BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

Transkripsi

1 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1) Pertimbangan-pertimbangan yuridis yang digunakan dalam melakukan penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah: a). Harus memenuhi unsur-unsur pasal yang didakwakan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika dan memperhatikan ancaman hukumannya. b). Bahwa unsur-unsur pasal yang didakwakan tersebut harus didasarkan pada alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan bahwa alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. c). Berdasarkan Pasal 86 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, dimungkinkan adanya alat bukti lain, selain yang diatur dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, yaitu: Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; Data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak sebatas pada: Tulisan, 114

2 115 suara dan/atau gambar; Peta, rancangan, foto atau sejenisnya; atau Huruf, tanda, angka, simbol, sandi atau perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca dan memahaminya. b. Di dalam menjatuhkan putusan kepada terdakwa dalam perkara narkotika pasti akan dipertimbangkan beberapa hal yang dapat memberatkan terdakwa dan beberapa hal yang dapat meringankan terdakwa. Di samping itu hakim akan berupaya untuk menjatuhkan putusan seadil mungkin dengan pidana penjara yang maksimal dengan maksud agar terdakwa menjadi jera dan pihak lain juga merasa takut untuk melakukan tindak pidana narkotika. Pertimbangan-pertimbangan yuridis yang digunakan hakim dalam memberikan putusan tindak pidana narkotika adalah: 1) Mempertimbangkan perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa/dakwaan penuntut umum yang didakwakan kepada terdakwa 2) Ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan perbuatan pidana yang dilakukan oleh terdakwa. Sedangkan pertimbangan-pertimbangan sosial (subyektif) yang digunakan hakim dalam memberikan putusan tindak pidana narkotika adalah: 1) Motivasi melakukan tindak pidana narkotika 2) Sikap terdakwa dalam persidangan dan cara memperoleh narkotika. c. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum dalam menuntut pelaku penyalahgunaan narkotika adalah:

3 116 1) Barang bukti narkotika tidak ada 2) Saksi-saksi yang mengetahui secara langsung terjadinya tindak pidana narkotika tidak ada 3) Tempus Delictinya sudah lampau 4) Dalam pengungkapan tindak pidana narkotika sering terjadinya pemutusan mata rantai jaringan, yang tertangkap kebanyakan pengguna, pemakai, penjual, pembeli. Padahal semua itu ada "BOS" yang belum terungkap, ada bandar besar. Seoptimal mungkin akan lebih baik jika bandar besar tersebut dapat ditangkap, sehingga peredaran gelap narkotika dapat teratasi dengan tuntas. Sedangkan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika adalah: 1) Sanksi pidana yang berat ternyata tidak membuat efek jera pada para pelaku, sehingga pelaku sering mengulangi perbuatannya lagi 2) Yang tertangkap hanya pelaku-pelaku yang kecil, sedang pelaku utamanya tidak ditangkap sehingga sulit untuk memberantas penyalahgunaan narkotika 3) Pembuktian dari Jaksa Penuntut Umum yang terlalu sumir 4) Barang bukti tidak ada. B. Saran 1). Jaksa Penuntut Umum dalam mengajukan tuntutan terhadap terdakwa dalam perkara narkotika, disamping memperhatikan tentang pembuktian unsur-unsur pasal yang didakwakan dan ancaman hukuman pada pasal

4 117 yang dibuktikan tersebut, apakah perkara tersebut terdakwanya anak atau sudah dewasa. Hal ini juga berkaitan dengan penerapan petunjukpetunjuk Teknis yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung RI seperti Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor SE-001/JA/4/1995 tanggal 27 April 1995 tentang Pedoman Tuntutan Pidana telah mengatur kriteria yang harus dipenuhi apabila Jaksa Penuntut Umum akan menuntut terdakwa dengan pidana maksimal (mati), Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor SE-010/A/JA/12/2010 tanggal 23 Desember 2010 tentang Pengendalian Rencana Tuntutan Pidana Perkara Penting Tindak Pidana Umum, Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Republik Indonesia Nomor R-78/E/Ep.2/01/2011 tanggal 27 Januari 2011 perihal tolok ukur tuntutan pidana perkara narkotika, dan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Republik Indonesia Nomor B-136/E/EJP/01/2012 tanggal 12 Januari 2012 perihal tuntutan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Penuntut Umum juga harus memperhatikan hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan sesuai dengan fakta persidangan yang ada, mengingat dalam instansi Kejaksaan Republik Indonesia, seorang Jaksa Penuntut Umum sebelum membacakan tuntutannya, harus melalui tahapan dengan apa yang disebut Rencana Tuntutan (lebih dikenal dengan istilah Rentut ). Jaksa Penuntut Umum dalam menyampaikan Rencana Tuntutan harus obyektif dan bertanggungjawab terhadap apa yang diusulkan kepada pimpinan mengenai amar tuntutan.

5 118 2). Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara narkotika hendaknya memperhatikan ancaman pidana pasal yang dipakai untuk mengadili perkara yang bersangkutan, agar tidak terjadi disparitas dalam putusan perkara narkotika. Penjatuhan putusan perkara narkotika oleh hakim yang memeriksa dan mengadili, hendaknya profesional terhadap siapapun yang terlibat dalam tindak kejahatan narkotika. Hal ini berkaitan dengan perkara yang akan dijatuhi hukuman berupa rehabilitasi maka Hakim tetap mengacu kepada Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2010 yang sudah merinci syarat-syarat pelaku penyalahguna narkotika apakah dapat dijatuhi hukuman berupa rehabilitasi atau tidak.