PERAN LEMBAGA SOSIAL BUDAYA LOKAL TERHADAP KELANGGENGAN KEBUN BIBIT DESA (KBD)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN LEMBAGA SOSIAL BUDAYA LOKAL TERHADAP KELANGGENGAN KEBUN BIBIT DESA (KBD)"

Transkripsi

1 PERAN LEMBAGA SOSIAL BUDAYA LOKAL TERHADAP KELANGGENGAN KEBUN BIBIT DESA (KBD) (Kasus KBD pada MKRPL Desa Tawang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang) Wahyudi Hariyanto, dan Nur Fitriana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah ABSTRAK Keberlanjutan pemanfaatan lahan pekarangan yang ditanami beberapa komoditas pangan unggulan yang prospektif sangat bergantung kepada ketersediaan bibit di lapangan. Kebun Bibit Desa (KBD) merupakan tempat utuk menyediakan bibit beberapa komoditas yang ditanam di lahan pekarangan termaksud. Sehingga kebutuhan akan benih dapat terpenuhi secara kontinu setelah panen. Pengelolaan KBD sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat setempat, sedangkan partisipasi masyarakat dapat diukur dari keberadaan lembaga sosial budaya yang eksis di wilayah desa tersebut. Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi lembaga sosial budaya yang ada dalam satu desa yang diprediksi mempunyai keterkaitan erat dengan partisipasi masyarakat dalam mensukseskan kegiatan/program pemerintah. Pengkajian dilaksanakan di Desa Tawang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang pada Bulan Mei-Agustus Pengumpulan data menggunakan metode survey dengan teknik wawancara mendalam dengan informan kunci. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil pengkajian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah lembaga sosial budaya yang ada di desa dengan partisipasi masyarakat dalam mengelola KBD. Terdapat 5-7 lembaga sosial yang pernah eksis di desa tersebut, namun kegiatannya mengalami pasang surut. Disarankan lembaga sosial yang sudah ada dapat dipertahankan sebagai lembaga lokal yang dapat dijadikan wahana komunikasi dalam mendukung perkembangan dan pengelolaan KBD. Kata kunci: kelembagaan sosial, KBD, langgeng PENDAHULUAN Ketersediaan bibit di KBD merupakan kunci keberlanjutan produksi pertanian di lahan pekarangan. Sedangkan aktivitas produksi di KBD sangat bergantung kepada partisipasi masyarakat setempat. Kegiatan Sosial Budaya (KSB) sebagai social capital merupakan investasi untuk meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan pembangunan di perdesaan. Modal sosial dapat diukur melalui kegiatan sosial budaya seperti yang ditemukan oleh Nugroho (1997) bahwa penduduk perkotaan lebih banyak melaksanakan KSB yang bersifat individual seperti menonton televisi, film, membaca koran/majalah dan olah raga. Sebaliknya penduduk pedesaan lebih menyukai KSB yang bersifat sosial seperti menonton kesenian, mendengar ceramah agama, dan menjadi anggota organisasi sosial. Perbedaan ini memberikan penilaian bahwa pedesaan mempunyai ciri masyarkat yang cenderung bersifat sosial dibandingkan perkotaan yang individual. Peran social capital yang tercermin dari KSB merupakan kunci keberhasilan dalam pengelolaan KBD, namun persoalannya lembaga sosial budaya yang merupakan wadah dari KBD kini mulai melemah eksistensinya, bahkan beberapa organisasi tidak lagi eksis, karena permasalahan internal organisasi yang melatar belakanginya. Forum organisasi yang tumbuh di desa seperti organisasi keagamaan, kerukunan warga atau sejenisnya sebenarnya mampu menjadi saluran komunikasi. Sharing antar individu maupun lembaga bagi lahirnya manfaat bersama merupakan modal sosial yang perlu di jaga dan dilestarikan sebagai Stock social capital karena merupakan cermin partisipasi. Partisipasi masyarakat pedesaan yang sudah mulai melemah Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis 349

2 perlu diperbaiki dan dibangun dengan strategi pendekatan yang sesuai. Ada dua macam pendekatan program yang ditawarkan oleh Joyo Winoto (1995) yaitu (a) Self-help approuach sebagai pendekatan yang mementingkan kepada proses dan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan, dan (b) technical approuch atau pendekatan yang mementingkan hasil dan keterlibatan agen pembangunan untuk merumuskan segala sesuatu yang dibutuhkan masyarakat. Kedua pendekatan yang ditawarkan sama-sama mementingkan peran serta masyarakat dan agen pembangunan sebagai kunci keberhasilan program maupun kegiatan. Kedua pendekatan tersebut perlu diimplementasikan dalam membangun KBD. Keberadaan KBD yang merupakan bagian dari kegiatan MKRPL hingga sekarang pelaksanaannya masih berjalan dengan baik sebagai penyedia bibit bagi masyarakat perdesaan. Kontinuitas pasokan bibit selama ini memang masih bergantung kepada pemerintah dalam bentuk bantuan bibit, di samping pendampingan teknis yang diberikan oleh penyuluh pendamping, peneliti dan teknisi BPTP dalam rangka pengawalan program MKRPL. Menjadi pertanyaan apakah keberlanjutan KBD masih dapat lestari jika bantuan dan pendampingan teknis dihentikan mengingat KBD sebenarnya sudah ada sejak lama, namun dalam banyak kasus mengalami kegagalan karena kelembagaannya kurang kuat. Tulisan ini mencoba melihat dukungan kelembagaan sosial budaya yang ada di daerah penelitian yang tercermin dalam beberapa kegiatan sosial budaya masyarakat dalam berbagai bentuk kegiatan termasuk dalam mengelola Kebun Bibit Desa.. METODE Penelitian dilakukan di Desa Tawang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu lokasi program MKRPL yang mengelola KBD untuk menyediakan bibit bagi anggota kelompok maupun di luar anggota. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei yaitu dengan melihat indikatorindikator tententu yang dominan mencerminkan keterlibatan dalam mengelola KBD, seperti partisipasi, jaringan sosial, jaringan ekonomi, dan kepercayaan antar anggota. Pendekatan yang dilakukan menggunakan FGD (Focus Group discussion) yang dilakukan kepada beberapa anggota organisasi sosial budaya yang terlibat dalam kegiatan KBD. Hasil dari diskusi tersebut, berupa ungkapan pengalaman individu, rumah tangga yang terkait dengan kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan dan pengalaman dalam bermasyarakat. Hasil wawancara dan diskusi terfokus tersebut selanjutnya dituangkan dalam bentuk naratif yang bersifat deskriptif kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan sosial budaya merupakan modal sosial yang didalamnya terkandung norma-norma dan kepercayaan sosial yang mendorong munculnya sebuah kolaborasi untuk kepentingan bersama. Social capital sendiri menurut Ahmad (2000) mengacu pada keuntungan dan kesempatan yang didapatkan seseorang di dalam masyarakat melalui keanggotaan dalam entitas sosial tertentu seperti paguyuban, kelompok arisan, asosiasi dan jamaah ta lim. Adanya keterkaitan antara aktivitas di KBD dengan organisasi sosial budaya yang ada merupakan nilai plus yang harus dipertahankan bahkan ditingkatkan sebagai suatu modal sosial. Keterkaitan KSB dan KBD merupakan wujud partisipasi masyarakat dengan lembaga lokal yang tercermin dari kebiasaan bertemu mereka dalam membicarakan tentang berbagai persoalan sosial kemasyarakatan termasuk dalam merencanakan dan mengimplementasi suatu kegiatan usaha. Mereka saling share tentang topik/kegiatan yang menjadi keinginan bersama termasuk dalam mengelola KBD untuk kepentingan usahatani di lahan pekarangan. Kegiatan Sosial Budaya (KSB) Masyarakat Lokal Kelembagaan sosial yang ada di lokasi penelitian yang tergambar dari KSB masingmasing individu diantaranya adalah kelompoktani, wanitatani, pengajian (majlis ta lim), KRPL, PKK, olahraga, dan kesenian reog. Kelompok-kelompok tersebut mempunyai dukungan yang bervariasi terhadap kegiatan KBD. Dukungan yang diberikan biasanya dalam bentuk partisipasi dari individu-individu yang juga menjadi anggota organisasi di luar KRPL, walaupun jenis dan tingkat partisipasinya sangat 350 Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012

3 variatif. Wujud dukungan yang diberikan masyarakat dapat berupa uang, tenaga, waktu, konsumsi, maupun pemikiran dan ide atau gagasan. Beberapa OSB (Organisasi Sosial Budaya) lokal setempat merupakan kekuatan sosial yang mampu memberikan harapan bagi kelangsungan KBD. Bentuk partisipasi (apapun wujudnya) merupakan tindakan nyata dukungan OSB dalam membangun KBD, karena KBD memerlukan pengelolaan yang kontinu dengan dukungan masyarakat setempat sebagai stock social capital. Peran stock social capital sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dan keberlangsungan KBD baik pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang. Perlu diketahui bahwa sebenarnya KBD sudah ada sejak dahulu. Walaupun dengan nama yang berbeda, tetapi substansinya sama yaitu sebagai penyedia bibit. Akan tetapi keberadaan KBD tidak semuanya langgeng, tetapi pasang surut. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya program/kegiatan yang berkaitan dengan pembibitan yang dilakukan oleh pemerintah pada masa lalu. Apabila masih ada pembinaan dan pendampingan teknis maka keberadaan kebun bibit masih terlihat, namun setelah selesainya program umumnya kebun bibit tidak berjalan, dan akhirnya bubar. Keadaan ini disebabkan karena kelembagaan yang terlibat dalam pengelolaan kebun bibit kurang kuat sehingga kegiatan yang bersifat kolektif dan harus dijalankan dengan semangat kolektif pula, tidak mampu bertahan. Untuk itu keberadaan OSB lokal ikut berpengaruh dalam membangun KBD. Keberadaan OSB tersebut mempunyai peran yang signifikan dalam pemberdayaan masyarakat dan perananya dapat bermanfaat dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang ada karena pada prinsipnya mereka saling berinteraksi dan secara psikologis mereka telah membentuk suatu jaringan sosial yang mempunyai ikatan kuat. Oleh karenanya jumlah OSB yang ada dapat menjadi tolok ukur keberhasilan dalam membangun KBD. Di samping itu OSB dapat dimaknai sebagai stock social capital yang mampu menjadi pendorong dalam memotivasi inidividu yang terlibat dalam pengelolaan KBD sehingga terbangun sebuah KBD yang langgeng. Hasil identifikasi di lokasi penelitian, ternyata ada beberapa OSB yang sudah tidak aktif lagi karena beberapa alasan diantaranya adalah lambannya regenerasi dikarenakan adanya arus urbanisasi yang sangat kuat di kalangan generasi muda untuk mencari pekerjaan di perkotaan. Adapun KSB yang masih rutin kegiatannya adalah yasinan (majlis ta lim) baik laki-laki maupun perempuan, PKK, KWT, dan kelompok olah raga. Forum-forum tersebut mampu menjadi saluran komunikasi untuk saling sharing bagi lahirnya manfaat bersama, seperti yang sudah dilakukan dalam kegiatan KBD. Kendala yang muncul dalam melanggengkan KBD adalah kurangnya tenaga kerja pertanian. Kelangkaan tenaga kerja biasanya harus bersamaan dengan kegiatan tanam maupun panen padi. Pada saat itulah tenaga kerja pertanian terakumulasi di lahan sawah, sebagai usaha pokok masyarakat. Sedangkan usahatani di lahan pekarangan merupakan usaha sampingan yang semula tidak di perhitungkan sebagai sumber pendapatan maupun berperan untuk menambah kebutuhan pangan dan gizi keluarga. Dengan demikian tenaga kerja yang dibutuhkan untuk KBD tidak terakomodasi dengan baik. Hal ini berakibat ketersediaan bibit mengalami kekosongan. Untuk itu pengelolaan organisasi/lembaga sosial yang mendukung KBD harus baik. Penguatan kelembagaan KBD menjadi sebuah persyaratan yang harus dilakukan apabila KBD dapat langgeng dan bisa menjadi andalah masyarakat sekitar dalam menyediakan bibit untuk usahatani di lahan pekarangan. Membangun Kelembagaan KBD dengan Dukungan Social Capital Kelompok MKRPL merupakan embrio organisasi yang memfokuskan diri kepada pengelolaan lahan pekarangan. Lembaga dibentuk dengan tujuan membangun agar KBD dapat melakukan aktivitas perbibitan, dan menyediakan bibit secara kontinu sepanjang waktu. Tujuan ini perlu didukung oleh organisasi/lembaga sosial budaya yang ada di desa tersebut untuk bersama-sama membangun persepsi yang sama (social equality) tentang pentingnya KBD dan keberlanjutannya secara lestari. Pada hakekatnya kegiatan KBD di lokasi penelitian didukung oleh berbagai organisasi sosial budaya yang sudah ada di wilayah desa tersebut. Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis 351

4 Tabel 1. Kelembagaan Sosial Budaya Yang Pernah Ada Sebagai Stock Social Capital Dalam Mendukung Kegiatan KBD Di Desa Tawang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang Jenis Lembaga Sosial Nama Organisasi Jumlah Pertanian Kelompoktani, Wanitatani, Gapoktan orang Kepemudaan Karang Taruna orang Keagamaan Tahlilan, Majlis Ta lim orang Kewanitaan PKK, Dawis orang Olah Raga Bola Volley, Sepak Bola orang Kesenian Reog, Karawitan orang Ekonomi Koperasi, Lembaga Keuangan Mikro orang Sumber : Data primer (2012) Hasil wawancara terhadap beberapa informan kunci bisa menjadi gambaran bahwa individu-individu yang mengelola KBD merupakan individu-individu yang mempunyai kegiatan/aktivitas di luar KBD seperti menjadi anggota organisasi yasinan/majlis ta lim, kesenian, PKK, olah raga, dan kepemudaan. Lembaga lokal yang sudah terbentuk lebih dahulu dapat menjadi modal sosial dalam membangun lembaga KBD yang kuat. Pada dasarnya kelembagaan lokal terbangun berdasarkan norma atau aturan-aturan sosial yang telah berkembang secara tradisional atas budaya lokal sebagai komponen dan pedoman pada beberapa jenis/tingkatan lembaga sosial yang saling berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Beberapa lembaga sosial budaya yang tumbuh di lokasi penelitian menunjukkan bahwa masyarakat desa tersebut mempunyai modal sosial yang tinggi. Berdasarkan pengalaman empirik, masyarkat yang mempunyai modal sosial yang tinggi perkembangannya cenderung lebih cepat dibandingkan dengan masyarakat yang mempunyai modal sosial rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu-individu yang tergabung dalam kelompok KRPL yang mengelola KBD merupakan individu yang jama keanggotaannya dalam organisasi lokal setempat. Individu tersebut memegang peranan cukup penting dalam organisasinya masing-masing karena mereka berperan dalam hubungan yang bersifat herarki. Masyarakat yang kaya akan modal sosial akan menunjang keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan (Colleta dan Cullen, 2000). Hal ini berlaku pada kondisi sebaliknya yaitu apabila stok sosial kapitalnya sedikit maka akan mengarah kepada disfungsi sosial sehingga akan mempengaruhi keberlanjutan kelembagaan tersebut dalam mengelola suatu kegiatan termasuk KBD. Stock social capital yang ada (Tabel. 1) tidak dengan sendirinya mendukung kegiatan KBD secara total dan sukarela. Untuk itu perlu intervensi komunikatif. Menurut Leeuwis (2009) intervensi ini perlu dilakukan karena masyarakat tidak terisolasi secara individu, mereka menjadi bagian jaringan social multiple, mereka berkomunikasi langsung atau tidak langsung dengan beragam aktor misalnya tetangga, pemimpin agama, pedagang, pasangan, peneliti, dan penyuluh yang berhubungan dengan isu-isu tetentu. Dari sumber-sumber ini mereka menerima informasi yang kadang kontradiktif dan mengalami tekanan yang berbeda. Supaya efektif, maka menjadi penting bagi pembina maupun pendamping (peneliti, penyuluh, teknisi, dinas teknis terkait) untuk dapat menyesuaikan dengan cara mereka berbicara tentang isu tertentu. Organisasi-organisasi yang terlibat dalam intervensi komunikatif tidak beroperasi secara diam. Mereka bekerja dengan masalah, kawasan, dan komunitas yang juga peduli tentang organisasi lain, walupun mungkin dengan cara yang berbeda. Jadi intervensi komunikatif terjadi dalam suatu lingkungan dimana organisasiorganisasi lain dapat juga berperan aktif. Karena pada hakekatnya perubahan dan inovasi tergantung pada mobilisasi efektif terhadap jaringan (dukungan) luas dalam praktik yang nyata. KESIMPULAN Kebun Bibit Desa yang diinisiasi melalui kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari merupakan kegiatan yang memerlukan dukungan 352 Prosiding Seminar Nasional Optimalisasi Pekarangan, Semarang 6 November 2012

5 beberapa kelembagaan sosial budaya yang ada di desa setempat. Karena individu-individu yang tergabung dalam kegiatan KBD adalah juga individu yang menjadi anggota pada kelompok/organisasi sosial budaya yang lain. Beberapa kelembagaan lokal yang ada merupakan kelembagaan yang individuindividunya mepunyai tingkat partisipasi yang tinggi dalam mensukseskan program kegiatan. Adanya beberapa kelembagaan lokal yang masih eksis di desa tersebut dipandang sebagai stock social capital yang dapat mendorong keberhasilan dalam pengelolaan KBD. Karena pada prinsipnya kegiatan sosial budaya masyarakat dapat diukur dari tingkat partisipasinya. DAFTAR PUSTAKA Colletta, N.J. dan M.L. Cullen, The Nexus Between Violent Conflict, Social Capital and Social Cohesion: Case Study from Cambodia and Rwanda. Wordbank Joyo Winoto, "Pengentasan Kemiskinan". Makalah disajikan dalam Lokakarya Pengentasan Kemiskinan, Pontianak 22 Mei Leeuwis, C Komunikasi untuk Inovasi Pedesaan Berfikir Kembali Tentang Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Nugroho, " Modal Sosial dan Perkembangan Kota." Jakarta: Prisma Nomor 6 (Juni-Juli 1997, hal Nugroho, I., dan R. Dahuri Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. LP3ES, Jakarta. Optimalisasi Lahan Pekarangan Untuk Peningkatan Perekonomian Masyarakat dan Pengembangan Agribisnis 353

KONTRIBUSI LAHAN PEKARANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN DAN GIZI KELUARGA

KONTRIBUSI LAHAN PEKARANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN DAN GIZI KELUARGA KONTRIBUSI LAHAN PEKARANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN DAN GIZI KELUARGA Wahyudi Hariyanto dan Sodiq Jauhari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah qwahyudi@gmail.com ABSTRAK Secara umum

Lebih terperinci

padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu

padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam.berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga

Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Kontribusi Pemanfaatan Lahan Pekarangan terhadap Pemenuhan Gizi Keluarga dan Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Neneng Ratna, Erni Gustiani dan Arti Djatiharti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi 2.1.1 Pengertian partisipasi Menurut Rodliyah (2013) partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi dalam situasi kelompok sehingga dapat dimanfaatkan sebagai motivasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan, perbaikan ekonomi, penyediaan sandang, serta lapangan kerja. Kegiatan. adalah dengan meningkatkan ketahanan pangan.

I. PENDAHULUAN. kesehatan, perbaikan ekonomi, penyediaan sandang, serta lapangan kerja. Kegiatan. adalah dengan meningkatkan ketahanan pangan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian penting dari pembangunan nasional, karena berkaitan erat dengan pembangunan industri, perbaikan pangan dan kesehatan, perbaikan

Lebih terperinci

MEMANFAATKAN PEKARANGAN PEROLEH RUPIAH

MEMANFAATKAN PEKARANGAN PEROLEH RUPIAH MEMANFAATKAN PEKARANGAN PEROLEH RUPIAH Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) merupakan program yang dicanangkan pemerintah dengan tujuan pemanfaatan lahan pekarangan untuk pengembangan pangan rumah

Lebih terperinci

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN

VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN VII. PERUMUSAN STRATEGI DAN PROGRAM PROMOSI KESEHATAN DI DESA JEBED SELATAN Program Promosi Kesehatan adalah upaya meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat

Lebih terperinci

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR Ir. PETER TANDISAU, MS., dkk. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) menjadi focus perhatian pemerintah saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rajabasa dan merupakan desa pesisir pantai, secara geografis Desa Hargo

I. PENDAHULUAN. Rajabasa dan merupakan desa pesisir pantai, secara geografis Desa Hargo 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa Hargo Pancuran merupakan salah satu desa dalam wilayah kecamatan Rajabasa dan merupakan desa pesisir pantai, secara geografis Desa Hargo Pancuran merupakan

Lebih terperinci

BAB. 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB. 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB. 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan serangkaian tahapan penelitian ini dapat dirumuskan beberapa kesimpulan, antara lain : I. Faktor-faktor yang berpengaruh pada lingkungan sekitarnya

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut : 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2 42 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Provinsi Lampung merupakan penghubung utama lalu lintas Pulau Sumatera dan Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2 kota. Provinsi

Lebih terperinci

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI Qanytah dan Trie Reni Prastuti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek,

Lebih terperinci

tokoh masyarakat. Estetika dan peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi faktor pendorong RT lain untuk mereplikasi model.

tokoh masyarakat. Estetika dan peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi faktor pendorong RT lain untuk mereplikasi model. tokoh masyarakat. Estetika dan peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi faktor pendorong RT lain untuk mereplikasi model. Potensial Pelaku pelaku Pertambahan jumlah RT Jumlah RT Pengaruh Tokoh Masyarakat

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN PENDAMPINGAN PROGRAM KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI BENGKULU

PETUNJUK PELAKSANAAN PENDAMPINGAN PROGRAM KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI BENGKULU PETUNJUK PELAKSANAAN PENDAMPINGAN PROGRAM KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI BENGKULU BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2013 1 PETUNJUK PELAKSANAAN NOMOR : 26/1801.018/011/E/JUKLAK/2013

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia selain sandang dan papan. Ketersediaan pangan yang cukup menjadi isu nasional untuk mengentaskan kerawanan pangan di berbagai daerah.

Lebih terperinci

Perkembangan dan Manfaat Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Kalimantan Selatan

Perkembangan dan Manfaat Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Kalimantan Selatan Perkembangan dan Manfaat Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Kalimantan Selatan Retna Qomariah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jalan Panglima Batur Barat No.4 Banjarbaru

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Pembangunan pertanian subsektor perkebunan mempunyai arti penting dan strategis terutama di negara yang sedang berkembang, yang selalu berupaya: (1) memanfaatkan kekayaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup sepanjang waktu merupakan keniscayaan yang tidak terbantahkan. Hal ini menjadi prioritas pembangunan pertanian nasional dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi pertanian yang sangat tinggi, namun belum banyak upaya yang dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan agribisnis

Lebih terperinci

M-KRPL MENGHIAS RUMAH DENGAN SAYURAN DAN UMBI- UMBIAN, SEHAT DAN MENGUNTUNGKAN

M-KRPL MENGHIAS RUMAH DENGAN SAYURAN DAN UMBI- UMBIAN, SEHAT DAN MENGUNTUNGKAN M-KRPL MENGHIAS RUMAH DENGAN SAYURAN DAN UMBI- UMBIAN, SEHAT DAN MENGUNTUNGKAN Menghias rumah tinggal dengan tanaman hias? Itu sudah biasa. Lain halnya yang dilakukan para ibu anggota Kelompok Wanita Tani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menduduki posisi yang sangat vital (Mardikanto,1993). Sector pertanian

I. PENDAHULUAN. menduduki posisi yang sangat vital (Mardikanto,1993). Sector pertanian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor pertanian terhadap petumbuhan ekonomi nasional selalu menduduki posisi yang sangat vital (Mardikanto,1993). Sector pertanian memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percepatan pembangunan pertanian memerlukan peran penyuluh pertanian sebagai pendamping dan pembimbing pelaku utama dan pelaku usaha. Penyuluh mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan baik pada tingkat rumah tangga, nasional, regional, maupun global merupakan salah satu wacana yang sering muncul dalam pembahasan dan menjadi sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan penyuluhan dalam pembangunan pertanian berperan sebagai jembatan yang menghubungkan antara praktek yang dijalankan oleh petani dengan pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan

Lebih terperinci

KAJIAN PERAN ORGANISASI PETANI DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN

KAJIAN PERAN ORGANISASI PETANI DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2014 KAJIAN PERAN ORGANISASI PETANI DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Syahyuti Sri Wahyuni Rita Nur Suhaeti Amar Kadar Zakaria Tjetjep Nurasa PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan (food security) telah menjadi isu global selama dua dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan disebutkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya kemiskinan dan pengangguran yang meningkat menjadi ketimpangan masyarakat merupakan tantangan dalam pembangunan, Masyarakat miskin umumnya lemah dalam

Lebih terperinci

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG 48 VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS KELOMPOK MANTAN TENAGA KERJA WANITA DI DESA CIBAREGBEG Berdasarkan data baik masalah maupun potensi yang dimiliki oleh kelompok, maka disusun strategi program

Lebih terperinci

BAB V POTRET BURAM PEREMPUAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT WONOREJO. A. Profil Gerakan Perempuan dan Lingkungan Hidup di Wonorejo

BAB V POTRET BURAM PEREMPUAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT WONOREJO. A. Profil Gerakan Perempuan dan Lingkungan Hidup di Wonorejo BAB V POTRET BURAM PEREMPUAN DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT WONOREJO A. Profil Gerakan Perempuan dan Lingkungan Hidup di Wonorejo Kampung Wonorejo merupakan Kampung yang mempunyai masalah pada lingkungan hidup

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU 189 Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian Urgensi dan Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bengkulu 7 Juli 2011 ISBN 978-602-19247-0-9 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat

I. PENDAHULUAN. Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat karbohidrat dan protein sebagai sumber energi. Tanaman pangan juga dapat dikatakan sebagai tanaman

Lebih terperinci

Lesson Learn. Peningkatan Penerapan Rumah Pangan Lestari dalam Upaya Membentuk Kawasan Rumah Pangan Lestari

Lesson Learn. Peningkatan Penerapan Rumah Pangan Lestari dalam Upaya Membentuk Kawasan Rumah Pangan Lestari Lesson Learn Peningkatan Penerapan Rumah Pangan Lestari dalam Upaya Membentuk Kawasan Rumah Pangan Lestari Siti Lia Mulijanti dan A. Djatiharti BPTP Jawa Barat E-mail: liamulijanti@yahoo.com Abstrak Kemandirian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

POLA PENATAAN LAHAN PEKARANGAN BAGI KELESTARIAN PANGAN DI DESA SEBORO KRAPYAK, KABUPATEN PURWOREJO

POLA PENATAAN LAHAN PEKARANGAN BAGI KELESTARIAN PANGAN DI DESA SEBORO KRAPYAK, KABUPATEN PURWOREJO POLA PENATAAN LAHAN PEKARANGAN BAGI KELESTARIAN PANGAN DI DESA SEBORO KRAPYAK, KABUPATEN PURWOREJO Cahyati Setiani, Iswanto, dan Endang Iriani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Email: cahyati_setiani@yahoo.com

Lebih terperinci

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan Prinsip Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yaitu dibangun dari kumpulan rumah tangga agar mampu mewujudkan kemandirian pangan melalui pemanfaatan pekarangan dengan berbagai jenis tanaman pangan, sayuran,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mewujudkan ketahanan pangan, penciptaan lapangan kerja,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mewujudkan ketahanan pangan, penciptaan lapangan kerja, 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat besar dalam perekonomian nasional. Sektor ini mendorong pencapaian tujuan pembangunan perekonomian nasional secara langsung

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk perubahan dan pertumbuhan ekonomi serta perbaikan mutu hidup dan kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha tani agribisnis terdapat tiga subsistem yaitu (1) subsistem agribisnis hilir yaitu kegiatan ekonomi yang mengubah hasil pertanian primer menjadi produk olahan baik siap

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN Diiringi dengan: 1. Jumlah penduduk semakin meningkat 2. Konversi lahan meningkat 3. Pemenuhan pangan yang masih dibawah pemenuhan gizi Pemantapan kemandirian pangan melalui pekarangan Persepsi masyarakat

Lebih terperinci

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN

STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU ABSTRAK PENDAHULUAN STUDI EKONOMI PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) DI KOTA BENGKULU Umi Pudji Astuti dan Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu

Lebih terperinci

PERANAN PENYULUH PERTANIAN PADA KELOMPOK TANI DI KOTA PEKANBARU

PERANAN PENYULUH PERTANIAN PADA KELOMPOK TANI DI KOTA PEKANBARU 15 PERANAN PENYULUH PERTANIAN PADA KELOMPOK TANI DI KOTA PEKANBARU Kausar \ Cepriadi ^, Taufik Riaunika ^, Lena Marjelita^ Laboratorium Komunikasi dan Sosiologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB VI REFLEKSI HASIL PENDAMPINGAN BERSAMA KELOMPOK TANI

BAB VI REFLEKSI HASIL PENDAMPINGAN BERSAMA KELOMPOK TANI BAB VI REFLEKSI HASIL PENDAMPINGAN BERSAMA KELOMPOK TANI Masyarakat serta kehidupan sosial di Desa Raci Kulon hampir sama dengan kehidupan pada masyarakat lainnya. Desa Raci Kulon merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU ABSTRAK FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU Umi Pudji Astuti, Wahyu Wibawa dan Andi Ishak Balai Pengkajian Pertanian Bengkulu,

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor pertanian, sektor ini meliputi aktifitas pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan.

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG Rohmad Budiono 1 dan Rini Widiati 2 1 Balai Pengkajian Teknoogi Pertanan Jawa Timur 2 Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian dan agribisnis di pedesaan merupakan sumber pertumbuhan perekonomian nasional. Agribisnis pedesaan berkembang melalui partisipasi aktif petani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Hasil bumi yang berlimpah dan sumber daya lahan yang tersedia luas, merupakan modal mengembangkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi di mana setiap manusia mampu mengkonsumsi pangan dan gizi secara seimbang untuk status gizi baik. Menurut UU Pangan No 7 tahun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. modal sosial menempati posisi penting dalam upaya-upaya. pemberdayaan dan modal sosial, namun bagaimanapun unsur-unsur

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. modal sosial menempati posisi penting dalam upaya-upaya. pemberdayaan dan modal sosial, namun bagaimanapun unsur-unsur BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pengertian Participatory Action Research Berbagai kajian dalam rumpun ilmu sosiologi membenarkan bahwa modal sosial menempati posisi penting dalam upaya-upaya pengembangan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN. penelitian, sedangkan pada bagian implikasi penelitian disajikan beberapa saran 283 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN Bagian ini menyajikan uraian kumpulan dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan yang disajikan merupakan hasil kajian terhadap permasalahan penelitian, sedangkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... ii ABSTRACT... iii ABSTRAK... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii

Lebih terperinci

Pekarangan Sebagai Pendongkrak Pendapatan Ibu Rumah Tangga di Kabupaten Boyolali

Pekarangan Sebagai Pendongkrak Pendapatan Ibu Rumah Tangga di Kabupaten Boyolali Pekarangan Sebagai Pendongkrak Pendapatan Ibu Rumah Tangga di Kabupaten Boyolali Pendahuluan Sri Murtiati dan Nur Fitriana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Jln. BPTP No. 40 Sidomulyo, Ungaran

Lebih terperinci

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Highmore, 2008 (dalam Bambang,2010: 33), Pangan adalah sebuah barang pemenuh kebutuhan manusia yang merupakan hasil dari usaha budidaya, artinya bahwa keberadaan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH A. Keadaan Geografis Desa Sokaraja Tengah terletak di wilayah kerja Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas. Desa Sokaraja Tengah terdiri dari 2 Dusun, 7 RW,

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 98 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan dikemukakan hasil temuan studi yang menjadi dasar untuk menyimpulkan keefektifan Proksi Mantap mencapai tujuan dan sasarannya. Selanjutnya dikemukakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menopang kehidupan masyarakat Indonesia karena berperan dalam pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang kehidupan sosial dan ekonomi bagi masyarakat di negara Indonesia ini. Selain menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting

Lebih terperinci

PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017

PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017 PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017 DINAS KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TENGAH Ungaran, Januari 2017 ASPEK KONSUMSI PANGAN DALAM UU NO 18/2012 Pasal 60 (1) Pemerintah

Lebih terperinci

PANGAN SARI KELOMPOK RUMAH PANGAN LESTARI YANG MENJADI INSPIRASI GUBERNUR BALI

PANGAN SARI KELOMPOK RUMAH PANGAN LESTARI YANG MENJADI INSPIRASI GUBERNUR BALI PANGAN SARI KELOMPOK RUMAH PANGAN LESTARI YANG MENJADI INSPIRASI GUBERNUR BALI KWT Pangan Sari Nyoman Suyasa dan Budiari Penanggung Jawab MKRPL Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali Kelompok

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 Menimbang + PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Deskripsi Wilayah. 1. Profil Desa. Survei sangat perlu dilakukan sebelum penerjunan ke lokasi KKN

BAB I PENDAHULUAN. A. Deskripsi Wilayah. 1. Profil Desa. Survei sangat perlu dilakukan sebelum penerjunan ke lokasi KKN BAB I PENDAHULUAN A. Deskripsi Wilayah 1. Profil Desa Survei sangat perlu dilakukan sebelum penerjunan ke lokasi KKN sebagai acuan untuk menentukan program kerja yang akan dilaksanakan selama KKN berlangsung,

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 08 TAHUN 2017 TENTANG PENGANEKARAGAMAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian dan Pola Kemitraan Usaha Kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi bagi pembentukan

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi bagi pembentukan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Ketahanan Pangan dan Pertanian disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Februari 2015 KONDISI KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan pertanian memiliki tantangan dalam ketersediaan sumberdaya lahan. Di samping itu, tingkat alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian (perumahan, perkantoran,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang berorientasi pertumbuhan di masa lalu telah menumbuhkan suatu kesenjangan yang besar, dimana laju pertumbuhan ekonomi tidak seimbang dengan peningkatan

Lebih terperinci

Umi Pudji Astuti, Wahyu Wibawa, dan Andi Ishak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK

Umi Pudji Astuti, Wahyu Wibawa, dan Andi Ishak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian km. 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PETANI MELAKUKAN ALIH FUNGSI LAHAN TANAMAN PANGAN MENJADI PERKEBUNAN SAWIT (STUDI KASUS DI DESA KUNGKAI BARU, KECAMATAN AIR PERIUKAN, KABUPATEN SELUMA) Umi Pudji Astuti,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya

TINJAUAN PUSTAKA. komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya TINJAUAN PUSTAKA Peranan Penyuluh Pertanian Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sasarannya memberikan pendapat sehingga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Program percepatan penganekaragaman konsumsi pangan (P2KP) dimulai pada tahun 2010 kementerian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk,

I PENDAHULUAN. pertanian tersebut antara lain menyediakan bahan pangan bagi seluruh penduduk, I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan di Indonesia secara umum akan berhasil jika didukung oleh keberhasilan pembangunan berbagai sektor. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

TERWUJUDNYA MASYARAKAT SELOMARTANI YANG AGAMIS SEJAHTERA BERBUDAYA DAN MANDIRI DENGAN KETAHANAN PANGAN PADA TAHUN 2021

TERWUJUDNYA MASYARAKAT SELOMARTANI YANG AGAMIS SEJAHTERA BERBUDAYA DAN MANDIRI DENGAN KETAHANAN PANGAN PADA TAHUN 2021 VISI TERWUJUDNYA MASYARAKAT SELOMARTANI YANG AGAMIS SEJAHTERA BERBUDAYA DAN MANDIRI DENGAN KETAHANAN PANGAN PADA TAHUN 2021 MISI 1 Menigkatkan kerukunan keharmonisan kehidupan masyarakan dalam melaksanakan

Lebih terperinci

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN RAKITAN TEKNOLOGI SEMINAR DAN EKSPOSE TEKNOLOGI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA TIMUR BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN Bogor,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian menjadi dasar dalam pemenuhan kebutuhan pokok nasional. Disamping produk pangan, produk pertanian lainnya seperti produk komoditas sayuran, sayuran, perikanan,

Lebih terperinci

Tabel 6.1 Strategi, Arah dan Kebijakan Kabupaten Ponorogo TUJUAN SASARAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN

Tabel 6.1 Strategi, Arah dan Kebijakan Kabupaten Ponorogo TUJUAN SASARAN STRATEGI ARAH KEBIJAKAN Tabel 6.1 Strategi, Arah dan Kebijakan Kabupaten Ponorogo VISI : PONOROGO LEBIH MAJU, BERBUDAYA DAN RELIGIUS MISI I : Membentuk budaya keteladanan pemimpin yang efektif, guna mengembangkan manajemen pemerintahan

Lebih terperinci

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE Analisis Masalah Pendekatan kelompok melalui pengembangan KUBE mempunyai makna strategis dalam pemberdayaan masyarakat miskin. Melalui KUBE,

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2012:Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Siti Sujatini, 2 Harry Susilo

Prosiding SNaPP2012:Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN Siti Sujatini, 2 Harry Susilo Prosiding SNaPP2012:Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 PENINGKATAN PARTISIPASI WARGA UNTUK MEWUJUDKAN RUMAH DAN LINGKUNGAN SEHAT DI KELURAHAN PASEBAN JAKARTA PUSAT 1 Siti Sujatini, 2 Harry Susilo

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2012

RANCANGAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2012 RANCANGAN RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN MALANG TAHUN 2012 PERMASALAHAN PEMBANGUNAN TAHUN 1. Perlunya memajukan pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan kelautan)

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman padi merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam rangka ketahanan pangan penduduk Indonesia. Permintaan akan beras meningkat pesat seiring dengan

Lebih terperinci