BAB I PENDAHULUAN. pilihan para pendiri bangsa (the founding fathers) sebagai bentuk negara hasil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pilihan para pendiri bangsa (the founding fathers) sebagai bentuk negara hasil"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ketatanegaraan Indonesia konsep negara kesatuan yang menjadi pilihan para pendiri bangsa (the founding fathers) sebagai bentuk negara hasil proklamasi 17 Agustus Sebelum disepakatinya bentuk kesatuan untuk negara kita, pada saat itu terjadi perdebatan oleh para founding fathers negara kita sebagian mendukung bentuk kesatuan diantaranya Mohammad Yamin, Soepomo, dan Sukiman. Namun ada sebagian yang tidak mendukung bentuk kesatuan dan menginginkan bentuk negara kita adalah federasi diantaranya Mohammad Hatta. Akhirnya setelah melalui perdebatan para founding fathers sepekat kesatuan sebagai bentuk negara kita yang kemudian dimuat dalam konstitusi kita Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sebelum amandemen dinyatakan bahwa Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik. Dan bentuk negara kesatuan ini dijalankan dengan sistem desentralisasi, hal ini dinyatakan dalam Pasal 18 UUD 1945 sebelum amandemen yaitu Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dangan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahaan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Namun dalam perjalanan bangsa kita memasuki era orde baru di mana bentuk negara kesatuan dalam praktek kenegaraan Indonesia diimplikasikan 1

2 cenderung sentralistis, bahkan diberi warna uniformitas stuktur pemerintah dan jauh dari demokrasi. Negara yang sentralistis inilah menimbulkan berbagai masalah hubungan pusat dengan daerah. Otonomi daerah yang berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 dilaksanakan dengan UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok pemerintahan Daerah, di mana pelaksanaannya semakin kuat sentalistis dan uniformitas dalam pemerintahan orde baru. Pemerintahan yang sentralistik membuat otonomi daerah dikebiri dari waktu ke waktu, baik dalam arti politik, ekonomi maupun administrasi. Penyedotan kekayaan alam daerah dibawa ke pusat tanpa dikembalikan ke daerah lagi semakin menjadi. Irian Jaya hanya mendapat 4,0% sedang Kalimantan Timur hanya kebagian 1,0% dan Aceh mendapat 0,5%, dari seluruh penghasilan pengelolaan sumber daya lokal masing-masing. Selebihnya diangkut ke pusat, sehingga sumber daya daerah tidak berkembang sumber daya manusia maupun sumber daya alam daerah. Negara kesatuan yang dijalankan yang cenderung sentralistis ini menimbulkan persoalan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. 1 Masa orde baru yang menjalankan negara kesatuan dengan sentralistik akhirnya tumbang dengan era reformasi yang telah membuka wacana bagi Indonesia untuk mengadakan perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlebih perubahan dalam bidang otonomi daerah, ini terbukti dengan adanya berbagai keinginan daerah untuk menerapkan otonomi daerah yang luas dan penuh bahkan adanya keinginan berbagai daerah seperti Aceh, Maluku, Riau, Irian Jaya, Kalimantan dan 1 Andi A. Mallangeng & M. Ryaas Rasyid, Otonomi Dan Federalisme, dalam Federalisme Untuk Indonesia, Kompas, Jakarta, 1999, halaman 21. 2

3 Sulawesi tak ketinggalan Makasar untuk melepaskan diri dari kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 2 Untuk selanjutnya Negara Kesatuan Republik Indonesia disebut NKRI. Tuntutan merdeka diberbagai daerah ini diiringi kerusuhan yang melibatkan SARA yaitu di Maluku, Kalimantan Barat dan meluas ke Poso Sulawesi Tengah. Hal ini karena kekecewaan daerah selama dikendalikan orde baru selama 32 tahun yang sentralistik dan diwarnai uniformitas dalam menyikapi ke majemukan bangsa kita tidak mampu mensejahterakan daerah-daerah tersebut dan malah menciptakan ketidakadilan dan kekecewaan bagi daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam lebih. Kita lihat Aceh yang identik dengan penerapan Islam tidak diterapkan oleh pemerintah baru selain itu juga kekecewaan tidak meningkatnya standart hidup masyarakat, padahal di Aceh dibangun Kilang Gas Arun yang berkapasitas besar dan masih banyak industri lain seperti pabrik pupuk Iskandar Muda, Mobil Oil, Kertas Kraff Aceh. Namun semua hasilnya di bawa ke Pusat. 3 Di mulai dari kekecewaan ini akhirnya Aceh semakin bergejolak dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang sebenarnya GAM ini sudah muncul mulai tahun Jika Aceh dengan perlawanan fisik lain lagi di Riau yang tidak menggunakan 2 Pada tahun 1950, bangsa Indonesia kembali memilih negara kesatuan. Dan dengan masuknya Irian Jaya, jadilah wilayah RI seperti sekarang: dari Sabang sampai Merauke.Tidak bisa diingkari, bahwa negara kesatuan RI yang terbentuk setelah itu sangat sentralistis. Tuntutan otonomi penuh oleh beberapa daerah mulai muncul, antara lain, dari Aceh (bahkan sejak kemerdekean) dan Sumatera Barat. Tetapi sentralisme pemerintah pusat semakin menjadi-jadi semasa Orde Baru. Ditambah pula dengan dominasi kekuasaan eksekutif atas kekuasaan-kekuasaan lain dan atas kedaulatan rakyat, serta dukungan dari kekuatan militer dalam penyelenggaraan negara, maka RI menjadi sebuah negara kekuasaan. Keinginan Aceh untuk otonom dengan menjalankan syariah Islam dihadapi dengan kekerasan senjata. Kekerasan senjata juga terjadi di Irian Jaya.Kini rezim Soeharto telah tumbang. Sentralisme pemerintah pusat digugat rakyat. Bentuk negara kesatuan juga digugat. Bahkan rakyat Aceh, Irian jaya dan Riau menyatakan ingin merdeka. Dan ini akan diikuti oleh provinsi-provinsi lain, seperti di Sulawesi dan Maluku. Sri Bintang pamungkas, Konsep Negara Kesatuan RI dengan Otonomi daerah Secara Penuh dan Luas dalam Kerangka Reformasi Total, diakses tanggal 25 Juni Syahda Guruh, Menimbang Otonomi Vs federal, Rosda, Bandung, 2000, Hal

4 perlawanan fisik. Riau memiliki empat alternatif dalam gejolaknya yaitu pertama merdeka. Kedua, tetap dalam Republik dengan konsekuensi penerapan otonomi seluas-luasnya. Ketiga, federasi di mana Riau ingin merdeka tetapi tetap dalam lingkup NKRI. Keempat, bergabung dengan negara lain. Kemudian lagi di Papua juga muncul gerakan Papua merdeka, separatisme ini juga muncul didasarkan pada ketidakpuasan dan ketidakadilan yang mereka terima. Mereka ingin merdeka dan memisahkan diri dari NKRI. Munculnya reaksi dan tuntutan daerah ini akibat sentralisme yang berlebihan. Pilihan-pilihan dan tuntutan yang baik dengan kekerasan maupun tidak di daerah-daerah, ada yang ingin otonomi luas ada yang merdeka bahkan ada yang menginginkan federalisme. Melihat situasi yang terjadi ketua Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais mengusung gagasannya untuk mengubah NKRI menjadi bentuk negara federal. Hal ini karena melihat adanya ancaman disentegrasi yang terjadi sebagai akibat dari sistem pemerintahan negara kesatuan yang sentralistik, munculnya tuntutan daerah daerah yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Membentuk negara federal juga bukan hal yang gampang, menurut C.F Strong dalam bukunya Modern political Institution, diperlukan dua syarat untuk mewujukan negara federal yaitu pertama, adanya perasaan sebangsa diantara kesatuan-kesatuan politik yang hendak membentuk negara federasi; kedua, adanya keinginan kesatuan-kesatuan politik yang hendak mengadakan federasi untuk mengadakan ikatan terbatas, keinginan persatuan bukan kesatuan. 4 Sehingga membubarkan NKRI dengan berganti wajah menjadi 4 Samodjo, Ilmu Negara, Armico, Bandung, 1986, halaman166. 4

5 Republik Indonesia Serikat juga banyak mengandung resiko karena proses yang rumit dan membutuhkan biaya yang besar. Pemerintahan Habibie yang memegang pemerintahan transisi yang dilegitimasi oleh Sidang Istimewa MPR November 1998 menjawab tutuntan tuntutan di berbagai daerah yaitu ada yang Merdeka, Otonomi luas maupun wacana pembentukan negara federal untuk NKRI. Dengan mengeluarkan UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat Dan Daerah. Kedua UU ini secara Subtansial sangat berbeda dengan UU No. 5 Tahun Di mana daerah diberi otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Daerah diberi keluasan untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) dan Ayat (2). Pembagian kewenangan seperti ini adalah sistem pembagian kewenangan yang ada dalam sebuah negara federasi. Ternyata Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 ternyata banyak persoalan yang muncul dalam pelaksanaan nya dan pembentukan Undang-undang ini masih didasarkan pada Pasal 18 UUD 1945 sebelum amandemen sehingga banyak daerah daerah yang memiliki Kekhususan belum terakomodasi otonomi masih dilaksanakan seragam dan masih ada indikasi sentralisme yang kuat seperti terlihat tentang kewenangan lain yang menjadi urusan pemerintah pusat adalah kewenangan strategis yang mencerminkan bahwa otonomi daerah sebenarnya belum luas dan utuh 5

6 Seiring terus berjalan tuntutan reformasi dan tuntutan otonomi daerah, maka DPR mengadakan amandemen terhadap UUD 1945 yang diadakan empat kali yaitu amandemen I tahun 1999, amandemen II tahun 2000, amandemen III tahun 2001 dan amandemen IV tahun Amandemen UUD 1945 ini banyak perubahan dalam pasal-pasalnya di antaranya Pasal 18 lama terkait dengan otonomi daerah diubah dan di tambah dengan Pasal 18 A dan Pasal 18B yang memberikan ruang pada otonomi daerah yang memiliki kekhususan sehinnga menjadi dasar bagi otonomi kgusus untuk Aceh yang diatur dalam UU NO. 18 Tahun 2001 yang telah diganti dengan UU No. 11 Tahun 2001dan untuk Papua juga diberikan otonomi khusus diatur dalam UU No 21 tahun Adanya amandemen UUD 1945 maka membawa perubahan pada pengaturan otonomi daerah yang sebelumnya masih berdasar pada Pasal 18 UUD 1945 yang lama. Dengan adanya pengaturan Pasal 18 yang baru mempertegas prinsip-prinsip yang bersifat federelistik dalam rumusan kewenangan daerah. Pasal 18 Ayat (2) menegaskan Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Bahkan dalam Pasal 18 ayat (5) menegaskan lagi bahwa Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undangundang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Karena itu secara teoritis prinsip pengaturan demikian memang dapat disebut bersifat federalistik karena konsep kekuasaan asal atau sisa (residu power) justru 6

7 seolah-olah berada di pemerintah daerah. Prinsip demikian memang dikenal di lingkungan negara-negara federal. Maka berdasar pada Pasal 18 UUD 1945 pasca amandeman UU No.22 tahun 1999 yang masih berlandas pasal 18 UUD 1945 lama di ganti dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang sekarang diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. Dalam UU No. 32 tahun 2004 yang telah dirubah menjadi UU No. 12 tahun 2008 otonomi daerah yang diberikan pemerintah pusat adalah otonomi seluas-luasnya. Ketentuan dalam Pasal 18 ayat (5) ini yang menjadi acuan pengaturan UU No. 32 tahun 2004 dalam Pasal 2 ayat (3) menyatakan Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya..., memiliki kesamaan pengaturan dengan Pasal 131 ayat (2) UUDS 1950 yang menyatakan kepada daerah-daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Pengaturan dalam Pasal 18 ayat (5) pasca amandemen ini tergolong langka dalam konstruksi negara kesatuan. Dalam konstitusi negara kesatuan hampir tidak pernah membatasi terhadap wewenang (kekuasaan) pemerintah pusat. Maka realisasi dari Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 pasca amandemen yang digunakan acuan dalam pembagian urusan pemerintahan antara pusat dengan daerah direalisasikan dalam Pasal 10 ayat (3) UU No. 32 tahun 2004 yaitu urusan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Politik luar negeri; 7

8 b. Pertahanan; c. Keamanan; d. Yustisi; e. Moneter dan fiskal nasional; dan f. Agama. Berdasar rumusan ini secara teoritis daerah dapat menyelenggarakan semua urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom selain 6 bidang diatas. Pengaturan pembagian kewenangan seperti tersebut diatas hal ini menggambarkan otonomi yang seluas-luasnya, ketentuan ini berarti daerah boleh atau dapat menyelenggarakan semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi kewenangan pusat. melihat ketentuan dari pembagian urusan tersebut terlihat otonomi seluas-luasnya yang sebenarnya kontradiktif dengan konsep kesatuan, di mana otonomi seluas-luasnya dengan model sistem pembagian urusan seperti itu adalah sistem pembagian kewenangan yang ada dalam negara federal. Menurut KC whear dalam bukunya Federal goverment, prinsip negara federal adalah di mana kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga pemerintah federal menguasi bidang tertentu misalnya hubungan luar negeri, mencetak mata uang. Untuk urusan yang diserahkan pada pemerintah federal bebas dari campur tangan pemerintah negara bagian, sedang soal kebudayaan, kesehatan dan sebagainya, pemerintah negara bagian bebas dari campur tangan pemerintah federal. 5 Maka pembagian urusan dalam otonomi daerah NKRI tersebut sebenarnya mengadopsi sistem pembagian urusan dalam 5 Sulardi & cekli S. Pratiwi, Mengukuhkan Negara Kesatuan, UMM Press, Malang, Halaman 94. 8

9 negara federal, hal ini yang merupakan kontradiktif dengan konsep negara kita kesatuan, bahkan dalam Amandemen IV UUD 1945 telah terjadi penguatan bentuk NKRI yang di atur dalam Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945 yaitu Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Yang dikuatkan dengan Pasal 37 Ayat (5) UUD 1945 Amandemen IV yang menyatakan Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. Hal ini menyatakan bahwa apapun yang terjadi negara Indonesia akan berbentuk kesatuan, sehingga NKRI sebagai Harga Mati bagi bangsa ini yang tidak bisa ditawar lagi hal ini juga didukung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyatakan NKRI tidak bisa ditawar, kita akan bela dan pertahankan NKRI hingga akhir hayat. 6 Namun jika dilihat dari pengaturan otonomi daerah khususnya pembagian kewenangan pusat dengan daerah ini terjadi ketidakselarasan, bentuk Kesatuan tidak bisa ditawar namun pengaturan mengadopsi sistem federal. Pada tataran pelaksanaan pembagian kewenangan pusat dengan daerah yang diatur dalam Peraturan Pelaksanan No. 38 Tahun Di mana sebelumnya dalam UU No. 32/ 2004 kewenangan daerah mengunakan pendekatan general competence yaitu kewenangan daerah tidak diperinci hanya rumusan umum saja, namun adanya PP tersebut kewenangan daerah pendekatanya menggunakan ultravires yang memperinci kewenangan daerah. Dan PP ini juga menetapkan cara teknis pelaksanaan kewenangan daerah 6 NKRI Tidak Bisa Ditawar, Kompas, 5 Agustus

10 berdasar standart dari pusat sehingga PP ini bejiwa sentralisasi, maka secara subtantial tidak terjadi otonomi seluas-luasnya. Pengaturan pembagian kewenangan pusat dan daerah yang menggunakan sistem pembagian federal ini memang jika dilihat dari satu sisi membawa dampak positif yaitu daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengatur daerahnya sehinnga daerah dapat mengoptimal daerah nya untuk maju sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat daerah tersebut. Namun satu sisi juga memberikan dampak negatif dalam penyelenggaraan otonomi, di mana karena daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengatur daerahnya, bagi daerah yang tidak kreatif hanya menggali potensi alam daerah yang ada tanpa memikirkan kelangsungan dan kelestarian ekosistem. Dengan alasan mendongkrak pendapatan asli daerah, banyak para Bupati yang sembarangan mengeluarkan izin pengelolaan hutan dan pertambangan. Daerah yang tak bisa mengelola hanya bisa menjadi momok pabi para investor yang merasa tak memendapat kepastian hukum di daerah dan hanya diberatkan dengan pajak dan retribusi daerah. Terbukti dalam catatan Komite Pemantau Pelaksanan Otonomi Daerah selama , departemen keuangan menerima peraturan daerah (Perda) retribusi dan pajak yang harus diteliti dan hasilnya ada Perda yang direkomendasikan untuk dibatalkan. Kementerian Dalam Negeri sudah membatalkan Perda tersebut, jadi masih lebih Perda yang tak beres. Selain menimbulkan masalah tersebut karena daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengatur daerahnya dengan adanya desentralisasi kewenangan pusat ke daerah sama sekali tidak mengkikis praktek korupsi yang malah merata sampai ke daerah 10

11 yang prakteknya dikendalikan para raja kecil di daerah, terbukti dengan banyak bupati dan gubenur yang tersangkut korupsi. Selain itu kondisi pelaksanaan otonomi dengan adanya pembagian kewenangan daerahyang luas ini juga mengarah pada ancaman keuangan negara, karena 60 persen lebih APBN senilai 1.005,7 trilyun mengalir ke dearah, namun uang tersebut dihabiskan daerah untuk membiayai gaji pegawai negeri, membangun fasilitas perkantoran daerah, membeli mobil dinas dan biaya rutin lainnya. Sedang program kesejahteraan rakyat seperti pendidikan, kesehatan dan peningkatan ekonomi mendapat porsi yang kecil. Dalam hal ini menteri keuangan Sri Mulyani tahun lalu sudah memberikan lampu kuning pada pusat bahwa pengelolaan keuangan daerah sudah mengarah pada kondisi membahayakan keuangan negara secara keseluruhan. Pelaksanaan desentralisa maupun otonomi dengan memberikan kewenangan yang lsangat luas kepada daerah mini satu sisi membawa dampak negatif seperti terurai diatas. Maka menurut Peneliti hal ini yang butuh pengkajian lebih dalam konsep bentuk negara kita sebagai negara kesatuan yaitu NKRI yang dalam praktek kenegaraan ada hal-hal yang menggunakan konsep federal dengan membawa berbagai dampak. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang sudah dipaparkan di atas maka permasalahan yang akan dikaji lebih dalam adalah Bagaimana konsep negara kesatuan republik Indonesia terhadap sistem pembagian urusan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam rangka 11

12 otonomi seluas-luasnya. Dalam rumusan masalah tersebut hal yang ingin ditinjau adalah: a. Bagaimana konsep NKRI ditinjau dari pembagian kewenangan pusat dengan daerah menurut UUD 1945 sebelum amandemen? b. Bagaimana Konsep NKRI ditinjau dari pembagian kewenangan pusat dengan daerah pasca amandemen? C. Alasan Penulisan Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka penulis mengambil judul penulisan Kajian Yuridis Normatif Konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia Ditinjau Dari Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat Dengan Daerah. Hal ini memang perlu dikaji lebih dalam dan merupakan hal yang menarik dikaji, dikritisi masalah ketatanegaraan kita sebagai Negara Kesatuan. Dan merupakan hal penting untuk langkah ke depan dalam menjalankan dan mengambil kebijakan pemerintah dalam kerangka NKRI. D. Tujuan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji lebih dalam penerapan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pemberlakuan otonomi daerah yang seluas-luasnya khususnya pembagian kewenangan pemerintah pusat dengan daerah. 2. Penelitian ini juga bertujuan mengetahui lebih dalam konsep NKRI sebelum amandemen dan sesudah amandemen dalam rangka otonomi daerah. 12

13 E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis, memperkaya kajian tentang bentuk negara yang diterapkan oleh pemerintah RI dengan adanya pembagian kewenangan pusat dengan daerah yang diterapkan sekarang ini dan sebagai sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya masalah ketatanegaraan dalam pengkajian penerapan bentuk negara dalam praktek. 2. Manfaat praktis, sebagai sumbangsih pemikiran dan wacana bagi pihak pemerintah RI dalam mengambil kebijakan untuk menjaga integrasi bangsa dalam menghadapi gejolak daerah dan gerakan separatis di Indonesia dan sebagai pertimbangan pelaksanaan otonomi daerah dengan asas kedaerahan dan wujud dari demokrasi dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah. F. Rencana Sistematika Penulisan Untuk lebih memahami keseluruhan dari tesis ini,maka penulisan tugas akhir ini dibagi dalam 5 bab terdiri dari sub bab, adapun bab-bab tersebut adalah sebagai berikut : BAB I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang penulisan, permasalahan yang diangkat oleh penulis tujuan penelitian, manfaat dan sistematika penulisan. BAB II adalah bab yang berisi tentang metode penelitian di mana menjelaskan tipe penelitian, pendekatan masalah dan juga menjelaskan tentang metode pengumpulan data serta bahan hukum yang digunakan dan analisis data dalam penulisan tesis ini. 13

14 BAB III merupakan dasar rujukan atau kajian pustaka ini mencakup teori-teori tentang bentuk-bentuk negara meliputi negara kesatuan dan negara federal, NKRI dalam sejarah dan kekinian, bentuk otonomi daerah dan otonomi di Indonesia serta pembagian kewenangan pusat dengan daerah. BAB IV adalah bab paling pokok karena merupakan hasil pembahasan penelitian. Permasalahan tentang kajian yuridis normatif konsep negara kesatuan Republik Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 dan konsep NKRI ditinjau dari pembagian kewenangan Pusat dengan daerah pasca amandemen. BAB V merupakan bagian akhir dari penulisan ini, dalam bab ini tercantum kesimpulan akhir dari rangkaian penelitian serta saran-saran yang direkomendasikan penulis untuk sumbangsih pemikiran terkait dengan pemberlakuan pembagian kewenangan Pusat dengan daerah kerangka NKRI. 14

BAB I PENDAHULUAN. suku, bahasa, dan adat istiadat yang beragam. Mengingat akan keragaman tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. suku, bahasa, dan adat istiadat yang beragam. Mengingat akan keragaman tersebut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara plural dengan segenap masyarakat heterogen yang dilatar belakangi oleh banyaknya pulau, agama, suku, bahasa,

Lebih terperinci

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia desentralisasi dan sentralisasi telah beberapa kali mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) menyebutkan bahwa tujuan dari dibentuknya negara Indonesia adalah:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS JURIDIS DINAMIKA PENGATURAN PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH DAN DAERAH DI INDONESIA

BAB IV ANALISIS JURIDIS DINAMIKA PENGATURAN PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH DAN DAERAH DI INDONESIA BAB IV ANALISIS JURIDIS DINAMIKA PENGATURAN PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH DAN DAERAH DI INDONESIA A. Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah dan Daerah Dalam Konstitusi Republik

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2 PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN 2010 2014 1 Ignatius Mulyono 2 1. Misi mewujudkan Indonesia Aman dan Damai didasarkan pada permasalahan bahwa Indonesia masih rawan dengan konflik.

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAERAH YANG MEMILIKI OTONOMI KHUSUS

EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAERAH YANG MEMILIKI OTONOMI KHUSUS EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DAERAH YANG MEMILIKI OTONOMI KHUSUS Dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, tercatat beberapa daerah yang memiliki otonomi khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas kepada tingkat bawahnya

Lebih terperinci

Sumarma, SH R

Sumarma, SH R PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DIBIDANG PERTANAHAN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SEBAGAI WUJUD KEBIJAKAN NASIONAL DIBIDANG PERTANAHAN RINGKASAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Konsep yang dianut adalah konsep negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara 187 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara bentuk negara kesatuan Indonesia. Ditemukan 7 peluang yuridis terjadinya perubahan non-formal

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN

PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN DALY ERNI http://dalyerni.multiply.com daly972001@yahoo.com daly97@ui.edu daly.erni@ui.edu Kontribusi Bahan dari: Dian Puji Simatupang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

MEMAHAMI ASPIRASI DAERAH UNTUK MENGUKUHKAN NKRI Satu Abad Mr. Sjafruddin Prawiranegara Palembang, 26 Juni 2011

MEMAHAMI ASPIRASI DAERAH UNTUK MENGUKUHKAN NKRI Satu Abad Mr. Sjafruddin Prawiranegara Palembang, 26 Juni 2011 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI ASPIRASI DAERAH UNTUK MENGUKUHKAN NKRI Satu Abad Mr. Sjafruddin Prawiranegara Palembang, 26 Juni 2011 Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Lebih terperinci

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi.

1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. 1. Menjelaskaan kekuasaan dalam pelaksanaan konsitusi. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung

Lebih terperinci

Relevansi dan Revitalisasi GBHN dalam Perencanaan Pembangunan di Indonesia 1. Tunjung Sulaksono 2

Relevansi dan Revitalisasi GBHN dalam Perencanaan Pembangunan di Indonesia 1. Tunjung Sulaksono 2 Relevansi dan Revitalisasi GBHN dalam Perencanaan Pembangunan di Indonesia 1 Tunjung Sulaksono 2 A. Pendahuluan Runtuhnya rezim otoriter Orde Baru membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek dan dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluas-luasnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. seluas-luasnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bergulirnya otonomi daerah, telah merubah paradigma penyelenggaraan pemerintahan di daerah dimana kekuasaan yang bersifat sentralistik berubah menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam.

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah peradaban Aceh begitu panjang, penuh liku dan timbul tenggelam. Sejarah pernah mencatat bagaimana kegemilangan kerajaan Aceh pada masa pemerintahan

Lebih terperinci

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 Oleh: Siti Awaliyah, S.Pd, S.H, M.Hum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang A. Pengantar Kedaulatan merupakan salahsatu

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014 Herlambang P. Wiratraman Unair - 2016 DPD update..! Apa isu hukum atas perdebatan ricuhnya? Mengapa? dan bagaimana ditinjau dari sudut hukum

Lebih terperinci

Perekonomian Indonesia

Perekonomian Indonesia Perekonomian Indonesia Modul ke: Membahas Sistem Otonomi Daerah - DAU Fakultas Ekonomi & Bisnis Abdul Gani,SE MM Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Definisi Definisi Pemerintahan Daerah (Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ide negara kesatuan muncul dari adanya pemikiran dan keinginan dari warga

BAB I PENDAHULUAN. Ide negara kesatuan muncul dari adanya pemikiran dan keinginan dari warga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ide negara kesatuan muncul dari adanya pemikiran dan keinginan dari warga masyarakat suatu negara untuk membentuk suatu negara yang dapat menjamin adanya persatuan

Lebih terperinci

RINGKASAN. vii. Ringkasan

RINGKASAN. vii. Ringkasan RINGKASAN Politik hukum pengelolaan lingkungan menunjukkan arah kebijakan hukum tentang pengelolaan lingkungan yang akan dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab II. Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka pada bab ini akan membahas tentang sejarah pada awal kemerdekaan sampai masa kini dan hubungannya dengan keberadaan DPR dan juga pendapat ahli hukum tentang DPR.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam Undang-Undang Dasar 1945 antara lain menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era desentralisasi pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

I. PENDAHULUAN. Era desentralisasi pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era desentralisasi pasca disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 (UU RI No. 22 Tahun 1999) yang kemudian lebih disempurnakan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aceh dengan fungsi merumuskan kebijakan (legislasi) Aceh, mengalokasikan

BAB I PENDAHULUAN. Aceh dengan fungsi merumuskan kebijakan (legislasi) Aceh, mengalokasikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) merupakan salah satu unsur penyelenggara Pemerintahan Aceh yang bertindak sebagai lembaga legislatif di Aceh dengan fungsi merumuskan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENEGUHKAN PROFESIONALISME DPRD SEBAGAI PILAR DEMOKRASI DAN INSTRUMEN POLITIK LOKAL DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN RAKYAT H. Marzuki Alie, SE. MM. Ph.D. KETUA DPR-RI

Lebih terperinci

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang bergulir tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

PASANG SURUT OTONOMI DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA (Tinjauan Sejarah Hukum Pemerintahan Daerah)

PASANG SURUT OTONOMI DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA (Tinjauan Sejarah Hukum Pemerintahan Daerah) Sejarah Hukum, Pemerintahan Daerah 46 PASANG SURUT OTONOMI DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA (Tinjauan Sejarah Hukum Pemerintahan Daerah) Oleh : Afif Syarif, SH,MH. ABSTRAK Pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terkait adalah pengisian jabatan kepala daerah. Dalam Pasal 18 ayat (4) UUD

BAB I PENDAHULUAN. yang terkait adalah pengisian jabatan kepala daerah. Dalam Pasal 18 ayat (4) UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hasil amandemen kedua Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan yang terkait adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dengan sadar memilih bentuk negara dan dirumuskan sesuai dengan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. yang dengan sadar memilih bentuk negara dan dirumuskan sesuai dengan jiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia berdasarkan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang dengan sadar memilih bentuk negara dan dirumuskan sesuai dengan jiwa negara yang berbudaya

Lebih terperinci

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SUMBER PENELITIAN SEJARAH DOKUMEN / ARSIP BENDA / PRASASTI PELAKU SEJARAH SISTEM PRA KEMERDEKAAN PENJAJAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri yang dinamakan dengan daerah otonom. 1

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri yang dinamakan dengan daerah otonom. 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 telah banyak membawa perubahan bagi bangsa Indonesia terhadap beberapa hal. Salah

Lebih terperinci

Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pembagian Urusan Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan A. Latar Belakang an daerah yang diselenggarakan menurut amanat Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pemerintahan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam waktu tujuh tahun sejak tumbangnya rezim orde baru, bangsa Indonesia terus berupaya memperbaiki sistem pemerintahannya. Bahkan upaya-upaya perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah menjadi salah satu topik sentral yang banyak dibicarakan. Otonomi daerah menjadi wacana dan bahan kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berhentinya Presiden Soeharto di tengah-tengah krisis ekonomi dan moneter menjadi awal dimulainya era reformasi di Indonesia. 1 Dengan adanya reformasi, masyarakat berharap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Lebih terperinci

Evi Purnama Wati, Pemberlakuan Otonomi Daerah dan Fenomena Pemekaran Wilayah di Indonesia, Halaman

Evi Purnama Wati, Pemberlakuan Otonomi Daerah dan Fenomena Pemekaran Wilayah di Indonesia, Halaman PEMBERLAKUAN OTONOMI DAERAH DAN FENOMENA PEMEKARAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: Evi Purnama Wati, SH., MH 1 NIDN : 0213037201 Email : evipunamawatiplg@gmail.com Abstrak Pemberlakuan sistem otonomi daerah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Provinsi Daerah

Lebih terperinci

4. Untuk sementara waktu kedudukan kota diteruskan sampai sekarang.

4. Untuk sementara waktu kedudukan kota diteruskan sampai sekarang. Sejarah pemerintahan daerah SEBELUM AMANDEMEN PERIODE UUD 1945 PADA AWAL KEMERDEKAAN 18 agustus 1945 27 desember 1949 Uud 1945 pada masa awal kemerdekaan menerangkan dalam bab VI tentang pemerintahan daerah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER 145 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul MILITER DAN POLITIK DI INDONESIA (Studi Tentang Kebijakan Dwifungsi ABRI Terhadap Peran-peran Militer di Bidang Sosial-Politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Negara ini lahir dari perjuangan bangsa Indonesia yang bertekad mendirikan Negara kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional yang ada di Indonesia merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran

Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran Ulangan Akhir Semester (UAS) Semester 1 Tahun Pelajaran 2016 2017 Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Kelas / Semester : VI (Enam) / 1 (Satu) Hari / Tanggal :... Waktu : 90 menit A. Pilihlah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menjawab rumusan masalah sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menjawab rumusan masalah sebagai berikut : BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis dengan ini menjawab rumusan masalah sebagai berikut : Pertama, terkait Penerapan Desentralisasi Asimetris Terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 adalah sumber hukum bagi pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proklamasi itu telah mewujudkan Negara

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak Universitas Indonesia Library >> UI - Tesis (Open) Eksistensi Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam UUD 1945 Setelah Perubahan (Analisis Yurisdis Terhadap Pasal 1 Ayat (1) dan Pasal 37 Ayat (5)

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 30 menit)

LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 30 menit) Langkah untuk mendapatkan kunci jawaban dan pembahasan download di Ferry Andriyanto, S. Pd. 1. Perhatikan pernyataan berikut i. Sistem ceck and balances dapat menghasilkan keseimbangan antarorgan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi desentralistik dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan zaman yang diikuti dengan adanya perubahan otonomi daerah, telah merubah paradigma penyelenggaraan pemerintah di daerah mengenai kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ras, etnis, bahasa dan juga agama yang beragam, karena itulah Indonesia disebut sebagai

BAB I PENDAHULUAN. ras, etnis, bahasa dan juga agama yang beragam, karena itulah Indonesia disebut sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang didalamnya terdapat banyak budaya, ras, etnis, bahasa dan juga agama yang beragam, karena itulah Indonesia disebut sebagai negara

Lebih terperinci

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

MATERI UUD NRI TAHUN 1945 B A B VIII MATERI UUD NRI TAHUN 1945 A. Pengertian dan Pembagian UUD 1945 Hukum dasar ialah peraturan hukum yang menjadi dasar berlakunya seluruh peraturan perundangan dalam suatu Negara. Hukum dasar merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. 3 Dalam tipe pemerintahan seperti

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. 3 Dalam tipe pemerintahan seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia menganut sistem presidensial. Sistem presidensial adalah sistem pemerintahan yang terpusat pada kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus

Lebih terperinci

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945 Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945 Oleh: Jamal Wiwoho Disampaikan dalam Acara Lokakarya dengan tema Penyelenggaraan Sidang Tahunan MPR : Evaluasi Terhadap Akuntablitas Publik Kinerja Lembaga-Lembaga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Rizkyana Zaffrindra Putri 1, Lita Tyesta A.L.W. 2 litatyestalita@yahoo.com ABSTRAK Undang-Undang

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberian kewenangan yang luas nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan keputusan politik untuk menjalankan otonomi

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA. KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA http://www.birohumas.baliprov.go.id, 1. PENDAHULUAN Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan Bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Fakultas Ekonomi dan Bisnis Otonomi Daerah (Otda) Program Studi Managemen www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN Otonomi derah adalah hak,wewenang, dan kewajiban daerah otonom

Lebih terperinci

PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at

PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at PROBLEM OTONOMI KHUSUS PAPUA Oleh: Muchamad Ali Safa at Latar Belakang dan Tujuan Otonomi Khusus Otonomi khusus baru dikenal dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia di era reformasi. Sebelumnya, hanya

Lebih terperinci

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Posted by KuliahGratisIndonesia Materi soal Undang-undang merupakan salah satu komposisi dari Tes Kompetensi Dasar(TKD) yang mana merupakan

Lebih terperinci

LIPI PANDANGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA TENTANG RUU PEMERINTAHAN ACEH DISAMPAIKAN DALAM RAPAT DENGAR PENDAPAT DENGAN PANSUS RUU PA DPR RI

LIPI PANDANGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA TENTANG RUU PEMERINTAHAN ACEH DISAMPAIKAN DALAM RAPAT DENGAR PENDAPAT DENGAN PANSUS RUU PA DPR RI LIPI PANDANGAN LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA TENTANG RUU PEMERINTAHAN ACEH DISAMPAIKAN DALAM RAPAT DENGAR PENDAPAT DENGAN PANSUS RUU PA DPR RI LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA Jakarta, 6 Maret 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyikapi RUU. tentang Keistimewaan Yogyakarta. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyikapi RUU. tentang Keistimewaan Yogyakarta. Kurang lebih BAB I PENDAHULUAN Tidak mungkin ada monarki yang bertabrakan, baik dengan konstitusi maupun nilai demokrasi ( Suara Yogya, 26/11/2010). Itulah pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyikapi

Lebih terperinci

TRANSFER DANA DESENTRALISASI LAMPAUI RP500 TRILIUN

TRANSFER DANA DESENTRALISASI LAMPAUI RP500 TRILIUN TRANSFER DANA DESENTRALISASI LAMPAUI RP500 TRILIUN beritahukum.com Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) i 2013, dana transfer ii ke daerah dari

Lebih terperinci

DESENTRALISASI. aris subagiyo

DESENTRALISASI. aris subagiyo DESENTRALISASI aris subagiyo PENGERTIAN DESENTRALISASI : Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kpd daerah otonom utk mengatur & mengurus urusan pemerintahan dlm sistem NKRI. OTONOMI DAERAH :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD 1945 A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Dalam UUD 1945, pengaturan tentang pemerintah daerah diatur dalam Bab VI pasal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (PAD) yang dapat membantu meningkatakan kualitas daerah tersebut. Maka

BAB I PENDAHULUAN. (PAD) yang dapat membantu meningkatakan kualitas daerah tersebut. Maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pajak daerah adalah salah satu penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) yang dapat membantu meningkatakan kualitas daerah tersebut. Maka setiap daerah harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam sejarah perjalanan sistem kepemerintahannya, Indonesia sempat mengalami masa-masa dimana sistem pemerintahan yang sentralistik pernah diterapkan. Di bawah rezim

Lebih terperinci

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 Dinamika perkembangan ketatanegaraan di Indonesia terusterjadi. Hal yang kembali mencuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), artinya segala sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), artinya segala sesuatu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintahan Indonesia berdasarkan atas sistem konstitusi (peraturan dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), artinya segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban. tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era Reformasi yang lahir pasca runtuhnya Orde Baru mengemban tugas yang tidak mudah, salah satunya untuk mencari solusi alternatif dalam menyelesaikan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang melanda indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat ekonomi lemah berupa ketimpangan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat empat provinsi yang diberikan dan diakui statusnya sebagai daerah otonomi khusus atau keistimewaan yang berbeda dengan Provinsi lainnya,

Lebih terperinci

PEMERI,. BA E AB. KAjiAN Palilik dan HukuM

PEMERI,. BA E AB. KAjiAN Palilik dan HukuM PEMERI,. BA E AB KAjiAN Palilik dan HukuM Daftar lsi Kata Pengantar... Daftar lsi.................... Bagian I: Pendahuluan... Bagian II: Pemisahan dan Pembagian Kekuasaan dalam Konsep Negara Hukum dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konstitusi menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam dunia akademik begitu banyak akademisi atau ahli yang membahas ciri konsep negara hukum. Pada kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan, yang mengatur urusan otonomi daerah dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan, yang mengatur urusan otonomi daerah dan tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan Daerah adalah naskah dinas yang berbentuk peraturan perundang-undangan, yang mengatur urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan atau untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak masa orde lama, orde baru hingga era reformasi sekarang ini, pemerintah selalu melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan guna meningkatkan taraf hidup

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat I. PEMOHON Assosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) yang diwakili oleh Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY Kajian Evaluasi Pembentukan, Pemekaran, Penggabungan dan Penghapusan Daerah

EXECUTIVE SUMMARY Kajian Evaluasi Pembentukan, Pemekaran, Penggabungan dan Penghapusan Daerah EXECUTIVE SUMMARY Kajian Evaluasi Pembentukan, Pemekaran, Penggabungan dan Penghapusan Daerah Era reformasi yang ditandai dengan meningkatnya tuntutan untuk melakukan pemekaran daerah berjalan seiring

Lebih terperinci