KATA PENGANTAR. Atas segala perhatian dan kerjasama diucapkan terima kasih. Depok, Desember Pt. Santika Kusuma Agung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Atas segala perhatian dan kerjasama diucapkan terima kasih. Depok, Desember Pt. Santika Kusuma Agung"

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Memenuhi Surat Perintah Kerja dari Satuan Kerja Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Kota Depok Pemerintah Kota Depok, maka dengan ini kami PT. Santika Kusuma Agung menyelesaikan laporan Akhir pekerjaan: Penyusunan Rencana Induk Persampahan. Laporan Akhir ini terdiri dari 7 (tujuh) bab pembahasan yang memuat mulai dari kondisi secara umum kota Depok, kemudian kondisi pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh Kota Depok sampai dengan saat ini, selanjutnya kami akan menyajikan hasil dari evaluasi dan analis baik dari data primer maupun sekunder. Inti dari laporan ini terletak pada bab 7 yang berisikan Rencana Induk Sistem (RIS) Pengelolaan Sampah Kota Depok. Besar harapan kami produk ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kota Depok dalam mengembangkan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terutama dalam hal pengelolaan sampah. Manyadari bahwa penulisan buku ini masih jauh dari sempurna maka kami sangat mengharapkan masukan, kritik dan saran, sehingga dapat dijadikan sebagai masukan kami dalam menyusun Laporan untuk dimasa yang akan datang. Atas segala perhatian dan kerjasama diucapkan terima kasih Depok, Desember 2008 Pt. Santika Kusuma Agung i

2 DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maksud, Tujuan Dan Sasaran Sistematika Penulisan METODOLOGI PENDEKATAN DAN PROGRAM KERJA 2.1. Pendekatan Studi Konsep Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan Pendekatan Pola Pikir Pemecahan Masalah Pendekatan Penanganan Pekerjaan Persoalan Pengelolaan Persampahan Paradigma Baru Pemerintah Indonesia paradigma baru pengelolaan sampah Pendekatan Kebijakan Pendekatan Kelembagaan Pendekatan Teknis Pengelolaan Persampahan Kegiatan Operasional Pola Teknis Operasional Peralatan Operasional Persampahan Pemilihan Sistem Dan Peralatan Operasional Persampahan Umum Pewadahan Pembuangan Akhir Sampah Dan Pengolahan Umum Pembuangan Akhir Survey Dan Analisa Kualitas Lingkungan Kualitas Udara dan Kebisingan 2-29 ii

3 Kualitas Air (Air Tanah, Air Buangan dan Air Permukaan) Survey Komposisi Sampah GAMBARAN UMUM KOTA DEPOK 3.1. Daerah Perencanaan Aspek Fisik Kota Geografi Geologi Topografi Klimatogi Hidrogologi Aspek Sosial Ekonomi Demografi Mata Pencaharian Pola Penggunaan Lahan dan Status Lahan Pendapatan Regional Sarana Dan Prasarana Kota Sarana Pendidikan Sarana Kesehatan Perdagangan dan Jasa Sarana Permukiman Sarana Peribadatan Prasarana Air Minum Prasarana Irigasi Prasarana Listrik Sarana Telekomunikasi Prasarana Jalan Sarana Transportasi Rencana Kota Strategi Pengembangan Sarana Dan Prasarana Program-Program Pengembangan Sarana Dan Prasarana Rencana Pemanfaatan Ruang Sistem Pusat Pelayanan 3-37 iii

4 4. KONDISI PENGELOLAAN SAMPAH SAAT INI 4.1. Umum Aspek Organisasi Dan Manajemen Bentuk Institusi dan Struktur Organisasi Personalia Kondisi Eksisting Permasalahan Persampahan Produksi Sampah Kondisi Persampahan Pengangkutan Pewadahan Karakteristik Sampah Pengelolaan Akhir Sampah Sistem Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Terpadu / Unit Pengelolaan Sampah (UPS) Pendekatan skala TPA Pendekatan skala rumah tangga Pendekatan skala kawasan Pembiayaan KRITERIA PERENCANAAN DAN Evaluasi Dampak TPA 5.1. Pengertian TPA Metode Pembuangan Sampah Open Dumping Controll landfill Sanitary landfill Persyaratan Lokasi TPA Jenis dan Fungsi Fasilitas TPA Prasarana Jalan Prasarana Drainase Fasilitas Penerimaan Lapisan Kedap Air Lapisan Tanah Penutup Fasilitas Penanganan Gas Fasilitas Penanganan Lindi Umur TPA/Kebutuhan Lahan 5-12 iv

5 5.4.9 Rencana Timbunan Bukit Akhir Alat Berat Penghijauan Pagar Keliling dan Green Belt Fasilitas Penunjang Teknik Operasional TPA Persiapan Lahan TPA Persiapan Sel Pembuang Pembongkaran Sampah Perataan dan Pemadatan Sampah Penutupan Tanah Pemeliharaan TPA Pengawasan Pengendalian TPA Pengawasan Kegiatan Pembuangan Pendataan dan Pelaporan Pengendalian TPA Evaluasi Dampak Penting Tahap Pra-Konstruksi Tahap Konstruksi Tahap Operasional Tahap Pasca Operasi Sistem Organisasi Dan Manajemen Bentuk Institusi Struktur Kelembagaan Personalia Tata Laksana Kerja Sistem Pembiayaan Sistem Pengaturan Aspek Peran Serta Masyarakat Dasar Perkiraan Kebutuhan Peralatan 5-44 v

6 6. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN ANALISIS 6.1. Identifikasi Permasalahan Persampahan Teknis Operasional Kelembagaan Pembiayaan Peran Serta Masyarakat Analisis Pola Pembuangan Sampah Konvensional Sub Sistem Kelembagaan Dan Organisasi Sub Sistem Teknik Operasional Sub Sistem Pembiayaan Sub Sistem Pengaturan Komponen Peran Serta Masyarakat Analisis Unit Pengolahan Sampah (UPS) Aspek Teknik Operasional Aspek Pembiayaan Aspek Kelembagaan Aspek Peraturan Aspek Partisipasi Masyarakat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kriteria Pemilihan TPA Pemilihan Lokasi TPA RENCANA INDUK SISTEM (RIS)PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK 7.1. Pendekatan Rencana Induk Sistem Persampahan Pendekatan Penyusunan RIS Untuk Permukiman/Kegiatan Yang Sudah Lama Beroperasi Pendekatan Penyusunan RIS Untuk Permukiman/Kegiatan Baru _ Rencana Induk Sistem Aspek Teknis Operasional Cakupan Pelayanan Rencana Pola Penanganan Sampah di Kecamatan Rencana Induk Sistem Teknis Operasional Rencana Induk Sistem Keuangan Rencana Retribusi 7-12 vi

7 Rencana Pembiayaan Pengelolaan Rencana Induk Sistem Kelambagaan Organisasi Rencana Kelembagaan Rencana Organisasi Rencana Induk Sistem Peraturan dan Hukum Rencana Induk Sistem Peran Serta Masyarakat Pengelolaan Sampah Individual Rencana Induk Sistem Pengelolaan Kesehatan Masyarakat Proyeksi Timbulan Sampah Alternatif Usulan Sub Sistem Pengumpulan Alternatif Usulan Sub Sistem Pengangkutan Pengangkutan Sampah Alternatif Usulan Sub Sistem Pembuangan Akhir Pemilihan Alternatif Rencana Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan Upaya Pengelolaan Sampah Pola 3R Strategi dan Program Pengelolaan Persampahan Kota Depok Tahun vii

8 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai yang negatif karena dalam penanganannya, baik untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar. Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang kian mendesak di kotakota di Indonesia, sebab apabila tidak dilakukan penan.ganan yang baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan sehingga dapat mencemari lingkungan, baik terhadap tanah, air dan udara. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah pencemaran tersebut diperlukan penanganan dan pengendalian terhadap sampah. Penanganan dan pengendalian akan menjadi semakin kompieks dan rumit dengan semakin kompleksnya jenis maupun kompisisi dari sampah sejalan dengan majunya kebudayaan. Oieh karena itu penanganan sampah di perkotaan relatif lebih dibanding sampah di desa-desa. Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi, kebanyakan kotakota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang sekitar 60% dari seluruh produksi sampahnya. Dari 60% ini, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros dan mencemari. Untuk mendapatkan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi dalam penanganan sampah di kota, maka dalam pengelolaannya harus cukup layak Bab 1-1

9 diterapkan yang sekaligus disertai upaya pemanfaatannya sehingga diharapkan mempunyai keuntungan berupa nilai tambah. Untuk mencapai hal tersebut, maka perlu pemilihan cara clan teknologi yang tepat, perlu partisipasi aktif dari masyarakat dari mana sumber samaph berasal clan mungkin perlu dilakukan kerjasama antar lembaga pemerintah yang terkait. Disamping itu juga perlu aspek legal untuk dijadikan pedoman berupa peraturan peraturan mengenai lingkungan demi menanggulangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah. Untuk mendukung pembangunan Kota Depok yang berkelanjutan clan seiring dengan adanya peraturan-. peraturan baru mengenai Lingkungan Hidup clan Persampahan maka perlu dicari suatu cara pengelolaan sampah secara baik clan benar melalui perencanaan yang matang clan terkendali dalam bentuk pengelolaan secara terpadu. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka pada tahun anggaran 2008 Kota Depok akan melakukan kegiatan Penyusunan Rencana Induk Persampahan Maksud, Tujuan Dan Sasaran Sebagaimana telah diuraikan dalam Latar Belakang tersebut diatas, maka maksud dan tujuan dari pekerjaan ini diuraikan sebagai berikut : Maksud Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyusun Rencana induk (Master Plan) Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Depok Tujuan Tujuan dari pekerjaan Penyusunan Rencana Induk Persampahan ini adalah sebagai berikut: 1. Tersusunnya Rencana Induk Sistem Pengelolaan sampah yang memuat rencana umum pengelolaan persampahan meliputi aspek teknis operasional, hukum dan Bab 1-2

10 peraturan, kelembagaan dan institusi, keuangan dan pembiayaan dan peran serta masyarakat dan swasta. 2. Tersusunnya indikasi program dan rencana investasi pembiayaan pengelolaan persampahan jangka mendesak, jangka pendek,jangka menengah danjangka panjang. 3. Tersusunnya konsep efisiensi pembiayaan, seperti biaya pengangkutan yang dapat ditekan karena dapat memangkas mata rantai pengangkutan sampah, dsb. 4. Tersusunnya konsep reduksi sampah dari sumber, sehingga tidak diperlukan lahan besar untuk TPA. 5. Dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis. 6. Dapat lebih mensejahterakan petugas pengelola kebersihan. 7. Tersusunnya konsep pengelolaan persampahan yang ekonomis dan berwawasan lingkungan (ekologis). 8. Dapat membuka kesempatan/ lapangan kerja melalui berdirinya badan usaha yang mengelola sampah menjadi bahan yang bermanfaat. 9. Tersusunnya konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan kota. 10. Tersusunnya konsep pemberdayaan kelembagaaan, peraturan daerah dan investasi serta pembiayaan pengelolaan persampahan secara terpadu Sasaran Sasaran pekerjaan ini adalah meningkatnya kebersihan lingkungan yang sehat dan bersih, berkurangnya konflik sosial masyarakat dalam operasional pengelolaan persampahan, terbentuknya pengolahan sampah dengan sistem 3R di sumber sampah, terbentuknya usaha daur ulang dan composting, dan berkurangnya beban operasional truk sampah dan TPA. Bab 1-3

11 1.3. Sistematika Penulisan Bab 1 Pendahuluan Bab 2 Metodologi Pendekatan Dan Program Kerja Bab 3 Gambaran Umum Kota Depok Bab 4 Kondisi Pengelolaan Sampah Saat ini Bab 5 Kriteria Perencanaan Dan Evaluasi Dampak TPA Bab 6 Identifikasi Permasalahan dan Analisis Bab 7 RENCANA Induksistem (RIS)Pengelolaan Sampah Kota Depok Bab 1-4

12 2. METODOLOGI PENDEKATAN DAN PROGRAM KERJA 2.1. Pendekatan Studi Dalam pelaksanaan pekerjaan PENYUSUNAN RENCANA INDUK PERSAMPAHAN - Kota Depok, terdapat 2 (dua) bagian besar produk pekerjaan, yakni kelayakan Unit Pengolahan Sampah dan Kajian Ekonomi, Sumber Pendanaan kegiatan pembangunan Unit Pengolahan Sampah, serta jajak pendapat atau political will dari masyarakat Kota Depok dalam pembangunan dan pelaksanaan operasional Unit Pengolahan Sampah dan pengelolaan sampah di Kota Depok. Tahapan penyusunan rencana induk persampahan ini dimulai dari pengumpulan data dan informasi, review studi terdahulu, peninjauan lapangan ke alternatif lokasi untuk dibangun 60 unit Pengolahan Sampah, jajak pendapat, analisa teknis operasional, analisa geografis, analisa ekonomi, analisa sosial-budaya dan kemampuan pendanaan Pemerintah Kota Depok Konsep Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan Ada beberapa pendekatan metodologi yang akan dikembangkan konsultan untuk melaksanakan pekerjaan ini yaitu : 1. Pendekatan Pola Pikir Pemecahan Masalah 2. Pendekatan Penanganan Pekerjaan 3. Pendekatan Kebijakan 4. Pendekatan Kelembagaan Bab 2-1

13 5. Pendekatan Teknis 6. Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan. Pendekatan terhadap pola pikir pekerjaan adalah keterkaitan kegiatan proyek dengan permasalahan yang ada serta sasaran yang ingin dicapai. Pendekatan kebijakan diperlukan terutama yang berkaitan dengan kebijakan persampahan dan persampahan. Pendekatan kelembagaan berhubungan dengan koordinasi antar instansi yang dibutuhkan. Pendekatan teknis adalah kajian terhadap kriteria atau metode perhitungan yang akan digunakan. Sedangkan pendekatan pelaksanaan pekerjaan merupakan metode pelaksanaan pekerjaan mulai tahap persiapan sampai penyelesaian akhir. Pada prinsipnya penyusunan metodologi ini mengacu kepada Kerangka Acuan Kerja, Rapat Penjelasan Teknis serta kemampuan dan pengalaman konsultan dalam mengerjakan proyek sejenis Pendekatan Pola Pikir Pemecahan Masalah Pendekatan pola pikir pemecahan masalah yang diuraikan tidak dapat dipisahkan dari permasalahan rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana dasar lingkungan di wilayah studi, khususnya yang berkaitan dengan pelayanan sektor persampahan. Permasalahan tersebut diantaranya diakibatkan ada pertumbuhan pendudukan yang cukup pesat di wilayah studi (Kota Depok) serta masih rendahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan persampahan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan cara meningkatkan kinerja pelayanan sektor persampahan secara berkelanjutan melalui pelaksanaan pekerjaan ini. Untuk lebih jelasnya pendekatan pola pikir pemecahan masalah dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini. Bab 2-2

14 Gambar 2.1: Pola Pikir Pelaksanaan Pekerjaan TINGKAT PELAYANAN PERSAMPAHAN DI WILAYAH STUDI KEBIJAKAN DI BIDANG PERSAMPAHAN STANDAR DAN KRITERIA KEBUTUHAN PENINGKATAN PELAYANAN PERSAMPAHAN SASARAN PENINGKATAN PELAYANAN PERSAMPAHAN KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH KOTA DEPOK PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN PEREKONOMIAN DI WILAYAH STUDI REDUKSI SAMPAH DARI SUMBER DAN DI LOKASI SPA/ TPS/TRANSFER DEPO 2.4. Pendekatan Penanganan Pekerjaan Persoalan Pengelolaan Persampahan Persoalan utama pada pengelolaan sampah terjadi karena beberapa hal, yaitu : 1. Peningkatan jumlah sampah secara signifikan akibat adanya perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat akibat terjadinya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada era orde baru (sebelum terjadi krisis moneter tahun 1997). Bab 2-3

15 2. Terjadi pertumbuhan penduduk yang tinggi di daerah perkotaan yang membutuhkan penanganan sampah secara kolektif. Pengelolaan secara individu (dalam arti menimbun dan membakar) semakin tidak layak untuk lingkungan perkotaan. 3. Pertumbuhan jumlah sampah tidak diimbangi dengan pertumbuhan pendapatan yang berasal dari masyarakat penghasil sampah untuk mendanai/membiayai pengelolaan sampah perkotaan. Selain itu, anggaran pengelolaan persampahan yang berasal dari Pemerintah tidak mencukupi untuk memenuhi standard pelayanan yang diperlukan. 4. Ketersediaan lahan untuk TPA sampah yang memenuhi persyaratan (teknis, lingkungan, sosial budaya, legalitas kepemilikan, dan aspek keuangan) semakin terbatas. 5. Peningkatan kemampuan lembaga/institusi pengelola persampahan berjalan dengan lambat sehingga tidak mampu mengantisipasi persolan yang timbul di masyarakat Paradigma Baru Pemerintah Indonesia Reformasi telah mengakibatkan terjadinya paradigma baru Pemerintahan di Indonesia. Adapun paradigma baru tersebut antara lain adalah : 1. Demokratisasi dan Keterbukaan Terjadi perubahan yang menginginkan diberlakukannya prinsip demokrasi dan keterbukaan pada pemerintahan di Indonesia. Konsekuensinya adalah tuntutan pemenuhan kepentingan masyarakat semakin kuat dan proses pemenuhan tersebut diminta dilaksanakan secara transparan. Pengaruh lainnya adalah masyarakat semakin memahami haknya, salah satu adalah hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang layak untuk ditempati, dan menuntut Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 2. Otonomi Daerah Pelaksanaan otonomi daerah memberikan tanggung jawab yang semakin besar kepada Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yang salah satu diantaranya adalah pengelolaan persampahan. Selain pendelegasian (penyerahan) tanggung jawab tersebut, Pemerintah Daerah juga mendapat tambahan pendapatan dari pembagian pendapatan yang selama ini dikuasai oleh Pemerintah Pusat. Pembagian pendapatan tersebut secara bersamaan juga akan Bab 2-4

16 diikuti dengan peningkatan beban pembiaayaan pengelolaan sarana yang selama ini dibiayai oleh Pemerintah Pusat. 3. Pemberdayaan Masyarakat Salah satu hasil dari reformasi adalah gerakan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat akan menyebabkan masyarakat semakin menyadari hak dan tanggung jawabnya. Akibatnya masyarakat mungkin saja akan menuntut Institusi/ Lembaga pengelola persampahan jika merasa dirugikan/ pelayanan kurang memuaskan (akibat diberlakukannya UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) paradigma baru pengelolaan sampah Pendekatan yang akan digunakan konsultan dalam melaksanakan pekerjaan penyusunan Rencana Induk Persampahan Kota Depok akan mengacu pada sistem REDUCE (mengurangi), REUSE (menggunakan kembali), RECYCLE (mendaur ulang), PARTICIPATION (melibatkan masyarakat) sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang Undang No.18 Tahun 2008 tentang Persampahan Pendekatan Kebijakan Secara lebih spesifik pendekatan yang akan dilakukan dalam Kajian Pengelolaan Sampah di Kota Depok ini, meliputi : 1. Pendekatan terhadap Peraturan PerUndang-Undangan/Kebijakan yang berlaku baik ditingkat Pusat maupun di tingkat Daerah. (seperti : RUTRK, RTRW dan lain sebagainya yang relevan). 2. Millenium Development Goal (2015). 3. National Action Plan Persampahan 4. Ketentuan Teknis (SNI untuk perencanaan sampah perkotaan dan SNI UNJ ) tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah dan cara Weighted Ranking Technique. Bab 2-5

17 2.6. Pendekatan Kelembagaan Dalam melaksanakan pekerjaan ini Konsultan secara aktif akan melakukan koordinasi dan membangun kerjasama yang erat dengan Tim Teknis Pemberi Tugas dan instansi lain yang berkaitan dengan proyek ini. Pelaksanaan pendekatan kelembagaan dalam kegiatan ini sangat diperlukan mengingat pertimbangan sebagai berikut : 1. Waktu pelaksanaan pekerjaan ini cukup singkat yaitu 4 (empat) bulan, dengan demikian dibutuhkan kerjasama dan koordinasi yang cukup baik dari para pihak yang terkait dengan pekerjaan ini khususnya yang dapat membantu menyediakan data-data yang dibutuhkan. 2. Kegiatan penyusunan rencana induk persampahan sangat terkait dengan dengan instansi lain, dengan demikian kegiatan ini dapat dijadikan sebagai sosialisasi program dan meningkatkan kerjasama yang komprehensif dalam pengelolaan persampahan di wilayah studi. 3. Diperkirakan instansi terkait di daerah memiliki rencana dan program pengelolaan persampahan, dengan demikian kegiatan ini diharapkan dapat menjadi penguatan program-program atau saling melengkapi dengan program-program lokal yang ada. Dalam kaitannya dengan pendekatan kelembagaan ini, konsultan akan melakukan kerjasama dan koordinasi dengan Pemberi Tugas/Pemimpin Proyek, Tim Teknis, dan aparat di daerah, agar kebutuhan dan aspirasi daerah dapat diakomodasikan. Koordinasi dan komunikasi dalam frekuensi yang tinggi akan sangat membantu kelancaran dan keberhasilan perencanaan ini dan setiap permasalahan yang timbul akan dapat segera diselesaikan. Dengan seringnya berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pihak Pusat maupun daerah, diharapkan akan memperlancar dan mempercepat dalam menyelesaikan permasalahan yang mungkin akan terjadi. Survey lapangan dalam rangka mengidentifikasi permasalahan pengelolaan sampah serta mengidentifikasi daerah genangan akan lebih baik bila dilakukan bersama-sama dengan pihak daerah untuk menghindari kesalahan, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan nantinya. Secara garis besar hal-hal yang perlu dikoordinasikan antara lain : 1. Menyamakan interpretasi tugas, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan ini. 2. Mendiskusikan rencana kerja dan jadwal pelaksanaan khususnya pekerjaan survey lapangan. Bab 2-6

18 3. Merencanakan sistem komunikasi yang efektif dan terorganisir antara Konsultan dan Pemberi Tugas/Tim Teknis serta semua instansi terkait. 4. Prosedur dan perizinan yang diperlukan dari Pemberi Tugas Pendekatan Teknis 1. Fisik Kota Pendekatan terhadap daerah studi dalam hal ini Kota Depok sangat penting, untuk mengetahui kondisi dan karakteristik kota. Dalam merencanakan sistem pengelolaan persampahan harus mempertimbangkan topografi, hidrologi, klimatologi dan geologi. Kemiringan tanah, tinggi muka air tanah termasuk pasang surut air, kondisi sungai di saat musim kemarau dan musim hujan, temperatur dan kelembaban pada musim hujan dan kemarau dan struktur lapisan tanah akan dipelajari dan dipahami. Termasuk dalam perencanaan lokasi Unit Pengolahan Sampah (UPS) yang direncanakan sebanyak 60 unit sampai dengan tahun a. Tahun 2007 sebanyak 13 UPS (eksisting); b. Tahun 2008 sebanyak 20 UPS; c. Tahun 2009 sebanyak 15 UPS; d. Tahun 2010 sebanyak 15 UPS; dan e. Tahun 2011 sebanyak 10 UPS. 2. Sosial Ekonomi a. Kepemerintahan antara lain : struktur organisasi pemerintah kota, pembagian dan batas wilayah kerja administrasi kota serta luas masing-masing wilayah. b. Demografi, meliputi jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk per tahun dan kepadatan penduduk. Perkiraan laju pertumbuhan dan arah penyebaran penduduk dari tahun ke tahun didasarkan pada data aktual dan rencana kota menurut RUTRK/Renstra, dsb. c. Data demografi ini akan diambil dari data statistik Kota Depok edisi terakhir. Bab 2-7

19 d. Distribusi kegiatan lokasi proyek, terdiri dari beberapa sektor antara lain pertanian, perdagangan, peternakan, pegawai, buruh dan tata guna lahan dalam berbagai kategori. e. Prasarana dan Sarana Umum yang dimiliki oleh Kota Depok antara lain : jaringan listrik, air minum, telepon dan alat transportasi. f. Fasilitas yang dimiliki Kota Depok, seperti : pertokoan, perniagaan, hotel/losmen, rumah sakit/kesehatan, perkantoran, pendidikan, tempat ibadah/sosial, perumahan dan sebagainya. data-data ini diperlukan untuk menentukan jumlah/kapasitas dan jenis sampah dan juga diperlukan untuk menentukan skala pengelolaan individual dan komunal. g. Pendapatan masyarakat per rumah tangga diperlukan untuk menentukan tarif retribusi sampah yang akan diusulkan. h. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah saat ini dan perkiraan di tahun mendatang. 3. Kesehatan Masyarakat Tingkat kesehatan masyarakat sangat dipengaruhi oleh kebersihan lingkungan. Untuk mendapatkan lingkungan yang bersih, tergantung oleh tersedianya fasilitas sanitasi yang baik dan memadai. Selain itu juga perlu ditunjang oleh kemampuan masyarakat dalam menciptakan dan menjaga kebersihan. 4. Rencana Pengembangan Kota Rencana Strategis, Rencana Induk Kota dan Rencana Umum Tata Ruang Kota yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Depok akan menjadi acuan bagi penyusunan perencanaan teknis dan manajemen persampahan ini dapat terintegrasi dengan rencana pengembangen sarana dan prasarana lainnya. Arah dan sasaran pembangunan kota, potensi yang dikembangkan di waktu mendatang, berbagai sektor ekonomi yang meliputi kegiatan usaha dengan berbagai kegiatan pelayanan dan lingkungan hidup serta permasalahannya merupakan salah satu faktor penting dalam proses penyusunan studi ini. Demikian juga halnya dengan rencana pengembangan fasilitas kota termasuk sarana dan prasarana pengelolaan pesampahan. Bab 2-8

20 5. Sistem Pengelolaan Eksisting Pengelolaan persampahan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berinteraksi dan membentuk satu kesatuan yang mempunyai satu tujuan. Bentuk interaksi ini mempunyai ketentuan dan peraturan. Komponen yang mempunyai bentuk tersebut di atas disebut subsistem. Subsistem tersebut adalah: a. Organisasi dan Manajemen b. Teknik Operasional c. Pembiayaan dan Retribusi d. Ketentuan dan Peraturan 2.8. Pengelolaan Persampahan Kegiatan Operasional Pengelolaan persampahan kota - kota di Indonesia mempunyai pola yang hampir sama. Ditinjau dari segi teknik operasionalnya, pengelolaan persampahan meliputi kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir. Operasi bersifat integral dan terpadu karena setiap proses tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling pengaruh mempengaruhi secara berantai. Adapun urutan kegiatan sistem operasional pengelolaan persampahan secara umum adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan pewadahan sampah 2. Kegiatan pengumpulan sampah 3. Kegiatan pemindahan sampah 4. Kegiatan pengangkutan sampah 5. Kegiatan pengelolaan sampah 6. Kegiatan pembuangan akhir Bab 2-9

21 A. Pewadahan Sampah Pewadahan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum di kumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke tempat pembuangan akhir. Tujuan utama dari pewadahan adalah untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga mengganggu lingkungan dari segi kesehatan, kebersihan dan estetika. Gambar 2.2: Skema Kegiatan Operasional Persampahan TIMBULAN SAMPAH PEWADAHAN PENGUMPULAN PEMINDAHAN DAN PENGANGKUTAN PENGOLAHAN / UPS PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH Pewadahan dapat dikelompokkan sebagai pewadahan individual serta pewadahan komunal (yang merupakan bagian dari proses pengumpulan). Pewadahan individual dimaksudkan untuk menampung sampah dari masing-masing sumber sampah, sesuai dengan sistem/ pola pengumpulan yang diterapkan, dimana setiap rumah tangga harus tetap mempunyai pewadahan individual. Cara-cara ataupun sistem pewadahan sampah dikelola dengan baik oleh setiap pemilik persil pada daerah-daerah pelayanan merupakan faktor penunjang keberhasilan operasi pengumpulan sampah. Tujuan dari pewadahan akan tercapai apabila orang mau membuang sampah kedalamnya, dan pewadahan tersebut mampu mengisolasi sampah terhadap segala sesuatu di sekitarnya. Bab 2-10

22 Untuk itu hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain pewadahan adalah sifat, bahan, warna, volume dan konstruksinya, yang harus memenuhi persyaratan praktis, ekonomis, estetis dan higienis. Secara umum, bahan pewadahan sampah harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Awet dan tahan air (kedap air) b. Mudah untuk diperbaiki c. Ekonomis, mudah diperoleh/ dibuat oleh masyarakat d. Ringan dan mudah diangkat sehingga tidak melelahkan petugas dalam proses pengumpulan e. Penggunaan warna yang menarik dan menyolok Adapun kriteria penentuan ukuran (volume) pewadahan sampah biasanya ditentukan berdasarkan: a. Jumlah penghuni dalam suatu rumah b. Tingkat hidup masyarakat c. Frekuensi pengambilan/ Pengumpulan sampah d. Sistem pelayanan, individual atau komunal Berdasarkan tempat sumber timbulannya, bahan dan jenis wadah sampah padat diuraikan sebagai berikut: a. Sampah rumah tangga wadahnya dapat berupa: 1) Tong/bin dari plastik/ fiberglas 2) Tong/bin dari kayu 3) Container besi 4) Kantong plastik 5) Kantong kertas b. Sampah toko/restoran wadahnya berupa : 1) Tong/bin dari plastik/ fiberglas 2) Tong/bin dari kayu Bab 2-11

23 3) Container besi 4) Kantong plastik c. Sampah kantor/ bangunan gedung wadahnya berupa : 1) Bak tembok 2) Container besi 3) Kantong plastik besar Cara pengambilan wadah sampah dapat dilakukan dengan cara manual atau secara mekanik. Oleh karena itu perlu ditetapkan suatu standarisasi ukuran dan bentuk serta perlengkapannya. Ukuran wadah menggunakan tenaga orang (manual) misalnya harus dirancang sedemikian rupa sehingga mudah diangkat dan beratnya diperhitungkan mampu bagi seseorang untuk mengangkatnya. Sedangkan wadah yang menggunakan tenaga mekanik, ukuran dan berat penuhnya disesuaikan dengan spesifikasi kendaraan angkutannya (load-haul atau compactor truck). Lokasi penempatan wadah pada umumnya belum seragam. Untuk wadah sampah yang pengambilannya menggunakan tenaga orang, lokasi ada yang ditempatkan di depan rumah, di belakang rumah, di tepi trotoar jalan, dan sebagainya. Demikian pula cara penempatannya ada yang ditempatkan di udara terbuka dan ada yang diberi alat pelindung/ atap. B. Pengumpulan Sampah Yang dimaksud dengan sistem pengumpulan sampah yaitu cara atau proses pengambilan sampah mulai dari tempat pewadahan/ penampungan sampah dari sumber timbulan sampah sampai tempat pengumpulan sementara/ stasiun pemindahan atau sekaligus diangkut ke tempat pembuangan akhir. Pengambilan sampah dilakukan setiap waktu sesuai dengan periodesasi tertentu. Periodesasi biasanya ditentukan berdasarkan waktu pembusukkan sampah, yaitu kurang lebih berumur 2 3 hari, yang berarti pengumpulan sampah dilakukan maksimal setiap 3 hari sekali. Makin sering semakin baik, namun biasanya operasinya lebih mahal. Pengumpulan umumnya dilaksanakan oleh petugas kebersihan Kota atau swadaya masyarakat (pemilik sampah, badan swasta atau RT/RW). Pengikut sertaan Bab 2-12

24 masyarakat dalam pengelolaan sampah banyak ditentukan oleh tingkat kemampuan pihak kota dalam memikul beban masalah persampahan kotanya. Termasuk dalam pekerjaan pengumpulan adalah penyapuan jalan dan pembersihan selokan. Pengawasan akan mutu pekerjaan ini cukup penting terutama pembersihan selokan pada musim penghujan, sehubungan dengan pencegahan banjir. Sistem atau cara pengumpulan sampah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: a. Peraturan-peraturan/ aspek legal pada daerah setempat b. Kebiasaan masyarakat (budaya) c. Karakteristik lingkungan fisik dan sosial ekonominya d. Kedaan khusus setempat e. Kepadatan dan penyebaran penduduk f. Rencana penggunaan lahannya g. Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengelolaan dan pembuangan h. Lokasi pembuangan akhirnya i. Biaya yang tersedia C. Pemindahan Sampah Proses pemindahan terdapat pada pengelolaan sampah dengan pengumpulan secara tidak langsung. Proses ini diperlukan karena kondisi daerah pelayanan tidak memungkinkan untuk diterapkan pengumpulan dengan kendaraan truk secara langsung. Disamping itu juga proses ini akan sangat membantu efisiensi proses pengumpulan. Pekerjaan utama pada proses ini yaitu memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam truk pengangkut. Mengingat tingkat kemampuan daya tempuh gerobak yang relatif pendek, maka lokasi pemindahan umumnya terletak tidak jauh dari sumber sampah, masalah yang perlu diperhatikan adalah pengaruhnya daerah sekitar dalam hal kebersihan dan kesehatan lingkungan. Bab 2-13

25 Lokasi pemindahan letaknya sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi truk pengangkut untuk memasuki dan keluar dari pemindahan. Pemindahan sampah ke dalam truk pengangkut dapat dilakukan secara manual, mekanis atau campuran, tergantung dari tipe kendaraan pengangkutnya. Pengisian container dilakukan secara manual oleh petugas pengumpul, sedangkan pengangkatan container ke atas truck dilakukan secara mekanis (load-haul dan compactor truck). Lokasi pemindahan dapat bersifat terpusat (pola transfer depo) atau tersebar. Fungsi lokasi pemindahan terpusat: proses pemindahan, penyimpanan alat, perawatan ringan, proses pengendalian (desentralisasi). Sedangkan fungsi lokasi pemindahan tersebar: proses pemindahan dan penyimpanan alat. D. Pengangkutan Sampah Yang dimaksud dengan pengangkutan sampah dalam hal ini adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan ditempat penampungan sementara (transfer station) atau langsung dari tempat sumber sampah ketempat pembuangan akhir (TPA). Keberhasilan kegiatan penanganan sampah adalah tergantung pada baiknya kegiatan/ sistim pengangkutan sampah yang diterapkan. Sarana yang digunakan adalah kendaraan truck dengan berbagai tipe/ jenis, sehingga merupakan kegiatan yang membutuhkan dana/ investasi yang paling besar dibandingkan dengan kegiatan pengumpulan dan pembuangan akhir. Pekerjaan pengangkutan pada pokoknya membawa sampah makin menjauhi daerah sumber. Arah pengangkutan biasanya relatif jauh keluar kota. Dasar alasan adalah kemungkinan adanya rencana pengembangan kota masalah pengangkutan biasanya timbul seiring dengan keharusan truk melewati jalan-jalan dalam kota. Kenyataan memperlihatkan bahwa tidak semua jalan sesuai untuk dilewati truk tanpa menimbulkan gangguan pada kelancaran lalu lintas. Jalan yang tidak sesuai dari segi lebarnya biasanya ditambah dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi. Kondisi truk, terutama saat melewati jalan ramai, cukup berpengaruh terhadap kenyamanan disekitarnya. Kesan kotor biasanya terjadi karena tetesan air dan hamburan material sampah selama perjalanan. Bab 2-14

26 2.8.2 Pola Teknis Operasional Pewadahan Pola pewadahan terdiri dari : a. Pewadahan Individual Bentuk pewadahan yang dipakai banyak tergantung selera dan kemampuan pengadaannya dari pemiliknya, mulai dari pengadaan sampai penggunaannya dilakukan secara pribadi. Ciri utama dalam penanganan selanjutnya adalah digunakan sistem pengumpulan dari rumah ke rumah. Petugas akan langsung mendatangi tiap rumah untuk mengumpulkan sampahnya. b. Komunal 1) Diperuntukan bagi daerah pemukiman sedang/kumuh, taman kota, jalan, pasar. Bentuknya banyak ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat penggunaannya adalah umum, alasan utama digunakannya pola ini adalah kesulitan petugas dalam mencapai tempat sampah di setiap titik sumber, juga termasuk kesulitan utama adalah kondisi jalan (sangat sempit, tidak dapat dilalui kendaraan pengumpul, sibuk sepanjang hari, dan sebagainya). Agar memudahkan dalam penanganan selanjutnya maka tempat sampah komunal umumnya ditempatkan di tepi jalan besar, pada suatu lokasi yang strategis terhadap penggunaannya. Penduduk akan membawa sampahnya untuk dibuang ke tempat sampah komunal dan pengumpulan pun dilakukan oleh petugas dari tempat ini. 2) Pada pola pewadahan komunal, setiap rumah tangga tetap harus memiliki pewadahan individual, yang pada periode tertentu dibuang sendiri oleh pemilik rumah ke wadah komunal. 3) Pada beberapa literatur, pewadahan diklasifikasikan termasuk dalam proses pengumpulan, karena memang sarana pewadahan sangat berkaitan erat dengan proses pengumpulan, baik desain, kapasitas alatnya maupun pola yang diterapkan. Pengumpulan Pola pengumpulan sampah umumnya dapat dibagi atas: a. Individual langsung Bab 2-15

27 b. Individual tidak langsung c. Komunal langsung d. Komunal tidak langsung 1. Pola individual langsung Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah masing-masing sumber sampah dan diangkut langsung ke TPA, tanpa melalui proses pemindahan. Persyaratan: Kondisi topografi bergelombang (rata-rata > 8%) sehingga alat pengumpul non mesin sulit beroperasi Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya. Kondisi dan jumlah alat memungkinkan Jumlah timbulan sampah besar (>0,5 m3/hari) 2. Pola individual tidak langsung Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah masing-masing sumber sampah dan diangkut ke TPA dengan sarana pengangkut melalui proses pemindahan. Pola ini dapat mengurangi ketergantungan kebutuhan alat angkut (truk), tetapi membutuhkan kemampuan pengendalian personil dan alat yang lebih kompleks. Pola ini baik untuk daerah dengan partisipasi aktif masyarakat yang rendah. Dan alat pengumpul masih mampu menjangkau sumber secara langsung. Pola ini membutuhkan persyaratan sebagi berikut: Memungkinkan pengadaan lokasi pemindahan Bila menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak), maka dibutuhkan kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 8%) Lebar jalan yang memungkinkan dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan lainnya. Organisasi harus siap dengan sistem pengendalian Bab 2-16

28 3. Pola komunal langsung Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah dari masing-masing titik pewadahan komunal, langsung diangkut ke TPA tanpa melalui proses pemindahan. Pola ini merupakan alternatif bila alat angkut terbatas, lokasi merupakan timbulan sampah-sampah sulit dijangkau oleh pelayanan alat pengumpul non mesin (gerobak), kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah, alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah. Pola ini mempunyai prasyarat: Peran serta aktif masyarakat tinggi Wadah komunal dirancang sesuai dengan kondisi, ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan di lokasi yang mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk). 4. Pola komunal tidak langsung Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah dari titik pewadahan komunal, dibawa ke lokasi pemindahan (menggunakan gerobak), lalu diangkut ke TPA menggunakan alat angkut truk. Pola ini membutuhkan prasyarat : Peran serta aktif masyarakat tinggi Wadah komunal dan alat pengumpul dirancang sesuai dengan kondisi, ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dilokasi yang mudah dijangkau alat pengumpul Memungkinkan pengadaan lokasi pemindahan Bila menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak), maka dibutuhkan kondisi topografi yang relatif datar (rata-rata < 8%) Lebar jalan yang memungkinkan dilalui alat pengumpul tanpa menganggu pemakai jalan lainnya Organisasi harus siap dengan sistem pengendalian Pemindahan Kegiatan pemindahan terdapat pada pola pengumpulan tak langsung, yaitu pengumpulan oleh alat bukan jenis truk. Sampah dari alat pengumpul (gerobak/ Bab 2-17

29 sejenisnya) harus dipindahkan ke truk pengangkut untuk dibawa ke lokasi pembuangan akhir. Berdasarkan kondisi dan fungsinya pemindahan terbagi menjadi 2 bagian, yaitu terpusat dan tersebar. Pola pemindahan terpusat dimaksudkan sebagai sentralisasi proses pemindahan dan merupakan pos pengendali operasional, apabila sulit mendapatkan lahan kosong untuk lokasi pemindahan, maka lokasi pemindahan dapat tersebar, tetapi akibatnya kurang dapat dikendalikan. Selain itu, lokasi pemindahan dapat berfungsi pula sebagai penyimpan sarana kebersihan, seperti gerobak dan peralatan lainnya, tanpa perawatan alat dan sebagainya. Lokasi pemindahan dapat berbentuk: 1. Pelataran berdinding (transfer depo) Ukuran panjang dan lebar dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan keluar masuk dan pemuatan truk. Bila pemuatan tidak langsung dilakukan dari gerobak, maka harus tersedia tempat khusus penimbunan sampah sementara. Dinding dibuat cukup tinggi sehingga dapat berfungsi sebagai isolator terhadap daerah sekitarnya. Memudahkan keluar masuk dan pemuatan truk isolasi bertujuan menghilangkan kesan kotor dari kerja pemindahan. 2. Container muat (load- haul) Berupa container yang umumnya bervolume 8-10m3, gerobak langsung menumpahkan muatannya ke dalam container ini. Setelah penuh maka container ini akan dibawa ke lokasi pembuangan akhir. Metoda ini membutuhkan biaya modal yang cukup besar karena dibutuhkan truk dengan tipe khusus (load-haul truck). Pengangkutan Fase pengangkutan merupakan tahapan membawa sampah dari lokasi pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke TPA. Bab 2-18

30 Hal yang penting dalam proses pengangkutan adalah penentuan route pengangkutan, berupa penetapan titik pengambilan, jadwal operasi dan pola pengangkutan. Untuk menentukan route pengangkutan sampah tersebut dilakukan langkahlangkah sebagai berikut : a. Penentuan titik pengambilan b. Untuk menentukan titik pengambilan perlu adanya peta daerah pelayanan dan peta timbunan sampah. c. Peta derah pelayanan menunjukkan batas daerah yang akan dilayani saat ini dan kemungkinan pengembangannya yang memuat data-data antara lain: 1) Luas wilayah kota 2) Luas daerah yang dilayani 3) Jumlah penduduk yang dilayani 4) Jumlah sampah yang harus dilayani setiap hari d. Peta timbulan sampah menunjukan lokasi pengumpul/ timbunan sampah yang harus dilayani oleh para petugas kebersihan, antara lain: 1) Lokasi stasion pemindahan/ TPS 2) Lokasi container besar 3) Lokasi daerah pertokoan 4) Lokasi bangunan besar/ khususnya yang diperkirakan timbulan sampah lebih 1m3 misalnya rumah sakit, hotel, pusat perbelanjaan kantor-kantor besar dan lain-lain. e. Pada titik pengumpul tersebut jumlah volume sampah yang harus diangkut setiap hari dari setiap daerah pelayanan dapat diketahui. Juga route angkutannya dapat direncanakan. Bab 2-19

31 Gambar 2.3: Pola Teknis Operasional TPA Compactor Truck Dump Truck Arm Roll Truck Dump Truck Gerobak sampah 1m 3 Gerobak sampah 1m 3 Bin/tong 40 lt Container 5m 3 Comunal Container 1m 3 Sumber Timbulan Sampah Kantong Plastik ± 30 lt Gerobak comunal 1m 3 POLA INDIVIDUAL LANGSUNG POLA INDIVIDUAL TIDAK LANGSUNG POLA COMUNAL LANGSUNG POLA COMUNAL TIDAK LANGSUNG Bab 2-20

32 1. Jadwal Operasi Jadwal kegiatan pelayanan harus ditetapkan sedemikian rupa agar operasi pengangkutan sampah dapat berjalan secara teratur. Hal ini disamping untuk memberikan gambaran kualitas pelayanan juga untuk menetapkan jumlah kebutuhan tenaga dan peralatan, sehingga biaya operasi dapat diperkirakan. Selain itu dengan frekuensi pelayanan yang teratur akan memudahkan bagi para petugas untuk melaksanakan tugasnya. Pengaturan jam operasional tersebut harus disesuaikan dengan: 1) Jumlah timbulan sampah yang harus diangkat setiap hari 2) Jumlah kendaraan dan tenaga serta kapasitas kendaraan 3) Sifat daerah pelayanan 4) Waktu yang diperlukan tiap rit kendaraan Dengan pengaturan jam kerja ini, operasi pengumpulan dan pengangkutan sampah dapat berjalan tertib dan teratur, sehingga mudah dilakukan pengontrolan terhadap kebersihan kota. Pengaturan kerja tersebut termasuk juga: 1) Pengaturan penugasan 2) Pengaturan kewajiban bagi para petugas untuk membersihkan kendaraan 3) Kewajiban bagi para petugas untuk melaporkan hasil operasinya, sehingga volume sampah yang terangkut setiap pengangkutan dapat diketahui. 2. Pola Pengangkutan Pola pengangkutan sampah yang dialkukan dengan sistem stasiun pemindahan (transfer depo), proses pengangkutan dilakukan dengan cara sebagai berikut: Kendaraan angkutan keluar dari pool langsung menuju lokasi pemindahan transfer depo untuk mengangkut sampah langsung ke TPA Dari TPA, kendaraan tersebut kembali ke transfer depo untuk pengambilan pada rit berikutnya. Untuk pengumpulan sampah dengan sistem container pola pengangkutan adalah sebagai berikut: Bab 2-21

33 1) Sistim container yang diangkut Kendaraan keluar dari pool langsung menuju lokasi container pertama untuk mengambil/ mengangkut sampah langsung ke TPA. Dari TPA kendaraan tersebut dengan container kosong kembali ke lokasi pertama tadi untuk menurunkan container tersebut, dan kemudian menuju ke lokasi ke dua untuk mengambil container yang berisi untuk diangkut ke TPA dan selanjutnya mengembalikan container kosong tersebut ketempat semula. Demikian seterusnya sampai pada shift terakhir. 2) Sistim container yang diganti Kendaraan keluar dari pool dengan membawa container kosong menuju ke lokasi container pertama untuk mengambil/ mengganti container yang berisi sampah dan langsung membawanya ke TPA. Dari TPA kendaraan tersebut dengan container kosong kembali menuju lokasi container kedua dan kemudian menurunkan container kosong tersebut sekaligus mengambil container yang telah penuh untuk dibawa ke TPA. Demikian seterusnya sampai pada shift terakhir. 3) Sistim container tetap Penyerapan sistim ini biasanya untuk kontainer kecil serta alat angkut berupa truck compactor. Kendaraan keluar dari pool langsung menuju ke lokasi container pertama dan mengambil sampahnya untuk dituangkan ke dalam truck compactor dan diletakkan kembali container yang kosong itu ketempat semula, kemudian kendaraan langsung ke lokasi container kedua mengambil sampahnya dan meninggalkan container dalam keadaan kosong dan seterusnya jika kapasitas truk sudah penuh, kendaraan langsung menuju ke lokasi pembuangan akhir. Bab 2-22

34 Gambar 2.4: Sistim Container yang diangkut B e r i s i K o s o n g TPA Gambar 2.5: Sistim Container yang diganti K o s o n g B e r i s i TPA Gambar 2.6: Sistim Container tetap Compactor Truck TPA Bab 2-23

35 2.8.3 Peralatan Operasional Persampahan Peralatan Pewadahan 1. Individual Bentuk pewadahan yang dipakai banyak tergantung selera dan kemampuan pengadaannya dari pemiliknya secara umum adalah: Bentuk : Kotak, Silinder, Kantung, Container Sifat : Bersatu dengan tanah, dapat diangkat Bahan : Pasangan bata, logam, plastik, alternatif bahan harus bersifat kedepan terhadap air, panas matahari, tanah diperlakukan kasar mudah dibersihkan. Ukuran : liter untuk pemukiman., toko kecil liter untuk kantor, toko besar, hotel, rumah makan Pengadaan : Pribadi, swadaya masyarakat, instansi pengelola 2. Komunal Diperuntukan bagi daerah pemukiman sedang/ kumuh, taman kota, jalan, pasar. Bentuknya banyak ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat penggunaannya adalah umum. Karakteristiknya adalah: Bentuk : Kotak, Silinder, Kantung, Container Sifat : Bersatu dengan tanah, dapat diangkat Bahan : Pasangan bata, logam, plastik, alternatif bahan harus bersifat kedepan terhadap air, panas matahari, tanah diperlakukan kasar mudah dibersihkan. Ukuran : liter untuk pinggir jalan taman, liter untuk pemukiman dan pasar Pengadaan : Pemilik, badan swasta (sekaligus sebagai usaha promosi hasil produksi, instansi pengelola). Adapun jenis-jenis peralatan pewadahan yang umum terdapat di kota-kota di Indonesia adalah: 1) Kantong plastik, liter 2) Bin plastik/ keranjang tertutup, liter 3) Tong kayu, liter 4) Bin plastik (tertutup dengan roda), 120 liter 5) Bin plastik permanen, 70 liter 6) Bin plat besi tertutup, 100 liter Bab 2-24

36 7) Bak sampah permanen, ukuran variasi 8) Kontainer, volume 1,0 m3 Peralatan Pengumpulan dan Pemindahan Peralatan pengumpulan dan pemindahan sampah dapat bermacam-macam tergantung sistem pewadahan dan pengumpulan yang diterapkan. Pada daerah pelayanan tertentu peralatan pengumpulan dapat sekaligus sebagai peralatan pengangkutan (truk). Adapun peralatan yang telah disesuaikan berdasarkan daerah timbulan sampahnya dan telah lazim digunakan dalam sistem pengumpulan sampah yaitu: 1. Daerah perumahan/ pemukiman teratur: Gerobak dorong, dimana sampahnya kemudian dikumpulkan pada tempat pengumpulan sementara (transfer depo) dan container. 2. Perumahan yang belum teratur (slump area) Container komunal, gerobak dan transfer komunal, transfer station atupun truk pemadat (compactor truck). 3. Daerah Pasar/ Komersial Untuk daerah pasar/ komersial dapat digunakan langsung truk sampah atau container. 4. Daerah Pertokoan Untuk daerah pertokoan dapat digunakan beberapa cara: 1) Digunakan gerobak dorong dan transfer station atau container 2) Digunakan container komunal 3) Digunakan langsung truck sampah Peralatan Pengangkutan Peralatan pengangkutan sampah antara lain: a. Truck biasa b. Dump Truck (Tipper Truck) c. Compactor Truck Bab 2-25

37 d. Arm Roll Truck e. Multi Loader Truck f. Transfer Trailer Penggunaan jenis-jenis truk ini tergantung dari sistim pewadahan, pengumpulan dan pemindahannya Pemilihan Sistem Dan Peralatan Operasional Persampahan Umum Pemilihan sistem dan pemilihan peralatan operasional persampahan saling berkaitan erat. Pemilihan jenis peralatan pada masing-masing komponen operasional sangat tergantung dari sistem atau pola operasional yang digunakan. Demikian pula pemilihan sistem operasional sangat tergantung pada kondisi fisik, sosial dan ekonomi daerah setempat Pewadahan Penentuan segi baik dan buruknya suatu bentuk pewadahan dinilai dari hubungannya sebagai pendukung pekerjaan penanganan berikutnya, yaitu pengumpulan, pekerjaan ini umumnya dilakukan oleh petugas kota atau swadaya masyarakat. Para petugas dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan dengan target yang telah ditentukan. Efektifitas kerja harus tinggi dan dilakukan melalui efisiensi waktu, untuk mencapai target tersebut. Sehubungan dengan hal ini maka cara pewadahan harus dapat memberikan kemudian dalam pekerjaan pengumpulan Pembuangan Akhir Sampah Dan Pengolahan Umum Tujuan pembuangan akhir sampah adalah untuk memusnahkan sampah domestik atau yang diklasifikasikan sejenis ke suatu tempat pembuangan akhir dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak atau seminimal mungkin menimbulkan gangguan terhadap lingkungan antara (intermediate treatment) maupun tanpa diolah terlebih dahulu. Bab 2-26

38 Kegiatan operasional di pembuangan akhir pada dasarnya merupakan: 1. Kegiatan yang merubah bentuk lahan 2. Kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan dan kemerosotan sumber daya lahan, air dan udara Pembuangan Akhir Yang dimaksud dengan pembuangan akhir adalah cara yang digunakan untuk memusnahkan sampah padat dari hasil kegiatan pengumpulan dan pengangkutan mapun sampah padat hasil buangan kegiatan pengelolaan sampah itu sendiri. Ada 2 cara pembuangan akhir, yaitu: 1) Open Dumping 2) Landfill, yang dapat dibedakan lagi atas: a) Sistim Controlled Landfill b. Sistim Sanitary Landfill Open Dumping Dilakukan dengan cara sampah dibuang begitu saja di tempat pembuangan akhir (TPA) dan dibiarkan terbuka sampai pada suatu saat TPA penuh dan pembuangan sampah dipindahkan ke lokasi lain atau TPA yang baru. Untuk efisiensi pemakaian lahan, biasanya dilakukan kegiatan perataan sampah dengan menggunakan dozer atau perataan dapat juga dilakukan dengan tenaga manusia. Keuntungan: a. Operasi sangat mudah b. Biaya operasi dan perawatan murah c. Biaya investasi TPA relatif murah Kerugian: a. Timbul pencemaran udara oleh gas, debu dan bau Bab 2-27

39 b. Cepat terjadi proses timbulnya leachate, sehingga menimbulkan pencemaran air tanah c. Sangat mendorong tumbuhnya sarang-sarang vektor penyakit (tikus, lalat, nyamuk dan serangga lain). d. Mengurangi estetika lingkungan. Landfill Merupakan perbaikan dari pada cara open dumping yaitu dengan menambahkan lapisan tanah penutup di atas sampah. a. Sistem Controlled Landfill Dilakukan dengan cara sampah ditimbun, diratakan dan dipadatkan kemudian pada kurun waktu memperkecil pengaruh yang merugikan terhadap lingkungan. Bila lokasi pembuangan akhir telah mencapai akhir usia pakai, seluruh timbunan sampah harus ditutup dengan lapisan tanah. Diperlukan persediaan tanah yang cukup sebagai lapisan tanah penutup. Keuntungan: 1) Dampak negatif terhadap estetika lingkungan sekitarnya dapat dikurangi 2) Kecil pengaruhnya terhadap estetika lingkungan awal Kerugian: 1) Operasi relatif lebih sulit dibanding open dumping 2) Biaya investasi relatif lebih besar dari pada open dumping 3) Biaya operasi dan perawatan relatif lebih tinggi dari pada open dumping b. Sistem Sanitary Landfiil Adalah sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup. Hal ini dilakukan terus menerus secara berlapis-lapis sesuai rencana yang telah ditetapkan. Pekerjaan pelapisan sampah dengan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi. Diperlukan persediaan tanah yang cukup untuk menutup timbunan sampah. Bab 2-28

40 Keuntungannya adalah pengaruh timbunan sampah terhadap lingkungan sekitarnya relatif lebih kecil dibanding sistem controlled landfill Survey Dan Analisa Kualitas Lingkungan Survey dan Analisa kualitas lingkungan merupakan bagian dari tahapan kegiatan Studi kelayakan lokasi Unit Pengolahan Sampah akan dibangun oleh Pemerintah Kota Depok. Dimana komponen lingkungan menjadi salah satu pertimbangan kelayakan lokasi pembangunannya Kualitas Udara dan Kebisingan Pengumpulan Data Parameter kualitas udara yang akan diukur adalah : debu, NOx, SO2, CO, HC, selain itu dilakukan pengukuran intensitas kebisingan. Secara singkat data iklim dan Kualitas Udara yang akan dikumpulkan adalah sebagai berikut: a. Wilayah telaah : daerah studi rencana pembangunan Unit Pengolahan Sampah (UPS) b. Paramater: temperatur, curah hujan, jumlah hari hujan Tabel 2.1: Ringkasan Wilayah Telaah Kualitas Udara dan Kebisingan Iklim Udara Kebisingan Wilayah telaah Daerah studi rencana pembangunan UPS Sepanjang rencana UPS dengan jumlah sampling sebanyak 8 titik Sama dengan lokasi pengukuran udara Parameter temperatur, curah hujan, jumlah hari hujan dan data iklim mikro debu, NO x, SO 2, CO, HC, Intensitas kebisingan Metoda Pengumpulan data sekunder dan pengukuran langsung iklim mikro Sampling dan analisa laboratorium Pengukuran langsung Periode Minimal 5 tahun terakhir 1 hari 1 hari Bab 2-29

41 c. Analisis Kualitas udara akan diukur di lapangan bersamaan dengan dilakukannya pengukuran iklim mikro dengan menggunakan alat dan metode analisis sebagaimana disajikan pada Tabel 2.2. Hasil pengukuran kualitas udara ambien akan dibandingkan dengan baku mutu kualitas udara ambien yang berlaku di KOTA DEPOK, Tabel 2.2: Parameter, Metode Analisis dan Peralatan Kualitas Udara dan Kebisingan No Parameter Metoda Analisis Peralatan 1. Debu Gravimetri Hi. Vol Sampler, canister 2. NO x Grietz Salzmann Spektrofotometer 3. SO 2 Pararrosaniline Spektrofotometer 4. CO NDIR NDIR Anayzer 5. Pb Gravimetrik, Ekstraktif, Pengabuan Hi-Vol, AAS 6. HC Flame Ionization Gas Chromatograph 7. Kebisingan - Sound Level Meter Sumber : Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Keputusan Menteri Megara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-48/MENLH/XI/1996 tentang Baku Mutu Kebisingan Lokasi Pemilihan lokasi pengamatan kualitas udara dan kebisingan akan dilakukan dengan mempertimbangkan spesifikasi kegiatan, sebaran dampak dan arah angin dominan. Pemilihan lokasi akan dilakukan sehingga dapat mewakili berbagai tata guna lahan di tapak proyek dan sekitar lokasi tapak proyek serta dapat mewakili kondisi kualitas udara di tapak proyek dan daerah sekitarnya. Lokasi pengukuran kualitas udara dan kebisingan akan dilakukan pada lokasi rencana proyek sebanyak 5 (lima) titik Kualitas Air (Air Tanah, Air Buangan dan Air Permukaan) Pengumpulan Data Pemeriksaan kualitas air (parameter fisik, kimia dan bakteriologi) akan dilakukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh dari hasil pengujian kualitas air permukaan dan air tanah yang ada di Bab 2-30

42 rencana lokasi proyek pembangunan UPS. Pengujian akan dilakukan di laboratorium rujukan. Untuk beberapa parameter dilakukan pemeriksaan in situ (di lapangan), sedangkan pengumpulan data sekunder akan dilakukan dengan membandingkan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya di sekitar tapak lokasi yang kemungkinan pernah dilakukan. Analisis Parameter kualitas air yang dianalisa meliputi sifat fisik, kimia, dan bakteriologi. Pemilihan parameter yang dianalisis akan ditentukan oleh karakteristik kegiatan khususnya dari kegiatan pada tahap konstruksi dan tahap operasi UPS (Unit Pengolahan Sampah). Beberapa parameter yang cepat berubah karena waktu diukur di lapangan (in situ), sedangkan parameter lainnya diperiksa di laboratorium. Parameter kualitas air permukaan yang diamati serta alat dan metoda analisisnya disajikan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3: Parameter, Alat dan Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan No. PARAMETER UNIT ALAT/METODA KETERANGAN 1. FISIKA Temperatur o C Pemuaian,Thermometer In-situ 2. TSS Mg/l Gravimetrik Lab Induk 3. TDS Mg/l Grav[imetrik Lab Induk 1. KIMIAWI ph - ph- meter In-situ 2. DO Mg/l DO Meter, Modifikasi Winkler, In-situ 3. BOD 5 Mg/l Modifikasi Winkler Lab Induk 4. COD Mg/l Titrimetrik Lab Induk 5. Klorida (Cl) Mg/l AAS Lab Induk 6. Fluorida (F) Mg/l AAS Lab Induk 7 Nitrat (N-NO 3 ) Mg/l Metode Brusin Lab Induk 8 Nitrit (N-NO 2 ) Mg/l Metode Sulfanilik Lab Induk 9 Amoniak bebas Mg/l Metode Nessler Lab Induk 10 Sulfida Mg/l Titrimetrik/Spectrofotometrik Lab Induk Bab 2-31

43 No. PARAMETER UNIT ALAT/METODA KETERANGAN 11 Sulfat (SO4) Mg/l Gravimetrik/Spectrofotometrik Lab Induk 12 Minyak / lemak Mg/l Ekstraksi Lab Induk 13 Natrium (Na) Mg/l AAS Lab Induk 14 Arsen (As) Mg/l AAS Lab Induk 15 Nikel (Ni) Mg/l AAS Lab Induk 16 Barium (Ba) Mg/l AAS Lab Induk 17 Besi (Fe) Mg/l AAS Lab Induk 18 Mangan (Mn) Mg/l AAS Lab Induk 19 Tembaga (Cu) Mg/l AAS Lab Induk 20 Timbal (Pb) Mg/l AAS Lab Induk 21 Seng (Zn) Mg/l AAS Lab Induk 22 Krom Total Mg/l AAS Lab Induk 23 Detergen Mg/l Gravimetri, Spektrofotometri Inframerah Lab Induk 24 Fenol Mg/l Spektrofotometri Lab Induk 25 Senyawa aktif biru metilen Mg/l Spektrofotometrik / spektrofotometer 26 Posfat Mg/l Spektrofotometri Lab Induk 1. BAKTERIOLOGI Total koliform JPT/100 ml Botol steril model tabung ganda, inkubator Lab Induk 2. Koliform tinja JPT/100 ml Botol steril model tabung ganda, inkubator Lab Induk Sumber :Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2001 dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 37 tahun 2003 tentang Metoda Analisa Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan Baku mutu yang digunakan sebagai pembanding adalah baku mutu badan air adalah Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Lokasi Pemilihan lokasi pengambilan kualitas air permukaan adalah dilokasi badan air sek5itar kegiatan terutama di lokasi rencana UPS. Pengamatan aspek kualitas air dilakukan untuk mengetahui rona awal lingkungan kualitas air permukaan dan air Bab 2-32

44 tanah yang akan dilakukan secara sampling yakni sebanyak 2 titik sampling kualitas air permukaan dan 5 titik sampling kualitas air tanah. Selain itu juga dilakukan sampling dan analisis terhadap kualitas air buangan / kualitas leachate sebanyak 2 titik Survey Komposisi Sampah Sampah mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu kota dengan kota lainnya, tergantung dari tingkat sosial ekonomi penduduk, iklim dan lain-lain. Karakteristik sampah dapat mencakup antara lain: Komposisi Fisik Sampah Komposisi fisik sampah mencakup besarnya prosentase dari komponen pembentuk sampah yang terdiri dari organik, kertas, kayu, logam, kaca, plastik dan lain-lain. Pada tabel 2.4. dapat dilihat bahwa prosentase sampah yang terbesar yaitu sampah organik, sebesar 79,49 %. Sampah organik tersebut dapat membusuk sehingga dapat diolah untuk dijadikan kompos. Sedang sampah lainnya seperti plastik, logam, gelas dapat diolah kembali menjadi bentuk semula sehingga dapat digunakan kembali dengan mutu atau kualitas yang lebih rendah (daur ulang). Tabel 2.4: Contoh Komposisi Fisik sampah Komposisi Rata-rata (%) Sampah organik 79,49 Kertas 7,8 Kayu 4,9 Kain / tekstil 2,7 Karet / kulit tiruan 0,4 Plastik 4,0 Logam 1,5 Gelas / kaca 0,6 Lain-lain (tanah, batu, pasir) 0,9 T o t a l 100,00 Kadar air 60,09 Kadar abu 10,59 Bab 2-33

45 Komposisi Rata-rata (%) Nilai kalor (Kcal / kg) 1.272,22 Sumber : BPPT, 1981 Komposisi Kimia Sampah Informasi dan data mengenai komposisi kimia sampah erat kaitannya dengan pemilihan alternatif pengolahan dan pemanfaatan tanah. Untuk mengetahui kandungan unsur kimia yang terdapat dalam sampah dapat dilakukan analisa dan percobaan di laboratorium. Pada sistem Sanitary Landfill dan Open Dumping, informasi mengenai komposisi kimia sampah dimanfaatkan untuk mengetahui tingkat pencemaran yang ditimbulkan oleh leachate terhadap air tanah. Sedang pada proses penghumusan, informasi ini sangat berguna untuk mengetahui besarnya kandungan unsur-unsur, seperti zat hara yang diperlukan oleh tanaman. Umumnya komposisi kimia sampah terdiri dari unsur Carbon, Hidrogen, Oksigen, Nitrogen, Sulfur dan Phospor (C, H, O, N, S, P), serta lainnya yang terdapat dalam protein, karbohidrat dan lemak. Tabel 2.5: Contoh Komposisi Kimia Sampah Unsur / Senyawa Kadar Berat Kering (%) Senyawa organik Nitrogen (N 2 ) 0,4-1,2 Phospor (P 2 O 5 ) 1,2-1,6 Kalium (K 2 O) 0,8-1,5 Kapur (CaO) 4 7 Carbon Kadar air Kepadatan Sampah Kepadatan sampah menyatakan berat sampah persatuan volume. Pada sistem Sanitary Landfill, informasi kepadatan sampah diperlukan untuk menentukan ketebalan dari lapisan sampah yang akan dibuang pada sistem tersebut. Sedang bila menggunakan sistem pengolahan maka informasi ini diperlukan untuk merencanakan dimensi unit proses. Bab 2-34

46 Besarnya kepadatan sampah tiap kota berbeda tergantung dari keadaan sosial, ekonomi serta iklim kota tersebut. Terdapat kecenderungan bila produksi sampahnya tinggi maka densitasnya rendah. Kepadatan sampah rumah tangga di negara yang sedang berkembang berkisar antara 100 kg/m3 sampai 600 kg/m3. (Sandra. Cointerau, 1982). Kepadatan sampah kota Bandung (BUDS, 1979) rata-rata sebesar 250 kg/m3 atau 0,25 ton/m3. Tabel 2.6: Density Sampah Beberapa Negara Di Daerah Urban. N e g a r a Density Sampah (kg / m3) Indonesia 250 Muangtai 250 Pakistan 500 India 500 Singapura 175 Sandra J. Cointreau, 1982 Kadar (kandungan) Air Sampah Besarnya kadar air sampah biasanya dinyatakan dalam % yaitu perbandingan antara berat air dengan berat basah sampah total atau dengan berat kering sampah tersebut. Besarnya kadar air sampah pada tiap kota sangat tergantung dari iklim atau musim, serta komponen sampah itu sendiri. Pada penelitian karakteristik sampah di Jakarta Pusat tahun 1981 yang dilakukan oleh BPPT, didapatkan hasil bahwa kadar air sampah pada musim kemarau sebesar 57,71% sedangkan pada musim hujan 62,67 %. Dengan demikian nilai rata-rata dari kedua angka tersebut sebesar 60,09%. Bab 2-35

47 Gambar 2.7: Diagram Alir Sistem Manajemen Persampahan Permukiman Pasar Gerobak TPS/ TPST/Container/ UPS Truck biasa/ Armroll Truck Komersial Dump Truck Industri Tempat Pembuangan Akhir Bab 2-36

48 Bab 1-37

49 3. GAMBARAN UMUM KOTA DEPOK 3.1. Daerah Perencanaan Kota Depok adalah sebuah kota di propinsi Jawa Barat, Letak Kota Depok sangat strategis, karna diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi secara regional dengan kota-kota lainnya. Kota Depok sebagai salah satu wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar ha. Peta administrasi kota Depok dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 3.1: Peta administrasi kota Depok Bab 3-1

50 3.2. Aspek Fisik Kota Geografi Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat Lintang Selatan dan Bujur Timur. Bentang alam Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran rendah perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara meter diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15 persen. Kota Depok sebagai salah satu wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar ha. Peta administrasi kota Depok dapat dilihat pada gambar 3.1. Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga Kabupaten dan satu Propinsi. Secara lengkap wilayah ini mempunyai batas-batas sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang dan Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Podok Gede Kota Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor. 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunung sindur Kabupaten Bogor. Letak Kota Depok sangat strategis, diapit oleh Kota Jakarta dan Kota Bogor. Hal ini menyebabkan Kota Depok semakin tumbuh dengan pesat seiring dengan meningkatnya perkembangan jaringan transportasi yang tersinkronisasi secara regional dengan kotakota lainnya Geologi Berdasarkan peta geologi regional oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung tahun 1992, Lembar Jakarta dan Kepualuan Seribu 1 : , stratigrafi Bab 3-2

51 wilayah Depok sekitarnya dari tua ke muda disusun oleh batuan perselingan, batupasir dan batu lempung sebagai berikut : 1. Formasi Bojongmanik (Tmb) : Perselingan konglomerat, batupasir, batulanau, batu lempung 2. Formasi Serpong (Tpss) : Breksi, lahar, tuf breksi, tuf batu apung 3. Satuan Batuan Gungung api Muda (Qv) : tuf halus berlapis, tuf pasiran berselingan dengan konglomeratan 4. Satuan Batuan Kipas Alluvium : Endapan lempung pasir, krikil, kerakal dan 5. Satuan Endapan Alluvia (Qa) Struktur geologi di daerah ini merupakan lapisan horizontal atau sayap lipatan dengan kemiringan lapisan yag hampir datar, sesar mendatar yang diperkirakan berarah utara selatan. Menurut Laporan Penelitian Sumberdaya Air Permukaan di Kota Depok, kondisi geologi Kota Depok termasuk dalam system geologi cekungan Botabek yang dibentuk oleh endapan kuarter yang berupa rombakan gunung api muda dan endapan sungai. Singkapan batuan tersier yang membatasi cekungan Bogor Tangerang Bekasi terdapat pada bagian barat barat daya dimana di jumpai pada Formasi Serpong, Genteng dan Bojongmanik. Secara umum keadaan jenis tanah di Kota Depok adalah sebagai berikut : 1. Tanah Alluvial, tanah endapan yang masuh muda, terbentuk dari endapan lempung, debu dan pasir, umumnya tersikap di jalur-jalur sungai, tingkat kesuburan sedang tinggi. 2. Tanah Latosol coklat kemerahan, tanah yang belum begitu lanjut perkembangannya, terbentuk dari tufa vulkan andesitis basalitis, tingkat kesuburannya rendah cukup, mudah meresapkan air, tanah terhadap erosi, tekstur halus. Bab 3-3

52 Asosiasi Latosol merah dan laterit air tanah, tanah latosol yang perkembangannya dipengaruhi air tanah, tingkat kesuburan sedang, kandungan air tanah cukup banyak, sifat fisik tanah sedang kurang baik Topografi Kondisi wilayah bagian utara umumnya berupa dataran rendah, sedangkan di wilayah bagian Selatan umumnya merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng antara 2-15 %. Penyebaran wilayah berdasarkan kemiringan lereng : 1. Wilayah dengan kemiringan lereng antara 8-15 % tersebar dari Barat ke Timur. 2. Wilayah dengan kemiringan lereng lebih dari 15 % terdapat di sepanjang sungai Cikeas, Ciliwung dan bagian Selatan sungai Angke. Kemiringan lereng antara 8-15 % potensial untuk pengembangan perkotaan dan pertanian, sedangkan kemiringan lereng yang lebih besar dari 15 % potensial untuk dijadikan sebagai benteng alam yang berguna untuk memperkuat pondasi. Di samping itu, perbedaan kemiringan lereng juga bermanfaat untuk sistem drainase Permasalahan yang muncul akibat topografi Kota Depok adalah karena adanya perbedaan kemiringan lereng menyebabkan terjadinya genangan atau banjir, bila penangannya tidak dilakukan secara terpadu Klimatogi Iklim Depok yang tropis mendukung untuk pemanfaatan lahan pertanian ditambah lagi dengan kadar curah hujan yang kontinu di sepanjang tahun. Permasalahan mendasar walaupun di satu sisi di dukung oleh iklim tropis yang baik yaitu alokasi tata guna lahan yang harus mempertimbangkan sektor lain terutama lahan hijau dan permukiman. Kondisi curah hujan di seluruh wilayah di daerah Depok relatif sama, dengan rata-rata curah hujan sebesar 327 mm/tahun. Kondisi curah hujan seperti diatas, mendukung kegiatan di bidang pertanian terutama pertanian lahan basah di areal irigasi teknis. Sedangkan untuk daerah tinggi dan tidak ada saluran irigasi teknis akan lebih sesuai Bab 3-4

53 untuk tanaman palawija kombinasi dengan padi/lahan basah pada musim hujan sebagai pertanian tadah hujan. Selain penting sebagai sumber irigasi, curah hujan juga penting untuk pemberian gambaran penentuan lahan, terutama lokasi, pola cocok tanam, dan jenis tanaman yang sesuai Hidrogologi Air Permukaan adalah semua air yang terdapat dan berasal dari sumber sumber air yang berada di permukaan tanah. Air permukaan yang dimaksud dalam paparan berikut ini adalah air sungai dan air danau. A. Air Sungai Sistem air sungai besar yang mengalir di kota Depok dan sekitarnya yaitu: Sungi Angke, Sungi Pesanggrahan, Sungai Grogol, Sungai Krukut, Sungai Ciliwung, Sungai Buaran, dan Sungai Cideng. 1. Sungai Sungai sungai tersebut berhulu di bagian selatan, merupakan dataran tinggi atau pegunungan yang terletak di Kabupaten Bogor seperti Gunung Salak, Gunung Halimun, Gunung Gede dan Gunung Pangrango. Selain itu, kota Depok juga mempunyai beberapa saluran irigasi yaitu saluran irigasi Cisadane Empang dan saluran irigasi Kali Baru. Beberapa sungai yang mengalir melalui kota Depok adalah sebagai berikut: Sungai Angke Sungai ini merupakan batas wilayah antara kota Depok dan Kabupaten Tangerang, mengalir kearah utara, Sungi Angke ini mempunyai perbedaan debit yang bear antara musim hujan dan musim kemarau. Sungai Ciliwung Sungai Ciliwung digunakan sebagai sumber mata air baku bagi kota Depok dan Jakarta. Pada perbatasan dengan DKI Jakarta dan Jawa Barat pada musim kemarau mempunyai debit sebesar 9,06-13,40 m3/detik. Bab 3-5

54 Sungai Pesanggrahan Sungai ini merupakan sumberdaya air terpenting untuk Sawangan, dan kondisi air berwarna coklat bercampur Lumpur dan Kotoran. Sungai ini mempunyai fluktuasi yang tinggi antara musim hujan dan musim kemarau. Bahkan pada musim hujan sering menimbulkan banjir setempat. Berdasarkan data debit dari Balitbang PU, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pengairan Bandung antara statistik pengukuran Sawangan debit minimum adalah Qmin =350 lt/detik (sumber RTRW Kota Depok tahun 2000). 2. Saluran Irigasi Kali Baru Saluran ini juga merupakan saluran irigasi untuk pertanian, sehingga pada periode tertentu dikeringkan untuk pemeliharaan saluran, berdasarkan pengukuran debit aliran yang diukur dengan currentmeter, debit sesaat QS=603,36 1/detik. (Sumber RTRW Kota Depok tahun 2000). 3. Saluran Irigasi Cisadane Empang Saluran ini juga mempunyai fungsi utama untuk pengairan pertanian, sehingga pada periode tertentu dilakukan pengeringan, untuk pemeliharaan saluran. Data debit dari cabang Dinas PU Pengairan Kabupaten Bogor antara tahun 1992 sampai 197, stasiun pengukuran KP Pecahan Air, debit minimal QS=200 1/detik. (Sumber RTRW Kota Depok tahun 2000). 4. Danau/Situ Salah satu sumber air permukaan yang ada di kota Depok adalah danau atau situ. Situ-situ ini berfungsi sebagai irigasi local, perikanan, sanitasi, pengendali air, air minum, industri dan rekreasi. Berdasarkan studi literatur saat in terdapat 21 situ di kota Depok, sedangkan menurut Bagian Lingkungan Hidup sekitar 25 situ. Sementara itu hasil survey lapangan yang dilaksanakan oleh Innerindo Dinamika terdapat sekitar 30 situ. Bab 3-6

55 B. Air Tanah 1. Air Tanah Dangkal Di kota Depok banyak ditemukan sumur gali untuk kebutuhan masyarakat. Pada umumnya kondisi sumur gali baik, tetapi air tawar di sebagian tempat kondisinya keruh dan berbau, kedalaman rata-rata 10 m. 2. Air Tanah Dalam Di kota Depok banyak ditemukan sumber air tanah dalam. Saat ini air tanah merupakan sumber penyediaan air yang utama untuk kota Depok. Formasi genteng dan endapan vulkanik mempunyai potensi 3-4 lt/det/km2, alluvium potensi 5-7 lt/det/km2. Sejalan dengan pengembangan kota Jakarta dan kota-kota sekitarnya termasuk kota Depok, pengambilan air tanah meningkat, sehingga beberapa tempat kelebihan. 3. Informasi Berdasarkan Sumur Bor Dari survei air tanah Botabek didapatkan tiga system akuifer yang sangat umum, yaitu : Akuifer dangkal dalam, : 0-20 m, preatik semi terikat pada tempat lebih Akuifer menengah: m, semi terikat hingga semi tak tertekan, Akuifer dalam dekat pantai. : > 70 m, semi terikat atau tertekan, artesis di lokasi Informasi tersebut meliputi informasi tentang kedalaman, lokasi sumur, dan mutu air. Muka air tanah statis di daerah pantai rata-rata 2 meter, di bagian selatan air tanah dangkal 8-10 m dan air tanah dalam m. Zona recharge yang baik terdapat pada batuan kipas vulkanik, batuan vulkanik yaitu di bagian selatan. Di Taman Hutan Rakyat Pancoran Mas Kota Depok masih terdapat satwa yang dilindungi seperti: ular sanca, ular kobra, biawak dan 47 jenis flora yang dapat dikembangkan menjadi obyek dan daya tarik wisata alam, selain itu di kawasan kota Depok perlu adanya ruang terbuka hijau untuk rekreasi, wisata alam serta perbaikan iklim mikro. Bab 3-7

56 3.3. Aspek Sosial Ekonomi Demografi Sebagai Kota yang berbatasan langsung dengan Ibukota Negara, Kota Depok menghadapi berbagai permasalahan perkotaan, termasuk masalah kependudukan. Sebagai daerah penyangga Kota Jakarta, Kota Depok mendapatkan tekanan migrasi permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa. Berdasarkan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tanggal 16 Mei 1994 Nomor 135/SK.DPRD/03/1994 tentang Persetujuan Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Keputusan dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat tanggal 7 Juli 1997 Nomor 135/Kep.Dewan 06/DPRD/1997 tentang Persetujuan Atas Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan untuk lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk lebih meningkatkan peran aktif masyarakat, maka pembentukan Kota Depok sebagai wilayah administratif baru di Propinsi Jawa Barat ditetapkan dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun Berdasarkan Undang-undang tersebut, dalam rangka pengembangan fungsi kotanya sesuai dengan potensinya dan guna memenuhi kebutuhan pada masamasa mendatang, terutama untuk sarana dan prasarana fisik kota, serta untuk kesatuan perencanaan, pembinaan wilayah, dan penduduk yang berbatasan dengan wilayah Kota Administratif Depok, maka wilayah Kota Depok tidak hanya terdiri dari wilayah Kota Administratif Depok, tetapi juga meliputi sebagian wilayah Kabupaten Bogor lainnya, yaitu Kecamatan Limo, Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Sawangan dan sebagian wilayah Kecamatan Bojonggede yang terdiri dari Desa Pondok Terong, Desa Ratujaya, Desa Pondok Jaya, Desa Cipayung dan Desa Cipayung Jaya. Sehingga wilayah Kota Depok terdiri dari 6 Kecamatan. Hal ini mengakibatkan bertambahnya beban tugas dan volume kerja dalam penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan pembinaan serta pelayanan masyarakat di Kota Depok. Bab 3-8

57 Sampai dengan tahun 2006 Kota Depok mempunyai 63 Kelurahan, Rukun Warga (RW), dan Rukun Tetangga (RT). Perkembangan Kota Depok diikuti pula dengan peningkatan jumlah penduduk yang cepat. Pada tahun 1990 Kota Administratif Depok penduduknya berjumlah jiwa dan pada tahun 2000 menjadi jiwa. Berdasarkan hasil proyeksi BPS, jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi jiwa dengan laju pertubuhan rata-rata 3,44 persen per tahun. A. Penduduk Depok mempunyai potensi sebagai sebuah wilayah penyangga yang menjadi kawasan lalu lintas Jakarta-Depok-Bogor-Tanggerang-Bekasi, satu sisi potensi ini mendukung untuk menjadikan sebagai tempat bermukim, tempat berusaha, dan sebagai daerah pusat Pemerintahan. Secara biogeografis karena kestrategisan Kota Depok yang merupakan bagian dari berbagai daerah aliran sungai yang berpusat di pegunungan di Kabupaten Bogor dan Cianjur, menjadikan curah hujan di Kota Depok cukup tinggi sehingga Depok kaya akan potensi flora dan fauna. Jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2007 mencapai jiwa, yang terdiri dari laki-laki jiwa dan penduduk perempuan jiwa. Dengan demikian, sedangkan rasio jenis kelamin di Kota Depok adalah 102. Kecamatan Cimanggis paling banyak penduduknya dibanding Kecamatan lain di Kota Depok, yaitu jiwa, kemudian Kecamatan Sukmajaya dengan penduduk jiwa. Sedangkan Kecamatan Beji, penduduknya paling sedikit yaitu jiwa. Tabel 3.1: Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Di Kota Depok Tahun No Kode Kecamatan (1) (2) (3) (4) (5) ('6) (7) (8) 010 Sawangan 143, , , , , , Pancoran Mas 226, , , , , , Sukmajaya 285, , , , , ,447 Bab 3-9

58 No Kode Kecamatan (1) (2) (3) (4) (5) ('6) (7) (8) 040 Cimanggis 343, , , , , , Beji 120, , , , , , Limo 127, , , , , ,410 Jumlah 1,247,233 1,289,297 1,331,559 1,374,522 1,420,480 1,470,002 Sumber BPS Depok dalam Angka 2007 Selama kurun waktu , laju pertumbuhan penduduk Kota Depok per tahun rata - rata adalah 4,18 %. Meningkatnya jumlah penduduk di Kota Depok ini terjadi akibat tingginya migrasi penduduk ke Kota Depok akibat pesatnya pengembangan kota dan meningkatnya pengembangan kawasan perumahan. Di tahun 2007, kepadatan penduduk Kota Depok mencapai 7.339,37 Jiwa/KM2. Kecamatan Sukmajaya merupakan Kecamatan terpadat di Kota Depok, yaitu sebesar ,61 Jiwa/KM 2, sedangkan Kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Sawangan yaitu sebesar 3.634,84 Jiwa/KM 2. Tabel 3.2: Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Di Kota Depok Tahun 2007 Kecamatan Jumlah Penduduk Luas Wiayah (Km2) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) (1) (2) (3) (4) 010 Sawangan , , Pancoran Mas , , Sukmajaya , , Cimanggis , , Beji , , Limo , ,07 Kota Depok , ,37 Sumber BPS Depok dalam Angka 2007 Bab 3-10

59 B. Iklim Wilayah Depok termasuk dalam daerah beriklim tropis dengan perbedaan curah hujan yang cukup kecil dan dipengaruhi oleh iklim musim, secara umum musim kemarau antara bulan April-September dan musim hujan antara Oktober-Maret. Temperatur : 24,3-33 derajat Celsius Kelembaban rata-rata : 82 % Penguapan rata-rata : 3,9 mm/th Kecepatan angin rata-rata : 3,3 knot Penyinaran matahari rata-rata : 49,8 % Jumlah curah hujan : 2684 m/th Jumlah hari hujan : 222 hari/tahun Mata Pencaharian Mata pencaharian warga Depok cukup beragam Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri pengolahan digolongkan menjadi industri besar, sedang dan kecil. Jika suatu perusahaan industri mempunyai tenaga kerja diatas 99 orang maka perusahaan tersebut diklasifikasikan menjadi industri besar, jika tenaga kerja antara orang masuk industri sedang, sedangkan industri kecil mempunyai tenaga kerja 5 19 orang. Jumlah industri besar dan sedang di Kota Depok hasil pendaftaran usaha/perusahaan Sensus Ekonomi 2006 adalah 126 perusahaan. Industri yang paling banyak di kota Depok adalah industri makanan dan minuman ada 26 perusahaan, kemudian industri pakaian jadi ada 20 perusahaan. Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun ke atas. Penduduk usia kerja terdiri dari Angkatan Kerja dan bukan Angkatan Kerja. Penduduk yang tergolong Angkatan Kerja adalah mereka yang aktif dalam kegiatan ekonomi. Kesempatan kerja memberikan gambaran besarnya tingkat penyerapan pasar kerja, sehingga angkatan kerja yang tidak terserap dikategorikan sebagai penganggur. Bab 3-11

60 Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2006, dapat diperoleh gambaran bahwa pada tahun 2006, penduduk Kota Depok yang bekerja 44,63% sedangkan yang menganggur sekitar 9,36%. Jadi penduduk Kota Depok yang tergolong angkatan kerja 53,98%, sisanya merupakan penduduk bukan angkatan kerja. Dari penduduk yang bekerja sebagian besar bekerja di sektor jasa dan perdagangan dengan persentase masing-masing 27,98% dan 26,92%. Status pekerjaan didominasi sebagai buruh/karyawan/pegawai 64,84%, kemudian berusaha sendiri 26,79%. Tabel 3.3: Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Seminggu yang lalu di Kota Depok Tahun 2006 No Kegiatan Utama Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan (1) (2) (3) (4) (5) 1 ANGKATAN KERJA 74,69 33,29 53,98 a. Bekerja 63,56 25,71 44,63 b. Pengangguran 11,13 7,58 9,36 2 NON ANGKATAN KERJA 25,31 66,71 46,02 a. Sekolah 18,18 19,11 18,64 b. Mengurus Rumah Tangga 1,34 44,50 22,93 c. Lainnya 5,80 3,09 4,44 JUMLAH Catatan : Kota Depok dalam Angka 2007 belum tersedia Sumber : Susenas 2006 Bab 3-12

61 Tabel 3.4: Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Status Pekerjaan Utama dan Jenis Kelamin di Kota Depok Tahun 2006 No Status Pekerjaan Utama Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan (1) (2) (3) (4) (5) 1 Berusaha Sendiri 27,62 24,75 26,79 2 Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar 2,34 1,04 1,97 3 Berusaha dibantu buruh tetap/dibayar 2,72 2,43 2,64 4 Buruh/Karyawan/Pegawai 63,71 67,63 64,84 5 Pekerja Bebas di Pertanian 0,98-0,70 6 Pekerja Bebas di Non Pertanian 2,53 1,39 2,20 7 Pekerja tidak dibayar 0,10 2,77 0,87 C Jumlah C 100,00 100,00 100,00 Catatan : Kota Depok dalam Angka 2007 belum tersedia Sumber : Susenas Pola Penggunaan Lahan dan Status Lahan Kondisi wilayah Kota Depok Merupakan tanah darat dan tanah sawah. Sebagian besar tanah darat merupakan areal pemukiman sesuai dengan fungsi kota Depok yang dikembangkan sebagai pusat pemukiman, pendidkan, perdaganagn dan jasa. Secara rinci penggunaan lahan adalah sebagai berikut : 1. Pemukiman: Ha 2. Pertanian: Ha 3. Industri: 344 Ha 4. Rawa / Setu: 91 Ha 5. Lain-lain: Ha Bab 3-13

62 Berdasarkan Peta Rupa Bumi Digital Indonesia edisi tahun 1999 diperoleh gambaran kecenderungan perkembangan daerah terbangun di Kota Depok yang mengisi lahan yang pada tahun 1990 masih kosong, adalah sebagai berikut : 1. Perkembangan daerah terbangun ke arah Selatan relatif lebih lambat dibanding dengan ke arah Utara Timur. 2. Perkembangan daerah terbangun di bagian pusat perkotaan (Kecamatan Beji), 3. Perkembangan daerah terbangun yang relatif dekat dengan pusat kota (Kecamatan Sukma Jaya di bagian Timur Pusat Kota), 4. Perkembangan daerah terbangun yang memanjang di jalur antara arteri primer Jakarta Depok dan arteri primer Jakarta Bogor 5. Perkembangan daerah terbangun yang pesat pada daerah daerah perbatasan dengan wilayah DKI Jakarta, yaitu pada Kecamatan Limo, Kecamatan Beji dan Kecamatan Cimanggis Dilihat dari peta citra satelit tahun 1994 dan tahun 2001, terlihat telah terjadi perubahan penggunaan lahan terutama daerah terbangun (permukiman) dari ha pada tahun 1994, menjadi ha pada tahun 2001 (tabel 3.3 dan tabel 3.4). Tabel 3.5: Perbandingan Luas Penggunaan Lahan Tahun 1994 dan 2001 Luas Selisih (+/-) No Nama Lahan Ha Ha Ha 1 Hutan Primer 541,60 86,02 (455,58) 2 Hutan Sekunder 100,17 - (100,17) 3 Kawasan dan zona industri 21,27 75,53 54,26 4 Ladang / Sawah 1.453, ,67 48,34 5 Padang rumput / Halang 66,93 66,93-6 Perkebunan 1.645, ,59 43,56 7 Permukiman 8.267, ,76 622,84 8 Sawah 5.538, ,59 (918,36) Bab 3-14

63 Luas Selisih (+/-) No Nama Lahan Ha Ha Ha 9 Tanah Kosong 46,35 46,35-10 Kebun campuran 1.738, ,55 695,08 11 Sungai /B dan Air/Danau/Situ 101,63 101,63-12 Selisih Overlay ,47 0,03 Jumlah , ,09 Sumber RTRW Kota Depok 2010 Tabel 3.6: Penggunaan Lahan Tahun 2000 No Jenis Penggunaan Tahun 2000 Ha % A. KAWASAN TERBANGUN ,10 1. Perumahan dan Kampung ,40 2. Pendidikan Tinggi 224 1,10 3. Jasa dan Perdagangan 125 0,60 4. Industri 980 4,90 5. Kawasan Khusus (Gandul, Cilodong, Depok, KRL, Brimob) 227 1,10 B. RUANG TERBUKA HIJAU ,90 1. Sawah Teknis dan Non Teknis ,60 Tegalan / Lading ,11 Kebon Rumput / Tanah Kosong ,16 2. Situ dan Danau Pariwisata dan Lapangan Olah raga 311 1,55 4. Hutang Kota 7 0,04 5. Kawasan Khusus 242 1,21 6. Garis Sepadan - - Jumlah Sumber RTRW Kota Depok 2010 Bab 3-15

64 Jika dibandingkan antara penggunaan lahan eksisting dengan Rencana Penggunaan Lahan menurut RTRW Depok 2010, terlihat bahwa : Pada penggunaan lahan eksisting yang seharusnya menjadi penggunaan lahan semapdan, ternyata saat ini masih digunakan untuk penggunaan perumahan. Penggunaan lahan eksisting situ, pariwisata, olah raga, hutan kota, kawasan khusus dan garis sempadan yang mempunyai luas 679 ha merupakan penggunaan lahan yang dapat dipertahankan di penggunaan lahan rencana, tetapi penggunaan lahan eksisting sawah teknis, non teknis, tegalan, rumput, tanah kosong yang mempunyai luas ha merupakan penggunaan lahan terbuka hijau tidak dapat dikendalikan dalam rencana karena merupaan penggunaan lahan milik rakyat, sehingga dalam rencana luasnya dapat berubah (pada RTRW 2010, seluas 4.227) Pendapatan Regional Penerimaan pemerintah daerah merupakan salah satu faktor utama untuk membiayai pembangunan. Penerimaaan pemerintah daerah bersumber dari pendapatan asli daerah berupa pajak daerah dan bantuan pemerintah pusat. Dengan terbatasnya penerimaan daerah maka bantuan pusat berupa dana perimbangan masih cukup dominan dalam APBD Kota Depok. Tolak ukur meningkatnya kegiatan pembangunan suatu daerah dapat diamati daari realisasi pengeluaran pemerintah daerah, yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Realisasi anggaran pendapatan Kota Depok tahun 2007 berdasarkan anggaran perubahan adalah Rp ,95, dengan rincian pendapatan asli daerah sebesar Rp ,64 dana perimbangan Rp ,00 dan pendapatan lain-lain yang sah sebesar Rp ,31. Realisasi anggaran pengeluaran kota Depok pada tahun 2007 sebesar Rp ,24. Adanya sektor perbankan juga menambah roda perekonomian Kota Depok. Bank sebagai lembaga financial akan menarik dunia bisnis sebagai mitra untuk meningkatkan investasinya sehingga saling memperoleh keuntungan. Posisi dana simpanan rupiah dan valuta asing pada bank umum dan BPR di Kota Depok bulan September 2007 sebesar Bab 3-16

65 juta rupiah. Sementara itu posisi pinjaman pada Bank Umum dan BPR di Kota Depok bulan September 2007 berdasarkan jenis penggunaannya Rp juta untuk konsumsi, Rp juta untuk modal kerja, dan Rp juta untuk investasi. Selain sektor perbankan di Kota Depok juga memiliki koperasi. Jumlah pembentukan koperasi di Kota Depok tahun 2005 ada 53 koperasi. Koperasi merupakan kegiatan ekonomi yang dapat membantu aktifitas ekonomi rakyat pada tingkat kelurahan. Tabel 3.7: Ringkasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pemerintah Kota Depok Tahun 2007 No Uraian Anggaran 2007 Perubahan Anggaran 2007 (Rp) (1) (2) (3) (4) 1 Pendapatan 1.1 Pendapatan Asli Daerah , , Pajak Daerah , , Retribusi Daerah , , Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan , , Lain-lain Pendapatan Asli Daerah , , Dana Perimbangan , , Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak , , Dana Alokasi Umum , , Dana Alokasi Khusus , , Lain-lain Pendapatan yang Sah ,31 169,836,404, Hibah 500,000, ,000, Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari Propinsi dan pemerintah Daerah Lainnya 88,743,802, ,785,940, Dana penyesuaian dan Otonomi khusus ,00 19,000,000, Bantuan Keuangan dari Proposal atau Pemerintah Daerah lainnya 55,420,581, ,465,464, Jumlah Pendapatan 730,834,162, ,346,265, Bab 3-17

66 Sumber : Pemerintah Kota Depok Tabel 3.8: Ringkasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Lanjutan Daerah Pemerintah Kota Depok Tahun 2007 No. Uraian Anggaran 2007 Perubahan Anggaran 2007 (Rp) (1) (2) (3) (4) 2 Belanja 2.1 Belanja Tidak Langsung , , Belanja Pegawai , , Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah , , Belanja Bantuan Sosial , , Belanja Bagi Hasil kepada Prop/Kab/Kota dan Pemerintahan Desa Belanja Bantuan Keuangan kepada Prop/Kab/Kota dan Pemerintahan Desa , , Belanja Tidak Terduga , , Belanja Langsung , , Belanja Pegawai/Personalia , , Belanja Barang dan Jasa , , Belanja Modal , ,25 Jumlah Belanja , ,24 Surflus/(defisit) ( ,29) ( ,29) Sumber : Pemerintah Kota Depok Tabel 3.9: Ringkasan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Lanjutan Daerah Pemerintah Kota Depok Tahun 2007 No Uraian Anggaran 2007 Anggaran 2007 (Rp) (1) (2) (3) (4) Bab 3-18

67 No Uraian Anggaran 2007 Anggaran 2007 (Rp) (1) (2) (3) (4) 3 Pembiayaan Daerah 3.1 Penerimaan Pembiayaan , , Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SILPA) , , Pencarian dana cadangan Hasil penjualan kekayaan daerah yang disiapkan Penerimaan pinjaman daerah dan obligasi daerah Penerimaan kembali pemberian pinjaman , , Penerimaan piutang daerah , , Pengeluaran Daerah , , Pembentukan dana cadangan Penyertaan Modal (investasi) daerah , , Pembayaran Pokok Utang , , Pemberian pinjaman daerah , , Pembiayaan Netto , ,29 Sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan (SILPA) Sumber : Pemerintah Kota Depok Sarana Dan Prasarana Kota Sarana Pendidikan Tahun Ajaran 2006/2007 jumlah Sekolah Taman Kanak-kanak di Kota Depok sebanyak 314 sekolah, jumlah murid TK , dan 954 guru TK. Sekolah SD sebanyak 362 sekolah, dengan murid, dan orang guru. Sekolah SMP berjumlah 137 sekolah dengan jumlah siswa orang dan jumlah guru orang. Di tingkat SMA terdapat 51 sekolah dengan jumlah murid dan guru masing-masing orang dan orang. Selain itu terdapat 55 sekolah SMK, dengan jumlah murid orang dan jumlah guru orang. Bab 3-19

68 Pada tahun 2006, penduduk Kota Depok yang berumur 10 tahun keatas yang memiliki ijazah tertinggi SLTA dan sederajat. 27,67%. Memiliki Ijazah tertinggi SLTA merupakan persentase terbesar dibanding jenjang pendidikan lainnya. Penduduk Kota Depok yang berumur 10 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis huruf latin 59,99 %, huruf lainnya 1,07 %, huruf latin dan huruf lainnya 37,51 %, dan yang buta huruf 1,43 %. Tabel 3.10: Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat Pendidikan No Ijasah Tertinggi yang dimiliki Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan (1) (2) (3) (4) (5) 1 Tidak punya 9,80 13,65 11,73 2 SD/MI/sederajat 17,52 22,48 20,00 3 SLTP/MTs/sederajat 16,70 18,85 17,77 4 SMU/MA/sederajat 28,47 26,86 27,67 5 SMKejuruan 11,66 7,46 9,56 6 Diploma I/II 1,13 1,96 1,55 7 Diploma III 4,76 4,10 4,43 8 Diploma IV/Sarjana 9,07 4,19 6,63 9 S2/S3 0,89 0,45 0,67 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Catatan : Kota Depok dalam Angka 2007 Tabel 3.11: Jumlah Sekolah Menurut Kecamatan Tahun Ajaran 2006/2007 No Kode Kecamatan Tk SD SMP SMA/SMK (1) (2) (3) (4) (5) (6) 010 Sawangan Pancoran Mas Sukmajaya Cimanggis Beji Limo Jumlah Sumber : Kota Depok dalam Angka 2007 Bab 3-20

69 3.4.2 Sarana Kesehatan Pembangunan kesehatan harus selalu dilakukan mengingat jumlah penduduk yang selalu bertambah dari tahun ke tahun, upaya yang dilakukan pemerintah antara lain dengan meningkatkan fasilitas sarana dan prasaran kesehatan, sehingga semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, merata, dan murah. Penyedia layanan kesehatan di Kota Depok sebanyak 27 Puskesmas yang tersebar di 6 kecamatan dan 10 Puskesmas pembantu, ditambah 12 Rumah sakit swasta dan 1 RSUD /pemerintah. Di Kota Depok ada 2 Puskemas yang memliki fasilitas rawat inap yaitu Puskesmas Cimanggis dan Puskesmas Sukmajaya. Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan di Puskesmas tidak hanya yang memiliki KTP setempat. Untuk meningkatkan pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan masyarakat telah tersedia sarana kesehatan baik yang dibangun oleh pemerintah atau swadaya masyarakat antara lain Puskesmas, Puskesmas Keliling (pelayanan kesehatan mobile), Polindes, Posyandu, Praktek dokter, dan sarana kesehatan lainnya. Dari hasil pengumpulan data dapat dikatakan bahwa Kota Depok memiliki 27 puskesmas yang tersebar di setiap kecamatan dan memiliki 12 Rumah sakit dan 1 RSUD Sawangan. Tabel 3.12: Jumlah Puskesmas dan Puskesmas Pembantu di Kota Depok Tahun 2007 No Kode Kecamatan Puskesmas Puskesmas Pembantu Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) 010 Sawangan Pancoran Mas Sukmajaya Cimanggis B e j i L i m o 2-2 Jumlah Sumber : Kota Depok dalam Angka 2007 Bab 3-21

70 Tabel 3.13: Sarana Sarana Pelayanan Kesehatan di Kota Depok tahun 2007 No Sarana Pelayanan Jumlah (1) (2) (3) 1 Rumah Sakit Umum 8 2 Rumah Sakit Ibu & Anak 4 3 Balai Pengobatan (BP) 52 4 Balai Pengobatan Berizin Rumah Bersalin (RB) 4 6 Rumah Bersalin Berizin 34 7 Laboratorium Kesehatan Swasta 20 8 Optik/Optik Berizin 3/34 9 Pengobatan Tradisional 68 Sumber : Dinas Kesehatan Kota Depok Perdagangan dan Jasa Sektor perdagangan merupakan sektor ekonomi yang banyak di minati oleh semua kalangan masyarakat dalam kegiatan ekonomi baik itu secara formal maupun informal. Jumlah perusahaan perdagangan yang mempunyai SIUP tahun 2007 sekitar perusahaan yang terdiri dari perusahaan kecil 786 perusahaan, perusahaan menengah 236 perusahaan, perusahaan besar 81 perusahaan, dan perusahaan cabang 69 perusahaan. Besarnya PAD Kota Depok dapat tercermin melalui besarnya investasi yang ditanamkan di Kota Depok menurut jenis komoditi, jenis investasi dan tenaga kerjanya. Perdagangan luar negeri digambarkan oleh adanya kegiatan ekspor dan impor. Volume ekspor Kota Depok tahun 2006 sampai dengan bulan Juni 2006 paling banyak ke Negara Singapura sebesar ,00 Kgs yang nilainya mencapai ,49 US $, kemudian ke Taiwan sebesar ,00 Kgs yang nilainya ,62 US $. Industri kecil mampu menyerap tenaga kerja tenaga kerja, paling besar menyerap tenaga kerja dibandingkan dengan industri lainnya. Industri kecil yang paling banyak di Kota Depok adalah industri tekstil, elektronika, dan aneka. Bab 3-22

71 Tabel 3.14: Perusahaan Perdagangan Barang dan Jasa Yang Mempunyai SIUP Tahun 2007 No Kode Kecamatan Perusahaan Kecil Menengah Sedang Besar Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 010 Sawangan Pancoran Mas Sukmajaya Cimanggis Beji Limo Jumlah Sumber : Kota Depok dalam Angka Sarana Permukiman Kebijakan pembangunan sektor perumahan dan permukiman di kota Depok mengacu pada visi dan misi kota Depok, antara lain menjadikan Depok sebagai kota permukiman yang nyaman. Kondisi pembangunan perumahan dan permukiman di Kota Depok mencapai ha (54,76 %) dari keseluruhan luas wilayah di Depok ha, hal ini mengakibatkan meningkatkan tuntutan kebutuhan fasilitas dan utilitas perumahan dan permukiman, dimana kondisi lingkungan dan perumahan yang ada belum tertata dengan baik. Hanya 40 % yang sudah tertata dengan baik sedangkan 60 % belum tertata dengan baik. Kawasan permukiman terbesar terdapat di Sawangan Sarana Peribadatan Tempat ibadah merupakan salah satu sarana yang penting untuk meningkatkan derajat keimanan seseorang. Pada tahun 2007, di Kota Depok terdapat 554 masjid, 129 mushola, 995 musholla, 6 gereja katolik, 62 gereja protestan, 1 vihara, dan 2 pura. Jumlah TPA di Kota Depok 286. Jumlah Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Kota Depok tahun 2007 ada 133 Bab 3-23

72 sekolah dengan jumlah murid orang, dan guru orang. Sedangkan jumlah Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kota Depok 55 sekolah, dengan jumlah siswa orang, dan jumlah guru orang. Serta jumlah sekolah Madrasah Aliyah (MA) ada 21 sekolah, dengan jumlah siswa siswa, dan 257 guru. Tabel 3.15: Banyaknya Tempat Ibadah Menurut Jenisnya di Kota Depok tahun 2006 No Kode Kecamatan Masjid Langgar Mushola Katolik *) Gereja Protestan Vihara Pura (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 010 Sawangan Pancoran Mas Sukmajaya Cimanggis Beji Limo Kota Depok Sumber : Kota Depok dalam Angka Prasarana Air Minum Penyediaan air minum di Kota Depok sampai saat ini masih dikelola oleh PDAM Kabupaten Bogor. Jumlah pelanggan PDAM di Kota Depok sampai dengan bulan September tahun 2007 adalah pelanggan (SL) dan besarnya pemakaian PDAM adalah m3. Tabel 3.16: Jumlah Pelanggan dan Pemakaian Air MinumMenurut Jenis Penggunanya di Kota Depok Tahun 2007 No Golongan Pelanggan Pelanggan (SL) Jumlah Pemakaian (M3) 1 I A (Sosial Umum) II A (Sosial Khusus) Bab 3-24

73 No Golongan Pelanggan Pelanggan (SL) Jumlah Pemakaian (M3) 3 II B (RSS) III A (R. Sederhana) III B (R. Menengah) III C (Inst.Pemerintah) IV A (R.Menengah/Kantor IV B (Niaga Kecil) IV C (Industri Kecil) IV D (Niaga Besar) IV E (Industri Besar) V (Khusus) Jumlah Sumber : PDAM Kabupaten Bogor Prasarana Irigasi A. Saluran Irigasi Kali Baru Saluran ini juga merupakan saluran irigasi untuk pertanian, sehingga pada periode tertentu dikeringkan untuk pemeliharaan saluran, berdasarkan pengukuran debit aliran yang diukur dengan currentmeter, debit sesaat QS=603,36 1/detik. (Sumber RTRW Kota Depok tahun 2000). B. Saluran Irigasi Cisadane Empang Saluran ini juga mempunyai fungsi utama untuk pengairan pertanian, sehingga pada periode tertentu dilakukan pengeringan, untuk pemeliharaan saluran. Data debit dari cabang Dinas PU Pengairan Kabupaten Bogor antara tahun 1992 sampai 197, stasiun pengukuran KP Pecahan Air, debit minimal QS=200 1/detik. (Sumber RTRW Kota Depok tahun 2000). Bab 3-25

74 C. Danau/Situ Salah satu sumber air permukaan yang ada di kota Depok adalah danau atau situ. Situ-situ ini berfungsi sebagai irigasi local, perikanan, sanitasi, pengendali air, air minum, industri dan rekreasi. Berdasarkan studi literatur saat in terdapat 21 situ di kota Depok, sedangkan menurut Bagian Lingkungan Hidup sekitar 25 situ. Sementara itu hasil survey lapangan yang dilaksanakan oleh Innerindo Dinamika terdapat sekitar 30 situ Prasarana Listrik Di Kota Depok ada 3 Unit Pelayanan dan Jaringan (UPJ) PLN antara lain : UPJ Depok Kota, UPJ Cimanggis, dan UPJ Sawangan. Untuk UPJ Depok Kota daerah pelayanannya meliputi Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Beji, Kecamatan Pancoran Mas, dan Kecamatan Limo. Jumlah pelanggan PLN di Kota Depok sampai dengan bulan September pelanggan Sarana Telekomunikasi Pada bulan September 2007 jumlah pelanggan Kancatel Depok sebesar dengan jumlah kapasitas sentral dan jumlah LIS (Line in service) dan Prasarana Jalan Panjang jalan di Kota Depok tahun 2007 adalah 503,24 km 2, jika dirinci menurut status pemerintah yang berwenang maka panjang jalan negara 14,31 km 2, jalan propinsi 19,16 km 2, jalan kota 469,77 km 2. Tabel 3.17: Pembagian Jalan Kota Depok No Uraian Jumlah Persentas e 1 Status Jalan Jalan Negara 14,31 2,84 Jalan Propinsi 19,16 3,81 Bab 3-26

75 Jalan Kota 469,77 93,35 Jumlah 503,24 100,00 2 Kinerja Mantap (baik + sedang) 155,39 30,88 Tidak Mantap (Rusak Ringan + Rusak Berat) 347,84 69,12 Jumlah 503,23 100,00 Sumber : Kota Depok dalam Angka Sarana Transportasi Salah satu potensi Kota Depok adalah di sektor perhubungan. Jumlah angkutan, izin trayek, jumlah penumpang yang ada di kota Depok merupakan investasi yang menunjang poembangunan di kota depok dan merupakan salah satu asset dalam penghitungan PAD Kota Depok. Lalu lintas angkutan kereta api merupakan alat transportasi yang banyak diminati karena biayanya yang relative murah dan cepat sampai di tujuan. Tabel 3.18: Jumlah Penumpang Kereta Api Menurut Stasiun di Kota Depok Tahun 2007 No Kode Stasiun Umum Trayek Bulanan Kartu Langganan Sekolah Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) 010 Pondok Cina Depok Baru Depok Lama UI Citayam Jumlah Catatan : Kota Depok dalam Angka 2007 Bab 3-27

76 3.5. Rencana Kota Strategi Pengembangan Sarana Dan Prasarana Strategi pengembangan wilayah di Kota Depok mencakup bidang pertanian, perdagangan dan jasa, pendidikan, perumahan, fasilitas umum lainnya, pariwisata, prasarana dan sarana dan sosial budaya masyarakat Kota Depok. A. Pertanian Berdasarkan Propeda kota depok, Kebijakan sektor pertanian di Kota Depok diarahkan pada pengembangan sektor pertanian yang berdaya saing, berwawasan agribisnis dan berbasis pada sumber daya, melalui peningkatan produk unggulan daerah. Kegiatan pertanian dikembangkan pada jasa dan industri pertanian (agribisnis dan pertanian) berbasis teknologi dan masyarakat. Lahan pertanian tidak hanya diandalkan sebagai areal produksi saja namun untuk pembibitan komoditas, ternak serta pertanian perkotaan. Lokasi kegiatan pertanian dikembangkan bersama areal perkotaan yang dapat diidentifikasi sebagai ruang terbuka hijau produktif. B. Perdagangan dan jasa Saat ini kegiatan perdagangan dan jasa di Kota Depok tersebar dengan pola ribbon development yang berkembang mengikuti jaringan jalan di beberapa lokasi dibawah ini: 1) Poros pusat Kota (Jalan Margonda Raya) 2) Poros Jalan Arief Rahman Hakim, Nusantara dan Dewi Sartika 3) Jalan Akses UI 4) Jalan Raya Ciogor-Cimanggis 5) Jalan Raya Parung-Sawangan 6) Pusat Cinere-Limo 7) Pusat-pusat lingkungan. Bab 3-28

77 Berdasarkan RTRW kota depok 2010, lokasi pusat-pusat perdagangan dan komersial diarahkan pada : 1) Pusat perdagangan utama Kota di Jalan Margonda Raya, dengan jenis kegiatan termasuk Kegiatan informal dengan skala pelayanan lokal dan wilayah 2) Sub pusat perdagangan dan jasa di 5 wilayah dikembangkan sesuai dengan arahan untuk melayani bagian wilayah kota dengan tujuan untuk lebih meratakan jangkauan fasilitas Kota. Terdapat rencana pemindahan terminal tipe B ke Daerah Jatijajar dan dibukanya Akses ke Jalan Tol jagorawi yang melewati daerah kompleks perumahan emeralda. Diperkirakan di kawasan kompleks perumahan emeralda akan berkembang kegiatan perdagangan dan jasa, serupa dengan kawasan Cibubur Junction. Oleh karenanya akan dibuat sub pusat baru dikawasan kompleks perumahan tersebut. C. Pendidikan Kegiatan pendidikan di Kota Depok sejalan dengan visi Kota sebagai Kota Pendidikan, maka pengembangan kawasan pendidikan diarahkan di Kecamatan - Pancoran Mas yaitu di daerah Citayam, sebagai Kawasan Pendidikan Terpadu. Pada awalnya diharapkan kampus-kampus dengan luas lahan kecil dapat menempati area dan memanfaatkan fasilitas secara bersama di daerah tersebut. Namun ternyata daerah citayam tidak berkembang sebagai kawasan pendidikan tinggi, hanya setingkat pendidikan menengah. Hal ini disebabkan karena kurangnya akses dan pembangunan prasarana jaringan jalan menuju daerah citayam. Kawasan yang berkembang sebagai kawasan pendidikan tinggi justru daerah Kelapa Dua. Padahal dengan ditetapkannya daerah citayam sebagai Kawasan Pendidikan Terpadu diharapkan akan dapat mendorong terciptanya persaingan kualitas pendidikan, khususnya pendidikan tinggi agar diarahkan perkembangan ruangnya ke arah selatan. Saat ini akan dibangun prasarana transportasi secara bertahap dalam bentuk pengembangan jaringan jalan dan interkoneksinya dengan moda KRL melalui stasiun citayam yang sudah ada. Bab 3-29

78 D. Permukiman Arah pengembangan kawasan permukiman di Kota Depok cenderung ke arah Barat, Timur dan Selatan (Kecamatan Sawangan dan Cimanggis). Hal ini disebabkan karena masih luasnya areal yang dapat dikembangkan dan mengingat lahan keterbatasan lahan yang berada di pusat Kota. Pengembangan kegiatan permukiman di pusat kota perlu mempertimbangkan upaya pembangunan perumahan secara vertikal yang mulai dilakukan di Jalan Margonda dengan dibangunnya apartemen yang terintegrasi dengan pusat perbelanjaan. Namun kehadiran jenis tempat tinggal tersebut tidak dapat dijangkau oleh semua lapisan ekonomi masyarakat, karena itu perlu adanya kebijakan pembangunan Rusun (Rumah susun) sehat yang sederhana dan terjangkau oleh masyarakat terutama di daerah permukiman kumuh dan padat. Potensi dari sarana dan prasarana penunjang permukiman meliputi penyediaan air bersih, pengelolaan persampahan dan pengelolaan limbah cair adalah: 1) Besarnya jumlah penduduk Kota Depok 2) Kegiatan pembangunan Kota Depok yang sangat pesat 3) Rendahnya cakupan pelayanan sistem sehingga perlu segera ditingkatkan 4) Sistem tertentu seperti IPLT masih tertunda sehingga potensi untuk pemanfaatan masih cukup tinggi. 5) Keterlibatan swasta terkait CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan peluang untuk dibuat kerjasama. Sedangkan permasalahan dalam sarana dan prasarana permukiman yang meliputi penyediaan air bersih, pengelolaan persampahan dan pengelolaan limbah cair adalah: 1) Rendahnya tingkat pelayanan sistem. 2) Rendahnya kualitas pelayanan karena belum sesuai SOP (standar operasi dan prosedur). 3) Perencanaan lintas sektor yang tidak terpadu. 4) Keterbatasan dana pembangunan. Bab 3-30

79 5) Masih rendahnya partisipasi masyarakat dan swasta dalam pembangunan sarana dan prasarana permukiman Program-Program Pengembangan Sarana Dan Prasarana A. Air bersih Arahan pengembangan prasarana sumber air bersih adalah sebagai berikut : 1) Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan air bersih jaringan pipa 2) Meningkatkan peran serta masyarakat 3) Meningkatkan cakupan pelayanan 4) Memelihara kelestarian sumber-sumber air baku guna menjaga kesinambungan pasokan air baku yang akan diolah. Berdasarkan kondisi eksisting, telah terjadi penurunan jumlah pelanggan air bersih sebesar 10,91% pada tahun dan pada tahun 2004 terjadi penambahan jumlah pelanggan air minum di sebanyak 5,51% ( ). Dalam kurun waktu 3 tahun tersebut terjadi penurunan volume pemakaian air bersih rata-rata pertahunnya 17,69%, penurunan jumlah pemakaian ini disebabkan oleh menurunnya jumlah pemakaian air bersih untuk RSS, rumah sederhana dan kegiatan niaga kecil. B. Air Limbah Arahan kebijakan pengelolaan air limbah yaitu meminimumkan pencemaran air tanah dangkal dan badan air permukaan serta meningkatkan kualitas sanitasi perkotaan yang dilakukan dengan upaya-upaya sebagai berikut : 1) Mewajibkan setiap kegiatan industri, rumah sakit, perhotelan, dan pertokoan besar yang menghasilkan air limbah membuat prasarana dan sarana pengolahan disesuaikan dengan baku mutu air limbah 2) Meningkatkan pengernbangan sistem pengolahan air limbah komunal untuk limbah rumah tangga dan perdagangan 3) Meningkatkan sarana dan prasarana yang telah ada. Bab 3-31

80 Sistem pengolahan air limbah yang ada di Kota Depok menggunakan sistem perpipaan (off-site) yang dilakukan di Kecamatan Beji dan sistem setempat (onsite). Instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) yang tersedia hanya satu yang berlokasi di Kelurahan Kalimulya (21,328 ha) dengan kapasitas 73 m3/hari. C. Persampahan Arahan pengelolaan persampahan di kota depok dilakukan dengan mendayagunakan Badan Usaha Swasta dan masyarakat untuk berperan serta aktif dalam hal : 1) Meningkatkan kualitas pelayanan persampahan hingga daerah yang lebih luas. 2) Penyediaan sarana-sarana tempat pembuangan sampah yang memadai pada tiap-tiap kawasan fungsional 3) Mengembangkan pengelolaan sampah dengan sistem daur ulang 4) Meningkatkan kualitas lingkungan kota termasuk pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. Saat ini sistem pengolahan sampah di Kota Depok menggunakan sistem ingenerator dimana sampah dipilah dahulu (di TPA Cipayung) kemudian untuk sampah organik dijadikan kompos organik, dan sisanya baru diolah lebih lanjut. D. Drainase Arahan Pengelolaan dan pengembangan sistem drainase : 1) Rencana pengembangan sistem drainase diarahkan mengikuti pola sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) 2) Pola daerah aliran sungai, sistem drainase dan genangan diarahkan memanfaatkan keberadaan situ-situ beserta arah alirannya. 3) Pola perencanaan pengembangan pengendalian banjir harus terintegrasi/terpadu dengan memperhatikan arah dan sistem drainase, pola daerah aliran sungai, keberadaan danau (situ) dan adanya daerah rawan banjir/genangan. Bab 3-32

81 4) Membuat sumur resapan pada bangunan yang akan dibangun guna menjaga fungsi hidrologis (resapan air) dan kelestarian lingkungan. 5) Pengendalian banjir adalah menciptakan lingkungan kota bebas banjir dan genangan dengan menata daerah aliran sungai melalui pengendalian sungai yang terpadu dengan sistem drainase wilayah. Strategi pengendalian banjir di Kota Depok adalah sebagai berikut : 1) Mengendalikan debit air dan meningkatkan kapasitas sungai dengan cara pengerukan 2) Membangun, meningkatkan dan mengembalikan fungsi situ-situ dan waduk sebagai daerah penampungan air 3) Menjaga fungsi lindung dengan ketat sesuai dengan arahan pemanfaatan yang berhubungan dengan tata air 4) Menjaga pemanfaatan ruang pada Daerah Aliran Sungai (DAS) agar fungsi kawasan tetap terjaga 5) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga Kelestarian sungai 6) Pembuatan sarana pengendali banjir seperti pintu-pintu air untuk pengaturan 7) Pengendalian pembangunan pada bantaran sungai dengan upaya penghijauan atau pembebasan seluruh daerah bantaran sungai dari kawasan terbangun, disesuaikan dengan garis sempadan sungai yang telah ditetapkan. E. Listrik Sistem pelayanan listrik di Kota Depok sebelum tahun 2004 hanya terdiri dari 4 UPJ yaitu UPJ Depok Kota, Cimanggis, Cibinong dan Sawangan, namun pada tahun 2004 terjadi penambahan satu unit UPJ yaitu UPJ Bojong Gede. Pada tahun 2004 terjadi penurunan jumlah pelanggan sebanyak 1,73% dari tahun sebelumnya, penurunan terbesar berada pada UPJ Depok Kota dan Cimanggis. Pemakaian listrik di Kota Depok dari didominasi untuk kegiata rumah tangga (RT) Bab 3-33

82 dan kegiatan industri. Pada tahun 2003 pemakaian untuk rumah tangga mencapai 70 % namun pada tahun 2004 terjadi penurunan sebesar 11,78%. Pengembangan sektor energi listrik diarahkan dengan cara : 1) Pengembangan jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat 2) Pemerataan pelayanan Penerangan Jalan Umum (PJU) pada seluruh lingkungan permukiman dan peningkatan kualitas penerangan jalan umum pada jalan protokol, jalan penghubung, taman dan pusat-pusat aktivitas masyarakat. F. Telepon Pelayanan sambungan telekomunikasi khususnya Telkom di Kota Depok dilakukan dengan menggunakan 3 buah STO (Sentral Telepon Otomat) yaitu STO Depok, STO Pancoran Mas dan STO Sukmajaya. Kecenderungan segmen pelanggan di Kancatel Depok adalah segmen residensial (rumah tangga) yang selama kurun waktu 5 tahun terakhir ( ) mengalami kenaikan sebesar 11,62%. Strategi pengembangan sarana dan prasarana telekomunikasi, yaitu dengan: 1) Pengembangan sistem pelayanan telekomunikasi melalui penerapan teknologi telekomunikasi yang ada 2) Penambahan dan pembangunan sentral-sentral teleponn baru 3) Perluasan pengadaan telepon umum dan peningkatan warung telekomunikasi di permukiman padat penduduk Bagian Wilayah Kota Beji dan Jalan Akses UI di arahkan menjadi pusat kegiatan pengembangan informasi berbasis teknologi Rencana Pemanfaatan Ruang Rencana Struktur Ruang Kota Depok menggambarkan susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang digambarkan secara hirarkis dan berhubungan satu dengan lainnnya membentuk struktur ruang kota. Rencana struktur ruang Kota Depok antara lain meliputi; Bab 3-34

83 Konsep pengembangan tata ruang wilayah, hirarki pusat pelayanan wilayah seperti sistem pusat-pusat perkotaan dan perdesaan, pusat-pusat permukiman, hirarki sarana dan prasarana, dan Sistem jaringan transportasi seperti sistem jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan kelas terminal. Rencana pengembangan tata ruang Kota Depok dirumuskan berdasarkan kondisi nyata potensi yang di miliki dan juga berdasarkan kecenderungan pemanfaatan ruang yang harus diarahkan kepada kondisi ideal yang diharapkan dengan memperhatikan aspekaspek yang realistis yang dapat terwujud, serta dapat dirasakan manfaatnya baik bagi Pemda Kota Depok sebagai pengguna rencana tata ruang maupun bagi masyarakat yang terkena dampaknya dari pelaksanaan pembangunan. Dasar pertimbangan dalam perencanaan tata ruang Kota Depok tidak bisa dilepaskan dari fungsinya sebagai kawasan penyangga (buffer zone) dan kawasan penyeimbang (counter magnet), yang diharapkan dapat memacu pertumbuhan kegiatan Kota Depok dan wilayah sekitarnya. Konsep pengembangan Kota Depok akan mengacu juga kepada aspek eksternal yang sangat strategis yang karena kedudukan lokasinya berada di antara perbatasan dengan Kota Jakarta, Kota Bekasi, Kab. Bogor dan Kota Tangerang. Secara lokasional, jarak tempuh Kota Depok dengan Propinsi DKI Jaya cukup dekat, sehingga penduduk Kota Depok sebagian besar bekerja di Jakarta, sedangkan secara administrasi Kota Depok merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat. Hal ini berakibat terhadap penggunaan infrastruktur pendukung, yang harus ditanggung oleh Pemda Kota Depok, sedangkan sebagian besar pengguna infrastruktur tersebut adalah moda angkutan dari Provinsi DKI Jakarta. Aspek internal (kondisi riil) yang perlu diperhatikan adalah terkait dengan potensi yang dimiliki oleh Kota Depok dan fungsi kota yang akan diemban oleh Kota Depok, sebagai kawasan perdagangan dan jasa komersial, dengan basis kegiatan pertanian sehingga kegiatan tersebut perlu didorong pertumbuhannya untuk meningkatkan perekonomian Kota Depok. Bab 3-35

84 Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, konsep pengembangan Kota Depok memiliki ciri sebagai berikut: 1. Wilayah Utara : memilki kegiatan yang telah berkembang dengan pesat, mempunyai kepadatan bangunan sedang sampai tinggi, kegiatan pendidikan, perdagangan dan jasa komersial. Sehingga dalam pemanfaatan ruangnya wilayah utara akan dikendalikan, karena alokasi ruang yang ada telah sangat terbatas, sehingga yang perlu diperhatikan adalah aspek pengendalian lingkungan. 2. Wilayah Selatan : relatif belum berkembang, kepadatan bangunan rendah sampai sedang, kegiatan yang telah berkembang saat ini adalah perkantoran pemerintah, kegiatan perdagangan dan jasa, kegiatan pertanian, industri, dan akan diarahkan juga sebagai kawasan pendidikan terpadu. Wilayah selatan masih mempunyai banyak areal cadangan untuk pemanfaatan ruang, sehingga wilayah selatan akan lebih dipacu perkembangannya tetapi dengan batasan-batasan tertentu Sistem Pusat Pelayanan Adanya perubahan paradigma visi dan misi Kota Depok dari yang semula kota pemukiman, perdagangan dan jasa, pendidikan dan peribadatan, menjadi kota yang berorientasi ke perdagangan dan jasa dengan pembatasan kegiatan pemukiman, membawa dampak terhadap arah perkembangan pusat-pusat pelayanan dan perkembangan kawasan terbagun. Berdasarkan RTRW Depok terdapat Pusat Kota di Margonda dan 5 (lima) sub pusat, yaitu Sub Pusat Cinere, Sub Pusat Cisalak, Sub Pusat Sawangan, Sub Pusat Cisalak dan Sub Pusat Citayam. Berdasarkan perkembangan penggunaan lahan saat ini, pusat kota Margonda telah berkembang sesuai dengan arahan RTRW, Sub Pusat Cinere telah berkembang (karena sudah berkembang sebelumnya), Sub Pusat Citayam tidak berkembang seperti yang diarahkan dalam RTRW, arah perkembangannya lebih ke arah kegiatan industri kecil. Sedangkan Sub Pusat Cimanggis dan Sawangan belum berkembang seperti arahan dalam RTRW. Selain itu, terdapat sub pusat yang berkembang tidak sesuai arahan RTRW, yaitu Bab 3-36

85 kawasan Cibubur, kawasan Cisalak yang berkembang menyebar dan kawasan lain yang berkembang pita (ribbon development). Pusat Margonda sudah berkembang dalam koridor yang diinginkan, namun rencana Situ Rawa Besar sebagai alun-alun (square) Kota Depok masih sulit diwujudkan. Fungsi dan pemanfaatan ruang yang berkembang juga sudah mencerminkan Margonda sebagai Pusat Kota Depok. Tetapi saat ini kondisi jalan Margonda telah mengalami beban lalu-lintas yang cukup tinggi terutama pada jam-jam sibuk (karena lebar jalan Margonda sekitar 8 meter, dan bercampurnya lalu-lintas menerus dan lokal), sehingga arus keluas masuk orang dan kendaraan dari dan ke kegiatan-kegiatan perdagangan dan jasa yang terdapat di Margonda terhambat. Hal ini dapat menyebabkan orang enggan menuju ke Margonda, dan akan mencari alternatif kawasan perdagangan dan jasa lainnya. Selain itu, dengan berkembangnya kegiatan perdagangan (mal dan pusat perbelanjaan) di Margonda yang demikian pesatnya, dapat mengarah kejenuhan kegiatan, sehingga perlu ada dikembangkan alternatif sub pusat lainnya. Tidak berkembangnya Sub Pusat Citayam sesuai dengan arahan dalam RTRW karena belum adanya perbaikan pola sirkulasi dan jalan sehingga terjadi kemacetan lalu-lintas yang cukup tinggi. Sub Pusat ini akan tetap dipertahankan lokasinya dan akan diarahkan sebagai kawasan sentra niaga dan budaya. Belum berkembangnya sub pusat Sawangan di Rangkapan Jaya, diperkirakan belum adanya dukungan program dari Pemerintah Kota Depok karena dari aspek lokasinya, sub pusat tersebut cukup strategis. Sub pusat ini akan tetap dipertahankan, untuk melayani wilayah Kecamatan Sawangan dan sekitarnya. Sub Pusat Cimanggis di Jatijajar belum berkembang disebabkan adanya kendala morfologi dan kesediaan lahan. Dengan akan dikembangkannya Terminal Jatijajar, maka sub pusat Cimanggis diperkirakan akan berkembang dengan cepat, tetapi lokasinya harus bergeser ke tempat yang lebih datar. Sub Pusat Cisalak kurang berkembang karena kesulitan lahan. Untuk itu dibutuhkan dukungan Pemerintah Kota Depok dalam penyediaan lahan untuk berkembangnya sub pusat ini, karena lokasi sub pusat ini cukup potensial karena terdapatnya jalan kolektor primer sejajar pipa gas dan adanya rencana jalan tol. Bab 3-37

86 Selain itu, di persimpangan Jalan Raya Parung-Jalan Sawangan Raya telah berkembang kegiatan perdagangan yang cukup besar dengan skala pelayanan wilayah Parung, Sawangan dan sekitarnya, sehingga di persimpangan ini akan diarahkan sebagai sub pusat pelayanan agar perkembangan kegiatan yang telah ada sekarang dapat diarahkan sesuai dengan rencana pemanfaatan ruang. Adanya rencana untuk membuka simpang tol Cimanggis menjadi 2 (dua) arah, sehingga kemungkinan berkembangnya sub pusat pelayanan baru, yaitu di sekitar kawasan perumahan Emeralda. Saat ini di sekitar kawasan perumahan Emeralda telah berkembang kegiatan perdagangan dan jasa, dengan skala pelayanan Tapos, Leuwinanggung, Kab. Bekasi, Kota Jakarta dan sekitarnya. Terdapat rencana pembangunan jalan Toll Depok-Antasari yang melintasi wilayah Kecamatan Limo dan Pancoran Mas, dan akan dikembangkannya koridor bisnis sepanjang jalan toll tersebut. Berdasarkan hasil studi Pengembangan Kawasan Baru di Sekitar Koridor Jalan Tol Antasari Depok Tahun 2005, menyebutkan bahwa dengan dibukanya pintu toll di Kelurahan Krukut akan menyebabkan daerah tersebut berkembang kegiatan perdagangan dan jasa. Oleh karenanya untuk mengantisipasi hal tersebut maka di buat sub pusat krukut yang melayani kegiatan Perdagangan dan Jasa untuk wilayah sekitarnya. Bab 3-38

87 Tabel 3.19: Rencana Fungsi Pusat-Pusat Pelayanan Kota Depok No. Jenjang Pelayanan Rencana Pelayanan Kegiatan Melayani Kelurahan 1 Pusat Kota (Margonda) - Pusat Pemerintahan - Pusat Bisnis Konvensi - Pusat Perdagangan Komersial & Jasa - Konservasi Budaya - Taman Kota - Terminal Terpadu dalam Kota - Pendidikan, Riset & Teknologi 2 Cinere - Perkantoran & Bisnis - Perdagangan, Komersial & Jasa - Kawasan Pendidikan - Terminal C 3 Sawangan - Perdagangan & Jasa - Pusat Jasa Perbengkelan - Pusat Agrobisnis (Holtikultura) - Perdagangan Eceran - Terminal C 4 Citayam - Pusat Perdagangan Grosir & Eceran - Kawasan Pendidikan - Sentra Niaga dan Budaya - Terminal C 5 Cimanggis (Jatijajar) - Pusat Perdagangan Grosir & Eceran - Jasa Pergudangan - Terminal B - Pusat Pembibitan 6 Cisalak - Pusat Perdagangan Grosir & Eceran - Terminal C - Pusat Jasa 7 Tapos - Pusat Perdagangan Grosir & Eceran - Pusat Jasa - Rumah Pemotongan Hewan (RPH) 8 Bojongsari - Pusat Perdagangan & Jasa - Kawasan Pendidikan - Terminal C - Seluruh Kota Depok - Kelurahan yang ada disekitarnya yaitu Sukmajaya, Tirtajaya, Pancoran Mas, Mampang, Depok, Depok Jaya, Beji, Kukusan, Beji Timur, Kemiri Muka, Pondok Cina, Mekarjaya - Kelurahan Cinere, Pangkalan Jati, Pangkalan Jati Baru, Gandul. - Kelurahan Sawangan Baru, Rangkapan Jaya, Rangkapan Jaya Baru, Meruyung, Pasir putih, dan Bedahan. - Cipayung, Cipayung Jaya, Ratujaya, Bojong Pondok Terong, Pondok Jaya, Kalimulya, Jatimulya, dan Kalibaru. - Kelurahan Kalibaru, Cilodong, Sukamaju, Jatijajar, dan Cilangkap. - Kelurahan Sukamaju Baru, Sukatani, Harjamukti, Cisalak Pasar, Curug, Mekarsari, Cisalak, Tugu, Pasirgunung Selatan, Bakti Jaya, Abadi Jaya. - Kelurahan Tapos, Leuwinanggung, dan Cimpaeun. - Kelurahan Pengasinan, Duren Seribu, Duren Mekar, Bojongsari, Bojongsari Baru, Sawangan, Curug, Cinangka, Kedaung, Serua dan Pondok Petir. 9 Krukut - Perdagangan dan Jasa - Kelurahan Krukut, Limo, Grogol dan Tanah Baru. Bab 3-39

88 4. Kondisi Pengelolaan Sampah Saat Ini 4.1. Umum Salah satu aspek yang turut menentukan kebersihan suatu kota adalah pengelolaan persampahan di kota tersebut. Pengelolaan persampahan yang tidak terprogram akan menyebabkan penanganan sampah yang tidak tuntas, sehingga ada sampah yang tidak terangkut yang menyebabkan kebersihan dan keindahan kota tidak tercapai. Didalam setiap Pemerintah Kota, sampah dari rumah tangga dikumpulkan baik yang menggunakan gerobak sampah maupun yang langsung masuk truk sampah. Sampah yang dikumpulkan melalui gerobak dan truk-truk kecil kemudian dibawa ke suatu tempat pengumpulan atau peralihan yang disebut Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS) atau Transfer Depo. Di TPS dilakukan pemindahan, biasanya secara manual ke dalam truk yang lebih besar untuk dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA). Sedangkan di Transfer Depo sebenarnya pemindahannya dapat dilakukan langsung dari gerobak ke truk melalui ramp. Umumnya jumlah truk dan biaya tidak mencukupi kebutuhan untuk memberikan pelayanan yang menyeluruh bagi semua wilayah disetiap Pemerintah Kota. Meskipun TPA di Kota Depok Cipayung- telah di disain sebagai sanitary landfills, namun hingga saat ini TPA Cipayung dioperasikan dengan prinsip controlled landfill. Di TPA ini juga terdapat kehadiran group pemulung yang dikhawatirkan aktivitasnya bertentangan dengan operasi TPA yang aman dan efisien. Pengelolaan persampahan Kota Depok di bawah Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup yang merupakan unsur pelaksana teknis di bawah Walikota Depok yang berfungsi sebagai pelaksana pelayanan kebersihan (Operator) yang juga berfungsi melaksanakan pengaturan/pengendaliaan (Regulator). Bab 4-1

89 Didalam melaksanakan tugasnya Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup di pimpin oleh Kepala Dinas sedangkan teknis operasionalnya dibawah Bidang Kebersihan yang dibantu oleh Koordinator Kecamatan (Korcam) dan staf bidang kebersihan Aspek Organisasi Dan Manajemen Bentuk Institusi dan Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok No. 16 Tahun 2003 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Perangkat Daerah, instansi yang berwenang dalam pengelolaan kebersihan /persampahan adalah Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup (KLH). Struktur organisasi Dinas KLH ini terdiri dari Kepala Dinas dengan dibantu empat Kepala Bidang, satu Bagian Tata Usaha dan dua Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Selengkapnya, struktur Organisasi Dinas KLH Kota Depok adalah sebagai berikut: 1. Bagian Tata Usaha yang membawahi 2 sub bagian, yaitu: a. Sub Bagian Umum b. Sub Bagian Pekerjaan, Evaluasi dan Pelaporan 2. Bidang Kebersihan, membawahi 2 seksi, yaitu: a. Seksi Kebersihan Jalan dan Lingkungan b. Seksi Operasional Pengangkutan 3. Bidang Sarana dan Prasarana membawahi 2 seksi, yaitu: a. Seksi Pengadaan b. Seksi Pemeliharaan dan Perawatan 4. Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan, membawahi 2 seksi, yaitu: a. Seksi Pencegahan Kerusakan Lingkungan b. Seksi Kemitraan Lingkungan 5. Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan, membawahi 2 seksi, yaitu: a. Seksi Pengendalian Limbah Bab 4-2

90 b. Seksi Pemulihan Lingkungan 6. Unit Pelaksana Teknis Dinas yang terdiri dari: a. Unit Pelaksana Teknis Dinas IPLT dan TPA b. Unit Pelaksana Teknis Dinas TPU Uraian Tugas Dinas KLH Kota Depok merupakan unsur pelaksana pemerintah kota yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah dan mempunyai tugas melaksanakan kewenanagan desentralisasi di bidang kebersihan dan lingkungan hidup. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Dinas KLH mempunyai fungsi: 1) Perumusan kebijakan teknis di bidang kebersihan dan lingkungan hidup 2) Pemberian perizinan dan pelaksanaan pelayanan umum di bidang kebersihan dan lingkungn hidup 3) Pembinaan terhadap unit pelaksana teknis dinas (UPTD) di bidang kebersihan dan lingkungan hidup 4) Pengelolaan urusan ketatausahaan Sedangkan uraian tugas jabatan-jabatan structural di lingkungan Dinas KLH kota Depok adalah sebagai berikut: 1. Kepala Dinas Tugas pokoknya : Memimpin, mengatur, membina, mengawasi dan mengendalikan kegiatan dinas serta penggunaan anggaran dinas. Uraian tugas : Menyusun dan menetapkan rencana strategis dinas mengacu pada rencana strategis kota; Merumuskan kebijakan kebersihan kota meliputi sarana dan prasarana kebersihan, pencegahan dan pengendalian dampak lingkungan; Bab 4-3

91 Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian dalam urusan kepegawaian Dinas; Membina, mengawasi dan mengendalikan kegiatan bidang teknis meliputi bidang kebersihan, sarana dan prasarana, pencegahan dampak lingkungan dan pengendalian dampak lingkungan; Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pengelolaan anggaran Dinas; Melakukan pembinaan, pengawasan, dan mengendalikan urusan ketatausahaan dan rumah tangga dinas; Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP); Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian produk hukum dan penyusunan rancangan produk hukum yang sesuai dengan bidang tugas; Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap UPTD; Mengadakan koordinasi dengan bidang-bidang dilingkungan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup; Mendistribusikan dan memberikan petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan; Memantau pelaksanaan tugas bawahan; Mengevaluasi hasil kerja bawahan; Memberikan motivasi kepada bawahan dalam rangka peningkatan kinerja; Memaraf atau menandatangani naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku; Melaksanakan hubungan kerjasama/koordinasi dengan instansi terkait baik Pusat, Propinsi maupun Kabupaten dan Kota atas persetujuan Walikota; Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada Walikota dibidang kebersihan dan lingkungan hidup; Bab 4-4

92 Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah; Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya. 2. Kepala Bagian Tata Usaha Tugas pokoknya : Memimpin, membina, mengkoordinasikan, mengendalikan dan melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian urusan ketatausahaan, rumah tangga dinas dan administrasi kepegawaian dan anggaran dinas. Uraian tugas : Merumuskan penyusunan rencana dan program kerja Bagian Tata Usaha sesuai renstra Dinas serta kebijakan dan arahan Kepala Dinas; Mengkoordinasikan penyiapan bahan penyusunan rencana strategis dinas dengan bidang-bidang teknis; Melaksanakan pengelolaan urusan ketatausahaan dan rumah tangga dinas; Melaksanakan pengkoordinasian penyusunan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP); Melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian penyusunan rencana kebutuhan anggaran belanja aparatur, anggaran belanja publik, dan kebutuhan perlengkapan dinas; Melakukan penghimpunan rencana dan program kerja masing-masing bidang teknis di lingkungan dinas; Melaksanakan pembinaan, pengawasamn dan pengendalian administrasi keuangan, administrasi kepegawaian, dan adminisrasi umum; Melaksanakan pengawasan dalam rangka pengadaan sarana dan prasarana kantor sesuai dengan kewenangannya; Mengkoordinasikan penyusunan rancangan produk hukum dengan bidang teknis; Bab 4-5

93 Melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pengadaan perlengkapan kantor; Mengumpulkan, mengolah data dan informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan tugas-tugas ketatausahaan; Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan; Memantau pelaksanaan tugas bawahan; Mengevaluasi hasil kerja bawahan dalam rangka meningkatkan produktifitas kerja; Memberikan motivasi bawahan dalam rangka meningkatkan kinerja pada saat melaksanakan tugas; Mengevaluasi dan mengawasi pelaksanaan tugas dilingkungan Bagian Tata Usaha; Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada Kepala Dinas; Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada Kepala Dinas; Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya. 3. Kepala Sub Bagian Umum Tugas pokoknya : Memimpin, membina, mengkoordinasikan, mengendalikan dan melaksanakan urusan surat menyurat, pengelolaan barang, administrasi kepegawaian dan pengelolaan anggaran dinas. Uraian tugas : Melaksanakan penyusunan rencana dan program kerja kegiatan Subag Umum mengacu pada rencana kerja Bagian Tata Usaha; Melaksanakan urusan administrasi kepegawaian yang meliputi mutasi, kenaikan pangkat dan kenaikan gaji berkala; Bab 4-6

94 Melaksanakan pengelolaan perpustakaan dinas; Melaksanakan pengelolaan urusan administrasi keuangan dinas; Melaksanakan urusan administrasi surat menyurat dilingkungan dinas; Melaksanakan dan memelihara peralatan dan perlengkapan dilingkungan dinas; Melaksanakan pengelolaan benda berharga yang menjadi milik dinas; Melaksanakan evaluasi dan pelaporan kegiatan Sub Bagian Umum; Mengadakan koordinasi dengan Sub Bagian dan seksi dilingkungan Dinas; Melaksanakan hubungan kerjasama dengan perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Depok; Melaksanakan pengolahan dan penataan arsip naskah dinas serta administrasi perjalanan dinas; Melaksanakan penomoran, pengagendaan dan penggandaan naskah dinas sesuai dengan kebutuhan; Melaksanakan penyiapan bahan pengembangan, disiplin, mutasi dan peningkatan kualitas pegawai; Menerbitkan brosur, leaflet, buletin, pedoman/petunjuk teknis penyelenggaraan pengelolaan Kebersihan dan Lingkungan Hidup; Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan; Memantau pelaksanaan tugas bawahan; Mengevaluasi hasil kerja bawahan dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja; Memberikan motivasi kepada bawahan dalam melaksanakan tugas; Memaraf dan menandatangani naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku; Mengadakan koordinasi dengan seksi-seksi dilingkungan dinas; Bab 4-7

95 Melaksanakan hubungan kerja/koordinasi dengan instansi terkait baik Pusat, Propinsi maupun Kabupaten dan Kota atas persetujuan pimpinan; Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada pimpinan; Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada pimpinan. 4. Kepala Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Tugas Pokoknya : Mempimpin, membina, mengkoordinasikan, mengendalikan, mengawasi dan melaksanakan sebagian tugas bagian tata usaha dalam menyusun perencanaan, evaluasi dan pelaporan kegiatan. Uraian tugas : Menyusun rencana dan program kerja kegiatan Sub Bagian Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan mengacu pada rencana kerja Bagian Tata Usaha; Melaksanakan koordinasi dengan bidang-bidang teknis dalam rangka penyusunan Renstra Dinas; Melaksanakan penyusunan rencana kerja tahunan dinas; Melaksanakan penyusunan Rencana Anggaran Dinas (RASK dan DASK) Dinas; Merekap dan melaksanakan penyusunan rencana anggaran dan perubahan anggaran dinas; Melaksanakan penyusunan rancangan produk hukum yang sesuai dengan tugas dinas; Melaksanakan penyusunan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) dinas; Melaksanakan evaluasi atas kinerja tahunan dinas; Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan; Memantau pelaksanaan tugas bawahan; Bab 4-8

96 Membimbing, mengendalikan dan mengevaluasi hasil kerja bawahan dalam upaya meningkatkan produktifitas kerja; Memberikan motivasi kepada bawahan dalam rangka meningkatkan kinerjanya; Membuat, memaraf konsep naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku; Mengadakan koordinasi dengan seksi-seksi dilingkungan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup; Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada pimpinan berkaitan dengan bidang tugas; Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada pimpinan; Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya. 5. Kepala Bidang Kebersihan Tugas Pokoknya : Memimpin, membina, mengawasi dan mengendalikan kebersihan jalan dan lingkungan serta pengangkutan sampah Uraian tugas : Menyusun rencana dan program kerja Bidang Kebersihan yang mengacu pada rencana strategis dinas; Merumuskan bahan kebijakan penyelenggaraan kebersihan dan pengangkutan sampah; Melaksanakan penyusunan perunjuk teknis pelaksanaan penyelenggaraan kebersihan jalan dan lingkungan serta pengangkutan sampah; Melakukan koordinasi dalam rangka melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan kebersihan; Bab 4-9

97 Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap petugas kebersihan; Menyusun petunjuk teknis penyelenggaraan kebersihan jalan dan lingkungan serta pengangkutan sampah; Melaksanakan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan bidang kebersihan; Menyusun laporan dan evaluasi penyelenggaraan kegiatan bidang kebersihan; Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan; Memantau pelaksanaan tugas bawahan; Memberikan motivasi kepada bawahan dalam rangka meningkatkan kinerjanya; Membuat, memaraf konsep naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku; Mengadakan koordinasi dengan seksi-seksi di lingkungan dinas kebersihan; Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas; Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada pimpinan; Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya. 6. Kepala Seksi Kebersihan Jalan dan Lingkungan Tugas Pokoknya : Memimpin, membina, mengkoordinasikan, mengendalikan dan melaksanakan kegiatan penyelenggaraan kebersihan jalan dan lingkungan Uraian tugas : Menyusun rencana dan program kegiatan mengacu pada rencana strategis dinas dan rencana kerja Bidang Kebersihan; Bab 4-10

98 Melaksanakan penghimpunan data sebagai bahan penyusnan kebijakan penanganan kebersihan jalan dan lingkungan; Melaksanakan penyusunan bahan petunjuk teknis pelaksanaan pelayanan kebersihan jalan dan lingkungan; Melaksanakan pengawasan dan pengendalian kebersihan jalan dan lingkungan; Melaksanakan koordinasi penyelenggaraan kegiatan kebersihan jalan dan lingkungan; Melaksanakan penyusunan bahan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan kebersihan jalan dan lingkungan; Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan; Membimbing, mengendalikan dan mengevaluasi hasil kerja bawahan; Memberikan motivasi kepada bawahan dalam rangka meningkatkan kinerja; Membuat, memaraf konsep naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasakan peraturan yang berlaku; Mengadakan koordinasi sengan Sub Bagian dan Seksi dilingkungan Dinas; Melaksanakan hubungan kerjasama dengan perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Depok; Menyusun RASK dan melaksanakan DASK; Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada kepala bidang; Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas; Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya. Bab 4-11

99 7. Kepala Seksi Operasional Pengangkutan Tugas Pokoknya : Memimpin, membina, mengkoordinasikan, mengendalikan dan melaksanakan kegiatan menyusun bahan teknis penyelenggaraan operasional pengangkutan sampah dan pembuangan ke TPA Uraian tugas : Melaksanakan penyusunan rencana dan program kegiatan mengacu pada rencana kerja bidang kebersihan; Melaksanakan penghimpunan data sebagai bahan penyusunan kebijakan penyelenggaraan operasional pengengkutan sampah; Menyusun draft kebijakan pimpinan tentang penyelenggaraan operasional pengangkutan sampah; Melaksanakan penyusunan petunjuk pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan operasional pengangkutan sampah; Melaksanakan pengawasan dan pengendalian operasional pengangkutan sampah; Melaksanakan koordinasi penyelenggaraan kegiatan petunjuk teknis pengangkutan sampah dengan UPTD; Melaksanakan penyusunan laporan dan evaluasi kegiatan penyelenggaraan seksi operasional pengangkutan; Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan; Membimbing, mengawasi dan mengevaluasi hasil kerja bawahan; Memberikan motivasi kepada bawahan dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja; Membuat, memaraf konsep naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku; Mengadakan koordinasi dengan sub bidang dan seksi di lingkungan dinas; Bab 4-12

100 Melaksanakan hubungan kerjasama dengan perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Depok; Menyusun RASK dan melaksanakan DASK; Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada kepala bidang; Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas; Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh pemimpin. 8. Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Tugas Pokoknya : Melaksanakan sebagian tugas dinas dalam melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian sarana dan prasarana kebersihan Uraian tugas : Menyusun dan menetapkan rencana kerja bidang mengacu pada restra dinas; Merumuskan baha kebijakan teknis pengelolaan sarana dan prasarana kebersihan; Merumuskan bahan petunjuk teknis pelaksanaan sarana dan prasarana kebersihan; Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pengadaan sarana dan prasarana kebersihan; Melaksanakan pengkoordinasian dalam penyelenggaraan kegiatan pembinaan pengawasan dan pengendalian sarana dan prasarana kebersihan; Melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian sarana dan prasarana kebersihan; Menyusun laporan dan evaluasi kegiatan penyelenggaraan bidang sarana dan prasarana kebersihan; Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan; Memantau pelaksanaan tugas bawahan; Bab 4-13

101 Membimbing, mengawasi dan mengevaluasi hasil kerja bawahan; Memberikan motivasi kepada bawahan dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja; Membuat, memaraf, menandatangani konsep naskah dinasi sesuai bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku; Mengadakan koordinasi dengan Sub Bagian di lingkungan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok; Melaksanakan hubungan kerjasama dengan instansi terkait baik Pusat, Propinsi maupun Kabupaten dan Kota; Merumuskan penyusunan RASK dan mengawasi pelaksanaan DASK; Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada kepala dinas; Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas; Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya; 9. Kepala Seksi Pengadaan Tugas Pokoknya : Memimpin, membina, mengkoordinasikan, mengendalikan dan melaksanakan kegiatan pengadaan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan kebersihan Uraian tugas : Melaksanakan penyusunan rencana dan program kegiatan mengacu pada rencana kerja bidang sarana dan prasarana; Menyusun petunjuk teknis pelaksanaan terhadap penyelenggaraan pengadaan sarana dan prasarana; Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pengadaan sarana dan prasarana kebersihan; Bab 4-14

102 Melaksanakan penghimpunan dan pengolahan data dalam rangka perencanaan pengadaan sarana dan prasarana kebersihan; Melaksanakan pengadaan sarana dan prasarana kebersihan; Melaksanakan penyusunan laporan dan evaluasi kegiatan penyelenggaraan seksi pengadaan; Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan; Memantau pelaksanaan tugas bawahan; Membimbing, mengawasi dan mengevaluasi hasil kerja bawahan; Memberikan motivasi kepada bawahan dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja; Membuat, memaraf, menandatangani konsep naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku; Mengadakan koordinasi dengan sub bagian dan seksi di lingkungan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup; Melaksanakan hubungan kerjasama dengan instansi terkait baik Pusat, Propinsi maupun Kabupaten dan Kota atas seijin pimpinan; Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada kepala dinas; Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas; Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya. 10. Kepala Seksi Pemeliharaan dan Perawatan Tugas pokoknya : Memimpin, membina, mengkoordinasikan, mengendalikan dan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan perawatan sarana dan prasarana kebersihan Uraian tugas : Bab 4-15

103 Menyusun rencana dan program kegiatan mengacu pada program kerja bidang sarana dan prasarana; Melaksanakan dan menyusun petunjuk pelaksanaan terhadap penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana kebersihan; Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana kebersihan; Melaksanakan penghimpunan dan pengolahan data dalam rangka perencanaan pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana kebersihan; Melaksanakan pemeliharaan secara berkala sarana dan prasarana kebersihan; Melaksanakan evaluasi dan pelaporan kegiatan penyelenggaraan seksi pemeliharaan dan perawatan; Mendistribusikan dan memberi petunjuk pelaksanaan tugas kepada bawahan; Memantau pelaksanaan tugas bawahan; Membimbing, mengawasi dan mengevaluasi hasil kerja bawahan; Memberikan motivasi kepada bawahan dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja; Menyusun RASK dan melaksanakan DASK; Membuat, memaraf, menandatangani konsep naskah dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan peraturan yang berlaku; Mengadakan koordinasi dengan sub bidang dan seksi di lingkungan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok; Menyiapkan bahan koordinasi berkaitan dengan pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana kebersihan; Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait baik Pusat, Provinsi maupun Kabupaten dan Kota atas seijin pimpinan; Bab 4-16

104 Memberikan informasi, saran dan pertimbangan kepada kepala dinas; Membuat laporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas; Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugasnya. Diagram 4.1. STRUKTUR ORGANISASI DINAS KEBERSIHAN DAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA DEPOK (Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok No.: No. 16 /2002) Bab 4-17

105 4.2.2 Personalia Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Dinas KLH Kota Depok didukung oleh 68 orang yang terdiri atas 59 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 9 orang Tenaga Kontrak Pemda serta komposisi kepegawaian Dinas KLH Kota Depok dapat diihat pada tabel 3.1.di bawah. Selain, yang berstatus PNS dan tenaga kontrak, terdapat pula karyawan yang berstatus sukwan dinas yang bekerja di lapangan, baik yang berada di bidang kebersihan, UPTD, ILP-TPA dan UPTD Pemakaman, dengan jumlah keseluruhan sebanyak 482 orang. Komposisi tenaga sukwan dinas dapat dilihat pada tabel 3.2. di bawah. Tabel 4.1: Komposisi Kepegawaian Dinas Klh Kota Depok A Berdasarkan Tingkat Pendidikan Jumlah 1 Pasca Sarjana/S2 8 orang 2 Sarjana/S1 20 orang 3 Sarjana Muda/D3 2 orang 4 SMU/SLTA 23 orang 5 SLTP 1 orang 6 SD 1 orang B Berdasarkan Golongan 1 Golongan IV 5 orang 2 Golongan III 29 orang 3 Golongan II 22 orang 4 Golongan I 1 orang C Berdasarkan Jabatan Struktural 1 Eselon II B 1 orang 2 Eselon III A 5 orang 3 Eselon IV A 12 orang D Berdasarkan Pendidikan/Penjejangan 1 Diklat Pim TK II/Setara 1 orang 2 Diklat Pim TK III/Setara 3 orang 3 Diklat Pim TK IV/Setara 15 orang Sumber: Rencana Strategis Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok Bab 4-18

106 Tabel 4.2: Jumlah Sukwan Dinas Klh Kota Depok Menurut Jabatan No. Jabatan Jumlah 1. Pengemudi truk sampah 53 orang 2. Pengemudi truk tinja 6 orang 3. Operator alat berat 6 orang 4. Kernet truk sampah 196 orang 5. Kernet truk tinja 12 orang 6. Kernet alat berat 5 orang 7. Satgas 18 orang 8. Mekanik 3 orang 9. Pesapon Pria 60 orang 10. Pesapon Wanita 79 orang 11. Pengawas pesapon 5 orang 12. Petugas retribusi 16 orang 13. Penjaga alat berat 1 orang 14. Petugas Keamanan TPA 4 orang 15. Petugas TPA 2 orang 16. Pengawas TPA 1 orang 17. Petugas IPLT 7 orang 18. Pengemudi mobil jenazah 1 orang 19. Kernet mobil jenazah 1 orang 20. Petugas makam 6 orang JUMLAH 482 orang Sumber: Rencana Strategis Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok Koordinator Kecamatan Dildalam melaksanakan pelayanan kebersihan Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup menggunakan pola pelayanan berdasarkan wilayah kecamatan, yang bertujuan memudahkan didalam koordinasi antara Dinas KLH dengan Lembaga di Kecamatan dalam melakukan kegiatan pelayanan persampahan. Berdasarkan pola seperti ini maka dibentuk Koordinator Kecamatan (Korcam) yang bertugas mengawasi dan melaksanakan kegiatan teknis dan operasional pengelolaan persampahan ditingkat kecamatan masing-masing wilayah. Bab 4-19

107 4.3. Kondisi Eksisting Permasalahan Persampahan Produksi Sampah Timbulan sampah perkotaan dapat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain tersedianya prasarana dan sarana yang dipergunakan penduduk dalam kegiatan sehariharinya guna memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan Standar SK. SNI S Spesifikasi Timbulan Sampah untuk kota kecil dan sedang di Indonesia adalah antara 2,75-3,25 lt/org/hari dan berdasarkan perhitungan hasil konsultan terdahulu bahwa produksi sampah per hari per orang 2,65 liter ( skala kota ) dengan dasar timbulan tersebut (liter/orang/hari) maka pada tahun 2007 dapat dihitung timbulan sampah total dengan jumlah penduduk kota Depok adalah jiwa diperkirakan jumlah timbulan sampah perhari adalah m3/hari. Sampah yang terangkut 900 m3/hari, sampah yang tidak terangkut m3/hari Kondisi Persampahan Daerah pelayanan sampah saat ini hanya pada wilayah rumah tangga, pasar, Komersial/jalan dan Industri/rumah sakit dimana timbulan sampah yang dihasilkan adalah m³/hari. Untuk wilayah komersial dan pemukiman masih dikelola secara tradisional. Secara garis besar sumber timbulan sampah di wilayah Kota Depok terbagi seperti dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 4.3: Timbulan Sampah di Kota Depok Kecamtan M3/hari Sawangan 440 Pancoran Mas 713 Sukmajaya 907 Cimanggis Beji 371 Bab 4-20

108 Kecamtan M3/hari Sawangan 440 Limo 396 Dinas Pasar 370 Jumlah Sampah - sampah ini di Kota Depok dikumpulkan dan dibawa ke TPA, baik oleh DKP maupun oleh Dinas Pasar yang menangani pasar. Operator dari sektor swasta pada saat ini menangani di Unit Pengolahan Sampah (UPS). Beberapa komponen dari aliran sampah kota ini dikelola secara terpisah oleh pihak pihak yang pada dasarnya informal meliputi : 1. Produk yang dapat didaur ulang; 2. Barang yang dapat dijual kembali; dan 3. Material konstruksi dan bongkaran Pengangkutan Transportasi hasil pengumpulan sampah ke TPA dilakukan dengan menggunakan berbagai kendaraan termasuk truk biasa, dump truk, armroll truk dengan kontainer terpisah dan truk pemadat (compactor trucks). Di Kota Depok hanya ada dump truk dan arm roll, baik yang dikelola oleh DKP maupun langsung oleh Dinas Pasar. Sistem pengangkutan sampah di Kota Depok dilaksanakan dengan pemindahan langsung dari TPS TPS sampah yang ada, kontainer atau lokasi tertentu yang belum ada TPS atau langsung dari rumah ke rumah atau dari toko/bangunan ke toko/bangunan dengan dump truk yang selanjutnya dibuang atau dibawa ke TPA sampah. Jenis kendaraan yang digunakan adalah dump truk sebanyak 47 unit dan kontainer 25 unit dilengkapi dengan arm roll sebanyak 10 unit dengan kondisi layak operasional. Prasarana dan sarana yang ada untuk mengangkut Sampah yang telah dimiliki oleh Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok dengan serta jumlah ritasi setiap kendaraan adalah sebagai berikut : Bab 4-21

109 1. Diangkut dengan dump truk a. Volume dump truk = 6 M 3 b. Volume efektif = 10 m3 c. Jumlah dump truk = 47 unit d. Jumlah Transfer Depo = 2 unit e. Jumlah TPS = 120 unit f. Bak sampah = 626 unit g. Gerobak sampah = 158 unit h. Ritasi dump truk = 2-3 rit/hari/unit 2. Diangkut dengan Arm Roll a. Volume container = 6 M³ b. Volume efektif = 8 M3 c. Jumlah kontainer = 25 unit d. Jumlah Arm Roll = 10 unit f. Ritasi Arm Roll = 2-3 rit/hari/unit Pewadahan Rumah Tangga ; untuk pewadahan rumah tangga biasanya menggunakan bin / bak sampah, lubang di pagar, pojokan jalan atau didalam kantong kantong plastik yang diikat dan TPS. Dalam hal ini sampah pada umumnya tidak terpilah, baik antara organik dan an organik bahkan dengan sampah beracun seperti battery misalnya. Pasar; pewadahan di pasar pada umumnya tidak teratur terutama yang berada diluar lokasi. Selain itu kebanyakan kios / los di pasar menggunakan keranjang yang langsung diangkut oleh petugas menuju TPS pasar. Komersial ; sedangkan dari daerah komersial untuk pewadahan biasanya menggunakan bin / bak sampah besar atau TPS. Bab 4-22

110 Industri ; sampah industri dalam hal ini adalah sampah domestiknya yaitu sisa kegiatan karyawan. Umumnya pewadahannya menggunakan bin / bak sampah besar yang kemudian dibawa ke TPS. Sedangkan sampah sisa produksi umumnya langsung ditampung oleh pihak yang akan menggunakan, kecuali sampah B3 yang harus dibuang ke PPLI Cileungsi. Jalan, sungai dan taman; umumnya untuk sampah ini memerlukan penanganan khusus misalnya penyapuan untuk jalan dan taman serta pengerukan sungai. Dibeberapa tempat sudah disediakan bin bin yang terpisah untuk sampah organik (basah / membusuk) dan an organik (kering / tidak membusuk). Sampah sampah semacam ini sebetulnya merupakan beban tersendiri bagi pembiayaan persampahan karena tidak tercover dalam retribusi. Rumah Sakit ; sampah rumah sakit, puskesmas dan institusi kesehatan lainnya terdiri dari sampah domestik dan non domestik berupa sampah medis. Sampah medis umumnya termasuk sampah berbahaya, dapat bersifat infeksius atau benda tajam seperti jarum suntik dan pisau bedah serta racun misalnya obat obatan kadaluwarsa. Sampah domestik biasanya ditempatkan di bin yang tertutup, sedangkan sampah medis diperlakukan seperti yang ada pada peraturan Karakteristik Sampah Secara umum sampah perkotaan memiliki karakteristik sebagai berikut : Berdasarkan sifat kimiawinya Berdasarkan sifat kimia unsur pembentuknya, terdapat 2 (dua ) katagori sampah yakni : 1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mengandung senyawa organik atau tersusun atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Sampah organik memiliki sifat mudah membusuk misalnya daun-daunan, sayuran, buah-buahan serta sisa makanan. 2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang mengandung senyawa bukan organik sehingga tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Sampah anorganik sifatnya sulit membusuk dan sukar terbiodegrasi seperti plastik, kaca, besi sebagian jenis kertas dan lain-lain. Bab 4-23

111 Berdasarkan Sifat Fisiknya Berdasarkan keadaan fisiknya, sampah dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yakni : 1. Sampah Garbage, yaitu sampah yang terdiri atas bahan organik dan mempunyai sifat mudah membusuk dan terbiodegradasi. Sifat utamanya banyak mengandung air dan cepat terurai dan menimbulkan bau akibat proses fermentasi. Umumnya terdiri atas sisa makanan, buah-buahan, dan sayuran serta ikan. 2. Sampah Kering, yaitu sampah yang tersusun dari bahan organik dan anorganik yang memiliki sifat lambat atau tidak membusuk. Biasanya selain sampah makanan. Limbah jenis ini ada yang mudah terbakar misalnya kertas, karton, plastik, kain/tektil, kayu dan lain-lain. Ada yang sulit terbakar misalnya gelas /kaca, kaleng dan logam lainnya. Seperti kota-kota lain di Indonesia dan daerah tropis lainnya, sampah di Kota Depok akibat aktifitas penduduk termasuk dalam katagori sampah organik yang cenderung mudah membusuk. Komponen organik yang ada adalah 72,97 % di dalam sampah yang di bawa ke TPA Kota Depok. Sedangkan 26,03 % lainnya adalah anorganik yang karakteristiknya berupa bahan bahan sebagai berikut pada Tabel 4.4. Tabel 4.4: Karakteristik komposisi jenis sampah TPA Cipayung Depok No. Komposisi Jenis Sampah Prosentase (%) Periode Penguraian (Pelapukan) *) 1 Bahan organik 72, minggu 2 Kertas 7, bulan 3 Kaca/Beling/Gelas 1,25 1 juta tahun 4 Plastik 3,57 > 100 tahun 5 Logam 1,37 > 100 tahun 6 Kayu 3, tahun 7 Kain 2,40 6 bulan 1 tahun Bab 4-24

112 No. Komposisi Jenis Sampah Prosentase (%) Periode Penguraian (Pelapukan) *) 8 Karet 1,24-9 Lain-Lain 6,38 - Jumlah 100,00 Sumber : Studi ANDAL TPA Cipayung, 2002 & *) : West Java ASER, 2001 Meskipun kandungan organik dari sampah tinggi, keadaannya / bentuknya tidak cukup ekonomis untuk dipisahkan guna pengomposan. Kebanyakan sisa plastik yang ada di aliran sampah tidak dalam bentuk yang normal untuk di daur ulang di Indonesia Pengelolaan Akhir Sampah Pengelolaan akhir sampah Kota Depok terletak pada Kelurahan Cipayung Kecamatan Pancoran Mas. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kota Depok sudah dioperasionalkan sejak tahun 1992 dengan system Controlled Landfill pada areal 10,1 ha termasuk sarana dan prasarananya. Batasan TPA Cipayung sebagai berikut : 1. Sebelah Utara dan Timur ; berbatasan dengan Kampung Bulak Kelurahan Cipayung. 2. Sebelah Selatan dan Barat ; berbatasan dengan sungai pesanggrahan. Pada awal dioperasikannya TPA tahun 1992 volume sampah sebanyak 69,6 m3/hari. Hingga tahun 2007 TPA ini diperluas hingga 10,6 ha seiring dengan bertambahnya volume sampah Kota Depok sebesar m3/hari. Spesifikasi TPA sampah saat ini : 1. Letak lokasi = Kel. Cipayung Kecamatan Pancoran Mas 2. Luas areal = 10,6 ha 3. Jarak terhadap pemukiman = 0.5 km 4. Jarak terhadap sungai Pesangrahan = 0,2 km Bab 4-25

113 5. Jarak terhadap pusat kota = 10 km Masyarakat Kota Depok yang belum mendapatkan pelayanan persampahan, hingga saat ini masih membuang sampah dengan cara : 1. Ke sungai 2. Ke jalan dan tanah kosong 3. Ditimbun dalam tanah 4. Dibakar dan lain-lain Bab 4-26

114 4.5. Sistem Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Terpadu / Unit Pengelolaan Sampah (UPS) Sistem Pengolahan dan Pengelolaan Sampah Terpadu merupakan Program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Depok sejak tahun Hingga saat ini pelaksanaan UPS yang menjadi pilot project berlokasi di desa Sukatani Kecamatan Cimanggis. Program pengolahan dan pengelolaan sampah yang terpadu merupakan implementasi dari masalah yang timbul akibat sampah. Dengan adanya teknologi, SDM, system, hukum, sosial dan dana didalam Sistem pengolahan sampah terpadu diharapkan sampah tidak lagi menjadi sumber masalah masyarakat Kota Depok melainkan menjadi sumber daya yang dapat dikelola untuk mendapatkan manfaat yang besar bagi masyarakat dan terciptanya lapangan pekerjaan baru. Program pengolahan dan pengelolaan sampah ini menggunakan prinsip 4 R-P yaitu : 1. Reduce (mengurangi) 2. Reuse (menggunakan kembali) 3. Recycle (mendaur ulang) 4. Replace (mengganti) 5. Participation (pelibatan masyarakat) Pemerintah Kota Depok telah menetapkan pengelolaan persampahan menjadi salah satu program utama sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Implementasi pengelolaan dan pengolahan sampah kota Depok dilakukan dengan 3 (tiga) pendekatan yang akan dilakukan secara bersamaan. Lokasi Unit Pengolahan Sampah yang sudah berjalan di Kota Depok sebagai berikut : 1. Di TPA Cipayung 2. Di Perumahan Griya Tugu Asri, Cimanggis 3. Di Jalan Mawar Depok Jaya, Pancoran Mas 4. Di Kelurahan Banjar Sari, Cilangkap, Cimanggis Bab 4-27

115 5. Di Komplek Kopassus, Sukatani, Cimanggis 6. Di Perumahan Nuansa Permai, Tugu, Cimanggis 7. Di Stasiun Depok Baru, Depok Jaya, Pancoranmas 8. Di Perumahan Mahogani Residence, Cibubur, Cimanggis 9. Di Pasar Kemiri, Beji 10. Di Pasar Cisalak, Cimanggis 11. Di Perumahan Telaga Golf, Sawangan 12. Di Perumahan Rafflesia, Harjamukti Cimanggis 13. Di Jl. Akses UI, Tugu, Cimanggis Bab 4-28

116 Tabel 4.5: Volume Sampah Yang Masuk Kedalam UPS No Nama UPS Kecamatan Volume/Hr Jumlah Gerobak Jumlah RT Jumlah Pekerja/org Ukuran UPS Sumber Data Pick up dalam 1 RW 1 Kampung Lio Pancoran Mas 5 m3/hr 4 Gerobak 12 RT 8 org 4 x 6 m Pak Acep (Supir KLH) 2 Stasiun Depok Baru Pancoran Mas 4 m3/hr 6 Gerobak 8 RT - 10 x 30 m Adi Wijaya (Petugas UPS) 3 Perumahan Residence Cimanggis 7-8 m3/hr 2 Pick up 150 KK 4 org - Pak Rudi (Staff Pengelola) 4 Sukatani Cimanggis 7 m3/hr 14 Gerobak 10 RT 11 org 18 x 30 m Pak Beni (Teknisi UPS) 5 Griya Tugu Asri Cimanggis 8 m3/hr 8 Gerobak, 3 RT 11 org 8 x 12 m Pak Rokip (Petugas UPS) 1 Pick up 6 Nuansa Permai Cimanggis 8 m3/hr 7 Gerobak 8 RT 14 org 6 x 12 m Mbak Kiki (Petugas UPS) 7 Pasar Cisalak Cimanggis 40 m3/hr 15 Gerobak - 12 org 8 x 12 m Pak Rahmad (Petugas UPS) Sumber : Hasil Survey Lapangan Bab 4-29

117 4.5.1 Pendekatan skala TPA Peranan TPA Cipayung sebagai tempat pembuangan akhir kota Depok masih tetap diperlukan. Tetapi beban sampah yang dibuang ke TPA makin terus direduksi sampai akhirnya fungsi TPA sebagai tempat pembuangan akhir berubah menjadi tempat komposting terintegrasi atau fungsi-fungsi lain yang lebih ramah lingkungan. Selama masa transisi fungsi tersebut, maka perlu dilakukan langkah-langkah untuk mengoptimalisasi peranan sebelumnya. Beberapa hal dapat dilakukan antara lain, melakukan pembenahan sistem pengangkutan menuju TPA yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Depok dan melakukan penyempurnaan pengolahan dan pengelolaan di TPA Pendekatan skala rumah tangga Program yang sangat penting dalam pengelolaan persampahan adalah menyadarkan dan melibatkan masyarakat terutama pada tingkat rumah tangga untuk melakukan pemilahan sampah. Walaupun upaya-upaya penyadaran masyarakat tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah, karena berkaitan dengan perubahan kultur dan cara pandang. Tetapi, dengan melibatkan segenap potensi yang ada di masyarakat seperti kader Dasawisma, PKK, Karang Taruna, Lembaga Swadaya Masyarakat, Universitas, kelompok pengajian, ulama dan tokoh-tokoh masyarakat, yang bekerja secara terkoordinasi, terencana, dan berkesinambungan maka diharapkan perubahan kultur dan cara pandang tersebut dapat terwujud. Salah satu program yang tidak kalah pentingnya terkait dengan penyadaran masyarakat adalah memasukkan materi-materi mengenai pengolahan sampah pada setiap jenjang pendidikan di Kota Depok. Diharapkan anakanak bangsa tersebut dapat memiliki cara pandang dan budaya yang lebih ramah lingkungan Pendekatan skala kawasan Program yang dilakukan dengan pendekatan skala kawasan ini merupakan upaya untuk merubah paradigma pengelolaan sampah yang lama yaitu kumpul-angkut-buang menjadi kumpul-olah-manfaat. Program-program yang dilakukan adalah membangun unit pengolahan sampah (UPS) dalam skala kawasan. Lahan yang dibutuhkan untuk 1 unit UPS adalah sekitar 500 m 2. Dalam jangka waktu empat tahun, diharap unit-unit Bab 4-30

118 pengolahan sampah tersebut akan mendominasi pengolahan sampah di kota Depok yang mengambil alih peranan TPA. Dengan indikator kinerja pencapaian seperti pengelolaan sampah secara terpadu adalah penanganan sampah di Unit Pengolahan Sampah (UPS) sebelum diangkut ke TPA, 1 (satu) unit UPS dapat menangani sampah sebanyak 30 m³ / hari akan menghasilkan 2,4 m³ bahan daur ulang seperti metal, kertas dan plastik yang merupakan bahan yang masih bernilai ekonomis dan kompos setara 1 ton kompos per hari dan menyerap sebanyak 14 orang tenaga kerja. Pengelolaan UPS harus dimulai dari pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga untuk memisahkan sampah organik dan non organik. Pengelolaannya melibatkan seluruh komponen masyarakat seperti Ibu rumah tangga, RT, RW, LPM Kelurahan, para pencari kerja, dll. Setelah kompos dihasilkan selanjutnya dipasarkan dan digunakan oleh para petani yang ada di wilayah Kota Depok, khususnya pada pertanian belimbing, jambu biji merah, sayuran dan tanaman hias yang diperkirakan mencapai kebutuhan kompos per tahun sebanyak ton. Teknis Operasional Seluruh sampah yang terkumpul dipilah menjadi organik dan anorganik, tetapi jika tidak sempat untuk memilah, maka mesin pencacah yang tersedia mampu memilah sampah tersebut. Mesin pencacah yang tersedia mampu mereduksi sampah sebesar 75% - 80% dari volume sebelumnya. Organik tercacah tersebut tidak menghasilkan bau yang menyengat. Kemudian organik tercacah tersebut memasuki proses komposting. Setelah melalui proses pencacahan kedua, screening dan pematangan maka organik tersebut telah menjadi kompos yang dapat dipakai di lahan-lahan pertanian. Dari seluruh sampah yang diolah, ada sekitar 3% yang harus dibakar menggunakan tungku bakar atau secara manual dibakar dan dapat diolah lebih lanjut. Plastik yang telah dipilah secara manual atau oleh mesin pencacah dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk dijadikan bahan daur ulang. Dengan adanya kegiatan UPS maka diperlukan pemantauan terhadap dampak lingkungan dengan menganalisa beberapa sample seperti air tanah, udara yang Bab 4-31

119 menunjukkan bahwa keberadaan UPS tidak mencemari lingkungan dan dapat diterima oleh masyarakat sekitar. Peran Serta Masyarakat dan Kelembagaan Pelaksanaan program pengolahan dan pengelolaan sampah di Kecamatan Cimanggis yang dijadikan pilot project. Pengelolaannya kepada pihak ketiga yang berkoordinasi dengan LPM Kelurahan Tugu. Pelaksanaan operasionalnya terdiri dari 14 orang pekerja per UPS yang terdiri dari : 1) Koordinator/Operator mesin : 1 orang 2) Operator mesin : 1 orang 3) Tenaga Pemilah : 4 orang 4) Tenaga Pengangkut Organik : 2 orang 5) Tenaga Pemilah : 2 orang 6) Tenaga Pembalikan dan Pengangkutan : 2 orang 7) Staf Administrasi : 1 orang 8) Petugas Keamanan : 1 orang Untuk tahun 2008, Pemerintah Kota Depok telah merencanakan pembangnan UPS di 20 kelurahan. Rencana ini cukup mendapat dukungan dari masyarakat di tingkat kelurahan. Berdasarkan hasil survey rumah tangga yang dilaksanakan pada bulan November 2007, terlihat bahwa hampir seluruh rumah tangga sampel (96%) menyetujui dibangunnya UPS di kelurahan masing-masing. Pendapat masyarakat beragam seperti pada tabel 3.7. Tabel 4.6: PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG PEMBANGUNAN UPS Kelurahan Kecamatan Setuju Pembangunan UPS Ya Tidak Total Jml % Jml % Jml % Beji Beji 4 80% 1 20% 5 100% Beji Timur 5 100% 5 100% Kemiri Muka 1 20% 4 80% 5 100% Bab 4-32

120 Kelurahan Kecamatan Setuju Pembangunan UPS Ya Tidak Total Jml % Jml % Jml % Kukusan 5 100% 0% 5 100% Pondok Cina 5 100% 0% 5 100% Tanah Baru 4 80% 1 20% 5 100% TOTAL 24 80% 6 20% % Cimanggis Cilangkap 5 100% 0% 5 100% Cimpaeun 5 100% 0% 5 100% Cisalak Pasar 5 100% 0% 5 100% Curug 5 100% 0% 5 100% Harjamukti 5 100% 0% 5 100% Jatijajar 5 100% 0% 5 100% Leuwinanggung 5 100% 0% 5 100% Mekar Jaya 5 100% 0% 5 100% Pasir Gunung Selatan 5 100% 0% 5 100% Suka Maju Baru 5 100% 0% 5 100% Sukatani 5 100% 0% 5 100% Tapos 5 100% 0% 5 100% Tugu 5 100% 0% 5 100% TOTAL % 0% % Limo Cinere 5 100% 0% 5 100% Gandul 5 100% 0% 5 100% Grogol 5 100% 0% 5 100% Krukut 5 100% 0% 5 100% Limo 5 100% 0% 5 100% Meruyung 5 100% 0% 5 100% Pangkalan Jati Baru 5 100% 0% 5 100% Pangkalan Jati Lama 5 100% 0% 5 100% TOTAL % 0% % Bab 4-33

121 4.6. Pembiayaan Sumber utama pembiayaan pengelolaan kebersihan/persampahan kota Depok adalah APBD kota Depok. Anggaran pengelolaan kebersihan kota Depok dua tahun berturutturut adalah sebagai berikut : Anggaran pengelolaan kebersihan kota Depok tahun 2006 sebesar Rp dengan rincian terdiri dari : 1. Biaya Operasional pengangkutan : Rp ,- 2. Biaya Operasional di TPA : Rp ,- Anggaran pengelolaan kebersihan kota Depok tahun 2007 sebesar Rp dengan rincian terdiri dari : 1. Biaya Operasional Pengangkutan : Rp ,- 2. Biaya Operasional di TPA : Rp ,- Anggaran pengelolaan kebersihan kota Depok tahun 2008 sebesar Rp dengan rincian terdiri dari : 1. Biaya Operasional Pengangkutan : Rp ,- 2. Biaya Operasional di TPA : Rp ,- Selain dari APBD Kota Depok pengelolaan persampahan dan kebersihan di Kota Depok telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Depok nomor 22 tahun 2004 tentang Retribusi pelayanan persampahan. Besarnya Tarif Retribusi Sampah Kota Depok berdasarkan Peraturan Daerah sebagai berikut : 1. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah Rumah Non Real Estate berdasarkan luas bangunan : 1. 0 M 2 21 M 2 Rp ,- / Bln M 2 70 M 2 Rp ,- / Bln M M 2 Rp ,- / Bln M M 2 Rp ,- / Bln 5. > 300 M 2 Rp ,- / Bln Bab 4-34

122 2. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah Rumah Real Estate ditetapkan berdasarkan luas bangunan : M 2 36 M 2 Rp ,- / Bln M 2 54 M 2 Rp ,- / Bln M 2 70 M 2 Rp ,- / Bln M M 2 Rp ,- / Bln 5. > 120 M 2 Rp ,- / Bln 3. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah, dari kategori Perkantoran, Pasar, Pertokoan, Mal, Gedung Pertunjukan, Apotik, Klinik, Usaha Pertukangan/Pengolahan Bahan berdasarkan volume sampah yang dihasilkan : 1. 0 M 3 0,50 M 3 Rp ,- / Bln 2. 0,51 M 3 0,75 M 3 Rp ,- / Bln 3. > 0,76 M 3 Rp ,- / Bln 4. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah, dari sumber sampah, Lembaga Pendidikan/Kursus, Rumah Sewaan (Tempat Kost), Rumah Makan/Restoran, Hotel/Apartemen, Pabrik/Industri, Rumah Sakit/Rumah Bersalin, ditetapkan berdasarkan kubikasi : 1. Lembaga Pendidikan / Kursus Rp ,- / M 3 2. Rumah Sewaan / Tempat Kost Rp ,- / M 3 3. Rumah Makan Rp ,- / M 3 4. Restoran Rp ,- / M 3 5. Hotel / Apartemen Rp ,- / M 3 6. Pabrik / Industri Rp ,- / M 3 7. Rumah Sakit / Rumah Bersalin Rp ,- / M 3 8. Bioskop Rp ,- / M 3 5. Pengambilan, pengangkutan, pengelolaan dan pemusnahan sampah di Pasar, berdasarkan kegiatan usaha pedagang, ditetapkan dengan system pengambilan harian : 1. Kios Rp ,- / M 3 2. Los Rp ,- / M 3 3. Awning Rp ,- / M 3 Bab 4-35

123 4. Kaki Lima / Pedagang MakananTdk Tetap Rp ,- / M 3 5. Ruko Rp ,- / M 3 6. Toko Rp ,- / M 3 6. Bilamana pengambilan, pengangkutan tidak dapat memberlakukan tarif seperti pada point-point tersebut diatas, maka untuk menentukan Retribusi pelayanan dimaksud dapat ditaksir dengan perhitungan rit, yang ditetapkan sebesar Rp ,-/rit. 7. Penggunaan tempat pembuangan akhir sampah milik Pemerintah Kota oleh swasta baik pribadi maupun Badan yang berasal dari wilayah Depok dikenakan Retribusi pembuangan sebesar Rp ,-/M3. Hasil retribusi/iuran pelayanan kebersihan/persampahan kota Depok yang dapat ditagih pada tahun 2006 sebesar Rp ,- atau sebesar 23,18% dari anggaran rutin persampahan/biaya operasional sebesar Rp ,- Bab 4-36

124 5. KRITERIA PERENCANAAN DAN Evaluasi Dampak TPA 5.1. Pengertian TPA Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaan sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik. Selama ini masih banyak persepsi keliru tentang TPA yang sering dianggap hanya sebagai tempat pembuangan sampah. Hal ini menyebabkan banyak pemerintah daerah merasa sayang untuk mengalokasikan pendanaan bagi penyediaan fasilitas di TPA yang dirasakan kurang prioritas dibandingkan dengan penggunaan sektor lainnya. Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sedang yang lainnya lebih lambat; bahkan beberapa jenis sampah tidak berubah sampai puluhan tahun; misalnya pastik. Hal ini memberikan gambaran bahwa setelah TPA selesai digunakanpun masih ada proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan. Karenanya masih diperlukan pengawasan terhadap TPA yang telah ditutup Metode Pembuangan Sampah Pembuangan sampah mengenal beberpa metode dalam pelaksanaannya yaitu : Bab 5-1

125 5.2.1 Open Dumping Open Dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan terbuka tanpa pengaman dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Masih ada Pemda yang menerapkan sistem seperti ini karena alasan keterbatasan sumber daya (manusia, dana, dll) Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran ligkungan yang ditimbulkannya seperti : 1. Perkembangan vektr penyakit seperti lalat, tikus, dll 2. Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan. 3. Polusi air akibat lindi (cairan sampah) yang timbul. 4. Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor Controll landfill Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA. Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk ditetapkan di kota sedang dan kota kecil. Untuk dapat melaksanakan metode ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya : 1. Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan 2. Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan 3. Pos pengendalian operasional 4. Fasilitas pengendalian gas metan 5. Alat berat Bab 5-2

126 5.2.3 Sanitary landfill Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internasional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru dianjurkan untuk kota kota besar dan metropolitan Persyaratan Lokasi TPA Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini dapat ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam SNI dan UU RI No.18 Tahun 2008, tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah da; yang diantaranya dalam kriteria regional dicantumakan: 1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan gempa, dll) 2. Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kedalaman air tanah kurang 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukkan teknologi) 3. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20 %) 4. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di bandara (jarak minimal 1,5 3 meter) 5. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi Jenis dan Fungsi Fasilitas TPA Untuk dapat dioperasikan dengan baik maka TPA perlu dilengkapi dengan rasarana dan sarana yang meliputi: Bab 5-3

127 5.4.1 Prasarana Jalan A. Jalan Masuk/Jalan Penghubung Jalan masuk atau jalan penghubung adalah jalan yang menghubungkan lokasi TPA dengan jaringan jalan kota (jalan utama). Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi. Konstruksi jalan TPA cukup beragam disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenel jalan TPA dengan konstruksi : Hotmix Beton Aspal Perkerasan sirtu Kayu Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan : Jalan masuk/akses ; yang menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah tersedia. Jalan penghubung; yang menghubungkan antara satu bagian dengan bagian lain dalam wilayah TPA. Jalan oprasi/kerja; yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut menuju titik pembongkaran sampah. Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan yang terbatas biasanya jalan penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai jalan kerja ( operasi ). Adapun kriteria jalan masuk ke lokasi TPA adalah sebagai berikut : Merupakan jalan 2 arah Kecepatan rencana kendaraan yang melintasi maksimum 30 km/jam. Bab 5-4

128 Lebar perkerasan jalan minimum 8 m dan bahu jalan minimum 2 m (minimum ROW 12 m) Kemiringan melintang 2% Kemiringan memanjang + 1 o/oo (datar) dan elevasi jalan diatas HHWL. Konstruksi tidak permanent dengan tekanan gendar rencana maksimum 8 ton. Mengingat kondisi pondasi dasar jalan masih mengalami penurunan (settlement), disarankan memakai konstruksi paving sehingga memudahkan dalam perbaikan badan jalan. Jalan dapat dirubah menjadi permanent apabila daya dukung tanah sudah stabil. B. Jalan Kerja Jalan kerja merupakan jalan operasioanal yang berfungsi sebagai lintasan kendaraan angkutan truk sampah untuk dapat sedekat mungkin dengan lokasi penimbunan sampah. Kriteria jalan kerja untuk lokasi TPA adalah sebagai berikut : Merupakan jalan 2 arah dengan sistem cul de sac. Lebar badan jalan 4 m dan lebar bahu jalan minimum 1 m. Pada tempat-tempat tertentu bahu jalan diperlebar untuk dimanfaatkan sebagai lokasi penurunan sampah (tipping area). Kemiringan melintang 2% Kemiringan memanjang / 00 (datar) dan elevansi jalan diatas HHWL. Kecepatan truk rencana 20 km/jam. Konstruksi tidak permanent dengan tekanan gandar rencana maksimum 8 ton. Mengingat kondisi pondasi dasar jalan yang masih mengalami penurunan (settlement), disarankan memakai konstruksi paving sehingga memudahkan dalam perbaikan badan jalan. Jalan dapat dirubah menjadi permanent apabila daya dukung tanah sudah stabil. Bab 5-5

129 5.4.2 Prasarana Drainase Drainase di TPA berfungsi untuk Mengendalikan limpasan air hujan dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah.seperti diketahui,air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah aakn semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada gilirannya akan memperkecil kebutuhan unit pengolahannya. Secara teknik drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan aliran air hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase penahan ini umumnya dibangun disekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase TPA juga dapat berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh diatas timbunan sampah tarsebut. Untuk itu permukan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran drainase. Kriteria sistem drainase adalah sebagai berikut : A. Drainase Jalan Berada di sisi jalan sepanjang jalan penghubung yang berfungsi untuk mengalirkan limpasan air dari badan jalan dengan kriteria sebagai berikut : Merupakan saluran semi permanent atau permanent. Diberikan konstruksi penahan lonsor. Kemiringan saluran + 0,5% B. Drainase Lahan TPA Saluran drainase ini berfungsi agar limpasan air permukaan, air tanah dan aliran air tanah mengalir kedalam bangunan pengolahan leachate untuk dioalah terlebih dahulu sebelum mengalir ke badan air penerima. Adapun kriteria drainase lahan adalah sebagai berikut : Merupakan saluran semi permanent atau permanent. Diberi konstruksi penahan longsor. Dinding saluran bersifat kedap air sehingga tidak terjadi infiltrasi ke arah samping. Bab 5-6

130 Periode ulang hujan didesain untuk 5 tahun Fasilitas Penerimaan Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat penerimaan sampah yang datang, pencatatan data dan pengaturan kedatangan truk sampah. Pada umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA. Pada TPA besar dimana kasitas pembuangan telah melampaui 50 ton / hari maka dianjurkan pengunana jembatan timbangan.untuk efisiensi dan ketepatan pendapatan. Sementara TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos fasilitas tersebut sekaligus sebagai kantor TPA sederhana dimana kegiatan administrasi ringan dapat dijalankan Lapisan Kedap Air Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah dibawahnya. Untuk lapisan ini harus dibentuk diseluruh permukaan dalam TPA baik dasr masupun dinding. Bila tersedia ditempat, tanah lempung setebal ± 50 cm merupakan alternatif yang baik sebagai lapisan kedap air. Namun bila tidak dimungkinkan, dapat diganti dengan lapisan sintetis lainnya dengan konsekwensi biaya yang relatif tinggi Lapisan Tanah Penutup Idealnya tanah untuk penutup timbunan sampah harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Tanah penutup harian tebal = 15 cm padat dengan exposure time antara 0 7 hari. 2. Tanah penutup antara tebal = 30 cm padat dengan exposure time antara hari. 3, Tanah penutup akhir tebal = 50 cm dengan exposure time lebih dari 365 hari Fasilitas Penanganan Gas Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbon dioksida dan metan dngan komposisi hampir sama; disamping gas-gas lain yang sangat sedikit jumlahnya. Kedua gas teresbut memiliki potensi besar dalam proses pemanasan global terutama gas Bab 5-7

131 metan; karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas tersebut tidak dibiarkan lepas bebas ke tamosfer. Untuk itu perlu dipasang pipa ventilasi agar gas dapat keluar dari timbunan sampah pada titik-titik tertentu. Untuk ini perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah penutup yang porous atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensi dalam pemanasan global. Untuk pengamanan lingkungan diperlukan usaha pengendalian gas, berupa : Pengamanan selama pengoperasian berupa saluran ventilasi. Saluran ventilasi berupa pipa PVC diameter 10 cm yang dilubang-lubangi pada dinding-dinding bukit lapisan tanah penutup. Pengamanan pasca pengoperasian (setelah mencapai bukit akhir) merupakan : 1. Lanjutan saluran ventilasi selama pengoperasian 2. Panjang pipa tegak 2 m di atas bukit akhir. 3. Setiap pembukaan lahan dipasang 2 buah ventilasi yang dipasang di tengah-tengah. 4. Antar pipa ventilasi dipasang berjarak 20 meter diatas tanah penutup atara Fasilitas Penanganan Lindi Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan banyak sekali senyawa yang memiliki kandungan pencemar khususnya zat organik sangat tinggi. Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik. Tahap pertama pengamanan adalah dengan membuat fasilitas pengumpul lindi yang dapat terbuat dari: perpipaan berlubang-lubang, saluran pengumpul maupun pengaturan kemiringan dasar TPA; sehingga lindi secara otomatis begitu mencapai dasar TPA akan bergerak sesuai kemiringan yang ada mengarah pada titik pengumpulan yang disediakan. Tempat pengumpulan lindi umumnya berupa kolam penampung yang ukurannya dihitung berdasarkan debit lindi dan kemampuan unit pengolahannya. Aliran lindi ke dan dari kolam pengumpul secara gravitasi sangat menguntungkan; namun bila topografi TPA tidak memungkinkan, dapat dilakukan dengan cara pemompaan. Bab 5-8

132 Pengolahan lindi dapat menerapkan beberapa metode diantaranya: penguapan/evaporasi terutama untuk daerah dengan kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke dalam timbunan TPA untuk menurunkan baik kuantitas maupun kualitas pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya pengolahan air limbah. Dasar perencanaan bangunan pengolahan leachate ini, seperti dikemukakan di atas adalah pertimbangan aspek ekonomi terhadap biaya investasi, operasi serta pemeliharaan selain pertimbangan terhadap ketersediaan lahan untuk pembangunan bangunan pengolahan leachate (BPL). A. Unit Proses Anaerobik Unit proses anaerobik berfungsi untuk menguraikan kandungan bahan pencemar organik yang masih mengandung senyawa organik karbon (BOD dan COD) yang relatif tinggi yaitu diatas 1500 mg/liter, sehingga akan mengurangi kebutuhan oksigen (O2) yang tinggi pada proses pengolahan selanjutnya, yaitu pada unit proses fakultatif. Disain teknis proses anaerobik ini umumnya berbentuk bak atau kolam penampung yang menerima influent leachate dari lahan pembuangan. Disain kolam ini berbentuk persegi panjang /kolam dengan kedalaman 3 4 meter. Dari unit ini selanjutnya leachate dialirkan ke unit pengolahan fakultatif dengan sistem pengaliran gravitasi. Kinetika pemisahan BOD dalam anaerobik pada prinsipnya sama dengan konvesional anaerobik digester. Apabila terdapat kekurangan data maka dapat digunakan metoda empiris berdasarkan pada kualitas BOD per-hari, per-unit volume : V = Li Q / v dimana : V = Pembebanan volumetrik BOD, gr/m3/hari Li = Konsentrasi BOD influent, mg/liter Q = Aliran rata-rata influent, m3/hari V = Volume kolam, m3 Bab 5-9

133 B. Unit Fakultatif Unit proses fakultatif berfungsi untuk menguraikan kandungan bahan pencemar organik yang masih mengandung senyawa organik karbon (BOD dan COD) yang cukup tinggi yaitu mg/liter sehingga memenuhi persyaratan influent untuk diolah pada unit proses maturasi. Disain teknis unit proses fakultatif ini umumnya berbentuk kolam penampungan yang menerima influent leachate dari unit proses anaerobik. Disain untuk bak ini berupa kolam penampungan yang berbentuk empat persegi panjang dengan kedalaman 1 2 meter. Dari unit ini selanjutnya leachater dialirkan ke unit proses pengolahan maturasi dengan sistem pengaliran secara gravitasi. Metoda yang akan dipakai berdasarkan pada pembebanan areal BOD (S), yaitu kunatitas BOD per-hari di dalam kolam per-unit luas permukaan. S = 10 Li Q / A Dimana : S = Areal pembebanan BOD, kg/ha/hari A = Luas kolam, m2 Li = Konsentrasi BOD influent, mg/liter Q = Aliran rata-rata influent, m3/hari Nilai maksimum S yang dapat dipakai untuk disain, merupakan fungsi dari temperatur yang didapat dari data hasil analisa performasi kolam fakultatif yang ada di semua tempat. Disarankan disain berdasarkan pada hubungan antara : A = Li Q / 2 (T 6) Persentase pemisahan BOD pada unit fakultatif pada umumnya antara (70 80%). Efluent BOD diatas 100 meter mg/liter menunjukan kondisi koalam bersifat aerobik. Pemisahan dan penguraian ( pematamgan)senyawa organik dan kandungan mikroorganisme pathogen lebih lanjut terjadi dalam unit proses maturasi. Bab 5-10

134 Dalam kolam fakultatif yang mengolah leachate baru, lapisan lumpur terbentuk pada dasar kolam. Kurang lebih 30% dari influent BOD dipisahkan sebagai methan dari cairan lumpur tersebut. Kolam fakultatif harus sudah di kuras apabila lumpur sudah mencapai ¼ nya, yang juga sama seperti kolam anaerobik, kecepatan akumulasi lumpur adalah 0,004 m3 dari debit yang masuk per-tahun. kolam fakultatif yang menerima effluent dari kolam anaerobik umumnya tidak membutuhkan pengurasan. C. Unit Maturasi Unit proses maturasi berfungsi untuk menguraikan lebih sempurna (pematangan) sisa kandungan bahan pencemar organik yang mengandung senyawa organik karbon (BOD dan COD) dari effluent unit proses fakultatif, sehingga memenuhi persyaratan effluent untuk dapat di buang ke badan air penerima (BAP) yang ada sekitar lokasi TPA. Disain teknis unit proses masturasi ini umumnya berbentuk kolam penampungan yang menerima inffluent leachate dari proses fakultatif. Disain untuk unit ini berupa kolam penampungan berbentuk empat persegi panjang dengan kedalaman 1-2 meter,dimana panjang (p), berbanding lebar (l) adalah (2/3 : 1), dengan kemiringan tanggul pinggiran sebesar (1 : 3). Tanggul dilindungi dari bahaya erosi dengan menempatkan beton precast pada level permukaan air. Beberapa prosedur disain untuk kolam masturasi, umumnya mempunyai kedalaman antara 1-2 meter. Waktu detensi dalam kolam masturasi umumnya dalam rentang 10 hari. Pada dasarnya dengan waktu detensi 5-10 hari, secara normal akan dapat memisahkan BOD dari effluent kolam fakultatif antara mg/liter menjadi dibawah 30 mg/liter. Dalam perencanaan unit proses ini, dasar kolam harus bersifat tidak meresapkan (impermeable). Pembangunan kolam di daerah yang mempunyai tanah bersifat mudah menyerap air, dasar kolam harus dilapisi dengan lapisan kedap sebagai bahan pelapis (lining system). Bab 5-11

135 5.4.8 Umur TPA/Kebutuhan Lahan Sesuai dengan kriteria desain, umur lahan TPA minimal 5 tahun. Adapun ketinggian timbunan sampah direncanakan 5 meter dari permukaan badan jalan. Luas lahan yang diperlukan dapat ditentukan dengan rumus-rumus berikut : 1. Volume sampah yang akan ditimbun A = B x C Dimana : A = Jumlah sampah yang akan dibuang (kg/hari) B = Jumlah penduduk (orang) C = Timbunan sampah (kg/orang/hari) 2. Volume sampah yang telah dipadatkan D = E x A Dimana : D = volume sampah yang telah dipadatkan (m3/hari) E = Volume sampah yang akan dibuang (m3/hari) A = Faktor pemadatan (kg/m3) 3. Luas lahan yang diperlukan per-tahun Berdasarkan asumsi rata-rata ketinggian sampah yang telah dipadatkan F dan perbandingan tebal lapisan tanah penurup dan tebal sampah 1 : 4, maka luas lahan yang diperlukan setiap tahun G = D x 365 x 1,25 F Dimana : G = luas lahan TPA yang diperlukan per-tahun (m2) D = Volume sampah padat (m3/hari) 4. Kebutuhan lahan total F = Ketinggian lapisan sampah (m). H = G x I x J Dimana : H = Luas total lahan (m2) I = Umur lahan (tahun) Bab 5-12

136 J = Ratio luas lahan total dengan luas lahan efektif (minimum 1,2) Rencana Timbunan Bukit Akhir Sesuai dengan daya dukung tanah yang ada, tinggi timbunan sampah untuk bukit akhir maksimum 5 meter dari elevasi rencana jalan. Ketentuan-ketentuan lain untuk bukit akhir adalah sebagai berikut : 1. Kemiringan lereng timbunan adalah 1 : 3 atau 33% atau 18,5%. 2. Kemiringan pada bidang timbunan dibuat maksimum 1%. Di atas timbunan akhir setelah diberi lapisan penutup akhir ditanami vegetasi agar timbunan menjadi lebih stabil serta menahan erosi Alat Berat Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer, excavator dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam operasionalnya. Bulldozer sangat efisien dalam operasi peratan dan pemadatan tetapi kurang dalam kemampuan penggalian. Excavator sangat efisien dalam operasi penggalian tetapi kurang dalam perataan sampah. Sementara loader sangat efisien dalam pemindahan baik tanah maupun sampah tetapi kurang dalam kemampuan pemadatan. Untuk TPA kecil disarankan dapat memiliki bulldozer atau excavator; sementara TPA yang besar umumnya memiliki ketiga jenis alat berat tersebut Penghijauan Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud diantaranya peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone untuk pencegahan bau dan lalat yang berlebihan. Untuk itu perencanaan daerah penghijauan ini perlu pertimbangan letak dan jarak kegiatan masyarakat di sekitarnya (pemukiman, jalan raya, dll) Bab 5-13

137 Pagar Keliling dan Green Belt pagar keliling dapat berupa pagar duri atau pagar hidup. Pagar keliling direncanakan dipasang pada batas lahan TPA. Untuk daerah green belt, jenis tanaman harus dipilih berupa tanaman keras yang sesuai dan dapt tumbuh di daerah gambut. Tanaman ini sudah harus ditanam dan tumbuh dengan baik sebelum operasi TPA dilaksanakan Fasilitas Penunjang Beberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk membantu pengoperasian TPA yang baik diantaranya : pemadam kebakaran, mesin pengasap (mist blower), kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dll Teknik Operasional TPA Persiapan Lahan TPA Sebelum lahan TPA diisi dengan sampah maka perlu diadakan penyiapan lahan agar kegiatan pembuangan berikut dapat berjalan dengan lancar. Penutupan lapisan kedap air dengan lapisan tanah setempat yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kerusakan lapisan tersebut akibat operasi alat berat di atasnya. Umunya diperlukan lapisan tanah setebal 50 cm yang dipadatkan di atas lapisan kedap air tersebut. Persediaan tanah penutup perlu disiapkan di dekat lahan yang akan dioperasikan untuk membantu kelancaran penutupan sampah; terutama bila operasional dilakukan secara sanitary landfill. Peletakan tanah harus memperhatikan kemamapuan operasi alat berat yang ada. Beberapa kegiatan penyiapan lahan tersebut meliputi: A. Tahap Operasi Pembuangan Kegiatan operasi pembuangan sampah secara berurutan akan meliputi : 1) Penerimaan sampah di pos pengendalian; dimana sampah diperiksa, dicatat dan diberi informasi mengenai lokasi pembongkaran. 2) Pengengkutan sampah dari pos penerimaan ke lokasi sel yang dioperasikan; dilakukan sesuai rute yang diperintahkan. Bab 5-14

138 3) Pembongkaran sampah dilakukan dititik bongkar yang telah ditentukan dengan manuver kendaraan sesuai petunjuk pengawas. 4) Perataan sampah oleh alat berat yang dilakukan lapis demi lapis agar tercapai kepadatan optimum yang diinginkan. Dengan proses pemadatan yang baik dapat diharapkan kepadatan sampah meningkat hampir dua kali lipat. 5) Pemadatan sampah oleh alat berat untuk mendapatkan timbunan sampah yang cukup padat sehingga stabilitas permukaannya dapat diharapkan untuk menyangga lapisan berikutnya. 6) Penutupan sampah dengan tanah untuk mendapatkan kondisi operasi controll atau sanitary landfill. B. Pengaturan lahan Seringkali TPA tidak diatur dengan baik. Pembongkaran sampah di sembarang tempat dalam lahan TPA sehingga menimbulkan kesan yang tidak baik; disamping sulit dan tidak efisiennya pelaksanaan pengerjaan peralatan, pemadatan dan penutupan sampah tersebut. Agar lahan TPA dapat dimanfaatkan dengan efisien, maka perlu dilakukan pengaturan yang baik yang mencangkup : 1. Pengaturan sel Sel merupakan bagian dari TPA yang digunakan untuk menampung sampah satu periode operasi terpendek sebelum ditutup dengan tanah. Pada sistem sanitary landfill, periode operasi terpendek adalah harian; yang berarti bahwa satu sel adalah bagian dari lahan yang digunakan untuk menampung sampah selama satu hari. Semantara untuk control landfill satu sel adalah untuk menaampung sampah selama 3 hari, atau 1 minggu, atau periode operasi terpendek yang dimungkinkan. Dianjurkan periode operasi adalah 3 hari, berdasarkan pertimbangan waktu penetasan telur lalat yang rata rata mencapai 5 hari; dan asumsi bahwa sampah telur berumur 2 hari saat ada di TPS sehingga belum menetas perlu ditutup tanah agar telur/larva muda segera mati. Untuk pengaturan sel perlu diperhatikan beberapa faktor : Bab 5-15

139 Lebar sel sebaiknya berkisar antara 1,5 3 lebar blade alat berat agar manuver alat berat dapat lebih efisien. Ketebalan sel sebaiknya antara 2 3 meter. Ketebalan terlalu besar akan menurunkan stabilitas permukaan, semantara terlalu tipis menyebabkan pemborosan tanah penutup. Panjang sel dihitung berdasarkan volumesampah padat dibagi dengan lebar dan tebal sel. Dianjurkan panjang sel tidak Sebagai contah bila volume sampah padat adalah 150 m3/hari, tebal sel direncanakan 2 m, lebar direncanakan 3 m, maka panjang sel adalah 150/(3X2) = 25 m. Batas sel harus dibuat jelas dengan pemasangan patok patok dan tali agar operasi penimbunan sampah dapat berjalan dengan lancar. 2. Pengaturan Blok Blok operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk penimbunan sampah selama periode operasi menengah misalnya 1 atau 2 bulan. Karenanya luas blok akan sama dengan luas sel dikalikan perbandingan periode operasi menengah dan pendek. Sebagai contoh bila sel harian berukuran lebar 3 meter dan panjang 25 meter maka blok opersi bulanan akan mencapai 30 X 75 m2 = m2. 3. Pengaturan Zona Zona operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk jangka waktu panjang misal 1 3 tahun, sehingga luas zona operasi akan sama dengan luas blok operasi dikalikan dengan perbandingan periode operasi panjang dan menengah. Sebagi contoh bila blok operasi bulanan memiliki luas m2 maka zona operasi tahunan akan menjadi 12 X = 2,7 ha Persiapan Sel Pembuang Sel pembuangan yang telah ditentukan ukuran panjang, lebar dan tebalnya perlu dilengkapi dengan patok patok yang jelas. Hal ini dimaksudkan untuk membantu Bab 5-16

140 petugas/operator dalam melaksanakan kegiatan pembuangan sehingga sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Beberapa pengaturan perlu disusun dengan rapi diantaranya : 1. Peletakan tanah tertutup 2. Letak titik pembongkaran sampah dari truk 3. Manuver kendaraan saat pembongkaran Pembongkaran Sampah Letak titik pembongkaran harus diatur dan diinformasikan secara jelas kepada pengemudi truk agar mereka membuang sampah pada titik yang benar sehingg proses berikutnya dapat dilaksanakan dengan efisien. Titik bongkar umumnya diletakan di tepi sel yang sedang diopeasikan dan berdekatan dengan jalan kerja sehingga kendaraan truk dapat dengan mudah mencapainya. Beberapa pengalaman menunjukan bahwa titik bongkar yang sulit dicapai pada saat hari hujan akibat licinnya jalan kerja. Hal ini perlu diantisipasi oleh penanggung jawab TPA agar tidak terjadi. Jumlah titik bongkar pada setiap sel ditentukan oleh beberapa faktor : 1. Lebar sel 2. Waktu bongkar rata rata 3. Frekuensi kedatangan truk pada jam puncak Harus diupayakan agar setiap kendaraan yang atang dapat segera mencapai titik bongkar dan melakukan pembongkaran sampah agar efisien kendaraan dapat dicapai Perataan dan Pemadatan Sampah Perataan dan pemadatan sampah dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi pemanfaatan lahan yang efisien dan stabilitas permukaan TPA yang baik. Kepadatan sampah yang tinggi di TPA akan memerlukan volume lebih kecil sehingga daya tampung TPA bertambah, sementara permukaan yang stabil akan sangat mendukung penimbunan lapis berikutnya. Pekerjaan perataan dan pemadatan sampah sebaikmya dilakukan dengan memperhatikan efisiensi operasi alat berat. Bab 5-17

141 Pada TPA dengan intensitas kedatangan truk yang tinggi,perataan dan pemadatan perlu segera dilakukan setelah sampah dibongkar.penundaan pekerjaan ini akan menyebabkan sampah menggunung sehingga pekerjaan perataannya akan kurang efisien dilakukan. Pada TPA dengan frekwensi kedatangan truk yang rendah maka perataan dan pemadatan sampah dapat dilakukan secara periodik,misalnya pagi dan siang. Perataan dan pemadatan sampah perlu dilakukan dengan memperhatikan kriteria pemadatan yang baik : 1. Peratan dilakukan lapis demi lapis 2. Setiap lapis diratakan sampah setebal 20 cm 60 cm dengan cara mengatur ketinggian blade alat berat. 3. Pemadatan sampah yang telah rata dilakukan dengan menggilas sampah tersebut 3 5 kali. 4. Perataandan pemadatan dilakukan sampai ketebalan sampah mencapai ketebalan rencana Penutupan Tanah Penutupan TPA dengan tanah mempunyai fungsi/maksud : 1. Untuk memotong siklus hidup lalat, khususnya dari telur menjadi lalat 2. Mencegah perkembangan tikus 3. Mengurangi rembesan air hujan yang akan membentuk lindi 4. Mengurangi bau 5. Mengisolasi sampah dan gas yang ada 6. Menambah kestabilan permukaan 7. Meningkatkan estetika permukaan Frekuensi penutupan sampah dengan tanah disesuaikan dengan metode / teknologi yang diterapkan. Penutupan sel sampah pada sistem sanitary landfill dilakukan setiap hari, sementara pada control land fill dianjurkan 3 hari sekali. Ketebalan tanah penutup yang perlu dilakukan adalah : Bab 5-18

142 1. Untuk penutupan sel (sering disebut dengan penutupan harian) adalah dengan lapisan tanah padat setebal 20 cm 2. Untuk penutupan antara (setelah 2 3 lapis sel harian ) adalah tanah padat setebal 30 cm. 3. Untuk penutupan terakhir yang dilakukan pada saat suatu blok pembuangan telah terisi penuh, dilapisi dengan tanah padat setebal minimal 50 cm Pemeliharaan TPA Pemeliharan TPA dimaksudkan untuk menjaga agar setiap prasarana dan sarana yang ada selalu dalam kondisi siap operasi dengan unjuk kerja yang baik. Seperti halnya program pemeliharaan lazimnya maka sesuai tahapannya perlu diutamakan kegiatan pemeliharaan yang bersifat preventif untuk mencegah terjadinya kerusakan dengan melaksanakan pemeliharaan rutin. Pemeliharaan korektif dimaksudkan untuk segera melkukan perbaikan kerusakan kerusakan kecil agar tidak berkembang menjadi komplek dan besar. A. Pemeliharaan alat bermesin (alat berat, pompa, dll) Alat berat dan peralatan bermesin seperti pompa air lindi sangat vital bagi operasi TPA sehingga kehandalan dan unjuk kerjanya harus dipelihara dengan prioritas tinggi. Buku manual pengoperasian dan pemeliharaan alat berat harus selalu dijalankan dengan benar agar peralatan tersebut terhindar dari kerusakan. Kegiatan perawatan seperti penggantian minyak pelumas baik mesin maupun transmisi harus diperhatikan sesuai ketentuan pemeliharaannya. Demikian pula dengan pemeliharaan komponen seperti baterai, filter filter, dan lain lain tidak boleh dilalaikan ataupun dihemat seperti banyak diakukan. B. Pemeliharaan Jalan Kerusakan jalan TPA umumnya dijumpai pada ruas jalan masuk dimana kondisi jalan bergelombang maupun berlubang yang disebabkan oleh beratnya beban truk sampah yang melintasinya. Jalan yang berlubang/bergelombang menyebabkan kendaraan tidak dapat melintasinya Bab 5-19

143 dengan lancar sehingga terjadi penurunan kecepatan yang berarti menurunnya efisiensi pengangkutan;disampimg lebih cepat ausnya beberapa komponen seperti kopling,rem,dan lain-lain. Keterbatasan dana dan kelembagaan untuk pemeliharaan seringkali menjadi kendala perbaikan sehingga kerusakan jalan dibiarkan berlangsung lama tanpa disadari telah menurunkan efisiensi pengangkutan. Hal ini sebaiknya diantisipasi dengan melengkapi manajemen TPA dengan kemampuan memperbaiki kerusakan jalan sekalipun bersifat temporer seperti misalnya perkerasan dengan pasir dan batu. Bagian lain yang juga sering mengalami kerusakan dan kesulitan adalah jalan kerja dimana kondisi jalan temporer tersebut memiliki kestabilan yang rendah;khususnya bila dibangun di atas sel sampah. Cukup banyak pengalaman memberi contoh betapa jalan kerja yang tidak baik telah menimbulkan kerusakan batang hidrolis pendorong bak pada dump truck;terutama bila pengemudi memaksa membongkar sampah pada saat posisi kendaraan tidak rata/horizontal. Jalan kerja di banyak TPA juga memiliki faktor kesulitan lebih tinggi pada saat hari hujan. Jalan yang licin menyebabkan truk sampah sulit bergerak dan harus dibantu oleh alat berat; sehingga secara keseluruhan menyebabkan waktu operasi pengangkutan di TPA menjadi lebih panjang dan pemanfaatan alat berat untuk hal yang tidak efisien. Sekali lagi perlu diperhatikan untuk memperbaiki kerusakan jalan sesegera mungkin sebelum menjadi semakin parah. Pengurugan dengan sirtu umumnya sangat efektif memperbaiki jalan yang bergelombang dan berlubang. C. Pemeliharan Lapisan Penutup Lapisan penutup TPA perlu dijaga kondisinya agar tetap apat berfungsi dengan baik. Perubahan temperatur dan kelembaban udara dapat menyebabkan timbulnya rtakan permukaan tanah yang memungkinkan terjadinya aliran gas keluar dari TPA ataupun mempercepat rembesan air pada saat hari hujan. Untuk itu retakan yang terjadi perlu segera ditutup dengan tanah sejenis. Bab 5-20

144 Proses penurunan permukaan tanah juga sering tidak berlangsung seragam sehingga ada bagian yang menonjol maupun melengkung ke bawah. Ketidakteraturan permukaan ini perlu diratakan dengan memperhatikan kemiringan ke arah saluran drainase. Penanaman rumput dalam hal ini dianjurkan untuk mengurangi efek retakan tanah melaui jaringan akar yang dimiliki. Pemeriksaan kondisi permukaan TPA perlu dilakukan minimal sebulan sekali atau beberapa hari setelah terjadi hujan lebat untuk memastikan tidak terjadinya perubahan drastis pada permukaan tanah penutup akibat erosi air hujan. D. Pemeliharaan Drainase Pemeliharaan saluran drainase secara umum sangat mudah dilakukan. Pemeriksaan rutin setiap minggu khususnya pada musim hujan perlu dilakukan untuk menjaga agar tidak terjadi kerusakan saluran yang serius. Saluran drainase perlu dipelihara dari tanaman rumput atau semak yang mudah sekali tumbuh akibat tertinggalnya endapan tanah akibat erosi tanah penutup TPA di dasar saluran. TPA di daerah bertopografi perbukitan juga sering mengalami erosi akibat aliran air yang deras. Lapisan semen yang retak atau pecah perlu segera diperbaiki agar tidak mudah lepas oleh erosi air, sementaa saluran tanah yang berubah profilnya akinat erosi perlu segera dikembalikan ke dimensi semula agar dapat berfungsi mengalirkan air dengan baik. E. Pemeliharaan Fasilitas Penanganan Lindi Kolam penampung dan pengolah lindi sering kali mengalami pendangkalan akibat endapan suspensi. Hal ini akan menyebabkan semakin kecilnya volume efektif kolam yang berarti semakin berkurangnya waktu tinggal; yang akan berakibat pada rendahnya efisiensi pengolahan yang berlangsung. Untuk itu perlu diperhatikan agar kedalaman efektif kolam dapat dijaga. Lumpur endapan yang mulai tinggi melampaui dasar efektif kolam harus segera dikeluarkan. Alat berat excavator sangat efektif dalam pengeluaran lumpur ini. Dalam beberapa hal dimana ukuran kolam tidak terlalu besar Bab 5-21

145 juga dapat digunakan truk tinja untuk menyedot lumpur yang terkumpul yang selnjutnya dapat dibiarkan mengering dan dimanfaatkan sebagai tanah penutup sampah. F. Pemeliharaan Fasilitas Lainnya Fasilitas fasilitas lain seperti bangunan kantor / pos, garasi dan sebagainya perlu dipelihara sebagaimana lazimnya bangunan lainnya seperti kebersihan, pengecatan, dll Pengawasan Pengendalian TPA Pengawasan Kegiatan Pembuangan A. Tujuan pengawasan dan pengendalian Pengawasan dan pengendalian TPA dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa setiap kegiatan yang ada di TPA dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan dan dapat menjawab pertanyaan pertanyaan sbb : 1) Apakah sampah yang dibuang merupakan sampah perkotaan, dan bukan jenis sampah yang lain? 2) Apakah volume dan berat sampah yang masuk TPA diukur dan dicatat dengan baik? 3) Apakah sel pembuangan dan titik bongkar sudah ditentukan? 4) Apakah pengemudi sudah diarahkan ke lokasi yang benar? 5) Apakah tanah penutup telah tersedia? 6) Apakah perataan dan pemadatan dilakukan sesuai dengan rencana? 7) Apakah penitipan telah dilakukan dengan baik? 8) Apakah prasarana dan sarana dioperasikan dan dipelihara dengan baik? B. Tata cara pengawasan dan pengendalian Pengawasan dilakukan dengan kegiatan pemeriksaan/pengecekan yang meliputi : 1) Pemeriksaan kedatangan sampah Bab 5-22

146 2) Pengecekan rute pembuangan 3) Pengecekan operasi pembuangan 4) Pengecekan unjuk kerja fasilitas 5) Pengendalian TPA meliputi aktifitas untuk mengarahkan operasional pembuangan dan unjuk kerja setiap fasilitas sesuai fungsi seperti : 6) Pemberian petunjuk operasi pembuangan bila petugas lapangan/operator melaksanakan tidak sesuai dengan rencana. 7) Pemeriksaan kwalitas pengolahan lindi dan pemberian petunjuk cara pengoperasian yang baik Pendataan dan Pelaporan A. Pendataan TPA Data data yang diperlukan akan mencakup : 1) Data kedatangan kendaraan pengangkut sampah dan volume sampah yang diperlukan untuk mengetahui kapasitas pembuangan harian; yang akan digunakan untuk mengevaluasi perencanaan TPA yang telah disusun berkaitan dengan kapasitas tampung dan usia pakai TPA. Data ini dapat dikumpulkan di Pos Pengendali TPA dimana terdapat petugas yang secara teliti memeriksa, mengukur dan mencatat data tersebut dengan bantuan Form Kedatangan Truk. 2) Data kondisi instalasi pengolahan lindi khususnya kualitas parameter pencemar untuk mengetahui efisiensi pengolahan lindi dan potensi pencemaran yang masih ada. Data ini diperoleh melalui pemeriksaan kualitas air lindi di laboratorium. 3) Data operasi dan pemeliharaan alat berat yang merupakan data unjuk kerja alat berat dan pemantau pemeliharaannya. B. Pelaporan TPA Data-data diatas perlu dirangkum dengan baik menjadi suatu laporan yang dengan mudah memberikan gambaran mengenai kondisi pengoperasian dan Bab 5-23

147 pemeliharaan TPA kepada para pengambil keputusan maupun perencana bagi pengembangan TPA lebih lanjut Pengendalian TPA A. Pengendalian lalat Perkembangan lalat dapat terjadi dengan cepat yang umumnya disebabkan oleh terlambatnya penutupan sampah dengan tanah sehingga tersedia cukup waktu bagi telur lalat untuk menjadi larva dan lalat dewasa. Karenanya perlu diperhatikan dengan seksama batasan waktu paling lama untuk penutupan tanah. Semakin pendek periode penutupan tanah akan semakin kecil pula perkembangan lalat. Dalam hal lalat telah berkembang banyak, dapat dilakukan penyemprotan insektisida dengan menggunakan mistblower. Tersedianya pepohonan dalam hal ini sangat membantu pencegahan penyebaran lalat ke luar lingkungan luar TPA. B. Pencegahan kebakaran/asap Kebakaran/asap terjadi karena gas metan terlepas tanpa kendali dan bertemu dengan sumber api. Terlepasnya gas metan seperti telah dibahas sebelumnya sangat ditentukan oleh kondisi dan kwalitas tanah penutup. Sampah yang tidak tertutup tanah sangat rawan terhadap bahaya kebakaran karena gas tersebar di seluruh permukaan TPA. Untuk mencegah kasus ini perlu diperhatikan pemeliharaan lapisan tanah penutup TPA. C. Pencegahan pencemaran air Pencegahan pencemaran air perlu dilakukan dengan menjaga agar lindi yang dihasilkan dari TPA dapat : 1) Terbentuk sesedikit mungkin; dengan cara mencegah rembesan air hujan melalui konstruksi drainase dan tanah penutup yang baik. 2. Terkumpul pada kolam pengumpul dengan lancar 3) Diolah dengan baik pada kolam pengolahan; yang kwalitasnya secara periodik diperiksa. Bab 5-24

148 5.7. Evaluasi Dampak Penting Tahap Pra-Konstruksi A. Penetapan lokasi Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan : Persepsi Masyarakat Kegiatan penetapan lokasi tapak proyek diperkirakan aan berdampak terhadap persepsi masyarakat sebagai akibat adanya praduga masyarakat yang tanahnya terkena pembebasan mengenai ketidaksesuaian ganti rugi yang diperoleh. Serta adanya perbedaan pendapat masyarakat yang setuju dan tidak setuju mengenai penetapan lahan yang mereka miliki selama ini sebagai lokasi pengolahan akhir sampah. Dengan adanya kegiatan pembebasan lahan dan status kepemilikan memberikan dampak terhadap sebagian masyarakat, antara lain: mereka menjadi kehilangan mata pencaharian dan tempat tinggal. Keresahan Sosial Pada penetapan lokasi tapak lokasi pengolahan akhir sampah ini diperkirakan akan berdampak terhadap keresahan sosial, yaitu adanya pemikiran kemana mereka akan pindah dan atau mencari nafkah serta sebagai akibat persepsi negatif masyarakat terhadap penetapan lokasi proyek B. Pembebasan Lahan dan Pemindahan Penduduk Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan : Kepadatan Penduduk Kegiatan pembebasan lahan dan pemindahan penduduk diperkirakan akan berdampak terhadap jumlah dan tingkat kepadatan penduduk. Penduduk yang tanahnya dibebaskan saat ini telah pindah ke daerah lain. Bab 5-25

149 Mata Pencaharian Pembebasan lahan dan pemindahan penduduk berakibat pula terhadap mata pencaharian. Perubahan daerah sawah/ladang mereka menadi lokasi pembuangan sampah akan mendorong mereka mencari kerja di sektor non pertanian. Perubahan mata pencaharian ini bersifat negatif apabila diantara penduduk tadi yang menjadi pengangguran kalau tenaganya tidak tertampung. Persepsi Masyarakat Lahan yang dibebaskan menjadi perhitungan untuk mendapatkan ganti tempat tinggal yang merupakan hal yang sangat mendasar bagi setiap orang. Kata sepakat atas ganti rugi yang sesuai, ataupun kejelasan batas lahan yang mereka miliki dapat menimbulkan keresahan masyarakat sehingga menyebabkan persepsi yang negatif. Keresahan Sosial Kegiatan pembebasan lahan dan pemindahan penduduk telah selesai seluruhnya dan tidak pernah terjadi keresahan/konflik sosial masyarakat karena proses tersebut dilakukan secara musyawarah mufakat antara pemrakarsa kegiatan dan masyarakat yang tanahnya terkena pembebasan Tahap Konstruksi A. Mobilisasi Tenaga Kerja Dampak terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan : Kepadatan Penduduk Mobilisasi tenaga kerja konstruksi proyek akan berdampak terhadap jumlah dan tingkat kepadatan penduduk sebagai akibat rekrutment tenaga kerja yang diperkirakan sebagian akan didatangkan dari luar daerah karena untuk keahlian tertentu tidak dapat di penuhi oleh tenaga lokal. Bab 5-26

150 Kesempatan Kerja dan Bekerja Banyaknya tenaga kerja yang di butuhkan mengakibatkan terbukanya kesempatan berusaha bagi masyarakat di sekitar lokasi proyek. Penduduk setempat dapat memperoleh mata pencaharian tambahan dengan menyediakan tempat tinggal untuk disewakan atau dikontrakan pada pekerja. Kegiatan-kegiatan lain yang merupakan kesempatan berusaha adalah berupa pembukaan warung makan dan kios yang menjual keperluan sehari-hari bagi pekerja proyek, atau menyediakan pelayanan transportasi seperti ojek yang sangat di butuhkan di lokasi tersebut. Pendapatan Masyarakat Kegiatan mobilisasi tenaga kerja konstruksi terhadap pendapatan masyarakat merupakan dampak turunan (sekunder) sebagai akibat terbukanya kesempatan kerja dan berusaha. Dengan ikutnya masyarakat bekerja di sekitar lokasi proyek sebagai tenaga kerja konstruksi dan terbuka kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat di sekitar lokasi proyek akan mengakibatkan meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat. Kecemburuan Sosial Kecemburuan sosial akan muncul apabila tenaga kerja setempat tidak dilibatkan dalam tahap konstruksi pengolahan akhir sampah kota. Persepsi Masyarakat Dengan terbukanya kesempatan kerja dan berusaha serta meningkatnya pendapatan masyarakat di sekitar tapak proyek pada tahap konstruksi ini akan mengakibatkan persepsi masyarakat menjadi positif terhadap proyek. B. Pembersiahan Lahan dan Pematangan Tanah 1. Dampak Terhadap Fisik kimia : Iklim Mikro Pekerjaan pembersihan lahan dan pematangan tanah yang terdiri dari pembukaan, pengurugan dan perataan lahan menyebabkan hilangnya lapisan penutupan tanah berupa semak belukar dan pepohonan yang Bab 5-27

151 berdampak lanjut terhadap kelembaban udara, akibat kenaikan suhu di lokasi proyek. Kualitas Udara Pada kegiatan ini akan terjadi penurunan kualitas udara akibat debu yang dihasilkan dari aktivitas pembersihan lahan dan pematangan tanah dan gas buang dari mesin-mesin yang digunakan. Kebisingan Kegiatan pembersihan lahan dan pematangan tanah juga akan berdampak terhadap kebisingan sebagai akibat penggunaan mesin-mesin berat yang digunakan dalam pekerjaan tersebut. Kuantitas Air Permukaan Kegiatan pembersihan lahan pematangan tanah mengakibatkan daya resap air ke dalam tanah menjadi berkurang dibandingkan dengan sebelum dilakukan kegiatan tersebut, sehingga volume air larian akan meningkat. Kegiatan ini akan menimbulkan peningkatan air larian yang kemungkinan pula akan meningkatkan kuantitas air permukaan. Kestabilan Lereng dan Erosi Dampak kegiatan pembersihan lahan pematangan tanah yang potensial terhadap kestabilan lereng dan erosi adalh pada areal TPA dikarenakan kondisi daya dukung tanah yang relatif jelek. 2. Dampak Terhadap Hayati Flora Darat Kegiatan pembersihan lahan dan pematangan tanah akan mengakibatkan hilangnya vegetasi/flora darat yang merupakan habitat (tempat hidup) bebagai jenis fauna darat sehingga keseimbangan ekosistem akan terganggu. Fauna Darat Dampak kegiatan pembersihan lahan terhadap fauna darat merupakan dampak turunan (sekunder) sebagai akibat hilangnya vegetasi/flora darat yang merupakan habitat (tempat hidup) berbagai jenis satwa. Selain itu, Bab 5-28

152 pematangan tanah yang menimbulkan bising akibat penggunaan mesinmesin berat akan mengganggu kehidupan satwa di sekitarnya. Flora Perairan Dalam kegiatan pembersihan lahan dan pematangan tanah terhadap flora perairan (plankton) merupakan dampak turunan (sekunder) sebagai akibat menurunnya kualitas air permukaan berupa peningkatan kekeruhan dan Total Padatan Tersuspensi (TSS) pada saat kegiatan pembersihan lahan dan pematangan tanah berlangsung. Hal ini mengakibatkan berkurangnya penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga proses fotosintesis akan terhambat. Fauna Perairan Seperti halnya dampak terhadap flora perairan (plankton), dampak terhadap flora perairan (benthos dan ikan) juga merupakan dampak turunan (sekunder) sebagai akibat menurunnya kualitas air permukaan berupa peningkatan kekeruhan dan Total Padatan Tersuspensi (TSS) pada saat kegiatan pembersihan lahan dan pematangan tanah berlansung. Akibat peningkatan TSS akan menghambat difusi oksigen kedalam air pada akhirnya akan mengganggu kehidupan fauna perairan (benthos dan ikan). 3. Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan Kamtibmas Akibat penurunan kualitas udara, peningkatan debu, kebisingan, erosi dan pengotoran badan jalan pada saat kegiatan pembersihan lahan dan pematangan tanah berlansung. Kesehatan Masyarakat Dampak ini sebagai akibat dari penurunan kualitas udara dan peningkatan kebisingan yang dihasilkan dari kegiatan kegiatan pembersihan lahan dan pematangan tanah berlangsung. Bab 5-29

153 C. Mobilisasi Bahan dan Alat 1. Dampak Terhadap Fisik dan Kimia: Kualitas udara Kegiatan pengangkutan bahan dan peralatan knstruksi diperkirakan akan berdampak terhadap kualitas udara. Pada kegiatan ini akan terjadi penrunan kualitas udara akibat gas buang kendaraan angkut dan debu. Kebisingan Kegiatan pengangkutan bahan dan peralatan konstruksi proyek juga akan menimbulkan kebisingan dari aktivitas kendaraan pengangkut sampah 2. Dampak Terhadap Hayati Fauna darat Dampak yang akan terjadi merupakan dampak turunan dari akibat kebisingan yang timbul dari kendaraan angkut sehingga kehidupan fauna darat terganggu terutama jenis-jenis burung. 3. Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan Kamtibmas Kegiatan pengangkutan bahan dan peralatan konstruksi proyek terhadap Kamtibmas berupa dampak lansung akibat pencurian terhadap bahan dan peralatan konstruksi. Kelancaran Lalu Lintas Kegiatan pengangkutan bahan dan peralatan konstruksi proyek diperkirakan akan berdampak terhadap kelancaran lalu lintas di badan-badan jalan sekitar tapak proyek, karena pengangkutan bahan menggunakan kendaraan angkut melalui jalan darat. Bab 5-30

154 D. Pembangunan Lokasi Pengolahan Akhir Sampah 1. Dampak Terhadap Fisik Kimia Kualitas Udara Kegiatan konstruksi fisik proyek seperti pemasangan pondasi, pembetonan, pengadukan semen dengan menggunakan alat-alat berat dapat meningkatkan CO, Nox, Sox, serta debu di udara yang pada akhirnya dapat menimbulkan dampak lanjutan berupa penurunan kesehatan para pekerja dan kesehatan masyarakat. Kebisingan Kegiatan pembangunan pengolahan akhir sampah akan meningkatkan kebisingan di dalam tapak proyek pada akhirnya akan berdampak pula terhadap kehidupan fauna darat, kesehatan karyawan, kesehatan masyarakat di sekitarnya dan peternakan ayam yang terdapat di tapak proyek. Kuantitas Air Permukaan Kegiatan pembangunan pengolahan akhir sampah diperkirakan akan berdampak terhadap kuantitas air permukaan. Adanya bangunan menyebabkan daerah resapan air akan berkurang. Pada saat hujan turun, air larian yang timbul akan meningkat dan masuk ke badan air, sehingga menimbulkan peningkatan kualitas air permukaan tersebut. Kestabilan Lereng dan Erosi Kegiatan pembangunan pengolahan akhir sampah diperkirakan juga akan berdampak terhadap kestabilan lereng dan erosi di areal yang dilkukan penimbunan, yaitu badan jalan dan lereng tanggul lahan. 2. Dampak Terhadap Hayati Fauna darat Dampak yang akan terjadi merupakan dampak turunan dari akibat kebisingan yang timbul dari kendaraan angkut sehingga kehidupan fauna darat terganggu terutama jenis-jenis burung. Bab 5-31

155 3. Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan Sanitasi Lingkungan Sangat berpotensi dalam Kondisi sanitasi lingkungan akan terkena dampak pada saat kegiatan pembangunan pengolahan akhir kota. Pada sat itu akan muncul berbagai macam limbah, baik yang berasal dari sisa-sisa bahan bangunan dan makanan buruh maupun akibat aktifitas sehari-hari buruh bangunan yang terjadi pada tapak proyek, seperti aktivitas MCK. Limbah ini bersifat cair terutama bekas cucian, urinoir dan mandi. Limbah cair dan padat ini menurunkan kondisi sanitasi lingkungan yang pada akhirnya akan dapat menjadi tempat berkembang biaknya sumber penyakit. Kamtibmas Kegiatan pengangkutan bahan dan peralatan konstruksi proyek terhadap Kamtibmas berupa dampak lansung akibat pencurian terhadap bahan dan peralatan konstruksi. Kesehatan Karyawan Seperti halnya dampak terhadap kesehatan karyawan, dampak terhadap kesehatan masyarakat merupakan dampak turunan (sekunder) sebagai akibat debu dan kebisingan yang dihasilkan dari kegiatan pembanguanan pengolahan akhir sampah. E. Pembuatan Bufferzone 1. Dampak Terhadap Fisik Kimia Ikim Mikro Kegiatan penanaman pohon peneduh dan penghijauan di dalam tapak proyek akan berdampak terhadap kelembaban suhu udara dalam tapak proyek. Kualitas Udara dan Kebisingan Pembuatan bufferzone pada tahap konstruksi diperkirakan akan berdampak terhadap peningkatan kualitas udara di dalam dan sekitar tapak proyek. Penanaman jenis tumbuhan akan meningkatkan kadar oksigen (O2) di Bab 5-32

156 uadar. Selain itu juga dapat mengurangi kadar debu dan tingkat kebisingan disekitarnya. Kestabilan Lereng dan Erosi Kegiatan pembuatan bufferzone berupa penanaman jenis jenis pohon untuk lokasi pengolahan akhir sampah di dalam tapak proyek terutama pada areal yang berbatasan dengan danau (eks galian oasir). Penanaman enis pohon pelindung yang memiliki sistem perakaran yang kuat akan meningkatkan kestabilan lereng dan meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan erosi. 2. Dampak Terhadap hayati Flora Darat Kegitan penghijauan/landscaping pada tahap konstruksi proyek diperkirakan akan berdampak terhadap peningkatan keanekaragaman jenis flora darat di dalam tapak proyek. Fauna Darat Kegiatan penghijauan/landscaping pada tahap konstruksi proyek akan diperkirakan akan berdampak terhadap peningkatan keanekaragaman fauna darat di dalam tapak proyek, khususnya jenis-jenis hewan yang memanfaatkan flora darat sebagai habitatnya seperti jenis-jenis serangga (insekta) dan burung (aves). 3. Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan Estetika Lingkungan Penanaman jenis-jenis tumbuhan peneduh/pelindung dan tanaman hias akan meningkatkan nilai estetika lingkungan di dalam tapak proyek Bab 5-33

157 5.7.3 Tahap Operasional A. Mobilisasi Tenaga Kerja Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan: Kepadatan Penduduk Rekrutment tenaga kerja pada saat pengolahan akhir sampah berperasi diprairakan akan berdampak terhadap kepadatan penduduk sekitar tapak proyek. Kesempatan Kerja dan bekerja Banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan mengakibatkan terbukanya kesempatan berusaha bagi masyarakat disekitar lokasi proyek. Penduduk setempat dapat memperoleh mata pencaharian tambahan dengan menyediakan tempat tinggal untuk disewakan atau dikontrakan pada pekerja. Kegiatan-kegiatan lain yang merupakan kesempatan berusaha adalah berupa pembukaan warung makan dan kios yang menjual keperluan sehari-hari bagi pekerja proyek, atau menyediakan pelayanan transportasi seperti ojek yang sangat dibutuhkan di lokasi tersebut. Pendapatan Masyarakat Terbukanya kesempatan kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat disekitar tapak proyek akibat rekrutmen tenaga kerja pada tahap operasi proyek diprakiakan meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat. Kecemburuan Sosial Kecemburuan sosial akan muncul apabila tenaga kerja setempat tidak dilibatkan dalam tahap konstruksi pengolahan akhir sampah. Persepsi Masyarakat Adanya kegiatan rekrutmen tenaga kerja/karyawan pada tahap operasi proyek disertai dengan terbukanya peluang berusaha di sekitar tapak proyek akan mengakibatkan persepsi masyarakat menjadi positif terhadap proyek. Bab 5-34

158 B. Kegiatan Pengoperasian dan Pengolahan Akhir Sampah 1. Dampak Terhadap fisik Kimia Kualitas Udara Kegiatan pengoperasian TPA sampah kota Ranai, apabila tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan penurunan kualitas udara di dalam dan sekitar tapak proyek. Emisi kendaraan bermotor menuju lokasi akan mengeluarkan gas CO 2, CO, Sox, HC dan Pb dapat menyebabkan menurunnya kualitas udara. Kegitan operasional pengolahan akhir sampah yang berdampak terhadap penurunan kualitas udara adlah konsentrasi dan enis gas di lkasi landfill selama penimbunan. Gas-gas utama yang dihasilkan adalh metan dan CO 2. Gas metan bila terakumulasi akan mengakibatkan terjadinya ledakan, sedangkan gas CO 2 akan menyebabkan perubahan suhu lingkungan mikro. Kualitas Air Permukaan Kegitan pengoperasian pengolahan akhir sampah akan berdampak terhadap kualitas air permukaan yang berada di sekitar tapak proyek akibat air leachate yang dihasilkan dari timbunan sampah yang mengandung bahanbahan organik akan di buang ke sungai/parit. Menurunnya kualitas air sungai ini pada akhirnya akan berdampak lebih lanjut terhadap kesehatan masyarakat, menurunnya keanekaragaman flora dan fauna perairan gangguan kamtibmas dan persepsi negatif masyarakat yang berada dihilir lokasi proyek. 2. Dampak Terhadap Hayati Flora Perairan (Plankton) Akibat penurunan kualitas air permukaan yang disebabkan oleh air leachate yang di hasilkan oleh kegiatan pengolahan akhir sampah parameter utama Amoniak (NH 3 ), Nitrit (NO 2 ), Nitrat (NO 3 ), COD, BOD dan DO akan berdampak terhadap flora perairan (Plankton). Fauna Perairan (Bentos dan Ikan) Bab 5-35

159 Dampak kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah kota terhadap fauna perairan (bentos dan ikan ) disebabkan pula oleh air leachate yang dihasilkan oleh kegiatan pengolahan sampah dengan parameter utama Amoniak (NH 3 ), Nitrit (NO 2 ), Nitrat (NO 3 ), COD, BOD dan DO 3. Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Hidup Kesempatan Kerja dan Berusaha Pengoperasian pengolahan akhir sampah (TPA) akan menyerap tenaga kerja yang yang cukup banyak. Selain itu timbul kesempatan berusaha bagi penduduk sekitar lokasi proyek yang mampu memanfaatkan peluangpeluang berusaha yang ada. Pada tahap ini juga diperkirakan timbulnya pemulung yang memanfaatkan kesempatan berusaha dengan adanya pengoperasian pengolahan sampah. Kehadiran pemulung ini perlu penanganan sendiri, yaitu dapat dimanfaatkan sebagai mitra kerjasama yang terkendali. Pendapatan Masyarakat Terbukanya kesempatan kerja dan peluang berusaha bagi masyarakat disekitar tapak proyek akibat kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah diperkirakan pada akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Kamtibmas Dampak negatif terhadap masyarakat sekitar apabila tidak dikelola baik dapat menimbulkan gangguan kamtibmas di sekitar proyek. Pengembangan Wilayah Kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah (TPA) akan berdampak terhadap pembangunan dan pengembangan wilayah Kota, sehingga pada akhirnya akan memacu pembangunan dan pengembangan wilayah Kabupaten Depok. Kegiatan Sekitar Kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah (TPA) akan berdampak terhadap kegiatan sekitar. Pengoperasian pengolahan akhir sampah melibatkan aktivitas kendaraan pengangkut sampah pada saat kegiatan Bab 5-36

160 loading dan unloading serta penggunaan genset yang sewaktu-waktu apabila suplai listrik PLN terganggu. Dampak yang terjadi intensitasnya rendah (< 60 dba). Kesehatan Karyawan dan Masyarakat Kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah apabila tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan bau busuk, tempat berkumpulnya lalat sehingga akan menimbulkan penyakit hama penyakit. Selain itu juga akan mengakibatkan berkembangnya organisme vektor penyakit seperti lalat, tikus dan nyamuk, juga gas dan air leachate yang dihasilkan akan menimbulkan gangguan kesehatan karyawan. Estetika Lingkungan Kegiatan pengoperasian pengolahan akhir sampah yang tidak saniter akan berdampak terhadap penurunan estetika lingkungan akibat ceceran-ceceran sampah. Selain itu, pengoperasian yang tidak sesuai dengan kaidah sanitary landfill (mengarah pada sistem open dumping) akan mengundang lalat sehingga menurunkan estetika lingkungan. C. Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Sampah 1. Dampak Terhadap Fisik Kimia Kualitas Udara Kegiatan mobilisasi kendaraan pengangkut sampah akan berdampak terhadap penurunan kualitas udara ambient di sekitar badan-badan jalan yang dilaluinya. Kendaraan bermotor tersebut akan menghasilkan emisi gasgas seperti CO2, CO, SOx, NOx, HC dan Pb sehingga kadarnya akan meningkat di udara. Kebisingan Kegiatan mobilisasi kendaraan pengangkut sampah akan berdampak terhadap kebisingan di sekitar badan jalan yang dilaluinya. Bab 5-37

161 2. Dampak terhadap Sosekbud dan Lingkungan Hidup Estetika Lingkungan Mobilisasi kendaraan pengangkut sampah tersebut dapat menimbulkan ceceran-ceceran sampah dan air leachate sehingga dapat mengakibatkan menurunnya estetika lingkungan. Kelancaran Lalu Lintas Arus lalu lintas badan-badan jalan yang dilalui oleh kendaraan pengangkut sampah akan mengalami peningkatan. Selain itu kegiatan pengangkutan sampah juga dapat mengakibatkan pengotoran dan kerusakan badan jalan. Kamtibmas Kegiatan mobilisasi kendaraan pengangkut samah tersebut dapat menimbulkan dampak-dampak negatif seperti kebisingan, penurunan kualitas udara, gangguan kelancaran lalu lintas, pengotoran dan kerusakan badan jalan, penurunan estetika lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak terhadap gangguan kamtibmas. D. Pengoperasian Bangunan Pengolahan Leachate (BPL) 1. Dampak Terhadap Fisik Kimia Kualitas Air Permukaan dan Air Tanah Beroperasinya pengolahan akhir sampah yang secara kontinyu dan jangka waktu yang cukup lama membuang leachate yang meresap kedalam dasar lahan dapat menurunkan kualitas air permukaan dan air tanah. Sistem pengolahan mencegah penurunan kualitas air sungai sekitar lahan dan air tanah leachate hasil dekomposisi sampah dan rembesan sampah akan dibangun pengolahan leachate. 2. Dampak Terhadap Hayati Flora Perairan Kegiatan pengoperasian BPL akan berdampak terhadap kehidupan biota perairan (plankton). Dengan dioperasikannya BPL, maka kemungkinan penurunan kualitas air permukaan akibat limbah cair akan berkurang Bab 5-38

162 sehingga tingkat gangguan terhadap kehidupan biota perairan akan berkurang. Fauna Perairan (Bentos dan Ikan) Seperti halnya dampak terhadap flora perairan, dampak pengoperasian BPL terhadap fauna perairan (bentos dan ikan) juga merupakan dampak tidak lansung akibat berkurangnya kemungkinan penurunan kualitas air permukaan akibat limbah cair Tahap Pasca Operasi Pada tahap pasca operasi, walaupun pengolahan akhir sampah sudah tidak menerima sampah lagi, namun proses pembusukan sampah yang telah ada tetap berlansung sehingga tetap terjadi emisi gas metan dan karbondioksida serta terbentuknya cairan leachate. 1. Dampak Terhadap Fisik Kimia. Kualitas Udara Gas metan dan CO2 serta gas-gas lain yang dihasilkan dari proses pembusukan akan tersebar ke lingkungan sekitar. Walaupun kosentrasinya sudah dalam kecendrungan menurun namun tetap menjadi peningkatan yang berarti dibanding kosentrasi rona awal sebelum adanya pengolahan sampah, bahkan sampai tahun sekalipun (pada jarak kajian 500 meter dari batas lahan). Bab 5-39

163 Tabel 5.1: Perkiraan emisi gas metan pada masa pasca operasi. Jarak Kajian (m) Konsentrasi Metan (ppm) Setelah tahun Penutupan Pengolahan Akhir Sampah ke ,89 0,16 0,04 0,03 0,01 0,01 0,69 0,13 0,03 0,02 0,01 0,01 0,54 0,10 0,03 0,02 0,01 0,01 0,42 0,08 0,02 0,01 0,01 0,00 Kualitas Air Permukaan dan Air tanah Air leachate yang terbentuk memiliki kandungan COD dan BOD yang tinggi sehingga akan menyebabkan penurunan kualitas air sungai dan air tanah bila tidak dikelola dengan baik. 2. Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan. Kesehatan Masyarakat Proses pembusukan sampah tahap pasca operasi tetap menghasilkan gas metan yang bila terakumulasi dalam konsentrasi tinggi dapat terjadi ledakan yang membahayakan lingkungan sekitarnya terutama di lingkungan permukaan lahan bekas pengolahan sampah Sistem Organisasi Dan Manajemen Bentuk Institusi Adapun bentuk kelembagaan yang dianjurkan untuk berbagai kategori kota adalah sebagai berikut : 1. Kota Raya dan Kota Besar (> jiwa). a. Perusahaan Daerah atau b. Dinas tersendiri. Bab 5-40

164 2. Kota Sedang 1 ( jiwa) atau Ibukota Propinsi. Dinas tersendiri. 3. Kota Sedang 2 ( jiwa) atau Kotip/Kodya. a. Dinas/Suku Dinas. b. UPTD/PU. c. Seksi/PU. 4. Kota Kecil ( jiwa). a. UPTD/PU. b. Seksi/Dinas Struktur Kelembagaan Struktur kelembagaan harus dapat menggambarkan aktivitas utama dalam sistem pengelolaan yang dikehendaki, pola kerja yang jelas, dan mempunyai fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian/ pengawasan terutama untuk bentuk Dinas dan Perusahaan Daerah tersendiri Personalia Kualitas personil pada tingkat pimpinan menunjukkan tingkat kemampuan manajemen dan teknik. Perbandingan jumlah personil pengelola terhadap penduduk : 1. Pengumpulan, minimum 1 : 1000 penduduk. 2. Pengangkutan dan Pembuangan Akhir, minimum 1 : 1000 penduduk Tata Laksana Kerja Dalam penyusunan tata laksana kerja, hal yang harus diperhatikan dan dilaksanakan: 1. Perlu diciptakan pengendalian kelembagaan secara otomatis. 2. Pembebanan yang merata dan selaras untuk semua personil dan unit. 3. Pendelegasian tugas dan wewenang yang proporsional dan berimbang. Bab 5-41

165 4. Perlu dicari birokrasi yang singkat. 5. Keteraturan dan kejelasan penugasan perlu ditumbuhkan Sistem Pembiayaan Penjabaran mengenai sistem pembiayaan adalah : A. Sumber Dana. Dana untuk pengelolaan persampahan/kebersihan suatu kota besarnya 5-10% dari APBD. Diusahakan agar biaya pengelolaan sampah dapat diperoleh dari masyarakat (± 80%), dan Pemerintah Daerah menyediakan ± 20% untuk pelayanan umum antara lain penyapuan jalan, pembersihan saluran dan tempat-tempat umum. B. Struktur Pembiayaan. Biaya pengelolaan sampah berkisar antara Rp ,- s/d Rp ,- /m3/hari. Dengan struktur biaya operasional sebagai berikut: 1) Pengumpulan : 30% - 40%. 2) Pengangkutan : 45% - 50%. 3) Pembuangan Akhir : 10% - 15%. C. Retribusi. Besarnya retribusi yang layak ditarik dari masyarakat adalah ± 1% dari penghasilan per rumah tangga. Pengelolaan sampah diarahkan dapat mencapai Self Financing (mampu membiayai sendiri) apabila perhitungan besar retribusi dilakukan dengan cara klasifikasi dan prinsip "subsidi silang". D. Pelaksanaan Penarikan Retribusi. Pelaksanaan penarikan retribusi diatur dalam suatu dasar hukum yang memenuhi prinsip sebagai berikut: 1) Disusun sistem pengendalian yang efektif, antara lain bersama-sama rekening air minum. 2) Dibagi dalam wilayah penagihan. Bab 5-42

166 3) Didasarkan pada target (terutama yang sulit dikendalikan). 4) Penagihan mulai dilaksanakan setelah pelayanan berjalan teratur. 5) Struktur tarif dalam Perda perlu dipublikasikan secara luas kepada masyarakat Sistem Pengaturan Untuk pelaksanaan pengelolaan sampah diperlukan dasar hukum yang mengatur antara lain : 1. Peraturan Daerah tentang ketentuan-ketentuan pembuangan sampah/kebersihan termasuk buangan industri. 2. Peraturan Daerah tentang pembentukan badan pengelolanya. 3. Peraturan Daerah tentang tarif retribusi sampah. Dasar hukum disusun berdasarkan kendala teknis sebagai berikut : 1. Mempunyai jangka waktu yang terbatas. 2. Kesiapan terhadap upaya penegakannya. 3. Mempunyai keluwesan tetapi tegas/tidak bermakna ganda. 4. Setelah itu perlu dilaksanakan usaha-usaha untuk penyebarluasan dan penerapan Perda yang telah ada Aspek Peran Serta Masyarakat Peran serta masyarakat yang telah ada perlu ditingkatkan karena hal ini akan memudahkan dalam teknis operasional dan akan menurunkan biaya pengelolaan kebersihan. Untuk itu diperlukan suatu program secara terpadu, teratur dan terusmenerus serta bekerja sama dengan organisasi masyarakat. Upaya yang dilakukan antara lain penerangan/ penyuluhan akan pentingnya pengelolaan kebersihan yang akan meningkatkan kesehatan, serta menggugah peran serta masyarakat dan organisasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Pola pendekatan untuk masyarakat di kota kecil dapat dilakukan dengan pendekatan oleh tokoh masyarakat, sedangkan semakin besar kota perlu adanya pendekatan institusi/hukum. Bab 5-43

167 5.12. Dasar Perkiraan Kebutuhan Peralatan Perkiraan kebutuhan peralatan dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut Tabel 5.2: Kebutuhan Peralatan Pengelolaan Sampah NO JENIS PERALATAN KAPASITAS PELAYANAN KETERANGAN 1. Sub Sistem Pengumpulan - Bin plastik/ kantong. - Kontainer. - Becak sampah. - Gerobak sampah. - Station transfer Station transfer Station transfer 40/60 L 6 m 3 8 m 3 10 m 3 0,8-1 m 3 0,3-0,7 m m m 2 50 m 2 1 KK 150 KK 200 KK 250 KK KK KK KK KK KK Komunal Komunal Komunal 1 Ritasi 1 Ritasi 2. Sub Sistem Pengangkutan - Truk biasa Truk biasa Truk biasa - Dump truk Dump truk Dump truk - Arm Roll Truk Arm Roll Truk Arm Roll Truk 8 m 3 10 m 3 12 m 3 8 m 3 10 m 3 12 m 3 6 m 3 8 m 3 10 m KK 250 KK 300 KK 200 KK 250 KK 300 KK 150 KK 200 KK 250 KK 1 Ritasi 1 Ritasi 1 Ritasi 1 Ritasi 1 Ritasi 1 Ritasi 1 Ritasi 1 Ritasi 1 Ritasi 3. Sub Sistem Pembuangan Akhir - Buldozer - Track Dozer 80 HP KK 80 HP KK Sumber : SK SNI-T Bab 5-44

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud, Tujuan Dan Sasaran 1.3. Sistematika Penulisan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud, Tujuan Dan Sasaran 1.3. Sistematika Penulisan 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud, Tujuan Dan Sasaran 1.3. Sistematika Penulisan 2. METODOLOGI PENDEKATAN DAN PROGRAM KERJA 2.1. Pendekatan Studi 2.2. Konsep Pendekatan Pelaksanaan Pekerjaan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya

Lebih terperinci

PEWADAHAN, PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH

PEWADAHAN, PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH PEWADAHAN, PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH A. PEWADAHAN SAMPAH 1. Pendahuluan Pewadahan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke tempat

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat di kota seringkali menimbulkan permasalahan baru dalam menata perkotaan yang berkaitan dengan penyediaan prasarana dan sarana

Lebih terperinci

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO Oleh: Chrisna Pudyawardhana Abstraksi Pengelolaan sampah yang bertujuan untuk mewujudkan kebersihan dan kesehatan lingkungan serta menjaga keindahan

Lebih terperinci

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya

A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya Lampiran E: Deskripsi Program / Kegiatan A. Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu Raya Nama Maksud Penyusunan Rencana Induk Sistem Pengelolaan Air Limbah Kabupaten Kubu

Lebih terperinci

BAGIAN 6 PEWADAHAN, PENGUMPULAN DAN PEMINDAHAN

BAGIAN 6 PEWADAHAN, PENGUMPULAN DAN PEMINDAHAN BAGIAN 6 PEWADAHAN, PENGUMPULAN DAN PEMINDAHAN Bagian ini menjelaskan aktivitas teknik operasional persampahan, mulai dari pewadahan sampai ke transfer. Dijelaskan tentang jenis dan pola pewadahan, serta

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Laporan Akhir PENYUSUNAN LAYANAN PERSAMPAHAN KOTA BOGOR

KATA PENGANTAR. Laporan Akhir PENYUSUNAN LAYANAN PERSAMPAHAN KOTA BOGOR KATA PENGANTAR Dokumen Layanan Persampahan Kota Bogor merupakan dokumen yang memuat keadaaan terkini kondisi persampahan Kota Bogor. Penyusunan dokumen ini pada dasarnya ditujukan pada pendayagunaan segenap

Lebih terperinci

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 0000 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK I. UMUM Berbeda dengan jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampah merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Sampah dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan permasalahan yang selalu dihadapi masyarakat Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung. Seiring dengan meningkatnya laju pembangunan, pertumbuhan

Lebih terperinci

3.1 TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK TABEL 3.1 TUJUAN, SASARAN DAN TAHAPAN PENCAPAIAN PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK

3.1 TUJUAN, SASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK TABEL 3.1 TUJUAN, SASARAN DAN TAHAPAN PENCAPAIAN PENGEMBANGAN AIR LIMBAH DOMESTIK Bab ini merupakan strategi sanitasi kota tahun 2013 2017 yang akan memaparkan tentang tujuan, sasaran/target serta strategi sub sektor persampahan, drainase, air limbah serta aspek PHBS. Penjelasan masingmasing

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH PADAT / SAMPAH ( REDUCE, RECYCLING, REUSE, RECOVERY )

PENGELOLAAN LIMBAH PADAT / SAMPAH ( REDUCE, RECYCLING, REUSE, RECOVERY ) PENGELOLAAN LIMBAH PADAT / SAMPAH ( REDUCE, RECYCLING, REUSE, RECOVERY ) RECYCLING, REUSE, RECOVERY REDUCE PENENTUAN DAERAH PELAYANAN FUNGSI DAN NILAI KAWASAN Kawasan perumahan teratur dan tidak teratur

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan pengelolaan sampah merupakan sesuatu yang tidak asing lagi bagi setiap wilayah di dunia tidak terkecuali Indonesia. Hampir di seluruh aspek kehidupan manusia

Lebih terperinci

Kata Kunci : sampah, angkutan sampah, sistem angkut sampah

Kata Kunci : sampah, angkutan sampah, sistem angkut sampah ABSTRAK Transportasi sampah adalah sub-sistem persampahan yang bersasaran membawa sampah dari lokasi pemindahan atau dari sumber sampah secara langsung menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Pada Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

EVALUASI PENGANGKUTAN SAMPAH DAN PENGEMBANGAN SARANA PERSAMPAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA

EVALUASI PENGANGKUTAN SAMPAH DAN PENGEMBANGAN SARANA PERSAMPAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA EVALUASI PENGANGKUTAN SAMPAH DAN PENGEMBANGAN SARANA PERSAMPAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA Kristub Subur, Agustina Wilujeng, Harmin Sulistiyaning Titah Program Studi Magister Teknik Prasarana Lingkungan Pemukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian rakyat pedesaan ke kota dengan

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian rakyat pedesaan ke kota dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan pembangunan wilayah perkotaan di Indonesia, diikuti oleh peningkatan perpindahan sebagian rakyat pedesaan ke kota dengan anggapan akan memperoleh

Lebih terperinci

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Permasalahan Mendesak Tujuan Sasaran Strategi Program Kegiatan 1. Meningkatnya pembangunan Tersedianya Tersedianya Penyusunan Masterplan Penyusunan Masterplan

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA MAUMERE

EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA MAUMERE EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA MAUMERE Yohanes R. Maswari dan Sarwoko Mangkoedihardjo Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Surabaya ryan@enviro.its.ac.id ABSTRAK Tingkat pelayanan persampahan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK ) Bagus Ahmad Zulfikar 1) ; Lilis Sri Mulyawati 2), Umar Mansyur 2). ABSTRAK Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas manusia tidak terlepas dari kegiatan yang menghasilkan limbah

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas manusia tidak terlepas dari kegiatan yang menghasilkan limbah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas manusia tidak terlepas dari kegiatan yang menghasilkan limbah atau sampah baik itu limbah organik maupun non organik. Produksi sampah ini juga selalu mengalami

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI Perumusan strategi dalam percepatan pembangunan sanitasi menggunakan SWOT sebagai alat bantu, dengan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada tiap

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI Berdasarkan hasil penetapan wilayah penanganan prioritas disusun rencana pengembangan sanitasi untuk tiga sektor yaitu air limbah, persampahan dan drainase. Program

Lebih terperinci

BAB IV INVENTARISASI STUDI PERSAMPAHAN MENGENAI BIAYA SPESIFIK INVESTASI

BAB IV INVENTARISASI STUDI PERSAMPAHAN MENGENAI BIAYA SPESIFIK INVESTASI BAB IV INVENTARISASI STUDI PERSAMPAHAN MENGENAI BIAYA SPESIFIK INVESTASI 4.1 Umum Pada bab ini berisi uraian studi yang dilakukan Departemen Pekerjaan Umum (tahun 2006) mengenai penyusunan perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa permasalahan lingkungan.

Lebih terperinci

BAGIAN 7 PENGANGKUTAN SAMPAH

BAGIAN 7 PENGANGKUTAN SAMPAH BAGIAN 7 PENGANGKUTAN SAMPAH Bagian ini menjelaskan secara teoritis metode pengangkutan sampah, pola dan operasional pengangkutan sampah, serta perhitungan optimasinya. Dijelaskan pula peralatan serta

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik III-1 BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab strategi percepatan pembangunan sanitasi akan dijelaskan lebih detail mengenai tujuan sasaran dan tahapan pencapaian yang ingin dicapai dalam

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAWA TIMUR KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Secara astronomis Kota Lumajang terletak pada posisi 112 5-113 22 Bujur Timur dan 7 52-8 23 Lintang Selatan. Dengan wilayah seluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas masyarakat. Setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Seiring dengan tumbuhnya sebuah kota,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

KAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM

KAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM KAJIAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KECAMATAN MATARAM Astrin Muziarni *) dan Yulinah Trihadiningrum Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Cokroaminoto 12A, Surabaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang berorientasi pada upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Lebih terperinci

PERANSERTA PEMERINTAH, SWASTA, DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG DINAS KEBERSIHAN & PERTAMANAN KOTA SEMARANG TAHUN 2010

PERANSERTA PEMERINTAH, SWASTA, DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG DINAS KEBERSIHAN & PERTAMANAN KOTA SEMARANG TAHUN 2010 PERANSERTA PEMERINTAH, SWASTA, DAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA SEMARANG DINAS KEBERSIHAN & PERTAMANAN KOTA SEMARANG TAHUN 2010 SKPD DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA SEMARANG Visi :

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 3.1. Visi dan Misi Sanitasi Visi merupakan harapan kondisi ideal masa mendatang yang terukur sebagai arah dari berbagai upaya sistematis dari setiap elemen dalam

Lebih terperinci

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; Mengingat : 1. Undang-Undang N BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 172, 2016 KEMENPU-PR. Perumahan Kumuh. Permukiman Kumuh. Kualitas. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan segala sesuatu yang tidak dikehendaki lagi lalu dibuang. Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktifitas manusia. Setiap aktifitas manusia pasti

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.188, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Sampah. Rumah Tangga. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH GEDUNG GEOSTECH

PENGELOLAAN SAMPAH GEDUNG GEOSTECH PENGELOLAAN SAMPAH GEDUNG GEOSTECH Suprapto Pusat Teknologi Lingkungan, Kedeputian TPSA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. M.H. Thamrin No. 8, Lantai 12, Jakarta 10340 e-mail: suprapto.bpptbas@yahoo.com

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA MALANG

EVALUASI SISTEM PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA MALANG PROGRAM PASCA SARJANA TEKNIK PRASARANA LINGKUNGAN PERMUKIMAN JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER EVALUASI SISTEM PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA MALANG Disusun Oleh

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI YANG SEDANG BERJALAN

BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI YANG SEDANG BERJALAN BAB IV RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI YANG SEDANG BERJALAN 4.1 Visi dan Misi Sanitasi Kota A. Visi Visi sanitasi kota Mamuju dapat di rumuskan sebagai berikut : Mewujudkan Lingkungan yang bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah diketahui bahwa pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI Sebagai sebuah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi skala kota, kerangka kebijakan pembangunan sanitasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi)

LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi) LAMPIRAN 1 Kuisioner Tahap I (Mencari Peristiwa Risiko Tinggi) 101 KUESIONER PENELITIAN IDENTIFIKASI RISIKO DALAM ASPEK PRASARANA LINGKUNGAN PERUMAHAN YANG BERPENGARUH TERHADAP KINERJA BIAYA DEVELOPER

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Matrik Kerangka Kerja Logis Kabupaten Luwu

Matrik Kerangka Kerja Logis Kabupaten Luwu Matrik Kerangka Kerja Logis Kabupaten Luwu Subsektor Permasalahan Mendesak Rumusan Tujuan Rumusan Sasaran dan Air Limbah Domestik 1 Pencemaran air tanah dan sungai Meningkatkan kinerja SKPD terkait memiliki

Lebih terperinci

Bab 4 Strategi Pengembangan Sanitasi

Bab 4 Strategi Pengembangan Sanitasi Bab 4 Strategi Pengembangan Sanitasi 4.. Air limbah domestik Perencanaan pembangunan air limbah domestik di Kabupaten Pati didasarkan kepada permasalahan permasalahan mendesak dan posisi pengelolaan sanitasi

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Batasan Masalah...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Batasan Masalah... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERNYATAAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii ABSTRAK... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x BAB I PENDAHULUAN...1 1.1

Lebih terperinci

BAB III METODE PERECANAAN. 7044`55011`` sampai 8026`35045`` Lintang Selatan. 3.2 Lokasi

BAB III METODE PERECANAAN. 7044`55011`` sampai 8026`35045`` Lintang Selatan. 3.2 Lokasi BAB III METDE PEREANAAN 3.1 Umum TPA Randuagung terletak disebelah Utara Kabupaten Malang. Secara administratif berada di Desa Randuagung, Kecamatan Singosari. Secara geografis Kabupaten Malang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari adanya aktivitas manusia. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN SAMPAH, PERIZINAN USAHA PENGELOLAAN SAMPAH, DAN KOMPENSASI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PEMANFAATAN LAHAN UNTUK PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dinamika perkembangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP No.933, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011

Lebih terperinci

Pengaruh Stasiun Peralihan Antara Terhadap Pengelolaan Sampah Permukiman di Kecamatan Tambaksari, Surabaya

Pengaruh Stasiun Peralihan Antara Terhadap Pengelolaan Sampah Permukiman di Kecamatan Tambaksari, Surabaya Tugas Akhir 091324 Diajukan Oleh: Nurul Setiadewi 3310100017 Dosen Pembimbing: Welly Herumurti, S.T., M.Sc Pengaruh Stasiun Peralihan Antara Terhadap Pengelolaan Sampah Permukiman di Kecamatan Tambaksari,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN SAMPAH Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah dan Permasalahannya Berbagai aktivitas dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kesejahteraan hidupnya dengan memproduksi barang dari sumber daya alam. Disamping

Lebih terperinci

OLEH : SIGIT NUGROHO H.P

OLEH : SIGIT NUGROHO H.P OLEH : SIGIT NUGROHO H.P 3110040708 MENGAPA SAMPAH DOMESTIK Sampah Domestik (khususnya rumah tangga) merupakan Penyumbang terbesar ( menurut penelitian mencapai 80 % sampah dikediri berasal dari sampah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prasarana kota berfungsi untuk mendistribusikan sumber daya perkotaan dan merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini, kualitas dan

Lebih terperinci

EVALUASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA DARI SEGI PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN

EVALUASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA DARI SEGI PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN EVALUASI UNTUK PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI KOTA MARTAPURA DARI SEGI PENGUMPULAN DAN PENGANGKUTAN Ahmad Solhan, Sarwoko Mangkoedihardjo Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP Program Pascasarjana,

Lebih terperinci

ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN)

ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN) ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN) A. KELEMBAGAAN 1. UMUM Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial perekonomian suatu kota, kompleksitas permasalahan sampahpun akan meningkat, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang semakin meningkat seharusnya diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana pendukung kota yang akan memberikan dampak positif terhadap tingkat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sampah sebagai material sisa aktivitas manusia maupun proses alam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sampah sebagai material sisa aktivitas manusia maupun proses alam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah sebagai material sisa aktivitas manusia maupun proses alam yang berbentuk padat seringkali menjadi penyebab timbulnya masalah jika tidak dikelola dengan baik.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH

Lebih terperinci

Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Standar Pelayanan Bidang

Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Standar Pelayanan Bidang Standar Minimal Permukiman Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 Standar No 1. Kasiba/ Lisiba - Badan Pengelola Kawasan - Rencana terperinci tata ruang - Jumlah ijin lokasi

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran RINGKASAN EKSEKUTIF Strategi Sanitasi Kabupaten Wonogiri adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kabupaten yang dimaksudkan

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah ini pemerintah daerah berusaha untuk mengatur roda kepemerintahannya sendiri yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Planologi Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung 2013 Jl. Dr Setiabudhi No 193 Tlp (022) Bandung

Jurusan Teknik Planologi Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung 2013 Jl. Dr Setiabudhi No 193 Tlp (022) Bandung Jurusan Teknik Planologi Fakultas Teknik Universitas Pasundan Bandung 2013 Jl. Dr Setiabudhi No 193 Tlp (022) 2006466 Bandung LAMPIRAN A : DESAIN SURVEY Dalam studi ini, pengumpulan data menjadi sangat

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA KEGIATAN

KERANGKA ACUAN KERJA KEGIATAN KERANGKA ACUAN KERJA STUDI PENATAAN DAN PERENCANAAN DED KOMPONEN PSU KAWASAN KUMUH KEGIATAN PERENCANAAN DAN PENYIAPAN PRASARANA SARANA DAN UTILITAS KAWASAN KUMUH LOKASI : KABUPATEN BANGGAI LAUT TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG KEBERSIHAN KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Metoda Pemindahan dan Pengangkutan

Metoda Pemindahan dan Pengangkutan Metoda Pemindahan dan Pengangkutan Sampah terpilah tidak diperkenankan dicampur kembali. Didasarkan jenis sampah terpilah, dilakukan: 1. Pengaturan jadwal pemindahan & pengangkutan, sesuai jenis sampah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang sibuk dan berkembang cepat, dalam satu hari menghasilkan timbulan sampah sebesar

Lebih terperinci

EVALUASI KAPASITAS LAHAN TPA LADANG LAWEH DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU PENERAPAN SISTEM CONTROLLED LANDFILL

EVALUASI KAPASITAS LAHAN TPA LADANG LAWEH DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU PENERAPAN SISTEM CONTROLLED LANDFILL EVALUASI KAPASITAS LAHAN TPA LADANG LAWEH DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN MENUJU PENERAPAN SISTEM CONTROLLED LANDFILL Rofihendra 1 dan Yulinah Trihadiningrum 2 1 Mahasiswa Program Magister Teknik Prasarana

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya Visi Kabupaten Misi Kabupaten Visi Sanitasi Kabupaten Misi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Aceh

Lebih terperinci

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017 Sub Sektor Air Limbah Domestik A. Teknis a. User Interface Review Air Limbah Buang Air Besar Sembarangan (BABS), pencemaran septic tank septic tank tidak memenuhi syarat, Acuan utama Air Limbah untuk semua

Lebih terperinci

5.1 PROGRAM DAN KEGIATAN SEKTOR & ASPEK UTAMA

5.1 PROGRAM DAN KEGIATAN SEKTOR & ASPEK UTAMA Bagian ini memuat daftar program dan kegiatan yang menjadi prioritas pembangunan sanitasi Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011 2015 ini disusun sesuai dengan strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran dari

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan KELOMPOK KERJA SANITASI TAHUN 2015 DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN LATAR BELAKANG Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI SSK

BAB IV STRATEGI KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI SSK BAB IV STRATEGI KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI Bab ini merupakan inti dari Strategi Kabupaten Toba Samosir tahun 2011-2015 yang akan memaparkan tentang tujuan, sasaran dan tahapan pencapaian serta trategi

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAWA TIMUR KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Tuban merupakan ibukota Kabupaten Tuban. Apabila dilihat dari posisi Kota Tuban yang berada di jalan arteri primer yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sampah bukan lagi sekedar masalah kebersihan dan lingkungan saja, tetapi sudah menjadi masalah sosial yang berpotensi menimbulkan konflik. Lebih parah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi 2.1. Visi Misi Sanitasi Visi Kabupaten Pohuwato Tabel 2.1: Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten/Kota Misi Kabupaten Pohuwato Visi Sanitasi Kabupaten Pohuwato Misi Sanitasi

Lebih terperinci

BANTAENG, 30 JANUARI (Prof. DR. H.M. NURDIN ABDULLAH, M.Agr)

BANTAENG, 30 JANUARI (Prof. DR. H.M. NURDIN ABDULLAH, M.Agr) LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.53/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA FORMULIR ISIAN SISTEM MANAJEMEN PROGRAM

Lebih terperinci