ANALISA KONSTRUKSI DAN PERENCANAAN MULTIPLE FIXTURE. Richy Dwi Very Sandy, Sampurno

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA KONSTRUKSI DAN PERENCANAAN MULTIPLE FIXTURE. Richy Dwi Very Sandy, Sampurno"

Transkripsi

1 ANALISA KONSTRUKSI DAN PERENCANAAN MULTIPLE FIXTURE Richy Dwi Very Sandy, Sampurno Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya, Indonesia Telp : Fax : richy_dvs@yahoo.com ABSTRAK Perkembangan industri yang sangat pesat memacu industri manufacturing untuk d apat mengembangkan permesinan yang menunjang proses produksi. Dengan adanya suatu inovasi yang baru, industri manufacturing mampu menghasilkan produk dengan ketelitian dan kepresisian tinggi, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengembangkan teknologi yang ada pada proses permesinan itu sendiri. Pada proses produksi terdapat berbagai macam proses permesinan meliputi bubut, milling, drilling dan proses-proses permesinan lainnya, dimana pada proses permesinan biasanya menggunakan berbagai jenis mesin serta fixture sebagai komponen pendukungnya. Dalam tugas akhir ini akan dirancang sebuah alat pencekam multiple fixture yang dapat digunakan pada mesin milling sehingga dapat menunjang proses produksi, sehingga produk yang di hasilkan dengan kualitas yang baik. Dalam analisa konstruksi dan perencanaan multiple fixture, langkah awal adalah membuat urutan proses yang digunakan dari proses tersebut dapat menentukan jenis material yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan multiple fixture. Langkah selanjutnya adalah membuat model 3 dimensi untuk tiap komponen komponennya dengan menggunakan software ANSYS, kemudian merakit komponen menjadi satu dari pembuatan Part Design. Setelah semua komponen dijadikan satu maka langkah berikutnya adalah menganalisa tegangan secara garis besar prosedur analisa tegangan dengan bantuan software ANSYS. Hasil akhir yang diharapkan adalah desain alat pencekam multiple fixture yang meliputi gambar teknik, gambar animasi, serta hasil pemodelan dengan menggunakan software ansys. Kata Kunci : alat pencekam, multiple fixture, analisa pemodelan 1. Pendahuluan Perkembangan industri yang sangat pesat mendorong inovasi teknologi yang lebih baik untuk mengembangkan kapasitas dan kualitas suatu produksi. Peran industri memang sangat besar sekali dalam sektor perdagangan karena bisa memberikan efek pada kehidupan yang berfungsi terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan karena industri perdagangan mengandung keterkaitan dengan industri dasar, industri kecil dan industri aneka yang pada dasarnya mencakup segala aspek teknologi bahan, perancangan dan proses. Dengan majunya perkembangan teknologi saat ini maka diperlakukan usaha untuk mengembangkan industri tersebut, salah satunya dengan membuat Multiple fixture. Bila dengan alat ini mampu diterapkan dengan tepat pada setiap proses permesinan, dapat dipastikan biaya produksi akan lebih rendah sehingga dapat diperoleh keuntungan yang lebih besar yang dapat membuat suatu industri tersebut menjadi berkembang. Alat bantu pencekam benda kerja yang ada pada mesin milling masih memiliki kemampuan yang terbatas. Benda kerja yang mempunyai dimensi kecil yang berbentuk round dan square dan benda kerja yang tidak mempunyai bagian yang dapat dicekam pada meja kerja mesin selama ini ditolak untuk dikerjakan, sehingga dalam tugas akhir ini dirancang suatu fixture yang memiliki kemampuan untuk mengatasi kendala tersebut. Tujuan penyusunan perencanaan ini adalah mendesain fixture yang dapat mencekam benda kerja round dan square yang mempunyai dimensi kecil atau benda kerja yang tidak mempunyai bagian untuk dicekam dan menganalisa konstruksi fixture pada mesin milling yang dapat mencekam dengan baik untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang baik. Manfaat yang didapat dari penulisan perencanaan ini adalah setting benda kerja pada meja mesin akan semakin mudah dan cepat, dapat menekan biaya produksi seminimal mungkin karena kemampuan fixture yang mampu mencekam benda kerja lebih dari satu, sebagai studi perbandingan di kalangan industri manufaktur, serta konstruksi fixture yang mampu mencekam benda kerja dengan baik sehingga kualitas produk yang baik dapat dihasilkan. Batasan masalah yang dipakai untuk memfokuskan permasalahan ini adalah proses permesinan diasumsikan mampu memproduksi sesuai desain yang dihasilkan dan proses

2 pengelasan diasumsikan kuat dan tidak terdapat cacat pengelasan.. Teori Penunjang.1.Proses Milling Proses milling adalah proses penyayatan benda kerja dengan menggunakan mata pahat sebagai penyayatnya untuk menghasilkan kontur a tau profil dengan ukuran yang ditentukan dan kehalusan atau kualitas permukaan yang ditentukan [3]. Proses kerja pada pengerjaan dengan mesin milling dimulai dengan mencekam benda kerja, kemudian dilanjutkan dengan pemotongan dengan alat potong yang disebut cutter, dan akhirnya pada benda kerja terberntuk profil atau kontur yang di ingnkan... Proses Kerja Milling Pada proses kerja Milling Tenaga yang di gunakan untuk pemotongan berasal dari energi listrik yang diubah menjadi gerak utama oleh sebuah motor listrik, selanjutnya gerakan utama tersebut akan diteruskan melalui suatu transmisi untuk menghasilkan gerakan putar pada spindel mesin milling. Spindel mesin milling adalah bagian dari sistem utama mesin milling yang bertugas untuk memegang dan memutar cutter hingga menghasilkan putaran atau gerakan pemotongan. Gerakan pemotongan pada cutter jika dikenakan pada benda kerja yang telah dicekam maka akan terjadi gesekan/tabrakan sehingga akan menghasilkan pemotongan pada bagian benda kerja, hal ini dapat terjadi karena material penyusun cutter mempunyai kekerasan diatas kekerasan benda kerja. Gambar.1 Skema proses kerja milling [4].3. Gerakan dalam mesin milling Pekerjaan dengan mesin milling harus selalu mempunyai 3 gerakan kerja. 1. Gerakan Pemotongan Sisi potong cutter yang dibuat berbentuk bulat dan berputar dengan pusat sumbu utama.. Gerakan Pemakanan Benda kerja digerakkan sepanjang ukuran yang akan dipotong dan digerakkan mendatar searah gerakan yang dipunyai oleh alas. 3. Gerakan Penyetelan Gerakan untuk mengatur posisi pemakanan, kedalaman pemakanan, dan pengembalian, untuk memungkinkan benda kerja masuk ke dalam sisi potong cutter, gerakan ini dapat juga disebut gerakan pengikatan..4 Elemen elemen Fixture.4.1 Locating element Akibat dari gaya makan dan gaya potong ketika proses pemesinan berlangsung, maka pada komponen fixture yaitu locating element akan mengalami tegangan geser maupun bending seperti pada gambar berikut : Gambar. Gaya pada locating element. [] Untuk menghitung kekuatan fixture menggunakan sebagai berikut:.... π. n. T P = 60 v F c = m. r......[8]...[8] τ R R s = =...[8] π d A 4 σ M B B =...[8] Z Apabila s dan σ B Sy aman untuk digunakan dimana : maka locator τ s = Tegangan geser maksimum (N/mm ) σ B = Tegangan bending maksimum (N/mm ) Sy = Tegangan luluh dari material (N/mm ) Sys = Tegangan luluhgeser material (N/mm ) P = Daya (Watts) n = Putaran mesin (rpm) T = Torsi (N.m) F c = Gaya sentrifugal (N) m = Massa (kg) v = Kecepatan (m/min) = R = Resultan gaya (N) d = Diameter locator (mm)

3 W = Beban (kg) Z = Section modulus (mm 3 ) M B = Momen bending (N.mm) a. Fixed V block Fixed V block berfungsi untuk menempatkan benda kerja yang mempunyai bentuk permukaan silindris. Alat ini dengan mudah akan menempatkan posisi longitudinal dan simetris benda kerja. V block biasanya mempunyai sudut 90º. Vee block juga berfungsi sebagai sentralizer. Gambar.3 Fixed V block dengan kuat.ukuran baut yang digunakan harus sesuai dengan gaya yang bekerja pada pada baut tersebut. Tegangan yang bekerja dan harus lebih kecil dari tegangan yang dapat d iterima baut yang digunakan sehingga tidak terjadi deformasi saat dibebani. ; σ b =...[8] A t = Area baut yang dibebani (Stress area) F = tegangan yang diterima baut De = diameter efektif A = luas bidang tekanan p = pitch σ b = kekuatan baut P b = beban pada baut N = angka keamanan d. Handle Handle dalam hal ini merupakan komponen tambahan yang berfungsi untuk memudahkan operator mengencangkan baut pengikat untuk memperkuat cekaman pada benda kerja.dengan adanya komponen tambahan ini operator tidak perlu menggunakan kunci sebagai alat bantu untuk mengencangkan baut. Gambar.4 V block sebagai sentralizer[1] b. Sliding V block Sliding V block berfungsi untuk membuat benda kerja tetap stabil pada fixture. Pergeseran bisa terjadi pada benda kerja terhadap jig dan fixture akibat gaya saat proses permesinan berlangsung dan gaya berat benda kerja. Untuk membuat benda kerja tetap stabil maka diperlukan gaya gesek yang cukup antara benda kerja dengan pemegangnya untuk mengimbangi /menghindari pergeseran pada benda kerja. Sliding V block ini memiliki kemampuan geser untuk disesuaikan dengan dimensi benda kerja. Gambar.6 Handle sebagai komponen tambahan e. Base plate Base plate adalah komponen penyanggah bawah dari multiple fixture yang sangat berperan penting untuk menopang rangkaian komponen dari multiple fixture di atasnya. Hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain Base plate adalah : 1. Kuat dan kokoh. Stabil Gambar.5 Sliding V block c. Screw clamp Screw clamp adalah pengikat V block sliding pencekaman benda kerja dengan V block, V block sliding pencekaman benda kerja di ikat atau di lock dengan menggunakan baut/sekrup.agar mampu mencekam benda kerja Gambar.7 Base Plate sebagai komponen penyanggah f. Center Plate Center plate adalah komponen penyanggah tengah dari multiple fixture yang

4 juga berperan penting untuk menopang rangkaian komponen dari multiple fixture di atasnya.komponen ini di topang oleh kompone sebelumnya yaitu Bottom Plate yang di hubungkan dengan poros. Hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain Center plate adalah: 1. Kuat dan kokoh. Stabil 3. Ringan Gambar.10 Fix Boddy Cube i. V block klem V block klem adalah komponen penunjang dari multiple fixture untuk menempatkan benda kerja round pada bagian dinding kubus rongga berulir. Komponen ini digunakan ketika benda kerja akan diproses milling dengan variasi kemiringan sudut. Komponen ini dikaitkan dengan menggunakan baut sebagai pengikatnya. Gambar.8 Center Plate sebagai komponen penyanggah g. Top Plate Top plate adalah komponen penyanggah atas dari multiple fixture yang juga berperan penting untuk menopang rangkaian komponen dari multiple fixture di atasnya.komponen ini di topang oleh kompone sebelumnya yaitu Center plate yang di hubungkan dengan poros. Hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain Topplate adalah: Gambar.11 V block klem sebagai komponen penunjang j. U block klem U block klem adalah komponen penunjang untuk menempatkan benda kerja berdimensi square pada bagian dinding kubus rongga berulir. Komponen ini digunakan ketika benda kerja akan diproses milling dengan variasi kemiringan sudut. Komponen ini dikaitkan dengan menggunakan baut sebagai pengikatnya. Gambar.9 Top Plate sebagai komponen penyanggah h. Fix Boddy Cube Fix Boddy Cube adalah kubus rongga berulir yang sebagai tempat untuk mengaitkan kemponen penunjang V block dan U block dengan dikaitkan menggunakan baut. Komponen ini merupakan komponen penunjang yang di gunakan ketika benda kerja ingin di proses milling dengan variasi sudut. klem Gambar.1 Komponen U block.5 Prinsip penempatan benda kerja Prinsip penempatan benda kerja adalah konsep geometris tentang gaya-gaya yang bekerja (berat, jepit, potong) yang terjadi selama proses permesinan.benda yang tidak ditumpu mempunyai 6 derajat kebebasan, yaitu: 3 derajat kebebasan linier ( searah sumbu X,Y,Z ) 3 derajat kebebasan rotasi ( berputar pada X,Y.Z ) Pada perancangan fixture prinsipnya adalah untuk menghilangkan derajat kebebasan benda kerja sehingga dapat dicekam dengan baik.

5 Sb y Sb z Sb x Gambar.13 Derajat kebebasan benda tak ditumpu [1].6 Prinsip pencekaman benda kerja Prinsip 3--1 Prinsip 3--1 menunjukkan persyaratan minimum untuk peletakan locating element. Locator dan clamp akan menahan benda kerja pada tempatnya, gaya yang bekerja sama dan menjamin stabilitasnya. Tiga button menahan benda kerja dibawah, dua menahan disamping dan dicekam pada sebrangnya. Gambar.14 Prinsip 3--1 [1] Prinsip 4--1 Pada prinsip 4--1 ditambahkan satu locator lagi didasarnya, sehingga posisi benda kerja akan lebih stabil. Locator dapat digunakan yang kasar(tanpa finishing) maupun yang sudah difinising. 3. Pemeriksaan kelurusan sumbu y benda kerja dengan menggunakan dial indicator. Pada saat penyetingan benda dengan memeriksa kelurusan posisi benda kerja sangat penting untuk memperhatikan kedataran permukaan benda kerja, karena akan sangat mempengaruhi hasil akhir bagian yang dikerjakan. Apabila permukaan benda kerja tidak diposisikan datar maka hasil akhir pemotongan akan tidak presisi sehingga produk tidak dapat digunakan. Prosedur unloading sangat sederhana hanya melepas benda kerja dari fixture atau langsung melepas fixture dari meja mesin. 3. Metodologi 3.1 Desain awal dan cara kerja multiple fixture Rancangan Multiple fixture berguna untuk mendapatkan gambaran awal yang dapat digunakan dalam mencang Multiple fixture untuk mesin milling. Dalam tahap ini akan dijelaskan tentang langkah langkah kerja alat pencekam Multiple fixture dan digambarkan diagram alir suatu urutan proses kerja alat pencekam Multiple fixture untuk mesin milling. Berikut adalah cara kerja maupun langkah langkah proses kerja dari alat pencekam Multiple fixture untuk mesin milling : Gambar.15 Prinsip 4--1 [1].7 Loading dan Unloading Proses pengerjaan benda kerja dengan menggunakan fixture sebagai alat bantu meliputi loading, machining dan unloading. Loading mencakup penempatan benda kerja pada posisi yang tepat dan penjepitan, unloading adalah pelepasan benda kerja dari fixture. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah benda kerja yang dipakai relatif kecil, pada proses permesinan milling membutuhkan kesejajaran pada setiap sisi sehingga hasil pengerjaan baik. Prosedur loading : 1. Pencekaman benda kerja pada fixture.. Pemeriksaan kelurusan sumbu x benda kerja dengan menggunakan dial indicator. Gambar 3.1 Desain alat pencekam Multiple fixture Cara kerja dari alat pencekam Multiple fixture yaitu : 1. Pemutaran ha ndle 1 untuk memutar screw clamp dan membuka v block.. Penempatkan benda kerja pada v block sentralized. 3. Pemeriksaan kelurusan sumbu x dan sumbu y benda kerja. 4. Pencekaman benda kerja pada fixture,dengan memutar kembali handle 1 untuk menggeser sliding v block pencekam sampai benda kerja tercekam dengan kuat. 5. Memutar H andle untuk mengatur kemiringan sudut pada gaya yang bekerja

6 6. Memutar H andle 3 untuk mengatur kemiringan sudut pada gaya yang bekerja 3. Flowchart Penelitian Berikut penjelasan tentang flowchart metodologi start perancangan alat pencekam multy fixture: Studi Literatur Dan Studi Lapangan Penetapan Tujuan Penelitian Perumusan Masalah Analisa Risiko patah pada Multiple fixture sehinga bisa didapatkan suatu konstruksi desain alalat pencekammultiple fixtureyang benar benar kuat dan aman dalam pengoperasiannya. Dalam menganalisa desain di gunakan bantuan softwareansys yang dimana proses pengoperasiannya di bagi menjadi dua tahap yaitu : 1. Membuat model gambar 3 dimensi untuk tiap komponen komponennya.pemodelan connectingrod yang menggunakan softwareansys yang terdapat di bagian menu PartDesign. Pada menu tersebut diawali dengan proses drawing, dengan membentuk dasar atas profil di mensi dari benda yang akan dirancang sesuai dengan dimensi atau ukuran yang sudah ditentukan.. Merakit komponen menjadi satu dari pembuatan Part Design.Setelah semua komponen dijadikan satu maka langkah berikutnya adalah menganalisa tegangan secara garis besar prosedur analisa tegangan dengan bantuan software ANSYS. Start Percobaan Variasi Sudut Masuk menu ANSYS Data-data analisa Perencanaan dan Evaluasi Safety factor? ya Desain Multiple fixture dan gambar teknik tida Melakukan proses equivalent stress Melakukan Melakukan analisa grafik selesai Gambar 3. Flowchart metodologi Perancangan Multiple fixture Apakah Multiple fixture mampu menahan beban Ya Dapat dilanjutkan Tidak 3.6 Analisa konstruksi dan gaya- gaya yang bekerja pada alat Multiple fixture. Pada tahap ini dilakukan pemilihan material untuk membuat rangka alat pencekam Multiple fixture. Tahap berikutnya menganalisa gaya gaya yang terjadi pada alat pencekam Multiple fixture, Selesai Gambar 3.3 Diagram alir percobaan berbagai variasi sudi

7 4. PERENCANAAN MULTIPLE FIXTURE 4.1 Perencanaan Komponen Base Plate Komponen Base plate ini di desain dengan menyesuaikan dimensi meja kerja pada mesin milling sebagaimana alat ini digunakan untuk mendukung proses permesinan milling. berikut dimensi ukuran dan spesifikasinya : Top Plate Gambar 4.5 Komponen Top Plate Dinding Berulir Gambar 4.1 Komponen Base Plat 4.1. Poros bawah Center Plate Gambar 4. Komponen Poros Gambar 4.6 Komponen Dinding Berulir Gambar 4.3 Komponen Center Plate Untuk memenuhi kebutuhan produksi yang sesuai dengan cara kerja Multiple fixture yang telah direncanakan, maka dibuat desain Mulitple fixture yang dapat disesuaikan dari tempat dimana Multiple fixture ini akan dipasang. Berikut ini adalah gambar rancangan Multiple fixture dengan menggunakan Ansys Poros atas Gambar 4.4 Komponen Poros

8 Dari tabel perbandingan yang terlampir pada lampiran dipilih material gray cast iron ASTM A48 sebagai bahan utama Multiple fixture. Berikut ini adalah uraian mengenai sifat fisis dari material jenis gray cast iron ASTM A48[8]: - Kekuatan ultimate tarik : 53 ksi - Kekuatan luluh : 35 ksi - Modulus elastisitas : psi - Endurance limit : 31 ksi Gambar 4.7 rancangan dari Multiple fixture Tabel 4.1. Bagian bagian pada Multiple fixture No 1 Base Plate Center Plate 3 Stabilizer 4 Poros atas 5 Top Plate Nama Bagian 6 Dinding kubus Berulir 7 Top Fixture 8 Handle 9 Poros bawah 4. Pemilihan Material Kriteria yang digunakan dalam pemilihan material untuk rangka adalah sebagai berikut: - Ketersediaan bahan material di pasaran. Sehingga material yang dipilih sedapat mungkin mudah didapat dipasaran lokal tanpa harus membeli dari luar negeri. - Material yang dipilih harus kuat untuk menahan beban padapengoperasiannya. Besar beban dan kondisi lingkungan harus diperhatikan sehingga Multiple fixture dapat bekerja dengan baik dan tidak cepat rusak. - Material harus mudah dimachining karena materialnya membutuhkan proses permesinan yang bertujuan untuk mendapatkan bentuk yang sesuai dengan desainnya. 4.3 Faktor Keamanan Penentuan besar keamanan disesuaikan dari beberapa pertimbangan antara lain material, proses pembuatan, tipe pembebanan, kondisi kerja dan bentuk komponen. Berikut merupakan faktor faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan faktor keamanan, yaitu : - Ketahanan sifat material selama proses pembebanan. - Kehandalan pada saat menerima pembebanan. - Tingkat pembebanan. - Tingkat kurangnya umur komponen pada saat terjadi kegagalan. - Kerugian material pada saat terjadi kegagalan. Penentuan faktor keamanan harus dicermati karena tingginya faktor keamanan akan menyebabkan besarnya dimensi komponen yang dapat menyebabkan besarnya resiko yang tidak diinginkan. 5. ANALISA KOMPONEN MULTIPLE FIXTURE 5.1 Analisa Perhitungan manual Gaya cekam fixture pada benda kerja Gaya cekam yang diberikan fixture pada benda kerja, baik benda kerja round maupun square dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 5.1 Diagram gaya cekam fixture pada benda kerja Diketahui : W = berat benda kerja Fp = gaya gesek benda kerja terhadap pencekam Fa = gaya gesek benda kerja terhadap bagian v block ( benda kerja silindris) atau terhadap batang persegi (benda kerja persegi) P = gaya cekam

9 N = gaya normal m = massa benda = 5 kg µs = koefisien gesek = 0, [3]. Untuk mencekam benda kerja pada tempatnya, maka gaya gesek antara benda kerja dengan pencekam harus lebih besar dari gaya berat benda kerja tersebut, sehingga benda kerja dapat berada pada posisi yang stabil saat dikenai kerja. Untuk benda kerja berbentuk square gaya cekam yang dibutuhkan yaitu : Maka ΣF x = 0 P - N = 0 ; P = N ΣF y = 0 W Fp Fa = 0 W = Fp + Fa...[8] Fp =.µs.p (ada bidang kontak) Fa =.µs.p (ada bidang kontak) W =.µs.p +.µs. P = 4.µs.P P = τ s = tegangan geser = 0,5 x 515 = 57,5 N/mm N = safety factor = P = gaya reaksi pada baut pencekam=81,75 N m² L = panjang bidang geser Gambar 5. Dimensi pada baut pencekam Tegangan Normal pada baut cekam π 4 d A = A 8 = = π 4 P A N 81,75 50,4 σ p ,4mm...[8] 1,6 57,5 N m² Jadi gaya cekam minimal untuk dapat mencekam benda kerja dengan kestabilan yang tinggi pada benda kerja berdimensisquare adalah sebesar 61,31 N m² Untuk benda kerja berbentuk silindris gaya cekam yang dibutuhkan untuk mampu mencekam yaitu : W = Fp + Fa...[8] Fp =.µs.p (ada bidang kontak) Fa = µs.p (ada 1 bidang kontak) W =.µs.p + µs.p = 3.µs.P Maka = = 61,31 N m² P = = = 81,75 N m² Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa sebuah pencekam untuk dapat mencekam benda kerja berbentuk silindris dalam kondisi yang stabil saat menerima beban adalah sebesar 81,75 N m² Kekuatan baut pencekam Baut pencekam dipilih menggunakan M8 dengan bahan SS 304 yaitu baut dengan diameter luar 8 mm dan satuan metrik (60 ) pada dratnya. σ p = tegangan tarik yang diizinkan = 515 N/mm [3] Dari perhitungan manual yang dilakukan, sebuah komponen dapat dikatakan aman apabila tegangan normal yang terjadi pada baut adalah tegangan normal yang diizinkan oleh material properties (kekuatan material), karena tegangan normal yang terjadi pada baut l ebih kecil dari tegangan normal yang diizinkan maka dapat dipastikan aman. P = gaya reaksi pada baut pencekam benda kerja A = luas bidang proyeksi N = angka keamanan / safety factor σ p = tegangan tarik yang diizinkan 5.1..Tegangan geser pada baut cekam A = keliling lingkaran x panjang = πd x L = (3,14 x 8 mm) x 30 mm = 753,6 mm P A τ N...[8] 81,75 57,5 753,6 0,108 18,75 N m² Dari perhitungan manual yang telah dilakukan diatas terlihat bahwa tegangan geser

10 yang bekerja pada baut pencekam lebih kecil dari tegangan geser yang diizinkan, maka dapat dipastikan bahwa baut dapat mencekam benda kerja pada posisinya dengan stabil dan aman. P = gaya reaksi pada baut pencekam benda kerja A = luas bidang geser N = angka keamanan / safety factor τ = tegangan geser yang diizinkan Analisa komponen akibat gaya proses permesinan Komponen Top Plate Berikut adalah perhitungan yang dilakukan akibat gaya dari cutting untuk membuat profil pada benda kerjayang di cekam oleh komponen fixtur yang ditopangnya. Dengan variasi kemiringan sudut 30 0 cos c 0 0 F Gambar 5.4 Gaya yang terjadi pada top plate Tegangan Normal σ = F A. [8] Deiketahui [6]: Hp = 0,5 S = 90 ft min HP Fc = 90 0, = 90 = 183,3 N Gambar 5.3 Gaya permesinan Massa komponen : m1 (Top plate) = kg [dari Ansys properties] m (konstruksi diatasnya) = 8 kg [dari Ansys properties] m3 (massa benda kerja) = 5 kg [dari Ansys properties] Dimensi ukuran plate : P = 40,63 mm L = 190 mm g = gravitasi = 9,81 m s (untuk standar satuan si) Fc = Cutting force 9 = F. sin 300 +W sin 30 0 P.L = F. sin 300 +m.g.sin 30 0 P.L = (15 x 9,81).1 0,46 x 0,19 = 563,5 N 0,046 m² = 150 N = 0,01 MPa m² - σ = tegangan normal - F = gaya tekan yang bekerja - A = luas bidang proyeksi Tegangan Geser τ = F A....[8] = Fc +(F Cos 30 ) +(W Cos 30 0 )² P.L

11 P (183,3 N ) +(848,7N) +(17,4)² = 0,046 m² =19077,7 N = 0,019 MPa m² Pada posisi kemiringan 30 o F F - τ = tegangan geser - F = gaya tekan yang bekerja - A = luas bidang proyeksi Dengan menggunakan rumusan dan perhitungan yang sama untuk variasi kemiringan sudut lainnya didapatkan nilai-nilai dalam tabel sebagi berikut: Tabel 5.1. Pengaruh variasi sudut terhadap gayagaya yang bekerja pada top plate Sudut ,01 0,017 0,01 0,04 σ (MPa) KomponenCenter plate τ (MPa) 0,019 0,015 0,011 0,08 Analisa manual yang di lakukan pada komponen center plate berikut ini dilakukan dengan variasi kemiringan sudut yang terjadi pada center plate ini, Pada center plate ini ketika proses permesinan berlangsung tidak terpengaruh gaya cutting force melainkan hanya gaya tekan. Karena yang diterima adalah gaya yang terrdistribusikan.berikut gambar dan perhitungannya : Diketahui : Massa komponen : m1(center plate) = kg [dari Ansys properties] m (konstruksi diatasnya) = 10 kg [dari Ansys properties] m3 (massa benda kerja) =5 kg [dari Ansys properties] Dimensi ukuran plate : P = 50 mm L = 190 mm g = gravitasi = 9,81 m s (untuk standar satuan si) Gaya tekan akibat (F) dan (W) tegak lurus bidang ( center Plate) F vertikal = 0 = F Sin W.Sin 30 0 = F Sin m. g. Sin 30 0 = 980. Sin (17 ).(9,81). Sin 30 0 = ( ,385) = 573,38 N - m = massa - F v = total gaya vertikal - W = berat alat (m. g) - g = gravitasi Gaya geser akibat (F) dan (W) searah bidang (center Plate) F horizontall = 0 = F Cos W Cos 30 0 = F Cos m. g Cos 30 0 = 980. Cos (17 ).(9,81). Cos 30 o = (848, ,4) = 99,5 N - m = massa - F h = total gaya horizontal - W = berat alat (m. g) - g = gravitasi 0 W Besar tegangan normal akibat gaya tekan dan berat benda yang tegak lurus terhadap plat. σ = F vertikal.. [8] A 573,38 N. = 0,5. 0,19 m² Gaya tekan akibat (F) dan (w) terhadap bidang

12 P = 1031, N = 0,00103 MPa m² - σ = tegangan normal - F v = gaya Vertikal - A = luas bidang proyeksi Gambar 5.5 arah gaya yang terjadi Besar tegangan normal akibat tekan dan berat benda yang tegak lurus terhadap plat. τ = F horizontal....[8] A 99,5 N = 0,5. 0,19 m² = 55,68 N = 0,00 MPa m² - τ = tegangan normal - F v = gaya Vertikal - A = luas bidang geser. Dengan menggunakan rumusan yang sama untuk proses permesinan yang ber langsung dengan variasi kemiringan sudut lainnya pada kompenen center plate ini didapatkan nilai-nilai dalam tabel sebagi berikut : MB = I α = 0 R A. ( a + b) F. b = 0 R A. ( a + b) = F. b R A. = F. b (a + b) MA= I α = 0 R B. ( a + b) F. b = 0 R B. ( a + b) = F. b F R B. = (a+b) Karena a = b Sehingga : R A = F. b a + b = F. a a + a = F R B = F. a a + b = F. a a + a = F Tabel 5.. Pengaruh variasi sudut terhadap gayagaya yang bekerja pada center plate Sudut σ (MPa) τ (MPa) ,001 0,017 0,0009 0,001 0,00 0,017 0,0005 0, Komponen Base Plate Pada kpmponen ini bagian yang dianalisa adalah tumpuan poros, karena pada bagian ini merupakan komponen kritis.untuk menganalisa tegangan yang terjadi dengan asumsi proses bor dari arah posisi tegak lurus atas dengan beban gaya yang bekerja sebesar 980 N d apat dilakukan analisa dengan menggunakan perhitungan manual sebagai berikut : MD= I α = 0 R C. (c + d) F. d = 0 R C. (c + d) = F. d F. d R C = (c + d) MC= I α = 0 - R D. (c + d) F. c = 0 R D. (c + d) = F. c F. c R D = (c + d) Karena c = d Sehingga : R C = F d = F. c = F c + d c + c R D = F. c c + d = F. c c + c = F

13 Ʈ = F A...[8] Ʈ = F 1 4 πd². Ʈ = F A = 980 N x (0,01x0,01) x 3,14/4 = 980 N 157 m² = 6,4038 MPa Gambar 5.6 Komponen tumpuan Base Plate dengan arah gaya yang terjadi σ = F A...[8] σ = F D. L Karena tumpuan poros ada maka gaya yang bekerja dibagi menjadi : F σ = = F D.L D.L σ = F A = 980 X (0,005X0,01) 980 N = 100x10 6 m² = 9,8 MPa Karena jumlah tumpuan ada maka gaya yang bekerja dibagi menjadi σ = Tegangan normal yang terjadi F = Gaya yang bekerja = 980 N ( dari besar gaya permesinan yang bekerja) A = Luas bidang geser poros D = Diameter lingkaran (10 mm) L = Tebal plat (5 mm) Ʈ = Tegangan geser yang terjadi F = Gaya yang bekerja A = Bidang geser poros Dapat diketahui dari hasil analisa tegangan perhitungan manual yang telah dilakukan diatas didapat Shear stress yang terjadi pada bidang geserporo adalah 6,4038 MPa 5. Analisa menggunakan Software 5..1 Komponen Base Plate Setelah dilakukan pemodelan 3D, selanjutnya dengan melakukan analisa yang dibutuhkan maka dapat dipelajari perilaku sistem terhadap pembebanan yang diberikan dan melakukan optimasi desain terhadap desain yang sudah ada. Setelah model selesai pembuatannya kemudian di analisa oleh ANSYS, yang dimana dalam analisa tersebut model diberi gaya sebesar proses permesinan sebesar 980 N serta asumsi no sparasi pada kontak surfacenya. Hasil dari analisa pemodelan dengan memberi gaya proses yang bekerja sebesar 980 N. Maka didapatkan hasil komputasi analisa Normal Stress yang terjadi pada alat dengan bantuan software ANSYS adalah sebagai berikut: Dapat diketahui dari hasil analisa perhitungan manual yang telah dilakukan diatas didapat Normal stress yang terjadi pada Base plate adalah sebesar 9,8 MPa Komponen poros bawah F Gambar 5.7 Komponen Poros Bawahdengan arah gaya yang terjadi Gambar 5.8 Analisa Normal Stresspada Base plate

14 Dari gambar tersebut dapat di ketahui bahwa gaya tekan yang terjadi sebesar 10,743MPa yang di tampilkan dengan indikator warna biru dan gaya tarik yang terjadi adalah sebesar 6,5047 MPa yang ditampilkan dengan indikator warna merah. Hasil kedua yang didapat darikomputasi analisa Shear Stress yang terjadi pada alat dengan bantuan software ANSYS adalah sebagai berikut yang ditunjukkan oleh gambar 5.9: Gambar 5.10 Analisa Equivalent Stresspada Base plate Gambar 5.9 Base plate Analisa Equivalent Stresspada Dari hasil perhitungan secara komputasi dengan memberi gaya proses permesinan yang bekerja sebesar 980 N pada bagian top Top fixture maka didapatkan tegangan maksimum yang bekerja pada rangka tersebut yaitu 0,30745Mpa yang terletak pada bagian tumpuan poros, sedangkan tegangan minimum yang bekerja pada rangka yaitu 0,8003 MPa terletak pada bagian Baseplate. Hasil ketiga yang didapat darikomputasi analisa Equivalent Stress yang terjadi pada alat dengan memberikan pembebanan sebesar 980 N maka didapatlah tegangan yang terjadi pada Base plate adalah sebagai berikut yang ditunjukkan oleh gambar Dari gambar tersebut dapat di ketahui bahwa gaya tekan yang terjadi sebesar 1,9848Mpa-13 MPa yang di tampilkan dengan indikator warna biru dan gaya tarik yang terjadi adalah sebesar 9,7653 MPa yang ditampilkan dengan indikator warna merah. 5.. Komponen Poros bawah Setelah dilakukan pemodelan 3D pada poros bawah, selanjutnyadengan melakukan analisa yang dibutuhkan maka dapat dipelajari perilaku sistem terhadap pembebanan yang diberikan dan melakukan optimasi desain terhadap desain yang sudah ada. Setelah model selesai pembuatannya kemudian di analisa oleh ANSYS, yang dimana dalam analisa tersebut model diberi gaya sebesar proses permesinan sebesar 980 N serta asumsi no sparasi pada kontak surfacenya. Hasil pertamadari hasil analisa pemodelan didapatkan hasil komputasi analisa Shear Stress yang terjadi dengan gaya pembebanan 980 N pada bagian Top fixture adalah sebagai berikut yang ditunjukkan oleh gambar 5.11: Gambar 5.11 Analisa Shear Stresspada Poros bawah Dari gambar tersebut dapat di ketahui bahwa tegangan geser maksimum yang terjadi sebesar 6,896 MPa dan tegangan geser minimum yang terjadi adalah - 6,0195 MPa yang di tampilkan dengan indikator warna biru.

15 Hasil kedua yang didapat darikomputasi analisa Normal Stress yang terjadi dengan gaya pembebanan 980 N pada bagian Top fixturedengan bantuan software ANSYS adalah sebagai berikut yang ditunjukkan oleh gambar 5.1 : Gambar 5.13 Analisa Equivalent Sresspada Poros bawah Dari hasil analisa simulasi ansys pada komponen komponen lain multiple fixture dengan pembebanan gaya dari proses permesinan F = 980 N dan Fc = 183,3 N dan massa benda kerja adalah 5 kg maka dapat di tabelkan sebagai berikut : Hasil akibat proses permesinan cutting Tabel 5.3. Hasil simulasi. Gambar 5.1 Analisa Normal Sress pada Poros bawah Dari hasil perhitungan secara komputasi dengan memberi gaya maksimum sebesar 980 N pada bagian top fixture,maka didapatkan tegangan maksimum yang bekerja pada poros tersebut yaitu 1,849MPayang terletak pada bagian ujung dari poros yang berada dalam tumpuan, sedangkan tegangan minimum yang bekerja pada poros yaitu 1,76MPa terletak pada bagian tumpuanporos. Hasil ketiga yang didapat darikomputasi analisa Equivalent Stress yang terjadi pada porosdengan pembebanan 980 N pada bagian Top fixture adalah sebagai berikut yang ditunjukkan oleh gambar 5.13 Dari gambar tersebut dapat di ketahui bahwa gaya tarik yang terjadi sebesar 16,834 MPa yang di tampilkan dengan indikator warna merah dan gaya tekan yang terjadi adalah sebesar 0,0334 MPa yang ditampilkan dengan indikator warna biru. Kompo nen Base plate Center plate Top plate Stabiliz er Poros bawah Poros atas Tegangan (MPa) Normal Shear Equivalent ,5 9 61, 79 11, 69 5, 68 65, 38 5, 13 1, 68 96, 40 16, 33, 59 34, 19 17, 54 0,5 13, 19 9,9 6 17, 5 1, 78 6, 0,4 5 13, 04 9,9 8 9, 8 16, 4 6,4 7 13, 68 69, 53, 07 67, 00 93, 60 16, 07 9,6 0,0 7,3 8 0,3 4 0,0 09 0,0 09 Safe ty fact or (M Pa) 17, 6 3,4 6 10, 9 3,5 9,5 7 14, 9

16 Kompon en Hasil akibat proses permesinan borring Tabel 5.4. Hasil simulasi. Tegangan (MPa) Normal Shear Equivalent EVALUASI HASIL ANALISA MULTIPLE FIXTURE 6.1 Evaluasi Hasil Analisa Komponen Gaya Cekam Pada Benda Kerja Safet Untuk mampu mencekam benda kerja y pada tempatnya, maka gaya gesek antara benda kerja dengan pencekam harus lebih besar dari facto gaya berat benda kerja tersebut berikut hasil r yang didapatkan dari perhitungan : Base plate Center plate Top plate 6,50 63,4 11,68 5,68 10,74 71,56 16,33,59 0,307 1,0 9,95 17,5 0,8 18,98 9,88 9,8 9,76 98,97,05 67,00 1,9 0,0 7,76 0,34 (MPa ) 17,6,43 10,9 Gambar 6.1 Daigram gaya cekam fixture pada 3,59 benda kerja Stabilizer Poros bawah 39,07 5,8 38,80 19,00 0,96 6,4 18,30 6,55 51,18 17,8 0,07 0,001 4,07 Untuk mampu mencekam Benda kerja Square gaya cekam yang dibutuhkan yaitu: 13,53 P = = = 61,31 N m² Poros atas Kompo nen Hasil ketika benda kerja di klem pada dinding kubus berulir Tabel 5.5. Hasil simulasi. Tegangan (MPa) Normal Shear Equivalent Safe ty Untuk pencekaman benda kerja Square Fa (gaya gesek benda kerja terhadap bagian vee block) adalah bidang kontak yang terjadi. dari hasil perhitungan gaya cekam minimal yang di butuhkan untuk mampu mencekam benda kerja square adalah 61,31 N m² Sedangkan untuk mampu mencekam Benda kerja Silindris gaya cekam yang dibutuhkan yaitu: facto r P = = = 81,75 N m² Base plate Center plate Top plate Stabilize r Poros bawah Poros atas 7,67 35,4 7 11,6 9 5,6 8 5,3 1 15,1 6 1,6 7 55, 8 16,3 3,5 9 5,1 5 15,0 5 0,36 8,66 9,96 17,5 1 13,5 8 8,13 0,33 9,74 9,98 9,8 11,8 6 7,10 11,5 57,6 0,5 8 67,0 0 33,1 6 19,8 6 9,6 0,00 5 7,76 0,34 0,04 0,0 Untuk pencekaman benda kerja Silindris (MP a) Fa ( gaya gesek benda kerja terhadap bagian v 17,6 block) adalah 1 bidang kontak yang terjadi. maka dari hasil perhitungan gaya cekam 4,18 minimal yang di butuhkan untuk mampu mencekam benda kerja square adalah 81,75 N m² 10, Kekuatan baut pencekam 3,59 Dari hasil analisa yang te lah dilakukan 7,6 pada bab sebelumnya didapat hasil perhitungan sebagai berikut : 14,9 P σ p...[8] A N 81,75 57,5 753,6 0,108 18,75 N m²

17 P =gaya reaksi pada baut pencekam benda kerja A =tegangan geser N = Angka keamanan / safety factor σ p = tegangan tarik yang diizinkan Dalam perhitungan yang telah dilakukan di atas ad alah membandingkan hasil dari perhitungan yang telah di dapat untuk dibandingkan dengan kekuatan material yang diijinkan dan untuk mengetahui apakah baut pencekam itu mampu menahan gaya yang terjadi, dan dari hasil perhitungan yang telah didapat bahwa gaya yang bekerja pada baut pencekam adalah sebesar 1,6 N sedangkan kekuatan material yang di ijinkan adalah sebesar 57,5 N. Dengan demikian komponen baut yang direncanakan ini dapat di pastikan aman untuk digunakan sebagai komponen penunjang Multiple fixture ini Komponen Top plate Perhitungan yang telah dilakukan pada komponen Top Plate ini di lakukan dengan pembebanan benda kerja sebesar 5 kg dan gaya permesinan yang terjadi adalah sebesar 980 N dan analisa dengan variasi kemiringan sudut yaitu 30 o, 45 o, 60 o, 90 o. dilakukannya variasi kemiringan sudut tersebut karena ke 4 sudut tersebut dianggap mampu mewakili kemampuan kemiringan sudut dari alat Multiple fixture ini pada saat digunakan untuk proses. Dari perhitungan tersebut didapatkan nilai nilai dalam tabel sebagai berikut : Tabel 6.1. Pengaruh variasi sudut terhadap gaya-gaya yang bekerja pada top plate Sudut σ (MPa) 0,01 0,017 0,01 0,04 τ (MPa) 0,019 0,015 0,011 0,08 Dari perhitungan tengangan dengan variasi sudut kemiringan yang telah dilakukan dapat di ketahui bahwa tegangan normal yang terjadi paling kecil diantara variasi sudut yang telah dilakukan adalah pada variasi kemiringan sudut 30 o dengan nilaiσ =0,01 MPa sedangkan untuk tegangan normal maksimum terjadi pada variasi kemiringan sudut 90 o sebesar σ = 0,04 MPa.hal ini disebabkan karena nilai sudut Sin mempengaruhi besar tegangan normal yang terjadi, semakin besar nilai Sin maka semakin besar tegangan normal yang terjadi. Sedangkan untuk tegangan geser yang terjadi adalah tegangan geser ter kecil terjadi pada kemiringan sudut 60 0 dengan nilai τ = 0,011 MPa dan tegangan geser terbesar terjadi pada kemiringan sudut 90 0 dengan nilai τ = 0,08 MPa Komponen Center plate Perhitungan yang telah dilakukan pada komponen Center Plate ini di lakukan analisa dengan pembebanan benda kerja seberat 5kg dan dengan variasi kemiringan sudut 30 o, 45 o, 60 o, dilakukannya variasi kemiringan sudut tersebut karena ke 4 s udut tersebut dianggap mampu mewakili kemampuan kemiringan sudut dari alat Multiple fixture ini pada saat digunakan untuk proses. Dari perhitungan tersebut didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 6.. Pengaruh variasi sudut terhadap gaya-gaya yang bekerja pada center plate Sudut σ (MPa) 0,001 0,017 0,0009 0,001 τ (MPa) 0,00 0,017 0,0005 0,001 Dari percobaan proses dengan variasi sudut kemiringan yang telah dilakukan dalam perhitungan ini dapat di ketahui bahwa tegangan normal yang terjadi paling kecil diantara variasi sudut yang telah dilakukan adalah pada variasi kemiringan sudut 60 o dengan nilai σ = 0,0009 MPa. sedangkan untuk tegangan normal maksimum terjadi pada variasi kemiringan sudut 45 o yaitu sebesar σ = 0,017 MPa. Sedangkan pada tegangan geser yang terjadi adalah tegangan geser terkecil terjadi ketika kemiringan sudut 60 0 dengan nilai τ = 0,0005 MPa dan tegangan geser tertinggi terjadi ketika kemiringan sudut 45 0 dengan nilai τ = 0,017 MPa. 6. Evaluasi hasil analisa komponen secara manual dan dengan menggunakan soft ware Hasil analisa dengan menggunakan bantuan software simulasi ANSYS d an perhitungan manual dengan pembebanan dari proses boring dengan gaya sebesar 980 N yang bekerja tegak lurus pada bagian atas fixture yang kemudian gaya itu di transmusikan untuk di pusatkan pada bagian penumpu poros guna mengetahui berapa normal stress, equivalent stress yang terjadi baik itu minimum ataupun maksimumnya. Dari simulasi s oftware dan

18 perhitungan manual itu maka di dapatkan hasil tegangan yang terjadi adalah sebagai berikut : 6..1 Base Plate Normal Stress Dilakukan analisa Equivalent Stress ini adalah untuk mengetahui apakah komponen ini aman ataukah tidak, Dari tabel 6.3. hasil simulasi diatas dapat di ketahui bahwa Equivalent Stress maksimum yang terjadi adalah sebesar 9,7653 MPa sedangkan kekuatan luluh material yang diijinkan dari material properties adalah sebesar 35 ksi = 41 MPa sehingga dapat diperoleh nilai safety factor sebesar 4,67 MPa. Dengan demikian dapat diketahui bahwa desain Base Plate tersebut aman digunakan pada berbagai keadaan. 6.. Poros bawah Gambar 6. Normal Stresspada Base plate Tabel 6.3 Perbandingan Normal Stress erhitungan Manual Software ANSYS Tegangan Minimum 9,8 MPa Tegangan Miniimum 10,743MPa Dari tabel perbandingan diatas dapat diketahui hasil tegangan yang terjadi dengan perhitungan manual dan hasil dari simulasi pengujian dengan softwareansys, tampak terdapat perbedaan nilai yang didapat antara keduanya. Hal ini di sebabkan terjadi perbedaan metode perhitungan. yaitu pada perhitungan manual menggunakan luas bidang proyeksi sedangkan dalam perhitungan software Ansys menggunakan metode finite element atau elemen hingga. Hasil analisa dengan menggunakan bantuan software simulasi ANSYS d an perhitungan manual dengan pembebanan sebesar 980 N yang bekerja pada bagian atas fixture yaitu proses boring, kemudian gaya itu di transmisikan untuk di pusatkan pada bagian poros bawah guna mengetahui berapa shear stress dan equivalent stress yang terjadi baik itu minimum atupun maksimumnya. Dari simulasi itu di dapatkan hasil tegangan yang terjadi adalah sebagai berikut : Equivalent Stress Gambar 6.4 Shear Stresspada Poros bawah Tabel 6.4 Perbandingan Shear Stress Perhitungan Software ANSYS Manual Tegangan 6,4038 Tegangan 6,896 Maksimum MPa Maksimum MPa Gambar 6.3 Equivalent Stresspada Base plate - Tabel 6.3 Hasil simulasi Tegangan Tegangan yang ijin terjadi 9,7653 MPa Safety factor 41 MPa 4,67 MPa Dari tabel perbandingan diatas dapat diketahui hasil tegangan yang terjadi dengan perhitungan manual dan hasil dari simulasi pengujian menggunakan softwareansys dan perhitungan manual, tampak terdapat perbedaan nilai yang didapat antara keduanya. Hal ini di sebabkan terjadi perbedaan metode dalam perhitungan. yaitu pada perhitungan manual menggunakan luas bidang proyeksi sedangkan dalam perhitungan software Ansys

19 menggunakan metode finite element atau elemen hingga. Gambar 6.5 Equivalent Stresspada Base plate - Tabel 6.4 Hasil simulasi Tegangan Tegangan yang ijin terjadi 16,834 MPa Safety factor 41 MPa MPa Dari tabel 6.4 hasil simulasi diatas dapat di ketahui bahwa Equivalent StressMaksimum yang terjadi adalah sebesar 16,834 MPa dan kekuatan luluh material yang diijinkan dari material properties adalah sebesar 35 ksi = 41 MPa. Sehingga didapatkan nilai safety factor sebesar 14,31 MPa, dengan demikian dapat diketahui bahwa desain poros tersebut aman digunakan pada berbagai keadaan. 7. Kesimpulan Dari hasil analisa dan evaluasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hasil yang sudah didapat sebagaimana berikut : Gaya cekam minimal untuk dapat mencekam benda kerja berdimensi : - Square adalah sebesar 61,31 N. m² - Silindris adalah adalah sebesar 81,75 N m² Dari analisa variasi sudut yang dilakukan pada komponen Top Plate tegangan normal (σ) terendah terjadi ketika alat bekerja pada proses permesinan dengan kemiringan sudut 30 o σ = 0,01 Mpa dan tegangan normal tertinggi terjadi pada sudut 90 o σ =0,04 MPa. Sedangakan untuk tegangan geser (τ) nilai terendah terjadi pada kemiringan sudut 60 0 τ = 0,011 MPa nilai tertinggi terjadi pada kemiringan sudut 90 0 τ = 0,08 MPa. Dari analisa variasi sudut yang dilakukan pada komponen Center Plate tegangan normal (σ) terendah terjadi ketika alat bekerja pada proses permesinan dengan kemiringan sudut 60 o dengan nilai σ = 0,0009 MPa. sedang tegangan normal tertinggi terjadi pada sudut yaitu 45 o dengan nilai σ = 0,017 MPa. Sedangakan untuk tegangan geser (τ) nilai terendah terjadi pada kemiringan sudut 60 0 τ = 0,017 MPa nilai tertinggi terjadi pada kemiringan sudut 90 0 τ = 0,0005 MPa. Evaluasi hasil analisa komponen secara manual dan dengan menggunakan software menunjukkan hasil sebagai berikut : Base Plate - Perbandingan Normal Stress hitungan Manual Tegangan 9,8 Minimum MPa - Hasil simulasi Tegangan yang terjadi 9,7653 MPa Tegangan ijin Poros Bawah - Perbandingan Shear Stress Perhitungan Manual Tegangan Maksimum Software ANSYS Tegangan 10,743MPa Miniimum Safety factor 41 MPa 4,67 MPa 6,4038 MPa - Hasil simulasi Tegangan Tegangan yang ijin terjadi Software ANSYS Tegangan Maksimum Safety factor 16,834 MPa 41 MPa MPa UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Kedua orang tua saya.. Bapak Ir. Sampurno, MT. selaku dosen pembimbing Tugas Akhir Saya. 3. Seluruh staf pengajar dan administrasi jurusans1 Teknik mesin FTI-ITS. 4. Rekan-rekan mahasiswa S1 Teknik mesin 5. Semua pihak yang telah membantu kami dalam penulisan buku ini. 6,896 MPa

20 DAFTAR PUSTAKA [1] : Agung, Mario Perancangan Fixture untuk Mesin EDM Wire Cutting. Surabaya: Institute Technologi Sepuluh Nopember Surabaya. [] : Tohari, M. Khamim Perancangan Press Tool dan Fixture Komponen Bearing Case. Gresik: PT Agrindo Gresik. [3] : Alamsyah, Deny Simulation Design of CNC Milling Machining Process for Emco VMC 00 Machine. Surabaya: Institute Technologi Sepuluh Nopember Surabaya. [4] : Kiswanto, Gandjar Optimasi Proses Permesinan Milling 3-axis, <URL: com.htm>. Surabaya Agustus 011 [5] : Negara, Imade Ananta Kesuma Perancangan Jig & Fixture Fork Side Clutch pada Traktor Tangan Tipe yst. Surabaya: Institute Technologi Sepuluh Nopember Surabaya. [6] : Pollack, Herman. W Tool design. London : John Murrary. [7] : Hofman, Edward. G Jig & Fixture Design. New York: Litton Educational Publishin Inc. [8] : Deutschman, Aaron. D Machine Design. New York: Macmillan Publishing Co,Inc. BIOGRAFI PENULIS Nama : Richy Dwi Very Sandy TTL : Tuban, 6 September 1987 Jenis Kelamin :Laki-laki Agama : Islam Alamat Rumah : RT 1/ Dsn Karangdowo, Ds Leran Wetan,Palang, Tuban Telp / HP : Richy_dvs@yahoo.com Hobi : Tour & Traveling RIWAYAT PENDIDIKAN TK Dharmawanita Karngagung SDN Karangagung 1 SLTP N 1 Palang SMU N 3 Tuban S1 T. Mesin - FTI - Istitue Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

ANALISA KONSTRUKSI DAN PERECANAAN MULTIPLE FIXTURE

ANALISA KONSTRUKSI DAN PERECANAAN MULTIPLE FIXTURE ANALISA KONSTRUKSI DAN PERECANAAN MULTIPLE FIXTURE Richy Dwi Very Sandy 2106.100.085 Dosen Pembimbing: Ir. Sampurno, MT Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan mesin peniris minyak pada kacang seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa

Lebih terperinci

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO

PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN kn LOGO www.designfreebies.org PERANCANGAN TEKNIS BAUT BATUAN BERDIAMETER 39 mm DENGAN KEKUATAN PENOPANGAN 130-150 kn Latar Belakang Kestabilan batuan Tolok ukur keselamatan kerja di pertambangan bawah tanah Perencanaan

Lebih terperinci

SIMULASI TEGANGAN DAN PERUBAHAN BENTUK PADA ALAT BANTU PENCEKAM (CLAMP) MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

SIMULASI TEGANGAN DAN PERUBAHAN BENTUK PADA ALAT BANTU PENCEKAM (CLAMP) MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA SIMULASI TEGANGAN DAN PERUBAHAN BENTUK PADA ALAT BANTU PENCEKAM (CLAMP) MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Jeri*, Budi Baharudin*, Hanifah Widiastuti # Batam Polytechnics Mechanical Engineering study Program,

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flowchart Perencanaan Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Proses Perancangan mesin pemotong umbi seperti yang terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai mm Studi Literatur

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema Dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin pemotong krupuk rambak kulit ini adalah sumber tenaga motor listrik ditransmisikan kepulley 2 dan memutar pulley 3 dengan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Perencanaan Rangka Mesin Peniris Minyak Proses pembuatan mesin peniris minyak dilakukan mulai dari proses perancangan hingga finishing. Mesin peniris minyak dirancang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Produksi Jurusan Teknik Mesin

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Produksi Jurusan Teknik Mesin III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Produksi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung pada bulan September 2012 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN BAB III PERANCANGAN DAN PERHITUNGAN 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Proses perancangan konstruksi mesin pengupas serabut kelapa ini terlihat pada Gambar 3.1. Mulai Survei alat yang sudah ada dipasaran

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Mesin CNC turning

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Mesin CNC turning 45 BAB II DASAR TEORI 2.1 Mesin CNC Mesin CNC adalah mesin perkakas otomatis yang dapat diprogram secara numerik melalui komputer yang kemudian disimpan pada media penyimpanan. Mesin CNC terdiri dari beberapa

Lebih terperinci

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis

Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis Bab 4 Perancangan Perangkat Gerak Otomatis 4. 1 Perancangan Mekanisme Sistem Penggerak Arah Deklinasi Komponen penggerak yang dipilih yaitu ball, karena dapat mengkonversi gerakan putaran (rotasi) yang

Lebih terperinci

Perancangan Sistem Transmisi Untuk Penerapan Energi Laut

Perancangan Sistem Transmisi Untuk Penerapan Energi Laut Perancangan Sistem Transmisi Untuk Penerapan Energi Laut Zeno (1) dan Irfan Syarif Arief, ST.MT (2) (1) Mahasiswa Teknik Sistem Perkapalan ITS, (2),(3) Staff Pengajar Teknik Sistem Perkapalan ITS, Fakultas

Lebih terperinci

Presentasi Tugas Akhir

Presentasi Tugas Akhir Presentasi Tugas Akhir Modifikasi Alat Penunjuk Titik Pusat Lubang Benda Kerja Dengan Berat Maksimal Kurang Dari 29 Kilogram Untuk Mesin CNC Miling Oleh : Mochamad Sholehuddin NRP. 2106 030 033 Program

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Dari konsep yang telah dikembangkan, kemudian dilakukan perhitungan pada komponen komponen yang dianggap kritis sebagai berikut: Tiang penahan beban maksimum 100Kg, sambungan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Mesin Pencacah Rumput

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Mesin Pencacah Rumput BAB II DASAR TEORI 2.1 Prinsip Dasar Mesin Pencacah Rumput Mesin ini merupakan mesin serbaguna untuk perajang hijauan, khususnya digunakan untuk merajang rumput pakan ternak. Pencacahan ini dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR A III PERENCANAAN DAN GAMAR 3.1 Diagram Alir Proses Perancangan Diagram alir adalah suatu gambaran utama yang dipergunakan untuk dasar dalam bertindak. Seperti halnya pada perancangan diperlukan suatu

Lebih terperinci

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS

BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS BEARING STRESS PADA BASEPLATE DENGAN CARA TEORITIS DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM SIMULASI ANSYS TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing Ir. SAMPURNO, MT. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

Dosen Pembimbing Ir. SAMPURNO, MT. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 IBNU MAHARDI ZAHTIAR 2106 100 069 Dosen Pembimbing Ir. SAMPURNO, MT. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 Multi Fixture Analisa dan Perancangan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian rangka BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

BAB li TEORI DASAR. 2.1 Konsep Dasar Perancangan

BAB li TEORI DASAR. 2.1 Konsep Dasar Perancangan BAB li TEORI DASAR Pada bab ini dijelaskan mengenai konsep dasar perancangan, teori dasar pemesinan, mesin bubut, komponen komponen utama mesin dan eretan (carriage). 2.1 Konsep Dasar Perancangan Perancangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Mesin Press Mesin press adalah salah satu alat yang dapat digunakan untuk membentuk dan memotong suatu bahan atau material dengan cara penekanan. Proses kerja daripada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Proses Produksi Proses produksi adalah tahap-tahap yang harus dilewati dalam memproduksi barang atau jasa. Ada proses produksi membutuhkan waktu yang lama, misalnya

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Skema Dan Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja mesin pencacah rumput ini adalah sumber tenaga motor listrik di transmisikan ke poros melalui pulley dan v-belt. Sehingga pisau

Lebih terperinci

ANALISA KEGAGALAN POROS DENGAN PENDEKATAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISA KEGAGALAN POROS DENGAN PENDEKATAN METODE ELEMEN HINGGA ANALISA KEGAGALAN POROS DENGAN PENDEKATAN METODE ELEMEN HINGGA Jatmoko Awali, Asroni Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar Dewantara No. 116 Kota Metro E-mail : asroni49@yahoo.com

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : ANALISIS SIMULASI PENGARUH SUDUT CETAKAN TERHADAP GAYA DAN TEGANGAN PADA PROSES PENARIKAN KAWAT TEMBAGA MENGGUNAKAN PROGRAM ANSYS 8.0 I Komang Astana Widi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Baja tulangan beton polos (Lit 2 diunduh 21 Maret 2014)

Gambar 2.1 Baja tulangan beton polos (Lit 2 diunduh 21 Maret 2014) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Tulangan Beton Baja tulangan beton adalah baja yang berbentuk batang berpenampang lingkaran yang digunakan untuk penulangan beton,yang diproduksi dari bahan baku billet

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jig and Fixtures Jig adalah peralatan yang digunakan untu mengarahkan satu atau lebih alat potong pada posisi yang sama dari komponen yang serupa dalam suatu operasi

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam SIDANG TUGAS AKHIR TM091476 Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam Oleh: AGENG PREMANA 2108 100 603 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alur Proses Perencanaan Proses perencanaan mesin modifikasi camshaft ditunjukkan pada diagram alur pada Gambar 3.1: Mulai Pengamatan dan pengumpulan data Perencanaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Statika rangka Dalam konstruksi rangka terdapat gaya-gaya yang bekerja pada rangka tersebut. Dalam ilmu statika keberadaan gaya-gaya yang mempengaruhi sistem menjadi suatu obyek

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PEMBUATAN, HASIL PEMBUATAN

BAB IV PROSES PEMBUATAN, HASIL PEMBUATAN BAB IV PROSES PEMBUATAN, HASIL PEMBUATAN 4.1 Konsep Pembuatan Mesin Potong Sesuai dengan definisi dari mesin potong logam, bahwa sebuah mesin dapat menggantikan pekerjaan manual menjadi otomatis, sehingga

Lebih terperinci

Rancang Bangun Alat Bantu Potong Plat Bentuk Lingkaran Menggunakan Plasma Cutting

Rancang Bangun Alat Bantu Potong Plat Bentuk Lingkaran Menggunakan Plasma Cutting Rancang Bangun Alat Bantu Potong Plat Bentuk Lingkaran Menggunakan Plasma Cutting M. Naufal Falah 1, Budianto 2 dan Mukhlis 3 1 Program Studi Teknik Desain dan Manufaktur, Jurusan Permesinan Kapal, Politeknik

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENYANGGA BOX MOBIL PICK UP MULTIGUNA PEDESAAN

PENGEMBANGAN PENYANGGA BOX MOBIL PICK UP MULTIGUNA PEDESAAN PENGEMBANGAN PENYANGGA BOX MOBIL PICK UP MULTIGUNA PEDESAAN Oleh: Hulfi Mirza Hulam Ahmad 2109100704 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ing. Ir. I Made Londen Batan, M.Eng Latar Belakang Prototype box yang dibuat

Lebih terperinci

Analisis Kekuatan Struktur Konstruksi Tower untuk Catwalk dan Chain Conveyor pada Silo (Studi Kasus di PT. Srikaya Putra Mas)

Analisis Kekuatan Struktur Konstruksi Tower untuk Catwalk dan Chain Conveyor pada Silo (Studi Kasus di PT. Srikaya Putra Mas) Analisis Kekuatan Struktur Konstruksi Tower untuk Catwalk dan Chain Conveyor pada Silo (Studi Kasus di PT. Srikaya Putra Mas) Nur Azizah 1*, Muhamad Ari 2, Ruddianto 3 1 Program Studi Teknik Desain dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Untuk mengurangi biaya produksi, peningkatan efisiensi proses manufaktur suatu produk sangat berpengaruh, terutama dengan menurunkan waktu proses manufakturnya. Dalam

Lebih terperinci

ALAT BANTU PEGANG FLEKSIBEL UNTUK PROSES PENGGERINDAAN INTISARI

ALAT BANTU PEGANG FLEKSIBEL UNTUK PROSES PENGGERINDAAN INTISARI ALAT BANTU PEGANG FLEKSIBEL UNTUK PROSES PENGGERINDAAN Mahmud Rijal Arifin, Adi Purwanto, Saiful Huda Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Jl. Kalisahak

Lebih terperinci

PERANCANGAN DONGKRAK DAN JACK STAND 2IN1

PERANCANGAN DONGKRAK DAN JACK STAND 2IN1 PERANCANGAN DONGKRAK DAN JACK STAND IN Andryan ), Joni Dewanto ) Program Studi Teknik Otomotif Universitas Kristen Petra,) Jl. Siwalankerto -3, Surabaya 03. Indonesia,) Phone: 00-3-8439040, Fax: 00-3-84758,)

Lebih terperinci

: Teknologi Industri Pembimbing : 1.Dr. Rr Sri Poernomo Sari, ST., MT. : 2.Irwansyah, ST., MT

: Teknologi Industri Pembimbing : 1.Dr. Rr Sri Poernomo Sari, ST., MT. : 2.Irwansyah, ST., MT ANALISIS PEMBUATAN JIG PENGUBAH SUDUT KEMIRINGAN VALVE SILINDER HEAD SEPEDA MOTOR MATIC Nama NPM : 20410985 Jurusan Fakultas : Ardi Adetya Prabowo : Teknik Mesin : Teknologi Industri Pembimbing : 1.Dr.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 33 III. METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian, sehingga pelaksanaan dan hasil penelitian bisa untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

ANALISA KEKUATAN CRANKSHAFT DUA-SILINDER KAPASITAS 650 CC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

ANALISA KEKUATAN CRANKSHAFT DUA-SILINDER KAPASITAS 650 CC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SIDANG TUGAS AKHIR: ANALISA KEKUATAN CRANKSHAFT DUA-SILINDER KAPASITAS 650 CC DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Tumpuan Rol

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Tumpuan Rol BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Rangka Rangka adalah struktur datar yang terdiri dari sejumlah batang-batang yang disambung-sambung satu dengan yang lain pada ujungnya, sehingga membentuk suatu rangka

Lebih terperinci

Rancangan Welding Fixture Pembuatan Rangka Produk Kursi

Rancangan Welding Fixture Pembuatan Rangka Produk Kursi Bidang Teknik Mesin Yogyakarta, 10 November 2012 Rancangan Welding Fixture Pembuatan Rangka Produk Kursi Hendro Prassetiyo, Rispianda, Irvan Rinaldi Ramdhan Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

BAB II DASAR TEORI. c) Untuk mencari torsi dapat dirumuskan sebagai berikut: BAB II DASAR TEORI 2.1 Daya Penggerak Secara umum daya diartikan sebagai suatu kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah kerja, yang dinyatakan dalam satuan Watt ataupun HP. Penentuan besar daya

Lebih terperinci

PERENCANAAN MEKANISME PADA MESIN POWER HAMMER

PERENCANAAN MEKANISME PADA MESIN POWER HAMMER PERENCANAAN MEKANISME PADA MESIN POWER HAMMER Oleh: Ichros Sofil Mubarot (2111 030 066) Dosen Pembimbing : 1. Ir. Eddy Widiyono, MSc. NIP. 19601025 198701 1 001 2. Hendro Nurhadi, Dipl.-lng.,Ph.D NIP.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Lebih terperinci

ANALISA STRUKTUR RANGKA DUDUKAN WINCH PADA SALUTE GUN 75 mm WINCH SYSTEM

ANALISA STRUKTUR RANGKA DUDUKAN WINCH PADA SALUTE GUN 75 mm WINCH SYSTEM Rizky Putra Adilana, Sufiyanto, Ardyanto (07), TRANSMISI, Vol-3 Edisi-/ Hal. 57-68 Abstraksi ANALISA STRUKTUR RANGKA DUDUKAN INCH PADA SALUTE GUN 75 mm INCH SYSTEM Rizky Putra Adilana, Sufiyanto, Ardyanto

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Proses Produksi Proses produksi adalah tahap-tahap yang harus dilewati dalam memproduksi barang atau jasa. Sedangkan pengertian produksi adalah suatu kegiatan untuk

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flow Chart Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Mulai Studi Literatur Perencanaan dan Desain Perhitungan Penentuan dan Pembelian Komponen Proses Pengerjaan Proses Perakitan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Proses Pengelasan.

BAB II DASAR TEORI 2.1 Proses Pengelasan. digilib.uns.ac.id 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Proses Pengelasan. 2.1.1 Pengertian pengelasan Pengelasan adalah suatu sambungan yang permanen yang mana berasal dari peleburan dan dua bagian yang digabungkan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI P =...(2.1)

BAB II DASAR TEORI P =...(2.1) 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Motor adalah suatu komponen utama dari sebuah kontruksi permesinan yang berfungsi sebagai penggerak. Gerakan yang dihasilkan oleh motor adalah sebuah putaran poros. Komponen

Lebih terperinci

Session 1 Konsep Tegangan. Mekanika Teknik III

Session 1 Konsep Tegangan. Mekanika Teknik III Session 1 Konsep Tegangan Mekanika Teknik III Review Statika Struktur didesain untuk menerima beban sebesar 30 kn Struktur tersebut terdiri atas rod dan boom, dihubungkan dengan sendi (tidak ada momen)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Perhitungan Sebelum mendesain mesin pemotong kerupuk hal utama yang harus diketahui adalah mencari tegangan geser kerupuk yang akan dipotong. Percobaan yang dilakukan

Lebih terperinci

PERENCANAAN ALAT BANTU PENGANGKAT DAN PEMINDAH KERTAS GULUNG

PERENCANAAN ALAT BANTU PENGANGKAT DAN PEMINDAH KERTAS GULUNG PERENCANAAN ALAT BANTU PENGANGKAT DAN PEMINDAH KERTAS GULUNG Anthony Angwin Lumanto 1), Suwandi Sugondo 2) Program Studi Teknik Mesin Universitas Kristen Petra 1,2) Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236.

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA

BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA BAB III PEMBAHASAN, PERHITUNGAN DAN ANALISA 3.1 Perancangan awal Perencanaan yang paling penting dalam suatu tahap pembuatan hovercraft adalah perancangan awal. Disini dipilih tipe penggerak tunggal untuk

Lebih terperinci

PERANCANGAN MOTORCYCLE LIFT DENGAN SISTEM MEKANIK

PERANCANGAN MOTORCYCLE LIFT DENGAN SISTEM MEKANIK PROS ID I NG 0 1 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK PERANCANGAN MOTORCYCLE LIFT DENGAN SISTEM MEKANIK Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan. Selain itu juga kita dapat menentukan komponen komponen mana yang

BAB III METODOLOGI. Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan. Selain itu juga kita dapat menentukan komponen komponen mana yang BAB III METODOLOGI 3.1 Pembongkaran Mesin Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan mengganti atau memperbaiki komponen yang mengalami kerusakan. Adapun tahapannya adalah membongkar mesin

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN ROUGH GUIDE DI PT. ARTECH PRESISI MESINDO NAMA: DENNI HARTONO NPM :

PROSES PEMBUATAN ROUGH GUIDE DI PT. ARTECH PRESISI MESINDO NAMA: DENNI HARTONO NPM : PROSES PEMBUATAN ROUGH GUIDE DI PT. ARTECH PRESISI MESINDO NAMA: DENNI HARTONO NPM : 21412840 UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PENULISAN ILMIAH/ LAPORAN KERJA PRAKTEK PROSES PEMBUATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia robotika yang semakin meningkat, bentuk desain dan fungsi robot pun semakin bervariasi. Pada umumnya komponen rangka dan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Keyword : Semi automated manufacture, Make to order, CNC, Fixed Layout

Pendahuluan. Keyword : Semi automated manufacture, Make to order, CNC, Fixed Layout PENGGUNAAN METODE MESIN CNC DALAM PEMBUATAN PRODUK RODA GIGI SILVIANUS WISMA CAHYA, OKTAVIANUS CHRIS, CHRISTIAN YONATHAN LUMBAN TOBING, GUIDO GIANTLUGI PANYANGA, dan FERNANDES KLAUDISIUS SIMANJUNTAK PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN Pada rancangan uncoiler mesin fin ini ada beberapa komponen yang perlu dilakukan perhitungan, yaitu organ penggerak yang digunakan rancangan ini terdiri dari, motor penggerak,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh

METODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh III. METODE PENELITIAN Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh rumah tangga yaitu tabung gas 3 kg, dengan data: Tabung 3 kg 1. Temperature -40 sd 60 o C 2. Volume 7.3

Lebih terperinci

2. Mesin Frais/Milling

2. Mesin Frais/Milling 2. Mesin Frais/Milling 2.1 Prinsip Kerja Tenaga untuk pemotongan berasal dari energi listrik yang diubah menjadi gerak utama oleh sebuah motor listrik, selanjutnya gerakan utama tersebut akan diteruskan

Lebih terperinci

Pengujian Ketelitian Pada Flexible Fixture Tanpa Beban Pemesinan

Pengujian Ketelitian Pada Flexible Fixture Tanpa Beban Pemesinan 1 Pengujian Ketelitian Pada Flexible Fixture Tanpa Beban Pemesinan Ditta Kurniawati, Sampurno Teknik Mesin, Fakultas Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah :

BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN. penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian ini adalah : BAB III PERANCANGAN SISTEM TRANSMISI RODA GIGI DAN PERHITUNGAN 3. Metode Penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam perancangan ini adalah metode penelitian lapangan, dimana tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut:

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut: III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut: 1. Proses pengelasan dilakukan di Laboratorium SMKN 2 Bandar Lampung. 2. Pembentukan spesimen

Lebih terperinci

(Sumber :

(Sumber : Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Laboratorium Proses Manufaktur merupakan salah satu laboratorium pada program studi Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri Universitas Telkom. Laboratorium ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lab. Mekanika Struktur Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung untuk mensimulasikan kemampuan tangki toroidal penampang

Lebih terperinci

Perhitungan Pneumatik

Perhitungan Pneumatik Perhitungan Pneumatik A. Penentuan Kondisi Kerja 1. Tekanan kerja P = 6kgf. Masa gerak silinder t s =0s, t d =0 s 3. Arah pemasangan Vertikal dengan sudut kemiringan = 78 0 4. Koefisien friksi = 1 5. Frekuensi

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alir Proses Perencanaan Proses perencanaan mesin pembuat es krim dari awal sampai akhir ditunjukan seperti Gambar 3.1. Mulai Studi Literatur Gambar Sketsa Perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN ALAT. Data motor yang digunakan pada mesin pelipat kertas adalah:

BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN ALAT. Data motor yang digunakan pada mesin pelipat kertas adalah: BAB IV PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN ALAT 4.1 Perhitungan Rencana Pemilihan Motor 4.1.1 Data motor Data motor yang digunakan pada mesin pelipat kertas adalah: Merek Model Volt Putaran Daya : Multi Pro :

Lebih terperinci

AGENG APRIANTO NIM : D

AGENG APRIANTO NIM : D NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR PERANCANGAN ALAT BANTU PENCEKAM MESIN BANDSAW (Studi Kasus: Laboratorium Proses Produksi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta) Diajukan Sebagai

Lebih terperinci

Perancangan Konstruksi Turbin Angin di Atas Hybrid Energi Gelombang Laut

Perancangan Konstruksi Turbin Angin di Atas Hybrid Energi Gelombang Laut JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-168 Perancangan Konstruksi Turbin Angin di Atas Hybrid Energi Gelombang Laut Musfirotul Ula, Irfan Syarief Arief, Tony Bambang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian pengelasan secara umum a. Pengelasan Menurut Harsono,1991 Pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair.

Lebih terperinci

Bab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur.

Bab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur. Bab II Teori Dasar Proses freis adalah proses penghasilan geram yang menggunakan pahat bermata potong jamak (multipoint cutter) yang berotasi. Pada proses freis terdapat kombinasi gerak potong (cutting

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA. Berikut adalah data data awal dari Upper Hinge Pass yang menjadi dasar dalam

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA. Berikut adalah data data awal dari Upper Hinge Pass yang menjadi dasar dalam BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data Data Awal Analisa Tegangan Berikut adalah data data awal dari Upper Hinge Pass yang menjadi dasar dalam analisa tegangan ini, baik perhitungan analisa tegangan

Lebih terperinci

Gambarr 3.3 Downcut. Gambar 3.2 Upcut

Gambarr 3.3 Downcut. Gambar 3.2 Upcut BAB III MESIN FRAIS A. Prinsip Kerja Mesin Frais Mesin frais adalah salah satu mesin konvensional yang mampu mengerjakan penyayatan permukaan datar, sisi tegak, miring bahkan pembuatan alur dan roda gigi.

Lebih terperinci

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin.

BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN. panjang 750x lebar 750x tinggi 800 mm. mempermudah proses perbaikan mesin. BAB IV PROSES, HASIL, DAN PEMBAHASAN A. Desain Mesin Desain konstruksi Mesin pengaduk reaktor biogas untuk mencampurkan material biogas dengan air sehingga dapat bercampur secara maksimal. Dalam proses

Lebih terperinci

PERANCANGAN MESIN BOR RADIAL VERTIKAL

PERANCANGAN MESIN BOR RADIAL VERTIKAL PERANCANGAN MESIN BOR RADIAL VERTIKAL Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar SARJANA TEKNIK Jenjang Pendidikan Strata Satu (S1) TEKNIK MESIN Disusun oleh: Nama : Dhona Iwan Aryanto

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DESAIN MEKANIK CRUISE CONTROL

BAB IV ANALISA DESAIN MEKANIK CRUISE CONTROL BAB IV ANALISA DESAIN MEKANIK CRUISE CONTROL Pengukuran Beban Tujuan awal dibuatnya cruise control adalah membuat alat yang dapat menahan gaya yang dihasilkan pegas throttle. Untuk itu perlu diketahui

Lebih terperinci

PERANCANGAN KONSTRUKSI PADA SEGWAY

PERANCANGAN KONSTRUKSI PADA SEGWAY PERANCANGAN KONSTRUKSI PADA SEGWAY Alvin Soesilo 1), Agustinus Purna Irawan 1) dan Frans Jusuf Daywin 2) 1) Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara, Jakarta 2) Teknik Pertanian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin Penyaring Pasir 2.2 Prinsip Kerja Sand Filter Rotary Machine

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin Penyaring Pasir 2.2 Prinsip Kerja Sand Filter Rotary Machine BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin Penyaring Pasir Mesin penyaring pasir merupakan mesin yang berfungsi sebagai pemisah antara material pasir yang halus dan kasar dalam jumlah yang banyak dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jig and Fixtures 2.1.1 Definisi jig Menurut Laporan Akhir (Pajri Husaini 2012, hal 5) Jig adalah suatu peralatan yang digunakan untu menuntun satu atau beberapa alat

Lebih terperinci

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A

SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A TEKNIK PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI TERAKREDITASI: A Jl. Rajawali No. 32, Telp./Faks. : (0351) 746081 Ngawi. Homepage: 1. www.smkpgri1ngawi.sch.id 2. www.grisamesin.wordpress.com Facebook: A. Kecepatan potong

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN TRANSMISI PADA MESIN PERAJANG TEMBAKAU DENGAN PENGGERAK KONVEYOR

BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN TRANSMISI PADA MESIN PERAJANG TEMBAKAU DENGAN PENGGERAK KONVEYOR BAB IV PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN TRANSMISI PADA MESIN PERAJANG TEMBAKAU DENGAN PENGGERAK KONVEYOR 4.1 Perencanaan Pulley dan V-Belt 1 4.1.1 Penetapan Diameter Pulley 1 1. Penetapan diameter pulley V-belt

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN CONNECTING ROD DAN CRANKSHAFT MESIN OTTO SATU SILINDER EMPAT LANGKAH BERKAPASITAS 65 CC. Widiajaya

PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN CONNECTING ROD DAN CRANKSHAFT MESIN OTTO SATU SILINDER EMPAT LANGKAH BERKAPASITAS 65 CC. Widiajaya PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN CONNECTING ROD DAN CRANKSHAFT MESIN OTTO SATU SILINDER EMPAT LANGKAH BERKAPASITAS 65 CC Widiajaya 0906631446 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Lebih terperinci

Perancangan Peralatan Bantu Pembuatan Roda Gigi Lurus dan Roda Gigi Payung Guna Meningkatkan Fungsi Mesin Bubut

Perancangan Peralatan Bantu Pembuatan Roda Gigi Lurus dan Roda Gigi Payung Guna Meningkatkan Fungsi Mesin Bubut Performa (2006) Vol. 5, No.2: 11-20 Perancangan Peralatan Bantu Pembuatan Roda Gigi Lurus dan Roda Gigi Payung Guna Meningkatkan Fungsi Mesin Bubut Andi Susilo, Muhamad Iksan, Subono Jurusan Teknik Industri,

Lebih terperinci

BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING)

BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING) BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING) 66 Proses pemesinan frais adalah proses penyayatan benda kerja dengan alat potong dengan mata potong jamak yang berputar. Proses penyayatan dengan gigi potong yang banyak yang

Lebih terperinci

Jl. Banyumas Wonosobo

Jl. Banyumas Wonosobo Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-Gorong Jl. Banyumas Wonosobo Oleh : Nasyiin Faqih, ST. MT. Engineering CIVIL Design Juli 2016 Juli 2016 Perhitungan Struktur Plat dan Pondasi Gorong-gorong

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Struktur Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. unloading. Berdasarkan sistem penggeraknya, excavator dibedakan menjadi. efisien dalam operasionalnya.

BAB II TEORI DASAR. unloading. Berdasarkan sistem penggeraknya, excavator dibedakan menjadi. efisien dalam operasionalnya. BAB II TEORI DASAR 2.1 Hydraulic Excavator Secara Umum. 2.1.1 Definisi Hydraulic Excavator. Excavator adalah alat berat yang digunakan untuk operasi loading dan unloading. Berdasarkan sistem penggeraknya,

Lebih terperinci

BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta

BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 1 Proses pemesinan frais adalah proses penyayatan benda kerja dengan

Lebih terperinci

Rancang Bangun Jig Drilling Sebagai Solusi Pembuatan Lubang Chassis Minitruk yang Diproduksi SMK Muhammadiyah 3 Kartasura

Rancang Bangun Jig Drilling Sebagai Solusi Pembuatan Lubang Chassis Minitruk yang Diproduksi SMK Muhammadiyah 3 Kartasura Rancang Bangun Jig Drilling Sebagai Solusi Pembuatan Lubang Chassis Minitruk yang Diproduksi SMK Muhammadiyah 3 Kartasura Muh Alfatih Hendrawan 1, Pramuko Ilmu Purboputro 2 Jurusan Teknik Mesin,Universitas

Lebih terperinci

DESIGN JIG UNTUK PENGELASAN KOMPONEN ATAP (ROOF) KENDARAAN RODA EMPAT

DESIGN JIG UNTUK PENGELASAN KOMPONEN ATAP (ROOF) KENDARAAN RODA EMPAT 20 DESIGN JIG UNTUK PENGELASAN KOMPONEN ATAP (ROOF) KENDARAAN RODA EMPAT Bambang Setiawan 1 Wisjnu P.Marsis 2 Hafidz Tarza 3 Bambangsetiawan1000@gmail.com wpmarsis@yahoo.com Hafidz.Tarza@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Parameter Pemotongan pada Proses Pembubutan

Parameter Pemotongan pada Proses Pembubutan Materi 1 Parameter Pemotongan pada Proses Pembubutan Yang dimaksud dengan parameter pemotongan pada proses pembubutan adalah, informasi berupa dasar-dasar perhitungan, rumus dan tabel-tabel yang mendasari

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2015), ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2015), ( Print) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. (05), 337-3539 (30-97 Print) F5 Analisis Sistem Tenaga dan Redesign Tower Crane Potain MD 900 Intan Kumala Bestari dan I Nyoman Sutantra Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. khususnya permesinan pengolahan makanan ringan seperti mesin pengiris ubi sangat

BAB II LANDASAN TEORI. khususnya permesinan pengolahan makanan ringan seperti mesin pengiris ubi sangat BAB II LANDASAN TEORI.. Pengertian Umum Kebutuhan peralatan atau mesin yang menggunakan teknologi tepat guna khususnya permesinan pengolahan makanan ringan seperti mesin pengiris ubi sangat diperlukan,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Spin Coating Metode Spin Coating

BAB II DASAR TEORI 2.1 Spin Coating Metode Spin Coating BAB II DASAR TEORI 2.1 Spin Coating Spin coating telah digunakan selama beberapa dekade untuk aplikasi film tipin. Sebuah proses khas melibatkan mendopositokan genangan kecil dari cairan resin ke pusat

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MESIN COPY CAMSHAFT (SISTEM RANGKA)

RANCANG BANGUN MESIN COPY CAMSHAFT (SISTEM RANGKA) RANCANG BANGUN MESIN COPY CAMSHAFT (SISTEM RANGKA) PROYEK AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Oleh: AFRIKO JADI PRAYOGA PUTRA PRATAMA NIM I8613002 PROGRAM DIPLOMA

Lebih terperinci

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCAAN DAN GAMBAR 3.1 Diagram Alur Perencanaan Proses perancangan alat pencacah rumput gajah seperti terlihat pada diagram alir berikut ini: Mulai Pengamatan dan Pengumpulan Perencanaan Menggambar

Lebih terperinci