribusikan pada setiap hasil yang dianggap tidak proporsional. MMP digunakan di Albania, Bolivia, Jerman, Hungaria, Italia, Lesotho, Meksiko, Selandia Baru, dan Venezuela. (b) Paralel Jika dua perangkat sistem pemilihan tidak berhubungan dan dibedakan, dan satu sama lain tidak saling bergantung. Komponen proporsional tidak mengkompensasikan sisa suara bagi

7 distrik yang menggunakan sistem distrik. Pada sistem Paralel, seperti juga pada MMP, setiap pemilih mungkin menerima hanya satu surat suara yang digunakan untuk memilih calon ataupun partai (Korea Selatan) atau surat suara terpisah, satu untuk kursi sistem distrik dan satunya untuk kursi Proporsional (Jepang, Lithuania, dan Thailand) (c) Single Non Transferable Vote ( SNVT ) Di dalam SNTV, setiap pemilih memiliki satu suara bagi tiap calon, tetapi (tidak seperti Distrik) adalah lebih dari satu kursi yang harus diisi di tiap distrik pemilihan. Calon-calon dengan total suara tertinggi mengisi posisi. SNTV digunakan untuk pemilihan badan legislatif di Afghanistan, Yordania, Kepulauan Pitcairn dan Vanuatu, untuk pemilihan DPD di Indonesia dan Thailand, serta 176 dari 225 kursi di Taiwan yang menggunakan sistem Paralel (d) Borda Count Borda Count adalah sistem yang digunakan di Nauru (sebuah negara di Pasifik). Sistem ini adalah sistem pemilihan preferensi, dimana pemilih merangking kandidat seperti pada Altenative Vote. Ia dapat digunakan pada distrik dengan satu atau lebih wakil. Hanya satu yang dipilih, tidak ada eliminasi. Rangking pertama diberi nilai 1, ranking kedua diberi nilai 1/2, rangking ketiga diberi nilai 1/3 dan seterusnya. Kandidat dengan total nilai tertinggi dideklarasikan sebagai pemenang. III. Sistem Pemilu 2014 Sistem Pemilu yang digunakan pada Pemilu 2014 sesuai dengan pasal 5 ayat 1 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2012 bersifat proporsional terbuka untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Sementara untuk memilih anggota DPD sesuai pasal 5 ayat 2 Undang Undang Nomor 8 Tahun 2012 dengan sistem distrik berwakil banyak (Single Non- Transferable Vote System). Untuk melihat secara detail sistem Pemilu yang digunakan dapat dielaborasi dari empat dimensi, yaitu (1) lingkup dan besaran daerah pemilihan, (2) metode pencalonan, (3) metode pemberian suara, dan (4) formula pembagian dan/atau penentuan calon terpilih. (1). Lingkup dan Besaran Daerah Pemilihan (district magnitude) Yang dimaksud dengan daerah pemilihan adalah batas wilayah dan/atau jumlah penduduk yang menjadi dasar penentuan jumlah suara untuk menentukan calon terpilih. Lingkup daerah pemilihan dapat ditentukan berdasarkan : (a) wilayah administrasi pemerintahan (Nasional, provinsi, atau kabupaten/kota), (b) jumlah penduduk, (c) kombinasi faktor wilayah dengan jumlah penduduk.

8 Besaran daerah pemilihan merujuk pada jumlah kursi untuk setiap daerah pemilihan, yaitu apakah satu kursi untuk setiap daerah pemilihan (single-member constituency) ataukah lebih dari satu kursi untuk setiap daerah pemilihan (multi-member constituencies). Lingkup dan besaran daerah pemilihan anggota DPR menurut UU No. 8 Tahun 2012 dapat digambarkan sebagai berikut. Pertama, daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota. Kedua, jumlah anggota DPR ditetapkan sebanyak 560 orang. Ketiga, jumlah kursi DPR untuk setiap daerah pemilihan ditetapkan paling sedikit 3 kursi dan paling banyak 10 kursi. Ke empat : penentuan daerah pemilihan dan alokasi kursi untuk DPR ditetapkan oleh DPR dan menjadi lampiran Undang Undang Nomor 8 Tahun Sementara lingkup dan besaran daerah pemilihan untuk DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota mengalami perubahan yang signifikan dibanding Pertama : daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi adalah kabupaten/kota, gabungan kabupaten/kota atau bagian kabupaten/kota. Kedua : alokasi kursi untuk setiap daerah pemilihan paling sedikit 3 kursi dan paling banyak 12 kursi. Adanya klausul bahwa penentuan dapil dapat dilakukan dengan membagi atau membelah kabupaten/kota dilakukan untuk mengakomodir jumlah kursi di setiap dapil yang ditentukan paling banyak 12 kursi. Sebab di sejumlah kabupaten/kota dengan jumlah penduduk besar alokasi kursinya dapat melebihi 12 kursi. Jika dapil anggota DPRD Proivinsi tetap dipertahankan dengan rumusan kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota maka akan terjadi kesalahan berulang seperti pada Pemilu 2009, di mana terdapat dapil dengan alokasi kursi melebihi 12 kursi. Ketiga : jumlah kursi untuk setiap provinsi paling sedikit 35 kursi dan paling banyak 100 kursi. Penentuan jumlah kursi dilakukan berdasarkan jumlah penduduk. Ada tujuh kategorisasi jumlah kursi untuk DPRD Provinsi. Untuk daerah dengan jumlah penduduk sampai dengan 1 juta orang, mendapat 35 kursi. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta sampai 3 juta orang, mendapat alokasi 45 kursi. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 3 juta sampai 5 juta, mendapat 55 kursi. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 5 juta sampai dengan 7 juta, mendapat 65 kursi. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 7 juta sampai 9 juta, mendapat 75 kursi. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 9 juta sampai 11 juta, mendapat 85 kursi. Provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 11 juta mendapat 100 kursi. Untuk lingkup dan besaran daerah pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota, rumusannya sama dengan penentuan dapil DPRD Kabupaten/Kota. Pertama : daerah pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota adalah kecamatan, gabungan kecamatan, dan bagian kecamatan. Logika memasukkan bagian kecamatan tetap sama dengan rumusan dalam penentuan dapil DPRD provinsi yakni mengantisipasi jumlah kursi dalam satu dapil melebihi 12 kursi. Kedua : alokasi kursi untuk setiap dapil paling sedikit 3 kursi dan paling banyak 12 kursi. Ketiga : jumlah kursi di kabupaten paling sedikit 20 kursi dan paling banyak 50 kursi. Rumusan penentuan jumlah kursi untuk setiap kabupaten/kota tetap mengacu pada jumlah penduduk. Ada tujuh kategori jumlah kursi DPRD Kabupaten/Kota. Pertama : kabupaten/kota

9 dengan jumlah penduduk sampai dengan 100 ribu orang, mendapat 20 kursi. Kedua : kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 100 ribu orang sampai dengan 200 ribu, mendapat 25 kursi. Ketiga : kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 200 ribu orang sampai 300 ribu orang, mendapat 30 kursi. Keempat : kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 300 orang sampai 400 ribu orang, mendapat 35 kursi. Kelima : kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 400 ribu orang sampai 500 ribu orang, mendapat 40 kursi. Keenam : kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500 orang sampai 1 juta orang, mendapat 45 kursi. Ketujuh : kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta orang, mendapat 50 kursi. 2. Metode Pencalonan Dimensi yang kedua berkaitan dengan pencalonan, yaitu siapa yang mengajukan calon : partai politik peserta pemilihan umum atau perorangan ataukah keduanya? Jawaban atas pertanyaan ini tergantung pada siapa yang menjadi peserta Pemilihan Umum: partai politik, perseorangan (calon independen), atau keduanya. Bila perseorangan yang menjadi peserta Pemilu maka yang mengajukan calon tertentu bukan pengurus partai politik melainkan sekumpulan anggota masyarakat yang mendukung calon perseorangan tersebut. Namun bila partai politik yang menjadi peserta Pemilu, maka calon dapat saja diseleksi dan diajukan oleh pengurus partai politik tetapi dapat pula diseleksi oleh pengurus partai tetapi dipilih oleh anggota partai secara terbuka dan kompetitif sebagai pemilihan pendahuluan. Jumlah calon yang dapat diajukan tergantung pada besaran daerah pemilihan, yaitu berapa kursi yang ditetapkan untuk setiap daerah pemilihan tertentu. Apabila partai politik yang mengajukan calon, untuk suatu daerah pemilihan dialokasikan lebih dari satu kursi, maka daftar calon yang diajukan partai politik dapat bersifat tertutup (closed list system), yaitu nomor urut calon yang akan mendapatkan kursi ditentukan oleh pengurus partai politik, tetapi dapat pula bersifat terbuka (open list system), yaitu nomor urut calon yang akan mendapatkan kursi ditentukan oleh pemilih berdasarkan rangking jumlah suara yang diperoleh setiap calon. Menurut Undang Undang Nomor 8 Tahun 2012, peserta Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 adalah partai politik untuk memilih anggota DPR dan DPRD, dan perseorangan untuk memilih anggota DPD. Partai politik dapat mengajukan calon sebanyakbanyak 100 persen dari jumlah kursi yang diperebutkan pada setiap daerah pemilihan dengan ketentuan wajib mengakomodir calon perempuan sekurang-kurangnya 30 persen di setiap dapil. Penempatan calon perempuan harus dipastikan ada minimal satu orang pada setiap tiga orang bakal calon. Partai politik dalam mengajukan calon diharuskan menggunakan nomor urut, tetapi dalam penentuan calon terpilih, penetapannya dilakukan berdasarkan suara terbayak. Karena itu dari segi pencalonan, Pemilu anggota DPR dan DPRD, mengadopsi sistem daftar calon terbuka (open

10 list system). Untuk calon anggota DPD yang akan mewakili provinsi, proses pencalonan dilakukan sendiri oleh setiap calon dengan menyampaikan bukti dukungan kepada KPU Provinsi. Dukungan dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi tanda tangan atau cap jempol jari tangan dan dilengkapi fotokopi kartu tanda penduduk setiap pendukung. Seorang pendukung tidak dibolehkan memberikan dukungan kepada lebih dari satu orang calon anggota DPD. Dukungan yang diberikan kepada lebih dari satu orang calon anggota DPD dinyatakan batal. Dukungan minimal ditentukan berdasarkan jumlah penduduk di setiap provinsi. Ada lima kriteri besaran dukungan minimal yang harus dipenuhi setiap bakal calon anggota DPD. Pertama : provinsi yang berpenduduk sampai dengan satu juta orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit seribu Pemilih. Kedua : provinsi yang berpenduduk lebih dari satu juta sampai lima juta orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit dua ribu Pemilih. Ketiga : provinsi yang berpenduduk lebih dari lima juta sampai dengan sepuluh juta orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit tiga ribu Pemilih. Ke empat : provinsi yang berpenduduk lebih dari sepuluh juta sampai dengan lima belas juta orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit empat ribu Pemilih. Ke lima : provinsi yang berpenduduk lebih dari lima belas juta orang harus mendapatkan dukungan dari paling sedikit lima ribu Pemilih. Dukungan tersebut harus tersebar di paling sedikit 50% (lima puluh persen) dari jumlah kabupaten/kota di provinsi tersebut. 3. Metode Pemberian Suara Pemberian suara menurut Undang Undang Nomor 8 Tahun 2012 dilakukan dengan cara mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik dan/atau nama calon pada surat suara. Suara untuk Pemilu anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dinyatakan sah apabila : (a) surat suara ditandatangani oleh ketua KPPS, dan (b) tanda coblos pada nomor atau tanda gambar partai politik dan/atau nama calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota berada pada kolom yang disediakan, atau (c) tanda coblos pada tanda gambar partai politik berada pada kolom yang disediakan. Surat suara untuk Pemilu anggota DPD dinyatakan sah apabila : (a) surat suara ditandatangani oleh ketua KPPS dan (b) tanda coblos terdapat pada 1 (satu) calon perseorangan. Peraturan KPU Nomor 26 Tahun 2013 memberikan penjelasan yang lebih detail tentang ketentuan suara sah yakni : 1) tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar, dan nama Partai Politik, suaranya dinyatakan sah untuk Partai Politik 2) tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon anggota, suaranya dinyatakan sah untuk nama calon yang bersangkutan dari Partai Politik yang mencalonkan 3) tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar dan nama Partai Politik, serta tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon dari Partai

11 Politik yang bersangkutan, suaranya dinyatakan sah untuk nama calon yang bersangkutan dari Partai Politik yang mencalonkan 4) tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar, dan nama Partai Politik, serta tanda coblos lebih dari 1 (satu) calon pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon dari Partai Politik yang sama, suaranya dinyatakan sah 1 (satu) suara untuk Partai Politik 5) tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut dan nama calon anggota DPD, suaranya dinyatakan sah untuk Calon Anggota DPD yang bersangkutan 4. Formula Pemberian Kursi Dimensi keempat menyangkut formula penentuan calon terpilih, yaitu rumus yang digunakan untuk menentukan calon terpilih. Rumus ini tentu tergantung pada jawaban terhadap isu yang ketiga, yaitu apakah suara diberikan kepada partai politik atau kandidat. Kalau suara diberikan kepada partai politik, maka formula proporsionalitaslah yang digunakan, yaitu setiap partai politk peserta Pemilu akan mendapakan kursi proporsional dengan jumlah suara sah yang diperolehnya. Kalau suara diberikan kepada kandidat, maka formula yang digunakan dapat berupa pluralitas (suara lebih banyak) tetapi dapat pula berupa mayoritas (suara paling banyak). Apabila yang dipilih rakyat kedua-duanya (partai politik dan kandidat), maka formula yang digunakan juga keduanya, yaitu proporsionalitas dan rangking calon dalam perolehan suara. Formula apa yang diadopsi dalam Undang-Undang Pemilu sudah barang tentu akan mempunyai implikasi yang luas terhadap banyak hal, seperi derajat keterwakilan, akuntabilitas calon terpilih, tingkat legitimasi calon terpilih, dan jumlah partai politik (sistem kepartaian). Undang Undang Nomor 8 Tahun 2012 menganut sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. Lantas apa yang dimaksud dengan sistem proporsional terbuka dan apa bedanya dengan sistem proporsional tertutup?. Sistem proporsional merujuk pada formula pembagian kursi dan/atau penentuan calon terpilih, yaitu setiap partai politik peserta Pemilu mendapatkan kursi proporsional dengan jumlah suara sah yang diperolehnya. Tetapi proporsional terbuka di Indonesia masih diberi syarat tambahan yakni parliementary treshold atau ambang batas parlemen sebesar 3,4 persen untuk tingkat DPR. Artinya partai politik peserta Pemilu yang diikutsertakan dalam pembagian kursi hanya partai politik yang memperoleh suara 3,5 persen dari suara sah secara nasional. Otomatis suara partai politik dengan perolehan suara di bawah 3,5 persen menjadi tidak bernilai karena tidak dapat dikonversi menjadi kursi. Parpol tersebut hanya diikutsertakan dalam pembagian kursi di DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Penentuan persentase perolehan suara Partai Politik yang memenuhi ambang batas dilakukan dengan cara membagi perolehan Suara Sah setiap Partai Politik secara nasional dengan

12 total keseluruhan perolehan Suara Sah Partai Politik secara nasional dikalikan 100% (seratus persen). Partai Politik yang memenuhi ambang batas perolehan Suara Sah berhak diikutsertakan dalam penghitungan perolehan kursi DPR di seluruh daerah pemilihan Anggota DPR. Untuk menetapkan perolehan kursi pada setiap daerah pemilihan, tahap pertama dilakukan dengan menetapkan bilangan pembagi pemilih (BPP) DPR. Penetapan BPP DPR berdasarkan atas Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilu Anggota DPR, Sertifikat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Partai Politik, dan Rincian Perolehan Suara Sah Calon Calon Anggota DPR dan Suara Tidak Sah di KPU. BPP DPR ditetapkan dengan cara cara menghitung total perolehan Suara Sah Partai Politik disetiap daerah pemilihan terlebih dahulu dikurangi dengan perolehan Suara Sah Partai Politik yang tidak memenuhi ambang batas dibagi dengan jumlah kursi di daerah pemilihan tersebut. Apabila BPP DPR yang diperoleh dari hasil bagi jumlah seluruh Suara Sah Partai Politik dengan jumlah kursi di setiap daerah pemilihan yang bersangkutan menghasilkan angka pecahan, maka angka pecahan 0,5 atau lebih dibulatkan ke atas dan angka pecahan di bawah 0,5 dihapuskan. Setelah ditetapkan BPP DPR, dilakukan penghitungan perolehan kursi Partai Politik di setiap daerah pemilihan. Ada dua tahapan penghitungan perolehan kursi Partai Politik di setiap daerah pemilihan yaitu : 1) Penghitungan Tahap Pertama dilakukan dengan cara membagi jumlah Suara Sah yang diperoleh setiap Partai Politik dengan BPP, dengan ketentuan : a. apabila Suara Sah suatu Partai Politik sama atau lebih dengan BPP maka Partai Politik tersebut memperoleh kursi b. apabila dalam penghitungan pertama masih terdapat sisa suara, maka sisa suara tersebut akan dihitung dalam penghitungan tahap kedua c. apabila Suara Sah suatu Partai Politik tidak mencapai BPP, maka Partai Politik tersebut tidak memperoleh kursi pada penghitungan Tahap Pertama, selanjutnya jumlah Suara Sah Partai tersebut menjadi sisa suara dalam penghitungan kursi Tahap Kedua. 2) Penghitungan Tahap Kedua dilakukan apabila masih terdapat sisa kursi dalam Penghitungan Tahap Pertama, dengan cara membagikan sisa kursi yang belum terbagi satu per satu sampai habis kepada Partai Politik berdasarkan sisa suara terbanyak. Apabila terdapat Partai Politik yang memiliki Suara Sah atau sisa suara sama, maka Partai Politik yang memiliki sisa suara yang lebih banyak persebarannya di daerah pemilihan yang bersangkutan berhak atas sisa kursi terakhir. Partai Politik dinyatakan memiliki sebaran sisa suara yang lebih banyak, apabila sisa suara tersebut tersebar pada jumlah wilayah yang lebih banyak pada 1 (satu) tingkat di bawahnya.

13 Daftar Pustaka Asshiddiqie, Jimly Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta. Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Budiardjo, Miriam. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Soedarsono Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal Demokrasi. Setjen dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Tricahyo, Ibnu Reformasi Pemilu Menuju Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal, Intrans Publishing. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 26 Tahun 2013 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara di Tempat Pemungutan Suara Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 29 Tahun 2013 tentang Penetapan Hasil Pemilu, Perolehan Kursi, Calon Terpilih, dan Penggantian Calon Terpilih

14

SISTEM PEMILIHAN UMUM

SISTEM PEMILIHAN UMUM SISTEM PEMILIHAN UMUM Sistem pemilihan umum dapat dibedakan menjadi dua macam: pemilihan mekanis dan pemilihan organis Dalam sistem mekanis, partai politik mengorganisir pemilihan-pemilihan dan partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

NEGARA-NEGARA YANG MELAKUKAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU

NEGARA-NEGARA YANG MELAKUKAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU NEGARA-NEGARA YANG MELAKUKAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU SISTEM PEMILU Pilihan atas sistem pemilu merupakan salah satu keputusan kelembagaan yang paling penting bagi negara demokrasi di manapun. Pilihan sistem

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILU DUNIA

SEJARAH PEMILU DUNIA SEJARAH PEMILU DUNIA PENGERTIAN PAKAR Secara etimologis kata Demokrasi terdiri dari dua kata Yunani yaitu damos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan cratein atau cratos yang berarti kedaulatan

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan

Lebih terperinci

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU SEKILAS PEMILU 2004 Pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang:

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan Persetujuan Bersama www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINAJAUAN UMUM TENTANG PEMILU DAN KONSEPS DASAR PEMBENTUKAN PARLIAMENTERY THRESHOLD DI INDONESIA

BAB II TINAJAUAN UMUM TENTANG PEMILU DAN KONSEPS DASAR PEMBENTUKAN PARLIAMENTERY THRESHOLD DI INDONESIA BAB II TINAJAUAN UMUM TENTANG PEMILU DAN KONSEPS DASAR PEMBENTUKAN PARLIAMENTERY THRESHOLD DI INDONESIA 2.1 Pemilihan Umum Legislatif Dalam sebuah negara yang menganut sistem pemerintahan yang demokrasi

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGAWASAN PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM DAN PENGGANTIAN CALON TERPILIH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, hal tersebut sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun

Lebih terperinci

Sistem Pemilihan Umum

Sistem Pemilihan Umum Sistem Pemilihan Umum Sistem pemilihan mekanis Melihat bahwa rakyat terdiri atas individu-individu. Sistem ini dalam pelasanannya dilakukan dengan dua cara yaitu sistem perwakilan distrik/mayoritas dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.768, 2012 KOMISI PEMILIHAN UMUM. Pendaftaran. Verifikasi. Penetapan. Parpol. Pemilu. DPR. DPRD. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENDAFTARAN,

Lebih terperinci

PEMILU. Oleh : Nur Hidayah

PEMILU. Oleh : Nur Hidayah PEMILU Oleh : Nur Hidayah A. PENGERTIAN PEMILU Merupakan salah satu sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang berdasarkan pada demokrasi perwakilan. Pemilu diartikan sebagai mekanisme penyeleksian dan

Lebih terperinci

2012, No Mengingat membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan

2012, No Mengingat membentuk Undang-Undang tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.117, 2012 POLITIK. PEMILU. DPR. DPD. DPRD. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Pengantar Ketua KPU. Assalamu alaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

Pengantar Ketua KPU. Assalamu alaikum Warahmatullah Wabarakatuh. Pengantar Ketua KPU Assalamu alaikum Warahmatullah Wabarakatuh. Kita panjatkan puji syukur kepada Tuhan YME, karena modul yang sudah lama digagas ini akhirnya selesai juga disusun dan diterbitkan oleh

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (3) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Sebelumnya telah dikemukakan Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) untuk Pemilu

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Lebih mudah cara menghitung perolehan kursi bagi partai politik (parpol) peserta pemilu 2014 dan penetapan calon

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENDAFTARAN DAN VERIFIKASI PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI, DAN DEWAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Dalam kesempatan ini sebelum melakukan perbandingan antara kedua sistem dalam Pemilu DPR, DPD dan DPRD di 2009 dan 2014, terlebih dahulu yang dibahas adalah apa dan

Lebih terperinci

Perolehan Suara Menjadi Kursi

Perolehan Suara Menjadi Kursi Cara Penghitungan Perolehan Suara Menjadi Kursi DPR dan DPRD Pemilu 2014 Cara Penghitungan Perolehan Suara Menjadi Kursi DPR dan DPRD Pemilu 2014 Indonesian Parliamentary Center (IPC) 2014 Cara Penghitungan

Lebih terperinci

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014

URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA URGENSI UNDANG-UNDANG PEMILU DAN PEMANTAPAN STABILITAS POLITIK 2014 Disampaikan pada acara Round Table Discussion (RTD) Lemhannas, Jakarta, Rabu 12 Oktober

Lebih terperinci

Implication, the Application, the system of general election, direct election. By: Bustanuddin, S.H., LL.M. Abstrac

Implication, the Application, the system of general election, direct election. By: Bustanuddin, S.H., LL.M. Abstrac 1 Implikasi Penerapan Sistem Pemilihan Umum Tertentu Terhadap Hasil Pemilihan Umum Di Indonesia By: Bustanuddin, S.H., LL.M. Abstrac General Election is a mean of transferring power in a state. The system

Lebih terperinci

PEMANDANGAN UMUM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR/DPRD DAN DPD

PEMANDANGAN UMUM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR/DPRD DAN DPD PEMANDANGAN UMUM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR/DPRD DAN DPD Disampaikan oleh juru bicara FKB DPR RI : Dra. Bariyah Fayumi, Lc Anggota

Lebih terperinci

BAB III Pastikan proses penetapan calon terpilih berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara sesuai tingkatannya

BAB III Pastikan proses penetapan calon terpilih berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara sesuai tingkatannya BAB III Pastikan proses penetapan calon terpilih berdasarkan rekapitulasi hasil penghitungan suara sesuai tingkatannya Bab ini menjelaskan tentang: A. Penetapan Calon Terpilih Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENATAAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAE

- 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENATAAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAE - 2 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PENATAAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA DALAM PEMILIHAN UMUM. BAB I KETENTUAN

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENDAFTARAN, VERIFIKASI, DAN PENETAPAN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu

BAB V PENUTUP. sistem-sistem yang diterapkan dalam penyelenggaraan Pemilu di kedua Pemilu itu BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pembahasan dalam bab sebelumnya (Bab IV) telah diuraikan beberapa ketentuan pokok dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD 2009 dan 2014

Lebih terperinci

BABAK PENYISIHAN JAWABAN SOAL WAJIB

BABAK PENYISIHAN JAWABAN SOAL WAJIB KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA BOGOR PANITIA LOMBA CERDAS CERMAT KEPEMILUAN DAN DEMOKRASI TINGKAT PELAJAR SLTA SE-KOTA BOGOR TAHUN 2015 BABAK PENYISIHAN JAWABAN SOAL WAJIB KODE A 1. Singkatan dari apakah -

Lebih terperinci

- 2 - Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 30 Juli 2012; MEMUTUSKAN :

- 2 - Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 30 Juli 2012; MEMUTUSKAN : - 2-4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5246); 5. Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KOMISI PEMILIHAN UMUM,

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KOMISI PEMILIHAN UMUM, KOMISI PEMILIHAN UMUM PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN JUMLAH DAN TATA CARA PENGISIAN KEANGGOTAAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI ATAU DEWAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNTUK UJI PUBLIK Draft tanggal 3 November 2017 RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAERAH PEMILIHAN DAN ALOKASI KURSI ANGGOTA DEWAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PUTUSAN. RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008 atas Pengujian Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

Partisipasi Politik dan Pemilihan Umum

Partisipasi Politik dan Pemilihan Umum Partisipasi Politik dan Pemilihan Umum Cecep Hidayat cecep.hidayat@ui.ac.id - www.cecep.hidayat.com Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Materi Bahasan Definisi

Lebih terperinci

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat PANDANGAN FRAKSI FRAKSI PARTAI DEMOKRAT DPR RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM DALAM PEMBICARAAN TINGKAT II (PENGAMBILAN KEPUTUSAN) PADA RAPAT

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012 UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

APA DAN BAGAIMANA PEMILU 2004?

APA DAN BAGAIMANA PEMILU 2004? APA DAN BAGAIMANA PEMILU 2004? Hak Pemilih T: Apa yang menjadi Hak Anda sebagai Pemilih? J: Hak untuk terdaftar sebagai pemilih bila telah memenuhi semua syarat sebagai pemilih. Hak untuk memberikan suara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG Draf Final Baleg RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

TINJAUAN SINGKAT TENTANG SISTEM PEMILU

TINJAUAN SINGKAT TENTANG SISTEM PEMILU TINJAUAN SINGKAT TENTANG SISTEM PEMILU YANG DIUSULKAN DALAM RANCANGAN AMANDEMEN TERHADAP UU No. 3/1999 Tentang Pemilu ISI: Pengantar Beberapa Kriteria untuk Menilai Sistem Pemilihan Beberapa Petunjuk Praktis

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 2 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati, PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.897, 2012 KOMISI PEMILIHAN UMUM. Pendaftaran. Verifikasi. Penetapan. Parpol. Pemilu. DPR. DPD. Perubahan. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

RDPU Baleg DPR RI. 14 Juli 2010

RDPU Baleg DPR RI. 14 Juli 2010 RDPU Baleg DPR RI 14 Juli 2010 Perlu lebih sederhana: Pemilih terlalu dirumitkan dengan banyak calon dalam surat suara yang besar Konsistensi sistem: proporsinalitas perlu ditingkatkan Calon terbaik parpol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Karenanya dalam rangka pelaksanaan hak-hak asasi adalah suatu keharusan bagi pemerintah

Lebih terperinci

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD 1945 yang diamandemen Hukum, terdiri dari: Pemahaman Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Pemahaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih wakil wakil rakyat untuk duduk sebagai anggota legislatif di MPR, DPR, DPD dan DPRD. Wakil rakyat

Lebih terperinci

NO. PERIHAL PASAL KETENTUAN 1 BPP DPR Pasal 1 Poin 27.

NO. PERIHAL PASAL KETENTUAN 1 BPP DPR Pasal 1 Poin 27. PASAL PASAL PENTING DALAM UU NO. 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILU 34 Pasal Vital Yang Perlu Dipahami & Dimengerti Bagi Caleg pada Pemilu 2009 Disusun oleh : Indra Jaya Rajagukguk, SH 1 BPP DPR Pasal 1 Poin

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM DPR, DPD DAN DPRD. Komisi Pemilihan umum

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM DPR, DPD DAN DPRD. Komisi Pemilihan umum UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM DPR, DPD DAN DPRD Komisi Pemilihan umum TAHAPAN PENYELENGGARAAN PEMILU 2009 pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih, 5 April-5Okt

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2018 TENTANG PENYERAHAN SYARAT DUKUNGAN, PENELITIAN DAN VERIFIKASI PERSEORANGAN CALON PESERTA PEMILIHAN UMUM DAN PENCALONAN ANGGOTA DEWAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG top PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH I. UMUM 1. Dasar

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019 RANCANGAN KONSULTASI DPR RI PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan

5. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pemilihan umum secara langsung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 110,111,112,113/PUU-VII/2009 tanggal 7 Agustus 2009 atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

RELASI ANTARA SISTEM PEMILU + SISTEM KEPARTAIAN+ LATAR BELAKANG SOSIAL+ JARAK IDEOLOGI = POLITICAL ORDER ( STABILITAS POLITIK). ADA DUA TESIS UTAMA

RELASI ANTARA SISTEM PEMILU + SISTEM KEPARTAIAN+ LATAR BELAKANG SOSIAL+ JARAK IDEOLOGI = POLITICAL ORDER ( STABILITAS POLITIK). ADA DUA TESIS UTAMA RELASI ANTARA SISTEM PEMILU + SISTEM KEPARTAIAN+ LATAR BELAKANG SOSIAL+ JARAK IDEOLOGI = POLITICAL ORDER ( STABILITAS POLITIK). ADA DUA TESIS UTAMA 1. LATAR BELAKANG SOSIAL PLURAL + SISTEM PROPOSIONAL+

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN ATAS PENDAFTARAN, VERIFIKASI PARTAI POLITIK CALON PESERTA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANJUNGBALAI. NOMOR: 5 /Kpts/KPU /2015

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANJUNGBALAI. NOMOR: 5 /Kpts/KPU /2015 KEPUTUSAN NOMOR: 5 /Kpts/KPU-002.434894/2015 TENTANG PENETAPAN JUMLAH MINIMAL PEROLEHAN KURSI DAN AKUMULASI PEROLEHAN SUARA SAH PARTAI POLITIK ATAU GABUNGAN PARTAI POLITIK SEBAGAI SYARAT PENDAFTARAN BAKAL

Lebih terperinci

MEMBACA TEKS UNDANG-UNDANG PEMILU NO 8 TH 2012-DIANALISIS DARI KONTEKS LAHIRNYA UU TERSEBUT, KEPENTINGAN APA DAN SIAPA YANG IKUT MENENTUKAN LAHIRNYA

MEMBACA TEKS UNDANG-UNDANG PEMILU NO 8 TH 2012-DIANALISIS DARI KONTEKS LAHIRNYA UU TERSEBUT, KEPENTINGAN APA DAN SIAPA YANG IKUT MENENTUKAN LAHIRNYA MEMBACA TEKS UNDANG-UNDANG PEMILU NO 8 TH 2012-DIANALISIS DARI KONTEKS LAHIRNYA UU TERSEBUT, KEPENTINGAN APA DAN SIAPA YANG IKUT MENENTUKAN LAHIRNYA UU PEMILU? SETTING SOSIAL- POLITIK KETIKA UU DIPRODUKSI?

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 04/PMK/2004 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD

DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN PDIP PPP PD DAFTAR INVENTARIS MASALAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM DAN MASALAH KETERWAKILAN PEREMPUAN POIN NO.DIM RUU FRAKSI USULAN PERUBAHAN SISTEM PEMILU 59 (1) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang telah mengalami beberapa masa kepemimpinan yang memiliki perbedaan karakteristik perlakuan hak politik setiap warga negara

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Komisi ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota Dewan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pemilihan umum

Lebih terperinci

- 2 - Memperhatikan : Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 25 Oktober MEMUTUSKAN :

- 2 - Memperhatikan : Keputusan Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum tanggal 25 Oktober MEMUTUSKAN : - 2-3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

Lebih terperinci

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013)

Lebih terperinci

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA NO NO. PUTUSAN TANGGAL ISI PUTUSAN 1 011-017/PUU-I/2003 LARANGAN MENJADI ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI, DAN DPRD KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG 1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.374, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KPU. Pemungutan. Penghitungan. Rekapitulasi. Pemilu DPR. Luar Negeri. Tahun 2014. Perubahan. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

TOPIK. Konsepsi SISTEM PEMILU

TOPIK. Konsepsi SISTEM PEMILU TOPIK Konsepsi SISTEM PEMILU By Andri Rusta Mata Kuliah Sistem Perwakilan Politik Semester Genap 2010/2011 Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas 7 April 2011 1 DEMOKRASI Dalam khasanah ilmu politik,

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji: Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-VI/2008 tanggal 30 Desember 2009 atas Undang-undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan yang telah mengalami 4 (empat) kali perubahan, bahwa Pemilu

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.698, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM. Penyelenggaraan. Pemilu. DPR. DPD. DPRD. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG TAHAPAN, PROGRAM, DAN JADUAL PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Pasal 1 Ayat 2 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia. mana semua warga negara memiliki hak, kewajiban, kedudukan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Pasal 1 Ayat 2 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia. mana semua warga negara memiliki hak, kewajiban, kedudukan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi merupakan konsepsi kemanusiaan dan relasi sosial yang dilahirkan dari sejarah peradaban manusia di seluruh penjuru dunia. 1 Karena konsepsi demokrasilah yang

Lebih terperinci

Mengawal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

Mengawal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Mengawal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Nico Harjanto, PhD Rajawali Foundation Disampaikan pada Diskusi Bulanan FORMAPPI bertema Mengawal Proporsional Terbuka pada hari Kamis, 12 Januari 2012 Varian

Lebih terperinci

2012, No.1048A 2 Mengingat : 1.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2006 Nomor

2012, No.1048A 2 Mengingat : 1.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2006 Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1048A, 2012 KOMISI PEMILIHAN UMUM. Pendaftaran. Verifikasi. Penetapan. Parpol. Pemilu. DPRD. DPD. Perubahan. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1583, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMILIHAN UMUM. Audit. Laporan. Dana Kampanye. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN AUDIT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.245, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemilihan. Gubernur. Bupati. Walikota. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) PERATURAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci