GAP ANALYSIS. Modul 7

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GAP ANALYSIS. Modul 7"

Transkripsi

1 Modul 7 GAP ANALYSIS Konsep Gap Analysis Pemerintah Daerah berperan sebagai penyedia layanan publik bagi masyarakat di daerahnya. Peningkatan kuantitas dan kualitas layanan publik tersebut merupakan tuntutan dari semakin besarnya kewenangan dan desentralisasi fiskal dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, diperlukan pengukuran kinerja Pemerintah Daerah dalam penyediaan layanan publik tersebut. Gap analysis merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja Pemerintah Daerah, khususnya dalam upaya penyediaan pelayanan publik. Hasil analisis tersebut dapat menjadi input yang berguna bagi perencanaan dan penentuan prioritas anggaran di masa yang akan datang. Selain itu, gap analysis atau analisis kesenjangan juga merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam tahapan perencanaan maupun tahapan evaluasi kinerja. Metode ini merupakan salah satu metode yang umum digunakan dalam pengelolaan manajemen internal suatu lembaga. Secara harafiah kata gap mengindikasikan adanya suatu perbedaan (disparity) antara satu hal dengan hal lainnya. Gap analysis sering digunakan di bidang manajemen dan menjadi salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan (quality of services). Bahkan, pendekatan ini paling sering digunakan di Amerika Serikat untuk memonitor kualitas pelayanan. Model yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1985) ini memiliki lima gap (kesenjangan), yaitu: 1. kesenjangan antara persepsi manajemen atas ekspektasi konsumen dan ekspektasi konsumen akan pelayanan yang seharusnya diberikan oleh perusahaan 2. kesenjangan antara persepsi manajemen atas ekspektasi konsumen dan penjabaran persepsi tersebut menjadi spesifikasi kualitas pelayanan atau standar pelayanan 3. kesenjangan antara standar pelayanan tersebut dan pelayanan yang diberikan 4. kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan informasi eksternal yang diberikan kepada konsumen atau pelayanan yang dijanjikan kepada konsumen 5. kesenjangan antara tingkat pelayanan yang diharapkan oleh konsumen dengan kinerja pelayanan aktual. Kesenjangan 1 sampai kesenjangan 4 merupakan potensi kegagalan di pihak penyedia jasa, sementara kesenjangan 5 potensial terjadi di pihak konsumen. Di bidang bisnis dan manajemen, gap analysis diartikan sebagai suatu metode pengukuran bisnis yang memudahkan perusahaan untuk membandingkan kinerja aktual dengan kinerja potensialnya. Dengan demikian, perusahaan dapat mengetahui sektor, bidang, atau kinerja yang sebaiknya diperbaiki atau ditingkatkan. Gap analysis bermanfaat untuk mengetahui kondisi terkini dan tindakan apa yang akan dilakukan di masa yang akan datang. Hubungan antara perusahaan sebagai supplier barang dan jasa dengan konsumen yang menggunakan barang dan jasa tersebut dapat membantu dalam memahami konsep gap analysis. Gap pada Gambar 1 didefinisikan sebagai perbedaan antara harapan atau keinginan konsumen dengan pelayanan yang mereka terima. 84

2 Gambar 1 Model Expected dan Perceived Service Quality Sumber: Parasuraman Zeithaml dan Berry (1988). Boulding et al. (1993) menganalisis kualitas pelayanan dengan menggunakan gap analysis. Kesenjangan kualitas pelayanan diartikan sebagai kesenjangan antara pelayanan yang seharusnya diberikan dan persepsi konsumen atas pelayanan aktual yang diberikan. Semakin kecil kesenjangan tersebut, semakin baik kualitas pelayanan. Gambar 2 Pengukuran Kinerja Level Kinerja gap Standar Kinerja Aktual Waktu Dari berbagai definisi mengenai gap analysis, dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum, gap analysis dapat didefinisikan sebagai suatu metode atau alat yang digunakan untuk mengetahui tingkat kinerja suatu lembaga atau institusi. Dengan kata lain, gap analysis merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui kinerja dari suatu sistem yang sedang berjalan dengan sistem standar. Dalam kondisi umum, kinerja suatu institusi dapat tercermin dalam sistem operational maupun strategi yang digunakan oleh institusi tersebut. 85

3 Gap akan bernilai (+) positif bila nilai aktual lebih besar dari nilai target, sebaliknya bernilai (-) negatif apabila nilai target lebih besar dari nilai aktual. Apabila nilai target semakin besar dan nilai aktual semakin kecil maka akan diperoleh gap yang semakin melebar. Secara sederhana pengukuran kinerja dengan menggunakan pendekatan ini digambarkan pada Gambar 2. Secara singkat, gap analysis bermanfaat untuk: 1. menilai seberapa besar kesenjangan antara kinerja aktual dengan suatu standar kinerja yang diharapkan. 2. mengetahui peningkatan kinerja yang diperlukan untuk menutup kesenjangan tersebut, dan 3. menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan terkait prioritas waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi standar pelayanan yang telah ditetapkan. Gap Analysis dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Gap analysis tidak hanya dapat diterapkan dalam manajemen internal suatu lembaga akan tetapi dapat juga diterapkan dalam evaluasi kinerja pemerintah daerah. Gap Analysis merupakan pendekatan bottom-up yang dapat memberikan input berharga bagi Pemerintah Daerah terutama dalam perbaikan dan peningkatan kinerja pelayanan kepada masyarakat. Penerapan SPM sangat berkaitan dengan standar pelayanan publik yang diberikan pemerintah pada Masyarakat. Dalam SPM, gap analysis berfungsi untuk melihat kesenjangan yang terjadi antara kinerja pelayanan Pemerintah Daerah dengan SPM yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan hal tersebut maka gap analysis dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Semakin kecil gap yang terjadi antara tingkat kepuasan masyarakat dengan pelayanan pemerintah maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah telah memberikan pelayanan publik yang memenuhi standar. Apabila hasil yang diperoleh menunjukkan hal yang sebaliknya maka pemerintah harus menetapkan target waktu jangka waktu usaha peningkatkan kualitas pelayanan. Kualitas Pelayanan Publik Kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat menjadi isu yang penting untuk diperhatikan berkaitan dengan penerapan otonomi daerah. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang telah digulirkan oleh pemerintah sejak tahun 2001 membawa perubahan dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah. Salah satu perubahan terdapatnya pemberian wewenang yang lebih luas dalam penyelenggaraan beberapa bidang pemerintahan. Seiring dengan bertambah luasnya kewenangan ini, maka aparat birokrasi pemerintahan di daerah dituntut dapat mengelola dan menyelenggaraan pelayanan publik dengan lebih baik sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Hingga saat ini, banyak terdapat terdapat kekurangan dan kelemahan pelayanan publik yang diberikan antara lain adalah pelayanan yang sulit untuk diakses, prosedur pelayanan yang berbelit-belit, biaya yang tidak jelas serta terjadinya praktik pungutan liar. Hal tersebut yang merupakan indikator rendahnya kualitas pelayanan publik di Indonesia. Selain hal-hal tersebut, terdapat kecenderungan ketidakadilan dalam proses pelayanan publik terhadap masyarakat miskin. Masyarakat miskin cenderung tidak mempunyai akses terhadap pelayanan publik meskipun pekayanan publik yang diberikan tersebut tidak dipungut biaya atau gratis. Sebaliknya masyarakat yang tergolong berada atau mampu mempunyai akses terhadap semua pelayanan publik. Kesenjangan yang lebar tersebut apabila tidak segera teratasi akan menimbulkan permasalahan dalam berbangsa dan bernegara. Terdapat permasalahan lain terkait dengan penyerahan kewenangan kepada daerah. Terdapat kecenderungan di berbagai instansi pemerintah pusat yang enggan menyerahkan kewenangan yang lebih besar kepada daerah. Hal tersebut berakibat pada ketidakefektifan, ketidakefisienan pelayanan publik, bahkan tidak menutup kemungkinan unit-unit pelayanan 86

4 masyarakat tidak memeiliki responsibilitas, responsivitas dan tidak representatif sesuai dengan keputusan masyarakat. Contoh yang nyata adalah kurang memuaskannya pelayanan rumah sakit negeri di bandingkan pelayanan rumah sakit swasta. Flynn (1990) mengemukakan bahwa pelayanan publik yang dikelola pemerintah secara herarkhis cenderung bercirikan over bureaucratic, bloated, wasteful, dan under performing. 1 Banyaknya penyimpangan yang terjadi tersebut diakibatkan karena paradigma aparatur negara yang masih menempatkan dirinya pada posisi dilayani bukan melayani. Padahal pemerintah seharusnya pada posisi melayani bukan dilayani. Untuk memperoleh pelayanan publik yang berkualitas, sepatutnyalah aparat pemerintah merubah paradigma yang kurang tepat tersebut. Perubahan pola paradigma tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan reformasi paradigma atau penggeseran pola penyelenggaraan pelayanan publik dari yang semula berorientasi pemerintah sebagai penyedia menjadi pelayanan yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat sebagai pengguna. Dengan menggunakan pola tersebut maka perbaikan pelayan publik dapat dilakukan serta dapat menjamin partisipasi masyarakat dalam peningkatan kualitas pelayanan publik. Dalam era otonomi daerah saat ini,pelayanan publik harus menjadi lebih responsif terhadap kepentingan publik, yaitu pelayanan yang lebih memberikan fokus pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan (customer-driven government). Pengelolaan customerdriven government mempunyai beberapa ciri-ciri khusus, antara lain: 1. terfokus pada fungsi pengaturan dengan berbagai kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada masyarakat, 2. terfokus pada pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan publik, 3. Adanya sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan publik tertentu sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas, 4. terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang mempunyai orientasi pada hasil (outcomes) sesuai dengan masukan, 5. mengutamakan keinginan masyarakat, 6. adanya akses kepada masyarakat serta resposif terhadap pendapat masyarakat, 7. mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan yang diberikan, 8. mengutamakan desentralisasi pelayanan publik, 9. penerapan sistem pasar dalam memberikan pelayanan. Menurut hasil survai yang dilakukan UGM pada tahun 2002, secara umum terdapat peningkatan kualitas pelayanan publik setelah diberlakukannya otonomi daerah namun, dilihat dari sisi efisiensi dan efektivitas, responsivitas, kesamaan perlakuan (tidak diskriminatif) masih jauh dari yang diharapkan. 2 Selain itu, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan, antara lain (Mohamad, 2003): 1. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali. 2. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat. 3. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut. 4. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait ibid. 87

5 5. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan di lain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan. 6. Kurang mau mendengar keluhan, saran, dan aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu. 7. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan. Sementara itu, dari sisi kelembagaan, kelemahan utama sistem pelayanan publik adalah terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan pelayanan yang diberikan pehuh dengan birokrasi yang berbelit-belit serta tidak terkoordinasi. Terdapat beberapa kelemahan mendasar pelayan publik oleh pemerintah antara lain (Suprijadi, 2004): 1. Kesulitan pengukuran output maupun kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. 2. Pelayanan pemerintah tidak mengenal bottom line. Bottom line mengandung maksud bahwa seburuk apapun kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal istilah bangkrut. 3. Organisasi pelayanan publik oleh pemerintah cenderung mengadapi permasalahan internalities. Hal ini beberbeda dengan permasalahan yang mendera organisasi yang bergerak dengan mekanisme pasar yang cenderung mengalami permasalahan eksternalities. Internalities. Mengandung arti bahwa organisasi pemerintah sangat sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan kepentingan para birokrat terhadap kepentingan umum masyarakat yang seharusnya dilayani. 4. Sebab lain yang mendasari kelemahan pelayanan publik adalah karena sebagian besar peleyanan yang diperikan oleh pemerintah bersifat monopoli yang tidak menghadapi permasalahan persaingan pasar. Penerapan Gap Analysis dalam Mengukur Kualitas Layanan Publik Gap Analysis dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh perkembangan yang telah dicapai pemerintah serta untuk mengidentifikasi sektor-sektor yang memerlukan perhatian pemerintah. Dengan demikian, Pemerintah Daerah dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik, menentukan arah pembangunan di masa datang, dan mengestimasi kebutuhan biaya yang diperlukan untuk mencapai standar pelayanan yang telah ditetapkan. Dalam melakukan gap analysis, terdapat beberapa definisi operasional atau indikator yang dapat menjadi ukuran yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Dimensi fisik (tangibility) mengacu kepada performa petugas, keadaan sarana dan prasarana dan output yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari kualitas pelayanan yang dilihat dari sarana fisik yang kasat mata. Indikator-indikator yang digunakan biasanya adalah sarana parkir, ruang tunggu, jumlah pegawai, media informasi pengurusan, media informasi keluhan, dan jarak ke tempat layanan. 2. Dimensi ketepatan (reliability) yang mengacu pada aspek waktu, yang digunakan untuk mengukur ketepatan proses penyelesaian pekerjaan dengan waktu yang telah ditetapkan. Pelayanan dapat dilihat dari kualitas pelayanan yang dilihat dari sisi kemampuan dan kehandalan dalam menyediakan layanan yang terpercaya, meliputi proses waktu penyelesaian layanan dan proses waktu pelayanan keluhan. 88

6 3. Dimensi keterlibatan (responsiveness) yang mengacu kepada peran serta, dapat digunakan untuk mengukur tingkat keterlibatan petugas dalam proses pelayanan terhadap masyarakat. 4. Dimensi keterjaminan (assurance) merupakan kualitas pelayanan dilihat dari sisi kemampuan petugas dalam meyakinkan kepercayaan masyarakat. Dimensi yang meliputi kecakapan, keramahan dan kepercayaan dan keamanan ini dapat digunakan untuk mengukur performa petugas dalam memberikan rasa percaya dan rasa aman serta kepuasan kepada masyarakat. Adapun indikator-indikatornya adalah dengan adanya kejelasan mengenai mekanisme layanan dan kejelasan mengenai tarif layanan. 5. Dimensi empati (empathy) yang meliputi kemampuan komunikasi dan ketanggapan dapat digunakan untuk mengukur sikap dan motivasi petugas dalam memberikan pelayanan. Dimensi ini merupakan kualitas pelayanan yang diberikan berupa sikap tegas tetapi penuh perhatian terhadap masyarakat. Dalam konteks ini, indikator yang dilihat adalah adanya sopan santun petugas dan bantuan khusus dari petugas selama proses pelayanan berlangsung. Cara-cara tersebut di atas harus ditunjang dengan dengan lima aspek utama, yaitu prosedur, persyaratan pelayanan, sarana dan prasyarana yang dibutuhkan, waktu dan biaya, dan pengaduan keluhan (Parasurarman et al., 1985). Hal-hal tersebut perlu diperhatikan oleh penyedia pelayanan publik untuk memperoleh kualitas yang baik. Bentuk dan Perhitungan Gap Analysis Terdapat beberapa bentuk gap analysis yang dapat digunakan untuk mengukur perkembangan pembangunan khususnya pembangunan di daerah. Bentuk gap analysis tersebut berbeda-beda, tergantung dari penerapan dan fungsinya. Pemerintah Daerah dapat mengadopsi model lima kesenjangan yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1985) dengan melakukan penyesuaian. Dalam konsteks peyediaan layanan publik, Pemerintah Daerah bertindak sebagai perusahaan, sementara masyarakat adalah konsumen produk (layanan). Dengan demikian, model kesenjangan Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1985) dimodifikasi menjadi: 1. kesenjangan antara persepsi Pemerintah Daerah atas ekspektasi masyarakat daerah dan ekspektasi masyarakat akan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah 2. kesenjangan antara persepsi Pemerintah Daerah atas ekspektasi masyarakat daerah dan penjabaran persepsi tersebut menjadi spesifikasi kualitas pelayanan atau standar pelayanan (dalam hal ini, Standar Pelayanan Minimal merupakan standar yang paling relefan) 3. kesenjangan antara standar pelayanan tersebut dan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah 4. kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan informasi eksternal atau pelayanan yang dijanjikan oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat daerah 5. kesenjangan antara tingkat pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat daerah dengan kinerja pelayanan aktual yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Dalam melakukan gap analysis, terdapat beberapa langkah utama yang perlu dilakukan sebagai berikut. 1. Identifikasi komponen pelayanan yang akan dianalisis. Pelayanan yang akan dianalisis dapat berupa pelayanan secara umum ataupun pelayanan tertentu, misalnya pelayanan di bidang pendidikan atau kesehatan, atau pelayanan yang lebih spesifik. 2. Penentuan standar pelayanan Standar pelayanan dapat berupa standar pelayanan formal maupun informal. Standar pelayanan formal adalah standar pelayanan yang tertulis, jelas, dan dikomunikasikan kepada seluruh staf pemberi layanan publik. Sementara itu, standar pelayanan informal 89

7 adalah standar pelayanan tidak tertulis dan diasumsikan telah dimengerti oleh seluruh staf Pemerintah Daerah (Padmodimuljo, 2003a). Dalam kaitannya dengan formalitas penyusunan standar pelayanan, terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan sulitnya menyusun standar pelayanan. Faktor-faktor tersebut adalah komitmen Pemerintah Daerah terhadap kualitas pelayanan (commitment to service quality), penentuan tujuan (goal setting), standarisasi tugas (task standardization), dan persepsi terhadap kelayakan (perception of feasibility). Hasil studi Padmodimuljo (2003a) menunjukkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi formalitas penyusunan standar pelayanan adalah goal setting. Oleh karena itu, perlu definisi tujuan pelayanan umum yang diberikan oleh Pemerintah Daerah secara terukur, jelas, dan spesifik. Informasi dan sosialisasi kepada masyarakat juga penting untuk mencegah adanya persepsi mengenai tujuan ini sehingga hasil gap analysis tidak memberikan kesimpulan dan arah yang keliru (misleading). 3. Penyebaran kuesioner atau wawancara terfokus terhadap masyarakat dan Pemerintah Daerah yang terkait dengan penyediaan pelayanan yang dimaksud. Isi kuesioner dan wawancara disesuaikan dengan desain gap analysis yang akan dilakukan. Pertanyaan kuesioner dan wawancara mencakup aspek dan dimensi yang akan diukur. Dimensi pelayanan yang telah dijelaskan di atas adalah dimensi fisik, dimensi keterlibatan, dimensi ketepatan, dimensi keterjaminan, dan dimensi empati. Untuk memudahkan pengukuran secara kuantitatif, maka setiap dimensi yang dinilai diberi skala atau skor. 4. Analisis Data dengan menggunakan statistik deskriptif a. Perhitungan rata-rata skor untuk setiap pasangan faktor yang sedang dikalkulasi kesenjangannya. Sebagai contoh, apabila sedang menghitung kesenjangan antara tingkat pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat daerah dengan kinerja pelayanan aktual yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, maka dilakukan perhitungan rata-rata tingkat pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat (expected service) dan perhitungan rata-rata untuk kinerja pelayanan aktual yang diberikan Pemerintah Daerah atau yang dirasakan oleh masyarakat (perceived service). Perhitungan rata-rata skor dilakukan dengan menggunakan formula berikut. X1 + X X n X X = = n n keterangan X : Nilai rata-rata X : Variabel yang diukur n: Jumlah observasi Perhitungan tersebut dilakukan untuk masing-masing dimensi yang telah disebut di atas. b. Perhitungan Kesenjangan untuk Masing-masing Dimensi Untuk contoh kasus di atas, kesenjangan untuk setiap dimensi dihitung sebagai: Kesenjangan i (G i ) = Rata-rata expected service i Rata-rata perceived service i (2) c. Perhitungan Rata-rata Kesenjangan Untuk mengetahui kesenjangan pelayanan secara umum, maka dilakukan perhitungan rata-rata kesenjangan G sebagai berikut. Apabila masing-masing dimensi memiliki tingkat kepentingan yang sama (bobot yang sama, maka rata-rata kesenjangan dihitung sesuai dengan Persamaan (1) di atas. (1) 90

8 Apabila masing-masing dimensi memiliki tingkat kepentingan yang bebeda (bobot yang berbeda), maka rata-rata kesenjangan dihitung berdasarkan formula ratarata tertimbang (weighted average) sebagai berikut. 3 ( ) G = Σ w i X i (3) keterangan w i : bobot dimensi i X i : rata-rata skor kesenjangan untuk dimensi i d. Analisis Kesenjangan Apabila G > 0, maka kualitas yang diharapkan masyarakat lebih tinggi daripada kualitas pelayanan yang dirasakan masyarakat. Dengan demikian, Pemerintah Daerah perlu meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan publik. Apabila G < 0, maka kualitas yang diharapkan masyarakat lebih rendah daripada kualitas pelayanan yang dirasakan masyarakat. Dengan demikian, Pemerintah Daerah dianggap telah memberikan pelayanan yang baik. Apabilia G = 0, maka kualitas yang diharapkan masyarakat sama dengan kualitas pelayanan yang dirasakan masyarakat. Dengan demikian, Pemerintah Daerah dianggap telah memberikan pelayanan yang baik namun tetap perlu ditingkatkan 5. Follow Up Dengan berdasarkan hasil analisis tersebut, Pemerintah Daerah dapat mengetahui kinerja pelayanan publik di daerahnya. Selanjutnya Pemerintah Daerah dapat menyusun kebijakan yang diperlukan untuk menutupi kesenjangan tersebut. Pemerintah Daerah dapat pula menggunakan hasil Gap Analysis sebagai dasar dalam perumusan rencana pembangunan di masa mendatang. Sebagai contoh, apabila Pemerintah Daerah memiliki target untuk menutup kesenjangan tersebut dalam kurun waktu dua tahun, maka hasil analisis tersebut dapat menjadi dasar alokasi anggaran dan target-target pencapaian jangka pendek, misalnya penentuan target triwulan. Dengan demikian, secara bertahap Pemerintah Daerah dapat menghilangkan kesenjangan tersebut, memberikan pelayanan publik yang efektif dan efisien, serta dapat menjalankan fungsi Pemerintah Daerah sebagaimana yang diamanatkan oleh Otonomi Daerah. Contoh Penerapan Gap Analysis PT. Pos Indonesia (Posindo) dan PT. TASPEN pada tahun 2003 masing-masing menggunakan metode gap analysis untuk mengetahui kesenjangan antara harapan (ekspektasi) konsumen terhadap kualitas pelayanan dan kualitas pelayanan yang diberikan oleh BUMN. Dalam studi tersebut didefinisikan bahwa apabila kesenjangan bernilai positif maka kualitas pelayanan yang diharapkan oleh konsumen lebih tinggi daripada pelayanan yang dirasakan oleh konsumen. Sebaliknya, apabila kesenjangan bernilai negatif, maka penyedia jasa dianggap telah mampu menyediakan pelayanan seperti yang diharapkan oleh konsumen. Rata-rata kualitas pelayanan yang diharapkan konsumen PT. POSINDO pada tahun 2003 relatif tinggi tetapi kualitas pelayanan yang dirasakan ternyata lebih rendah daripada yang diharapkan. Hal ini mengindikasikan adanya kesenjangan. Kesenjangan yang terbesar terjadi pada dimensi tangible. Sementara kesenjangan terkecil terjadi pada dimensi empathy. Aspek fisik yang harus diperbaiki adalah kelengkapan informasi, seperti brosur, papan petunjuk waktu pelayanan dan lain-lain. Kesenjangan yang cukup besar juga terjadi pada dimensi 3 Tingkat kepentingan setiap dimensi berguna untuk mengetahui aspek pelayanan yang paling penting bagi masyarakat. Hal ini juga dapat ditanyakan dalam kuesioner. Dengan demikian, pemberian bobot untuk setiap dimensi akan didasarkan pada ekspektasi konsumen. 91

9 reliability yaitu yang terkait dengan waktu pengiriman sampai di tujuan yang sulit diprediksi, khususnya paket (Padmodimuljo, 2003a). Sementara itu, kualitas pelayanan yang diberikan PT. TASPEN pada tahun 2003 tergolong baik. Hal ini terlihat dari skor kualitas pelayanan yang dirasakan konsumen rata-rata 6,2 dari skala 7,00. Sementara harapan konsumen akan kualitas pelayanan adalah 6,63 atau sedikit di atas pelayanan yang telah mereka rasakan (Padmodimuljo, 2003b). Penggunaan Gap Analysis dalam Pengambilan Keputusan di Bidang Pemerintahan Daerah Lainnya Pemerintah Daerah dapat menggunakan pendekatan Gap Analysis dalam berbagai bidang pemerintahan di daerah. Dalam konteks penyediaan pelayanan publik, Pemerintah Daerah dapat menggunakan pendekatan gap analysis untuk: 1. membandingkan antara rencana dan realisasi, 2. membandingkan realisasi tahun sekarang dengan realisasi tahun lalu, 3. membandingkan dengan organisasi/daerah lain (benchmarking), Secara sederhana, benchmarking dengan menggunakan Gap Anaysis ini dapat dilakukan misalnya untuk mengetahui kondisi daerah dibandingkan dengan kondisi daerah tetangga atau rata-rata nasional. Sebagai contoh, Gap Analysis berguna untuk melihat ketertinggalan suatu daerah dibandingkan rata-rata nasional dalam hal tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat melek huruf, tingkat kesehatan, tingkat penyerapan tenaga kerja, dan tingkat harapan hidup. Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dapat pula digunakan dalam melakukan Gap Analysis. IPM merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan yang menggunakan paradigma "Human Centered Development." Terdapat tiga parameter yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia, yaitu: 1. derajat kesehatan dan panjangnya umur, yang ditunjukkan oleh angka harapan hidup (life expectation rate) 2. pendidikan, yang diukur dari angka melek huruf rata-rata dan lamanya sekolah, dan 3. pendapatan, yang diukur dengan daya beli masyarakat. Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan United Nation Development Program (UNDP) telah menerbitkan Human Development Report (HDR) sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 2002 dan Meskipun data IPM dalam kedua HDR tersebut kurang up to date, namun Pemerintah Daerah dapat menganalisis data tersebut dengan menggunakan Gap Analysis. Dengan demikian, daerah dapat mengetahui posisi relatif daerah terhadap rata-rata nasional maupun terhadap rata-rata regional. Dengan demikian, upaya pelayanan publik pun dapat diarahkan untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat di daerah. Pendekatan gap analysis juga dapat dimodifikasi untuk melihat kinerja anggaran Pemerintah Daerah. Dalam konteks ini, standar yang akan ditentukan dapat dikonstruksi dari indikator kinerja penganggaran Pemerintahan Daerah, yaitu input, output, efisiensi, kualitas, dan outcome. Hasil gap analysis dapat memberikan rambu-rambu bagi Pemerintah Daerah mengenai usaha yang harus dilakukan untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik. Lebih jauh, berdasarkan alat ukur kuantitatif yang dilakukan, Pemerintah Daerah dapat membuat perencanaan yang memenuhi tenggat waktu yang ditentukan. Dalam hal ini, Pemerintah Daerah dapat membuat kerangka realisasi kinerja yang didasarkan pada skala tertentu. Contoh: Evaluasi Pelayanan Puskesmas Pemerintah Daerah Bekasi melakukan analisis pencapaian kinerja puskesmas dalam menangani pasien demam berdarah. Variabel yang diukur meliputi jumlah tenaga kesehatan, 92

10 jumlah tenaga penyuluh, dan jumlah penderita demam berdarah. Pada tahun 2008, Pemerintah Bekasi memiliki target untuk mengurangi jumlah penderita demam berdarah sebanyak 50 persen dari jumlah penderita di tahun Dengan demikian, Pemerintah Bekasi harus mampu menurunkan jumlah pasien 10 persen per tahun. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada tahun 2004 ternyata Bekasi hanya mampu menurunkan jumlah penderita sebanyak 5 persen dari total penderita di tahun Informasi menunjukkan bahwa jumlah penderita demam berdarah pada tahun 2003 sebanyak 100 orang, sedangkan pada tahun 2004 berkurang menjadi 95 orang. Apabila Pemerintah Bekasi ingin menurunkan penderita demam berdarah menjadi 50 orang pada tahun 2007, maka gap antara realisasi kinerja puskesmas dengan target yang ditetapkan sebesar 45 persen untuk diselesaikan dalam jangka waktu empat tahun. Berdasarkan perhitungan tersebut, Pemerintah Bekasi dapat melakukan persiapan mengenai realisasi program kesehatan yang akan dilakukan dalam empat tahun ke depan. Gap analysis ini akan mempermudah Pemerintah Bekasi dalam merencanakan tahapan program yang realistis. 93

11 Referensi Utama Boulding, W. et al., 1993, A Dynamic Process Model of Service Quality: From Expectations to Behavioral Intentions, Journal of Marketing Research, 30, Flynn, N. 1999, Public Sector Management, Harvester Wheatsheaf, London. Mohamad, Ismail, 2003, Aktualisasi Pelayanan Prima Dalam Kapasitas PNS sebagai Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, Makalah, disampaikan dalam Diskusi Panel Optimalisasi Peran PNS pada Pelaksanaan Tugas Pokok sebagai Abdi Negara dan Abdi Masyarakat, yang diselenggarakan oleh Unit KORPRI POLRI Pusat, pada tanggal 23 Oktober 2003, Jakarta. Padmodimuljo, 2003a, Kualitas Pelayanan PT Pos Indonesia, Laporan Penelitian. Padmodimuljo, 2003a, Kualitas Pelayanan PT TASPEN, Laporan Penelitian. Parasuraman, Zeithaml and Berry, 1985, "A Conceptual Model of Service Quality and Its Implications for Future Research," Journal of Marketing, Fall 1985, pp Purwanto, 2006, Performance-based Budgeting, Diskusi Intern DJAPK Sudrajat, Agus, Membangun Model Pelayanan Publik Yang Dapat Memenuhi Keinginan Masyarakat Suprijadi, Anwar Kebijakan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dalam Pelayanan Publik, Disampaikan pada Peserta Diklatpim Tingkat II Angkatan XIII Kls.A dan B, Tanggal 19 Juli di Jakarta. andplanning/pdfs/wc_wia_na.pdf Zeithaml, Berry and Parasuraman, 1988, "Communication and Control Processes in the Delivery of Service Quality," Journal of Marketing, April 1988, pp

RUANG UTAMA PELAYANAN PUBLIK DI ERA OTONOMI DAERAH. Oleh : Abdul Muis. Abstract

RUANG UTAMA PELAYANAN PUBLIK DI ERA OTONOMI DAERAH. Oleh : Abdul Muis. Abstract RUANG UTAMA PELAYANAN PUBLIK DI ERA OTONOMI DAERAH Oleh : Abdul Muis Abstract As with any era of regional autonomy which is expected to provide services to society effectively and efficiently. Thus, efforts

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah merubah peran yang diberikan kepada kecamatan dalam penyelenggaraan pemerintahan, dibandingkan dengan

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat, maka semakin meningkat pula tuntutan masyarakat

Lebih terperinci

MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK RACHMAT HIDAYAT, MPA PRODI ADMINISTRASI NEGARA FISIP UNIVERSITAS JEMBER

MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK RACHMAT HIDAYAT, MPA PRODI ADMINISTRASI NEGARA FISIP UNIVERSITAS JEMBER MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK COURSE MATERIAL: ANALISA SERVQUAL (Service Quality) RACHMAT HIDAYAT, MPA PRODI ADMINISTRASI NEGARA FISIP UNIVERSITAS JEMBER 2012 Model ServQual Metode ServQual adalah metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan adalah kunci keberhasilan dalam berbagai usaha atau kegiatan yang bersifat jasa.di bidang pemerintahan tidaklah kalah pentingnya masalah pelayanan

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN KUALITAS LAYANAN MENGGUNAKAN METODE SERVICE QUALITY

USULAN PERBAIKAN KUALITAS LAYANAN MENGGUNAKAN METODE SERVICE QUALITY USULAN PERBAIKAN KUALITAS LAYANAN MENGGUNAKAN METODE SERVICE QUALITY Dwi Novirani 1), Hendang Setyo R 2), Ali Muchtar 3) Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

JURNAL ILMU PEMERINTAHAN Volume: Nomer: Tahun 2014 Halaman Http//:www.fisipundip.ac.id

JURNAL ILMU PEMERINTAHAN Volume: Nomer: Tahun 2014 Halaman Http//:www.fisipundip.ac.id JURNAL ILMU PEMERINTAHAN Volume: Nomer: Tahun 2014 Halaman Http//:www.fisipundip.ac.id Evaluasi Efektivitas Pelayanan Publik Kecamatan Kaliwungu Selatan Mashur Ali Fadly, Dr. Reni Windiani, MS, Drs. Yuwanto,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kebutuhan penerima layanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan.

I PENDAHULUAN. kebutuhan penerima layanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan publik menurut Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No: 63/Kep/M.PAN/7/2003 adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepuasaan terhadap perusahaan yang dikelola tersebut. pengalaman pelanggan yang menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. kepuasaan terhadap perusahaan yang dikelola tersebut. pengalaman pelanggan yang menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika ekonomi yang ada di Indonesia sekarang ini menuntut sebuah organisasi atau perusahaan untuk meningkatkan daya saing bisnis. Semakin ketatnya persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi negara serta masyarakatnya. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi negara serta masyarakatnya. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak bersifat dinamik dan mengikuti perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi negara serta masyarakatnya. Penerimaan pajak mempunyai peranan yang dominan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya Pemerintah

PENDAHULUAN. kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya Pemerintah PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan publik oleh Aparatur Pemerintah masih banyak dijumpai kekurangan-kekurangan sehingga belum dapat memenuhi harapan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bidang jasa pengiriman barang. PT. Pos Indonesia (Persero) sebagai salah satu Badan

BAB 1 PENDAHULUAN. bidang jasa pengiriman barang. PT. Pos Indonesia (Persero) sebagai salah satu Badan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PT. Pos Indonesia (Persero) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pengiriman barang. PT. Pos Indonesia (Persero) sebagai salah satu Badan Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Muhammad Ichwan, FE UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Muhammad Ichwan, FE UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Gelombang reformasi yang telah bergulir menuntut perubahan dalam segala tatanan kehidupan dan mendorong perubahan wacana publik dalam menanggapi berbagai realitas kehidupan

Lebih terperinci

114 Universitas Indonesia

114 Universitas Indonesia BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan dari tujuan penelitian, hasil pembahasan dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan, seperti berikut : 1) Secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. KONSEP DAN DEFINISI JASA Keanekaragaman makna dalam hal pemakaian istilah service dijumpai dalam literatur manajemen. Namun demikian, secara garis besar konsep service mengacu

Lebih terperinci

* Agus Mansur, ** Intan Wahyu WD Jurusan Teknik Industri, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta * **

* Agus Mansur, ** Intan Wahyu WD Jurusan Teknik Industri, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta * ** B-1-1 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SERVQUAL SEBAGAI DASAR PENINGKATAN KEPUASAN PELANGGAN (Studi Kasus di P.T. Sumber Bahtera Motor, Yogyakarta) * Agus Mansur, ** Intan Wahyu WD

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Jasa Dunia usaha yang ada dalam kehidupan manusia sehari-hari dapat berkaitan dengan industri jasa dimana pada setiap tahunnya mengalami kemajuan yang cukup pesat seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai pelayanan dalam

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai pelayanan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Birokrasi merupakan instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas

Lebih terperinci

Mengukur Kualitas Layanan Dengan SERVQUAL

Mengukur Kualitas Layanan Dengan SERVQUAL Mengukur Kualitas Layanan Dengan SERVQUAL Ali Rokhman hhtp://arokhman.blog.unsoed.ac.d Sumber utama: Tjptono, Fandy (2008), Service Management, Penerbit ANDI, Yogyakarta Dasar Singkatan Service Quality

Lebih terperinci

BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1. Kualitas Layanan

BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1. Kualitas Layanan BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1. Kualitas Layanan Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna. Beberapa definisi yang kerap kali dijumpai antara lain : kesesuaian dengan persyaratan/tuntutan, pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kementerian Keuangan adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kementerian Keuangan adalah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kementerian Keuangan adalah mewujudkan kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan kepemerintahan, dan penguatan kelembagaan dengan sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhir-akhir ini banyak orang membicarakan masalah krisis kepemimpinan. Konon sangat sulit mencari kader-kader pemimpin pada berbagai tingkatan. Reformasi dilakukan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Sasaran Pembangunan ekonomi nasional ialah mendorong percepatan

I.PENDAHULUAN. Sasaran Pembangunan ekonomi nasional ialah mendorong percepatan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran Pembangunan ekonomi nasional ialah mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi dengan cara mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, percepatan perluasan lapangan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prioritasnya adalah pembangunan di bidang kesehatan. Untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. prioritasnya adalah pembangunan di bidang kesehatan. Untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah Kota Medan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya berupaya melaksanakan pembangunan di segala bidang, salah satu prioritasnya adalah

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. Webster s 1928 Dictionary, dalam Lupiyoadi (2013), menyatakan bahwa

BAB II KERANGKA TEORITIS. Webster s 1928 Dictionary, dalam Lupiyoadi (2013), menyatakan bahwa BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. Teori Tentang Kepuasan Pelanggan 2.1.1. Pengertian Kepuasan Pelanggan Webster s 1928 Dictionary, dalam Lupiyoadi (2013), menyatakan bahwa pelanggan adalah seseorang yang beberapa

Lebih terperinci

KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN BIDANG SUMBER DAYA ALAM BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU (BP2T) ACEH

KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN BIDANG SUMBER DAYA ALAM BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU (BP2T) ACEH ISSN 2302-0199 10 Pages pp. 46-55 KEPUASAN PENGGUNA JASA PELAYANAN PERIZINAN BIDANG SUMBER DAYA ALAM BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU (BP2T) ACEH Faisal 1, Jasman J. Ma ruf 2, Amri 3 1) Magister Manajemen

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Anggaran merupakan suatu instrumen didalam manajemen karena

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Anggaran merupakan suatu instrumen didalam manajemen karena BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis Anggaran merupakan suatu instrumen didalam manajemen karena merupakan bagian dari fungsi manajemen. Di dunia bisnis maupun di organisasi sektor publik, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di daerah terjadi perubahan paradigma, bahkan perubahan paradigma tersebut hampir

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat ini sejalan dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan, pesatnya teknologi kedokteran dan keadaan sosial ekonomi masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat. Dalam menghadapi situasi tersebut, maka perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. semakin ketat. Dalam menghadapi situasi tersebut, maka perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi yang semakin canggih mengakibatkan perubahan dan kemajuan disegala bidang serta menentukan peran aktif dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa Negara wajib melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pasien Kepuasan pasien adalah suatu perasaan pasien yang timbul akibat kinerja layanan kesehatan yang diterima setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu menghasilkan barang atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang

BAB I PENDAHULUAN. mampu menghasilkan barang atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan perekonomian nasional pada era globaliasasi saat ini diarahkan dan diharuskan dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan

Lebih terperinci

PELAYANAN PUBLIK DI ERA DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH : DINAMIKA DAN PROBLEMATIKA

PELAYANAN PUBLIK DI ERA DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH : DINAMIKA DAN PROBLEMATIKA PELAYANAN PUBLIK DI ERA DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH : DINAMIKA DAN PROBLEMATIKA Indra Mudrawan Pusat Inovasi Kelembagaan dan Sumber Daya Aparatur Deputi Bidang Inovasi Administrasi Negara Lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Indonesia saat ini berada dalam situasi yang bergejolak, berubah sangat cepat, dan sulit untuk diprediksi. Keadaan ini merupakan kelanjutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Menurut Kotler yang dikutip oleh Kurniasari (2013:17) Pemasaran adalah proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dirasakan sangat penting, tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dirasakan sangat penting, tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aparatur pemerintah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat mempunyai tugas pokok yang antara lain tercermin dalam penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

BEBERAPA MODEL KEBUTUHAN KONSUMEN

BEBERAPA MODEL KEBUTUHAN KONSUMEN BEBERAPA MODEL KEBUTUHAN KONSUMEN Faster, Better, Cheaper 8 Dimensi Kualitas: 1. Kinerja (Performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti: misal konsumsi bahan bakar, jumlah penumpang yang dapat

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ANALISIS KUALITAS PELAYANAN SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN KOTA BANDAR LAMPUNG

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ANALISIS KUALITAS PELAYANAN SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN KOTA BANDAR LAMPUNG WO- 6.re. /03 _b keir LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA UNIVEPSITAS I AMP Ut074 D 0 INMENTASI LEMBAGA PEPELMA -rang Q at : 17 FE8 2009 No. Inventars: Jen i s Lapo ran P OCR is ANALISIS KUALITAS PELAYANAN SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengurusan maupun pengelolaan pemerintahan daerah, termasuk didalamnya pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LANDASAN HUKUM Dasar Hukum : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; 2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; 3. Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa indikator dari Indeks Pembangunan Manusia (Human Development. sosial ekonomi masyarakat (Koentjoro, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. beberapa indikator dari Indeks Pembangunan Manusia (Human Development. sosial ekonomi masyarakat (Koentjoro, 2011). 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bidang kesehatan merupakan salah satu indikator utama dari berkembangnya kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah geografis tertentu.kesejahteraan masyarakat di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pelanggannya. Sebaliknya jika produsen tidak dapat memberikan kepuasan

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pelanggannya. Sebaliknya jika produsen tidak dapat memberikan kepuasan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kepuasan pelanggan merupakan hal yang sangat penting bagi produsen. Produsen akan dapat memenangkan persaingan bisnis dengan memberikan kepuasan kepada pelanggannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perusahaan jasa, berbagai jenis jasa dan partisipasi pelanggan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perusahaan jasa, berbagai jenis jasa dan partisipasi pelanggan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perusahaan jasa, berbagai jenis jasa dan partisipasi pelanggan dalam proses jasa sangat diperlukan. Partisipasi pelanggan mengacu pada tingkat usaha dan keterlibatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. dan harapan pelanggan atas langganan yang mereka terima atau peroleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. dan harapan pelanggan atas langganan yang mereka terima atau peroleh BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kualitas Pelayanan 2.1.1.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Kualitas pelayanan adalah seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Adanya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang diatur dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang- Undang No.33 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

PELAYANAN PUBLIK DI ERA DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH : DINAMIKA DAN PROBLEMATIKA

PELAYANAN PUBLIK DI ERA DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH : DINAMIKA DAN PROBLEMATIKA PELAYANAN PUBLIK DI ERA DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH : DINAMIKA DAN PROBLEMATIKA Indra Mudrawan Peneliti Muda Pusat Inovasi Kelembagaan dan SDA Email : nda-me@yahoo.com PENDAHULUAN Pelaksanaan Otonomi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengetahui kuliatas pelayanan publik pembuatan Kartu Tanda Penduduk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengetahui kuliatas pelayanan publik pembuatan Kartu Tanda Penduduk II. TINJAUAN PUSTAKA Untuk mengetahui kuliatas pelayanan publik pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pesawaran, penulis akan mendefinisikan beberapa

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN NASABAH ATAS KUALITAS PELAYANAN (STUDI KASUS PADA BANK SWASTA DI RIAU) Fenny Trisnawati & Lukman

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN NASABAH ATAS KUALITAS PELAYANAN (STUDI KASUS PADA BANK SWASTA DI RIAU) Fenny Trisnawati & Lukman ANALISIS TINGKAT KEPUASAN NASABAH ATAS KUALITAS PELAYANAN (STUDI KASUS PADA BANK SWASTA DI RIAU) Fenny Trisnawati & Lukman Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Riau e-mail: fenny_tr@yahoo.com

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap perusahaan bertujuan agar perusahaannya mendapat keuntungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap perusahaan bertujuan agar perusahaannya mendapat keuntungan yang 13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pemasaran dan Konsep Pemasaran Setiap perusahaan bertujuan agar perusahaannya mendapat keuntungan yang maksimal. Tujuan tersebut dapat tercapai apabila perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tetapi juga mencakup pelayanan yang bersifat pencegahan (preventif) untuk

I. PENDAHULUAN. tetapi juga mencakup pelayanan yang bersifat pencegahan (preventif) untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat, maka semakin meningkat pula tuntutan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. Medan Sebagai kota terbesar nomor 3 (tiga) setelah Jakarta dan Surabaya,

BAB I P E N D A H U L U A N. Medan Sebagai kota terbesar nomor 3 (tiga) setelah Jakarta dan Surabaya, BAB I P E N D A H U L U A N 1.1. Latar Belakang Masalah Medan Sebagai kota terbesar nomor 3 (tiga) setelah Jakarta dan Surabaya, Kota Medan berfungsi sebagai pusat pemerintahan daerah, pusat pelayanan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Birokrasi pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu birokrat pemerintah daerah dituntut untuk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 11 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Teknologi Informasi Teknologi informasi sebagai sebuah taksonomi yang lebih holistik, terbagi menjadi beberapa komponen, yaitu (Luhukay, 1996) : a. Teknologi pengolahan : kelompok

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja. Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. 1 Tinjauan Teoretis 2.1. 1 Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja Menurut Mahsun (2006:25) kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

Lebih terperinci

TINGKAT KEPUASAN PASIEN UMUM RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN INSTALASI FARMASI RSUD DR. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

TINGKAT KEPUASAN PASIEN UMUM RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN INSTALASI FARMASI RSUD DR. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA ARTIKEL PENELITIAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN UMUM RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN INSTALASI FARMASI RSUD DR. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA Dewi Sari Mulia Dosen Program Studi D-III Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hak setiap warga negara indonesia yang berhak memperoleh layanan pendidikan yang bermutu sesuai dengan kemampuan dan minat tanpa memandang segala

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tjiptono (2012) mengemukakan bahwa sektor jasa berkontribusi besar dalam perekonomian global. Sebagai contoh, sektor jasa mendominasi Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah mempunyai peranan penting untuk menyediakan layanan publik yang prima untuk semua penduduknya sesuai dengan yang telah diamanatkan didalam undang

Lebih terperinci

LAPORAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN PUBLIK BALAI VETERINER BANJARBARU

LAPORAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN PUBLIK BALAI VETERINER BANJARBARU LAPORAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN PUBLIK BALAI VETERINER BANJARBARU KEMENTERIAN PERTANIAN DITJEN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI VETERINER BANJARBARU 2014 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menjaga mutu layanan yang dihasilkan oleh suatu instansi. Perkembangan teknologi juga semakin pesat, di samping

BAB I PENDAHULUAN. dan menjaga mutu layanan yang dihasilkan oleh suatu instansi. Perkembangan teknologi juga semakin pesat, di samping BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan masyarakat, taraf hidup, pengetahuan, dan teknologi telah menyebabkan masyarakat semakin kritis dalam pemilihan barang dan jasa yang ditawarkan, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan reformasi sektor publik yang begitu dinamis saat ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan masyarakat yang melihat secara kritis buruknya kinerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah

I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah serta perusahaan milik pemerintah dan organisasi sektor publik

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Pada jaman sekarang ini perkembangan dunia medis dan kedokteran di Indonesia sudah semakin berkembang, baik dari ilmu maupun teknologi /peralatan medis dipergunakan. Rumah sakit di tuntut untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi publik maupun swasta perlu untuk peningkatan kinerja aparatur dalam

BAB I PENDAHULUAN. organisasi publik maupun swasta perlu untuk peningkatan kinerja aparatur dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat akan pentingnya peran pelayanan administrasi dalam suatu organisasi publik maupun swasta perlu untuk peningkatan kinerja aparatur dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, terjadi perubahan paradigma pelayanan administrasi publik. Pada era 80-an

BAB I PENDAHULUAN. saat ini, terjadi perubahan paradigma pelayanan administrasi publik. Pada era 80-an BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang

BAB I INTRODUKSI. Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang BAB I INTRODUKSI Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang penelitian, permasalahan penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, dan tahapan-tahapan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN PASIEN UNIT INSTALASI RAWAT JALAN (IRJ) RUMKITAL

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN PASIEN UNIT INSTALASI RAWAT JALAN (IRJ) RUMKITAL PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN PASIEN UNIT INSTALASI RAWAT JALAN (IRJ) RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SERVQUAL DAN QFD Oleh: Hot Pangihutan Sianturi NRP: 9108.201.416

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer. Jenis data ini didapat langsung dari sumber utamanya. Dalam penelitian ini, penulis

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PELAYANAN PENGIRIMAN BARANG ATAU PAKET MENGGUNAKAN METODE SERVICE QUALITY *

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PELAYANAN PENGIRIMAN BARANG ATAU PAKET MENGGUNAKAN METODE SERVICE QUALITY * Reka Integra ISSN: 2338-508 Jurusan Teknik Industri Itenas.03 Vol.03 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Juli 205 USULAN PERBAIKAN KUALITAS PELAYANAN PENGIRIMAN BARANG ATAU PAKET MENGGUNAKAN METODE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mutu Pelayanan Kesehatan 1. Pengertian mutu Mutu merupakan keseluruhan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan konsumen, baik berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Otonomi daerah di Indonesia didasarkan pada undang-undang nomor 22 tahun 1999 yang sekarang berubah menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kepuasan Konsumen Kotler (2004) mengatakan bahwa kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat meningkat. Cara kerja di setiap organisasi senantiasa mengalami perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat meningkat. Cara kerja di setiap organisasi senantiasa mengalami perubahan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi begitu cepat meningkat. Cara kerja di setiap organisasi senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua warga negara berhak mendapatkan jaminan kesehatan. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Semua warga negara berhak mendapatkan jaminan kesehatan. Untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua warga negara berhak mendapatkan jaminan kesehatan. Untuk menjamin kesehatan diperlukan suatu sistem yang mengatur penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara,

BAB I PENDAHULUAN. fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan publik oleh pemerintah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat. Pastinya kemajuan teknologi dan informasi menuntut birokrasi untuk beradaptasi dalam menghadapi dunia global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintah melalui Otonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pelayanan 2.1.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Menurut Goetsh dan Davis (dalam Tjiptono, 2002:51) Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja Aparat Dalam Pelayanan Publik 1. Kinerja Kinerja adalah aspek pendukung dalam melihat hasil kerja suatu organisasi. Melalui kinerja dapat terlihat apakah suatu tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya unit usaha yang lahir dengan berbagai jenis usaha akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya unit usaha yang lahir dengan berbagai jenis usaha akhir-akhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banyaknya unit usaha yang lahir dengan berbagai jenis usaha akhir-akhir ini, menunjukkan geliat ekonomi masyarakat semakin baik, dan sebaliknya pula seiring dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian dilandasi ruh yang merupakan nilai (value) dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian dilandasi ruh yang merupakan nilai (value) dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian dilandasi ruh yang merupakan nilai (value) dan jiwa (spirit) dalam penyelenggaraan pembangunan sehingga tanpa adanya ruh yang menjadi dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ditengah perkembangan dunia industri yang sangat pesat, maka persaingan

BAB I PENDAHULUAN. Ditengah perkembangan dunia industri yang sangat pesat, maka persaingan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ditengah perkembangan dunia industri yang sangat pesat, maka persaingan semakin meningkat pula di antara perusahaan yang menawarkan produk-produk sejenis untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

yang akan datang (Anderson et al.,1994). Menurut Hoffman dan Bateson (1997) kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh kualitas layanan dari suatu

yang akan datang (Anderson et al.,1994). Menurut Hoffman dan Bateson (1997) kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh kualitas layanan dari suatu Bab 1. Pendahuluan Tingginya tingkat persaingan telah membawa pengaruh yang signifikan dalam dunia usaha. Persaingan tidak hanya mengandalkan segi kualitas tetapi juga mengutamakan segi pelayanan. Parasuraman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Good Governance (kepemerintahan yang baik) merupakan issue yang paling menarik dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Kondisi kepemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Kemajuan arus informasi dan teknologi telah mendorong semakin maju dan berkembangnya dunia bisnis jasa pada akhir-akhir ini, khususnya asuransi. Hal ini telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif

BAB I PENDAHULUAN. dan penyelesaian yang komprehensif. Hipotesis seperti itu secara kualitatif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan publik yang menjadi fokus studi disiplin ilmu Administrasi Negara di Indonesia, masih menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian yang

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF R. R. ONY ARIYANTI

RINGKASAN EKSEKUTIF R. R. ONY ARIYANTI RINGKASAN EKSEKUTIF R. R. ONY ARIYANTI, 2006. Analisis Kualitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) pada Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Propinsi DKI Jakarta. Dibawah bimbingan M. SYAMSUL MA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah perpustakaan yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah perpustakaan yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perpustakaan Perguruan Tinggi adalah perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, maupun lembaga yang berhubungan dengan perguruan tinggi, yang mempunyai

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memeproleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN VETERAN Jawa Timur. Oleh :

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memeproleh Gelar Sarjana Pada FISIP UPN VETERAN Jawa Timur. Oleh : KUALITAS PELAYANAN CUSTOMER SERVICE KEPADA PELANGGAN TELKOM di PLASA TELKOM SIDOARJO (Studi Deskriptif Kualitatif Pada Customer Services Pelayanan Pengaduan) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lamongan, Januari 2012 Kepala Bagian Bina Pengelolaan Keuangan dan Asset. S U B A N I, SE, MM Pembina NIP

KATA PENGANTAR. Lamongan, Januari 2012 Kepala Bagian Bina Pengelolaan Keuangan dan Asset. S U B A N I, SE, MM Pembina NIP KATA PENGANTAR Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instasi pemerintah berdasarkan indicator- indikator

Lebih terperinci

BAB V FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN

BAB V FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN BAB V FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN Faktor-faktor penentu keberhasilan merupakan hasil kajian dari pilihanpilihan strategi yang telah diuji dengan visi, misi, dan nilai-nilai organisasi pemerintah

Lebih terperinci

Usulan Peningkatan Kualitas Pelayanan Rawat Inap Menggunakan Metoda Service Quality (Servqual) *

Usulan Peningkatan Kualitas Pelayanan Rawat Inap Menggunakan Metoda Service Quality (Servqual) * Reka Integra ISSN: 2338-5081 Jurusan Teknik Industri.02 Vol. 02 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Oktober 2014 Usulan Peningkatan Kualitas Pelayanan Rawat Inap Menggunakan Metoda Service Quality

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pelayanan yang terdiri dari bukti fisik (tangibles), empati (empathy),

BAB III METODE PENELITIAN. pelayanan yang terdiri dari bukti fisik (tangibles), empati (empathy), BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mendalami tentang pengaruh kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik (tangibles), empati (empathy), keandalan

Lebih terperinci