KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT
|
|
- Ridwan Atmadjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DALAM TINDAK PIDANA PENIPUAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus Putusan Nomor: 198 /Pid.B/2015/PN.Skt. & Putusan Nomor 145/Pid.B/2016/PN.Skt.) Oleh : Christian Andy Nugroho ABSTRAKSI Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji pertimbangan yang diambil hakim dalam memutus perkara tindak pidana penipuan, sehingga putusan yang diambil mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan memiliki rasa keadilan dan tidak ada pihak yang dirugikan. Latar belakang masalah dalam perkara tindak pidana penipuan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menjadikan seseorang dapat melakukan tindak pidana. Putusan dalam tindak pidana penipuan memungkinkan terjadinya kontroversi, terutama hakim yang memutus perkara. Oleh karena tindak pidana penipuan merupakan tindak pidana yang didahului tindak pidana asalnya, maka dalam membuktikan adanya praktek penipuan juga tidak mudah. Untuk itulah hakim yang memiliki kewenangan dalam memeriksa dan memutus perkara penipuan harus cermat dan teliti melihat berbagai kemungkinan yang dapat terjadi. Metode Penelitian yang yang digunakan adalah metode jenis penelitian yang mengacu pada jenis penelitian Hukum Normatif bersifat sosiologis ingin memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas tentang dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Sukamdi dan Sunarto dalam tindak pidana penipuan. Sumber data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan dan wawancara. Teknik analisa data yang digunakan bersifat kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikan, kemudian menghubungkan teori yang berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasil. Hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor terjadinya tindak pidana penipuan berasal dari faktor internal dan eksternal, pada kasus ini modus dilakukan oleh terdakwa berawal dari kebutuhan ekonomi dan kesempatan untuk melakukan penipuan merupakan faktor internal dan eksternal dalam terjadinya tindak pidana penipuan. KATA KUNCI : PENIPUAN BERLANJUT, TINDAK PIDANA PENIPUAN, PUTUSAN TINDAK PIDANA PENIPUAN BERLANJUT
2 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tindak pidana dewasa ini semakin marak terjadi di Indonesia. Hal tersebut berkaitan erat dengan berbagai aspek, khususnya aspek ekonomi. Salah satu penyebab maraknya tindak pidana adalah karena kebutuhan ekonomi yang harus terpenuhi secara mendesak, sedangkan lapangan pekerjaan yang tersedia tidak dapat memenuhi semua masyarakat Indonesia untuk bekerja dan memperoleh penghasilan yang tetap. Salah satu bentuk kejahatan yang masih marak terjadi di masyarakat yaitu penipuan. Bagi para pelaku, tindak pidana penipuan tidaklah begitu sulit untuk dilakukan. Penipuan bisa terlaksana cukup dengan bermodalkan kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga seseorang dapat meyakinkan orang lain, baik melalui serangkaian kata bohong ataupun fiktif. Sekarang ini banyak sekali terjadi tindak pidana penipuan, bahkan telah berevolusi secara apik dengan berbagai macam bentuk. Tindak pidana penipuan merupakan salah satu kejahatan yang mempunyai objek terhadap harta benda. Didalam KUHP tindak pidana ini diatur dalam bab XXV dan terbentang antara pasal 378 s/d 395, sehinnga didalam KUHP peraturan mengenai tindak pidana ini merupakan tindak pidana yang paling panjang pembahasannya diantar kejahatan terhadap harta benda lainnya. Perbuatan penipuan itu selalu ada bahkan cenderung meningkat dan berkembang di dalam masyarakat seiring kemajuan zaman. Contohnya saja modus penipuan dilakukan dengan berbagai cara dan tanpa diketahui tindakan itu dilakukan secara terus menerus atau
3 bisa dikatakan berkelanjutan/berlanjut. Sebenarnya tentang istilah mengenai penipuan berlanjut adalah sebuah definisi yang dimana penipuan itu dilakukan terus menerus atau lebih dari satu kali. Padahal perbuatan penipuan tersebut dipandang dari sudut manapun sangat tercela, karena dapat menimbulkan rasa saling tidak percaya dan akibatnya merusak tata kehidupan masyarakat. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri pada Pasal 378 menegaskan bahwa seseorang yang melakukan kejahatan penipuan diancam dengan sanksi pidana. Walaupun demikian masih dirasa kurang efektif dalam penegakan terhadap pelanggarnya, karena dalam penegakan hukum pidana tidak hanya cukup dengan diaturnya suatu perbuatan di dalam suatu Undang-Undang namun dibutuhkan juga aparat hukum sebagai pelaksana asas ketentuan Undang-Undang serta lembaga yang berwenang untuk menangani suatu kejahatan seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Di Indonesia, pengadilan merupakan lembaga peradilan yang menjadi harapan masyarakat untuk memperoleh keadilan melalui aktivitas hakim yang memiliki peranan penting dalam memeriksa dan memutus suatu perkara yang diajukan ke pengadilan. Putusan pengadilan merupakan tolok ukur bagi cerminan keadilan. Hakim dalam memutus perkara memiliki kebebasan karena kedudukan hakim secara konstitusional dijamin oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 24 dan Pasal 25 yang berbunyi bahwa Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, artinya terlepas dari pengaruh dan campur tangan kekuasaan pemerintah. Hal ini sesuai dengan ciri dari negara hukum yaitu terdapat suatu kemerdekaan hakim yang bebas. Namun dalam kebebasan
4 tersebut hakim tidak boleh melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap suatu perkara yang ditanganinya karena hakim terikat oleh aturan hukum yang berlaku. Hakim dalam hal ini juga harus dapat memberi putusan yang bijaksana dan bertanggung jawab penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam putusannya hakim dituntut tidak boleh sekedar melaksanakan undangundang, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek moral dan sosial. Putusan hakim sangat berpengaruh atas suatu perkara karena keadilan menjadi hal yang sangat diharapkan. Putusan hakim tersebut mencerminkan proses penegakan hukum yang erat kaitannya dengan sosial kemasyarakatan yang dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Putusan hakim inilah yang mendapat sorotan dari penulis, misalnya terkait dengan putusan mengenai tindak pidana penipuan berlanjut. Putusan dalam perkara tindak pidana penipuan berlanjut memungkinkan terjadi kontroversi, terutama hakim yang memutus perkara. Untuk itulah hakim yang memiliki kewenangan dalam memeriksa dan memutus perkara penipuan berlanjut harus cermat dan teliti melihat berbagai kemungkinan yang terjadi saat penipuan itu dilakukan. Dengan alasan-alasan yang dikemukakan di atas maka penulis terdorong untuk melakukan kajian secara mendalam tentang pertimbangan hakim dalam memutus perkara mengenai tindak pidana penipuan berlanjut.
5 TINJAUAN PUSTAKA A. DELIK Dalam hukum pidana delik dikenal dalam beberapa istilah seperti perbuatan pidana, peristiwa pidana ataupun tindak pidana. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti delik diberi batasan yakni, Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana. Menurut Van der Heoven 1, rumusan tersebut tidak tepat karena yang dapat dihukum bukan perbuatannya tetapi manusianya. Selain itu menurut kamus hukum bahwa : Delik adalah perbuatan yang melanggar undang-undang pidana dan karena itu bertentangan dengan undang-undang yang dilakukan dengan sengaja oleh orang orang yang dapat dipertanggungjawabkan 2 Di Indonesia sendiri setidaknya dikenal ada tujuh istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari istilah Strafbaarfeit ( Belanda ). Istilah-istilah yang pernah digunakan, baik dalam perundang-undangan yang ada maupun dalam berbagai literatur hukum sebagai terjemahan dari Strafbaarfeit antara lain adalah tindak pidana, peristiwa pidana, delik, pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh dihukum, perbuatan yang dapat dihukum dan terakhir adalah perbuatan pidana. 3 Strafbaarfeit terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar dan feit. Dari tujuh istilah yang digunakan sebagai terjemahan Strafbaarfeit itu, ternyata straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sementara itu, untuk kata 1 Laden Marpaung asas-teori-praktik hukum pidana, jakarta: Sinar Grafika. Halaman 7. 2 Ilham Gunawan Kamus Hukum, jakarta : Restu Agung. Halaman Adam Chazawi Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1 ; Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, Jakarta : Raja Grafindo. Halaman 67-68
6 feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan. Adapun istilah yang dipakai Moeljanto dan Roeslan Saleh dalam menerjemahkan Strafbaarfeit adalah istilah perbuatan pidana. 4 Begitu pula dengan Ter Haar memberi definisi untuk delik yaitu tiap-tiap penggangguan keseimbangan dari satu pihak atas kepentingan penghidupan seseorang atau sekelompok orang Unsur-Unsur Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang terdapat dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsure subjektif dan unsure objektif. 2. Delik Penipuan dan Unsur-Unsurnya Berdasarkan Teori dalam hukum pidana mengenai penipuan, terdapat dua sudut pandang yang tentunya harus diperhatikan, yakni menurut pengertian bahasa dan menurut pengertian yuridis yang penjelasannya adalah sebagai berikut : Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa tipu berarti kecoh, daya cara, perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong,palsu,dsb) dengan maksud menyesatkan, mengakali atau mencari untung. Penipuan berarti proses, perbuatan, cara menipu, perkara menipu (mengecoh). Dengan demikian yang terlibat dalam penipuan adalah dua pihak yaitu orang yang menipu disebut dengan penipu dan orang yang tertipu. Jadi penipuan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau membuat, perkataan seseorang yang tidak jujur atauboohong dengan maksud untuk menyesatkan atau mengakali orang lain untuk kepentingan dirinya atau kelompok. 6 4 Andi Hamzah Asas-Asas Hukum Pidana,Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 86 5 Moeljatno Asas-Asas Hukum Pidana,Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 18 6 Ananda S Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya : Kartika. Halaman 364.
7 Penipuan menurut Pasal 378 KUHP sebagai berikut : Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat hoedanigheig palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkain kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang ataupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun Berdasarkan unsur-unsur tindak pidana penipuan yang terkandung dalam rumusan Pasal 378 KUHP di atas. Maka R. Sugandhi mengemukakan pengertian penipuan bahwa : Penipuan adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak. Rangkaian kebohongan ialah susunan kalimat-kalimat bohong yang tersusun sedemikian rupa yang merupakan cerita sesuatu yang seakan-akan benar Jenis-Jenis Tindak Pidana Membagi kelompok benda atau manusia dalam jenis-jenis tertentu atau mengklasifikasikan dapat sangat beraneka ragam sesuai dengan kehendak yang mengklasifikasikan, menurut dasar apa yang diinginkan, demikian pula halnya dengan jenis-jenis tindak pidana. KUHP telah mengklasifikasikan tindak pidana ke dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu dalam buku kedua dan ketiga masing-masing menjadi kelompok kejahatan dan pelanggaran. 8 a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan yang dimuat dalam buku II dan pelanggaran yang dimuat dalam buku III. Alasan pembedaan antara 7 R. Sugandhi Kitab undang-undang Hukum Pidana dan Penjelasannya,Surabaya : Usaha Nasional. Halaman Amir Ilyas, 2012, Asas-Asas Hukum Pidana, Rangkang Education, Makassar, hal. 28
8 kejahatan dan pelanggaran adalah jenis pelanggaran lebih ringan dibandingkan kejahatan. b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil dan tindak pidana materil. c. Berdasarkan bentuk kesalahan, dibedakan antara tindak pidana sengaja (dolus) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpa). d. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif dan dapat juga disebut tindak pidana komisi dan tindak pidana pasif disebut juga tindak pidana omisi. e. Berdasarkan saat dan jangka waktu terjadinya,dapat dibedakan antara tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana terjadi dalam waktu lama atau berlangsung lama atau berlangsung terus menerus. f. Berdasarkan sumbernya, dapat dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. g. Dilihat dari segi subjeknya, dapat dibedakan antara tindak pidana communia (tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang) dan tindak pidana propria (tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkualitas tertentu). h. Berdasarkan perlu tidaknya pengaduan dalam hal penuntutan, maka dibedakan antara tindak pidana biasa dan tindak pidana aduan. B. TINJAUAN UMUM TERHADAP PUTUSAN HAKIM 1. Pengertian Putusan Hakim Pengertian Putusan Pengadilan menurut Lilik Mulyadi ditinjau dari visi teoritis dan praktik adalah putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melakukan proses dan
9 prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan penyelesaian perkaranya Bentuk-Bentuk Putusan Akhir a. Putusan Bebas ( Vrijspraak ) Secara teoritik, putusan bebas dalam rumpun hukum Eropa Kontinental lazim disebut dengan istilah putusan Vrijspraak sedangkan dalam rumpun Anglo Saxon disebut putusan Aequited. Pada dasarnya, esensi putusan bebas terjadi karena terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebaimana didakwakan Jaksa atau Penuntut Umum dalam surat dakwaan. b. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum (Unslug van alle Rechtwervolging) Ketentuan Pasal 191 (2) KUHAP mengatur secara eksplisit tentang putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum (Unslug van alle Rechtwervolging).Pada pasal tersebut di atas, putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum dirumuskan dengan redaksional bahwa: Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. 9 Lilik Mulyadi. Hukum acara pidana.pt citra aditya bakti. Bandung Halaman 78
10 c. Putusan Pemidanaan ( Veroordeling ) Apabila hakim menjatuhkan putusan pemidanaan, harus yakin berdasarkan alat-alat bukti yang sah serta fakta-fakta di persidangan bahwa terdakwa melakukan perbuatan sebagaimana dalam surat dakwaan. Selain itu, jika dalam menjatuhkan putusan pemidanaan, terdakwa tidak dilakukan penahanan, maka dapat diperintahkan Majelis Hakim supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila tindak pidana yang dilakukan itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, atau apabila tindak pidana itu termasuk yang diatur dalam ketentuan Pasal 21 (4) huruf b KUHAP dan terdapat cukup alasan untuk itu. Dalam melakukan suatu penahana, pengadilan dapat menetapkan terdakwa tersebut tetap berada dalam tahan atau membebaskannya, apabila terdapat cukup alasan untuk itu menurut Pasal 193 Ayat 2 KUHAP Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan a. Pertimbangan Yuridis Dalam menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara, terlebih putusan bebas (vrijspraak), hakim harus benar-benar menghayati arti amanah dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya sesuai dengan fungsi dan kewenangannya masingmasing.lilik Mulyadi mengemukakan bahwa, Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktik, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, Halaman Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana; Normatif, Teoretis, Praktik, dan Permasalahannya, PT Alumni, Bandung, hal. 202.
11 Menurut Llilik Mulyadi setelah diuraikan mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, ada tiga bentuk tanggapan dan pertimbangan hakim, antara lain : Ada majelis hakim yang menanggapi dan mempertimbangkan secara detail, terperinci, dan substansionnal terhadap tuntutan pidana dari penuntut umum dan pledoi dari terdakwa atau penassihat hukum. 2. Ada majelis hakim yang sama sekali tidak menanggapi dan mempertimbangkan terhadap tuntutan pidana dari penuntut umum dan pledoi dari terdakwa atau penasehat hukum. b. Pertimbangan Sosiologis Kehendak rakyat Indonesia dalam penegakan hukum ini tertuang dalam Pasal 27 (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang rumusannya : Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Sebagai upaya pemenuhan yang menjadi kehendak rakyat ini, maka dikeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan yang salah satunya adalah Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dengan tujuan agar penegakan hukum di Negara ini dapat terpenuhi. Salah satu pasal dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 yang berkaitan dengan masalah ini adalah : Hakim sebagai penegak hukum menurut Pasal 5 (1) Undang-Undang No.48 Tahun 2009 bahwa Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. 12 Lilik Mulyadi. Op. Cit. halaman 196
12 c. Pertimbangan Subyektif Dilihat dari unsur-unsur pidana ini, maka suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang harus memenuhi persyaratan agar dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana. Menurut Van Hattum syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut : 1. Harus ada perbuatan, memang benar ada suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang. 2. Perbuatan tersebut harus sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam ketentuan hukum. Perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang tersebut dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang disalahkan oleh ketentuan hukum. 3. Harus melawan hukum, artinya suatu perbuatan yang berlawanan dengan hukum dimaksudkan kalau tindakannya nyata atau jelas bertentangan dengan aturan hukum. 4. Harus tersedia ancaman hukumnya, kalau ada ketentuan ketentuan yang mengatur tentang larangan atau keharusan dalam suatu perbuatan tertentu dan ketentuan itu memuat sanksi ancaman hukumannya C. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA Pertimbangan hakim adalah hal-hal yang menjadi dasar atau yang dipertimbangkan hakim dalam memutus suatu perkara tindak pidana. Sebelum memutus suatu perkara, hakim harus memperhatikan setiap hal-hal penting dalam suatu persidangan. Hakim memperhatikan syarat dapat dipidananya seseorang, yaitu syarat subyektif dan syarat obyektif. Hakim memeriksa tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang memperhatikan syarat subyektifnya, yaitu adanya kesalahan, kemampuan bertanggungjawab seseorang, dan tidak ada alasan pemaaf baginya.selain itu hakim juga memperhatikan syarat obyektifnya, yaitu perbuatan yang dilakukan telah mencocoki rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan tidak ada alasan pembenar.
13 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Sumber Data Primer dan Sumber Data Sekunder. Teknik yang dipakai dalam pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan atau studi dokumen dengan mempelajari literature, karangan ilmiah, dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan disesuaikan dengan pokok masalah yang dikaji. Adapun tahap-tahap didalam pelaksanaan penelitian, Tahap persiapan yaitu dengan melakukan penyusunan proposal, Penulis mengumpulkan data dengan tujuan memperoleh data-data yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan sesuai dengan tujuan penelitian, Memuat pandangan yang jelas serta lengkap mengenai teori-teori yang ada dengan hasil penelitian yang telah diuraikan dalam bentuk tulisan, Hasil penelitian yang telah diperoleh disusun dalam bentuk laporan dan dipertahankan di hadapan dosen penguji skripsi. Metode Analisa Bahan hukum yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Penerapan Sanksi Pidana Penipuan di Pengadilan Negeri Surakarta Tindak pidana penipuan merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum yang telah dilakukan baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Apabila sesorang melakukan tindak pidana maka perbuatannya tersebut harus dipertanggungjawabkan. Dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya, maka terdakwa pada awalnya mendapatkan tuntutan dari Penuntut Umum melalui surat dakwaan yang menjadi awal dari pemeriksaan perkara
14 B. Efektivitas Putusan Hakim terhadap Pelaku Penipuan Pada dasarnya penegakan hukum terhadap penipuan pada tahap penuntutan sudah cukup efektif. Akan tetapi, masih banyaknya penuntut umum yang menuntut rendah terhadap para pelaku tindak pidana penipuan, sangatlah menyakitkan bagi ara korban itu sendiri. Hal ini sangat jauh dari rasa keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Padahak kalau dilihat dari akibat yang diderita korban sangat tidak sebanding, si pelaku merusak sisi material dan psikologis korban. Semestinya para pelaku tindak pidana penipuan dituntut maksimal sehingga akan menimbulakn efek jera dan mempunyai daya tangkal untuk yang lainnya. Dalam tahap pemeriksaan di pengadilan, pada dasarnya penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana penipuan kurang efektif, karena masih banyakmya majelis hakim yang memutus rendah terhadap para pelaku tindak pidana penipuan sehingga masih jauh dari rasa keadilan. Putusan hakim memang persoalan independensi Hakim. Dari segi efektivitas putusan hakim terhadap putusan perkara penipuan pada kasus Nomor 198/Pid.B/2015/PN Skt, yang menjatuhkan putusan kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun 8 (delapan) bulan, dimana putusan hakim tersebut di bawah tuntutan dari penuntut umum yang menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa pidana penjara selama 1 (satu) tahun yang mengancam pelaku tindak pidana penipuan dengan pidana penjara paling 9 tahun, sehingga menurut peneliti putusan hakim tersebut juga belum efektif memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana penipuan, walaupun sudah terus terang mengakui menyesal terhadap perbuatannya, tetapi tindakan Terdakwa tidak dapat dibenarkan secara hukum karena tindakan penipuan tersebut sudah dilakukan berkali kali tetapi putusan hakim masih berada di bawah tuntutan penuntut umum. KESIMPULAN 1. Penerapan hukum pidana terhadap perkara dengan Nomor: 198/Pid.B/2015/PN.Skt dan Nomor : 115/Pid.B/2016/PN.Skt sesuai dengan rumusan Pasal 378 KUHP jo. Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP tentang Penipuan yang unsur-unsurnya
15 sebagai berikut : a. Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum; b. Dengan menggunakan salah satu atau lebih alat penggerak penipuan (nama palsu, martabat palsu atau keadaan palsu, tipu muslihat, dan rangkaian kebohongan). Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa Hakim Pengadilan Negeri Surakarta menjatuhkan putusan kepada Terdakwa SUKAMDI karena secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana Penipuan Berlanjut dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun 8 (delapan) bulan. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus penipuan di Pengadilan Negeri Surakarta terdiri dari faktor yuridis, yaitu keterangan saksi, keterangan terdakwa, petunjuk, pertimbangan menurut hukumnya dan pertimbangan hal-hal yang meringankan dan memberatkan, dimana menurut penulis, hukuman yang dijatuhkan kepada Terdakwa masih kurang melihat sisi psikologi yang dialami korban dan kurang relevan dalam kasus ini, melihat bagaimana dampak materialistis dan psikologis yang di alami korban sendiri, dan bagaimana Terdakwa melakukan modus penipuan yang menurut penulis sangat tidak baik untuk dilakukan yang kemudian Terdakwa memanfaatkan korban secara berlanjut. 2. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa Hakim Pengadilan Negeri Surakarta menjatuhkan putusan kepada Terdakwa SUNARTO alisan AGUS bin SAWAB karena secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana Penipuan Berlanjut dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun 10 (sepuluh) bulan. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus penipuan di Pengadilan Negeri Surakarta terdiri dari faktor yuridis, yaitu keterangan
16 saksi, keterangan terdakwa, petunjuk, pertimbangan menurut hukumnya dan pertimbangan hal-hal yang meringankan dan memberatkan, dimana menurut penulis, hukuman yang dijatuhkan kepada Terdakwa yang mengaku sebagai dukun masih kurang melihat sisi psikologi yang dialami korban dan kurang relevan dalam kasus ini, melihat bagaimana dampak materialistis dan psikologis yang di alami korban sendiri, dan bagaimana Terdakwa melakukan modus penipuan yang menurut penulis sangat tidak baik untuk dilakukan yang kemudian Terdakwa memanfaatkan korban secara berlanjut.
17 DAFTAR PUSTAKA Chazawi Adam Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1 ; Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana, Jakarta: Raja Grafindo. Gunawan Ilham Kamus Hukum, Jakarta: Restu Agung. Hamzah Andi Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta. Makarao Mohammad Taufik dan Suhasril, 2004.Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktik,Jakarta.Ghalia Indonesia. Marpaung Laden Asas Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika. Sudikno Mertokusumo Mengenal Hukum : Suatu pengantar. Jakarta: Cahaya Atma. Mohammad Rusli Hukum Acara Pidana Kontemporer. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Moeljatno Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta. Mulyadi Lilik.2007.Hukum acara pidana. Bandung.PT citra aditya bakti. S Ananda Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya: Kartika. Soerjono Soekanto Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Bandung: Rajawali Pers. RSugandhi Kitab undang-undang Hukum Pidana dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional.
BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian berkembang, salah satu yang mulai tampak menonjol ialah banyaknya kejahatankejahatan yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak hanya terjadi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciReni Jayanti B ABSTRAK
Analisis Yuridis Tentang Pertanggungjawaban Pidana Penyalahgunaan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri (Studi Kasus Putusan: No.147/Pid.SUS/2011/PN.MAROS) Reni Jayanti B111 09282 ABSTRAK Penelitian ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) NASKAH HASIL PENELITIAN Disusun Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008
1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna
Lebih terperinciPenerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembangunan pada keseluruhan bidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan masyarakat terlihat pada lembaga yang ada pada masyarakat tersebut, baik itu lembaga di bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi maupun hukum. Untuk meningkatkan
Lebih terperinciPELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA
PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PENIPUAN JUAL BELI TANAH YANG DITANGANI OLEH POLRESTA SURAKARTA JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. perubahan dalam masyarakat Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis
A. Latar Belakang PENDAHULUAN Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang. Namun belakangan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya
Lebih terperinciSURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA
SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh
Lebih terperinciTINDAK PIDANA PENIPUAN MENGGUNAKAN BILYET GIRO (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Gresik Putusan No: 246/Pid.B/2014/PN.Gsk)
TINDAK PIDANA PENIPUAN MENGGUNAKAN BILYET GIRO (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Gresik Putusan No: 246/Pid.B/2014/PN.Gsk) Oleh Prihatin Effendi ABSTRAK Tindak pidana penipuan (oplichthing) merupakan tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 1 mengatakan bahwa kekuasaan kehakiman
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertimbangan dalam Putusan Hakim Hakim diberi kebebasan untuk menjatuhkan putusan dalam setiap pengadilan perkara tindak pidana, hal tersebut sesuai dengan bunyi UU No. 48 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D
TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.
NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciAbstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:
Abstrak Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian alasan terpidana pelaku tindak pidana penipuan dalam mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali dengan dasar adanya suatu kehilafaan hakim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini
Lebih terperinciperadilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk
BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua bukti-bukti yang ada.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya tindak pidana atau pelanggaran hukum pidana didasari adanya kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang mudah, jalan pintas serta mendapatkan
Lebih terperinciTindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana
Lebih terperinciOleh Prihatin Effendi ABSTRAK. a. PENDAHULUAN
ANALISIS DAN IMPLIKASI YURIDIS TINDAK PIDANA MENYEBARKAN BERITA BOHONG DAN MENYESATKAN BERDASARKAN PASAL 28 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (Studi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang
Lebih terperinciMakalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar
Lebih terperinciBAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan
16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang bersangkutan telah dinyatakan lulus dan menyelesaikan semua persyaratan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ijazah merupakan hasil dari proses seorang mahasiswa yang menyatakan bahwa yang bersangkutan telah dinyatakan lulus dan menyelesaikan semua persyaratan administratif
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA BERSYARAT SERTA PENGAWASAN PELAKSANAANYA DALAM KASUS PEMBERIAN UPAH KARYAWAN DI BAWAH UPAH MINIMUM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperincipermasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan
A. Latar Belakang Korupsi merupakan permasalahan yang dapat dikatakan sebagai sumber utama dari permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga regional bahkan global, hal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjaga kelestarian hutan merupakan hal yang sangat penting dengan dasar pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik secara
Lebih terperinciPERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)
PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) RISKA YANTI / D 101 07 622 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Pertimbangan Hakim
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang
20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu kehidupan yang adil dan makmur bagi warganya berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Tujuan dari negara yang menganut sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak terlepas dengan hukum yang mengaturnya, karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya sebuah hukum. Manusia
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,
Lebih terperinciTUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM
TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM DISUSUN OLEH : NAMA / (NPM) : M. RAJA JUNJUNGAN S. (1141173300129) AKMAL KARSAL (1141173300134) WAHYUDIN (1141173300164) FAKULTAS :
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. bersifat yuridis adalah pertimbangan yang didasarkan pada fakta - fakta yang
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Pertimbangan Putusan Hakim dalam Penjatuhan Pidana Penjara terhadap Anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik. dikenakan suatu sanksi menurut peraturan yang dilanggarnya.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia yang melarang terjadinya suatu tindak pidana adalah Kitab Undang- Undang Hukum Pidana
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA
NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan
15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan Dactyloscopy adalah ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identifikasi orang dengan cara
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk
II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma
Lebih terperinciPENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak
PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat
Lebih terperinciKESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciKEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah
Lebih terperinci