BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan memberikan banyak pembelajaran bagi manusia. Pembelajaran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan memberikan banyak pembelajaran bagi manusia. Pembelajaran"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan memberikan banyak pembelajaran bagi manusia. Pembelajaran dalam kehidupan dapat berupa keadaan-keadaan yang baik dan buruk. Keadaan yang baik dalam kehidupan dapat membuat individu bersyukur atau justru terlena olehnya. Sama halnya dengan keadaan yang buruk, dapat membuat individu jatuh dan terpuruk, tetapi dapat pula menjadi kesempatan untuk memperbaiki diri dan berkembang menjadi lebih baik. Salah satu keadaan buruk yang bisa menjadi pembelajaran hidup bagi individu adalah kehidupan di dalam lembaga pemasyarakatan yang harus dijalani sebagai konsekuensi dari tindak kejahatan yang telah dilakukan. Lembaga pemasyarakatan merupakan sebuah institusi total, yang memisahkan narapidana dari masyarakat umum selama periode waktu tertentu dan mengharuskan mereka menjalani hidup sesuai aturan yang ditetapkan oleh pihak pengelola lembaga pemasyarakatan. Sebagai sebuah institusi total, lembaga pemasyarakatan memberikan banyak kesulitan yang harus dihadapi oleh narapidana, sebagaimana yang dikemukakan oleh Harsono (2005) yakni hilangnya kemerdekaan diri, hilangnya kepribadian individu, hilangnya rasa aman, kehilangan akses atas barang dan jasa, kehilangan prestise, kehilangan kepercayaan, kehilangan kreativitas, dan kehilangan hubungan heteroseksual. 1

2 2 Memasuki lembaga pemasyarakatan membuat narapidana kehilangan kemerdekaan diri (Harsono, 2005). Hilangnya kemerdekaan diri memberikan banyak perubahanpada narapidana wanita.perubahan pertama yang dihadapi individu saat menjadi narapidana adalah lingkungan tinggal yang baru. Narapidana tinggal di lingkungan lembaga pemasyarakatan yang terbatas, dengan penjagaan keamanan yang ketat, dikelilingi oleh tembok bangunan yang tinggi dan juga pagar jeruji besi, terbagi menjadi blok-blok kamar tahanan dan beberapa ruang untuk aktivitas bersama, yang tentu saja jauh berbeda dari nuansa rumah atau lingkungan tinggal di masyarakat umum. Narapidana diharuskan menyesuaikan diri dan menaati berbagai aturan di lembaga pemasyarakatan, baik aturan dari pihak pengelola lembaga pemasyarakatan maupun dari sesama narapidana. Aturan-aturan dari pengelola lembaga pemasyarakatan tersebut meliputi tata cara berpakaian, bertingkah laku, kewajiban dan larangan yang harus dipatuhi, dan juga jadwal aktivitas harian yang harus dilakukan oleh narapidana. Adapun aturan dari sesama narapidana merupakan norma/kesepakatan tidak tertulis yang harus dipatuhi dan berbentuk senioritas, dimana narapidana yang kuat memiliki kekuasaan atas yang lemah. Tinggal di lembaga pemasyarakatan yang merupakan sebuah institusi total berarti harus berpisah dengan jaringan sosial yang dimiliki narapidana. Mereka harus berpisah dengan keluarga, kerabat dekat, teman-teman, dan juga kolega kerja. Perpisahan itu berpengaruh pada terbatasnya kesempatan berkomunikasi antara narapidana dengan pihak keluarga dan teman-temannya (Harsono, 2005). Narapidana wanita tidak dapat menelepon maupun menemui keluarganya dengan

3 3 leluasa. Komunikasi tersebut hanya dapat dilakukan lewat surat, telepon, dan tatap muka saat narapidana dibesuk. Jam besuk tiap narapidana terbatas selama 1 jam setiap hari.komunikasi lewat surat dilakukan setelah surat-surat terkait diperiksa dan dinyatakan aman oleh petugas. Perubahan atau konsekuensi lain dari menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan adalah hilangnya pekerjaan yang dimiliki. Hilangnya pekerjaan berarti hilang atau berkurangnya pendapatan individu. Narapidana menggantungkan sebagian besar uang yang diperolehnya dari keluarga, meskipun ia dapat bekerja di bengkel kerja lembaga pemasyarakatan. Dengan kata lain, saat narapidana memasuki lembaga pemasyarakatan, ia bukan hanya kehilangan kemerdekaan melainkan juga kehilangan kemandirian finansial. Keadaan yang demikian itu mengharuskan narapidana untuk menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan baru yang sesuai dengan kondisi lingkungan lembaga pemasyarakatan. Narapidana juga harus memulai dari awal untuk membina hubungan baik dengan orang lain karena ia kehilangan/terpisah dari orang-orang terdekatnya. Sebagai makhluk sosial, dan guna bertahan menghadapi berbagai kondisi di lembaga pemasyarakatan, narapidana membutuhkan orang-orang yang bisa di ajak berbagi, saling memahami dan saling mendukung. Hal ini tentu tidak mudah dilakukan mengingat narapidana di lembaga pemasyarakatan berasal dari berbagai tempat dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga rentan terjadi perselisihan di antara narapidana. Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Semarang adalah lembaga pemasyarakatan khusus wanita yang berlokasi di kota Semarang. Bangunan

4 4 lembaga pemasyarakatan ini terbagi menjadi 9 blok yang masing-masing terdiri atas 12 sel ruang tahanan, gedung kantor pengelola, ruang kunjungan, ruang konseling, ruang kesehatan, aula, ruang kelas, ruang ibadah, perpustakaan, salon, dapur, kantin, ruang bimbingan kerja, dan showroom untuk menampilkan karya para narapidana di bimbingan kerja. Lembaga pemasyarakatan ini dihuni oleh 243 orang, meliputi 230 narapidana dan 13 tahanan, melebihi kapasitasnya yang hanya dimaksudkan untuk menampung 219 orang. Usia narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Semarang bervariasi mulai dari tahun, dan sebagian besar diantaranya berstatus sebagai ibu. Status sebagai ibu memberikan kondisi tersendiri bagi narapidana wanita terkait perpisahan dengan keluarga. Hasil wawancara dengan 6 narapidana wanita menemukan,4 orang di antaranya mengaku bahwa kesulitan yang terberat bagi mereka adalah perpisahan dengan anak. Hilangnya kesempatan untuk berinteraksi dengan sang anak, dan ketidakmampuan mereka dalam mengarahkan tumbuh kembang anaknya menjadi tekanan terberat yang dialami. Rasa bersalah karena merasa tidak bertanggung jawab pada anaknya tetapi tidak dapat berbuat apa pun, membuat mereka sering bersedih dan menangis. Narapidana wanita juga berbeda dari narapidana pria, terkait kebutuhan privasi. Wanita lebih memperhatikan privasi dibanding pria, tetapi kebutuhan tersebut sulit terpenuhi di lembaga pemasyarakatan. Petugas rutin melakukan pemeriksaan terhadap narapidana dan barang-barang yang mereka miliki untuk memastikan keamanan di dalam lembaga pemasyarakatan. Begitu pula surat, paket, dan bekal yang dibawakan oleh pembesuk. Setiap surat dan paket yang

5 5 diterima/dikirimkan akan diperiksa terlebih dahulu. Selain itu, fasilitas di lembaga pemasyarakatan juga tidak banyak memberikan keleluasaan privasi bagi narapidana. Selain kesulitan-kesulitan yang dialami di lembaga pemasyarakatan, narapidana wanita juga menghadapi tekanan akibat stigma negatif yang diberikan oleh masyarakat. Narapidana wanita dipandang telah melanggar norma sosial dan juga menyalahi kodratnya sebagai wanita yang seharusnya memiliki sosok lembut, mengayomi, dan santun. Masyarakat memberikan label negatif seperti penjahat, maling, menelantarkan anak, mudah melakukan tindak kekerasan, dan sebagainya, yang akan terus melekat pada narapidana wanita meskipun mereka telah keluar dari lembaga pemasyarakatan. Label negatif yang telah dilekatkan pada narapidana wanita membuat mereka merasa malu, tertekan dan tidak tahu harus berbuat apa ketika nantinya kembali ke masyarakat umum. Kondisi-kondisi tersebut berlangsung selama bertahun-tahun sepanjang masa hukuman mereka dan berpotensi membawa narapidana menuju keterpurukan.hukuman penjara menempati urutan keempat dalam skala tingkatan pengalaman hidup yang menimbulkan stres dan gejolak emosi yang besar (Social Readjustment Rating Scale Holmes dan Rahe, dalam Sarafino, 1990). Lembaga pemasyarakatan merupakan lingkungan yang keras, rentan terjadi perselisihan, perkelahian, dan intimidasi oleh narapidana yang lebih kuat yang disebabkan oleh bercampurnya narapidana dengan tingkat kejahatan yang bervariasi mulai dari tindak kejahatan ringan hingga berat. Pogrebin dan Mary (2001) menemukan, bahwa narapidana wanita memandang lembaga pemasyarakatan sebagai sebuah

6 6 lingkungan yang menimbulkan kecemasan, rasa takut dan merupakan bentuk hukuman yang jauh melebihi hukum pidana itu sendiri. Temuan Pogrebin dan Mary (2001) diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Dye (dalam Cherie, 2012), bahwa pemenjaraan memiliki konsekuensi negatif yang menyertainya, seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang, penurunan kesehatan fisik dan mental, serta meningkatnya usaha bunuh diri yang dilakukan oleh narapidana. Konsekuensi negatif yang dikemukakan oleh Dye tersebut juga dirasakan oleh narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Semarang. Dalam wawancara yang dilakukan terhadap 6 narapidana wanita, 2 narapidana wanita mengungkapkan bahwa mereka sering jatuh sakit selama menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan. Para narapidana wanita tersebut juga mengungkapkan bahwa akibat tidak tahan dengan tekanan yang mereka rasakan dalam kehidupan sehari-hari membuat mereka sering menangis, tidak bersemangat untuk menjalani aktivitas sehari-hari, sakit kepala, uring-uringan dan bahkan ada narapidana yang pernah mencoba bunuh diri. Percobaan bunuh diri merupakan salah satu tanda bahwa seorang individu sedang terpuruk. Paparan di atas menunjukkan beragamnya kondisi sulit yang dihadapi oleh narapidana wanita di lembaga pemasyarakatan dan berpotensi membawa mereka menuju keterpurukan. Oleh karena itu, narapidana wanita membutuhkan kemampuan yang dapat membantu mereka untuk bertahan dan bangkit dari berbagai situasi penuh tekanan di dalam lembaga pemasyarakatan, kemampuan tersebut disebut dengan resiliensi.

7 7 Resiliensi menurut Reivich dan Shatte (2002) merupakan kemampuan individu untuk dapat berhasil mengatasi kemalangan dan perubahan dalam hidup. Connor dan Davidson (2003) menambahkan bahwa resiliensi juga membantu individu untuk mampu berkembang ketika menghadapi kesulitan hidup. Hidup di lembaga pemasyarakatan bersama-sama dengan ratusan narapidana lain, dengan perbedaan karakteristik satu sama lain, sering memicu timbulnya perselisihan di antara narapidana wanita. Perselisihan, permasalahandan paparan kekerasan di lembaga pemasyarakatan selama bertahun-tahun membuat narapidana wanita merasakan kesedihan, cemas, ketakutan, dan terkadang merasa putus asa. Konsekuensi negatif tersebut dapat diatasi apabila narapidana wanita mampu mengembangkan kapasitas resiliensinya. Paparan terhadap kekerasan, baik verbal maupun non-verbal, dapat menimbulkan gangguan seperti depresi, dan PTSD. Resiliensi mampu melindungi narapidana wanita dari konsekuensi negatif akibat paparan kekerasan, seperti hasil penelitian yang dilakukan Salami (2010) bahwa individu dengan resiliensi tinggi memiliki skor PTSD yang rendah meskipun sebelumnya terpapar oleh kekerasan. Temuan penelitian tersebut didukung pula oleh Wagnild (2010) yang mengemukakan, bahwa kapasitas resiliensi melindungi dan melawan depresi, kecemasan, ketakutan, ketidakberdayaan, dan emosi negatif yang dialami, karenanya berpengaruh dalam mengurangi efek psikologis yang menyertainya. Resiliensi diharapkan dapat mengembalikan semangat hidup narapidana wanita agar dapat bangkit dan menjalani masa hukuman dengan baik dan menjadi

8 8 manusia yang lebih baik, serta mampu kembali menyatu dengan masyarakat umum setelah mereka menyelesaikan masa hukumannya. Resiliensi pada narapidana wanita dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor penting yang menentukan resiliensi adalah regulasi emosi (Troy dan Mauss, 2011). Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk secara fleksibel mengendalikan emosi yang dirasakan dan menampilkan emosi tersebut sesuai dengan tuntutan lingkungan (Denham, dalam Coon, 2005). Regulasi emosi dinilai penting karena emosi berperan besar karena dapat mengarahkan pada munculnya perilaku adaptif maupun maladaptif. Respon mental dan emosi yang dimiliki wanita menyebabkan wanita lebih rentan terhadap stress sehingga menjadikan wanita sebagai populasi yang beresiko terhadap kejadian depresi (Allender dan Spradley, 2005, dalam Noorsifa 2013). Situasi penuh tekanan seperti di lembaga pemasyarakatan menjadikan regulasi emosi sebagai kemampuan penting yang harus dimiliki narapidana wanita untuk melindungi diri dari konsekuensi negatif yang dapat menurunkan kesehatan fisik maupun mentalnya. Narapidana wanita selalu berhadapan dengan berbagai jenis emosi, baik positif maupun negatif. Emosi-emosi tersebut harus dikelola dengan baik agar dapat mengarahkan pada munculnya perilaku adaptif yang dapat meningkatkan resiliensi. Sejalan dengan hasil penelitian Barret, Gross, Christensen, dan Benvenuto (dalam Manz, 2007) menemukan, bahwa emosi negatif mempengaruhi aktivitas individu, dan kecakapan dalam meregulasi emosi dapat mengurangi intensitas emosi negatif dari pengalaman-pengalaman emosional serta

9 9 meningkatkan kemampuan dalam menghadapi permasalahan hidup, memvisualisasikan masa depan yang positif, dan mempercepat proses pengambilan keputusan. Tugade dan Fredrickson (2007) menemukan bahwa regulasi emosi atas emosi positif dapat membangun resiliensi individu. Individu yang resilien mampu memunculkan emosi positif ketika melakukan koping terhadap pengalaman emosi negatif. Hal ini berarti, narapidana wanita yang mampu memunculkan emosi positif ketika dihadapkan pada situasi yang menimbulkan pengalaman emosi negatif, akan mampu membuat pemecahan masalah yang konstruktif dan dapat merencanakan masa depan yang positif, yang akan meningkatkan resiliensinya. Gross (dalam Tugade dan Fredrickson, 2007) mendefinisikan regulasi emosi sebagai usaha individu untuk mempengaruhi bentuk emosi yang dialami individu ketika mereka mengalaminya dan bagaimana emosi tersebut dirasakan serta diungkapkan. Salah satu bentuk emosi yang sering dirasakan narapidana wanita dan memerlukan regulasi emosi adalah kesedihan dan kemarahan. Hasil wawancara dengan 6 orang narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Semarang menunjukkan bahwa mereka sering terlarut dalam kesedihan akibat perpisahan dengan keluarga, terutama dengan anak, suami, dan orang tua, serta dengan teman-teman dekat. Selain rasa sedih, kemarahan juga sering dirasakan oleh narapidana wanita. Penyebabnya adalah karena mereka tidak bisa atau belum menerima vonis hukuman dari pengadilan yang dipandang terlalu berat dan juga kemarahan akibat perselisihan yang terjadi antar narapidana. Rivers, dkk. (2007) menemukan, bahwa regulasi yang efektif atas kesedihan

10 10 berhubungan signifikan dengan hubungan pertemanan yang saling mendukung dan saling percaya, dan regulasi yang efektif atas kemarahan berkorelasi positif dan signifikan dengan penyelesaian konflik secara konstruktif. Kostiuk dan Fouts (2002) menjelaskan regulasi emosi sebagai suatu usaha untuk mengelola, meningkatkan, mengurangi, maupun menghambat emosi-emosi yang ada untuk mencapai tujuan tertentu. Individu perlu mengelola emosi dengan cara menaikkan dan/atau menurunkan emosi negatif maupun positif yang dirasakan. Fredrickson (dalam Tugade dan Fredrickson, 2007) menjelaskan, bahwa emosi negatif punya kecenderungan memfokuskan dan mempersempit pemikiran dan tindakan, sedangkan emosi positif memperluas sudut pandang dan tindakan individu sehingga dapat dimanfaatkan untuk membangun kompetensi individu. Penelitian Tugade dan Fredrickson (2007) menunjukkan, bahwa regulasi emosi dengan meningkatkan emosi positif dalam diri individu berperan dalam meningkatkan resiliensi individu. Kapasitas resiliensi terdapat pada diri setiap individu, dengan tingkatan yang berbeda-beda (Bernard, 2004), tergantung pada usaha setiap narapidana wanita beradaptasi dengan keadaan yang sedang dihadapi. Menurut Werner (2005) individu yang mampu beradaptasi pada masa yang sulit, mereka mempunyai sumber dan karakteristik yang dapat menyokong dan melindungi mereka dalam keadaan menekan.salah satu sumber eksternal yang berpengaruh terhadap resiliensi narapidana wanita adalah dukungan sosial. Orford (2000) menjelaskan dukungan sosial sebagai kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang dapat diandalkan pada saat individu mengalami kesulitan. Kehadiran orang lain pada

11 11 narapidana secara langsung maupun tidak langsung dapat membantu menjaga dan memulihkan kondisi psikologis narapidana (Smet, 1994). Dukungan yang diterima baik dari sumber formal maupun informal akan membantu narapidana wanita dalam menghadapi berbagai kesulitan yang dialami selama menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan. Salah satu bentuk dukungan sosial yang mungkin diberikan adalah dukungan emosi. House dan Khan (dalam Corneil, 1998) menyebutkan ada empat macam dukungan sosial, yaitu dukungan emosi, dukungan instrumental, dukungan informatif, dan dukungan penilaian atau penghargaan. Dukungan emosi meliputi ungkapan rasa simpati, pemberian perhatian, kasih sayang, penghargaan dan kebersamaan. Jacobson (dalam Orford 2000) menjelaskan dukungan emosi sebagai dukungan yang diberikan, sehingga membuat individu merasa bahwa dirinya diperhatikan, dihargai, dicintai dan bahwa dirinya memiliki orang-orang yang mendukungnya saat dirinya kesulitan. Melalui pemberian dukungan emosi, narapidana wanita akan memperoleh perasaan nyaman, menyadari bahwa dirinya diterima, dihargai dan dicintai serta kesadaran bahwa orang lain dapat memberikan perhatian dan juga rasa aman. Dukungan emosi dinilai merupakan faktor penting dalam mengurangi tekanan psikologis dibanding ketiga bentuk dukungan sosial lainnya (Cohen dkk., dalam Emmons dan Colby, 2007). Hal tersebut didukung oleh pendapat House (dalam Corneil, 1998) yang menyatakan, bahwa dukungan emosi merupakan bentuk dukungan yang paling penting dalam dukungan sosial karena dapat mendorong timbulnya bentuk dukungan lain, yaitu dukungan instrumental,

12 12 dukungan informatif, dan dukungan penghargaan. Sumber yang memberikan dukungan emosi umumnya juga memberikan bentuk-bentuk dukungan instrumental, informatif, dan juga dukungan penghargaan. Narapidana wanita sangat membutuhkan dukungan emosi di dalam menjalani masa hukumannya. Temuan Toch (dalam Pogrebin dan Mary, 2001) menunjukkan bahwa narapidana wanita sangat membutuhkan dukungan emosi dan menjadi prioritas tinggi bagi mereka. Narapidana wanita menjalin pertemanan dekat dengan sesama narapidana untuk saling bercerita tentang masalah yang dihadapi dan memberikan dukungan satu sama lain. Hal ini diungkap Pogrebin dan Mary (2001) sebagai salah satu bentuk pemenuhan dukungan emosi dalam menghadapi gejolak emosi yang dirasakan oleh narapidana. Tingkat pemenuhan dukungan emosi individu berpengaruh pada keberhasilan individu dalam mengatasi permasalahannya. Individu dengan dukungan yang tinggi akan lebih berhasil menghadapi dan mengatasi permasalahannya dibandingkan dengan yang tidak memiliki dukungan (Taylor, 2012). Keberhasilan dalam mengatasi berbagai permasalahan dalam hidup akan meningkatkan resiliensi individu yang kemudian berguna untuk membantunya menghadapi situasi-situasi menekan di masa mendatang. Dukungan emosi yang diterima mampu menurunkan kesedihan, kemarahan, dan meningkatkan kekuatan individu saat menghadapi situasi-situasi kehidupan yang sulit (Shrout, dalam Nurullah, 2012), sehingga dapat membantu narapidana wanita mengurangi tekanan psikologis yang dirasakan selama menghadapi permasalahan hukumnya. Regulasi emosi diharapkan dapat membantu narapidana

13 13 wanita untuk mengelola emosinya dalam menghadapi permasalahan hukum dan mengarahkannya menjadi emosi positif sehingga berpengaruh pada turunnya stress yang dirasakan. Bersama-sama dengan dukungan emosi yang diterima, diharapkan narapidana wanita mampu mengembangkan resiliensi yang lebih baik sehingga dapat menjalani proses hukum dan pulih dari kondisi buruk yang dialami. Berdasarkan paparan di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian: ulasi Emosi dan Dukungan Emosi dengan Resiliensi pada B. Perumusan Masalah Berdasarkan paparan dalam latar belakang di atas, dapat dibuat sebuah rumusan masalah, yaitu apakah ada hubungan antara regulasi emosi dan dukungan emosi dengan resiliensi pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Semarang. C. Tujuan 1. Mengetahui hubungan antara regulasi emosi dan resiliensi pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Semarang. 2. Mengetahui hubungan antara dukungan emosi dan resiliensi pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Semarang.

14 14 3. Mengetahui hubungan antara regulasi emosi dan dukungan emosi dengan resiliensi pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Semarang. D. Manfaat 1. Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam bidang ilmu psikologi, terutama bidang psikologi klinis dan psikologi sosial, khususnya mengenai resiliensi narapidana wanita dalam hubungannya dengan regulasi emosi dan dukungan emosi. 2. Praktis a. Bagi para narapidana wanita, penelitian ini diharapkan dapat mendorong ditingkatkannya usaha-usaha menumbuhkan resiliensi pada diri narapidana sehingga sanggup menjalani dan pulih dari kondisi selama di lembaga pemasyarakatan secara efektif. b. Bagi Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Semarang, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membuat programprogram pembinaan narapidana wanita selama menjalani masa tahanan agar mereka menjadi resilien dan siap untuk kembali menjalani kehidupan di luar rutan dengan baik. c. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan dan mendorong dilakukannya penelitian lanjutan, khususnya mengenai hubungan antara regulasi emosi dan dukungan emosi dengan resiliensi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang- Undang Dasar 1945 pasal 3 yang berbunyi Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya seseorang yang melanggar norma hukum lalu dijatuhi hukuman pidana dan menjalani kesehariannya di sebuah Lembaga Pemasyarakatan mengalami keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tentunya mengharapkan kehidupan di masa yang akan datang dapat dilalui dengan baik dan mendapatkan kualitas hidup yang baik. Namun dalam prosesnya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan dalam bidang pendidikan dan teknologi yang pesat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan dalam bidang pendidikan dan teknologi yang pesat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam bidang pendidikan dan teknologi yang pesat memudahkan masyarakat memperoleh wawasan yang semakin luas tentang banyak hal. Wawasan yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Sebagai anggota masyarakat, individu harus mematuhi norma-norma yang berlaku, agar tercapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. elektronik setiap tahunnya. Sepanjang tahun 2012 terjadi kejahatan setiap 91

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. elektronik setiap tahunnya. Sepanjang tahun 2012 terjadi kejahatan setiap 91 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kejahatan di Indonesia menghiasi berbagai media cetak maupun elektronik setiap tahunnya. Sepanjang tahun 2012 terjadi kejahatan setiap 91 detik,terhitung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. Pada masa ini, individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kalangan pakar pakar ilmu pengetahuan, ilmu hukum, dan juga ilmu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kalangan pakar pakar ilmu pengetahuan, ilmu hukum, dan juga ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, tindak kejahatan korupsi telah menjadi sasaran pembahasan dalam berbagai kalangan pakar pakar ilmu pengetahuan, ilmu hukum, dan juga ilmu psikologi. Korupsi

Lebih terperinci

RESILIENSI NARAPIDANA DEWASA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN NASKAH PUBLIKASI. Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan

RESILIENSI NARAPIDANA DEWASA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN NASKAH PUBLIKASI. Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan RESILIENSI NARAPIDANA DEWASA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS IIA SRAGEN NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh: REFI RISTIANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan merupakan lembaga yang bergerak di bidang sosial untuk membantu anak-anak yang sudah tidak memiliki orang tua. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri Akademik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efikasi Diri Akademik 1. Pengertian Efikasi Diri Akademik Bandura (1997) menjelaskan bahwa efikasi diri merupakan perkiraan seseorang tentang kemampuannya untuk mengatur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bertentangan dengan hukum dan undang-undang. Tingkat krminalitas di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kriminalitas merupakan suatu fenomena yang komplek dan menarik perhatian banyak kalangan, karena kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hukum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk membantu anak-anak yang tidak memiliki orang tua. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dewasa madya, dan dewasa akhir. Masa dewasa awal dimulai pada umur 18

BAB I PENDAHULUAN. dewasa madya, dan dewasa akhir. Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu dewasa awal, dewasa madya, dan dewasa akhir. Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak kejahatan atau perilaku kriminal selalu menjadi bahan yang menarik serta tidak habis-habisnya untuk dibahas dan diperbincangkan, masalah ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat universal. Pembunuhan, pencurian, penipuan, hingga kejahatan-kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat universal. Pembunuhan, pencurian, penipuan, hingga kejahatan-kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga gejala sosial yang bersifat universal. Pembunuhan, pencurian, penipuan, hingga kejahatan-kejahatan lainnya telah dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, pencapaian kedewasaan, kemandirian, dan adaptasi peran dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah merasakan kesedihan, kekecewaan, kegagalan serta kondisi sulit lainnya. Hal ini sesuai dengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK DISTORSI KOGNITIF NARAPIDANA WANITA YANG MENGALAMI DEPRESI DI LAPAS SRAGEN

BENTUK-BENTUK DISTORSI KOGNITIF NARAPIDANA WANITA YANG MENGALAMI DEPRESI DI LAPAS SRAGEN BENTUK-BENTUK DISTORSI KOGNITIF NARAPIDANA WANITA YANG MENGALAMI DEPRESI DI LAPAS SRAGEN Skripsi Guna memenuhi sebagian dari syarat-syarat memperoleh derajat sarjana S-1 OLEH : ANISA PRAMUDYAWATI F 100

Lebih terperinci

menempati posisi paling tinggi dalam kehidupan seorang narapidana (Tanti, 2007). Lapas lebih dikenal sebagai penjara. Istilah tersebut sudah sangat

menempati posisi paling tinggi dalam kehidupan seorang narapidana (Tanti, 2007). Lapas lebih dikenal sebagai penjara. Istilah tersebut sudah sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kriminalitas di Indonesia semakin meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2005, diperkirakan kejahatan yang terjadi sekitar 209.673 kasus, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan menjadi subjek yang dihormati dan dihargai oleh sesamanya. Pada dasarnya yang harus diberantas ialah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Remaja adalah generasi penerus bangsa, oleh karena itu para remaja harus memiliki bekal yang baik dalam masa perkembangannya. Proses pencarian identitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak-anak yang menginjak usia remaja banyak yang melakukan perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak-anak yang menginjak usia remaja banyak yang melakukan perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak-anak yang menginjak usia remaja banyak yang melakukan perbuatan kriminal yang tidak seharusnya dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada Psikolog di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN. penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih

BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN. penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan memilih BAB II KERANGKA KONSEP KEGIATAN 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Percaya Diri Percaya Diri (Self Confidence) adalah meyakinkan pada kemampuan dan penilaian (judgement) diri sendiri dalam melakukan tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar (www.femina.co.id, 12 Desember 2013). Perubahan hidup dapat menjadi. penyesuaian diri bagi individu (Nevid & Rathus, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. besar (www.femina.co.id, 12 Desember 2013). Perubahan hidup dapat menjadi. penyesuaian diri bagi individu (Nevid & Rathus, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa peristiwa kehidupan sering dipandang sebagai kondisi yang mengganggu bagi individu, yang memaksa mereka untuk mengubah tujuannya (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana di Lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana di Lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan(UU RI No.12 Th.1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 1 ayat 7). Lembaga Pemasyarakatan adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ribu orang di seluruh Indonesia, hingga Oktober 2015 jumlah narapidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ribu orang di seluruh Indonesia, hingga Oktober 2015 jumlah narapidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya tindak kejahatan yang terjadi di wilayah negara Indonesia menyebabkan semakin banyak pula jumlah pelaku kejahatan yang diputus oleh hakim untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kelahiran anak dalam kondisi sehat dan normal adalah harapan setiap ibu (UNICEF, 2010). Namun faktanya, tidak semua anak lahir dalam kondisi normal. Anak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pengertian kejahatan dan kekerasan memiliki banyak definisi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pengertian kejahatan dan kekerasan memiliki banyak definisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang kita jumpai beberapa kasus pembunuhan. Seolah tidak asing lagi dengan peristiwa kejahatan itu, media meliput berita pembunuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia adalah salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada fase ini seorang individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu meningkatnya pengangguran dan sulitnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat diartikan sebagai tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pengasuh, orang tua, atau pasangan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penolakan Sosial 2.1.1 Konsep Penolakan Sosial Penolakan merupakan keadaan yang sangat umum dan berpotensi untuk menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakikatnya adalah mahkluk sosial dan mahkluk pribadi. Manusia sebagai mahluk sosial akan berinteraksi dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan

Lebih terperinci

2016 POLA ADAPTASI MANTAN NARAPIDANA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT

2016 POLA ADAPTASI MANTAN NARAPIDANA DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu bentuk tindakan yang dilakukan seseorang dengan tujuan untuk mengambil keuntungan secara sepihak. Kejahatan yang ada di tengah masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi adalah respon yang dirasakan setiap individu dikarenakan rangsangan baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan (iptek), perilaku manusia didalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multikompleks.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan yang pertama ditemui oleh setiap individu dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia. Keluarga menjadi struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia 12 tahun sampai 21 tahun. Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau mendapat menstruasi (datang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zaman terutama dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga timbul berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pasal 3 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Sebelum dikenal istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang anak sejak lahir tentu sejatinya membutuhkan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua. Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu dan saudara kandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah tempat di mana anak berkembang dan bertumbuh, baik secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit terkecil dalam

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di

Bab I Pendahuluan. Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di Indonesia pada tahun 2013 adalah 342.084 kasus sehingga dapat ditetapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat modern yang sangat kompleks dan heterogen,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masyarakat modern yang sangat kompleks dan heterogen, 0473/SN/F.Psi/UKM/2005 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat modern yang sangat kompleks dan heterogen, nampaknya perilaku anti-sosial dan kejahatan pun berkembang dengan cepatnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai media, baik itu media elektronik sampai media cetak, yang terjadi baik di kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sampai saat ini kanker masih menjadi momok bagi semua orang, hal ini

Lebih terperinci

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk

Lebih terperinci

GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS

GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS GUILTY FEELING PADA RESIDIVIS SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persayaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: TRI SETYONUGROHO F. 100 020 204 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

DINAMIKA KONSEP DIRI PADA NARAPIDANA MENJELANG BEBAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SRAGEN SKRIPSI

DINAMIKA KONSEP DIRI PADA NARAPIDANA MENJELANG BEBAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SRAGEN SKRIPSI DINAMIKA KONSEP DIRI PADA NARAPIDANA MENJELANG BEBAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN SRAGEN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam

Lebih terperinci

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga BAB III Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasayarakatan Anak Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor

2015, No. -2- untuk melaksanakan ketentuan Pasal 50 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1528, 2015 KEMENKUMHAM. Lembaga Pemasyarakatan. Rumah Tahanan Negara. Pengamanan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gangguan postpartum depression. Depresi postpartum keadaan emosi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gangguan postpartum depression. Depresi postpartum keadaan emosi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu tugas perkembangan yang utama dari seorang wanita adalah hamil dan melahirkan seorang anak, dan kemudian membesarkannya. Kehamilan adalah masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menikah merupakan salah satu tujuan hidup bagi setiap orang. Usia dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal tersebut merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian halnya ketika BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi serta membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai makhluk sosial, manusia hanya dapat berkembang dan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Angka perceraian di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut data 20 tahun lalu yang dinyatakan oleh Wakil Menteri Agama Prof.Dr. Nazaruddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik artinya orang tersebut memiliki kecerdasan emosional. Bar-On (1992,

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik artinya orang tersebut memiliki kecerdasan emosional. Bar-On (1992, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Goleman (2001) kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 1981, didirikan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Karawang. Alasan didirikannya karena kemajuan pembangunan yang sangat pesat di Kota ini. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap individu pasti mengalami kesulitan karena individu tidak akan terlepas dari berbagai kesulitan dalam kehidupannya. Kesulitan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. kasus seperti keluarga yang telah bercerai. Latar belakang keluarga yang bercerai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN. kasus seperti keluarga yang telah bercerai. Latar belakang keluarga yang bercerai BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Narapidana hukuman mati dapat terlibat dalam kasus karena telah memiliki pengalaman hidup yang negatif. Pengalaman hidup yang negatif sebelum terlibat dalam kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi sebagian orang dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai cara yang dilakukan individu untuk bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan tertentu tidaklah sama, begitu pun dengan cara dan kapasitas anak jika

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cinta adalah sebuah perasaan natural yang dirasakan oleh seseorang terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai, saling memiliki,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun belum dapat dikategorikan dewasa. Masa remaja merupaka masa transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. salah satunya adalah kecelakaan. Ada berbagai jenis kecelakaan yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. salah satunya adalah kecelakaan. Ada berbagai jenis kecelakaan yang dialami oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan banyak sekali problematika yang dialami oleh individu, salah satunya adalah kecelakaan. Ada berbagai jenis kecelakaan yang dialami oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Tindakan kriminalitas merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu hukuman yang akan diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius yang berpegang pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran agamanya dalam sikap atau tingkah laku serta keadaan hidup

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang BAB I PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah penelitian Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang sempurna, tetapi terkadang keinginan tersebut bertolak belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling ampuh dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku

BAB I PENDAHULUAN. paling ampuh dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia setiap harinya dihadapkan pada berbagai jenis komunikasi yang berbeda-beda. Salah satu jenis komunikasi yang paling sering dihadapi oleh manusia adalah komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kesakitan anak di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4 tahun sebesar 25,8%, usia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak 2.1.1. Pengertian Hospitalisasi Hospitalisasi adalah suatu keadaan dimana seseorang yang sakit yang membutuhkan perawatan secara intensif

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Dampak skizofrenia bagi keluarga sangatlah besar, ini menyebabkan seluruh keluarga ikut merasakan penderitaan tersebut. Jika keluarga tidak siap dengan hal ini,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahap perkembangan remaja, individu memiliki tugas perkembangan membangun hubungan intim dengan lawan jenis yang berguna untuk membentuk hubungan berpacaran pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya,

BAB I PENDAHULUAN. menolong dalam menghadapi kesukaran. c). menentramkan batin. 1 Realitanya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama dalam kehidupan manusia mempunyai pengaruh yang sangat besar. Zakiah Daradjat menyebutkan ada tiga fungsi agama terhadap mereka yang meyakini kebenarannya, yaitu:

Lebih terperinci