BAB I PERATURAN PERATURAN INTERNASIONAL UNTUK MENCEGAH TUBRUKAN DILAUT,1972 BAGIAN A UMUM ATURAN 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PERATURAN PERATURAN INTERNASIONAL UNTUK MENCEGAH TUBRUKAN DILAUT,1972 BAGIAN A UMUM ATURAN 1"

Transkripsi

1 BAB I PERATURAN PERATURAN INTERNASIONAL UNTUK MENCEGAH TUBRUKAN DILAUT,1972 BAGIAN A UMUM ATURAN 1 1. Aturan aturan ini berlaku untuk semua kapal dilaut lepas dan disemua perairan yang dihubungkan dengannya yang dapat dilayari oleh kapal laut. 2. Tidak ada dalam aturan aturan ini akan mencampuri pelaksanaan aturan aturan khusus yang dibuat oleh penguasa yang sesuai untuk bandar bandar, pelabuhan pelabuhan, sungai sungai, danau danau atau perairan perairan pedalaman yang dihubungkan dengan laut lepas dan dapat dilayari oleh kapal laut. Aturan aturan khusus demikian akan seerat mungkin disesuaikan dengan aturan aturan ini. 3. Tidak ada dalam aturan aturan ini mencampuri pelaksanaa aturan aturan khusus apapun yang dibuat oleh pemerintah seiap Negara sehubungan dengan pangkalan tambahan atau lampu lampu isyarat atau isyarat isyarat suling untuk kapal kapal perang dan kapal kapal yang berlayar dalam konvoi, atau sehubungan dengan pangkalan tambahan atau lampu lampu isyarat untuk kapal kapal nelayan yang digunakan dalam penangkapan ikan sebagai armada, pangkalan tambahan atau lampu lampu isyarat atau isyarat isyarat suling, sejauh mungkin, harus demikian sehingga tidak dapat disalah artikan dengan setiap lampu atau isyarat yang disahkan ditempat lain berdaarkian aturan aturan ini. 4. Rencana rencana pemisahan lalu lintas dapat diterima oleh badan untuk maksud aturan aturan ini. 5. Bilamanapun juga pemerintah yang bersangkutan telah menetapkan bahwa suatu kapal dengan konstruksi atau maksud khusus tidak dapat sepeuhnya memenuhi ketentuan ketentuan dari salah satu aturan aturan ini sehubungan dengan jumlah letak, jarak atau busur daya tampak daripada lampu lampu atau tanda tanda, demikian pula dengan penempatan dan ciri ciri daripada alat alat yang mengisyaratkan bunyi, yang oleh pemerintahnya telah ditent7ukan sebagai pemenuhana daripada aturan aturan ini sehubungan dengan kapal itu, yang sedekat mungkin. ATURAN 2 Tanggung jawab 1. Tidak ada dalam aturan aturan ini membebaskan setiap kapal, atau pemilik, nahkoda atau awak kapalnya, dari bakibat akibat setiap kelalaian untuk memenuhi aturan aturan ini atau kelalaian daripada setiap tindakan pencegah yang mungkin di haruskan oleh praktek biasa seorang pelaut, atau oleh keadaan keadaan khusus daripada kejadian.

2 2. Dalam menafsirkan dan memenuhi aturan aturan ini perhatian secukupnya harus diberikan terhadap semua bahaya pelayaran dan tubrukan dan terhadap setiap keadaan khusus. Terhadap pembatasan pembatasan daripada kapal kapal yang tersangkut, yang mungkin memerlukan suatu penyimpangan dari aturan aturan ini untuk menghindari bahaya langsung. ATURAN 3 Definisi definisi Umum Untuk maksud aturan aturan ini, kecuali dalam hal hubungannya mensyaratkan lain, 1. Kata kata kapal meliputi tiap jenis kendaraan air, termasuk kendaraan dan pesawat terbang laut bukan desplasemen, yang digunakan atau mampu untuk digunakan sebagai sarana angkutan air. 2. Istilah kapal yang digerakan oleh tenaga berarti setiap kapal yang digerakan dengan mesin. 3. Istilah kapal layar berarti setiap kapal yang sedang berlayar dengan menggunakan layar, dengan syarat bahwa mesin penggeraknya, jika dipasang, tidak digunakan. 4. Istilah kapal yang digunakan dalam penangkapan ikan berarti setiap kapal yang menangkap ikan dengan jala jala, tali tali, pukat pukat tarik atau penangkap ikan lainnya yang membatasi daya olah gerak, tetapi tidak meliputi kapal yang menangkap ikan dengan tali tali tunda dengan umpan atau alat penangkap ikan yang tidak membatasi olah gerak. 5. Kata kata pesawat terbang laut meliputi setiap kendaraan udara yang dibuat untuk mengolah gerak air 6. Istilah kapal yang tidak dapat diolah gerak berarti kapal yang karena beberapa keadaan luar biasa tidak mampu mengolah gerak seperti yang diisyaratkan oleh aturan aturan ini dan karenanya tidak menyimpang untuk kapal lain. 7. Istilah kapal yang dibatasi dalam kemampuannya untuk mengolah gerak berarti kapal yang dari sifat pekerjaannya dibatasi dalam kemampuan untuk mengolah gerak seperti diisyaratkan oleh peraturan peraturan ini dan karenannya tidak mampu menyimpang untuk kapal lain. Kapal kapal berikut harus dianggap sebagai kapal kapal yang dibatasi dalam kemampuannya untuk mengolah gerak : 1.Kapal yang digunakan dalam meletakan, membersihkan atau mengangkut merkah navigasi, kabel atau saluran pipa dalam laut. 2.Kapal kapal yang digunakan dalam pengerukan, sedang mengerjakan hidrografi atau pekerjaan pekerjaan dibawah permukaan air. 3.Kapal yang digunakan dalam penambahan atau pemindahan orang orang perbekalan atau muatan pada waktu sedang berlayar.

3 4.Kapal yang digunakan dalam peluncuran atau memasukan kembali pesawat terbang 5.Kapal yang digunakan dalam pekerjaan pekerjaan penyapuan ranjau. 6.Kapal yang digunakan dalam pekerjaan penundaan demikian yang menjadikannya tidak mampu untuk menyimpang dari haluan. 7.Istilah kapal yang dibatasi oelh saratnya berarti kapal yang digerakan dengan tenaga yang karena saratnya sehubungan dalamnya air yang ada, sangat dibatasi dalam kemampuannya untuk menyimpang dari haluan yang sedang dilayari. 8.Istilah kapal sedang berlayar berarti kapal yang yang tidak berlabuh jangkar, atau diikat pada daratan / dermaga, atau kandas. 9,Kata kata panjang kapal dan lebar kapal berarti panjang seluhnya dan lebar terbesar. 10.Kapal kapal harus dianggap melihat satu sama lain hanya apabila kapal yang satu dapat dilihat oleh kapal yang lain. 11.Istilah penglihatan terbatas berarti setiap keadaan dalam hal mana daya tampak dibatasi oelh kabut, cuaca redup, hujan salju, hujan dan bayu lebat, angin ribut pasir atau setiap sebab lain yang sama. BAGIAN B ATURAN ATURAN MENYIMPANG DAN BERLAYAR SEKSI I SIKAP KAPAL KAPAL DALAM SETIAP KEADAAN PENGLIHATAN ATURAN 4 Penerapan Aturan aturan dalam seksi ini berlaku dalam setiap keadaan penglihatan. ATURAN 5 Pengamatan Tiap kapal harus senantiasa mengadakan pengamatan yang baik, baik dengan penglihatan dan pendengaranmaupun dengan alat alatt yang sesuai yang ada dalam keadaan keadaan dan suasana yang lazim terdapatsehingga dapat di buat penilaian sepenuhnya dari pada situasi dan bahaya tubrukan. ATURAN 6 Kecepatan yang aman Tiap kapal senantiasa harus bergerak dengan kecepatan yang aman sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat

4 dan efektif untuk menghindari tubrukan dan dapat dihentikan dalam jarak yang sesuai dengan keadaan keadaan dan suasana yang lazim terdapat dalam menentukan kecepatan yang aman, diantara faktor faktor yang harus diperhitungkan, adalah faktor faktor berikut : 1. Oleh semua kapal : 1.Tingkat penglihatan 2.Kepadatan lalu lintas termasuk pemusatan pemusatan daripada kapal kapal nelayan atau setiap kapal lain. 3.Daya olah gerak kapal dengan menunjuk secara khusus pada jarak henti dan kemampuan berputar dalam keadaan keadaan yang lazim terdapat. 4.Pada malam hari terdapatnya cahaya latar belakang seperti dari lampu darat atau dari pemancar kebelakang daripada lampu lampunya sendiri. 5.Keadaan angin, laut dan arus dan adanya bahaya bahaya navigasi didekatnya. 6.Sarat sehubungana dengan dalamnya air yang terdapat. 2. Sebagai tambahan, oleh kapal kapal dengan radar yang bekerja : 1.Ciri ciri efesiensi dan pembatasan pembatasan daripada perlengkapan radar. 2.Setiap pembatasan yang disebabkan oleh skala jarak radar yang digunakan. 3.Akibat atas penemuan radar tentang keadaan laut, cuaca dan sumber sumber gangguan lainnya. 4.Kemungkinana bahwa kapal kapal kecil, es dan bevda benda apung lainnya tidak dapat di ketemukan oleh radar pada jarak cukup. 5.Jumlah, tempat dan gerakan kapal kapal yang di ketemukan oleh radar. 6.Penilaian yang lebih tepat daripada penglihatan, yang dimungkinkan jika digunakan radar untuk menentukan jarak kapal kapal atau benda benda lain didekatnya. ATURAN 7 Bahaya Tubrukan 1. Tiap kapal harus menggunakan semua sarana yang ada yang sesuai dengan keadaan keadaan dan suasana yang lazim terdapat menentukan jika tedapat bahaya tubrukan. Jika terdapat keragu raguana maka bahaya demikian harus dianggap ada. 2. Penggunaan perkengkapan radar, jika diasan dan yang berjalan, harus dilakukan dengan baik, termsuk peninjauan jarak jauh untuk memperoleh peningkatan sebelum waktunya tentang bahaya tubrukan dan pemetaan raadar atau pengamatan secara sistimatis tentang benda benda yang ditemukan.

5 3. Dugaan dugaan tidak boleh di adakan atas dasar keterangan yang kurang sekali, khususnya keterangan radar yang kurang sekali. 4. Dengan menentukan apakah terdapat bahaya tubrukan, maka diantara pertimbangan pertimbangan yang harus diperhitungkan adalah perimbangan perimbangan berikut : 1.Bahaya demikian harus dianggap ada jika baringan pedoman suatu kapal yang sedang mendekat tidak berubah secara berarti. 2.Bahaya demikian adakalanya mungkin ada, sekalipun jelas ada perubahan baringan yang berarti. Khususnya jika sedang mendekati kapal yang sangat besar atau suatu gandengan atau sedang mendekati suatu kapal pada jarak dekat. ATURAN 8 Tindakan untuk menghindari tubrukan 1. Setiap tindakan yang diambil untuk menghindari tubrukan, jika keadaan keadaan peristiwa ini mengizinkan, harus meyakinkan, dilakukan dalam waktu cukup dan dengan memperhatikan dengan seksama syarat syarat kecakapan pelaut yang baik. 2. Setiap perubahan haluan dan atau kecepatan untuk menghindari tubrukan, jika keadaan keadaan peristiwa itu mengizinkan harus cukup besar untuk segera diketahui jelas bagi kapal lain yang sedang melakukan pengamatan dengan penglihatan atau dengan radar, suatu rangkaian perubahan perubahan kecil daripada haluan dan atau kecepatan harus dihindari. 3. Jika cukup ruang laut, perubahan haluan saja mungkin adalah tindakan yang paling tepat untuk menghindari suatu situasi terhadap hadapan dengan syarat bahwa perubahan itu dilakukan dalam waktu yang baiak, benar dan tidak menghasilkan situasi berhadap hadapan lainnya. 4. Tindakan yang diambil untuk menghindari tubrukan dengan kapal lain harus demikian sehingga menghasilkan kapal melewati kapal lain pada jarak yang aman. Ketepatan daripada tindakan tersebut harus diperiksa dengan seksama sampai kapal yang lain melewati dan bebas sama sekali. 5. Jika diperlukan untuk menghindari tubrukan atau untuk memberikan lebih banyak waktu untuk menilai situasi, kapal harus mengurangi kecepatannya banyak waktu menilai situasi, kapal harus mengurangi kecepatan atau membuka jalan dengan menghentikan atau membalikan pendorongnya. ATURAN 9 Alur alur pelayaran sempit 1. Jika kapal berlayar mengikuti arah alur pelayaran atau air pelayaran sempit harus berlayar sedikit pada batas luar pelayaran atau air pelayaran yang terletak disisi lambung kanannya yang aman dan dapat dilaksanakan.

6 2. Kapal dengan panjang kurang dari 20m atau kapal layar tidak boleh menghalang halangi penyebrangan suatu kapal yang hanya dapat berlayar dengan aman didalam alur pelayaran dengan aman dan didalam alur pelayaran alur pelayaran atau air pelayaran yang sempit. 3. Kapal yang dugunakan dalam penangkapan ikan tidak boleh menghalangi epnyebrangan setiap kapal lain yang berlayar didalam pelayaran yang berlayar didalam alur pelayaran atau air pelayaran yang sempit. 4. Kapal tidak boleh menyilang alur pelayaran atau air pelayaran penyilangan demikian menghalang halangi penyebrangan suatu kapal yang hanya dapat berlayar dengan aman didalam alur pelayaran atau air pelayaran demikian. Kapal yang disebut belakangan boleh menggunakan isyarat bunyi yang diisyaratkan salam aturan 34(d) jika ragu ragu mengenai maksud daripada kapal yang sedang menyilang. 5. (i) Di alur pelayaran atau air pelayaran atau air sempit jika penyusulan dapat dilakukan hanya jika kapal yang akan disusul itu harus melakukan tindakan untuk memungkinkan dilewatinya, dengan aman maka kapal yang bermaksud menyusul harus menunjukan maksudnya dengan membunyikan isyarat yang sesuai yang diisyaratkan dalam Aturan 34c (i) kapal yang aka disusul jika dengan perstujuan harus membunyikan yang sesuai yang diisyaratkan dalam Aturan 34c (ii) dan mengambil langkah langkah untuk memungkinkan dilewatinya dengan aman. Jika ragu ragu boleh membunyikan isyarat isyarat yang diisyaratkan dalam Aturan 34 (d).(ii) aturan ini tidak membebaskan kapal yang menyusul dan kewajibannya berdasarkan Aturan Kapal jika mendekati belokan atau daerah alur pelayaran atau air pelayarn sempit dimana kapal kapal lain dapat dikaburkan oelh rintangan yang terletak diantaranya harus berlayar dengan kewaspadaan dan dengan hati hati dan harus membunyikan isyarat yang sesuai yang diisyaratkan dalam Aturan 34(e). 7. Setiap kapal jika keadaan keadaan daripada peristiwa mengizinkan harus menghindarkan diri dari berlabuh jangkar dia alur pelayaran yang sempit. ATURAN 10 Sistim sistim pemisahan lalu lintas 1. Aturan ini berlaku untuk sistim sistim pemisahan lalu lintas yang diterima badan. 2. Kapal yang menggunakan sistim pemisahan lalulintas, harus 1.Berlayar dijalur lalu lintas yang sesuai pada arah lalu lintas umum untuk jalur itu. 2.Sejauh dapat dilaksanakan garis pemisah lalu lintas atau daerah pemisah. 3.Biasanya memasuki atau meninggalkan jalur lalu lintas di ujung jalur tetapi memasuki atau meninggalkan dari sisi harus melakukannya hal demikian dengan sudut sekecil yang dapat dilaksanakan pada arah lalu lintas umum.

7 3. Kapal sejauh dapat dilaksanakan harus menghindari untuk menyilang jalur jalur lalu lintas, tetapi jika di haruskan untuk melalkuannya, harus menyilang sedekat dapat dilaksanakan dengan sudut siku siku pada arah lalu lintas umum. 4. Didekat pantai daerah daerah lalu lintas biasanya tidak boleh di gunakan oleh lalu lintas langsung yang dengan aman dapat menggunakan jalur lalu lintas yang sesuai didalam sistim pemisahan lalu lintas yang berbatasan. 5. Kapal selain dari kapal yang sedang menyilang biasanya tidak boleh memasuki daerah pemisahan atau menyilang garis pemisah, kecuali : 1.Dalam peristiwa peristiwa darurat untuk menghindari bahaya mendadak. 2.Untuk menggunakan dalam penangkapan ikan didalam daerah pemisah. 6. Kapal yang berlayar di daerah daerah dekat ujung ujung daripada sistim sistim pemisah lalu lintas harus melakukan demikian dengan sangat berhati hati. 7. Kapal sejauh dapat dilaksanakan harus menghindari diri dari untuk berlabuh jangkar di sisitim pemisahan lalu lintas atau didaerah daerah didekat ujung ujungnya. 8. Kapal yang tidak dapat mempergunakan sistim pemisahan lalu lintas harus menghindarinya dengan selebar batas tapi yang dapat dilaksanakan. 9. Kapal yang digunakan dalam penangkapan ikan tidak boleh menghalang halangi penyebrangan setiap kapal yang mengikuti jalur lalu lintas. 10. Kapal dengan panjang kurang dari 20m atau kapal tidak boleh menghalng halangi penyebrangan yang aman daripada kapal yang digerakkan dengan tenaga yang mengikuti jalur lalu lintas. SEKSI ii SIKAP KAPAL KAPAL YANG MELIHAT SATU SAMA LAIN ATURAN 11 Penerapan Aturan aturan dalam seksi ini berlaku terhadap kapal kapal yang mensatu sama lain. ATURAN 12 Kapal kapal layar 1. Jika dua kapal layar mendekati satu sama lain, sehingga dapat mengakibatkan bahaya tubrukan, salah satu daripadanya harus menyimpang untuk yang lain sebagai berikut : 1.Jika masing masing mendapat angin pada lambung kapal yang berlainan, kapal yang mendapat angin pada lambung kiri harus menyimpang untuk yang lain.

8 2.Jika kedua duanya mendapat angin pada lambung kapal yang sama, kapal yang ada diatas angin harus menyimpang untuk kapal yang di bawah angin. 3.Jika kapal yang mendapat angin pada lambung kiri melihat sesuatu diatas angin tidak dapat menentukan dengan pasti apakah kapal lain mendapat angin pada lambung kiri atau pada lambung kanan maka ia harus menyimpang untuk yang lain itu. 2. Untuk maksud maksud aturan ini lambung diatas angin harus dianggap sebagai lambung yang berlawanan dengan lambung layar diapasang atau dalam hal kapal dengan layar layar persegi, lambung berlawanan dengan lambung dimana layar depan dan belakang terbesar di pasang. ATURAN 13 Penyusulan 1. Sekalipun segala sesuatu ada tercantum dalam aturan aturan dari seksi ini setiap kapal jika menyusul setiap kapal kapal lain harus menyimpang untuk kapal yang sedang disusul. 2. Sesuatu kapal harus dianggap sedang menyusul jika mendekati kapal lain dengan arah lebih 22,5 derajat lebih kebelakang dari tepat melintang kapal ini yakni dalam posisi demikian, dengan menunjuk kapal yang sedang disusul, sehingga pada malam hari ia hanya mampu melihat lampu buritan kapal itu, tetap tidak satupun dari lampu lampu lambungnya. 3. Jika kapal dalm keragu raguan apakah ia sedang menyusul kapal lain, ia harus memperkirakan bahwa demikianlah halnya dan bertindak sesuai. 4. Setiap perubahaan baringan kemudian antara kedua kapal tidak akan membuat kapal yang menyusul menjadi kapal yang menyilang dalam arti aturan aturan ini atau membebaskan dari kewajiban untuk menjauhi kapal yang disusul sampai ia melewatinya dan bebas sama sekali. ATURAN 14 Situasi berhadapan 1. Jika dua kapal yang digerakan dengan tenaga bertemu pada haluan haluan yang berlawanan atau hampir berlawanan sehingga dapat mengakibatkan bahaya tubrukan, masing masing harus merubah haluannya kelambung kanan kapal sehingga masing masing akan melewati yang lain pada lambung kiri kapal. 2. Situasi demikian harus dianggap ada, jika suatu kapal lainnya tepat didepan atau hampir tepat didepan dan pada waktu malam hari ia dapat melihat lampu lampu puncak tiang kapal lainnya dalam atu garis atau hampir dalam satu garis dan atau kedua lampu lambung dan pada waktu siang hari ia melihat aspek aspek yang sesuai mengenai kapal kapal lainnya. 3. Jika suatu kapal dalam keragu raguan apakah terdapat situasi demikian, maka ia harus memperhatikan bahwa situasi ini ada dan berindak sesuai.

9 ATURAN 15 Situasi bersilangan Jika dua kapal yang digerakan dengan tenaga sedang menyilang sehingga dapat mengakibatkan bahaya tubrukan, kapal yang mendepatkan kapal lain pada lambung kanannya sendiri harus menyimpang dan jika keadaan keadaan peristiwa mengizinkan harus menghindari untuk menyilang tepat didepan kapal lain itu. ATURAN 16 Tindakan oleh kapal yang harus menyimpang Tiap kapal yang diharuskan oleh Aturan aturan ini untuk menyimpang untuk kapal lain, sejauh mungkin, harus mengambil tindakan sebelum waktunya dan secara berarti untuk menjauhinya dengan cukup. ATURAN 17 Tindakan oleh kapal mempertahankan haluan dan kecepatannya 1. (i) Dalam hal berdasarkan apapun dari peraturan peraturan ini, satu dari dua kapal di haruskan menyimpang, maka kapal yang lainnya harus mempertahankan haluan dan kecepatannya. (ii) Tetapi kapal tersebut belakangan boleh mengambil tindakan untuk menghindari tubrukan hanya dengan olah geraknya, segera menjadi jelas baginya bahwa kapal yang seharusnya menyimpang tidak mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan aturan aturan ini. 2. Jika karena suatu sebab, kapal yang seharusnya mempertahankan haluan kecepatannya, mengetahui berada demikian dekat, sehingga tubrukan tidak dapat dihindari dengan hanya tindakan oleh kapal yang seharusnya menyimpang maka ia harus mengambil tindakan demikian yang terbaik untuk menghindari tubrukan. 3. Kapal yang digerakan dengan tenaga yang mengambil tindakan dalam situasi menyilang sesuai dengan sub ayat (a) (ii) Aturan ini untuk menghindari tubrukan dengan kapal lain yang digerakan oelh tenaga, jika keadaan keadaan peristiwa mengizinkan tidak boleh merubah haluan ke kiri untuk kapal di lambung kirinya sendiri. ATURAN 18 Tanggung jawab antara kapal kapal Kecuali dalam hal aturan aturan 9, 10, dan 13 mensyaratkan lain : 1. Kapal yang digerakan dengan tenaga yang sedang berlayar harus menyimpang untuk : 1. Kapal yang tidak dapat diolah gerak. 2. Kapal yang dibatasi dalam kemampuannya untuk olah gerak.

10 3. Kapal yang digunakan dalam penangkapan ikan. 4. Kapal layar. 2. Kapal layar yang sedang berlayar harus menyimpang untuk : 1. Kapal yang tidak dapat di olah gerak. 2. Kapal yang di batasi dalam kemampuan untuk olah gerak. 3. Kapal yang digunakan dalam penangkapan ikan yang sedang berlayar sejauh mungkin harus menyimpang untuk : 1. Kapal yang tidak dapat di olah gerak. 2. Kapal yang di batasi dalam kemampuan untuk mengolah gerak. 4. (i) Setiap kapal selain kapal yang tidak dapat diolah gerak atau kapal yang dibatasi dalam kemampuan untuk olah gerak, jika keadaan keadaan peristiwa mengizinkan, harus menghindari untuk menghalng halangi penyebrangan dengan aman kapal yang dibatasi karena saratnya, harus memperlihatkan isyarat isyarat peraturan 28. (ii) Kapal yang dibatasi karena saratnya harus berlayar dengan hati hati dengan memberikan penuh perhatiannya atas keadaannya yang khusus. 5. Pesawat terbang laut di air, pada umumnya harus menjauhi semua kapal dan menghindari untuk menghalang halangi navigasi mereka. Tetapi dalam keadaan keadaan, dimana terdapat bahaya tubrukan, ia harus memenuhi Aturan aturan bagian ini. SEKSI III SIKAP KAPAL KAPAL DALAM DAYA TAMPAK TERBATAS ATURAN 19 Sikap kapal kapal dalam daya tampak terbatas 1. Aturan ini berlaku terhadap kapal kapal yang tidak dapat melihat satu sama lain, jika sedang berlayar di dekat suatu daerah dengan daya tampak terbatas. 2. Tiap kapal harus bergerak dengan kecepatan aman disesuaikan dengan keadaan keadaan dan suasana daya tampak terbatas yang lazim terdapat kapal yang digerakan dengan tenaga mesin mesinnya harus dalam keadaan siap untuk segera mengolah gerak. 3. Tiap kapal harus memperhatikan dengan seksama keadaan keadaan dan suasana daya tampak terbatas yang lazim terdapat, dalam memenuhi Aturan aturan dari seksi I bagian ini. 4. Kapal yang hanya dengan radar menemui kehadiran kapal lain harus menentukan apakah sedang berkembang suatu situasi terhadap terhadap dan atau ada bahaya tubrukan. Jika demikian, ia harus mengambil tindakan untuk menghindar dalam waktu yang cukup, dengan

11 syarat bahwa jikia tindakan demikian terdiri atas perubahan haluan, maka sejauh hal hal berikut harus dihindari : 1. Suatu perubahan haluab kekiri untuk kapal yang lebih kedepan dari tepat emlintang selain kapal yang sedang disusul. 2. Suatu perubahan haluan kearah kapal dibelakang atau lebih kebelakang dari tepat melintang. 5. Kecuali dalam hal telah ditentukan bahwa tidak terdapat bahaya tubrukn,tiap kapal yang dengan jelas mendengar pada lebih kedepan dari tepat melintangnya isyarat kabut kapal lain atau yang tidak dapat menghindari suatu situasi berhadap hadapan dengan kapal lain pada lebih kedepan dari tepat melintangnya, maka harus mengurangi kecepatannya sampai minimum dengan kecepatan mana ia dapat mempertahankan haluannya, jika perlu, ia harus menjauhkan dari dan sekurang kurangnya berlayar dengan sangat hati hati sampai bahaya tubrukan lewat. BAGIAN C LAMPU LAMPU DAN TANDA TANDA ATURAN 20 Penerapan 1. Aturan aturan dalam bagian ini harus dipenuhi dalam segala cuaca. 2. Aturan aturan sehubungan dengan lampu lampu harus dipenuhi dari matahari terbenam sampai matahari terbit dan selama waktu waktu demikian yang tidak dapat disalah artikan dengan lampu lampu yang disebut dalam aturan aturan ini atau tidak dapat melemahkan daya tampak atau ciri istimewahnya, atau tidak menghalang halangi penyelenggaraan suatu pengamatan yang baik. 3. Lampu lampu yang diisyaratkan oelh Aturan aturan ini, jika dibawah, harus juga diperlihatkan dari matahari terbit sampai matahari terbenam dalam daya tampak terbatas dan boleh diperlihatkan dalam semua keadaan jika dianggap perlu. 4. Aturan aturan yang sehubungan dengan tanda tanda harus dipenuhi pada siang hari. 5. Lampu lampu dan tanda tanda yang disebut dalam aturan aturan ini harus memenuhi ketentuan ketentuan lampiran I pada peraturan peraturan ini : ATURAN 21 Definisi definisi 1. Lampu puncak tiang berarti lampu putih yang ditempatkan diatas bidang simetri muka dan belakang dari kapal yang memperlihatkan cahaya tidak terputus putus meliputi busur

12 cakrawala sebesar 225 derajat dan dipasang demikian sehingga memperlihatkan cahaya dari tepat depan sampai 22,5 derajat lebih kebelakang daripada tepat melintang pada kedua lambung kapal. 2. Lampu lampu lambung berarti lampu hijau dilambung kanan dan lampu merah dilambung kiri masing masing memperlihatkan cahaya dari tepat depan sampai 22,5 derajat lebih ke belakang daripada tepat melintang pada masing masing lambung. Dikapal dengan panjang kapal kurang dari 20m lampu lampu lambung boleh digabung dalam satu lentera yang ditempatkan dibidang muka dan dibelakang dari kapal. 3. Lampu buritan brarti lampu putih yang ditempatkan sedekat dapat dilaksanakan pada buritan, yang memperlihatkan cahaya tidak terputus putus meliputi busur cakrawala besar 135 derajat dan dipasang sedemikian sehingga memperlihatkan cahaya 67,5 derajat dari tepat belakang pada lambung kapal. 4. Lampu gandeng berarti lampu kuning yang mempunyai ciri ciri sama dengan lampu buritan yang disebut dalam ayat. 5. Lampu keliling berarti lampu yang memperlihatkan cahaya tidak terputus putus meliputi busur cakrawala sebesar 360 derajat. 6. Lampu kelip berarti lampu yang kelap kelip dengan selang waktu teratur pada frekwensi 120 kerlipan atau lebih tiap menit. ATURAN 22 Daya tampak lampu lampu Lampu lampu yang diisyaratkan dalam Aturan aturan ini harus mempunyai kekuatan seperti disebutkan dalam Seksi 8 Lampiran I supaya dapat dilihat pada jarak jarak minimum berikut : a. Di kapal kapal dengan panjang 50 meter atau lebih : - lampu puncak tiang 6 mil - Lampu lambung 3 mil - Lampu buritan 3 mil - Lampu gandeng 3 mil b. Dikapal kapal dengan panjang 12 meter atau lebih tetapi dengan panjang kurang dari 50 meter : - Lampu puncak tiang 5 mil; kecuali dalam hal panjang kapal kurang dari 20 meter 3 mil - Lampu lambung 2 mil - Lampu buritan 2 mil

13 - Lampu gandeng 2 mil - Lampu putih, merah, hijau dan kuning 2 mil c. Dikapal kapal dengan panjang kurang dari 12 meter : - Lampu puncak tiang 2 mil - Lampu lambung 1 mil - Lampu buritan 2 mil - Lampu gandeng 2 mil - Lampu keliling putih,merah, hijau atau kuning 2 mil ATURAN 23 Kapal kapal yang digerakan dengan tenaga yang sedang berlayar 1. Kapal yang digerakan dengan tenaga yang sedang berlayat harus memperhatikan : (i) Lampu puncak tiang kedepan (ii) Lampu puncak tiang kedua dibelakang bdari dan lebih tinggi daripada yang kedepan, kecuali bahwa kapal dengan panjang kurang dari 50 meter tidak boleh diwajibkan untuk memperlihatkan lampu demikian tetapi boleh melakukannya. (iii) Lampu lampu lambung (iv) Lampu buritan 2. Kapal dengan bantalan udara jika bekerja dengan cara non deplasmen, sebagai tambahan atas lampu lampu yang diisyaratkan dalam ayat (a) Aturan ini harus memperlihatkan lampu keliling kuning kerlip 3. Kapal yang digerakan dengan tenaga dan panjang kurang dari 7 meter dan yang kecepatan maksimumnya tidak melebihi 7 knot, sebagai gantinya lampu lampu yang diisyaratkan dalam ayat (a) Aturan ini boleh memperlihatkan lampu keliling kapal demikian jika dapat dilaksanakan, harus juga memperlihatkan lampu lampu lambung ATURAN 24 Penggandengan dan Pendorongan 1. Kapal yang digerakan dengan tenaga jika menggandeng harus memperlihatkan : (i) Sebagai gantinya lampu yang diisyaratkan dalam Aturan 23 (a) (i), dua lampu puncak tiang dimuka yang bersusun vertikal, jika panjang gandengan melebihi 200 meter, tiga lampu demikian. (ii) Lampu lampu lambung. (iii) Lampu buritan. (iv) Lampu gandeng yang bersusun vertikal diatas lampu buritan.

14 (v) Tanda belah ketupat ditempat paling baik dapat dilihat, jika panjang gandengan melebihi 200 meter. 2. Pada waktu mendorong kapal dan kapal yang didorong kedepan dihubungkan secara ketat dalam kesatuan gabungan, kapal kapal itu harus dianggap sebagai kapal yang digerakan dengan tenaga dan harus memperlihatkan lampu lampu byang diisyaratkan dalam Aturan Kapal yang digerakan dengan tenaga pada waktu mendorong, menggandeng disamping, kecuali dalam hal kesatuan gabungan, harus memperlihatkan : 1. Kapal yang digerakkan dengan tenaga terhadap kapal mana berlaku ayat ayat (a) dan diatas harus juga memenuhi Aturan 23 (a) (ii). 2. Kapal atau bendera yang digandeng harus memperlihatkan : (i) Lampu lampu buritan (ii) Lampu buritan (iii) Tanda belah ketupat ditempat paling baik dapat dilihat,jika panjang gandengan melebihi 200 meter. 3. Dengan syarat bahwa setiap jumlah kapal yang digandeng atau didorong dalam kelompok harus diberi penerangan sebagai satu kapal. (i) Kapal yang didorong kemuka, yang bukan merupakan bagian daripada suatu kesatuan gabungan, harus memperlihatkan diujung depan, lampu lampu lambung. (ii) Kapal yang digandeng disamping harus memperlihatkan lampu lampu buritan dan pada ujung depan, lampu lampu lambung. 4. Dalam hal karena suatu sebab yang wajar bagi suatu kapal atau benda yang digandeng tidak mungkin untuk memperlihatkan lampu lampu yang diisyaratkan dalam ayat (e) diatas, semua tindakan yang dapat dilakukan harus diambil untuk menerangi kapal atau benda yang digandeng itu atau sekurang kurangnya untuk menunjukan kehadiran kapal atau benda yang tidak diberi penerangan itu. ATURAN 25 Kapal kapal yang sedang berlayar dan kapal kapal yang didayung 1. Kapal layar yang sedang berlayar harus memperlihatkan : (i) (ii) Lampu lampu lambung Lampu buritan 2. Dikapal kapal layar dengan panjang kurang dari 12 meter, lampu lampu yang diisyaratkan dalam ayat (a) aturan ini boleh didalam suatu lentera gandengan yang ditempatkan di atau dekat puncak tiang ditempat yang paling baik dapat dilihat

15 3. Kapal layar yang sedang berlayar, sebagai tambahan daripada lampu lampu yang diisyaratkan dalam ayat (a) aturan ini, di atau dekat puncak tiang ditempat yang paling baik dapat dilihat, boleh memperlihatkan dua lampu keliling yang bersusun vertika;, yang diatas merah dan dibawah hijau, tetapi lampu lampu ini tidak boleh diperlihatkan bersama sama dengan lentera gabungan yang diizinkan oleh ayat (b) aturan ini. 1. Kapal layar dengan panjang kurang dari 7 meter jika dapat dilaksanakan harus memperlihatkan lampu lampu yang diisyaratkan dalam ayat (a) atau (b), tetapi jika tidak dilakukannya, ia harus siap ada ditangan sebuah lampu senter atau lentera yang dippasang yang memperlihatkan cahaya putih yang harus diperliahatkan dalam waktu cukup untuk mencegah tubrukan. 2. Kapal yang digerakan dengan dayung boleh memperlihatkan lampu lampu yang diisyaratkan dalam aturan ini untuk kapal kapal layar, tetapi jika tidak dilakukannya ia harus siap ada ditangan lampu senter atau lentera yang dipasang yang memperlihatkan cahaya putih yang harus diperlihatkan dalam waktu cukup untuk mencegah tubrukan. 4. Kapal yang sedang bergerak dengan layar jika juga sedang didorong oleh mesin harus memperlihatkan didepan ditempat paling baik yang dapat dilihat suatu tanda kerucut dengan puncaknya kebawah. ATURAN 26 Kapal kapal penangkap ikan 1. Kapal yang sedang menagkap ikan baik sedang berlayar atau berlabuh jangkar hanya harus memperlihatkan lampu lampu dan tanda tanda yang diisyaratkan dalam aturan ini. 2. Jika sedang menagkap ikan dengan pukat tunda, dengan mana dimaksudkan menarik dengan pukat tarik atau pesawat lain didalam air yang digunakan sebagai alat penagkap ikan kapal harus memperlihatkan : 1. Dua lampu keliling yang bersusun vertikal, yang diatas hijau dan dibawah putih atau suatu tanda yang terdiri dari dua kerucut dengan puncak puncaknya bersama sama bersusun vertikal yang satu diatas yang lainnya; kapal dengan panjang kurang dari 20 meter boleh sebagai ganti tanda ini memperlihatkan suatu keranjang 2. Lampu puncak tiang dan lebih tinggi dari lampu keliling hijau; lampu lampu yang diisyaratkan dalam ayat ini, lampu lampu lambung dan lampu buritan. 3. Jika mempunyai kecepatan terhadap air, sebagai tambahan daripada lampu lampu yang diisyaratkan dalam ayat ini, lampu lampu lambung dan lampu buritan. 3. Kapal yang sedang menagkap ikan, selain dari menangkap ikan dengan pukat tunda harus memperlihatkan : 1. Dua lampu keliling yang bersusun vertikal, yang diatas hijau dan dibawah putih atau suatu tanda yang terdiri dari dua kerucut dengan puncak puncaknya bersama sama bersusun vertikal yang satu diatas yang lainnya; kapal dengan panjang kurang dari 20 meter boleh sebagai ganti tanda ini memperlihatkan suatu keranjang

16 2. Jika ada alat alat yang dilepaskan membentang lebih dari 150 meter secara horizontal dari kapal, lampu keliling putih dan kerucut dengan puncak keatas kearah alat itu. 3. Jika mempunyai kecepatan terhadap air, sebagai tambahan daripada lampu lampu yang diisyaratkan dalam ayat ini, lampu lampu lambung dan lampu buritan. 4. Kapal yang digerakan dalam penangkapan iakan pada jaraksangat dekat daripada kapal kapal lain boleh memperlihatkan lampu lampu tambahan tersebut dalam lampiran II. 5. Kapal pada waktu tidak digunakan dalam penangkapan ikan tidak boleh memperlihatkan lampu lampu atau tanda tanda yang diisyaratkan oleh aturan ini,tetapi hanya lampu lampu yang diisyartkan untuk kapal dengan ukuran panjangnya. ATURAN 27 Kapal kapal yang tidak dapat diolah gerak atau yang terbatas dalam kemampuannya untuk mengolah gerak a. Kapal yang tidak dapat diolah gerak harus memperlihatkan : (i) Dua lampu keliling yang bersusun vertikal, ditempat paling baik yang dapat dilihat. (ii) Dua bola atau tanda tanda yang serupa yang bersusun vertikal ditempat paling baik yang dapat dilihat. (iii) Jika mempunyai kecepatan terhadap air, sebagai tambahan daripada lampu lampu yang diisyaratkan dalam aturan ini, lampu lampu lambung dan lampu buritan. b. Kapal yang dibatasi dalam kemampuannya untuk mengolah gerak, kecuali kapal yang di gunakan dalam pekerjaan pekerjaan menyapu ranjau, harus memperlihatkan : (i). Tiga lampu keliling bersusun vertikal ditempat paling baik dapat dilihat, yang tertinggi dan yang terendah dari lampu lampu ini. (ii). Tiga tanda garis vertikal ditempat paling baik dapat dilihat, yang tertinggi dan yang terendah dari lapu lampu ini. (iii) Jika mempunyai kecepatan terhadap air, sebagai tambahan daripada lampu lampu yang diisyaratkan dalam ayat ini, lampu lampu lambung dan lampu buritan. (iv) Jika berlabuh jangkar, sebagai tambahan daripada lampu lampu atau tanda tanda yang diisyaratkan dalam sub ayat (i) dan (ii) lampu lampu atau tanda tanda yang diisyaratkan dalam aturan 30. c. Kapal yang digunakan dalam pekerjaan menggandeng demikian sehingga mengakibatkannya tidak mampu menyimpang dari haluannya, sebagai tambahan daripada lampu lampu yang diisyaratkan dalam sub ayat (b) (i) dan tanda tanda yang diisyaratkan dalam sub ayat (b) (ii) aturan ini harus memperlihatkan lampu lampu atau tanda tanda yang diisyaratkan oleh aturan 24(a). d. Kapal yang digunakan dalam pekerjaan pekerjaan pengerukan atau dibawah permukaan air, yang dibatasi dalam kemampuannya untuk mengolah gerak harus memperlihatkan

17 lampu lampu dan tanda tanda yang diisyaratkan dalam ayat (b) aturan ini dan sebagai tambahan jika terdapat rintangan harus memperlihatkan : i. Dua lampu keliling yang bersusun verikal,ditempat paling baik yang dapat dilihat. ii. Dua lampu keliling hijau atau dua belah ketupat yang bersusun vertikal ditemapt paling abaik yang dapat dilihat. iii. Jika mempunyai kecepatan terhadap air, sebagai tambahan daripada lampu lampu yang diisyaratkan dalam ayat ini, lampu lampu lambung dan lampu buritan. iv. Kapal terhadap mana ayat ini berlaku jika sedang berlabuh jangkar harus memperlihatkan lampu lampu yang diisyaratkan dalam sub sub ayat (i) dan (ii) sebagai gantinya lampu lampu atau tanda tanda yang diisyaratkan dalam aturan 30. e. Apabila ukuran kapal yang digunakan dalam pekerjaan pekerjaan penyelaman tidak memungkinkan untuk memperlihatkan tanda tanda yang diisyaratkan dalam aturan usatu duplikat yang cocok daripada bendera semboyan internasional yang tingginya tidak kurang dari 1 meter harus diperlihatkan, langkah langkah harus diambil untuk menjamin penglihatan keliling. f. Kapal yang digunakan dalam pekerjaan pekerjaan penyapuan ranjau, sebagai tambahan daripada lampu lampu yang diisyaratkan untuk kapal yang digerakan dengan tenaga dala aturan 23 harus memperlihatkan tiga lampu keliling hijau atau tiga bola. Satu dari lampu lampu atau tanda tanda ini harus diperlihatkan didekat puncak tiang muka dan satu pada tiap ujung andang andang muka. Lampu lampu atau tanda tanda ini menunjukan bahwa bagi kapal lain untuk mendekati lebih dari 1000 meter dibelakang atau 0 sampai 500 meter pada tiap sisi lambung kapal penyapu ranjau. g. Kapal kapal dengan panjang kurang dari 7 meter tidak bleh bdiharuskan memperlihatkan lampu lampu yang diisyaratkan dalam aturan ini. h. Isyarat isyarat yang diisyaratkan dalam aturan ini bukan merupakan isyarat kapal kapal dalam bahaya dan memerlukan pertolongan dan isyarat isyarat demikian tercantum dalam lampiran IV peraturan peraturan ini. ATURAN 28 Kapal- kapal yang dibatasi oleh saratnya Kapal yang dibatasi oleh saratnya sebagai tambahan pada lampu lampu yang diisyaratkan untuk kapal kapal yang digerakan dengan tenaga dalam aturan 23 boleh memperlihatkan ditempat paling baik dapat dilihat tiga lampu keliling merah yang bersusun vertikal atau sesuatu silinder. ATURAN 29 Kapal kapal pandu 1. Kapal yang digunakan dalam dinas pemanduan harus memperlihatkan :

18 (i) Diatas dekat puncak tiang, dua lampu keliling yang bersusun vertikal, yang diatas putih dan dibawah hijau. (ii) Jika sedang berlayar sebagai tambahan lampu lampu lambung dan lampu buritan. (iii) Jika sedang berlabuh jangkar sebagai tambahan pada lampu lampu yang diisyaratkan dalam sub (i) lampu jangkar, lampu lampu atau tanda. 2. Kapal pandu jika tidaj digunakan dalam dinas pemanduan harus memperlihatkan lampu lampu atau tanda tanda yang diisyaratkan untuk kapal dengan ukuran panjangnya serupa. ATURAN 30 Kapal kaapl yang berlabuh jangjkar dan kapal kapal kandas a. Kapal yang berlabuh jangkar harus memperliahtkan ditempat paling dapat dilihat : (i) Dibagian depan, lampu keliling putih atau satu bola. (ii) Di atau dekat buritan dan pada ketinggian lebih rendah daripada lampu yang diisyaratkan oleh sub ayat (i) lampu keliling putih b. Kapal dengan panjang kurang dari 50 meter boleh memperlihatkan lampu keliling putih ditempat paling baik dapat dilihat sebagai gantinya lampu lampu yang diisyaratkan dalam ayat (a). c. Kapal yang berlabuh jangkar boleh, dan kapal dengan panjang 100 meter atau lebih harus juga menggunakan lampu lampu yang bekerja atau akivalen yang tersedia untuk menerangi geladak geladaknya. d. Kapal kandas harus memperlihatkan lampu lampu yang diisyaratkan dalam ayat (a) atau (b) dan sebagai tambahan, ditempat paling baik dapat dilihat : (i) (ii) Dua lampu keliling merah yang bersusun vertikal. Tiga bola bersusun vertikal. e. Kapal dengan panjang kurang dari 7 meter jika sedang berlabuh jangkar atau kandas tidak dalam atau dekat alur pelayaran sempit, air pelayaran atau tempat berlabuh jangkar, atau dimana kapal kapal lain biasanya berlayar, tidak boleh diharuskan memperlihatkan lampu lampu atau tanda tanda yang diisyaratkan dalam ayat ayat (a), (b), atau (d). ATURAN 31 Pesawat pesawat terbang laut Dalam hal pesawat terbang laut tidak dimungkinkan untuk memperlihatkan lampu lampu dan tanda tanda dengan sifat sifat atau dalam kedudukan kedudukan yang diisyaratkan dalam aturan aturan bagian ini, pesawat terbang laut harus memperlihatkan lampu lampu atau tanda tanda yang sejauh mungkin serupa dalam sifat sifat dan dalam kedudukann.

19 BAGIAN D ISYARAT ISYARAT BUNYI DAN CAHAYA ATURAN 32 Definisi Definisi 1. Kata kata suling berarti setiap alat isyarat bunyi yang mampu mengeluarkan ketele.leermc yang diisyaratkan dan yang memenuhi yang disebut dalam lampiran II peraturan peraturan ini. 2. Istilah bunyi pendek berarti bunyi selama lebih dari satu detik 3. Istilah bunyi lanjut berarti bunyi selama empat sampai enam detik. ATURAN 33 Perlengkapan untuk isyarat isyarat bunyi 1. Kapal dengan panjang 12 meter atau lebih harus dilengkapi dengan suling genta dan kaapl dengan panjang 100 meter atau lebih, sebagai tambahan harus dilengkapi dengan gong, yang suara dan bunyinya tidak dapat menimbulkan kekeliruan dengan suara dan bunyi genta tersebut. Suling dan genta serta gong harus memenuhi yang disebut dalam lampiran III peraturan peraturan ini, genta atau gong, atau keduanya boleh diganti dengan pelengkapan lain yang masing masing mempunyai ciri ciri bunyi sama dengan syarat bahwa membunyikan isyarat isyarat yang diharuskan dengan tangan selalu harus dimungkinkan. 2. Kapal dengan panjang kurang dari 12 meter tidak boleh diwajibkan memasang alat alat isyarat bunyi yang diisyaratkan dalam ayat (a) aturan ini, tetapi jika tidak dipasang, kapal harus dilengkapi dengan alat yang lain yang mengeluarkan isyarat bunyi yang baik. ATURAN 34 Isyarat isyarat olah gerak dan peringatan 1. Jika kapal kapal melihat satu sama lain, kapal yang digerakan dengan tenaga sedang berlayar, jika mengolah gerak seperti yang dibolehkan, atau diharuskan oleh aturan ini harus menunjukan olah gerak dengan isyarat isyarat berikut pada sulingnya : - Satu bunyi pendek yang berarti saya merubah haluan ke kanan - Dua bunyi pendek yang berarti saya merubah haluan ke kiri - Tiga bunyi pendek yang berarti mesin mesin saya bergerak mundur

20 2. Setiap kapal boleh menambah isyarat isyarat bunyi yang diisyaratkan dalam ayat (a) dengan isyarat isyarat cahaya yang diulang secukupnya pada waktu olah gerak sedang dilaksanakan : (i) Isyarat- isyarat cahaya ini mempunyai arti berikut : - Satu bunyi pendek yang berarti Saya merubah haluan kekanan - Dua bunyi pendek yang berarti Saya merubah haluan ke kiri - Tiga bunyi pendek yang berarti mesin mesin saya bergerak mundur 3. Pada waktu melihat satu sama lain didalam alur pelayaran atau air pelayaran yang sempit : (i) Kapal bermaksud untuk menyusul kapal lain harus sesuai dengan aturan 9 (e) (i) menunjukan maksudnya dengan isyarat isyarat berikut pada sulingnya : 1. Dua bunyi lanjut disusul oleh satu bunyi pendek yang berarti saya bermaksud menyusulmu pada sisi lambung kananmu 2. Dua bunyi lanjut disusul oleh dua bunyi pendek yang berarti saya bermaksud menyusulmu pada sisi lambung kirimu (ii) Kapal yang akan disusul pada waktu betindak sesuai dengan aturan 9 (e) (i) harus menunjukan persetujuannya dengan isyarat berikut pada sulingnya : 1. Satu bunyi lanjut satu bunyi pendek satu bunyi lanjut satu bunyi pendek dalam urutan itu. 4. Pada waktu kapal kapal melihat satu sama lain mendekati satu sama lain dan karena sebab apapun salah satu kapal gagal untuk mengerti maksud dan tindakan tindakan kapal yang lain atau ragu ragu apakah tindakan yang diambilkapal lainnya itu cukup untuk menghindari tubrukan maka, kapal yang ragu ragu harus secara menunjukan keragu raguannya demikian dengan paling sedikit memberikan lima bunyi pendek dan cepat pada sulingnya. Isyarat demikian boleh ditambah dengan isyarat lampu sebanyak paling sedikit lima keliip pendek dan cepat. 5. Kapal yang mendekati tikungan atau daerah alur pelayaran atau air pelayaran dimana kapal kapal lain mungkin dihalang halangi oleh rintangan yang mengganggu harus membunyikan satu bunyi lanjut, isyarat demikian harus dijawab dengan bunyi lanjut oleh setiap kapal yang sedang mendekat yang mungkin berada dalam jarak dekat sekitar tikungan atau dibelakang rintangan yang mengganggu itu. 6. Jika suling suling dipasang dikapal pada jarak terpisah lebih dari 100 meter hanya satu suling yang boleh digunakan untuk memberikan isyarat isyarat olah gerak dan peringatan.

21 ATURAN 35 Isyarat isyarat bunyi dalam daya tampak terbatas Di atau dekat daerah daya tampak terbatas, baik pada waktu siang maupun malam hari, isyarat isyarat yang diisyaratkan dalam aturan ini harus digunakan sebagai berikut : 1. Kapal yang digerakan dengan tenaga yang mempunyai kecepatan terhadap air harus membunyikan satu bunyi lanjut selang waktu tidak lebih dari dua menit. 2. Kapal yang digerakan dengan tenaga yang sedang berlayar tetapi berhenti dan tidak mempunyai kecepatan terhadap air, harus membunyikan dengan selang waktu tidak lebih dari dua menit, dua bunyi lanjut berturut turut dengan selang waktu kira kira dua detik diantaranya. 3. Kapal yang tidak dapat diolah gerak, kapal yang terbatas dalam daya kemampuannya untuk mengolah gerak, kapal yang dibatasi oleh saratnya, kapal layar, kapal yang digunakan dalam penangkapan ikan dan kapal yang digunakan dalam penggandengan atau kapl pendorong kapal lain, sebagai ganti isyarat isyaratkan dalam ayat ayat (a) dan (b) hendaknya membunyikan tiga bunyi berturut turut dengan selang waktu tidak lebih dari dua menit yakni satu bunyi lanjut disusul oleh dua bunyi pendek. 4. Kapal yang digandeng atau jika lebih dari satu kapal digandeng kapal terakhir dari gandengan jika diawaki harus membunyikan empat bunyi berturut turut dengan selang waktu tidak lebih dari dua menit yakni satu bunyi lanjut disusul oleh tiga bunyi pendek, jika dapat dilaksanakan isyarat ini harus diberikan, segera setelah isyarat yang diberikan oleh kapal yang menggandeng. 5. Dalam hal kapal pendorong dan kapal yang didorong tepat kedepan dihubungkan secara ketat dalam satu kesatuan gabungan, kapal kapal yang harus dianggap sebagai kapal yang digerakan dengan tenaga dan harus memberikan isyarat isyarat yang diisyaratkan dalam ayat ayat yang diisyaratkan (a) dan (b). 6. Kapal yang berlabuh jangkar harus menderingkan genta secara cepat selama kira kira lima detik dengan selang waktu tidak lebih dari satu menit kapal dengan panjang 100 meter atau lebih, genta harus dibunyikan dibagian muka kapal dan segera setelah menderingkannya genta, gong harus dibunyikan secara cepat selama kira kira lima detik dibagian belakang kapal kapal yang berlabuh jangkar sebagai tambahan boleh membunyikan tiga berturut turut yakni satu bunyi pendek satu lanjut - satu pendek untuk memberiperingatan kepada kapal yang terdekat tentang kedudukannya dan tentang kemungkinan tubrukan. 7. Kapal kandas harus memberikan isyarat genta dan jika diperlukan isyarat gong yang diisyaratkan dalam ayat (f) dan sebagai tambahan harus memberikan tiga pukulan terpisah dan jelas pada genta segera sebelum dan sesudah berderingnya genta dengan cepat, kapal kandas sebagai tambahan boleh membunyikan isyarat suling yang sesuai.

22 8. Kapal dengan panjang kurang dari 12 meter tidak boleh diwajibkan memberi isyarat isyarat tersebut diatas, jika tidak dilakukannya kapal itu harus membuat isyarat bunyi lain yang tepat dengan selang waktu tidak lebih dari dua menit. 9. Kapal pandu jika digunakan dalam dinas pemanduan sebagai tambahan pada isyarat isyarat yang diisyaratkan dalam ayat (a), (b) atau (f) boleh membunyikan isyarat pengenal terdiri atas empat bunyi pengenal diri yakni empat bunyi pendek ATURAN 36 Isyarat isyarat untuk menarik perhatian Jika perlu untuk menarik perhatian kapal lain, setiap kapal boleh mengadakan isyarat isyarat cahaya atau bunyi yang tidak disalahartikan dengan selap isyarat yang dibolehkan dibagian lain dalam aturan aturan ini atau boleh mengarahkan sinar daripada lampu sorotnya ke arah bahaya dengan cara demikian sehingga tidak menyulitkan setiap kapal manapun. ATURAN 37 Isyarat isyarat bahaya Dalam hal kapal berada dalam bahaya dan memerlukan pertolongan, kapal harus menggunakan atau memperlihatkan isyarat isyarat yang diisyaratkan dalam lampiran IV peraturan peraturan ini. BAGIAN E PENGECUALIAN PENGECUALIAN ATURAN 38 Pengecualian pengecualian Setiap kapal (atau kelas kapal kapal) dengan syarat syarat bahwa ia memenuhi syarat syarat peraturan peraturan Internasional untuk mencegah tubrukan dilaut 1960, yang lunasnya diletakan atau yang ada dalam tingkah pemberigunaan yang sesuai sebelum peraturan peraturan ini mulai berlaku, boleh dikecualikan dari pemenuhannya sebagai berikut : I. Pemasangan lampu lampu dengan jarak yang diisyaratkan dalam Aturan 22, sampai empat tahun setelah tanggal mulainya berlaku peraturan peraturan ini. II. III. Pemasangan lampu lampu dengan perincian perincian warna seperti diisyaratkan dalam ayat 7 lampiran I sampai empat tahun setelah tnggal mulai berlakunya peraturan peraturan ini. Penempatan kembali lampu lampu sebagai hasil perubahan dari kesatuan kesatuan kerajaan pada kesatuan metric dan pembulatan daripada angka angka ukuran pengecualian tetap.

23 IV. (i) Penempatan kembali lampu lampu puncak tiang dikapal kapal dengan panjang 150 meter Hasil dari persyaratan persayaratan 3 (a) lampiran I, pengecualian tetap. (ii) Penempatan kembali lampu lampu puncak tiang dikapal kapal dengan panjang 150 meter. Hasil dari persyaratan persyaratan 3 (a) lampiran I, sampai sembilan tahun setelah tanggal mulai berlakunya peraturan peraturan ini. V. Penempatan kembali lampu lampu puncak tiang hasil dari persyaratan persyaratan ayat 2 (b) lampiran I, sampai sembilan tahun setelah tanggal berlakunya peraturan peraturan ini. VI. VII. Penempatan kembali lampu lampu lambung hasil dari persyaratan ayat 3 (b) sampai sembilan tahun setelah tanggal berlakunya peraturan peraturan ini. Keperluan keperluan untuk alat alat isyarat bunyi yang diisyaratkan pada lampiran III sampai sembilan tahun setelah tanggal berlakunya peraturan peraturan ini.

24 SOAL SOAL 1. Kapal yang dianggap bagaimana yang dikatakan kapal yang dianggap sebagai kapal yang dibatasi dalam kemampuan dalam mengolah gerak? 2. Bagaimanakah aturan dalam pelayaran alur sempit? 3. Bagaimana aturan dalam posisi bersilangan? 4. Apakah yang disebut lampu puncak tiang? 5. Dalam aturan 21 terdapat definisi-definisi dari lampu yang ada dikapal.sebutkan dan jelaskan! 6. Kapal yang sedang berlayar harus memperlihatkan? 7. Sebutkan isyarat bunyi dan cahaya! 8. Tiga bunyi pendek berarti? 9. Bagaimana isyarat pada waktu melihat satu sama lain didalam alur pelayaran atau air pelayaran yang sempit? 10. Bagaimanakah isyarat untuk menarik perhatian?

Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut UMUM ATURAN 1 PEMBERLAKUAN a. Aturan-aturan ini berlaku bagi semua kapal dilaut lepas dan di semua perairan

Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut UMUM ATURAN 1 PEMBERLAKUAN a. Aturan-aturan ini berlaku bagi semua kapal dilaut lepas dan di semua perairan Peraturan Pencegahan Tubrukan di Laut UMUM ATURAN 1 PEMBERLAKUAN a. Aturan-aturan ini berlaku bagi semua kapal dilaut lepas dan di semua perairan yang berhubungan dengan laut yg dapat dilayari oleh kapal-kapal

Lebih terperinci

BAB II LAMPIRAN I PENEMPATAN DAN PERINCIAN TEKNIS LAMPU LAMPU DAN TANDA TANDA

BAB II LAMPIRAN I PENEMPATAN DAN PERINCIAN TEKNIS LAMPU LAMPU DAN TANDA TANDA 1. Definisi BAB II LAMPIRAN I PENEMPATAN DAN PERINCIAN TEKNIS LAMPU LAMPU DAN TANDA TANDA Istilah Tinggi diatas badan kapal berarti tinggi diatas geladak terusan teratas. 2. Penempatan vertikal dan penjarakan

Lebih terperinci

Kode : PTK.NP MELAKUKAN DINAS JAGA DEPARTEMEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELAUTAN BAB I PENDAHULUAN

Kode : PTK.NP MELAKUKAN DINAS JAGA DEPARTEMEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELAUTAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian tugas Dinas Jaga adalah suatu kegiatan pengawasan selama 24 (duapuluh empat) jam di atas kapal, yang dilakukan dengan tujuan mendukung operasi pelayaran supaya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1089, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelayaran. Sungai. Danau. Alur. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI

Lebih terperinci

ATURAN 3 DEFINISI-DEFINISI UMUM GENERAL DEFINITION. Untuk maksud Aturan-aturan ini, kecuali di dalamnya diisyaratkan lain :

ATURAN 3 DEFINISI-DEFINISI UMUM GENERAL DEFINITION. Untuk maksud Aturan-aturan ini, kecuali di dalamnya diisyaratkan lain : ATURAN 1 a.aturan-aturan ini berlaku bagi semua kapal di laut bebas dan semua perairan yang ada hubungan dengannya yang dapat dilayari oleh kapal-kapal laut. b. Tidak ada satupun dalam aturan-aturan ini

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN UMUM Kegiatan kenavigasian mempunyai peranan penting dalam mengupayakan keselamatan berlayar guna mendukung

Lebih terperinci

BAB II PERSIAPAN UNTUK MENGOLAH GERAK

BAB II PERSIAPAN UNTUK MENGOLAH GERAK BAB II PERSIAPAN UNTUK MENGOLAH GERAK - Kapal datang dari laut 1 jam sebelumnya KKM harus diberitahu - Peta penjelas / peta pelabuhan disiapkan - Sarat kapal dan kedalaman perairan diperhatikan - Alat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, No.1573, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Alur Pelayaran. Bangunan. Instalasi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 129 TAHUN 2016 TENTANG ALUR-PELAYARAN DI LAUT DAN

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN III.1 ALUR PELABUHAN Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke dalam kolam pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang

Lebih terperinci

Pemberian tanda dan pemasangan lampu halangan (obstacle lights) di sekitar bandar udara

Pemberian tanda dan pemasangan lampu halangan (obstacle lights) di sekitar bandar udara Standar Nasional Indonesia Pemberian tanda dan pemasangan halangan (obstacle lights) di sekitar bandar udara ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup

Lebih terperinci

Awak tidak memperhatikan bangunan dan stabilitas kapal. Kecelakaan kapal di laut atau dermaga. bahaya dalam pelayaran

Awak tidak memperhatikan bangunan dan stabilitas kapal. Kecelakaan kapal di laut atau dermaga. bahaya dalam pelayaran Bagian-bagian Kapal Awak tidak memperhatikan bangunan dan stabilitas kapal Kecelakaan kapal di laut atau dermaga bahaya dalam pelayaran merugikan harta benda, kapal, nyawa manusia bahkan dirinya sendiri.

Lebih terperinci

DESAIN INSTALASI LAMPU NAVIGASI PADA KAPAL PERINTIS 2000 GT

DESAIN INSTALASI LAMPU NAVIGASI PADA KAPAL PERINTIS 2000 GT DESAIN INSTALASI LAMPU NAVIGASI PADA KAPAL PERINTIS 2000 GT Andi Setiawan 1a) Moh Toni Prasetyo 2) Aris Kiswanto 3) 123) Prodi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Jl. Kasipah no 10-12 Semarang-Indonesia a)

Lebih terperinci

BAB III. Tindakan Olah Gerak menolong orang jatuh kelaut tergantung dan pada factor-factor sebagai berikut :

BAB III. Tindakan Olah Gerak menolong orang jatuh kelaut tergantung dan pada factor-factor sebagai berikut : BAB III BERLAYAR DIPERAIRAN SEMPIT DAN DANGKAL GEJALANYA : Timbul ombak haluan yang mengalir kebelakang. Arus lemah yang mengalir diperpanjang garis lunas. Arus buritan yang mengalir ke depan. Ombak buritan

Lebih terperinci

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR Kapal laut yang berlayar melintasi samudera di berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu yang cukup, bergerak dengan adanya daya dorong pada

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 100 (1) Barangsiapa dengan sengaja merusak atau melakukan tindakan apapun yang mengakibatkan tidak

Lebih terperinci

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI YANG MELINTASI JEMBATAN DI WILAYAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN

Lebih terperinci

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1) 1. Fungsi Marka jalan adalah : a. Untuk memberi batas jalan agar jalan terlihat jelas oleh pemakai jalan Yang sedang berlalu lintas dijalan. b. Untuk menambah dan mengurangi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 05 TAHUN 2006 T E N T A N G MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS JALAN DALAM KOTA PANGKALPINANG DENGAN

Lebih terperinci

SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT BAB I KETENTUAN UMUM. Bagian I Ruang Lingkup Penerapan Hukum

SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT BAB I KETENTUAN UMUM. Bagian I Ruang Lingkup Penerapan Hukum Catatan : Naskah ini adalah terjemahan yang dikerjakan oleh Tim TNI AL dan ICRC (Perbanyakan dan penggandaan hanya dapat dilakukan atas ijin team penterjemah) SAN REMO MANUAL TENTANG HUKUM PERANG DI LAUT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 160, 2000 Perhubungan.Kelautan.Pelayaran.Kapal.Kenavigasian. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana

Lebih terperinci

Penempatan marka jalan

Penempatan marka jalan Penempatan marka jalan 1 Ruang lingkup Tata cara perencanaan marka jalan ini mengatur pengelompokan marka jalan menurut fungsinya, bentuk dan ukuran, penggunaan serta penempatannya. Tata cara perencanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai kenavigasian sebagaimana diatur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: 1. bahwa berdasarkan kenyataan sejarah dan cara pandang

Lebih terperinci

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran terdapat

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN A. Pengertian Pelayaran Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran menyatakan bahwa pelayaran adalah segala sesuatu

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT LAMPIRAN 9 i 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Persyaratan Utama 4.2. Kriteria Pelayaran Rakyat 4.3. Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai kenavigasian sebagaimana diatur

Lebih terperinci

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement)

PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) PENGUKURAN KAPAL (Tonnage Measurement) OLEH : LUKMAN HIDAYAT NRP. 49121110172 PROGRAM DIPLOMA IV JURUSAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No 60 Tahun 2012 tentang persyaratan teknis jalur kereta api, persyaratan tata letak, tata

Lebih terperinci

機車標誌 標線 號誌選擇題 印尼文 第 1 頁 / 共 12 頁 題號答案題目圖示題目. (1) Tikungan ke kanan (2) Tikungan ke kiri (3) Tikungan beruntun, ke kanan dahulu

機車標誌 標線 號誌選擇題 印尼文 第 1 頁 / 共 12 頁 題號答案題目圖示題目. (1) Tikungan ke kanan (2) Tikungan ke kiri (3) Tikungan beruntun, ke kanan dahulu 001 1 (1) Tikungan ke kanan (2) Tikungan ke kiri (3) Tikungan beruntun, ke kanan dahulu 002 1 (1) Tikungan ke kiri (2) Tikungan ke kanan (3) Tikungan beruntun, ke kiri dahulu 003 1 (1) Tikungan beruntun,

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KENAVIGASIAN I. UMUM Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai terpanjang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : a. Bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 49 TAHUN 2014 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 49 TAHUN 2014 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 49 TAHUN 2014 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (PKPS)

REPUBLIK INDONESIA DEPARTMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (PKPS) REPUBLIK INDONESIA DEPARTMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (PKPS) BAGIAN 101 BALON UDARA YANG DITAMBATKAN, LAYANG- LAYANG, ROKET TANPA AWAK DAN BALON UDARA BEBAS TANPA AWAK LAMPIRAN

Lebih terperinci

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK

PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK PROSEDUR MOBILISASI DAN PEMASANGAN PIPA AIR MINUM SUPLEMEN MODUL SPAM PERPIPAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN POLA KKN TEMATIK A. DEFINISI - Pengangkutan Pekerjaan pemindahan pipa dari lokasi penumpukan ke

Lebih terperinci

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan daerah. 2.

Lebih terperinci

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan 2. Pemberian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

JENIS-JENIS SISTEM PENGENDALIAN TRANSPORTASI

JENIS-JENIS SISTEM PENGENDALIAN TRANSPORTASI MATA KULIAH DASAR-DASAR JENIS-JENIS SISTEM SISTEM : ADALAH SEPERANGKAT ATURAN ATAU PROSEDUR YANG DIKENAKAN PADA KENDARAAN DAN LALU-LINTAS UNTUK MENJAMIN OPERASI YANG AMAN, EFESIEN SERTA MENGHINDARI TERJADINYA

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA bahwa untuk melaksanakan ketentuan mengenai Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran sebagaimana diatur dalam Pasal 27, Pasal 37, Pasal 134 ayat (7), dan Pasal 139 Peraturan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU RAMBU, MARKA JALAN DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DALAM WILAYAH KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Tabel : Karakteristik lampu obstacle

Tabel : Karakteristik lampu obstacle kawat atau kabel tersebut dapat membahayakan pesawat udara. 9.35.3. Benda-benda yang perlu diberi lampu di luar Permukaan Batas halangan/ols (di luar batas lateral OLS) 9.35.3.1. Kawat, kabel, dan lain-lain

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI YANG MELINTASI JEMBATAN BENTANG PANJANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013 BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RAMBU- RAMBU, MARKA JALAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 14 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengamatan tingkah laku ikan pada proses penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya dilakukan di perairan Kabupaten Barru Selat Makassar, Sulawesi

Lebih terperinci

DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 123

DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 123 DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KUPANG Bagian Pertama Dinas Pasal 123 Dinas Perhubungan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan sebagian urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA DI WILAYAH PERAIRAN KABUPATEN BULUNGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA DI WILAYAH PERAIRAN KABUPATEN BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA DI WILAYAH PERAIRAN KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lampu Lalu Lintas 2.1.1 Fungsi lampu lalu lintas Lampu lalu lintas menurut Oglesby dan Hicks (1982) adalah semua peralatan pengatur lalu lintas yang menggunakan tenaga listrik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN MARKA JALAN, RAMBU LALU LINTAS DAN ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS DI JALAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB V PELAMPUNG. A. URAIAN TANDA TANDA LATERAL 1. Sisi kiri. Gambar. 37

BAB V PELAMPUNG. A. URAIAN TANDA TANDA LATERAL 1. Sisi kiri. Gambar. 37 BAB V PELAMPUNG Pada masa sekarang digunakan dua sistem pelampung yaitu : 1. Sistim A, Gabungan sistim Cardinal dan Lateral ( Merah disisi lambung kiri ). Aturan ini cocok dipakai di Eropa, Afrika, Australia,dan

Lebih terperinci

1. Topdal Tunda (Topdal Mesin) Jenis-jenis Topdal Tunda 1. NEGUS TAFERAIL LOG 2. WALKER'S CHERUB LOG 20 x x 11

1. Topdal Tunda (Topdal Mesin) Jenis-jenis Topdal Tunda 1. NEGUS TAFERAIL LOG 2. WALKER'S CHERUB LOG 20 x x 11 1. Topdal Tunda (Topdal Mesin) Jenis-jenis Topdal Tunda 1. NEGUS TAFERAIL LOG 2. WALKER'S CHERUB LOG 20 x 18852 x 11 Alat-alatnya terdiri dart : a. Apung-apung (badan baling ) yang dilengkapi dengan 4

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENDATAAN KAPAL DAN GALANGAN KAPAL SERTA PENERBITAN SURAT TANDA KEBANGSAAN KAPAL DI KABUPATEN TANGERANG

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa Kabupaten Kepulauan Selayar

Lebih terperinci

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT No. Urut: 11, 2016 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 3. Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki lebih kurang 17.500 pulau, dengan total panjang garis pantai mencapai 95.181 km

Lebih terperinci

TEKNIK LALU LINTAS EKONOMI KEGIATAN PERPINDAHAN/PERGERAKAN ORANG DAN ATAU BARANG POL KAM KEBUTUHAN AKAN ANGKUTAN PERGERAKAN + RUANG GERAK

TEKNIK LALU LINTAS EKONOMI KEGIATAN PERPINDAHAN/PERGERAKAN ORANG DAN ATAU BARANG POL KAM KEBUTUHAN AKAN ANGKUTAN PERGERAKAN + RUANG GERAK TEKNIK LALU LINTAS KEGIATAN EKONOMI SOSBUD POL KAM PERPINDAHAN/PERGERAKAN ORANG DAN ATAU BARANG KEBUTUHAN AKAN ANGKUTAN PERGERAKAN + RUANG GERAK PERGERAKAN ALAT ANGKUTAN LALU LINTAS (TRAFFICS) Rekayasa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 20 TAHUN 2005 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI WILAYAH KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2002 TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN KAPAL ASING DALAM MELAKSANAKAN LINTAS DAMAI MELALUI PERAIRAN INDONESIA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran terdapat beberapa

Lebih terperinci

PERSILANGAN ANTARA JALAN REL DENGAN JALAN RAYA

PERSILANGAN ANTARA JALAN REL DENGAN JALAN RAYA PERSILANGAN ANTARA JALAN REL DENGAN JALAN RAYA Oleh: ISMAIL (11110008) MARIANA SAFITRI (11110011) FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS MALAHAYATI 2013 PENDAHULUAN Persilangan antara jalan rel

Lebih terperinci

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu 002 O Persimpangan jalan 003 X Permukaan jalan yang menonjol 004 O Turunan berbahaya 005 O Jembatan sempit 006 O Bundaran 007 X alan sempit 008 O Rel kereta api

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai kenavigasian sebagaimana diatur

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API I. UMUM Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1976 TENTANG PERUBAHAN DAN PENAMBAHAN BEBERAPA PASAL DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA BERTALIAN DENGAN PERLUASAN BERLAKUNYA KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA PASAL I PENGERTIAN-PENGERTIAN

PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH UKRAINA PASAL I PENGERTIAN-PENGERTIAN PERSETUJUAN ANGKUTAN UDARA ANTARA PEMERINTAH DAN PEMERINTAH UKRAINA Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Ukraina di dalam Persetujuan ini disebut sebagai Para Pihak pada Persetujuan; Sebagai peserta

Lebih terperinci

Jurnal Penelitian Transportasi Laut

Jurnal Penelitian Transportasi Laut Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49 57 Jurnal Penelitian Transportasi Laut pissn 1411-0504 / eissn 2548-4087 Journal Homepage: http://balitbanghub.dephub.go.id/ojs/index.php/jurnallaut Penerapan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Jenis Jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun Dalam merancang tata letak jalur kereta api di stasiun harus disesuaikan dengan kebutuhan, situasi dan kondisi di lapangan,

Lebih terperinci

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College

Wardaya College. Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer. Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018. Departemen Fisika - Wardaya College Tes Simulasi Ujian Nasional SMA Berbasis Komputer Mata Pelajaran Fisika Tahun Ajaran 2017/2018-1. Hambatan listrik adalah salah satu jenis besaran turunan yang memiliki satuan Ohm. Satuan hambatan jika

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 44, 1983 (KEHAKIMAN. WILAYAH. Ekonomi. Laut. Perikanan. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.283, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pengukuran Kapal. Tata cara. Metode. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGUKURAN KAPAL

Lebih terperinci

PETUNJUK PERAMBUAN SEMENTARA SELAMA PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN

PETUNJUK PERAMBUAN SEMENTARA SELAMA PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN PETUNJUK PERAMBUAN SEMENTARA SELAMA PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN NO. 003/T/BNKT/1990 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang

Lebih terperinci

DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN. Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana

DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN. Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana 6508040502 ABSTRAK Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak diinginkan dan bisa terjadi

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA

BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA BAB III PERANCANGAN PETA BATAS LAUT TERITORIAL INDONESIA 3.1 Seleksi Unsur Pemetaan Laut Teritorial Indonesia Penyeleksian data untuk pemetaan Laut Teritorial dilakukan berdasarkan implementasi UNCLOS

Lebih terperinci

TUGAS & FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN SUMENEP

TUGAS & FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN SUMENEP Peraturan Bupati sumenep Nomor : 29 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Sumenep Nomor : 28 Tahun 2008 Tentang Tugas dan Fungsi Dinas Daerah Tugas TUGAS & FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Rangkaian Elektronik Lampu Navigasi Energi Surya Rangkaian elektronik lampu navigasi energi surya mempunyai tiga komponen utama, yaitu input, storage, dan output. Komponen input

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 24 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si ZONASI LAUT TERITORIAL Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas. Untuk landas kontinen negara Indonesia berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat

Lebih terperinci

2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974; 6. Peratur

2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974; 6. Peratur BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1428, 2016 KEMENHUB. Kendaraan diatas Kapal. Pengangkutan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 115 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGANGKUTAN

Lebih terperinci

G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN

G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entah jabatan strukturalnya atau lebih rendah keahliannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. entah jabatan strukturalnya atau lebih rendah keahliannya. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, evaluasi adalah penilaian. Layaknya sebuah penilaian (yang dipahami umum), penilaian itu diberikan dari orang yang lebih tinggi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI,

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, [Home] KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR: 300.K/38/M.PE/1997 TENTANG KESELAMATAN KERJA PIPA PENYALUR MINYAK DAN GAS BUMI, MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis

Lebih terperinci

BIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)

BIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) - 35-7. BIDANG PERHUBUNGAN 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan kabupaten 2. Pemberian izin penyelenggaraan

Lebih terperinci

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG PENGATURAN RAMBU-RAMBU LALU LINTAS,

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT PROVINSI Waktu: 180 menit Soal terdiri dari 30 nomor pilihan ganda, 10 nomor isian dan 2 soal essay A. PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Grafik

Lebih terperinci

Matahari dan Kehidupan Kita

Matahari dan Kehidupan Kita Bab 5 Matahari dan Kehidupan Kita Tema Peristiwa dan Kesehatan Pernahkah kalian berjalan di siang hari yang terik? Misalnya, saat sepulang sekolah. Apa yang kalian rasakan? Kalian tentu merasa kepanasan.

Lebih terperinci