ANALISIS PERBANDINGAN DUA PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PERKOSAAN DI PENGADILAN NEGERI GORONTALO
|
|
- Teguh Sudirman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1
2 ANALISIS PERBANDINGAN DUA PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PERKOSAAN DI PENGADILAN NEGERI GORONTALO Wahyudin H. Sabudi Pembimbing I: Prof. Dr. Fenty U. Puluhulawa, SH., M.Hum Pembimbing II: Nirwan Junus, SH., MH JURUSAN ILMU HUKUM ABSTRAK Artikel ini dibuat untuk menjelaskan penerapan sanksi tindak pidana terhadap pelaku tindak pidana perkosaan pada putusan nomor: 101/Pid.B/2012/Pn.Gtlo dan putusan nomor: 192/Pid.B/2011/Pn.Gtlo serta menganalisis perbandingan pertimbangan hakim dalam memutus perkara nomor 101/Pid.B/2012/Pn.Gtlo dengan putusan nomor: 192/Pid.B/2011Pn.Gtlo. Penelitian ini menggunakan penelitian normatif dengan lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Gorontalo. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa penerapan sanksi pidana terhadap pelaku perkosaan dalam dua putusan ini telah dipertimbangkan berdasarkan pertimbangan yuridis yaitu dakwaan dan tuntutan jaksa, dan fakta-fakta hukum yang ada. Pertimbangan hakim dalam hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa yang termuat dalam kedua putusan ini belum objektif, hanya karena terdakwa bersikap sopan dalam persidangan saja dapat meringankan vonis yang diberikan oleh hakim. Hakim yang menangani kedua putusan ini berbeda, sehingga pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan pun otomatis berbeda. Perbandingan pertimbangan hakim dalam memutus kedua perkara ini sangat jelas bersifat subjektif karena adanya bias dalam menjatuhkan hukuman pada kedua perkara ini. Pembuktian kedua kasus ini bersifat objektif, sementara pertimbangan dalam menjatuhkan hukuman masih kental dengan subjektifitas. Kata Kunci: Pemerkosaan, putusan hakim, tindak pidana A. PENDAHULUAN Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 yang menjujung tingi hak dan kewajiban bagi warga Negaranya. Bagi warga Negara Indonesia haruslah taat dan sadar pada Hukum, dan kewajiban Negara untuk menegakan dan menjamin kepastian hukum bagi warga negaranya. 2
3 Masalah keadilan dan hak asasi manusia dalam kaitannya dengan penegakan hukum pidana memang bukan merupakan pekerjaan yang sederhana untuk direalisasikan. Banyak peristiwa dalam kehidupan masyarakat menunjukkan bahwa kedua hal tersebut kurang memperoleh perhatian yang serius dari pemerintah, padahal sangat jelas dalam Pancasila, sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia, masalah perikemanusiaan dan perikeadilan mendapat tempat sangat penting sebagai perwujudan dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab serta sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Paham hak asasi manusia dan kebebasan yang dibawa pemikiran sekuler ke Indonesia, mengutamakan kepentingan pribadi dan melupakan kepentingan umum. 1 Keadaan yang mengalami pasang surut dalam cerminan kecemerlangan dalan keburaman jutaan wajah umat manusia. Hampir menjadi kenyataan, bahwa penindasan (pelanggaran) terhadap HAM menempati bagian dari sejarah, dengan fenomena yang berulangkali, bahwa rekaman sejarah terhadap nasib hak-hak asasi juga senantiasa menyuarakan bagian-bagian pembelaannya yang heroik atas musnahnya kemerdekaan itu sendiri. Bahkan problem HAM telah berkembang sedemikian penting, sehingga menjadi dilema global. Hukum tertulis tidak dapat dengan segera mengikuti arus perkembangan masyarakat. Dengan berkembangnya masyarakat, berarti berubahnya nilai-nilai yang dianutnya, dan nilai-nilai dapat mengukur segala sesuatu, misalnya tentang rasa keadilan masyarakat. 2 Suatu kenyataan bahwa di dalam pergaulan hidup manusia, individu maupun kelompok, sering terdapat adanya penyimpanganpenyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidupnya, terutama yang dikenal sebagai norma hukum. Dimana dalam pergaulan manusia bersama, penyimpangan norma hukum ini disebut sebagai kejahatan. 3 Setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah (fakta) oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan 1 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (suatu kajian filosofis dan sosiologis), Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002, hlm Adami Chawazi, Pelajaran Hukum Pidana: bagian 2, Rajagrafindo Persada, Jakarta, Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm 49 3
4 akibat yang ditimbulkan karenanya. Keduanya memunculkan kejadiaan dalam alam lahir (dunia). 4 Namun dalam kenyataan penerapan dalam pasal-pasal belum menyentuh rasa keadilan, vonis yang dijatuhkan hakim pada para pemerkosa rendah dibandingkan dengan standar maksimal pidana yang telah ditetapkan dalam Pasal 285 KUHP. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Gorontalo, mengenai putusan pengadilan terhadap kasus perkosaan, selama kurang lebih tiga tahun terakhir, Pengadilan Negeri gorontalo telah memutus perkara perkosaan sebanyak 54 kasus. Jumlah kasus ini terhitung dari bulan Juni 2010 Agustus Sebagai contohnya adalah putusan nomor perkara :192/Pid.B/2011/ PN.GTLO. Berdasarkan putusan ini terdakwa hanya dijatuhi hukuman penjara selama 3 tahun. Hal ini berbanding terbalik dengan putusan nomor perkara :101/Pid.B/2012/PN.Gtlo, yang memberikan vonis hukuman penjara terhadap terdakwa selama 8 tahun. Padahal kedua putusan ini merupakan putusan atas tindak pidana yang sama yaitu tindak pidana perkosaan. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Hakim dalam menyelesaikan perkara yang diajukan, wajib mempehatikan dengan sungguhsungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. 5 Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian guna menyusun skripsi dengan judul : ANALISIS PERBANDINGAN DUA PUTUSAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN DI PENGADILAN NEGERI GORONTALO Adapun yang menjadi rumusan permasalahan dari penelitian ini yaitu bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana perkosaan dalam putusan nomor : 101/ Pid.B/ 2012/PN.GTLO dan putusan nomor 4 Moeljanto, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm 64 5 Fence Wantu Idee Des Recht Kepastian hukum, Keadilan dan Kemanfaatan (Implemtasi dalam Proses Peradilan Perdata).Yogyakarta.PustakaPelajar, 2011, hlm.88. 4
5 192/Pid.B/2011/PN.GTLO serta bagaimana perbandingan pertimbangan putusan hakim dalam putusan nomor: 101/ Pid.B/ 2012/PN.GTLO dengan putusan nomor 192/ Pid.B/ 2011/PN.GTLO. B. METODE PENELITIAN Dalam penulisan dan penyusunan proposal penelitian ini metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian normatif pendekatan kasus (Case Approach). Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukukan telaah terhadap kasus - kasus yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang ada di Pengadilan Negeri Gorontalo. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis deduksi. Metode deduksi merupakan metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor, kemudian dari kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion. C. PEMBAHASAN Berdasarkan putusan nomor: 101/Pid.B/2012/Pn.Gtlo ini, Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan berbentuk dakwaan subsidaritas yaitu primair melanggar Pasal 285 KUHP tentang perkosaan, subsidair melanggar pasal 289 KUHP tentang perbuatan cabul. Penerapan dakwaan subsidairitas ini, dikarenakan berdasarkan penelitian pada materi dakwaan ini dipergunakan karena, suatu akibat yang ditimbulkan oleh suatu tindak pidana menyentuh atau menyinggung beberapa ketentuan pidana. Oleh karena itu, penuntut umum memilih untuk menyusun dakwaan yang berbentuk subsider, dimana tindak pidana yang diancam dengan pidana pokok terberat yaitu pasal 285 KUHP, ditempatkan pada lapisan atas dan tindak pidana yang diancam dengan pidana yang lebih ringan dalam hal ini, pasal 289 KUHP ditempatkan di bawahnya. Konsekuensi pembuktiannya, jika satu dakwaan telah terbukti, maka dakwaan selebihnya tidak perlu dibuktikan lagi. Penerapan sanksi pidana terhadap terdakwa yaitu dengan dakwaan yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum terhadap terdakwa Tulus Nugroho yaitu pidana penjara 10 tahun. Setelah 5
6 dianalisis, tuntutan dakwaan dalam surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum ini sudah tepat karena sudah memenuhi syarat formil dan materill. Sebagaimana fakta-fakta yang terungkap dipersidangan serta diperkuat dengan adanya alat bukti berupa keterangan saksi-saksi, hasil Visum Et Repertum serta keterangan terdakwa dan memperhatikan barang bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum di persidangan dan semua itu dapat dipandang saling berhubungan satu sama lain maka majelis Hakim telah mempertimbangkan bahwa unsur-unsur dari pasal yang didakwakan telah sesuai dengan fakta-fakta yang ditemukan dalam persidangan tersebut. Adapun fakta-fakta tersebut adalah, di mana TN telah terbukti melakukan Delik Perkosaan, yaitu dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang dalam hal ini ialah SRN untuk bersetubuh dengan Terdakwa di luar perkawinan. SRN sudah berusaha melawan namun takut setelah terdakwa mengancam pada saat kejadian di kamar kost kakak korban SRN bertempat dikelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara Kota Gorontalo pada tanggal 17 Mei 2012, pukul wita. Saat kejadian korban merasakan sakit, dan korban merasa ketakutan dan trauma setelah kejadian tersebut, SRN sempat dirawat inap di RS Aloe Saboe Kota Gorontalo. Berdasarkan hasil penelitian terhadap materi perkara putusan nomor: 192/Pid.B/2011/Pn.Gtlo ini, bentuk dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini adalah dakwaan tunggal. Dalam dakwaan ini, terdakwa hanya dikenai satu perbuatan saja, tanpa diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain. Yaitu terdakwa didakwa melanggar pasal 285 KUHP tentang perkosaan. Dengan dakwaan Penuntut Umum, hukuman pidana penjara 4 tahun. Fakta-fakta tersebut adalah, terdakwa AM telah terbukti melakukan tindak pidana perkosaan, yaitu dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita yang dalam hal ini ialah HP untuk bersetubuh dengan Terdakwa di luar perkawinan. HP sudah berusaha menolak ajakan terdakwa dan melawan namun takut setelah terdakwa mengancam pada saat kejadian di kamar rumah nenek terdakwa bertempat di Kelurahan Botu Kota Timur Kota Gorontalo pada tanggal 26 Januari 2011, pukul wita. Saat itu korban HP baru mengenal 6
7 terdakwa setelah pada tanggal 24 Januari 2011 terdakwa mengajak kenalan sambil meminta nomor handphone korban. Setelah dianalisis oleh penulis, surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum yang hanya memberikan tuntutan 4 tahun pejara terhadap terdakwa dengan artian seperempat dari maksimal 12 tahun dalam hukuman tindak pidana perkosaan ini sudah sesuai aturan yang berlaku. Jika dilihat dari syarat materill surat dakwaan ini, tentang bagaimana tindak pidana itu dilakukan dan apakah yang mendorong terdakwa melakukan tindak pidana perkosaan tersebut, seperti yang sudah diuraikan dalam posisi kasus ini diatas maka disimpulkan bahwa pelaku melakukan tindak pidana perkosaan ini, Jaksa Penuntut Umum menilai adanya peranan korban dalam kasus ini. Korban telah memberikan peluang terhadap terdakwa secara tidak langsung, dengan kata lain korban sudah ada perasaan suka terhadap terdakwa, dan mau diajak jalan-jalan oleh terdakwa setelah sebelumnya pelaku dan korban sudah saling mengenal dan saling tukar nomor handpone. Berdasarkan dua posisi kasus sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa putusan dalam perkara tersebut diatas telah sesuai dengan ketentuan baik hukum pidana formil maupun hukum pidana materil dan syarat dapat dipidananya seorang terdakwa, hal ini didasarkan pada pemeriksaan dalam persidangan, dimana alat bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, termasuk di dalamnya keterangan saksi yang saling bersesuaian ditambah dengan keterangan terdakwa yang mengakui secara jujur perbuatan yang dilakukannya. Oleh karena itu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gorontalo menyatakan bahwa unsur perbuatan terdakwa telah mencocoki rumusan delik yang terdapat dalam Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dengan demikian perbuatan terdakwa merupakan yang bersifat melawan hukum dan tidak terdapat alasan pembenar. Terdakwa juga adalah orang yang menurut hukum mampu bertanggung jawab dan dia melakukan perbuatan dengan sengaja serta tidak ada absan pemaaf. Sehingga dengan demikian putusan majelis hakim yang memberikan pemidanaan sudah tepat. Sebagaimana maksud dari pemidanaan itu sendiri adalah bukan sematamata untuk membalas dendam (represif) atas perbuatan pidana yang telah 7
8 dilakukan terdakwa, tetapi juga bertujuan edukatif dan korektif bagi terdakwa, agar terdakwa memperbaiki sikap dan perbuatannya sehingga bisa kembali menjadi warga masyarakat yang berguna, disamping itu pemidaan juga bersifat previntif yaitu untuk mencegah dilakukannya perbuatan pidana dan untuk mengayomi negara dan masyarakat. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia, merupakan pemberian makna kepada pidana dalam sistem hukum Indonesia. Meskipun pidana itu pada hakikatnya merupakan suatu nestapa, namun pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia. Secara normatif, pengadilan adalah tempat untuk mendapatkan keadilan. Hal itu tersandang dari namanya pengadilan dan dari irah-irah putusan Hakim yang menjadi gawangnya. Menurut irah-irah itu, dalam menyelesaikan perkara Hakim tidak bekerja demi hukum atau demi undang-undang, melainkan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Frase Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi simbol bahwa Hakim bekerja mewakili Tuhan Yang Maha Esa. Frase itu juga menjadi jaminan bahwa Hakim dalam menyelesaikan perkara akan bekerja secara jujur, bersih, dan adil karena ia mengatas namakan Tuhan. Sebab jika tidak demikian, maka Hakim yang tidak berlaku jujur, bersih, dan adil, kelak di pengadilan terakhir ia harus mempertanggungjawabkan perbuatan dan perilakunya di hadapan Tuhan Yang Maha Adil. Dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara, hakim terikat dengan hukum acara, yang mengatur sejak memeriksa dan memutus. Dan hasil pemeriksaan itulah nantinya yang akan menjadi bahan pertimbangan untuk mengambil putusan. Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan merupakan bahan utama untuk dijadikan pertimbangan dalam suatu putusan, sehingga ketelitian, kejelian dan kecerdasan dalam mengemukakan/ menemukan fakta suatu kasus merupakan faktor penting dan menentukan terhadap hasil putusan. Hakim sebelum memutuskan suatu perkara memperhatikan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, keterangan para saksi yang hadir dalam persidangan, keterangan 8
9 terdakwa, alat bukti, syarat subjektif dan objektif seseorang dapat dipidana. Dalam amar putusan nomor 101/Pid.B/2012/Pn.Gtlo ini, hakim menyebutkan dan menjatuhkan sanksi berupa: 1. Menyatakan terdakwa TN bersalah melakukan tindak pidana dengan kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan 2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa TN dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun penjara 3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan: 4. Menetaapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan 5. Membebankan terdakwa membayar biaya perkara ini sebesar 2.000,- (dua ribu rupiah) Hal-hal yang yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut : 1. Mempertimbangkan bahwa kejadian tersebut terjadi pada Kamis 17 Mei Bahwa terdakwa dalam melakukan keinginanya untuk menyetubuhi korban SRN dilakukan dengan ancaman kekerasan dan paksaan. 3. Hakim mempertimbangkan berkas perkara atas nama terdakwa. 4. Hakim mempertimbangkan barang bukti yang diajukan dalam persidangan dan telah dibenarkan oleh terdakwa. 5. Bahwa hakim mempertimbangkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dengan nomor registrasi PDM-003/GORON/0712, tertanggal 11 September Hakim mempertimbangkan bahwan atas dakwaan Penuntut Umum tersebut terdakwa tidak mengajukan permohonan keringanan hukuman. 7. Hakim mempertimbangkan bahwa atas permohonan keringanan hukuman pidana tersebut, Penuntut Umum tetap pada tuntutan pidananya, dan terdakwa tetap pada permohonannya. 9
10 8. Hakim mempertimbangkan keterangan dari saksi-saksi yang telah memberikan keterangan di bawah sumpah. Hal-hal yang memberatkan : - Pebuatan terdakwa meresahkan masyarakat - Perbuatan terdakwa merusak masa depan saksi korban - Terdakwa terbelit-belit dalam memberikan keterangan dipersidangan. Hal-hal yang meringankan : - Terdakwa belum pernah dihukum. Berdasarkan amar putusan nomor 192/Pid.B/2011/Pn.Gtlo, hakim menyebutkan dan memutuskan sanksi berupa : 1. Menyatakan terdakwa ANWAR MISILU alias ANWAR telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana PERKOSAAN 2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 3(tiga) tahun 3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. 4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan 5. Menetapkan barang bukti berupa 1 buah celana dalam warna coklat, dirampas untuk dimusnahkan 6. menetapkan terdakwa dibebankan untuk membayar biaya perkara sebesar Rp ,- Hal-hal yang yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara tersebut : 1. Mempertimbangkan bahwa kejadian tersebut terjadi pada Rabu 26 Januari Bahwa terdakwa ANWAR dalam melakukan keinginanya untuk menyetubuhi korban HP dilakukan dengan paksaan. 3. Hakim mempertimbangkan berkas perkara atas nama terdakwa. 4. Hakim mempertimbangkan barang bukti yang diajukan dalam persidangan dan telah dibenarkan oleh terdakwa. 10
11 5. Bahwa hakim mempertimbangkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. 6. Hakim mempertimbangkan keterangan dari saksi-saksi yang telah memberikan keterangan di bawah sumpah. Hal-hal yang memberatkan : - Perbuatan terdakwa telah merugikan Saksi Korban dan keluarganya - Perbuatan terdakwa dilakukan diluar ikatan perkawinan Hal-hal yang meringankan : - Terdakwa mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya - Terdakwa bersikap sopan selama persidangan - Terdakwa belum pernah dihukum - Terdakwa masih berusia muda dan masih dapat dibina kembali. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan harus mencerminkan rasa keadilan dan dituntut untuk mempunyai keyakinan berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan berdasarkan keadlian yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang yang mengatur dan menjadi dasar dari seluruh peraturan yang ada dalam Republik Indonesia. Seberat ataupung seringan apa pun pidana yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim, tidak akan menjadi masalah selama tidak melebihi batas maksimum atapun minimum pemidanaan yang yang diancamkan oleh pasal dalam Undang-undang tersebut. Tujuan pemidanaan adalah bukan semata-mata untuk membalas dendam atas perbuatan yang telah dilakukan oleh terdakwa, tetapi juga bertujuan edukatif dan korektif bagi terdakwa, agar terdakwa memperbaiki sikap dan perbuatannya sehingga dapat kembali menjadi warga masyarakat yang berguna, disamping itu pemidanaan juga bertujuan untuk mencegah dilakukannya perbuatan pidana dan untuk mengayomi negara dan masyarakat. Sebagaimana menurut Sholehuddin tujuan pemidanaan yaitu: memberikan efek penjeraan dan penangkalan, pemidanaan sebagai rehabilitasi, pemidanaan sebagai wahana pendidikan moral, atau merupakan proses reformasi. 6 6 Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System & Implementasinya, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2003, hal
12 Dalam menjatuhkan pemidanaan, Hakim juga harus mempertimbangkan beberapa aspek baik dari aspek yuridis, maupun pertimbangan dari aspek psikologis dan sosiologis.aspek yurudis merupakan aspekyang pertama dan utama dengan berpatokan kepada undang-undang yang berlaku. 7 Sebelum pertimbangan-pertimbangan yuridis ini di buktikan dan dipertimbangkan oleh Majelis Hakim, maka Majelis Hakim terlebih dahulu Majelis Hakim akan menarik fakta-fakta dalam persidangan yang timbul dan dan merupakan konklusi komulatif dari keterangan para saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti yang diajukan dan diperiksa dipersidangan. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa Kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Dalam sistem peradilan Eropa Kontinental hakim tidak terikat pada putusan pengadilan yang pernah dijatuhkan mengenai perkara yang serupa. 8 Dalam menjatuhkan pidana tersebut di atas adalah mengenai hal-hal yang meringankan dan memberatkan terhadap terdakwa. Hal-hal yang meringankan dan menberatkan tersebut juga mengakibatkan adanya perbedaan ancaman pidana terhadap terdakwa yang di muat dalam putusan hakim. Berkaitan dengan hal-hal apa saja yang harus di pertimbangkan oleh hakim sebelum menjatuhkan pidana, baik perundang-undangan, yurisprudensi, dan ilmu hukum tidak memberikan pedoman yang pasti dan mengikat mengenai hal tersebut bagi hakim. Memang dengan adanya kebebasan bagi hakim dalam pemidanaan tampaknya sangat mudah bagi hakim dalam menentukan pidana. Kebebasan yang dimiliki oleh hakim tersebut bukanlah berarti kebebasan yang mutlak yang tak terbatas dan tidak boleh mengakibatkan terjadinya 7 Ahmad Rivai, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Prespektif Hukum Progresif, Sinar Grafika,Jakarta, 2010, hlm Fence M. Wantu, 2011, Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan(Implementasi dalam Proses Peradilan Perdata) cetakan pertama. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm
13 kesewenangan hakim dalam menentukan pemidanaan. Hal ini karena, kebebasan yang di miliki oleh hakim tidak mengandung arti dan maksud untuk menyalurkan kehendaknya dengan kesewenang-wenangan subyektif, selain itu, ia harus memperhitungkan sifat dan seriusnya delik yang di lakukan, keadaan yang meliputi perbuatan-perbuatan yang di hadapkan kepadanya. Mengenai hal-hal yang memberatkan dan meringankan yang ada dalam putusan ini hanya mengikuti putusan-putusan yang memuat tentang hal yang meringankan dan memberatkan yang telah ada sebelumnya. Ini yang menyebabkan hukuman-hukuman khususnya dalam perkara perkosaan belum maksimal. Fakta yang terlihat dari hal-hal yang meringankan terdakwa dalam putusan yang memberikan vonis 3 tahun hukuman penjara yang telah diuraikan sebelumnya, menunjukkan bahwa putusan hakim bersifat subyektif. Hanya karena terdakwa bersikap sopan dan mengakui serta menyesali perbuatannya saja telah menjadikan ringannya vonis yang diterimanya. Tidak ada aturan tertulis yang menjelaskan tentang dasar yang menjadikan ukuran sikap sopan terdakwa dalam persidangan. Disparitas pemidanaan menjadi issu utama dalam sistem peradilan pidana, terutama berkaitan erat dengan pertanyaan apakah suatu putusan hakim sudah memenuhi rasa keadilan. Makna disparitas pemidanaan akan tercermin dari putusan jumlah pidana yang dijatuhkan atas satu pelanggaran hukum yang sama, namun memperoleh hukuman yang berbeda. Lebih spesifik, disparitas pidana dapat terjadi dalam beberapa kategori, yakni disparitas antara tindak pidana yang sama, disparitas pidana antara tindak pidana yang mempunyai tingkat keseriusan yang sama, disparitas pidana yang dijatuhkan oleh satu majelis hakim, dan juga disparitas antara pidana yang dijatuhkan oleh majelis hakim yang berbeda untuk tindak pidana yang sama. Karenanya disparitas dapat dipahami sebagai suatu keadaan yang berkenaan dengan adanya perbedaan dalam penjatuhan pidana untuk kasus yang serupa atau setara keseriusannya, tanpa ada alasan pembenaran yang jelas. Hakim yang menangani kedua putusan ini berbeda, sehingga pertimbangan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan pun 13
14 otomatis berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa putusan hakim bersifat subjektif. Dengan adanya kebebasan hakim dalam hal mempetimbangkan berat ringannya vonis terhadap terdakwa menjadikan hakim hanya melihat dari sisi terdakwa saja. Hakim hanya melihat dari fakta yang ada di persidangan. Kebebasan seorang hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap terdakwa perkosaan, dalam mempertimbangkan berat ringannya putusan yang akan diberikan terkecoh dengan sikap sopan terdakwa dalam persidangan. D. PENUTUP Berdasarkan uraian dibab-bab diatas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa penerapan sanksi pidana terhadap pelaku perkosaan dalam perkara putusan nomor 101/Pid.B/2012/Pn.Gtlo dan putusan nomor 192/Pid.B/2011/Pn.Gtlo di pertimbangkan berdasarkan pertimbangan yurdis yaitu dakwaan dan tuntutan jaksa, dan fakta-fakta hukum baik melalui keterangan-keterangan saksi, keterangan terdakwa, maupun alat-alat bukti. Dengan terpenuhinya unsur-unsur dalam kedua putusan hakim tersebut, maka terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, sesuai dengan putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim, dengan menjalani Pidana penjara selama 8 tahun pada putusan nomor 101/Pid.B/2012/Pn.Gtlo dan pada putusan nomor 192/Pid.B/2011 /Pn.Gtlo dengan pidana penjara 3 tahun. Dalam memutus perkara, Majelis hakim mempunyai banyak pertimbangan dengan terpenuhinya unsur-unsur sesuai dengan pasal yang didakwakan dan tidak ada alasan pembenar, dan hal-hal yang meringankan dan memberatkan serta yang diperkuat dengan adanya keyakinan Hakim, sehingga dinyatakan bersalah. Meskipun dua perkara ini memuat jenis perkara yang sama, yaitu perkara perkosaan namun Majelis Hakim memiliki pertimbangan yang berbeda untuk kedua perkara ini. Bias dalam menjatuhkan hukuman tampaknya banyak terjadi pada waktu hakim mengidentifikasi pertimbangan-pertimbangan dalam menjatuhkan hukuman. Hakim terjebak dalam pertimbangan-pertimbangan dalam hal perilaku terdakwa pada persidangan dibandingkan dengan waktu 14
15 membuktikan bersalah tidaknya pelaku. Pembuktian kasus lebih objektif, sementara pertimbangan menjatuhkan hukuman kental dengan subjektivitas. Dalam menangani perkara tindak pidana perkosaan dipengadilan, apakah perbuatan terdakwa telah memenuhi semua unsur yang terkandung dalam Pasal 285 KUHP, maka sebaiknya Jaksa Penuntut Umum memberikan tuntutan dakwaan seberat-beratnya. Adapun saran dari penulis adalah: dalam menjatuhkan pidana penjara hakim dalam menangani kasus perkosaan sebaiknya memberikan vonis selamalamanya 12 tahun penjara. Diharapkan agar dalam penyelenggaraan peradilan di pengadilan, aparat hukum yang berperan dalam peradilan dalam tindak pidana perkosaan, sebaiknya adanya komposisi yang sebanding atau jika perlu, jaksa penuntut, majelis hakim dan panetera adalah perempuan. Menurut saya setelah adanya kejadian seperti ini seharusnya orang tua atau wali memperdalam pelajaran spiritual bagi anak dan menanamkan nilai-nilai moral dan kesopanan secara terus menerus sehingga dimasa mendatang anak dapat terhindar dari halhal yang terjadi pada masa lampau dan menjadikanya sebagai pelajaran agar hal ini tidak terjadi dimasa mendatang. DAFTAR PUSTAKA Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (suatu kajian filosofis dan sosiologis), Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana (bagian 2), Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2005 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Prespektif Hukum Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, 2010 Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008 Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track System & Implementasinya, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 yang menjujung tingi hak dan kewajiban bagi
Lebih terperinciBAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
26 BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Tentang Dua Putusan Hakim nomor: 101/Pid.B/ 2012/PN.GTLO dan putusan nomor: 192/Pid.B /2011/PN.GTLO 4.1.1 Putusan Nomor: 101/Pid.B/2012/PN.GTLO. 1. Posisi
Lebih terperinciANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK. Sulasmin Hudji. Pembimbing I : Dr. Fence M. Wantu, SH.,MH
1 ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP KASUS ASUSILA PADA ANAK (studi kasus Pengadilan Negeri Gorontalo dengan putusan perkara nomor 226/pid.b/2011/PN.grtlo dan putusan perkara nomor 11/pid.b/2013/PN.grtlo)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciDirektori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG
P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian
Lebih terperinciDEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor: 80/Pid.B/2013/PN.Unh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Unaaha yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana pada peradilan tingkat pertama dengan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Pemidanaan 1. Tujuan Hukum Pidana Tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan orang perseorangan atau hak asasi manusia dan masyarakat. Tujuan hukum
Lebih terperinciDEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor: 77/Pid.B/2013/PN.Unh DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Unaaha yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana pada peradilan tingkat pertama dengan
Lebih terperinciPenerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor 322/Pid.B/2015/ PN BJ. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. : Stabat; : ELIEZER SIREGAR Als.
P U T U S A N Nomor 322/Pid.B/2015/ PN BJ. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa perkara-perkara pidana pada Peradilan tingkat pertama dengan acara pemeriksaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin
Lebih terperinciTindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 108/Pid.B./2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor : 108/Pid.B./2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Unaaha yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam acara pemeriksaan biasa
Lebih terperinciP U T U S A N. No. 53 / Pid.B / 2013 / PN. UNH DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N No. 53 / Pid.B / 2013 / PN. UNH DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Unaaha yang memeriksa dan mengadili perkara pidana pada peradilan tingkat pertama dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya dalam Pasal 1 ayat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat
Lebih terperinciP U T U S A N. Nomor : 212/ Pid. B / 2010 / PN. SKH. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor : 212/ Pid. B / 2010 / PN. SKH. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sukoharjo yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana pada tingkat pertama
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 99/Pid.B./2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor : 99/Pid.B./2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Unaaha yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dalam acara pemeriksaan biasa
Lebih terperinciPUTUSAN Nomor : 162/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama : BANGUN ARITONANG Als PAK ENJEL
PUTUSAN Nomor : 162/Pid.B/2014/PN.Bkn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Bangkinang yang mengadili perkara pidana pada tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa telah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu atau disingkat pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 78/PID/2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
1 P U T U S A N Nomor : 78/PID/2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-pekara pidana pada pengadilan tingkat banding telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan Negara hukum
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan Negara hukum (rechtstaat), bukan berdasarkan kekuasaan belaka (mechstaat).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan
Lebih terperinciKAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT
KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus Putusan Nomor: 198 /Pid.B/2015/PN.Skt. & Putusan Nomor 145/Pid.B/2016/PN.Skt.)
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 140/Pid.B/2013/PN.Unh.
P U T U S A N Nomor : 140/Pid.B/2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Unaaha yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana, pada tingkat pertama yang diperiksa
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------
Lebih terperinciANALISIS HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM PERKARA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR ABSTRAK
1 ANALISIS HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM PERKARA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ANAK DI BAWAH UMUR ABSTRAK FANDY MANGGOPA, Hukum Acara Pidana, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo, Desember 2013,
Lebih terperinciP U T U S A N. Nomor : 459/PID/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor : 459/PID/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan, yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dalam Peradilan Tingkat Banding, telah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau
Lebih terperinciP U T U S A N NOMOR : 727/PID.SUS/2014/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
1 P U T U S A N NOMOR : 727/PID.SUS/2014/PT-MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ----- PENGADILAN TINGGI MEDAN, yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana dalam tingkat banding,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan
Lebih terperinciV. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas
V. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini pada bab sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pertanggungjawaban pidana
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D
TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fenomena di Indonesia, segala bentuk kejahatan yang dilakukan oleh anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tindak pidana anak merupakan suatu perbuatan yang menjadi fenomena di Indonesia, segala bentuk kejahatan yang dilakukan oleh anak dibawah umur dan pada aturannya menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciDirektori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG
P U T U S A N NO. 129/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 255/Pid.B/2015/PN. Bnj. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor : 255/Pid.B/2015/PN. Bnj. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui
BAB I LATAR BELAKANG Lembaga peradilan merupakan institusi negara yang mempunyai tugas pokok untuk memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkaraperkara yang diajukan oleh warga masyarakat.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang muncul dipermukaan dalam kehidupan ialah tentang kejahatan pada umumnya terutama mengenai kejahatan dan kekerasan. Masalah kejahatan merupakan
Lebih terperinciDirektori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id
P U T U S A N Nomor 330/Pid.B/2014/PN.Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 223/Pid.B/2014/PN.BKN
P U T U S A N Nomor : 223/Pid.B/2014/PN.BKN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Bangkinang yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berada disekitar kita. Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan yang dinilai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat perkembangan kasus perkosaan yang terjadi di masyarakat pada saat ini dapat dikatakan bahwa kejahatan pemerkosaan telah berkembang dalam kuantitas maupun kualitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciDirektori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N
P U T U S A N Nomor 121/Pid.B/2014/PN-Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama
Lebih terperinciBAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik
Lebih terperinciP U T U S A N. Putusan Nomor : 217/Pid.B/2013/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Nama Lengkap : SUWARSONO ALS WAK NO
P U T U S A N Nomor : 217/PID.B/2013/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : Penerapan sanksi pidana bagi anak, tindak pidana persetubuhan.
ANALISIS PENERAPAN SANKSI PIDANA BAGI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus Putusan Nomor : 01. / Pid.sus-An / 2015 / PN.Ngw) Oleh : Yon Tedy Teja Mukti NPM. 12100015
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechtstats), bukan negara yang berdasar kekuasaan belaka (machtstats), oleh karena itu tata kehidupan dalam bermasyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa
Lebih terperinciUmur : 45Tahun / 24 April 1970; : Jln.Jambore V Kel. Berngam Kec. Binjai Kota
P U T U S A N Nomor 466/Pid.B/2015/PN BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara-perkara pidana pada Peradilan Tingkat pertama dengan acara pemeriksaan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di dalam sistem hukum. Penegakan hukum pidana dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Melalui
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1) Pertimbangan-pertimbangan yuridis yang digunakan dalam melakukan penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah: a). Harus memenuhi unsur-unsur
Lebih terperinciP U T U S A N NOMOR: 198/PID.Sus/2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N NOMOR: 198/PID.Sus/2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana pada peradilan tingkat banding
Lebih terperinciPengadilan Negeri tersebut; Telah membaca seluruh berkas perkara: Telah mendengar keterangan saksi-saksi dan terdakwa.
PUTUSAN Nomor : 63/Pid.B/2013/PN.Unh. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Unaaha yang bersidang dan mengadili perkaraperkara pidana pada pengadilan tingkat pertama yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA
NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa
Lebih terperinciANALISIS PUTUSAN HAKIM NO.13/PID.B/2011/PN. MARISA TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DI LAKUKAN OLEH ANAK DI KOTA MARISA
1 ANALISIS PUTUSAN HAKIM NO.13/PID.B/2011/PN. MARISA TENTANG TINDAK PIDANA PENCABULAN YANG DI LAKUKAN OLEH ANAK DI KOTA MARISA Siti Afriani Ohi Pembimbing I: Dr. Fence M.Wantu, SH.,MH Pembimbing II: Suwitno
Lebih terperinciDirektori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N. Nomor : 53/Pid.B/2014/PN-Sbg
P U T U S A N Nomor : 53/Pid.B/2014/PN-Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan
Lebih terperinciNama Lengkap : HERMANSYAH Als. HERMAN Tempat Lahir : Selayang Umur / Tanggal : 38 tahun / 06 Nopember 1974
1 P U T U S A N Nomor : 117/PID.B/2013/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara Pidana dengan acara pemeriksaan biasa
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.13/Pid.B/2011/PN.
BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan No.13/Pid.B/2011/PN. Marisa Tentang Tindak Pidana Pencabulan Yang Dilakukan Oleh Anak Setelah proses pemeriksaan dipersidangan
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 196/PID.B/2014/PN.BJ
P U T U S A N Nomor : 196/PID.B/2014/PN.BJ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa
Lebih terperinci: Lubuk Pakam ; Nama Lengkap : RANDI PRANATA GURUSINGA ALS
P U T U S A N Nomor 90/Pid.B/2015/ PN BJ. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang memeriksa perkara-perkara pidana pada Peradilan tingkat pertama dengan acara pemeriksaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 41/Pid.B/2014/PN. BJ.- Umur / tanggal lahir : 50 tahun/ 30 Juli 1963
P U T U S A N Nomor : 41/Pid.B/2014/PN. BJ.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara-perkara pidana biasa dalam peradilan tingkat pertama dengan
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 147 /Pid.B/2014/PN. BJ.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor : 147 /Pid.B/2014/PN. BJ.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Binjai yang mengadili perkara-perkara pidana biasa dalam peradilan tingkat pertama dengan
Lebih terperinci