REPRODUKSI IKAN SELAIS, Ompok hypophthalmus (BLEEKER) BERKAITAN DENGAN PERUBAHAN HIDROMORFOLOGI PERAIRAN DI RAWA BANJIRAN SUNGAI KAMPAR KIRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REPRODUKSI IKAN SELAIS, Ompok hypophthalmus (BLEEKER) BERKAITAN DENGAN PERUBAHAN HIDROMORFOLOGI PERAIRAN DI RAWA BANJIRAN SUNGAI KAMPAR KIRI"

Transkripsi

1 REPRODUKSI IKAN SELAIS, Ompok hypophthalmus (BLEEKER) BERKAITAN DENGAN PERUBAHAN HIDROMORFOLOGI PERAIRAN DI RAWA BANJIRAN SUNGAI KAMPAR KIRI CHARLES P. H. SIMANJUNTAK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Reproduksi Ikan Selais, Ompok hypophthalmus (Bleeker) Berkaitan dengan Perubahan Hidromorfologi Perairan di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri, adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Mei 2007 Charles P.H. Simanjuntak NRP. C

3 ABSTRAK CHARLES P. H. SIMANJUNTAK. Reproduksi Ikan Selais, Ompok hypophthalmus (Bleeker) Berkaitan dengan Perubahan Hidromorfologi Perairan di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri. Dibimbing oleh SUTRISNO SUKIMIN dan M. F. RAHARDJO Reproduksi ikan selais (Ompok hypophthalmus) yang memanfaatkan rawa banjiran sungai Kampar Kiri sebagai bagian dari sejarah hidupnya belum diketahui. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni sampai Desember 2006 dengan tujuan untuk mendeskripsikan pola reproduksi ikan selais yang terdapat di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri berkaitan dengan perubahan hidromorfologi perairan ditinjau dari musim, perkembangan gonad, fekunditas, musim dan sifat pemijahan. Pengambilan contoh ikan dilakukan setiap bulan dengan metode purposive sampling dan menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Berdasarkan nilai indeks kematangan gonad (IKG) dan keberadaan ikan yang matang gonad, ikan selais potensial untuk melakukan pemijahan dari bulan Juni sampai Desember dengan puncak musim pemijahan di bulan Oktober. Nisbah kelamin ikan yang matang gonad setiap bulan bervariasi dengan ukuran pertama kali matang gonad untuk ikan jantan 214 mm dan betina 115 mm. Pemijahan ikan mengikuti pola hidrologis dan laju penggenangan rawa banjiran dengan tipe pemijah serentak (total spawner) dan termasuk kategori kelompok ikan iteroparous. Fekunditas ikan berkisar antara butir dengan diameter telur berkisar antara 0,25-1,225 mm. Koefisien korelasi (r) hubungan fekunditas dengan panjang total dan dengan bobot tubuh sangat kecil sehingga tidak bisa digunakan sebagai alat prediksi fekunditas ikan selais. Pola pertumbuhan ikan selais jantan dan betina bersifat allometrik negatif (b<3) dengan nilai rataan faktor kondisi yang berfluktuasi khususnya pada ikan yang matang gonad. Untuk menjaga keberlanjutan spesies ini di alam, maka rawa banjiran Sungai Kampar Kiri sebagai suatu ekosistem yang unik perlu diperhatikan kelestariaannya sebagai habitat bagi komunitas ikan penghuninya. Kata kunci: Ompok hypophthalmus, reproduksi, hidromorfologi perairan, rawa banjiran, Sungai Kampar Kiri

4 ABSTRACT CHARLES P. H. SIMANJUNTAK. The reproduction of Ompok hypophthalmus (Bleeker) related to aquatic hydromorphology change in floodplain of Kampar Kiri River. Under the direction of SUTRISNO SUKIMIN and M. F. RAHARDJO The reproduction of O. hypophthalmus that use floodplain river as a part of their life history for spawning purposes respectively was unknown. The study was conducted from June to December 2006 in order to determine reproductive pattern of O. hypophthalmus in floodplain of Kampar Kiri river related to aquatic hydromorphology change, viewed from climate change, gonadal development stages, fecundity, spawning season and spawning mode. Sampling were carried out monthly with purposive sampling method where many gears used. The spawning season for this species ranges from June to December which peak season found in October; it was determined based on variations in gonado somatic index (GSI) and the existence of mature male and females. Sex ratio of mature fish varied which female and male attaint their first maturity at 115 mm and 214 mm in total length respectively. The spawning of this species related to hydrology pattern and flooding regim of floodplain. Oocyte diameter distribution suggested that this species could be grouped as total spawner and iteroparous species. The fecundity varied from eggs. The correlation coefficient between fecundity with total length and fecundity with weight were very low. The result suggested that the coefficient cannot be used to predict O. hypophthalmus fecundity. The length-weight relationship for males, females and combined sexes shows allometric growth (b<3) with average of condition factor (K) varied in mature species especially. In order to maintain the population of this species in the wild, the floodplain of Kampar Kiri river as a unique ecosystem should be reserved as a habitat for fish community. Key words: Ompok hypopthalmus, reproduction, aquatic hydromorphology, floodplain, Kampar Kiri River

5 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm dan sebagainya

6 REPRODUKSI IKAN SELAIS, Ompok hypophthalmus (BLEEKER) BERKAITAN DENGAN PERUBAHAN HIDROMORFOLOGI PERAIRAN DI RAWA BANJIRAN SUNGAI KAMPAR KIRI CHARLES P. H. SIMANJUNTAK Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

7 Judul Tesis Nama NRP : Reproduksi Ikan Selais, Ompok hypophthalmus (Bleeker) Berkaitan dengan Perubahan Hidromorfologi Perairan di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri : Charles P. H. Simanjuntak : C Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA Ketua Dr. Ir. M. F. Rahardjo, DEA Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr.Ir. Enang Harris, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian: 16 Mei 2007 Tanggal Lulus: Mei 2007

8 PRAKATA Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang diwujudkan dalam suatu tesis. Gambaran substansi tulisan meliputi: latar belakang, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pendalaman suatu teori melalui penelusuran tinjauan pustaka; metode penelitian sebagai penuntun pelaksanaan penelitian; hasil dan pembahasan; serta simpulan dan saran. Bilamana tesis ini terlihat telah memenuhi kerangka umum sebagaimana layaknya suatu tesis; dapat penulis sampaikan bahwa hal itu terwujud berkat bimbingan yang terarah dari Komisi Pembimbing yaitu Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA dan Dr. Ir. M. F. Rahardjo, DEA serta Dosen Penguji Tamu yaitu Dr. Ir. Djadja Subardja Sjafei; pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus. Bilamana masih terdapat kekurangan, pertanda penulis belum mampu menyerap secara utuh bimbingan dan arahan yang telah diberikan dan karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada The Indonesian International Education Foundation (IIEF) disponsori Ford Foundation yang telah memberikan dukungan biaya studi dan penelitian lewat Beasiswa Budaya dan Masyarakat Indonesia Kepada Dr. Ir. Lenny Stansye Syafei, MS, Dr. Ir. Kardiyo Praptokardiyo, Dr. Chairul Muluk, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS, Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc, Ir. Ike Rachmatika, M.Sc, Drs. Haryono, M.Si, Ahmad Zahid, S.Pi, T. Tobing, SE, Ir. T. Hutagalung, Keluarga besar Simanjuntak, drg. Anggia Paramita, M.Kes, Kepala Desa dan masyarakat Desa Mentulik, Rantau Kasih dan Simalinyang serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pengolahan data serta perampungan penulisan tesis ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih. Semoga tesis ini bermanfaat. Bogor, Mei 2007 Charles P.H. Simanjuntak

9 RIWAYAT HIDUP CHARLES P.H. SIMANJUNTAK. Lahir di Tarutung pada tanggal 4 Oktober 1977 sebagai anak kedua dari delapan orang anak pasangan Bapak L. M. Simanjuntak dan Ibu S. T. Tobing. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, lulus pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan studi program magister sains di perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun Penulis bekerja sebagai asisten dosen tahun dan menjadi dosen luar biasa sejak tahun 2004 pada bagian Ekobiologi Sumberdaya Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu Perairan dan mendapatkan dukungan beasiswa dari The Indonesian International Education Foundation (IIEF) yang disponsori Ford Foundation lewat Beasiswa Budaya dan Masyarakat Indonesia Selama mengikuti program S-2, penulis mendapatkan kesempatan untuk mengikuti beberapa pertemuan ilmiah antara lain sebagai pemakalah pada Seminar Nasional Tahunan Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian UGM tahun 2005 dan 2006 serta Seminar Nasional Ikan IV tahun Sebuah artikel ilmiah telah diterbitkan dengan judul Iktiofauna Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri pada Jurnal Iktiologi Indonesia Vol.6 No. 2, Desember Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S-2 penulis.

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Identifikasi Masalah... 2 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4 Tipologi Perairan Rawa Banjiran... 4 Komunitas dan Distribusi Ikan di Rawa Banjiran... 5 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus)... 7 Aspek Reproduksi Ikan... 9 Seksualitas dan Perkembangan Gonad Fekunditas Tipe dan Strategi Pemijahan Ikan METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Pengumpulan Data Penelitian di Lapangan Pengamatan dan Analisis di Laboratorium HASIL DAN PEMBAHASAN Lingkungan Perairan Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri Komposisi Hasil Tangkapan dan Sebaran Ukuran Panjang Ikan Hubungan Panjang-Bobot dan Faktor Kondisi Ikan Aspek Reproduksi Ikan Selais Nisbah Kelamin Tingkat Kematangan Gonad Indeks Kematangan Gonad dan Musim Pemijahan Fekunditas Sebaran Diameter Telur dan Pola Pemijahan SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii iii iv i

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Parameter, metode, alat dan tempat pengukuran contoh kualitas air Kisaran parameter fisika dan kimiawi perairan pada masing-masing daerah pengambilan contoh selama penelitian Jumlah, kisaran panjang total dan bobot ikan selais (O. hypophthalmus) selama penelitian Hasil analisis hubungan panjang-bobot ikan selais (O. hypophthalmus) di rawa bajiran Sungai Kampar Kiri (Juni- Desember 2006) Faktor kondisi relatif (K n ) ikan selais (O. hypophthalmus) jantan dan betina dari masing-masing tingkat kematangan gonad di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri Faktor kondisi relatif (Kn) bulanan ikan selais (O. hypophthalmus) jantan dan betina yang matang gonad (TKG IV) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri Nisbah kelamin ikan selais (O. hypophthalmus) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri dari bulan Juni-Desember Nisbah kelamin ikan selais (O. hypophthalmus) yang matang gonad (TKG IV) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri dari bulan Juni-Desember Indeks kematangan gonad ikan selais (O. hypophthalmus) jantan dan betina setiap bulan selama penelitian Persentase sebaran diameter telur ikan selais (O. hypophthalmus) berdasarkan tingkat kematangan gonad ii

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram alir perumusan masalah Ikan Selais (Ompok hypophthalmus Bleeker, 1846) Rataan tinggi paras air rawa banjiran Sungai Kampar Kiri secara keseluruhan dari bulan Juni- Desember Sebaran frekuensi panjang dan jumlah ikan selais (O. hypophthalmus) secara keseluruhan dari bulan Juni - Desember Grafik hubungan panjang bobot ikan selais (O. hypophthalmus) (a) jantan (b) betina (c) gabungan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri Grafik fluktuasi nilai faktor kondisi relatif (K n ) bulanan ikan selais (O. hypophthalmus) matang gonad (TKG IV) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri dari bulan Juni-Desember Morfologi perkembangan kematangan gonad ikan selais jantan (O. hypophthalmus) (a) dan betina (b) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri Gambaran histologi perkembangan gonad ikan selais (O. hypophthalmus) jantan Gambaran histologi perkembangan gonad ikan selais (O. hypophthalmus) betina Persentase tingkat kematangan gonad ikan selais (O. hypophthalmus) (a) jantan dan (b) betina setiap bulan dari Juni- Desember Persentase tingkat kematangan gonad ikan selais (O. hypophthalmus) (a) jantan dan (b) betina berdasarkan selang panjang dari buan Juni- Desember Grafik hubungan perubahan IKG ikan selais (O. hypophthalmus) betina dengan siklus hidrologis & tinggi paras air rawa banjiran Sungai Kampar Kiri Hubungan fekunditas ikan selais (O. hypophthalmus) dengan panjang total (a) dan hubungan fekunditas dengan bobot tubuh (b) Grafik fekunditas relatif ikan selais (O. hypophthalmus) menurut kelompok bobot ikan Grafik sebaran diameter telur ikan selais (O. hypophthalmus) pada tiap tingkat kematangan gonad iii

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta lokasi penelitian Beberapa foto lokasi penelitian di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri Beberapa foto alat tangkap yang dioperasikan selama penelitian di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri Kriteria penilaian tingkat kematangan gonad ikan selais di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau menurut Sukendi (2001) Pembuatan preparat histologi gonad dengan metoda mikroteknik (Gunarso, 1989) Sebaran frekuensi jumlah ikan selais (O. hypohthalmus) berdasarkan selang ukuran panjang setiap bulan Uji Khi Kuadrat terhadap jenis kelamin ikan selais, O. hypophthalmus Pertelaan tingkat kematangan gonad ikan selais (O. hypophthalmus) iv

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Rawa banjiran (floodplain) yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia seperti Sungai Kampar, Musi, Lempuing, Batanghari, Rokan, Kahayan, Barito, Mahakam, dan Kapuas merupakan ekosistem yang memegang peranan penting dalam produksi perikanan perairan tawar (Komatsu et al., 2000; Sarnita, 2001). Sungai Kampar beserta rawa banjirannya telah ditetapkan sebagai kawasan sentral produksi perikanan air tawar di Provinsi Riau dengan dikeluarkannya SK Gubernur No.99/II/2000 (Dinas Perikanan Kabupaten Kampar, 2002 dalam Elvira, 2004). Di perairan sungai Kampar Kiri dan rawa banjirannya ditemukan sebanyak 86 spesies ikan yang sebagian besar merupakan ikan ekonomis penting seperti ikan selais (Ompok hypophthalmus) (Simanjuntak et al., 2006). Beberapa tahun terakhir telah terjadi kecenderungan penurunan produksi perikanan perairan umum di Sungai Kampar, yaitu dari tahun 1995 hingga tahun 1999 dan pada tahun 2004; masing-masing 6.686,29 ton pada tahun 1995 menjadi 6.375,03 ton (4,66%) pada tahun 1996; 5.414,72 ton (15,05%) tahun 1997; 4.705,86 ton (13,09%) tahun 1998; 3.192,50 ton (32,16%) tahun 1999 (Dinas Perikanan Daerah Tingkat II Kampar, 1999 dan Pemerintah Daerah Tingkat II Kampar, 2000 dalam Sukendi, 2001) dan 1.366,5 ton pada tahun 2004 (79,56%) (Anonim, 2005). Salah satu jenis ikan yang diindikasikan mengalami penurunan populasi adalah ikan selais (O. hypophthalmus). Penurunan stok ikan ini di perairan diduga karena ikan-ikan dewasa yang melakukan ruaya pemijahan (migrasi lateral) ke rawa banjiran sewaktu naiknya tinggi paras air dieksploitasi sehingga tidak cukup stok induk ikan untuk mempertahankan daya pulih kembali. Hal senada pernah dilaporkan terjadi pada beberapa spesies ikan di rawa banjiran Sungai Kapuas, Kalimantan Barat (Utomo dan Asyari, 1999) dan Sungai Tonle Sap, Kamboja (Lim et al., 1999). Berdasarkan hal tersebut di atas maka pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan perlu secepatnya dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan populasi ikan selais. Informasi dasar yang dibutuhkan untuk upaya pengelolaan adalah kajian mengenai aspek reproduksi ikan berkaitan dengan perubahan

15 2 hidromorfologi perairan. Informasi biologis ikan ini belum tersedia dan masih terbatas pada penyebaran serta keterangan taksonomi (Roberts, 1989; Kottelat et al., 1993; Tan dan Ng, 2000; Ng, 2003; Rachmatika et al., 2006). Identifikasi Masalah Masalah yang dapat teridentifikasi adalah ikan selais (O. hypophtalmus) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri tidak mampu mempertahankan stoknya di perairan dan potensial mengalami penurunan. Kecenderungan penurunan stok ikan ini di perairan diduga karena (1) ikan-ikan dewasa yang melakukan ruaya pemijahan (migrasi lateral) ke rawa banjiran dieksploitasi (brood in catch) pada saat naiknya tinggi paras air sehingga tidak cukup stok induk ikan untuk mempertahankan daya pulih kembali (rekruitmen); (2) Perubahan tinggi paras air rawa banjiran yang drastis (surut dalam waktu singkat) akibat kerusakan lingkungan menyebabkan ketinggian paras air dan luasan habitat tidak memadai untuk mendukung proses pemijahan ikan selais. Konsekuensi yang ditimbulkan adalah jenis ikan ini gagal untuk melakukan peremajaan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian untuk mengetahui aspek reproduksi ikan selais berkaitan dengan perubahan hidromorfologi perairan rawa banjiran. Untuk lebih jelasnya, kerangka pendekatan pemecahan masalah tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola reproduksi ikan selais (O. hypophthalmus) yang terdapat di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri berkaitan dengan perubahan hidromorfologi perairan ditinjau dari musim, perkembangan gonad, fekunditas, musim dan sifat pemijahan. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaaat dalam upaya konservasi dan domestikasi ikan selais di rawa banjiran sungai Kampar Kiri sehingga menjamin kelestarian sumberdaya plasma nutfah dan keberlanjutan hasil tangkapan ikan selais.

16 Musim: Hidrologi Morfometrik Rawa banjiran Tinggi paras air Kualitas Air: ph, DO Kualitas Air Luas daerah genangan Pertumbuhan reproduksi? perubahan tinggi paras air + Jumlah induk matang Ikan Selais (O. hypophtalmus) Teknologi penangkapan Ruaya lateral Manajemen penangkapan Struktur calon induk Intensitas penangkapan Selektifitas - -? Calon induk nyata + Struktur Hasil tangkapan Pengendalian? Penangkapan Efektif - + Jumlah ikan siap memijah di rawa banjiran Jumlah Nelayan Input Proses Output Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah 3

17 TINJAUAN PUSTAKA Tipologi Perairan Rawa Banjiran Daerah rawa banjiran merupakan ekosistem yang sangat beragam, baik secara spasial maupun temporal. Sebagai bagian dari ekosistem sungai, daerah ini dicirikan oleh fluktuasi air antara musim kemarau dan penghujan yang sangat bervariasi sepanjang tahun. Habitat pada ekosistem sungai banjiran terdiri atas daerah lotik, yaitu alur sungai (river channels) baik yang besar atau yang kecil; daerah lentik yaitu daerah rawa, hutan dan rumput yang tergenangi; serta danau atau genangan yang semi permanen dan pemanen. Pada saat musim kemarau volume air sangat kecil dan hanya ditemukan pada sungai utama, cekungancekungan tanah (lebung) dan danau tapal kuda (oxbow lakes); sedangkan pada musim penghujan air meluap menggenangi daerah paparan, danau, genangan dan alur-alur sungai. Kondisi ini mengakibatkan beragamnya habitat yang tersedia bagi organisme akuatik (Welcomme, 1985). Besarnya keragaman habitat yang tersedia memungkinkan banyak spesies ikan memanfaatkan daerah ini dalam berbagai cara untuk menunjang proses kehidupannya seperti untuk pemijahan (Copp, 1989; Lim et al., 1999), pengasuhan anak-anak ikan (Ribeiro et al, 2004; Sommer et al., 2004), mencari makan dan habitat untuk ikan-ikan dewasa (Borcherding et al., 2002). Faktor utama yang mendorong tingginya produktivitas ikan dan biota akuatik lainnya di rawa banjiran adalah fluktuasi tinggi paras air sungai (flood pulse). Aliran air yang masuk ke rawa banjiran mendorong terjadinya dekomposisi bahan organik baik yang berasal dari run off di sepanjang daerah aliran sungai utama maupun dari hasil dekomposisi tananaman air dan tanaman darat di sekitar rawa banjiran (ATTZ= Aquatic terrestrial transitional zone) atau disebut juga detritus allocthonous. Selanjutnya, sumbangan bahan organik yang terakumulasi dari vegetasi air yang terdapat pada rawa banjiran (detritus autocthonous) akan melepaskan nutrien ke perairan sehingga meningkatkan produksi fitoplankton, zooplankton, tanaman air, dan hewan-hewan avertebrata air yang merupakan sumber makanan bagi ikan (Junk et al., 1989; Gehrke, 1990; de Carvalho et al., 2001).

18 5 Penggenangan dalam waktu yang lebih lama akan meningkatkan kekayaan spesies ikan khususnya kelimpahan ikan di daerah genangan. Vegetasi yang tergenangi akan meningkatkan kelimpahan ikan dengan menciptakan struktur habitat yang komplek dan menyediakan lebih banyak makanan serta perlindungan bagi anak-anak ikan. Ketersediaan makanan dan suhu yang tinggi pada daerah banjiran akan memicu pertumbuhan juwana ikan dan selanjutnya meningkatkan kelangsungan hidupnya (Hoggarth et al., 1996; de Graaf, 2003). Besarnya kelimpahan juwana ikan pada periode air naik (banjir) menunjukkan bahwa banyak spesies ikan memanfaatkan daerah rawa banjiran sebagai tempat pemijahan dan pengasuhan (Paugy, 2002; Jurajda et al, 2004). Komunitas dan Distribusi Ikan di Rawa Banjiran Komunitas ikan yang berasosiasi di rawa banjiran dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu, (1) ikan-ikan migran (white fishes), yakni ikanikan yang bermigrasi ke rawa banjiran pada saat musim penghujan (paras air tinggi) untuk memijah, mencari makan dan perbesaran anak-anak ikan, yaitu kelompok Cyprinidae dan Pangasiidae (river catfish) Asia dan Afrika. Ada beberapa jenis ikan Siluridae yang melakukan migrasi dari sungai ke saluran sungai yang berhubungan dengan rawa banjiran (Welcomme, 1979; Sverdrup- Jensen, 2002); ikan pipih (Notopterus notopterus) dan baung (Mystus nemurus) melakukan migrasi ke danau tapal kuda di Kalimantan Tengah (Hartoto, 2000). Biasanya pada musim kemarau yang panjang, sebagian besar ikan-ikan whitefish merubah jaringan massa tubuhnya (lemak dan protein) menjadi materi generatif, seperti ovarium (Hartoto, 1983 dalam Hartoto, 2000). Ikan yang telah matang gonad akan menunggu sinyal lingkungan, seperti keberadaan feromon, ketersediaan makanan yang melimpah buat juwana ikan, dan naiknya paras air sebagai pemicu untuk proses pemijahan (Boyd, 1990); (2) ikan-ikan penetap (resident fishes), yakni spesies ikan yang telah beradaptasi dan tahan pada kondisi oksigen yang rendah. Di daerah Asia Tenggara disebut black fishes. Ikan ini tetap bertahan pada rawa banjiran saat musim kemarau. Ikan yang termasuk ke dalam kategori ini, yaitu sebagian besar ikan Siluridae, Ophiochepalidae (Channidae),

19 6 Anabanthidae, Osteoglossidae, dan ikan Polypteridae (Welcomme, 1979; Hartoto, 2000). Kelompok Siluridae sering berada pada air yang tenang di rawa banjiran pada saat musim penghujan dan pada periode musim kemarau ikan-ikan tersebut tinggal di pinggir sungai yang bervegetasi atau lubuk di dasar sungai (Welcomme, 1979). Kebanyakan kelompok Siluridae terdiri atas spesies ikan yang tahan terhadap kondisi oksigen yang rendah atau disebut sebagai ikan blackfish. Kelompok ikan blackfish mempunyai modifikasi dalam hal perkembangan organ pernafasan khususnya yang memungkinkan ikan dapat bernafas atau menghirup udara. Modifikasi yang berhubungan dengan respiratori meliputi tiga sistem anatomi utama yaitu mulut dan alat pencernaan, insang serta gelembung renang. Pola adaptasi ini yang memungkinkan ikan ini masih ditemukan pada daerah rawa banjiran ketika air surut (Welcomme, 1979; Kottelat et al., 1993). Simanjuntak et al. (2006) menyatakan bahwa rawa banjiran sungai Kampar Kiri memiliki kekayaan iktiofauna yang tinggi dengan ditemukannya 86 spesies ikan yang mewakili 21 famili dan 44 genera. Spesies ikan yang memiliki kelimpahan yang tinggi adalah Thynnichthys thynnoides, T. polylepis, Labiobarbus fasciatus, L. festivus, L. ocellatus, Barbonymus gonionotus, B. schwanenfeldii, Cyclocheilichthys apogon, Osteochilus hasseltii, Hemibagrus nemurus, O. hypophthalmus dan Helostoma temminckii. Tingginya keragaman fauna ikan yang ditemukan di daerah rawa banjiran merupakan ciri dinamika ekologi sebagai respon ikan terhadap heterogenitas habitat dan fluktuasi tinggi paras air (Agostinho et al. 2000). Distribusi ikan di rawa banjiran sangat dipengaruhi oleh kondisi geomorfologis dan hidrologis perairan (Copp, 1989; Hoeinghaus et al., 2003). Kondisi hidromorfologi perairan rawa banjiran bervariasi berdasarkan musim. Hal ini berdampak secara langsung terhadap kualitas dan kuantitas air di rawa banjiran. Selama masa penggenangan daerah rawa banjiran, banyak spesies ikan bermigrasi dari saluran sungai utama dan daerah lentik yang permanen ke daerah genangan (Hoggarth, et al., 1996; Koeshendrajana & Hoggarth, 1998). Meningkatnya permukaan air ketika musim penghujan memicu kehadiran ikan besar pemakan ikan (piscivore) masuk ke daerah genangan karena potensi

20 7 ketersediaan mangsanya semakin besar (Lowe-McConnell, 1987; Casatti et al., 2003). Wootton (1992) menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut di perairan merupakan faktor utama distribusi ikan pada sistem sungai termasuk daerah rawa banjiran. Ikan-ikan blackfishes dapat bertahan pada kondisi anoksik; sedangkan ikan-ikan whitefishes akan kembali bermigrasi ke sungai utama. Kelompok catfish umumnya lebih banyak ditemukan dan melimpah pada genangan di rawa banjiran dibandingkan di sungai utama (Ezenwaji & Inyang, 1998). Kondisi yang sama juga ditemukan di daerah rawa banjiran Sungai Frazos, Texas bahwa parameter lingkungan yang bervariasi secara temporal seperti kedalaman, kecepatan arus, suhu, substrat dan oksigen terlarut mengambil peran utama menunjang keragaman kelompok ikan (Li & Gelwick, 2005). Beberapa studi lain juga menyatakan bahwa komunitas ikan di rawa banjiran tropis merupakan kelompok stokastik (stochastic assemblages) dengan faktor penyebab utama adalah perubahan tinggi paras air (Jepsen 1997, Saint-Paul et al. 2000; Hoeinghaus et al., 2003). Daerah rawa banjiran dikenal sebagai perairan air hitam yang dicirikan oleh warna perairan yang coklat tua sampai kehitaman yang disebabkan oleh adanya asam humat, ph yang relatif lebih rendah, tidak keruh atau transparasi tinggi. Hal yang menarik yang pernah ditemukan, justru sebagian besar waktu hidup ikan Siluridae dihabiskan di perairan air hitam (Hartoto et al., 1998). Selanjutnya Elvyra (2004) menemukan bahwa ikan Kryptopterus limpok (kelompok ikan Siluridae) di sungai Kampar Kiri mampu hidup pada perairan dengan ph sedikit asam yaitu 5,5-6,0. Klasifikasi dan Morfologi Ikan selais (O. hypophthalmus) Ikan selais (O. hypophthalmus Bleeker, 1846) diklasifikasikan ke dalam kelas Pisces, ordo Siluriformes, subordo Siluroidea, famili Siluridae dan genus Ompok (Weber & de Beaufort, 1913; Kottelat et al.,1993) (Gambar 2). Genus Ompok memiliki 10 spesies yaitu O. bimaculatus Bloch, 1794; O. hypopthalmus Bleeker, 1846; O. leicanthus Bleeker, 1853; O. eugeneiatus Vaillant, 1893; O. borneensis Steindachner 1901; O. weberi Hardenberg, 1936; O. urbaini Fang & Chaux, 1949; O. sabanus Inger & Chin, 1959; O. fumidus Tan & Ng, 1996; O.

21 8 rhadinurus Ng, 2003 (Roberts, 1989; Kottelat et al., 1993; Tan & Ng, 2000; Ng, 2003). Ikan O. hypopthalmus Bleeker, 1846 memiliki beberapa nama sinomin yaitu Silurus hypophthalmus Bleeker, 1846; Silurus hijpophthalmus Bleeker, 1846; Silurus macronema Bleeker, 1851; Silurodes hypophthalmus Bleeker, 1858; Silurodes macronema Bleeker, 1857; Callichrous hypophthalmus Gunther, 1864; Callichrous macronema Gunther, 1864 (Ng, 2003). Di Sumatera dikenal dengan nama daerah selais, selais danau, dan lais; sedangkan di Kalimantan disebut lais bantut dan lais (Weber & Beaufort, 1913; Pulungan et al., 1985; Utomo et al., 1990; Torang & Buchar, 2000; Rachmatika et al., 2006). 30 mm Gambar 2. Ikan Selais (Ompok hypophthalmus Bleeker, 1846) Ikan selais memiliki ciri-ciri bentuk tubuh pipih tegak dan memanjang. Bentuk dorsal agak bungkuk menurun secara perlahan dari bagian sirip dorsal ke arah ujung hidung dan dari sirip dorsal bagian posterior ke arah sirip ekor. Hidung mendatar dengan bagian depan membulat. Sepasang lubang hidung anterior di antara anteromedial sampai ke dasar sungut rahang atas. Sepasang lubang hidung posterior yang dikelilingi oleh membran dorsal berlemak dan membran ventral dan terdapat di antara posteriomedial sampai ke dasar sungut rahang atas. Bentuk mulut terminal dengan bukaan mulut miring ke atas. Sungut rahang atas ramping dan lurus memanjang hingga mencapai bagian anterior sirip ketiga dari sirip dubur. Terdapat sepasang sungut rahang bawah; memanjang mencapai bagian tegak lurus dari pinggir mata. Memiliki mata yang kecil, berlemak dan terdapat di

22 9 bagian tengah kepala; mata terlihat dari bagian ventral maupun dari bagian dorsal (Ng, 2003). Aspek Reproduksi Ikan Reproduksi merupakan salah satu mata rantai dalam siklus kehidupan yang hubungannya dengan mata rantai lainnya akan menjamin kelangsungan hidup spesies. Siklus reproduksi pada ikan akan tetap berlangsung selama fungsi reproduksi masih normal. Faktor-faktor yang mengontrol siklus reproduksi ikan di perairan terdiri atas faktor fisika, kimia dan biologi. Ikan yang hidup di daerah tropis, faktor fisika yang mengontrol siklus reproduksi adalah arus, suhu dan substrat. Faktor kimia adalah gas-gas terlarut, ph, nitrogen dan metabolitnya serta zat buangan yang berbahaya bagi kehidupan ikan di perairan; sedangkan faktor biologis yang mengontrol siklus reproduksi ikan dibagi menjadi faktor biologis dalam dan luar. Faktor biologis dalam meliputi faktor fisiologis individu dan respon terhadap berbagai faktor lingkungan; selanjutnya faktor biologis luar adalah patogen, predator dan kompetisi sesama spesies ikan tertentu atau dengan spesies lain (Bye, 1984). Secara khusus di ekosistem rawa banjiran, potensi reproduksi ikan-ikan yang berasosiasi di daerah ini sangat dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi dan hidrologis (Copp, 1989). Penggenangan daerah banjiran menyediakan habitat yang luas sebagai daerah pemijahan dan pengasuhan dengan memperkaya jaringjaring makanan (Sommer et al., 2004). Selanjutnya, lama waktu penggenangan dan suhu perairan berperan penting dalam mendukung keberhasilan reproduksi ikan-ikan spesies phytophilous dan phytolithophilous (Welcomme, 1979; Ballon, 1966 dalam Jurajda, 2004). Ikan-ikan dewasa jenis phytophilous dan phytolithophilous umumnya mendominasi perairan rawa banjiran pada saat paras air tinggi (Jurajda et al., 2004). Selain untuk tempat melekatkan telur, vegetasi di perairan rawa banjiran juga berperan sebagai tempat mencari makan dan daerah asuhan bagi anak-anak ikan; dimana puncak musim pemijahan ikan umumnya terjadi pada awal musim penghujan (Welcomme, 1985; Lim et al., 1999). Ikan K. cryptopterus yang ditemukan pada daerah Danau Great dan Sungai Tonle Sap, Kamboja memijah pada awal musim penghujan di daerah rawa banjiran (Lim et

23 10 al., 1999); Kryptopterus spp di rawa banjiran Sungai Lempuing Sumatera Selatan umumnya matang gonad dan siap memijah pada awal musim penghujan, yaitu pada bulan Nopember (Utomo et al., 1990 dalam Utomo dan Asyari, 1999). Seksualitas dan Perkembangan Gonad Jenis kelamin pada ikan dapat dibedakan dengan cara mengamati ciri-ciri seksual sekunder dan seksual primer. Ciri seksual sekunder dapat ditelaah dengan mengamati bentuk luar tubuh dan pelengkapnya; sedangkan ciri seksual primer dapat dibedakan dengan mengamati organ yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi yaitu ovarium dengan pembuluhnya pada ikan betina dan testis dengan pembuluhnya pada ikan jantan (Effendie, 1997). Pola seksual dan nisbah kelamin ikan sangat menentukan keberhasilan proses reproduksi. Nisbah kelamin antara ikan jantan dengan ikan betina yang ideal adalah mengikuti pola 1:1. Penyimpangan nisbah kelamin dari pola 1:1 dapat timbul dari berbagai faktor yang mencakup perbedaan distribusi, aktifitas dan gerakan ikan (Türkmen et al., 2002); pergantian dan variasi seksual jantan dan betina dalam masa pertumbuhan, mortalitas dan lama hidup (longevity) (Sadovy, 1996). Nikolsky (1963) menyatakan bahwa jika ketersediaan makanan berlimpah maka ikan betina akan lebih dominan dan sebaliknya ikan jantan dominan saat ketersediaan makanan berkurang. Perbedaan nisbah pada ikan Micropogonias furnieri disebabkan ketersediaan makanan dan perbedaan laju pertumbuhan (Vicentini & Araújo, 2003). Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah berpijah. Selama proses reproduksi sebagian besar energi hasil metabolisme ikan akan tertuju untuk perkembangan gonad atau pertumbuhan gonadik (Effendie, 1997). Selanjutnya dinyatakan bahwa pertambahan bobot gonad ikan betina pada tahap (stadium) matang gonad akan mencapai % dari bobot tubuh dan pada ikan jantan 5-10 %. Dikemukakan pula bahwa pengetahuan mengenai tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk beberapa tujuan, seperti perbandingan jumlah ikan yang matang dan yang belum matang dari stok yang ada di perairan, ukuran atau umur ikan pertama kali matang gonad, serta musim dan frekuensi pemijahan ikan dalam satu tahun.

24 11 Perkembangan gonad pada ikan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai tingkat dewasa kelamin (sexually maturity) dan selanjutnya tahap pematangan gamet. Tahap pertama berlangsung dari ikan mulai menetas hingga mencapai dewasa kelamin; sedangkan tahap kedua dimulai setelah ikan mencapai dewasa dan terus berkembang selama fungsi reproduksi ikan masih berjalan normal (Lagler et al.,1977; Harvey & Hoar, 1979). Perubahan tingkat kematangan gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu indeks yang dinamakan indeks kematangan gonad (IKG). Nilai IKG akan mencapai batas kisaran maksimum pada saat akan terjadi pemijahan dan akan turun kembali setelah memijah. Fluktuasi nilai IKG pada ikan tropis umumnya mengikuti pola hidrologis dan tinggi paras air. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa nilai IKG kelompok catfish di sungai dan rawa banjirannya berkorelasi positif dengan pola curah hujan atau penggenangan (flooding) (Moodie & Power, 1982; Utomo et al., 1990; Marriott et al., 1997; Marraro et al., 2005; Lalèyè, 2006). Fekunditas Fekunditas ikan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting untuk pembentukan populasi dan dinamika populasi. Berdasarkan nilai fekunditas dapat diperkirakan jumlah ikan yang dihasilkan dalam kelas umur yang bersangkutan. Fekunditas adalah jumlah telur ikan betina sesaat sebelum dikeluarkan pada waktu pemijahan. Ada beberapa defenisi yang berbeda dalam melukiskan aspek lain dari fekunditas yakni fekunditas tahunan potensial (potential annual fecundity) didefinisikan sebagai jumlah oosit yang matang setiap tahun termasuk oosit yang mengalami atresia (Hunter et al., 1992 dalam Murua dan Saborido-Rey, 2003); fekunditas tahunan aktual (annual realized fecundity) diartikan sebagai jumlah telur yang benar-benar dikeluarkan saat musim pemijahan, tidak termasuk oosit yang tinggal di dalam ovari atau yang diserap kembali lewat proses atresia; fekunditas total (total fecundity) didefinisikan sebagai stok oosit pada suatu waktu tertentu; fekunditas satu kelompok ukuran oosit tertentu (batch fecundity) diartikan sebagai jumlah telur pada kelompok

25 12 ukuran oosit tertentu yang dipijahkan. Jumlah total dari semua kelompok ukuran oosit ini disebut sebagai fekunditas tahunan aktual (Hunter et al., 1992 dalam Murua dan Saborido-Rey, 2003); fekunditas populasi tahunan (annual population fecundity) adalah jumlah telur dari semua ikan betina di dalam populasi yang memijah pada satu musim pemijahan (Bagenal, 1978 dalam Murua dan Saborido- Rey, 2003). Untuk menentukan fekunditas ikan sebaiknya dilakukan pada tingkat kematangan gonad IV dan yang paling baik sesaat sebelum terjadinya pemijahan. Besarnya jumlah fekunditas dari suatu spesies dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ketersediaan makanan (Ikomi, 1996), ukuran panjang dan bobot ikan (Vila-Gispert & Moreno-Amich, 2000; Minto & Nolan, 2006), ukuran diameter telur (Suzuki et al., 2000) dan faktor lingkungan (Abidin, 1986). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa spesies pada kelompok catfish di sungai dan rawa banjiran memiliki perbedaan jumlah fekunditas, seperti ikan Chrysichthys auratus memiliki fekunditas yang berkisar antara butir (Ikomi & Odum, 1998), ikan Trichomycterus corduvense memiliki fekunditas yang berkisar antara butir (Marraro et al., 2005), ikan Synodontis schall dan S. nigrita masing-masing memiliki fekunditas yang berkisar antara dan butir (Lalèyè et al., 2006); ikan Clarias macrocephalus memiiki fekunditas yang berkisar antara butir (Ali, 1993); fekunditas ikan C. agboyiensis berkisar antara (Ezenwaji & Inyang, 1998); fekunditas ikan K. lais berkisar antara butir (Pulungan et al., 1985); fekunditas ikan K. micronema berkisar antara butir (Utomo et al., 1990); dan K. limpok memiliki kisaran fekunditas antara butir (Elvyra, 2004). Tipe dan Strategi Pemijahan Ikan Beberapa spesies ikan beradaptasi untuk mendapatkan keuntungan dari musim banjiran dengan melakukan reproduksi pada saat awal musim penghujan sehingga larva ikan mendapatkan makanan dan bertumbuh dengan baik pada daerah rawa banjiran (Lowe-McConnell, 1987; Hoeinghaus et al., 2003). Secara khusus spesies ikan predator umumnya memijah lebih awal dibandingkan spesies

26 13 yang lain, sehingga anak-anak ikan yang menetas menjadi mangsa buat ikan predator yang mempunyai ukuran yang lebih besar (Paugy, 2002). Winemiller dan Rose (1990) dalam Paugy (2002) mengelompokkan strategi pemijahan ikan berkaitan dengan musim banjiran (flood seasonality) ke dalam tiga kelompok, yakni: (1) oppurtunistic strategists, yaitu ikan yang berukuran kecil, cepat matang gonad, memiliki telur yang kecil dalam jumlah yang banyak; pertumbuhan larva yang cepat; rekruitmen yang cepat dan berumur pendek; (2) periodic strategists, yaitu ikan dengan ukuran yang lebih besar, memiliki fekunditas yang besar; tidak mengasuh anaknya (absence of parental care); memijah pada awal musim penghujan dengan waktu pemijahan yang panjang serta melakukan ruaya pemijahan; (3) equilibrium strategists, yaitu ikan mengasuh anaknya (parental care), memiliki fekunditas yang kecil dengan diameter telur yang besar dan memiliki keberhasilan hidup larva lebih tinggi. Berdasarkan dinamika pengaturan ovari, Wallace dan Selman (1981) dalam Murua dan Saborido-Rey (2003) mengemukakan ada tiga tipe pemijahan ikan, yakni (1) Sinkronous, yaitu seluruh oosit berkembang dan diovulasikan pada waktu yang sama. Ovari seperti ini dapat ditemukan pada ikan teleostei yang pemijahannya hanya sekali dan kemudian mati; (2) Sinkronous berkelompok, yaitu ikan yang memiliki dua populasi oosit. Oosit yang besar dikeluarkan pada musim pemijahan pertama dan selanjutnya oosit yang kecil akan dikeluarkan pada saat musim pemijahan berikutnya; (3) Asinkronous, yaitu kelompok ikan yang tidak memiliki populasi oosit yang dominan pada seluruh tahap perkembangan oosit. Ketika terjadi hidrasi ada pemisahan diameter stok oosit. Selanjutnya, berdasarkan distribusi relatif oosit dalam ovari maka strategi reproduksi ikan dapat dibagi dalam dua tipe yaitu tipe total spawner yakni ikan yang memiliki periode pemijahan tahunan yang pendek; tipe kedua adalah small brood spawners yakni ikan-ikan yang mengasuh anaknya dan menghasilkan kelompok telur (batches of eggs) yang kecil beberapa kali dalam setahun (Lowe- McConnell, 1987). Distribusi frekuensi oosit ikan Hydrocynus forskalii di Sungai Cote d Ivoire berbentuk multimodal yang memberikan pengertian bahwa setiap ikan betina mampu untuk memijah dua kali dalam setahun jika kondisi lingkungan memungkinkan (Albaret, 1982 dalam Paugy, 2002).

27 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama sebelas bulan yang terbagi atas tiga tahap, yaitu (1) tahap persiapan dilakukan selama satu bulan, (2) tahap pengumpulan contoh ikan di lapangan, pengamatan dan analisis di laboratorium selama tujuh bulan (dari Juni hingga Desember 2007), serta (3) tahap pengolahan data dan laporan selama tiga bulan. Pengumpulan contoh ikan dilakukan di perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau. Kriteria penentuan lokasi penelitian dengan metode purposive sampling yaitu berdasarkan luas rawa banjiran, tempat penangkapan ikan selais dan tempat ikan selais melakukan reproduksi. Daerah dimaksud daerah Simalinyang dan Mentulik. Di daerah Simalinyang ikan dikoleksi dari Sungai Kampar Kiri dan dua danau tapal kuda, yaitu Danau Baru dan D. Belimbing. Di daerah Mentulik ikan dikoleksi dari Sungai Kampar Kiri, anak Sungai Kampar, Sungai Tonan dan empat danau tapal kuda, yaitu D. Belanti, D. Puyuh, D. Pakis, dan D. Sungai Kampar Lama (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Analisis laboratorium meliputi identifikasi ikan, pengkuran panjang total dan bobot ikan, pengamatan dan penentuan beberapa aspek reproduksi serta analisis histologi gonad dilakukan di Laboratorium Iktiologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI Cibinong, Laboratorium Ekobiologi Sumberdaya Perairan MSP FPIK-IPB, Laboratorium Biologi Hewan PSIH-IPB, dan Laboratorium Lingkungan Budidaya FPIK-IPB. Metode Pengumpulan Data Pelaksanaan penelitian untuk pengumpulan data terdiri atas dua tahap, yaitu penelitian di lapangan dan pengamatan dan analisis di laboratorium. Penelitian di Lapangan Rancangan penelitian untuk pengumpulan data di lapangan menggunakan metode survey post facto. Penangkapan ikan dilakukan setiap bulan dengan

28 15 berbagai alat tangkap seperti jaring insang eksperimental, perangkap (sempirai), pancing dan rawai (Lampiran 3). Jaring insang eksperimental berukuran mata jaring 1, 1,5, 2, 2,5 dan 3, panjang 20 m dan tinggi 2 m dipasang pada sore hari (18.00 WIB) dan kemudian diangkat pada pagi hari berikutnya (06.00 WIB). Alat perangkap (sempirai) dipasang selama dua hari dua malam; sedangkan pancing dan rawai berukuran mata pancing 1, 1,5 dan 2 dengan umpan cengkerik dan potongan ikan digunakan pada saat penangkapan ikan di rawa banjiran dan di daerah lubuk. Ikan yang tertangkap segera diawetkan dalam larutan formalin 10% dan dikelompokkan menurut daerah penangkapan; kemudian dibungkus dengan kain kasa dan dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk analisis lebih lanjut di laboratorium. Gonad jantan dan betina dari beberapa ikan contoh difiksasi dalam larutan Bouin untuk keperluan histologi. Karakteristik habitat sebagai data penunjang penelitian diamati dan diukur. Pengamatan dan pengukuran parameter kualitas air dilakukan sebanyak 3 kali ulangan untuk setiap daerah terpilih bersamaan dengan waktu pengambilan contoh ikan. Beberapa parameter kunci kualitas air yang diamati beserta metode dan alat yang digunakan dalam pengamatan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Parameter, metode, alat dan tempat pengukuran contoh kualitas air Parameter Satuan Metode dan alat Lokasi Fisika Suhu Kedalaman Kecerahan Substrat dasar Warna perairan o C m m - - Pemuaian, termometer Visual, Tongkat berskala Visual, keping secchi Visual Visual in situ in situ in situ in situ in situ Kimia ph Oksigen terlarut unit ppm Kertas ph DO meter in situ in situ

29 16 Pengamatan dan Analisis di Laboratorium Pengamatan dan analisis yang dilakukan di laboratorium meliputi identifikasi ikan, pengukuran panjang total dan bobot ikan, penentuan dan penghitungan beberapa aspek reproduksi serta analisis histologi gonad. Setiap ikan contoh diukur panjang totalnya sampai milimeter terdekat dan ditimbang bobotnya sampai gram terdekat. Analisis hubungan panjang bobot ikan selais dilakukan dengan menggunakan rumus: W= a L b ; W = Bobot ikan (gram) L = panjang ikan (mm) a dan b adalah konstanta Uji t digunakan untuk menguji nilai b sama dengan 3 atau tidak (Steel dan Torrie, 1993). Jika nilai b lebih besar dari 3 berarti pertambahan panjang ikan tidak secepat pertambahan bobot atau disebut juga pola pertumbuhan allometrik positif; sedangkan bila nilai b lebih kecil dari 3 berarti kecepatan pertambahan panjang ikan lebih besar dari bobot ikan atau disebut juga pola pertumbuhan ikan allometrik negatif. Jika nilai b = 3 berarti pertambahan panjang sebanding dengan pertambahan bobot ikan atau pola pertumbuhan ikan yang isometrik. Perhitungan faktor kondisi (K n ) dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: W K ; n = K b n = Faktor kondisi al W = Bobot ikan (gram) L = Panjang total (mm) a dan b adalah konstanta Penentuan jenis kelamin ikan dilakukan berdasarkan ciri seksual primer. Ciri seksualitas primer diamati dengan cara menseksi dan melihat perbedaan gonad antara ikan jantan dan ikan betina (testis dan ovarium). Nisbah kelamin dihitung dengan membandingkan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan betina yang ditemukan setiap bulan selama tujuh bulan penelitian. Untuk melihat kemerataan jenis digunakan uji Khi-Kuadrat (Steel dan Torrie, 1993). Nisbah kelamin dihitung dengan menggunakan rumus : J χ 2 = ; χ 2 = Nisbah kelamin B J = Jumlah ikan jantan (ekor) B = Jumlah ikan betina (ekor)

30 17 Tingkat kematangan gonad (TKG) ditentukan secara morfologis mencakup warna, bentuk dan ukuran gonad. Perkembangan gonad ikan secara kualitatif ditentukan dengan mengamati tingkat kematangan gonad berdasarkan morfologi gonad seperti yang dikemukakan Sukendi (2001) (Lampiran 4). Pengamatan histologis testes dan ovarium dilakukan untuk melihat perbedaan secara histologi setiap tingkat kematangan gonad ikan. Pengambilan gonad ikan jantan dan betina tersebut dilakukan pada ikan yang masih segar. Pembuatan preparat histologi gonad bepedoman kepada metoda mikroteknik (Gunarso, 1989) (Lampiran 5). Gambaran histologi gonad (ovarium dan testis) ikan selais berpedoman kepada Takashima & Hibiya (1995) serta modifikasi yang telah dilakukan Siregar (1999) terhadap ikan Pangasius hypophthalmus; Sukendi (2001) terhadap ikan Mystus nemurus; dan Marraro et al. (2005) pada ikan Trichomycterus corduvense. Secara kuantitatif perkembangan gonad ikan diamati dengan menentukan indeks kematangan gonad (IKG) untuk setiap tingkat kematangan gonad yang telah ditetapkan, baik untuk ikan betina maupun ikan jantan. Gonad yang dikeluarkan dari rongga tubuh ditimbang bobotnya dengan ketelitian 0,01 gram; selanjutnya digunakan untuk menghitung indeks kematangan gonad (IKG): Wg IKG = x100 ; IKG = Indeks kematangan gonad (%) Wt W g = Bobot gonad ikan (gram) = Bobot tubuh ikan (gram) Fekunditas total (potensi biotik) dihitung dengan metode gravimetrik pada ikan yang mempunyai TKG IV dengan rumus: Wso F = x f ; F = Fekunditas total (butir) Wo W so = Bobot sub ovarium (gram) W o = Bobot ovarium (gram) f = Jumlah telur tercacah (butir) Hubungan antara fekunditas total dengan panjang ikan dan hubungannya dengan bobot dinyatakan dalam persamaan berikut: W t F= a L b dan F = aw + b ; F = Fekunditas (butir) W t = Bobot ikan (gram) L = panjang ikan (mm) a dan b adalah konstanta

31 18 Selain fekunditas total, dihitung pula fekunditas relatif yaitu banyaknya telur ikan persatuan bobot, dengan menggunakan rumus: F F ; R = F R = Fekunditas Relatif W = Bobot ikan (gram) t W t Pengamatan sediaan ovarium dilakukan dengan mikroskop binokuler yang diberi mikrometer okuler untuk mengukur diameter telur. Pengukuran diameter telur dilakukan pada tiga bagian gonad, yaitu bagian depan, tengah dan bagian belakang dari gonad ikan betina TKG II, III, dan IV; masing-masing sebanyak 100 butir telur dengan menggunakan mikroskop (perbesaran 4x10). Pola persebaran diameter telur digunakan sebagai dasar penentuan pola pemijahan ikan.

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Lingkungan Perairan Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri Hasil pengukuran dan pengamatan kondisi lingkungan perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri selama penelitian, meliputi suhu, kedalaman, kecerahan, substrat dasar, warna perairan, ph dan oksigen terlarut di masingmasing daerah penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kisaran parameter fisika dan kimiawi perairan pada masing-masing daerah pengambilan contoh selama penelitian Parameter Satuan Daerah Pengambilan Contoh I-1 I-2 I-3 I-4 I-5 I-6 II-1 II-2 Fisika Suhu Kedalaman Kecerahan Substrat dasar o C m m ,2-0,5 lp, li ,2-1,0 pa, lp ,3-0,5 lp ,3-0,4 lp ,4-1,0 lp, li ,2-0,3 lp, pa ,2-0,3 lp, pa ,2-0,3 lp Warna perairan - coklat coklathitam coklathitam coklat coklathitam coklathitam coklat coklat Kimia ph unit Oksigen terlarut mg/l 4,8-6,0 4,3-6,2 4,4-5,8 4,7-6,0 4,2-6,3 4,1-5,9 4,0-6,1 4,1-6,2 Keterangan: I-1 s.d I-6 = di daerah Mentulik; II-1 s.d II-2 = di daerah Simalinyang; I-1 = Anak Sungai Kampar; I-2 = Sungai Tonan; I-3 = Danau Belanti; I-4= D. Puyuh; I-5 = D. Pakis; I-6 = D. S. Kampar Lama; II-1 = D. Baru; II-2 = D. Belimbing; lp = lumpur; li = liat; pa = pasir Selama penelitian, rentang nilai suhu perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri berkisar antara C. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa terjadinya perbedaan suhu terutama disebabkan karena perubahan musim kemarau ke musim penghujan dimana pada pada musim kemarau suhu perairan lebih tinggi dibandingkan pada musim penghujan. Selanjutnya Welcomme (1979) menyatakan bahwa derajat penyinaran, komposisi substrat, kekeruhan, aliran air bawah tanah dan air hujan, angin serta penutupan oleh vegetasi dapat mempengaruhi suhu air di perairan sungai dan rawa banjirannya. Suhu perairan di daerah tropis tidak banyak bervariasi dan yang terbaik untuk mendukung kehidupan organisme perairan berada pada kisaran C (Cholik et al dalam Sinaga, 1995). Mengacu pada pernyataan tersebut, maka dapat dikatakan suhu perairan di rawa

33 20 banjiran Sungai Kampar Kiri selama penelitian masih mendukung proses biologis organisme khususnya ikan selais. Kedalaman perairan sangat terkait erat dengan siklus hidrologis. Curah hujan yang tinggi mendekati musim penghujan berkorelasi positif dengan naiknya tinggi paras air dan luasan rawa banjiran. Perubahan tinggi paras air rawa banjiran Sungai Kampar Kiri secara keseluruhan setiap bulan pengamatan disajikan pada Gambar 3. Peningkatan paras air terjadi dari bulan Agustus sampai Desember. Naiknya paras air akan memperbesar luasan daerah genangan dan meningkatkan keragaman habitat (habitat heterogeneity). Kompleksitas morfologi rawa banjiran yang terbentuk akan menciptakan relung yang besar bagi banyak spesies ikan, khususnya untuk mendukung life history ikan seperti untuk pemijahan (Copp, 1989; Lim et al., 2002), pengasuhan anak-anak ikan (Ribeiro et al, 2004; Sommer et al., 2004), mencari makan dan habitat untuk ikan-ikan dewasa (Borcherding et al., 2002). Willis et al. (2005) menemukan bahwa tingginya keragaman kelompok ikan di rawa banjiran Sungai Cinaruco berkorelasi positif dengan kompleksitas habitat yang tersedia. Tinggi paras muka air (m) Jun'06 Jul'06 Agus'06 Sep'06 Okt'06 Nop'06 Des'06 Bulan Mentulik Simalinyang Gambar 3. Rataan tinggi paras air rawa banjiran Sungai Kampar Kiri secara keseluruhan dari bulan Juni Desember 2006 Gradien lingkungan lainnya yang menjadi faktor utama penentu struktur komunitas dan distribusi ikan di daerah banjiran adalah kekeruhan/kecerahan. Kecerahan perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri sangat bervariasi, yaitu berkisar dari 0,2-1,0 m. Rendahnya tingkat penetrasi matahari ke dalam kolom

34 21 perairan mengindikasikan tingginya partikel tersuspensi yang bersumber dari hasil dekomposisi tananaman air dan tanaman darat di sekitar rawa banjiran (Aquatic terrestrial transitional zone) atau detritus allocthonous; serta sumbangan bahan organik yang terakumulasi dari vegetasi air yang terdapat pada rawa banjiran (daun, kayu dan materi terlarut) atau detritus autocthonous (Junk et al., 1989; de Carvalho et al., 2001). Kelompok catfish yang memiliki adaptasi peraba (sensory adaptations) terhadap kecerahan yang rendah umumnya dominan pada daerah genangan yang keruh; sedangkan ikan yang bergerak dengan mengandalkan visual lebih dominan pada daerah genangan yang jernih. Dampak kecerahan terhadap komunitas ikan ini diduga disebabkan hubungan transparasi dengan kemampuan mendeteksi mangsa (Rodriguez & Lewis, 1997). Nilai ph perairan selama penelitian berkisar antara 4-5 satuan ph. Nilai ph yang rendah dan warna perairan dari coklat tua hingga kehitaman mencirikan adanya asam humat. Kondisi ini merupakan ciri dari perairan rawa banjiran yang lazim dikenal sebagai perairan air hitam. Hal yang menarik yang pernah dilaporkan adalah sebagian besar waktu hidup ikan Siluridae dihabiskan di perairan air hitam (Hartoto et al., 1998) dan ikan K. limpok (kelompok ikan Siluridae) di Sungai Kampar Kiri mampu hidup pada air dengan ph sedikit asam yaitu 5,5-6,0 (Elvyra, 2004). Diduga ikan selais yang terdapat di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri telah memiliki adaptasi khusus terhadap kondisi perairan dengan ph yang rendah, yaitu dengan mekanisme pengaturan ion oleh sel klor (Chloride cells) yang terdapat pada insang (Hirata et al., 2003). Kandungan oksigen terlarut merupakan faktor pembatas dalam mendukung optimalisasi kehidupan organisme perairan. Selama penelitian, rentang kandungan oksigen terlarut berkisar antara 4,0-6,3 mg/l. Kisaran oksigen terlarut yang ditemukan di rawa banjiran Sungai Kahayan, Sungai Rungan dan Danau Takapan di Kalimantan Tengah rata-rata berkisar antara 2,06-4,20 mg/l (Hartoto, 2000). Kandungan oksigen terlarut di daerah rawa banjiran pada musim kemarau dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ukuran badan air, derajat stratifikasi suhu, penutupan oleh tanaman, pertumbuhan fitoplankton, proses dekomposisi bahan-bahan organik khususnya yang bersumber dari tumbuhan hijau di sekitar rawa banjiran dan pengaruh angin (Welcomme, 1979; Hartoto, 2000). Kisaran

35 22 oksigen terlarut yang ditemukan selama penelitian dipandang mampu mendukung kehidupan ikan selais. Terjadinya variasi karakteristik fisika kimiawi perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri selama penelitian terkait erat dengan perubahan musim. Hal senada juga pernah dilaporkan bahwa karakteristik fisika kimiawi habitat di rawa banjiran sungai Parana, Amerika Selatan sangat dipengaruhi oleh siklus hidrologis dimana penggenangan yang tertinggi akan cenderung menghomogenkan beberapa karakter fisika, kimia dan biologi perairan antara habitat sungai dengan rawa banjiran (Agostinho et al., 2000). Variasi parameter kualitas air seperti ph, Suhu dan oksigen terlarut di danau tapal kuda Takapan, Kalimantan Selatan sangat dipengaruhi oleh fluktuasi tinggi paras air (Hartoto, 2000). Selanjutnya, dinamika karakteristik fisika kimiawi perairan secara temporal akan mempengaruhi perubahan komunitas ikan (fish assemblage) di perairan rawa banjiran (Hoeinghaus et al., 2003; Penczak et al., 2004; Li & Gelwick, 2005). Komposisi Hasil Tangkapan dan Sebaran Ukuran Panjang Ikan Ikan selais yang tertangkap selama penelitian berjumlah 474 ekor, terdiri atas 224 ekor jantan dan 249 ekor betina. Kisaran panjang dan bobot ikan jantan adalah mm dan gram; sedangkan ikan betina dengan kisaran mm dan gram (Tabel 3). Ikan selais jantan dan betina yang dominan tertangkap terdapat pada kelompok sebaran ukuran panjang antara mm (Gambar 4 dan Lampiran 6). Tabel 3. Jumlah, kisaran panjang total dan bobot ikan selais (O. hypophthalmus) selama penelitian Jantan Betina Total Bulan n L (mm) W (g) n L (mm) W (g) n L (mm) W (g) Juni' Juli' Agu' Sept' Okt' Nop' Des' Total Keterangan: n = jumlah (ekor); L = Panjang total; W = bobot

36 23 Jumlah (ekor) Jantan Betina Selang panjang total (mm) Gambar 4. Sebaran frekuensi panjang dan jumlah ikan selais (O. hypophthalmus) secara keseluruhan dari bulan Juni-Desember 2006 Panjang maksimum ikan selais yang tertangkap hampir sama dengan yang ditemukan oleh Kottelat et al. (1993), namun masih lebih panjang dibandingkan dengan panjang maksimum ikan yang sama di perairan lain seperti Tan & Ng (2000) menemukan ikan yang berukuran 196 mm di Sungai Batang Hari dan Ng (2003) menemukan ikan yang berukuran 76 mm di Kalimantan Tengah. Besarnya ukuran panjang ikan selais yang ditemukan mencerminkan bahwa perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri menyediakan kondisi lingkungan yang baik untuk pertumbuhan ikan seperti ketersediaan sumberdaya makanan alami dan tingginya heterogenitas habitat (Winemiller & Jeppsen, 1998; Copp, 1989; de Graaf, 2003; Li & Gelwick, 2005). Hubungan Panjang -Bobot dan Faktor Kondisi Ikan Model persamaan hubungan panjang total (L) dan bobot (W) ikan selais jantan dan betina bertutut-turut adalah W = 8 x10-6 L 2,899 dan W = 1,39 x10-5 L 2,790 ; sedangkan untuk keseluruhan antara ikan jantan dan betina diperoleh persamaan W =1,12 x10-5 L 2,828 (Gambar 5). Hasil analisis statistik hubungan panjang total dan bobot tubuh ikan selais untuk masing-masing jenis kelamin memiliki koefsien korelasi (r) yang mendekati nilai satu, yakni 0,951 untuk ikan jantan dan 0,968 untuk ikan betina. Besarnya nilai koefisien ini menunjukkan bahwa pertambahan panjang ikan diikuti dengan pertambahan bobot tubuhnya. Berdasarkan pengujian

37 24 nilai b dengan uji-t diperoleh bahwa nilai b baik pada ikan jantan, ikan betina dan gabungan antar ikan jantan dan betina berbeda nyata dengan nilai 3. Nilai b untuk ikan jantan (2,899) lebih besar daripada nilai b ikan betina (2,790) (Tabel 4). Pola pertumbuhan ikan jantan dan betina bersifat allometrik negatif (b<3), yaitu pertambahan bobot tidak secepat pertambahan panjang ikan. Besarnya koefisien regresi (b) ikan jantan dibandingkan ikan betina menunjukkan bahwa ikan jantan lebih gemuk daripada ikan betina. Nilai b yang diperoleh selanjutnya akan digunakan dalam perhitungan nilai faktor kondisi. Tabel 4. Hasil analisis hubungan panjang-bobot ikan selais (O. hypophthalmus) di rawa bajiran Sungai Kampar Kiri (Juni-Desember 2006) Parameter Jantan Betina Gabungan Contoh ikan, n Kisaran L (mm) a (intersep) b (slope) r (koefisien korelasi) Uji b sama dengan 3, t hit t tabel, taraf kepercayaan 95% ,5x ,899 0,951 23,5 db 223 = 1, ,39 x ,790 0,968 55,4 db 249 = 1, ,12 x ,828 0,961 60,3 db 473 = 1,96 Ezenwaji dan Inyang (1998) menyatakan bahwa terdapat korelasi yang positif dan signifikan antara bobot tubuh dengan panjang total pada ikan Clarias agboyiensis jantan dan betina di rawa banjiran Sungai Anambra. Nilai b untuk ikan betina (3,17) lebih besar daripada nilai b ikan jantan (2,86). Pola pertumbuhan ikan jantan bersifat allometrik negatif (b<3); sedangkan pola pertumbuhan ikan betina bersifat allometrik positif (b>3). Laju pertambahan bobot ikan betina lebih besar daripada pangkat tiga panjang totalnya. Ikomi dan Odum (1998) menemukan pola pertumbuhan ikan Chrysichthys auratus baik pada ikan jantan dan ikan betina di Sungai Benin adalah isometrik (nilai b = 3). Variasi nilai eksponensial (b) hubungan panjang dan bobot ikan antar kelompok catfish di atas terkait erat dengan perkembangan ontogenetik (Türkmen et al., 2002); perbedaan umur, kematangan gonad, jenis kelamin, letak geografis dan kondisi lingkungan (waktu penangkapan), kepenuhan lambung, penyakit dan tekanan parasit (Le Cren, 1951; Bagenal & Tesch, 1978 dalam Türkmen et al., 2002; Neff & Cargnelli, 2004)

38 25 Bobot, W (g) W = 8E-06L r = 0,951 (a) Bobot, W (g) W = 1E-05L r = 0,968 (b) Panjang, L (mm) Panjang, L (mm) Bobot, W (g) W = 1E-05L r = 0, Panjang, L (mm) Gambar 5. Grafik hubungan panjang bobot ikan selais (O. hypophthalmus) (a) jantan (b) betina (c) gabungan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri Berdasarkan pola pertumbuhan ikan selais yang allometrik, maka untuk penentuan nilai faktor kondisi digunakan rumus faktor kondisi relatif, baik pada ikan jantan maupun pada ikan betina. Kisaran nilai faktor kondisi relatif ikan selais berkisar antara 0,70-2,51. Faktor kondisi ikan jantan berkisar antara 0,70-2,51 dan ikan betina berkisar antara 0,73-1,34. Rataan nilai faktor kondisi relatif ikan jantan berkisar antara 0,99-1,04, sedangkan pada ikan betina berkisar antara 1,00-1,04 (Tabel 5). Nilai rataan faktor kondisi tertinggi ditemukan pada ikan jantan TKG IV; sedangkan pada ikan betina ditemukan pada TKG III. Berdasarkan bulan pengamatan terlihat bahwa rata-rata faktor kondisi ikan selais yang matang gonad (TKG IV) selama penelitian berfluktuasi naik turun (Tabel 6 dan Gambar 6). Rata-rata faktor kondisi relatif bulanan ikan betina tidak berbeda jauh dibandingkan dengan rata-rata faktor kondisi relatif ikan jantan. Nilai faktor kondisi terendah baik pada ikan jantan (0,86) maupun betina (0,91) ditemukan di bulan Oktober; sedangkan nilai faktor kondisi tertinggi ikan jantan (c)

39 26 (1,18) ditemukan pada bulan Desember dan untuk ikan betina (1,15) ditemukan di bulan Juni dan Desember. Tabel 5. Faktor kondisi relatif (K n ) ikan selais ( O. hypophthalmus) jantan dan betina dari masing-masing tingkat kematangan gonad di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri TKG I II III IV Faktor Kondisi Jantan Betina N Kisaran Rata-rata Sd N Kisaran Rata-rata Sd 20 0,74-1,18 1,00 0, ,74-1,30 1,02 0, ,75-1,70 1,00 0, ,79-1,21 1,00 0, ,70-1,67 0,99 0, ,86-1,25 1,04 0, ,75-2,51 1,04 0, ,73-1,34 1,03 0,13 Keterangan: Sb = Simpangan baku Tabel 6. Faktor kondisi relatif (K n ) bulanan ikan selais ( O. hypophthalmus) jantan dan betina yang matang gonad (TKG IV) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri Bulan Jantan Betina Kisaran Rata-rata Sb Kisaran Rata-rata Sb Juni'06 1,01-1,37 1,13 0,12 1,02-1,23 1,15 0,06 Juli'06 1,03-1,16 1,08 0,06 0,87-1,26 1,05 0,10 Agu'06 0,95-1,22 1,04 0,08 0,87-1,27 1,07 0,10 Sept'06 0,88-2,51 1,15 0,04 0,89-1,26 1,07 0,10 Okt'06 0,75-0,95 0,86 0,06 0,73-1,09 0,91 0,11 Nop'06 0,79-1,09 0,98 0,08 0,80-1,20 0,98 0,13 Des' ,22 1,18 0,06 1,02-1,34 1,15 0,11 Keterangan: Sb = Simpangan baku Rata-rata faktor kondisi relatif (Kn) Juni'06 Juli'06 Agu'06 Sept'06 Okt'06 Nop'06 Des'06 Bulan Jantan Betina Gambar 6. Grafik fluktuasi nilai faktor kondisi relatif (K n ) bulanan ikan selais (O. hypophthalmus) matang gonad (TKG IV) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri dari bulan Juni-Desember 2006

40 27 Ikan selais yang ditemukan pada penelitian ini memiliki faktor kondisi yang variatif dan fluktuatif. Nilai faktor kondisi yang cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya TKG ikan jantan dapat dipahami karena dengan meningkatnya TKG selalu dibarengi dengan meningkatnya bobot gonad dan pada akhirnya meningkatkan bobot tubuh ikan secara keseluruhan. Fenomena ini merupakan hal yang lazim ditemukan pada beberapa jenis ikan seperti ikan Barbus sclateri (Enchina & Granado-Lorencio, 1997), Heterobranchus longifilis (Anibeze, 2000), M. nemurus (Sukendi, 2001), Sciadeichthys luniscutis, Genidens genidens, dan Cathorops spixii (Gomes & Araújo, 2004). Pada ikan selais betina justru sebaliknya, nilai faktor kondisi ketika matang gonad (TKG IV) lebih rendah daripada TKG III. Kondisi ini dapat dipahami karena proses vitelogenesis (pembentukan kuning telur) dengan bantuan hormon 17 ß-estradiol telah berhenti dan dilanjutkan oleh proses pematangan telur. Pada proses pematangan telur terjadi penyusutan volume telur. Volume (bobot) telur yang berkurang berdampak terhadap penurunan faktor kondisi ikan. Hal serupa pernah ditemukan pada ikan Siganus rivulatus (Yeldan & Avsar, 2000); S. schall dan S. nigrita (Lalèyè, 2006), dimana faktor kondisi ikan justru menurun pada saat tingkat kematangan gonad meningkat. Coates (1991) menemukan fenomena yang lain yakni tidak ada korelasi yang nyata antara faktor kondisi ikan Arius solidus, A. nox dan A. utarus dengan perkembangan tingkat kematangan gonad. Beberapa faktor lain yang diduga menjadi penyebab terjadinya fluktuasi dan variasi nilai faktor kondisi ikan adalah ketersediaan makanan (kualitas dan kuantitas) yang berfuktuasi di sungai dan rawa banjiran (Enchina & Granado- Lorencio, 1997; Riberio et al., 2004; Lalèyè, 2006); sumber energi utama digunakan untuk perkembangan gonad selama musim reproduksi (Lizama & Ambrósio, 2002); selama musim pemijahan ikan tidak melakukan aktifitas makan, tetapi menggunakan cadangan lemak dalam tubuhnya untuk suplai energi (Lizama & Ambrósio, 2002); perbedaan ukuran atau umur ikan (Enchina & Granado- Lorencio, 1997) dan tekanan parasit (Neff & Cargnelli, 2004).

41 28 Aspek Reproduksi Ikan Selais Nisbah kelamin Ikan selais yang tertangkap selama tujuh bulan penelitian berjumlah 474 ekor, terdiri atas 224 (47,3%) ekor jantan dan 249 (52,7%) ekor betina. Dari setiap pengambilan contoh ikan selama 7 bulan penelitian, ternyata jumlah ikan betina selalu lebih banyak daripada ikan jantan kecuali pada bulan Oktober (Tabel 7). Demikian juga halnya berdasarkan jumlah ikan yang matang gonad (TKG IV), jumlah ikan betina selalu lebih banyak daripada ikan jantan (Tabel 7). Secara keseluruhan nisbah kelamin ikan selais jantan dan betina adalah 224:250 atau 1:1,1. Berdasarkan uji Khi Kuadrat terhadap nisbah kelamin jantan dan betina secara keseluruhan selama penelitian diperoleh bahwa nisbah kelamin tidak 2 2 χ χ = ) berbeda nyata pada taraf 95% [ hitung (1,43) < tabel ( db 1 (3,84)] dari pola 1:1 (50% jantan : 50% betina) atau nisbah kelamin seimbang. Demikian pula nisbah kelamin setiap bulan selama penelitian adalah seimbang (Lampiran 7). Tabel 7. Nisbah kelamin ikan selais (O. hypophthalmus) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri dari bulan Juni-Desember 2006 Bulan Jumlah ikan (ekor) Nisbah Kelamin Jantan Betina Jantan Betina Juni' Juli' ,4 Agu' ,5 Sept' ,1 Okt' ,8 Nop' ,1 Des' ,6 Jumlah ,1 Secara keseluruhan, nisbah kelamin ikan selais jantan dan betina yang matang gonad (TKG IV) adalah 1: 2,5 (Tabel 8). Nisbah kelamin ikan yang matang gonad setiap bulan selama penelitian bervariasi. Nisbah kelamin terendah terjadi pada bulan Juni, yaitu 1;1,1 dan tertinggi pada bulan Juli dan Desember (1:4). Berdasarkan uji Khi Kuadrat terhadap ikan jantan dan betina yang matang gonad (TKG IV) setiap bulan diperoleh bahwa nisbah kelamin pada bulan Juni dan Desember tidak berbeda nyata (seimbang); sedangkan pada bulan lainnya

42 29 nisbah kelamin berbeda nyata (tidak seimbang) (Lampiran 7). Dari nisbah kelamin tersebut dapat diartikan bahwa ikan selais dalam melakukan pemijahan jumlah ikan betina lebih banyak daripada ikan jantan atau satu ekor ikan selais jantan yang matang gonad harus dapat membuahi telur yang dikeluarkan ke perairan dari 2,5 ekor ikan betina. Tabel 8. Nisbah kelamin ikan selais (O. hypophthalmus) yang matang gonad (TKG IV) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri dari bulan Juni- Desember 2006 Bulan Jumlah ikan (ekor) Nisbah Kelamin Jantan Betina Jantan Betina Juni ,1 Juli Agu Sept ,4 Okt ,1 Nop ,8 Des Jumlah ,5 Pola seksual dan nisbah kelamin ikan selais yang ditemukan di daerah rawa banjiran Sungai Kampar Kiri bervariasi. Ikan-ikan di perairan tropik seperti Indonesia umumnya memiliki nisbah kelamin dan pola seksual yang sangat variatif. Kondisi serupa juga ditemukan pada kelompok catfish yang lain seperti pada catfish Afrika di Sungai Anambra (Ezenwaji, 1992; Ezenwaji & Inyang, 1998); ikan S. schall dan S. nigrita di Sungai Ouémé, Bénin (Lalèyè et al., 2006); dan ikan Silurus asotus di Danau Biwa (Maehata, 2007). Penyimpangan nisbah kelamin dari pola 1:1 dapat timbul dari berbagai faktor yang mencakup perbedaan distribusi, aktifitas dan gerakan ikan (Türkmen et al., 2002); pergantian dan variasi seksual jantan dan betina dalam masa pertumbuhan, mortalitas dan lama hidup (longevity) (Sadovy, 1996); dan pengasuhan anakan (Mazzoni & Caramaschi, 1997; Liang et al, 2005). Selanjutnya Nikolsky (1963) menyatakan bahwa jika ketersediaan makanan berlimpah maka ikan betina akan lebih dominan dan sebaliknya ikan jantan dominan saat ketersediaan makanan berkurang. Pernyataan ini didukung oleh Vicentini dan Araújo (2003) yang menyatakan bahwa perbedaan nisbah kelamin

43 30 pada ikan M. furnieri disebabkan ketersediaan makanan dan perbedaan laju pertumbuhan. Tingkat Kematangan Gonad Gonad ikan selais jantan mulai berkembang setelah mencapai ukuran 167 mm; sedangkan gonad ikan betina mulai berkembang pada saat ikan berukuran 91 mm. Perkembangan ovarium dan testes ikan selais yang diamati secara morfologi dan histologi ditetapkan dalam lima tahap perkembangan, yaitu TKG I (awal pertumbuhan), TKG II (berkembang), TKG III (dewasa), TKG IV (matang) dan TKG V (salin). Perkembangan kematangan gonad ikan selais jantan dan betina secara morfologi dan histologi disajikan pada Gambar 7, 8 dan 9. Pertelaan tingkat kematangan gonad ikan selais secara rinci tersaji pada Lampiran 8. Gambar 7. Morfologi perkembangan kematangan gonad ikan selais (O. hypophthalmus) jantan (a) dan betina (b) di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri

44 31 Gambar 8. Gambaran histologi perkembangan gonad ikan selais (O. hypophthalmus) jantan. Keterangan: Spg= Spermatogonium; Ji = Jaringan ikat gonad; Sps = Spermatosit; Spt = Spermatid; Spz = spermatozoa; Lb = Lubus. Pewarnaan dengan hematoksilin dan eosin Gambar 9. Histologi perkembangan gonad ikan selais (O.hypophthalmus) betina. Keterangan: Og = Oogonium; Si = Sitoplasma; N= Nukleus; Os = Oosit; Ot = Ootid; Ov = Ovum; Yg = granula kuning telur; df = dinding folikel; A = Atresia Pewarnaan dengan hematoksilin dan eosin

45 32 Persentase ikan selais pada berbagai tingkat kematangan gonad (TKG) yang dicapai selama penelitian ditunjukkan pada Gambar 10. Terlihat bahwa TKG IV ditemukan setiap bulan baik pada ikan jantan maupun ikan betina. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan selais memiliki potensi untuk memijah setiap saat pada bulan Juni sampai Desember. Hal serupa juga ditemukan pada spesies ikan Clarias di daerah rawa banjiran Sungai Anambra, potensial untuk melakukan pemijahan setiap bulan (Ezenwaji,1992). 100% 100% 80% 80% Persentase TKG 60% 40% 60% 40% IV III II 20% 20% I 0% Jun'06 Jul'06 Agus'06 Sep'06 Okt'06 Nop'06 Des'06 0% Jun'06 Jul'06 Agus'06 Sep'06 Okt'06 Nop'06 Des'06 (a) (b) Gambar 10. Persentase tingkat kematangan gonad ikan selais (O. hypophthalmus) (a) jantan dan (b) betina setiap bulan dari Juni-Desember 2006 Ikan yang tertangkap terbagi dalam lima selang ukuran panjang. Ikan jantan TKG IV ditemukan pada ukuran mm sedangkan ikan betina pada ukuran mm (Gambar 11). Ikan jantan terkecil yang matang gonad (TKG IV) berukuran panjang 214 mm dan ikan betina berukuran 115 mm. Jika diasumsikan ukuran panjang merupakan cerminan umur, maka ikan betina lebih cepat mencapai kedewasaan dibandingkan ikan jantan. Kondisi serupa juga ditemukan pada ikan M. vittatus (Rao dan Sharma, 1984); C. agboyiensis (Ezenwaji,1992); dan C. ebriensis (Ezenwaji, 1992; 2002). Pada beberapa jenis ikan lain seperti C. macromystax, C. buthupogon (Ezenwaji, 1992); C. macrocephalus (Ali, 1993); Amphilius natalensis (Marriot et al., 1997); Labeo victorianus (Rutaisire & Booth, 2005); S. schall dan S. nigrita (Lalèyè et al., 2006) ikan jantannya justru lebih cepat matang gonad dibandingkan dengan ikan betina. Namun ada juga ikan jantan dan betina yang matang gonad pada umur yang sama seperti pada ikan Leporinus friderici (Lopes et al., 2000) dan S. asotus

46 33 (Maehata, 2007). Beberapa faktor yang diperkirakan menjadi penyebab perbedaan pencapaian kematangan gonad tersebut adalah sifat genetik populasi, perbedaan laju pertumbuhan dan kualitas perairan (Paugy, 2002; Lalèyè et al., 2006); perbedaan wilayah dan tekanan penangkapan (Reynolds et al., 2001; de Graaf et al, 2003). 100% 100% 80% 80% IV TKG (%) 60% 40% 60% 40% III II 20% 20% I 0% 0% (a) (b) Gambar 11. Persentase tingkat kematangan gonad ikan selais (O. hypophthalmus) (a) jantan dan (b) betina berdasarkan selang panjang dari bulan Juni- Desember 2006 Indeks Kematangan Gonad dan Musim Pemijahan Ditinjau dari nilai indeks kematangan gonad (IKG) rata-rata ikan selais secara keseluruhan (Tabel 9) diperoleh bahwa nilai IKG tertinggi baik pada ikan jantan dan betina ditemukan pada bulan Oktober dan nilai IKG terendah ditemukan pada bulan Juni. Hasil ini menunjukkan bahwa waktu puncak musim pemijahan ikan selais di rawa banjiran sungai Kampar Kiri terjadi pada bulan Oktober. Hasil yang diperoleh dipertegas bahwa pada bulan yang sama ditemukan persentase tertinggi ikan jantan dan betina yang matang gonad ( TKG IV) (Gambar 10). Berdasarkan grafik hubungan nilai IKG dengan siklus hidrologis dan tinggi paras air (Gambar 12) diperoleh bahwa pemijahan ikan selais mengikuti pola hidrologis dan laju penggenangan rawa banjiran dengan periode puncak pemijahan sebelum banjir maksimum terjadi atau termasuk kelompok ikan yang memiliki strategi reproduksi periodik (Winemiller & Rose, 1992 dalam Paugy,

47 ). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa reproduksi kelompok catfish di sungai dan rawa banjirannya berkorelasi positif dengan pola curah hujan atau penggenangan (flooding) (Moodie & Power, 1982; Coates, 1991; Marriott et al., 1997; Marraro et al., 2005; Lalèyè, 2006). Tabel 9. Indeks kematangan gonad ikan selais (O. hypophthalmus) jantan dan betina setiap bulan selama penelitian Bulan Jantan Betina Kisaran Rata-rata Sb Kisaran Rata-rata Sb Juni'06 0,07-0,53 0,22 0,13 0,04-5,81 1,25 1,75 Juli'06 0,04-0,54 0,29 0,13 0,03-9,81 1,74 1,97 Agu'06 0,12-0,61 0,35 0,15 0,14-7,25 3,34 2,12 Sept'06 0,17-1,00 0,44 0,14 0,10-11,95 3,55 3,18 Okt'06 0,07-1,33 0,58 0,21 0,12-15,46 8,39 3,07 Nop'06 0,05-1,04 0,49 0,27 0,25-16,12 7,09 4,48 Des'06 0,06-0,40 0,26 0,11 0,09-9,55 2,33 2,99 Keterangan: Sb = Simpangan baku Nilai Jun'06 Jul'06 Agus'06 Sep'06 Okt'06 Nop'06 Des'06 Bulan IKG (%) Curah hujan (x 10 mm) Rataan tinggi paras muka air (x 10 cm) Gambar 12. Grafik hubungan perubahan IKG ikan selais (O. hypophthalmus) betina dengan siklus hidrologis & tinggi paras air rawa banjiran Sungai Kampar Kiri Ikan selais melakukan ruaya lateral dari sungai ke daerah rawa banjiran dan dari danau-danau tapal kuda masuk ke rawa banjiran bersamaan dengan naiknya paras air. Ikan ini menempatkan telurnya di bawah akar tanaman

48 35 (phytophilous) yang terdapat di tepi danau tapal kuda yang tergenangi dan di rawa banjiran seperti yang terjadi pada ikan C. agboyiensis (Ezenwaji & Inyang, 1998), C. ebriensis (Ezenwaji, 2002) dan S. glanis (Jurajda et al., 2004). Selain untuk tempat melekatkan telur, vegetasi di perairan rawa banjiran juga berperan sebagai tempat mencari makan dan daerah asuhan bagi anak ikan (Jurajda et al., 2004). Pemijahan ikan selais yang berlangsung sebelum terjadinya banjir maksimum merupakan strategi adaptasi ikan selais untuk mendapatkan keuntungan dari sumberdaya makanan alami yang tersedia bagi juwana ikan. Beberapa bulan kemudian ketika musim banjir besar tiba, anak-anak ikan selais sudah dapat mengkonsumsi anak-anak spesies ikan yang lain yang baru menetas. Pola strategi adaptasi yang sama juga ditemukan pada ikan Hydrocynus forskalii dan Brycinus macrolepidotus di Sungai Baoulé (Paugy, 2002). Fekunditas Nilai fekunditas total ikan selais berkisar antara butir dengan rata-rata (±2.804) butir dari 151 ekor ikan betina (TKG IV) yang berukuran mm dan g. Fekunditas minimum (688 butir) ditemukan pada ikan yang berukuran 115 mm sedangkan fekunditas maksimum ( butir) ditemukan pada ikan yang berukuran 300 mm. Jumlah telur matang pada saat musim pemijahan bergantung kepada volume rongga perut (abdominal cavity) yang berisi telur yang matang dan ukuran dari oosit tersebut (Vazzoler, 1996 dalam Duarte & Araújo, 2002). Dibandingkan dengan catfish lainnya, fekunditas rata-rata ikan selais lebih tinggi daripada fekunditas ikan C. auratus (Ikomi & Odum, 1998), Hypostomus affinis (Duarte & Araújo, 2002), T. corduvense (Marraro et al., 2005), S. schall dan S. nigrita (Lalèyè et al., 2006); namun lebih rendah dibandingkan ikan C. macrocephalus (Ali, 1993) dan ikan C. agboyiensis (Ezenwaji & Inyang, 2002). Hubungan antara fekunditas dengan panjang total dinyatakan oleh persamaan F = L (r = 0,33) dan antara fekunditas dengan bobot ikan dengan persamaan F = W (r = 0,26) (Gambar 13). Korelasi yang tinggi antara fekunditas dengan panjang atau bobot ikan merupakan hal yang umumnya diharapkan terjadi (Vila-Gispert & Moreno-Amich, 2000; Minto &

49 36 Nolan, 2006). Namun, koefisien korelasi yang ditemukan pada ikan selais sangat rendah atau dengan perkataan lain model hubungan fekunditas dengan panjang maupun dengan bobot tidak bisa digunakan sebagai suatu model prediksi fekunditas yang baik. Nilai korelasi yang kecil juga pernah dilaporkan oleh beberapa peneliti yang lain (Ali, 1993; Mazzoni & Caramachi, 1997; Marraro et al., 2005). Selanjutnya dikatakan bahwa nilai korelasi yang kecil mengindikasikan fekunditas yang rendah terkait dengan sebagian kecil tingkah laku pemijahan. Fekunidtas (butir) F = L r = 0,33 n = 151 (a) Fe k undita s (butir) F = W r = 0,26 n = panjang total (mm) Bobot tubuh (g) Gambar 13. Hubungan fekunditas ikan selais (O. hypophthalmus) dengan panjang total (a) dan hubungan fekunditas dengan bobot tubuh (b) (b) 140 Fekunditas Relatif (butir/g ) I II III IV V Kelompok Bobot Ikan Gambar 14. Grafik fekunditas relatif ikan selais (O. hypophthalmus) menurut kelompok bobot ikan Keterangan: I = kelompok ikan berukuran <40 g, II = ikan berukuran 40 g-<60 g; III = ikan berukuran 60 g-<80 g; IV = ikan berukuran 80 g-<100 g; V= ikan berukuran > 100g

50 37 Rata-rata fekunditas relatif ikan selais yang ditemukan selama penelitian adalah 71 (± 44) butir telur per gram bobot tubuh. Fekunditas relatif cenderung menurun dengan semakin bertambahnya bobot ikan (Gambar 14). Hal senada juga ditemukan Ali (1993) bahwa fekunditas relatif ikan C. macrocephalus cenderung menurun pada ukuran ikan yang lebih tua (besar) karena sudah melewati batas maksimum potensi biotiknya. Sebaliknya Ekanem (2000) menemukan bahwa fekunditas relatif justru semakin bertambah dengan bertambahnya ukuran dan bobot tubuh ikan C. nigrodigitatus. Keragaman fekunditas antar spesies ikan merupakan mekanisme pengaturan populasi yang terkait dengan tingkat densitas. Fekunditas relatif yang tinggi diduga merupakan mekanisme dan strategi ikan untuk meningkatkan jumlah telur serta laju pertumbuhan larva ikan (Bagenal, 1966 dalam Duarte & Araújo, 2002). Sebaran Diameter Telur dan Pola Pemijahan Sebaran diameter telur ikan selais dibagi ke dalam 10 kelompok ukuran (Tabel 10 dan Gambar 15). Diameter telur ikan selais bervariasi antara 0,25-1,225 mm. Pada TKG II diameter telur berkisar antara 0,25-0,75 mm dengan frekuensi terbesar pada selang ukuran 0,44-0,53 mm. Pada TKG III berkisar 0,375-1,20 mm dengan frekuensi terbesar pada selang 0,84-0,93 mm. Pada TKG IV berkisar 0,30-1,225 mm dengan frekuensi terbesar pada selang 0,94-1,03 mm. Tabel 10. Persentase sebaran diameter telur ikan selais (O. hypophthalmus) berdasarkan tingkat kematangan gonad Kelompok Ukuran (mm) Kode Persentase TKG II TKG III TKG IV 0,24 0,33 A 11,34-1,01 0,34 0,43 B 23,71 1,03 2,02 0,44 0,53 C 42,27 4,12 2,02 0,54 0,63 D 19,59 5,16 3,03 0,64 0,73 E 2,06 6,19 4,04 0,74 0,83 F 1,03 14,43 6,06 0,84 0,93 G - 29,89 17,17 0,94 1,03 H - 20,62 31,31 1,04 1,13 I - 16,49 26,26 1,14 1,23 J - 2,06 8,08 Pergeseran grafik sebaran frekuensi telur ikan selais ke arah kanan menunjukkan bahwa semakin besar TKG maka diameter telur akan semakin

51 38 besar. Sebaran diameter telur tersebut hanya memiliki satu modus yang bergerak ke kanan. Gambaran ini mengindikasikan bahwa ikan selais mengeluarkan telurtelurnya serentak saat musim pemijahan. Berdasarkan pola sebaran diameter telur, pola pemijahan ikan selais termasuk kategori kelompok ikan group synchronous (Murua & Saborido-Rey, 2003) atau dikenal juga sebagai ikan pemijah serentak (total spwaner). Pola serupa juga ditemukan pada kelompok catfish lainnya seperti pada ikan C. auratus (Ikomi & Odum, 1998) TKG II 10 0 A B C D E F G H I J 50 Frekuensi (%) TKG III A B C D E F G H I J TKG IV 10 0 A B C D E F G H I J Kelompok ukuran diameter telur Gambar 15. Grafik sebaran diameter telur ikan selais (O. hypophthalmus) pada tiap tingkat kematangan gonad Keterangan: A (0,24-0,33 mm), B (0,34-0,43 mm), C (0,44-0,53 mm), D (0,54-0,63 mm), E (0,64-0,73 mm), F (0,74-0,83 mm), G (0,84-0,93 mm), H (0,94-1,03 mm), I (1,04-1,13 mm), J (1,14-1,23 mm)

52 39 Telur yang masih tersisa di dalam ovarium akan diserap kembali (atresia) dan sebagian akan berkembang untuk musim pemijahan berikutnya (Tyler & Sumpter, 1996). Fenomena ini merupakan ciri kelompok ikan iteroparous, yakni kelompok ikan yang memijah beberapa kali selama hidupnya seperti yang ditemukan pada ikan A. natalensis (Marriot et al., 1997); Dicentrarchus labrax (Asturiano et al., 2002), dan Characidium sp (Mazzoni et al., 2002).

53 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Intisari yang dapat diambil dari hasil penelitian reproduksi ikan selais, Ompok hypophthalmus (Bleeker) berkaitan dengan perubahan hidromorfologi perairan di rawa banjiran Sungai Kampar Kiri adalah: 1. Ikan betina lebih cepat mencapai kedewasaan dibandingkan ikan jantan, dimana ikan jantan terkecil yang matang gonad berukuran panjang total 214 mm dan ikan betina berukuran 115 mm; 2. Jumlah ikan betina yang matang gonad selalu lebih banyak daripada ikan jantan yang matang gonad dengan nisbah kelamin total 62:153 atau 1:2,5; 3. Pemijahan ikan selais mengikuti musim atau pola hidrologis. Periode puncak pemijahan terjadi di bulan Oktober dengan pola pemijahan serentak (total spawner) dan termasuk kelompok ikan iteroparous; 4. Fekunditas total atau potensi biotik ikan selais tidak berkorelasi positif dengan panjang maupun dengan bobot ikan namun fekunditas relatif cenderung semakin menurun dengan pertambahan bobot ikan; 5. Pola pertumbuhan ikan selais jantan dan betina bersifat allometrik negatif dengan nilai rataan faktor kondisi yang berfluktuasi khususnya pada ikan yang matang gonad (TKG IV); 6. Kondisi kualitas perairan rawa banjiran Sungai Kampar Kiri dipandang mampu untuk mendukung sejarah hidup (life history) ikan selais. Saran Saran yang dapat dikedepankan dari hasil penelitian ini adalah rawa banjiran Sungai Kampar Kiri sebagai suatu ekosistem yang unik perlu diperhatikan kelestariaannya sebagai habitat bagi komunitas ikan penghuninya, termasuk ikan selais.

54 DAFTAR PUSTAKA Abidin AZ The reproductive biology of a tropical cyprinid Hampala macrolepidota from Negara Zoo Lake, Kuala Lumpur, Malaysia. Journal of Fish Biology 29: Agostinho AA, Thomaz SM, Minte-Vera CV, and Winemiller KO Biodiversity in the high Parana River floodplain. pp: in: Gopal B., Junk WJ, and Davis JA (Eds.). Biodiversity in wetlands: assessment, function and conservation, volume 1. Backhuys Publishers, Leiden, The Netherlands Ali AB Aspects of the fecundity of the feral catfish, Clarias macrocephalus (Gunther), population obtained from the rice fields used for rice-fish farming, in Malaysia. Hydrobiologia 254: Anibeze CIP Length-Weight Relationship and relative condition of Heterobranchus longifilis (Valenciennes) from Idodo River, Nigeria. Naga, The ICLARM Quarterly 23 (2):34-35 Anonim Statistik perikanan tangkap Provinsi Riau Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau. Asturiano JF, Sobera LA, Ramos J, Kime DE, Carriloanuy S Groupsynchronous ovarian development, ovulation, spermiation in the European sea bass (Dicentrarchus labrax L.) could be regulated by shifts in gonadal steroidogenesis. Sci.Mar., 63 (3): Boercherding J, Bauerfeld M, Hintzen D, and Neumann D Lateral migrations of fishes between floodplain lakes and their drainage channels at the Lower Rhine: diel and seasonal aspects. Journal of Fish Biology 61: Boyd CE Water quality in ponds for aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Auburn University, Alabama. USA Bye VJ The role of enviromental factors in timing of reproductive cycles. pp: in: Poots GW, and Wootton RJ (Eds.). Fish reproduction: strategics and tactics. Academic Press, London Casatti L, Mendes HF, and Ferreira KM Aquatic macrophytes as feeding site for small fishes in the Rosana Reservoir, Paranapanema River, Southeastern Brazil. Braz. J. Biol. 63 (2): Coates D Biology of fork-tailed catfishes from the Sepik River, Papua New Guinea. Environmental Biology of Fishes 31: 55-74

55 42 Copp GH The habitat diversity and fish reproductive function of floodplain ecosystems. Enviromental Biology of Fishes 26:1-27 de Carvalho P, Bini LM, Thomaz SM, de Oliveira LG, Robertson B, Tavechio WLG, and Darwisch AJ Comparative limnology of South American floodplain lakes and lagoons. Acta Scientiarum Maringa 23 (2): de Graaf G The flood pulse and growth of floodplain fish in Bangladesh. Fisheries Management and Ecology 10: de Graaf M, Machiels M, Wudneh T, and Sibbing FA Length at maturity and gillnet selectivity of Lake Tana s Barbus species (Ethiopia): Implications for management and conservation. Aquatic Ecosystem Health & Management 6(3): Duarte S, and Araújo FG Fecundity of the Hypostomus affinis (Siluriformes, Loricariidae) in the Lajes Reservoir, Rio de Janeiro, Brazil. Revista De Biología Tropical 50 (1): Effendie MI Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogjakarta Ekanem SB Some reproductive aspects of Chrysichthys nigrodigitatus (Lacépède) from Cross River, Nigeria. Naga, The ICLARM Quarterly 23 (2):24-28 Elvyra R Beberapa aspek ekologi ikan selais Cryptopterus limpok (Blkr.) di Sungai Kampar Kiri Riau. Tesis. Program pascasarjana Universitas Andalas Padang Encina L, and Granado-Lorencio C Seasonal changes in condition, nutrition, gonad maturation and energy content in barbel, Barbus sclateri, inhabiting a fluctuating river. Environmental Biology of Fishes 50: Ezenwaji HMG The reproductive biology of four African cafishes (Osteichthyes: Clariidae) in Anambra River, Nigeria. Hydrobiologia 242: Ezenwaji HMG and Inyang NM Observations on the biology of Clarias agboyiensis Syndenham,1980 (Osteichthyes: Clariidae) in the Anambra floodriver system, Nigeria. Fisheries Research 36:47 60 Ezenwaji HMG The biology of Clarias ebriensis Pellegrin, 1920 (Osteichthyes: Clariidae) in an African rainforest river basin. Fisheries Research 54: Gehrke PC Spasial and temporal dispersion pattern of golden perch, Macquaria ambigua, larvae in artificial floodplain enviroment. Journal of Fish Biology 37:

56 43 Gomes ID, and Araújo, FG Influences of the reproductive cycle on condition of marine catfishes (Siluriformes, Ariidae) in a coastal area at southeastern Brazil. Environmental Biology of Fishes 71: Gunarso W Bahan pengajaran mikroteknik. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor. Bogor Hartoto DI, Sarnita AS, Sjafei DS, Satya A, Syawal Y, Sulastri, Kamal MM, dan Siddik Y Kriteria evaluasi suaka perikanan perairan darat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Limnologi LIPI. Cibinong Hartoto DI Relationship of water level to water quality in an oxbow lake of Central Kalimantan. pp: in: Proceedings of International Symposium on Tropical Peatlands. Bogor, November Hokkaido University & Indonesian Institute of Sciences Harvey BJ, and Hoar WS The theory and practice of induced breeding in fish. IDRC, Ottawa, Canada Hirata T, Kaneko T, Ono T, Nakazato T, Furukawa N, Hasegawa S, Wakabayashi S, Shigekawa M, Chang Min-Hwang, Romero MF, and Hirose S Mechanism of acid adaptation of fish living in a ph 3.5 lake. Am. J. Physiol. Integr. Comp. Physiol. 284: Hoeinghaus DJ, Layman CA, Arrington DA, and Winemiller KO Spatiotemporal variation in fish assemblage structure in tropical floodplain creeks. Enviromental Biology of Fishes 67: Hoggarth DD, Cowan J, Halls AS, Thomas MA, McGregor JA, Garaway CA, Payne AL, Welcomme RL Management guidelines for Asian floodplain river fisheries. Part 2: Summary of DFID research. FAO Fisheries Technical Paper 384/2. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome Ikomi RB Studies on the growth pattern, feeding habits and reproductive characteristics of the mormyrid Brienomyrus longianalis (Boulenger, 1901) in the upper Warri River, Nigeria. Fisheries Research 26: Ikomi RB, and Odum O Studies on aspects of the ecology of the catfish Chrysichthys auratus Geoffrey St. Hilaire (Osteichthyes: Bagridae) in the River Benin (Niger Delta, Nigeria). Fisheries Research 35: Jepsen DB Fish species diversity in sand bank habitats of a neotropical river. Enviromental Biology of Fishes 49:

57 44 Junk WJ, Bayley PB, and Sparks RE The flood-pulse in river-floodplain systems. in Dodge DP (Eds.) Proceedings of the International Large River Symposium. Can. Spec. Publ. Fish. Aquat. Sci. 106: Jurajda P, Ondrackova M, and Reichard M Managed flooding as a tool for supporting natural fish reproduction in man-made lentic water bodies. Fisheries Management and Ecology 11: Komatsu R, Gumiri S, Hartoto DI, and Iwakuma Diel seasonal feeding activities of fishes in an oxbow lake of Central Kalimantan, Indonesia. pp: in: Proceedings of International Symposium on Tropical Peatlands. Bogor, November Hokkaido University & Indonesian Institute of Sciences Koeshendrajana S, and Hoggarth DD Harvest Reserves in Indonesian River Fisheries. Fifth Asian Fisheries Forum 5 th - International Conference on Fisheries and Food Security Beyond the Year November 1998, Chiang May, Thailand Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, and Wirjoatmodjo S Freshwater fishes of western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited. Jakarta Lagler KF, Bardach JE, Miller RH, and Passino RM Ichthyology. John Wiley & Sons. Inc. Toronto, Canada Lalèyè P, Chikou A, Gnohossou P, Vandewalle P, Philippart JC, and Teugels G Studies on the biology of two species of catfish Synodontis schall and Synodontis nigrita (Ostariophysi: Mochokidae) from the Ouémé River, Bénin. Belgium Journal of Zoology 136 (2): Li RY, and Gelwick FP The relationship of environmental factors to spatial and temporal variation of fish assemblages in a floodplain river in Texas, USA. Ecology of Freshwater Fish 14: Liang Shih-Hsiung, Wu Hsiao-Ping, and Shieh Bao-Sen Size structure, reproductive phenology, and sex ratio of an exotic armored catfish (Liposarcus multiradiatus) in the Kaoping River of Southern Taiwan. Zoological Studies 44 (2): Lim P, Lek S, Touch ST, Mao Sam-Onn, and Chhouk B Diversity and spatial distribution of freshwater fish in Great Lake and Tonle Sap River (Cambodia, Southeast Asia). Aquatic Living Resources 12 (6): Lizama M de los AP, and Ambrósio AM Condition factor in nine species of fish of the Characidae family in the upper Paraná River floodplain, Brazil. Braz. J. Biol., 62 (1):

58 45 Lopes C de A, Benedito-Cecilio E, and Agostinho AA The reproductive strategy of Leporinus friderici (Characiformes, Anostomidae) in the Paraná river basin: the effect of reservoirs. Rev. Braz. Biol., 60(2): Lowe-Mc Connell RH Ecological studies in tropical fish communities. Cambridge University Press. London Maehata M Reproductive ecology of the far eastern catfish, Silurus asotus (Siluridae), with a comparison to its two congeners in Lake Biwa, Japan. Environmental Biology of Fishes 78: Marraro F, Bistoni MA, and Carranza M Spawning season, ovarian development and fecundity of female Trichomycterus corduvense (Osteichthyes, Siluriformes). Hydrobiologia 534: Marriott MS, Booth AJ, and Skelton PH Reproductive and feeding biology of the Natal mountain catfish, Amphilius natalensis (Siluriformes: Amphiliidae). Environmental Biology of Fishes 49: Mazzoni R, and Caramaschi EP Observation on the reproductive biology of female Hypostomus luetkeni Lacépède1803. Ecology of Freshwater Fish 6:53-55 Mazzoni R, Caramachi EP, and Fenerich-Verani N Reproductive biology of a Characidiinae (Osteichthyes, Characidae) from the Ubatiba River, Maricá RJ. Braz. J. Biol., 62 (3): Minto C, and Nolan CP Fecundity and maturity of orange roughy (Hoplostethus atlanticus Collett 1889) on the Porcupine Bank, Northeast Atlantic. Environmental Biology of Fishes 77:39 50 Moodie GEE, and Power M The reproductive biology of an armoured catfish, Loricaria uracantha, from Central America. Environmental Biology of Fishes 7 (2): Murua H, and Saborido-Rey F Female reproductive strategies of marine fish species of The North Atlantic. J. Northw. Atl. Fish. Sci. 33:23-31 Neff BD, and Cargnelli LM Relationships between condition factors, parasite load and paternity in bluegill sunfish, Lepomis macrochirus. Environmental Biology of Fishes 71: Ng HH A review of the Ompok hypophthalmus group of silurid catfishes with the description of a new species from South-East Asia. Journal of Fish Biology 62: Nikolsky GV The Ecology of fishes. Academic Press, New York

59 46 Paugy D Reproductive strategies of fishes in a tropical temporary stream of the Upper Senegal basin: Baoulé River in Mali. Aquatic Living Resources 15: Penczak T, Galicka W, Głowacki Ł, Koszalinski H, Kruk A, Zieba G, Kostrzewa J, and Marszał L Fish assemblage changes relative to environmental factors and time in the Warta River, Poland, and its oxbow lakes. Journal of Fish Biology 64: Pulungan CP, Ahmad M, Siregar YI, Ma amoen A, dan Alawi, H Morfometrik ikan selais Siluroidea dari Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar, Riau. Pusat Penelitian Universitas Riau, Pekanbaru. Riau Rachmatika I, Munim A, and Dewantoro GW Fish diversity in the Tesso Nilo area, Riau with notes on rare, Cryptic spesies. Treubia 34:59-74 Rao TA, and Sharma SV Reproductive biology of Mystus vittatus (Bloch) (Bagridae: Siluriformes) from Guntur, Andhra Pradesh. Hydrobiologia 119: Reynolds JD, Jennings S, and Dulvy NK Life histories of fishes and population responses to exploitation. pp: in: Reynolds JD, Mace GM, Redford KH, and Robinson JG (Eds.). Conservation of Exploited Species. Cambridge University Press, Cambridge Ribeiro F, Crain PK, and Moyle PB Variation in condition factor and growth in young-of-year fishes in floodplain and riverine habitats of the Cosumnes River, California. Hydrobiologia 527: Roberts T The freshwater fishes of Western Borneo (Kalimantan Barat, Indonesia). California Academic of Science. San Francisco Rodriguez MA, and Lewis WM Jr Structure of fish assemblages along environmental gradients in floodplain lakes of the Orinoco River. Ecological Monographs 67 (1): Rutaisire JR and Booth AJ Reproductive biology of ningu, Labeo victorianus (Pisces : Cyprinidae), in the Kagera and Sio Rivers, Uganda. Environmental Biology of Fishes 73: Sadovy YJ Reproductive of reef fishery species. pp: in: Polunin NVC, and Roberts CM (Eds.). Reef fisheries. Chapman and Hall, London Saint-Paul U, Zuanon J, Correa MAV, Garcia M, Fabre NN, Berger U, and Junk WJ Fish communities in central Amazonian white and blackwater floodplains. Enviromental Biology of Fishes 57:

60 47 Sarnita AS Potensi dan tingkat pemanfaatan perikanan perairan umum sekitar lahan persawahan pasang surut Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 7 (2):1-11 Sinaga TP Bioekologi komunitas ikan di Sungai Banjaran Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor Simanjuntak CPH, Rahardjo MF, dan Sukimin S Iktiofauna rawa banjiran Sungai Kampar Kiri. Jurnal Iktiologi Indonesia 6 (2): Siregar M Stimulasi perkembangan gonad bakal induk betina ikan jambal siam, Pangasius hypophthalmus F, dengan hormon HCG. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor Sommer TD, Harrell WC, Kurth R, Feyrer F, Zeug SC, and O Leary G Ecological pattern of early life stages of fishes in large river-floodplain of the San Francisco Estuary. Am. Fish. Soc. Symp. 39: Sukendi Biologi reproduksi dan pengendaliannya dalam upaya pembenihan ikan baung (Mystus nemurus CV) di perairan Sungai Kampar, Riau. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor Suzuki HI, Agostinho AA, and Winemiller KO Relationship between oocyte morphology and reproductive strategy in loricariid catfishes of the Paraná River, Brazil. Journal of Fish Biology 57: Steel RGD, dan Torrie JH Prinsip dan prosedur statistik. Terjemahan Bambang Sumantri. PT. Gramedia. Jakarta Sverdrup-Jensen, S Fisheries in the Lower Mekong Basin: Status and Perspectives. Mekong River Commission Technical Paper No. 6:1-84 Takashima F, and Hibiya T An atlas of fish histology: normal and phatological features. Second Edition. Kodansha Ltd. Tokyo Tan THT, and Ng HH The catfishes (Teleostei: Siluriformes) of Central Sumatera. Journal of Natural History 34: Torang M, and Buchar T Concept for sustainable development of local fish resource in Central Kalimantan. pp: in: Proceedings of International Symposium on Tropical Peatlands. Bogor, November Hokkaido University & Indonesian Institute of Sciences Türkmen M, Erdoğan O, Yildirim A, and Akyurt I Reproductive tactics, age and growth of Capoeta capoeta umbla Heckel 1843 from the Aşkale Region of the Karasu River, Turkey. Fisheries Research 54:

61 48 Tyler CR, and Sumpter JP Oocyte growth and development in teleosts. Reviews in Fish Biology and Fisheries 6: Utomo AD, dan Asyari Peranan ekosistem hutan rawa bagi kelestarian sumberdaya perikanan di Sungai Kapuas, Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 5 (3):1-14 Utomo AD, Adjie S, dan Asyari Aspek biologi ikan lais di perairan Lubuk Lampan Sumatera Selatan. Buletin Penelitian Perikanan Darat 2 (9): Vicentini RN, and Araújo FG Sex ratio and size structure of Micropogonias furnieri (Desmarest, 1823) (Perciformes, Sciaenidae) in Sepetiba Bay, Rio De Janeiro, Brazil. Braz. J. Biol., 63 (4): Vila-Gispert A, and Moreno-Amich, R Fecundity and spawning mode of three introduced fish species in Lake Banyoles (Catalunya, Spain) in comparison with other localities. Aquatic Sciences 61: Weber M, and de Beaufort LF The fishes of Indo-Australian Archipelago. II. Malacopterygii, Myctophoidea, Ostariophysi: I. Siluroidea. E. J. Brill Ltd. Leiden Welcomme RL Fisheries ecology of floodplain rivers. Longman Group Limited. London River fisheries. FAO Fisheries Technical Paper 262. Rome Willis SC, Winemiller KO, and Lopez-Fernandez H Habitat structural complexity and morphological diversity of fish assemblages in a Neotropical floodplain river. Oecologia 142: Winemiller KO, and Jepsen DB Effects of seasonality and fish movement on tropical food webs. J. Fish Biol. 53 (Supplement A): Wootton R. J Fish Ecology. Blackie and Son Ltd. London Yani A Pola reproduksi ikan bentulu, Barbichthys laevis C.V (Cyprinidae, Ostariophysi) di Sungai Indragiri, Riau. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor Yeldan H, and Avsar D A Preliminary Study on the Reproduction of the Rabbitfish (Siganus rivulatus (Forsskal, 1775)) in the Northeastern Mediterranean. Turk. J. Zool. 24:

62

63 Lampiran 1. Peta lokasi penelitian Sumber: Peta Rupa Bumi Indonesia, BAKOSURTANAL, tahun

ABSTRACT CHARLES P. H. SIMANJUNTAK

ABSTRACT CHARLES P. H. SIMANJUNTAK ABSTRACT CHARLES P. H. SIMANJUNTAK. The reproduction of Ompok hypophthalmus (Bleeker) related to aquatic hydromorphology change in floodplain of Kampar Kiri River. Under the direction of SUTRISNO SUKIMIN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tipologi Perairan Rawa Banjiran

TINJAUAN PUSTAKA Tipologi Perairan Rawa Banjiran TINJAUAN PUSTAKA Tipologi Perairan Rawa Banjiran Daerah rawa banjiran merupakan ekosistem yang sangat beragam, baik secara spasial maupun temporal. Sebagai bagian dari ekosistem sungai, daerah ini dicirikan

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY BIOLOGI REPRODUKSI IKAN PELANGI MERAH (Glossolepis incisus Weber, 1907) DI DANAU SENTANI LISA SOFIA SIBY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829) ikan tembakang (Helostoma temminckii) memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829) ikan tembakang (Helostoma temminckii) memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tembakang Menurut Cuvier (1829) ikan tembakang (Helostoma temminckii) memiliki taksonomi sebagai berikut: Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tembakang Menurut Cuvier (1829), Ikan tembakang atau lebih dikenal kissing gouramy, hidup pada habitat danau atau sungai dan lebih menyukai air yang bergerak lambat dengan vegetasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

Kajian Aspek Reproduksi Ikan Lais Ompok hypophthalmus di Sungai Kampar, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau

Kajian Aspek Reproduksi Ikan Lais Ompok hypophthalmus di Sungai Kampar, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau Jurnal Natur Indonesia 12(2), April 2010: 117-123 ISSN 1410-9379, Keputusan Akreditasi No 65a/DIKTI/Kep./2008 Reproduksi Ompok hypophthalmus 117 Kajian Aspek Reproduksi Ikan Lais Ompok hypophthalmus di

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA The Aspects of Reproductive Biology of Lemeduk Fish (Barbodes schwanenfeldii)

Lebih terperinci

J. Aquawarman. Vol. 3 (1) : April ISSN : AQUAWARMAN

J. Aquawarman. Vol. 3 (1) : April ISSN : AQUAWARMAN AQUAWARMAN JURNAL SAINS DAN TEKNOLOGI AKUAKULTUR Alamat : Jl. Gn. Tabur. Kampus Gn. Kelua. Jurusan Ilmu Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Kondisi Biologi Reproduksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai Tulang Bawang. Pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam satu bulan, dan dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh 14 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh adalah tempat pendaratan ikan (TPI) Palabuhanratu. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Sungai umumnya lebih dangkal dibandingkan dengan danau atau telaga. Biasanya arus air sungai searah, bagian dasar sungai tidak stabil, terdapat erosi atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Labiobarbus ocellatus Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D. 2012. Labiobarbus ocellatus (Heckel, 1843) dalam http://www.fishbase.org/summary/

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN HIDUNG BUDAK (Ceratoglanis scleronema Bleeker, 1862) DI SUNGAI MENTULIK, KAMPAR KIRI PROVINSI RIAU

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN HIDUNG BUDAK (Ceratoglanis scleronema Bleeker, 1862) DI SUNGAI MENTULIK, KAMPAR KIRI PROVINSI RIAU ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN HIDUNG BUDAK (Ceratoglanis scleronema Bleeker, 1862) DI SUNGAI MENTULIK, KAMPAR KIRI PROVINSI RIAU Sri Damayanti Pasaribu¹, Roza Elvyra², Yusfiati² ¹Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di : JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 73-80 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares ASPEK REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Oleh : Rido Eka Putra 0910016111008 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI

HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI 1 HUBUNGAN PANJANG BOBOT DAN REPRODUKSI IKAN KEMBUNG LELAKI (Rastrelliger kanagurta) DI PERAIRAN SELAT MALAKA TANJUNG BERINGIN SERDANG BEDAGAI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : JULIA SYAHRIANI HASIBUAN 110302065

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan lokasi

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan lokasi 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan lokasi Penelitian makanan dan reproduksi ikan tilan dilakukan selama tujuh bulan yang dimulai dari bulan Desember 2007- Juli 2008. Sampling dan observasi lapangan dilakukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN:

Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN: Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : 251-260 ISSN: 0853-6384 251 Full Paper MUSIM PEMIJAHAN DAN FEKUNDITAS IKAN SELAIS (Ompok hypophthalmus) DI RAWA BANJIRAN SUNGAI KAMPAR KIRI, RIAU Abstract SPAWNING

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LAIS DANAU (Ompok hypophthalmus Bleeker, 1846) DI SUNGAI TAPUNG HILIR PROVINSI RIAU

ASPEK REPRODUKSI IKAN LAIS DANAU (Ompok hypophthalmus Bleeker, 1846) DI SUNGAI TAPUNG HILIR PROVINSI RIAU ASPEK REPRODUKSI IKAN LAIS DANAU (Ompok hypophthalmus Bleeker, 1846) DI SUNGAI TAPUNG HILIR PROVINSI RIAU Melly Hayana 1, Roza Elvyra 2, Yusfiati 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Biologi 2 Dosen Zoologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulubatu (Barbichthys laevis) Kelas Filum Kerajaan : Chordata : Actinopterygii : Animalia Genus Famili Ordo : Cyprinidae : Barbichthys : Cypriniformes Spesies : Barbichthys laevis

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) VII (1): ISSN:

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) VII (1): ISSN: 121 Full Paper KEBIASAAN MAKAN DAN MUSIM PEMIJAHAN IKAN LAIS (Criptopterus sp.) DI SUAKA PERIKANAN SUNGAI SAMBUJUR, KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA KALIMANTAN SELATAN FEEDING HABIT AND SPAWNING SEASON OF LAIS

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lais (Ompok hypopthalmus) yang Tertangkap di Rawa Banjiran Sungai Rungan Kalimantan Tengah

Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lais (Ompok hypopthalmus) yang Tertangkap di Rawa Banjiran Sungai Rungan Kalimantan Tengah Tingkat Kematangan Gonad Ikan Lais (Ompok hypopthalmus) yang Tertangkap di Rawa Banjiran Sungai Rungan Kalimantan Tengah Gonad Maturity Level of Catfish Ompok hypopthalmus Caught in A Flooding Swamp Area

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011) 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

STUDI ASPEK REPRODUKSI IKAN BAUNG (Mystus nemurus Cuvier Valenciennes) DI SUNGAI BINGAI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA

STUDI ASPEK REPRODUKSI IKAN BAUNG (Mystus nemurus Cuvier Valenciennes) DI SUNGAI BINGAI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA 1 STUDI ASPEK REPRODUKSI IKAN BAUNG (Mystus nemurus Cuvier Valenciennes) DI SUNGAI BINGAI KOTA BINJAI PROVINSI SUMATERA UTARA The Studied of Fish Reproduction Baung (Mystus nemurus Cuvier Valenciennes)

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di perairan berlumpur Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan intensitas penangkapan

Lebih terperinci

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009 BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATRA SELATAN Yunizar Ernawati 1, Eko Prianto 2, dan A. Ma suf 1 1 Dosen Departemen MSP, FPIK-IPB; 2 Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014 agar dapat mengetahui pola pemijahan. Pengambilan sampel dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI &[MfP $00 4 oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI RAJUNGAN (Portiinirspelngicus) DI PERAIRAN MAYANGAN, KABWATEN SUBANG, JAWA BARAT Oleh: DEDY TRI HERMANTO C02499072 SKRIPSI Sebagai Salah

Lebih terperinci

KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT

KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT KEPADATAN POPULASI IKAN JURUNG (Tor sp.) DI SUNGAI BAHOROK KABUPATEN LANGKAT Hesti Wahyuningsih Abstract A study on the population density of fish of Jurung (Tor sp.) at Bahorok River in Langkat, North

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 17 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke, Penjaringan Jakarta Utara, pada bulan Februari 2012 sampai April 2012. Stasiun pengambilan contoh ikan merupakan

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT Jurnal Iktiologi Indonesia, 9(1):75-84, 29 ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT [Reproductive aspect of silver biddy (Gerres kapas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode dan Desain Penelitian

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode dan Desain Penelitian 13 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Danau Matano, Sulawesi Selatan. Sampling dilakukan setiap bulan selama satu tahun yaitu mulai bulan September 2010 sampai dengan

Lebih terperinci

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari RINGKASAN SUWARNI. 94233. HUBUNGAN KELOMPOK UKURAN PANJANG IKAN BELOSOH (Glossogobircs giuris) DENGAN KARASTERISTIK HABITAT DI DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN. Di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan sungai Sungai merupakan salah satu dari habitat perairan tawar. Berdasarkan kondisi lingkungannya atau daerah (zona) pada sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SENGARAT (Belodontichtys dinema, Bleeker 1851) DI SUNGAI TAPUNG, PROVINSI RIAU ABSTRACT

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SENGARAT (Belodontichtys dinema, Bleeker 1851) DI SUNGAI TAPUNG, PROVINSI RIAU ABSTRACT BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SENGARAT (Belodontichtys dinema, Bleeker 1851) DI SUNGAI TAPUNG, PROVINSI RIAU Yustiny Andaliza Hasibuan 1, Roza Elvyra 2, Yusfiati 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Biologi 2 Dosen

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Maret hingga Oktober 2008. Pengambilan sampel dilakukan di sungai Klawing Kebupaten Purbalingga Jawa Tengah (Lampiran 1). Analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan karena lingkungan air tawar memiliki beberapa kondisi, antara lain: 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Indonesia adalah negara kepulauan dengan kawasan maritim yang sangat luas sehingga Indonesia memiliki kekayaan perikanan yang sangat kaya.pengetahuan lingkungan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel ikan tuna mata besar dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Oktober 2008 di perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa

Lebih terperinci

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR

IKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR @ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi ikan belida (Chitala lopis) berdasarkan tingkat sistematikanya menurut Hamilton (1822) in www.fishbase.org (2009): Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1 TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1 ABSTRAK (Gonad Maturity of Herring (Clupea platygaster) in Ujung Pangkah Waters, Gresik, East

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SEPATUNG, Pristolepis grootii Blkr (NANDIDAE) DI SUNGAI MUSI

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SEPATUNG, Pristolepis grootii Blkr (NANDIDAE) DI SUNGAI MUSI Jurnal Iktiologi Indonesia, 9(1):13-24, 2009 BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SEPATUNG, Pristolepis grootii Blkr. 1852 (NANDIDAE) DI SUNGAI MUSI [Reproductive biology of Indonesian leaffish, Pristolepis grootii,

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN PARANG-PARANG (Chirocentrus dorab Forsskal 1775) DI PERAIRAN LAUT BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU

ASPEK REPRODUKSI IKAN PARANG-PARANG (Chirocentrus dorab Forsskal 1775) DI PERAIRAN LAUT BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU ASPEK REPRODUKSI IKAN PARANG-PARANG (Chirocentrus dorab Forsskal 1775) DI PERAIRAN LAUT BENGKALIS KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU L. Martalena 1, R. Elvyra 2, Yusfiati 2 lidya_soya@yahoo.com 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA RIA FAIZAH

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA RIA FAIZAH BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TUNA MATA BESAR (Thunnus obesus) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA RIA FAIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat

Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(1):55-65 Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat [Reproduction of silver sillago (Sillago sihama Forsskal) in Mayangan Waters,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN:

Jurnal Ilmiah Platax Vol. I-1, September 2012 ISSN: BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN BERONANG (Siganus vermiculatus) DI PERAIRAN ARAKAN KECAMATAN TATAPAAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN 1 Suleiman Tuegeh 2, Ferdinand F Tilaar 3, Gaspar D Manu 3 ABSTRACT One of the

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi penelitian, tipe habitat Danau Taliwang dikelompokkan menjadi perairan terbuka dan perairan yang

Lebih terperinci

Reproductive Biology of Featherback Fish (Notopterus notopterus Pallas, 1769) from the Sail River, Pekanbaru Regency, Riau Province

Reproductive Biology of Featherback Fish (Notopterus notopterus Pallas, 1769) from the Sail River, Pekanbaru Regency, Riau Province Reproductive Biology of Featherback Fish (Notopterus notopterus Pallas, 1769) from the Sail River, Pekanbaru Regency, Riau Province By Aisya Ayu Rizki 1) ; Deni Efizon ) ; Ridwan Manda Putra 3) aiisyaayurizkii@gmail.com

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan 5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LIDAH, Cynoglossus lingua H.B DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR

ASPEK REPRODUKSI IKAN LIDAH, Cynoglossus lingua H.B DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR Jurnal Iktiologi Indonesia, 9(2): 175-185, 2009 ASPEK REPRODUKSI IKAN LIDAH, Cynoglossus lingua H.B. 1822 DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR [Reproductive aspect of long tonguesole, Cynoglossus lingua

Lebih terperinci

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI KEBIASAAN MAKANAN IKAN BETOK (Anabas testudineus) DI DAERAH RAWA BANJIRAN SUNGAI MAHAKAM, KEC. KOTA BANGUN, KAB. KUTAI KERTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LIRENTA MASARI BR HALOHO C24104034 SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr. PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) Ediwarman SEKOLAH PASACASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG

TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI HUTAN MANGROVE TELUK BUO KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG KOTA PADANG SS Oleh: Ennike Gusti Rahmi 1), Ramadhan Sumarmin 2), Armein Lusi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

Kryptopterus spp. dan Ompok spp.

Kryptopterus spp. dan Ompok spp. TINJAUAN PUSTAKA Kryptopterus spp. dan Ompok spp. Kryptopterus spp. dan Ompok spp. merupakan kelompok ikan air tawar yang termasuk dalam ordo Siluriformes, famili Siluridae. Famili Siluridae dikenal sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

Keragaman ikan di Danau Cala, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan

Keragaman ikan di Danau Cala, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Keragaman ikan di Danau Cala, Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan Jifi Abu Ammar, Muhammad Mukhlis Kamal, Sulistiono Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat

Lebih terperinci