DJEÜMPA ATJER. OäJL HM.ZAINUDDIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DJEÜMPA ATJER. OäJL HM.ZAINUDDIN"

Transkripsi

1 hh 2397 kl DJEÜMPA ATJER OäJL HM.ZAINUDDIN

2 BIBLIOTHEEK KITLV f AKAN DITJETAK. TARICH ATJEH DAN NUSANTARA Oleh H. M. ZAINUDDIN I s i n j a 1. Asalliah bangsa Atjeh. 2. Nama negeri Atjeh. 3. Bahasa Atjeh. 4. Tatanegara dan hukum. 5. Expansi Radja Zulkarnain. 6. Expansi Siam. 7. Expansi Madjapahit. 8. Islam masuk ke Pasai. 9. Sedjarah negeri Peureulak. Samudera/Pasai. Il- Pidie/Poli. IS. Aru. 13. Tamiang. 14. Malaka. 15. Perak. 16. Kedah. 17. ;, Djohor. 18. Pahang. 19.,,» Pagarrujung/Minangkabau. 20. Siak. 21. Perkembangan agama/kebudajaan Islam ke Nusantara. 22. Perdjalanan Ibnu Batutah ke Ceylan. (Serindit) dan Samudra/Pasai. 23. Kedatangan orang Portugis ke Atjeh. 24. Belanda 25. Inggeris., 26. Perhubungan keradjaan Atjeh dengan Turki dan ringkasan susunan Sulthanaatnja. 27. Tanaman lada masuk ke Atjeh. 28. Bantuan keradjaan Atjeh kepada Belanda dan Inggeris. 29. Mata uang Atjeh. 30. Pertambangan dan ekonomi. 31. Subversif Belanda dimasa pemerintahan Ratu Perpindahan dari Atjeh Besar ke Atjeh Timur. 33. Surat2 sarakata. 34. Susunan dan Silsilah Sulthanaat Atjeh. ooo Peminat2 diharap kirim adresnja kepada Penerbit : PUSTAKA ISKANDAR MUDA Dj. Amaliun 14 A Medan

3 MTV 55 DJEUMPA ATJEH 35 Hak Tjipta Diperlindungi oleh Undang - undang Negara berdasarkan Lembaran Negara 1912 no Penerbit PUSTAKA ISKANDAR MUDA MEDAN

4 Gambar pengarang. I

5 il * ^ ^I' ^ 53 OJEUIVÎPÂ ATJÉH" oleh H. M. ZAINUDDIN Tjetakan baru /

6 i ' - I Mesdjid Raja Kutaradja. Sebelum diperluas, didirikan dalam tahun Kira2 dalam tahun 1936 diperluas mendjadi 3 puntjak seperti sekarang ini.

7 5 BERITA PENERBIT. Pembatja jang Budiman! Langkah pertama dalam bulan Mei 1957, telah kami terbitkan buku,,singa ATJEH" (biografi Seri Sulthan Iskandar Muda). Kami mengutjapkan sjukur kepada Allah, bahwa hasil langkah pertama itu telah mendapat sambutan baik dari masjarakat umum, terutama: dari pihak pers di Medan, Kutaradja, Djakarta dan lain 2. Bahkan bukan sedikit pula kami menerima surat penghargaan (tevredenheidbetuiging) dari; Gubernur Atjeh, Tjabang Kebudajaan dan Kepala Inspeksi Semea di Sumatera Utara dan beberapa surat dari peribadi pembatja dari Sumatera dan Pulau Djawa, jang masing 2 menjatakan penghargaannya atas terbitnja buku SINGA ATJEH, terutama seorang wartawan jang tidak kami kenal siapa jang memakai nama samarannja PRABUDI PARAMESWARA dengan seri artikelnja ber-turut 2 3 hari dalam Harian Waspada di Medan. Selain dari itu kami peroleh bantuan materiel dari: Komandan Daerah Militer Atjeh, Kepala Dinas P.P. dan K. Propinsi Atjeh, Bupati Atjeh Timur, Kepala Kepolisian Sumatera Utara dan Kepala Tjabang Kebudajaan Sumatera Utara, jang telah memesan sedjumlah besar buku SINGA ATJEH untuk mendjadi isi perpustakaan tentera, polisi, sekolah 2, djawatan dan pegawarnja, jang mana bantuan ini mendorong usaha kami ketingkat langkah kedua. ^, v/ Langkah kedua kami terbitkan kembali buku DJEUMPA ATJEH" ini jang kami peroleh initiatif dalam masa kongres Mahasiswa, Pemuda, Peladjar dan Masjarakat Atjeh (M.P.P.M.A.) dalam bulan September 1956, tatkala itu telah mendjumpai pengarang DJEUMPA ATJEH ditempatnja, jaitu: para mahasiswa, peladjar dan guru 2 dari daerah Atjeh, Padang, Djakarta, Bandung, Djokjakarta, Surabaja dan lain 2 nja, jang mana meminta dengan sangat agar pengarang berusaha kembali mendjelmakan buku DJEUMPA ATJEH jang dahulu diterbitkan oleh Balai Pustaka, karena buku itu oleh mahasiswa/peladjar dan masjarakat umum hanja mendengar namanja sadja lagi, tetapi tak dapat dibatja sebab tak ada lagi dalam peredaran toko 2 buku ataupun dalam perpustakaan sekolah 2 (taman pembatjaan). Maka berhubung dengan andjuran peminat 2 itu, timbullah tjita 2 kami untuk me-

8 6 nerbitkan lagi buku DJEUMPA ATJEH ini sebagai tjetakan baru 1958, mudah 2 an penerbitan ini sebagai langkah kedua dari usaha kami, mendapat sambutan baik pula dari masjarakat. Dan seterusnja langkah ketiga, selandjutnja dari usaha kami sebagai jang telah didjandjikan akan terbit pula buku TARICH ATJEH" dan RATU KESUSASTERAAN", jang isinja meliputi riwajat (hikajat) seluruh Nusantara, terutama: Sumatera, Malaya, Djawa, Makassar, Berunai dan lain 2 (Indonesia), jang kelak dapat dipergunakan oleh penggemar sedjarah, jaitu: para mahasiswa/peladjar dan masjarakat umum. Perlu diberitakan pula bahwa naskah TARICH ATJEH telah ada pada kami, hanja sedang mengatur persiapan dan perbekalan untuk diserahkan kepada pertjetakan, jang mungkin dalam tahun 1958 ini bila tak ada aral jang melintang, insja Allah dapat diterbitkan. Achir kata perlu kami menjalakan terima kasih kami jang tidak terhingga kepada Direksi Pertjetakan Indonesia di Medan, jang mana telah memberi bantuan dan kepertjajaan kepada kami dalam urusan pembangunan sedjarah Atjeh penerbitan pertama dan jang kedua ini, mudah 2 an Tuhan akan membalas djasanja. Hormat dan chidmat. PENERBIT.

9 KATA PENGANTAR. Pembatja jang Budiman! Pada Kongres Bahasa Indonesia jang berlangsung di Medan mulai tanggal 28 Oktober sampai 2 Nopember 1954, saja beruntung dapat bertemu dengan Ketua dari Balai Pustaka dan teman sedjawat saja pengarang2 di Nusantara, antara lain beliau bermufakat dengan saja untuk mentjetak kembali buku Djeumpa Atjeh terbitan tjetakan baru, karena banjaknja peminat2 jang ingin membatja buku ini terutama peladjar2 dari sekolah landjutan. Terdorong oleh maksud dan andjuran peminat2 jang tersebut, saja usahakanlah kembali kemadjelis pembatja buku ini, jang mana sebelumnja telah saja rubah dimana perlu kata2 ataupun edjaan2 jang perlu disesuaikan dengan keadaan pertumbuhan bahasa Indonesia pada achir2 ini, jaitu : huruf OE dari edjaan van Ophuyzen diganti dengan U, jaitu edjaan Suandi dari Republik Indonesia. ORANG MUDA ATJEH diganti mendjadi PEMUDA ATJEH. PEREMPUAN diganti dengan WA- NITA dan beberapa kata2 lain jang saja rasa perlu dirubah serta saja hiasi dengan beberapa ilistrasi. Penerbitan baru ini dapat hendaknja minat dari para penggemar terpenuhi, tetapi karena sesuatu halangan tak djadi diterbitkan oleh Balai Pustaka. Maka karena itu DJEUMPA ATJEH tjetakan baru ini diterbitkan oleh PUSTAKA ISKAN- DAR MUDA, jaitu satu perusahaan jang bertjita2 hendak membangunkan kembali naskah2 atau roman2 kelasik jang berhikmah dan sedjarah2 lama jang kelak mendjadi pedoman (petundjuk bagi para guru/mahasiswa/peladjar dan pengarang2 muda jang mempunjai bakat kedjurusan itu. Perlu saja chabarkan bahwa saja merasa gembira dapat mempersaksikan sendiri hasil2 dari gubahan saja dalam DJEUMPA ATJEH tjetakan Balai Pustaka, dimana gambaran (pacta2) kedjadian itu telah mempengaruhi perkembangan perubahan2 piagam dalam masjarakat Atjeh dari 'adat kuno jang menghambat kemadjuan. telah bertukar dengan kesedaran sendiri pembatja (masarakat) seluruh daerah Atjeh bahkan seluruh Nusantara. Baik tentang 'ADAT DAN RESAM PERKAWINAN, tjara MADEUëNG, jaitu tjara primitif, bersalin disalai diapi jang bukan sedikit mengorbankan djiwa wanita, sehingga dalam satu BIDAL ATJEH ada tersebut bahwa : Inóng medeuëng,

10 njawóng bak udjong ok, artinja : wanita jang bersalin djiwanja diudjung rambut. Memudja2 BURONG TUDJOH atau NEK RABI dan POTJUT DI BARAT (kepertjajaan wanita jang dalam hamil dan bersalin kepada puntianak), tjara ME- NGASUH DAN MENDIDIK ANAK jang di BELENGGU" (dikurung) dan lain2 jang dikehendaki perubahan oleh VER- ENIGING ATJEH" (Sjarikat Atjeh ) dahulu, perubahan mana tidak menjinggung perasaan KAUM TUA atau masjarakat umum, sehingga pemuda dan pemudi Atjeh setjara evolusi dan seksama dapat menempuh lapangan ketjerdasan dan kebudajaan jang seharusnja, sedangkan 'adat kuno jang dipandang baik senantiasa terpelihara. Mudah-mudahan terbitan DJEUMPA ATJEH jang baru/ 1958 ini kelak mendatangkan hasil jang lebih besar lagi dan penutup kata : Djika tumbuh padi diladang, dapat kita mengetam lagi, djika hajat dikandung badan, dapat kita bertemu lagi. Kutaradja, 10 Agustus Pengarang, H. M. ZAINUDDIN.

11 _ 9 I. PERTEMUAN JANG MULA-MULA. P UKUL 1 kurang 10 menit siang penuh sesaklah station Sigli oleh orang jang turun naik kereta api. Ada jang hendak berangkat kenegeri lain dan ada pula jang hendak pergi kerdja kebengkel Atjehtram. Ada tiga baris kereta berhenti disitu, masing-masing pada djalannja. Pada djalan jang pertama kereta tjepat jang akan berangkat ke Kutaradja, pada djalan jang kedua kereta jang akan berangkat ke Lammeulo (Kuta Bakti) (') dan pada djalan jang ketiga kereta jang baru datang dari Padangtidji. Dimuka wachtkamer kelas II berdiri sekawan pemuda-pemuda golongan Atjeh, jang sedang bertjakap-tjakap dengan 'asjik dan sukanja. Rupanja mereka itu ada disitu akan mengutjapkan selamat djalan kepada seorang temannja, jang hendak berangkat ke Kutaradja. Adapun pemuda itu berbadju putih buka dada, bertjelana kain planel dan berkupiah beledu hitam. Pada dasinja tersemat sebuah peniti emas, gambar rentjong Atjeh. Ia pandai berkata-kata dalam bahasa Melaju tinggi, petah lidahnja. Kadang-kadang bahasanja itu ditjampurnja dengan bahasa Atjeh dan Belanda, jaitu sekadar akan memaniskan pertjakapan sadja. Dan ia selalu tersenjum dengan manis serta memandang kepada kawan-kawannja. Dalam pada itu berbunjilah lontjeng 3 kali, 'alamat sneltrein (kereta tjepat) akan berangkat ke Kutaradja. Setelah mereka itu berdjabat tangan serta mengutjapkan selamat djalan, maka pemuda itupun masuk kekereta kelas dua, lalu mendjulurkan kepalanja dari djendela.,,adieu, selamat tinggal," katanja serta melambai-lambaikan sapu tangannja, ketika kereta itu sudah berangkat. Selamat djalan," djawab kawan-kawannja jang masih berdiri diserambi station itu,,,au revoir, moga-moga kita bertemu pula!" Sampai kereta itu tidak kelihatan lagi, sebab sudah djauh, mereka itu berlambai-lambaian sapu tangan. Achirnja pemuda itupun menarik kepalanja dari djendela, lalu duduk diatas bangku dalam kereta itu. Ketika itu barulah dilajangkannja matanja kekiri dan kekanan. Ah, hampir ia terkedjut, sebab disudut sebelah kanannja kelihatan duduk seorang gadis jang berbadju kebaja pendek (') Kuta Bakti nama semendjak revolusi 1945.

12 10 dari pada sutera merah djambu, berkain pandjang berlereng dan berselop beledu tumit tinggi. Pada persangkaannja gadis itu ta' dapat tiada gadis Priangan, sebab gadis atau wanita Atjeh djarang sekali berpakaian seperti itu. Dan bentuk badannjapun amat melaini bentuk wanita Atjeh. Sambil menarik napas pandjang dan memandang dengan ekor matanja kepada gadis remadja itu, maka pemuda itupun menggosok matanja dengan sapu tangannja serta menundukkan kepalanja. Sementara itu kereta berdjalan djua, makin lama makin tjepat, melalui kampung Keramat dan Pekan Pidie. Setelah sampai ke Padangtidji, berhentilah kereta itu sepuluh menit akan menukar locomotief dengan jang besar, sebab dari situ ke Seulimeum mesti mendaki gunung dan melalui Kroeëng Peuët Ploh Peuët (sungai 44). Penumpang kelas dua turun semuanja, ketjuali pemuda dan gadis itu. Setelah kereta berangkat pula, pemuda itupun membuka sebuah sitak, lalu dikeluarkannya dari dalamnja sebuah kitab batjaan. Kitab itu dibalik-baliknja dan diperhatikannja gambar jang ada didalamnja, sedang kereta itu berdjalan djua dengan tjepat. Sesampainja diatas gunung, wissel waterscheiding, turunlah hudjan jang amat lebat, sehingga djendela kereta itu mesti ditutup sekaliannja. Kalau tidak, nistjaja air masuk kedalam. Gadis itu sudah beberapa kali menarik-narik daun djendela jang dekat tempat duduknja, tetapi tidak dapat, sebab ia tidak tahu menekan klep djendela itu. Hal itu diketahui oleh pemuda itu. Sudah beberapa kali diperhatikannja perbuatan gadis itu dengan sudut matanja, dan sudah sekian kali pula gadis itu memandang kepadanja seolaholah hendak minta tolong, akan tetapi ia berdiam diri sadja. Ia sebagai terpaku pada tempat duduknja dan dibalik-baliknja djua dengan ta' keruan. Entah karena malu, entah karena takut, entah karena apa-apa hatinja berdebar-debar dan mulutnja terkuntji. Akan tetapi kemudian, ketika dilihatnja gadis itu hendak pindah ketempat lain, seakan-akan adalah sekerat besi berani menggerakkan lidahnja hendak berkata-kata. Maka udjarnja dengan manis : Bolehkah saja menolong Sitti?" sambil bangkit berdiri dari bangkunja.,,dengan segala suka hati, engku," djawab gadis itu dengan perlahan-lahan serta memandang kepada pemuda itu dengan tjepat. Maka beradulah mata keduanja. Akan tetapi gadis itu segera menundukkan kepalanja serta undur beberapa langkah kebelakang. Pemuda itupun pergi kedjendela itu, lalu ditutupnja dengan mudah. Terima kasih banjak-banjak, engku," kata anak gadis itu, seraja duduk kebangkunja pula.

13 11 EXTRA TREIN MEMBAWA PESERTA KONGRES V.A. Kruëng peuët ploh peuëi". Salah satu djembatan kereta api dalam rimba Seulawaih antara Seuleumeum (Atjeh Besar) dengan Padang Tidji (Pidie) jang disebut Kruëng peuët ploh peuët". Sungainja satu tetapi berputar2 sehingga perlu diperhubungkan dengan 44 djembatan, sebab itu orang Atjeh menamai Kruëng peuët ploh peuët artinja sungai 44". i

14 12 Terima kasih kembali," kata pemuda itu, lalu balik ketempat duduknja tadi itu. Sementara itu timbullah berbagai-bagai pikiran dalam hati pemuda itu. Ah, siapakah nama gadis ini? Siapakah orang tuanja, dimanakah tinggalnja? Di Kutaradjakah? Djika dikuta itu, nistjaja kami akan bertemu djua kelak. Wahai alangkah " Tiba-tiba pemuda itu menekankan dadanja dengan tangan kirinja, serta berkata pula kepada dirinja sendiri dengan suara jang amat lain dari pada tahadi itu : Ah, hati setan! Apa gunanja kuketahui nama orang? Lain tidak akan merusakkan pikiran sadja. Djika aku berkenalan dengan dia dan kemudian barangkali djatuh tjinta kepadanja, sedang agaknja aku bukan djodohnja atau ta' dapat berdjodoh dengan dia, apakah djadinja aku ini? Sambil berpikir demikian diambilnjalah sepotong rokok dari dalam sakunja, lalu dipasangnja. Kitabnjapun dibatjanja pula, akan pelengah pikirannja jang terharu-biru itu. Akan gadis itu, rupanja ia sedang berpikir-pikir pula : bagaimana djalannja ia akan mengetahui keadaan pemuda itu. Rupanja orang ini betertib dan murah hati," katanja dengan sendirinja; siapakah ia, hendak kemanakah ia dan " Perkataannja diputuskannja hingga itu, lalu diambilnja dua buah gelas dan sebotol air limun dari dalam kerandjangnja. Kedua gelas itu diisinja dengan air limun itu; sebuah diletakkannja diatas bangkunja dan sebuah dipegangnja dengan tangannja, seraja ia berkata dengan suara jang tetap dan manis kepada pemuda itu, udjarnja : Engku, sukakah kiranja engku minum seteguk air ini?" Demi didengar pemuda itu perkataan demikian, iapun mengangkatkan kepalanja serta memandang kepada gadis, jang tengah mengundjukkan gelas kepadanja itu. Dengan segala suka hati," djawabnja serta menerima gelas dengan hormat. Murah betul hati Sitti, sudi memberi air orang jang sedang haus." Dengan segera air limun itu diminumnja sampai habis, dan gelas itupun dikembalikannja kepada gadis itu. Terima kasih," katanja, sambil duduk dan membatja pula. Akan tetapi hatinja sudah terharu-biru pula. Niatnja hendak berkenalan dengan gadis itu sudah timbul kembali. Lebihlebih ketika dilihatnja gadis itu membatja sebuah buku, bertambah keraslah hasrat hatinja itu. Rupanja gadis ini terpeladjar," pikirnja. Inilah tjita-tjitaku setiap hari. Aku suka sekali kepada kemadjuan, aku ingin melihat gadis-gadis bangsa Atjeh djadi terpeladjar belaka. Kemadjuan bangsa itu ta ' kan dapat ditjapai, djika kaum laki-

15 ~ 13 ~ laki sadja jang dididik, sedang kaum wanita tinggal dalam gelap gulita. Tidak tahu dimata surat, tidak tahu tulis dan batja. Ah, djika gadis ini bangsaku sendiri, puteri Atjeh, alangkah baiknja. Nistjaja ia dapat djadi temanku akan mentjapai tjita-tjitaku, ja'ni kemadjuan itu. Bolehkah aku berkenalan dengan dia? Tentu sadja boleh, sebab gadis jang terpeladjar bukanlah seperti gadis kampung. Biasanja ia bersifat terus-terang, tidak malu-malu kutjing. Lihatlah tingkah lakunja tadi itu, anak gadis biasa sadja ta' kan berani memberi aku minum seperti tadi itu, aku, seorang laki-laki jang tidak dikenalnja. Nah, djadi baiklah aku berkenalan dengan dia." Akan tetapi baharu ia hendak membuka mulut dan memandang kepada gadis jang molek itu, hatinjapun berdebardebar pula. Kerongkongannja terkuntji, ia ta' dapat berkatakata. Ah, tjelaka"! katanja dalam hatinja sambil menundukkan kepalanja. Belum berkenalan lagi hatiku sudah berguntjang! Ini 'alamat tidak baik. Wahai, djanganlah aku tergoda oleh tjinta", supaja pekerdjaanku djangan terganggu dan kehormatanku djangan hilang." Akan menghilang-hilangkan pikirannja demikian, lalu dipasangnja pula rokoknja sebatang lagi, diembuskannja asapnja kemuka serta menengadah keatas. Dengan tiba-tiba ia terkedjut dan bangkit berdiri, sebab mendengar bunji barang djatuh dilantai. Maka dilajangkannja matanja ketempat datang bunji itu, lalu kelihatan olehnja botol air limun terguling dilantai. Ah, botol Sitti djatuh," katanja serta mengambil botol itu dari lantai kereta. Ja, terima kasih, engku," kata gadis itu, saja lupa mcmasukkannja kedalam kerandjang kembali. Ja, sudah dua kali engku berbuat baik kepada saja " Botol itu diambilnja dari tangan pemuda itu dan dimasukkannja kedalam kerandjang. Ah, tidak apa-apa," djawab pemuda itu. Manusia hariu dan wadjib bertolong-tolongan. Dan" keberaniannja timbul sudah dan berkata, bolehkah saja bertanja kepada Sitti?" Boleh, engku, mengapa tidak? Apakah jang hendak engku tanjakan?" djawab gadis itu dengan lemah-lembut. Ma'af, Sitti, siapakah nama Sitti?" Itulah," djawab anak gadis itu dengan tersenjum. Hai, itulah apa?" kata orang muda itu dengan agak malu. Ja, itulah Sitti." O, ja, benarkah demikian?"

16 ~ 14 Benar, jaitu Sitti Saniah," Sitti Saniah! bagus betul nama itu. Dan dimanakah Sitti tinggal?" Di Meureuduati, dekat Buitenweg (sekarang bernama Djalan Meureuduati) Kutaradja." Ja, kalau begitu, Sitti hendak pulang ke Kutaradja?" Ja." Sudah lamakah Sitti tinggal disitu?" Semendjak ketjil saja tinggal disitu." Scmendjak ketjil? Djadi kalau begitu djadi mengapa Sitti pergi ke Sigli?" Mengundjungi saudara saja." Demi didengar pemuda itu djawab demikian, agak bimbang hatinja. Djika demikian," pikirnja, boleh djadi salah persangkaanku tadi itu. Boleh djadi gadis ini bukan gadis Priangan, melainkan gadis Atjeh " Akan tetapi ia berasa malu akan bertanja lagi. Oleh karena itu iapun berdiam diri. Bermula gadis itu bermaksud hendak menanyakan nama pemuda itu. Akan tetapi maksudnja tidak disampaikannja. la takut berlaku terlalu" bebas benar, takut, kalau-kalau timbul salah tampa kelak. Sementara itu suit keretapun kedengaran, 'alamat kereta akan masuk kestation Seulimeum. Segala penumpang sudah bersiap akan turun. Ada jang turun ta' kan naik lagi, sebab sudah sampai ketempat jang ditudjuinja. Ada pula jang turun akan membeli makanan dan minuman, dan ada pula jang hendak melihat-lihat keadaan disitu sebentar serta melepaskan penat-penat anggotanja, sebab sudah lama duduk dalam kereta itu.

17 Il! Kantor Assisten Residen Pidie. Sigli nama ibu negerinja, sekarang mendjadi Kantor Kabupaten Atjeh Pidie.

18 Kill. KARENA TJINTJIN L ONTJENG tiga berbunji dan kereta berangkat pula dari Seulimeum. Mula-mula lambat, kemudian berangsur-angsur tjepat melalui Indrapuri dan achirnja sampailah ke Lambaro. Sekalian penumpang berkemas-kemas serta memeriksa barangbarangnja, supaja djangan tinggal waktu turun distation Kutaradja kelak. Kondektur kereta itupun datang meminta kartjis kembali. Ketika Sitti Saniah membuka dompet akan mengambil kartjisnja dan setelah dikembalikannja kepada kondektur, iapun terperandjat amat sangat, karena sebentuk tjintjinnja ta' ada lagi. Hai, tjelaka," katanja. Mengapa?" kata pemuda temannja itu. Tjintjin saja hilang." Tjintjin àpa?" tanja pemuda itu pula. Tjintjin permata berlian." Ah, itu bukan olok-olok!" kata pemuda itu dengan terkedjut serta bangun dari tempat duduknja, menarik segala peti dibawah bangku akan mentjari barang jang hilang itu dengan saksama; akan tetapi tidak dapat. Betulkah dalam kereta ini hilangnja, Sitti?" Saja tidak tahu betul, engku, boleh djadi hilang disini atau djatuh waktu saja mengambil uang pembajar harga makanan di Seulimeum tadi itu." Tidak mungkin disini; kalau djatuh disini, tentu bertemu kembali, sebab tidak ada orang lain masuk hanja kita berdua sadja," kata pemuda itu. Sangka sajapun begitu djuga, engku; tetapi siapa tahu, kalau djatuh disini boleh djadi sudah diambil orang, karena waktu kita berdiri diterali tadi, ada tukang rem dan kuli masuk kemari akan mengangkat barang-barang dan teromol kondektur". Apa boleh buat, engku, sudahlah, nanti saja tjoba mengchabarkan hal itu kepada chef station. Kalau bertemu tjintjin itu kelak, boleh dikembalikannja kepada saja." Baik sekali," kata pemuda itu, dan sajapun mau bersama-sama Sitti menghadap chef akan mengehabarkan hal- itu, kalau Sitti izinkan?" Dengan senang hati, engku!" Kereta berhenti sudah. Dengan segera kedua anak muda itu mengaturkan barangnja masing-masing. Setelah itu pergilah mereka menghadap kepala setation itu. Sepuluh menit kemudian

19 - 17 ~ DJEMBATAN JANG ANTIK (Bangunan purbakala) Titi berukir di Garut (Pidie). Orang jang berpenjakit rematik kalau mandi dibawah titi ini bisa sembuh, kata orang sekitar kampong itu.

20 ~.18 -, mereka itupun memberi hormat seorang kepada seorang, akan bertjerai-tjerai, seorang menudju ke Buitenweg dan seorang lagi ke Kampungbaru dekat sekolah Melaju (sekolah rakjat rendah). Semalam-malaman itu Sitti Saniah ta' tidur sekedjap djua, karena hatinja terlalu susah dan bimbang. Kadang-kadang mau ia memberi tahukan halnja kehilangan itu kepada ibu dan bapanja dan kadang-kadang tidak mau, sebab takut. Orang tuanja sangat pemarah. Kemudian ditetapkannjalah pikirannja akan menanti chabar dahulu dari kepala station itu, kalau-kalau pemeriksaannja berhasil. Setelah berpikir demikian, ditjobanjalah memedjamkan matanja. Maka kira-kira pukul tengah 5 dinihari, barulah ia tidur dengan njenjak, sehingga pukul tengah tudjuh belum bangun lagi. Hai," kata seorang wanita tua serta berdiri dimuka pintu kamar gadis itu, hari sudah tinggi, tetapi Saniah belum djaga djua. Saniah, serunja, bangunlah! Mengapa engkau masih tidur djuga?" Akan tetapi Sitti Saniah tidak menjahut. Dalam pada itu kedengaranlah suara seorang laki-laki jang datang dari belakang, jaitu bapa gadis itu. Udjarnja : Djangan dibangunkan dia, adinda; biarlah dia tidur, sebab kemarin ia penat dan letih. Apalagi ia sudah beberapa malam tinggal di Sigli, barangkali tidak njenjak tidurnja disitu, ma'- lumlah dirumah orang". Habis, bagaimana kita hendak pergi? Kereta api telah hampir berangkat ke Uleëlheuë. Kereta api jang lain tidak berhenti di Deahbaro, kalau tidak diminta oleh 6 orang penumpang sekurang-kurangnja," kata wanita itu pula, ja'ni ibu Sitti Saniah. Marilah kita berangkat dan tinggalkanlah uang belandjanja pada 'Alimah".,,'Alimah!" seru ibu itu. Ini uang belandjamu kedua, dan djangan diusik adikmu tidur". Setelah uang itu diterima oleh 'Alimah kakak Saniah itu, kedua laki isteri itupun pergi kestation. Sekarang marilah kita lajangkan pula pemandangan kita sebentar kepada pemuda teman Saniah dalam kereta api kemarin itu. Sesampainja dimuka sekolah Rakjat, dilihatnja pemuda Atjeh banjak berkumpul dalam dua buah rumah jang besar disisi sekolah itu, ja'ni disimpang Inlandsche Schoolweg **) dengan Buitenweg. **) sekarang bernama Djalan Muhammad Djam.

21 - 19 Siapakah jang empunja rumah itu? Adapun rumah itu kepunjaan dua orang bangsawan Atjeh. Kedua rumah itu selalu ramai, karena boleh dikatakan sekalian pemuda 2 Atjeh singgah disitu, baik jang datang dari sebelah timur atau barat tanah Atjeh, baikpun jang tinggal di Kutaradja. Hampir setiap hari mereka ada disitu bertjengkerama dan bersuka-sukaan. Bila terang bulan, kadang-kadang mereka duduk diatas bangku dalam pekarangan sekolah Rakjat, jang ada dihadapan kedua rumah itu. Tidak salah gerangan, djika kedua rumah orang bangsawan itu biasa disebut orang di Kutaradja Centraal Atjeh, (pusat negeri Atjeh), sebab sesungguhnja rumah itu tempat perkumpulan,,kaum muda" suku Atjeh. Apalagi dimuka pintu rumah jang sebelah kiri ada tergantung sebilah papan, jang berlukiskan huruf-besar :,,Vereeniging Atjeh". Pemuda itupun masuk kedalam rumah itu. Ia disambut oleh orang jang empunja rumah dengan segala suka hati; serta katanja :,.Ja, Nja' Amat datang! Selamat ", lalu diperkenalkannja dengan sekalian pemuda jang hadhir disitu. Setelah itu Nja' Amat, demikian nama pemuda itu, disilakannja duduk dikursi diserambi muka dan disuruhnja seorang budjang mengangkat barangnja kedalam sebuah bilik, jang telah disediakan baginja. Kemudian bangsawan itupun duduk keserambi muka pula, lalu bertjakap-tjakap dengan Nja' Amat.,,Saudara datang dari Pidie", bukan?,,saja, teuku", djawab Nja' Amat dengan hormat. Dan saja dipindahkan kesini".,,benar, saja sudah tahu, ja'ni menurut bunji surat Nja' Amat kepada saja beberapa hari jang lalu".,ja, djadi surat saja ada teuku terima? Sjukur, dan saja berharap hendak tinggal menumpang disini beberapa lamanja", kata Nja' Amat dengan lemah lembut. Baiklah", djawab orang bangsawan itu.,,akan tetapi, sebagai saudara lihat, rumah saja ini selalu ramai '". Itulah jang saja sukai, teuku, sebab saja inipun perlu memperluas pergaulan". Nja' Amat tidak dapat meneruskan perkataannja, karena ketika itu datanglah sebuah auto, jang berbendera merah dimukanja. Pada bendera ketjil itu tertulis huruf V.A., warna putih jaitu akan djadi 'alamat dan perhiasan. Jang duduk dalam auto itu ialah voorzitter hoofdbestuur Vereeniging Atjeh" itu. Ia datang kesitu hendak mengepalai congres V.A., jang akan diadakan hari Ahad dimuka pada 16 Januari Tiada berapa lama antaranja datang pulalah beberapa buah auto lain, berbendera merah jang berlukiskan huruf V.A. belaka,

22 - 20 PENGURUS BESAR SJARIKAT ATJEH. (Hoofdbestuur Vereeniging Atjeh ). Gambar pengurus Besar sjarikat Atjeh (Hoofdbestuur) dari vereniging- Atjeh Jang duduk dari kanan kekiri jaitu : 1. Abubakar schoolopziner, secretaris kedua. *) 2. T. Teugoh Uleëbalang Meraksa, vice Voorzetter. 3. T. Bentara Keumangan Potjut Umar Zelfbestuurder Keumangan, Eerevoorzetter. 4. T. H. Tjhiek Muhammad Thajeb Zelfbestuurder Peureulak, voorzetter. 5. T. Husin wd Zelfbestuurder Teuremon, Penningmester. 6. Njak Tjut Schoolopziner, secretaris kesatu. **) Barisan berdiri : 7. T. Tjhiek Ali Akbar Zelfbestuurder Meulaboh, Commisaris. 8. T. H. Tjhik Djuhan Alamsjah Zelfbestuurder Peusangan, Commisaris. 9. T. Bentara Seumasat Muhammad Hasan Zelfbestuurder Glumpang Pajong, Commisaris. 10. Njak Mansur Saudagar di Tjalang, anggota. 11. T. Radja Nazaruddin Saudagar di Tereumon, anggota dan 12. T. Panglima Meuguë Muda dalam Zelfbestuurder Bambi dan Unuë, anggota. *) sekarang mendjadi kepala dinis P.P. dan K. Propinsi Atjeh. **) sekarang saudagar di Penang (Malaya).

23 r- 21 s- dan jang duduk didalamnja ialah wakil-wakil tjabang V.A. didaerah Gubernemen Atjeh. Wakil tjabang Kuala Simpang, Langsa, Peureula', Lho' Seumawe, Bireuen, Sigli, Meulaboh, Tjalang, Tapa Tuan dll. datang semuanja akan menghadiri congres itu, sehingga dalam minggu itu Kutaradja bertambah ramai adanja. Extra trein dari Kuala Simpang ke Kutaradja mengantar orang 2 jang mau kecongres V.A. itu. Pada malam itu mereka hendak pergi bersuka-sukaan ketempat mandi di Uleëlheuë. Tentu sadja Nja' Amat tidak serta pergi dengan mereka itu, sebab ia masih letih dan lesu. Apalagi ia belum berkenalan betul dengan mereka itu, meskipun ia anggota tjabang V.A. jang berdjasa dan berpengaruh dinegerinja. Djadi ketika pemuda2 itu sudah berangkat semuanja, iapun tinggal seorang diri sadja. Dengan segera ia pergi kekamarnja, lalu ditanggalkannja pakaiannja dalam perdjalanan tadi itu. Maka dibukanja kopornja, diambilnja anak badju dan tjelana tidur jang bersih, handoek, sabun dan sikat gigi, lalu ia pergi kekamar mandi. Setelah sudah mandi, iapun masuk pula kedalam kamarnja. Apakah jang hendak kukerdjakan malam ini?" pikirnja. Sesudah mandi badanku agak segar rasanja, perutku belum lapar lagi, karena aku makan dikereta tadi. Hendak tidur, belum mengantuk dan hendak bertjakap-tjakap, teman tidak ada. Orang pergi semuanja. Ah, lebih baik aku berdjalan-djalan kepasar sebentar." Dengan segera dikeluarkannja pakaian jang bersih dari dalam petinja dan sepasang sepatu dari dalam kerandjang. Baharu dimasukkannja kaki kanannja kedalam sebuah sepatu itu, maka terasalah olehnja suatu benda jang keras. Dengan segera dikeluarkannja benda itu dari dalam sepatu itu. Bukan buatan terperandjat hatinja, sebab benda itu tidak lain dari pada sebentuk tjintjin bermata berlian. He " katanja seraja mengamat-amati tjintjin itu. Rupanja inilah tjintjin gadis itu. Sjukur, tidak hilang!" Setelah sudah bersalin pakaian, ditulisnjalah seputjuk surat kepada Sitti Saniah. Surat dan tjintjin itu dimasukkannja kedalam saku badjunja dan iapun turun kehalaman akan meneruskan maksudnja tadi itu. Pada keesokan harinja pergilah ia kekantor akan berdjumpa dengan chef'nja dan menerima pekerdjaannja. Kemudian dipanggilnjalah seorang opas; maka katanja kepada opas itu: Opas, tolong hantarkan surat dan kotak ini kepada Siti Saniah di Meureuduati; berikan ketangannja sendiri dan katakan kepadanja, bahwa aku berharapkan chabar dari padanja,

24 22 *- ja'ni tanda kiriman ini sudah diterimanja. Ini uang hadiah dari padaku bagimu, dan berdjalanlah." Kira-kira pukul tengah sepuluh pagi orang suruhan itu sudah berdiri ditangga rumah Sitti Saniah. Kebetulan ketika itu Alimah kakak Saniah tidak ada dirumah, ia pergi kepasar, dan anak gadis itu baharu sudah pakaian dalam kamarnja. Demi didengarnja bunji pintu diketuk orang dari luar, iapun berseru dari dalam : Ja, siapa itu?" dan pintu itupun dibukanja. Serta dilihatnja opas itu, iapun terkedjut. Dengan agak takut dan kemalu-maluan datanglah ia ketangga, serta berkata : Ada apa?" Ini ada seputjuk surat dan sebuah kotak untuk Sitti Saniah," kata opas itu. Njak (') kah jang bernama Sitti Saniah?" Benar", kata gadis itu serta menerima kedua barang itu dengan tangan jang gemetar. Dari pada siapa barang ini?" Dari seorang pemuda dikantor tuan Gubernur," djawab opas itu. Meskipun Sitti Saniah bertambah-tambah heran mendengar perkataan suruhan itu, sebab ia tidak berkenalan dengan pemuda dikantor itu, tetapi barang itu dibawanja djua kedalam. Akan tetapi ketika ia sampai dekat pintu, ia berpaling kebelakang serta berkata kepada opas itu : Apa pesan orang itu?" Ia minta chabar dari pada Njak, tanda sudah terima." Baiklah, tunggu sebentar," kata gadis itu dan terus masuk kedalam kamarnja. Dengan hati jang berdebar-debar dan tangan jang gemetar dibukanjalah surat itu, lalu dibatjanja demikian : Saudara Sitti Saniah! Ketika saja sudah mandi tadi malam dirumah tempat saja menumpang, dengan segera saja keluarkan sepatu saja dari dalam kerandjang. Dan ketika saja kenakan sebuah sepatu itu, tiba-tiba terasalah didalamnja sebuah benda jang keras. Ah, apa ini," kata saja lalu saja periksa benda itu wah, bukan buatan terperandjat hati saja, berdebar-debar takut bertjampur riang, sebab benda itu tidak lain dari pada sebentuk tjintjin " Sebentuk tjintjin?" teriak gadis itu dengan suka sekonjong-konjong. Tjintjin saja jang hilang itu- (') Njak, panggilan orang Atjeh kepada wanita bangsawan, jang asal kata Tjutnjak dan panggilan kepada pemuda jang ta' dikenal nama.

25 2$ kah gerangan?" lalu diteruskannja membatja surat itu Sebentuk tjintjin berlian. Tjintjin saudara agaknja. Akan tetapi apakah sebabnja tjintjin itu ada dalam sepatu saja? Rupanja tjintjin itu djatuh dari dalam dompet Sitti, ketika Sitti membuka dompet itu dalam kereta, lalu masuk kedalam sepatu saja, jang terletak dalam kerandjang dibawah bangku Sitti. Djadi tjintjin itu bersembunji dalam sepatu, kita tjari dilantai dan dipeti dan dikerandjang, dimana akan bertemu? Bersama surat ini saja kirim tjintjin itu kepada Sitti dan dalam sebuah kotak ketjil, jang telah saja bubuhi tjap. Saja harap, djika barang itu telah Sitti terima, sudi apalah kiranja Sitti memberi chabar kepada saja sedikit. Wassalam Orang saja, Baru." Dengan segera dibukanja pula kotak itu, maka dilihatnja sungguh tjintjinnjalah jang terletak didalamnja. Ia minta sjukur kepada Tuhan dan minta terima kasih kepada orang jang mendapatnja itu. Akan tetapi siapakah nama orang itu? Orang baru? Ta' mungkin, itu bukan nama. Djadi bagaimanakah ia hendak membalas surat itu? Lama sekali ia termenung-menung memikirkan hal itu. Ia tidak mengerti sekali-kali, apa sebabnja orang itu tidak menuliskan namanja sendiri? Maukah ia akan berkenalan dengan dia? Ah," kata Saniah boleh djadi perasaannja sangat halus. Karena aku tidak bertanjakan namanja dalam kereta kemarin itu, ia tidak suka menerangkan sadja. Djadi apa 'akalku sekarang ini?" Beberapa menit kemudian dari pada itu iapun berkata pula dengan perlahan-lahan : Ah, apa gunanja kuketahui nama orang, lebih baik kubalas sadja suratnja begini : Saudara jang terhormat." Maka diainbilnja kertas, tangkai pena dan dawat, lalu dimulainja menulis kepala surat seperti pikirannja itu. Akan tetapi sebentar itu djua kertas itu dirobeknja, sebab pikirnja, tidak patut ia memanggilkan saudara kepada orang jang lebih tua dari padanja dan pemuda itu barangkali seorang bangsawan. Perkataan saudara" itu boleh dipakai bagi orang jang lebih muda djuga. Lagi pula ia berasa malu ke-

26 ~ 24 pada pemuda jang lurus budiman itu. Bukan karena tjintjin itu sadja, tetapi banjak lagi sebab lain jang mendjadikan dia sangat hormat kepadanja. Tangannja ringan akan menolong. Dan selama mereka dalam kereta itu, berdua sadja, tidak pernah didengarnja perkataan atau siasat orang muda itu jang kurang sopan. Sekalian tutur katanja lemah lembut, manis dan tertib. Djarang pemuda jang bertabi'at sedemikian. Oleh karena itu ditulisnjalah surat demikian : Paduka kakanda! Surat kakanda serta sebuah kotak jang berisi sebentuk tjintjin berlian sudah adinda terima dengan selamat dan sukatjita. Sesungguhnja itulah tjintjin adinda jang hilang dalam kereta kemarin, kakanda. Ta' dapat adinda menggambarkan disini, dalam surat ini, bagaimana besarnja dan riangnja hati adinda menerima kiriman kakanda itu dan ta' terperikan pula besarnja terima kasih adinda kepada kakanda. Adinda bermohon kepada Allah subhanahu wata'ala, moga-moga kebadjikan, kelurusan dan kemurahan hati kakanda itu akan memberi berkat pada diri kakanda, baik didunia maupun diachirat kelak. Wassalam adinda, Sitti Saniah." Setelah surat itu dibatjanja dengan sabar, lalu dilipatnja dan dimasukkannja kedalam sampulnja. Dengan segera ia pergi keluar, diberikannja surat itu kepada opas jang masih berdiri ditangga itu, serta berkata dengan lemah-lembut : Tolong sampaikan surat ini kepada engku " Baiklah, Njak," djawab opas itu sambil menjambut surat itu. Maka iapun bermohon diri hendak berangkat. Tunggu dulu sebentar," kata Sitti Saniah serta berlarilari masuk kedalam kamar pula. Sedjurus antaranja ia balik kembali serta menggenggamkan sebuah mata uang. Maka uang itupun diberikannja kepada orang suruhan itu, serta katanja : Pembeli sirih sedikit, terimalah dengan senang hati." Terima kasih, Njak," kata opas itu dan berdjalan dengan riang. Hai, hari baik bagiku sehari ini, dalam sedjam sadja aku sudah beroleh hadiah dua kali. Alangkah senang hidupku, djika aku selalu bertemu dengan machluk jang dermawan

27 25 ~ sebagai kedua pemuda pemudi itu. Akan tetapi siapakah mereka itu? Bersaudarakah keduanja, atau? Dengan pikiran demikian itu sampailah ia dikantor pula. Ia masuk kekamar Nja' Amat pegawai baru akan menjampaikan surat dari gadis itu. Surat itu dibatja oleh Nja' Amat dengan tenang dan sabar. Kemudian dilipatnja dan dimasukkannja kedalam saku badjunja dengan perlahan-lahan. Sungguh, halus sekali budi anak gadis itu," pikirnja sambil bekerdja pula.

28 - 26 ~ III. DALAM KERAMAIAN. WAKTU musim panas. Pukul tengah lima (petang) sudah berbunji. Meskipun demikian panas masih terik djuga dan abu beterbangan diudara. Akan tetapi rupanja hal itu tidak mendjadi halangan kepada orang, lebih-lebih kepada pemuda-pemuda, sebab bertatus-ratus hamba Allah berdjalan-djalan hilir mudik didjalan raja. Terutama diudjung Buitenweg (Meureuduati), jaitu disimpang Inlandsche Schoolweg dan Van der Heydenweg, (sekarang bernama Djalan Rumah Gadai), dekat Atjeh-Internaat (sekarang ini Asrama puteri), amat ramailah orang berkenderaan auto, kahar, kereta angin dan berdjalan kaki. Sekaliannja menudju arah ke Esplanade akan melihat permainan voetbal. Pada waktu itu akan bertanding v.c. Malang, suatu club jang kenamaan di Kutaradja, dengan elftal jang datang dari Medan.*) Dan pukul enam sendja djalan itu bertambah ramai dan sibuk pula, sebab orang sudah kembali dari tanah lapang. Tjakap mereka itu tidak berkeputusan, amat riang rupanja, karena v.c. Malang itu menang. Djadi elftal jang datang itu membawa kekalahan pulang ke Medan. Betul kuat dan tangkas v.s. Malang," kata mereka itu dengan berebut. Tidak tjuma-tjuma kita memudji-mudji dan membanggakannja." Dengan demikian pulanglah mereka kerumahnja masing-masing. Setengahnja berputar-putar dahulu sekeliling kota, sampai ke Neusu, sebab disana lain dari pada pemandangan pada rumah Kolonel dan rumah opsir jang indah-indah dengan kebun bunganja, ada lagi permainan tennis. Dan setengahnja terus berdjalan ke Keraton melalui halaman istana Gubernur dan ke Peunajong. Pukul 7 malam dimuka panggung gambar hiduppun ramai pula. Rupanja gambar sudah bertukar, gambar baru telah datang. Pemuda-pemuda penuh sesak duduk ditempat perhentian, jang diperbuat oleh Gemente dihadapan panggung itu. Akan tetapi bukannja sekalian mereka itu akan menonton, tidak, melainkan banjak pula jang sekadar hendak mengambil hawa sedjuk dan melepaskan pemandangan sadja. Sebelum habis gambar bermain, berganti-ganti sadja orang duduk dikursi jang terletak ditempat itu. Datangnja bukan sendiri-sendiri, melainkan berkawan-kawan. Setelah selesai per- *) lapangan ini sekarang mendjadi stadion Atjeh.

29 27 ~- RUMAH ATJEH JANG ANTIK. Rumah berukir di Peureulak. Rumah ini kepunjaan T. Tjhiek Muda Peusangan ajah dari T.T. Muhammad Thajeb, satu2nja rumah jang terbagus ukirannja, dalam tahun 1931, sementara waktu dipakai oleh Schoolvereeniging Pusaka" untuk sekolah. (H.I.S.).

30 28 tundjukan jang pertama, mereka itupun naik auto berkeliling kota. Diantaranja ada jang sampai ketempat mandi Uleëlheuë dan Mataië. Rupanja mereka itu sangat riang, sebab ta' putus-putus senda-guraunja. Njanji dan lagunjapun kedengaran amat merdu bunjinja, dalam udara jang terang-benderang kena sinar bulan purnama raja itu. Maka duduklah mereka disitu dengan bersuka-sukaan. Ada jang bermain partut, ada jang duduk bertjakap-tjakap dipinggir laut, sambil mengambil hawa jang segar dan melajangkan pemandangan ke Lautan Hindia jang amat luas itu. Djauh ditengah laut kelihatan dua buah titik hitam, jaitu pulau Wéh (Sabang) dan pulau Beras. Sebagai kita ketahui, disitu ada terdiri mertju suar. Apinja berkelip-kelip rupanja, sebentar hilang dan sebentar timbul Alangkah indahnja pemandangan dewasa itu. Alangkah ramainja tempat itu. Akan tetapi lebih ramai lagi tempat mandi Uleëlheuë itu pada hari Ahad pagi-pagi, sebab tuan-tuan dan njonja-njonja Europa banjak datang kesitu akan mandi dilaut. Ditempat pemandian Mataiëpun ramai pula. Pemuda-pemuda banjak datang kesitu akan mandi, bersuka-sukaan dan bersenda-gurau. Pemandangan disitupun tidak kurang indahnja. Mata air jang keluar dari dalam gua dan bukit jang terdiri sekeliling tempat itu, bukan buatan permainja. Apalagi tempat mandi itu sudah diatur dengan selengkapnja. Kamar pakaian, bangku tempat duduk dan lain-lain ada belaka. Sekaliannja menarik hati orang akan datang temasja kesitu. Lebihlebih gua jang gelap dilereng bukit itu, ja, itulah pula jang ta' djarang dikundjungi orang. Pendeknja kedua tempat mandi itu boleh dikatakan djadi taman sari (tempat penghibur) di Kutaradja. Barang siapa jang datang keibu negeri Gubernemen Atjeh itu, nistjaja ingin hendak pergi ketempat pemandian jang permai itu. Pada suatu malam adalah keramaian ditempat pemandian Uleëlheuë. Tempat itu sudah diatur dan dihiasi baik-baik. Lampu dan tanglung sudah dipasang, terang benderang tjahajanja. Maka kelihatanlah orang duduk berkawan-kawan. Ada jang duduk dikursi mengelilingi sebuah medja, jang penuh dengan minuman dan penganan, ada jang duduk dipasir serta memandang kelaut. Masing-masing dengan kesukaannja. Dalam pada itu bunji-bunjianpun dibunjikan orang dengan amat merdunja, oleh djuara-djuara musik Atjeh Band" anggota-anggotanja pemuda-pemuda Atjeh.

31 ~ 29,,Nja' Amat," demikian kedengaran suatu suara dengan tiba-tiba, mari kemari sebentar " Seketika itu djuga berdirilah seorang pemuda jang tengah duduk bertjakap-tjakap dipinggir laut dengan empat lima orang temannja, lalu pergi ketempat datang suara itu. Apa, sahabat?" katanja kepada seorang pemuda jang sedang main partut, apa kehendakmu?" Beri aku air limun segelas dan hai, Mat, tjoba memandang kekursi dekat musik itu, siapakah jang duduk diantara orang tua laki isteri itu?" Nja' Amat memandang ketempat jang ditundjukkan sahabatnja itu. Dengan tiba-tiba tampak olehnja seorang anak gadis, jang memandang kepadanja dengan tenang. Akan tetapi sebentar itu djuga ia membuang mata ketempat lain, rupanja agak berdebar-debar hatinja. Dan Nja' Amat itupun menundukkan mukanja ketanah. O, itu " pikir dalam hatinja, dan apa kehendakmu tahadi?" tanjanja kuat-kuat kepada sahabatnja itu, air limun?" Dengan segera ia berdjalan tjepat-tjepat kekamar minum-minuman. Akan anak gadis itu, sesungguhnja hatinja terharu-biru sebentar. Darahnja naik kemukanja. Ketika didengarnja orang bcrserukan nama Nja' Amat tadi itu, kebetulan ia memandang ketudjuan seru itu. Maka tampak olehnja orang jang bangkit berdiri itu tidak lain dari pada pemuda jang telan berbuat baik kepadanja. Lebih-lebih ketika pandangnja bertemu, njata benar sudah kepadanja. Ja," katanja dalam hati. Sekarang baru kuketahui namanja, ja'ni Nja' Amat Kalau begitu, ia bangsaku djua, orang Atjeh tulen." Tiada berapa lama antaranja pemuda itupun datang kembali kedekat sahabatnja jang tengah main partut itu, serta diikuti oleh seorang pelajan jang membawa segelas air limun. Ajo, sahabat, minumlah," kata Nja' Amat, sambil menjuruh letakkan gelas itu dimuka sahabatnja itu. Terima kasih," djawab orang itu. Dan perkataannja disambungnja dengan berbisik-bisik. Akan tetapi, Nja' Amat, mengapa tidak 'kau djawab pertanjaanku tadi? Mengapa 'kau lari sadja? Kenalkah engkau kepadanja?" Tidak," djawab Nja' Amat dengan tjepat. Aku ta' kenal kepadanja." Ah, masakan engkau ta' kenai. Kalau tidak, apa sebabnja engkau Nja' Amat ma'lum, kalau ia lama bertjakap-tjakap dengan sahabatnja itu, nistjaja terdjadi olok-olok jang ta' kan menjenangkan hatinja. Oleh sebab itu iapun segera berdjalan, serta berkata dengan senjumnja :

32 30 Ta' usah banjak tjakap sekarang, sahabat; kerdjaku banjak, aku harus melajani sekalian tamu. Main sadjalah engkau baik-baik, mudah-mudahan menang atau habis uangmu." Baiklah, tapi djangan lupa melajani orang itu," djawab sahabatnja dengan tertawa. Sesungguhnja Nja' Amat djadi ketua panitia perdjamuan jang mengatur djanang (pelajan) dalam keramaian itu. Kira-kira pukul delapan malam datanglah ia beserta dua orang budjang (pelajan) ketempat duduk anak gadis dan orang tunja itu. Maka disuruhnja budjang itu meletakkan tiga piring satai kambing diatas medja, serta katanja dengan manis : Silakan ajah, ibu dan Sitti santap apa jang ada ini." Orang jang dipanggilkannja ajah itu ialah bapa gadis itu. Kepada gadis itu, ja'ni Sitti Saniah, ia tidak memandang, sebab takut akan terdjadi salah sangka kelak. Dan Sitti Saniahpun membuang mata ketempat lain. Ia berbuat pura-pura tidak kenal akan Nja' Amat, temannja dalam kereta api itu hari. Marilah kita makan bersama-sama", kata orang itu, serta menjorongkan sebuah kursi kepada Nja 'Amat. Terima kasih, ajah," djawab pemuda itu, saja harus melajani tamu jang lain-lain." Akan tetapi achirnja permintaan orang tua itu diperkenannja djuga. Ia berdjabat tangan dengan ketiga keluarga itu, lalu duduk. Sambil menantikan piring satai dan gelas sebuah lagi, bertjakap-tjakaplah Nja' Amat dengan ketiga mereka itu. Dalam pada itu iapun tidak lupa memperhatikan gadis itu dengan halus. Maka njata kepadanja, Sitti Saniah kerap kali memandang kepadanja dengan ekor matanja. Amat tadjam pandangnja itu, hingga dapat menembus hati pemuda itu. Kalau ia bukan seorang jang bidjaksana nistjaja rahsia hatinja terbuka sudah. Dan djikalau sekiranja ia tidak terkongkong oleh 'adatnja, 'adat sopan santun tjara Timur, nistjaja sebentar itu djuga akan dikatakannja dengan terus-terang kepada gadis itu : Aku mengerti pandangmu itu, adinda, hatikupun telah tersangkut kepadamu." Akan tetapi ia tidak boleh dan tidak berani berkata demikian dihadapan orang lain. Hanja ia bertanja sadja dengan hormat kepada orang tua itu, udjarnja : Anak ajahkah ini?" Dan iapun memandang kepada Sitti Saniah. Ia," djawab orang tua itu, inilah adik Teuku, Sjukur," kata Nja' Amat pula. Dalam pada itu datanglah budjang menghidangkan satai kambing sepi-

33 ~ 31 ring lagi, dan keempat mereka itupun makanlah bersamasama. Setelah selesai dari pada makan itu, maka bunji-bunjianpun dibunjikan orang pula. Pemuda-pemuda mulai menari. Meskipun bunji musik itu amat merdu dan tari itu amat elok, tetapi tidaklah menarik hati gadis itu. Sesungguhnja ingatannja sudah terikat kepada Nja' Amat. Barang kemana pemuda iu pergi, diturutkannja dengan matanja. Amat sedih hatinja, ketika orang tuanja mengadjak dia pulang kerumahnja, karena hari sudah lewat pukul sembilan malam.

34 IV. ARBA'A ACHIR. T IAP-TIAP tahun ja'ni pada hari Arba'a jang achir sekali dalam bulan Safar, biasanja orang Islam diseluruh tanah Atjeh Besar, laki-laki dan wanita, tua dan muda, tidak lupa pergi mandi beramai-ramai. Bukan sadja orang Atjeh, tetapi orang Djawa, Melaju, Keling, 'Arab dan lain-lainpun turut djuga mandi kesalah satu tempat, ada jang kepinggir laut dan ada pula jang ke Mataië, hari itu disebut tulak bala". Barang siapa jang sudah lama tinggal di Kutaradja, tentu tahu dan telah pernah melihat tamasja pada hari jang beriwajat itu. Sedjak dari pinggir laut Uleëlheuë sampai ke Pantaitjermin dan Kuala Atjeh, dekat kubur Sjech 'Abdu'rrauf jang mengislamkan orang Atjeh dahulu kala, segala tempat sesak dengan orang jang sedang memasak dan mandi dalam laut. Kerap kali terdengar chabar, ada orang jang hilang atau tenggelam dalam laut waktu mandi Safar" itu. Ditempat mandi Uleëlheuë amat banjak pemuda-pemuda. Maksud mereka itu datang kesitu bukan sadja hendak mandi, tetapi hendak melihat-lihat tamasja djuga. Kita ma'lum, tentu sadja dalam keramaian jang seperti itu banjak pemandangan jang indah-indah, jang dapat menarik hati pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi. Kira-kira pukul 10 siang berhentilah sebuah auto dimuka tempat mandi Uleëlheuë itu. Maka turunlah dari dalamnja empat pemuda, lalu berdjalan sepandjang pinggir laut. Diantara pemuda-pemuda itu adalah Nja' Amat, jang selalu memakai peniti rentjong Atjeh pada dasinja. Tiada berapa lama antaranja mereka itupun balik kerumah tempat mandi kembali, lalu duduk diserambi muka akan melepaskan lelahnja. Achirnja mereka naik auto pula dan berangkat ke Mataië. Baharu sampai disitu, kedengaranlah suara orang berseru dari beranda sebuah bilik, udjarnja : Ha!! itu djago partut sudah datang. Hai Nja' Amat, baru sebentar ini aku kirim sebuah auto akan mendjemputmu " Serta didengar pemuda itu perkataan demikian, iapun memandang ketempat datang suara itu dengan senjumnja, sambil keluar dari dalam auto. Hai, itu auto lain, " kata seorang muda jang lain pula, tidakkah bertemu engkau dengan auto kami didjalan tadi, Nja Amat?"

35 Tidak," djawab pemuda itu serta naik keatas tempat itu. Boleh djadi auto terus kerumahku." Djadi engkau tidak datang dari rumah?" Tidak, kami datang dari Uleëlheuë, dan singgah sebentar di Peukanbada, akan mendjemput 'Ali dan 'Abidin." Mengapakah engkau pergi ketempat mandi Uleëlheuë?" kata pemuda jang bertanja mula-mula tadi itu." Akan melihat-lihat tamasja disana." Melihat tamasja? Ramaikah disitu, Nja' Amat?" tanja temannja itu serta tersenjum. Tentu sadja ramai, akan tetapi Akan tetapi " katanja itu dengan lekas, tetapi pada perasaanmu sunji sekali, bukan?" Apa sebabnja?" tanja Nja' Amat dengan agak heran. Ah, engkau selalu berlaku pura-pura heran dan tertjengang. Sebenarnja ta' lain, karena jang kautjari tidak bertemu disana. Ia ada disini! ha, ha, ha! Siapa?" tanja Nja' Amat dengan bertambah heran, sedang mukanja merah rupanja. Ia, jang makan satai kambing bersama-sama dengan dikau diitu malam!" O, ah, engkau selalu mengganggu saja. Sjak dan sangkamu sedimikian itu tidak patut sekali-kali, terhadap kepada diriku. Aku ta' bersangkut-paut dengan orang itu." Baik bersangkut, baik tidak," kata pemuda jang lain pula, Tjut Hasan namanja, jang sedang duduk mengatjau kertas partut diatas medja. Ajuh, Nja' Amat, marilah kita main partut." Main partut?" kata Nja' Amat serta memandang kepada pemuda itu. Tidak baik kita main sehari ini, sahabat. Hari ini kita harus mandi atau berdjalan-djalan Dan akupun hendak pergi kelereng bukit melihat orang memasak." Hai, laparkah perutmu?" Tidak, aku hendak melihat-lihat sadja, sebab hanja tahun dimuka pula kita dapat bersuka-sukaan sebagai hari ini. Itupun djika kita masih hidup, atau masih tinggal di Kutaradja." Perkataanmu itu benar," kata Tjut Hasan, pergilah." Betul, pergilah," kata temannja jang pertama tadi, tempo hari engkau sudah makan satai kambing bersama-sama dengan dia, dan sekarang hendak makan gulai kurma pula, 'bukan? Nah, selamat!" Nja' Amat ta' peduli akan olok-olok temannja itu. Setelah memberi salam kepada kedua mereka itu, iapun berangkat

36 - 34 dengan kelima kawannja tadi berkeliling daerah itu. Achirnja mereka sampai kelereng bukit, lalu duduk diatas sebuah batu besar serta memandang kesawah jang luas dikaki bukit itu. Maka tampaklah olehnja orang duduk berkelompok-kelompok dilapangan sekitar tempat pemandian itu. Rupanja mereka itu sedang masak, sebab asap api kelihatan mengepul naik keudara. Maka tertariklah hati keenam pemuda itu hendak turun kebawah, kelereng arena itu untuk menindjau. Ketika mereka lalu dekat sebatang beringin besar, tiba-tiba Nja' Amat berhenti sebentar, serta menengok kebelakang. Ada apa?" kata kawannja, mengapa engkau berhenti, ajuh teruslah." Ah, tidak apa-apa," kata Nja' Amat. sambil berdjalan pula. Dengan tiba-tiba pikiranku sudah berubah lebih baik kita pergi melihat gua gelap dahulu." Baiklah," djawab temannja. Kebetulan ketika itu ada seorang gadis duduk dibawah pohon beringin itu. Demi didengarnja suara orang bertjakap-tjakap itu, iapun melihat kemuka lalu tampak olehnja Nja' Amat..Astaga!" katanja dalam hatinja sambil bersembunji dibalik daun-daun. Rupanja barang kemana aku pergi, aku bertemu djua dengan pemuda jang baik hati itu. Apakah gerangan sebabnja? Sedjurus antaranja ia berdiri dari tempat duduknja, lalu mendjenguk kedjalan jang dilalui pemuda tadi. Mereka itu tidak kelihatan lagi, sudah djauh rupanja. Maka iapun pergi mendapatkan ibu dan kakaknja, jang tengah memasak tidak djauh dari situ. Ketika dilihatnja pekerdjaan mereka itu telah selesai, diadjaknjalah keduanja masuk gua gelap. Mereka itupun pergi kesana beserta beberapa wanita lain. Masing-masing membawa sebuah suluh, lalu masuk kedalam gua itu. Ingat-ingat, Saniah," kata ibu itu kepada anaknja, disitu ada djurang". Baiklah, ibu," kata gadis itu sambil berdjalan dengan hati-hati dan menggerak-gerakkan suluhnja. Akan tetapi seketika itu djua kakinja tergelintjir dan suluhnja djatuh masuk kegua itu. Dan ia sendiripun njaris terguling masuk djurang, djika tangannja tidak lekas dipegang oleh seseorang. Hati-hati berdjalan disini, Njak," kata orang itu serta menolong gadis itu, supaja berdiri, dan memberikan lagi suluh kepadanja. Ketika gadis itu telah berdiri baik dan ketika dilihatnja orang jang menolongnja itu tidak lain dari pada Nja

37 * 35 Amat, iapun terperandjat kemalu-maluan. O," katanja serta menundukkan matanja ketanah, terima kasih " Ibu dan kakak gadis itupun tidak kurang utjapan terima kasihnja kepada pemuda itu. Terima kasih kembali," djawab Nja' Amat dengan senjumnja. Setelah itu iapun keluar dari dalam gua itu dengan kawan-kawannja dan terus berdjalan balik ketempat pemandian pula...wahai," kata Sitti Saniah dalam hatinja, sambil keluar pula dari dalam gua itu, ada-ada sadja djalan bagi pemuda itu akan menolongku dan akan mengikat hatiku. Sudah besar sungguh utangku kepadanja " Baharu sampai ketempat pemandian itu Nja' Amat dan temannja itupun segera mandi. Kemudian duduklah mereka kedalam ruangan tempat pemandian itu, hendak makan. Kebetulan ketika mereka baru mulai menjuap, datanglah Sitti Saniah beserta ibu dan kakaknja membawa tiga piring gulai kurma dan tiga piring gulai kari. Silakan makan gulai ini, Teuku-Teuku," kata gadis itu dengan lemah lembut serta meletakkan piring-piring gulai itu dihadapan pemuda-pemuda itu, ini pemberian kami dengan sutji hati." Terima kasih Njak," kata pemuda itu dengan ta'zim. Setelah ketiga wanita itu lalu dari situ, maka mereka itupun makan dengan riang. Olok-olok, senda-gurau dan kelakar mereka itu tidak berkeputusan. Sekaliannja mempermainmainkan Nja' Amat belaka. Sungguh beruntung engkau, Nja' Amat," kata seorang temannja. Apa kataku tadi? Sesudah makan satai kambing, mesti engkau makan gulai kurma dan kari Salahkah kataku itu? Ha, ha, ha!" Nja' Amat berdiam diri sadja. Ta' kami sangka sekali-kali engkau akan dapat berkenalan dengan gadis serta keluarganja itu," kata jang lain pula. Sebab sudah banjak pemuda-pemuda hendak berkenalan dengan dia, tetapi sekaliannja tidak diperdulikannja. Orang tuanja, lebih-lebih ibunja, itu, sangat tinggi hati ta' mau tahu akan orang sebagai kita ini. Akan tetapi engkau, Nja' Amat sungguh berbahagia sekali. Engkau dapat memikat burung jang tegak diatas pohon tjempaka (djeumpa) tinggi itu " Nja' Amat berdiam diri djua, serta makan dengan sedap. Sesungguhnja," kata 'Ali dengan jakin serta memandang kepada teman-temannja itu, menurut pemandanganku Sitti Saniah dengan Nja Amat adalah sebagai bulan dengan mata-

38 36 TEMPAT PEMANDIAN." mwmmjmmaaaajjma» < J *» «i' Tempat berenang dipermandian Mata Ië Kutaradja.

39 - 37 ~ hari. Aku ingin sekali melihat mereka itu serumah tangga kelak. Tunggu dahulu, Nja' Amat," katanja demi dilihatnja pemuda itu hendak membantah perkataannja. Nantikan habis perkataanku dahulu Adapun gadis itu ialah seorang Atjeh, bangsa kita, jang mula-mula duduk dibangku sekolah. Ialah, jang mula-mula menerima peladjaran atau didikan tjara modern. Dan Nja' Amatpun berpikiran modern pula, djadi pantas sekali ia memetik bunga djeumpa Atjeh itu. Nistjaja mereka laki isteri akan dapat djadi pengandjur bangsa kita kelak " Hai, 'Ali," kata Nja' Amat dengan tiba-tiba, sebab ia ta' sabar lagi mendengarkan perkataan sahabatnja itu. Sia-sia sekali engkau berkata demikian dimuka teman sekalian ini. Apa sebabnja engkau berani berkata begitu? Sudahkah engkau dengar aku menunang gadis itu, atau gadis itu suka akan daku? Aku rasa belum pernah lagi aku menjebut-njebut perkara itu, dan ta' terangan-angan dalam hatiku, karena engkau ma'lum : Emas dan lojang, manakan boleh bertjampur keduanja. Apalagi berbahaja sekali mempermain-mainkan anak gadis orang dalam madjelis sebagai ini. Oleh sebab itu saja harap, supaja sahabat sudi mentjabut perkataan jang telandjur itu." Hura! hura!" seru segala pemuda-pemuda itu dengan riang. Pandai betul sahabat kita ini bertjakap-tjakap. Patut sekali dia kita namakan redenaar. Nah, 'Ali, tjoba tangkis olehmu perkataannja itu." Sahabatku, Nja' Amat," kata 'Ali dengan sabar dan sesungguh-sungguh hatinja, djangan engkau salah terima akan perkataanku tadi itu. Aku bukan berolok-olok, bukan mempermain-mainkan anak gadis orang, Nja' Amat, melainkan aku mengatakan pengharapanku. Engkau seorang pengandjur bangsa, jang selalu memperhatikan kemadjuan kaum wanita. Itu njata kepada ku dari pidatomu dalam Congres V.A. baru-baru ini. dan saja lihat, Sitti Saniah itupun berhaluan sedemikian pula. Oleh karena itu terbitlah suatu keinginan dalam hatiku, alangkah baiknja, djika Nja' Amat beristerikan gadis Saniah jang molek itu." Betul," kata 'Abidin dengan lekas. Pikirankupun demikian djuga. Akan tetapi hal itu bergantung kepada nasib kedua muda remadja itu. Kalau ada djodohnja," katanja pula sambil memandang kepada Nja 'Amat dengan senjumnja, tentu mereka bertemu kelak. Akan tetapi ta' usah kita rentang pandjang perkara itu, hari sudah pukul empat petang, dan marilah kita pulang." Benar," kata jang lain-lain, hari sudah petang dan perut kita sudah kenjang " Maka mereka itupun bersiap terus berangkat pulang.

40 . 38 V. PERGAULAN BARU. T ELAH lima bulan lamanja Nja' Amat tinggal di Kutaradja. Dalam pada itu banjaklah sudah sahabat kenalannja. Ia telah mendjadi lid Juliana Club. Pergaulannja amat baik dengan pemuda-pemuda Atjeh demikian djuga dengan bangsa lain. Sekalian orang suka kepadanja. Hampir setiap petang ia berdjalan-djalan sekeliling kota, atau berkereta angin dengan kawan-kawannja! Dalam hal pergerakan 'umum ia mendjadi lid dari N.I.P. Buah pikirannja sangat diindahkan dan dihargai orang. Dan dalam perhimpunan kebangsaan (nationalist), ia mendjadi lid bestuur dari V.A. Hatinja tetap dan jakin bekerdja untuk keperluan bangsa, dan ia suka sekali bertukar-tukar pikiran dalam hal peladjaran (ketjerdasan) dan perusahaan ekonomi, politiek dan lain-lain, dan ia seorang jang tadjam penanja menulis dalam surat-surat chabar di Medan dan Betawi, artikelnja tegas dan tepat terhadap Atjeh probleem. Sebagai seorang pemimpin bangsa maka tiap-tiap tahun baru, banjaklah ia menerima kartjis selamat hari raja dari pada anggota kedua perhimpunan itu. Sampai kepada waktu itu Nja' Amat masih tinggal menumpang dirumah bangsawan Atjeh, tempat Vereeniging Atjeh, dan membajar makan di Maskat Hotel. Akan tetapi dalam bulan jang keenam ia terpaksa pindah dari situ, sebab orang bangsawan itu berangkat dari Kutaradja memperdalam peladjarannja pada Bestuurschool di Betawi. Maka iapun menumpang dirumah seorang guru berasal dari Sumatera Barat (sekarang disebut Sumatera Tengah) di Buitenweg (sekarang bernama Djalan Meurauduati), jaitu dirumah engku Suleiman. Pada tiap-tiap petang rumah engku Suleiman itu penuh anak-anak gadis, jang datang kesitu akan beladjar mendjahit dan merenda (handwerk) kepada isterinja, karena ia ahli dan pandai dalam perkara itu, demikian djua dalam pekerdjaan rumah tangga. Ia bekas murid sekolah Studiefonds Kota Gedang, serta bekas murid djuga dari pada seorang njonja Eropah jang pandai di Bukit Tinggi (Ford de Koek). Disitu Nja' Amat hidup sebagai sediakala djuga, tiaptiap petang berdjalan-djalan dengan engku Suleiman. Kadang-

41 39 kadang ramailah rumah Engku Suleiman dikundjungi oleh pemuda bangsa Atjeh, jaitu temannja sekolah di Bukit Tinggi dahulu. Engku Suleiman serta isterinja amat jakin dan tulus memimpin dan mengadjar anak-anak gadis Kutaradja. Pada suatu malam kira-kira pukul 7 Nja' Amat datang ke Toko Nja' Mega dipasar Atjeh dan dari situ ke Toko Marczak & Co. Dengan ta' disangka-sangka iapun berdjumpa dengan engku Suleiman dan isterinja, serta beberapa orang wanita lainnja. Rupanja mereka datang kesitu akan membeli sutera dan benang. Antara wanita-wanita itu adalah Sitti Saniah.,,He, engku dan uni ada disini," kata Nja' Amat serta memberi salam kepada kedua laki isteri itu. Dan ketika ia menoleh kekiri, kelihatan olehnja seorang gadis sedang mengerling dia dengan ekor matanja. Dengan segera ditegurnja gadis itu dengan lemah-lembut, udjarnja : Hai, ta' kusangka engkau ada disini pula, Saniah?" Ada, engku," djawab gadis itu dengan senjum. Dengan segera Nja' Amat membeli sekotak tjokelat, lalu dibagi-bagikannja kepada wanita-wanita itu. Setelah itu mereka itupun berdjalan-djalan dalam toko itu, sambil melihat ini dan itu. Dengan tidak disangka-sangka Sitti Saniah berdjalan dikanan Nja' Amat serta bertjakap-tjakap dengan riang dan manis. Kemudian pulanglah sekaliannja kerumah engku Suleiman. Semendjak dari dalam toko jang diterangi oleh lampu gas itu sampai kedjalan raja jang diterangi oleh sinar bulan purnama raja, isteri engku Suleiman selalu memperhatikan Nja' Amat dan Sitti Saniah itu. Dalam hatinja : Kedua anak muda itu sepadan sudah, sebagai bulan dengan matahari dan sebagai tjintjin didjari manis. Alangkah eloknja, kalau kedua muda remadja itu djadi suami isteri! Baik tentang paras, baik tentang kepandaian dan tertip sopan, sesungguhnja kedua remadja itu sepadan sudah. Tidak menjesal aku telah mendidik gadis itu; kebalikannja, sangat sedihlah hatiku, bila gadis itu bersuamikan jang bukan tarafnja. Ah! aku mesti bekerdja dengan sungguh akan memperhubungkan kedua muda remadja itu dengan sutji, supaja djangan sia-sia segala usahaku bagi mereka itu. O, Saniah, kau mesti djadi isteri Nja' Amat, seorang pemuda jang baik budi dan mempunjai kejakinan hati akan kemadjuan bangsa. Kau mesti djadi isterinja, akan membantu dan menjokong maksudnja jang sutji dan mulia untuk bangsa dan tanah air. Kamu kedua mesti djadi tjontoh dan suluh kepada bangsamu.

42 ~ 40 - Aku ingin mendengar kemudian hari nama dan budimu itu djadi kenang-kenangan pada bangsamu." Sepandjang djalan isteri engku Suleiman berpikir-pikir demikian itu. Ketika sampai kerumah, didapatinja makanan sudah tersadji, lalu sekaliannja duduk makan. Nja' Amat, engku Suleiman dan isterinja duduk sebaris pada suatu sisi medja, dan dihadapannja duduk Sitti Saniah dan gadis jang lain-lain. Sitti Saniah duduk setentang benar dengan Nja' Amat. Setelah sudah makan dan setelah piring mangkuk dikemasi budjang, maka engku Suleiman dan isterinjapun mulai memperbintjangkan maksudnja akan mendirikan suatu perkumpulan anak gadis di Kutaradja. Nanti, perkumpulan itu sendiri dapat mendirikan kader, tempat anak-anak gadis beladjar pelbagai vak 'ilmu kepandaian atau keradjinan. Djadi kader itu boleh dinamai Cursus Keradjinan Rumah Tangga. Itu sama wudjudnja dengan sekolah jang dikehendaki itu, akan tetapi belum memadai lagi. Tambahan pula bukan kepunjaan orang Atjeh sendiri, hanja suatu gerakan" kedua laki isteri itu sadja semata-mata. Kata beliau maksud itu boleh berhasil, bila ibu bapa gadis-gadis dan orang lain sudi menjokong. Bukan menjokong turut serta sadja, tetapi terutama menjokong dengan uang djuga, akan pembeli perkakas jang perlu untuk itu. Demi didengar Nja' Amat maksud engku Suleiman itu, iapun segera berkata dengan gembira : Saja, engku dan uni, sekali engku sebut, seribu kali saja suka. Sebab tjita-tjita sajapun demikian djuga, setudju sekali dengan engku dan uni. Sudah lama saja berichtiar hendak mendirikan sekolah atau kader seperti itu, tetapi belum dapat, sebab ta' ada orang jang sungguh suka menundjang niatku itu dengan hati dan perbuatannja. Sekarang baru kudapati orang jang sepikiran dengan saja, jaitu uni dan engku. Nah, tanda suka hati saja, sekarang ini djuga saja permulaan bederma." Dengan segera dibukanja dompet uangnja, dikeluarkannja empat helai uang kertas ƒ 25. serta katanja pula: Ini derma saja, terimalah uang ƒ 100, ini akan pembeli perkakas jang perlu. Akan memadjukan sekolah keradjinan dan perusahaan itu, saja akan berichtiar dengan sedapat-dapatnja mentjari uang derma dan uni tjari atau kumpulkan gadis-gadis bangsa Atjeh, akan djadi murid. Tambahan pula, nanti saja usahakan djuga supaja V.A. sudi menjokong sekolah kita itu dengan uang dan tenaga." Pukul 9 datanglah ibu gadis-gadis itu mendjemput anaknja masing-masing; setelah mereka itu pulang, maka ketiga orang itupun bertjakap-tjakap djua beberapa lamanja.

43 VI. BERMUFAKAT. P ADA keesokan harinja petjah chabar sudah, bahwa ta' lama lagi akan terdiri sebuah cursus keradjinan rumah tanggal untuk gadis 2 di Kutaradja. Buah pikiran itu terbit dari engku Suleiman laki isteri, serta dibantu dan disokong oleh Nja' Amat. Tentang derma Nja' Amat jang mula-mula ƒ 100, itu tidak lupa disiarkan orang, dengan pengharapan, siapa lagi jang sudi berbuat demikian untuk keperluan bangsanja? Barang dimana orang berkumpul, lebih-lebih dalam kumpulan anak gadis-gadis, ta' lupa orang menjebut-njebut dan memudji-mudji nama Nja' Amat jang dermawan itu. Pendeknja Nja' Amat djadi buah tutur orang sudah. Engku Suleiman dan isterinja pun ta' habis memikirkan kebaikan orang muda itu. Akan tetapi dalam pada itu ada pula suatu hal jang sulit diperbintjangkannja tentang diri Nja' Amat. Engku," kata isteri itu kepada suaminja pada suatu malam, tahukan engku maksud Nja' Amat memberikan uang ƒ 100. itu?" Ja, bukantah kau telah mendengar keterangan dari dia sendiri?" djawab engku Suleiman. Itu benar, tetapi dalam hatiku timbul pikiran lain tentang hal itu". Bagaimana pikiranmu?" Ja, sebelum saja menjatakan pikiran saja itu, lebih dahulu saja hendak mengetahui pikiran dan perasaan engku sendiri. Saja kuatir, kalau-kalau pemberian Nja' Amat itu tidak semata-mata udjudnja karena tjinta dan suka akan kemadjuan bangsa. Tidak boleh djadikah ada suatu sebab atau maksud lain, baik atau buruk terkandung dalam pemberian itu? Jaitu akan memikat hati seseorang umpamanja, untuk keperluan sendiri. Bagaimana pikiran engkau tentang itu?" Tjoba tjeriterakan terus pendapatmu dahulu!" Sangkaku, pertama ia hendak menundjukkan kekajaannja kepada kita dan kedua barangkali, siapa tahu, ada ia menaruh hati kepada salah seorang murid kita, walaupun dengan sutji atau " Pikirankau sudah menjimpang, aku rasa tidak begitu! Adakah tampak olehmu tingkah lakunja jang salah atau djanggal, selama ia tinggal dirumah kita ini?"

44 42 Tidak, belum pernah kudapati kesalahannja, walaupun setiap hari saja perhatikan. Tingkah lakunja amat sopan kepada kita seisi rumah. Jang tua dimuliakannja, jang ketjil dikasihinja. Dan kitapun dipandangnja sebagai saudaranja sendiri". Sajapun begitu djuga, belum sekali djua saja mendapati tingkahnja jang kurang sopan, baik diluar atau didalam rumah ini. Sesungguhnja ia jakin bekerdja untuk kemadjuan bangsanja. Kerap kali ia bertukar-tukar pikiran dengan daku, dan dengan orang lain djuga, tentang bermatjam-matjam hal jang berguna bagi bangsanja. Hatinja sangat mulia sekali. Baru-baru ini dalam Congres V.A. pada hari jang pertama ia berpidato tentang peladjaran bagi gadis-gadis ditanah Atjeh, dan pada hari jang kedua dikemukakannja tjita-tjitanja akan memadjukan ketjerdasan bangsa Atjeh. Untuk memadjukan ketjerdasan bangsa Atjeh?" Pandjang lebar telah dibahaskan dalam congres itu dengan harapan agar kaum tua djanganlah menjanggah-njanggahkan langkah dan kemauan puteri-puteri Atjeh, sebab tidak akan madju sesuatu bangsa kalau kaum ibu tidak tjerdas. Benar, sesungguhnja mulia sekali maksud anak muda itu! Ja, itulah sebabnja aku ta' menaruh salah sangka akan uang jang didermakannja untuk cursus kita itu." Kajakah dia?" Kaja, tidak. Akan tetapi uang sekian tidak mendjadi pikiran betul padanja, sebab ia amat pemurah." Dan ia berpengaruh besar dalam dunia pemuda jang kelak dapat mengumpulkan derma untuk pembangunan cursus itu, saja jakin ia bisa usahakan. O, begitu " Djadi sekarang sudahkah engkau mendapat pikiran jang bersih?" Sudah." Nah, sekarang apa jang hendak kau pertjakapkan lagi?" Sesungguhnja pertjakapanku belum selesai lagi." Teruskanlah! Sebentar lagi ia pulang, sebab waktu makan sudah dekat." Saja harap, pendapat saja jang salah engku bantah dan jang benar dan berfaedah engku sokong!" Baiklah! Itu benar sekali, sebab kata orang pandai-pandai ; Dengan bertukar-tukar pikiran itulah kita akan memperoleh kebenaran.".sekarang begini maksud saja engku, sudah lama sekali saja amat-amati tingkah laku Nja' Amat dengan Sitti Saniah, lebih-lebih semendjak kita bertemu dengan dia ditoko Nja'

45 43 Istana Gubernur di Kutaradja. Dahulu tempat ini adalah bekas Astana Sulthan Atjeh, didirikan dalam tahun 1880.

46 Mega dan Marczak, didjalan dan sampai dimedja makan. Saja rasa, kedua orang muda itu sudah sebanding sebagai bulan dengan matahari. Baik tentang rupanja, baikpun tentang kepandaiannja. Matahari dan bulan djadi suluh bagi 'alam, demikian djuga Nja' Amat dan Sitti Saniah akan djadi suluh bagi bangsanja." O, ja, sekarang baru aku tahu maksudmu. Semendjak kemarin malam akupun sudah memikir-mikirkan hal itu, tetapi belum aku beritahukan kepadamu lagi. Sjukurlah, sekarang perkara itu sudah terbit dari padamu sendiri. Nah, sangkaku, sungguh patut sekali Nja' Amat djadi suami Sitti Saniah. Gadis itu sudah dididik dengan baik dan aku tahu, Nja' Amat sangat suka memperhatikan kemadjuan kaum puteri di Atjeh; mudah-mudahan ia akan beroleh seorang isteri jang tjakap... \." Akan membantunja," kata isterinja dengan tjepat. Betul, engkau, itulah tjita-tjita saja. Kedua laki isteri itu hendaklah bertolong-tolongan dalam hal memadjukan bangsanja. Sebab menurut pikiranku, ta' mung-. kin kemadjuan suatu bangsa dapat tertjapai dengan lekas, djika bangsa laki 2 dan perempuan terutama laki dan isteri tidak sama-sama berusaha dalam hal itu, kita sudah mengalami 'betapa sulit mentjari murid perempuan untuk masuk sekolah, untunglah sekarang Vereeniging Atjeh atau pemuda 2 Atjeh bekerdja keras untuk itu, sekalipun kaum tua merintangi". Djadi sekarang pikiran kita sesuai sudah?" Sudah." Akan tetapi bagaimana 'akal kita akan memperhubungkan kedua muda remadja itu?" Ja, mula-mula kita harus bermupakat dengan Nja' Amat sendiri," kata isteri engku Suleiman, dan Setelah itu baru boleh kita sampaikan maksud itu dengan sepatutnja." Baik! Bila kita berunding dengan Nja' Amat?" Nanti waktu makan saja tanjakan kepada Nja' Amat, bila kiranja ia dapat berunding dengan kita tentang hal itu". Djadi hendak kau katakan sekali perkara itu kepadanja. Tidak, melainkan hendak kukatakan : ada perlu sedikit". Baiklah!" Kebetulan pukul 8 berbunji dan waktu itu tampaklah lampu karbit kereta angin menudju kerumah itu; sesa'at antaranja Nja' Amat pun telah ada diatas tangga serta memberi salam kepada laki isteri itu. Sebentar lagi ketiga mereka itupun duduk dimedja makan. Sesudah habis makan, maka isteri engku Suleiman bertanja :

47 Hendak kemanakah Nja' Amat malam besok?" Mengapa uni bertanja demikian?" tanja Nja' Amat dengan tertjengang. Tidak apa-apa; hanja kami hendak berunding dengan Nja' Amat." Sekarang apa salahnja?" Tidak dapat, sebab banjak jang hendak kami perbincangkan." Besok malam tidak dapat, sebab s a ja sudah berdjandji dengan orang lain." Bila sempat?" Malam lusa sadja." Baiklah, kami nanti!" Setelah itu maka pemuda itupun bermohon diri hendak pergi kekamarnja.

48 VII. MEMPERHUBUNGKAN SILATU'RRAHIM. Nja' Amat," kata isteri engku Suleiman kepada pemuda itu pada malam jang telah ditentukan, sedang mereka duduk diserambi muka, sebelum saja mengeluarkan perasaan hati saja, lebih dahulu saja hendak mengiitjapkan terima kasih atas kemurahan hati Nja' Amat membantu cursus keradjinan rumah tangga, demikian djuga atas pidato Nja' Amat dalam congres V.A. tentang peladjaran gadis Atjeh. Menurut keterangan dari suami saja, pidato itu penting sekali artinja bagi kemadjuan kaum wanita, kaum saja di Atjeh. Sajang sekali saja sendiri ta' hadir dalam congres itu (') Pidato itu saja djundjung tinggi, oleh sebab itu atas nama kaum wanita puteri Atjeh, saja mesti menjampaikan terima kasih kepada Nja' Amat. Mudahmudahan buah pikiran Nja' Amat itu djadi benih kemadjuan kelak. Achirnja djadi suatu tanaman jang subur, boleh menghasilkan buah jang lazat tjitarasanja." Ah, uni! Ta' usah uni memudji-mudji saja sedemikian, dan ta' perlu minta terima kasih, karena apa jang saja lakukan itu tidak lain dari pada suatu kewadjiban manusia. Lakilaki dan wanita mesti bertolong-tolongan, baik didalam atau diluar rumah tangga." Ja.' itu betul Nja' Amat, tetapi bukantah manusia tiada boleh melupakan budi seseorang, seperti kata pepatah : Utang emas boleh dibajar, utang budi dibawa mati? Djadi apa jang Nja' Amat perbuat itu, sungguh tidak boleh dilupakan dan harus djadi utang budi bagi kaum wanita." Tidak, uni! Itu tidak pada tempatnja." Saja rasa sudah pada tempatnja, sebab nama dan budi jang baik harus dikenang djua." Ja, Nja' Amat! Pudji-pudjian itu sudah pada tempatnja," kata engku Suleiman menjela perkataan isterinja itu. Pemuda itu tersenjum dan tiada membantah kata isteri engku Suleiman lagi. Sekarang teruskanlah perkataan kau," kata engku Suleiman kepada isterinja. Wanita itu berpikir sebentar; kemudian ia berkata pula, udjarnja : (') Pada masa itu belum boleh wanita menghadiri rapat karena bertentangan dengan adat tua.

49 TEUPEUEN = TENUNAN KAIN" fe 1 i 1 g 1 Wanita2 di Kampong Lamgugób menenun kain sutra, untuk pakaian darabaro" dan Lintobaro"

50 Bagaimana maksud dan tjita-tjita Nja' Amat tentang pidato dalam congres V.A. itu?" Maksud saja hendak berusaha dengan sekuat-kuatnja, akan memadjukan wanita (puteri) di Atjeh. Sebab saja rasa. wanita itu masih amat djauh tertinggal dari kaum puteri di Sumatera Barat, tanah Djawa dan lain-lain di Indonesia ini. Saja jakin tjita-tjita saja itu akan sampai, bila banjak mendapat bantuan dari kaum laki-laki jang terpeladjar di Atjeh ini. Mereka itu harus selalu memberi pemandangan kepada kaum ibu, dengan tidak djemu 2, sebab kemadjuan itu lebihlebih perkara peladjaran bergantung pada kaum ibu sendiri. Bukantah ibu jang mendidik anaknja dari ketjil sampai besar? Bukantah ibu boleh menanam pelbagai matjam bibit pada anak jang dididiknja itu? Djadi ibu itu haruslah terpeladjar Akan tetapi ditanah Atjeh ini susah, uni." Susah bagaimana?" tanja isteri engku Suleiman. O, uni, kaum ibu disini sebagai kata saja tadi, masih djauh tertinggal dibelakang. Ta' salah saja katakan, masih kuno" dan ta' menaruh kasih dan sajang kepada anaknja." Tidak menaruh kasih dan sajang bagaimana? tanja engku Suleiman dengan tersenjum. Saja lihat, kaum ibu di Atjeh sangat sajang kepada anaknja, sehingga mereka ta' suka sekalikali anaknja itu djauh dari matanja." Itulah sebabnja maka saja katakan tiada menaruh sajang", djawab Nja' Amat dengan agak gembira sedikit. Menurut pikiran saja, sajang sedemikian itu berbahaja sekali bagi kemadjuan bangsa. Saja sendiri sudah merasainja, Waktu saja hendak berangkat dari rumah orang tua saja, akan melandjutkan peladjaran saja, terdjadilah perbantahan jang hebat antara ajah dan ibu saja. Ajah suka, supaja saja melandjutkan peladjaran saja ketempat lain, tetapi ibu menahan saja dengan keras. Betul achirnja ibu kalah djua, ja'ni saja dapat berangkat meneruskan sekolah saja, tetapi bagaimana djadinja? Ibu saja bersusah hati sadja. Waktu vacantie jang pertama saja pulang. Saja lihat badan beliau kurus sangat. Chabarnja konon, beliau selalu menangis sadja, sepeninggal saja itu, dan kadang-kadang beliau selalu menjebut-njebut nama saja dalam mimpinja. Setelah habis vacantie, saja balik kesekolah saja kembali, maka ibu saja makin bertambah-tambah susah dan kurus. Ingatannja senantiasa kepada saja sadja. Empat bulan kemudian saja mendapat surat kawat, bahwa beliau sudah meninggal, dan sajapun terpaksa pulang satu bulan lamanja. Baru sadja saja sampai di-

51 - 49 rumah, sudah penuh kaum ibu (keluarga) saja datang menangis-nangis sekeliling saja. Saja dengar bermatjam-matjam tangis sindiran terhadap kepada saja, karena saja tidak menurut kata ibu saja, tidak mengindahkan larangannja akan pergi sekolah kenegeri lain itu. Ah, uni, semendjak itu dan selama saja tinggal dikampung, bukan buatan banjaknja godaan atas diri saja. Pendeknja, kalau tidak keras iman saja serta jakin, nistjaja saja akan meninggalkan sekolah. Ajah saja selalu mendapat tjela dari segala saudara ibu saja jang perempuan. Untunglah ajah saja terlalu sabar dan suka akan kemadjuan sekarang.,,djadi sekarang uni barangkali sudah tahu sedikit, bagaimana pendirian kaum ibu ditanah Atjeh tentang kemadjuan." Ja, saja ma'lum sudah. Kesajangan ibu jang demikian adalah terdapat pada tiap-tiap bangsa, Nja' Amat. Hal itu ta' dapat kita hapuskan dengan bersegera, hanja dengan berangsur-angsur, ja'ni dengan didikan dan peladjaran sebagai tjita-tjita Nja' Amat itu. Tetapi adakah akan lekas berhasil tjita-tjita kita itu? Ja, seharusnja lekas berhasil. Akan tetapi kalau ta' dapat demikian, dengan berangsur-angsurpun saja harapkan djuga. Biar saja sendiri tidak merasai hasil perbuatan saja itu, asal bangsa saja berbahagia kelak". Baiklah. Akan tetapi belum nampakkah suatu djalan oleh Nja' Amat, jang boleh lebih tjepat memadjukan maksud itu? Ingatlah, Nja' Amat perkataan tadi, kemadjuan itu bergantung kepada ibu. Dan ibu" itu ta'kan dapat hidup atau bergerak, djika ta' ada bapa". Djadi laki-laki dan wanita mesti bekerdja bersama-sama". Ada, uni, tetapi djalan itu tidak saja terangkan disini, karena masih tersembunji dalam kenang-kenangan saja. Akan tetapi barangkali uni dan engku ada menaruh suatu pikiran atau pendapat tentang itu, tjobalah terangkan, mudah-mudahan berguna djuga kepada saja." Ja, itulah maksud pembitjaraan kita semalam ini," kata engku Suleiman. Sjukurlah, tjobalah engku terangkan maksud itu!" kata Nja' Amat. Begini, Nja' Amat," kata isteri engku Suleiman; segala pekerdjaan mesti didjalankan dengan tipu muslihat. Mentjari uang dengan uang, menangkap balam dengan balam; dan lihatlah, orang memantjing ikanpun mesti dengan umpannja". Nja' Amat tersenjum dan berkata : Sampai kemana uni sudah?"

52 sa -W sa, Hampir sampai kebatas jang dimaksud," kata isteri engku Suleiman seraja tertawa dengan manis. Ah, dalam betul tudjuan perkataan itu," kata Nja Amat pula.,,ja, mesti begitu, tetapi dengarlah saja teruskan maksud itu," kata isteri engku Suleiman pula. Baiklah, uni!" Ja, Nja' Amat, barangkali Nja' Amat sudah membatja riwajat nabi kita, Muhammad s.a.w., bagaimana beliau memasukkan agama Islam kepada kaum wanita, ja'ni dengan pengaruh segala isterinja dan sahabatnja." Itu benar sekali, uni, dari itu besar pula harapan saja kepada kaum ibu jang pandai-pandai disini akan menjokong maksud saja itu". Itu boleh Nja' Amat harapkan, tetapi lebih baik lagi bila Nja' Amat mempunjai seorang pembantu tetap, jang tjakap serta sehaluan dengan Nja' Amat." Baik sekali, uni!'" Djadi Nja' Amat sesuai dengan maksud saja itu?" kata wanita jang tjerdik itu. Tentu sadja." Ha sekarang kita sudah sampai dipintu, bukalah kuntjinja!" kata engku Suleiman sambil tertawa. Dan barangkali Nja' Amat sudah mengerti tudjuan pertjakapan kita ini". Belum terang," kata Nja' Amat. Baiklah," kata isteri engku Suleiman, sekarang lebih baik saja katakan dengan terus terang, hendaklah Nja' Amat kawin dengan lekas". Demi didengar pemuda itu perkataan jang achir itu, iapun gelak terbahak-bahak. Apa kata uni," katanja kemudian dengan heran, kawin lekas?" Ja, kawin lekas," kata kedua laki isteri itu. Kawin atau beristeri itu sudah kewadjiban laki-laki," kata Nja' Amat dengan tenang, tetapi lekas lambatnja tidak dapat dipastikan. Sebab itu djangan salah terima kepada saja, kalau perkataan uni dan engku itu untuk sementara tidak dapat saja benarkan". Kami minta, supaja dibenarkan dan dikabulkan". Tidak, uni, kawin paksa saja tidak suka, saja mesti merdeka dalam perkara kawin dan saja sudah melawan maksud ajah saja dengan keras, ketika ia hendak memaksa saja kawin". O, Nja' Amat, kami tidak bermaksud sekali-kali hendak melakukan paksaan pada diri Nja' Amat, dan pada diri orang

53 lainpun tidak djuga, hanja kami undjukkan pikiran kami, supaja Nja' Amat dapat menimbang baik-baik. Itulah sebabnja kami berunding dengan Nja' Amat lebih dahulu". Saja mengutjapkan terima kasih," kata Nja' Amat, tetapi tentang perkara kawin itu, saja tidak dapat mengabulkannja, bila belum dapat gadis jang saja kehendaki; sebab uni mesti pikir sendiri, kalau saja sudah beristeri, boleh djadi haluan saja sekarang ini menjimpang atas dua djalan, pertama : boleh djadi hilang semata-mata dan kedua boleh djadi bertambah madju. Sekaliannja bergantung kepada keadaan isteri saja. bila saja mendapat isteri jang sehati dengan saja, tentu tetap atau bertambah keraslah haluan saja ini, tetapi kalau kebalikannja, tentu sadja djadi gelap gulita". Itu betul, Nja Amat, dari itu kami berichtiar akan memadjukan niat Nja' Amat itu, supaja bertambah tetap dan madju". Bagaimana ichtiar uni dan engku sekarang?",,ja, hendak kami sokong maksud dan haluan Nja' Amat jang mulia itu". Hingga mana sokongan itu?" Hingga sampai kebatas jang sempurna," kata isteri engku Suleiman pula. Jaitu kami undjukkan kandidat" isteri Nja' Amat dan kami minta, supaja Nja' Amat terima dengan senang hati". Undjukkan kandidat? Sungguh seperti pilihan lid Volksraad," kata Nja' Amat seraja tersenjum, dan kedua laki isteri itupun tertawa pula. Ah, Nja' Amat djangan salah terima akan hal kami tertawa demikian itu, seakan-akan kami bermain-main sadja, tetapi sebenarnja kami berkata dengan jakin. Kami tundjukkan seorang gadis, jang kami harap boleh akan djadi isteri Nja' Amat." Akan djadi isteri saja? Hai, siapa gadis itu dan anak siapa dia?" Nja' Amat djangan tanja anak siapa dahulu, tetapi boleh lihat rupanja dan periksa pada kami segala keadaan dan tingkah lakunja dan kepandaiannja." Ja, siapa gadis itu?" tanja Nja' Amat pula. Sitti Saniah, jang makan kemarin malam semedja dengan Nja' Amat, dan telah pernah djuga berdjalan seiring dengan Nja' Amat didalam sinar bulan purnama raja, sedjak dari toko Nja' Mega dan Marczak sampai kerumah ini "..Ooo Sitti Saniah?" kata Nja' Amat dengan mata terbeliak.

54 52 <- Ja," kata engku Suleiman dengan tersenjum. Ja, barangkali ada halangannja,' kata Nja' Amat pula. Apa halangannja?",,ja, sesungguhnja saja ada menaruh hati kepada gadis itu, tetapi setelah saja dengar keterangan dari kawan-kawan saja, hilanglah pengharapan saja " Bagaimana keterangan dari kawan-kawan Nja' Amat?" Orang tuanja tinggi hati, telah beberapa orang datang meminta anaknja itu, selalu ditolaknja dengan perkataan dan kelakuan jang angkuh." Ja, bila orang datang meminang, maka didjawabnja, anaknja itu ta'kan dikawinkannja dengan sembarang orang sadja. Ia berkehendak orang jang berpangkat tinggi, berbangsa dan kaja. Kalau tidak, apa gunanja anaknja itu diserahkannja kesokolah." Ja, barangkali orang jang meminang itu sesungguhnja kurang sopan dan kuno." O, tidak, uni, saja tahu betul orang itu terpeladjar dan tidak ada tjatjatnja : bersifat lurus, ichlas dan sopan. Tambahan pula ia sangat tjinta kepada Sitti Saniah. Saja kira, ia patut sekali akan suami anak gadis itu." O, Nja' Amat, sungguhpun demikian djanganlah kita pandang lahirnja" sadja. Bathinnja" pun harus kita perhatikan pula. Siapa tahu. barangkali belum ada pertemuan Saniah dengan orang itu, -j- tidak djodohnja." Entahlah, uni, akan perkara bathin itu saja ta' tahu, tetapi saja hendak mengetahui keadaan Sitti Saniah sendiri dahulu, dan sudah itu perasaan orang tuanja.", O, perkara itu boleh kami terangkan kepada Nja' Amat." kata isteri engku Suleiman. Menurut tilik kami, tingkah laku gadis itu tidak ada tjatjat-tjelanja. Ia radjin, pandai, keras hati dan berhaluan kemadjuan tjara sekarang ini. Kami pikir, tentu ia akan bekerdja sekuat-kuatnja akan membantu suaminja kelak." Ah, ta' usah diperkatakan sampai kesitu dahulu," kata Nja' Amat seraja tertawa. Ja, Nja' Amat, sekarang waktu makan sudah datang, saja sudah lapar, dan saja hendak minta keputusan dari Nja' Amat atas maksud kami itu," kata wanita itu. Ja, uni, saja ta' dapat mendjawab sekarang, saja mesti berpikir dahulu. Lain dari pada itu saja hendak mengetahui lebih dahulu, sudahkah dipertjakapkan hal ini dengan dia sendiri?"

55 Belum, itu tjuma baru angan-angan kami sadja. Bila sudah habis perhitungan kita, baharulah kami sampaikan kepada orang tuanja." Ja, uni, saja minta djandji 7 hari. Dalam pada itu hendaklah Sitti Saniah diberi kesempatan akan memilih suaminja, tetapi djangan diketahui orang tuanja dahulu. Bila dia sendiri tidak setudju, tentu sajapun enggan pula. Saja tidak suka sekalikali akan kawin paksa, sebab amat banjak kesusahannja kelak." Ja, itu boleh, nanti saja sendiri berunding dengan Sitti Saniah. Tetapi bila kita putuskan perkara ini/" Malam Djumat' jang akan datang!" O, bagus sekali, baik, nanti kami tunggu; saja mengutjapkan terima kasih banjak-banjak." Sama-sama," kata Nja' Amat. Nah, sekarang marilah kita makan," kata isteri engku Suleiman, serta berangkat kekamar makan.

56 VIII. BERTUNANGAN. Semendjak Nja' Amat bertjakap-tjakap dengan engku Suleiman laki isteri, semendjak itu hati pemuda itu terharu-haru sudah. Sitti Saniah selalu dalam ingatannja. Dalam pada itu ia berasa takut dan kuatir pula. Kuatir, kalau-kalau Saniah tidak suka kepadanja; takut dan malu, djika permintaannja ditolak oleh orang tua gadis itu kelak, sebagaimana telah kerap kali terdjadi atas beberapa diri kawan-kawannja. Sesungguhnja Nja' Amat sudah lama menaruh tjinta kepada Sitti Saniah. Semendjak mereka bertemu dalam kereta api, ditempat mandi Uleëlheuë dan Mataië, hati pemuda itu sudah tersangkut pada anak gadis jang molek dan sopan itu. Lebihlebih lagi, sesudah mendengar perkataan engku Suleiman laki isteri itu. Gadis itu sudah terbajang-bajang pada matanja, malam mendjadi mimpi dan siang mendjadi angan-angan- Kerap kali ia mengeluh wahai, adakah 'kan berhasil pekerdjaan engku Suleiman laki isteri itu? Adakah 'kan dapat burung jang liar itu ditangkapnja? Ja, Saniah," katanja dalam hatinja, tidak kusangka sekali-kali aku akan menaruh tjinta begini kepadamu. Hatimu bagaimanakah konon terhadap kepadaku? Dalam pada itu kadang-kadang timbul pula dalam hatinja pikiran jang benar, akan membantah daja setan" itu, lalu katanja : Astaga! mengapa hatiku sampai terpedaja begini? Belum pernah aku berhal seperti ini! Apalagi tjinta seorang sematjam ini sia-sia sadja. Aku harus mendapat chabar dari Saniah sendiri dahulu: entah ia suka kepadaku, entah tidak. Dan djika ia suka kepadaku, umpamanja, bagaimana pula orang tuanja? Ja, lebih baik aku tunggu dahulu chabar dari pada uni isteri engku Suleiman. Bukantah ia hendak berunding dengan Saniah dan orang tuanja?" Akan tetapi rupanja peperangan hati pemuda itu tinggal peperangan djuga. Si Nafsu dan si Sabar berbantah amat sangat. Achirnja Sabar tiwas djua oleh Nafsu. Nja Amat ta' sabar menanti lagi, ditetapkannja hendak berkirim surat kepada Sitti Saniah. Sementara itu isteri engku Suleiman tidaklah berdiam diri sadja. Djandjinja adalah disampaikannja. Tiga hari sesudah pertjakapannja dengan pemuda itu, pada suatu petang hari dimintanjalah Saniah pulang kemudian sedikit dari pada kawankawannja. Ketika itu iapun berunding dengan anak gadis itu.

57 - 55 Sitti Saniah, gadis jang tjantik itu, mendengarkan perkataan isteri engku Suleiman dengan senjum manis serta kemalu-maluan. Achirnja perkataan itu didjawabnja dengan air muka jang djernih, katanja, ia ta' berkeberatan, asal setudju dengan orang tuanja. Sebagai seorang gadis, ia masih dalam kuasa ibu bapanja, bagaimana pun ia harus takluk pada hukum dan adat, tetapi boleh Djadi ia sendiri suka akan bersuamikan Nja' Amat. Setelah habis pertjakapan itu, Sitti Saniahpun pulang kerumahnja Sebagai suatu djarum jang digerakkan oleh besi berani, demikianlah gerak hati gadis itu mendengar perkataan isteri engku Suleiman itu. Kita ma'lum sudah, bahwa ia sudah lama menaruh tjinta kepada Nja' Amat serta berharap-harap, mudah-mudahan tjintanja itu djangan seperti air djatuh kepasir sadja. Seperti burung pungguk rindukan bulan dan seperti Zaleka rindukan Jusuf, begitu pula Sitti Saniah rindukan Nja' Amat. Tiap-tiap malam ia bermimpikan pemuda itu. Kalau ia duduk seorang diri sadja, selalu terbajang pada matanja wadjah Nja' Amat jang molek itu. Sekalian kebaikan Nja' Amat teringat belaka olehnja, dan sekaliannja mendjadikan dia sangat tjinta kepadanja. Tidak ada seorang djua laki-laki lain tertambat dalam hati nubarinja, melainkan Nja' Amat sematamata. Telah beberapa orang laki-laki meminangku," pikirnja, sekaliannja ditolak oleh orang tuaku. Sjukur!! Akan tetapi orang muda ini, tambatan larat hatiku ini, akan ditolaknja pulakah? Ja, ibu dan ajahku jang tertjinta, luluskan apalah kiranja permintaan pemuda itu. O, Nja' Amat, dahulu aku telah mengaku berhutang budi kepadamu, tetapi sekarang aku telah menaruh tjinta; ja, tjinta jang dapat mendjadikan kedua kita berbahagia kelak. Ja Allah, perhubungkanlah tali pertjintaan kami." Begitulah pengharapan Sitti Saniah, jang tengah dimabuk tjinta itu. Pada keesokan harinja datanglah seorang suruhan mengantarkan seputjuk surat kepadanja. Surat itu diterimanja dengan hati jang berdebar-debar. Setelah itu iapun masuk kedalam kamarnja hendak membatja surat itu; isinja :

58 56 Adinda Sitti Saniah! Sebelum adinda terus membatja surat ini, lebih dahulu kakanda minta ma'af kepada adinda atas kelantjangan kakanda ini. Adinda, dengan tiada disangka-sangka rupanja pertemuan kita semendjak dari kereta api Sigli Kutaradja sampai kepada pertemuan dirumah engku Suleiman, telah mendjadi suatu perkara jang penting bagi diri kakanda. Sehingga engku Suleiman laki isteripun telah sudi mentjampurkan diri dalam perkara itu. Sebenarnja, adinda, semendjak kakanda melihat wadjah adinda jang molek itu, hati kakanda sudah tersangkut pada adinda. Ma'af, adinda, djika kakanda berkata dengan terus-terang: Kakanda sudah djatuh tjinta kepada adinda. Lebih-lebih sesudah berunding dengan engku Suleiman laki isteri, maka benih tjinta itu telah bertambah subur tumbuhnja dalam kalbu kakanda. Ta' dapat kakanda melukiskan disini, bagaimana besarnja gelombang pertjintaan beralun dalam hati kakanda sekarang ini. Ja adinda tidak lain kakanda pohonkan kepada adinda, melainkan kemurahan hati adinda semata-mata. Tjamkanlah pantun jang dibawah ini : Burung hantu terbang melajang, burung elang hinggap dipasir. Harapkan kasih serta sajang, akan kakanda orang jang fakir. Tinggi gunung Selawaih Djantan, teluk Sabang bandar merdeka. Hilang djiwa terhantar badan, bila adinda tidak terima, Berlajar kapal dari Belawan, singgah sebentar dikota Sigli. Selagi djiwa dikandung badan, tjinta adinda kakanda nanti. Wassalam kakanda, Nja' Amat.

59 *- m~ PULAU WEH Teluk Sabang jang indah permai.

60 58 Alangkah besarnja hati gadis itu membatja surat jang demikian! Rupanja tjintanja kepada pemuda itu tidak sia-sia sadja, tidak bertepuk sebelah tangan Dengan hati jang penuh pengharapan dan tjita-tjita, dibalasnjalah surat itu demikian : Kakanda Nja' Amat! Bagaimana besarnja hati adinda menerima dan membatja surat kakanda itu, hanja Tuhan sadjalah jang akan tahu agaknja. Dan ta' chalilah adinda meminta sjukur kepada Tuhan Ilahi, jang ta' pernah lupa akan hambanja. Rupanja segala keluh kesah, tjita-tjita dan anganangan segala manusia adalah didengarkan oleh Jang Mahakuasa itu. Sjukur, sjukur!! Kakanda jang tertjinta! Bila kakanda perhatikan perkataan adinda jang terlukis diatas ini, meskipun pendek, nistjaja kakanda mengerti sudah,'bahwa bukan sadja adinda telah mengabulkan permintaan kakanda dan mendjundjung tinggi tjinta kakanda itu, tetapi adinda berharap djuga sudi apalah kiranja kakanda menjambut untung adinda jang da'if ini; seperti ibarat pantun ini : Berlajar kapal dari Palembang, singgah di Padang mengambil kuli. Bukan sadja kasih dan sajang, badan dan djiwa kakanda miliki. Semelur kutanja Sinabang, dipantai Atjeh lautan Hindi. Hantjur tubuh mendjadi arang, bila adinda mungkirkan djandji. Kapal berlajar kenegeri Djudah, bawa muatan beribu-ribu. Kita bermohon kepada Allah djiwa jang dua mendjadi satu. Hingga ini dahulu, kakanda; sambutlah salam adinda, Sitti Saniah."

61 59 =- Setelah sudah ditulisnja surat itu, lalu dimasukkannja kedalam sampulnja dan dikirimkannja kepada 'alamatnja. Sungguh besar hati Nja' Amat menerima surat itu. Serasa sudah sampai segala tjita-tjitanja! Ia tahu sudah, bahwa Saniahpun tjinta pula kepadanja. Oleh karena itu ketika telah sampai djandjinja dengan engku Suleiman laki isteri, ia ta' banjak bitjara lagi, melainkan perkara itu diserahkannja kepada kebidjaksanaan kedua laki isteri itu. Dan engku Suleiman laki isteripun berdjandji akan menjampaikan niat itu kepada orang tua anak gadis itu. Dua puluh hari lamanja engku Suleiman laki isteri berusaha dengan sesungguh-sungguh hatinja, akan memperhubungkan silatu'rrahim kedua orang muda remadja itu. Dalam pada itu adalah tiga kali mereka berulang-ulang pergi kerumah orang tua Saniah. Bukan buatan besar perdjuangan pikiran antara kedua laki isteri itu dengan ibu bapa anak gadis itu. Achirnja putus mupakat: Sitti Saniah bertunangan dengan Nja' Amat! Mupakat itu dikuatkan dengan perdjandjian, jaitu ibu bapa Saniah telah menerima sebuah medaliun akan djadi,,ranub kông haba" (') dari orang muda itu. (') Ranub kông haba, Bahasa Atjeh, artinja sirih penguatkan djandji bertunangan/kawin.

62 ~ 60 ~ BANGUNAN PURBAKALA Pento Khob bekas pintu gerbang taman sari/tempat permandian puteri2 ditepi sungai Daroj di Kutaradja, jang diperbuat oleh Seri Suithan Iskandar Muda untuk Putruë Phang.

63 ~ IX. SESUDAH BERTUNANGAN. Tiada berapa hari antaranja petjahlah chabar pertunangan antara kedua muda remadja itu diseluruh Kutaradja. Pemuda laki-laki ta' berhentinja memperbintjangkan hal itu; setengahnja berkata, bunga djeumpa (tjempaka) di Meureuduati telah dipetik orang; setengahnja berkata pula, ja, mereka itu samasama beruntung, ta' ada tjela keduanja, sebagai pinang dibelah dua. Pihak ibu dan gadis-gadis kawan Sitti Saniahpun begitu djuga bitjaranja. Sekaliannja memudji-mudji pertunangan kedua mereka itu. Istimewa pula guru-guru di Kutaradja, bekas guru Sitti Saniah, semuanja berbesar hati serta memberi selamat kepada ajah Sitti Saniah. Pada suatu hari diadakanlah perdjamuan oleh engku Suleiman laki isteri ditempat mandi Mataië, akan merajakan pertunangan kedua anak kesajangannja itu. Dalam perdjamuan itu hadhir segala keluarga dan gadisgadis kawan Saniah, demikian djuga guru-guru kawan engku Suleiman. Hanja kedua orang tua Saniah sadja jang ta' hadir, sebab menurut 'adat Atjeh mentua malu bertemu dengan me- 'ïantunja. Djadi Saniah dan kakaknja 'Alimah sadja pergi bersamasama dengan engku Suleiman laki isteri. Bukan buatan ramai perdjamuan itu. Sekalian pemuda-pemuda teman Nja' Amat datang belaka. Mereka itupun bersuka-suka dengan riuh rendah, tetapi sopan. Sitti Saniah diperkenalkan oleh Nja' Amat dengan sekalian temannja itu, ja'ni menurut 'adat (tjara) pemuda-pemuda dizaman sekarang ini! Semendjak Sitti Saniah bertunangan dengan Nja' Amat, peladjaran anak gadis itu sudah ditambah oleh isteri engku Suleiman dengan peladjaran masak-memasak dsb. Memasak pelbagai sambal, kué dsb. sekaliannja diadjarkan oleh ibu jang bidjaksana itu kepada gadis itu, supaja ia djangan tjanggung kelak bila telah memelihara rumah tangga sendiri. Tentang perkara memegang buku hari-haripun diadjarkannja djuga, supaja Saniah tahu mendjaga uang keluar masuk, djangan besar pasak dari tiang." Pendeknja, sekalian keperluan hidup diadjarkannja belaka kepada gadis itu, sebab ia pertjaja bila Saniah sudah djadi

64 - 62 isteri Nja' Amat, tentu ia akan djadi pemimpin bagi kaum wanita Atjeh, sehingga dapat menjokong maksud suaminja. Semua penduduk Kutaradja memudji usaha isteri engku Suleiman, seorang kaum ibu jang murah hati itu. Akan hal Nja' Amat dengan Saniah, dari sehari kesehari tali pertjintaannja makin bertambah teguh djua. Rasakan ta' dapat diputuskan lagi. Seorang sudah tahu hati dan kehendak seorang. Sesungguhnja telah lajak sekali mereka djadi laki isteri, karena keduanja sehaluan dan sepikiran. Kerap kali mereka itu bertukar-pikiran, memperkatakan peri keadaan jang telah lalu dan jang akan datang, maka kesudahan pertjakapan itu selalu selesai dengan baik dan manis. Dan kerap kali pula mereka pantjing memantjing 'akal budi masing-masing, akan mengetahui, kalau-kalau dalam hati seseorang ada tersembunji suatu muslihat jang lantjung, akan tetapi suatupun tidak didapati oleh keduanja jang akan dapat meng'etjewakan hati masing-masing kelak. Djadi djika mereka kawin dewasa itu, tidak ada lagi halangan dan tjatjat-tjelanja. Dan keduanjapun sudah berharap-harapkan perkawinan itu.

65 ~ 63» X. SEORANG MUDA BANGSAWAN. Kedah Singel (sekarang bernama Djalan Nasional) jaitu djalan dimuka kantor assisten-residen (sekarang kantor polisi Atjeh Besar) dan Javasche Bank (sekarang Bank Negara); disitu ada sebaris rumah sewaan, sebuah didiami oleh seorang muda bangsawan Atjeh. Siapakah bangsawan muda itu? Teuku Banta Raman, jang belum berapa lamanja tinggal di Kutaradja. Ia seorang anak radja (zelfbestuurder) diafdeeling (sekarang disebut kabupaten) Pantai Sebelah Utara Atjeh, ibu negerinja Lho' Seumawe, baru sebulan bekerdja dikantor Gubernur. Dia dikirim oleh assistent-resident kepada Gubernur Atjeh, sebagai hukuman, sebab kelakuannja amat buas dinegerinja. Orang negerinja tiada bersenang hati akan kelakuannja itu dan ajahnjapun bentji akan dia. Akan tetapi ibunja amat sajang kepadanja. Liang mudah didapatnja dari pada ibunja itu, sebab itu maka hidupnjapun amat boros. Selama ia tinggal di Kutaradja, ia amat mandja, karena uang tiada kurang dikirim oleh ibunja dengan tidak diketahui oleh ajahnja, apalagi ia mendapat uang bantuan pula dari Negeri (landschapskas) tiap-tiap bulan. Setiap petang ia berdjalan-djalan sekeliling kota dengan berpakaian jang indah-indah, kadang-kadang sampai ke Peunajong dan Vredespark (Taman Sari sekarang didjalan Radja Umong) dimuka Julianaclub, karena disitu senantiasa banjak anak-anak Eropah laki-laki dan perempuan bermain-main sport, dan muzikpun kerap kali dibunjikan disitu. Adapun park itu disebut orang Melaju Kebun Radja" dan oleh orang Atjeh Radja Umong" artinja radja sawah". Sebabnja disebut orang Atjeh Radja Umong," karena pada zaman dahulu, selagi berdiri keradjaan Atjeh Sri Suithan Iskandar Muda, kalau waktu diperintahkan anak negeri turun kesawah, maka umong itulah dahulu dikerdjakan. Apabila T. B. Raman sudah puas memandang ini dan itu disana, kadang-kadang ia terus pergi berkeliling tanah lapang tempat orang bermain voetbal. Pada sekeliling tanah lapang itu elok pula pemandangan, karena lepas dari Petjoetweg (sekarang bernama djalan Tjut Njak Dhiën) bertemu sebuah simpang djalan dimuka rumah Atjeh, jaitu Atjeh Museum; dimuka rumah itu dipinggir djalan betul ada sebuah lontjeng besar

66 64 =- "KRUëNG TJIDAIH" f*'.j'*>; Sungai Atjeh ditengah-tengah bandar Kutaradja jang mengalir dimuka rumah T. Banta Rahman dan Javabank dulu, sekarang Bank Negara. Nama sungai ini dahulu disebut Kruëng Tjidaih" artinja Sungai jang indah.

67 65 Tjakra Dunia, jaitu lontjeng pusaka keradjaan Atjeh zaman purbakala. Adapun lontjeng itu dahulu tergantung diatas pokok kaju besar dimuka kantor Gubernur. Menurut sedjarah Tjakra Dunia itu satu bingkisan Radja Tjina dipersembahkan kepada Suithan Atjeh. Tiada djauh dari situ ada pula sebuah simpang djalan lagi, dan bila ia mengelok kekiri, nistjaja ia sampai kepanggung gambar hidup dan Atjeh Internaat; kemudian kesimpang kanan melalui halaman sekolah fröbel, Mulo, Kerk ('), rumah assistent-residen t/b., rumah directeur Atjchsche Handel Mij. -sekarang mendjadi rumah kepala D.K.A.) dan terus kedjalan besar Kutaradja Uleëlheuë, kantor dan rumah notaris( 2 ), Didjalan besar itu T. B. Raman dan beberapa orang lain berhenti sebentar akan melihat orang jang tengah bermain voetbal, sebab letak djalan itu lebih tinggi dari tanah lapang tempat main itu, djadi lebih luas pemandangan keseluruh 'pihaknja. Kemudian T. B. Raman terus berdjalan djalan ke Neußu; disana ada pula pemandangan jang sedap, ja'ni pada Kroeëng Daroj jang amat djernih airnja, dan pada sisi Kroeëng itu ada bukit ketjil dari batu (gunungan), buatan zaman dahulu. Bukit: itu dibangunkan oleh Suithan Atjeh Sri Suithan Iskandar Muda dahulu, tempat puteri-puteri mandi. Pada bukit itu ada beberapa kamar ketjil dan tempat langir dan tempat bersandar bagi tuan puteri, terbuat dari batu djuga. Diluar pada kaki bukit itu ada sebuah lesung batu jang besar; chabarnja konon lesung itu tempat menumbuk orang jang berdosa dalam zaman purbakala, waktu keradjaan Atjeh masih kuat. Tiada berapa djauhnja dari bukit itu ada pula sebuah pintu dari batu djua, Pintu Khob" namanja. Kata orang, itulah pintu tuan-tuan puteri hendak masuk kedalam taman sekeliling bukit itu. Disekitar itu ada pula satu tumpukan sawah jang dinamai Putruë Umong, ja'ni, kalau mulai memindahkan benih dari pesemaian kesawah, umong itu dimulai oleh kaum wanita jang dituntun oleh puteri atau permaisuri. Sekarang tanah itu sebahagian mendjadi tempat listrik. Pada hari Ahad banjak orang datang kebukit itu, lebihlebih orang jang baru datang ke Kutaradja dan wanita Atjeh, akan melepaskan nararnja. Dari sana ia terus ke Neusu; disitu ada pula park, didalamnja banjak njonja-njonja dan tuan-tuan serta opsir'- sedang (') Mulo dan Kerk, sekarang mendjadi S.M.P. (-) sekarang mendjadi studio R.R.I.

68 , ; " ; 66 V : '. I,.. is»uni. - T... nil i i. r -. :. /ifc ' '-! ' ' BANGUNAN PURBAKALA Gambar gunungan (Kembang Serodja) Tempat bersalin puteri2 pada tempat permandian dalam taman Sari ditepi Kruëng Daroj (Kutaradja), jang diperbuat oleh Seri Suithan Iskandar Muda untuk Putruë Phang...

69 67 - bermain tennis; itulah tempat bermain tennis jang terbesar di Kutaradja. Sekeliling park itu ada djalan raja dan disebelah djalan itu penuh dengan rumah-rumah opsir. Jang terbesar diantara rumah itu. ialah rumah tuan besar Atjehtram dan rumah kolonel. Sesampainja diudjung Neusu, ia mengelok kekiri lalu sampai kedjalan istana Gubernur. Disisi istana itulah terdiri kantor Gubernur dan dimukanja banjaklah kelihatan makani keluarga Suithan Atjeh. Sampai sekarang makam itu masih didjaga dan dipelihara oleh Negeri. Ditempat istana Gubernur sekarang ini, disitulah istana Suithan Atjeh dahulu dan pekarangan itulah jang disebut orang dahulu Kuta Dalam" atau keraton. Achirnja T. B. Raman sampai ketangsi keraton, kantor pos, Atjehciub (sekarang disebut Balai Teuku Umar) dll. Djika diteruskannja djuga perdjälanannja, iapun sampai kedjembatan Pantaiperak di Kroëng Atjeh, dan terus ke Kuta- 'alam. Kesukaan T. B. Raman itu ialah berdjalan-djalan dan memuaskan hawa-nafsunja sadja. Pekerdjaannja dikantor tidak diperdulikannja, hendak menambah ilmu kepandaianpun seperti pemuda-pemuda teman sedjawatnja, sekali-kali tidak terpikir olehnja. Kebanjakan kawannja petang hari beladjar bahasa Belanda dll., tetapi ia pesiar" sadja. Barangkali pikirnja : Apa gunanja aku bersusah pajah menuntut 'ilmu ini dan itu? Aku anak radja, aku kaja, dan' meskipun aku tidak ber- 'ilmu kepandaian,' nanti aku akan djadi radja djuga! Lebih baik aku bersuka-fia setiap hari, malam menonton gambar hidup atau bangsawan" (toneel) dan senanglah hatiku!" Rupanja ia tidak insaf, bahwa kehidupan didunia ini sebagai roda pedati, berputar, sebentar diatas dan sebentar dibawah. Kekajaan, pangkat boleh hilang dengan sekedjap mata, tetapi 'ilmu kepandaian dibawa mati. Sungguhpun demikian ada djuga suatu sifat jang elok padanja. Ia pandai bertjakap-tjakap, mulu manis dan kutjindan" murah, serta tahu sungguh mengambil hati orang. Pada suatu petang Sabtu orang amat ramai dimuka panggung gambar hidup; rupanja gambar baru ditukar. Orang berebut-rebut membeli kartjis. Kemudian keluarlah seorang budjang dari dalam orang banjak dimuka pintu tempat mendjual kartjis itu, lalu berdjalan menudju arah tiga orang jang tengah berdiri dibawah tonggak lentera, dihadapan panggung itu. Ketiganja jaitu seorang laki-laki dan dua orang wanita. Ini, engku," kata bundjang itu sambil memberikan tiga helai kartjis kepada tangan laki-laki itu, susah betul membeli kartjis, sebab orang ramai betul."

70 68 Setelah kartjis itu diterima oleh orang itu, diadjaknjalah kedua wanita itu masuk kedalam panggung. Tiada berapa lama antaranja gambarpun mulai bermain. Waktu berhenti sebentar (pauze) dan lampu sudah terang, kelihatanlah seorang pemuda melajangkan matanja kemana-mana. Kebetulan tiada djauh dari padanja tampaklah olehnja seorang gadis remadja duduk diantara seorang lakilaki dan wanita. Astaga!" kata pemuda itu ketika kelihatan olehnja wadjah gadis itu, alangkah tjantiknja anak itu siapakah dia? hm, itulah jang kutjari-tjari." Sesungguhnja pemuda itu tidak lain dari T. B. Raman dan gadis itu Sitti Saniah, jang menonton bersama-sama dengan engku Suleiman dan isterinja. Semendjak itu T. B. Raman sudah lekat hatinja kepada gadis itu. Memang djangankan orang mata kerandjang" seperti anak muda itu, sedangkan orang lainpun lekas menaruh hati kepada gadis jang molek itu. Dengan beberapa tipu daja achirnja T. B. Raman dapat bertandang kerumah Sitti Saniah dan berkenalan, dengan ajahnja. Kita tahu sudah, bahwa T. B. Raman pandai sekali mengambil hati orang, lebih-lebih orang tua kaum kuno. Ia selalu berkata merendahkan diri. Dengan ajah Sitti Saniahpun demikian djuga, ta' lupa ia meninggikan daradjat orang tua jang tinggi hati dan sombong itu. Karena manisnja tjakap T. B. Raman itu, ajah Sitti Saniah lekas pertjaja kepadanja dan ta' segan ia lagi menanjakan asal-usul pemuda itu. Sekalian pertanjaan itu didjawab oleh T. B. Raman dengan lemah lembut dan manis. Katanja, orang tuanja seorang uleëbalang (zelfbestuurder) pada suatu negeri diafdeeling (kebupaten) Pantai Sebelah Utara dan dia datang ke Kutaradja karena dikirim oleh assistent-residen Lho' Seumawe akan beladjar tentang perkara pemerintahan negeri, supaja ia djangan tjanggung mendjalankan pekerdjaannja kelak, bila ia sudah diangkat djadi zelfbestuurder menggantikan ajahnja jang telah tua. Demi didengar ajah Sitti Saniah keterangan itu, iapun bertambah hormat kepada T. B. Raman. Katanja, ia kenal akan ajah orang muda itu, ja'ni waktu ia sama-sama muda belum kawin. Dahulu ia merantau ke Pasai beberapa tahun lamanja. Sjukurlah," kata ajah Sitti Saniah kemudian, sudah berkenalan pula dengan T. B. Raman. Saja berharap, supaja T. B. Raman suka kerap kali datang kemari dan hendaklah

71 - 69 teuku pandang rumah saja ini sebagai rumah ajah teuku sendiri. Tambahan pula, bila teuku berkirim surat kepada beliau, djangan lupa menumpangkan salam saja." Didalam hati T. B. Raman : Inilah suatu djalan jang baik bagiku akan menjampaikan maksudku!" Sementara itu nasi dihidangkan oranglah dihadapan mereka itu. Maka keduanjapun makan dengan sedap sambil bertjakap-tjakap djua ta' berkeputusan, sebagai dua orang jang sudah bersahabat karib lajaknja.

72 70 ~ XI. PENGARUH PEREMPUAN TUA. T EUKU Banta Raman sesudah pulang dari rumah orang tua Sitti Saniah. Hatinja senang sekali rupanja dan pengharapannja sudah timbul akan dapat memetik bunga djeumpa Atjeh itu. Maka iapun berusaha mentjahari seorang kenalan jang berdekatan rumah dengan Sitti Saniah. Ja, karena pengaruh uang, dengan segera ia sudah dapat berkenalan dengan bapa ketjil Sitti Saniah, sehingga persahabatannja dengan bapa gadis itu bertambah karib djua. Kemudian ditjarinja djalan akan menunang Sitti Saniah, lalu ditjobanja minta tolong kepada beberapa orang sahabatnja; tetapi mereka itu memberi nasihat kepadanja, supaja maksudnja itu djangan diteruskannja, karena gadis itu sudah bertunangan dengan Nja' Amat. Akan tetapi nasihat itu tiada diindahkan oleh T. B. Raman. Ia berichtiar djua mentjari seorang utusan, seulangké, (') kata orang Atjeh. Achirnja dapatlah ia berkenalan dengan seorang wanita tua, Ma' Limah namanja, jang tinggal dikampung Keudah. Adapun wanita itu pandai dan telah biasa djadi seulangké, sehingga ia telah diberi orang nama Nenek Kebajan". Pada suatu hari dia dipanggil oleh T. B. Raman datang kerumahnja. Mula-mula mereka itu bertjakap-tjakap tentang ini dan itu sadja, jaitu akan berkenal-kenalan. Ma ' Limah menanjakan asal-usul T. B. Raman, lalu diterangkannja sebagai jang diterangkan kepada ajah Sitti Saniah djuga, sehingga wanita itu djadi bertambah hormat kepadanja dipandangnja seperti seorang radja muda. Achirnja Ma' Limah bertanja kepada T. B. Raman, mengapa Tjutnjak, ( 2 ) (isteri T. B. Raman) tiada dibawa bersama-sama ke Kutaradja. Sedjurus lamanja T. B. Raman berdiam diri. Kemudian ia tersenjum dan berkata dalam hatinja : Ini suatu djalan pula akan menjampaikan maksudku." Setelah itu maka katanja: Aku belum beristeri lagi." Belum kawin?" tanja Ma' Limah dengan heran. Ja, Ma', saja belum kawin." ( x ) Selangké = Utusan kawin. f' 2 ) Tjutnjak = Panggilan orang Atjeh kepada isteri orang bangsawan.

73 ~ 71 - Barangkah sudah bertunangan?" ; Bèlum djuga, Ma' ". ' 1 Ah, mana boleh!" Betul, Ma', dahulu ajah saja sudah berniat hendak mempertunangkan saja, tetapi saja tidak mau, sebab itu sampai sekarang ini saja belum bertunangan lagi." Mengapa Ampon ( 3 ) ta' mau?" tanja Ma' Limah pula. Sebab tidak setudju dengan maksud saja." Tidak setudju? Tetapi bukantah kemauan orang tua tidak boleh ditolak?" Ja, Ma' mesti begitu, zaman sekarang tidak sama lagi dengan zaman dahulu; sebab itu bila ada suatu 'adat lama jang saja rasa kurang baik, mesti saja ubah dan jang baik mesti saja pegang keras. 'Adat kawin tjara lama itu, saja tidak suka sekali-kali." Ja, demikianlah kehendak orang muda-muda sekarang ini. Kalau anak sudah diserahkan kesekolah, ia sudah berani membantah segala aturan orang tuanja. Akan tetapi bagaimana jang setudju pada Ampon?" Dalam perkara kawin saja djangan dipaksa, mesti kawin dengan wanita jang berkenan dengan orang tuaku sadja; tidak, saja ta' mau begitu supaja djangan mendatangkan tjedera kemudian hari." Mana boleh, Ampon! Orang tua bukantah sudah tjukup pikirnja dan pilihnja pada orang jang akan djadi menantunja; sebelum anak itu dipinangnja, sudah disuruhnja lihat dahulu dalam kitab bintang laki-laki dan wanita;" Hitungan itu tidak betul sekali-kali, bukan seperti hitungan = 10, hanja suatu kepertjajaan sadja. Lihatlah, Ma', berapa banjaknja anak muda jang baru beberapa bulan sadja kawin, sudah bertjerai, meskipun sudah dilihat bintangnja." Ja, Ampon, anak-anak muda sekarang lain sekali dengan kami orang dahulu; kami ta' pernah melawan perintah orang tua. Anak muda sekarang suka kawin dengan wanita jang berkenan pada hatinja sadja, walau wanita jang diperolehnja ditengah djalan c sekalipun, tidak pilih bangsa dan perangai, malah menurut hawa-nafsu sadja." O, Ma', djancjan berkata begitu, sajapun tidak setudju dengan alasan jang Ma'' undj,ukkan itu." >:. Habis bagaimana lagi?" Begini, kalau 'saja akan dikawinkan, 'hendaklah orang tua saja bertanja' atau bermupakat' dengan' saja'dahulu, suka- ( :! ) Ampon = Panggifâri orang Atjeh kepada orang bangsawan.

74 kah saja kawin dengan gadis itu atau tidak. Bila saja tidak suka, djangan dipaksa, sebab kawin itu ialah tali jang memperhubungkan manusia, agar supaja hidup rukun dan damai dari dunia sampai keachirat." Ah, Ampon pandai benar menangkis perkataan orang; sesungguhnja pemuda zaman sekarang suka sekali berda'wa dengan orang tua." Kalau begitu sudahlah, Ma' djangan lagi kita bertjakaptjakap tentang perkara itu; biarlah kita bitjarakan maksud lain dan minumlah dahulu kopi itu, supaja -djangan dingin," kata T. B. Raman dengan manis. Djika didengar dan dip<>-'-atikan dengan sekedjap sadja pertjakapan T. B. Raman dengan Ma' Limah, seperti tersebut diatas ini, baik betul tjita-tjita orang muda, bukan? Seolaholah ia scbenarnja bermaksud hendak menghilangkan 'adat kawin tjara lama dan mengganti dengan 'adat baru, jang setudju dengan keadaan zaman. Akan tetapi sesungguhnjakah demikian tjita-tjitanja? Bukantah perkataan jang mulia dan berharga itu dipakainja tjuma akan djadi sendjata sadja, akan memuaskan hawa-nafsunja? Bukantah mulutnja berlain dengan hatinja, theorie berlain dengan praktijk? Akan kita lihat kelak. Bahwasanja kata-katanja jang amat manis itu dipergunakannja akan pemikat hati seseorang jang kurang pikir. Ingatlah, buah jang manis itu biasanja berulat. Sementara Ma' Limah minum kopi, T. B. Raman bertanja kepadanja dengan lemah lembut : Ma', adakah pernah Ma' pergi ke Meureuduati?" Kerap kali saja pergi kesana, tetapi mengapa Ampon bertanja demikian?" kata wanita tua itu dengan agak tercengang. Bukan karena apa-apa, hanja saja hendak minta tolong pada Ma', itupun djika ta'kan djadi keberatan kepada Ma'." Mengapa?" Kenalkah Ma' akan Sitti Saniah dan orang tuanja?" Ha, ha, ha ", tertawa Ma' Limah serta bertanja : Mengapa Ampon bertanjakan orang itu?" Begini, Ma'," djawab T. B. Raman dengan agak muram mukanja sedikit, sebab mendengar tertawa wanita itu; akan tetapi ia segera tersenjum dan berkata dengan terus terang, sesungguhnja saja hendak minta tolong kepada Ma'." Itukah maksud Ampon memanggil saja?"

75 Ja, sebab rasanja tidak ada orang lain jang dapat menolong saja dalam hal ini; apalagi saja berasa malu, kalau hal ini diketahui orang lain." Tjobalah Ampôn tjeriterakan hal itu!" Dari pada segala perkataan saja tadi barangkali Ma' ma'lum sudah, bahwa saja bermaksud hendak kawin disini. Sudah saja lihat beberapa qadis di Kutaradja. tjuma seorang sadja jang berkenan pada hati saja, jaitu Sitti Saniah." Sitti Saniah, gadis jang manis itu?" Ja, Ma', sesungguhnja dialah." Ah, pandai betul Ampôn memilih; tetapi bagaimana Ampon hendak kawin dengan dia, nanti ajah dan bunda Ampon marah." Tidak, djangan kuatir, Ma', ajah dan bunda saja ta'kan murka, asal saja djangan kawin dengan sembarang wanita sadja." Ja, Ampôn, meskipun saja me:nudji keelokan dan tingkah laku gadis itu, tetapi maksud Ampôn hendak kawin dengan dia sia-sia sadja." Mengapa Ma' berkata begitu?" Karena ada halangannja." Pertama sedjak dahulu sudah banjak pemuda meminang dia, tetapi sekaliannja ditolak oleh orang tuanja, dan kedua dalam beberapa bulan jang achir ini Sitti Saniah telah bertunangan dengan seorang pemuda, Nja' Amat namanja. Djadi Ampôn terlambat sudah. Kalau dari dahulu Ampôn meminang gadis itu, saja berani bertaruh, Ampôn mesti mendapatnja, karena saja tahu betul hati orang tua Sitti Saniah, mereka suka sekali anaknja djadi isteri orang bangsawan." Saja tahu sudah, Ma', dan perkara itu sudah saja periksa lebih landjut." Sudah diperiksa bagaimana, Ampôn?" Pertunangan itu belum kuat betul lagi, hanja baru ranub kông haba sadja, belum nikah, djadi ada djalan akan menolaknja dengan mudah." Ja, tetapi itu 'kan ta' baik?" Mengapa tidak baik, bukantah banjak orang jang berbuat begitu?" Ada, tetapi dalam hal ini tidak baik, lagipun amat susah, sebab Sitti Saniah sendiri suka sekali kawin dengan Nja' Amat, dan tidak lama lagi perkawinan mereka akan dilangsungkan."

76 Li 1 R Atjeh Hotel di Kutaradja.. ' l ' ' ' '

77 Ja, Ma', Sitti Saniah tentu sadja suka menerima segala kehendak ibu bapanja; dari itu orang tua itu harus kita gosok sedikit, supaja diputuskannja pertalian itu." Ah, Ampôn, kasihan; tambahan pula kalau tidak lulus permintaan Ampôn, tentu Ampôn djadi malu kelak." Apa malu, bukantah bisa djuga orang berbuat begitu?" Ja, ada, tetapi djangan merusakkan kesenangan orang lain; kalau Ampôn suka, biarlah saja tjari jang lain." Jang lain saja tidak suka, saja tjuma berkehendak gadis itu, sebab itu tolonglah, saja, Ma'. Saja rasa mesti permintaan saja diluluskan oleh orang tuanja, sebab mereka kenal pada saja; apalagi dalam beberapa pekan ini saja sudah bersahabat karib dengan bapa ketjil Saniah. Kita harus -membudjuk orang tuanja, terutama ibunja. Ma' katakan kepada mereka itu, bahwa saja suka sekali kawin dengan Sitti Saniah, sebab ia terpeladjar dan sudah pandai menjelenggarakan rumah tangga. Bila saja telah mendjadi uleëbalang kelak, tentu banjak njonja-njonja dan tuan-tuan datang kerumah saja, sebab itu saja perlu mempunjai isteri jang pandai, pandai menerima tamu dll. Kalau tidak, tentu saja malu. Jang akan dapat menutup malu saja itu, saja lihat, hanja Sitti Saniah sendiri sadja. Tambahan pula kalau kami sudah mempunjai auto, nistjaja kami tiap-tiap malam Ahad akan pergi mengundjungi rumah tuan-tuan dan njonja-njonja di Lho' Seumawe atau ditempai lain. Sekalian perkara itu boleh Ma' terangkan kepada orang tua gadis itu, ataupun kepadanja sendiri.", Ja Ampon, saja bukan memudji diri, dalam perkara seperti itu saja pandai sekali, tetapi perminraan Ampôn sangat susah bagi saja.",,ma' djangan pikir pandjang lagi, tolonglah saja! Tjoba Ma' berichtiar seperti saja terangkan tadi itu, baik buruknja kembali atas diri saja, asal gadis itu dapat saja kawini. Suruh sadja orang tuanja mengembalikan ranub kông haba" Nja' Amat, segala kerugian itu. saja ganti kelak." Begini, Ampôn!" Bagaimana? Tjoba tjeriterakan, Ma'!" Baiklah kita tjari seorang laki-laki jang pandai dalam hal itu, akan membudjuk ajah gadis itu, dan saja sendiri akan berusaha meraju-raju hati ibunja." O itu 'akal jang baik. djuga, tetapi dimana kita.tjari orang itu?" -,. Ampôn djangan susah,. dikampung Keudah dekat i rumah saja ada seorang laki-laki jang pandai dan sudah biasa- djadi seulangké bagi orang bertunangan atau kawin." Siapa nama orang itu?" -'= -

78 - 76 Leubê (') Léman." Boleh saja bawa dia kemari." O, bagus betul, bila Ma' bawa dia kemari?" Malam nanti! Dan sekarang biarlah saja tjari dia dahulu." Baiklah, saja berharap sungguh, Ma'!" Sebentar itu djua lontjengpun berbunji empat kali, 'alamat hari sudah pukul empat petang, lalu Ma' Limah pulang dan T. B. Raman memberikan uang kertas ƒ 10. ketangannja, serta berkata : Inilah, Ma', akan ongkos kahar sedikit." Terima kasih banjak, Ampôn, tetapi mengapa sebanjak ini benar ongkos kahar?" Terima sadjalah, Ma', akan pembeli sirih djuga." Ma' Limah mentjium tangan T.B. Raman, lalu berdjalan pulang. Sesampainja di Kampung Keudah, dengan segera ditjarinja Leubê Léman dan setelah bertemu, dikatakannjalah segala maksud itu. Maka keduanjapun berdjandji akan datang bersama-sama kerumah T. B. Raman pukul 7 malam kelak. Kebetulan pada waktu jang tersebut Ma' Limah serta Leubê Léman telah hadhir duduk dekat medja dirumah T. B. Raman. Malam itu T. B. Raman tidak berdjalan kemana-mana, sebab ia menantikan kedua mereka itu. Setelah ketiganja duduk, djongospun datang membawa kopi dan kuè-kuè dalam belik. Selagi minum T. B. Raman menjatakan maksudnja kepada Leubê Léman itu. Beberapa djam lamanja mereka duduk berbitjara disitu, masing-masing mengeluarkan pikirannja akan menolong T. B. Raman. Achirnja orang itu berdjandji, akan pergi keesokan harinja kerumah ajah Sitti Saniah; sesudah itu, apa-apa chabar jang didengar dan diperolehnja akan disampaikannja kepada T. B. Raman. Dan Ma' Limahpun berusaha akan membudjuk-budjuk ibu Sitti Saniah. Pukul 9 malam kedua orang itu bermohon pulang, dan masing-masing mendapat pula dari T. B. Raman uang ƒ 10. Tentu sadja Ma' Limah amat besar hatinja, karena dalam sehari semalam sadja sudah mendapat uang dua kali sebanjak itu. Keesokan harinja Leubê Léman datang kerumah ajah Sitti Saniah. duduk diserambi muka dan bertjakap-tjakap berbisik-bisik dengan orang tua itu. Dua djam lamanja Leubê Léman berbitjara dengan ajah Sitti Saniah. sekalian keadaan dan kehendak T. B. Raman diterangkannja belaka, maka achirnja orang tua itupun minta (') Lobai.

79 tangguh 7 hari akan mendjawab dan memberi keputusan, karena ia hendak berpikir dan bermupakat dahulu dengan isterinja. Permintaan itu dikabulkan oleh Leubê Léman, dan iapun pulang kerumah T. B. Raman akan mengchabarkan segala hasil kerdjanja itu. Tiga hari sesudah itu Ma' Limah datang pula kerumah gadis itu. Waktu itu Sitti Saniah sudah pergi kerumah engku Suleiman, sebab itu mudahlah Ma' Limah bertjakap-tjakap dengan ibunja. Mula-mula Ma' Limah berkata begini begitu sadja, seolah-olah akan pembuka bitjara, kemudian baru ditanjakannja bilakah akan dilangsungkan perkawinan Sitti Saniah dengan Nja' Amat. Udjarnja pula : Djangan ditunggu lebih lama lagi, karena Sitti Saniah sudah besar. Tidak baik memelihara anak gadis terlalu besar, karena malu kepada orang banjak. Menurut 'adat, anak jang sebesar Sitti Saniah itu sudah bersuami." Ja, Ma'," kata ibu Sitti Saniah, kami djuga telah bersiap akan melangsungkan perkawinan itu, tetapi tiba-tiba sekarang kami sudah ragu pula." Ragu bagaimana?" tanja Ma' Limah dengan pura-pura heran. Bagaimana ta'kan ragu," djawab ibu Saniah dengan menarik napas pandjang. Tjoba Ma' pikir, sekarang sudah ada pula orang lain meminang anak kami itu akan tetapi ini masih rahsia, djangan Ma' chabarkan dahulu kepada orang lain." Tentu tidak, tetapi siapa orang itu?" Seorang anak uleëbalang, T. B. Raman namanja." T. B. Raman, orang muda jang baik itu?" Kenalkah Ma' kepadanja?", Kenal nama dan rupa sadja, sebab ia atjap kali datang kerumah Nja' Tjoet." *) Bagaimana rupanja?" Rupanja tjakap!" Mana jang elok dengan Nja' Amat?" Tentang perkara rupa ta' dapat kita katakan, mana jang elok dan mana jang buruk, tetapi T. B. Raman anak uleëbalang, djadi tentu sadja ia kaja. Ah, ada sadja pemuda jang meminang Sitti Saniah; sungguh, kalau ada bunga jang harum', nistjaja banjak kumbang jang datang." Kedua orang itu tersenjum. *) Nja' Tjut dimasa itu mendjadi sehoolopsiner, sekarang berada dipulau Penang.

80 - 78,,Ja, Ma'," kata ibu Saniah pula; sekarang amat susah kami memikirkan hal' itu." i ~ nr Susah bagaimana pula? Ambil sâdja mana jang elok, buang jang-buruk,.-.habis perkara." Itulah jang sedang kami pikirkan sekarang ini." ' Demi didengar Ma' Limah perkataan demikian itu, iapun berpikir sedjurus. Ha, alangkah baik sekali ini. Rasakan mengena djcratku." Setelah itu ia berkata kuat-kuat, udjarnja : Bolehkah saja tjampur mulut dalam perkara ini? Kalau baik perkataan saja, boleh dipakai; kalau buruk, boleh dibuang sadja." Bagaimana bitjara Ma'? Tjobalah katakan." Saja rasa, lebih baik diterima permintaan anak radja itu." Mengapa Ma' berkata begitu?" Ja, tjoba pikir, kita mesti mentjari menantu diantara orang baik-baik jang kaja. Ja, lebih baik lagi, kalau mendapat orang bangsawan, sebagai T. B. Raman itu." Ja, Ma', Nja' Amatpun orang baik-baik djuga. Apalagi perangainja baik benar dan ia makan gadji pada Kompeni ( 1 ), gadjinja besar." Benar, akan tetapi ibu Saniah djangan' lupa, T. B. Raman anak uleëbalang jang kaja dan gadjinjapun lebih besar dari gadji Nja' Amat. Rumahnja besar, sawahnja luas, sapi dan kerbaunja banjak. Bila ia sudah djadi uleëbalang, barangkali dibelinja auto; dan sekaliannja untung bagus bagi Sitti Saniah, bukan? Tambahan pula, ibu Saniah mesti ingat waktu jang akan datang. Kalau kita beroleh kesusahan, tentu ia dapat menolong kita. Dan kalau nasib Sitti Saniah, baik ia beranak laki-laki, maka anaknja itu nistjaja kemudian diangkat djadi uleëbalang. Tidak sukakah ibu Saniah melihat tjutju djadi radja?" Itu benar sekali, Ma'," kata ibu Sitti Saniah. Kalau begitu, biarlah saja bcrmupakat sekali lagi dengan ajahnja malam kelak. Akan tetapi bagaimana dengan Nja' Amat?" tanjanja pula dengan agak kuatir sedikit. Itu perkara ketjil, bukantah Nja' Amat belum nikah lagi dengan Sitti Saniah?" Belum, baru ranub kông haba" sadja." Nah, mudah sekali! Barangkali ibu Saniah masih ingat perkara anak Nja' Berahim dengan anak Teuku Daud. Bukantah tandanja sudah dikembalikan pula? Kembalikan sadja tanda Nja' Amat itu, biar rugi sedikit, djangan takut, asal anak kita akan dapat berbahagia kelak. Saja tidak berbuat fitnah sekali-kali dan tidak pula hendak membusukkan Nja' Amat. Sesungguhnja kelakuan (') Kompeni = Gubernemen.

81 79... «, BARANG ANTIK Tali pinggang, tjapëng taluë keu-iëng, perhiasan laki2, wanita, dan kanak2. Serapi permainan kanak2, keris dan sawot bertatahkan emas. KETERANGAN GAMBAR : 1. Keu tab lheë lapeih. 2. Taluë Keu-iëng meupalet. 3. Taluë. Keu-iëng ro meukawet. 4. dan 5. Taluë keuiëng meuboh rhu dan 8. Taluë keu-iëng uleë sipot. 9. Bungong antingj. 10. Bungong Sunting. 11. Tjaping taluë keuiëng agam. 12. Taluë djaruë rhu. 13. Taluë peuning. 14. Boh Agok. 15. Tjeukam Sanguj. 16. Kreh meutampok. 17. Peurawot Meuputjok. 18. Gukeë Rimung. 19. Keupak Badjeë.

82 pemuda itu amat baik, akan karena mengingat nasib Saniah kemudian hari, saja terpaksa berkata demikian.",,baik betul nasihat Ma' itu, nanti saja katakan sekaliannja kepada ajah Saniah." Baiklah hari sudah hampir malam, saja hendak pulang." Tidak sukakah Ma' bermalam disini?" Tidak, nanti sadjalah, sebab sekarang ta' ada orang dirumah." Setelah itu Ma' Limahpun keluar dari rumah Sitti Saniah, tetapi bukan terus pulang kerumahnja, hanja kerumah T. B. Raman. Baru sadja ia datang. T. B. Raman sudah bertanja kepadanja. Bukan buatan besar hati orang muda itu mendengar tipu muslihat nenek kebajan" itu. Sebab, sekalian pertjakapannja dengan ibu Saniah itu ditjeriterakannja belaka kepada laki-laki jang ta' berbudi itu. Serasa burung nuri" itu sudah ada dalam sangkarnja. Pukul delapan malam setelah menerima uang sirih pula dari T. B. Raman, Ma' Limahpun pulanglah kerumahnja-.

83 81 - S XII. IBU DAN BAPA BERMUFAKAT. EGALA perkataan Ma' Limah itu sangat termakan dalam hati ibu Saniah. Ia tidak suka lagi akan bermenantukan Nja' Amat, sebab pikirannja sudah beralih terhadap kepada T. B. Raman semata-mata. Djika Sitti Saniah telah kawin dengan anak radja itu, nistjaja ia ta'kan dipanggilkan orang sitti" lagi, melainkan tjutnjak", dan anaknja mesti djadi radja kelak. Sesungguhnja tjita-tjitanja sedjak dahulupun demikian djuga, ja'ni akan mentjari menantu seorang bangsawan jang kaja. Sementara menanti kedatangan suaminja dari Uleëlheuë, pikirannja sudah melajang kepada masa jang akan datang, masa Sitti Saniah berbahagia - bersuamikan seorang uleëbalang. Sungguh, ingatannja sudah terharu-biru oleh setan jang dibawa oleh Ma' Limah. Kira-kira pukul sepuluh malam bapa Saniah pulang. Dengan segera anak gadis itu menjediakan nasi untuknja. Akan tetapi bapanja ta' hendak makan, sebab, katanja, ia sudah makan dirumah saudaranja. Anak gadis itu disuruhnja tidur beserta dengan kakaknja, dan iapun mulai bertjakap-tjakap dengan isterinja. Bermula ibu Saniah bertanja kepada suaminja, bagaimana pikiran kaum keluarganja di Uleëlheuë tentang permintaan T. B. Raman itu. Sesungguhnja," kata ajah Sitti Saniah dengan perlahanlahan, orang disana berharap benar-benar, supaja pertalian anak kita dengan pemuda itu.djangan diputuskan. Akan tetapi djika kita hendak memutuskan djuga, mereka ta' dapat berkata apaapa, ta'kan berketjil hati. Hanja katanja, hendaklah kita periksa lebih dahulu asal-usul T. B. Raman itu. Ia merantau kemari, djadi djangan-djangan kita terperdaja kelak.",,ja, itu benar djuga," kata ibu Sitti Saniah, tetapi kakanda bukantah kenal orang tua T. B. Raman?" Kalau betul keterangan pemuda itu ja, kenal. Akan tetapi siapa tahu, barangkali ia berdusta atau menipu?" Saja rasa, keterangannja itu benar sekali," djawab ibu Sitti Saniah. Bagaimana adinda tahu?" Saja sudah bertanja kepada Ma' Limah, dan ia kenal akan T- B- Raman, sebab pemuda itu kerap kali datang kerumah Nja'

84 82 Tjut." Bekas le Secretaris Hoofdbestuur Vcrceniging Atjeli (VA.). Kalau benar demikian, baiklah. Akan tetapi kita harus berpikir dengan seksama tentang perkara jang sudah dilangsungkan dengan Nja' Amat." Ah, itu mudah sekali, sebab Nja' Amat belum nikah dengan anak kita lagi. Djadi tandanja boleh kita tolak sadja." Ja, akan menolak tanda itu sesungguhnja tidak sukar, adinda, tetapi adinda mesti ingat perkara jang akan timbul kemudian hari. Siapa tahu, barangkali Nja' Amat mengadukan kita kepada hakim, sebab kita memberi malu kepadanja. Ia amat pandai dan orang sajang kepadanja." Masakan berani ia mengadukan kita! Dan djika diadukannja djua, ia ta'kan menang. Ingat sadjalah perkara anak Nja' Berahim dengan anak T. Daud. Bukantah T. Daud kalah? Tambahan pula, kita tidak memberi malu kepada Nja' Amat, sebab hal jang demikian bukantah sudah biasa dilakukan orang? Dan kita sendiripun ta'kan pula beroleh malu karena itu. Sebab, sudah biasa djuga orang membuang batu, djika akan mendapat intan. Saja rasa, ta'kan ada orang mentjela kita,'melain banjak jang akan memudji, karena anak kita akan kawin dengan anak radja." Ja, adinda, djanganlah kita memandang begitu sadja. Kita harus ingat djuga akan perhubungan kita dengan engku Suleiman laki isteri, jang telah amat banjak berbuat kebadjikan bagi anak kita. Lain dari pada itu wadjib kita ingat pula, betapa pertalian.saniah dengan Nja' Amat sekarang ini." Saja tidak bermaksud hendak melupakan atau menghilangkan budi baik orang kepada kita, sekali-kali tidak. Akan tetapi orang lain ta' usah tjampur dalam perkara kita sendiri. Anak kita tanggungan kita sendiri, bukan tanggungan orang lain. Kita boleh minta timbangan kepada orang lain, kalau baik timbangannia itu dan sesuai dengan pikiran kita sendiri, kita pakai; diika tidak, kita buang. Tentu sadja engku Suleiman suka kepada Nja' Amat, sebab kawannja. Akan tetapi ia tidak peduli elok buruk nasib anak kita achir kelaknja. Akan hal Saniah dengan Nia' Amat sekarang ini, tentang perkara itu ta' usah kita kuatir. Saniah masih dalam kuasa kita, lagi pula bathinnja ia lebih suka bersuamikan seorang radja, sebab ia sendiri akan beroleh kemuliaan kelak, ja'ni djadi permaisuri. Ta' usah kita lalai dan lengah lagi, kembalikan sadia ranub kông haba" Nja' Amat itu dan terima permintaan T. B. Raman, habis perkara. Saja ingin sekali melihat tjutju saja djadi radja, pusaka ajahnja," kata ibu Sitti Saniah dengan gembira.

85 - 83 ~ Ha, ha, ha," tertawa ajah Saniah dengan suram, adinda harus berpikir baik-baik dahulu, supaja djangan mcnjesal kemudian. Saja rasa, Nja' Amat itu sebanding dengan anak kita. Baik tentang^ rupa, baik tentang kepandaian d.u. Tilik anak, pandang menantu, kata orang. Djangan kita terlalu menengadah kelangit supaja mata kita djangan silau kelak. Tentang perkara tjutju kita akan djadi radja itu sekaliannja menurut takdir a Jlah, adinda! Sebab itu saja katakan sekali lagi, pikirlah dahulu baik-baik, supaja kemudian djangan terdjadi seperti peribahasa ini : Harapkan guntur dilangit, air ditempajan ditjurahkan." Ah," kata ibu Saniah dengan agak marah, apa pula jang akan dipikirkan lagi! Apa jang akan diharapkan pada Nja' Amat itu, orang makan gadji. Meskipun gadjinja besar, ta'kan djuga tjukup; djangan kata, berlebih djika tidak ada harta pusaka dari orang tuanja. Lihatlah, berapa banjaknja orang kita jang bergadji besar sekarang ini, tetapi apa jang ada padanja? Lagaknja betul keras, pakai badju djas dan pantalon, berdasi atau tali leher, akan tetapi sakunja kosong. Habis bulan, habis gadji, dan kadang-kadang berhutang pula dimana-mana. Hutangnja sebelit pinggang, kata orang. Sesenpun ta' ada uang jang disimpannja. Kalau ia meninggal kelak, maka pusaka jang diterima anaknja tidak lain dari pada sepatu buruk dan dasi jang telah tua. Harta sawah, kebun dll, tidak ada padanja, achirnja anak tjutjunja melarat dan sengsara betul. Pendeknja kehidupan kita jang ta' makan gadji ini lebih senang dari pada kehidupan mereka itu." Demi didengar ajah Saniah perkataan isterinja demikian, iapun ta' suka membantah lagi. Bukan karena ia telah setudju dengan buah pikiran isterinja itu, tidak, melainkan karena terpikir olehnja : niat isterinja itu tidak dapat dibantah lagi. Makin dibantah, makin kuat. Oleh sebab itu iapun bertanja demikian sadja : Djadi sekarang bagaimana pikiran adinda? Akan kita tolakkah tanda Nja' Amat?" Lebih baik begitu. Sekarang mari kita panggil Leubê Léman dan kita chabarkan kepadanja, bahwa permintaan T. B. Raman kita terima sudah." Djangan terlampau tergesa-gesa, adinda, supaj'a kita djangan dapat malu kelak," kata ajah gadis itu. Djadi bagaimana?" tanja isterinja. Lebih baik kita panggil orang tua-tua datang kerumah kita dahulu, akan bertanja, bagaimana perkara itu harus dilakukan. Setelah itu, barulah kita beri chabar jang pasti kepada T. B. Raman." Baiklah, malam besok kita panggil orang tua-tua kemari dan kita chanduri sedikit."

86 (84 r- Pada keesokan inalamnja, sesudah sembahjang magrib, datanglah sekalian orang jang dipanggil kerumah orang tua Sitti Saniah. Mula-mula mereka itu duduk mendo'a, kemudian makan. Setelah selesai dari pada makan itu, ibu Sitti Saniahpun mentjeriterakan segala maksudnja dari permulaannja sampai 'kepada achirnja; setelah itu dimintanjalah timbangan kepada mereka masing-masing. Lama sekali mereka memikirkan dan mempertimbangkan perkara itu. Achirnja sekalian jang hadir itu, baik orang lain, baik keluarganja sendiri, membantah maksud ibu Saniah belaka. Mereka itu lebih suka kepada Nja' Amat dari pada T. B. Raman, jang belum dikenal itu. Akan ajah Saniah, ia ta' dapat bertentangan dengan isteri- Akan tetapi segala timbangan dan pikiran mereka itu tidak berfaedah kepada ibu Saniah. Rupanja hatinja sudah tjenderung kepada T. B. Raman, anak radja itu, sudah patah batu" terhadap 'kepada Nja' Amat, orang makan gadji dan orang kebanjakan sadja itu. nja. Ia tahu, djika ia berkeras membantah, djua, nistjaja pertjampurannja dengan isterinja ta'kan baik lagi. Oleh sebab itu iapun terpaksa berdiam diri sadja. Apalagi perkara mengawinkan anak, sekaliannja tergenggam dalam tangan wanita; djadi ibu Saniah itu jang berkuasa. Tentu sadja orang lain lebih-lebih ta' dapat berkata apaapa lagi. Djadi tetap sudah, ibu Saniah akan menerima T. B. Raman akan djadi menantunja. Maka ibu Saniah bertanja pula, bagaimana menurut 'adat atau hukum sjari'at mengembalikan tanda bertunangan (ranub kông haba) itu? Salahkah pekerdjaan itu pada 'adat atau hukum sjari'at?" Kata seorang jang tertua : Pada hukum sjari'at tidak ada salahnja, sebab Nja' Amat belum nikah dengan Sitti Saniah lagi." Pada 'adat?" Tanja ibu Saniah dengan gembira. Adat jaitu masuk bilangan aturan jang diperbuat orang, akan mentjari kesentosaan dan keamanan dalam negeri. Tanda atau ranub kông haba itu 'adat jang lazim bagi kita bangsa Atjeh, akan menguatkan perdjandjian kawin." Kalau begitu, ranub kông haba itu boleh ditolak?" Tanja ibu Saniah, sebab ia hanja suatu aturan jang diperbuat sadja, bukan hukum". Boleh", djawab orang tua itu, akan tetapi ditolak dengan 'adat pula." Bagaimana ditolak dengan 'adat?" Djika kita hendak menolak ranub kông haba seseorang, le-

87 m 85 «bih dahulu harus kita taksir harga tanda itu; kemudian baru tanda itu dikembalikan kepada orang itu ditambah dengan uang sebanjak taksiran tadi. Umpamanja : Djika barang itu berharga ƒ 100,, maka benda itu dikembalikan kepadanja beserta uann ƒ 100,- lagi." Apa sebabnja djadi demikian?" Tanja seorang keluarga Sitci Saniah. Ja, sudah didjadikan 'adat demikian," djawab orang tua itu. Sebagai saja katakan tadi : 'Adat itu aturan dalam negeri (tempat). Kalau tidak ada 'adat, tentu negeri tidak teratur, sebagai kapal jang ta' bernachoda," atau kebun tidak berpagar." Benar, akan tetapi tanja tadi; apa sebabnja ditambah ƒ 100, * lagi?" Kalau pertunangan itu boleh 'diputuskan, ja, putuskan sadjalah. Ta' usah kita membajaf denda lagi, bukan?" Kalau tidak di'adatkan demikian itu, rtistjàja dapat orang membatalkan djandji dengan mudah, dan achirnja tefdjadilah perselisihan jang besar. Sungguh 'adat itu sebagai denda, dan karena denda itu tentu ta' mudah orang berbuat kesalahan." Djadi dalam hal ini kita sudah berbuat kesalahan?" Tentu sadja, sebab kita sudah mungkir akan djandji. Tambahan pula seolah-olah kita telah memberi malu kepada orang." Mana jang kuat hukum dengan adat?" Tanja orang lain pula. Bagi kita hukum 'adat itu ta' bertjerai, sebagai zat dengan sifat. Kata pepatah Atjeh : Lage zat ngon sipheuët", dan kebali jakan 'adat Atjeh berasal dari sjara' (hukum islam)." Djika demikian", kata ibu Saniah, lebih baik ditaksir dahulu harga tanda itu." Iapun bangkit dan pergi kebiliknja mengambil medaliun tanda ranub kông haba Nja' Amat. Setelah ia datang kembali, maka katanja : Tjoba Teungku taksir harga barang ini, supaja boleh saja tambah nanti dengan uang." Barang itupun diletakkan orang ketengah-tengah rapat itu, lalu diperhatikan oleh tiap-tiap orang. Menurut taksiran harganja ƒ 75,. Dengan segera ibu Saniah berdiri pula akan mengambil uang dari dalam lemarinja. Kemudian maka katanja : Nah, inilah uang ƒ 75, akan tambahnja dan pulangkanlah tanda itu." Ah, djangan terburu-buru nafsu, adinda," kata ajah Sitti Saniah dengan agak marah. Pekerdjaan jang dilakukan dengan tergesa-gesa itu, biasanja tidak baik hasilnja. Lebih baik tanda itu besok atau lusa sadja dikembalikan, sebab kita harus mendapat keterangan dahulu dari pada T, B. Raman, bukan?" Benar," kata orang tua-tua, baiklah kita nanti beberapa hari lagi, dan kita perkuat djandji dengan T. B. Raman.".,Dan dalam hal ini tidak lebih bfikkah kiranja, djika kita bertanja dahulu kepada Sitti Saniah

88 Sendiri?" Kata seorang ibu dengan ketakutan. Rupanja ia berkata demikian, karena ia menaruh belas kasihan kepada anak gadis itu. Lagi pula ia tahu, bahwa Saniah suka kepada Nja' Amat. Tidak perlu," kata orang jang tertua. Anak gadis tidak boleh tjampur dalam perkara ini, hanja ia harus menurut perintah orang tua sadja." Bukan buatan besar hati ibu Saniah mendengar perkataan jang demikian, sehingga ia ta' djadi marah kepada ibu jang suka mentjampuri perkata jang ta' lajak baginja itu. Setelah habis pertjakapan itu, maka sekalian orang itupun bermohon diri hendak pulang kerumahnja masing-masing. Ajah dan ibu Saniah pergi kekamarnja, demikian djuga kakak Saniah. Ketika.wanita itu sampai dimuka kamarnja, maka dilihatnja Sitti Saniah berdiri dibalik pintu. Hai, Saniah," kata kakaknja itu engkau belum tidur?" Belum," djawab anak gadis itu dengan hati jang berdebardebar. Ah, tidurlah," kata 'Alimah dengan senjumnja. Sesungguhnja engkau berbahagia sekali, Saniah." Berbahagia bagaimana, tjupo ( ] )?" Tanja anak gadis itu dengan kurang sabar." Tidur sadjalah, djangan bertanja-tanja lagi, nanti engkau akan tahu djuga." Hati Saniah sebagai diiris-iris dengan sembilu rasanja, sangat pedih dan sakit. Sebenarnja, semendjak orang duduk bermufakat itu ia tidak tidur, melainkan duduk mengintai dari balik dinding ruang tengah. Hatinja sudah berkata kepadanja, ta' dapat tiada mereka akan membitjarakan hal dirinja. Akan tetapi segala pertjakapan itu tidak terang betul didengarnja. Mula-mula sangkanja, mereka itu memperkatakan perkara meukeureudja ( 2 ), bila peralatan itu akan dilangsungkan. Akan tetapi ketika didengarnja perkataan ibunja : Kembalikan sadja tanda Nja' Amat," sirrr bunji darah didadanja, sebab ia mengerti sudah, bahwa maksud permufakatan itu tidak lain hanja hendak memutuskan pertunangannja dengan kekasihnja. Darahnja naik kemukanja, hatinja berdebar-debar dengan keras, napasnja sesak dan kerongkongannja terkuntji. Ia terlalu marah, sehingga ia berbangkit hendak melompat ketengah-tengah rapat itu, akan membantah kehendak mereka itu. Akan tetapi karena malu dan takut, ditahannjalah hatinja. Maka iapun duduk termanggu-manggu sebagai orang kehilangan 'akal, sedang badannja bersimbah peluh dingin. 0) Tjupo = Panggilan kepada kakak perempuan. ( 2 ) Meukeureudja = Peralatan kawin.

89 87 - Ketika orang tua-tua itu turun tangga, ia bangkit berdiri, dan ketika 'Alimah hendak pergi tidur, dengan segera ia berdiri kebalik pintu kamarnja. Semalam-malaman itu Sitti Saniah tidak tidur barang sekedjap mata djuapun. Ia memikirkan untung nasibnja pada waktu jang akan datang, ja'ni bila diputuskan pertaliannja dengan Nja' Amat, djantung hati dan bidji matanja itu. Ia menangis dengan sedih dan perlahan-lahan. Air matanja sudah membasahi bantalnja, rambutnja kusut-masai dan hatinja rasa hantjur luluh. Pikirannja, djika ia ta' djadi kawin dengan kekasihnja itu, lebih baik ia mati berkalang tanah, apa gunanja hidup, djika akan bertjermin bangkai Pada keesokan harinja ibunjapun bangun dari pada tidurnja; maka dilihatnja Sitti Saniah duduk ditangga, mukanja putjat sebagai hilang semangat dan matanja balut bekas menangis. Kepalanja ditundukkannja, sedang pipinja ditahannja dengan kedua belah tangannja. Hai, Saniah," kata ibu itu kepada anaknja, mengapa engkau duduk sadja, belum masak air panas lagi? Ajahmu hendak pergi dengan segera." Demi didengar gadis itu perkataan ibunja demikian, iapun mengangkatkan kepalanja, lalu berangkat kedapur dengan ta' berkata sepatah kata djua. Tiada berapa lama antaranja makanan dan minuman siap sudah. Dengan segera ajah dan ibu Saniah duduk makan; kemudian ajah Saniah pergi bekerdja, dan ibunja berangkat kerumah Ma' Limah di Kampung Keudah, akan mengchabarkan permufakatan pada malam itu. Sekarang, Ma' Limah," kata ibu Saniah sesudah bertjakap-tjakap dengan landjut.,,ma' Limah mengerti sudah, bahwa kami telah semufakat hendak memutuskan pertunangan anak kami dengan Nja' Amat, karena hendak menerima permintaan T. B. Raman. Akan tetapi sebelum pertunangan itu kami putuskan, lebih dahulu kami hendak mendapat keterangan jang sah dari T. B. Raman sendiri. Oleh sebab itu hendaklah Ma' Limah pergi beserta Leubê Léman kerumah anak radja itu dan mintalah tanda ranub kông haba kepadanja. Djika tanda itu sudah Ma' terima, nanti pukul empat petang hendaklah Ma' hantarkan kerumah saja." O, tentang perkara itu djangan ibu Saniah susah, djawab wanita tua itu dengan sukatjita, sebab kerdjanja telah berhasil, sehingga mukanja berseri-seri rupanja, sebentar ini djuga saja pergi kerumah Leubê Léman, akan menjampaikan chabar baik itu. Dan pukul dua kelak kami pergi kerumah T. B.

90 ÏM ÖO ***' Raman. Wah, berhasil djuga kiranja niat ibu Saniah, Vl. ja, nistjaja Sitti Saniah akan berbahagia bersuamikan seorang bangsawan, anak radja." Mudah-mudahan," djawab ibu Saniah dan karena pertjakapannja telah selesai, iapun bermohon diri hendak kembali pulang kerumahnja. f Betapa besar hati T. B. Raman mendengar chabar dari Ma' Limah dan Leubê Léman, bahwa permintaannja sudah diterima oleh orang tua anak gadis itu, ta' guna kita tjeriterakan disini lagi. Sebab, tentu sadja pembatja akan dapat mengira-ngirakannja sendiri. Ia melompat-lompat dan bertepuk-tepuk tangan, seperti anak ketjil jang baru mendapat permainan jang indah-indah dari pada orang tuanja. Sebentar itu djuga diberikannja sebentuk tjintjin permata berlian kepada kedua seulangké itu, supaja dihantarkan dengan segera kepada orang tua Saniah, akan djadi ranub kông haba. Tentu sadja uang sirih kedua mereka itu tidak dilupakannjal Kebetulan kira-kira pukul empat petang hari itu djua kedua mereka itupun telah hadhir dirumah orang tua gadis kita itu. Baharu mulai bertjakap-tjakap, dikeluarkannja tjintjin permata berlian ranub kông haba T. B. Raman dan diberikannjalah ketangan orang tua Saniah. Tjintjin itu diterima oleh ibu Saniah dengan sukatjita, serta katanja ; Tanda ini kami terima sudah, djadi Sitti Saniah telah sah bertunangan dengan T. B. Raman." Sjukur!" Kata kedua seulangké itu. Akan tetapi," kata ibu Saniah pula, hal ini hendaklah dirahasiakan sadja dahulu. T. B. Raman harus sabar menanti keputusan dari pada Nja' Amat. Dalam pada itu djangan kuatir Sitti Saniah mesti djadi isteri T. B. Raman kelak. Kami berharap, supaja chabar itu disampaikan kepada orang bangsawan itu." Baiklah," djawab kedua seulangké itu. Setelah selesai permufakatan itu, kedua mereka itupun bermohon diri hendak kembali kerumah anak radja itu.

91 89 -i XIII. PUTUS TUNANGAN LAMA, R ANUB koiig haba Teukeu Banta Raman sudah dua hari lamanya dalam tangan ibu Saniah. Pada hari jang ketiga di' panggilnjalah orang tua 2 datang kerumahnja. Setelah datang lalu diserahkannja tanda Nja' Amat beserta uang ƒ 75. kepada mereka itu, akan dikembalikan kepada pemuda itu dirumah engku Suleiman. Meskipun kebanjakan orang tua itu bersedih hati, tetapi mereka terpaksa menurut kehendak ibu Saniah djugä. Ketika mereka sampai dirumah engku Suleiman, kebetulan Nja' Amat tidak ada disitu. Ia pergi menghadhiri vergadering N.I.P. (National Indische Partay). Maka tanda itupun diserahkan öleh mereka kepada engku Suleiman laki isteri sadja. Lagi pula sepatutnja djuga mereka menerima tanda itu kembali, sebab mereka djadi seulangké dalam pertunangan Nja' Amaf dengan Sitti Saniah. Hai, apa ini?" tanja engku Suleirriart laki isteri dengan 'terkedjut dart heran.,,mengapa dikembalikan tanda ini? Apa sebabnja? Apa jàiig telah terdjadi?",.begini, engku," kata seorang jartg tertua diafttafa Mereka itu, sèsungguhnja kami tidak tahu sedikit djua akan hal ini. Hanja kami djadi utusan sadja datang kemari, akan mengembalikan ranub kông haba itu. Walaupun kami sangat belas kasihan kepada Nja' Amat, lebih-lebih kepada Saniah, akan tetapi apa boleh buat kami ta' dapat berkata apaapa tentang hal ini. Ini kuasa ibu bapanja semata-mata, engku! Djadi kami ini, sebagai utusan atau lebih baik kami katakan sebagai orang suruhan tentu kalau disuruh, kami pergi; kalau ditjegah, kami berhenti. Sekarang kami ter- Suruh mengembalikan tanda ini, ma'af engku dan Rangkajo terimalah medaliun dan uang ini dan sampaikan ketangan pemuda itu." Demi didengar engku Suleiman laki isteri perkataan orang itu, iapun tiada berkata-kata lagi. Hatinja amat sedih, hampir keluar air matanja. Tambahan pula mereka berasa sangat malu, seolah-olah dihinakan orang. Tersebab oleh karenanja maka Nja' Amat dan Sitti Saniah bertunangan, dan tiba-tiba tanda itu dikembalikan orang kepadanja pula,.wahai, sampai hati orang tua Saniah berbuat sedemikian!" Setelah berapa lamanja termangu-mangu, berkatalah engku Suleiman dengan perlahan-lahan :

92 *- 90 ** Apa sebabnja maka terdjadi begini?" Kami tidak tahu, engku. Melainkan kami disuruh oleh orang tua Saniah menjampaikan kepada engku laki isteri, bahwa pertunangan Nja' Amat dengan Sitti Saniah telah diputuskan, (dibatalkan). Kami harap, supaja chabar ini engku sampaikan kepada Nja' Amat sendiri." Oleh karena pemuda itu tidak ada dirumah, maka engku Suleiman tidak berani menerima tanda itu kembali. Ia minta tangguh tudjuh hari, djadi orang tua-tua itu boleh balik pulang sadja, karena katanja perkara itu hendak dibitjarakannja dengan Nja' Amat dahulu. Siapa tahu, barangkali pemuda itu tidak suka menerima keputusan begitu sadja, melainkan hendak mengadukan perkara itu kepada hakim. Orang tua a itu bermohon diri, lalu berangkat pulang kerumah ibu bapa Sitti Saniah. Sekalian perkataan engku Suleiman itu dichabarkannja kepada ibu gadis itu. Demi didengar ibu Saniah chabar itu, hatinjapun sangat panas; maka katanja dengan marah : Biar kemana djua ia mengadu, saja tidak takut. Biar habis segala hartaku, aku lawan djuga." Ja, adinda," kata ajah Saniah dengan tenang, sabarlah sedikit, djangan berbuat hingar-bingar demikian itu! Apa djua jang akan terdjadi kemudian hari, ta' usah kita berbuat gaduh, supaja djangan memberi malu kepada kita sendiri dan kepada pihak Nja' Amat djuga." Sedjak hari itu Sitti Saniah tidak berani lagi datang kerumah engku Suleiman, karena malu akan perbuatan orang tuanja jang ta' patut itu. Sèsungguhnja ibu bapanja ta' ingat akan kehormatan dirinja, sebab mungkir akan djandjinja. Tidak ingatkah ibu bapanja akan budi engku Suleiman laki isteri, jang telah berusaha mengadjarnja dengan susah pajah itu? Tiba-tiba djerih pajah orang itu dibalasnja dengan tjara demikian, seolah-olah air susu dibalasnja dengan air tuba. Beberapa hari lamanja anak gadis itu memikirkan apatah kesalahan Nja' Amat, dan kesalahannja sendiri djuga, maka orang tuanja sampai hati memutuskan tali silatu'rrahim mereka itu? Sudah beberapa kali ia minta tulong kepada kakaknja akan menjampaikan segala perasaan hatinja kepada orang tuanja, akan tetapi sia-sia sadja, sebab 'Alimah menjuruh dia menutup mulut sadja. Tidak baik," katanja, anak melawan atau membantah kehendak orang tua." Sitti Saniah amat sakit hatinja. Kadang-kadang terbit heran inja hendak bertjakap-tjakap dengan orang tuanja sendiri, mentjeriterakan tjintanja" kepada Nja' Amat, akan tetapi baharu ia berhadapan dengan ibu bapanja, iapun berdiri seperti

93 91 patung. Mulutnja ta' dapat dibukanja dan lidahnja kelu akan berkata-kata, sehingga ia terpaksa berdiam diri sadja, makan hati berulam djantung. Isteri engku Suleiman sepeninggal utusan jang disuruh mengembalikan tanda itu, ta' terperikan katjau-balau pikirannja, sedih bertjampur malu. Ia ta' dapat menahan air matanja lagi, lalu ia menangis sedan-sedan. Dalam pada itu datanglah Nja' Amat dengan riangnja. Ah, engku," katanja kepada engku Suleiman, jang tengah duduk termenung-menung diberanda muka, rugi betul engku tidak hadhir pada vergadering tadi, ramai sekali!" Engku Suleiman mengangkatkan kepalanja dan berkata dengan manis, supaja djangan kelihatan susah hatinja : Ramai, Nja' Amat? Siapa jang berpidato dan apa motienja dibuat?" Ja, jang berpidato banjak, dan motie Akan tetapi manatah uni? Saja belum melihat rupanja Hai," katanja dengan tiba-tiba dan terkedjut, sambil memutuskan perkataannja dan memandang keruang tengah tempat isteri engku Suleiman menangis itu. Mengapa uni menangis? Apakah jang terdjadi sepeninggalku tadi?" Ah, ta' apa-apa, Nja' Amat," djawab engku Suleiman, Akan tetapi pergilah Nja' Amat kekamar dan gantilah pakaian Nja' Amat dahulu; nanti saja tjeriterakan sekaliannja." Dengan ta' berkata-kata serta dengan hati berguntjang pemuda itupun masuk kekamarnja. Kemudian ia keluar pula, lalu duduk disisi isteri engku Suleiman, jang telah datang kedekat suaminja. Dengan sabar dan tenang dimulailah oleh engku Suleiman menerangkan segala kedjadian, jang ta' disangka-sangka itu. Sekaliannja didengarkan oleh Nja' Amat dengan diam-diam. Air mukanja kelihatan kadang-kadang putjat, kadang-kadang suram dan kadang-kadang merah padam. Meskipun tjeritera engku Suleiman telah selesai, tetapi ia berdiam diri djuga. Ia memandang kemuka tenang-tenang, sedang matanja bersinarsinar seperti api. Dadanja turun naik dengan tjepat. Kemudian ia menarik napas pandjang, bersandar kekursinja dan berkata dengan perlahan-lahan :..O, djadi itulah sebabnja maka uni menangis! Akan tetapi mengapa uni sampai mengeluarkan air mata demikian itu ta' ada gunanja. Itu perkara ketjil sadja!" Ja, Nja' Amat," djawab wanita itu serta menggosok air matanja dengan sapu tangannja, djangan Nja' Amat katakan perkara ketjil sadja, hantjur luluh rasanja hati saja memikirkan hal itu. Sitti Saniah sudah kami didik sedjak dari ketjil, dan de-

94 ïigan susah pajah telah kami tjarikan pula tunangannja. Sekarang, tiba-tiba usaha kami itu dibinasakan orang dengan tidak ada sebab karenanja." Mengapa uni katakan tidak ada sebab karenanja?" tanja Nja' Amat dengan senjumnja. Djika tidak bersebab, mustahil akan terdjadi demikian. Tentu sadja orang tuanja sudah insaf sekarang, bahwa saja ta' patut akan djadi djodoh anaknja." Ja, Nja* Amat, karena itulah maka saja sangat menjesal dan iba hati. Dan bukan buatan malu saja kepada Nja* Amat, karena,.., " Ah, uni, ta' usah kita pikirkan lagi perkara itu. Jang sw dah itu, sudahlah. Dan ta' usah uni menangis lagi, lebih baik Sabar sadja. Saja ta' dapat berkata dan berbuat apa-apa sekarang, melainkan mesti sabar menantikan timbul pikiranku jang baik dan sempurna. Djika saja turut kehendak iblis, jang menggoda hatiku sekarang ini, suka nian saja menjerang orang tua itu. Akan tetapi apa gunanja kita berbuat demikian' lain 'tidak akan memperbesar malu kita djua.,,ajuh, mari kita pergi kepada engku Manan," kata wanita itu. Mengapa?" tanja Nja' Amat. Minta tolong kepada beliau, akan membudjuk-budjuk orang tua Sitti Saniah." Djangan, uni! kata Nja' Amat, djangan terburu-buru. Lebih baik kita berpikir dahulu dengan sabar." Ja, turut sadjalah kata Nja' Amat itu," kata engku Suleiman, biarlah kita sabar dalam beberapa hari ini, barangkali besok lusa kita beroleh 'akal jang sempurna djua. Bukanlah saja sudah minta tangguh tudjuh hari?" Baiklah," kata isteri engku Suleiman. Setelah itu mereka itupun pergi kekamar belakang, hendak makan. Akan tetapi tidak seorang djua jang makan seperti biasa, karena hatinja terlalu susah. Semalam-malaman itu Nja' Amat tidak tidur, melainkan miring kekiri dan kekanan sadja. Kepalanja pusing rasakan petjah, hatinja pedih sebagai diiris-iris dengan sembilu dan pikirannja berkatjau-bilau. Apakah hendak dibuatnja? Djika keputusan itu dari pada Saniah sendiri datangnja. tentu ia ta' dapat berbuat apa-apa Akan tetapi djika kehendak ibu bapanja sadja demikian, apa pula 'akalnja? Dapatkah ia menang, kalau perkara itu diadukannja kepada hakim atau kepada Raad agama? Pada keesokan harinja pagi-pagi Nja' Amat menerima seputjuk surat dari pada Saniah, lalu dibatjanja dengan hati jang berdebar-debar.

95 93 *- Kakanda Nja' Amat jang kutjinta! Dengan hati jang amat masgul serta air mata jang bertjutjuran adinda menulis surat ini. Agaknja kakanda telah tahu perbuatan orang tua adinda atas diri kita berdua. Ja, kakanda, karena aturan kuno dan karena kurang pengetahuan dan pemandangan, mereka itu telah lupa akan kewadjibannja, ta' tahu memegang djandjinja. Supaja kakanda tidak salah sangka, maka adinda tulislah surat ini. Kakanda jang kutjinta! Akan segala perbuatan orang tua adinda hendak memutuskan pertunangan kita ini, adinda tidak setudju sekali-kali. Tidak sebuah djua pertanjaan kepada diri adinda, sekaliannja terdjadi dengan tidak adinda ketahui. Sekali-kali adinda tidak berpaling haluan dari pada kakanda, walau bertjerai njawa dengan tubuh sekalipun. Tidak ada orang lain didunia ini tempat hati adinda, melainkan kakanda sendiri sadja. Haramlah tubuh adinda bersentuh dengan laki-laki lain. Sebab itu djanganlah kakanda terima tanda itu kembali. Serahkan, kakanda, perkara itu kepada Raad Agama. Djangan takut, kakanda, karena adinda ada beserta kakanda lahir dan bathin. Adinda berharap dengan sangat, supaja kakanda sudi mengabulkan permintaan adinda itu, demikian djuga akan menjampaikan salam adinda kepada engku Suleiman laki isteri, karena adinda, lain dari pada rohani adinda, ta' dapat lagi datang kepadanja. Wassalam adinda. Saniah." Surat itu diberikan Nja' Amat kepada engku Suleiman laki isteri, lalu ia duduk dengan tidak berkata-kata. Ja, Saniah, gadis jang malang," kata isteri engku Suleiman dengan tangisnja setelah membatja surat itu, rupanja engkau dipaksa oleh orang tuamu akan memutuskan pertalianmu dengan Nja' Amat. Wahai, sampai hati mereka berbuat demikian! Sekarang barulah aku ingat perkataan Nja' Amat dahulu, bahwa orang tuamu tinggi hati, angkuh, ta' indahkan perasaan orang lain. O, Saniah, pilu hatiku rasanja memikirkan nasibmu jang malang itu."

96 94 Engku Suleiman termenung sadja serta memandang tenangtenang kepada isterinja, jang menangis dengan sedih itu. Sudahlah, uni, ta' usah menangis lagi," kata Nja' Amat sambil bangkit berdiri dari kursinja, bila uni menangis djua tentu saja ta' dapat berpikir; lebih baik sabar sadja dahulu." Sudahlah, djangan kau menangis lagi!" kata engku Suleiman pula. Dan bagaimana niat Nja' Amat sekarang?" Entahlah, engku, saja belum mendapat akal lagi. Hanja terpikir olehku, lebih baik engku dan uni bertemu dengan orang tua Saniah, akan menanjakan keterangan jang sah." Baiklah," kata kedua laki isteri jang budiman itu, nanti kami pergi kesana. Tambahan pula kami bermaksud hendak minta pertimbangan orang pandai-pandai disini." Bagus sekali." Tiada berapa lama antaranja engku Suleiman laki isteri sudah hadhir dirumah orang tua Sitti Saniah. Engku Suleiman duduk bertjakap-tjakap dengan ajah gadis itu, dan isterinja dengan ibu Saniah. Lama sekali mereka itu bertukar-tukar pikiran, memperkatakan elok buruk, melarat dan manfa'at tentang langsung tidaknja pertunangan Nja' Amat dengan Sitti Saniah itu. Achirnja hati ajah gadis itupun lembut sedikit, sehingga ia suka sekali membetuli kesalahannja itu.' Akan tetapi," katanja dengan sedih, apa daja saja bertentangan dengan isteri saja? Ibu Saniah amat keras dalam hal itu; kalau tidak saja turut kehendaknja, tentu akan timbul perselisihan besar diantara kami berdua kelak. Tjoba engku pikir sendiri, kalau saja terima djua Nja' Amat djadi menantu saja, sedang isteri saja tidak suka, siapa jang akan mengaturkan kerdja itu? Kehendaknja sudah saja bantah dengan sekuat-kuatnja, tetapi bantahan saja itu tidak didengar sekalikali. Oleh sebab itu, meskipun betapa djua kasih sajang saja kepada Nja' Amat dan meskipun saja sangat segan dan malu kepada engku laki isteri, tetapi saja ta' dapat berkata apa-apa. Dalam hal itu isteri sajalah jang berkuasa. Djadi kalau engku dapat memalingkan hati ibu Saniah, saja mau menarik penolakan itu kembali." Akan isteri engku Suleimanpun sudah puas bertjakap-tjakap dengan ibu Sitti Saniah, bermatjam-matjam pikiran dan budjukan diundjukkannja, tetapi sekaliannja sia-sia sadja. Achirnja keempat-empatnja duduk berbitjara bersama-sama, karena engku Suleiman hendak memberi nasihat kepada ibu Saniah. Akan tetapi segala nasihat beliau ta' berfaedah, sebab hati ibu Saniah keras seperti batu. Maka engku Suleiman laki isteri itupun pulang dengan hampa hatinja.

97 Ketika mereka datang kesitu, keduanja dielu-elukan oleh Sitti Saniah kepintu gerbang. Sesudah duduk iapun masuk kekamarnja akan mengintaikan serta mendengarkan segala pertjakapan mereka itu. Kakaknja pergi kedapur memasak air panas. Waktu engku Suleiman pulang beserta isterinja anak gadis itupun merebahkan dirinja keatas tempat tidurnja, karena pengharapannja putus sudah, lalu menangis tersedu-sedu. Ja, gadis jang malang, demikian nasibmu, karena keangkuhan orang tuamu! Sekalian pertjakapan itu ditjeriterakan oleh engku Suleiman kepada Nja' Amat, dan didengarkan oleh pemuda itu dengan tenang dan sabar. Kemudian maka katanja : Kalau begitu ta' usah kita hiraukan lagi perkara itu. Sudahlah, nasibku malang. Biar kita terima sadja keputusan itu." Djangan diterima tanda itu, pergi mengadu!" kata isteri engku Suleiman. Ja," kata engku Suleiman, lebih baik kita minta dahulu bitjara orang lain seperti mufakat tadi, kalau-kalau kita dapat mengadukan hal itu kepada hakim." Ah, engku, saja rasa ta' guna, sebab kita ta'kan menang, malah bertambah malu. Sungguhpun begitu, ta' ada salahnja kita minta tolong kepada orang lain." Baiklah," kata engku Suleiman. Waktu masih ada beberapa hari lagi." Setelah sudah bermufakat, mereka itupun pergi keluar. Engku Suleiman laki isteri pergi kerumah engku Manan akan mengchabarkan hal itu dan bermohon, supaja engku Manan sudi memberi nasihat kepada orang tua Saniah. Engku Manan berdjandji akan menjelesaikan perkara itu. Nja' Amat pergi ke Lambhuk akan mentjari djalan, bolehkah perkara itu diadukan kepada Raad agama atau tidak. Pukul delapan malam mereka itupun pulang. Setelah sudah makan, lalu mereka bertanjakan pendapatnja masing-. Apa kata orang di Lambhuk?" tanja engku Suleiman, dapatkah mereka itu menolong kita?" Ah, sedikit sekali pengharapan kita," djawab Nja' Amat dengan sedih. Mana boleh," kata isteri engku Suleiman. Ja, betul, uni," kata Nja' Amat pula. Apa sebab djadi begitu?" tanja engku Suleiman. Ja, kata orang tua-tua disana, sebab saja belum nikah, hania^ baru berdjandji sadja. Djandji itu masuk bilangan hukum 'adat dan mudah ditolak orang dengan 'adat pula." Bagaimana menurut 'adat?"

98 - 96' Jaitu, dikembalikan ranub kông haba serta dengan uang sebanjak harga tanda itu. Sebagai telah dilakukan mereka itu." Kalau begitu, kita ta' boleh mengadu kepada hakim?" Boleh mengadu kepada hakim musapat atau Raad agama, tapi keputusannja akan seperti itu djuga. Kata orang tuatua disana, tidak guna kita mengadu, sebab ta'kan menang, hanja makin bertambah malu." Djadi putuslah pengharapan kita!" kata isteri engku Suleiman. Benar, uni, apa hendak dikata lagi!" Ah, kasihan mengapa tidak dilangsungkan nikah dahulu," kata isteri engku Suleiman pula. Siapa tahu djadi begini," kata engku Suleiman. Hanja sebuah sadja pengharapan kita lagi, jaitu pertolongan engku Manan." Saja rasa ta'kan berhasil djua! kata Nja' Amat. Sungguhpun demikian, baik djuga kita tunggu, mudahmudahan berhasil berkat masin garam" seseorang." Akan tetapi, bahwasanja pengharapan mereka sia-sia djua. Keesokan harinja datang chabar dari pada engku Manan, bahwa hati ibu Saniah sungguh tidak dapat dipalingkan lagi. Ranub kông haba Nja' Amat mesti ditolaknja, tidak' boleh tidak. Ja, Nja' Amat," kata isteri engku Suleiman dengan sedih dan iba hati, apa boleh buat! Rupanja segala ichtiar kita tidak berfaedah. Inilah pembalasan djasa kami dari pada orang tua Saniah. Betung ditanam, aur jang tumbuh." Ja, apa boleh buat," kata engku Suleiman. Nasib kita malang Akan tetapi ia ta' dapat meneruskan perkataannja, karena hatinja sangat sedih melihat keadaan Nja' Amat, jang bangkit berdiri dan pergi kekamarnja. Sungguhpun ia berlaku dengan sabar dan tenang, tapi njata djua pada air mukanja, bahwa ia sangat menahan hati dan memerangi kehendak hawa-nafsunja, supaja ia djangan sesat kelak. Setelah sampai djandji itu, maka orang tua-tua utusan ibu bapa Saniahpun datang pula kerumah engku Suleiman. Mereka itu disambut oleh Nja' Amat dan engku Suleiman dengan muka jang djernih. Setelah duduk, lalu disilakannja hisap rokok. Belum berapa lamanja duduk bertjakap-tjakap dan hisap rokok, maka seorang diantara mereka itu mengeluarkan sebuah bungkusan, lalu dibukanja dimuka Nja' Amat dan engku Suleiman, serta berkata dengan hormatnja : Ma'af, teuku, kami sebagai utusan dari ajah Sitti Saniah akan menjampaikan dan mempersembahkan perkara ini kepada teuku," lalu diterangkannja segala maksudnja datang itu.

99 w BARANG ANTIK Alat Meuëh Perhiasan wanita : Tempat sirih (bungkus sirih) Radja atau Uleebalang dan perhiasan kanak2 dari pada emas jang berukir KETERANGAN GAMBAR : dan 4. boh duma badjee. Antingr2 dada. Adjcumat. Ajeuëm seunanguj mainan sanggul. 8. Boh aweuk badjeé (boh keuraleb). 9. Gantjing badjeë = kantjing badju. 10. Gantjing badjeë (boh sumpong). 11. Bungkoih ranub Ajeuëm bungkoih mainan bungkus (laki2). Entuëk bungkoih = mainan oungkus sirih laki2. Tjangé bungkoih. Boh Tjruëk bungkoih. Boh rhu bungkoih. Entuëk. Boh Tja'ië. Taluë empeb mainan leher anak2. dan 22. Subang meutjintra. Subang meulimpok. Subang bungong meulu. Taluë gulé.

100 98 Dengan muka manis Nja' Amat mengangkat tangan kekepalanja, lalu berkata: Insja Allah, teungku 1 ), segala chabar itu telah saja dengar dan terima, serta sudah saja djundjung diatas kepala saja. Akan tetapi, teungku, saja minta ma'af hendak berbitjara sedikit." Alhamdulillah, teuku, silakanlah!" Akan maksud orang tua Sitti Saniah, ja'ni sebagai orang tua saja sendiri djuga, hendak memutuskan pertunangan anaknja dengan saja, saja terima dengan hati jang sutji. Apa boleh buat, barangkali sudah takdir Allah akan kemalangan diri saja itu. Saja berdjandji dihadapan teungku sekalian, mulai dari sekarang ini saja pandang Sitti Saniah sebagai saudara saja sendiri. Dan medaliun serta uang itu ta' dapat saja terima, karena sedjak dahulu benda itu sudah saja niatkan untuk Sitti Saniah, jaitu pemberian jang halal dari saja kepadanja. Oleh karena itu djanganlah orang tua Saniah menaruh was-was atau tjuriga, dan bawalah barang itu kembali." Sekalian orang itu heran memikirkan kebaikan budi, kelakuan dan perkataan pemuda jang manis itu. Kemudian maka katanja : Terimalah barang dan uang itu, karena demikian 'adatnja." Ma'af, teungku," djawab Nja' Amat dengan lemah-lembut. Apa jang saja katakan tadi itu tetap sudah. Saja ta'kan menerimanja melainkan bawalah kembali. Dalam pada itu djangan teungku salah sangka, saja akan membuat perkara kelak sekali-kali tidak. Saja ta' berniat demikian." Djika begitu, baiklah," kata orang tua-tua itu serta bermohon diri hendak pulang. Ditengah djalan orang tua-tua itu memudji-mudji budi pekerti Nja' Amat, serta mentjela tingkah laku orang tua Sitti Saniah jang buruk itu. Ada jang berkata djahat sekali orang tua Saniah menolak Nja' Amat, seorang anak muda jang tjakap dan manis budi itu. Serta sampai mereka kerumah orang tua gadis itu, lalu dichabarkannja segala perkataan Nja' Amat dan diserahkannja benda dan uang itu kembali. Wah, bukan main amarah ibu Sitti Saniah mendengar chabar dan melihat benda dan uang itu kembali. Katanja : Djangan peduli, biar tidak diterimanja, putuskan sadja. Apa suka- (') Teungku = Panggilan kepada orang tua atau orang 'alim.

101 ~099 - nja, boleh dibuatnja, walau ia akan pergi mengadu kepada Tuan Beusa ( : ) sekalipun.",,ah, kau berbuat honar sadja, tidak tahu maksud dan udjud perkataan orang," kata ajah Sitti Saniah dengan berang. Ketika itu Sitti Saniah ada didalam biliknja. Pertjakapan mereka itu terdengar olehnja, tetapi tidak terang. Sangkanja, ibunja berteriak dan marah itu, sebab Nja' Amat ta' suka menerima tanda itu kembali; ta' suka putus bertunangan. Oleh karena itu besarlah hatinja.,,bagus! bagus!" katanja dalam kamarnja. Rupanja bunji suratku ada diturutnja. Aku nanti bersedia dimuka hakim, sekarang biarlah aku ta' membantah-bantah." Malam itu dapatlah gadis itu tidur dengan njenjak. Keesokan harinja ajah Sitti Saniah beserta orang tua-tua itu pergi menghadap kepala negeri (Uleëbalang) akan menjerahkan perkara itu, serta minta tolong, supaja benda itu disampaikan kepada Nja' Amat kembali. Dua hari kemudian dari pada itu dipanggillah Nja' Amat oleh Uleëbalang. Setelah ia menghadap, maka barang dan uang itupun diserahkan kepadanja oleh kepala negeri itu. Nja' Amat terlalu sedih hatinja, sebab ketika itu baru didiketahuinja benar-benar, betapa angkuhnja ibu bapa Saniah itu. Ia ta' suka menerima medaliun dan uang itu, bukan karena hendak beperkara, melainkan karena sutji hatinja kepada gadis itu. Maka katanja kepada Uleëbalang itu : Ampon, saja ta' suka menerima benda dan uang itu.",,apa sebabnja?" Sebab barang itu telah saja berikan kepada Sitti Saniah, akan djadi tanda mata." Akan tetapi bagaimana pertunangan Nja' Amat dengan gadis itu?" Perkara itu terserah kepada orang tuanja." Setelah didengar orang jang hadhir perkataan Nja' Amat demikian itu, maka pertunangannja dengan gadis itupun diputuskan disitu djua. ( ] ) Tuan Beusa = Gubernur.

102 - 100 a- XIV. PINGSAN. M ESKIPUN pertunangan Sitti Saniah dengan Nja' Amat sudah putus, dan sudah diikat dengan T. B. Raman, tetapi gadis itu sendiri belum tahu lagi. Ia berharap-harap djua, bila kiranja ia akan menghadap musapat atau Raad agama. Sementara itu datanglah seputjuk surat dari pada Nja' Amat kepadanja. Bunjinja demikian : Adinda Sitti Saniah! Surat adinda sudah selamat kakanda terima dan kanda malum segala isinja. Sekian lama kakanda dan engku Suleiman laki isteri berusaha keras dalam perkara kita, begitu djua orang lain, akan tetapi semua usaha itu djadi siasia belaka, adinda, karena kehendak orang tua adinda ta' dapat ditjegah lagi. Kakanda sendiripun kuat sekali hendak membawa perkara itu kemuka musapat atau Raad agama, tetapi menurut nasihat dan alasan orang jang faham dalam hal itu, ta' guna kakanda berbuat demikian; sebab ta' mungkin kakanda akan menang, karena kakanda belum nikah dengan adinda lagi. Ranub kông haba itu semata-mata masuk bilangan 'adat sebab itu mudah sekali ditolak orang. Apa boleh buat, adinda! Barangkali sudah begitu nasib kakanda jang malang ini. Sekali-kali kakanda tidak menaruh sangka, bahwa adinda mungkir akan djandji. Kakanda tahu, bahwa orang tua adindalah jang berkehendak begitu, bukan adinda. Kemarin dahulu kakanda dipanggil oleh Uleëbalang. Setelah kakanda menghadap, disuruhnja kakanda menerima medaliun (tanda) kembali serta memutuskan tali pertunangan kita. Tanda itu tidak kakanda terima, sebab sudah dari dahulu kakanda berikan kepada adinda; hanja pertunangan kita diputuskan disitu djuga. Hari itu, ja'ni suatu hari jang sial bagi kakanda! Ta' usah adinda berpikir pandjang dan menaruh susah lagi, melainkan sabar dan turut sadjalah

103 kehendak orang tua adinda. Meskipun dengan susah dan sukar putuskanlah tali tjinta kita, dan ingat sadjalah bahwa kita berdua mulai sekarang ini djadi bersanak saudara dunia achirat. Mudah-mudahan kemudian dapatlah kita bekerdja bersama-sama untuk kemadjuan bangsa kita. Djangan adinda menaruh susah sekali-kali, sebab kesusahan itu boleh mendatangkan bentjana kepada adinda sendiri kelak. Kakanda berharap, moga-moga Allah akan memberi selamat dan berkat kepada adinda. Lupakanlah kakanda ini! Wassalam, Nja' Amat." Ketika itu baru terang kepada Sitti Saniah, bahwa pertunangannja dengan Nja' Amat sudah putus. Sekonjong-konjong seluruh badannja gemetar, surat terlepas dari tangannja dan ia terus rebah ditempat tidurnja ta' sedarkan dirinja. Setelah itu siuman pula, lalu ia menangis sedan-sedan dengan sedih. Wahai, aku akan melupakan dia? Tidak boleh djadi, aku mesti tetap tjinta kepadanja; dia tidak salah sekali-kali, hanja salah orang tuaku sendiri. Wahai kekasihku!" d jantung hatiku tidak dapat aku melupakan engkau dan memutuskan tjintaku." Sitti Saniah menangis pula. Ketika itu datanglah 'Alimah dari pasar dan masuk kedalam kamar. Maka katanja dengan heran : Hai, mengapa kau menangis, Saniah?" Anak gadis itu tiada mendjawab, hanja terus menangis tersedu-sedu. 'Alimah bertanja dua tiga kali, tetapi Saniah sedan-sedan djua, lalu ia keluar memanggil ibunja. Ibunja itu masuk, lalu bertanja dengan terkedjut : Mengapa kau menangis, Saniah?" Maka gadis jang malang itupun bangun, lalu menjembah kaki ibunja. Ia bermaksud hendak mendjawab pertanjaan itu, tetapi mulutnja terkuntji, seperti orang jang kena pukau. Hanja tangisnja djua jang bertambah deras dan saju. Ibunja bertanja dengan ta' berkeputusan : Mengapa kau menangis, mengapa menangis, gilakah engkau? Ajuh, djawab!" Ja ibu, saja " Tetapi hingga itu sadja, mulutnja terkuntji pula, ta' dapat berkata-kata, karena terlalu malu dan segan akan mengeluarkan segala isi hatinja la djatuh pingsan pula. Demi dilihat ibu dan kakaknja halnja sedemikian, keduanjapun menangis dan berlari

104 i02 keluar memanggil orang setangganja. Sebentar itu djuga penuhlah orang dirumah itu. Sitti Saniah diangkat orang keatas tempat tidurnja. Sekaliannja kehilangan 'akal, ta' tentu jang akan dibuatnja. Dalam pada itu datanglah seorang dukun, jang dipanggil oleh ajah Sitti Saniah. Dengan segera dukun itu menjiram muka anak gadis itu dengan air mawar, serta membatja mantera dan membakar kemenjan. Beberapa orang lain duduk membatja Jasin dekat kepalanja. Mereka itu bersedih hati belaka. Setengahnja berkata, Sitti Saniah sudah kena guna-guna Nja' Amat. Perkataan jang sematjam itu mudah sekali dipertjajai oleh sekalian orang itu, sebab mereka masih pertjaja akan tahjul. Pukul 10 malam barulah orang itu pulang kerumahnja masing-masing, jaitu sesudah Sitti Saniah sadarkan dirinja pula. Ketika dibukanja matanja, maka dilihatnja orang penuh sekelilingnja. Bukan buatan malunja tetapi ia berdiam diri sadja. Kemudian, ketika Saniah sudah tinggal beserta orang tuanja dan kakaknja dan dukun sadja lagi, lalu dichabarkannja sebab-sebab penjakitnja tadi itu. Katanja, hatinja terlalu kesal dan sedih, karena pengharapannja diputuskan. Ia sangat menjesal kepada orang tuanja, jang telah memutuskan pertaliannja dengan Nja 'Amat, dengan tidak bertanja-tanja lebih dahulu kepadanja sendiri. Maka djawab ibunja : Hai, Saniah, djangan kau lawan kehendak orang tuamu. Kami sudah tjukup memikirkan apa jang berguna bagimu kemudian hari. Kau belum tahu menilik buruk dan baik; asal sudah ada tanduk, sekaliannja kau kirakan sapi atau kerbau, tidak tahu bahwa rusapun bertanduk djuga. Kau tidak ingat, kami membuang batu, karena mendapat intan; membuang bala (orang kebanjakan), karena mendapat radja. Pendeknja kami telah habis pikir, maka kami tolak Nja' Amat itu. Ta' usah kau susah tentang perkara itu Saniah, karena kami lebih tahu akan kewadjiban dan perbuatan kami. Aku sendiripun ingin melihat engkau senang dan berbahagia dengan suamimu kelak, dan lebih-lebih ingin hendak melihat tjutjuku djadi radja, menggantikan ajahnja. Apa jang kau pandang pada Nja' Amat, rupanja tiada mengalahkan rupa T. B. Raman. Perkara gadjinja besar, djangan kau harapkan. Saja sudah melihat benar-benar peri keadaan pemuda-pemuda jang makan gadji sekarang. Habis bulan, habis gadji; kadang-kadang berhutang kian kemari. Tjuma lagak sadja. Geleng sebagai sirih djatuh, ta' tahu ditampuk laju." Tentu sadja Saniah ta' tjakap membantah perkataan ibunja. Ia berdiam diri sadja menahan hati, sedang air matanja meleleh dipipinja. Demi dilihat dukun peri hal ' Saniah demi-

105 103 kian, iapun memberi isjarat kepada ibu Saniah akan bertjakap-tjakap diserambi muka sebentar. Setelah mereka tinggal berdua sadja, maka kata dukun itu dengan berbisik-bisik : Sekarang saja sudah tahu penjakit anak ibu." Apa?" tanja ibu Saniah dengan terkedjut. Sesungguhnja, betul sekali persangkaan orang banjak tadi itu, ja'ni Saniah sudah kena guna-guna Nja' Amat. Sebab itu djangan disebut-sebut djua perkara putus pertunangan itu, supaja Nja' Amat boleh dilupakannja. Kalau nama pemuda itu terdengar djua olehnja disebut orang, kasihnja kepada Nja' Amatpun bertambah keras djua." Nasihat dukun itu termakan betul dihati ibu Saniah, hendak diingatnja selama-lamanja. Mereka itu balik ketempat Sitti Saniah kembali, dilihatnja gadis itu masih duduk menangis. Akan tetapi kemudian, karena budjuk-budjukan dukun itu, Sitti Saniahpun sabar djua. Ia ta' menangis lagi, lalu tidur. Keesokan harinja ibunjapun datang kepadanja dengan muka manis. Perkataannja lemah lembut belaka, ta' ada jang kasar lagi. Kemudian datang pula sanak-saudaranja dari Uleëlheuë memberi berbagai-bagai nasihat kepadanja. Dengan demikian lama-kelamaan hatinja dingin djua, meskipun ingatannja kepada Nja' Amat dan engku Suleiman laki isteri jang baik budi itu, ta' dapat dipalingkannja. Kira-kira pukul 1 siang banjaklah anak gadis kawannja datang kepadanja, karena mereka mendengar chabar dia sakit dengan sekonjong-konjong itu. Hal itupun dapat menjabarkan hati Sitti Saniah djua, sehingga ia dapat makan bersama-sama. Chabar keputusan pertunangan Nja' Amat dengan Sitti Saniah itu petjah sudah di Kutaradja. Barang dimana orang muda-muda berkumpul, perkara itu telah mendjadi buah tutur mereka itu. Lebih-lebih tentang hal Saniah pingsan itu. Sekalian mereka itu menjalankan perbuatan orang tua gadis itu. Katanja, perbuatan jang demikian sangat menghalangi kemadjuan bangsa. Djadi mereka itupun sangat bersedih hati dalam hal itu. Akan Nja' Amat, meskipun hatinja sangat duka dan masjgul, tetapi ia dapat djuga menampakkan muka jang djernih kepada kawan-kawannja. Ia tjakap melawan segala daja iblis dan setan.

106 104 XV. RAHSÏA TERBUKA. S ELAMA Sitti Saniah menaruh duka ta' pernah ia keluar dari rumahnja. Tentu sadja luka hatinja bertambah besar, kena ratjun pertjintaan itu. Setiap hari Nja' Amat sadja jang diingatnja. Siang malam ia berpikir, bagaimana djalannja akan bertemu dengan Nja' Amat, djantung hatinja itu, supaja dapat menguraikan segala duka nestapanja. Tjita-tjita jang sematjam itu tentu ta' mudah sampai, karena seorang gadis bangsa Atjeh sukar sekali akan dapat bertemu dengan seorang laki-laki muda, dengan berdua sadja. Djangankan bertemu berdua sadja, 'bertemu didjalan rajapun susah, karena pekerdjaan jang demikian terlarang keras pada Adat Atjeh dan agamanja. Sitti Saniahpun tahu segala larangan itu, tetapi karena terlalu kesal, sudah terbit bermatjam-matjam pikiran jang ta' senonoh dalam hatinja, walaupun maksudnja itu ta' akan sampai. Bila kita pikirkan dan perhatikan dengan saksama, sebenarnja banjak diantara kaum ibu bangsa kita jang melanggar 'adat sopan, gelap pikirannja, sebab ta' dap"at menderita tindih atau paksa orang tuanja, sebagai hal jang telah terdjadi atas Sitti Saniah dan Nja' Amat itu. Anak gadis itu sudah bermaksud hendak mengirim seputjuk surat kepada Nja' Amat, tetapi ketika teringat oleh suatu kalimat dalam surat orang muda itu: lupakanlah kakanda ini, maka maksudnja itu ta dapat disampaikannja. Ia takut dan segan, kalau-kalau Nja' Amat ta 'indahkan dia lagi. Akan ibu dan keluarganja sudah menuduh dia kena guna-guna Nja' Amat, pada hal mereka ta tahu bagaimana hebatnja penjakit tjinta jang dideritanja. Oleh sebab itu sangatlah sedih hatinja. Untung djuga neneknja jang perempuan datang kesitu. Orang itu sangat sajang kepadanja, demikian djuga Sitti Saniah kepada neneknja itu. Setiap hari hatinja dihiburkan oleh orang tua itu, sehingga bagaimana djugapun hati gadis itu dapat djua djadi dingin sedikit, sebab neneknja itu sehaluan dengan dia. Kalau tidak karena nasihat dan sajangnja kepada neneknja itu, boleh djadi ia sudah menggantung diri atau melenjapkan diri dari mata orang tuanja, biar hilang kehormatan segala kaum keluarganya. Segala perasaan hatinja dichabarkannja kepada neneknja itu dan orang tua itupun berunding pula dengan ibu Saniah, tetapi sia-sia sadja. Buah pikiran orang tua itu tidak diterima

107 oleh ibu Saniah, jang gila kemuliaan itu. Maka nenek itupun bersedih hati pula. Djika dilihatnja tjutjunja menangis, lalu dibudjuknja dengan perkataan jang lemah-lembut, katanja : Djangan engkau menangis dan menaruh susah lagi. Barangkali sudah takdir Allah engkau djadi begini. Turut sadjalah kehendak orang tuamu dengan sabar, boleh djadi sudah ditimbang dan diperiksanja, bahwa tunanganmu sekarang ini seorang jang akan berbahagia kelak. Ta' usah kau ingat lagi Nja' Amat, lupakanlah dia. Boleh djadi sekarang engkau amat tjinta kepadanja, tetapi bila engkau sudah kawin dengan T. B. Raman, engkau telah djadi senang, nistjaja pemuda itu lamakelamaan hilang dari dalam kalbumu. Apa ubahnja dengan wanita jang kematian suaminja, jang sangat ditjintai dan disajanginja. Mula-mula ia tiada mau kawin dengan laki-laki lain, bertahun-tahun lamanja, akan tetapi setelah ditjobanja kawin pula, lakinja jang dahulu itupun dapat djua dilupakannja. Tentu kau demikian djuga. Sebab itu sabar sadjalah tjutjuku, terimalah nasihat nenek ini!" O, nenek! keadaan itu berlainan sekali dengan hal diriku sekarang ini. Boleh djadi wanita itu lamakelamaan dapat melupakan almarhum suaminja itu, sebab pertjeraian mereka itu karena mati, jang ta' dapat ditolak lagi. Sudah kehendak Allah demikian! Akan tetapi pertjeraian saja dengan tunangan saja, bukan karena kehendak Allah, melainkan karena perbuatan orang tuaku jang kurang pikir. O, nenek! lebih baik saja mati dari pada menanggung duka begini, ta' guna hidup, bila hatiku ta' diberi merdeka. Nenek djangan mengambil tjontoh akan keadaan zaman dahulu, sebab pada zaman sekarang semua orang mentjari kemerdekaan pikiran dan kehidupan dengan djalan jang lajak." Ah, tjutjuku Saniah, djangan kau berkata begitu; biar nenek meninggal lebih dahulu dari pada tjutjuku, supaja kau dapat meraba kepalaku tatkala dimandikan. Demikianlah harapanku padamu, Saniah! Dari ketjil sampai besar aku sangat sajang kepadamu, Saniah!" Sampai disitu kedua orang itupun menangis. Kemudian teringat oleh Sitti Saniah, apabila ia terus berdukatjita djua, nistjaja neneknja akan kena suatu penjakit kelak, sebab sedih. Djadi bukan dia sendiri sadja jang kena bahaja itu. Oleh sebab itu, pikirnja, baiklah ia sabar sadja. Djanqan nenek menangis lagi!" katanja. Ah, Saniah, sekarang rasakan putus pula rangkai hati nenek, bila nenek pikirkan keadaanmu. Kalau begini sadja halmu, ta' terderitakan olehku, sebab itu baiklah nenek lebih dahulu mati dari padamu, ta' guna aku hidup lagi, sudah tjukup lamanja nenek hidup didunia ini.'

108 106 Sudahlah nenek ta' usah kita perkatakan djua perkara itu Aku hendak berlaku sabar sedapat-dapatnja." Kedua menjeka air matanja, lalu diam. -Sekarang begini, Saniah," kata nenek itu pula kemudian, hendaklah kau sabar sadja, biarlah nenek tjari 'akal atau ilmu akan melembutkan hati orang tuamu, supaja mereka bentji kepada T. B. Raman itu. Demi didengar Sitti Saniah perkataan neneknja itu, serasa hilanglah sudah segala dukatjitanja, meskipun dari dahulu ia ta pertjaja akan 'ilmu itu. Akan tetapi ketika itu karena gelap pikiran, iapun pertjaja djuga. Baik, nenek, kalau begitu!" Sekarang begini, Saniah, kau sabar sadia, djangan susah-susah dahulu, biar nenek pulang satu atau dua hari ke Meuraksa. Nanti nenek tjari seorang jang dapat menolong kibenar^na perkam itu ' ^ ^ wad ' ib kita biakan benar- Dengan segala senang hati, nenek. Saja berani bersumpah ta kan seorang djuga mengetahui hal ini." Sedjak hari itu Sitti Saniah sudah agak senang sedikit. Keesokan harinja pergilah neneknja ke Meuraksa. Uang jano disimpan Saniah sedikit-sedikit, diberikannja belaka kepada neneknja itu akan ongkos apa-apa jang perlu. Orang tua itupun memberi ingat kepada Sitti Saniah, supaja ia djangan memikirkan apa-apa dahulu, sebelum ia balik dari Meuraksa kembali. Dengan budjukan demikian dan karena kasih sajang gadis itu kepada neneknja, hatinja jang luka itüpun hampir r sembuh. Sementara itu datanglah gadis-gadis kawan Saniah mendapatkan dia. Mereka itu amat bersukatjita, demi dilihatnja muka Saniah ada bertjahaja sedikit dari pada beberapa hari jang telah lalu. Maksud mereka datang itu bukan sadja hendak mengunjungi Sitti Saniah sakit, tetapi hendak memberi tahu djuga bahwa mereka akan membuat udjian masuk ke Meijes Normaalschool di Padangpandjang. Chabar itupun menambah girang hati Sitti Saniah djuga, karena ia amat suka akan kemadjuan Katanja, sajang sekali ia ta' dapat mempersaksikan penempuhan udjian itu karena sakit, tetapi ia berdjandji besok Dukul 5 petang hendak datang kerumah kawannja di Ganq Air Wangi akan mendengar nasib kawan-kawannja, kalah atau menang dalam udjian itu. Sesudah gadis itu makan bersama-sama dengan Sitti Saman sekahannjapun keluar menudju rumah engku Suleiman Keesokan harinja pukul 5 petang kelihatanlah sebuah ka-

109 - 107 har melalui Ini. Schoolweg masuk ke Gang Air Wangi dan berhenti dihadapan sebuah rumah dekat langgar. Siapakah jang turun dari kahar itu? Sitti Saniah, jang telah dua bulan lamanja tidak keluarkeluar rumah. Sekalian pemuda, jang melihat wadjah Sitti Saniah waktu itu, tertjengang belaka karena keelokannja, meskipun tubuhnja sudah djauh lebih kurus dari dahulu. Baru kahar itu berhenti dimuka rumah itu, sekalian kawannjapun keluar mendjemput dia, lalu dibawanja masuk kedalam. Anak gadis itu diperkenalkannja dengan 3 orang gadis lain, jang datang dari Lho' Seumawe. Mereka datang kesitu, karena hendak menempuh udjian masuk Sekolah Normaal Padangpandjang djuga. Oleh karena mereka belum ada jang tertolak dari udjian (examen) itu, hatinjapun masih girang, sekaliannja mempercakapkan peri keadaan dalam examen itu. Sitti Saniah berbesar hati djuga, seakan-akan ia sudah sembuh seperti sediakala. Sesudah minum teh dan makan kué-kué, maka mereka itupun bertjakap-tjakap dengan ketiga kawannja, jang datang dari Lho' Seumawe itu. Achirnja bertanjalah Sitti Saniah kepada mereka itu, udjarnja : Dimana saudari menumpang?" Djawab ketiga gadis itu : Kami menumpang dirumah radja, pasanggerahan Atjeh ( 1 )." Adakah senang saudari tinggal disitu?" Ah, sungguh susah kami tinggal disitu." Mengapa?" kata Sitti Saniah dengan heran. Ah, rumah itu penuh laki-laki, djadi kami sangat malu keluar masuk. Apalagi tempat tidur disitu hanja 4 helai tikar sadja. Kalau kami sudah masuk kedalam, kami kuntji sadja pintu, keluar ta' berani, sebab segala kursi diduduki oleh orang laki-laki." Ah, kasihan! Akan tetapi sukakah saudari menumpang dirumah saja?" tanja Sitti Saniah. "O' dengan segala senang hati, kalau Sitti sudi menerima kami ini!" Tentu sadja sudi, datanglah kerumah saja; disana ada ( 1 ) Rumah tempat tinggal Sultan Muhammad Daud dahulu, sesudah Sulthan diasingkan ke Ambon, maka rumah itu didjadikan pasanggerahan bagi kepala-kepala negeri Atjeh sampai tahun 1930 baru dirubah mendjadi kantor. Dibelakang ini rumah ada kuburan Radia Sulthan Djamalul Alam.

110 lapangkan hati sajapun lapang pula menerima saudari se- Kalian. Baiklah, bila sadja saudari bawa kami menurut'" sendiri- "* ^ beran 9 kat bersama-sama dengan saja Kami minta terima kasih akan kebaikan hati saudari dismi, kata ketiga gadis itu. Sesudah bertjakap-tjakap itu, Sitti Saniah minta izin pulang beserta dengan ketiga gadis itu. Seketika itu djuga mereka itupun berangkat kepasanooerahan, akan mengambil barang-barangnja dan" membe'ritahxn reka itu 0ran9 Jan9 W* 81 dan m endjaga (pelajan) mêlai,, K etdah T mp /\ \ esana mcreka masuk kedalam ' '<amarnja. lalu bersiap hendak berangkat. Kemudian seorang dari gadisgadis itu pergi kebelakang, sedang Sitti Saniah berdiri diba- mar Sebentar h M T K 1 n v"' antaranja gadis itupun balik kembal, Dengan sekonjong-konjong pintu dibukakan oleh seorang pemuda, jang berdiri dimuka pintu itu, serta katanja: Hendak kemana engkau sekalian, mau menonton?" -, iu î t T tidak f 20 "" 9 djua ^an 9 mendjawab pertanjaan itu, melainkan sekaliannja membuang muka ketempat lain. Ana* muda itu melangkah masuk kamar dan mengganggu anak gadis itu, tetapi ketika ia memalingkan mukanja kesebeta te r hha 't I erk /, d ( Ut ' mukan^' a P Ut ' at ' seakan-akan disitu 91 S ' dilihatnja Sitti Saniah ada berdiri Siapakah anak muda itu? Tidak lain dari pada T. B. Raman, jang datang kesitu akan mengganggu gadis-gadis itu. Oleh karena ia amat pandai memainkan komidinja, denqan segera diputarnja sadja bitjaranja kepada keadaan lain. berta" nja bagaimana udjian mereka itu. Pertanjaan itu didjawab oleh gadis-gadis itu dengan pendek dan masam; katanja udîiannja belum tentu lagi, sebab mereka harus diudji dua hari Nah, selamat, djangan kurang apa-apa! Saja harap, djangan pulang dengan tangan kosong ke Lho' Seumawe" kata 1. u. Kaman lalu keluar dengan merasa amat malu. «, 1 r en \ bent J' im ' a keti 9 a gadis itu tidak mendjawab lagi melainkan bersungut-sungut sadja. Ada jang berkata Kurang fan 3 "' t*l I? ^ ^ ta ' b «ubah djua kelakuannja jang amat buruk itu. ' Serta didengar oleh Saniah jang tjerdik itu segala perkataan.tu,,apun berbuat pura-pura ta' kenal sadja kepada

111 109 - T. B. Raman. Sudahlah" katanja, marilah kita keluar, bawalah barang-barang itu kedalam kahar." Tunggu sebentar, biar hantu itu pergi dahulu." Setelah dilihatnja T. B. Raman ta' ada disitu lagi, barulah mereka keluar akan memasukkan barang-barangnja kedalam kahar jang menanti dihalaman. Sebenarnja T. B. Raman sudah keluar dari rumah itu, karena amat malu akan kelakuannja jang terlandjur itu. Kemudian mereka itupun berangkat kerumah Sitti Saniah. Ditengah djalan mereka bertemu pula dengan T.B. Raman, jang berkereta angin, tetapi segala gadis itu membuang muka belaka. Setelah djauh, maka kata seorang gadis itu : Ah, berdjumpa pula kita dengan manusia jang ta' sopan itu." Mengapa marah sadja kepada orang?" kata Sitti Saniah. Bagaimana kami ta'kan marah, ia berani sadja masuk kedalam bilik kami dengan tidak bertanja dan minta izin dahulu." ^ Ja, barangkali saudari bersahabat dengan dia, apa salah! kata Sitti Saniah memantjing keterangan jang perlu baginja.,.mana boleh gadis bersahabat dengan laki-laki!" O, barangkali karena sekampung, kan baik djuga ia bertanja sedikit," kata Sitti Saniah pula dengan senjumnja. Biarpun sekampung, kan ta' patut sekali berbuat begitu! Perbuatannja itu 'aib betul. Apalagi kami merasa malu kepada saudari, seakan-akan kami berkenalan dengan laki-laki jang ta' menaruh tertib sopan." Sudahlah, nanti dirumah kita sambung pertjakapan kita. Sekarang sudah sampai," kata Sitti Saniah. Mereka itu turun dari atas kahar, lalu berdjalan kaki masuk rumah Sitti Saniah, sedang barang-barangnja disuruhnja angkat oleh kuli. Ketiga gadis itu diperkenalkan oleh Saniah dengan orang tua dan kakaknja, jang menerima mereka dengan air muka jang manis. Dengan segera ketiga gadis serta barang-barangnja itu dibawa oleh Saniah kedalam sebuah kamar besar, jang biasa disediakannja untuk tamu. Mereka itu disilakannja bersalin pakaian dan mandi. Kemudian mereka itupun duduk bertjakaptjakap diserambi muka, dengan riang dan suka, menanti waktu makan malam. Setelah selesai dari pada makan itu, ketiga gadis itupun dibawa oleh Sitti Saniah duduk kedalam kebun dihalaman rumahnja, jang disinari oleh tjahaja bulan jang terang benderang. Disitiu mereka bertjakap-tjakap pula. Adapun Sitti Saniah sedjak dari tadi berniat hendak mengetahui rahsia T. B.

112 BARANG ANTIK. T,. i 5 4M» *H*fc Alat Tjerana. 1. Kekarah, 2. Kerandam/tempat kapur tempat Gambir, tjengkeh, tjekur dsb, dan Bate Ranub, 4. Tjerepa/ Tjemoi/tempat tembakau.

113 Ill Raman, akan tetapi belum sempat lagi. Sekarang, ketika mereka tinggal berempat sadja, dimulainjalah bertanja demikian : Siapa laki-laki jang tadi itu? Sebetulnja sajapun merasa kurang senang akan kelakuannja jang ta' senonoh itu." ketiga gadï r itr nja ^ ^fe" g! Se ran9 *&»"* ka\ a ü T SZ a t an l ah ' l anas u 6 '" 1 hati Sa^' a tadl Pendeknja, s ' \ f"' 3 be9! t, U baran 9kali saja tjutji maki dia," kata Sitti Saniah memasukkan api kedalam hati gadis itu. Sebetulnja dia orang kampung kami, T. B. Raman namanja, anak Uleebalang disitu." Anak Uleebalang?" kata Sitti Saniah. Ja, kata gadis itu. Mengapa dia kemari?" Ia dihukum oleh assistent-resident karena ia mengatjau kamp Ung sadja disitu Ia berbini seperti ajam, sebentar-sebentar berganti, dan anaknja sudah segerobak banjaknja " Sebentar-sebentar berganti bagaimana?" Ja, mana jang disukainja, dikawininja sadja; kalau ia sudah djemu ditjeraikannja. Ada beberapa kawan saja jang dimintanja akan djadi isterinja, tetapi orang tua mereka itu tidak sudi menerima dia djadi menantunja." n a K"^ai na b0leh? r f n9, ta ' ' karena ia anak Uleebalang nanti kalau ia sudah djadi Uleebalang " k" 9 t ' Sitti Saniah. 9 kata Mana boleh ia djadi Uleebalang!" Mengapa?" tanja Sitti Saniah dengan heran Saudaranja jang baik-baik ada tiga orang lagi!" Ja, kalau saudaranja nanti meninggal?" Masakan sekali mati ketiga-tiganja; kalau matipun, orang negeri ta suka kepadanja Itulah sebabnja dia dibuang kemari. Orang banjak mengadukan dia." Baharu hingga itu bitjara mereka itu, kakak Sitti Saniah turun dan atas rumah hendak datang kesitu m, "f!f n u 9a? t ita ^' arak, an d )"9 a P«kara itu, saudari 'Alimah sudah datang kemari!" kata salah seorang gadis itu kepada Saniah. Sudahlah, biarlah kita sadja mengetahui ha itu lino orang LTi laki-laki ffi^ jang * sematjam ^ ^ itu. * * d ^ * bitjarakan ha, Sesungguhnja Alimah datang, lalu duduk disitu dan berat plllï k K epada / am T,a itu ' Tidak Iama antara "ja ^ tang pulalah ibu anak gadis itu. Sampai pukul 9 malam mereka itu duduk bertjakap-tjakap disitu, tetapi Sitti Saniah tidak girang benar lagi «su-

114 ~ 112 ~ dah mendengar tjerita ketiga gadis itu, karena hatinja sebagai hant.ur rasanja memikirkan rahsia T. B. Raman jang Ä m^ia ra d n i 9 ad,a d 9?. untukkan oleh ibu ^apanja akan J djadi 'Lammja, djadi djundjungannja Kemudian sekalian wanita itupun naik kerumah hendak tidur. Sitti Saniah sampai pukul 3 malam tidak djcga tertlr pikirannja berkatjau-bilau, ta' tetap sekali-kali, sebab S t f akan nasibnja jang malang. teringat

115 ~ XVI. SITTI SANIAH SAKIT. S EMENDJAK anak gadis itu mengetahui segala rahsia dan kelakuan I. B. Raman jang ta' senonoh itu, bentjinja kepada orang muda itu ta' terperikan lagi, sehingga setiap hari makannja ta kenjang dan tidurnja ta' njenjak. Bagaimana nasibnja kelak djika ia telah djadi isteri T. B. Raman, jang ta' menaruh belas kasihan kepada kaum wanita itu? Akan tetapi selama tamunja masih ada dirumahnja, masjgul hatinja itu tidak ditampakkannja sekali-kali, melainkan ia selalu berlaku dengan sabar, manis dan riang. Dalam pada itu ia selalu berharap, supaja neneknja lekas pulang dari Meuraksa. Ia bermaksud hendak menundjukkan kepada orang itu sekalian keterangan gadis-gadis itu tentang diri 1. B. Raman. Akan tetapi neneknja tidak datang djua sebab orang jang ditjarinja belum berdjumpa lagi. Empat malam gadis-gadis itu tinggal dirumah Sitti Saniah hampir setiap malam mereka duduk bertjakap-tjakap dengan riang didalam terang bulan dikebun pekarangan rumah itu Kebanjakan buah tutur mereka itu tentang perkara udjian, tentang kemadjuan dan pengadjaran kaum puteri ditanah Atjeh dan perihal maksud dan tjita-tjita mereka itu dikemudian hari. Rupanja Sitti Saniah suka dan gemar sekali memperkatakan kemadjuan kaum puteri itu, tetapi kerap kali perkataannja putus-putus dan tertahan-tahan, sebagai bersedih hati, sehingga kawan-kawannja terpaksa bertanja apatah konon sebabnja ia berhal sedemikian itu. Pertanjaan itu didjawab oleh Saniah dengan pendek, bahwa hatinja sangat sedih dan iba, karena ta dapat melandjutkan pengetahuannja itu. Akan tetapi sesungguhnja ia teringat akan pertjakapannja dengan Nja' Amat dimedja makan engku Suleiman, dan ditempat lain djuga. Djika mereka itu bertukar-tukar pikiran berdua sadja, bukantah kerap kali mereka memperkatakan nasib kaum wanita ditanah Atjeh, lebih-lebih nasib gadis-gadis, bagaimana mereka harus menggeserkan 'adat2 kuno, supaja dapat hidup dengan ' sebaik-baiknja didalam masa zaman sekarang ini? Sebagaimana Ä W P emuda -P emuda Jang tergabung dalam Vereeniging Atjeh. Akan tetapi sekarang, djangankan tertjapai tjita-tjitanja itu, dirinja sendiripun sudah kena malapetaka 'adat kuno jang menghalang-halangi kemadjuan itu. Ia mesti kawin de-

116 114 - ngan seorang laki-laki jang tidak disukainja sekali-kali ia dipaksa kawin dengan T. B. Raman, jang akan mematahkan segala tjita-tjitanja. Pendeknja ia dipaksa oleh orang tuanja, mesti hidup makan hati berulam djantung diatas dunia ini. Atau dipaksa, supaja mati lekas Itulah jang sangat menjajukan pikirannja. Adapun ketiga gadis itu baik untungnja, mereka itu lulus dalam udjian. Akan menjatakan kegirangan hatinja diadjaknjalah Sitti Saniah berkenderaan sekeliling kota, ketempat mandi di Mataië, Uleëlheuë dan ketepi laut Lho' Nga. Meskipun Sitti Saniah dalam dukatjita, tetapi karena sendagurau kawan-kawannja itu, hatinja riang djua rupanja. Tjahaja mukanja timbul kembali, berseri-seri, sebagai paras ketiga kawannja itu, sehingga keempat gadis itu ta' ubah sebagai bunga empat setangkai" atau bunga kembang setaman"; ragu hati pemuda-pemuda jang bertemu dengan mereka akan menentukan, mana jang elok diantara keempatnja. Sehari-harian itu mereka djadi buah tutur kepada pemuda-pemuda di Kutaradja. Bukan sadja tentang perkara ketjantikannja, tetapi tentang putusnja pertunangan Sitti Saniah dengan Nja' Amat djuga Keempat gadis itu singgah kerumah kawan-kawannja akan memberi selamat tinggal, sebab keesokan harirtja ketiga gadis itu akan berangkat pulang ke Lho' Seumawe. Ketika Saniah sampai dirumahnja pula, dilihatnja neneknja sudah datang dari Meuraksa. Tentu sadja orang tua itu sangat bersenang hati melihat tjutjunja sudah sehat pula rupanja. Sesudah mereka mandi dan makan, siang telah berganti dengan malam, keempat gadis itupun pergi pula duduk kedalam kebun dihalaman rumah, sedang hawa amat sedap rasanja dan bulan terang benderang tjahajanja. Oleh Saniah diadjaknjalah neneknja duduk bersama-sama dengan gadis-gadis itu, maksudnja, supaja didengarnja keterangan mereka itu tentang kelakuan T. B. Raman. Akan tetapi belum lagi Sitti Saniah membuka bitjara tentang perkara itu, ibu dan kakaknja telah datang kesitu Bukan buatan panas hati Saniah, terbakar rasanja, sebab maksudnja ta' sampai, jaitu akan menjuruh kawan-kawannja mentjeriterakan kepada neneknja segala kebusukan T. B. Raman itu. Keesokan harinja ketiga gadis itu berangkat kestation diantarkan oleh Sitti Saniah dan 'Alimah. Setelah kereta berangkat ke Lho' Seumawe, kedua saudara itupun balik kerumahnja kembali dengan sedih hatinja, sebab bertjerai dengan sahabatnja jang ramah itu.

117 115 Station Kereta api Kutaradja, sedang sediakan satu inspeksi trein.

118 Sitti Saniah segera masuk kekamarnja, lalu bertemu dengan neneknja. Apa chabar, nenek?" tanja Saniah dengan tiba-tiba setelah dikuntjinja pintu, adakah dapat jang nenek tjari?" Dapat; akan tetapi susah sekali mentjarinja, sehingga saja terlambat pulang kemari." Sjukur, nenek, akan tetapi saja sangat menjesal nenek terlambat pulang." Mengapa?' Saja ingin sekali, supaja nenek mendengar segala keterangan dari mulut gadis-gadis jang baru berangkat itu sendiri." Keterangan apa?" Segala keterangan tentang keadaan T. B. Raman!" Djadi kau sudah mendapat keterangan, bahwa ia seorang jang baik?" Seorang jang baik? O, nenek djangan salah duga, kebalikannja jang saja peroleh. Sesungguhnja ia seorang bangsawan, akan tetapi bangsawannja itu sudah tertutup oleh selapis noda." Bagaimana maksudmu?" Karena kelakuannja amat buruk, ta' dipandang orang bangsawannja lagi. Ia datang kemari bukan,seperti katanja sendiri akan beladjar, melainkan akan mendjalankan hukuman, sebab ia selalu mengatjau kampung " Ja, orang muda sudah biasa djuga berlaku demikian, akan tetapi belum boleh dikatakan kelakuannja itu Kebanjakan anak radja jang muda-muda begitu perangainja, tetapi djika ia sudah beristeri, perangainja jang buruk itu berubah djua kepada jang baik." Apa kata nenek? Dia sudah beristeri delapan orang, dua jang dikawinkan oleh orang tuanja dan enam ditjarinja sendiri." Dari mana kau dapat keterangan?" Dengan segera Sitti Saniah mengchabarkan segala keterangan jang didapatnja dari pada ketiga gadis tainunja itu. Setelah neneknja mendengar segala keterangan itu, iapun menggeleng-gelengkan kepalanja. Sebentar itu djuga berlinang-linanglah air mata keduanja, O, nenek, bahwasanja saja sudah djatuh kedalam tangan seorang laki-laki jang ganas dan saja tidak tjinta sekali-kali kepadanja. Akan tetapi ajah dan ibu memaksa saja kawin dengan machluk jang zhalim itu." Wahai, Saniah, djangan kau bersedih hati demikian itu, sabarlah dahulu, barangkali obat jang saja bawa ini akan dapat memberi pertolongan." Obat apa nenek bawa?"

119 117 Ini ada dua matjam, jang sematjam disuruh taruh dalam makanan ajah dan ibumu dan jang sematjam lagi harus ditanamkan dalam tanah dibawah tempat tidur mereka itu." Dari mana nenek dapat obat ini?" Dari Teungku Dullah!" Ah, nenek, pengharapanku amat tipis akan obat itu." Mengapa kau berkata begitu? Sekalian orang sudah kenal Teungku Dullah. Ia sudah banjak menolong orang jang seperti engkau ini; sebab itu sabar sadjalah, kita tunggu 3 kali Rabu, hingga orang tuamu berpaling haluan kelak. Tambahan pula nenek hendak mengchabarkan kepadanja segala rahsia T. B. Raman jang kau dapat itu. Ah, sajang sekali, mengapa kau ta' mau menerangkan segala keterangan itu kepada ibumu sendiri?" Ja, nenek, saja suka mengchabarkan sekalian hal itu kepadanja, tetapi dilarang oleh gadis-gadis itu, karena mereka sangat malu. Tidak baik anak-anak gadis memperbintjangkan hal ihwal orang laki-laki, bukan? Tambahan pula mereka chuatir, kalau-kalau pertjakapan itu diketahui oleh T. B. Raman kelak dan barangkali berbahaja bagi diri mereka itu." Ah, Saniah, baiklah kita sabar sadja dahulu. Kita lihat, bagaimana makannja obat itu." Baiklah, nenek. Akan tetapi djika nenek hendak mengetahui hati saja sekarang ini, rasanja saja suka menggantung diri dari pada kawin dengan laki-laki jang zhalim itu. Aku tidak suka djadi bini jang kesembilan dari laki-laki, jang telah beranak segerobak buruk itu." Itu betul, Saniah, tetapi sabarlah, djangan lekas gelap pikiran." Sedang kedua orang itu bertangis-tangisan, ibu Sitti Saniah masuk; maka katanja dengan berang : Kalau ibu sudah ada disini, Saniah sudah menangis-nangis sadja. Pada hal sepeninggal ibu dia sangat girang. Rupanja ibulah jang memandjakan Saniah, sehingga ia berani membantah kemauan kami jang baik. Itulah, kalau orang sudah tua, perangainja sudah sebagai perangai kanak-kanak jang baru lahir kedunia, ta' tahu menimbang baik dan buruk sesuatu perkara." Djangan kau marah kepada saja; kalau kau ta' senang, biarlah saja pulang ke Meuraksa. Kau sendiri jang ta' tahu menimbang buruk dan baik nasib anakmu kemudian hari," kata nenek Sitti Saniah dengan berang pula. Ja, ibu lebih tahu, karena ibu banjak berkenalan dengan orang baik-baik disini, kami ini mata kaju sekaliannja!" Ja, sebenarnja kamu mata kaju sekaliannja, tidak tahu, jang akan djadi menantumu itu orang djahat."

120 ~ Dimana ibu tahu anak orang djahat?" Dengarlah saja tjeriterakan!" Tjobalah!" Sekalian keterangan gadis-gadis dari Lho' Seumawe itu, diterangkan oleh orang tua itu, ja'ni sebagaimana didengarnja dan pada Saniah sendiri. Ah, mana boleh begitu," kata ibu Saniah dengan edjeknja, demi didengarnja keterangan nenek itu. Saja sendiri kerap kali bertjakap-tjakap dengan gadis-gadis itu, ta' pernah mereka menjebut-njebut perkara itu. Sekalian itu tidak lain hanja karangan Saniah jang sudah kena santau Nja' Amat sadja." Sudahlah, kalau saja ta' dapat berkata apa-apa, perbuatlah sebagaimana suka hatimu sadja," kata orang tua itu serta menangis dengan sedih. Setelah ibu Sitti Saniah keluar, iapun bangkit berdiri hendak berangkat pulang ke Meuraksa, tetapi kakmja dipegang dan dipeluk oleh Sitti Saniah, serta bermohon, ^supaja neneknja tinggal disitu djuga. Kalau nenek puang, katanja, nanti saja menggantung diri." Karena perkataan tjutjunja demikian itu, hatinja djadi lembut pula, lalu ia tinggal djuga disitu dengan dukatjita. Tengah malam Sitti Saniah dan neneknja turun kebawah, akan menanam ramuan jang dibawanja dari Meuraksa itu. Demikian berturut-turut, segala sjarat jang ditundjukkan leungku Dullah itu, dilakukannja dengan sempurna Sementara itu ibu Saniah selalu mengomel dan bersungutsungut sadja. Karena itu kedua mereka itupun makin bertambah-tambah makan hati djuga. Jang lebih menjedihkan hatinja, ibunja sudah mengadukan sekalian hal mereka itu kepada ajali Saniah. Katanja; Saniah sudah diberi hati oleh ibu, sehingoa ia berani membantah segala kehendak kita itu. Pada hal kalau ibu ta ada dismi. Saniah senang-senang sadja. Ingatlah waktu ibu pulang ke Meuraksa, ia pergi kemana-mana dengan kawan-kawannja. Sekarang selama ibu pulang, tiap-tiap hari ia tinggal dalam bilik dan menangis sadja." Bukannja hal itu dikatakan oleh ibu Saniah dirumah sadja, tetapi kepada barang siapa jang berdjumpa dengan diapun, ditjeriterakannja belaka. Oleh sebab itu tjutju dan nenek itu adalah seperti tinggal dalam naraka rasanja. Beberapa kali nenek itu hendak lari, tetapi ditahan oleh Sitti Saniah dengan keras. Karena ia sangat sajang kepada tjutjunja, tinggal djugalah ia disitu dengan kesal dan sedih. Tiap-tiap hari makan ta sedap, tidur ta senang, sehingga orang tua itu djatuh sakit. Saniah! katanja pada suatu hari, ketika badannja telah berasa amat lemah, tetap djugakah engkau menampik kehendak orang tuamu? Apa salahnja kau turut kehendak mereka

121 119 ~ itu, supaja kita djangan bersusah hati seperti ini? Lupakanlah Nja' Amat itu!" Ma'af, nenek! Saja katakan dengan sungguh kepada nenek, saja tidak dapat sekali-kali melupakan Nja' Amat ",,Ja, Saniah, bukan engkau jang mungkir akan djandji itu, melainkan orang tuamu, sebab itu Nja' Amat ta'kan menjalankan engkau." Sungguhpun begitu saja ta' tjakap akan berbuat demikian. Apalagi saja akan dipaksa kawin dengan laki-laki jang rendah budinja dari pada Nja' Amat. Tidak, nenek, sekali-kali saja ta' suka menurut kehendak ajah dan ibu. Lebih baik saja mati, dari pada hidup djadi permainan seorang laki-laki jang buas. Kalau saja tidak ingat akan nenek, sudah lama saja menggantung diri. Dari pada hidup bertjermin bangkai, lebih baik mati berkalang tanah; demikian kemauanku.",,ah, Saniah, sudah nasib kita akan menanggung susah begini. Se'umur nenek, belum pernah nenek merasa susah sematjam ini. Kedua orang itupun menangis pula. Makin lama nenek itu makin bertambah sakitnja dan Sitti Saniahpun sudah kurus sangat. Ta' ubah seperti kata pepatah : Anganangan mengikat tubuh," ja'ni karena ia selalu makan hati berulam djantung, tubuhnja telah djadi rusak benar-benar. Istimewa pula parasnja jang elok dan manis dahulu itu seakanakan sudah menghindar dari badannja. Bertukar sebagai siang dengan malam atau sebagai bunga ditimpa panas. Pada suatu hari 'Alimah menjapu dibawah rumah. Maka terdapatlah olehnja benda (ramuan) jang ditanah Sitti Saniah dan neneknja, berserak-serak kian kemari, rupanja karena digali andjing dan dikais ajam. Semua benda itu diperlihatkannja kepada ibu dan ajahnja. Ramuan itupun mendatangkan sangka jang bukan-bukan pula kepada ibu Saniah. Katanja, perbuatan itu ialah perbuatan Nja' Amat semata-mata. Dengan segera ibu dan ajah Saniah pergi kerumah Udo Sjam (dukun) akan melihat hal itu dalam tenungnja. Kata dukun, sungguh ramuan itu perbuatan Nja' Amat! Oleh karena itu hati ibu Saniah bertambah bentji djua kepada pemuda jang malang dan ta' bersalah itu. Serta chabar itu didengar Saniah, hatinjapun bertambah-tambah sakit dan sedih, sehingga putuslah harapannja. Istimewa pula, sudah dua puluh lima hari lamanja ramuan itu ditanam, tetapi djangankan mudjarrab, malah menambah sengsara badan, hati dan djantungnja djua. Achirnja iapun sakit. Tentu sadja hal Saniah demikian itu mendjadikan penjakit neneknja bertambah keras djua, sehingga sebutir nasipun ta'

122 ~ 120 lalu dikerongkongannja lagi. Tudjuh hari lamanja ia berhal sedemikian dan pada hari jang kedelapan, kira-kira pukul tiga malam Djum'at orang tua jang baik hatipun mengembuskan njawanja jang penghabisan. Ia berpulang kerahmatu'llah dengan senang. Sitti Saniah bagaimana halnja? Demi dilihatnja neneknja meninggal itu, iapun djatuh pingsan, karena sangat sedih hatinja. Akan tetapi kemudian ia siuman pula, lalu teringat olehnja pesan neneknja jang dikasihinja itu, ja'ni djika ia mati, hendaklah diribakan kepalanja ketika dimandikan. Dengan sekuasa-kuasanja disampaikannjalah pesan orang tua itu, meskipun badannja amat letih dan lesu, sebab ia sakit pula. Setelah itu, heran! maka badannjapun adalah berasa segar sedikit rasanja,

123 121 XVII. KEPANDAIAN DUKUN. S ESUDAH sembahjang Djum'at, maka majat orang tua itupun diangkat dan dibawa orang ke Deahbaro, akan dikuburkan disitu. Ketika djenazah itu dibawa turun dari atas rumah sekalian keluarga Saniah menangis dan meratap belaka. Anak gadis itupun menangis djua, tetapi tidak kedengaran suaranja. Hanja air matanja sadja jang djatuh berderai-derai, sebagai manik putus talinja. Pikiran dalam hatinja : Berdjalanlah nenek dahulu, nanti kuturuti dibelakang. Akupun ta' guna hidup lagi, karena ta' ada lagi orang jang kasih akan diriku." Dengan demikian ingatannjapun djadi gelap pula, sebagai ta' ada lagi dunia ini baginja. Ia rebah diatas tempat tidurnja, beberapa djam lamanja tiada bangun-bangun. Kemudian dapat djualah dikuatkan tubuhnja, dilawannja penjakit dan kesedihannja, sehingga achirnja dapatlah ia berlaku sebagai orang jang ta' kurang suatu apa djuapun. Orang tuanja senanglah hatinja. Akan tetapi ia berbuat demikian, hanja akan menipu kaum keluarganja sadja. Niat hatinja tetap sudah : hendak membunuh diri. Pada suatu pagi hari ia turun kehalaman, lalu masuk kedalam kebun. Maka kelihatan olehnja sebatang pokok kaju, jang dililit oleh gagang sirih. Disitu ada tersandar sebuah tangga. Tempat itu bagus sekali akan djadi tonggak gantunganku," pikirnja dalam hatinja. Nanti malam aku tjari seutas tali, kuikatkan sebuah udjungnja disitu, sedang udjung jang lain kudjeratkan kebatang leherku. Setelah itu aku melompat kebawah Wahai, nenekku, akupun mesti masuk kubur pula, sebab ta' guna aku hidup, djika hanja akan djadi permainan seorang laki-laki jang ta' kutjintai sekali-kali. Lebih baik aku gantung diriku disini kelak, habis perkara " Tengah berpikir-pikir demikian, dinaikinjalah tangga jang tersandar pada pokok sirih itu. Sementara itu datanglah bibi'- nja dari belakang, dan berkata kepadanja : Hai, Saniah, mengapa engkau pandjat sirih itu?" Saja lihat daunnja sudah kuning belaka, bibi'," djawab anak gadis itu dengan tjerdik, kalau saja tidak sakit, biasanja daun sirih itu sudah kupetik djua."

124 122 ~- 1 a usah, Saniah, biarlah ajahmu sadja memetik sirih itu kelak. Turunlah engkau, dan marilah naik kerumah. Bukantah badanmu masih lemah?" Dengan saju Saniah turun dari pohon itu, lalu naik keatas rumah pula beserta dengan bibi'nja. Sesudah sembahjang magrib datanglah orang kampung kerumah ibu Saniah akan mengadji, untuk keselamatan arwah nenek jang berpulang itu dalam kubur. Biasanja mengadji itu dilakukan orang tudjuh hari berturut-turut : pagi, petang dan ma ""lam. Sementara kaum wanita memasak didapur, Sitti Saniah turun dari atas rumahnja, kebawah rumah, lalu ditjarinja seutas tali sabut dan dibawanja kedalam kebun. Sebuah udjung tali itu diikatkannja erat-erat didahan pohon sirih itu, dan udjung lain didjadikannja djerat jang tergantung kebawah. Setelah djerat itu disentakkannja beberapa kali akan mengetahui kuat tidaknja, lalu ditjobakannjalah pada batang lehernja. Sebelum ia melompat kebawah, tiba-tiba terpikir olehnja, sudah patutkah ia mati beqitu sadia 7 Belum patut," kata hatinja dengan segera dan tetap, ada suatu perkara jang penting harus kuselesaikan dahulu, sebelum njawaku bertjerai dengan badanku " Ja," katanja dengan perlahan-lahan, sambil pembuka djerat itu dari lehernja, benar, aku harus menulis surat riwajat, jang boleh djadi peringatan bagi bangsaku kelak. Tambahan pula aku harus minta ma'af dan ampun kepada djantung hatiku Nja' Amat." Dengan pikiran demikian iapun segera turun tangga itu, lalu masuk kedalam kamarnja dengan sembunjisembunji. Maka dimulainjalah membuat surat, sebagaimana tjita-tjitanja tahadi itu. Akan tetapi baharu menulis sepatah dua patah perkataan, tiba-tiba masuklah bibi'nja kedalam bilik itu, serta berkata dengan lemah lembut : Ja anakku Saniah, mengapa engkau duduk seorang diri sadja? Marilah kita membatja selawat ditempat ibu meninggal." Demi didengar anak gadis itu perkataan bibi'nja 'demikian, iapun menoleh kebelakang. Maka katanja dengan senjumnja, sambil menjembunjikan kertas jang sudah ditulisnja tadi itu dibawah kertas lain : Ja, bibi', badanku kurang senang rasanja, kepalaku pusing." Ta ' usah kau berbuat apa-apa disitu, melainkan duduk ' atau tidur akan meramaikan kami sadja. Orang laki-laki tengah 'asjik mengadji, kita wanita harus membatja selawat dan mendo'a untuk ibu. Apa lagi kerdja kita sekarang, memasak-

125 123 pun sudah selesai; djadi kita wadjib berbuat kebadjikan kepada ibu, nenekmu. Itulah gunanja ibu menjuruh kita mengadji, supaja boleh mendo'akan dia dalam waktu begini; mudah-mudahan berkat selawat kita, Allah memberi rahmat kepadanja didalam kubur." Anak gadis itu berpikir sedjurus. Betul djuga perkataan bibi' ini, baiklah aku pergi membatja selawat dahulu. Sekarang orang sedang sibuk mengadji, sehingga pikiranku terganggu akan menuliskan sekalian tjita-tjitaku. Nanti, djika orang sudah pulang dan keluargaku telah tidur njenjak belaka, barulah kumulai menulis pula dan sudah itu ketonggak gantungan." Setelah itu iapun berbangkit dari kursinja, lalu berdjalan menurutkan bibi'nja ketempat perempuan tua dan muda, jang telah berkumpul dan siap akan membatja selawat, dikepalai dan diaturkan oleh seorang hadji perempuan djua. Mula-mula dibatja orang hikajat keturunan Nabi Muhammad s.a.w. sampai kepada mi'radjnja kelangit, kemudian dibatja pula selawat tentang hari qiamat. Banjak orang jang insjaf akan dirinja mendengar selawat itu dan banjak pula jang menangis karena takut dan sedih. Sitti Saniah jang bidjaksana itupun insjaf pula akan dirinja, karena banjak benar jang djadi kias dan 'ibarat kepadanja. Ketika sampai pembatjaan itu kepada hikajat naraka djahanam, tempat segala kafir, badannjapun gemetar, sebab merasa tubuhnja seolah-olah sudah ada ditempat itu. Sedang sekalian orang 'asjik mendengarkan selawat itu, terpikirlah olehnja nasib dirinja sendiri. Akan diteruskannja djugakah maksud hatinja naik tiang gantungan jang telah disediakannja itu atau perlu djugakah ia tinggal hidup? Air matanja djatuh berlinanglinang, bukan sadja karena takut akan hari qiamat, tetapi karena sedih djuga akan hidupnja jang sial itu. Kerap kali ia mendengar petua gurunja, waktu mengadji kitab, barang siapa jang membunuh diri, sendiri, mati kafir, ta'kan beroleh sjafa'at pada hari qiamat dan tidak pula akan mendapat tempat dalam sjurga. Selagi orang Islam hidup didunia, wadjib ia ta'at supaja mendapat sjurga diachirat kelak. Berkat selawat itu, achirnja gadis^ itupun tenang pula. Ia mulai takut akan Allah kembali. Ah," pikirnja, kalau begitu ta' usah aku mati sesat, mati kafir, melainkan biarlah aku mati karena pertjintaan." Djadi ia telah merasa, kalau ia masih menanggung pertjintaan, mesti mati djuga; tidak lekas, lama, tetapi ia berharap, supaja mati sebelum tubuhnja djadi kurban T. B. Raman. O, kakanda! kekasihku! djantung hatiku Nja' Amat, bagaimana aku akan dapat memutuskan tjintaku kepadamu!! Ja,

126 124 ~ nenekku! kuharap Allah akan mentjabut njawaku djuga kelak, supaja kita bersama-sama meninggalkan dunia jang penuh kekedjaman ini!!" Demikian pikiran Sitti Saniah dalam tempat jang ramai itu. Kemudian ditetapkannjalah hatinja hendak hidup beberapa lama lagi, ta' usah menggantung diri. Ketika orang sudah berhenti membatja selawat dan hari sudah djauh malam, iapun turun dan pergi kekebun sirih akan mengambil tali gantungan itu, supaja perbuatannja djangan diketahui oleh orang tuanja. Pada malam jang ketudjuh orang chanduri besar, seuneudjoh kata orang Atjeh. Setelah itu, baharulah lengang rumah Sitti Saniah. Setiap hari tjuma satu orang sadja lagi jang datang mengadji, sampai 44 hari lamanja. Keluarga Sitti Saniah jang djauh-djauh sudah pulang, dan mereka akan datang pula nanti ketika ada chanduri lagi, jaitu pada hari 10, 20, 30, 40 dan 44 nenek Saniah meninggal itu. Meskipun badannja sangat lemah, Sitti Saniah bekerdja djuga untuk keperluan chanduri itu. Akan tetapi tubuhnja makin lama makin lemah djua. Banjak orang jang menjuruh orang tuanja membawa dia kepada dukun, karena sangka orang dia sudah kena guna-guna Nja' Amat, dan ada pula jang menjuruh bawa kepada dokter, kalau-kalau ia termakan sesuatu ramuan ratjun. Persangkaan orang banjak itu sangat dipertjajai oleh ibu Sitti Saniah. Pada suatu hari diadjaknjalah Saniah kerumah dokter, tetapi ia tidak mau, biar dia mati katanja. Oleh sebab itu dipanggillah dokter datang kerumahnja. Bermula tubuh gadis itu diperiksa oleh dokter dengan saksama; didengarkannja bunji napasnja dan diketuk-ketuknja dadanja, sambil bertanja apa-apa jang perlu dan berfaedah bagi pemeriksaan itu. Akan tetapi penjakit Saniah tidak didapati oleh dokter itu. Sebab itu Sitti Saniah disuruhnja bawa kerumah sakit, katanja, disitu ada perkakas jang tjukup untuk memeriksa segala penjakit. Dengan paksa gadis itupun dibawa dengan auto kerumah sakit dimuka station, beserta dengan ajah dan kakaknja. Setelah diperiksa darah dan kotorannja Saniah disuruh keluar dan ajahnja dipanggil masuk kedalam oleh dokter. Adapun dokter itu kurang faham bahasa Indonesia; maka katanja kepada ajah Sitti Saniah : Kita sudah periksa badan dan darah teuku punja anak, badannja tidak kurang apa-apa, tetapi kita rasa, dia ada sakit lain. Apa anak teuku sudah kasih kawin?" Sudah dua kali bertunangan, tuan, tetapi belum kawin.

127 - 125 Tunangannja jang pertama saja tolak, sebab saja tidak suka kepadanja.",.ja, barangkali itu sebabnja dia sakit, sama kita tidak dapat pertolongan, tetapi teuku sendiri bisa tolong, asal kasih apa jang dia suka atau senang, kemauannja mesti turut." Perkataan dokter itu tidak terang kepada ajah Sitti Saniah. Ia tidak mengerti maksud perkataan dia ada sakit lain dan asal kasih apa jang dia suka atau senang, itu. Sangkanja sakit lain" itu penjakit teukeunong", kena 'ilmu orang, djadi dokter ta' dapat menolong, ketjuali dukun. Dan perkataan asal kasih apa jang dia suka atau senang" itu, sangkanja apa jang disukainja akan dimakan atau dipakai, hendaklah diberikan supaja senang hatinja." Pada hal maksud dokter itu lain sekali. Ia sudah mendapat keterangan jang djelas dari pada Saniah, bahwa gadis itu tidak sakit sekali-kali, melainkan dengan penjakit lain itu maksudnja penjakit tjinta", dan ia bermohon sangat, supaja kehendaknja diperlakukan, dikawinkan dengan kekasihnja agar supaja senang hatinja, dan sembuh. Sesudah habis pembitjaraan dengan dokter itu, mereka itu berangkat pulang dan dirumah ditjeriterakan oleh ajah Saniah kepada isterinja, bahwa Saniah sudah kena perbuatan orang; dokter ta' dapat mengobatinja, lebih baik ditjari dukun kampung sadja. Bitjara itu termasuk benar dalam pikiran ibu Sitti Saniah dan orang2 setangganja. Hari itu djuga ditjarilah Udo Sjam, dan diminta datang kerumah ibu Saniah malam itu kelak. Sesudah sembahjang magrib dukun itupun datang, lalu masuk kekamar Sitti Saniah. Dengan segera ia membatja do'a dan memegang dahi gadis itu. Sitti Saniah menolakkan tangan dukun itu, serta berkata :,,Ta' usah saja diobati, biar saja mati, sedangkan dokter jang sudah tinggi sekolahnja tidak dapat mengobati saja; djangan saja diperdajakan. Ajuh, keluar, kalau tidak, saja keluar dari rumah ini." Sebentar itu djuga Udo Sjam keluar diiringkan oleh ajah Saniah. Sesampainja diluar kamar Sitti Saniah, maka kata dukun itu : Kita mesti duduk bitjara ditempat lain, djangan didengar oleh Sitti Saniah." Baik kita duduk diserambi muka," kata ajah Sitti Saniah, Tidak dapat," kata Udo Sjam, disitu terdengar djuga olehnja pertjakapan kita kelak. Sitti Saniah sudah kena, sudah seperti orang gila; kalau kita bitjara dan menjebut-njebut nama orang itu, nanti bertambah keras sakitnja, sebab dia sudah termakan betul-betul."

128 126 Kalau begitu, baiklah saja panggil ibunja sebentar kita bermupakat dimana jang baik." dan Sebentar itu djuga ibu Saniah keluar dan turun kebawah. Maka Udo Sjam itupun berkata pula kepadanja, seperti kepada ajah Saniah tadi itu. Kalau begitu, baik kita duduk dirumah si Ubit," kata ibu Sitti Saniah. Jang dikatakannja si Ubit itu ialah adiknja jang bungsu. Baiklah disana kita bermupakat!" kata Udo Sjam, lalu mereka pergi kesitu. Setelah duduk, Udo Sjam meminta sebuah mangkuk putih jang berisi air djernih dan membakar kemenjan serta mengeluarkan 3 buah limau dari dalam sakunja. Setelah mangkuk itu diletakkan orang dihadapannja, lalu dibelahnja ketiga limau itu berturut-turut dan dimasukkannja kedalam mangkuk itu, sambil membatja mantera. Belahan limau itu diperhatikannja baik-baik, dikatjau-katjaunja dengan pisau. Kemudian maka katanja, sambil menggeleng-gelengkan kepalanja : Ja, sekarang sudah susah sedikit, sebab penjakit Sitti Saniah sudah mendalam, karena sudah lama orang bekerdja. Tambahan pula orang jang melakukan pekerdjaan itu pandai betul. Sitti sudah dua matjam kena." Bagaimana dua matjam?" tanja ibu Saniah dengan kedjut. ter- Pertama-tama orang sudah memberi pekasih C) kepada Sitti Saniah, sebelum putus bertunangan, dan kedua sesudah putus. Karena tidak lekas mudjarrab pekasih itu, lalu diberikannja kulat Lamteuba ( 2 )" Ramuan jang didapat tempo hari jaitu ramuan jang pertama, sedang ramuan jang lain, kulat Lamteuba, ada jang sudah termakan oleh Sitti Saniah dan ada pula jang belum. Dari itu sekarang ia sebagai orang gila dan tubuhnja makin lama makin bertambah lemah dan kurus. Pikiran jang betul ta' ada lagi padanja." Djadi sekarang bagaimana? Dapat djugakah ia ditolong?" tanja ibunja kepada dukun. Insja Allah, saja tjoba mengichtiarkan; biasanja dapat djua saja tolong, tetapi terlalu susah, sebab sudah terlambat sedikit. Akan tetapi dalam pada itu saja mesti bekerdja 7 malam lamanja. Malam saja bekerdja dan siang tidur, sebab itu tentu sadja saja ta' dapat pergi kemana-mana, sedang semua bekal mesti sedia." Tolonglah, Udo! tolonglah anak saja jang sudah dianiaja (') Guna-guna. ( 2 ) Tjendawan Lamteuba, nama satu kampung jang sudah masjhur perkara 'ilmu guna-guna dan rantjun di Atjeh Besar, dizaman dahulu.

129 127 oleh manusia jang ta' sampai maksudnja itu." Ja, boleh! saja mesti tolong. Dokter, mana dia tahu dalam hal ini, dia tjuma tahu memberi obat luka sadja; obat matjam ini dimana pula dia tahu, sebab ia orang kafir," kata Udo Sjam. Sekarang saja katakan sedikit kepada ajah dan ibu Saniah," katanja pula sesudah berdiam diri sedjurus, orang jang melakukan hal itu atas diri Sitti Saniah, amat pandai dan tadjam 'ilmunja; kalau bukan djin dan peri jang melawan, tidak dapat. Sebab itu dalam 7 hari saja mesti minta tolong kepada djin dan peri, saja suruh dia mentjari dan membawa ramuan itu kepada saja kemari. Tetapi saja beritahukan sedikit : dalam perkara itu saja perlu menjediakan bekal, bukan sadja untuk saja sendiri, melainkan untuk sjarat-sjarat jang biasa saja lakukan pemanggil djin dan peri djuga. Pertama saja mesti chanduri sedikit serta menjembelih seekor ajam putih; tempat chanduri itu mesti dihiasi dengan kain putih dan diatari ( 1 ), dan kemenjanpun dibakar. Tidak boleh sekali-kali orang lain melihat tempat itu, melainkan saja sendiri." Berapa belandjanja?" tanja orang tua Sitti Saniah. Tudjuh kali tudjuh hasta kain putih, tudjuh kali tudjuh bilah djarum dan limau tudjuh serangkai. Akan tetapi limau itu tidak boleh dipetik oleh orang lain, melainkan mesti kupetik sendiri, karena.ada sjaratnja." Djadi berapa perlu uang?" tanja orang tua Sitti Saniah lagi, Ja, kira sadjalah : kain putih ƒ 0,25 sehasta, djadi 49 kali ƒ 0,25 dan minjak atas ƒ 3, tjukup. Limau nanti saja tjari sendiri, lain dari itu akan belandja saja, tetapi itu berapa ichlas hati bersedekah sadja. Ma'lumlah, orang hidup harus makan. Dengan ichtiar bagaimana djuapun mesti mentjukupi napckah dirinja. Kerdja saja ta' lain, hanja matjam inilah. Dari itu napekah anak bini saja hanja datang dari kemurahan hati hamba Allah, jang minta tolong kepada saja. Saja menolong orang, dan orang menolong saja pula. Biasanja kalau saja dipanggil orang ke Pidie atau ke Mukimtudjuh. Padangtidji, dan lain-lain, ada kalanja saja diberi orang sedekah sampai ƒ. Akan tetapi sama-sama kita disini, berilah saja beberapa patut dan ichlas hati sadja." Baiklah, kalau Sitti Saniah dapat baik, saja bersedekah dengan ichlas hati ƒ 50. dan kalau dia sembuh benar, saja bersedekah ƒ 100.," kata orang tua Sitti Saniah. Sjukur, saja terima dengan senang hati. Perkara sembuh (') Diberi minjak atar.

130 128 tidaknja itu bergantung kepada kehendak Allah, saja tjuma berichtiar sadja." Baiklah, Udo, bila mulai kerdja?" tanja orang tua Sitti Saniah pula. Kalau saja mulai, selamanja hari Rabu." Kalau begitu, malam besok sudah boleh mulai?" Tentu boleh, asal sudah siap barang jang perlu!" Baiklah, besok pagi-pagi Udo datang kesini akan menérima uang ƒ 25., dan dalam 3 hari Udo datang pula akan menerima uang ƒ 25. lagi-" Saja tidak dapat datang kemari, karena tidak boleh keluar dari garis rumah saja, sebab itu antarkanlah uang itu kerumah saja; dan lusa nanti saja berikan obat sedikit untuk dimakan Sitti Saniah." Baiklah, nanti kami orang tua Sitti Saniah. turut segala suruhan Udo!" kata Sesudah habia pertjakapan itu, mereka itupun pulang kerumahnja masing-masing. Obat itu sudah lima hari diminum oleh Sitti Saniah, ditjampurkan dalam air minumnja dengan tidak setahunja. Kebetulan pada hari jang keenam ketiga gadis Lho' Seumawe tempoh hari datang dan menumpang pula dirumah Sitti Saniah sementara menanti kapal jang akan berangkat ke Padang, karena mereka hendak pergi ke Meisjes-Normaalschool Padangpandjang. Maka Sitti Saniahpun djadi segar sedikit, sebab girang bertemu dengan kawan-kawannja itu. Karena banjak perkara jang mesti diselesaikan gadis-gadis itu di Kantor Besar dan karena kapal terlambat 2 hari, mereka tinggal dirumah gadis kita jang malang itu 5 hari lamanja. Tetangga heran melihat Sitti Saniah sudah sembuh dengan sekonjong-konjong dan dapat berdjalan dengan kawan-kawannja itu. Orang tuanjapun berbesar hati, sangkanja obat Udo Sjam sangat mudjarrab " Pada hal obat jang menjegarkan anaknja itu tidak lain, melainkan gadis-gadis tamunja itu, Sesungguhnja Sitti Saniah jang tjantik dan sopan itu, tidak suka sekali-kali memperlihatkan masjgul hatinja kepada tamunja. Apalagi hatinja sangat besar melihat bangsanja sudah ada jang berani pergi mengundjungi sekolah diluar negerinja, djauh tertjerai dari pada orang tua dan kaum kerabatnja. Seolah-olah tjita-tjitanja dengan Nja' Amat, jang selalu diichtiarkannja tempo hari dengan sesungguh-sungguh hatinja itu sudah mulai berhasil. Itulah sebabnja maka ia dapat berlaku sebagai telah sembuh, sekali-kali bukanlah karena obat dukun itu. Siapa dapat mengobat penjakit tjinta, lain dari pada kekasihnja sendiri!!

131 129 ri* XVIII. PERTEMUAN JANG ACHIR. SEMENTARA ketiga gadis itu tinggal di Kutaradja djua, kebetulan komidi kuda (circus) Harmston datang dari Sigli, akan bermain disitu.,.saniah, sahabat kami," kata gadis-gadis itu petang har' kepada sahabatnja jang malang itu, besok pagi kami akan berlajar ke Padang. Djadi kita akan bertjerai pula. Kami berharap, supaja malam ini kita pergi menonton bersama-sama. Akan djadi kenang-kenangan bagi kami kelak. Sukakah saudari?" Meskipun Sitti Saniah tidak bernafsu akan ke'adjaiban dunia lagi, tetapi kehendak sahabatnja itu diperkenankannja djuga. Pukul delapan malam kelihatan keempat gadis remadja itu duduk dikelas I dalam kemah komidi kuda. Disisinja duduk Alimah kakak Saniah. Tiada berapa lama antaranja masuklah empat orang pemuda, lalu dimuka gadis-gadis itu dan pergi duduk kebahagian loge" jang enam kursinja. Kemudian masuk pula engku Suleiman laki isteri, lalu masing-masing duduk diatas kedua kursi jang masih kosong dekat keempat orang muda tahadi itu. Seorang dari pada mereka itu ialah Nja' Amat, kekasih Saniah Sementara itu 'alamat kedengaran, tanda permainan akan dimulai. Sekalian orang memandang ketengah-tengah arena, tempat pertundjukan itu, dengan gairat akan melihat apakah gerangan jang akan keluar mula-mula. Hanja seorang machluk sadja jang menghadapkan matanja ketempat lain, jaitu Sitti Saniah. Ia memandang tenang-tenang kepada Nja' Amat dengan sedih dan saju. Darahnja tersirap, dadanja turun naik dengan keras. Pikirnja, djika ia masih bertunangan atau sudah kawin dengan pemuda jang ta' dilupakannja itu, tentu sadja ia duduk disisi Nja' Amat dan isteri engku Suleiman. Akan tetapi sekarang? Mereka itu berlaku sebagai ta' kenal kepadanja Jang sangat melukai hati djantungnja ialah perkataan isteri engku Suleiman, ketika lalu dihadapannja. Katanja : Hai, engkau ada disini, Saniah?" dan iapun terus duduk dekat Nja' Amat. Wahai, meskipun perkataan itu sepatah dua patah sadja, tetapi sudah tjukup rasanja akan mengguntjangkan dan mengingatkan kenang-kenangan gadis itu kepada masa jang

132 130 lalu. Sehingga air matanja djatuh kedadanja, tiada diketahuinja. Tambahan pula ia berasa malu dipandangi orang banjak, jang tahu kissahnja dengan pemuda itu. Oleh karena itu tiada terpandangilah olehnja muka orang, lebih kuat hatinja hendak balik pulang dari pada menonton. Kebetulan ketika permainan berhenti 15 menit, Sitti Saniah berkata kepada 'Alimah, bahwa badannja kurang senang. Rasanja ia seakan-akan hendak demam, kepalanja panas dan pusing, sebab itu ia hendak pulang dahulu. Demi didengar kawan-kawannja perkataannja demikian itu, mereka itupun terkedjut, lalu berkata : Apa, saudari kurang sehat? Kalau begitu, baiklah kita pulang dengan segera." Ah, ta' usah," kata gadis itu dengan rawan,,,ta' usah saudari pulang pula, biarlah saja pergi berdua dengan kakakku sad ja." Tidak," kata mereka itu dengan sekali gus, marilah kita pulang bersama-sama." Dengan segera mereka itu pergi keluar, naik keatas kahar dan berangkat pulang. Setelah sampai dirumah, Saniah masuk kekamarnja. Dengan segera ia bersalin pakaian, berbaring ditempat tidur dan diselimuti oleh kawan-kawannja dengan selimut tebal. Nah. tidurlah baik-baik." kata mereka itu. Kalau saudari sudah berpeluh, tentu sakit kepala itu hilang, sebab saudari masuk angin agaknja." Boleh djadi," kata Saniah. Dan ketika dilihatnja ketiga sahabatnja itu hendak pergi kekamarnja menukar pakaian, maka iapun bermohon dengan sangat, katanja : Ah, saudari, djangan saudari bersalin pakaian sekali, melainkan baliklah menonton pula. Tinggalkanlah saja, sebab penjakit saja tidak berat benar." Tidak," kata mereka itu, apa gunanja kami menonton pula." Akan tetapi achirnja karena keras permintaan Saniah. mereka balik kckemdi komidi pula, lalu duduk dikursinja tadi kembali. Ketika itu pertundjukan sudah mulai pula. Dan ketika Nja' Amat menoleh ketempat duduk gadis-gadis itu. dilihatnja Sitti Saniah tidak ada lagi. Dengan segera hal itu dibisikkannja kepada engku Suleiman laki isteri. Ja, boleh djadi ia sudah pulang," kata isteri engku Suleiman, sambil memandang sebentar ketempat gadis-oadis itu. sebab siapa ^tahu, barangkali ia malu kepada'kita." Kasihan", kata engku Suleiman. Nja' Amat tidak berkata-kata lagi. Hatinja amat pilu mc-

133 BARANG ANTIK 131 ~ KETEGANGAN GAMBAR : 1. Keutab badjeë. 2. Seweuk pu t jok reubong = kerah tangan. 3. Simplaih pakaian kebesaran buat putra Radja atau anak oranje besar. 4. Keupak badjeë. 5. Saweuk bungong kepula. 6. Taluë djaruë ro. 7. Boh Dereuham. 8. Ajeuëm gumbak (uleë tjeumara). 9. Saweuk boh tjidoih. 10. Tundjung badjeë, permaisuri. 11. Seurafi badjeë. Pakaian Kebesaran Alat meuih (barang2 emas perhiasan pakaian kebesaran) Permaisuri dan Putera Radja dan anak orang2 Besar.

134 -* 132 mikirkan nasib gadis itu, dan nasibnja sendiri djuga sehingga ia menundukkan kepalanja ketanah, sebab takut dan malu, kalau-kalau tampak oleh orang lain air matanja berlinang-linang dipipinja. Akan Sitti Saniah, baharu sadja kawan-kawannja berangkat, dengan segera ia berbangk.c dari tempat tidurnja dan duduk menghadapi medja tulis. Wahai, maukav dia melarikan daku dari rumah orang tuaku ini?" katanja dengan sendirinja, sambil mengeringkan air matanja dan menahan hatinja. Meskipun ia berbuat pura-pura tidak kenal kepadaku, tetapi aku pertjaja dan jakin, ia belum 'kan lupa kepadaku lagi. Sekurang-kurangnja ia mesti ada menaruh belas kasihan sebab itu baiklah kutjoba berkirim surat kepadanja. Aku hendak bertemu dengan dia berdua sadja dan apa boleh buat i Dari pada aku makan hati seperti ini, lebih baik aku lari dari sini, dengan dia kekasihku, supaja senang hati orang tuaku." Sambil berkata-kata demikian, dimulainjalah menulis. Akan tetapi terlalu lambat dan tertegun-tegun, sebab tangannja gemetar, sedang air matanja djatuh bertitik-titik membasahi kertas itu. Achirnja surat itu sudah djua, lalu dimasukkannja dadalam sampulnja. Setelah sudah ditulisnja 'alamatnia, kakak dan kawan-kawannjapun kedengaran berdjalan niasuk pekarangan. Dencjan segera disembunjikannja surat itu dan iapun berbaring ketempat tidur serta berselimut seperti tadi pula. Matanja dipedjamkannja, sebagai laku orang jang tidur njenjak. Baharu naik keatas rumah, mereka itupun masuk dengan perlahan-lahan kekamar anak gadis itu. Maka dilihatnja Sitti Saniah tidur njenjak rupanja. Sjukur," kata mereka itu dengan perlahan-lahan. Biarkan sadjalah dia tidur, djangan diga"99u-f a»gqu. Mudah-mudahan besok ia sembuh pula." Dan mereka itu keluar dari situ, lalu masuk kekamarnja. Setelah bersalin pakaian, dengan segera mereka tidur karena hari sudah larut tengah malam. Keesokan harinja pagi-pagi mereka bangun dan bersiap hendak berangkat ke Uleëlheuë. sebab kapal akan berlajar pukul sembilan betul. Sitti Saniah pergi mengantarkan ketiga gadis itu, sebab, katanja, badannja sudah segar kembali. Dari rumah mereka itu berangkat dengan auto melalui pasar Atjeh. Dimuka sebuah kedai Tjina auto itu disuruh berhenti sebentar oleh Saniah, sebab, katanja, ia hendak membeli apa-apa. Dengan segera ia turun dan masuk kekedai itu, lalu dibelinja sebuah perangko dan direkatkannja disudut surat jang ditulisnja pada malam itu. Setelah surat dimasukkannja kedalam

135 133 - brievenbus jang dekat dari situ, iapun balik keauto pula, lalu terus berangkat ketempat jang ditudjunja. Di Uleëlheuë kapal berlabuh agak djauh kelaut. Akan naik kapal, penumpang harus naik perahu dahulu. Ketiga gadis itupun demikian djuga; setelah bersalam-salaman dengan Saniah, mereka itupun naik keperahu, lalu berlajar kekapal serta melambai-lambaikan sapu tangannja dengan ta' berkeputusan kepada sahabatnja, jang berdiri dengan sedih dan saju did.aratan. Ketika gadis itu sudah naik kekapal, baharulah Saniah masuk auto dan balik ke Kutaradja kembali. Kira-kira pukul tengah tiga hari itu djuga, ja'ni ketika Nja' Amat pulang dari kantor, dilihatnja seputjuk surat terletak diatas medjanja. Surat itu ter'alamat kepadanja, lalu dibatjanja demikian : Kakanda jang tertjinta! Walau kakanda sesungguhnja ta' ingat lagi kepada adinda jang sial dan malang ini, tetapi adinda sendiri ta' dapat melupakan kakanda barang sedikitpun, adinda beranikan djualah diri adinda mengirim surat ini kepada kakanda dan untuk kakanda. Kakanda! Sebelum adinda sampai kepintu kubur, adinda ingin sekali hendak bertemu dengan kakanda berdua sadja, supaja kakanda dapat mendengarkan sekalian penderitaan hati adinda keluar dari mulut adinda sendiri. Oleh sebab itu adinda berharap moga-moga kakanda sudi bertemu dengan adinda pukul 10 malam kelak dibelakang bangsal B.O.W. (') Sebaik-baiknja kakanda datang dengan auto. Adinda menanti disitu! Hingga ini dahulu, Saniah." Sedjurus lamanja Nja' Amat termenung sadja, ta' tentu jang akan diperbuatnja. Ia terperanjak duduk dikursi, sedang badannja sudah kaku rasanja. Kemudian ia tegak berdiri perlahan-lahan, lalu pergi kekamarnja. Wahai," keluhnja seraja merebahkan dirinja ketempat tidurnja, semendjak malam tadi sudah kusangka djuga engkau akan salah terima kepadaku, Saniah, adikku, buah hatiku Akan tetapi ketahuilah olehmu, aku berbuat (') sekarang disebut bengkel P.U. disimpang djalan Lampaséh Meureuduati.

136 134 «* pura-pura lengah itu, bukan karena aku tidak ingat kepadamu ]a 9i melainkan karena aku harus mendjaga daradjat kemanusiaan kita berdua. Aku ta' suka mendjadi edjek-edjekan orang, aku ta' suka namamu djadi tjela karena pekertiku, Saniah, meskipun adjalku akan sampai karena menahan kehendak hatiku sendiri. Akan tetapi mengapa adinda akan sampai kepintu kubur''"' katanja pula serta bangun berdiri. Tidak, adinda, aku ta' suka engkau meninggalkan dunia karena perkara itu Nanti aku datang kepadamu." Surat tadi dimasukkannja kedaiarn saku badjunja, ditukarnja pakaian dengan pijama, lalu ia pergi kemedja makan Setelah sudah makan, iapun tidur. Pukul lima petang ia pergi ketanah lapang, sedang berpikirpikir mentjari 'akal akan memberi nasihat dan melunakkan hati gadis itu, supaja ia djangan sampai terperdaja oleh iblis. Siang sudah bertukar dengan malam, dan pada pukul sepuluh kelihatanlah sebuah auto berdjalan dengan perlahan-lahan dan ingat-ingat didjalan Lampaseh/Meureuduati. Serta kelihatan oleh pemuda jang duduk dalam auto itu sebuah bajang-bajang berdjalan menudju kepadanja, iapun memberi isjarat kepada sopir supaja berhenti. Ia turun dari kenderaan itu, lalu diturutnja bajangbajang itu. Oleh karena hari sangat gelap, ia tidak lekas kenal akan bajang-bajang itu. Akan tetapi ia sudah tahu betul, bahwa bajang-bajang itu tidak lain dari pada seorang wanita jang berbadju kimono. Dengan tiba-tiba wanita itu memegang tangan pemuda itu, serta berkata dengan berbisik-bisik : Ini adinda, kakanda." " kau, Niah?" djawab pemuda itu, jakni Nja' Amat, dengan terkedjut bertjampur girang. Benar," djawab gadis itu. Djangan gaduh, mari kita berangkat lekas, supaja kita djangan didapati orang disini kelak." Nja' Amat tidak berkata-kata lagi, melainkan dipimpinnja sadja kekasihnja" itu naik auto. Kemana?" kata sopir seraja memegang setir. Kemana? kata Nja' Amat pula dengan tertjengang. Ke Mataië," bisik Sitti Saniah ketelinga pemuda itu. O, ja," kata Nja' Amat sambil menarik napas pandjang. Ke Mataië", katanja pula kepada sopir kuat-kuat. Maka auto itupun berlari dengan kentjang ketempat jang ditundjukkan itu. Dua puluh menit lamanja auto berlari sedemikian, selama itu pula kedua 'asjik dan ma'sjuk itu tidak berkata-kata sepatah kata djua,

137 - 135 ~ Nja' Amat berpikir dan menjabarkan hatinja, sedang sigadis itu menangkup pada pangkuan pemuda itu dengan air mata. Auto itu berhenti disamping djalan dihalaman rumah tempat pemandian itu. Kedua mereka itu keluar dari dalam kenderaan itu, lalu masuk kedalam sebuah ruangan taman pemandian. Setelah duduk diatas sebuah bangku pandjang jang dimukanja mengalir air jang djernih dan sedjuk hawanja, Sitti Saniahpun berkata dengan sedih : Wahai, kakanda, sampai hati kakanda membiarkan nasib adinda sedemikian " Ia menangis tersedan-sedan dan rebah kepangkuan pemuda itu. Wahai," kata Nja' Amat, serta menahan hatinja sedapat-dapatnja. Wahai, adinda, djangan adinda mengeluh dan beriba hati demikian itu, lebih baik kita berunding dengan sabar dan tenang. Duduklah baik-baik," lalu diangkatnja gadis itu pada kedua bahunja dan disuruhnja duduk disisinja.,ja, kakanda," kata Saniah pula, rupanja ta' guna adinda hidup lagi! Akan tetapi sebelum adinda mengembuskan njawa jang penghabisan, adinda ingin sekali hendak berdjumpa dan bertutur dengan kakanda " Saniah," kata Nja' Amat dengan sabar, tetapi sedih.,,ta' usah kaulukai djua hatiku jang sudah hantjur luluh ini. Kalau kakanda tidak memikirkan nasib bangsa kita, barangkali ketika ranub kông habaku dikembalikan ibu bapamu, ketika itu djuga kakanda perlihatkanlah djantan hatiku." Ta' ada malu jang sebesar itu bagi kami laki-laki, adinda, jaitu tunangan direbut orang. Apa salahnja djika adinda ma'af djika kakanda larikan adinda ketika itu, karena kakanda sudah tahu dengan sesungguh-sungguhnja bahwa kehendak akan putus itu bukan terbit dari hati adinda sendiri. Bahkan kakanda tahu lebih-lebih setelah surat adinda kanda batja bahwa kita ditjeraikan orang dengan sengadja dan paksa, dengan tidak setahu adinda. Akan tetapi " Air mata Nja' Amat meleleh dipipinja dan ia ta' dapat meneruskan perkataannja.,akan tetapi " kata gadis itu dengan pandang jang tenang. Akan tetapi apa maksud adinda membawa kakanda kemari?" Kakanda, Nja' Amat adinda tahu, bahwa kakanda diberi malu oleh orang tuaku. Adinda tahu, bahwa hati kakanda luka dan hantjur luluh, akan tetapi rupanja kakanda tidak tahu dan ta' ingat akan perasaan dan penderitaan adinda sendiri." Wahai, adinda "

138 136 Tunggu dahulu kakanda! Djika kakanda ingat dan tahu akan perasaanku ini, barangkali kakanda ta' kan bertanja lagi : apa maksudku hendak bertemu dengan kakanda ini." Demi didengar pemuda itu perkataan demikian, hatinjapun berdebar-debar, sebab ia mengerti udjud dan maksud perkataan itu. Iblis datang menggoda sukmanja dengan hebat! Achirnja ia berkata dengan lemah-lembut, udjarnja : Djika kakanda katakan, hati kakanda telah hantjur luluh maksud kakanda tentu hati adinda demikian djuga, sebab kakanda tahu kita ini seperasaan dan sependeritaan sudah. Bukantah telah beberapa kali kakanda katakan dahulu, bahwa meskipun badan kita masih dua, tetapi hati kita sudah djadi satu? Akan tetapi adinda, oleh karena ta' ada tampak oleh kakanda suatu djalan jang baik, jang boleh kita lalui akan melepaskan diri kita dari pada bahaja ini, kakandapun tawakkal sudah!! Hukum dan 'adat negeri kita terlalu keras dan kedji, adinda, ta' ada menaruh belaskasihan kepada machluk jang lemah seperti kita ini. Kakanda dan engku Suleiman laki isteri sudah berichtiar sedapat-dapatnja akan mengalang-alangi maksud ajali bunda adinda jang bengis itu; kakanda sudah pergi kepada anggota Raad agama, akan tetapi sia-sia sadja. Seorangpun ta' dapat menolong kita dalam hal ini, adinda! Sebab itu kakanda ta' dapat berbuat apa-apa lagi, melainkan harus menjerahkan diri kepada Allah serta menantikan takdirnja dengan sabar." Dan adindapun," kata Saniah dengan tetap, datang menjerahkan diri dan njawa adinda kepada kakanda. Ambillah adinda mi dan bawalah barang kemana kehendak kakanda. Aku ta' mau djadi kurban laki-laki itu." Adinda, Saniah," kata Nja' Amat dengan sabar, kakanda minta sjukur kepada Allah subhanahu wata'ala akan kesetiaan dan ketulusan hati adinda kepada kakanda jang da'if ini. Sekali adinda hendak menjerahkan diri kepada kakanda, seribu kali kakanda suka menjambut adinda. Adinda boleh kakanda bawa dan larikan kenegeri lain umpamanja akan tetapi, adinda, dengan demikian adakah akan tertjapai tjita-tjita kita selama ini? Adakah akan senang dan sentosa kehidupan kita kelak? Akan dapatkah perbuatan kita itu djadi suri teladan jang baik bagi bangsa kita, jang berkehendak kemadjuan dan kesopanan ini? Malahan kalau perbuatan jang salah itu kita lakukan maka kelak mendjadi propokasi bagi pihak kolot (ortodok) untuk menghambat kemadjuan pemuda-pemuda jang tergabung dalam vereeniging Atjeh dan N.I.P. Tidak adakah adinda menaruh sajang dan belas kasihan kepada ibu bapa adinda?" Djika mereka tidak sajang kepadaku, tentu aku ta' "

139 137 Adinda, kata Nja' Amat dengan lekas memutuskan perkataan gadis jang telah sesat itu, adinda harus ingat akan Tuhan semesta sekalian 'alam, adinda wadjib tawakkal kepadanja! Pikir baik-baik, adinda, supaja kita djangan meninggalkan nama a'ib bagi kaum keluarga dan anak tjutju kita kelak. Tambahan pula djika kita berlaku menurut kehendak hati kita sadja, bagaimanakah djadinja perbuatan kita jang sudah-sudah? Kita sudah berusaha dengan sesungguh-sungguh hati akan memadjukan kaum wanita ditanah Atjeh, kita telah mendirikan Industrie-cursus bagi gadis-gadis jang memperdalam kepandaian rumah tangga dan perserikatan bagi gadis-gadis. Sekalian itu adalah baik djalannja. Sekarang ibu bapa sudah mulai pertjaja akan pergerakan kita, sudah mau menjerahkan anak gadisnja kesekolah Djadi ingat baik-baik, adinda, djika kita berlaku salah dalam hal ini, tentu kemadjuan bangsa jang kita ingini itu ta' kan tertjapai selama-lamanja. Nistjaja orang negeri ta' kan pertjaja lagi kepada pemuda-pemuda, jang berniat hendak meneruskan usaha kita kelak. Mereka akan mudah sadja berkata : Ah, apa pula gunanja didengarkan dongeng" pemuda-pemuda itu. Lain tidak maksudnja akan merusakkan 'adat dan agama, tertib dan sopan dan mendjadikan 'aib kaum keluarganja. Lihatlah peri laku Nja' Amat dan Saniah dahulu!" Djadi riwajat kita djadi matjam riwajat Nek Rabi Tandjung jang sedang kita bantras sekarang. Apa gunanja kita memikirkan iial orang lain, djika diri kita sendiri djadi kurban?" Wahai, adinda! Rupanja adinda belum mengerti maksud kakanda lagi. Kakanda berusaha bagi orang banjak, bagi bangsa kita, maksudnja bagi keselamatan dan kesentosaan diri kita sendiri djuga. Barang dimana kakanda uraikan buah pikiran kakanda, kakanda perlihatkan keburukan dan kebusukan kawin paksa kepada orang banjak dan ibu bapa, supaja 'adat jang kedji itu hilang lenjap kelak. Djika buah pikiran kakanda itu diterima orang, kitapun beruntung djuga bukan?" Akan tetapi bukantah adinda telah kena ratjun kawin paksa itu?" kata lagi Sitti Saniah. Mudah-mudahan anak tjutju kita djangan berhal seperti kita ini kemudian hari." Anak tjutju sedang kita, ah, lebih baik adinda katakan, sedang adinda telah dalam kubur. Sekarang begini, kakanda. Rupanja kakanda enggan menjambut untung malang adinda ini sebab itu lemparkanlah adinda masuk kedalam air terdjun jang dihadapan kita ini, agar dihanjutkan kelaut, tetapi lepaskan dahulu rindu meutjin kita kakanda halal djiwa dan tubuh adinda untuk ; ta' guna adinda hidup lagi." Iapun menangis dengan sangat sedih, sehingga hati Nja'

140 138 Amat djadi terharu-biru pula. Wahai, nasib!" pikirnja dalam hatinja, sambil membelai-belai rambut anak gadis jang malang itu. Bagaimanakah kesudahan nasibku ini kelak? Ja, Allah, ja Rasul berilah aku kekuatan akan melawan godaan dunia jang'besar dalam peristiwa ini." Kemudian iapun berkata dengan lemah-lembut a*can menghiburkan hati gadis itu, udjarnja : A i '.'^in i akü ' 1 Saniah. sabarlah adinda, djangan diturut kehendak iblis. Diamlah, nasib kita masih dapat diperbaiki." Bagaimana?" tanja gadis itu seraja mengangkatkan kepalanja, dan lalu r Meskipun adinda telah kawin dengan laki-laki itu umpamanja, tetapi adinda mesti ingat djuga : tiap2 'percampuran mesti ada pertjeraian." Habis?" Kakanda berdjandji akan menjambut untung adinda kelak, j ; Dan kalau ticl ak didunia ini, diachiratpun kita bertemu djuga Itulah djandji kakanda kepada adinda. Sebab itu sabarlah adinda. Orang jang sabar kasihan Allah! Dan tawakkallah' bekarang marilah kita pulang kerumah, sebab hari sudah djauh malam; demi kesehatan tubuh kita!" Dengan ta' peduli akan ratap tangis itu lagi, pemuda itupun membawa Saniah keatas auto, lalu berangkat pulang ke Kutaradia ; pula., Kira-kira seratus langkah lagi akan sampai kemuka rumah gadis itu mereka itu turun dari auto dan berdjalan kaki lambatïambat menudju kepekarangan. Dihalaman Saniah mengulurkan tangannja kepada Nja' Amat, serta berkata dengan suara jang putus-putus: Nah, kakanda, selamat tinggal barangkali inilah pertemuan kita jang achir sekali." Dengan segera dihelakannja pula tangannja dari genggaman serta pemuda itu, lalu Saniah membalik belakang dan berdjalan'tj'epättjepat naik tangga rumahnja. Tunggu sebentar, adinda," kata Nja' Amat. Akan tetapi Saniah ta' menjahut lagi. Sedjurus lamanja Nja' Amat tegak berdiri dengan tertjengang sebagai orang kehilangan 'akal. Kemudian iapun berdjalan perlahan-lahan arah kerumahnja, sambil memikirkan arti dan maksud perkataan Saniah jang achir itu. Semalam-malaman itu Nja' Amat ta' dapat tidur, kadang-kadang ia menjesal tidak memperkenankan permintaan gadis kekasihnja itu; kadang-kadang ia berasa ngeri dan takut, kalau-kalau benar kiranja niat Saniah hendak membunuh diri. Kalau benar ia berniat sedemikian, tentu ta' patut dibiarkannja, harus ditjegahnja. Akan tetapi bagaimana? Tidak ada djalan lain, melainkan

141 ~- 139 *- gadis itu mesti dilarikannja!! Akan tetapi hasilnja kelak? Tentu buruk dan a'ib djuga! Wahai, serba salah! Achirnja timbullah pikiran jang tenang dalam hatinja, katanja :,,Ah, ta' mungkin ia membunuh diri, karena pekerdjaan sedemikian djarang terdjadi pada bangsaku kaum Islam. Belum ada kudengar seorang gadis bangsaku membunuh diri, karena pertjintaan. Djadi perkataan Saniah tadi itu hanja akan penarik hatiku sadja, supaja kuperkenankan permintaannja. Lain tidak!!" Dengan pikiran demikian achirnja iapun tidur dengan njenjak. Akan gadis itu, baharu sampai dalam kamarnja, iapun melemparkan dirinja ketempat tidur dan menangis tersedu-sedu...wahai, nasib!" katanja., Putus sudah harapanku " Dalam pada itu ibunjapun bangun dari pada tidurnja dan berlari-lari kekamar anaknja. Saniah, Saniah," katanja dengan tjemas, mengapa engkau, anakku. Sakitkah engkau?" Mula-mula pertanjaan itu tidak didjawab oleh gadis jang malang itu. Kemudian maka katanja dengan berdusta : Astaga! Aku bermimpi, ibu, " Bermimpi?" kata ibunja sambi! meraba kepala anakrfja itu. Dan ia pergi keluar dan mengambil air dingin semangkuk. Maka air itupun diminumkannja kepada anaknja, serta bernasihat, supaja Saniah tidur dengan senang. Akan tetapi semalam-malaman itu Saniah tidak tidur, sebab hatinja sangat sedih dan pilu. Ia putus asa sudah.

142 HO XIX. MENINGGAL P ADA keesokan harinja tubuh gadis itu ta' bergaja lagi, sehingga ia ta' dapat bangun dari tempat tidurnja. Kepalanja pusing dan panas seperti api. Dukun Udo Sjampun dipanggil pula oleh orang tuanja, akan mengobati Sitti Saniah. Akan tetapi djangankan senang, melainkan bertambah keras sakit anak gadis itu. Sungguhpun demikian orang tua Saniah tidak chuatir, sebab kata Udo Sjam kepadanja, penjakit Saniah itu tidak berbahaja; hanja karena kekuatan guna-guna Nja' Amat sadja. Dan djika obatnja (obat Udo Sjam) selalu diminumkan kepadanja, nistjaja ia akan lekas sembuh pula. Apalagi djika ia sudah kawin dengan T. B. Raman, nistjaja lama-kelamaan ia akan lupa djua kepada Nja' Amat. Sekalian keluarga Saniah begitu djuga pikirannja. Oleh sebaj itu ditetapkannjalah hendak mengawinkan Saniah dengan segera. Pada suatu hari diputuskan, Saniah akan dikawinkan dengan T.B. Raman pada 12 hari bulan Zu'lhidjdjah, jaitu kira-kira dua puluh hari lagi. Mulai dari waktu itu disiapkanlah segala keperluan untuk perkawinan itu. T. B. Raman bukan buatan besar hatinja, sebab tiada berapa lamanja lagi ia akan dapat memetik bunga djeumpa Atjeh, jang semerbak baunja itu. Maksudnja, djika ia sudah kawin, Saniah akan dibawanja pergi dari Kutaradja ke Lho'Seumawe dahulu, supaja terdjauh dari pada Nja' Amat Ah," kata bibi' Saniah pada suatu petang hari kepada gadis itu, ketika dilihatnja Saniah tengah duduk menjisir rambutnja dalam kamarnja, rupanja engkau ada sehat sedikit hari ini." Ada, bibi'," djawab gadis itu, sakit kepalaku ada kurang sedikit." Mudah-mudahan, dan hingga ini keatas tentu engkau ta' kan sakit lagi. Senangkanlah pikiranmu, ha, ha, ha!" Mengapa, bibi'?" tanja anak gadis itu dengan putjat mukanja. Pada 12 hari bulan dimuka ini Linto Baro C) akan pulang. Sekarang kami sudah bersiap akan menantinja." (') Linto Baro = Mempelai laki-laki. Dara Baro = Mempelai wanita.

143 Hl *- Siapa Linto Baro itu?" tanja Saniah pula. Ah, sudah gaharu tjendana pula! Engkau sudah tahu Teuku Banta Raman, bukan!" Hantu itu!" kata Sitti Saniah dengan suram. Wahai, bibi' " Ah, moë-moë oereuëng geupeukawen, khem-khem oeureuëng geupoh (')," kata bibi'nja pula bersenda-gurau dengan gadis itu. Ah ha, ha, ha! Nanti kalau tidak hantu lagi. sekedjappun ta' dapat bertjerai djauh.." Tidak, bibi'. Sesungguhnja saja tidak suka kepada hantu itu. Saja bermohon kepada bibi', tolong apalah kiranja menjampaikan pesanku kepada ibu bapaku. Dari pada saja kawin dengan dia, lebih baik saja mati : Haram tubuhku disentuhnja."..djangan berkata begitu, Saniah. Perangai sedemikian buruk sekali. Kami sekalian sudah beranak dan bertjutju, belum pernah menampik pemberian orang tua. Senangkan sadjalah pikiranmu dan bersiaplah dalam 15 hari ini." Lima belas hari? Mengapa tidak 15 tahun?" Ah. kau berbuat pura-pura djua. Maksudmu 15 djam lagi, bukan?" kata bibi'nja pula dengan tertawa. Tidak, bibi', sebenarnja tidak." Sajapun berkata sebenarnja djuga, Nah, sekarang saja pulang dahulu, nanti kembali lagi." Sungguh, bibi', saja bermohon kepada bibi' saja sembah bibi' sedjak dari udjung rambut sampai ketapak kaki bibi'," kata gadis itu dengan tangisnja seraja meniarap dikaki bibi'nja, saja tidak berolok-olok; melainkan bibi' tolonglah menjampaikan pesanku kepada ibu dan bapaku, ja'ni pesan saja tahadi itu." Tidak, anakku," kata wanita itu sambil menjuruh Saniah berdiri. Saja ta' tjakap membantah kehendak orang tuamu, dan ta' boleh pula berbuat demikian. Engkau harus menurut kehendaknja, itulah perkataan dan nasihatku. Nah, tinggallah engkau." Ketika wanita itu sudah keluar, Sitti Saniah merebahkan dirinja ketempat tidur. Hatinja sebagai terbakar rasanja. Kemudian ia berbangkit berdiri, lalu pergi membuka lemari pakaiannja. Dengan segera dikeluarkannja segala barang buatan tangannja sendiri, jaitu alat kawin seperti seperai, sarung bantal dan lainlain, lalu digunting-guntingnja; setelah itu, lalu barang-barang itu disimpannja kedalam lemari kembali. Sehari-harian itu ia ta' keluar dari dalam kamarnja, dan raakanpun tidak pula. Maka ibunjapun marah, lalu katanja : (') Menangis-nangis orang jang dikawinkan, gelak-gelak orang jang akan dibunuh.

144 142 DARABARO Pakaian Dara Baro". (Penganten Wanita). Terbuat dari pada kain sutera dan barang2 emas jang berukir dan berpudi tjawardi. Kain2 sutera tersebut habis digunting oleh Sitti Saniah.

145 Engkau djangan banjak olah, Saniah. Djangan kau tambah susah hatiku lagi. Ajuh, makanlah." Akan tetapi Saniah tidak mendjawab dan tidak mau makan. Malam hari sesudah sembahjang 'isja, ibu dan kakaknja masuk kedalam kamar akan minta anak kuntji lemari. Setelah anak kuntji itu diterimanja dari tangan Saniah, lalu dibukanja lemari itu dan dilihatnja sekalian barang itu sudah hantjur bekas kena gunting. Dengan segera ibu itu bertanja kepada Saniah dengan amarah : Mengapa barang ini sudah hantjur sekaliannja?" Entahlah, barangkali hantjur sendiri sadja," kata Saniah dengan pendek. Mana boleh hantjur sendiri," kata ibunja dengan bertambah marah. Sedangkan hati orang boleh hantjur, apalagi kain," djawab Saniah pula. Kurang adjar, anak setan. Matjam-matjam sadja tingkah lakumu, akan menjusahkan hatiku!" teriak ibunja serta merentakkan kakinja kelantai. Mengapa kau gunting-gunting barang-barang ini. hai anak setan? Rupanja engkau ta' suka bersuamikan orang pilihan orang tuamu sendiri, hanja suka kawin dengan orang laki-laki jang kau tangkap ditengah djalan anak sundal!! Kalau kuindjak-indjak badanmu sampai hantjur r,~pcrti kain ini, apa rasamu, hai anak babi! anak tjelaka! Lebih baik begitu," kata gadis itu dengan berani, bunuhlah aku, sesungguhnja aku ta' guna hidup lagi. Bukantah sudah kukatakan kepada ibu, bahwa aku ta' suka sekali-kali kawin dengan orang itu?" Apa katamu? Engkau ta' suka kawin dengan orang tu? Engkau hendak kawin dengan buaja ditengah djalan, anak haram? Dan kalau engkau tidak suka menurut kehendakku, pergilah dari sini, bangsat!" teriak ibu itu serta madju kemuka hendak membantingkan Sitti Saniah kelantai. Akan tetapi sebentar itu djuga tangannja dipegang oleh bibi' Saniah, jang baru datang tergopohgopoh kesitu, demi didengarnja gaduh dan ingar-bingar itu. Sudahlah, tjuda('), keluarlah dahulu. Ada orang menanti dibawah," kata wanita itu seraja mengadjak kakaknja keluar. Djangan pegang, biar kubanting anak setan ini. sampai hantjur seperti barang-barang itu." Ajuh. keluar dahulu. Djangan gaduh." Sambil berkata demikian ditariknja tangan ibu Saniah dan dibawanja keluar. Setelah sampai diruang tengah, maka katanja : Apa gunanja tjuda marahmarah kepada Saniah. Ia tidak tahu diri lagi, pikirannja ta' betul (') Tjuda = Panggilan adik kepada kakaknja jang perempuan.

146 144 -t lagi, karena ia sungguh sudah termakan: bukantah sudah tjuda dengar perkataan dukun kemarin dahulu?" Ibu Saniah menangis, karena ia sudah ingatkan dirinja. Ia menjesal marah-marah kepada anaknja jang tengah sakit kena 'ilmu orang itu. Dalam pada itu adiknja pergi kebilik Saniah pula, akan menghiburkan hati anak gadis itu; maka didapatinja Saniah menangkup kebantal serta menangis tersedu-sedu. Ia berseru beberapa kali: Saniah, Saniah " akan tetapi anak gadis itu tidak menjahut, melainkan memberi isjarat dengan tangannja, djangan ia diganggu dahulu. Bibi'nja undur kebelakang. Akan tetapi lima menit kemudian dilihatnja Saniah pingsan sudah. Dengan segera ia berlari keluar akan memberitahukan hal itu kepada ibu dan bapa Saniah. Dalam rumah itu katjau-bilau pula. Setcngahnja pergi mentjari air mawar akan penjiram muka dan kepala Saniah, setengahnja menangis dan meratap, dan ada pula jang pergi mendjemput Udo Sjam. Tetangga-tetangga sudah datang kerumah itu. Mana jang pandai membatja mantera, sudah membatja mantera; mana jang pandai mendo'a, sudah mendo'a. Masing-masing dengan laku dan ragamnja. Dan kemenjanpun sudah dibakar orang. Achirnja gadis itu sadarkan diri pula, akan tetapi belum dapat berkata lagi. Melainkan ia mengeluh, serta mengurut-urut dadanja. Sementara itu dukun jang dipanggil ilupun datang. Dengan segera dimintanja air dalam mangkuk putih, dimanterakannja dan kemudian disuruhnja gosokkan pada seluruh tubuh gadis itu. Kirakira setengah djam sesudah itu iapun bermohon diri hendak pulang; akan tetapi lebih dahulu ia hendak bertjakap dengan ibu Saniah diluar sebentar. Keduanja pergi keserambi muka. Rupanja," kata dukun itu dengan perlahan-lahan, ramuan sudah ditambah orang pula bagi Saniah." Ditambah orang pula!" kata ibu Saniah dengan geram hatinja. Benar, akan tetapi ta' mengapa, sebab saja ada lekas datang kemari. Dan sekarang saja hendak segera balik pulang pula, supaja dapat menolong dari sana dengan saksama. Akan tetapi bagaimana, ibu Saniah, sekarang saja dalam keputusan uang sedang saja perlu sekali membeli obat dan ramuan lain-lain." Ja, perkara itu mudah sekali; tunggu sebentar," kata ibu Saniah, sambil berlari kekamarnja akan mengambil uang ƒ. Sedjurus antaranja ia balik kembali, lalu diserahkannja uang itu kepada Udo Sjam :

147 < Baiklah," kata dukun itu serta menerima uang itu. Nanti esok hari saja antarkan obat kemari, akan tetapi air jang sudah saja manterakan tadi itu mesti selalu disiramkan pada badannja." Iapun turun tangga dan berdjalan pulang dengan senang hatinja. Sekalian orang jang hadir dirumah orang tua Saniah dewasa itu sudah bernazar, kalau anak gadis itu sembuh, akan menjembelih kambing dikubur Teungku Siah Kuala (- 1 ). Semalam-malaman itu orang tidak tidur, karena mendjaga Sitti Saniah. Sebentar-sebentar ibu dan bibi'nja bertanja kepadanja, apa jang sakit, hendak makankah ia can lain-lain, akan tetapi gadis itu menggelengkan kepalanja sadja, tidak berkata-kata, sedang air matanja meleleh djua dipipinja. Sekalian orang amat susah dan sedih hatinja. Pada keesokan harinja dukun datang pula membawa obat kesitu. Obat itu dimasukkan orang kemulut Saniah dengan sendok, tetapi tidak ditelannja. Ia berkata dengan perlahan-lahan, udjarnja :,,Ta' usah aku diobat lagi, ta' ada faedahnja." Mengapa begitu, öaniah?" tanja bibinja dengan lemah-lembut. Tiap-tiap orang sakit harus berobat." Ja, akan tetapi obat itu bukanlah obat penjakitku, bibi' Tolong sediakan air panas, aku hendak mandi. Badanku bergetah karena peluh dan amat letih." Demi didengar orang jang hadhir perkataan Saniah demikian itu, hati mereka itupun berasa senang sedikit. Dengan segera 'Alimah pergi kedapur akan memasak air mandian adiknja jang malang itu. Setelah air itu masak dan didinginkan, hingga suam-suam kuku, Sitti Saniahpun dibawa mandi kebelakang. Kemudian ia makan sedikit dan duduk dalam kamarnja. Kaum keluarganja mulai senang hatinja, sebab sangkanja Saniah sudah baik kembali. Serta diperhatikan orang keadaan Saniah sakit demikian itu, sebentar sakit dan sebentar baik pula, jakin dan pertjaja benar mereka sudah, bahwa Saniah kena ramuan orang (guna-guna) Nja' Amat. Akan tetapi sebenarnja tidak demikian. Anak gadis itu bukan kena ramuan orang, melainkan kena penjakit tjinta semata-mata dan sudah putus asa. Pada waktu itu ia telah merasa ta' kan lama hidup lagi, adjalnja hampir sampai. Kepalanja sangat pusing, sehingga pemandangannja kuning berkunang-kunang dan hatinja sebagai hantjur rasanja. Sekalian itu ditahannja be- (') Sjech 'Abdoe'rraoef, jang melantjarkan agama Islam ditanah Atjeh.

148 146 Gambar pengarang dengan keluarganja : anak, menantu, tjutju dan kemenakannja jang baru diperingati genap umurnja 64 tahun pada 15 Muharram Juni 1956.

149 ~~ nar-benar, supaja senang hati keluarganja, karena ada suatu maksudnja. Karena Saniah tidak sakit lagi rupanja, iapun dibiarkan orang tinggal seorang diri didalam kamarnja. Nah, inilah masa jang baik bagiku akan menjampaikan tjitatjitaku," pikirnja dalam hatinja serta duduk kekursi menghadapi medja tulisnja. Aku rasa, adjalku hampir sampai. Sjukur! Akan tetapi aku mesti membuat seputjuk surat dahulu, akan djadi peringatan bagi orang tuaku kemudian hari." Maka dimulainjalah menulis. Setelah sudah surat itu, lalu dilipatnja dan dimasukkannja kedalam lipatan pakaiannja. Ia pergi ketempat tidurnja, berbaring, karena kepalanja sangat sakit dan hatinja pedih sebagai diiris-iris dengan sembilu. Petang hari isteri engku Suleiman datang kerumah orang tua Saniah, akan menengok gadis jang sakit itu, serta membawa buahbuahan dalam blik. Ia disambut oleh orang tua dan keluarga Saniah dengan kurang senang hati, sebab mereka menaruh sjak dan sangka kepadanja. Buah-buahan jang dibawanja itupun diasingkan orang ketempat lain, karena mereka chuatir kalau-kalau didalamnja ada ramuan jang akan menambah kerasnja penjakit Saniah pula. Kelakuan dan perbuatan mereka itu njata benar kelihatan oleh Saniah, sehingga hatinja bertambah-tambah sakit dan air matanja berlinang-linang dipipinja. Ketika isteri engku Suleiman duduk dekat kepalanja, maka kepala wanita gurunjapun diraihnja kemukanja, ditjiumnja pipinja, serta ia berkata dengan berbisik-bisik : Uni! Ma'afkan dosa saja lahir dan bathin, dunia dan achirat; dan uni sampaikanlah salam dan ma'af saja kepada engku. Barangkali saja ta' kan lama hidup lagi, Uni!" Ah, Saniah, djangan disebut jang bukan-bukan. Saja berdo'a siang dan malam, mudah-mudahan 'umurmu pandjang, dan lekas sembuh," djawab wanita itu, sedang air matanja telah djatuh kepipi gadis itu dengan tidak diketahuinja. Tidak, uni, adjalku hampir sampai rasanja, ta' lama lagi. Sebab itu saja minta ma'af kepada uni dan engku dan kepada Nja' Amat. (Perkataan jang achir itu hampir-hampir ta' kedengaran). Budi baik uni akan saja bawa mati " Ia ta' dapat meneruskan perkataannja, karena dadanja sesak rasanja. Ah, Saniah, sabarlah engkau, sabarlah. Djangan berpikir demikian, ta' baik bagi dirimu sendiri. Engkau ta' berdosa, Saniah, engkau seorang gadis jang sutji Sabarlah, tawakkallah kepada Allah, moga-moga lekas sembuh." Anak gadis itu menangis dan isteri engku Suleiman duduk baik-baik serta mengeringkan air matanja. Sebentar antaranja ka-

150 148 kak dari Saniah datang membawa hidangan, akan pendjamu isteri engku Suleiman itu. Sesudah makan isi hidangan itu, wanita itupun bermohon diri hendak pulang dan berdjabat tangan dengan gadis jang sakit itu. Baharu isteri engku Suleiman berangkat, ibu Saniahpun berkata kepada anaknja : Djangan engkau selalu menangis sadja, Saniah, turut perintah orang tuamu. Ja, kalau perempuan itu sudah datang kemari, engkau telah menangis pula " Ibu," kata Saniah dengan sedih. Apa? tadi engkau tidak apa-apa lagi. Perempuan la'nat itu telah mendjadikan engkau tjelaka. Siapa tahu, agaknja ia datang akan memberi apa-apa pula kepadamu. Sesungguhnja perempuan itu sudah mengadjar engkau berlaku kurang senonoh, ta' menurut perintah orang tua. Sungguh, kalau perempuan sudah bersekolah, tidak mengadji, mudah sadja menurut 'adat dan tjara kafir." Saniah berdiam diri sadja, sedang air matanja telah membasahi bantalnja. Ia membalik belakang dan menangis, akan tetapi suaranja tidak kedengaran. Achirnja iapun pingsan pula Dengan tjepat dukun Udo Sjam sudah disuruh panggil pula dan meskipun orang telah sibuk membakar kemenjan dan membatja do'a, tetapi anak gadis itu tidak sadar dirinja djua. Apa'akal?" Dokter dipanggil pula. Setelah datang, maka Dokterpun bekerdja memeriksa orang sakit itu. Ia menggelenggelengkan kepalanja dan berkata kepada ajah Saniah, jang berdiri disisinja : Dulu kita sudah bilang sama teuku, mesti turut kemauan ini anak, sebab dia ada tjinta satu orang. Sekarang ini anak sudah pajah. Otaknja telah rusak dan barangkali dia ada makan ratjun sendiri. Sedikit sekali harapan. Akan tetapi tjoba-tjoba," lalu orang sakit itu disuntiknja. Beberapa menit kemudian Sitti Saniahpun sadarkan dirinja pula. Ia menangis kesakitan, akan tetapi suaranja tidak kedengaran djua. Bagus," kata Dokter itu sambil menulis sehelai recept. Surat obat itu diberikannja kepada ajah Saniah, dan disuruhnja minta obat keapotheek. Setelah diterangkannja bagaimana mempergunakan obat itu, Dokter itupun berangkat pulang, sedang ajah Saniah pergi kerumah obat. Tiada berapa lama antaranja ajah Saniah pulang kembali. Dengan segera obat jang dibawanja itu diminumkannja kepada anaknja; akan tetapi ta' lalu lagi, baru sampai dikerongkongannja, Saniah muntah

151 ~ 149 Malam itu djua jaitu malam Djum'at, anak gadis jang malang itupun berpulang kerahmatu'llah, meninggalkan negeri jang fana dan kembali kenegeri jang baka. Bukan buatan sibuknja tangis dan ratap dalam rumah orang kematian itu. Tetangga-tetangga datang kesitu belaka, laki-laki dan wanita. Majat gadis itu diangkat orang dari tempat tidurnja, dibaringkan diruang tengah serta diselimuti dengan kain jang mahalmahal harganja. Pada keesokan harinja pagi-pagi orang sudah penuh dalam rumah itu. Ada jang hanja akan melawat sadja dan ada pula jang akan menolong menjiapkan ini dan itu. Kaum wanita mengangkat air pemandikan majat, orang laki-laki membuat keranda dan menjediakan papan akan penutup liang lahat. Sesudah hampir sembahjang Djum'at, djenazah itupun diangkat dan dibawa orang ke Deahbaro, akan dikuburkan disitu, serta diantarkan oleh orang banjak. Beberapa orang tua2, pegawai kantor guru-guru dan lain-lain pergi belaka mengantarkan djenazah anak gadis itu. Engku Suleiman pergi djuga, akan tetapi Nja A mat tidak. Ia menangis ditempat tidurnja dengan sangat sedih. Ketika djenazah telah djauh dan ketika kaum wanita menangis lagi dirumah orang tua Saniah, ketika itu datanglah 'Alimah kepada ibunja menjerahkan seputjuk surat. Surat apa ini?" tanja orang tua itu, sambil menoleh kepada anaknja. Surat itu dibuka oleh ibunja itu dan disuruhnja batja oleh anaknja dimuka segala kaum keluarganja. Demikian bunjinja :,,Ajah dan bunda! Ampuni dan ma'afkanlah segala dosa anakanda, djika anakanda meninggalkan dunia jang fana ini, karena penjakit anakanda sangat keras rasanja. Penjakit anakanda ini, ajah dan bunda, bukannja penjakit teukeunong sebagai dugaan ajah, bunda dan seisi kampung ini, melainkan suatu penjakit jang sangat djahat dan berbahaja penjakit tjinta namanja. Barang siapa jang kena penjakit tjinta" itu, nistjaja sukmanja, badannja dan lain-lain akan rusak-binasa, kalau ta' lekas dapat obatnja.

152 Ja, ajah dan bunda ta* dapat anakanda menderitakan penjakit itu. Agaknja ajah dan bunda serta kaum keluarga jang lain-lain sudah mendengar atau melihat orang mudamuda laki-laki atau wanita jang meninggalkan dunia dengan terpaksa" menggantung, membunuh diri atau mati merana umpamanja, akan tetapi ajah dan bunda ta' indahkan bantahan itu dan perhatikan sebab-sebabnja. Melainkan dengan segera bersangka : ia sakit teukeunong", karena perbuatan (chianat) orang lain, seperti hal anakanda ini. Pada hal persangkaan itu salah semata-mata, telah diperdatakan oleh dukun palsu jang mentjari uang akan napekah dirinja. Akan mentjegah perbuatan jang djahat itu maka anakanda tulislah surat peringatan ini, moga-moga berfaedah bagi ajah dan bunda dan bangsaku kelak, supaja djangan tertipu djua oleh dukun-dukun jang lantjung. Dan lebih utama lagi, supaja ibu bapa atau orang tua ta suka lagi kelak melakukan kawin paksa" pada anaknja. Ajah dan bunda dan bangsaku, djanganlah dipaksa anakmu laki-laki atau wanita kawin dengan seseorang jang ta' disukainja, supaja badan dan sukma anakmu djangan rusak-binasa seperti anakanda jang malang ini. Tambahan pula djandji jang telah diperbuat"' dan kata jang telah dipadu", hendaklah dipegang teguhteguh", supaja djangan mendjadi sesal pada achirnja kelak." 'S." T A M M A T.

153 SUSUNAN GAMBARNJA No. Nama gambar Halaman Pengarang 2 Mesdjid Raja Kutaradja 4 Kruëng peuët ploh peuët (Seulawaih).. 11 Kantor Asisten Resident Pidië 15 Titi berukir di Garut (Pidië) 17 Pengurus Besar Sjarikat Atjeh (Hoofdbestuur Vereeniging Atjeh) 20 Rumah berukir di Peureulak 27 Tempat berenang di Mata lë Kutaradja.. 36 Istana Gubernur di Kutaradja 43 Teupeuën = tenunan kain 47 Teluk Sabang Pinto Khob 60 Kruëng Tjidaih 64 Gunungan (kembang sarodja) 66 Atjeh Hotel Kutaradja 74 Barang2 Antik 79 Alat Meuëh 97 Alat Tjerana 110 Station Kutaradja 115 Pakaian Kebesaran 131 Darabaro (penganten wanita) 142 Keluarga pengarang 146 R A L A T Halaman Baris Tertulis Jang sebenarnja atau seharusnja dari atas kebawah dari bawah keatas 2 dari atas kebawah 12 dari bawah keatas kesatu diatas 13 dari atas kebawah 16 dari bawah keatas (petundjuk duduk dari kanan kekiri mulu manis akan karena Akan ajah Saniah, ia ta' dapat bertentangan dengan isteri minjak atas (petundjuk) duduk dari kiri kekanan mulut manis akan tetapi karena Harus terletak atas baris 19. minjak 'atar

154 SUSUNAN ISINJA: BERITA PENERBIT KATA PENGANTAR L PERTEMUAN JANG MULA-MULA II. KARENA TJINTJIN. III. DALAM KERAMAIAN IV. ARBA'A ACHIR.. V. PERGAULAN BARU VI. BERMUFAKAT.. VII. MEMPERHUBUNGKAN SILATU RRAHIM VIII. BERTUNANGAN IX. SESUDAH BERTUNANGAN. X. SEORANG MUDA BANGSAWAN XI. PENGARUH PEREMPUAN TUA XII. IBU DAN BAPA BERMUFAKAT XIII. PUTUS TUNANGAN LAMA. XIV. XV. PINGSAN RAHSIA TERBUKA XVI. SITTI SANIAH SAKIT... XVII. KEPANDAIAN DUKUN... XVIII. PERTEMUAN JANG ACHIR. XIX. MENINGGAL T A M M A T HALAMAN 5~ < ~ ooo-

155

156 Baru terbit! SINGA ATJEH (BIOGRAFIE SERI SULTHAN ISKANDAR MUDA) Oleh : H. M. Zainuddin I s i n j a : Tergubah dari 30 fasal, formaat 16 X 24 cm, tebalnja 200 halaman. Romans sedjarah, jang kelak mendjadi bahan peladjaran bagi para2 : Mahasiswa, Peladjar, Masjarakat tua, Perwira, Bentara, Pamongpradja, Guru Polisi dan lain2 jang hendak mengetahui Ancien Regiem Mahkota Alam dan Achelogie. Bahkan pula bukan kurang pentingnja bagi kaum wanita jang hendak mengetahui resam dan kanun dari Putruë Phang seorang puteri ahli tata negara. Perlu dibatja oleh pegawai-pegawai kedutaan R.I. jang diluar negeri untuk mendjadi tjermin perbandingan. Nama pengarang Djeumpa Atjeh, mendjadi djaminan isinja. Kata Mr. M. Amin dalam sumbangannja, Seri Sulthan Iskandar Muda seorang Patriot Nusantara dizaman purbakala. Didjelaskan lagi oleh pengarangnja, Seri Sulthan Iskandar Muda seorang Ekonom, Diplomaat besar, Sardjana tata negara dan Chalifah Islam jang 'adil, karena anak kandungnja jang bersalah atas tuntutan seorang rakjat, dibunuhnja. DIHIASI LEBIH DARI 20 GAMBAR2 JANG INDAH2 DAN ANTIK DIZAMAN KUNA. PESAN LEKAS, TINGGAL TJUMA SEDIKIT LAGI. Dapat ditambahkan disini, bahwa buku SINGA ATJEH telah mendjadi pembatjaan tentera di Atjeh, berdasarkan dengan surat order KDMA tanggal 5 Agustus 1957 No. 884/57 memesan 300 exemplar buku SINGA ATJEH, perpustakaan, sekolah2 di Atjeh telah memesan 350 exemplar dan sudah dapat dipergunakan oleh sekolah2 landjutan sebagai sumber bahan pengetahuan sedjarah, berdasarkan surat edaran Inspeksi SMP I di Medan kepada kepala2 SMP Negeri di Atjeh dan Sumatera Utara tanggal 28 Januari 1958 No. 2022/Plk/I. SMP/58. Bisa dapat beli pada toko2 buku atau pesan langsung pada penerbitnja. HARGA SEKARANG Rp. 25,- Rp. 2,. Pesanlah pada Penerbit : dan ongkos kirim 5% minimum Pustaka ISKANDAR MUDA Djalan Amaliun No. 14a MEDAN

157 SEDANG DISUSUN. RATU KESUSASTERAAN Oleh H. M. ZAINUDDIN Pembangunan kesusasteraan dan kebudajaan Islam dari Atjeh keseluruh Nusantara, jaitu : ke Sumatera/Andalas, Malaka, Loren (Geresik), Djapara (Kudus), Bantan, Makassar, Goa, Tidore dan lain2 serta biographi dari pudjangga2 dizaman bahari/purba : 1. Malik Ibrahim. 2. Fathahillah (Pelatihan) = Sunan Gunung Djati. 3. Ratu Tadjul 'Alam Sjafiahtuddin Sjah. 4. Sjech Muhammad Nurdin ar Raniri. 5. Tun Sri Lanang. 6. Hamzah Fanzuri. 7. Sjech Abdul Rauf al Fanzuri. 8. Daëng Mansjur alias Teungku Di Bugis/Ribeë. 9. dan lain2 Sasterawan Atjeh/Nusantara. ooo Peminaf2 diharap kirim adresnja kepada Penerbit : PUSTAKA ISKANDAR MUDA Dj. Amaliun 14 A Medan

158 1388/57 ^ ^ ^

Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa Nasehat akan hidup ditengah terang dengan kebenaran, mendjadi tanda persekutuan dengan Allah

Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa Nasehat akan hidup ditengah terang dengan kebenaran, mendjadi tanda persekutuan dengan Allah Jahja pertama 1 Kenjataan hidup jang kekal, salam doa 1 Maka barang jang sudah ada daripada mulanja, barang jang telah kami dengar, barang jang telah kami tampak dengan mata kami, barang jang telah kami

Lebih terperinci

Tesalonika pertama 1. Tesalonika pertama 2

Tesalonika pertama 1. Tesalonika pertama 2 Tesalonika pertama 1 Salam doa 1 Daripada Paulus dan Silwanus dan Timotius datang kepada sidang djemaat orang Tesalonika pertama jang didalam Allah, jaitu Bapa kita, dan didalam Tuhan Jesus Keristus. Turunlah

Lebih terperinci

Undang-undang 1946, No. 22 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-undang 1946, No. 22 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Undang-undang 1946, No. 22 PENTJATATAN NIKAH. Peraturan tentang pentjatatan nikah, talak dan rudjuk. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1) bahwa peraturan pentjatatan nikah, talak dan rudjuk seperti

Lebih terperinci

SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA

SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA Kencana, No. 2 Hal. 6 Th I - 1958 Drs. Asrul Sani SUMBANGAN ARTIS FILM TERHADAP PEMBANGUNAN DJIWA BANGSA Tjatatan: Drs. Asrul Sani adalah terkenal sebagai seorang essays jang djuga termasuk salah seorang

Lebih terperinci

Salam doa 1 Salam daripada aku, Jakub, hamba Allah dan hamba Tuhan Jesus Keristus, kepada kedua belas suku bangsa jang bertaburan.

Salam doa 1 Salam daripada aku, Jakub, hamba Allah dan hamba Tuhan Jesus Keristus, kepada kedua belas suku bangsa jang bertaburan. Jakub 1 Salam doa 1 Salam daripada aku, Jakub, hamba Allah dan hamba Tuhan Jesus Keristus, kepada kedua belas suku bangsa jang bertaburan. Faedah bertekun didalam kehidupan iman 2 Hai saudara-saudaraku,

Lebih terperinci

Timotius pertama 1 Salam doa Nasehat supaja tetap didalam pengadjaran jang benar Sjariat Torat jang sebenarnja

Timotius pertama 1 Salam doa Nasehat supaja tetap didalam pengadjaran jang benar Sjariat Torat jang sebenarnja Timotius pertama 1 Salam doa 1 Daripada Paulus, rasul Keristus Jesus menurut firman Allah, Djuruselamat kita, dan Jesus Kristus jang mendjadi pengharapan kita, 2 datang kepada Timotius, jang sebenar-benar

Lebih terperinci

AKSARA ARAB MELAYU (JAWI) DAN NASKAH MELAYU

AKSARA ARAB MELAYU (JAWI) DAN NASKAH MELAYU AKSARA ARAB MELAYU (JAWI) DAN NASKAH MELAYU Universitas Gadjah Mada 1 PELADJARAN I 1. Huruf Arab Indonesia, semula dinamai huruf Melaju Arab. Sesuai dengan perkembangan bahasa Melaju hingga mendjadi bahasa

Lebih terperinci

Peterus kedua 1 Salam doa Beberapa hal jang menjebabkan rasul memberi nasehat

Peterus kedua 1 Salam doa Beberapa hal jang menjebabkan rasul memberi nasehat Peterus kedua 1 Salam doa 1 Daripada Simon Petrus, hamba dan rasul Jesus Keristus, kepada segala orang jang sudah beroleh iman, jang sama indahnja dengan iman kami oleh karena keadilan Allah, Tuhan kita,

Lebih terperinci

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN PEMUNGUTAN SUMBANGAN IURAN UNTUK MEMBANTU PEMBIAJAAN PENJELENGGARAAN RADIO REPUBLIK INDONESIA KAMI, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

8 Lalu kata Boaz kepada Rut: Dengarlah olehmu baik-baik, hai anakku! djanganlah kiranja engkau pergi kebendang lain hendak memungut, dan djangan

8 Lalu kata Boaz kepada Rut: Dengarlah olehmu baik-baik, hai anakku! djanganlah kiranja engkau pergi kebendang lain hendak memungut, dan djangan Rut 1 1 Sebermula, maka pada sekali peristiwa, jaitu pada zaman segala hakim memegang perintah, adalah bala kelaparan dalam negeri itu, maka sebab itu pergilah seorang lakilaki dari Betlehem-Jehuda hendak

Lebih terperinci

Pilipi 1 Salam doa Utjapan sjukur kepada Allah karena persekutuan sidang djumaat Berita tentang keadaan rasul waktu ia terbelenggu

Pilipi 1 Salam doa Utjapan sjukur kepada Allah karena persekutuan sidang djumaat Berita tentang keadaan rasul waktu ia terbelenggu Pilipi 1 Salam doa 1 Daripada Paulus dan Timotius, hamba-hamba Keristus Jesus, kepada segala orang sutji didalam Keristus Jesus dinegeri Pilipi, serta dengan segala pemimpin dan pembela sidang, 2 turunlah

Lebih terperinci

Varia No. 406 Hal (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi

Varia No. 406 Hal (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi Hasil ketik ulang dari dokumen asli (dokumen asli terlampir di bawah) : Varia No. 406 Hal. 4 1966 (26 Januari) Usmar Ismail tentang kesenian nasional Kegairahan untuk mentjipta harus di-kobar2kan lagi

Lebih terperinci

Galatia 1 Salam doa Dari hal jang menjebabkan rasul berkirim suratnja Pemberitaan Paulus asal daripada Allah

Galatia 1 Salam doa Dari hal jang menjebabkan rasul berkirim suratnja Pemberitaan Paulus asal daripada Allah Galatia 1 Salam doa 1 Daripada Paulus, seorang rasul (bukannja daripada manusia, dan bukan pula dengan djalan seorang manusia, melainkan jang ditetapkan oleh Jesus Keristus serta Allah Bapa, jang telah

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska No. 2 th. Ke IV tg. 1 April 1954 No. 1 PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1954, TENTANG SURAT MENGEMUDI KENDARAAN TIDAK BERMOTOR. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT

Lebih terperinci

Jahja 1 Keadaan dan pekerdjaan Firman jang kekal Kesaksian Jahja Pembaptis akan dirinja dan akan hal Tuhan Jesus

Jahja 1 Keadaan dan pekerdjaan Firman jang kekal Kesaksian Jahja Pembaptis akan dirinja dan akan hal Tuhan Jesus Jahja 1 Keadaan dan pekerdjaan Firman jang kekal 1 Maka pada awal pertama adalah Firman, dan Firman itu bersama-sama dengan Allah, dan Firman itulah djuga Allah. 2 Adalah Ia pada mulanja beserta dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND

HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND HUBUNGAN PELA DI MALUKU-TENGAH DAN DI NEDERLAND Suatu tindjauan singkat oleh Dr. Dieter Bartels Karangan ini adalah berdasarkan penelitian anthropologis jang dilaksanakan oleh penulis selama tahun 1974-75

Lebih terperinci

Kolose 1 Salam doa Utjapan sjukur karena iman sidang djumaat Doa rasul supaja sidang djumaat makin kenal kemuliaan Keristus

Kolose 1 Salam doa Utjapan sjukur karena iman sidang djumaat Doa rasul supaja sidang djumaat makin kenal kemuliaan Keristus Kolose 1 Salam doa 1 Daripada Paulus, rasul Keristus Jesus dengan kehendak Allah, beserta Timotius saudara kita, 2 kepada segala saudara jang sutji dan beriman didalam Keristus, jang di-kolose, turunlah

Lebih terperinci

Hikajat dan Dongeng Djawa Purba

Hikajat dan Dongeng Djawa Purba TIDAK DIPERJUALBELIKAN Proyek Bahan Pustaka Lokal Konten Berbasis Etnis Nusantara Perpustakaan Nasional, 2011 Hikajat dan Dongeng Djawa Purba DITJERITAKAN OLEH da Kach a Perpustakaan Nasional R e p u b

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN No. 180 TAHUN 1953 TENTANG PERATURAN TENTANG PEMERIKSAAN-KAS PADA PARA BENDAHARAWAN JANG MENERIMA UANG UNTUK DIPERTANGGUNG DJAWABKAN DARI KANTOR-KANTOR PUSAT PERBENDAHARAAN OLEH PARA

Lebih terperinci

Aneka No. 31 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (I) ASRUL SANI

Aneka No. 31 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (I) ASRUL SANI Aneka No. 31 Th. VIII/1958 MASAALAH KEDUDUKAN SASTRA DALAM FILM (I) ASRUL SANI Menurut surat undangan jang diedarkan, maka tugas jang harus saja pikul hari ini, ialah: membitjarakan Kedudukan sastra dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 12/1968 30 Agustus 1968 No. 1/DPRD.GR/1966. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN TABANAN Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 4 TAHUN 1954.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 4 TAHUN 1954. Tjetakan ke 2 tgl. Mei 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 4 th. Ke IV tgl. 1 Djuni 1954. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 4 TAHUN 1954. Tentang PERIZINAN MEMBUAT REKLAME DAN PEMUNGUTAN

Lebih terperinci

Peterus pertama 1 Salam doa Utjapan sjukur kepada Allah karena pengharapan akan Keristus Dari hal ibadat jang benar

Peterus pertama 1 Salam doa Utjapan sjukur kepada Allah karena pengharapan akan Keristus Dari hal ibadat jang benar Peterus pertama 1 Salam doa 1 Daripada Petrus, rasul Jesus Keristus, kepada segala orang pilihan, jaitu musafir jang bertaburan di-pontus dan Galatia dan Kapadokia dan Asia dan Betinia, 2 jang terpilih

Lebih terperinci

ir dipinqqi KRUËHG smcarpfucddaair

ir dipinqqi KRUËHG smcarpfucddaair ir dipinqqi KRUËHG smcarpfucddaair i Dipinggir Kruëng Sampojnit Titel Asli: PENGALAMANKU MASA PERANG ATJEH Tjetakan Pertama : 1 April 1941 Tjetakan Kedua : Oktober 1962 Hak tjipta ditangan pengarang dan

Lebih terperinci

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun TENTANG PEMADAM API

Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun TENTANG PEMADAM API Kutipan dari Lembaran Kota Besar Ska. No. 3 th. II tg. 27 Des.1952. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 2 tahun 1952. TENTANG PEMADAM API DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 1 TAHUN 1955.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 1 TAHUN 1955. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke V tgl. 1 Djan. 1955. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1955. Tentang TANDA-NOMOR DAN SURAT-TANDA-NOMOR BAGI KENDARAAN BERMOTOR DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

Epesus 1 Salam doa Doa sjukur kepada Allah karena anugerahnja didalam Tuhan Jesus Keristus

Epesus 1 Salam doa Doa sjukur kepada Allah karena anugerahnja didalam Tuhan Jesus Keristus Epesus 1 Salam doa 1 Daripada Paulus rasul Keristus Jesus dengan kehendak Allah, kepada segala orang sutji jang ada di-epesus dan jang beriman kepada Keristus Jesus, 2 turunlah kiranja atas kamu anugerah

Lebih terperinci

Timotius kedua 1 Salam doa Utjapan sjukur Nasehat kepada Timotius supaja berusaha Teladan rasul dan Onesiporus

Timotius kedua 1 Salam doa Utjapan sjukur Nasehat kepada Timotius supaja berusaha Teladan rasul dan Onesiporus Timotius kedua 1 Salam doa 1 Daripada Paulus, rasul Keristus Jesus dengan kehendak Allah memberitakan djandji kehidupan jang ada didalam Keristus Jesus, 2 datang kepada Timotius, anakku jang dikasihi.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk mendjamin bagian jang lajak dari

Lebih terperinci

TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964

TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964 TRANSKRIP Kuliah/Tanja-Djawab/ Pendjelasan J.M. Menko D.N. Aidit Dimuka Peserta Pendidikan Kader Revolusi Angkatan Dwikora Tanggal 18 Oktober 1964 Harian Rakjat Djum at, 30 Oktober 1964 Para Sdr. Kuliah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI )

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) NO. 7/1963 27 Pebruari 1963 No. : 6/DPRD-GR/1962,- Keputusan :Dewan Perwakilan Rakjat Daerah Gotong Rojong Daerah Tingkat II Buleleng

Lebih terperinci

Ruang Rinduku. Part 1: 1

Ruang Rinduku. Part 1: 1 Ruang Rinduku saat mentari hilang terganti langit malam hingga pagi datang menyambut kembali kehidupan, maka saat itulah hati ini merindukan sosokmu, canda tawamu, dan senyumanmu. Part 1: 1 hai selamat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KABUPATEN BANDJAR Menetapkan Peraturan Daerah Sebagai Berikut : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDJAR TENTANG PADJAK

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 6 TAHUN 1954.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 6 TAHUN 1954. Tjetakan ke 2 tgl. 1 Mei 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 6 TAHUN 1954. Tentang TAMAN PEMAKAIAN PEMELIHARAAN DAN

Lebih terperinci

Lima Belas Tahun Tidak Lama

Lima Belas Tahun Tidak Lama Dari Kumpulan Cerpen "Keberanian Manusia" Lima Belas Tahun Tidak Lama Kota kami telah hampir berusia setengah abad, dan hampir saja hanyut karena kecelakaan gunung berapi. Beberapa tahun belakangan ini

Lebih terperinci

1 0 L 1. ' / DONGENG2 ANDERSEN

1 0 L 1. ' / DONGENG2 ANDERSEN 7 - K *- r f h i, 1 0 L 1. ' / DONGENG2 ANDERSEN Saduran d a r m a w i d j a j a BALAI PUSTAKA DJAKARTA 1949 F A K. SAST. I H arga / 2,50 FAK. Sa STRA T a n g g a l... N o... 3. 4 ^ 9... B. P. N o. 1 7

Lebih terperinci

Hiburan di Sekolah. Belajar Apa di Pelajaran 4? Kegiatan menulis untuk mengenal format surat dan menyampaikan informasinya

Hiburan di Sekolah. Belajar Apa di Pelajaran 4? Kegiatan menulis untuk mengenal format surat dan menyampaikan informasinya 4 Hiburan di Sekolah Hiburan dapat memberikan manfaat, di antaranya menghilangkan kejenuhan. Salah satu caranya adalah dengan melakukan suatu tindakan yang jenaka atau lucu. Kamu boleh melakukan adegan

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953.

Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953. Tambahan Lembaran Kota Besar Surakarta No. 6 th. ke III tgl. 1 Djuli. 1953 No. 2. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 11 TAHUN 1953. TENTANG PEMERIKSAAN DAN PEMBANTAIAN HEWAN, PEMERIKSAAN DAGING

Lebih terperinci

FILM & SENSOR. Ditindjau dari sudut kreasi

FILM & SENSOR. Ditindjau dari sudut kreasi Sumber : Aneka No. 25/VIII/1957 Berikut ini dihidangkan buat para pembatja Aneka sebuah naskah jang tadinja adalah prasarana jang di utjapkan oleh sdr. Asrul Sani dalam diskusi besar masalah sensor, diselenggarakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 43 Tahun 1970 1 September 1970 No: 8/P/LK/DPRD-GR/1970 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN KARANGASEM Menetapkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 30/1963 5 Juli 1963 No : 2/DPR/1962 DEWAN PERWKAILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BULELENG Menetapkan peraturan

Lebih terperinci

24:1 Adapun Abraham telah tua dan lanjut umurnya, serta diberkati TUHAN dalam segala hal.

24:1 Adapun Abraham telah tua dan lanjut umurnya, serta diberkati TUHAN dalam segala hal. 24:1 Adapun Abraham telah tua dan lanjut umurnya, serta diberkati TUHAN dalam segala hal. 24:2 Berkatalah Abraham kepada hambanya yang paling tua dalam rumahnya, yang menjadi kuasa atas segala kepunyaannya,

Lebih terperinci

5 Maka firmannja: Djanganlah engkau hampir kemari; tanggalkanlah kasut pada kakimu, karena tempat engkau berdiri itu tanah jang sutji adanja.

5 Maka firmannja: Djanganlah engkau hampir kemari; tanggalkanlah kasut pada kakimu, karena tempat engkau berdiri itu tanah jang sutji adanja. Keluaran 1 1 Bahwa inilah nama-nama bani Israil jang telah datang ke-mesir serta dengan Jakub; maka datanglah mereka itu kesana masing-masing membawa isi rumahnja: 2 Rubin, Simeon, Lewi, dan Jehuda; 3

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 9 tahun 1969 24 Pebruari 1969 No. 1/DPRDGR/67. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BANGLI Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Rut 2 Rut bertemu dengan Boas

Rut 2 Rut bertemu dengan Boas Rut 1 Rut dan Naomi 1 Pada zaman para hakim memerintah ada kelaparan di tanah Israel. Lalu pergilah seorang dari Betlehem-Yehuda beserta isterinya dan kedua anaknya laki-laki ke daerah Moab untuk menetap

Lebih terperinci

Diceritakan kembali oleh: Rachma www.dongengperi.co.nr 2008 Cerita Rakyat Sumatera Utara Di tepi sebuah hutan kecil yang hijau, sebuah danau yang berair jernih berkilau disapa mentari pagi. Permukaannya

Lebih terperinci

SJA'IR. { t a 4S^ PUTERI HIDJ4JÖ (SUATU TJERITA JANG BEN AR TERDJADI DITANAH DELI) A. RAHMAN. PERPUSTAKAAN PERGURUAN KEM. P. P. dan K.

SJA'IR. { t a 4S^ PUTERI HIDJ4JÖ (SUATU TJERITA JANG BEN AR TERDJADI DITANAH DELI) A. RAHMAN. PERPUSTAKAAN PERGURUAN KEM. P. P. dan K. SJA'IR { t a 4S^ PUTERI HIDJ4JÖ (SUATU TJERITA JANG BEN AR TERDJADI DITANAH DELI) DIKARANG OLEH A. RAHMAN TJETAKAN KETUDJUH PERPUSTAKAAN PERGURUAN KEM. P. P. dan K. DJAKARTA 1955 Gambar kulit dilukis oleh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 10/1963 13 April 1963 No.5 /DPRDGR/1963. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BADUNG Meretapkan Peraturan

Lebih terperinci

1 1 Dari Paul, Silwanus, dan Timotius.

1 1 Dari Paul, Silwanus, dan Timotius. 1 Tesalonika Salam 1:1 1 1 Dari Paul, Silwanus, dan Timotius. Kepada jemaah Tesalonika yang ada dalam Allah, Sang Bapa kita, dan dalam Isa Al Masih, Junjungan kita Yang Ilahi. Anugerah dan sejahtera menyertai

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROPINSI DJAWA-TIMUR Seri A DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI DJAWA TIMUR

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROPINSI DJAWA-TIMUR Seri A DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI DJAWA TIMUR 30 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROPINSI DJAWA-TIMUR Seri A Oktober 1968 6 Peraturan Daerah Propinsi Djawa Timur Nomor 3 tahun 1966 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI DJAWA TIMUR Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun Mei 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun Mei 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 29 tahun 1969 28 Mei 1969 No. 6 a 1/DPRDGR/1966. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah 1950 No. 37

Peraturan Pemerintah 1950 No. 37 Peraturan Pemerintah 1950 No. 37 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNIVERSITEIT GADJAH MADA Peraturan tentang Universiteit Gadjah Mada. Menimbang : bahwa perlu mengadakan peraturan tentang Universitit Negeri

Lebih terperinci

Belajar Memahami Drama

Belajar Memahami Drama 8 Belajar Memahami Drama Menonton drama adalah kegiatan yang menyenangkan. Selain mendapat hiburan, kamu akan mendapat banyak pelajaran yang berharga. Untuk memahami sebuah drama, kamu dapat memulainya

Lebih terperinci

DJALAN JANG TERINDAH. Ellen G. White. Copyright 2014 Ellen G. White Estate, Inc.

DJALAN JANG TERINDAH. Ellen G. White. Copyright 2014 Ellen G. White Estate, Inc. DJALAN JANG TERINDAH Ellen G. White Copyright 2014 Ellen G. White Estate, Inc. Information about this Book Overview This ebook is provided by the Ellen G. White Estate. It is included in the larger free

Lebih terperinci

Memelihara kebersihan lingkungan merupakan salah satu contoh aturan yang ada di masyarakat.

Memelihara kebersihan lingkungan merupakan salah satu contoh aturan yang ada di masyarakat. Memelihara kebersihan lingkungan merupakan salah satu contoh aturan yang ada di masyarakat. Bagaimana jika kelasmu kotor? Sampah berserakan di manamana? Tentu kalian tidak senang! Dalam menerima pelajaran

Lebih terperinci

Prosa Tradisional (Hikayat Indera Nata)

Prosa Tradisional (Hikayat Indera Nata) Prosa Tradisional (Hikayat Indera Nata) Sinopsis Kisah bermula bermula apabila Indera Jenaka tiba ke negeri Rom setelah sekian lama mengembara dan sampai ke rumah bondanya Si Batu Kembar. Bondanya bertanya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 16/1963 20 April 1963 No. 7/DPRD-GR/1963.- DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BADUNG Menetapkan

Lebih terperinci

Gurindam Duabelas: Raja Ali Haji

Gurindam Duabelas: Raja Ali Haji Gurindam Duabelas: Raja Ali Haji GURINDAM DUA BELAS karya: Raja Ali Haji Satu Ini Gurindam pasal yang pertama: Barang siapa tiada memegang agama, Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama. Barang siapa

Lebih terperinci

ZAIM YANG PENYAIR KE ISTANA

ZAIM YANG PENYAIR KE ISTANA ZAIM YANG PENYAIR KE ISTANA - A. A. Navis Zaim yang Penyair ke Istana A. A. Navis Aku dapat undangan mengikuti suatu kongres di Jakarta. Penginapan peserta di Hotel Indonesia. Hotel yang alu kagumi pada

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI ) No. 25/1963. 8 Djuni 1963. No. 12/DPRD/1962. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BULELENG Menetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR

PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR PERATURAN DAERAH TINGKAT II BANDJAR NOMOR : 1 TAHUN 1961 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANDJAR Menetapkan Peraturan Daerah Jang Berikut : PERATURAN DAERAH TENTANG MENGADAKAN

Lebih terperinci

Korintus kedua 1 Pendahuluan: salam doa Rasul bersjukur karena pertolongan Allah didalam sengsaranja Rasul bersjukur karena lepas daripada maut

Korintus kedua 1 Pendahuluan: salam doa Rasul bersjukur karena pertolongan Allah didalam sengsaranja Rasul bersjukur karena lepas daripada maut Korintus kedua 1 Pendahuluan: salam doa 1 Daripada Paulus, rasul Keristus Jesus dengan kehendak Allah, dan Timotius saudara kita, kepada sidang djemaat Allah jang ada dinegeri Korintus serta segala orang

Lebih terperinci

Rangkuman Kata Mutiara Tentang Waktu

Rangkuman Kata Mutiara Tentang Waktu Rangkuman Kata Mutiara Tentang Waktu Ambillah waktu untuk berfikir, itu adalah sumber kekuatan. Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahasia dari masa muda yang abadi. Ambillah waktu untuk berdoa,

Lebih terperinci

CINTA 2 HATI. Haii...! Tiara terkejut, dan menatap pada pria itu. Pada saat itu, ternyata pria itu juga menatap kearah Tiara. Mereka saling menatap.

CINTA 2 HATI. Haii...! Tiara terkejut, dan menatap pada pria itu. Pada saat itu, ternyata pria itu juga menatap kearah Tiara. Mereka saling menatap. CINTA 2 HATI Udara sore berhembus semilir lembut,terasa sejuk membelai kulit.kira kira menunjukan pukul 16.45 WIB. Seorang gadis yang manis dan lugu sedang berjalan didepan rumahnya itu. Tiba tiba seorang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN DJEMBRANA

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN DJEMBRANA LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 5 tahun 1969 27 Pebruari 1969 No. : 6/Kep/D.P.R.D.G.R./1968 Keputusan : Dewan Rakjat Daerah Gotong Rojong Kabupaten Djembana Tanggal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 52 tahun Oktober 1969

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 52 tahun Oktober 1969 LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 52 tahun 1969 16 Oktober 1969 No.6/DPRDGR/A/Per/23 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Surat Amsal Solaiman 1

Surat Amsal Solaiman 1 Surat Amsal Solaiman 1 1 Bahwa inilah amsal Sulaiman bin Daud, radja Israil; 2 akan mengetahui pengadjaran hikmat dan akan mengerti sjarat budi. 3 Akan menerima pengadjaran akal jang baik, kebadjikan dan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA Menetapkan peraturan daerah sebagai berikut :

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA BESAR SURAKARTA Menetapkan peraturan daerah sebagai berikut : TJETAKAN KE II TANGGAL 1 MARET 1958 Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 1 th. Ke III tg. 1 2-1953. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 1 TAHUN 1953. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH SEMENTARA KOTA

Lebih terperinci

L; re.- o~ ChNs+ rl'l&oil,si'a tt '

L; re.- o~ ChNs+ rl'l&oil,si'a tt ' L; re.- o~ ChNs+ rl'l&oil,si'a tt '.i.,i,. Jo I. I I. I I. I I. I SEORANG AYAH MENGAMPUNI ANAKNYA Yesus berceritera Untuk mengajarkan kebenaran rohani. Yesus sering menceriterakan ceritera-ceritera pendek

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 5 No. 5 Tahun 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

kotor kuat kusut lagi

kotor kuat kusut lagi kotor (a) tidak bersih Baju Ali menjadi kotor setelah bermain di kawasan berlumpur itu unsur negatif, tidak baik Kanak-kanak itu bercakap dengan menggunakan bahasa yang kotor kuat (a) bertenaga Walaupun

Lebih terperinci

Rum 1 Pendahuluan: Salam doa Kerinduan Paulus hendak memberitakan Indjil di-rum

Rum 1 Pendahuluan: Salam doa Kerinduan Paulus hendak memberitakan Indjil di-rum Rum 1 Pendahuluan: Salam doa 1 Daripada Paulus, hamba Keristus Jesus, jang dipanggil mendjadi rasul, dan di asingkan untuk memberitakan Indjil Allah, 2 (jang didjandjikan Allah terdahulu dengan mulut nabi-nabinja

Lebih terperinci

PELAYANAN ANAK GPdI HALELUYA. Jalan Kolonel Masturi 67 Cimahi Telepon: (022)

PELAYANAN ANAK GPdI HALELUYA. Jalan Kolonel Masturi 67 Cimahi Telepon: (022) PELAYANAN ANAK GPdI HALELUYA Jalan Kolonel Masturi 67 Cimahi Telepon: (022) 6650757 No: XXII/ VIII/ RH/ PELNAP/ 2009 Senin, 17 Agustus 2009 Ulang Tahun?? Mazmur 90: 12 ke- Anton : kapan kamu ulang tahun?

Lebih terperinci

Mengajarkan Budi Pekerti

Mengajarkan Budi Pekerti 4 Mengajarkan Budi Pekerti Sukakah kamu membaca cerita dan dongeng? Banyak cerita dan dongeng anak-anak yang dapat kamu baca. Dalam sebuah cerita, terdapat pelajaran. Belajarlah dari isi cerita dan dongeng.

Lebih terperinci

Gurindam Duabelas Karya : Raja Ali Haji

Gurindam Duabelas Karya : Raja Ali Haji Gurindam Duabelas Karya : Raja Ali Haji 1. INILAH GURINDAM PASAL YANG PERTAMA Barang siapa yang tiada memegang agama Segala-gala tiada boleh dibilangkan nama Barang siapa mengenal yang empat Maka yaitulah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI ) No. 66 tahun 1970 20 November 1970 No: 11/DPRD-GR/A/Per/29 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 8 No.10/ 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya

UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya 1 UNTAIAN KISAH KEHIDUPAN (JATAKAMALA) Kisah Ajastya Kelahiran Bodhisattva berikut menunjukkan bagaimana sebagai seorang pertapa, beliau mempraktikkan kemurahan hati dan pemberian secara terusmenerus,

Lebih terperinci

Siapakah Yesus Kristus? (4/6)

Siapakah Yesus Kristus? (4/6) Siapakah Yesus Kristus? (4/6) Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS? Nama Pelajaran : Yesus adalah Juru Selamat dan Tuhan Kode Pelajaran : SYK-P04 Pelajaran 04 - YESUS ADALAH JURU SELAMAT DAN TUHAN DAFTAR

Lebih terperinci

PENGUSAHA NASIONAL SWASTA, DJADILAH PENJUMBANG KONSTRUKTIF UNTUK JPENJELESAIAN REVOLUSI!

PENGUSAHA NASIONAL SWASTA, DJADILAH PENJUMBANG KONSTRUKTIF UNTUK JPENJELESAIAN REVOLUSI! PENGUSAHA NASIONAL SWASTA, DJADILAH PENJUMBANG KONSTRUKTIF * UNTUK JPENJELESAIAN REVOLUSI! ersitas Indonesia nkultasssastra a jf Perpustakaamf 7 a :r p u xs t a k a.a n [ j^ J L T A S S A S T R \ jjfcpakxbmen

Lebih terperinci

Bayangan Merah di Laut dan Tempat Untuk Kembali:

Bayangan Merah di Laut dan Tempat Untuk Kembali: Noand Hegask Bayangan Merah di Laut dan Tempat Untuk Kembali: Kisah-kisah pendek dan sajak rumpang Diterbitkan melalui: Nulisbuku.com Darah Biasanya keluar rumah Saat tengah malam Sambil menangis Hanya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Status : Mendjadi UU No.3 Th.1951 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1948 TENTANG PENGAWASAN PERBURUHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk mengawasi berlakunja Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. :18/1969. 2 Mei 1969 No.5/DPRD-GR/1966 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG PROPINSI BALI Menetapkan Peraturan Daerah sebagai

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 5 TAHUN 1954.

Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA. No. 5 TAHUN 1954. Tjetakan ke 2 tgl. 1 Mei 1958. Tambahan Lembaran Kota Besar Ska. No. 7 th. Ke IV tgl. 1 Sept. 54 No. 1. PERATURAN DAERAH KOTA BESAR SURAKARTA No. 5 TAHUN 1954. Tentang TAMAN SRIWEDARI DAN TAMAN BALAI KAMBANG

Lebih terperinci

KOPI DI CANGKIR PELANGI..

KOPI DI CANGKIR PELANGI.. KOPI DI CANGKIR PELANGI.. Irama detik menuju menit yang semakin jelas terdengar, menandakan sunyi telah memonopoli malam. Malam memang selalu berdampingan dengan sunyi, dan kemudian memadu kasih untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROVINSI BALI ( PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROVINSI BALI ) No. 22/1968 18 Nopember 1968 No. 1/SK/DPRD-GR/1968 DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN GIANYAR K E P U T U S A

Lebih terperinci

PERDJUANGAN SEGALA ZAMAN

PERDJUANGAN SEGALA ZAMAN PERDJUANGAN SEGALA ZAMAN Ellen G. White 1958 Copyright 2014 Ellen G. White Estate, Inc. Information about this Book Overview This ebook is provided by the Ellen G. White Estate. It is included in the

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1.

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1. No.6/ 1959. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH KOTAPRADJA S U R A K A R T A. menetapkan peraturan-daerah sebagai berikut : PERATURAN-DAERAH Kotapradja Surakarta tentang padjak potong hewan. Pasal 1. (1) Dalam

Lebih terperinci

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika 1 Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika Kepada yang kekasih saudara-saudari saya seiman di Tesalonika yaitu kalian yang sudah bersatu dengan Allah Bapa dan Tuhan kita Kristus Yesus: Salam

Lebih terperinci

2. Gadis yang Dijodohkan

2. Gadis yang Dijodohkan 2. Gadis yang Dijodohkan Burung-burung berkicau merdu di tengah pagi yang dingin dan sejuk. Dahan-dahan pohon bergerak melambai, mengikuti arah angin yang bertiup. Sebuah rumah megah dengan pilar-pilar

Lebih terperinci

Rahasia dibalik Lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh

Rahasia dibalik Lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh Rahasia dibalik Lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh Matius 25:1-4 Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima

Lebih terperinci

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #37 oleh Chris McCann

Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #37 oleh Chris McCann Seri Kitab Wahyu Pasal 14, Pembahasan #37 oleh Chris McCann Selamat malam dan selamat datang di pembahasan Alkitab EBible Fellowship dalam Kitab Wahyu. Malam ini adalah pembahasan #37 tentang Wahyu, pasal

Lebih terperinci

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10

Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10 Dimuat dalam Lembaran Daerah Djawa Tengah Tahun 1972 Seri B Nomor 10 No.11/ 1971 DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KOTAMADYA SURAKARTA Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci

Suatu hari, saat liburan semester pertama mereka pergi ke sebuah pantai. Disana mereka menghabiskan waktu hanya bertiga saja. ``Aku mau menuliskan

Suatu hari, saat liburan semester pertama mereka pergi ke sebuah pantai. Disana mereka menghabiskan waktu hanya bertiga saja. ``Aku mau menuliskan Sahabat yang Pergi Kisah ini diawali dari tiga anak laki-laki yang sudah berteman sejak mereka masih duduk di bangku SD. Mereka adalah Louis William, Liam Payne, dan Harry Styles. Louis tinggal bersama

Lebih terperinci

-AKTIVITAS-AKTIVITAS

-AKTIVITAS-AKTIVITAS KEHIDUPAN BARU -AKTIVITAS-AKTIVITAS BARU Dalam Pelajaran Ini Saudara Akan Mempelajari Bagaimanakah Saudara Mempergunakan Waktumu? Bila Kegemaran-kegemaran Saudara Berubah Kegemaran-kegemaran Yang Baru

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI)

LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) LEMBARAN DAERAH TINGKAT I BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH TINGKAT I BALI) No. 3 / 1966 14 Desember 1966 No. 1/DPRD.GR./1962. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG DAERAH TINGKAT II BANGLI Menetapkan

Lebih terperinci

Semuil jang pertama 1

Semuil jang pertama 1 Semuil jang pertama 1 1 Sebermula, maka adalah seorang laki-laki dari Ramatajim Zofim, jaitu dari pegunungan Efrajim, namanja Elkana bin Jerocham bin Elihu bin Tuhu bin Zuf, seorang Eferati. 2 Maka adalah

Lebih terperinci

Menghormati Orang Lain

Menghormati Orang Lain BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Desain Sikap Toleran Pada Buku Teks Tematik Kelas 1 SD Desain sikap toleran pada buku teks tematik kelas 1 SD meliputi: sikap menghormati orang lain, bekerjasama,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI)

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 13 tahun 1970 29 April 1970 No. 2/DPRDGR/A/Per/15. DEWAN PERWAKILAN RAKJAT DAERAH GOTONG ROJONG KABUPATEN BULELENG Menetapkan Peraturan

Lebih terperinci