LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH BERSAING"

Transkripsi

1 LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN HIBAH BERSAING PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA WARM MIX ASPHALT (WMA) UNTUK LAPIS PERKERASAN JALAN (AC-WC) DI KOTA PALANGKA RAYA Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun Peneliti Utama Hendra Cahyadi, ST, MT NIDN Anggota Nirwana Puspasari, ST, MT NIDN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA JUNI 2014 i

2 ii

3 Ringkasan Penelitian tentang Minyak Pelumas Bekas (MPB) belum begitu banyak dilakukan di Palangka Raya, sehingga penggunaan MPB di Palangka Raya masih jarang ditemui. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian agar MPB ini dapat dipakai dalam campuran lapis perkerasan jalan. Dalam campuran Asphalt Concrete (AC) atau beton aspal biasanya dicampur, dihampar, dan dipadatkan secara hot mix pada suhu tertentu. Proses Hot Mix Asphalt (HMA) yang suhunya mencapai 138 sampai 160 C membutuhkan energi bahan bakar yang tinggi dan gas pembuangan yang tinggi pula. Selain itu menurut Vienti Hadsari (2009) pada suhu 60 o C aspal dan residu oli sudah dapat menyelimuti agregat dengan sempurna. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan metode Warm Mix Asphalt (WMA) yang suhunya 20 sampai 55 C lebih rendah daripada temperatur Hot Mix Asphalt (HMA). Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang dilakukan di laboratorium dengan variasi MPB 0,5%, 1,5%, dan 1,5% dari berat kadar aspal optimum sebagai pengurang berat aspal dalam campuran AC. Pengujian sampel dengan menggunakan alat uji Marshall Test. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat Minyak Pelumas Bekas (MPB) sebagai bahan ganti aspal dalam campuran lapis perkerasan aspal. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaan MPB sebagai bahan ganti aspal dengan persentase 0,5%, 1% dan 1,5% memenuhi syarat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Karakteristik Marshall yang memenuhi spesifikasi. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai stabilitas terendah adalah 897,08 kg dengan pemakaian MPB sebesar 1,5%, nilai flow 3,17 sampai 3,37 mm, nilai VIM 3,39% sampai 4,84%, dan nilai VFB antara 71,77% sampai 79,76%, dimana semua nilai tersebut masih sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Kata kunci : Beton Aspal, Marshall Test, MPB, Warm Mix Asphalt iii

4 Prakata Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan seluruh rahmat dan hidayah-nya, akhirnya tim peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul Pemanfaatan Minyak Pelumas Bekas Pada Warm Mix Asphalt (WMA) Untuk Lapis Perkerasan Jalan di Kota Palangka Raya sesuai dengan tahapan yang direncanakan. Pada kesempatan ini tim ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penelitian ini, diantaranya kepada: 1. Dekan Fakultas Teknik UM Palangkaraya dan Ketua Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik UM Palangkaraya yang sudah menyediakan seluruh sarana laboratorium 2. Saudara Kasuma dan Yodhi Santori sebagai laboran yang sudah membantu dalam pelaksanaan di laboratorium. 3. Bapak Djoko Eko Hadi Susilo, MP selaku kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat UM Palangkaraya yang sudah memberikan bantuan terutama dari segi administrasi dalam pengerjaan penelitian ini. 4. Rekan-rekan dosen di Fakultas Teknik UM Palangkaraya yang sudah memberikan masukan-masukan yang konstruktif dalam pengerjaan penelitian ini. 5. Rekan-rekan di Perpustakaan Fakultas Teknik UM Palangkaraya dan Perpustakaan UM Palangkaraya yang mencarikan literatur di perpustakaan Sebagai sebuah hasil penelitian, tim berharap hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pelaksanaan kegiatan konstruksi terutama konstruksi jalan di Kota Palangka Raya. Palangka Raya, 30 Juni 2014 iv Tim Peneliti

5 BAB 1 BAB 2 BAB 3 BAB 4 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Perkerasan Beton Aspal Bahan Campuran Beton Aspal Agregat Aspal Filler Kadar Aspal Rencana. 2.4 Minyak Pelumas Bekas (MPB). 2.5 Karakteristik Beton Aspal. 2.6 Studi Pendahuluan TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian 3.2 Manfaat Penelitian.. METODE PENELITIAN 4.1 Langkah Kerja Pengujian Agregat Pengujian Agregat Kasar Pengujian Agregat Halus Pengujian Bahan Pengisi (Filler) 4.3 Pengujian Bahan Bitumen.. i ii iii iv v vii viii ix v

6 BAB 5 BAB 6 BAB Pengolahan MPB 4.5 Uji Marshall 4.6 Uji Marshall Dengan Variasi MPB. 4.7 Hasil Yang Diharapkan. 4.8 Lokasi Penelitian HASIL YANG DICAPAI 5.1 Pengujian di Laboratorium. 5.2 Hasil Pengujian di Laboratorium Pemeriksaan Gradasi Agregat Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Pengujian Keausan Agregat Kasar Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus Perencanaan Campuran Hasil Pengujian Marshall Pengujian Marshall Perhitungan Pengisian Tabel Pengujian Marshall Sifat-sifat Marshall Menggunakan Campuran Oli Bekas. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA.. LAMPIRAN vi

7 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6 Tabel 5.7 Tabel 5.8 Tabel 5.9 Tabel 5.10 Tabel 5.11 Tabel 5.12 Tabel 5.13 Tabel 5.14 Tabel 5.15 Tabel 5.16 Tabel 5.17 Persyaratan Aspal Keras Penetrasi 60/70. Ketentuan Agregat Kasar.. Ketentuan Agregat Halus.. Kriteria Minimum Karakteristik Marshall Jumlah Benda Uji Yang Direncanakan. Jumlah Benda Uji Yang Direncanakan Untuk Beberapa Variasi MPB.. Analisa Saringan Agregat Kasar (CA).. Analisa Saringan Agregat Kasar (MA). Analisa Saringan Agregat Halus (Abu Batu) Analisa Saringan Agregat Halus (Pasir)... Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat (CA). Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat (MA). Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat (Abu Batu) Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat (Pasir)... Pemeriksaan Keausan Agregat Kasar (Mesin Los Angeles). Hasil Pengujian Sand Equivalent (Abu Batu).. Hasil Pengujian Sand Equivalent (Pasir).. Rekapitulasi Hasil Analisa Saringan Masing-masing Agregat. Hasil Pemeriksaan Sifat-sifat Fisik Agregat. Proporsi Agregat Dalam Campuran.. Hasil Pengujian Marshall. Perhitungan Berat Jenis dan Penyerapan Terhadap Total Agregat. Hasil Pengujian Marshall Pada Kadar Aspal Optimum vii

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Gambar 5.1 Gambar 5.2 Gambar 5.3 Gambar 5.4 Gambar 5.5 Gambar 5.6 Bagan Alir Penelitian.. Grafik Stabilitas.. Grafik Flow... Grafik Kepadatan (Densitas).. Grafik VIM. Grafik VFB. Grafik Hasil Bagi Marshall viii

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Draft Artikel Ilmiah Produk Penelitian ix

10 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian mengenai perkerasan jalan raya dengan menggunakan material hasil daur ulang telah banyak dilakukan. Beberapa yang bisa dijadikan contoh adalah penggunaan serbuk ban karet bekas, abu terbang, aspal daur ulang dan residu oil atau Minyak Pelumas Bekas (MPB) sebagai campuran dalam perkerasan jalan. Campuran perkerasan jalan hasil dari penggunaan bahan-bahan daur ulang tersebut, tentunya harus melalui pengujian sesuai standar yang telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (DPU). Sebagai salah satu kota yang sedang berkembang di Indonesia, Palangka Raya banyak melakukan pekerjaan perkerasan jalan dengan menggunakan campuran aspal baik dalam rangka pembuatan jalan baru, perbaikan maupun peningkatan kualitas jalan. Pekerjaan tersebut tentu memerlukan jumlah material aspal relatif banyak yang memerlukan biaya cukup tinggi. Untuk mengurangi penggunaan aspal sebagai bahan campuran lapis perkerasan, maka perlu dicari material pengganti yang lebih murah dan memenuhi syarat. Salah satu material yang patut dipertimbangkan adalah MPB. Sebagian besar pembangunan jalan di Indonesia termasuk di Palangka Raya menggunakan Asphalt Concrete (AC). Dalam pelaksanaannya, campuran AC biasanya dicampur, dihampar, dan dipadatkan secara Hot Mix Asphalt (HMA) pada suhu sekitar 138 sampai 160 C (Eka Ambarwati, 2010). Proses tersebut membutuhkan energi bahan bakar yang tinggi dan gas pembuangan yang tinggi pula. Salah satu kelebihan MPB adalah pada suhu pencampuran yang lebih rendah, aspal dan MPB sudah dapat menyelimuti agregat agregat dalam campuran. Hal ini berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Vienti Hadsari (2009) yang menyatakan bahwa pada suhu 60 C, aspal dan residu oil (MPB) sudah dapat menyelimuti agregat dengan sempurna. Metode ini disebut dengan metode Warm Mix Asphalt (WMA) yang suhunya 20 sampai 55 C lebih rendah daripada temperatur Hot Mix Asphalt (HMA). 1

11 Penggunaan MPB sebagai bahan campuran aspal akan sangat bermanfaat dari segi ekonomi karena harganya yang jauh lebih murah dibanding aspal dan dari segi lingkungan karena MPB yang terbuang baik ke dalam lapisan tanah maupun ke sungai yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah MPB memenuhi syarat sebagai bahan lapis perkerasan dengan kondisi agregat dan tanah di Palangka Raya? Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka dilakukanlah penelitian berjudul Pemanfaatan Minyak Pelumas Bekas Pada Warm Mix Asphalt (WMA) Untuk Lapis Perkerasan Jalan (AC-WC) di Kota Palangka Raya. Penelitian ini akan menggunakan aspal dengan penetrasi 60/70, agregat lokal yang berasal dari Bukit Tangkiling dan Minyak Pelumas Bekas (MPB) sebagai bahan tambah aspal. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang, maka dibuatlah rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah karakteristik campuran AC-WC yang menggunakan MPB sebagai bahan tambahan aspal? 2. Apakah pengunaan MPB sebagai bahan tambahan aspal pada AC-WC memenuhi spesifikasi? 1.3 Batasan Masalah Batasan masalah yang diambil penulisan pada penelitian ini adalah: 1. Residu oil yang didapat adalah dari hasil proses daur ulang MPB (Minyak Pelumas Bekas). 2. Aspal yang digunakan adalah jenis aspal dengan penetrasi 60/ Agregat yang digunakan merupakan agregat dari sekitar Kota Palangka Raya. 2

12 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapis Perkerasan Beton Aspal Lapisan perkerasan adalah adalah suatu lapisan yang terletak di atas tanah dasar yang telah dipersiapkan dengan pemadatan dan berfungsi sebagai pemikul beban di atasnya dan kemudian disebarkan ke badan jalan (tanah dasar). Lapis beton aspal adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well Graded) dicampur, dihampar, dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Jenis agregat yang digunakan terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan filler, sedangkan aspal yang digunakan sebagai bahan pengikat untuk lapis aspal beton harus terdiri dari salah satu aspal keras penetrasi 60/70 atau 80/100 yang seragam, tidak mengandung air, bila dipanaskan sampai suhu 175ºC tidak berbusa dan memenuhi persyaratan sesuai dengan yang ditetapkan (Bina Marga, 1987). Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal padat atau keras dengan penetrasi 60/70 dan mempunyai nilai karakteristik yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan Bina Marga. Untuk lebih jelasnya berikut ditampilkan tabel persyaratan aspal keras penetrasi 60/70 sesuai dengan Revisi SNI seperti pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Persyaratan Aspal Keras Penetrasi 60/70 No Jenis Pengujian Metode Persyaratan 1 Penetrasi, 25 C ;100 gr; 5 detik; 0,1 mm SNI Titik Lembek, C SNI Titik Nyala, C SNI Min Daktilitas 25 C, cm SNI Min Berat jenis SNI Min. 1,0 6 Kelarutan dalam Trichlor Ethylen, % RSNI M Min. 99 3

13 berat 7 Penurunan Berat (dengan TFOT),%berat SNI Max. 0,8 8 Penetrasi setelah penurunan berat,%asli SNI Min Daktilitas setelah penurunan berat,%asli SNI Min Bahan Campuran Beton Aspal Campuran aspal adalah kombinasi material bitumen dengan agregat yang merupakan permukaan perkerasan yang biasa dipergunakan akhir-akhir ini. Material aspal dipergunakan untuk semua jenis jalan raya dan merupakan salah satu bagian dari lapisan beton aspal jalan raya kelas satu hingga di bawahnya. Material bitumen adalah hidrokarbon yang dapat larut dalam karbon disulfat. Material tersebut biasanya dalam keadaan baik pada suhu normal dan apabila kepanasan akan melunak atau berkurang kepadatannya. Ketika terjadi pencampuran antara agregat dengan bitumen yang kemudian dalam keadaan dingin, campuran tersebut akan mengeras dan akan mengikat agregat secara bersamaan dan membentuk suatu lapis permukaan perkerasan (Harold N. Atkins, 1997) Agregat Agregat terdiri dari pasir, gravel, batu pecah, salg atau material lain dari bahan mineral alami atau batuan. Agregat merupakan bagian terbesar dari campuran aspal. Material agregat yang digunakan untuk konstruksi perkerasan jalan tugas utamanya untuk menahan beban lalu lintas. Agregat dari bahan batuan pada umumnya masih diolah dengan mesin pemecah batu (stone crusher) sehingga didapatkan ukuran sebagaimana dikehendaki dalam campuran. Agar dapat digunakan sebagai campuran aspal, agregat harus lolos dari berbagai uji yang telah ditetapkan. Agregat adalah suatu bahan yang keras dan kaku yang dgunakan sebagai bahan campuran dan berupa berbagai jenis butiran atau pecahan, termasuk di dalamnya antara lain: pasir, kerikil, agregat pecah, terak dapur pecah dan debu agregat. Banyaknya agregat dalam campuran aspal pada umumnya berkisar antara 90% sampai dengan 95% 4

14 terhadap total berat campuran atau 70% sampai dengan 85% terhadap volume campuran aspal. Asal agregat dapat digolongkan dalam 3 kategori: 1. Agregat dari batuan beku (volcanic rock): agregat ini terjadi akibat pendinginan dan pembekuan dari bahan-bahan yang meleleh akibat panas (magma bumi). Agregat ini digolongkan dalam 2 jenis pokok: a. Agregat dari batuan ekstrusif: terjadinya akibat dilempar ke udara dan mendingin secara cepat. Jenis pokoknya: pylite, andesite dan basalt. Sifat utamanya: berbutir halus, keras dan cenderung rapuh. b. Agregat dari batuan intrusif: terjadinya akibat batuan yang mendingin secara lambat dan diperoleh sebagai singkapan. Jenis pokonya: granit, diorit dan gabro. Sifatnya utamanya: berbutir kasar, keras dan kaku. 2. Agregat dari batuan endapan (sedimentary rock): agregat terjadi dari hasil endapan halus dari hasil pelapukan batuan bebas, tumbuh-tumbuhan, binatang. Dengan mengalami proses pelekatan dan penekanan oleh alam maka menjadi agregat/batuan endapan. Jenis pelekat dari batuan endapan antara lain: batuan kapur, batuan silika, dan batuan pasir. 3. Agregat dari batuan methamorphik: agregat terjadi dari hasil modifikasi oleh alam (perubahan fisik dan kimia dari batuan endapan dan beku sebagai hasil dari tekanan yang kuat, akibat gesekan bumi dan panas yang berlebihan). Sebagai contoh: batuan kapur enjadi marmer dan batuan pasir menjadi kwarsa. Agregat untuk campuran perkerasan jalan juga diklasifikasikan berdasarkan sumbernya: 1. Pit atau bank run materials (pit-run), biasanya gravel dari ukuran 75 mm (3inchi) sampai ukuran 4,75 mm (No.4). pasir yang terdiri partikel ukuran 4,75 mm (no.4) hingga partikel berukuran 0,075 mm (No. 200). Ada juga silt yang berukuran 0,075 mm ke bawah. Batu-batuan tersebut tersingkap dan terdegradasi ini kemudian di angkut oleh angin, air, atau es (gletser yang bergerak) dan diendapkan di suatu lahan. 5

15 2. Agregat hasil proses, merupakan hasil proses pemecahan batu-batuan dengan stone-crusher machine (mesin pemecah batu) dan disaring. Agregat alam biasanya dipecahkan agar dapat digunakan sebagai campuran aspal. Agregat yang dipecahkan tersebut kualitanya kemungkinan bertambah, dimana pemecahan akan merubah tekstur permukaan, merubah bentuk agregat dari bulan ke bersudut, menambah distribusi dan angkauan ukuran partikel agregat. Pemecahan batu bisa dari ukuran mesin stone-crusher maka pengambilan melalui blasting (peledakan dengan dinamit) 3. Agregat sintetis/buatan (synthetic.artificial agregat)m sebagai hasil modifikasi, baik secara fisik atau kimiawi. Agregat demikian merupakan hasil tambahan pada proses pemurnian biji tambang besi atau yang special diproduksi atau diproses dari bahan mentah yang dipakai sebagai agregat. Terak dapur tinggi (blast-furnace slag) adalah yang paling umum digunakan sebagai agregat buatan. Terak yang mengapung pada besi cair adalag bukan bahan logam (non-metallic), kemudian ukurannya diperkecil dan didinginkan dengan udara. Pemakaian agregat sintestis untuk pelapisan lantai jembatan, karena agregat sintetis lebih tahan lama dan lebih tahan terhadap geseran dari pada agregat alam. Gradasi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu gradasi rapat, gradasi seragam dan gradasi timpang. 1. Gradasi Rapat (Dense Graded/well Graded) Gradasi rapat merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang, sehingga dinamakan juga bergradasi baik (well gradeddi). Agregat dinamakan bergradasi baik bila persen yang lolos setiap lapis dari sebuah gradasi memenuhi Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedapair, sifat drainase jelek dan volume besar. 2. Gradasi Seragam (Uniform Graded) Gradasi seragam adalah agregat dengan ukuran yang hamper sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka. Agregat 6

16 dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil. 3. Gradasi Timpang/Senjang (Poorly Graded/Gap Graded) Gradasi timpang merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi dua kategori di atas. Agregat bergradasi timpang umumnya digunakan untuk lapisan perkerasan lentur yaitu gradasi senjang, merupakan campuran agregat dengan 1 fraksi sedikit sekali. Agregat dengan gradasi timpang akan menghasilkan lapis perkerasan yag mutunya terletak diantara kedua jenis di atas. Agregat kasar biasanya didefinisikan sebagai material yang pada prinsipnya tertahan pada saringan 2,36 mm, yang setara dengan saringan No. 8 menurut standar ASTM. Fungsi agregat kasar dalam campuran Asphalt Concrete akan menghasilkan perkerasan dengan sifat stabilitas tinggi. Pada Tabel 2.2 berikut akan ditampilkan ketentuan dari agregat kasar. Tabel 2.2 Ketentuan Agregat Kasar Pengujian Standar Nilai Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan magnesium sulfat SNI 3407 : 2008 Maks. 12% Abrasi dengan mesin Los Angeles Campuran AC bergradasi kasar Semua jenis campuran aspal bergradasi lainnya SNI 2417 : 2008 Maks. 30% Maks. 40% Kelekatan agregat terhadap aspal SNI Min. 95% Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10 cm) Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10 cm) DoT s Pensylvania Test Method PTM No / /75 1 Material lolos ayakan No. 200 SNI Maks 1% 7

17 Agregat halus dapat berupa pasir kali maupun pasir pantai, batu pecah atau kombinasi dari keduanya. Agregat halus adalah material yang pada prinsipnya lewat saringan 2,36 mm dan tertahan pada saringan 75 µm (no. 200 sieve test). Fungsi utama dari agregat halus adalah untuk mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui ikatan dan gesekan dari partikel. Berkenaan dengan hal ini, agregat halus memiliki kekuatan dan kekerasan yang cukup mempunyai sudut, mempunyai bidang pecah permukannya, bersih dan bukan bahan organik. Pada Tabel 2.3 berikut akan ditampilkan ketentuan dari agregat halus. Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Halus Pengujian Standar Nilai Nilai setara pasir SNI Min 50% untuk SS,HRS dan AC bergradasi halus Min 70% untuk AC bergradasi kasar Material lolos ayakan No. 200 SNI Maks. 8% Angularitas (kedalaman dari permukaan <10 cm) Angularitas (kedalaman dari permukaan 10 cm) AASHTO TP 33 Atau ASTM C Min. 45 Min. 40 Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas karena dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban di atasnya dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Dalam penelitian ini akan dipakai agregat yang berasal dari Bukit Rawi dan Bukit Batu Aspal Apal adalah material berwarna hitam atau coklat tua. Pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, jika dianaskan sampai temperatur tentu dapat menjadi lunak / cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada waktu 8

18 pembuatan campuran aspal beton atau sapat masuk kedalam pori-pori yang ada pada penyemprotan/ penyiraman pada perkerasan macadam atau pelaburan. Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya atau bersifat termoplastis (Leo Sentosa). Hidrocarbon adalah bahan dasar utama dari aspal yang umumnya disebut bitumen. Sehingga aspal sering juga disebut bitumen. Aspal merupakan salah satu material konstruksi perkerasan lentur. Aspal merupakan komponen kecil umumnya 4 10 % dari berat campuran, tetapi merupakan komponen yang relatif mahal. Aspal umumnya berasal dari salah satu hasil destilasi minyak bumi (Aspal Minyak) dan bahan alami (aspal Alam), Aspal minyak (Aspal cemen) bersifat mengikat agregat pada campuran aspal beton dan memberikan lapisan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam, basa dan garam. Sifat aspal akan berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku dan rapuh dan akhirnya daya adhesinya terhadap partikal agregat akan berkurang (Leo Sentosa). Berdasarkan cara diperolehnya aspal dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu: 1. Aspal alam, dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Aspal gunung (rock asphalt). b. Aspal danau (lake asphalt). 2. Aspal buatan, yaitu : a. Aspal minyak, merupakan hasil penyulingan minyak bumi. b. Tar, merupakan hasil penyulingan batu bara. Khusus untuk aspal minyak, berdasarkan bentuknya akan terbagi menjadi tiga yaitu: 1. Aspal keras/panas (Asphalt Cement), aspal yang digunakan dalam keadaan panas dan cair, pada suhu ruang berbentuk padat. 2. Aspal dingin / cair (Cut Back Asphalt), aspal yang digunakan dalam keadaan dingin dan cair, pada suhu ruang berbentuk cair. 3. Aspal emulsi (Emulsion Asphalt), aspal yang disediakan dalam bentuk emulsi dandigunakan dalam kondisi dingin dan cair. 9

19 Aspal keras pada suhu ruang (25 30 C) berbentuk padat. Aspal keras dibedakan berdasarkan nilai penetrasi (tingkat kekerasannya). Aspal keras yang biasa digunakan adalah (Bina Marga, 1987): 1. AC Pen 40/50, yaitu aspal keras dgn penetrasi antara AC pen 60/70, yaitu aspal keras dgn penetrasi antara AC pen 80/100, yaitu aspal keras dengan penetrasi antara AC pen 200/300, yaitu aspal keras dengan penetrasi antara Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas, volume lalu lintas tinggi. Aspal dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin, lalu lintas rendah. Di Indonesia umumnya digunakan aspal penetrasi 60/70 dan 80/100. Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal keras dengan penetrasi 60/70 dan mempunyai nilai karakteristik yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan Bina Marga Filler Filler adalah agregat yang lolos saringan no 200, bersifat non plastis. Filler bersifat mendukung agregat kasar bersama dengan agregat halus dan binder. Filler dapat memperluas bidang kontak yang ditimbulkan butiran, sehingga mengakibatkan tahanan terhadap gaya geser bertambah (Bina Marga, 1987). Syarat umum filler adalah : 1. Lolos saringan no. 200 (75 μm) 2. Bersifat non plastis 3. Mempunyai spesifik gravity 2,75 Menurut Bina Marga tahun 1987 macam dari filler adalah abu batu, abu batu kapur (limestone dust), abu terbang (fly ash), semen portland, kapur padam dan bahan non plastis lainnya. Untuk penelitian ini filler yang digunakan adalah Semen Portland. 10

20 2.3 Kadar Aspal Rencana Perkiraan awal kadar aspal optimum dapat direncanakan setelah dilakukan pemilihan dan pengabungan pada tiga fraksi agregat. Sedangkan perhitungannya adalah sebagai berikut (Rian Putrowijoyo, 2006): Pb = 0,035(%CA) + 0,045(%FA) + 0,18(%FF) + K....(2.1) Keterangan : Pb : Perkiraan kadar aspal optimum CA : Nilai proewntase agregat kasar FA : Nilai prosentase agregat halus FF : Nilai proentase Filler K : konstanta (kira-kira 0,5-1,0) Hasil perhitungan Pb dibulatkan ke 0,5% ke atas terdekat. 2.4 Minyak Pelumas Bekas (MPB) Oli merupakan bahan pelumas yang di gunakan pada kendaraan bermotor. Pada oli juga terkandung beberapa unsur kimia yang membahayakan. Bisa kita bayangkan berapa banyak motor dan mobil yang mengganti oli setiap harinya. Oleh karena itu oli bekas harus di kelola dengan baik agar tidak menggangu (Laskar Suzuki, 2009): 1. Kesehatan Di dalam kandungan oli terdapat beberapa unsur kimia, unsur kimia tersebut termasuk dalam logam berat. Sedangkan logam berat apabila telah masuk ke dalam tubuh tidak dapat di keluarkan lagi dan terakumulasi (menumpuk) di dalam tubuh kita. Apabila telah melebihi batas kewajaran, tubuh kita tidak akan mampu dan akan sakit. 2. Lingkungan a. Pencemaran air. Oli yang tercecer atau tumpah ke selokan dan akhirnya mengalir ke sungai akan mengakibatkan pencemaran, yang akan mengakibatkan air akan beracun sehingga ikan bisa mati.oli juga akan mengalir dan meracuni setiap tempat yang di lalui 11

21 b. Pencemaran Tanah Oli yang tercecer atau tumpah ke tanah akan mengakibatkan pencemaran, sedangkan tanah adalah media bagi tumbuhnya tumbuhan. Oli juga bisa meresap dan meracuni air tanah yang biasa kita gunakan untuk keperluan sehari hari. c. Pencemaran Air Laut Air yang telah tercemar oleh oli dari bengkel akan mengalir ke selokan dan terus mengalir melewati sungai dan akan bermuara di laut. Akibat tercemarnya air laut akan mengakibatkan penurunan hasil panen ikan dari laut. d. Pencemaran Udara Oli bekas biasanya digunakan untuk membakar keramik dan lain - lain. Padahal oli bekas apabila di bakar secara sembarangan akan menimbulkan gas beracun seperti : CO2, CO, Pb, NOx dan HC. 2.5 Karakteristik Beton Aspal Menurut Silvia Sukirman (2003), terdapat tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh beton aspal yaitu: 1. Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan dan beban lalu lintas yang dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan mayoritas kendaraan berat membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. 2. Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat penaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, atau perubahan temperatur. Durabilitas aspal dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan kedap airnya campuran. 3. Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi atau 12

22 tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat dari repetisi beban lalu lintas ataupun akibat beban sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli. 4. Ketahanan terhadap kelelahan (Fatique Resistance) adalah kemampuan beton aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika menggunakan kadar aspal yang tinggi. 5. Kekesatan/tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya esek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak tergelincir ataupun slip. Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan dari butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal. 6. Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat. 7. Workability adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan. Kemudahan pelaksanaan menentukan tingkat effisensi pekerjaan. Berdasarkan Uji Marshall syarat campuran beton aspal adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 2.4 berikut ini. Tabel 2.4 Kriteria Minimum Karakteristik Marshall No Kriteria Spesifikasi 1 Stabilitas (kg) Minimum Kelelehan (mm) Minimum 3 3 Hasil Bagi Marshall (kg/mm) Minimum Rongga di antara Mineral Agregat (VMA) (%) Minimum 15 5 Rongga Dalam Campuran (VIM) (%) Minimum 3,5 Maksimum5,5 6 Rongga Terisi Aspal (VFA) (%) Minimum 65 Sumber Rian Putrowijoyo (2006) 13

23 2.6 Studi Pendahuluan Beberapa peneliti telah melakukan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan pelumas bekas sebagai pengikat dalam campuran aspal dan dapat dijadikan acuan atau literatur untuk penyusunan penelitian ini, di antaranya adalah: 1. Eka Ambarwati (2010), dalam penelitiannya yang berjudul Kajian Kuat Tekan Terhadap Karakteristik Aspal Beton Pada Campuran Hangat Dengan Modifikasi Agregat Baru- Rap Dan Aspal Residu Oli menggunakan variasi campuran residu oli sebesar 1%, 10% dan 20% dari kadar aspal. Penelitian ini juga menggunakan bahan daur ulang lain yaitu aspal daur ulang atau RAP (Reclaimed Asphalt Pavement) sebagai bahan tambah agregat. 2. Kukuh Budi Prasetyo (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Penggunaan Modifier Oli Bekas Pada Campuran Perkerasan Lasbutag Dengan Sistem Hotmix menggunakan komposisi 70% aspal minyak 30% oli bekas, 65% aspal minyak 35% oli bekas, dan 60% aspal minyak 40% oli bekas. 3. Afni Badriyatus Sholihah (2005) dalam penelitiannya berjudul Pengaruh Nilai Penetrasi Kombinasi Aspal Penetrasi 60/70 Dengan Residu Oli Terhadap Karakteristik Marshall Pada Campuran Hot Rolled Shet-Wearing Course (HRS- WC) menggunakan kombinasi campuran aspal+residu oli 5%,10%,15%,20%, dan 25%. 14

24 BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui sejauh mana kualitas MPB sebagai bahan lapis perkerasan aspal di Kota Palangka Raya berdasarkan standar yang berlaku. 2. Untuk mengetahui apakah campuran aspal, MPB dan agregat lokal bisa memenuhi kualitas sebagai bahan lapis perkerasan untuk kondisi tanah di Palangka Raya. 3.2 Manfaat Penelitian Di Palangka Raya pemanfaatan MPB masih sangat terbatas. Sebagian besar MPB terbuang ke lapisan tanah, saluran pembuangan dan sungai. Hal ini bisa menimbulkan pencemaran lingkungan. Untuk mengurangi pencemaran MPB, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kegunaan MPB. Salah satunya adalah kemungkinan penggunaan MPB sebagai bahan perkerasan jalan. Selain itu penggunaan MPB sebagai material pengurang aspal dalam campuran lapis perkerasan jalan akan memberikan dampak ekonomis yang cukup signifikan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan saran bagi pemerintah, konsultan, kontraktor dan pihak terkait lainnya untuk bisa lebih memanfaatkan MPB dalam pekerjaan lapis perkerasan jalan aspal sehingga bisa didapatkan keuntungan baik dari aspek ekonomi maupun lingkungan. 15

25 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Langkah Kerja Bagan alir penelitian ditunjukkan pada Gambar 4.1, yang merupakan urutan pekerjaan. Mulai Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan Pengujian Aspal Pengujian Agregat Pengujian Filler Syarat Bahan Dasar Tidak Memenuhi Memenuhi Uji Marshall dengan Kadar Aspal Rencana Sesuai Persamaan 2.1 Kadar Aspal Rencana = (-0,1%;-0,5%; Pb; +0,5%;+0,1%) Syarat Campuran Beton Aspal Memenuhi Tidak Memenuhi Penentuan Kadar Aspal Optimum Pembuatan Benda Uji Dengan Kadar Aspal Optimum A B C 16

26 A B Uji Marshall Pada Kadar Aspal Optimum C Syarat Campuran Beton Aspal Tidak Memenuhi Memenuhi Dewatering dan Defueling Bahan Tambah MPB Pembuatan Benda Uji Beton Aspal Dengan Bahan Tambah MPB 0, 5% MPB dan 99,5% Aspal 1,0% MPB dan 99% Aspal 1,5% MPB dan 98,5% Aspal Uji Marshall 2x75 kali tumbukan Data Hasil Penelitian Analisa Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 4.1 Bagan Alir Penelitian 4.2 Pengujian Agregat Pengujian Agregat Kasar Agregat kasar yang digunakan adalah dari Bukit Tangkiling, Palangka Raya Pengujian laboratorium untuk agregat kasar yang digunakan dalam campuran adalah (Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah, 2004): 1. Pengujian analisa saringan (SNI ). 2. Pengujian berat jenis dan penyerapan (AASHTO T-85-81). 17

27 3. Pengujian keausan (SNI ) Pengujian Agregat Halus Agregat halus yang digunakan adalah pasir dan batu pecah alam yang diperoleh dari mesin pemecah batu. Untuk pasir maka yang digunakan adalah pasir Bukit Rawi, sedangkan batu pecah berasal dari Bukit Tangkiling. Pengujian yang dilakukan adalah (Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah, 2004): 1. Pengujian analisa saringan (SNI ). 2. Pengujian berat jenis dan penyerapan (AASHTO T-85-81). 3. Pengujian pemeriksaan sand equivalent (SNI ) Pengujian Bahan Pengisi (Filler) Pengujian laboratorium terhadap bahan pengisi meliputi (Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah, 2004): 1. Pengujian berat jenis (AASHTO T-85-81). 2. Pengujian analisa saringan (SNI M ). 4.3 Pengujian Bahan Bitumen Pengujian laboratorium terhadap bahan bitumen meliputi (Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah, 2004): 1. Uji penetrasi pada suhu 25º C (SNI ). 2. Specific Gravity (SNI ). 3. Daktilitas (SNI ). 4. Uji Titik Lembek (SNI ). 5. Titik Nyala (SNI ). 6. Kelarutan Bitumen dalam CCL4 (SNI ). 4.4 Pengolahan MPB MPB diproses untuk menghilangkan kadar air yang terkandung di dalamnya. Poses ini disebut dengan dewatering. Proses selanjutnya adalah defuelling yang 18

28 bertujuan untuk menghilangkan bahan bakar yang mungkin terkandung didalamnya, (seperti solar, bensin). Dari proses defuelling, MPB dimasukkan dalam distilasi unit dan hidro finishing unit. 4.5 Uji Marshall Untuk menentukan kadar aspal optimum diperkirakan dengan penentuan kadar optimum secara empiris dengan persamaan (Pb) sesuai pada Persamaan 2.1. Nilai Pb hasil perhitungan dibulatkan mendekati 0,5%. Ditentukan 2 (dua) kadar aspal di atas dan 2 (dua) kadar aspal di bawah kadar aspal perkiraan awal yang sudah dibulatkan mendekati 0,5% ini. Kemudian dilakukan penyiapan benda uji untuk tes Marshall sesuai tahapan berikut ini. Berdasarkan perkiraan kadar aspal optimum Pb dibuat benda uji dengan jenis aspal keras dengan dua variasi kadar aspal di atas Pb dan dua variasi kadar aspal di bawah Pb (-1,0%; -0,5%; Pb; +0,5%; +1,0%). Masing-masing variasi akan dibuat tiga buah benda uji (dimana akan diambil nilai rata-ratanya). Kemudian dilakukan pengujian Marshall standar dengan 2x75 tumbukan dan pengujian durabilitas untuk menentukan VIM, VMA, VFA, kepadatan, stabilitas, kelelehan, dan hasil bagi Marshall. Setelah itu dilihat apakah hasil pengujian sudah sesuai standar seperti pada Tabel 2.1. Kalau sudah memenuhi standar, maka dapat ditentukan hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall. Berdasarkan hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall dapat ditentukan kadar aspal optimum. Seluruh kriteria hasil Marshall yang didapatkan mengacu pada Standar Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah (2004). Perincian perkiraan jumlah benda uji yang akan digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini 19

29 Kadar Aspal (%) Tabel 4.1 Jumlah Benda Uji Yang Direncanakan Pengujian Variasi Jumlah Benda Uji -1 3 Marshall Kadar Aspal Optimum (KAO) -0,5 3 Pb 3 +0, Uji Marshall Dengan Variasi MPB Setelah diketahui nilai Kadar Aspal Optimum (KAO), penelitian dilanjutkan dengan pengujian Marshall pada saat Kadar Aspal Optimum. Jumlah benda uji yang digunakan direncanakan sebanyak tiga buah. Setelah memenuhi syarat seperti pada Tabel 2.1, pengujian dilanjutkan dengan menggunakan MPB sebagai bahan pengurang berat aspal. Variasi penggunaan MPB adalah 1. 0,5% MPB dan 99,5% Aspal 2. 1,0% MPB dan 99% Aspal 3. 1,5% MPB dan 98,5% Aspal Kemudian dilakukan uji marshall dengan kondisi stadar (2x75 tumbukan) untuk menentukan VIM, VMA, VFA, kepadatan, stabilitas, kelelehan dan hasil bagi Marshall. Perincian perkiraan jumlah benda uji yang akan digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini Tabel 4.2 Jumlah Benda Uji Yang Direncanakan Untuk Beberapa Variasi MPB Pengujian Marshall (2 x 75) MPB (%) Variasi Aspal (%) Jumlah Benda Uji 0,5 99,5 3 1, ,5 98,5 3 20

30 4.7 Hasil Yang Diharapkan Dari hasil penelitian ini, diharapkan bahwa penggunaan Minyak Pelumas Bekas (MPB) sebagai bahan ganti aspal pada campuran beton aspal dengan variasi 0,5%, 1% dan 1,5% bisa dilakukan. Ini artinya bahwa hasil Uji Marshall untuk beton aspal tersebut memenuhi spesifikasi yang sudah ditentukan. Bila hasil penelitian tahun pertama ini bisa mencapai hasil yang diharapkan, maka penelitian ini akan dilanjutkan pada tahun berikutnya, dengan menambah variasi MPB menjadi di atas 1,5%. 4.8 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Transportasi Fakultas Teknik dan Laboratorium Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya. 21

31 BAB 5 HASIL YANG DICAPAI 5.5 Pengujian di Laboratorium Pengujian sifat-sifat campuran aspal beton pada penelitian ini dilakukan di Laboratorium Transportasi Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Penelitian yang dilakukan meliputi pengujian terhadap sifat-sifat fisik aspal, sifat fisik agregat dan pengujian sifat campuran aspal dan agregat dengan alat Marshall. 5.6 Hasil Pengujian di Laboratorium Pengujian sifat-sifat fisik agregat terdiri dari pengujian gradasi agregat, pengujian berat jenis dan penyerapan agregat kasar, agregat halus, abu batu dan pengujian keausan (abrasi) agregat kasar Pemeriksaan Gradasi Agregat Pemeriksaan gradasi agregat kasar dan agregat halus diperoleh dengan menggunakan analisa saringan. Pelaksanaan analisa saringan dilakukan berdasarkan pada SNI Pengambilan sampel dengan cara quartering atau membagi menjadi empat bagian sebelum dilakukan pengujian. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan di Laboratorium Transportasi Universitas Muhammadiyah Palangkaraya gradasi agregat dapat dilihat pada Tabel 5.1 sampai dengan Tabel 5.4 berikut. Untuk material agregat kasar (CA) dengan berat sampel A= 2.253,3 gram, B= 2.269,6 didapatkan hasil gradasi agregat kasar sebagai berikut: Tabel 5.1 Analisa Saringan Agregat Kasar (CA) No. Berat Jumlah Jumlah No. Berat Jumlah Jumlah Saringan tertahan berat Tertah Lolos Saringan tertahan berat Tertah lolos tertahan an tertahan an 3/ / / , ,5 56,87 43,13 1/ , ,5 58,09 41,91 22

32 3/8 835, ,4 93,97 6,03 3/8 816, ,5 94,05 5,95 No.4 105, ,5 98,63 1,37 No.4 112, ,7 98,99 1,01 No.8 8, ,4 99,03 0,97 No.8 5, ,7 99,21 0,79 No.16 1, ,9 99,09 0,91 No.16 1, ,1 99,27 0,73 No.30 1, ,9 99,14 0,86 No.30 0, ,9 99,31 0,69 No.50 1, ,7 99,34 0,78 No.50 1, ,4 99,37 0,63 No.100 2, ,4 99,34 0,66 No.100 2, ,7 99,48 0,52 No , ,9 99,63 0,37 No , ,7 99,70 0,30 3/4 1/2 3/8 No.4 No.8 No.16 No.30 No.50 No.100 No ,52 5,99 1,19 0,88 0,82 0,78 1,09 0,92 0,52 Sedangkan untuk material agregat kasar (MA) dengan berat sampel A= gram dan B= 2.439,3 gram didapatkan hasil gradasi sebagai berikut: Tabel 5.2 Analisa Saringan Agregat Kasar (MA) No. Berat Jumlah Jumlah No. Berat Jumlah Jumlah Saringan tertaha berat Terta lolos Saringan tertahan berat Terta lolos n tertahan han tertahan han 3/4 0,00 0,00 0,00 100,0 3/4 0,00 0,00 0,00 100,0 1/2 20,80 20,80 0,86 99,14 1/2 16,00 16,00 0,66 99,34 3/8 446,80 467,60 19, /8 458,50 474,50 19,45 80,55 No , ,2 64,19 35,81 No , ,1 64,65 35,35 No.8 607, ,2 89,21 10,79 No.8 651, ,9 91,37 8,63 No , ,3 95,68 4,32 No , , ,95 No.30 24, ,7 96,69 3,31 No.30 13, ,6 97,59 2,41 No.50 11, ,8 97,15 2,85 No.50 5, ,4 97,83 2,17 No , ,5 97,59 2,41 No.100 6, ,2 98,11 1,89 No , ,1 98,56 1,44 No , ,9 86,67 1,33 Ratarata Ratarata 3/4 1/2 3/8 No.4 No.8 No.16 No.30 No.50 No.100 No ,00 99,24 80,64 35,58 9,71 3,63 2,86 2,51 2,15 1,38 Untuk material agregat halus (abu batu) dengan berat sampel A= 700,5 gram dan B= 701,6 gram, didapatkan hasil gradasi agregat halus seperti pada tabel berikut: Tabel 5.3 Analisa Saringan Agregat Halus (Abu Batu) No. Berat Jumlah Jumlah No. Berat Jumlah Jumlah Saringan tertaha berat Terta Lolos Saringan tertaha berat Terta lolos n tertahan han n tertahan han No.4 0,00 0,00 0, No.4 0,00 0,00 0, No.8 144,40 144,40 20,61 73,39 No.8 141,80 141,80 20,21 79,79 No ,60 326,00 46,54 53,46 No ,70 323,50 46,11 53,89 23

33 No.30 98,50 424,50 60,80 39,40 No ,10 423,60 60,38 39,62 No ,40 507,90 72,51 27,49 No ,70 515,30 73,45 26,55 No ,40 576,30 82,27 17,73 No ,10 579,40 82,58 17,42 No ,80 624,10 89,09 10,91 No ,80 591,20 84,62 15,74 Rata-rata No. 4 No. 8 No. 16 No.30 No.50 No.100 No ,00 75,59 53,68 39,51 27,02 17,57 13,32 Untuk material agregat halus (abu batu) dengan berat sampel A= 889,3 gram dan B= 851,6 gram, didapatkan hasil gradasi agregat halus seperti pada tabel berikut: Tabel 5.4 Analisa Saringan Agregat Halus (Pasir) No. Berat Jumlah Jumlah No. Berat Jumlah Jumlah Saringan tertaha berat Terta lolos Saringan tertaha berat Terta Lolos n tertahan han n tertahan han No.4 0,00 0,00 0,00 100,0 No.4 0,00 0,00 0,00 100,0 No.8 9,80 9,80 1,10 98,90 No.8 9,60 9,60 1,13 98,87 No ,90 155,70 17,51 82,49 No ,90 175,50 20,61 79,39 No ,80 423,50 47,62 52,38 No , ,37 48,63 No ,00 609,50 68,54 31,46 No ,60 600,10 70,47 29,53 No , ,38 19,62 No ,70 698,80 82,06 17,94 No ,60 751,40 84,49 15,51 No ,50 729,30 85,64 14,36 Rata-rata No. 4 No. 8 No. 16 No.30 No.50 No.100 No ,00 98,89 80,94 50,50 30,50 18,78 14, Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, untuk pengujian berat jenis dan penyerapan agregat dapat dilihat pada Tabel 5.5 sampai dengan Tabel 5.7. Untuk material (CA), didapatkan hasil pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat sebagai berikut: Tabel 5.5 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat (CA) Uraian A B Rata-rata Berat benda uji kering oven Bk 1.000, ,20 Berat benda uji permukaan jenuh Bj 1.014, ,90 Berat benda uji dalam air Ba 621,60 622,50 A B Rata-rata Berat jenis(bulk) 1,547 2,549 2,548 Bk Bj - Ba 24

34 Berat jenis Kering Permukaan Bj Bj - Ba 2,582 2,586 2,584 Jenuh Berat jenis semu (Apparent) Bk Bk - Ba 2,639 2,648 2,644 Penyerapan (Absorbtion) (Bj Bk) Bk x 100% 1,379 1,470 1,424 Untuk material agregat kasar (MA), didapatkan hasil pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat sebagai berikut: Tabel 5.6 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat (MA) Uraian A B Rata-rata Berat benda uji kering oven Bk 1.000, ,4 Berat benda uji permukaan jenuh Bj 1.010, ,1 Berat benda uji dalam air Ba 627,8 627,6 A B Rata-rata Berat jenis (bulk) Bk Bj - Ba 2,613 2,622 2,618 Berat jenis Kering Permukaan Bj Bj - Ba 2,640 2,645 2,642 Jenuh Berat jenis semu (Apparent) Bk Bk - Ba 2,684 2,683 2,684 Penyerapan (Absorbtion) (Bj Bk) Bk x 100% 0,999 0,870 0,934 25

35 Untuk material agregat halus (abu batu), didapatkan hasil pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat sebagai berikut: Tabel 5.7 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat (Abu Batu) Uraian A B Rata-rata Berat benda uji perm. Jenuh (SSD) 500 gr 500,00 500,00 Berat benda uji kering oven (Bk) 476,10 477,60 Berat piknometer diisi air (25 C) (B) 701,10 705,40 Berat pikno + Bend. Uji + Air (25 C) (Bt) 1.011, ,2 Berat jenis A B Rata-rata Bk (bulk) 2,511 2,511 (B Bt) 2,511 Berat jenis Kering Permukaan Jenuh b Berat jenis semu (Apparent) 500 (B Bt) Bk (B + Bk - Bt) 2,637 2,629 2,633 2,873 2,846 2,860 Penyerapan (Absorbtion) (500 Bk) Bk x 100% 5,020 4,690 4,855 Untuk material agregat halus (pasir), didapatkan hasil pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat sebagai berikut: Tabel 5.8 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat (Pasir) Uraian A B Rata-rata Berat benda uji perm. Jenuh (SSD) 500 gr 500,00 500,00 Berat benda uji kering oven (Bk) 498,60 498,70 Berat piknometer diisi air (25 C) (B) 701,10 705,40 Berat pikno + Bend. Uji + Air (25 C) (Bt) 1.012, ,3 26

36 Berat jenis (bulk) Berat jenis Kering Permukaan Jenuh Berat jenis semu (Apparent) Bk (B Bt) 500 (B Bt) Bk (B + Bk - Bt) A B Rata-rata 2,637 2,637 2,637 2,644 2,644 2,644 2,656 2,655 2,656 Penyerapan (Absorbtion) (500 Bk) Bk x 100% 0,281 0,261 0, Pengujian Keausan Agregat Kasar Penentuan agregat terhadap keausan atau kehancuran diperiksa dengan percobaan abrasi Los Angeles (Abration Los Angeles Test), berdasarkan PB , AASHTO T (1982). Dalam penelitian ini jenis gradasi yang digunakan adalah kelas B dimana banyaknya sampel terdiri dari 2500 gram agregat yang lolos saringan ukuran 3/4 dan tertahan saringan 1/2 dan 2500 gram agregat yang lolos saringan 1/2 dan tertahan saringan 3/4. Jumlah bola yang digunakan sebanyak 11 buah. Tabel 5.9 Pemeriksaan Keausan Agregat Kasar (Mesin Los Angeles) Gradasi Pemeriksaan B Ukuran Saringan I II Lolos Tertahan Berat Berat Berat Berat sebelum (a) sesudah (b) sebelum (a) sesudah (b) 76,2 (3") 63,5 (

37 1/2") 63,5 (2 1/2") 50,8 (2") ,8 (2") 37,5 (1 1/2") ,5 (1 1/2") 25,4 (1") ,4 (1") 19,0 (3/4") ,0 (3/4") 12,5 (1/2") 12,5 (1/2") 9,5 (3/8") 2, , , , ,5 (3/8") 6,3 (1/4") ,3 (1/4") 6,35 (1/4") 4,75 (No. 4) ,75 (No. 4) 2,36 (No. 8) Jumlah Berat Berat tertahan saringan No. 12 sesudah percobaan (b) 5, , , , I. a. = 5, gram II. a. = 5, gram b. = 3, gram b. = 3, gram a - b = 1, gram a - b = 1, gram Keausan I = Keausan II = a - a b x 100% = a - b x 100% a = % % Keausan rata-rata = % Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus Pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan kadar lumpur dikandung oleh agregat yang lolos saringan no. 4, sesuai prosedur AASHTO T (1982), dengan menggunakan tabung S.E. 28

38 Tabel 5.10 Hasil Pengujian Sand Equivalent (abu batu) Uraian Sampel 1 Sampel 2 Skala penunjuk awal 10,0 10,0 Skala koloid 4,60 4,50 Skala penunjuk akhir 13,60 13,70 Skala pasir 3,60 3,79 Sand equivalent (%) 78,30 82,20 Rata-rata (%) 80,20 Tabel 5.11 Hasil Pengujian Sand Equivalent (Pasir) Uraian Sampel 1 Sampel 2 Skala penunjuk awal 10,0 10,0 Skala koloid 4,40 4,50 Skala penunjuk akhir 14,00 14,20 Skala pasir 4,00 4,20 Sand equivalent (%) 90,9 93,2 Rata-rata (%) 92,1 Tabel 5.12 Rekapitulasi Hasil Analisa Saringan Masing-masing Agregat Jumlah lolos saringan (%) Nomor saringan Agregat kasar (CA) Agregat sedang (MA) Abu batu Pasir # 3/4 100,00 100,00 100,00 100,00 # 1/2 42,52 99,24 100,00 100,00 # 3/8 5,99 80,64 100,00 100,00 29

39 No. 4 1,19 35,58 100,00 100,00 No. 8 0,88 9,71 79,59 98,89 No. 16 0,82 3,63 53,68 80,94 No. 30 0,78 2,86 39,51 50,50 No. 50 1,09 2,51 27,02 30,50 No ,92 2,15 17,57 18,78 No ,52 1,38 13,32 14,93 Pemeriksaan sifat-sifat fisik agregat yang berupa pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar, agregat sedang dan agregat halus, pemeriksaan keausan (abrasi) agregat kasar dapat dilihat pada Tabel Tabel 5.13 Hasil Pemeriksaan Sifat-sifat Fisik Agregat Agregat Pemeriksaan kasar Agregat sedang Pasir Abu batu Berat jenis (gr/cm 3 ) 2,548 2,618 2,637 2,551 Berat jenis SSD (gr/cm 3 ) 2,584 2,642 2,644 2,636 Berat jenis semu (gr/cm 3 ) 2,644 2,684 2,656 2,860 Penyerapan (%) 1,424 0,934 0,271 4,855 Keausan/Abrasi (%) 38,60 Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, secara umum agregat yang akan digunakan,memenuhi persyaratan untuk bahan penyusun campuran aspal panas jenis Laston lapis aus (Asphalt Concrete-Wearing Course). 30

40 5.7 Perencanaan Campuran Perencanaan campuran menggunakan metode Asphalt Institue, dan perhitungan penggabungan agregat menggunakan cara diagonal yang dikombinasikan dengan cara coba-coba (Trial and Eror). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat secara lengkap hasil proporsi campuran tersebut yang dimuat pada lampiran. Dari perhitungan kombinasi yang telah dilakukan, diperoleh proporsi campuran yang selanjutnya digunakan untuk mendapatkan perkiraan kadar aspal rencana. Kadar aspal awal diperoleh dengan rumus kadar aspal (Pb) yaitu: Pb = 0,035(%CA) + 0,045(%FA) + 0,18(%FF) + K Dimana: Pb = kadar aspal CA = fraksi agregat kasar FA = fraksi agregat halus FF = fraksi filler K = Nilai konstanta 0,5 1 Diketahui: Proporsi: Hasil dari Trial and eror. %CA = 49,89 %FA = 41,96 %FF = 8,16 Jadi: Pb = {0,035 x (49,89)} + {0,045 x (41,96)} + {0,18 x (8,16)} + 1 = 6 % Diperoleh nilai tengah variasi kadar aspal rancangan yang diurutkan dua variasi kadar aspal ke bawah dan dua variasi kadar aspal ke atas dengan interval 0,5%. Yaitu: 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7%. Persentase terhadap berat total agregat yang digunakan yaitu gram. Hasil proporsi agregat campuran Laston lapis aus (asphalt concrete-wearing course) seperti pada Tabel

41 Tabel 5.14 Proporsi Agregat Dalam Campuran Jenis Material Persentase terhadap total agregat Proporsi (%) Kadar aspal (%) Agregat kasar (CA) 14 Agregat sedang (MA) 30 Abu batu 43 5; 5,5 ; 6 ; 6,5 ; 7 Pasir 13 Berdasarkan proporsi yang telah ditetapkan, selanjutnya dilakukan perhitungan berat material dan aspal untuk pembuatan benda uji. Perhitungan berat material dan aspal dalam campuran berdasarkan proporsi yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut: 5.8 Hasil Pengujian Marshall Pengujian Marshall Setelah perhitungan komposisi campuran (mix design) maka selanjutnya adalah pembuatan briket atau benda uji. Dalam penelitian ini setiap proporsi campuran dibuat masing-masing 3 briket. Pembuatan benda uji mengikuti prosedur pada manual pemeriksaan bahan jalan PC Jumlah tumbukan yang digunakan adalah 2x75 kali tumbukan dengan asumsi jalan digunakan untuk lalu lintas sedang, beban berat (luar kota). Benda uji yang telah dipadatkan, kemudian didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam, kemudian ditimbang dalam suhu ruang beratnya ditetapkan. Selanjutnya benda uji tersebut direndam selama 24 jam, kemudian ditimbang dalam air dan berat ditetapkan. Setelah benda uji diangkat dan ditetapkan beratnya. Sebelum pengujian dengan alat Marshall dilakukan, benda uji direndam terlebih dahulu dengan bak berisi air panas (water bath), dengan temperatur 60 C selama menit. Pada uji Marshall diperoleh besar-besaran seperti stabilitas dan flow. Hasil pengujian laboratorium dapat dilihat pada Tabel

42 Tabel 5.15 Hasil Pengujian Marshall N0 Description Satuan Actual test Specification Requirement Keterangan 1 Theoritical Max.Density gr/cm Bulk Density gr/cm Stability Kg Min. 800 Terpenuhi 4 Flow mm 3.20 Min. 3,0 Terpenuhi 5 Qm, (Stifness Stab / Flow) kg/mm 340 Min. 250 Terpenuhi 6 Void in Total Mix Marshall % Terpenuhi 8 Void Filled with Bitumen % Min. 65 Terpenuhi 9 V.M.A % Min. 15 Terpenuhi 10 Optimum Asphalt Content (OAC) % Effective Asphalt Content % 5.88 Min. 5,1 Terpenuhi 13 Absorbed Bitumen (Pba) % 0.13 Maks. 1,20 Terpenuhi Perhitungan Pengisian Tabel Pengujian Marshall Sebelum melakukan perhitungan dan menganalisa hasil pengujian Marshall terlebih dahulu dilakukan perhitungan berat jenis dan penyerapan terhadap total agregat campuran. Dari hasil perhitungan berat jenis dan penyerapan terhadap total agregat pada campuran Laston lapis aus (Asphalt concrete-wearing course), diperoleh hasil seperti Tabel Tabel 5.16 Perhitungan Berat Jenis dan Penyerapan Terhadap Total Agregat No. Pemeriksaan Satuan Proporsi 1 Berat jenis bulk (GSB) gr/cm 3 2,565 2 Berat jenis Asphalt gr/cm 3 1,031 3 Berat jenis campuran (GMM) gr/cm 3 2,361 4 Berat jenis efektif (GSE) gr/cm 3 2,573 5 Penyerapan (Pba) % 0,128 6 Kalibrasi Proving Ring Kg 14,62 33

43 5.8.2 Sifat-sifat Marshall Menggunakan Campuran Oli Bekas Setelah didapat kadar aspal optimum maka dibuat 9 briket untuk pencampuran 3 (tiga) variasi 0,5%, 1,0%, 1,5% dari kadar aspal optimum (6,10%). Setiap variasi berjumlah 3 (tiga) sampel. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 5.17 berikut ini. 34

44 Tabel 5.17 Hasil Pengujian Marshall Pada Kadar Aspal Optimum N0 DESCRIPTION SATUAN ACTUAL TEST ACTUAL TEST ACTUAL TEST ACTUAL TEST SPECIFICATION 0% OLI 0,5 % OLI 1% OLI 1,5% OLI REQUIREMENT 1 Theoritical Max.Density gr/cm Bulk Density gr/cm Stability Kg Min Flow mm Min. 3,0 5 Qm, (Stifness Stab / Flow) kg/mm Min Void in Total Mix Marshall % Void Filled with Bitumen % Min V.M.A % Min Optimum Asphalt Content (OAC) % Effective Asphalt Content % Min. 5,1 13 Absorbed Bitumen (Pba) % Maks. 1,20 35

45 a. Stabilitas Gambar 5.1 Grafik Stabilitas Stabilitas adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis. Dari Gambar 5.1 nilai stabilitas menurun seiring dengan adanya penambahan oli, dan mencapai titik terendah sebesar 897 kg, nilai stabilitas masih di atas spesifikasi nilai stabilitas yaitu >800 kg. b. Kelelehan Plastis (Flow) Gambar 5.2 Grafik Flow Kelelehan plastis adalah suatu perubahan keadaan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat penambahan beban sampai terjadi keruntuhan. Dari Gambar 5.2 terlihat nilai kelelehan (Flow) meningkat seiring dengan penambahan oli, namun masih berada dalam batas spesifikasi. 36

46 c. Kepadatan Gambar 5.3 Grafik Kepadatan (Densitas) Kepadatan (densitas) merupakan bagian yang paling penting dalam suatu campuran perkerasan. Kepadatan yang baik akan memberikan stabilitas yang baik pula pada suatu campuran perkerasan. Hal ini diperlukan untuk menjaga keutuhan dan ketahanan dari campuran perkerasan. Dari hasil pengujian Marshall yang terlihat pada Gambar 5.3 nilai kepadatan terus meningkat sampai penambahan oli. d. Rongga Dalam Campuran (VIM) Gambar 5.4 Grafik VIM Pada Gambar 5.4 dapat dinilai rongga udara (VIM) pada 0% oli nilainya di antara batas spesifikasi dan seiring dengan penambahan dengan 1,5% oli nilai VIM mulai turun namun masih memenuhi spesifikasi yang disyaratkan yaitu antara 3%-5%. 37

47 e. Rongga Terisi Aspal (VFB) Gambar 5.5 Grafik VFB Pada Gambar 5.5 dapat dilihat nilai VFB semakin meningkat dengan adanya penambahan persentase oli. Pada campuran ini nilai-nilai VFB memenuhi spesifikasi yang disyaratkan yaitu sebesar minimum 65%. f. Hasil Bagi Marshall Gambar 5.6 Grafik Hasil Bagi Marshall Hasil bagi Marshall adalah hasil bagi dari nilai stabilitas dengan Flow. Peningkatan nilai hasil bagi Marshall disebabkan adanya peningkatan nilai stabilitas dan disertai penurunan nilai Flow, hal ini disebabkan akibat perubahan kerapatan campuran. 38

48 Semakin besar nilai hasil bagi Marshall berarti campuran perkerasan semakin kaku, karena nilai stabilitas semakin tinggi. Sebaliknya semakin kecil nilai hasil bagi Marshall berarti campuran semakin lentur karena nilai stabilitas menurun. Seperti dilihat pada Gambar 5.6 pada campuran ini nilai-nilai Hasil Bagi Marshall masih memenuhi spesifikasi yang disyaratkan yaitu di atas 250 kg/mm sebagai nilai minimum. 39

49 BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA Dari hasil penelitian diketahui bahwa penggunaan oli bekas atau Minyak Pelumas Bekas (MPB) pada perkerasan jalan aspal (AC-WC) untuk Kota Palangka Raya adalah layak. Persentase penggunaan MPB sebagai bahan ganti aspal dalam penelitian ini adalah maksimal sebesar 1,5% dari berat aspal. Dilihat dari Karakteristik Marshall, penggunaan MPB maksimal sebesar 1,5% masih memenuhi syarat. Berdasarkan penjelasan di atas, maka rencana tahapan berikutnya dari penelitian ini adalah meningkatkan persentase MPB sebagai bahan ganti aspal. Pada tahun kedua direncanakan penggunaan MPB sebagai bahan ganti aspal adalah sampai sebesar 5% (dan tidak menutup kemungkinan lebih besar) dari berat aspal. Untuk keperluan piblikasi, maka hasil penelitian yang ada sejauh ini akan dipublikasikan di jurnal ilmiah nasional yang ada di Kalimantan Tengah. 40

50 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Aspal yang digunakan adalah aspal Pertamina dengan penetrasi 60/70 2. Berdasarkan uji aspal yang dilakukan maka dapat dikatakan bahwa aspal yang digunakan sudah memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan (berdasarkan SNI) 3. Agregat yang digunakan adalah agregat kasar (CA), agregat sedang (MA) dan agregat halus (pasir dan abu batu). 4. Berdasarkan uji agregat maka dapat dikatakan bahwa seluruh agregat yang digunakan sudah memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan (SNI) 5. Proporsi campuran adalah agregat kasar 14%, agregat sedang 30%, abu batu 43%, pasir 13%. 6. Pengurangan berat aspal yang digantikan oleh oli bekas adalah sebesar 0,5%, 1% dan 1,5%. 7. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilai-nilai Karakteristik Marshall untuk AC- WC yang menggunakan bahan ganti oli bekas (Minyak Pelumas Bekas) sebesar 0,5%, 1% dan 1,5% masih memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Dengan demikian penggunaan oli bekas (Minyak Pelumas Bekas) sebagai bahan ganti aspal sampai sebesar 1,5% untuk lapis perkerasan jalan (AC-WC) untuk Kota Palangka Raya adalah layak. 7.2 Saran Saran dari penelitian ini adalah: 1. Penggunaan MPB untuk lapis perkerasan jalan (AC-WC) selain berguna dalam penghematan biaya konstruksi juga berguna dalam pelestarian lingkungan. 2. Penelitian lanjutan untuk penggunaan MPB dalam konstruksi jalan perlu dilakukan. 41

51 DAFTAR PUSTAKA AASHTO, 1990, Standar Spesifications For Transportation Materials And Metods of Sampling and Testing. Part I, Spesifications, Fifteenth Edition. Washington,D.C. Ambarwati, Eka., 2010, Kajian Kuat Tekan Terhadap Karakteristik Aspal Beton Pada Campuran Hangat Dengan Modifikasi Agregat Baru- Rap Dan Aspal Residu Oli, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Departemen Pekerjaan Umum Petunjuk Pelaksanaan Lapis aspal beton (Laston) Untuk Jalan Raya. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pusat Pelatihan Jasa Konstruksi (PUSLATJAKONS) Proyek Pengembangan dan Pembinaan Konstruksi, 2004, Material Campuran Aspal Panas, LTA Hadsari, Vienti., 2009, Kajian Karakter Marshall pada Asphalt Concrete dalam Campuran Material RAP dengan Residu Oli, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Harold N. Atkins, 1997, Highway Materials, Soils and Concretes, 3th Edition Prentice Hall, New Jersey. Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Spesifikasi Umum, Edisi 2010 (Revisi 1). Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil, 1997, Panduan Praktikum Pemeriksaan dan Pengujian Bahan Perkerasan Jalan Raya, Semarang: Fakultas Tenik Universitas Diponegoro Prasetyo, Kukuh Budi., 2007, Pengaruh Penggunaan Modifier Oli Bekas Pada Campuran Perkerasan Lasbutag Dengan Sistem Hotmix. Putrowijoyo, Rian., 2006, Kajian Laboratorium Sifat Marshall Dan Durabilitas Asphalt Concrete - Wearing Course (AC-WC) Dengan Membandingkan Penggunaan Antara Semen Portland Dan Abu Batu Sebagai Filler, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang. 42

52 Sholihah, Afni Badriyatus, 2005, Pengaruh Nilai Penetrasi Kombinasi Aspal Penetrasi 60/70 Dengan Residu Oli Terhadap Karakteristik Marshall Pada Campuran Hot Rolled Shet-Wearing Course (Hrs-Wc), Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Sukirman, Silvia., 2003, Buku Beton Aspal Campuran Panas, Edisi 1, Granit, Jakarta. Sentosa, Leo,?, Slide Jalan Raya II,? dampak-dan-bahaya-pengelolaan-tidak.html, 2011, diakses 2 April

53 Lampiran 1 Draft Artikel Ilmiah LAMPIRAN PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA WARM MIX ASPHALT (WMA) UNTUK LAPIS PERKERASAN JALAN (AC-WC) DI KOTA PALANGKA RAYA Hendra Cahyadi, Nirwana Puspasari Staf Pengajar Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Palangkaraya Ringkasan Penelitian tentang Minyak Pelumas Bekas (MPB) belum begitu banyak dilakukan di Palangka Raya, sehingga penggunaan MPB di Palangka Raya masih jarang ditemui. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian agar MPB ini dapat dipakai dalam campuran lapis perkerasan jalan. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang dilakukan di laboratorium dengan variasi MPB 0,5%, 1,5%, dan 1,5% dari berat kadar aspal optimum sebagai pengurang berat aspal dalam campuran AC. Pengujian sampel dengan menggunakan alat uji Marshall Test. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui manfaat Minyak Pelumas Bekas (MPB) sebagai bahan ganti aspal dalam campuran lapis perkerasan aspal. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa penggunaan MPB sebagai bahan ganti aspal dengan persentase 0,5%, 1% dan 1,5% memenuhi syarat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Karakteristik Marshall yang memenuhi spesifikasi. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai stabilitas terendah adalah 897,08 kg dengan pemakaian MPB sebesar 1,5%, nilai flow 3,17 sampai 3,37 mm, nilai VIM 3,39% sampai 4,84%, dan nilai VFB antara 71,77% sampai 79,76%, dimana semua nilai tersebut masih sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Kata kunci : Beton Aspal, Marshall Test, MPB 44

54 PENDAHULUAN Penelitian mengenai perkerasan jalan raya dengan menggunakan material hasil daur ulang telah banyak dilakukan. Beberapa yang bisa dijadikan contoh adalah penggunaan serbuk ban karet bekas, abu terbang, aspal daur ulang dan residu oil atau Minyak Pelumas Bekas (MPB) sebagai campuran dalam perkerasan jalan. Campuran perkerasan jalan hasil dari penggunaan bahan-bahan daur ulang tersebut, tentunya harus melalui pengujian sesuai standar yang telah ditetapkan oleh Departemen Pekerjaan Umum (DPU). Penggunaan MPB sebagai bahan campuran aspal akan sangat bermanfaat dari segi ekonomi karena harganya yang jauh lebih murah dibanding aspal dan dari segi lingkungan karena MPB yang terbuang baik ke dalam lapisan tanah maupun ke sungai yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah MPB memenuhi syarat sebagai bahan lapis perkerasan dengan kondisi agregat dan tanah di Palangka Raya? Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka dilakukanlah penelitian berjudul Pemanfaatan Minyak Pelumas Bekas Pada Warm Mix Asphalt (WMA) Untuk Lapis Perkerasan Jalan (AC-WC) di Kota Palangka Raya. Penelitian ini akan menggunakan aspal dengan penetrasi 60/70, agregat lokal yang berasal dari Bukit Tangkiling dan Minyak Pelumas Bekas (MPB) sebagai bahan tambah aspal. pekerjaan. METODE PENELITIAN Bagan alir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1, yang merupakan urutan 45

55 Mulai Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan Pengujian Aspal Pengujian Agregat Pengujian Filler Syarat Bahan Dasar Tidak Memenuhi Memenuhi Uji Marshall dengan Kadar Aspal Rencana Sesuai Persamaan 2.1 Kadar Aspal Rencana = (-0,1%;-0,5%; Pb; +0,5%;+0,1%) Syarat Campuran Beton Aspal Memenuhi Tidak Memenuhi Penentuan Kadar Aspal Optimum Pembuatan Benda Uji Dengan Kadar Aspal Optimum Uji Marshall Pada Kadar Aspal Optimum Syarat Campuran Beton Aspal Tidak Memenuhi 46

56 Memenuhi Dewatering dan Defueling Bahan Tambah MPB Pembuatan Benda Uji Beton Aspal Dengan Bahan Tambah MPB 0, 5% MPB dan 99,5% Aspal 1,0% MPB dan 99% Aspal 1,5% MPB dan 98,5% Aspal Uji Marshall 2x75 kali tumbukan Data Hasil Penelitian Analisa Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 1 Bagan Alir Penelitian Pengujian Agregat Kasar Agregat kasar yang digunakan adalah dari Bukit Tangkiling, Palangka Raya Pengujian laboratorium untuk agregat kasar yang digunakan dalam campuran adalah (Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah, 2004): 4. Pengujian analisa saringan (SNI ). 5. Pengujian berat jenis dan penyerapan (AASHTO T-85-81). 6. Pengujian keausan (SNI ). Pengujian Agregat Halus Agregat halus yang digunakan adalah pasir dan batu pecah alam yang diperoleh dari mesin pemecah batu. Untuk pasir maka yang digunakan adalah pasir Bukit Rawi, 47

57 sedangkan batu pecah berasal dari Bukit Tangkiling. Pengujian yang dilakukan adalah (Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah, 2004): 4. Pengujian analisa saringan (SNI ). 5. Pengujian berat jenis dan penyerapan (AASHTO T-85-81). 6. Pengujian pemeriksaan sand equivalent (SNI ). Pengujian Bahan Pengisi (Filler) Pengujian laboratorium terhadap bahan pengisi meliputi (Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah, 2004): 3. Pengujian berat jenis (AASHTO T-85-81). 4. Pengujian analisa saringan (SNI M ). Pengujian Bahan Bitumen Pengujian laboratorium terhadap bahan bitumen meliputi (Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah, 2004): 7. Uji penetrasi pada suhu 25º C (SNI ). 8. Specific Gravity (SNI ). 9. Daktilitas (SNI ). 10. Uji Titik Lembek (SNI ). 11. Titik Nyala (SNI ). 12. Kelarutan Bitumen dalam CCL4 (SNI ). Pengolahan MPB MPB diproses untuk menghilangkan kadar air yang terkandung di dalamnya. Poses ini disebut dengan dewatering. Proses selanjutnya adalah defuelling yang bertujuan untuk menghilangkan bahan bakar yang mungkin terkandung didalamnya, (seperti solar, bensin). Dari proses defuelling, MPB dimasukkan dalam distilasi unit dan hidro finishing unit. 48

58 Kadar Aspal (%) Uji Marshall Untuk menentukan kadar aspal optimum diperkirakan dengan penentuan kadar optimum secara empiris dengan persamaan (Pb) sesuai pada Persamaan 2.1. Nilai Pb hasil perhitungan dibulatkan mendekati 0,5%. Ditentukan 2 (dua) kadar aspal di atas dan 2 (dua) kadar aspal di bawah kadar aspal perkiraan awal yang sudah dibulatkan mendekati 0,5% ini. Kemudian dilakukan penyiapan benda uji untuk tes Marshall sesuai tahapan berikut ini. Berdasarkan perkiraan kadar aspal optimum Pb dibuat benda uji dengan jenis aspal keras dengan dua variasi kadar aspal di atas Pb dan dua variasi kadar aspal di bawah Pb (-1,0%; -0,5%; Pb; +0,5%; +1,0%). Masing-masing variasi akan dibuat tiga buah benda uji (dimana akan diambil nilai rata-ratanya). Kemudian dilakukan pengujian Marshall standar dengan 2x75 tumbukan dan pengujian durabilitas untuk menentukan VIM, VMA, VFA, kepadatan, stabilitas, kelelehan, dan hasil bagi Marshall. Setelah itu dilihat apakah hasil pengujian sudah sesuai standar seperti pada Tabel 2.1. Kalau sudah memenuhi standar, maka dapat ditentukan hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall. Berdasarkan hubungan antara kadar aspal dengan parameter Marshall dapat ditentukan kadar aspal optimum. Seluruh kriteria hasil Marshall yang didapatkan mengacu pada Standar Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah (2004). Perincian perkiraan jumlah benda uji yang akan digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini Tabel.1 Jumlah Benda Uji Yang Direncanakan Pengujian Variasi Jumlah Benda Uji -1 3 Marshall Kadar Aspal Optimum (KAO) -0,5 3 Pb 3 +0,

59 Uji Marshall Dengan Variasi MPB Setelah diketahui nilai Kadar Aspal Optimum (KAO), penelitian dilanjutkan dengan pengujian Marshall pada saat Kadar Aspal Optimum. Jumlah benda uji yang digunakan direncanakan sebanyak tiga buah. Setelah memenuhi syarat seperti pada Tabel 2.1, pengujian dilanjutkan dengan menggunakan MPB sebagai bahan pengurang berat aspal. Variasi penggunaan MPB adalah 4. 0,5% MPB dan 99,5% Aspal 5. 1,0% MPB dan 99% Aspal 6. 1,5% MPB dan 98,5% Aspal Kemudian dilakukan uji marshall dengan kondisi stadar (2x75 tumbukan) untuk menentukan VIM, VMA, VFA, kepadatan, stabilitas, kelelehan dan hasil bagi Marshall. Perincian perkiraan jumlah benda uji yang akan digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada Tabel.2 berikut ini Tabel 2 Jumlah Benda Uji Yang Direncanakan Untuk Beberapa Variasi MPB Pengujian Marshall (2 x 75) MPB (%) Variasi Aspal (%) Jumlah Benda Uji 0,5 99,5 3 1, ,5 98,5 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian di Laboratorium Pengujian sifat-sifat campuran aspal beton pada penelitian ini dilakukan di Laboratorium Transportasi Universitas Muhammadiyah Palangkaraya. Penelitian yang 50

60 dilakukan meliputi pengujian terhadap sifat-sifat fisik aspal, sifat fisik agregat dan pengujian sifat campuran aspal dan agregat dengan alat Marshall. Pemeriksaan Gradasi Agregat Dari hasil pengujian yang telah dilakukan di Laboratorium Transportasi Universitas Muhammadiyah Palangkaraya gradasi agregat dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 3 Rekapitulasi Hasil Analisa Saringan Masing-masing Agregat Jumlah lolos saringan (%) Nomor saringan Agregat kasar (CA) Agregat sedang (MA) Abu batu Pasir # 3/4 100,00 100,00 100,00 100,00 # 1/2 42,52 99,24 100,00 100,00 # 3/8 5,99 80,64 100,00 100,00 No. 4 1,19 35,58 100,00 100,00 No. 8 0,88 9,71 79,59 98,89 No. 16 0,82 3,63 53,68 80,94 No. 30 0,78 2,86 39,51 50,50 No. 50 1,09 2,51 27,02 30,50 No ,92 2,15 17,57 18,78 No ,52 1,38 13,32 14,93 Pengujian Keausan Agregat Kasar Penentuan agregat terhadap keausan atau kehancuran diperiksa dengan percobaan abrasi Los Angeles (Abration Los Angeles Test), berdasarkan PB , AASHTO T (1982). 51

61 Dalam penelitian ini jenis gradasi yang digunakan adalah kelas B dimana banyaknya sampel terdiri dari 2500 gram agregat yang lolos saringan ukuran 3/4 dan tertahan saringan 1/2 dan 2500 gram agregat yang lolos saringan 1/2 dan tertahan saringan 3/4. Jumlah bola yang digunakan sebanyak 11 buah. Tabel 5 Pemeriksaan Keausan Agregat Kasar (Mesin Los Angeles) Gradasi Pemeriksaan B 76,2 (3") Ukuran Saringan I II Lolos Tertahan 63,5 (2 1/2") Berat Berat Berat Berat sebelum (a) sesudah (b) sebelum (a) sesudah (b) ,5 (2 1/2") 50,8 (2") ,8 (2") 37,5 (1 1/2") ,5 (1 1/2") 25,4 (1") ,4 (1") 19,0 (3/4") ,0 (3/4") 12,5 (1/2") 12,5 (1/2") 9,5 (3/8") 2, , , , ,5 (3/8") 6,3 (1/4") ,3 (1/4") 6,35 (1/4") 4,75 (No. 4) ,75 (No. 4) 2,36 (No. 8) Jumlah Berat Berat tertahan saringan No. 12 sesudah percobaan (b) 5, , , , I. a. = 5, gram II. a. = 5, gram b. = 3, gram b. = 3, gram a - b = 1, gram a - b = 1, gram 52

62 Keausan I = Keausan II = a - a b x 100% = a - b x 100% a = % % Keausan rata-rata = % Pemeriksaan Kadar Lumpur Agregat Halus Pemeriksaan yang dilakukan untuk menentukan kadar lumpur dikandung oleh agregat yang lolos saringan no. 4, sesuai prosedur AASHTO T (1982), dengan menggunakan tabung S.E. Tabel 6 Hasil Pengujian Sand Equivalent (abu batu) Uraian Sampel 1 Sampel 2 Skala penunjuk awal 10,0 10,0 Skala koloid 4,60 4,50 Skala penunjuk akhir 13,60 13,70 Skala pasir 3,60 3,79 Sand equivalent (%) 78,30 82,20 Rata-rata (%) 80,20 Tabel 7 Hasil Pengujian Sand Equivalent (Pasir) Uraian Sampel 1 Sampel 2 Skala penunjuk awal 10,0 10,0 Skala koloid 4,40 4,50 Skala penunjuk akhir 14,00 14,20 Skala pasir 4,00 4,20 Sand equivalent (%) 90,9 93,2 Rata-rata (%) 92,1 53

63 Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, secara umum agregat yang akan digunakan,memenuhi persyaratan untuk bahan penyusun campuran aspal panas jenis Laston lapis aus (Asphalt Concrete-Wearing Course). Perencanaan Campuran Perencanaan campuran menggunakan metode Asphalt Institue, dan perhitungan penggabungan agregat menggunakan cara diagonal yang dikombinasikan dengan cara coba-coba (Trial and Eror). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat secara lengkap hasil proporsi campuran tersebut yang dimuat pada lampiran. Dari perhitungan kombinasi yang telah dilakukan, diperoleh proporsi campuran yang selanjutnya digunakan untuk mendapatkan perkiraan kadar aspal rencana. Kadar aspal awal diperoleh dengan rumus kadar aspal (Pb) yaitu: Pb = 0,035(%CA) + 0,045(%FA) + 0,18(%FF) + K Dimana: Pb = kadar aspal CA = fraksi agregat kasar FA = fraksi agregat halus FF = fraksi filler K = Nilai konstanta 0,5 1 Diketahui: Proporsi: Hasil dari Trial and eror. %CA = 49,89 %FA = 41,96 %FF = 8,16 Jadi: Pb = {0,035 x (49,89)} + {0,045 x (41,96)} + {0,18 x (8,16)} + 1 = 6 % Diperoleh nilai tengah variasi kadar aspal rancangan yang diurutkan dua variasi kadar aspal ke bawah dan dua variasi kadar aspal ke atas dengan interval 0,5%. Yaitu: 5%, 5,5%, 6%, 6,5%, 7%. 54

64 Persentase terhadap berat total agregat yang digunakan yaitu gram. Hasil proporsi agregat campuran Laston lapis aus (asphalt concrete-wearing course) seperti pada Tabel 8 Tabel 8 Proporsi Agregat Dalam Campuran Jenis Material Persentase terhadap total agregat Proporsi (%) Kadar aspal (%) Agregat kasar (CA) 14 Agregat sedang (MA) 30 Abu batu 43 5; 5,5 ; 6 ; 6,5 ; 7 Pasir 13 Hasil Pengujian Marshall Setelah perhitungan komposisi campuran (mix design) maka selanjutnya adalah pembuatan briket atau benda uji. Dalam penelitian ini setiap proporsi campuran dibuat masing-masing 3 briket. Pembuatan benda uji mengikuti prosedur pada manual pemeriksaan bahan jalan PC Jumlah tumbukan yang digunakan adalah 2x75 kali tumbukan dengan asumsi jalan digunakan untuk lalu lintas sedang, beban berat (luar kota). Benda uji yang telah dipadatkan, kemudian didiamkan pada suhu kamar selama 24 jam, kemudian ditimbang dalam suhu ruang beratnya ditetapkan. Selanjutnya benda uji tersebut direndam selama 24 jam, kemudian ditimbang dalam air dan berat ditetapkan. Setelah benda uji diangkat dan ditetapkan beratnya. Sebelum pengujian dengan alat Marshall dilakukan, benda uji direndam terlebih dahulu dengan bak berisi air panas (water bath), dengan temperatur 60 C selama menit. Pada uji Marshall diperoleh besar-besaran seperti stabilitas dan flow. Hasil pengujian laboratorium dapat dilihat pada Tabel 9. 55

65 Tabel 9 Hasil Pengujian Marshall N0 Description Satuan Actual test Specification Requirement Keterangan 1 Theoritical Max.Density gr/cm Bulk Density gr/cm Stability Kg Min. 800 Terpenuhi 4 Flow mm 3.20 Min. 3,0 Terpenuhi 5 Qm, (Stifness Stab / Flow) kg/mm 340 Min. 250 Terpenuhi 6 Void in Total Mix Marshall % Terpenuhi 8 Void Filled with Bitumen % Min. 65 Terpenuhi 9 V.M.A % Min. 15 Terpenuhi 10 Optimum Asphalt Content (OAC) % Effective Asphalt Content % 5.88 Min. 5,1 Terpenuhi 13 Absorbed Bitumen (Pba) % 0.13 Maks. 1,20 Terpenuhi Sifat-sifat Marshall Menggunakan Campuran Oli Bekas Setelah didapat kadar aspal optimum maka dibuat 9 briket untuk pencampuran 3 (tiga) variasi 0,5%, 1,0%, 1,5% dari kadar aspal optimum (6,10%). Setiap variasi berjumlah 3 (tiga) sampel. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini. 56

66 Tabel 10 Hasil Pengujian Marshall Pada Kadar Aspal Optimum N0 DESCRIPTION SATUAN ACTUAL TEST ACTUAL TEST ACTUAL TEST ACTUAL TEST SPECIFICATION 0% OLI 0,5 % OLI 1% OLI 1,5% OLI REQUIREMENT 1 Theoritical Max.Density gr/cm Bulk Density gr/cm Stability Kg Min Flow mm Min. 3,0 5 Qm, (Stifness Stab / Flow) kg/mm Min Void in Total Mix Marshall % Void Filled with Bitumen % Min V.M.A % Min Optimum Asphalt Content (OAC) % Effective Asphalt Content % Min. 5,1 13 Absorbed Bitumen (Pba) % Maks. 1,20 57

67 g. Stabilitas Gambar 5.1 Grafik Stabilitas Stabilitas adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis. Dari Gambar 5.1 nilai stabilitas menurun seiring dengan adanya penambahan oli, dan mencapai titik terendah sebesar 897 kg, nilai stabilitas masih di atas spesifikasi nilai stabilitas yaitu >800 kg. h. Kelelehan Plastis (Flow) Gambar 5.2 Grafik Flow Kelelehan plastis adalah suatu perubahan keadaan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat penambahan beban sampai terjadi keruntuhan. Dari Gambar 5.2 terlihat nilai kelelehan (Flow) meningkat seiring dengan penambahan oli, namun masih berada dalam batas spesifikasi. 58

68 i. Kepadatan Gambar 5.3 Grafik Kepadatan (Densitas) Kepadatan (densitas) merupakan bagian yang paling penting dalam suatu campuran perkerasan. Kepadatan yang baik akan memberikan stabilitas yang baik pula pada suatu campuran perkerasan. Hal ini diperlukan untuk menjaga keutuhan dan ketahanan dari campuran perkerasan. Dari hasil pengujian Marshall yang terlihat pada Gambar 5.3 nilai kepadatan terus meningkat sampai penambahan oli. j. Rongga Dalam Campuran (VIM) Gambar 5.4 Grafik VIM Pada Gambar 5.4 dapat dinilai rongga udara (VIM) pada 0% oli nilainya di antara batas spesifikasi dan seiring dengan penambahan dengan 1,5% oli nilai VIM mulai turun namun masih memenuhi spesifikasi yang disyaratkan yaitu antara 3%-5%. 59

69 k. Rongga Terisi Aspal (VFB) Gambar 5.5 Grafik VFB Pada Gambar 5.5 dapat dilihat nilai VFB semakin meningkat dengan adanya penambahan persentase oli. Pada campuran ini nilai-nilai VFB memenuhi spesifikasi yang disyaratkan yaitu sebesar minimum 65%. l. Hasil Bagi Marshall Gambar 5.6 Grafik Hasil Bagi Marshall Hasil bagi Marshall adalah hasil bagi dari nilai stabilitas dengan Flow. Peningkatan nilai hasil bagi Marshall disebabkan adanya peningkatan nilai stabilitas dan disertai penurunan nilai Flow, hal ini disebabkan akibat perubahan kerapatan campuran. 60

70 Semakin besar nilai hasil bagi Marshall berarti campuran perkerasan semakin kaku, karena nilai stabilitas semakin tinggi. Sebaliknya semakin kecil nilai hasil bagi Marshall berarti campuran semakin lentur karena nilai stabilitas menurun. Seperti dilihat pada Gambar 5.6 pada campuran ini nilai-nilai Hasil Bagi Marshall masih memenuhi spesifikasi yang disyaratkan yaitu di atas 250 kg/mm sebagai nilai minimum. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Berdasarkan uji aspal yang dilakukan maka dapat dikatakan bahwa aspal yang digunakan sudah memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan (berdasarkan SNI) 2. Agregat yang digunakan adalah agregat kasar (CA), agregat sedang (MA) dan agregat halus (pasir dan abu batu). 3. Berdasarkan uji agregat maka dapat dikatakan bahwa seluruh agregat yang digunakan sudah memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan (SNI) 4. Proporsi campuran adalah agregat kasar 14%, agregat sedang 30%, abu batu 43%, pasir 13%. 5. Pengurangan berat aspal yang digantikan oleh oli bekas adalah sebesar 0,5%, 1% dan 1,5%. 6. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilai-nilai Karakteristik Marshall untuk AC- WC yang menggunakan bahan ganti oli bekas (Minyak Pelumas Bekas) sebesar 0,5%, 1% dan 1,5% masih memenuhi spesifikasi yang disyaratkan. Dengan demikian penggunaan oli bekas (Minyak Pelumas Bekas) sebagai bahan ganti aspal sampai sebesar 1,5% untuk lapis perkerasan jalan (AC-WC) untuk Kota Palangka Raya adalah layak. Saran Saran dari penelitian ini adalah: 61

71 1. Penggunaan MPB untuk lapis perkerasan jalan (AC-WC) selain berguna dalam penghematan biaya konstruksi juga berguna dalam pelestarian lingkungan. 2. Penelitian lanjutan untuk penggunaan MPB dalam konstruksi jalan perlu dilakukan. DAFTAR PUSTAKA AASHTO, 1990, Standar Spesifications For Transportation Materials And Metods of Sampling and Testing. Part I, Spesifications, Fifteenth Edition. Washington,D.C. Ambarwati, Eka., 2010, Kajian Kuat Tekan Terhadap Karakteristik Aspal Beton Pada Campuran Hangat Dengan Modifikasi Agregat Baru- Rap Dan Aspal Residu Oli, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Departemen Pekerjaan Umum Petunjuk Pelaksanaan Lapis aspal beton (Laston) Untuk Jalan Raya. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pusat Pelatihan Jasa Konstruksi (PUSLATJAKONS) Proyek Pengembangan dan Pembinaan Konstruksi, 2004, Material Campuran Aspal Panas, LTA Hadsari, Vienti., 2009, Kajian Karakter Marshall pada Asphalt Concrete dalam Campuran Material RAP dengan Residu Oli, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Harold N. Atkins, 1997, Highway Materials, Soils and Concretes, 3th Edition Prentice Hall, New Jersey. Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Spesifikasi Umum, Edisi 2010 (Revisi 1). Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil, 1997, Panduan Praktikum Pemeriksaan dan Pengujian Bahan Perkerasan Jalan Raya, Semarang: Fakultas Tenik Universitas Diponegoro Prasetyo, Kukuh Budi., 2007, Pengaruh Penggunaan Modifier Oli Bekas Pada Campuran Perkerasan Lasbutag Dengan Sistem Hotmix. 62

72 Putrowijoyo, Rian., 2006, Kajian Laboratorium Sifat Marshall Dan Durabilitas Asphalt Concrete - Wearing Course (AC-WC) Dengan Membandingkan Penggunaan Antara Semen Portland Dan Abu Batu Sebagai Filler, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang. Sholihah, Afni Badriyatus, 2005, Pengaruh Nilai Penetrasi Kombinasi Aspal Penetrasi 60/70 Dengan Residu Oli Terhadap Karakteristik Marshall Pada Campuran Hot Rolled Shet-Wearing Course (Hrs-Wc), Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Sukirman, Silvia., 2003, Buku Beton Aspal Campuran Panas, Edisi 1, Granit, Jakarta. Sentosa, Leo,?, Slide Jalan Raya II,? dampak-dan-bahaya-pengelolaan-tidak.html, 2011, diakses 2 April

73 Lampiran 2 Produk Penelitian Produk dari penelitian ini adalah ilmu pengetahuan mengenai pemanfaatan Minyak Pelumas Bekas (MPB) sebagai bahan ganti aspal (dalam persentase tertentu) untuk lapis perkerasan jalan di Kota Palangka Raya. MPB yang selama ini sering dibuang baik ke dalam lapisan tanah maupun ke sungai (sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan) ternyata bisa dimanfaatkan dengan baik. MPB sebelum dan setelah di destilasi Campuran Aspal Beton yang Menggunakan MPB 64

74 Proses Pengujian Aspal Beton dengan Campuran MPB 65

PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA WARM MIX ASPHALT (WMA) UNTUK LAPIS PERKERASAN JALAN (AC-WC) DI KOTA PALANGKA RAYA (LANJUTAN STUDI SEBELUMNYA)

PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA WARM MIX ASPHALT (WMA) UNTUK LAPIS PERKERASAN JALAN (AC-WC) DI KOTA PALANGKA RAYA (LANJUTAN STUDI SEBELUMNYA) PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA WARM MIX ASPHALT (WMA) UNTUK LAPIS PERKERASAN JALAN (AC-WC) DI KOTA PALANGKA RAYA (LANJUTAN STUDI SEBELUMNYA) Hendra Cahyadi 1, Nirwana Puspasari 2 Staf Pengajar Prodi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA WARM MIX ASPHALT (WMA) UNTUK LAPIS PERKERASAN JALAN (AC-WC) DI KOTA PALANGKA RAYA

PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA WARM MIX ASPHALT (WMA) UNTUK LAPIS PERKERASAN JALAN (AC-WC) DI KOTA PALANGKA RAYA PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA WARM MIX ASPHALT (WMA) UNTUK LAPIS PERKERASAN JALAN (AC-WC) DI KOTA PALANGKA RAYA Hendra Cahyadi, Nirwana Puspasari Staf Pengajar Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hot Rolled Sheet (HRS) Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari dari campuran agregat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah suatu lapisan pada konstuksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Agregat Penelitian ini menggunakan agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya yang berlokasi di Kecamatan Bongomeme. Agregat dari lokasi ini kemudian diuji di Laboratorium Transportasi

Lebih terperinci

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet Menurut Kementrian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari campuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1 BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4.1. Pengujian Aspal Pada pengujian material aspal digunakan aspal minyak (AC Pen 60/70) atau aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN: KAJIAN PERBEDAAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS ANTARA JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS (HRS-WC) BERGRADASI SENJANG DENGAN YANG BERGRADASI SEMI SENJANG Giavanny Hermanus Oscar H. Kaseke, Freddy

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

BAB III LANDASAN TEORI. dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded) BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton (Laston) Lapis aspal beton adalah lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Pengujian Material 1. Agregat Kasar dan Steel Slag Agregat kasar merupakan agregat yang tertahan diatas saringan 2.36 mm (No.8), menurut saringan ASTM. a. Berat Jenis Curah

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1 PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1 Windi Nugraening Pradana INTISARI Salah satu bidang industri yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Pelaksanaan pengujian dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu pengujian bahan seperti pengujian agregat dan aspal, penentuan gradasi campuran

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR Michael Kevindie Setyawan 1, Paravita Sri Wulandari 2, Harry Patmadjaja

Lebih terperinci

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR Senja Rum Harnaeni 1, Arys Andhikatama 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang berada di atas tanah dasar yang sudah dipadatkan, dimana fungsi dari lapisan ini adalah memikul beban lalu lintas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang digunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik III. METODOLOGI PENELITIAN A. Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran lapis aspal

Lebih terperinci

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) (Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) LABORATORIUM INTI JALAN RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS LAMPUNG Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Jurusan PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4 STUDI KOMPARASI PENGARUH VARIASI PENGGUNAAN NILAI KONSTANTA ASPAL RENCANA TERHADAP NILAI STABILITAS PADA CAMPURAN ASPAL BETON (HRSWC) TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHALL Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan

Lebih terperinci

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK VOLUME 6 NO. 1, FEBRUARI 2010 PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA M. Aminsyah 1 ABSTRAK Penyediaan material konstruksi jalan yang sesuai dengan persyaratan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Aspal Beton Aspal Beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC- 41 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Konstruksi perkerasan lentur terdiri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70 BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4.1 Hasil dan Analisa Pengujian Aspal Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal keras yang mempunyai nilai penetrasi 60/70. Pengujian aspal di laboratorium Jalan

Lebih terperinci

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aspal Aspal didefinisikan sebagai bahan yang berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, mempunyai sifat lekat baik dan berlemak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu

Lebih terperinci

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU (BAGASSE ASH OF SUGAR CANE) SEBAGAI BAHAN PENGISI (FILLER) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS ATB (ASPHALT TREATD BASE) Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Mulai Identifikasi Masalah Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan Pengujian Aspal Pengujian Agregat Pengujian filler Syarat Bahan Dasar Tidak Memenuhi Uji Marshall

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Aspal Beton Menurut Sukirman (1999) aspal beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran merata antara

Lebih terperinci

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL M. Aminsyah Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas Abstrak Dalam rangka peningkatan dan pengembangan

Lebih terperinci

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas:

Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas: 17 BABUI LANDASAN TEORI 3.1 Perkerasan Jalan Berdasarkan bahan pengikatnya konstmksi perkerasanjalan dapat dibedakan atas: 1. Konstmksi perkerasan lentur ("fleksibel pavement"), yaitu perkerasan yang menggunakan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan Lampiran TA19. Contoh penulisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Kontruksi perkerasan lentur (flexible pavement) merupakan jenis perkerasan dengan aspal sebagai bahan pengikat yang telah banyak digunakan

Lebih terperinci

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji Abstract : Daerah Baturaja merupakan kawasan penghasil batu kapur yang ada

Lebih terperinci

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL

KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL KAJIAN PROPERTIES DARI AGREGAT BATU GUNUNG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATERIAL CAMPURAN BERASPAL ABSTRAK Oleh Lusyana Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Padang Kampus Limau Manis Padang Sifat-sifat fisik

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA BETON ASPAL YANG TERENDAM AIR LAUT DAN AIR HUJAN

PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA BETON ASPAL YANG TERENDAM AIR LAUT DAN AIR HUJAN PENGARUH PENGGUNAAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA BETON ASPAL YANG TERENDAM AIR LAUT DAN AIR HUJAN JF. Soandrijanie L Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl Babarsari 44 Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian BAB III METODOLOGI Dalam bab ini peneliti menjelaskan langkah-langkah yang akan dilakukan selama penelitian tentang Studi komparasi antara beton aspal dengan aspal Buton Retona dan aspal minyak Pertamina

Lebih terperinci

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC) KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC) TUGAS AKHIR Oleh : I WAYAN JUNIARTHA NIM : 1104105072 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2 3 ABSTRAK Setiap

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Penelitian ini menggunakan agregat kasar, agregat halus, dan filler dari Clereng, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil pengujian agregat ditunjukkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. 31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS Steward Paulus Korompis Oscar H. Kaseke, Sompie Diantje Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIS. terletak diantara lapisan dasar tanah dan roda kendaraan, yang berfungsi

BAB II KERANGKA TEORITIS. terletak diantara lapisan dasar tanah dan roda kendaraan, yang berfungsi BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Umum Perkerasan jalan (Road Pavement) merupakan lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan dasar tanah dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON

PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU ( BAGASSE ASH OF SUGAR CANE ) SEBAGAI BAHAN PENGISI ( FILLER ) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS LASTON Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik - Jurusan Teknik

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS

PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LAPIS ASPAL BETON-LAPIS ANTARA BERGRADASI HALUS Praesillia Christien Ator J. E. Waani, O. H. Kaseke Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo. 3.2 Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini semua data

Lebih terperinci

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT

Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT Akhmad Bestari, Studi Penggunaan Pasir Pantai Bakau Sebagai Campuran Aspal Beton Jenis HOT STUDI PENGGUNAAN PASIR PANTAI BAKAU SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON JENIS HOT ROLLED SHEET (HRS) AKHMAD BESTARI Dosen

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC Oleh : Denny Setiawan 3113 040 501 PROGRAM STUDI DIV TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR Senja Rum Harnaeni 1), Isyak Bayu M 2) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Lapisan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course) Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Lapisan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course) Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lapisan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course) Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh Departemen Pekerjaan umum adalah Asphalt Concrete - Binder

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konstruksi perkerasan lentur ( Flexible pavement), yaitu perkerasan yang

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Konstruksi perkerasan lentur ( Flexible pavement), yaitu perkerasan yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Totomihardjo (1995), perkerasan adalah suatu lapis tambahan yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus yang

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Bagan alir dibawah ini adalah tahapan penelitian di laboratorium secara umum untuk pemeriksaan bahan yang di gunakan pada penentuan uji Marshall. Mulai

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG Fergianti Suawah O. H. Kaseke, T. K. Sendow Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Material Dasar 1. Agregat dan Filler Material agregat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari batu pecah yang berasal dari Tanjungan, Lampung Selatan. Sedangkan sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Perkerasan Jalan Teknik Sipil Universitas Mercu Buana. Hasil pengujian ini dibandingkan dengan kriteria dan spesifikasi SNI.

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR INTISARI

NASKAH SEMINAR INTISARI NASKAH SEMINAR PENGARUH VARIASI PEMADATAN PADA UJI MARSHALL TERHADAP ASPHALT TREATED BASE (ATB) MODIFIED MENURUT SPESIFIKASI BINA MARGA 2010 (REV-2) 1 Angga Ramdhani K F 2, Anita Rahmawati 3, Anita Widianti

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG ( LIMBAH BAJA ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT TERTAHAN SARINGAN / DAN 3/8 TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL PADA CAMPURAN AC-WC Afif Ghina Hayati INTISARI Semakin banyaknya industri

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkerasan lentur, perkerasan kaku, dan perkerasan komposit. Secara umum

TINJAUAN PUSTAKA. perkerasan lentur, perkerasan kaku, dan perkerasan komposit. Secara umum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Perkerasan jalan merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam memenuhi kelancaran pergerakan lalu lintas. Perkerasan jalan yang digunakan pada saat sekarang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil pengujian agregat kasar dan halus No Jenis Pengujian Satuan Hasil Spesifikasi

Lebih terperinci

USULAN PENELITIAN HIBAH BERSAING

USULAN PENELITIAN HIBAH BERSAING 421/Teknik sipil USULAN PENELITIAN HIBAH BERSAING PEMANFAATAN MINYAK PELUMAS BEKAS PADA WARM MIX ASPHALT (WMA) UNTUK LAPIS PERKERASAN JALAN (AC-WC) DI KOTA PALANGKA RAYA Peneliti Utama Hendra Cahyadi,

Lebih terperinci

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC)

I Made Agus Ariawan 1 ABSTRAK 1. PENDAHULUAN. 2. METODE Asphalt Concrete - Binder Course (AC BC) PENGGUNAAN LIMBAH BONGKARAN BANGUNAN (BATAKO) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT HALUS DAN FILLER PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASBUTON I Made Agus Ariawan 1 Program Studi

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS

PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS PENGARUH PERUBAHAN RASIO ANTARA FILLER DENGAN BITUMEN EFEKTIF TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN LASTON JENIS LAPIS AUS Miristika Amaria Pasiowan Oscar H. Kaseke, Elisabeth Lintong Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2 PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/ dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan INTISARI Jalan merupakan sarana penghubung mobilisasi dari satu

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1

VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 VARIASI AGREGAT LONJONG PADA AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 Dosen Pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Udayana E-mail : agusariawan17@yahoo.com

Lebih terperinci

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC Rizky Mamangkey O.H. Kaseke, F. Jansen, M.R.E. Manoppo Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Agregat terdiri dari pasir, gravel, batu pecah, slag atau material lain dari bahan

TINJAUAN PUSTAKA. Agregat terdiri dari pasir, gravel, batu pecah, slag atau material lain dari bahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agregat Agregat terdiri dari pasir, gravel, batu pecah, slag atau material lain dari bahan mineral alami atau buatan. Agregat merupakan bagian terbesar dari campuran aspal.

Lebih terperinci

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS

KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS KAJIAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON SEBAGAI LAPIS AUS BERGRADASI KASAR DAN HALUS Prylita Rombot Oscar H. Kaseke, Mecky R. E. Manoppo Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Sebelum melakukan suatu penelitian, maka perlu adanya perencanaan dalam penelitian. Pelaksanaan pengujian dilakukan secara bertahap, yaitu pemeriksaan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SPEN KATALIS PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRTE-WEARING COURSE ABSTRAK

PENGGUNAAN SPEN KATALIS PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRTE-WEARING COURSE ABSTRAK PENGGUNAAN SPEN KATALIS PADA CAMPURAN ASPHALT CONCRTE-WEARING COURSE Dhita Novayanti NRP: 0421032 Pembimbing Utama: Ir. Silvia Sukirman. Pembimbing Pendamping: Samun Haris, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Hot Rolled Asphalt Menutut Coc,J.B, Hot rolled Asphalt (HRA) adalah bahan konstruksi lapis keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot Rolled

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari persiapan, pemeriksaan mutu bahan yang berupa agregat dan aspal, perencanaan campuran sampai tahap

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN ASBUTON DAN LIMBAH BONGKARAN BANGUNAN (BATAKO) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT HALUS DAN FILLER I Made Agus Ariawan 1 Program

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA 4.1 Hasil dan Analisis Sifat Agregat 4.1.1 Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar Berikut adalah hasil pengujian untuk berat jenis dan penyerapan agregat kasar. Tabel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan tertentu agar mampu menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Jalan Raya Perkerasan jalan raya adalah bagian jalan raya yang diperkeras dengan lapis konstruksi tertentu, yang memiliki ketebalan, kekuatan, dan kekakuan, serta kestabilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik.

BAB III METODE PENELITIAN. aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. BAHAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini agregat kasar, agregat halus, aspal dan bahan tambah sebagai filler berupa abu vulkanik. a. Agregat kasar: Agregat kasar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Agregat Kasar A. Hasil Pengujian Agregat Agregat kasar yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari desa Clereng, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil pemeriksaan bahan

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN: PENGARUH PERUBAHAN GRADASI DAN RATIO ANTARA PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO. #200 DENGAN BITUMEN EFEKTIF, TERHADAP BESARAN MARSHALL QUOTIENT PADA CAMPURAN ASPAL LATASTON Maria Rainy Lengkong Oscar H. Kaseke,

Lebih terperinci

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 ) PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 ) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Polsri Jalan Srijaya Negara Bukit Besar Palembang 1 ) E-mail:cecesumi@yahoo.com

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B

PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B PEMANFAATAN LIMBAH ABU SERBUK KAYU SEBAGAI MATERIAL PENGISI CAMPURAN LATASTON TIPE B Sabaruddin Fakultas Teknik Universitas Khairun Kampus Gambesi Kotak Pos 53 - Ternate 97719 Ternate Selatan Telp. (0921)

Lebih terperinci

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS Dwinanta Utama Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unversitas Borobudur Jl. Raya Kali Malang No. 1,

Lebih terperinci

Kata kunci: HRS-Base, Pengendalian Mutu, Benda Uji, Uji Marshall, Uji Ekstraksi

Kata kunci: HRS-Base, Pengendalian Mutu, Benda Uji, Uji Marshall, Uji Ekstraksi PROTEKSI (Proyeksi Teknik Sipil) 135 STUDI PENGENDALIAN MUTU (QUALITY CONTROL) CAMPURAN ASPAL PANAS JENIS HRS-BASE (STUDI KASUS PAKET KEGIATAN PENINGKATAN JALAN HAMPALIT PETAK BAHANDANG STA. 26+500 s.d.

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. mengizinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas yang terjadi.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. mengizinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas yang terjadi. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perkerasan Lentur Perkerasan lentur merupakan perkerasan jalan yang umum dipakai di Indonesia. Konstruksi perkerasan lentur disebut lentur karena konstruksi ini mengizinkan

Lebih terperinci

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC Januardi 1) Abstrak Dalam Ditjen (2011), khusus pada sifat-sifat campuran perkerasan hanya terdapat standar untuk

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.12 Desember 2015 ( ) ISSN: PENGARUH JUMLAH KANDUNGAN FRAKSI BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS BERGRADASI HALUS Windy J. Korua Oscar H. Kaseke, Lintong Elisabeth

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG

STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN JENIS-JENIS AGREGAT HALUS TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHAL PADA CAMPURAN LATASTON DI KABUPATEN KETAPANG Lalu Heru Ph. 1) Abstrak Penelitian dilakukan untuk memberikan gambaran

Lebih terperinci

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT. Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013 90 TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT Raden Hendra Ariyapijati Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK

VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) ABSTRAK Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 VARIASI AGREGAT LONJONG SEBAGAI AGREGAT KASAR TERHADAP KARAKTERISTIK LAPISAN ASPAL BETON (LASTON) I Made Agus Ariawan 1 1 Dosen

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) ICS 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil pengujian Marshall dapat disimpulkan bahwa

Lebih terperinci

INVESTIGASI KARAKTERISTIK AC (ASPHALT CONCRETE) CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN RAP ARTIFISIAL

INVESTIGASI KARAKTERISTIK AC (ASPHALT CONCRETE) CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN RAP ARTIFISIAL INVESTIGASI KARAKTERISTIK AC (ASPHALT CONCRETE) CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN RAP ARTIFISIAL NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelessaikan Pendidikan Strata

Lebih terperinci

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI STUDI PERBANDINGAN NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT (SMA) MENGGUNAKAN AGREGAT SUNGAI GRINDULU, SUNGAI LESTI, DAN BENGAWAN SOLO UNTUK LALULINTAS SEDANG Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil

Lebih terperinci