Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 Pasal 1 tentang Pemasyarakatan menjelaskan bahwa narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
|
|
- Deddy Sasmita
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 Pasal 1 tentang Pemasyarakatan menjelaskan bahwa narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Berdasarkan Undang-undang Pemasyarakatan tahun 1995 Pasal 2 dijelaskan bahwa Sistem Pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Sanksi penjara tidak hanya sebagai bentuk hukuman, tetapi juga mencegah munculnya tindakan kriminal, bentuk rehabilitasi bagi pelaku, dan menciptakan masyarakat taat hukum (Tomar, 2013). Pada kenyataannya penahanan menimbulkan pengaruh negatif, terutama dampak kemunduran secara psikologis dan mayoritas narapidana merasakan dampak tersebut (Haney, 2001; Pickens, 2012; Travis & Waul, 2003; Tomar, 2013). Penahanan dirasakan sebagai sesuatu yang menyakitkan, penuh tekanan, tidak menyenangkan dan seringkali mempengaruhi interaksi narapidana dengan lingkungannya (Haney, 2001). Narapidana rentan mengalami tindakan kekerasan fisik dan kekerasan seksual dari tahanan lain bahkan dari petugas penjara, seperti: pemukulan dan pelecehan (Mbuba, 2012). Penahanan juga membuat seseorang dikucilkan dan mendapatkan stigma dari lingkungan (Travis & Waul, 2003). Penelitian Center for Public Mental Health Universitas Gadjah Mada (Hadjam, 2014) menemukan bahwa narapidana mengalami masalah kognitif, emosi, perilaku, dan sosial. Secara kognitif, narapidana membayangkan kehidupan yang tidak menyenangkan selama penahanan dan membayangkan bagaimana keadaan keluarga yang ditinggalkan. Narapidana merasakan emosi-emosi negatif seperti: merasa bersalah, menyesali perbuatan yang telah dilakukan, merasa belum menerima keadaan, cemas, takut, jenuh, dan merasa tidak berdaya menghadapi penahanan. Narapidana rentan mengalami permasalahan fisik dan perilaku yang mengarah pada
2 kecemasan dan gejala psikosomatis. Narapidana juga mengalami masalah dalam relasi sosial dengan narapidana lain, petugas penjara, dan keluarga. Namun Kepala Lapas X Yogyakarta menuturkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan belum mempunyai layanan psikologi yang dapat mengatasi permasalahan narapidana secara optimal (Wawancara, 18 Mei 2015). Permasalahan emosi yang banyak dialami narapidana adalah rasa bersalah, malu, menyesal dan sulit menerima diri (Hadjam, 2014; Hogan & Culleton 2012; Stevens, 2012). Malu, kecewa dan rasa bersalah adalah emosi yang muncul ketika seseorang gagal atau menyakiti orang lain. Emosi negatif tersebut dapat mempengaruhi kehidupan seseorang. Perasaan bersalah yang dimiliki seseorang akan semakin besar jika perbuatan yang dilakukan berkaitan dengan pelanggaran terhadap nilai-nilai kemanusian dan perasaan bersalah muncul terhadap Tuhan Yang Maha Esa, contohnya perbuatan melukai atau membunuh orang lain (Worthingthon, 2005). Sejumlah penelitian menemukan bahwa umumnya laki-laki menjadi pelaku dalam kasus pembunuhan. Umumnya pelaku rata-rata berusia muda, yaitu 29 tahun dan korban rata-rata berusia 33 tahun dan sebagian besar memiliki pendidikan rendah dan tidak mempunyai keahlian khusus. Ada dua skenario utama yang melatarbelakangi kasus pembunuhan, yaitu sebagai bentuk konfrontasi yang dilakukan tanpa perencanaan dan balas dendam yang biasanya telah direncanakan (Brookman, 2005). Ancaman hukuman terhadap kasus pembunuhan di Indonesia mulai dari empat tahun hingga maksimal pidana mati. Kejahatan seperti ini diatur dalam pasal 338 hingga 350 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Lamanya masa tahanan semakin menimbulkan penyesalan dan rasa bersalah karena narapidana merasa membebani keluarga yang ditinggalkan (Baggs, 2012). Narapidana berinisial B (38 tahun) yang melakukan kasus pembunuhan berencana yang peneliti temui saat orientasi lapangan menceritakan bahwa ia masih menyesali perbuatannya yang membuat ia divonis 15 tahun penjara (Komunikasi pribadi, 4 Juni 2015).
3 Permasalahan yang dialami narapidana dapat memberikan pengaruh negatif terhadap kondisi psikologis sehingga mereka harus menemukan cara yang tepat untuk menghadapinya (Gussak, 2009). Kemampuan koping narapidana akan mempengaruhi penyesuaian dan kesejahteraan diri selama menjalani penahanan. Narapidana yang tidak memiliki strategi koping yang tepat akan sulit menyesuaikan diri dan kesejahteraan psikologisnya terganggu (Picken, 2012). Apabila permasalahan individu berkaitan dengan emosi negatif, maka intervensi yang tepat adalah membantu individu tersebut untuk memproses emosinya dan menyelesaikan permasalahan emosi dengan cara yang konstruktif (Worthingthon, 2005). Perasaan bersalah karena telah menyakiti orang lain dan merasa tidak melakukan sesuatu seperti yang seharusnya membuat individu perlu memaafkan dirinya (Lamb & Murphy, 2002; Luskin, 2007, Worthingthon, 2005). Pemaafan diri dapat menebus rasa bersalah, malu dan menyesal sehingga dapat menjadi pemulihan diri bagi narapidana dan mantan narapidana (Hogan & Culleton, 2012). Pemaafan diri dapat menjadi salah satu koping bagi narapidana (Lamb & Murphy, 2002) dan merupakan alat yang paling kuat untuk mengatasi emosi-emosi yang menyakitkan (Avery, 2008). Pemaafan diri didefinisikan secara beragam oleh sejumlah ahli. Enright dan North (1998) mendefinisikan pemaafan diri sebagai keinginan untuk melepaskan kebencian terhadap diri sendiri, mengaku bersalah, menumbuhkan belas kasihan, kemurahan hati, dan cinta terhadap diri sendiri. Hall dan Fincham (dalam Worthington, 2005) menjelaskan pemaafan diri adalah penurunan motivasi untuk menghukum diri serta peningkatan motivasi untuk bersikap baik terhadap diri sendiri. Thompson, dkk., (2005) mendefinisikan pemaafan diri sebagai bentuk penyusunan pikiran, emosi atau perilaku negatif terhadap diri sendiri menjadi lebih netral atau positif. Cornish (2014) memberikan definisi yang lebih menyeluruh dengan melibatkan adanya pertanggung-jawaban untuk memperbaiki kesalahan dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan yang sama melalui komitmen baru untuk melakukan sesuatu sesuai dengan nilai-nilai yang ada.
4 Pemaafan diri yang genuine dilihat dari adanya empat komponen, yaitu: tanggung jawab, penyesalan, pemulihan, dan pembaharuan (Cornish, 2014; Cornish & Wade, 2015). Upaya ini berawal dari kesadaran untuk mempertanggungjawabkan kesalahan, munculnya perasaan menyesal karena telah melakukan hal tersebut, usaha memperbaiki kesalahan, dan munculnya pembaharuan bagi orang yang melakukan kesalahan. Keempat komponen ini dapat menjadi strategi untuk membantu mengatasi konsekuensi negatif yang muncul setelah melakukan kesalahan. Woodyat dan Wenzel (2013) menjelaskan ada tiga hal yang muncul setelah seseorang melakukan kesalahan, yaitu: pelaku menghukum diri sendiri, berpura-pura memaafkan diri (pseudo self-forgiveness), dan benar-benar memaafkan diri (genuine self-forgiveness). Perilaku menghukum diri menimbulkan kerugian dalam konteks interpersonal sedangkan berpura-pura memaafkan diri merugikan orang lain karena individu tersebut menolak bertanggung-jawab atas perbuatannya. Dari tiga hal tersebut, genuine self-forgiveness memberikan pengaruh positif bagi individu yang bersangkutan dan bagi orang lain. Penelitian tentang pemaafan terhadap orang lain sudah banyak dilakukan (Gull & Rana, 2013; Munoz, 2011; Toussaint & Friedman, 2009), tetapi penelitian yang berfokus pada pemaafan diri masih terbatas. Hall dan Fincham (2005) mengeksplorasi perbedaan dan persamaan antara pemaafan terhadap orang lain dengan pemaafan diri. Persamaan pemaafan diri dengan pemaaafan terhadap orang lain adalah kedua bentuk pemaafan ini muncul secara sadar dan terencana. Perbedaan pemaafan terhadap orang lain dengan pemaafan diri terletak pada fokus pemaafan yang dilakukan, ada atau tidaknya syarat dalam memaafkan, dan ada atau tidaknya rekonsiliasi. Beiter (2007) menemukan bahwa ketika seseorang ingin memaafkan orang lain, maka ia terlebih dahulu harus memaafkan dirinya. Seseorang dengan pemaafan diri tinggi akan lebih mudah memaafkan orang lain, demikian juga sebaliknya (Avery, 2008). Dalam konteks interpersonal, pemaafan dipengaruhi oleh empati terhadap pelaku, atribusi terhadap perilaku, tingkat kelukaan, karakteristik kepribadian dan
5 kualitas hubungan (Latifah & Faturochman, 2015). Sementara pemaafan diri dipengaruhi oleh empati terhadap diri sendiri (Sherman, 2014), karakterisitik individu, persepsi tentang pemaafan dan kesalahan yang dilakukan, serta hubungan dengan korban atau pelaku (Worthingthon, 2005; Terzino, 2010). Pemaafan diri memiliki beberapa prediktor, yaitu adanya rasa cemas, malu dan marah, sementara prediktor pemaafan terhadap orang lain hanya rasa marah (Biron, 2006; Terzino, 2010). Pemaafan diri memberikan pengaruh positif terhadap kesejahteraan psikologis (Hall & Fincham, 2008), meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi gangguan suasana hati (Friedman, dkk,. 2010), serta berkorelasi dengan kepuasan hidup dan kesehatan mental seseorang (Avery, 2008; Macaskill, 2012). Pemaafan diri dapat membuat narapidana memberikan penilaian positif terhadap hidup dan menjadi cara mengkompensasi stres dengan positif (Randall & Bishop, 2013). Lawler-row, Scott, Raines, Edlis-Matityahou, dan Moore (2007) mengutarakan pemaafan kemungkinan lebih memberikan pengaruh positif pada laki-laki dibandingkan perempuan. Terapi pemaafan telah banyak dikembangkan dan terbukti efektif meningkatkan pemaafan seseorang (Enright, 1998; Worthingthon, 2005). Akan tetapi, narapidana laki-laki cenderung defensif dan tidak ingin menunjukkan emosinya secara terbuka (Gussak, 2007). Narapidana menggunakan topeng baja untuk melindungi diri mereka dari hal-hal yang dianggap rapuh dan lemah. Hal inilah yang menghambat narapidana untuk mengekspresikan emosi seperti: malu, sedih, dan takut (Karp, 2010). Karakteristik ini memungkinkan narapidana berpura-pura baik (faking good) saat mengikuti terapi. Terapi seni dapat menjadi pilihan untuk mengatasi hambatan dalam intervensi narapidana. Pada dasarnya terapi seni dapat diterapkan pada berbagai usia, mulai dari anak-anak hingga dewasa sesuai dengan kebutuhan klien (Malchiody, 2003; Gilroy, 2006). Proses terapi seni di penjara menjadi media melepaskan emosi seperti kemarahan dan frustrasi dan penyaluran kreativitas yang terpendam dalam diri narapidana (Casey & Dalley, 2005), serta dapat mengkomunikasikan pesan nonverbal yang sulit diungkapkan narapidana dengan terapi verbal (Gilroy, 2006; Gussak,
6 1997). Psikolog yang pernah memberikan intervensi di Lembaga Pemasyarakatan juga menunturkan bahwa karakterisitik narapidana yang cenderung defensif dan faking good lebih tepat diintervensi dengan terapi seni dibandingkan dengan konseling (Lisanias, komunikasi pribadi, 24 April 2015). Penerapan terapi seni di penjara memiliki keuntungan terapeutik, keuntungan edukasi, keuntungan bagi institusi, dan keuntungan bagi masyarakat (Johnson, 2008). Terapi seni dapat menyelesaikan konflik emosional, meningkatkan kesadaran diri, mengembangkan keterampilan sosial, mengontrol perilaku, menyelesaikan permasalahan, mengurangi kecemasan, mengarahkan realitas, dan meningkatkan harga diri (Slayton dkk., 2010). Terapi seni juga dapat memberikan pengaruh positif dalam meningkatkan kualitas hidup dan peningkatan kesehatan fisik dan psikologis (Svensk, dkk., 2008), serta memunculkan perubahan perilaku seperti kesadaran emosi (Mekuums & Daniel, 2011). Menggambar adalah suatu aktivitas seni yang dikenal luas oleh masyarakat. Narapidana yang terlibat dalam terapi seni dengan teknik menggambar menunjukkan perubahan positif dalam sikap dan interaksinya dengan tahanan lain dan para sipir (Gussak, 2004). Terapi menggambar dapat membantu melepaskan emosi (Malchiody, 2005), dan mengembangkan serta menstimulasi komunikasi tahanan (Sinapius, 2013). Terapi Menggambar dapat menurunkan depresi, meningkatkan mood, dan keterampilan sosial narapidana (Gussak, 2007; 2009), menjadi kegiatan yang menyenangkan, mengurangi stres, dan menjadi manifestasi kebutuhan-kebutuhan narapidana yang tidak terpuaskan, seperti: kebutuhan untuk mendapatkan rasa aman, kesenangan, kebebasan, kasih sayang orang tua, dan lain-lain (Persons, 2009) serta menjadi media melihat perubahan harga diri tahanan lanjut usia (De Guzman, 2010). Salah satu pendekatan dalam Terapi Menggambar adalah Person-centered yang menekankan pentingnya eksplorasi dan penemuan diri sendiri (Rogers dalam Malchiody, 2003). Prinsip utama Person-centered adalah terapis mampu melihat individu secara aktif dan penuh empati dengan mendengarkan dan memahami secara mendalam serta memberikan penerimaan tanpa syarat. Pendekatan person-centered
7 meyakini seseorang lebih mampu mengekspresikan dibandingkan menekan ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri dan dapat bergerak menuju kehidupan yang lebih baik. Pendekatan ini juga meyakini seseorang memiliki sumber kreatifitas dalam diri yang membuat seseorang mencapai insight dan kebaikan dalam sebuah proses terapi (Malchiody, 2003). Terapi Menggambar dengan pendekatan Person-centered dirancang berdasarkan terapi yang dikembangkan oleh Malchiody (2003), Rubin (2010), dan Buchalter (2009). Aktivitas menggambar dalam terapi ini memiliki beberapa tema. Terapi diawali dengan menggambar bebas atau (free-drawing) yang bertujuan untuk membuat partisipan nyaman dengan aktivitas menggambar dan mendorong klien dapat menceritakan gambar yang dibuat (Malchiody, 2003). Tema kedua adalah Egg and Cave Drawing yang bertujuan menstimulasi partisipan agar dapat bercerita tentang imajinasi yang digambarkan. Gambar telur merupakan metafora gambaran diri individu, sedangkan gua adalah metafora dari tempat aman, gambaran konflik dan cara penyelesaiannya (Tanaka, Kakuyama, & Urhasusen dalam Malchiody, 2003). Tema ketiga adalah Human Figure yang dapat menjadi simbol permasalahan penting dalam diri partisipan (Rubin, 2010). Tema keempat, Best & Worst Self menjadi simbol identifikasi tentang kondisi terbaik dan terburuk dalam diri partisipan yang akan membantu subjek untuk lebih memahami dirinya (Buchalter, 2009). Drawing Your Challenges adalah tema kelima yang bertujuan membantu partisipan mengilustrasikan tantangan yang pernah atau sedang dialami (Buchalter, 2009). Terapi Menggambar dalam penelitian ini diberikan secara berkelompok agar partisipan dapat membangun dukungan dan saling membantu dalam menyelesaikan masalah (Liebmann, 2004). Pendekatan Person-centered dalam terapi kelompok menekankan pentingnya hubungan terapiutik antara terapis dengan anggota kelompok dan membantu anggota kelompok dapat mengekspresikan diri serta berada dalam keadaan disini dan saat ini sehingga dapat menjadi individu yang lebih baik (Corey, Corey & Corey, 2010). Prinsip melihat dengan aktif dan empatik serta penerimaan yang ditunjukkan oleh fasilitator akan mendorong narapidana untuk
8 mengeksplorasi diri dengan bebas, tanpa merasa dinilai dengan negatif (Malchiody, 2003). Terapi Menggambar dengan pendekatan Person-centered menekankan setiap orang dapat mengekspresikan permasalahan dan perasaan yang terpendam. Kesempatan untuk mengekspresikan emosi dengan cara konstruktif dan munculnya rekognisi terhadap diri dapat menumbuhkan kesadaran mempertanggung-jawabkan kesalahan, penyesalan, upaya untuk memperbaiki kesalahan, dan munculnya pandangan baru yang lebih positif terhadap diri, sebagai bagian dari pemaafan diri yang sesungguhnya (Cornish & Wade, 2015). Adanya tanggung-jawab dan pelepasan rasa bersalah adalah hal yang penting dalam memaafkan diri (Fisher & Exline, 2010). Penurunan emosi negatif seperti marah, benci, dan cemas dalam diri seseorang menunjukkan peningkatan keinginan untuk memaafkan dan mengurangi emosi tersebut adalah hal yang penting untuk berhasilnya pemaafan (Avery, 2008; Harris, 2007; Snyder & Thompson, dalam Lopez & Snyder, 2004). Penerimaan diri juga merupakan hal penting untuk dapat memaafkan diri (Bowman, 2003). Berdasarkan paparan di atas, terlihat bahwa narapidana memiliki emosi-emosi negatif yang terpendam dan sulit menerima diri. Peneliti merancang Terapi Menggambar dengan pendekatan Person-centered secara berkelompok untuk membantu narapidana melepaskan emosi-emosi negatif dan lebih mengenali dirinya. Pelaksanaan secara kelompok diharapkan dapat menciptakan suasana saling mendukung dan memberikan masukan diantara anggota kelompok. Kerangka konspetual penelitian tertera pada Gambar 1. Hipotesis dalam penelitian ini adalah Terapi Menggambar dengan pendekatan Person-centered dapat meningkatkan pemaafan diri narapidana. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas Terapi Menggambar dalam meningkatkan pemaafan diri narapidana. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengembangan ilmu psikologi terutama psikologi klinis, positif, dan forensik serta menjadi salah satu pilihan terapi bagi narapidana.
9 Karakteristik - Sulit mengekspresikan emosi dengan terbuka - defensif Permasalahan Narapidana - merasa bersalah, malu, menyesal. - Tidak dapat menerima diri. Pemaafan diri terhambat Terapi Menggambar dengan pendekatan Person-centered Melihat dengan aktif dan empati Penerimaan Tujuan : - Membantu narapidana mengekspresikan pikiran dan perasaan yang dipendam - Membantu narapidana untuk lebih mengenal diri sendiri Keterangan : Saling mempengaruhi Intervensi/perlakuan yang diberikan Output setelah perlakuan emosi negatif terhadap diri dilepaskan dan mendapatkan pemahaman tentang diri Penuruna n emosi negatif dengan konstruktif dan proses rekognisi tentang diri Pemaafan Diri Meningkat Kesadaran untuk mempertanggung-jawabkan kesalahan, penyesalan, berupaya memperbaiki kesalahan, dan munculnya pemahaman baru untuk bersikap positif pada diri Gambar 1. Kerangka Konseptual Terapi Menggambar dengan Pendekatan Person Centered untuk Meningkatkan Pemaafan Diri Narapidana
Data Badan Pusat Statistik Nasional (2015) menunjukkan bahwa sejak tahun 2000 hingga 2013 tindak pidana yang terjadi di Indonesia terus mengalami
1 Data Badan Pusat Statistik Nasional (2015) menunjukkan bahwa sejak tahun 2000 hingga 2013 tindak pidana yang terjadi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 tercatat terjadi 172.532
Lebih terperinciData International Centre for Prison Studies (2015) menunjukkan bahwa total populasi tahanan di dunia berjumlah sekitar 9 juta jiwa.
1 Data International Centre for Prison Studies (2015) menunjukkan bahwa total populasi tahanan di dunia berjumlah sekitar 9 juta jiwa. Indonesia berada di peringkat 9 untuk negara dengan jumlah tahanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang- Undang Dasar 1945 pasal 3 yang berbunyi Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak-anak yang menginjak usia remaja banyak yang melakukan perbuatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak-anak yang menginjak usia remaja banyak yang melakukan perbuatan kriminal yang tidak seharusnya dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada Psikolog di
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Memaafkan 1. Definisi Pengalaman Memaafkan Memaafkan merupakan sebuah konsep dimana terdapat pelaku dan korban yang berada dalam sebuah konflik dan sedang berusaha
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemaafan 1. Pengertian Pemaafan Pemaafan sebagai kesediaan seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh tidak acuh terhadap orang lain yang telah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Memaafkan. adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Memaafkan 1. Defenisi Memaafkan Secara terminologis, kata dasar memaafkan adalah maaf dan kata maaf adalah kata yang berasal dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-qur an
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lebih dalam antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. (Gilbert
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran adalah masa persiapan menuju pernikahan. Masa saling mengenal lebih dalam antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. (Gilbert Lumoindong, Menang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membuat perubahan hidup positif adalah sebuah proses multi tahapan yang dapat menjadi kompleks dan menantang. Pengalaman emosi marah, benci, dan kesedihan yang terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan hormon pada fase remaja tidak saja menyebabkan perubahan fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan. Perubahan
Lebih terperinciRespons Orang Tua Korban Pembunuhan terhadap Pembunuh Anak Tunggalnya
Judul Skripsi : Respons Orang Tua Korban Pembunuhan terhadap Pembunuh Anak Tunggalnya Pembimbing: Dr. Hendro Prabowo, S.Psi Oleh : Monica Lutfy Setyawan 14511602 Latar Belakang Masalah Dalam berinteraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun perempuan (Knoers dkk, 2001: 261). Begitu pula dalam hubungan interaksi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa dimana setiap anak ingin untuk mempunyai banyak teman dan relasi dalam hidupnya. Salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. luar keluarga seperti teman-teman atau sahabat. Santrock (2007) yang tinggi atas perbuatan yang mereka lakukan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri, sehingga hubungan yang dijalin tidak lagi hanya dengan orangtua, tapi sudah merambah ke hubungan luar keluarga seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah golongan intelektual yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi dan diharapkan nantinya mampu bertindak sebagai pemimpin yang terampil,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anggota keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memerlukan
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. elektronik setiap tahunnya. Sepanjang tahun 2012 terjadi kejahatan setiap 91
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kejahatan di Indonesia menghiasi berbagai media cetak maupun elektronik setiap tahunnya. Sepanjang tahun 2012 terjadi kejahatan setiap 91 detik,terhitung
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan suatu bentuk penelitian menggunakan tekhnik korelasional. Penelitian ini bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kriminalitas merupakan suatu fenomena yang komplek dan menarik perhatian banyak kalangan, karena kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum
Lebih terperinciPENGANTAR. kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing
PENGANTAR Konflik dalam Pernikahan Pernikahan melibatkan dua individu yang berbeda dan unik, baik dari kebiasaan, visi hidup, maupun strata pendidikan. Perbedaan dan keunikan masingmasing pasangan menuntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas perkembangan pada remaja salah satunya adalah mencapai kematangan hubungan sosial dengan teman sebaya baik pria, wanita, orang tua atau masyarakat. Dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan suami, ibu dan ayah, anak perempuan dan anak laki-laki, saudara perempuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga ialah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan memberikan banyak pembelajaran bagi manusia. Pembelajaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan memberikan banyak pembelajaran bagi manusia. Pembelajaran dalam kehidupan dapat berupa keadaan-keadaan yang baik dan buruk. Keadaan yang baik dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara hukum, sebagaimana dijelaskan dalam UUD 1945 pasal 1 ayat (3) bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pasal 3 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Sebelum dikenal istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kriminalitas dalam bentuk tindak pelecehan seksual saat ini marak terjadi dalam lingkungan masyarakat. Laporan kasus tindakan pelecehan seksual selalu ada dari
Lebih terperinciFORGIVENESS PADA DEWASA AWAL PUTRI YANG MENGALAMI KEKERASAN PADA MASA KANAK-KANAK
FORGIVENESS PADA DEWASA AWAL PUTRI YANG MENGALAMI KEKERASAN PADA MASA KANAK-KANAK Nama : Yohana Yosephine NPM : 10507259 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Diana Rohayati, S.Psi., M.Psi PENDAHULUAN Kekerasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai media, baik itu media elektronik sampai media cetak, yang terjadi baik di kota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kejahatan atau perilaku kriminal selalu menjadi bahan yang menarik serta tidak habis-habisnya untuk dibahas dan diperbincangkan, masalah ini merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mercu Buana, Universitas memberikan banyak wadah kegiatan untuk melengkapi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah agen perubahan yang akan memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa ditantang
Lebih terperinci2016 HUBUNGAN ANTARA CYBERBULLYING DENGAN STRATEGI REGULASI EMOSI PADA REMAJA
BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari skripsi yang akan membahas beberapa hal terkait penelitian, seperti latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, sehingga setiap kegiatan manusia atau masyarakat harus berdasarkan pada peraturan yang ada dan norma-norma yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa maupun menjadi calon penggerak kehidupan bangsa dari sumbangsih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode untuk mendisiplinkan anak. Cara ini menjadi bagian penting karena terkadang menolak untuk
Lebih terperinciBULLYING. I. Pendahuluan
BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lembaga pembinaan atau sering disebut LAPAS yaitu tempat untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga pembinaan atau sering disebut LAPAS yaitu tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan (Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 12 Tahun 1995
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) persennya merupakan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang tentu menikah dengan harapan memiliki keturunan yang sehat dan cerdas, namun semuanya tetap kembali pada kehendak Sang Pencipta. Setiap harinya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 menjelaskan bahwa Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bagi manusia merupakan sesuatu yang penting, karena melalui sebuah perkawinan seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan hidup, individu memiliki harapan untuk dapat terus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan hidup, individu memiliki harapan untuk dapat terus menerus menjadi kekasih, orang kepercayaan, penasihat, orang yang berkarier dan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang
Lebih terperinciUmmu Rifa atin Mahmudah_ Jurusan Psikologi-Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
PERBEDAAN TINGKAT MEMAAFKAN (FORGIVENESS) ANTARA SANTRI YANG HAFAL AL-QUR AN DENGAN SANTRI YANG TIDAK HAFAL AL-QUR AN DI MA HAD SUNAN AMPEL AL- ALY MALANG Ummu Rifa atin Mahmudah_11410009 Jurusan Psikologi-Fakultas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar dari individu pernah terluka dan memerlukan cara untuk mengatasi luka tersebut. Cara untuk mengatasi luka salah satunya adalah dengan memaafkan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena memprihatinkan yang terjadi pada bangsa ini adalah meningkatnya angka kejahatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Ketua Komnas Perlindungan Anak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan orang lain, disaat berinteraksi dengan orang lain tidak menutup kemungkinan akan terjadinya suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Perselingkuhan merupakan suatu pelanggaran kepercayaan. Hal ini terjadi
19 BAB II LANDASAN TEORI A. Perselingkuhan Perselingkuhan merupakan suatu pelanggaran kepercayaan. Hal ini terjadi ketika salah satu ataupun kedua pasangan tidak menghormati lagi perjanjian untuk setia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan
Lebih terperinciTabel 1.1 Tempat Terjadinya Kekerasan terhadap Anak Kekerasan Jumlah Kasus Persentase Di Sekolah ,20% Di Luar Sekolah ,80% Total %
1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan bagian pendahuluan yang terdiri atas latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Penelitian Kekerasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dilatari oleh perasaan terhina, keinginan tidak tercapai, persaingan hidup yang kian ketat membuat kita semakin tertekan dan akhirnya berujung munculnya tindakan
Lebih terperinci2005). Hasil 62 survei di 12 negara dan mencakup narapidana menemukan tiap 6
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stres dapat mengenai semua orang dan semua usia. Stres baik ringan, sedang maupun berat dapat menimbulkan perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi dan perilaku.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didambakan tersebut menjadi hukum alam dalam diri tiap manusia. Akan tetapi,
10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap manusia yang hidup memiliki tujuan dalam kehidupan mereka. Tujuan hidup manusia pada umumnya selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya juga untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu
Lebih terperinciBAB V. Kesimpulan, Diskusi Dan Saran. hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis lainnya.
BAB V Kesimpulan, Diskusi Dan Saran Pada bab ini akan dijelaskan permasalahan penelitian dengan kesimpulan hasil penelitian, diskusi, serta saran untuk penelitian sejenis lainnya. 5.1. Kesimpulan Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masing-masing orang selalu menginginkan harga diri yang tinggi.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam dunia dan kehidupan kita sering mendengar tentang kepemilikan harga diri. Tiap manusia yang ada di dunia ini pasti memiliki harga diri dan tentunya
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan tentang
152 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dan analisis data yang telah dilakukan tentang makna hidup pada pekerja seks komersial (PSK), diperoleh bahwa : a. The Freedom
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia memiliki tugas perkembangannya masing-masing sesuai dengan tahap perkembangannya. Mahasiswa memiliki berbagai tugas
Lebih terperinciPedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur masyarakat itu, kaidah hukum itu berlaku untuk seluruh masyarakat. Kehidupan manusia di dalam pergaulan
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bagi anak untuk memperoleh pendidikan yang umumnya digunakan para orang tua. Selain memperoleh pengetahuan atau pelajaran,
Lebih terperinciBAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN. penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih
BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Percaya Diri Percaya Diri (Self Confidence) adalah meyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir terdapat perkembangan yang signifikan dari kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan publik menyangkut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tak terkecuali pelaku pembunuhan. Berdasarkan undang-undang Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum di Indonesia menerapkan hukuman bagi warganya yang melanggar tak terkecuali pelaku pembunuhan. Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia nomor 12 Tahun
Lebih terperinciROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK
1 ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persayaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: PRIMA NURUL ULUM F. 100 040 011 FAKULTAS
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA ASERTIFITAS DENGAN KECENDERUNGAN MENGALAMI KEKERASAN EMOSIONAL PADA PEREMPUAN YANG BERPACARAN SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA ASERTIFITAS DENGAN KECENDERUNGAN MENGALAMI KEKERASAN EMOSIONAL PADA PEREMPUAN YANG BERPACARAN SKRIPSI Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan
Lebih terperinciSELF EFFICACY ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LAPAS ANAK KLAS IIA BLITAR
SELF EFFICACY ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DI LAPAS ANAK KLAS IIA BLITAR RINGKASAN SKRIPSI Oleh Hannah Fithrotien Salsabila Nadiani NIM. 11410032 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK
Lebih terperinciMASALAH KELUARGA DAN MEKANISME PENANGGULANGANNYA
MASALAH KELUARGA DAN MEKANISME PENANGGULANGANNYA Euis Sunarti 1 A. Masalah keluarga. Menurut Burgess dan Locke (1960) kesulitan perkawinan merupakan sumber utama masalah hubungan suami istri. Sumber masalah
Lebih terperincimenempati posisi paling tinggi dalam kehidupan seorang narapidana (Tanti, 2007). Lapas lebih dikenal sebagai penjara. Istilah tersebut sudah sangat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kriminalitas di Indonesia semakin meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2005, diperkirakan kejahatan yang terjadi sekitar 209.673 kasus, sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya seseorang yang melanggar norma hukum lalu dijatuhi hukuman pidana dan menjalani kesehariannya di sebuah Lembaga Pemasyarakatan mengalami keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan
Lebih terperinciSHAKINA DEARASSATI PA07
SHAKINA DEARASSATI 16510496 3PA07 Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia jumlah umat muslim di Indonesia memiliki persentase sebanyak 85 persen pada tahun 2012. Wanita muslim adalah perempuan yang beragama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena sesuatu
Lebih terperinciBAB III PENYAJIAN DATA. Efektifitas Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Meningkatkan. Kepercayaan Diri pada Remaja Kasus Pembunuhan Di Lembaga
BAB III PENYAJIAN DATA Efektifitas Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Meningkatkan Kepercayaan Diri pada Remaja Kasus Pembunuhan Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIB Pekanbaru. Adapun data umur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. solusi yang membuat anak merasa aman, namun pada kenyataannya ada keluarga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga bagi anak-anak adalah tempat untuk berlindung dan mencari solusi yang membuat anak merasa aman, namun pada kenyataannya ada keluarga yang karena kesulitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak menuju masa dewasa. Pada masa transisi tersebut remaja berusaha untuk mengekspresikan dirinya
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. kasus seperti keluarga yang telah bercerai. Latar belakang keluarga yang bercerai
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Narapidana hukuman mati dapat terlibat dalam kasus karena telah memiliki pengalaman hidup yang negatif. Pengalaman hidup yang negatif sebelum terlibat dalam kasus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kegiatan utama dalam setiap usaha pendidikan. Tanpa belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar, sehingga
Lebih terperincitersisih ", mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap
BABI PENDAHUL UAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Pada umumnya, masyarakat di Indonesia mengenal adanya 3 Jems orientasi seksual. Ketiga orientasi tersebut adalah heteroseksual, homoseksual dan biseksual.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bebas terlepas dari paksaan fisik, individu yang tidak diambil hak-haknya,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain mahluk sosial juga merupakan mahluk individual yang bebas terlepas dari paksaan fisik, individu yang tidak diambil hak-haknya, individu yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tentunya mengharapkan kehidupan di masa yang akan datang dapat dilalui dengan baik dan mendapatkan kualitas hidup yang baik. Namun dalam prosesnya tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi bangsa Indonesia, pendidikan adalah hal yang sangat penting. Cita-cita untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi bangsa Indonesia, pendidikan adalah hal yang sangat penting. Cita-cita untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang terdidik bahkan telah tercetus
Lebih terperinci