BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konstitusi menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam dunia akademik begitu banyak akademisi atau ahli yang membahas ciri konsep negara hukum. Pada kesempatan ini, diambil 2 pendapat ahli. Menurut A.V. Dicey, ada 3 ciri penting dalam setiap negara hukum modern di zaman sekarang (rule of law), yaitu : Supremacy of Law, Equality Before the Law, dan Due Process of Law. 5 Berbeda dengan A.V. Dicey, Jimly Asshidiqqie menyatakan bahwa ada 12 ciri utama negara hukum modern yang sebenarnya (The Rule of Law, ataupun Rechstaat) yaitu : supremasi hukum, persamaan dalam hukum, asas legalitas, pembatasan kekuasaan, organ-organ Eksekutif Independen, peradilan bebas dan tidak memihak, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Tata Negara, perlindungan hak asasi manusia, bersifat demokratis, berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara, dan transparansi serta kontrol sosial. 6 Diantara kedua ahli hukum ini, keduanya sepakat bahwa salah satu ciri utama konsep negara hukum adalah adanya supremacy of law. Hal ini memperlihatkan bahwa salah satu konsekuensi bernegara hukum adalah menjalankan supremasi hukum. Penerapan supremasi hukum dalam suatu negara, mengharuskan negara sebagai organisasi terbesar dijalankan 5 Jimly Asshiddiqie, 2014, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 6 ibid.,

2 2 berdasarkan hukum, dimana semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Pembentukan konstitusi suatu negara merupakan pencerminan pelaksanaan prinsip negara yang berdasarkan atas hukum. Dalam hal ini, konstitusi merupakan hukum tertinggi yang ada dalam suatu negara (the supreme law of the land). Dengan kata lain, dalam negara hukum yang cenderung memiliki pengaturan hierarki hukum seperti Indonesia, terjadi penerapan supremasi konstitusi. Terkait hal ini Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa dalam perspektif supremasi hukum, pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi, bahkan dalam republik yang menganut sistem presidensial murni, konstitusi itulah yang sebenarnya lebih tepat disebut kepala negara. 7 Sebagai hukum tertinggi dalam suatu negara, salah satu muatan konstitusi adalah berkaitan dengan identitas suatu negara. Salah satu identitas suatu negara adalah perihal bentuk negara. Indonesia sendiri oleh Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945 pasca amandemen), untuk selanjutnya disingkat UUD NRI 1945, sebagai konstitusi negara, menyatakan bahwa Indonesia berbentuk negara Kesatuan. 8 Bentuk negara merupakan hal yang vital dalam kehidupan bernegara, karena berbicara 7 ibid., hlm Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

3 3 organ atau organisasi secara keseluruhan. 9 Hal ini tentu turut mempengaruhi bentuk pemerintahan dalam setiap urusan bernegara terutama dalam hal pembagian kewenangan pemerintah. Hal ini juga yang membuat pembahasan terkait pilihan bentuk negara dan bentuk pemerintahan Indonesia, menjadi perdebatan yang cukup panjang dalam sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia). Sidang tersebut memperlihatkan ada dikotomi pandangan mengenai bentuk negara dan pemerintahan, yaitu antara kelompok bentuk negara federasi dengan kesatuan, dan antara bentuk pemerintahan republik dengan monaki (kerajaan). 10 Dalam hal ini, Indonesia memilih untuk menjadi negara republik dalam kerangka negara kesatuan. Dalam sejarahnya Indonesia memang sempat berganti bentuk menjadi federasi (pemberlakuan konstitusi Republik Indonesia Serikat), meskipun hal itu tak berlangsung lama, hanya kurang lebih sekitar 1 tahun saja antara tahun 1949 sampai dengan tahun Dalam kaitannya sebagai hukum tertinggi (supreme law), konstitusi tetap diasumsikan sebagai hukum yang belum tentu sempurna. Perkembangan berbagai aspek dalam kehidupan bernegara, turut juga mendukung asumsi ini. K.C Wheare menyatakan bahwa : 11 Konstitusi, ketika disusun dan diterapkan, cenderung mencerminkan keyakinan dan kepentingan dominan, atau kompromi antara keyakinan dan kepentingan yang bertentangan, yang mencirikan masyarakat pada 9 Jimly Asshiddiqie, op.cit, hlm Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta, hlm K.C Wheare, 2011, Konstitusi-Konstitusi Modern (terj.), Nusa Media, Bandung, hlm. 104

4 4 waktu itu. Lebih dari itu, konstitusi tidak mesti mencerminkan keyakinan dan kepentingan politik atau hukum saja, melainkan bisa saja mencakup kesimpulan-kesimpulan atau kompromi-kompromi atas masalah ekonomi dan sosial yang ingin dijamin atau dinyatakan oleh para penyusun konstitusi. Konstitusi adalah resultan dari berbagai kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang bekerja pada waktu pembentukannya. Berangkat dari berbagai asumsi dan pernyataan ini, hampir setiap konstitusi modern suatu negara turut juga mengatur atau memuat pengaturan mengenai mekanisme perubahan suatu konstitusi. Lebih lanjut, Mohammad Fajrul Falaakh menyatakan bahwa ada sekitar 191 negara yang memiliki konstitusi sekaligus juga mengatur prosedur perubahan atau amandemennya. Bahkan sejak dasawarsa 1980-an hanya kurang dari 4 persen konstitusi di dunia yang tidak mengatur tentang amandemen konstitusi. 12 Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran akan berbagai kekurangan dalam proses penyusunan konstitusi serta kehidupan masyarakat/manusia sebagai subjek konstitusi yang sangat dinamis, menyebabkan ruang pimbicaraan mengenai ide perubahan konstitusi menjadi menarik. Bentuk negara merupakan salah satu muatan dalam konstitusi. Dalam logika sederhana, hal ini menunjukkan bahwa bentuk negara pun bisa saja diubah dalam hal terjadi perubahan konstitusi. Perihal perubahan konstitusi dan pengaturan bentuk negara ini menjadi menarik dalam perspektif konstitusi Indonesia, UUD NRI Dalam Bab XVI UUD NRI 1945 tentang Perubahan Undang-Undang Dasar, dinyatakan bahwa khusus bentuk negara 12 Mohammad Fajrul Falaakh, 2014, Pertumbuhan dan Model Konstitusi Serta Perubahan UUD 1945 oleh Presiden, DPR, dan Mahkamah Konstitusi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 48

5 5 kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. 13 Dilihat dari perspektif politik hukum dan teori perundang-undangan, pengaturan ini memberikan ruang perdebatan yang panjang mengenai political will perumusan peraturan tersebut. Pertanyaan mendasar kemudian yang terlintas adalah, seperti apakah kemudian urgensi untuk terjadinya perubahan konstitusi perihal bentuk negara? Melihat sejarah, dalam perumusan UUD 1945, Mohammad Hatta 14 merupakan salah satu orang yang menolak ide bentuk negara kesatuan diberlakukan di Indonesia. Menurutnya, Indonesia yang merdeka haruslah berbentuk federal dan bukanlah berbentuk negara kesatuan. Pendapat ini diajukan Hatta dengan pembenaran terhadap struktur geografis berbentuk kepulauan dan tingkat heterogenitas bangsa Indonesia yang sangat tinggi. Kemajemukan menjadi rasionalisasi terhadap penolakan bentuk negara kesatuan. Jimly Asshidiqie 15 menyatakan bahwa pada akhir perumusan mengenai bentuk negara dalam UUD 1945, Hatta merubah pendiriannya dengan alasan bahwa kalangan pergerakan lainnya sudah meyakinkannya bahwa Negara Kesatuan Indonesia yang akan dibangun akan turut juga membangun daerah-daerah dengan dasar prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Fase pemerintahan orde lama dan orde baru yang terkesan sangat sentralistis ternyata memberikan dampak kecemburuan daerah yang tinggi. 13 Pasal 37 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Sekretariat Negara Republik Indonesia, op.cit, hlm Lihat juga, Jimly Asshidiqie, op.cit, hlm Jimly, op.cit, hlm 212

6 6 Jimly Asshidiqie berpendapat bahwa hal ini turut disebabkan keadaan Indonesia sebagai negara baru, menuntut Pemerintah Pusat untuk mengutamakan konsolidasi kekuasaan secara terpusat, sehingga keperluan untuk menjamin keragaman antardaerah menjadi nomor dua atau bahkan nomor tiga. 16 Pembangunan yang hanya terpusat di Jawa sebagai pusat pemerintahan, kembali menimbulkan dialektika antara bentuk negara kesatuan dan federasi. Dialektika ini kemudian berpuncak pada masa orde lama (era demokrasi terpimpin) sampai dengan tahun Peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto di tahun 1966 seolah menjadi harapan baru desentralisasi, yang tercermin dengan dikeluarkannya TAP MPRS tanggal 5 Juli 1966, No XXI/MPRS/1966 tentang Pemberian Otonomi Seluas-luasnya kepada Daerah. Harapan itu ternyata kembali padam, dan mencapai puncaknya dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Pemerintahan Daerah yang sentralistis. Jimly Asshidiqie kembali berpandangan bahwa proses konsolidasi kekuasaan dalam pergantian Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto kembali menimbulkan arus balik dari gelombang desentralisasi ke arah sentralisasi kembali. 17 Masuknya era reformasi, Undang-Undang Nomor 5 Tentang Pokok- Pokok Pemerintahan Daerah Tahun 1974 di era Soeharto yang becorak sentralistis digantikan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagai antitesa yang membawa optimisme terhadap 16 ibid., hlm ibid., hlm 215.

7 7 desentralisasi. Lebih daripada itu, dorongan untuk adanya amandemen konstitusi akhirnya turut juga mengubah Pasal 18 UUD 1945 dalam Bab Pemerintahan Daerah dalam rumusan yang lebih sangat desentralistik pada amandemen kedua UUD 1945 tahun Bentuk penolakan terhadap sentralisasi, dan harapan terhadap desentralisasi ternyata justru kembali memberikan dialektika antara bentuk negara kesatuan dan bentuk negara federasi. Menurut Nimatul Huda 18 dan Jimly Asshidiqie, bahkan perubahan kedua UUD 1945 terhadap Pasal 18 ini justru mempertegas prinsip-prinsip pengaturan yang bersifat federalistis dalam hubungan kewenangan daerah. Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 hasil perubahan kedua tahun 2000 menyatakan bahwa : Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Lebih lanjut, Pasal 18 ayat ke (5) menyatakan bahwa : Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Mengomentari hal ini, Jimly Asshidiqie menyatakan bahwa secara teoritis prinsip pengaturan demikian dapat disebut bersifat federalistis karena konsep kekuasaan asal atau sisa (residual power) justru seolah-olah berada di Pemerintah Daerah. Prinsip demikian dikenal di lingkungan negara-negara federal. Selain itu, ketentuan baru Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B, telah 18 Ni matul Huda, Berkayuh Diantara Bentuk Negara Kesatuan Dan Federal, Jurnal Konstitusi, Vol. I, No. 1, Februari 2009, hlm. 58

8 8 mengubah format bentuk negara dari bentuk Negara Kesatuan yang kaku kepada bentuk Negara Kesatuan yang dinamis. Dalam dinamisme bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B UUD 1945 itu, dimungkinkan dilakukannya pengaturanpengaturan yang bersifat federalistis dalam hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 19 Lebih lanjut, Nimatul Huda yang mengutip pernyataan Astim Riyanto, menyatakan bahwa, ditetapkannya Pasal 18 ayat (5) UUD 1945, berarti telah mengubah jiwa dan semangat Pasal 18 UUD 1945 (sebelum perubahan), yang mengindikasikan dikehendakinya aktualisasi negara kesatuan dengan desentralisasi yang proporsional menjadi aktualisasi negara kesatuan dengan desentralisasi yang federalistik. 20 Secara formil, berdasarkan deskripsi daripada konstitusi Indonesia pasca amandemen (UUD NRI 1945), Indonesia tetaplah berbentuk Negara kesatuan. Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945 secara jelas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Permasalahan kemudian muncul saat adanya inkonsistensi dan pertentangan dalam pengaturan BAB VI tentang Pemerintahan Daerah pasca amandemen, yang sangat bercorakkan federalistis. Pertentangan ini kemudian semakin diperkeruh dengan adanya ketentuan Pasal 37 ayat (5) UUD NRI 1945 yang secara eksplisit melarang adanya perubahan bentuk negara kesatuan. 19 Jimly, op.cit, hlm Ni matul Huda, op.cit, hlm. 60

9 9 Dialektika mengenai bentuk negara Indonesia, serta berbagai pertentangan dan inkonsistensi dalam sistem konstitusi UUD NRI 1945 pasca amandemen sebagai suatu sistem konstitusi yang utuh, kemudian kembali dipertentangkan dengan adanya teori perubahan non-formal konstitusi. Dalam hal ini, berdasarkan perjalanan sejarah dan keberadaan UUD NRI 1945 (sesudah perubahan) yang berlaku saat ini, menurut hemat penulis, ada terdapat permasalahan mengenai pengaturan bentuk negara kesatuan di Indonesia. Politik hukum konstitusi Indonesia pasca amandemen seakan kontradiktif dengan semangat negara kesatuan, sehingga dapat membuka banyak ruang terjadinya perubahan nonformal konstitusi. Dalam teori perubahan konstitusi, secara umum dikenal adanya perubahan konstitusi formal dan perubahan konstitusi non-formal. Perubahan konstitusi formal (formal amendment) merupakan perubahan yang diatur secara jelas dan formal dalam konstitusi. Dalam hubungannya dengan ini perubahan formal dapat diklasifikasi berdasarkan rigidity (tingkat kekakuan) suatu konstitusi dalam mengatur perubahan formalnya. Terkait rigidity C.F Strong mengklasifikasikan sebagai berikut, bahwa konstitusi yang dapat diubah atau diamandemen tanpa adanya prosedur khusus dinyatakan sebagai konstitusi fleksibel, sedangkan konstitusi yang mempersyaratkan prosedur khusus untuk perubahan atau amandemennya merupakan konstitusi yang kaku (rigid) CF Strong, 2004, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern: Studi Perbandingan tentang Sejarah dan Bentuk (terj.), Penerbit Nuansa dan Nusamedia, Bandung, hal 90

10 10 Tentunya berbeda dengan perubahan formal, perubahan kontitusi secara non-formal adalah mekanisme yang tidak secara eksplisit ditulis dan diatur. Georg Jellinek menyebut ini sebagai perubahan non prosedural (verfassungswandelung), Bothlingk menggunakan istilah buiten de grondwet (perubahan di luar konstitusi), sedangkan sejumlah penulis dari Amerika Serikat menyebutnya sebagai perubahan nonformal (informal amandment). 22 Dalam hubungannya antara perubahan formal dan non-formal sebagai opsi dalam perubahan konstitusi, lebih lanjut Mohammad Fajrul Falaakh menyatakan bahwa amandemen formal (formal amendment) hanyalah salah satu cara mengubah konstitusi. Perubahan dapat pula terjadi secara non-formal (informal change, informal amendment), yaitu perubahan konstitusi tanpa mengubah naskah konstitusi yang bersangkutan atau perubahan di luar naskah konstitusi. Dalam hal ini norma-norma konstitusi dapat berubah ketika diatur lebih lanjut undang-undang oleh legislatif (proses legislasi), atau ditafsirkan oleh hakim untuk menentukan hukum bagi suatu perkara yang diadilinya (proses ajudikasi). 23 Bab XVI Pasal 37 ayat (1) sampai dengan ayat (4) UUD NRI 1945 secara jelas mengatur mengenai prosedur khusus perubahan konstitusi Indonesia, bahkan secara lebih khusus lagi dalam ayat (5) secara eksplisit menegasikan adanya perubahan terhadap bentuk negara. Pengaturan dalam pasal-pasal ini, menunjukkan bahwa sudah jelas konstitusi Indonesia dapat 22 Mohammad Fajrul Falaakh, Op. Cit, hlm ibid., hlm. 7

11 11 diklasifikasikan sebagai konstitusi yang kaku (rigid) dalam mengatur mengenai perubahan atau amandemennya secara formal. Pengaturan perubahan formal konstitusi di Indonesia yang dapat dikatakan sangat rigid ini, tentulah membuat ruang perubahan nonformal berpotensi sering terjadi. Mohammad Fajrul Falaakh berpendapat bahwa semakin rigid suatu konstitusi, maka semakin terbuka untuk diubah secara nonformal. Di sisi lain, kedudukan UUD 1945 sebagai lex superior (doktrin supremasi konstitusi) dan wataknya sebagai lex scripta akan mengalami masalah serius kalau perubahan konstitusi secara nonformal justru lebih mudah dan lebih banyak dilakukan. 24 Dalam hubungannya dengan Indonesia sebagai negara hukum, adanya supremasi konstitusi, pengaturan mengenai bentuk negara dan pemerintahan daerah, pengaturan perubahan formal konstitusi, serta adanya teori perubahan non-formal konstitusi, dalam penelitian ini ditarik suatu permasalahan dalam kaitannya dengan bentuk negara kesatuan. Permasalahan dalam hubungannya dengan bentuk negara kesatuan berangkat dari asumsi awal bahwa konstitusi sebagai hukum yang belum tentu sempurna. Selain itu adanya pertentangan norma dalam sistem konstitusi mengenai bentuk negara dan perkembangan berbagai aspek dalam kehidupan bernegara, turut juga mendukung asumsi ini. Asumsi ini kemudian dikaitkan dengan pendapat K.C Wheare bahwa konstitusi adalah resultan dari berbagai kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang 24 ibid., hlm. 13

12 12 bekerja pada waktu pembentukannya. 25 Lebih lanjut, dalam upaya menarik suatu rumusan permasalahan, penulis melihat adanya pengaturan yang sangat rigid dalam konstitusi Indonesia, terkait perubahan konstitusi, khususnya perubahan bentuk negara yang notabene adalah muatan konstitusi. Pertentangan antara negara hukum Indonesia (yang berkonsekuensi terhadap supremasi dan kepastian hukum konstitusi) dan adanya teori perubahan non-formal konstitusi, kemudian menjadi lebih menarik ketika dilihat dari perspektif bentuk negara kesatuan (yang oleh konstitusi Indonesia pasca amandemen, dinyatakan tidak dapat dilakukan perubahan). Politik hukum konstitusi Indonesia yang membuat suatu peraturan terkait perubahan konstitusi yang rigid, sehingga berimplikasi menutup ruang perubahan bentuk negara kesatuan secara formal, jelas memberikan daya tarik tersendiri mengenai penelitian terhadap ruang lain perubahan konstitusi, yaitu perubahan konstitusi secara non-formal. Penggunaan istilah perubahan konstitusi non-formal di sini tentunya dapat dipahami sebagai suatu antonim atau bahkan antitesa daripada suatu perubahan formal. Pada penelitian ini perubahan non-formal dipahami sebagai segala bentuk perubahan konstitusi yang terjadi di luar bentuk formal yang sudah diatur secara eksplisit dalam konstitusi Indonesia (UUD NRI 1945 pasca amandemen), dalam hubungannya dengan bentuk negara. 25 K.C Wheare, Op. cit, hlm. 104

13 13 Dalam rangka membahas dan menganalisis perubahan non-formal konstitusi mengenai bentuk negara kesatuan ini, penulis menggunakan logika dan kerangka berpikir yang dibangun oleh Mohammad Fajrul Falaakh, yaitu bahwa perubahan non-formal konstitusi adalah perubahan di luar naskah konstitusi, bahwa amandemen formal hanyalah salah satu cara mengubah konstitusi, bahwa perubahan non-formal pada akhirnya adalah terkait kepastian hukum (legal certainty), dan bahwa UUD NRI 1945 sebagai Lex Superior sekaligus Lex Scripta akan mengalami masalah serius jika perubahan nonformal konstitusi justru lebih mudah dan lebih banyak dilakukan. 26 Berangkat dari ini semua, telah dilakukan penelitian hukum yang dituangkan dalam bentuk penulisan tesis hukum yang berjudul : PERUBAHAN NON-FORMAL KONSTITUSI SEBAGAI SALAH SATU PELUANG PERUBAHAN BENTUK NEGARA KESATUAN INDONESIA B. Rumusan Masalah Adapun rumusan permasalahannya sebagai berikut: 1. Apakah ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi terkait bentuk negara kesatuan Indonesia? 2. Faktor apa saja yang dapat menyebabkan perubahan non-formal bentuk negara kesatuan Indonesia? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis peluang yuridis perubahan non- 26 lihat Mohammad Fajrul Falaakh, Op. Cit, hlm. 7-13

14 14 formal konstitusi dalam hubungannya dengan bentuk negara kesatuan Indonesia. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor penyebab perubahan nonformal bentuk negara kesatuan Indonesia. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaaat dari penelitian ini diharapkan dapat berupa manfaat secara teoritis maupun praktis, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi peningkatan dan perkembangan dibidang Hukum Tata Negara; menambah wacana dan pustaka dalam rangka pengembangan hukum konstitusi, khususnya terkait perubahan nonformal konstitusi dalam hubungannya dengan adanya peluang perubahan bentuk negara kesatuan di Indonesia; serta untuk menambah literatur dan bahan-bahan hukum yang dapat bermanfaat bagi penelitian akan perubahan konstitusi di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis Untuk memberikan masukan bagi para pihak, terutama bagi penyelenggara negara di bidang kekuasaan eksekutif dan legislatif dalam hal menjalankan fungsi legislasi peraturan hukum dibawah konstitusi; dan yudikatif dalam hal menjalankan fungsi penafsiran terhadap konstitusi, serta memberikan tambahan pengetahuan bagi masyarakat luas yang berkepentingan dan terkait dengan masalah yang diteliti.

15 15 E. Keaslian Penelitian Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta kemajuan dibidang pendidikan membuat kemungkinan akan terdapatnya kesamaan atau kemiripan antara suatu karya ilmiah dengan yang lainnya semakin terbuka. Dalam hal ini, penulis telah melakukan penelusuran kepustakaan, dan ditemukan beberapa karya ilmiah dan penelitian yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini, baik yang berbentuk disertasi, tesis, ataupun buku. Pada tahun 1978, dalam disertasinya, Sri Soemantri 27 sudah melakukan penelitian terkait perubahan konstitusi. Dalam penelitiannya, Sri Soemantri lebih memfokuskan pembahasan pada Pasal 37 Undang-Undang Dasar 1945, dimana penekanannya pada permasalahan terkait apakah perubahan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai masalah hukum atau politik, sejauh mana kekuasaan Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam melaksanakan Pasal 37 Undang-Undang Dasar, dan tentang bagaimana seharusnya prosedur dan sistem perubahan dalam Pasal 37 tersebut dijalankan. Dalam hal ini fokus penelitian pada tesis ini berbeda dengan fokus penelitian oleh Sri Soemantri, karena penulis tidak membahas terkait prosedur perubahan UUD 1945, melainkan konsekuensi perubahan UUD 1945 (khususnya pada Pasal 18 dan Pasal 37) sehingga membentuk UUD NRI 1945 secara keseluruhan, yang akhirnya memberikan ruang yuridis perubahan non-formal konstitusi mengenai bentuk negara yang semakin 27 Sri Soemantri, 1978, Persepsi terhadap Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi dalam Batang-Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, Disertasi, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Padjajaran. Disertasi ini kemudian dibukukan dengan judul Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi dalam Batang-Tubuh UUD 1945 (sebelum dan sesudah Perubahan UUD 1945)

16 16 besar. Penelitian lainnya yang masih terkait dengan perubahan konstitusi adalah disertasi oleh Taufiqurrohman Syahuri 28. Di tahun 2003, Taufiqurrohman Syahuri memaparkan hasil penelitian yang dituangkan bentuk suatu karya disertasi yang Proses Perubahan Konstitusi (UUD Negara RI tahun 1945 dan Perbandingannya dengan Negara lain. Walaupun memiliki penelitian yang sama-sama mengkaji Pasal 37 UUD tahun 1945 seperti pada disertasi Sri Soemantri, fokus penelitian daripada disertasi ini sedikit berbeda. Dalam disertasinya, Taufiqurrohman Syahuri lebih memfokuskan pada prosedur perubahan Pasal 37 UUD, yang dilakukan oleh MPR pada tahun , dengan masalah utama yang diteliti adalah terkait bagaimana cara perubahan konstitusi dalam teori dan dalam konstitusi serta pelaksanaannya di Indonesia. Dalam hubungannya dengan tesis ini, penelitian yang dilakukan oleh Taufiqurrohman Syahuri jelas berbeda dengan penelitian ini. Pada penelitian ini penulis tidak memfokuskan pada prosedur perubahan Pasal 37 dalam agenda amandemen MPR tahun , melainkan lebih fokus kepada konsekuensi daripada perubahan tersebut, yaitu memberikan peluang-peluang yuridis dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan non-formal bentuk negara kesatuan. Dalam penulisan karya ilmiah berbentuk penulisan tesis, penulis juga menemukan beberapa karya yang berhubungan dengan topik penelitian yang 28 Taufiqurrohman Syahuri, 2003, Proses Perubahan Konstitusi (UUD Negara RI Tahun 1945 dan Perbandingannya dengan Negara Lain), Disertasi, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Disertasi ini kemudian dibukukan dengan judul Hukum Konstitusi Proses dan Prosedur Perubahan UUD di Indonesia Serta Perbandingannya Dengan Konstitusi Negara Lain di Dunia

17 17 penulis teliti. Dalam tesis pascasarjananya yang kemudian dibukukan pada tahun 2011, Feri Amsari mengangkat suatu penelitian terkait perubahan UUD 1945, dalam hal ini perubahan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui putusan Mahkamah Konstitusi. Feri Amsari 29 melakukan penelitian terhadap perubahan yang keluar dari jalur formal (informal) yang diterapkan UUD Dalam tesisnya ini, dilakukan penelitian yang mengkaji putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang menimbulkan perubahan terhadap teks UUD Dalam hal ini fokus kajian penelitian penulis berbeda dengan fokus penelitian Feri Amsari. Fokus penelitian penulis tidak terbatas terhadap perubahan informal konstitusi melalui tafsir Mahkamah Konstitusi, melainkan meneliti seluruh peluang perubahan non-formal konstitusi melalui berbagai metode atau prosedur, termasuk melalui proses legislasi, yang kemudian penulis fokuskan lagi hanya pada kaitannya dengan perubahan yang berhubungan dengan bentuk negara kesatuan. Selain itu, hampir sama dengan Feri Amsari, penelitian Khairul Umam 30 dalam tesisnya di tahun 2015 juga mengangkat suatu topik penelitian terkait perubahan informal konstitusi melalui putusan Mahkamah Konstitusi. Hanya saja, dalam penelitiannya ini, Khairul Umam juga turut menambahkan suatu unsur kajian yaitu perspektif budaya konstitusi 29 Feri Amsari, 2011, Perubahan Undang-Undang 1945 melalui Penafsiran oleh Mahkamah Konstitusi, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas. Tesis ini kemudian dibukukan dengan judul Perubahan UUD 1945 Perubahan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi. 30 Khairul Umam, 2015, Analisis Yuridis Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Secara Informal Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam Perspektif Budaya Konstitusi, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

18 18 (constitutional culture). Dalam hal ini fokus penelitian penulis juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Khairul Umam, karena penulis tidak hanya membatasi penelitian ini perubahan non-formal oleh putusan Mahkamah Konstitusi, namun memasukkan metode ini sebagai salah satu bagian pembahasan dalam penelitian. Adapun perbedaan selanjutnya, dalam penelitian ini, penulis juga sama sekali tidak menggunakan perspektif budaya konstitusi (constitutional culture) dalam menganalisis metode-metode perubahan non-formal yang ada. Penulis juga menemukan beberapa penelitian yang disajikan dalam suatu buku yang banyak membahas terkait perubahan konstitusi, khususnya perubahan secara non-formal. Seorang penulis Inggris, K.C Wheare dalam bukunya Modern Constitutions menyinggung beberapa hal terkait perubahan formal melalui amandemen maupun perubahan non formal konstitusi melalui suatu proses penafsiran hukum baik melalui proses legislasi dan yudikasi. Lebih lanjut, Mohammad Fajrul Falaakh 31, yang menjadi inspirasi penulis dalam melakukan penelitian perubahan non-formal konstitusi melalui karyanya, telah melakukan penelitian yang disajikan dalam bentuk buku yang berjudul Pertumbuhan dan Model Konstitusi serta perubahan UUD 1945 oleh Presiden, DPR, dan Mahkamah Konstitusi. Dalam penelitiannya ini, Fajrul Falaakh berkesimpulan bahwa telah terjadi perubahan secara informal terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dari berbagai penelitian dan karya ilmiah yang ada ini, sejauh 31 Mohammad Fajrul Falaakh, 2014, Pertumbuhan dan Model Konstitusi Serta Perubahan UUD 1945 oleh Presiden, DPR, dan Mahkamah Konstitusi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

19 19 penelusuran penulis, tidak ditemukan adanya penulisan karya ilmiah ataupun penelitian yang sudah pernah dituliskan ataupun diteliti, yang menyerupai penelitian ini, yaitu penelitian hukum mengenai perubahan non formal konstitusi yang dikhususkan pada hubungannya terhadap peluang perubahan bentuk negara kesatuan Indonesia.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara 187 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara bentuk negara kesatuan Indonesia. Ditemukan 7 peluang yuridis terjadinya perubahan non-formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. 3 Dalam tipe pemerintahan seperti

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. 3 Dalam tipe pemerintahan seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia menganut sistem presidensial. Sistem presidensial adalah sistem pemerintahan yang terpusat pada kekuasaan presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar 1945 (UUD 1945). Sejak reformasi telah dilakukan sebanyak empat kali. Keempat disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002.

BAB I PENDAHULUAN. Dasar 1945 (UUD 1945). Sejak reformasi telah dilakukan sebanyak empat kali. Keempat disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi di bidang hukum yang terjadi mendorong terbentuknya suatu struktur ketatanegaraan yang demokratis melalui perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berhentinya Presiden Soeharto di tengah-tengah krisis ekonomi dan moneter menjadi awal dimulainya era reformasi di Indonesia. 1 Dengan adanya reformasi, masyarakat berharap

Lebih terperinci

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara..

Dua unsur utama, yaitu: 1. Pembukaan (Preamble) ; pada dasarnya memuat latar belakang pembentukan negara merdeka, tujuan negara, dan dasar negara.. & Apakah KONSTITUSI? 1. Akte Kelahiran suatu Negara-Bangsa (the birth certificate of a nation state); 2. Hukum Dasar atau hukum yang bersifat fundamental sehingga menjadi sumber segala peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suku, bahasa, dan adat istiadat yang beragam. Mengingat akan keragaman tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. suku, bahasa, dan adat istiadat yang beragam. Mengingat akan keragaman tersebut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara plural dengan segenap masyarakat heterogen yang dilatar belakangi oleh banyaknya pulau, agama, suku, bahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mendaulat diri sebagai negara hukum sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar NRI 1945 1. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai ketatanegaraan. 1 Berdirinya sebuah negara tidak lepas dari adanya konstitusi yang mendasarinya. Konstitusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945), Negara Indonesia secara tegas dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) KONSTITUSI YANG PERNAH BERLAKU A. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia Konstitusi (Constitution) diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah pada tahun 1999 sampai dengan 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara tegas dalam konstitusinya menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Salah satu prinsip negara hukum menurut A.V. Dicey adalah

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945 yang menyatakan,

Lebih terperinci

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA - B Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. BADAN EKSEKUTIF PENGERTIAN Badan pelaksana UU yang dibuat oleh badan legislatif bersama dengan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi masih menjadi masalah mendasar di dalam berjalannya demokrasi di Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi menjadi terhambat.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah DPD sebagai Lembaga Negara mengemban fungsi dalam

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Pengertian Hukum yaitu : Seperangkat asas dan akidah yang mengatur kehidupan manusia dalam

Lebih terperinci

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 62 BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 3.1. Kekuatan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu perubahan mendasar dari UUD 1945 pasca amandemen adalah kedudukan Presiden yang bukan lagi sebagai mandataris dari MPR. Sebelum amandemen, MPR merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL

IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL Oleh : PROF.DR. ISMAIL SUNY, S.H., M.CL. IMPLIKASI AMANDEMEN UUD 1945 TERHADAP SISTEM HUKUM NASIONAL * PROF.DR. ISMAIL SUNY, S.H., M.CL. ** LATAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,

Lebih terperinci

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan...

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan... Buku Saku: Studi Perundang-Undangan, Edisi Ke-3 1 Buku Saku: Studi Perundang-undangan Edisi Ke-3 JENIS DAN HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA DALAM LINTAS SEJARAH (TAP MPR dari Masa ke Masa)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

MAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang

MAKALAH. Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia. Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang MAKALAH Kedudukan dan Fungsi DPD dalam Kerangka Kelembagaan Legislatif Indonesia Oleh : Dinoroy Marganda Aritonang Sebagai persyaratan pendaftaran Program Pascasarjana Fakultas Hukum UGM dengan Konsentrasi

Lebih terperinci

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP;

e. Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan Pekerja KNIP; UUDS 1950 A. Sejarah Lahirnya Undang-Undang Sementara 1950 (UUDS) Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di

Lebih terperinci

UU JABATAN HAKIM; 70 TAHUN HUTANG KONSTITUSI

UU JABATAN HAKIM; 70 TAHUN HUTANG KONSTITUSI UU JABATAN HAKIM; 70 TAHUN HUTANG KONSTITUSI Oleh: Andi Muhammad Yusuf Bakri, S.HI., M.H. (Hakim Pengadilan Agama Maros) Signal bagi pembentuk undang undang agar jabatan hakim diatur tersendiri dalam satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Unsur penting dalam negara hukum adalah adanya kekuasaan kehakiman (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive power) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi penganut paham demokrasi. Seperti dapat diketahui dari penelitian Amos J. Peaslee pada tahun 1950,

Lebih terperinci

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1 Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1 Hamdan Zoelva 2 Pendahuluan Negara adalah organisasi, yaitu suatu perikatan fungsifungsi, yang secara singkat oleh Logeman, disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 5/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah adanya perkembangan tersebut, yaitu agenda checks and balances

BAB I PENDAHULUAN. setelah adanya perkembangan tersebut, yaitu agenda checks and balances 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami dinamika perkembangan ketatanegaraan yang sangat pesat. Ada dua hal pokok yang menjadi agenda mendesak setelah adanya perkembangan tersebut, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan

Lebih terperinci

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA A. SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER Sistem pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI

NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI NEGARA HUKUM DAN KONSTITUSI I. Negara Hukum Aristoteles merumuskan negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya

Lebih terperinci

Macam-macam konstitusi

Macam-macam konstitusi Macam-macam konstitusi C.F Strong, K.C. Wheare juga membuat penggolongan terhadap konstitusi. Menurutnya konstitusi digolongkan ke dalam lima macam, yaitu sebagai berikut: 1. 1. 1. konstitusi tertulis

Lebih terperinci

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD SEJARAH PERKEMBANGAN UUD [18 Agustus 1945 dan Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959] Dr. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2017 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan hukum menjadi pedoman/landasan oleh pemerintah dalam menjalankan pemerintahan negara. Makna

Lebih terperinci

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai 105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema. Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN

Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema. Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN Perubahan Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD Tahun 1945, Dillema Menghidupkan Kembali Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN dan Deficit Demokrasi. Cut Maya Aprita Sari, S.Sos., M.Soc.Sc Program Studi

Lebih terperinci

KONSTITUSI EKONOMI (Ekonomi Pasar, Demokrasi, dan Konstitusi) Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 1

KONSTITUSI EKONOMI (Ekonomi Pasar, Demokrasi, dan Konstitusi) Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 1 KONSTITUSI EKONOMI (Ekonomi Pasar, Demokrasi, dan Konstitusi) Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 1 Tulisan ini saya maksudkan untuk memperkenalkan buku saya yang baru diterbitkan oleh Penerbit Kompas

Lebih terperinci

PROSPEK KEWENANGAN MPR DALAM MENETAPKAN KEMBALI KETETAPAN MPR YANG BERSIFAT MENGATUR*

PROSPEK KEWENANGAN MPR DALAM MENETAPKAN KEMBALI KETETAPAN MPR YANG BERSIFAT MENGATUR* Jurnal Hukum POSITUM Vol. 1, No. 1, Desember 2016, Hal 39-50 P-ISSN : 2541-7185 E-ISSN : 2541-7193 PROSPEK KEWENANGAN MPR DALAM MENETAPKAN KEMBALI KETETAPAN MPR YANG BERSIFAT MENGATUR* Hernadi Affandi**

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang

Lebih terperinci

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945

BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya konstitusi menurut K.C. Wheare, adalah resultante atau kesepakan. sosial,ekononi, dan budaya ketika dibuat.

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya konstitusi menurut K.C. Wheare, adalah resultante atau kesepakan. sosial,ekononi, dan budaya ketika dibuat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasca reformasi 1998,amandemen terhadap UUD 1945 merupakan suatu keniscayaan dan kebutuhan bagi Negara Indonesia pada waktu itu karena pada dasarnya konstitusi menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah pemerintah orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, disusul dengan percepatan pemilu di tahun 1999,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), artinya segala sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), artinya segala sesuatu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintahan Indonesia berdasarkan atas sistem konstitusi (peraturan dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), artinya segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita, gagasan, konsep, bahkan ideologi. Cita-cita, gagasan, konsep bahkan

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita, gagasan, konsep, bahkan ideologi. Cita-cita, gagasan, konsep bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara yang merdeka dan berdaulat bukan sekedar antithesis terhadap kolonialisme, melainkan membawa berbagai cita-cita, gagasan,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 2/Mar/2015/Edisi Khusus

Lex et Societatis, Vol. III/No. 2/Mar/2015/Edisi Khusus KAJIAN YURIDIS FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) DALAM BIDANG LEGISLASI 1 Oleh : Weron Murary 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perubahan kekuasaan membentuk

Lebih terperinci

TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho

TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho Tafsir adalah penjelasan atau keterangan, dengan demikian pembicaraan kita yang bertajuk "f afsir Konstitusi T erhadap Sistem

Lebih terperinci

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan SEPINTAS KAJIAN TATA URUTAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PENDELEGASIAN WEWENANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama

Lebih terperinci

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA

SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SHINTA HAPPY YUSTIARI, S.AP, MPA SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA SUMBER PENELITIAN SEJARAH DOKUMEN / ARSIP BENDA / PRASASTI PELAKU SEJARAH SISTEM PRA KEMERDEKAAN PENJAJAHAN

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. , 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Konstitusi Press,

Daftar Pustaka. , 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Konstitusi Press, 162 Daftar Pustaka Buku Abdul Latif, et al, 2009, Buku Ajar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Total Media, Ali Maskur Musa, 2003, Sistem Pemilu : Proporsional Terbuka, Pustaka Indonesia Satu dan UNDP, Ahmad

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW. Modul ke: 05Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

KEWARGANEGARAAN KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW. Modul ke: 05Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika KEWARGANEGARAAN Modul ke: 05Fakultas Nurohma, FASILKOM KONSTITUSI, KONSTITUSIONALISME DAN RULE OF LAW S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika Abstraksi dan Kompetensi ABSTRAKSI = Memahami pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum yang diidealkan oleh para pendiri bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tentang

Lebih terperinci

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 Oleh: Siti Awaliyah, S.Pd, S.H, M.Hum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang A. Pengantar Kedaulatan merupakan salahsatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip Negara hukum menjamin kepastian,

Lebih terperinci

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014 Herlambang P. Wiratraman Unair - 2016 DPD update..! Apa isu hukum atas perdebatan ricuhnya? Mengapa? dan bagaimana ditinjau dari sudut hukum

Lebih terperinci

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Dalam sejarah pemerintahan daerah di Indonesia desentralisasi dan sentralisasi telah beberapa kali mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ide negara kesatuan muncul dari adanya pemikiran dan keinginan dari warga

BAB I PENDAHULUAN. Ide negara kesatuan muncul dari adanya pemikiran dan keinginan dari warga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ide negara kesatuan muncul dari adanya pemikiran dan keinginan dari warga masyarakat suatu negara untuk membentuk suatu negara yang dapat menjamin adanya persatuan

Lebih terperinci

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945.

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945. Disampaikan dalam acara Sosialisasi Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Pengurus dan Kader Penggerak Masyarakat Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) yang diselenggarakan oleh Mahkamah

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi tahun 1998 lalu, telah banyak membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap sistem ketetanegaraan Indonesia. Sistem ketatanegaraan

Lebih terperinci

Resensi Buku DESA DALAM BINGKAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANG DI INDONESIA

Resensi Buku DESA DALAM BINGKAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANG DI INDONESIA Resensi Buku DESA DALAM BINGKAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANG DI INDONESIA Judul : Hukum Pemerintahan Desa: Dalam Indonesia Sejak Kemerdekaan Hingga Era Reformasi Penulis : Dr. Ni matul Huda, S.H., M.Hum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 menegaskan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Artinya sebagai negara hukum menegaskan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN 1 PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN NUR MOH. KASIM JURUSAN ILMU HUKUM ABSTRAK Fitri Lameo.

Lebih terperinci

Oleh : Widiarso NIM: S BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Widiarso NIM: S BAB I PENDAHULUAN Validitas peraturan daerah berkaitan dengan adanya perubahan undangundang yang menjadi landasan pembentukannya dan implikasinya terhadap kebijakan penegakan hukum Oleh : Widiarso NIM: S. 310907026 BAB

Lebih terperinci

Sumarma, SH R

Sumarma, SH R PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DIBIDANG PERTANAHAN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SEBAGAI WUJUD KEBIJAKAN NASIONAL DIBIDANG PERTANAHAN RINGKASAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law)

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) dan merupakan konstitusi bagi pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbedaan pendapat merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan adanya jaminan kemandirian dan kemerdekaan seseorang dalam menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang berlaku berada dalam sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, sekaligus berkelompok-kelompok,

Lebih terperinci

KONSEPSI KEDUDUKAN KEPOLISIAN DI BAWAH KEMENTRIAN. Oleh: Ispan Diar Fauzi PENDAHULUAN

KONSEPSI KEDUDUKAN KEPOLISIAN DI BAWAH KEMENTRIAN. Oleh: Ispan Diar Fauzi PENDAHULUAN KONSEPSI KEDUDUKAN KEPOLISIAN DI BAWAH KEMENTRIAN Oleh: Ispan Diar Fauzi PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisan negara adalah alat kelengkapan atau organisasi pemerintahan negara yang mempunyai tugas

Lebih terperinci