PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI"

Transkripsi

1 PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat) OLEH: RIYAN HASKAR RAYKA APRIYANTO A PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

2 Dia-lah yang menjadikan beberapa bidang kebun. Ada yang berjunjungan dan ada pula yang tidak. Dan (dia menumbuhkan) pohon kurma dan (beberapa jenis) tanaman pohon zaitun dan delima dan yang tidak, berbeda-beda rasa, warna, dan baunya. Makanlah buahnya bila telah berbuah dan tunaikanlah zakatnya dihari memetik hasilnya. Dan janganlah kamu berlebih-lebihan (waktu memakannya) karena Tuhan tidak menyenangi orang yang keterlaluan (Q.S. Al-An aam, 6:141) Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan para cendikiawan diantaramu beberapa derajat (Q.S. Al- Mujadilah, 58:11) Karya ini kupersembahkan untuk Ayahanda, Ibunda dan Adik-adikku yang tercinta

3 RINGKASAN RIYAN HASKAR RAYKA APRIYANTO. Pengaruh Status dan Luas Lahan Usahatani Kentang (Solanum tuberosum L.) Terhadap Produksi dan Pendapatan Petani (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat). (dibawah bimbingan SRI HARTOYO). Mayoritas petani Indonesia merupakan petani gurem dengan kepemilikan lahan garapan kurang dari 0,5 hektar. Jumlah rumah tangga petani gurem ratarata selama sepuluh tahun terakhir meningkat 2,39 persen per tahun (BPS, 2003). Lahan di lokasi penelitian mengalami perubahan penguasaan dari milik menjadi sewa ataupun gadai. Perubahan penguasaan tanah menyebabkan lahan terpecah ke dalam persil yang lebih kecil, oleh karena itu perlu adanya suatu penelitian tentang pengaruh status dan luas lahan terhadap produksi dan pendapatan petani kentang di lokasi penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh status kepemilikan dan luas lahan garapan terhadap produksi serta menganalisis pendapatan petani menurut status dan luas lahan garapan di lokasi penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat. Lokasi Penelitian dipilih secara sengaja (purposive). Waktu pengambilan data ditentukan pada pertengahan bulan Maret sampai pertengahan bulan April Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara responden. Data sekunder diperoleh instansi pemerintah, Internet dan literatur lain yang relevan. Populasi berjumlah 72 orang dan contoh berjumlah 30 orang diambil dari populasi secara acak bertingkat (stratified random sampling). Contoh tambahan diambil sebesar 12 orang, maka jumlah contoh keseluruhan adalah sebanyak 42 orang. 5 orang merupakan pencilan. Produksi kentang diduga dengan fungsi produksi Cobb- Douglas. Analisis pendapatan yang digunakan adalah analisis pendapatan atas biaya tunai dan atas biaya total, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio). Petani kentang di lokasi penelitian menguasai lahan dengan cara memiliki sendiri, menyewa ataupun menggadai. Lahan sewa diperoleh dengan memberikan uang untuk periode waktu tertentu kepada pemilik lahan, biasanya satu musim tanam. Sistem gadai dilakukan dengan cara memberikan pinjaman uang kepada

4 pemilik lahan dengan lahan garapan sebagai jaminan. Lahan garapan dimanfaatkan oleh pemberi pinjaman untuk beberapa periode tertentu (di lokasi penelitian biasanya maksimal tiga tahun). Lahan garapan dikembalikan kembali setelah petani pemilik melunasi pinjaman. Rata-rata produksi per hektar (yield) kentang granola sebesar 9,3 ton berada dibawah standar produksi kentang granola yaitu sebesar 20 ton (Rukmana, 1997). Bibit kentang diperoleh dengan menangkarkan bibit dari hasil panen sebelumnya. Jumlah bibit kentang yang digunakan rata-rata sebesar 791,94 kilogram per hektar, jumlah tersebut lebih kecil dari jumlah bibit standar yaitu 1200 kilogram per hektar (Rukmana, 1996). Bibit kentang umumnya berukuran kecil (Ares) dan jarak tanam di lokasi penelitian sebesar 75 sentimeter x 35 sentimeter. Lahan gadai menggunakan bibit dalam jumlah yang paling besar, sehingga menghasilkan produksi per hektar yang paling besar, hal ini menunjukan bibit berhubungan linier dengan produksi. Pupuk kandang diberikan rata-rata sebesar ,64 kilogram per hektar. Pemberian pupuk kandang kurang dari dosis yang ditetapkan yaitu sebesar kilogram per hektar (Rukmana, 1996). Kebutuhan unsur nitrogen, fosfor dan kalium dalam usahatani kentang, sudah terpenuhi jika diberikan pupuk NPK Phonska dan ZA. Petani memberikan pupuk tambahan seperti Urea, sehingga melebihi kebutuhan unsur hara tanaman. Penggunaan rata-rata pupuk NPK Phonska (269,03 kilogram per hektar) kurang dari dosis yang ditetapkan yaitu sebesar kilogram per hektar. Pemberian pupuk NPK Phonska yang lebih kecil dari standar disebabkan harga pupuk ini lebih mahal dibandingkan jenis pupuk yang lain. Untuk mengatasi kekurangan dosis unsur hara maka petani biasanya menambahkan jenis pupuk tunggal seperti Urea. Hal inilah yang menyebabkan dosis pupuk berlebih, seperti rata-rata penggunaan pupuk ZA (361,53 kilogram per hektar) yang melebihi dosis yang ditetapkan yaitu sebesar 200 kilogram per hektar. Pestisida yang umum digunakan adalah Daconil dan Dithane. Daconil digunakan rata-rata petani sebesar 9,3 kilogram per hektar melebihi aturan pemakaiannya yaitu sebesar 1 sampai 1,6 kilogram per hektar. Dosis yang ditetapkan perusahaan obat untuk Dithane sebesar 1,2 sampai 2,4 kilogram per

5 hektar, tetapi petani memberikan Dithane melebihi dosis yang telah ditetapkan (rata-rata penggunaan Dithane sebesar 11,2 kilogram per hektar). Standar kebutuhan tenaga kerja untuk usahatani kentang menurut Rukmana (1996) sebesar 300 HKP per hektar, sedangkan rata-rata pemakaian tenaga kerja aktual di lokasi penelitian sebesar 345,9 HKP per hektar. Usahatani kentang di lokasi penelitian berada pada kondisi Constant Return to Scale. Bibit kentang mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 0,4, artinya setiap satu persen perubahan dalam bibit kentang akan menyebabkan perubahan dengan arah yang sama terhadap hasil sebesar 0,4 persen dan berpengaruh nyata pada a = 10%. Faktor produksi lain seperti pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida dan tenaga kerja tidak menunjukan pengaruh yang nyata pada a = 5% maupun a = 10%, hal ini sesuai dengan hasil analisis input produksi bahwa penggunaan faktor-faktor produksi tersebut tidak sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. Nilai koefisien peubah boneka satu (D 1 ) yaitu 0,2833 lebih besar dari koefisien peubah boneka dua (D 2 ), yaitu sebesar -0,1294, hal ini menunjukan penguasaan lahan sewa mempunyai intercept yang lebih besar milik, artinya produksi kentang yang diperoleh dari lahan sewa lebih besar dari lahan milik. Hasil uji-t untuk peubah boneka kategori status lahan menunjukan bahwa antara ketiga jenis status lahan tidak menunjukan perbedaan yang nyata pada a = 5%. Hasil uji-t peubah boneka luas lahan (D) menunjukan bahwa luas lahan tidak menunjukan pengaruh yang nyata terhadap produksi per hektar pada a = 5%. Lahan sewa mempunyai nilai pendapatan atas biaya total maupun pendapatan atas biaya tunai yang positif, hal ini disebabkan komponen biaya total maupun biaya tunainya lebih kecil dari penerimaannya. Komponen biaya status sewa merupakan yang paling kecil diantara penguasaan lahan-lahan lainnya. Nilai R/C ratio lahan sewa bernilai positif yaitu sebesar 1,07 dan 1,30, artinya setiap 1 rupiah yang dikeluarkan untuk penggunaan faktor produksi mendapat penerimaan sebesar 1,07 rupiah atas biaya total dan 1,3 rupiah atas biaya tunai. R/C ratio penguasaan lahan lain bernilai negatif kecuali R/C ratio atas biaya tunai lahan kurang dari satu hektar, keadaan ini menunjukan bahwa sebagian besar petani menderita kerugian.

6 PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat) OLEH: RIYAN HASKAR RAYKA APRIYANTO A SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

7 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama : Riyan Haskar Rayka Apriyanto NRP : A Program Studi : Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Judul : Pengaruh Status dan Luas Lahan Usahatani Kentang (Solanum tuberosum L.) Terhadap Produksi dan Pendapatan Petani (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat) Dapat diterima sebagai salah satu syarat kelulusan untuk pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS NIP : Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Supiadi Sabiham, M. Agr NIP : Tanggal Kelulusan: 17 Oktober 2005

8 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Oktober 2005 Riyan Haskar Rayka Apriyanto A

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 8 April Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Yanto Suranto SR dan Sri Komalawaty S. Pada tahun 1993 penulis lulus dari SDN Pakutandang II, lalu melanjutkan ke SLTPN I Ciparay dan lulus pada tahun Setelah lulus dari SMUN I Baleendah pada tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan ke Program Diploma III Agribisnis Peternakan Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Pertanian dan akhirnya memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada bulan Oktober 2005.

10 KATA PENGANTAR Seluruh Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Semesta Alam, tiada Tuhan Selain Allah. Atas Rahmat, Karunia dan Ridho-Nya, maka penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penulis berusaha menyusun skripsi dengan judul Pengaruh Status dan Luas Lahan Usahatani Kentang (Solanum tuberosum L.) Terhadap Produksi dan Pendapatan Petani (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat). Skripsi ini merupakan sumbangsih penulis sebagai anak daerah Kabupaten Majalengka selama mengenyam pendidikan di Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi yang disusun ini mempunyai banyak kekurangan dari berbagai sudut pemikiran. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi penelitian selanjutnya. Bogor, November 2005 Riyan Haskar Rayka Apriyanto

11 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor membutuhkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibunda, Ayahanda dan Adik-adik tercinta, yang senantiasa memberikan semangat, do a dan dorongan moril. 2. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam membimbing, mengarahkan dan mengevaluasi penulis selama penelitian di Institut Pertanian Bogor. 3. Dr. Ir. Eka Intan Kumalaputri, MSi sebagai dosen penguji utama dan Ir. Murdianto, MS sebagai dosen komisi pendidikan. 4. Bapak Kuwu Sugim dan keluarga, Pamong Desa dan petani kentang Desa Argalingga yang telah bersedia memberikan informasi dan fasilitas selama penulis berada di lokasi penelitian. 5. Keluarga besar Alm. Solihin, BA di Majalengka yang telah memberikan bantuan moril maupun materil selama penelitian. 6. Bapak Engkos sebagai Kasi Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Majalengka yang telah bersedia memberikan bimbingan dan informasi mengenai lokasi penelitian. 7. Ir. Yayah Wagiono, MSc sebagai Ketua Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor.

12 8. Bapak/Ibu Dosen seluruh mata perkuliahan yang telah memberikan ilmu dan mendidik penulis selama mengenyam pendidikan di Institut Pertanian Bogor. 9. Rekan-rekan Mahasiswa Ekstensi seluruh angkatan dan Extension Basketball Team yang tidak dapat penulis disebutkan satu persatu. 10. Sahabat-sahabat terdekat penulis: Deden W., Wawan, Yandri, Edwin, Dede, Kiki, Farid dan Aep sebagai rekan seperjuangan di Ekstensi. 11. Seseorang yang selalu menjadi semangat, inspirasi dan memberikan motivasi kepada penulis untuk maju dan menjadi manusia yang lebih baik di masa yang akan datang. Semoga amal baik Bapak/Ibu dan rekan-rekan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT, amin Bogor, November 2005 Riyan Haskar Rayka Apriyanto

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Tanah Pertanian Kentang Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengaruh Status Lahan Garapan Terhadap Produksi dan Pendapatan Pengaruh Luas Lahan Garapan Terhadap Produksi dan Pendapatan Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Populasi, Contoh dan Metode Pengambilan Contoh Analisis Data Analisis Fungsi Produksi Analisis Pendapatan Konsep Pengukuran Variabel V. GAMBARAN UMUM Karakteristik Wilayah dan Sosial Ekonomi Kemasyarakatan Letak dan Kondisi Geografis Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Karakteristik Petani Lokasi Penelitian... 36

14 5.3. Karakteristik Petani Responden Keragaan Usahatani Kentang Persiapan Lahan Penanaman Penyiangan dan Pembumbunan Penyemprotan Panen dan Pasca Panen Penggunaan Faktor-faktor Produksi Lahan Garapan Bibit Kentang Pupuk Organik Perekat dan Pupuk Kimia Pestisida Tenaga Kerja VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Usahatani Pengaruh Status Kepemilikan dan Penguasaan Lahan Garapan Pengaruh Luas Lahan Garapan Analisis Pendugaan Fungsi Produksi KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 71

15 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Urutan Preferensi Dalam Memilih Kontrak Sebaran Jumlah Responden Petani Kentang Di Desa Argalingga Musim Tanam Bulan Oktober Februari Sebaran Penduduk Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan Di Desa Argalingga Tahun Sebaran Penduduk Menurut Status Kepemilikan Tanah Desa Argalingga Tahun Sebaran Penduduk Menurut Luas Kepemilikan Tanah Desa Argalingga Tahun Distribusi Petani Responden Menurut Pengalaman Bertani Di Desa Argalingga Tahun Distribusi Petani Responden Menurut Pengalaman Dan Pelatihan Di Desa Argalingga Tahun Jenis Mutu Kentang Rata-rata Penggunaan Input Produksi Usahatani Kentang per hektar per musim tanam di Desa Argalingga Menurut Status Lahan Garapan untuk Musim Tanam Bulan Oktober Februari Komponen Biaya Tunai Terbesar Usahatani Kentang per hektar Menurut Status Lahan Garapan Di Desa Argalingga untuk Musim Tanam Bulan Oktober 2004-Feruari 2005(%) Analisis Pendapatan Usahatani Kentang per hektar Menurut Status Lahan Garapan Di Desa Argalingga untuk Musim Tanam Bulan Oktober 2004-Februari 2005(Rp/ha) Rata-rata Penggunaan Input Produksi Usahatani Kentang per hektar per musim Di Desa Argalingga Menurut Luas Lahan Garapan untuk Musim Tanam Bulan Oktober Februari Komponen Biaya Tunai Terbesar Usahatani Kentang per hektar Menurut Luas Lahan Di Desa Argalingga untuk Musim Tanam Bulan Oktober Februari 2005 (%) Analisis Pendapatan Usahatani Kentang per hektar Menurut Luas Lahan Di Desa Argalingga untuk Musim Tanam Bulan Oktober 2004-Februari 2005 (Rp/ha)... 59

16 Lanjutan. Nomor Halaman 15. Koefisien Regresi Peubah Bebas Usahatani Kentang Di Desa Argalingga Tanpa Per Satuan Luas Koefisien Regresi Peubah Bebas Usahatani Kentang Di Desa Argalingga Dalam Per Satuan Luas... 62

17 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Model Pilihan Kontrak Bagan Alur Pemikiran Operasional... 26

18 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (LN Tahun 1960 No.104) Tabel Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Pertanian, Rumah Tangga Pengguna Lahan Dan Rumah Tangga Petani Gurem Antara ST 93 Dan ST 03 (000) Tabel Luas Panen Dan Hasil Produksi Per Hektar Tanaman Pangan, Di Indonesia (Harvested Area, Production And Yield Rate Of Food Crops, In Indonesia) Luas Areal Tanam Kentang Tahun Menurut Kabupaten dan Kota Di Jawa Barat (Hektar) Luas Panen Kentang Kentang Tahun Menurut Kabupaten dan Kota Di Jawa Barat (Hektar) Produksi Kentang Kentang Tahun Menurut Kabupaten dan Kota Di Jawa Barat (Ton) Tabel Perkembangan Produksi Komoditas Kentang di Kabupaten Majalengka Selama 5 Tahun (Ton) Metode Pengambilan Contoh (Sampling) Daftar Harga Mingguan Kentang Di Berbagai Pasar Induk Kabupaten Majalengka Bulan Juni Juni 2003 (Rp/Kg) Standar Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Kentang Kombinasi Pengunaan Pupuk Kandang Domba dan Produksi yang Dicapai Pendugaan Fungsi Produksi Cobb-Douglas Tanpa Satuan Per Luas Pendugaan Fungsi Produksi Cobb-Douglas Dalam Satuan Per Luas... 82

19 Lanjutan. Nomor Halaman 14. Pengujian Return to Scale Analisis Korelasi Antar Peubah Bebas Tabel Daftar Jenis dan Harga Pupuk yang digunakan Petani Kentang di Desa Argalingga Tabel Jenis dan Harga Pestisida yang digunakan Petani Kentang di Desa Argalingga Tabel Penggunaan Pupuk Kimia Pada Lahan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Milik Tabel Penggunaan Pupuk Kimia Pada Lahan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Sewa Tabel Penggunaan Pupuk Kimia Pada Lahan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Gadai Tabel Penggunaan Pupuk Kimia Pada Luas Lahan Usahatani Kentang = 1 Ha Tabel Penggunaan Pupuk Kimia Pada Luas Lahan Usahatani Kentang <1 Ha Tabel Penggunaan Perekat Pada Usahatani Kentang dengan Status Lahan Milik Tabel Penggunaan Perekat Pada Usahatani Kentang dengan Status Lahan Sewa Tabel Penggunaan Perekat Pada Usahatani Kentang dengan Status Lahan Gadai Tabel Penggunaan Perekat Pada Luas Lahan Usahatani Kentang = 1 Ha Tabel Penggunaan Perekat Pada Luas Lahan Usahatani Kentang < 1 Ha Tabel. Penggunaan Pestisida Pada Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Milik... 95

20 Lanjutan. Nomor Halaman 29. Tabel. Penggunaan Pestisida Pada Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Sewa Tabel Penggunaan Pestisida Pada Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Gadai Tabel Penggunaan Pestisida Usahatani Kentang Pada Luas Lahan = 1 Ha Tabel Penggunaan Pestisida Usahatani Kentang Pada Luas Lahan < 1 Ha Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Milik Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Sewa Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Gadai Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang Pada Luas Lahan = 1 Ha Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Kentang Pada Luas Lahan < 1 Ha Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dengan Status Lahan Milik Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dengan Status Lahan Sewa Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dengan Status Lahan Gadai Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Usahatani Kentang Pada Luas Lahan = 1 Ha Tabel Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Luas Lahan Usahatani Kentang < 1 Ha

21 Lanjutan Nomor Halaman 43. Tabel Penyusutan Peralatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Milik Tabel Penyusutan Peralatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Sewa Tabel Penyusutan Peralatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Gadai Tabel Penyusutan Peralatan Usahatani Kentang Pada Luas Lahan = 1 Ha Tabel Penyusutan Peralatan Usahatani Kentang Pada Luas Lahan < 1 Ha Analisis Pendapatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Milik Analisis Pendapatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Sewa Analisis Pendapatan Usahatani Kentang Dengan Status Lahan Gadai Analisis Pendapatan Lahan Usahatani Kentang = 1Ha Analisis Pendapatan Lahan Usahatani Kentang < 1Ha

22 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan garapan merupakan salah satu faktor produksi yang digunakan dalam usahatani yang mempunyai sifat terbatas. Lahan yang digunakan dalam usahatani harus memenuhi beberapa persyaratan agar tanaman tumbuh dan menghasilkan produksi yang maksimal seperti keadaan ekologi. Keadaan ekologi yang dikehendaki tanaman bervariasi tergantung pada jenis tanaman, meskipun faktor yang mempengaruhi kehidupan tanaman selama pertumbuhan sama. Faktor-faktor ekologi yang dimaksud adalah letak geografi tanah, topografi tanah, sifat tanah (sifat fisika, kimia dan biologis), suhu atau kelembapan, penyinaran cahaya matahari, curah hujan, dan angin (Samadi, 1997). Luas lahan garapan dianggap sebagai salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi hasil pertanian apabila diasumsikan teknologi yang digunakan tidak berubah. Semakin luas lahan yang digunakan, maka jumlah yang dihasilkan dari suatu usahatani semakin banyak. Dewasa ini luas lahan garapan untuk petanian semakin berkurang karena telah berubah fungsi menjadi sarana infrastruktur seperti perumahan, perkantoran, jalan raya dan lain-lain. Pemerintah Republik Indonesia membuat peraturan mengenai pemilikan, penguasaan dan penggunaan atas lahan ini dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (LN Tahun 1960 No.104). Undang-undang ini dibuat agar tidak merugikan kepentingan rakyat banyak atau umum (pasal 7), menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan ekonomis lemah (pasal 11 (2)), mencegah penguasaan secara monopoli (pasal 13

23 (2)), menetapkan batas maksimum penguasaan lahan dan pembagian lahan kepada rakyat yang membutuhkan (pasal 17 (1), (2) dan (3)). Pelaksanaan Undang-undang tersebut pada kenyataannya tidak memberikan manfaat untuk rakyat banyak dan sebesar-besar kemakmuran rakyat seperti yang tercantum dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (LN Tahun 1960 No.104), Berpendapat, (d). Undang-undang No. 5 Tahun 1960 cenderung digunakan untuk kepentingan beberapa pihak swasta untuk memperkaya diri sendiri, yaitu dalam masalah sistem alokasi sumber daya alam. Kecenderungan utama dalam tatanan ekonomi, politik, sosial dan budaya yang menguatkan proses pemiskinan rakyat adalah yang pertama luasnya ekspansi modal dan permintaannya terhadap ketersediaan tanah murah dalam skala besar. Gejala ini sudah dimulai sejak jaman kolonial, ketika pemerintah Belanda mengundang pemodal swasta Eropa untuk membuka lahan perkebunan di Jawa dan Sumatera, dan terus berlanjut sampai kini. Fakta yang mendasari hal tersebut adalah berkurangnya secara drastis lahan pertanian di Jawa dan digantikan dengan kawasan industrial, juga semakin meluasnya lahan perkebunan dan HPH(TI) di luar Jawa. Ekspansi modal yang meluas tersebut telah menyumbang masalah ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah di Indonesia yang kemudian berujung pada semakin banyaknya petani miskin. Kecenderungan penguat proses pemiskinan rakyat yang kedua adalah politik hukum agraria yang tidak adil. Politik hukum agraria yang terjadi tidaklah peka terhadap realitas ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah, tetapi sebaliknya justru memfasilitasi pemilik modal. Hal ini sangat tampak pada politik

24 hukum Hak Guna Usaha (HGU) sebagai alas hak untuk perluasan dan (perpanjangan) penguasaan tanah perkebunan dalam skala besar 1 Selanjutnya dikemukakan pula oleh Soekartawi et al.(1986), gambaran distribusi luas menunjukan bahwa sebagian besar petani menggarap lahan kecil yang luas totalnya hanya merupakan sebagian kecil dari luas total usahatani. Di Indonesia keadaannya adalah sebagai berikut: 70 persen dari usahatani Indonesia mempunyai luas kurang dari 1,0 hektar tetapi hanya merupakan 27 persen dari luas total usahatani. Petani umumnya mempunyai dua atau lebih persil lahan, kadangkala dekat dengan rumah mereka tapi kadangkala setengah jam perjalanan jauhnya. Rata-rata ukuran lahan dari contoh lahan adalah 0,52 hektar. Sekitar 67 persen lahan dikelola sendiri. Perubahan ukuran lahan sudah biasa terjadi seperti menyewa lahan baru dan mengembalikannya kepada pemilik setelah sewa masa habis. Lahan dalam kategori 0,25 sampai 0,5 hektar terkonsentrasi sangat jelas. Jumlah lahan dengan ukuran lebih dari 1 ha sangat terbatas walaupun lahan tersebut meliputi sekitar 26 persen dari total lahan (Harmsworth L. J. et al., 1983). Selain menyewa, petani mendapatkan lahan garapan dengan cara menggadai. Petani penggadai menyerahkan sejumlah uang kepada pemilik lahan, dan peminjaman lahan garapan akan berakhir ketika pemilik lahan mengembalikan uang gadai tersebut. Menurut Rukmana (1997), prospek pengembangan agribisnis kentang amat cerah. Arti penting komoditas kentang sangat dirasakan oleh berbagai Negara di dunia. Dibentuknya organisasi yang menangani penelitian dan 1 http// 17 Januari Meneguhkan Agenda Gerakan Sosial Anti Kemiskinan Struktural. Program Kerja KIKIS Oktober 2002-Oktober 2004.

25 pengembangan kentang di beberapa kawasan juga menunjukan cerahnya prospek kentang. Di kawasan Asia dibentuk organisasi Internasional South Asian Potato Program For Research And Development (SAPPRAD) dengan program utama mendayagunakan kentang sebagai sumber pangan. Di Indonesia, kebutuhan konsumsi kentang diperkirakan dua kali lipat pada 5 sampai 10 tahun yang akan datang. Meningkatnya permintaan kentang disebabkan, antara lain, oleh makin meluasnya pendayagunaan produksi kentang untuk berbagai bahan makanan, baik sebagai bahan sayuran maupun makanan ringan. Di samping itu, kentang merupakan komoditas ekspor dan impor antar negara di dunia. Kabupaten Majelengka merupakan salah satu sentra penghasil sayuran khususnya komoditi kentang terbesar ketiga setelah Bandung dan Garut di Jawa Barat. Rata-rata produksi kentang (ton) dari daerah Bandung, Garut dan Majalengka masing-masing sebesar , dan (Lampiran 6) (Dinas Pertanian Jawa Barat, 2004). Sektor agribisnis mendapat perhatian penuh dari pemerintah daerah, hal ini sesuai dengan visi Kabupaten Majalengka yaitu Majalengka Kabupaten Agribisnis Termaju di Jawa Barat Tahun 2010 Berbasis Masyarakat Agamis dan Partisipatif, sedangkan visi Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka yaitu Terwujudnya Ketahanan Pangan Berbasis Agribisnis Sebagai Andalan dan Penggerak Pembangunan Ekonomi Kabupaten Majalengka Tahun 2010 (Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka, 2003) Perumusan Masalah Rumah tangga petani gurem adalah rumah tangga pertanian pengguna lahan yang menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar. Lahan yang dikuasai bisa berasal dari milik sendiri atau menyewa dari pihak lain. Selama sepuluh tahun

26 terakhir, jumlah rumah tangga petani gurem secara rata-rata meningkat 2,39 persen per tahun, yaitu dari 10,8 juta rumah tangga pada tahun 1993 menjadi 13,7 juta rumah tangga pada tahun 2003 (BPS, 2003) (Lampiran 2). Persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan juga meningkat dari 52,7 persen menjadi 56,2 persen, mengindikasikan semakin sempitnya rata-rata lahan yang dikuasai oleh rumah tangga pertanian. Perlu dicatat, menurut ST 93 (Sensus Pertanian 1993), persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pengguna lahan di Jawa adalah 69,76 persen, sementara menurut ST 03 (Sensus Pertanian 2003), adalah 74,68 persen. Di luar Jawa, menurut ST 93 persentasenya sebesar 30,57 persen, sedangkan hasil ST 03 sebesar 33,68 persen (Lampiran 2). Hal ini menunjukan bahwa kenaikan persentase rumah tangga petani gurem terhadap rumah tangga pertanian pengguna lahan di Jawa lebih cepat daripada di luar Jawa (BPS, 2003). Kentang secara agroklimat cocok ditanam dan merupakan komoditas hortikultura unggulan di Kabupaten Majalengka. Produksi kentang untuk Jawa Barat di sentra produksi ini menempati urutan ketiga setelah Bandung dan Garut. Harga sewa lahan usahatani di Bandung dan Garut pada awal tahun 2000 cenderung meningkat, hal ini menimbulkan dampak pemindahan lokasi produksi ke daerah ini yang mempunyai harga sewa relatif lebih murah. Luas lahan garapan di lokasi penelitian terbatas karena selain dipakai untuk usahatani kentang, pemerintah Kabupaten Majalengka sudah memproyeksikan penggunaan lahan untuk komoditi yang lain seperti kubis dan cabai merah.

27 Pada tahun 2003 Perum Perhutani membuat kebijakan pembatasan peminjaman lahan garapan di lokasi penelitian. Lahan garapan yang dipinjam dari Perhutani di kaki Gunung Ciremai kini dilarang untuk ditanami komoditas sayuran padahal lahan tersebut adalah yang paling subur di daerah tersebut, di sisi lain pembangunan rumah peristirahatan (villa) semakin menyebar di daerah ini. Pengurangan lahan garapan untuk komoditi sayuran, khususnya kentang menyebabkan produksi dan pendapatan kentang para petani menurun. Desa Argalingga merupakan salah satu daerah penghasil komoditi kentang di Majalengka. Produksi dan pendapatan petani kentang di Desa ini dalam dua tahun terakhir mengalami penurunan bahkan beberapa petani mengalami kerugian, sedangkan desa tetangga lain seperti Desa Argamukti tetap mendapatkan keuntungan. Fenomena di Desa Argalingga tersebut mengindikasikan desa ini layak untuk diteliti. Kedatangan petani dari luar daerah menyebabkan status baru bagi pengelola lahan usahatani selain pemilik, yaitu sebagai penyewa ataupun penggadai. Status kepemilikan lahan garapan mempengaruhi pendapatan petani. Permasalahan yang dapat diangkat dari keadaan di atas adalah berapa pendapatan dari masing-masing status kepemilikan lahan tersebut? dan apakah ada perbedaan antara ketiga status lahan tersebut dalam pendapatan? Perubahan penguasaan lahan usahatani kentang menimbulkan permasalahan baru yaitu terpecahnya lahan menjadi persil-persil dengan skala usaha yang lebih kecil, yang menjadi permasalahan adalah berapa hasil dan pendapatan dari masing-masing luas lahan tersebut?

28 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh status kepemilikan dan luas lahan garapan usahatani kentang terhadap produksi serta menganalisis pendapatan petani menurut status dan luas lahan garapan di lokasi penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan gambaran tingkat produksi dan pendapatan usahatani kentang dengan luas dan status kepemilikan lahan yang berbeda. Bagi pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk pengembangan komoditi kentang di daerah penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan rujukan dan data dasar bagi penelitian selanjutnya dan berbagai pihak yang berkepentingan.

29 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Pertanian Tanah Pertanian merupakan faktor produksi yang langka di pedesaan Jawa, disamping itu tanah juga dapat dipakai untuk memperoleh segala sumber strategis seperti kesempatan ekonomi, kekayaan, kekuasaan dan pendapatan. Ketimpangan dalam pemilikan tanah akan menimbulkan ketimpangan kekuasaan di kalangan anggota masyarakat. Hal tersebut akan membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat pedesaan terutama dalam kaitannya dengan pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan jangkauan pelayanan pemerintah dan lain sebagainya (Hidayat, 1985). Tanah pertanian sebagai tanah usaha dapat dikuasai menurut beberapa cara: dimiliki, dipinjam, dibagi hasil, disewa dengan jangka pendek, dan disewa dengan jangka panjang (Adiwilaga, 1982). Menurut Maulana (2003), lahan usahatani dapat berupa lahan pekarangan, tegalan sawah dan sebagainya. Lahan tersebut dapat diperoleh dengan membeli, menyewa dan bagi hasil atau menyakap. Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah (Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (LN Tahun 1960 No.104) pasal 20). Hak-hak milik secara hukum mengukuhkan pemilik suatu sumberdaya dan menjelaskan caracara bagaimana sumberdaya tersebut dapat digunakan. Ada dua tipe hak milik ini, yaitu (1) hak milik bersama (common property) dan (2) hak milik pribadi (private property). Harta bersama, menurut definisi, dimiliki oleh masyarakat

30 luas untuk kegunaan bersama. Dalam hal ini tidak ada orang perorangan yang dapat membatasi penggunaan sumberdaya tersebut hanya untuk dirinya sendiri saja. Hanya perorangan, di lain pihak, dimiliki langsung oleh orang yang mempunyainya, dan boleh memanfaatkan sumberdaya tersebut di dalam batasbatas yang diperbolehkan oleh hukum (Nicholson, 2001). Bagi rumah tangga dengan luas pemilikan sawah luas dan menengah, tanah milik merupakan modal bagi pengembangan luas usahatani melalui persewaan, dalam arti dari usahatani di sawah milik diperoleh surplus usahatani. Surplus ini bagi rumah tangga golongan pemilikan luas dan menengah merupakan: (1) modal yang dapat digunakan untuk menyewa sawah orang lain; (2) modal untuk usaha di luar sektor pertanian. Selain itu tanah milik rumah tangga kedua golongan tersebut merupakan modal untuk usaha di sektor pertanian dengan jalan menyewakan sebagian dari tanah tersebut. Jarang sekali rumah tangga golongan kepemilikan sawah luas dan menengah yang menyakapkan tanah, karena semakin komersial pengelolaan usahataninya, seiring dengan adopsi teknologi pertanian baru usahatani. Bagi rumah tangga dengan luas pemilikan sawah sempit, hasil usahatani di tanah milik tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sering mereka terpaksa melepaskan hak garapan tanahnya kepada orang lain melalui sistem sewa. Sedangkan peluang untuk memperoleh tanah sakapan kecil sekali pada rumah tangga dengan pemilikan tanah sempit dan rumah tangga tak bertanah, karena jarang pemilik tanah luas dan menengah yang bersedia menyakapkan tanahnya (Hidayat, 1985). Persewaan atau sewa ialah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan atau menyerahkan barangnya untuk

31 dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan pihak yang lainnya itu berkewajiban untuk membayar harga sewa yang telah ditentukan (Marbaie, 1984). Tanah Negara dapat disewa dengan jangka panjang dalam undang-undang hak guna usaha, jangka waktunya adalah maksimal 30 tahun. Sewa tanah pada umumnya hanya berjangka satu musim dan berakhir setelah tanaman dipanen. Sewa tanah yang paling baik untuk perkembangan pertanian adalah sewa tanah jangka panjang, diantara petani belum lazim. Dengan cara menyewa inilah seorang pengusaha dapat menguasai tanah usaha secara murah. Dengan penduduk kian meningkat sehingga sudah tidak terbayar oleh petani-petani, hal ini telah merupakan kenyataan di banyak negara, antara lain di Nederland dan Jerman (Adiwilaga, 1982). Penguasaan lahan garapan dengan sistem gadai menurut Kasryno (1983), ialah menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang secara tunai dengan ketentuan: si penjual tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali. Selama pemilik tanah belum dapat menebus, maka hak penguasaan atas tanahnya ada pada pemegang gadai. Pengembalian tanah itu dilakukan setelah tanamannya selesai dipanen. Kebiasaan gadaimenggadai tanah dianggap oleh pemerintah merugikan pemilik tanah, oleh karenanya, pemerintah mengeluarkan undang-undang yang melarang penyerahan hak penguasaan tanah dengan cara gadai (UU No. 56 tahun 1960, tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, pasal 7). Kasryno (1983), selanjutnya mengemukakan bahwa ada dua motivasi penggadaian tanah. Petani luas menggadaikan tanah untuk keperluan produktif dan petani sempit menggadaikan tanah untuk kepentingan yang bersifat

32 konsumtif. Dalam situasi gadai, pelepas uang tidak akan menderita rugi, karena uang yang dilepaskan itu pasti akan kembali lagi tanpa menanggung resiko merugi. Secara teoritis perbedaan status penguasaan tanah garapan dapat dimengerti akan berpengaruh pada pengelolaan usahatani. Sebagai petani pemilik penggarap, petani akan mempunyai kebebasan untuk mengelola, bebas merencanakan dan menentukan jenis tanaman, bebas menentukan teknologi dan cara budidaya, serta tanggung jawab yang lebih besar. Sebaliknya petani penyewa atau petani bagi hasil kebebasan mengelola itu akan dibatasi oleh waktu lamanya menyewa atau membagi hasil tanah yang digarapnya. Pengaruh terhadap pegelolaan usahatani inilah yang penting artinya pada usaha peningkatan produksi (Mustadjab, 1986) Kentang Menurut Damayanti (1998), berdasarkan pemakaiannya, kentang dapat digolongkan menjadi kentang sayur (table atau vegetable potatoes) dan kentang olahan (processing potatoes). Sebagaimana rasanya, kentang sayur adalah kentang yang bisanya dipakai oleh konsumen umum, untuk memasak, membuat perkedel dan lainnya. Sedangkan kentang olahan adalah kentang yang biasa digunakan oleh industri. Kentang olahan ini dapat dikategorikan menjadi kentang chip (chipping potatoes) kentang untuk french fries, dan kentang untuk tepung. Perbedaan kentang sayur dengan kentang chip adalah kandungan gula dan kadar airnya, dimana kadar air dan kandungan gula kentang chip rendah sedangkan kentang sayur tinggi. Jenis kentang sayur yang banyak beredar di Indonesia

33 adalah kentang granola, sedangkan untuk kentang chip adalah jenis atlantik, panda, kolombus, dan herta. Komoditas kentang (Solanum tuberosum L) adalah bahan pangan pokok penghasil karbohidrat dari jenis hortikultura. Sebagai komoditas unggulan, usahatani kentang memberikan keuntungan yang cukup besar. Dari modal usaha Rp ,00 diperoleh pendapatan Rp ,00, sehingga laba yang diraih Rp ,00. Pengembangan komoditasi kentang di Kabupaten Majalengka tersebar di sentra-sentra produksi di dataran tinggi dengan varietas yang digunakan pada umumnya adalah granola dan atlantik dengan produksi yang dicapai 20 ton per hektar (Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka, 2003). Menurut Damayanti (1998), kendala produksi kentang di Indonesia adalah sebagai berikut: a. Topografi yang berbukit-bukit di pusat daerah produksi (terutama di Pulau Jawa) sehingga produksi harus dilakukan secara manual. b. Analisis tanah sebelum dan selama penggunaan lahan yang jarang dilakukan. c. Bibit yang varietasnya sesuai, yang akan berpengaruh kepada produktivitas per hektar dan berat jenis. Selain itu juga toleransi varietas terhadap serangan hama penyakit (daya tahan varietas). d. Manajemen penggunaan bahan-bahan kimia pertanian baik pestisida maupun pupuk yang perlu terkendali. e. Sistem rotasi yang belum teratur, terutama di daerah pengembangan. f. Hambatan harga dalam mengimpor bibit.

34 Varietas Granola diintroduksi dari Jerman, dengan karakteristik, antara lain, sebagai berikut: potensi hasil tinggi 20 ton per hektar sampai 40 ton per hektar, umur panen 100 hari setelah tanam sampai 115 hari setelah tanam, daging umbi berwarna kuning, mata umbi dangkal dan sedikit, serta bentuk umbi bulat. Varietas ini cocok dibuat sup dan keripik. Varietas Granola tahan terhadap penyakit layu bakteri dan busuk daun (Rukmana, 1997). Menurut Damayanti (1998), bibit granola yang cukup bagus mempunyai produktivitas 15 sampai 17 ton per hektar, atau dapat mencapai 10 kali berat bibit (misalkan, bibit yang ditanam 2 ton per hektar, maka panen yang cukup baik dapat mencapai 20 ton per hektar). Produktivitas ini selain dipengaruhi bibit dan kesesuaian lahan, juga dipengaruhi oleh musim Penelitian Terdahulu Mustadjab (1986), mengemukakan bahwa rata-rata produksi kentang yang dicapai antar status penguasaan lahan tidak jauh berbeda. Namun secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa petani dengan status sewa ternyata mempunyai tingkat produksi rata-rata per hektar yang paling tinggi. Biaya total untuk tanaman kentang di Tulungrejo tampaknya tidak jauh berbeda antar ketiga status penguasaan tanah. Pendapatan usahatani sistem milik ternyata paling kecil dibanding kedua status yang lain. Hal ini diduga karena motivasi ekonomisnya berbeda dibandingkan petani dengan kedua status lainnya. Petani pemilik cenderung bekerja santai karena tidak dibebani kewajiban membayar sewa ataupun bagi hasil. Hasil penelitian lain dilakukan oleh Andriani (2004), menunjukan bahwa koefisien peubah dummy pada penelitian sebesar -0,3077, dan nilai koefisien

35 berpengaruh nyata terhadap produksi. Ini berarti terdapat perbedaan yang nyata antara petani dengan lahan luas dan lahan sempit, dimana produksi yang dihasilkan oleh lahan sempit lebih banyak jika dibandingkan lahan luas, meskipun bibit yang digunakan oleh lahan sempit lebih sedikit daripada lahan luas. Hal ini diduga karena teknik budidaya dan penggunaan faktor-faktor produksi antar keduanya berbeda. Peubah bebas yang digunakan sebagai prediktor dalam penelitian Mustadjab dan Andriani digunakan sebagai rujukan pendugaan model produksi di lokasi penelitian. Penelitian terdahulu mengenai pendugaan fungsi produksi hanya memakai satu macam peubah kategorik yang dimasukan sebagai peubah dummy yaitu luas lahan (lahan sempit dan lahan luas) atau status lahan saja (milik, sewa dan bagi hasil), sedangkan peneliti memasukan dua macam peubah kategorik dalam peubah boneka (dummy variable) yaitu status (lahan milik, sewa dan gadai) dan luas lahan (lahan lebih besar atau sama dengan satu hektar dan lahan kurang dari satu hektar). Dua macam peubah tersebut diharapkan dapat menduga fungsi produksi lebih baik. Penelitian terdahulu oleh Mustadjab dan Andriani dilakukan di daerah Pengalengan, Kabupaten Bandung. Struktur tanah, penggunaan faktor produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan) dan teknik budidaya antara Pangalengan dengan Desa Argalingga berbeda, sehingga hasil pengamatan dan pengolahan data antara kedua daerah ini akan berbeda. Hasil penelitian Ferdiansyah (2004), di Desa Argamukti menunjukan bahwa petani responden dibedakan atas petani pengguna bibit impor, petani pengguna bibit lokal bersertifikat dan petani penguna bibit lokal tidak bersertifikat dengan hasil panen Februari dan Maret Hasil Produksi

36 kentang per hektar untuk petani responden pengguna bibit Impor adalah ,25 kilogram per hektar, petani responden pengguna bibit lokal bersertifikat ,55 kilogram per hektar dan produksi petani responden pengguna bibit lokal tidak bersertifikat adalah ,01 kilogram per hektar. Pendapatan petani terbesar baik atas biaya tunai maupun atas biaya total yaitu oleh petani pengguna bibit impor sebesar Rp ,14 dan Rp ,39. Sementara itu pendapatan terkecil diperoleh petani pengguna bibit lokal tidak bersertifikat yaitu sebesar Rp ,58 pendapatan atas biaya tunainya dan Rp ,58 pendapatan atas biaya total. Besarnya nilai rasio R/C atas biaya total dan atas biaya tunai yaitu untuk petani pengguna bibit impor adalah 1,90 dan 1,76, petani pengguna bibit lokal bersertifikat adalah sebesar 1,89 dan 2,07 dan petani pengguna bibit lokal tidak bersertifikat adalah 1,69 dan 1,90. Hasil rasio R/C menunjukan bahwa petani pengguna bibit lokal bersertifikat lebih tinggi artinya penggunaan bibit lokal bersertifikat lebih menguntungkan. Berdasarkan hasil analisis pendapatan Adriani (2004), untuk petani lahan sempit (kurang dari satu hektar), lahan luas (lebih besar atau sama dengan satu hektar) dan petani keseluruhan menunjukan usahatani kentang di desa penelitian relatif menguntungkan. Hal ini ditunjukan oleh nilai R/C atas biaya total dan atas biaya tunai lebih dari satu. Nilai R/C atas biaya tunai untuk kedua kategori usahatani nilainya lebih besar dari nilai R/C atas biaya total. Jika dibandingkan antara usahatani lahan sempit dan lahan luas, baik dari segi pendapatan yang diterima maupun rasio R/C-nya, maka usahatani lahan sempit relatif lebih

37 menguntungkan. Hal ini disebabkan penerimaan untuk lahan sempit juga lebih besar daripada penerimaan lahan luas. Analisis pendapatan usahatani menunjukan bahwa produksi rata-rata kentang per hektarnya adalah sebesar ,52 kilogram. Benih merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan oleh petani, biaya terbesar kedua dan ketiga adalah pada tenaga kerja yaitu 14 persen dan pupuk organik yaitu 11 persen dari biaya total yang bernilai Rp ,7. Usahatani kentang di tempat penelitian dapat dikatakan menguntungkan, hal ini dilihat dari rasio R/C yang lebih besar dari satu. Rasio R/C atas biaya tunai bernilai 1,13 dan rasio R/C atas biaya total bernilai 1,06 (Astuti, 2003) Lokasi penelitian yang ditetapkan oleh Ferdiansyah yaitu Desa Argamukti letaknya tidak begitu jauh dari Desa Argalingga. Peneliti tetap memilih Desa Argalingga sebagai lokasi penelitian dengan alasan antara kedua desa ini produksi dan pendapatan petani berbeda. Petani kentang Desa Argamukti mempunyai pendapatan yang lebih tinggi daripada Desa Argalingga, bahkan petani kentang di Desa Argalingga mayoritas menderita kerugian dalam dua tahun terakhir ini walaupun faktor produksi yang digunakan sama. Penelitian terdahulu menunjukan bahwa pendapatan dianalisis hanya berdasarkan jenis bibit atau luasan lahan. Analisis pendapatan yang peneliti lakukan didasari oleh perbedaan status dan luas lahan garapan, dengan demikian hasil analisis diharapkan akan lebih lengkap dan merepresentasikan pendapatan petani sebenarnya.

38 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pengaruh Status Lahan Garapan Terhadap Produksi dan Pendapatan Seorang tuan tanah dapat memperoleh pendapatan dari tanahnya dengan satu dari tiga cara dasar: 1) mengusahakan tanah itu di bawah pimpinannya dengan mempekerjakan tenaga kerja dengan tingkat upah yang telah ditetapkan; 2) menyuruh orang mengerjakan tanah itu dan membagi hasilnya; atau 3) menyewakan tanah dengan sewa yang sudah ditetapkan (Hayami and Kikuchi, 1987). Pada Gambar 1., kurva DK menunjukan suatu produksi marjinal (mp =?q/?l) dari buruh yang dipakai pada areal tanah tertentu. Jika angka upah di pasar ditentukan oleh OW, baik petani-pemilik maupun penyakap akan memakai buruh dengan OL 2, dimana mp dan tingkat upah (dihitung menurut hasil) disamakan, dan sisa untuk operator atau keuntungan menjadi maksimum. Namun, bagi penyakap keuntungan marjinal untuk tenaga kerja lebih rendah dari mp pada tingkat sewa tanah (r) yang dibayarnya kepada pemilik tanah; dengan demikian rencana keuntungan marjinal ditunjukan oleh EK. Penyakap akan memakai tenaganya hanya sampai OL 1, dimana (l-r)mp sama dengan tingkat upah (Hayami and Kikuchi, 1987). Teori tradisional tentang tidak efisiennya sistem bagi hasil telah dipertanyakan, karena data empiris tidak berhasil menemukan perbedaan-

39 perbedaan penting dalam hasil per hektar diantara jenis-jenis penguasaan tanah yang diramalkan oleh teori itu (Berry and Cline, 1979). Suatu bukti formal telah dikembangkan oleh Cheung (1969), bahwa dengan kondisi pasar yang sempurna tanpa adanya resiko, dengan biaya transaksi sama dengan nol, sistem bagi hasil tidaklah kurang efisiennya daripada pengusahaan oleh pemilik sendiri dan sistem sewa tetap. Alasan-alasan Cheung dirumuskan kembali dalam Hayami and Kikuchi (1987) dan dapat diringkas pada Gambar 1. Apabila informasinya sempurna dan biaya transaksinya sama dengan nol, pemilik tanah akan menetapkan di dalam kontrak, bahwa penyakap harus memakai tenaga sampai OL 2. Ketentuan seperti ini akan diterima oleh penyakap melalui penawaran, apabila area b, pengurangan pendapatan penyakap dengan peningkatan tenaga dari OL 1 ke OL 2, lebih kecil dari area a, karena jumlah pendapatannya sebagai penyakap (area OWBL 2 ). Selanjutnya, apabila pasarnya sempurna, pemilik tanah akan dapat menaikkan bagiannya (r) sampai ke tingkat dimana a sama dengan b, yaitu dimana pendapatan petani bagi hasil sama dengan pendapatannya yang mungkin diperoleh sebagai buruh upahan.

40 Hasil (q) mp D (l-r)mp E W a A b b B C 0 L 1 L 2 Gambar 1. Model Pilihan Kontrak Sumber: Hayami and Kikuchi (1987) K Kerja (l) Begitu pula, apabila pasarnya sempurna, pemilik tanah akan sanggup meminta kenaikan sewa yang sudah ditetapkan ke tingkat yang sama dengan pendapatannya yang mungkin ia terima sebagai petani pemilik. Jadi, pada pasar yang sempurna dengan biaya transaksi sama dengan nol, alokasi sumberdaya dan distribusi pendapatan akan benar-benar sama diantara ketiga jenis kontrak: keuntungan tenaga kerja tidak dapat tidak akan sepadan dengan area OWBL 2, dan keuntungan untuk tanah sepadan dengan area WBD. Baik pemilik tanah maupun penyakap harus tidak berpihak dalam memilih kontrak di dalam pasar yang sempurna. Di dunia nyata pemilihannya tergantung pada besarnya resiko yang relatif dan biaya transaksi, terutama biaya untuk melaksanakan kontrak. Dari pihak pemilik tanah, resiko itu adalah yang terendah dalam hal kontrak menyewa dengan sewa tetap, dan yang tertinggi dalam hal melakukan usaha sendiri dengan tenaga kerja berupah tetap. Biaya transaksinya juga akan mencapai titik tertinggi bila memakai tenaga kerja dengan upah tetap, karena sukarnya mencegah mereka dari kelalaian bekerja. Biaya untuk menjalankan

PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI

PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PENGARUH STATUS DAN LUAS LAHAN USAHATANI KENTANG (Solanum tuberosum L.) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI (Kasus: Desa Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat) OLEH:

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT

PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT PERANAN PESANTREN AL ZAYTUN TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI KECAMATAN GANTAR, KABUPATEN INDRAMAYU, JAWA BARAT OLEH: ARYANI PRAMESTI A 14301019 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A

: NUSRAT NADHWATUNNAJA A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PAPRIKA HIDROPONIK DI DESA PASIR LANGU, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG Oleh : NUSRAT NADHWATUNNAJA A14105586 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A

ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT. Oleh: VERRA ANGGREINI A ANALISIS USAHATANI PADI PESTISIDA DAN NON PESTISIDA DI DESA PURWASARI, KECAMATAN DARMAGA, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh: VERRA ANGGREINI A14101021 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A

ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A ANALISIS USAHATANI PADI RAMAH LINGKUNGAN DAN PADI ANORGANIK (Kasus: Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor) Oleh: RIDWAN A14104684 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEPOK VARIETAS DEWA-DEWI (Averrhoa carambola L) Oleh : AKBAR ZAMANI A. 14105507 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu. 37 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH. Oleh : EKO HENDRAWANTO A ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI CABANG USAHATANI CABAI MERAH Oleh : EKO HENDRAWANTO A14105535 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN EKO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dimana penggunaan lahan di wilayah Indonesia sebagian besar diperuntukkan

BAB I PENDAHULUAN. Dimana penggunaan lahan di wilayah Indonesia sebagian besar diperuntukkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Artinya sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PEMBENIHAN IKAN GURAMI PETANI BERSERTIFIKAT SNI (kasus di desa Beji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas,Jawa Tengah) Oleh

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis 30 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lahan Pasir Pantai Lahan pasir pantai merupakan tanah yang mengandung lempung, debu, dan zat hara yang sangat minim. Akibatnya, tanah pasir mudah mengalirkan

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG

V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 45 V. DAMPAK SUBSIDI PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PADI SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ADOPSI PUPUK ORGANIK DI PROVINSI LAMPUNG 5.1 Karakteristik Petani Responden Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian berkelanjutan memiliki tiga tujuan yaitu: tujuan ekonomi (efisiensi dan pertumbuhan), tujuan sosial (kepemilikan/keadilan) dan tujuan ekologi (kelestarian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan

Lebih terperinci

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK

DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK DAMPAK FRAGMENTASI LAHAN TERHADAP BIAYA PRODUKSI DAN BIAYA TRANSAKSI PETANI PEMILIK (Kasus: Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) OLEH: CORRY WASTU LINGGA PUTRA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya hidup pada sektor pertanian. Saat ini sektor pertanian sangat prospektif untuk dikembangkan, karena

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka. IV. METODOLOGI 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Sukahaji merupakan salah satu

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Oleh: NORTHA IDAMAN A 14105583 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 5 Khasiat Buah Khasiat Cabai Merah. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Cabai Merah Keriting Cabai merah keriting atau lombok merah (Capsicum annum, L) merupakan tanaman hortikultura sayur sayuran semusim untuk rempah-rempah yang diperlukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sehubungan dengan

Lebih terperinci

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah

Salah satu tanaman hortikultura yang memiliki peranan cukup penting adalah ROZFAULINA. ' Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting, kasus Tiga Desa di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI). Salah satu tanaman

Lebih terperinci

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK

ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK ANALISIS CABANG USAHATANI DAN SISTEM TATANIAGA PISANG TANDUK (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Oleh : TANTRI MAHARANI A14104624 PROGAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Usahatani ubi jalar di Desa Cikarawang menurut bentuk dan coraknya tergolong ke dalam usahatani perorangan dimana pengelolaannya dilakukan

Lebih terperinci

Oleh : DEDI DJULIANSAH DOSEN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SILIWANGI

Oleh : DEDI DJULIANSAH DOSEN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SILIWANGI KELAYAKAN USAHATANI CABAI MERAH DENGAN SISTEM PANEN HIJAU DAN SISTEM PANEN MERAH (Kasus Pada Petani Cabai di Kecamatan Sariwangi Kabupaten Tasikmalaya) Oleh : DEDI DJULIANSAH DOSEN PRODI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN David Hismanta Depari *), Salmiah **) dan Sinar Indra Kesuma **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (1) 2015 ISSN ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KENTANG DI KECAMATAN JANGKAT KABUPATEN MERANGIN

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (1) 2015 ISSN ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KENTANG DI KECAMATAN JANGKAT KABUPATEN MERANGIN ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KENTANG DI KECAMATAN JANGKAT KABUPATEN MERANGIN Noris Puja Kusuma 1), Edison 2) dan Ernawati 2 1) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jambi, 2)

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN 06114023 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ANALISIS TATANIAGA

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO Purwanto 1) dan Dyah Panuntun Utami 2) 1)Alumnus Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian 2) Dosen Program

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usahatani Kedelai Menggunakan Inokulan di Desa Gedangan, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah meliputi

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika jumlah semua input kecuali satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat yang cocok untuk semua tanaman hortikultura, hal ini merupakan salah satu keutungan komparatif

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis)

ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis) ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Ciamis) Oleh : Didin Saadudin 1, Yus Rusman 2, Cecep Pardani 3 13 Fakultas Pertanian Universitas Galuh 2 Fakultas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT

DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM KREDIT KEPADA KOPERASI PRIMER UNTUK ANGGOTANYA (KKPA) TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI KELAPA SAWIT ( Studi : PT Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar yang memberikan kontribusi sebesar 22,74 persen dibandingkan sektor-sektor lainnya, walaupun terjadi sedikit penurunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Petani dan Usahatani Menurut Hernanto (1995), petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya di bidang pertanian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak ditanam oleh petani di Kecamatan Pasirwangi. Namun, pengelolaan usahatani kentang di daerah ini banyak memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program pengembangan agribisnis. Program ini bertujuan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha agribisnis

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI VI. ANALISIS USAHATANI DAN EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI 6.1. Proses Budidaya Ganyong Ganyong ini merupakan tanaman berimpang yang biasa ditanam oleh petani dalam skala terbatas. Umbinya merupakan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang luas dan kaya akan komoditas pertanian serta sebagian besar penduduknya adalah petani. Sektor pertanian sangat tepat untuk dijadikan sebagai

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Simpang Kanan, Kecamatan Sumberejo,

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Simpang Kanan, Kecamatan Sumberejo, 49 III. METODELOGI PENELITIAN A. Metodelogi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Simpang Kanan, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus, dengan menggunakan metode survei. Penelitian Survei adalah

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP KINERJA ORGANISASI KELOMPOK USAHA TANAMAN HIAS AKUARIUM (KUTHA) BUNGA AIR DI DESA CIAWI, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP KINERJA ORGANISASI KELOMPOK USAHA TANAMAN HIAS AKUARIUM (KUTHA) BUNGA AIR DI DESA CIAWI, KABUPATEN BOGOR ANALISIS PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP KINERJA ORGANISASI KELOMPOK USAHA TANAMAN HIAS AKUARIUM (KUTHA) BUNGA AIR DI DESA CIAWI, KABUPATEN BOGOR Oleh : Topan Candra Negara A14105618 PROGRAM SARJANA EKSTENSI

Lebih terperinci